Anda di halaman 1dari 4

1.

Surat Al-Isra, ayat 31

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan
memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
suatu dosa yang besar. (QS. Al-Israa’: 31)

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa Allah sangat sayang kepada hamba-hamba-Nya, lebih
dari kasih sayang orang tua kepada anaknya, karena Dia telah melarang umat manusia
membunuh anak-anak mereka. Sebagaimana pula Allah mewasiatkan kepada orang tua terhadap
anak-anaknya dalam pembagian waris. Dulu, orang-orang Jahiliyah tidak memberikan
warisan kepada anak perempuan. Bahkan ada salah seorang di antara mereka yang membunuh
anak perempuannya dengan tujuan agar tidak semakin banyak beban hidupnya. Lalu Allah
melarang perbuatan tersebut seraya berfirman: wa laa taqtuluu aulaadakum khasy-yata imlaaq
(“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.”) Maksudnya, karena
kalian takut menjadi miskin dalam keadaan yang kedua.

Oleh karena itu, Dia mengedepankan perhatian terhadap rizki mereka, di mana Dia berfirman:
nahnu narzuquHum wa iyaaHum (“Kamilah yang memberi rizki kepada mereka dan juga kepada
kalian.”)

Dan dalam surat Al-An’aam, Allah berfirman: “Dan janganlah kalian membunuh anak-anak
kalian karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepada kalian dan kepada mereka.”
(QS. Al-An’aam: 151)

Firman-Nya: inna qatlaHum kaana khith-an kabiiran (“Sesungguhnya membunuh mereka adalah
suatu kesalahan yang besar.”) Yakni, dosa yang besar. Sebagian ulama membacanya dengan
bacaan “khath-an” yang mempunyai arti sama dengan bacaan khith-an kabiran.
Dan dalam kitab ash-Shahihain disebutkan, dari `Abdullah bin Mas’ud, aku pernah bertanya:
“Ya Rasulullah, apakah dosa yang paling besar?” Beliau menjawab: “Yakni engkau menjadikan
sekutu bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu.” “Kemudian apa lagi?” Tanyaku
lebih lanjut. Beliau menjawab: “Yakni, engkau membunuh anakmu karena takut ia akan makan
bersamamu.” “Lalu apa lagi?” Tanyaku. Beliau menjawab: “Yakni, engkau berzina dengan isteri
tetanggamu.”

2. Tafsir Surat Al-Isra, ayat 33

ُ ‫س ِرفْ فِي ا ْلقَ ْت ِل إِنَّهُ َك انَ َم ْن‬


( ‫ص و ًرا‬ ُ ‫ق َو َمنْ قُتِ َل َم ْظلُو ًما فَقَ ْد َج َع ْلنَ ا لِ َولِيِّ ِه‬
ْ ُ‫س ْلطَانًا فَال ي‬ َ ‫{وال تَ ْقتُلُوا النَّ ْف‬
ِّ ‫س الَّتِي َح َّر َم هَّللا ُ إِال بِا ْل َح‬ َ
} )33
Dan janganlah kalian membunuh jiwa-jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya
Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli warisnya itu
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat perto-
longan.
Allah Swt. melarang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat agama, seperti
yang disebutkan di dalam kitab Sahihuin melalui salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda:
ِ ‫س بِ النَّ ْف‬
َ ‫ َوال َّزانِي ا ْل ُم ْح‬،‫س‬
،‫ص ِن‬ ُ ‫ النَّ ْف‬:‫ث‬ ُ ‫ش َه ُد أَنْ اَل إِلَ هَ إِاَّل هَّللا ُ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َر‬
ٍ ‫س و ُل هَّللا ِ إِاَّل بِإ ِ ْح دَى ثَاَل‬ ْ َ‫س لِ ٍم ي‬ ْ ‫ئ ُم‬ٍ ‫"اَل يَ ِح ُّل َد ُم ا ْم ِر‬
"‫ق لِ ْل َج َما َع ِة‬
ِ ‫َوالتَّا ِر ِك لِ ِدينِ ِه ا ْل ُمفَا ِر‬
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, terkecuali karena tiga perkara, yaitu membunuh jiwa dibalas
dengan jiwa, penzina muhsan, dan orang yang murtad dari agamanya lagi memisahkan diri dari
jamaah.
Di dalam kitab Sunan disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
ْ ‫"لَزَ َوا ُل ال ُّد ْنيَا أَ ْه َونُ ِع ْن َد هَّللا ِ ِمنْ قَ ْت ِل ُم‬
"‫سلِ ٍم‬
Sesungguhnya lenyaplah dunia ini menurut Allah lebih mudah dari pada membunuh seorang
muslim.
Firman Allah Swt.:
ُ ‫{و َمنْ قُتِ َل َم ْظلُو ًما فَقَ ْد َج َع ْلنَا لِ َولِيِّ ِه‬
}‫س ْلطَانًا‬ َ
Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan
kepada ahli warisnya. (Al-Isra: 33)
Yakni kekuasaan atas si pembunuh, maka ia boleh memilih antara menghukum mati pelakunya
atau memaafkannya dengan membayar diat. Dan jika ia menghendaki, boleh memaafkannya
secara cuma-cuma tanpa dibebani diat, seperti yang telah disebutkan di dalam sunnah Nabi Saw.
Imam yang sangat alim lagi luas ilmunya (yaitu Ibnu Abbas) menyimpulkan dari keumuman
makna ayat ini keberkahan Mu'awiyah akan kekuasaan, bahwa Mu'awiyah kelak akan menjadi
raja karena dia adalah ahli waris Usman. Sedangkan Khalifah Usman terbunuh secara aniaya.
Pada mulanya Mu'awiyah menuntut kepada Khalifah Ali r.a. agar menyerahkan si pembunuh
kepadanya, karena ia akan menghukum qisas pelakunya, mengingat Usman r.a. adalah seorang
Umawi. Sedangkan Khalifah Ali menangguh-nangguhkan perkaranya hingga pada akhirnya Ali
dapat menangkap orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Khalifah Usman. Kemudian Ali
r.a. mengabulkan permintaan Mu'awiyah, tetapi dengan syarat hendaknya Mu'awiyah
melepaskan negeri Syam kepada Ali; Mu'awiyah menolak permintaan itu sebelum Ali menyerah-
kan para pembunuh Usman kepadanya. Dan dalam waktu yang sama Mu'awiyah menolak
membaiat Ali dengan didukung oleh penduduk Syam. Lama-kelamaan akhirnya Mu'awiyah
berhasil menguasai keadaan dan kekuasaan dipegang olehnya. Demikianlah menurut pendapat
Ibnu Abbas yang ia simpulkan dari makna ayat ini. Pendapat ini termasuk salah satu pendapat
yang mengherankan, Imam Tabrani meriwayatkan pendapat ini di dalam kitab Mu'jam-nya.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Baqi, telah
menceritakan kepada kami Abu Umair ibnun Nahhas. telah menceritakan kepada kami Damrah
ibnu Rabi'ah, dari ibnu Syauzab, dari Mathar Al-Warraq, dari Zahdam Al-Jurmi yang
mengatakan, "Ketika kami bergadang di rumah Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata bahwa
sesungguhnya ia akan menceritakan kepada kami suatu hadis tanpa rahasia dan tanpa terang-
terangan. Bahwa setelah terjadi pembunuhan atas lelaki ini (yakni Usman), ia berkata kepada Ali
r.a., 'Turunlah dari jabatanmu. Sekalipun engkau berada di sebuah liang, pastilah Mu'awiyah
akan menuntutmu hingga kamu mengundurkan diri.' Tetapi Ali tidak mau menuruti nasihatnya."
Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah, sungguh Mu'awiyah akan mengadakan serangan kepadamu,
karena Allah Swt. telah berfirman: 'Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka
sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli
warisnya itu melampaui batas dalam membunuh.' (Al-Isra: 33), hingga akhir ayat.
” Dan sungguh orang-orang Quraisy akan memperlakukan kamu seperti perlakuan mereka
kepada orang-orang Persia dan orang-orang Romawi; dan orang-orang Nasrani, Yahudi, dan
Majusi akan memberontak kepadamu. Karena itu, barang siapa di antara kamu pada hari itu
bersifat tidak memihak, selamatlah ia. Dan barang siapa yang bersifat memihak, tidak akan
selamat. Kalian bersikap memihak, maka nasib kalian akan binasa.

Firman Allah Swt.:


ْ ُ‫{فَال ي‬
}‫س ِرفْ فِي ا ْلقَ ْت ِل‬
Tetapi janganlah ahli warisnya itu melampaui batas dalam membunuh. (Al-Isra: 33)
Mereka (ahli tafsir) mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah 'janganlah pihak ahli waris
si terbunuh berlebihan dalam melakukan hukuman qisas terhadap si pembunuhnya, misalnya
mencincang si pembunuh atau membunuh orang yang bukan si pembunuh.
Firman Allah Swt.:
ُ ‫{إِنَّهُ َكانَ َم ْن‬
}‫صو ًرا‬
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (Al-Isra: 33)
Sesungguhnya ahli waris si terbunuh adalah orang yang mendapat pertolongan terhadap si
pembunuh menurut hukum syara', dan mempunyai kekuasaan serta kekuatan hukum yang dapat
mengalahkan si pelaku pembunuhan.

Anda mungkin juga menyukai