Anda di halaman 1dari 30

Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................

Daftar Isi..................................................................................................................

I. Pendahuluan ......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1

2.2. Rumusan masalah ........................................................................................ 1

3.3. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1

4.4. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 1

II. Pembahasan ........................................................................................................ 2

2.1. Pengertian Agama Islam .............................................................................. 2

2.2. Pokok-pokok ajaran agama Islam dan karakteristik agama Islam ............... 8

2.3. Petunjuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. .................................. 10

2.4. Pengertian, sejarah, kedudukan, peran, dan fungsi Al-Qur’an .................. 16

2.5. Pengertian, sejarah, kedudukan, peran dan fungsi hadits........................... 17

2.6. Kedudukan akal dan pengembangan ijtihad dalam pengembangan hukum

Islam .............................................................................................................. 17

III. Penutup ............................................................................................................ 20

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 20

3.2 Saran .......................................................................................................... 20

Daftar Pustaka .......................................................................................................


3

BAB I
PEMBUKAAN

1.1 Latar Belakang


Agama merupakan petunjuk hidup umat manusia yang di turunkan oleh
Allah SWT. Di dalamnya berisi banyak tuntutan hidup maupun kewajiban serta
pokok-pokok ajaran Islam. Agama Islam adalah agama yang haq (benar) yang
dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa itu agama Islam?
2. Bagaimana pokok-pokok ajaran islam serta karakteristik Agama
Islam?
3. Bagaimana peranan Agama Islam sebagai pejuntuk dalam mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat?
4. Bagaimana sejarah, kedudukan, peran dan fungsi Al-Qur’an, serta
peran dan fungsi hadist?
5. Bagaimana kedudukan akal dan peran ijtihad dalam pengembangan
hukum Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah tersebut maka dapat disimpulkan tujuan penulisan
makalah ini:
1. Untuk lebih memahami dan mengenal tentang Agama Islam.
2. Untuk mengetahui pokok-pokok ajaran islam serta karakteristik
Agama Islam
3. Untuk mengetahui peranan Agama Islam sebagai pejuntuk dalam
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
4. Untuk mengetahui sejarah, kedudukan, peran dan fungsi Al-Qur’an,
serta peran dan fungsi hadist.
5. Untuk mengetahui kedudukan akal dan peran ijtihad dalam
pengembangan hukum Islam
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ditujukan untuk pembaca agar lebih
mengetahui dan mengenal Agama Islam dan memahami pokok-pokok ajaran
Agama Islam sebagaimana yang ada pada Al-Qur’an.
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Agama Islam


Islam merupakan agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman
hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Islam (Arab: al-islām, ‫اإلسالم‬, yang
artinya "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu
Tuhan, yaitu Allah SWT. Dalam Al-Quran, Islam disebut juga Agama Allah
atau Dienullah (Arab: ِ‫َللا‬ ّ ‫ِين‬ِ ‫)د‬.
َ‫ض َط ْوعًا َوك َْرهًا َو ِإلَ ْي ِه يُ ْر َج ُعون‬ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫اوا‬
َ ‫س َم‬ ْ َ ‫َللاِ َي ْبغُونَ َولَهُ أ‬
ّ ‫سلَ َم َم ْن فِي ال‬ ِ ‫أَفَغَي َْر د‬
ّ ‫ِين‬
"Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal
kepada-Nya-lah berserah diri (aslama) segala apa yang di langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah
mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran [3] : 83).
Dien (agama) sendiri dalam Al-Quran artinya agama (QS 3:83),
ketaatan (QS 16:52), dan ibadah (QS.40:65). Berikut ini ulasan tentang makna,
arti, defisi, atau pengertian Islam menurut bahasa, istilah, dan Al-Quran.

A. Pengertian Islam Menurut Bahasa


Pengertian Islam menurut bahasa, kata Islam berasal dari kata
aslama yang berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan bentuk
mashdar (infinitif) dari kata aslama ini.

‫اإلسالم مصدر من أسلم يسلم إسالما‬


Ditinjau dari segi bahasanya, yang dikaitkan dengan asal katanya
(etimologis), Islam memiliki beberapa pengertian, sebagai berikut :
1. Islam berasal dari kata ‘salm’ (‫س ْلم‬ ّ ‫ )ال‬yang berarti damai atau
kedamaian.
Firman Allah SWT dalam Al-Quran:
‫س ِمي ُع ا ْلعَ ِلي ُم‬ َ ‫س ْل ِم َفاجْ نَ ْح َلهَا َوت َ َو ّك ْل‬
ّ ‫علَى‬
ّ ‫َللاِ إِنّهُ ه َُو ال‬ ّ ‫َوإِ ْن َجنَ ُحوا ِلل‬
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian (lis salm), maka
condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. 8:61).
Kata ‘salm’ dalam ayat di atas memiliki arti damai atau perdamaian. Ini
merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam
merupakan agama yang mengajarkan umatnya untuk cinta damai atau
5

senantiasa memperjuangkan perdamaian, bukan peperangan atau


konflik dan kekacauan.

‫علَى ْاأل ُ ْخ َر ٰى‬ َ ‫ص ِل ُحوا بَ ْينَ ُه َما ۖ َف ِإ ْن بَغَتْ إِحْ دَا ُه َما‬ ْ َ ‫ان ِمنَ ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ ا ْقتَتَلُوا فَأ‬ِ َ‫َوإِ ْن َطائِفَت‬
ۖ ‫طوا‬ُ ‫س‬ ِ ‫ص ِل ُحوا بَ ْي َن ُه َما بِا ْلعَ ْد ِل َوأَ ْق‬
ْ َ ‫َللاِ ۚ فَ ِإ ْن َفا َءتْ فَأ‬
ّ ‫فَقَا ِتلُوا الّتِي ت َ ْب ِغي َحتّ ٰى ت َ ِفي َء إِلَ ٰى أ َ ْم ِر‬
َ‫ب ا ْل ُم ْقس ِِطين‬ ّ ّ‫إِن‬
ُّ ‫َللاَ يُ ِح‬
"Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang
maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua
golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka
perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu
kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali
(kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan
adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.” (QS. 49 : 9).
Sebagai salah satu bukti Islam merupakan agama yang sangat
menjunjung tinggi perdamaian adalah Allah SWT melalui Al-Quran
baru mengizinkan atau memperbolehkan kaum Muslimin berperang
jika mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya.

‫علَ ٰى نَص ِْر ِه ْم لَ َقدِير‬ ُ ‫أ ُ ِذنَ ِل ّل ِذينَ يُ َقاتَلُونَ ِبأَنّ ُه ْم‬


ّ ّ‫ظ ِل ُموا ۚ َوإِن‬
َ َ‫َللا‬
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah,
benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. 22 : 39).
2. Islam Berasal dari kata ‘aslama’ (‫سلَ َم‬ ْ َ‫ )أ‬yang berarti berserah diri
atau pasrah.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk Islam merupakan
seseorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya
kepada Allah SWT. Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan
pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan serta menjauhi segala
larangan-Nya.

ّ َ‫سلَ َم َوجْ َههُ ِ َّلِلِ َوه َُو ُمحْ سِن َواتّبَ َع ِملّةَ إِب َْرا ِهي َم َحنِي ًفا ۗ َواتّ َخذ‬
ُ‫َللا‬ ْ َ ‫سنُ دِينًا ِم ّم ْن أ‬
َ ْ‫َو َم ْن أَح‬
ً ‫إِب َْرا ِهي َم َخ ِل‬
‫يال‬
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya (aslama wajhahu) kepada Allah, sedang diapun
mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus?
Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. 4 : 125)
Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah untuk
menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya.
“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. 6 : 162).
6

Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh makhluk


Allah baik yang ada di bumi maupun di langit, mereka semua
memasrahkan dirinya kepada Allah SWT, dengan mengikuti
sunnatullah-Nya.
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah,
padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah
mereka dikembalikan.” (QS. 3 : 83)
3. Berasal dari kata ‘saliim’ (‫س ِليْم‬ َ ) yang berarti bersih dan suci.
Hal ini ditunjukkan pada QS 26 ayat 89 :
‫يم‬
ٍ ‫س ِل‬
َ ‫ب‬ٍ ‫ِإ َّّل َم ْن أَتَى الّهَ ِبقَ ْل‬
"Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih"
(QS. 26 : 89).
‫يم‬
ٍ ‫س ِل‬
َ ‫ب‬ٍ ‫ِإ ْذ جَا َء َربّهُ ِب َق ْل‬
"(Ingatlah) ketika ia (Ibrahim) datang kepada Tuhannya dengan hati
yang suci." (QS. 37: 84)
Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan
bersih, yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki
kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada
kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
4. Islam Berasal dari ‘salam’ (‫سالَم‬ َ ) yang berarti selamat dan
sejahtera.

ْ َ ‫سأ‬
‫ست َ ْغ ِف ُر َلكَ َر ِِّبي إِنّهُ كَانَ بِي َح ِف ًّيا‬ َ َ‫علَ ْيك‬ َ ‫قَا َل‬
َ ‫سالم‬
"Berkata Ibrahim: 'Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku
akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia
sangat baik kepadaku'." (QS. 19 : 47).
Maknanya adalah bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa
membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. Karena
Islam memberikan kesejahteraan dan juga keselamatan pada setiap
insan. Pengertian Islam menurut Al-Quran tersebut sudah cukup
mengandung pesan bahwa kaum Muslim hendaknya cinta damai,
pasrah kepada ketentuan Allah SWT, bersih dan suci dari perbuatan
nista, serta dijamin selamat dunia-akhirat jika melaksanakan risalah
Islam.

B. Pengertian Islam Menurut Istilah


Menurut istilah, Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada
wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya
Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/
aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang
7

lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat. Secara istilah juga, Islam
adalah agama terakhir yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai Nabi dan utusan Allah (Rasulullah) terakhir untuk
umat manusia, berlaku sepanjang zaman, bersumberkan Al-Quran dan As-
Sunnah serta Ijma' Ulama.
1. Islam sebagai Wahyu Ilahi
Wahyu ialah perintah atau kata-kata Allah (‫ )كالم هللا‬yang disampaikan
kepada para rasul-Nya. Nabi Muhammad sebagai salah seorang rasul
(pesuruh) Allah Ta'ala juga menerima wahyu yang disampaikan melalui
perantaraan malaikat Jibril.

(٥) ‫شدِي ُد ا ْلقُ َوى‬ َ (٤) ‫( ِإ ْن ه َُو ِإَّل َوحْ ي يُوحَى‬٣) ‫ق ع َِن ا ْله ََوى‬
َ ُ‫علّ َمه‬ ُ ‫َو َما يَ ْن ِط‬
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” (QS. 53 : 3-4).
Wahyu Allah kini terhimpun semuanya dalam Mushaf Al-Quran,
kitab suci Umat Islam, sebagai sumber utama ajaran agama Islam.
2. Islam sebagai Pedoman Hidup.

ِ ّ‫َهذَا بَصَائِ ُر ِللن‬


َ‫اس َو ُهدًى َو َرحْ َمة ِلقَ ْو ٍم يُوقِنُون‬
“Al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang meyakini" (QS. 45 : 20).
Islam adalah jalan hidup (way of life). Al-Quran sebagai sumber
utama ajaran Islam menjadi bacaan wajib sekaligus panduan dalam
menjalani kehidupan.
3. Membimbing manusia ke jalan yang lurus.
Allah SWT berfirman (QS. 6 : 153).

َ ‫سبُ َل فَتَفَ ّرقَ بِ ُك ْم ع َْن‬


ّ ‫سبِي ِل ِه ذَ ِل ُك ْم َو‬
‫صا ُك ْم‬ ُّ ‫ست َ ِقي ًما فَاتّبِعُوهُ َوَّل تَتّبِعُوا ال‬ ِ ‫َوأَنّ َهذَا ِص َر‬
ْ ‫اطي ُم‬
َ‫بِ ِه لَعَلّ ُك ْم تَتّقُون‬

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.
Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
bertakwa.”
Dalam QS Al-Fatihah, umat Islam membaca doa "Tunjukkanlah kami
ke jalan yang lurus":
ْ ‫الص َِّرا َط ا ْل ُم‬
‫ستَ ِقي َم‬ ِ ‫ا ْه ِدنَا‬
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menjelaskan, ada empat perkataan
ulama tentang makna jalan lurus (shiratal mustaqim):
8

a) Kitabullah (Al-Quran). Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan


oleh sahabat ‘Ali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b) Agama Islam. Ini merupakan pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas,
Al Hasan, dan Abul ‘Aliyah rahimahumullah.
c) Jalan petunjuk menuju agama Allah. Ini merupakan pendapat Abu
Shalih dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan juga pendapat Mujahid
rahimahumullah.
d) Jalan (menuju) surga. Pendapat ini juga dinukil dari Ibnu ‘Abbas r.a.

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mejelaskan :


“Shiratal mustaqim adalah jalan yang jelas dan gamblang yang bisa
mengantarkan menuju Allah dan surga-Nya, yaitu dengan mengenal
kebenaran serta mengamalkannya” (Taisirul Kariimir Rahman).
4. Menuju kebahagiaan dunia dan akhirat
Islam adalah agama yang membawa pemeluknya kepada
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dengan amal kebaikan (amal
shalih) yang dikerjakannya, sesuai dengan syariat Islam, kaum Muslim
akan menjalani kehidupan yang baik, tentram, dan di akhirat nanti pun
demikian.
‫ع ِم َل صَا ِل ًحا ِم ْن ذَك ٍَر أ َ ْو أ ُ ْنثَى َوه َُو ُمؤْ ِمن فَلَنُحْ يِيَنّهُ َح َياةً َط ِِّيبَةً َولَنَجْ ِز َينّ ُه ْم أَجْ َر ُه ْم‬
َ ‫َم ْن‬
َ‫س ِن َما كَانُوا يَ ْع َملُون‬ َ ْ‫بِأَح‬

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan" (QS. 16 : 97).

Agama Islam merupakan agama para nabi dan rasul. Para Rasul Allah
bersepakat dalam masalah pokok, bahwa tidak ada tuhan yang berhak
diibadahi kecuali Allah. Dan semua rasul mengajak untuk beribadah kepada
kepada Allah semata. Hanya saja, para rasul berbeda dalam masalah syariat
ataupun tatacara ibadah.

Wajib bagi suatu umat di satu masa untuk mengikuti rasul yang
diutus kepadanya di masa itu. Bersamaan dengan itu mereka tetap wajib
mengimani dan mencintai para nabi dan rasul selainnya secara global.
Meyakini bahwa mereka semuanya adalah hamba pilihan Allah yang
dimuliakan dengan risalah dan tidak membeda-bedakan di antara mereka.
Maksudnya, tidak mengimani sebagian mereka lalu mengingkari sebagian
yang lain.
9

Allah menyifati para nabi dan pengikutnya yang komitmen kepada


agama-Nya sebagai pemeluk Islam. Dia mengabarkan bahwa Nabi Ibrahim
seorang muslim.

َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬


ِ ‫ِإذْ قَا َل لَهُ َربُّهُ أَ ْس ِل ْم قَا َل أ َ ْسلَ ْمتُ ِل َر‬

“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim


menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".”(QS. Al-
Baqarah: 131)

Juga mengabarkan bahwa Khalil-Nya ini dan Ya’kub berwasiat


kepada putra agar teguh di atas Islam sampai mati.

َ‫طفَى لَ ُك ُم الدِينَ فَ َال ت َ ُموت ُ َّن إِ ََّّل َوأ َ ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُمون‬


َ ‫ص‬ َّ ِ‫صى بِ َها إِب َْراهِي ُم بَ ِني ِه َويَ ْعقُوبُ يَابَن‬
َّ ‫ي إِ َّن‬
ْ ‫َّللاَ ا‬ َّ ‫َو َو‬

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,


demikian pula Ya’kub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".” (QS. Al-Baqarah: 131-
132)

Allah juga sifati Nabi Ibrahim sebagai muslim; bukan sebagai


Yahudi dan Nasrani.

َ‫ص َرا ِنيًّا َولَ ِك ْن َكانَ َحنِيفًا ُم ْس ِل ًما َو َما َكانَ ِمنَ ْال ُم ْش ِركِين‬
ْ َ‫َما َكانَ إِب َْراهِي ُم يَ ُهو ِديًّا َو ََّل ن‬

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan
tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik."” (QS.
Ali Imran: 67)

Allah telah kabarkan doan mantan tukang sihir Fir’aun kepada Allah agar
diwafatkan sebagai orang Islam. Doa ini dipanjatkan setelah masuk Islam
dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya.

َ‫صب ًْرا َوت ََوفَّنَا ُم ْس ِل ِمين‬ ْ ‫َربَّنَا أ َ ْف ِر‬


َ ‫غ َعلَ ْينَا‬

“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah


kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raf: 126)

Allah telah kabarkan tentang Nabi Nuh ‘Alaihis Salam yang menyatakan
bahwa dia hanya diperintahkan untuk menjadi bagian orang-orang yang
beragama Islam.

َ‫َّللاِ َوأ ُ ِم ْرتُ أَ ْن أَ ُكونَ ِمنَ ْال ُم ْس ِل ِمين‬ َ ‫سأ َ ْلت ُ ُك ْم ِم ْن أَجْ ر ِإ ْن أَجْ ِر‬
َّ ‫ي ِإ ََّّل َعلَى‬ َ ‫فَإ ِ ْن ت ََولَّ ْيت ُ ْم فَ َما‬
10

“Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah Sedikit
pun dari padamu. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku
disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri
(kepada-Nya).” (QS. Yunus: 72)

Saat Nabi Musa ‘Alaihis Salam berkata kepada Bani Israil agar
tawakkal kepada Allah jika mereka sebagai orang beragama Islam.

َ‫اَّللِ فَ َعلَ ْي ِه ت ََو َّكلُوا ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ِمين‬


َّ ‫سى َياقَ ْو ِم ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم آ َم ْنت ُ ْم ِب‬
َ ‫َوقَا َل ُمو‬

“Berkata Musa: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka
bertawakkallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang Islam
(berserah diri).” (QS. Yunus: 84)

Allah telah kabarkan tentang Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam saat berkirim
surat ke penduduk Saba’ agar mereka masuk Islam.

َ‫ي َوأْتُو ِني ُم ْس ِل ِمين‬


َّ َ‫الر ِح ِيم أ َ ََّّل ت َ ْعلُوا َعل‬
َّ ‫الرحْ َم ِن‬ َّ ‫سلَ ْي َمانَ َو ِإنَّهُ ِبس ِْم‬
َّ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ِإنَّهُ ِم ْن‬

“Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi) nya:


"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku
dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang berserah diri".” (QS. Al-
Naml: 30-31)

Fungsi Ajaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW

Islam yang dibawa Nabi Muhammad (571 M) adalah mata rantai terakhir
dari agama Allah yang diturunkan melalui para Rasul terdahulu. Inilah yang
ditegaskan oleh QS, Asy-Syura, 42: 13.

Sasaran agama Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah ummat manusia
seluruh alam (universal), QS Saba: 28, Al-Ambiya’: 107, Al’A’raf: 158. Sedangkan
sasaran agama para Rasul sebelumnya adalah ummat atau kaum tertentu saja
(lokal), QS, Ar-Rum: 47; Hud: 25, 50, 61, 84, 79; Ali Imran: 47, 47-49. Seluruh
Rasul Allah diutus untuk membawa ajaran yang sama yaitu Islam. Hal ini tersebut
dalam al-Qur’an antara lain:

a) Ibrahim (1800 SM), Ismail dan Ya’qub diutus dengan membawa Islam (Al-
Baqarah, 2: 130).
b) Musa (1300 SM) diutus kepada Bani Israil dengan membawa Islam (QS, Al-
A’raf: 125-126).
c) Isa diutus (juga) kepada Bani Israil dengan membawa Islam (QS, Ali Imran:
52).
11

HUBUNGAN ANTARA ISLAM DENGAN AGAMA SEBELUMNYA

Islam dengan agama-agama sebelumnya mempunyai hubungan yang bersifat:

a) Ta’kid, Artinya menegaskan kembali ajaran yang pernah dibawa oleh para
Rasul sebelumnya, tanpa perubahan atau perbedaan sama sekali. Terkait
dengan ini adalah hal-hal menyangkut masalah keaqidahan.
b) Tabdil, artinya menggantikan atau membatalkan syariat yang pernah
dibawa oleh para Rasul sebelumnya.
c) Tatmim, artinyamenyempurnakan syariat terdahulu, QS, Al-Maidah: 3.
d) Tausik, artinya meluaskan jangkauan dakwah yang pernah dilakukan oleh
para Rasul terdahulu. Muhammad untuk seluruh umat manusia (QS, Saba:
28; Al-Ambiya’: 107); sedangkan Rasul-rasul sebelumnya hanya untuk
kaum tertentu saja (Ar-Rum: 47).

Pengertian Syariat Islam

Syariat artinya jalan yang sesuai dengan undang-undang (peraturan) Allah


SWT. Allah menurunkan agama Islam kepada Nabi Muhammad saw. secara
lengkap dan sempurna, jelas dan mudah dimengerti, praktis untuk diamalkan,
selaras dengan kepentingan dan hajat manusia di manapun, sepanjang masa dan
dalam keadaan bagaimanapun.

Syariat Islam ini, secara garis besar, mencakup tiga hal:

a. Petunjuk dan bimbingan untuk mengenal Allah SWT dan alam gaib yang
tak terjangkau oleh indera manusia (Ahkam syar'iyyah I'tiqodiyyah) yang
menjadi pokok bahasan ilmu tauhid.
b. Petunjuk untuk mengembangkan potensi kebaikan yang ada dalam diri
manusia agar menjadi makhluk terhormat yang sesungguhnya (Ahkam
syar'iyyah khuluqiyyah) yang menjadi bidang bahasan ilmu tasawuf (ahlak).
c. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tata cara beribadah kepada Allah SWT
atau hubungan manusia dengan Allah (vetikal), serta ketentuan yang
mengatur pergaulan/hubungan antara manusia dengan sesamanya dan
dengan lingkungannya.
2.2.Pokok-pokok ajaran agama Islam dan karakteristik agama Islam

Pemaknaan kandungan syariat Islam yaitu :


1. Akidah
Sistem kepaercayaan Islam atau akidah dibangun di atas enam dasar
keimanan yang lazim disebut Rukun Iman. Rukun Iman meliputi keimanan
12

kepada Allah,malaikat, kitab-kitab, rasul, haru akhir dan qodha dan qadar.
sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 136.
"Wahai orang-orang yang beriman tetaplah beriman kapada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya serta
kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa inkar kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya".
Berdasarkan fondasi yang enam tersebut, maka keterikatan setiap muslim
kepada Islam yang semestinya ada pada jiwa muslim
adalah:

a. Meyakini bahwa Islam adalah agama yang terakhir, mengandung


syariat yang menyempurnakan syariat-syariat yang diturunkan Allah
sebelumnya.Sebagaimana Allah berfirman: "Tidaklah Muhammad
seorang bapak (bagi) salah seorang laki-laki di antara kamu,
melainkan dia utusan Allah dan penutup para nabi"
b. Meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar di sisi
Allah karena Islam adalah agama yang dianut oleh para Nabi sejak
Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad SWT. Islam datang dengan
membawa kebenaran yang bersifat absolut guna menjadi pedoman
hidup dan kehidupan manusia selarasnya dengan fitrahnya. Allah
berfirman dalam surah Ali-Imran ayat 19: "Sesungguhnya agama di sisi
Allah hanyalah Islam"
c. Meyakini Islam adalah agama yang universal dan berlaku untuk semua
manusia, serta mampu menjawab segala persoalan yang muncul dalam
segala lapisan masyarakat dan sesuai dengan tuntutan budaya manusia
sepanjang zaman. Sebagaimana firman Allah dalam surah As-Saba ayat
28:"Dan tiadalah kami utus kamu (Muhammad) melainkan untuk
semua manusia sebagai berita gembira dan peringatan. Akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui."
2. Syariah
Komponen Islam yang kedua adalah Syariah yang berisi peraturan
dan perundang-undangan yang mengatur aktifitas yang seharusnya
dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan manusia. Syariat adalah sistem
nilai Islam ditetapkan oleh Allah sendiri dalam kaitan ini Allah disebut
sebagai Syaari' atau pencipta hukum.
Sistem nilai Islam secara umum meliputi dua bidang :
a. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan Allah,
seperti sholat, puasa, dan haji, serta yang juga berdimensi hubungan
dengan manusia, seperti zakat . Hubungan manusia dalam bentuk
13

peribadatan biasa dengan Allah disebut ibadah mahdhah atau ibadah


khusus, karena sifatnya yang khas dan tata caranya sudah ditentukan
secara pasti oleh Allah dan dicontohkan secara rinci oleh Rasulullah.
b. Syariat yang mengatur hubungan manusia secara horizontal, dengan
sesama manusia dan makhluk lainnya disebut muamalah. Muamalah
meliputi ketentuan atau peraturan segala aktivitas hidup manusia dalam
pergaulan dengan sesamanya dan dengan alam sekitarnya.
3. Akhlak
Akhlak merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi
ajaran tentang perilaku atau moral. Dalam kamus Bahasa Indonesia,kata
akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.Kata akhlak merupakan
bentuk jamak dari kata khuluk artinya dayan kekuatan jiwa yang mendorong
perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.
Dengan demikian, akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada
diseseorang yang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau
perbuatan.
Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cerminan dari apa yang
ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan
dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan
dalam prilaku nyata sehari-hari.Inilah misi diutusnya Nabi Muhammad
SAW.
Menurut obyek atau sasaranya pembahasan tentang akhlak biasanya
dikategorikan menjadi 3:
a. Akhlak kepada Allah, meliputi beribadah kepada Allah, berzikir
kepada Allah, berdoa kepada Allah,dan tawakkal kepada Allah.
b. Akhlak kepada manusia, meliput : pertama sabar,yaitu prilaku
sesorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian
nafsu dan penerimaan terhadap apa yangmenimpanya. Kedua
Syukur yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat. Ketiga
Tawadhu' yaitu rendah hati,selalu menghargai siapa saja yang
dihadapinya, orang tua,kaya,miskin,tua dan muda.
c. Akhlak kepada orang tua adalah berbuat baik kepadanya dengan
ucapan dan perbuatan.
d. Akhlak kepada keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang di
antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk
komunikasi melalui kata-kata maupun prilaku.
e. Akhlak kepada lingkungan hidup.
Adapun karakteristik agama Islam menurut Yusuf Qordawi (1996:16)
dalam bukunya Karakteristik Islam, dijelaskan bahwa agama islam memiliki
beberapa ciri-ciri khusus yaitu :
14

1. Rabbaniyah, yang berarti agama yang memiliki tujuan terkahir adalah


berhubungan dengan Allah SWT yang tujuannya untuk mengharapkan
ridhaNya. Orintasi orang muslim hanya mendekatkan diri kepada Allah
SWT, tunduk dan patuh hanya mengharap ridhaNya semata disebut
Manusia Rabbani, seperti firman Allah dalam surat Al Imron : 79 : Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah
kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah".
Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang
rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya.
2. Insaniyah, yaitu agama yang sesuai dengan jiwa manusia. Semua
perintah dan laranganNya, bermanfaat untuk manusia itu sendiri. Jadi,
Islam sangat menekankan kemanusiaan (memanusiakan manusia),
seperti firman Allah dalam surat Al Ankabut : 45 : Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah
lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
3. Syumuliyah, yaitu agama yang berlaku secara universal (seluruh umat
manusia) artinya agama yang berlaku bagi semua zaman, semua
kehidupan, dan semua tempat serta dapat diterima oleh semua manusia
di dunia sampai akhir masa. Dengan kata lain Islam adalah Agama
Rahmatal Lil Alamin. Seperti firman Allah dalam surat Al Ambiya’ :
107 : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.
4. Wasatiyah, yaitu agama yang bersifat moderat (pertengahan) artinya
agama yang mengajarkan pada pemeluknya agar tidak condong pada
kehidupan materi saja atau ukhrowi saja. Akan tetapi, dapat
memperhatikan keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat, spiritual
maupun material. Seperti firman Allah dalam surat Al Baqarah : 201 :
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami
dari siksa neraka".
2.3.Petunjuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
15

Kebahagiaan dunia

Islam telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang


mengarahkan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya
saja Islam menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan
menuju akhirat. Sedangkan kehidupan sebenarnya yang harus dia upayakan
adalah kehidupan akhirat.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang QS. Al-Qashshash: 77,


{Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat} maksudnya, gunakan apa yang sudah allah
berikan kepadamu dari harta yang banyak ini dan nikmat yang berlimpah dalam
ketaatan kepada Tuhanmu dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai
amal ibadah yang dengannya engkau mendapatkan pahala di negeri akhirat.
{dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi}
maksudnya, dari kenikmatan di dalamnya yang telah Dia halalkan untukmu
berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan menikah. Karena
Rabbmu memiliki hak atasmu, begitu juga dirimu, keluargamu, tetanggamu
memiliki hak atasmu. Maka berikan hak untuk setiap pemiliknya."

Kebahagiaan akhirat

Kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang kekal. Menjadi


balasan atas keshalihan hamba selama hidup di dunia. Allah berfirman,

ُ َ‫سنَةٌ َولَد‬
ُ َ‫ار ْاْل ِخ َرةِ َخي ٌْر َولَنِ ْع َم د‬
‫ار‬ َ ‫ِللَّذِينَ أ َ ْح‬
َ ‫سنُوا فِي َه ِذ ِه الدُّ ْنيَا َح‬
َ‫ْال ُمت َّ ِقين‬
"Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat
(pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih
baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa." (QS. Al
Nahl: 30)

Islam telah menetapkan tugas manusia di bumi sebagai khalifah di


dalamnya. Bertugas memakmurkan bumi dan merealisasikan kebutuhan
manusia yang ada di sana. Hanya saja dalam pelaksanaannya senantiasa ada
kesulitan, sehingga menuntutnya bersungguh-sungguh dan bersabar. Hidup
tidak hanya kemudahan sebagaimana yang diinginkan dan diangankan
orang. Bahkan dia selalu berganti dari mudah ke sulit, dari sehat ke sakit,
dari miskin ke kaya, atau sebaliknya.
16

Ujian-ujian ini akan selalu mengisi hidup manusia yang


menuntunnya untuk bersabar, berkeinginan kuat, bertekad tinggi,
bertawakkal, berani, berkorban, dan berakhlak mulia serta lainnya. Semua
ini akan mendatangkan ketenangan, kebahagiaan, kelapangan, dan ridha.

Cara meraih kebahagiaan

Berikut ini poin-poin penting untuk mencapai kebahagiaan hakiki, dunia


dan akhirat, yang senantiasa didambakan oleh setiap insan:

1. Beriman dan beramal shalih

Meraih kebahagiaan melalui iman ditinjau dari beberapa segi:


Pertama, Orang yang beriman kepada Allah Yang Esa, Yang tiada
sekutu bagi-Nya, -dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa,-
maka dia akan merasakan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Dia tidak
akan galau dan penat dalam menghadapi ujian hidup, sebaliknya dia ridha
terhadap takdir Allah pada dirinya. Sehingga dia akan bersyukur terhadap
kebaikan dan bersabar atas bala'. Ketundukan seorang mukmin kepada
Allah membimbing ruhaninya untuk lebih giat bekerja karena merasa
hidupnya memiliki makna dan tujuan yang berusaha diwujudkannya.
Kedua, Iman menjadikan seseorang memiliki pijakan hidup yang
mendorongnya untuk diwujudkan. Maka hidupnya akan memiliki nilai yang
tinggi dan berharga yang mendorongnya untuk beramal dan berjihad di
jalan-Nya. Dengan itu, dia akan meninggalkan gaya hidup egoistis yang
sempit sehingga hidupnya bermanfaat untuk masyarakat di mana dia
tinggal.
Ketika seseorang bersifat egois maka hari-harinya terasa sempit dan
tujuan hidupnya terbatas. Namun ketika hidupnya dengan memikirkan
fungsinya, maka hidup nampak panjang dan indah, dia akan merasakan hari-
harinya penuh nilai.
Ketiga, Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan,
namun juga sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan. Hal itu
karena seorang mukmin tahu dia akan senantiasa diuji dalam hidupnya
sebagai konsekuensi keimanan, maka akan tumbuh dalam dirinya kekuatan
sabar, semangat, percaya kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya,
memohon perlindungan kepada-Nya, dan takut kepada-Nya. Potensi-
potensi ini termasuk sarana utama untuk merealisasikan tujuan hidup yang
mulia dan siap menghadapi ujian hidup. Allah Ta'ala berfirman:
17

َّ َ‫ِإ ْن ت َ ُكونُوا تَأْلَ ُمونَ فَإِنَّ ُه ْم يَأْلَ ُمونَ َك َما تَأْلَ ُمونَ َوت َ ْر ُجونَ ِمن‬
‫َّللاِ َما ََّل‬
َ‫يَ ْر ُجون‬
"Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun
menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang
kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Nisaa': 104)
2. Memiliki akhlak mulia yang mendorong untuk berbuat baik
kepada sesama

Manusia adalah makhluk sosial yang harus melakukan interaksi dengan


makhluk sebangsanya. Dia tidak mungkin hidup sendiri tanpa memerlukan
orang lain dalam memenuhi seluruh kebutuhannya. Jika bersosialisasi
dengan mereka merupakan satu keharusan, sedangkan manusia memiliki
tabiat dan pemikiran yang bermacam-macam, maka mungkin sekali akan
terjadi kesalahpahaman dan kekhilafan yang membuatnya sedih. Jika tidak
disikapi dengan bijak maka interaksinya dengan manusia akan menjadi
sebab kesengsaraan dan membawa kesedihan dan kesusahan. Karena itulah,
Islam memberikan perhatian besar terhadap akhlak dan pembinaannya. Hal
ini dapat kita saksikan dalam beberapa ayat dan hadits berikut ini:

Perintah Allah kepada kaum mukminin agar tolong menolong dalam


kebaikan,

ِ ‫اْلثْ ِم َو ْالعُ ْد َو‬


‫ان‬ ِ ْ ‫َوتَعَ َاونُوا َعلَى ْالبِ ِر َوالت َّ ْق َوى َو ََّل تَعَ َاونُوا َعلَى‬
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran."
(QS. Al Maidah: 2)

3. Memperbanyak dzikir dan merasa selalu disertai Allah

Sesungguhnya keridhaan hamba tergantung pada tempat


bergantungnya. Dan Allah adalah Dzat yang paling membuat hati hamba
tentram dan dada menjadi lapang dengan mengingat-Nya. Karena kepada-
Nya seorang mukmin meminta bantuan untuk mendapatkan kebutuhan dan
menghindarkan dari mara bahaya. Karena itulah, syariat mengajarkan
beberapa dzikir yang mengikat antara seorang mukmin dengan Allah Ta'ala
sesuai tempat dan waktu, yaitu ketika ada sesuatu yang diharapkan atau ada
sesuatu yang menghawatirkannya. Dzikir-dzikir tadi mengikat seorang
18

hamba dengan penciptanya sehingga dia akan mengembalikan semua akibat


kepada yang mentakdirkannya.

Firman Allah Ta'ala:

ُ ُ‫ط َمئِ ُّن ْالقُل‬


‫وب‬ ْ َ ‫َّللاِ ت‬
َّ ‫َّللاِ أ َ ََّل ِب ِذ ْك ِر‬ ْ َ ‫الَّذِينَ آ َ َمنُوا َوت‬
َّ ‫ط َمئِ ُّن قُلُوبُ ُه ْم ِب ِذ ْك ِر‬
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram." (QS. Al Ra'du: 28)

4. Menjaga kesehatan

Kesehatan di sini mencakup semua sisi; badan, jiwa, akal, dan ruhani.
Menjaga kesehatan badan merupakan fitrah manusia, karena berkaitan
dengan kelangsungan hidup dan juga menjadi sarana untuk memenuhi
kebutuhan materi seperti makan, minum, pakaian, dan kendaraan.

Kesehatan fisik: Islam sangat menghargai kehidupan fisik manusia.


Karenanya Islam melarang membunuh tanpa ada sebab yang dibenarkan
syari'at sebagaimana Islam melarang setiap yang bisa membahayakan badan
dan kesehatannya. Allah Ta'ala berfirman, "dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar." (QS. Al An'am: 151 dan al Isra': 33)

َ ِ‫علَ ْي ِه ُم ا ْل َخبَائ‬
‫ث‬ َ ‫ت َويُ َح ِ ِّر ُم‬ ّ ‫َويُ ِح ُّل لَ ُه ُم ال‬
ِ ‫ط ِيِّبَا‬
". . dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk . . " (QS. Al A'raaf: 157)

Kesehatan jiwa: banyak orang yang tidak memperhatikan


kesehatan jiwa dan tidak memperdulikan cara untuk menjaganya, padahal
dia pilar pokok untuk meraih kebahagiaan. Karena itu, Islam sangat
memperhatikan pendidikan jiwa dan menyucikannya dengan sifat-sifat
mulia.

Kesehatan jiwa tegak dengan iman lalu dihiasi dengan akhlak terpuji
dan disterilkan dari akhlak buruk seperti marah, sombong, berbangga diri,
bakhil, tamak, iri, dengki, dan akhlak buruk lainnya.
19

Kesehatan akal: Akal adalah sebab utama manusia mendapat taklif


(beban syari'at). Karenanya Allah memerintahkan untuk menjaganya dan
mengharamkan sesuatu yang membahayakan dan merusaknya. Sebab utama
yang menghilangkan kesadaran akal adalah hal-hal yang memabukkan dan
yang diharamkan.

Kesehatan ruhani: Syari'at sangat memperhatikan sarana-sarana


yang bisa menjaga kesehatan ruhani. Makanya seorang mukmin
diperintahkan untuk dzikrullah setiap saat sebagaimana mewajibkan, dalam
batas minimal, untuk memenuhi nutrisi ruhani seperti perintah shalat wajib,
puasa, zakat, haji dan medan yang lebih luas lagi dalam bentuk amal sunnah
dan segala amal untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Ibadah-ibadah ini mengikat seorang hamba dengan Rabb-Nya dan


mengembalikannya kepada Sang Pencipta ketika tersibukkan oleh dunia.
Karenanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "dan
dijadikan kebahagiaan hatiku dalam shalat." Beliau bersabda kepada Bilal,
"wahai bilal, hibur kami dengan shalat."

5. Berusaha meraih materi yang mendatangkan kebahagiaan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Islam tidak mengingkari


urgensi meteri untuk merealisasikan kebahagiaan. Hanya saja, semua
materi ini bukan sebagai syarat mutlak untuk mendapatkan kebahagiaan,
namun hanya sebagai sarana saja. Banyak nash menguatkan kenyataan ini,
di antaranya firman Allah Ta'ala,

ِ ‫الر ْز‬
‫ق‬ ِ َ‫ت ِمن‬ َّ ‫َّللاِ الَّتِي أ َ ْخ َر َج ِل ِعبَا ِد ِه َو‬
ِ ‫الطيِبَا‬ َّ َ‫قُ ْل َم ْن َح َّر َم ِزينَة‬
"Katakanlah: 'Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al A'raaf: 32)

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "sebaik-baik harta adalah yang


dimiliki hamba shalih." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "di
antara unsur kebahagiaan anak Adam: istri shalihah, tempat tinggal luas,
dan kendaraan nyaman."

6. Memanajemen waktu, karena waktu adalah modal utama manusia


selama hidup di dunia.
20

Oleh sebab itu, Islam sangat memperhatikan waktu dan akan meminta
pertanggungjawaban seorang mukmin tentang waktunya. Dan kelak di hari
kiamat, dia akan ditanya tentang waktunya. Perintah dalam Islam sangat
membantu manusia untuk mengatur waktunya dan memanfaatkannya
dengan baik antara memenuhi kebutuhan hidup dan materinya di satu sisi,
dan untuk memenuhi kebutuhan ruhani dan ibadah pada sisi lainnya. Islam
telah memerintahkan orang beriman agar memanfaatkan waktu untuk
kebaikan dan amal shalih.

2.4.Pengertian, sejarah, kedudukan, peran, dan fungsi Al-Qur’an

Kata Al-Qur’an menurut bahasa mempunyai arti yang bermacam-macam,


salah satunya adalah bacaan atau sesuatu yang harus di baca, dipelajari. Ada
ulama yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah yang bersifat
mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara
malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya dari Allah SWT, yang dinukilkan
secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah; dimulai dengan surah Al-
Fatihah dan diakhiri dengan Surah An-Nas, sebagai mukjizat bagi Nabi
Muhammad, dan berfungsi sebagai hidayah/petunjuk bagi umat manusia.

Al-Qur’an mulai diturunkan kepada nabi ketika sedang berkholwat di Gua


Hira pada malam senin bertepatan dengan tanggal tujuh belas ramadhan tahun
41 daaari kelahiran Nabi Muhammad SAW = 6 Agustus 610 M. Sesuai dengan
kemuliaan dan kebesaran Al-Qur’an, Allah jadikan malam permulaan turun Al-
Qur’an itu malam “Al-Qadar”, yaitu malam yang penuh kemuliaan. Al-Qur’an
Al-Karim terdiri dari 30 juz, 114 surat, dan susunannya ditentukan oleh Allah
SWT. Dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagaimana metode-
metode penyusunan buku ilmiah. Buku ilmiah yang membahas satu masalah
selalu menggunakan satu metode tertentu, metode ini tidak terdapat dalam Al-
Qur’an Al-Karim, yang didalamnya banyak persoalan induk silih berganti
diterangkan. Para ulama ulumul qur’an membagi sejarah turunnya Al-Qur’an
dalam dua periode, yaitu periode sebelum hijrah dan periode sesudah hijrah.
Ayat-ayat yang turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyah, dan
ayat-ayat yang turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyah.

Kedudukan Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai


sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, baik yang mengatur
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, maupun hubungan manusia dengan
Allah, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan
alam. Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah yang berfungsi sebagai mukjizat bagi
Rasulullah Muhammad SAW, sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim dan
21

sebagai korektor atau pemyempurna terhadap kitab-kitab yang pernah Allah


SWT turunkan sebelumnya dan bernilai abadi atau berlaku sepanjang zaman.

Definisi Al Quran

Menurut bahasa, “Qur’an” berarti “bacaan”, pengertian seperti ini dikemukakan


dalam Al-Qur’an sendiri yakni dalam surat Al-Qiyamah, ayat 17-18:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan)


bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami. (Karena itu), jika kami
telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.

Adapun menurut istilah Al-Qur’an berarti: “Kalam Allah yang merupakan mu’jizat
yang diturunkan kepada nabi Muhammad, yang disampaikan secara mutawatir dan
membacanya adalah ibadah”.

Metodelogi Penulisan Al Quran

Penulisan ayat-ayat alquran terbagi dalam dua periode:


A. Penulisan Alquran pada Masa Nabi Muhammad
Pengumpulan alquran pada masa nabi dilakukan dengan dua metode, yakni:
1. Pengumpulan dengan hafalan (jam’u fis shudur)
Bangsa arab pada masa itu terkenal dengan Kuatnya ingatan mereka.
Tak heran, ketika alquran turun, para sahabat berbondong-bondong
untuk menghafalkan qur’an. Lalu mereka mengajarkannya pada anak
isteri mereka.
2. Pengumpulan dengan tulisan (jam’u fis suthur)
Penulisan alquran pada masa Nabi sangatlah sederhana, mereka
menggunakan batu, pelepah kurma, lontaran kayu, tulang belulang, dan
lain-lain. Sahabat yang bertugas sebagai sekertaris Nabi ialah sahabat
pilihan rasul dari kalangan sahabat yang terbaik dan indah tulisannya
sehingga mereka benar-benar pantas mengemban tugas mulia ini.
Mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, khulafaur rasyidin dan sahabat-sahabat lain.
B. Penulisan Alquran pada Masa Khulafaur Rasyidin
Penulisan alquran pada masa Khulafaur Rasyidin terbagi dalam dua
masa, yakni:
1. Penulisan Alquran pada Masa Khalifah Abu Bakar
Setelah wafatnya Rasulullah, pemegang jabatan tertinggi sebagai
pengganti Nabi ialah Abu Bakar. Pada masa pemarintahan beliau terjadi
peristiwa –peristiwa besar, salah satunya yakni perang yamamah, yaitu
22

perang melawan orang-orang murtad pengikut Musailamah Al-kadzab


yang terjadi pada tahun ke 12 hijriyah. Pada perang ini 70 qari’ dan
sahabat penghafal alquran gugur di medan perang. Melihat hal ini, Umar
bin Khattab segera mengusulkan kepada Ablu Bakar untuk menuliskan
alquran dalam satu mushaf. Pada walnya Abu bakar menolak usulan
Umar dengan alasan tidak ada pada zaman Rasul. Namun setelah
mendapat desakan Umar dan setelah hatinya dilunakkan oleh Allah,
akhirnya Abu Bakar menerima usulan tersebut. Beliau segera
memanggil Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia penulisan alquran,
mengingat kedudukan Zaid dalam qiraat, pemahaman, tulisan,
kecerdasan, dan hadirnya Zaid pada pembacaan alquran yang terakhir
kali oleh Rasulullah. Sebagaimana Abu Bakar, pada awalnya Zaid
menolak perintah Abu Bakar. Akan tetapi setelah mereka bertukar
pendapat dan bermusyawarah akhirnya Zaid menyetujui penulisan
alquran yang diperintahkan Abu Bakar.
Zaid memulai tugasnya dengan bersandar pada hafalan-hafalan dan
tulisan-tulisan qurra’ dan penulis. Zaid sangat berhati-hati dan cermat
dalam memilih dan menuliskan alquran. Beliau tidak menerima sahabat
yang hanya menyandarkan pada hafalan semata, tanpa catatan.
contohnya pada akhir surat at-taubah yang catatannya hanya beliau
dapat dari Abu Khuzaimah Al-anshari. Padahal banyak sahabat yang
menghafalnya, tapi beliau tidak serta merta menulisnya sebelum
mendapat teks tertulisnya dari Abu Khuzimah Al-anshari. Proses
penulisa alquran ini dapat diselesaikan dalam waktu sekitar satu tahun,
yakni pada tahun 13 hijriyah.
Abu Bakar adalah orang yang pertama kali mengumpulkan alquran
dalam satu mushaf setelah sebelumnya alquran sekedar ditulis pada
pelepah kurma, batu, tulang belulang, dan lain-lain. Ali bin Abi Thalib
berkata: “orang yang paling besar pahalanya dalam hal mushaf ialah
Abu Bakar. Semoga Allah melompahkan rahmat-Nya kepada Abu
Bakar, dialah yang pertama kali mengumpulkan kitab Allah”.
Setelah Abu Bakar wafat, shuhuf-shuhuf alquran itu disimpan oleh
khalifah Umar. Setelah khalifah Umar wafat, mushaf itu disimpan di
rumah Hafshah. Dari sini timbul pertanyaan besar mengapa tidak
disimpan Utsman yang notabene khalifah pengganti Umar. Jawabannya
ialah karena sebelu Umar wafat beliau telah bermusyawarah dan
menyerahkan mushaf tersebut kepada 6 orang sahabat. Jika Umar
memberi pada salah satu sahabat akan timbul interpretasi bahwa Umar
memihak salah satu sahabat tersebut. Maka mushaf itu disimpan oleh
23

Hafshah karena beliau adalah isteri Nabi dan telah menghafal


keseluruhan alquran.
2. Penulisan Alquran Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
Pada masa Utsman bin Affan islam tesebar luas hingga ke berbagai
wilayah. Tentunya di setiap wilayah para penduduk mempelajari
alquran yang dikirim kepad mereka. Dan cara pembacaan alquran terjadi
perbedaan antara guru yang satu dengan guru yang lain. Apalagi ketika
terjadi perkumpulan tentara baik dalam latihan maupun medan perang,
tejadi perbedaan pendapat yang mencolok sehingga tak jarang
menimbulkan perpecahan, bahkan saling mengkafirkan satu sama lain.
Itu tejadi pada perang Armenia dan Arzabaijan. Melihat hal yang sangat
memprihatinkan itu Huzaifah melapor kepada khalifah Utsman. Lalu
mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran Abu Bakar
dalam satu mushaf untuk menyatukan umat Islam dengan bacaan yang
tetap.
Kemudian Utsman memenggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,
sa’id bin ‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin
dan memperbanyak mushaf dan memerintahkan agar ditulis dengan
bahasa quraisy karena alquran turun dalam logat mereka.
Az-zarqani mengemukakan pendapatnya tentang pedoman
pelaksanaan tugas yang diemban tim penulis alquran, yakni:
1. Tidak menuliskan sesuatu dalam mushaf, kecuali diyakini bahwa itu
benar ayat alquran yang dibaca nabi pada waktu pemeriksaan terkhir
Jibril.
2. Untuk menjamin ketujuh huruf turunnya alquran, tulisan mushaf ini
tanpa titik dan syakal.
3. Lafadz yang dibaca dengan satu bacaan saja ditulis dengan bentuk
unik, sedangkan lafadz yang dibaca dengan bermacam-macam
bacaan ditulis dengan rasm yang berbeda-beda tiap mushaf.
4. Ditetapkan menggunakan bahasa quraisy karena alquran diturunkan
dengan bahasa quraisy.
Sejarah pertumbuhan dan Penulisan Ulumul Qur’an
Kat Ulumul qur’an terdiri dari dua kata, yakni “ulum” dan “al-qur’an”. Kata
ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang bererti ilmu-ilmu, sedangkan
alquran adalah kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Menurut Az-zarqani, Ulumul Qur’an adalah baberapa bahasan yang berhubung
dengan alquran al-karim dari segi turunnya, penafsirannya, kemukjizatannya, naskh
dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa meragukan kepadanya dan
sebagainya.
24

Sebagai ilmu yang memiliki berbagai cabang dan macam, tentunya ulumul
quran tidak lahir sekaligus. Ulumul qur’an menjelma sebagai suatu disiplin ilmu
melelui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan
kesempatan untuk memenuhu al-quran dari segi keberadaannya dan dari segi
pemahamannya.
Pada masa Nabi Muhammad s.a.w dan para sahabat, ulumul qur’an belum
dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Karena para
sahabat adalah orang-orang arab yang dapat merasakan struktur bahasa arab yang
tinggi dan memahami apa yang diturunkan pada Nabi s.a.w. bila mereka
menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat
menanyakan langsung pada Nabi s.a.w. sebagai contoh ketika turunnya ayat “Dan
mereka tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedhaliman.......” (QS
Al-an’am (6):82). Para sahabat bertanya: siapa dari kami yang tidak menganiyaya
(mendhalimi) dirinya”. Nabi menafsirkan kata “dhulm” di sini dengan “syirik”,
berdasar pada ayat “......sesungguhnya syirik itu adalah kedhaliman yang besar....”
(QS. Luqman (31):13). Adapun tentang kemampuan Rasul memahami al-quran
tentunya tidak diragukan lagi karena beliaulah yang menerimanya dari Allah yang
megajarinya segala sesuatu.
Ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul quran tidak dibukukan di masa
Rasulullah:
1. Kondisi pada saat itu tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang
besar untuk memahami al-quran dan Rasul dapat menjelaskan maksudnya,
2. Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis
3. Adanya larangan Rasul untuk menulis selain al-quran
Pada zaman khalifah Utsman wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi
pembauran antara penakluk arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui arab
sehingga terjadi perbedaan bacaan dikalangan mereka. Untuk menjaga
kekhawatiran ini, maka dikumpulkanlah al-quran menjadi satu yang disebut
“mushaf Utsman”. Dengan adanya penyalinan ini maka berarti Utsman telah
meletakkan suatu dasar ulumul qur’an yang disebut Rasm al-quran, atau ilmu ar-
rasm al-utsmani.
Pada zaman Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu al-quran. Karena
melihat banyaknya umat islam yang berasal dari non arab dan kesalahan pembacaan
al-quran, Ali menyuruh Abu Aswad Ad-duali untuk menyusun kaidah-kaidah
bahasa arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa arab dari pencemaran dan
menjaga al-quran dari keteledoran pembacanya. Tndakan Ali dianggap perintis bagi
ilmu nahwu dan ilmu i’rab al-quran.
Pada masa bani umayyah kegiatan para sahabat dan tabi’in dikenal dikenal
dengan usaha-usaha mereka yang mampu pada penyebaran al-quran memelui jalan
periwayatan dan pengaaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatan. Orang
25

yang paling berjasa dikalangan sahabat adalah khalifah yang ke-4, Ibnu Abbas, Ibnu
Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah Ibn Zubair, dan dari
kalangan Tabi’in ialah Mujahid, ‘Atha’ ikrimah, dan lain-lain.
Kemudian, ulumul qur’an masuk pembukuannya pad abad ke-2 hijriyah. Para
Ulama’ memberikan prioritas perhatian mereka pada ilmu tafsir karena fungsinya
sebagai umm al-ulumil quran (induk ilmu quran). Hingga abad ke-13 inilah banyak
para Ulama yang bangkit untuk menyusun kitab-kitab ilmu-ilmu al-quran
bersamaan dengan masa kebangkitan modern dan perkembangan ilmu-ilmu
lainnya.
Kandungan alquran

Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung kandungan yang secara garis
besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta pengertian
atau arti definisi dari masing-masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana
berikut ini :

1. Aqidah/ Akidah. Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai


kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran
mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan
terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-
pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang
pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut sebagai
orang-orang kafir.
2. Ibadah. Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari
pengertian “fuqaha” ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan
atau dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah
dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima
butir rukum islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu,
membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji
bagi yang telah mampu menjalankannya.
3. Akhlaq/ Akhlak. Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik
akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau
akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak
lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia
harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.
4. Hukum-Hukum. Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau
perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan
penjatuhan hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti bersalah.
Hukum dalam islam berdasarkan Alqur’an ada beberapa jenis atau macam
seperti jinayat, mu’amalat, munakahat, faraidh dan jihad.
26

5. Peringatan/ Tadzkir. Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi


peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka
atau waa’id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang yang
beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau
waa’ad. Di samping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam
alquran atau disebut juga targhib dan kebalikannya gambarang yang
menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
6. Sejarah-sejarah atau kisah-kisah sejarah atau kisah adalah cerita mengenai
orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat
kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak
taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-
hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa
lalu atau dengan istilah lain ikibar.
7. Dorongan untuk berpikir di dalam al-qur’an banyak ayat-ayat yang
mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran menusia untuk
mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama
mengenai alam semesta.

Posisi sunah dari alquran/posisi sunah dalam sunah :

Sunnah merupakan sumber kedua setelah Al-Qur’an. Kedudukan sunah


terhadap al-quran sekurang-kurangnya ada 3 hal berikut ini :
1. Sunnah sebagai ta’kid ( penguat ) al-quran
Hukum islam di sandarkan kepada dua sumber, yaitu al-quran dan sunnah.
Tidak heran kalau banyak sekali sunnah yang menerangkan tentang
kewajiban solat, zakat, puasa, larangan musyrik, dan lain-lain.
2. Sunnah sebagai penjelas al-quran
Sunnah adalah penjelas ( bayanu tasyri’ ) sesuai dengan firman allah surat
an-nahl 44

) 44 : ‫و آنزلنا إليك الذكر لتبيّن للناس ما نُ ّزل إليهم ولعلّهم يتف ّكرون (النحل‬
Artinya :
“ Telah kami turunkan kitab kepadamu untuk memberikan penjelasan
tentang apa-apa yang di turunkan kepada mereka, supaya mereka
berpikir.” (QS :An-nahl : 44 ).
Penjelasan sunah terhadap al-quran dapat di kategorikan menjadi tiga bagian
a. Penjelasan terhadap yang global, seperti di perintahkannya solat dalam al-
quran tidak diiringi penjelasan mengenai rukun, syarat dan ketentuan-
ketentuan lainnya. Maka hal itu di jelaskan oleh sunah sebagimana sabda
rasulullah SAW :
27

‫صلّوا كما رأيتموني أصلّي‬


“Salatlah kamu semua, sebagaimana kamu telah meihat saya solat.”
b. Penguat secara muthlaq, sunah merupakan penguat terhadap dalil-dalil
umum yang ada dalam al-quran.
c. Sunnah sebagai takhsis terhadap dalil-dalil al-quran yang masih umum
d. Sebagai musyar’i ( pembuat syariat )
Sunah tidak diragukan lagi merupakan pembuat syariat dari yang tidak ada
dalam al-quran,misalnya di wajibkannya zakat fitrah, di sunahkan aqiqah, dan
lain-lain. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat :
a. Sunah itu memuat hal-hal baru yang belum ada dalam al-quran .
b. Sunah tidak memuat hal-hal baru yang tidak dalam alquran, tetapi hanya
memuat hal-hal yang ada landasannya dalam al-quran
2.5.Pengertian, sejarah, kedudukan, peran dan fungsi hadits

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan dan


persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hokum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hokum dalam agama
Islam selain Al-Qur’an, Ijma, Qiyas, dimana hal ini, kedudukan hadits
merupakan sumber hokum kedua setelah Al-Qur’an. Ada banyak ulama
periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada
tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam
Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Nasa’I, dan Imam Ibnu Majah

Pada awalnya, kata hadits dipergunakan untuk menunjuk kepada cerita-


cerita dan berita-berita secara umum. Namun, seiring dengan perjalanan waktu,
isitlah hadits mengalami pergeseran, dimana hadits dimaksudkan sebagai
kabar-kabar yang berkembang dalam masyarakat keagamaan tanpa
memindahkan maknanya dari konteksnya yang umum, hingga pada akhirnya
istilah hadits secara eksklusif digunakan untuk menunjuk cerita-cerita tentang
Rasulullah. Pada era Nabi Muhammad SAW, kaitannya dengan penulisan
hadits, Nabi pernah menyampaikan sejumlah larangan sekaligus perintah.
Kongritnya, suatu saat Nabi pernah melarang sahabat untuk menulis hadits
karena dikhawatirkan akan bercampur dengan Al-Qur’an yang pada saat itu
masih turun (proses pewahyuan belum final), namun pada saat yang lain, justru
Nabi memerintahkan agar hadits itu ditulis.

Dilihat dari hierarki sumber hukum Islam, Hadits menempati tempat kedua
setelah Al-Qur’an. Penempatan ini disebabkan karena perbedaan sifat diantara
keduanya. Dilihat dari segi periwayatannya Al-Qur’an bersifat qati al wurud
(kualitas periwayatannya bersifat pasti), sementara Hadits bersifat zanni al
wurud (kualitas periwayatannya bersifat relative). Kedudukan Hadits terhadap
28

Al-Qur’an pada garis besar terbagi menjadi tiga, yaitu yang pertama Hadits
sebagai penguat Al-Qur’an, Hadits sebagai penjelas Al-Qur’an, dan Hadits
sebagai pembuat hukum.

2.6.Kedudukan akal dan pengembangan ijtihad dalam pengembangan hukum


Islam

Secara bahasa, akal bias bermakna al-hikmah(kebijakan) atau bias juga


bermakna tindakan yang baik dan tepat, akal juga bias bermakna sifat.
Sedangkan secara istilah, akal adalah daya pikir yang diciptakan Allah Ta’ala
(untuk manusia) kemudian diberi muatan tertentu berupa kesiapan dan
kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah aktivitas pemikiran yang berguna
bagi kehidupan manusia yang telah dimuliakan oleh Allah Ta’ala. Agama
Islam adalah agama yang sangat adil dan sempurna. Agama Islam memuliakan
akal sehat karena kemampuan berfikir dan memahami sesuatu dengan baik
merupakan anugerah yang besar dari Allah SWT. Islam memasukkan akal
kedalam dharuriyatul khamsah yaitu 5 hal kebutuhan primer yang harus dijaga,
5 hal tersebut adalah agama, jiwa, harta, nasab(keturunan), dan akal. Syari’at
Islam mengharamkan semua yang bisa merusak akal, aik yang
maknawi(abstrak) seperti perjudian, nyanyian, musik maupun yang bersifat
fisik seperti khamr, narkoba, dll. Islam menjadikan akal sebagai salah satu
syarat utama taklif(pewajiban/pembebanan dalam syari’at). Orang yang masih
belum sempurna akalnya seperti anak-anak, ataupun yang memang memiliki
kekurangan dalam akalnya seperti orang gila, maka gugur kewajibannya
menjalankan syari’at. Islam memerintahkan umatnya untuk belajar dan
menuntut ilmu, yang dengan akalnya dapat lebih berkembang dan meningkat.
Kemudian memberikan derajat yang tinggi bagi orang-rang yang berilmu dan
mengamalkannya.

Ijtihad adalah derivasi dari kata jahada, artinya berusaha sungguh-sungguh.


Dalam pengertian terminologi hukum menyebutkan bahwa ijtihad adalah
berusaha sekeras-kerasnya untuk membentuk penilaian yang bebas tentang
sesuatu masalah hukum. Ijtihad merupakan pekerjaan akal dalam memahami
masalah dan menilainya berdasarkan isyarat-isyarat Al-Qur’an dan Hadits
kemudian menetapkan kesimpulan mengenai hukum masalah tersebut. Ijtihad
menggunakan kemampuan ta’aqquli atau rasional guna merumuskan hukum
yang tidak disebut secara eksplisit pada Al-Qur’an dan Hadits. Dalam kata lain,
ijtihad berarti proses penelitian hukum secara ilmiah berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadits.

Objek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadits. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-
29

Qur’an dan Hadits. Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian ilmiah karena
itu bersifat relatif. Relatifitas ijtihad ini menjadikannya sebagai sumber nilai
yan bersifat dinamis. Pemutlakan terhadap produk-produk ijtihad pada
hakikatnya merupakan pengingkaran terhadap kemutlakan Allah SWT, karena
yang sesungguhnya mutlak hanyalah Allah SWT. Yusuf Qardawi menyatakan
bahwa terdapat dua agenda besar ijtihad di peradaban modern dewasa ini, yakni
ijtihad di bidang hubunga keuangan dan ekonomi serta bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran. Satu hal yang disepakati para ulama bahwa
ijtihad tidak boleh merambah kepada dimensi ibadah formal kepada Allah
SWT, seperti salat.

Metode ijtihad yang dinilai valid antara lain : Qiyas, yaitu menerapkan
hukum perbuatan tertentu kepada perbuatan lain yang memiliki kesamaan.
Misalnya Al-Qur’an melarang jual beli pada hari Jum’at dan hukum perbuatan
selain dagang juga dilarang, karena sama-sama mengganggu salat jumat;
Istihsan, yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan berdasarkan prinsip-prinsip
umum ajaran Islam, seperti prinsip keadilan dan kasih sayang. Misalnya,
seorang mesti memilih satu dari dua alternatif perbuatan yang sama-sama
buruk. Maka ia mengambil salah satu yang diyakini paling ringan
keburukannya; Masalihul mursalah, yaitu menetapakan hukum berdasarkan
tinjauan kegunaan sesuai dengan tujuan syariat. Perbedaannya dengan Istihsan
adalah jika Istihsan menggunakan konsiderasi hukum-hukum universal dari
Al-Qur’an dan Hadits atau menggunakan dalil-dalil umum dari kedua sumber
tersebut, sedangkan masahhul mursalah menitikberatkan kepada kemanfaatan
perbuatan dan kaitannya dengan tujuan universal syariat Islam.
20

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Islam merupakan agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi


Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman
hidup seluruh manusia hingga akhir zaman. Islam (Arab: al-islām, ‫اإلسالم‬, yang
artinya "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu
Tuhan, yaitu Allah SWT. Dalam Al-Quran, Islam disebut juga Agama Allah
atau Dienullah.

Pemaknaan konsep ajaran Islam dilakukan dengan tiga pokok yaitu :


Berserah Diri Kepada Allah Dengan Merealisasikan Tauhid, Tunduk dan Patuh
Kepada Allah Dengan Sepenuh Ketaatan , Memusuhi dan Membenci Syirik
dan Pelakunya.

Islam telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang


mengarahkan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya
saja Islam menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan
menuju akhirat. Sedangkan kehidupan sebenarnya yang harus dia upayakan
adalah kehidupan akhirat.

Islam telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang


mengarahkan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya
saja Islam menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan
menuju akhirat. Sedangkan kehidupan sebenarnya yang harus dia upayakan
adalah kehidupan akhirat.

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, dan ketetapan dan


persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hokum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hokum dalam agama
Islam selain Al-Qur’an, Ijma, Qiyas, dimana hal ini, kedudukan hadits
merupakan sumber hokum kedua setelah Al-Qur’an.

Ijtihad adalah derivasi dari kata jahada, artinya berusaha sungguh-sungguh.


Dalam pengertian terminologi hukum menyebutkan bahwa ijtihad adalah
berusaha sekeras-kerasnya untuk membentuk penilaian yang bebas tentang
sesuatu masalah hukum. Ijtihad merupakan pekerjaan akal dalam memahami
masalah dan menilainya berdasarkan isyarat-isyarat Al-Qur’an dan Hadits
kemudian menetapkan kesimpulan mengenai hukum masalah tersebut. Ijtihad
21

menggunakan kemampuan ta’aqquli atau rasional guna merumuskan hukum


yang tidak disebut secara eksplisit pada Al-Qur’an dan Hadits.

Anda mungkin juga menyukai