Anda di halaman 1dari 21

UJIAN TENGAH SEMESTER

AIK

Disusun Oleh :
Nama : Fitria Setiani
NIM : F320175081
Kelas : S-1 Farmasi 1C

PRODI FARMASI

STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS

2017-2018

1
SOAL
1. Jelaskan Pengertian, Tujuan, Fungsi Islam, Ruang lingkup Ajaran Islam dan
Karakteristik ajaran islam ?
2. Jelaskan Pengertian, Tujuan, Fungsi Islam, Ruang lingkup Ajaran Islam dan
Karakteristik ajaran islam ?
3. Jelaskan Iman dan Konsep Iman menurut Islam ?
4. Jelaskan secara lengkap tentang (TBC) menurut islam ?

JAWAB
1. Jelaskan Pengertian, Tujuan, Fungsi Islam, Ruang lingkup Ajaran Islam dan
Karakteristik ajaran islam?
A. Pengertian Islam
Menurut Bahasa : Dari segi bahasa, Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari
kata salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata aslama ini.

‫اإلسالم مصدر من أسلم يسلم إسالما‬


Ditinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, Islam memiliki
beberapa pengertian, diantaranya adalah:

1. Berasal dari ‘salm’ (‫س ْلم‬


َّ ‫ )ال‬yang berarti damai.

Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman (QS. 8 : 61)

‫ا ْلعَ ِلي ُم‬ َّ ‫َّللاِ ِإنَّهُ ُه َو ال‬


‫س ِمي ُع‬ َ ‫س ْل ِم فَاجْ نَحْ لَ َها َوت َ َو َّك ْل‬
َّ ‫علَى‬ َّ ‫َو ِإ ْن َجنَ ُحوا ِلل‬
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.”

Kata ‘salm’ dalam ayat di atas memiliki arti damai atau perdamaian. Dan ini merupakan
salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang
senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian.

Dalam sebuah ayat Allah SWT berfirman : (QS. 49 : 9)

‫علَى األ ُ ْخ َرى فَ َقاتِلُوا الَّتِي تَ ْب ِغي‬ ْ َ ‫ان ِمنَ ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ ا ْقتَتَلُوا فَأ‬
َ ‫ص ِل ُحوا بَ ْينَ ُه َما َف ِإ ْن بَغَتْ ِإحْ دَا ُه َما‬ ِ َ‫َو ِإ ْن َطائِفَت‬

َ‫ب ا ْل ُم ْقس ِِطين‬ ِ ‫ص ِل ُحوا بَ ْينَ ُه َما ِبا ْل َع ْد ِل َوأَ ْق‬


ُ ‫س‬
َّ َّ‫طوا إِن‬
ُّ ‫َّللاَ يُ ِح‬ ْ َ ‫َّللاِ فَ ِإ ْن فَا َءتْ فَأ‬
َّ ‫َحتَّى ت َ ِفي َء إِ َلى أَ ْم ِر‬

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu'min berperang maka damaikanlah
antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap
golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada
perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

2
Sebagai salah satu bukti bahwa Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi
perdamaian adalah bahwa Islam baru memperbolehkan kaum muslimin berperang jika
mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: (QS. 22 : 39)

‫علَى نَص ِْر ِه ْم لَ َقدِير‬ ُ ‫أ ُ ِذنَ ِللَّ ِذينَ يُ َقاتَلُونَ ِبأَنَّ ُه ْم‬
َّ َّ‫ظ ِل ُموا َوإِن‬
َ َ‫َّللا‬

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya


mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu.”

ْ َ‫ )أ‬yang berarti menyerah.


2. Berasal dari kata ‘aslama’ (‫سلَ َم‬

Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk Islam merupakan seseorang yang secara
ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah SWT. Penyerahan diri
seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan serta
menjauhi segala larangan-Nya. Menunjukkan makna penyerahan ini,

Allah berfirman dalam al-Qur’an: (QS. 4 : 125)

َّ َ‫سلَ َم َوجْ َههُ ِ َّّلِلِ َوه َُو ُمحْ سِن َواتَّبَ َع ِملَّةَ إِب َْرا ِهي َم َحنِي ًفا َوات َّ َخذ‬
ً‫َّللاُ إِب َْرا ِهي َم َخ ِليال‬ ْ َ ‫سنُ دِينًا ِم َّم ْن أ‬
َ ْ‫َو َم ْن أَح‬

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”

Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah untuk menyerahkan seluruh
jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya. Dalam sebuah ayat Allah berfirman: (QS. 6 :
162)

َ‫ب ا ْلعَالَ ِمين‬


ِ ‫اي َو َم َماتِي ِ َّّلِلِ َر‬ َ َّ‫قُ ْل إِن‬
ُ ُ‫صالَتِي َون‬
َ َ‫س ِكي َو َمحْ ي‬
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam.”

Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh makhluk Allah baik yang ada
di bumi maupun di langit, mereka semua memasrahkan dirinya kepada Allah SWT,
dengan mengikuti sunnatullah-Nya. Allah berfirman: (QS. 3 : 83) :

ِ ‫ت َواألَ ْر‬
‫ض َط ْوعًا َوك َْرهًا َوإِلَ ْي ِه يُ ْر َجعُون‬ ْ َ‫َّللاِ َي ْبغُونَ َولَهُ أ‬
َّ ‫سلَ َم َم ْن فِي ال‬
ِ ‫س َم َوا‬ ِ ‫أَفَغَي َْر د‬
َّ ‫ِين‬

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-
Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun
terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”

Oleh karena itulah, sebagai seorang muslim, hendaknya kita menyerahkan diri kita
kepada aturan Islam dan juga kepada kehendak Allah SWT. Karena insya Allah dengan
demikian akan menjadikan hati kita tentram, damai dan tenang (baca; mutma’inah).

3. Berasal dari kata istaslama–mustaslimun ( َ‫س ِل ُم ْون‬ ْ ‫ ُم‬- ‫سلَ َم‬


ْ َ ‫ست‬ ْ َ ‫ست‬
ْ ‫)ا‬: penyerahan total
kepada Allah.

3
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 37 : 26)

ْ ‫بَ ْل ُه ُم ا ْليَ ْو َم ُم‬


ْ َ ‫ست‬
َ‫س ِل ُمون‬

“Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.”

Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua). Karena sebagai
seorang muslim, kita benar-benar diminta untuk secara total menyerahkan seluruh jiwa
dan raga serta harta atau apapun yang kita miliki, hanya kepada Allah SWT. Dimensi
atau bentuk-bentuk penyerahan diri secara total kepada Allah adalah seperti dalam
setiap gerak gerik, pemikiran, tingkah laku, pekerjaan, kesenangan, kebahagiaan,
kesusahan, kesedihan dan lain sebagainya hanya kepada Allah SWT. Termasuk juga
berbagai sisi kehidupan yang bersinggungan dengan orang lain, seperti sisi politik,
ekonomi, pendidikan, sosial, kebudayaan dan lain sebagainya, semuanya dilakukan
hanya karena Allah dan menggunakan manhaj Allah.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 2 : 208)

ِ ‫ش ْي َط‬
َ ‫ان إِنَّهُ لَ ُك ْم‬
‫عد ٌُّو ُم ِبين‬ َّ ‫ت ال‬ ُ ‫الس ْل ِم كَافَّةً َوالَ تَت َّ ِبعُوا ُخ‬
ِ ‫ط َوا‬ ِ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ا ْد ُخلُوا فِي‬

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara


keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara total kepada Allah
dalam melaksanakan segala yang diperintahkan dan dalam menjauhi segala yang
dilarang-Nya.

4. Berasal dari kata ‘saliim’ (‫س ِليْم‬


َ ) yang berarti bersih dan suci.

Mengenai makna ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 26 : 89):

‫س ِلي‬
َ ‫ب‬ َّ ‫إِالَّ َم ْن أَتَى‬
ٍ ‫َّللاَ بِقَ ْل‬

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Dalam ayat lain Allah mengatakan (QS. 37: 84)

‫يم‬
ٍ ‫س ِل‬ ٍ ‫إِ ْذ جَا َء َربَّهُ بِ َق ْل‬
َ ‫ب‬

“(Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci.”

Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan bersih, yang
mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan kesucian jiwa
yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di
akhirat. Karena pada hakekatnya, ketika Allah SWT mensyariatkan berbagai ajaran
Islam, adalah karena tujuan utamanya untuk mensucikan dan membersihkan jiwa
manusia.

Allah berfirman: (QS. 5 : 6)

4
َ‫شك ُُرون‬ َ ُ‫علَ ْي ُك ْم ِم ْن ح ََرجٍ َولَ ِك ْن يُ ِري ُد ِليُ َط ِه َر ُك ْم َو ِليُتِ َّم نِ ْع َمتَه‬
ْ َ ‫علَ ْي ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم ت‬ َ ‫َّللاُ ِليَجْ عَ َل‬
َّ ‫َما يُ ِري ُد‬

“Allah sesungguhnya tidak menghendaki dari (adanya syari’at Islam) itu hendak
menyulitkan kamu, tetapi sesungguhnya Dia berkeinginan untuk membersihkan kamu
dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”

5. Berasal dari ‘salam’ (‫سالَم‬ َ ) yang berarti selamat dan sejahtera.


Allah berfirman dalam Al-Qur’an: (QS. 19 : 47)

ْ َ ‫سأ‬
‫ستَ ْغ ِف ُر لَكَ َر ِبي إِنَّهُ كَانَ بِي َح ِفيًّا‬ َ َ‫علَ ْيك‬ َ ‫قَا َل‬
َ ‫سالَم‬

Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta


ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku."

Maknanya adalah bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat
manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. Karena Islam memberikan kesejahteraan
dan juga keselamatan pada setiap insan.
Menurut Istilah : Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang
diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan
pedoman hidup dan juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing
umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.’

Definisi di atas, memuat beberapa poin penting yang dilandasi dan didasari oleh ayat-
ayat Al-Qur’an. Diantara poin-poinnya adalah:

َ ‫)اْ ِإللَ ِهي‬


1. Islam sebagai wahyu ilahi (‫الوحْ ُي‬
Mengenai hal ini, Allah berfirman QS. 53 : 3-4 :

ُ ‫يُوحَى َوحْ ي إِالَّ ه َُو إِ ْن * ا ْله ََوى ع َِن يَ ْن ِط‬


‫ق َو َما‬
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."

2. Diturunkan kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah SAW) ( ُ‫اء ِد ْين‬ ِ َ‫اْأل َ ْنبِي‬
َ ‫)وا ْل ُم ْر‬
َ‫س ِل ْين‬ َ
Membenarkan hal ini, firman Allah SWT (QS. 3 : 84)
َّ ‫علَ ْينَا أ ُ ْن ِز َل َو َما ِب‬
‫اّلِلِ آ َمنَّا قُ ْل‬ َ ‫ع َلى أ ُ ْن ِز َل َو َما‬
َ ‫س َما ِعي َل إِب َْرا ِهي َم‬
ْ ِ‫ق َوإ‬ َ ‫سحَا‬ َ ُ‫اط َويَ ْعق‬
ْ ِ‫وب َوإ‬ ْ َ ‫سى أُو ِت َي َو َما َواأل‬
ِ َ‫سب‬ َ ‫ُمو‬
‫سى‬ َّ
َ ‫ق الَ َربِ ِه ْم ِم ْن َوالنبِيُّونَ َو ِعي‬ َ َ ْ َ َ
ُ ‫س ِل ُمونَ لهُ َونحْ نُ ِمن ُه ْم أ َح ٍد بَ ْينَ نُف ِر‬
ْ ‫ُم‬
“Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada
kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya,
dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami
tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah
kami menyerahkan diri."

3. Sebagai pedoman hidup (‫ج‬ ُ ‫)ا ْل َحيَا ِة ِم ْنهَا‬


Allah berfirman (QS. 45 : 20):

‫اس بَصَائِ ُر َهذَا‬


ِ َّ‫يُوقِنُونَ ِلقَ ْو ٍم َو َرحْ َمة َو ُهدًى ِللن‬

5
"Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
meyakini."

4. Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah


SAW (‫سنَّةُ ِكتَا ِب ِه فِ ْي للاِ أَحْ كَا ُم‬ ُ ‫س ْو ِل ِه َو‬
ُ ‫)ر‬َ
Allah berfirman (QS. 5 : 49-50)
‫َّللاُ أ َ ْن َز َل بِ َما بَ ْينَ ُه ْم احْ ُك ْم َوأَ ِن‬
َّ َ‫ض ع َْن يَ ْفتِنُوكَ أ َ ْن َواحْ ذَ ْر ُه ْم أَ ْه َوا َء ُه ْم تَتَّبِ ْع َوال‬ ِ ‫َّللاُ أ َ ْن َز َل َما بَ ْع‬
َّ َ‫ت َ َولَّ ْوا فَ ِإ ْن إِلَ ْيك‬
‫َّللاُ ُي ِري ُد أَنَّ َما فَا ْعلَ ْم‬
َّ ‫ض يُ ِصي َب ُه ْم أَ ْن‬ ِ ‫يرا َو ِإنَّ ذُنُو ِب ِه ْم ِب َب ْع‬ ً ‫اس ِمنَ َك ِث‬ ِ َّ‫سقُونَ الن‬ ِ ‫َو َم ْن َي ْبغُونَ ا ْلجَا ِه ِل َّي ِة أَفَ ُح ْك َم * لَفَا‬
ُ‫سن‬ َ
َ ْ‫َّللاِ ِمنَ أح‬ َّ ‫يُوقِنُونَ ِلقَ ْو ٍم ُح ْك ًما‬
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-
hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari
hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-
dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”

ُ ‫الص َرا‬
5. Membimbing manusia ke jalan yang lurus. (‫ط‬ ْ ‫)ا ْل ُم‬
ِ ‫ستَ ِق ْي ُم‬
Allah berfirman (QS. 6 : 153)

َّ‫اطي َهذَا َوأَن‬ ْ ‫سبُ َل تَت َّ ِبعُوا َوالَ فَات َّ ِبعُوهُ ُم‬
ِ ‫ستَ ِقي ًما ِص َر‬ َ ‫س ِبي ِل ِه ع َْن ِب ُك ْم فَتَفَ َّر‬
ُّ ‫ق ال‬ َ ‫تَتَّقُونَ لَعَلَّ ُك ْم ِب ِه َوصَّا ُك ْم ذَ ِل ُك ْم‬
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertakwa.”

6. Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.(ُ‫سالَ َمة‬


َ ‫آلخ َر ِة ال ُّد ْنيَا‬
ِ ْ‫)وا‬
َ
Allah berfirman (QS. 16 : 97)

‫س ِن أَجْ َر ُه ْم َولَنَجْ ِز َينَّ ُه ْم َط ِيبَةً َح َياةً فَلَنُحْ يِيَنَّهُ ُمؤْ ِمن َوه َُو أ ُ ْنثَى أ َ ْو ذَك ٍَر ِم ْن صَا ِل ًحا ع َِم َل َم ْن‬
َ ْ‫يَ ْع َملُونَ كَانُوا َما ِبأَح‬
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

B. Tujuan Islam
1. Membentuk insan kamil (manusia yang sempurna). Adapun yang dimaksudkan
dengan manusia sempurna adalah sempurna dalam hidupnya. Seseorang dianggap
sempurna dalam hidupnya apabila memenuhi kriteria-kriteria tertentu.
2. Membentuk masyarakat madani (masyarakat yang ideal).
3. Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang ada sejak lahir. Hal ini
karena manusia adalah makhluk yang berketuhanan sejak ia dilahirkan.
4. Untuk mencegah manusia dari kemusyrikan perlu adanya tuntutan yang jelas
tentang kepercayaan terhadap Tuhan YME.

6
5. Menghindarkan diri dari pengaruh akal yang menyesatkan manusia. Manusia diberi
kelebihan oleh Allah berupa akal pikiran. Pendapat atau faham ini semata-mata
didasarkan akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri.
6. Oleh karena itu, pikiran manusia perlu dibimbing oleh aqidah Islam, agar terhindar
dari kehidupan yang sesat.

C. Fungsi Islam
a. Sebagai Pembimbing Dalam Hidup
Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup segala
unsure pengalaman pendidikan dan keyakinan yang didapatnya sejak kecil. Apabila
dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian yang harmonis, di mana
segala unsur pokoknya terdiri dari pengalaman yang menentramkan jiwa maka dalam
menghadapi dorongan baik yang bersifat biologis ataupun rohani dan sosial akan
mampu menghadapi dengan tenang.
b. Penolong Dalam Kesukaran
Orang yang kurang yakin akan agamanya (lemah imannya) akan menghadapi cobaan /
kesulitan dalam hidup dengan pesimis, bahkan cenderung menyesali hidup dengan
berlebihan dan menyalahkan semua orang. Beda halnya dengan orang yang beragama
dan teguh imannya, orang yang seperti ini akan menerima setiap cobaan dengan lapang
dada. Dengan keyakinan bahwa setiap cobaan yang menimpa dirinya merupakan ujian
dari tuhan (Allah) yang harus dihadapi dengan kesabaran karena Allah memberikan
cobaan kepada hambanya sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, barang siapa yang
mampu menghadapi ujian dengan sabar akan ditingkatkan kualitas manusia itu.
c. Penentram Batin
Jika orang yang tidak percaya akan kebesaran Tuhan tak peduli orang itu kaya apalagi
miskin pasti akan selalu merasa gelisah. Orang yang kaya takut akan kehilangan harta
kekayaannya yang akan habis atau dicuri oleh orang lain, orang yang miskin apalagi,
selalu merasa kurang bahkan cenderung tidak mensyukuri hidup. Lain halnya dengan
orang yang beriman, orang kaya yang beriman tebal tidak akan gelisah memikirkan
harta kekayaannya. Dalam ajaran Islam harta kekayaan itu merupakan titipan Allah
yang didalamnya terdapat hak orang-orang miskin dan anak yatim piatu. Bahkan
sewaktu-waktu bisa diambil oleh yang maha berkehendak, tidak mungkin gelisah.
Begitu juga dengan orang yang miskin yang beriman, batinnya akan selalu tentram
karena setiap yang terjadi dalam hidupnya merupakan ketetapan Allah dan yang
membedakan derajat manusia dimata Allah bukanlah hartanya melainkan keimanan
dan ketakwaannya.
d. Pengendali Moral
Setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan setiap ajaran
agamanya. Terlebih dalam ajaran Islam, akhlak amat sangat diperhatikan dan di junjung
tinggi dalam Islam. Pelajaran moral dalam Islam sangatlah tinggi, dalam Islam
diajarkan untuk menghormati orang lain, akan tetapi sama sekali tidak diperintah untuk
meminta dihormati.
Islam mengatur hubungan orang tua dan anak dengan begitu indah. Dalam Al-Qur’an
ada ayat yang berbunyi: “dan jangan kau ucapkan kepada kedua (orang tuamu) uf!!”

7
Tidak ada ayat yang memerintahkan kepada manusia (orang tua) untuk minta dihormati
kepada anak.
Selain itu Islam juga mengatur semua hal yang berkaitan dengan moral, mulai dari
berpakaian, berperilaku, bertutur kata hubungan manusia dengan manusia lain (hablum
minannas/hubungan sosial). Termasuk di dalamnya harus jujur, jika seorang berkata
bohong maka dia akan disiksa oleh api neraka. Ini hanya contoh kecil peraturan Islam
yang berkaitan dengan moral. Masih banyak lagi aturan Islam yang berkaitan dengan
tatanan perilaku moral yang baik.
D. Ruang Lingkup Ajaran Islam
1. Aqidah
Perkataan aqidah berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu ‘aqada’ yang berarti ikatan
atau simpulan. Dari ikatan atau simpulan yang maknawi ini maka lahirlah aqidah yaitu
ikatan atau simpulan khusus dalam kepercayaan. Sementara dari segi istilah, aqidah
bermaksud kepercayaan yang terikat erat dan tersimpul kuat dalam jiwa seseorang
sehingga tidak mungkin tercerai atau terurai.
Aqidah menurut istilah syara’ pula bermaksud kepercayaan atau keimanan kepada
hakikat-hakikat atau nilai-nilai yang mutlak, yang tetap dan kekal, yang pasti dan
hakiki, yang kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh syara" yaitu beriman Kepada
Allah SWT, rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan perkara-perkaraghaibiyyat.
Sedangkan dasar dari aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Didalam Al-
Qur’an banyak disebut pokok-pokok aqidah, yakni keimanan, maka aqidah disini
identik dengan keimanan.
Dalam sebuah hadis riwayat imam Muslim di sebutkan:
”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para
rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada qadar ketentuan baik
dan buruk. ’(Al-Hadits).
2. Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama manusia dan alam
seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan disebut
ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam
seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat,
puasa dan haji termasuk ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi
dan tata caranya telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan
sunnah Rasululah Saw.
Selanjutnya Pembagian Syari’ah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari 2 bagian utama:
a. Ibadah (dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah
(vertikal). Tata cara dan syarat-rukunya terinci dalam Al-Qur’an dan Sunah. Misalnya:
shalat, zakat, puasa.
b. Mu’amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya)
Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya: munakahat,
dagang, bernegara, dll.
3. Akhlak

8
Akhlak adalah sifat-sifat dan perangai yang diumpamakan pada manusia sebagai
gambaran batin yang bersifat maknawi dan rohani. Dimana dengan gambaran itulah
manusia dibangkitkan disaat hakikat segala sesuatu tampak dihari kiamat nanti.
Perilaku dan tabiat manusia baik yang terpuji maupun yang tercela disebut dengan
akhlak. Akhlak merupakan etika perilaku manusia terhadap manusia lain perilaku
manusia dengan Allah SWT maupun perilaku manusia terhadap lingkungan hidup.
Segala macam perilaku atau perbuatan baik yang tampak dalam kehidupan sehari-hari
disebut akhlakul kharimah atau akhlakul mahmudah. Acuannya adalah Al-Qur’an dan
Hadist serta berlaku universal.

E. Karakteristik Ajaran Islam


"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat
baikklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qashash : 77)
1. Robbaniyyah.
Allah Swt merupakan Robbul alamin (Tuhan semesta alam), disebut juga
dengan Rabbun nas (Tuhan manusia) dan banyak lagi sebutan lainnya. Kalau
karakteristik Islam itu adalah Robbaniyyah, itu artinya bahwa Islam merupakan agama
yang bersumber dari Allah Swt, bukan dari manusia, sedangkan Nabi Muhammad Saw
tidak membuat agama ini, tapi beliau hanya menyampaikannya. Karenanya, dalam
kapasitasnya sebagai Nabi, beliau berbicara berdasarkan wahyu yang diturunkan
kepadanya, Allah berfirman dalam Surah An-Najm : 3-4 yang artinya: "Dan tiadalah
yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."
Karena itu, ajaran Islam sangat terjamin kemurniannya sebagaimana Allah telah
menjamin kemurnian Al-Qur'an, Allah berfirman dalam Surah Al-Hijr : 9 yang artinya:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya."
Disamping itu, seorang muslim tentu saja harus mengakui Allah Swt sebagai
Rabb (Tuhan) dengan segala konsekuensinya, yakni mengabdi hanya kepada-Nya
sehingga dia menjadi seorang yang rabbani dari arti memiliki sikap dan prilaku dari
nilai-nilai yang datang dari Allah Swt, Allah berfirman dalam Surah Al-Imran : 79 yang
artinya: "Tidak wajar bagi manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan
kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, 'hendaklah kamu menjadi penyembah-
penyembahku, bukan penyembah Allah', tapi dia berkata, 'hendaklah kamu menjadi
orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan kamu tetap
mempelajarinya."
2. Insaniyyah.
Islam merupakan agama yang diturunkan untuk manusia, karena itu Islam
merupakan satu-satunya agama yang cocok dengan fitrah manusia. Pada dasarnya,
tidak ada satupun ajaran Islam yang bertentangan dengan jiwa manusia. Seks misalnya,
merupakan satu kecenderungan jiwa manusia untuk dilampiaskan, karenanya Islam

9
tidak melarang manusia untuk melampiaskan keinginan seksualnya selama tidak
bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.
Prinsipnya, manusia itu kan punya kecenderungan untuk cinta pada harta, tahta,
wanita dan segala hal yang bersifat duniawi, semua itu tidak dilarang di dalam Islam,
namun harus diatur keseimbangannya dengan kenikmatan ukhrawi, Allah berfirman
dalam Surah Al-Qashash : 77 yang artinya:"Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat baikklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka
bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan ."

3. Syumuliyah.
Islam merupakan agama yang lengkap, tidak hanya mengutamakan satu aspek
lalu mengabaikan aspek lainnya. Kelengkapan ajaran Islam itu nampak dari konsep
Islam dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari urusan pribadi, keluarga,
masyarakat sampai pada persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara.
Kesyumuliyahan Islam tidak hanya dari segi ajarannya yang rasional dan mudah
diamalkan, tapi juga keharusan menegakkan ajaran Islam dengan metodologi yang
islami. Karena itu, di dalam Islam kita dapati konsep tentang dakwah, jihad dan
sebagainya. Dengan demikian, segala persoalan ada petunjuknya di dalam Islam, Allah
berfirman dalam Surah An-Nahl : 89 yang artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu al
kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri."
4. Tsabat dan Tathawwur
Tsabat artinya permanen, sedang Tathawwur artinya pertumbuhan. Ciri
permanensi adalah turunan dari ciri Rabbaniyyah. Maksudnya adalah bahwa Islam
membawa ajaran yang berisi hakikat-hakikat besar yang bersifat tetap dan permanen
dan tidak akan pernah berubah dalam semua ruang dan waktu. Hakikat-hakikat itu
melampaui batas-batas ruang dan waktu, serta bersifat abadi.
Seperti hakikat abadi tentang wujud dan keesaan Allah, hakikat penyembahan
kepada Allah, hakikat alam sebagai ciptaan dan wadah fisik bagi kehidupan kita,
hakikat manusia sebagai makhluk yang paling terhormat karena misi khilafahnya,
hakikat iman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab suci dan takdir baik dan buruk serta
hari akhirat adalah syarat diterimanya semua amal manusia, hakikat ibadah sebagai
tujuan hidup manusia, hakikat aqidah sebagai ikatan komunitas Muslim, hakikat dunia
sebagai tempat ujian, hakikat Islam sebagai agama satu-satunya yang diterima Allah.
Semua hakikat itu bersifat abadi dan permanen dan tidak berubah karena faktor
ruang dan waktu. Hakikat-hakikat dasar dan nilai-nilai itu bukan saja tidak dapat
berubah, tapi juga tidak mungkin bertumbuh; sebagaimana realitas dan pola-pola
kehidupan manusia terus berubah dan bertumbuh. “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada Agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah
menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada siptaan Allah.
(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [QS Ar-
Rūm 30:30]

10
Itu sama sekali tidak berarti bahwa Islam mengebiri dan membekukan gerakan
pemikiran dan kehidupan secara keseluruhan. Yang dilakukan Islam hanyalah memberi
bingkai (frame of reference) di dalam mana pemikiran dan kehidupan manusia bergerak
dan bertumbuh. Dalam bingkai itulah kaum Muslimin bergerak dan berkreasi,
menghadapi tantangan perubahan hidup secara pasti dan elastis, bermetamorfosis
secara teratur dan terarah, bertumbuh secara dinamis dan terkendali.
Bingkai seperti ini mutlak dibutuhkan untuk menciptakan rasa aman dan
kepastian, keterarahan dan keutuhan, konsistensi dan kesinambungan. Kalau ada
rahasia di balik soliditas dunia Islam selama lebih dari seribu tahun, itu karena adanya
frame of reference tersebut. Itu kekuatan ideologi dan spiritual yang senantiasa
memproteksi Islam dari penyimpangan dan keusangan. “Dan seandai kebenaran itu
menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di
dalamnya. Bahkan Kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka
berpaling dari peringatan itu.” [QS Al-Mu’minūn 23: 71]
5. Tawazun
Tawazun, artinya keseimbangan. Ajaran-ajaran Islam seluruhnya seimbang dan
memberi porsi kepada seluruh aspek kehidupan manusia secara proporsional. Tidak ada
yang berlebihan atau kekurangan, tidak ada perhatian yang ekstrim terhadap satu aspek
dengan mengorbankan aspek yang lain. Karena semua aspek itu adalah satu kesatuan
dan menjalankan fungsi yang sama dalam struktur kehidupan manusia.
Ada keseimbangan antara bagian-bagian yang bersifat fisik (lahir, konkrit) dan
metafisik (gaib, abstrak) dalam keimanan. Ada keseimbangan antara kecondongan
kepada materialisme dan spiritualisme dalam kehidupan. Ada keseimbangan antara
aspek ketegasan hukum dan persuasi moral dalam bernegara. Ada keseimbangan antara
Sunnah Kauniyah yang eksak dan pasti dengan kehendak Allah yang tetap bebas dan
tidak terbatas (seperti dalam kasus istri nabi Ibrahim yang melahirkan di usia yang
sangat tua, atau Maryam yang melahirkan tanpa proses biologis normal, atau
pendinginan api bagi Ibrahim dan lainnya, semua ini tanpa harus mengganggu
kepastian gerak alam yang dapat diobservasi oleh manusia secara empiris). Ada
keseimbangan antara ibadah yang bersifat mahdhah (khusus) dengan ibadah dengan
wilayah yang luas. Firman-Nya menyebutkan: “Sungguh, Kami menciptakan sesuatu
menurut ukuran (kadarnya masing-masing).” [QS Al-Qamar 54:49]. Difirman-Nya
yang lain,
“Tidak akan kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang
Maha Pengasih.” [QS Al-Mulk 67:3]
Ciri keseimbangan ini telah memproteksi Islam dari keterpecahan dan
dikhotomi yang selalu ada dalam ideologi lainnya. Ada spiritualisme yang ekstrim
dalam gereja di abad pertengahan, tapi juga ada materialisme yang ekstrim pada kaum
sekuler. Ada porsi kelompok yang berlebihan dalam sosialisme, tapi juga ada porsi
individu yang ekstrim dalam kapitalisme liberal. Ini menciptakan pertentangan-
pertentangan dalam struktur ideologi dan senantiasa mewariskan kegoncangan
psikologis akibat ketidakutuhan dalam diri pada pemeluknya.
6. Waqi’iyyah
Waqi’iyyah, artinya realisme. Islam diturunkan untuk berinteraksi dengan
realitas-realitas obyektif yang nyata-nyata ada sebagaimana ia adanya. Selain itu

11
ajaran-ajarannya didisain (di-design) sedemikian rupa yang memungkinkannya
diterapkan secara nyata dalam kehidupan manusia. Ia bukan nilai-nilai ideal yang enak
dibaca tapi tidak dapat diterapkan. Ia merupakan idealisme yang realistis, tapi juga
realisme yang idealis.
Tuhan adalah realitas obyektif yang benar-benar wujud dan wujud-Nya
diketahui melalui ciptaan-Nya dan kehendak-Nya diketahui melalui gerakan alam.
Alam dan manusia juga realitas obyektif. “Sungguh, Allah menumbuhkan butir (padi-
padian) dan biji (kurma). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan
mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Itulah (kekuasaan) Allah, maka mengapa
kamu masih berpaling? Dia menyingsingkan pagi dan manjadikan malam untuk
beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” [QS Al-An’ām 6:95-96]
Tapi konsep Islam juga didisain sesuai dengan realitas obyektif manusia,
kondisi ruang dan waktu yang melingkupinya, hambatan internal dan eksternalnya,
potensi ril yang dimiliki manusia untuk menjalani hidup. Islam memandang manusia
dengan segala kekuatan dan kelemahannya; dengan ruh, akal dan fisiknya; dengan
harapan-harapan dan ketakutannya; dengan mimpi dan keterbatasannya. Lalu
berdasarkan itu semua Islam menyusun konsep hidup ideal yang dapat
diimplementasikan dalam kehidupan nyata manusia dengan segenap potensi yang
dimilikinya. Islam bukan idealisme yang tidak mempunyai akar dalam kenyataan.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [QS
Al-Baqarah 2:286]
7. Ijabiyyah
Ijabiyyah, artinya sikap positif dalam menjalani kehidupan sebagai lawan dari
pesimisme dan fatalisme. Keimanan bukanlah sesuatu yang beku dan kering yang tidak
sanggup menggerakkan manusia. Keimanan adalah sumber tenaga jiwa yang
mendorong manusia untuk merealisasikan kebaikan dan kehendak Allah dalam
kehidupan ril. Islam memandang bahwa, keimanan yang tidak dapat mendorong
manusia untuk bekerja mengeksplorasi potensi alam dan potensi dirinya untuk
menciptakan kehidupan yang lebih baik, adalah keimanan yang negatif dan fatal.
Itulah sebabnya Islam memberi penghargaan besar kepada kerja sebagai bukti
sikap positif dan dinamika dalam mengelola kehidupannya. Allah swt berfirman: “Dan
katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman (mukmin).” [QS At-Taubah 9:105]

2. Jelaskan hakekat manusia dalam pandangan islam secara lengkap?


A. Proses Penciptaan Manusia
Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah,
alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang
memiliki berbagai kemampuan. Oleh karena itu, manusia wajib bersyukur atas karunia
yang telah diberikan Allah Swt. Manusia menurut pandangan al-Quran, al-Quran tidak
menjelaskan asal-usul kejadian manusia secara rinci. Dalam hal ini al-Quran hanya
menjelaskan mengenai prinsip-prinsipnya saja. Ayat-ayat mengenai hal tersebut
terdapat dalam surat Nuh 17, Ash-Shaffat 11, Al-Mukminuun 12-13, Ar-Rum 20, Ali
Imran 59, As-Sajdah 7-9, Al-Hijr 28, dan Al-Hajj 5.

12
Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan
bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat
diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsure kimiawi
yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran
tidak menjelaskan secara rinci. Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati
meskipun secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat
diketahui bahwa manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya
dimulai sejak pertemuan antara permatozoa dengan ovum. Ayat-ayat yang
menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, umumnya dipahami secara
lahiriah. Hal ini itu menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah,
dengan asumsi karena Tuhan berkuasa , maka segala sesuatu dapat terjadi. Akan tetapi
ada sebagian umat islam yang berpendapat bahwa Adam bukan manusia pertama.
Pendapat tersebut didasarkan atas asumsi bahwa:
Ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah tidak berarti
bahwa semua unsure kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Hal itu
seperti pernyataan bahwa tumbuh-tumbuhan bahan makanannya dari tanah, karena
tidak semua unsur kimia yang ada dalam tanah ikut diserap oleh tumbuh-tumbuhan,
tetapi sebagian saja. Oleh karena itu bahan-bahan pembuk manusia yang disebut dalam
al-Quran hanya merupakan petunjuk manusia yang disebut dalam al-Quran , hanya
merupakan petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu
ammonia, menthe, dan air terdapat, yaitu pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi.
Jika dinyatakan istilah “Lumpur hitam yang diberi bentuk” (mungkin yang dimaksud
adalah bahan-bahan yang terdapat pada Lumpur hitam yang kemudian diolah dalam
bentuk reaksi kimia). Sedangkan kalau dikatakan sebagai tembikar yang dibakar , maka
maksudnya adalah bahwa proses kejadiannya melalui oksidasi pembakaran. Pada
zaman dahulu tenaga yang memungkinkan terjadinya sintesa cukup banyak dan
terdapat di mana-mana seperti panas dan sinar ultraviolet.
Ayat yang menyatakan ( zahir ayat ) bahwa jika Allah menghendaki sesuatu jadi
maka jadilah ( kun fayakun ), bukan ayat yang menjamin bahwa setiap yang
dikehendaki Allah pasti akan terwujud seketika. Dalam hal ini harus dibedakan antara
kalimat kun fayakun dengan kun fa kana. Apa yang dikehendaki Allah pasti terwujud
dan terwujudnya mungkin saja melalui suatu proses. Hal ini dimungkinkan karena
segala sesuatu yang ada didunia juga mengalami prosi yang seperti dinyatakan antara
lain dalam surat al-A’la 1-2 dan Nuh 14.
Jika diperhatikan surat Ali Imran 59

ٍ ‫سى َمثَ َل فَ َيكُونُ ِإنَّ ك ُْن لَهُ قَا َل ث ُ َّم ت َُرا‬


ُ‫ب ِم ْن َخلَقَه‬ َّ ‫آ َد َم َك َمثَ ِل‬
َ ‫َّللاِ ِع ْن َد ِعي‬

“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam.
Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah"
(seorang manusia), maka jadilah dia”.
Dimana Allah menyatakan bahwa penciptaan Isa seperti proses penciptaan Isa
seperti proses penciptaan Adam, maka dapat menimbulkan pemikiran bahwa apabila
isa lahir dari sesuatu yang hidup, yaitu maryam, maka Adam lahir pula dari sesuatu
yang hidup sebelumnya. Hal itu karena kata “tsumma” yang berarti kemudian, dapat
juga berarti suatu proses.
Perbedaan pendapat tentang apakah adam manusia pertama atau tidak,
diciptakan langsung atau melalui suatu proses tampaknya tidak akan ada ujungnya
karena masing-masing akan teguh pada pendiriannya. Jika polemik ini senantiasa
diperpanjang, jangan-jangan hanya akan menghabiskan waktu dan tidak sempat lagi

13
memikirkan tentang status dn tugas yang telah ditetapkan Allah pada manusia al-Quran
cukup lengkap dalam memberikan informasi tentang itu.
Untuk memahami informasi tersebut secara mendalam, ahli-ahli kimi, biologi,
dan lain-lainnya perlu dilibatkan, agar dalam memahami ayat-ayat tersebut tidak secara
harfiah. Yang perlu diingatkan sekarang adalah bahwa manusia oleh Allah, diharapkan
menjadi khalifah ( pemilih atau penerus ajaran Allah ). Status manusia sebagai khalifah
, dinyatakan dalam al-baqarah 30. kata khalifah berasal dari kata khalafa yakhlifu
khilafatan atau khalifatan yang berarti meneruskan, sehingga kata khalifah dapat
diartikan sebagai pemilih atau penerus ajaran Allah. Kebanyakan umat Islam
menerjemahkan dengan pemimpin atau pengganti, yang biasanya dihubunkan dengan
jabatan pimpinan umat islam sesudah Nabi Muhammad saw wafat , baik pimpinan yang
termasuk khulafaurrasyidin maupun di masa Muawiyah-‘Abbasiah.
Perlu diingat bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu bakar pada waktu
dipercaya untuk memimpin umat islam. Pada waktu itu beliau mengucapkan inni
khalifaur rasulillah, yang berarti aku adalah pelanjut sunah rasulillah. Dalam pidatonya
setelah diangkat oleh umat islam, abu bakar antara lain menyatakan “selama saya
menaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang , maka luruskanlah
saya”. Jika demikian pengertian khalifah, maka tidak setiap manusia mampu menerima
atau melaksanakan kekhalifahannya. Hal itu karena kenyataan menunjukkan bahwa
tidak semua orang mau memilih ajaran Allah.
Dalam penciptaannya manusia dibekali dengan beberapa unsure sebagai
kelengkapan dalam menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut ialah : jasad ( al-
Anbiya’ : 8, Shad : 34 ). Ruh (al-Hijr 29, As-Sajadah 9, Al-anbiya’ :91 dan lain-lain);
Nafs (al-Baqarah 48, Ali Imran 185 dan lain-lain ) ; Aqal ( al-Baqarah 76, al-Anfal 22,
al-Mulk 10 dan lain-lain); dan Qolb ( Ali Imran 159, Al-Ara’f 179, Shaffat 84 dan lain-
lain ). Jasad adalah bentuk lahiriah manusia, Ruh adalah daya hidup, Nafs adalah jiwa
, Aqal adalah daya fakir, dan Qolb adalah daya rasa. Di samping itu manusia juga
disertai dengan sifat-sifat yang negatif seperti lemah ( an-Nisa 28 ), suka berkeluh kesah
( al-Ma’arif 19 ), suka bernuat zalim dan ingkar ( ibrahim 34), suka membantah ( al-
kahfi 54 ), suka melampaui batas ( al-‘Alaq 6 ) suka terburu nafsu ( al-Isra 11 ) dan lain
sebagainya. Hal itu semua merupakan produk dari nafs , sedang yang dapat
mengendalikan kecenderungan negatif adalah aqal dan qolb. Tetapi jika hanya dengan
aqal dan qolb, kecenderungan tersebut belum sepenuhnya dapat terkendali, karena
subyektif. Yang dapat mengendalikan adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari
Allah. Kemampuan seseorang untuk dapat menetralisasi kecenderungan negatif
tersebut ( karena tidak mungkin dihilangkan sama sekali ) ditentukan oleh kemauan dan
kemampuan dalam menyerap dan membudayakan wahyu.
Berdasarkan ungkapan pada surat al-Baqarah 30 terlihat suatu gambaran bahwa
Adam bukanlah manusia pertama, tetapi ia khalifah pertama. Dalam ayat tersebut, kata
yang dipakai adalah jaa’ilun dan bukan khaaliqun. Kata khalaqa mengarah pada
penciptaan sesuatu yang baru, sedang kata ja’ala mengarah pada sesuatu yang bukan
baru,dengan arti kata “ memberi bentuk baru”. Pemahaman seperti ini konsisten dengan
ungkapan malaikat yang menyatakan “ apakah engkau akan menjadikan di bumi
mereka yang merusak alam dan bertumpah darah?” ungkapan malaikat tersebut
memberi pengertian bahwa sebelum adam diciptakan, malaikat melihat ada makhluk
dan jenis makhluk yang dilihat adalah jenis yang selalu merusak alam dan bertumpah
darah. Adanya pengertian seperti itu dimungkinkan, karena malaikat tidak tahu apa
yang akan terjadi pada masa depan, sebab yang tahu apa yang akan terjadi dimasa depan
hanya Allah.

14
Dengan demikian al-Quran tidak berbicara tentang proses penciptaan manusia
pertama. Yang dibicarakan secara terinci namun dalam ungkapan yang tersebar adalah
proses terciptanya manusia dari tanah, saripati makanan, air yang kotor yang keluar dari
tulang sulbi, alaqah, berkembang menjadi mudgah, ditiupkannya ruh, kemudian lahir
ke dunia setelah berproses dalam rahim ibu. Ayat berserak, tetapi dengan bantuan ilmu
pengetahuan dapat dipahami urutannya. Dengan demikian, pemahaman ayat akan lebih
sempurna jika ditunjang dengan ilmu pengetahuan.

Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu
yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia
mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin
: 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai
khalifah ( makhluk alternatif ) tetap hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165
). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa dibedakan ) dengan makhluk lainny.
Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu Allah, manusia tidak bermartabat lagi.
Dalam keadaan demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka itu seperti
binatang ( ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih buruk dari binatang ( bal hum adhal ).
Dalam keadaan demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).

B. Fungsi Manusia
Allah menciptakan manusia bukanlah kerena kebetulan semata, yang hanya
hidup dan mati tanpa tanggung jawab sebagai mana pandangan kebendaatan di
atas.

Manusia diciptakan oleh allah mempunyai fungsi ganda, yaitu :

Pertama, Sebagai Kholiah Allah

Kholifah berarti pengganti, penguasa, pengelola, dan pemakmur. Selaku


kholifah manusia mempunyai tanggung jawab untuk mengelola bumi ini. Sebagai
ladang untuk untuk menanam bekal untuk kehidupan di akherat nanti. Dan salah
stau syarat mutlak agar manusia bisa mengelola bumi ini dengan baik adalah
dengan ilmu pengetahuan yang diperolh dari proses belajar secara terus-menerus.

Kedua, Sebagai Hamba Allah

Selaku hamba Allah, secara otomatis manusia haruslah tunduk dan patuh
dengan perintah-Nya. Selain itu dalam meminta pertolonganpun haruslah kepada
Allha bukan pada sesame mahluk Allah, karena itu merupakan perbuatan syirik
dan tak bisa diampuni dosanya oleh Allah.

15
C. Tujuan Manusia
Tujuan hidup manusia adalah untuk mengabdi kepada Allah Swt. Adapun
semua tujuan-tujuan kecil yang lain tunduk dan di dalam lingkaran tujuan tertinggi
pengabdian tersebut. Penciptaan manusia sebagai pengabdi /untuk beribadat dipahami
dengan kepatuhan, ketundukan dan pengabdian manusia kepada Allah.
Tuntutan pelaksanaan ibadah dengan ikhlas ini di jelaskan oleh Allah dalam Q.S
(98) : 5 artinya sebagai berikut:
“dan manusia tidak di perintahkan kecuali semata- mata menyembah Allah dengan
tulus,dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan demikian itulah
agama yang kokoh” (Q.S 98:5).
D. Hakikat manusia sebagai khalifah
Tuhan yang maha pengasih dan penyanyang mau memposisikan manusia pada
tempat yang paling tinggi dari segala makhluknya yaitu sebagai khalifah (maneger)
untuk mengatur alam ini berdasarkan aturan Tuhan.
3. Jelaskan Iman dan Konsep Iman menurut Islam?

A. Definisi Iman
Menurut bahasa iman berarti pembenaran dalam hati. Sedangkan menurut
istilah, iman adalah membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan anggota badan.

Sedang iman menurut pandangan para ulama terdahulu, diantaranya adalah


pendapat Imam Al-Baghawi R.A., beliau berkata :”Para sahabat, Tabi’in, dan para
ulama sunnah mereka bersepakat bahwa amal shalih adalah bagian dari iman. Mereka
berkata bahwasannya iman terdiri dari ucapan dan perbuatan serta keyakinan. Iman
bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.[ Lihat kitab Syarhus
sunnah ( I/38 ).]

Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam R.A. berkata:”Pandangan ahlus sunnah
yang kami ketahui adalah apa yang disampaikan oleh para ulama kita yang kami
sebutkan di kitab-kitab kami, yakni bahwa iman itu meliputi kumpulan niat
(keyakinan), ucapan , dan amal perbuatan. Iman itu bertingkat-tingkat, sebagian berada
di atas sebagian yang lain.”[ Lihat kitab al-Iiman oleh abu ‘Ubaid (hal.66)]

Imam Muhammad bin al-Husain al-Ajuri R.A.,berkata :”Ketahuilah , semoga


Allah SWT memberi rahmat kepada kami dan anda, bahwasannya sesuatu yang
diyakini oleh para ulam umat Islam adalah iman itu wajib bagi semua mahluq, yaitu
membenarkan dengan hati, mengakui dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota
badan. Ketahuilah, ma’rifah (mengenal Allah) dengan hati dan membenarkannya tidak
cukup, kecuali jika disertai dengan pengakuan lisan dan keyakinan hati; dan ucapan
tidak sah , kecuali apabila dibuktikan dengan amal perbuatan. Bila ketiganya
(keyakinan hati, ucapan lisan dan amal anggota badan) terpenuhi, maka ia disebut
Mukmin. Kitab, Sunnah, dan ucapan para ulama salaf R.A., telah menunjukkan hal
itu.”[ Lihat kitab asy-syarii’ih oleh al-Ajuri (hal.119)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,


mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.

16
Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-
Baqarah: 277)

B. Penjelasan Definisi Iman


“Membenarkan dengan hati” maksudnya adalah menerima segala apa yang di
bawa oleh Rasulullah Saw.
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya” (Al-Hasyr: 7)

“Mengikrarkan dengan lisan” maksudnya, mengucapkan dua kalimat


syahadat, “La ilaaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah” (Tidak ada yang di
sembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).

“Mengamalkan dengan anggota badan” maksudnya, hati mengamalkan


dalam bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkannya dalam bentuk
ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa para ulama salaf menjadikan amal


termasuk dalam pengertian iman. Dengan demikian iman itu bisa berkurang dan
bertambah seiring dengan berkurang dan bertambahnya amal shalih.

C. Konsep Iman Menurut Al-Qur’an

Kata Iman di dalam al-Qur’an digunakan untuk arti yang bermacam- macam.
Ar- Raghib al- Ashfahani, Ahli Kamus Al- Qur’an mengatakan bahwa kata iman
didalam al- Qur’an terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas di bibir
saja padahal hati dan perbuatanya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti iman
yang hanya terbatas pada perbuatan saja, sedangkan hati dan ucapannya tidak beriman
dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan sehari- hari.

~ Iman dalam arti semata-mata ucapan dengan lidah tanpa dibarengi dengan hati
dan perbuatan dapat dilihat dari arti QS. Al-Baqarah, 2 :8-9,yaitu:

َّ ِ‫ٱّللَ يُ َخ ٰـ ِدعُونَ بِ ُم ۡؤ ِمنِينَ هُم َو َما ۡٱۡل َ ِخ ِر َوبِ ۡٱليَ ۡو ِم ب‬


ِ َّ‫ٱّللِ َءا َمنَّا يَقُو ُل َمن ٱلن‬
َ‫اس َو ِمن‬ َّ َ‫يَ ۡخدَعُونَ َو َما َءا َمنُوا َوٱلَّذِين‬
َ ُ‫يَ ۡشعُ ُرونَ َو َما أَنف‬
‫س ُه ۡم ِإ َّ ا‬
‫ّل‬

“ Dan diantara manusia itu ada orang yang mengatakan :” Kami beriman
kepada Allah dan hari Akhirat, sedang yang sebenarnya mereka bukan orang- orang
yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan menipu orang-orang yang beriman,
tetapi yang sebenarnya mereka menipu diri sendiri dan mereka tidak sadar.”

~ Iman dalam arti hanya perbuatannya saja yang beriman, tetapi ucapan dan
hatinya tidak beriman., dapat dilihat dari QS. An- Nisa, 4: 142:

17
‫ٱّللَ يُ َخ ٰـ ِدعُونَ ۡٱل ُمنَ ٰـ ِفقِينَ إِ َّن‬ ُ ‫صلَ ٰوةِ إِلَى قَا ُم اوا َوإِذَا خَ ٰـ ِد‬
َّ ‫ع ُه ۡم َوه َُو‬ َّ ‫سالَ ٰى قَا ُموا ٱل‬ َ َّ‫يَ ۡذ ُك ُرونَ َو َّل ٱلن‬
َ ‫اس ي َُراا ُءونَ ُك‬
‫ا‬
َّ ‫قَ ِليل ِإ َّّل‬
َ‫ٱّلل‬

“ Sesungguhnya orang-orang munafik (beriman palsu) itu hendak menipu


mereka. Apabila mereka berdiri mengerjakan sembahyang, mereka berdiri dengam
malas, mereka ria (mengambil muka) kepada manusia dan tiada mengingat Allah
melainkan sedikit sekali”.

~ Iman dalam arti yang ketiga adalah tashdiqun bi al-qalb wa amalun bi al-
jawatih, artinya keadaan dimana pengakuan dengan lisan itu diiringi dengan
pembenaran hati, dan mengerjakan apa yang diimankannya dengan perbuatan anggota
badan. Contoh iman model ini dapat dilihat dalam QS. Al- Hadid, 57:19: yang Artinya
:

َ‫اّللِ آ َمنُوا َوالَّذِين‬ ُ ‫الصدِيقُونَ ُه ُم أُو ٰلَئِكَ َو ُر‬


َّ ِ‫س ِل ِه ب‬ ُّ ‫ورهُم أَج ُرهُم لَ ُهم َربِ ِهم ِعندَ َوال‬
ِ ۖ ‫ش َهدَا ُء‬ ُ ُ‫َكفَ ُروا َوالَّذِينَ ۖ َون‬
ٰ
‫ال َج ِح ِيم أَص َحابُ أُولَئِكَ ِبآ َيا ِتنَا َو َكذَّبُوا‬

“Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka itu
orang-orang Shiddiqien dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka.
Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Dan orang-orang yang kafir dan
mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka.”

4. Jelaskan secara lengkap tentang (TBC) menurut islam?


TBC : Tahayul, Bid’ah, Churafat.
A. Bid’ah
Arti bid’ah menurut bahasa ialah segala macam apa saja yang baru, atau
mengadakan sesuatu yang tidak berdasarkan contoh yang sudah ada. Sedangkan arti
bid’ah secara istilah adalah mengada-adakan sesuatu dalam agama Islam yang tidak
dijumpai keteranganya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.
Macam-macam bid’ah
Bila dilihat dari segi ushul fikih (kaidah-kaidah hukum Islam) bid’ah dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
1. Bid’ah dalam ibadah saja, yaitu segala sesuatu yang diada-adakan dalam soal
ibadah kepada Allah swt yang tidak ada contohnya sama sekali dari rasulullah baik
dengan cara mengurangi atau menambah-nambah aturan yang sudah ada.
2. Bid’ah meliputi segala urusan yang sengaja diada-adakan dalam agama, baik yang
berkaitan dengan urusan ibadah, aqidah maupun adat. Perbuatan yang diada-adakan itu
seakan-akan urusan agama, yang dipandang menyamai syari’at Islam, sehingga
mengerjakanya sama dengan mengerjakan agama itu sendiri.
Macam-Macam Bid’ah yang lain :
1. Bid’ah Qouliyah I’tiqodiyah: bid’ah yang bersifat pemikiran dan
akidah. Contoh: Pernyataan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari Nabi
Muhammad SAW.
2. Bid’ah fil ‘Ibaadah :
a. bid’ah fie ushulil ‘ibadah (membuat ibadah yang tidak ada dasar dalam syariat :
sholat/puasa tertentu di luar syariat, perayaan-perayaan dsb.)
b. bid’ah fie ziaadatil ‘ibaadah (menambahkan sesuatu pada ibadah yang telah
disyariatkan : menambah rakaat sholat dll).

18
c. bid’ah dalam pelaksanaan ibadah yang disyariatkan sehingga tidak sesuai
dengan anjuran atau sunnah Nabi : dzikir bersama dengan suara keras/merdu;
memperketat diri dalam suatu ibadah sampai keluar dari batas sunnah.
d. bid’ah dengan mengkhususkan waktu tertentu dalam melaksanakan ibadah yang
disyariatkan: puasa dan tahajjud nisfu sya’ban.
Semua bentuk bid’ah di atas sangat tercela dan tidak boleh dilakukan. Aisyah
ra menyebutkan bahwa Rasulullah saw pernah berabda: “Barang siapa mengada-
adakan sesuatu dalam urusan agama, maka ia ditolak, tidak diterima, dan bid’ah
namanya” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam kesempatan lain Rasulullah saw
berkhutbah di atas mimbar dan bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya sebenar-benar
keterangan ialah kitab allah dan sebaik-baik pedoman ialah pedoman Muhammad dan
sejelek-jelek urusan adalah hal-hal yang baru, itulah yang disebut bid’ah dan segala
bid’ah itu sesat’. Oleh Imam Nasa’i ditambah “dan segala yang sesat itu di neraka”.
(HR Muslim riwayat dari jabir bin Abdullah).
B. Khurafat
Kata khurafat berasal dari bahasa arab: al-khurafat yang berarti dongeng,
legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan, kepercayaan dan keyakinan yang tidak
masuk akal, atau akidah yang tidak benar. Mengingat dongeng, cerita, kisah dan hal-
hal yang tidak masuk akal di atas umumnya menarik dan mempesona, maka khurafat
juga disebut “al-hadis al-mustamlah min al-kidb”, cerita bohong yang menarik dan
mempesona.
Sedangkan secara istilah, khurafat adalah suatu kepercayaan, keyakinan,
pandangan dan ajaran yang sesungguhnya tidak memiliki dasar dari agama tetapi
diyakini bahwa hal tersebut berasal dan memiliki dasar dari agama. Dengan demikian,
bagi umat Islam, ajaran atau pandangan, kepercayaan dan keyakinan apa saja yang
dipastikan ketidakbenaranya atau yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran al-
Qur’an dan Hadis nabi, dimasukan dalam kategori khurafat.
Asal usul Khurafat
Menurut Ibn Kalabi, awal cerita khurafat ini berasal dari Bani ‘Udrah atau yang
lebih popular dikenal dengna Bani Juhainah. Suatu ketika ada salah seorang dari Bani
Juhainah ini pulang ke kampung halamannya. Kedatangannya mengundang banyak
anggota bani Juhainah untuk datang sekedar melihatnya karena sudah lama tak pulang
kampung. Ketika banyak orang berkerumun untuk mengunjunginya, ia banyak
bercerita tentang banyak hal yang ada kaitanya dengan wilayah keagamaan, seperti
yang pernah ia lihat dan ia rasakan selema kepergianya. Cerita-cerita yang
dikemukakan, memang sulit diterima oleh akal, namun cerita yang disampaikan
sungguh amat mempesona para hadirin yang mendengarnya.
Meskipun cerita itu tidak bisa diterima oleh akal, namun tidak sedikit di antara
hadirin yang mendengarkan secara seksama, meskipun secara diam-diam mereka
mencoba merenungkan kebenarannya. Setibanya di rumah masing-masing, mereka
mendiskusikan cerita tersebut dengan sanak keluarga dan tetangga terdekat. Akhirnya
cerita-ceruita itu berkembang dan tersebar di seluruh masyarakat bani Juhainah. Dalam
perkembangannya kemudian, cerita-cerita yang tak masuk akal dan tidak didasarkan
pada sumber al-Qur’an maupun Sunnah itu, oleh masyarakat dianggap sebagai sebuah
cerita bernilai religius dan mempunyai dasar dari agama.
Khurafat ini berkembang dengan pesat seirama dengan pembudayaan apa yang
disebut dengan taklidisme (ajaran yang bersikap ikut-ikutan). Dengan bersikap taklid,
tanpa mengembangkan sikap kritis dalam menerima kebenaran cerita, pendapat, fatwa

19
dan sejenisnya yang berkaitan dengan wilayah keagamaan, akan menimbulkan bentuk-
bentuk perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam. sikap kritis yang dibutuhkan
adalah melihat sejauhmana cerita, pendapat, fatwa, dan sejenisnya itu disimpulkan dari
sumber Islam yang otentik. Jika sikap ini tidak dikembangkan, maka munculnya
penyimpangan dari ajaran Islam tampaknya tidak terhindarkan lagi.
Khurafat, seperti disebutkan di atas, banyak ditemukan dalam masyarakat kita
dalam semua bidang kehidupan manusia. Khurafat tidak hanya menyangkut sesuatu
(benda) yang dianggap mempunyai legitimasi Islam, tetapi juga menyangkut diri
manusia sendiri, yang kesemuanya diyakini mempunyai dan memiliki kekuatan magis
padahal yang mempunyai kekuatan seperti itu hanya Allah semata. Contoh khurafat
yang popular di Indonesia, misalnya tentang kewalian dan kekeramatan seseorang.
Cerita yang dikategorikan khurafat yang sampai saat ini masih berkembang di
masyarakat, misalnya tentang Syaikh Abdul Qadir Jailani, adalah kepiawaiannya
berduel dengan malaikat. Dalam duel itu, Abdul Qadir Jailani dikisahkan mampu
memenangkan duel. Kisah duel antara Abdul Qadir jailan dan malaikat ini bermula dari
pencabutan nyawa seseorang. Kematian ini memunculkan rasa iba dalam diri Abdul
Qadur Jailani terhadap yang ditinggalkanya. Rasa iba ini menggerekan hatinya untuk
mencoba berdialog dengan malaikat yang mencabut nyawa tadi, agar seorang yang
dicabut nyawanya tersebut dapat dianulir mengingat keluarganya amat terpukul dengan
kematianya. Upaya dialog Abdul Qadir Jailani sebagai jalan terakhir untuk
mengembalikan orang yang mati tadi tidak membuahkan hasil. Akhirnya terjadilah
duel, dan dalam duel tersebut dimenangkan oleh Abdul Qadir Jailani. Kekalahan
malaikat ini mengharuskannya untuk mengembalikan nyawa kepada yang telah dicabut
nyawanya tadi. Akhirnya hiduplah kembali orang tersebut, dan kembalinya orang ini
sangat membahagiakan keluarganya.
Bentuk-bentuk Khurafat
Djarnawi hadikusuma, dalam salah satu bukunya “Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
Bid’ah dan Khurafat”, menjelaskan beberapa perilaku yang bisa dikategorikan sebagai
perbuatan khurafat, yaitu:
1. Mempercayai bahwa berjabat tangan dengan orang yang pernah berjabat tangan
dengan orang yang secara berantai sampai kepada orang yang pernah berjabat tangan
dengan Rasulullah akan masuk surga.
2. Mendapatkan barakah dengan mencucup tangan para ulama. Demikian itu
dikerjakan dengan kepercayaan bahwa berkah Allah kepada ulama itu akan berlimpah
kepadanya.
3. Mempercayai beberapa ulama tertentu itu keramat serta menjadi kekasih Allah
sehingga terjaga dari berbuat dosa. Andakata pun berbuat dosa, maka sekedar sengaja
diperbuatnya untuk menyembunyikan kesucianya tidak dengan niat maksiat.
4. Memakai ayat-ayat al-Qur’an untuk azimat menolak bala’, pengasihan dan
sebagainya.
5. Mengambil wasilah (perantara) orang yang telah mati untuk mendo’a kepada Allah.
Mereka berziarah ke kuburan para wali dan ulama besar serta memohon kepada Allah
agar do’a (permohonan) orang yang berziarah kuburnya itu dikabulkan. Ada yang
memohon dapat jodoh, anak, rizki, pangkat, keselamatan dunia akhirat dan sebagainya.
Mereka percaya dengan syafa’at (pertolongan) arwah para wali dan ulama itu,
permohonan atau doa mesti dikabulkan Allah karena wali dan ulama itu kekasih-nya.

20
C. Tahayul
Kata tahayul berasal dari bahasa Arab, al-tahayul yang bermakna reka-rekaan,
persangkaan, dan khayalan. Sementara secara istilah, tahayul adalah kepercayaan
terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya didasarkan pada kecerdikan akal,
bukan didasarkan pada sumber Islam, baik al-Qur’an maupun al-hadis.
Bila ditengok ke masa lampau, di berbagai negara, khusus timur tengah,
kepercayaan model tahayul ini pernah berkembang pesat. Pada zaman Persi
misalnya, sudah ada agama zoroaster. Menurut agama ini, ada Tuhan baik dan Tuhan
buruk (jahat). Api dilambangkan sebagai Tuhan yang baik. Sedang angin topan
dilambangkan sebagai Tuhan yang jahat. Kepercayaan ini berkembang dengan
keharusan untuk menghormatinya, yang kemudian diwujudkan dengan sajian atau
dengan penyembahan melalui cara tertentu terhadap sesuatu yang menjadi pujaanya
yang dirasa mempunyai kekuatan tertentu.
Di Indonesia, tahayul berkembang dan menyebar dengan mudah, tidak bisa
dilepaskan dari pengaruh agama dan kepercayaan lama. Adanya beberapa bencana alam
menimbulkan korban menjadikan manusia berfikir untuk selalu baik dan menyantuni
alam yang direalisasikan dalam suatu bentuk pemujaan dengan harapan bahwa sang
alam tidak akan marah dan mengamuk lagi. Kepercayaan animisme dan dinamisme
merupakan suatu aliran kepercayaan yang ditimbulkan dari keadaan di atas, seperti
kepercayaan pada pohon besar, atau keris yang dianggap mempunyai kekuatan tertentu
atau benda-benda lainya. Kepercayaan kepercayaan itu terus berlanjut dan berkembang
bersama perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu yang menggunakan mistik
(kebatinan) sebagai salah satu aliranya.

21

Anda mungkin juga menyukai