Anda di halaman 1dari 13

KIMIA LINGKUNGAN

“GLOBAL WARMING”

Kelompok 2:

1. Retno Nur .O (11160162000045)


2. M. Alfarisy (11160162000050)
3. Rahmawati Maharni (11160162000057)
4. Irfani Ade Elyanti (11160162000059)
5. Puspa Mawarni (11160162000061)
6. Muslihah Amalia (11160162000063)

A. EFEK RUMAH KACA


Di alam terbuka, di atas permukaan bumi efek rumah kaca juga bisa terjadi, dapat
diterangkan sebagai berikut. Energi matahari yang masuk ke bumi mengalami: 1. 25%
dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer. 2. 25% diserap awan. 3. 45%
diabsorpsi permukaan bumi. 4. 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang
diabsorpsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh awan dan permukaan
bumi. Namun, sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan
gas CO2 dan gas-gas lainnya untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan
normal efek rumah kaca dibutuhkan. Dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara
siang dan malam di bumi tidak jauh berbeda, artinya pada waktu malam suhu rata-rata di
permukaan bumi yang tidak terkena sinar matahari sangat rendah apabila tidak terjadi efek
rumah kaca. Di bawah ini bagan yang memperlihatkan proses terjadinya efek rumah kaca.

Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca sesuai dengan
kesepakatan Protokol Kyoto adalah sebagai berikut. 1. gas Metana (CH 4). 2. gas Nitrooksida
(N2O). 3. gas Perfluorocarbon (PFC). 4. gas Hidrofluorocarbon (HFC). 5. gas
Sulfurheksafluorida (SF6). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam
meningkatkan efek rumah kaca dan disebut gas rumah kaca. Dalam tabel di bawah ini
tampak kontribusi gas-gas tersebut pada efek rumah kaca yang akhirnya akan menimbulkan
kontribusi terhadap terjadinya pemanasan global (global warming).

Tabel 1.1. Kontribusi Gas Rumah Kaca terhadap Pemanasan Global

Gas Rumah Kaca Kontribusi pada Sumber emisi


pemanasan global
CO2 61 % Pembakaran bahan bakar
fosil dan penebangan
hutan
CH4 15 % Aktivitas biologis dan
dekompotisi landfills
N2O 4% Pupuk, pembakaran bahan
bakar fosil
CFC 12 % Aerosol propelan,
pendingin dan aktivitas
industry
O3 dan gas-gas lainnya 8% Reaksi-reaksi kimia dari
pembakaran
Sumber: Scott J. Callan and J. M. Thomas, (2000).

Dari Tabel 1.1 tampak bahwa gas CO2 merupakan penyumbang terbesar bagi
terjadinya efek rumah kaca. Sebetulnya udara kita hanya mengandung sekitar 0,03 % gas
CO2, namun banyak hal yang menyebabkan kadar gas CO 2 meningkat. Pembakaran bahan
bakar fosil sebagai sumber energi untuk berbagai kegiatan, seperti transportasi, industri, dan
kegiatan dalam rumah tangga dengan meningkatnya populasi penduduk dunia akan
menghasilkan gas CO2 meningkat pula. Juga kebakaran hutan secara alamiah dan
pembakaran hutan yang dilakukan untuk pembukaan lahan pertanian/ perkebunan juga
menghasilkan gas CO2 yang cukup banyak karena semua perubahan senyawa organik akan
menghasilkan gas CO2, seperti reaksi berikut: (CH2O)n + nO2 (g) nCO2 (g) + H2O (g) Di
samping itu, pengolahan sampah dengan dibakar, yang banyak dilakukan masyarakat akan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan gas CO2 di atmosfer.

Dapatkah Anda menyebutkan kegiatan-kegiatan manusia lainnya yang dapat


menaikkan efek rumah kaca? Sebetulnya, gas CO2 di atmosfer ini akan diserap oleh
tumbuhan berhijau daun melalui proses fotosintesis, namun jumlah CO 2 yang tersedia
dengan yang digunakan oleh tumbuhan di muka bumi sudah tidak seimbang lagi. n CO 2 (g)
+ n H2O (l) klorofil, U.V (CH2O) n (ag) + n O2 (g) Semakin banyak gas CO2 dan gas rumah
kaca lainnya di atmosfer, semakin banyak pula radiasi infra merah yang diserap maka
semakin tinggi intensitas rumah kaca dan akibatnya suhu di permukaan bumi semakin tinggi
pula.
B. PEMANASAN GLOBAL

Apakah Anda sudah merasakan suhu udara saat ini semakin panas? Apakah Anda
telah mengamati sekarang ini penggantian musim yang tidak bisa diprediksi lagi? Apakah
Anda mengalami atau mengetahui bahwa bencana alam akibat angin puting beliung sering
terjadi? Pertanyaanpertanyaan tersebut hanya sebagian dari dampak yang diakibatkan oleh
terjadinya Pemanasan Global (Global Warming), kalau demikian apa itu pemanasan global,
apa penyebabnya dan apa dampaknya? Pemanasan global sesungguhnya merupakan gejala
naiknya suhu di seluruh permukaan bumi yang terjadi di seluruh dunia yang diduga
disebabkan oleh naiknya intensitas efek rumah kaca. Dalam agenda Rio Summit 1992, isu
meningkatnya efek rumah kaca sebagai penyebab dari terjadinya pemanasan global masih
terus diperdebatkan. Pada tahun 1997, masyarakat dunia melanjutkan fenomena tersebut
yang dikenal dengan Protokol Kyoto, yaitu Konvensi Perubahan Iklim. Protokol Kyoto
adalah sebuah instrumen hukum (legal instrument) yang dirancang untuk
mengimplementasikan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan
konsentrasi gas rumah kaca agar tidak mengganggu sistem iklim di bumi. Efektivitas
Protokol Kyoto yang mensyaratkan agar diratifikasi oleh paling sedikit 55 negara
menunjukkan bahwa protokol ini memerlukan partisipasi banyak negara, termasuk negara-
negara berkembang. Konvensi mensyaratkan agar negara-negara maju sebbagi pengemisi
utama gas rumah kaca harus menurunkan 55% emisinya. Seperti telah dikemukakan
sebelumnya bahwa terdapat hampir 20 jenis gas yang berkontribusi dalam peningkatan suhu
di bumi dan gas CO2 merupakan penyebab utamanya. Suatu studi yang dilakukan National
Academy of Science tahun 1979 meramalkan bila konsentrasi gas CO2 meningkat dua kali di
atmosfer akan menyebabkan kenaikan suhu bumi antara 1,5 sampai 4,5 derajat Celcius. Di
bawah ini tabel yang memperlihatkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca.

Tabel 1.2. Dinamika Peningkatan Konsentrasi Gas Rumah Kaca

Gas Konsentrasi di Atmosfer Proyeksi Konsentrasi


Pre-1850 1987 Abad 21
CO2 275,00 ppmv 378,00 ppmv 400,00-550,00 ppmv
CH4 0,7 ppmv 1,70 ppmv 1,80 ppmv-3,20 ppmv
Xl2O 2,29 ppmv 0,34 ppmv 0,35 ppmv-0,40 ppmv
CFC-11 0 0,22 ppbv 0,20 ppbv-0,60 ppbv
CFC-12 0 0,39 ppbv 0,50 ppbv-1,10 ppbv
O3 0-25% dari 10,00- 15%-15% lebih tinggi
konsentrasi 100,00ppbv dari konsentrasi
sekarang sekarang
Keterangan: ppmv = parts per million volume, 1 ppmv = 0,0001% dari udara ppbv =
parts per billion volume, 1 ppbv = 0,0001 1 ppmv
Sumber: Scott J. Callan & Janet M. Thomas, (2000).
Dari tabel tersebut tampak dinamika peningkatan gas CO2 di udara cukup cepat di
samping konsentrasinya cukup tinggi dibandingkan gas-gas rumah kaca lainnya.

Pemanasan Global di Antara Isu Lingkungan 1990-an

Sejak Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan yang disponsori PBB dan
diketuai (mantan) PM Norwegia Gro Halem Brundtland mempublikasikan laporannya yang
berjudul Masa Depan Kita Bersama, konsep pembangunan yang berkelanjutan segera
mendapatkan gaungnya secara internasional.

Dalam konteks berkelanjutan, pembangunan harus memperhatikan aspek kelestarian


lingkungan dan kelanggengan sumber daya sehingga kekayaan yang sebagian besar tidak
mudah terbarukan bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin bukan banya untuk saat ini tetapi
juga untuk generasi yang akan datang. Dalam hal ini lingkungan makin menjadi isu penting
yang juga dibicarakan oleh pemimpin politik dunia.

Salah satu isu penting dalam skala dunia adalah tercapainya kesepakatan
internasional mengenai pemanasan global. Trend meningkatnya suhu permukaan bumi ini
akhirnya di sepakati dalam pertemuan internasional di Sundvall, Swedia, akhir Agustus lalu
sebagai ulah manusia.

Konferensi yang membahas hasil temuan kelompok kerja In- tergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) yang disponsori PBB mengenai terjadinya perubahan iklim
akibat aktivitas manusia ini akhirnya mendapat persetujuan delegasi Amerika Serikat.
Amerika Serikat sebagai negara adidaya, selama ini menolak mengakui telah terjadi
perubahan iklim akibat aktivitas manusia. Negara yang merupakan pencemar udara terbesar
di dunia ini menginginkan dilakukannya sejumlah penelitian lagi sebelum sampai pada satu
kesimpulan.
Penerimaan AS mengenai hasil temuan IPCC jelas lebih memuluskan perundingan
mengenai tindakan untuk mengatasi factor penyebab perubahan yang diyakini bakal
merupakan kiamat pada seebagian besar umat manusia ini. Meskipun dalam berbagai
pertemuan internasional selanjutnya AS dan sejumlah negara industri lainnya seperti Inggris
dan Jepang masih enggan menentukan langkah konkret menghindari bencana ini.

Buat Indonesia, dampak reaksi internasional terhadap terjadinya tau perladangan


berp indah dengan membakar hutan, dituduh ikut menyumbang gas polutan karbondioksida.
Ada ancaman dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (NGO) internasional seperti
World Wide Fund for Nature (WWF) untuk melancarkan kampanye baik kepada pemerintah
negara maju (Eropa Barat) maupun masyarakatnya, tidak membeli kayu tropik mulai tahun
1995 bila kayu itu berasal dari negara yang hutannya tidak dimanfaatkan dengan
berkelanjutan. Ada perbedaan pandangan antara negara maju dan berkembang dalam melihat
hutan. Buat negara maju, hutan lebih berfungsi sebagai unsur konservasi, sementara buat
negara berkembang hutan merupakan sumber pendapatan.

Pemanasan global adalah fenomena naiknya suhu permukaan bumi akibat


dipenuhinya atmosfer bumi oleh gas yang sebagian besar merupakan hasil buangan aktivitas
manusia. Menumpuknya gas tersebut di atmosfer, menghalangi keluarnya panas dari
permukaan bumi ke angkasa. Akibatnya panas tersebut terkurung di dekat muka bumi dan
meningkatkan suhu permukaan bumi. Meningkatnya suhu ini akan mengubah pola iklim
dunia. Misalnya daerah Sahel di Afrika akan menjadi lebih panas dan kering, Banglades dan
India akan lebih banyak diserang topan badai dan banjir, sementara daerah-daerah di utara
ekuator seperti di Kanada, Soviet dan Eropa utara akan makin hangat dan mungkin bisa
ditanami tanaman pangan lebih lama.

Gas polutan terbesar penyebab pemanasan bumi ini adalah karbondioksida yang
merupakan hasil pembakaran bahan bakar asal osil seperti minyak bumi, gas, dan batubara.
Gas polutan lainnya adalah khlorofluorokarbon (CFC), salah satu gas buatan manusia yang
selama ini dianggap murah dan tidak berbahaya serta kegunaannya amat luas untuk
pendingin ruang, pembersih sirkuit komputer dan digunakan dalam kaleng aerosol. Gas
polutan lainnya adalah metana ang berasal dari pembusukan anaerobik seperti yang terjadi di
sawah perpengairan dan pembusukan kotoran hewan ternak. Yang tidalk kurang berbabaya
adalah oksida-oksida nitrogen yang antara lain berasal dari penggunaan pupuk kimia.
Isyu lingkungan global lainnya yang sebenarnya lebih banyak menyangkut negara
industri adalah penipisan lapisan ozon. Berbeda an global yang belum memperoleh langkah
penanggulangan konkret di dunia internasional, mengenai penipisan lapisan ozon-yang rusak
karena ozon bereaksi dengan CFC-dunia internasional sudah sepakat mengenai
penanggulangannya. Kalau tadinya Protokol Montreal untuk secara bertahap menghentikan
produksi CFC dan bahan sejenis yang menyebabkan penipisan lapisan ozon pada tahun
2000, maka belakangan disepakati penghentian itu dilakukan sebelum tahun 2000.

Selain masalah-masalah global tersebut, negara industri maju juga dihadang masalah
lingkungan setempat. Hujan asam misalnya, yang terjadi akibat limbah gas sulfur buangan
industri turun bersama air hujan sehingga menyebabkan hujan menjadi masam menyebabkan
rusaknya hutan di sebagian besar negara Eropa Barat dan AS, selain mencemari air tanah.
Pembuangan limbah industri ke sungai dan pantai-pantai Eropa menyebabkan kematian
dolfin, anjing laut, dan kehidupan laut lainnya di pantai laut Mediterania.

Kemudian setelah rezim komunis Eropa Timur tumbang, baru diketahui juga bahwa
negara-negara Eropa Timur seperti Jerman Timur, CekoSlowakia, Rumania, sangat tercemar
berat akibat pemimpin yang berkuasa mengabaikan masalah lingkungan. Air sungai yang
tidak dapat diminum, udara yang tercemar berat sehingga bisa membuat sakit paru-paru,
instalasi nuklir yang tidak terawat sehingga bukan tidak mungkin terjadi kebocoran seperti
di Chernobyl fasilitas pengolahan limbah industri yang tidak jalan atau tidak memadai,
merupakan masalah bagi Eropa Timur.

Dan dengan terbukanya tirai-tirai besi di sana, negara tetangganya di Barat serta
merta berjanji menyediakan dana untuk mbantu membersihkan Eropa Timur. Organisasi
Kesehatan Du (WHO) menyatakan paling tidak butuh dana 30-45 juta dolar AS (lebih Rp
56-84 milyar) selama 18 bulan mendatang untuk memerangi buruknya kualitas lingkungan
di Eropa Timur dan Tengah.

Masalah limbah industri tahun ini menjadi salah satu isu penting di dalam negeri.
Awal tahun ini Indonesia sempat kebobolan etika sebuah perusahaan dari Singapura
membuang limbah industri ke Tanjung Uban, Bintan (Riau). Untungnya upaya ilegal itu
segera diketahui dan empat tersangka, dua dari Indonesia dan dua dari Singapura segera
dimejahijaukan. Limbah yang sudah sempat tertimbun di Tanjung Uban kemudian disepakati
pemerintah dua negara untuk dibersihkan atas bebas biaya perusahaan Singapura dan
dibuang sesuai ketentuan. Tindakan ini, demikian Menteri KLH Emil Salim, merupakan
peringatan bagi perusahaan asing maupun domestik bahwa Indonesia menolak dijadikan
tempat pembuangan limbah.

Untuk menangani limbah industri yang tergolong bahan beracun berbahaya (B3),
pemerintah mengusahakan tempat pembuangan khusus, yaitu di Cibinong, Jabar, Medan dan
Lhokseumawe di Sumatera bagian utara, serta Surabaya, Jatim. Tetapi rencana yang
kelihatannya lebih konkret muncul dari Pemda Jawa Timur yang akan membangun tempat
pembuangan dan pengolahan limbah B3 di kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik. Biayanya
diperkirakan Rp 2,7 trilyun dan rencananya dimulai Maret tahun depan dan mulai beroperasi
1993. Bila pekerjaan ini selesai, maka ini merupakan tempat pengolahan limbah bersama
terbesar dan termahal di Indonesia.

Upaya menangani limbah industri yang digalakkan kantor Meneg KLH akhirnya
memang tidak sia-sia. Upaya memperkenalkarn analisis mengenai dampak lingkungan
(andal) bukan saja kepada masyarakat industri dan umum, tetapi juga kepada pihak
eksekutif, yudikatif, dan legislatif, mulai bersambut. Terbukti diajukannya tuntutan oleh
LSM seperti Walhi kepada pemerintah dan PT Inti Indo Rayon yang dianggap tidak
mengindahkan aspek lingkungan dalam mengembangkan industri pulp di Sumut. Kemudian
diajukannya pula tuntutan kepada pencemar sungai di Surabaya, membuktikan bangkitnya
kesadaran masyarakat mengenai masalah lingkungan skipun kedua tuntutan terhadap kasus
kelas berat ini belum berhasil.

Bahkan Meneg KLH mendorong masyarakat untuk menyuarakan ketidakbenaran apa


saja yang menyangkut lingkungan tanpa perlu balik dituduh sebagai pengacau keadaan.

Pihak kepolisian pun sebagai lembaga yudikatif tanggap terhadap masalah


lingkungan yang membuat pelanggar UU No. 4/ 1982 bisa dikenakan tuntutan pidana dan
perdata. Pertengahan No- vember lalu Polda Jatim memperingatkan 738 perusahaan di Jatim
yang disinyalir mencemari lingkungan baik melalui udara, air mapun tanah peringatan dari
Jawa Timur ini disusul. Peringatan oleh Polda Metro Jaya akhir November lalu yang akan
memperingatkan perusahaan industri di kawasan Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi
yang terbukti mencemari lingkungan.
Sejak Juni 1989 sebenarnya KLH sudah memulai program lebih konkret di lapangan
mengenai kualitas lingkungan yaitu melalui Pro- gram Kali Bersih (Prokasih) terhadap 22
sungai yang dianggap paling tercemar di delapan provinsi. Kantor Meneg KLH bekerja sama
dengan pemda setempat melakukan evaluasi terhadap sumber pencemar di sepanjang sungai
tersebut. Evaluasi program ini dilakukan bulan Mei tahun ini dan hasilnya pelaksanaan
Prokasih terbaik adalah di Jakarta, meskipun bukan berarti sungai-sungai di Jakarta sudah
bersih.

Prokasih bersasaran menurunkan tingkat pencemaran air sungai menjadi 50 persen


pada akhir Pelita V 1993 dibanding sebelum dilakukan Prokasih. Penurunan pencemaran ini
dilakukan bertahap sehingga 10 tahun sejak Prokasih dimulai, air di 20 sungai itu sudah
layak minum. Gerakan lingkungan di Indonesia memilih sungai karena air merupakan
komponen lingkungan yang menyangkut banyak or- ang dan sekaligus rawan terhadap
pencemaran. Meskipun bangkitnya kesadaran masyarakat maupun aparat penegak hukum
sudah mulai terjadi, tetapi di sana sini memang masih erasa banyak kekurangan dalam
mengefektifkan pelaksanaan undan ang mengenai lingkungan hidup. Masih panjang jalan
yang harus lempuh untuk membangkitkan baik bagi masyarakat industri maupun Syarakat
umum, terutama mereka yang tingkat ekonomi, sosial dan pendidikannya masih rendah.

Pemanasan Global dan Lapisan Es dikutub Bumi

Sejak beberapa dekade terakhir, para pakar iklim terus mencemaskan dampak
pemanasan global, khususnya yang menimpa kedua kutub bumi. Yang terutama diamati dan
diteliti adalah kawasan Kutub Utara. Pasalnya, lapisan es di Kutub Utara terus menyusut
drastis dalam 30 tahun terakhir ini.

Lapisan Es Terus Menipis


Pengukuran yang dilakukan 300 pakar iklim dari delapan negara yang lokasinya
berbatasan dengan Kutub Utara menunjukan, dalam tiga dekade terakhir, lapisan es di lautan
sekitar kutub menyusut sekitar 990 ribu kilometer persegi. Disebutkan, kawasan kutub kini
mengalami pemanasan global lebih cepat dari kawasan lain di dunia. Para pakar iklim juga
yakin, pemicu pemanasan drastis di kawasan kutub, adalah aktivitas manusia. Dalam
beberapa dekade terakhir, emisi gas rumah kaca ke atmosfir terus meningkat drastis.

Tidak Ada Lagi Es Pada Musim Panas di Kutub Utara


Sinyal apa yang dilontarkan dari penyusutan drastis lapisan es di lautan Kutub Utara
itu? Tentunya bukan pertanda yang baik bagi ekosistem. Karena itulah, dalam sebuah
konferensi ilmiah di Hamburg, sekitar 500 pakar iklim mendiskusikan kemungkinan dampak
yang bakal muncul dari penyusutan lapisan es di Kutub Utara tersebut. Peneliti iklim dari
Institut Max-Planck untuk meteorologi di Hamburg, Jochem Marotzke mengatakan, menurut
perhitungan, sekitar akhir abad ini, lapisan es itu pada setiap musim panas akan mencair
seluruhnya. Memang di musim dingin lapisan es kembali terbentuk. Akan tetapi, di musim
panas berikutnya seluruhnya kembali mencair. Apa yang diungkapkan Marotzke, tentu saja
bukan berita bagus. Jika ramalannya tepat, artinya sekitar tahun 2080 mendatang, setiap
musim panas di Kutub Utara tidak akan ditemukan lagi hamparan padang es. Sekarang saja,
para peneliti dari institut penelitian kutub Alfred-Wegener di Bremerhaven, mencatat bahwa
lapisan es di lautan sekitar kutub juga semakin tipis, setiap musim panas, menyusut sekitar
20 persen dalam 30 tahun terakhir. Demikian dikatakanChristian Haas, peneliti dari
Bremerhaven.

Permukaan Laut Akan Meningkat


Laju penyusutan lapisan es di lautan sekitar kutub, diperkirakan akan terus berlanjut
hingga tahun 2080 mendatang, sampai semuanya mencair. Dampaknya adalah meningkatnya
permukaan air laut global. Dalam 20 tahun terakhir ini, permukaan air laut sudah naik rata-
rata delapan centimeter. Jika semua lapisan es mencair, diperkirakan permukaan air laut akan
naik rata-rata 90 centimeter. Pemicu drastisnya penyusutan lapisan es adalah pemanasan
global yang dipicu aktivitas manusia.

Pemanasan Global Terus Berlanjut


Lebih lanjut peneliti iklim Jochem Marotzke meramalkan terus berlanjutnya
pemanasan global. Perhitungan menunjukan, Kutub Utara memanas dua kali lebih cepat,
ketimbang kawasan lainnya di dunia. Diperhitungkan adanya pemanasan antara 8 sampai 10
derajat Celsius, di kawasan lintang Kutub Utara.
Dampaknya bagi manusia akan sangat besar. Dalam jangka panjang, artinya sampai
abad mendatang, jika suhu rata-rata global naik antara tiga sampai empat derajat Celsius,
lapisan es abadi di Greenland akan mencair seluruhnya. Sebagai akibatnya, permukaan air
laut global akan naik rata-rata tujuh meter. Semua negara kepulauan kecil akan tenggelam.
Kota-kota besar di kawasan pantai, sebagian juga akan lenyap.
Para peneliti iklim memperkirakan, akibat perubahan drastis selama beberapa
dekade, kerusakan yang terjadi pada sebagian ekosistem akan menetap. Sebagian lagi dapat
dipulihkan atau paling tidak efeknya diminimalkan secara siginifikan. Tapi syaratnya,
tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca juga dilaksanakan lebih efektiv lagi.

Suhu Juga Akan Naik di Kutub Selatan


Akan tetapi dalam dekade mendatang, suhu di kawasan Kutub Selatan juga akan
meningkat. Apakah fenomena ini juga akan mencairkan lapisan es di Antartika? Menanggapi
pertanyaan ini, para pakar iklim melontarkan pendapat yang berbeda-beda. Penyebabnya,
kawasan antartika amat besar, dengan persyaratan iklim yang berbeda-beda untuk setiap
bagian kawasannya.
“Kawasan timur antartika lebih tebal dan tinggi. Karena itu, salju di kawasan tersebut
dapat terakumulasi lebih banyak, dan menyebabkan peningkatan volume lapisan es.
Sementara kawasan barat Antartika, sangat terpengaruh oleh arus Circum-Antartika, yang
mengangkut air dengan suhu lebih hangat. Jadi di sana, terdapat kaitan lebih erat, antara
pemanasan samudra dengan mencairnya lapisan es.“ Demikian dijelaskan Christian Haas.

Hancurnya Ekosistem
Tapi juga diingatkan, pemanasan global dan efek rumah kaca tetap akan berdampak
besar, juga pada ketinggian muka air laut global. Jika ramalan pakar iklim terbukti, dalam 80
tahun mendatang di setiap musim panas, lapisan es Kutub Utara akan mencair seluruhnya,
pastilah terdapat konsekuensi drastis bagi flora dan fauna di kawasan Kutub Utara. Akan
terjadi kerusakan drastis pula bagi ekosistem yang khas untuk banyak organisme. Misalnya
habitat kehidupan plankton, ikan, anjing laut atau beruang es. Demikian diungkapkan Iris
Werner, biolog dari Universitas Kiel. Sebab organisme itu amat tergantung dari habitat
lautan es di sekitar kutub. Jika setiap musim panas lapisan es mencair seluruhnya, artinya
binatang-binatang ini kehilangan ruang hidupnya dan juga makanannya. Pada akhirnya
banyak binatang khas kutub akan musnah.
Meminimalisasi Dampak Pemanasan Global

1. Konservasi lingkungan, dengan melakukan penanaman pohon dan penghijauan di


lahan-lahan kritis. Tumbuhan hijau memiliki peran dalam proses fotosintesis, dalam
proses ini tumbuhan memerlukan karbondioksida dan menghasilkan oksigen.
Akumulasi gas-gas karbon di atmosfer dapat dikurangi.
2. Menggunakan energi yang bersumber dari energi alternatif guna mengurangi
penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Emisi gas karbon
yang terakumulasi ke atmosfer banyak dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil.
Kita mengenal bahwa paling banyak mesin-mesin kendaraan dan industri digerakkan
oleh mesin yang menggunakan bahan bakar ini. Karena itu diupayakan sumber energi
lain yang aman dari emisi gas-gas ini, misalnya; menggunakan energi matahari, air,
angin, dan bioenergy. Di daerah tropis yang kaya akan energi matahari diharapkan
muncul teknologi yang mampu menggunakan energi ini, misalnya dengan mobil
tenaga surya, listrik tenaga surya. Sekarang ini sedang dikembangkan bioenergy, antara
lain biji tanaman jarak (Jathropa. sp) yang menghasilkan minyak.
3. Daur ulang dan efisiensi energi. Penggunaan minyak tanah untuk menyalakan kompor
di rumah, menghasilkan asap dan jelaga yang mengandung karbon. Karena itu
sebaiknya diganti dengan gas. Biogas menjadi hal yang baik dan perlu dikembangkan,
misalnya dari sampah organik.
4. Upaya pendidikan kepada masyarakat luas dengan memberikan pemahaman dan
penerapan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Dimensi manusia
Manusia berperan sebagai pengguna-perusak-pelestari alam. Manusia
harus diberi kesadaran akan pentingnya alam bagi kehidupannya. Alam memiliki
keterbatasan dibanding kemampuan manusia dalam mengeksploatasi alam.
Manusia memanfaatkan alam guna memperoleh sumber makanan dan kebutuhan
sosial lainnya, tetapi disadari atau tidak tindakannya dapat berakibat kerusakan
faktor-faktor ekologis. Karena itu manusia harus menyadari bahwa ia dan
perilakunya adalah bagian dari alam dan lingkungan yang saling mempengaruhi.
b) Penegakan hukum dan keteladanan
Pelanggaran atas tindakan manusia yang merusak lingkungan harus
mendapat ganjaran. Penegakan hukum lingkungan menjadi bagian yang penting
guna menjaga kelestarian lingkungan, dan memberi efek jera bagi yang melanggar.
Penegakan hukum tidak memandang strata sosial masyarakat. Selain itu adalah
panutan dan ketokohan seseorang memegang peranan penting. Mereka yang
memiliki pemahaman yang lebih baik (berpendidikan) terhadap lingkungan hidup
hendaknya berperan memberi contoh dan sikap lingkungan yang baik pula kepada
masyarakat. Misalnya, kita masih menemukan kasus peran beberapa aparat
pemerintah dibalik kerusakan hutan, baik dengan memberikan modal maupun
perlindungan bagi perambah hutan.

c) Keterpaduan
Seluruh elemen masyarakat harus mendukung upaya pelestarian
lingkungan dan sumberdaya alam serta penegakan hukumnya. Upaya ini harus
dilakukan secara komprehensif dan lintas sektor. Misalnya, untuk mengatasi emisi
gas- gas rumah kaca akibat peningkatan jumlah kendaraan di Kota Jakarta, harus
di atas secara bersama dengan daerah sekitar seperti Bogor, Depok, Bekasi, dan
Tangerang. Karena pekerja yang menggunakan kendaraan bermotor setiap hari
masuk ke kota Jakarta bermukim di empat kota tersebut. Demikian halnya
mengatasi banjir di Kota Gorontalo, misalnya, tidak dapat diatasi dengan
perbaikan fasilitas lingkungan dan membina kesadaran penduduk kota, tetapi
secara menyeluruh dengan masyarakat di wilayah lain (hulu dan DAS) yang
memberi kontribusi terhadap bencana banjir. Masyarakat dan pemerintah daerah
terdekat seperti Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo turut
bertanggungjawab dalam upaya penanggulangan banjir di Kota Gorontalo. Secara
geografis, terdapat daerah aliran sungai dimana dua sungai besar yang melewati
dan bermuara di kota ini. Karena itu bencana alam dan kerusakan lingkungan tidak
dapat dipilah menurut wilayah administratif semata, tetapi bersifat area geografis-
ekologis.
d) Mengubah pola pikir dan sikap
Faktor-faktor lingkungan fisik, mahluk hidup lain dan manusia memiliki
peran masing-masing dalam lingkungan hidup. Manusia sebagai mahluk yang
diberi kemampuan logika harus mampu memandang kepentingan hidupnya terkait
dengan kehidupan mahluk hidup lain beserta kejadian proses-proses alam. Sikap
dan perilaku manusia terhadap alam cepat atau lambat memberi berdampak pada
lingkungan hidupnya. Peduli terhadap lingkungan pada dasarnya merupakan sikap
dan perilaku bawaan manusia. Akan tetapi munculnya ketidak pedulian manusia
adalah pikiran atau persepsi yang berbeda-beda ketika manusia berhadapan
dengan masalah lingkungan. Manusia harus memandang bahwa dirinya adalah
bagian dari unsur ekosistem dan lingkungannya. Naluri untuk mempertahankan
hidup akan memberi motivasi bagi manusia untuk melestarikan ekosistem dan
lingkungannya.
e) Etika lingkungan
Kecintaan dan kearifan kita terhadap lingkungan menjadi filosofi kita tentang
lingkungan hidup. Apa pun pemahaman kita tentang lingkungan hidup dan sumber
daya, kita harus bersikap dan berperilaku arif dalam kehidupan. Dalam wujud budaya
tradisional, kearifan lokal melahirkan etika dan norma kehidupan masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya. Selama masyarakat masih
menghormati budaya tradisional yang memiliki etika dan nilai moral terhadap
lingkungan alamnya, maka konservasi sumber daya alam dan lingkungan menjadi hal
yang mutlak. Dalam kehidupan masyarakat demikian, etika lingkungan tidak tampak
secara teoretik tetapi menjadi pola hidup dan budaya yang dipelihara oleh setiap
generasi. Etika lingkungan akan berdaya guna jika muncul dalam tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.

Prof. Dr. Rukaesih Achmad, M.Si. Modul Isu Lingkungan Global.

Diakses dari http://repository.ut.ac.id/4658/2/PEKI4312-M1.pdf

Daftar Pustaka

A. Tresna Sastrawijaya. 2009. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta

Bailey, et al. (1978).Chemistry of The Enviroment. New York: Academic Press.

Daniel D. Chiras. (1991). Enviromental Science: Action for a Sustainable Future. California: The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Donald G. Crosby. (1998) Enviromental Toxicology and Chemistery. New York: Oxford
University Press, Inc

Frank C. Lu. (1955). Toksikologi Dasar (Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko).
Penerjemah Edi Nugroho. Jakarta: UI-Press.

Kusnoputranto, Haryoto. (1995). Pengantar Toksikologi Lingkungan. Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Stanley E. Manahan. (1994). Environmental Chemistry. Florida: Lewis Publisher.

Anda mungkin juga menyukai