Anda di halaman 1dari 13

KONTRIBUSI DAN MITIGASI GAS RUMAH KACA

TERHADAP PEMANASAN GLOBAL

Faiqotul Himmah
170210102105
Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember

ABSTRAK
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek
rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan,
tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. Diantaranya adalah CO, CO2,
NO2, CH4 dan masih banyak lagi. Akibat banyaknya konsentrasi gas-gas ini di
udara (khusunya CO2) menyebabkan suhu di bumi semakin meningkat (global
warming). Kenaikan sebesar ini dikhawatirkan dapat menyebabkan perubahan
besar pada pola cuaca dengan badai dan hujan lebat serta banjir di beberapa
tempat dan kemarau di tempat lain, banjir besar karena akibat mencairnya es di
kutub, hilangnya lahan basah dan wilayah pesisir karena meningkatnya
permukaan laut, banyaknya bentuk dalam penyediaan air, perubahan ekosistem
diakibatkan ketidakmampuan beberapa spesies hewan dan tanaman untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan cuaca, meningkatnya wabah penyakit karena
kenaikan suhu, dan efek samping yang merugikan kesehatan manusia dan kondisi
sosial ekonomi di beberapa daerah. Oleh karena itu, untuk menyiasati masalah ini
dapat megaplikasikan beberapa tindakan yang mampu mengurangi emisi gas
rumah kaca di udara.

Kata Kunci : Emisi, Gas, Rumah Kaca, Pemanasan Global, Pencegahan.

PENDAHULUAN
Rumah kaca ini sudah lama dikenal dalam bidang pertanian, seperti
pertanian sayuran maupun bunga. Tanaman tadi ditanam dalam suatu bangunan
1
dengan semua dinding dan atapnya terbuat dari kaca. Biasanya di dalamnya
dipasang alat pemanas bila diperlukan, dimaksudkan untuk menjaga agar suhu di
dalam rumah kaca tetap dalam keadaan panas meskipun suhu di luar dingin.
Dengan demikian, petani dapat menanam tanaman sepanjang tahun, baik pada
musim panas maupun pada musim dingin. Rasa panas ini disebabkan oleh
munculnya beberapa gas yang terperangkap di dalam rumah kaca, seperti CO,
CO2, NO2, dan masih banyak lagi. Gas-gas rumah kaca yang bergerak dan berada
di udara bebas menimbulkan efek yang sama terhadap bumi yang dinamakan efek
rumah kaca, sehingga bumi terasa panas. Lapisan gas rumah kaca - terutama uap
air, dan termasuk jumlah yang lebih kecil, seperti karbon dioksida, metana dan
dinitrogen oksida - berfungsi sebagai selimut panas (thermal blanket) untuk Bumi,
karena dapat menyerap panas dan menghangatkan permukaan Bumi ke rata-rata
dukungan kehidupan sebesar 59 derajat Fahrenheit (15 derajat Celsius).
Efek rumah kaca adalah proses menembusnya energi dari matahari ke dalam
atmosfer bumi, kemudian beberapa energi diserap oleh permukaan bumi dan laut
sehingga bumi menjadi hangat. Sisa radiasi lainnya dipantulkan kembali ke luar
angkasa dalam bentuk energi inframerah. Ketika beberapa energi inframerah
diradiasikan kembali ke luar angkasa, beberapa diantaranya diserap kembali dan
dipancarkan kembali oleh uap air dan berbagai gas rumah kaca di atmosfer.
Energi yang diserap inilah yang menghangatkan permukaan bumi sehingga
atmosfer tampak seperti halnya rumah kaca.
Di alam terbuka, di atas permukaan bumi efek rumah kaca juga bisa
terjadi, dapat diterangkan sebagai berikut. Energi matahari yang masuk ke
bumi mengalami:
1. 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer.
2. 25% diserap awan.
3. 45% diabsorpsi permukaan bumi.
4. 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.
Konsentrasi karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida diketahui
meningkat, dan baru-baru ini, gas rumah kaca lain, terutama chlorofluorocarbons
(CFC), memiliki kuantitas yang signifikan untuk atmosfer. Diperkirakan bahwa
2
peningkatan konsentrasi gas-gas ini sejak 1860 mungkin telah menaikkan suhu
permukaan global rata-rata sebesar 0,5 ° C atau lebih, dan konsentrasi yang
diproyeksikan bisa menghasilkan pemanasan sekitar 1,5° C selama 40 tahun ke
depan. Model iklim numerik menunjukkan bahwa perubahan lain dalam iklim
akan menyertai peningkatan secara global suhu rata-rata, dengan efek yang
berpotensi serius pada banyak kegiatan sosial dan ekonomi.
Pemanasan global telah menjadi isu penting saat ini, dimana fenomena ini
diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK), khususnya
CO2 di atmosfer dan telah mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan bagi
manusia. Berbagai negara, termasukIndonesia, memberikan perhatian yang
besar terhadap dampak pemanasan global.Secara internasional mitigasi
pemanasan global dimuat di dalam Protocol Kyoto yang mengatur kewajiban
pengurangan emisi GRK bagi negara industri maju. Pemanasan global ini
biasanya ditandai dengan adanya perubahan iklim yang semakin tidak menentu.
Hal ini merupakan salah satu masalah paling kompleks yang kita hadapi saat
ini. Melibatkan banyak dimensi - ilmu pengetahuan, ekonomi, masyarakat, politik
dan moral dan pertanyaan etika (ethical question) - dan merupakan masalah
global, yang dapat dirasakan pada skala lokal, yang akan ada selama beberapa
dekade dan abad yang akan datang. Berapa banyak perubahan iklim? Itu akan
ditentukan oleh bagaimana emisi kita berlanjut dan juga bagaimana sistem iklim
kita merespon emisi tersebut. Meskipun kesadaran akan meningkatnya perubahan
iklim, emisi kita dari gas rumah kaca terus meningkat tanpa henti. Untuk itu kita
perlu melakukan pencegahan terhadap masalah ini.

PEMBAHASAN
Menurut konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC), ada 6 jenis
gas yang digolongkan sebagai gas rumah kaca (GRK), yaitu: Karbon dioksida
(CO2), Nitrogen oksida (N2O), Metana (CH4), sulfurheksaflorida (SF6),
perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon (HFCs). Efek rumah kaca
disebabkan karena meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-

3
gas lainnya di atmosfer. Meningkatnya konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh
banyaknya pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik
lainnya yang melebihi kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk
menyerapnya.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca sesuai dengan
kesepakatan Protokol Kyoto adalah sebagai berikut.
1. gas Metana (CH4).
2. gas Nitrooksida (N2O).
3. gas Perfluorocarbon (PFC).
4. gas Hidrofluorocarbon (HFC).
5. gas Sulfurheksafluorida (SF6).
Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek
rumah kaca dan disebut gas rumah kaca. Namun, jumlah gas yang berlebih ini
mengganggu keseimbangan karena terlalu banyak energi yang tertahan, yang
menyebabkan suhu rata-rata bumi meningkat dan iklim di beberapa lokasi
berubah. Konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan ini efek rumah kaca ini
disebut sebagai pemanasan global atau perubahan iklim global. Perubahan iklim
global terjadi karena penggunaan yang berlebihan dari bahan bakar fosil seperti
batu bara, produk minyak bumi, dan gas alam di pembangkit tenaga listrik,
transportasi, bangunan, dan pabrik, dan telah menjadi perhatian dalam beberapa
dekade terakhir.
Sumber-sumber penghasil gas rumah kaca tersebut juga bermacam-macam,
dimana mayoritas penghasil gas tersebut berasal dari kegiatan manusia itu sendiri.
Berdasarkan laporan IPCC tahun 2006, sektor limbah (waste sector) turut
menyumbang GRK ke atmosfer dimana khusus dari TPA-TPA sampah yang ada
berkontribusi antara 3 – 4 % dari emisi GRK global. Walau terdapat banyak jenis
GRK dari sektor persampahan ini, namun yang dianggap dominan dan harus ada
dalam setiap laporan National GHGs Inventory adalah CO2, CH4 dan N2O.
Dalam tabel di bawah ini tampak kontribusi gas-gas tersebut pada efek
rumah kaca yang akhirnya akan menimbulkan kontribusi terhadap terjadinya
pemanasan global (global warming).
4
Tabel 1.1. Kontribusi Gas Rumah Kaca terhadap Pemanasan Global

Kontribusi pada
Gas Rumah Kaca Sumber Emisi
Pemanasan Global

Pembakaran bahan bakar


CO2 61 %
fosil dan penebangan hutan.

Aktivitas biologis dan


CH4 15 %
dekompotisi landfills

Pupuk, pembakaran bahan


N2O 4%
bakar fosil

Aerosol propelan, pendingin


CFC 12 %
dan aktivitas industri

Reaksi-reaksi kimia dari


O3 dan gas-gas lainnya 8%
pembakaran

Sumber: Scott J. Callan and J. M. Thomas, (2000).

5
Tabel 1.2 Sumber-sumber pencemaran udara
Sumber aktivitas

Pembangkit Listrik

Industri logam dan


Pemanas Ruangan

Insinerasi Limbah
Kilang Minyakk

Kimia, Farmasi
Pertambangan
Lalu Lintas
Bahan

Pertanian
lain-lain
Pencemar

Partikel       
CO2    
SOx     
NOx     
VOC     
O3  
HC      
Logam berat
Pb    
Hg      
Cu   
Cd      
Zn   
CFC  
Sumber: Kiely, (1998) direvisi

Dari tabel di atas dapat kita lihat kontribusi terbesar pada pemanasan
global adalah CO2 sebesar 61%, yang didapat dari kegiatan pembakaran bahan
bakar fosil dan penebangan hutan. Penggunaan bahan bakar minyak secara
intensif dalam sektor ini menjadi penyebab utama timbulnya dampak terhadap
lingkungan udara, terutama di daerah-daerah perkotaan. Proses pembakaran bahan
bakar minyak seperti diketahui akan mengeluarkan unsur dan senyawa-senyawa
pencemar udara, seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon monoksida, total
6
hidro karbon, oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida sulfur, partikel timbal dan
oksidan fotokimia (Soedomo, 2001).
Anda mungkin menyadari ketika anda meninggalkan mobil di bawah terik
matahari, interior di dalam mobil menjadi lebih panas dari pada udara di luar
mobil, dan mungkin anda bertanya-tanya mengapa mobil anda berfungsi seperti
perangkap panas. Ini dikarenakan kaca pada ketebalan yang dapat
mentransmisikan dengan mudah lebih dari 90% radiasi dalam jarak pandang dan
buram (non-transparan) menjadi radiasi dengan jarak panjang gelombang
inframerah yang lebih panjang. Oleh karena itu, kaca memungkinkan radiasi
matahari untuk masuk secara bebas, tetapi menghalangi radiasi inframerah yang
dipancarkan oleh permukaan interior. Ini menyebabkan peningkatan suhu pada
interior sebagai akibat dari penumpukan energi panas di dalam mobil. Efek
pemanasan ini dikenal sebagai efek rumah kaca, karena efek ini digunakan
terutama di rumah kaca.
Penebangan hutan yang dimaksud disini adalah sekaligus pembakaran sisa-
sisa penebangan serta berkurangnya populasi pohon akan memberi dampak
terhadap kurangnya serapan CO2 yang biasanya dilakukan oleh tumbuhan melalui
potosintesis. Biodiversitas tumbuhan terbukti dapat memberikan sumbangan yang
signifikan terhadap penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Setiap
tahunnya sekitar 60 gigaton (GT) karbon (C) diserap oleh ekosistem daratan dan
sekitar 90 GT diserap oleh ekosistem laut (CBD 2008). Hutan tropis dengan
keanekaragaman tumbuhannya dapat menyimpan hingga 50 kali karbon
dibandingkan hutan produksi dan perkebunan monokultur.
Hutan menduduki 21% dari daratan, 76% dari total biomasa terestrial. Jadi
vegetasidalam hutan memiliki bagian yang esensial dari fungsi biosfer terestrial,
terutama dalam siklus karbon. Walaupun demikian fotosintesis tumbuhan di hutan
masih sangat sedikit dipelajari dibandingkan fotosintesis tanaman
pertanian karena beberapa kendala : ukuran dari pohon dewasa yang terlalu
besar, menyebabkan pengukuran sulit dilakukan, jumlah species yang terlampau
banyak; sulitnya mengukur fotosintesis dari keseluruhan pohon pada seluruh

7
wilayah hutan; dan tidak tersedianya model pertumbuhan tumbuhan hutan yang
berbasis fotosintesis dan proses-proses fisiologis (Raghavendra 1991).
Pada tahun 1995, sebanyak 6,5 miliar ton karbon terlepas ke atmosfer
sebagai CO2. Konsentrasi CO2 di atmosfer sekarang ini adalah sekitar 360 ppm
(atau 0,36%). Konsentrasi ini adalah 20% lebih tinggi dari satu abad yang lalu,
dan diperkirakan akan meningkat sampai lebih dari 700 ppm pada tahun 2100.
Pada kondisi normal, tumbuh-tumbuhan mengkonsumsi CO2 dan melepaskan O2
pada saat proses potosintesis, dengan demikian konsentrasi CO2 di atmosfer tetap
terjaga pada kondisi aman. Pohon yang tumbuh besar mengkonsumsi CO2 sekitar
12 kg tiap tahunnya dan mengeluarkan cukup oksigen dan dapat menunjang
kebutuhan bernapas untuk empat keluarga. Akan tetapi, penebangan hutan dan
meningkatnya produksi CO2 dalam beberapa dekade terakhir mengganggu
keseimbangan ini. Dalam laporan tahun 1995, ilmuwan terkemuka di dunia
menyimpulkan bahwa suhu di bumi meningkat sekitar 0.5oC selama beberapa
abad terakhir, dan mereka memperkirakan bahwa suhu di bumi akan meningkat
sekitar 20oC lagi pada tahun 2100. Kenaikan sebesar ini dikhawatirkan dapat
menyebabkan perubahan besar pada pola cuaca dengan badai dan hujan lebat serta
banjir di beberapa tempat dan kemarau di tempat lain, banjir besar karena akibat
mencairnya es di kutub, hilangnya lahan basah dan wilayah pesisir karena
meningkatnya permukaan laut, banyaknya bentuk dalam penyediaan air,
perubahan ekosistem diakibatkan ketidakmampuan beberapa spesies hewan dan
tanaman untuk menyesuaikan diri dengan perubahan cuaca, meningkatnya wabah
penyakit karena kenaikan suhu, dan efek samping yang merugikan kesehatan
manusia dan kondisi sosial ekonomi di beberapa daerah.
Air hangat kemungkinan merusak banyak karang di sekitar Guam. Suhu air
rata-rata di sekitar Guam telah meningkat lebih dari satu derajat selama abad
terakhir, di samping perubahan tahun ke tahun terkait dengan El Niño-Southern
Oscillation ("El Niño"). Meningkatnya suhu air membahayakan ganggang yang
hidup di dalam karang dan menyediakan makanan mereka. Hilangnya alga
melemahkan karang dan akhirnya bisa membunuh mereka. Proses ini umumnya
dikenal sebagai “pemutihan karang” karena hilangnya ganggang juga
8
menyebabkan karang menjadi putih. Pemutihan karang menjadi lebih umum di
sekitar Guam, termasuk pemutihan pemecah rekor yang telah terjadi di seluruh
Pasifik barat sejak 2013. Suhu air yang meningkat juga menyebabkan wabah
penyakit yang dapat membahayakan atau membunuh karang.
Selain itu, efek iklim yang mungkin telah dipelajari menggunakan model
sirkulasi umum atmosfer digabungkan ke model sederhana lautan dan kutub.
Respons fisik yang dihasilkan (di mana dilaporkan) adalah umum untuk semua
percobaan terbaru.
1. Ada pemanasan troposfer dan permukaan.
Di daerah tropis, pemanasan meningkat dengan tinggi dan sedikit
berbeda dengan musim. Pemanasan terbesar terjadi di atas laut dan daerah
sekitarnya di musim dingin, karena penghapusan atau penipisan lautan dan
stabilitas tingkat rendah yang melekat di garis lintang yang tinggi. Pemanasan
umumnya lebih dari minimum Seaice di musim panas.
2. Es yang mencair terjadi lebih awal, dan kutub berkurang luas.
3. Peningkatan suhu atmosfer disertai dengan peningkatan kandungan uap air
pada atmosfer lebih lanjut akan meningkatkan pemanasan radiasi di
permukaan. Tingkat rata-rata global untuk presipitasi dan penguapan
mengalami peningkatan.
4. Distribusi geografis dari perubahan curah hujan masih jauh dari seragam. Ada
peningkatan umum di Indonesia curah hujan dan limpasan di lintang tinggi.
Pengendapan meningkat di lintang rendah, meskipun secara lokal ada daerah
peningkatan dan penurunan yang bervariasi dari model ke model. Dalam
kebanyakan penelitian sampai saat ini, ada pengurangan kelembaban tanah di
atas benua pertengahan lintang utara di musim panas.
5. Besarnya respons sangat meningkat pada sebagian besar simulasi dengan awan
yang dihasilkan oleh model. Sebuah penurunan total awan dan peningkatan
rata-rata ketinggian awan berkontribusi pada peningkatan ini.
Karena kita sudah berkomitmen untuk beberapa tingkat perubahan iklim,
menanggapi perubahan iklim melibatkan pendekatan dua cabang:

9
1. Mengurangi emisi dan menstabilkan tingkat gas rumah kaca yang
memerangkap panas di atmosfer (“mitigasi”);
2. Beradaptasi dengan perubahan iklim yang sudah ada (“adaptasi”).
Mitigasi - mengurangi perubahan iklim - melibatkan pengurangan aliran
panas-perangkap gas rumah kaca ke atmosfer, baik dengan mengurangi sumber
gas-gas ini (untuk contoh, pembakaran bahan bakar fosil untuk listrik, panas atau
transportasi) atau meningkatkan “sinks”. Sedangkan adaptasi - beradaptasi dengan
kehidupan dalam iklim yang berubah - melibatkan penyesuaian terhadap iklim
masa depan yang sebenarnya atau yang diharapkan. Tujuannya adalah untuk
mengurangi kerentanan kita terhadap efek berbahaya dari perubahan iklim (seperti
perambahan permukaan laut, peristiwa cuaca ekstrim yang lebih intens atau
ketidakamanan pangan). Ini juga mencakup memanfaatkan peluang potensial yang
paling menguntungkan terkait dengan perubahan iklim (misalnya, musim tanam
yang lebih panjang atau peningkatan hasil panen di beberapa wilayah).
Beberapa solusi yang dapat digunakan untuk pencegahan adalah Emisi gas
ini dan lainnya dapat dikurangi secara signifikan dengan cara membeli sebuah
mobil hemat energi yang membakar lebih sedikit bahan bakar dengan jarak yang
sama, dan dengan mengemudi secara wajar. Menghemat bahan bakar, sama
dengan menghemat uang dan menyelamatkan lingkunngan.
Jenis tumbuhan pohon yang sesuai untuk tujuan mitigasi karbon adalah
jenisjenis yang memiliki kriteria-kriteria tumbuh cepat sehingga dapat
berkompetisi dengan tumbuhan pengganggu di lapangan, memiliki daya
adaptasi tinggi, memiliki sifat-sifat pionir sehingga memberikan peluang
keberhasilan yang tinggi dan memiliki kapasitas fiksasi karbon yang tinggi
(Adjers & Otsamo 1996). Akan tetapi karakter-karakter ekologis dan fisiologis ini
sangat bervariasi diantara species. Untuk mencapai keberhasilan reforestrasi dan
aforestrasi maka sangat diperlukan pemahaman mengenai sifat-sifat ekologis dan
fisiologis dari jenis-jenis tumbuhan dan ketelitian dalam pemilihan jenis
tumbuhan berdasarkan karakteristik yang diharapkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi agar tanaman dapat maksimal
mengurangi efek rumah kaca melalui rosot (sink) gas CO2, diantaranya adalah:
10
1. Tanaman dipilih dari jenis penyerap CO2 tinggi (rakus CO2). Saat ini telah
mulai diteliti jenis-jenis tanaman penyerap CO2 tinggi.
2. Luas penanaman harus signifikan agar tanaman dapat lebih besar fungsinya
dalam menyerap CO2.
3. Penanaman dengan jenis-jenis tumbuh cepat berpotensi menyerap CO2 lebih
tinggi dan lebih cepat dibandingkan jenis-jenis tanaman tumbuh lambat.
Akan tetapi jenis-jenis tumbuh cepat biasanya lebih cepat dipanen/ditebang,
seperti sengon yang berumur kurang dari 30 tahun.
4. Pemilihan jenis tanaman diutamakan yang sesuai dengan kondisi
lingkungan setempat
5. Kebutuhan agronomis (kecukupan cahaya, hara, air dan kerapatan) juga
merupakan faktor penting dalam mengoptimalkan penyerapan CO2.
Ancaman yang serius ini telah menggerakkan PBB untuk membentuk
sebuah komite mengenai perubahan iklim. Pertemuan dunia dilakukan pada tahun
1992 di Rio de Janerio, Brazil, dan menarik perhatian dunia terhadap masalah
tersebut. Perjanjian yang dibuat oleh komite pada tahun 1992 untuk mengontrol
emisi gas rumah kaca itu telah ditandatangani oleh 162 negara. Pada pertemuan
tahun 1997 di Kyoto (Jepang), negara-negara industri di dunia mengikuti hasil
yang dikeluarkan dan berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 dan gas rumah
kaca sebesar 5% dibawah level tahun 1990, pada tahun 2008 sampai tahun 2012.
Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan upaya konservasi dan
meningkatkan efisiensi konversi, saat pertemuan tersebut permintaan atas energi
baru dengan menggunakan energi yang diperbarui (seperti tenaga air, tenaga
surya, angin, dan energi panas bumi, gelombang air laut) daripada bahan bakar
fosil.

11
KESIMPULAN
 Ada 6 jenis gas yang digolongkan sebagai gas rumah kaca (GRK), yaitu:
Karbon dioksida (CO2), Nitrogen oksida (N2O), Metana (CH4),
sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs), dan hidroflorokarbon
(HFCs).
 Pemanasan global telah menjadi isu penting saat ini, dimana fenomena ini
diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK),
khususnya CO2 di atmosfer dan telah mengakibatkan berbagai dampak
yang merugikan bagi manusia.
 Kontribusi terbesar pada pemanasan global adalah CO2 sebesar 61%, yang
didapat dari kegiatan pembakaran bahan bakar fosil dan penebangan hutan.
 Sektor limbah (waste sector) turut menyumbang GRK ke atmosfer dimana
khusus dari TPA-TPA sampah yang ada berkontribusi antara 3 – 4 % dari
emisi GRK global.
 Kenaikan suhu bumi dikhawatirkan dapat menyebabkan perubahan besar
pada pola cuaca dengan badai dan hujan lebat serta banjir di beberapa
tempat dan kemarau di tempat lain, banjir besar karena akibat mencairnya
es di kutub, hilangnya lahan basah dan wilayah pesisir karena
meningkatnya permukaan laut, perubahan ekosistem diakibatkan
ketidakmampuan beberapa spesies hewan dan tanaman untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan cuaca, meningkatnya wabah
penyakit karena kenaikan suhu, dan efek samping yang merugikan
kesehatan manusia dan kondisi sosial ekonomi di beberapa daerah.
 Ada pemanasan troposfer dan permukaan; Es yang mencair terjadi lebih
awal, dan kutub berkurang luas; ada pengurangan kelembaban tanah di
atas benua pertengahan lintang utara di musim panas; Peningkatan suhu
atmosfer disertai dengan peningkatan kandungan uap air pada atmosfer.
 Solusi untuk pencegahan: menghemat bahan bakar fosil; menanam
kembali tumbuhan pada lahan kosong dan memperhatikan tingkat
penyerapannya terhadap CO2; pembentukan organisasi-organisasi
pengawas linngkungan.
12
REFERENSI

Achmad, Dr. Rukaesih M.Si. (2004). Kimia Lingkungan. Andi Offsett:


Yogyakarta
Astra, I Made. 2010. Energi Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan. Jurnal
meteorologi dan geofisika, 11(2), 131-139.
NASA. Causes of Greenhouse Effect: A Blanked Around The Earth. Retrieved
from https://climate.nasa.gov/causes/
Hidayati, N., Reza, M., Juhaeti, T., & Mansur, M. 2011. Serapan Karbondioksida
(CO2) Jenis-Jenis Pohon di Taman Buah "Mekar Sari" Bogor,
Kaitannya dengan Potensi Mitigasi Gas Rumah Kaca. Jurnal Biologi
Indonesia, 7(1), 133-145.
Mitchell, John F.B. 1989. The “Greenhouse” Effect and Climate Change.
Reviewsof Geophysics, 27(1), 115-139.
Purwanta, W. 2009. Penghitungan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Dari Sektor
Sampah Perkotaan Di Indonesia. Jurnal Teknik Lingkungan, 10(1), 1
- 8.
Soedomo, Moestikahadi. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: Institut Teknologi
Bandung

NASA. Solution of Greenhouse Effect: Mitigation and Adaptation. Retrieved


from https://climate.nasa.gov/solutions/adaptation-mitigation/
Sumardjo, Drs. Damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran Dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta.
Buku Kedokteran EGC: Jakarta
EPA. What Climate Change Means for GUAM. for EPA part 430 Rule (2016). t
www.epa.gov/climatechange.
National Geographic. What is Global Warming?: The Planet is Heating Up – and
Fast. Retrieved from
https://www.nationalgeographic.com/environment/global-
warming/global-warmingoverview.html

13

Anda mungkin juga menyukai