Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH AL

QUR’AN

OLEH :

ORINTA ARDHANI
B0219048
SASTRA INDONESIA
A. Apa Al Quran itu?
 Arti kata Al Qur’an dan apa yang dimaksud Al Quran

Qur’an menurut pendapat yang dikemukakan Dr.Sabhi Al Shalih berarti bacaan yang berasal dari kata Qara’a. Kata Al Qur’an
berbentuk masdar dengan arti Ismi Maf’ul yaitu Maqra (dibaca). Adapun definisi Al Qur’an ialah “Kalam Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang merupakan mukjizat yang diwahyukan kepada nabi Muhammad dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan
mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
)١٧( ُ‫ِإ َّن َعلَ ْينَا َج ْم َع ۥهُ َوقُ ْر َءانَ ۥه‬
)١٨( ُ‫فَإِذَا قَ َرأْ َٰنَهُ فَٱت َّ ِب ْع قُ ْر َءانَ ۥه‬

Artinya : “sesungguhnya mengumpulkan Al Qur’an (dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaanya (pada lidahmu) itu adalah
tanggungan Kami. Karena itu jika Kami membacakannya ,hendaklah kamu ikuti bacaannya ( Al Qiyamah ayat 17-18)
Umat Muslim percaya bahwa Al-Qur'an difirmankan langsung oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril
berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari atau rata-rata selama 23 tahun, dimulai sejak tanggal 17 Ramadan saat Nabi
Muhammad berumur 40 tahun hingga wafat pada tahun 632. Umat Muslim menghormati Al-Qur'an sebagai sebuah mukjizat
terbesar Nabi Muhammad, sebagai salah satu tanda dari kenabian,dan merupakan puncak dari seluruh pesan suci (wahyu) yang
diturunkan oleh Allah sejak Nabi Adam dan diakhiri dengan Nabi Muhammad. Kata "Quran" disebutkan sebanyak 70 kali di dalam
Al-Qur'an itu sendiri.
Al-Qur'an menjelaskan bahwa kitab ini adalah sebuah "pembeda" (al-furqān), (umm al-kitāb), "petunjuk" (huda), "kebijaksanaan" (hikmah),
"pengingat" (Dzikr) dan "wahyu" (tanzīl; sesuatu yang diturunkan, menandakan sebuah objek yang diturunkan dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yang lebih rendah).[22] Istilah lainnya yakni al-kitāb (Buku), yang juga digunakan dalam bahasa Arab untuk skriptur lain,
seperti Taurat dan Injil. ". Istilah lain dari Al-Qur'an adalah mushaf . Mayoritas ahli tafsir sepakat bahwa wahyu pertama yang diterima oleh nabi
Muhammad adalah surah Al-'Alaq ayat 1-5. Walaupun hal demikian tidak tertulis secara langsung di Al-Qur’an.

ْ َّ‫اِ ْق َرأ بِا ْس ِم َربِ َك ال‬


َ‫ذي َخلَق‬
‫علَ ْق‬
َ ‫سا نَ ِم ْن‬ ِ َ‫َخلَق‬
َ ‫األ ْن‬
‫ِإ ْق َرأْ َو ُرب َُّك األ َ ْك َرا ُم‬
‫علَّم بِا ْلقَلَ ْم‬
َ ‫ا ل ْذ ي‬
‫سا نَ َما لَ ْم َي ْعلَ ْم‬ ِ ‫علَ َم‬
َ ‫اال ْن‬ َ

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,


2. Dia telah menciptakan manusia dari 'Alaq,
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah,
4. Yang mengajar manusia dengan pena,
5. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya,
B. BAGAIMANA AL QURAN DITURUNKAN

Nabi Muhammad dalam menerima wahyu mengalami berbagai macam caradan keadaan,di antaranya :
1. Turunnya wahyu kepada baginda seperti gemerincing lonceng (kesamaan dalam kerasnya bunyi), dan cara
ini adalah cara yang paling berat bagi Rasulullah saw. Sebagaimana tersebut dalam hadis yang diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari, dari ‘Aisyah r.a. bahwasanya al-Harits bin Hisyam r.a. bertanya kepada Rasulullah
saw, ia berkata: ”Wahai Rasulallah, bagaimana wahyu turun kepada tuan?” Maka Rasulullah saw menjawab
yg artinya : ”Adakalanya wahyu itu datang kepadaku seperti suara lonceng, dan itu adalah yang paling berat
bagiku. Kemudian ia terhenti sedangkan aku sudah memahami apa yang Jibril katakan.”
Dan sungguh aku telah melihat wahyu itu turun kepada beliau (Nabi saw ) pada hari yang sangat dingin,
lalu wahyu itu terhenti sementara ada peluh mengalir di dahi baginda.”
2. Terkadang wahyu dibacakan secara langsung kepada Nabi saw oleh Malaikat Jibril a.s. dimana Jibril a.s.
datang berjumpa Nabi saw dalam bentuk rupanya yang asal. Firman Allah Swt:
“ ‫َولَقَ ْد َرآهُ ن َْزلَةً أ ُ ْخ َر َٰى‬
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu ( dalam rupanya yang asli ) pada waktu yang lain."
(QS. An-Najm : 13)
3. Ada pula wahyu turun dalam bentuk seorang laki-laki yang menyampaikannya kepada Nabi saw, sebagaimana hadis
yang telah lalu dalam Sohih al-Bukhari. Nabi saw telah ditanya tentang tata cara turun wahyu, maka baginda menjawab
yang artinya : ”Dan terkadang Malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang laki-laki, lalu ia berbicara kepadaku dan
kemudian aku memahami apa yang dia katakan.”
Sesungguhnya Malaikat telah menjelma sebagai seorang lelaki dalam bentuk yang berbagai, dan tidak ada yang
terluput darinya apa yang dibawa oleh Malaikat pembawa wahyu tersebut. Sebagaimana dalam kisah datangnya
Malaikat dalam rupa seorang sahabat bernama Dihyah Al-Kalbi r.a. dan dalam bentuk yang lainnya. Dan semuanya
tercatat dalam kitab Shahih. Antara hadith Ibnu Umar r.a. beliau berkata yang artinya : “Malaikat Jibril a.s. pernah
mendatangi Nabi saw dalam rupa Dihyah Al-Kalbi.” (HR. An-Nasai)
4. Dan terkadang wahyu turun dengan cara Allah Taala berbicara langsung kepada Nabi saw dalam keadaan terjaga
(tidak tidur), sebagaimana dalam hadits Isra’ Mi’raj yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukahari,
dan di dalamnya disebutkan: ”Ketika aku lalu, ada penyeru yang berkata:”Aku telah lakukan kewajibanku dan
telah aku ringankan atas hamba-hambaku.” Hal yang paling penting dalam pembahasan ini yang wajib diyakini
dan diimani adalah bahwa Jibril a.s. turun membawa al-Qur’an dengan lafazh al-Qur’an dari awal surat al-
Fatihah sampai akhir surat an-Naas, dan bahwa lafaz-lafaz tersebut adalah Kalamullah (firman Allah), tidak ada
sedikit pun campur tangan Jibril a.s. dan juga tidak ada juga campurtangan Nabi saw dalam pembuatan dan
penyusunannya, tetapi semuanya adalah dari sisi Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt :

ٍ ‫ت ِم ْن لَد ُْن َح ِك ٍيم َخ ِب‬


“ ‫ير‬ ْ َ‫صل‬ ْ ‫اب أ ُ ْح ِك َم‬
ِ ُ‫ت آ َياتُهُ ث ُ َّم ف‬ ٌ َ ‫الر ۚ ِكت‬
Artinya : “Alif laam raa, (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara
terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Q,S Hud ayat 1)
Maka semua lafazh al-Qur’an baik yang tertulis maupun yang dibaca semuanya dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan
tugas Jibril a.s tidak lain hanyalah sebagai pembawa wahyu sahaja kepada Rasulullah saw. Dan bgitu juga tugas
Rasulullah saw ialah memahami, menghafal dan menyampaikannya sahaja. Kemudian menjelaskan maksud wahyu2
tersebut dan mengamalkannya. Allah Swt:
َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬
ِ ‫َو ِإنَّهُ لَتَ ْن ِزي ُل َر‬
ُ ‫الرو ُح ْاأل َ ِم‬
‫ين‬ ُّ ‫نَزَ َل ِب ِه‬
َ‫علَ َٰى قَ ْل ِب َك ِلتَ ُكونَ ِمنَ ْال ُم ْنذ ِِرين‬
َ

Artinya : “Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh
Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang
memberi peringatan.” (QS. Asy-Syu’araa’: 192-194)

.
1. Tahap Pertama (At-Tanazzulul Awwalu) Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuz, yaitu suatu tempat di mana manusia
tidak mengetahuinya secara pasti sebagaimana Firman Allah Swt :
ٌ ‫بَ ْل ُه َو قُ ْر‬
“ ٍ‫آن َم ِجيد فِي لَ ْوحٍ َم ْحفُوظ‬

Artinya : :Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh
Mahfuz.” (QS. Al-Buruj : 21-22)
Penjelasan berkaitan sejak bila Al-Qur’an ditempatkan di Lauh Mahfuz, dan bagaimana kaifiatnya adalah
merupakan hal-hal gaib yang termasuk bahagian keimanan dan tidak ada yang mengetahuinya selain dari Allah swt.
Dalam konteks ini Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus maupun secara keseluruhan. Hal ini di dasarkan pada dua
sebab. Pertama: nas pada ayat 21-22 surah al-Buruj tersebut tidak menunjukkan arti berangsur-angsur. Kedua:
rahasia diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur tidak sesuai untuk tanazul tahap pertama tersebut.
Dengan demikian turunnnya Al-Qur’an pada tahap pertama, yaitu di Lauh Mahfuz dapat dikatakan secara sekaligus.
2. Tahap Kedua (At-Tanazzulu Ats-Tsani) Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfuz ke Baitul `Izzah di langit
dunia, yakni setelah Al-Qur’an berada di Lauh Mahfuz, kitab Al-Qur’an itu turun ke Baitul `Izzah di
langit dunia atau langit terdekat dengan bumi ini. Banyak penjelasannya dari ayat-ayat Al-Qur’an
maupun hadits Nabi SAW. antara lain sebagaimana Firman Allah Swt:
‫حم‬
‫بين‬
ِ ‫ب ال ُم‬
ِ ‫َوال ِكتا‬
َ ‫ِإنا أَنزَ لناهُ في َليلَ ٍة ُم‬
‫بار َك ٍة ۚ ِإنا ُكنا ُمنذِرين‬

‫كيم‬
ٍ ‫مر َح‬ ٍ َ‫فر ُق ُك ُّل أ‬
َ ُ‫فيها ي‬
َ‫مرا ِمن ِعندِنا ۚ ِإنا ُكنا ُمر ِسلين‬ ً َ‫أ‬
‫سمي ُع ال َعلي ُم‬ َّ ‫َرح َمةً ِمن َر ِب َك ۚ ِإنَّهُ ُه َو ال‬

Artinya : “Haa Miim. Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya
(Al-Quran) pada suatu malam yang sangat diberkati dan sesungguhnya Kamilah yang memberi
peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yakni) urusan yang besar
dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus segala Rasul, sebagai rahmat dari
Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui .” (QS. Ad-Dukhan :
1-6)
3. Tahap Ketiga (At-Tanazzulu Ats-Thalisu) Al-Qur’an turun dari Baitul-Izzah di langit dunia terus kepada Nabi
Muhammad SAW., yakni setelah wahyu Kitab Al-Qur’an itu pertama kalinya di tempatkan di Lauh Mahfudh, lalu
keduanya diturunkan ke Baitul Izzah di langit dunia, kemudian pada tahap ketiga Al-Qur’an disampaikan langsung
kepada Nabi Muhammad saw dengan melalui perantaraan Malaikat Jibril a.s. Firman Allah Swt:
َ‫ب ْالعَالَ ِمين‬ِ ‫َوإِنَّهُ لَت َ ْن ِزي ُل َر‬
ُ ‫الرو ُح ْاأل َ ِم‬
‫ين‬ ُّ ‫نَزَ َل ِب ِه‬
َ‫علَ َٰى قَ ْلبِ َك ِلت َ ُكونَ ِمنَ ْال ُم ْنذ ِِرين‬
َ

Artinya : “Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,Ia (Al-Qur’an) itu
dibawa turun oleh Ar-Ruh al-Amin (yakni Malaikat Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah
seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (QS. Asy-Syu`ara’: 192-194). Dan Firman Allah Swt :

“ ‫يا‬ َ ‫احدَة ً ۚ َك َٰذَ ِل َك ِلنُث َ ِب‬


ً ِ‫ت بِ ِه فُ َؤادَ َك ۖ َو َرت َّ ْلنَاهُ ت َ ْرت‬ ُ ‫علَ ْي ِه ْالقُ ْر‬
ِ ‫آن ُج ْملَةً َو‬ َ ‫َوقَا َل الَّذِينَ َكفَ ُروا لَ ْو َال نُ ِز َل‬
Artinya : “Berkatalah orang-orang kafir, kenapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali gus sahaja?
Demikianlah supaya Kami perbuat hatimu dengannya dan Kami (menurunkan) dan membacakannya kelompok
demi kelompok .” (QS. Al-Furqan : 32)
C. PERBEDAAN AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH

AYAT MAKKIYYAH AYAT MADANIYYAH


Ayat Makkiyyah umumnya pendek-pendek. Merupakan Ayat Madaniyyah meupakan 11/30 isi Al Quran dengan
19/30 dari isi Al Quran yang ayatnya berjumlah 4.780 ayat. jumlah ayat 1456 ayat. Juz 28 seluruhnya Madaniyyah
Juz 29 ialah Makkiyyah kecuali Ad Dahr (76) yang jumlah kecuali surah Mumtahanah (60) dengan ayat yang
ayatnya 431. Dalam surah Al Anfal dan surah Asy-Syu’araa berjumlah 137 ayat. Dalam surah Al Anfal dan surah Asy-
masing-masing merupakan setengah juz tetapi yang pertama Syu’araa masing-masing merupakan setengah juz tetapi
Madaniyyah sebanyak 75 ayat sedangkan yang kedua yang pertama Madaniyyah sebanyak 75 ayat sedangkan
Makkiyyah dengan ayat berjumlah 227 ayat yang kedua Makkiyyah dengan ayat berjumlah 227 ayat
Terdapat banyak perkataan “Yaa Ayyuhannaas” dan sedikit Dalam surat Madaniyyah terdapat banyak perkataan “Yaa
perkataan “Yaa Ayyuhalladzina ‘aammanu” Ayyuhalladzina ‘aamanu” dan sedikit perkataan “Yaa
Ayyuhannaas”

Ayat Makkiyyah pada umumnya mengandung hal yang Ayat Madaniyyah menganndung hukum-hukum yang
berhubungan dengan keimanan,ancaman dosa dan berhubungan dengan humum adat atau hukum duniawi
pahala,kisah umat terdahulu yang mengandung pengajaran seperti hukum kemasyarakatan,hukum
dan budi pekerti ketatanegaraan,hukum perang,hukum internasional,hukum
antar agama dan lain-lain
AYAT-AYAT MAKKIYYAH DAN AYAT-AYAT MADANIYYAH

Ditinjau dari segi turunnya ,maka Al Qur’an dibagi atas dua golongan :

 Ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah atau sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dinamakan ayat-
ayat Makkiyyah
 Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dinamakan ayat-
ayat Madaniyyah

Ayat-ayat Makkiyyah meliputi 19/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 86 surah,sedangkan ayat-ayat Madaniyyah
meliputi 11/30 dari isi Al Qur’an terdiri atas 28 surah
D. HIKMAH DITURUNKAN AL QURAN SECARA BERANGSUR-ANGSUR
Al Qur’an diturunkan berangsur-angsur dalam masa 22 tahun,2 bulan,22 hari atau 23 tahun. 13 tahun di Mekkah
dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur adalah :
1. Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan,dan larangan
sekiranya suruhan dan larangan tersebut diturunkan sekaligus banyak.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh,sesuai dengan kemaslahatan. Ini tidak dapat
dilakukan sekiranya Al Qur’an diturunkan sekaligus. (Ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh
dan mansukh)
3. Turunnya suatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan berpengaruh
di hati
4. Memudahkan penghafalan. Orang-rang musyrik yang telah menanyakan mengapa l Qur’an tidak diturunkan
sekaligus ,sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an surah Al Furqan ayat 32 : “mengapakah Al Qur’an tidak
diturunkan sekaligus?” kemudian dijawab dalam ayat itu sendiri “Demikianlah,dengan (cara) begitu Kami
hendak menetapkan hatimu”
5. Diantara ayat-ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau
perbuatan,sebagai dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas r.a. Hal ini tidak dapat dilakukan jika Al Qur’an diturunkan
sekaligus
E. KODIFIKASI DAN UNIFIKASI AL QURAN
 KODIFIKASI
Al-Qur’an sebagaimana yang dimiliki ummat Islam sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup panjang dan upaya
penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf. Al-
Qur’an baru ditulis dalam menggunakan kepingan-kepingan tulang, pelapah-pelapah kurma dan batu-batu, sesuai dengan kondisi
peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat-alat tulis menulis, seperti kertas dan pensil.
Allah akan menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, akan selamat dari usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-
pengurangan. Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para
sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka
amalkan. Dalam makalah ini penulis akan menggambarkan sejarah kodifikasi/pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW
dan setelah beliau wafat, baik pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq hingga Utsman bin Affan, termasuk kendala-kendala atau
permasalahan yang muncul dalam proses penyusunan maupun setelah pengumpulan Al-Qur’an.
Kata ‘penghimpunan/kodifikasi’ Al-Qur’an (Jam’ Al-Qur’an) terkadang dimaksudkan sebagai “pemeliharaan dan
penjagaan dalam dada” (penghafalan), dan terkadang dimaksudkan sebagai “penulisan keseluruhannya, huruf demi
huruf, kata demi kata, ayat demi ayat dan surat demi surat (penulisan). Yang kedua ini medianya adalah shahifah-
shahifah dan lembaran-lembaran lainnya, sedangkan yang pertama medianya adalah hati dan dada.
Periode pertama penghimpunan al-Qur’an terjadi pada masa Rasulullah SAW. Pada periode setiap kali sebuah ayat turun
langsung dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati karena Nabi Muhammad SAW dan ummatnya.
Masa itu para sahabat dikenal memiliki daya ingat yang kuat dan hafalan yang cepat. Sehingga pada masa itu banyak
sahabat yang hafal Al-Qur’an diantaranya keempat Khulafaur Rasyidin, Abdullah bin Mas’ud, Salim Maula Abi Hudzaifah,
Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, dan lainnya.
Ayat-ayat Al-Qur’an ketika itu tidak dihimpun dalam satu mushaf, tetapi ditulis pada sarana yang mudah didapat seperti
pelepah korma, bata-bata tipis, lembaran dari kulit, pecahan batu dan sebagainya. Tulisan-tulisan tersebut disimpan dirumah
Nabi Muhammad SAW. Rasulullah mengangkat beberapa sahabat untuk menulis, agar setiap wahyu turun langsung dapat
ditulis dan bisa dijadikan dokumentasi. Mereka adalah Abu Bakar, Usman, Umar, Ali, Muawiyah, Abban ibn Sa’id, Khalid
ibn al-Walid, Ubay ibn Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Tsabit ibn Qais dan lain lain.
Faktor-faktor yang menyebabkan Al-Qur’an belum dihimpun pada masa Nabi SAW yaitu:
a. Faktor-faktor yang mendukung penulisan belum muncul.
b. Nabi SAW masih menunggu kemungkinan penaskhan beberapa ayat dari Allah SWT.
c. Al-Qur’an turunya bertahap.
d. Urutan ayat Ayat Al-Qur’an tidak sesuai dengan urutan turunnya.
Sedangkan faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi adalah :
a. Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
b. Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena bertolak dari hafalan para sahabat saja
tidak cukup karena terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka sudah wafat. Adapun penulisan akan tetap
terpelihara walaupun pada masa Nabi, Al-Quran tidak ditulis di tempat tertentu
 UNIFIKASI
Sepeninggal Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan naskah catatan Al Quran, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a
terjadilah Jam’ul Quran yaitu pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-Quran yang susunan surah-surahnya menurut riwayat masih
berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul). Karena pada masa itu banyak terjadi peperangan dan menyebabkan banyak sahabat
yang hafal Al-Qur’an meninggal di medan perang.
Peperangan melawan kaum murtad (Musailamah al-Kadzdzab dan pengikutnya) di Yamamah mengakibatkan 70 huffâzh gugur. Tragedi itu
mendorong Umar bin Khathab untuk mengusulkan agar al-Qur’an segera dikumpulkan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Abu Bakar
menyetujui usul Umar dengan memberi mandat kepada Zaid bin Tsabit untuk mengemban tugas tersebut.
Abu Bakar mengutus Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an, karena Zaid merupakan penghafal Al-Qur’an dan penulis wahyu
Rasulullah, Ia juga cerdas, jujur, dan sangat teguh memegang prinsip agama. Dalam menghimpun Al-Qur’an Zaid sangat teliti dan hati-hati,
Ia menggunakan hafalannya sendiri dan hafalan para sahabat serta tulisannya yang pernah ditulis dihadapan Nabi SAW. Kemudian ayat-ayat
Al-Qur’an yang telah selesai dihimpun diserahkan kepada Abu Bakar.
Meski sempat merasa keberatan dengan tugas ini, Zaid tetap menyanggupi instruksi dari Abu Bakar. Sebenarnya ia bisa menuliskannya
berdasarkan hafalannya sendiri dan catatan-catatan yang ia punyai. Tapi, demi validitas data yang lebih akurat, ia menerapkan kualifikasi
yang sangat ketat dalam merealisasikan program ini. Ia tidak menerima satu teks pun kecuali jika memenuhi 3 syarat: sesuai dengan hafalan
para sahabat, ditulis di hadapan Nabi dan menyertakan dua orang saksi yang adil.
Di tengah proses kompilasi fragmen-fragmen al-Qur’an, Zaid merasa janggal karena tidak menemukan manuskrip dua ayat terakhir surat al-
Taubah kecuali milik Abu Khuzaimah. Padahal ia mensyaratkan harus ada dua saksi yang adil. Tapi kemudian ia teringat bahwa Nabi sendiri
telah memberi pengakuan bahwa kesaksian Abu Khuzaimah sudah setara dengan kesaksian dua orang. Selain itu, ayat yang dibawanya sudah
diakui ke-mutawattir-annya oleh para sahabat yang hafal al-Qur’an.
Setelah seluruh ayat dinyatakan lengkap, perkamen-perkamen manuskrip yang telah terkumpul tersebut kemudian dijilid menjadi satu dan
disimpan di kediaman Abu Bakar. Al-Qur’an yang terkumpul ini sudah mencakup al-ahruf al-sab’ah sebagaimana yang diturunkan kepada
Nabi SAW. Mushaf Abu Bakar tidak lagi memuat ayat-ayat yang telah dinaskh dan juga catatan tafsir yang ditulis beberapa sahabat. Urutan
ayat dan suratnya pun sudah disesuaikan dengan petunjuk Nabi, bukan urutan nuzulnya. Mushaf Abu Bakar ini telah diakui keafsohan dan
kevalidannya oleh para sahabat.
3. Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Ustman Bin Affan.
Penulisan Al-Qur'an pada masa 'Utsman (25H) adalah dalam rangka menyatukan berbagai macam perbedaan bacaan
yang beredar di masyarakat saat itu. Seorang sahabat yang bernama Hudzaifah mengusulkan untuk menulis kembali Al-
Qur'an agar menyeragamkan bacaan Al-Qur'an. Utsman menerima usulan itu kemudian membentuk tim penulis Al-
Qur'an yang terdiri dari 4 orang, yaitu Zaid bin Tsabit saebagai ketua tim, Sa'id bin Al-'Ash, Abdullah bin Zubair dan
Abdurrahman bin Harits.
Tim penulis ini berhasil menyalin shuhuf dari Hafshah dalam beberapa jumlah (25H) untuk dikirim ke beberapa daerah
Islam untuk dijadikan standar bagi sealuruh umat Islam. Menurut sebagian pendapat ada lima mushaf standar selain di
tangan Khalifah yang dikirim ke beberapa kota, yakni ke kota Mekkah, Damaskus, Kuffah, Bashrah dan Madinah.
Kemudian diinstrusikan bahwa semua shuhuf dan mushaf Al-Qur'an selain Mushaf Utsman yang berbeda segera dibakar
atau dimusnahkan. Semua umat Islam menyambut baik dan mematuhi instruksi ini. Setelah tim selesai menyalin Al-
Qur'an, shuhuf Hafsah dikembalikan kepada Hafsah.

Yang membedakan antara kedua jenis penghimpunan periode dua dan tiga adalah:
a. Tujuan penghimpunan pada masa Abu Bakar merangkul seluruh Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak ada yang
hilang sedikitpun, tapi tidak mengharuskan umat islam atas satu mushaf, karena belum tampak pengaruh perbedaan
qiro’at yang bisa menimbulkan perpecahan.
b. Sementara tujuan penghimpunan Al Qur’an pada masa ustman adalah menyatukan Al-Qur’an seluruhnya pada satu
mushaf, melihat kekawatiran pertentangan qiro’at dikalangan umat islam yang bisa memecah-belah mereka.
Dengan upaya Ustman bin Affan ini, tampak kemaslahatan umum. Kaum muslimin lebih terealisir ketika mereka dapat
bersatu di bawah satu kalimat dan perpecahan serta permusuhan dapat dielakan.
Pengumpulan Al-Qur’an Pasca Ustman Bin Affan.
· Periode memperindah tulisan.
Tulisan yang digunakan pada abad ke tujuh Masehi yaitu pada masa Rosul adalah hanya terdiri dari simbol dasar yang
hanya melukiskan struktur konsonan dari saebuah katadan bahkan searing mengandung kekaburan. Pada masa
pearmulaan Islam seluruh huruf biasanya dituliskan daengan cara yang amat sederhana yaitu dalam bentuk garis lurus
tanpa titik dan tanpa baris.
Manuskrip Al-Qur'an dari generasi pertama dan pada naskah Arab pada umumnya tidak memiliki tanda bunyi (tasykil,
harakat) dan tanda diaktris (a'jam = tanda huruf dalam bentuk titik). Hal ini baru diperkenalkan atau dimasukkan ke
dalam penulisan Al-Qur'an pada masa pemerintahan Bani Umayyah yang ke lima yaitu Abdul Malik bin Maraawan
(66-86 H/685-705M) dan juga pada masa pemerintahan Gubernur Al-Hallaj di Irak, yaitu ketika semakin banyak orang
yang ingin mempelajari Al-Qur'an terutama dari yang tidak berlatar belakang budaya Arab. diriwayatkan bahwa orang
yang pertama kali memperkenalkan tanda titik (a'jam) ke dalam naskah Al-Qur'an adalah seorang tabi'in yaitu Abul
Aswad Al-Du'ali. Kemudian perbaikan diikuti oleh Al-Hasan Al-Bashri, Yhya bin Ya'mar dan Nashar bin 'Ashim Al-
Laytsi
Naskahnya dilengkapi dengan tanda baca. Adapun naskah Al-Qur'an yang dicetak umat Islam pertama kali adalah yang
disebut deangan "edisi Mulay Utsman" yang diceatak pada tahun 1787, diterbitkan di St. Petersburg, Rusia.
Para ulama dalam menyikapi Al-Qur'an yang ditulis tim Utsman atau yang disebut khath Utsmani ada 3 pendapat :
1. Tidak boleh menyalin Al-Qur'an yang menyalahi khath Utsmani baik dalam menulis waw, alif dan ya.
2. Dibolehkan menyalahi tau tidak sesuai khoth Utsmani, karena tulisan Al-Qur'an tidak tauqifi (tidak ditetapkan
Rosul).
3. Dibolehkan menulis Al-Qur'an untuk umum menurut istilah-istilah yang dikenal dan tidak diharuskan menulis
model lama karena dikhawatirkan meragukan mereka. Tetapi harus ada yang memelihara tulisan lama sebagai bukti
dokumentasi.
Dari tiga pendapat di atas yang paling berhati-hati adalah pendapat yang pertama, yakni harus konsisten mengikuti khoth
Utsmani demi keseragaman dan pemeliharaan Al-Qur'an dari kesalahan, kekurangan dan kelebihan

Anda mungkin juga menyukai