Anda di halaman 1dari 12

Masyarakat madani

Kata madani berasal dari bahasa Inggris yang artinya civil atau civilized
(beradab). Istilah masyarakat madani adalah terjemahan dari civil atau civilized
society, yang berarti masyarakat yang berperadaban.

Untuk pertama kali istilah Masyarakat Madani dimunculkan oleh Anwar


Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaysia Menurut Anwar Ibrahim,
masyarakat madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip
moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan
kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa
pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan
bukan nafsu atau keinginan individu.

Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi warga


negara dari perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan Bahkan Masyarakat
madani tiang utama kehidupan politik yang demokratis. Sebab masyarakat
madani tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara,
tetapi juga merumuskan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.

Sejarah

Filsuf Yunani Aristoteles (384-322) yang memandang civil society sebagai


sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri. Pandangan ini
merupakan fase pertama sejarah wacana civil society. Pada masa Aristoteles
civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah
‘’koinonia politike’’, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat
terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan
keputusan. Rumusan civil society selanjutnya dikembangkan oleh Thomas
Hobbes (1588-1679 M ) dan John Locke (1632-1704), yang memandangnya
sebagai kelanjutan dari evolusi natural society. Menurut Hobbes, sebagai
antitesa Negara civil society mempunyai peran untuk meredam konflik dalam
masyarakat sehingga ia harus memiliki kekuasaan mutlak, sehingga ia mampu
mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi (prilaku politik)
setiap warga Negara. Berbeda dengan John Locke, kehadiran civil society
adalah untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap warga Negara.

Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil
society dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Ferguson, menekankan
visi etis pada civil society dalam kehidupan sosial. Pemahamannya ini lahir
tidak lepas dari pengaruh dampak revolusi industri dan kapitalisme yang
melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.
Fase ketiga, pada tahun 1792 Thomas Paine mulai memaknai wacana civil
society sebagai sesuatu yang berlawanan dengan lembaga Negara, bahkan dia
dianggap sebagai antitesa Negara. Menurut pandangan ini, Negara tidak lain
hanyalah keniscayaan buruk belaka. Konsep Negara yang absah, menurut
mazhab ini, adalah perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh
masyarakat demi terciptanya kesejahteraan bersama. Semakin sempurna sesuatu
masyarakat sipil, semakin besar pula peluangnya untuk mengatur kehidupan
warganya sendiri.

Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh Hegel


(1770-1837 M), Karl Marx (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1891-1937
M). Dalam pandangan ketiganya civil society merupakan elemen ideologis
kelas dominan.

Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian
yang dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville (1805-1859 M). Pemikiran
Tocqueville tentang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan
Negara. Menurut Tocqueville, kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan
kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan
yang kuat. Adapun tokoh yang pertama kali menggagas istilah civil society ini
adalah Adam Ferguson dalam bukunya ”Sebuah Esai tentang Sejarah
Masyarakat Sipil’’ (An Essay on The History of Civil Society) yang terbit tahun
1773 di Skotlandia. Ferguson menekankan masyarakat madani pada visi etis
kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi
perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya
kapitalisme, serta mencoloknya perbedaan antara individu.

Konsep Masyarakat Madani

Masyarakat madani memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna
yang berbeda – beda. Bila merujuk pada pengertian dalam bahasa Inggris, ia
berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil.

Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society, juga
berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad SAW pada tahun 622 M. Masyarakat madani juga mengacu pada
konsep tamadhun (masyarakat yang beradaban) yang diperkenalkan oleh Ibn
Khaldun, dan konsep Al Madinah al Fadhilah (Madinah sebagai Negara
Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al-Farabi pada abad pertengahan.

Menurut Dr. Ahmad Hatta, peneliti pada Lembaga Pengembangan Pesantren


dan Studi Islam, Al Haramain, Piagam Madinah adalah dokumen penting yang
membuktikan betapa sangat majunya masyarakat yang dibangun kala itu, di
samping juga memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi
sebuah masyarakat. Bahkan, dengan menyetir pendapat Hamidullah (First
Written Constitutions in the World, Lahore, 1958), Piagam Madinah ini adalah
konstitusi tertulis pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi ini secara
mencengangkan telah mengatur apa yang sekarang orang ributkan tentang hak-
hak sipil (civil rights), atau lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM),
jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika (American Declaration of
Independence, 1997), Revolusi Prancis (1789), dan Deklarasi Universal PBB
tentang HAM (1948) dikumandangkan.

Sementara itu konsep masyarakat madani atau dalam khazanah Barat dikenal
sebagai civil society (masyarakat sipil), muncul pada masa pencerahan
(Renaissance) di Eropa melalui pemikiran John Locke dan Emmanuel Kant.
Sebagai sebuah konsep, civil society berasal dari proses sejarah panjang
masyarakat Barat yang biasanya dipersandingkan dengan konsepsi tentang state
(negara). Dalam tradisi Eropa abad ke-18, pengertian masyarakat sipil ini
dianggap sama dengan negara (the state), yakni suatu kelompok atau kesatuan
yang ingin mendominasi kelompok lain.

Pengertian Masyarakat Madani Menurut Para Ahli

Selain pengertian masyarakat madani diatas, banyak ilmuwan yang


mendefinisikan pengertian masyarakat madani (civil society). Macam-macam
pengertian masyarakat madani menurut para ahli adalah sebagai berikut..

 W.J.S Poerwadarminto: Menurut W.J.S Poerwadarminto, kata


masyarakat berarti suatu pegaulan hidup manusia, sehimpunan orang
yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan
tertentu. Sedangkan kata madani berasal dari bahasa Arab yaitu madinah,
artinya kota. Jadi secara etimologis, masyarakat madani berarti
masyarakat kota. Meskipun demikian, istilah kota tidak merujuk semata-
mata kepada letak geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat
tertentu yang cocok untuk penduduk kota. Dari sini masyarakat madani
tidak asal masyarakat perkotaan, tetapi memiliki sifat yang cocok dengan
orang kota, yaitu berperadaban. 
 Rumusan PBB: adalah masyarakat yang demokratis dan menghargai
human dignity atau hak-hak tanggung jawab manusia.
 Thomas Paine: adalah suatu ruang tempat warga dapat mengembangkan
kepribadiannya dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingan secara
bebas dan tanpa paksaan.  
 Nucholish Madjid: mendefinisikan masyarakat madani sebagai
masyarakat yang merujuk pada masyarakat islam yang pernah dibangun
Nabi Muhammad Saw. di negeri Madinah.  
 Gellner: adalah sekelompok institusi/lembaga dan asosiasi yang cukup
kuat untuk mencegah tirani politik, baik oleh negara maupun
komunal/komunitas. 
 Muhammad A.S. Hikam: adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial
yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan,
keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian tinggi terhadap negara,
dan keterikatan dengan norma serta nilai-nilai hukum yang diikuti
warganya.  
 Dawan Rahardjo: adalah proses penciptaan peradaban yang mengacu
kepada nilai-nilai kebijakan bersama. 
 M. Hasyim: adalah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang
beradab, sopan santun berbudaya tinggi, baik dalam menghadapi sesama
manusia atau alam lainnya. 

Unsur-unsur Masyarakat Madani

 Adanya Wilayah Publik yang Luas

Free Public Sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai sarana untuk
mengemukakan pendapat warga masyarakat. Di wilayah ruang publik ini semua
warga Negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk melakukan transaksi
sosial dan politik tanpa rasa takut dan terancam oleh kekuatan – kekuatan di
luar civil society.

 Demokrasi

Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang
murni (genuine). Tanpa demokrasi masyarakat sipil tidak mungkin terwujud.
Demokrasi tidak akan berjalan stabil bila tidak mendapat dukungan riil dari
masyarakat. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan sosial politik yang
bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga Negara.

 Toleransi

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan


pendapat.
 Pluralisme

Kemajemukan atau pluralisme merupakan prasayarat lain bagi civil society.


Pluralisme tidak hanya dipahami sebatas sikap harus mengakui dan menerima
kenyataan sosial yang beragam, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus
untuk menerima kenyataan perbedaan sebagai sesuatu yang alamiah dan rahmat
Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.

 Keadilan sosial

Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang proporsional


atas hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek
kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan dan kesempatan. Dengan pengertian
lain, keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah satu aspek
kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu.

Pilar Penegak Masyarakat Madani

Pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian


dari sosial kontrol yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa
yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang
tertindas. Pilar-pilar tersebut antara lain:

 Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga Swadaya Masyarakat adalah institusi sosial yang dibentuk oleh


swadaya masyarakat yang tugas utamanya adalah membantu dan
memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang tertindas. LSM
dalam konteks masyarakat madani bertugas mengadakan pemberdayaan kepada
masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya mengadakan pelatihan dan sosialisasi program-program pembangunan
masyarakat.

 Pers

Pers adalah institusi yang berfungsi untuk mengkritisi dan menjadi bagian dari
sosial kontrol yang dapat menganalisa serta mempublikasikan berbagai
kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan warga negaranya. Selain itu,
pers juga diharapkan dapat menyajikan berita secara objektif dan transparan.

 Supremasi Hukum
Setiap warga negara , baik yang duduk dipemerintahan atau sebagai rakyat
harus tunduk kepada aturan atau hukum. Sehingga dapat mewujudkan hak dan
kebebasan antar warga negara dan antar warga negara dengan pemerintah
melalui cara damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Supremasi hukum
juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan
individu dan kelompok yang melanggar norma-norma hukum dan segala bentuk
penindasan hak asasi manusia.

 Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan tempat para aktivis kampus (dosen dan mahasiswa)
yang menjadi bagian kekuatan sosial dan masyarakat madani yang bergerak
melalui jalur moral porce untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan
mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah. Namun, setiap gerakan
yang dilakukan itu harus berada pada jalur yang benar dan memposisikan diri
pada real dan realitas yang betul-betul objektif serta menyuarakan kepentingan
masyarakat. Sebagai bagian dari pilar penegak masyarakat madani, maka
Perguruan Tinggi memiliki tugas utama mencari dan menciptakan ide-ide
alternatif dan konstruktif untuk dapat menjawab problematika yang dihadapi
oleh masyarakat.

Ciri-Ciri Masyarakat Madani/Karakteristik Masyarakat Madani


 Diakui semangat pluralisme. Artinya plularis menjadi sebuah keniscayaan
yang tidak dapat dielakkan, sehingga plularitas telah menjadi suatu
kaidah yang abadi. 
 Sikap toleran antara sesama agama dan umat agama lain. Sikap toleran
merupakan sikap suka mendengar, dan menghargai pendapat dan juga
pendirian orang lain. 
 Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi tidak sekedar kebebasan dan
persaingan, demokrasi juga pilihan untuk bersama-sama membangun, dan
memperjuangkan masyarakat untuk semakin sejaktera.

Syarat Masyarakat Madani 


Terdapat tujuh syarat masyarakat madani antara lain sebagai berikut.. 

 Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan juga kelompok


yang berada di dalam masyarakat. 
 Berkembangnya human capital (modal manusia) dan social capital
(modal sosial) yang kondusif untuk terbentuknya kemampuan
melaksanakan tugas-tugas kehidupan terjalinnya kepercayaan dan relasi
sosial antar kelompok. 
 Tidak adanya diskriminasi dalam setiap bidang pembangunan atau
terbukanya akses berbagai pelayanan sosial
 Adanya Hak, kemampuan, dan kesempatan bagi masyarakat dan
lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam setiap forum, sehingga
isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan. 
 Adanya persatuan antarkelompok di masyarakat serta tumbuhnya sikap
saling menghargai perbedaan antarbudaya dan kepercayaan. 
 Terselenggaranya sistem pemerintahan yang lembaga-lembaga ekonomi
hukum, sosial berjalansecara produktif dan berkeadilan sosial 
 Adanya jaminan, kepastian, dan kepercayaan dari setiap jaringan-jaringan
kemasyarakatan sehingga terjalinnya hubungan dan komunikasi antara
masyarakat secara teratur, terbuka dan terperacaya.

Sejarah Masyarakat Madani di Indonesia

Masyarakat madani muncul sebagai reaksi terhadap pemerintahan


militeristik yang dibangun oleh rezim Orde Baru selama 32 tahun. Bangsa
Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat madani yang pada
dasarnya adalah masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis/religius. Dalam
kaitannya pembentukan masyarakat madani di Indonesia, maka warga negara
Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang cerdas,
demokratis, dan religius dengan bercirikan iptek, kritis argumentatif, dan
kreatif, berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan aturan, menerima
semangat Bhineka Tunggal Ika, berorganisasi secara sadar dan bertanggung
jawab, memilih calon pemimpin secara jujur-adil, menyikapi media massa
secara kritis dan objektif, berani tampil dan kemasyarakatan secara
profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi, memahami daerah Indonesia
saat ini, mengenal cita-cita Indonesia di masa mendatang dan sebagainya.

Masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki


kemandirian aktivitas warga masyarakatnya yang berkembang sesuai dengan
potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan
memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan
hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (puralisme), dan
perlindungan terhadap kaum minoritas. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
memiliki kekhasan sosial-budaya. Merupakan fakta historis bahwa masyarakat
Indonesia adalah masyarakat majmuk, yang terdiri dari beragam suku, budaya,
bahasa dan agama. Masing-masin suku, budaya dan bahasa memiliki satu sistem
nilai yang berbeda. Kemajemukan ini akan menjadi bencana dan konflik yang
berkepanjangan jika tidak dikelola dengan baik. Kebhinekaan dan kearifan
budaya lokal inilah yang harus dikelola sehingga menjadi basis bagi
terwujudnya masyarakat madani, karena masyarakat madani Indonesia harus
dibangun dari nilai-nilai yang ada didalamnya, bukan dari luar.

Dengan demikian, menurut Tilaar ciri-ciri khas masyarakat madani


Indonesia adalah a). Keragaman budaya sebagai dasar pengembangan identitas
bangsa Indonesia dan identitas nasional, b). Adanya saling pengertian di antara
anggota masyarakat, c). Adanya toleransi yang tinggi, dan d). Perlunya satu
wadah bersama yang diwarnai oleh adanya kepastian hukum.

Masyarakat madani sukar tumbuh dan berkembang pada rezim Orde Baru
karena adanya sentralisasi kekuasaan melalui korporatisme dan birokratisasi di
hampir seluruh aspek kehidupan. Kebijakan pemerintah yang otoriter,
menyebabkan organisasi-oranisasi kemasyarakatan tidak memiliki kemandirian,
tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Kebijakan ini
juga berlaku terhadap masyarakat politik (political societies), sehingga partai-
partai politik pun tidak berdaya melakukan kontrol terhadap pemerintah dan
tawar-menawar dengannya dalam menyampaikan aspirasi rakyat.  Hanya ada
beberapa organisasi keagamaan yang memiliki basis sosial besar yang agak
memiliki kemandirian dan kekuatan dalam mempresentasikan diri sebagai unsur
dari masyarakat madani, seperti Nahdlatul Ulama (NU) yang dimotori oleh KH
Abdurrahman Wahid dan Muhammadiyah dengan motor Prof.  Dr. Amien
Rais.  Pemerintah sulit untuk melakukan intervensi dalam pemilihan pimpinan
organisasi keagamaan tersebut karena mereka memiliki otoritas dalam
pemahaman ajaran Islam.  Pengaruh politik tokoh dan organisasi keagamaan ini
bahkan lebih besar daripada partai-partai politik yang ada.

Era Reformasi yang melindas rezim Soeharto (1966-1998) dan


menampilkan Wakil Presiden Habibie sebagai presiden dalam masa transisi
telah mempopulerkan konsep masyarakat madani karena presiden beserta
kabinetnya selalu melontarkan diskursus tentang konsep itu pada berbagai
kesempatan. Bahkan, Presiden Habibie telah membentuk satu tim, dengan
Keputusan Presidan Republik Indonesia, Nomor 198, tentang Pembentukan Tim
Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani. Tim tersebut diberi tugas
untuk membahas masalah-masalah pokok yang harus disiapkan untuk
membangun masyarakat madani Indonesia, yaitu di antaranya: Pertama,
menghimpun tentang transformasi ekonomi, politik , hukum, sosial dan budaya
serta pemikiran dampak globalisasi terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa.
Kedua, merumuskan rekomendasi serta pemikiran tentang upaya untuk
mendorong transformasi bangsa menuju masyarakat madani. Konsep
masyarakat madani dikembangkan untuk menggantikan paradigma lama yang
menekankan pada stabilitas dan keamanan yang terbukti sudah tidak cocok lagi.
Soeharto terpaksa harus turun tahta pada tanggal 21 Mei 1998 oleh tekanan dari
gerakan Reformasi yang sudah bosan dengan pemerintahan militer Soeharto
yang otoriter.  Gerakan Reformasi didukung oleh negara-negara Barat yang
menggulirkan konsep civil society dengan tema pokok Hak Asasi Manusia
(HAM).

Presiden Habibie mendapat dukungan dari ICMI (Ikatan Cendekiawan


Muslim Indonesia), suatu bentuk pressure group dari kalangan Islam, dimana ia
duduk sebagai Ketua Umumnya. Kemudian konsep masyarakat madani
mendapat dukungan luas dari para politisi, akademisi, agamawan, dan media
massa karena mereka semua merasa berkepentingan untuk menyelamatkan
gerakan Reformasi yang hendak menegakkan prinsip-prinsip demokrasi,
supremasi hukum, dan HAM. Tetapi untuk segera masuk kewilayah kehidupan
masyarakat madani ternyata tidak mudah, karena pola kehidupan masyarakat
yang diimpikan itu masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Selain itu
secara kultural, tantangan sosial budaya yang cukup berat adalah pluralisme
masyarakat indonesia. Pluralisme tidak hanya brkaitan denagan budaya saja,
tetapi juga persoalan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu
diperlukan proses panjang dan waktu serta menuntut komitmen masing-masing
warga bangsa untuk mereformasi diri secara total menuju terwujudnya
masyarakat madani, dan juga menuntut berbagai upaya perubahan untuk
mewujudkan masyarakat madani, baik yangberjagka pendek maupun yang
berjangka panjang.

Pertama, perubahan jangka pendek, menyangkut perubahan pada


pemerintah, politik, ekonomi dan hukum. Pada bidang
pemerintahan,masyarakat pada era reformasi menuntut terciptanya
pemerintahan bersih yang menjadi prasyarat untuk tumbuh dan berkembangnya
masyarakat madani, sehingga terwujud pemerintahan yang berwibawa, bebas
dari korupsi, kolusi dan nepotisme yaitu pemerintahan yang dapat dipercaya,
dapat diterima dan dapat memimpin. Pada bidang politik, terutama diarahkan
kepada hidupnya kembali kehidupan demokrasi yang sehat sesuai dengan
tuntutan konstitusi 1945 serta adanya upaya dari pemerintah dan masyarakat
untuk mencapai tingkat kesepakatan maksimal dalam memberi makna sistem
demokrasi. Dimensi demokrasi dari pemerintah yaitu terciptanya tingkat
keseimbangan relatif dan saling cek dalam hubungan kekuasaan eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Sedangkan dimensi demokrasi dari masyarakat adalah
terciptanya kesepakatan nilai untuk kesetaraan di depan hukum dan pemerintah,
kesetaraan dalam kompetisi dan kontestasi politik, kemandirian dan
kemampuan menyelesaikan berbagai konflik dengan cara-cara damai, yang
mencerminkan ciri-ciri masyarakat madani. Pada bidang ekonomi, menuntut
kehidupan ekonomi yang lebih merata dan bukan hanya untuk kepentingan
sekelompok kecil anggota masyarakat. Dalam bidang hukum, reformasi
menuntut ketaatan kepada hukum untuk semua orang bukan hanya untuk
kepentingan penguasa. Setiap orang sama didepan hukum dan dituntut untuk
kedisipinan yang sama terhadap nilai-nilai hukum yang dikesepakati. Sehingga
diharapkan terbentuknya lenbaga penegak hukum yang mencerminkan
berlakunya supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara menuju suatu tatanan masyarakat madani atau civil society Indonesia.
Dalam bidang jurnalistik, terciptanya kebebasan pers.

Kedua, perubahan dalam jangka panjang, meliputi bidang kebudayaan


dan pendidikan. Reformasi budaya menuntut perkembangan kebhinnekaan
budaya Indonesia, maka kebudayaan daerah merupakan dasar bagi
perkembangan identitas bangsa Indonesia, oleh sebab itu harus dibina dan
dikembangkan. Pengembangan budaya daerah akan memberikan sumbangan
bagi perkembangan rasa persatuan bangsa Indonesia yang menunjang ke arah
identitas bangsa Indonesia yang kuat dan benar, yang mencerminkan
masyarakat plural sebagai ciri masyarak madani. Pada bidang pendidikan,
penyiapan sumber daya manusia yang berwawasan dan berperilaku madani
melalui pendidikan, karena konsep masyarakat madani merupakan bagian dari
tujuan pendidikan nasional. Semua pihak mutlak setuju, bahwa pendidikan amat
penting bagi ikhtiar membangun manusia berkualitas, yang ditandai dengan
peningkatan kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan, karena pendidikan
sendiri merupakan wahana strategi bagi usaha untuk meningkatkan mutu
kehidupan manusia, yang ditandai dengan membaiknya derajat kesejahtaraan,
menurunnya kemiskinan, dan terbentuknya berbagai pilihan dan kesempatan
mengembangkan diri menuju masyarakat madani.
Selanjutnya, munculnya wacana civil society di Indonesia banyak
disuarakan oleh kalangan “tradisionalis” (termasuk Nahdlatul Ulama), bukan
oleh kalangan “modernis”. Hal ini bisa dipahami karena pada masa tersebut,
NU adalah komunitas yang tidak sepenuhnya terakomodasi dalam negara,
bahkan dipinggirkan dalam peran kenegaraan.  Di kalangan NU dikembangkan
wacana civil society yang dipahami sebagai masyarakat non-negara dan selalu
tampil berhadapan dengan negara. Kebangkitan wacana civil society dalam NU
diawali dengan momentum kembali ke khittah 1926 pada tahun 1984 yang
mengantarkan Gus Dur sebagai Ketua Umum NU. 

Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden sebenarnya menyiratkan sebuah


problem tentang prospek masyarakat madani di kalangan NU karena NU yang
dulu menjadi komunitas non-negara dan selalu menjadi kekuatan penyeimbang,
kini telah menjadi “negara” itu sendiri.  Hal tersebut memerlukan identikasi
tentang peran apa yang akan dilakukan dan bagaimana NU memposisikan diri
dalam konstelasi politik nasional. Bahwa timbulnya civil society pada abad ke-
18 dimaksudkan untuk mencegah lahirnya negara otoriter, maka NU harus
memerankan fungsi komplemen terhadap tugas negara, yaitu membantu tugas
negara ataupun melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh negara,
misalnya pengembangan pesantren. Sementara, Gus Dur harus mendukung
terciptanya negara yang demokratis supaya memungkinkan berkembangnya
masyarakat madani, dimana negara hanya berperan sebagai ‘polisi’ yang
menjaga lalu lintas kehidupan beragama dengan rambu-rambu Pancasila.

            Untuk mewujudkan masyarakat madani di Indonesia dibutuhkan


motivasi yang tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai anggota
masyarakat. Diperlukan proses dan waktu serta dituntut komitmen dan penuh
kearifan dalam menyikapi konflik yang tak terelakkan. Tuntutan untuk
mewujudkan masyarakat madani, tidak hanya dilakukan dengan seminar,
diskusi, penataran. Tetapi perlu merumuskan langkah-langkah yang sistematis
dan kontinyu yang dapat merubah cara pandang, kebiasaan dan pola hidup
masyarakat.

Masyarakat Madani di Indonesia saat ini

Masyarakat jaman sekarang khususnya masyarakat Indonesia merupakan


masyarakat yang berteknologi tinggi, namun masyarakat yang berteknologi
tinggi tersebut belum menggambarkan masyarakat yang madani. Sementara itu
Masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki
kemandirian aktivitas warga masyarakatnya yang berkembang sesuai dengan
potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan
memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan
hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (puralisme), dan
perlindungan terhadap kaum minoritas. Masyarakat di Indonesia ini belum
masuk ke dalam kategori masyarakat madani karena masyarakat Indonesia
belum memenuhi unsur-unsur pokok sebagai masyarakat madani yaitu wilayah
atau ruang publik yang bebas, demokrasi, toleransi, pluralisme, keadilan sosial.
Masyarakat Indonesia belum memenuhi unsur pokok ruang publik yang bebas
karena masih ada pihak-pihak yang tidak bebas dalam menyuarakan
pendapatnya, meskipun pada era reformasi ini kebebasan berpendapat jauh lebih
dihargai daripada era orde baru. Lalu secara demokrasi Indonesia masih belum
bisa dianggap berpartisipasi dalam politik secara signifikan karena angka golput
masyarakat termasuk sangat tinggi bisa diatas 50%. Lalu secara kemajemukan
(pluralisme) masyarakat Indonesia yang tergolong dalam negara majemuk
masih belum dapat menghargai kemajemukan atau pluralisme. Hal itu terbukti
dalam kasus pembantaian umat muslim di Poso. Dari segi toleransi masyarakat
Indonesia masih kurang bertoleransi satu dengan lainnya contohnya adalah
pengeboman gereja Oikumene yang terjadi baru-baru ini. Dari segi keadilan
sosial, di Indonesia keadilan sosial ini secara sekilas belum terwujud buktinya
adalah dengan banyaknya orang-orang miskin dan anak-anak terlantar. Lalu
mengenai perlindungan terhadap kaum minoritas tidak berjalan sesuai dengan
yang seharusnya seperti contohnya putusan pengadilan yang tidak
menguntungkan kaum-kaum minoritas yang sebenarnya bisa saja tidak bersalah.
Selain hal-hal pokok tersebut masyarakat Indonesia juga mengalami
kemerosotan moral, contohnya yaitu prostitusi di kalangan artis dan kalangan
elit, pergaulan bebas remaja, banyaknya remaja putri yang hamil di luar nikah
bahkan sampai ada yang jadi korban pembunuhan kekasihnya sendiri,
banyaknya bayi-bayi tidak berdosa yang ditelantarkan, kasus perdagangan
manusia.

Anda mungkin juga menyukai