Anda di halaman 1dari 9

Ulumul Qur’an

TAFSIR SURAH AL-BAQARAH AYAT 49 DAN 61

Dosen Pembimbing:
Al-Fatiah Al-Addin M.Ag.,

Disusun oleh:

Munawar Khalil

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH
PERGURUAN TINGGI ISLAM AL-HILAL SIGLI
2021 / 1443 H
PEMBAHASAN

1. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 49 menurut Ibnu Katsir

‫سا ٓ َءكُ ۡۚۡم َوفِي‬ ِ ‫س ٓو َء ۡٱلعَذَا‬


َ ِ‫ب يُذَبِحُونَ أ َ ۡبنَا ٓ َء ُك ۡم َويَ ۡست َۡحيُونَ ن‬ ُ ‫سو ُمونَ ُك ۡم‬ َ ‫َوإِ ۡذ نَ َّج ۡي َٰنَ ُكم ِم ۡن َءا ِل فِ ۡر‬
ُ َ‫ع ۡو َن ي‬
٤٩ ‫يم‬ٞ ‫ع ِظ‬ َ ‫ء ِمن َّربِ ُك ۡم‬ٞ ‫َل‬ ٓ َ َ‫َٰذَ ِل ُكم ب‬

Artinya:

“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-
pengikutnya; mereka menimpakan kepada kalian siksaan yang seberat-beratnya,
mereka menyembelih anak kalian yang laki-laki dan membiarkan hidup anak
kalian yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan
yang besar dari Tuhan kalian.”

Ayat ini tafsirnya yaitu Allah Ta’ala telah menyelamatkan kalian dari mereka
dan membebaskan kalian dari tangan mereka, dengan ditemani Musa ‘alaihi as-
salam, padahal dulu Fir’aun dan para pengikutnya menimpakan azab yang sangat
hebat kepada mereka. Hal itu mereka lakukan karena Fir’aun yang dilaknat Allah
Ta’ala itu pernah bermimpi yang sangat merisaukannya. Ia bermimpi melihat api
yang keluar dari Baitul Maqdis. Kemudian api itu memasuki rumah orang-orang
Qibti di Mesir kecuali rumah Bani Israil. Makna mimpi tersebut adalah bahwa
kerajaannya akan lenyap binasa melalui tangan seseorang yang berasal dari
kalangan Bani Israil. Kemudian disusul laporan dari orang-orang dekatnya saat
membicarakan hal itu, bahwa Bani Israil sedang menunggu lahirnya seorang bayi
laki-laki di antara mereka, yang karenanya mereka akan meraih kekuasaan dan
kedudukan tinggi. Demikianlah yang diriwayatkan dalam hadis yang membahas
tentang fitnah. Sejak saat itu, Fir’aun pun memerintahkan untuk membunuh semua
bayi laki-laki Bani Israil yang dilahirkan setelah mimpi itu, dan membiarkan bayi-
bayi perempuan tetap hidup. Selain itu, Fir’aun juga memerintahkan agar
mempekerjakan Bani Israil dengan berbagai pekerjaan berat dan hina.

Dalam ayat ini azab ditafsirkan dengan penyembelihan anak laki-laki.


Sedangkan pada Surah Ibrahim, disebutkan dengan kata sambung ‘‫( ’و‬dan),
sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah Ibrahim ayat 6 yang artinya:
“Mereka menyiksa kalian dengan siksaan yang pedih dan mereka menyembelih
anak-anak laki-laki kalian serta membiarkan hidup anak-anak perempuan kalian.”
Penafsiran mengenai hal ini akan dikemukakan pada awal Surah Al-Qashash.

Firman-Nya (‫ )ي سومون كم‬artinya menimpakan kepadamu, demikian kata

Abu Ubaidah. Dikatakan (‫ )خ سف خطة سامه‬artinya perkara atau urusan yang hina
(aib) telah menimpanya. Ada juga yang mengartikan dengan memberikan siksaan
yang terus menerus sebagaimana kambing yang terus digembala disebut (‫سائ مة‬

‫)ال غ نم‬. Amr bin Kaltsum mengatakan:

‫اا مال لم مُْل ِما اَذِا‬


ِ ‫س‬ ِ ‫ اَينِا مال ِْس‬...
ِ ‫ ِخ مسسَا النا‬... ‫مف نل َر اق ا ِ من اِنِ مينِا‬
ِ ‫ان‬

Artinya: “Apabila raja menimpakan siksaan yang berat kepada orangorang,


maka kami memberontak sebagai proles kami karena kami menolak siksaan
menimpa diri kami.”

Firman-Nya (‫ )ن ساءك م وي س تح يون ان ناءك م ي ذن حون‬tiada lain sebagai


penafsiran atas nikmat yang diberikan kepada mereka yang terdapat dalam firman-
Nya, “Mereka menimpakan kepada kamu siksaan yang seberat-beratnya.”
Ditafsirkan demikian karena di sini Allah Ta’ala berfirman, “Ingatlah akan nikmat-
Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu.” Sedang dalam Surah Ibrahim, ketika
Allah berfirman, “Dan ingatlah mereka kepada hari-hari Allah.” Maksudnya,
berbagai nikmat-Nya yang telah diberikan kepada mereka. Maka tepatlah jika
disebutkan disana ayat, “Mereka menimpakan kepada kalian siksaan yang seberat-
beratnya. Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan
anak-anakmu yang perempuan tetap hidup.” Disambungkannya hal itu dengan
penyembelihan untuk menunjukkan betapa banyak nikmat yang telah diberikan
kepada Bani Israil.

Fir’aun merupakan gelar bagi setiap raja Mesir yang kafir, baik yang berasal
dari bangsa Amalik maupun lainnya. Sebagaimana Kaisar merupakan gelar bagi
setiap raja yang menguasai Romawi dan Syam dalam keadaan kafir. Demikian
halnya dengan Kisra yang merupakan gelar bagi Raja Persia. Juga Tubba’ bagi
penguasa Yaman yang kafir. Najasyi bagi Raja Habasyah. Dan Petolemeus yang
merupakan gelar Raja India. Dikatakan bahwa Fir’aun yang hidup pada masa Musa
‘alaihi as-salam bernama Walid bin Mush’ab bin Rayyan. Ada juga yang menyebut,
Mush’ab bin Rayyan. Ia berasal dari silsilah Imlik bin Aud bin Iram bin Sam bin
Nuh, julukannya adalah Abu Murrah, aslinya berasal dari Persia, dari ‘Asthakhar.
Bagaimanapun, Fir’aun adalah dilaknat Allah Ta’ala.

Firman-Nya (‫ )عظ يم رن كم من ن الء ذل كم وا ي‬menurut Ibnu Jarir artinya


dalam tindakan Kami menyelamatkan nenek moyang kalian dari siksaan Fir’aun
dan para pengikutnya mengandung ujian yang besar dari Rabb kalian. Ujian itu bisa
berupa kebaikan dan bisa juga kekufuran. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam
Surah Al-Anbiya’ ayat 35 yang artinya: “Dan Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya).” Dan juga
dalam Surah Al-A’raaf ayat 168 yang artinya: “Dan Kami uji mereka dengan
(nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali
(kepada kebenaran).” Ibnu Jarir mengatakan, kata yang sering digunakan untuk
menyatakan ujian dengan keburukan adalah (‫)نِال َء ا ِ منُلوبل نُِِ موولهل‬. Yang digunakan

untuk menyatakan ujian dengan kebaikan adalah (‫)ونِ ِال َء اَن ِمال َء ا ِ من َُي َه‬.
ِ Zuhair bin Abi
Salma pernah bersyair:

‫ان ا‬
‫ُل ِىزِ ج‬ َ ‫س‬ َ ‫ ن لكم اِعِال ِما َن م‬... ‫الءالء ِخي ِمق ِواِن ِمال لب ِما‬
ِ ‫ااْم‬ َ ‫يِ مءُلو الاذَا‬
Artinya: “Semoga Allah membalas dengan kebajikan atas apa yang telah
dilakukan oleh keduanya terhadap kalian, dan semoga Allah mencoba keduanya
dengan sebaik-baik cobaan yang diberikanNya.”

Di sini dia menggabungkan dua versi bahasa, yang mengandung makna


bahwa Allah Ta’ala mengaruniai mereka berdua sebaik-baik nikmat yang Dia
ujikan kepada para hamba-Nya. Ada juga yang mengatakan, yang dimaksud
dengan firman-Nya ini adalah isyarat pada keadaan di mana mereka menerima
siksaan yang menghinakan dengan disembelihnya anak laki-laki dan dibiarkan
hidup anak bayi perempuan. Imam Al-Qurthubiy mengatakan ini merupakan
pendapat mayoritas ulama.

2. Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 49 menurut Ibnu Katsir

‫ض ِم ۢن بَ ۡق ِل َها‬ ُ ‫ع لَنَا َرب ََّك ي ُۡخ ِر ۡج لَنَا ِم َّما ت ُ ۢن ِبتُ ۡٱۡل َ ۡر‬
ُ ‫علَ َٰى طَعَ ٖام َٰ َو ِح ٖد فَٱ ۡد‬ َ ‫س َٰى لَن نَّصۡ ِب َر‬ َ ‫َو ِإ ۡذ قُ ۡلت ُ ۡم َٰيَ ُمو‬
‫طواْ ِمصۡ را‬ ُ ِ‫ٱهب‬ۡ ‫ص ِل َه ۖا قَا َل أَت َۡست َۡب ِدلُونَ ٱلَّذِي ُه َو أ َ ۡدن ََٰى ِبٱلَّذِي ُه َو خ َۡي ۚۡر‬ َ َ‫عدَ ِس َها َوب‬َ ‫وم َها َو‬ ِ ُ‫َوقِثَّآئِ َها َوف‬
ْ‫ٱّلل َٰذَ ِل َك ِبأ َنَّ ُه ۡم كَانُوا‬
ِ ۡۗ َّ َ‫ب ِمن‬ َ َ‫علَ ۡي ِه ُم ٱلذِلَّةُ َو ۡٱل َم ۡس َكنَةُ َوبَا ٓ ُءو ِبغ‬
ٖ ‫ض‬ َ ‫ض ِربَ ۡت‬ُ ‫سأ َۡلت ُ ۡۗۡم َو‬َ ‫فَإِ َّن لَ ُكم َّما‬
٦١ َ‫صواْ َّوكَانُواْ يَعۡ تَدُون‬ َ ‫ ِّۗ َٰذَ ِل َك ِب َما‬
َ ‫ع‬ ِ ۡۗ ‫ٱّلل َويَ ۡقتُلُونَ ٱلنَّ ِب ِينَ ِبغ َۡي ِر ۡٱل َح‬ ِ َ‫يَ ۡكفُ ُرونَ ِبا َٰي‬
ِ َّ ‫ت‬

Artinya:

“Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak sabar (tahan)
dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada
Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi,
yaitu sayur-mayur, mentimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang
merahnya." Musa berkata, "Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah
sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kalian ke suatu kota, pasti kalian
memperoleh apa yang kalian minta. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena
mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan
yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan
melampaui batas."

Allah Ta’ala menyerukan, “Hai Bani Israil, ingatlah nikmat yang telah Aku
anugerahkan kepada kalian, berupa manna dan salwa sebagai makanan yang baik
dan bermanfaat, menyenangkan dan mudah diperoleh. Dan ingatlah ketika kalian
menolak dan merasa bosan dengan apa yang telah Aku anugerahkan kepada
kalian, serta meminta kepada Musa ‘alaihi as-salam untuk menggantinya dengan
makanan-makanan hina yang berupa sayur-sayuran dan sebangsanya.” Al-Hasan
Al-Bashri mengatakan, maka mereka pun menolak semuanya itu dan tidak tahan
dengannya. Lalu mereka menyebutkan gaya hidup yang mereka jalani, sebagai
kaum yang sangat gemar pada kacang adas, bawang merah, sayur-sayuran dan
bawang putih. Mereka berkata, “Hai Musa, kami tidak bisa bersabar dengan satu
jenis makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Rabbmu agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, seperti: sayur-sayuran,
ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merahnya.” Mereka mengatakan,
tidak tahan terus-menerus mengkonsumsi satu jenis makanan, padahal mereka
makan manna dan salwa, namun karena makanan mereka tidak pernah ganti dan
berubah setiap harinya, maka dikatakan sebagai satu makanan. Sayur-mayur,
ketimun, kacang adas dan bawang merah semua ini sudah dikenal.

Firman-Nya (‫ )ا ومها‬mengenai makna (‫ )ال سوا‬masih terdapat perbedaan

pendapat di kalangan ulama salaf. Menurut Ibnu Mas’ud, kata itu dibaca (‫)ث ومها‬

dengan huruf (‫ )ث‬di depan. Al-Hasan Al-Bashri dari Ibnu Abbas mengatakan, yaitu

al-tsuum (bawang putih). Katanya pula: dalam bahasa kuno (‫ )ا ومول نا‬artinya
buatkan roti untuk kami. Ibnu Jarir menuturkan, jika pendapat itu benar, maka huruf
(‫ )ف‬itu termasuk hurup yang dapat diubah-ubah. Misalnya, kalimat (‫ا ي وق عوا‬
‫( ) شق عاث ور‬mereka terlibat dalam perkara kejahatan) bisa juga dikatakan (‫عاا ور‬
‫) شق‬, juga kata (‫( )اث اا ي‬batu penyangga untuk memasak) dikatakan pula (‫)اث اش‬
dan kata (‫( )مغاا يق‬pelapis topi perang, dari besi) disebut juga (‫يق‬ ‫ )مغاث‬dan lain
sebagainya, di mana (‫ )ف‬berubah menjadi (‫ )ث‬dan (‫ )ث‬berubah menjadi (‫)ف‬,
karena adanya kedekatan tempat keluarnya huruf. Dari Abu Malik, Hasyim
mengatakan (‫ )وا ومها‬berarti (‫ )ال ح نطة‬artinya biji gandum. Sedangkan Ibnu

Duraid mengatakan (‫ )ال سوا‬berarti (‫ )ال س ن ء ُة‬artinya tangkai. Imam Al-


Qurthubiy meriwayatkan dari Atha’ dan Qatadah bahwa al-fuum itu setiap biji yang
dapat dibuat roti. Dan menurut sebagian ulama lain, yaitu jenis kacang dalam
bahasa Syam. Al-Bukhari menuturkan, sebagian ulama mengatakan, segala macam
biji-bijian yang dapat dimakan adalah al-fuum.

Firman-Nya (‫)خ يق بو ن ال ذا ادن ى بو ال ذا او س ت ءدل ون ق ال‬, dalam


ungkapan ini terdapat teguran keras sekaligus kecaman terhadap tindakan mereka
meminta makanan-makanan buruk lagi rendah tersebut, padahal mereka berada
dalam kehidupan yang enak, dan dipenuhi dengan makanan-makanan lezat, baik
dan bermanfaat.

Firman-Nya (‫)م صقا اب ءطوا‬, kata (‫ )م صقا‬ditulis dengan bertanwin dan


diberi alif sesuai penulisan mushaf Khalifah Utsman, dan itulah qira’ah jumhur
ulama. Ibnu Abbas mengatakan, “(‫ )م صقا‬salah satu kota dari kota-kota. Ibnu Jarir
mengatakan, mungkin juga yang dimaksud dengan kata tersebut adalah Mesir, di
mana Fir’aun menetap. Yang benar, bahwa yang dimaksud dengan (‫ )م صقا‬di sini
adalah salah satu dari amshaar, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan
lain-lainnya. Karena Musa ‘alaihi as-salam berkata kepada mereka, makanan yang
kalian minta itu bukanlah suatu hal yang sulit diperoleh, bahkan banyak dijumpai
di belahan kota mana saja yang kalian datangi. Dan karena rendah dan banyaknya
makanan itu di seluruh kota, tidak sebanding jika aku memohon hal itu kepada
Allah Ta’ala. Maka Nabi Musa ‘alaihi as-salam berkata (‫بو ال ذا او س ت ءدل ون‬
‫ )خ يق بو ن ال ذا ادن ى‬yang artinya, permintaan kalian itu hanya sebagai bentuk
kesombongan dan mengkufuri nikmat juga bukan hal yang darurat, maka
permintaan tersebut tidak dipenuhi.

Firman-Nya (‫ )وال م س كة ال ذل ة ع ُ يهم و ضقن ت‬artinya, nista dan


kehinaan itu ditimpakan dan ditetapkan atas mereka sesuai syariat dan takdir.
Mereka akan terus dan senantiasa dihinakan. Setiap orang yang menjumpai mereka
akan memandang mereka hina dan rendah. Dan dengan demikian itu, mereka
benar-benar menghinakan diri mereka sendiri. Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas
mengatakan: “Mereka itu adalah orang-orang yang membayar jizyah.” Abd Ar-
Razak, dari Mu’ammar, dari Hasan dan Qatadah mengatakan: “Mereka membayar
jizyah dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.” Menurut Adh-
Dhahhak: “Adz-Dzillah berarti kehinaan dan kerendahan.” Sedangkan Al-Hasan
Al-Bashri mengatakan: “Allah Ta’ala menghinakan mereka, maka mereka tidak
mempunyai kekuatan, dan menjadikan mereka berada di bawah kaki kaum muslim
ini. Dan umat ini sempat menyaksikan orang-orang Majusi memungut jizyah dari
mereka.” Abu Al-‘Aliyah, Rabi’ bin Anas dan As-Suddi mengatakan: “Al-
Maskanah berarti kesusahan.” Sedang menurut Athiyah Al-Aufi yaitu: “Pajak.”

Firman-Nya (‫ ) هللا من ن غ ضب ون اءوا‬menurut Adh-Dhahhak artinya, mereka


berhak mendapat kemurkaan dari Allah Ta’ala. Sedang Rabi’ bin Anas
mengatakan: “Maka turun para mereka murka dari Allah Ta’ala.” Ibnu Jarir
mengatakan, mereka pulang dan kembali. Dan tidak dikatakan (‫( )ن اؤوا‬kembali)
melainkan bersambungan dengan kata berikutnya, baik dengan suatu hal yang baik
maupun yang buruk. Misalnya dikatakan, si fulan itu kembali dengan membawa
dosanya. Sebagai contoh dari hal itu adalah firman-Nya dalam Surah Al-Maidah
ayat 29 yang artinya: “Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan
(membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri.” Artinya, hendaklah kamu
kembali dengan membawa beban kedua dosa tersebut, dan keduanya menjadi
beban dirimu. Maka firman Allah Ta’ala tersebut mengandung makna: “Jika
mereka kembali, dalam keadaan menanggung murka Allah Ta’ala, berarti mereka
benar-benar terkena kemarahan Allah dan pasti tertimpa murka-Nya.”

Firman-Nya (ْ ‫هللا ن آي ات ي ك سقون ك ان وا ن أن هم ذل‬ ‫ال ن ء ي ين وي ر ت ُون‬


‫ )ال حق ن غ يق‬artinya, Allah Ta’ala mengatakan, kenistaan, kemurkaan dan
kehinaan yang Dia timpakan kepada mereka itu disebabkan oleh kesombongan
mereka menolak kebenaran, dan kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah
Ta’ala, serta penghinaan mereka terhadap para pengemban amanat syariat, yaitu
para nabi dan pengikutnya. Mereka telah melecehkan hingga mencapai suatu titik
keadaan yang menyeret mereka pada pembunuhan para Nabi. Tidak ada kekufuran
yang lebih parah dari hal ini. Mereka ingkar terhadap ayat-ayat Allah Ta’ala serta
membunuh para nabi dengan cara yang tidak dibenarkan. Oleh karena itu di dalam
hadis yang telah disepakati kesalihannya ditegaskan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah bersabda:

"‫ط مال َكء لمق‬


ِ ِ‫ق رن‬ ‫ْ ممط م‬
َ ْ ‫ال ِح‬، َ ‫"النا‬
ِ ‫ان و‬

Artinya: “Kesombongan itu ialah menentang perkara yang hak dan meremehkan
orang lain.” Yakni, menolak kebenaran, melecehkan dan meremehkan orang lain,
dan membanggakan diri mereka sendiri.

Firman-Nya (ْ ‫ )و دوني ع وك ان وا ع صوا ن ما ذل‬menurut Imam Ahmad


artinya hal ini merupakan alasan lain mengapa mereka senantiasa diberikan balasan
seperti itu, yakni karena senantiasa berbuat maksiat dan bersikap melampaui batas.
Maksiat itu melakukan berbagai larangan, sedang melampaui batas itu melanggar
ketentuan yang ditetapkan dan diperintahkan Allah Ta’ala.

Anda mungkin juga menyukai