Anda di halaman 1dari 20

BAB I

ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE

A. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Islam


1. Pengertian Islam
Islam secara umum dikenal sebagai sebuah Agama yang dianut oleh sebagian besar
umat manusia di dunia ini. Islam juga dipercaya sebagai agama sekalian Nabi (yakni sejak Nabi
Adam As. sampai pada Nabi Muhammad saw). Oleh sebab itu, Islam juga dapat disebut sebagai
agama sepanjang zaman. Pada zaman Nabi Muhammad saw, Islam disempurnakan, Allah
berfirman dalam Q.S. Al-Maidah (5:3) yang berbunyi:

ِ ْ ‫ضيْتُ لَ ُك ُم‬
‫اْلس ََْل َم ِد ْينًا‬ َ ُ‫ا َ ْليَ ْو َم ا َ ْك َم ْلتُ لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َواَتْ َم ْمت‬
ِ ‫ع َل ْي ُك ْم ِن ْع َمتِ ْي َو َر‬
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepada-
mu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam jadi agamamu (QS, Almaidah 5:3).
Islam merupakan satu-satunya agama samawi (Ansyari, 1996). Islam adalah agama yang
dinyatakan Allah dalam al-Quran Surah Ali Imran ayat 3, sebagai satu-satunya agama yang
diakui dan diridhai oleh Allah Swt. Oleh sebab itu, orang yang memeluk agama selain Islam
adalah sesat dan ditolak oleh Allah Swt (PPM, 2018).
Kata Islam berasal dari bahasa Arab, yang terdiri dari huruf alif, sin, dan lam, sehingga
menjadi Islam. Kata Islam berasal dari akar kata Aslama (‫)أَ ْسلَ َم‬, yaslimu (‫)يَ ْس ِل ُم‬, Islaaman (‫( ِإس ََْل ًم‬,
yang berarti tunduk, patuh, taat. Al-Quran menyebutkan kata Islam dalam beberapa makna,
yaitu:
a. Bermakna Damai (ِ‫س ْلم‬
َّ )
Islam bermakna damai, terdapat dalam Quran surah Al-Anfal (8: 61), yang berbunyi:

‫س ِم ْي ُع ْال َع ِل ْي ُم‬ ِ ‫علَى ه‬


َّ ‫ّٰللا ۗاِنَّهٗ ُه َو ال‬ َ ‫اجن َْح لَ َها َوتَ َو َّك ْل‬
ْ َ‫س ْل ِم ف‬
َّ ‫َوا ِْن َجنَ ُح ْوا ِلل‬

“Tetapi, jika mereka condong pada perdamaian, maka terimalah dan bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi maha mengetahui”.
Kata salm (ِ‫س ْلم‬
َّ ) dalam ayat di atas bermakna damai atau perdamaian. Perdamaian
merupakan makna asli dari kata Islam. Muslim bermakna orang yang damai dengan Allah.
Hal ini bermakna memasrahkan diri seutuhnya pada kehendak-Nya. Dan berdamai dengan

1
manusia bermakna tidak hanya menghapuskan perbuatan jahat dan negatif lainnya. Akan
tetapi, harus berbuat baik terhadap sesama manusia (Ali, 1977). Hal ini pula menjadi bukti
konkrit bahwa Islam merupakan agama yang cinta pada perdamaian. Oleh sebab itu, suatu
kekeliruan besar jika orang menyebut Islam agama yang dibangun melalui peperangan,
orang Islam (Muslim) sebagai teroris.
b. Bermakna menyerah (ِ‫سلَ َم‬
ْ َ ‫)ا‬
Islam juga memiliki makna menyerah. Hal ini terdapat dalam Q.S al-Baqarah
(2:112) yang berbunyi:

ْ َ‫بَ ٰلى َم ْن ا‬
ِ ٰ ِ ٗ‫سلَ َِم َو ْج َهه‬
…‫لِل َو ُه َو ُم ْحسِن‬
“Tidak. Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan dia berbuat baik….”
Kata Aslama (‫سلَم‬
ْ َ ‫ )ا‬pada ayat di atas bermakna penyerahan diri secara totalitas
hanya pada Allah. Artinya bahwa sebagai seorang Muslim, harus menyerahkan jiwa raga,
hidup dan matinya hanya untuk Allah. Dalam artian beribadah sepenuhnya kepada Allah
semata. Hal tersebut dikukuhkan oleh Allah dalam Surah Al-An’am (6:162), yang
berbunyi:

َ‫ب ْالعٰ لَ ِميْن‬ ِ ٰ ِ ‫اي َو َم َما ِت ْي‬


ِ ‫لِل َر‬ َ ‫س ِك ْي َو َم ْح َي‬ َ ‫قُ ْل ِإ َّن‬
ُ ُ‫ص ََل ِت ْي َون‬
“Katakanlah Hai Muhammad, Sesungguhnya shalat ku, ibadah ku, hidup dan mati ku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Islam bermakna menyerah ini bukanlah berarti seorang Muslim hidup dalam
kepasrahan dan kelemahan. Akan tetapi menyerah bermakna ketundukan dan ketaatan jiwa
dan raga hanya kepada Allah Swt semata. Mengosongkan sikap pongah, angkuh, dan
sombong, dalam segala amalan dan prestasi yang diperoleh. Karena semua itu merupakan
pemberian Allah untuk mengangkat harkat dan martabat seseorang dalam kehidupan
sosialnya. Bukan karena usahanya semata.
c. Bermakna bersih atau suci (‫سليْم‬
َ )
Islam bermakna suci, mencerminkan bahwa ajaran Islam berasal dari yang Maha
suci, untuk menyucikan jiwa orang-orang yang memeluk atau menjalankan ajaran-ajaran
Islam. Selain itu, semua tujuan dan amalan yang dilakukan orang-orang suci dikembalikan
kepada yang Maha suci pula. Segala ibadah mahdhoh (khusus) umat Islam harus dilakukan
dengan terlebih dahulu menyucikan diri dari hadast dan najis. Suci juga bermakna bahwa

2
segala aktivitas seorang Muslim, baik ibadah mahdhoh maupun ghoiru mahdhoh yang
dilaksanakannya harus bersih atau suci dari kemusyrikan. Oleh sebab itu layak Islam
dimaknai sebagai bersih atau suci.

d. Bermakna selamat dan sejahtera (‫سلَم‬


َ )
Islam bermakna selamat, sejahtera, sentosa, dan aman. Hal ini berarti bahwa ajaran
Islam berisi berbagai peraturan yang dapat menyelamatkan manusia baik di dunia maupun
di akhirat. Kata Islam yang berasal dari kata Salam dijumpai dalam berbagai ayat al-Quran,
di antaranya:
Surah al-An’am (6:54) yang berbunyi:

‫علَ ۡي ُك ۡم‬ َ ‫َواِذَا َجا ٓ َء َك الَّذ ِۡينَ ي ُۡؤ ِمنُ ۡونَ بِ ٰا ٰيتِنَا فَقُ ۡل‬
َ ‫سلَم‬
“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang ke padamu, maka
katakanlah: "Salaamun alaikum (Selamat sejahtera untuk kamu)”.

‫علَ ۡي ُك ۡم‬ َ ‫ب ۡال َجـنَّ ِة ا َ ۡن‬


َ ‫س ٰلم‬ َ ٰ‫َونَادَ ۡوا اَصۡ ح‬
Surah al-A’raf (7:46) yang berbunyi:
…Dan mereka menyeru penduduk surga: "Salaamun 'alaikum (Selamat sejahtera untuk
kamu)…”
Surah an-Nahal (16:32) yang berbunyi

َ‫علَ ۡي ُك ُم ۡاد ُخلُوا ۡال َجـنَّةَ بِ َما ُك ۡنت ُ ۡم ت َعۡ َملُ ۡون‬
َ ‫س ٰلم‬ َ ُ‫الَّذ ِۡينَ تَتَ َوفٰٮ ُه ُم ۡال َم ٰٰۤل ِٕٮ َكة‬
َ َ‫ط ِي ِب ۡينَ يَقُ ۡولُ ۡون‬
(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan
mengatakan (kepada mereka): "Salaamun 'alaikum (Selamat sejahtera atas kamu),
masuklah kamu ke dalam Syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan."

Beberapa ayat di atas menjelaskan bahwa Islam yang juga bermakna selamat
sejahtera merupakan agama yang ramah dan menyambut siapa saja yang datang untuk dan
karena keadaan yang baik, maka dia akan memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.

2. Arti Islam secara Istilah


Islam adalah agama yang diwahyukan Allah Swt melalui Nabi Muhammad saw yang
didefinisikan sebagai berikut.

3
ٰ ‫سلَّ َم ه ََو َما أ َ ْنزَ َل‬
‫ّٰللاُ فِي‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ٰ ‫صلَى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ْ ‫ي) الَّذ‬
َ ‫ِي َجا َء ِب ِه ُم َحمضد‬ ُّ ‫اْل ْسَلَ َم‬ ُّ َ ‫اَل ِدي ُْن (أ‬
ِ ْ ‫ي ا َ ِلدي ُْن‬
‫صَلَحِ ْال ِعبَا ِد د ُ ْنيَا ُه ْم‬
َ ‫ت ِل‬ ِ ْ ‫سنَّةُ الُ َم ْقب ُْولَةُ ِمنَ ْاْل َ َو ِام ِر َوالنَّوا َ ِه ْي َو‬
ِ ‫اْل ْرشَادَا‬ ْ َ‫آن َو َما َجائ‬
ُّ ‫ت ِب ِه ال‬ ِ ‫ْالقُ ْر‬
.‫َوأ ُ ْخ َر ُه ْم‬
“Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, yakni agama Islam, ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam al-Quran dan yang tersebut dalam sunnah maqbulah (‫ ) َم ْقب ُْولَة‬berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan akhirat” (PPM, 2018).
Mahmud Syaltout mengemukakan makna Islam dengan kalimat berikut.

ُ‫سلَّ َم َو َكلَّفه‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ٰ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ُ ‫ص ْي ِبتَعا ِل َم ِه فِي أ ُ ْو‬
َ ‫ص ْو ِل ِه َوش َِرائِ ِع ِه إِلَى النَّبِي ِ ُم َح َّمد‬ ِ ‫ِي أ ُ ْو‬
ْ ‫ُه َو ِد ْينُهُ الَّذ‬
.‫بَتَ ْب ِل ْي ِغ ِه ِللنَّ ِس َكافَّ ٍة َودَع َْوتَ ُه ْم أِلَ ْي ِه‬
“Islam merupakan agama yang diwasiatkan oleh Allah Swt melalui ajaran-ajaran-Nya berupa
pokok-pokok dan syariat yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw yang wajib
menyampaikannya kepada seluruh manusia agar mereka memeluk Islam” (Syaltout, 1996).
Allah berfirman dalam al-Quran surah Ali Imran (3:19) yang berbunyi:

ِ ْ ِ‫ّٰللا‬
‫اْلس ََْل ُم‬ ٰ َ‫الديْنَ ِع ْند‬
ِ ‫… ِإ َّن‬
“…Sesungguhnya agama (yang diridhai) Allah hanyalah Islam.”
Agama Islam diartikan dengan peraturan Allah, yang membawa manusia yang
menggunakan akalnya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, mencakup aqidah dan amalan.
Islam juga diartikan dengan sebuah sistem yang meliputi peraturan yang komprehensif dan
lengkap, bagi seluruh aktivitas hidup manusia (Muhsinin, M, dkk, 2020).
Beberapa istilah di atas mengindikasikan bahwa Islam adalah agama yang dibawa oleh
para Nabi (dari Nabi Adan as sd. Nabi Muhammad saw), yang berisi peraturan dalam bentuk
perintah dan larangan. Semua itu untuk menjadi petunjuk bagi seluruh alam untuk kebahagiaan
hidup manusia di dunia sekaligus akhirat.

3. Tujuan Agama Islam


Islam yang diturunkan Allah kepada para Nabi-Nya, bukanlah diturunkan tanpa tujuan.
Justru, Islam hadir menjadi sebuah agama agar dapat dijadikan pedoman hidup (way of life)
bagi manusia. Selain disebut Islam, agama Islam disebut dengan nama lain, seperti agama
Hanif. Sebagai agama Hanif (suci), Islam memiliki tujuan yang suci pula, yakni ingin
4
menyucikan hati manusia untuk menuju kepada Sang Penciptanya, yakni Allah SWT. Islam
juga disebut sebagai agama perdamaian, karena Islam bertujuan menciptakan perdamaian
diantara Khalik dan makhluk-Nya, juga perdamaian diantara sesama makhluk. Sehingga, jika
ada orang yang mengatakan Islam agama yang radikal, berarti mereka tidak mengerti tentang
Islam. Karena, apapun agama yang dianut seseorang, jika ingin melaksanakan agamanya secara
baik dan benar, harus dengan cara radikal. Jika tidak, maka agama hanya ada terpampang dalam
kartu tanda pengenal saja.
Secara khusus, Islam memiliki tujuan untuk mengajak manusia hidup dalam kondisi
benar dan lurus. Karena Allah menyuruh manusia agar memohon kepadanya untuk tetap diberi
hidayah pada jalan yang lurus. Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Fatihah (1: 6) yang
berbunyi:

‫ط ْال ُم ْست َ ِقي َْم‬


َ ‫الص َرا‬
ِ ‫اِ ْه ِدنَا‬
“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus.”
Jika kita telisik berbagai ayat di dalam al-Quran, masih dapat diperinci bahwa tujuan
Islam adalah sebagai berikut. Pertama, Islam bertujuan agar manusia mampu membedakan
antara yang hak dan yang bathil. Oleh sebab itu al-Quran sebagai kitab suci agama Islam
dinamakan juga dengan al-Furqan (pembeda antara yang hak dan yang bathil). Kedua, Islam
diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam). Maksud dari rahmatan
lil alamin adalah, bahwa kehadiran agama Islam di muka bumi ini membawa rahmat bagi seisi
alam ini, baik bagi manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk ciptaan Allah lainnya. Hal ini
dapat dibuktikan bahwa, kehadiran Islam bukan untuk mengacaukan, akan tetapi untuk
menebar kedamaian bagi seluruh alam. Kedamaian itu akan muncul jika hidup manusia
terpelihara secara menyeluruh. Ketiga, tujuan syariat Islam adalah menyelamatkan manusia,
baik secara pribadi maupun kelompok manusia, serta bangsa-negara agar selamat dari kerugian
dan kesesatan (Koentjoro, 2022). Oleh sebab itu, layaklah tujuan syariat Islam diturunkan yang
dirumuskan oleh Abu Ishaq al-Satibi, dalam lima hal yaitu: (Redaksi, 2022)
a. Hifzhud din (memelihara agama)
Adanya Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw, menjadikan umat Mukmin yang taat
ُ ‫الدي‬
menyadari bahwa, dengan beragama hidup mereka menjadi tenang. Agama Islam ( ‫ْن‬ ِ
ِ ْ adalah agama yang benar dan harus dipertahankan kemurnian dan keberadaannya,
‫)اْل ْسَلَ ِم‬

5
meskipun harus mengorbankan harta dan jiwa. Karena memelihara agama adalah
merupakan bagian tujuan dan kewajiban umat Islam.
b. Hifzhun nafs (memelihara jiwa)
Arti kata hifzhun nafs adalah memelihara jiwa, yaitu mencegah diri untuk tidak
melakukan perbuatan yang buruk pada jiwa, dan memastikannya agar tetap hidup (Al-
Khadimi, 2006). Hifzhun nafs adalah salah satu diantara beberapa tujuan agama Islam (Al-
Badawi, t.th). Hal ini sesuai dengan tujuan Islam diturunkan sejak awal kenabian, yaitu
memelihara hak-hak manusia, terutama hak hidup. Islam adalah ajaran yang memuliakan
jiwa manusia. Salah satu upaya untuk menjaga jiwa ini, Islam telah mensyariatkan adanya
perkawinan. Dengan perkawinan, maka manusia akan terhindar dari kerusakan generasi, dan
memelihara keturunan agar tetap mulia. Inilah salah satu syariat yang mengajarkan bahwa
memelihara jiwa adalah perbuatan terpuji
c. Hifzhul ‘Aql (memelihara akal)
Hifzhul 'aql bermakna memelihara akal agar tetap berada pada kondisi sehat dan
sadar, serta memiliki nilai-nilai humanis yang tetap bernuansa ilahiyah. Selain memelihara
akal dengan baik, akal juga perlu dirawat dan dikembangkan potensinya. Diantara upaya
yang harus dilakukan untuk pengembangan potensi akal ini adalah dengan cara menggiatkan
kebiasaan literasi dalam berbagai bidang, termasuk bidang keagamaan. Menuntut ilmu
untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan yang luas, juga merupakan bagian dari cara
untuk memelihara akal.
d. Hifzhun Nasb (memelihara keturunan)
Tata cara memelihara keturunan yang diatur dalam Islam adalah dilarangnya
melakukan praktik zina. Karena zina merupakan perbuatan yang mengaburkan nasab atau
garis keturunan. Islam memberi stigma zina dengan perbuatan Faahisah (Keji) dan jalan
yang buruk. Sebagaimana firman Allah dala Surah Al-isra' (17: 32) yang berbunyi:

َ ‫س ٰۤا َء‬
‫س ِبي ًَْل‬ َ ‫شةً َو‬ ِ ‫َو َْل ت َ ْق َربُوا‬
ِ َ‫الز ٰن ٓى اِنَّهٗ َكانَ ف‬
َ ‫اح‬
"Jangan kamu dekati zina, karena sesungguhnya Zina itu adalah perbuatan keji dan
merupakan jalan yang buruk".
Ayat di atas menegaskan bahwa melarang mendekati zina, apalagi melakukannya.
Karena, zina adalah pebuatan yang keji. Praktik perzinahan banyak menghadirkan
kerusakan. Disamping merusak keturunan. Karena, akan lahir keturunan yang tidak

6
bernasab. Zina dapat juga merusak kesehatan manusia, karena perbuatan zina dapat
menimbulkan penyakit kelamin yang menjijikkan, seperti Klamidia, Sipilis, Gonore, herpes
Genital, termasuk aids, dll.
e. Hifzhul Maal (memelihara harta)
Memelihara harta di dalam Islam adalah sebuah perbuatan yang penting. Oleh sebab
itu, Islam mengajarkan pada manusia untuk berusaha dengan cara yang halal. Agar harta
yang didapat mengandung berkah dan mendapatkan ridha Allah Swt.
Semua tujuan Islam yang telah dikemukakan di atas pada hakikatnya bermuara pada
makna Islam secara istilah (sebagaimana yang dikemukakan di atas). Bahwa tujuan agama
Islam (diturunkan) adalah agar manusia dapat mencapai hidup yang maslahat di dunia
(jasmani, rohani, individual, dan sosial), juga akan mencapai kemaslahatan hidup di akhirat
kelak. Tujuan tersebut dapat tercapai, jika ajaran Islam dijadikan pedoman dalam meniti
kehidupan ini.
4. Fungsi Agama Islam
Secara umum, agama memiliki dua fungsi; 1) fungsi latent dan 2) fungsi manifest.
Fungsi latent terbentuk dari ungkapan praktis kepercayaan (iman) yang dianut seseorang, yang
terwujud dalam bentuk konkrit yang secara tidak sadar membentuk keharmonian (equilibrium)
dalam masyarakat (Louis Schneider, 1970), dalam (PPM, 2018). Adapun fungsi manifest
agama adalah fungsi yang sengaja diciptakan, memiliki tujuan yang jelas, bahkan tertata
dengan rapi (Robert K. Melton, 1949) dalam (PPM, 2018). Apapun wujud fungsi agama
semuanya menuntun ke arah keharmonian dan equilibrium masyarakat. Oleh sebab itu, agama
dalam pandangan Sosiologi Fungsionalisme, dalam pembentukan karakter masyarakat, agama
memiliki fungsi yang amat penting. Agama berfungsi sebagai “nilai” penentu perilaku
masyarakat (PPM, 2018).
Secara historis, sebelum Islam hadir, manusia secara umum dapat diperjual-belikan.
Khusus kaum perempuan, dianggap lebih rendah dari hewan. Kondisi ini disebut dengan zaman
jahiliyyah. Jahiliyah diartikan dengan zaman kebodohan. Namun bukan berarti pada saat itu
orang tidak memiliki pengetahuan sama sekali. Akan tetapi, tindakan manusia terhadap kaum
perempuan khususnya adalah lebih rendah dari hewan. Sementara, hewan sangat menyayangi
anak-anaknya ketika telah lahir, akan tetapi manusia pada masa jahiliyah ini membunuh anak-
anak perempuan mereka yang baru saja lahir. Hal ini mereka lakukan karena menganggap

7
bahwa memiliki anak perempuan adalah sesuatu yang dapat merendahkan kedudukan mereka
di mata masyarakatnya.
Kondisi tersebut sangat dibenci oleh Allah Swt. Karena, di sisi Allah kedudukan
manusia, laki-laki maupun perempuan adalah sama, yang membedakan terhormatnya
kedudukan manusia di mata Allah adalah karena ketaqwaannya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Islam hadir di muka bumi ini memiliki fungsi yang amat urgent (penting),
yaitu menjadi landasan berfikir dan bertindak bagi pemeluknya, agar mereka tidak berbuat hal-
hal yang merusak tatanan hidup manusia dalam segala aspeknya. Selain fungsi latent dan
manifest di atas, Islam juga memiliki fungsi lain, yang mana fungsi tersebut sangat bermanfaat
bagi manusia secara umum, dan umat Islam khususnya. Fungsi-fungsi dimaksud adalah
sebagai berikut.
a. Sebagai Agama Pemersatu (Unifying Religion)
Islam mengandung ajaran yang berfungsi sebagai pemersatu, karena Islam tidak
pernah membeda bedakan antara si kaya dengan yang miskin, antara kulit putih dengan
kulit hitam, antara suku yang satu dengan lainnya. Karena Islam mengajarkan melalui al-
Quran bahwa manusia terbaik dan paling mulia itu hanya taqwanya, bukan karena harta,
kedudukan, nasab dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Hujurat
(49: 13), yang berbunyi:

َ‫ارفُ ْوا ۚ ا َِّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْند‬ ُ ‫اس ِانَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َّوا ُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم‬
َ ‫شعُ ْوبًا َّوقَ َب ٰۤا ِٕٮ َل ِلتَ َع‬ ُ َّ‫ٰ ٓياَيُّ َها الن‬
‫ع ِليْم َخ ِبيْر‬ َ َ‫ّٰللا‬ٰ ‫ّٰللاِ اَتْ ٰقٮ ُك ْم ا َِّن‬
ٰ
Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan, lalu Kami jadikan kamu bersuku-suka dan berbangsa-
bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha teliti.

b. Sebagai Agama Tuntunan


Sebagai agama tuntunan, Islam mengajarkan agar manusia berakhlak mulia dan
terpuji. Rasulullah Saw bersabda:

ِ ‫إن َما بُ ِعثْتُ ِْل ُت َ ِم َم َم َك‬


ِ َ‫ار َم ْاْل َ ْخَل‬
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq mulia.”

8
Akhlak mulia harus menjadi prioritas umat Islam dalam bersikap dan berperilaku,
baik dalam bentuk hablum minallah (hubungan dengan Allah) maupun hablum minan nas
(hubungan dengan sesama manusia), termasuk hablum minal ‘alam (hubungan dengan
lingkungan hidup) di sekitar kita (Syamsuddin, 2022).
Sebagai agama tuntunan, Islam mengarahkan pemeluknya untuk menjalankan
seluruh aturan, baik perintah maupun larangan yang ada di dalamnya. Semua itu dapat
dijadikan perisai dan tuntunan bagi manusia umumnya, dan umat Islam khususnya, agar
bersikap dan berperilaku yang tidak merugikan orang lain, maupun lingkungannya.
c. Sebagai Ajaran Moderat
Maksud dari ajaran moderat mengindikasikan bahwa Islam tidak menyukai
perbuatan yang berlebihan (ekstrim) kanan ataupun berlebihan (ekstrim) kiri, akan tetapi
mengambil sikap pertengahan. Hal ini agar tercipta keseimbangan hidup, sehingga
terwujud sikap yang benar dan lurus. Oleh sebab itu, Islam memerintahkan pada umatnya
agar tetap menyeimbangkan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Sebagaimana firman
Allah dalam al-Quran yang berbunyi:

ُ‫ّٰللا‬ َ ‫َص ۡي َب َك ِمنَ الد ُّۡن َيا َوا َ ۡحس ِۡن َك َم ٰۤا ا َ ۡح‬
ٰ َ‫سن‬ ِ ‫سن‬ ٰ ۡ ‫َّار‬
َ ‫اْل ِخ َرة َ َو َْل ت َ ۡن‬ َ ‫ّٰللاُ الد‬
ٰ ‫ٮك‬ َ ‫َو ۡابتَغِ فِ ۡي َم ٰۤا ٰا ٰت‬
‫ّٰللاَ َْل يُ ِحبُّ ۡال ُم ۡف ِس ِديْن‬
ٰ ‫ض ا َِّن‬ ِ ‫سادَ فِى ۡاْلَ ۡر‬ َ َ‫اِلَ ۡي َك َو َْل ت َ ۡبغِ ۡالـف‬
“Dan carilah pada apa-apa yang dianugerahkan Allah untukmu (kebahagiaan) akhirat,
dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan-mu di dunia … (QS. al-Qashash: 77).
Nabi Saw dalam sabdanya tidak membenarkan seseorang mencintai dunia, dengan
meninggalkan atau melupakan persiapan kehidupan akhirat. Sebaliknya, Islam juga
menentang seseorang yang hanya menjalani kehidupan untuk akhiratnya saja. Lihat hadits
berikut.

ْ َ ‫ أ‬:‫سلَّ َم‬
‫ص ِل ُح ْوا د ُ ْن َيا ُك ْم َوا ْعلَ ُم ْوا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ٰ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫ع ْنهُ قَا َل‬
ِ ٰ ‫س ْو ُل‬
َ ‫ّٰللا‬ َ ُ‫ّٰللا‬
ٰ ‫ي‬ ِ ‫ع ْن أَن ٍَس َر‬
َ ‫ض‬ َ
َ َ‫ِْل َ ِخ َرتِ ُك ْم َكأَنَّ ُك ْم تَ ُم ْوت ُ ْون‬
-‫غدًا – رواه الديلمي‬
"Dari Anas ridha Allah atasnya ia berkata: Bersabda Rasulullah saw. Perbaikilah
duniamu dan bekerjalah untuk akhiratmu, seolah-olah kamu akan mati esok, (HR.
Addailamy)."

9
B. Sumber Ajaran Islam
Secara umum, sumber ajaran Islam adalah al-Quran dan Sunnah. Hal ini dijelaskan
dalam Hadits nabi saw berikut.

ُ ‫سنَّةَ َر‬
‫س ْو ِل ِه‬ َّ ‫ضلُّ ْوا َما تَ َم‬
َ َ ‫ ِكت‬: ‫س ْكت ُ ْم ِب ِه َما‬
ُ ‫اب هللاِ َو‬ ِ َ‫ت َ َر ْكتُ فِ ْي ُك ْم أ َ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬

Aku tinggalkan padamu dua perkara. Kamu tidak akan tersesat selama berpegang teguh pada
keduanya, yaitu kitab Allah (al-Quran) dan sunnah Rasul-Nya".

1. Kitab Suci Al-Quran


Ijma’ ulama (kesepakatan ulama) menetapkan bahwa sumber ajaran Islam ada empat,
yakni; 1) Al-Quran, 2) As-Sunnah, 2) Ijma’, dan 4) qiyas. Al-Quran dikenal sebagai kitab suci
umat Islam yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. Kata Al-Quran berasal dari
akar kata qo-ro-a yang berarti “membaca”. Sedangkan kata al-Quran berarti bacaan. Al-Quran
memiliki nama lain, diantaranya 1) Al-Furqon yang berarti membedakan antara yang hak
(benar) dengan yang bathil (salah); 2) Al-Kitab berarti tulisan; 3) Ad-Dzikra artinya peringatan;
4) at-Tanzil artinya wahyu yang diturunkan; 5) al-Mauizhah artinya teguran, dan sebagainya.
Sesungguhnya, Al-Quran merupakan himpunan wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Al-Quran diturunkan secara
bertahap dan berangsur-angsur, sesuai kebutuhan, dalam rentang waktu lebih kurang 23 tahun
lamanya (Mahmudunnasir, 1991). Maksud bertahap dan berangsur-angsur, sesuai dengan
kebutuhan adalah bahwa al-Quran diturunkan Allah tidak langsung sekaligus, tetapi diturunkan
sesuai dengan kebutuhan atau kejadian dan peristiwa yang terjadi, yang dialami Nabi
Muhammad atau umat Islam bahkan suatu peristiwa kala itu. Peristiwa-peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya ayat-ayat al-Quran disebut dengan Asbabun Nuzul.
Al-Quran sendiri telah menginformasikan bahwasanya (al-Quran) diturunkan dalam
bahasa Arab. Tetapi uniknya, al-Quran ditujukan bukan hanya untuk orang Arab. Namun untuk
dipedomani oleh umat Muslim dari berbagai belahan dunia yang nota bene berlatarbelakang
bahasa yang sangat bervariasi, bahkan dapat dipedomani oleh orang non-Muslim. Hingga
zaman ini, banyak orang-orang non-Muslim mempelajari bahasa al-Quran ini, yakni bahasa
Arab. Baik untuk kepentingan akademik maupun kepentingan untuk menegasi kebenaran
Islam. Semua jenis manusia tersebut mampu membaca al-Quran seperti bahasa mereka sendiri.

11
Penjelasan tentang Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab terdapat dalam beberapa
ayat al-Quran berikut.

َ ‫ع َر ِبيًّا‬
‫غي َْر ذِي‬ ِ ‫اس ِفي َهذَا ْالقُ ْر‬
َ ‫ قُ ْرآنًا‬. َ‫آن ِم ْن ُك ِل َمث َ ٍل لَ َعلَّ ُه ْم َيتَذَ َّك ُرون‬ َ ‫َولَقَ ْد‬
ِ َّ‫ض َر ْبنَا ِللن‬
َ‫ِع َوجٍ لَ َعلَّ ُه ْم َيتَّقُون‬
“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam
perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (Ialah) Al Quran dalam “bahasa Arab” yang
tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.”

َ‫ع َر ِبيًّا لَعَلَّ ُك ْم تَ ْع ِقلُون‬ ْ َ ‫إِنَّا أ‬


َ ‫نزلنَاهُ قُ ْرآنًا‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan “berbahasa Arab”, agar
kamu memahaminya.”

َ‫علَى قَ ْل ِب َك ِلت َ ُكونَ ِمن‬ ُّ ‫) نَزَ َل ِب ِه‬391( َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬
ُ ‫الرو ُح ْاْل َ ِم‬
َ )391( ‫ين‬ ِ ‫َو ِإنَّهُ لَتَ ْن ِزي ُل َر‬
‫ين‬
ٍ ‫ع َر ِبي ٍ ُم ِب‬
َ ‫ان‬
ٍ ‫س‬َ ‫) ِب ِل‬391( َ‫( ْال ُم ْنذ ِِرين‬391)
“Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia
dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab
yang jelas.”

َ ‫َو َكذَ ِل َك أ َ ْنزَ ْلنَاهُ ُح ْك ًما‬


‫ع َربِيًّا‬
“Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar)
dalam bahasa Arab.”
Al-Quran yang dibaca saat ini sudah dalam bentuk kitab (buku) yang dikodifikasi
secara baik dan sistematis. Sesungguhnya al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
melalui Malaikat Jibril secara berangsur-angsur, -ayat demi ayat- dalam jangka waktu yang
cukup panjang, yakni; lebih kurang 23 tahun lamanya. Tempat turunnya pun berbeda-beda.
Ada yang diturunkan di Makkah, yang disebut dengan ayat-ayat Makkiyah, dan ada pula yang
diturunkan ketika Nabi sudah hijrah ke Madinah, yang populer disebut dengan ayat-ayat
Madaniyah.
Meskipun al-Quran diturunkan secara berangsur dan terpisah-pisah, serta pada
masa itu sedikit sekali orang yang pandai menulis, bahkan Nabi Muhammad adalah seorang

11
yang ummi (buta huruf), sehingga para orientalis meragukan kemurnian al-Quran. Namun,
Allah menjamin keaslian al-Quran selama-lamanya, sebagaimana firman Allah berikut.
ُ ‫الذ ْك َر َو ِإنا لَهُ لَ َحا ِف‬
َ‫ظ ُون‬ ُ ‫ِإنا‬
ِ ‫نحن نزلنا‬
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya" (Q.S 15: 9).
Jaminan terpeliharanya keaslian al-Quran tersebut menjadikan al-Quran sebagai kitab
yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Allah berfirman dalam al-Quran yang berbunyi:

َ‫ْب فِي ِه ُهدًى ِل ْل ُمتَّقِين‬ ُ َ ‫ذَ ِل َك ْال ِكت‬


َ ‫اب َْل َري‬
“Itu kitab, tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi orang yang bertaqwa”.
Allah memang sudah menjamin keaslian al-Quran melalui ayat di atas. Namun, pada
masa Rasulullah dan para sahabat, tabi'in, serta tabi'it tabi'in, Al-Quran dihafal oleh para
huffazh. Sehingga upaya-upaya mengumpulkan al-Quran dalam sebuah kitab yang utuh pada
masa setelah Nabi saw wafat, dapat terhindar dari kesalahan, karena dikoreksi melalui hafalan
para huffazh (penghafal al-Quran) pada masa itu.
Saat ini, banyak upaya yang dilakukan orang-orang yang membenci Islam untuk
menyelewengkan keaslian al-Quran. Oleh sebab itu, sebagai masyarakat Muslim, kita wajib
ikut serta untuk menjaga keasliannya, salah satunya dengan cara menghafalkan al-Quran.

2. Sunnah Atau Hadits


Sumber ajaran Islam yang kedua adalah Sunnah atau hadits. Hal ini diungkapkan oleh
al-Quran, hadis, dan ijma’ ulama. Pada hakikatnya kata Sunnah dan Hadits itu memiliki
perbedaan. Akan tetapi, keduanya merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-
Quran. Sunnah memiliki arti segala perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad
SAW. Sedangkan Hadits bermakna tradisi atau kebiasaan-kebiasaan Nabi semasa hidupnya.
Sunnah atau hadis memiliki fungsi penting terhadap keberadaan al-Quran. Banyak
ulama yang menyampaikan pendapat mereka tentang fungsi Hadits terhadap al-Quran.
Secara umum, fungsi hadis terhadap al-Quran adalah sebagai al-bayan, yakni
pernyataan atau penjelas. Hal ini dapat dikonfirmasi dalam Al-Quran berikut ini

َ‫اس َما نُ ِز َل اِلَ ْي ِه ْم َو َل َعلَّ ُه ْم َيت َ َف َّك ُر ْون‬ ِ ‫الزب ُِر َوا َ ْنزَ ْلنَا ٓ اِلَي َْك‬
َِ ‫الذ ْك َر لت ُ َبي‬
ِ َّ‫ن ِللن‬ ِ ‫ِب ْال َب ِي ٰن‬
ُّ ‫ت َو‬

12
"(Mereka Kami utus) dengan membawa keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab dan
Kami turunkan (al-Quran) kepadamu, agar engkau terangkan kepada manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka, agar mereka memikirkan."
Maksud ayat di atas bahwa salah satu tugas Nabi saw diutus adalah untuk memberikan
penjelasan/keterangan tentang kitab al-Quran. Karena, banyak ayat al-Quran yang bersifat 'am
(umum), kully (universal) dan mutasyabihat (bermakna ganda), yang perlu diberi penjelasan
agar dapat menjadi juz'iyyat (khusus/rinci), serta muhkamat (memiliki arti yang jelas).
Penjelasan-penjelasan Rasul terhadap tersebut dikenal dengan al-Hadits.
Secara lebih khusus fungsi hadits terhadap al-Quran menurut para ulama cukup
beragam. Namun, berikut ini disampaikan 4 fungsi saja, yaitu:
a. Sebagai Bayan Tawdih/Tafsir
Bayan Tawdih/tafsir berarti bahwa hadis berfungsi untuk menjelaskan atau
menafsirkan ayat-ayat al- Quran yang sulit difahami maknanya. Misalnya ayat-ayat yang
bersifat mutasyabihat (bermakna ganda), musytarak (memiliki makna rangkap, dua atau
lebih), dan mujmal (samar-samar atau beragam arti). Salah satu contoh yang menunjukkan
hadist sebagai bayan tafsir adalah tentang pelaksanaan sholat. Begitu banyak ayat al-
Quran yang berisi perintah untuk mendirikan shalat, akan tetapi tak satu ayat pun ayat
menjelaskan bagaimana cara melaksanakannya. Baik kaifiyatnya, doa-doanya, dan hal-hal
lain terkait sholat.
Tata cara sholat secara rinci dijelaskan di dalam banyak hadits, mulai bagaimana
cara berniat, takbiratul ihram, sampai pada salam dan seluruh do-doanya. Oleh sebab itu,
Nabi saw bersabda:

َ ُ ‫صلُّ ْوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُمو ِن ْي أ‬


‫ص ِل ْي‬ َ ‫َو‬
"Dan sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat."
Hadits tersebut di atas memerintahkan kepada umat Islam agar sholat sesuai dengan
cara Nabi shalat. Adapun hadits Nabi tentang tata cara shalat beliau, yang artinya adalah
sebagai berikut.
Apabila kamu mau mendirikan shalat, maka sempurnakanlah wudlu, kemudian
menghadaplah ke kiblat, lalu bertakbirlah, kemudian bacalah apa yang mudah dari
al-Qur’an, kemudian rukuklah sampai kamu tuma’ninah dalam ruku`, kemudian
bangkitlah sampai kamu tegak lurus dalam berdiri, kemudian sujudlah sampai

13
kamu tuma’ninah dalam sujud, kemudian perbuatlah itu dalam shalatmu semuanya
(Al-Bukhari, t.t.).

b. Sebagai Bayan Tasyari'


Fungsi hadits sebagai bayan tasyri' bermakna penjelasan hadits berupa penetapan
suatu hukum yang tidak ada nash atau dalilnya dalam al-Quran. Bayan tasyri' ini disebut
juga dengan bayan Zaid ‘ala al-Kitab al-Karim, yakni penjelasan hadits berupa tambahan
terhadap hukum-hukum yang telah ada dalam Al-Qur’an.
c. Sebagai Bayan Taqrir
Hadis berfungsi sebagai bayan taqrir maksudnya adalah bahwa hadis berfungsi
sebagai penguat hal-hal yang telah ditetapkan dalam al-Quran, sehingga tidak
membutuhkan penjelasan lagi. Syarat sebuah ayat yang ditaqrir sudah memiliki makna
yang jelas, hanya butuh penegasan/penguatan saja. Sebagai contoh hadis berikut ini.

‫ص ْو ُم ْوا ِل ُرؤْ َيتِ ِه َوأ َ ْف ِط ُر ْوا ِل ُرؤْ َيتِ ِه‬


ُ
"Berpuasalah kamu karena melihat tanda (awal bulan Ramadhan) dan berbukalah kamu
karena melihat tanda (awal bulan Syawwal)" (Hajjaj al Qusyairi, t.th).
Hadis tersebut di atas merupakan penguat dari ayat al-Quran tentang ketentuan
waktu puasa Ramadhan berikut.

ُ ‫شهۡ َر فَ ۡليَـ‬
ُ‫ص ۡمه‬ َّ ‫ش ِهدَ ِم ۡن ُك ُم ال‬
َ ‫فَ َم ۡن‬
"Maka barang siapa yang menyaksikan bulan (Ramadhan), maka berpuasalah" (Q.S. Al-
Baqarah 2: 185).

Hadits dan ayat di atas memiliki makna yang sama. Sebagai bayan Taqrir hadits
tersebut nampak lebih menegaskan makna ayat yang dijelaskannya.

3. Ijtihad
Ijtihad adalah sumber hukum Islam yang ketiga, setelah al-Quran dan al-Hadits. Kata
ijtihad berasal dari kata jahada )َ‫) َج َهد‬, yajhadu )ُ‫)يَجْ َهد‬, ijtihadan )ً‫)إِجْ تِ َهادا‬, yang berarti
bersungguh-sungguh. Ijtihad secara istilah didefinisikan dengan upaya sungguh-sungguh
yang dilakukan seseorang dengan kriteria tertentu untuk melahirkan istimbath hukum dari
suatu peristiwa, yang secara jelas tidak ditemukan hukumnya di dalam al-Quran ataupun
Hadits. Semasa Rasulullah Saw hidup, beliau merupakan titik sentral tempat semua umat

14
Islam menanyakan hukum dan ketentuan terhadap suatu kejadian atau lainnya. Setelah beliau
wafat, maka ijtihad mulai dilakukan secara intens oleh para sahabat.
Seiring berjalannya waktu, dan berkembangnya teknologi dan peradaban manusia, maka
semakin banyak masalah kehidupan yang muncul di masyarakat. Sementara ketentuan
hukumnya tidak ditemukan dalam al-Quran maupun Hadits. Contohnya; transplantasi organ
tubuh, cloning, bayi tabung, bank sperma, bank ASI, dan sebagainya. Hal ini menuntut
manusia untuk menggunakan akalnya untuk mencari solusi dari permasalahan-permasalahan
tersebut, dengan jalan ijtihad (Sumitri, 2016).
Adapun ayat al-Quran yang mengindikasikan dibolehkannya penggunaan akal (dalam
menentukan hukum sesuatu), yang belum ada dalam al-Quran atau Sunnah adalah sebagai
berikut.

ِ ‫ت ِْلُو ِلى ۡاْلَ ۡلبَا‬


‫ب‬ ٍ ‫ار َ ْٰل ٰي‬
ِ ‫ف الَّ ۡي ِل َوالنَّ َه‬ ۡ ‫ض َو‬
ِ ‫اختِ ََل‬ َ ۡ ‫ت َو‬
ِ ‫اْل ۡر‬ ِ ‫ا َِّن فِ ۡى خ َۡل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, terdapat tanda-
tanda (kebesaran) Allah bagi para ulul al-bab."
Menurut kesepakatan ulama, ijtihad terbagi dalam beberapa jenis, yaitu: 1) ijma', 2)
Qiyas, 3) Masalihul Mursalah, dan 4) 'Urf (adat istiadat).
1) Ijma' yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam Islam
berdasarkan Al-Quran dan hadits dalam suatu perkara (wikipedia, 2022).
2) Qiyas yaitu adalah membandingkan sesuatu yang tidak memiliki dalil hukum dengan
sesuatu yang ada dalil hukumnya berdasarkan kesamaan illat atau kemaslahatan yang
diperhatikan syara.
3) Masalihul mursalah, adalah dalil hukum untuk menetapkan hukum atas permasalahan-
permasalahan baru yang tidak disebutkan secara eksplisit di dalam al-Quran dan as-Sunnah
al-Maqbûlah (Rosyadi, 2012).
4) 'Urf adalah perkataan atau perbuatan yang diciptakan dan dibiasakan oleh masyarakat serta
dilakukan secara turun-temurun (Fauziah, 2014).

C. Ruang PrLingkup Ajaran Islam (Tuhan, manusia, alam, penciptaan dan keselamatan)
Ajaran Islam terkandung dalam al-Quran mencakup aspek yang sangat luas, karena
mengatur hidup manusia dalam segala aspeknya. Secara garis besar ruang lingkup ajaran Islam
dapat dilihat dari hadist Nabi berikut ini

15
‫علَ ْينَا‬ َ َ‫سلَّ َم ذ‬
َ ‫ات يَ ْو ِم أِ ْذ‬
َ ‫طلَ َع‬ َ ‫ّٰللاِ َو‬
ٰ ‫س ْو ِل‬ ً ‫ع ْنهُ أ َ ْي‬
َ ‫ بَ ْينَ َما ن َْح ُن ُجلُ ْوس ِع ْندَ َر‬:‫ضا قَا َل‬ َ ُ‫ّٰللا‬
ٰ ‫ي‬ َ ‫ض‬ ُ ‫ع ْن‬
ِ ‫ع َم َر َر‬ َ
‫ َحتَّى‬,‫ف ِمنَّا أ َ َحد‬ ُ ‫ َوْلَ َي ْع ِر‬,‫سفَ ِر‬ َّ ‫علَ ْي ِه أَث َ ُر ال‬َ ‫ ْلَ ي َُرى‬،‫ش ْع ِر‬ َّ ‫س َوادِال‬ َ ُ ‫ش ِد ْيد‬
َ ‫ب‬ ِ َ‫ش ِد ْيد ُ بَي‬
ِ ‫اض الثِيَا‬ َ ‫َر ُجل‬
َ ‫ يَا ُم َح َّمد أ َ ْخ ِب ْر ِن ْي‬:‫علَى فَ ِخذَ ْي ِه َوقَا َل‬
‫ع ِن‬ َ ‫ض َع َكفَّ ْي ِه‬ َ ‫عم فَأ َ ْسنَدَ ُر ْكبَتَ ْي ِه َو َو‬.‫س أِلى النَّ ِبي ِ ص‬ َ َ‫َجل‬
َ ‫ص ََلة‬َّ ‫ّٰللا َوت َ ِقي َْم ال‬
ِ ٰ ‫س ْو ُل‬ ُ ‫ّٰللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّمدًا َر‬
ٰ ‫ا َ ْ ِْل ْسَلَ ُم أ َ ْنت َ ْش َهدَ أَ ْن ْلَأِلَهَ أ َِّْل‬:‫عم‬.‫ّٰللاِ ص‬ ِْ
ُ ‫فَقَا َل َر‬،‫اْل ْسَلَ ِم‬
ٰ ‫س ْو ُل‬
ُ ‫ فَ َع ِج ْبنَا لَهُ يَسْأَلُه‬،‫ت‬
َ ‫صدَ ْق‬
َ :‫س ِبي ًَْل قَا َل‬
َ ‫ت أِلَ ْي ِه‬ َ ‫ضانَ َوتَ ُح َّج ْالبَي‬
َ َ‫ْت أ ِِن ا ْست‬
َ ‫ط ْع‬ َّ ‫ي‬
ُ َ ‫الز َكاة َ َوت‬
َ ‫ص ْو َم َر َم‬ َ ‫َوتُؤْ ِت‬
‫س ِلهَ َو ْال َي ْو ِم ْاْ ِخ ِر‬ ٰ ِ‫ أ َ ْن تُؤْ ِمنَ ب‬:‫ان قَا َل‬
ُ ‫الِلِ َو َمَلَئِ َكتِ ِه َو ُكتُبِ ِه َو ُر‬ َ ‫ فَأ َ ْخبِ ْر ِن ْي‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ص ِدقُه‬
ِ ْ ‫ع ِن‬
ِ ‫اْل ْي َم‬ َ ُ‫َوي‬
ُ‫ّٰللا َكأَنَّ َك ت َ َراه‬
َ ٰ َ‫ أ َ ْن ت َ ْعبُد‬:‫ قَا َل‬،‫ان‬
ِ ‫س‬ ِ ْ ‫ع ِن‬
َ ‫اْل ْح‬ َ ‫ قَا َل فَأ َ ْخ ِب ْرنِ ْي‬،‫ت‬ َ :‫ قَا َل‬.ِ‫َوت ُ ْو ِم ُن بِ ْالقَدَ ِر َخي ِْر ِه َوش َِره‬
َ ‫صدَ ْق‬
َ ‫ َما ْال َم ْس ُؤ ْو ُل‬:‫ قَا َل‬،‫ع ِة‬
َ‫ع ْن َها ِبأ َ ْع َل ِم ِمن‬ َ ‫سا‬ َّ ‫ فَأ َ ْخ ِب ْر ِن ْي َع ِن ال‬:‫ قَا َل‬.‫اك‬ ٰ ‫فَأ ِْن لَ ْم ت َ ُك ْن ت َ َراهُ فَأ َِّن‬
َ ‫ّٰللاُ َي َر‬
‫عا َء‬ َ ‫ قَا َل أ َ ْن ت َ ِلدَ ْاْل َ َمةُ َربَّت َ َها َوأ َ ْن ت َ َرى ْال ُحفَاة َ ْالعُ َراة َ ْال َعا َلةَ ِر‬،‫اراتِ َها‬
َ ‫ فَأ َ ْخ ِب ْرنِ ْي َع ِن أ َ َم‬:‫ قَا َل‬.‫سائِ ِل‬َّ ‫ال‬
ٰ : ُ‫سائِ ْل؟ قُ ْلت‬
ُ‫ّٰللا‬ ْ ‫ع َم َرأَتَد ِْر‬
َّ ‫ي َم ِن ال‬ ُ ‫ َيا‬:‫ ث ُ َّم قَا َل‬،‫طلَقَ فَلَ ِبثْتُ َم ِليًّا‬ َ ‫ ث ُ َّم ا ْن‬،‫ان‬ِ ‫ط َاولُ ْونَ فِ ْي ْال َب ْن َي‬ َ َ ‫اء َيت‬ِ ‫ش‬َّ ‫ال‬
َ ‫ قَا َل فَ ِأنَّهُ ِجب ِْر ْي ُل أَتَا ُك ْم يُ َع ِل ُم ُك ْم ِد ْي َن ُك ْم‬.‫س ْولُهُ أ َ ْعلَ َم‬
]‫[ر َواهُ ُم ْس ِل ٍم‬. َ ‫َو َر‬
Dari Umar r.a. ia berkata "Suatu hari, tatkala kamu duduk-duduk di samping
Rasulullah saw, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang memakai baju yang sangat putih
dan berambut sangat hitam. Tak tampak padanya tanda-tanda perjalanan jauh dan tak
seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Kemudian, dia duduk di hadapan Nabi lalu
menempelkan kedua lututnya ke lutut Rasulullah saw seraya berkata "Ya Muhammad,
beritahukan aku tentang Islam!", maka Rasulullah saw bersabda: "Islam adalah engkau
bersaksi tiada Tuhan yang disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah, engkau mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan pergi
haji jika engkau mampu". Kemudian dia berkata: "Anda benar". Kami semua heran, dia
yang bertanya, dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: "beritahukan
padaku tentang iman". Lalu, beliau bersabda: "engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari akhir, serta beriman kepada
takdir baik maupun buruk. Kemudian dia berkata: "engkau benar". Lalu, dia berkata lagi:
"beritahukan padaku tentang ihsan". Kemudian Beliau bersabda: "ihsan adalah engkau
beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya,
maka Dia melihat engkau". Kemudian dia berkata lagi: "bertahukan padaku tentang hari
kiamat (kapan kejadiannya)". Beliau bersabda: "yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya". Dia berkata: "beritahukan aku tentang tanda-tandanya". Beliau bersabda:
"Jika seorang hamba melahirkan tuannya, dan jika engkau melihat seorang bertelanjang
kaki dan dada, miskin, dan penggembala domba, (kemudian) mereka berlomba-lomba
meninggikan bangunannya". Selanjutnya orang itu berlalu, dan aku terdiam sesaat.
Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: "tahukah engkau siapa yang bertanya itu?" Aku
berkata: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui". Beliau bersabda: "Dia adalah Jibril

16
yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian", (Hadits Riwayat
Muslim).

Berdasarkan hadits di atas, maka dapatlah disimpulkan tentang ruang lingkup ajaran Islam,
yaitu meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, yang secara garis besarnya ada tiga (3) bidang,
yaitu: 1) Bidang aqidah (iman), 2) Bidang syari'ah (Islam), 3) Bidang Ihsan (akhlak). Ulama lain
berpandangan bahwa ruang lingkup ajaran Islam meliputi: 1) Aqidah, 2) ibadah, 3) akhlak, dan 4)
mu'amalah duniyawiyah. Di dalam keempat bidang tersebut dibahas persoalan-persoalan terkait
Ketuhanan, Manusia, alam, penciptaan dan keselamatan manusia.

D. Karakteristik Ajaran Islam


Islam adalah agama yang memiliki sekumpulan ajaran yang secara umum harus
dilaksanakan oleh pemeluknya. Namun, keharusan melaksanakannya memiliki tingkatan tertentu,
tergantung pada tuntunan dan kekuatan hukum melaksanakannya. Hukum-hukum melaksanakan
ajaran Islam terdiri atas: wajib, Sunnah, jaiz, makruh, dan haram. Apabila hukum melaksanakan
sebuah ketentuan wajib, maka orang yang tidak melaksanakannya akan mendapatkan punishment
berupa dosa. Apabila ketentuan hukumnya Sunnah, maka apabila dilaksanakan mendapatkan
reward (pahala), jika meninggalkannya tidak ada sangsi yang mengikat. Sehingga bagi seorang
Muslim yang haus pada amalan kebaikan, mereka akan memilih untuk melaksanakan amalan-
amalan sunnah tersebut, ketimbang meninggalkannya.
Beragamnya ketentuan dalam ajaran Islam, bukanlah menjadikan Islam itu sulit untuk
diamalkan. Justru semakin memudahkan seseorang menentukan alternatif dan prioritas dalam
mengamalkan ajaran Islam. Semua umat manusia dapat melaksanakan ajaran Islam, apalagi umat
Islam itu sendiri. Jika dikaitkan dengan cakupan ruang lingkup ajaran Islam yang ada pada pokok
bahasan sebelumnya, maka dapatlah dikemukakan beberapa karakteristik yang melekat pada
ajaran Islam, yaitu;

1. Bersifat komprehensif (‫ص ُم ْوليَة‬


ُ )
Bukti Islam sebuah ajaran yang memiliki ciri shumuliyyah atau komprehensif/menyeluruh
dapat dilihat pada ayat berikut ini.
ٰۤ
ِ ‫ض َو َْل ٰط ِٕٮ ٍر ي َِّط ۡي ُر ِب َجنَا َح ۡي ِه ا َّ ِْٰۤل ا ُ َمم اَ ۡمثَالُـ ُك ۡم َما فَ َّر ۡطنَا ِفى ۡالـ ِك ٰت‬
‫ب ِم ۡن ش َۡىءٍ ث ُ َّم‬ ِ ‫َو َما ِم ۡن دَآبَّ ٍة ِفى ۡاْلَ ۡر‬
َ‫ا ِٰلى َر ِب ِه ۡم ي ُۡحش َُر ۡون‬

17
"Dan tiada seekor hewan pun yang ada di bumi ini dan tidaklah burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat seperti kamu juga. Tak ada
sesuatu pun yang Kami abaikan di dalam kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan"
(Q.S. al-An'am, 6: 38).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Ilmu Allah mencakup seluruh makhluk di dunia ini.
Sehingga Dia menguasai segala sesuatu, tanpa luput sedikitpun. Dengan kuasa-Nya, Dia
mengatur alam semesta dan segala isinya (seluruh makhluk yang melati di bumi, segala yang
terbang di udara, yang hidup di air atau lautan, yang terkecil sampai yang paling besar, yang
abstrak atau tak nampak, yang terlihat hanya). Allah menciptakan, mengatur,
mengembangkan, dan memeliharanya (Kalam, 2022). Dengan demikian bahwa Islam memiliki
ciri ajaran yang komprehensif atau menyeluruh.

2. Universal (‫علَميَة‬
َ )
Ciri ke-alamiah-an ajaran Islam dapat dilihat dalam Surah al-Anbiya' (21: 107) berikut
ini.

َ‫س ۡل ٰن َك ا َِّْل َر ۡح َمةً ِل ۡـلعٰ لَ ِم ۡين‬


َ ‫َو َم ٰۤا ا َ ۡر‬
'Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam".
Ayat di atas membuktikan bahwa Islam hadir untuk menjadi ajaran yang universal.
Artinya hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamnya dapat berlaku
kapan dan di manapun, tanpa memandang situasi ataupun kondisi negara maupun bangsanya.

3. Mengandung Sifat Ketuhanan (‫)ر َّبن َّية‬


َ
Karakter Robbaniyah (ketuhanan) yang melekat pada ajaran Islam ini dapat dilihat
dalam Surah al-Baqarah (2:146) yang berbunyi:
َّ ‫ب َيعۡ ِرفُ ۡونَهٗ َك َما َيعۡ ِرفُ ۡونَ ا َ ۡبنَا ٓ َء ُه ۡؕۡم َوا َِّن فَ ِر ۡيقًا ِم ۡن ُه ۡم لَ َي ۡكت ُ ُم ۡونَ ۡال َح‬
َ‫ـق َو ُه ۡم يَعۡ َل ُم ۡون‬ َ ‫اَلَّذ ِۡينَ ٰات َ ۡي ٰن ُه ُم ۡال ِك ٰت‬
"Orang-orang yang Kami datangkan kepada mereka Kitab (Taurat dan Injil), mereka
mengenalnya (Muhammad), seperti mengenal anak-anak mereka sendiri. Sesungguhnya
sebagian mereka pasti menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya".

Ayat ini menerangkan bahwa ajaran Islam yang mengandung berbagai aspek, baik
dalam bentuk kisah, hukum, dan yang lainnya adalah ajaran yang autentik dan mutlak berasal
dari Allah Swt, dan bukan pula hasil pemikiran ataupun gubahan manusia.

18
َ ‫(إ ْن‬
4. Sesuai Fitrah Manusia (‫سنيَّة‬
Firman Allah dalam Surah Ar-Ruum (30: 30), berikut ini akan menjelaskan tentang ciri ajaran
Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia.

‫ّٰللاِؕۡ ٰذ ِل َك الد ِۡي ُن‬


ٰ ‫ق‬ ِ ‫علَ ۡي َها َْل تَ ۡب ِد ۡي َل ِلخ َۡـل‬ َ َ‫ّٰللاِ الَّتِ ۡى ف‬
َ َّ‫ط َر الن‬
َ ‫اس‬ ٰ ‫ت‬ َ ‫فَاَقِ ۡم َو ۡج َه َك ِللد ِۡي ِن َح ِن ۡيفًا ِف ۡط َر‬
ِ َّ‫ۡالقَيِ ُم َو ٰلـ ِك َّن اَ ۡكث َ َر الن‬
َ‫اس َْل َيعۡ لَ ُم ۡون‬
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah
disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Ayat di atas menjelaskan tentang ajaran Islam yang sesuai dengan fitrah manusia.
Karena Allah yang telah menciptakan manusia, fitrah manusia, dan Allah pula yang
menurunkan hukum dan ketentuan kepada manusia sesuai fitrahnya. Sehingga, meskipun saat
ini banyak pihak yang mencoba mendeskriditkan Islam sebagai ajaran yang intoleran, anarki,
radikal, teroris dan sebagainya. Namun sejatinya, tuduhan tersebut tidaklah benar. Karena
Islam pada hakikatnya mengandung ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia, dan akhlak yang
diajarkan dalam Islam juga mengandung kasih sayang yang sesuai dengan fitrah manusia pula.

5. Bersifat Solutif (‫)وق َية‬


َ
Surah Ali Imran (3: 31) berikut ini mengemukakan bahwa:

‫غفُ ۡور َّر ِح ۡيم‬ ٰ ‫ّٰللاُ َويَ ۡغ ِف ۡر لَـ ُك ۡم ذُنُ ۡوبَ ُك ۡؕۡم َو‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ٰ َ‫قُ ۡل ا ِۡن ُك ۡنت ُ ۡم ت ُ ِحب ُّۡون‬
ٰ ‫ّٰللا فَاتَّبِعُ ۡو ِن ۡى ي ُۡحبِ ۡب ُك ُم‬
Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Ayat di atas menerangkan bahwa semua persoalan pribadi dan masyarakat pasti ada solusi
dan penyelesaiannya dalam Islam. Contoh tauladannya adalah Rasulullah Muhammad Saw.

6. Bersifat Moderat (‫سطيَّة‬


َ ‫)و‬
َ
Ajaran yang bersifat moderat salah satunya digambarkan Allah dalam Surah al-Baqarah
(2: 201) yang berbunyi:

‫ار‬ َ ‫سنَةً َّو ِقنَا‬


َ َ ‫عذ‬
ِ َّ‫اب الن‬ ٰ ۡ ‫سنَةً َّوفِى‬
َ ‫اْل ِخ َرةِ َح‬ َ ‫َو ِم ۡن ُه ۡم َّم ۡن يَّقُ ۡو ُل َربَّنَا ٓ ٰا ِتنَا فِى الد ُّۡنيَا َح‬
"Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".

19
Ayat ini menjelaskan bahwa Islam merupakan ajaran yang tidak hanya mengutamakan
hidup di dunia saja, tetapi harus menyeimbangkan kepentingan hidup di akhirat. Manusia boleh
saja beribadah siang-malam, namun apabila ia memiliki keluarga maka, jangan lupa
tanggungjawab pada keluarganya. Apabila bekerja untuk kebutuhan hidup di dunia, jangan
lupa membenahi diri dengan beramal dan beribadah sebagai persiapan hidup di akhirat kelak.

RANGKUMAN
Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, yakni agama Islam, ialah
apa yang diturunkan Allah di dalam al-Quran dan yang tersebut dalam sunnah maqbulah
(‫ ) َم ْقب ُْولَة‬berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk
kebaikan manusia di dunia dan akhirat. Tujuan Islam diturunkan adalah untuk menjadi
pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Selain itu Islam juga bertujuan agar manusia
mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil, sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat
bagi semesta alam), menyelamatkan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok
manusia, serta bangsa-negara agar selamat dari kerugian dan kesesatan.
Adapun fungsi agama Islam diturunkan adalah untuk menuntun umat manusia ke arah
keharmonian dan equilibrium masyarakat. Oleh sebab itu, agama dalam pandangan Sosiologi
Fungsionalisme, dalam pembentukan karakter masyarakat, agama memiliki fungsi yang amat
penting. Agama berfungsi sebagai “nilai” penentu perilaku masyarakat. Fungsi agama Islam;
Sebagai agama pemersatu (unifying religion), Sebagai agama tuntunan, Sebagai ajaran
moderat Sumber ajaran Islam ada 3, yaitu: 1) al-Quran, As-Sunnah/Hadits, dan 3) Ijtihad.
Ruang lingkup ajaran Islam ada 4 bidang, yaitu: 1) aqidah, 2) ibadah, 3) Akhlak, dan
4) mu'amalah duniawiyah. Agama Islam memiliki beberapa karakteristik, diantaranya; 1)
Bersifat komprehensif (‫ص ُم ْو ِل َية‬ ُ ) 2) Universal (‫علَ ِم َية‬ َ ), 3) Mengandung sifat ketuhanan
(‫)ربَّنِيَّة‬ َ ‫ ( ِإ ْن‬5) bersifat Solutif (‫)وقِ َية‬,
َ 4) Sesuai Fitrah Manusia (‫سنِيَّة‬ َ dan 6) bersifat Moderat
(‫س ِطيَّة‬ َ ‫)و‬َ .

Soal/latihan
Jawablah soal-soal di bawah ini:
1. Sebutkan pengertian Agama Islam secara Istilah
2. Jelaskan tujuan agama Islam diturunkan
3. Bagaimana mengaplikasikan ajaran Islam sehingga menjadi rahmatan lil 'alamin?
4. Ruang lingkup Ajaran Islam ada 4. Kemukakanlah implementasi 4 bidang tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Berikan contoh yang terkandung dalam karakteristik agama Islam dalam kehidupan sehari-
hari.

21

Anda mungkin juga menyukai