Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Al Qur'an

Al Qur'an merupakan kitab suci kaum Muslimin, yang berisi kumpulan


wahyu Ilahi yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW selama kurang lebih
23 tahun. Sebagian besar sarjana Muslim memandang nama tersebut secara bahasa
merupakan kata benda bentukan (mashdar) dari kata kerja (fi'il) qara'a (‫)قرا‬,
"membaca". Dengan demikian Al-Qur'an (‫ )القران‬Bermakna "bacaan" atau "yang
dibaca" (maqru).

Namun sebagian kecil sarjana muslim juga memandang bahwa Al-Qur'an


diturunkan dari kata qarana (‫)قرن‬. "menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang
lain" atau "mengumpulkan", dan al-qur'an (‫ )القران‬berarti "kumpulan" atau
"gabungan".1

Sedangkan menurut istilah ialah Firman Allah SWT. yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad SAW., tertulis pada beberapa mushaf, disampaikan
kepada kita secara mutawatir, membacanya mendapat pahala dan merupakan
tantangan walaupun pada surat yang paling pendek.2

Sementara menurut Abdul Wahhab al-Khallaf, al-Qur’an adalah firman


Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (Jibril) kepada nabi Muhammad SAW.
dengan bahasa arab, isinya dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya,
undang-undang bagi seluruh manusia, petunjuk dalam beribadah, serta dipandang
ibadah membacanya, terhimpun dalam mushaf yang dimulai surat al-Fatihah dan
diakhiri surat an-Nas dan diriwayatkan kepada kita dengan jalan mutawatir.3

kosa kata Alquran yang berjumlah 77.439 (tujuh puluh tujuh ribu empat ratus tiga
puluh Sembilan) kata, dengan jumlah huruf 323.015 (tiga ratus dua puluh tiga ribu
lima belas) huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan
padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya.4

1
Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Rekonstruksi sejarah Al-Qur'an (Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR, 2001), Hal 45-46
2
Salim Muhaisin, Biografi al-Qur’an al- Karim, (Surabaya : CV. DWI MARGA, 2000), hal. 1-2
3
Tim Penyusun Studi Islam IAIN Sunan Ampel, Pengantar Studi Islam, (Surabaya : IAIN
SUNAN AMPEL PRESS, 2005), hal. 17
4
Said Agil Husin Al-Munawar, Alquran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), h. 208.
Menurut penyusun (penulis 2) Al Qur'an merupakan Kalam (perkataan)
Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat
Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi
sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai
petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.

Al Qur'an Kalam Allah Bukan Ucapan Nabi

Sikap skeptis terhadap kebenaran Al-Qur’an sudah ada sejak zaman


Jahiliyah sampai kiamat nanti tiba. Terdapat agitasi beberapa kaum orientalis dan
pendukung-pendukungnya yang ingin menghancurkan ketentuan-ketentuan agama
dengan cara yang berlebih-leb5ihan. Sebagai bukti cukup apa yang mereka katakan,
bahwa versi “Dan membawa berita gembira dengan kedatangan seorang Rasul
sesudahku, Namanya Ahmad”

‫ول‬
ٖ ‫س‬ ‫صد ِٗقا ِل َما َب ۡينَ يَدَ ه‬
ُ ‫ي نَ ٱلته ۡو َر َٰى ِة َو ُمبَش َۢ َِرا بِ َر‬ َ ‫ٱَّللِ إِلَ ۡي ُكم ُّم‬
‫سو ُل ه‬ ُ ‫سى ۡٱبنُ َم ۡريَ َم َٰيَبَنِ ٓي إِ ۡس َٰ َٓر ِءي َل إِنِي َر‬ َ ‫َوإِ ۡذ قَا َل ِعي‬
ۡ ‫يَ ۡأتِي ِم َۢن بَعۡ دِي‬
ِ ‫ٱس ُم ٓۥهُ أ َ ۡح َم ُۖد ُ فَلَ هما َجا ٓ َءهُم بِ ۡٱلبَيِ َٰ َن‬
‫ت قَالُواْ َٰ َهذَا ِس ۡحر ُّمبِين‬

"Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat,
dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang
sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).Maka tatkala Rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini
adalah sihir yang nyata."

(QS, As Shaf 61: 6)

Menurut mereka ayat ini ditambahkan sesudah Nabi wafat untuk dijadikan bukti
atas kenabian Muhammad dan risalahnya dari kitab-kitab sebelum Al-Qur’an.6
Menurut Shalahuddin7 menanggapi hal di atas setidak-tidaknya ada tiga hal yang
harus kita ketahui, yaitu:

5
6
Shalahuddin Hamid, Studi Ulumul Quran, (Jakarta, PT Intimedia Ciptanusantara), tt.hlm
7
Lihat Shalahuddin, hlm. 6-9
1. Mereka menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah hasil karangan dan buatan
Muhammad semata-mata, Muhammad yang menyusun bahasanya,
Muhammad yang membuat-buat maknanya dan Al-Qur’an tidak pernah
sama sekali diturunkan. Pernyataan ini sepertinya sangat tendesius, karena
tidak ditemui pernyataan Nabi bahwa dialah yang mencipta (membuat) Al-
Qur’an, padahal sebenarnya bisa saja kalau beliau ingin menyatakannya,
dan juga untuk apa Rasulullah Saw., menyatakan bahwa Al-Qur’an itu
mukjizat, sedangkan orang-orang Arab pada saat itu menyerah dan sama
sekali tidak menemukan kelemahannya. Pernyataan ini sama sekali tidak
sesuai dengan sejarah pribadi Rasulullah Saw., yang terkenal dengan
kejujurannya, diakui oleh sahabat maupun musuhnya.
2. Sikap skeptis yang kedua beranggapan bahwa Rasulullah Saw., seorang
yang jenius, berhati jernih, selalu menjaga kejujuran, oleh karenanya beliau
bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil, mana ilham dan
mana wahyu, bisa mengetahui perkara gaib dengan kekuatan kasyafnya,
sehingga Al-Qur’an merupakan hasil cipta karsa beliau dan juga hasil dari
kesadaran jiwa beliau, dan Al-Qur’an disampaikan dengan gaya bahasa dan
penjelasan dari dirinya sendiri.
3. Ada lagi pandangan yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw.,
mendapatkan semua itu melalui seorang guru. Mereka menyatakan bahwa
Rasulullah Saw., belajar pada seorang pendeta Buhaira, yang disebut
Waraqah bin Naufal. Pandangan ini sangat menyesatkan, karena tidak ada
sejarah yang menyatakan demikian. Demikian pula dengan Waraqah tidak
ada satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi Saw., pernah bertemu
dengannya. Dalam hal ini sejarah mencatat bahwa guru yang mengajarinya
Al-Qur’an adalah Malaikat Jibril sebagai pembawa wahyu. Jika disebutkan
ada seorang guru selain darinya atau kaumnya maka hal ini sudahlah pasti
tidak benar
Penulis melihat bahwa pemahaman seperti ini berkembang dari
aliran materialistik yang memandang bahwa untuk memperoleh kebenaran
hanya dapat dipahami lewat materi yang tampak oleh mata dan dapat
dipelajari dengan kekuatan rasio. Itu artinya menurut paham ini kebenaran
yang dibawa oleh Muhammad Saw., itu bersumber dan datang dari dirinya
sendiri. Pandangan ini sekali lagi tidak dapat dibenarkan, karena akan
bertentangan dengan keyakinan kita, bahwa Allah SWT lah yang
menurunkan Al-Qur’an dan Dia pulalah yang menjaganya, sesuai dengan
firman Allah SWT sendiri dalam surah AlHijr ayat: 9
ِ ‫ِإنها نَحْ نُ ن هَز ْلنَا‬
ُ ‫ٱلذ ْك َر َو ِإنها لَ ۥه ُ لَ َٰ َح ِف‬
َ‫ظون‬
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya"[793].
Ayat di atas memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian
Al Qur’an selama-lamanya. Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang membuktikan
bahwa tiada yang mampu menandingi Al-Quran sekalipun dunia dan
seisinya. seperti surat Al-Israa' (17) : 88}
ٰۤ
َ ‫ض‬
‫ظ ِہ ۡي ًرا‬ ُ ۡ‫س َو ۡال ِج ُّن َع َٰلی ا َ ۡن ي ۡهات ُ ۡوا بِ ِم ۡث ِل َٰہذَا ۡالقُ ۡر َٰا ِن َۡل يَ ۡات ُ ۡونَ بِ ِم ۡث ِل ٖہ َو لَ ۡو کَانَ بَع‬
ٍ ۡ‫ض ُہ ۡم ِلبَع‬ ِۡ ‫ت‬
ُ ‫اۡل ۡن‬ ۡ ‫قُ ۡل لهئِ ِن‬
ِ َ‫اجت َ َمع‬

Artinya : Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin


berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak
akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka
menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". (QS Al Israa : 88)
Pernyataan tersebut didukung oleh fakta sejarah, yaitu ketika
sekelompok orang zindik dan tidak beragama tidak senang melihat
pengaruh Al-Qur’an terhadap masyarakat. Mereka memutuskan untuk
menjawab tantangan Al-Qur’an. Untuk itu, mereka menawarkan kepada
Abdullah Ibnu al-Muqoffa (W.727 M.) seorang sastrawan besar dan penulis
terkenal agar bersedia membuat karya tulis semacam Al-Qur’an. Yakin
akan kemampuannya, Ibnu al-Muqaffa menerima tawaran tersebut. Ia
berjanji akan menyelesaikan tugas itu dalam waktu satu tahun. Sebagai
imbalannya, mereka harus menanggung semua biaya Ibnu al-Muqaffa
selama setahun itu.
Setelah berjalan setengah tahun, kaum ateis dan zindik itu
mendatangi Ibnu al-Muqoffa, mereka ingin mengetahui sejauh mana hasil
yang dicapai sastrawan tersebut dalam menghadapi tantangan Al-Qur’an.
Pada waktu memasuki kamar sastrawan asal Persia ini, mereka menemukan
Ibnul Muqoffa sedang memegang pena, tenggelam dalam alam pikirannya.
Kertas-kertas tulis bertebaran dilantai dan kamarnya penuh dengan
sobekan-sobekan kertas yang telas ditulisi.8 Penulis terkenal ini telah
mencurahkan segenap kemampuannya untuk menjawab tantangan Al-
Qur’an, tapi ia tidak berhasil dan menemui jalan buntu. Akhirnya ia
mengakui kegagalannya. Rasa malu dan kesal menguasai dirinya, sebab
lebih dari setengah tahun ia berusaha keras menulis semisal AlQur’an,
namun tidak satu ayat pun yang dihasilkannya. Ibnu al-Muqoffa
memutuskan perjanjian dan menyerah kalah. dirinya, sebab lebih dari
setengah tahun ia berusaha keras menulis semisal AlQur’an, namun tidak
satu ayat pun yang dihasilkannya. Ibnu al-Muqoffa memutuskan perjanjian
dan menyerah kalah. Kegagalan Musailamah Al-Kazzab16 menunjukan
dengan jelas bahwa AlQur’an tidak dapat ditiru atau ditandingi. Kenyataan
ini merupakan bukti bahwa Al-Qur’an benar-benar kalamullah. Selain
ketidakmampuan manusia menghasilkan karya semacam Al-Qur’an
terdapat pula beberapa aspek yang menunjukan kemukjizatan Al-Qur’an,
yaitu bahasa (al-Lughah) yang indah, ringkas, dan padat (balaghoh),
petunjuk tentang ilmu pengetahuan (al-isyarat al- `ilmiyat), dan berita-berita
mengenai yang ghoib (akhbar al-Ghoib).
Menurut penyusun (penulis 2) kitab suci Al-Qur'an merupakan
kalamullah yang tiada yang dapat menandingi kehebatan dan
kesempurnaannya karena pada dasarnya kandungannya adalah kalam Allah
Penguasa Seluruh Alam. Sekalipun ada yang mencoba membuat yang
serupa maka hanya akan mendapatkan kegagalan. Begitu pula latar
belakang Nabi Muhammad sebagai penerima wahyu yang dikenal
kejujurannya oleh sahabat-sahabat dan orang sekitarnya menjadi bukti
keaslian ayat-ayat Al-Qur'an.

Bukti-Bukti Historis

Al-Qur’an al-Karim turun dalam masa sekitar 22 tahun atau tepatnya,


menurut sementara Ulama, dua puluh dua tahun, dua bulan dan dua puluh dua hari.

8
Lihat Waheeduddin, hlm. 187
Menurut Quraish Shihab, ada beberapa faktor yang merupakan faktor-faktor
pendukung bagi pembuktian otentisitas Al-Qur’an9, yaitu :

1. Masyarakat Arab, yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an, adalah


masyarakat yang tidak mengenal baca tulis. Karena itu, satu-satunya
andalan mereka adalah hafalan. Dalam hal hafalan, orang Arab – bahkan
sampai kini – dikenal sangat kuat.
2. Masyarakat Arab – Khususnya pada masa turunnya Al-Qur’an dikenal
sebagai masyarakat sederhana dan bersahaja, kesederhanaan ini menjadikan
mereka memiliki waktu luang yang cukup, disamping menambah ketajaman
pikiran dan hafalan.
3. Masyarakat Arab sangat gandrung lagi membanggakan kesusastraan,
mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada
waktu-waktu tertentu.
4. Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahaan bahasanya dan
sangat mengagumkan bukan saja bagi orang mukmin, tetapi juga orang
kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrik
seringkali secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslim disamping
mengagumi keindahan bahasa Al-Qur’an, juga mengagumi kandungannya,
serta menyakini bahwa ayat-ayat Al-Qur’an adalah petunjuk kebahagiaan
dunia dan akhirat. .
5. Al-Qur’an, demikian pula Rasul Saw., menganjurkan kepada kaum muslim
untuk memperbanyak membaca dan mempelajari Al-Qur’an dan anjuran
tersebut mendapat sambutan yang hangat.
6. Ayat-ayat Al-Qur’an turun berdialog dengan mereka, mengomentari
keadaan dan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, bahkan menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka. Di samping itu, ayat-ayat Al-Qur’an turun
sedikit demi sedikit. Hal itu lebih mempermudah pencernaan maknanya dan
proses penghafalan.

9
Lihat Quraish, hlm. 23
7. Dalam Al-Qur’an, demikian pula hadits-hadits Nabi, ditemukan
petunjukpetunjuk yang mendorong para sahabatnya untuk selalu bersikap
teliti dan hati-hati dalam menyampaikan berita – lebih-lebih kalau berita
tersebut merupakan firman Allah atau sabda Rasul-Nya.

Faktor-faktor di atas menjadi penunjang terpelihara dan dihafalkannya ayat-


ayat Al-Quran. Itulah sebabnya, banyak riwayat sejarah yang menginformasikan
bahwa terdapat ratusan sahabat Nabi saw. yang menghafalkan Al-Quran. Bahkan
dalam peperangan Yamamah, yang terjadi beberapa saat setelah wafatnya Rasul
saw., telah gugur tidak kurang dari tujuh puluh orang penghafal Al-Quran.

Walaupun Nabi saw. dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Quran,


namun guna menjamin terpeliharanya wahyu-wahyu Ilahi itu, beliau tidak hanya
mengandalkan hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap
ada ayat yang turun, Nabi saw. lalu memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai
menulis, untuk menuliskan ayat-ayat yang baru saja diterimanya, sambil
menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat dalam surahnya. Ayat-ayat tersebut
mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang
binatang.Sebagian sahabat ada juga yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara
pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak
yang melakukannya disamping kemungkinan besar tidak mencakup seluruh ayat
Al-Quran.Kepingan naskah tulisan yang diperintahkan oleh Rasul itu, baru
dihimpun dalam bentuk “kitab” pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar r.a.

Setelah wafatnya Rasulullah dan banyaknya pengahafal Al Qur’an yang


gugur dalam peperangan Yamamah, menjadikan ‘Umar ibn Al-Khaththab menjadi
risau tentang “masa depan Al-Quran”. Karena itu, beliau mengusulkan kepada
Khalifah Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah ditulis pada
masa Rasul. Walaupun pada mulanya Abu Bakar ragu menerima usul tersebut –
dengan alasan bahwa pengumpulan semacam itu tidak dilakukan oleh Rasul saw.–
namun pada akhirnya ‘Umar r.a. dapat meyakinkannya. Kemudian keduanya
sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit dalam rangka
melaksanakan tugas suci dan besar itu.
Zaid pun pada mulanya merasa sangat berat untuk menerima tugas tersebut,
tetapi akhirnya ia dapat diyakinkan –apalagi beliau termasuk salah seorang yang
ditugaskan oleh Rasul pada masa hidup beliau untuk menuliskan wahyu Al-Quran.
Dengan dibantu oleh beberapa orang sahabat Nabi, Zaid pun memulai tugasnya.

Abu Bakar r.a. memerintahkan kepada seluruh kaum Muslim untuk


membawa naskah tulisan ayat Al-Quran yang mereka miliki ke Masjid Nabawi
untuk kemudian diteliti oleh Zaid dan timnya. Dalam hal ini, Abu Bakar r.a.
memberi petunjuk agar tim tersebut tidak menerima satu naskah kecuali yang
memenuhi dua syarat10:

Pertama, harus sesuai dengan hafalan para sahabat lain.

Kedua, tulisan tersebut benar-benar adalah yang ditulis atas perintah dan di
hadapan Nabi saw. Karena, seperti yang dikemukakan di atas, sebagian sahabat ada
yang menulis atas inisiatif sendiri. Untuk membuktikan syarat kedua tersebut,
diharuskan adanya dua orang saksi mata.

Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena beliau
dan sekian banyak sahabat menghafal ayat Laqad ja’akum Rasul min anfusikum
‘aziz ‘alayh ma ‘anittun harish ‘alaykum bi almu’minina Ra’uf al-rahim (QS
9:128). Tetapi, naskah yang ditulis di hadapan Nabi saw. tidak ditemukan.
Syukurlah pada akhirnya naskah tersebut ditemukan juga di tangan seorang sahabat
yang bernama Abi Khuzaimah Al-Anshari. Demikianlah, terlihat betapa Zaid
menggabungkan antara hafalan sekian banyak sahabat dan naskah yang ditulis di
hadapan Nabi saw., dalam rangka memelihara keotentikan Al-Quran. Dengan
demikian, dapat dibuktikan dari tata kerja dan data-data sejarah bahwa Al-Quran
yang kita baca sekarang ini adalah otentik dan tidak berbeda sedikit pun dengan apa
yang diterima dan dibaca oleh Rasulullah saw lima belas abad yang lalu.

Menurut penyusun (penulis 2) Bukti yang nyata bukan hanya sekedar bukti-
bukti sejarah, dan bukti dari Al Qur'an itu sendiri saja. Sebenarnya banyak bukti-

10
Lihat Quraish, hlm. 25
bukti lain seperti dari sisi ilmu pengetahuan dan cabang ilmu lain. bagaimana orang
non muslim meninggalkan agamanya dan masuk Islam. Hal itu disebabkan mereka
terpesona dengan keindahan Al-Qur’an secara sendirinya secara mayoritas- dan
membuat mereka menjadi beriman,ada pula yang sebagian dari mereka masuk ke
dalam Islam dan beriman karena terpesona dengan akhlak Rasulullah Saw., dan
para sahabatnya. sebagaimana yang terjadi pada masa-masa pertama dakwah
sebagian mereka Di antara ribuan alasan dari mereka, alasan yang paling utama
adalah mereka menemukan kebenaran yang hakiki dalam Al-Qur’an. (Wa Allahu
a’lam bi al-showab).

PENUTUP

Al Qur’an mempunyai banyak keunggulan dan keistimewaan yang lain dari


pada kitab-kitab Allah sebelumnya. Keistimewaan Al Qur’an ini bukan hanya
sebagai benteng kebenaran Al Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw dalam menghadapi kaum kafir, tapi yang paling penting
adalah hakikat Al Qur’an sebagai kalamullah itu sendiri. Kalamullah ini diturunkan
semata-mata untuk memberikan petunjuk kepada seluruh umat di dunia tentang
ajaran tauhid yang satu. Ajaran tauhid ini sebenarnya sudah tertera dengan jelas
pada kitabullah-kitabullah lain sebelum Al Qur’an. Akan tetapi, kitabulla-
kitabullah itu tidak terjaga otensitasnya sehingga dapat dikatan bahwa kitab-kitab
yang beredar sekarang adalah hasil rekayasa para oknum-oknum. Atas dasar itulah
Al Qur’an diturunkan dengan berbagai keunggulan dan mukjizatnya. Sekalipun
begitu masih banyak golongan-golongan yang berusaha merusak akidah umat Islam
dengan cara mendebat otensitas dan kebenaran Al Qur’an. Terhadap golongan-
golongan ini sudah sewajarnya bagi kita umat islam mengadakan pembelaan
terhadap Al Qur’an dengan cara mempelajari Al Qur’an sedalam-dalamnya.

Anda mungkin juga menyukai