Anda di halaman 1dari 1069

.

FATWA
FATWA
l(ONTEMPORER
Jilid 2

DR. Yusur QARDHAWI


g
? rffi
L/
&
A
DR. YUSUF QARDHAW! lahir di Mesir pada tahun L926. Ketika
usianya belum genap 10 tahun ia telah dapat menghafal Al-
Qur'an. Seusai menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan
Ma'had Tsanawi, ia meneruskan ke Fakultas Ushuluddin Uni-
versitas al-Azhar, Kairo, hingga menyelesaikan program doktor
pada tahun L973, dengan disertasi "Zakat dan Pengaruhnya da-
lam Mengatasi Problematika Sosial"..la juga pernah memasuki
lnstitut Pembahasan dan Pengkajian Arab Tinggi dengan me-
raih diploma tinggi bahasa dan sastra Arab pada tahun L9?7.
Buku-buku yang ia tulis --khususnya yang berkaitan dengan
hukum-- di samping menggunakan metode taisir, iuga lengkap
dengan dalil-dalil yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah
Rasul. Menurutnya, mengemukakan hukum haruslah disertai
hikmah dan 'illat (alasan huklm) yang.sesuai dengan falsafah
umum Dinul Islam. Apalagi pada zaman sekarang banyak orang
yang ragu dan tidak begitu saja mau menerima hukum tentang
sesuatu tanpa mengetahui sumber pengambilan dan alasannya,
hikmah dan tujuannya.
Sebagai seri lanjutan dari Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 1,
buku ini lebih banyak berisi kajian mengenai berbagai persoal-
an kekinian yang masih menjadi tanda tanya dan sering kali
menimbulkan polemik. Misalnya, seputar masalah eutanasia,
pencangkokan organ tubuh, bank susu, dan pengguguran kan-
dungan hasil pemerkosaan.
Pertanyaan-pertanyaan seputar lslam yang selama ini meng-
ganjal, insya AIIah, akan teijawab tuntas dengan membaca
buku ini.

ISBN 979-56r-276-x (no. jil. lengkap)


ISBN e7e-561-332-4 (lil. 2)
ISI DUKU

DARI DUSTUR II.AHI


DARI PELffA KENABIAN: DOA DAN MUNAJAT
PENGAMAR PENERBTT
MI.]KADIMAH 17

BAGIAN I
TEIYTANG SUMBER SUI,IBER AGAMA ISLAM:
AL4tJR'All DAN ALHADITS ?7
l. Penulisan Mushaf AI-Qur'an dengan Sistem Penulisan
Modern 29
2. Menulis Sebagian Ayat Al-Qur'an dengan Huruf Latin 31
3. Masalah Waqaf (Perhentian) dalam AI-Qur'an 36
4. Waqaf yang Merusak Makna 42
5. Para Penentang Hadits Nabi saw. 45
6. Meneliti Sanad dan Matan Hadits 56
7. Tentang Hadits: "Bada al-lslamu Ghariban" 80
8. Tentang Hadits "Tidak Akan Datang Hari Kiamat
sehingga Kamu Memerangi Bangsa Yahudi" 103
9. Kedudukan Hadits "Aktsaru Ahlil-Jannah al-Brrlhu" 111
10. Tentang Ungkapan "an-Nazhaafatu Minallman" 119
11. lmam Rasyid Ridha dan Hadits tentang Nabi Terkena
Sihir 126
12. Kedudukan Hadits-hadits dalam Kltab al-Hatal
Wal-Haram 147
BAGIAN II
SEPUTAR USHLJL DAN QAWA'ID 165
l. Bolehkah Mengamalkan Sesuatu yang Bertentangan
dengan Mazhab Empat? 167
2. Perbedaan Pendapat Para Imam dan Hukum Bertaklid
kepada Mereka 182
3. Tentang Kaidah "Kita Bantu-Membantu dalam Masalah
yang Kita Sepakati dan Bersikap Toleran dalam Masalah
yang Kita Perselisihkan" 193
4. Pembaruan Ushul Fiqih: Antara Menetapkan
dan Menolak 206

BAGIAN III
LAPAI{GAN AQA'ID DAN PERNARA GAIB
0anjutan Jilid D 217
1. Saat Datangnya Hari Kiamat Hanya Allah yang Tahu
(Sanggahan terhadap Dr. Rasyad Khalifah) 219
2. Ramalan Bintang dan Perdukunan dalam Pandangan
Islam 241
3. Benarkah Manusia itu Khalifah Allah di Muka Bumi? 248
4. Hukum Mengucapkan: "Berkat Karunia Allah
dan Perjuangan Mukhlisin" 258
5. Pendapat Ibnu Taimiyah dan lbnul Qayyim
tentang Ketidakkekalan Neraka 265
BACIAN N
I..APANGAN IBADAH DAN ARKANULISLAM 275
1. Masjid dan Politik 2ZZ
2. Tidak Semua yang Baru itu Bid'ah (Penjelasan Mengenai
Bid'ah-bid'ah Hari Jum'at) 283
3. Hisab dan Penetapan Puasa dan ldul Fitri289
4. Zal<at Perhiasan Istri setelah Meninggal Dunia 3/7
5. Hukum Mempergunakan Zakat untuk Membangun
Masjid 319
6. Menggunakan Uang Sumbangan @akat) untuk Keperluan
Administrasi dan Perkantoran 323
7. Membangun Islamic Cenffe dengan UangZakat 325
8. Apakah Minyak Tanah Ada Zakatnya? 328
9. Hukum Mengeluarkan Zakat Fitrah dengan Uang 334
BAGIAN V
MASAL{,H WANITA DAN KELUARGA
(-anjutan Jilld l) 343
L Peranan Hawa dalam Pengusiran Adam dariSurga 345
2. Fitnah dan Suara Wanita 350
3. Menyanggah Penafsiran yang Merendahkan Wanita 352
4. Bolehkah Laki-laki Memandang Perempuan dan
Sebaliknya? 361
5. Hukum Mengucapkan dan Menjawab Salam bagi
Wanita 373
6. Pergaulan Laki-laki dengan Perempuan 38/
7. Wanita Menienguk Laki-laki yang Sakit 395
8. Berjabat Tangan antara Laki-laki dan Perempuan 402
9. Apa saja yang Boleh Dikerjakan Wanita 420
10. Apakah Memakai Cadar itu Bid'ah? 424
11. Apakah Memakai Cadar itu Waiib? 430
12. Hukum Orang Tua Menikahkan Putrinya tanpa
Persetujuannya 467
13. Hukum Mahar dan Hikmahnya 476
'14. Cinta dan Perkawinan 483
15. Apa Saja yang Halal bagi Suami terhadap lstrinya? 48.7
16. Menikah dengan Bekas lbu Mertua yang Anaknya
belum Digauli 496
17. Islam Menghormati dan Meniuniung Deraiat Kaum
Wanita 497
18. Talak dan Khulu' 502
19. Pengembalian dalam Khulu'yang Melebihi Pemberian
Suami 5/.3 t'
20. Pencalonan Wanita Menjadi Anggota Parlemen
dalam Perdebatan 521
21. Bantahan terhadap Fatwa yang Mengharamkan Hak-hak
Politik Kaum Wanita .5JZ
22. Apakah Anak yang Durhaka Terhalang Mendapatkan
Warisan? 546
23. Masalah Warisan 549
24. .Apakah Cucu Mendapat Bagian dari Peninggalan
Kakek? 55l
25. Warisan'AshabahBersama Anak-anak Perempuan 553
26. Memberi Nama Anak dengan Nama-nama Asing 559
27. Jumlah Susuan yang Mengharamkan 562
BAB VI
HI.]BI.JNGAI\' SOSIAL KEMASYARAKATAN:
SEPLJTAR ltilASAIr{H MUAMAIAH 0qnjutan Jilid l) 567
l. Bagaimana Mempergunakan Harta yang Diperoleh
dari Jalan Haram? 569
2. Mencari Kekayaan dengan Jalan Haram 576
3. Undian Berhadiah dari Perusahaan Dagang
@rodusen) 582
4. Seputar Batasan Tunai dalam Jual Beli Valuta 584
5. Adakah Batas Maksimal bagi Keuntungan Pedagang? 587
6. Agama dan Humor 621
7. Hukum Bermain Catur 641
8. Hukum Nyanyian Menurut Pandangan Islam 672
9. Pembajakan Pesawat Terbang dalam Pandangan
Islam 704
10. Rabi'ah al-Adawiyah 713
ll. Amalan Hati dan Anggota Badan 725

BAGIAN WI
RQIH DAII KEDOKTERAN 747
1. Eutanasia 749
2. Seputar Masalah Pencangkokan Organ Tubuh 755
3. Pengguguran Kandungan yang Didasarkan pada Diagnosis
Penyakit Janin 770
4. BankSusu 782
5. Hukum Mukhaddirat (Narkotik) 792
6. Hukum al-Qat (Nama Tanaman) 798
7. Hak dan Kewajiban Keluarga Si Sakit dan Teman-
temannya 806
8. Hukum Menggugurkan Kandungan Hasil
Pemerkosaan 876
9. Jawaban Singkat terhadap Pertanyaan Seputar Masalah
Kedokteran 882
BAGIAN WII
I^A.PANGAN POUTIK DAN PEMERINTAHAN 893
1. Islam dan Politik 895
2. Islam dan Demolrrasi 915
3. Banyak Partai Di Bawah Naungan Daulah Islamiyah 941
4. Toleransi dan Keadilan Islam terhadap Golongan
Nonmuslim 962
5. Tahaptahap Mengubah Kemunkaran dan Kapan
, DiperbolehkanMengubah Kemunkaran
, denganMenggunakanKekuatan? 9A
6. Siapakah Propagandis Fitnah ltu? 1002
7. Menetapkan Hukum sesuai yang Diturunkan Allah 1010
8. Umar bin Abdul Aziz tidak Mengerti Politik? 1038
DAFTARPUSTAKA TO52
INDEIG 1055
ffiffiW
DARI PELITA KENADIAN:
DOA DAN }TUNA'AT

)Yt, ft5a5
"#-<J6,EG. -lb(
9; 6hG #i fr6,,"/,r'J G ;.r|)iii
*_t'!(ri7-3eq',frriKrlrA
"3341G{i1gq)e{4. .zc). 1(? z
35Ji5rraO) /V-, -- ul*
:W +_€e l, /,ri:i A' l; di:,41y, A
Ya NIah, Tuhan bagi Malaikat JibrtL Mikail, dan Isralil Pencipta langit
dan bumi, yang mengetahui alam gaib dan alam nyta. Englraulah yang
memutusl<an hukum di antara hamh-hamfu-Mu mengenai ap lnng
mercka petrelisihkan. Tunjukl<anlah daku kepfu kebenann dengan
izin-Mu &lam mengfiafupi aW nng dipllisihlran orang, fuirWtlnm
Engkaulah png menunjuklran orutg yang l(au kehendaki ke jalan lang
Iempng." (DMutayatkan oleh Imam Musllm dari Aisyah bahua
Nabi saut. alnbtla mengerfakan shalat malam bellau membaca
doa illitah dengan doa lnl)
) :| 1.
i ..:': i:,i .i ,i

W lt:,!.i)!. :':.twf*-

r, i iill;; ,:i,,: t
'ffi .r 1 ir.r:
t.':

.W *li': :1i,ln

PENGANTAR PENERDIT

Alhmadulillah, buku Fatwa-fatwa Kontemporer jilid kedua ini akhir-


nya dapat kami terbitkan setelah kurang lebih enam bulan kami
menerbitkan jilid pertama. Kehadiran buku yang ditulis Dr. Yusuf
Qardhawi ini mudah-mudahan dapat menenteramkan hati pembaca
yang tampaknya sudah lama menunggu.
Adalah sesuatu yang waiar jika buku-buku karya ulama besar
Mesir ini senantiasa "ditunggu dan diserbu" pembacanya. Hd itu di
samping karena beliau sebagai mufti masyhur yang punya populari-
tas internasional, juga karena fanva-fanva beliau memang menarik
dan mudah dicerna oleh semua lapisan masyarakat. Tidak berlebihan
,ika dikatakan bahwa tulisan-tulisan beliau kini dibaca di hampir se-
luruh negara Islam atau negara yang berpenduduk mayoritas Islam.
Beliau senantiasa menyajikan berbagai topik dan masalah aktual-
kontemporer yang relevan dengan kehidupan kini. Kalaupun ada
topik-topik lama, dengan kepiawaian dan kealiman beliau, topik-
topik tersebut diramu kembali sehingga menjadi sesuatu yang tetap
segar dan "menenteramkan" pembaca.
Dalam Fatwa-fatwa Kontemporer jilid kedua ini Qardhawi kembali
membentangkan segala permasalahan yang dihadapi atau dialami
umat lslam. Sebagian topik dalam buku ini merupakan pengem-
bangan dari topik-topik yang ada pada jilid pertama. Tafsir Al-
Qur'an, masalah hadits, akidah, dan syari'ah menjadi kajian penting
dan pokok. Bagian lain merupakan uraian dan fatwa-fatwa beliau
mengenai berbagai hal atau apa saja yang menjadi isu kontemporer
tentang Islam dan umat Islam.
lapangan fiqih muamalah, beliau mengungkap masalah
-Dalam
paling mutakhir seperti hukum eutanasia lmemplrcJpaf kematian
fagr pasien) yang tentu merupakan informasi Ueitrarg bagi dokter
dan pasien. fuga masalah "bank ASI (air susu ibu)" ying kdntrover-
sial; donor organ tubuh; hukum aborsi; lebih khusus hukum aborsi
pagr waniA yang diperkosa (misalnya, para wanita Bosnia). Dalam
Iapangan sosial dan politik, beliau membahas sekularisme, toleransi,
demokrasi, dan sistem multipartai. Semua ini disampaikan beliau
dengan "kemudahan" yang ditopang dalil-dalil kuat, argu-
-prinsip
mentatif, dan komparatif.
_Sgperti
kami kemukakan dalam jilid pertama, buku ini kami terje-
mahkan secara utuh dari aslinya, Hadyul lslam Fatawi Mu'ashirah, yang
terdiri atas dua iilid. Namun, jika rernyara nanti muncul jilid kltiga
dan seterusnya dari aslinya, kami pun akan segera meneibitkannya
untuk Anda.
, Semoga kehadiran buku ini dapat memperkaya khasanah ke-
ilmuan kita dan memperluas cakrawala keislaman kita. Amin.

Penerblt
}TUKADI}IAH

egala puji milik Allah, dengan nikmat-N1a sempurnalah se-


gala kebailen dan dengan pertolongan-tba trreaitailah semul
Y tuiull. Didah yang telah menunnrn kita kepada Dinul Islam
ini, uiul
uu, u.rq,uan kita
dan dadalah mendapatkan peun
ruur menqapau(an petuniuk
uK kalau-bukan
l(alau DuKan Dia y"ang
),"ang
memberi pemniuk
Shalawat dan salam semoga tercurahkan aas pembawa kabar
g-gTlir? dan pemberi perlngatan, pelita yang bersinar cemerlang,
qialah juniungan dan tmam kita Nabi Muhammad. S€moga shalawat
dan salam tercurahkan pula atas keluarganya, sahabatnya, dan
or?ng-orang yang menglkuti mereka dengan baik hingga hari pem-
balasan.
Buku ini merupakan seri kedua dari kitab srrya nailyul Islam atau
Fatawi Mu'ashir. Rencananya juz kedua ini hendak diterbitkan sejak
beberapa tahun silam, sebagian materinya pun zudatr rcrsedia --
meski masih memerlukan penelitian ulang dan penyempunuum ter-
hadap beberapa bagiannya-- namun karena btrbagai-tugas )ang
sangat mendesak saya belum dapat mewujudkannya.
_ ryti$ saya mengadakan pedalan4n dari eathar lce Aljazair asy-
Syaqiqah pada tahun akademi yang lalu (19Dfi99t), materi buku
ini-pun saya bawa dengan harapan saya dapat menelaahnya pada
waktu--waktu senggang. Tetapi set€lah seahun berlalu lesimpaan
itu belum juga saya peroleh, hingga ledka saSa pulang ke Dduhah
materi ini masih t€tap seperti keadaannya semula.
_ Saya memuji Allah SWT, karena pada akhirnya Dia memberi
kemudahan kepada saya untuk menelaah kembali jtiz ini dan mener-
tibkan bab-babnya sehingga siap unruk diterbitkan. Saya bersyukur

t7
batrwa semua mat€ri ini sudah tertulis --termasuk materi-materi
rr"ns sava pindahkan dari rekaman kaset-- hingga kalimat-kalimat
"rerti
urirUiVa tampak efektif dan tepat. Bahkan, lebih dari ihr, saya
dapat menata kem6ati kalimat-kalimat pertanyaannya.hingga ielas'
mriaan dimengerti, dan mengenai sasaran, kecuali bgberapa perta-
nyaan yang saya pandang sudah memadai dan efektif.
" sesirngEuhiya kedudukan (tugas) memberi fanra merupakan
keOuauUi'yanlagung. Iorena iLilah al-ham Ibnul Qalryim mgniadi-
kannya semadn-'rekomendasi dari Rabb semesta alam' sebagai-
maniyang beliau kemukakan dalam ktab beliau yang terkend, I'la-
mutuiwa{qiIn. Selain itu, mufti (pemberi fatwa) rye-rurykan pelqrus
Nabi saw. irntuk menielaskan perkara yang hatal dan haram dalam
bertindak, yang sahih dan fasid (rus{) dalam bermuamalah'y?!g
miqbul ldiieririal dan yang mardud (ditolak) dalam masalah ibadah,
serta yang hak dan batil dalam itikad.
na inltah yang menyebabkan sebagian ulama salaf yang saleh
*ei"ra tatut ineriUeri fanra sehingga mereka lari darinya sedapat
;un*i" dengan mencari bermacam-macam dasan. Di anJafa mereka
dibalang+avangt ancaman sebuah atsar yang masyhur:

k/,t), ob), )gt,&'/1{1t l?alt,X('I1Uiit


. "Orang mny Ningberui di antara tramu hhm mqtbfi tatwa
eht, orangyang @ing fururi maf,tk neral<aa
lGtakutan tersebut disebabkan mereka merasirkan betapa berat
betan ini dan betapa besar tanggUngfawab mereka di hada-pan Allah
SWT, sehingga Abdullah bin Umar r.a. -karena sangat takut mem-
teri fatrra A[am beberapa masalah- beralasan dgngat! mengatakan:
;u.t.to mengtnginkar punggung kami menjadi iembatan menuiu
neraka fahanam."
Sitingguhnya di antara dosa yang paling lr-eqar dalam Islam ialah
dosa orai[-oraig yang berkata atas nama Allah mengenai sestultu
yang *erita ddili me-ngerti, sehingga mereka menghalalkan yang
[ffi .t"o mengharamkln yang naa-tanpa seizin Allah Jdla ]alaluhu,
sebagaimana telah diperingatkan-Nya:

lpiriraf,atton oleh ad-Dariml dalam eunannya, dari Ubaidillah bin Abi fa'far secara
trrrrfir'nwvri, "Bab al-hrya wa Maa Fiihi mln asy-Syiddah"' Juz I' hlm' 75'

18
"Dan ianganlah lamu mengatalen tertndap apWg dt*ktt-*but
oleh lidahmu *cara dusta'ini halal dan ini hanm,, untuk meng_
ada-adal<an kebohongan terhadap NIah. Sesungguhnya orang_
orang Wg mengada-adakan kebohongan terhadap NIah tiadalah
beruntung. (ltu adalah) kexnangan yang sdikit dan bagi mereka
azab yang pedih. " (an-Nahl: I 16.-117l

Dalam ayat lain Allah berflrman:


"lhtakanlah: Tenngl<anlah kepfuku tentang rveki yang diturun_
kan NIah kepadamu, lalu kamu jadikan hanm dan
(*fugiannya) halal.' Ihtakanlah:'Apakah Ntah telah memfuilran
izin kepdamu (tentang ini) atau kamu mengada-dakan rrrja ter-
hadap Nlah?'" (Yunus: E9)

Al-Allamah az-Zamakhsyari mengomentari ayat ini dengan me-


nyatakan: "Cukuplah ayat ini sebagai hardikan keras terhadap sikap
ceroboh mengenai hukum-hukum yang dipertanyakan, sehingga
dapat mendorong seseorang untuk berhati-liati daiam masaratr ini.
Selain itu, hendaklah,sfseorang jangan terlalu mudah mengatakan
tgntang [oleh atau tidaknya suatu masalah sebelum ia merasayakin
dan ryrymp. Maka barangsiapa belummerasayakin mengenai suatu
masalah, hendaklah ia takut kepada a[ah dan leUitr, baik diam.
Sebab, iika tidak demikian bgrarti ia mengada-adakan dusta atas
nama Allah."
Sementara itu, Ibnu Munkadil berkata: "Apabila seseorang ber-
fanva berarti ia memasuki urusdn antara attin aan makhluf-r.rya,
oleh karena itu hendaklah ia memperhatikan apa yang akan ia per-
buat."
Selain itu, di antara faktor yang mempercepat hilangnya orang
flfl iaan_sikap manusia yang menganlkat femimpin--pemimpiil
jahil. Mereka memberikan fanua tanpa berdasarkan ilmu,-sehingga
me,reka sesat dan menyesatkan
Dari Abdullah bin Amr dari Nabi Muhammad saw., bahwa beliau
bersabda:

$^+U4UZ-66l1HiJ>iiqatEt
E€ deur&):p;tAfii (gt, utsi
t9
W,*WLrg/,,itisi'4ro5e6i:r/6t
"6,r;v $#,
( oH, obt \,
6rfr\ t$iLl
'saungahnlnNlahtidakmencabutilmudengutxttamertadad
hati manusiA tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematilran pn
ulann. Sehingga iil<a sudah tidalc ada orangalim lagi, oruryonng
pu, pemimpin Sang iahil. Arybila ditanya, merc*a
'membei
^engarfi*at
fatwa tanp beidaarl<an ilmu, malta ia meniadi srjsElt dan
meny*tlcan "(IIR Bukharl dan Musltm)

Kita seharusnya merasa sedih dan prihatin karena pada masa se-
k;;fail dianggap sebagai persoalan lang sanga! 1inry Ada di
inarforung yangEUinarnya tiaat mengetahui seluk beluk tentang
fiqih beranirireniberi fanua. Di antara mereka ada iuga orang )ang
sa'ma sekali tidak mengenal syarat-syarat iJtihad, tetapi mengaku
se-
bagai ahli iJtihad sehi-ngga rigkat mqmleJi fanra te$nlg U"tU"gqi
ffirod"n vins rumit dfr sdit --padahal lembaga-lembaga ilmiah
iert"nnn yang telah beberapa kali mengadakan pembahasan te$ang
;;s"atil teisebut belurn dapat memutuskannya.,Bahlan-f*nua
[tuifr-t"O""C-kadang berten:tangan dengan iim?1 uqpa te_rdahulu
d"r rlr." sekiang, teapi semua tnr Uaat mereka hiraukan. SunggUh
tepat pernyaraan yang pernah disinyalir dalam sebuah hadits Nabi.
-uas'ud-r.a.-bihwa
oiri rbnu Rasulullah saw' bersabda:

$,,!!'!rf4v.gfud"gq3T(eEY
zt,Jt tL o d re ) t!i;, 6'&6 {*";t
.

(3eb.t**vs!
"Diantarawrkataannabi-nabiterdahuluyngnnsihdaptdiketa.
hui orang ialatt: litra Anfu tidak puryn taf! malu, malaa hfulranlah
ap aia-yng Anda sukai.'" (HR Bukharl, Alurad' Abu Daud'
dan tdnri ua;anP

2lugA diriwalatkan oleh 1111am Ahmad dari Hudzaifah sebagalmana disebutkan 6alam
Shahih al-Jami' ash- Shtghir.

20
Bahkan ada sebagian anak muda yang begitu berani menceburkan
diri dalam lingkaran fatwa mengenai masalah-masalah yang pelik
dan rumit, baik mengenai persoalan akidah dan amaliah ataupun
masalah individu dan kemasyarakaan. Mereka dengirn sangat berani
menghalalkan dan mengharamkan sesuatu, mengafirkan dan meng-
anggap dosa orang lain, menyalahkan para ulama terdahulu dan
menganggap sesat ulama kemudian, serta dengan seenaknya "mem-
bidikkan panah" ke kanan dan ke kiri. Padahal, mereka hanyalah
tunas yang baru tumbuh, yang belum sempurna kejadiannya.
Tidak ada daya untuk menjauhi maksiat dan tidak ada kekuatan
untuk melaksanakan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Telah saya jelaskan dalam mukadimah iuz awal dari kitab al-
Fatawi dan dalam risalah "al-Fatwa baina al-Indhibath wa at-Tasayyub"
tentang metode yang saya pergunakan dalam memberi fatwa, berar-
gumentasi, mentarjih (menentukan mana yang lebih kuat), dan
memberikan penjelasan. \alam hal ini tidak cukup seseorang mem-
berikan jawaban secirra satlek (lugas) dengan mengatakan bahwa
sesuatu itu terhukum boleh atau tidak boleh, fasid atau sahih, seba-
gaimana yang dilakukan sebagian ahli fanua pada masa dahulu mau-
pun sekarang. Seharusnya seseorang memberikan jawaban secara
rinci, tidak cukup dengan pendekatan dalil semata-mata. Ia harus
berijtihad mengumpulkan berbagai dalil dan .ugumentasi yang se-
kiranya dapat memuaskan dahaga dan mampu mengobati penyakit,
dan sudah barang tentu hal ini memerlukan pembahasan mengenai
tema-tema yang bersangkutan.
Dengan kata lain kita harus melihat fanua sebagai suatu bentuk
dan warna dakwah, yang menjelaskan hukum syara' mengenai
sesuatu yang wajib, mustahab, makruh, haram, atau mubah --sudah
tentu, dalam hal ini perlu meluruskan paham-paham yang keliru. Di
samping itu, ia iuga menerangkan kebenaran, menolak kebatilan dan
syubhat, menjelaskan hikmah dan rahasia sesuatu, berkeinginan
keras untuk memberikan penerangan kepada akal, menghidupkan
hati, memandu perjalanan, serta menepis kezaliman dan kepalsuan
terhadap Islam di anara kebodohan putra-putranya, kelemahan ula-
manya, dan kerusakan para penguasanya.
Menurut saya, zarman kita sekarang ini lebih memerlukan
penyatuan antara fiqih dan dakwah, artinya seorang da'i haruslah
atrli dalam hal fiqih dan seorang ahli fiqih haruslah memiliki senumgat
berdakwah. Dengan demikian tidak akan ada orang yang dapat me-
lakukan taidid (reformasi) agama ini dalam pikiran dan hati umat,

2t
kecuali da'i yang memiliki pikiran sebagai ahli fiqih dan ahli fiqih
yang memiliki ruh da'i.
" frngkah inilah yang seharusnya kita lakukandan persiapkan se-
hingga-kelompok iang kita harapkan ini akan qpat qnryiud dan
tami'n di seluiuh fenjuru
-rtan
bumi. Mereka memberi fanra berdasarkan
hu;;ih yang kuat berdakwah dengan keterangan yang ielas' se-
bagaimana firman Allah:
(agamalkt, aktt dan otang'orug Wg
"Katal<anlah: Tnilah ialan
mengikttikn mengaiak (l<anu) kepdaNlah dengu huiiahtang
nyata Maha Suci Nlah, dan aIru tiada termawk oruq'otangWg
muryrik- flusuf: IO8)
perlu juga saya tandaskan di sini bahwa dalar_n iuz ini saya masih
teap men&unaftan manhaj yang-!1y-a percayai dan saya sukai, baik
da[m daffiah, pengaiaran,-penaiaikn, atau fatwa, yaiu manhai
wasathiyyah lmodlratl.'ttarena Allah telah memberikan keistimeuman
tepadiirmai lslam sibagai umat yang moderat, adil, dan pilihan, se-
bagaimana ftrman-NYa:
"Dan demikian (pu@ runi lr;lah meniadilan lramu (wnt Islan),
umat yang adil dut pilihn...." (al-Baqaralrz 1431

Oleh sebab itu, saya tidak cenderung unnrk bersikap eksrem dan
berlebih-lebihan, karena orang yang berlebih-lebihan akan binasa.
Saya juga tidak cenderung Ueisikap mengabaikan dan lep-as bebas,
kaieni igama itu tengah-tengah antara sikap berlebihan daqmeng-
abaikan.-Sedangkan Jit12p yang paltng baik ialah seimbang dan adil
seperti yang diserukan Al-Qur'an:
"SuF)n kanu ingu melampuibtastentangnencaitu' Dan te'
Satkanlah tinbangfi itu dengan adil dan iangnlah kamu
me-
ngrang neraca 11fu. " (ar-Rahman: 8-9)
felas bahwa ayat ini menyuruh \ita agar bersikap tengah-tengah,
tidik melebihi atau mengurangi dalam timbangan.
saya telah membaca pemikiran cemerlang Imam syathibi mengenai
maiiiatr ini, sehingga rirenambah keyakinan say_a terhadap manhaj
V*g *1" pilih danlienambah keteguhan saya dalam berpegngpada
iain'Va iu,ig kokoh. petuniuk ke arah ini sayayakini sebagai karunia
aUiti iirrf,"Aan karunia-Nya kepada kita memang sangat besar, nik-
mat-ttya tidapatr terhitung dantidak terbilang. Semoga Allah men-
dan
iaA*air kita sebagai oran! yang ahli mensyukuri nikmat-Nya
22
mudah-mudahan Dia selalu menambahnya untuk kia.
. Iryam_ Syathibi menjelaskan bahwa Mufti yang mencapai derajat
tinggi ialah yang m9mlawa manusia kepada sikap modirat, sikap
yang sesuai dengan jumhur. Ia tidak membawa mereka dengan sikair
keras dan tidak cenderung melepaskannya.
lnilah ialan lurus yang dibawa syariat, karena maksud pembuat
l/."Iur.(AF!-SltD ialah membawa muhailaf agar bersikap moderat,
tidak berlebih-lebihan_ dan ridak mengabai-kan. apabila mufti
penylmpang dari manhai ini terhadap orang-orang ying meminta
fatwa, berarti ia telah menyimpangdari maks"ud dan"niil; p.r6rut
syariat. oleh karena itu, sikap yang melenceng dari iikap moderat
merupakan sikap tercela menurut para ulama yang pandai.
. Di samping inr, sikap seperti inilah yang dipahami dari keber-
adaan Rasulullah saw. dan p-ara sahabany{yaigmulia. ttita temui
dalam satu sisi kehidupan Rasulullah saw. 6ahia beliau menotat
sikap beberapa orang sahabat yang hendak hidup memuuians.-rada
saat yang lain, ketika Mu,adz m.engimgmi shahf be4amaih iengan
membaca surat-surat y-ang naniang, beliau menegurnya: ,Apa[ah
engkau hendak menjadi tukang fitnah (membuat kErusikant, warrai
Mr!adz?"- (HR Imam y,ang Lima sehiir tirmidzi). Dan beliiu ber-
sabda pula:,"Sezungguhnya di antara kamu ada drangyang frenAat
membuat orang l{1 lari., (HR Bukhari dalam ,gab Shiit
Dalam sabda beliau yang lain:
l"ir""f,;l

9:116:?;$1V*GSJEGGttSVur,
kst4,ob.) ,wiaiiSzlts
"Sedang-danglah lramu, hampirl<an dirimu, dan gunahn vafut
pagi dan *re dan sdikitwarrtu maram. Hang-sdanglah ramu,
psti al<an smryi." (HRBukhari rlnlnm .Kitab
"f-f-"r,")
Dalam hadits lain beliau bersabda:

kg'.i'i69,
,/ 2)-,,
6,FiG:{e
lAue,-),j): psotil,:ai o\,, . 0* rga
"Hendaklah lcanu lakulcan amal menurut kemampuanmu, karena

23
Ntah itu tidak meras bowt *hinga kamu *ndiri tang merun
bosan."(HR Ahmad, Bukharl' Musllm, dan Abu DaudP

Beliau juga bersabda:

36!412t6eW66)b),Fiq
<;*w;t .:.,4 if---,?, i ali 1'4a:') , 33
"AntalanWry patfurg dicintai Nhh ialah Wg dila*fl//fu/. wn rutin
oleh Plalanlta, makiPun srdikil4

i$, beliau melarang keinginan para sahabat unhrk melaku-


selain
karprasa ;irtot ibersambun! 4engan trari Ueritutnlra -tal.rpa diselingi
brd dil makan'sahur), Oan kasus serupa ini masih banyak kita
temukan.
----ir{tup
r.ngabaikan berarti menylmPalg dari lGadilan, dan sikap
seperti ini tiOit mungkin dapat mewujudkan kemaslahatan masya-
iiit. Ua,^ sikap mlmberat-beratkan dan qikap bebas (mengabai-
kan) akan menggiring manusia ke dalam kebinasaan.
- 6engan denri[ian,-kita harus bersikap moderatlctika berhadapan
dengariorang yang meminta fatrua. Sebab iiLa P disikapi dengian
keris dan ketat niscaya ia akan membenci agama d?q ry.nye?aPyt-
nva puus asa untukmenempuh ialan akhirat, padahal ia telah ber-
-Sebaliknya,
sitsi atan adanya akhirat. apabila ia disikapi dengan
k;ffiggfi"i*L uettetihan (menganggap elteng) maka dlpat di-
4ulfi""il;ia itan mengiku'i5 trawa nafiu dan sJahrmt' Padahd
sriri'at diturunkan untukinelarang manusia mengikuti hawa nafsu-
iyi, k r.n" mengikuti hawa nafsu akan menyebabkan kebinasaan,
din'dalil-dalil me-ngenai hal ini banyak sekali."s
Saya mohon kepada A[ih semoga Dia menjadikan kitab ini ber-
manfiat bagi penyusunnya, penerbitnya,-pembacanya, dap semua
orang yangitut arian aaah m-ewuiudkan dan mempublikasikannya.

SOari Xqrah sebagaimana tercantum dalam Shdhih al-Joni'osh'Shtghir, nomor 4085.


4Oiriwayatkan ot tr fto"r Hadits yang Enam, dari AisJrah s€bagaimana tcrtera dalam
at-Taisir.
lAt-uunaJo4ot,luz 4, hlm. 258-25g,dengan catatan kaki oleh Syekh Abdullah Danaz'

24
lVahai Tuhan kami, janganlah Engl<au jadikan hati kami ondong
kepda kesr:v,tan *sudah Endrau ben pfinjuk kepda kani, dan
lraruniailah lrami nhmat dari sisi Engku, lrarcna *sungguhrry
Engfuulah Maha Pemberi (kprunia)." llrJl Imram: 8)

I(airo, Shafar 1472 H


September 1991 M

Dr. Yusuf QardhaM

25
BAGANI
TENTAT{G SUMBER-SUMBER
AGAlvlA ISLAM: AL,QUR'AI{
DA}.I AL.HADITS
1

PEIIUUSAI{ ITIUSHAF ALGIUR'AN


DE]IGAII SISTEJTT PEilUUSAI{ ITIODERN

Pertanyaon:
Mengapa Al-Qur'an tidak dicetak dengan menggunakan metode
penulisan-yang biasa untuk memudahkan para pelaiar membaca,
inenghafal, dan menulisnya? Apakah ada larangan sya{?' mengenai
hal iiil Dan bolehkah menulis s-ebagan ayat Al-Qur'an di papan tulis
dengan menggunakan sistem penulisan png biasa pada waktu proses
belajar-mengajar?

Jawaban:
Di antara keistimewaan Al-Qur'an el-xarim --kitab suci umat
Islam yang kekal sekaligus sebagai mukjizat- ialah bahwa Allah SWT
telah menjamin pemeliharaannya, sebagaimana ftrman-Nya:

Q|jr!:i'ut''5t\u;sruY
N'Qufut, futr x-
"sesungguhrya lGmilah Wg menurunkan
sungguhryra IGmi benar-benar memelihanryra" (al-Il{r: 9)

Dengan demikian, jelaslah bahwa kitab suci Al-Qur'an ini terpeli-


hara, din dalam hal ini Allah tidak menyuruh manusia untuk menja-
ganya sebagaimana Dia menyuruh umat terdahulu untuk menjagl
[itaiU suci m-ereka.6 Allah SWi tidak pernah menyeru manusia untuk
menjaga Al-Qur'an bersama-sama dengan-N,ya, bahlr3l Dia sendiri-
lah yang akan manjaga dan memelihara kitab ini. Hal ini karena Al-
Qurian Serisi kafmitfututt y.ng terakhir bagi manusia, dan ia adalah
liitab suci terakhir yang Dia turunkan kepada Nabi terakhir, untuk
umat terakhir pula.
I(arena Allah memeliharanya, maka Dia memudatrkan wasilah
tert€ntu unnrknya. Antara lain, kemutawatiran Al-Qur'an sejak zaman

6Menunluk flrman Allah mengenai Taurati


Wg furgan K&rb iat diWnskan orul<an orarrgorang YalfiMi *h nabi'nfri Wry ntelrtyenh dii
"...
keryda Ntah, oteh orangprug atim nw*a &n Fn&ta-DFJIdeta mer*a difuNsan mere*e diwin-
tahkan ne,ndilnn hibb'Litab NIah dan met*a matit'di 3akrt tein@ry'a ""'lsJ,'ttl,-'ldah: 44)

29
Nabi saw. hingga hari ini, bahkan sampai pada suatu masa yang di-
kehendaki Allah (kiamat). Mutawatir dari generasi ke generasi, se-
hingga orang-or.rng tua maupun anak-anak muda menghafalkannya
di luar kepala. Mereka membaca Al-Qur'an anpa mengubah sedikit
pun kaa dan hurufnya sebagaimana ia pertama kali diturunkan. Sis-
tem baca yang mereka pergunakan juga mutawatir, seperti ketepatan
ghunnah-nya (bunyr sengau), mad-nya (aturan panjang dan pendek-
nya bunyi ucapan), harakatnya, dan sukunnya. Al-eur'an juga
mutawatir dengan lafal dan maknanya, dan hal ini tidak terdapat
dalam kitab suci agama mana pun.
Selain itu, di antara wasilah pemeliharaannya ialah bahwa Allah
memberikan ilham kepada kaum muslim sejak zaman sahabat untuk
memelihara tulisannya, sehingga mereka tidak berani mengubah dan
mengganti bentuknya. Demikianlah keseriusan mereka dalam
memelihara Al-Qur'an. Oleh karenanya hingga saat ini Al-eur'an
senantiasa dibaca sebagaimana tertulis sejak zaman sahabat.
Ide penulisan mushaf ini muncul pada masa khalifah ketiga, Utsman
bin Affan --dengan disaksikan dan disenrjui oleh para sahabat Nabi
saw.-- sehingga sampai kini disebut sebagai Mushaf Utsman. Se-
dangkan tulisannya digolongkan sebagai Rasm Utsmani (penulisan
Utsmani) karena dinisbatkan kepada khalifah ketiga ini.
Set€lah itu muncul bermacam-macam sistem penulisan dan kaidah
imla' sesu.li perkembangan zaman, namun sampai saat ini kaum
muslim tidak berani mengubah sistem Rasm Utsmani. Memang,
mereka telah melakukan sedikit penambahan pada hal-hd tertentu,
misalnya memberi titik dari semula yang tidak bertidk, atau memberi-
nla syahal (tanda baris), tetapi sama sekali tidak mengubah bentuk
Iafalnya yang asli. Selain kedua hal itu, mereka tidak berani meng-
ubahnya. Oleh sebab itu, mereka sama sekali tiilakberani mengubah
bentnk kata, seperti lafal ti-j( y^ngdi dalam mushaf tertulis de-
ng &-li ,wa )a]flJr\angdi dalam mushaf tertulis dengan
';"l$Sf , atau lafal 6.|i yang di dalam mushaf terrulis dengan
.!1i.
J,!_

Akhir-akhir ini ada orang yang menyerukan agar mengganti pe-


nulisan mushaf Al-Qur'an dengan sistem penulisan modern untuk
memudahkan orang membacanya, sehingga tulisan mushaf tidak
berbeda dengan kitab-kitab lain yang biasa dibaca orang. Bahkan
dalam hal ini mereka mengemukakan beberapa alasan dan dalil. Tetapi
sebagian besar kaum muslim -dan saya termasuk salah seorang di

30
antara mereka-- pada hakikatnya cenderung agar sist€m penuusan
mushaf itu tetap sebagaimana saat pertama kali ditulis. Igrena pada
hakikatnya, kesungguhan memelihara kitab llahi ini bernriuan agar
manusia mengetatrui bahwa kita membaca kitab Al-qur'aq rybagai-
mana keadaannya ketika pertama kali diturunkan, ketika dibacakan
oleh Nabi Muhammad saw.. Maka tidak seorang pun berhak menam-
batr, mengurangi, atau mengadakan perubahan. Hal ini iika berkaitan
dengan penulisan mushaf secara utuh.
ttamun demikian, apabila kita mengutip bebenpa ayat dari mushaf
Al-Qur'an untuk dijadikan dalil dalam buku-buku kita --atau kita
menulisnya di papan tulis atau lainnya-- maka boleh ditulis dengan
sistem penulisan sekarang dengan tujuan memudahkan proses bela-
jar misalnya. Meskipun dalam hal ini para pengaiar harus memberi-
iahukan liepada siswa bahwa untuk beberapa kata tertennr mushaf
Al-Qur'an memiliki sistem penulisan yang khusus, sehingga mereka
mengetahui dan memahaminya. Semua itu dimaksudkan agar manu-
sia tidak mengalami kesulitan membacanya --karena Allah menjadi-
kan aktivitas membaca Al-Qur'an sebagai ibadah sekaligus membe-
rikan sepuluh kebaikan pada setiap hurufnya bagi mereka yang
membacanya.
Semoga Allah memberikan tauftq (pertolongan).

2
IrlEllUUS SEDAGI,AN AYAT ALGIUR'AII
DE]IGAN HURUF |Afll{

Pertanyaan:
Saya menerima sepucuk surat dari saudara di Eropa yang mena-
nyakan hukum menulis Al-Qur'an Al-I(arim dengan huruf Latin. Me-
nurutnya, hal itu dilakukan demi kepentingan pemeluk Islamlang
belum inengerti batrasa Arab dan merekayang masih sulit membaca-
nya. Bagaimana menurut pendapat Ustadz?

Jawaban:
Segala puji kepunyaan Allah, Rabb alam semesta. Shalawat dan
salam-senr-oga tercurahkan atas nabi yang mulia dan penghulu para
rasul, junjungan kita Nabi Muhammad saw.. Semoga shalawat dan

3t
salam ini tercurahkan pula atas keluarga dan para sahabat beliau
serta orang-orang yang mengikud mereka dengan baik hingga hari
kiamat.
Sesungguhnya Allah t€lah menurunkan Al-Qur'an dalam bahasa
Arab sebagaimana diftniuki oleh banyak a,,at, misalnya dalam
firman-firman Allah berikut:

Oifi,#qfrlr.j"$jily
Teilnggahnya l(ami menurunkannya Dcrupa N-Qufn ddrgn
fufta/llsa Anb agar kamu memahaminya"(Yusuf: 2)
"Dan demikianlah, I(ami telah menurunkan N-Qfn itu *fagai
peraturan (lang funar) dalam balnsa Arab ...." la*Bad: 57)

+!s
"Dan xsunguhnlta N-Qulan ini bnar-bnar difuranbn oleh
TuIw srrne9ra ahn\ dia dibawa fimn dd ar-Rilt al.Amin (JiW
ke dakm hatimu (Muhammad) agar lcamu menjadi sl,lah wnng
di antan oftrng-orang yang memfui peringabn, dengan balrasa
Anb ltang jelas " (acy-syu'ara: r g2- r 95)
lalah) N-Qdn dalam fuhas Anb yng ti&h ada kebenglrokan
(di dalannlta) fltryya merel<a bertal*Ya'laz-Zumar: 28)
"Rtab yrury dijelasl<n ayat-ayahya, yaloi bcaan dalan Dalrasa
Anb, untuk l<aum yang mengetahui."'lFughshtlat: 5)
"Seanngguhnya IGmi menjadikan N-Quln &Ian tahala Anb
suparra lramu memahami-(nya)." (az-Zukhnl: 3)

Sungguh telah berlaku kebijaksanaan Allah agar Al-Qur'an AI-


IQrim ini sejak diturunkan kepada Rasulullah saw. dinrlis dengan
huruf Arab yang baku dan sesuai dengan dialek Arab. Al-Qur'an
adalah bacaan dan kitab; ia sebagai bacaan (qur'an) karenadibacade-
ngan lisan (dialek) Arab, dan ia sebagai kitab karena dinrlis dengan
huruf dan dialek Arab yang baku.
[Ial ini telah disepakati ole], umat Islam seiak zanum Nabi saw.

32
dan zaman Khulafa ar-Rasyidin --para khalifah /itrlg sunnah mereka
harus kita pegang teguh dan genggam dengan erat karena mereka
telah mendapat petunjuk.
Al-Qur'an ini memiliki keistimewaan dibandingkan dengan kitab-
kitab sebelumnya, karena Allah sendiri telah meniamin pemelihara-
annya:
"Sesunggthnya lhnilah yng menurunkn N-Qw'an, dan *sung-
guhnya Kami benar-benar memeliharanla." (al-Htfr: 9)

Di antara bukti pemeliharaan ini ialah bahwa Allah menyertakan


untuk Al-Qur'an ini orangyang menghafalnya di dalam hati, dan hal
seperti ini tidak dikenal bagi kitab suci lainnya. Orang-orang yang
hafal Al-Qur'an ini jumlahnya puluhan ribu, di antaranya terdapat
anak-anak yang berusia tidak lebih dari tujuh tahun. Bahkan di
antara mereka ada pula orang-orang 'ajam (non-Arab) yang sebenar-
nya belum memahami kalimat Arab dengan baik, namun mereka
mampu menghafal Al-Qur'an tanpa mengunngi satu huruf pun. Sala
saksikan sendiri hal ini pada orang-orang Pakistan, India, Turki, dan
lainnya.
Selain itu, di antara bukti pemeliharaan Al{ur'an lagi ialah bahwa
umat Islam sejak zaman khalifah ketiga, Utsman bin Affan -bebe-
rapa puluh tahun setelah Nabi Muhammad saw. wafat-- telah sepa-
kat menerima mushaf-mushaf yang ditulis pada saat itu di bawah
bimbingan lajnah (komisi) ilmiah yang diketuai Zaid bin Tsabit r.a..
Mereka juga telah bersepakat atas tetapnya mushaf-mushaf ini seba-
gaimana yang ditetapkan penulisnya pada waktu itu, tanpa diubah
atau diganti, meski betapapun pesatnya sistem penulisan mengalami
perkembangan. Dalam hal ini dikecualikan pada kondisi darurat --
dalam batas-batas yang sangat sempit dan tidak mengubah bennrk
lafal yang sudah tertulis. Pemahaman "dalam batas yang sempit" ini
ialah memberi titik dan syahal.
Maka mushaf dengan rasm Utsmani ini tidak berubah hingga saat
ini, dan tidak seorang muslim pun yang menerima ide untuk meng-
ubah penulisannya ke dalam bentuk penulisanyangbiasa, meskipun
dengian pertimbangan lebih memudahkan bagi manusia. Silap seperti
ini menunjukkan kesungguhan pemeliharaan nash AI-Qur'an dari
bentuk perubahan apa pun, yang mungkin saia teriadi pada masa-
masa mendatang, baik karena khilaf maupun karena disengaia.
lika demikian sikap dan kesepakatan kaum muslim terhadap rasm
Utsmani (penulisan yang ditetapkan pada z,armanutsman), demikian
sungguh-sungguh keseriusan mereka terhadapnya, dan begitu tegas
sikap mereka untuk menolak perubahan dalam bentuk apa pun --
meski masih menggunakan huruf Arab-- maka bagaimana mungkin
kita akan memperbolehkan seseorang menulis Al-Qur'an dengan
huruf yang bukan huruf Arab, misalnya huruf Latin? Padahal huruf
Latin ini tidak memiliki bunyi-bunyi khusus yang hanya terdapat
dalam bahasa dan dialek Arab, seperti huruf shad ( ,-p ), dhad (,v ),
tha'( L ), zha'( .l ), 'ain ( | ),h, ( f
), dan sebagainya.T
Mungkin ada orang yang berdalih bahwa masalah translitasi se-
perti ini dapatdipenuhi dengan memberitanda khusus, qelagaimana
pernah dibuat para orientalis untuk membedakan bunyi khusus yang
iidak dapat dilambangkan dengan huruf dalam bahasa Latin. Akan
tetapi, perlu diketahui bahwa hal ini hanya berguna bagi orang yang
sebelumnya sudah mengerti bahasa Arab serta mengetahui cara
membunyikan huruf-hurufnya. Sedangkan bagi orang yang belum
memahaminya, hal ini tidak berguna sama sekali kecuali setelah
mempelajari dan berlatih.
Kita ambil contoh kasus, masalah hamzah washal misalnya, kapan
huruf ini dibunyikan dan kapan tidak dibunyikan. Demikian pula de-
[g?rl ranwin pada waktu washaldan pada waktu waqaf, danperbedaan-
nya ketika dalam posisi nashcb, raJa', dan iar. Begint juga perbedaan
tanwin pvdl u' marbuthah dan n maftuhah ketika waqaf. Dan kasus-kasus
lain yang tampak ketika kita membaca Al-Qur'an berulang-ulang,
yang tidak akan terpenuhi kecuali dengan penyampaian secara lisan
.
(bagaimana bunyi yang sebenarnya).
Meskipun demikian, dalam keadaan sangat mendesak ada ke-
ringananbagi sebagian orang yang merasa sulit menerima secara li-
san misalnya dengan dituliskan untuknya surat al-Fatihah dan se-
bagian ayat atau surat pendek untuk dibaca dalam shalat dengan di-
beri tanda-tandayanglazim dan dapat menielaskan bunyi atau peng-
ucapannya. Hal itu dimaksudkan untuk membantu menghafalkan
beb-erapi kalimat yang diucapkan dengan dialek Arab, dan dalam hal
ini hendaklah ia mengulang-ulang pengucapannya kepada orang
yang mengerti bahasa Arab sehingga bacaannya tepat dan selamat.
tvtaka setelah hafalannya sempurna, tidak ada lagi alasan untuk tetap

TTermasuk translitasinya ke dalam bahasa lndonesia, yang dalam hal ini tidak dapat
memenuhi bunyi bahasa Arab dengan Mjwid dan malrhral hurufnya secara tepat. (penj )

34
menggunakan nash dengan huruf Latin, karena kebutuhannya telah
terpenuhi dan tidak ada lagi keperluan yang mendesak.
Barangkali di antara yang mendukung rukhshah (keringanan) ini
--dengan syarat-syarat dan batas-batasnya-- ialah kesepakatan
kaum muslim tentang bolehnya menulis nash Al-Qur'an dengan
huruf Arab yang bukan rcsm Utsmani, dengan catatan tidak dalam
mushaf. Misalnya, dengan bentuk penulisan biasa sebagaimana lazim
kita dapati dalam buku-buku pelajaran, majalah-majalah keagamaan,
dan sebagainya dengan maksud memudahkan kebanyakan orang
yang belum biasa membaca rasm Utsmani yang diwariskan dari gene-
rasi ke generasi.
Selain pada media yang disebutkan itu, maka wajib membiarkan
nash Al-Qur'an ternrlis dalam huruf Arab, dan hal ini mempunyai
faedah yang sangat banyak dan sangat penting, yaitu memacu
kemauan kaum muslim untuk belajar bahasa Arab sebagai bahasa
Al-Qur'an dan al-hadits, bahasa ibadah, serta bahasa kebudayaan
Islam. Dan sebagian imam --seperti Imam Syafi'i r.a.-- berpendapat
tentang wajibnya mempelajari bahasa Arab untuk keperluan tersebut
Pendapat ini diperkuat oleh Syekhul Islam Ibnu Taimifh dalam kitab
beliau lqtidha' ush Shiratil Mustaqim.
Apabila seorang muslim mampu mempelajari bahasaArab, maka
ia akan dapat menimba pengetahuan agamanya secara langsung dari
sumbernya yang jernih, tanpa banyak perantaraan. Di samping
bahasa Arab --pada satu sisi-- memiliki hubungan dengan mushaf
yang mulia, di sisi lain ia dapat menghubungkan antara sesama mus-
lim yang menggunakan bahasa tersebut.
Pada kenyataannya, agama Islam dan bahasa Arab selalu berjalan
beriringan sejak zaman sahabat dan zaman orang-orangyang meng-
ikuti mereka dengan konsisten. Seandainya persodlan ini berjalan
sesuai metode tersebut, niscaya kita tidak mempunyai dua dunia,
yaitu dunia Arab dan dunia Islam. Tetapi dalam hd ini hanya akan ada
satu dunia, yaitu "Arabi islami" atau "islami Arabi", tidak ada yang
lain.
Oleh karena itu, haruslah dipahami bahwa esensi fanua ini ialah
"tidak boleh menulis nash AI-Qur'an dengan huruf selain huruf Arab".
IGlaupun kita memberikan kemurahan untuk penulisan surat al-
Fatihah atau beberapa ayat dan surat pendek, maka hal itu hanya
dalam kondisi yang sangat terpaksa. Dan apa sajayang diperboleh-
kan karena darurat (terpaksa) diukur dengan ukuran keterpaksaan-
nya, sebagaimana ditetapkan dalam qawa'id syar'iyah.
yang memberi petun-
Allah memfirmankan kebenaran dan Dialah
juk ke falan Yang lurus'

3
MASAI.AH WAQ/AF (PERHENTIAN)
DAIAftI AI-QUTAN

Pertanyaan:
Saya saat ini sedang mempelajari,ilmu-ilmu
Al-Qur'an Al-Karim'
ai" w.ishat Dan saya pemah mengl!{an
khususnya mengenar 'iirt uit kesempatan pada
;;1" r"1;*ih dibehffil A, dalam beb6rapa
tiat tu itu saya fnqSl heran terhadT-f*-
iri* nu*udhan. padi waqaf-yang Ustadz pilih' yang suclah Darang
;;f"d; washal dan
il;#ii"i didasarkan fJi'tfi ,p""Vu pemeiiharaan Ustadz terhadap
makna-makna Al-Qur'an.
Karena itu saya ingn *.nunvqkan .kepada Ytl41 T:l,g:""i
yang dalam hal rnl saya
fe'eripi ,oqaldi ialamll-Qur'an Al-xarim'
ffiffi p;,fipii a.ngun teman-reman saya. Maka pada.kesempatan anta-
ili;t;;r;hd penlel'asan Ustadz seputai masalah tersebut, di
ranya:

1. Pada surat Yusuf ayat 108 yang tertulis:

fiL(,{i;)Jr,;r'Ug;1O{*
(*
mushaf yang dicetak berhenti pada kalimat:
.kebanyakan
xOyls
kemudian dimulai lagi dengan lafal:
"#ifrL('E{#JL
Dengan demikian, t'aqrah (Poin):

36
#Wtiti#)ALEii33;1
menjadi dua iumlah (kalimat), bukan satu jumlah, sedangkan pen-
dapat saya tidak demikian.
2. Dalam surat yang sama (ayat 92) iuga terdapat perbedaan waqaf,
yakni ayat yang menghikayatkan ucapan Yusuft

,6'6;"tx'it;'327;a6fqL4;61
'G1eg1i
setelah saudara-saudaranya berkata kepadanya (ayat 91):

.&*@Vssyorqtites6sks
Maka apakah waqaJ-nya itu pada lafal:

16!r.#Xq
ataukah pada lafal:
t;Xi
3. Dalam surat al-Hadid (ayat 19) Allah berfirman:

';H #vrL 6fiit +yri it rt fi t gi SiS

./-

+\s\a*nQUg;^KrWG:tG
+rq*u\j;rse ';'ls
.3/!r
L'/'
Apakah noqof-hwWdatatatli34ilJ,-"ou* pada lafat V;*, ,
Dengan kata lain, apakah yang dibicirakan ayat ini dua tau tig
fumlah?

37
Jawaban:
1. Pendapat yang saya pandang kuat mengenai ayat 108 surat
Yusufyang berbunyi:

usrffi*trtAt3{4;#?b:fi
(t,rtd-e2t,Q#i6
bahwa bagian ayat )rang berbunYi:

#t,frLnffi*Aret3{3
adalah srltu jumlah, xbagu lnrlah uJsirtyahterhadap iwrlah sebelumnla
yang berbunyi. i#.d^ (ini adalah ialanku). fadi, pmlah terse-
but menjelaskan makna sabil (ialan) dalam ayat itu, yaitu bahwa dak-
wah kepada Allah dengan hujah yang nyata yang dilakukan oleh
beliau lttabi ltuhammad saw.) dan oleh setiap orang yang beriman
dan mengikuti beliau. MaV,a dhamir (kata gantil t!1 dahm ayat terse-
but adalah unnrk uhit (menegaskan) bagi/a'it lafal $ibukannub'
. Dan yang benar bahwa lafal
uda'bagShhabar muqaddam ;6lF
;ffrl{' ai-i'rab-kan sebagai hal (keterang4n keadaan) bag fa'it
a).<
J-c,Jl
Kalau poin di atas dijadikan duaiumlah,fangpertama ifJL?;;t
dan yang kedua'"6:$f 6ruSti$,$Lnixayaakan merusak dua makna
yang sangat penting:
Peffinra: hubungan dals^rah dengirn sifat yang baik "berdasarkan
hujah yang n)rata." ttuburrgannya adalah dengan seluruh bagian poin
itu da; mJqiaiUnnya sebigai satu jumlah,,serta ndzdr'waqaf WdaWal
$al. s.uut iika diwaqaflSan pada lafal )i$t-niscava l^t4 iH:F
menjadi khabar muqaddam (predikat yang didatrulukan) bagi mubtaild
tstrbjek) sesudahnya, yutt ithamir dan ma'thu|'aldh-nya,
yaitu lafal
- z At .22,4
'ag;ijtta1..9lult .
=- Ku6*, menjadikan dak\ rah kepada Allah berdasarkan
-hui?h-fng
nrrrta, yang i6 sekaligus merupak4n sifat bagl para pengikutteliau.
Oetr s6UaO itU, setiap orangyang mengikuti Nabi saw. berarti orang

38
yang berdahrah kepada jalan Allah dan berdakwah berdasarkan huiah
yang nyata. Dengan di-waqaf-l<anpada lafal ;i,il\
mata terpisah-
lah para pengrkut itu dari dakwah, dan terpisah pula dakwah dari
bashirah (hujah yang nyata).
Karena itu, saya benar-benar menguatkan tidak waqaf-nya poin
tersebut pada lafal Nl t"t^pisebaliknya membaca seluruh poin itu
secara bersamhung:

"#r,*6iM&X,aS,s
2. Pada surat Yusuf (ayat92) saya menguatkan wc4al (perhentian)
padalafal iHT.aengudemikian ztwrof ni( 1Ai = padahariini) ber-
kaitan dengan masalah cercaan (tatsrib) yang disebutkan sebelum-
nya, bukan dengan masalah pengampunan yang disebutkan sesu-
dahnya. Maka Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya setelah
mereka mengakui kesalahan dan dosanya:

,e:tfu47s<t
"...'Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu ....'"

Kemudian beliau mendoakan mereka dengan ucapin:

gr,iry.)-irD9';gJ6"HlXig;i
"... mudah-mudahan Nlah mengampuni (kamu), dan Dia adalah
Maha Penyayang di antara Wra Wryapng."(Yusuf: 92)

Apabila waqaf-nya pada lafal tf(e mak'alatal ig menjadi zharaJ'


(keterangan waknrl bagfril lkata lierjal )* dandengan demikian
fIl t€rsebut menjadi hhabar (predikat), bukan doa, dan sekaligus ber-
arti hal ini sebagai ketetapan dari Yusuf sendiri bahwa Allah meng-
ampuni mereka pada hari ini. Padahal, maloa yang tepat bagi lafal itu
ialah "sebagai doa dan pengharapan Yusuf" yang diperkuat dengan
perkataan mereka kepada Nabi Yaqub (ayah mereka) sesudah itu:

3 6,';UbrI6yC3{it1};AAffiJU
(tv-qrrd<i UHl,
"Mereka beil<ata: Watni ar,ah l<ami, mohonl<anlah anpn bagi bni
terhadap dosa-dos kami' *sungguhryta kami adalah onng-orang
yang nircalat
-ampun
(berdoa).'Yaqub be*ata: 'Nru akan memohonkan
bagimu kepda Tuhankt ""'" (Yusuf: 97-98)
permin-
Kalau lumlah ft'liyah itu sebagai hhabar bukan doa, maka
t un r*i jt" iepaai Uabi Yaqu[ agar memintakan ampun- tidak ada
ininyi - ritelair yusuf astr-Sniaalq memberitahukan bahwa Allah
telah rrrengampuni mereka pada hari itu.
al_aluii birkata, ",rndi tahu bahwa kebanyakan ahli qira'ah
berhenti pada lafat ftl( dan ini jelas.menynju-kkan tidak adanya
truUungananrarata-ta"tersebutdengan.lafal:;,3i-..tni3{alatr_ne1!a-
piiV"ilg dipilih oleh ath-Thabari' Ibnu Ishaq, dan lainnya' 'serta
;;;it;
- ini pulalah yang dicenderungi oleh perasaan yang sehat'"
3. Adapun mengenai ayat dalam surat al-Hadid (ayat 19) yang
berbunyi:

'+51\iJz;rjai?43=$;rr"\gt;u-tri j
W9|t.L4r66iii;13 ji'6);#'ii
OA+c1,Ajj
makapendapatyangsayapandangkuatialahtidakwaqafpadalafa|
iu di-,athaf-kan kepadanya dan lafal ini
CiLSi#ftJrrenatafaqJil:Ji
sebagai hhabar ba$ ^uatada' kedua lAi' yang menuniuk kepada
pp;i'j-Gr$ (orang-orang yang befiman kepada Allah
danRasul-Nya), dan syibhul iumlah W {t- sebagai hal ( k )'
Melalui ayat tersebut Allah S1,[I memberitahukan tentang orang-
o.uni,ung fi.iiman kepada Allah dan para Rasul-Nya bahwa mereka
adalih ornl hiddiqun loring-orang yang kuat kepercayaannya,kep,ada
ffi ;il; n" Jufl din ay"-'y u I of,a- 1or ing- ora-ng- yTg meni ad i saksi)
aiiiri fut un meieka, mereft.amemperoleh pahala dan cahaya. Hal ini
40
berbeda dengan orang-omng kafir dan yang mendustakan ayat-ayat
Allah, mereka adalah ahli neraka.
Berdasarkan ayat ini, manusia dibagi menjadi dua golongan, per-
tama adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
merekalah ahli surga; sedangkan yang kedua adalahorang-orang
kafir dan yang mendustakan ayat-ayat Allah, merekalah ahli nereka.
Abu Hayyan mengemukakan di dalam tafsirnya bahwa lafal
lt(Pf dalam ayat tersebut sebagai mubtada'(subjek) dan iumtah
sesudahnya sebagai khabar (predikat). Tetapi pendapat ini disanggah
oleh al-Alusi, ia menulis: "Orangyang sadar pasti mengetahui bahwa
pendapat beliau itu tidak tepat dan tidak sesuai dengan yang dike-
hendaki oleh kebanyakan susunan ayat Al-eur'an Al-Karim."
Di antara yang menguatlan pendapat al-Alusi ialah firman Allah
berikut:

$JeU."lpirgs,W(.<)!sfi/,€r"i:tj
'krlomba- lombalah lramu kepda r^"r**#:#1
Tuhanmu dan surga yang luasnya reluas langit dan bumi, yang
disdial<an fugi onng-onng yang fuiman kepda Nlah dan
Rasul-Nya. Itulah karunia Nlah, difuikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-N),a ...." (al-Hadid: 2I )

Ayat ini menunjukkan bahwa surat tersebut membicarakan se-


putar masalah keutamaan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, ten-
tang keutamaan orang-orang yang beriman, serta besarnya balasaq
dan mulianya kedudukan mereka di sisi Allah. Maka yang dimaksud
oleh ayat ini adalah ash-shiddiqun, orang yang benar-benar mantap
kepercayaannya terhadap kebenaran Rasul dan mereka menjadi
saksi di sisi Tuhan mereka. Dan menjadi saksi ini bukan merupakan
bagian tersendiri.
lpabila dikatakan bahwa uaqaf-nyapada lafal (ii4i#f hlu
kalam berikutnya dimulai dengan membicarakan para-syuhada -
karena mereka mempunyai kedudukan khusus-- maka berarti
kelompok syuhada lebih utama daripada shtiUrrqia, dengan alasan

4t
yang
hanya mereka yang rnendapatkan pahala dan cahaya. Padahal,
kitaketahui ddaklAh demikian, melainkan orang-orang yang utama
;t t h para nabi ialatr shidd(in kemudian syuhada sebagaimana
urutan yang dilemukakan Al-Qur'an:
"Danfunngsiapt,/a/lgmenaatiNtahdanRasul-l{yametelraifu
atcan t,,rlglma-santa dengan orury-oftng gry dianugerahi nilonat
oleh Nlah, gitu nabi'nabi, pn shiddiqin, on'ngonngyngmati
stzrhi| hn orutgorang Wg nleh. Dan mer*a itulah teman Wg
xfuilr-baihYa. " (an-Nlsa' : 69 )

4
WAQAF YAl{6 TTTERUSAI( iIAI$IA

Pertanyaan:
Dalamsuatuta'limsayapernahmendengarUstadzmengingkari
p*" ,ftfi qira'atsel@rane ying berhenti (waqa{) pada lafal:

kemudian memulainya lagi dengan kalimat:


1{'4? 6gJ6
4'i(F,1U51"*,/;Jii.5#-'*'w,5
(rr,;jtj , (4i;j(
Mengapa Ustadz berpendapat demikian * uol lat!
TetUjd. lniZ
Oi man[ ietak kesalahinnya? Sedangkan kami sering mendengar
o.rii.ntian yang demikian itu aari para qari'yang masyhur. Semoga
iU"tr memierilalasan sebaik-baiknya kepada Ustadz'

Jawaban:
lGbolehan, kelaziman, dan terlarangnya waqaf kr:nka ryembaca
N{il'an i3., didasarl*n pada pengertian makna yang dikandungnya.
lft;td t rt y" i'rab dalarr_ naht u ltata Uatrasal Y$re.m9rupa1an ca!*g
;dkna tralimat. I(arena itu, tentu saia berbedi-beda tempat waqaf darr
wrljhal dalam beberapa mushaf, dan dalam hal ini hukumnya
meng-
ikuti pemahaman PembimbingnYa.

42
Oleh sebab itu, ada kalanya Anda menjumpai sebagian mushaf
yang mewajiblan waqaf pada tempat t€rtentu pada suirtu ayat dan
memandangnya sebagai wa4af lazim dan memberinya tanda hurup
mim ( / ). Sementara itu, pada mushaf yanglaintidakAnda jumpai
tanda seperti itu. Atau Anda jumpai pula tanda larangan wa4af yang
berlambangkan huruf j (am atifl pada sebagian mushaf, sedang-
kan pada mushaf yang lain tidak demikian. Begitu juga dengan tanda
J5( &1, '?etr ) untuk menunjukkan lebih utama berhenti, atau me-
nguatkan washal (lebih utama diteruskan membacanya) dengan tanda
6
,*e , atau tanda yang mer4perbolehkan memilihnya untuk
berhenti atau terus, sedangkan pada mushafyanglain tidak seperti itu.
Adapun mushaf yang paling baik mengenai waqal ini, menurut
pendapat saya, ialah mushaf yang ditashih oleh tajnah Ilmiah yang
terdiri dari para pemuka ulama syariat, qira'at, dan lughat di Mesir,
yaitu mushaf yang terkenal dengan sqbutan Mushaf al-Malrk, meski-
pun dalam mushaf ini terdapat beberapa susulan, sebagai layaknya
karya manusia (dalam memberi tanda waqaf).
Di antara ahli qira'ah sekarang ada yang tidak merenungkan
unsur makna dengan baik, sehingga ia berhenti di tempatyang sebe-
narnya tidak boleh waqaf di tempat itu, seperti pada surat al-Ma'idah
dalam ayat yang ditanyakan itu.
Konteks ayat itu membicarakan percakapan antara Nabi Musa
dengan kaumnya, ketika beliau menyuruh mereka memasuki tanah
suci sebagaimana Allah telah mewajibkan mereka agar memasuki-
nya. Meskipun Nabi Musa telah memperingatkan, memberi kabar
gembira (jika mereka melaksanakannya), dan menakut-nakuti
mereka (bila tidak melaksanakannya), namun mereka tetap tidak
mau memasukinya selama di sana masih ada penduduknya. Mereka
baru mau memasukinya bila penduduknya sudah keluar dari negefi
tersebut. Bahkan, tanpa segan-segan dan tidak tahu malu mereka
berkata kepada nabi dan juru selamat mereka ifu:

i;i:;*iiiw;6f 6:tlLi$cw;s.
Sc'bsqbcr\;c-^s
"... 'Hai Musa, kami set<ati-rekali Udak ak<an menarukinya *tama-
Iamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu prgilah kamu
furwnaTuhanmu, dan beryennglah hfiiu bdua ffirngglttqn
kami hnya duduk menanti di sini sala.- (al'l[a'ldalr: 24)
"kr*ata Mus: Ya Tuhankt, aIru tidak mmguani kect ali dirikt
*ndiri fun su&ralcu. 9ubab itu piahhnhh antan kami dengan
onng-onngWry fasik itu -(81-M8'tdah: 25)
Maka, dalam a1,at berikut daanglatr hukuman llahi unhrk mereka:
"Nlah fufirmatt: (Jit<a demikian) maka swggulnm negei itu
dihanmt<an atas merclta *lama emor,t puhth tahun, (*fum itu)
metel<a alran berputar-putar kebingungan di bumi (PafunS Tiih)
itu. Mat<a inganlah tramu berxdih hati (memikirkan nasib) onng-
onng yang fasik itu.- hl'Ma'ldah: 26)

oleh karenanp pengharaman anah suci (Padang Tiih) atas lereka


itu tidak kekal iari tidak mutlak, melainkan terikat dengan jangka
waktu selama empat puluh tahun sebagai hukuman Allah atas mere-
ka, sehingga muricul-generasi baru lagi di kawasan padang-itu yang
iauh darifikanan dan penindasan Fir'aun. Iglau saia pengharaman
'tersebut
bersifat kekal, niscaya mereka tidak akan memasukinya lagi
setelah Musa, dan tidak akan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.
mendirikan keraiaan untuk mereka. Selain itu, tidak mungltin_ mereka
memasukinya kembali dan mendirikan daulah dengan segala sepak
---iOiprn
teriang mereka.
waqaf pada lafat iilk$Er- p (-maka sesungguhnya
negeri iru Oitraiinikan atas m6reka"), sebagaimana-yang dilakukan
obI sebagian ahli qira,ah, t€nil akan merusak maknh dan menimbulkan
kaalahpirhaman b-ahwa pengharamannya itu bersifat mutlak, karena
'empat puluh tahun' itu terpisah dari pengharaman, dan terbatas
hanya pida radang Tiih. Padahal, sebenarnya alokasi^waktu peng-
harimdn itu ridak tlrlepas dari alokasi tempat Padang Tiih ior sendiri
(yakni pengharaman ielama empat puluh tahun itu adalah untuk
iadang-Tiih , peni.).Hal ini tampak jelas dengan menyabung antara
hhabar- lslo dtingan zharaf zaman Oleh karena itu, cara membaca yang
t€pat ialah dengan sekaligus:
Wallahu a'lam.

44
5
PARA PEI{E]ITANG HADITS NADI SAW.

Pertanyaan:
Sunnch muthahharah (Sunnah yang suci), atau dengan kata lain
hadits Nabawiyang mulia, dari waktu ke waktu menghadapi hujatan
dari orang-orang yang mempropagandakan keilmiahan, pembaruan,
kemerdekaan berpikir, dan segala atribut yang mereka pergunakan
untuk menyucikan diri dan mencemerlangkan mereka di hadapan
para pembaca yang tidak mengetahui hakikat mereka. Dan dakwaan-
dakwaan pdsu ini kadang-kadang berhasil memperdayakan mereka.
Dalam hal ini kami senantiasa ingat sanggahan Ustadz terhadap
orang yang pada suatu hari melontarkan tuduhan --di dalam sebuah
majalah berbahasa Arab-- bahwa di dalam Shahih al-Buhhari terdapat
hadits-hadia palsu dan diada-adakan.8
Berkaitan dengan ini, kami pernah membaca majalah yang isinya
mencela hadits dan para perawinya, fiqih dan imam-imamnya, umat
dan sejarahnya, serta mencela kaum salaf yang saleh dan tokoh-
tokohnya. Namun sayang, belum ada seorang pun yang menyanggah
tulisan tersebut, menyingkap aib penulisnya, dan menerangkan ke-
batilan tuduhan mereka. Oleh karena itu Ustadz harus membaca
tulisan mereka. Maka iika Ustadz telah membacanya, pasti Ustadz
akan marah sebagaimana kami pun marah karenanya, kemarahan
karena membela kebenaran, bukan karena yang lain.
Oleh karenanya bolehlah kami mengharapkan kalimat-kalimat
dari Ustadz yang akan dapat mengobati hati kami sekaligus dapat
membungkam mulut mereka. Yakni orang-orang yang senantiilsil
berlomba di dalam kebatilan, yang menyombongkan diri di muka
bumi dengan sesuatu yang tidak benar, orang-orangyang mendusta-
kan Allah, Rasul-Nya, dan ulama-ulama umat, padahal mereka me-
nyadarinya.
Semoga Allah menjadikan iman dan pena Ustadz sebagai pedang
untuk membela kebenaran dan menumpas kebatilan. Dan semoga
Allah menguatkan dan meneguhkan Ustadz dengan pertolongan-
Nya dalam menghadapi ahli-ahli kebatilan yang tertipu itu, amin.

8lihat sanggahan tersebut dalam Farawi Mu'ashirah, iuz l, dalam judul -orla' 'an Shahih al
Buhhari " (Pembelaan terhadap Shahih al-Bukhari)
Jautaban:
Pada kesempatan ini saya ingin menemngkan hati.ql{arayane
t.rtr*."t. ttetahuitah bahwa triOits syarif atau Sunnah Nabawiyah,
insva Allah. akan tetap dalam kondisi baik, dan goresan pena-pena
Sunnah,
ii["1f. ii"-tidli mungtin dapat merusak dan mengaburkan
kecuati keberadaannya hanya seperti an$n yang menerpa g-unlng
urnn *.n"ncap kokjtr di brimi. nagaimanapun gencarnya kebatilan
'fijr;;G;yjp.a" suaru wakfi,-dalam waktudekat ia akan reda
ainilait"utun^bertahan lama, kecuali yang tinggal hanyalah suara
kebenaran. Maha Benar Allah yang berfirman:
"sebenamya Kami melonta*an yang hak kqada yng futil lalu
yang hak itu menghancu*annya, maka dengan serta mefta Wg
batil itu lenyap .". " (al-Anbiya' : I8)

ImamSyafi'itelahmenyanggahorang-orangsepertiitu.Begitupun
rmam iUnJ eutaibah, beliaufihh melakukan sanggahan terhadap
il;; t.-pi. nun kita melihat orang-orang yang.menentang hadis
il-p"d;ilri kita sekarang ini senantiasa.bersembunyi seperti kele-
lawir, muncul sekejap, kemudian menghilang lagi'-
'-
siv" iia"t perniti menganggap orang yang suka membual dan
bandel seperti yang diceriiakit saudara penanya itu, selain dari
;r;G.;ilt iuhil vine nekat memadukan kebodohan
yang memalu-
kan dengan kebohongan Yang nyata.
Saya"perhatikan din amatibahwa di antara mereka memangber-
fugif"r.fi"gai pemberani dalam berbuat nista itu. Mereka mencebur-
tu"n airi alUrir kancah keilmuan padahal mereka bukan ahlinya.
il"-fr6" para pembual itu berani menuduh para-imam dan fuqaha
dengan tiraunin bahwa mereka telah memperbolehkan.sesuaruyang
airiTung oleh syariat, atau hendak meninggalkan sesuatu Yfl]t*diwa-
iibkan iyariat, senantiasa merekayasa dan membuat hadits untuk
'kepentingan itu. Ya Allah, betapa berani mereka berbuat dusta.
'npatitr
mungkin orang seperti Ipap Abu Hanifah, Imam Malik,
tmam Syafi'i, Imim tsauri, tmam La'its bin Sa'ad,Imam Auza'i,Imam
Ahmad bin Hambal, Imam Abu Daud, murid-murid dan guru-guru
*.i.iiu, ut , guru dari guru-guru mereka qepg.rti Said bin Musayyab'
j;id 6il i;bui,, athu',"uI-Ha-san, az-zuhri, Alqamah, al-Aswad bin
Yazid,lbiahim an-Nakha'i, Masruq, dan lainnya yang merupakan
g;;gilt para imam wara', danmenara ketakwaan itu berani ber-
", Rasulullah
fiusta firnaAap saw.? Mungkinkah mereka berani dengan

46
sengaja membuat hadits palsu yang berdasarkan kehendak hawa
nafsu mereka sendiri untuk menghalalkan atau mengharamkan
seswfiu?
Pada kesempatan lain penuduh yang teftipue itu berkata, "Orang-
orang pada z;iltnan dahulu apabila hendak mengembangkan suatu
hukum dari hukum-hukum syariat yang sesuai dengan perlem-
bangan masyarakat Islam, mereka membuat beberapa hadits, kemu-
dian mereka nisbatkan kepada Nabi saw. unhrk melegitimasi apa
lang mereka inginkan."
"Bahkan kia tidak pernah memperhinrngkan usaha pemerintah
saat ini yang justnr telah menyuruh salah seorang fugaha unhrk
membuat hadits secara mengada-ada dari Ishaq bin Nashir dari
Yahya bin Adam dari lbnu Abi Zaidah dari ayahnya dari al-Aswad
bin Yazid dari Abu Musa al-Asy'ari dari Nabi saw. bahwa beliau ber-
sabda: 'Tidak boleh salah seorang di antara kamu mengawini wanita
lain untuk dimadukan de4gan isfri pertanramu.'"
Inilah yang telah dikaakan oleh orang lang berlagak pandai dan
berlagak fasih, orang yang suka menghembuskan kebaflan, )rang
berdusta dan mengada-ada terhadap para fuqatra umat, serta orang
yang suka mencad seiarah ilmu dan rryarisan lslam.
Maka, tidak ada seorang faqlh pun dt kalangan umat ird 5rang ber-
hak melonarkan perkaaan yang menghaldkan dfuinya atau orang
Iain unfirk berdusta terhadap Rasulullatr saw.. Hd ini berdasarkan
sabda beliau:

)gi'u;i€A63Ant"rl;fl 96.4:KG
"hrangsiap yng fudusta mnafu) enen terhadapfu (atas
ffigah mah ffiIfuh ia bniaysiap lmenampati @Datfifit}-
nW di neraka4o
Selain itu, pada kenyataannya orang-orang yang memperDolehkan
membuat hadits dengan maksud untuk mendekatkan diri lcpada
Allah Sltrl bukanlah dari katangan fuqatra, melatnkan dari lelompok
ahli taawuf dan sejentsnya yang bodoh-bodoh. Dt samplng itu,
mereka sama sekali tidak membuatnp unnrk lapentingan hukum

9Al-M*l,orr*, g-12-lggg M, penullsnya adalalr Hucein Ahmad Amin.


lbtrtrraya*an oleh seiumlah besar perawi dari katangan sahabat, dari Rasulullah saw.,
karena iu para ulama hadlts telah sepakat bahwa hadi6 ini mutawatlr.

47
dan ketentuan halal-haram, melainkan dalam ltal targhh (menge-
*"rt*l dan urhib (menakut-nakud), kisah-kisah, naslhat-nasihat,
dan sebagainya.
Xareni inilah para ulama menghentikan langkah dan perbuatan
geba-
mereka, berusat.' mengungkap kEpalsuan mereka, menolak
tilan mereka, dan menlelaskan-batrwa agama Allah telah disemp_ur-
,"ta" oleh-Nya dengan kebenaran, sehingga-{a{ mgryrfutcan
r.*b.tt"r yarig berufa kebatitan. 1glam Affuuah bin al-Mubarak
p"","t, di&inyal "epaiiatr itu hadits-hadits palsu?' Bellau meniarab,
;n a tridtustatr pirg menorntrkan.hidupryra unnrk menelid hal inr."
Andaikantat irall,ra pemalsu itu tslah memalsukan hadits seperti
vanioiseuu*an oleh teinan kita itu, dan dibrntkan
ifari"Ato Musa al-Asy'ari atau Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar, Abu-Htrai-
rdr,;t", iainnya, tantas disampaikan oleh si qeryalsu itu lepada
;ranr lain, malia apakah tenum tita inr mengira bahwa pT.lqgfl"
dan ilruhadits (ahli-hadits) akan menerima sembar-ang hadits 9i 't"-
nsuh i"l*,2 litcanletr para ulama itu menerima begtu saia hadits
ying iliceritalon oleh seseorang yang tidak dikenal 1naihul); yang
[iau[. a*"t"t ui siapa sala gurunya tempat ia menerima hadits dan
siapa saja muridnya yang menerima hadits darinya?
'sizuirggutlnyu *-*g
V"ng mengucapkan -perkataan y.ang tidak
masuk ail teinuaian mintolerirnya untuk disiarkan dalam maja-
i.t -*"ithh populer adalatr orang yhng benar-benar bodoh dan tidak
mengerti teritairg ushul, qayf id-,- dan pertimlangan-pertimbTpn
i|||afi yang ko[otr ,"ng-telah ditegAkLan ol-eh para ulama.datam
Uiaarrg ini s"erta telatl-diwariskan dari generasi ke gelerasi, dari
gpne-
i"ri fi"f kepada generasi hhalaf. t(arEaasezungguhn-ya p"q {t'*
it, t"t"h mlncipftkan kaidah:kaidah dan ushulbal*an dalam hal ini,
set ingga men;adi suirtu ilmu yang tinggi muhrnya merupa-
mn itfru yani hngkap, yaitu-'uh;ulhadiu (iltnq-iltnu hadits)'.
tUnu astr-Strafih dhh menghitungnya di dalam Ml4ai6imah-nya
y.rg t"rt**t itu bahwa ilmu-lilmu tersebut mencapai enam puluh
"ti.a"roacam. Perhinrngan beliau kemudian dikudp oleh Imam Nawawi,
a-fr"qi, dan Ibnu ffirar. Kemudian tmam Suygthi menambahnya
dalam'syaratrnya terhidap Ta4nb, karya Imam Nawawi, hingga men-
capai sembilanpuluh tiga macam.ll

lltihx,as-suyuthi, Tl.dtibwRavit'tsyarhtraqdttuNatani,denganahqiqAbdllwahab
Abdul Ladf, ,uz 2, hlm. 386 dan seterus-nya, caatan ta-2, 1585 H/1966 M' terbttan
as-
Sa'adah, lkiro.

48
Ihidah ilmu hadits yang paling utama ialah "tidak menerima hadits
isnad'. Maka tidaklah diterima seseorang yang mengaakan: "telah
bersabda Rasulullah saw.", kecuali jika dia seorang sahabat, yainr
orang yang langsung melihat dan mendengar sesuiltu dari Nabi
saw..12
Para sahabat adalah orang-orang yang adil, yang disebu*an lte-
adilannya oleh Allah di dalam Kitab-Nya, dan t€lah dipuji-Nya dalam
beberapa surat dalam Al-Qur'an, misalnya pada akhir surat al-Fath.
Dalam hal ini dikhususkan pula pujian kepada kaum Muhaiirin dan
Anshar sefta ahli Bai'atAr-Ridhwan,ls sebagaimana Rasulullah saw.
juga mengakui kehadiran mereka dalam beberapa hadie beliau.l4 Di
samping itu, biografi mereka telah menjadi saksi akan keadilan
mereka. Sejarah pun t€lah menyaksikan bahwa mereka telah meng-
hafal Al-Qur'an dan As-Sunnah serta menyebarkannla kepada umaC
mereka siarkan agirma Allah di muka bumi, dan mereka adalah se-
baik-baik generasi yang dikenal manusia hingga hari ini.
Seiarah tidak pernah mencatat kondisi dan sikap hidup para saha-
bat dari nabi-nabi lain dalam hal pengorbanan, kepahlawanan, kelu-
huran akhlak, dan ketinggian takwa, kecuali terhadap sahabat-saha-
bat Nabi Muhammad saw..15

l2Mengenai ra'rf (definisi) sahabat ini lihat 4l-Kif4r4h


fi'Ilmir rlvay\ karya at-fhathib
al-Baghdadi: 49-52, trr5lta Haiderabad, dan macam kedga puluh sembilan dari uu4oddinah
lbau rch-Sl,,.lah dan cabang-cabangn),a.
l3tihat surat al-Fath: 18 dan 29; surat at-Taubah: 10O; surat al-HasVr: 8-9; dan surat
al-ttajj: 58-59.
l4nalam hal ini cukup kiranya --sebagai datil- hadits yang masytrur yang berbunyl:
"Sebaik-baik generasi ialah genirasiku, kemudian generasi sesudah mereka, kcmudian gene-
rasi sesudah mereka ...." (Muttaiaq 'atattr, dengan lafal-lafd yang hampir sama dari lbnu
Mas'ud dan Imran bin Husein). Hadlts ini juga diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah dan
Abu Hurairah; nrmidzi dan Haklm dari Imran bin Husein; serta Ttabranl dan Haktm dari
la'dah bin Hubairah. Karena itu Imam Suyuthi berkaa, "Hadlts inl menycrupai mutawadr."
Perilrsa: Faidul Qailir Syarah al-Jam,i'wh Shaghir oleh al-Munawi, juz 3, hlm. 47E-479,lhtri
Ma'rifah, Beirut, 1 39 I Hl 1972 Mi dan shahih al-Jami'wh Slughir wa Ztturlhi olch Muhamnrad
Nashiruddln d-Albani, ,uz 3, hadlts nomor 3283, 3287,3289, dan 329O;
lsperflrsalah dalam kitab-kitab yang khusus membicarakan sahabat, seperti dt-kriio
oleh lbnu Abdil Ban 465 H), Usr.&l GhaDoh oleh lbnul Atsir Abul Hasan Ali bin Muhamnad,
al-khabch oleh lbnu Hafar ldafat ahun eS2il),d^ilh4tuqatoieh Ibnu Sa'ad (wafattahun 230
H). Lihat pula pembicaraan rcnang keaditan sahdbat datim at-Kilayaholeh al-Khathlb, hlm.
46-49, dan kitab-kiAb yang membicarakan tcntang btograff mereka, s€perd cr-Riyadh dn-Nd-
dhrah Ji Mana4ikl iAsyrch oleh al-Muhib ath-Thabarl, dan karf-l@rla baru mengenai hal ini,
seperti H4)dr6h srraruDaholeh al-frandahalawi, dan lain-lainnyapngiumhhnyaorhp banpk

49
Siapa pun png bukan t€rmasuk sahabat, maka waiib menyandar-
kan hadits yang disampaikannya kepada seorang shahabi, dan wajib
menjelaskan dari perawi siapa dia menerimanya hingga sampai ke-
pada shahabi. Selain itu, rentetan perawi itu wajib bersambung,
yakni tiap-tiap orang menerima hadits itu dari perawi berikutnya
secara langsung, dan tidak diterima silsilah (rentetan) perawi ini jika
ada yang gugur (terputus) baik pada awal, tengah, maupun pada
akhir rangkaiannya.
Rangkaian atau rentetan perawi yang bersambung-sambung ini-
lah yang oleh ulama muslimin dinamakan dengan isruil atau sanad.
Sedangkan penilaian isnad ini mereka lakukan dengan sangat ketat
dan selektif sejak awal, sangat terbatas, dan melalui kriteria-Mteria
yang mengikat sejak munculnya fltnah pada masa Utsman r.a. dan
sejak dominannya hawa nafsu dan fanatisme golongan.
Mengenai hal ini, seorang tabi'iroyangbesar, ahli fiqih dan hadits,
yaitu Imam Muhammad Ibnu Sirin, pernah berkata, "Mereka pada
awalnya tidak pernah menanyakan tentang isnad, t€api setelah ter-
jadi fitnah mereka berkata, 'Coba sebutkan kepada kami nama
orang-orang yang menyannpaikan hadits kepada Anda.' Maka dili-
hatlah mana yang ahli sunnah lantas diambil haditsnya, dan mana
yang ahli bid'ah diiauhi haditsnya."tz
Imam Abdullah bin al-Mubarak (wafat tahun 181 H.) berkata:
"Isnad itu dari agama, kalau tidak ada isnad niscaya orang akan ber-
kata apa sajayang dikehendakinya, kalau ia mau."18
Ibnu Sirin dan lainnya berkata, "Sesungguhnya hadits-hadits ini
adalah agama, karena itu hendaklah kamu memperhatikan dari siapa
kamu mengambil agamamu."le Dan dalam sebagian riwayat dari
Ibnu Sirin, ada orang mengatakan: 'sesungguhnya hadits-hadits ini
adalah agama...."2o

I 6vang dimaksud dengan raEi'i ialah orang yang beryuru kepada sahabat dan mengambil
ilmu dari mereka. Mengenai tabi'i, Al-Our'an menyatakan (artinya): '... dan orang-orang
yang mengikuti mereka (kaum Muhajirln dan Anhsar) dbnpn baik....'(at-Teubah: l(x)l
l Toiriwayatkan oleh Imam Musllm dalam mukadimah sahihnya, dan Tirmidzi dalam ?la-
lul lani'.
lSKitab ollorh wat Ta'dil oleh Ibnu Abi Hatim ar-Razi, wafat pada t*un 327 H, l,
loz
bagian ke-l, hlm. 16, terbian naiderabad, l37l Hll952 M.
lglbid., hlm. 15. Dan disebutkan dengan isnadnya dari lbnu Sirin dan lainn)ra.
zotbia..

50
Maksudnla, perkaaan ini sudah populer sebelum Ibnu Sirin, yakni
sejak masa sahabat.
Di antara hal yang tidak samar bagi ahli ilmu yang mempelajari
sejarah bangsa-bang;sa dan agama-agama ialah bahwa persyaratan
isnad yang sahih dan muttashil (bersambung) dalam menukil "ilmu
agama" merupakan disiplin ilmu yang hanya dimiliki umat l,slam,
tidak pernah dimiliki umat lain, sebagaimana dikatakan lbnu Hazm,
Ibnu Taimiyah, dan lain-lainnya.
Selain dari itu, jangan sekali-kali pembaca yang jauh dari tsaqafah
islamiyah (peradaban Islam) mengira bahwa ahli hadits mau mene-
rima sembarang isnad yang disebutkan kepada mereka, dan jangan
pula mengira bahwa seseorang dapat saja merangkaikan nama
orang-orang tupercayasampai kepada sahabat yang mendengar dari
Nabi saw.. Sebab, mereka hanya mau menerima isnad apabila me-
menuhi sejumlah syarat yang tidak dapat diabaikan, antara lain:
1. Tiap-tiap perawi harus diketahui kredibilitas kepribadiannya, dan
hal ini terungkap dari perjalanan hidupnya. Oleh karena itu,
tidaklah dapat diterima sanad lang rnenyebutkan: "Si Fulan telah
menceritakan kepada kami dari seseorang, atau Syekh Anu dari
kabilah ini, atau dari orang tepercaya ..." tanpa menyebutkan
ftlrn?{?;
oleh sebab iou, sanad yang menyebutkan perawi yang tidak di-
ketahui keadaan sebenarnya tidak dapat diterima. Maka dalam
hal ini harus diketahui siapa dia sebenarnya? Di mana negerinya?
Siapakah guru-gurunya dan siapa murid-muridnya? Di mana dan
kapan dia hidup? Di mana dan kapan dia meninggal dunia? fika
tidak memenuhi kriteria ini, maka perawi semacam itu oleh para
ahli hadits diistilahkan dengan majhul al:ain (frdakdikenal kepri-
badiannya).
Selain itu, tidak diterima perawi yang dikenal personalianya
tetapi tidak diketahui keadaan dan sifat-sifatnya, apakah baik
atau buruk. Perawi semacam ini disebut majhul al-hct (tidak dike-
tahui keadaannya) atau al-mastur (tertutup).
2. Bersifat adil. Yang dimaksud dengan 'adil" di sini ialah yang ber-
kaitan dengan keagamaan perawi, akhlaknya, dan amanahnya
mengenai apa yang ia riwayatkan dan ia nukil, yang perkataan
dan perbuatan-perbuatannya menuniukkan bahwa dia adalah
orang yang takut kepada Allah Ta'ala, takut akan hisab-Np, ddak
menganggap mubah berbuat dusta, menambah, atau memutarba-
likkan berita.

51
Mereka bersikap sangat hati-hati. Sehingga mereka menolak
suatu hadits bilamana terdapat kesamaran dan ketidakjelasan
mengenai kepribadian dan biografi perawi yang memberitakan-
nya. IQlau mereka mengetahui bahwa perawi itu pernah berdusa
dalam pembicaraannya maka mereka tolak hadits png diriwayat-
kannya, dan mereka namakan haditsnya ifrt maudhu'(palsu) atau
mahdzub (dusta), meskipun tidak pernah dikeahui bahwa dia ber-
dusta di dalam meriwayatkan hadits -padahal mereka ahu bahwa
pendusta itu ada kalanya berkata benar. Mereka menafsirkan
"keadilan" di sini dengan selamat dari perbuatan durhaka dan
yang merusak.harga diri.
Di samping itu, di antara tanda keadilannla ialah tidak pernah
melakukan dosa besar dan tidak sering melakukan dosa kecil.
Lebih dari itu, di samping mensyaratkan ketakwaan, mereka
frga mensyaratkan perawi itu harus muru'ah. Mereka menafsirkan
muru'ah sebagai 'bersih dari perbuatan dan sikap hidup yang ren-
dah' yang dianggap tidak sopan menurut pandangan orang banyak,
seperti makan di jalan, atau berjalan dengan tidak mengenakan
turup kepala, seperti yang berlaku pada zaman mereka. Mereka
belum menganggap cukup bila perawi itu meniauhi apa yang di-
ingkari oleh syara', t€tapi mereka juga menambahkan harus men-
jauhi apa yang dianggap buruk menurut adat kebiasaan. Dengan
demikian, ia diterima di sisi Allah dan di sisi manusia.
Memang ada orang yang mengatakan bahwa kadang-kadang
ada orang yang menampak-nampakkan keadilan dan berperilaku
muru'ah, padahal hatinya kosong dan rusak batinnya, mengatakan
sesuatu yang tidak ia kerjakan dan menyembunyikan sesuanr
yang tidak dilakukannya secara t€rang-terangian, seperti orang-
orang munafik yang menipu Allah dan orang-orang beriman.
fika memang demikian, maka kenyataan akah memberikan
jawaban bahwa kepalsuan pasti akan terungkap dan kemunafi-
kan pasti akan terbongkar kedoknya. Ni hanamallahu wajhahuber-
kata:

e#16e+u&zEi-;!eiJ+
Ar4J(;(i65
"Kepalsuan hati itu akan tampak dalam guratan waiah dan
dalam ungkapan kata."

52
Seorang penyair berkata:

,1i?:1l5.;4,".-s)i3,;3
,16.{\$y$a;f$Sl
"Pakaian riya' itu menampakkan apa yang ada di baliknya. Bila
Anda memakainya, maka sesungguhnya Anda telanjang."
Dan sebelumnya Zuhair pernah berkata dalam Mu'allaqat-t\dz
"Bagaimanapun suatu karakter itu tersembunyr pada seseorang
ketika sunyi, ia akan tampak dan diketahui khalayak ramai."
Tidaklah cukup seorang rawi tepercaya itu diterima karena
semata-mata ia bersifat adil dan takwa, tetapi di sampingadil dan
amanah dia harus dhabith (saksama, teliti, teguh, kuat hafalannya
atau ingatannya).
Kadang-kadang perawi itu termasuk hamba Allah yang sangat
bertakwa, serta sangattingg kewara'an dan kesalehannya, tetapi
tidak ilhtbtth dalam meriwayatkan sesuatu, bahkan sering keliru
atau lupa, sehingga mencampuradukkan suattr hadits dengan
hadits lain.
I(arena itu, seorang perawi harus dhabith, kuat hafalannya, sak-
sama dan teliti ddam hal penulisan. Untuk hadits sahih mereka
mensyaratlan perawinya memiliki derajat ilhabith dan ketelitian
yang tinggi, sehingga hafalan dan kecermatannya tidak meragu-
kan. Hal ini mereka ketahui dengan membandingkan riwayat-
riwayat yang disampaikannya, antara sebagian dengan sebagian
lainnya, atau membandingkannya dengan riwapt-riwayat perawi
lain yang kuat hafalannya dan tepercaya.
Banyak perawi ymtg ilhabith, kuat hafalannya, dan teliti, tetapi
setelah tua ingatannla menjadi lemah dan kacau hafalannla, maka
mereka (para ahli hadits) menganggap lemah riwayatnya dise-
babkan kondisi seperti itu, dan mereka berkata, "Hafalannya
meniadi kacau pada akhir hayatnya." Selain itu, mereka juga
nrcnylrsun riwayat-riwayat daripadanya dengan diberi catatan
)ang bermacam-nulcaun, misalnya: "Ini diriwayatkan daripadanya
sebelum ingatan (hafalannya) kacau, karena inr riwayatnya dapat
diterima; dan ini diriwayatkan daripadanya setelah ingatannya
lemah dan hafalannya kacau, atau tidak diketahui kapan ia me-
riwayatkannya, maka riwayatnya tertolak."

53
4. Hendaklah mata rantai (rangkaian) sanad itu bersambung sejak
permulaan hingga akhir sanad. Apabila ada mata rantai sanad
yang terpunrs baik pada awalnya, t€ngahnya, maupun akhirnya,
maka riwayatnya dinilai dha'if dan tertolak, meskipun para per-
awi itn sangat adil dan illubith. Sehingga sebagian imam tabi'in
berusaha dengan sungguh-sungguh --meski dengan pengor-
banan yang berat-- demi mencari ilmu tersebut, seperti Hasan al-
Bashri, Atha', az-Zuhi, dan lainnya. Apabila di antara mereka
(tabi'in) berkata: "t€lah bersaMa Rasulullah saw.'tanpa menye-
butkan nama sahabatyangmendengar hadits tersebut dari nasu-
lullah saw., maka haditsnya tidak diterima, karena boleh jadi
yang bersangkutan mendengarnya dari tabi'i yang lain, dan tabi'i
tersebut mendengarnya dari tabi'i yang lain pula. Begihrpun jika
dalam suatu sanad tidak diketahui yang menjadi perantaranya,
maka hadits itu tidak diterima. Dan hadits sernacam ini mereka
namakan dengan hadits ntursal, meskipun sebagian fuqaha mene-
rimanya dengan syarat-syarat t€rtentu.
Artinya, setiap perawi harus menerima hadits dari orang yang
di atasnya secara langsung, tanpa perantara, dan tidakboleh sang
perawi membuang perantara tersebut (bila ada perantara), meski-
pun menurut anggapannya perantara (yang tidak disebutkan
namanla) iht dipercaya. Sebab, boleh jadi orang),ang menurut ang-
gapannya dapat dipercaya ifir t€rnyata tercela menurut lang lain,
bahkan tidak disebutkannya perantara itu sendiri sudah menim-
bulkan keraguan --khususnya mengenai kredibilias orang yang
tidak disebutkan namanya itu.
Apabila keadaan sebagian perawi yang dianggap adil dan dapat
dit€rima riwayatnya secara umum diketahui beberapa kali mem-
buang (tidak menyebutkan) sebagian perantara, aau dia menye-
butkan periwayatannya dengern menggunakan lhfal yang me-
ngandung beberapa kemungkinan, misalnya dia mengatalan: "irn
Fulan' (dari Fulan), maka para ahli hadits menganggap pe-
riwayatannya itu radlis (menyamarkan). Mereka tidak menerima
hadits itu. Kecuali, jika dia mengatakan: "haddttsani Fulan" (Si
Fulan telah menceritakan kepadaku), atau "ahhbarani Fulaa" (Si
Fulan telah memberitahukan kepadaku), atau 'sami'tu .." (saya
telah mendengar ...) dan sebagainya, seperti sikap mereka terha-
dap Muhammad bin Ishaq, pengarang kitab sirah yang terkenal
itu. Apabila Ibnu Ishaq ini mengatakan: "'4n Fulan" (dari Fulan),
maka haditsnya dinilai dha'if, sebab perkaaan "'an" ( Us :

54
dari) ini mengandung kemungkinan bahwa dia menerima hadits
tersebut melalui perantara atau mungkin juga secara langzung,
sedangkan kemungkinan-kemungkinan seperti itu menjadikan
nilai hadits yang diriwayatkannya dha'if (emah).
5. Hadits itu tidak syadz (ganiil). Pengertian syuilzudz (ganiil) menu-
rut piua ahli hadits ialah bahwa seorang perawi kepercayaan
meriwayatkan hadits yang bertentangan dengan riwayat orang
yang lebih tepercaya lagi. Misalnya, seorang perawi t€percaya
meriwayatkan suatu hadits dengan lafal tertentu, atau dengan
tambahan tertentu, kemudian ada perawi lain yang lebih kuat dan
tepercilya daripada dia meriwayatkan hadits tersebut dengan
susunan redaksional yang berbeda dan tanpa menggunakan tam-
bahan.
Demikian pula jika ada seorang perawi meriwayatkan suatu
hadits dengan kalimat tertentu, kemudian pada sisi lain ada dua
orang atau suatu jamaah yang meriwayatkan hadits tersebut de-
ngan kalimat yang bertentangan dengan apa yang diriwayatkan-
nya itu. Maka dalam hal ini hadits yang diriwayatkan oleh orang
yang lebih terytcap itulah yang diterima, dan mereka istilahkan
dengan hailits mahfuzh (rcrpelihara). Sedanglen hadits yang ber-
tentangan dengannya ihr ditolak, tneskipun perawinya menurut
mereka adalatr orang),ang t€perca),a dan ditedma pedtraJatannf.
6. Hadits inr tidak mengandung cacat dan cela pada sanadnya atau
matannya (isinya).
Hal ini sudah dilrcnal oleh imam-imam yang hidup bersama
hadits, yang mengkaji sanad dan matan, sehingga dapat saia ter-
jadi suatu hadits yang seciua lahir tampak dapat diterima (maqbul)
dan tidak berdebu (tidak samar), tetapi setelah diteliti oleh para
peneliti dan kritikus hadits, ternyata hadits itu memiliki celah-
celah yang menunjukkan kelemahannya. Maka dalam kaitan ini
telah lahir suatu ilmu yang dinamakan dengan ilmu al-'ilal (ilmu
tentang penyakit-penyakit haditsl.z t
Dengan demikian, tidak ada celah bagi usaha-usaha pengaburan
yang dihkukan sebagian orang Barat terhadap ilmu ini dengian
mengatakan bahwa sebagian orang dapat saja membuat sanad png

2lrihat masalah tni datam klab ?ktul Hadits kaqra Dr. Hammam Abdurrahim Said, yang
merupakan karian sistcmads di bawah pan@ran kiab rktur rimi&i luqra lbnu Razab, ter-
bitan Darul'Adwa, Amman.
sahih bahkan sangat sahih, lalu dibuatnya suanr hadits unhrk meng-
halalkan atau mengharamkan sesuatu, atau untuk mewafibkan dan
menggugurkan apa safa yang dilehendakinya. Kemudian "hadits'
itu disampailen kryada para fuqaha aaia rtjahtl hddirs, lantas dit€rima-
nya begiu saja anpa pertimbangan.
Dengan dimikian, i\)atatah b-ahwa perkataan't€rsebut hanyalah
ocehan orangpng tenggelam dalam ldayalan, bahkan dalam lceia-
hilan yang berUmpuk-tumpuh karyOa saunggutrqa dia iahil (bodoh)
tetapi mereka pandai.
Allah mengatakan yang benar, dan Dhlah )ang memberi peEniuk
ke jalan yang lurus.

6
ilEIlEUIl SAIIAD DAll ,rlATAll HADI6
Pertanyaan:
Kami adalah sekelompok budayawan alumni perguruan tinggi
umum, bukan alumni al-Azhar asy-Syarif atau fakultas-fakultas
agama. Namun demikian, kami sering membicarakan masalah ke-
agamaan, karena kami adalah orang-orang beraganra yang sebagian
besar sangat antusi.ls unnlk menunaikan setiap kewaiiban dan men-
jauhi perkara-perkara yang haram
Pembicaraan-pembicaraan yang pernah kami lakukan akhimya
sampai pada masalah hadits Nabawi berikut hadits dusta dan palsu,
yang banyak menyusup ke dalam beberapa kitab dan dikutip oleh
sebagian rijalul hailiu, yang sudatr pasti dapat mengotori leindahan
Islam.
Pembicaraan kami berujung pada suatu keputusan bahwa setiap
muslim wajib menggunakan akalnya untuk memikirkan setiap makna
hadits yang dijumpainya. Apabila tidak sejalan dengan keputusan
akal, maka ia harus menolak dan mengingkarinya, dan sikap demi-
kian tidak terlarang ltarena tslam tidak membawa aiaran yang ber-
tentangan dengan ilmu pengetatruan.
Akan t€tapi, beberapa teman yang memiliki pengetahuan agama
lebih luas daripada kami mengatakan, "sesungguhnya suatu hadits
haruslah dilihat dari segi sanadnya, yakni rangkaian orangyang me-
riwayatkannya, apakah dapat diterima atau ditolak. Kita ddak boleh

56
melihat segi maknanya semata-mata yang kadang-kadang samar
bagi akal kita yang kemampuannya terbatas ini, sehingga kemudian
kita menolak hadits yang sahih tanpa hujah yang muktabar.'
Kami berharap Ustadz berkenan menjelaskan kepada kami me-
ngenai masalah yang penting ini, sehingga langkah kami tidak terpe-
leset dan tidak mengatakan tentang agama tanpa berdasarkan ilmu,
petunjuk, dan kitab yang jelas. Semoga Allah berkenan memberikan
pahala kepada Ustadz.

Jatoaban:
Sudah seharusnya seorang muslim memperhatikan urusan agama-
nya, karena agama merupakan subgansi wujud dan ruh alam semesta.
Tuntutan agama adalah tuntutan manusia yang pertama, dan kete-
tapan-ketetapannya merupakan masalah yang esensial, karena ia
berhubungan dengan keazalian dan kekekalan, serta berhubungan
dengan kelanggengan di surga atau kekekalan di neraka.
Apabila para budayawan yang beragama Islam mengadakan ber-
bagai pertemuan untuk membicarakan dan mendiskusilen masalah
keagamaan, hal itu merupakan langkah yang sangat bagus, karena
pada hakikatnya agama bukanlah monopoli para sariana agama se-
mata-mata . Tetapi, hal ini merupakan kewaiiban bagi setiap muslim
untuk mengkafi dan mendalami agamanya, sehingga ia dapat melu-
ruskan akidahnya dan memantapkan ibadahnya, meluruskan perila-
kunya, dan dapat menetapi batas-batas hukum Allah, mana yang
diperintahkan-Nya dan mana yang dilarang-Nya, mana yang halal
dan mana yang haram.
Namun demikian, tidak baik bila seorang muslim t€riun dalam
relung-relung ilmu yang tersembunyi dengan segala permasalahan-
nya tanpa bimbingan seorang ahli di bidangnya. Maka di antara lte-
sepakatan orang-orang berakal ialah bahwa "tiap-tiap pengeahuan
ada tokohnya, dan tiap-tiap ilmu ada ahlinya'. Merekalah yang men-
jadi tempat kembali bila terjadi perbedaan pendapat, dan tempat ber-
hukum jika terjadi perselisihan. Mereka itulah yang diiqaratkan
oleh Al-Qur'an dalam ayat-ayait berikut:

"... Dan tidalc ada mnS eryt membrikan ketenngn kry&mu


ryrti yA difuilan olela YangMaln Meryelrui .... "(Ibfirlr: 14)
"... Maka tanyalanlah hal iru kepda yang lebih mengdalrui." lan-
Nahl:45)

57
"... Dan lralau merelra merrynhkannn kep& Rasut dan ulil ami
di antan mercka tentuhh onng-onng Wg ingin mengetahui
kebnarutryra (akal dap€ID mengdahuinya &d merek (Raill
dan ulil amn) .... " (an-Nlea'; 85)

Adapun masalah yang dibicarakan oleh saudara penanya dan


teman-t€mannya- ialah pengeahuan tentang sahih aAu dhaifnya
suaft hadie: apakah harus melihat sanadnya,-maann1a, atau kedua-
nya? Hal ini merupakan masalah ilmiah yang rumit, sehingga orang
yang mqsih rendah pengetahuannya t€ntang ilmu-ilmu [Cishman
yang pokok tidak akan dapat memecahkannya. Bahkan tidak semua
orang y?ng mgmpelajari ilmu agama dan menggondol ifazatr dari
suatu fakultasteagamaan mampu melakukan tral itu. vairg nnmpu
m-elakukan hd iru hanyalah orhng yang kakinya telah rienancap
dalam di lapangan ilmu syariat secara umum, aai Aaam Oidang ilmu
hadits secara khusus, yang tidak bersifat kaku dan beku pada pe-
ngetahuan kuno dan tidak tergesa-gesa menerima setiap yang Uaru.
Ulama Sunnah yang membidang ilmu hadits telatr irendefinisi-
ltan hadits sahihdengan kalimat yang simpel "hadits yang bersam-
bung sanadnya dengan rirrayat orang yang adil dan sem[urna ke-
ilhabith-annya sejak awal hingga akhir sanad, serta selamat dari ke-
ganiilan gyuilud{ dan penyakit ('illlt)".
Maka pertama-tama yang harus dilihat --menurut ahli ilmu
hadiB-- ialah sanad. Dan yang saya maksud dengan sanad ialah
rangkaian pegwi dari perawi terakhir hingga shahabi yang meri-
wayatkan hadits tersebut dari Rasulullah saw.. Mengenai sahabat,
menurut pandangan Ahlus Sunnah dan jumhur kaum muslim, se-
muanya adil sebagaimana dinyatakan oleh Allah di dalam Kitab-l.Iya
yang mnlia juga dinyatalan oleh Rasulullah saw..
Apabila seseorang t€lah diketahui jelas sebagai shahabi, maka
ddak dibahas lebih lanfut, yang perlu diteliti ialah perawi-pe-
-perlu
rawi dibawahnya. I(arena itu segala s€suatuyangberhubungan de-
ngannya harus dikaii secara cermat, termasuk kepriUaaiannya, peria-
lanan hidupnya, guru-guru dan murid-muridnya, tringga ketdtrtran
dan kematiannya. Dari sini*emudian lahir dan berkem6ang 'itmuar-
rijal (ilmu rcnang perawi-perawi haditsl, dan telah disusun pula ber-
macam-macam kiab mengenai hal ini unnrk mendudukkan posisi
perawi yang sebenarnya, apakah ia tepercaya atau dhaif.
Kelemahan satu mata rantai saja dalam iangkaian sebuah sanad,
menfadikan hadits ift tertolak secara total, baik kelemahan itu dike-

58
tahui dari segi keadilan perawinya, amanahnya, atau dari segi ha-
falan dan ke-dhabith-annya. Di samping itu, agar suatu hadits menca-
pai deralat sahih, maka kekuatan hafalan perawi haruslah mencapai
derajat mumtaz (istimewa) atau jayyid jidd4n (sngat bagus) menurut
istilah sekarang. fika kekuatan hafalannya hanya sampai pada dera-
iat iayyid (bagus) atal maqbul (dapat diterima), maka hadits tersebut
dinilai "hasan", satu istilah ulama hadits yang berarti di bawah ting-
kat sahih. Kedudukan (derajaQ ini mempunyai nilai yang sangat
penting apabila terjadi ta' arudh (pertentangan) .
Faktor berikutnya yang perlu dilihat ialah bersambungnya sanad
sejak permulaan hingga akhir. Apabila ada mata rantai yang hilang
atau terpufts baik pada awal, pertengahan, atau akhir rangkaian
(silsilah), maka derajat hadits tersebut turun menjadi dhaif. Dan jika
mata rantai yang hilang itu lebih dari satu, maka nilai kedhaifannya
pun bertambah. Tentang terputusnya sanad ini diketahui oleh para
ahli melalui kriteria-kriteria yang banyak difumpai dalam kitab-kitab
khusus.
Maka agar suatu hadits tergolong sahih, ia harus selamat dari dua
perkara, pitu : (l) syududz (keganiilan) dan (2)'illot (cllczrt, penyakitl.
Pengertian syudzudz (keganjilan) ialah jika seorang perawi teper-
caya meriwayatkan suatu hadits yang bertentangan dengan riwayat
orang yang lebih tepercaya, Hal ini bisa diketahui dengan memban-
dingkan antara sebagian riwayat yang disampaikan seorang perawi
dengan sebagian riwayat perawi lainnya --dalam hal ini biasanya
berhubungan dengan makna dan matan (isi) hadits.
Apabila perawi tepercaya meriwayatkan suatu hadits hanya sen-
dirian dengan menggunakan tambahan atau pengurangan isi --
sementara isinya bertentangan dengan riwayat dua orang perawi
yang lebih tepercaya atau sejumlah perawi tepercaya-- maka hadits
tersebut dihukumi dhaif karena kesendiriannya atau karena kegan-
jilannya.
Adapun yang dimaksud dengan 'illat ialah perkara yang samar
(tersembunyi) yang kadang-kadang terdapat dalam matan atau
sanad hadits. Dan hal ini hanya dapat diketahui oleh tokoh-tokoh
dan kritikus hadits yang memiliki pandangan jeli, yang mampu me-
nyingkap penyakit-penyakit yang tersembunyi, ibarat dokter spesia-
lis yang bisa menyingkap penyakit di dalam tubuh seseorang yang
secara lahir kelihatan sehat dan sejahtera.
Pada kenyataannya perhatian ulama hadits memang lebih banyak
ditekankan pada sanad daripada matan. Hal ini disebabkan oleh

59
beberapa alasan sebagaimana yang sudah kita ketahui. Namun
demikian, tidak berarti mereka mengabaikan matan sama sekali
seperti anggapan sebagian orangyang tidak mendalami ilmu hadits.
Mereka banyak membicarakan matan dan meriwayatkannya jika
memang bertentangian dengan ketentuan Al-eur'an atau Sunnah,
akal, perasaan, kenyataan sejarah, atau lainnya. Dan mereka meng-
anggap beberapa hal yang berhubungan dengan rawi (perawi) serta
yang diriwayatkan itu sendiri --atau nash hadits-- seUagai tanda
kepalsuan atau kebohongan suatu hadits.
-hadits)
-Di
anqrl yang berhubungan dengan yang diriwayatkan (nash
ialah kerancuan lafalnya, ketidaksesuaiannya dengem usluD
dan kaidah bahasaArab. Atau memiliki kerancuan makna, dan Uaat
pantas perkaaan seperti itu keluar dari pelita kenabian. Misalnya
pernyataan berikut:

. 4<Hsd;6/ou+;e?
"Terong merupakan obat bagi semtta penyakit.,
Atau pernyataan:

.%'&#q@M,y:rAA;i
'Kesucian tlUf, dinyatakan melalui lisan tujuh puluh nabi.,
"a",
Sebenarnya masih banyak lagi kita jumpai hadits-hadits palsu
-lainnya yang serupa dengan contoh tersebut. yakni hadits-hadits
yang nashnya bertentangan dengem akal sehat, bertentangirn dengan
hakikat agama yang dit€tapkan oleh Al-eur'an dan Sunnah mutawa-
tir, atau meniadakan hakikat sejarah yang nyata.
_ Ibnu fauzi berkata: "Alangkah bagusnya ucapan orangyang ber-
kata,'Apabila Anda melihat suatu hadits berbenturan dengan penda-
pat altal yang sehat, bertolak belakang dengan mcn4ut-(nash Al-
Qur'an dan al-hadits), atau bertentangan dengan ushul (pokok-
pokok agama), maka ketahuilah bahwa hadits tersebut riraudhu
(Palsu1.'"zz

- HdDr.iniMushthafa
fiqih,
pun telah diDicarakan dengan jelas oleh da,i yang ahli
as-Siba'i rahimahullah, aaam mtaU no
^-Surl-h
2zUtltrrt, Tailrihr
Rawi,as-Suyuthi, I : 2T 4 dansetarrusnya.

60
Makanaruha Tasyri'.
fit
Bahkan saya ingn mengatakan bahwa pembahasan t€ntang sanad
tidak dapat terlepas dari pembahasan mengenai matan. IQrena pada
dasarnya mereka memperhatikan para perawi hadits dari celah-celah
himpunan hadits yang diriwayatkannya. Apabila mereka menjumpai
seorang perawi sendirian meriwayatkan hadits (gharib), maka mereka
menempatkannya pada kedudukan perawi yang dhaif atau matruh
(ditinggalkan). Kemudian terhadap perawi seperti ini mereka berkata:
"dia meriwayatkan hadits-hadits gharib" atau "tidak ada yang men-
dukung haditsnya". Banyak hadits yang diriwayatkan seorang perawi
tunggal (sendirian) ini yang mereka susun sebagai peringatan, seba-
gaimana yang dapat kita jumpai dalam kitab al-Kamil karya Ibnu Adi
atau kitab al-Mizan t ary a adz-Dzahabi.
Hadits syarif itu bermacam-macam, misalnya yang sebab kele-
mahannya terdapat pada matan dan sanad, seperti hadits mudtharib,
maqlub, mu'allal, syailz, munhar, mushahhaf, dan muhanaf.
Di antara macam-macam ilmu hadits ada yang berhubungan de-
ngan matan semata-mata, seperti mengetahui lmflmarfu',mauquf, dan
maqthu'. Selain ihr, ada pengetahuan tentang hadits Ilahi atau hadits
qudsi. Dan di antaranya lagi pengetahuan tentang hadits mudraj, ilmu
ghcribilhoilits, dan ilmu mukhralifulhdits -Imam Syaf i tercafirt sebagai
salah seorang ulama yang mahir dalam hal ini.
Selain itu, perlu kita ketahui bahwa untuk masalah ini Imam Ibnu
Qutaibah telah menyusun kitab yang terkenal, Ta'wil mhhulif al-Hadits.
Demikian juga imam Abu fa'far, beliau telah menyusun kitab yang
besar dengan judul Musyhil al-Atsar, yang terdiri dari empat filid, se-
dangkan Imam Ibnu fauzi menyusun kitab Musykil ash-Slwhihnin, dan
masih banyak lagr yang lainnya.
Sementara sebelum itu t€lah lahir pula ilmu nasihh al-haditswamon-
suhhihi, dan kitab yang paling terkenal mengulas masalah ini ialah
karya al-Allamah al-Hazimi yang beriudul al-I'tibar fi an-Nasihh ual
Mansuhh minal Atsar. Abul Faraj Ibnu fauzi jttga menulis risalatl me-
ngenai masalah ini.
Oleh karena itu, saya katakan bahwa sesungguhnya membicara-
kan matan hadirc itu perlu bahkan menjadi tunnrtan. Dan sesung-
guhnya hadits yang ditolak oleh akal yang sehat tidak disangsikan
lagi ketertolakannya.
Namun demikian, ada satu hal yang sangat penting di sini, yakni
siapakah yang berhak melihat matan untuk mengetahui dit€rima
atau tidaknya suatu hadits? Dan siapakah yang layak mengatakan

61
bahwa suatu hadits bertentangan dengan akal sehingga tergolong
dhaif,
Sudah tentu, memberikan hak ini kepada sembarang orang jelas
tidak dapat diterima oleh syara' dan akal. I(arena hak ini sesungguh-
nya hanya dapat diberikan lepada orang-orang ahli yang t€percaya,
sebagaimana telah diisyaratkan Allah di dalam firman-Nya:

ia j.i i,l3 -rly; ; fi;i


'a0i'^itf
J9 j;r tr;
-nr? )-( yt l. n.
fr'45b.:;r-,)
"... Dan lralau merekameryrenhkannn kepda Rasl/ dan ulil amri
di antan merel<a, tentulah onng-onngyng ingtn mengetalrui ke-
benannnln (akan dary| mengetahuirya dai merelra (Rastl dan
ulil amrt)...." (an-Nlsa': 83)

Betapa banyak hadits yang bila dilihat zhahirnya secara sepintas


dengan serta merta dapat diingkari (ditolak), tetapi ternyata ia memi-
liki takwil yang bagus menurut ahli ilmu --orang yang wajib dijadi-
kan rujukan dalam hal ini.
Di anara hal yang sudah dimaklumi, bahwa dalam bahasa terda-
pat arti hakikat dan majaz, ada yang terang dan ada pula kincyah (sin-
diran), dengan demikian kita tidak dapat menolak suatu hadits hanya
semata-mata melihat makna hakikatnya, tanpa melihat arti majaz
atau kinayah-nya. Hal ini telah saya felaskan dalam kitab saya xaya
Natdomalu ma'as Sunnah. dan saya sertakan contoh yang tidak sedikit
mengenai masalah ini.
Ada sebagian orang yang tergesa-gesa menolak hadits --yang
sahih menurut para ulama-- dengan anggapan bahwa hadits itu ber-
t€ntangan dengan akal yang jelas, bertentangan dengan ketetapan
ilmu pengetahuan, atau bertentangan dengan ketetapan agama. Tetapi,
bila diperhatikan dengan cermat.t€rnyata anggapannya itu tidak ber-
dasarkan alasan yang kuat, tgrnyata hanya omongan tanpa dasar.
Bahkan, kadang-kadang Anda dapati apa yang dianggapnya se-
bagai hasil akal (pemikiran) yang t€rang, t€rnyata hanya dugaan png
keliru. Maka kesimpulannya, hadits itu hanya bertentangan dengan
akal pikirannya sendiri, bukan bertentangan derryan akal png murni
dan obiektif.
Dan madrasah'aqliyah (pendidikan yang hanya difokuskan pada
rasio) memang sangat berani menentang hadits-hadits sahih tanpa

62
menggunakan hujah yang akurat, sebagaimana yang dilakukan
kaum Mu'tazilah dalam menolak hadits-hadits syafaat atau hadits-
hadits yang membicarakan masalah melihat Allah di akhirat. Begitu
juga seperti penolakan sebagian mereka terh4dap hadits-hadits yang
berisi mengenai pertanyaan kubur berikut nikmat dan azabnya.2s
Sering pula anggapan jauhnya kemungkinan terjadinya sesuatu
--kareha mustahil menurut kebiasaan-- menjadi sebab alasan untuk
menolak suatu hadits, padahal kemustahilan sesuatu menurut ke-
biasaan (adat) belum tentu mustahil menurut akal. Sementara di sisi
lain, pokok agama didasarkan pada keimanan terhadap perkara yang
gaib, karena itu tidak layak kita menganggap jauh kemungkinan ter-
jadinya sesuatu yang diriwayatkan secara sah dari Rasul yang
ma'shum, selama masih dalam daerah kemungkinan, sedangkan kita
tahu bahwa cakupan kemungkinan itu sangat luas.
Ada pula orang yang menolak hadits sahih karena ia mengira ber-
tentangan dengan ketetapan ilmu pengeAhuan, padahal setelah dikaji
tampak jelas bahwa apayang dikiranya sebagai ketetapan ilmu pe-
ngetahuan yang pasti itu ternyata hanya dugaan, perkiraan, dan ter-
kaan belaka, seperti tampak pada teori evolusi Danflin. Demikian
pula dengan teori-teori yang menafsirkan sebagian fenomena ilmu
jiwa, ilmu sosial, dan ilmu-ilniu humanisme secara umum. Semua
ilmu ini hanyalah ilmu zhanniyah (dugaan) yangtidakmencapaiting-
V,at qath'i (pasti) dan yakin, sebagaimana yang ditegaskan oleh para
pakar yang telah insaf. Karena itu, teori dan pendapat dalam ilmu-
ilmu ini selalu mengalami perubahan dari masa ke masa, bahkan dari
satu lingkungan ke lingkungan lain --dalam waktu yang sama-- dan
dari seorang ilmuwan kepada ilmuwan lainnya.
Selain itu, ada juga orang yang menolak hadits sahih karena me-
nurut pandangannya hadits tersebut bertentangan dengan nash-
nash lainnya yang sahih. Tetapi, bila Anda renungkan apa )rang
dikatakannya itu ternyata sebenarnya tidak ada pertentangan yang
mewajibkan seseorang harus menolak hadits itu. Sebagai contoh,
pada tahun enam puluhan pernah ada seorang penulis dalam sebuah
rrajalah dengan berani menolak suatu hadir dalam shahih al-Bukhari
karena menurut dugaannya bertentangan dengan Al-Qur'an, pada-
hal masalahnya tidak seperti yang ia duga. fadi hadits itu memang
sahih, yang keliru adalah pemahamannya sendiri.

23tihat, pasal "Raddul Ahadits ash-Shihhah", dalam ktab saya al-Marji'iyyaal Ulya
fil
Islam lil Qur'an was Sunnah.

63
Ibnul Qayytm Mengaltkan Sanad dan Matur
Al-Imam al-Muhaqqiq Ibnul Qayyim menyebutkan di dalam kitab-
rrlv al-Manarul Munif fi Lsh-Shohih wa ailh-Dhaif bahwa beliau pernah
ditanya. "Mungkinkah mengetahui hadits maudhu' tanpa melihat
sanadnya?'
Beliaumenjawab pertanyaan tersebut dengan jauaban )arg sangat
-lengkap dan rinci hingga membutuhkan beberapa tul.aman kitab-
nya.24 Di antaranya beliau berkata: "Ini merupakan persoalan yang
sangat besar, dan hanya dapat dikeahui oleh irang yang mendilam
pengetahuannya tentang Sunnah shahihah. Orang yang menganggap
Sunnah sebagai darah dagingnya, dan telah menyaokan Sunnah
dengan karakternya. Selain itu, pengkajian Sunnih dan asar ini
benar-benar sudah menjadi spesialisasinya, termasuk di dalamnya
mengkaji sirah (biogafil nasulullah saw. dan petuniukbeliau, perih-
ah dan lamngan beliau, memberiahukan kepada onng lain
datang dari beliau, mengafak orang lain berpegang kepada"p"l""g
Sunnah
beliau, mengumandangkan segala sesuatu yang beliau cintai dan
yang beliau benci, dan segala sesuatu yang beliau syariatkan buat
gqa! ini, sehingga seolah-olah ia pernah bergaul rapat dengan Rasu-
lullah saw. seperti layaknya seorang sahabat beliau.,
Orang sepefti ini benar-ben.r mengetahui keadaan Rasulullah
saw., petuniuknya, perkaaannya, apa yang boleh diberital@n dan
yang dilarangnya, dan apa-apa yang tidak dikeahui orang lain. Se-
perti inilah keadaan setiap orang yang ber-ittiba' (mengikuti Rasul
dengan konsekuen). Orangpng mengkhususkan diri dalam persoalan
-dan
ini yang berkemauan keras untuk mengikuti perkaaan per-
buatan Rasulullah yang diketahuinya, dan membedalan rnana fang
sah dinisbatkan kepadanya dan yang tidak sah, keadaannya berbedi
dengim orang lain --yakni orangyang hanya takltd kepada imamnya,
yang hanya mengetahui perkataan, nash, dan pendapatnya
Wallahu a'lam.
Di antara contoh hadits yang tidak dapat dipertanggungawabkan
ialah hadlts yang diriwayatkan oleh fa'far bin |isr, dari-ayahnya, dari
Tasabit, dari Anas secara marfu':

Ai,IA t6&:lP1$iir6:
LJ,'P.W, dt6r€s,36G
24oipublikasikan oleh Makab
al-Mathbu'ar at-tslamiyah di Halb, dengan .ahqi{ dan
u'liqoleh Abdul FaEah Abu Ghadah.

64
.
r,Ki[ae;gtilLti;J3(
"knngsiap Wng menguaplran subhanallah wa bihamdih, maka
Nhh a/on menarnm untuW *iuta Nwt fuma di &hm wgA
Wng batangryn beruN emas.4s

Ja'far yang dimaksud di sini adalah fa'far bin |isr bin Farqad, Abu
Sulaiman al-Qashshab al-Bishri. Ibnu 'Adi berkata: "Hadits-hadits-
nya munkar." Al-Azdi berkata: "Para ahli hadits membicarakannya."
Adapun mengenai ayahnya (ayahla'far), Imam Yahya bin Ma'in
berkata: "Tidak ada apa-apa, dan tidak boleh ditulis haditsnya." se-
dangkan Imam Nasa'i dan Daruquthni berkom€nt?r: "Dhaif." Ibnu
Hibban berkata: "Ia telah keluar dari batas-batas keadilan." Dan Ibnu
'Adi berkata: "Pada umumnya hadia-haditsnya tidak mahfuzh (tidak
terpelihara)."
Contoh yang lain lagi ialah hadits yang diriwayatkan oleh lbnu
Mandah dari hadits Ahmad bin Abdullah al-fuwaibari sang pendusta,
dari Syaqiq, dari Ibrahim bin Adham, dari Yazid bin Abi Ziyad, dari
Uwais al-Qarani, dari Umar dan Ali r.a., dari Nabi saw., beliau ber-
sabda:

A#\<t!e'lfu t#Jbbs,t;
<l
{#e, 3tg,t!,A!j, 5k< We
,{3;i1'^67t,.f. i**rs :Gt,t)gj
.W i# A t,E - 1)G Ut - ;&3<t $fr
X *.Lr d$z,i6 o. @lJi r*4C,1
3-b\i336,ffi14\Ylg,qtX
q6#wrq;Wqey6
2'xt:ralengtap dlmuat dalam Mizarul t'ddalkarya adz-Dalabi, dalam membicarakan
keadaan fa'far (1: 4O{).
'g'g+*Sld-ti'J-4)+G
brdu fungn menyfiut nama-nann NIah ini:
"Barurysiapa yang
YaNlah hgfuu dalah MaIn Hidupyngtidakatran mati, Maln
Menanggtg tidah terkalahkan MaIM Merrgetat uigngtidak pr-
nah dingulcan, Maln Mendengar yang tidak pmah dibimbnfun,
MaIn tuMr yang tidak Wnah difuNafu\ t'ang teryanfing l@*
ryn qala srsl.tatu Wrg tidal( pmah dibd makan, dan Maha
Mengetalrui yng tifulc pemah diberi talru.'Mahdeni Dzatgng
mengutudru &ngu bnar, l<alau dm ini dibaolloln pae kepkg-
kepingn Dcsi ni*ayakan mencair, kalau difuakanpa&airyng
mengalir nixalta ahn berhenti mengalir, dan bih dibaa p&
waktu akan tidur maka untuk tiap-tiap hurufnya dikfuim tujuh ntus
ribu malaikat yang bertasbih dan memohonkan ampun unfiloryra"

Di samping diriwayatkan dari ialan Ahmad bin Abdullah al-


Ioyarpqq sang pendusta, hadits ierupa juga diriwayatkan dari
jalan lain yang pendusra pula, yaitu al-tttslin Uin Daud al-Bal-
khi, dari. Syaqiq. Dan pendusA yang lain meriwayatkan daripada-
nya, yaitu Sulaiman bin Isa26 dari ats-Tsauri, dari Ibrahim bin
Adham. Bagi orang yang memiliki pengeahuan sedikit tentans nasul
sqq. dan sabdanya, maka ia tidak akan sangsi lagi bahwa niaits ini
adalahmaudhu' (palsu), diada-adakan, dan merupakan kebohongan
yang dibuat-buat aas nama beliau.
.kemudian
Ibnul Qayyim menyeb-utkan sejumlah hadits yang telah dibuang iUr,
berkata: "Ini merupakan pintu yairg ong"t luas, [ami
!r*y" menyebutkan sebagian kecil safa untuk difutahui batrwa
hadits-hadits semacam ini serampangan, semuanyil merupakan ke-
bohongan yang diatasnamakan kepada Rasulullah-saw.. oin banyak
orang-yang tidlk-ryengerti hadits yang menisbatkan diri kepada ke-
zuhudan dan kefakiran. Demikian pula dengan orang-orang yang
menisbatkan diri kepada fiqih."
Hadits-hadits maudhu' inr gelap, janggal, ser.rmpangan, dusta,
dan diada-adakan dengan diatasnamikan kepada nisutirllatr saw..
Misalnya hadits png berbunyi:

26oa aaaun lbnu Isa


bin Najih as-salzi. Hadirs ini secara rengkap drmuat dalam ar-
Mauilhu'at, karya tbnu fauzi, S: lTS.

66
$4t'#iz6'rt56rt3K}{bJtQU
.V;\frt3,
-rt -r/
o

"Batangsiapa yang mekifukan shalat dhuha *ldan nlrat dan *-


ldan ralraat malca ia difurt sefurynk Whah tuJuh puluh orury
nabi."

Seakan-akan pembohong yang jelek ini tidak tahu bahwa orang


yang bukan nabi kalaupun melakukan shalat selama usia Nabi Nuh
tidak akan mendapatkart pahala sepertl pahala seorang nabi.
Misalnya lagi hadits maudhu'yartg berbunyi:

4Kj{:;:,eE},F4\W-@,t
u'Js,#qiiiglwwgil'
"$le$ili933$*6,R#W
...4(,
"Falauar$ary yangl mandi Fe Wi Jumht fuWan nlat mqrcad
tidn AW mM W ti+*p nnAu@ Alhh tr@bn dW
unailoryn wfu en dengan fnydq MB atfiw Alhl,
lrad kianat
mat&ngbt wrubrya di atrp brup mutian, Wut, ddn
dr;n,irrt
zabariad,27 yang di anttn fW dua funjafrry,a ter@t hnh pda-
lanan slama *iatus talrun.'

Pedoman Umum untuk Mmgetaltut Hadlts Pnlcu


Ibnul Qayyim kemudian menyebutkan beberapa hal umum untuk
menenhrkan kepalsuan suanr hadlts:

27 zahrl* latal lql$al ,ang dhakat unorl banr pann*a" (tfiret xdrtr.s B6dr rr/lrr,o lilo-
n.sia, Departemen Pendidlkan rhn freDudqnao, Iet[ta! Bdd msht1 Edrt fcfr. C€aatan
pertama, 1991; crt).

67
1. Ser ampangan dan Berlebih-lebihan
Di antara tanda kepalsuan suatu hadits ialah mengandung hal-hal
rng-ry-qmpang:rn ya_ng sebenarnya tidak mungkin diucapkan oleh
Rasulullah saw.. Hadits semacam ini banyak jumlahny:a, seperti
hadits palsu berikut: 'Barangsiapa yang mlngutapkan lialirnat raa
ilaha illollah maka Allah akan mencipakan dari kaumat ihr seekor
burung yang-nteryrljki tujuh puluh ribu lidah, png riap-tiap lidah
T:rr-riliki hrjuh puluh ribu bahasa yang memintikan amirun irepada
eQh ryru$Va. Dan bara-ngsiapa png berbuat begini-dan Uigini
maka akan diberikan tufuh puluh ripu koJa di dalam surga, yang
p.ada tiap-tiap kota terdapat tujuh puluh ribu istana, dan pada iiap:
fiap isana rcrdapat tujuh puluh ribu bidadari."
. . q.qglang membuat aJau memalsukan hadits )a11g serampangan
ini tidak terlepas dari dua kemungkinan: pertama, teilah bodoh ian
dungu; dan kedua, termagulr orang zindiq (munafik) yang hendak
menurunkan deraiat Rasulullah sa1v. dengan menyanALrkin perka-
taan-perkataan semacam ini kepada beliau.

2. Didustahan oleh Perasaan ilan Kenyataan


Di antara cirinya tag! ialah didustakan oleh perasaan. Misalnya
pernyatain: "Terong itu berkhasiat untuk apa saia sezuai dengan ke_
i1eryn orang-yang memakannya.' Atau pernyataan: "Ter6ng inr
obat bagi sqpla penyakit."
Mudah-mudahan Allah mengutuk orang yang merekayasa kedua
hadits palsu ini. Sebab, ryandainya perkaaan ini Oiucaptan oleh se-
gJang doktelFng masyhur, niscayaakan ditertawakan orang. Sebab
jika terong dimakan dengan harapan dapat mengobati penyikit de-
mam, loyo,-dan macam-macam penyakit lainnya, maka-iujtru buah
ini hanla_akan menambah parah saja. oan seandainya di-rnakan oleh
sjorang fakirdengan tujuan agar menjadi kaya, nidcaya tidak akan
dapat menjadikannya kaya, atau iil€ diinalenbtetr orarigrrane bodoh
agar menjadi pandai, tennrlah buah ini tidak akan da[at mEmberi
kannya ilmu.
Demikian pula dengan pernyataan berikut:

*-\eJ:t1#*4ti:fd#r51tr;tt1
"Apabila seseorang bersin pada waktu berbicara, maka hal ini
sebagai pertanda kebenaran- perkataannya.,

68
Meskipun ada sebagian orang yang rnengesahkan sanadnya,
namun perasaan tetap menolak dan menilainya palsu. Sebab kita
sering menyaksikan orangyang bersin tetapi ia tetap suka berdusta.
Seandainya ada serarus ribu orangyangbersin ketika meriwayatkan
hadits dari Rasulullah saw., maka hadits ifi tidaklah dihukumi sahih
karena bersin. Dan seandainya mereka bersin kcdka memberikan
kesaksian palsu, maka tidaklah kesaksiannya itu meniadi benar.
Begitu pula dengan hadtts maudhu'berikut

,4elir6yi36q,td,,g,rryi6l1'd{lL
wig-ia*6331,3{ili'}#3
dibri b*al,
"Hendakhh lamu makan adasr2e karcna ia dan dapat
menjadihn Inti lenbut *fia
memprbanyah air nata Wg telal
dianggap suci oleh tuiuh puluh onng nabi.'

Abdullah bin al-Mubarak pernah ditanya oleh seseorang tentang


hadits ini, bahkan orang rcrsebut mengatakan batna hadits ini diri-
wayatkan dari dia. tdakabeliau meniarab denpn mdurarkan per-
tanyaan balik 'Dan dikatakan daripadaku iW^?'
hting tinggt kedudukan adas adalah sebaei kesukaan orang
Yahudi. Seandairyra dengan adas ini Allali menyucikan seorang nabi,
niscaya ia dapat menladi obat bagi cegela maqlm penyakit, maka
bagaimana lagi bila menyucikan tuiuh puluh orang nabi? Padahal
Allah telah menyebutkan bahwa adas itu rendah (al-Baqatai:61),
dan Dia mencela orangyang memilih adas daripada ma,r.madan salwa,
serta Dia meniadikanrya seiaiar dengan bawang pudh dan bawang
merah. Apalah nabi-rubi Bani lsrail telah berdusa karena me4yuci-
kan adas yang mengandung 'illct dan mudarat, seperti menggelora-
kan qahwat, berbau tidak enak, nrcmpersempit pernafasan, merusak
darah, dan mudarat-mudarat lainnya?
Hadits ini lebih tepat sebagai relcayasa orang-orangyang memilih
adas daripada mawa dan salwa grakni orang-orang Yattudi Bani Israil,
penj.l etua orang yang serupa dengan mereka.
Contoh hadits palsu yang lain: "Sesungguhnya Allah mencipta-

zaruOuUan Uerg€teh
)ang tingglDJu hila-kita satB sciergah ffi.r, b{e[n dlrdik o
minyak unnrk oba! F*aiadrllllt Yulgtra. (IJhat ltams Bcsar BalrGo lr&icsi4 Dcpartcoco Fcnd-
dikan dan Kebudayaan, Iakara: Balai ltlstaka, Edisi Icdua Cctat6n pertan& l99l; cd.)

69
kan_langit dan bumi pada hari asy-syura." Begitu pula dengan hadits
berikut:_'Minumlah pada waknr makan supa)ra kamu kenlang."
P,adah3l, minum padavaktu makan dapat merusak dan me-nghi-
.
langkan kemapanan makanan di dalam perut besar, di samfi'ing
menghalangi kesempurnaan pencernaannya.
Contoh lainnya seperti pernlataan:

,,,iiLt3.#s6c&w|y(,Jl.!K
'Manusia yang palirry pembohong ialah tukhng celup dan tukang
emas.'29
Perasaan menolak hadits ini disebabkan kebohongan mereka ke-
pa{1 lain berganda-ganda, sgperti kaum nafidhah --sebagai
.or.ang
makhluk paling pendusa-- para dukun, tukang ramal, dan pira
astrolog (peramal nasib dengan perbintangan).
3. Isinya Sangat Remeh ilan Metggelihaa
Di antara ciri hadits maudhu'yang lain idah buruk, remeh, dan
menggelikan, menjadi bahan tertawaan. Seperti ,hadits, berikut:

/#$&"Frr,wdetgg166r
"Kahu nasi itu Dr;rury manusi4 niwya ia penyantun, dan ti&t(
ada onng lapr nng memal<annya keatali Wili aten menjadi
kanltang-"

Perkataan inisangat tidak msional png tidak munglrin keluar dari


orang yang berakal sehat, apalagl dari penghulu para nabi.
Misalnya lagi hadlts:

,o3-U3tt!F,8i'u.r{II"VaH
,{wv
2gtbnu Ualah meriwal"atkannya
datam sunannya,2: Z2g, dari Abu Hurairah. Dalam
az-Za*aid, al-Bushalri
berkaa: "Dhaif karena di dalam sanadryra terdapat Farqad as-Sabkhi
yang dhaif' dan umar bin ttarun yang dianggap pendusa olehibnu ua'in dan'lainnya., As-
_sakhawi mengomentari hadits lni di dalam i-ua4ashiit at-Hasanah, hlm. 76, dengnnienga-
kan: "Dirlwayatkan oleh lbnu Marah dan Anmaa'ddam musnadnya, Z:292, iZq, SISId-
lainnya dari Ubai.'

70
"Buah jaufo iru fulah oDr,l dan keju ttu adalah penmkit, tetapi
jika afiah ada di dalam prut ia menjadi o}z,l"
Mudah-mudahan Allah menguuk orang yang membuat hadits
ini dan mengatasnamdlannya kepada Rasulullah saw..
fuga seperti hadits-hadits berikut ini (artinya):
"Seandairyn manusia mengetahui apa tang ada ph
buah hul-
bah,rr nixal,a met*a rpau membelinya dengan emaslangbent-
nya *banding dengu buah iltu."
"Hijaulranhh mejamakanmu dengan epr-sryn4 kamnhal ini
dapt mengusir *tan."
Tidak afu sa,tu pun daun andewi kmtali di atamy a& tetesn air
surga."
"Jelek nian saWr jiiir
(*jenis buncis bsar), funngpiary WE
memakanntta pda malam had nixaya ia akan meletnti malam itu
dengan jiwa *lalu menentangrya, dan hidungry akan mencium
keringat onng Wg brpenlakir lepn Makanhh ia pda shng
lari, dan talranhl, pada mafun hart.'
"Ikutannan minyak buqa brntaj (bunga vide) terha@
mintak-minyak hinnla geperti keutamnn ahlal bait (kduarga
Rasululkh aw) atas *mua makhlukt'

4. Berteinungan dengan Hailits dan Sunnah yang Sahih


Ciri hadits maudhu'yang lain ialah bertentangan secara diametral
dengan hadits athu Sunnah yang t€rang dan sahih. Oleh sebab itu,
Rasulullah saw. rcrlepas dari semua hadits yang isinya bersifat meru-
sak, aniaya, menyia-nyiakan sesuatu, memufi kebatilan, mencela
kebenaran, dan sebagainya.
Yang t€rmasuk dalam kategorl ini adalah hadits-hadits yang me-
mufi orang yang bernama Muhammad aau Ahmad. Disebutkan di
dalamnya bahwa setiap orang)rang mempunyai nama dengan fiuna-
nama tersebut tidak akan masuk neraka.
Hal ini n)rata-nlata bertentangan dengan apa yang sudah dfunak-

ssemacam kenari
lkacang-l6cangan). (cd,)
3lse;enis tumbuhan polong-polongan (rempah-rempah) tahunan dcngan blrl bcraoma
sedap; Faum Graccun. (cd.)

7l
lumi dalam agama Islam yang dibawa Rasulullah saw. balma sese-
orang tidaklah dilindungi dafiazab neraka han)ra karena nama dan
gelar semata. Tetapi, selamat dan terhindarnla seseorang dari azab
neraka hanyalah karena trnan dan amal saleh.
Selain pernyataan itu, ,uga kia Jumpat "hadits-hadits" )ang ber-
isi t€ntang amdan-amdan yang menyelamatkan seseorang dari
neraka dan tidak akan menyentufuryra orang),aqg tunla melekukan
lcbaikan yang kurang berarti, padatral sudah dimaklumi bahwa hal
inr bertentangan derqan sJrariat agarna )ang dibarra lfabi Muhammad
saw.. Sebab jaminan lcselamatan darl azab neraka hanplah bagi
orang yang bertauhid se6ra benar dengan segala aplikaslnya.

5. Bmcatangm ilcngm Kanyataan


Di antara tanda kepalsuan hadits idah bila berisi tuduhan atas
Nabi saw., misalnya bahwa beliau pernah melakukan sesuanr secara
terang-terangan di hadapan para sahabat, tetapi mereka bersepakat
untuk menyembunyikannya dan tidak menyampaikannya kepada
orang lain. SeDagai contoh, anggapan kelompok-lelompok pendusta
bahwa Nabi saw. pernah memegiang tangan Ali bin Abi Thdib di
hadapan seluruh sahabat ketika dalam perjalanan pulang setelah me-
nunaikan haji Wada'. lalu Rasulullah saw. menghentikan Ali di
tengah-tengah mereka dan beliau bersabda:

-3#iA49C,isa6w
, gli>;S!4,'#X
"Inilal, predmawasjail,J.t &n au&ralat, *rb lhalihh s€g.t&h-
ht. I(arcna iA, dengarlah ia dan ptuhilah"

- Kemudian seluruh sahabat sepakat unurk menyembunyikan hadits


ini dan mengubatrnya serta menyelisihinya. Sungguh ini merupakan
kebohongian, mudah-mudahan Allah melaknat para pembohong
seperti ini.
Demikian pula dengan riwayat mereka: "bahwa matahari pernatl
dikembalikan kepada Ali setelah ashar, sedangkan semua orang
menyaksikannya'.
Kiranya tidak ada yang lebih mengetahui mengenai hal ini selain
Asma'binti Umais.

72
6. Baul iletgan Seniliinya harena Bertantangan doryan Ahal
Di antara tanda kepalsuannya: batal dengan sendirin;ra, sehingga
nyata-nyata menunful*an bahwa hd itu bukanlah sabda Rasulullah
saw., misaln5ra hadits:
"Bintang Nnwahi di langit itt Drurzlsal dai kqingat uhr Drsar yang
afu di Dzlwalr'Als,y."
Atau pen\yataan In€rel€:
'Apabila Allah S1VT marah, maka Dia menurunkan wahyu dengan
bahasa Persi, dan iilta Dia ridha maka Dia menurunkan wahyu
dengan bahasa Arab."

7. Tidlk Layak sebagai Perhataan Nabi ilan Petunjuhnya


Di antara anda kepalsuannya lagl ialah ketidakpantasannya se-
bagai perkataan seorang nabi, apalagi sebagai sabda nasulullah saw.
yang notabene merupakan wahyu, seperti firman Allah berikut

6:.F;1ff3lor;x*3ttt 1
'hn tiahhh WtS dhta@tnn iat @I-Qufn) lrrrrau-
^*rrrot
an Inwa natwqra Uapanrya ifi, Malain twryahhwlVuyang
dimlrytlan (*Wdan@." (an-Nalm: 3-4)
Alat ini memberiltan pengertian kepada kita batrwa apa yang di-
ucapkan Rasulullah saw. adalah wahyu yang diturunkan kepadanya.
Oleh sebab itu, isi hadits palsu di antaranya tidak sesuai sebagai
wahyu, bahkan tidak layak sebagai perkaaan seorang sahabat se-
kalipun.
Seperti kita jumpa dalam pernlataan:
"T@ hal png dapat menambah jelasnya pandangan, piu melihat
warna hiiau, air yang mengalir, dan utaiah yang @mpan/cantik.'

Perkataan senurcam ini tidak mungkin diucapkan oleh Abu Huniratt


dan Ibnu Abbas, begiupun oleh Sa'id bln al-Musq6ab dan al-Hasan,
bahkan ddak pula diucapkan oleh Imam Ahmad dan Imam Malik r.a..
Misalnya lagi'hadits":
"Meman&ng waiah Wry tampn itu menjadihn enfu4ra png-
lihatan"

73
Hadits seperti ini dan seienisnya adalah buatan sebagian kaum
zindiq.
Klta,uga menfumpal pemyataan Beperd berlkut:
"Hendaldah kamu memperhatikan waiah yang cantik/tampan
dan biii rnata ),ang hltam, karena Allah malu menytksa orangyang
cantlk/tampan dengan apl neraka."
Mudah-mudahan Allah melaknat pemalsu hadlts yang jelek ini.
Maka semus hadits )ang menyebut-nyebut orang )xang benraiah
tampan/candk atau memufinya, menyuruh memandangnp, meng-
anlurkan agar seseorangbuuh terhadapnya, atau menyatakan balma
mereka tidak akan disennrh oleh apt neraka, semuan)ra adalah
bohong, palsu, diada-adakan.

8. Lebih Mirip ilon kbih Cocoh sebagai Ker,rangaln Dohtcr


Seperti kita fumpai dalam hadtts palsu berlkut:
"Bubur tepung dan dag@ itu dapat menguatkan punggung.'
"Mennlan ilan dapt melenahkan fubull"
"funng mengdu kryda RatrlihrlhL srrw. karan analoya
saldt,lalu bliau merryuruIny agar nabn telw &n fuwang.'
Atau seperti pemyataan:
"fibril datang kepadaku dengan membawa bubur dari tepungdan
dagng dari surga, lalu saya makan, lantas saya diberi lcekuatan
empat puluh orang laki-laki dalam berJtmak.'
Dan seperti "hadits":
'Orang mulonin ifu manis, ia $th Tantg nnniwmanle"

9. Mengandung Pembatasan Wahtu Terlrnnt


Di antara cirl hadi6 palsu yang lain lalah flka mengandung lte-
past'un tentang pembaasan uaktu (harl, tangal, bulan) tertentu.
Misalnya "hadits" berikut:
"A4bila tehl ti}ntahun int dan AIrun inl matateiadilal Wki
dan Wfu; danarnbila telah daiangbulan inidanbrrfutini, mab
alan terjadi Wini dan fugitu."
Dan seperti perkataan sang pembual nan burulc
"Apabila t€riadi gerhana bulan pada bulan Muharam maka akan
t€rradi kenaikan harga barang-barang, peperangan, dan kesibuk-

74
an penguasa; dan bila te4adi gerhana pada bulan Safar akan ter-
jadi begini dan b%ihl."

IGt€ntuan bulan, hari, atau tanggal dalam berbagai pernyataan


lainnya, t€ntu saia tergolong sebagai hadits palsu dan dusta.

10. Berteatangan dengan Ayat Al-Qur'an yangJelas


Di antara cirinya lagi ialah bertentangan dengan ayat Al-Qur'an
yang jelas dan terang, seperti hadits mengenai umur dunia: 'bahwa
umurnya adalah tujuh ribu tahun, dan kita sekarang berada pada
ribuan ketuiuh".
Pem)rataan ini jelas nyata lcebohongannya. Sebab kalaulah riwapt
ini sahih, niscaya setiap orang dapat mengetahui bahwa dihitung
sejak sekarang hari kiamat itu tinggal dua ratus lima puluh satu
tahun,32 padahal Allah SWf berfirman:
"Merelra menaryakan kepdamu tentang kiamat 'Bilakah teriadi-
ryta?' I(atalranlah: 'Sesunggahnln pengetahuan tentang kiamat itu
adalahpda sisi fuhank ; tifuk wnngpun yng&pt menjelas-
kdaanguqra *hin Dia. Kannt itu annt bnt (huru
kan walrfi,
hanryra bagi mald,luk) WS di furgit dan di hn i. Ramat itu ti&k
alan datang kepdamu melahkan dengan tifu,-dDa.'Mere*a ber-
tarya kepdamu *akan-akan kamu benar$anr maqetahuinp
I(atalranlah: 'Sesungguhny pengeAlruan tentang had kiamat itu
dalah di sisi NIah, tetapi kefunyal<an manwia tihk mengetahui.-
(al-A'mf: I87)
Dan firman-Nya:

'*AW,i|ur1iiiL
"Sesungguhnya NIah, hanya pda sisi-Ny fiialal pngetalruan
tentang hari kiamat.... " (Luqman: 54)

Nabi saw. bersabda:

ns.qpv), N1 l26lflW €/95


S2Ibnul gayyim menyusun ldtab lni pada ahun 749 H, sekitar dga ahun sebelum wafat-
nya (751 H). semoga Alah memberlnya rahmat dan memullakann,,ad€ruan keridhaan-Nfa'
Tidak ada nngtahu @n eWrW luri kiumt lrcwli NhIr."
(HR Bukhari darl Umar darl Nabl sas.)

Di antara contoh hadits maudhu'yang benentangan dengan nash


Al-Qur'an ini ialah rtwa;atyangmengaakan batnra,batu besar inr
adalah 'Arsy dlah yang rendah'. Maha Suci Allah dari kebohongan
para pendusta.
Dan ketlka Unrah bin Zubair mendengar rlwayat ini beliau ber-
kata: Subhanallah, Itlaha Suci Allah, AIhh Ta'da berffrman:

"eftv*#i$fg;
"... Kwsi Nbl, meliputi langt dan Dumi....1af-Baqaral:2SS)

Batu besar itu 'Arsy Alah yang rendah?


11. Bermahna Buruh ilan Bertentarlgon ilcngan Prinsip Islant
Di antara tanda kepalsuan hadits lagi ialah lafalnya ianggal dan
kasar, tidak enak didengar oleh telinga, ditolak oleh perasan, terasa
kasar dan buruk menurut pikiran. Misalnya "hadiB':

ft;g,{su$,66,3r€*q&!i
';6SDAit;*FsSaW3#b
'Empt prlran nng tidak Wmalz pns &i arryt lnh wanita dad
piA bumi hd hujut, mata hd menarfurg dn tdlrga dai
inlormasi."
Dan perqyataan:
'Caclhh tukang gigt, tukang sepatu, dan nrkang enEs, atau tukang
yang membuat barang-barang mubah."
Riwayat ini jelas merupakan kebohongan terhadap Rasutullah
saw., karena Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mencela orangyang
membuat sesuirtu yang mubah.
Klta jumpai fuga 'hadits':
Xsungguhnfi Nhh memrynyai malaibt &ri Datu yary Drinwm
Unan\ ia turun kc@a ke/rdai dai }r,tu srfiap twi lafu rzarut-
fit/o,n lnrya-Iprgry l@ntfrilrn tnik ke M.'

76
Misalnya tagi hadits-hadits yang mencela negeri Habasyah dan
Sudan. Semua itu adalah dusta.53
- Atau seperti pernyataan berikut:

"Orang Negro itu bila kenyang berzina dan bila lapar mencuri."
"fauhkanlah dirimu dari orang Negto, karena mereka adalah
makhluk yang buruk."
"fauhkanlah aku dari orang Sudan karena oranghitam hanya me-
mentingkan perutnya, dan farjinya."
"Dan diriwayatkan bahwa beliau pernah melihat mlkanan lalu
bertanya, 'Untuk siapakah ini?' Abbas menjawab, 'Untuk saya
berikan kepada orang-orang Habasyah.' Ialu beliau bersabda:
. 'Jangan engkau lakukan, sesungguhnya mereka itu apabila lapar
mencuri, dan iika kenyang betzina.'"
Misalnya lagi berbagai pernyaaan yang mencela bangsa Turki,
kaum Ktrushyan, dan bangsa Mamalik. Seperti 'hadits":
*kiruryn Nlah melihat kebaikan p& onngonng Krush-
"I(alau
1mn, nixal,a dikehrulran-Nya dad c.rlbi metrJfa keturunan lang
merytemhh Nhh
Dan'hadits":
"kbutuk-bun* hafta pfu akhir zaman ialah Mamalik"

Iladtts-hadt8 yang Berlebllur lflengensl Keutamaan Sahabat, Para


Imam, dam Negeri, sera Berleblhan dnrnm Mencelanlta
Di antara hadits maudhu'yang dibuatoleh orang-orang jahilyang
menisbatlen dirinya kepada Sunnah ialah mengenai keutamaan Abu
Bakar as-shiddiq r.a.. Seperti "hadits-hadits' berikut:
"Sesungguh4ta NIah menamwlckan diri keph manusia *cata
umum pda hafi kiamat fun wan khuws kWfu Abu hkr."
"ndaklah NIah menannhl<an *suan ke dahm hatikt mehinkn
k.rcuniil<an pula hal itu ke &lam hati Aba Bahr."
"Apabila Raslallah szrw. rindu kep& atrgy maka bliau men-
cium ufun Abu kkar."

S3Karena hal ini bert€ntangan dengan Islam yang mengafarkan persamaan antara se-
sama manusia dan ddak mengakui rttskriminast dts€babkan warna kultt dan unsur, dan
manusia dinilai hanya dari ketaloraanryra.
"Sa1n dan Abu fulrar bagailen dua ekor kt& taruhan."
"Sesungguhryra Nlah ketika memilih aruah (ruh-ruh), maka dipi-
lih-Nya-lah ruh Abu Bakar."
Dan seperti 'hadits" Umar:
"Rasulullah sarw. pemah brcakap-cal(ap dengn Ahu hh4 dan
afu *perti wrug Negro di antan mere*a'
"funfuirya aIil @italan k@mu *rlu/anrrln-l<al/arrnant Umar,
ni*aya *pnjang usia Nabi Nuh pun tidalc alan lnbis, dan itu
haryralah satu kefuikan di antara lcdaihn-kfulhn Abu fukar."
"nCaklah Abu klcar mengunguli kamu dengan bnyahln pwa
dan shalafr4a, tetapi ia mengungguli lamu dengu srsl.latu Wg
telah mmtap di hatinya."

Semua ini merupakan perkataan Abu Bakar bin lyasy.il


Adapun pemalsuan yang dibuat oleh orang-orang Rafidhah
mengenai keutamaan Ali sangat ban)rak dan tidak terhitung. Al-Hafiztt
Abu Ya'la al-Khdili berkata di dalam kitab al-lrsyail: 'Golongan Rafi-
dhah telah memalsukan hadits sekitar tiga ratus ribu buah mengenai
keutamaan Ali dan ahlul bait.'
Anda tidak perlu heran tentang hal ini, sebab jtka Anda raiin
mengikuti apa )rang mereka palsUkan itu niscara Anda akan men-
jumpai sebagaimana yang diltatakan al-Hafiz Abu Ya'la.
Kemudian di antara orang-orang bodoh dari lCIlangan Ahlus Sun-
nah juga ada yang memalsukan hadits mengenai keutamaan Mua-
wiyah bin Abi Suffan. Padahal Ishaq bin Rahawaih berkata: "Tidak
ada satu pun hadlts yang sahih dart Nabi s.rw. mengenai lccuamaan
Muawiyah bin Abi Suffan.'
Menurut saya (al-Qardhawi), yang beliau maksud --dan yang di-
maksud oleh kalangan ahli hadits dengan ucapan ialah bahwa i$-
tidak ada hadits sahih yang secara khusus membicarakan biografi
Muawiyah. Sebab, riwayat-riwayat yang sah di sisi mereka hanyalah
mengenai kehidtrpan para sahabat secara umum dan kehidupan
kaum Quraisy, dan Muawiyah r.a. tennasuk di dalamnya.ss

34Menurut kltab al-Ma4ash*tu| Halrllrlh kaq,a as-Sakhawl (hlm. 369) dan kttab-kltab
nauilhu'a.lainnya, semua ini merupakan pctkataan Bafar bin Abdullah d-Muzani.
Stbnu Abi Ashim, chuhm Tsa'lab, dan Abu Bakrr an-Naqqasy t€lah menlrusun nrou{o
(bi4ran) Muawi),ah lni, tctapi dl datamnya ddat ada sau pun hadtts f,ang sahlh dldnlau dari
segi isnad. Demikhn kata al-Haffdl lbnu tlaJar dalam Fatl,,.i Ban,7t 81.

78
Di antara hadits maudhu' mengenai keutamaan ialah pemalsuan
yang dibuat oleh para pendusta mengenai biografi Imam Abu Hani-
fah dan Imam Syaf i. Para pendusta itu menyatakan bahwa nama
mereka sudah dinashkan (diterakan) di dalam hadits. Demikian pula
dengan kepalsuan yang dibuat oleh para pembohong bahwa Rasulul-
lah saw. telah mencela beliau berdua. Semua itu hanyalah kebo-
hongan yang dibuat-buat.
Selain yang telah disebutkan, masih banyak kita dapati hadits-
hadits maudhu' lainnya, misalnya hadits-hadits yang mencela Mua-
wiyah, Amr bin d-'Ash, dan yang mencaci Bani Umayryah.
Demikian pula semua hadits yang memuji al-Manshur, as-Saffah,
dan ar-Rasyid. Atau semur hadits yang memuji atau mencela Ba$-
dad, Bashrah, Kufah, Marwa, Asqalan, Iskandariyah, Nashibin, dan
Anthakiyah.
Termasuk di dalamnya semua hadits yang mengharamkan anak
cucu Abbas dari jilatan api neraka, yang menyebutkan bahwa khila-
fah hanyalah bagi anak cucu Abbas, yang memuji-muji penduduk
Khurasan yang keluar bersama Abdullah bin Ali dari keturunan
Abbas. Atau semua hadits yang menyatakan bahwa kota ini dan kota
itu termasuk kota-kota surga atau neraka" lapg mencela al-Wdid
dan lvlanuan bin al-Hakam, bqgtu pula hadits yang mencela Abu
Musa al-Asy'ari.
Demikianlah keterang;an Ibnul Qayyim.
Dengan penjelasan png lengkap ini maka gugurlah pendapat
yang menganggap bahwa ulama-ulama Sunnah tidak menghiraukan
isi hadits dan hanya membicarakan sanad serta perawi-perawinya.
Di antara perkaaan Ibnul Qalyim dalam sebagian kitabnya ketika
melemahkan sebagian hadits ialah: 'I(alau sanad hadits ini seperti
matahari maka waiib ditolak." Hal ini disebabkan maknanya yang
bertentangan secara diametral dengan akal dan nash yang sahih.
Perlu juga saya tandaskan di sini bahwa hak ini --hak mengoreksi
matan dan kandungan hadits-- tidak dapat diberikan kepada semba-
rang orang. Maka betapa banyak orangyang mengaku mampu mela-
kukan segala sesuatu dengan hanya berpaniang-paniang kaa.
Alartgltah banfakrtya orang )rang berani berbuat begini dan begitu
sera berlagak pinar tanpa memiliki kercrurgan dan bulai yang n1rata
Pada akhirnya, saya pernah menguii mereka, ternyata )rang saya
anggap terbaik di antara mereka sedikit sekali ilmunya, banyak
mengaku-ngaku dan membual. t-aahaula wdbt quwuata illahrlah.
Semoga Allah memberi petuniuk kepada kita.
7
TEI{TAXG HADJIII. "DADA ALFIATU GHANDAil-
Pertanyaan:

.baik.jAda hadits yang sudatr sangat tcrkenal, sering kali disampatkan


r---
secara lisan ataupun tulisan, yang berbunyii

6$Utq6qb)frr-)T\ts
.e3j[t!A#1ss
"krmula Islarn itu dalan keadaan asing dan ia arran kant,ti asing
*fugaimana keadaanryta *mula, mal<a furfuhagialah bgt at-
ghurab'."
Yang menjadi pertanyaan, sampai di manakah kesahihan hadits
ini dilihat dari satu segi? Dan apakah. maksudnya? Apakah kata
q* itu berasal Aaa ttaa ghurbah 1)i(!i tasig a"ri
Yq sngrrath (-4gi /aneh atau ganfil)? Saya pernah
"auftaf,
mendengar
dari sebagian penceramah yang mingaiakan-bahwa kata tersefut
berasal dari kata at-gtwrabah wad itahsyah (ljil$ii/qllJi
-< -'
tganiil
dan membingungkan), buk+ dari ltata al-gilrtuh.
ap*U" tata-gturiba berasal dari kaa aLghurtuh, sebagaimana
yang dikenal selama in1 apakah berarti yang Aimaksua [u kete-
mahan Islam dan memudarnya kecemerlarigirn-Islam?
Dan apakah ada indikasl yang menunfukkan batrwa lslam akan
qelaih.kenpnllqn pada kesempaan tain sebagatunana png pernah
dialami pada abad pertama Hiirlah?

Jawaban:
Hadits ini memiliki_isnad yang sahih tanpa diperselisihkan lagi di
kalangan ahlinya. Ia diriwayatkan dari seJu-nrlah- sahabag
Imam Muslim dan Ibnu fuIajah merlwayatkannya dari Abu Hurai-
rah. Imam Tirnddzi dan tbnu Mafah m-eriwayaikannya dari Ibnu
Mas'ud. Imam Ibnu [tafah merlwayatkannya diri Anas. fmam Thab-
rani meriuayatkannya darl Salman dan Sahl bin Sa'ad dan lbnu Abbas
r.a., tersebut dalam al-Jami,ush Shaghir. Sedangkan Imam
-sebagaimana
Muslim meriwayatkannya dari lbnu Umar anpa kallmat-

80
L(gli#I (maka berbahagialah bagi at-ghuraba).
Dengan demikian, kita sepakat bahwa dari segi isnad kesahihan
hadits ini tidak perlu diperbincangkan lagi. Kini, yang perlu kita
bahas adalah dari sudut pandang maknanya.
Sangat disayangkan bahwa banyak hadits yang berhubungan de-
ngan "akhir z.artmt" atau yang disebut dengan ahaditsulfiun (hadits-
hadits fitnah) dan asyrathus saah dipahami oleh sebagian orang seba-
gai pernyataan pesimistis untuk melakukan perbaikan atau perubah-
an. Padahal tidak pernah tergambarkan bahwa Rasulullah saw.
menyeru umatnya untuk pesimistis dan apatis, serta membiarkan ke-
rusakan merebak ke tengah-tengah manusia, membiarkan kemun-
karan merapuhkan punggung masyarakat, tanpa ada yang bertindak
untuk meluruskan penyimpangan dan memperbaiki kerusakan.
Bagaimana mungkin tergambar sikap seperti itu, padahal Rasu-
lullah saw. menyuruh umatnya agar senantiasa berusaha memak-
murkan bumi sampai akhir hayatnya, sebagaimana yang tampak
dari hadits syarif berikut:

"Jilra kiamat datang *mentara di tangan alah *onng di antan


I<amu tedaryt anak pohon @ibit pohon), mal(a kalaulah bisa kia-
mat tidakterjadi dahulu *hingga diamenanamnlta. Oleh itu, fub
hendaklah ia menanamn1m.86

Ini berarti manakala kiamat telah (hampir) tiba, siapa pun tidak
akan dapat memakan buah tanaman itu. Bila dalam urusan dunia --
seperti anjuran hadits t€rsebut-- dituntut agar berusaha sampai akhir
hayat, malta tentulah urusan agama lebih besar dan lebih luhur lagi,
sehingga tidak boleh berhenti berusaha untuknla sampai hembusan

36nadits riwayat Ahmad dalam musnadnya dan Bukhari dalan al-Artobul M$rad dui
Anas, demikian jup ath-Thayallsi dan al-Bazzar. Al-Haitsami berkata: 'Perawi-perawinya
t€percaya dan sangat mantap.'

81
nafas yang terakhir dalam kehidupan ini.
Adapun makna l<ata ghariban ( %;L ) dalam hadits ini berasal
dari kata al-ghurbah (asing), bukan dari kata al-gharahh (aneh, ganiil).
Hal ini berdasarkan k-allmat akhir hadits yang berbunyi,igSli,*.
Kata al-ghuraba' adalah beqtu_k jamak dari gharib, maksudnya 6iang
yang-memiliki sifat astng, bukan aneh atau ganjil. Dan keteiasingan
mereka itu disebabkan ket€rasing;an Islam yang mereka imani dan
mereka serukan. Inilah pemahaman makna y,ata gharib pada keba-
nyakan hadits, seperti:

(a,Lt,ot, . .%? 61kqJv:i<


"Jadilah englrau di dunia ini wlah-okh *Mgai onng asing."
(IIR Bukhari)

Sebagaimana disebutkan ddam sejumlah hadits dan riwayatyang


menyertakan beberapa tambahan mengenai hadits ini --dalam me-
nyifagi al-ghurobaL- bahwayang dimaksud adalah keasingan (al-ghur-
bah), bul<an keanehan atau keganj ilan @l - gharab ah) .
Ini merupakan kenyataan yang dialami pada waktu-waktu lalu,
yang menunjukkan keterasingan Islam di negerinya sendiri dan di
kalangan pemeluknya sendiri, sehingga orangyang menyeru kepada
Islam--yang-sebenar-benarnya ditindas dan disiksa, atau aitangtap
dan diintimidasi.
_ Tetapi apakah keterasingan ini bersifat umum, menyeluruh, dan
abadi, ataukah bersifat parsial dan temporal? Kenyaiaan ketera-
s-r.ngan iru-lQdang-kadang terjadi di suatu n(€ara tetipi tidak teriadi
di negara lain, pada suatu kaum tetapi tidak-pada rsa'jum yang liin,
atau pada suatu waktu tetapi tidak pada waktu yang lain, sebagai-
mana dikemukakan oleh al-Muhaqqiq Ibnul eayyimi.a..
Me-nurut saya, hadits tersebut membicarakan arus perputaran dan
-
gelombang yang senantiasa datang dan perg. Islam, sibagaimana
falnya semua dakwah dan risalah, menghadapi kondisi ying silih
bergirnti, kuat dan lelnah, berkembang dan menyempit, sqai dan la;ru,
sesuai sunnah Allah yang tidak akan pernah berganti. Maka Islam
!1g?rtun yang lainnya, tunduk kepada sunnah [atriyatr ini, yang
tidak mempergauli manusia dengan 'dua waiah" aan tiaat menukai
dengan dua takaran. Oleh karenanya apa yang teriadi pada agama-
ag:rma dan mazhab-mazhab yang lain juga teriadi pada tslam, dan

82
apa yang terjadi (berlaku) pada semua bangsa juga berlaku bagi
umat Islam.
Dengan demikian, hadits itu memberitahukan kepada kita ten-
tang nielemahnya Islam pada suatu waktu dan pada suatu putaran,
tetapi ia akan segera bangkit dari kejatuhannya dan tegar setelah ter-
lempar, sera keluar dari keterasingannya sebagaimana yang terjadi
pada masa-masa permulaannya dulu.
Semula Islam datang dalam keadaan asing, tetapi tidak terus-me-
nerus terasing. Ia pada mulanya dalam keadaan lemah kemudian
menjadi kuat, tersembunyi kemudian terang-terangan, terbatas ke-
mudian berkembang, dan tertindas kemudian mendapat kemenangan.
Pada akhirnya Islam akan kembali asing seperti semula, ia lemah
untuk kuat kemudian menjadi semakin kuat, terusir untuk unggul
kemudian mengungguli semua agmfla, melempem dan t€rtindas untuk
berkembang dan menyebar, kemudian mendapatkan pertolongan dan
kemenangan.
oleh sebab itu, dalam hadits tersebut sama sekali tidak terdapat
indikasi yang menunjukkan keputusasaan terhadap masa depan jika
kita memahaminya dengan baik. Di antara indikasiyangmenuniuk-
kan bahwa hadits tersebut tidak menunjukkan keapatisan serta tidak
mengajak kepada sikap pesimisme dalam kondisi apa pun ialah di-
jumpainya beberapa riwayat yang menyifati al-ghuraba'. Yakni orang-
orang yang senantiasa memperbaiki dan menghid0pkan Sunnah
yang telah dirusak dan dilenyapkan oleh manusia.
Mereka adalah kaum yang aktif dan rajin melakukan perbaikan,
bukan pasif, eksklusif, dan pesimistis yang membiarkan segala se-
suatu berjalan dalam kerusakan, tidak menggerakkan yang mandek
atau mengingatkan yang lupa.
Saya kutipkan di sini apa yang ditulis oleh Imam Ibnul Qalyim
mengenai hadits ini dalam mensyarah perkataan guru beliau, al-
Harawi, dalam "Bab al-Ghurbah" dari kitab uanaazilus Saairin ilaa
Maqaamaati Iyyaaha Nabudu wa lyyaaha Nastatn. Beliau --rahimahullah-
berkata di dalam kitab Maaorijus Salikin sebagai berikut:
Dalam "Bab al-Ghurbah", Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengutip
firman Allah:

,Cifrg,6j4#$i#asjfi'i:ui{{g
:$qJ';4;r+JY'r$a
"Mal<a mengap ti&l< a& dari umat-umat yng *belum l<amu
orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarutg fudpada
(mengerjakan) kerusal<an di mul<a bumi, kecuali *bagin kecil di
antan orang-orengyng telah Kami *lamatkan di antan merel<a
...."(Hud: II6)
Ibnul Qalyim mengomentari dan menjabarkan perkataan Syekhul
Islam itu sebagai berikut:
Peng;ambilan ayat tersebut sebagai dalil dalam bab ini menunjuk-
kan kedalaman ilmu, pengertian, dan pemahaman beliau terhadap
Al-Qur'an. Sebab al-ghuraba'di dunia ini adalah orang-orang yang
memiliki sifat yang tertera dalam ayat tersebut. Dan mereka itulah
yang diidentifikasi Nabi saw. dalam sabdanya:

trwg;gl=a'i#i@t\4
JgSti/"9!Ju;3, i3, rg1 a#
,ieJ'--uixlt&Lr#$Ji,'Jlllfi
"krmula hlamIslam *-
keadaan asing, dan alcan kembali asing
fugaimana *mula Maka furbahagialah hgi al-ghunfu'. Ditanln-
l<an kepda beliau, 'Siapl<ah al-ghunfu itu, wahai Rasulullah?'
kliau menjawab, Yaitu orang-orang yang melakukan perfuikan
ketika onng-orang lain rusk.'87

Imam Ahmad berkata: Diceritakan kepada kami oleh Abdurrahman


bin Mahdi dari Zuhair dari Amru bin Abi Amru --maula al-Muthallib
bin Hanthab-- dari al-Muthallib bin Hanthab dari Nabi saw. bahwa
beliau bersabda:

jS, r"vs3l1rv, EG 2W,4# .

STDikemukakan oleh al-Haitsami dalam uaima'uz zawaiil dari hadits Sahl bin Sa'ad as-
Sa'idi, dengan redaksi seperti itu. Dan beliau berkaa: 'Diriwayatkan oleh aft-Thabrani dalam
ketiga kitabnya @l-Mtjamwh Shaghir, al-Mu'jamul Ausath, tba d.Muljamul KaDir, peal.) dan pe-
rawi-perawinya adalah perawi sahih kecuali Bakar bin Sallm, dia itu t€percaya (7: 278); dan
dari hadits fabir." Beliau (al-Haitsami) iuga berkata: Diriwayatkan oleh ath-Ttabrani dalam
al-Awth, dan di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin shalih, sekearis al-laits, dan dia
dhaif teapi dianggap tepercaya," (7 : 278).

84
&6t;XtS:G+ri-&)3r,'Jt3\)"tg$i
"Maka furbahagialah fugi al-gfiunfu'. Merek (pn sahafu,t) ber'
tarya. Wahai Rasulullah, siapal<ah al-glrunb'itu? kliau menia'
wab, 'Orang-onng yang brtanfuh (kebailramW) ketilca orang'
o rang lai n be *unn g (ke bail<an rya). a I

Apabila lafal hadits ini mahfuzh lterpelihara), tidak teibalik men-


iadi. jbefi6t51'";l;ii fi-flilorang-orang yang semakin menyusut ke-
tika orang lain bertambah), maka makna hadits ini ialah orang-orang
yang bertambah kebaikan, keimanan, dan ketakwaannya ketika
orang-orang lain berkurang kebaikannya, keimanan, dan ketakwa-
annya. wallahu a'lam.
Dan dalam hadits al-A'masy dari Abu Isha.q dari Abul Ahwash dari
Abdullah bin Mas'ud, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

t<{Wr)$!#eWfir.1$91
qLVAi cj6, g,- igg 4#J ii
, (#tA)( 5/*3( ()G e 9',36
"Sesungguhnya Islam itu furmula dalam keafuan asing; dan akan
kemfuli asing *perti kadaannla ketika pertam4 mal<a furfuha-
gialah fugi al-gfiurafu' (orang-onng asing).' Dihnnkn kepda
beliau,'Siaplcah al-ghunf itu, wahai Rasulullah?' kliau men-
jawab,'Onng-onng yang melepsl<an din dad fanatisme plong-
an,'49

38saya mencari hadis ini, yang saya kira ada di dalam Musruit Ahrrd., rcapi saya tidak
meniumpainla, Saya pun tidak menjumpainya dalam Mainu\z7avai4 serta tldak pula diisya-
rat&an dalam at-Muln al-Mufahras ltt-KuluD d-ris'dh Dan srya tldalc'menemukan al-Muthallib
bin Hantha0 dalam jaJaran sahabat )ang merlwayatlqn hadirc dalam musnad, demikian
menumt Jdhras SJrckh d-Albanl.
Maka boleh jadt hadits int tcrlewat ditcrtttkan, pebagaimana yang tcrJadi pada Uqbah bin
Murrah aljuhani yang mempunyai dga buah hadits dalam al-Musnad, tltapt yang dite6itkan
(dlmuat dalam tcrbitan; hanya satu. Aau barangkali Imam Ahmad meriwryatkannya di luar
musnadnya. w allahu a'lam.
39nadits ini tercantum dalam kiab Lmam ad-Darimi hadits nomor 2757, lmam lbnu
Disebutkan pula dalam hadits Abdullah bin Amr, ia berkata: Nabi
saw. bersabda pada suatu hari ketika kami sedang berada di sisi
beliau:

"'krfuhagiahh bagi al-ghunfu'., Ditanyalen kryda Miau, Siapakah


al-gfiunf itu, wahai Rasulullah? kliau menjatnb,,Orugorang yan7
aleh png dikit junkhnya di tengah-tengah onng funyak-O^rg
Wg melangar kepada mereka lebih funpk furip& Wg pttrh
kepda merel<a.'$
Imam Ahmad berkata: Telah diceritakan kepada kami oleh al-
Haitsam-bin l+-al,(i? berkatay: Telah diceritakan kepada kami oleh
utsman bin Abdullah dari sulaiman bin Hurmuz daii abduttatr bin
Amr dari Nabi saw., beliau bersabda:

. 1"f ,l t//) t? .\,1.


.21
3,'*li3Jf*l',)t;6#El
5e,,.71r-,'*l{SJfeiiteL:3'.%E
-/
5;<"9-,&-3-*,CirgJi,JtitXSJI
-'Hi6i'gariiett
f6)i^'l-o (.,< zi 12^
ig6Jfit$i,4;-K
t
dLaJi ;7sTjffiirq4F.g&i6(:-*Ut .. )rr

"Sesungguhnya nng paling dicintai NIah iahh al-gfiunfu,. D!-


tanpkan kepada beliau,'siapakah al-ghunf itu? ktiau men_

Maiah nomor 3988, Imam Tirmidzi nomor 26Jl tanpa ada pertanyaan, dan beliau berkata:
"Hadits hasan, gharib, sahih.' Dan diriwayatkan oleh Imam it-naitiaqi daram az-zuM nomor
208, serta diriwayatkan oleh Imam allBaghawi dalam syarh as-sunnah dan beliau mengesah-
kannya (1: I t8) hadits nomor 64, terbitan al-Maktab ai-tslaml.
onadits ini termaktub dalam al-Mrenad
dan disahkan oleh syekh syakir. Il,emikianlah yang
dikemukalran oleh Imam al-Hairsami dalam kitabhya 0u ajna'wtuwaiit z, 12e1, dan beliau beri<aa,
"Diriwa),atl@n oleh lrnam Ahmad dan rhabrdni dalam al-A'sat]\ aan o oatam sanadnya rcrdapat
Ibnu Llhai'ah, yang pada dirinya terdapat kelemahan.' Dan pada t€mpar lain beliau minptu*an
sebagian hadits itu dan menisbatkannya kepada ath-Thabrani dalan-al-Kabir,aan beliau berkaa,
'Hadig ini mempunlai bebenpa isnad, dan salah satu isnadnp penwi-per:awinya sahih," (ro:
2s6).

86
jawab, 'Onng-onng yang lari dengan agana mercl<a. Merclca al<an
be*umpul dengan Is bin Maryam alaihiwfun pda hai kia-
mal4r
Dalam hadits lain disebutkan:

lrweL7'#qt*L)f&llla
,
li-J3-S_c.1.l3
-\-) t-s)J U
I 33 .y/
.PZ fl
-f-'J
a.rrr,JrJ a La.r
.oJaz

a?!f,("(!Ifi,i-q, i
affiELL?JW,JT.2(#t)$ry
qf;-\4""f-gggi)k'JGiil
'd, $i
-lslam bermula dalam keadaan asing dan al<an kembali asing se-
perti semula. Male fubahagialah bagi al-ghunba' (onng-onng
yng asing).' Dihnydl(an kepada befiau,'Siapakah al-glrunf itu,
wahai RasulullaltT Beliau menjawab, 'Onng-onng yang meng-
hidupl<an Sunnahht dan mengajarl<anryn kepafu onng lain.a2

Nafi' menceritakan dari Malik Umar bin tthauab pernah masuk


masiid, lalu didapatinya Mu'adz bin fabal duduk di rumah Nabi saw.
sambil menangis. "wahai ayatr Abdurrahman? Apakah saudaramu
meninggal?' Mu'adz menjawab, "Tidak, tetapi karena hadits yang
diceritakan kekasihku saw. kepadaku ketika di masjid.' Umar ber-
tanya, "Apa itu?" Maka Mu'adz menjawab: Beliau bersabda:

6:4$i,'"1#i;t#Jr*{4l31
13537!irkti16$J&;i_iJg3:6
4lDiriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam a<-ZuM, hlm.77, bukan dalam al-tr,tunad, se-
bagatmana dlriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam az-zuV, nomor 206.
42oiriwaptkan oleh al-Baihaqt dahm az-zufl dari hadie Katsir bin Abdullah bin 'Auf
dari ayahrya dart lokeknya sedangkan dta sangat dhaif (nomor 2o7), s€pertiyangdiriwayat-
kan Imam nrmtdzi iM 2632, dan bellau berkita, 'nidits hasan." Dan dalam sebagian
nuskhah disebutkan: 'Hasan sahih." Iafalnya berbunyi:
"Maka berbahagalah bagi al-ghuraba', yai0r orang-orang yang memperbaiki Sunnahku yang
dirusak orang sesudahku." Dan inilah yang diambil oleh para peneliti, dan barangkali beliau
menghasankan dan mensahihkannya karena syahidnya banyak.

87
i$g5gg,,i'ew6%)s
.-{e;ug;S9
"Sesungguhnya Nlah mencintai onng-onng yang terxmbunyi
(tidak te*enal), bertal<wA dan bercih, yng apbita mercl<a tiada
mal<a tidak ada orangSang mena', kehilangan, dan apbila mereka
hadir tidak ada yang mengenalnln. Hati merdra ahtah lampu
petunjul<, mereka keluar dai *mua frhah png buta dan getap."43

. Mereka ifiilah -al-ghuraba,


dan menjad i dambaan.-
(orung-orang yang asing) yang terpuji
sebutan giurab a' o iieualrun iurilatr"mui,ti
yang sangat sedikit --karena kebanyakan manusia iidak memiliki
sifat-sifat seperti ryer-ela.-Maka orang-orang Islam adalah asing di
arJqr? semua penduduk dunia; mereka yang benar_benar bbriman
adllah asing di kalangan orang Islam iecaia keseluruhan, k"u*
mukmin-y-ang ahli ilrny adalah aslng; ahli Sunnah --dengan ciri-cirinya
yang tidak mengikuti hawa nafsu dan bid,ah-- adA-ah asing; din
orang-orang yang menyeru kepadanya (Sunnah) serta sabar meng_
parapenenangnya tentirtah lebiil asing l4gi. Namun
ludrytgr"gguT
demikian, mereka adalah ahli A[ah (orang-orang yangiefit kpaaa
Allah), iagr mereka- --rerhadap attatr--- tidaliida"keteiasingan,
ry.gq hanya asing di kalangan mayoritas manusia yang disinfafir
Allah dengan firman-Nya:

w w * l:iq, q,"li e ;:ia i$ ob


"Dan jika kamu mengikuti kebanyakn onngyang di muka bum;,
niscalra mereka al<an menyeatlranmu dari jalah Ntah ...." lal-
An'am: I 16)

a3.1aaits-y-ang
... mirip lafalnya dengan ini dlriwayatkan oleh lbnu rrtaiah nomor J986 dan
dilemahkan dalart az-zawaiit karena terdapat Ibnu Luhai,ah. oan diriwiyatkan oleh Hakim
dengan sanad lain, dan beliau berkata, "sahih dan tidak ada cacatnya, aari zaia un egam,-
(1: 4). Dan lihat kiab l<ami al-Munnqa min at-Targhib wa dt-Tarhib, hidits nomor 19.
Dan diri-
]ayalkan oleh Baihaqi dengan sanad lain dalam az-zuhd dengan sanad lain, nomor 197, dari
Ibnu Umar.

88
Dengan begitu, merekalah (mayoritas manusia) yang asing dari
Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya. Dan keasingian mereka adalah ke-
asingan yang liar meskipun mereka terkenal, sepefti kata pujangga:
"Bukanlah orang asing itu orang
yang jauh negerinya
Tetapi orang asing adalah
orang yang Anda jauhi.'
Ketika Musa a.s. berlari lcluar dari kaum Fir'aun sampailah dia di
Madyan, sebagaimana dikisahkan Allah Ta'ala (dalam Al-Qur'an).
Dia hanya sendirian, terasing, akuL dan lapar. Allah trerfirman:
"Wahai Musa, orang lang sendirian ialah orang yang tidak punla
teman seperti Aku, orang yang sakit ialah yang tidak punya dokter
(seperti Aku), dan orang yang terasing ialah orang yang tidak ber-
gaul dengan-Ku.'
Maka keterasingan yang dimaksud di sini ialah keterasingan ahli
Allah dan ahli Sunnah Rasul-Nya di antara makhluk ini. Inilah keter-
asingan yang ahlinya dipuji oleh Rasulullah saw., dan ini pulalah
keterasingan ag:rma yang dibawanya: "dia datang dalam keadaan
asing dan akan kembali asing seperti semula', dan ahlinya meniadi
'orang-orang asing' (ghurafu),
IGterasing;an seperti ini kadang-kadang teriadi di suatu tempat
namun tidak di tempat lain, pada stranr masa dan bukan pada masa
lainnya, pada suatu kaum tetapi bukan pada kaum yang lain. Orang-
orang yang terasing ini adalah ahli Allah yang sebenarnya, karena
mereka tidak mencari perllndungan selain Dia, tidak menisbatkan
diri selain kepada Rasul-Nya, dan tidak menyeru manusia kecuali
kepada apa yang dibawa oleh Utusan-Nya. Mereka memisahkan diri
dari orang banyak pada saat sangat membutuhkan. Apabila orang-
orang berangkat dengan berhala-berhala (sesembahan) mereka pada
hari kiamat, al-ghuraba'ini tetap berada di tempatnya. IGmudian
mereka ditanya, "Mengapa kalian tidak ikut berangkat seperti orang-
orang itu?" Mereka meniawab, "I(ami memisahkan diri dari keba-
qyal@n manusia, sedangl€n kami lebih memerlukan mereka dari-
pada diri kami sendiri pada hari ini. Dan kami menanti Tuhan yang
kami sembah.'
Keterasingan seperti ini tidak mertimbulkan kesepian dan kesen-
dlrian, bahkan ia merasa bergembira kedka orang-orang merasa ke-
sepian dan terlantar. IGtika ia merasa sangat kesepian pada saat
orang-orang tengah bergembira ria, maka yang menjadi lekasih,
sahabat, dan pelindungny-a adalah Allah, Rasul-Nya, serta orang-
orang mukmin, walaupun kebanyakan manusia memusuhi dan men-
jauhinya.
Di dalam hadits al-easim dariAbuumamah dari Nabi saw. bahwa
beliau bersabda --dari Allah Ta,ala:

4 ".ti. z,?
4?ifu$;i, .y,Et tbt
r5,u8 A+15)4fi
/--z;2. S
/a,
jr:.|',99;iZ6rryjt
,Y$raiit{ejH,)tt,
Y ) .z

A:rr-e$ig:0,4',6,4{"\T,64
, /t,l t/:J 4
,)C
6jA);,'i3,
t\l&i6,C6Jv,4it1*1g';8l 7.

'bt3",fr"eiel*$'rgye
,(tilJl,obt) ,#rgetiS
"ksungguhrya kel<asih-Ku yang pating didambakan ialah onng
1rury beriman, yang ringan tanryngan ketuargann, funyat( shatat_
n1a fugus ifudalryra(kepda Rabb-nya), atfup rueftkya(sder-
hana), tenggelam di tengah onng banyak dan tidak manonjot, &n
sbar dalam kondisiryta yang demikian *hinga ia menemui NIah.
Kemudian *telah tifu saat kematiarutya sA*it *li Infia p-
ninggalnrya dan sdikit xkali orang menangisiqra.4

.- P1n dl alara at-ghuraba'ialah orang yang disebutkan oleh Anas


di dalam haditsnya darl Nabi saw.:

,'(J
)r4l{;-9,8,!;rfigffigr
/43Ji@rr-1{tj
ahiriway,a*an oteh Tirmi&i
dalam az-zdt4 trrxr,r- z3{8, dari ralan AMullah bin ahr
dTt AIi bin Yadd dari al4asim. Dan sanadnya dhalf meskipun auiasanron oLtr rirriari,
fFF*"ry dtrinayatkan oteh lbnu ualan denpn sanad litn, hadirs nomor cttr, d^ at
dalam sanadnya terdapat dua perawi yang auir-seuapimana disebutkan dalarr az-zavdtit

90
"Ada kalanya orang tang kusut dan berdebu, lusuh plraiannya
I<arcna nngat miskin, dan tidak dihinukan onng, tetapi lalau dia
meminta kepda Nlah pasti dikabullran.as

Diriwayatkan dalam hadits Abu Idris al-Ktraulani dari Mu'adz bin


fabal dari Nabi saw., beliau bersabda:

&, Eti t x4lqWl,? G "l4JFr$ (


+.{iggb?jL,Js,;iTtn
.'}33i$;1:i'7/4A951A4
*Maulrah afu finjukl<an kepdamu tentang nia'nia ahli wrga?'
Pan shafut meniawfr,'Mau, wahai Rasulullah.'kliau beraMa:
Yaitu xtiap onng Wry lemah, bdebu (kttf,rt), engat misldn,
tidak dihinulran orang; tetapi lralau ia meminta kepdaNlah F*i
dikabullan-Ny.4
Sidain itu, di antara sifat-sifat al-ghwaba' --yangdibanggakan dan
didambakan Rasulullah saw.-- ialah berpegang teguh pada Sunnah
ketika orang-orang tidak menyukainya, meninggalkan bid'ah-bid'ah
yang mereka lakukan meskipun oleh para pelakunya dianggap baik,
memurnikan tauhid meskipun kebanyakan orang mengingkarinya,
serta tidak menisbatkan diri kepada selain Allah dan Rasul-Nya, baik
terhadap guru (syekh), tarekat, mazhab, maupun golongan. Mereka
hanya menisbatkan diri kepada Allah dengan beribadah hanya ke-
pada-Nya, dan menisbatkan diri kepada Rasul-Nya dengan hanla

afo*ern t<ar, oleh al-llaitsami dengan lafal serupa dalam al-Malnu', lOz 264, dan bdiau
t
berkaa: 'Diriwayatlen oleh Tlubrani dalam al-Ausath dan di dalam sanadnya tcrdapat Abdul-
lah bln Musa at-Tamlmi yang dianggap tqrEI.(2,ya, dan perawi-permi lalul},a adalah perawi-
perawl sahih kcorali raDir bln Haram. Ia dhnggap kepercay,aan ohh lbnu Hlbban atas kcle-
mahailUa.' Dan hadle serupa dirfwaptkan pula oleh Ibnu Mas'ull dengan sanad png lebih
bagus, dan dt dalam Shahth Mrerlin dari Abu Huralrah dengan lafal: 'Kerap kall ada orans,,ang
kusut ),ang ditolak dart pin[r-ptnu, yang kalau meminta kepada Allah pasd dilebull6n.'
(Hadits nomor 2622)
a6naAits riwayat lbnu MaJah, nomor 41 15, dan di dalam sanadnya terdapat Suwaid bin
Abdul Aziz yang dilemahkan oleh para ahli hadie dan dlhasankan oleh sebagian mercka
karena qnhid-qahidnya. Lihat: Faiilul Qailir, hadlts nomor 2852.

91
mengikuti ajaranyang dibawanya. Mereka itulah yang benar-benar
menggenggam bara ipi,a7 sedangkan kebanyakan manusia ---b"h-
kan Ghruhnya-- men-cacinya. Maka karena keterasingan mereka di
tengah-tengah manusia, mereka dimusuhi oleh orang-orang yang
suka menyimpang dan ahli bid'ah dan memisahkan diri dari
golongan terbesar.
Adapun makna sabda Rasulullah saw.:

+ttAts"'tgu;iL
yang dirimelepaskan dari
(al:ghuraba' adalah orang-orang
golongan-golongan) ialah bahwa Allah mengutus Rasul-Nya,
sedangkan penduduk dunia memeluk agama yang be1m99m-
macari, sehingga al-ghuraba'berada di antara para penyembah ber-
hala dan api, penyembah patung-patung dan salib, Yahudi, shabi'ah,
dan ahliahli- filiafat. oan lslam pada awal kehadirannya adalah
asing, mereka yang memeluk tslam dan memenuhi panggilan Allah
dan Rasul-Nya asing dalam komunitas, kabilah, dan keluarganya.
Oleh karena itu, orang-orang yang memenuhi panggilan dakwah
lslam berarti melepaskan diri dari golongan-golongan, bahkan
menyendiri dari mereka, memisahkan diri dari kabilah dan keluarga
mereka untuk memeluk lslam. Mereka itulah al-ghuraba'yangs ,be-
narnya sehingga Islam tampak ke permukaan, dakwah berkembang,
dan manusia-memeluknya datang berbondong-bondong, hingga
hilanglah keterasingan itu dari mereka. Tetapi sesudah itu dia ter-
asing-dan terpencil sehingga kembali gharib (asing) sgperti sefula.
nahkan Islam yang sebenarnya --yang diterapkan oleh Rasulullah
saw. dan para iahibatnya-- pada hari ini lebih asing daripada ketika
awal kehadirannya dulu, walaupun bendera dan lambang-lambang
lahiriahnya termasyhur dan terkenal. Maka Islam yang hakiki adalah
yang sangat asing, demikian juga para pengikutnya tentulah sangat
asing di antara manusia.
Dengan demikian, bagaimana satu firqah (golongan) yang sangat
kecil itu-tidak asing di antara tujuh puluh dua firqah, yang memiliki

4TDalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dari Anas (Mukhtashar syarh
2:369) disebutkan bahwa kelak akan datang suatu zaman yang pada
al-Jami'ush Shaghir,
waktu itu orang yang berpegang rcguh pada agamanya seperti memegang bara api (panas'
sakit, banyak tantangan). (Penl.)

92
pengikut dan pimpinan, kekuasaan dan wilayah, yang tidak menda-
patkan tempat di hati manusia kecuali dengan menyimpang dari
ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw.? Dan sesungguhnya ajaran
yang dibawa Rasulullah saw. itu sendiri bertentangan dengan hawa
nafsu dan kelezatan duniawi.mereka, bertentangan dengan berbagai
syubhat dan bid'ah yang menjadi puncak keutamaan serta pengeta-
huan mereka, jugabertentang;an dengan syahwatyang menjadi puncak
tujuan dan keinginan mereka.
Bagaimana orang-orang mukmin yang berjalan menuju Allah de-
ngan jalan mengikuti tunilnan-Nya itu tidak asing di antara mereka
yang menglkuti hawa nafsunya, yang tunduk patuh kepada syekh-
syekh mereka, serta masing-masing mengagumi dan membangga-
kan pendapat dan pikirannj'a? Sebagaimana sabda Nabi saw.:

"{yt:1Y,f<lL'&:rui;vi7ti",W
t:t!:Y,5<ilGryztiiG-t3Jl\gl
ki,s::::
'

ftfip q'"i,V, ? G3L3,L?$:/\%


F1A,666e.$,Zvet,fqqV
,Cg,'F"tjS 59,#ii6 AEg,6. ;{.
#W,j^pat#tlpi
"Suruhlah (manusia) berbuat ma'tuf dan Legahlah (mereka) dui
kemunl<aran, xhinga arybila lamu melihat lcabal<hilan sudah di-
ptuhi, hawa nalsu sudah diprturutl<an, dunia diutamalcan, dan
masing-masing onng memMngal<an pendaphya *ndii, maka
hendaklah englrau' perhatil<an dirimu *ndirt dan tingalkanlah
onng kebaryal<an, katena di belakang mereka akn a& had-had
ketika onngyang berrz.fur pda hari itu (bergangpfu agama-
nfi) fugaikan onngpg memegang fun apl"
I(arena inr, orangf muslim yang benar pada hari iul -iika ia ber-
pe&ng teguh pada agaman:fa-- alen memperoleh pahala seperti
pahala ltma puluh orang sahabat.4s

4SPernyataan ini memperkuat perkaaan al-Hafizh lbnu Abdil Barra bahwa keuamaan
generasi sahabat adalah keuamaan secara umum, bukan secara indMdual, dengan me-

93
Diriwayatkan pula di dalam Sunan Abi Dauit dan Sunan at-Tirmidzi
dari hadits Abu Tsa'labah al-Khusyani, ia berkata:

erLF&^T?ttqArg,6J3v
tf-_otgr$"$'W:U)X$i
,J6t &i36ir1th7f4q
'*r*V^C,5qiAVffig
.Ki/e565,61&iti*tdgiilk
*btiV e;f<Q s:1337 €s
,

(p4:(e',6a, Tr4rq643
&:t;i-Jt6(#6$KrSisr'bt;
5W'W_,b1t';{6Qo#
13'6VAE.-AF-tZ'c;ffi,fq,
ii\;4{, XG r ;4+ $,ii#r,,,U'i
( rrttJ.i a:.'/) '
"Sa1ta pemah furtnya kepda Rasulullah sglw. tentang ayat Oang
artinlta): 'Hai orang-onng yng
bertman, jagalah dirimu; tia&Iah
orury tang sr;v/ itu al<an memberi mudant kepadamu apabila

ngecualikan golongan as sabiqn al-Avyaln dari kalangan Muharlrin dan Anshar, pengikut
Perang Badar, Perang Uhud, peserta Bai'atur Ridhwan, dan orang-orang yang memiliki ke-
uamaan khusus dari kalangan sahabat. Ini membukakan pintu harapan bagl generasi men-
datang (untuk mendapatlan keuamaanl. Pernyaaan inl juga dtperkuat oleh hadits Tirmldzi
yang berbunyi:
A' TkASi a:4q, rru(ff'4",ft
'krumpnanr umarh, itu bgaikdn hujn, tidak diketahui apakahyangbik itu bgin pnubilW
atau alhinya.'

94
lramu telah mendapt petuniuk ....'(al-Ma'idah: 105) I-alu beliau
futsnMa: 'Bahkan suruhlah (manusia) melahtkan yang ma'ruf dan
cegahhh dai melala*an kemunkann, xhingga apabila kamu me-
lihat kehkhilan sudah dipatuhi, hawa nalsu diperturutlran, dunia
lebih diutamalran, dan masing-masing onng membngakan pen'
dapatW rundili, mah hendaklah l<amu prhatikan diimu *ndii
dan tingallranlah (biarlanlah) onng kebnykan,lrarena di fula-
kangmu nanti al<an afu had-hai lang phit, yang furcafur pada
had-hai itu *perti memegang fun api. Onng yang melakukan
amal sleh pada hari-hari itu mendaptkn panaa *perti phala
lima puluh onng Wg benmal *perti dia.'fuy (Abu T*'labah)
bertanya lagi, Wahai Rasulullah, apal*ah mendapt phala *Perti
pahala lima puluh oruq di antara merel<a?' kliau meniawab, "Se-
perti pahata lima puluh orang di antan kamu.ae

Pahala yang besar ini diberikan kepada merele karena keter-


asing;an mereka di antara orang banyak, dan berpggang teguhnya
mereka dengan Sunnah di tengah-tengah kegelapan hawa nafsu dan
pikiran orang banyak
Seorang mukmin yang t€lah dianugerahi kearifan oleh Allah
mengenai ag;ama-Nya, pengertian tentang Sunnatr Rasul-Nya, pe-
rnabaman t€ntang Kitab-Nya, dan dituniukkan kepadanya apa yang
teriadi di t€ngah-tengah manusia -seperti meraialelanla hawa nafsu,
bid'ah, kesesatan, serta penyimpangan dari jalan yang lurus yang di-
tempuh oleh Nabi saw. dan para sahabatnya-- hendaklah menguat-
kan hatinya untuk menghadapi caci maki orang-orang iahil dan ahli
bid'ah, celaan dan hinaan mereka. Selain itu, iafuga hendaklah meng-
hindarkan diri dari rekayasa manusia yang hendak menjauhkannya
dari jalan tersebut dan menghindarkan diri dari intimidasi mereka,s
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang kafir pendahulu

49nadts rirmft Abu Daud dalam sunannya pada 'rriab al-lratahlm', hadlts nornor ,1341;
at-ltmidzl dalam 'Kitab at-Tafsir', hadlts nomor 3060, dan bcltau bcrkata: 'Hasan Sharib.'
Dan dkirmlatl(an luga olet lbnu Malah dahst "Kttab d-Fltan', nofiror 4014.
mpaaa zaman sekarang ampak semakln bertambah unsur keterasingan orang-orang
mukmin yang berusaha menyeru kpada Allah, Kiab-Nya, dan Sunnah Nabi-Nya. Mereka
semakin ditekan dan diusir oleh pthak penguasa. Dalam hd ini, pihak penguasa ddak se-
gan-segan menggunakan segala kekuatannya --termasuk menyebarkan mata-mata-- untuk
menyakid dan mempersempad Jalan mereka, bahkan secara membabi bua menyiksa dan
membunuh mereka.

95
mgreka t€rhadap Nabi saw. yang menjadi panuan dan imamnya.
Adapun jika ia mengafak mereka lce ialan yang lurus serta mencela
keadaan dan keburukan_sikap hidup mereka, maka akan datanglah
kiamat mereka --kerusakan yang sangat parah-- dan mereka a--kan
berusaha mencelakakannya, menusang jerat untuknya, bahkan ber-
ysaha menangkapnya deng;an mengerahkan seluruh kesatuan pasu-
-
kan agar dapat membawanya ke hadapan pembesar mereka.
Oleh sebab itu, dia terasing karena rusaknya agama mereka,
asing dalam berpegmg tqguh pada Sunnatr disebabkah kebanyakan
grang berpqgang t€guh pada bid'ah-bid'ah, asing di ddam akidah
karena rusaknya akidah mereka, asing di dalam-slalatnya karena
rusaknya shalat mereka, asing dalam jalan hidupnya kaiena sesat
dan rusaknya jalan hidup mereka, asing dalam nisbatnla karena ber-
lenlangan dengan nisbat mereka, asing dalam tata pergaulann)ra ter-
hadap mereka karena dia mempergauli mereka dengan cari yang
tidak disukai oleh hawa nafsu mereka.
Ringkasnya, dia gharib (asing) dalam urusan dunia dan akhirat-
nya, tidak ada kalqgal umum yang membantu dan menolongnya.
Maka dia adalah alim di antara orang-orang jahil, pengikut Sunriah
di antara ahli-ahli bid'ah, penyeru lte jalan Allah dan nasut-ttya ai
antara pam penyeru \epada hawa nafzu dan bid'ah, serta pendakwah
!rcpada
yang ma'ruf dan pencegah kemunkaran di tengah-tengah
kaum yang menganggap sesrurtu yang ma'ruf seba&i lcemunkaran
dan sesuatu yang munkar sebagai hal yang ma'ruf.5l

Kabar Gemblra darl AI-Qur'an terrtang Kemenanrgan Islam


Mengenai yang ditanyakan saudara penanya apakah ada kabar
gembira dan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Islam akan men-
dapatlen kemenangan pada masa mendatang, maka saya katakan
bahwa hd ini banyak kita jumpai dalam Al-gur'an dan As-Sunnah.
Meskipun pada kenyaaannya tidak sedikit khatab dan penceramah
yangmelalaikannya, dan ddak menampakkannya kecuali apa yang
secara zhahir menuniukkan keputusasaan.
Saya akan nukilkan beberapa saia dari ayat-aptAl-eur,an yang
dapat dijadikan dalil dalam masalah ini. Di antaranya firman Allah
SWT berikut:

SlUrd*ai* Salihit Syarah Manaazilus Saaiin oleh lbnul lz |94-2OO,terbihn as-


eayryim ,
Sunnah al-Muhammadilyah.

96
ik)4.6Ji q : u'x)i\ti,;i'J:, 5 o
2 ii ;^
OSf&ii;;*tr;.;bqliJ6
"DiahhWg telah mengutus Rasul-Np dengu memfuwa pefiniuk
(N-Qu/an) dan agama yang benar untuk dimenangknnya atas
xgah agam4 walaupun orang-orang musyrik tidak menyilrai."
(at-Taubah: 55)
Ayat dengan shighat seperti ini diulang dua kali dalam Al-Qur'an,
yaitu dalam surat at-Taubah ini dan dalam surat ash-Shaf. Adapun
dalam surat al-Fath: 28 Allah berfirman:
"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan memfuwa petunjuk dan
agirma yang hak agar dimenanglrannya terhadap *mua agama.
Dan cukuplah Nlah sebagai saksi." (al-Fath: 28)
Ini merupakan janji Allah. Dia akan memenangkan agama yang
hak (Islam) atas segala agama, dan janji Allah adalah benar, Dia
tidak akan menyelisihi janli-Nya. Kita menanti realisasi janji terse-
but, berupa dimenangkannya Dinul Islam atas semua agama samawi
ataupun agama budap.
Dalam kaihnnya dengan hal ini saya jt'ga akan kemukakan
firman AIIah mengenai upaya-upaya orang kafr untuk memadam-
kan dan menghalangi kemajuan serta perkembangan agama Islam:
"Mereka ingin hendak memadamlcan calnya (agama) Nlah de-
ngan mulut (ucapan-ucapan) merel<a, dan Nlah tetap menyempur-
nalcan uhay-Nya meskipun onng-onng kafirbensl, "(ash-Shaf: 8)
"Merel<a berkehenfuk memafumlran calqta (agana) Nlah fuWan
mulut (ucapan-ucapan) mereka dan NIah tidak mengfiendaki se-
lain menyempumakan cahaya-Nya, wahupun onng-onng lafir
tidak menyukai." (at-Taubah: 52)

Akan tetapi, usaha orang-orang kafir untuk memadamkan cahaya


Islam ini Allah tamsilkan seperti orangyang mencoba memadamkan
matahari dengan hembusan mulutnya. Seakan-akan cahaya Islam
dianggapnya sebagai lilin yang dinyalahkan manusia.
Berita gembira lainnya yang dikabafkan Allah melalui Al-eur'an
ialah seperti firman-Nya berikut ini:

97
"Sesungguhryra orang-onng lcalir ilu, menatl<ahl<an harta metel<a
untuk mengfiahngt (orang) dad ialan Nlah. Mercl<a alcan menal-
kahkan hafia itu, kemudian menjadi *slan fugi merck4 dan
mercl<a akan dikalahlan .... " (al-Anfal: B6)

Bertta Gemblra dart Hadtts Nabawi


.Adapun melgenai berita gembira yang datang dari hadirs Nabi,
cukuplah saya kemukakan beberapa iajai
1. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam sahihnya, Abu Daud, Tir-
midzi (beliau mengesahlennya), Ibnu Majah, dan Ahmad dari
Tsauban bahwa Nabi saw. bersabda:

-vg53tc6:t_e$-J,ii;,l,ity
"#Sg,\tr%tA.WA:t5
,..q,Lli6i6tZLY{%
tiY qt aab ot ) u r-)'$ P o\,)
"kannguhnya Nlah pemah meminiaturl<an bumi unful*u, lalu
aku lihat bagran timur dan bantnya, sesungguhnya kekuasan
umatku akan menapi apa tang ditampal*an padaku itu.rz

_
Ini merupakan berita gembira tentang akan meluasnya daulah
Islam yang meliputi kawasan timur dan barat. Apa yang digam-
barkan ini belum tenurliu! sebelumnya, dan kita-meianiinya
sebagaimanl Vang diberitakan oleh ash-Shadiqul Mashduq lttioi
yang benar lagi dibenarkan).
Hadits yang diriwayatkan oleh lbnu Hibban dalam sahihnya:

'&6-'riLlt:rfi-,.!i,'tl'{!y%
*5V5T,*!^ril\hil5,JteGMi
S2gronn Muslim,
nomor 28869, Abu Daud nomor 42sz,Ttrmidzi nomor 22og (beliau
mensahihkannya), Ibnu MaJah nomor 3952, dan Ahmad S;228 dan284.

98
5+5;.+>,,3;lf W^i;,'Gt*t
N5 l$",s, 7fuJ i*/t;t4 g, gj
.]SJ1Y
"Sesungguhnya hal ini ialfrli Islam-- alran meneapi apyng di-
capai oleh malam dan siang. Dan Nlah tidak membia*an rumah
pe*otaan dan rumah pdev.an kecuali Nlah akan memasukkan
agana itu ke dalamryta, dengan kemuliaan orangWng mulia atau
dengan kehinaan onng hina, kemuliaan gng denganryn
Wg
Nlah memulial<an Islam, dan kehinaan lang dengannya Nlah
m en glti n al<an kel<afinn. 63

xalau hadits yang pertama mewartakan kepada kita mengenai


akan meluasnya daulah Islam, maka hadits yang kedua menyam-
paikan kabar gembira akan tersebarnya Dinul Islam. Dengirn
demikian, kekuatan daulah dan dakwah saling menopang dan
melengkapi, serta Al-Qur'an dan kekuasaan akan bersatu.
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi
Syaibah, dan al-Hakim (beliau mensahihkannya dan disetujui
olehadz-Dzahabi), dari Abu Qabil, ia berkata: "Kami pernah ber-
ada di sisi Abdullah bin Amru bin Ash, dan dia ditanya, 'Manakah
di antara kedua kota ini yang lebih dahulu akan ditaklukkan,
Konstantinopel ataukah Roma (Rumryah)?'sa Lalu Abdullah me-
minta peti (kotak) yang ada lingkarannya lantas mengeluarkan
catatan."Ss Abu Qabil berkata: Lalu Abdullah berkata: 'Ketika
kami sedang menetat di sekeliling Rasulullah saw. tiba-tiba
beliau ditanya: 'Manakah di antara dua kota ini yang akan ditak-
lukan lebih dahulu, Konstantinopel atau Roma?'Lalu Rasulullah

SSoikemukakan oleh al-Haltsami


delant Mawariiluz zam'an ira.Zauaidlbnu Hiban, nomor
163l dan 1632.
s4Rumiyah yang dimaksud dalam hadits ini adalah
koa rtonn, ibu kota ltalia.
55lni menun;ukkan betapa Abdullah mempunyai pqrhatian khusus sehinga ia ber-
usaha menulis apa yang daang dad Rasulullah saw.. Bahkan bukan hanya dia yang ber-
usaha melakukan hal ini, menginpt perkaaannya; 'K€tika kami sedang mencatat di sekeli-
ling Rasulullah saw. . " Ini memp€rkuat apa yang telah dimaklumi para analis sekarang bahwa
penulisan dan pembukuan hadits telah terjadi seiak zaman Nabi saw..

99
saw. meniawab: 'Kota Heraql (Heraklius) yang akan ditaklukkan
lebih dahulu, yakni Konstantiniyah (Konstantinopel).''s6
Kota Heraklius --pada tahun 1453 M-- telah diraklukkan oleh
pemuda Utsmani png baru berusia dua puluh tiga tatrun, Muham-
mad bin Murad, yang dalam sejarah terkenal dengan julukan
Muhammad al-Fatih. Tinggal kota satunya lagi, yaitu Rumiyah
(Roma), yang kita harapkan dan kita yakini akan dapat ditakluk-
kan (atau Islam akan dapat berkembang ke sana1.
Artinya, Islam akan kembali menaklukkan Eropa pada kesem-
patan lain set€lah dapat diusir dari sana dua kali: pertama dari
selatan, yaitu dari Andalus, dan kedua kalinya dari timur setelah
dapat mengetuk pintu-pintu Athena beberapa kali. Akan tetapi,
menurut dugaan saya, penaklukkan kali ini tidak melalui
hunusan pedang (senjata), melainkan taiadi lewat dakwah dan
pemikiran.
4. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,, al-Bazzar --dan
sebagiannya oleh Thabrani-- dari an-Nu'man bin Basyir dari
Hudzaifah bahwa Nabi saw. bersabda:

'*;;K;;Ai;Gdfgla;*:e;l*
JrK*.Wft;-if;6tW6{;
;6t1'(g#,byil';Wr\iGrv
3';CgyffW*"trI,;r*t;N
C,{!K6l3"6?i7}j61'{3l6ii_
;G,ifiiwJ&l,.j&3i,ri;,;c,
f+i16t13t53*t\,W:t!.:1
s6oiriwayatkan oleh Imam Ahnrad, hadi6 nomor 6645, dan lahl ini adalah lafal beliau.
Syakir berkaa: "Fadits ini) isnadqya sahih.' Al-Haitsami berkata dalam uayna'uzzavaiil,6:
219. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para perawinya sahih kecuali Abu Qabil, tetapi dia
tepercaya; dan diriwayatlon oleh ad-Darimi, nomor 493, lbnu Abi qBibah dan Hakim (5: 422
dan 4: 508), dan beliau mensahihkannya dan disetujui oleh adz-pzahabi, dan al-Albani
menyebutkannya dalam ash-Shahihah, nomor 4.

100
5t'"li,t5) We-&,,Ci{c :;'rii,,6
,i"1arg44e{r,"+'ffrtlj9
1,lio91 'K*
"Nubuwwah (kenabian) itu ada di tengah-tengah kamu selama
mala )tang dikehendaki Nlah, kemudian NIah akan mengangkt-
nya (mengfiilangl<ann1,a) ketil<a Dia mengfiendaki untuk mengang-
katg kemudian akan a& khihkh (pemerintalm) mclirurut man-
haj kenabian *lama mafi )tang dikehendalci Nlah, kemudian
Nlah menganglranlta ketil<a Dia mengbendakinln, kemudian akan
ada Nmuluk al-'aadlF7 selama masa yang dikehendaki Allah, ke-
mudian dianglat-Nya (dihapus-N1a) ketil<a Dia mengfiendakinya,
kemudian akan ada kekuasan al-iabarififs selama mastangdi-
kehendaki NIah, kemudian diangkat-Nya ketil<a Dia mengfiendaki-
ry4 kemudian ahn ada Lhihhh lmg mengikuti rnanhaj katabian.
Kemudian beliau diam.qse

uaka penaklukan Roma, perkembangan Islam hingga mencapai


apayang dicapai oleh malam dan siang, dan meluasnya daulah
Islam hingga meliputiwilayah masyriq (timur) danmaghnb (barat),
semua itu merupakan buah dari suatu tanaman serta konklusi
dari suatu premis. Yaitu, kembalinya al-hhilofah ar-rasyidah (peme-
rintahan yang lurus) atau pemerintah yang mengikuti manhaj
nubuwwah setelah bercokolnya pemerintahan diktator yang keiam
dan bengis selama beberapa kurun yang dikehendaki Allah.

57 el^uluh al-'Mdh atau al:atlhudh ialah penguasa yang memperlakukan ralryat denpn
keras dan melewati baas, seakan-akan dia memiliki gigi geraham untuk menggiglt mereka.
S8ttek*s"ao (Muluh) al-jabariydh yaitu pemerintahan yang menjalankan kekuasaan
dengan paksa dan melampaui batas (o0oriter)
sgnadits rirvayat Ahmad dalam M usnad an-Nu'rnanbin Basyir, 4t 273, daniahnath-Thayalisi,
dan dikemukakan oleh al-Haitsami ddart Maima'uz Zawaid, 5z 188 dan 189, dan beliau ber-
kata: "Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan al-Razzr meriwayatkannya lebih lengkap lagi,
Thabrani meriwayatkan sebagiannya dalam al-Ausath dan fara perawinya adalah tepercaya.'
Hadits ini tercantum dalam Minharul MdbuA, nofiot 2593, dalam KasyJul Asur dri Tawaid al-
BazzAt, nofiiot 1588, dan disahkan oleh al-Hafizh al-Iraqi dalam kutAb Mahajjatul Qurbi ila
Mahabbatil Arabi, dan disebutkan oleh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaair 6h-Shahihoh, nomor 5.

101
Sesungguhnya setelah malam berlalu segera akan terbit fajar,
beserta kesulitan sesungguhnya ada kemudahan, sesungguhnya
masa depan adalah untuk Islam, dan kabar gembira merekahnya
fajar itu kini telah mulai tampak. Segala puji hanyalah untuk Allah.

Beberapa Kabar Gembtra


1. Munculnya shahwah islamiyah (kebangkitan Islam) yang telah
mengembalikan kepercayaan umat Islam kepada Din mereka dan
harapannya terhadap masa depan, yang telah lama diguncang
oleh musuh-musuh Islam dari dalam dan luar. Suatu kebangkitan
yang layak menuntut umat agar menuju kemenangan, ketika
Allah menakdirkan mereka dipimpin oleh para pembimbingyang
lurus, yang mempunyai kekuatan, kekuasaan, dan pandangan
yang luas, yang memiliki pengertian terhadap sunnah Allah dan
agama-Nya, yang diberi hikmah dalam t€ori dan amal, sebagaimana
firman-Nya:
"... Dan banngsiary yng dianugenhi al-hilotah itu, ia futar-bnar
telah dianugerahi karunia Wg funyak .... " (al-Baqaralr: 269)

2. Runtuhnya sistem-sistem sekuler, khususnya komunisme yang


beranggapan bahwa pada suatu hari mereka akan mampu meme-
rangi dan menaklukkan dunia, mewarisi agama-agama, dan
menghancurkan filsafat-filsafat lain. Ternyata yang pertama-per-
tama menghancurkan mereka adalah tangan-tangan saudara kita
para mujahidin Afghanistan dan orang-orang yang hanya dengan
senjata kuno dapat mengalahkan n(ryara ateis paling sombong
dalam sejarah.
Benteng komunisme telah gugur satu per satu, dimulai dengan
Uni Soviet, Eropa Timur, kemudian menyusul Albania. Seaangtan
yang lain tinggallah menunggu giliran, karena kebatilan akan
sirna dan kebenaran pasti akan menang:
"... Dan pda hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembinlah
(onngorutg bnflnn, karcna pftolmganAltrah .... "(ar-Rum: 4-5)

t02
6
TENTAI{G HADIIS
,'flDAI( AKAT{ DATAI{G
HARI I(IA,IIAI
SEHIT{ GGA I(AIIU ITIE,TIERANGI DAI{GSA YAIIU DI"

Pertanyaan:
Saya pernah membaca suatu hadits dalam beberapa kitab hadits,
yang berbunyi:

ffi s;4r$Gti{\;t1r/;36'l
)Gaw#j$W;a&'bjrut:
"4#)n/*Zqi;*#Li,#sG
.'ollrttrU3,W
Tidak alran datang kiamat *hingga lcamu memerangi bngsa
Yahudi, lalu si Yahudi ber*mbunyi di balik futu fun phon, ke-
mudian batu dan pohon itu furkata: Wahai hamba Nlah -atau
wahai onng muslim-- ini ada onngYalrudi di belakanglru, kema-
rikh dan bunuhlah dia.'"
Pertanyaan saya, apakah hadits ini dapat dipahami bahwa pepe-
rangan antara kita dan bangsa Yahudi akan berlangsung terus-
mgleru! hingg? datang hari kiamat? Apakah hadirs inifuga menun-
jukkan bahwa batu dan kayu itu berbicara secara trakikie Apakah
yang demikian itu merupakan karamah bagi kaum muslim? Xalau
qe-m1ng benar, apakah kaum muslim pada hari ini berhak memper-
oleh karamah tersebut, ataukah ia ditunda untuk generasi lain nien-
i.l*g datangnya hari kiamat sebagaimana yang dirunfuki oleh
bagian awal haditsz
Kami mohon penjelasan mengenai masalah ini agar kami tidak
tersesat dalam memahami sabda Rasulullah saw.. Semqga Allah
memberi manfaat dengan adanla Ustadz dan membalas U*aai dengan
kebaikan karena jasa Ustadz terhadap karii, tslam, dan umatnyi.

to3
Jauaban:
Hadits tersebut merupakan hadits sahih yang diriwayatkan oleh
lebih dari seorqry
ryhaqat, drirl Nabi saw., di anaranya diriwayatkan
secara sah dari hadits lbnu Umar dan Abu Hurairah.
Imam Syalkhani (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:

l+,,,321w\*E/4;tfuir;^1
t'iJ^,
;g," g, t);4i t;t15EJj JH
/ffiG.uGrUrA"
Tidak alen dahng kiannt hinga kmu manetangj bn&ayahudi,
xhingga htu -yang di belakngnya ada onngyahudi-- bert<at4
'Hai orang muslim, ini ada onngyahudi di btakangfu, bunuhlah
dia- (Shahlh al-laml'ush Shaghir, nomor Zql4l
Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan lafal:

,tTl-iGi\A&Wl;/,e6(;6<J

. ,'lz,\(-Jr. (i;u
y /
"ndak ahn &tangkiamat ehinga laum mustim nrunmng! (bn
Fnng dengan) l<aum Yahudi, Iantas kaum muslim daryt mem-
bunuh (mengalahlran) merel<a, *hinga siyahudi 0r;rsr;mbunyi di
balik httt dan pohon, lalu bedratalah futu atau phon itu, ,Hai
orang muslim, hai hamfu Nlah, ini ada onngyahudi di behkng-
ku, kemadlah dan bunuhlah dia.' Keqali pohon Sharqad ()anS

104
tidak fullslikap @gitt ) lrarcna ia termaruk phon Yahudi.' lshahth
al-fami'ueh Shaohlr, nomor 74271
Imam Syaitrnani maiwal'atkan juga dari hadits Ibnu Umar dengan
lafal:
'19 .z
'--9- ' 1
A3,!,34,7C1s9
,3#i,J3tr:,HQ3#'4r,#-
.-a"t356O]f6ffi
',&gCS{rrgr*,tij*U
"l(amu furpnng dengan kaumYahudi,lalu kamu daptme-
al<an
nguaai merelra *hinga alah wnng dai mercka bewmbunyi
di blik batu, lantas fu,tu itu berlcat4 'Hai hamfu Nlah, ini a&
onng Yahudi di fulalengku, bunuhlah dra. " (Shahlh al-faml'ueh
Shaghir, nomor 29771

Ditinjau dari segi sanad, hadits ini sahih dan ddak diperselisihkan
lagi. Dan ia merupakan salah satu tanda kenabian Rasul saw..
Beberapa abad berlalu, dan siapa pun yang membaca hadits int
merasa terkagum-kagum terhadap kandungan hadits yang memberi-
tahukan akan teriadinya sesrurtu --mengenai keadaan kaum muslim
dan Yahudi-- pada tiga belas abad kemudian.
Selama ini kaum Yahudi berada dalam jaminan dan perlindungan
kaum muslim, padahal mereka mendapat tekanan dari seluruh pen-
Juru dunia karena semua pemeluk agama menolaknya. Mereka tidak
menjumpai sanr negeri pun yang mau merurmpung dan melindungi
mereka selain Cerul Islam. Mereka tidak menjumpai orangyangmau
melindungi dan membela mereka --termasuk kemerdekaan mereka
dalam beragama dan berbudaya-- selain kaum muslim, yang meng-
anggap mereka sebagai Ahli Kitab, dan memberikan kepada mereka
jaminan Allah dan Rasul-Nya serta jaminan jamaah kaum musllm.
lrtaka bagaimana akan terjadi peperangan antara m.ereka dengan
kaum muslim? Bagaimanakah manusia akan memerangi orangyang
dflindunglnya dan hidup dl bawah naungannya? Dan dari mana
Jnereka me-mperoleh kekuatan sehingga mampu berperang melawan
kaum musllm?
Sesungguhnya peperangan antara kaum muslim dan laum Yahudi
telah teriadt selak bangsa Yahudi merampas negara Palestina, meng-

105
usir penduduknya, merusak semua kehormatannya, dan menjadi-
kan Masfidil Aqsha sebagai tawanan --sehingga mereka merencana-
kan untuk menghancurkannya untuk kemudian membangun haikal
di atas puing-puingnya. Sementara di pihak lain, kaum muslim lalai
dalam kesengsaraan, lupa terhadap dendam, dan larut dalam per-
mainan dunia.
Namun demikian, kita percaya bahwa peperangan yang diinfor-
masikan hadits ini pasti akan teriadi, tidak diragukan l€i; pepe-
rangan yang akan dapat mengantarkan kaum muslim untuk me-
nguasai kaum Yahudi, setelah sebelumnya mereka menguasai kaum
muslim; pe?erangan ketika "kaum muslim menghadapi kaum yahudi
dan membunuh mereka" setelah selama inf mereka membunuh
banyak kaum muslim.
Peperangan yang diinformasikan hadits syarif ini pasti akan ter-
jadi tanpa diragukan lagi. Hal ini diyakini oleh setiap muslim dan
melekq menunggu kedatangannya sebagaimana mereka menunggu
terbit fajar setelah berlalu kegelapan malam.
Meskipun bqStu, kapankah hal itu terjadi hanya Allah yang me-
ngetahuinya. Mungkin besok atau lusa, atau beberapa tahun lagi se-
suai dengan kehendak Allah. Yang pasti, perangyang dimaksudkan
di sini bukanlah perang karena sennngat cinta anah air dan lcebang-
saan, melainkan perang karena ad-Din.
Ia bukanlah peperangan antara bangsa Arab dengan Zionisme se-
bagaimana png kita lihat pada hari ini, bukan pula peperangan antara
bangsa Yahudi dengan bangsa Palestina, atau antara mereka dengan
bangsa Suriah, Irak, atau Mesir. Tetapi yang dimaksud di sini adalah
peperangan "antara kaum muslim dengan kaum yahudi" sebagai-
mana yang diungkapkan dalam hadits tersebut secara jelas, bulon
peperangan antara segolongan kaum muslim dengan segolonga.r
kaum Yahudi.
IGnlataan )aqg terjadi hingga hari ini, batrwa semua orang yahudi
memerangi kita dengan segala kemampuan yang mereka miliki,
mereka berani mengorbankan harta mereka padahal mereka adalah
orang )ang paling bakhil, dan mereka rela mengorbanl@n jiua mereka
padahal mereka sangat mencintai kehidupan. Merele lakukan semua
itu deng;an sungguh-sungguh, tidak main-main. Mereka atur prog-
ram dan langkah, mereka t%uhkan niat dan tekad, dan mereka lak-
sanakan semua itu dengan mengambil inspirasi dari ajaran Taurat
dan hukum Talmud.
Adapun kita masih menganggap bahwa peperangan yang kita

106
lakukan terhadap mereka belum sesuai dengan isi hadits t€rsebut.
Sebagian besar di antara kita masih menyandarkan peperangan itu
sebagai perang kebangsaan, bukan karena ad-Din dan tidak ada
hubungan dengannya. Mereka (kaum Yahudi) berhimpun di bawah
bendera kqrahudian, sedangkan kia ddak bernaung di bawah bendera
Islam; mereka menghormati hari Sabtu, sedangkan kita tidak meng-
hormati hari fum'at; mereka saling memanggil atas nama Musa, se-
dangkan kita tidak saling memanggil atas nama Muhammad saw..
Itaka kita harus berterus t€rang, apabila kia ingin mendapatkan
kemenang;an dalam peperangan sebagaimana yang diianfikan, kita
harus memerangi mereka seperti mereka memerangi kita, sebagai-
mana yang dikatakan Abu Bakar kepada Khalid.
Inilah yang saya serukan, dan diserukan pula oleh sedap orang
yang mukhlis yang pandangannya disinari oleh Allah, dan yang me-
ngetahui jalan yang benar. lnilah satu-satunya cara untuk membe-
baskan Palestina.m
Sesungguhnya hadits yang mengabarkan kemenangan ini mem-
berikan baasan mengenai orang-orang yang ftut berperang yang
akan ditolong oleh Allah dalam menghadapi bangsa Yaludi, melalui
senran batu dan pohon yang berkata kepada salah seorang darl
mereka: 'Wahal hamba Allah, wahai orang muslim, int ada orang
Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia.'
Bail atalr pohon itu berseru "wahai hamba Allah'. Adapun hamba
nafsu, hamba leinginan dan syahwat, hamba dinar dan dirham,
hamba wanita dan gelas, hamba pangkat dan kedudukan, tidaklah
akan diseru oleh batu dan pohon itu, bahkan keduanya akan me-
manggil musuh-musuhnya.
Batu dan pohon di sini menggunakan panggilan 'wahai orang
muslim', bukan "wahai orang Arab", "wahai orutg Palestina', 'wahal
orang Yordan', 'wahai orang Suriah", "wahai orang Mesir', 'wahal
orang Syam', atav "wahai orang Maroko'. Keduanya menggunakan
panggilan dengan satu identitas dan satu damat, yaknl'muslim'.
Oleh sebab itu, rika peperangian itu di bawah syiar ubudtyah ke-
pada Allah dan di bawah panji-panii Islam, maka pada waktu itulah
kita berada dekat dengan kemenangan, dan scgala sesuanr akan ber-
sama kita hlngga pohon dan banr sekallpun.
Dalam hal ini kita bertanya-tanya, apakah perlaaan baru dan
pohon itu dengan lisanulmaqal (bahasayangterucapkan) ataukah de-

@fthat kiab saya, Ddrsun NdLfuh art-Tsa4^iyah, Linaaitza tnluzqnu *a l<atfa Nanaothiru

107
nganlisanul hcl (bahasa keadaan)?
Maka jawabannya: dengan kekuasaan-Nya, tidak sulit bagi Allah
untuk mengubah banr yang bisu dapat berbicara. yang demikian itu
tidak sukar bagi Allah, dan hal itu merupakan karamah bagi orang-
grang mukmin, termasuk persoalan hhawariqul'adat (hal-hal yang
luar biasa). Pada masa sekarang kita telah menyaksikin keajaiban-
keajqiban yang mengagumkan, sesuanr )rang menurut kita mungkin
tedadi, meski dianggap sebagai hal yang tidak mungkin oleh kaum
materialis dan ateis.
Di samping itu, tentu saja tidak ternfiup kemungkinan jika perka-
taan pohon dan batu itu dengan lisanulhal, sebab ada pepatah meng-
atakan:

, )pJfuttl,5e{:$J;$lrl
"Bahasa keadaan lebih fasih daripada bahasa lisan.,
Dan "kalam" itu menurut bahasa ialah segala sesuatu yang mem-
beri arti, meskipun tidak dengan jalan bernrftr sebagaimana yang
biasa kita kenal.
Yang pasti, bahwa orang yang bersekutu dengan kemenangan
(yang telah dijanjikan kemenangan) apa pun yang ada di sekitarnya
akan membantu dan menunjukkan kepadanya musuh-musuhnya,
hingga tumbuh-trlmbuhan dan benda padat sekalipun. Dan barang-
srapa yang ditetapkan atasnya kehinaan, maka sqgala sesuatu akan
menjadi lawannya, hingga senjatayang ada di tangannya sekalipun.
Pertanyaan selanjutnya, apakah hadits ini dapat dipahami bahwa
peperangan kita dengan bangsa Yahudi berlaniut hingga hari kia-
mat? Mengenai pertanyaan ini saya akan memberikan jawaban:
bahwa sighat (bentuk lafd) hadits tersebut tidak memberikan penger-
tian seperti itu secara pasti, ia hanya menuniukkan bahwa peristiwa
yang disebutkan sesudah hrtruf ghayah tGE bakal terfadi tanpa
mustahil, dan tak diragukan lagi bahwa hd itu akan t€riadi sebelum
datangnya hari kiamat. Sedangkan perkaaan "sebelum datangnya
hari kiamat" ini terhitung setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.
hingga digulungnya lembaran dunia ini, dengirn kaa lain: sampai
kiamat iru r€4adi.
Saya telah memeriksa hadits-hadits yang menggunakan lafal
.-lile1tifrfr<! (ddak akan datang hari kiamat sehingga ....1
dalam kitab Shchih al-Jami'ush Shaghir, dan saya dapati sebanyak dua

108
puluh lima hadits. Di antarany^a ada yang telah t€riadi, maksud_saya
lpayang disebutkan setelah l;5
jadi dan ada pula yang belum t€riadi.
(sehingga....) adayangtelah ter-

Di antara yang telah terjadi ialah apa yang tersebut dalam hadits
Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan oleh Bukhari:

ibsi'^S"d,3fii'Egllgl36
{#(9"4,i*e'$s i/'#'<J
v'H,'{*6551tg
jt$i,i\,
.55,Vb)ui,b,W
5,WW,W
-/ 36 q
-' j!i'-G6
ri),;62tK,
*dllit{y
Tidak at<andatang had kiamat *hingga umatktt -rni{g"rrrasi-
generasi *belumnln xiengl<al demi seienglral fun *hasta demi
*hasta Ditanyalen kepfu beliau, Wahai Rasululhlr" apakalt
srlryrti bn@ Perci atau Rumwi? Hiau meniawab, SiaPa W
lralau bukn mer*a?- lshshth 8l-raml'ush Staghlr' 74oal

Bertaklid kepada umat-umat terdahulu (banpa nonmuslim) dan


mengikuti tata kehidupan mereka sejengkal demi seiengkal dan se-
bahu demi sebahu itu telah teriadi.
Di antaranya lagi dari Anas yang diriwayatkan Imam Ahmad dan
Ibnu Hibban:

s*:trgJ"$t6q1U/\;6iF#1
(1yd,fu),grol,
'Tidak al<an datang hari kiamat xhingga onng-onng bermegah-
megahan dalam membangun masjid" (Shahfh al-lnml'psh
Shaghlr,742ll
Maksudnya, bermegah-megahan mengenai lrcindahar. dan kebe-
sarannya, dan hal ini teriadi sejak beberapa abad yang lalu.
Ada lagr hadits yang berbunyi, .

,,. 3ji)W\*8Aoai;;64
-'
L/n4-r,Q,f)
109
'frdak akan datanghafi kiamat*hinga lramu memenngi hngsa
Tu*i...." (Shahih al-Iaml'ueh Shnghlr, nomor Z4ti, Z4li,
7416, d^n74261
Hal ini sudah terjadi beberapa abad yang lalu, kemudian Allah
membe-ri petuniul! kepada bangsa Turki hingga mereka memeluk
Islam dan menjadi pejuang-pejuang utama <[iam membela Islam
serta meniunjung tinggi kalimatnya.
Di samping itu, ada pula beberapa hal yang disebutkan dalam
-hadits-hadits tersebutyang belum tenrrujud hingga sekarang, misal-
nya hadits berikut:

6;5bumi'4eE!\6t71)fiAq
"Tidak akan datang hari kiannt *hinga matahad teftit dai funt"
Rupany-a s_ludara penanya mengira bahwa kemenangan terhadap
-
langsa Yahrrdi itu termasuk perkara yang terakhir hingga menjelang
datangnya hari kiamat. padahal, dalam hadits tersebut-tidak teidapat
indikasi yang menunfukkan hal itu.
Aqq @ta_pi, yang diharapkan --insya Allah-- batrwa kemenangan
itu sudah dekat waktunya. permulaannya telah mulai kelihatan, flagi
hari telah mulai tampak, dengan adanya kebangkitan tslam yang
mgmbawa harapan bagi masa depan umat ini, dengan ramainya mas-
jid-masjid, bersemangatnya anak muda, gerakan peningkatah kuali-
tas dan pemanJapan Islam, dan dengan adanya seruan di berbagai
penjuru untuk kembali dan perlunya kembali kepada Islam. tni meru-
pakan kabar gembira telah dekatnya hari kemenangan:

@+i;16'L;{i (al-
wungguhny pertolongan Nlah
"... Ingatlal4 itu amat dekat."
Baqarah: 214)

110
9
KEDUDUKAI{ HAD]II
,,AKISARU AIIUT'A]{]IAH
AI'DULHU"

Pertanyaan:
Saya pernah mendengar salah seorang khatib Jum'at menyampai-
kan sebuah hadits yang membuat saya termenung. Khatib itu men-
jelaskan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

'\iailgi;K:;'<'
"Kebanyakan ahli surga ialah onng yang bodoh.'

Ialu hal itu saya tanyakan kepada sebagian teman yang saya
anggap pengetahuan agamanya lebih tinggi. Iuereka menjawab
bahwa mereka pernah membaca hadits itu dalam kitab thyalllumuddin
karya Imam al-Ghazali.
Maka pertanyaan saya, apakah hadits itu sah dari Nabi saw.?
Bagaimana hal ini akan bersesuaian dengan senran lslam untuk
mengunakan al€l dan ilrmr" sehingga ayat Al-Qur'an yang pertama
kali diturunkan ialah:
'Bacalah dengan meryrebut nuna Tuhanmu Wg telah mencipta-
kan."(al-'Alaq: I)
Kami mohon Ustadz berkenan memberikan penielasan yang se-
benarnya mengenai masalah ini. Semoga Allah memberikan berkah
kepada lJstadz dan memaniangkan usia Ustadz untuk berkhidmat
kepada Islam.

Jawaban:
Sikap kebanyakan khatib di masjid-masiid kita dapat diibaratkan
sebagai "pemungut kayu pada malam hari". Inilah jeleknya. Mereka
pungut beginr saja hadis-hadits yang mereka jumpai dari kitab apa
pun yang mereka baca atau dari perkataan dan pembicaraan siapa
pun yang mereka dengar, tanpa mau berpayah-payah mencari sum-
ber hadits tersebut. Mereka tidak pernah berusaha mencari tahu
siapa penyusun kitab hadits mu'tamadyang meriwayatkannya, siapa
nama sahabat yang meriwayatkannya, bagaimana kedudukannya,
sahih, dhaif, maqbul, atau mardud? Apakah hadits tersebut dapat

111
dijadikan dalil dalam konteks ini ataukah ridak? Ia1lakkah disampai-
kan kepada masyarakat umum atau orang-orang tertentu?
Banyak dari kalangan khatib --bahkan sebagian besar di antara
mereka-- berpegang pada kitab-kitab wa'zh (nasihat) atau tasawuf,
yang mencampur aduk antara yang busuk dan yang baik serta tidak
selektif terhadap pengambilan dalil-dalil tertentu. Demikian pula hal-
nya dengan kebanyakan kiab tafsir.
Saya juga sering mendengarkan khutbah Jum'at di masjid-masjid
di berbagai negara, dan saya temui sejumlah hadits yang dinisbatkan
kepada Rasulullah saw., padahal sanadnya tidak dapat diterima dan
isi serta maknanya tertolak.
Al-Allamah Ibnu Haiar al-Haitsami as-Syaf i mengemukakan di
dalam kitabnya, F atawa al-Haditsryyah, tentang waiibnya mengingkari
khatib-khatib yang menyampaikan hadits tanpa menyandarkan ke-
pada muhhrij-nya (perawinya). Bahkan hendaknya diadakan 'sekat,
antara mereka dengan mimbar agar tidak merusak agama orang
banyak famaah).
Apalagi hadits yang dinisbatkan kepada kitab hadits selain Shahih
al-Bukhan dan Shohih Muslim, kesahihan dan kehasanannya tidak
dapat dijamin bila tidak ada pernyataan dari imam yang muktabar
dari kalangan ahli hadits dan pengririk hadits. Sebab di dalam kitab-
kiab tersebut terkadang didapati hadits yang dhaif, iilwif jiddan (sangat
lemah), dan maudhu' (palsu). Dan hal ini telah saya ingatkan dalam
beberapa kitab saya, khususnya kitab rsaqaJoh ad-Da'iyah dan kitab
Kaifu Nau'aamalu Ma'a as-Sunnah an-Nabawiyych serta dalam mukadi-
mah al-Munuqa min at-Torghib wa at-Tarhib.
Selain itu, ada pula sebagian ulama yang bersikap sembrono
(menganggap ent€ng) dalam meriwayatkan hadits dhaif mengenai
targhib dan tarhib (menggemarkan dan menakut-nakuti), akhlak, dan
Jailha'ilul a'mal (amalan-amalan yang utama). Mengutip hadits-hadits
mengenai masalah ini tidak boleh secara mutlak, melainkan dengan
beberapa pers5aratan sebagaimanayang dikemukakan oleh para ulama:

1. Tidak terlalu dhaif.


2. Hendaklah memiliki sandaran ushul syara'yang bersifat ftulti(se-
suai dengan kaidah umum syara').
3. Dalam mengamalkannya tidak diyakini sebagai hadits sahih,
bahkan harus disikapi dengan hati-hati.
4. langan dikatakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda ... de-
ngan menggunakan perkataan yang bersifat memastikan sebagai

tt2
sabda Rasalullah saw.. Tetapi, hendaklah disebutkan dengan
menggunakan sighat (perkataan) yang menunjukkan kelemahan-
nya, seperti diriwayatkan ... disebutlen dalam suanr riwayat ...
diceritakan ... dan sebagainya.
Saya telah mengemulekan --dalam ketiga kitab saya tersebut--
beberapa ketentuan berkenaan dengan syarat-syarat di atas, yang
kiranya sangat baik untuk dikaji.
Adapunhaditsyangberbunyr/tpJiil'li;r;rfut(kebanyakan
ahli surga adalah orang-orang yang lemah -akalnya), memang di-
sebutkan oleh Imam Ghaalidalam kitab al-rhya' padabeberapatempat.
Walaupun keilmuan Imam Ghazali dapat diibaratkan lautan yang
dalam serta kepakarannya dalam bidang fiqih Syaf i, ushul fiqih, fil-
safat, ilmu kalam, dan tasawuf diakui banyak kalangirn, tetapi beliau
menyadari bahwa "perbendaharaannya dalam ilmu hadits hanya se-
dikit". Beliau adalah "cetakan" mailrasah fihriyyah tempat beliau di-
besarkan, karena itu kitab-kitabnya bahkan ensiklopedianya, Ihya'
rtlumuddia, banyak memuat hadits yang lemah dan munkar, bahkan
hadits maudhu' dan tidak mempunyai asal.
Al-Hafizh Zainuddin al-Iraqi,, yang berkhidmat kepada at-rhya',
mentakhrij (menjelaskan kedudukan) hadits-hadits yang ada di
dalamnya, dan dalam hal ini ia mengatakan: "Hadits ahtsaruahlil jan-
rutil bulhu diriwayatkan oleh al-Bazzar dari hadits Anas dan beliau
melemahkannya, al-Qurthubi mengesahkannya dalam at-Tadzhirah,
tetapi tidak demikian keadaannya. Imam Ibnu Adi mengatakan, 'Se-
sungguhnya hadits ini munkar.'"61
Maka di antara kewajiban saudara penanya hendaklatr ia uwaqquf,
yakni tidak menerima hadits tersebut dari segi maknanya karena
bertentangan dengan seruan Islam di dalam Kttab Sucinya dan Sun-
nahnya yang mengagungkan akal, kecerdasan, pikiran, dan ilmu,
serta menyanjung ulul albfr dan ulin auha (orang-orang yang memiliki
pikiran yang sehat dan cerdas) yang pandai, mengerti, dan hidup
pikiranr\ya. Padahal, lafal ulul albab ini diulang-ulang dalam Al-
Qur'an sebanyak enam belas kali.
Al-Qur'anul l0rim menyifati ahli surga di dalam beberapa ayat-
nya bahwa mereka tergolong ulul albab, yakni orang-orang yang me-

6lPerkataan Imam Al-Iraqi ini tidak tercantum di dalam naskah asli FauyiMu,ashrrar\
t€Api saya dapad dalam lhya'Aumuitilin, iuz 3, hlm. 17, terbitan Daru lhya'al-Kufib al-Ara-
biyyah, lsa al-Babi al-Halabi u,a Syuraleh. (Penr.)

tt3
miliki akal yang sehat dan cerdas, seperti t€rcantum dalam firman
Allah Ta'ala berikut:
"Seanngutnya &lam penciptun lryit en bulrrti dan sllih br-
gntinn mafun dan siang tetfupt tatda-tufra W orans WS
funkaL (Yaitu) onng-onngJang meng@t Nht sarnbit brdtui
abu duduk atau dalam kedaan fufuingen merr& nrunikidan
tentang penciptaan fugft dan bumi (*qn b*atal ya TuIrut
kami, tidalah fugfuu menciptakan ini dengan sia-sia tbla Suci
FngbU mala oe/karahh kmrri ful sifu naaka....-
Hingga ayae
p*ilah akan Kuhapuskan kahhan-kahhan nru& &n
"...
Wtilal Nat nnsulckan nrer*a ke &hm ilrga WS rnetgalb
sun&i-sungai di hwdny .... " (AIl Imran: I 90, I gS)
Dalam surat liain Dia berfrman:
"AfuIrah onng yng mengetahui fulwasanp ap yang diturunkan
kepafumu dafi Tulnnmu itu benar ama dengan onng buk?
Ha4alah onng-onng yang beralral srrja yang fupt mengambit
pelajann. (Yaint) onng-oftng Wg rremenfii ianii NIah fun
tidah merusk perjanjian." (ar-Ra'd: lg-zLl

S€telah mengemukakan seiumlah sifat dan keuamaan manusia


ulutalb&,ini, Al{(rr'an menielaskan mengenal balasan mereka:
"... orarryonntg iailah yang mendapat tellt Ht kanhbp (yng
baik). (Yaitu) arga Adn yang mererc- flnsrrl( ke &hwrn br-
erna-silft, engan orarrgetarrgyang saleh ei Dgrpk-Dgrpa&rrya
i ri-is/ariryta, &n anak cucmry...." (ar-Ra'd :, 22-23;

Sementara itu, dalam surat lain Al-gur,an nenyebutlan Enang


fiang-orang yang merugi pada hari kianat, yaihr orang-orang lcafir
yang-kelak alcan mendapatkan lapisan-lapisan api di aas dan ai
bawah mereka lez-liltmrr* I S- 16). Set€lah-itu disebutkan mengenai
ahli surga sebagai kebalikan dari ahli neraka, melalui nnnan- I.If:

Wfl;'l1ty,GVtirr$.6a;,fiirg:u$g
"'td S;, * 3;ii ;'#.t-i f
@ rV:#
tt4
O#q$j$a{itrn&sc$r4. j
"Dan onng-orang ltang menjauhi thagfiut (yaitu) tidak meryem-
fuhn1n, dan kemfuli kepda NIah, bagi merclca berita gembin;
xfub itu nmpikanlah fufita itu kepda hanfu-hunfu,-Ku,yang
mendengar lalu mengikuti ap yng Wling baik di utarurya.
Merel<a itulah onng-orang yng telah dibn Nhl, petunjuk dan
merel<a itulah orury-orang yng mempuryrai akal." laz-?'vrnttz
t7-t$
Apabila ahli surga secara umum adalah ulul albab (orang yang ber-
akal/berpikiran sehat), maka ahli neraka sebagaimana )rang digam-
barkan oleh Al-Qur'an adalah orangyang tolol, jahil, dan lengah (la-
lai). Hal ini jelas bertentangan dengan isi hadits tersebut. Sebab apa-
bila kebanyakan ahli surga adalah orang-orang bodoh, matamalhum
muhholofah-nya berarti kebanyakan ahli neraka itu orang yang ber-
akal sehat dan cendekia.
Sesungguhnya Al-Qur'an mengungkapkan kepada kita tentang
aspek akal ini bagi ahli neraka, bahwa mereka adalah orang-orang
tolol yang telah menyia-nyiakan sarana-sarana yang telah diberikan
Allah berupa hati (akal), pendengaran, dan penglihatan. Sehingga
karena sikapnya itu mereka berada pada derajatyang sangat rendah,
bahkan lebih sesat jalan hidupnya daripada binatang ternak.
Allah SWf berfirman:
"Dan sesunguhryra l(ami jadil<an untuk isi neralra Jalnnam ke-
funyalan dai ik dan manusia, mer*a mempurytai hati tetapi
tidak dipergunakanryra untuk memahami (a1tat-ayat NIah), dan
merclca mempurytai mata tetapi tidak diprgunakannya untuk me-
lihat (tanda-bnda l<eknsaan Nlah) dan nwe*a mempwlai td@a
(tetapi) tidak diprgunal<annlta untuk mendengar (ayat-ayat NIah).
Wi
Merel<a itu binatang temak bahkan mercka lebih *at hgi.
Merck itulah onng-onng lang lalai." (al-A'raf: I79)
Al{ur'an juga menoeritakan kqada kita tenang penghuni neraka
fahanam ketika dilemparkan ke neraka. Pada saat itu terdengar suara
yang mengerikan dan menggelar. Hampir-hampir neraka itu ter-
pecah-pecah karena kemarahan orang yang masuk ke dalamnya --
yaitu orang-orang ateis, musyrikin, dan orang-orang yang sesat.
Mengenai ahli neraka ini Al-Qur'an mengisahkan:

115
"Dan metek brkata,'Sekinryra kami mendengadcan atau me-
mikirl<anrya (pringatan itu) ni*a1a tidaklah kami termasuk png_
huni-panglruni neiz.l<a png menyala-ry,ala" lal-lrlulk: IO)
Sesungguhnya orang ylng paling tolol dan paling bodoh ialah
orang-orang yang t€rseret oleh kebodohannya ke dalam neraka, tem-
pat kefbali yang teramat Jelek. Maka mana-kah jual beli yang paling
merugi masuk neraka? Dan sesungguhnyi brang
-selain {aripada
yang paling ce-rqag, paling mengerti, dan paltng panariiaalr mereki
yang dibaw.a
9le| lgpandaian dan kecerdisanny'i iru ke surga. Maka
manakah jual beli yang paling menguntungikan selain "rlaripada
masuk surga?
Hadits tersebut --y-ang dhaif itu-- bertentangan dengan hadits-
hadits lain, seperti hadits:

h<UW,rrgfr
"Onng mulmin itu pndai, er&s, dan tnry& Aati-ha1g.rez

- :tnehqVa, kedua hadits dhaif yang bertehtangan ini sama-sama


diriwayatkan dari Anas r.a..
seaandan
$l! yryrg-menunjukkan kecerdasan dan keuaspadaan
orang mukmin ialah hadits sahih yang telah disepakati kesahitran-
nya. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. beriabda,

,sarang^#rffiffi*
&ri sfu luhng" (HB. Nrmad, Bukharl, Musllm, Abu Daud,
dan lbmu Marah)63

_ Kini kita beralih pada seputar pengambilan hadits tersebut dalam


kitab Imam
-al-Ihya1
Ghazdi dan orang-orang yang mengikutinya
menahrilkan bahwa yang dimaksud dtngan-,6rang yan! UoAoir"
dalam kontetra ini ialah orang-orang yang-tidak meriarutr
rtrnitian

62oiriwayattan oleh
ad-Dailami dan al-eudha'i dari Anas secara marfu,, teapi hadits
ini lemah. Lihat, Kdslut Khafa,karyaalrAJluni, hadits nornor 268f,.
6Soisebutkan dalam
shahih at-Jami,ush Shaghr,, nomot TTZ\.

116
terhadap urusan dunia dan tidak menfadikannya sebagai cita-cita
tertinggi, juga tidak menjadikannya sebagai tuiuan ilmu mereka.
Oleh sebab itu, mereka bodoh mengenai urusan dunia, rcapi pandai
tentang urusan akhirat. Sebagian orang salaf mengatakan, -I(ami
mendapati manusia yang seandainya Anda melihatnya niscaya Anda
akan mengatakannya gila, dan seandainya mereka melihat Anda nis-
caya mereka akan mengatakan bahwa Anda itu setan."
Berbeda dengan generasi kemudian, yang kebanyakan bodoh
bahkan dungu (tidak menaruh perhatian) terhadap urusan akhirat,
sementara terhadap uruffin dunia,mereka sangat pandai. Mengenai
mereka ini ada seorang pujangga yang berkata:

\'e*3;J,\a.J6!'lt#
'.4r#tWr6#A
,AFC*#,W{Y'
#'{***(4ni5
"Wahai anakku,
Di antara manusia ini ada binaang
Dalam wujud seseorang
Yang dapat mendengar dan melihat
Ia pandai dan sangat mengerti
Terhadap segala musibah yang menimpa hartanya
Tapi bila musibah menimpaagamanya
Ia tak merasa."

Dalam hal ini Allah menyifati sebagian manusia dengan firman-


Nya:
"... tetapi kebarynkan manusia tidak mengetahui. Mercka hanya
mengetahuilanglahir (aja) dad kehidupn dunia; dangmercka
tentang (kehidupan) akhint adalah lalar."(ar-Rum: 6-7)
Menurut pengetahuan mereka,. perilpl kehidupan dunia yang
lahiriah, yang tidak menembus batinnya dan kedalamannya, diang-
gap-Nya sebagai bukan ilmu. Ilmu yang hanya berkenaan dengan
urusan lahiriah dari kehidupan dunia ini sama dengan kejahilan.

tt7
Dalam mensyarah hadlts tersebut, Imam al-Manawi berkata:
"Yang dimaksud dengan al-buthu (pandir, lemah akal) di sint ialah
orang:oJang yang tidak mempunyai "kecerdasan" dan tipu daya, se-
hingga hatinya sejahtera, tetapi sebenarnya mereka adalah orang-
orang yang berakal sehat. fadi, yang dimaksud ialah bodoh (tidak
menaruh perhatian) terhadap urusan dunia, bukan dalam urusan
akhirat."e
Akan tetapi, mengingat hadits tersebut tidak sahih dan tidak pula
hasan, maka takwil itu tidak ada artinya. Sebab suatu tak\^ril dapat
diterima apabila hadits yang ditakwilkannya sahih.
Di samping itu, perkataan (yang dianggap hadits) ini telah me-
r,ryesatkan banyak kaum muslim, sehingga mereka menganggap
bahwa kebanyakan orang pandir, tolol, orang-orang yang sakit j-iwa,
-kewajiban-
mereka yang seperti orang gila --yang meninggalkan
kewajiban mereka dan berada di sekitar kuburan-kuburan dan tem-
pat-tempat ziNah-- dianggap sebagai wali Allah. Iantas dibuatnya
macam-macam dongeng dan hikayat seputar mereka dan disandar-
kannya kepada mereka beberapa kejadian luar biasa serta "karamah"
(sesuatu yang keramat), yang hampir seluruhnya dibuat oleh tukang
khayal dan hanya merupakan kebohongan para daiial (pembohong
besar).
Di samping itu, kebodohan atau ketidakpedulian terhadap urusan
dunia --sebagaimana yang dikemukakan Imam Ghazali dan hinnya--
tertolak menurut pandangan manhaj Islam, manhaj yang menegak-
kan keseimbangan antara urusan dunia dan agama, antara ruh dan
materi, dan keserasian antara akal dan hati. Inilah wasthiyah (keseim-
bangan) yang dibawa oleh Islam yang sahih, dan ini merupakan pola
hidup para sahabat r.a. serta generasi terbaik yang mengikud mereka.
Inilah pola hidup ahli agama yang tidak menjauhi dunia, dan ahli
dunia yang tidak memisahkan diri dari agama.
'll alhamilulillahi rabbil' alamin.

@At-tot tX Syarh al-Jani'ushsh4ghir, tmam al-Manarvl, l: 199)

118
10
TETTATIG UilGKAPAT "AII.TA:ZHAAFATU
,tltl{At mAIr"
Pertanyaan:
Di kalangan ka.um muslim dari generasi ke generasi dikenal ung-
kapan Oy3.{5,1it:;lf (kebersihan itu sebagian dari iman), dan
oleh banyak orang dianggap sebagai hadits yang disabdalen oleh
Nabi saw.. Tetapi, sebagian teman yang telah melakukan penelitian
terhadap beberapa literatur Islam mengatakan bahwa kalimat itu
bukan hadits dan tidak pernah disabdakan oleh Nabi saw..
Benarkah perkataan teman tersebut? Kalau kalimat itu bukan
hadits Nabawi, apakah isinya sesuai dengan Dinul Islam yang lurus
ini? Apa dalilnya menurut syara'? Kami harap lJstadz berkenan
memberikan penjelasan kepada kami, dan semoga Allah memberi
balasan atas kebaikan Ustadz.

Jawaban:
Irralimat 9AJi5,31'lAf ftebersihan itu sebagian dari iman)
dengan susunan lafal seperti ini, menurut pengetahuan saya bukan-
lah berasal dari Nabi saw., baik'melalui sanad yang sahih, hasan,
maupun dhaif.
Akan tetapi, Imam Thabrani meriwayatkan dalam al-Ausath dari
Ibnu Mas'ud secara marfu' demikian:

3G,K\1$flG{utsl&grii*
i$9-+--q$d4!r5,)4!i
"Sela-*lailah (antan jari-ianmu) karena yang demikian itu me-
ruplran kebenihan, sedangkn kebercihan itu mengajah kepda
iman, dan iman itu bewma pmililmya di dalam surga.6s

6soikemukakan oleh al-Haitsami di dalam ir.rayna'uzhuaiil,l: 2J6, dan


beliau menyata-
kan bahwa di dalam sanadnya terdapat Ibrahim bin Hibban. Ibnu'Adi berkata: ,Hadits-
haditsnya maudhu'."

t19
Al-Albani berkata di dalam GhayatulMarambahwa hadits tersebut
sangat dhaif. Tetapi, dapat ditegaskan bahwa makna perkaaan ter-
sebut benar dan diambil dari nash-nash sahih yang lain. Diriwayat-
kan di dalam shahih Mustim dari Abu Mdik al-At'ari bahwa Nabi
saw. bersabda:

,447w3ru5(
"Kesucian itu adalah *paro iman." (HB Ahmad, Mucllm, dan
Ttrnridzt)66

t-afal )t]$lr- dengan memberi harakat ithammahpada huruf tha,


berarti thaharah (suci). Sedangkan kesucian dalam Islam meng:rn-
dung arti kesucian maknawiyah dari kotoran kufur, maksiat, aan ke-
hinaan;, juga meliputi kesucian indrawi --yakni kebersihan-- yang
merupakan syuat sahnya shalat, baik suci dari hadats dengan cara
berwudhu dan mandi maupun suci dari kotoran dengan membersih-
kannya, yaitu berupa kesucian badan, pakaian, dan tempat.
I(arena itu, "bab thaharah" (bab bersuci) merupakan pelaiaran
pertama dalam fiqih Islam, sebab thaharah merupakan jalan masuk
y.ang pasti untuk shalat. Maka kunci surga adalah shalat, dan kunci
shalat adalah bersuci.
Di dalam hadtts sahih disebutkan:

(;u:;u +ba\r,Uo)tl );t4j16@i'idiii<t


"NIah tidak menerima shalat tanp bemtci.67
Al-Qur'an telah memuji penduduk euba karena perhatian dan ke-
cintaaan mereka pada kebersihan dan kesucian. Allah berfirman:
kangguhnln masjid yng didirikan atas daar taktn (Masjid
"...
Qub), *jak hari prtama adalah lebih patut hmu dntat di dalam-

66seb"gaimana disebutkan
dzlam al-Jami'ush shaghir, dan hadits ini tcrmasuk dalam
empat puluh hadits yang terkenal.
6THadits.iwayat Muslim dan Ibnu Majah darl lbnu umar, dlrlwayatkan oleh Ibnu tr{ajah
-
dari Anas dan Abu Bakarah, dan dlriwayatkan oleh Abu Daud, Nasa'i, dan tbnu MaJah dari
wdid Abil Malih.

t20
nya. Di dalamnya ada orurgonng tnng mau memfunihkan dii.
Dan Nlah menyilrai onng-onngyng furcih."(at-Taubah: IO8)
Dalam konteks kesucian setelah menstruasi, Allah berfirman:
"... Sesungguhryra Nlah menyl<ai orang-orang yang tofu,t dan
menytl<ai orang-orang Wg mensucil<an dm " (al-Baqarah z 2221

Barangsiapa yang mempelajari Sunnah Nabawiyah niscaya dia


akan men-dapati banyak hadits sahih dan hasan yang menganjurkan
kesucian dan kebersihan dalam semua konteks: kebersihan manu-
sia, kebersihan rumah, dan kebersihan jalan.
Mengenai kebersihan manusia, Sunnah Nabi menyuruh mqndi
pada hari Jum'at, sehingga dalam sebagian hadits diungkapkan
dengan lafal 'wajib":

(
F,9J64zq<4,&J:-/L
*. r* *v u), $J,r r.t'j),
tL ut b ob.,\
'Mandi @ had Jum'at ttu waiib atas *tiap oruq Wg telal,
dapae-" (HB Malll, Ahmad, Abu Daud' N88a-1, dan lbnu
Mnfah darl Abu Scid)
Dan di dalam hadits lain dlsebutkan:

,/H/rg\;%&,b#bbA,*r<
0z-z

@* ai ;*
lVajib
**, ) /6ike',4$ i+|6-
NIah atas *tiap muslim, pda tiap-tiap tuiuh hul
karcna
ia menuci kepla dan fudannSta'(HB Muttaiaq 'nlnlh
sr,tu had
dart Abu Huratrah)
IGwajiban ini akan menjadi lebih kuat bila ada sebab-sebabnya,
seperti lerena adanya keringat, kotor, dan lalnnya, sehingga tidak
mengg;anggu orang yang bergaul dengannya.
Selaln lhr, Sunnah fuga menekankan bagian-bagian badan ter-
tentu unnrk mendapatkan perhatian khusus, seperd mulut dan gigi,
sehingga seorang musllm diperinattkan bersiwak bahkan dalam hal
ini dikuatkan kesunnahannya. Rasulullah saw. bersabda:

t2t
i a))-z-t/!(r_71 /t{ /t).< a4!ta4
4;,tu
b)i&#<l'6;l'L&{t*.I z
q,t) Pt6.U,:t-l)seUt
),,Jlt 2
-J
"#sKi:",
ot) . ZSS$
c
1)zz

C'o:r,oolc7.*v
"I(alau bukan karcna klnwatir al<an membentlan untat}.l.t, niwya
alru pintahlran merclca betsiwah p& *tiap hli hendah dtala|"
(Yalni dengu peintah wajib dan mengikatf
Dan sabdanya lagi:
n 6tl€t./r.
r \_)p O\)b_.A
'e#;a,;1,
r {si,po)i"v)
"krsiwak itu membercihl<an mulut &n menjadilcannya disukai
Tuhan.69

Di antaranya lagi tentang kebersihan rambut, sesuai hadits:

@laj4yr,j1$,\.
"hnngsiap yang mempuryni rambul maka hendalctah ia me-
muliaknryra.oro
Dan diriwayatkan dari fabir bin Abdullah r.a., ia bercerita: Rasu-
Iullah saw. pernah datang berkunjung ke rumah kami, lalu beliau
pelihgt seseorang yang kusut dan terurai rambutnya, maka beliau
bersabda:

.)63bL51"-L7t'iA'g.SgA
1ttrU!" riraJrat Malik, Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan rbnu Mafah dari Abu
Hurairah; dan dtufim),atkan jr'ga oleh Ahmad, Abu Daud, dan Nasa'l Oari Zaia 5in rhald a_
fuhani.
69nadits riwayat Syafi'i dari Abu
Bakar; diriwayatkan pula oleh Syafi,i, Ahmad, Nasa,i,
Darimi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu-Hibban, Haktm, Baihaqi dari Aiqrah diriwayattan juga oleh
-fi'abrani
Ibnu lvfaJah dari Abu Unamah; diriwayatkan oleh Bukhari dalam ar-rariih dan
dalem al-Awath darl Ibnu Abbas, sebagaimana disebutkan dalam shahih al-Jami,ush shaghir.
ToHadits riwayat
Abu Daud dari Abu Hurairah sebapimana tersebut darem shahih al-
Jani'uh Shaghir.

122
"lpakah orang ini tidak mendaptkan *suatu untuk ryenpikan
nmbub4ta?"

Pada kesempatan lain beliau juga melihat seorang laki-laki yang


pakaiannya kotor, lalu beliau bersabda:

./t
/+iqra6-6\i^'}$6KA
t
lW aVj.L r2t rjl-, o' I ov, )
'Apal<ah onng ini tidak mendaptkan *suatu untuk menanci
plaianryf (HR Nrmad, Abu Daud, Ibnu Hlbban, dan llaklm)
Untuk melengkapi hal ini, kita dapatkan pula beberapa hadits
mengenai sunanuUitrch (sunnah tentang kesucian) yang menunjuk-
kan perhatian dan kepedulian Islam terhadap kebersihan dan kein-
dahan, serta pemeliharaannya terhadap nikmat kesehatan dan per-
hiasan (keindahan) itu. Sunanul Jitrah ini meliputi memotong kuku,
merapikan kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kema-
luan, dan sebagainya, sepefti disebutkan dalam Shahihain (shchih cl-
Buhhari dar Shahih Muslim).
Di antara hal yang Juga diperhatikan kebersihannya oleh Sunnah
ialah rumah. Karena itu, rumah harus dibersihkan dari semua
kotoran yang menyebabkannya tidak enak dipandang mata dan
membahayakan (menimbulkan penyakit) sebagaimana kita ketahui.
Maka di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Sa'id
bin al-Musalyab disebutkan:

"Sesunguhnlta Nlah itu baik dan menyukai kefuikan, be;r:sih dan


menyilrai kebercihan. Oleh l<arcna itu bnihkanlah halamanmu
dan jangan kamu meryrerupi onngonngYahudi.ar

TlDiriwayatkan oleh Tirmidzi delam al-Aitab (dalam kitab


Srorrn at-Timiazr, "Bab Maa
fa'a fin Nazhaafah", dan beliau berkata: "Hadits ini ghadb." Dan dilemahkan oleh al-Albani
dalam chayatul Maran, hlm. 89. Tetapl bellau mengccuallkan lahl ......., (maka berslhkanlah
halamanmu), karena ia mempunyai jdan lain dari Sa'ad dengan isnad hasan.

123
€ontoh lginnya adalah "kebersihan ialan". Di antara hadits yang
sqdah populer dan telah dihafal oleh hampir semua kaum mrisliri
ialah hadits berikut:

,r, a - *#,v'i#' # 6tJ laY v


"Menyinglrir*an kotoran (SAnguan) dad jalan adalah sdekah.'r z

Kemudian di antara hal yang sangat dilarang oleh Sunnah ialah


luurg air besar di jalan dan di tempat+empat berteduh. Hal ini
dianggap sebagai pemicu laknat bagi- pelakuhya, baik laknat dari
Allah swr maupun laknat dari manusia-. ttareni itu Rasulullah saw.
bersabda:

-_y963-;;rwcfi,r&"it(,#t
t'ySi:r*r,* p"^il,b) . 93
"Jauhilah orang-onng yng te*utuk taitu onng Wg buang air
fusar di jalan manusia dan di tempt furtduh merclca" IHR
Ahmad, Musllm, dan Abu Daud darl Abu Huatrah)
Dalam hadits lain disebutkan:

)o.t Arg 3 Vl],i, lffr)i&i,rJfifAt


+ t, qb,,t,j).t ).
#6 #F(K$S
("V;s 1tA' {t1,,
tiga onng yang menimbuilran lalaat, yitu buang air
-tauhilah
fusar di dalam air mng tidak mengalir (pnanpungan A0, A
tengah iahn, dan di tempt furteduh.,r3

.hadits,ang riwayat Mutafaq 'alaih dari Abu Hurairah, dan ini merupakan potongan dari
-.72lladis
agak pan ang.
TsHadits.iwayat
.kan di dalam Shthih al-Jami,wh
Abu Daud, Ibnu Maiah, ttakm, dan Baihaqi dari Mu,adz; dan dihasan-
Shtghir.

124
Dengan demikian, t€rnyata Sunnah telah terlebih dahulu meng-
anjurkan kita untuk memelihara lingkungan dari pencemaran.
Selain itu, kia juga temukan larangan t€ntang kencing di tempat
air png diam pidak mengaltr) atau yang mengalir. Disebutkan
dalam suatu hadits:

*l-i;*;Y1i")Jib716f g#
(*aqin"d*;b
langan xl<ali-kali alah wnng di antan lramu kencing di air
yang diam(ti&h mengalir) kemudian ia mandi di &lamnya"lHR
Muttafaq'alaih dari Abu Huralrah)
Sunnah juga menyuruh kita agar memperhatikan dan menjaga
makanan dan minuman dari pencemaran atau hal-hal yang menye-
babkannya teroemar. Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abdul-
lah bin Sirjis bahwa Nabi saw. bersabda:

gla t.{t5,953$tfi4Lltliz:;;ly
3lt'"$({d'^<Jfi6i,5,,7G'1i
{d u iW ^t't o\t\ 3Wi$Fe
c . - o,6i
"Apabila l<amu hendah tidur maka pfumkanlah lampt, tutuplah
pintu-pintu dan rutuplah mulut tempt air &n iktlah pefigi" xfta
tutuplah minumanmu." (IIR Alunad, Thabranl, dan llaktn'
sebagalmana dteebuttan dalnm Shahth al-ramt'ueh Slnghlr)

Dari fabir r.a. bahwa beliau saw. bersabda:

,.V t 6r? y o,,i Pr,/t ob,)


'Tutuplah pindrpintumu, tutuphlt fuina-binamu, matikanhh
lampumu, hn ikatlah tempt-tempt airmu (png)." tW'Almad,

t2s i

I
Musllm, Abu Daud, dan Tlnddzt, sebagaimana dtsebufltan
dnlnm Shahth al-laml'ueh Shsghfr)
Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada junjungan
kia Nabi Muhammad-be-serta keluarga dan sahabatnya, ain iemiaga
Allah memberikan pula kesejahteraan.

.l,l
I}IA'II RASWID RIDHA
DAII HADTIS TENTAIIG ilABt TERIGTA SIHIR

Pertanyaan:

. Saya-seorang penuntut ilmu yang selalu ingin menambah penge-


tahuan
{rn melglrgrmati serta memuliakan para ulama sebagai liak
mereka. Dalam hal ini, khususnya para ulamiyang mempunyli andil
besar dalam menerangi akal, membangkitlian -tesaaarari islami,
menggerakkan kemauan dan tekad untuk membangkitkan umat
tsfa.m se-ra mengeluarkan mereka dari kebekuan dan lEmatian yang
telah melanda mereka dalam masa png paniang pada alftir-attrir ini. -
Di antara ulama tersebut ialah al-Allamatr Sayia Rasyld Ridha,
yang saya anggap sebagai juru dakwah salaf, pembela Sunnah, serta
penentang
!id'a! dan kesesatan. Tetapi, attrir-acnir ini saya me-
ngetahui bahwa beliau mendustakan suatu hadits dari hadits- hadits
lhqhih-.al-Buhhsri,,yaitu hadits yang menceritakan tentang orang
Yahudi yang_telah menyihir Nabi saw.. Beliau mengikuti
frndapat
gurunyg,-Sy_ekh tttuhammad Abduh, yang sependapit dengirn kaum
Mu'tazilah dalam mengingkari hadits ini.
oari kitab-kitab Ustadz yang saya baca, saya dapati bahwa
Ustadz termasuk pengagum Syekh n wra Ridha mhimatrirttatr. Maka
bagaimanakah penafsiran tJstadz terhadap pendapat ini? Dan sebe-
lumqya, apakah ini merupakan pandangan-beliau terhadap hadits?
Dan bagaimanakah seseorang yang mengingkari hadits-hadits Sha-
hihain, atau salah satunya, yang dianggap ieUagi imam dalam agama?
_ -Saya mohon penjelasan secara rinci. Semoga Allah membeii ber-
kah dalam jerih payah Ustadz dan menolong Ustadz dengian taufiq-
Nya.

t26
Jautaban:
Saya bersyukur kepada Allah terhadap saudara penanya yang kri-
tis dan selektif terhadap segala informasi yang disampaikan kepada-
nya, yang antusiils terhadap pengetahuan, dan gemar mencari tam-
bahan ilmu. Allah berfirman kepada Rasul-t'Iya:
"... dan htakanlah Ya Tuhankr, tamfuhhrthh kep&ku ilmu
pengetahuan -(Thaha: I 14)

Saya juga bersyukur kepada Allah terhadap mereka yang me-


naruh hormat dan perEhargaan kepada orang-orang ),ang memainkan
peranan jelas dalam menghidupkan umat ini, memperbarui agiama-
nya, dan membangkitkan kesadaran mereka. Tentu saja, hal ini me-
rupakan kelebihan yang baik yang wajib dit€tapkan dan dipegang
teguh, karena saya melihat banyak orang --sangat disesalkan- yang
tidak mempunyai keinginan kecuali menghancurkan dan meruntuh-
kan sesuatu yang tinggi dan menjelek- para pahlawan dan
pembesar yang telah mewariskan an. Maka tidak ada daya
dan kekuatan kecuali dengpn Allah.
Saya pun bersyukur Allah atas prasangka baik saudara
penanya kepa@ saya d4g saya berharap bahm saya layah men;arr
dang apa yang saudara penanya sebutkan, serta layak pula membe-
rikan pq4ataSan tentangkeadaan Syekh nasyid Ridha. SemogaAllah
membgri rahmat kepada beliau dan membalas kebaikan beliau ter-
hadap agirma dan urnatnya- .
Saya tidak mengingkari bahwa saya termasuk salah seorang
pengagum Syekh Rasyid, dan saya menganggapnya sebagai salah
seorang mujaddid (pembaru) Islam, sebagai salah seorangulamayang
mendalam ilmunya, yang berpikiran merdeka, dan mujtahid dalam
agama. Mnjalahnya, al-Manar, dan tafsimya, al-Monor, beserta kitab-
kitab dan fanra-fanuanya memiliki pengaruh yang tidak dapat di-
sangkal oleh seorang pun dalam menyadarkan umat Islam dari keta-
laiannya dan membebaskan mereka dari rantai taklid yang membe-
lenggu leher mereka. Beliau juga berusaha lceras untuk mengemba-
likan mereka kepada sumber-sumber agama yang fernih yaitu Kitab
Rabb-nya dan Sunnah Nabinya serta petunjuk dan bimbingan salaf
yang saleh, generasi terbaik. Beliau juga membersihkan Dinul Islam
dari syubhat-syubhat dan kotoran-kotoran yarg melekat padanya,
berupa bid'ah, ambahan-ambahan, dan penyimpangan-penyimpang,-
an yang mengeruhkan kejernihan Islam dan mengotori kesuciannya;
beliau menyeru mereka kepada Islam yang utuh dalam hal akidah,

127
syariah, dan peradabannya.
Beliau Temang pelopor penyeru salafiyah dan pembela Sunnah
Muhammadi),,rah Nabi Muhammad saw.). Beliau membanhr
-(Sunnah
unuk menghidupkan dan mengembangkan ilmu-flmu serta pendidik-
an salaf dengan akal dan ,aqat rnastrl, melalui keteranjan-kete-
rangan yang sesuili.dengan pola pikir modern, dan dengan huijah
yang dapat membaalkan berbagaimacam kebohongan ain
rvu6irat
yang-diciptakan oleh musuh mereka. Seorang ulama yang mlnyeru
$faaa.tstam faF-yry!, sempunul dan seimfang sebigafiana yang
diturunkan Allah di dalam fiab-uya dan seperd'yangtisampaitail
Rasul-Nya.
Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa Syekh Rasyid Ridha
sama sekali bebas dari kekurangan atau ma'shuh dari klsahhan.
Pqttq tidak pernah mengaakanla ini unruk dirinya dan kita pun
tidak berpendapatdemikian tentang beliau. Bahkan iltama hayatirya
beliau memerangi orang-orang yang suka mengultuskan iyekh-
syek'h (guru-qy) mgreka 1lang hampir-hampir mereka *ggup
ma'shum (t€rpelihara) dari kesalahan uait aauni perkaaan atailpun
perbuatan.
Dalam hal ini, ba{rl$ saya katakan kepada saudara penanya
yang _ter.lgrmat andaikata Imam naujaddid Sayid Muiammid
Rasyid Ridha rahimahullah melakukan k6kefiruan ieperti yang sau-
dara kemukakan, )raitu mengingkari salah satu hadits dari sllr.it it ot-
Buhhari dan sh4hih Muslim atau salah satunJa, dan mengkritik sanad
atau matannya, apakah yang demikian itu mewajibtan tita untuk
mengingkari-keutamaannya dan menanggalkan kedudukannya se-
P"gql ir"p dalam lgBma dan sebagai mujtaniaZ Apakah kita harus
p demikian hanya k"rqn? adanya iekeliruan beliau? Siapa-
-bqrit
kah gerangan manusia yang tidak pernah tergelincir? siapakah ilmu-
wan yang tulisaqnyq tidak pemah keliru? eepatah lama mengatakan
"tiap-tiap orang berilmu ada kekeliruannya, setiap pelari periah ter-
gandqg, dan setiap pedang ada kalanyatumpul;. Mereki juga ber-
kata: 'Orang
lranq s-empuma ialah orang yang lcketiruanriyiaapat
dihitung dan kesalahannya dapat dibilang.,
Seorang penyair berkata:

. tubtUq,Yr?firsl;"
)41rt3'+*USe,,;Xi6K
128
"siapakah gerangan orang yang Anda sukai seluruh tabiatnya,
Cukup terhormat bagi seseorang, -
yang kesalahennya dapat Anda bilang."
yang perlu ditekankan dalam hal ini ialah bahwa penolakan
beliau Eriraaap hadits yang diriwayatkan dalam kitab sahih tersebut
bukan karena mengikuti hawa nafsu, baik nafsu pribadi maupun
nafsu orang lain, yang diancam oleh Allah dengan firman-Nya:
"Kemudian l(urmi iadikn kamu berada di atas suatu yaiat (per'
atunn) hri urusrrn (agama) itrt, maka ikutilah syariat ittt fut iang@-
lah tramu ikuti hawa nafsu orang-orang wg tidak mengetahui."
(al4atsiyah: 18)
"... Dan siapakah yang lebih sent daripda orang yang mengikttti
hawa nalsunya dengan tidat< mendapt petuniuk dafi NlaL ftdikit
pun ...." (al-Qashash: 5O)

sering kali kita dapati imam yang menjadi panutan dan diterima
kehadira"nnya oleh umat menolak suatu hadits yang sahihmenurut
orang lain. tr,tenurut pandangannya hldits tersebut tidak sah karena
iainj,u cacat yang ia ketatlui, ilng lemudian ka<lang-kadang. di-
i..g"t*n dah; salatr sam kitab-Shahihain atauleduryrya. Tetapihal
ini tidak mengUrangi kehormatannya dan tidak merusakkeimanan-
nya sedikit pun.
' Kita melihat Ummul Mukminin Aisyah r.a. pernah menolak seba-
gian hadits yang didengarnya dlri sgbaglan sahabat, ketika betiau
ir*ganggup bahwa riwiyat-tersebut bertentangan dengan Al-Qur'an
ataribeftn'tangan dengan apa yang beliau dengar-dari ryabi Tw"
ietapi hal 1u yistru meiramblh kemuliaan dan keluhuran keduduk-
an beliau di sisi umat.
Selain itu, kita tidak boleh menganggap seseorangyang menolak
satu-dua hadits dari Bukhari atau Muslim --atau kedua-duanya--
berarti telah menolak seluruh hadits shahihain atau mendustakan-
nya. Kesimpulan seperti ini tentulah tidak benar dan merupakan
tuduhan yang tidak ProPorsional.
Hal ini dilihat dari se$ prinsip. Adapun jika dilihat dari segi tema,
menurut pandangan saya Syektr Rasyld tidak mendustakan dan
mengingfiri hadits mengenai sihir itu karena mengikuti gurunya'
Silkft tfiuhammad Abduf,. Meskipun Syekh Rasyig mengagumi ke-
titritran Syekh Muhammad Abduh, mempercayai kekuatan agama-
nya se.ta- cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, namun ia bebas

r29
9aq_q berpikir dan berijtihad. Syekh Rasyrd memang mengambil
hasil-hasil pemikiran gurunya, tetapi hal ini ia lakukaniecara-selek-
tif dan beliau konfirmasikan dengan Sunnah dan atsar salaf, meng-
ingat kedalaman llmu beliau dalam hal ini.
Orang yan_g rnau memperhatikan madrasah ujitidiyah ihyaiyah isla-
miyah- (pendt4tlon tajdld unnrk menghidupkan aiaran rsiaml yang
diprakarsai oleh Sayid famaluddin al-Afghani, m-aka ia akari men-
ir-rtp4 lahw-a ia- ---qayid_lqaluddin-- memiliki cara berpikir yang
lebih bebas dan lebih sedikit dalam memedonnni ketenttian-keten-
nlan syara' sera pamkan AI-Kitab dan As-Sunnah, karena ia tidak
q.Stu mendalami ilmu-ilmu syariah dan sumber-sumbernya. IGmu-
dian kita dapati murid dan sahabat beliau, al-Imam Usta&,Dtuham-
mad Abduh, lebih komitmen dan konsisten terhadap ketentuan-ke-
lentuan syariat, karena pengetahuan beliau tentang syariat lebih
banyak dan pengetahuan beliau tentang pembennrkan hukum dan
dasar-dasarnya lebih mendalam. Selanjuthya murid beliau, tJstadz
Imam Rasyid Ridha, lebih komitmen dan lebih konsisten lagi diban-
dingkan gurunya, dan sudah barang tentu karena beliauhelebihi
gurunya (Sayid |amaluddin al-Afghani).
Beliau (Sayrd famaluddin) telah melihat pengaruh mdrasah ntaffyah
tajdidiyah kulra (pendidikan tajdid salafiyah yang besar) yang teicer-
ryin p?da Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya, dan
dari celah-celahnya beliau dapat menelaah warisan salaf yan! sangat
le$arga dan_ dapry "meminumnya" serta memanfaatluinnyu aa"rn
dakwah untuk melakukan ishlah (pefbaikan) danuidin (peftibaruan).
Oleh_sebab itu, Sayid famaluddtn lebih dekat kepada iola pikir ahli
filsafat, pkni para florlf naitrasah masyaiyah islmiyah, seperii-al-Kindi,
al-Farabi, Ibnu Sina, dan lain{ainnya.
Adapun Imam Muhammad Abduh lebih dekat kepada pola pikir
muuhallimin (ahli kalam), seperti al-Baqlllani, Imam al-Haramain,
Imam al-Ghazali, dan lainnya.
Sedangkan Imam Rasyid Ridha lebih dekat kepada pola ptktrfua-
ha'ul muhadilitsin (ahli fiqih dan ahli hadirs) yang mengtnregasikan
ma'qul (rasio) danmanqul (nash), seperti Imam Muhatnmad bin tdris
as-Syaf i, Ibnu Daqiqil'Id, hnu Thinii.ph,Ibnul eayyim,Ibnul Wadr,
dan lain-lainnya.
Dengan demikian, pendapat saudara penanya bahwa Syekh
Muhammad Abduh mengingkari hadits sihir karena mengikutl pen-
dapat kaum Mu'tazilah, maka perkaaan Ersebut ddak dapat diterima
secara mutlak. I(arena pada kenyataannya, bukan hanya kaum

130
Mu'tazilah yang menglngkari hadits tentang sihir (tersihirnya Nabi
saw. oleh orangYahudi - p^j.), tetapi sebagian ulama Ahlus Sunnah
pun ada yang mengingkarinya, seperti Imam Abu Bakar ar-Razi'al-
Hanafi yang terkenal dengan sebutan alJashshash, pengarang kitab
Ahhamul Qur'an. Demikian juga sebagian mutakallimin.
fumhur ulama Ahlus Sunnah mengesahkan hadits itu karena diri-
wayatkan melalui jalan-jalan yang sahih. Namun, di dalam penjelas-
annya mereka mempunyai takwil yang berbeda-beda, yang semua-
nya menguatkan kema'shuman Nabi saw. dan menafikan (meniada-
kan) segala sesuatu yang tidak laik bagi beliau ssfuagaimana yang
dimuat dalam kitab-kitab syarah.
Dan pengarang Tafsir al-Manar, Sayid Rasyid Ridha, juga tidak
menyimpang dari langkah mereka secara garis besar, bahkan beliau
menetapkan kesahihan hadits itu, hanya saja beliau menakwilkan-
nya dengan tak\^ril yang sesuai dengan kedudukan Nabi dan
kema'shuman beliau.

Nash Hadits dan Pemblcaraan Para Pensyamlmya


Pada baghn ini saya akan nukilkan nash hadits sebagaimana
yang diriwayatkan lmam Bukhari, dan akan saya kemukakan pula
pendapat sebagian pensyarah hadits tersebut. Kemudian akan saya
tutup dengan pendapat Syekh Rasyld dalam menafsirltan surat al-
Fdaq, serta sanggahan beliau terhadap orang yang menuduh beliau
mendustakan Shahih al-Bukhan.
Berkata Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari: telah diceritakan
kepada kami oleh lbrahim bin Musa (ia berkata): telah diberitahukan
kepada kami oleh Isa bin Yunus dari Hisyam dari ayahnya dari
Aisyah r.a., ia berkata:
"Rasulullah saw. disihir oleh seorang laki{aki dari Bani Zuraiq
yang bernama Lubaid bin al-A'sham sehingga Rasulullah saw. ter-
bayang-bayang seakan-akan beliau melakukan sesuatu padahal
beliau tidak melakukannya.Ta Maka pada suatu hari --atau pada
suatu malam-- ketika beliau berada di sisiku beliau berdoa, lalu ber-
kata kepadaku, 'Wahai Aisyah, saya merasa bahwa Allah mengabul-

T{oalan riwayat Bukhari pada bab 'Yustakhrarus slhr', hadits nomor 5765, d,ari
Jalan
Ibnu Uyainah bahwa Aisyah berkaa: "Sehingga seolah-olah beliau merasa mendaangi istri-
istri beliau padahal beliau tidak mendaangi mereka.' Ini merupakan penafsiran dan penie-
lasan riwayat yang mujmal dan umum mengenai hd ini.

131
kan perminaanku. A{a dua orang laki-laki7s datang kepadaku, yang
satu duduk di sebelah kepalaku dan sarunya lagi duduk di sebehf,
kakiku, lalu yang satu bertanya kepada temannya, ,Sakit apa orang
ini?' Temannya meniawab, 'Ia terkena sihir.' Ia bertanya lagi, ,Siapa
yang menyiiirnya?' Temannya menjawab lagi, 'Lubaid bin al-
A'sham.' Ia bertanya lagi,'Padaapa?' fawabnya,rpada sisir dan ram-
put yang gugur serta melekat pada sisir dan serbuk sari kurma yang
kering.' Ia bertanya lagi, 'Di mana?'fawabnya, 'Di sumur Dzinrran.'
Lalu Rasulullah saw. mendatan$ sumur itu bersama beberapa orang
sahabatnya, kemudian beliau berkata, 'wahai Aisyah, airnya merah
seperti-inai, dan mayang kurmanya seperti kepda sean.76 Saya (Ai-
syah) bertanya, 'Wahai Rasulullah, mengapa tidak engkau kehiar-
kan?' Beliau menjawab, 'Allah telah menyelamatkan saya, dan saya
tidak senang kallu saya mem-berikan kesan buruk kepada orang
banyak mengenai hal ini.' Ialu beliau menyuruh memendamnya."TT-
Al-Hafizh Ibnu Haiar, dalam mensyarah hadits ini menulis
-pada
kitab rathul Bari-- sebagai berikut:
Imam Bukhari menjelaskan dalam "Bab as-Sihr": Imam ar-Ra-
ghib dan lainnya berpendapat bahwa kata as-sihr mempunyai bebe-
rapa arti:
Pertama: sesuatu yang halus dan lembut, seperti perkataan
'#i !% ll@ru ash-Shabiyyah) yang artinya 'salanrenyihir
)i:i7i7ii'&ii"6('saya
driak kecil' = menipunya dah membujuk-
nya'), dan setiap oran!-yang membujuk danmenipu berarti menyi-
hir. Seperti kata para dokter: "Tabi'at itu penyihir." Dan di antaranya
firman Allah Ta'ala:
"... Bahl<an lrami adalah onng-onngyangkenasrtir"(al-Ht r: IS)

Maksud alat ini ialah dipalingkan dari perrgatian dan pengetahuan.


Misalnya lagi hadits yang berbunyi:

'gleq(&$t
Tsoatam rtwayat Ahmad dan
Thabrani disebutkan: .Ada dua orang malatkat ),ang men-
daangiku.'
T6tosybih (penyerupaan)
dengan maksud untuk menjelekkan, karena segala sesuaur
yang dinisbatkan k€pada setan adalah felek menurut sJnra' dan adat"
TTDiriwayatkan oleh Imam Bukhari
datam kitab ath-Thib,,Bab as-Sihr,, hadlts nomor
5765. Al-Bukhari yang diceak dcngan berharakat, terbitan Darul Fikri (Beirut), dan al-Mus-
hawwirah'an as-Salafiyah (Kairo).

132
"Sesunggahryn di antan penielawt itu ada sihimya (memukau)."
Hal ini akan dibahas secara tersendiri, insya Allah.
Kedua: sesuatu yang terjadi dengan tBuan dan khayalan, tidak
ada hakikatnya, seperti yang dilakukan oleh tukang sulap yang me-
malingkan pandangan dari kebiasaannya melalui permainan kece-
patan tangan. Dalam hal ini terdapat firman Allah:
"... Terbalang kepda Mus wkanabn ia menry Wt hntann
sihir mercka" (Thalra: 66)
Dan firman-Nya lagi:
".,. Merel<a menyilap mata onng...,"(al-A'nf: I16)
Karena itulah mereka menamakan Musa sebagai tukang sihir.
Dan dalam hal ini, terkadang yang bersangkutan menggunakan banr-
batuan yang dapat menarik besi, yang dikenal dengan magnetis.
Kedga: yang terjadi karena bantuan setan dengan melakukan
pendekatan kepadanya. Hal ini diisyaratkan dalam Al-Qur'an:
"... tetapi stan-*kn lefir (mengerial<an
itulah yang sihi). Merel<a
mengajarlran sihir kepda merel<a.... ?(al-Baqarah t lO2l
Keempat: yang terjadi dengan berkata-kata kepada bintang-bin-
tang (dan meminta turunnya ruh), menurut anggaPan mereka.
Ibnu Hazm berkata: "Di antaranya ada pula yang berupa iimat,
seperti ukiran kalaiengking untuk yang berbintang Scorpio. Pada
bulan tertentu ukiran ifu digunakan sebagai jimat agar tidak disengat
kalajengking. Dalam hal ini yang dapat disaksikan di beberapa
negara Barat --yaitu Saraqusthah. Menurut anggapan mereka, tem-
pat-tempat itu tidak akan dimasuki ular. Dan kadang-kadang ada
juga di antara mereka yang menggunakan dua cara terakhir (klttga
dah keempat), yaitu meminta bantuan kepada setan dan berkata-
kata kepada bintang-bintang, menurut anggapan mereka hal ini
lebih kuat.
Abu Bakar ar-Razi berkata di dalam al-Ahham:'Penduduk Babil
adalah kaum Shabi'in yang menyembah tuiuh macam bintang yang
mereka anggap sebagai tuhan-nrhan mereka. Mereka mempercayai
bahwa bintang-bintang itulah yang melakukan segala sesuatu di
alam semesta ini, lalu mereka buat berhala-berhala dengan nama
bintang-bintang itu. Masing-masing bintang itu mempunyai tempat
pemujaan sendiri yang di dalamnya ada patung yang dipergunakan
untuk mendekatkan diri kepadanya sesuai anggapan mereka dengan

133
memanjaltkan doa dan membaler dupa. IGpada mereka inilah Nabi
Ibrahim diutus oleh Allah --kaum yang ahli dalam hal ilmu perbin-
Angan. Selain itu, tukang-ukang sihir mereka mempergunakan
segala macam bena* sihir dengirn menisbatkannya kepada aktivias
binang-binang agar orang lain tidak mencari tatru dan menyingkap
keburukan mereka.'
I(ata "sihir" selaniutnya ditujukan pada alat (sarana) yang drgu-
nakan unnrk aktivitas tukang sihir. AIat ini kadang-kadang dimak-
zudkan hanla dalam artima'ani, seperd manfampi (membaca mantera)
dan meniup simpul tali, dan kadang-kadang dimaksudkan untuk
hal-hd yang bersifat indrawi seperti menggambar (menggunakan
ganbarlprrre) oranglang disihir, dan sekali tempo digunakan unurk
kedua perkara itu sekaligus --yaitu gabungan antara hissi (indrawi)
dan maknawi-- dan hal ini hasilnya lebih hebat lagi (menurut ang-
gapan mereka - penl.).
Para ulama berbeda pendapat mengenai sihir ini, sebagian ber-
pendapat bahwa sihir hanfalah klu1lalan dan balangan sernata-mata,
tidak ada hakikatnya. Ini adalah pendapat Abu fa'far al-Istarbadzi
dari golongirn Syaf i, Abu Bakar ar-Razi dari golongirn Hanafi, Ibnu
Hazm azh-Zhahii (dari mazhab Zhahiri), dan beberapa golongan
ulama yang lain.
Imam Nawawi berkata: "Yang benar, sihir itu ada hakikatrrya.
Demikianlah letetapan jumhur dan pendapat kebanyakan ulama,
dan pendapat ini dituniul*an oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah ash-
Shahihah yang masyhur. Tetapi yang meniadi akar perselisihan ada-
lah apakah sihir itu mengubah sesuatu atau tidak? Orang yang
menganggap sihir hanya sebagai khayalan berpendapat bahwa sihir
tidak mengubah sesuanr. Sementara ittr, mereka )rang menganggap
sihir ada hakikatnya berbeda pendapat, apakah sihir itu hanya seka-
dar menimbulkan pengaruh --yaiu mengubah kondisi firbuh meniadi
semacam terkena penyakit- atau sampai menimbulkan keafaiban
seperti mengubah benda-benda mati menjadi binatang atau sebalik-
nya.
Dalam hal ini Jumhur menguatkan pendapat yang pertama, se-
dangl@n yang sepakat dengern pendapat kedua hanyalah segolongan
kecil di antarr mereka Apabila dihubungkan dengan ltelotasaan [ahl,
tentu saia hal itu dapat diterima; tetapi bila melihat kenlataan, maka
hal ini tetap menjadi pangkal perselisihan, karena banyak orang
yang mendakwakan dapat melakukan hal itu ternyata tidak mampu
membuktikannya.'

t34
Al-Khaththabi berkata: "Ada kaumyang mengingkari sihir secara
mudak." Seolah-olah yang beliau maksudkan adalah orang-orang
yang berpendapat bahwa sihir hanyalah khayalan semata-mata,
sebab kalau tidak demikian maka itu hanyalah suatu pengingkaran.
Al-Maziri berkata: "tumhur ulama menetapkan adanya sihir dan
batrwa dia memiliki hakikat, semenara sebagian ulama meniadakan
hakikatnya dan menyandarkan sesuatu yang teriadi itu lepada kha-
yalan-khayalan yang batil. Pendapat (kedua) ini temyata tertolak,
karena adanya dalil yang menetapkan adanya sihir, dan altal tidak
mengingkari bahwa Allah kadang-kadang meniadikan sesuatu yang
luar biasa letika seorang nrkang sihir mengucapkan perkaaan yang
penuh kebohongan, atau dengan menyusun jisim-iisim dan men-
campur (menyatukan) berbagai potensi dengan cara tertentu, seperti
halnya dokter yang menyusun komposisi obat dari berbagai unsur --
sampai yang membahayakan sekalipun-- hingga dengian komposisi
tersebut menjadi bermanfaat. "
Ada pula yang berpendapat bahwa pengaruh atau akibat sihir itu
tidak melebihi apa yang telah disebutkan oleh Allah dalam firman-tl)r&
"... Dengan sihir itu nrerela menqnikan antan wnng sami de-
ngu ifrinya....' (al-Baqanh: IO2)
Maksud ayat ini, menurut mereka, adalah untuk menakut-nakuti.
Sebab, seandainya dapat tedadi sesuirtu yang melebihi itrl niscaya
disebutkan-I$ya.
Al-Maziri berkata: "Yang benar menurut pendapat akal adalah
bahwa sihir dapat berpengaruh lebih dari ihr.' I(ata beliau selanfut-
nya: 'Ayat tersebut bukan merupakan nash yang menunrp kemung-
kinan terjadinya sesuatu yang lebih dari itu, iika memang kita boleh
menyebutnya sebagai apt ymtg berhubungan dengan hal itu."
Kemudian beliau menambahkan, "Perbedaan antara sihir, mukiizat"
dan karamah ialah bahwa sihir dalam hal ini mempergunakan
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan sehingga tercapai apa yang
dikehendaki si penyihir. Sedangkan leramah( tidak memerlukan
semua itu, bahkan biasanya ia terjadi karena kebeulan (tak diduga-
duga). Adapun mukiizat melebihi karamah dengan kemampuannya
menghadapi tantangan. "
- Imam Nawawi menukil --dari al-Mutawdli-- pendapat selnalaln
itu di dalam Ziyodaat Ar-ruudh4h. Menurutnya, kedua hal iu (sihir dan
leramah) dapat ditengarai dengern melihat kondisi orang yang me-
munculkan kejadian luar biasa tersebut. Jika ia seorang)rang berpe-

135
gang teguh dengan syariat dan menfauhi dosa-dosa, maka keluar-
blasaan yang munorl p4a dtrinya adalah karamah; sedangkan jika
keadaannya tidak demikian (ddak berpegang teguh pada qariat-aan
suka melakukan dosa-dosa) maka icejadian tuar biasa yairg timbul
dari dirtnpltu adalah slhlr, dengan alasan bahwa kefadian itu teqaAi
karena salah satu jenis sihir, sepertt dengan bannrah setan."
Al{urthubi berkata, "Sihir merupakan dpu daya yang dilakukan
dengan usalu, tfrapl karena halusnla (rumtt) ia ddak dCpat dilaku-
I* olgt sembarang orang. Sedangkan materinya tergirntung pada
kepandaian si pelaku sera tergantung pada pengetatruannya-me-
lgenai komposisi dan waktu. Sebaglan di antaranl"a hanya berupa
khayalan (bayangan) tanpa hakikat dan dugaan-dugaan anpa kete-
tapan, maka ia dianggap besar oleh orang yang tidak mengerd na
itu, sebagaimana pernyataan Allah (dalam surat al-A,raf: I 16)
mengelai rukang-nrkang sihir Fir'aun: '... Dan mereka mendatang-
kan sihir-yang besar (menakiubkan)', sedanglen tati-ali dan tong-
k4 qereka t€tap tidak berubah dari keberadaannya semula, sebagi
tali dan tongkat.'
Kemudian al-Qurthubi juga menambahkan: "sebenamya seba-
gian jenis sihir itu ada penganrhnya dalam hati, seperti rasa cinta,
benci, timbulnya keinginan yang baik dan buruk; dan ada pengaruh-
nya pula pada badan semisal menimbulkan penyakit dan penderia-
an. Hanya saia yang memperdayakan ialah benda-benda mati ber-
ubah meniadi binatang, atau sebaliknya, karena sihir si penyihir dan
sebagainya."
Adapun tentang perkaaan 'Nabi saw. disihir oleh seorang laki-
laki dari Bani Zuraiq lang bernama Lubaid al-A'sham", menurut
riwayat Abdullah bin fuirmair dari Hisyam bin Unrah yang diriwayat-
kan oleh Imam Muslim menggunakan lafal "Nabi saw. disihir oleh
seorang Yahudi eani Zuraiq;. Sedangkan dalam rlwayat Ibnu Uyai-
nah menggunalen susunan seperti berikut: "... seorang laki-laki dari
Bani_ Zuraiq ),ang telah mengikat janJi set'ra dengan orang Yahudi,
sedahgkan dia adalah seorang munaffk". IGdua riwayat infdapat di-
kompromikan demikian: orang yang mengatakan bahwa Lubaid al-
A'sham seorang Yahudl adalah karena melihat kepadi apa png ada
pada haklkat perlera itu sendiri, seaarryltan oranglang mengaralmn-
nya munafik karena melihat kepada perkara tersebw-secari zhahir.
Ibnul fauzi berkata, 'Ini menunful*an bahwa dla (Lubaid) masuk
Islam dengan pura-pura 6tlaq), dan ini menrpalen suaft hal yang
sangat Jelas." Sementara itu, Iyadh menceritakan dalam
^y-.syrfo'
t36
bahwa dia (Lubaid) telah masuk Islam.
Selain itu, boleh jadi dia dikatakan sebagai orang Yahudi karena
ia termasuk salah seorang yang mengadakan janji sptia dengan
mereka, bukan karena mengikuti agama mereka. Sebab Bani Zuraiq
adalah salah satu marga (clan) kaum Anshar yang terkenal dari suku
Khazraj. Sedangkan antara kebanyakan kaum Anshar dan kaum
Yahudi sebelum Islam teriadi ikatan janji setia, persaudaraan, dan
kasih sayang. Namun ketika Islam datang dan orang-orang Anshar
memeluk Islam, mereka berpisah dari orang-orang Yahudi.
Sementara itu, mengenai perkataan "sehingga Rasulullah saw.
terbayang-bayang bahwa beliau melakukan sesuatu padahal beliau
tidak melakukannya", diulas oleh al-Maziri sebagai berikut:
"Sebagian ahli bid'ah mengingkari hadits ini dan menganggap
bahwa hal itu menjatuhkan martabat Nabi dan menimbulkan kera-
guan terhadapnya. Mereka berkata, 'Segala sesuatu yang dapat
menyebabkan demikian (menfatuhkan martabat kenabian/Nabi dan
menimbulkan keraguan terhadapnya) adalah batil.' Dan mereka
menganggap bahwa hal ini dapat menghilangkan kepercayaan terha-
dap syariat yang dibawanya, sebab boleh jadi ia (Nabi saw.) ter-
bayang-bayang melihatfibril padahal sebenarnya tidak, atau menda-
pat wahyu t€ntang sesuatu padatral sebenarnya tidak mendapat
wahyu.:
Al-Maziri menambahkan: "Semua pendapat itu t€rtolak, lerena
dalil-dalil telah menunjukkan kebenaran Nabi saw. dalam menyam-
paikan sesuatu dari Allah Ta'ala dan menunjukkan kema'shuman
beliau dalam bertabligh (menyampaikan ajaran Allah), sedangkan
mukiizat-mukjizatnya juga menjadi bukti kebenarannya; maka
memperbolehkan sesuatu yang bertentangan dengim dalil adalah
batil. Adapun dalam kaitannya dengan hal-hal yang berhubungan
dengan sebagian urusan dunia --sedangkan Nabi saw. bukan diutus
untuk itu, demikian iuga risalah tidak diturunkan untuk urusan t€r-
sebut-- seperti layaknya manusia menghadapi berbagai hal semisal
penyakit, maka bukan tidak mungkin jika beliau terbayang me-
ngenai sesuanl dari urusan dunia yang tidak ada hakikatnya (wujud-
nya), sedangkan beliau tetap ma'shum (terpelihara) dari hal seperti
itu ddam ulusan agama."
Masih menurut al-Maziri: "Sebagian orang mengatakan,'Sesung-
guhnya maksud hadits itu ialah bahwa Nabi saw. terbayang-bayang
bahwa beliau menggauli istri-istri beliau padahal tidak melakukan-
nya. Hal ini sering terbayangkan oleh manusia pada waktu tidur,

137
maka bukan tidak mungkin ia j,ga terbayang pada waktu tunasa.,.
(Ibnu Haiar) berkata:;nal ini telin aatang ,"ciii
, ,s"y".
dalam.riwayat Ibnu
i.t*
lJvainatr-nada bab sesudah ini deigan susunan
Tperti berikut: 'sehingg-a beliau melihar (merasa) menf,iangi istri
istri beliau, padatral beliau tidak mendaiangi mlreta.' oanlahm
riwayat 4-Humaidi dengan
_sgsrlnan kalimati'Bahwa beliau ouang
kepada ketuarga beliau, padahal beliau tiaat minoatangi ,n.r.rta:
Ad-Dawudi berkaa: Diriwayatkan dengirn lafal yura
trtil dengan
memberi harakat zhammah pada huruf periarna, yang berarti yazhunnu
( t"k- :melgira). Ibnu at-Tin berkata: ,Saya memb acayara
U4;
dengan memberi harar<at fathah pada huruf anralnya.' uinu-i
,"yu
(lbnu Hajar), lafal ini berasal daii ar-ra'yu, bukan iai,;r-;,"rh.mafa
plknanya kembali keplda ?rti zhann lmenyangka, mengirii.-bin ai
dalam mulsal yahya bin.ya'mar yarig diriwalatkan iTa,ii -nuruq
ryenggunakan susunan redaksionat serrri beriliut, 'Nabi ;;. aGinir
dari Aisyah sehingga beliau mengingthri penglihiran n.ri"u,.nairi.'
Dan di dalam mursal sa'id bin a-uusarryhu
iansiugu airiwaviitan
oleh Abdur p,.?zaq dengan susunan reditsiona"vir?r.in,inii,ir.-
hingga beliau hampir mengingkari pengrihatan beriai renairil;
lyadh berkata: 'Maka dengan ini tarnpaklah bahwa sihir itu hanla
mengenai tubuh dan anggotabadan beliau saia, tidak..ng.nai
(pikiran) dan itikad beliau."
ifa
. . saya-(Ibnu Hajar) berkata: "Dan di dalam mursar Abdurrahman
Dln lg'ab yang diriwayatkan oleh Ibnu sa'ad disebutkan: '[alu
sau-
$ra pergmpuan-Lubaid bin ar-A'sham berkata: lit.. iaieorang naui
$qcaya ia akan dapat menceritakan apa yang dialaminya iru, ai, iitu
n Duxan nabi maka sihir.ini ak3n binlrng sehingga
-berkata,-"r,raki
lenladikannya
*:lrf _llr,lgi.
ialah bagian
saya (rbnu Hajar) ii,ii..i?Oi
kalimat yang pertama itu, sebagaimana yingiersiuut
dalam hadits sahih."
. sebagian ulama berkata: 'persangkaan beliau (merasa) melaku-
kan sesuaru p4ahal tidak merakuka--nnya tidak mlmasiiiln-uitru
beliau melakukan hal tersebut. Iru hanyal"t iimic* iinar*
pikiran dan tidak menjadi keterapan, sehingga tidak dapat diiadiLn
hujjah orang y_ang mengrngitari lkenalian beliaufl;-
.oleh
Iyadh dalam hal ini menambahkan: "Boreh jadi ying dimaksud
de.n&n-khayalan r.n"pyt adarah- membalangkari arrfi"ia; n u,i"g,
seksual sebagaimana kggika te4adi ra-ngsangan, tetapi tefita
!ias.-a
mendekati wanira (istri) tiba-tib a teinasj'sluagai
1"ni lalatuifunfi

158
mana halnya orang t€rkena sihir. Sedangkan mengenai riwayat lain
yang mengatakan'sehingga hampir beliau mengingkari penglihatan
beliau', artinya beliau menjadi seperti orangyang mengingkari peng-
lihatannya ketika melihat sesuanr yang menurut beliau berbeda dari
kebiasaan, maka apabila merenungkannya tahulah beliau akan haki-
katnya. Dan semua yang telah dikemukakan itu menegaskan bahwa
tidak ada satu pun riwayat yang mengatakan bahwa beliau meng-
ucapkan suanr perkaaan yang bertentangan dengan yang diberitakan. "
Al-Mahallab berkata: "Terpeliharanya Nabi saw. dari setan tidak
menutup kemungkinan bahwa setan ingin memperdayakan beliau.
Maka terdapat riwayat yang sahih yang mengatakan bahwa setan
pernah hendak merusak shalat beliau, lantas Allah melindungi beliau
dari gangguannya. Demikian pula halnya dengan sihir, dharar (ba-
haya) yang dapat ditimbulkan terhadap beliau tidak sampai meng-
urangi hal-hal yang berhubungan dengan tabligh, melainkan hanya
dharar leperr halnfa penyakit-penyakit biasa, seperti lemah berbicara,
lemah melakukan sebagian aktivitas, atau timbulnya khayalan yang
tidak terus-menerus, bahkan hal ini s(Eera lenyap karena Allah
membatalkan tipu daya setan."
Sementara ltu, Ibnul Qashshar berargumentasi bahwa yang me-
nimpa beliau adalah semacam penyatit seperti yang tertera pada
bagian uiung hadits "adapun saya, maka Allah telah menyembuhkan
sala". Tetapi, argumentasi seperti itu perlu ditiniau kembali.
Meski bqgtu, anggapan lbnul Qashshar diperkuat oleh riwayat
Amrah dari Aisyah yang diriwayatkan Baihaqi dalam ad-Dalaillang
menyebutkan: "Maka beliau merasa pusing dan tidak tahu penyakit
yang menimpanya." Bahkan di dalam hadits lbnu Abbas yang diri-
wayatkan oleh Ibnu Sa'ad disebutkan: 'Nabi saw. sakit dan dihalangi
terhadap wanita (melakukan hubungan dengan istri), makan, dan
minum,lalu turun dua malaikat kepada beliau ...."
Perkataan "dan beliau di sisiku, berdoa dan berdoa", memang
demikian yang t€{adi. Dan dalam riwayat terdahulu dalam bab "Per-
mulaan Penciptaan' memiliki susunan seperti berikuft 'sehingga
pada suatu hari beliau berdoa dan berdoa." Demikian pr;Jra u'hq
penyusun kepada Isa bin Yunus dalam ad-Da'awat, begitupun dalam
riwayat d-Laits. Mengenai hal ini al-frarmani berkata: "Boleh jadi
susulan ini dari perkataan Aisyah 'di sisiku'", artinya beliau tidak
sibuk dengan Aisyah, tetapi sibuk berdoa. Dan boleh fadi juga meru-
pakan khayalan, yang berarti bahwa sihir itu menimbulkan dharar
terhadap badan beliau, bukan pada akal dan pikirannya, lurena

139
!'eliau tetap menghadap Allah dan berdoa menurut cara yang benar
dan aturan yang tepat.;
sedangkan di dalam riwayat lbnu Numair.melalui Muslim dengan
susunan kalimat: "Lalu beliau berdoa, kemudian berdoa, dan berioa
lagi," deng4n
rye-nsulang!-doa tiga kari. Dan di dalam riwiyiiarrmaa
dan Ibnu sa'ad dari wahib dengan lafal: "Maka saya mel'ihat rina,
berdoa."
Mengenai hal ini Imam Nawawi berkomentar: "Riwayat ini meng-
-
isyaratkan disukainya berdoa_ketilq rerradi hal-hal ying tidak dI-
sukai, dan mengulang-ulang doa serta memohon peiina"ungan ke-
pada Allah Ta'ala untuk menolak hal itu."
Saya (Ibnu Haiar) berkata: "Dalam kisah ini Nabi saw. menempuh
.
dua macam cara, yaitu pagrah dan melakukan usaha sesuai dengan
hukum sebab-akibat. Mula-mula beliau menyerah kepada uruon
Rabb-nya dan mencari pahala dgnq"n bersabar atas bbncana yang
pg1impl beliau. Kemudian ketika bencana iru rerus berlanjui dail
beliau khawatir akan menjadikan beriau remah dalam melaksinakan
ibadah, maka beliau berobat, kemudian berdoa.Iftdua sikap ini bisa
mencapai puncak kesempurnaan.,
,wahai
SBpu! perkaaan "saya (Aisyah) berkata: Rasulullah,
a_pakah.tidak en-gkau keluarkan diai' (sebagaimana riwayat Abu
Umamah, kemudian beliau menjawab: 'iidakj." Dan di dallm Ibnu
pvainan disebutkan bahwa beliau mengeluarkhnnya (mengeluarkan
benda tersebut dari dalam sumur), sedangkan pertirvaan Iisyah itu
uafl4.t:,t*g penggunaan nusyiah ljamp-i-jam'pi), lalu beliau inenya-
wab "tidak". Dan hal ini akan itiuicaratinieuihiuas r.tetat ini-
IGmudian pe$ata?n beliau "saya tidak senang menimbulkan
pengaryh buruk kepada orang banyak" (dengan meiggunakan lafal
syarl ui) yang dalam riwayat al-ttisymihani dengan lafal,ru, GJL),
dan di dalam riwayar Abu Usamah dengan menggunakan latar-;;il
sebagai ganti lafal )Jy!; w^pi maknanla orn ,
pengaruh. SeAangkan yang dimaksud dengan
l.tni
menimbffkan

adalah umum untuk semua manusia.


&Elr grarrusia) di sini
Mer.lgerr bagian hadits tersebut, Imam Nawawi berkata: "Dengan
mengeluarkan benda tersebut dari dalam sumur, beliau tctrawltir
akan menimbulkan ilharar (mudarat) kepada kaum muslir, uiitu
mereka akan selalu mengingat aan mem^pelajari sihir aan ieuieai-
nya. sikap Nabi saw. initeimasuk dalam kategori ,orii
^iriinon
hhaufal mafsailah (meninggalkan maslahat karena-takut menimbulkan
mafsadat)."
140
Sgmentara itu, di dalam riwayat Ibnu Numair menggunakan lafal
,# UL ('atas umatku' --sebagai pengganti lafal an-nas,'manusia').
Kata ini juga bermakna untuk umum, karena kata umat itu diperun-
tnkkan buat ummat ijobah $rang sudah menerima lslam) dan ummat
da'wah (yang belum masuk Islam dan perlu diseru untuk memeluk-
nya), atau bahkan yanglebih umum lagi. Perkaaan ini menjadi hujjah
untuk menyanggah anggapan orang-orang yang mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan "manusia" di situ adalah Lubaid bin al-
A'sham --karena ia seorang munafik lantas Nabi saw. tidak ingin
menimbulkan pengaruh buruk atasnya, dikhawatirkan menimbul-
kan kesan bahwa Nabi menutup mata terhadap orang yang menam-
pakkan keislamannya, walau apa pun yang dilakukannya. Di dalam
riwayat Ibnu Uyainah penggalan hadits ini memiliki susunan kalimat
seperti beriku& "Dan saya tidak suka menimbulkan pengaruh buruk
kepada salah seorang manusia."
Memang benar, di dalam hadits Amrah dari Aisyah disebutkan:
"Lalu ditanyakan kepada Rasulullah, 'wahai Rasulullah, alanglrah
baiknya kalau engkau bunuh saja.' Beliau meniawab: 'Di belakang
nanti azab Allah lebih pedih.'" Dan di dalam riwayatAmrah disebut-
kan: "I:lu Nabi saw. menangkapnya (Lubaid), lantas ia mengaku,
dan Nabi pun memaafkannya." Sedangftan dalam hadits zaid bin
Arqafr disebutkan: 'Maka Rasulullah saw. tidak menyebut sesuatu
punltepada Yahudi itu mengenai apa yang ia lakukan, dan beliau
tidak melihat waiahnya. "
Dalam mursal Umar bin Hakam disebutkan; 'Lalu Nabi bertanya
kepadanla, 'Apa yang mendorongmu melakukan ini?'Dia meniaunb:
'I(arena cinta dinar (untuk memperoleh harta).'' Dan disebutkan
dalam kitab al-Jizyah perl,ataan lbnu Syihab bahwa Nabi saw. tidak
membunuhnya
Ibnu Sa'ad juga meriwayatkan dari mursal lkrimah bahwa Nabi
saw. tidak membunuhnya, dan diriwayatkan dari al-Waqidi bahwa
riwayat ini lebih sahih daripada riwayat yang mengatakan bahwa
beliau membunuhnya. IGmudian diriwayatkan oleh lyadh dua pen-
dapat dalam asy-Syifu': apakah beliau membunuhnya atau tidak mem-
bunuhnya?
Al-Qurthubi berkata: 'Kisah ini tidak dapat diiadikan alasan
untuk menyanggah pendapat Imam Malik,78 sebab tidak dibunuhnya

7foang berpendapat bahwa penyihir harus dibunuh.

t4t
Lubaid bin al-A'sham adalah karena dikhawatirkan akan menimbul-
\a-n fitna!
ji$ ia dibunuh, atau karena agar orang-orang yang hen-
dak masuk Islam tidak me-ngurungkan niatnya. rfil ini ridmailg ter-
masuk sesulnl yang dipelihara Nabi saw. yang melarang memblnuh
orang munafik melalui sabda beliau:

.ug1t#1-\3i3',iJJ"t1JiLk<!
'Agar onng-onng tidak membicant<att fuIwa Mutnnmaa riem-
bunuh ahafuhya." (Hadits nomor 57613.1
Demikianlah keterangan yang cukup panjangyang ditulis oleh al-
Hafizh Ibnu Haiar dalam kitabnya, ratnit aaa,lo zit-zsz.
Inilah_ sebagian dari keterangan yang dikemukakan oleh para
peyW.1r1h hadits seputar hadits diqihirnya Nabi saw. oleh oiang
Yahudi. Keterangan tersebut menjelaskan sampai di mana kemusy-
kilan hadits sihir itu dan betapa besar perhatian para ulama untuk
rygyecahtaqnya dengan mengajukan berbagai keterangan disertai
dalil naqli dan aqli. Maka tidaklah mengherankan jiki hadirs ini
mengundang perhatian corak pemikiran modern, khususnya setelah
bertemu dengan alam pikiran lain.
Dari sinilah al-Allamah Rasyld Ridha membicarakan hadits terse-
but, bukan menolak atau mendustakannya. Beliau bahkan membica-
rakannya sebagai orang yang membenarkan dan mempercayainya,
dan menakwilkan hadits tersebut dengan takwil yang iebaik-Uait-
lya, y?n_g {apgtmemuaskan ahlul aqti wan nazhar (golongan rasional)
dan tidak ditolak oleh ahlun naqli wal atsar (golongan yang mengan-
dalkan nash).
Berikut ini akan saya sajikan kepada Anda apa yang beliau kemu-
kukry pada akhir tafsir surat al-Falaq, yang termasu[ surat pendek
itu,-dengan judul "Tambahan terhadap Tafsir Surat Ini mehgenai
Hadits Sihir Orang Munafik Golongan yahudi Tengik kepada Nabi
saw.'. Setelah mengemukakan riwayat Syaikhani dari jalan Aisyah
--s-e-bagaimana telah saya kemukakan sebelumnya-- Sayid Rasyid
Ridha mengemukakan riwayat lain dari hadits ini. Beliau menulis:
Di dalam riwayat Syaikhani (Bukhari dan Muslim) iuga disebut-
-
kan: "Rasulullah saw. disihir sehingga beliau merali mendatangi
istri-istri beliau, padahal beliau tidak mendatangi mereka." Di dalam
riwayat iru juga disebutkan: "Beliau disihir oleh seorang laki-laki
dari Bani Zuraiq yang telah mengadakan janji setia dengan kaum

142
Yahudi, dan dia seorang munafik."Te Diriwayatkan dari Zaid bin
Arqam: "Nabi saw. disihir oleh seorang laki-laki dari kaum Yahudi
sehingga beliau sakit beberapa hari. Ialu Malaikat fibril datang dan
berkata: 'Sesungguhnya seorang Yahudi telah menyihirmu dan
meniup buhul untukmu di sumur ini dan ini.'Kemudian Rasulullah
saw. menyuruh seseorang untuk mengeluarkannya. Setelah dike-
luarkan dan diuraikan, beliau menjadi segar bugar seakan-akan baru
terlepas dari ikatan. Tetapi beliau tidak menyebutkan hal itu kepada
Yahudi tersebut, bahkan beliau tidak melihat wajahnya sama sekali."
(HR Nasa'l)
YriAtA al-ayyam (beberapa hari) adalah jama' qillah (isim jama' yang
menunjukkan jumlah sedikiUdi bawah sepuluh), tetapi sebagian pe-
rawi di luar Shahihain membesar-besarkannya bahkan ada yang
mengatakannya "beberapa bulan".
Sayid Ridha melanjutkan: Hadits ini secara felas menunjukkan
bahwa yang dimaksud dengan sihir di sini khusus yang berkaitan
dengan masalah mempergauli wanita. Tetapi kebanyakan ulama me-
mahami bahwa beliau saw. disihir dengim sihir yang berpengaruh
pada akal beliau sebagaimana berpengiaruh pada badan beliau.
Karena itu, sebagian di antara mereka lantas mengingkari riwayat ini
bahkan berlebihan dalam mengingkarinya, dan mereka anggap hal
itu sebagai celaan terhadap lenabian dan menafikan kema'shuman
karena perkataan Aisyah: "sehingga beliau terbayrang-bayang se-
akan melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya". Maka
riwayat ini menjadi masalah besar bagi ulama maQul (ulama yang
sangat mengutamakan akal pikiran) dan mereka anggap bertenta-
ngan dengan dalil qath'i, yaitu pernyataan Allah terhadap kaum
musyrikin yang mencela Rasulullah seperti mencela rasul-rasul
mereka, dengan mengatakan kepada orang-orang yang mengikuti
Rasul itu:
"... 'l(amu *l<alian tidak lain hnyalah mengikuti *onng lelaki
gng kena sihir.-(al-Furqan; 8)
"Perhatilranlah, fugaimana mercka membuat perfundingn-per-
fundingan tentang lramu, Ialu *sthh merck4 mercka tidak sang-
gup (mendaptlran) jalan (untuk menentang kensulanmu)." ltl-
Furqan:9)

79}ani Axaiq adalah salah satu marga Khazraj. Dalam riwalat ini si penyihir itu di-
nisbatkan kepada kaum Yahudi karena ikatan,anji setia, bukan karena keturunan (nasab).

t43
sehin itu, hd ini.juga bertentangan dengan pertimbangan akal
yang qath'i mengenai kemqlshumanlterpetitiaran]ya) Nabi sraw. dari
segala sesuatu yang menafilen kenabiai dan kefertayaan [.p"a"
,1ya
klena m3suknyl khayalan dalam masalah kenablan y"nj noa
bene term4suk.tasyri'. Di samping i{, juga bertentangan dEngan
jiwa yang mengataltan bahwa jiwa yang"rendah Ian
:rumlffi.l ilmu
buruk^tidak dapat menimbglkan pengaruh paOa
iiwi yfig ti"ggi d"n
suci. oleh karena iru, kesahihan riwiyat tirsebut diingkiri oiEh se-
Pug"n ulama, di antaranya adalah Abu Bakar atlasfishash --a"ri
kalangan ahli tafsir sekaligus ahli fiqih-- dalam Yjtabnyat, ehhamul
Qur_an, dan yang terakhir adalah guru kami al-Ustaiz al_Imam
Muhammad Abduh dalam tafsir fuz iAmma.
Guru kami telah membicarakan masalah ini secara panjang lebar
dan berlebihan. Beliau menyandarkan penolakan t rr.'uut'ui.7irur-
kan akidah yang telah dis+kati para ulama aqa,id aan ustruinqih
pe1s. enai pertentangan dahl zhanni dengan dalil qathi. oleh karena
naorts tersebut tergolo-ng hadits ahad yang kekuatannya bersifat
zhanni, maka ia ditolak dengan d?lil qath'i secara aqli dan naqli, seba-
gaimanaya-ng telah_kami sebutkan-sebelumnya. Mereka pirn telah
sepakat bahwa hadits-hadits ahad tidak dapat dijadikdn hujjah
mengenai ushul aqa'id. Beliau berkata: "sesungguhnya kekuatannya
yang hanya menelorkan zhann (dugaan) itu;dahli khusus untuk
orang.yang-men€anggapnya sahih saja, dan ia dapat ditakwilkan
atau diacuhkan kepada kaidah lain m6ngenai nash-nash yang ber-
tentangirn dengan akal."
Sungguh, apa yang kami ketahui dari syekh (guru) kami Muham_
mad Atduh
---semoga Allah mensucikin ruti"nya-'- yang singar
memuliakan dan mengagungkan keadaan Nabi u.ihammaa"nasutit-
lah sebagai penutup para nabi, dalam jiwanya yang bersih ain rurr-
nya yang suci serta pengetahuan akalnya yang tinggr, merupakan
sesuiltu pernyataan yang tidak pernah lqita jumpai daiisalah seorang
glaml aqlivvin (rasionalis) seperti para filoiof faum muslim dan ahii
ilmu kalam mereka, atau dari ulaia *hiyyin (kalangan rohaniawanl
ggperti gofongan ahli tasawuf, atau ulamiahlinaqlsiperti para peng-
himpun-riwayar yang banyak mengenai mukjizit rgiui.siw.. iraat a
Tl up$l, atsar-arsar (kesan-kesanlyang mendalam itu Anda jumpai
dalam kitab Risalah Tauhiit (lsaryabeliau1. Bahkan beliau pernih be.-
kata: 'sesungguhnya n1h beliau saw. merupalen tempatberkumpul_
rly.a petuniuk--ag,ama
lan pengetahuan tisyri' yanA dijelaskan di
dalam Kitab Allah Ta'ala dan sunnah beliau iengan
rtry6hsan yang

144
sempurna, sebagaimana yang kami nukil dari beliau dalam tarikh
beliau.
Mengenai riwayat tersebut, para ahli hadits yang menganggapnya
sahih berdasarkan ilmu mereka --dan orang-orang yang mengikuti
mereka-- mengemukakan jawaban bahwa riwayat sihir tersebut hanya
berpengaruh pada badan beliau, bukan pada ruh dan akal beliau.
fadi, pengaruhnya hanya pada anggota tubuh saja, seperti halnya
penydkit-penyakit tubuh yang tidak ada iaminan 'ishmah (ke-
ma'shuman) bagi para nabi terhadap penyakit-penyakit seperti ini.
Saya (Syekh Rasyid) telah memeriksa masalah ini beberapa kali,
dan yang terakhir ialah saya menyanggah majalah al-Azhar, Nurul
Isldm, yang menuduh saya telah mendustakan hadits Bukhari me-
ngenai masalah disihirnya Nabi saw. ini. Maka saya jelaskan bahwa
hadits yang sahih mengenai masalah ini yang diriwayatkan dari
Aisyah r.a. disalahpahami sebagai memberikan makna yang lebih
umum daripada makna khusus yang dimaksudkannya, yaitu me-
ngenai hubungan suami-istri antara Nabi saw. dan Aisyah. Maka
perkataan Aisyah "terbayang-bayang oleh Basulullah saw. bahwa
beliau melakukan sesuatu padahal beliau tidak melakukannya," itu
merupakan hiruyah (ungkapan) untuk sesuatu yang khusus (hubungan
biologis), bukan untuk semua urusan. Maka, dalam hal ini tidakter-
masuk urusaR tasyri'dan urusan-urusan aqliyah (pemikiran) selain
masalah hubungan suami-istri, dan tidak pula mengenai penyakit-
penyakit tubuh lainnya, apalag tuduhan seperti nrduhan orang-orang
dahulu kepada para nabi bahwa mereka terkena sihir lantas meniadi
gita, sebab urusan mereka (para nabi a.s.) itu di atas jangkauan akal
orang-orang kafir itu. Maka masalahnya adalah terbatas pada apa
yang mereka istilahkan hingga sekarang dengan ar-rabthatau al-'aqd,
yaitu simpul yang menghalangi seorang laki{aki untuk melakukan
hubungan intim dengan istrinya.
Saya (Syekh Rasyid) jelaskan pula bahwa riwayat yang paling
sahih sanadnya menurut Syaikhani dari Hisyam dari ayahnya dari
Aisyah, ternyata di dalamnya tudapat'illat (penyakiUcaczt) yang
samar --yang untuk sahnya suafi hadits harus selamat dari cacat ter-
sebut. Dalam hal ini sebagian ulama yang menolak hadits ini me-
nyandarkannya pada cacat adanya Hisyam ini, merele beralasan de-
ngan perkataan sebagian ulama Jarh wat Tadil (ahli hadits) seperti
berikut:
"Sesungguhnya ketika ia berada di lrak ia menerima surat dari
ayahnya, Unvah bin Zubair, t€ntang apa )ang didengamya dari orang

t45
lain, dan Urwah ini adalah perawi AiEah png dipercala, )ang masih
keponakan Aisyah (ibunya adalah saudara Aisyah). Ibnu Kharasy
berkata, 'Imam Malik tidak menyukainya (Hisyam), bahkan beliau
membuang haditsnya untuk penduduk lrak.' Ibnu Qaththan berkaa,
'Ia berubah pikirannya sebelum meninggal dunia.' Dan tidak diragu-
kan lagi bahwa pujian jamaah --termasuk Imam Bukhari dan Mus-
lim-- kepadanya adalah khusus mengenai riwayatnya sebelum ber-
ubah pikirannya." Beberapa pernyataan inilah yang dijadikan alasan
oleh mereka yang mencela riwayat hadits ini, sehingga mereka lantas
mengingkari/menolak matannya sebagaimana yang saya ketahui,
padahal masalah ini lebih ringan daripada apa yang mereka kata-
kan.eo Oleh sebab itu, menurut tahqiq, bahwa hal ini (sihir) adalah
khusus mengenai hubungan suami-istri, sebagaimana disebutkan
secara jelas dalam riwayat kedua di atas, tidak lebih dari itu.
Adapun riwayat Baihaqi dalam DalailunNubuwwahdari Ibnu Abbas
bahwa Rasulullah saw. sakit payah disebabkan oleh sihir yang ada
dalam sumur di bawah batu besar dalam bentuk pintalan, kemudian
mereka (para sahabat) mengeluarkannya dan membakarnya, di
dalamnya terdapat tali dengan sebelas pintalan, sehingga diturunkan
kedua surat ini --yakni al-mu'awwidzatcin (Qul A'udzu bi Rabbil-Falaq
dan Qul A'udzu bi Rabbin-Nas)-- kemudian jika dibaca satu ayat
lantas terurai simpulnya satu per satu ... maka ini adalah hadits batil
yang bertentangan dengan hadits sahih yang diriwayatkan dalam
Shahihain mengenai masalah ini, dan bertentangan pula dengan
riwayat-riwayat tentang turunnya kedua surat itu di Mekah. Hadits
Baihaqi itu diriwayatkan dari jalan al-Kalbi dari Abi Shalih dari Ibnu
Abbas, dan al-IQlabi ini ternrduh sebagai pendusta. Selain itu, diri-
wayatkan juga dari jalan yang lebih lemah lagi dari Ibnu Abbas, yaitu
Muhammad bin as-Saib.
Adapun riwayat Abu Nu'aim dalam ail-Dalail dari Anas yang
mengatakan: "Orang Yahudi melakukan sesuatu terhadap Nabi saw.
sehingga beliau menderita sakit berat, lalu sahabat-sahabat beliau
menjenguk beliau dan mereka mengira beliau sakit karenanya, lalu
Malaikat fibril datang kepada beliau menyampaikan surat al-mu'aw-
wiilzatain, kemudian beliau berta'awudz dengan kedua surat tersebut,
lantas beliau keluar menemui para sahabat dalam keadaan sehat",
maka hadits ini diriwayatkan dari jalan Abu fa'far ar-Razi, dari ar-

Sonacalah penjelasan lebih rlnci lag mengenai masalah ini dalam kitab al-Manar wa
al-Azhar. hlm.95-105.

146
Rabi' dari Anas, sedangkan keduanya (Abu fa'far dan ar-Rabi') ada-
lah dhaif. Dan dalam matan hadits itu tidak disebut-sebut tentang
sihir, tidak pula disebutkan bahwa sutat al-mu'awwiilzltoin turun pada
waktu im, Juga tidak disebutkan sesuatu pun yang tertera -dul"*
riwayat-riwayat Shahihain. Maka orang yang berargumentasi dengan
riwayat ini bahwa kedua surat tersebut tergolong madtniyyg\ (surat
yang diturunkan ketika Nabi saw. sudah di Madinah) ?qahh -afgu-
mentasi yang lemah. Yang benar, kedua surat itu adalah Makiyah
(diturunkan ai uetatrl sebagaimana diterangkan di_mula.
' Demikianlah perna*taan al-Allamah Sayid Rasytd Ridha rahima-
hullah mengenai hadits tersebut beserta takwilnya, sebagg,i gerka-
taan seorang yang alim, faqih, yang menempuh metode ahli hadits
yang andal, mengenaiprh dan u'dil (celaan dan pujian terhadap pe-
iawi1, syarh dan ta'lll (penjelasan dan penunjukan 'illdtnya).lni me-
rupa'tan perkataan imam yang muslih, yang sangat antusias untuk
membangun (umat dan agama), bukan merusaknya; YanE sangat
antusias t€rhadap taidid (pembaruan), bukan hendak berbuat sewe-
nang-wenan E; vanrmengerti kemuliaan salaf dan tidak mengingkari
hak khalaf (generasi belakangan). Yang,menentang pendapat guru-
nya (dalam persoalan ini) dan membela ser[a menegaskan rasa cinta
din [rormatnya kepada Rasulullah saw.. lni merupakan keadilan dan
keinsafan. Maka mudah-mudahan Allatr meridhai Syekh Rasyid dan
membalas perjuangannya terhadap Islam dan umatnya dengan se-
baik-baiknya, dan memberinya pahala atas semua ijtihadnya, yang
keliru atau yang benar, dengan satu pahala atau dua pahala. Amin.

12
KEDUDUKAI{ HADITII-HADIIS DAIA'I KITAD
AI.HAIAI. U/AI--HARATI
Pertanyaan:
Ada sebagian orang yang mengatakan batrwa Ustadz sengaja ber-
pedoman pada rradits-hadits dhaif dalam kitab Ustadz, al'Halal wal
Haramfil tsiam, yang terkenal ihr, sebagaimana dituniul*an oleh karya
Syekh Nashiruddin al-Albani, Gluyatul Maram fi Tohhriii Ahadits al-
ialal wal-Haram.Dalamkitab tersebut beliau menghukumi lemah ter-
hadap beberapa buah hadits. Sudah kita ketahui bersama bahwa

147
hadits-hadits dhaif --walaupun banyak orang yang memperbolehkan
menggunakannya_ untuk failhailul a,mal dengan syarat-syarat ter-
tentu-- tidak boleh digunakan untuk berhuifah dalam menetapkan
hukum dan masalah halal dan haram.
4pltut, Ustadz mempunyai {asan atau penafsiran terhadap hal
ini, lebih{ebih kitab rJstadz telah demikian menyebar ke seluruh
dunia sehingga kalian tersebut sudah barangtentu dapat mengacau-
kan sebagran pembaca dan peminat kitab ultadz. oan manhaj
1me-
tode) apa yang Ustadz gunakan dalam menyusun kitab itu dan'me-
milih hukum-hukumnya?

Jawaban:
Pertama: saya memuji Allah Ta'ala yang telah memberi taufiq
(pertolongan) kepada saya sejak awal kehidupan berpikir dan dak-
wah_saya untuk membangun mgnhaj moderat yang didasarkan pada
y_ang adil dan lengkap (komprehensifl, jauh dari sikap
.pa1dgryfl
berlebih-lebihan dan menyepelekan.ltanhal ini terair saya jelaskan
dalam mukadimah kitab al-Halal wal Haram terbitan pertama, seba-
gian di antaranya saya kutipkan berikut ini:
"Tampaknya persoalan halal dan haram untuk petama kalinya
amat mudah, tetapi pada kenyaaannya sangat sukar. para pengarang
pada masa-masa yang lalu maupun belakangan ini belurnadi yang
menulis secara khusus persoalan tersebut. akan tetapi, penulis sen-
diri menjumpainya berserakan dalam beberapa masaiatr Rqitr islami
serta dalam beberapa kitab tafsir dan hadits Nabawi."

Metode yang Digunakan detem al-Halal wal-Haram


Selanjutnya, persoalan seperti ini mendorongpenulis untuk mem-
-
batasi.p.andangal penulis sendiri terhadap berbagai urusan yang di-
perselisihkan hukumnya oleh ulama-ulama kita terdahufu ddn di-per-
selisihkan pula oleh para ahli hadits mengenai hukum dan'ittat-nya.
. lntuk menguatkan salah satu pendapat terhadap lainnya mem-
butuhkan ketenangan, pelan-pelan, pembahasan yang panjang, dan
pengkajian yang dalam, setelah si pembahas mimuinitan ni-atnya
semata-mata karena Allah demi mencari kebenaran dengan mencu-
rahkan segenap kemampuannya.
Saya amati sebagian besar pembahas dalam persoalan-persoalan
seperti ini terpilah menjadi dua golongan:
, Golongan pertama: mereka yang matanya mudah terbelalak oleh
kemajuan peradaban Barat, merasa kagum dan_ takut kepada "ber-

148
hala besar" ini,lantas disembahnya, diberi korban, dan mereka ber-
diri di hadapannya dengan menundukkan pandangannya serta me-
rasa rendah dan hina. Mereka adalah golongan yang meniadikan
prinsip-prinsip dan tradisi Barat sebagai tolok ukur yang harus di-
terima dan tidak boleh ditentang atau dibantah. IQlau ada bagian
yang sesuai dengan Islam maka mereka bersorak kegirangan dengan
bertahtU dan bertakbir. Namun jika ada bagian atau hal yang berten-
tangan dengan Islam maka mereka berusaha untuk mengompromi-
kan dan mendekatkannya, atau mencari-cari alasan untuk membe-
narkannya, bahkan menakwilkan dan memalingkannya, seakan-
akan Islam diwajibkan tunduk terhadap peradaban Barat, filsafat,
dan tradisinya.
Itulah yang saya temukan dalam pandangan-pandangan mereka
tentang sesuanl yang diharamkan Islam, misalnya kailaq tentang
patung, yaanashiib (lotere), bunga bank, berkencan (berkhalwat) de-
ngan wanita yang bukan mahram, penyimpangan wanita dari ke-
wanitaannya, serta mengenai lelaki memakai emas dan sutera.
Begitupun dalam pembicaraan mereka mengenai sesuail yang
dihalalkan oleh Islam, seperti alak dan poltgami. Seakan-akan yang
halal itu menurut mereka ialah apa yang dihalalkan oleh Barat, dan
yang haram ialah apa yang diharamkan oleh Barat, mereka lupa
bahwa Islam adalatr kalimat Allah, dan kalimat Nlah irulah yang
senantiasa tinggi kedudukannya. Dia itu diikuti, bukan mengikuti:
tinggi dan tidak dapat diungguli. Maka bagaimanakah Rabb akan
mengikuti hamba-Nya, dan al-Ktraliq (Sang Pencipta) akan tunduk
kepada hawa nafsu makhluk?
"Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nalou merc*a pili bina'
*lah Ingit dan bumi ini, dan *mua ltang ada di dahmqn.... " (al-
Mukmtnun:7I)
*futu-*ktfimu a&yangmenw'
"Katakanlah: 'Apalah di antan
iuki kepda kefunann? Ihtalranlah: 'Nlalrlah yng menuniuki
kepada kebenatan.' Malra apalrah orang'onng ltang menuniuki
kepda kefunann itu lebih furhalc diiktti ataukah onng W8
tidak dapat memtui rr,runiuk keanali @ila) dibti petuniuk?
Mengap kamu (beftwt demikian)? mgnna*an lcamu meng-
ambil keputu*n?" (Yunue: 55)

Golongan kedua: orang-orang yang bersikap kaku dan beku ter-


hadap pendapat-pendapat tertentu mengenai masalah halal dan

149
haram, karena mengikuti nash atau ungkapan yang ada dalam suatu
kitab, yang mereka kira itulah Islam lang sebenarnya. Dalam hal ini
mereka tidak mau beraniak dari pendapat tersebut walau seufung
rambut pun, dan tidak mau berusaha mengufi dalil-dalil mazhabnya
atau pendapatnya. Mereka juga tidak mau mempertimbangkan dan
membandingkannya dengan dalil-dalil atau argumentasi pihak lain
untuk memperoleh kebenaran setelah membandingkan dan meneliti-
nya.
Apabila dianyakan kepada mereka tentang hukum musik misal-
nya, atau hukum nyanyian, hukum canrr, hukum mengafar wanita
atau wanita mengajar, dan hukum wanita menampakkan muka dan
kedua telapak tangannya, maka jawaban yang paling mudah melun-
cur dari mulut mereka ialah perkaaan 'haram'. Dalam hal ini mereka
lupa adab ulama salaf yang tidak berani mengatakan "haram'kecuali
terhadap sesuanr yang sudah diketahui keharamannya secara qath'i.
Sedangkan terhadap persoalan selain itu mereka hanya mengatakan
"kami benci" atau "kami tidak suka" atau ungkapan-ungkapan lain
yang seperti itu.
Saya berusaha untuk tidak menjadi salah seorang dari kedua
golongan tersebut.
Oleh karena itu, saya tidak rela untuk agama saya jika saya men-
jadikan bangsa Barat sebagai sembahan, set€lah saya mengikrarkan
ridha bermhankan Allah, beragama Islam, dan mengakui kerasulan
Nabi Muhammad saw..
Saya pun tidak rela untuk akal saya, jika saya bertaklid kepada
mazhab terrcntu dalam setiap keputusan dan masalah, baik salah
maupun benar. IQrena seorang muqallid --sebagaimana kata Ibnu
lauzi-- "tidak menaruh kepercayaan terhadap yang ditaklidinya, dan
taklid itu berarti mengabaikan manfaat akal, karena akal itu dicipta-
kan untuk berpikir dan merenung, dan amat buruklah orang yang
diberi pelia untuk menerangi idan tetapi justru pelita itu dimatikan
sementara iff dia rela berjalan dalam kegelapan."at
Memang, saya tidak berusaha untuk mengikatlan diri dengan
mazhab fiqih tertentu yang sudah terkenal di dunkr Islam, sebab
kebenaran ihr tidak mungkin dapat diliput seluruhnya oleh satu maz-
hab, sedangkan imam-imam mazhab yang meniadi panutan sendiri
tidak pernah mendakwakan dirinya ma'shum (terpelihara dari ke-
salahanl. Mereka hanyalah para mujtahid yang berusaha memperke-

8lTolbig rblis, hlm. 81.

150
nalkan kebenaran; jika mereka keliru maka mereka mendapatkan
satu pahala, dan jika benar mereka mendapatkan dua pahala.
lmam Malik berkata:

'#i$:Itr\*+5(bK4#$1
lie*frtagT
"Tiap-tiap orang boleh diambil perkataannya dan boleh diting-
galkan, kecuali Nabi saw.."
Sementara itu Imam SYaf i berkata:

-
1-i6-liys'1ruiff;,syh€"s
"-153Jr!'{$a:t
"Pendapatku benar tetapi mungkin fuga mengandung kesalahan,
dan pendapat orang lain salah tetapi mungkin iuga mengandung
kebenaran."

Tidak layak bagi seorang alim muslim yang mempunyai sarana


atau kemampuan untuk menimbang dan mentariih, rctapi ia menjadi
tawanan bagi sebuah mazhab, atau tunduk patuh kepada pendaplt
seorang ahli fiqih tertentu. Maka yang wajib bagtnya ialah menjadi
tawanan bagi hul;ah dan dalil. dengan demikian, apayang lelah sah
dalilnya aan mai nqlahnya, itulah yang lebih utama dan diikuti; dan
yang dtraif sanadnya dan lemah hujjahnya maka ia harus ditolak
inesli siapa punyang mengatakannya. Imam Ali r.a. pernah berkata:

}€(W;.flLF,,;rp;]]yElr.s$<
){-Kr
"fanganlah engkau mengenal kebenaran itu karena tokohnya,
tetapl tenatilah kebenaran itu sendiri niscaya engkau akan tahu
siapa ahlinya."
Kedua: saya panjatkan puii kepada Allah dengan puji-Nya yang
banyak, bagus, dan penuh berkah, sesuai dengan keluhuran-Nya
dankeagungan kekuasaan-Nya, banyaknya nikmat-Nya yang tidak

151
dapat saya hitung, dan tidak dapat saya mensyukurinya dengan
sedikit pun r.rsa syukur.
9i lntara nikmat yang diberikan Allah itu ialah dapat diterimanya
kitab-kitab saya oleh kaum muslim di mana saja.lni merupakan
karunia Tuhan png diberikan kepada sala dan kebaikan-f.Iya kepada
diri saya, Maha Berkah nikmat-nikmat-Nya dan tUaha Suci nama-
Nya, sehingga kitat saya al-Halalwal-Haramyang diterbitkan dengan
berbahasa Arab (bukan teriemahan) telah mengalami cetak ulang
sekitar empat puluh kali. Hal ini disebabkan kiab tersebut diceta[.
dan diterbitkan di beberapa tempat, yaitu di l(airo, Lebanon, Aljazair,
Maroko, Kuwait, dan lainnya. Belum lagi yang diterjemahkan ke
dalam bahasa lain, seperti Turki, Urdu, Malaysia,Indonesia, persia,
Bengali, Malibari, Suwahali, Inggris, |erman, Cina, dan lainnya.

Mentakhrtf Hadlts Kttnb Int Berard Menghormadnya


Kedga:Tidakdiragukan lagi bahwa uhhrii (lajian) yang dilakukan
al-Allamah Syekh Nashiruddin al-Albani --twfiitza-huttatr-- terhadap
hadits-hadits yang terdapat pada kitab saya, al-Halal wal-Haram, me-
rupakan semacam penghormatan terhadap kitab tersebut beserta
pengarangnya. [Ilama-ulama hadits sefak dahulu tidak pernah men-
takhrij hadits yang terdapat pada kirab-kirab yang tidak bermuru,
mereka hanya mentakhrii kitab-kiab yang mempunyai bobot ilmiah
serta t€rmasyhur di kalangan ahli ilmu dan masyarakat umum.
Karena itu, kita menjumpai orang seperti al-Hafizh az-Zaila,i
mentakhrii hadits-hadits dalam kitab al-uidayah fil Fiqhi al-Hanafi
dalam kitab Ncstrbur Rayah, mengingat kedudukan dan masyhurnya
kitab tersebut di kalangan ulama Hanafi. Demikian juga al-Hafizh
Ibnu Haiar mentakhrii al-Hituyah danFathhul'Aziz, atau ar-Raf i me-
lalui karyanya asy-Syarhul Kabir mentakhrii kitab at-Wajiz karya al-
Ghazali yang memuat fiqih Syafi'i. Begtu pula kitab Ibnu Hajar yang
sangat terkenal yang berjudul Talhhishul Khabir, demikian pula takhrij
beliau terhadap kitab al-Kasysyaf l<aryaaz-Zamakhryari. Contoh lain-
nya lagl ialah yang dilakukan al-Hafizh al-'Iraqi dalam mentakhrii
hadits-haditg lhya' IJlumuihin Y,arya al-Ghazali. Dan kitab-kitab lain
lagi yang terkenal di kalangan para ahlinya.
Oleh sebab itu saya merasa gembira jika seorang ahli hadits yang
terkenal, yaifu Syekh al-Albani, sejak lama menaruh perhatian untuk
mentakhrii hadits-hadits dalam kitab saya al-Halal wal-Haram dan
kitab Uusykilatul Faqri wa Kaifu'Aalajaha al tslam, sebagaimana beliau
telah mentakhrii hadits dalam kitab Fiqhus-Sirah laryra da'i Islam besar,

t52
Syekh Muhammad al-Ghazali.
Saya telah mengetahui kitab Syekh al-Albani yang berjudul
Ghayitul Maram khuiusnya mengenai pendhaifan beliau terhadap
beberapa hadits.
Dalam hal ini saya hendak memberikan beberapa c:;tatan penting
sebagai tanggapan:

Menyebu0can Beberaln Hadtts untuk l[enambah Kemantapan'


Bukan Menfadlkannya sebagat Huffah
Pertrama: bahwa saya mengemukakan beberapa hadits dhaif ada-
lah dengan maksud untuk menambah kemantapanatau untuk mene-
nangkai hati, bukan menjadikannya sebagai huiia!,-dan bukan pula
menJadikannya sebagai acuan satu*satunya dalam ber-istidlal
(mengambil keputusan hukum).
Oleh karena itu, banyak sekali hukum yang telah tsabit (sahltetap)
berdasarkan dalil-dalil iain yang diambil dari nash-nash yang sahih
atau kaidah-kaidah yang t€lah diakui, kemudian dibawakan hadits
di'sini -meskipun dhaif-- untuk lebih memantapkan hati sebagaimana
yang saya ffi-takan. Dan sepengttahuan saya, tidak seorang pun
Lhma terdahulu yang tepas dari hd ini.
Barangsiapa yang-membaca kitab-kiab syekhut tslam lbnu Tai-
m[nh aan'miriOirla,-tnul Qalyim, niscaJa ia akan meniumpai banyak
selat tral ini. Bahkan Imam Bukhari sendiri yang terkenal begitu
ketat menolak hadits dhaif, menyebutkan di dalam al-Jami' ash-shahih'
nya beberapa hadits mu'auaq (yangtidat disebutkan rentetan sanad-
nila) y"ng dhaif, yaitu yang diriwayatkan dengan tidak mengguna-
l<ai tigt ot iozm (memastikan), seperti dengan menggunakan perkata-
an: "di=ka6kan ... ", "diriwayatkan ... " " disebutkan, " dan sebagainya.
Inilah yang kadang-kadang saya lakukan. Oleh karena itu jika sap
membawikan suatu hadits, misalnya 3U'tfC-ltirgY! Y:J
(Yang bersihlah, karena sesungguhnya Islam itu bersih), maka hadits
ini -lmeskipun dhaif-- tidaklah dimaksudkan untuk menetapkan
hukum, karLna masalah kebersihan itu sudah sah ber(Srsarkan ayat-
ayat Al-Qur'an yang muhkam fielas hukumnya) dan Sunnah.

Tahapan Takltd kepada Ulama Terdahulu


Kedua: memang ada beberapa hadis yang saya sengaja meng-
ikuti pengesahan atau penghasanan yang dilakukan ulama-ulama
hadits terdahulu dan para fuqaha Sunnah, dan saya akui bahwa saya

153
tidak membantah apa yang mereka lakukan itu, bahkan saya meng-
ikut saja kepada mereka dan saya nukil hasil penelitian mereka itu.
Dan memang tidak aneh jika seorang ahli ftqih mengambil dari ahli
hadits (akan hadits yang telah mereka sahkan atau hasankan),
karena tidak ada seorang alim pun yang ilmunya meliputi semua
cabang ilma @ll- round).
Dalam hal ini, kadang-kadang 'illat (cacat) suatu hadits yang di-
temukan oleh orang belakangan, tersembunyi bagi orang dahulu. Hal
ini menunjukkan bahwa sebenarnya banpk sesuatu yang ditinggal-
kan oleh generasi terdahulu untuk (dilerialran) generasi belakangan.
Misalnya, saya sengaia menerima penghasanan al-nafizh tbnu
Hajar terhadap hadits berikut:

)L$Vlwryt$(,-)(jft-#
,Q*6{{$72{:arjfii-9-2fr_,1s
.,ry;r\6 5c)?.#363
"knngsiapa lang membiar*an angumm pada masa menuai
untuk menjuahrya kepda orang Yahudi atau Nasnni atau orang
ltang hen&Ir menjadikannlta khamar, maka *sungguhny dia
menempuh api neraka dengan sengaja.a2

Ibnu Haiar ini adalah "amirul mukminin' dalam bidang hadits,


dan iarang tandingannp dalam hafdan dan penguasaannp terhadap
hadits. Apabila saya atau orang selain saya bertaklid kepada beliau,
maka hal itu tidaklah terc*la; dan apabila sesudah beliau ada orang
yang mengungguli beliau, maka orang ini pun tidak ma'shum (seba-
gaimana beliau saw.).
-Saya melihat Imam ash-Shan'ani mensyarah hadits ini dalam
Subulus-Salam dan beliau diam atas penghasanan al-Hafizh. Begitu
pula yang dikatakan al-Allamah Shiddiq Hasan Khan dalam kitab ar-
Rauilhatun Nadiyyah, katanya: Sanadnya hasan sebagaimana dikata-
kan oleh al-Haffzh, dan hadits ini jrrga diriwayatkan oleh Baihaqi
dengan tambahan:

82ffadits ini disebutkan Ibnu Hajar dalam kiabnya Bulughul Maram min Aitillatil Ahham,
dan beliau berkaa: 'Diriwalatkan oleh Thabrani dalam al-Austh dengan isnad hasan."

154
WJ^i48'i'4W
Atau (meniual) kepda orang yang diketalrui akm meniadikanny
kltamat"
Dan hal inie3 diperkuat oleh hadits Abu Umamah yang diriwayat-
kan Tirmidzi bahwa Rasulullah saw. bersabda:

'it3'Us-Wi6V*@$iil;1
$5:'ifi35,'ii+fiG-y-#<Js'iL
"Janganlah l<amu meniual budak-budal< percmPuan yang penyanyi
dan iangn pula lcamu membelinya *rta iangan pula mengaiad
mereka. Tldak ada bailaya dalam memperiualbelikan merel<a, dan
harganya adalah haram."

Dalam kaitannya dengan perkara khamar ini terdapat beberapa


hadits. tmam Ualik meriwayatkan dari lbnu Umar bahwa beberapa
orang penduduk Irak berkata, "Wahai Abu Abdunahman, sesung-
guhnye kami membeli buah kurma dan anggur, lalu kami peras
untuti kami jadikan khamar, kemudian kami iual." Kemudian Abdul-
lah Ibnu Umar menjawab, "Aku persaksikan kepada Allah atas
kamu, dan kepada malaikat-mdaikat-Nya, serta kepada siapa saja
yang mendengar, baik dari bangsa jin maupun manusia: bahwa saya
iidak menyuruh kamu menjualnya, membelinya, memerahnya, dan
meminumkannya kepada orang lain, karena hd itu adalah kotor dan
merupakan perbuatan setan." Saya (Shiddiq Hasan Khan) berkata:
"Dan para ahli ilmu berpendapat demikian."e
na initatr yang menggoda saya untuk menerima hadits tersebut
secara taklid sebagaimana saya katakan sebelumnya, karena saya
masih dalam tahap taklid mutlak mengenai masalah hadits. Di samping
inr, saya baru mulai membicarakan masalah hadits dan keluar secara
parsial dari tawanan taklid ketika saya menulis kitab_riqhuz-zahat.
' Kemudian kita ketahui Syekh al-Albani menielaskan bahwa

SSYakni haramnya memperjualbelikan sesuatu yang dimaksudkan untuk kemaksiaan.


(Lihat, Nailul Authar, j$z 5,hlm. 174-175, terbian Syirkah Maktabah wa Mathba'ah Mush-
thafa al-Babi al-Halabi wa Auladuhu, Mesir; penl.)
84 ar -noraho*n Nadiyyah, 2: 99.

155
hadits tersebut sangat lemah karena salah seorang perawinya, yaitu
al-Hasan Ibnu Muslim al-Maruzi at-Taiir (seorang pedagangl.as
Imam adz-Dzahabi berkaa di dalam Mizatul t'fidal: "la membawa
kabar maudhu' (palsu) t€ntang khamar." Abu Hatim berkata: "Ha-
ditsnya menuniukkan kebohongan." Ibnu Hibban berkomentar:
Telah diceritakan kepada kami oleh al-Hasan bin Muslim at-Tajir.
Lalu disebutkannya hadits tersebut. Dan Syekh (al-Albani) me-
ngomentari penghasanan Ibnu Hafar tersebut dengan perkataannya:
"Ini adalah lrckeliruan yang tidak saya keahui dari mana sumber-
nya, karena ini adalah kekeliruan yang amat buruk.'
Yang saya herankan ialah al-Hafizh lbnu Hafar menyebutkan aI-
Hasan bin Muslim al-Maruzi ini --yang merupakan "penJrakit" hadits
tersebut-- lalu disebutkannya pula apa yang dikatakan lrlran adz-
Dzahabi ddam al-Mizan beserta perkataan lbnu Abi Hatim dan lbnu
Hibban deng;an persepsi yang keliru. Maha Suci Allah yang hanya
Dia sendiri yang Maha Sempurna.

Pendhallan oleh Syekh Albant Masth Mungkln lXdtskusilon


Kedga: Syekh al-Albani --menurut pandangan saya- adalah se-
orang ulama hadits yang termasyhur pada zafiurn kita, khususnya
mengenai bhhrij, ttntsiq, dan bdh'iJ. Namun demikian, tidak berarti
bahwa perkataannya dalam mensahihkan atau melemahkan suatu
hadits merupakan kata pamungkas. Sebab kadang-kadang ada pula
ulama sekarangyang berbeda pendapat danganrl,a dalam penilaian
terhadap suatu hadits, seperti Syekh al-Allamah Habibur Rahman al-
A'zhanri, Syekh Syu'aib al-Arnauth, Syekh Abdul Faah Abi Ghadah,
dan lainnya.
Dan tidaklah aneh jika mereka berbeda pendapat dengan al-Albani
sebagaimana beliau lebanil berbeda peniapat iengan-tokoh-tokoh

8s,t!-ffaitsaml
menyebutkan hadits tersebut dalan Maima'uzZawaid dan dinisbatlonnya
kepada ath-ltabnni drlrm at-Ausarh, dan beliau berkaa: 'Di dalam sahadnp terdapat Abdul
xartun bin Abdul furtm. Abu Hatim berkaa; "Haditsnya menunJukkan kebohongan., (4 : 90)
Al-Haflzh al-Haitsami membatasi cacat hadits ini pada Abdul ltarlm saia. Dan at-llaffztr
Ibnu Harar menulls blognfi Abdul Karlm inl dalam Lisanul Mizan yang di dahmrryza bellau
menyebutkan perkataan Abu Hatim ini, kemudian berkata: "perkaaannya sclanjurya tidak
saya ketahui." Dan di dalam Tsiqat Ibnu Hibban disebutkan; 'Abdd farh bln Abdul frarim
al-Baiafi dari Abdullah lbnu Umar, )ranglabarah bln al-Mlgtrhs mgltrayatkan dadn'B adalah
lurus haditsnya.' Maka pada drahirnya yang dimaksud ialah dia (Abdul l(arim). Barangkali
yang diingkari Ibnu Hatim ialah sahabamya, )raitu fabarah, Dan inl diperkuat oleh perkaAan
Abu Hatim sebelumnya: "Saya ddak mengenalnya." (Lisa ul Mizdn,2t 256).

156
sebelumnya tentang beberapa hadits. Selain itu, kadang-kadan_g-se-
bagian ulima menggunakan manhaj yang bukan manhainy,a-da-lam
me-ntashih lmengesahkan) suatu hadits, seperti yang dilakukan
- Ahmad Muhammad
Syekh Syakir rahimahullah.
Oleh sebab itu, penetapan Syekh Albani tentang lemahnya (dhaif-
nya) suatu hadits bukan merupakan hujiah yang qath'i dan_sebagai
kaa pemutus. Bahkan dapat saya katakan bahwa Syekh-al-Albani
hafiziahutlq; kadang-kadang melemahkan suatu hadits dalam suatu
kiiab, dan mengesahkannya dalam kitab lain. Hal ini dapat saya buk-
tikan dari kaiian beliau mengenai hadits berikut:

K)6{it36fi#3#-#s41
q:9.(*'Ft?il"ffi$tw
-
r? 7i,S,is-q tA.G,Ng;li_,
'4't#6s#'8''qL\6
t {tl,-$Ljl,oL)
"Tidaklah snnng muslim membunuh wkorburungatau lainnya
dengan tanp hak, melainkan Nlah Aza wa Jalla al<an meminta
pertanggungjawafun kepadany." lalu ada yang bertanW, Wahai
Rasulullah, apakah halaya itu?" Jawab beliau, Taitu menyembe-
tihnya lalu memakannya, iangan memotong kepalanya lantas
membuangny.ab

Dan misalnya lagi hadits yang berbunyi:

*1ui$r6e ,ei;<?,4sffi6
UG 6fri), #,q, !!4V/'{ lti
o,V b.\ b.;,,; 1 7-4fu; iist d5 q;
S6Diriwayatkan oleh Nasa'i dan Hakim, dan beliau berkata: "sahih isnadnya dari hadits
Abdullah bin Amr." Hadits ini telah dilemahkan oleh al-Albani dalan takhrii al-Halal wal-
Haran, hadits nomor 47.

157
"knngsiap membunuh srnl<or furung dengan sia-si4 maka
burung itu akan berteiak 0aW0 kepda NIah pda hari kiamat
*ra)a berlrata: Ya Tuhanku, wunguhqta si tulan telah membu-
nuh ny *cafra sia-sia, tidah untuk mengambil nnntaahrya eidak
memantaatlrannlm).47

Saya menentang pendapat beliau ini dalam Ta,liq saya terhadap


kedua hadits tersebut di dalam kitab saya al-Muntaqa min at-Targhib wa
at-Tarhib dari karya Imam al-Mundziri. Dalam hd itu saya katakan:
Dari hadits Abdullah bin Amr, diriwayatkan oleh Nasa'i.
Dalam mentakhrij hadits:
,oJ.

(Barangsiapa yang diserahi jabatan hakim maka ia telah disembe-


Iih tanpa pisau), yang dianggap cacat oleh lbnu Jauzi, dikomentari
oleh al-Hafizh lbnu Hajar dalam at-Talhhish dengan perkataannya:
"Takhrij Nasa'i terhadap hadits ini cukup menjadikannya kuat."
Hadits ini diriwayatkan oleh Hakim dan disahkannya serta dise-
tujui (pengesahannya) oleh adz-Dzahabi (4: 233). Dan hadits ini
juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadnya nomor 6551, dan
diriwayatkan dengian lafal yang lebih singkatlagSpada nomor 6550.
Dalam hal ini Syekh Syakir berkata, "Isnadnya sahih."
Tetapi semua pendapat tersebut ditentang oleh al-Albani, lalu
beliau melemahkan hadits t€rsebut dalam takhrijnya terhadap kitab
al-Halal wal-Haram, disebabkan ada perawi yang bernama Shuhaib
bekas budak Ibnu Amir al-Hadza', dengan tuduhan bahwa dia (Shu-
haib) itu majhut (tidak dikenal). Tetapi Shuhaib ini telah disebutkan
oleh lbnu Hibban dalam ots-Tsi4at, dan al-Bukhari menulis biografi-
nya dalam al-Kabir, tetapi beliau tidak menyebutkan celanya. Abu
Hatim membedakan antara dia dan Abu Musa al-Hadza', maka dise-
butkannya data pribadi Shuhaib dan tidak disebutkan cacatnya, se-
dangkan mengenai yang kedua (Abu Musa al-Hadza') beliau (Abu
Hatim) berkata: "Ia tidak dikenal dan tidak diketahui namanya."
Sedangkan menurut ulama lain, kedua nama tersebut adalah satu
orang, yangterkenal dan diketahui namanya. Dan mengenai dia, ats-

SToiriwayatl..an oleh Nasa'i dan lbnu Htbban


dalam shahihnya dari hadits asy-syarid.
Dan hadits ini dilemahkan oleh Syekh al-Albani dalam takhdj al-Haltl wal-Haram (Ghayatul
Maran), hadits nomor 46.

158
Tsauri meriwayatkan dari Hasan bin Abi Tsabit, dari dia. Selain itu,
adz-Dzahabi juga mencatat biografinya dalam Mizanul I'tidal, lalu
beliau menyebutkan bahwa sebagian ulama menguatkannya, dan
Syu'bah meriwayatkan haditsnya, padahal beliau sangat ketat me-
ngenai perawi hadits.
- nadits tersebut
luga diriwayatkan oleh ath-Thayalisi di dalam
musnadnya (nomor 2279) dari Syu'bah dan Ibnu Uyainah, dan diri-
wayatkan pula oleh Baihaqi dari jalan ini dalam as-Sunan al-Kubra (9:
279), ad-Duimi dalam sunannya (22 84), dan al-Humaidi dalam
musnadnya (hadits nomor 587) dengan ahqiq Habibur Rahman al-
A'zhami.
Adapun mengenai hadits Syarid maka saya katakan: dia diri-
wayatkan dalamhn-Nasa'i (7: 2l9),tefiitan Mathba'ah Mishriyah di
al-Azhar; dalam Mawariiluzh Zham'an (nomor lO71),'Bab an-Nahyi
'an adz-Dz-abh li Ghairi Manfa'atin"; dan diriwayatkan juga oleh
Imam Ahmad (4:389).Hadits ini menjadi syahid (saksi/penguat)bagi
hadits sebelumnya, dan Ibnu Hibban telah mengesahkannya serta
diakui pula pengesahannya ini oleh al-Mundziri. Tetapi al-Albani
melemahkannya juga karena diriwayatkan dari ialan Amir al-Ahwal
dari Shalih bin Dinar, dengan tuduhan bahwa Shalih ini majhul dan
Amir itu dhaif karena hafalannla ielek Padahal,rang pertama (Shalih)
itu dimuat Ibnullibban dalam ats-Tsrqat (perawi- perawi tepercaya).
Dan al-Ajiri menukil dari Abu Daud yang menunjukkan bahwa
Muammar iuga meriwayatkan daripadanya dan memberinya hunyah
(sebutan) Abu Syu'aib, dan adz-Dzahabi tidak menyebutkannya
dalam adh-Dhu'afa (perawi-perawi yang dhaif).
Sedangkan yang kedua --yakni Amir al-Ahwal-- maka ia dile-
mahkan oleh Imam Ahmad. Dan an-Nasa'i berkata, "Dia tidak kuat."
Ibnu Ma'in berkata: "Dia tidak apa-apa." Sedangkan Abu Hatim ber-
kata: "Dapat dipercaya, dan tidak apa-apa (tidak tercela)." Ibnu Adi
berkomentar: "Saya tidak melihat bahwa riwayat-riwayatnya tercela."
Kemudian Ibnu Hibban menyebutkannya dalam deretan tabiin yang
tepercaya. Dan as-Saii berkata: "Kebenarannya mengandung ke-
mungkinan-kemungkinan, tetapi dia itu orang yang benar fiujur) . "88
Komentar-komentar ini kemudian disimpulkan oleh al-Hafizh Ibnu
Hajar dalam kitabnya, TaqributTahdzib, dengan perkataannya: "Orang
yang jujur tetapi kadang-kadang keliru." Beliau tidak menyifatinya

S8Tahdzibut Tahdzib

t59
sebagai orang )ang scrtng melakukan kekeliruan atau sangat relek.
Identiffkasi seperti lnt tidak mengharuskan haditsnya ditolak secara
mutlak, tetapi masih boleh diptlih. Dan ini pulalah yang dilakukan
oleh Imam Nasa'i yang telah berkata tentang dia 'dia tidak kuat",
tetapi beliau meriwayatkan hadits daripadanya dalam kitab Mujnba'
beliau, yang oleh para ahli dlkatakan: "sesungguhnya persyaratan
beliau (Nasa'i) tentang hadits ini leblh ketat daripada Abu Daud dan
Tinnidzi.' Dan adz-Dzahabt menyebutkannya ddam aith-Dhu'afa
dengan komentar: 'Dilemahkan oleh Imam Atrmad dan lainn)ra, tetapi
dianggap teryczp oleh Abu Hatim dan Muslim." selain itu, Imam
Muslim telah meriwayatkan haditsnya dalam shahihnya, apalagi
Ashhabus Sunan.
Anehnya, setelah itu saya melihat dalam kitab beliau (Syek'tr al-
Albani), Shahih dt-Targhib wat-Tarhh, juz 1, beliau menyebutkan hadits
Abdullah bin Amr itu dan menghukuminya hasan. rihat dalam kitab
tersebut hadits nomor 1084.
Demikian cepatnya perubahan iJtihad beliau dalam mengesahkan
dan melemahkan suatu hadits, sehingga terdapu perbedaan antara
cetakan pertama dan cetakan kedua kitab Stratritr al-Jami'ush-Shaghir wa
Ziyadatihi dan hiub Dha'if al-Jami'ush-Slwghir ua Ziyadatihi, sehingga ada
beberapa hadits png dipindahkan tempanrya antara kedua kitab ter-
sebut (dari sahih ke dhaif dan sebaliknya).
Xenyataan ini tidak disangkal oleh Syekh al-Albani. Beliau bah-
kan menyadariryra dan bert€rima kasih, karena beliau akan kembali
kepada kebenaran apabita mennng harus demikian. Misalnya,
dengan ditemukannya periwayatan lain untuk hadits tersebut, atau
merasa t€nang dan mantap hatinya terhadap seorang perawi yang
sebelumnla beliau ragulon, atau dengan tampaknya cacatfang buruk
dalam sanad hadits atau matannya, atau lainnya. Dengian demikian,
lapangan ini menerima iitihad dan perbedaan pendapat, yang dalam
hal ini kadang-kadang terdapat sesu,a[r yang diketahui oleh orang
yang "kelasnya" lebih rendah, yang terluput dari pengetahurn orang
yang utama.

Melemnhlan suafir Hadltc Ttdsk Menggugurkan Segala Sesuatu


yang Berkaltan Dengannya
Keempat: saya sering menukil hadits dalam membicarakan suaur
masalah hanya untuk menambah argumentasi, bukan menjadikan-
nya patokan, tetapi yang menjadi acuan dasar adalah ayat atau
hadits lain yang sahih atau hasan, atatu qa'dah kulliyah (kaidah

160
umum). Hadits (dhai$ yang saya bawakan itu hanyalah untuk
menguatkan dan men{ukung alasan yang t€lah ada, bukan menjadi-
kannya asas atau dasa/hukum.
Misalnya saja hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani yang ber-
bunyi:
-Ge,\$L{$ 5,i95
$g}';\3t
f^-3'"\;{tft3l*)lg376t"J:L
h,ifr;t$tf;-qr,\K6#
.tt3t'!#3{6,456
"sesungguhnya Nlah telah mewaiibl<an befunp k*niifun, maka
janganlah l<amu menyia-nyial<ann1a dan NIah telah menentul<an
bebenp futas, maka ianganlah l<amu melangaml'a; dan Nlah
telah mengfianmkan *suatu" mal<a ianganlah kamu melaktlcan'
rya; &n NIah telah mendianlran be[rr;np hal *fugai tanda
kasih-Ny kepfu kamu, Dia tidah lupa, mah iangmlah lramu
nnnPatincangfunryra"
Syekh al-Albani menghukumi hadits ini dhaif, meskipun lmam
Nawawi menghasankannya dan memasukkannya dalam rangkaian
hadits Arba'ii an-Nawawiyah yang terkenal itu. Namun, pendhaifan
yang dilakukan Syekh al-Albani ini tidak termasuk substansinya
bahwa "asal segala sesuatu itu adalah mubah'.
Maka hadislni tidaklah menjadi pokok acuan dalam menetapkan
kaidah tersebut, karena yang menjadi acuan kaidah ini adalah ayat-
ayat muhhamat (yangjelas hukumnya) dan hadits-hadits yang tidak
diragukan lagi kesahihannya, seperti hadits:

(wtg 16,Lf@4lJfiJgu
.(Kft'LT,KG(e
"Apa yang dihalalkan Nlah afulah halal, dan apyngdihanmlcan-
Nya adalah haram, dan ap lnng didiankan-W bnrti dimaat'
kan."

161
Maka lemahnya kedudukan hadirs (Daruquthni) di aas tidak
menggugurkan kandungannya, sebagaimana yang disalahpahami
-
oleh orang-orang )rang tergesa-gesa berpendapat dCmikian.
Dalam membicarakan suatu tema, seperti masalah penimbunan,
saya membawakan beberapa buah hadits yang mencela-penimbunan
beserta pela-kunya. Yang menjadi pokok di sinlialah hadits yang diri-
wayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi:

4;e*;193.*
Tidak menimbun kecuali orang Wng brsalah (brfusa)."
Maka tidaklah berbahaya jika setelah itu disebutkan beberapa
buah hadits yang di antaranya ada yang lemah, seperti:

5rayj"'6tft)(#.;,txu:x:fZr6;
Li'^\'iG{)r"ut
"knngsiap menimbun mal<anan (ketil<a maryankat xdang
membutuhknnya) *lama empat puluh hari, maka dia telah lepas
(hubunganny) dari Ntah dan Ntah pun leps daripadanya."
Hadits yang dianggap lemah oleh Syekh Albani ini dihasankan
oleh al-Hafizh lbnu Hajar dalam Fathhul Bari dan dalam al-eaul al-
Musaildad fi adz-dzabbi an al-Musnad, {an dinukil oleh Imam Suyuthi
dalam al-I-a ali' al-Mashnu'ah.

Melemahkan Sanad atau Lafal Suatu Hadits Tidak Berarti Mele-


mahkan Matannya
Kelima: kadang-kadang Syekh al-Albani melemahkan suatu
hadits dengan lafal tertentu, tetapi maknanya sahih atau hasan
dengan menggunakan lafal lain, atau yang diriwayatkan oleh
mukhanij lain, atau dari sahabat lain. Hal ini kadang-kadang diisya-
ratkan (ditunjukkan) oleh Syekh Albani sehingga pembaca dapat
meng€tahuinya --tetapi kadang-kadang ridak ditunjukinya. Misal-
nya hadits nomor 347 (dalam Ghayatul Maram) yang menceritakan
bahwa Nabi saw. meminta perlindungan kepada Allah dari utang
seraya berdoa:

162
#5,rlrsr l$t Lrq'?;' Ot'Fb,
'J<Ti
'Ya NIah, *sungguhny aku berlindung kepada'Mu dai lilitan
utang dan dari tekanan orang lain."

Syekh Albani menghukumi hadits ini lemah, dari hadits Abu Sa'id
al-Khudri yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Orang yang berhenti
pada kata-kata dhaif dalam takhrij Syekh Albani, pasti ia mengira
bahwa ketetapan Syekh Albani ini sudah final, padahal pada akhir-
nya beliau mengingatkan bahwa hadits tersebut adalah sahih, diri-
wayatkan oleh Bukhari dari Anas dengan susunan redaksional yang
berbeda, katanya: Saya mendengar Rasulullah saw. sering membaca
doa:
2,/( /
'/,
#fui?$;ArG6\\g;.rr,{e(
*t;i_-t(M#rsHG.#E
vJ'
Ya, Nlah, resungguhnya aku berlindung kepada'Mu dad kesu-
sahan dan kesedihan, dai kelemahan dan kemahan, fud bakhil,
pengecut, dililit utang, dan dari tekanan orang hin."

Begitu pula ketika mentakhrij hadits nomor 374beliau menukil


hadits:

gA';#r7q';;'ey:&r
'Ya Nlah, resungguhnp aku berlindung kepda-Mu dai kesushan
dan kesedihan."

Dalam mentakhrij hadits ini beliau berkata: "Sahih." Kemudian


beliau menjelaskan bahwa hadits ini sahih menurut riwayat Bukhari,
bukan dari periwayatan Abu Daud. Dan hadits ini merupakan bagian
dari hadits di atas.

163
PekerfaanAhlt Hadtts rrnn Ahll Dlqlh
Keenam: bahwa Syekh Albani tidakhanya ahli hadits, yangcuma
menakhrij hadits dan menetapkan kedudukannya, mengesahkan,
dan melemahkannp, lantas selesai perannya. Tetapi beliau adalah
seorang tokoh )rang mempunyai banyak pandangan dan fiqihnya
yang khuzus. Hal ini tampak dalam takhriinya, sehingga mau tidak
mau beliau ikut campur dengan pendapat beliau dalam masalah
hadits yang dialihriinya itu, seperti komentar beliau terhadap penda-
pat penulis yang beliau anggap kuat dan beltau setujui, atau beliau
menganggap pendapat beliau yang lebih krrat 6nng berbeda penda-
pat dengan penulis). Misalnya yang beliau lakukan terhadap nrasa-
lah "nyanyian dengan alat musik dan tanpa alat musik'. Campur
tangan beliau dalam masalah ini lebih dekat sebagai pekerfaan ahli
fiqih daripada ahli hadits. Seandainya saya mau menjawab komentar
beliau atau menyanggah pendapatbeliau, niscaya sayaperlu menyu-
sun sebuah kitab tersendiri yang membahas tema tersebut dengan
mendiskusikan dalil-dalil orang yang memperbolehkan dan yang
mengharamkannya, serta memperkuat pendapat yang saya pandang
dalilnya lebih kuat dan lebih tepat. Dan saya akan melakukannya
iilta Allah memberi kemudahan untuk itu.
Demikianlah beberapa catatanpenting dan lazim atas takhrii ahli
hadits Syekh Nashiruddin al-Albani, atas kelebihan beliau )rang tidak
dapat dipungftiri, yil8 saya taruh di hadapan orang-orang yang
membaca kitab beliau dan mempetanyakan hadits-hadits yang
beliau lemahkan.
Allah memftrmankan kebenaran, dan Dia pulalah yang memberi
petun uk ke jalan yang lurus. o

164
BAGIAN II
SEPUTAR USHUT
DAN QAWtrtD
I
BOLEHKAH }TENGAUALKAN
SESUATU YANG BERTEMAT{GAN
DENGAN IUUZTIAB EITTPAT?

Pertanyaan:
Kurang lebih tiga puluh tahun lalu, dalam majalah Nurul hlamEe
pada rubrik "Fiqhilyah' yang memurt masalah lcharibul Ahkam"
(Hukum-hukum yang Aneh), terdapat peranyaan menarik dari
sebagian pembaca. Pertanyaan tersebut berbunyi: apakah boleh
mengamalkan hukum-hukum yang aneh ini, meskipun bertentangan
dengan maztrab yangdiridhai pembaca dan imamnyamenjadi ikutan
(taklid)?
Dalam hukum-hukum tersebut tcrdapat pendapat yang berten-
tangan dengan nnzhab empat )trng mu'tonud Nlakabagaimanal€h ttad
alan merasa t€nang mengamalkan pendapat (hukum) tersebuf,? Dan
apakah panas maialah nasional yang umum ini menyebarkan se-
macam pendapat yang aneh-aneh serta menimbulkan polemik di
antara pembacanya, sementara maialah ihr sendiri menyerukan per-
s:ltruln, persaudaraan, dan keharmonisan?

Jaat&an:
untuk meniawab pertan)'aan ini, sudah selayaknya bagi setiap
pembaca, yang menaruh perhatian terhadap unsan agamanya dan
hendak mencari kebenaran murni, memperhatikan beberapa kaidatt
berikut ini.
I. Imam Muftahtd Banyak rumtannya
ltLazhab-mazhab fiqih Islam tidak hanya terbaas pada empat
mazhab sebagaimana dugaan orang selama ini. Imam-imam mazttab
in"r bukan hanya Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam SJnf i, dan
Imam Ahmad safa, tetapi juga imam-imam lain yang hidup sezaman
dengan mereka (keempat imam tadi) yang pedngkat tlmu dan ifti-
hadnya sama seperti mereka, bahkan mungkin jauh lebih pandat dan
lebih mengerti daripada mereka.
Imarn d-Iaits bin Sa'ad adalatr imam yang hidup sezarnan deryan

Egu"ia"t ini dikelola oteh ulama dalcwah dan para dosat di Unfuercltas al-Azlur.

167
Imam Malik. Imam Syaf i pernah berkata mengenai Imam al-Laits
ini, katanya, "IGlau saja tidak takut sahabat-sahabat Imam Malik
tersinggung sehhgga bertindak kasar kepada al-Iaits, dapat dikata-
kan bahwa al-laits ifi lebih pandai daripada Imam Malik.'
Di Irak terdapat Su$nn aJs-Tsauri yang tidak kalah martabatnya
dalam bidang fiqih daripada Imam Abu Hanifah. Dalam hal ini, Imam
al-Ghazali memasukkan ats-Tsauri sebagai salah seorang imam
yang lima dalam bidang fiqih. Lebih-lebih tentang keimaman beliau
mengenai ilmu As-Sunnah, sehingga beliau digelari'Amirul Mu'mi-
nin ftl-Hadits' (Amirul Mu'minin dalam bidang hadits).
Al-Auza'i adalah Imam negeri Syam yang tidak ada andingan-
nya. Mazhabnya t€lah diamalkan di sana lebih dari dua ratus tahun.
Di nqgeri tersebut adaiuga Ahlul-Bait seperti Imam Zaid bin Ali,
dan saudaranya Imam Abu fa'far Muhammad bin Ali al-Baqir, serta
putranya Imam Abu fa'far ash-Shadiq. Masing-masing mereka ada-
lah mujtahid mutlak, png diakui keimamannya oleh semua lalangan
Ahlus-Sunnah.
Selain itu, ada pula Imam ath-Thabari. Beliau seorang mujtahid
mutlak dan imam fiqih, sebagai imam dalam bidang Afsii, hadits,
dan tarikh. Mazhab beliau juga mempunyai pengikut, meskipun ke-
mudian musnah.
Sebelum Mazhab Empat muncul, juga sudah terdapat imam-imam
dan ustadz-ustadz bagi imam-imam mazhab itu, bahkan bagr syekh-
syekh mereka dan syekhnya syekh mereka, yang dapat dihinrng de-
ngan jari. Mereka merupakan lautan ilmu dan pelia peurniuk Siapa-
kah di antara pelaiar yang tidak mengenal Sa'id bin al- Musal5rab, al-
Fuqaha'us-Sab'ah di Madinah, Thawus, Atha', Sa'id bin lubair, Ikri-
mah, al-Hasan, Ibnu Sirin, asy-Sya'bi, al-Aswad, al-Qamah,Ibrahim,
Mirsrug, Makhul, Zuhn, dan lain-lain, yang semuanya adalah fuqaha
tabfin yang merupakan alumni 'madrasah sahabat" ridhwanullah
'alaihim.
Sebelum mereka (fuqaha ramantabi'in), juga ada fuqaha-fuqaha
sahabat yang merupakan alumni "madrasah nubuwwah' (kenabi-
an). Mereka adalah orang-orang yang menyaksikan sebab-sebab
turunn)ra Al-Qur'an dan sebab-sebab datangnya sua$ hadits.
Mereka paling iernih pemahamannya terhadap agama, dan patng
mengerti maksud Al-Qur'an, serta paling talru ililalah (petuniuk)
bahasa dan lafalnya. Siapakah yang tidak ahu kefaqihan Abu Bakar,
Umar, Utsman, Ali, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ubai bin
I(a'aD, Taidblrl. Tsabit, Mu'adz bin fabal, Aisyah, dan imam-imam

168
satrabat lainnya yang merupakan panutiur dan teladan. Bukankah
dengan mengituii dan menCladani mereka, seseorang akan menda-
pat petuniuk?

2. Imam Emlnt ddak Pernah Mengklalm Dlrhya Malsum


Imam Empat - seperti halnya imam-imam muiahld lainnya --
tidak pernatrhengldaim dirinya ma'shum (terpelihara dlti Aoq drn
kesalihan;, Aan tiaat ada seorang pun ulama yang berpendapat
demikian.'Yang benar, mereka adalatr muitahid-muitahid yang -men-
cari kebenaran dengan segala daya dan kemampuannya sebagai
manusia. fika mereka benar, mereka mendapatkan dua patrala; se-
dangkan iika salah, mereka mendapatlen satu pahda Kryenaitu'
merika adakalanya menarik pendapatnya ilan memilih penilapatlain
unfirk mengikuti dalil yang lebih ielas. Maka tidak aneh jika akhirnya
muncul beberapa riwayat (pendapaQ yang berbeda mengenai satu
masalah dari seorang imam.
Kita sudah mengetahui bahwa Imam Slaf i mernpunyai dramaz-
hab (pendapat), yaiff mazhab qadlm (pendapat lama) sewaktu
fetatldi Irak dan mazlrab farlld (pendapat baru) sewalcu beliau di
Mesir. Dan hampir-hampir setiap masalatr fiqih png pendng tcrda-
pat lebih dari satu fndabat dari Itnam Mdik dan Imam Ahmad. Bah-
iran rmam ebu nanifah menarik beberapa buah pendapatqra bebe-
rapa hari sebelum beliau wafat
Sebelumnya, Umar r.a. pernah memberi fanra dengan suatu pen-
dapat pada suanr atrun, kemudian memberi fatwa yang ffia pada
tahun berikutnya (dalam kasus /ang sama; penl.). IGrena itu, apa-
bila beliau ditanya mengenai hal itu, beliau meniawab, "Yang itu
menurut apa yang kami ketahui tempo dulu; dan yang ini menurut
- yang kami ketahui
apa sekarang.'
Sahabat-sahabat Abu Hanifah berbeda pendapat dengan beliau
dalam beratus-ratus masalah karena bermacam alasan, sepefti: dalil-
dalil yang tampak pada mereka, dtsar-atsar yang sampai kepada
mereka, atau karena kemaslahatan dan kebutuhan manusla yang
mereka ketahui sepeninggal imam mereka (lmam Abu Hanifah).
oleh karena itu, sebagian ulama Hanafi)rah sering mengatakan (me-
ngenai masalah-masalah khilafffh),, hi adalahperbedaan waktu
din masa saja, bukan perbedaan dalil dan bukti.'$
mtmam Ibnul Qayyim membuat pasal tersendiri datam kitabnya l7ao ntl Mra4pitlntmc-
ngenai'perubahan fatwa karena perubahan zaman". Sildtan bacal

169
Ketika Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah png terkemuka dan
paling utama, bertemu dengan Imam Negeri Hiirah, yaitu Imam Malik
bin Anas, dan beliau menanyakan lcepada Imam Malik tentang
ukuran sha' serta misalah unlef dan zakat sayur-mayur, Imam
Malik meniawab berdasarkan dalil fang di$niuki Sunnah mengenai
rnasalatr ini. S€felah mendengar iawaban tersebut, Abu Yusuf berkata,
"Aku kembali kepada pendapatmu, wahai Abu Abdillah; dan sean-
dainya sahabatku --yakni Imam Abu Hanifah- mengetahui apa
yang aku ketahui, niscaya beliau lcembali (menarik) pendapatnya
sebagaimana yang aku lakukan."
Demikianlah, kesadaran merupakan bttah dari pengetahuan yang
dalam dan ijtihad yang benar. Dan perkaaan para imam rahimahu-
mullah menguatkan hakikat (kebenaran) )rang nyata ini.
Imam Abu Hanifah berkata, "Ini adalah pendapatku, dan ini
sebaik-baik pendapatku. Maka barangsiapa yang mendatangkan
pendapat yang lebih baik, niscaya kami t€rima.'
Imam Malik berkata, "sesungguhnya aku hanyalah seorang ma-
nusia biasa yang mungkin benar dan mungkin salah; karena itu,
konfirmasikanlah pendapatku dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.'
Imam sJnf i berkata, "Jika t€rdapat hadits sahihpngbertenangan
dengan pendapatku, buanglah pendapatku le pagar. Dan iika Anda
melihat huijatr yang kuat di jalan, maka inrlah pendapatku.'
Perkataan lain yang cukup populer dari lmam Syaf i ialah: 'Pen-
dapatku adalah benar tetapi mengandung kemungkinan salah; dan
pendapat orang lain adalah salah tetapi mengandung kemungkinan
benar.'
5. lldak Ada Dalil yang Meuraflbkan Takltd kelnda Mazhab
Tertentu
Mengikuti suatu mazhab dan bertaklid kepada perkaaan imam-
nya tidaklah fardu dan tidak pula sunnah. Karena itu, perkataan "Se-
sungguhnya bertaklid kepada imam tertentu adalah waiib" merupa-
kan perkaaan yang t€rtolak. Ada tiga alasan yang memperkuat pe-
nolakan ini.
Pet-tama, rclah ditetapkan dalam Al-Qur'an, As-Sunnah, dan
iima' bahwa Allah SWf hanya memfardukan hamba-tumba-Nya
untuk menaati-Nya dan menaati Rasul-Nya. Allah ddak mewaiibkan
umat Islam untuk menaati seseorang kecuali Rasulullah saw.. Umat
Islam telah sepakat bahwa tidak ada seorang pun yang maksum
dalam semua perintah dan larangannya kecuali Rasulullah saw..

170
I(arena inr, diriwayattan darl lbnu Abbas, Attla', Mufahid, dan Maltk
bin Anas bahwa mereka pernah berkaa, 'Tidak ada seorang prrn
melairilran boleh ditertma dan ditolak perkataannya, lcecuali Rasulul-
lah saw..'
Demikianlah, mengikuti segala perkataall orang frang tidak
ma'shum merupakan kesesatan )rang nyata, karena sikap derntklan
inr menfadikan-kedudukan sang imam terhadap pengiku&ya sama
dengan kedudukan Nabi terhadap umatnya. Sikap seperd inimeng-
geser kedudukan ag:rma dan menyerupai sikap orang-omngNasrani
yang dicela oleh Allah dengan firman-Nya:
'Ma& maladihn orarrgonlrgalim &n ralrib'rahib mereka*'
Wi firlnn sehin Nhlt...."(at-Taubah: 5I)
Mereka disinyalir demikian inr karena mereka memauhi saja se-
gala sesuatu yarig dihalalkan dan diharamkan olehorang--orangaJim
Ian rahib-rahib tersebut, sebagimana pula diterangtan oleh Rasulul-
lah saw..
Kedua, para imam sendiri telah melarang orang bertaklid kepada
mereka, dan mereka tidak pernah beranggapan bahwamereka men-
qariatkan agama bagi manusiayangwafib dlikud. Bahkan, mereka
melarang orang lain mereka atau Perkataan
siapa ptrn anpa hufatr. Sttnak perkaaan Irnarn Syaf i inl:
'Petumpmaan oruq Wry menuntut ilmu bnp huiitth sryfii
onngqg mengufiil layt bakar p& malam twi. Ia membwa
rrli}art kayu bakar tetapi ia tidah talru hlwa di dalannm terdapt
ular yang siap memafulm1ta."

Imam al-Muzni berkaa pada permulaan Mtihhtaslur-nya, "S?Y?


meringkas inl dari ilmu Imam Syafi'i dan dari makna perkaaan
beliau, unhrk sap dekatkan kepada orangyang menghendaklnya --
dengan memperhatikan penegasan beliau yang melarang orang ber-
taHfu kepad; befiau dan kepada oranglain- zupaya orangtersebut
memperhadkanryra unnrk aganumla dan berhad-had unlrk dlrlnya.'
tiam atrmaa berkata, "fanganlah kamu bertaklid kepadaku,
ianpn bertaklid kepada Imam Malik, jangan berakltd lapada ats-
isauri, jangan bertaktid kepada al-Auza'i. tetapi ambillah darl mana
mereka mengambil."
I(ata beliau lag!, "Di antara tanda minlmnya pengetahun sese-
orangialah ia bertaklid kepada oranglain dalam urusan agamanya."
Abu Yusuf berkata, "Tidak halal bagi seseorang mengutarakan

t7t
pendapat kami sehingga ia tahu dari mana kami menetapkan penda-
pat itu."
Kedga, sesungguhnya taklid dan fanatik kepada mazhab itu me-
rupakan perbuatan bid'ah dan bertentangan dengan petuniuk salaf
serta tiga generasi pemula. Pengarang kitab Taqwimul Ailillah,yaitu al-
Allamah Abu zaid ad-Dabusi, berkata, "Orang-orang pada masa per-
mulaan Islam --yakni para sahabat, tabi'in, dan shalihin-- menetap-
kan semua urusan mereka berdasarkan hujiah. Mereka mendasar-
kannya pada Al-Qur'an, kemudian pada As-Sunnah, dan perkaaan
orang-orang sesudah Rasulullah saw. apabila huffahnlta t€pat Karena
itu, bisa saia seseorang mengambil pendapat Umar dalam suaht
masalah, kemudian ia menentangnya dengan pendapat Ali dalam
masalah lain. Dan di dalam syariat tidak ada mazhab Umar dan maz-
hab Ali, tetapi penisbatan urusan itu adalah kepada Rasulullah saw..
Mereka merupakan generasi yang disanjung Rasulullah saw. sebagai
generasi terbaik. Mereka memandang hujjah yang dikemukakan,
tidak memandang siapa ulamanya dan tidak pula memandang siapa
dirinya.
Tetapi ketika takwa telah sirna dari kebanyakangenerasi keempat
dan mereka malas mencari hujjah, orang-orang meniadikan ulama-
ulama sebagai hujjah dan mereka jadikan ikutan. IQrena itu, seba-
gian mereka ada yang menjadi pengikut Imam Hanafi, pengikut
Imam Malik, pengikut Imam Syafi'i, dan sebagainya. Mereka bela
hujjah karena tokohnya, dan mereka sandarkan kebenaran pada ke-
lahiran madnb tersebut.
Syekh d-Imam lzzuddinbin Abdus Salam berkata, "Orang-orang
senantiasa menanyakan kesepakatan para ulama tanpa t€rikat de-
ngan suzlhl mazhab dan tidak mengianggap munkar kepada orang
yang bertanya. Keadaan demikian itu berialan rcrus hingga muncul-
nya mazhab-rrazhab tersebut serta pentaklidnya yang fanatik.
IQrena itu, seseorang mengikuti saja kepada imamnya meskipun
mazhabnya jauh dari dalil. wtereka bertaklid kepada semuil Perka-
taan inuunnya, seakan-akan imam itu nabi utusan Tuhan. Sikap
seperti itr. Jauh dari kebenaran dan tidak ada seorang cendekiawan
pun yang meridhainya."
Oleh karena itu, wajiblah bagi seorang muslim apabila ia lcsu-
litan mendapatkan dalil tentang suatu hukum unark menanyakan
kepada ahlinya, dan tidak wajib aasnya berpegang pada mazhab ter-
tentu. Sebab, tidak ada sesuatu yang waiib melainkan apa yang di-
wajibkan Allah dan Rasul-Nya. Allah dan Rasul tidak pernah mewa-

172
iibkan seseorang unfirk meniadi pengikut Imam Hanafi, Imam
S)Ef i,
iau lainnya. rensyaratr kitib uLattamuts Tsubut berkaa, "Mewajib-
kan bermizhab Ueiarti mensyariatkan $n$ syariat yang baru.'et

4. Berbeda dengan Iman Bukan Berarlt Mencela t(sftnarnnryrya


Berbeda pendapat dengan Imam Mazhab Empat.(semua atau se-
bagian) UAat Uerirti mencela atau melecehkan lceimaman mereka.
fif,ak rirerendahkan kedudukannya dan tidak meremehkan leluasan
ilmunya, kebenaran iitihadnya, serta kesungguhannya dalam men-
cari lebenaran. nararipiapa 1'ang beranggapan setaliknya (belb9aa
pendapat deng;an imam berarti mencela), dia tidak rnengerti hakikat
dan sejarah umat.
Mencintai para uliama, menghormati, dan meniunjung- !ingd-k"-
dudukan mereka termasuk ketetapan agirma lslam. Syekhul lslam
Ibnu Taimiyah mengatakan dalam mukadimah kitabnyaraful'Mabm
'anil-Aimmttil-A'lam Sebagai berikut "Wajib bagi umat Islam, set€lah
set'ra kepada Allah dan nasul-ttya, untuk setia lcepada sesama muk-
min, sebagairnana dikatakan oleh Al-Qur'an, khttsusn5a kepadapan
utama yang merupakan ahli waris para nabi, dan yang telah dijadi-
kan o6h Alatr kedudukannya seperti bintang-bintangyang meniadi
pe$niuk arah dalam kegelapandarat dan laut, dan telah aisepakati
btetr rirnat Islam atas pettrniuk dan periwalannnya' Ihrena mereka
adalah khalifah-khdifah rasul pada umatnya dan yang mengfidup-
hiduplon sunnahnya )rang telah mati. Dengan merelqlah Af-Qur'an
t€gak, dan dengirn Al-Qur'an mereka berdiri; dengan lantaran
mireka Al-Qur'an berbicara, dan dengian lantaran Al-Qur'an mereka
berbicara ....'
Ibnul Qasim berkata, "Saya pernah mendengar Imam Malik dan
Imam al-Iaits berkata mengenai perbedaan pendapat para sahabat
Rasulullah saw.. Kata mereka, 'Tidak seperti kata orang, mengenai
masalah ini terdapat kelonggaran. Sel€li lagi tidak demikian; pen-
dapat inr boleh jadi salah dan bolehiadi benar.'Dan Imam Malikiuga
peinah berkata mengenai perbedaan pendapat diantara mereka itu,
;Ada yang salah dan ada yang benar, dan hendaklah Anda berii-
tihad.'"92

9ltilrat u"qoaimah Mwrantul MadzhdD oleh Prof. syekh syalEt dan Syekh Muhammad
as-sayis.
92tbnu Hazm, al-rhham ushulil-Ahhan, 6, 883.
fi

173
IQlau para sahabal yang mulia itu --menurut pandangan Imam
Malik dan Imam al-Laits-- bisa berbuat keliru dan risa ueriar penda-
patnya, maka bagaimana lagi pandangan Anda mengenai orang lainZ

5. IDnu Hazm Mengharamkan Taklid


SqVl tetah berusaha memilih ungkapan paling ringan mengenai
masalah t
!1i9, yakni ridak wajib dan uaat Sunnatr. retapi anianah
ilmu mewaiibtan saya untuk memberiahukan kepada pembaca apa
yang dikemukakan lbnu Hazm, seorang faqih yang kuht hujahnya.
Ia mengatakan, "Sesungguhlya taklid itu haram, dan tidak halal big
seseorang untuk mengambil pendapat orang lain selain Rasuluflal
saw. tanpa berdasarkan keterangan yang jelas. Alasannya sebagai
berikut.
a. Firman Allah Ta'ala:
E-,
'.qi--*iuw\;K;;&itiJ-cwi
"lkutilahap yng diturunl<an kepdamu dari Tuhanmu fun jangan-
Iah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin setain-Nya ...." (al-
A'raf:5)
"Dan apbila dikatakan kepada mereka, 'lkutilah apa yang telah
diturunkan Nlah,' mereka menjawab,'(fidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa tang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek
molang karni .... " (al-Baqarah : lZOl
Allah memuji orang yang tidak bertaklid:
"... sebab itu, ampaikanlah beita gembin itu kepada hamba-
hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang
paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang tetah di-
furi Nlah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempu-
nlrai akal." (az-Zumar: l7-lal
b. Firman Allah:
"... Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kemhlikanlah ia kepada Nlah (N-eur'an) dan Rasul (Sunnah-
nya), jil<a l<amu benar-benar beiman kepada Ntah dan hari kemu-
dhn." (an-Nisa': 59)
ladi,_kalau terjadi perselisihan pendapat, Allah ridak memper-
-kenankan untuk mengembalikannya kepada seseorang selain Al-

174
Qur'an dan As-Sunnah. Demikian pula, iika teriadi perselisihan,
diharamkan mengembalikan sesuatu kepada pendapat seseorang,
karena ia bukan Al-Qur'an dan bukan As-Sunnah.
c. Telah sah ijma' (kesepakatanl seluruh sahabat, seiak yang per-
tama hingga terakhir, ijma' seluruh tabi'in, dariyangawal hingga
terakhir, dan ijma' tabi'it tabi'in, dari yang pertama hingga ter-
akhir, yang mencegah dan melarang seseorang dari mereka atau
sebelum mereka, se@ra keseluruhan.
Hendaklah diketahui dan dimengerti oleh orangyang mengam-
bil semua perkaaan Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syaf i,
atau semua perkataan Imam Ahmad radhiyallahu 'anhum, atau
mereka yang tidak mau meninggalkan perkaaan orang yang
mengikutinya dari kalangan mereka atau dari lainnya untuk ber-
paling kepada pendapat orang lain, bahwa sikap demikian itu ber-
irti menentang ijma; seluruh umat seiak perfnulaan hingga ter-
akhir. Ia tidak mendapatkan untuk dirinya amal perbuatan yang
berlaku pada tiga masa terpuji itu. Dengan sikap tersebut, berarti
ia telah mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin.
Kita berlindung kepada Allah dari hal ini.
IQrena para fuqaha telah melarang bertaklid kepada mereka,
mala orangyang bertaklid kqada mereka berarti berbeda dengan
mereka.
Apakah yang menjadi kelebihan para imam hingga kita harus ber-
taklid lepada mereka? Apaloh mereka lebih utama daripada Umar
bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, hnu Umar, Ibnu
Abbas, aau Aisyah Ummul Mukminin r.a.?
IQlau diperbolehkan taklid, sebenamya orang-orang seperti yang
disebutkan terakhir itulah yang lebih berhak untuk diikuti daripada
lainnya.ee ;
Perkataan ini lebih pantas din{ukan lcepada ulama-ulama yang
telah membaca Al-Qur'an dan hadits, fiqih dan ushul fiqih, serta t€lah
mempelajari bahasa dan strukturnya, t€tapi mereka tidak berusaha
membahas, membanding, dan menyaring bermacam-macam mazhab
serta pendapat yang ada. Mereka hanfia ingin melestarikan kemalasan
dan kemandekan. fika ada orang yang berusaha mengadakan pemba-
hasan, menimbang, dan menarjih dari bedagai pendapat dan mazhab

93el-thko
Iushulit-Ahtan.

175
}ang semesdnya menadi nrgas dan siltdp orangalim-
mereka berkata, "Stop dulu! Siapakah Anda? Biarl<an manusia dalam
keadaannp seperd i[r!'Ialu, diperanginyalatr orang ior seakan-akan
dia memerangi kemunkaran.
Bagaimana jika untuk orang-orarg awam?
Saya tidak menerima pendapat Ibnu Hazm yang menetapkan
bahwa omng-orang awirm haram melakukan taklid" Mudatr-mudahan
saya dapat mendiskusikan pendapatnya inr pada kesempatan lain.

6. Keanelran Hukum Berstiat Relattf


Sezungguhnla keanehan suahr hukum itr sifatnya relaflf. Banfk
hukum yang dianggap aneh oleh suatu magyarakat, tetapi dipandang
masyhur oleh masyarakat lain. Banyak hukum yang dianggap aneh
pada suatu waknr, tetapi dapat dit€rima dan disukai pada waktu lain.
I(arena itu, keanehan suatu hukum tidak mutlak, sebagaimana ke-
mapanannya juga tidak mutlak. Ia bisa berubah karena perbedaan
t€mpat dan waktu, situasi dan kondisi.
Baiklah saya kemukakan beberapa contoh sebagai berikut.
Masyarakat yang mengaiari anak-anaknya beribadah menurut maz-
hab Syafi'i, mereka menganggap aneh dan ganfil terhadap kaum
yang melakukan shalat |um'at dengan tidak didahului shalat dua
raka'at sebelumnya. Sementara itu, masyarakat pengikut mazhab
Maliki memandang sebaliknya (mengganggap shalat qabliyah lum'at
itu aneh dan pnfil).
MasJrarakat Syaf i)rah menganggap gxniil dan sangataneh terha-
dap orangyang membaca al-Fadhatr (dalam shalaq tanpa membaca
'Bismillahirrahmaninahim', berbeda dengan golongan Malikiyah
yang ddak membaca basmalatr sama sekali. g=erbeih hgi deni,an
golongan Hanaftyah yang tidak men-jahar-kannya (tidak membaca-
nya dengian keras, hanya dengan perlahan).
Lingkungan maryarakat Syaf iyah menganggap aneh terhadap
shalat orang muslimyang set€lah menyenhrh perempuan tetapi tidak
benrudhu lagi, dan shalat orang yang terkena kencing atau tahi unta,
sapi, dan kambfuE, tetapi tidak mencucinya. Berbeda dengan masya-
rakat Malikiyah dan lainnya yang menetapkan batrwa semua bina-
tang )rang dagingnya boleh dimakan, kencingnya dan tatrln}ra adalah
suci. Bahkan mereka menganggap sangat aneh terhadap seseorang
yang melakukan shalat yang sebelumnya bersenurhan dengan anjing
yang basah. Ini pun berbeda dengan mazhab Maliki )rang mengang-
gap anjing itu suci ... dan lain-lain lagi.

176
Pada zaman sekarang ini kita meniumpai sebagian hukum yang
mulanya ditentang dan dianggap aneh oleh , bahkan
dibuang iauh-fauh, tetapi setelatr dipikir, ditimbang, dan direnung-
kan, tampak Jelas hujjahnya dan masyarakat secara umum merasa
cocok dengannya. Alasannya, hukum tersebut mendatangkan mas-
lahat dan menolak mafsadat. Alhasil, ia diterima set€lah ditolak dan
dianggap baik setelah diingkari.
Mi-salnya perubahan-perubahan yang menyangkut peraturan
keluarga yang dinamakan dengan al-ahwal asy-syakkhiyyah. Contoh-
nya, tidak latuhnya talak png digannrngkan, dan yang tidakdimak-
sirdkan untuk menghasut yang bersangkutan unfik melakukan se-
suatu atau tidak melakukan sesuatu, janrhnya talak tiga dengan satu
ucapan sebagai talak satu (talak tiga yang diiatuhkan sekaligus
hanya dihukumi sebagai talak satu), dan seperti undang-undang
tentlng wasiat wajibah untuk menyelamatkan anak-anak si ayah
yang telah meninggal dari keserakahan paman-pamannya dan
-penyia-nyiaan
kakek-neneknya. Pada mulany_a masyarakat mexg-
langgap-aneh terhadap hukum-hukum tersebut, tetapi kemudian
mereka menerima. oagaimana hukum itu tidak diterima, sedangkan
dasarnya diambil dari Al-Qur'an?
Sesungguhnya perkataan "aneh" itu tidak mempunyai batasan
t€rt€ntu. Iika yang dfunaksud dengan 'hukum aneh" itu adalah yang
bertentangan dengan pendapatiumhur ulama, maka Ibnu Hazm ber-
kata, "Kami berbeda pendapat dengiln Imam Abu Hanifah, Imam Saf i,
dan Imam Malik dalam beratus-ratus masalah, yang dikatakan oleh
masing-masing mereka, yang kami tidak mengetahui seo:ang pun
dari kaum muslim sebelumnya yang mengatakan demikian. Lalu
mereka merasa heran terhadap hal ini.x

7. Tidak ada Kel,az:lman antara Kebenaran dengan Kemasyhuran


Pendapat
Kebenaran tidak menjadi kelaziman (keharusan) bagi pendlpat
yang masyhur dan kekeliruan juga bukan menjadi keiaziman bagi
-penAapat
yang aneh. Kebenaran dan kekeliruan menurut ulama-
utama muhaqqiq tidak mengikuti kemasyhuran dan keanehan.
Banyak hui.uin 1,ang sudatr masyhur (terkenal), tntapi setelah di-
disliusikan ternyata ddilddilnya rapuh atau lemah, dan sebaliknya

4r' s4 or-r^r*, n Ushutil-Ahtara, 535.

177
pyvak pula hukum yang diangap aneh tetapi mempunyai dalil yang
jelas.
9.-tg muslim yang menaruh perhatian terhadap agama wajib
menjadi_tolok ukur untuk mengetahui kebenaran dlngn kuatnya
hujj$ dan ketepatan dalilnya,- bukan berdasarkan femasyhuran
pendapat atau banyaknya orang yang berpendapat atau bermazhab
kepadanya.
Italau y-ang menjadi tolok ukur kebenaran ialah mengikuti yang
.
dominan kepercayaan golongan terbanyak, niscayitslam me-
-dan
rupakan kebatilan di tengah-tengah agama:agama atau isme-isme
yang y9ry dan menyesatkan yang pengikutnya-sampai beratus-ratus
juta (bahkan bermiliar-miliar; peni.). A[ah berfirmin,
"Dan *fugian fur manusia tid* biman walaupun hmu angat
menginginl<ann1aa. " (yusuf : I OB )
"Dan jika l<amu menuruti kebanyakan onng-orang di mut<a bumi
ini, niscaya merel<a akan menyesatl<anmu dari jalan Nrh ...." (^l
An'am: I16)
"... kebanyakan manusia tidak beiman,, (ar-Ra'd: I )
"... kebanyakan merel<a tidak mengetahui.,, (al-An'am: 52)
"... kebanyalran mereka tidak mengerti." (al-Hufurat: 4)
"... kefunyakan merel<a tidak bersyukur." (yunus:_ 6O)

Ibnu Mas'ud berbeda pendapat dengan orang banyak tentang


beberapa waqof (pemberhentian ayat) d4pberbagai hal [ain, lalu se-
bagral sahabatnya bertanya kepadanya, "Mengapa Anda tidak
mengikuti jamaah?" Dia menjawab, "|amaah inl ialah apa yang
sesuai dengan kebenaran, meskipun engkau hanya seorang diii."
Ibnu Mas'ud juga telah mengantisipasi akan datangnyi zaman
ylng pada waktu itu pertimbangan-pertimbangan tehh rusak se-
hingga manusia begitu akrab dengan kebatitan, menganggap aneh
terhadap kebenaran, menganggap yang munkar itu miruFIan yang
ma'ruf iru munkar. Dalam hal ini Ibnu Mas'ud bertanya, "Bagaimana
jika kamu menghadapi zaman seperti itu, zaman tetito maiusia di-
liputi fitnah, ketika anak-anak sudah menjadi dewasa dan orang tua
menjadi rapufr? Mereka menganggap fitnah sebagai sunnah daniun-
nah sebagai fitnah, dan mereka mengatakan, 'srinnah telah diubah!'
atau '(sunnah) ini adalah kemunkaran!"'
Cukuplah menjadi dalil bahwa keanehan itu bukan sesuaru yang

178
salah. Jika sebagian ayar muhkamat dari Kitab Allah ada yang tidak
dilaksinakan pida zaman sahabat, itu bukan berarti kesalahan, me-
lainkan kareni hukumnya dianggap asing bagi orang banyak. Misal-
nya, firman Allah:
"Dan apbila rewaktu pembagian itu hadir kenfut, anakyatim, dan
onng miskin, mal<a fuflah mereka dai harta ilu (sekadamya) dan
ucapkinlah kepda mereka perkataan yang Mik." (an-Nlsa': 8)

Sebagian ulama mengira bahwa ayat tersebut nansuhh, karena itu


mereka tidak mengamalkannya. Firman Nlah yang lain:
"Hai onng-orang yang beiman, hendaklah budak-budal< Qaki'laki
dan wanita) yang kamu mitiki dan orang-onng yang belum fulig di
antara kamu meminta izin kepadamu...."(an-Nur: 58)

Ibnu Abbas berkata, "sesungguhnya setan telah mengalahkan


manusia atas ayat-ayat ini, sehingga mereka tidak mengamalkan-
nya.'95

8. Perbedaan Pendalnt dafam Masalah Furu'langan Sanrpai Me-


nimbulkan Pe4rccalun
Perbedaan pendapat dalam masalatr-masalatr iftihadiyah y-ang
tidak terdapat,nash itau dalil yang qath'i tidak boleh menimbulkan
perpecahan' atau pert€ntangan. sesungguhnya-di *u16nsan sahabat
iugi te.iaai perbeiaan pendapat, namun perbedaan itu tidak menia-
ai[an niereta pecah, bermusuhan, atau saling membenci.
Di antara sihabat, tabi'in, dan orang-orang sesudahnya adayqng
membaca basmalah (ketika membaca-al-Fatihah dalam shalat) dan
ada yang tidak membacanya; ada yang men-ichdr-kannya (membaca-
nya-derigan nyaring) dan ada yang tidak men-jatwr-l<annya;.ada
ying meirlaca qunii pada waktu sh4at-subuh dan ada yang tidak
ineri'uacanlra; adi Fngberwudhu setelah befiekam,% mimisan, serta
muntah, din ada fida yang tidak berwudhu lagi setelah itu; ada yang
benvudhu kareni setiabii makan sesuatu yang dimasak dan ada
yang tidak benrudhu; dan ada yang benrudhu karena makan dagng
unta dan ada pula yang tidak berwudhu.

9sLihat, Talsir lbnu Katsir, St 3o3.


96Bekam, cara pengobatan dengan mengeluarlr.an (memandk) darah dari badan (detuan
menelungkupkan mangl.uf panas pada kulit sehingga kulit meniadl bengkak' kcmudian
digores dingan benda aiam supaya darah iEl keluar); (Kamw Beur Br,ha{,a ldoacsra; cll.)

179
Sebagian mereka biasa melakukan shalat di belakang sebagian
yang lain. Misalnya Imam Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya,
Imam Syaf i dan lainnya --semoga Allah meridhai mereka-- biasa
melakukan shalat di belakang imam-imam Madinah dari kalangan
Malikiyah dan lainnya, meskipun mereka tidak membaca basmahh,
baik sirri (perlahan) maupun j4hcr (nyaring)
Harun ar-Rasyid pernah shalat dan menjadi imam setelah berbe-
kam. Abu Yusuf, salah seorang makmumnya (murid Imam Abu
Hanifatl png berpendirian bahwa berbekam inr membaAlkan wudhu),
sama sekali tidak mengurangi shalatnya. Imam Mdik t€lah memberi
fanua kepada ar-Rasyid bahwa orangyang berbekam itu tidak wajib
berwudhu lagi. (Maksudnya, berbekam itu tidak membatalkan wud-
hu; peni.)
Imam Ahmad berpendapat harus berwudhu jika mimisan atau
setelah berbekam. Lalu beliau ditanya, "Apakah jika seorang imam
(shalat) mengeluarkan darah dan dia tidak berwudhu lagi, apakah
Anda mau shalat di belakangnya?" Beliau menjawab, "Bagaimana
saya tidak mau shalat di belakang Imam Malik dan Sa'id bin al-
Musalyab?'
Imam Syaf i pernah shalat di dekat kubur Imam Abu Hanifah,
dan beliau tidak berqunut sebagai adab terhadap Imam Abu Hanifah.
Beliau berkata, "Adakalanya kita menuruti mazhab penduduk lrak.,'
Dalam kitab al-Bazaziyyah --termasuk kitab mazhab Hanafi-- diri-
wayatkan dari Imam Kedua, yaitu Abu yusuf, bahwa beliau pernah
ghalat Jum'at mengimami orang banyak yang sebelumnya mandi di
kolam. Setelah selesai, beliau diberitahu bahwa ada bangkai rikus di
dalam sumur, tempat asal air yang disalurkan ke kolam tadi. Lalu
beliau berkata, 'Kalau be$tu, kami mengambil pendapat saudara-
yudarl kami penduduk Madinah bahwa apabila air iru mencapai
dua qullah maka ia tidak mengandung najis."ez
Gambaran di atas menunjukkan keluwesan dari para imam dalam
menghadapi perbedaan pendapat. Mereka menganggap bahwa pen-
dapat yang benar (dari hasil ijtihad) tidak dipandangiebagai sesuatu
yang qath'i, sedangkan yang salah dimaafkan pelakuny4 bahkan
tetap diberi pahala. Karena itu, dalam kasus seperti ini para imam
cenderung mensahihkan suatu pendapat dan menetapkan pendapat
yang berbeda dengannya. Mereka berkata, "Ini lebih berhati-hati dan

gTSyekh
Waliyyullaha ad-Dahlawi, Hujjatuilah at-Batighah. l: tb9.

180
inilah yang dipilih ...." "lni lebih saya sukai ....' Atau 'Tidak ada
yang sampai kepadaku selain itu ...."
- perkataan-perkaaan seperti itu banyak terdapat dalam al-Mabsuth,
Atsdr Muhcmmad (bin Yusuf), dan perkataan Imam Syaf i rahimahu-
mullah.es
Semoga Allah meridhai Imam Malik, seorang imam yang sangat
pandai. As-Suyuthi menceritakan bahwa Khalifah Harun ar-Rasyid
pernah meminta Imam Malik untuk menggantungkan kitab al-
Muwaththa' di dinding lg'bah dan menginstruksilen kepada orang-
orang unnrk mengamalkan isinya. Ialu Imam Malik menlawab, "fa-
ngan engkau lakukan itu, karena sahabat-sahabat Rasulullah saw.
berbeda pendapat dalam masalah furu'. Mereka berpencar di berbagai
negara, iedangkan m:rsa terus berlalu." Ar-Rasyid berkata, "Mudah-
mudahan Allah memberi taufik kepadamu, wahai Abu AMullah."
selain kisah di atas, jrtga terhpat kisah antara beliau (Imam
Malik) dengan khalifah al-Mansyur.e
Waba'du.
Tulisan ini tidak saya maksudkan sebagai pembelaan terhadap
penulis "hukum yang aneh-aneh" dan ddak pula unurk men{ulcung
semua kasus yang dihadapirrya. Saya hanya hrmaksud mendukung
metode pembatrasan, perbandingan, dan penyaringan terhadap ber-
bagai pendapat. Setiap muslim harus meniadi tar r:rnan bagi dalil dan
truj;atr. Karena itu, iika ada hukum yang dalilnya kuat, yang me-
muaskan akal dan memantapkan hati, maka amalkanlah hukum itu
meskipun dikatakan "hukum yang aneh". Ddam hal ini Anda iangan
merasa takut dikatakan orangyang "mempermudah', karena agafi:a
kita datang dengan membawa kemudahan, keringanan, dan rahmat.
Rasulullah saw. bersabda:

.76:U)t)4:t{",q,1<31
'
?4ilWotri^tfob,\- en
"fuinguhrya aIru diutus dengu mmfum agannyang futus
lapng...a@

98raa., hlm. t4s.


99tua., ItL. 145. Dan lihat pula kitab kami: ash-Shahtnh al-rslaniyyah fuilu al-ihhtilaf al-
Masyru'wa-Tafarru4al-Madzmum, hlm. 59 dan s€terusnya, tcrbltan Darul Wafa'wash shahwah.
l@ttR Ahmad dalam uusnad-nya dan Ttabnni dalam al-uuyn al-Kablr,7715.

181
1 4,i &eu *^p) . tWi3tStZJ
"Permudahlah dan jangan kanu prculfilaot

S3-4F,'3**"{ts6 jgi#d,
Godl *
\vtv a,') v s,tlJ,ot )
WtnWnnn hmu diutus wtuk merrnfui lwrilfuluin, fu, tidak
diutus untuk membert kesulitan.'to2

Allah berfrman:
"... NIah menglrenfuki kmru&lwt fugtnu, en fidah nruwfiafiaki
kesukann bagimu .... " (al-Baqarah: I 85)
"NIah hendak memberil<an keinganan kepdamu, dan manusia
dijadil<an bercitat lemah." (an-Nlsa': 28)
"... Nlah tidak hendak menyilitkan hmu, tetapi Dia hendak mem-
bercihkan l<amu dan menyempumakan niknat-l{y fugimu,
suNW l<amu fursyukur." (al-Ma'ldah: 6)

2
PERBEDAAN PENDAPAT PARA IMAITT
DAN HUKUIUT BERTAKLID KEPADA I{EREKA
Pertanyaan:
Mengapa para imam berbeda pendapat? Bagaimana hukum ber-
taklid kepada mereka? Adakah riwayat dari Nabi saw. mengenai
semua perkara yang diperselisihkan para fuqaha itu? ltengapa ada
sesuatu yang dihukumi wajib menurut seorang imam dan makruh
menurut imam yang lain, dalam masalah-masalah ibadah? Bagai-
mana hukum seseorang yang bertaklid kepada seorang imam dalam
satu perkara dan bertaklid kepada imam lain dalam perkara yang

1o1Yu6u1* 'alaih dari hadits Anas.


1o211x 3rrL1rrri, Tirmidzi, dan Nasa'i dari hadits Abu
Hurairah.

182
lain? Apakah boleh bertaklid kepada selain lmam Empat? Dan boleh-
kah berpegang atau bersandar pada Al-Qur'an dan As-Sunnah se-
cara langsung tanpa terikat pada suatu mazhab pada zaman kita
sekarang ini?

Jawaban:
Untuk pertanyaan poin pertama (mengapa para imam berbeda
pendapat), saya kemukakan iawaban sebagai berikut
Sumber agarn disJruiatkan Allah untuk hamba-hamba-Ilya dalam
bennrk nash-. Manusia berbeda-beda pendapat ddam memahami
nash-nash tersebut. Ini merupakan sesurtu yang dialami dalam ke-
hidupan,laitu manusia berbeda dalam menanggapi suau teks, )''akni
yanj satu memahami menurut zhahir lafal, sedangkan y-ang lain
hencari ruh (jiwa) nash. Yang demikian itu senantiasa ada hingga di
kalangan paia pensyarah undang-undang sendiri. Karena itu, ada
madrisah yang membatasi pandangan secara harfiah, dan ada pula
yang memberikan keleluasaan, yakni mengenai jiwa rysh.
Kedua golongan manusia seperti ini sudah ada sejak zaman Rasu-
lullah saw.. IQrena itu, ketika Rasulullah saw. bersabda (seusai pe-
rang Ahzab), "Barangsiapa yang beriman lcpada Allah dan hari
kemudian, maka jangan sekali-kali ia melakukan shalat asar kecuali
di perkampungan pani Quraizhah",toa maka para satrabat berbeda
- Sebagian
pendapat lrcfika rclah dekat waknr magrib.
mereka berkata, "Sesungguhnya yang.f,imaksud oleh
Nabi saw. ialah agar kita cepat-cepat ke sana ...'"1& Dan yang lain
lagi berkata, "Tidak ... Rasulullah saw. telah bersabda, Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka jangan sekali-
kalla melakukan shalat asar kecuali di kampung Bani Qura2hah'.
Oleh karena itu, kami tidak melakukan shalat asar kecuali setelah
kami sampai di kampung Bani quraidnh, meskipun setelah magrib."
Dan mereka pun melakukan shalat asar itu setelah magrib.
Berita tentang apa yang dilakukan oleh kedua golongan tersebut
akhirnya sampai kepada Nabi saw.. Bagaimana sikap beliau? Beliau
tidak mencela seorang pun dari kedua golongian tersebut, sebagai
tanda pengakuan beliau saw. terhadap iitihad, beliau biarkan mereka

lo3gi 3uL1rar1 dan Muslim dan lainnya.


lo4Kemudian mereka melakukan shalat asar di tengah pe4alanan sebelum sampai
di kampung Bani Quralzhah, sebelum maahari terbcnam. fadi, mereka memahami yang ter-
sirat dari sabda Nabi saw. ini, sedangkan golongan kedua memahami yang tersurirq Fn|..

183
menuruti hasil ijtihad masing-masing. Dan ijtihad inilah yang me-
rupakan salah satu sebab teriadinya perbedaan pendapat.
Sebab lain dari timbulnya perbedaan pendapat ialah karena sikap
dan karakter manusia, yakni ada yang ketat dan ada yang longgar.
Karena itu, Ibnu Umar berbeda dengan Ibnu Abbas. Ibnu Umar tidak
mau berwudhu kecuali hingga airnya masuk ke dalam kedua mata-
nya, sehingga beliau r.a. meniadi tun? nert; sedanglen Ibnu Abbas
tidak memandang hal itu sebagai suanr kehanrsan yang mesti diker-
iakan. Ibnu Umar takut mencium anak-anaknya karena khawatir ter-
kena air liurnya, sedangkan Ibnu Abbas biasa memeluk dan men-
cium anak-anaknya seraya berkata, 'Mereka iru adalah bunga-
bunga yang kami cium.'
Demikianlah, perbedaan dalam fiqih kedua orang tersebut juga
merupakan perbedaan jiwa keduanya. Ibnu Umar bersikap ketat, se-
dangkan lbnu Abbas bersikap longgar, sebagaimana yang terlcenal
dalam warisan fiqih kita.
Faktor bahasa juga bisa menjadi salah satu penyebab munculnya
perbedaan pendapat. Misalnya dalam menafsirkan firman Allah:
Wanita-wanita yang ditalah hendaklah menalnn diri (menungu)
tiga l<ali gunl...." lal-Baqaralr: 228)
Apaleh yang dirnaksud dengan quru' dalam alat di atas? Menurut
bahasa, quru' dapat berarti "haid" dan dapat berarti 'suci'. I(arena
itu, para ulama berbeda pendapat sesuai dengan penafsiran lughawi
(bahasa) terhadap kata-kata ini. Demikian pula dengan lafal-lafd
lain yang mempunyai arti ganda.
Misalnya lagi tentang lafal yang mengandung makna hakiki dan
naiazi. Sebagian ulama ada yang mengambil petuniuk lafal yang
hakiki dan sebagian lagi mengambil petunjuk yangmaiazi. Contoh-
nya, dalam menafsirkan firman Allah:
"... ata u menyentuh Wrempuan .... " (al-Ma'ldah: 6)

Apakah yang dimaksud dengan mulamasah (menyentuh) di sini


menyentuh dengan tangan sebagaimana pe4dapat Ibnu Umar, atau-
kah merupakah kiasan (kinayah) untuk jima' (bersetubuhl sebagai-
mana pendapat Ibnu Abbas?
Di antara sebab lain yang menimbulkan perbedaan pendapat ialah
mau atau tidaknya para imam menerima riwayat seorang perawi.
Ada sebagian imamyang merasa puas dan mau menerima riwayat si
anu, sementara ada imam lain yang tidak merasa puas dan tidak mau

184
menerima riwayatnya. Ada sebagian imam yang mengemukakan
syarat-syarat tertentu untuk menerima hadits, sedangkan yang lain
tidak mensyaratkan demikian, khususnya dalam beberapa masalah,
seperti perkara-perkara yang menimbulkan bencana secara merata.
-
Perbedaan pendapat juga bisa disebabkan oleh sikap ulama dalam
mengukur kekuatan dalil. Imam Malik, misalnya, memandang bahwa
amalan penduduk Madinah yang mereka warisi, baik amalan ibadah
maupun lainnya, lebih diutamakan daripada kabar yang diriwayat-
kan oleh perseorangan. Sebagian ulama memandang bahwa hadits
dhaif harus didahulukan daripada qiyas, sementara imam lainnya
berpendapat sebaliknya. Sebagian imam menggunakan hadits mursal
secara mutlak, sebagian menolaknya secara mutlak, dan sebagian
lagi mau mengamalkannya dengan persyaratan tertentu.
Sebagian mereka menganggap bahwa syariat orang sebelum kita
juga merupakan syariat bagi kita, sedangkan sebagian lain lagi tidak
berpendapat demikian. Sebagian mereka menjadikan pendapat
(qaul) para sahabat sebagai hujjah, sementara sebagian lagi tidak
menjadikannya hujjah.
Sebagian mereka berdalil dengan mashlahah-mursalah -yang
tidak ditunjuki oleh nash syara' yang khuzus yang memakainya atau
mengabaikannya-- sementara sebagian lain tidak mau menguna-
lranmashlahah-mursalah.
Selain itu, perbedaan pendapat juga bisa disebabkan perbedaan
mereka mengenai pefinjuk perinah (amr) dan larangan (nahyu), acm
dan khcsh, mutlaq dan muqay y ad, manthuq dan mafhum, dan lainnya yang
dibicarakan sesrra rinci dalam ilmu ushul fiqih.
Kesimpulannya, sebab-sebab timbulnya perbedaan pendapat itu
bermacam-macam. Untuk membicarakan masalah ini, telah disusun
beberapa kitab khusus, baik pada masa lalu maupun sekarang, antara
lain kitab al-rnshaf fi Asbatbil-rhhdla/oleh al-Allamah ad-Dahlawi, es-
baabu lhhtilafil-lllama oleh Syekh Ali al-Khafif, aan kitab saya csh-
Shahw ah al-I slamiyy ah bainal -Ihhtilafil-Masy ru' w at-T afarruqil-Madzmum.
Dalam kitab ini
saya t€rangkan bahwa perbedaan pendapat dalam
masalah furu' itu pasti teriadi. Ia merupakan rahmat, kelonggaran,
dan kekayaan. Selain itu, juga saya terangkan pilar-pilar pemikiran
dan akhlak yang menjadi tumpuan/rqhul ihhtilaf (memahami perbe-
daan pendapat) dan adab-adabnya bagi putra-putra umat Islam.
Di antara rahmat Allah kepada umat Islam ini ialah bahwa Dia
tidak mempersempit umat dalam masalah-masalah furu', t€tapi iustru
menjadikan kelonggaran bagi pendapat dan paham yang berbeda-

185
beda. Dia melonggarkan pendapat yang cocok untuk suatu ling-
kungan tetapi tidak cocok untuk lingkungan lain, cocok untuk suatu
masa t€tapi tidak cocok untuk nusa yang lain. Sebagian sahabat
memberi fanra tentang suatu masalah dengan suatu pendapat, ke-
mudian ia menarik pendapatnya itu pada waktu yang lain, stbagai-
mana yang diriwayatkan dari Umar. IGtika beliau ditanya ,Bagai-
mana Anda menarik pendapat Anda?" beliau meniawab, "Ini me-
nurutpengetahuan kami tempo dulu, dan yang ini menurut pengeta-
huan kami sekarang."
Adapqn lingkungan dan kondisi itu berbeda-beda sehingga
manusia bisa terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengar, lalula
mengubah pendapatnya. I(arena itu, (seperti telah dise-butkan di
atas), Imam Syaf i r.a. mempunyai dua mazhab (pendapat), yaitu
mazhab qadim (lana) sewaktu beliau berdomisili di lrak, dan maznab
jadid (bru) ketika beliau berdomisili di Mesir. Sehubungan dengan
ini, terkenal dalam kitab-kitab fiqih perkataan: "Ini pendapat Iniam
Syaf i dalam mazhab qadim, dan ini pendapat beliaudalam mazhab
jadid."
Ketika di Mesir, Imam Syaf i melihat sesuatu yang belum pernah
dilihat sebelumnya dan mendengar hadits-hadits serta atsar-atsar
yang belum didengar sebelumnya. Karena itu, beliau sqgera meng-
ubah pandangannya.
Begitulah, seorang mujtahid sering mengubah pendapat dan pan-
Semua ini termasuk sebab yang menimbilkan perbe-
daan pendapat.
Pada waktu khalifah Abu fa'far al-Manshur menghendaki Imam
Llalik agar menyusun l<itab al-Muwaktha'dengan mengatakan, "fauhi-
lah sikap ketatnya lbnu Umar dan longgarnya Ibnu Abbas serta
anglnya Ibnu Mas'ud, dan lemah-lembuttrah terhadap orang", tmam
Malik pun melaksanakan tugas tersebut. IGrena itu, diiusunlah
kitabnya yang terkenal itu. Namun ketika Khalifah hendak mengin-
struksikan kepada orang-orang agar mengikuti kitab al-Muwaththa',
Imam Malik r.a. --karena kecendekiaan, keinsafan, dan ke-wara'-
annya-- berkata kepada l(halifah, "fangan engkau lakukan hal itu,
wahai Amirul Mu'minin. Sebab, sahabat-sahabat Rasulullah saw.
berpencar-pencar di berbagai negara, masing-masing kaum mempu-
nyai ilmu sendiri-sendiri, serta orang-orang telah menerima berbagai
pendapat sebelumnya, dan mereka pun rela dengannya. fika engkau
instruksikan mereka untuk mengikuti satu macam pendapat, niscaya
hal inr akan menimbulkan fitnah."

186
Demikianlah mereka memandang perbedaan pendapat ddam
masalah furu' itu tidak membahayakan, bahkan merupakan sesuirtu
png.tidak dapat dihindari. ndak mungkin umat ini bersau pendapat
ilalam masalah-masalah furu'. Dan ini merupakan kebaikan Allah
tvza walallayang t€lah memberikan kesempatan kepada umat Islam
untuk beriftihad.
Bayangkan seandainya seluruh umat lslam harus berpegang pada
satu pendapat dalam serirua urusan. Hal ini tentu saja tidak akan ada
seorang pun yang mendapatkan ruhhshah dalam suatu urusan, dan
tidak ikan ada yang dapat melaksanakannya dalam suanr waknr.
Mereka hanya menguatkan satu pendapat atas pendapat lain, satu
perkataan atas perkaaan lain, atau satu riwayat atas rirrayat lain.
Inilah iawaban dari pertanyaan: mengapa para imam berbeda pen-
dapat.

Bagafmana Hukum Bertalcltd kepada Imam?


Ada yang berpendapat bahwa bertaklid kepada Imam Mazhab
Empat hukumnyawaiib. Mengenai masalah ini, pengarang kitab cl-
1auirr.ah fit-T autuit beri<ata, "Dan waiib bertaklid kepada-orang pandai
di antara mereka, sebagaimana diceritakan oleh suatu kaum dengan
bahasa png mudah dipahami.'
Sebagian lagl berslkap tebih ekstrem dengan mengatakan, 'Waiib
bertaklid kepada imam tertentu dari imam-imam itu."
colongan sJraf i berkata, "waJib bertaklid kepada Imam Syaf i.'
Golongan Hanafi berkata, 'Wajib bertaklid kepada Imam Abu Hani-
fah.'Demikian pula dengan golongan Maliki dan Hambali.
Para ulama muhaqqiq telah menyalahkan perkaaan seperti ittt,
bahkan mereka meniatakan, "sesungguhnya mengianggap wajib
bertaklid kepada imam tertentu dengan melaksanakan semua pen-
dapatnya dan menolak pendapat orang lain merupakan sesuiltu yang
haiam menurut agama." Lebih dari itu Syekhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, "lika orang yang berkata demikian itu bertobat, ia di-
bebaskan; tetapi iika tidak mau bertobat, ia dibunuh."
orang yang berpendapat bahwa seseorang harus ditaklidi dalam
urusan agama, hanya pendapatnya saja yang harus diambil, dan
pendapattrang lain dianggap gug.ur, s@ara tidak langsung telah
menjadikan orang yang ditaklidi itu sebagai Syari' (Pembuat syariat)
atau nabi yang maksum. Pendapat seperti ini tidak diperkenankan
menurut agatrraAllah, dan orang yang berkata demikian waiib disuruh
tobat. Jika ia masih tetap atas pendapatnya itu, menurut Ibnu Tai-

187
miyah ia telah keluar dari Islam.
Ibnul Qayyim berkata, "Kita tahu dengan pasti bahwa pnazanan
sahabat tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengutama-
kan seseorang dengan bertaklid kepadanya dalam-semlua peiteaan-
nya,-dengan tidak meng;anggap srur pun perkaaannya ying gugur,
s.ep{iknVa menganggap perkataan lpenej,patl orang taii gu}frrian
qidak- satu pun diterimanya,, Kit? ruga atru sicara pasti uatria yang
demikian-inr tia4, q"-.1, teri?dt-pada zmran tabrln. Biarlah oiang-
orang taklid itu berdusta kepada kita dengagpengaakan bahwa ada
seseorang yang telah menempuh jalan mereka png Uurut itu pada
generasi yang diuamakan Rasulullah saw. melalui sabda beilau,
y-altu tiga generasi pertama yang utama sebagairnana disebutkan
9.1* beberapa h?dits sahih. Sebenamya bid,ah-i$ banr terjadi pada
kurun (generasi) keempat yang dicela oleh Rasulullah saw..,
Ibnul Qayyim menyanggah pendapat ini
__ -png mauajibkan bertak-
lid kepada empat imam saja atau kepada salatr satunya-- aaUm UtaU
beliau t'lamul Muwaqqi'in mempersalahkan pendapat itu dengan
-dan
mengemukakan sekitar lima puluh alasan. ge[au telih membicara-
kan-hal ini secara paniang lebar dan amat bagus serta bermanfaat.
Silakan membacanya bagi yang berminat.
Itesimpulan Ibnul ealyim mengenai masalatr ini ialah:
-aari
apabila yrylai ke-pada seseorang pendapat mam Empar atau
lainn5ra, paik sebelum maup-un sesudahnya, menurut cara ying sah,
maka bolehlah ia bertaklid kepadaqya, iika ia tiAat rcrmaiut-orang
yang dapat berijtihad.
Seorang mujtahid haryr_ berijtihad untuk dirinya. Adapun orang
awap dan orang yang tidak nnmpu berijtihad, iaboleh nieng;ambI
pendapat imam dan ahli fiqih mana pun yang t€lah mencapai deralat
ijtihad, sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya.
"... maka tannkanlah olehmu kepa& onng-orug yng britmu
jika kanu tia& mengetahui."(al-Anbtya: 7)

Demikianlah pembahasan mengenai hukum taklid.

Masalah-maaafah yang Dtlrcree[slhkAn


Saudara penanya juga mempersoalkan tentang apakah perkara-
perkara yang diperselislhkan para fuqaha ini pernah terfidi pada
zaman Nabi saw..
Saya katakan bahwa banyak perlara yang diperselisihkan itu

188
yang diketahui oleh Nabi saw.. Bahkan, perbedaan itu beliau terap-
kan meskipun dengan frekuensi yang tidak sama, yakni ada yang
sering, jarang, bahkan tidak sama sekali dilakukan.
rralsanya Uitangan takbir (lrtfut, ,11t'i( ) dalam azan, apakah
empat kali ataukah dua kali? Ternyata keduanya ada riwayatnya
(dari Nabi). Golongan Malikiyah mengambil yang dua kali, dan
golongan lainnya mengambil yang empat kali. Demikian pula masa-
lah mengulang dua kalimah syahadat dengan suara pelan, yang hal
ini juga ada riwayatnya dari Rasulullah saw., lalu sebagian ulama
mengambilnya dan sebagian lain tidak mengambilnya.
contoh lain, masalah menyaringkan bacaan basmalah (dalam
membaca al-Fatihah ketika shalat). Diriwayatkan dari Rasulullah
saw. bahwa beliau tidak menyaringkan bacaan basmalah, tetapi
dalam beberapa hadits lain disebutkan bahwa beliau jttga menya-
ringkan bacaan basmalah. Artinya, tidak menutup kemungkinan
bahwa beliau kadang-kadang menyaringkannya unfuk mengajari
orang-orang yang shalat di belakang beliau, atau kemungkinan-
kemungkinan lainnya.
Sehubungan dengan masalah ini,Ibnu Taimiyah berkae, 'Boleh
meninggalkan perkara yang lebih utama dalam urusan ibadah demi
meniaga keutuhan hati, sebagaimana Nabi saw. tidak membangun
Ka'bah di atas fondasi lbrahim karena khawatir masyarakat (waktu
itu) lari daripadanya. Dengan persepsi seperti itulah para imam,
seperti Imam Ahmad, membicarakan masalah bacaan basmalah,
menyambung shalat witir dan lain-lainnya, dengan berpaling dari
yang lebih utama kepada yang jaiz, demi meniaga keutuhan hati,
atau untuk memperkenalkan sunnah, dan sebagainya.

Perbednnn Pendapat antar-Imam tentang Eardhu dan Malcruhnya


suatu Perkara
Saudara penanya iuga mempersoalkan: mengapa ada urusan iba-
dah yang menurut seorang imam hukumnya fardhu sedang menurut
imam yang lain hukumnya makruh.
Saya jawab bahwa yang demikian itu sedikit bahkan jarang sekali
terjadi. Misalnya membaca al-Fatihah di belakang imam, menurut
golongan Syaf iyah hukumnya fardhu dalam semua shalat, iahriyyah
(nyaring) ataupun sirnyyah (perlahan); sedangkan golongan Hana-
fiyah berpendapat bahwa membaca al-Eatihah di belakang imam itu
hukumnya makruh. Maka hukum ini bertentangan.

189
Kemudian ada pendapat yang tengah-tengah antara keduanya,
yaitu bahwa membaca al-Eatihah di belakang imam itu disyariatkan
dalam shalat siniyyah ketika makmum tidak mendengar bacaan
imam; adapun dalam shalat jahriyyah ketika makmum dapat men-
dengar bacaan imam, maka makmum harus diam, sebagaimana ter-
sebut dalam Shahih Muslim:

t#{ttif iti.,,
"... dan apbila imam memhca (dengan nyadng), malra hendaklah
kamu diam dan memperhatikan."

Kesimpulan kita: sikap tengah-tengah inilah yang lebih utama.

Berpegang pada Al-Qur'an dan As-Sunnah


Saudara penanya bertanya lagi: apakah boleh bertaklid kepada
selain Imam Empat, atau berpegang pada Al-Qur'an dan As-Sunnah
secara langsung tanpa mengikatkan diri pada mazhab tertentu?
Saya jawab, boleh bertaklid kepada selain Imam Empat (dari
kalangern ahli fiqih dan pemikir) sefta boleh berpegang pada Al-Qur'an
dan As-Sunnah bagi orang yang mampu berpegang (bersandar)
padanya. Mereka boleh berijtihad dan membahas sera menggali
hukum dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, mentariih, serta mengemba-
likan persoalan kepada ulama tarjih dan ahli perbandingan, yang
membandingkan dan mentarjihkan dalil-dalil, seperti Ibnu Daqiq al-
'Id, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qalyim, Ibnu Hajar al-Asqalani, ash-
Shan'ani, asy-Syaukani, dan lain-lain. Kemudian orangyang pandai
boleh mengambil apa yang dirasa lebih diridhai agirmanya, dan lebih
rajih (kuat) menurut pandangannya, serta lebih mantap di hatinya.
Ini merupakan tugas )ang dibebankan atasnya, dan Allah tidak mem-
bebani tugas kepada seseorang kecuali menurut kemampuannya.
Adapun perkataan - -yang tersebar pada masa-masa kemunduran
dan keterbelakangan-- bahwa pintu ijtihad telah ternrtup merupakan
perkaaan yang tertolak dan tidak mempunyai sandaran sama sekali,
baik dari Al-Qur'an, As-Sunnah, maupun ijma'. Sehubungan dengan
ini, golongan Hanabilah dan lainnya mengatakan, "sesungguhnya
tidak boleh ada satu pun masa yang vakum (kosong) dari mujtahid
yang memberikan fanua kepada manusia sesuai dengan dalil-dalil.
Dan tidaklah sulit bagi Allah untuk memberikan karunia-Nya kepada
sebagian hamba-Nya hingga mereka laik melakukan iitihad. Bahkan,

190
pada zaman kita sekarang ini tidak mustahil akan lebih mudah me-
lakukannya mengingat tersedianya berbagai sarana keilmuan yang
sebelumnya tidak ada, seperti percetakan, foto kopi, komputer, dan
lain_lainnva.105
Akan hal oranglang tidak mengerti bahasa dengan sepla disiplin
ilmunya, tidak mengerti hal-hd yang berhubungan dengan_Al-
Qur'an dan As-Sunnah dengan segala perangkat ilmunya yang ber-
macam-macam, tidak mengetahui tempat-tempat iima' dan khilaf,
tidak mengerti ushul fiqih, qiyas, kaidah ta'arudh dan tarjih, dan
lain{ain perangkat iitihad yang asasi, maka ia wajib mengembalikan
persoalan kepada ahlinya, sebagaimana yang telah menjadi fitrah
manusia, yaitu mengembalikan masalah-masalah tertentu kepada
ahlinya. Allah berfirman:
"... nnlra anyalankh olehmu kepfu orang-onngWgbrihnu jil<a
kamu tiada mengetahui...." (al-An-biya': 7)

Namun, janganlah dibayangkan bahwa seluruh manusia diberi


beban untuk beriitihad seperti anggapan sebagian orang, sebab yang
demikian ini tidak mungkin dan tidak ada dalilnya sama sekali.

Hukum Taltrq di antam Mazhab-mazhab


Tinggal satu pertanyiun lagi, yaitu: bagaimana hukumnya apa-
bila seseorang bertaklid kepada seorang imam dalam suatu perkara
dan bertaklid kepada imam iain dalam perkara lain.
fawaban saya, hal inilah yang dinamakan dengan afq. Sebagian
ulama memperbolehkannya dan sebagian lagi melaranglya. Menurut
saya, apabila ulfiq ini dimaksudkan untuk mencari yang sesuai
selera saja, seperti mengikuti yang enteng-ent€ngnya saja dari ber-
bagai mazhab, mencari yang paling mudah dan sesuai dengan hawa
nafsunya serta dirasa paling enak, dengan tidak memperhatikan dan
mempertimbangkan dalilnya, maka yang demikian ini tidak diper-
bolehkan. Karena itu, ulama salaf mengatakan, "Barangsiapa yang
memilih pendapat yang ringang-ringan saja dari berbagi mazhab,
maka ia telah berbuat durhaka."
Misalnya, mengambil pendapat mazhab tertentu bila berpihak
kepadanyi dan sesuai dengan kepentingannya. Salah satu contoh

1o51i6u1 kitab saya, al-ljtihadlisy-Syari'atil-rslamiyyah, pasal "Taisirul-Ijtihad al-Yauma".

t9t
konkretnya, seseorang mengambil pendapat Imam Abu Hanifah ten-
lang hak syufah bagi tetangga. Ia mengambil pendapat demikian
karena punya_ keinginan tertentu demi keuntungan pribadinya,
misalnya agar barangyang hendak dijual tetangganya jatuh ke tang-
anny,a. Hd ini ia lakukan demi keuntungan dirinya. Namun, jika
pendapat suatu mazhab ternyata akan menguntungkan lawannya, ia
mencari yang sebaliknya, misalnya dengan mengatakan, ';Saya
hanya mengambil pendapat mazhab Syafi'i, dan sayitolak pendapat
yang lain."
Orang tersebut berarti hanya mengikuti hawa nafsunya dan mem-
permainkan agama, serta meniadikan mazhab sebagai pelayan bagi
kepentingannya.
Adapun seorang mukmin harus senantiasa bersama kebenaran,
baik kebenaran itu mengunnrngkan dirinya maupun merugikannya.
Dan Allah telah mencela orang-orang munafik dengan firman-Nya:
"Dan merel<a furl<ata, 'Kami telah beiman kepda Nlah dan Rasul,
dan kami menaati (keduanya).' Kemudian sefugian dai mereka
furpaling *sudah itu. Sekali-kali mereka itu bul<anlah onng yang
beriman. Dan apbila mereka dipnggil kepda Ntah dan Rasul-
It{1n aSil Raail mengfiukum (mengadili) merel<a tifu-tifu *fugian
dad merel<a menolak untuk datang Tetapi jika keputusan itu untuk
(kemaslahatan/kepentingan) mereka, merelra datang kepada Rasul
dengan ptuh." lan-Nur: 47-49)

Mereka (orang-orang munafik) itu menginginkan agar kebenaran


berjalan sesuai dengan kehendak mereka, bukan meieka yang ber
jalan menurut kebenaran sigfagaimana keadaan orang-orang mukmin
yang benar.
Adapun jika seorang muslim mengikuti pendapat yang lebih ralih
(kuaQ menurut pandangannya dan lebih kuat menurut hatinya,
maka tidaklah terlarang ia bertaklid kepada mazhab Hanafi dalam
masalatt bahwa menyentuh perempuan itu tidak membaalkan wudhu,
serta bertaklid kepada mazhab Maliki dalam masalah bahwa air itu
tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu pun kecuali jika kemasukan
benda najis yang menjadikannya berubah (warna, rasa, dan baunya).
Semua itu boleh ia lakukan dengan catatan ia merasa mantap dengan
dalil-dalilnya. Dan inilah yang saya fanrakan.
Mudah-mudahan Allah SWT memberi taufik kepada kita untuk
senantiasa mengerti dan mendalami ajaran agama-Nya.

t92
x$b''-Uitg+i^il;/6
oLr\
(+ v c:l tfuiJY 1D: G.,H Y a21
"krurysiap yng dihendaki fuik oleh Nlah, mala diiadilran'Ny
ia mengefti tentang agama."(HRAhmad, Bukharl Muslim, Tlr-
midzl, dan Ibnu Mafah)

Semoga Allah memberi shalawat serta salam kepada juniungan


kita uabi uuhammad beserta keluarga dan sahabatnya.

3
TENTAN G T(AIDAH'TTTTA BANTU -I{ET}TBAT{TU
DALAIIT T,TASAIAH YANG TilTA SEPAKATL
DAN BERSII(AP TOLERAN DAIAM UI\SAU\H
YANG TilTA PERSE,IJSIHIIAN'

Pcttanyaan:
Sala sering membaca btrku-buku Ustadz dan mqndengar ceramah-
ceranatr ustadz )rang menyeru kepada kaidatt yang berbunyi: 'Kita
bantu-membantu (bertolong-tolongan) dalam masalatt yang kita
sepakati, dan bersikap toleran dalam masalah yang kita perselisih-
kan".
Siapakah yang mencetuskan ungkapan seperti ihr? A?akah ia
mempirnyai dalil syara'? Bagaimana kita harus banff-membantu de-
nganahli-ahli bid'ah dan para penyeleweng? Dan bagimana kita
harus toleran dengan orang yang menyelisihi kita dan battl€n
menyelisihi nash Al-Qur'an dan As-Sunnah?
Bukankah kita dituntut unnrk mengingkari dan meniauhinya,
dan sebaliknya tidak bersikap toleran kepadanya? Bukankah Al-
Qur'an mengatakan (yang artinya), '... Iika kamu berlainan pen-
dapat tentang sesuatu, mhka kembalikdnlah ia kepada Allah dan
Rasul" (an-Nlea': 59)? Mengapa kita tidak mengembalitannya saia
kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan bukan malah menolerirnya?
Adakah toleransi bagi si penentang nash?

193
Terus terang, masalah ini masih sanuu bagi kami. Igrena itu,
-kami membutuhkan penjelasan Ustadz, t€ru-tama dalil-dalilnya.
Itami yakin Ustadz mempunyai keahlian mengenai masalah ini se-
suai dengan ap-a yang diberikan Allah kepada 0stadz. Semoga Allah
memberi Ustadz pahala.

Jazoaban:
Yang membuat kaidah atau ungkapan "Kita bantu-membantu
(tglong-ggnolong) pgngenai apa yang kia sepakati dan bersikap
toleran dalam masalah yang kita persetisitrkan; adalah at-alamair
$Wi{ naryid Ridha rahimahullah, pemimpin madrasah Salafiyyah
al-Haditsah, pemimpin_ majalah al-iana, af-rlamiyyahyang ter[inal
itu, pengarang tafsir, fatwa-fatwa, risalah-risalah, dan kitab-kitab
yang mempunyai pengaruh besar terhadap dunia Islam. Sebelum ini,
beliau telah mencetuskan kaidah al-Manar odz-D zahabiyy ahyang mak-
su(nya ialah 'tolong-menolong sesama ahli kiblat;3aara [eselu-
ruhan dalam menghadapi musuh-musuh Islam.
Beliau mencenrskan kaidah tersebut tidak sembarang, tetapi ber-
dasarkan petunfuk Al-eur'an, As-Sunnah, bimbingarisalaf salih,
karena kondisi dan situasi, dan karena kebutuhan uirat tsram untuk
saling mendukungdan membantu dalam menghadapi musuh mereka
yang banyak. Meskipun di antara mereka terjadi perselisihan dalam
banyak hal, tetapi mereka bersatu dalam merighaiapi musuh. Inilah
yang diperingatkan dengan keras oleh Al-eur'in, yaitu, orang-orang
kafir tolong-menolong antara sesama mereka, iementaralrang-
orang Islam tidak mau saling menolong antara sesamanya. AIIah ber-
firman:

U KU1fi< f"#tt i i#t Ft i25G


@?3L66iij
A&pun onng-onng kalin *bagin mercla menjadi plindung
fugt sehgin yang lain. Jit<a l<anu (hai pn muslimin) tidak
melalaanahn aH Wry diperintahkan NIah itt, nir:rla alant ter-
jadi k*acauan di muka bumi dan kerusat<an yang bsar., (al-
Anial: 73)
Makna illat ufaluuhu fiika kamu ddak melaksanakan apa yang
-
telah diperintahkan A[ah iru) ialah: jika kamu tidak saling methAu:

194
ng dan saling membantu antara sebagian dgng11r sebaqBl B.T.t.-
Ulgaimana yang dilakukan orang-orang k?fu. Iilra itu tidak-dilaku-
kai, niscayi aran te4aai kekacauan dan kerusakan yang besar di
muka bunii. Sebab, oiang-orang kafr itu mempunyai sikap saling
membantu, saling mendukung, dan saling melindungi yang sangat
kuat di antara sesama mereka, t€rutama dalam menghadapi kaum
muslimin yang berpecah-pecah dan saling merendahkan sesamanya.
xareni itu; tidak ada cara lain bagi orang yang hendak memper-
baiki Islam kecuali menyeru umat Islam untuk bersahr padu dan
tolong-menolong dalam menghadapi kekuaan-kekuatan musuh {am.
Apal€h cendekiawan muslim yang melihat kerja-sama dan per-
setcoigkolan Yahudi internasional, misionaris Barat, komunis dunia,
dan kdberhalaan Timur di luar dunia Islam, dapat meraiut kelompok-
kelompok dalam dunia Islam yang menyempal dari umat Islam?
uampukah mereka menyeru ahli kiblat untuk bersatu dalam saru
barisin guna menghadapi kekuatan musuh yang memiliki senjata,
kekayaan, strategi,dan program untuk menghancurkan umat Islam,
baik secara material maupun spiritual?
Begitulatr, para muslih menyambut baik kaidah ini dan antusias
untuk melaksanakannya. Yang paling mencolok untuk merealisasi-
kan hal ifi ialah d-Imam asy-Syatrid Hasan al-Bana, sehingga
banyak orang al-Ikhwan yang mengira batrwa beliaulah yang mene-
lorkan kaidah ini.
Adapun masalah bagaimana kita akan tolong;4en9_long_{en-gan
ahli-ahii bid'ah dan para penyeleweng, maka sudah dikenal bahwa
bid'ah inr bermacam-macam dan bertingfut-tingkat. Ada bid'ah
yang berat dan ada yang ringan, ada bid'ah yang meniadikan pelaku-
-nyilanr
dan ada puta 6id'ah yang tidak samp-ai mengeluarkan-pela-
kirnya dari agamalslam, meskipun kita menghukuminya bid'ah dan
menyimpang.
nAa[ aaa hrangan bagi kita untuk bantu-membantu dan bekerja
sama dengan sebagian ahli bid'ah dalam hal-hd yang kita sepakati
dari poko[-pokok agama dan kepentingan dunia, dalam menghadapi
orang yang lebih berat bid'ahnya atau lebih jauh kesesatan dan
, sesuai dengan kaidah: "trtikaabu ahhtffidh dhara-
r" (memilih/melalGanalQn yang lebih
rain" ringan muoaramya).
leDm nngan mudaratnya).
Bdkan hanya bid'ah, kaflr pun bertingkat-tingltat, sehingga ada
kekafiran di bawah kekafiran, sebagairhana pendapat yang diri-
wayatkan dari para sahabat dan tabi'in. Ddam hd ini tidak ada
laringan untuk bekerja sama dengan atrli kafu yang lebih kecil keka-

t95
lrannya demi menolak bahaya kekafiran yang lebih besar. Bahkan
kadang-kadang kita perlu bekeria sama dengan sebagian orang kafir
dan musyrik --meskipun kekafiran dan kemusyrikannya iudah
nyata-- demi menolak kekafiran yang lebih besar aau kekafirannya
sangat membahayakan umat Islam.
- qalm permulaan surat ar-Rum dan sababun-nuzul-nyadiindikasi-
kan bahwa Al-Qur'an menganggap kaum Nashara
-mejkipun mereka
luga kafr menurut pandangannya (Al-eur'an)-- lebih dekat kepada
kaum muslim daripada kaum Majusi penyembah api. Karena itu,
kaum muslim merasa sedih ketika melihat kemenangin bangsa per-
srq yang mafusi terhadap bangsa Rum Bpandunlyang Nashara.
Adapun kaum musyrik bersikap sebaliknya, karena irereka melihat
l."q* majusi lebih dekat kepada aqidah mereka yang menyembah
berhala.
Ketika itu turunlah Al-Qur'an yang memberikan kabar gembira
kepada kaum muslim bahwa kondisi ini akan berubah, dan keme-
nangan akan diraih bangsa Rum dalam beberapa tahun mendatang:
"... Dan pda hart (kemenangan bangSa Rumawi) itu bergembinlah
onng-onng yang beriman, karena prtolongan Nlah ...." (ar-
Rum:4-5)

Secara lebih lengkap Al-Qur'an mengatakan:


"Nit laan miim. Telah dil<alahkan bangsa Rumawi di negeriyang
terdelral Dan merelca *s&h dikalahkan ittt ahn memng dakm
fubnp tahun lagt. W Nlah-lah un en sfielum dan wtdah
(merda menang). Dan pda had (kemenangan Dnngsa Runnwi)
itu furyembinlah onng{nng yng furiman, lr,rem pftotongan
Nkh. Dia menolong siapa yng dikehen&ki-Nya. Dan Dialah yang
Maha Perl<as lagi Maha Peqayang." (ar-Rum: I-E)

Nabi saw. pernah meminta bantuan kepada sebagian kaum musy-


.-
rik Quraisy setelah Fathu Makhah, dalam menghadapi musyrikin
Hawazin, meskipun derafat kemusyrikan mereka sama. flal itu beliau
lakukan karena menurut pandangan beliau bahwa kaum musyrik
Quraisy mempqnyai hubungan nasab yang khusus dengan beliati. pi
pmping jq, suku Quraisy termasuk suku yang mendapat rcmpat ter-
hormat di kalangan masyarakat, sehingga Shafi^ran-bin Urialyah
sebelum masuk Islam pernah mengatakan, "sungguh saya lebitrbaik
dihormati oleh seorang Quraisy daripada dihormati 6leh seorang

196
Hawazin."
Bagi ANus-Sunnah -meski bagaimanapun mereka membid'ah-
f.an-gfrongAn Mulctazilah-- Adak ada ahsan-untuk tidak memanfaat-
-rlan prcduk pemiklran golongan Muktazilah dalam bebe-
kan-ilmu
rapa hal yang mereka sepakati, sebagaimana tidak terhalangnya
mireka uinrlimenolak penaapat Muktazilah yang mereka pandang
bertenangan dengan kebenaran dan menyimpang dari sqlnah.
contoli-yang paling Jelas ialah klrtab ralsr-r al'Kasv1oJ karya al-
Allamah az-zamikhsyari, seorang Muktazilah iang terkenal. 9?p"t
dikatakan hampir tidik ada seorang alim pyn (dari lcalaruan Ahhrs-
Sunnah) --y*e menaruh perhatian terhadap Al-Qur'an !11 tufgk-
nya-- y:an{tidik menggunakan rujukan Tafsir al-Kasysya/ ini, seba-
giimana 6mpak dalam tafsir ar-Razi, an-Nasafi, an-Nisaburi, al-
Baidhawi, Abi Su'ud, al-Alusi, dan lainnya.
Bqgtu pentingnya Tafsir al'Kasysyaf ini (qag
-Ahl!!-Sunnah)
sehingga kita dapati orang-orang sepe4i_al-Hafizh-Ibnu -Hflar men-
tattrrfltraaits-haditsnya dalam kitab beliau yang berjudu-l el-xaalii
asy -Syaal fi T akhriiii Ahaaitiits al-Kasy sy aaf. $ta iampai pulaal-Allamah
tbhui wtunir yang menyusun kitab untuk mengomentari al-Kasysyaf
ini, khususril"a mengenai masalatr-masalah yang diperselisihkan
dengan iudttl al-Intishuf min al-Kasysyaaf.
frari auu Hamid al.ctrazali, lreiilta men)'€rang ahli-ahli filsafat
)ang meniadi fitnalt bagi banyak orang,
meminta bantuan kepada semua ffrqah Islam yang tidak sam-
'pai
deraiat kafir. Iorena inr, beliau ddek- melg4lggap sebagai
itrtenoan
hahngari rrnfirk nroduk dan pola
menggunakan produk
unnrk mengsunakan pikir Muklazilah
oola oikir Uuktazilah dan
lainnf yang sekiranya dapat digpnakan untuk menggugurkan pen-
dapailperkaaan
dapailWrk,ataan ahli-ahli filsafat tersebut. Dan mengeryi
mengenai hif
hal ini
in
beiiau berkaa dalam mukadfunah r ahafut al-F alastfuh sebagai berikut:
"Hen&!<lah diketahui fulwa yang dimafuid ialah manbn pe-
rin&tan kepfu orury Wg menganggap Mik terlradap ahli'ahli
frtfilat fun mengin fulwa ialan hidup mer*a itu brsihdai pr-
tentang, dengan menielasl<an benruk-benfuh kemqawutan
(kennanan) merelra. t(arcna itu, aya ti&h manampwi merdca
tmtuk nrenwrtut dan nrutgfiglrai, fuIan mayaufut en nffit
lran pert<ataan mereka Malra aya ielelckan kqakinn merdta&rt
nya temptl<an mercl<a dengan.posisi yngfurWa-Ha Selc,li
walrru san ryratalant merel<a bermazhab Muktazilah, pfu lcali lain
bermazhab lhnmiyah, dan pada kali lain lagt bnnulnb Waqi-

197
f4nh. Sala tidak menetapkanqra pda mazhab yang khusuq bah-
kan alra anggap ftmua firqah furckttu untuk menentangny4
Irarena *mua frrqah itu lcadang-kadmg bertentangan dengut
pahan kita dalam maslah-maslah talshit (princian, abang),
dand<an mercl<a menentang ushuluddin (pokok-pkok rgnil.
I(atena itu, hendaldah kita menentang merelra Dan ketika-meng-
hadapi maalah-maslah bent, hilWtah kdenglrian di antan
*sana (dalam maslah-maslah kecit/afung)."
Saudara penanya berkata, 'Bagaimana kia bersikap toleran ke-
pada orang yang menentang kita, yang nyata-nyaa menjzelisihi nash
AI-Qur'an atau hadits Nabawi, sedangkan A[dh befinian:

);4i; ;i,6y:
ji;, :6 e,ip oy
"Kemudian jika kanu berlainan pen&pat tenAng wuatu, maka
kembaliknlah ia kepda Nlah (N-Qufan) &n Rasul (As-Sun-
nah)." (an-Nisa': 5g)

Menurut saya (Qardhawi), saudara penanya ini tidak mengetahui


suatu perkara yang penting, yaitu bahwa nash-nash itu memlunyai
perbedaan besar dilihat dari segi tsubut (periwayatanl danantan pe-
firryl{)-ny-a, }aifir ada yang qatht dil uiiyang-znaii ni anara nibtr-
nash itu ada yang qath'i tsubut seperti al-eur'in al-I6im dan hadits-
hadits mutawatir yang sedikit jumlahnya inr. Sebagian ulama me-
nambahkannya dengan hadits-hadits Shahihain yane t€lah diterima
umat Islam dan disambut oleh generasi yang beriedalbeda sehingga
melahirkan ilmu yang mryakinkan. Tetapi iebagan ulama lagr me-
nentangnya, dan maslng-masing mempunyai fisan.
- -Di samping itu, ada nash lmrg zlwnni tsubua Misalnya, hadits-
la$its gmqmlya1 baik yang satrih maupun hasan yang diriwayatlan
dalam kitab-kitab sunan, musnad, mu1am, dan mrishannai yang
bermacam-macam.
Pada tanf zhonniyyah ini derajat hadits itu bermacam-macam. Ada
yang sahih, hasan, shahih liitzatihi dan hasan lidzatihr, s€rti ada pula
lmrg shahih ligluirihi dan hasan lighairihi, sesuai dengan sikap imam-
lry1n d3lu, mensyaratkan penerimaan aan penastrihair suatu
hadits, ditinjau dari segi sanad atau matan, atau keduanya. Karena
iT, udl orangyang menerima hadits mursal dan meniadikinnya huj-
jah, ada yang menerimanya dengan syarat-syarat tertentu, ain ada

198
-)rangradang-kadang
menolaknya secara mutlak.
ada yang menganggap sdorang rawi itu dapat
dipercaya, tetapi yang lain menganggaprrya dhaif. Ada pula yang
menentukan beberapa syarat khusus dalam tema-tema tertentu yang
dianggap memerlukan banyalo ialan periwayatamya, sehingga ia
tidak menganggap cukup bila hanya diriwayatkan oleh sanr orang.
Hal ini menyeUattran sebagian imam menerima sebaghn hadits dan
melahirkan beberapa hukum daripadanya, sedangkan imam yatg
lain menolaknya karena dianggapnya tidak sati dan ddak memenuhi
syarat sebagai hadits sahih. Atau ada alasan lain yang leblh kuat
yang menentanglya, seperti praktik-praktik yang bertentangan de-
ngannya.
- uabatatr di atas banyak contohnya dan sudah diketahui oleh
orang-orang yang mengkaii hadits-hadits ahkam, fiqih mugaran
lperbandingnl, dan fiqih mazhabi. Mereka menulisnya dalam kiFb-
kitab mereka yang disertai dengan dalil-dalil untuk memperkuat
mazhabnya dan menolak lr.tazhab I orang yang bertentingan dengan-
nya.
Sebagairpana perbedaan nasfi dari segi tsulurnya' maka perbe-
daan nash Aari segi dlalatt lebih banyak lagi.
Di antara nash-nash ihr ada yang qath'i A[AannVa atas hukum,
1ang.ti{ak mengandung.kemungftinan tatn dalam memahami dan
henaft irkannya. contotinya, dilalah nash yang memerintatrkan sha-
lrrt" za@ prnsa, serta haii (yang menuniukkan waiibnya) ; dilalah nash
yang melarang zina, riba, minum khamar, dan lain-lainnya (yang
menunjulikan keharamannya), dan dilalah nash-nash al-Qur'an
dalam pembagian waris. Tetapi nash yang qath'i dilalahnya ini fum-
lahnya sedikit sekali.
Kemudian ada pula nash-nash yang zhanni dilalahnya, yakni
mengandung banyak kemungkinan pengertian ddam memahami
dan menafsirkannya.
I(arena itr, ada sebagian ulama yang memahami suatu nash se-
bagi'aarn (umum), sedangkan yang lain menganggapnya makhsus
(khusus). Yang sebagian menganggapnya mutlak, yang lain
mu4ayyad. Yang sebagian menganggapnya hakiki, yang lain maiazi.
Yang sebagian menganggap tld muhham (diberlakukan hukumnya),
yang lain mansukh. Yang sebagian menganggapnya waiib, yang lain
tidak lebih dari mustahab. Atau yang sebagian menganggap nash itu
menunjukkan hukum haram, yang lain tidak lebih dari makruh.
Adapun l€idah-kaidah ushuliyyah yang kadang-kadang oleh se-

199
bagian ora-ng dikira_ruq4 mencukupi untuk menjadi tempat ltemba-
Iinya segala per-so.lan, rringga setiap perbedaan dapat dGE-satk
dan perselisihan da.patiiputus-kin, rcm)raa *iri UeUeiapa segi
.setiap "
masih diperselisihkan. Ada.y.-atg meneapkannya, aaa yang niJnafr-
kannya,.dan a01 r,anq memitih di anara ying mlflak d;i;ii;;;;.
Misalnya srlrla itilalah amr (petunjut perinAtrt. ADakah ,i'ci;;r ,
(ne11ngn1 itu menuniukkan wlibr eair mustatrarr eau no'reii
iaai
wajib dan boleh jadi musahabz Arau tidak menun;ulcttan Jrhtu
pun-kecuali jika disertai dengan qarinah
lulsum lindlliasil tfrt€ntu?
ftau apakah hukum perinah dalam al-eur'an aan es-dunnatr itu
berbeda?
Kurang lebih, ada tujuh pendapat mengenai dilarahamr yang dike-
mukakan oleh para ahli ushul nqin, yan! masing-masinA-ni;pu_
nyai dalil dan argumentasi.
Misalnya mengenai hadits:

ks, H r obt) . r;,ri,e1355 4rd 5Et


"Cuk rlah kumis dan plihanlah jenggot"(HR Bukhart)

rxi46c#Ji3\61J6:,34i'ty
(,9.,|j,, obr\
"*sunguhnya onng-onng yahudi dan Nasnhi tidalc mau me-
nyemir nmbul l<arcna itu brffialah kanu funganmereka,(HB
Bukhart)

l{6)J7l,hffi_ru/#r,J^g7l
"knngsiapa lang mempunyai kelebiian tempt ken&taan, mak<a
hendalfuh ia memfurikannp kep& onng yang AaAr mempuryai
kendataan."

'6Q;t71Ks,
kbl4, ob,)
"Sebutlah nama Nlah, dan makntah dengan tangan kananmu, fun
makanlahdai ap gng del<at denganmu." (HR. Bukhari)

200
Apakah perintah-perintah dalam hadits di atas menunjukkan
hukum waiib, mustahab, atau untuk membimbing saja? Atau ma-
sing-masing perintah mempunyai hukum tersendiri sesuai dengan
petunjuk susunan kalimat dan indikasinya?
Deniikian pula tentang itilaloh nahyu (larangan). Apakah larangan
itu menunjukkan hukum haram, makruh, atau mungkin haram dan
mungkin makruh, atau tidak menunjukkan suatu hukum kecuali jika
disertai dengan qarinah khusus? Atau apakah hukum yang dimun-
culkan oleh larangan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah itu berbeda?
Dalam masalah ini juga ada tujuh pendapat sebagaimana yang
dimuat dalam kitab-kitab ushul fiqih.
Di samping itu, juga terdapat perbedaan pendapat mengenai 'aam
dan khash, mutlaq dan muqayy ad, mantuq dan maftum, muhham dan man-
sukh, dan sebagainya.
Karena itu, kadang-kadang ada masalah yang dari segi prinsip
telah disepakati, tetapi dari segi pelaksanaan diperselisihkan.
[radang-kadang keduanya telah sepakat tentang boleh dan adanya
nasakh, namun berbeda pendapat dalam nash tertenfir. Apakah dia
mtr.suhh atau tidak?
C.ontohnya, hadits: "Telah berbuka orang yang membekam dan
yang dibekam'1o6 dan hadits tentang jatuhnya talak tiga yang
diucapkan sekaligus dengan dihitung sebagi alak satu saia pada
amrran Rasulullah saw., Abu Bakar, dan pada permulaan kekuasaan
Umar.
xadangkadang kedua belah pihak telah sepakat bahwa ada se-
bagian perkataan dan perbuatan dari Nabi saw. dalam kapasitasnya
sebagai imam dan pemimpin umat yang tidak termasuk tasyri'umum
yang abadi bagi unat, tetapi kedua pihak berbeda pendapat mengenai
perkaaan atau perbuatan t€rtentu, apakah termasuk ke dalam bab
ini ataukah tidak.
Misalnya apa yang disebutkan Imam al-Qarafi dalam kitabnyaAl-
Faruqdan Al-Ahham mengenai sabda Nabi saw.:

,4d43w,Sg
"knngsiap membunuh seseonng (kafi), mal<a ia brhak aks
Mnngnlta (pkaiannlra, *njatanya, kendaraannlta)."

l06M.ksud1r,3. baal puasa orang yang membekam dan dibekam. (penl.).

201
/xl6{23;6\:"JVl;
"hnngsiap yang mengfiiduplcan tanah yng mati, mak tanah itu
untultryra."

. ep"k"! datangnya hadirs ini sebagai rabligh dari Allah sehingga


ia merupakan tasyri' umum yang abadi? Ataukah datang dari Uefia:u
saw. dalam kapasitasnya sebagai pemimpin umat dan 6pata negara
serta setagai panglima tertinggi dalam peperangan, sehingga hu[um
yang dikandungnya tidak dapat dilaksanakan lacuai yika ada kete-
tapan dari pangllma atau penguasa?
Pga fuqaha lerbeda pendapat tentang mekanismenya, karena itu
-
mereka-juga berbeda pendapat mengenai hukumnya.
Adakalanya kedua pihak sepakaibahwa di antira sabda dan tin-
dakan Rasulullah saw. itu ada yang tidak termasuk bab tasyri' agama
yangbersifat tubbhili, melainkan merupakan urusan auniayang di
9e1{kan kepada kemampuan dan usaha manusia. Misalnya, siUOa
beliau yang diriwayatkan dalam kitab ash-Shahih:

. '{{tA'r;!q,gt({t
"I(atnu lebih mengerti tenkng urusn duniamu."
Namun, mereka berHa pendapat tenhng perkaaan dan tindalon
tertentu, apa$h ia termasuk urusan dunia yang kita ddak diwaiib-
kan-mengikutinya, ataukah termasuk urusan agama yang kia Uiak
boleh keluar daripadanya. Misalnya, yang berlienaari deigan bebe-
rapa me{!s yang disebutkan dalam beberaia hadits, yang
_masalah_
oleh Imam ad-Dahlawi dianggap sebagai urusan dinia, sementara
oleh yang lain dianggapnya sebagai urusan agama dan syara'yang
wajib dipatuhi.
4d" pqlq sebab te-rpenting yang memicu terjadinya perbedaan
pendapat dalam menafsirkan dan memahami nash, yairu
|erbedaan
antara madrasah "azh-Zhawahir' dan madrasah "al-Maqashid",
yakni lembaga pendidikan yang berpegang pada zhatrir nash ilan ter-
ikat dengan bunyi teks dalam memahaminya, serta lembaga pendidik-
an yang mementingkan kandungan nash, jiwa, dan maksud/tujuan-
nya, pqitu pentingnya maka sehingga kadang-kadang ia keluar dari
zhahir dan harfiyah nash, demi mewquAkan apa yang dipandang-

202
- sebagai maksud dan tujuan nash.
nya
Kedui madrasah (lembaga pendidikan) ini senantiasa ada di
dalam kehidupan dalam segala urusan. Bahkan dalam hukum atau
undang-undanfl wadh'iyyah (buatan manusia) fuga kita dapati para
pembeii penjelasan berbeda pendapat antara yang satu dan-yang
iain. Adayang menekankan bunyi teks dan ada yang menitikberat-
kan pada kandungannya, atau antara pihakyang mempersempit dan
memperluas.
Islam --sebagai agama waqi'i (realistis)-- memberi kelapangan
kepada kedua madrasah itu dan tidak menganggap salah satunya
keiuar dari Islam, meskipun Madrasah "al-Maqashid" itulah menurut
pendapat kami yang mengungkapkan hakikat Islam, dengan syarat
tidak mengabaikan nash-nash juz'i1yah secara keseluruhan.
Dalam iunnah Rasul saw. sendiri terdapat sesuatu yang mendu-
kung diterimanya perbedaan pendapat semacam ini dalam suatu pe-
ristiwa yang terkenal, yaitu peristiwa shalat asar di Bani Quraizhah,
setelah usai perang luhzab.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabdapada hari perang Alzab:

tfi#iktgiA*
"langan *kali-lrali *wnng
melaldran shalat asar kecuali di
(Wrl<anpungan) Bani Qunizlnh."

Sebagian mereka mendapatkan waktu ashar di tengah perialanan.


talu meieka berkata, "Kami tidak akan shalat asar kecuali setelah
kami datang di Bani Quraizhah." Dan sebagian lagi berkata, 'I(ami
akan melakukan shalat asar, karena bukan itu yang dimaksudkan
Rasulullah saw. terhadap kita." Kemudian peristiwa itu dilaporkan
kepada Rasulullah saw., maka beliau tidak mencela sdah satu-
nya."107

lOTDiriwayatkan oleh Bukhari dalam "Kihb al-Maghazi', bab 'Madi'tn Nabi)'yi minal
Ahzab wa Makhrajihi ila Bani Quraizhah" (Fathul BAn:41 19) . Diriwayatkan juga oleh Muslim
dalam bab "al-Jihad" (1770) dan stalatnya dikatakan shalat zuhur. Hadits ini lup diri-
wayatkan dari jalan Ka'ab bin Mdik dan Aisyah yang mengatakan bahwa shalatnya adalah
shalat asar, sebagaimana disebutkan dalam Fat-hul Ban,7: 4o8-4o9.

203
Al-Allamah Ibnul Qalyim berkata di dalam kitabnya Zadul Ma,ad
sebagai berikut:
-"Para fuqaha berbeda pendapat manakah yang benar. Satu
golongan-mengatakan,'Orang yang mengak'hirkah (menunda) sha-
latny.a itulah yangtenar. Seandainya kami bersama mereka, niscaya
ryami j!gg- mengakhirkannya sebagaimana yang mereka lakukan,
dan tidaklah kami melakukan shalat kmrali di kampung nani
Quraizhah demi melaksanakan perintahnya (Rasul), dan meninggal-
kan takwil yang bertenangan dengan zhahii.,
_ Golongan lain berkata, 'Bahkan orang-orang yang melakukan
shalat ditengah perjalanan pada waktunyaitulah yang mendapatkan
keunggulan. Ivlereka berbahagia mendapatkan tiga keuamaari seka-
ligus, yakni bersegera melaksanakan perintah nasul untuk keluar,
bersegera mendapatkan keridhaan Allah dengan melakukan shalat
pada waktunya, dan bersegera menfumpai kaum yang dituju.'
Deng-a1 demikian, mereka memperoleh keutamaan jihad, keuta-
maal shalat pada waktunya, mengerti apa yang dikehendaki, dan
ryer9ka lebih pandai daripadayanglain. Apalag shalatnya iru adalah
shalat asar yang merupakan shalat wusthi Ueiaasartari nash Rasu-
Ull4 *y.yang sahih dan sharih fielas). Nash seperri itu tidak dapat
ditolak dan disangkal lagi. Ia merupakan sunnah yang datang
genyury! manusia untuk memeliharanya, bersegera kepadanya,
dan melaksanakan pada awal waktunya. Barangsiapa mriningga-
kanny-a, ia akan rugi ia kehilangan anak istriirya (keluarga-
^seperti
!ya) dan hartanya.tos fadi, hal ini merupakan perintih yang tiaat
diterapkan pada amalan lain.
Adapun orang-orang yang mengakhirkannya, mungkin saja di-
maafkan atau diberi satu pahala karena berpegang teguh pada zhahir
nash dan bermaksud mejalankan perintah. ttamun, iidak bisa dika-
takan mereka benar dan orang yang bersegera melakukan shalat
serta jihad iru salah. Mereka yang melaksanakan shalat di tengah

"r"-"r*" oleh Bukhari


\i2irrgYlirs
Buraidah dengan tafat:

.'itb )a+ iai r3,si6 f6 3j 31


"Pelalnglfu Wg nailrga/cln dnlat aar, nala gtgudah arnahrrya-r
Dan diriwayatkan oleh Muslim (626) dari hadits tbnu Umar dengan lafal:

."iulkc;ctt<s,,gsraiq'+*GJi
hang*rp f^H< mdalal*an slnlil
arrlr, mah sralan-a*an aA *r{tilarylrr. lcllAa fut twtrlnya.
Ini iuga disebutkan dahm Bukhari (4:24)

204
jalan, berarti telah menghimpun antara beberapa dalil dan,mendapat-
itan aua keutamaan. Kalau mereka mendapatkan dua pahala, maka
yang lain pun mendapatkan pahala. Mudah-mudahan Allah meridhai
mereka."l@
Maksud dari semua penielasan itu ialah: bahwa orang yang
menentang kita dalam masalah yang ada nashnya $rangqath'itsubut
dmt diblai-nya), maka ia tidak boleh kita tolerir sama sekali. Sebab,
masalah-masalah qath'iyyah (yang didasarkan pada dalil-dalil qatht
tsubut dan dilnlah-nya) bukanlah lapangan ijtihad, karena sesungguh-
nya lapangan iitihad hanyalah dalam masalah-masaldh zhamiyyah
(yang didasarkan pada dalil zhanni).
Membuka pintu ijtihad untuk masalah-manlah qath'iyych, berarti
membuka pintu kelahatan dan fitnah atas umat. Hal itu tidak ada
yang mengetahui akibatnya kecuali Allah, karena qath'iyyat iFrlJrah
yang menjadi tempat kembali ketika t€{adi pertentangan dan perseli-
sihan. Apabila masdah qath'iyyahini menjadi aiang pertentangan dan
perselisihan, maka sudah tidak ada lagi di tangan kita ini sesuatu
yang kita iadil€n tcmpatberhukum dan kita iadik4n sandaran.
felah saya peringatltan dalam beberapa kitab sap batma di
antara fitrrah dan pentkiran VanS saryat membahayakan kehidupan
agalorra dan peradaban kita ialah memutarbalil'kan masalah-masalatt
qutryya, sebagai zhainyyah dan perkara-perkara (dalil-dalil) )'ang
muhham sebagai muttsy abihah.
Bahkan adakalanya menentang sebagian masalah qath'iyyah itrr
termasuk kafu yang t€rang-terangan, yaitu bila sampai mengenai
apa yang dinamakan oleh ulama-ulama kita dengan istilah "al-ma'lum
minad-din bith-itharurah (yang sudah diketahui dari agama dengan
pasti). Maksudnya, apa yang telah disepakati hukumnya oleh umat
Islam, dan sama-sama diketahui oleh orang pandai dan orang awam,
seperti fardunya zakat dan puasa, haramnya riba dan minum kha-
mar, dan lain-lain yang merupakan ketentuan Dinul Islam yang pasti.
Adapun t€rhadap orang yang berbeda pendapat dengian kita
mengenai nash yang zhanni --karena satu atau beberapa sebab--
kita perlu bersikap toleran meskipun kita tidak sependapat dengan
mereka. Mengenai sebab-sebab itu telah saya sebutkan atau bisa
juga melihat uraian Syekhul lslam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya
Raful-Malam'an Aimmatil-Atam. Dalam kitab ini beliau menyebutkan

l@zodul Ma'ad,3: l3l.

205
sepuluh_sebab atau alasaq namun beliau tidak menggunakan nash
atau hadits tertentu. Ini menunjuklon keluhuran ilmu dan kesadaran
beliau r.a..
seharusnya sikap kita, yaitu sikap tasamuh (toleran) ter-
-hadap
-Begrtutan
orang-orang yang berbeda pendapar dengan kita seiama
mereka.mempunyai sandaran yang mereka jadikan pegurgan dan
mereka merasa mantap dengannya, walaupun kia berbeda pendapat
dengan mereka dalam mentarjih apa yang mereka tariihlon.
Betapa banyak pendapat yang pada mulanya dianggap lemah,
ditinggalkan, atau dianggap aneh, ganjil, kemudian mCnyaAi mat
setelah Allah menyediakan untuknya orang yang menolongnya,
menguatkqnnya, dan mempopulerkannya. Salah sanr contoh dapat
kita lihat dengan jelas pendapat-pendapat Imam Ibnu Taimiyah, khu-
susnya dalam masalah-masalah talak dan yang berhubungan de-
Ilgannya. Banyak ulama muslimin dan ahli fatwa yang menyukai
fanua-fanra beliau dan meniadikannya acuan (padahal sebelumnya
pendapat itu tertolak). Dengan fanva-fatrranya itu Allah menyeh-
matkan keluarga muslimah dari kehancuran dan keruntuhan. Dan
dalam waktu dekat menjadi contoh bagi pendapat-pendapat yang
dianggap aneh dan menylmpang dari kebenaran, termasuk dalam
keraiaan Arab Saudi.
Akhirnya, segala puji kepunyaan Allah, Tuhan s€mesta alam.

4
PEI}TBARUAN
SHUL EIQITT:
U
ANTARA IIENETAPKAN DAN I}TENOLAK

Pertanyaan:
Teriadi diskusi hangat di antara para pemerhati kaiian-kafian
Islam seputar persoalan yang dikemukakan oleh sebagian da'i dan
cendekiawan muslim sekarang, yaitu persoalan 'pembaruan Ushul
Fiqih".
Sebagian t€man mengatakan bahwa ide ini t€rtolak secara total,
sebab ushul fqih merupakan tempat kembalinya pemecahan hukum
ketika terjadi perselisihan. I(arena itu, bagaimana mungkin ushulJiqih
diperselisihkan; sebagian hendak memperbaruinya pada satu sisi
dan seba$an lain hendak memperbaruinya pada sisi lain lagi?

206
Sebagian teman lagi tidak mempersoalkan masalah ini. Ya@
memperiempit (tidak memperbolehkan) pembaruan ini hanyalah
orang-orang yang iumud dan kalangan harfiyyun (konvensional)
yang-menghendaki segala sesuahr yang terdatrulu itu tetap seperti itu.
- nemiEanlah, kami memandang perlu meminta keputusan Ustadz
mengenai perbedaan persepsi ini. Begitu pula lcedua belah pihak
yang berbeda pandangan ini telah rela meminta kepunrsan Ustadz.
- xami berharap Ustadz tidak bakhil untuk memberikan kata punrs
kepada kami, mtskipun kami tahu banyaknya tugas yang harus
lJstadz selesaikan.
Semoga Allah meniadikan Ustadz bermanfaat dan memberi taufik
kepada [stadz untuk menerangi jalan orang-orang yang sedang
bingung.

Jawaban:
Pertanyaan ini berkisar pada dua kata kunci, yaitu: toidid (pem-
baruan) dan ushul fiqih.
I(ata 'taidid" itu senantiasa dikaitkan deng;an peristiwa-peristiwa
atau perjalanan sefarah, sehingga membuat orang-orang yang kon-
sisten merasa takut kalau dilepaskan tanpa kendali.
Sebagian generasi muda kita yang kebarat-baratan telah melaku-
kan berb-agailsatra dengian maksud hendak mengfuapuskan alar se-
;amh,fita-aan itzttiyyah (esensi) tslam kita dengan menggunakan
istilah 'taidid'. Merekayang tampil dengan mengatasnamakan "tai-
did" inilali yang ditertawakan oleh Mushthafa Shadiq ar-Raf i lcen-
dekiawan muslim Arab) dengan perkataannya: "Mereka hendak
memperbarui agama, bahasa, matahari dan bulan." Dan mereka ini
pulatah yang disindir oleh Raja Penyair Ahmad Syauqi di dalam
puisinya tentang " al- I\zhN", katanya:
fanganlah kautiru kelompok terfitnah
Meieka anggap semua yang lama sebagai perkara munkar
ttalau dapat, mereka ingkari di tempat-tempat pertemuan
bapak mereka yang telah mati atau masih hidup
seiiap usaha kepada cara lama dihancurkannya
Dan untuk kemajuan dibangunkannya istana.
Mereka juga yang disinyalir oleh peryair Islam dari lndia, Dr.
Muhammad Iqbal dalam perkataannya, "sesungguhnya lQ'bah tidak
perlu diperbarui, dan tidak perlu didatangkan batu dari negara Baral"
Pengakuan "tajdid" semacam itu jelas tertolak secara meyakin-
kan. Dalam sebagian tulisan saya, sayakatakan: "sesungguhnyahal
ini lebih cocok dikatakan sebagai abdid (kesewenang-wenangan)
daripada bjdid. (pembaruan)." 1 10
Iadi, tajdid yang hakiki (sebenarnya) itu disyariatkan bahkan di-
tuntut pada segala sesuatu, dalam urusan-urusan materiil dan imma-
teriil, dalam urusan dunia dan agama, sehingga iman itu sendiri me-
merlukan pembaruan dan agama juga memerlukan pembaruan. Diri-
wayatkan dalam hadits Abdullah bin Amr secara marfu':

'dL4K{+s6rd{*t6elrty
5$i"rc,J&i6a\i6giK5i
({$rob).ffiE
"Sesungguhnya iman yang ada dalam hati salah wnng di antan
l<amu itu mengalami fumal *Waimarn plaian menjadi ktmal
l<arcna itu mintalah kepdaNlah agarmemptfuruiimandi dalam
hatimu:ttt

Disebutkan pula dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu


Dawud dalam Suaan-tgz, al-Hakim dalam Musuitroh-nya, dan al-Bai-
haqi dalam al-Ma'rifah, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw.:

",1-"?Ser;#*b*U.lg^r;6t
.\$'tfi)';f fflCr-)SV
"Sesungguhnlm Nlah *lalu mernhngl<itkan untuk umat ini pda
prmulaan tiap-tiap *mtus Ahun (abad) onngtang memprfunti
agAnant'a wttuk mercl<a.4' 12

l lqJrat pasal 'Ashalah taa RaJ'ffih wa Tahdie laa Taghrlb" dalam kttab sga Bayyi.
raatul-Hallil-lslani.
1lnn fakim,
. 1
dan beliau berkaa, "Perawi-perawin),a tepercaya." Dan perkataannya ini
disetuiui oleh adz-Dzahabi.
1l2p;t"L161 oleh al-lraqi dan lainnya, dan disebuttan pula dalam shahih al-Jdmiush-
Shaghir.

208
Demikianlah, yang penting dikaji ialah batasan makna "pembaru-
an" dengan segala penjabarannya.l 13
Apabila Syari' (Pembuat syariat) sendiri telah mengizinkan pem-
baruan dalam agama, dan sejarah juga mengenal golongan orang-
orang pandai yang disebut sebagai "mujaddid" (pembaru) seperti
Imam Syafi'i, Imam Ghazali, dan lain-lainnya, maka tidak dilarang
bagi kita melakukan "tajdid ushul fiqhi" (pembaruan ushul fiqih).

Apakah Ushul Piqth ttu?


Ushul fiqih ialah ilmu yang diciptakan oleh umat Islam untuk di-
jadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syara' dari
dalil-dalilnya yang terinci. Dengan kata lain, ushul fiqih ialah ilmu
yang meletakkan kaidah-kaidah yang meniadi patokan untuk men-
cari petunjuk (dalil) mengenai sesuatu yang ada nashnya dan yang
tidak ada nashnya.
Ushul fiqih ini merupakan ilmu Islam yang murni dan termasuk
warisan pemikiran Islam yang dibanggakan. Seorang Syekh ahli
sejarah filsafat Islam modern --Syekh Mushthafa Abdur Raziq--
menganggap ilniu ini sebagai salah satu ilmu asasilyah (landasan)
tenp1g fflsafat hlam. [epentingannya melebihi filsafat Madrasah
tvtagr4$yah al-Is.1aniyyah, yaitu Madrasah al-Kindi, al-Farabi, dan
Ibnu Slna.
' 1'Apabfla melihat sejaratr pernrmbuhan dan perkembangan "ilmu
ushul'flqih' yang diciptakan'oleh umat Islam di masa lalu, yang ber-
mula dari kitab ar-Risalahkarya Imam Syaf i (wafat pada tahun 204
H) hingga kitab trsyadul Fuhul karya Imam Syaukani (wafat pada
tahun 255 H)lt* t".nai karya-karya para ulama masa kini, maka
tidaklah mengherankan jika pada masa sekarang ini ilmu ushul fiqih
menerima pembaruan. Sebab, umat Islamlah yang telah mendirikan
fondasinya, dan mereka pulalah yang memperbaruinya.
Semua ilmu Islam menerima pembaruan, seperti ilmu fiqih dan
ushul fiqih, tafsir, ilmu kalam, dan tasawuf. Bahkan wajib atas umat

113661 pembahasan 'Taididud-Din fl Dhauis-Sunnah" dalam kitab sir5ra Min Ajli shah-
wah Pasyidah.
l l4Kemunginan t€riadi salah tul s, sebab dalam kitab lrsyodulFuhul, pada halaman judul
disebuttan bahwa Imam Syaukani wafat pada tahun 1255 H. Dan dalam ldtab Nailul Aurhar
(uga karya Imam Syaukani) disebutkan beliau dilahirkan pada hari Senin, 28 Dzulqa'dah
1172 H, dan wafat pada hari Rabu, 27 Jumadil Akhir 1250 H. Wallahu a'lam (penf.l.

209
--secua bersama-sama-- melakukan pembaruan terhadap semua
ilmu ini.
- Se_jak sekitar dua puluh tahun lalu saya mengikuti muktamar
(konferensi) "Al-Hadharah al-Islamiyyah baina at-Ashalatr wa at-
Tajdid" di Beilrt,-dan mlkalah saya padawaktu itu membahas sepu-
tar masalah 'fiqih". Makalah ini dimuat dalam majalah at-Muslim al-
Mu'ashir, kemudian dice$k menjadi sebuah risalah tersendiri dengan
judul 'al-Fiqh al-Islami baina al-Ashalah wa at-Tajdid,
6iqih ts6mi
Antara Keaslian dan pembaruan). Di situ saya bicarakin beberapa
segi pembaruan yang dituntut dalam fiqih Islam sekarang.
.. tajdid yan-g palilg plnrlng dan sangat diperlukan daam Rqitr
-Segr
ialah "menghidupkan lrtihad" dengan menggunakan patokan qyar,iy-
yah, setelah dalam waktu sekian lama dipopulerkan bahwa pintu i;ii-
had telah rcrnltup.
Selama-ilmu fiqih, tafsir, kalam, dan ilmu tasawuf menerima pem-
-
baruan bahkan memerlukan pembaruan, maka mengapakah
-trmu
ushul fiqih tidak dimasukl,1n ke dalam jajaran ilmu-ilmu ini (yang
juga menerima dan memerlukan pembaruan)? '-

_ Saya t€!a! menulis dalam kesempatan lain mengenai kebutuhan


ilmu ushul fiqih kepada tambahan keterangan, pindalaman, dan I
penerapannya, sebagaimana saudara kami Dr. Hasan at-Turabi -- I

IGtua Umum Harakah IslamiSyah di Sudan-- juga telah menulis risa-


lah seputar "Tajdid Ushul Fiqhi" (pembaruan Uahul Fiqih) yang saya
p.ty. sempat membacanya, namun sudah sering say'i thirya[an ai
berbag?i negirq dan dalam berbagai kesempaan-pertemuin).
Bahkan di dalam buku saya al-Ijtihad fi- asy-Syiri,ah al-Islamiyyah
saya kemukakan bahwa sebagian masalah akidah i'tiqad d-a-pat
menerima iftihad, yaitu masalah-masalah yang diperselisihkan oleh
yry! dpn bqnyak perbedaan pendapat di dalamnya. Tidak diraguka;r
lagi b$ya kebenaran itu hanya saru, sedangkah yang kefiru?iam-
puni bahkan mujtahidnya mendapatkan satu pahala, insya Allah,
atas upayanya dan kelelahannya mencari kebenaran.
Inilah yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau ber-
kata di dalam salah satu risalahnya, "Maka di antara orang- orang
mukmin y_ang ryelakukan ijtihad untuk mencari kebenaran tetapi dii
keliru, maka Allah akan mengampuni kekeliruannya, bagaimanapun
keadaannya, baik dalam masalah-masalah teori aan rcihnuan, mau-
pun dalam masalah-masalah furu' (cabang) dan penerapannya.
Demikianlah pandangan para sahabat Nabi saw. dan jumhui(mayo-
ritas) imam-imam Islam.

2to
Adapun memilah-milah masalah kepada masalah ushul (pokok)
y,ang dihukumi kafir orangyang menolaknya, ini tidak ada dasarnya
samr sekali, baik dari sahabat, tabi'in, maupun dari imam-imam
Islam. Pemilahan ini hanyalah dari golongan Muktazilah dan ahli-
ahli bid'ah yang seperti mereka, yang kemudian dikutip oleh para
fuqaha dalam kitab-kitab mereka."
Apabila sebagian masalah ijtihad itu dapatdimasuki iftihad, maka
sebagian masalah "ushul fiqih" lebih tepat lagi dimasuki iitihad.
Memang sudah sangat populer di kalangan para pelajar bahwa
ushul fiqih itu sudah Qath'i; dan bila ushul fiqih yang qath'i ihr masih
dapat dimasuki iftihad sebagaimana bidang-bidang lainnya, niscaya
kita tidak mempunyai tolok ukur dan pedoman untuk memulangkan
masalah hukum bila teriadi perselisihan di anara kita dalam masalah
furu'. Pandangan seperti ini tentu saja harus diubah.
Seiak beberapa tahun gagasan ini telah menghiasi halaman-
halaman edisi perdana majalah al-Muslim al-Mu'ashir. Maialah ini
menyerukan ijtihad kontemporer yang kuat yang mengacu pada
ushul Islam dengan tidak melupakan kebutuhan-kebutuhan zaman,
serta tidak membatasi ijtihad pada masalah fiqih saia, melainkan ter-
hadap ushul fiqihnya juga.
Salah seorang cendeikiawan masa kini115 menolak seruan ini de-
ngAn dasan bah$ra u$trul fiqlh ltu sudatr qath'i, nialo bagaimana kita
Dedrdhad padarUal
' Saya mendapat kehormatan unhrk memberikan tanggapan me-
ngenat seruan maialah ini ddam edisi berikutnya (dengian makalah:
"Nazharat{ld.'Adad al-Awwal"). Dalam makalah ini saya katakan,
'Tldak dlragukan lagi bahwa Imam Syathibi rahimahullah telah men-
curahkan t€naganya untuk menetapkan bahwa ushul fiqih itu qath'i,
tetapi apakah yang dimaksud dengan ushul (pokok) di sini? Baiklatr
kita kutip taliq (komentarlcatatan) Syekh Abdulah Danaz terhadap
al-Muwafaqat (karya Imam Syathibi - penf .) yang memberikan penie-
lasan sebagai berikut:
Kata-kata'ushul" dipergunakan untuk persoalan (l@idah) global
png dtnashkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, seperti:

3W$li,rl
, 1l5yxftu penults masalah ekonomi Islam yang terkenal, Ustadz Mahmud Abu Su'ud.

2tt
"Ti&k boleh memberi mudant pada diri *ndiri dan ti&Ir bleh
memberi mudatat (termasuk dengan memfuhs memfui mafunt)
kepda orang lain." (al-Hadtts)

6b;t-lio-iKt;54c;
"... Dia (NIah) tidak sekali-lcali menjadilran untuk l<amu dalam
agama suatu kesulitan...."(al-Haff : 78)

UA';;'8u3j{;
"Dan orang lnng Dr;rdora tidak akan menangung doa otang lain
...." (Pathlr: I8)

Wy
"Sesungguhnya arnal itu tergantung pada niat." lal-Hadtts)

. "Ushul" fuga dinamakan dengan dalil, seperti Al-Qur'an, As-


Sunnah, serta ijma', dan ini tidak diperselisihkan ke- qatht-annya.
'Ushul" iuga berarti undang-undang (qawanin) yang digali dari
Al-Qur'an dan As-Sunnah, yang dijadikan timbangan bagi dalil-dalil
juz'iyyah ketika menetapkan hukum-hukum syara;. eanun (undang-
undang) ini termasuk ushul yang di antaranya ada yang disepakati
sebagai qath'i darada pula yang di perselisihkan mengenai qath'i dan
zhanni-Igd.
Al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilani dan orang-orangyang sependa-
pat dengan beliau mengatakan bahwa di antara hal yang termasuk
masalah ushul ini ada yang bersifat zlwnni. t 16 1626 Syathibi menen-
tang pendapat ini dengan mengemukakan beberapa dalil, yang pada
akhirnya. beliau menetapkan bahwa hal yang zhanni harus dikesam-
pingkan dari ilmu ushul fiqih, sehingga penyebutannya bersifat
mengikuti saJa, tidak [ain.l1z
Orang yang mau mengkaji ilmu ushul fiqih akan mengetahui

7 16 tl-ur*o1o4at I : 29, terbitan at-nJariyJah.


ttTbia

2t2
bahwa pendapat al-Qadhi dan orang-orangyang sependapat dengan-
nya iorlah yang kuat, karena (dengan menglaii itu) ia akan melihat
banyaknya perbedaan pendapat mengenai masalah ushul. I(arena
itu, di sana ada dalil-dalil yang diperselisihkan oleh golong;an yang
menetapkan sesrurtu secara mutlak dan yang menafikan sesuahr se-
cara mutlak, dan ada pula yang mengemukakan pendapatnya secara
rinci dalam kasus yang sama. Misalnya, perselisihan mereka menge-
nai nrashalih mrrsalah, istihsan, syara' orang sebelum kita lumat terda-
hulu sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw.; pcnf.), pendapat
sahabat, ktishhab, dan lain{ainnya yang sudah dikenal oleh semua
orang yang mempelajari ushul fiqih.
Adapun qlyas, yang merupakan salah satu dari empat dalil yang
asasi menurut mazhab panutan, ternyata diperselisihkan dan dibica-
rakan panjang lebar oleh golongan Zhahiriyyah dan lainnya. Bah-
kan, ijma' sendiri tidak sepi dari pembicaraan tentang kedudukan-
nya, kemungkinan teriadinya, metode mengetahui keberadaannya,
dan kehujfahamya.
Demikianlah, bahwa kaidah dan aturan yang diciptatan para
imam yang ahli ilmu ini, untuk meniadi pedoman dalam memahami
dan menggali hukum dari&n buah sumber pokok yang qath'i 'Al-
Kitab dan As.Sunnah',maqih tidak lepas dari perbedaan dan silang
pendapat l*imlnya dahm masalah aan danhhash, mwlnq dan mu-
qarltd, tlrrrtkrqdannwfhum, nasileh dan mansuhh, dan lain-lainnya.
Eegu pula perbedaan pendapat mengenai As-Sunnah, seputar
kedudukan hadits aahaad, sJarat-sJarat penggunaann:fa sebagi huj-
jah, baik syarat mengenai sanad maupun matannya, dan lain-lain
masalah yang berhubungan dengan penerimaan hadits. Perbedaan
pendapat dalam masalah ini sudah dimaklumi dan sudah masyhur,
yang dapat kita cari dampaknya dengan jelas dalam ilmu ushul
hadits sebagaimana kita dapat pula mencarinya dalam ilmu ushul
fiqih.
IGlau perbedaan pendapat seperti ini dapat teriadi dalam ushul
fiqih, maka kita tidak dapat menyetujui pendapat lmam Syathibi
yang mengatakan bahwa semua masalah ushul fiqih adalah qath'i.
Sesuatu lmrg qath'i itu tidak memungkinkan terjadinya perbedaan
pendapat sepefti ini. IQrena itulah al-Allamah asy-Syaukani menyu-
sun kitabnya dengan diberi judul lrsyadul-Fuhul iloa Tahqiqil-Haq min
Ilmil-Itshul, yang berusaha menyarihg peibedaan pendapat, menta-
shih yang sahih, dan membuang yang lemah. Beliau mengatakan di
dalam mukadimahnya:

213
"llmu ushul fiqih itu --karena merupakan ilmupngmeniaditempat
kembalinya para ahli ilmu dan menjadi acuan dalam memecahkan
masalah dan menetapkan dalil dalam kebanyakan masalah hukum,
dan karena masalah-masalahnya yang sudah diakui, dan kaidah-
kaidahnya sebagai acuiur memecahkan masalah-- diterima oleh ke-
banyakan ahli ilmu, sebagaimana dapat Anda lihat dalam pemba-
hasan para pengarang.
Seorang pengarang apabila memberikan argumentasi dengan per-
kataan ahli ushul, akan didengar perkataannya. Bahkan, para penen-
tangnya akan tunduk menerimanya, meskipun mereka orang terke-
nal. Sebab, mereka percaya bahwa ilmu ushul fiqih ini merupakan
kaidah yang didasarkan pada kebenaran yang pasti diterima, yang
mengacu pada dalil-dalil ilmiah (meyakinkan), dalil maqul (aqli), dan
manqul (naqli). Begitu sempurnanya ilmu ini (menurut anggapan
mereka) sehingga para pakar ilmu pun sulit mencelanya, meskipun
dengan pembahasan yang panjang lebar.
I(arena itu, banyak ahli ilmu yang mencetuskan pendapatnya dan
mengibarkan panji-panji dengan mengatalen bahwa dia tidak meng-
amalkan sesuatu tanpa berdasarkan ilmu riwayat.
Hal inilah yang mendorong saya --setelah menerima pertanyaan
dari sejumlah ahli ilmu-- unfik menyusun karangan dalam bidang
ilmu yang mulia ini. Tuiuannya untuk menJelaskan mana yang kuat
dan mana yang lemah, mana yang sakit dan mana yang sehat, mana
yang dapat diiadikan acuan dan mana yang tidak. Alhasil, agar suatu
kebenaran meniadi Jelas dan terang bagi seorang ilmuwan, dan tldak
ada dinding penuhrp antara dia dengian kebenaran yang hakiki.
Menemukan kebenaran ihr merupakan puncak pencarian dan ke-
inginan. Irbih-lebih dalam bidang ilmu seperti ini. Banyak mujtahid
yang bersikap u4lid (ikut-ikutan) dengan tidak mereka sadari, dan
banyak pula orangyang biasanya kokoh berpegang pada dalil lantas
mengikuti pendapat semata-mata dengan tidak mereka sadari pula.tte
Dengian demikian, nyatalah bahwa ijtihad dalam ushul fiqih mem-
punyai peluang yang luas, yaitu penyeleksian, penguraian, dan pen-
tariihan terhadap perkara-perkara yang diperselisihkan para ahli
ushul, yang banyak jumlahnya. Usaha Imam Syaukani untuk tahqi
qul-haq (menentukan yang benar) terhadapnya tidak berarti bahwa
beliau tidak memberi kesempatan kepada orang-ormg sesudah beliau

llSlrsyaAd Fuhul, hlm. 2-3, terbitan as-Sa'adah.

214
untuk melakukannya. Artinya, pinru ijtihad iu masih tetap terbuka
bagi orang yang dikaruniai Allah keahlian unilk t€riun ke sana.
Masing-masing mujtahid --sekarang-- punya bagian dan punya ke-
sempatan untuk melakukan sesuatu yang belum dikeriakan orang-
orang terdahulu.
Hanya saja yang perlu ditegaskan di sini ialah bahwa apa saja
yang telah tetap berdasarkan dahl qath'i tidak boleh kita biarkan
untuk coba dipermainkan oleh orang-orang yang suka bermain-
main. Sebab, masalah-masalah qath'iyyah ini merupakan pilar kesa-
tuan i'tiqad, fikrah, dan amaliah umat. Kedudukannya sepertihalnya
gunung-gunung, sebagai paku bagi bumi, yang meniaga agar bumi
tidak guncang.
Kita tidakboleh gegabah dengan memberikan kedudukan kepada
kaum yang suka melontarkan bermacam-macam dakrraan. Mereka
adalah orang-orang yang hendak mengubah yang qoth'i menjadi
sesuatu yang bersifat mungkin (boleh jadi begini dan bqgiru), men-
ladikan yang muhkamat sebagai mutasyabihaq dan menjadikan se-
luruh urusan agama ini sebagai adonan t€pung yang lunak yang
dapat mereka bentuk deng:rn tangan mereka menurut kehendak
hawa nafzu dan bisikin setan lepada mereka.
Mereka sudah,di ambang batas berani mempermainkan hukum-
h*um y"ang-telah ep berdasarkan nash Arcur'an yirng sharih (ie-
Ias), seperti peuarisan anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian
anak perempuan. Mereka hendak "beriitihad' unhrk menyamakan
antara bagian anak laki-laki dengan anak perempuan, dengan alasan
bahwa perbedaan ini hanya berlaku pada zaman ketika orang perem-
puan belum bisa berkiprah seperti laki-laki. Mereka tidak tahu atau
pura-pura tidak tahu bahwa perempuan --meskipun bekeda dan
keluar dari wilayahnya dan sejajar dengan kaum laki-laki-- tetaplah
di bawah tanggungan dan nafkah laki-laki, baik sebagai anak, sau-
dara, istri, maupun ibu, baik kaya maupun miskin. Tanggung jawab
kehartabendaannya tidak sama dengan tanggung jawab laki-laki,
karena laki-laki memberi mahar dan menanggung nafkah, sedang-
kan perempuan memperoleh mahar serta diberi nafkah, meskipun ia
kaya.
Sebagian mereka sampai mengatakan bahwasanya babi yang di-
haramkan Al-Qur'an dan dagingnya dikatakan sangat kotor inr ada-
lah babi yang makanannya jelek; sedangkan babi-babi sekarang
dipelihara dengan terhormat, tidak seperti babi-babi tempo dulu.
Demikianlah mereka menghendaki agar syariat Allah mengikuti

215
hawa nafsu manusia, bukan hawa nafsu manusia mengikuti syariat
Allah:

6flJ:;3fri*ffi l:tx'e3i:Ej,
?,.
%-
"Andaikata kebenaran itu menuruti hawanafsu mereka pdi bina-
satah tangtt dan bumi ini, dan xmualrugada di dahmqra -.."(al-
Mu'mlnun:7I)

Kami katakan kepada orang-orang yang menjadikan dirinya-se-


bagai budak ide perkembangan yang mutlak dan menuntut lslam
agar mengikuti perkembangan zaman, "Mengapa Anda menuntut
agar Islarnmengikuti perkembangan, bukannya perkembangan yang
m-engikuti tslamZ Seiungguhnya Islam disyariatkan Alah -un1uk
menlhukumi, bukan untuk dihukumi, untuk menuntun dan bukan
untuk dituntun. I(arena itu, bagaimana Anda menjadikan hakim se-
bagai terhukum, dan yang menjadi panutan sebagai pengikut?
"Arylcah hu,rrtm iahiliah yang merel<a kehendaki, dan Aukm)
siapakah yans lebih tuik daipda (hukm) Nkh bgi onng-onng
gng lakin? (al-Ma'ldah: 5O) o

216
.t,
',"" ffi:,

BAGIAN III

LAPAI{GAiI AQA'ID
DAI{ PERIGRA GAIB
(Laniutan Iilid 1)
I
SAAT DATANGNYA HART KTAMAT
HANYA ALLAH YANG TAHU
(Sanggahan terhadap Dr. Rasyad Khaltfah)

Beberapa orang saudara berkirim surat kepada saya menyampai-


kan pendapatyang ditulis Dr. Rasyad Khalifah ihwal batas waktu ter-
jadinya hari kiamat. Suatu hari Rasyad telah menipu masyarakat
dengan hikayat angka'19" dan ia mencocok-cocokkan angka terse-
but dengan sebagian ayat-ayat Al-Qur'an. Sebagian orang mengira
bahwa ini merupakan bentuk baru kemukfizatan Al-Qur'an. Karena
itu, mereka sangat memuji tulisan tersebut bahkan banyak yang
mengutipnya.
Saya termasuk orang yang tidak memuji karya doktor tersebut,
karena memang tidak selayaknya ia mendapat pujian demikian.
Menurut saya, tulisan-tulisan seperti itu tidak lebih hanya sebagai
"ilmu jenaka' dan tidak tergolong ilmu sebagaimana yang diklasiff-
kasikan Imam Abu Ishaq asy-Syathibi.
Namun, tern)rata penulis menjadikan rumus yang diciptakannya
itu sebagai jalan untuk urusan lain, di antaranya untrrk menimbul-
kan keragu-raguan terhadap Sunnah Nabawiyah (sumber kedua
tasyri' Islam), untuk mengubah kalimah Allah dari tempat-tempat-
nya, untuk mengatakan sesuatu terhadap Allah tanpa berdasarkan
ilmu, serta untuk menafsirkan Al-Qur'an menurut hawa nafsu dan
pikirannya semata-mata. Semua ini dapat kita lihat pada makalah-
makalah yang dimuat dalam beberapa majalah, yang di antaranya
memang ada yang sengaja mempopulerkan setiap kebatilan, dan ada
pula yang terkecoh serta teperdaya oleh setiap yang menyilaukan.
Untuk lebih jelasnya, saya kutip secara utuh perkataan Rasyad
tentang batas berakhirnya dunia (kiamat). Hal ini saya maksudkan
agar kita dapat menyangkal setiap pernyataannya dengan argumen-
tasi yang akurat. Perkataannya tersebut sebagai berikut:
"Ke1ika Al-Qur'anul Karim diturunkan kepada Nabi Penutup,
Muhammad saw., hanya Allah sajalah yang mengetahui waku ber-
akhimya dunia ini. I(arena itu, ketika Muhammad saw. ditanya ten-
tang kapan waktu berakhirnya dunia ini, beliau memberilen jawab-
an, 'Allah sendirilah yang tahu'. (al-A'raf: 87; al-Ahzab: 63; dan
an-Naazi'at: 42).

219
tJlah lrzza wa falla memberitahukan kepada kita bahwa dunia
ini akan berkesudahan, tidak dapat tidak (yunus: 24; Ibrahtm:48;
al-IGhff:8; dan al-Haqqah: I4).
Sebagaimana halnya kita mendapat pelajaran dari ayat 15 surat
Thaha batrwa waktu kesudahan dunia akan terungkap sebelum
datangnya saat kesudahan itu:

qit:ft'4:raiiy
"ksunguhnSta kiamat itu psti datang Nat menhasiakan (waktu-
n',a) ...." (Thatra: I 5)

Dari kata opooTutte (rl4) kita mengeahui bahwa untuk me-


nyingkap kapan waktu beraf,:hirnya dunia itu memerlukan usaha
dan perhitungan.
Begltu pula ayat 187 surat al-A'raf memberitahukan kepada kita
bahwa Allah Ta'ala akan mengungkapkan waktu kesudahan dunia
pada saat yang tepat:

';<Wlyi#S
"... Trdalr wrug pn Wg fupat wal<tu kdatangnnya
*hin Dia...." (al-A'ral: I87)
Adalah sesuatu yang pasti bahwa lJlah Azawa falla bakal me-
nyrngkap kapan waktu berakhirnya dunia ini, sebagaimana dijelas-
kan dalam Risalah-Nya yang terakhir, yaitu Al-eur;anul-Karii.
Marilah kia simpulkan apa yang dijelaskan Al-eur,an tentang l

berakhimya dunia ini, yaitu: i

1. Alam ini akan berkesudahan (al-Kahfl: 8).


2. IGsudahan alam ini tidak akan disembunyikan (Thalra: IS).
3. Allah SWf akan menyingkap kapan berakhirnya dunia ini pada
waktu yang sesuai (al-A'raf: I8Z).
4. Untuk mengetahui kapan waktu berakhirnya dunia ini memerlu- i

kan usaha atau perhitungan (Thaha: IS).

t lgyang asal artinya


"Aku hampir", tetapi dalam Al-eur,an dan tcrjerruhnya, Departemen
ASama RI, tidak diterjemahkan. (penl.).

220
Tanda-tanda Bemkhfrnya Dunia
Mengingat pentingnya masalah ini, Allah lvzawa falla hendak
menguatkan penyingkapan ini dengan beberapa anda yang jelas dan
bukti yang kuat, sehingga semua bentuk kesangsian dan lceraguan
akan hilang dari hati orang-orang mukmin. Tanda-tanda dan bukti-
bukti ini menegaskan kepada kita batrwa semua perhiungan itu hnar.
Sesungguhnya telah tampak jelas bahwa waktu kesudahan dunia
ini berhubungan erat dan langsung dengan huruf-huruf qur'aniyah
pada permulaan surat-surat (
gainya).
)31, o*-4{, RJ , o , dan seba-

Kelahiran Islam dan kesudahan dunia itu sangat berkaitan erat


dan berhubungan langsung dengan huruf-huruf qur'aniyah dalam
pembukaan atau permulaan surat-suratnya. Kenyataan ini tampak
jelas bagi kita melalui peristiwa sejarah yang terkenal, yaitu perte-
muan antara orangYahudi Madinah dengan Rasulullah saw.. Dalam
Tafsir Baiilhawi lang termasyhur itu diceritakan bahwa orang-orang
Yahudi lvladinah pergi kepada Rasulullah saw. untuk berdialqg dengan
beliau. Mereka, seperti umumnya orang-orangYahudi, pandai dalam
ilmu ramal-meramal, suanl ilmu ]rang didasarkan pada nilai bilangan
huruf-huruf abi4d.
Perlu kami ingafiran di sini kepada pembaca bahwa ketika Al-
Qur'anul Karim diturunkan dengan tidak mencannrmkan angka-
angl6 seciua tettulis, rnaka huruf-hurufryra dapat digunakan seba-
gat angk&angka. tturuf atif ( | ) nilainya adalah satu, huruf lam ( J )
nilainya 30, dan huruf mim ( f ) nilainya 40. Berdasarkan ini maka
huruf qur'aniyah'pJr' lalif lam mim) nilainyaberiumlah 7l (l + 30
+ 40 = 7l).
Orang-orang Yahudi Madinah pergi kepada Rasulullah sirw. serrla
berkata, "Bagaimana kami akan beriman kepada agama yang hanya
akan hidup di dunia selama 71 tahun saia?'
Demikianlah orang-orang Yahudi mengaitkan huruf-huuruf
qur'aniyah pada ayat pertama surat al-Baqarah yang merupakan
surat Madaniatl yang pertama, yaihr huruf ' ,Jr ' dengan lama
waktu lehidupan Risalah Nabi Muhammad.
Masalah penting yang perlu diperhatikan di sini adalah batma
Rasul saw. menyetujui perhirungan kaum Yahudi ini. Berdasarkan
hubungian langsung antara huruf-huruf qur'aniyah dengan umur
agiama Islam ini, maka Rasul tidak menyanggah metode mereka

22t
dalam masalah perhitungan ini. Batrkan sebaliknya, nasui berkaa
kepada mereka -sebagaimana yang dapat kita kaahui dari buku-
buku tarikh: "feapi ,J r
ftuj,ukgn satu,-sanrnya huruf dalam Al-
Qur'Q$, kamimasihpuiy" o,-lt, lt, riJt dansebagainya.,
Dan karena Nabi Muhammad siw. s6bagai nabi pamunlkas (al-
Ahzab: 4O), maka lesudahan agamanya itu sendiri merupikan ke-
sudahan bagi alam semesta.
Peristiwa sefarah ini memberitahukan kepada kia bahwa huruf-
-huruf qur'aniyah mempunyai hubungan fng kokoh dan secara
langsung dengan kesudahan dunia. Dan makna huruf-huruf
qur'aniyah itu tetap menjadi rahasia Ilahiyangterpelihara selama 14
abad (yunuez 2O dan al-Durqan: 4-6).
Kemudiandari kaiian ahli hitung al-Ietruni terhadap Al-eur'anul
riarim nlatalah bahwa huruf-huruf ini mempunlai andil daram aturan
perhitungan- Qur'an yang sangat rumit. Oi dalamnya ditetapkan
pagl dung dengirn metode madiyah yang dapat dirlba (inddrawi)-
-
bahwa Al-Qur'anul Ierim merupakan fusalhh Alah kepada alam
-dipelihara
semesta dan bahwa setiap kaa, bahkan huruf, telah
selama bertahun-tahun dan berabad-abad.
"Seannguhnya KamiJah lnng menurunlran N-edan, dan *-
sunguhqta l(ami funar-bnar memeliharanlta" (al-Htfr: 9)

Demikianlah, Allah SI,trI menetapkan una* dunla l@aslian Risalah-


Ny_a dan keaslian huruf-hurufnya sebelum tersingkap tabir mergenai
hubungian huruf-huruf tersebut deng;an kesudafun-dunia
_ fadi, huruf-huruf qur'aniyah bukan hanya menunjulckan keaslian
dan keagungan Al-Qur'anul l(arim, tetapi juga menuiryulckan kepada
lig te$1rq]5apan waktu be_rakhirnya ddnia sebagaiinana yan! Ai-
kehendaki lilah lrzza wa falla.
I(arena Al-Qur'anul lGrim memberiAhukan kepada kia bahwa
umur Risalah Muhammadiyah (Risalah Nabi Uuhammad saw. --
Risqlatr penutup/t€rakhir- sama dengan jumlah angka perhinrngan
terhadap_ huruf-huruf qur'aniyah, maka bilangan tahun yang dGn-
tul€n Allah swr unfik Risalah Nabi Muhammad ini difelaskln olelr
Al-Qur'anul lQrim dalam surat 15, dan ini merupakan tinOa pertama.
I(arena itu, kita mengeahui bahwa waknr kesudatran duntaint ddak
akan selalu tersembunyi (menfadi rahasia). Hal int dperlihatkan Al-
9qr'an ayat 15 surat Thaha, sementara itu kita dapati bilangan tahun
dalam surat 15.

222
Sesungguhnya bilangan tahun yang ditentukan Allah ltzta wa
falla untuk agirma Nabi Muhammad saw. kita temukan batasnya
dalam surat Al-Hijr, surat 15 ayat 85 sampai dengan 88.
Ayat 85 membuka tema ini dengan mengatakan bahwa kesu-
dahan dunia itu pasti datang, tidak mungkin tidak:
"... Dan *sungguhnp saat (kiamat) itu pafii akan datang, malra
maallanlah (merclra) dengan an yang baik"

Sedang ayat 86 mengingatkan kepada kita bahwa Allah SWT


mengetahui waktu t€riadinya hari kiamat, karena Dia yang mencip-
akan langit dan bumi dan mengetahui kapan berakhirnya:
"Sesungahryta Tuhanmu, Dia-lah Yang Maha Pencipta lagi Maln
Mengetahui."

Kemudian ayat 87 memberikan batasan mengenai umur Risalah


Nabi Muhammad:

@:#i5r,;3s(',{'tv;(a j r.a,
"Dan wtngulrrrlta liiami tetah memberikankepfumutujuh alnt
yang difua brulang-ulang fun N-Qufan yang agung.'

Al-Qur'anul fiarim menghitung huruf-huruf pembuka surat de-


ngan patokan tuiuh kali dua (yakni 14). Maka perkaaan " >Y "
berarti " 9l1I1 " (dua), dan istri sebagaimana dalam perkataan !3',
dan,,ii65 dan'76j's , artinya gtl.it (dua), \SX (tiga), *uu %33j
(empat); dan bentuk jamak dari kata Jg ialah Slgti hrjuh kali
dua.
Demikianlah Nlah lvza wa falla berfirman, bahwa waktu yang
ditentukan bagi risalah Nabi-Nya Muhammad saw. itu sama dengan
jumlah bilangan tujuh kali dua yakni 14 huruf pembuka surat Al-
Qur'an. Bila kita ingat bahwa di dalam Al-Qur'an tidak dicantumkan
angka-angkanya ketika ia diturunkan, maka kita dapat melihat pada
huruf-huruf qur'aniyah pembuka surat-suratnya, yang banyaknya
14 (huruf pembuka).
Lebih jelas lagi ialah bahwa ayat berikutnya, yaihr ayat 88 surat
Al-HUr mengatakan kepada Rasul saw. bahwasanf waktu png diberi-
kan Allah kepada beliau lebih panjang daripada waktu-waktu yang
diberikan kepada rasul-rasul sebelumnya:

223
"langan *l<ali-lali englrau menunjuldcan pndanganmu kepa&
kenilmtatan hidup yng telah lhmi furtkan kepda fubrap
golongan di antan mereka (orang-onng kafir itu), dan jnganlah
engl<au brsedih hati terhadap mereka .... " (al-Htf r: 88)

Maka di antara hal yang sudah dikeahui bahwa waktu yang di-
berikan Allah untuk Risalah Nabi Musa a.s ialah 146I tahun, waktu
yang diberikan_untuk Risalah Nabi Isa selama 570 tahun. Sedangkan
waktu yang diberikan Allah kepada Risalah Nabi Muhammad ialah
as- sab ul matsani (tuiuh yang diulang-ulang). 120
Nah, berapakah nilai bilangan as-sab,ul matsani? fumlah ini sama
dengan _umur agama Islam, artinya jumlah ahun-tahun yang diten-
tukan AllahSWT sejak diutusnya Nabi Muhammad saw. hingga Uer-
akhirnya dalam dunia.
Berikut inilah daftar As Sabul Matsani dan nilai bilangannya:
1. O :100
2. O:50
3. O-:90
4. /*: 8+40:48
5. Llt:10+60+70
6. 4L: 9+ 5:14
7. uJ:9+60=69
8. lt: l+50*40=Tl
9. )t = 1+Jo+2oo:231
10. *: 9+60+40=lO9
:
ll, 6,,,,s- 70 + 60 + 100 = 2SO
12. .rlt : 1+30+40+90:16l
13. ll : 1 +go + 40+2Oo:2Tl
14. d-r4i :20 + 5 + 10 + 70 + 90: l9S
fumlah keseluruhan = 100 + 50 + 90 + 4g + To + .14 + 69 + Tl
+ 231 + 109 + 230 + 161 + 27t + t70g tg':
ladi, umur Risalah Nabi Muhammad saw. sebagaimana ditentu-
kan oleh Al-Qur'anul Ihrim ialah 1709 ahun eamar[ah, mengingat

l2oRasyad Khalifah mengiutikannya


14 (T x2: 14) seperti di atas. (pcnl.l.

224
ahun-tahun yang dibicarakan dalam Al-Qur'an selamanya tahun
Qamariyah (at-Taubah: 36)
Dan angka 17@ int mengemukakan empat alamat (tanda) yang
baru jelas, yaitu:
Pettama: hasyf (penyinglrapan) ini dikehendaki Allah teriadi pada
tahun 1400 H untuk memberitahukan bahwa sejarah yang dominan
di dunia ialatr sejarah yang dikehendaki oleh Allah Azza wa falla
Penguasa dan Pengatur Kebijaksanaan yang sebenarnya bagi dunia
ini, dan penyingkapan rahasia ini tampak 309 tahun sebelum ber-
akhirnya dunia (yaitu l7O9 - 1400 = 309). Dan angka 309 ini meru-
pakan angka qur'ani:
"Dan merclca tinggal dalam gua mercl<a tiga rz,tus tahun du ditam-
fuh *mbilan talrun Qagi)." (al-Kahfl: 25)

Kedua: angka 309 kita jumpai dalam AI-Qur'an ditulis dengan


carayangamat khusus, yaitu: "Tiga ratus tahun dan ditambah sem-
bilan tahun." Dan para ilmuwan modern sekarang mengungkapkan
bahwa selisih 300 tahun Syamsiyah dengan Qamariyah ialah 9 tahun
Oamari1lah. Maka penulisan angka 309 dengan cara seperti di atas
(3oo tahun ditambah 9 atrun) memberikan argumentasi kepada kita
mengenai perhinmgan tatrun-tahun Oamariyah atau S)tamsiyah ....
seFla pufi kepunyaan Allah ftrhan ba$ alam semesta .... Dan kia
mengetahui dengan jelas bahwa beraktrirnya alam semesta sebagai-
mana yang telah ditetapkan batasnya oleh Al-Qur'an akan datang
dengan kehendak Allah setelah 3o9 tahun Qamari.lah atau 300
tahun Sfmsiyah setelah tahun penyingkapan rahasianya (14CoW
1980 M)
Kedga: sesuai dengan ayat 87 surat al-Hijr, bahwa jangka waktu
yang ditentukan Allah swT bagi Risalah Muhammadiyah (Risalatt
Nabi Muhammad saw.) ialah hasil penjumlahan As-Sab'ul Matsani
(sebagaimana hasil penjumlahan di muka) yaitl l7O9 tahun. Iru ber-
arti bahwa tahun sesudah tahun 1709 merupakan tahun berakirnya
dunia, yaitu tahun l7l0H. Dan angka ini merupakan kelipatan dari
angka 19. Barangkali saudara pembaca tahu selarang bahwa angka
19 --yang merupakan jumlah huruf dalam basmalah-- merupakan
faktor persekutuan terbesar bagi peranrran penghiungan qur'ani (si-
lakan membaca buku saya yang berjudul Komputer Berbicara). Maka
angka 1719 merupakan tahun berakhirnya alam dunia, dan angl@
ini merupakan kelipatan dari 19. Dan ini merupakan tanda (indikasi)
paling penting di jalan pembahasan ini.

225
Keempat: tahun 1710 Hifriyah yang merupakan tahun kesu-
dahan bagi alam semesta ini bertepatan dengan22SO Miladiyah (Dfa-
sehi), dan angka ini juga merupakan kelipatan dari 19.
Semua damat (tanda, indilosi) ini menegaskan kepada kia bahwa
kesudahan alam semesta yang pasti akan teriadi ihr sudah ditentu-
kan oleh Allah SWT dalam kitab-Nya Al-Qur'an Yang Agung. Dan
waknr yang-t€pat bagi teriadinya peristiwa kesudahan dunia ini ada-
lah tahun 1710 Hifriyah bertepaan dengan 2280 Miladiyah.
Ketika penemuan ini pertama ka[ dipublikaslkan sebagian orang
menolaknya dengan alasan bahwa kiamat i$ altan t€riadi dengan
tiba-tiba, sslagaimana disebut}an Al-Qur'an:
I
'txisKI
"... Kiamat itu tidak akan futang kepfuntu melainkan dengan tifu,-
tiba ...." (al-A'ral: I87)

fada hakikatnya, pernyataan "kiamat itu tidak akan datang ke-


padamu melainkan dengan tiba-tiba" adalah seperti perkaaan "ja-
nganlah kamu mendekati shalat" atau seperti perkaAan "celakalah
bagr orang-orang yang shalat" dan menyingkap letidakmengertian
t€ntang Al-Qur'an.
Allah lvzawa falla telah mengingatkan kita agar jangan meniadi
orangyang membagi-bagi Al-Qur'an, yakni mengambil sebagian dan
mengabaikan sebagian yang lain. Dan peringatan atau ancarum
yang dialamatkan kepada orang-orang yang meniadikan Al4ur'an
terbagi-bagi ini disebutkan di dalam surat al-Hijr setelah membicara-
kan pembatasan (penenunn) wakft kiamat secara langsung (ayat 9O).
Yrata al-baghtah (tiba-tiba) kita jumpai dalam Al-Qur'an sebanyak
13 kali, dan pada setiap kalinya kita jumpai hanya ditujukan untuk
orang-orang kafu. Ayat-ayatbaghuh ini kita jumpai ditlsm: surat al-
An'am ayatSl, 44, 47t surat al-A'raf ayat95 dan 187; surat Yusuf
ayat lO7; surat al-Anbiya' ayat 40; surat al-Haif ayat 55; surat al-
Ankabut ayat 53, sutat uz-Zu:mar 55, sarat az-Zttkhruf ayat 66,
dan surat Muhammad ayat 18. I(ata-l€ta al-baghuh ini hanya drtuiu-
kan kepada orang-orang kafr karena mereka tidak membenarkan
aiarun-aiaran Al-Orr'an yang t€rang ini. fiarena itu kiamat akan
datang dengan tiba-tiba buat mereka."
Demikianlah makalah Rasyad lftalifah.

226
Penulis makalah ini menetapkan kesimpulannya mengenai waknr
terjadinya kiamat dari AI-Qur'an dengan berpiiak pada asas yang
rapuh, bahkan sudah runtuh, tidak mantap dan tidak tepat, tidak
ditegal*an di atas dua pilar agama atau ilmu pengetahuan, atau
logika yang sehat.
Seluruh acuannya hanyalah penafsiran Al-Qur'an menurut
pikiran dan hawa nafsunya, tidak merujuk kepada Al-Qur'an sendiri
--sebaik-baik penafsiran Al-gur'an ialah dengan Al-Qur'an-- dan
tidak pula merujuk kepada Sunnah Nabawiyah. Padahal Rasul ada-
lah orirng yang paling berkompeten menjelaskan lepada manusia
mengenai apa yang diturunkan kepada merele (Al-Qur'an) ...
Rasyad jug tidak meruJuk kepada Salaful Ummah, sebagai sebaik-
baik generasi, dan orang yang paling mengerti tenang hakikat tslam
dan maksud Al-Qur'an, serta tidak pula merujuk kepada ulama-
ulama khalaf, yaitu para mufassir, pensyarah, fuqaha, mutakallimin,
serta para "bintang" ahli riwayat dan "lautan" dirayah lainnya.
Rasyad juga tidak tahu atau pura-pura tidak mengetahui hadits tlabi
saw. yang mengatakan:

et$s36b1t56*ig,i3WU
/

(J,44nirr*6i,),ab)
'krangsiap Wry menahirkan N-Quln &ngan alrahya kemu-
dian betul, mak ia tetap dipndang salah jugtzr

5rr"i.;{r551;*;'AreJ:6F
(.r-F-,l r* O^r), r't) 2l9i
"futangsiap menahirlant N-Qw'n dengan pikinnny (tanp
berdasdran ilmu) mal<a hendaldah ia menempti tanpat duduk-
nya berup ap, neraka'tz2

l2lnnrirmidzi dari fundub bin Mullah. Beliau berkara 'lni hadi6gharib.'Liha! sunan
Timidzi,4t 269.
12213 n6ldzl dari Ibnu Abbas. Bellau berkaa, "Ini hadits hasan.' Llha( sunan Timi&i
4z 268.

227
Memang tidak mengherankan jika Rasyad berbuat begitu, karena
dia sama sekali tidak percaya kepada Sunnatr Rasul.
Adapun asas-asas lang rapuh dan runnrh ihr ialah:
1. Penafsirannya yang mardud (tertolak) terhadap ayat t5 surat
Thaha.
2. Penafsir4nryra yang keliru terhadap aW 187 surat al-A'raf.
3. Penafsirannya yang benar-benar batil mengenai ayat 8T surat al-
Hiir.
4. Pemilihannya terhadap pendapat yang lemah dan mardud dalam
mentakwilkan huruf-huruf potongan pada awal beberapa surat
yang dibanguil\ya atas "perhitungan jumlah" yang tidak dikenal
dalam ilmu bahasa Arab, tidak didasarkan pada athl yarg sehat,
agatna, maupun eksperimen-eksperimen.
5. Penetapannya terhadap kata-kata pembuka surat-surat Al-
Qur'an sebanyak 14, suatu penetapan yang sewenang-wenang
dan tidak didukung oleh logika.

Berikut ini akan saya kemukakan penjelasannya:


Kekeliruan Sang pslulls rlalnm Merufstrkan Surat llraha Ayat I 5
Sang penulis menyangka bahwa ayatls surat Thaha: ,sesung-
guhnya hari kiamat itu pasti akan datang, Aku merahasiakan (wak-
tunya)", memberitahukan kepada kita bahwa waktu terjadinya ke-
sudahan dunia ihr akan terungkap (dikeahui) sebelum iaat iejadi-
annya. Dia berargumen dengan l<ata ):(1 gang asal artinya: Aku
hampir) dan bahwa untuk mengetahui kap* terjadinya kiimat tu
memerlukan usaha dan perhitungan.
Sudah dimaklumi dengirn jelas bahwa ayat ini datang dalam kon-
teks firman Allah kepada Musa a.s.. Apabila makna ayat ini seperti
asumsi Rasyad Khalifah, maka sudah barang tentu Allah memberita-
huF?n kapan waktu teriadinya kesudahan dunia (kiamat) ini kepada
-nani
Nabi Musa a.s. atau kepada Nabi sesudahnya dari nabi-nabi
Israil, _atau kepada Almasih Isa putra }ytaryam a.s.. Namun kenyataan-
np Allahtidak memberitahukan kepada mereka dan tidakkrfada se-
orangNabi pun, jugatidakkepada Nabi terakhir, NabiMuhammad saw..
Alangkah baiknya jika sang penulis (Rasyad Khalifah) mau
tawadhu' sedikit dan merujuk kepada imam-imam tafsir dalam
memahami ungkapan tip! t:t<t (Aku hampir merahasiakannya).
Dalam menafsirkan ungkapan ini pengarang kitab nutrut-Ma,aniber-

228
kata: "Maksudnya: 'Aku hampir merahasidkan hari kiamat dan tidak
menampakkannya dengan mengatakan: Sesungguhnya ia pasti akan
datang. fralau dalam pemberitahuan semacam ini tidak terdapat ke-
lemahlembutan dan pematahan (pemutusan) terhadap berbagai alas-
an, maka Aku tidak akan melakukannya.'"
Selain ihr, diriwayatkan dari lbnu Abbas dan fa'far ash-shadiq
bahwa makna ungkapan itu ialah: 'Aku hampir merahasiakannya
dari diri-Ku, dengan arti: 'Bagaimana Aku akan menampakkannya
t
kepadamu?' 123 9v1 sudah menjadi lebiasaan bangsa Arab apabila
salah seorang dari mereka hendak menekankan dalam merahasiakan
sesuatu, dia berkata: "Aku hampir merahasiakannya dari diriku.'
Yang hampir sama dengan ini ialah yang tersebut dalam hadits me-
ngenai tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungirn
dari Allah, yang salah saflmla:

lyt*trxi]tuAisli#K;o
.)$j-rgXY'4Jtlb'#
'Dan orang yrutg nwrysluarkan dekah deng, meralrasia*amrn
*hingga tilgan kfuinya tidah mengetahui ap yang diintal*an
taryan lrananqta"

Pemalraman Penults terhadap ayat I87 Surat al-A'raf Tertolak


Sang pentrlis ltrga berasurnsi bahwa aW 187 surat al-A'raf: "tidak
seorang pun yang dapat menjelaskan waknr kedaangannya selain
Dia" memberitahukan kepada kita bahwa Allah SwT akan menying-
kap terjadinya kesudahan dunia pada waktu yang tfpat. Dan sudah
jelas Dia menyingkapkannya dalam risalah terakhirnya, yaitu Al-
Qur'an, sebagaimana yang telah difirmankan-Nya.
Ini merupakan pemahaman yang keliru terhadap ayat yang mulia.
Seandainya sang penulis yang pemberani itu mau merenungkan siya-
qul-halam (konteks pembicaraan) ayat tersebut niscaya ia tahu bahwa

1236-p.rra (Abu zakaria Yahya ad-Dailami; cd.) menafsirkan: 'Aku hamplr meraha-
siakannya dari diri-Ku. Maka bagaimana Aku akan menampakkannya kcpadamu?' Lihat, ad-
Duml-Mansur karya as-Suyuthl (4: 2941. As-suyuthi juga menyebutkan penafsiran lbnu
Abbas: "Aku hampir merahasiakannya dari diri-Ku.'
ayat itu membatalkan pemahamannya dengan jelas.
Dalam ayat yang mulia ini Allah berfirman (ar-tinya):
"Merelra menanyahn kepdamu tentang kianat'Bilakah teriadi-
ryn?' I(atakanlah: 'Santngguhnya pngekhuan tentang kiamat itu
adalah pda sisi Tuhankt; tidak wrang pun png fupt menielas-
kan waktu kdatangannya *lain Dia. Kianat itu amat bent (huru-
hararyta bagi makhluk) Wrgdi hngt dan dibumi. Kamatitutidak
alran datang kep&mu melainlcan dengan tifu,'tifu.'Mercka ber'
E.nta kerydamu *al<an-al<an l<amu funr-benar mengetalruiny.
Ihtalranlah: 'Saunggthryn pngetahuan tentug llari kiamat itu
adalah di sisi NIah, tetryi kebanyalran manusia tifuk mengetahui.-
(al'A'raf: I87)

Perhatikanlah bagaimana para penanya itu menanyakan kepada


Rasulullah s:M. t€ntang waktu tedadinya hari kiamat dan bagaimana
Rasul meniawabnya dengan perintah Allah, bahwa beliau tidak
mengetahui sedikit pun t€ntang waktu terjadinya, karena sesung-
guhnya ilmu mengenai kiamat hanya ada di sisi Allah. Dan ung-
kapan ini diulang dua kali dengan tujuan menegaskan, yaitu: "Kata-
kanlatr: 'Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada
sisi Tuhanku'...' dan "Katakanlah: 'sesungguhnya pengeahrurn t€n-
tang hari kiamat itu adalah di sisi Allah.'"
Teman kita (sang penulis, Rasyad Khalifah; penr.) ini telah me-
nunjukkan pemahamannya yang buruk terhadap bahasa Arab. Dan
makna huruf "lam' dalam perkaaan li;41aurut 'lam' dalam kata-
kata ini bermakna "fi" ( lpada, di), seperti pada hadits:
'}-

Qv ob), tti;5lzfias it#Ji'J#il


pda
"Annl Wng Ning utama ialah melakukan shalat vtaktunlta."

I(ata li waqtilnbermaknaf waqtiha (pada waktunya).


Maka jumiatr ini --sebagaimana kata Imam al-Alusi-- merupakan
penjelasah rcntang kontinuitas kerahasiaan hari kiamat iu hingga
iiba saat terjadinya, dan menutup semua jalan pemberiaan untuk
mengungkapkannya. t2a Sesungguhnya Allah hanya akan memberi-

l24Ruhul Ma'ani,9z 133, terbitan Daru Ihyait-Ttratsil 'Arabi' Beirut'

239
tahukannya pada waknr teriadinya inr, sehingga dengan demikian
pada saat itu mereka mengetatruinya dengan sebenar-benarnya.

Penafslran yang Bld'ah terhadap Ayat 87 Sumt al-Htfr


Sang pemilik ide ini membuat penafsiran terhadap Rrman Allah
dalam surat al-Hiir ayat87.
"Dan wwtguhnya Kami telal, funhn kepdamu tuiuh ayat lang
diha brulang-ulng dan N-Qw'an yangagwg,"

Penafsirannla itu dijadikannya acuan bagi asumsinya, yaitu


suatu penafsiran yang tidak ditunjuki oleh ayat tfrsebut baik secara
terang maupun isyarat. fuga tidak pernah terbetik dalam had seorang
pun ahli riwayat dan ahli dirayah. Bahkan penafsirannya ial berten-
tangan secara diametral dengan dalil naqli dan dalil aqli, iug berten-
tangan dengan konteks ayat.
lntinya, bahwa seolah-olah seluruh generasi seJak para sahabat
&n tabi'in, dan orang-orang yang mengikuti mereka selama empat
belas abad, tidak mengerti apa yang telah dinrrunkan Rabb mereka,
padahal Dia telah menurunkan Kitab-Nya denganbahasaArab yang
t€rang, dan disifaA-Nla KiEb-ll1la iu s€bagai "Kitabun Mubin' (Kitab
yang Menjelaskan), dan dimudatrkan-Nya dengan merggunakan
bahasa mereka agar mereka sadar. Namun demikian, mereka belum
fuga lelas dan sadar sehinga'teman kita' ini datang dari Amerika
untuk menfelaskan apa yang tersembunyi dan menyadarkan orang
yang lupa.
Imam Syaukani mengatakan di dalam kitabnya Fathul Qadir al-
J ami' bainar -Riway ah w ad-Dirayah fit-T afsir sebagai berikut:
"Para ahli ilmu berbeda pendapat mengenai makna dan maksud
l<ata as-sab ul-Maaani. fumhur mufassirin berkata,'Sesungguhnya dia
adalah al-Fatihah.' d-wahidi berkata, 'Kebanyakan ahli afsir ber-
kata bahwa yang dimaksud ialah Fatihah al-Kitab, dan ini adalah
pendapat Umar, Ali, Ibnu Mas'ud, al-Hasan, Mujahid, Qatadah, ar-
Rabi', dan al-IQlabi. Al-Qurthubi menambahkan bahwa ini juga me-
rupakan pendapat Abu Hurairah dan Abul Aliyah, dan An-Naisaburi
menambahkan la$ bahwasanya adh-Dhahak dan Sa'id bin fuber
juga berpendapat begitu.' Dan hal ini sebenarnya diriwalratkan dari
Rasulullah saw. -sebagaimana akan dijelaskan nanti.
Selain itu, ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud idah
tuiuh surat yang panjang, yaiot al-Baqarah, Ali Imran, an-Nisa', al-

231
Ma'idah, al-An'am, al-A'raf, dan png ketuiuh idah al-Anfd dan at-
Taubah (karena keduanya seperti ffihr surat saia, di antara kedua
surat itu tidak terdapat basmalah). Pendapat ini diriwayatkan dari
Ibnu Abbas. Dan ada pula png mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan tuiuh itu ialah pembagian Al-Qur'an yang meliputi perintah,
larangan, fibsyir (pemberian kabar gembira), ancaman, membuat
perumpaminn, mengenalkan nikmat-nikmat, pemberitaan tentang
generasi terdahulu. Demikianlah pendapat Ziyad Ibnu Abi lrfaryam.
Tidak diragukan lagi bahwa pendapat pertama (bahwa as-sab,ul-
Matsani adalah al-Fatihah) itulah pendapat yang benar, karena ketika
ayat itu turun --padahal ia ayat Makkiyah-- kebanyakan dari tuiuh
surat yang panjang itu belum turun, karena ay?f-ayafi itu adalah
Madaniyah. Demikian pula dengan perintah dan larangan, kebanya-
kan turun di Madinah (trfadaniyah). Dan zhahir firman Allah: "Dan
sesungguhnya l(ami telah memberikan kepadamu ...' menunjulckan
bahwa pemberian fi{uh ... iur lebih dahulu daripada nrrunnya a}rat ini.
Maka cukuplah bagi kita sebagai dalil yang menunfukkan kebe-
naran pendapat pertama bahwa Imam Bukhari meriwayatkan dua
buah hadits sahih mengenai masalah ini dalam Shchih-nya:
Pertama: dari hadits Abu Sa'id bin al-Ma'la, Rasulullah saw. ber-
sabda:

ay3%5iGr'cjisat5.a,#
-/4#rQli'#Ji{,fiJG
"Nhamdulillahi Rabbil'Namin adalah as-fub'ul-Matsani (tujuh
png diufuig-ulang) dan N-Qw'an nng ryung nng diberikan
kepdakt."

IGdua: dari hadits Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:

"J€li''3i/,6-za
o/ rL: \r/ -
6,|#-;6tr1
.rigi{gA\G
'Ummul Qufut --yalni al-Fatihah-- adalah as-fub'ul-Matani (tu-
juh lang diulang-ulng) dan N-Qdan yang agung."

232
Disebut dengan "tuiuh" karena terdiri dari tujuh ayat, dan basma-
lah termasuk satu ayat darinya. Sedangkan disebut "matsani" 1di'
ulang-ulang) larena diulang-ulang membacanya pada wakru shalat.
Sementara itu, meng'athafkan Al-Qur'an lepada al-Fatihah (cs-
Sab'ul-Mauani) termasuk bab 'mengathafkan yang umum kepada
yang khusus', dan hal ini sudah terkenal dalam bahasa Arab.
Adapun perkaaan sang penafsir pembuat bid'ah: "sesungguhnya
as-Sab'ul-Ma*ani itu artinya 14, karena al-matsani merupakan bentuk
jamalc dari matsna yang artinya 'dua', maka seakan-akan Allah ber-
firman: "Hai Muhammad, Kami telah memberikan kepadamu empat
belas!" Maka apa yang dikatakan sang penafsir ini merupakan per-
kataan terhadap Allah tanpa berdasarkan ilmu, dan merupakan ke-
beranian dalam menafsirkan Kitab Allah berdasarkan pikirannya
semata-mata dan hawa nafsunya yang menyimpang. Ddam hal ini
Al-Qur'an sendiri telah melarang mengikutinya, dan Rasul saw. telah
mengancamnya. Nah, adakah dalam perkataan Arab yang seperti apa
yang dikatakan sang penafsir (Raryad Khalifah) ini baik dalam ben-
tuk puisi maupun prosa?!

Keseuenang-wenlngan Tanpa Dalll


ScanaAnya kita anggap benar perkataannya itu, padatral sebe-
nam5ra:tidah bermr, maka apa ard kalimat'Kami telah memberikan
kepadamu empat belas?" Apa pengertian kalimat semacam ini? Dan
ddak jelas p,lila ru'Ad-nya (sesuanr yang dihtftng), apakah dia, apa-
kah unta, sapi, kambing, dirham, atau dinar? Atau apa lagiT
Apa pula yang menyebabkan "teman kita" ini berani mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan 14 itu adalah huruf-huruf potongan
pembuka surat-surat Al-Qur'an? Manakah dalil dari qrara', dari
bahasa, atau dari logika yang menunjulckan demikian? Padahal
huruf-huruf potongan pembukaan surat dalam Al-Qur'an ihr bukan
empat belas melainkan dua puluh sembilan, mengapa dia hanya
mencukupkan empat belas?
IQlau dia mencukupkan empat belas ini dengian alasan tidak
mengulangl huruf-huruf potongan yang sama, mengapa dia tidak
membuang huruf-huruf (hija'iyah) dan membaasinya pada empat
belas huruf (hija'iyah) yang tersebat pada fawatrhrs-suwar (pembuka
surat-surat Al-Qur'an) ?
Sungguh semua ini merupakan kesewenang-wenangan sang
pemilik ide dengan tidak didasarkan dalil dari agama maupun ilmu
pengetahuan.

233
Yang mengherankan lagl, sang penafsir pembuat bid'ah ini mem-
perkuat bid'ahryra dengan mengatalan:
"Di antari )raqg memperfelas masalatr int ialah bahwa ayat ber-
ikutnya --yaitu ayat 88 surat al-Hiir-- memberiahukan kepada
Rasul batmasanya waktu yang dtberikan Allah kepada beliau lebih
panjang daripada waktu yang dlberikan kepada rasul-rasul yang
lain: '|anganlah sekali-kali kamu menunfultkan pandanganmu ke-
pada kenikmatan hidup yang t€lah l(ami bedkan kepada beberapa
golongan di antara mereka (orang-orang kafu ifi), dan fanganlah
kamu bersedih hati terhadap mereka.'"
Dia lRasyad Khalifah) meniadikan il}rrmtr pda kalhnat i4i;g$i
(beberapa golongan dari mereka) unhrk para rasul seperd Nabi Musa
dan Nabi Isa.
Padahal ayat ini dengan jelas menuniukkan larangan menujukan
pandangan kepada kenikmatan hidup duniawi yang dtberikan
kepada beberapa golongan manusia, yang tidak diberikan kepada
beliau (Rasulullah saw.). Nah, jika apa yang diberikan kepada Rasu-
lullah saw. itu lebih tinggi dibanding apa yang telah diberikan kepada
mereka, maka untuk apa beliau menujukan pandangannya kepada
mereka?
Di samping itu, di manakah disebutkannya rasul-rasul dalam
untaian kalimat sebelumnya sehingga dhonir tersebut kembali
kepada mereka?
Andaikata tenran kita ini mau menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-
Qur'an dan merujuk kepada surat Thaha, niscaya ia alran menjumpai
di sana suatu ayat yang serupa dengan ayat rcrsebut lang menfelas-
kan maksudnya dengan sempurna. Allah berfirman:
'hn ianganhh lanu tujulan kdun mabmu kryfu apa Wg telalt
Kani furtkn kepda golongan-golongan dad mercka, xfugai
bunga kehidupn dunia untuk lhmi abai mercl<adenganryn Dan
laruria TUIwmu fuhh l&k fuik dan l*ih lcehl" lTtralra: I S I )

Dalam menafsirkan ayat ini Ibnu Ietsir menulis: "Maksudnya,


m€rasa cukuplah dengan apayang diberikan Allah kepadamu berupa
Al-Qur'an yang agung, dengan berpaling dari apa yang ammran
kepada mereka png berupa kesenangan dan bunga-bunga kehi-
dupan yang bakal si6x.'125

l25Ta1ri, ol-Er'an al-Azhim, Darul Ma'rlfah, Beirut, 2: 557.

234
Imam Syaukani berkata: "I(etika Allah menjelaskan kepada
Rasul-Nya saw. mengenai nikmat keagamaan yang telah Dia berikan
kepadanya, maka'dihardiknya" Rasul dari kelezatan-kelezatan
dunia dengan firman-Nya: 'Dan Jangianlah kamu tujukan ...', aitinya
fanganlah kamu nrjukan pandanganmu kepada perhiasan kehidupan
dunia karena cinta dan menginginkannya."l26
Selaniutnya Imam Syaukani berkata: 'setelah Allah melarang
Rasul menoleh lcepada harta benda dan kenikmaan yang ada pada
mereka (orang-orang kafir), maka dilarangnya pula beliau berpaling
kepada mereka dengan firman-Nya: 'Dan janganlah kamu bersedih
hati terhadap mereka', sekiranya mereka tidak beriman dan tetap
dalam kekafiran dan keingkaran."l27

Kiseh yang Dikemukakan al-Baidahwi Ttdak Dalnt Dtfadtkan


Huffah
Kisah yang disebutkan al-Baidhawil2E --disebutkan pula oleh
beberapa mufasir lain- juga dijadikan dasar oleh sang pemilik ide.
Menurut Rasyad, Nabi saw. mengakui pemahaman orang-orang
Yahudi mengenai hunrf-huruf potongan pada permulaan beberapa
surat --dan itu me4gisyaratkan lamanya usia Risalah Muhanima-
diyah (rtsalah'Nabi'lvluhammad saru.) melahrt metode'perhtnrngan
hdruf (kata)'-. karena beliau saw. rcrsenyurn ketika mendengar per-
Itirtihni"mereka, dan senyum beliau ini memrniukkan pengakuan
bc{tau kepada mereJq.
"secara ilmiah kisah ini ttdaklah akurat. Selain itu kisah ini Jrrga
tidak diriwaptkan dengan sanad yang sahih atau hasan, tetapi AE-
ngan sanad dhaif yang tidak dapat dijadikan hujjah, dan dilemahkan
oleh al-Hafizh lbnu Katsir di dalam tafsirnya (1: J8), as-Suyuthi
dalam dil-Durni-Mantsur (1: 23), asy-Syaukani dalam Fathut-eadir (l:
31), dan Ahmad Syakir dalam Tahhrij Tafsir Thabari.l2eDengan demi-
kian gugurlah berargumentasi dengannya, karena hadits dhaif tidak
dapat dijadikan hujjah menurut para ahli ilmu.
Seandainya cerita ini kita anggap sah, maka ia bukan nash (dalil)

126 r o1ri, F athul- t I 42,


Qalir, 3
t27rbid.
l2Suasyiyah asy-Syihab'ala al-Baiilha*i, al-Maktabah
al-lslamiyah, Ttrk$a, 1: 172.
l29Ta1si, ath-Thabari, l:218, terbitan Darul Ma'arif.

2s5
yang menuniukkan kebenaran apa )ang dikatakan orang-orang
Yahudi mengenai perhirungan huruf dan kesitnpulan lang mereka
peroteh dari huruf-huruf tersebut. Hal ini dikemukakan oleh al-
Baidhawi sendiri --yang justru cerita yang disebutkannya itu diambil
oleh sang penulis (Rasyad Khalifah) unhrk dijadikan alasan. Al-
Baidhawi menyebutkan pendapat ini dalam deretan pendapat-penda-
pat lain mengenai penafsiran huruf-huruf ini dengan menyebutkan
dasan masing-masing pendapat, dan di antara pendapat itu ada yang
berargumentasi dengan cerita tersebut, dengan asumsi bahwa Rasul
saw. mengakui istimtuth mereka lGmudhn Al-Baidhawi
menyanggah pendapat-pendapat tersebut sirtu per satu, di antaranya
pendapat yang meniadikan cerita Yahudi ini sebagai dasarnya.
Kemudian beliau mengemukakan bahwa huruf-huruf ini ddak dapat
digunakan untuk menghitung nilai huruf. Beliau berkata, 'Hadits ini
tidak dapat dijadikan alasan, karena tersenyumnya Rasul itu dise-
babkan rasa heran terhadap kebodohan mereka ... 1lakni mengenai
penafsiran mereka deng;an bahasa Arab terhadap sesuirtu yang tidak
termasuk kosa kata bahasa Arab, sebagaimana diterangkan oleh
asy-Syihab dalam hasyiyah-nya (catatan kakinya) terhadap Tafsir al-
3oi71roti.t3o
Syekh Syakir berkata, "Bagus nian al-Hafizh Ibnu Katsir, beliau
telah menempatkan kebenaran padatempatnya ketika beliau berkata
dalam tafsirnya, 'Adapun orang yang menganggap bahwa ayat ini
menunjukkan akan diketahuinya waknr-waknl dan dari siur akan
diketahui saat teriadinya ber.bagai peristiwa, fitnah-ffEnh, dan huru-
hara, maka orang tersebut telah mendakrrakan sesuahr yang tidak
tepat dan melenceng dari luar garis."
Beliau (Syekh Syakir) berkata, "Mengenai masalah ini terdapat
hadits dhaif, yang hal ini otomatis membatalkan pendapat orang
yang berpegang dengannya karena mengiranya sahih.' Kemudian
beliau menyebutkan hadits yang memuat kisah tersebut --dengan
mengutip dari ath-Thabari-- seraya berkata, "Hadits ini bersumber
dari Muhammad bin as-Saib al-IQlbi, padahal dia termasuk orang
yang tidak dapat dijadikan hujjah apa yang diriwayatkannya, bila ia
,an6i631.rtJl
Sementara itu, ada pula beberapa ulama terdahulu dan ulama

lSO natyiyat asy -Syihob'ala al-Batitha*1, L 172.


l3l T o{st ath-Thahri, l: 22O.

236
belakangan yang tidak mau membicarakan penafsiran huruf-huruf
ini, dalam hal ini mereka menguatkan apa yang diriwayatkan dari
Abu Bakar ash-Shiddiq dan ketiga khalifah lainnya: 'Bahwa huruf-
huruf potongan di awal surat itLl merupakan rahasia yang hanya Allah
saja yang mengetahui ilmunya." Dengan.demikian, menurut mereka,
huruf-huruf potongan ini termasuk mutasyabih yang hanya Allah
yang mengetahui tals^rilnya. Karena itu, dalam membicarakan ayat-
ayaf atau huruf-huruf ini mereka berkata, "Allah lebih mengetahui
maksudnya."
Di dalam fatsirnya, Imam Syaukani mengingkari orang yang
menganggap bahwa huruf-huruf itu mempunyai makna yang qoth'i
(pasti). Beliau berkata:
"sesungguhnya orang yang membicarakan penjelasan makna
huruf-huruflini dengan menetapkan bahwa makna itu yang dimak-
sudkan oleh Allah ?uzawalalla, maka ia telah melakukan kesalahan
yang amat buruk, dan telah melakukan kebohongan yang sangat
besar dengan pemahaman dan dakwaannya itu.
Apabila penafsirannya terhadap huruf-huruf tersebut dikembali-
kan kepada bahasa Arab dan ilmu-ilmunya, maka hd itu merupakan
kebohongan yang hrlen" karena bangsa Arab tidak pernah membica-
rakan hal itu sama sekali .... fika demikian, tinggal salah sanr dari
dua perkara:
i;,,peilhilrs, penafsiran dengan menggunakan akal semata-mata,
,nng nlrata-nyata ada larangan dan ancaman bagi pelakunya. Dalam
hd int, ahli ilmu tnenrpakan orang yang benar-benar waiib men-
jauhinya, menghalanginya, dan membendung ialannya. Mereka ada-
lah orang yang paling takut kepada Allah untuk meniadikan Kitab-
Nya sebagai bahan permainan serta menjadikannya t€mpat tumpuan
kepicikan pandangan dan kelakar mereka.
Kedua, menjauhi Pembuat syariat, jalan yang terang dan lurus.
Maka barangsiapa yang menjumpai permasalahan seperti ini,
tidaklah tercela jika ia mengatakan menurut apa yang diketahuinya
saja. Dan barangsiapa yang tidak mengerti sedikit pun tentang masa-
lah.ini, hendaklah ia mengatakan: 'aku tidak tahu' atau 'Allah yang
lebih mengetahui maksu dnya.' " rsz
Kemudian beliau berkata: "fika Anda bertanya: 'Adakah suatu
keterangan dari Rasulullah saw. mengenai fawatihus-suwar ini yang

l32To1ri, Farhtl-Qaitir, 1: 30-3 I.

237
patut dijadikan pegangan?' Maka saya (Syaukani) katakan: 'Saya
tidak mengetahui Rasulullah saw. membicarakan maknanya sedikit
pun.'"
Kemudian beliau flmarn Syaukani) melontarkan pertanyaan:
"Bolehkah bertaklid kepada salah seorang sahabat dalam menafsir-
l<an fawatihus-suryar ini iika riwayat dari mereka sah sanadnya?"
Beliau menjawab tidak boleh, Ierena penafsiran itu hanya se-
mata-mata hasil ijtihadnya. Selain itu, apa yang diriwayatkan dari
para sahabat mengenai masalah ini berbeda-beda dan saling berten-
tangan. lQlau kita mengamalkan pendapat salah satu di antaranya
dengan tidak mengamalkan pendapat yang lain, maka ini berarti tin-
dakan seenaknya sendiri. Sedangkan iika kita mengamalkan semua-
nya berarti kita melakukan sesuatu yang saling bertentangan, dan
hal ini tidak diperbolehkan.
IQlaulah apa yang mereka katakan itu bersumber dari Nabi saw.
niscaya mereka akan sepakat, tidak akan berbeda pendapat, sebagai-
mana hal-hal yang diambil dari beliau. Di samping itu, jika memang
mereka mengetahui bahwa Rasulullah saw. pemah menerangkan hal
ini sudah barang tentu mereka akan meriwayatkannya dan me-rafa'-
kannya (mengatakannya dari beliau saw.), apalag ketika terjadi per-
bedaan pendapat di antara mereka.
Imam Syaukani berkata:
"Sikap yang saya ambil dan juga diambil oleh setiap orang yang
mencintai keselamatan dan mengikuti ieiak ulama salaf ialah 'ddak
membicarakan hal ini sama sekali, dan mengakui bahwa diurunkan-
nya Jawatihus-suuar merupakan kebiJalsanaan Allah Azza wa falla
yang tidak dapat dicapai akal kita dan tidak m.rmpu diiangkau oleh
pengertian yang kita pilifti.,l35
Demikianlah sikap orang yang memandang lebih baik (selamat)
tidak menafsirkan huruf-huruf potongan (tawatihus-suwar) pada per-
mulaan beberapa surat Al-Qur'an dengan penafsiran yang boleh fadi
tiilak sesuai dengan yang dimaksudkan Allah.
IQlau ada orang-orang yang berkecimpung membicarakan penaf-
sirannya, baik dari kalangan ulama terdahulu (mutnqaildimin) rlulupu[
dari ulama belakangan (muta ahhhhirin), male tidak sdorang pun dari
mereka yang menyatakan bahwa huruf-huruf itu merupakan isJarat

lssrbia.. L 3r-s2.

238
)rang menunjukkan angka-angka tert€ntu dengan metode perhitungan
huruf yang terkenal di kalangan orang Yahudi, seperti yang saya
sebutkan sebelumnya.

Perhitungan Kata (Humf) Ttdak Dtdasarkan lnda Asas Manthtqi


(I,ogika)
Selanjutnya, perhitungan huruf itu sendiri merupakan istilah se-
kelompok orang, bahkan istilahyanglahir dari sikap seenaknya sen-
diri, tanpa didasarkan pada logika atau ilmu pengetahuan.
Siapakah gerangan yang membuat urutan huruf seperti pada con-
toh (dibaca dari kiri ke kanan): Iw G : -9 j A L q -!
-b
J I O t-r., Z- r-e,.} --,gF i] 5 C r ct- b Z,
o
Mengapa tidak dibuat urutan seperti ini: ) V .f .f C
C
i t : dan seterusnya? Atau dibuat urutan yanglain?
Dan siapakah yang yang menjadikan untuk huruf alif angka 1,
huruf ba' angka 2, dan seterusnya hingga huruf tha' ( t ) dengan
angka satuan, kemudian untuk huruf ya' ( g ) diberi angka 10,
huruf kaf ( J ) 20, demikian setenrsnya dengan kelipatan sepuluh
hingga pada huruf yang bernilai 100, dan tambahan sesudahnya
ruupakan lefpetan serafirs?
: , Mengapa kelaniutannya itu tidak dianggap sebagai angka sanran
hinggn huruf yang terakhir? Mengapa tidak dimulai dengan 10 (se-
puluhl, seratus, atau seribu? Mehgapa tidak alif sama dengan 1, ba'
sama dengan 10, jim sama dengan 20, dan seterusnya? Mengapa
tidak 1, 10, 10O, 1.000, dan seterusnya? Mengapa?
Ternyata hal ini hanyalah rekayasa si pembuat istilah. Memang,
siapa pun berhak membuat dan menciptakan istilah, tetapi hal ini
merupakan suatu yang tidak lazim.

Pendapat Inl Bertentangan dengan Al-Qur'an yang Sharih


Pendapat yang sangat berani dalam hal menentukan baas kapan
teriadinya hari kiamat itu jelas-ielas bertentangirn dengan apa yang
disebutkan di dalam Al-Qur'an Al-IQrim.
Al-Qur'an telah menetapkan bahwa kiamat tidak akan datang
melainkan secara tiba-tiba, sebagaimana disebutkan dalam firman
berikut:

239
t;S;#{gr.tgo-rr*r4;l*
"... Kamat itu annt fuat (hwt-Iwa4a bgi n aHrlt lO SanS di Wt
dan di bumi. Kamat itu ti&k alan datang kepfumu melainkan
dengan tifu-tih.... " (al-A'nl: I87)

Pendapat yang mengatakan bahwa hal ini (mendadaknya kiamat)


untuk orang-orang kafir --bukan untuk orang-orang mukmin-- ada-
lah pendapat png tidak benar. Ikrena ftrman itu ditujukan unhrk
semua golongan manusia, tidak ada dalil yang menuniulckan lekhu-
susan khiub (firnan) ini untuk orang-orang kafr.
Seandainya hari kiamat itu sudah diketahui saat terjadinya oleh
orang-orang mukmin, maka pengetahuan ini pasti akan sampai juga
kepada orang-orang kafir, meskipun melalui jalan dugaan dan ke-
raguan. Dengan demikian, kejadian kiamat itu tidak lagi mendadak
dan tiba-tiba sebagaimana disebutkan Al-Qur'an.

Rasyad Mendalnpalon Dlrlnya Mengetahui dart Al-Qur'an Sesuatu


yang Tidak IXketahut Rasufullah
Masalah lain lagi ialah bahwa sang pemilik pendapat ini meng-
anggap dirinya mengetahui dari Al-Qur'an apa yang tidak diketahui
oleh orang yang diturunkan wahyu Allah kepadanyra, pim Nabi
Muhammad saw..
Kesimpulan ini didasarkan pada kenyataan bahwa Rasulullah
saw. yang bernrgas menyampaikan wahyu dari Allah tidak mengeta-
hui sedikit pun kapan terjadinya kiamat" begitupun Malaikat Iibril
sebagai pengemban tugas menyampaikan wahyu dari Allah kepada
Rasul, iaiuga tidak tahu sama seloli kapan t€riadinya kiamat. HaI ini
ditetapkan berdasarkan hadits yang telah disepakati kesahihannya,
yang sudah terkenal di kalangan kaum muslim baik secara khusus
maupun umum. Hadits yang dimaksud ialah yang menceritakan
kedatangan Malaikat fibril dalam wujud seorang laki-laki )rang me-
nanyakan lcepada Nabi saw. t€ntang pokok-pokok dan beberapa
ajaran agiama yang mendasar, yang mengaiarkan kepada manusla
mengenai urusan agama mereka, dan di antaranya ialah pertanyaan
mengenai hari kiamat, kapan t€riadinya? Maka jauraban yang felas
dan terang dari Rasul --sebagai manusia-- kepada Utusan Allah yang
berupa mdaikat (fibril) ialah:

240
JSltt5;.'{au,WJ3*.frt1
Tang ditarya tifuk lebih tahu dadpda yang befiaryta"

Diriwayatkan pula dalam hadits sahih yang diriwayatkan Imam


Muslim mengenai "lima perkara yang tidak ada yang mengetahuinya
selain Allah', kemudian Rasulullah saw. membaca ayat berikut:
"fuunguh4ra Nlah, hanya pda sisi-Ny saialah pengetalruan
tentang had kianlr,t, dan Dia-lah Wg menunnkan huian, dan
mengetalrui ap yang ada dalam nhim. Dan ti&lc ah wnng pun
yang dapt mengetahui (dengan psti) apYnsalcan diushakan-
nya bsk &n tiada wnng pun tang daryt mengekhui di bumi
mana dia akan mati...."(Luqman: 54)

Sebenarnya saya bersikap sangat keras dalam mengingkari pen-


dapat seperti ini, karena ia merupakan wuiud keberanian menentang
Kitab Allah dan membuka pintu bagi orang-orang yang suka mem-
permainkannya, yang mengubah kalimah Allah dari tempatnya.
Sehingga jadilah Kitab Altah sebagai bahan permainan bagi orang-
orang ),ang menyukai keanehan-keanehan, dan ayat-ayatnya yang
berisi penrniukyang abadi inr meniadi seperti bola yang ditendang
dan dlemparkan ke sana ke mari oleh mereka yang mempermain-
kannla.
Semoga Allah merahmati Abu Bakar yang pernah berkata: "Bumi
mana ]ang akan menerimaku dan langit mana yang akan melindu-
ngiku jika aku mengatakan sesuatu yang tidak aku ketahui me-
ngenai Kitab Allah?"

2
RAI}TALAN BINTANG DAN PERDUKUNAN
DALAITI PANDANGAN ISLAIII

Banyak surat kabar atau majalah yang membuka rubrik khusus


untuk membicarakan apa yang ditunggu-tunggu banyak orang
mengenai nasib baik atau nasib buruk yang akan menimpa mereka
hari itu atau keesokan harinya. Rubrik seperti itu biasanya diberi

241
judul "Nasib Anda Hari Ini", "Apa l(ata Horoskop", "Anda dan Bin-
tang Anda", dan lain{ainnya.
Biasanya rubrik tersebut memberitahukan kepada para pembaca
mengenai peruntungannya menurut tanggal lahirnya yang dikelom-
pokkan sesuai bintang-bintang yang terkenal, yang mereka bagi
menjadi dua belas.
Sebagian orang ada yang membenarkan apa yang ditulis dalam
media cetak tersebut, lalu mereka merasa gembira dan optimistis
manakala ramalan itu menyenangkan mereka. Sebaliknya mereka
merasa sedih dan pesimistis apabila ramalan inr memberitakan per-
untungan buruk yang bakal merele terima.
Ramalan ini kadang-kadang ada benarnya sehingga orang-orang
semakin mempercayainya dan menjadi semacam ikdkad bagrnya.
Tetapi ada pula orang yang membacanya sekadar untuk rileks, mes-
kipun dia tidak membenarkan dan mempercayainya.
Pengurus Madrasah I'dadiyyah, Qatar, meminta kepada saya
untuk mengutarakan pendapat mengenai masalah ini dan menfelas-
kan hukum syara' terhadapnya.
Saya akan membahas persoalan tersebut berikut ini, wa billahit
taufiq:
Islam datang untuk melindungi manusia dari khayalan dan keba-
tilan dalam segala bentuknya. Dalam hd ini Islam menghubungkan
manusia dengan sunnah Allah dalam hal pencipaannya, kemudian
menyuruh mereka untuk menghormati dan menjagianya jika mereka
menginginkan tebahagiaan di dunia dan kefayaan di akhirar
Karena itu lslam menganggap buruk sejumlah perkara yang di-
kembangkan kaum jahiliah yang berupa khurafat dan khayalan,
yang sama sekali tidak ada keterangan dari Allah mengenai hd itu
dan tidak didasarkan atas bukti-bukti yang akurat. Dalam hal ini
Islam sangat mengingkari orang-orang yang mempraktikkan dan
menyebarkan khurafat serta memanfaatkan orang-orang yang lalai
--dari kalangan awam-- yang pasti ada di tengah+engah masyarakat
pada setiap zaman.
Di antara praktik khurafat dan khayalan itu ialah sihir, perdukun-
an, ramalan nasib, ramalan bintang (astiologi), serta praktik pe-
nyingkapan perkara gaib dan sesuatu yang rahasia melalui peranta-
raan alam "tinggi' atau alam "rendah" hingga --menurutpengakuan
mereka-- dapat memberitahukan sesuatu yang akan teriadi pada
esok hari, baik dengan jalan ramalan bintang, berhubungan dengan
jin, dengan cara menulis atau membuat garis di tanah, atau dengan

242
cara-cara lain yang merupakan kebatilan jahiliah, baik di Timur mau-
pun di Barat.
Cukuplah jika kita membaca beberapa ayat Al-Qur'an atau hadits
Nabi yang mulia untuk menjelaskan kesesatan para pembohong itu.
Allah SWT berfirman:

"fi,iiyql,id:;^i5,r.i$ta;,,r\J"f
"l(atakanhh: Tidak ada wrang pun di langit dan di bumi l,ang
mengetahui perl<an gaib, kecuali NIah ....- (an-Naml: 65)

Dalam ayat ini Allah meniadakan seorang pun dari penghuni langit
dan bumi yang mengetahui perkara gaib.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
"Katakanlah: 'Aku tidak berkuas menarik kemantaatan W dirtku
dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki
Nhh. Dan ftldrafita alru mengetahui png gaib, tentubh alru mem-
buat kehiil<an *np*-Unyalorya &n atu tidak akan ditimp
kemu&ntan. Aku tihl lain hanyalah pmfuri pringatan &n
rynbatn brita gembin fugi orang-onng yng briman " (al-
A'ra(: IE8)

Allah menyuruh Rasul-Nya yang terakhir untuk mengumumkan


bahwa dia tidak mengetahui perkara gaib. Karena itu dia ditimpa apa
yang juga menimpa orang lain dalam kapasitasnya sebagai manusia.
Andaikata dia dapat mengetahui perkara-perkara yang gaib niscaya
dia akan membuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan
ditimpa keburukan.
Allah juga berfirman:

i;'j;iy@r "A=r.i&+rt#ii?i
fr$;i:u
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui'1tang gaib, mal<a Dia tidak
memperlihatlran kepda *onng pun tentang Wng gaib itu.
Kecaali kepda nsul yang dirtdhai-Ny...."(al-Iln: 26.-271

243
Di dalam ayat ini Allah menyifati diri-Nya bahwa hanya Dia yang
mengetahui perkara gaib, dan Dia tidak memperlihatkan yang gaib
ini kepada seorang pun dari makhluk-Nya kecuali kepada rasulyang
diridhai-Nya (untuk mengetahuinya). Sedangkan Dia memperlihat-
kan sesuatu yang gaib kepada rasul itu sesuai dengan kehendak dan
kebijaksanaan-Nya.
Di samping itu, dalam hadits-hadits Rasulullah saw. disebutkan:

'.3 L#'{ ;{-r (946 6,9 li, U


,W.,#:.j?;j,a
"knngsiapa yang datang kepada tul<ang nmal (ahli nuium),Ialu
ia menanykan sesuatu kepadanya, maka shalatryta tidakditerima
relama empt puluh malam.asa

fit35t'J34t<$l$qvbiG
.&*1si:d4{1l63$q
"krangsiap yng dakng kepda dukun ramal, kemudian dia
membena*an aW )ang dikatakannya, malra xsunguhryn dia
telah kufur kepda apa Wng diturunl<an kepda Nabi Muhammad
ffiw..'135

g
q LE-,%\1 51 \btii\ 6V 5r
*6#{se3gr'1,6e#.
\'f\439\!'e
"funngsiap yang datang kepada tul<ang ramal, tukang sihir, atau
kepada dukun, kemudian mempercal"ai aW yang dil<atalcanryn,
malca resungguhnya dia telah kufur kepda aN ltang ditutankan
kepda Nabi Muhammad saw..'136
134HR muslim dari sebagian istri Nabi saw..
135gp al-sazzar dengan isnad yang bagus dan kuat dari fabir.
136HR Thabrani dari lbnu Mas'ud, dan para perawinya adalah perawi kepercayaan

244
Tukang ramal, tukang t€nung, dukun, ahli nujum, semuanya ter-
golong satu 'rumpun', yaihr orang-orang yang mengaku dirinya
mengetahui perkara gaib dan kemudaratan-kemudaratan melalui iin,
ramalan bintang, dan lain-lainnya.
Banyak bangsa di dunia iniyang mempunyai kepercayaan kepada
bintang-bintang beserta pengirruhnya terhadap berbagi peristiwa di
alam ini, sehingga sebagian dari mereka menyembahnya atau mem-
persekutukan Allah Ta'ala dengannya. Ada pula di antara mereka
yang tidak menyembahnya secara t€rang-terangan, tetapi mereka
mensakralkannya sehingga menjadikannya seperti sembahan.
Maka di antara sisanya ialah masih adanya kepercayaan bahwa
segala peristiwa yang t€riadi di bumi kita ini ada hubungannya
dengan bintang-bintang di langit --baik peristiwa yang baik maupun
yang buruk-- serta bahwa keberuntungan dan nasib buruk, kese-
nangan dan kesedihan, mahal dan murahnya harga, damai dan pe-
rang, semuanya berkaitan dengan genk tata surya dan peredaran
bintang-bintang.
Inilah yang ditolak oleh Islam. Bintang-bintang itu tidak lain
hanyalah sebagian dari maktrluk Allah Ta'ala di alam semesta yang
luas terbentang ini, ada yang tingg dan ada yang rendah, dinisbat-
kan kepada urusan-uusan )ang nisbiyah (relati$.Dia (bintang-bin-
tang) itu adalah makhluk frang diciptakan Allah untuk kepentingan
kita, sebagaimana firman-Nya:
' "hn Dia-kh yng menjadikan binhng-binbng bginu agar kamu
menjdihmW rrfuniuk elan kegelapn di &nt &n di laul *-
snWnrya Kani tdah mafeJaslan bnda-tanda lfurut(Kani)
kepda onng-onng ),ang mengetahui." (al-An'nm: 97)
"Dan Dia menundulclran malam fun siang, matahad dan bulan
unfit/rrnu. Dn bintang-bintang itu ditwdufun (untuknu) dengan
printah-Nya. ksungguhnlta pda ),ang demikian itu bmr-fumt
ada tanda-tanda (ke/rl.nsr.an Nlah) bagi kaum yng memahami-
(ry'a)." (an-Nahl: 12)

Dalam firman-Nya yang lain:


"Seannggahrya lhmi telah mengfiiasi langit Wtg d*at dengan
bintang-bintang dan lhrni jadikn binhng-bintang ittt alat-alat
p)empu sr;tan ...." lal'Mulk: 5)

245
_ Dengan demikian, ilmu "ramalan perbintangan" (astrologi/horos-
I9p) untut mengetahui perkara gaib adalah ihnu phitiah yang dito-
lak oleh Islam dan dianggap sebagai salah satu jdnis sihii, sebagai-
mana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas dari Nabi saw.:

'r3*.61#is;ru,i4tv
(+v q,b >st>ji oD) , 7$6'15,r34G
"knngsiap mengambil xptong&d ilmu nujum (nmahn per-
bintangan), maka funrti dia mengambil rytong&ri itmu sihin
brunhh ilmu nujumnya furtamhh pla sihimya, (HR Abu
Daud dan Ibnu Mafah)

Para ulama mengatakan:


"Ilmu nujum yang dilarang itu ialah ilmu yang dipakai pemiliknya
untuk --menurut dakwaan mereka-- mengetahui berbagai perkara
dan peristiwa yangakan datang, seperti perubahan hogu; terjadinya
peperalg?n, dan sebagainya. Mereka mengaku bahwa mereki meng-
etahui hal itu karena peredaran bintang-bintang, datang dan perg-
nya, serta kemunculannya pada waktu-waktu tertentu. padahal,
pengetahuan seperti ini hanya dimiliki Allah SWT, tidak seorang pun
yang mengetahuinya selain Dia.
_ Adapun penggunaan ilmu perbintangan seperti untuk mengeta-
hui waktu z,arwal, arah kiblat, dan sebagainya, maka hal ini tidakter-
masuk dalam larangan tersebut.
Yang sama ini adalah ilmu falakyang dibangun berdasar-
kan eks :rimen dan perbandingan (analogr). Hal ini
sangat terpuji, dan tma-ulama Islam mempunyai peran dan andil
besar dalam ilmu ini.'
Dengan bqgtu, ide menghubungkan peruntungan manusia dengan
lujum dan perbintangan menurut tanggal kelahiran mereka merupa-
kan id9 jahiliah yang tidak didukung oleh dalil naqli dan aqli, dan
tidak didasarlen pada fondasi yang kuat baik berupaagama maupun
ilmu pengetahuan. Barangsiapa yang membelanya, maka pembbh-
?nnya tidaklah didasarkan pada ilmu pengetahuan, petuniuk, dan
kitab yang terang.
Pada hakikatnya, adanya fenomena seperti ini dan perhatian
surat kabar terhadapnya serta antusiasme orangbanyak untuk mem-

246
bacanya --bahkan membenarkannya pada suatu waktu-- semua itu
menunjukkan beberapa kenyataan penting, 1ai$:
1. Adanya kekosongan dalam kehidupan manusia pada zaman
sekarang. Yang saya maksud dengan kekosongan ini bukanlah
kekosongan waktu, tetapi kekosongan pikiran dan jiwa, keko-
songan akidah dan kehampaan spiritual, dan kekosongan itu se-
nantiasa menuntut unhrk dipenuhi dengan bentuk apa pun.
Karena itu dikatakan dalam kata-kata mutiara: "Barangsiapa
yang tidak menyibukkan jiwanya dengan kebenaran, maka jiwa
itu akan menyibuklennya dengan kebatilan.'
2. Dilanda kegrrncangem jiwa dan hilangnya perasaan aman dan ten-
teram, yakni keamanan dan ketenteraman jiwa, yang keduanya
merupakan kunci kebahagiaan. Hal ini sudah melanda seluruh
dunia, sehingga orang-orang yang t€lah mencapai kesuksesan
materiil dan memiliki ilmu pengetahuan tinggi hidup dalam kete-
gangan, keguncangan, dan ketakutan.
3. Keguncangan dan kehampaan jiwa ini merupakan akibat dari
hilangnya sesuiltu )rang amat penting dalam kehidupan manusia.
Sesua$ )rang amat penting itu adalah funan. Iman inilah sumber
keamanan dan ketenangan. Malra Besar Allah dengan firman-Dlya:
"Otanggrang tang fuinw hn tidak manamptiluk*an iman
nere*a dengu lcqaliman (sytrik) merdra itulah orangonng
yang mandapat keamanan dan merclra ifu adalah onng-onng
Wtg mendapat petunjuk" (al-An'am: 82)
Firman-Nya lagi:
"(Yaitu) onngenngyngfuriman dan hati merclcamenjadi tente-
nm dengan mengingat Nlah. Ingathh, hanW dengu mengingat
Nlah-lah hati menjadi tentenm." (ar-Ra'd: 28)

4. Faktor lain di balik fenomena ini ialah lemahnya pengetahuan ke-


agamaan yang baik, yakni pengetahuan yang berzumber dari
sumber-sumber Islam yang Jernih berupa ayat-ayat Al-Qur'.'n
ldng muhham dan As-Sunnah sebagaimana pemahaman para
salaf yang saleh, jauh dari bid'ah, kotoran-kotoran, dan khurafat.
Pengetahuan seperti ini yang menfernihkan akidah, membenrlkan
ibadah, meluruskan jalan hidup, menyinari akal, menerangi hati,
dan menjadikan kehidupan senantiasa baru.
Kul"l saja manusia mengerti dan memahami bahwa perkara gaib
tidak ada yang mengetahuirlya selain Allah, bahwa seseorang tidak
mengetahui apa )ang akan dialaminla esoh batrwa menebak perkara
gaib termasuk jenis kekufuran, membenarkannya termasuk k-esesat-
an, dan bahwa tukang ramal, tukang tenung, ahli nujum (ramalan
bintangl, dan sejenisnya adalah para pendusta yang menyesatkan
orang, maka tidaklah akan laku memasarkan kebatilan semacam ini.
luga tidak akan dijumpai orangyang menulisnya atau membacakan-
nya di antara kaum muslim.
Wa billahit taufiq.

3
BENART(AH I{ANUSIA ITU KHALIFAH ALTAH
DI ITTUKA BUIiil?

Pertanyaan:

laya pernah membaca sebuah artikel dalam suatu majalah yang


ditulis oleh seorang penulis Islam dengan judul "Apakah n{anusia nr
Khalifah Allah di Muka Bumi?" lalu Ustadz lang menulis artikel itu
meniawabnya 'bukan', dan dia menolak keras pendapat yang ber-
kembang selama ini baik melalui lisan maupun nrlisan bahwa-"ma-
nusia itu khalifah Allah di muka bumi'. Beliau menulis: "Tidak dira-
gukan lagi bahwa ide atau pemikiran batrwa rnanusia sebagai khalifah
Allah di muka bumi itu diambil dari teori at-hulul (Alldl berinkarnasi
pada manusia) dan at-ittihail (bersatunya Allah dengan makhluk) dan
teori al-quthuh dan al-ghaua (bahwa alam ini diatur oleh lhbinet Wali
di bawah pimpinan Wali Quthub atau Ghauts) dari kalang:rn sufi
yang ekstrem (berlebihan)."
Maka apakah Anda setuju dengan pendapat ini? Dan apakah ter-
masuk menafikan Islam jika kia kaakan bahwa manusia itu khalifah
Allah di muka bumi? Fiami kira ide kekhalifahan manusia di bumi itu
dapat diterima oleh ad-Din, dan tidak mengapa mengatakan hal itu.
Demikianlah anggapan kami selama ini sarnpai kami membaca arti-
kel tersebut, kemudian kami meniadi ragu-filgu.
I(arena itu kami memohon kepada Anda unfirk menjelaskan pan-
dangan Anda mengenai masalah ini disertai dalil-dalil )rang meruas-
kan. Mudah-mudahan Allah menjadikan Anda bermanfaat.

248
':' lldak diragukan lagi bahwa tema ini memiliki kedudukan yang
'Sairyat penting dalam pemikiran Islam klasik dan modem, karena
berkaian dengan ledudukan manusia menurut pandangan Islam dan
'.Fnentuan deraiatnla di dam senrcsta. Hal ini merupakan aiang pem-
bicaraan para muakalltun (ahli ilmu kalam), ahli filsafat, ahli tafsir,
dan ahli tasawuf dalam berbagai kesempatan, sebagaimana yang
terjadi pada zaman sekarang ini di kalangan ulama, budayawan, dan
pemerhati masalah keislaman, sehingga ada sebagian orientalisyang
fanatik png sengaia menghembus-hembuskan racun dalam masalah
ini, dengan menladap beberapa kalimat, unnrk melonarkan tuduhan
bahwa Islam merendahkan kedudukan manusia.
Karena itu kami memandang masalah ini perlu diielaskan haki-
katnya dan diungkap rahasianya, sehingga menfadi jelas masalah-
nya bagr saudara penanya.
Perlu saya ingatkan sebelumqya kepada saudara penanya dan
kepada penulis yang terhormat bahwa istilah "manusia sebagai kha-
lifah Allah di muka bumi" itu bukanlah cipaan budayawan Islam
modern dan bukan pula cipAan golongan sufi yang ekstrem, tetapi
istilah ini diriwayatkan dari tokoh-tokoh mufasir (ahli tafsir) dari
kalangan sahabat, tabi'in, dan orang-orang sesudah mereka. Dan ini
merupakan salah satu pendapat dari dua aau dari berbagai pendapat
mengenai makna "khilafah" dalam firman Allah Ta'ala:

'i$c!'jtelh6+y
"... Sesugguhnya Nat hen&k menjadikan t<halitah di muka bumi
...."(al-Baqarah: 8O)

Mengenai ini kitab-kitab tafsir klasik ataupun modern hampir


tidak ada yang tidak menyebutnya. MalG di sini saya cukuplon
dengan mengemukakan dua buah keterangan dari tafsir klasik;
Perhma: apa yang dikemukakan oleh Ibnul fauzi dalam tafsir-
nya. Beliau menyebutkan dua pendapat mengenai makna kekhali-
fahan Bani Adam. Kesatu: bahwa mereka (manusia) sebrgai khali-
fah (pengganti) Allah dalam melaksanakan syariat-Nya, menegak-
kan tauhid-Nya, dan memberlakulsh hukum di antara makhluk-
Nya. Dan ini adalah pendapat Ibnu Mas'ud.
Kedua: apa yang dikatakan oleh Imam ar-Razi,dan ini merupakan
pendapat yang kedua, yaitu bahwa Allah menyebutnya khalifah
karena ia menggantikan/mewakili Allah untuk memberlakukan
hukum di antara-orang-orang mukallaf. Pendapat ini diriwayatkan
dari lbnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan as-Sadi. Pendapat ini dikuatkan
oleh firman Allah:
"Hai Daut wungahnn lhmi menjadilcan lcamu lcIMliIaL di
muka bumi, mak Dr;rilal, keputuant (Fttanl di antan manusia
furyan adil .... " (Shad: 26)

Meskipun ayat-ayat yang mulia ini membicarakan kisah Adam,


namun konteks ayat menuniul*an bahwa yang diberi mandat ke-
khalifahan adalah Adam dan anak cucun)'a' berdasarkan perkaaan
malaikat:
"... Mengap Endrau hen&h meniadilran (klralihlt) di muh bumi
itu orutg gng alan membuat keruakan pdany fun menumph-
kan danh, pdahal kami *nantiasaDr;rtas#iih dengan memuii h9
I<au dan mensucil<an hgkau? .... " (al-Baqarah: 3O)

Dalam konteks ini yang dimaksudkan oleh malaikat bukanlah


Adam alaihis-salam, tetapi yang mereka maksudkan ialah jenis
makhluk baru ini secara umum karena mereka sudah rnengerti tabiat
penciptaannya, atau dengan mengipskan lmenganalogilQn) dengan
pengiruni bumi sebelumnya, atau berdasarkan pemberitahuan -Allah
kepada mereka --menurut berbagai pendapat dan kemungkinan
yang bermacam-macam dalam masalah ini.
Saya tidak in$n memperkuat salah sanr dari dua atau beberapa
pendapat mengenai makna kata 'khdifah' dalam ayat_yang mulia
itu, meskipun-alur ceritanya --sefak pemberitahuan Allah kepada
para malaikat-- mengedepankan pembicaraan mengenai makhluk
baru ini sebelum ada wuiudnya. IGmudian penggambaran tentang
bagaimana Allah mengajari makhluk ini akan selmra nama-nama
benda, menampakkan kelebihannya di atas malaikat melalui uiian.
Lebih lanjut, Allah memerintahkan malaikat untuk bersuiud kepada
makhluk yang unik ini, dan difadikan-Nya suiud ini terkait dengan
firman-Nya:

4 . , ?<<. ,r.a/ t7(


tl)s4*)AU'45,-I>P
"Malca apbila Nat telah menyempumakan keiadianrya dut me-
niuplran ke dalamnya ruh (ciptaanlKu...."(al-H{r: 29)

250
Kemudian Dia mengusir iblis dari rahmat-Nya, dan menetapkan
laknat kepada iblis hingga hari kiamat ketika dia tidak mau meme-
nuhi perintah-Nya unhrk memberikan sujud penghonnatan terhadap
makhltrk baru (manusia) ini .... Semua ini menjadikan hati cende-
rung kepada asumsi bahwa pemberitahuan Ilahi kepada malaikat
bahwasanya Dia hendakmenjadikan khalifah di mukabumi itu tidak
menunjukkan bahwa dia hanya semata-mata makhluk yang dicipta-
kan untuk menggantikan penduduk bumi sebelumnya. Bahkan saya
memilih apa yang dilatakan Sayid Shiddiq Hasan Xtran dalam tafsir-
nya, Fathul-Bayan, setelah menyebutkan berbagai pendapat mengenai
makna "khilafah" dan "khalifah". Beliau berkata: "Yang benar, ia
dinamakan khalifah karena ia merupakan khalifah (wakil) Allah di
muka bumi untuk menegakkan hukum-hukumnya dan melaksana-
kan keputusan-keputusan-Nya. "
Telah dikenal bahwa Sayid Shiddiq adalah salah seorang ulama
yang memiliki komitmen kuat pada pemiktan salaf dan termasuk
ulama hadits yang independen.
Sala (Qardhawi) dalam hal ini ddak dalam posisi mdaloden agih
(menguatkan salah sanr pendapat), tetapi cukup bagi sap bahwa
pendapat inilah yang mtitsur dan disebutkan berulang'ulang dalam
sumber-sunfier hfsir, sera sepengealiuan saya ddak ada sorang
pun yang mencelanya sebelum Imam Ibnu Taimifh dan muridnya
Ibnul Qayyim rahimahumallah --meskipun Ibnul Qayyim lebih halus
dan lebih moderat dalam masalah ini dibandingkan gurunya.
Dia (Ibnul Qayyrm) telah membeberkan masalah ini dalam kitab-
n!a, MiftahuDank Sa'ailsh, ketika mengarah hadits png diriua5atkan
Abu Nu'aim dan lainnya dari lQmil binZiyad,dari Ali bin Abi ltalib
r.a. mengenai keutamaan ilmu dan ahlinya yang menyebutl€n:

S'l/&€ie*SJ'eii',GE-6r):J
//,-/, v- < Z t.tz
-j-
, -
"Merel<a adalah klnlifah-khalifah Nlah di bulmi-t{n fun juru-jutu
dalwah-l{yd Wng menpru manusia kepada aguna-W."

Dia berkata: "Sabda beliau 'mereka adahh ktalifatr-khalifah Allah


di bumi-Nya' merupakan hujjah bagi salah satu dari dua pendapat
yang memperbolehkan seseorang mengatakan: 'Si Flrlan adalah kha-
lifah Allah di bumi-Nya.'" Dia mengemukakan alasan-alasan
golongan yang berpendapat demikian dari Al-Qur'an dan Al-Hadits.

251
Kemudian dia mengenrukakan dalil png aipergunatran oleh golongan
yang tidak memperbolehlen mengucapkan kata-kata ini secaramut-
i61--yangakan saya sebutkan dan anggapi nand- dan diaberkata:
'fika lang dimalsud dengan iitlufah kepada Allah_ (yakni-dengan
menyibui'klralifatr Allah't itu menggantikan/mewakili Allah, maka
pendapat yang benar ialatr pendapat golongan yang tidak memryrbo-
ietrtorinya. Sedangkan lika fng dirnalsud dengan illufah itu ialatl
bahwa Allah meni-adikinnya sebagai pengganti orang sebelu{nlya,
maka dalam hal ini tidak terlarang meng-idh$ah-kannya .... Hakikat-
nya, l0alifah Allah adalah yang difadilon-tlp sebagaipengganti bagi
t"i*lra. Dengan demikian, keluarlatr iawaban iu dari pertaaan
Amtuiil Mukminin: 'Mereka adalah khdifah-khdifatt Allah di bumi-
Nya.'' Demikian uraian Ibnul Qayyim.
Saya pribadi adalah seorang yang sangat mengagumi Syekhul
Islam Ibnil Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qa14yim, beserta lekayaan
ilmiah mereka )rang agung yang mereka tinggalkan unttrk umat ini.
Sebagaimana saya luga menghormati motivasi yang mendorong
mere[a mengingirari ide "khilafah Allah' ini setelah sebagian ahli
asawuf berlaku ekstrem sehingga merusak pengertiannya. Namun,
saya melihat dalil-dalil yang mereka lcemukakan --unnrk melarang
atau menolak pendapat bahwa manusia sebagai lftalifatt Allah di
.muka bumi-- adalah dalil yang tidak qath'i dan tidak kuat.
Ada dua alasan yang beliau iadikan ocuilrl:
Petlnn& bahwa ltetika orang-orang memanggil Abu Bakar r.a.
denean sebutan: "walni Khdifah Allah', beliau menfarmb, 'Aku
bul6n khalifah Allah, tetapi aku adalah khdilah Rasulullah saw.,
cukup beginr.'
xeaui, bahwa khalifah ialah orangyang menggandkan keduduk-
an orang lain. Adapun Allah Ta'ala tidak boleh ada seorang-pun yang
meniadipengganti-Nya, karena tidak ada yang senama 99 fat"
derU;an-llya, Satrtan Dia-lah yang meniadi pengganti bagi lainnya,
sebagaimana dalam hadlts:

grw\i+#tratgr
-y'; Altal\ hgfuu dalah snhafurt dalan @eryian dan ldlalitalt
&lam keluarga"'
Memperhatikan dalil yarrg pertama, kita dapati bahwa perkaaan
itu diucapkan Abu Bakar dalam kedudukan tertentu yang khusus dia

252
miliki, yang tidak dimiliki orang lain, laitu kedudukan sebagai
pemimpin tertinggi yang dibai'at sebagai kepala pemerintatran sepe-
ninggal Rasulullah saw.. Dugaan akan timbulnya sikap berlebihan
dalam kondisi seperti ini memang ada dan zudatr dilenal di kalangan
bangsa-bangsa, yang kerafaannya dlwarisi oleh kaum muslim, dan
contoh yang paling dekat ialah bangsa Persia yang mengagung-
agungkan rqa-raja dan pemimpinnya dengan cara menyucikan dan
memperhrhankann)ra.
Sedangkan Abu Bakar r.a. --meskipun sebagai kepala pemerin-
ahan-- bellau memiliki akidah yang kuat dan bellau ingin agar aki-
dahnya selamat dari kotoran dan penyelewengan. Kedudukannya
yang istimewa -yangtidak dimiliki kaum muslim lainnfia-- sebagai
khalifatr Allah justnr membuat beliau khawatir akan diagung-agung-
kan secara berlebihan sebagaimana yang biasa diberlakukan ter-
hadap para penguasa. I(arena itu beliau menolaknya, dan mengang-
gap cukup bahwa beliau sebagai khalifah Rasulullah saw.. Maka
beliau berltata, 'Cukuplah yang demikian itu bagiku." Komentar
beliau ini menunjulckan apayang telah sa5ra sebutkan. Disebutkan
pula dalam suaft riwqat bahra salah seorang penyair pernah ber-
kaa lcepadaAbu Bakar:
'WahaiKhalifah nfiran Yang Ratrman
trani adalati orang-orang lqng tulus
" l(amt bdsrfud pada nralCu pad dan p€tang hari
I(ami adalah banpa Arab asli
IGmi ahu ada hakAllah pada harta kami
Hak zakat sebagaimana ditetapkan ddam wahyu
yang diturunkan Ilahi."

Kita tidak ahu apakah untaian kalimat tni sampai kepada Abu
Bakar atau tidak, rcapiyangfelas diucapkan pada zaman betau, dan
tldak ada berita yang sampai lepada kita bahwa ada seseorang dari
l@langan sahabat ),ang mengfuEkarinya.
Dengan demikian, nyatalah bagi kia batrwa ungkapan Abu Bakar
itu bukan merupakan nash yang mengingkari khilafah Allah yang
umum kepada semul manusia, karena kalimat inr diucapkan dalam
siftasi t€rtentu dan unuk turuan tertenar pula.
Di samping itu, yang sama dengan ini'ialah apa yang diriwayat-
kan dari Abu Dzar bahwa dia mengingkari Muawiyah yang memberi
i_stilah harta perbendaharaan Islam dengan 'harta Allah" (nualullah),
dan dia meminta agar menyebutnya dengan "harta kaurir muslim"
(naalul-muslimin). Padahal, meng-iitlufah-kan (menyandarkan) harta
lepada Allah Ta'ala ift iuga terdapat dalam Al{ur'anul l(arlm:
"... dan berikanhh kryda merelra *bgtan dad hafta Nhh yang
dikarunialcan-t{ya k@amu ....' (an-Nur: 55)

Namun bqdu, isdlah "harta Allah' dikhauratirkan meniadikan


seorang penguasa menganggap enteng hak iamaah terhadap harta,
sehingga ia dengan seenaknya menggunakan harta tersebut dengan
n uan bukan unffk kemaslahatan kaum muslim sebagai pemilik
harta itu yang sebenarnya.
Yang dia maksudkan di sini ialah bahwa ungkapan iil adakata-
nya boleh dipergunakan, tetapi deng;an pengungkapan lang rasional,
yang tidak boleh dipergunakan pada keadaan tertentu.
Mengenai dalil yang kedua, saya tidak dapat menerima asumsi
bahwa khilafah atau menggantikan/mewakili alhh itu berarti me-
netapkan manusia senarna dan setara dengan Allah. Maha Tinggi
Allah dari semua itu. IQrena khdifah adalah rmkil atau pengganti,
dan merupakan hak Allah Ta'ala untuk mewakilkan lepada orang
yang dikehedaki-Nya untuk srurtu urusan yang dikehendaki-Nya,
seperti Dia mewakilkan kepada malaikat unhft mengurus berbagai
urusan makhluk-Nya, dan seperti menyerahkan kepada manusia
untuk mengembangkan harta dan menginfakkaryra, pada sesuatu
yang diridhai Allah s\ n, sebagai pemilik harta yang hakiki. Firman-
Nya:
"... &n nalkahkanlah *bgian &d lnrtamu Wry NIah telah men'
jadikn kamu menguaairyra.... " (al-Hadld: 7)

Ddam menafsirkan alat tersebut az-Tamakhsyan berltata "Harta


png ada di tanganmu itu sebenarnya adalatr harta AI@h yang dicip-
takan dan ditimbulkan-Nya. Dia meniadikan kamu kaya dengannya
dan memberikan kesenangan kepadamu dengannl,a, dan meniadikan
kamu ldralifatr unnrk membelanjalonnya. Ifaka pada hakikatnya
harta ifi bukanlah hartamu, dan kedudukanmu terhadapnya adalah
sebagai wakil dan naib (pengg;anti)."
Demikian fuga telah terlenal di kalangan fumhur kaum muslim
sebuah hadits qudsi yang berbunyi:

:ii(itVrrtrSW,)fr ,S1Jsrcr
254
"-J$"'fffr (#e!iqe$.:.''r9
'lJ,(t*s
"Hafia itu afuhh hafia-Ku, orang-oruE takir itu adahh tangwg-
an-Ku, fun onng-onng kn
itu adalah tnkil-Ku. Apabita wa*il-
wal<il-Ku itu 0r;tsilc,p bakhil terha&p onngenng yng menjadi
tangungan-Ku, maka Nru tinpalan kep& merelca azabKu &n
Aktt tidak Nuli lag."

Hadits ini tidak memiliki sanad yang terkend, tetapi maknanya


tidak diragukan lagi, dan diterimanya hadits ini menunjulckan bahwa
ide kekhalifahan (dijadikannya manusia sebagai khalifah) untuk
mengurus harta Allah itu sudah tertan.rm dalam lubuk hati kaum
muslim. Selain itu, ide (pemikiran) ini telah menjadi landasan bagi
para pemikir Islam sekarang untuk menjelaskan t€ori-t€ori pereko-
nomian Islam.
Bahkan Ibnul Qaryim sendiri setelah menguatkan pendapat tentang
tidak bolehnya mengatakan bahwa 'ses@rang sebagai wakil Allah,
karena wakil itu ialah orang yang bertindak atas nama o"rang )rang
efrffiUn dengan jalan penggantian, sdanglen Allah Azza wa
BI* tidak & yur1 menggantilennya', ia borkata'Tidak terlarang
menggunakan kata-kata itu secara mutlak dengan pengertian bahwa
yang bersangkutan diperinahkan menjaga apa yang diwakilkan
kepadanya, memeliharanya, dan menunaikarurya. " 137

11furrtnchah
Pendapat yang mengatakan
Pendapat mengatakan bahwa
bahwa manusia sebagai khalifah
Allah --dengan menetapi batas-batasnya-- bukanlah pendapat yang
keliru dan membahayakan serta tidak akan menimbulkan kece-
qusan dan kegelisahan. Di samping itu, kita dapat mengambil man-
faat dari pemikiran ini menurut kemampuan kita dan membersih-
!,unny,u dari penyelewengan para sufi yang ekstrem. Dengirn itu pula
kita dapat menunjukkan bagaimana pandangan tslam terhadap
manusia beserta kedudukannya yang tinggi di dam semesta ini. Ber-
beda dengan pandangan kaum materialis inodern yang menjatuhkan

lSTuodoai*-solikin,2: 726-127, terbitan as-Sunnah al-Muhammadiyah,


rrairo.

255
deraiat manusia ke peringkatyang serendah-rendahnyra, dan menfa-
dikannya sebrFl anak cuctr lera dan kerabat babi.
Pemberian kedudukan kepada manusia sebagal khalifatt Allah ini
beriringan dengan empat hal yang tidak ada satu pun di antaranya
yang menimbulkan mudarat atau bahaya kepada manusia, bahkan
mendapat lcbaikan fang ban),ak di dalamnya apabila orang mau
merenungkannya:
Pertama, batma manusia ddak boleh Mndak secarir mutlak
dan bebas di alam semesta ini, mlsalryra berbuat semaunya, mene-
apkan hukum menurut yang dikehendakinya, menafikan tanggung
jawab dari apa yang pernah dilakukamya, dan menganggap tidak
ada hisab atas ketetapan hukum png pernah dtpuuskannya. Manu-
sia sebenarnla hanya diberi tugas oleh Pencipta alam dan Pencipta
dirinya, diserahi urgas untuk memakmurlcan alam dan melakukan
perbuatan-perbuatan di dalamnya sesuai dengan perintah yang me-
wakilkannya dan petunjuk dari png meniadikannya khalifah.
Kedua, bahwa Allah telah memberi manusia kemuliaan yang
besar dengan kedudukannya yang istimewa png tidak diberikan
kepada makhluk lainnya baik di langit maupun di bumi. Suatu ke-
hormaan yang diinginkan para malaikat dan fang oleh Imam ar-
Razi diungkapkan dengan perkataannya: "sesungguhnya elhh telah
meniadikan Adam sebagai khdifah bagi-Nya.... Dan sudah maklum
batrwa orang yang paling tinggi kedudukannla di sisi Raia ialah
orang yang menggandkan kedudukannya dalam menialankan lce-
kuasaan dan beftindah karena dia sebagai $akilnya .... Hal ini diper-
kuat dengan ffrman Allah Ta'ala:
'ndafuL lamu rertntilan wungguhnya Nlal, tehl, menwduk-
lran untuk (keWn@rulmu aW Wg di Wit &n ap grg di
bumi? ...." llmqmtru 2Ol

IGmudian diperkuat keumumannya ini dengan firman-Nya:


"Dialal, Ailah WS menjadikan Wah nng ah di htmi untuk
*amu ...." lal-Baqarah: 29)

Malta dalam kedudukannya sebagai khalifah, Adam mencapai


derafat yang paling dnggi, )raitu dunia diciptakan sebapi t@nik-
matan unnrk tempat ia dnggal, aktrirat sebagai kerafaan unnrk balas-
annya, setan dilaknat karena akabur kepadanl"a, iin meniadi ralsyat-
nya, serta malaikat hrnduk, hormat, dan merendahkan diri terhadap-

256
nla. Sebagian dari meraka bernrgas menfaga Adam aaq ant flP-
n5a, seOagian lagi bernrgas membawa urrun rezekinya, dan sebagian
lagi meminakan ampun unhrknJra." ,
-xeilea, batrwa manusia yang difadikan khalifatt int sudah banng
tenfi dibedberbagai tamanrpuan dan kekuatan serta anugerah lain-
n)ra, serta disediakan un$knya siuana dan prasarana sehingga ta
dipat menfalankan hak kekhalifahannya. Ihlaulatt tidak demikian
suiah baring tentu pengangkatannya sebagai khalifah-di muka
bumi ini sia-sia. uatra suii allah vang Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana dari hal tersebut.
Di antara pemberian tersebut ialah karunia yang berupa ihu9*
ma'rifah, yang tampak jelas ketika lrllah luzawa falla mengajarkan
-Kita Adam ftilna-nama semuanya.
kepada
iuga meniumpai sarana dan prasarana t€rtentu unhrk kepen-
tingan i*r-nafan ini aaam firman Allah terdahulu mengenai kisah
pengangkatan Adam sebagai lihalifah:
"Dia-lah Nlah, yang meniadikan qala yary a& di fumi untuk
Icarnu ...." (al-Baqaralt: 29)

Atau dalam apt-Tyatlain, sePerti:


Tan Diamenw&ildan untulonu apayang&dfrWit&n rya
Wg da di bumi wruarya, (#agi ralrnat) dalii@a'l{ya ----'
(al-latstph: I3)

Keempat, bahwa orang yang tidak menunaikan hak lckhdifahan


ini dan tidak menunaikan amanatnya, tidak berhak mendapatkan
keuntungan dari kemuliaan namanya dan pemikul pgliipaginl'a'
bahlen waiib dilepaskan darinya sebutan 'khalifah Allah', karena
khalifah-klialifah Allah ialah orang-orang mukmin yang sebenar-
nya, yang [ersebut dalam Rrman Allah;

6fi1*a$4i+-iritiq64ii);
@a;*sGtQ
"Dan annguh tetal lGrmi tulis di dalam hbw wt&h(Kalmifitlis
dalan) Lauh Mahtuzlt batwvasanm bulrti ini diPlrsa*ai lwrba-
hamb-Ku yang *leh" (af-Anbllta': tOS)

257
Walhasil, di negara-negara Arab dan di lalangan kaum muslim
-
sekarang banyak diiumpar berpagi mazhab fpatraml yang menyim-
papg, pikir-an-pikiran png destnrktif, alddhh-akidah iirpor,-dan
kelompok-kelompok kebatinan yang memusuhi Islam dan timitnl,a.
sesungguhnya hal inilah yang lebih utama untuk dihadapi dengan
segenap tanaEldan periuangan, baik oleh para ulama, parh penullis,
fitn p.rl pemlkir ),ang pun),a ghirahtnrhaiap akidah fiam, ry*ht
lslam, dan umat lslam.

4
HUKUDT IIENGUCAPI(AN:,BERIiAT I(ARUNIA
ALIAH DAN PER'UANGAN IIUTTHLISIN'

Pertanyaan:

. Saya-pernahmenyaksikan perhelatan besar yang didatangi oleh


ulama-ulama terlemuka dan para pemikir lendikiaianl. rer[ehan
itu dibuka dengan pembacaan ayai
^N-gur'-an kemudiari dilanjutkan
dengan prakata yang biasa dilakukan pada perhelatan-perhelatan
atau muktamar-muktamar seperti itu.
Yang menfadi perhatian saXra dan kebanyakan hadirin ialah tam-
pilny.a folang pembicara yang tergolong ;alim dan pendidik yang
Iemah lembut. Dalam pembicaraannya ita merUucipkan ltalimat
yang biasa terdeqgar melalui lisan para khatib en p.n para pe-
lgilln-g:. )Fin1 kalimailBahwa keberhasilan prrg dicapai yayasan
tni adalah berkat larunia
4llah dan perJuangari pa;a karia\ an1lang
-
mukhlls (tkhlas) serta keuletan dan kesungguhin merefta ....,
upn{9ngry kalimat seperri ini, berdirilah seorapg uiama besar
memberikan komentar bahwa kaa-laa ,dengan karunia Allah dan
p-.rluqngan para-karyawan ..." tidak dibenarkan, karena yang demi-
lcian itu meniadakan kemurnian auhid kepada ettatr ifla aan
dapat menlmbulkan dugaan bersekutunya oiang lain dengan Allah
dan--mempersamakan kedudukan mereka dengan-r.lya. (esan ini l
wajib ditolak dengan mengatakan: "Dengan kirunii Allah Ta'ala
harurlian (tsrlmllnru,) dengan lberkatl periuangan para karyawan yang
mukhlis.'
Pgrheptan pun selesai dan ttdak ada seorang pun yang membin-
cangkan komentar tersebut. Hanya safa sebagiair beiar inemperta-
i
258
I
nyakan sampai di mana kesalahan ungkapan yang dikritik inr, serta
sampai di mana pula kewajiban mempergunakan ungkapan yang di-
kemukakannya. Apakah ada dalil yang menetapkan hal itu?
Kami mohon keterangan dan penjelasan yang disertai dalil- dalil
syar'i, teriring doa semoga Ustadz selalu dalam keadaan sehat dan
diberi pertolongan oleh Allah untuk berkhidmat pada Islam dan
untuk kepentingan kaum muslim.

Jautaban:
Akidah merupakan substansi Islam, iman kepada Allah Ta'ala
merupakan substansi akidah, dan tauhid adalah substansi iman.
rauhid ialah mengesakan Allah SWT dalam beribadah dan beris-
ti'anah (memohon pertolongan), maka tidak boleh beribadah kepada
selain Allah dan tidak beristi'anah kecuali kepada-Nya, sebagaimana
dinyatakan seorang muslim dalam bermunaiat kepada Tuhannya
setiap kali melakukan shalat:
"Hanta kepda-Mu kami benbadah dan hanya kepda-Mu l<ami
mohon pertolongru." (al-Dadhalt: 5)

Tauhid inilah pembebas rnanusiayang sebenarnya dari pengham-


baan lcepadarsegala sesuafir selain Allah. Tauhid membebaskan
rmnusia dari penghambaan kepada alam, kepada benda-benda, ke-
pada manusia, membebaskannya dari penghambaan kepada kha-
yalan-knayalan, kepada hawa nafsu, dan kepada keinginan dirinya
sendiri. Deng;an demikian, manusia meniadi nran di alam semesta,
karena ia hanya menghambakan diri kepada Allah semata.
Semua agama samawi menyerukan manusia kepada tauhid; dan
setiap rasul yang diutus Allah, pertama-tama mengumandangkan
kepada kaumnya seruan berikut:
"... 'Hai kaumku, sembahlah Nlah, rekali-lrali tidak ada bagimu
Tuhan selain Dia ....'" (Hud: 5O, 6I, dan 84)

Kemudian Islam datang untuk memperkuat apa yang dibawa ri-


salah-risalah terdahulu yang berupa tauhid dan penyucian berbagai
bentuk khurafat keberhalaan serta penyimpangan kaum yang ber-
lebih{ebihan. Dan risalah-Nya kepada Ahli Kitab merupakan seruan
yang kuat kepada tauhid yang sucf bersih ini, yang digambarkan
dalam ayat mulia yang biasa dipergunakan Nabi saw. dalam meng-
akhiri surat-suratnya yang ditujukan kepada beberapa pembesar

259
't
Nashara, seperti lQisar Rormwi, Raja Najasyi, Muqauqis, dan lain-
lain. Ayat yang dimaksud adalah:
Ihtalranlah: Uai AIfr Ktab, mailah (btryA) ptu sntu kalimat
(ketetapan) Wtg tidak ada petxlisihan antara lcami dan kamu,
bahwa tidak kita rembah selain Nlah dan tidak kita perxkutukan
Dia dengan *suatu pun dan tidak (pula) sefugian kita menjadikan
*fugian ptglain *fugai tuhan selainNlah. Jihmer*afurpling
mal<a katakanlah kepda mereka:'Sakil<anlah bhwannya lrami
adalah orang-onng ltang bersenh din $epda Nkh)." (Alt Im-
ran:64)

|lapi s?w. bersungguh-sungguh untuk memanrapkan pilar-pilar


tauhid ini kepada masyarakat muslim, sehingga seorang muslim dapat
menghadapi kehidupannya yang pertama kali dengan tauhid dan
mengakhiri kehidupannya dengan meninggalkan kalimat tauhid ini
pula. Beliau mengajarkan kepada kita untuk memperdengarkan kali-
mat Lao ilaaha illallah dengan mengucapkan adzan di telinga bayi
ketika dilahirkan, dan menalqinkan orang yang menghadapi kema-
tian dengan kalimat t aa ilaaha illallah pula. Maka kalimat inilah yang
pertaima dan yang terakhir didengarnya.
. Demikian pula, Rasul al-IQrim benar-benar menjaga tauhid dari
setiap noda yang dapat mengotorinya, sehingga tidak mencemari
akidah mustm sebagaimana yang pernah dialami akidah ahli kirab
sebelumnya. Mereka menyamakan Allah dengirn yang lain dan mem-
beri-Nya bertubuh (ujsim) seperti yang dilakukan kaum yahudi, dan
memunculkan akidah "trinitas" sepefti kaum Nashara. Rasul juga
menjaga agar umat Islam tidak terjatuh ke dalam jurang kenistaan
seperti yang dialami kaum Nabi Nuh yang membuat patung-patung
untuk mengenang orang-orang salih dari golongan mereka, kemu-
dian mereka hormati patung-patung itu, dan mereka tingkatkan
penghormatan tersebut hingga pada akhirnya sembahan.
Karena itulah Rasulullah saw. memerangi semua bentuk ghuluw
(sikap berlebihan) terhadap seseorang, karena ghuluw ini merupakan
pintu kemusyrikan yang paling luas. Di antaranya adalah lafai-lafat
(ucapan/perkataan) yang menimbulkan kesan menyucikan atau
memberikan rasa menyamakan dengan Allah SWT. Hd ini dapat di-
ketahui dengan petuniuk keadaan dan petunjuk (indikasi) perkataan
sekaligus.
OIeh sebab itu, ketika seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw.:

i
260
l

l
"Masya Allah wa syl'ta ya Rasulallah," (menurut kehendak Allah
dan liehendakmu, wahai Rasulullah), maka beliau menolak leras de-
ngan mengatakan:

3is-$,#'c5 lLefrg'#
(^t,' PDq56tH,ob,) , t'gJitiaAll
alil tandingln W NIah?
",Arrllcah englrau hendak menjadikan
Jangan fugiht, tetapi (uapkanlah): Menurut kehendal< Nbh
fiia'4u
Dalam hadits lain beliau bersabda:

WiSS,Eid'"Witi"t7't;W;t\<l
--
C'utu
hmu
azirb, > . 8i6'r6$'il''611
mengatalrat'Menurut kehendak NIah &n ke'
"Janganlal
hendal< si R tan.' Tetapi uaphnlah: 'Mqrunft kdrendak NIaIt
kemudian kehen&l< Fulan."43e

Dalam hadits berikutnya diceritakan batrwa seormgpend*a -dari


kalangan Ahli Kitab-- dating keeada Nabi saw. seraDa berkqp, "Anda
-menyekutukan
telah Allatr dengan mengatakan'menurut lehendak
Allah dan kehendakmu.'' Maka Rasulullah saw. bersabda:

. &i'gi'i;tS6,r?3
"IJcaplranlah: 'Magn Nlah tsumma syi'ta' (Menurut kehendak
Nlah kemudian kehendaltnu).'a ao

138HR Sukharidalam ,al-Adabul-Mufrad, (7SZ); Ibnu Maiah (21 lQ; dan Ahmad (1839
dan 2561). Syakir berkaa, 'bnadnya sahlh''
139HR Ahmad (5: 384 dan 394) dan Abu Daud (4980) dati hadiB Hudzaifah. lup di-
sebutkan oleh al-Albani dalam silsihh srr4hihah,.nomor 157.
140gi 6h666 (6: 371 dan 372) dan lakim 14: 297) *rt^ disahkan olehnya juga di-
setujul oleh adz-Dzahabi dari hadlts Qutailah bind Shathl, seorangrmnita dari Juhtnah. Dlse-
butkan pula dalam silsilah shahih4h, nomor 156.

26r
Hadits-hadits tersebut dan yang semakna dengannya menunjuk-
kan betapa perlunya menghindari lafal-lafal atau ucapan-ucapan yang
mengandung konotasi syirik, walaupun tidak dimaksudkan oleh yang
mengucapkannya.
Tetapi pertanyaan penting yang kemudian muncul ialah apakah
larangian ini wajib diterapkan untuk semua laflal atau ungkapan yang
menggunakan huruf 'athaJdengan "wau'pada semua perbuatan atau
urusan yang disandarkan kepada Allah Ta'ala, ataukah larangan
ya_ng keras ini hanya untuk lafal{afal dan ungkapan tertentu seperri
lafal masyi'ah dan lafal tawahhel seperti mengucapkan: 'Tawakkaltu
'alallah wa'ala fulan"?
Orangyang suka membaca al-Qur'an dan mau merenungkannya,
niscaya ia,akan mendapati bahwa kitab yang mulia ini juga sering
menggunakan ungkapan-ungkapan yang mirip dengan ungkapan
yang sedang dipermasalahkan ini --"dengan lberkatl karunia Allah
dan perjuangan orang-orang yang mukhlis"-- dalam beberapa per-
soalan yang sesuai, misalnya:
1. Firman Allah Ta'ala kepada Rasul-Nya:
"Dan jila merdra bmalrud henful< menipumu, nnlra wtnguh-
nya cukuplah Nhh (menjadi pelindungmu). Dialah yng memryr-
kntnu dengan prtolongan-Nya dan dengan pra mulonin, dan
tang memperatukan hati merel<a (orang-onng yang fuiman) ...."
(al-Anlal: 6.2-6.31

Dalam hal ini Allah tidak berfirman: "dengan pertolongan-Nya


kemuilian dengan orang-orang mukmin".
2.Dalam firman-Nya yang lain:
"... brsyuhdah l<ry&-Ku &n kryda kdw uang tuamu. Haryn
kepada-Ku-lah tempt kemMlL" (Luqman: 14)
Dalam ayat ini Allah tidak berfirman: "bersyukurlah kepada-Ku
hemudian kepada kedua orang tuamu".
3. Firman Allah SWT:
"... Amat besr kemurlraan @agi mercl<a) di sisi NIah dan di sisi
orang-onng yng beriman .... " (al-Mu'mln: 55)

Dalam hal ini Allah tidak berfirman: "di sisi Allah kemudian di
sisi orang-orang yang beriman".

262
4. Firman Allah:
"Dan lratakantah:'Bekerialah l<amu, mal<a NtaL dan Ras.tl-lfta dan
onng-onng mulmtin alran melihat pekeriaanmu itu ...." (at'Tau-
bah: IO5)
Dalam ayat ini Allah tidak berflrman: "... kemudian Rasul-Nya
kemudian orang-orang yang beriman ...."
5. Dalam firman Allah berikut:
hanylah W Nlalr, W Rarul'NW dan
"... Padahal kelruatan itu
bagi onng-orutg mulmin .... " (al-Munaflqun: 8)
"Sesungguhnl,a pnolong lramu harynlah Nlah fun Raailrya dn
onng-onng yang beriman .... " (al-Ma'ldah: 55)
Dan ayat-ayat lain yang serupa dengan itu (yang tidak menggu-
nakan lafal tsummalkemudian, melainkan dengirn menggunakan
huruf 'athaf "wau'/dan; Penf.).
6. Dalam frrman-Nya pula:

)t)is i'!ffit$U*:ei'j*i*SYi
\lengry *amu Mak nutu turprury
evijfi$
di firlan Nlah dan (lrnerm,ru)
onng-orang lnng lemah, baik lald-laki, wanita'wanit4 mauryn
anak-anal<.... " (an-Nlsa': 75)
Dalam ayat ini Dia tidak berfirman: "tsumma al-mustadh'afiina ..."
(kemudian membela orang-orang yang lemah).

7. Firman-Nya:
"Jil<alau mereka sunggth-sunggth idln denga aF yang difun-
kan Ntah dan Pasul-Nya kep& mer*a &n bertrata: Cukuplalt
Nlah bagi kami, Nlah al<an memberilcan kepda karni *bagian
dari lrarunia-Nya dan demikian pula Rarul-Nm wtnguhryn
kmi adalah onng-onng yng hrhanp kep& NIaI\'(tentulah
png demikian itu lebih baik bagi mercka)." lat'Taubah: 59)
Pada ayat ini Allah tidak berfirm?n: '... apa yang diberikan Allah
hemudian Rasul-Nya kepada mereka ...' dan "Allah akan memberikan

263
\epa$a kami sebagian dari karunia-Nya kemudian demikian pula
Rasul-Nya...."
8. Firman Allah SWT:
"Mereka bersumph kepada kamu dengan (nama) Nlah untuk
mencai keridhaanmu, padahal Nlah dan Rasul-Nya itutah png
Iebih patut merel<a mencari keridhaan-Nya jih mereka itu onng-
orang Wg beiman." (at-Taubah: 62)

Allah dalam hal ini tidak berfirman: "Allah hemudian Rasul-Nya."


Beberapa contoh ayat yang telah disebutkan dan ayat-ayat lain
yang serupa menunjukkan kepada kita dengan jelas bahwa penggu-
naan kata .... (tsumma/kemudian) dalam 'athaf sebagai ganti .... (waut
dan) --seperti yang ditanyakan dalam pertanyaan di atas-- iidak
selamanya waiib danlazim, sehingga penggunaan .... (dan) tidaklah
munkar dan tidak terlarang dalam segala hal. pengguriaan'.... (dan)
yang menimbulkan konotasi menyamakan AIIah dengan
-dapat
qa_khl_uk-Nya hanyalah dalam keadaan tertentu, seperti dalam me-
nisbatkan masyi'ah kepada Nlah Azzawa falla. Maki mengathafkan
masyi'ah hamba yang makhluk ini kepada Allah Sang pencipta --
dalam satu kalimat dengan nrenggunakan huruf "wau-" ldaniyang
ber-fungs! unluk mutlaqul-jam'i (mengumpulkan secara muttitl-:
maka hal ini dihindari oleh perasaan manusia yang bertauhid, dan
inrlgh- yang diingkari Nabi saw. ketika ada orang yang berkata ke-
pada beliau: "Menurut masyi'ah (kehendak) aflah-din kehendakmu,"
lalu beliau bersabda: "Apakah engkau hendak menjadikan aku tan-
dilgan atau sekutu bagi Allah?" Dan ini pula yang diingkari oleh
sebagian pendeta Ahli Kitab yang kemudian dibenarkan oleh Nabi
saw..
Selain itu, yang serupa dengan ungkapan tersebut ialah apa yang
sering diucapkan sebagian orang: "dengan nama Allah dair riama
Fulan", "dengan nama Allah dan nama tanah air", "karena Allah dan
karena si Fulan", dan sebagainya.
Dengan demikian, seyogianya kita bersikap hati-hati untuk mem-
bendung hal-hal yang dapat mengantarkan kita kepada kemusyrikan
(sebagai usaha preventi$, untuk menjaga sisi-sisitauhid, dan men-
jauhi hal-hal yang memiliki makna ghuliw (berlebihan) dan mensak-
ralkan sesuatu, karena rusaknya orang-orang sebelum kita disebab-
kan oleh sikap berlebih-lebihan dalam beragama.
Wa billahit taufiq.

264
5
PENDAPAT IBNU TAII{NA}r DAN IBNUL QAYYltt
TENTANG KETIDAKKEKALAN NERAT(A

Pertanyaan:
Iktikad yang t€lah memantap dan terhuniam di hati saya seiak kecil,
dari apa yang telah saya dengar dan saya pelaiari, juga dari yang
saya baca dan saya kaji setelah itu ialah bahwa azab neraka bagi
orang-orang yang terus-menerus dalam kekafiran hingga matinya,
adalah kekal. Dan neraka itu selamanya tidak akan musnah dan sima,
kekekalannya adalah seperti kekekalan surga dan kenikmatannya.
Tetapi belakangan saya membaca suatu buku yang memuat-kete-
rangan bahwa syekhul tslam Ibnu Taimiyah dan muridnya al-Allamah
Ibnul Qalyim mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat
jumhur Ahli Sunnah atau iumhur kaum muslim secara umum. Mereka
berpendapat bahwa neraka tidak kekal, dan pada suatu hari ia akan
sirna dengan kehendak dan perintah Allah, dan akan datang suatu
masa di mana sudah tidak ada seorang pun manusia di dalamnya
/nerakal.
, Apakah benar menisbatlan pendapat ini kepada kedua orang
syekh tersebut? Apakah ini hanya tuduhan musuh-musuhnya saja
untuk menjatuhkannya?
IQmi mohon Ustadz berkenan menielaskannya dari kitab-kitab
png ditulis oleh mereka sendiri, bukan dari nukilan orqng lain dari
be[au. Semoga Allah memelihara Anda dan memberikan balasan
yang sebaik-baiknya.

Jazoaban:
Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat dan salam tercurahkan
atas Rasul-Nya. Wa ba'du.
Pendapat yang ditanyakan saudara penanya yang terhormat itu
dinisbatkan kepada dua orang imam, yaitu Ibnu Taimiyah dan lbnul
Qalyim.
Saya telah berusaha mencarinya dengan membaca beberapa kitab
sebagaimana yang diminta saudara penanya. Tetapi sepanjang yang
saya-baca, pendapat seperti itu tidak saya fumpai di dalam karya-
karya Ibnu Taimiyah, baik dalam kitab-kitabnya maupun dalam risa-
lah-risalahnya, yang sebagian besar telah diterbitkan oleh Keraiaan

265
Arab Saudi, seperti "Minhajus-Sunnah" dan "Dar-u Ta'arudhil-'Aqli
wan-Naqli", begitu juga risalah-risalah dan fatwa-fanuanya yang ter-
diri dari tiga puluh tuiuh jilid lengkap dengan indeksnya.
Alhasil, saya tidak menemukan pendapat Ibnu Taimiyah seperti
itu. Tetapi yang saya jumpai bahwa pendapat ini adalah pendapat
muridnya, Ibnul Qalyim.
Saya tidak tahu mengapa teriadi leleliruan penisbatan pendapat
ini kepada Syekhul Islam. Barangkali mereka mengira bahwa Ibnul
Qayyim tidak mungkin mengeluarkan pendapat sendiri melainkan
dari gurunya, sebagaimana kebiasaannya. Dan kadang-kadang ia
merinci dan menjelaskannya serta mengemukakan dalil-dalil yang
lebih banyak lagi daripada gurunya.
Namun demikian, pada kenyataannya pendapat ini memang pen-
dapat Ibnul Qayyim rahimahullah.
Berikut ini saya kemukakan ringkasan dari beberapa kitab beliau,
agar jelas bagi kita bagaimana pandangan beliau terhadap masalah
tersebut.

Rtngkasan Pendapat yang dlkemuf<akan Ibnul Qayylm SePutar


Kekekalan Neraka.
Ibnul Qalyim mengemukakan pembahasan masalah kekekalan
dan keabadian neraka ini di dalam dua kitab beliau:
l. Hodil-Arwah ila Biladi al-AJrah (halaman 254-280).
2. Syifa' ol:Alil fi Masa il a-Qadha' wa al-Qailor wa at-Ta'lil (halaman 252-
264).
Pokok-pokok pendapat yang dikemukakannya dalam kedua kitab
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama: beliau mengemukakan tuiuh macam pendapat mengenai
kekekalan atau kefanaan (ketidakkekdan) neraka, dan secara lebih
luas beliau membahas pendapat yang ketujuh: bahwa neraka mem-
punyai batas waktu dan ia akan berkesudahan sampai di sana, ke-
mudian dimusnahkan oleh Tuhan yang menciptakannya. Dalam hal
ini beliau menguatkan pendapat tersebut dengan beberapa alasan --
sebagaimana dikatakan para sahabatnya-- di antaranya:
1. Allah menyebutkan tiga ayat tentang neraka yang menunjukkan
ketidakkekalannya (neraka) :

a. Sur:at an-Naba'ayat 25
"Merel<a tinggal di dalamnlta benfud-afud lamarw."

266
Tinggalnya mereka di dalam neraka dengan qcyid (ketentuan)
"berabad-abad lamanya" itu menunjukkan waktu tertentu yang
dapat dihirung, sebab sesuatu yang tidak berkesudahan tidak
dikatakan "mereka tinggal berabad-abad lamanya". Dan para
sahabat --sebagai orang yang paling mengerti tentang makna-
makna Al-Qur'an-- memahami ayat tersebut seperti itu, seba-
gaimana akan saya kemukakan nanti.

b. Surat al-An'arn aYat 128


"Nlah bertirman: 'Neraka itulah tempt diam kamu, dang l<amu
kekal di fukmn)ra, kecuali l<alau NIah mengfiendaki (Snng lain).'
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Biiahnna lagi Maha Mengetahui."

c. Surat Hud ayat IO7


-it;cYJy;i'li;L;i$iS,titi2.-tl\L
L-t /

oL;!;36$Lt,
"Mereka kel<al di fulalnnya selama ada langit fun bumi, k*uali
iika Tuhanmu,mmgfiendalsi (yang lain). Seqrung,rutrya Tuhanmu
Maha Pelal<sna terhadap aW tang Dia kehqdaki."

Setelah itu Dia berfirman mpngenai ahli surga:


Adapun onng.orang yang berfuhagia, maka temphya di dalam
surga, merel<a kekal di dalamnya *lama ada langit dan bumi, ke-
cuali jika Tuhanmu mengfiendaki (Wg lain); *fugai karunia ltang
tiada putus-putusqn." lHud: IO8)

Seandainya tidak ada dahl qath'iyang menunjukkan keabadian


dan kekei'.alan surga, niscaya hukum istisna' (pengecualian)
pada dua masalah (surga dan neraka) tersebut adalah sama.
Mengapa? Karena pengecualian yang ada dalam kedua ayat
tersebut masing-masing berbeda. Pada alat )ang menerangkan
tentang neraka, setelah pengecualian Allah berfirman: "Se-
sungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia
kehendaki." Hal ini menunjukkan bahwa Allah Ta'ala berke-
hendak melakukan sesuatu tanpa harus memberitahukan ke-
pada kita. Sedangkan pada ayat mengenai ahli surga, AIIah
berfirman: "Sebagai karunia yang tiada puhrs-punrsnya.' Male

267
hal ini mengindikasikan bahwa karunia dan kenikmatan (di
surga) itu selamanya.
Adapun mengenai pendapat sahabat t€ntang pengecualian ini
akan saya kemukakan nantl.
2. Pendapat ketidakkekalan nerale ini fuga diriwayatkan dari bebe-
rapa orang sahabat, tabi'in, dan imam-imam besar.
Darl Xalangan sahabat:
- Umar r.a. berkata, 'Seandainya ahli neraka tinggal di neraka
selama sebanyak bilangan pasir di padangA$, niscaya ada ke-
sempatan ba$ mereka untuk keluar (dari neraka)."
- Ibnu Mas'ud r.a. berkata, "Sungguh akan datang pada neraka
|ahanam suatu waktu yang ketika itu pintu-pinnrnya berkibar
(terbuka) dan tiada seorang pun di dalamnya. Dan ini teriadi
setelah mereka tinggal di situ selama berabad-abad.'
- Pendapat serupa juga diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin
Ash.
- Abu Hurairah berkata, 'Adapun pendapat saya, sesungguhnya
akan datang pada fahanam suatu hari yang pada saat itu sudah
tidak ada seorang pun di dalamnya." Dan beliau membaca dua
ayat dari surat Hud di atas.
- Abu Sa'id al-Khudri berkata mengenai ayat,6!5'r{:r6illgtecuai
kalau Tuhanmu menghendaki yang lain): "Kata-kata seperti ini
t€rdapat pada setiap ayat Al{ur'an, yakni berupa alat ancaman. "
- Ibnu Abbas --dalam satu riwayat-- mengatakan mengenai ayat
A$'"'etlSykatanya: "Allah mengecualikan.' Beliau berkata:
"Allah memerintahkan api untuk memakan mereka."
Dart kalangan tabl'tn dan tmam-lmam salaf
- Asy-Sya'bi berkata, "fahanam itu adalah yang paling ramai di
antara dua tempat (surga dan neraka) dan yang paling cepat
sunyi/kosong."
- Abu Mijlaz berkata t€ntang neraka, 'Balasan bagi yang ber-
sangkutan; jika Allah menghendaki, dia dilepaskan dari azab-
nya.'
- Ishaq bin Rahawaih --ketika ditanya tentang surat Hud-- ber-
kata, 'I(ata-kata seperti dalam ayat ini ada pada setiap ancaman
ddam Al-Qur'an.'

268
5. Akal, naql, dan fitrah mengetahui bahwa Tuhan Maha Bijaksana
lagi Maha Penyayang.
Kebijaksanaan dan kasih sayang menolak bila jiwa manusia ini
kekal abadi di dalam azab. Nash-nash dan i'tibar menunjukkan
bahwa azab danhukuman yang ditetapkan atau ditimpakan Allah
kepada manusia di dunia adalah untuk membersihkan dan me-
nyucikan hati dari keburukan yang ada di dalamnya, agr yang
bersangkutan mendapatkan pel4aran (sadar) serta menghentikan
jiwa dari kebiasaan-kebiasaan buruk, dan lain-lainnya. Al-
Qur'an dan As-Sunnah menunjukkan kepada kita bahwa suatu
siksaan atat azab itu adalah untuk kemaslahatan manusia:
"... Yang demikian itu ialah karena merel<a tidak ditimp kehausn
...." (at-Taubahz l2Ol
"Dan agar Nlah membercihkan orang-orirng yng beiman (dai
don mereka)...."(Ali Imran: 14I)

Sedangkan Rabb bagi dunia dan bagi akhimt adalah satu. Hikmah
dan rahmat-Nya ada di dunia dan di akhirat, bahkan rahmat-Nya
di akhirat lebih besar. Disebutkan dalam hadits sahih bahwa rah-
mat-Nya di dunia merupakan sail bagian dari seratus rahmat-
Nya di akhirat. Apabila azab yang diturunkan-Nya di dunia ini
merupakan rahmat dan kasih sayangnya kepada manusia yang
bersangkutan serta untuk kepentingan mereka, maka bagaimana
lagi di tempat (akhirat) yang seratus rahmat-Nya tampak semua,
yang tiap-tiap rahmat-Nya memenuhi langit dan bumi?
Di sisi lain, dalam meniatuhkan az.ab itu Allah tidak memiliki
kepentingan apa pun, sebagaimana firman-Nya:
"Mengap Nlah akn menyilcamu, jilra kanu benyufur dan ber-
iman? .... " (an-Nisa' r l47l
Sebagaimana halnya Dia tidak berbuat sesuatu dengan sia-sia.
fika demikian, apa yang Allah lakukan itu sudah barang tentu
memiliki hikmah dan maslahat bagi hamba-hamba-Nya. Boleh
jadi untuk kemaslahatan para kekasih dan wali-Nya dengan
menyempurnakan nikmat dan kesenangan mereka melalui tinda-
kan yang Dia lakukan terhadap musuh-musuh-Nya dan musuh-
musuh mereka, atau boleh jadi untuk kepentingan orang-orang
yang celaka dan untuk merryobati mereka, atau untukyang lain-
nya. Oleh sebab itu, azab mengandung maksud tert€ntu bagr yang

269
lain, yaitu seb?gai wasilah (lantaran), bukan sebagai fokus nrjuan
itu sendiri. Sedangkan pengertian wasitahitu berakhir dan hilang-
lah hukumnya apabila yang ditufu sudah tercapai. Adapun keni[.-
matan a$i-surga itu pokok dan kesempurnaannya tidak bergan-
tung padakesinambungan dan kekekalan diazabnya ahli neraka.
Dan seandainya ahli surga itu makhluk yang paling keras hati-
nya, niscaya hati mereka akan luluh dan iba melihat keadaan
musuh-musuhnya yang disilsa demikian hmanya. IGmaslahaan
orang-orang yang celaka itu tidak terletak pada kelanggengan
dan terus-menenrsnya siksaan png ditimpakan terhadap-mereka,
meskipun pada asalnya penyiksaan itrr untuk kepentirrganmereka.
4. Allah memberiahukan bahwa rahmat-Nya meliputi segala sesuanr.
Sesungguhnya rahmat Allah itu mendahului kemarahan-Nya, dan
Dia telahmenetapkan sifat rahmat (kasih sayang) pada diri-Nya.
Maka sudah tentu rahmat-Nya meliputi orang-orangyang disiksa
itu. Seandainya mereka tetap tinggal di dalam azab tanpa berke-
sudahan, berarti mereka tidak diliputi oleh rahmat-Nya. Hal ini
sangat ielas, dan sudah ditetapkan bahwa rahmat-Nya pasti men-
capai apa yang dicapai ilmu-Nya, sebagaimana kata malaikat,
"... Ya Tuhan hm| nhmat &n ihnu Fngfuu ,ndipt ti qala rrr.:rrfit
...." (al-Mu'min: 7)

Dan Allah telah menamakan diri-Np dengan Al-Ghafur (Maha


Pengampun) dan Ar-Rahim (Ir4atra Penlalang), dan tidak mena-
mai-trlp dengan'al-Mu'adzdzib" (penyiksa) dan al-Mu'aqib
(Penghukum), bahkan Dia menjadikan mengazab dan menghukum
inr sebagai perbuaAn-Uya (bukan siht-ttya; Denf.):
"l(afudrankl k@a l:ruritfu-lnllrifu,-Ku" tnhwa wngulrya Afu-
lah Yang Maha Penganryn lagt Maln Pa4tayng dan fulna wung-
gthnya azab-Ku adalah azab yang angat Nih." lal-Ilif r: 49-5O)

Masih banyak lagjayatlain yang di dalamnp Allah memuji sifar


pemaaf, pengampun, lesih sayang, penyantun, dan sebagainya;
juga menyifati diri-Np dengan sifat-sifat itu, dan tidak menyaniung
diri-r.Iya dengan al-Mu'aqib (Pemberi hukuman), d-Chadhban pe:
marah), dan al-Muntaqim (Penyilsa) kecuali dalam membicarakan
bilangan al-Asma'ul-Husna, bukan menetapkannla.
Allah tidak menjadikan manusia dengan sia-sia dan tidak menja-
dikannya untuk disiksa.

270
Sesungguhnya Allah menciptakan manusia unnrk dirahmati.
Tetapi setelah diciptakan manusia melakukan hd-hal yang me-
nyebabkannya patut mendapatkan azab. Maka penjatuhan azab
kepada manusia itu bukanlah tuiuan (pencipaan), sebenamya
peniatuhan azab itu disebabkan kebijaksanaan dan rahmat-Nya.
Maka hikmah (kebifaksanaan) dan rahmat itu menolak apabila
azab itu tenrs-menerus, tidakberkesudahan. Adapun ratrmat, hal
ini sudah ielas. Sedangkan kebijaksanaan adalah bahwa Dia
mengiazab sesuahr yang melanggar fitrah dan sebagainya, bukan
sebagai tujuan pokok penciptaan, karena Allah mencipakan
hamba-hamba-Nya (pada asalnya) dalam lceadaan lurus, bukan
untuk disiksa. Dia tidak menjadikan mereka untuk berbuat syirik
dan bukan untuk mendapatkan azab. Bahkan, Dia meniadikan
mereka untuk beribadah dan rahmat. Tetapi manusia sendirilah
yang kemudian melakukan hal-hal yang menyebabkannya pafirt
mendapatkan hukuman (mb).Namun demikian, faktor yang
menyebabkannya mendapatkan hukuman --yaitu kekafran-- itu
sendiri tidak kekal. lv1aka bagaimana akibatnya (hukumannya)
harus kekal?
6. Ahlus-.srmnah berpendapat boleh ddak melatsanakan ancaman.
fidak meniatuhtan huhrqtart merupak tn sif'at yang mulia sikap
, suh.rBeryafkai dan ddak menlatulrkan hukuman iur dipuji oleh
-
' Allah Ta'ala dan disanfung-Nyi, karena ihr sudah menjaii trat
png,bersangkuan. Orang png mulia safa tidak menunhrt (semua)
haknya (tmtuk menghukum), maka bagedmana la$ dengan Yang
Maha Mulia? Unnrk mendukung pendapatnya ini, Ibnul Qayylm
mengemukakan beberapa auar dan syair.
Ini mengenai ancaman yang mutlak, maka bagaimana dengan
an@man yang sesudahnya diiringi pengecualian dengan ffrman-
Nya:
"... Sesungguhnya Tuhanmu itu Maha Pelaksana terha&p agmng
Dia kehendaki." (Hud: IO7)
I(arena itu mereka berkata, "Pengecualian ini ada pada setiap
ancaman dalam Al-Qur'an."

Kedua: Ibnul Qalyim mempersalahkan alasan yang dipakai seba-


gai acuan oleh orang yang berpendapat bahwa neraka itu kekal. Di
antara yang paling penting ialah:

271
1. Ayat-ayat Jang menunulckan kekalnya orang-orang kafir di
ddam neraka.
Beliau berleta,'sezunguhnya disebutkannya hkttuit (kelol)
dan ub,itt (abadi) ddak rnenetapkan batrwa tral itu tidak bdrkezu-
dattan. Khuhd arftrf bertempat (dnggal) ;,ang lama, seperti per-
lotaan mereka: 'IGlteltalan dan keabadian paaa sesuatu ttu-t€r-
ikat pada hrusb (kadar, fumlah, perhitungan, kecukupan)-n),a,
yang kadang-kadang seumur hidup, dan selama dunia beikem-
bang. Dan sesungguhnya ada nash yang menyatakan ltekettalan
hukuman sebagian dosa besar bagt manusta yang bertauhid,
yang dalam sebagiannya diberl qayid lketentuanl dEngan lcekal
(b6d, abadi), seperd terhadap orang (mukmln) yangmembunuh
orang mukmin (lainnya) dengan sengaJa:
"... Mah bahsnnfi a&lah nerah Jahanam; ia kel di elamya
...." (an-Nlsa':95)

Dan seperti orirng yang melakukan bunuh diri:

kxr#",)-4&5,4&4#3#6
euob).,fr ,1ri$,ik|1&rrip,
"furangsiap Wrg merrirfuntuh dfuirya furgil, srlriab tajaA mah
w$tanya iA, abn digarynya di tugamrn &n d/[uguk- frrsrlr-
bilW ke prufrya flrditi di dalan nera*a Jahamn &hn ke
adan keilarl dan dikehlhn di dalaruya *na-furuya (afu-
di,)"t4t

2. ABt-ayatyang menunjukkan tidak keluarnya orang-orang kafu


dari neraka, seperti:
"... dan *lcali-kali mer*a tidak akan kehnr dari api neraka'lal-
Baqarah: 167)
'... dan nrerda se*ali-tati tidat( ahn dikehtatbn dad@rya"
(al-Htfr:48)

l4lshdrrih Mustiat, l: los-lC/..

272
"Dan orang+nng bfin W mer*a nerah Jalwnm Mereka
tidak dibinasakan *hing merdca rnatf ...."(fatttr: 56)
Dan lain-lainnYa.
Betan $bnul Qalyim) berkata: Sanr golongan mengatakan, 'Se-
sungguhnya lemutlakan ayat-apt rni di-qayd (terikat) dengan
aya|ayat taqyid dengan pengecualian z!"t muyi'ah, yang terma-
sirt Uit uainxna-imum (metakhsiskan yang umum)- Pendapat
ini seolah-olah seperti perkataan sebagian ulama salaf mengenai
surat Hud al, lt iOT C. tOg, "(Pengeoralian ihr) terdapat pada
setiap ancaman dalam Al-Qur'an."
Pendapat yang dibenarkan oleh Ibnul Qalryim ialah bahwaayat-
ayat ini beriaku menurut keumuman dan lcmutlakannya. Maka
mereka tetap di datam neraka dan ddak keluar daripadanya se-
lama neraka- inr t€tap ada. Tetapi dalam ayat-aBt itu tid?k qerda-
pat indikasi yang m'enuniuk'kah bahwa neraka iar sendiri kekal
ieperti kekahya-l{hh, tidak berkesudahan. Ddam hd ini beliau
mimbedakan antara keberadaan anb tcrhadap ahli neraka yang
kekal sesuai kekalnya neraka, dengan keberadaan neraka yang
kekal yang tidak pu&rs-punrs. Maka ddaklah hal itu mustahil dan
tidak pula [en1ap.

5. Ijma'
Ibnul Qalyim berkata, "Sesungguhnya yang menyangta ada
iima' dalam masalah ini hanyalah-orang-yang- tidak mengetahui
ia-y" perbedaan pendapat. Padahal, sudah dikenal adany-a-per-
bedaan irendapat mengenai masalatr ini di kalangan ulama daltulu
maupun belaliangan. oagaimana tidak dikatakan trrdaipat perbe-
daari pendapat, padahal
-berbeda terdapat
riwayat dari sahabat dan tabi'in
yang fehs-idas dengan aPa yang mereka daktrakan?"

Kedga: set€lah mengemukakan semua keterang;an iry' IPnu


Oayrm &nderung menyerahkan masalah ini \epaqa kehendak Allah.
tritta Uetiau tidik menetapkan fana'nya (akan binasanya) neraka
dan tidak pula menetapkan kekalnya. Beliau berkata ddam kitabnya
Syifu ul-Alil:
Dalam masalah ini saya condong kepada pendapat Amirul Muk-
minin Ali, beliau menyebutkan masuknya ahli surga ke dalam surga
dan ahli neraka ke dilam neraka. Beliau jugx menyifati hal ini de-
ngan sifat yang sebaik-baiknya seraya berkata, 'Setelah itu Allah
birbuat terlraaap makhluk-Nya menurut apa ]ang Dia kehendaki"

273
pVa !.4-cenderung lepada pendapat lbnu Abbas yang mensara_
lan, 'Tidak seyogiaq)ra bagi seseorang untuk meneiap[an hu"tum
terhadap_ Allah mengenai makhluk-Nyi, dan tidak r"vbei*ti-ua
menetaptan tempat mereka di surga atau di neraka. -trai iniueriau
kemukakan kedka menafsirkan afrt:

'XmC*W3-)g'#;;:Airc
".,. Nhh ffinnr Tlerab itulal tartpt dhm bmA dang lamu
kekal di dalannn, kmtati kahu Nhh mendru**i fnfu Wr)
...."(al-An'ant: I28)

- ryF flbnul Qa1ryim) iuga cenderunglepada pendapatAbu Sa'id al_


Khudy yang berkata: 'Al-eur'an inr siluruhrqra berkesudahan
alat ini: 'sesungguhnya Tuhanmu uaha pilaksana te.n"aupfaaa upu
yang Dia kehendaki.,,
itu, safra pun cgnderyng kepada pendapat eatadah yang
,KenKa
--,:"l"ih
menatisirkan ayalr'-ITga_lijika Tuhanmu Menghendaki (yang
lain)',
fbary beriki ,AIIah [biiffi.E t lrri t"rn"["p p.riidi"r,
algt
arTya ituj t€rilditerhadap apa?, ban saya luga cdnding ke_
pa9 pe,noapat Ibnu z.aid,yangmengatakan, "Allah telah membdrita-
hukan_kepada-kita mengenai apa yang Dia kehendaki ,ntu[ ami
surE denqryr firman-Ny.a:-'sebag?i irarunia yang tiada putus_putus,,
t€tapi Dia tidak memberitahukan kepada kiri mingenaiapa ying oia
-
kehendakiunnrkahlineraka.o
pendapat yang men)ratakan batrwa neraka dan azabnya
.- 14p,unsesuai dengan
,9r.ryH kekalnya Allah -sebagai pemberitahuan
dari.Allah mengenai apa yqlg oiaperbuat-- ma6 pia penaapai ini
tidak sesrrai dengan yang diFeriatran eUan mensenai diri_Nvi ren_
tang hal itu, berarti pendapat ini merupakan
rtrkaaan te,?rraoap
AIIah tanpa didasarkan ihnu, sebab nistr-naitr yang aa" uaui.
menunjukkan arti demikian.
Wallahu a'lam. o

274
.,.?i.;f::lf ii

BAGIAN IV

LAPANIGAT.I IBADAH
DAtl ARKAI{UL'$IAM
-.t
I
I
I
Dlt\srtD DAN POLmK

Pertanyaan:
oi'antara kami t€riadi perdebatan seru mengenai suanr masalah
yang kami anggap peilting. I(ami berbedapendapatmengenai masa-
ianierseUut, &n'tiaaf sEorang pun dari kedua pihak yang dapat
memuaskan
-_- pihak lain.
Mi"g"ga,i pentingnya masalatr ini --lebih-lebih paq masa seka-
ranf- ;naIa't<ami m6nganggap perlu untuk meminta pe-ndapat
UstiAz. Masalah yang kami maksud adalatr bolehtah gusr,q d-iguna-
tan untuk rujua; p6'Utitf Mohon Ustadz sertakan juga dalil-dalil
yang mendukunglya.
" **og" alaf, inemberi taufiq kepada Ustadz dan menjadikan
ilmu Ustadz bermanfaat bagi kaum muslim.

Jawaban:
Masrid sebagst Mar*as Daknrah dan Kantor Pemerlntahatr lnda
Zaman Nabt gow.
Masiid oada zaman Rasulullah saw. merupakan pusat seluruh ke-
giatan liadm muslim. Mal13 masiiq bukan semata-mata digunakan
Intut shalat dan ibadah lainrryra, bahkan ia merupakan pusat iba-
dah, llmu pengetahuan, peradaban, sebagai gedungparlemen untuk
bermusyawarih, dan seLagai tempat un&k u?ryf @erkenalan)' Di
masjid inrlah utusan dari berbagai iazirah Arab datang, dan di sana
pula Rasulullah saw. menerima utusan-utusan tersebut. Di sana
belau menyampaikan khutbah-khutbah dan pengarahan-pengarah-
annya merigenii semua masalah kehidupan, baik y-an-g berkenaan
deniran masalah ad-Din (agama), sosial, maupun politik.
iada masa hidup nasulullah saw. tidak ada pemisahan mengenai
den-gan-ad-Din.(agama)
-potEk,oleh orang sekarang dinamakan
apa yang
ain iuga tidak ada templt lain pada waknr itu untuk urusan
politik aan iremecatran permasalahannya selain di masjid, baik apa
yang disebut urusan agirma maupun urusan dunia.
- d'leh sebab itu, masiia pada zaman Nabi saw. merupakan pusat
dak\ rah dan pemerintahan.l42

14211oi 6t5 el* al-rbtuh fil-tslam.

277
Masiid pada Zaman Kemafuan dan Kemunduran Umat Islam
Demikian pula pada zarnan Khulafa ar-Rasyidin sesudah Nabi
saw..,.masjid merupakan_tempat mereka dalam semua aktMtas,
baik
politik maupun nonpolitik.
Di masjidlah Abu Bakar ash-shiddiq menyampaikan pidato perta-
manya.yang sang?t terkenal itu, yang berisi manhai poiitiknvi atau
strat(gi pemerintahannya. Dalam pidato itu beliau 6irtata, iw"t
semua manusia, aku_telah dipilih unn* menjadi pemimpin kalian, "i
padahal aku bukanlah orang yang uaif ai aht ra r[ai"n.
kalian melihar aku berada iii-aaI -paling litu
kebei'aran, mata toiongtaii'atu,
dan jika kalian melihat aku di aas kebatilan, mak" iurfirt"rrr"r,
aku."
masjid pulalah Umar (bin,Khattab) menyampaikan pidaronya:
__.-Di
"wahai manusia, barangsiapadi antara liaian yan[ *eiilrii tereng-
kokan pada diri saya, maka luruskanrah-sayi." Iah ada seorang
jamaahyangmenjawab, "Demi Ailah, seandainya kami
$gggq
lihat kebengkokan pag dirimu, niscaya akan kami luruikan dengan
me-
mata pedang kami." Umar-menja.nab, "Alhamdulillah, segah
kepunyaan Allah yang tglah_mgirjadikan di anrara .aLyarfimar irii
[uji
orang yang mau meluruskan kebengkokan Umar (walaupun) dengan
mata pedangnya.'
O.epiJti.antan
uTBt ir,i {* pud"
Sngri masjid pada masa-masa generasi terbaik
rysa \emajuannya
-dan Tetapi ketijra binang per_
adaban Islam relah tenggeram liaum mtislim tertinggd A;r"*
perbagi sektor kehidufan, fungsi masjid pun beruuatr.Eierratas
!q,V" untuk menunaikan shalat dan'khlu$ah-khutbah v*g ai
dalamnya berisi materi-materi yang baku. Khutbah
vur,g ai6ud*n
9qtg"n menggunakan ungkapai yang indah-indah,,i.nglniur*un
hliryl yang puitis,yang semuairya-berkisar paaa situ"ter", v"it,
zuhud terhadap dunia, ingat mati, fitnah kubui, dan azab ami?at.
Karena itu, ketika ruh (semanga0 telah merembes ke dalam
tubuh y.a1q mali (ak bersemhngar)-d* kehidupan daram ua. t"r-
tentu telah kembali ke masjid; begitupun sebagiair khatib sudah mulai
membicarakan persoalan kaum-muilim secara umurn, menekritik
sebagian peraturan dan halan yang bengkok mengenai kehi-dupan
umat --khususnya-menger_rai penyelewengan para
[engrrasa, kelza-
rrman orang-orang kuat gerBdap orang-orang lemah-, aan rctiaape-
dulian kaum kaya terhadap kauin mis[in, seilentara'para uiuri.iun
pemerintah burrykam-- maka sebagian orang mengatikan, "Khutbah
telah memasuki arena politik ....,

278
Poltdk yang Diterima dan yang Dttolak
Saya tidak tahu mengapa kata-kaq "politik' (siyasah) seakan-
-memiliki
akan konotasi;etet dan sebagai sustu jarimah (dosa,
pelanggaran)? padahal poiitik itu -sendiri.--dilihat dari sudut ilmu--
termafrt itniu f,arrg mdh; dan dilihat dari segi praktik serta aktivitas
termasuk aktivitas yang terhormat.
Yang mengheraritaru sebagian politikus justru mempertanyakan:
bolehkih majiA aipergunakan unnrk kepentingan-kepenfingan poli-
tis? Sementari meieki sendiri tenggelam dalam urusan politik seiak
ujung rambut hingga ujung kaki.- - -
' P;da dasarnya-[olifit inr sendiri tidak munkar dan tidak buruk
apabila sesuai denlan prinsip Islam dan dalam bingkai hukum dan
nilainya.
poiitit yang tertolak ialah politik Machiavelli yang berp-andangan
bahwa uni.rk irencapai tujuan seseorang dapat menghalalkan segAla
cara, tidak mengindhhkan akhlak, tidak terikat pada norma-norma
dan nilai-nilai, serta ddak mempedulikan yang halal dan png haram'
Adapun polittk dalam artian untgk menganr urusan umum demi
mewuju?kari lemaslatratan masJraralet, menolak mafsadat (lcrusak-
ant diri mereka,,dan untrk menegakkan kcadilan di antara mereka,
nritra na ini berada dalam satu garis dengan Dinul lslam, bahkan
merupakan bagian dari ad-Dtn kita' 11Ig mgypgkan akidatr, ibadah,
akhlak, dan tantangan ba$ semua sektor kehidupan.
Ivlalq fungsi masiia sebagaimana yang dikehendaki lslam, sebe-
narnlra ddakhh rcrpisatr dari polidk dalam arti-seperti ini'.
dasJia diadakan- unnrk kepentingan urusan kaum muslim, untuk
kebaikin agama dan dunia mereka. Dari masiid inilah manusia dapat
mempelaiari kebenaran, kebaikan, dan keutamaan mengenai segala
urusin kehidupan mereka, baik aspek kerohanian, kebudayaan,
kemasyarakatan, ekonomi, maupun politik. Dan hal ini termasuk
dalam kefardhuan Islam yang sudah terkenal yaifi 'nasihat', Yilg
Nabi saw. telah menjadikannya sebagai "ad-Din secaralteseluruhan"
dalam sabda beliau:

.*1,J,6 s irs;:s6 A. i<;,!{3)l


f V\6'&;\1ili1*t1i,tt'5;.;13,,,i)j
obr)
$-'
279
I
Ad-Din (agann) itu adalah nasihat (untuk melalrulran ketian)."
Pan salnht Manla "Kepda siam wahai Rasutuilah?" kliau
menjawab, Yaitu *tia kepada Nlah, kepda Raatl-Ny, ke@
Khb-Ny4 kepda imam-imam (pemimpin) l<aum muslim, dan
keph kaum mudim wafia umum."(HR. Muelim)
ini iqga termasuk pengamalan
-kebenaran tenhng saling berpesan dengan
-Hal
dan kesabaran, yang
^q,[ah t€lah meryiaiUhnya sebalai
syarat memperoleh keselamatan dari kerugian dunia dan akhirat:
"Demi mas. Sesungguhnya manusia ifu bnar-bnar bn& datam
kerugian, kecuali onng-onng yang beriman dan mengerjakan
amal sleh dan nasihat-menasihati su4ta menaati kebnann dan
nasihat-nasihat suryya menetapi kesfuran." (al-'Ashr: I -E)

Hal ini juga termasuk amar ma'ruf nahi munkar, yangAllah telah
menjadikannya sebagai sebab utama kebaikan ummat ini:
"l(amu afulah umat yang terfuik yang dilahfukan unfitk manusia,
menytruh kepda yang ma'ruf dan mencqah dart yng munkar,
dan beriman kepda Nlah ...." lilt Imran: I IO)

Juga diiadikan-tl1a sebagi sifat asasi bagi kaum mukmin laki-laki


dan perempuan:
"Dan onngonngWgbtfunan, hld-lald &n prunpnra #agjan
penolongfugl *bigian yngtain. Mercka
merel<a adalah menjadi
menytruh mengerjakan yang ma'tut, menegah dai yang munkar,
mendiikan shalat menunail<an zakat dan merel<a taat kepada
Nlah dan Rasul-Nn. Mercl<a itu akan dibert nhmat oteh NIah...."
(at-Taubah: 7I )

Di dahulukannya kefardhuan amar ma'ruf dan nahi munkar dari-


padashalat dan zak'at, padahal keduanya (amar ma'ruf dan nahi
munkar) tidak te_rmasuk rukun Islam, menunjukkan betapa penting-
nya am.[ ma'ruf nahi munkar tersebut.
Allah juga memberitahukan kepada kita t€ntang dilaknatnya
orang-orang yang meninggalkan kewajiban yang agung ini:
"Telah dilalmat orugorutg kafu dai hni l*ail fugan lisan Datd
dan In putn Maryant. Yang demikian itu di*bbl<an merel<a dur-
haka dan selalu melampui futas. Merek scrtu sama lain *lalu

2ffi
tidatr melarang tindalan munl<ar yng merclca prbuaL Sesunp
i

i ghrya amat buruklah ap yang merelra prbuat itu" (crl-Ma'ldah:


7a-791

Dari celah-celah nasihat dan saling berpesan menaati kebenaran,


beramar ma'ruf dan nahi munkar, sudah barang tennr masiid harus
memiliki peran dalam memberikan arahan politik umum bagi umat,
memperingatkan mereka mengenai masa depan mereka, dan menya-
darkan mereka terhadap tipu daya musuh-musuh mereka. Bahkan
pada zamandahulu masiid mempunyai peranan dalam mengobarkan
semangat jihad fi sabilillah dan memerangi musuh-musuh agama.
Gerakan Intifadhah al-Mubarakah di bumi kenabian 'Palestina"
adalah bertolak dari masjid-masjid, dan seruannya yang pertama di-
kumandangkan dari tempat-t€mpat azan, dan awal kehadirannya di-
istilahkan dengan "revolusi masiid".
Dalam jihad Afghanistan dan semua jihad islami, masiid memiliki
peranan yang tak dapat disangkal.
Sap teringat peristirva )ang sa)ra alami pada tahun 1956 M ketika
teriadi perlawanan ketig;.t di Mesir, saya meminta kepada Kemente-
rian Wakaf --pada waktu inr dipegang oleh Syekh Ahmad al-Baquri-
unhrk menyampaikan khutbatr Jum'at di salah Satu masiid besar di
Kairo, untuk menguatftan semangat rakft. Meskipun pada waktu
itu'saya dllarang memberikan oeramah, mengaiar, dan semua aktivi-
tas lainnya yang dapat mempengaruhi maqarakat, tetapi kondisi
darurat pada waktu itu mengharuskan mereka membantu saya.
IGmenterian Wakaf dan Urusan Masiid meminta kepada para
khatib dari waknr ke waktu untuk berkhutbah dengan tsma-tema
tertentu yang membantu pemerintah untuk mencapai sasaran pro-
gramnya dan melaksanakan politiknya. Seperti imbauan agar ber-
laku sederhana dalam memerangi atau melerai kekerasan, mengaiak
rakyat memerangi sikap berlebihan, atau menyerukan persahum ke-
bangsaan, memerangi narkotika dan sebagainya, ),ang semuanya itu
ternyata termasuk dalam lubuk politik.
xalau begitu, apa yang dimaksud dengan politik dalam Wrta-
nyaan di atas?
Sekiranya yang dimaksud dengan pertanyaan tersebut adalah
politik dalam arti menentang hukum/aturan yang sedang berlaku,
maka menurut pendapat saya hal ini "tidak terlarang secara mutlak",
tetapi juga "tidak diperbolehkan secira mutlak'.
Dalam hal ini, yang terlaring ialah yang dilakukan dengan

281
I
t
i
menyebut nama-nama tertentu dan mengemukakan seswrtu secara
detail dengan maksud unhrk mencelanya, menjelek-jelekkannya,
dan menyebarkannya. Maka hal ini tidak boleh disampaikan di mim-
bar, tidak boleh dilakukan dengan caci maki dan fanatik golongan.
Sezunguhnl'a rnasiid --dalam kaitan ini- berfunpi menghalangi
segala sesrurtu yang menenang syariat, meski merupakan program
pemerintah' selelipun. Karena masfid diadakan untuk meneguhkan
sJrariat Allah, bulen unnrk mendukung politik pemerintatran t€rtenu.
Apabila pemerintah bertentangirn dengan syariat Allah, maka
masiid berada di barisan syariat, bukan dalam barisan pemerinah.
Dalam kondisi apa pun kita tidak boleh melarang orang yang
menggunakan masjid untuk kebenaran yangwaiar, lqgis, dan histo-
ris, misalnya menyadarkan umat serta memperingatkan mereka ter-
hadap thaghut-thaghut yang mengabaikan syariat Allah dan yang
mengharuskan mengikuti hawa nafsu mereka serta hawa nafsu
pemimpin-pemimpin mereka, yang tidak akan dapat menolong
mereka sama sekali dari azab Allah.
Dalam beberapa n(€ara Islam, pemerintah mengadakan peraturan
bagi keluarga yang bertentangan dengan syariat Islam. Maka para
ulama menentangnya dan menyiarkannya di masiid-masjid, karena
tidak ada yang mereka miliki selain itu, sebab seluruh sarana infor-
masi dikuasai pemerintatr. Maka tidak ada tindakan png diambil
oleh pemerintah thaghut itu kecuali menghukum ulama-ulama pem-
berani itu dengan hukuman mati (hukum gantung) dan dibakar. Ini
Pernah t€riadi di Somalia.l4s
Pemerintah yang berkuasa ingin menJadikan masiid sebagai
corong untuk mengumandangkan politiknya. Apabila mereka meng-
adakan perdamaian dengan Israel, dipandangnya perdamaian itu
baik, dengan alasan Rrman Allah berikut:
"Dan jilra mereka ondong kepda prdamaian, mah condonglah
kry&nya dan bertawakallah kepah NlaL ...." (al-Anfal: 6I)
Padahd jika hubungannya buruk, maka bangn Yahudi itu ada-
lah bangu yang paling sengit permusuhannya terhadap orang-omng
yang beriman. Sedangkan berdamai dengan musuh yang curang itu
haram dan merupakan suatu pengkhianatan.

143Pada masa pemerintahan


Siyad Berry yang dldemonstrasl dan dipecat rakyat sctelah
mereka menanggung kesabaran yang panjang.

282
Demikianlah, mimbar sudah tidak lagi meniadi corong untuk
menyuarakan kebenaran risalah Islam, bahkan telah meniadi sarana
untuk menegakkan politik suatu pemerintah. Masjid telah kehi-
langan kewibawaannya dan telah hilang pengiaruhnya di hati umat,
kemuliaan para ulama dan para da'i juga terhapuskan.
Kita mohon kepada Allah semoga Dia memberikan keselamatan
kepada kita dalam urusan agama dan dunia kita.

2
TTDAK SE}TUA YANG BARU tTU BIIYAH
(Penlelasan llengenal Btd'ah-btd'ah Har[ fum'at)

Pertanyaan:
Saya menerima sepucuk suratyang dikirim oleh seorang saudara
dari Aliazair, isinya seperti berikut:
Hari Ium'at merupakan hari yang paling utama dalam sepekan --
hal ini sudah ddak diragulon lad-- dan pada hari ihr difardhukan
melikulon shalat bedamaah pada wakur zhuhur. Untuk menielas-
kan teutamaan ini d'dn meniuniung deraiatnya serta mengabadikan
sebuann;ra, maka dinamailah zurat keenam puluh dua dalam Al-
Qur'an dengan nama'al-lumu'ah'. Selain ihr, banyak hadits --baik
yang tercantum dalam Shahihain maupun lainnya-- yang memperkuat
keutamaan ini, mempopulerkan, dan menyanjunglya.
I(arena hari fum'at memiliki keutamaan, maka si iblis yang terku-
tuk itu menyebarkan tentaranya untuk mengganggu manusia --dari
kalangan awam sampai lelangan cendekia-- untuk mencampuraduk-
kan urusan mereka dan menampakkan indah bagi mereka berbagi
bentuk aktivitas dan ibadah sebagai pengganti ibadah-ibadah yang
disyariatkan pada hari itu. Mereka melakukan semua ini secara tidak
sadar, dan dengan demikian mereka terkena sinyalemen surat al-
fr,ahfi ayat 104.
Bolehkah --sekadar menenangkan hati-- mengucapkan: "apabila
hari fum'at merupakan hari yang paling banyak menghadapi bid'ah-
bid'ah, maka sesungguhnya orang yang paling banyak menghadapi
ujian adalah para nabi dan rasul"?
Sesungguhnya bid'ah-bid'ah yang diada-adakan manusia pada
hari fum'at itu pada asalnya adalah ibadah untuk mendekatkan diri
kepada Allah --hal ini tidak diperselisihkan lag-- dan semua itu
menjadi "bid'ah" hanyalah karena diletakkan tidak pada posisinya,
baik waktu, tempat, atau lainnya. Misalnya:
Pertarna: membaca Al-Qur'anul Karim dengan menggunakan
pengerirs suara, dengan suara yang.amat keras. Membaca Al- eur'an
ini termasuk syiarfum:at --kalau tidakboleh dikatakan sunnahnya--
tetapi mengeraskan suara ketika membaca Al-Qur'an di maslid tidak
diperbolehkan karena dapat menimbulkan gangguan.
Kedua: memberi nasihat dan bimbingan sebelum khutbah,
karena yang demikian itu --meskipun menrpakan ibadah dan ber-
manfaat-- tidak disyariatkan pada waktu itu, karena waktu iEr ada-
lah waktu untuk melakukan shalat nafilah, membaca Al-eur'an, ber-
dzikir, dan bershalawat atas Nabi pembawa rahmat.... Dan lag, para
salaf yang saleh --yang berbahagia dan yang baik-baik itu-- ridak
pernah melakukannya, padahal terdapat alasan untuk melakukan-
nya. Namun, mereka lebih mengerti keadaan dan lebih tahu menem-
patkan perkataan. Maka tidak ada sikap lain bagi kita melainkan
meneladani mereka dan mengikuti jejak mereka mengenai apa yang
mereka kerjakan dan mereka tinggalkan.
Kedga: bermacam-macam bid'ah yang diadakan orang pada hari
fum'at, yang sebagiannya disebutkan oleh al-Allamah Ibnul Haj di
dalam kitabnya al-Madldal , juz 2, halaman 203-282. Di antaranya
ada yang terdapat di masjid-masjid masyarakat secara umum, ada
yang terdapat di masjid besar, ada yang terdapat di masjid yang saru
tetapi tidak terdapat di masiid lainnya .... Alhasil, ddak ada satu pun
masjid yang selamat dari bid'atl.
Keempat: adapun bid'ah baru yang dikaitkan dengian bid'ah-
bid'ah ini -t€tapi tiada yang menyambutnya-- idah bid'ah yang
hanya ada di Niazair, yaitu di ibu kotanya, al-Baidha', t€mpat bid'ah
ini dilahirkan. Saya kira, orang yang mau mengubur bid'ah ini tidak
akan ditanya karena dosa apa ia dibunuh, bahkan sebaliknya ia akan
mendapatkan pahala pada hari ketika masing-masing jiwa dibalas
usahanya, dan merasa gembira pada hari ketika ada wajah-wafah
yang putih dan ada waiah-wajah yang hitam. Bid'ah tersebut adalah
khutbah ketiga yang berupa pesan-pesan setebal dua'halaman dari
sebuah buku besar.
Hal ini teqadi di Masjid Abdul Hamid bin Badis di kawasan Njazair
Tengah di ibu kota, pada awal September 1989 M. pesan-pesan --yang
saya namakan dengan khutbah ketiga-- ini diumumkan setelah juru
nasihat selesai menyampaikan pelajaran. Ketika itu, salah seorang

284
dari mereka mengambil mikrofon dan menghadap kepada orang-
orang yang shalat (jamaah) sambil berkata: "Wahai kaum mukmin,
di
-tempat bubar setelah selesai menunaikan shalat, dan tetaplah
janganlah
kalian, karena pesan-pesan akan disampaikan kepada
Anda!" Maka pesan-pesan itu pun disampaikan. Pesan-pesan ini,
meskipun berharga, tetapi bukan pada tempatnya. Hal itu seharus-
nya dilakukan:
di luar waktu tersebut, meski tetap pada hari )um'at;
- lazimnya disampaikan melalui surat kabar, majalah, dan balai-
balai pertemuan;
diserahkan kepada pihak yang berkompeten, yaitu ahlul hslli wal'
hqdi, seperti Oepartemen Pendidikan dan Pengajaran *." ,\tau
misalnyi diserahkan kepada suatu tim yang terdiri dari orang-
orang tertentu.

Saya benar-benar mendukung adanya pesan-pesan itu, tetapi demi


memelihara praktik-praktik salaf yang saleh, terus terang saya
menentang cara penyampaian mereka.
Di sariping itu,'orang yang mau mengkaji ulang surat Al-
fumu'ah, niscaya ia akan menjumpai salah satu ayatnya yang mem-
berikan tuntunan kepada para jamaah untuk langsung bubar setelah
selesai menunaikan stratal Jum'at, dan tidak usah tinggal di masiid
walaupun untuk melakukan shalat nafilah. Maka larlngsi_apa yang
henda-k melakukan shalat rawatib, hendaklah ia lakukan di rumah.
Saya kira apa yang terjadi itu hanyalah karena kelalaian, dan
sudah seharusnya para ulama meluruskan masalah seperti-ini,
karena sebenarnya hal ini banyak melibatkan orang yang tidak ber-
salah.
Apakah Anda sependapat dengan saya bahwa semua ini merupa-
kan bid'ah yang harus diberantas?

Saudaraku, bid'ah bukanlah setiap sesuatu yang diadakan set€lah


Rasulullah saw. seclra mutlak. I(aum muslim telah melakukan banyak
hal yang belum pernah terjadi pada zaman Rasulullah saw., tetapi
tidal diinggap bid'ah. Misalnya Utsman mengadakan azan yang lain
(yakni sebelum masuk waktu shalat) pada fari fulnlat dl p*q T:;vta'
[etika jumlah manusia sudah sedemikian banyak dan kota Madinah
telah menjadi luas.
Contoh yang lain, mereka menciptakan ilmu-ilmu yang bermacam-

/
macam serta- mempelajari dan mengajarkannya di masjid-masjid,
seperti ilmu fiqih, ilmu ushul fiqih, ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu
!4,?ra dan balaghah, yang semua itu belum ada pada zamanRasu-
lullah saw.. Tetapi ia lahir karena tuntutan perkembangan dan kebu-
tuhan, dan tidak keluar dari maksud qrariat, bahkan untuk berkhid-
mat kepada syariat dan berputar pada porosnya.
Maka amalan-amalan yang ada dalam bingkai maksud syariat
tidak dianggap bid'ah yang tercela, meskipun bentuk spesialnya
belum pernah ada pada masa Rasulullah saw., karena tidak ada
kebutuhan pada waktu itu.
IVlisalnya lagi menyampaikan penjelasan atau pesan-pesan ke-
pada orang banyak yang berkenaan dengan kepentingan meieka yang
{isaryRaikan setelah usai menunaikan shalat Jum'at, seperti yang di-
lakukan oleh saudara-saudara di masjid-masjid di Gazadanlain-lain
kota Palestina pada masa-masa awal gerakan Intifadhah Islamiyah.
Pesan, penjelasan, dan seruan-seruan rlrereka kumandangkan dari
rumah-rumah Allah atau masjid-masifd, maka pada awal kehadiran-
nya ini gerakan Intifadhah dinamakan orang dengan "Ro,rolusi Masjid".
Masjid merupakan pusat kegiatan kehidupan islami, dan pada
zaman Nabi saw. masjid difungsikan sebagai pusat dakwah dan
pemerintahan, sebagaimana telah saya jelaskan dalam kitab kami al-
'Ibadah fi-Islam. Di masjid itu disampaikanlah pelajaran-pelaiaran dan
nasihat-nasihat, dari masjidlah komando perjuangan dikumandang-
kan. Rasulullah saw. ketika menerima para utusan dan wakil-waliil
kabilah atau n(ryara lain juga di masjid. Di masjid pula diumumkan
pernikahan, bahkan di masjidlah orang-orang Habasyah bermain
anggar dan menampilkan tari-tarian mereka yang terkenal pada hari-
hari raya, sedangkan Rasulullah memberi semangat kepada mereka
dan membantu isfri beliau AisJah urttuk menyaksikannya.
Maka mengapakah masjid tidak boleh ditempati untuk menyam-
paikan pesan-pesan islami yang isinya tidak diingkari oleh saudara
penaqya, bahkan dia mengatakan sangat setuiu dengan isi pesan-
pesan itu?
Mengapa dilarang menyampaikan pelajaran di masjid --set€lah
selesai shalat Jum'at-- untuk menjelaskan sebagian materi khutbah
yang tidak sempat disampaikan karena keterbatasan waktu, atau
untuk menjawab pertanyaan sebagian jamaah mengenai masalah-
masalah Din dan kehidupan?
Saya sendiri menggunakan metode ini sejak dulu, semenjak saya
melakukan khutbah Jum'at di Masjid Zamalik di frairo pada tahun

286
lima puluhan. Seusai melaksanakan shalat Jum'at dan dua rakaat
shalat sunnah, saya mengadakan halaqah (pertemuan, forum) untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar materi khutbah atau lain-
nya, dan forum ini ternyata sangat bermanfaat dan diminati banyak
orang.
Saya senantiasa menyelenggarakan forum seperti itu dari waktu
ke waktu di masjid tempat saya shalat di Dauhah, bila ada kesempaan
dan kesehatan serta kondisi saya mengizinkan.
Firman Allah Ta'ala:

'Gt;.tr,;.ii
c1i66 ija:\ ;'*i{;$
,fii#n
"4pabila telah ditunaikan shalat maka bertefunnkh lramu di muka
bumi dan cafikh karunia Nlah ...." (al4umu'ah: IO)

Ayat tersebut menunlukkan bahwa bertebaran di muka bumi dan


berusaha/bekerja setelah shdat Jum'at merupakan perkara yangiatz
atau mubah, bukan wajib, karena menurut pendapat yang sahih
bahwa adanya perintah sesudah larangan itu menuniukkan hukum
mubah, bukan wajib, seperti pada firman Allah:
"... apabila l<amu telah menyeleailran ifudah haii, malra berburu-
lah l<amu .... " (al-Ma'ldah: 2)

Sepefti juga dalam firman-Nya:


"... ANbila merel<a (istri-istimu) telah suci, malca ampurilah
mereka di tempt Wg dipennbhkan Nkh kepdamu ...." lal-
Baqarah:222)

Demikian pula Allah mengharamkan jual beli dan aktivias kerja


lainnya ketika telah dikumandangkan azan lum'at. Maka apabila
shalat Ium'at telah usai dilaksanakan, hilanglah larangan tersebut,
dan aktivitas boleh berialan sepefti semula.
Sedanglan t€ntang hadits yang diriwalatkan Abu Daud, Tirmidzi,
dan Nasa;i dari Amr bin syu'aib dari ayahnya dari datuknya bahwa
Rasulullah saw. melarang membacakan syair dan berjual beli di mas-
jid, dan melarang orang berkumpul-kumpul di masjid pada hari

287
Ium'at sebelum ditunaikannya shalat fum'at --yang riwayatnya ini
dihasankan Tirmidzi-- para ulama mengatakan bahwa qiyia;sebe-
lum shdat" itu menuniukkan bolehnya berkumpul-kunipul setelah
shalat untuk ilmu pengetahuan dan dzikir.
- Demikian fuga pelajaran sebelum ditunaikannya shalat Ium'at
kadang-kadang memang diperlukan dan memang membawa maslahat.
--
fgg*- itu, banyak negara non-Arab yang para khatibnya ber-
\!ryb"h dengan _b"h."a Arab, sedangkan kebanyalan jamiahnya
lid+-merygrti bahasa Arab, sehingga mereka tidali dapat inengamLil
faedah dari khutbah tersebut, karena im biasanyi khutbihnya
Tngat singkat. Ultuk itu mereka menyempurnakan kekurangan ini
dengan penielasan bahasa daerah sebelum shaht;um'at, yang d-ihadiri
oleh orang-orang yang tidak berhalangan dan ingin niem[erdalam
pengetahuan agamanya.
Hampir sama dengan itu adalah apa yang tedadi di Aljazair dan
- -
beberapa n(gara di Maghrib dan Afrika: Di-wilayah tersebut keba-
nyakan khatib resminya tidak menelsnkan hasil khutbahnya dan
o_rang-orang pun bubar setelah usai shalat |um,at. Maka pelaiaran
(kaiian) fum'at itu merupakan ganti khutbah yang lemah, lebih-
!eOi! i*g yang men)rampaikan pelajaran iru orang yang tidak dapat
berkhutbah, karena tidak ahli berkhutbah atau karena-alasan lain.
Sudah barang tentu khutbah seperti itu tidak ideal, karena khut-
!"h haruslah yang memadai. Namun begitulah kenyataannya,
a* it Fp sefing terpaksa menerima penurunan keadaan dari yang
tinggi kepadayang rendah, dan Islam membolehkan hal demiki:in itu
sesuai dengan kaidah'darurat" dengan hukum-hukumnya.
Tinggal kita bicarakan hadits Amr bin Syu'aib yang telah kita
-
sebutkan di muka, dan perbedaan pendapat mengenai hal ini sudah
lerkenal. fnabita penghasanan Tirmidzi kita terima, maka paling
banter ia hanya menunjukkan hukum makruh, sedangkan kemak-
ruhan itu sendiri hilang dengan adanya kebutuhan atau kepentingan
yang kecil sekalipun.
Tirmidzi berkata, "segolongan ahli ilmu memakruhkan jual beli di
dalam masiid. Demikian pula pendapat Ahmad dan Ishaq."
Diriwayatkan fuga dari sebagian ahli ilmu dari kalangan tabi'in
tentang rukhshah (boleh)-nya jual beli di dalam masjid. Dan diri-
wayatkan dari Nabi saw. dalam beberapa hadits tentang perkenan
memblgkan_syair di dalam masjid.I44

1441,t-rftmidzi,, "Kitab ash-Shalar', hadits rromot


322.

288
Akan tetapi, mereka menerangkan sebab dilarangnya berkumpul
di masjid sebelum shalat fum'at ini. Pengarang kitab ruhfaul-Ahwadzi
(Syarah Sunan Tirmidzi) mengatakan bahwa larangan ini disebabkan
dapat memutuskan shaf, padahal mereka diperintahkan perg shalat
,um'at lebih pagi dan diperintahkan merapatkan shaf dan melurus-
kannya, yaitu memenuhi shaf pertama dilaniutkan dengan shaf ber-
ikutnya. Selain itu, karena tidak sesuai dengan tata berkumpulnya
orang-orang yang hendak menunaikan 5fua[xg.tas
Imam Ibnul Arabi menyebutkan di dalam 'Aridlnarl-Ahwadzifisyar-
hit-Tirmiitzi bahwa dilarangnya berkumpul (membentuk lingkaran)
pada hari fum'at menjelang dilakukannya shalat Jum'at inr adalah
karena semestinya mereka membentuk shaf menghadap imam dan
berbaris lurus di belakangnya pada waktu khutbah.l46
Artinya, duduk dalam bentuk lingkaran-lingkaran itu meniada-
kan semua ini, karena mereka melingkar dengan tidak menghadap
kiblat dan tidak berbaris rapi seperti baris hendak menunaikan sha-
lat, hal ini bukan tatanan orangyang hendak shalat. Padahal semes-
tinya mereka berbaris menghadap kiblat dan siap menunaikan shalat
apabila telah tiba waktunya.
Dengan adanya larangan uhtlluq (duduk-dtlduk melingkar, ber-
kumpul) di masiid selelum ditunaikanrya shalatfum'at ift para ulama
kenrudian berpendapat bahwa uhalluq sesudahnya itu dibenarkan
syara' dan tidak terlarang, sebagaimana dikemukakan oleh Imam al-
Khaththabi dalam Ma' alimus -Swwn.
Wallahu al-Muwaffiq wal Haodii ilash-shawab.

3
HUTAB DAD{ PENETAPAN PUASA DAT{ IDUL EIIRI

Pertanyaan:
I(ami kira Ustadz juga merasakan kesedihan yang kami rasakan
setiap setahun sekali atau dua kali. Tepatnya, setiap datang bulan
Ramadhan dan bulan Syawal dengan Idul Fitrinya.

l4sruhJaml-thnadzi. 2t 272, terbitan al-Madani, Kairo.


14616u1, 'Aridhatul-Ahwailzi,2: ll9, t€rbitan Darul 'Ilmi liljami', Beirut.

289
Semestinya dalam dua peristiwa penting ini kaum muslim dapat
secara serempak memulai puasa dan merayakan Idul Fitri, namun
kenyataannya kami melihat perbedaan pendapat dalam hal pene-
tapan masuk dan keluarnya (habis) bulan Ramadhan antara satu
negara dengan negiua lain. Bahkan pernah saya jumpai dua negara
bertetangga (sama-sama negara kaum musliml riremititi selisih se-
lama tiga hari.
Mengenai masalah memulai dan mengakhiri puasa, selama bebe-
rapa tahun kami juga melihat perbedaan yang sangat jauh dalam sanr
negara, yaitu di iazirah Arab bagian barat. Hd itu disebabkan
mereka mengikuti perbedaan yang tedadi di negara-negara Islam
dan negara-negara Arab lainnya mengenai masalih ini. -
Y"ku 9elagian dari kami berpuasa bersamaan dengan Kerajaan
Arab Saudi dan sebagian negara Teluk di timur, sebagian lagi niulai
berpuasa pada hari berikutnya bersamaan dengan negara teitangga,
yakni Aljazair dan Tunisia di kawasan barat. Sedangkan sebagian
besar orang berpuasa pada hari sesudahnya lagi, karEna mengikuti
pengumuman Departemen Agama yang bertanggung jawab di negara
kami.
-Peristiwa-serupa tlriadi pula pada kali lain ketika mengakhiri
.bulan Ramadhan untuk memulai bulan Syawal dan menetapkln hari
raya..Maka sebagian berhari raya pada suatu hari, sedangkan seba-
gian lainnya berhari raya setelah dua hari.
Pertanyaan kami, sejauh ini apakah perbedaan pendapat seperti
itu --di antara kaum muslim-- masih dapat ditolerirl
Ivlengapa kaum muslim tidak menggunakan hisab falaki? padahal
pada zaman kita sekarang ilmu ini sudah demikian maju, sehingga
manusia bisa naik ke bulan. Apakah dengan perantaraan ilmu yang
telah diajarkan Allah itu dapat diketahui kapan mulai terbitnya-hilal
(tanggal satu Qamariyah)?
Kondisi seperti ini telah dijadikan alasan oleh sebagian orientalis
untuk melontarkan tuduhan bahwa Islam tidak mampu menghadapi
perkembangan zaman. Bahkan kebanyakan budaya*an dan-cend6-
kiawan mereka melontarkan kelemahan dan keterbelakangan ini
kepada para cendekiawan muslim dari kalangan ulama dan-akade-
misi atau kalangan perguruan tinggi yang menisbatkan diri kepada
syara'dan agama.
Apalah- pi4Iu iitihad dalam hal ini sudah benar-benar rerrurup
-karena hadits syarif menyebutkan:

290
.^;{j!;gbw$slv;+
"krpuaslah l<amu karena melihat hilal (tanggal atu Ramadhan)
dan berbukalah l<arcna melihat hilal (tangal ntu $rawal)."

Ataukah karena puasa dan berbuka (ber-Idul FitrD int berganung


pada hasil'melihat", bukan dengan hisab? Ataukah dalam masalah
ini masih boleh dilakukan ijtihad?
I(ami berharap Ustadz berkenan memberikan penielasan dengan
ilmu yang telah diberikan Allah kepada Ustadz, lepas dari sikap kaku
dan fanatik. Semoga Allah memanjangkan umur Ustadz untuk mem-
bela ad-Din dan memberikan pengajaran kepada kaum muslim.

Jawaban:
Segala puji kepunyaan Allah. Shalawat dan salam semoga tercu-
rahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du.
Sesungguhnya saya telah membicarakan masalah peneapan
masuknya bulan (Ramadhan) dengan menggunakan hisab fdaki
dalam dua buah kitab saya:
1. F(hush-Shiyarr
Z"IbifaNatd'wnaluma*aas-Stmnthan-Nabowiyyah.

Pada bagian awal kedua kitab itu saya jelaskan bahwa syariat
Islam yang lapang ini memfardhukan puasa pada bulan Qamariyah.
Penetapan masuknya bulan ini menggunakan wasilah alami png
mudah dan sederhana bagi semua umat, tidak sulit dan tidak rumit,
karena umat (Islam) pada waktu itu merupakan umat yang buta
huruf, tidak dapat menulis dan tidak dapat menghisab. Wasilah ter-
sebut ialah melihat bulan (tanggal satu) dengan mata kepala.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:

(*ua-> .&ri!
291
"Beryuasalah karcna melihat tanggal dan beftul<alah karena me-
lihatrya. Apabila terhalang penglihatanmu oleh awan, malca *m-
pwnakanhh bilangan bulan S1nfun 30 hati.'t47

Diriwayatkan pula dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. menye-


but-nyebut bulan Ramadhan lalu bersabda:

';<.,9k'1;, Jf'4W fuijrjg*


Qeeb /at Kt3g,fq;'fL 39 /&3
(atu
"Janganlah l<amu berpuaa sehingga kamu melihat tangal
Ramadhan) dan janganlah l<amu berbul<a (furlefunn) xhinga
l<amu melihat tanggal (sa,tu Syawal). Dan iika penglihatanmu teftr
tup oleh awan malra kin-kirakanlah 6ul* ifir.a+8

Hal demikian merupakan rahmat bagi umat ini, karena Allah tidak
membebani mereka untuk menggunakan hisab, sedangkan mereka
(pada waktu itu) belum mengerti hisab dan tidak dapat melakukan-
nya dengan baik. Kalau mereka dibebani melakukan hisab, sudah
barang tentu mereka akan taklid kepada orang lain baik dari
kalangan ahli kitab maupun lainnya, yang tidak seagama dengan
mereka (Islam).

Tiga Cara Penetapan Masukqta Bulan Banradhan


nadits-hadits sahih menyebutkan bahwa untuk menetapkan
masuknya bulan Ramadhan dapat ditempuh dengan salah sanr dari
ti,ga cara. (1) melihat tanggal, (2) menyempurnakan bilangan bulan
Sya'ban 30 hari, atau (3) memperkirakan masuknya tanggal.

Metode Pertama
Mengenai metode ini, yaitu melihat bulan, maka para fuqaha ber-
beda pendapat: apakah cukup dengan penglihatan seorang yang adil,
dua orang yang adil, ataukah hasil penglihatan orang banyak?

147114o611*'alaih, al-Lu'lu' va l-Marjan, 656,


148yrs213q 'alaih, rbid., 653.

292
Golongan yang berpendapat bolehnya kesaksian seorang yang
adil, berdalil dengan hadits Ibnu Umar, dia berkata:

{ati,',k'EgWig53U''L$V"$
Jt6'd,
lo{$tdJPG:)
azl2l.it-'r,i3 P',-l"u
l-)'rart(,/\ z,
i7-^k4?{t. \3liri6,/r53U'r
,P :\5A'.fc
^,li/attt6v5t-\
,/t u y r,;) ob) !2Ue a'elfiGi6
.

('Wt)
"Onng-onng sma melihatbulan,lalu afu kafud<an kepda Rasu-
Iulhhsaw. fuIwanrya aku melihatryta. Maka beryuanlah bliau
dan menytruh onng-onng berpuaa irya.'tqs

Sblain itu, juga berdasarkan hadits orang Arab Dusun (Badui) fang
bersaksi di sisi Nabi saw. bahwa dia telah melihat tangg;al,lalu Nabi
saw. men5ruruh Bilal menyeru orang banyak supaya berpuasa.tso
Sanad hadits ini terdapit pembicaraan.
Mereka berkata'sesungguhnya menetapkan sesuanr dengan ke-
sal$ian seorarg ),iulg adil i[l lebih hati-hati-dalam memasuki ibadatr,
dan berpuasa sehari pada bulan Sya'ban itu lebih ringan risikonya
daripada meninggalkan puasil sehari pada bulan Ramadhan.'
Sedangkan orang yang mensyaratkan melihat tanggal ini dengan
dua orang yang adil berdalil dengan riwayat al-Husen bin Harits al-
fadali. Ia berkata: Amir Mekah, al-Harits bin Hathib, pernah berkhut-
bah kepada kami:

3# ij f*o 5Tet;,fui,a * 631


149nn Abu Dafi (2342l,Daruquthni, dan Baihaqi dengan isnad sahih menurut syarat
Muslim. Daruquthnl berkata, 'Marran bin Muhammad mairvayattannya sendirian darl Ibnu
Wahab, sedangtan dia itu t€percaya.' Dikemukakan oleh an-Nawawi dalan al-Majmu', & 276.
lsoniwayat.l,bu Dafi (2341) dari tirmidzi secara musnad dan mursal, dan beliau ber-
kata, "Mengenai ini terdapat perselisihan." fuga dlriwayatkan oleh Nasa'i. Beliau berkaa,
'Mursal itulah yang lebih tepat.' Diriwalatkan pula oleh lbnu Majah (1652).
cr6e'$66U.#39,#g).
Q-r\"j)obt).\(#l6,J1; J5
'Rasulullah l*lw. menytruh ,o , *iU"*n (puaa) karena telah
melihat bulan. Tetapi jika kni tidak melihahva dng!<an ada
dua onng sal<si adil yang menykikn bulan ter*but, matra lrami
pun furibdah @uasa) lantarut kesaloian &a onng saksi fense-
but,'tst

mensy-aratkan saksi harus seiumlah orang (banyak)


- ${upul }ang
adalah golongan Hanafi, dan ini pun apabila langit dalam iteaiaan
cerah. Karena golongan ini memperbolehkan keiaksian dari hasil
penglihaan satu orang ketika langit mendung, yaitu ketika mendung
tersingka_p lantas seseorang melihat tanggal sedangkan yang lain
tidak melihatnya. Tetapi apabila langit cerah, tidak- mendung dan
tidak ada sesuatu. pun yang menghalangi pandangan seseoirang,
plka fgngapa hanya seorang safa yang melihatnya iementara yang
lain tidak? Karena itu mereka berkata,;Wayib adi pemberiaan dari
orang banyak, sebab bersendirian melihat tanggal katika sedang ber-
sama orang banyak --padahal mereka jrrga melihat ke arah yang dili
hatnya dan mencarinya, tidak ada sesuatu yang menghalingi pan-
dangan mereka, dan mata mereka sehat-- meskipun ketalaman |an-
dangan mereka berbeda-beda, jelas merupakan suatu kekeiiru-
vJ1.'152
Adapyn mengenai riwapt Ibnu Umar dan orangArab Badui --yang
menetapkan tanggal dengan hasil penglihatan seorangsaja-- al-Alla-
mah Rasyid Ridha pada ta'liq (komentar)-nya terhadap al-Mughniber-
kata, "Kedua riwayat itu tidak menunjukkan bahwh orang-orang
sama melihat bulan lantas tidak ada yang mengetahuinya kecuali se-
grang. Keduanya tidak ada pertentangan, apalagi dengan Abu Hani-
fah-. Dengan demikian, baallah segala sesuatu yang didasarkan pada
kedua riwayat ini."153

151lIIt Abu Daud, dan beliau tidak mengomcntarinya.


Demikian pula al-Mundziri.
Perawi-perawinya sahih, kcodi Husen bin Harits --scdangkan dia lur sarEatrurur. Dtsahkan
juga oleh ad-Daruquthni dalam Nailul-Authar,4:261, terbitan Darul
fait, *irut.
l'2ttaryiyah lbnu r'sriittn,
mengutip dari al-Balv,2:92.
153er-roliq'ala al-Mughni ma'a
asy-Syarah, Jz 95.

294
Adapun berapa banyaknya jumlah "segolongan besar" manusia
itu terserah kepada pendapat imam (penguasa) atau hakim untuk
menentukannya, tanpa terikat pada baulsan tert€ntu menurut penda-
pat yang benar.154
Dengan demikian, yang wajib bagi kaum muslim ialah mencari
tanggal pada hari kedua puluh sembilan bulan Sya'ban pada waktu
magrb (menjelang magrrb). Sebab sesuatu yang suatu kewaiiban tidak
sempurna melainkan dengan dia, maka dia (sesuaur itu) adalah wajib,
hanya saja ia (mencari hilaUtanggal) ini merupakan wajib kifayah.

Metode Kedua
Metode kedua untuk mengetahui masuknyabulan Ramadhan ialah
dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban menjadi tiga
puluh hari, baik langit dalam keadaan cerah maupun berawan. Apa-
bila mereka melihat bulan pada malam (magrib) tanggal tiga puluh
bulan Sya'ban kemudian tidak ada seorang pun yang melihatnya,
maka hendaklah mereka menyempurnakan hitungan bulan Sya'ban
menjadi tiga puluh hari.
Oleh karena itu, seharusnya bulan Sya'ban sudah diketahui ke-
tetapannya sejak awal, sehingga pada wakru bulan tidak kelihatan,
maka malam ketiga puluh --saat dicariryra hilal (tanggal) dan di-
sempumakannya bilangan Sya'ban menjadi tiga puluh hari-- dapat
diketahui. Maka merupakan suatu kekurangan apabila penetapan
masuknya bulan itu hanya dilakukan untuk tiga bulan saia, yaitu
bulan Ramadhan untuk menetapkan masuknya puasa, bulan Syawal
untuk menetapkan telah keluarnya dari kewaiiban puasa, dan bulan
Dzulhijjah untuk menetapkan Hari Arafah dan sesudahnya. Dengan
demikian, sudah seharusnya umat dan pemerintah yang bersang-
kutan bertindak secara cermat menetapkan semua bulan (bulan
hanya tiga bulan yang disebutkan; Pen.), sebab hitungan bulan yang
satu didasarkan pada bulan yang lain.

Metode Kedga
Metode yang ketiga untuk mengetahui masuknya bulan
Ramadhan ini adalah dengan memperkirakan terbitnya hilal ketika
langit mendung atau menurut istilah hadits "jika pandanganmu ter-

ls{el-thhtiyar l: 129.
1i Syarhil-Muhhtar,

295
tutup awan" atau "jika penglihatanmu terhalang" oleh suatu halang-
an. Di dalam beberapa riwayat yang sahih, di antaranya dari Nafi'
dari Ibnu Umar --yang merupakan untaian emas dan isnad paling
sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari:

)4-16&lt'i*eiL'ly
"Jika penglihatanmu tertutup awan, maka kin-kinl<anlah bulan
itu."

Maka, apa makna "kira-kirakanlah bulan itu (faqduruu lahu) dalam


hadis tersebut?
Imam Nawawi berkata dalam al-Majmu': Ahmad bin Hambal dan
sebagian kecil ulama mengatakan, "Maknanya ialah persempitlah
bulan itu dan perkirakanlah ia telah berada di bawah awan." Makna
ini diambil dari kata qailara yang berarti dhayyaqa (mempersempit)
seperti firman Allah: rr\bTLr:s@ipersempit atasnya rezekinya) .
Mereka mewajibkan berpuasa keesokan harinya dari malam yang
berawan itu.
Muthanif bin Abdullah --tokoh ulama tabi'in-- dan Abul Abbas
bin Suraij --tokoh ulama Syafi'iyah-- serta lbnu eutaibah dan lain-
lainnya berkata: "Maknanya ialah kira-kirakanlah bulan itu menurut
perhitungan manzilah (letaknya). "
Imam Abu Hanifah, Imam i,dan jumhur
Syafi'i, dan
Imam Syaf jumhur (mayoritas)
golongan salaf dan khalaf berkata, "Maknanya ialah perkirakanlah
untuk menetapkan bulan itu dengan menyempurnakan bilangan
Sya'ban tiga puluh hari."
Jumhur berhujjah dengan riwayat-riw ayat yangtelah saya sebut-
kan sebelum ini yang semuanya adalah sahih, yaitu:

Cisjt:'63;lidrU6
"Mal<a sempumakanlah bilangan (bulan Sya'ban) tiga puluh hai."

fuga sabda beliau saw.:

''6)fi'ata'*tg
"Kra-kirakanlah untuknya tiga puluh hai."

296
Sebagai penafsiran terhadap riwayat'kira-kirakanlah bulan itu"
png disebutkan secara mutlak.lss
Akan tetapi, Imam Abul Abbas Ibnu Suraij tidak membawa riu,alat
)rang satu kepada riwayat yang satunya lagi. Bahkan Ibnu Arabi
menukil riwayat dari beliau (Ibnu Suraij) bahwa sabda Rasulullah
saw. faqduruu lahu (Kira-kirakanlah bulan itu) diujukan kepada
orang yang diberi keistimewaan oleh Allah dengan ilmu (hisab) ini.
Sedangkan sabda beliau ahmiluu al:iddata (sempurnakanlah hitungan
bulan Sya'ban) ditujukan kepada maqrarakat umum.r56
Perbedaan khithab (perkataan) karena perbedaan sinnsi dan
kondisi itu merupakan hal yang biasa, yang merupakan asas bagi
"perubahan fanra dengan perubahan waktu, tempat, dan keadaan."
Imam Nawawi berkata dalam al-Majmu', "Orang lang mengatakan
dengan memperhitungkan manzilah, maka perkataannlia itu tertolak,
mengingat sabda Rasulullah saw. dalam Shahihain:

,i!:e1s6<t{ag$*,$,
."$rsugptnn lami dalal umat Wry ummi @uta hurufi, tidak
i, : d.prrttrrcmflh fu fule &fi mengfiiab ...."

Mereka berkata "Seandainya nrereka (umat lslam) diu€asi meng-


higab, niscaya akan sangat sulit bagi mereka, karena di antara
mereka ti&k ada yang mengerti ilmu hisab kecuali beberapa orang
saia di negara-rrcgara besar.'157
Hadits yang digunakan sebagai hujlah oleh Imam Nawawi rahi-
mahullah tidaklah t€pat, karena hadits itu hanya membicarakan kon-
disi umat Islam pada zaman diutusnya Nabi Muhammad saw. kepada
mereka. Bahkan kebuahurufan itu bulen keharusan aau
sesurtu yang dituntut, malah Nabi saw. sendiri telah berusaha mem-
bebaskan umat ini dari buta huruf dengan mengaiarkan tulis-menu-
tis lepada mereka, yang dimulai seiak usainya perang Badar.158

l55Al-uai^r',6t 27o.
lstihat, F athul-Ban, 6: 23, terbitan al-Halabi.
157 tl-Moi^u', 6: 27 O, tcrbitanal-Muniriyyah.
158r.raUi saw. membebaskan
beberapa orang tawanan dengan syarat mereka menga.iar-
kan tulis-menulis kepada anak-anak muslim. (penl.)
I

Maka tidak ada hambatan akan datangnya suatu perkembangan ke-


tika umat lslam dapat memrlis dan menghisab. Dan hisab falakiyang
ilmiah yang sudah dikenal kaum muslim sejak zaman keemasan pe-
radaban tslam dan pada zaman kita sekarang ini telah mencapai ke-
mafuan yang pesat hingga manusia biasa naik ke bulan. Ini bukanlah
ilmu perbintangan (astrologi) atau ilmu nujum (unhrk meramal per-
kara gaib) yang dicela oleh syara'.
Adapun perkaaan Imam Nawawi batrwa ilmu hisab tidakdiketahui
melainkan hanya oleh beberapa orang saja di negara-n(gara besar,
maka hal itu benar jika dinisbatkan kepada kondisi zaman beliau
(Imam Nawawi) rahimahullah. Tetapi tidak benar iika dikaitkan
dengan zaman kita sekarang ini ketika ilmu falak dipelaiari di ber-
bagai perguruan tinggi, dan didukung dengern peralatan yang cang-
gih, hingga sudah menjadi ketetapan yang dikenal luas di dunia:
bahwa kemungkinan salah perhitungan ilmiah ilmu falak hari ini
adalah satu per seratus ribu (1/1OO.OOO).
Demikian pula halnya hubungan n(€ara-negara besar dengan
nqfra-negara lecil sekarang telah begitu dekat, seakan-akan meru-
pakan satu negara. Bahkan dunia ini nanti --seperti kata orang--
merupakan sebuah "desa yang besar" Qlobal village), dan informasi
dari satu negara ke negara lain, dari kawasan barat ke kawasan timur
atau sebaliknya, dapat langsung diterima dalam waktu yang irmat
singkat, tidak sampai memakan waktu beberapa detik.
Abul Abbas Ibnu Suraif, salah seorang imam golongan Syaf i,
berpendapat bahwa orang yang mengetahui hisab dan kedudukan
fletak) bulan, apabila dengan jalan hisab ia mengetahui bahwa besok
sudah masuk bulan Ramadhan, maka ia harus berpuasa, karena ia
telah mengetahui masuknya bulan dengan adanya petunjuk ke arah
itu, dan pengetahuannya ini sama dengan fika mengetahuinya ber-
dasarkan bayyinah (bukti nyata). Pendapat beliau ini'dipilih oleh al-
Qadhi Abu Thayyib, karena hal itu melahirkan zhan (dugaan kuat)
yang sama halnya dengan jika diberi tahu oleh orang tepercaya mela-
lui kesaksiannya. Sedangkan imam yang lain mengaakan, "Sudah
memadai baglnya jika ia berpuasa, tidak menjadi keharusan." Seba-
gian lagi berpendapat, bagi orangyang mempercayainya boleh meng-
ikuti pendapatnya.lse

159l.ftat, al-Mdjmu', 6t 279-280,

298
Sebagian ulama besar pada zunan kita juga berpendapat tentang
diterimanya penetapan hilal (tanggal/bulan) dengan hisab falaki
(perhitungan falak) yang ilmiah dan qath'i, seperti yang ditulis oleh
seorang ahli hadits yang besar yaitu al-Allamah Ahmad Muhammad
Syakir --rahimahullah-- di dalam risalahnya "Awaa'ilusy-Syuhuuril
'Arabiyyah: Hal Yajuuzr ltsfuatuhr Syar'an bil-Hisaabil-Fal4ki?" (Permulaan
Bulan Arabiyah: Bolehkah Menetapkannya dengan Hisab Falaki?),
yang akan saya kutip pendapatnya secara terperinci.
Di antara yang mengumandangkan pemikiran ini pada zaman
kita sekarang adalah seorang ahli fiqih kenamaan, Syekh Mushthafa
az-Zarqa --semoga Allah melindungi beliau.
Dari informasi-informasi itu nyatalah bahwa ilmu falak yang di-
tolak oleh para fuqaha ialah apa yang dinamakan uniim atau 'ilmu
nujum" (astrologi). Ilmu ini oleh para pelakunya didakwakan dapat
mengetahui berbagai perkara gaib yang akan terjadi melalui ramalan
perbintangan. Ilmu ini jelas-jelas batil dan dilarang oleh hadits yang
diriwayatkan Abu Daud dan lain{ainnya dari Ibnu Abbas secara
marfu':

'u;\?ie;yi;r;46r&fii|t.
( ntb *U ut z-21:S.i obt)' j$i
"hgangsiap )tang mengambil xpotong dad ilmu nujum (nnalan
peftintangan), maka dia telah mengambil *fugian dari ilmu
sihir.a@

Imam Ibnu Daqiq al-'Id berkata, "Menurut pendapat saya, sesung-


guhnya hisab itu tidak boleh dijadikan dasar untuk menetapkan
puasa karena kesejajaran bulan dengan matahari menurut pan-
dangan para ahli asrologi. Sebab mereka kadang-kadang mendahu-
lukan bulan dengan hisab daripada rukyah (penglihatan mata) de-
ryan selisih satu atau dua hari. Yang demikian itu berarti membuat
syariat yang tidak diizinkan oleh Allah. Adapun jika hisab menun-

l@nn ebu Oaud dalam arh-rhiD (3905), Ibnu Mafah dalam al-Adab (3726), dan Ahmad
dalam al-uusnad (20OO). Syakir berkata, "lsnadn),a sahlh." Dan disahkan oleh Nawawi dalam
u-Riyadh dan adz-Dzahabi dalan al-Katuir, sebagaimana disebutkan dalatn F,/iifrrul-qddir, & &,
-t
l

jukkan bahwa hilal (Anggaubulan) telah wujud dan dapat dilihat, I


tetapi terdapat halangan yang menghalangi pandangan seperti awan, t

maka ketetapan ini harus diterima karena adanya sebab syar'i."


Ibnu Hajar mengomentari hal ini dengan perkaaannya: "Unhrk
menerima hal itu tergantung pada kebenaran orangyang memberita-
hukan, dan kita tidak memastikan kebenarannya kecuali jika ia
menyaksikan dengan mata kepala, padahal ia tidak menyaksikan-
nya. IQrena itu perkataannya tidakada nilainya. Wallahu 3'lx1n.'161
Tetapi, ilmu falak modern didasarkan pada kesaksian dengan
menggurhkan instrumen-instnrmen dan perhitungan matematis lang
qath'i. Dan di antara kekeliruan yang tersebar di kalangan sebagian
besar ulama sekarang ialah anggapan bahwa hisab falaki adalah per-
hitungan para pembuat kalender --atau berupa kesimpulan-kesim-
pulan yang diterbitkan dan dibagi-bagikan kepada orang banyak
yang memuat waktu-waktu shalat serta permulaan dan akhir bulan
Qamariyah. Kalender seperti ini biasanya dinisbatkan kepada bebe-
rapa orang. Kemudian sebagian dari orang-orang yang berpegang
pada kitab-kitab kuno menukil waktu-waktu tersebut darinya dan
mereka masukkan dalam kalender mereka.
Sudah kita ketahui bahwa kalender-kalender seperti ini berbeda
antaru yang sebagian dengan sebagian lainnya, di antaranya ada
yang menjadikan bulan Sya'ban 29hal/. dan ada pula yang menjadi-
kannya 3O hari. Demikian pula dengan bulan Ramadhan, Dzul-
qa'idah, dan lainnya.
Perbedaan seperti inilah yang menyebabkan p.ua ulama menolak
hisab secara keseluruhan. Perhitungan kalender seperti ini memang
tidak didasarkan pada ilmu yang meyakinkan, sebab sesuatu yang
meyakinkan tidaklah bertentangan antara kesimpulan yang satu de-
ngan lainnya.
Apayang saya kemukakan itu nyata dan benar, tetapi bukan per-
hitungan ini yang dimaksud sebagai hisab ilmiah falaki yang saya
sebutkan itu. Yang saya maksudkan adalah apayangditetapkan ilmu
falak modern,162 yang didasarkan pada kesaksian dan eksperimen,
yang memiliki kemampuan ilmiah dan amaliah (teoretis dan praktisl

1 6 1
rotthirhrl-aobi r Ma'a al-Majmu', 6: 266-267 .
162y"i3, hisab astronomi atau hisab hakiki untuk menentukan awal dan akhir bulan
Ramadhan dan lainnya, bukan hiscb 'urri untuk membuat kalender. Lihat, Ruklah dengan Teh-
nologi, teIbitan G€ma Insani Press, fakarta, 1994, hlm. 97. (Penl.l

300
teknologi yang menjadikan manusia dapat naik ke bulan serta ke
bintang-bintang yang lebih jauh lagi, dengan kemungkinan kekeli-
ruan satu per seratus ribu (1/100.000). Teknologi ini akan dapat
dengan mudah memberitahukan kepada kita mengenai terbitnya
hilal dan kemungkinan tampaknya di ufuk selama berapa menit dan
berapa detik apabila kita menghendaki.

Rukyah Hilal untuk Menetapkan Bulan Merupakan \Vasilah yang


Berubah-ubah untuk Tuiuan yang Tetap.
Di dalam kitab xatfuNatn'aamaluma'a As-sunnah saya kembali mem-
bicarakan salah sanr petunjuk pokok dalam memahami Sunnah, yaitu
"membedakan antara tuiuan yang tetap dengan wasilah (sarana,
cara, metode) yang berubah-ubah". Untuk ini saya kemukakan
beberapa contoh:
Di antarayangdapatdimasukkan dalam bab ini ialah apayangdi-
sebutkan dalam hadits sahih yang masyhur:

,#i)|frG -
-!.ryt e - 4!Y13t3t
,'ni3jfi6H16&irg
"krpuaalah kamu l<arena melihat bulan &n furbukalah (brle-
hnnlah) karcna melihat bulan (tanggal sa,tu $tawl). Jika pn-
danganmu tertutup awan, malra kin-kinl<anlah bulan itu."

Dan dalam lafal lain:

"Jika penglihatanmu tertutup awan, maka


bilangan Sya'ban tiga puluh hari."

Di sini seorang ahli fiqih dapat mengatakan: "Sesungguhnya hadits


syarif (yang mulia ) ini menunjukkan kepada n{uan dan rnenennrkan
wasilahnya."
Adapun tujuan atau sa$[an hadits tersebut jelas dan terang, yaitu
agar mereka berpuasa sebulan Ramadhan penuh, tidak mengabaikan
sehari pun dari bulan Ramadhan, atau berpuasa satu hari pada bulan
lainnya, seperti Sya'ban atau Syawal. Caranya ialah dengan menetap-

301
kan masuk atau kehnrnp bulan Ramadhan, dengan wasilah png
memungkinkan dan dapat dilakukan oleh kebanlakan manusia, tidak
memberatkan mereka dan tidak menimbulkan kesulitan dalam agama
mereka.
Melihat dengan mata kepala merupakan wasilah yang mudah dan
dapat dilakukan oleh kebanyakan orang pada waktu itu, karena itu
hadits tersebut menetapkan cara ini. Sebab, seandainya mereka dibe-
bani harus menggunakan cara lain seperti hisab falaki --sedangkan
umat Islam pada waktu itu masih bua huruf dan belum bisa menghi-
sab- niscaya akan menimbulkan kesulitan bagi mereka. Padahal Allah
menghendaki kemudahan bagi mereka, tidak menghendaki kesulitan,
dan Rasulullah saw. telah bersabda mengenai diri treliau:

1/4?zl 2.-'(=
\-rr.- s|.i'?l#s 3,W\43 gg4:tit3 t
\

(fi:1u obs
"Saunguhrym Nlah mengutus ala *fugai pngajar Wg mem-
brikan kemu&han tidak mengutus a1,a unfi* membi kaulitan."
(HR Muslim dan lainnya)

Kini, telah ditemukan wasilah lain yang lebih akurat untuk me-
wujudkan tuiuan hadits tersebut. Wasilah ini mudah, tidak tergolong
wasilah yang sukar dilakukan, dan tidak di luar iangkauan kemam-
puan umat. Hal ini disebabkan munorlnya ahli-ahli ilmu falak, geologi
dan fisika yang membidangi ilmu alam, serta berkembangnya tekno-
logi yang dimiliki manusia sehingga mereka bisa mendarat di permu-
kaan bulan dan melakukan penyelidikan terhadapnya. fika demiki-
an, mengapa kita masih bersikap jumud (beku) dan bersikukuh
mempertahankan wasilah terdahulu? Padahal bukan wasilah itu
yang dimaksud dan dituju oleh hadits tersebut, tetapi sasaran yang
h-endak dicapainya. Maka mengapa kita melupakannya?
Hadits tersebut telah menetapkan masuknya bulan dengan pem-
beritaan seorang atau dua orang yang mengaku telah melihat bulan
dengan mata telanjang karena ini merupakan wasilah yang memung-
kinkan dan sesuai dengan kondisi umat (pada waktu itu). Maka
mengapa kita berkesimpulan bahwa hadits tersebut menolak suatu
wasilah yang jauh kemungkinannya dari kekeliruan atau dusta?
Yaitu wasilah lang mencapai derajat yakin dan qath'i. Waslah yang

302
mungkin dapat mempersatukan umat di bumi belahan timur dan
barat, serta menghapuskan perselisihan yang terus-menerus dan
bertingkat-tingkat mengenai puasa, berbuka, dan berhari raya. Per-
selisihan ini hingga mencapai selisih tiga hari antara negara yang
satu dengan negara yang lain, suatu hal yang tidak masuk akal dan
tidak dapat diterima oleh logika ilmu pengetahuan dan agama. Maka
sudah tentu.yang benar adalah salah satunya, sedangkan yang lain
keliru tanpa perlu diperdebatkan lagi.
Menggunakan hisab qath'ipada hari ini merupakan wasilah untuk
menetapkan bulan yang wajib diterima dengan dasar qiyas aula. Arti-
nya, Sunnah yang telah mensyariatkan kita untuk menggunakan
wasilah yang "rendah" --yang mengandung keraguan dan kemung-
kinan-kemungkinan kekeliruan, yaitu rukyah (melihat bulan dengan
mata telanjang)-- tidak akan menolak penggunaan wasilah yang
lebih "tinggi",lebih sempurna, dan lebih memadai. Hal ini demi me-
wujudkan tujuannya dan mengeluarkan umat dari perselisihan serta
pertentangan yang ketat dalam menentukan awal puasa, berbuka
(berlebaran), dan ber-ldul Adha sehingga tampak kesatuan syiar dan
ibadahnya, yang berhubungan dengan masalah ag.rmanya serta
lebih lekat dengan kehidupannya dan aspek spiritualnya, yaitu wasi-
lah hisab yang qath\.
Meskipun pakar hadits Syekh Ahmad syakir --rahimahullah--
menuju keputusannya ke arah lain, tetapi beliau berpendapat bahwa
menetapkan masuknya bulan Qamariyah dengan hisab falaki dida-
sarkan pada asumsi bahwa menetapkan hukum dengan rukyah itu
disebabkan adanya illat (sebab hukum) yang disebutkan dalam nash
hadits itu sendiri.r6s Sedangkan sekarang tllat itu sudah tidak ada,
maka tempat penyandaran'illat tersebut (yakni keharusan menggu-
nakan rukyah; Peni.) seyogianya sudah tidak ada (yakni tidak lagi
menjadi keharusan, melainkan hanya jaiz; Penf .) karena sudah men-
jadi ketetapan bahwa :

tui66;4/otgr&g4f$
"Hukum itu berputar (bergantung) pada 'lllat, pada waktu ada-
nya'illat dan pada waktu tidak adanya 'illat."

163p"6 umumnya umat lslam waktu itu belum mengeni menulis dan membaca serta
belum mengeni hisab. (Pen,.)

ao3
Baiklah saya kutipkan di sini perkaaan beliau (Ahmad Syakir)
yang tegas dan terang di dalam risalah beliau "Awa'il asy-Syuhur al-
'Arabiyyah" sebagai berikut:
"Tidak disangsikan lagi bahwa bangsa Arab sebelum Islam dan
pada masa permulaan tslam belum mengefti ilmu falak secara ilmiah.
Mereka masitr buta huruf, belum bisa menulis dan belum bisa meng-
hisab. Jika di antara mereka ada yang mendapatkan sedikit dari pe-
ngetahuan itu, maka yang mereka ketahui hanyalah pokok-pokok-
nya atau kulitnya, yang mereka peroleh melalui pengamatan atau
ikut-ikutan, atau dengan mendengar dan memperoleh kabar dari
orang lain, tidak didasarkan pada kaidah-kaidah matematis dan
bukti-bukti akurat yang mengacu pada premis-premis yang meya-
kinkan. Karena itu Rasulullah saw. menjadikan rujukan untuk me-
netapkan bulan ibadah mereka kepada perkara yang qath'iyangdapat
difihht hngsung dengan mata kepala, yang dapat dilakukan oleh
setiap orang atau kebanyakan orang dari mereka, yaitu merukyah
hilal dengan mata telanjang, karena hal ini lebih kuat ketetapan
hukumnya dan lebih andal untuk menetapkan waktu-waktu syiar
dan ibadah mereka. Dan ini pulalah yang dapat menyampaikan ke-
pada keyakinan dan kepercayaan yang mampu mereka laksanakan,
sedangkan Allah tidak membebani seseorang kecuali menurut ke-
mampuannya.
Adalah tidak sesuai dengan kebiiaksanaan Syari' (Pembuat sya-
riat) untuk meniadikan sandaran penetapan hilal dengan ilmu hisab
dan falak. Padahal, ketika itu mereka yang dari kota saja sama sekali
belum mengerti ilmu tersebut, sedangkan kebanyakan mereka ada-
lah orang-orang desa yang tidak mendapatkan informasi dari kota
melainkan hanya sekali-sekali. Kalau mereka diharuskan melakukan
hisab, sudah barang tentu akan menyulitkan dan menyusahkan
mereka. Sedangkan di antara mereka yang tinggal di desa sedikit
sekali yang mengetahui hal itu, itu pun hanya melalui pendengaran
jika informasinya sampai kepada mereka. Demikian pula orang-
orang kota, mereka tidak ada yang mengetahuinya kecuali sekadar
mengikuti (taklid) kepada sebagian ahli hisab yang kebanyakan atau
bahkan seluruhnya dari Ahli Kitab.
Kemudian kaum muslim dapat menaklukkan dunia dan menguasai
kendali ilmu pengetahuan, mereka perluas cabang-cabangnya, mereka
terjemahkan ilmu-ilmu klasik, mereka timba sumbernya, mereka
ungkap yang tersembunyi, lalu mereka pelihara untuk generasi se-
sudah mereka, yang di arttaranya adalah ilmu falak, tata surya, dan

304
ilmu hisab.
I Ketika itu kebanyakan ahli fiqih dan ahli hadits tidak mengerti
ilmu falak, dan sebagian atau kebanyakan mereka tidak percaya atau
tidak yakin terhadap ahli ilmu falak. Bahkan ada yang menuduh orang
yang berkecimpung dalam ilmu falak itu menyeleweng dan berbuat
bid'ah, karena mereka mengira bahwa ilmu ini dipergunakan untuk
menebak perkara gaib --astrologi (ilmu nujum/ramalan bintang
untuk meramal nasib, dan sebagainya). Memang, sebagian ahli falak
ada yang berbuat begitu, sehingga menjadi preseden buruk bagi diri-
nya dan ilmunya, sedangkan para fuqaha terbebas dari tuduhan
seperti ini. Di sisi lain, di antara fuqaha dan ulama tidak mampu
mendudukkan ilmu ini pada posisi yang benar dalam agama dan
fiqih, tetapi mereka hanya mengisyaratkannya dengan perasaan
takut.
Begitulah keadaan mereka, karena ilmu-ilmu hauniyah (ilmu
alam) tidak populer di kalangan mereka seperti populernya ilmu-ilmu
agama dengan berbagai disiplinnya, dan kaidah-kaidah ilmu alam ini
tidak dianggap qath'i tsubut oleh para ulama.
Syariatyang cemerlang dan lapang ini akan tetap berkibar sepan-
jang hinesa Allah mengizinkan
s zaman, hingga meneizinkan berakhirnya kehiduoan dunia
berakhirnva kehidupan
ini. Maka ia merupakan syariat
svariat bagi
baei semua umat dan bagi
basi Isemua
masa. Oleh sebab itu, kita melihat di dalam nash-nash Al-Kitab dan
As-Sunnah beberapa isyarat lembut yang menuniukkan tentang
kondisi-kondisi yang bakal terjadi. Apabila tiba saatnya yang tepat
maka dapatlah isyarat-isyarat itu ditafsirkan dan diketahui, walau-
pun orang-orang dahulu telah menafsirkannya --melalui cara yang
tidak sesuai dengan hakikatnya.
Maka apayang kita bicarakan ini telah diisyaratkan di dalam Sun-
nah Shahihah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari hadits lbnu
Umar dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda:

r,ft15,.(Kqe&i{\g,st
'*4r;.ii119(#.,,(iKKgti(a
(eri),o\) .';*56'O9S
"Kta adalah umat yang ummi (buta huruQ, tidak bisa menulis dan
tidak bisa menghinb. Sebulan itu adalah seryrti ini dan *perti ini

305
.... Yakni xkali tempo dua puluh rembilan hai dan *kali wafuu
W puluh hailLe
Diriwayatkan iuga oleh Imam rylik (al'Muwaththa', l: 269), Btr-
khari, tvtu-slim, dan lainnya dengan lafal:

6i;.t?"95{^i,'t)g;*;\4ii)i
| - o. t. 9a/ qo
lLag'J3ti
"sebulan itu dua puluh sembilan hai, karena itu ianganlah lcamu
berpuaa rehingga kamu melihat hilat, dan ianganlah lcamu ber'
but<a (berlefuran) xhinga kamu melihahW Ailal). Jikapandang'
anmu tertutup awan, maka kin-kirahanlah bulan itu."

ulama-ulama kita terdahulu --semoga Allah merahmati mereka--


benar di dalam menafsirkan makna hadits ini, tetapi keliru di dalam
menakwilkannya. Di antara pembicaraan yang pal-ing lengkap. me-
ngenai masatafi ini ialah yan! ditemukakan al-Hafizh lbnu Haiar di
d;tam kitabnya (Fothut Bari, 4: 108-109) sebagai !9ri.k1q . .
"Yang dimakiud dengan hisab (p-erhitungan) di sini ialah perhi-
"bintang-bintant dal perjalanannyar ggenghl mereka
tungun
belim mengetaf,ui hal itu melainkan sedikit sekali. Maka digantung-
kanlah hunium puilsil dan lainnya dengan rukyah (penglihatan mata)
untuk menghihngkan kesulitin mereka dalam mengetahui pere-
daran bintang-bintang itu, dan hukum mengenai puasa itu pun terus
berlaku mesfipun seJudah itu ada orang-orang yanq.mengerti ilmu
ini. Bahkan se,cara lahiriah konteks hadits itu menafikan ketergan-
tungan hukum hanya kepada hisab, sebagaimana diielaskan dalam
hadits terdahulu:

{$t\'6ui4$i5{6&3$
"lpnbitapnglihatanmutertuaryolehawan,mal<axmpumalanlah
bilangan @ulan Syabn) tiga puluh hari."

lff nn Bukhari dalam'Kitab ash-shbam.'

306
Dalam hal ini beliau saw. tidak mengatakan: "Tanyakanlah kepada
ahli hisab!"
Hikmahnya ialah bahwa bilangan hari dalam sebulan (bulan
Sya'ban) bagi para mukallaf ketika hari mendung adalah sama, se-
hingga dengan demikian hilanglah perselisihan dan pertentangan di
anlara mereka.
Dalam kaitan ini kita dapati ada satu kaum yang berpendapat
bahwa dalam keadaan langit mendung, maka kita kembali kepada
ahli tas-yiir (ahli hisab). Mereka adalah golongan Rafidhah,r6s dan
diriwayatkan bahwa sebagian fuqaha menyetuiui pendapat ini. Al-
Baji berkata, "ljma' salaf yang saleh justru menjadi hujjah untuk
menolak pendapat mereka." Dalam hal ini Ibnu Buzaizah berkata,
"Itu adalah pendapat yang batil, karena syariah telah melarang men-
dalami ilmu nujum, sebab itu hanyalah terkaan dan taksiran, tidak
qdrh'i (pasti) dan tidak menimbulkat zhan (dugaan yang kuat). Sebab
jika masalah ini digantungkan kepada ilmu perbintangan sudah tenru
ruangnya menjadi sempit (sulit/sangat terbatas), karena tidak ada
yang mengerti ilmu ini melainkan hanya sedikit."
Demikian yang dikemukakan lbnu Hajar.
Penafsiran itu benar, bahwa yang dipakai ialah rukyah, bukan
hisab. Sedangkan takwilnya keliru, yaitu bahwa meskipun kemudian
ada orang yang mcngerti ilmu hisab namun hukum mengenai keten-
tuan puasa ini tetap berlaku seperti itu. Karena perintah berpegang
pada rukyah sendiri disertai dengan ,'illct sebagaimana disebutkan
dalam nash hadits --yaitu bahwa meleka sebagai umot !?ng ummi,
tidak dapat menulis dan tidak dapat menghisab-- sedangkan tllat itu
sendiri berputar bersama yang di-'illat-i (dikenai 'illat), pada waktu
ada'illat dan ketika tidak ada. Dengan demikian, apabila umat telah
lepas dari kebuta-hurufannya serta mereka telah dapat menulis dan
mengerti ilmu hisab dan memungkinkan manusia --baik masyarakat
umum maupun golongan cendekiawan-- kepada keyakinan dan ke-
pastian mengenai hisab awal bulan, serta mereka mempercayai hasil
hisab ini seperti kepercayaan mereka terhadap rukyah, bahkan lebih
kuat, maka waiiblah mereka kembali kepada keyakinan yang man-

165saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan Rafidhah oleh al-Hafizh di sini.
fika
yang beliau maksud itu Syi'ah lmamiyah, maka sepengetahuan saya mazhab mereka tidak
memperbolehkan menggunakan hisab. Dan lika yang dimaksud itu kelompok lain, maka saya
tidak tahu siapa mereka itu. Ahmad Syakir berkata, "Saya kira yang dimaksud adalah
golongan lsmailiyah, karena dikabarkan mereka berpendapat begitu." (Qardhawi)

307
tap. Dalam hal ini, untuk menetapkan bulan hendaklah mereka hanya
menggunakan hisab dan jangan kembali kepada rukyah, kecuali jika
sulit menerapkan ilmu hisab, seperti bagi penduduk kampung atau
desa yang sulit mendapatkan informasi yang akurat dari ahli hisab.
Apabila diwajibkan kembali kepada hisab saja karena telah hilang-
nya 'illdt yang menghalanginya, maka wajib pula kembali kepada
hisab hakiki untuk mengetahui hilal, dan membuang kemungkinan
dan ketidakmungkinan rukyah, sehingga awal bulan yang sebenar-
nya ialah pada malam ketika hilal terbenam setelah terbenarhnya
matahari, walaupun hanya sebentar. 166
Apa yang saya katakan ini --mengenai perbedaan hukum dise-
babkan perbedaan kondisi mukallaf-- bukanlah hal baru karena yang
demikian itu banyak terdapat dalam syariat, yang diketahui oleh para
ahli ilmu dan lainnya. Di antara contohnya ialah masalah yang
sedang kita hadapi, yaitu mengenai hadits berikut:

/{Gifi6H4L&:rg
"Jika pandanganmu tertutup awan, maka perkirakanlah bulan itu."
Dalam riwayat lain digunakan lafal:

U;rf i}C#'6ie?r$61,f<{"'&-39
"Apbila p.ndanganmu tertutup awan maka sempumakanlah
bilangan @ulan Sya'fun) tiga puluh hari."

Kemudian para ulama menafsirkan riwayat yang mujmal yaitu


"faqduruu lahu" (perkirakanlah bulanitu) dengan riwayat yang (di-
anggap) menafsirkannya yang berbunyi "fa ahmiluu al-'iddata ..."
(maka sempurnakanlah bilangan ...). Tetapi seorang imam besar dari
golongan Syaf i --bahkan menjadi imam mereka pada zamannya--
yaihi Abul Abbas Ahmad bin Umar bin Surailtoztelah mengkompro-

l66M.nr-t pendapat yang kuat, setelah magrib (terbenamnya matahari) hilal harus
tampak beberapa waktu, yang dapat dilihat dengan mata telaniang, yaitu sekitar l5-2O menir
menurut para ahlinya. (Qardhawi)
l67surail, dengan huruf sin tidak bertirik dan dibaca dhammah, sedangkan huruf akhir-
nya adalah iim. Nama ini sering ditulis dalam beberapa kitab secara salah denpn "syuraih'
dengan huruf sin yang benitik (sy) dan ha', dan ini merupakan kesalahan baca. Abul Abbas

308
mikan kedua riwayat tersebut dan menempatkannya pada posisi
masing-masing yang berbeda. Yaitu, bahwa hadits "faqduruu lahu"
maksudnya: perkirakanlah ia (bulan itu) dengan menghitung manzi-
lah (posisi bulan), suatu sabda yang ditujukan kepada orang yang
diberi keistimewaan oleh Allah dengan ilmu ini. Sedangkan sabda
beliau "fa ahmiluu al:iddata" merupakan khithab (sabda/perkataan)
yang ditujukan kepada masyarakat umum.168
Perkataan saya ini hampir sama dengan perkataan Ibnu SuraiJ,
hanya saja beliau menjadikan hukum ini berlaku khusus ketika
bulan tertutup sehingga tidak ada orangyang melihatnya. Kemudian
beliau menjadikan hukum menggunakan hisab ini bagi golongan
kecil manusia, karena sedikitnya jumlah orang yang mengerti ilmu
ini pada waktu itu dan tidak dipercayainya perkataan dan hasil hisab
mereka, serta terlambatnya informasi dari satu negara ke negara lain
--apabila bulan sudah ditetapkan di sebagian negara. Sedangkan
pendapat saya menetapkan keumuman penggunaan hisab yang celmat
dan dipercaya, yang hal itu berlaku secara umum bagi manusia,
karena mudah dan cepatnya penyampaian informasi melalui media-
media komunikasi dan informasi. Dan penggunaan rukyah tinggal
bagi kelompok kecil masyarakat saja, yang sukar mendapatkan
informasi serta belum percaya terhadap kapabilitas ilmu falak dan
astronomi.
Saya pandang pendapat saya ini paling adil dan paling mendekati
pemahaman yang sehat dan benar terhadap hadits-hadits yang ber-
kenaan dengan masalah ini.'16e
Demikianlah yang ditulis oleh al-Allamah Syakir sejak lebih dari
setengah abad silam --Dzulhijjah 1375H, bertepatan dengan fanuari
1939 M.
Padahal pada waktu itu kemajuan ilmu falak belum seperti seka-

ini wafat pada tahun 306 H. Beliau adalah murid Abu Daud penyusun kitab sunan Abu Daud.
Mengenai Abul Abbas ini, Abu Ishaq asy-Syirazi mengaakan di dalam Thabaqat al-Fqiha,
hlm. E9, sebagai berikut: "Beliau termasuk pembesar golongan Spf i dan imam kaum mus-
lim; beliau melebihi semua murid Imam Syaf i, bahkan terhadap al-Muzani sendiri.' Biografi
beliau disebutkap dalam tarith Baghdail l<arya al-Khathib (4t 278-290\ dan Thabaqat asy-
SyaJi'iyyah karya lbnu Subki (2:67-96).
16816"1, Syarah Abu Bakar Ibnu Arabi terhadap Tirmidzi (3: 2O7-2oB)i Tharhut Tatsrib
(4: 111-13); dan Fathul Ban (4:1O4).
169Xi*1"1, 'Awa'il asy-syuhur al-Arabiyyah', hlm. 7-17, terbitan Maktabah lbnu
Taimiyah.

309
rang ini, pada zaman ketika manusia telah dapat menfelajah ruang
angkasa dan mendarat di bulan. Sekarang ilmu ini telah mencapai
tingkat ketelitian sedemikian rupa sehingga kemungkinan kekeliru-
annya hanya satu per seratus ribu (U100.OOO).
Syekh Syakir mengemukakan pendapatnya seperti itu padahal
beliau adalah pakar hadits dan atsar,yang mencurahkan segenap
hidupnya unntuk berkhidmat kepada hadits dan membela Sunnah
Nabawiyah. Maka beliau adalah pengikut salaf yang tulus, seorang
yang ber-miba'bukan pembuat bid'ah. Namun demikian, beliau tidak
berprinsip bahwa salafiyah (mengikuti jejak sala$ itu harus bersikap
fanatik terhadap apa yang pernah dikatakan oleh salah seorang salaf
sebelum kita. Mengikuti jejak salaf yang sebenarnya ialah mengikuti
metode mereka dan mengambil semangat mereka. Dengan demikian,
kita berijtihad menghadapi zaman kita seperti mereka beriitihad ke-
tika menghadapi zaman mereka, dan kita memecahkan permasalahan
kia dengan akal pikiran kita bukan dengan akal pikiran mereka, tanpa
terikat oleh sesuatu pun kecuali oleh dalil-dalil syariah yang qath'i
dan nash-nashnya yang muhkamat serta tujuan-tujuan umumnya.
Saya pernah membaca makalah yang panjang pada bulan Rama-
dhan tahun l4O9 H, yang ditulis oleh salah seorang syekh yang
mulialToyang mengomentari hadits Nabawi yang sahih:

,:ru$;<lK{riy'fu'ug
"Kta adahh umat tang ummi, tidak bisa menulis dan tidak bis
menghinb."

Menurut syekh itu, hadits tersebut mengandung pengertian me-


nafikan (meniadakan) hisab dan menggugurkan penggunaannya
untuk umat.
Kalau pendapat ini benar, niscaya hadits yang sahih ini juga me-
nunjukkan dinafikan dan digugurkannya penggunaan tulis-baca.
Hadits tersebut menunjukkan dua perkara yang ketiadaannya men-
jadikan umat ini ummi, yaitu tulis-baca dan hisab.

lTtainr Syekh Shalih bin Muhammad al-Lahidan, f\eila Pengadilan Tinggi di Keraiaan
Arab Saudi. Makalah beliau ini tersebar di Ukazh dan lalnnya melalui berbagai surat kabar
harian di Saudi pada tanggal2l Ramadhan 14O9 H.
a

310
Selain itu, tidak seorang pun dari ulamadahulu ataupun sekarang
yang mengatakan bahwa tulis-baca itu tercela bagi umat Islam, bah-
kan sebaliknya merupakan sesuatu yang dituntut, yang ditunjuki
oleh Al-Qur'an, As-Sunnah, dan ijma'. Bahkan orang pertama yang
menaruh perhatian besar terhadap bidang ini adalah Nabi Muham-
mad saw., sebagaimana yang kita ketahui dari sejarah hidup beliau
beserta sikap beliau terhadap tawanan perang Badar.171
Adapun pendapatyang mengatakan bahwa Rasulullah saw. tidak
mensyariatkan kita menggunakan hisab dan tidak menyuruhnya --
maksudnya beliau hanya menyuruh kita berpedoman dan menggu-
nakan rukyah untuk menetapkan bulan-- maka dalam pendapat ini
terdapat suatu kekeliruan atau beberapa kekeliruan, karena dua hal:
Pertama: tidak masuk akal Rasulullah menyuruh menghitung
bulan dengan menggunakan ilmu hisab pada waktu umat belum bisa
menulis dan menghisab. Maka beliau mensyariatkan bagi mereka
untuk menggunakan wasilah yang sesuai dengan kondisi pada
waktu itu dan tempat itu, yaitu dengan rukyah lmelihat dengan mata
telanjang) yang dapat dilakukan oleh kebanyakan manusia pada
waktu itu. Tetapi apabila didapatkan wasilah yang lebih cermat, lebih
akurat, dan lebih jauh kemungkinan salah dan kelirunya, maka
sudah barang tentu sunnah tidak melarangnya.
Kedua: Sunnah mengisyaratkan digunalennya hisab pada waktu
langit nrendung, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Bukhari
dalam "Kitab ash-Shaum" pada Jami'shahih-nya dengan mata rantai
emas (sanad yang sangat bagus) yang terkend dari Malik dari Nafi'
dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. membicarakan Ramadhan,
lalu bersabda:

Yt#*$j,!$r,BWLa;$t
/a,?j*3:Lz /Fl; & Sti/;!3
'Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu mdihat hilal (awal Ra-
madhan), dan janganlah kamu bebulca (brlefunn) *hingga

l7lYaitu dengan membebaskan sebagian tawanan denga.n tebusan mengaiari tulis-baca


kepada anak-anak muslim (Penr.).

3tt
l<amu melihat hilal (awal $,awal), jika pndanganmu tefitfiry awan
mal<a kin-kiralanlah bulan itu.'172

Al-qadri af6iu at-taqilir (pengin-ngiraan atau penentuan) fng drpe-


rintahkan ini termasuk penggunaan hisab bagi orang yang dapat
menghisab dengan baik yang kebenaran hasilnya dapat menenrc-
ramkan (memuaskan) orang. Selain itu, hasilnya menurut ukuran
zaman kita sekarang dapat mencapai tingkat qath,i, xbagaimana
yang sudah diakui oleh orang yang memiliki sedikit pengeahuan
tentang ilmu-ilmu modern, yang dapat meningkatkan deraiat orang-
orang yang diberi pengetahuan tentang ilmu lni ohh Allatr ke suaflr
tingkatan tertentu.
Sejak beberapa tahun yang lalu saya telah menyerukan untuk
menggunakan hisab falaki yang qath'i --minimal-- pada wakhr posisi
bulan negatif (di bawah ufuk), bukan dalam posisi positif (di atas
ufuk1, untuk mempersempit perbedaan yang biasa teriadi setiap'ahun
dalam memulai puasa dan Idul Fitri, yang selisihnya mencapal tiga
hari antara satu negara dengan negara lain. yang dimaksud dengan
menggunakan hisab ketika posisi hilal nqptif ialah kita tetap meng-
gunakan rukyah untuk menetapkan hilal sesuai dengan pendapat
kebanyakan ahli fiqih pada zaman kita, teapi apabila menurur hisab
tidak mungkin hilal (bulan) dapat dirukyah --karena bulan belum
wujud di negara Islam bagian mana pun-- maka wajib tidak boleh
diterima kesaksian orang yang menyaksikannya, bagaimanapun 1ce-
adaannya, karena kenyaaan yang ditetapkan ilmu eksakta yang
akurat mendustakannya. Bahkan dalam kondisi seperti ini sama
sekali tidak dituntut manusia merukyah hilal, dan pengadilan Agama
atau Lembaga Fatwa atau Departemen Agama tidak boleh membuka
pintu bagi seseorang untuk menyampaikan kesaksian dengan jalan
rukyah.
Pendapat inilah yang saya pilih dan saya sampaikan dalam fatwa-
fatwa, pengajian-pengajian, ceramah-ceramah, dan berbagai acara
lainnya. Kemudian Allah menghendaki saya mendapatkan kelapa-
ngan dalam hati dengan adanya pendapat salah seorang pembesar
fuqaha mazhab Syaf i, yaitu Imam Taqiyuddin as-Subki (wafatpada

17\1Jn1 qdaa (fr'ilmadhl) dengan bentuk mudhari, yaqJuru (dengan dhammah) atau
yaqdiru (dengan kasrah) bermakna qattd.ara (menentukan) seperti dalam firman Allah: 'Lalu
Kami tentukan, maka Kami{ah sebaik-baik yang menentukan." (al-Mursalat: 23)

312
tahun 756 H) yang oleh para ulama dikaakan telah mencapai mar-
abat ijtihad.
As-Subki mengemukakan dalam F atriwa-nyabahwa apabila hisab
menetapkan hilal tidak mungkin dapat dirukph, maka hakim (qadhi)
waiib menolak kesaksian orang yang mengaku menyaksikan hilal.
Beliau berkata: "Karena hisab itu qathi, sedangkan kesaksian dan
informasi itu adalah zhanni; dan yang zhanni itu tidak boleh bertenta-
ngan dengan yang qoth'i, apala$ mendahuluinya (didahulukan).'
Beliau juga mengemukakan bahwa di antara sikap yang perlu
diambil qadhi ialah hendaknya ia memperhatikan persaksian se-
orang saksi yang ada di hadapannya --dalam masalah apa pun-- apa-
bila perasaan dan kenyataan mendustakannya, maka ia harus meno-
laknya dan fangan mentolerirnya. Beliau berkata: "Bayyinah (persak-
sian) syaratnya adalah apa yang dipersaksikan itu merupakan
sesuatu yang mungkin menurut perasaan, pikiran, dan syara'. Apa-
bila hisab secara qathl menunjukkan ketidakmungkinannya, maka
mustahillah syara' berpendapat demikian dikarenakan kemustahilan
sesuatu yang dipersaksikan itu, sedangkan syara' tidak membawa
hal-hal yang mustahil.
Adapun kesaksian saksi mungkin keliru, salatl, atau dusta.'173
Maka, bagaimana seandainya as-Subki masih hidup pada zaman kita
dan melihat kemampuan ilmu falak --atau astronomi sebagaimana
png mereka istilahkan- seperti yang telah sala kemukakan sebagian
di antaranya?
Di dalam pembahasannya itu Syekh Syakir mengatakan bahwa
Prof. Syekh Muhammad Mushthafa al-Maraghi, Rektor Universitas
al-Azhar yang termashur pada zamannya, ketika menjadi Ketua
Mahkamah Ulya Syar'i1yah (Pengadilan Tinggi Agama), beliau
mempunyai pendapat seperti pendapat as-Subki, yaitu menolak ke-
saksian atau persaksian saksi apabila hasil hisab menunfukkan keti-
dakmungkinan hilal dirukyah. Syekh Syakir berkata: "Saya dan
beberapa orang teman yang sering berbeda pendapat dengan Profe-
sor (al-Maraghi), maka dalam hal ini saya menyatakan bahwa beliau
benar, dan saya tambahkan wajib menetapkan hilal (bulan, tanggal)
dengan hisab dalam semua keadaan, kecuali bagi orang yang sulit
mengetahuinya."tT4

l73ga4, t'crawa, aS-Subki, l:219-220, terbitan Maktabah al-Quds, thiro.


174gru1u6 'Awa'ilu asy-syuhur al-'Arabiyyah', karya Syekh Syakir, hlm. 15

313
Beberaln Haktkat yang Harus Disepakad
Di samping saya menguatkan penggunaan hisab minimal pada
waktu posisi bulan negatif (di bawah ufuk pada waktu terbenam
maahari) bukan posidf (-di aftF ffi-k p"0" r,ratnr Erbenam maahari)
qebagalqana sa)ra sebutkan di muka, maka saya perlu menegaskan
tiga hakikat fang seyogranya tidak diperselisihkan:
Pettanra: ddam hal yang berhubungan dengan penetapan masuk-
-leluwesan
nya bulan (Ramadhan/Syawal) terdapat keluasan dan
dengan t€tap memperhatikan nash-nash syara' dan hukum-hukum-
nya. Selain itu, perbedaan pendapat para rilama dalam hal ini meru-
pakan suatu kelapangan dan
ryhmat bagi umat. Malca orang yang
menetapkan masuknya bulan dengan kesaksian s@rang aau aul
ora.ng yang adil, atag-y?ng mensyaratkan dengan se;umlah orang,
maka pendapat ini tidak jauh berbeda dengai- pendhpat sebagial
fuqaha uryt yTg
ryulrabar. Bahkan orang fang 6erpenitapat zupaya
menggunakan hisab juga mempunyai ikutan dari ialangan ufama
terdahulu --ulama dahulu juga ada yang berpendapat dlmikian--
sejak zaman tabi'in dan sesudahnya. Danbrangyang mempefmasa-
lahkan perbedaan mathta'(batas geografis fenaruirya rutyati) dengan
oran-g yang tidak mempermasalahkannla, masing-masing mempuriyai
pendahulu dan argumentasi (dalil) sendiri. xarena iru tidatr boieh
diingkari orang yang mengambil salah satu mazhab (pendapat) dan
hasil iitihad ini, meskipurrdipandangnya salah, menjingat iaiiah:

.fi2t9-li$i*b31i,fi
Tidal< boleh ada pengingkaran dalam masalah-maalah ijtiha-
d$ah'"rts

Kedua: kekhilafan dalam masalah-masalah seperti ini dimaafkan.


Kalau seorang saksi khilaf bahwa ia telah melihat hilal Ramadhan
lqu S{aw4, sehingga mengakibatkan manusia berpuasa sehari pada
bulan s-ya'ban
(akhir bulan sya'ban) atau berbukaiehari pada bulan
Ramadhan (yakni orang-orang sudah berlebaran pada alihir Rama-
dhan, karena orang tersebut menginformasikan bahwa dia tadi

TSuaksudnya, tidak
.hadiyah.
._1
boleh mengingkari hasil-hasil iitihad dalam masalah-masalah ijti-

314
malam telah melihat hilal, padahal sebenarnla yang dilihatnya
bukan hilal yang nota bene masih merupakan hari terakhir bulan
Ramadhan), maka Allah yang berwenang untuk mengirmpuni kekhi-
lafan mereka, dan Allah telah mengaiari mereka unt'uk memaniatkan
doa:
'u:65-\#'oLy+${GJ
"... Ya Tuhan kami, janganlah Englcau hukum kalan.i iika kami lup
atau tervlah.... " (al-Baqarah: 286)

Kendatipun mereka khilaf dalam merukyah atau melihat hilal


bulan Dzulhijjah --sehingga mereka melakukan wuquf di Arafah
pada tanggal delapan atau tanggal sepuluh menurut yang sebenar-
nya-- maka haji mereka adalah benar dan dapat diterima, sebagai-
mana yang ditetapkan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dan lainnya.
Kedga: bahwa berusaha untuk mempersafllkan kaum muslim
mengenai pelaksanaan puasa dan hari raya mereka serta semua syiar
dan syariatnya merupakan sesuatu yang senantiasa ditunnrt untuk
dilakukan, dan dalam hal ini kita tidak boleh berputus asa untuk
mencapainya, juga tidak boleh menyerah untuk menanggulangi se-
gala hambatan dan rintangan. Namun demikian, yangharus ditekan-
kan dan tidak boleh diabaikan ialah bahwa apabila kita tidak dapat
mencapai persatuan dan kesatuan secara menyeluruh di antara ber-
bagai kawasan kaum muslim di segalapenjuru dunia, makaminimal
kita wajib berobsesi untuk mempersafllkan kaum muslim dalam satu
kawasan.
Maka tidak boleh terjadi kaum muslim di satu negara atau safll
kota terpecah belah, sebagian sudah berpuasa karena menganggap
sudah masuk bulan Ramadhan, sedangkan yang sebagian lagi tidak
berpuasa karena menganggap bahwa hari itu masih termasuk bulan
Sya'ban. Demikian pula pada akhir bulan, yang sebagian masih ber-
puasa karena dianggap masih bulan Ramadhan, sedangkan yirng se-
bagian lagi sudah berlebaran karena dianggap sudah masuk bulan
Syawal. Maka hal yang seperti ini tidak dapat diterima.
Maka di antara hal yang sudah disepakati ialah bahwa keputusan
hakim atau ketetapan pemerintah dapat menghilangkan masalah-
masalah yang diperselisihkan itu.
Apabila kekuasaan syar'iyah yang bertanggung fawab berdasar-
kan penetapan terhadap hilal di suatu negara Islam --baik berupa
Mahkamah Ulya (Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi), Lem-

315
baga Fatwa, Departemen Agama, atau lainnya-- t€lah membuat kete-
tapan
-untuk berpuasa atau berlebaran (pada suatu hari tertentu),
maka kaum muslim di negara itu harus menaatinya dan melaksana-
kannya. Karena-letaatan dalam hal ini merupakan ketaatan dalam
fal yang ma'ruf, meskipun bertenangan dengan ketetapan neg:ua
lain. Keputusan hakim dalam hal ini dikuatkantbh pandingan yang
mengatakan bahwa "setiap negara mempunyai rukyah sendiri;.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda:

i-474'85,6e1]fti$'fi,4
(
7A-," t c)6: t GL-i41 obr), SZE*;
"hnsmu ialah pdahai lamu furpuaq dan l&nnmu ialah @a
hai lramu lrurbuka.azo
Dalam satu lafal disebutkan:

;"4{sA6?;ar17<,8 5
qr"rstjoLy),G#
"Iabnn (dul Fihilmu ialah pa&had *anu brbuka(puaater-
alhirj dan IduI Adhamu ialah pda hafi lramu fu*urfuna77

-53Y{A'6-F'16,1t$r'i3pri
(dul Fitri) itu ialah pda had l<amu berbula (puaa ter_
akhir), dan ldul Adha itu ialah pfu hai kamu brktrfun.are

176nn firmiazi dan beliau


berkara: ,Hadits ini hasan gharib., (692).
177gi 65u ,^uilrszq.Beriau meriwayatkan
daram bab ,rdzaa Akhtha,a ar-
hadits ini
Qaumu al-Hilaal' (Apabila Manusia Khilaf dalam Meneapkan Hilal).
178nn ftnuluafah
. . {1660); diriwayatkan dari ialan Hammad dari Aynrb dari lbnu sirin
dari Abu Huralrah. Syekh syakir berkaa,
"hi adalah isnad yang sangat sailih menurut sJn at
Syaikhaini.'

3t6
Imam al-I(hathabi berkata, "Makna hadits ini ialah bahwa ke-
keliruan manusia dalam beriitihad itu dimaafkan. Apabila suatu
kaum berijtihad, lantas mereka tidak melihat hilal setelah memasuki
malam kptiga puluh, dan mereka tidak berlebaran bahkan mengge-
napkan hitungan puasa (tiga puluh hari), kemudian setelah itu ter-
nyata bahwa usia bulan Ramadhan tersebut hanya dua puluh sem-
bilan hari, maka puasa dan lebaran yang mereka lakukan berlaku
sebagaimana layaknya, dan mereka tidak menanggung dosa atau
risiko. Demikian pula mengenai haji, apabila mereka keliru dalam
menetapkan hari Arafah, maka mereka tidak wajib mengulangi haji-
nya dan korban mereka dipandang sudah cukup. Semua ini merupa-
kan keringanan dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-l$/a.'
Penjelasan ini saya akhiri dengan ucapan segala puii kepunyaan
Allah, Rabb semesta alam.

4
ZAKAT PERHTASAN TSTRI
SETELAH IUTENNGGAL DUNTA

Pertanyaan:
Istri saya telah berpulang ke rahmatullah setelah puluhan tahun
hidup berumah tangga dengan saya dan dikaruniai Allah beberapa
anak lakilaki dan perempuan. Setelah wafatnya saya mendapati
beberapa perhiasan peninggalannya, di antaranya ada yang berupa
mutiara dan batu-batu mulia seperti intan, akik, dan lainya, serta ada
pula yang berupa emas.
xami tidak membagi-bagikan perhiasan ini kepada anak-anak
perempuannya, karena mereka sudah kaya dan menjadi istri orang
kaya. tvrereka sudah punya perhiasan sendiri-sendiri yang banyak
jumlahnya.
Saya merasa kesulitan menghadapi peninggalan istri saya ini,
demikian juga anak-anak saya, baik yang laki-laki maupun yang
perempuan.
Maka bagaimanakah hukum perhiasan ini? Apakah waiib dike-
luarkan zak,atnya? Dan apakah zak,atnya itu harus setiap tahun?
Mohon iawaban, semoga Allah memberikan taufiq kepadaUstadz
dan meniadikannya bermanfaat.

317

t-
-l

Jawaban:
Sudah dimaklumi bahwa para fuqaha berbeda pendapat mengenai
zakat perhiasan wanita yang berupa emas dan perak.
Mazhab Abu Hanifah mewajibkan zakat perhiasan ini apabila
sudah mencapai satu nisab, baik perhiasan itu an sich atau tetika ai-
gabungkan dengan kekayaan lainnya. pendapat inilah yang saya
pandang kuat dan saya fanuakan, mengingat dalil-dalil dan argu-
mentasinya sebagaimanapngtelah saya jelaskan dalam kiab saya
Fiqh az-Zahah (Hukum Zal<at).
Dalam kasus ini kita lihat perhiasan tersebut ada dua macam,
yaitur
1. Perhiasan yang berupa mutiara dan batu-batu mulia semacam
intan dan sebagainya. Benda-benda ini pada dasarnya tidak ter-
kena kewajiban zal<at, kecuali jika untuk disimpan.
2. Perhiasan yang berupa emas, dan ini saya lihat --sebagaimana
dikatakan penanya-- disimpan dan tidak dipergunakan/tidak
dipakai, sehingga seperti harta kekayaan atau uang yang meng-
anggur.

Perhiasan-perhiasan itu adalah milik ahli waris, di antaranya ada-


lah suami. Apabila bagian masing-masing mencapai satu nisab, baik
bagiian itu semata-mata atau digabung dengan kekayaan lain yang ia
miliki --nisabnya adalah seberat 85 gram emas-- maka masing-
masing ahli waris itu wajib menzakati bagiannya.
Zalrart ini harus ditunaikan setiap tahpn, tanpa diragukan lagi.
Maka setiap tahun Qamariyah harus dihitung harga perhiasan emas
tersebut berapa harganya seandainya hendak dijual, kemudian di-
keluarkan z,ak'atnya sebesar seperempat puluhnya (Z,S %). Dan hal
ini berlaku setiap tahun hingga waktu yang dikehendaki Allah.
Ini berarti bahwa para ahli waris wajib mengeluarkan harta
mereka sendiri untuk menzakati perhiasan yang menganggur ini
hingga barang tersebut dimanfaatkan.
_ Kiranya lebih utama dan lebih bermanfaat bagr yang hidup dan
bagi yang telah meninggal dunia seandainya peihiasan ini dijual,
kemudian uangnya dijadikan sedekah jariyah bagi yang fehh
meninggal sehingga ia tetap memperoleh pahala selama masih dapat
dimanfaatkan oleh orang yang hidup hingga hari kiamat. Demikian
pula halnya suami dan para ahli waris yang melaksanakan sedekah
atau wakaf yang baik ini, mereka mendapatkan pahala sesuai de-

318
ngan kebaikan yang mereka perbuat. Sedangkan Allah tidak menyia-
nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.

5
HUKUTI I{EITPERGUNAKAN ZAKAT
UNTUK IUTEDTBANGUN IUTASITD

Saya seorang muslim yang diberi banyak karunia oleh Allah yang
saya tidak mampu mensyukurinya dengan sepenuhnya meski apa pun
yang saya lakukan, karena apa yang saya lakukan itu sendiri juga
merupakan nikmat dari Allah yang harus disyukuri.
Di anarakaruniapngAllah berikan kqada saya adalah kekalaan
yang --alhamdulillah-- cukup banyak, dan saya mengeluarkan
zakatnya setiap tahun. gqya juga menerapkan pendapat Ustadz
untuk menzakati penghasilan gedung-gedungyang saya peroleh se-
tiap bulan tanpa menunggu perputaran satu tahun, dengan besar
zakat seperdua puluh dari total penghasilan.
Pertanyaan yang saya lontarkan kepada Ustadz sekarang adalah
mengenai penggunaan zakat untuk pembangunan masjid yang digu-
nakan untuk mengerjakan shalat di dalamnya, mengadakan majelis
ta'lim, dan mengumpulkan kaum muslim untuk melakukan ketaatan
kepada Allah Ta'ala.
Kami --yang berdomisili di negara Teluk-- sering didatangi sau-
dara-shudara dari negara-negara miskin yang ada di Asia dan Afrika
yang r4engeluhkan berbagai penderitaan, sedikitnya penghasilan,
banyaknya jumlah penduduk, seringnya ditimpa bencana alam, di
samping tekanan dari kelompok-kelompok yang memusuhi Islam,
baik daii negara-negara Barat maupun Timur, dari golongan salib,
komunis, dan lainnya.
Bolehkah kami memberikan zakat kepada saudara-saudara kami
kaum muslim yang miskin yang tertekan dalam kehidupan beragama
dan dunia mereka, ataukah qidak boleh? Fatwa yang pernah diberi-
kan para mufti berbeda-beda mengenai masalah ini, ada yang mela-
rang dan ada yang membolehkan. Dan kami tidak merasa puas me-
lainkan dengan fanua Ustadz.

319
Semqga Allah meluruskan langkah Ustadz, memuliakan ustadz,
dan menjadikan yang lain mulia karena Ustadz.

Jautaban:
Semoga Allah memberikan berkah kepada saudara penanya yang
terhormat mengenai apa )rang telah dikaruniakan-Nya kepadanya.
Mudah-mudahan Allah menyempurnakan nikmat-nikmat-Nya atas-
nya dan menolongnya untuk selalu ingatkepada-Nya dan bersyukur
kepada-Nya serta memperbaiki ibadah kepada-Np. Saya merasa
gembira bahwa dia telah mengeluarkan zal<at dari penghasilan
gedung-gedungnya sesuai dengan pendapat yang saya fandang
kuat, tanpa menunggu berputarnya masa satu tahun. Mudah-mu-
dahan saja dia menginfakkan seluruh hasilnya aau sebagiannya.
Adapun menyalurkan zakat unnrk pembangunan masiid sehingga
dapat digunakan untuk mengagungkan nama Allah, berdzikir Lt-
pada-Nya, menegakkan syiar-syiar-l$a, menunaikan shalat, serta
menyampaikan pelajaran-pelajarart dan nasihat-nasihat, maka hal
ini termasuk yang diperselisihkan para ulama dahulu maupun se-
karang. Apakah yang demikian itu dapat dianggap sebagai 'fi sabi-
lillah" sehingga termasuk salah satu dari delapan sasaran zakat se-
bagaimana yang dinashkan di dalam Al-Qur'anul liarim dalam surat
at-Taubah:

W|*rSV&AV;Gi$Ui!i('L
;;t6JtqF:vvulirjafi ';:b.rv
OH_tix\Wc1";;"ye\ds
"Seanngguhnln zakat-zatrat itu hanyalah untuk inng-onng takin
onng-oftng miskin, pengurus-pengunts zakat, pn muallal yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdel<alran) budak onng-onng )rang
berutang untuk jalan Nlah, dan oring-onang yng dang dalam
perjalanan, xbagai swtu ketetapn yng dimjiblran Nlah; dan
NIah Maha Mengetahui lagi Maha Biiaksana.'lat-Taubalr: 6o)

Ataukah kata "sabilillah" itu artinya terbatas pada "jihad" saja


sebagaimana yang dipahami oleh jumhur?
Saya telah menjelaskan masalah ini secara terinci di dalam kitab

320
sala Fiqh az-Zahah, dan di sini tidaklah saya uraikan lagi masalah ter-
sebut.
Dalam buku itu saya memperkuat pendapat iumhur ulama,
dengan memperluas pengertian "jihad" (periuangan) yang meliputi
perjuangan b-ersenjata (inilah yang lebih cepat ditangkap oleh -pikir-
in1, lihad ideologi (pemikiran), jihad nrbawi (pendidikanl, iihad dc'wi
(dakwah), jihad dilri (periuangan agama), dan lain{ainnya. Kese-
muanya untuk memelihara eksistensi Islam dan menjaga serta
melindungi kepribadian Islam dari serangan musuh ryng heldak
mencabuilslam dari akar-akarnya, baik serangan itu berasal dari
salibisme, misionarisme, mamisme, komunisme, atau dari Free
Masonry dan zionisme, maupun dari antek dan agen-agen mereka
yang berupa gerakan-gerakan sempalan Islam semacam Bahaiyah,
Qadianiyah, dan Bathiniyah (Kebatinan), serta kaum sekuler yang
terus-menerus menyerukan sekularisasi di dunia Arab dan dunia
lslam.
Berdasarkan hal ini maka saya katakan bahwa negara-negara
kaya yang pemerintahnya dan kementerian wakafnya mampu men-
dirikan masjid-masjid yang diperlukan oleh umat, seperti negara-
neg:na Teluk, makatidak seyogianya Tak,Atdisana digunakan unhrk
me-mbangun masiid. Sebab negara-nqlara seperti ini zudah tidak
memerlukan zakat untuk hal ini, selain itu masih ada sasaran-
sasran lain yang disepakati pendistribusiannya yang tidak ada
penyandang dananya baik dari uang zakat maupun selain zz.kat.
- Membangun sebuah masjid di kawasan Teluk biayanya cukup di-
gunakan untuk membangun sepuluh atau lebih masjid di negara-
negara muslim yang miskin yang padat penduduknya, sehingga satu
masliA saja dapat menampung puluhan ribu orang. Dari sini saya
merasa mantap memperbolehkan menggunakan zakat untuk mem-
bangun masjid di negara-negara miskin yang sedang menghadapi
serangan kristenisasi, komunisme, zionisme, Qadianiyah, Bathi-
niyah, dan lain{ainnya. Bahkan kadang-kadang mendistribusikan
zakat untuk keperluan ini --dalam kondisi seperti ini-- lebih utama
daripada didistribusikan untuk yang lain.
Alasan saya memperbolehkan hal ini ada dua macam:
Pertama, mereka adalah kaum yang fakir, yang harus dicukupi
kebutuhan pokoknya sebagai manusia sehingga dapat hidup layak
dan terhormat sebagai layaknya manusia muslim. Sedangkan masjid
itu merupakan kebutuhan asasi bagi jamaah muslimah.
Apabita mereka tidak memiliki dana untuk mendirikan masiid,

321
baik dana dari pemerintah maupun dari sumbangan pribadi atau dari
para dermawan, maka tidak ada larangan di nelard tersebut
untutr
f*d{i\"{, masjid dengan menggunakan uang zitrat. Bahkan ,*;iA
itu wajib didirikan dengannyasFhingga tidaklda taum mustim yang
hidup tanpa mempunyai masjid.
. sebagaimana setiap orang muslim membutuhkan makan dan
minum ynlok kelangsungan kehidupan jasmaninya, mat<a jimaatr
juga memburuhkan masjid untlrk menliga rcfinglungan
Iny+iruh
kehidupan rohani dan iman mereka.
.lah- {-.!"_rtu, program pertama yang dilaksanakan Nabi saw. sete_
hijrah ke Madinah ialah mendiri[an Masjid Habawi
yang menjadi pusat kegiatan Islam pada zaman itu. vini'muria
Kedu1, masjid di negara-negara yang sedang menghadapi bahaya
perang ideologi (ghazwul fihri) a?uyang berada di baivah pengaru-h-
nyg'.qaka masjid tersebut bukanlah iemata-mata tempit iSadah,
melainkan iySg s-e$lUus sebagai markas.perjuangan ai,n Uenteng
untuk membela keluhuran rslam dan merindung" syahhLshiyih xli-
miyah.
yang lebih mendekati har ini iarah peranan masjid
,_,ldupun dalil
q."9-. membangkitkan harakah umat Islam di paleitina yang diis-
tilahkan dengan intifadhah (m€nurut bahasa berarti ..nlguiongl
menggoyangl-r9$.) VSng pada awal kehadirannya dikenal dengan
sebutan "Intifadhah al masajid". Kemudian oleh media inroniasi
diubah menJadi "Intifadhah al-Hijarah" batu-batu karena takut oitru-
bungkan dengam lslam yang penyebutannya itu dapat
bangsa yahudi dan orang-oiing yang aOi Oi belaliingnyi*-----
'nenggiarr,un
, ,ttesjmn{a.n: menyalurkan zakai untuk pembanffian masjid
dalam kondisi seperti itu termasuk infak zakath sabilill"ah demi men-
;_unfung tinggi kalimat-Nya serta membela agama dan umat_Nya.
Dan setiap infak harta untuksemtn kegiatan demi menjunjung tinggi _--
kalimat (agama) AIIah tergolong fi sa5'ili[ah (di jalan eUit
1."
Wa billahit taufiq.

322
6
TTENGGUNAKAN UANG SUITBANGAN (ZAKAT)
UNTUK KEPERLUAN ADTTINTSTRAST
DAN PERKANTORAN

Kami kirimkan surat ini kepada Anda dengan memohon lepada


Nlah tuza wa falla semoga Dia memberikan manfaat kepada kami
melalui Anda dan memberikan kebenaran kepada Anda. Wa ba'du.
Lembaga Bantuan Islam di Inggris merupakan lembaga kebajikan
yang didirikan untuk menghimpun sumbangan-sumbangan dari Ing-
gris-dan dari luar Inggris, kemudian menyalurkannya kepada kaum
muslim di pelbagai wilayah Islam khususnya Afghanistan, Lebanon,
Palestina, Afrika, dan Bangladesh.
Lembaga ini memerlukan bangunan (kantor) untuk mengatur
segala kegiatannya. Tetapi, terlebih dahulu kami ingin mengetahui
pandangan syara' tentang masalah ini. Bolehkah kami membeli
gedung dengan menszunakan
Ledune densan menggu uang sumbangan tersebut tanpa kon-
sultasi lebih dahulu dengan para penyumbangnya? Lebih-lebih di
rara Denwmbansnya?
antara penyumbang itu ada yang telah menentukan kegunaan sum-
bangan yang diberikannya, di samping ada yang sepenuhnya
menyerahkan penyalurannya kepada kami (lembaga).
Selain itu, kami juga ingtn tahu sampai di mana batas kebolehan
kami membeli bangunan (gedung) itu iika tidak ada larangan syara'.
Mohon jawaban, dan semoga Allah membalas Anda dengan
balasan yang sebaik-baiknya.

Segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga tercu-


rahkan kepada Rasulullah, keluarganya, dan orang-orangyang setia
-Tidak Amma ba'du.
kepadanya.
diperbolehkan mendirikan bangunan (gedung, kantorl
untuk lembaga tersebut dengan menggunakan uang bantuan yang
oleh para penyumbangrlya telah ditentukan penggun.unnya, seperti
untuk menolong orang-orang yang perlu ditolong, orang-orangyang
sengsara, orang-orang yang dilanda bencana alam, peperal€an, dan
sebigainya. oalam hal ini, niat para penyumbang wajib dipelihara'
lebih-lebih kebanyakan dana yang masuk adalah dariT:.ka;t, sedang-

323
kan zakat itu telah memp_unyai sasaran sendiri sebagaimana yang
ditetapkan syara', yang ridakboleh dipergunakan untifiirain iru. ,,

. f{alaynun -sebagian penyumbang aida-yang sepenuhnya *eny.-


rahkan kepa{a lembaga bagaimanimempergilnaian aarii b*t
tersebut --sebagaimana dikatakan dalarir p=ertanyaan itu-- maka",
sebenar-nya ia telah menentukan penggunaannya, meskipun tidak
dinyatakan secara eksplisit.-Iarena pefrerahan mereka tiiiL iem-
!1Sg tnenS.elola) itu disebabkan meiefi percaya atan am'ani[, rc-
ikh!ry1, dan pengelolaan para pengurusnya.
. Hal iniyan-g
mengandung pengertian bahwa mereka percaya kalau
Anda kelori dapat menyalurkan bannrin iJiriout t
Prn"g"
Palestina, Afghanistan, Bangladesh, Afrika, aau ke negar lainnyu,
dengan s5arat disalurkan unnrk orang-orang
)ang memurinrt*annla.
sedanglen urusan administrasi --yarg"t a"p", dihindari- unurt
memperlancar penyampaiaq sumbangan-iumbangan itu kepada
1ang
berhak menerimanya, maka tidak mengapa
iiita diambilkin"dari
sumbangan secara umurq. Hal ini mengaci paoi tetetapan Al-our'an
mengenaipenyaluranzat'atya-ngdiantaranya"memb'erikanfagian
kepada amiupengurus' yang diambilkan dari hasil zakat ito riniiri,
dan didasarkan pada kaidah bahwa:

-S*ry
*n Ai;
466**t46::'UiY
tidakdapt tertalmna dengan*mptnp melain-
l<an dengan *suatu (sanna), mak *suafu itu hulrumnya adalah
wajib."

.kin,H?nya saja penggunaannya hendaklah dipersempit sedapat mung_


demimenjaga uang para penyumbangiupuv" tidak digunakan
untuk perlengkapan kantor, peralatan adminishisi, dan sei'againya
yang merupakan suatu cacad yang dikeluhkan oleh orang-oran[ Uqit
(httuama) dan orang-orang yang jujur.
.-l4"pqn untuk mendirikan bangunan tersendiri yang meniadi
milik lembaga sangat dibututrkan dan telah oisep"atati 6ten
--apabila
para ahli pikir dan orang-orangyang jufur-- hendaklah mdnghimpun
dana tprsq{iri dengan maksud unurk-niiun tersebut. s"tur,lff r.*g
y.ang hendak menyumbangnya mengetahui dengan jehs
Egunaan
dan tujuannya. Dengan demikian, para donatur iersebut aka"n men-

324
dapatkan pahala karenanya, sebab amal itu terganfing pada niat,
dan seseorang akan mendapatkan balasan sesuai dengian niatnya.
Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita keselamatan
dalam menentukan tuiuan, manhai yang tepat, sasaran yang mulia,
dan jalan yang lurus.

7
IITEFTBANGUN ISLAMTC CENTRE
DENGAN UANG ZAKAT

Semoga Allah senantiasa melindungi Ustadz. I(ami harap Ustadz


berkenan memberikan fanua kepada kami mengenai masalah yang
sangat penting bagi kami dan bagi kaum muslim di Amerika dan di
neg.ra-negiua Barat umumnya. Persoalan ini menyangkut pemba-
ngunan islamic ceatre danntasJid-masjid di Barat serta masalah-masa-
lah urgen yang berkaitan langsung dengan kehidupan kaum muslim.
Para imigran Islam yang bermukim di negara-negara Barat dan
para mahasisrra yang sedang belajar di sana dalam batas waktu ter-
tentu sangat membutuhkan pusat kegiatan Islam (islamx centre) di
kota mereka. IGberadaan l.r,lamk cantre ini sangat mereka perlukan
sekaligus memiliki peranan yan$ besar untuk meniaga agiirma para
imigran dan mahasiswa.
Pertanyaan penting yang sering kali muncul selama pendlim-
punan sumbangan --yang merupakan sumber utama pendanaan
proyek-proyek tersebut-- adalah bolehkah menggunakan uang z,alat
untuk membangun islamk centre di negara-ruryara Barat? IQrena ke-
banyakan penderma mensyaratlan pemberiannya, sebagaimana hal-
nya para pengurus proyek ini pun merasa lceberatan menerima uang
zakat karena mereka tidak yakin akan kebolehan membelaniakan-
nya untuk keperluan (membangun islcmic ccntre) ini.
Nah, menurut pendapat l)stadz, apakah pembangunan islamir ceilre
ini dapat dimasukkan sebagai salah satu sasaran penyaluran zakatt
Mengingat markas (islamic centre) tersebut meliputi masjid -ruang
untul shalat-- dan kadang-kadang juga terdapat perpustakaan,
ruangan khusus untuk shalat kaum wanita, tempat imam rawatib,
dan keperluan-keperluan lain yang relevan. Selain inr, mengingat

325
bahwa pemegang peraturan bagi sebagian markas di Amerika adalah
Waqaf Islami di Amerika UaralnAry yang menginduk pada "persa-
tuan lslam di Amerika utara" (ISNA).IGdua lembaga teisebut meru-
palen lembaga Islamyangdipercaya karena amana[ Oan kecakapan-
nya.
frami mohon kepada Ustadz yang terhormat untuk menjawab per-
mohonan fatwa kami ini, lebih{ebih kami sekarang s6aang giat
menghimpun dana untu-k memulai pembangunan mar[as kamiyang
mgryang memerlukan dana sangat besar. Iika tidak --kalau A[a[
tidak melonggarkan- niscaya kami akan merugi, padahal asetnya
sangat besar untuk menyelesaikan proyek ini.
- Semoga Allah memberi taufiq kepada tJstadz,melindungi Ustadz,
dan memberi manfaat melalui Ustadz.

Jautaban:
Telah saya terima-surat Anda yang terhormat yang menanyakan
!€pury mary]ah pembangundn islamic centre di kota fhousandbaks,
Amerika serikat, dan sampai sejauh mana kebolehan menggunakan
uang zakat untuk keperluan itu.
pentingnya masalah ini, khususnya mengenai kondisi
.. .M.nqngat
di kota Anda, maka saya segera menulis jawabin unm[ Anda, mes_
kipuntesempatan saya sangat sempit karena kesibukan yang amat
banyak.
Saya ingin menielaskan di sini bahwa di antara sasaran penggu_
naan zakat menurut nash Al-Qur'anul lGrim ialah fi siutffitr.
Seda.ngkan n{.L.$Aa!a berbeda pendapat dalam menafsirkan pe-
ngertql fi sabilillah (di ialan Allahi ini. sbradan berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan fi sabilillah adalah-'jihad'
ipe4uinganlpe-
rang) sai?r karena itulah ma\n1,rang segera diangliip ipab-ila kata
tersebut diucapkan, dan i{ addah pendafat jumhuiulimi. sebagian
lagi mengatakan bahwa fi sabilillah meiiptiti semua keaaan itau
kemaslahatal9"g kaum muslim.yang termasuk di dalamnya mem-
bangun masjid, madrasah, fembatai, membelikan kafa; untuk
orang.-orang fakir yang meninggal dunia, dan hal-hal lain yang dika-
tegorikan qurbah (pendekatan diri kepada Allah) atau maitahit.
Menurut pendapat saya, sasaran penggunain zak"at fi sabilillah
mencakup kedua pendapat di atas sekalgui. Dengan demikian, seba-
gian dari
?9t [t" dapat digunakan untuk mem6angun isramic certre
yang menjadi pusat dakwah, pusat pemberian pengarlhan, pendidik_
an, dan pengaiaran, terutama di negara-negari di-mana keberadaan

326
kaum muslim terancam serangan agirma dan paham lain, seperti
Kristen, komunisme, dan sekularisme yang berusaha melucuti kaum
muslim dari akidah mereka atau menyesatkan mereka dari hakikat
agama mereka. Sebagai contoh, kaum minoritas muslim yang harus
menghadapi golongan mayoritas yang memegiang kekuasaan ketika
mereka berada di luar dunia lslam, sedangkan kemampuan yang
mereka miliki terbatas.
Adapun menurut pendapat kedua, maka tidak diragukan lagi
bahwa membangun klamic cenffe merupalian salah satu bentuk jihad
Islam (periuangan Islam) pada zaman kita sekarang ini, yaitu iihad
dengan lisan, tulisan, dakwah, dan pendidikan. Dan ini merupakan
jihad yang tidak boleh ditinggalkan demi menghadapi serangan
sengit dari kekuatan-kekuatan yang memusuhi Islam.
Sebagaimana halnya orang yang berperang untuk menjunjung
tinggi kalimat (agama) Allah dinilai sebagai berjuang fi sabilillah,
maka demikian pula halnya orang yang berdakrrah, mengaiar, dan
memberikan pengarahan-pengarahan dengan maksud unhrk men-
ju.njung tinggi kalimat Allah, dia juga beriuang fi sabilillah.
Sesungguhnya kedudukan tslantirc centrc dalam kondisi seperti ini
merupakan benteng pertahanan Islam ... dan masing-masing orang
akan memperoleh balasan sesuai dengan niatnya. Hal inilebih diper-
kuat oleh kondisi khusus kota Thousand. Di kota ini terdapat markas
RaErad Khalifah, tokoh yang mengingkari sebagian ayarayat Al-
Qur'an dan mengingkari Sunnah Rasul yang suci secara total. Hingga
pada akhirnya ia mengingkari shalat -)ang menrpakan sesuatu ),ang
dimaklumi sebagai bagian dari ad-Din secara ilharuri (pasti)-- lang ia
anggap sebagai shalat yang sia-sia dan ia sebut dengan "shalat
orang-orang musyrik". Kemudian kesesatannya ini ia tutupi dengan
kebohongan yang sangat besar, yainr dia mengaku sebagai 'Rasul
Allah"!!
Dengian demikian, sudah barang tentu gerakan kebenaran harus
mempunyai markas (sentrd) untuk memerangi kebatilan dan harus
mempunyai benteng Islam demi menghadapi kekafuan yang senan-
tiasa ditegakkan dari ddam dan luar.
"Ingatlah, kamu ini onng-onng Wrg dia@ rntuk memlkahkart
(hattanu) pda jalan Nlah. Mah di antan kamu ada onngWg
kikir, dan siap yng kikir xsungguhqta dia harytalah kikir terha-
dap dirinya *ndii. Dan Nlah-lah Yang Maha lQlta dangkan
.lamulah onng-onng yang membutuhlan{{1ta); dn iilra kamu
bryaling ni*a1a Dia alan mengganti (lcrlrrtu) fuWn hwnyang
lain, dan merclra tidal( ahn *prti bmu (rni)."Muhamnadi BS)

Semoga Allah meluruskan langkah-langkah Anda dan menolong


Anda unnrk menampilkan lrcbenaran dan membaatkan kebatilan,
walaupun orang-orang yang berdosa tidak menyukain)ra.

8
APAITAH DTINYAK TANAH ADA ZAKATNYA?

Pertanyaan:

. Di tengah-tengah berkecamuknya perang Teluk dengirn s%ala


dampak materiil dan spiritualnya terhadap umat, ada beb-erapa
|er-
sqalan yang belum kami ketahui ketetapannya menurut syariat
Islam. Padahal, kita kaum muslim sangat antusias unnrk membeda-
kukan aturan Islam dalam semua urusan.
Di antara persoalan tersebut ialah masahh pemerataan pemba-
gian-kekayaan bangn-bangsa Arab, antara negara kayayang sedikit
penduduknya dengan n(gera-negara miskin yang padai penduaut-
nya. merupakan perkaaan yang benar, sayangnya dipetesetkan
-Ini
untuk kebatilan, karena orang yang mengucapkahnya itu tidak
membagikan kekayaan negaranya 1lang melinipah ruatr tepaaa
negiua-negara miskin, tetapi iustru menggunakannya unftrk meme-
rangi tetangganya yang sama-sama negiam Arab dan muslim.
Yang saya tanyakan di sini ialah apa yang pernah dipubtilesikan
saudara-saudara kita melalui media massa -tehtang wiiibnya zakat
pada minyak tanah
-yang dianggapnya sebagai iaoz (AaringtNn-
bang/terpendam) -- sedangkan zakat ahazadatatr seperlima (hiumus)
sebagaimana pendapat mazhab Abu Hanizul. Khumus (20 %) dari
minyak ini harus dipungut dari negara-n(ryara penghisil minyak
yang kaya unilk diberikan kepada saudara-saudara mereki di
negara-negara miskin, sehingga t€rwujudlah sebagian pemerataan
antaxa yang kaya dan yang miskin sebagaimana d:ifirmankan alah
mengenai pembagian 1ai' (harta rampasanl,
"... supa)ra hafta itu iangan
hany Dr-:redlar di antan onngonng
l<a1a aja di antan kamu...."lol-Hasp: Z)

328
Apalah pendapat ini benar ditinjau dari sudut qara'? Karena saya
melihat ada sebagian ulama yang menyangkal pendapat ini. Dan apa-
kah zakatnya itu wajib didistribusikan di dalam negeri penghasil
minyak itu saja ataukah di luarnya?
Mohon penjelasan mengenai masalah ini dengan disertakan dalil-
dalil dari Al-Kitab (Al-Qur'an) dan As-Sunnah.
Semoga Allah melindungi Ustadz dan menjadikan Ustadz ber-
manfaat.

Segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga tercu-


rahkan kepada Rasulullah, keluarga, sahabat, dan orang-orangyang
mengikuti petunjuknya. Wa ba'du:
tidak diperselisihkan lagi bahwa minyak itu wajib dizal<ati apa-
bila sudah menjadi milik penuh, baik milik perseorangan maupun
milik perkongsian.
Hanya saja para fuqaha berbeda pendapat mengenai kadar ukuran
zat'atrya, apakah seperempat puluh (2,5 0/o) aaukah seperlima (20 %) .
Yang saya pandang kuat ialah pendapat kedua yang mewajibkan
zakat sebesar seperlima (1/5) bagi minyak dan sejenisnya yang ter-
masuk barang tambang 1nhad, berdasarkan hadits sahih dari Abu
Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

(*p). vq'g
"Pada barang tambang zakabya xpedima." (Muttafaq 'nlnlh)

Ini pendapat Abu Hanifah, Abu Ubaid, dan lain-laiillya.l7e


Tetapi yang diperselisihkan di sini ialah apabila minyak itu milik
negara, apakah ia terkena zal<atz Dengan kata lain, apakah ia waiib
dizakati sebagaimana halnya kalau dimiliki oleh perorangan?
Saya tidak melihat seorang pun ulama fiqih pada masa sekarang
yang berpendapat demikian, melainkan hanya sebagian dari saudara
kita yang menarurh perhatian terhadap perekonomian Islam (eko-
nom. bukan ahli fiiqih) yang berpendapat demikian.
nom,

l79yihu1buku saya, Fiqh az-Zakah, l:436.

329
?endapat ini dipublikasikan oleh sebagian dari mereka pada
waktu Muktamar Internasional Ekonomi tslim pertami pra. arrun
S7 |ryry diselenggarakan di Mekah al-Mukanamah yang aiprit ar_
sai-oletp.fami'ah al-Malik Abdul AzL (universitas Kin! efiariazirl.
Pada. waktu- iru saya sanggah pendapat tersebut.danE;A;;
*ya
didukung oleh para fuqahi peserta riruktamar.
,--_S:1fl1_ig,,
sya jug telah membanrah pendapat seperti itu sejak
oua tarlun latu --sepanjang beberapa halaman dalam kitab saya ct_
tjtilad asv-svari'ah al-tslamiyyah-- ketika mengkritik sebagian hasil
irtilq-f!kontemporer yang melampaui ijma'yaig sah.
Dalam kitab iru saya membinah-pendapai dua orang usradz,
yaitu Dr. Syauqi f_sqail Syahatah dan Dr. Uuhimmad Syauq'ia_ Ean_
jari, yang mewajibkan- zar<atpada minyak miut pemerintaiir"u^
ai
negara-neg-ara Teluk dan lainnya sebanyak sepeilima karena terma-
suk rikaz (barang tambang).
Memang,
ryinyak- tanah-dan- sejenisnya yang merupakan hasil
tergolo-ng rikaz,- sedangkan zatai unru k"rihozi,iaun i.p.r-
F*bTg
lrll,ni.T-..*.p#n ry{upatying saya pandang t uai Aan sava iun-
iyldcan dalilldalilnya di dalam kitab saya niqh al-Tapolr.retapikewa-
jiban ini arybjla minyak tanah tersebui milik perseorangan
itau per-
Pngri* --dalam hal inidikeruarkan zak'anyaseuesar sefrruma ti6 xl
dan.didistribusikan pada sasaran-sasaran yang tetatr iitenmt&n.
. .Apa!il1minyak iru rltt negara, maka"hukir.F;dat"h r.p.ni
hukum kekayaan ne-gara lqinnyi. sedangkan menurut ilma', kekiya-
an.negara tidak wajib dizakati. Rahasianya kembali kepada beberapa
hal:
Pertama, zakat merupalan cabang kepemilikan, karenanya harta
kekayaan itu disandarkan kepada pe-miliitnya, seperti firmai attut,
"Ambillah zakat furi *fugian harta mereka...,"(at-Taubah: IOE)
Dan seperti sabda Rasulullah saw.:

,&tg,iq,ffr
"Keluarlcanlah zakt hartamu."

.sedanglentekayaan n(gara bukanlah milik kepala negara, bukan


milik.menteri keuangan, atau rainnya, sehingga narus a'izatatiaun
orsucu€n dirinya dengan mengeluarkan hak Allah yang ada padanya.

330
Kedua, bahwa orang yang mengeluarkan zakat dari hartanya --
seperempat puluh, seperdua puluh, sepersepuluh, atau seperlima--
dapat bersenang-senang menikmati sisanya dan tidak dianggap ber-
salah, kecudi jika ia mau mengeluarkan lebih dari itu atau ada
kepentingan unium maupun kepentingan khusus. Sedanglran keka-
yaan negara tidaklah cukup jika pemerintah hanya mengeluarkan
sekadar ukuran zakat meskipun mengeluarkan seperlimanya --seba-
gaimana pendapat yang kami pilih fiika bukan milik negara)-
karena pemerintah harus menggunakan seluruh kekayaan itu unnrk
kepentingan kaum muslim yang di antaranya golongan fuqara dan
masakin dan lain-lalnnya. Bahkan ia merupakan pendahuluan semua
kemaslahatan yang dinashkan dalam menentukan sasaran pemba-
gian harta rampasan dan orang-orang miskin:
"apa nja harta nmpan (tai)gttgdifurikan Nhh lcery& Fasul-
NW Wng fr:rasal dai penduduk kota-kota maka adalah untuk
Nlah, Parsul" kenfut onngonng miskin,
Rasul, anak-analc 1ntim,
dan onng-onng yang ehm peiahnan, fltpya Inru ilu insan
harya brdar di antan orang-onng ka1,a sg,ia di antan kamlt ...."
(al-HasP:7)

Kedga: bahwa yang diperintahkan untuk memungut zalatada-


lah negara (pemerintah).
"Ambillah akat dai refugian harta mereka...."(at-Taubah: IOB)

Maka bagaimanakah pemerintah (muslim) akan memungut zakat


dari dirinla sendiri, png berarti ia png memungut dan yang dipungut
sekaligus dalam waktu yang sama?
Saya tahu bahwa pendapat ini dilatarbelalongi motivasi yang
baik, yakni hendak menghapuskan diskriminasi png t€riadi di
kalangan umat Islam. Hal ini sehubungan dengan adanya ftryara-
neg:ra kecil dengan penduduk yang sedikit, namun diberi kekayaan
oleh Allah berupa minyak bumi sehingga memiliki bermiliar-miliar
uang yang didepositokannya di bank-bank asing. Sementara ifir,
beberapa negara Islam lainnya dengan jumlah pendudukyang sangat
padat dan minus penghasilannya, dililit kelaparan dan lrcmiskinan.
futra-putranya (rakyatnya) meniadi korban kelaparan dan menjadi
mangsa yang empuk bagi misionaris dan komunis. Alhasil, seperti
kata sebagian ulama salaf: "Apabila kemiskinan perg ke suanr nqeri,
maka kekafiran berkata kepadanya, Jadikanlah aku sebagai t€man

331
yang menyertaimu.'"
olet sebab itu, saudara-saudarayang menaruh kepedulian terha-
dap ekgnomi islami ini ingin menlefiminasi kondiii diskriminatif
yang tidak diakui oleh Islam tersebui. Kemudian mereka berpendapat
bahwa-minyak bumi rraiib dizakati dengan menggolongkinr,v"
dalam.katpgoi rihaz --sedangkan rihaz zakaaryaEperlilra tio x).
t
zakat ini, menurut mereka, didisuibusikan kepioa oiang-oraiig mi6-
kin setempat serta untuk kepentingan setempat lFng;lasn 6rroa-
suk mustahik) sesuai dgngan manhaf rstam'agai adsriuusiten ai
negara setempat. Kemudian kelebihannya barulah didistribusikan ke
$qph. atau negara lain dengan tata urutan yang paling dekat rcr_
Iebih dahulu, dan seterusnya. Atau z,ay\at tersei'ut aaistriuuiilran
kepada negara yang paling m,embutuhkan, kemudian barulah-kepada
nwila yangmemiliki tingkat kebuhrhan di baurahnya, dan setenrsirl,a
Seandainya khil+I, islamiyah ada dan negara-negara rclam
menjadi satu di bawah benderanya sebagaimana iasa duiu, niscaya
mereka tidak akan berkata seperti itu aan ijtihad seperti ini dd;k
akan muncul karena memang tiaak aipertukan.
Menurut pgmikiran saya, diwaiibkannya zakat minyak bumi milik
negara itu tidak akal-qemgcahkan persoalan diskriirinasi ftgara-
negeua Islam, dan tidak akan dapat memecahkan permasatihan
negira-negara miskin di dunia Islam. uaka seandiinya nqlara_
neg.[a- penghasil minyak melaksanakan pendapat rcisebut-dan
mengeluarkan 4l.atnry sebesar seperlimi -.bukan seperempat
puluh-- lalu didistribusikan sebagai distribusi zayaL bukfu distri_
busi /ci' (harta r-?mqasal perang) , -maka siapatatr yang dapat menia-
min bahwa hasil zakat ini tidak'digunakan-untu(orfrg-6rang mis-
HlL n g3r."..reF-ryp?t._da9.temaslahlannya serta unruk'irepenfini*
militer, lebih{ebih bila dikaakan bahwa-memperseniatai tdntara ian
mendanainya itu termasuk fi sabilillah sehin:gga nierupakan salah
satu sasaran zaydia Dengan demikian, kaum muslim di n6mra-nesra
lain tidak akan mendapatkan apa-apa, mereka hanya meierimaiisa
yang kurang berarti.
- Yanglebih utama menurut pendapat saya adalah merekomenda-
sikan hakikat-hakikat tslam yang asisi yaiiu bahwa kaum muslim --
meskipun berbeda-beda tanah airnya-- iaaan unatyangs.ltu,
)rang
harus meniamin golongan y-ang teibih rendah. naerela fr'arus siiirrg
membanhr dalam kesulitan dan kemudahan, tolong-menolone dalam
kebaikan dan keralcwaan, dan tidakboleh ada sar,inegarairfZrn-pun
yang menderita kemiskinan, penyakit, dan kelaparin, semeniara

332
n(gira-n(Eara Islam lainnya menghamburkan uang bermiliar-miliar
sekadar memenuhi lelengtapan -dengan'masih menyimpan cadangan
beratus-rahrs miliar. Demikian pula tidak boleh teriadi sebuah negaftl
Islam yang memiliki kemampuan terbatas harus melakukan jihad
dengan s%ala pembiayaannya yang berat unhrk menghadapi mu-
suhnya dah musuh-musuh Islam, sementara negara-negara_ Islam
lainnya hanya bersenang-senang tanpa melakukan iihad dengn
hartanya sebagaimana yang diwalibkan (konsekuensi) persauda-
raan Islam.
Adapun apa )rang dikatakan oleh para fuqatn mengenai pemilikan
minyali dan pemasukan lainnya untuk "imam" tidaklah dimaksud-
kan-unttrk sCorang kepala negara, tetapi yang dimaksudkan adalah
kekuasaan syar'iyah bagi daulah islamiyah yang bersaft di bawah
panji-panii akidah yang satu dan syariah )ang safi. Aftinya, ke-
kayaan tersebut bukanlah milik sekelompolc orang tertentu, tetapi
mflik umat Islam dan muslimin di negeri Islam.l8o
Inilah yang saya liatakan sejak se-kitar sepuluh tahun yang lalu,
dan saya maiih memperkuatnya hari ini, yaitu t€ntang kewaiiban
menjalin solidaritas dan tolong-menolong antara sesama nqgara Islam.
Hal ini merupakan kefardhuan agama dan tunnrtan kebangsaan.
Maka tidak boleh nggara-negira kaya bersenang-senang nqq.d"- t
ngan kekayaan me?eka yang melimpah ruah gnpa mempedulikan
dudara-satudara mereka di negara-negara miskin yang menderita
kekurangan, penyakit, dan kelaparan. Padatral Rasulullah saw. ber-
sabda:

Jt'drti66tca35Gq6:4
@DD qt*tL4bOW,obr) , g*;1
"Bufut @bnry lani orutg yrtg tidw dengu ka4mg sanentan
tetanggann mendeita kelapann. a8t

Hal ini berlaku bagi jamaah sglagaimana berlaku bagi perse-


orangan.

l&Oemikian kutipan yang saya ambil dari kitab saya, al-Ijtihaitfiasy-Syari'ah al-lslaaiyyah,
terbitan Darul Qalam, KuwaiL
1816i 16661i dan at-Bazar dari Anas bin Malik.

333
Dalam hal ini tidaklah mengapa jika negara-negara kaya memba-
asi bantuannya kepada negiua-n(gara miskin dengan seperlima
penghasilannya, dengan mengqiyaskan pada kewaiiban zakat riAaz
bag perseorangiAn. Sebagaimana kia ketahui bahwa lvlajelis
Ta'awun Negara-n(ryara Teluk -setelah Perang Teluk dan malape-
taka Kuwait-- mengumumkan dibentuknya donanrr untuk tuiuan ini
dan masing-masing negara anggota majelis ikut andil di dalamnya.
Kita berharap hal ini jangan hanya untuk waktu sementara demi
menanggulangi malapetaka itu saja, lalu menguap setelah berfalan
beberapa waktu. Sebagaimana kita iuga berharap agar kas para
donatur ini semakin bertambah kuat dan bertambah banyak hasilnya
serta terlaksana dengan baik, fangan sampai dikalahkan oleh fana-
tisme golongan yang sempit yang tidak dibenarkan hukum ryalrnra
Islam dan tidak sesuai dengan kemaslahatan dunia. Sebab, yang
demikian itu pada akhirnya haqya akan menguntungkan musuh-
musuh Islam, musuh-musuh bangsa Arab, musuh-musuh kemerde-
kaan dan kemaiuan negara-negara kita, serta meniadikan negara-
n(Eara yang terjangkiti penyakit ananiyah (individualisme) dan fana-
tisme itu sendiri tercabik-cabik sehingga menjadi santapan lezat
pihak musuh yang suka melakukan makar.
Wa billahit taufiq.

9
HUKUIIT I{ENGETUART(AN ZAKAT EITRAH
DENGAN UANG

Pertanyaan:
Sejak beberapa tahun lalu saya biasa mengeluarkan zakat firah
untuk diri saya dan keluarga saya dengan uang seharga masing-
masing satu shc'dari makanan pokok sebagaimana disebutkan dalam
hadits syarif, dan kami pernah mendengar Ustadz menentukannya
15 riyal Qatil. Uang itu kami kirimkan kepada orang-orang miskin
dari keluarga, kerabat, dan tetangga di daerah ltami di Palestina.
Dalam hal ini saya tidak merasa ragu sedikit pun akan kebolehan hal
itu mengingat beberapa fanua yang pernah kami dengar, termasuk
dariUstadz sendiri dan dari ulama-ulama lainnya, t€ruAma dari Fa-
dhilah asy-Syekh Abdullah bin Taid al-Mahmud, Ietua Mahkamah

334
Syar'iyyah Qatar.
Akan tetapi, pada suatu hari ketika saya mendengarkan radio
saya dikejutkan oleh fatwa seorang syekh yang mengatakan bahwa
mengeluarkan harga, yakni uang, untuk zakat fitrah itu gdak diper-
bolehkan sama sekali. Barangsiapa yang berbuat demikian maka
batal zakatnya, karena bertentangan dengan Sunnah. Beliau me-
ngecam keras ulama-ulama yang memperbolehkan mengeluarkan
zaY,at fitrah dengan harganya dan menuduhnya menentang nash-
nash syar'iyah dengan pikiran semata-mata.
Tidak perlu saya tutup-tutupi, saya akhirnya merasa bingung dan
gundah s-etelah mendengar fanryd rcrsebut, lebih-lebih saya pernah
mendengar sebuah hadits yang menyebutkan: "Puasa Ramadhan itrr
digantungkan di antara langit dan bumi dan tidak dinaikkan ke atas
kecuali dengan zatat fitrah."
Ini berarti bahwa puasa saya dan puasa keluarga saya yang telah
balsh terkatung-katung selama beberapa tahun itu dan tidak dit€rima.
epiarti ibadatryang kita lakukan bila tidak diterima atau batal seba-
gaimana dikatakan oleh mufti tersebut?
Dan apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim seperti kami
bila menjumpai para ulama berbeda-beda pendapatdalam flanuanya?
IKami mohon Ustadzberkenan melapangkan dada kami dan orang-
orang yang seperti kami yang jumlahnya ribuan bahkan juAan, yang
biasa mengeluarkan zakat fitrah dengan membayar harganya.
Mudah-mudahan Allah berkenaan mernberikan balasan yang
sebaik-baiknya kepada lJstadz.

Menurut pendapat saya, mufti yang memberi fatwa sebagaimana


didengar oleh saudara penanya dan mengecam pendapat yang mem-
perbolehkan mengeluarka n zab,at fitraih dengan membayar harganya,
tidaklah tepat di dalam fatwanya, apabila benar pendengaran si pen-
dengar dan benar pula penginformasiannya. Demikianlah pandangan
saya. Saya sendiri mendengar setiap tahun mereka mengecam pen-
dapat yang memperbolehkan mengeluarkan zakat fitrah dengan
membayar harganya (dengan uang).
Kekeliruan mufti ini tampak dalam beberapa hal berikut:
1. Dalam masalah-masalah iitihadiyah yang diperselisihkan oleh
para imam --dan terdapat bermacam-macam pendapat mengenainya--
seseorang tidak boleh mengecam dan menyerang orang lain yang
menerima dan melaksanakan salah satu di antara pendapat-penda-

335
pat t€rsebut.
Oryng yang ahli ijtihad dan mampu mentariih (memilih yans rcr_
-
kuat dengan berbagai argumentasi dan pertim6angnl di an?aripen-
dapat-pendapat tersebut, tidak dituntut bleh syara;un'nrt mensamal-
kannya.kecuall v*g merupakan hasil puncak ijtihadnya. yikaTinar,
maka dia mendapatkan dua pahala, vairu patraia iititi"arvidun
pahala atas kebenaran hasilnya; dan
iilta "ar
ipihadnya sif*, Aiu ,nit
mendapatkan satu pahala, yaitu pahaia atis iitihad dan unavanva.
Puncak dari-apa yang dikaakan mujtahid mengenai dirinya iilah
yang diriwayatkan dari Imam Syaf i r.i., beliau birkaa:

, z 1 )'?.2-/<
WLGW;\ffi'J^%trGa\;
4-
-/
tC-t4lla,
/-. VQ!
368itr{<G
t-d;:6lKa
"Pendaptkt adalah benar tetapi ada kemungkinan keriru; dan
pendapt *kinht adalah kelitu tetapi afu kemungkinan benar."

setiap masalah yang tidak ada nashnya lang qath'i rsubut (peri-
yayatannya) dan dilalah (petuniuknya) maka secara meyakinkan hal
itu termasuk masalah ijtihadiyah. oin masatah yanr sedans kita
bicarakan ini tidak diragukan li6 termasuk dahm jenli rasafi iiti-
hadiyah.
.begrtu.-
9*qy?1g diperkenankan beftaklid --lcebanlakan
boleh mengrkuti salah
orang memang
satu mazhab ying menladiparut n,
yang diterima oleh umat, yaitu ba-&i orangyarighlnya Jampii di siru
kemampuannya serra tidak memiliki alaialat iJtitrad aan
ratnlra: "y"*w-
"Nlah tidak membefuni *wnng metaint<an *suai dengan k*
sanguwnnn .... " (al-Baqaralr : 2g6l
"Maka bertakwalah l<amu kepada Nkh menurut kerrrngupnmu
...." (at-Taghabun: I6)
Rasulullah saw. bersabda:

Wic',sr,316;r/f$trs1
"Bila akt Wdntahbn kamu dengan anfu-prkaA malra latrsna-
kanlah *mampumu."

336
2. Apabila kita perhatikan masalah yang sedang kita bahas ini
berdasarkan prinsip tersebut, maka kita lihat bahwa Imam Abu Hani-
fah dan t€man-temannya, al-Hasan d-Bashri, Suffan ats-Tsauri, dan
Khulafa ar-Rasyidin kelima --yaitu Umar bin Abdul Azizr.a.-- mem-
perbolehkan mengeluarkan zatat dengan membayar harganya, ter-
masuk zakat fitrah.
Ini juga merupakan pendapat al-Asyhab dan lbnul Qasim dari
mazhab Maliki.
An-Nawawi berkata, "Ini pulalah yang tampak dari pendapat
Bukhari dalam Shahihnya."
Ibnu Rusyaid berkata, "Dalam masalah ini al-Bukhari menyetujui
pendapat Abu Hanifah, meskipun beliau sering berbeda pendapat
dengan mereka. Tetapi Bukhari mengemukakan dalilnya unuk pen-
dapat ini."
Mereka memiliki dalil-dalil yang menjadi acuannya, sebagaimana
orang-orang yang tidak memperbolehkan mengeluSrkan zal<at de-
ngan membayar harganya juga mempunyai dalil-daltl dan argumen-
tasi sendiri.
Masalah ini sebenarnya telah saya jelaskan secara terperinci di
dalam kitab saya Fiqh az-zahah pada pasal "Menyerahkan Harga
Zay'at" dalam bab "Cara Membayar Zaltatt".
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengemukakan sanr pendapatyang
bersifat tengah-tengah (moderat) di antara kedua pendapat yang
bertentangan iru. Beliau berkata:
"Yang paling jelas dalam hal ini, bahwa mengeluarkan harga tanpa
ada kebutuhan dan tanpa ada kemaslahatan yang jelas adalah dila-
rang. Karena itu Rasulullah saw. telah menetapkan ukuran tarnbah-
annya dua ekor domba atau duapuluh dirham, dan tidak beralih ke-
pada harganya. Sebab jika beliau memperbolehkan menggantinya
secara mutlak, tentu pemilik akan berpaling lepada jenis yang buruk.
Terkadang timbul kemudaratan dalam menentukan harga itu, pada-
hal zakat didasarkan pada persamaan, dan ini hanya ada pada
ukuran dan ienis harta itu. Adapun mengeluarkan harga karena ada-
nya kebutuhan, kemaslahatan, atau adanya keadilan, maka hal itu
tidak mengapa. Misalnya, seseorang menjual buah yang ada di
kebunnya atau tanamannya dengan beberapa dirham, rnaka dalam
hal ini cukup baginya mengeluarkan sepuluh dirham, dan ia tidak
usah dibebani membeli buah atau gandum yang lain, karena hal ini
akan sama nilainya bagi orang fakir. Imam Ahmad telah menetapkan
bolehnya yang demikian itu.

337
Demikian pula, seperti halnya kewajiban seseorang untuk me-
ngeluarkan zakat berupa seekor domba bagi lima ekoi unta milik-
ny-a, tetapi karena tidak ada orangyangmau menjual domba maka ia
pkup membayar seharga domba iru. ta tidak dibebani pergi ke kota
lain untuk membeli domba tersebut.
. Sama-juga halnya bila para mustahik (orang yang berhak mene-
rima)-zgkat meminta diberi harganya (dalam Senmk uang) karena
akan lebih bermanfaat bagi mereka, maka hendaklah mere-ka diberi.
Atau menurut petugas hal itu akan lebih bermanfaat bagi orang-
or9g fakir, sebagaimana dikutip dari Mu'adz bin fabal bahila ia per-
nah berkata kepada penduduk yaman: 'Setorkanlah oleh kamuse-
kalian kepadaku dengan baju kurung atau kain, karena hal itu lebih
mudah bagl kamu dan lebih baik bagi kaum Muhaiirin dan Anshar di
Madinah.' Menurut satu riwayat, perkataan Mu'adz ini berkenaan
deng-an zaiklt,.19dangkan menurut riwayat lain berkenaan dengan
jizyah (upeti).'taz
l4eskipun pendapat Ibnu Taimiyah ini berkenaan dengan zakat
mal, tetapi ia fuga berlaku untuk zalat fitrah
Inti perselisihan ini adalah perselisihan antar dua madrasah (lem-
.baga pendidikan), yaitu madrasah yang dalam ijtihadnya s-elalu
memperhatikan maksud umum syariah dengan tidak mengabaikan
juz'iyqh (parsial/spesifik;, dan madrasah yllng hanya me-
-nash-nash
lihat nash-nash khusus semata.
Pendapat ini sudah dilaksanakan pada generasi terbaik setelah
grnerasi sahabat, yqq generasi tabi'in, pngmengikuti jeiak sahabat
dengal baik, dan dilaksanakan pula oleh Khulafa ar-na-syidin (yakni
Umar bin Abdul ?uiz;penl.).
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari ,Aun, katanya: Saya mende-
ngar surat Umar bin Abdul Azizyangdikirimkan kepada Adi di Ba-
shrah --Adi adalah wali kota-- yang berbunyi: "Daritiap-tiap orang
pegawai kantor dipungut setengah dirham dari gaji ,n.r.L6.;tas
Sedangkan al-Hasan berkata, "Tidak mengapa memberikan dir-
ham (uang) untuk 7vl1a1 f111x[1." Ba
Diriwayatkan dari Abu Ishaq, dia berkata, "Saya mendapati mereka

l&2woi^u' Fou*o, Ibnu Taimiyah, 25: B2-Bl,terbitan


Saudi$ah.
lgU*l-rrr4 runu Abi Syaibah, 4:37-18.
l$au..

338
mengeluarkan dirham (uang) seharga makanan untuk sedekah
Ramadhan lzakat fitrah1. " tas
fuga diriwayatkan dari Atha' bahwa beliau memberikan uang perak
untuk membayar zakat fitrah.l86
Diantara dalil pendapat ini ialah:
A. Bahwa Nabi saw. bersabda:

iE;i t'LA''6itai';t' 6i:{'


hai
"Cukupkanlah mereka -yakni orang-orang miskin- pada ini."

Makna mencukupkan mereka dalam hadits ini dapat dengan uang


dan dapat pula dengan makanan. Bahkan kadang-kadang uang
lebih utama, karena banyaknya makanan yang dimiliki orang fakir
--sehingga ia tidak perlu menjualnya untuk kepentingan lain.
Selain itu, uang memungkinkan orang fakir dapat membeli sesuatu
yang menjadi kelaziman baginya baik yang berupa makanan,
pakaian, maupun keperluan lainnya.
B. Ibnul Mundzir mengemukakan bahwa kebolehan mengeluarkan
harga itu sudah dituniukkan sejak dahulu. Para sahabat meniper-
bolehkan mengeluarkan setengah sha' gandum karena dianggap
sama nilainya dengan satu sha'kurma atan sya'ir, sehingga Mua-
wiyah berkata, "Saya melihat bahwa dua mud gandum Syam senilai
dengan s?tu sha' kurma."
C. Pemberian zak,at dengan harganya ini lebih mudah dilakukan pada
zaman kita sekarang terutama di lingkungan negara industri di
mana orang-orang tidak bermuamalah kecuali dengan. uang. Di
samping itu, di sebagian besar negara biasanya pemberian dengan
harganya itu lebih bermanfaat bagi orang-orang fakir.

3. Nabi saw. memfardhukan zakat fitrah dengan makanan yang


banyak terdapat di lingkungan dan masanya ketika itu bertuiuan me-
mudahkan manusia'dan menghilangkan kesulitan mereka. Uang
perak atau emas pada waktu itu merupakan sesuatu yang amat ber-
harga bagi bangsa Arab dan kebanyakan manusia tidak dapat memi-

t85rbid.
786rbid.

339
likinya melainkan sedikit sekali, sedanglan orang-orang fakir dan
miskin membutuhkan makanan yang berupa hur (gandum), kurma,
anggur kering, kismis, atau keju.
Oleh karena itu, mengeluarkan makanan lebih mudah bagi si
pemberi dan lebih bermanfaat bagi penerima. Dan untuk memudah-
kan, maka diperbolehkanlah bagi pemilik unta dan kambing untuk
mengeluarkan "keju". Maka setiap orang mengeluarkan apa yang
mudah bagrnya.
Kemudian, daya beli uang itu sendiri berubatr-ubah dari waktu ke
waktu, dari negara ke negara lain, dan dari satu kondisi ke kondisi
lainnya. IQlau kewajiban zakat fitrah ditennrkan dengan uang, maka
ia akan mengalami turun-naik sesuai dengan daya beli uang itu sen-
diri. Sedangkan kemampuan satu sho'makanan untuk mengenyang-
kan sejumlah orang tertentu itu tidak diperselisihkan. l{aka jika
takaran sha'yang dijadikan pokok ukuran, memang inilah yang lebih
dekat kepada keadilan dan lebih jauh dari perubahan-perubahan.
4.Para muhaqqiq dari ulama-ulama kita t€lah menetapkan bahwa
fanua itu dapat berubah sesuai dengan perubahan zitman, tempat,
dan keadaan. Ini adalah kaidah besar yang telah saya kemukakan di
dalam kitab saya, 'Awamilus-Sa'ah wal-Murunah fisy- Syan'ah al-Isla-
miyyah, dan telah saya kemukakan pula dalil-dalil yang menunjuk-
khn kebenarannya dari Al-Qur'an, As-Sunnah, dan petunjuk para
sahabat r.a., lebih-lebih perkataan dan praktik-praktik para ulama.
orang yang mau melihat kenyataan zaman sekarang akan me-
ngetahui bahwa mengeluarkan makanan itu tidak mudah dilakukan
kecuali di kalangan masyarakat yang sederhana dan t€rbatas. Di
kalangan masyarakat seperti ini makanan mudah didapatkan bagi
orang yang hendak mengeluarkan zal<at fitrah dengannya, di sam-
ping orang-orang miskinnya memang memerlukan makanan. Ada-
pun di lingkungan masyarakatyang besar dan terikat (oleh kesibuk-
an dan batas-batas rumah sehingga tidak saling mengenal; Penf .),
dengan kepadatan penduduk yang tinggi, yang jarang didapatkan
makanan di sana --sehingga sulit bagi wajib zaV,atuntuk mengeluar-
kan zakat dengannya, sedangkan orang yang fakir tidak begitu me-
merlukannya karena sulit mengolahnya-- maka orang yang insaf
tidak akan membantah bahwa mengeluarkan barga z*at dalam
kondisi seperti ini lebih utama.
Sungguh bagus Imam lbnu Taimiyah ketika beliau memperboleh-
kan wajib zakat --yangmenjual buah-buahan di kebunnya beberapa
dirham-- untuk mengeluarkan (zakatnya) dengan uang sepuluh dir-

340
ham tanpa dibebani membeli buah lagi (untuk membayar zakat itn).
I
Karena bagi si fakir hal itu sama saja (apakah diberi uang atau diberi
buah-buahan, bahkan mungkin diberi uang lebih bermanfaat; Penf.).
Sebagaimana beliau juga memperbolehkan wajib zakat --yang tidak
mendapatkan orang yang menjual kambing di kotanya untuk mem-
bayw zakat untanya-- untuk membayar harganfa saja tanpa dibebani
membeli kambing ke koa lain. Ini merupakan pembahasan png benar.
Selain itu, bagaimana kita akan membebani seorang muslim --
yang berdomisili di kota seperti IQiro yang penduduknya lebih dari
sepuluh juta kaum muslim-- untuk mengeluarkan biji-bijian (seba-
gai zaY,at) yang tidak mudah memperolehnya dan tidak berguna bagi
si fakir bila diberikan kepadanya?
Orang yang memiliki makanan tetapi ia bakhil terhadap orang
fakir berbeda dengan orang yang hanya memiliki uang, seperti pen-
duduk kota, maka dia tidak berbeda dengan orang fakir itu sendiri.
Sesungguhnya zaY,at fitrah diwajibkan untuk mencukupi orang
fakir agar tidak berkeliling meminta-minta pada hari raya sementara
orang-orang kaya bersenang-senang dengan harta dan keluarganya.
Maka hendaklah seseorang memperhatikan dirinya, apakah ia telah
mencukupi orang fakir --sehingga tidak berkeliling meminta-minta--
dengan memberinya satu shc'kurma atau satu sha'ga'ir di kota seperti
Kairo pada hari-hari ini? Apakah yang akan diperbuat si fakt terha-
dap kurma dan sya'ir itu kalau bukan berkeliling-keliling mencari
orang yang mau membelinya dengan harga murah sekalipun hasil-
nya dibelikan lagi makanan pokok yang dibutuhkan unnrk dirinya
dan anak-anaknyaTtaz
Adapun fuqaha mazhab-mazhab panutan memperbolehkan me-
ngeluarkan zakat fitrah dengan makanan pokok yang biasa dimakan
penduduk negeri set€mpat --meskipun tidak termasuk makanan yang
disebutkan dalam nash-- adalah dimaksudkan untuk memelihara
tujuan (difardhukannya zakat fitrah itu1.
Sedangkan memindahkan za?,at ke daerah atau negara lain itu
diperbolehkan apabila terdapat alasan yang benar. Misalnya, pendu-
duk setempat telah tercukupi dengan zal<at fitrah yang dikeluarkan
oleh para wajib zakat tersebut atau telah mendapatkan bagian yang
cukup dari zak,at maal di negara itu. Atau bila negara lain lebih mem-
butuhkan disebabkan adanya bencana kelaparan atau bencana-ben-
cana lainnya, atau karena diserang musuh. Bisa;"ga dikarenakan

187lihat, Hamisy al-Muhalla wa Ta'liq al-Allamah Ahmad Syahir, 6: l3l-132.


I
34t

L
wajib zalra;t yang bersangkutan mempunyai kerabat di negara lain
png dalam kondisi sangat membutuhkan (sumbangan/zalat), dalam
hal ini ia lebih mengetahui kebutuhan mereka karena memang me-
miliki hubungan lebih dekat.
Kondisi-kondisi seperti ini memperbolehkan untuk memindahkan
zakat fitrah atauzalsatmaal kepada orang-orang muslim yang mem-
butuhkan yang berada di bumi Palestina, khususnya bagi orang-
orang yang berjuang melawan musuh. Atau kepada saudara-saudara
kita para mujahidin dan muhaiirin dari Afghanistan, atau orang-
orang yang sedang dilanda bahaya kelaparan dan terancam kristeni-
sasi seperti di Bangladesh, Birma, Semalia, Eritrea, dan lain-lainnya.
Adapun mengenai perbedaan fanra dalam berbagai masalah seperti
yang ditdnyakan saudara penanya, satu pendapat memperbolehkan
sedangkan yang lain mengharamkan, atau yang satu menganggap
wajib sedangkan yang lain tidak menganggap wajib, maka seorang
muslim harus mengambil pendapat orang yang sekiranya mantap di
hatinya, dan menurutnya orang tersebut lebih mengerti t€ntang aga-
manya, lebih mengerti sumber-sumbernya, lebih tahu maksudnya,
tidak mengikuti hawa nafsu, tidak menjual agamanya dengan keun-
tungan dunianya maupun dunia orang lain.
Hal ini seperti keadaan orang sakit yang mendapat advis yang
berbeda-beda dari beberapa orang dokter, maka dalam hal ini hen-
daklah ia menggunakan advis dokter yang lebih mantap di hatinnya,
karena lebih pandai, lebih termasyhur, dan sebagainya.
Kekeliruan dalam masalah-masalarh /uru' (cabang) seperti ini di-
maafkan, dan masing-masing orang akan mendapatkan balasan se-
suai dengan niatnya.
Tinggal kita bicarakan hadits yang berbunyi:
"Puas Ramadhan itu digantungkn antara langit dan bumi, ia tidak
al<an dingkt kecuali dengan zakat titrah."

Hadits ini adalah hadits yang tidak sah,la8 dan telah saya bicara-
kan di tempat lain.
Wallahu a'lam. o
lE8Menurut as-Suyuthi, hadits ini diriwayatkan lbnu Syahin dan adh-Dhiya'. Mengenai
hadib ini Ibnu Jagni berkaa, 'Tidak sah, di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Ubaid
al-Bashri yang maihul.'
Hadlts ini iuga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Baqryah bin al-walid dari Abdur
Rahman bin Utsman bin Umar yang termasuk guru-guru Baqi.yah yang maihul. (Lihat,
Muhammad Nashiruddin al-Albani, Silsilah al-Ahadits adh-Dlnifah va al-Mardhu'ah, juz l, hlm.
59-6O; Penl.).

342
BAGIAN V
MASATAH }YAI{ITA
DAI{ KETTHRGA
(Lanjutan Iilid 1)

t
l

I
I

)
I
I
PERANAN HAWA DALAI{ PENGUSIRAN
ADAIVT DARI SURGA

Ada pendapatpng mengatakan bahwa ibu kita, Hawa, merupakan


penyebab diusirnya bapak kita, Adam, dari surga. Dialah yang men-
dorong Adam untuk memakan buah terlarang, sehingga mereka ter-
usir dari surga dan menyebabkan penderitaan bagi kita (anak cucu-
nya) di dunia.
Pendapat ini dijadikan sandaran untuk merendahkan kedudukan
kaum wanita. Berlandaskan peristiwa tersebut, wanita sering ditu-
ding sebagai cikal bakal datangnya segala musibah yang terjadi di
dunia, baik pada orang-orang dahulu maupun sekarang.
Pertanyaan saya, apakah benar semua pendapat di atas? Adakah
dalam Islam dalil yang menunjukkan hal itu, atau kebalikannya?
Kami harap Ustadz berkenan menjelaskannya. Semoga Allah
memberikan pahala kepada Ustadz dan menolong Ustadz.

Pendapat yang ditanyakan saudara penanya, tentang kaum


wanita --seperti ibu kita Hawa-- yang harus bertanggung jawab atas
kesengsaraan hidup manusia, dengan mengatakan bahwa Hawa
yang menjerumuskan Adam untuk memakan buah terlarang... dan
seterusnya, tidak diragukan lagi adalah pendapat yang tidak islami.
Sumber pendapat ini ialah Kitab Taurat dengan segala bagian dan
tambahannya. Ini merupakan pendapat yang diimani oleh kaum
Yahudi dan Nasrani, serta sering menjadi bahan referensi bagi para
pemikir, penyair, dan penulis mereka. Bahkan tidak sedikit (dan ini
sangat disayangkan) penulis muslim yang bertaklid buta dengan
pendapat tersebut.
Namun, bagi orang yang membaca kisah Adam dalam Al-Qur'an
yang ayat-ayatnya (mengenai kisah tersebut) terhimpun dalam
beberapa surat, tidak akan bertaklid buta seperti itu. Ia akan me-
nangkap seclra jelas fakta-fakta seperti berikut ini.
1. Taklif ilahi untuk tidak memakan buah terlarang itu ditujukan
kepada Adam dan Hawa (bukan Adam saja). Allah berfirman:

345
"Dan l(ami bertirman,'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istimu
surga ini, fun mal<anlah mal<anan-mal<anannya Jnng bannk lagt
baik di mana aja yang l<amu sukai, dan janganlah kamu dekati
pohon ini, yang menyefubkan kamu termasuk onng-otang zalim.'"
(al-Baqarah: 55)

2. Bahwa yang mendorong keduanya dan menyesatkan keduanya


dengan tipu daya, bujuk ra5ru, dan sumpah palsu ialah setan,
sebagimana difirmankan Allah:
"Ialu keduanya digelincirl<an oleh lr;tan dari surga itu dan dike-
Iuarl<an dafi keadaan semula " (al-Baqatah: B6 )
....

Dalam surat lain terdapat keterangan yang rinci mengenai tipu


daya dan bujuk ralu s€tan:
"Mal<a retan membisikkan pikiran jahat kepafu kduanya untuk
menirmrykkan kepada keduanp aN yang tertutup fugi merelra
yaifu auntqta, dan setan berkata, Tuhan lcamu tidakmelanngmu
dari mendekati pohon ini, melainl<an suryya kamu bedua tidak
menjadi malaikat atau tidak menjadi onngyang kekal (dalam sur-
ga).' Dan dia (*tan) bercumpah kepada keduanTa,'Sesungguhnya
aya termasuk orangyang membei nasihat kepfu kamu furdua.'
Maka srltan membujuk keduanya (untuk memalran buah itu) de-
ngan tipu daln- Tatlrala kduanya telah mensakan buah kayt itu,
tanpaklah bagi kduany aunt-ainfr4a, dan muhilah kduaryra
menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tulnn mereka
menpru merek4 'Sesungguhnla *tan itu adahh musuh yng
nyata bagi l<amu berdua?'Keduanya furkata, YaTuhan kami, kani
telah menganialta dii kami sendii, dan jil<a En*,au tifuh meng-
ampuni l<ami dan memfui nhmat kepda l<ami, nixal,a kami ter-
masuk onng-onng yang merugi."' (al-A'raf: ZO-23I

Dalam surat Thaha diceritakan bahwa Adam a.s. yang pertama


kali diminta pertanggungjawaban tentang pelanggaran itu, bukan
Hawa. Karena itu, peringatan dari Allah tersebut diffiul€n ke-
pada Adam, sebagai prinsip dan secara khusus. Kekuiangan itu
dinisbatkan kepada Adam, dan yang dipersalahkan --karena
pelanggaran itu-- pun adalah Adam. Meskipun istrinya bersama-
sama dengannya ikut melakukan pelanggaran, namun petuniuk

346
ayat-ayat itu mengatakan bahwa peranan Hawa tidak sepefti pe-
ranan Adam, dan seakan-akan Hawa makan dan melanggar itu
karena mengikuti Adam.
Allah bertirman:
"Dan xsungguhryta telah Kami pintahkan kepdaAdamdahulu,
mak ia lup (alran pertnbh ittt), dan ti&k l(ani daryti Wdanm
kemauan yang ktaL Dan (ingatlah) ketika lfuni tuthta keag,fu
mahikat, Sujudlah l<amu kepda Afum,'mak mereka sujud ke-
anali iblis. Ia memfungl<ang. Mal(a kami brkat4'Hai Afum, *-
sng,Irya i*imu, nnla
ini (iblis)dalah musth fugtmu dan bagt
selrali-l<ali janganlah wnpi ia mengelua*an hmu bdua &d
surga, tang meryrefublran kamu menjadi cehka fuungphnn
lcamu tidak alran kelapnn di fulannn fun tidal(akan tefulang
dan wngfinm lamu tidak alran nretalla dalnga dan tidalc (puh)
akan ditimp panas matahad di dalamrya'Kemudian *tan mem-
bisilrl<an pikinn jahat kepdany (Ae@ dengan b*at4 'Hai
i
Adan, maul<ah aya tunjukl<an kepfumu phon khuldi dan ken-
I
I jaan yang tidal< akan binas?' Maka kduaryn memakan dad buah
pohon ifia lalu tanryklah bagi kduanln aurat-aurafrryadan mulai-
hh kduaqn menutupiryn dengan daun4aun (1nngafu di) surga,
dan durhalralah Adam kepada Tuhan dan wtlah ia Kemudian
Tuhanny memilihrry. Maka dia meneima tdafrinfun memfu-
rinya petunjuk" (Thaha: I 15- 1221

3. Al-Qur'an telah menegaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah


untuk suatu tugas yang sudah ditentukan sebelum diciptakan-
nya. Para malaikat pada waktu itu sangat ingin mengetahui tugas
tersebut, bahkan mereka mengira bahwa mereka lebih layak
mengemban itu daripada Adam. Hal ini telah disebutkan dalam
beberapa ayat surat al-Baqarah yang disebutkan Allah SWT sebe-
lum menyebutkan ayat- ayat yang membicarakan bertempat ting-
galnya Adam dalam surga dan memakan buah rcrlarang.
Firman Allah:
"lngatlah ketil<a Tuhanmu berfirman kepfu pnnnlaikal'9.-
sungguhnya Nru hendah menjadilrah *onng khalifah di mulra
bumi.' Mereka berl<at4 'Mengap hgfuu henfulc menjadil<an
(khalitah) di bumi itu orangyangalran membuat keruakan p&-
nya dan menumphkan danh, pfuhal kami *nantias brtasbk
r
347

l_
l
dengan memuji hglau &n menscihn hgfuu7 fuIw Mmnn
'Sesunguhrryta Aku mengptahui apa png tidak kamu ketahui.' Dan
Dia mengajarl<an kepda Adam nama-narna (bnda) *luruhrya
kemudian mrysnuhhruW k@a pn nnlailat lafu brfunrut,
5e/al.ttlc,nlah k@a-fu rum fui&ffi itu jila lamu menwtg
oftng-onng Wng funar!' Mer*a menjavvab, 'Maha Suci Engku,
tidak ada yang lrami ketahui xlain &d ap Wry telah Engkau ajar-
l<an k@a tani; wtrWunry hgbulalrYangMaha Matgetalrui
lagt Maha Bijalmna'NIah brfirman,'Hai Adarn, brihhulankh
kepda merclca nama-nama ben& ini.'Mah *t&It dibritahu-
l<ann1n kepda merelca nama-narna benda itu, Nlah brfirman,
'Bul<anl<ah sudah Kukatakan kepdamu balwa wnggulnW Nru
mengetahui nhasia langit dan bumi dan mengetalrui aw wg
I<amu hhirl<an dan ap Wg kamu *mbunyikan?-(al-Baqarah:
5,o-5.31

Disebutkan pula dalam hadits sahih bahwa Adam dan Musa a.s.
bertemu di alam gaib. Musa hendak menimpakan kesalahan ke-
pada Adam berkenaan dengan beban yang ditanggung manusia
karena kesalahan Adam yang memakan buah terlarang itu flan-
tas dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi sehingga
menanggung beban kehidupan seperti yang mereka alami; penr.).
Kemudian Adam membantah Musa dan mematahkanargumenta-
sinya dengan mengatakan bahwa apa yang t€riadi itu sudah me-
rupakan ketentuan ilahi sebelum ia diciptakan, untuk memak-
murkan bumi, dan bahwa Musa juga mendapati ketentuan ini ter-
cantum dalam Taurat.
Hadits ini memberikan dua pengertian kepada kita. Pertama,
bahwa Musa menghadapkan celaan itu kepada Adam, bukan lce-
pada Hawa. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan
dalam Taurat (sekarang) bahwa Hawayang meraJru Adam untuk
memakan buah terlarang itu tidak benar. Itu adalah perubahan
yang dimasukkan orang ke dalam Taurat.
Kedua, bahwa diturunkannyaAdam dananakcucunya lce bumi
sudah merupakan ketentuan ilatri dalam akdir-Nya yang luhur
dan telah ditulis oleh kalam ilahi dalam Ummul Kitab (Lauh al-
Mahfuzh), untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
melalui risalah-Nya di atas planet ini, sebagaimana yang dikehen-
daki Allah, sedangkan apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi.

348
4. Bahwa surga (iannah), tempat Adam diperintahkan untuk ber-
diam di dalamnya dan memakan buah-buahannya, kecuali satu
pohon, dan disuruh hengkang dari sana karena melanggar
larangan (memakan buah tersebut), tidak dapat dipastikan
bahwa surga tersebut adalah surga yang disediakan Nlah untuk
orang-orang mutraqin di akhirat kelak. Surga yang dimaksud
belum tentu surga yang di dalamnya Allah menciptakan sesuatu
(kenikmaan-kenikmatan) yang belum pernah dilihat mata, belum
pernah didengar telinga, dan tidak seperti yang terlintas dalam
hati manusia.

Para ulama berbeda pendapat mengenai 'surga" Adam ini, apa-


kah merupakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang mukmin
sebagai pahala mereka, ataukah sebuah "jannah' (taman/kebun)
dari kebun-kebun dunia, seperti firman Allah:
"Sesunggthnlra l(ami telah mengUii mereka (musyrikk Mekah)
*fugaimana lkmi telah menguji pmilik-pemilik kebun (jannah),
ketika mereka bersumph fuhwa merel<a sunguh-annguh al<an
memetik (hasillnla di pagi han."(al-Qalam: I7)

Dalam surat lain Allah berfirman:


"Dan berilranlah kepda merel<a *buah Frumpmaan dua orang
hki-Iaki. Ikmi jadikn fugi wrang di antan kduaryn (Sang
I<alir) dua buah kebun Qannatain) angar fun lkmi kelilingi kdua
kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kdua kebun
iru lhmi buatl<an ladang. Kdua buah kebun itu mengfiasillran
buahrya, dan kebun itu tiada kurang bualryta dikit pun, dan
I(ami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu " (al-Xalrfl:
5.2-5,31

Ibnul Qalyim menyebutkan kedua pendapat tersebut dengan dalil-


dalilnya masing-masing dalam kitabnya Mifnhu Daaris sa'ailah. Silakan
membacanya slapa yang ingin mengetahui lebih jauh masalah ini.
Wallahu a'lam.

349
2
FITNAH DAN STIARA WANITA

Pertanyaan:
Sebagian orang berprasangka buruk terhadap wanita. Mereka
menganggap wanita sebagai sumber segala bencana dan fitnah.lil€
tedadi suatu bencana, mereka ber?,ata, "Periksalah kaum wanita!"
Bahkan ada pula yang berkomentar, "Wanita merupakan sebab ter-
jadinya penderitaan manusia sejak zaman bapak manusia (Adam1
hingga sekarang, karena wanitalah yang mendorong Adam untuk
memakan buah terlarang hingga dikeluarkannya dari surga, dan ter-
jadilah penderitaan dan kesengsaraan atas dirinya dan diri kita se-
karang."
Anehnya, mereka juga mengemukakan ddil-dalil agama untuk
menguatkan pendapatnya itu, yang kadang-kadang tidak sahih, dan
adakalanya --meskipun sahih-- mereka pahami secara tidak benar,
seperti terhadap hadits-hadits yang berisi peringatan terhadap fitnah
wanita, misalnya sabda Rasulullah saw:

eA)iG)€1i'gt'&_Q*$qj6
'ndaldah tnWrun *sudal*u srlatu frA:rrh tang tebih mem-
balnyakan"k, W lald-laki daripda (frdah) WrunOuan."

Apaleh maksud hadits tersebut dan hCdits-hadits lain fng sepefti


itu? Hadits-hadits tersebut kadang-kadang dibawakan oleh para
penceramah dan khatib, sehingga difadikan alat oleh suatu kaum
untuk menjelek-jelekkan kaum wanita dan oleh sebagian lagi untuk
menjelek-jelekkan Islam. Mereka menuduh Islam itu'dusta (palsu)
karena bersikap keras terhadap wanita dan kadang-kadangbersikap
zalim.
Mereka juga mengatakan, "Sesungguhnya suara wanita --seba-
gaimana wajahnya-- adalah aurat. Wanita dikurung dalam rumah
sampai meninggal dunia."
Kami yakin bahwa tidak ada egama seperti Islam, yang menya-
darkan kaum wanita, melindunginya, memuliakannya, dan membe-
rikan hak-hak kepadanya. Namun, kami tidak memiliki penjelasan
dan dalil-dalil sebagai yang Ustadz miliki. I(arena itu, kami mengha-

350
rap Ustadz dapat menjelaskan makna dan maksud hadits-hadits ini
kepada orang-orang yang tidak mengerti Islam atau berpura-pura
tidakmengerti.
Semoga Allah menambah petuniuk dan taufik-Nya untuk Ustadz
dan menebar manfaat ilmu-Nya melalui Ustadz. Amin.

Sebenarnya tidak ada satu pun agama langit atau agama bumi,
kecuali Islam, yang memuliakan wanita, memberikan haknya, dan
menyayanginya. Islam memuliakan wanita, memberikan haknya,
dan memeliharanya sebagai manusia. Islam memuliakan wanita,
memberikan haknya, dan memeliharanya sebagai anak perempuan.
Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan memelih:ranya
sebagai istri. Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan
memeliharanya sebagai ibu. Dan Islam memuliakan wanita, membe-
rikan haknya, dan memelihara serta melindunginya sebagai anggota
masyarakat.
Islam memuliakan wanita sebagai manusia yang diberi tugas
(taklifl
kli0 dan tanggungiawab halnya laki-laki, yang
tanggung iawab yang utuh seperti halnya y?ng
kelak akan mendapatkan pahala atau siksa sebagai balasannya. nigas
yang mula-mula diberikan Allah kepada manusia bukan khusus
untuk laki-laki, tetapi juga untuk perempuan, yakni Adam dan istri-
nya (lihat kembali surat al-Baqaralr: 35)
Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun nash Islam, baik Al-
Qur'an maupun As-Sunnah sahihah, yang mergaakan bahwa wanita
(Hawa; penr.) yang menjadi penyebab diusirnya laki-laki (Adam)
dari surga dan menjadi penyebab penderitaan anak cucunya kelak,
sebagaimana disebutkan dalam Kttab Perfaniian Lama. Bahkan Al-
Qur'an menegaskan bahwa Adamlah orang pertama yang dimintai
pertanggungjawaban (lihat kembali surat Thaha: 115,-122).
Namun, sangat disayangkan masih banyak umat Islam yang me-
rendahkan kaum wanita dengan cara mengurangi hak-haknya serta
mengharamkannya dari apa-apa yang telah ditetapkan syara'. Pada-
hal, syari'at Islam sendiri telah menempatkan wanita pada proporsi
yang sangatjelas, yakni sebagai manusia, sebagai perempuan, seba-
gai anak perempuan, sebagai istri, atau sebagai ibu.
Yang lebih memprihatinkan, sikap merendahkan wanita tersebut
sering disampaikan dengan mengatasnamakan agama (Islam), pada-
hal Islam bebas dari semua itu. Orang-orang yang bersikap demikian

351
kerap menisbatkan pendapatnya dengan hadits Nabi saw. yang ber-
Pgny,, "B€rmusyawarahlah dengan kaum wanita kemudian langgar-
lah (selisihlah)."
Hadits ini sebenarnya palsu (maudhu'). Tidak ada nilainya sama
sekali serta tidak ada bobotnya ditinjau dari segi ilmu (hadits1.
Yang benar, Nali saw. pernah bermusyawarah dengan istrinya,
Ummu Salamah, dalam satu urusan penting mengenai umat. Ialu
Ummu Salamah mengemukakan pemikirannya, dan nasulullah pun
menerimanya dengan rela serta sadar, dan ternyata dalam pemikiran
Ummu Salamah terdapat kebaikan dan berkah.
Mereka, yang merendahkan wanita itu, juga sering menisbatkan
kepada perkataan Ali bin Abi Thalib bahwa "Wanita itufelek segala-
galanya, dan segala kefelekan itu berpangkal dari wanita.n
Perkataan ini tidak dapat diterima sama sekali; ia bukan dari
logika Islam, dan bukan dari nash.l8e
Bagaimana bisa terjadi diskriminasi seperti itu, sedangkan Al-
Qur'an selalu menyejajarkan muslim dengan muslimah, wahita ber-
iman dengan laki{aki beriman, wanita yangtaat dengan laki- laki
yangtaat, dan seterusnya, sebagaimana disinyalir dalam Kitab Allah.
Mereka juga mengatakan bahwa suara wanita itu aurat, karena-
nya tidak boleh wanita berkata-kata kepada laki-laki selain suami
atau mahramnya. Sebab, suara dengan tabiatnya yang merdu dapat
menimbulkan fitnah dan membangkitkan syahwat.
Ketika kami tanyakan dalil yang dapat dijadikan acuan dan san-
daran, mereka tidak dapat menunjukkannya.
Ap?ka,h mereka tidak tahu bahwa Al-eur,an memperbolehkan
laki-laki bertanya kepada isteri-isteri Nabi saw. dari balik tabir?
Bukankah isteri-isteri Nabi itu mendapatkan tugas dan tanggung
pwab yang Iebih berat daripada istri-istri yang lain, sehinggSi ada
beberapa perkara yang diharamkan kepada mereka yang tidak diha-
ramkan kepada selain mereka? Namun demikian, AIIihberfirman:

gQiU',t$Mti:,;;y5CSg
"... Apabila lramu meminta *suatu (keperluan) kryda mercka
(isfri-isfri Nabi), mala mintakh dai fulakangtablr.... "(al-Alrzab: 53)

lS9Perkataan ini sudah kami


sangkal dalam Fatwa-t'atwa Kontmporer iilid I ini.

352
Permintaan atau pertanyaan (dari para sahabat) itu sudah tentu
memerlukan jawaban dari Ummahatul Mukminin (ibunya kaum
mukmin: istri-istri Nabi). Mereka biasa memberi fanua lcepada orang
yang meminta fatwa kepada mereka, dan meriwayatkan hadits-
hadits bagi orang yang ingrn mengambil hadits mereka.
Pernah ada seorang wanita bertanya kepada Nabi saw. di hadapan
kaum laki-laki. Ia tidak merasa keberatan melakukan hal itu, dan
Nabi pun tidak melarangnya. Dan pernah ada seorang wanita yang
menyangkal pendapat Umar ketika Umar sedang berpidato di atas
mimbar. Atas sanggahan itu, Umar tidak mengingkarinya, bahkan ia
mengakui kebenaran wanita tersebut dan mengakui kesalah4nnya
sendiri seraya berkata, "Semua orang (bisa) lebih mengerti daripada
Umar."
Kita juga mengetahui seorang wanita muda, putri seorang syekh
yang sudah tua (Nabi Syu'aib; ed.) yang berkata kepada Musa, se-
bagai dikisahkan dalam Al-Qur'an:
bapklcu memanggil lramu agar ia membefi ba-
"... Sesungguhrya
(kefuikanlmu memberi minum (emak) kami...."
lasan terhadap
(al-Qashash:25)

Sebelum itu, wanita tersebut dan saudara perempuannya jrrga


berkata kepada Musa ketika Musa bertanya kepada mereka:
D...
Ap,akah maksudmu (dengan berbuat fugitu)? Kdua wanita itu
menjawab,'l<ani tidak dapt meminumkan (temal< kani) *be-
Ium penggembala-pnggembala itu memulangl<an (temaloryra),
sengl<an hpak kani adalah orurgtuayngtelah lanjut usiutya"
(al-Qashash:25)

Selanjutnla, Al-Qur'an lrga menceritakan kepada kita percakapan


yang t€rjadi antara Nabi Sulaiman a.s. dengan Ratu Saba, serta per-
cakapan sang Ratu dengan kaumnya yang laki-laki.
Begitu pula peraturan (syariat) bagi nabi-nabi sebelum kita men-
jadi peraturan kita selama peraturan kita tidak menghapuskannya,
sebagaimana pendapat yang terpilih.
Yang dilarang bagr wanita ialah melunaitkan pembicaraan untuk
menarik laki{aki, yang oleh Al-Qur'an diiStilahkan dengan at-hhuithu
bil-qaul (tunduMunak/memikat dalam berbicara), sebagaimana dise-
butkan dalam firman Allah:

353
'#{t:#ioilgl:i;u:|ii",$i-r$.
@6;t{;,:"ij y; -# 4o 5i ;l\
-ga
"Hai i*ri-istri Nabi, Icamu relcalian tidalclah *perti wanita lnng lain,
jika kamu brtal<wa. Maka janganlah lramu tunduk dalam berbican
rehingga be*einginanlah orangyang a& penlnkit dalam hatiryn,
dan uapl<anlah p*ataan lang fuik." lal-Nrzab: B2)

Allah melaranghhuilhu, yakni cara bicara yang bisa membangkit-


kan nafsu orang-orang yang hatinya "berpenyakit'. Namun, dengan
ini bukan berarti Allah melarang semua pembicaraan wanita dengan
setiap laki-laki. Perhatikan ujung ayat dari surat di atas:
"Dan ucapkanlah perlrataan yang fuik"
Orang-orang yang merendahkan wanita itu sering memahami
hadits dengan salah. Hadits-hadits yang mereka sampaikan antara
lain yang diriwayatkan Imam Bukhari bahwa Nabi saw. bersabda:
"Tidaklah aku tinggalkan xsudahku suatu fihah yang lebih mem-
bahayakan bagi lald-laki daripda (fitnah) wanita-"

Mereka telah salatl paham. Kata fitnah dalam hadits di atas mereka
artikan dengan "wanita itu ielek dan merupakan aZab, ancaman,
atau musibah yang ditimpakan manusia seperti ditimpa kemiskinan,
penyakit, kelaparan, dan keakuhn". Mereka melupakan suatu
masalah yang penting, yaitu bahwa manusia difitnah (diuji) dengan
kenikmatan lebih banyak daripada diuji dengan musibah. Allah ber-
firman:
"... I<ani alran menguji kamu dengan keburul<an dan kehil<an se-
bagai cofuan (Snng *benar-benarny) .... " (al-Anblya: 35 )

Al-Qur'an juga menyebutkan harta dan anak-anak --yangmeru-


pakan kenikmatan hidup dunia dan perhiasannya-- sebagai fitnah
yang harus diwaspadai, sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya hartamu dan anal<-analonu Innyalah ofuan @agi-
mu) ...." (at-Taghabun: I 5)

354
"Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-analonu itu hanyalah
*hgai cofuan .... " (al-Anfal: 28)

Fitnah harta dan anak-anak itu ialah kadang-kadang harta atau


anak-anak melalaikan manusia dari kewajiban kepada Tuhannya
dan melupakan akhirat. Dalam hal ini Allah berfirmin:
"Hai onngonnglang brina4 iangnzn futu-hartamu dan anak-
analsnu melalail<an kamu dai mengingat Nlah. hnngsiap y;ang
membuat demikian, maka merek itulah orang-onng yng rugi."
(al-Munaafiqun: 9)

Sebagaimana dikhawatirkan manusia akan terfitnah oleh harta


dan anak-anak, mereka pun dikhawatirkan terfitnah oleh wanita,
terfitnah oleh istri-istri mereka yang menghambat dan menghalangi
mereka dari perjuangan, dan menyibukkan mereka dengan kepen-
tingan-kepentingan khusus (pribadi/keluarga) dan melalaikan
mereka dari kepentingan-kepentingan umum. Mengenai hal ini Al-
Qur'an memperingatkan:
"Hai onng-onng beriman, resungguhnya di antan istri-istimu
dan anak-analmtu ada yang menj adi musuh bgimu, malca berhati-
hatilah l<amu terhadap merel<a.... " (at-Taghabun: 14)

Wanita-wanita itu menjadi fitnah apabila mereka menjadi alat


untuk membangkitkan nafsu dan syahwat serta menyalakan api ke-
inginan dalam hati kaum laki-laki. Ini merupakan bahaya sangat
besar yang dikhawatirkan dapat menghancurkan akhlak, mengotori
harga diri, dan menjadikan keluarga berantakan serta masyarakat
rusak.
Peringatan untuk berhati-hati terhadap wanita di sini seperti per-
ingatan untuk berhati-hati terhadap kenikmatan harta, kemakmur-
an, dan kesenangan hidup, sebagaimana disebutkan dalam hadits
sahih:

-g )::A 3S;5,\fr!" elY6^U, i6


(".)e{)rt .klKtKtK
"Demi Nhh, bul<an kemiskinan WV afu tafutkan atas kamu, tetapi
yang aku takutkan ialah dilimpahkan (kekalaan) dunia untuk
kamu sebagaimana dilimpahlcan untuk onng-onng refulum
kamu, lantas l<amu memperebutl<annya refugaimana metel<a
dahulu brlomfu-lomfu memperebutl<anny4 lantas lemu binas
I<arenanl,a sefugaimana merel<a dahulu binas katenanla." ll'-frat-
tafaq alaih dari hadits Amr bin Auf al-turshari)

Dari hadits ini tidak berarti bahwa Rasulullah saw. hendak me-
fyebqkan kemiskinan,,rerapi beliau justru memohon perlindungan
kepada Allah dari kemiskinan itu, dan mendampingkan kemiskinan
dengan kekafiran. fuga tidak berarti bahwa beiiau tidak menyukai
umatnya mendapatkan kelimpahan dan kemakmuran harta, karena
beliau sendiri pernah bersabda:

.
(
{n u,ri,,,-,\
"Bagus nian harta Stang
dq6il)U$llSCiiz;
fuik
bagi orang yang barklHR. Ahmad
4:197 d^n 2O2, dan Hakim dalam al-Mustadrak Z:2, llarr
Hakim mengesahkannya menurut syarat Muslim, dan ko-
mentar Haldm ini disetufui oleh adz-Dzahabi)

Dgngan hadits di atas, Rasulullah saw. hanya menyalakan lampu


merah. bagr pribadi dan masyarakat muslim di jalan (kehidupahl
yang licin dan berbahaya agar kaki mereka tidak terpeliser danter-
jatuh ke dalam jurang tanpa mereka sadari.

356
ME}IYANGGA; PENAFSIRAN
YANG MERENDAHKAN WANITA

Pertanyaan:
Siapakah yang dimaksud dengan sufaha dalam firman Allah:

ue i33:G 4 * x:fY; ;'i'lJ ti:;iAft| Ei ;


*6#{iAi}fr"J;si;
"Dan janganlah kamu *nhkm kepda onng-onng yng fulwn
*mptma alahry Gulaha) hafia (mercl<ayangada dalam kelruasa-
anmu) yang dijadikan NIah rebagai pokok kehidupan- krilah
merelra belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah
kepfu mercka kata-kata yng bik" lan-Nlsa': 5)

Majalah al-Ummah nomor 49 memuat aftikel Saudari Hanan Liham,


yang mengutip keterangan Ibnu lQtsir dari pakar umat dan penerje-
mah Al-Qur'an, Abdullah Ibnu Abbas, bahwa as-sufaha (orang-orang
yang belum sempurna akalnya) itu ialah "wanita dan anak-anak".
Penulis tersebut menyangkal penafsiran itu, meskipun diriwayat-
kan dari Ibnu Abbas. Menurutnya, penafsiran tersebut jauh dari ke-
benaran, sebab wanita secara umum disifati sebagai tidak sempurna
akalnya/bodoh gafah), padahal di antara kaum wanita itu terdapat
orang-orang seperti Khadijah, Ummu Salamah, dan Aisyah dari ka-
langan istri Nabi dan wanita-wanita salihah lainnya.
Sebagian teman ada yang mengirim surat kepada saya untuk me-
nanyakan penafsiran yang disebutkan Ibnu lQtsir tersebut. Apakah
itu benar?
Bagaimana komentar Ustadz terhadap hal itu?

Penafsiran Y,ata sufaha dalam ayat te-rsebut dengan pengertian


yang dimaksud adalah kaum wanita secarh khusus, atau wanita dan
anak-anak, adalah penafsiran yang lemah, meskipun diriwayatkan
dari pakar umat, yaitu Ibnu Abbas r.a., walaupun sahih penisbaan
kepadanya atau kepada penafsiran-penafsiran salaf lainnya.

357
Kebenaran yang menjadi pegangan mayoritas umat ialah bahwa
penafsiran sahabat terhadap Al-Qur'anul Ierim itu tidak secara oto-
matis menjad!hujjah bagi dirinya dan mengikat terhadap yang lain.
Ia tidak dihukumi sebagai hadits marfu', walaupun sebagian ahli
hadits ada yang beranggapan demikian. Ia hanya merupakan buah
pikiran dan ijtihad pelakunya, yang kelak akan mendapatkan pahala
meskipun keliru.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas sendiri dan dari sebagian
sahabat-sahabatnya bahwa "Tiap-tiap orang boleh diterima dan di-
tolak perkataannya, kecuali Nabi saw. (yangwajib diterima perkata-
annya)."
Doa Nabi saw. untuk Ibnu Abbas agar Allah mengaiarinya takwil,
tidak berarti bahwa Allah memberinya kemaksumam (terpelihara
dari kesalahan) dalam takwil yang dilakukannya, tetapi malina doa
itu ialah Allah memberinya aufik untuk memperoleh kebenaran dalam
sebagian besar takwilnya, bukan seluruhnya.
Karena itu, tidak mengherankan kalau ada beberapa pendapat
dan ijtihad Ibnu Abbas mengenai tafsir dan fiqihyangtidakdisetujui
oleh mayoritas sahabat dan umat sesudah mereka.
Kelemahan talquil yang dikemukakan Ibnu Abbas dan orangyang
mengikutinya bahwa yang dimaksud dengan as-sufaha (orang-orang
yang belum sempurna akalnya) adalah wanita atau wanita dan anak:
anak, tampak nyata dari beberapa segi.
Pertarna, bahwa lafal sufatu ( )o(1!.
) adalah bentuk f amak taksir
untuk isim mrrdzakkar (laki-laki1, mufradnya (bentuk tunggalnya)
adalah saJiihu ( '4 ), bukan safiihatu 1"i,fu/, ) yang merupakan
isim muannats (perempuan). IQlau mufradnya s{lihla4 maka bentuk
jamaknya adalah mengikuti waz:rn fa'iitau ( 3fi.i4)
atau Ja,aa,itu
(iFF ) sebagaimana lazimnya jamak muannats, setringgabentuk
famak lafal tersebut adalah safiihaaru 1 L@ ) atau safaa,ihu /rslt1.
Kedua, bahwa l<ata isim zaman (kata untuk men-
sufaha adalah
cela), karena mengandung arti kekurangsempurnaan akal dan buruk
tindakannya. Karena itu, kata-kata ini-tidak disebutkan dalam AI-
Qur'an melainkan untuk menunfukkan celaan, seperti dalam firman
Allah;

'JtiKiz$;1rj6at:tl;tit3ihr"fi .tlir,
358
'rr:J:rJf.-$3r;6,Ai'J#;St'i6i
"Apbila dikatakan kepda merck4 "Berimanhh kamu *fugai-
mana onng-onng lain telah beriman", meteka meniawab, "Ahan
beimankah l<ami *fugaimana onng-onng yng bodoh itu telah
beiman?" Ingatlah, *sungguhrya merel<akh onng-onng Wg
bdoh, tetapi merel<a tidal< tahu." (al-Baqarah: I5)
"Onng-ota ng Wg kunng di antan manusia akan berlatq
al<aln1n
"Apaleh yang memalingkn mercka (umat ldan) dad kiblaarya
(fuitul Maqdis) yng hhulu mercIra telah furkiblat kepdurytaT
Katakanlah, "Kepunlnan Nlah-lah timur dan funt dia membei
ptunjuk kepda siap yng dikehendaki-Nya ke ialan yang lurus.'"
(al-Baqarah: l42l
Apabila lafal sufaha itu untuk mencela, maka bagaimanakah ma-
nusia akan dicela karena sesuatu yang tidak ia usahakan? Bagai-
mana seorang perempuan akan dicela karena semata-mata ia perem-
puan, padahal ia bukan yang menciptakan dirinya, melainkan ia di-
ciptakan oleh Penciptanya? Allah berfirman:
"... refugian kamu adalah turunan dari sebagianWrylain...."(All
Imran: I95)

Dan disebutkan dalam suatu hadits:

rnd v dV ii oY,\
Wi'6\#,Y,;) ir3y
lllf,.
"Sesungguhnya wanita adalah belahan (mitra) laki-laki."
Ahmad btn Hanbal 6:256 dan Bathaqt I:168. Dlsebutkan
pula dnlnm Kanzul'Ummal nomor 45559)

Demikian pula halnya anak-anak. Allah menciptakan manusia


dari kondisi yang lemah dan dijadikan-Nya kehidupan itu bertahap,
dari bayi berkembang menJadi kanak-kanak, kemudian meningkat
remaja, lalu dewasa. Sebab itu, bagaimana mungkin seorang anak
akan dicela karena ia masih kanak-kanak padahal ia tidak pernah
berusaha untuk menjadi kanak-kanak (melainkan sudah merupakan
proses yang ditetapkan Allah)?
Kalau kita kembali kepada tafsir-tafsir modern, akan kita dapati

359
semuanya menguatkan pendapat Syekhul Mufassirin, Imam ath-
Thabari. Dalam tafsir at-Manarl<aryasayid Rasyid Ridha disebutkan:
Yang dimal<sud dengan as-sutaha di sini ialah onng-onng yng
pemborcs gng menglwnbur-hamburkn haftanya untuk *suatu
nng tidak perlu dan tidah xyognny, dan membelanjaknnya
dengan can yatg buruk dan tifuk bentsaha mengemfungfunryn."

Beliau (Rasyrq Ridhal juga qengemukakan perbedaan pendapat


-. kalangan
di salaf mengenai maksud lafal sufarra.Iftmudiin beliau
menguatkan- pendapat yang dipilih lbnu Iarii (ath-Thabari) bahwa
ayat itu bersifat umum, meliputi semua orangyang kurang aital, baik
masih kanak-kanak maupun sudah dewasa, laki-laki ri'aupun pe_
rempuan.
.U:tu9, f-{mam (Muhammad Abduh) berkara, "Dalam ayat-ayat
lerdahylu Allah menyuruh kita memberilian kepada anak-anik phm
harta-harta mereka da1 memberikan kepada orang-orang perer-
puan akan mahar mereka. Dalam firman-Nya,

,isEi;ritli:r*i;
"Dan janganlah karnu snhl<an kepda onng-onng yang futum
*mpuma al<alryn hafia (merel<a yang ada dalam kefuawnmu)
...." (an-Nlsa': 5)

mensyaratkan kedua hal di atas. Artinya, berikanlah ke-


-Al-Imam
pada setiap anak yatim akan hartanya bila t€lah dewasa, dan berikan
kepada tiap-tiap perempua! akan maharnya, kecuali apabila salah
:atuTya belum akalnya sehingga tidak dapaf mengguna-
-sempurna
kan hartanya dengan baik. pada kondisi demikian kamu dilarang
memberikan harta kepadanya agil tidak disia-siakannya, dan kamu
waiib memelihara hartanya-iru Jehingga ia dewasa. '
Perkataan amwaalahum (hartamu) bukan amwaalahum (harta
mereka), yangberarti firman itu ditulutan kepada para wali, sedang-
kan harta itu milik as-suJahayang aila di dalim k6kuasaan merel6,
menunjultkan beberapa hal. pertama, bahrva apabila harta itu habis
dan tidak.ada sisany_a bagi si yfh (anak yanj betumrkurang sem-
puTa akalnya) gntuk memenuhi kebututrinnya, maka waiib-bagi si
y.ai u.nryl. memberinya nafkah dari hartanyaiendiri. Oenlan AJmi-
kian, habisnya harta si safh menyebabkan ikut habis lbirkurangl

3@
r
pula harta si wali. Alhasil, harta si safih itu seakan-akan hartanya
sendiri.
Kedua, bahwa apabila as-sufaha inr telah dewasa dan harta mereka
masih terpelihara, lantas mereka dapat menggunakannya sebagi-
mana layaknya orang dewasa (normal), dan dapat men$nfakkannya
sesuai dengan tuntunan syariat untuk kemaslahatan umum atau
khusus, maka para wali inr juga mendapatkan bagian pahalanya.
Kedga, kesetiakawanan sosial dan menjadikan kemaslahatan
dari masing-masing pribadi bagl yang lain, sebagaimana telah kami
katakan dalam membicarakan ayat-ayatyang lain. " (T afsir al-Manar 4 :
379-380)

4
BOLEHKAH LAKI.LAKI MEJI{ANDANG
PEREMPTIAN DAN SEBALIXNYA?

Pertanyaan:
IQmi ingin mengetahui hukum boleh tidaknya laki-laki meman-
dang perempuan, malah lebih khusus lagi, perempurn memandang
laki-laki. Sebab, kami perntrh rhendengar dari seorang penceramah
bahwa wanita itu tidak boleh memandang laki-laki, baik dengan
syahwat maupun tidak. Sang penceramah tadi mengemukakan dalil
dua buah hadits:
Pertama, bahwa Nabi saw. pernah bertanya kepada putrinya,
Fatimah r.a., "Apakah yang paling baik bagi wanita?" Fatimah men-
jawab, "fanganlah ia memandang laki{aki dan jangan ada laki- laki
memandang kepadanya." Ialu Nabi saw. menciumnla sera),a berkata,
"Satu keturunan yang sebagiannya (keturunan dari yang lainl."teo
Kedua, hadits Ummu Salamah r.a., yang berkata, "Saya pernah
berada di sisi Rasulullah saw. dan di sebelah beliau ada Maimunah,
kemudian Ibnu Ummi Maktum datang menghadap. Peristiwa ini ter-
jadi setelah kami diperintahkan berhijab. Ialu Nabi saw. bersabda,
"Berhijablah kalian daripadanya!" Ialu kami berkata, 'Wahai Rasu-

lstakhriinya akan dibicarakan nanti

361
lullah, bukankah dia tuna netra, sehingga tidak mengetahui kami?"
Beliau menjawab, "Apakah kalian juga tuna netrl?" Bukankah
kalian dapat melihatnya?" (HRAbu Daud aan firmldzt. Betiau (Ttr-
mtdzt) berkata, 'Hadlts tnt hasan sahlh.lel)
Pertanyaan saya, bagaimana mungkin wanita tidak melihat laki-
laki dan laki-laki tidak melihat wanita, terlebih pada zaman kita
sekarang ini? Apakah hadits-hadits tersebut sahih dan apa maksud-
nya?
Sayaharap Ustadz tidak mengabaikan surat s.Ua, dan saya mohon
ustadz berkenan memberikan penjelasan mengenai misatatr ini
sehingga dap-at menerangi ja]an oring-orang bi-ngung, yang terus
saja memperdebatkan masalah ini dengan tidak ada ufungnyi.
Semoga Allah memberi taufik kepada Ustadz.

Jautaban:
menciptakan seluruh makhluk hidup berpasang-pilsangan,
-ba-hka1
-S"h menciptakan
alam semesta ini puri Ueriasan!-iasan[an,
sebagaimana fi rman-Nya:
"Maha Suci NIah lnng telah menciptat<an pasang-psangan ff_.
muanya, baik dad apa Wng ditumbuhl<an oleh bumi dan dad din
merel<a maupun dari ap yang tidak meretrakefalrui. "(yasin: B6)
"Dan *gala sesuatu Kani ciptal<an furpang-pangan sur41),a
kamu mengingat akan ketrusaran Nkh." (ailz-Ozaartyat: 4C)

Berdasarkan sunnah hauniyah (ketetapan Allah) yang umum ini,


manusia diciptakan berpasang-pasangan, terdiri dari jenis laki-laki
{an pelemp_uan, sehingga felidupn manusia dapaf berlangsung
dan berkembang. Begitu pula dijadikan daya arik intara satu"ienis
dengan jenis lain, sebagai fitrah-Allah untuk manusia.
. . setelah menciptakan Adam, Allah menciptakan (dari dan untuk
$urnl seorang istri supaya ia merasa tenang hid'up dengannya,
p.gto pgla si istri merasa renang hidup bersanianya.'SebaU] secira
hukum fitrah, ridak mungkin ialadani) dapat meiasa bahaeia iika
hanya diri, walaupun daiam sdrga ia dapat makan-*iriu*
-se_orang
secara leluasa.

I glattni;rrya
akan dibicarakan nanti

362
Seperti telah saya singgung di muka bahwa taklif ilahi (tugas dari
Allah) yang pertama adalah ditujukan kepada kedua orang ini seka-
ligus secara bersama-sama, yakni Adam dan istrinya:
"... Hai Adam, diamilah oleh l<amu dan istimu surga ini, dan ma-
kanlah makanan-makanannya yang banpk lagi baik di mana aia
yang kamu sul<ai, dan ianganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyefubkan kamu termasuk orang-onng lang zalim." (al-Baqa-
rah:55)

Maka hiduplah mereka di dalam surga bersama-salna, kemudian


memakan buah terlarang bersama-sama, bertobat kepada Allah ber-
sama-sama, nrrun ke bumi bersama-sama, dan mendapatkan taklif-
taklif ilahi pun bersama-sama:
"NIah brfirman, Turuilah lcamu bdw dad erya Drutsr.ma-saltta
*bagian lcamu menjadi musuh W *fugian yang lain. Maka iilca
datang kepdamu Wtuniuk dari-Ku, lalu funngsiap Wry meng'
ikut petunjuk-Ku, ia tidak alran *sat dan tidak akan elal<a." lTlw'
ha: I23)

Setelah itu, berlangsunglah kehidupan ini. Laki-laki selalu mem-


butuhkan perempuan, tidak dapat tidak; dan perempuan selalu mem-
butuhkan laki-laki, tidak dapat tidak. "Sebagian kamu adalah dari
sebagian yang lain." Dari sint tugas-tugas keagamaan dan kedu-
niaan selalu mereka pikul bersama-sama.
Karena itu, tidaklah dapat dibayangkan seorang laki-laki akan
hidup sendirian, jauh dari perempuan, tidak melihat perempuan dan
perempuan tidak melihatnya, kecuali jika sudah keluar dari keseim-
bangan fitrah dan menjauhi kehidupan, sebagaimana cara hidup ke-
pendetaan yang dibikin-bikin kaum Nasrani. Mereka adakan ikatan
yang sangat ketat terhadap diri mereka dalam kependetaan ini yang
tidak diakui oleh firah yang sehat dan syariat yang lurus, sehingga
mereka lari dari perempuan, meskipun mahramnya sendiri, ibunla
sendiri, atau saudaranya sendiri. Mereka mengharamkan atas diri
mereka melakukan perkawinan, dan mereka menganggap bahwa ke-
hidupan yang ideal bagi orang beriman ialah laki-lakiyangtidakber-
hubungan dengan perempuan dan perempuan yang tidak berhu-
bungan dengan laki-laki, dalam bentuk apa pun.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana wanita akan hidup sendi-
rian dengan menjauhi laki-laki. Bukankah kehidupan itu dapattegak

s63

i-
dengirn adanya tolong-menolong dan bantu-membantu antara kedua
jenis manusia ini dalam urusan-urusan dunia dan akhiraB
"Dan onngorutgyarg fufunan, hki-hki &n panpaa *bagtan
. merc*a (afuhh) menjadi pnolong bagi *bagian rang lain ...." (at-
Taubah:7I)

. Telah saya lemukakan pula pada bagian lain dari buku ini bahwa
Al-Qur'an telah menetapkan wanita -ly*g melakukan p.ruuat n
keji secara terang+erangan-- unruk "ditiha;" di rumah de,iCi"ilo"r
boleh keluar dari rumah, seba-gai hukuman bagi mereka --iehingga
ada empat orang laki-laki musiimyangdapat mimberikan kesaGian
kepadanl,a Hukuman ini teriadi ieoEtuni ditetapkannya peiaroran
(tasyri') dan diwajibkannp hukuman thady tertend.r. alaL udrtrman,
"Dan Qerhadap) pan wanita yng menprjat<an ptbutan keji,
hendalfuh a& empt onng aksi di antan kamu (Srang menyaksi_
I<annya). Kemudian arybila mercka tetah memfrr:d-prviloi*,
maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) datam raian lxrmpi
mereka menemui aialnm atau ampai NIah membi jatan yng
Iain kepadanya. " (an-Nlsa': I 5)

.H3}1i$! Be yqg wajib d!i1ea,t di sini --berkenaan dengan ke_


.butuhan timbd balik antara laki{aki dengirn perempuan---batrwa
Allah swT telah menanamkan dalam Rtratimaiing-niasins dari ke_
dua jenis manusia ini rasa ketertarikan terhadap
-fran;Jnisnp aun
kecenderungan syahwati yang instinktif. oengin aaanva ntrh, r..-
tertarikan
.ini, fjiadilql perr€mwm lperkawiian), dan repioautri,
geniTg-gl terpeliharalah kelangsungan hidup minusia din planet
bumi ini.
Kita tidak boleh melupakan hakikat ini, ketika kita membicarakan
hubungan laki{aki dengan perempuan atau perempuan oenganiati-
laki. Kita ti{k- dapa1. menerima-pernyataan seUigan oruig y*g
mengatakan bahwa dirinya lebih tangguh sehingg[ tiaat mingtin
terpengarut oleh syahwar atau dapat dipermaiddi oleh setan."
- -Dalam
kaitan ini, baiklah tcitabatrai secara satu persatu antara
hulruy memandang laki-laki terhadap perempuan da, pere;tr*
terhadap laki-laki.

364
Iald-laki Memandang Perempuan
Bagian pertama dari pernyataan ini sudah kami bicarakan dalam
Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid I tentang wajib tidaknya memakai cadar,
dan kami menguatkan pendapat jumhur ulama yang menafsirkan
firman Allah:
"..- Dan janganlah mereka menampkkan perhiaunrya kecuali
yang @iasa) tanryk daripadany...."(an-Nur: 3I)

Menurut jumhur ulama, perhiasan yang biasa tampak itu ialah


"wajah dan telapak tangan". Dengan demikian, wanita boleh me-
nampakkan wajahnya dan kedua telapak tangannya, bahkan (menu-
rut pendapat Abu Hanifah dan al-Muzni) kedua kakinya.
Apabila wanita boleh menampakkan bagian rubuhnya ini (muka
dan tangan/kakinya), maka bolehkah laki-laki melihat kepadanya
ataukah tidak?
Pandangan pertama (secara tiba-tiba) adalah tidak dapat dihin-
dari sehingga dapat dihukumi sebagai darurat. Adapun pandangan
berikutnya (kedua) diperselisihkan hukumnya oleh para ulama.
Yang dilarang dengan tidak ada keraguan lagi ialah melihat dengan
menikmati (taladzdzudi dan bersyahwat, karena ini merupakan pintu
bahaya dan penyulut api. Sebab itu, ada ungkapan, "memandang
merupakan pengantar perzinlan". Dan bagus sekali apa yang dikata-
kan oleh Syauki ihwal memandang yang dilarang ini, yakni:
"Memandang (berpandangan) lalu tersenlrum, lantas mengacap
kan salam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji, akhimy ber-
temu."

Adapun melihat perhiasan (bagian tubuh) yang tidak biasa tampak,


seperti rambut, leher, punggung, betis, lengan (bahu), dan sebagai-
nya, adalah tidak diperbolehkan bagi selain mahram, menurut ijma.
Ada dua kaidah yang menjadi acuan masalah ini beserta masalah-
masalah yang berhubungan dengannya.
Pertarna, bahwa sesuatu yang dilarang itu diperbolehkan ketika
darurat atau ketika dalam kondisi membutuhkan, seperti kebutuhan
berobat, melahirkan, dan sebagainya, pembuktikan tindak pidana,
dan lain{ainnya yang diperlukan dan menjadi keharusan, baik untuk
perseorangan maupun masyarakat.
Kedua, bahwa apa yang diperbolehkan tu menjadi terlarang apa-
bila dikhawatirkan terjadinya fitnah, baik kekhawatiran itu terhadap

t-
Iaki{aki maupqn- perempuan. Dan hal inl apabila terdapat petuniuk_
petunjuk yang jelas, tidak sekadar perasaan dan khayiran'r.u"h"n
orang-orang takut dan ragu-ragu terhadap seiiap orangtan
-yang
setiap persoalan.
IQrena itu' Nabi saw. pernah memalingkan mukaanakpamannya
yalg bernama ar-Fadhr bin Abbas, aari miritrat il;ilKh"il"'nivun
pada.waktu haji, ketika beliau merihar a-Eiant
rlffir:ii,ili*.-
3ar9?ng wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan oatrwa a-
Fadhl bertanya kepada_Rasuruflah saw., 'itengapa engkau palingkan
muka anak pamanmu?" Beliau saw. menlafif, "a;;;;;tih;t,._
o-rang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidali
merasa aman
akan gangguan sehn terniaiap mereka."
IGkhawatiran akan terjadinya fitnah itu kembari kepada
hati
si muslim, yang wajib mendengar dan menerima Afn U"it
Ty..u:li
can, nati.nura{1Va sendiri maupun orang lain. Artinya,
a
fitnah itu
rroaK drthawatirkan terjadi jika hati dalam kondisi
sehit, tidak diko_
tori syahwat, tidak dirusak syubhal (kesamaran), dan iia"frlniuoi
sarang pikiran-pikiran yang menyimpang.

Wanita Memandang Iatd-laki


Di.-g? hal yang telah disepakari
-denganialah bahwa melihar kepada
haram, baik syahwat,nuup* iiauti t._
1y:ij,ig Pf1mTyl
cu.ul ,'Katlat itu terjadi.secara tiba_tiba, tanpa sengaia, sebagaimana
diriwayarkan dalam hadits sahih dari
fa;ir bin Abd;16h, ia-be"rr€;,

fugg'pwa")6#raa
(
st-, o \-, ) 354.1r3t, ltfr
"&1ta furtarya keryda Nabi fiw. tentang memandang
(aunt onng
lain) *an tiba-Aba (tidak di*ngaja).-t atu fulku"frirvrbiia ,pa-
lingfunlah pndanganmu.,,, (HR Musllm)

Lant'as,-apakah aurat laki{aki itu? Bagian mana saja yang disebut


aurat laki-laki?
Kemaluan adalah aurat mughaltadhoh (fusar/berat)
]rans telah dise_
pakati akan keharama,l .eryly\"nya'di h;d;d "oia;s
haram pula melihatnya, kecuali dalari kondisi aaiiiratiepi"rri
l."i;,
u.iou"t

s66
dan sebagainya. Bahkan lelau aurat ini ditutup dengan pakaian tetapi
tipis atau menampal*an bentuknya, maka ia iuga terlarang menurut
syara'.
Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk
aurat, dan aurat laki{aki ialah antara pusar dengan lutut. Mereka
mengemukakan beberapa dalil dengan hadits-hadits yang tidak lepas
dari cacat. Sebagian mereka menghasankannya dan sebagian lagt
mengesahlannya karena banyak jalannya, walaupun masing-masing
hadits itu tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu
hukum syara.'
Sehagian fuqaha lagi berpendapat bahwa paha laki-laki itu bukan
aurat, dengan berdalilkan hadits Anas bahwa Rasulullah saw. per-
nah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan. Pendapat ini
didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm.
Menurut mazhab Maliki sebagaimana termaktub dalam kitab-
kitab mereka bahwa aurat mughallanhahhki-laki ialah qubul (kemalu-
an) dan dubur saja, dan aurat ini bila dibuka dengan sengaja mem-
batalkan shalat.
Para fuqaha hadits berusaha mengompromikan antara hadits-
hadits yang bertentangan itu sedapat mungkin atau mentarjih
(menguatkan salah satunya). Imam Bukhari mengatakan ddam
kitab sahihnya "Bab tentang Paha", diriwayatkan dari Ibnu Abbas,
furhud, dan Muhammad bin Jahsy dari Nabi saw. bahwa paha itu
aurat, dan Anas berkata, "Nabi saw. pernah membuka pahanya."
Hadits Anas ini lebih kuat sanadnya, sedangkan hadits furhud lebih
berhati-hati.1e2
Syaukani, dalam kitabnya Noilul Athar menanggapi hadits-hadits
yang mengatakan paha sebagai aurat, bahwa hadits-hadits itu hanya
menceritakan keadaan (peristiwa), tidak bersifat umum.
Adapun al-muhaqqiq lbnul Qalyini mengatakan dalam Tahdzibut
Tahdzib Sunan Abi oaud xbagai berikut:
"Jalan mengompomikan hadits-hadits tersrlbut ialah ap yang di-
kemukakan oleh muid-muid Imam Ntmad dan lainnya fulwa
aunt itu ada dua ma@rn, yaitu muldntfatah @ngan/kecil) dan

192par1u diperhatikan bahwa Imam Bukhari men-tdliq-kan (menyebutkan hadits secara


langsung tanpa menyebutkan nama orang yang menyampaikan kepadanya) dengan menggu-
nakan bentuk kaa ruwiya (diriwayatlan), yang menuniukkan bahwa riwayat itu dha'if menu-
rut beliau, sebagaimana difelaskan dalam biografi beliau.

367
mughallazhah (brat/b*r). Aunt mugfiallazhah iatah qubut dan
dubun sdanglan aunt mulfiattalah ialah Wha; dan tifuk ada per_
tentangan antara printah menunduldran pndangan dad melihat
paha l<arcnapha itu juga aunt dan membulranya karcna pha itu
aunt mulclnttafalt. Wallau a'lam."

Dalam hal ini terdapat ruhhshah (keringanan) bagi para olahraga-


wan-dan sebagainya yang biasa mengenakan citan6
fendek, terma-
suk bagr penonronnya, begitu igsa bagi para pandu
ip.amuial aan
pecinta alam. Meskipun demikian, kaum muslim"berkewaiiban
menunfukkan- kepa{a peraturan internasional t€nang ciri khas'kos-
tum umat Islam dan apa yang dituntut oleh niEi-nilai agama
semampu mungkin.
Perlu diingat bahwa aurat laki-laki itu haram dilihat, baik oleh
perempuan maupun sesama laki-laki. Ini merupakan masalah yang
sangat jelas.
_ - Adapun terhadap bagian tubuh yang tidak termasuk aurat laki-
laki, seperti wajah, rambut, lengan, bahi, betis, dan sebagainya, me_
nurut.ry.ndapa!rng sahih boleh dilihat, selama ddak diseftai
{ratrwat
atau dikhawatirkan t€riadinya Rtnah. Ini merupakan pendapatiumhur
fuqaha umat, dan ini diperlihatkan oleh pralitik kadm mristiir sejak
zaman
ryabida.n-generasi sgqrdahnya, juga diperkuat oleh beberapa
hadits sharih (ielas) dan tidak bisa dicehl
. sebagian fuqaha lagi berpendapat tidak bolehnya wanita meman-
dang laki-laki secara upym, dengan alasan apa yang dikemukakan
oleh saudara penanya dalani pertanyaannya d:i a[as.-
Adapun hadits Fatimah r.a. di aas tidak ada nilainya dilihat dari
sisi ilmu. saya tidak melihat saru pun kitab dari kiab-kiab dalil
hukum yang memuat hadits tersebut, dan tidak ada seorang pun ahli
fiqih yang menggunakannya sebagai dalil. Orang-orang y"i! rangt
pun -tidak
"menyiuutt6n
ketat melarang wanira melihat tltitati
hadits t€rsebut. Ia hanya dikemukakan oleh Imam al-Gharlli aahm
Ihya Ulumuddin.
, .Da31t mentakhrij hadits ini Imam al-Iraqi berkata,'"Diriwayatkan
oleh al-Bazzar dan ad-Daruquthni dalam kiab al-Afraa oarinaaits
Ali {engan sanad yang dha,if.- (rhya ulumuihin, kitab an-Nikah, Bab
Adab al-Mu'asyarah. Dan disebuikan oleh al-Haitsami dalam uai-
ma' uz zaw aiil 2 202 dan beliau berkata, "Diriwayatkan oleh al-Bazzar,
dan dalam qanqdnya terdapat orang yang tiddk saya kenal."
Adapun hadits yang satu lagi (hadits ummu salamah, seperti di-

368
sebutkan penanya; ed.) kami temukan penolakannya sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam meringkas pendapat mengenai
masalah tersebut. Beliau mengatakan dalam kitab al-uughni /ang
ringkasannya sebagai berikut:
"Adapun masalah wanita melihat laki-laki, maka dalam hal ini
terdapat dua riwayat. Pertarna, ia boleh melihat laki-laki asal
tidak pada auratnya. Kedua, ia tidak boleh melihat laki-laki
melainkan hanya bagian tubuh yang laki-laki boleh melihatnya.
Pendapat ini yang dipilih oleh Abu Bakar dan merupakan salah
satu pendapat di antara dua pendapat Imam Syaf i.
Hal ini didasarkan pada riwayat az-Zuhi dari Ummu Salamah,
yang berkata:

'i4Wi,6/$6:4G-16&
{16* 1
_t--a
4\"ftr1r:a
;2

U, 81i!i3e(*4.,i
^(;r<us6e,itrKa$Gri:eti
,tXAr*TG
I";re.la
a/'
ffi )\5W, JG .9";/{\y i'(,!',
( y!, :2t 2g.l o\2\ .
*t;*1
"Aku pemah duduk di *belah Nabi vrw., tifu-tifu lbnu Ummi
Mafuum meminta izin masuk. Kemudian Nabi sw. belbda,'kr-
hijablah l<amu dafipdaryra.'Aku furkata, Wahai Rasulullah, dia itu
tuna netra.' kliau menjawab dengan nada bertaryn,'Aplcah l<amu
berdua (Ummu Salamah dan Maimunah; peni.) iusa buta dan tidak
melihahSnflHR Abu Daud, dan latn-latn)

Larangan bagi wanita untuk melihat aurat laki{aki didasarkan


pada hipotesis bahwa Allah menyuruh wanita menundukkan pan-
dangannya sebagaimana Dia menyuruh laki{aki berbuat begiru.
luga didasarkan pada hipotesis bahwa wanita itu adalah salah satu
dari dua jenis anak Adam (manusia), sehingga mereka haram meli-
hat (auraQ lawan jenisnya. Haramnya bagi wanita ini dikiaskan pada
laki-laki (yang diharamkan melihat kepada lawan jenisnya).
Alasan utama diharamkannya melihat itu karena dikhawatirkan
teiadinya fitnah. Bahkan, kekhawatiran ini pada wanita lebih besar
lagi,, sebab wanita itu tebih besar syahwatnya dan lebih sedikit (per-
timbangan) akalnya.

Nabi saw. bersabda kepada Fatimah binti eais:

fuxyi,dWe(*e€#:
\J .J -
(
*b,,fr ), )lg)t6 LXqU{S,,f,ir
"kriddahlah engku di rumah lbnu tJmmi Malctun karr:ra dia *-
ogttg tuna netr,a englcau dapt meleps plcaianmu dangkan dia
tidak melihatmu. a e3 (Muttafaq ahfh)

Aisyah berkata:

o.'ra. "-,1+ "< 7 /r, "1< ),l. ti e)-z z


iw.?6*.4rbfia?63(
,' }^c -,l.i .t^

l=ilO'd76;\%!T&r$t6;
2Ut*!fr ,Y.E-ll6;\e
(-;*pt
A&lah Raflrlullah srrw. metindungiht dengan *lenfungnya ke_
tik alfl, melihat onng-onng Hakyi sdang *rman-nan 6on-
tonan olah nga) dalam masjid." (Muttanaq alath)

-lesaiDalam riwayat lain disebutkan, pada waktu Rasulullah saw. se-


berkhutbah shalat Id, beliau
nienuju kepada kaum wanita de-
ngan diserrai Bilal untuk-memberi peringatair kepada mereka, lalu
beliau menyuruh mereka bersedekah.

f g3Oalam-ri*ayat
Muslim dikatalon, "Karena aky {NaUi saw.) tidak suka kerudungmu
jatuh da{ tubuhmu arau tersingkap betismu, lantas aaa iruagian
niurr,ru yar,g ailGio.ung
lain, png e4tau ddak menyukainya.,
Ini dimaksudkan bahwa Rasulullah saw. bersikap lemah lembut kepadanya dan hendak
memberinya kemudahan sehinggadia sepanJang hariiidak menutup seturutr
tubuhnya terus-
menerus kalau ia bert€mpar ringgal di rumah ummu syurait yang ianyat turrniiis"a.,"g
kan Ibnu ummi Maktum yang-tuna rtu trdak mungrrin i"p"t"ra,r,"rl.,;;hi,rgg"
lqa
dengan demikian dia mendapatkan sedikit keringanan.

370
Seandainya wanita dilarang melihat laki-laki, niscaya laki- laki
juga diwajibkan berhifab sebagaimana wanita diwaiibkan berhiiable4,
supaya mereka tidak dapat melihat laki-laki.
Adapun mengenai hadits Nabhan (hadits keduayang ditanyakan
si penanya; ed.), Imam Ahmad berkata, "Nabhan meriwayatkan dua
buatr hadits aneh (ianggal), yakni hadits ini dan hadits, "Apabila salah
i

seorang di antara kamu mempunyai muhaub (budak yang mengada-


kan perjanjian dengan tuannya untuk menebus dirinya), maka hen-
daklah ia berhijab daripadanya." Dari pernyataan ini seakan-akan
Imam Ahmad mengisyaratkan kelemahan hadits Nabhan tersebut,
mensisvaratkan kelemahan
karena dia tidak meriwayatlon selain dua buah hadits yang berten-
tangan dengan ushul ini.
Ibnu Abdil Ban berkata, "Nabhan itu mafhul, ia tidak dikenal me-
lainkan melalui riwayat az-Zuhri terhadap hadits ini; sedangkan
hadits Fatimah itu sahih, maka berhuijah dengannya adalah suatu
keharusan."
Kemudian Ibnu Abdil Barr memberikan kemungkinan bahwa
hadits Nabhan itu khusus untuk istri-istri Nabi saw.
Demikianlah yang dikatakan Imam Ahmad dan Abu Daud.
Al-Atsram berkata, "Aku bertanya kepada Abi Abdillah, 'Hadits
Nabhan ini tampaknya khusus untuk istri-istri Nabi, sedangkan
hadits Fatimah untuk semrn manusia?' Beliau meniawab, '$6131'.'1e5
IQlaupun hadits-hadits ini dianggap bertentangan, maka menda-
ukan hadits yang
hulukan itu lebih utama daripada mengambil
vane sahih itu
hadits mufrad (diriwayatkan oleh perseorangan) yang dalam isnad-
nya terdapat pembicaraan." (Ibnu Qudamah, al-Mughni 6:563-564).
fadi, memandang itu hukumnya boleh dengan syarat iika tidak
dibarengi dengan upaya "menikmati" dan bersyahwat. Jika dengan
menikmati dan bersyahwat, maka hukumnya haram. IGrena itu, Allah
menyuruh kaum mukminah menundukkan sebagian pandangannya
sebagaimana Dia menyuruh laki-laki menundukkan sebagian pan-
dangannya. Firman Allah:

lqttatau yarg dimaksud dengan'hifab'di sini ialah memakai cadar dan menunrp waiah,
maka hal ini perlu dikaii, dan kami telah memh.rikan penolakan secara rinci dalam fanva
karyi tentang "Apakah Cadar itu waiib?'
l955.Llah meriwayatkan hadits ini Abu Daud berkaa, 'Ini adalah unuk istri-istri Nabi
saw. secara khusus, apakah tidak Anda perhadtan ber'tddahny,a Fadmah binti Qais di sisi
Ibnu Ummi Maktum?'. Lihat Sunnan Abi Daud, hadlts nomor 4t 15.

371
-l

"Katal<anlah kepda lalci-laki yang furiman, 'llsndaklah mercka


menahan pen&ngannya dan memelilnn kennluanrya; yng
demikian itu adalah lebih suci bagt mercl<a Sesunguhnya NIah
Maha Mengetahui aW yng mer*a prbuat. I<atakanlah kepda
wanita yang beriman,'Hendalclah mercka menahan panhngannln,
&n memelihan kemaluanryta .... " (an-Nur: 30-S I )
Memang benar bahwa wanita dapat membangkitkan syahwat
laki-laki lebih banyak daripada laki-laki membangkitkan syahwat
wanita, dan memang benar bahwa wanita lebih banyak menarik laki
laki, serta wanitalah yang biasanya dicari laki-laki. Namun, semua
ini tidak menutup kemungkinan bahwa di antara laki-laki ada yang
menarik pandangan dan hati wanita karena kegagahan,ltetampanan,
keperkasaan, dan kelelakiannya, atau karena faktor-faktor lain yang
menarik pandangan dan hati perempuan.
Al-Qur'an telah menceritakan kepada kita kisah istri pembesar
Mesir dengan pemuda pembantunya, Yusuf, yang telah menjadikan-
nya dimabuk cinta. Lihatlah, bagaimana wanita itu mengejar-ngejar
Yusuf, dan bukan sebaliknya, serta bagaimana dia menggoda yusuf
untuk menundukkannya seraya berkata, "Marilah ke sini." yusuf
berkata, "Aku berlindung kepada Allah." (an-Nur:25)
Al-Qur'an jnga menceritakan kepada kita sikap wanita-wanita
kota ketika pertama kali mereka melihat ketampanan dan keelokan
serta keperkasaan Yusuf:
"Maka tatleh wanih itu @ulaikha) mendengar @taan mereka,
diundangnyalah wanita-wanita itu dan disdiakanryra bagl mercka
tempt duduk dan diberikannya kepda masing-masing merel<a
rebuah piau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berlrata
(kepada Yusuf),'Keluarlah (tampkkankh dirimu) kepda mereka.'
Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnln, merelra kagum kepda
(keelokan rupa)-nfr, dan mereh melulcai Qad) tangannya dan
brkata,'Maha sempuma Nlah, ini bukanlah manusia. Sesunggah-
n1n ini hanlalah malaikat yang mulia.'Wanita itu fud<c,try'ltulalt
orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadany, dan *-
sungguhnlta alot tehh menggoda dia untuk menundulclran dirtry,a
(kepdafu) al<an tetapi dia menolak. Dan wungguhnya jika dia
tidak menaati ap yang aku perintahl<an kepadaqa" ni*a1ta dia
al<an dipenjanl<an dan dia akan termasuk golongan onng-oftng
yang hina- (Yusuf: 3l-3.2l

372
Apabila seorang wanita melihat laki-laki lantas timbul hasrat ke-
wanitaannya, hendaklah ia menundukkan pandangannya. fanganlah
ia terus memandangnya, demi menjauhi timbulnya fitnah, dan bahaya
itu akan bertambah besar lagi bila si laki-laki iuga memandangnya
dengan rasa cinta dan syahwat. Pandangan seperti inilah yang di-
namakan dengan "pengantar zina" dan yang disifati sebagai "panah
iblis yang beracun", dan ini pula yang dikatakan oleh penyair:

,/:s:<
t,trtLrt&a)tgi31
'<rs-3 14f ) l/')-
)Fryu-Q)rLJ)11*-as-,o9
'Semua peristiwa (perzinaan) itu bermula dari memandang. Dan
api yang besar itu berasal dari percikan api yang kecil."

Akhirnya, untuk mendapat keselamatan, lebih baik kita menjauhi


tempat-t€mpat dan hal-hal yang mendatangkan keburukan dan
bahaya. Kita memohon kepada Allah keselamatan dalam urusan
agama dan dunia. Amin.

5
HUKTT}T MENGUCAPKAN DAN MENIAWAB
SAIA,M BAGI WANITA

Kami adalah mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri (Univer-


sitas Qatar). Sudah menjadi kebiasaan kami apabila dosen-dosen
kami mengucapkan salam ketika memasuki ruangkuliah, kami men-
jawab dengan salam yang lebih baik (lebih panjang) atau dengan
salam yang sama, sebagaimana diperintahkan Allah dalam Al-Qur'an:

k;ll:rA:r1L11';:rw,i*t:'tj
"Arybih lramu dihormati dengan xlz,tu pngfionmtan" nnl<a fula*
Iah pengfiormatan itu dengan yang lebih Mik atau hlaslah dengn
yang *rupa.... " (an-Nisa': 86)

373
percaya bahwa ayatyang mulia ini bukan hanya untuk kaum
- .ry{l
-laki-laki
saja- Tetapi ada salah seorang dosen kami ying menyalahi
kebiasaan ini. Beliau tidak pernah mengucapkan salim tepaoi ttami
sama sekali. Ihrena itu, salah seorang di antara kami adayang me-
nanyakan kepadanya, "Mengapa pak Doktor tidak menlrrci-pkan
salam kepa{a kami?" L^alu dgsen itu menfawab bahwa menguca}tan
salam kepada wanita itu tidak boleh, karena suara wanita itiaurit.
_ Meskipun dosen itu tidak pernah mengucapkan salam, di antara
kam.i dengan dia berlaku kebiasaan sebagaimana jalannya proses
belajar-mengajar, yaru dia berbicara tepaaiUmi Aan UmibeiUi*ru
kepadanya, dia bertanya kepada kami dan kami menjawabnya, kami
PertaTya kepadanya dan dia menjawabnya. I(ami jufa serin! berdis-
kusi dengannya dalam berbagai masahh tanpa ada-larangai.
_ _Mengapa hanya salam itu saja yang dilarang? Dan-benarkah
bahwa suara wanita itu aurat, walaupun dalam menjawab salam?
Atau dalam men_gatakan ucapan-ucapan yang ma'ruf yang disertai
dengan
-mgqatuhi adab-adabnya yang selayatnya ailatukan oleh
muslimah dalam berbicara dgngn laki-laki yang bukan mahmmnfZ
Kami ingin mengetahui hukum syara'mengenai hal ini, apaiiatr
.keputusannya sejalan dengan pendapat kami ataufustru sebaliknya.
Y31S nentinS, adalah dalilnya yang memuaskan dan melegakan
pikiran, sehingga dapat menghilangkan perdebatan, sebagilnana
yang biasa Ustadz berikan. Semoga Allah memberikan manfiat ke-
pada umat Islam dengan ilmu Ustadz.

Jauaban:
Orang y-ang mau memperhatikan nash-nash umum yang menyu-
-
ruh menyebarkan salam, akan mengetahui bahwa nastr-irasf itu tiiatr
membedakan antara laki-laki dengan perempuan, misalnya hadits-
haditsyang menyeru untuk "memberi makan kepada orang miskin,
menyebarkan salam, menyambung silaturahmi,-dan shalit malam
orang-orang-sedang tidur.. Di datam Shahih Mustimdiriwayat-
I.mf
kan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

4zL'\lAWf &J,y,-\I*;raefi,i
A';'qi,ggl;(tgr;$'ii;,\3b*
374
iffi ig#t'i&r31#3a1::Ze&
"Demi Nlah yang dinku di tangan-W, kamu *mua tidak akan
'},f'4
masuk surga xhingga kamu fuiman, dan lamu tidal< alran ber-
iman (funqan xmpuma) *hinga kamu alingmancintai. MauIaIt
afu tunjukl<an kepdamu tentang sesuatu nng iilca kamu lakul<an
pasti l<amu akan nling mencintai? (Sesuatu itu) ialah: *furlcan
slam di antan kamu.'

Selanjutnya, kita Mlaf firman Allah, seperti yang dikutip penanya:


"Lpabila kamu dihorMi dengan xntu pnglnmntaq maka bah*
lah penghormatan itu tuWan nng lebih fuik atau fulaslah dengan
)nng serup...." (an-Nlsa': 86)

Pada dasarnya perintah Allah dalam firman tersebut untuk laki-


laki dan perempuan secara keseluruhan, kecuali jika ada dalil yang
mengkhususkannya. fika seorang laki-laki memberikan penghormatan
(mengucapkan salam) kepada seorang perempuan, maka perempuan
itu --sesuai dengan nash Al-Qur'an-- harus menjawabnya dengan
jawaban yang lebih baik atau minimal serupa.ls Begtu pula jika se-
orang perempuan mengucapkan salam kepada laki-laki, laki-laki itu
harus menjawabnya dengan jawaban yang lebih baik atau dengan
jawaban serupa, selama nash-nashnya itu umum dan mutlak, dan
tidak ada dalil yang mengkhususkannya atau memberinya persya-
ratan terrcnnr.
fadi, bagaimana mungkin seorang laki{aki tidak menjawab salam
perempuan dan perempuan tidak menjawab salam laki-laki? Bukan-
kah sudah jelas ada nash-nash khusus yang mempertegas dan
menguatkannya, yang menielaskan disyariatkannya mengucapkan
salam oleh laki-laki kepada perempuan dan oleh perempuan kepada
laki-laki?

196yir"hr. mengucapkan salam dengan "assalamu alaikum', mal<a iauaban png lebih
baik ialah dengan 'wa'alaikum salam warahmatullah' atau ditambah lagi dengan 'wabaraka-
tuh" atau minimal dengan iawaban serupa, pkni "wa'alaikum salam'. (penl.)

375
Dalam Shahih al-Buhtwridiriwayatkan bahwa Ummu Hani binti Abi
tfllb --putri pamal Nabi saw.-- berkata, "Saya pergi kepada Rasu-
lyllah gy. pada tahun at-Fath (penaklukan toa uetatri, lalu saya
dapati beliau sedanS mandi dan Fatimah puri beliau sedang menutup
(tempat-mandi) beliau dengan tabir,lantas saya mengucapkan salaril
l.epalu betau, kemudian beliau bertanya, 'Siapakah itu?,-Saya men-
jawab, 'Ummu Hani binti Abi Thalib.' Kemudian beliau berkita, 'Se-
lamat datang Ummu fl21i ....''1e7
nadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim, atau merupakan hadits
mutttfaq'alaih. Bahl<an, Imam Bukhari telah membuat bab tersendiri
dalam Kitab Shahihnya dengan judul 'Bab Taslimir-Riial ,alan Nisa
wan-Nisa'alar-Rijal".
Al-Hafizh Ibnu Haiar berkata, "Dengan judul bab seperti ini Imam
Bukhari berisyarat menolak riwayat Abdur pazzrq dari Ma,mur dari
Yahya bin lQtsir yang mengatakan, 'Telah sampfu kabar kepadaku
bahwa beliau saw. tidak menyukai laki-laki memberi salam iapada
-
perempuan dan perempuan memberi salam kepada laki-laki."
Dalam bab ini beliau (Ibnu Hajar) mengemukakan drn buatr hadits
yang dijadikan dasar akan kebolehan mengucapkan salam itu.
Pertama hadits Sahl yang menceritakan, ,Kami mempunyai se-
orang pembantu wanita tua yang ditugasi perg ke Budha ah (kebun
kulma di Madinah) untuk mengambil ubi. Setelah kami dafatkan,
Jybi itu) kami taruhdi dalam periuk,lantas kami masakdengan Uili-
bijian gandum. Setelah menunaikan shalat fum,at, kami puling dan
mengucapkan salam kepadanya, lalu dia menyuguhkan makanan itu
kepada kami."
Kedua, hadits Aisyah yang berkata bahwa Rasulullah saw. ber-
sabda:

. ri^Aq$l$ tU.j=,A la*:fi


,JKAffi)S\fl\w,,.{3
Wahai Nsyal\ ini Mahiht Jibtil mengucadan elun kepdamu.$a
$ta (Aisyah) menjawab, Wa'alaikum slam wanhmatullah."
l'g? sLhrh erehari, Bab "Amaanun-Nisa wa Hiwaaruhunna-, pada kita b al-lihad dari at-
lami'ush-Stahih.
l9SMalaikat y5rfl inr bukan laki-laki (dan bukan puh perempan,
tidak berjenis kelamin;
Pcn,.), tetapi dia sering mcnampakkan diri dalam bentuk seorang laki-laki.

376
Al-Hafizh berkata, "Dalam masalah ini juga terdapat hadits yang
tidak menurut syarat Bukhari, yaitu hadits Asma' binti Yazid yang
mengatakan:

;"fr49/F'*UAWit4:,s
ct{p
"Nabi vrw. pemah meletrati l<ami lraum wanita lalu beliau meng-
ucapkan nlam kepda l<ami.aeeDihasnlcan oleh Timidzi" tetapi
tidalr menurut syant Bukhari, mala beliau menganggapankup de-
agan hadits yang menuntt syarat Bul<Ind.

Hadits ini jug


mempunlai syahid (penguat) dari hadits Iabir fang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad.2@
Diriwayatkan pula dari sebagian sahabatbahwa, "Iaki-laki boleh
memberi saam rcpaAa perempuan, dan tidakboleh perempuan memberi
salam kepada laki-laki.2ot Tetapi pendapat ini ditolak oleh hadits
ummu Hani di atas yang menielaskan bahwa ia mengucapkan salam
kepada Nabi saw. pada tahun Fathu Mekah. Padahal, beliau bukan
mahramnya, karena beliau anak pamannya (berarti: s,audara sepupu
Nabi), dan pada suatu hari beliau pernah akan kawin dengan Ummu
Hani.
Imam Ahmad meriwayatkan dalan Musnadnya bahwa Mu'adz
datang ke Yaman, lalu ia didatangi seorang perempuan dengan dua
belas anaknya .... Dalam riwayat itu dikatakan, "Lalu,perempuan itu
berhenti dan mengucapkan salam kepada Mrt')atlz.nzoz
Dalam sanad riwayat ini terdapat Syahrbin Hausyab, yangtredi-
bilitasnya masih sering dipertanyakan (sebagai pertanda ia perawi
yang belum diterima secara utuh oleh para trlama hadits, alias lema!).
Tetapi riwayat ini patut dijadikan pendukung, walaupun kalau sendi-

199ni65u p6r6 dahm'al-Adab" (no.5204), Tirmktd dalam Bab'il-tsi'dzan (rc.2698)'


Ibnu lilafah dalam bab 'al-Adab' (3701), dan ad-Darlmi dalam bab 'fis-salam'alan-Nisa'2: 189.
2@Fathul Bari,ll:34, terbitan salafiyah.
2016x 65u 16'im dari Amr bin Harits secara mauqufdengan sanadyang bagus sebagai-
mana dikatakan dalam F4thul Bdri.
2O2Murnod Imam Ahmad, 5: 239.

377

L
rian_(tanpa dukungan riwayat lain) ia tidak dapat dijadikan huijah;
dan Imam Tirmidzi menghasankannya.
. .Diriwayatkan pula bahwa Umar bin Khafiab pernatr datang kepada
beberapa lalu ia mengucapkan salam kepaAimereta
-perempuan,
seraya berkata, "Aku adalah utusan Rasulullah saw. kepaia kalian ...."
yang ditunjuki oleh Rasulullah saw. dan para sahabat
- -Demikian
beliau_mengenai masalah memberi salam kepada kaum wanita atau
salam kaum wanita kepada kaum laki-laki.Tetapi banpk ulamayang
mensyaratkan kebolehan itu dengan kondisi ,aman dari fitnah;.
Al-Hulaimi berkata, "Nabi saw., karena maksum, beliau aman
dari fitnah. Ikrena itu, siapa yang percaya dirinya selamat dari fit-
nah, hendaklah ia membe-ri salam (kepada peiempuanl, dan jika
tidak begitu, maka diam adalah lebih seiamat.,
Al-Mihlab berkata, "Laki-laki mengucapkan salam kepada pe-
Ielnpuan dan perempuan mengucapkan salam kepada tati-tatci inr
hukumnya iaiz apabila aman dari fi1nah."
Golongan Malikiyah membedakan antara wanita muda dengan
wanita tua, untuk membendung jalan menuju kepada tertaring
(membahayakan).
_ Sebagian ulama mengatakan dengan ketampanan atau kecanti-
kan. fika yang bersangkutan cantik dan diktrawitirkan bisa menim-
bulkan fitnah, tidak disyariatkan mengucapkan ataupun menjawab
salam. Dan Rabi'ah melarang hal ini secara muflak.
Orang-orang Kufah --yakni Abu Hanifah dan sahabat-sahabat
serta murid-muridnya-- berkata, ,Tidak disyariatkan bagi perem-
puan untuk mengucapkan salam kepada laki-l*i, karena merbU ai-
l*lng melakukanazan, dan mengerasien bacaan, kecuali terhadap
mahramnya. Ia boleh_mengucapkan salam kepada mahramnya."2oJ
_ .$dapun luliah gglongan Iain (yang membolehkan) ialarh hadits
Sahl yang diriwayatkan Bukhari sebagaimana kami'sebutkan di
muka, karena sahabat-sahabat laki{aki biasa berkunjung kepada
wanita itu dan si wanita memberi mereka makanan (hiilangan), se-
dangkan mereka bukan mahramnya.
_ _nas1l ijtihad itu umumnya lebih didorong oleh kekhawatiran dan
kehati-hatian-yang berlebihan. padahal, tfuak ada satu pun nash
sahih dan sarih yang mendukung sikap demikian. Kebanyaitan saha-

2O3pothul
Bari, ll:54.

378
bat Rasulullah saw. dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik (tabi'in) tidak pernah merasa khawatir dan berhati-hati sedemi-
kian rupa.
Dari sumber-sumber di atas, dapat kita simpulkan bahwa sebagian
besar orang-orang (dulu) tidak menganggap haram mengucapkan
salam kepada wanita, khususnya jika laki-laki itu berkunjung ke
rumah si wanita (untuk urusan tertentu), atau untuk mengobati,
mengajar, dan sebagainya. Berbeda dengan wanita yang bertemu de-
ngan laki-laki di jalan umum, maka si laki{aki tidak sebaiknya
mengucapkan salam kepada wanita, kecuali kalau di antara mereka
terdapat hubungan yang kuat seperti hubungan nasab, kekeluarga-
an, semenda, dan lain-lain.
Cukuplah kalau saya kemukakan di sini apa yang diriwayatkan
oleh al-Hafizh Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya
dari kalangan salaf mengenai masalah mengucapkan salam kepada
perempuan.
Setelah mengemukakan hadits Asma' binti Yazid sebagaimana
yang telah saya sebuthan di muka bahwa "Rasulullah saw. pernah
melewati kami kaum rvanita,lalu beliau mengucapkan salam kepada
kami", dia (Ibnu Abi Syaibah) meriwayatkan dengan sanadnya dari
farir "Bahwa Nabi saw. pernah melewati kaum wanita lalu beliau
mengucapkan salam kepada mereka.2o4
Diriwayatkan dari Mujahid bahwa Ibnu Umar pernah melewati
seorang perempuan, lalu beliau mengucapkan salam kepadanya.
Diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa Umar pernah melewati seke-
lompok kaum wanita, lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka.
Diriwayatkan dari Ibnu Uyainah dari Abu Dzar, katanya, "Saya
pernah bertanya kepada Atha' mengenai hukum mengucapkan salam
kepada wanita, lalu Atha' menjawab, "fika mereka masih muda-
muda, maka tidak boleh.'"
Diriwayatkan dari Ibnu Aun, ia berkata, "Aku pernah bertanya
kepada Muhammad (yakni Ibnu Sirin), 'Bolehkah saya mengucapkan
salam kepada perempuan?' Beliau menjawab, 'Saya tidak mengang-
gapnya terlarang.'"
Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa beliau tidak memperbolehkan
laki-laki mengucapkan salam kepada perempuan kecuali jika ia masuk

204Disebutkan oleh al-Haitsami dalam Majma'uz Zawaiil, 8:38, dari riwayat Ahmad, Abu
Ya'la, dan Thabrani.

379

L
lte rumahnya kemudian memberi salam kepadanya.
Diriwayatkan dari Ubaidillah, ia berkata, "Amr bin Maimun biasa
memberi salam kepada wanita dan anak-anak."
Diriwayatkan dari Amr bin Utsman, ia berkata, "Saya melihat
Musa bin Thalhah melewati sekelompok kaum wanita yang sedang
duduk, lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka."
Diriwayatkan dari Syu'bah, ia berkata, "Saya bertanya kepada al-
Hakam dan Hammad tentang hukum mengucapkan salam kepada
perempuan, maka Hammad tidak menyukainya mengucapkan salam
kepada wanita muda dan tua, sedangkan al-Hakam berkata, 'Syuraih
biasa memberi salam kepada setiap orang.' Saya bertanya, 'Kepada
wanita juga?'Dia menjawab, 'Kepada setiap orang.'"
Alasan paling kuat yang dijadikan sandaran oleh golongan yang
melarangnya adalah karena "takut fitnah" yang sudah seyogianya
dijaga oleh setiap muslim semampu mungkin untuk meniaga kesu-
cian agamanya dan kehormatannya. Sebenarnya, pangkal tolaknya
ialah hati nurani dan daya tahan si muslim itu sendiri, karena itu
hendaklah ia bertanya kepada dirinya sendiri.
Dalam persoalan salam yang ditanyakan (si penanya di atas) ter-
dapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Salam itu diucapkan kepada sekelompok wanita, bukan kepada
seseorang (wanita) saja.
Salam itu disampaikan di ruang belajar dengan segala sopan san-
tun dan tata kramanya, bukan salam di tengah jalan dan sebagai-
nya.
Salam itu disampaikan dari dosen --yang kebanyakan usianya
sebaya dengan ayah si mahasiswi, bahkan kadang-kadang sebaya
dengan kakek mereka-- bukan dari orang biasa.

Masalah yang dipersoalkan si penanya adalah bahwa dosen yang


menjaga diri dengan tidak mau memberi salam itu ternyata biasa
melakukan tanya jawab dan berdiskusi dengan para mahasiswi.
Kalau demikian, tidak ada artinya dia memperbolehkan bertanya
jawab dan berdiskusi serta bercakap-cakap ini dengan melarang
mengucapkan salam kepada mereka. Alasan karenatakut fitnah pun
tidak ada artinya, sebab salam itu tidak lebih banyak daripada ber-
kata-kata, berdialog, dan berdiskusi pada saat pelajaran berlangsung.
Apabila tidak memberi salam kepada mereka itu dinilai kurang
sopan dan mengganggu perasaan mereka, maka yang lebih utama
adalah'memberi salam, untuk menyenangkan hati dan menghilang-

380
kan gangguan perasan.
Adapun pendapatyang mengatakan bahwa suara wanita itu aurat,
maka saya tidak menemukan dalilnya, dan tidak ada seorang pun
ulama yang muktabar yang berpendapat begitu.
Bagaimana dikatakan bahwa suara wanita inl aurat, sedang Allah
sendiri berfirman mengenai wanita:
"... Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka
(isfri-icri Nabi) nnka mintakh dai ffil<an9tabir.... "(al-Aluab: 53)

Ini berarti bahwa mereka (para istri Nabi) menjawab permintaan


tersebut dari belakang tabir. Demikianlah yang biasa dilakukan
Aisyah dan Ummul Mu'minin lainnya, menjawab pertanyaan orang
yang bertanya atau meminta sesuatu dan meriwayatlan hadits-
hadits dan riwayat kehidupan Rasulullah saw., padahal aturan yang
berlaku atas mereka lebih ketat dan lebih berat daripada wanita-
wanita lainnya. Sebaliknya, banyak pula kaum wanita yang bertanya
dan berbicara di mailis Nabi saw.
Betapa banyaknya peristiwa dan keiadian yang tidak terhitung
jumlahnya, yang teriadi pada zaman Nabi dan sahabat, yang menun-
jukkan bahwa kaum wanita biasa berbicara dengan laki-laki, bersoal
jawab, berdialog, mengucapkan dan menfawab salam, serta bercakap-
cakap. Tetapi tidak seorang pun yang berkata kepada si wanita, "Di-
amlah, karena sesungguhnya suaramu adalah aurat."

6
PERGAUI*AN LAKI.I.AKI DENGAN PEREMPTIAN

Pertanyaan: \
Banyak perkataan dan fanua seputar masalah (boleh tidaknya)
laki-laki bergaul dengan perempuan (dalam satu tempat). I(ami dengar
di antara ulama ada yang mewajibkan wanita untuk tidak keluar dari
rumah kecuali ke kuburnya, sehingga ke masjid pun mereka dimak-
ruhkan. Sebagian lagr ada yang mengharamkannya, karena takut fit-
nah dan kerusakan zaman.
Mereka mendasarkan pendapatnya pada perkataan Ummul Mu'-
minin Aisyah r.a.: "seandainya Rasulullah saw. mengetahui apa
yang diperbuat kaum wanita sepeninggal beliau, niscaya beliau me-

381
larangnya pergr ke masjid."
- -Kiranya sldah tidak samar bagi Ustadz bahwa wanita juga perlu
\elug rumah ke tengah-tengah masyarakat untuk belajai, belierja,
dan bersama-sama di pentas kehidupan. Jika itu teriadi, sudah tentu
wanita dengan laki-laki, yang boletr jadi merupakan
"Iry -b..pul
temansekolah, guru, kawan kerja, direktur perusahaan, staf, dbkter,
dan sebagainya.
Pertanlaan kami, apakah setiap pergaulan anara laki-laki dengan
perempuan itu terlarang atau haram? Apakah mungkin wanita akan
hidup tanpa laki-laki, terlebih pada zaman yang [ehidupan sudah
bercampur aduk sedemikian rupa? Apakah wanita itu harirs selama-
lVa -di.kyryng-dul?, sangkar, yang meskipun berupa sangkar emas,
ia tak lebih sebuah pgnjara? Mengapa laki-laki dibeli sesultu (kebe-
basan) yang tidak diberikan kepada wanira? Mengapa lakilakidapar
berselang-senang dengan udara bebas, sedangkarwanita terlarang
menikmatinya? Mengapa persangkaan jelek itu selalu dialamatkan
kepada wanita, padahal kualitas keagamaan, pikiran, dan hati nurani
wanita tidak lebih rendah daripada laki-laki?
Walila --sebagaimana laki-laki-- punya agama yang melindungi-
nya, akal yang mengendalikannya, dan hati nurani (an-naJs al-lawwa-
mah) yang mengontrolnya. Wanita, sebagaimana laki-laki, juga
puny-a gharizah atau keinginan yang mendorong pada perbuatan
buruk @n-nafs al-ammarah bis-su). Wanita dan laki- laki sama-sama
punya setan yang dapat menyulap kejelekan menjadi keindahan
serta membujuk rayu mereka.
Y3ng meniadi pertanyaan, apakah semua peraturan yang ketat
untuk wanita itu benar-benar berasal dari hukum Islam?
Kami mohon Ustadz berkenan menjelaskan masalah ini, dan
bagaimana seharusnya sikap kita? Dengan kata lain, bagaimana
pandangan syariat terhadap masalah ini? Atau, bagaimana keten-
tuan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang sahih, bukan kata si Zaid, dan
si Amr.
- Allah memberi taufik kepada Ustadz untuk menjelaskan
-Semoga
ke.benaran dengan mengemukakan dalil-dalilnya.

Jautaban:
Kesulitan kita --sebagaimana yang sering saya kemukakan--
ialah bahwa dalam memandang berbagai persoalan agama, umum-
nya md_syarakat berada {alam kondisi ifrath (berlebihan) dan tdrith
(mengabaikan). Iarang sekali kita temukan sikap tawassurl,
lpenenlatr-

382
an) yang merupakan salah satu keistimewaan dan kecemerlangan
manhai Islam dan umat Islam.
Sikap demikian juga sama ketika mereka memandang masalah
pergaulan wanita muslimah di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal
ini,-ada dua golongan masyarakat yang saling bertentangan dan
menzalimi kaum wan_ita.
Pertama, golongan yang kebarat-baratan yang menghendaki
wanita muslimah mengikuti tradisi Barat yang bebas tetapi merusak
nilai-nilai agama dan menjauh dari fitrah yang lurus serta jalan yang
lempang. Mereka iauh dari Allah yang telah mengutus para rasul dan
menurunkan kitab-kitab-Nya untuk menjelaskan dan menyeru ma-
nusia kepada-Nya.
Mereka menghendaki wanita muslimah mengikuti tata kehidupan
wanita Barat 'sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta" seba-
gpimana yang digambarkan oleh hadits Nabi, sehingga andaikata
wanita-wanita Barat itu masuk ke lubang biawak niscaya wanita
muslimah pun mengikuti di belakanglya. Sekalipun lubang biawak
tersebut melingkar-lingkar, sempit, dan pengap, wanita muslimah itu
akan tetap merayapinya. Dari sinilah lahir "solidaritas" baru yang
lebih dipopulerkan dengan istilah "solidaritas lubang biawak'.
Mereka melupakan apa yang dikeluhkan wanita Barat sekarart'g
serta akibat buruk yang ditimbulkan oleh pergaulan bebas itu, baik
terhadap wanita maupun laki-laki, keluarga, dan maqyardlet Mereka
sumbat telinga mereka dari kritikan-kritikan orang yang menentang-
nya yang datang silih berganti dari seluruh penjuru dunia, termasuk
dari Barat sendiri. Mereka tutup telinga mereka dari fanua para ulama,
pengarang, kaum intelektual, dan para muslihin yang mengkhawa-
tirkan kerusakan yang ditimbulkan peradaban Barat, terutama fika
semua ikatan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan
benar-benar terlepas.
Mereka lupa bahwa tiap-tiap umat memiliki kepribadian sendiri
yang dibentuk oleh aqidah dan pandangannya terhadap alam semesta,
kehidupan, tuhan, nilai-nilai agama, warisan budaya, dan tradisi.
Tidak boleh suatu masyarakat melampaui tatanan suahr masyarakat
lain.
Kedua, golongan yang mengharuskan kaum wanita mengikuti
tradisi dan kebudayaan lain, yaitu tradisi Timur, bukan tradisi Barat.
Walaupun dalam banyak hal mereka telah dicelup oleh pengetahuan
agama, radisi mereka tampak lebih kokoh daripada agamanya. Ter-
masuk dalam hal wanita, mereka memandang rendah dan seringber-
buruk sangka kepada wanita.
- Bagaimanapun, panlangan-pandangan di atas bertentangan
dengan_ pemikiran-pemikiran lain yang mengacu pada Al-eur'a-nul
I(ari* dan petunjuk Nabi saw. serta sikap dan pandangan paia saha-
bat yang merupakan generasi muslim terbaik.-
- -Ing1n saya katakan di sini bahwa istilah ihhtitath (percampuran)
dalam lapangan pergaulan antara laki{aki dengan perimpuan meru-
pakan istilah asing yang dimasukkan dalam "Kamus Islim". Istilah
ini tidak dikenal dalam peradaban kita selama berabad-abad yang
silam, dan baru dikenal pada zaman sekarang ini saja. Tampai<.nya
ini merupakan terfemahan dari kata asingyang punya konotasi ddek
menyenangkan terhadap perasaan umat Islam. Barangkali lebih baik
bila digunakan istilah liqa' (perjumpaan), muqabalai (pertemuan),
ataut musyarakah (persekutuan) laki{aki dengan perempuan.
Tetapi bagimanapun juga, Islam tidak menetapkan hukum secara
umum mengenai masalah ini. Islam justru memperhatikannya dengan
melihat tujuan atau kemaslahatan yang hendak diwujudkannya, atau
bahay-a yang_ dikhawatirkannya, gambarannya, dan syaral-syarat
yang harus dipenuhinya, atau lainnya.
Sebaik-baik petunjuk dalam masalah ini ialah petunjuk Nabi
Muhammad saw., petunjuk khalifah-khalifahnya yang lurus, dan
sahabat-sahabatnya yang t€rpimpin.
Orangpng mau memperhatikan petunjuk ini, niscaya ia akan tahu
bahwa kaum wanita tidak pemah dipeniara atau diisolasi seperti yang
terjadi pada zaman kemunduran umat Islam.
Pada zaman Rasulullah saw., kaum wanita biasa meqghadiri shalat
bedamaah dan shalat rum'at. Beliau saw. menganjurkan wanita untuk
mengambil tempat khusus di shaf (baris) belakang sesudah shaf
laki-laki. Bahkan, shaf yang paling utama bagi wanita adalah shaf
yang_ paling belakang. Mengapa? Karena, dengan paling belakang,
mereka lebih terpelihara dari kemungkinan melihat aurit laki-laki.
Perlu diketahui bahwa pada zaman itu kebanyakan kaum laki{aki
belum mengenal celana.
Pada zaman Rasulullah saw. (jarak tempat shalat) antara laki-laki
dengan perempuan tidak dibatasi dengan tabir sama sekali, baik
yang !,ery0-a_dinding, kayu, kain, maupun lainnya. pada mulanya
kaum laki-laki dan wanita masuk ke masjid lewat pintu mana sila
yang mereka sukai, tetapi karena suatu saat mereka berdesakan,
baik ketika masuk maupun keluar, maka Nabi saw. bersabda:

384
)ay.i:a('LK@f<, ti)
"Nangkh baiknya kalau kamu jadikan pintu ini untuk wanita".

Dari sinilah mula-mula diberlakukannya pintu khusus untuk


wanita, dan sampai sekarangpintu itu terkenal dengan istilah "pintu
wanita".
Kaum wanita pada zaman Nabi saw. juga biasa menghadiri shalat
Ium'at, sehingga salah seorang di antara mereka ada yang hafal surat
"QaP. Hal ini karena seringnya mereka mendengar dari lisan Rasu-
lullah saw. ketika berkhutbah Jum'at.
Kaum wanita juga biasa menghadiri shalat Idain (Hari Raya Idul
Fitri dan Idul Adha). Mereka biasa menghadiri hari raya tslam yang
besar ini bersama orang dewasa dan anak-anak, laki{aki dan perem-
puan, di tanah lapang dengan bertahlil dan bertakbir.
Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Athiyah, katanya:

tV'*xq,6-qb&yIsI$
"Kami diperintahkan keluar (untuk menunail<an shalat dan men-
dengarkan Lhutbah) padi dua hart raya, demikian pula wanita-
wanita pingitan dan para gadis."

Dan menurut satu riwayat Ummu Athiyah berkata:

'j643'g'**'A'j;Ai1!i,rg'
liisu4i56>'i1J16#-iWV
,<o$-a J 6iii' T ri$gc, ;;$i
q, dii, 6i;Ai 6;ri7di(;W)
J-t+t43&<6'e),irn;,6
(
1D ob,t
qrrc srw\ \tai!_, 36
385
"Rasulullah v,w. men1ruruh kami mengajak keluar kaum wanita
pada had ng Fitri dan Adhha yaitu wanita-wanita muda, wanita-
wanita yng dang haid, dan gadis-gadis pingitan. Adapun wanita-
wanita lang eng haid, merclca tidak mengerjalran dnlat, me-
lainlran mendengarkn nasihat dan dakwah bgi umat Islam (khut-
DnI\ dan fiagirya) N<u (Ummu AkW) brunn Ya RaruIulala
alah xonng di antan kmi tihk mempunyai jilhb.' kliau men-
jawab, 'Hendaklah temanryn meminjamkn jilbab gng dimiliki-
nla'aos

Ini adalah sunnah yang tflah dimatil€n umat Islam di semua negara
Islam, kecuali yang belakangan digerakkan oleh pemuda-pemuda
Shahwah Islamiyyah (IGbangkitan Islam). Mereka menghidupkan
sebagian sunnah-sunnah Nabi saw. yang telah dimatikan orang,
seperti sunnah i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
dan sunnah kehadiran kaum wanita pada shalat Id.
IQum wanita juga menghadiri pengajian-pengajian untuk menda-
patkan ilmu bersama kaum laki{aki di sisi Nabi saw.. Mereka biasa
menanyakan beberapa persoalan agama yang umumnya malu dita-
nyakan oleh kaum wanita. Aisyah r.a. pernah memuji wanita-wanita
Anshar yang tidak dihalangi oleh rasa malu untuk memahami aga-
manya, seperti menanyakan masalah jinabat, mimpi mengeluarkan
sperma, mandi junub, haid, istihadhah, dan sebagainya.
f,idak hanya sampai di situ hasrat mereka untuk menyaingi kaum
laki-laki ddam menimba ilmu dari Rasululah saw.. Mereka juga me-
minta kepada Rasulullah saw. agar menyediakan hari tertentu untuk
mereka, tanpa disertai kaum laki-laki. Hal ini mereka nyatakan terus
terang kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah, kami dikalahkan
kaum laki-laki untuk bertemu denganmu, karena itu sediakanlah
untuk kami hari tertentu untuk bertemu denganmu." Ialu Rasulullah
sirw. menyediakan untuk mereka suatu hari tertentu guna bertemu
dengan mereka, mengajar mereka, dan menyampaikan perintah-pe-
rintah kepada mereka.26
Lebih dari itu kaum wanita juga turut serta dalam perjuangan ber-
senfata untuk membantu tentara dan para mujahid, sesuai dengan

2@54anih Muslim, "Kitib Shalatul ldain", hadits nomor 823.


2ofuaaits riwayat Bukhari dalam shahih-nya, 'Kitab al-tlm".

386
kemampuan mereka dan apa yang baik mereka keriakan, seperti
merawat yang sakit dan terluka, di samping memberikan pelayanan-
pelayanan lain seperti memasak dan menyediakan air minum.
Diriwayatkan dari Ummu Athiyah, ia berkata:

'#'9"*fei':"qtlU;rri;!;;f
Lb'ec,uF;:,b_;&fr ,gti
.Yj(E;3{';€Aies)?$;ruti
(
1U obt;,
"Saya turut berperang beruma Fasulullah vlw. sebanyk tuiuh kali,
aya tinggal di tenda-tenda merek4 membuatkan merel<a makan-
an, mengobati yang terluka, dan merawat )nng sakit.ao7

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Anas 'Bahwa Aisyah dan


Ummu Sulaim pada walcu perang Uhud sangat cekatan membawa
qirbah (tnmpat air) di punggungnya kemudian menuangkannya ke
mulut orang-orang, lalu mengisinya lagi."zoa
Aisyah r.a. --yang waktu itu sedang berusia belasan tahun-- me-
nepis anggapan orang-orang yang mengatakan bahwa keikutsertaan
kaum wanita dalam perang itu terbatas bagi mereka yang telah lanjut
usia. Anggapan ini tidak dapat diterima, dan apa yang dapat diper-
buat wanita-wanita yang telah berusia lanjut dalam situasi dan kon-
disi yang menuntut kemampuan fisik dan psikis sekaligus?
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa enam orang wanita mukmin
turut serta dengan pasukan yang mengepung Khaibar. Mereka
memungut anak-anak panah, mengadoni tepung, mengobati yang
sakit, mengepang rambut, turut berperang di jalan Allah, dan Nabi
saw. memberi mereka bagian dari rampasan perang.
Bahkan terdapat riwayat yang sahih yang menceritakan bahwa
sebagian istri para sahabat ada yang turut serta dalam peperangan
Islam dengan memanggul senjata, ketika ada kesempatan bagi mereka.

2oT shahih Mrrli^ hadits nomor 1812


2oSshahrh Mu.li. nomor 181 1.

387
Sudah dilenal bagaimana yang dilakukan Ummu Ammarah Nusaibah
binti IQ'ab dalam perang Uhud, sehingga Nabi saw. bersabda me-
ngenai dia, "Sungguh kedudukannya lebih baik daripada si Fulan
dan si Fulan."
Demikian pulaUmmu Sulaim menghunus badikpadauakm perang
Hunain unttrk menusuk perut musuh yang mendekat kepadanya.
lmam Muslim meriwayatkan dari Anas, anaknya (anak Ummd
Sulaim) bahwa Ummu Sulaim menghunus badik pada waktu perang
Hunain, maka Anas menyertainya. Kemudian suami Ummu Sulaim,
Abu Thalhah, melihatnya lanas berkata, "wahai Rasulullah, ini Ummu
Sulaim membawa badik." Lalu Rasululah saw. bertanya kepada
Ummu Sulaim, "Untuk apa badik ini? Ia menjawab, "Saya mengam-
bilnya, apabila ada salah seorang musyrik mendekati saya akan saya
tusuk perutnya deng;an badik ini." Kemudian Rasulullah saw. t€r-
tawa,2@
Imam Bukhari telah membuat bab tersendiri di dalam Shahih-nya
mengenai peperangan yang dilakukan kaum wanita.
Ambisi kaum wanita muslimah pada zaman Nabi saw. untuk nrrut
perang tidak hanya peperangan dengan negi[a-negi[a tetangga atau
yang berdekaAn dengan negeri Arab seperti Ktraibar dan Hunain saja,
tetapi mereka juga ikut melintasi lautan dan ikut menaklukkan dae-
rah-daerah yang jauh guna menyampaikan risalah Islam.
Diriwayatkan dalam stvhih Buhhari dan Muslim dari Anas bahwa
pada suatu hari Rasulullah saw. tidtrr siang di sisi Ummu Haram binti
Mulhan --bibi Anas-- kemudian beliau bangun seraya tertawa. Ialu
Ummu Haram bertanya, "Mengapa engkau t€rtawa, wahai Rasulul-
lah?' Beliau bersabda, "Ada beberapa orang dari umatku yang diper-
lihatkan kepadaku berperang fi sabilillah. Mereka menyeberangi
lautan seperti raia-raia naik kendaraan.' Ummu Haram berkata,
"Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar Dia menjadikan
saya termasuk di antara mereka." Lalu Rasulullah saw. mendoakan-
nya.2to
Dikisahkan bahwa Ummu Haram ikut menyeberangi lautan pada
zaman Utsman bersama suaminya Ubadah bin Shamit ke eibris.
Kemudian ia jatuh dari kendaraannya (setelah menyeberang) di

2@shohih Muslin. hadits


nomor 1809.
2loshohit Muslim, hadits nomor 1912.

388
sana, lalu meninggal dan dikubur di negeri tersebut, sebagaimana
yang dikemukakan oleh para ahli sejarah.2tt
Dalam kehidupan bermasyarakat kaum wanita juga turut serta
berdakwah: menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan
munkar, sebagaimana firman Allah:
"Dan orang-orang yang beiman, laki-laki dan Wrempuan *fugian
merch (adalah) menjadi pnolong bagi *bgian lmg lain. Mercl<a
menytruh (mengerialran) lang nn'ruf, nrenqah &ri yng munlrar
...." (at-Taubah: 7I )

Di antara peristiwa yang terkenal ialah kisah salah seo(ang wanita


muslimah pada zaman khalifah Umar bin Khattab yang mendebat
beliau di sebuah masjid. Wanita tersebut menyanggah pendapat Umar
mengenai masalah mahar (maskawin), kemudian Umar secara te-
rang-terangan membenarkan pendapatnya, seraya berkata, "Benar
wanita itu, dan Umar keliru." Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Katsir
dalam menafsirkan surat an-Nisa', dan beliau berkata, "Isnadnya
bagus." Pada masa pemerintahannya, Umar juga telah mengangkat
asy-Syifa binti Abdullah al-Adawiyah sebagai pengawas pasar.
Orang yang mau merenungkan Al-Qur'an dan hadits tentang
wanita dalam berbagai masa dan pada zaman kehidupan para rasul
atau nabi, niscaya ia tidak merasa perlu mengadakan tabir pembatas
yang dipasang oleh sebagian orang antara laki-laki dengan perempuan.
Kita dapati Musa --ketika masih muda dan gagah perkasa-- ber-
cakap-cakap dengan dua orang gadis putri seorang syekh yang
telah tua (Nabi Syu'aib; ed.). Musa bertanya kepada mereka dan
mereka pun menjawabnya dengan tanpa merasa berdosa atau bersa-
lah, dan dia membantu keduanya dengan sikap sopan dan menjaga
diri. Setelah Musa membantunya, salah seorang di antara gadis ter-
sebut datang kepada Musa sebagai utusan ayahnya untuk memanggil
Musa agar menemui ayahnya. Kemudian salah seorang dari kedua
gadis itu mengajukan usul kepada ayahnya agar Musa diiadikan
pembantunya, karena dia seorang yang kuat dan dapat dipercaya.
Marilah kita baca kisah ini dalam Al-Qur'an:
"Dan tatl<ah ia (Mua) ampi di sumbr air nege;li Ma$nn ia men-
jumpai di sana sekumpulan orang yang *dang meminumi (temak-

21 11i6"1 shahih Mustim pada nomor-nomor setelah hadits di atas. (pcnr.).

389
qn), dan ia menjumpi di belakang onng banmk itu, dua onng
wanita lnng &ng menglnmht (temahy) Mu* b*at4 'Apa-
kah maku&nu (dengn berbuatbegttn?)'Kdwwanita itu menja-
wab'IGmi tidak fupt meminumi (temak kani), *belum peng-
gembala-pnggembala itu memulanglran (temalqta), dangkn
fupk lani dalah orury An Wg tdah hnfirt umumya' Malra Muu
mernfrulJ minum tem* itu wtuk (madon) kdtanya kmrudian
dia kembli ke tempt yng teduh lalu berdu, Ya Tuhanku, se-
snguhnp alru angat memedul<an srrzfrt, k&ilan ptg Entau
turunlran kepdaku.'Kemudian datanglah kepda Mus slah *-
onng dari kdua wanita itu fuialan kemalu-maluan, ia furkata,
Wngpnnn bd*u memangil hmu agar ia membi balasan
terhahp (kebikanlmu memfui minum (temak) kami.' Maka tat-
kala Mua mendatangi bapaloya (Syu'aib) dan meneitakn kep-
darryta cerita (mengenai dirinm) Syu aib brkata,langanlah lramu
takil lhmu telah *lamat dart onng-onng yang zalim itu.' Salah
wnng &ri kdua wanita itu furlcata, Ya fupl<ku, ambillah ia
*Mgai onng )ang bekerja (Fda kita), I<arena xsungguhnya
orang )ang paling fuik ltang kamu ambil untuk fukerja (pada kita)
ialah onng yang knt lagi dapat dipercal,a.- (af -Qashash z 23 -261

Mengenai Maryam, kita jumpai TaV,aria masuk ke mihrabnya dan


menanyakan kepadanya tentang rezekiyang ada di sisinya:
"... Srldap hlrada masuk untuk menemui Margn di mihnb, ia
dapati maknan di sisiryra. hkada furlat4 T{ai Maryam, dafi
mua kamu memperoleh (makanan) ini? Maryan menjawab,'Ma-
lranan itu &ri sisi Nlah.' Sesunguhnya Nlah memberi rezeki
keph siap yang dikehendaki-Nya tanp hinb." (Att Imran: 37)
Lihat pula t€ntang Ratu Saba, yang mengafak kaumnya bermu-
syawarah mengenai masalah Nabi Sulaiman:
"Wb dia (Wis)'Hai pn pmtur, bdhh alru pftimfuWan
dahm urusankt (ini) afu tidak pemah memutuskan xsuatu per-
wlan *fulum l<amu benda dalam majlis-(kt).'Merelca menja-
wab, 'Kta adalah orang-orang lang memiliki kekuatan dan Quga)
memiliki kefuranian )tang sangat (dalam pepenngan), dan kepu-
tusan funda di tanganmu; malca pertimbangftanlah apa yang akan
l<arnu perintahkan.' Dia berlcata, 'Sesungguhnya nia-raja apabila

390
memasuki suatu neged" nisraJta mereka membinasakannya dan
meniadikan Wndudulorya Wng mulia jadi hina; dan demikian
pulakh )ang akan mercl<a perbual" lan-Naml: 32-341

Berikut ini percakapan antara Bilqis dan Sulaiman:


"Dan ketika Bilqis datang ditanlakanlah kepdanya,'Serupa inikah
singgaanamu?' Dia menjawab, 'Seakn-akan singgaanamu ini
singasanaku karni telah dibri pngeahuan *blumrya fun l<ami
afulah onng-onng yang betsr'rah dii.' Dan aW tnng disemfuhnya
*lama ini *lain NIah, mencegahny (untuk melahirlcan keislam-
annln), krcna *atngguhnya dia dahulunya termasuk onng-onng
lang lralir. Dikatakan kepdarya"'Masukhh ke dalam istana.'Maka
tatlrak ia melihat lantai istana ita dikirurya kolam air yang benr,
dan disingkapl<annlta kdua betisryta krkatalah Sulaiman, 'Se-
sungghnta ia adalah istana licin terbuat dari l<aa-' Berl<atalah Bil-
ais, Ya Tuhanht, *sungguhryn aku telah brbuat zalim terhadap
dirikt dan aku berrenh dii bersama Sulaiman kepda NIah,
Tuhan *meila alanr.'" (an-Naml z 42-441

Kita tidak boleh mengatakan "bahwa syariat (dalam kisah di atasl


adalah syariatyang hanya berlaku pada zaman sebelum kita (Islam)
sehingga kita tidak perlu niengikutinya". Bagaimanapun, kisah-
kisah yang disebutkan dalam Al-Qur'an tersebut dapat dijadikan pe-
tunjuk, peringatan, dan pelajaran bagi orang-orang berpikiran sehat.
IGrena inr, perkataan yang benar mengenai masalah ini ialah
"bahwa syariat orang sebelum kita yang tercirnmm dalam AI-Qur' an
dan As-Sunnah adalah menjadi syariat bagi kita, selama syariat kita
tidak menghapusnya."
Allah telah berfirman kepada Rasul-Nya:

lc,lii4Zil,s'i'"-if irii
"Mereka itulah orang-onng nng telah dibei petuniuk oleh NIah,
mal<a ikutilah petunjuk mercl<a .... " ( al-An'am : 9O )

Sesungguhnya menahan wanita dalam rumah dan membiarkan-


nya terkurung di dalamnya dan tidak memperbolehkannya keluar
dari rumah oleh Al-Qur'an --pada salah satu tahap di antara tahapan-

391
.l
tahapan pembentukan hukum sebelum turunnya nash yang mene-
tapkan bentuk hukuman pezina sebagaimana yang terkenal itu --di-
tentukan bagi wanita muslimah yang melakukan perzinaan. Hukum-
an ini dianggap sebagai hukuman yang sangat berat. Mengenai
masalah ini Allah berfirman:

W\WEHarel$ii6-o1cjis l
b*Aio,liffit .r;.*1:HL<5
"Dan (terhadap)
Oq'"di1iw-iipi-59
pn wanita yang mengerjalran petbuatan keji,
empt onng *ksi di antan kamu (yng menyaksi-
hendaklah ada
lrannm). Kemudian apbila mercka telah membei perulsian,
malra kurunglah mercka (wanita-wanita itu) dalan rumah nmpi
merel<a menemui ajalnla, atau ampi membri ialan lain kepda-
nya."(an-Nisa': 15)

Setelah itu Allah memberikan jalan bagi mereka ketika Dia men-
syariatkan hukum had, yaitu hukuman tertenft dalam syara,sebagai
hak Allah Ta'ala. Hukuman tersebut berupa hukuman dera lseratus
kali) bag ghairu muhshan (laki-laki atau wanita belum kawinj menu- I
rut nash Al-Qur'an, dan hukum rajam bagi /ang nruhshcn (laki-laki
atau wanita yang sudah kawin) sebagaimana disebutkan dalam As-
Sunnah.
|adi, bagaimana mungkin logikaAl-eur'an dan Islam akan meng-
anggap sebagai tindakan lurus dan tepat iika wanita muslimah yang
taat dan sopan itu harus dikurung dalam rumah selamanya? Iika kira
melakukan hal itu, kita seakan-akan menfatuhkan hukuman kepa-
danya selama{amanya, padahal dia tidak berbuat dosa.

Keslmpulan
Dari penfelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa perte-
muan antara laki-laki dengan perempuan tidak haram, melainkan
jaiz lboleh). Bahkan, hal itu kadang-kadang dituntut apabila bertu-
juan untuk kebaikan, seperti dalam urusan ilmu yang bermanfaat,
amal saleh, kebaiikan, perjuangan, atau lain{ain yang memerlukan

392
banyak tenaga, baik dari laki-laki maupun perempuan.
Namun, kebolehan itu tidak berarti bahwa batas-batas di antara
keduanya menjadi lebur dan ikatan-ikatan syar'iyah yang baku dilu-
pakan. Kita tidak perlu menganggap diri kita sebagai malaikat yang
suci yang dikhawatirkan melakukan pelanggaran, dan kita pun tidak
perlu memindahkan budaya Barat kepada kita. Yang harus kita laku-
kan ialah bekerja sama dalam kebaikan serta tolong-menolong dalam
kebajikan dan tals,a, dalam batas-batas hukum yang telah ditetap-
kan oleh Islam. Batas-batas hukum tersebut antara lain:
1. Menahan pandangan dari kedua belah pihak. Artinya,.tidak boleh
melihat aurat, tidak boleh memandang dengan syahwat, tidak
berlama{ama memandang tanpa ada keperluan. Allah berfirman:
"Katal(anlah kepada onng laki-laki yang beiman, 'Hendaklah
mereka menahan pndanganrya, dan memelihata kemaluannl,a;
lnng demikian itu adalah lebih suci Mgi mercka Sesunguhnya
Nlah Maha Mengetahui apa yang merel<a pErbual' I(atal<anlah ke-
pfu wanita yng beiman,'Hendaklah merclra menahan pndang-
anqm dan memelihata kemaluannya .... " (an-Nur: 5O-3 I )

Pihak wanita harus mengenakan pakaian yang sopan yang di-


tuntunkan syil?', yang menutup seluruh tubuh selain muka dan
telapak tangan. fangan yang tipis dan jangan dengan potongan
yang menampakkan bentuk tubuh. Allah berfirman:
jangnhh merclca menamrykkan perhiarutrya k*nli png
"... dan
bian tampak daripdarya. Dan hendaklah merel<a menutupkan
kain kudung ke dadanlm...." (an-Nur: 5I )

Diriwayatkan dari beberapa sahabat bahwa perhiasan yang


biasa tampak ialah muka dan tangan.
Allah berfirman mengenai sebab diperintahkan-Nya berlaku
sopan:
//.rr)l 7 /.u. z z
)-..,
ir_31>'ii;ol-cill.dI j
"... Yang demikian itu supaya mereka lebih muhh untuk dikenal,
I<arena itu merela tidak diganggu...."(al-Ahzab: 59)

Dengan pakaian tersebut, dapat dibedakan antara wanita yang


baik-baik dengan wanita nakal. Terhadap wanita yang baik-baik,

393

E
tidak ada laki-laki yang suka mengganggunya, sebab pakaian
dan kesopanannya mengharuskan setiap orang yang melihatnya
untuk menghormatinya.
3. Mematuhi adab-adab wanita muslimah dalam segala hal, ter-
utama dalam pergaulannya dengan laki-laki:
a. Dalam perkataan, harus menghindari perkataan yang merayu
dan membangkitkan rangsangan. Allah berfirman:
"... Maka janganlah l<amu tunduk dalam furbican *hingga ber-
keinginanlah orang yang ada perynkit fulam hatirya, dan ucapkan-
lah perl<ataan yang fuik" (al-Ahzab: 32)
b. Dalam berjalan, jangan memancing pandangan orang. Firman
Allah:
"... Dan janganlah mercka memukulkan k*iryra agar diketahui
perhiann lnng merel<a sembunyikan...." (an-Nur; 5I )

Hendaklah mencontoh wanita yang diidentifikasikan oleh


Allah dengan firman-Nya:
"Kemudian datang@ kepda Musa salah wnng fui kduawanita
itu fuialan kemalu-maluan .... " (al-Qashash: 25 )
c. Dalam gerak, jangan berjingkrak atau berlenggak-lenggok, se-
perti yang disebut dalam hadits:

LgiSiv\7\(
"(Yaitu) wanita-wanita yang menyimpng dari ketaatan dan men-
jadilran hati laki-laki cenderung kepda keruslan (kemaksiat-
an).212 (HR Ahmad dan Muslim)

2l2MumiilatdanMmilaarmengandung empat macam pengertian. pertama,


menyimpang
dari menaati Allah dan tidak mau memenuhi kewajiban-kewajibannya seperti menjaga
kehormatan dan sebagainya,'dan mengajari wanita lain supaya berbuat sepeni itu. Kedua,
Berjalan dengan sombong dan melenggak-lenggokkan pundaknya (tubuhnya). Kedga, maai-
laar, menyisir rambutnya sedemikian rupa dengan gaya pelacur. Mumiilaat: menyisir wanita
Iain seperti sisirannya. Kcempst, cenderung kepada laki-laki dan berusaha menariknya
dengan menampakkan perhiasannya dan sebagainya (Syarah Musllm, I7: I9l; peni.).

394
fangan sampai ber-tabarrui (menampakkan aurat) sebagai-
mana yang dilakukan wanita-wanita jahiliah tempo dulu atau-
pun jahiliah modern.

4. Menjauhkan diri dari bau-bauan yang harum dan warna-warna


perhiasan yang seharusnya dipakai di rumah, bukan di jalan dan
di dalam pertemuan-pertemuan dengan kaum laki-laki.
5. fangan berduaan (laki{aki dengan perempuan) tanpa diserai
mahram. Banyak hadits sahih yang melarang hal ini seraya
mengatakan, 'I(arena yang ketiga adalah setan.'
langan berduaan sekalipun dengan kerabat suami atau istri.
Sehubungan dengan ini, terdapat hadits yang berbunyi:

,
i,tJ;' 66, 13 ri. r(4( LJg\l,i istit
(e-d, 6t22), U;A'#, J(i g 3rui ({ti,
langan l<amu masuk ke tempat wanita." Merelca (ahafut) fur-
tan1m, "Bagaimana dengan ipar wanita?" kliau menjawab, "lpa.r
wanita itu membahayakan. " (HR Bukhari)
Maksudnya, berduaan dengan kerabat suami atau istri dapat
menyebabkan kebinasaan, karena bisa jadi mereka duduk ber-
lama-lama hingga menimbulkan fitnah.
6. Pertemuan itu sebatas keperluan yang dikehendaki untuk bekerja
sama, tidak berlebih-lebihan yang dapat mengeluarkan wanita
dari naluri kewanitaannya, menimbulkan fitnah, atau melalai-
kannya dari kewajiban sucinya mengurus rumah tangga dan
mendidik anak-anak.

7
WANITA MENIENGUK LAKI.LAKI YANG SAKIT

Pertanyaan:
Saya seorang muslimah yang ingin melaksanakan perintah-pe-
rintah Allah dalam semua segi kehidupan saya, termasuk dalam hal
hubungan (pergaulan) saya dengan orang lain. Kebetulan saya
_-t

bekerja sebagai lGpala Madrasah Tsanawiyah putri, dan saya mem-


bawahkan sejumlah guru laki-laki dan wanita. Kami sering beramah
tamah dalam kesempatan yang bermacam-macam, seperti pada upa-
cara perkawinan, kelahiran, kenaikan pangkat, dan sebagainya.
Tetapi ada hal yang kami merasa canggung melakukannya, yaitu
menjenguk teman laki-laki yang sedang sakit. Karena, kadang-
kadang ada di antara teman kami yang sakit, baik di rumah ataupun
dirawat di rumah sakit.
Pertanyaan saya, apakah boleh wanita menjenguk t€man laki-laki
yang sedang sakit? Bukankah hak menjenguk merupakan hak setiap
orang t€rhadap yang lainnya? Atau, apakah ini hanya menjadi hak
antara laki-laki sesama lelaki saja?
Demikian pula halnya, bagaimana hukum teman laki-laki menje-
nguk teman wanita yang sakit atau terkena musibah?
Kami harap Ustadz berkenan menjelaskan masalah ini berdasar-
kan nash-nash yang menjadi referensi dan sandaran setiap muslim
dan muslimah. Dan kami doakan semoga Allah senantiasa memberi-
kan pertolongan kepada tJstadz untuk menyebarkan pemahamanyang
benar dan lurus mengenai agama kita yang mulia ini.

Jawaban:
Di antara adab yang diajarkan Islam dan dianjurkan oleh Rasulul-
lah saw. ialah menjenguk orang sakit, dan Nabi saw. menganggap-
nya sebagai hak muslim terhadap muslim lainnya. Dari Abu Hurairatr
r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:

-*9:8,9,8ry#G/
t./ 6 ) 7./z
\icl.bL49,uti}.€
4--
^
ti!
ti6.#:y3,,q4'3
i6z-zii(#'#'"i4{'?
.9qa'#'+iizs,!y,J\6 t, ig i |"rJk
t"t3;ll
)'21
aJ646c t*,-7{,iti6,'4619,
7t-z/1acir/,.2 1, 1/,1r,/z
:/
tit;,i K 6Ur lb,'q1ru,(tr;r!lu
A\ 6-l,d4rr;;S u P o'',)')# t
517
( o:-2r3.t (*+V

396
-Hak onng muslim terhadap mudim hinrya afu qam prkara.'
Pan sallafut bertar4a,'Ap saja itu,n Rasuluilah? kliau menja-
wab,'Bila engkau beriumW dengannla ucapkan alam kepenla;
apbila dia mengwdangmu, datangilah; arybih dia meminta nasi-
Int kepdamu, nasihatilah; apbila dia bnin (dan mengucapkan
alhamdulillah), smbutlah (dengu mengp@*ail nrhamulrallah);
apabila dia ekit, iengpklah; dan qahih dia meningal dunia,
antarla nlah jenazahryra." (HR Musltm, Tlril.ldrl, Nasa'l, dan
Ibnu Mafah)

Gilbryt
\i- v j -.#ni 6 - egtfiK
.61firg{">rsdnglG
Q*a) r*ts'Llet't o\')
"kfuslranlah tamnan, datangW unhngan onng Wrg mengun-
dang beilah makan onngnng laryr, dan iengfuIt orangWg
sakit.zts

,frry5re9+('6'i;ttiv"?,
&s,14 gt 4so, ;V <:! ^fi ob,)
"Jenguklah onng-onng yng akit dan antadranlah je.oozah,
l<arena hal itu alan mengingatknmu kepda iffii67214

+, )(7)r {e )lii C.sGWl ;q;


W*-SCA'g;At%4w,
6tCJ ;t u. aVb! *v t,,)-,
nA p\t) G

21311x 6163d dan Bukhari dari Abu Musa sebagaimana disebutlan dalam s,rahih al-
Jcni'uh-Shaghir.
21413 61ro"4 dan lbnu Hibban dalam saltiht\,ra dan Bukhari dalam al-Adahi-Muftad
sebagimana keterangan dala'{ Shahih al-Jami'ush-Shaghir.

-
397
l
l
/.- E
-rl
i

zknngsiap yang menjenguk onng sakit dia di*ru i


oleh penyeru
dad langit,'hgus *bli Anda dan }agus *lcali prjalanan Anda,
fun Anfu tehh memprsiaplcan tempt ting1l di surgat2ts

ttJ.:b:4r"{'l;tAL6"e,!y{N3,,
6,9r6g$U,gr.{,fY{Y{,
p, ^ri ob) . 6;t*AG\ jE-. /GJL
(
i

I
-kanngguhnya orang muslim itu apabita menjengak onng mus-
i
lim lainnlt4 ia funda di khurfatul jannah., pan shafut bertanya, I

I
Wahai Rasulullah, aryleh l<Irurtatul jannah itu? kliau menjawab, 1
I
Yaitu taman buahryn- ltIR Ahmad dan Musltm) )
l

3.iV,#@ffi:t"4k"F,t3lt
(6 #;V, JG 6l:r'i'5, ^ -$;,/l
t2,,13;'6pi*e;,;7ri;u
girt'":3696fiG#-1{Ai
q.tfr ,rt#-r:;Y{="^1e(Ai
(prt:t)- -' /
"Sesunguhnya Nlah Aza wa Jalk berfirman pda hari kiamat,
'Hai manusia, Nat sakit tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.' Manusia
bertarya Wahai Tuhan, fugaimana aku menjenguk-Mu pdahat
furfuu adalah Tuhan W alan *mesta?, Nkh menjawab, Tid*-
kah kamu tahu hamfu-Ku si Fulan sakit tetapi kmu tidak menje-
nguloryn? Ttdal*ah l<amu tahu fuhwa seandainya kamu menje-
ngulo4ta psti l<amu jumpi Aku di sisi-Nya.- (HR Muslim)

215nn ri..idri dan dihasankannya (2009), Ibnu rrraj att (1442) dan Ibnu Hibban dalam
sahihnya (712) da,i hadits Abu nurainh.

398
Tidaklah seseorang menemukan gambaran yang lebih indah dan
lebih mengesankan daripada gambaran t€ntang keutamaan menjenguk
orang sakit beserta pahalanya di sisi Allah, sehingga Allah Azza wa
falla menjadit'an 'iyailatul mariith (menjenguk orang sakit) ini seakan-
alan menjenguk Dia.
Hadits-hadits tersebut menunjukkan betapa pentingnya adab
islami yang digalakkan oleh Sunnah Nabi saw., baik sunnah qauliyah
(perkaaan atau sabda-sabda beliau) maupun sunnah amaliyah (per-
buatan beliau), sehingga beliau pernah menjenguk seorang Yahudi
yang sedang sakit dan menawarkan Islam kepadanya, lalu dia masuk
Islam.
Mustahabnya adab ini --yang oleh beberapa hadits dianggap se-
bagai hak seorang muslim terhadap muslim lainnya-- semakin kuat
lagr apabila di antara mereka terdapat hubungan erat, seperti keke-
rabatan, persemendaan, tetangga, teman sejawat, guru danlain-lain-
nya yang menjadikan hak sebagian orang lebih daripada lainnya.
vang perlu diperhatikan di-sini, bah-wa hadits-hadits tersebut
nggunakan lafal'aam
menggunakan '44m (umum) yang meliputi laki-laki danwanita.
ttaka rrssrw
rY4M hadits "jenguklah
,vu6srurklah orang sakit ..." atau hadits "aDabila
orans
vrsrrE| "apabila ia sakit,
maka jenguklah ..." tidak khusus diperuntukkan bagi laki-laki saja,
dan hal ini sudah tidak diperdebatkan lagi. Ddil-ddil umum ini
cukup menuniukkan disyariatkannya wanita menienguk laki-laki
yang sakit asalkan memenuhi adab dan aturan syara' yang telah di-
tetapkan.
Di samping itu, iuga terdapat beberapa dalil khusus yang menun-
jukkan disyariatkannya wanita menjenguk laki-laki yang sakit.
Imam Bukhari dalam sahihnya, pada'Kitab al-Mardha', menulis
satu bab dengan judul 'Bab 'Iyadatun Nisa lir-Riial' (Bab Wanita
Menjenguk Laki-laki). Beliau berkata, "Ummu Darda menfenguk
laki-laki ahli masiid dari kalangan Anshar.'2r6
Diriwayatran dari Aisyah yang berkata:

-q{tik fr}$6Ai/gi5;{3s
, sl r5 \W;;t G 5ry5<g),3(e
2 1 6ttR sukhari secara nu'alla4 dalam sahthnp dan dl-*ashdl-lonnya dalam al-Aitahi Mgratt.
l
sw. tifu di Madinah Abu kkar dan Bilal r.a.
"I(eltilra Rasulullah
iatuh sakil" Kata Aisyah, "Lalu alru datang menjenguk merel<a, I
sen)a berlc,t4 Wahai Atnh, bagaimam keafunmu? Walni Bilal,
fugaimana keadaan mu? 4' t 7

Ummu Mubasyar binti al-Barra bin Ma'rur al-Anshariyah r.a.


pernah menjenguk IQ'ab bin Malik al-Anshari kedka Ka'ab sakit
menghadapi ajalnya. Ketika itu Ummu Mubasyar berkata, "Wahai
Abu Abdunahman, sampaikan salam kepada anakku (yakni Muba-
sYil),'218-
Dengan demikian, tidak ada halangan bagi wanita muslimah
menienguk laki-laki muslim yang sakit, asalkan dia mematuhi
aturan syara' dan adab-adab yang harus dipelihara, misalnya tidak
berkhalwat (berduaan saja dengan laki-laki), tidak membuka aurat-
nya, tidak memakai wangi-wangian, dan tidak berkata dengan nada
yang dapat menimbulkan rangsangan.
Lebih utama, 'iyadah (menjenguk) seperti yang ditanyakan iru
dilakukan secara berombongan, yaitu oleh kepala sekolah dengan
para guru (wanita) lainnya.
Tidak ada artinya dilarangnyaguru-guru wanita dan kepala seko-
lah (yang juga wanita) menjenguk kolega laki-lakinya yang sakit,
sementara mereka biasa bergaul sehari-hari di sekolah dengan tiada
larangan. [.antas, apakah disyariatkan bergaul dengan teman bekerja
laki-laki pada waktu sehat, dan harus memutuskan hubungan pada
waktu sakit? Padahal, orang sakit lebih patut dikasihani dan dirawat.
Adapun laki-laki menjenguk wanita yang sakig maka hal ini zudah
termasuk ke dalam dalil-dalil umum yang telah saya sebutkan yang
menganjurkan menienguk orang sakit.

21711p 3111*'1 dalam


"Kitab al-Mardha'. Lihat, Fathul Ban, t2:221.
218HR Ibnu Marah dari Abdurrahman
bin Ka,ab bin Malik dari ayahnya, hadits nomor
1449; dan diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnadn]/a (I: 45S) dari Abdur Rahman. Dan
disebutkan oleh al-Albani dalrm at-Hddirs ash-Shahihah, nomor *)5.

400
Di sini juga ada beberapa dalil khusus yang menuniukkan disya-
riatkannya laki-laki menjenguk wanita sakit.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Aisyah r.a., ia ber-
kata, 'Rasulullah saw. menjenguk Dhuba'ah binti Zubair,lalu beliau
bertanya kepadanya, 'Barangkali engkau ingin menunaikan haji?'
Dia menjawab, 'Demi Allah, saya dapati diri sala sakil'2tslalu beliau
bersabda kepadanya, 'Hajilah dan tetapkanlah suahr sy.uat22o ..;n221
Imam Muslim meriwayatkan dari fabir bin Abdullah bahwa Rasu-
lullah saw. pernah menjenguk Ummu Saib atau Ummul Musalyab,
lalu beliau berlata, 'Wahai Ummu Saib, mengapa trrbuhmu gemetar?"
Ia menjawab, "I(arena panas, Allah tidak memberkatinya." Beliau
bersabda, "fanganlah engkau mencaci maki penyakit panas, karena
ia dapat menghapuskan dosa-dosa anak Adam, sebagaimana
ubupan (alat peniup api tukang besi) menghilangkan karat-karat
besi.n222
Abu Daud meriwayattan dari Ummul Ala', ia berkata, Rasulullah saw.
menjenguk saya ketika saya sakit, lalu beliau bersabda, 'Bergembi-
talah, wahai Ummul l{v' ....n223
Nasa'i meriwayatkan dari Abu Umamah, ia berkata, "seorang
wanita penduduk Madinah kampung atas iatuh sakit, maka Nabi
saw. adalah orang yang paling baik menjenguk orang sakit. Ialu,
beliau bersabda, 'I(alau dia meninggal dunia, maka beritahukanlah
kepada saya.'' (HR Nasa'i dalam "Kltab al-fana'lz")
Imam Bukhari meriwayatkanbahwalbnu Abbas minta izin untuk
menjenguk Aisyah ketika beliau sakit yang membawa wafatnya, lalu
Aisyah mengizinkannya, kemudian Ibnu Abbas bertanya, "Bagai-
mana keadaanmu?" Aisyah menjawab, "Baik, kalau aku bertakwa."
Ibnu Abbas berkata, "Engkau baik, inqya Allah Ta'ala, engkau ada-
lah istri Rasulullah saw., beliau tidak pernah menikah dengan pe-

2I gMaksudnya,
Dhuba'ah mendapati dirinya lemah karena sakit, dan dia tidak ahu apa-
kah dapat menyempumakan haJinya aau ddak.' (lrcnl.)
22oMaksudnya, berihramlah untuk hari dan t€tapkanlah
suail s,,arat dalam haJfumu pada
waktu ihram, yaitu persyaratan tahallul ketika rclah sampai di tempat tahdlul. (Ta'tiq shahih
Muslin, hlm. 868; Fnl.)
221gi Sulhuri 6alam "Kitab an-Nikah" dan Muslim dalam 'Kitab al-HaJl', hadits nomor
l2O7,bab'lawazu Isytirathil Muhrim at-Tahallul bi 'Udzril Maradh wa Nahwihf .
2226X 6ur11ro dalam "Kitab al-Bin wash-shilah', hadits nomor 4575.
2236g 66, Daud dalam "Kitab aljana'lz', bab ''Iyadatun-Nisa''

401
rawan selain engkau, dan telah turun wahyu dari langit untuk
menyelesaikan persoalan m1.224
Setelah diketahuinya dalil-dalil naqli yang sahih ialan periwayat-
annya dan shcrth (jelas) petunjuknya, maka tidak ada perkenan lagi
bagi orang muslim melainkan mengikuti petuniuk Allah dan Rasul-
Nya saw., dan kita tidak boleh memagari (membatasi) kelapangan
yang diberikan Allah SWT atau mempersulit apa yang diberi kemu-
dahan oleh-Nya. Dan Sunnah Rasul saw.lebih berhak untuk diikuti
daripada perkataan manusia dan tradisi mereka.
Wabillahit uufiq.

8
BEPIABAT TANGAN ANTARA LAKI.IAKI
DENGAN PEREMPTIAN

Pertanyaan:
Sebuah persoalan yang sedang saya hadapi, dan sudah barang
tentu iuga dihadapi orang lain, yaitu masalah berjabat tangan antara
laki-laki dengan wanita, khususnya terhadap kerabat yang bukan
mahram saya, seperti anak paman atau anak bibi, atau istri saudara
ayah atau isEi saudara ibu, atau saudara wanita istri saya, atau
wanita-wanita lainnya yang ada hubungan kekerabatan atau perse-
mendaan dengan saya. Lebih-lebih dalam momen-momen tertentu,
seperti datang dari bepergian, sembuh dari sakit, datang dari haji
atau umrah, atau saat-saat lainnya yang biasanya para kerabat,
semenda, tetangga, dan teman-teman lantas menemuinya dan ber-
nhn|ah (mengucapkan selamat atasnya) dan berjabat tangan antara
yang satu dengan yang lain.
Pertanyaan saya, apakah ada nash Al-Qur'an atau As-Sunnah
yang mengharamkan berlabattangan antara laki-laki dengan wanita,
sementara sudah saya sebutkan banyak motivasi kemasyarakatan

224yai[ ayat-ayat yang menoangkan kesucian Aisyah dari tuduhan buruk yang di-
alamatkan kepadanfra. Lihat surat &n-Nur: I I dan seterusnya (t eni.t.
HR Bukhari dalam "Kitab at-Tafsir". Lihat kitab Tahrirul Mar'ah t'i hshirir-Risatah (Kebe-
basan Wanita pada Zaman Kerasulan), karyaUstadz Abdul Halim Abu Syaqqah,2:269-2T1.

442
atau kekeluargaan yang melatarinya, di samping ada rasa saling per-
t caya, aman dari fitnah, dan Jauh dari rangsangan syahwat. Sedang-
kan kalau kita tidak mau berjabat tangan, maka mereka memandang
kita orang-orang beragama ini kuno dan terlalu ketat, merendahkan
wanita, selalu berprasangka buruk kepadanya, dan sebagainya.
Apabila ada ddil syar'inya, maka kami akan menghormatinya
dengan tidak ragu-ragu lagi, dan tidak ada yang kami lakukan ke-
cuali mendensar
mendengar dan mematuhi,
mematuhi. sebagai
sebaeai konsekuensi keimanan
kami kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan jika jika hanya semata-mata hasil
ijtihad fuqaha-fuqaha kita terdahulu, maka adakalanya fuqaha-
fuqaha kita sekarang boleh berbeda pendapat dengannya, apabila
mereta mempunyai ijtihad yang benar, dengan didasarkan pada
nrniltan peraturan yang senantiasa berubatr dan kondisi kehidupan
yang selalu berkembang.
Karena itu, saya menulis surat ini kepada Ustadz dengan harapan
U*adz berkenan membatrasnya sampai ke akar-akarnya berdasarkan
Al-Qur'anul fiarim dan Al-Hadits asy-Syarif. IQlau ada dalil yang
melarang sudah tentu kami akan berhenti; tetapi jika dalam hal ini
terdapat kelapangan, maka kami tidak mempersempit kelapangan-
kelapangan yang diberikan Allah kepada kami, lebih-lebih sangat
dipeilulian dan bisa menimbulkan "bencana" kalau tidak dipenuhi.
Saya berharap kesibukan-kesibukan Ustadz yang banyak itu
tidak menghalangi Ustadz untuk menjawab surat saya ini, sebab --
sebagaimana saya katakan di muka-- persoalan ini bukan persoalan
saya seorang, tetapi mungkin persoalan beriuta-juta orang seperti
saya.
Semoga Allah melapangkan dada Ustadz untuk menjawab, dan
memudahkan kesempatan bagi Ustadz untuk menahkik masalah,
dan mudah-mudahan Dia menjadikan Ustadz bermanfaat.

Tidak perlu saya sembunyikan kepada saudara penanya bahwa


masalah hukum beriabat tangan antara laki-laki dengan perempuan
--yang saudara tanyakan itu-- merupakan masalah yang am?t kru-
sial, dan untuk menahkik hukumnya tidak'bisa dilakukan dengan
seenaknya. la memerlukan kesungguhan dan pemikiran yang opti-
mal dan ilmiah sehingga si mufti harus bebas dari tekanan pikiran
orang lain atau pikiran yang telah diwarisi dari masa-masa lalu, apa-
bila aidak didapati acuannya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah se-
hingga argumentasi-argumentasinya dapat didiskusikan untuk
memperoleh pendapat yang lebih kuat dan lebih mendekati kebe-
naran pandangan seorang faqih, yang di dalam pembahas-
-menurut
annp hanya mencari ridhaAllah, bukan mempernrrutkan hiwa nafsu.
Sebelum memasuki pembahasan dan diskusi ini, saya ingin me-
ngeluarkan dua buah gambaran dari lapangan perbedaan pendapat
ini, yang saya percaya bahwa hukum kedua gambaran itu tidat
diperselisihkan oleh fuqaha-fuqaha terdahulu, menurut pengetahuan
saya. IGdua gambaran itu ialah:
Pertama, diharamkan berjabat tangan dengan wanita apabila di-
s9-rqi {e1San syahwat danntadzdzudz (berlez.x-lezat) danialah satu
laki-laki atau wanita (kalau keduanya dengan syahwat sudah
-pihak,
bar?1g tentu lebih terlarang lagi; penf .) atau di belaking itu dikha-
y.atir-ql rcriadinya fitnah, menurut dugaan yang kuat. Ketetapan
diambil berdasarkan pada hipotesis bahwa menutup jalan menuju
kerusakan itu adalah waiib, lebih{ebih iika telah tanipit tanda-tan-
danya dan tersedia sarananya.
-bahwa
-Hal
ini diperkuat lagi oleh apa yang dikemukakan para ulama
bersentuhan kulit antara laki-laki dengannya --yang pada
ryalnya mubah itu-- bisa berubah menjadi haram apabita d'is'erai
dengan syahwat atau dikhawatirkan teriadinya fitnah,2zs khususnya
dengan anak perempuan si istri (anak tiri), atau saudara sepersusu-
an, yang per?ryan hatinya sudah barang tentu tidak sama dengan
pgr?gal hati ibu kandung, anak kandung, saudara wanita send'iri,
bibi dari ayah atau ibu, dan sebagainya.
Kedua, kemurahan (diperbolehkan) berjabat tangan dengan
wanita lua-yang sudah tidak punya gairah terhadap laki-laki, ddmi-
kian prrla-denga-n a-nak-anak kecil ying belum merirpunyai syahwat
terhadap laki-laki, karena berlabat angan dengan niereka itu aman
dari sebab-sebab fitnah. Begitu pula bila si laki-laki sudah rua dan
tidak punya gairah terhadap wanita.
Hal ini didasarkan pada riwayat dari Abu Bakar r.a. bahwa beliau
pgryalr lerjabat tangan dengan beberapa orang wanita tua, dan
Abdullah bin zubair mengambil pembantu wanita tua untuk mera-
lvatny?, makawanita itu mengu_s_apnya dengan- tangannya dan mem-
bersihkan kepalanya dari kutu.226

225gtr at-thhtiar li T.,lil Mukhtrrr fr. Fiqhil HanaJiyah, 4: lSS.


^1
226bia.. 4r t16-tsl.

404
1

Hal ini sudah ditunjuki oleh Al-Qur'an dalam membicarakan


perempuan-perempuan tua yang sudah berhenti (dari haid dan
mengandung), dan tiada gairah terhadap laki-laki, di mana mereka
diberi keringanan dalam beberapa masalah pakaian yang tidak dibe-
rikan kepada yang lain:
"Dan percmpuan-percmpuan tua Wg telah terhenti (furi haid dan
mengandung) yng
tiada ingin kawin Qagi), tiadalah atas mereka
doa rnenanggallran pal<aian meteka dengan tihh (brmaksud)
menampalrl<an perhiann, dan berlafu sopn adalah lebih baikbagi
merel<a. Dan Nlah Maha Mendengar lagi Maha lilengetahui." lan-
Nur:6O)
Dikecualikan pula laki-laki yang tidak memiliki gairah terhadap
wanita dan anak-anak kecil yang belum muncul hasrat seksualnya.
Mereka dikecualikan dari sasaran larangan terhadap wanita-wanita
mukminah dalam hal menampakkan perhiasannya.
"... Dan hendaklah merel<a menutupl<an lcain kudung ke dadanln,
aan janganlah menam@*an perhiasanqa, k*uali kepda suami
merek4 atau putra-putra suami merel<4 atau sudara-sudanlalci-
laki mercl<a, atau putn-putra sudanlaki-Iaki mereka atauputn-
puta audan Wrempuan merek4 atau wanita-wanita ldam, atau
budak-budak lang merelra miliki, atau pelalan-pelalan laki-laki
Wg tidak mempunltai keinginan (terhafup wanita) atau anal<-
anak lnng belum menprti tentang aunt wanita.... "(an-Nur: 3I)

Selain dua kelompok yang disebutkan itulah yang menjadi tema


pembicaraan dan pembahasan serta memerlukan pengkaiian dan
tahkik.
Golongan yang mewajibkan wanita menutup seluruh tubuhnya
hingga wajah dan telapak tangannya, dan tidak menjadikan wajah
dan tangan ini sebagai yang dikecualikan oleh ayat:

WECJX*;<r.#j
nrya
"... Dan janganlah merelra menimpairkan-perhiaa ke@ati
yang bian tampak danpadanW...."(an-Nur: 3I)

Bahkan mereka menganggap bahwa perhiasan yang biasa ampak


itu adalah pakaian luar seperti baju panjang, mantel, dan sebagainya,
T
I

atau yang tampak karena darurat seperti tersingkap karena ditiup I


i
angin kencang dan sebagainla. Maka tidak mengherankan lagi bahwa
berjabat tangan antara laki-laki dengan wanita menurut mereka ada- t
lah haram. Sebab, apabila kedua telapak tangan itu waiib ditutup,
maka melihatnya adalah haram; dan apabila melihatnya saja haram,
apa lagr menyennrhnya. Sebab, menyentuh itu lebih berat daripada
melihat, karena ia lebih merangsang, sedangkan tidak ada jabat
tangan tanpa bersentuhan kulit.
Tetapi sudah dikenal bahwa mereka yang berpendapat demikian
adalahgolongan minoritas, sedanglan mayoritas fuqatn dari kalangan
sahabat, tabi'in, dan orang-orang sesudah mereka berpendapat bahwa
yang dikecualikan dalam ayat "kecuali yang biasa tampak daripada-
nya" adalah waiah dan kedua (telapak) tangan.
lrlaka apakah dalil mereka untuk mengharamkan bedabat tangan
yang tidak disertai syahwat?
Sebenarnya saya t€lah berusaha mencari dalil yang memuaskan
yang secara tegas menetapkan demikian, tetapi tidak saya temukan.
Dalil yang terkuat dalam hal ini ialah menutup pintu fitnah (sad-
dudz-dzari'ah), dan alasan ini dapat diterima tanpa ragu-ragu lagi
ketika syahwat tergerak, atau karena takut fitnah bila telah tampak
tanda-tandanya. Tetapi dalam kondisi aman --dan ini sering teriadi--
maka di manakah letak keharamannya?
Sebagian ulama ada yang berdalil dengan sikap Nabi saw. yang
tidak berjabat tangan dengan perempuan ketika beliau membai'at
mereka pada wakru penaklukan Mekah yang terkenal itu, sebagai-
mana disebutkan dalam surat al-Mumtahanah.
Tetapi ada satu muqdrrdr (ketetapan) bahwa apabila Nabi saw.
meninggalkan suatu urusan, maka hal itu tidak menunjukkan --se-
cara pasti-- akan keharamannya. Adakalanya beliau meninggalkan
sesuatu karena haram, adakalanya karena makruh, adakalanya hal
itu kurang utama, dan adakalanya hanya semata-mata karena beliau
tidak berhasrat kepadanya, seperti beliau tidak memakan dagingbia-
wak padahal dagng itu mubah.
IQlau begitu, sikap Nabi saw. tidak berjabat tangan dengan
wanita itu tidak dapat dijadikan dalil untuk menetapkan keharaman-
nya, oleh karena itu harus ada dalil lain bagi orang yang berpendapat
demikian.
Lebih dari itu, bahwa masalah Nabi saw. tidak berjabat tangan
dengan kaum wanita pada waknr bai'at itu belum disepakati, karena
menurut riwayat Ummu Athiyah al-Anshariyah r.a. bahwa Nabi saw.

406
1

pernah beriabat tangan dengian wanita pada waktu bai'at, berbeda


dengan riwayat dari Ummul Mukminin Aisyah r.a. di mana beliau
mengingkari hal itu dan bersumpah menyatakan tidak teqadinya
iabat tangan itu.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam sahihnya dari Aisyah bahwa
Rasulullah saw. menguii wanita-wanita mukminah yang berhiirah
dengan ayat ini, yaitu firman Allah:
"Hai Nabi, arybila dakng kepdamu Wrcmpwn:percmpuan yng
beriman untuk mengadakan janji *tia fuhwa merel<a tifuk akan
memperrelnttukan *suatu pun dengan Nlah; tidal<al<an mencui,
tidak akan futzina, tidak alan membunuh anak-analalra, tidak
alran berbuat dustayang merel<a ada-adal<ait antan tangan dengan
lr*i merdr*27dan tidak alen mendurhal<aimu dalam urueltWg
fuiE malra teimalah ianii *tia mercl<a dan mohonlanlah
ampwrrn kepda Nlah untuk merela Sesungguhny NIah Maha
Pengampun lagi MaIn Pen1n1nng," (al-Mumtalranah: 12)

Aisyah berkata, "Maka barangsiapa di antara wanita-wanita ber-


iman itu yang menerima syarat tersebut, Rasulullatr saw. berkata
kepadanya, 'Aku telah membai'atmu --dengan perkataan saia-- dan
demi Allah tangan beliau sama sekali tidak menyentuh tangan
wanita dalam bai'at itu; beliau tidak membai'at mereka melainkan
dengan mengucapkan, 'Aku telah membai'atmu tentanghal itu.'"228
- Dalam mensyarah perkaaan Aisyah "Tidak, demi Allah ...', ol-
Hafizh tbnu Hajar berkaa dalam FathulBai sebagai berikut Perkaaan
itu berupa sumpah untuk menguatkan berita, dan dengan perkaaan-
nya itu seakan-akan Aisyah hendak menyangkal berita yang diri-
wayatkan dari Ummu Athiyah. Menurut riwayat lbnu Hibban, al-
Bazzar, ath-Thabari, dan lbnu Mardawaih, dari fialan) Ismail bin
Abdunahman dari neneknya, Ummu Attliyah, mengenai kisah bai'at,
Ummu Athiyah berkata:

227Yerbuatarryangmereka ada-adakan anara tangan dengan kaki mereka itu maksud-


nya ialah mengadakan pengkuan-pengakuan palsu mengenai hubunpn anara laki-laki
dengan wanita seperti tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak si Fulan bukan anak suaminya,
dan sebagainya. (Al-Qur'an dtnTcrjanahnya, catatan l(aki nomor 1473; Penl.)
228Hn gukhari dalam sahihnya, dalam 'Kitab Tafsir surat al-Mumtahanah', Bab 'Idzaa
;ai'aka al-uu'minaatu MuhaaJiraaf .

407
-

r*;{6"fi#r&8,'&i'6
. Wi@ftJ67L,.fi1b+\il,
"l-alu Raslullah sarw. mengulurkan tangannp fud luar runah hn
kani nmgtfulan tangan bni dari dalam rumah, kqrudian Miau
btuap, Ya NIah, slsikanlah.-
Demikian pula hadits sesudahnya --yakni sesudah hadits yang
tersebut dalam d-Bukhari-- di mana Aisyah mengatakan:

GL4tgiq,6i
"s@tang wanita menahan tangannya."

Memberi kesan seolah-olah mereka melakukan bai'at dengan


tangan mereka.
Al-Hafiz,h (Ibnu Hajar) berkaia: "Untuk )ang pertama itu dapat
--
diberi jawaban-bahwa mengulurkan tangan dari bafik hijab meng-
isyaratkan telah teriadinya bai'at meskipun tidak sampii be4abx
tangan .... Adapun untuk yang kedua, yang dimaksud dengan meng-
genggam tangan itu ialah menariknya sebelum bersentuhan .... Atau
bai'a! itu terfadl dengan menggunakan lapis tangan.
Abu Daud meriwayatlen dalarn al-Marasil dari asy-Sya'bi bahwa
Nabi saw. k€tika membai'at kaum wanita beliau membiwa kain se-
limut bergeuis.da4 eatar lalu beliau meletakkannya di atas tangan
beliau, seraya berkata,

-"r.iifl6r*
"Aku tidak berjafut tangan dengan wanita."

Dalam Maghazi lbnu Ishaq disebutkan bahwa Nabi saw. mema-


sukkan tangannya ke.dalam bejana dan wanita itu iuga memasukkan
tangannya bersama beliau.
Ib_nu Haiar berkata: "Dan boleh jadi berulang-ulang, yakni peris-
tiwa bai'at_ itu r€riadi lebih dari satu kali, di antaranya-iahh bai'at
yang te{adi di mana beliau tidak menyentuh tangan wanita sama se-

408
kali, baik dengan menggunakan lapis maupun tidak, beliau rnem-
bai'at hanya dengan perkataan safa, dan inilah yang diriwayatkan
oleh Aisyah. Dan pada kesempatan yang lain beliau tidak berjabat
tangan dengan wanita dengirn menggunakan lapis, dan inilah yang
diriwayatkan oleh asy-Sya'bi. "
Di antaranya lagi ialah dalam bentuk seperti yang disebutkan
Ibnu Ishaq, yaitu memasukkan tangan ke dalam beiana. Dan ada lagi
dalam bentuk seperti yang ditunjuki oleh perkaaan Ummu Athiyah,
yaitu berjabat tangan secara langsung.
Di antara alasan yang memperkuat kemungkinan berulang-
ulangnya bai'at itu ialah bahwa Aisyah membicarakan bai'at wanita-
wanita mukminah yang berhijrah setelah t€riadinya peristiwa Perjan-
jian Hudaibiyah, sedangkan Ummu Athiyah --secara lahiriah-- mem-
bicarakan yang lebih umum daripada itu dan meliputi bai'at wanita
mukminah secara umum, termasuk di dalamnya wanita-wanita
Anshar seperti Ummu Athiyah si perawi hadits. I(arena itu, Imam
Bukhari memasukkan hadits Aisyah di bawah bab "ldzaalaa aka al-
Mu'minaat Muhaajiraat", sedangkan hadits Ummu Athiyah dima-
sukkan dalam bab "ldzalaa aka al-Mu'minaat Yubaayi'naka".
Maksud pengutipan semua ini ialah bahwa apa yang diiadikan
acuan oleh kebanyakan orang yang mengharamkan beriabat tangan
antara laki-laki dengan perempuan --yaitu bahwa Nabi saw. tidak
berjabat tangan dengan wanita-- belumlah disepakati. Tidak seperti
sangkaan orang-orang yang tidak merujuk kepada sumber-sumber
aslinya. Masalah ini bahkan masih diperselisihkan sebagaimana
yang telah saya kemukakan.
Sebagian ulama sekarang ada yang mengharamkan beriabat tangan
dengan wanita dengan mengambil dalil riwayat Thabrani dan Baihaqi
dari Ma'qil bin Yasar dari Nabi saw., beliau bersabda:

*,r3tryf"yK'<t,,ry'g618_i1*
'ksungguhnlra'
dengan jarum bersi itu lebih fuik dadpda ia menyentuh wanita
nng tidak halal bglinY.azs

22961-gon6riri berkata dalam ar-Targhtb: 'Perawi-perawi Thabrani adalah orang-orang


tepercaya, perawi-perawi yang sahih."

409
Ada beberapa hdfang perlu diperhatikan berkenaan dengan peng-
ambilan hadits di atas sebagai dalil:
1, Bahwa imam-imam ahli hadits tidak menyatakan secara jelas
akan kesahihan hadits t€rsebut, hanp orang-orang seperti at-
Mundziri dan al-Haitsami yang mengatakan, -perawi-peiawinya
adalah perawi-perawi kepercayaan atau perawi-perawi sahih."
lelkataan seperti ini saja tidak cukup untuk menetapkan kesa-
hihan hadits tersebut, karena masih ada kemungkinan terputus
jalan periwayatannya (inqitha') atau terdapat 1llat (cacat) yang
samar. I(arena itu, hadits ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun
dari penyusun kitab-kitab yang masyhur, sebagaimana tidal( ada
seorang pun fuqaha terdahulu yang menjadikannla sebagai dasar
untuk mengharamkan berjabat tangan antara laki-laki dengan
perempuan dan sebagainya.
2. Fuqaha Hanafiyah dan sebagian fuqaha Malikiyah mengatakan
pengharaman iru tidtk dapai aitetaptari tecuai?eng*
lulty"
dalil qath'i yang tidak ada kesamaran padanya, seperti al-
Qur'anul lQrim serta hadits-hadits mutawafu dan masyliur. Ada-
pun jika ketetapan atau kesahihannya sendiri masih-ada kesa-
maran, maka hal itu tidak lain hanyalah menunjukkan hukum
makruh, sep_erti hadits-hadits ahad yang sahih. Ulka bagaimana
lagi dengan hadits yang diragukan kesahihannya?
3. Andaikata kita terima bahwa hadits itu sahih dan dapat Aigunaltan
yryuk suatu masalatr, maka saya-dapati petun-
jukn-y-a tidak jelas. Ielimat "menyenruh kulit wanita
lranj tidak
halal baginya" itu tidak dimaksudkan semata-mata b6rsentuhan
kulit dengan kulit tanpa syahwat, sebagaimanayang biasa tedadi
dalam beriabat tangan. Bahkan kata-kata al-mass (massa - yamassu
- mdss: menyentuh),cukup digunakan dalam nash-nash syar'iyah
seperti Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan salah satu dari dua
pengertian, yaitu:
a. Bahwa ia-merupakan hinayah (kiasan) dari hubungan biologis
(jima') sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abbas dalam menaf-
sirkan firman Allah: "Laamastum an-Nisa'" (Irramu menyentuh
wanita). Ibnu Abbas berkata, "Iafal al-lams, cl-mulaamasah, dan
al-mass dalam Al-Qur'an dipakai sebagai kiasan untuk jima'
(hubungan seksual). Secara umum, apt-ayatAl-eur,an yang
menggunakan l<ata al-mass menunjukkan arti seperti inr aengan
jelas, seperti firman Allah yang diucapkan Maryam:

4to
%;':rg;;-iK'S
"... Betapa mmglrin akt alran mempunyai anak, W&Iral alat belum
Fmah di*ntuh oleh xonng laki-laki pun -.." (Alt Imran:47)

1ir*SSlaai,$iLoy-,
"Jika kamu menceraikan isti-istrimu *belum kamu menyentuh
merel<a .... " (al-Baqarah : 237 I

Dalam hadits diceritakan bahwa Nabi saw. mendekati istri-


istrinya tanpa menyentuhnya ....
b. Bahwa yang dimaksud ialah tindalen-tindakan di bawah kate-
gori jima', seperti mencium, memeluk, merangkul, dan lain-
lain yang merupakan pendahuluan bagl jima' (hubungan sek-
sual). Ini diriwayatkan oleh sebagian ulama salaf dalam
menafsirkan makna l*ata mulaamasah.
Al-Hakim mengatakan dalam "Kitab ath-Thaharah'dalam cl-
Musbdr ah' ala ash- Shahihaini sebagai berikut:
lmam Bukhari dan Muslim telah sepakat mengeluarkan
hadits-hadits yang berserakan dalam dua musnad yang sahih
yang menunjukkan bahwa al-mass itu berarti sesulnr (tindakan)
di bawah iima':
(1) Di antaranya hadits Abu Hurairah:

'Tangan, zinanya ialah menyentuh ...."


,#i*rtat
(2) Hadits Ibnu Abbas:

"kranglrali englcau menyentuhnya ...?"


(3) Hadits lbnu Mas'ud:

-,P'3Y"5\#l'0r.6

I
4tl
I

-L
--

"Dan dirilranlah *alat itu pafu kduatepi siang(pgi dan Wtang)


....f230

Al-Hakim berkata, "Dan masih ada beberapa hadits sahih pada


mereka (Bukhari dan Muslim) mengenai tafsir dan lainnya ...."
Kemudian al-Hakim menyebutkan di antaranya:
(4) Dari Aisyah, ia berkata:

'A7{q1;
|'iG*76'A'6e$t:Agsqq,B33
-.:/-?
,*utc;6s\4iwe
vJ53 -';'-
iEn+-i7q-ri.:;" - r<6C{643% 4"#
tfi wa'nlur"vt'\g,$lrsg, /-->e-r-
2^4i/t,zt/ (r1 I
GVt'\\i,"t3J6'f,
-/'-
.6"e
h
--

'sedikit *t<ali hari (furtalu) kecuati Rasuluilah nw. nengetlinf;


l<ami *mua --taloli iilri-i*rirya -- lalu beliau mencium dan
menyentuh lang denjahy di bawah jima'. Malra apbila beliau
tib di rumah istri langwaktu glinn beliau di sittt, beliau menetap
di situ."
(5) Dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata, "Au laamastum an-
nisa'" (atau kamu menyentuh wanita) ialah tindakan di
bawah iima', dan unhrk ini wajib wudhu."
(6) Dan dari Umar, ia berkata, "sesungguhnya mencium itu
termasuk al-lams, oleh sebab itu benuudhulah karena-
nya."23l

23fu4i"u (al-Hakim) mengisyaratkan kepada riwayat asy-syaikhani dan lainnya dari


hadits lbnu Mas'ud, dan dalam sebagian riwayat-riwayatnya: Bahwa seorang lakFlaki datang
kepada Nabi saw. lalu dia mengatakan bahwa dia telah berbuat sesuafi terhadap wanita,
mungkin menciumnya, menyentuh dengan tangannya, aau perbuaan lainnya, seakan-akan
ia menanyakan kafrmtnya. I.alu Allah menurunkan ayat 0ru9 aftinf), 'Dan dirikanlah shalat
itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan dari malam. Sesung-
guhnya perbuaan-perbuaan yang baik itu menghapuskan dosa perbuatan-perbuatan yang
buruk ....' (Hud: 114) (Hn Mrsltm dengan lafal lnl dsfsm 'Xltrb rt-Tanbah', nomor 40)
2slYitru1, al-Musuitrah, l: lSS.

4t2
Berdasarkan nash-nash yang telah disebutkan itu, maka mazhab
Maliki dan mazhab Ahmad berpendapat bahwa menyentuh wanita
yang membatalkan wudhu itu ialah yang disertai dengan syahwat.
Dan dengan pengertian seperti inilah mereka menafsirkan firman
Allah, "au laamastum an-nisa'" (atau kamu menyennrh wanita).
Karena itu, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatalwa-nyamele-
mahkan pendapat orang yang menafsirkan lafal 'mulaamasah
( ,6nfi ) atau al-lams ( o.ili ) dalam ayat tersebut dengan
semata:mata bersentuhan kulit walaupun tanpa syahwat.
Di antara yang beliau katakan mengenai masalah ini seperti ber-
ikut:
Adapun menggantungkan batalnya wudhu dengan menyentuh
semata-mata (persentuhan kulit, tanpa syahwat), maka hal ini ber-
tentangan dengan ushul, bertentangan dengan ijma'sahabat, berten-
tangan dengan atsar, serta tidak ada nash dan qiyas bagl yang ber-
-"ff:ff '
ff$f at ;tc:l/;z,1;i
-tams( menyentuh) dalam fi rman rllerti
(atau iika kamu menyentuh wanita ...) itu dimaksudkan untuk
menyentuh dengan tangan atau mencium dan sebagainp --seperti
yang dikatakan Ibnu Umar dan lainnya-- maka zudah dimengerti
bahwa ketika hal itu disebutkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah,
yang dimaksud ialah yang dilakukan dengan bersyahwat, seperti
firman Allah dalam ayat i'tikaf: "... Dan janganlah kamu me-mubasya-
rah mereka ketika kamu sedang i'tikaf dalam masJid ...." (al-Baqa-
ra7)
Mubasyarah (memeluk) bagi orang yang sedang i'tikaf dengan
tidak bersyahwat itu tidak diharamkan, berbeda dengan memeluk
yang disertai syahwat.
Demikian pula firman Allah: "fika kamu menceraikan istri-
istrimu sebelum kamu menyentuh mereka ..." (al-Baqaraht 237l.
Atau dalam ayat sebelumnya disebutkan: "Tidak ada kewajiban
membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu
sebelum kamu menyentuh mereka ..." (al-Baqarahz 23161.
IQrena seandainya si suami hanya menyentuhnya dengan senhrh-
an biasa tanpa syahwat, maka tidak wajib 'iddah dan tidak wajib
membayar mahar seclra utuh serta tidak menjadikan mahram karena
persemendaan menurut kesepakatan ulama.
Barangsiapa menganggap bahwa lafal au laamsstum cn-nisa'men-

413
€kup sentuhan biasa meskipun tidak dengan bersyahwat, maka ia
telah menyimpang dari bahasa Al-Qur'an, bahkan menyimpang dari
bahasa manusia sebagaimana yang sudah dikenal. Sebab, jika dise-
butkan lafal al-mass (menyentuh) yang diiringi dengirn laki-laki dan
perempuan, male tahulah dia bahwayang dimaksud ialah menyen-
tuh dengan bersyahwat, sebagaimana bila disebutkan lafal al-wath'u
(yang asal artiryra "menginjak") yang diikuti dengian kaa- kata laki-
laki dan perempuan, maka tahulah ia bahwa yang dimaksud ialah ol-
wathu dengan kemaluan (yakni bersetubuh), bukan menglniak
dengan l<a1ki."232
Di tempat lain Ibnu Taimiyah menyebutkan batrwa para sahabat
berbeda pendapat mengenai maksud firman Allah au llr,mastum an-
nisa'. Ibnu Abbas dan segolongan sahabat berpendapat bahwa yang
dimaksud ialah iima', dan mereka berkata, 'Allah itu pemalu dan
Mqh? Muli?. Ia me.mbuat kinayah untuk sesuatu sesuai dengirn yang
Ia kehendaki."
Beliau berkata, "Ini yang lebih tepat di antara kedua pendapat ter-
sebut.'
Bang;sa Arab dan lVlawali juga berbeda pendapat mengenai makna
Y'ata al-lams, apakah ia berarti jima' atau tindakan di bawah jima'?
Bangsa Arab mengatakan, yang dimaksud adalah fima'. Sedangkan
Mawali (bekas-bekas budak )iang t€lah dimerdekakan) berkata: png
dimaksud idah tindakan di bawah jima' (prahubungan biologis)-.
Lalu mereka meminta kepunrsan kepada lbnu Abbas, lantas lbnu
Abbas membenarkan bangrsa Arab dan menyalahkan Mawali.Bs
Maksud dikutipnya semua ini ialah untuk kita ketahui bahwa kata-
kata al-mcss ( lAi ) atau at-lams t,Flr ) ketika dipergunal[n
dalam konteks laki-laki dan perempuan tidaklah dimaksudkan de-
ngan semata-mata bersentuhan kulit biasa, tetapi yang dimaksud
ialah mungkin jima' (hubungan seks) atau pendahuluannya seperti
mencium, memeluk, dan sebagainya yang merupakan sentuhan di-
sertai syahwat dan kelezatan.
ttalau kita perhatikan riwayat yang sahih dari Rasulullah saw.,
niscaya kita jumpai sesuatu yang menunjukkan bahwa semata-mata
bersentuhan tangan antara laki-laki deng;an perempuan anpa disertai

232Mai^u'Fau.a Ibnu Taimiph, rerbitan ar-Riyadh,


lilid 21, hlm. 225-224.
233rbid..

414
syahwat dan tidak dikhawatirkan t€rjadin),a fitnah tidaklah terlarang,
bahkan pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., sedangkan pada
dasamya perbuatan Nabi saw. itu adalah tasyri' dan unhrk diteladani:
"ksungguhryta tehh ada pada din Rasulullah sw. itu sulj teladan
tang fuik fugimu...." (al-Ahzab: 2I)
lmam Bukhari meriwayatkan dalam shahih-nya pada "Kitab al-
Adab" dari Anas bin Malik r.a., ia berkata:

'fi1$qqiJKt,G;i{'Ji5got
*/bW,'#r@Jtqit',+ru*
,&iG%
"S*ungguhnya wnng budak wanita di antan budak-budak pen-
duduk Madinah memegang bngan Rasulullah sw., lalu memfu-
wanp Wrgt ke mana ia suka."

Dalam riwayat Imam Ahmad dari Anas iuga, ia berkata:

Kxl;,b-'ii'ir',j3-'aixJV(Al
JK,t15j1:t1lr',i6-'6il3$(Al
-/
;<,,i,:,'Jl't ^,)- 2l, t'ta!'.
,7
4?i,Ui1u-56*i,ffi6/14#$r
ta )c-al.ru*Pd$:ll-_*)*;
.P
'/.- 1,< 6llta/*
.-.1o+i lY '?l< ,/ ?
i!, ?rAj U+11.3,'S\1ee
^

=ti$,i'"*L'kLa,/i63
.a;eilz+
i,,6$-1
"sesunggahnfi xonng budak Wrcmprun dad budak-budai pn-
duduk Madinah datang lalu ia memegang tangan Rasulullah aw.,
maka beliau tidalc melepsl<an tanga beliau hfi tanganryn *-
hingga dia memfuwanln perg ke mana ia iltlca."

Ibnu Majah juga meriwayatkan hal demikian.


Al-Hafizh lbnu Hajar mengatakan dalam Fathul Ban:
"Yang dimaksud dengan memegang tangan di sini ialah kelaziman-
nya, yaitu kasih sayang dan ketundukan, dan ini meliputi bermacam-

415
macam kesungguhan dalam tawadhu', karena disebutkannya perem-
puan bukan laki-laki, dan disebutkannp budak bukan orang merdeka,
digunakannya kata-kata umum dengan lafal al-imaa, (budak-budak
perempuan), yakni budak perempuan yang mana pun, dan dengan
perkataan haitsu syaa'at (ke mana safa ia suka1, yakni ke tempat mana
saja. Dan ungkapan dengan "mengambiUmemegang tangannya" itu
menunjukkan apa saja yang dilakukannya, sehingga meskipun si
budak perempuan itu ingin perg ke luar kota Madinah dan dia
meminta kepada beliau untuk membantu memenuhi keperluannya
itu niscaya beliau akan membantunya.
Ini merupakan dalil yang menunjukkan betapa tawadhu'nya
Rasulullah saw. dan betapa bersihnva beliau dari sikap sohbong."2sl
Apa yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar inr saara Saris besar dapat
diterima, tetapi beliau memalingkan makna memegang tangan dari
Taqa hhlrlhnya lepada kelazimannya yang berupa kasih sayang
dan ketundukan, tidak dapat diterima, karena makna lahir dan ke:
laziman itu adalah dua halyang dimaksudkan secara bersama-sama,
dan pada- asalnya perkataan itu harus diartikan menurut lahirnya,
kecuali iiku 4a dalil atau indikasi tertentu yang memalingkannya
dari makna lahir. Sedangkan dalam hal ini saya tidak miryumfai
faktor yang mencegah atau melarang dipakainya makna tairir itr,r,
bahkan riwayat Imam Ahmad yang menyebutkan "maka beliau tidak
pglepaskan tangan beliau dari tangannya sehingga ia membawa
beliau rylg k
mana saja ia suka" menunjukkan de-ngan jelas bahwa
pakna lahir itulah yang dimaksud. Sungguh termasuhmemberat-
beratkan diri dan perbuatan serampangan ;itta keluar dari makna
lahir ini.
- F_bih banyak dan lebih mengena lagi apa yang diriwayatkan dalam
Shahihain dan kitab-kitab Sunan'dari.a,nas "bahwa ttabi saw. tidur
siang hari di rumah bibi Anas yang bernama Ummu Haram binti
Milhan isri Ubadah bin Shamit, dan beliau tidur di sisi Ummu Haram
dengan meletakkan kepala beliau di pangkuan Ummu Haram, dan
Ummu Haram membersihkan kepala beliau dari kutu ...."
Ibnulaiar dalam menjelaskan hadits ini mengatakan, "Hadits ini
memperbolehkan tamu tidur siang di rumah orang lain (yakni tuan

I
23lrathut Bari,
iuz lS.

416
rumah) dengan memenuhi persyaratannya, seperti dengian adanya
izin dan aman dari fitnah, dan bolehnya wanita asing (bukan istri)
melayani tamu dengan menghidangkan makanan, menyediakan ke-
perluannya, dan sebagainya.
Hadits ini juga memperbolehkan wanita melayani tamunya de-
ngan membersihkan kutu kepalanya. Tetapi hal ini menimbulkan ke-
musykilan bagi sejumlah orang. Maka lbnu Abdil Barr berkata, 'Saya
kira Ummu Haram itu dahulunya menyusui Rasulullah saw. (waktu
kecil), atau saudaranya yaitu Ummu Sulaim, sehingga masing-
masing berkedudukan "sebagai ibu susuan'atau bibi susuan bagi
Rasulullah saw.. I(arena itu, beliau tidur di sisinya, dan dia lakukan
terhadap Rasulullah apa yang layak dilakukan oleh mahram."
Selanjutnya Ibnu Abdil Barr membaniakan riwayatdengirn sanadj
nya yang menunfukkan bahwa Ummu Haram mempunyai hubungan
mahram dengan Rasul dari jurusan bibi (saudara ibunya), sebab ibu
Abdul Muthalib, kakek Nabi, adalah dari Bani Naiiar ....
Yang lain lagi berkata, "Nabi saw. itu maksum (terpelihara dari-
dosa dan kesalahan). Beliau mampu mengendalikan hasratnya ter-
hadap istrinya, maka betapa lagi terhadap wanita lain mengenai hal-
hal yang beliau disucikan daripadanya? Beliau suci dari perbuatan-
perbuatan buruk dan perkataan-perkataan kotor, dan ini termasuk
kekhususan beliau."
Tetapi pendapat ini disangkal oleh al-Qadhi'Iyadh deng;an argu-
mentasi bahwa kekhususan itu tidak dapat ditetapkan dengan se-
suatu )rang bersifat kemungkinan. Tetapnya kemaksuman beliau
memang dapat diterima,tetapi pada dasamya tidak ada kekhususan
dan boleh meneladani beliau dalam semua tindakan beliau, sehingga
ada dalil yang menunjukkan kekhususannya.
Al-Hafizh ad-Dimyati mengemukakan sanggahan png lebih keras
lagi terhadap orang yang mengatakan kemungkinan pertama, yaitu
anggapan tentang adanya hubungan kemahraman antara Nabi saw.
dengan Ummu Haram. Beliau berkata:
'Mengigau orangyang menganggap Ummu Haram sebagai salah
seorang bibi Nabi saw., baik bibi susuan maupun bibi nasab. Sudah
dimiklumi, orang-orang yang menyusukan beliau tidak ada seorang
pun di antara mereka yang berasal dari wanita Anshar selain Ummu
Abdil Muthalib, yaitu Salmabinti Amrbin Zaidbin Lubaid bin Hirasy
bin Amir bin Ghanam bin Adi bin an-Najjar; dan Ummu Haram ada-
lah binti Milhan bin Khalid binZaid bin Haram bin fundub bin Amir
tersebut. Maka nasab Ummu Haram tidak bertemu dengan nasab

417
.S.lT" kquatipaga Amir bin Ghanam, kakek mereka yang zudah jauh
ke
.atas.
Dan hubunga! !i!i (yang jauh) ini tidak inen-etapkan ke-
mahraman, sebab ini adalah bibi mafazi, seperti perkataan Habi saw.
terhadap Sa'ad bin Abi Waqash, "Ini paminku-, karena Sa'ad dari
Bani Zahrah, kerabat ibu beliau Aminah, sedangkan Sa'ad bukan
saudara Aminah, baik nasab maupun susuan.,
Selanjutnya beliau (Dimyati) berkata, ,Apabila sudah tetap yang
-demikian, maka terdapat riwayat dalam ash-sinhin yang menceiitlkail
bahwa Nabi saw. tidak pernah masuk ke tempat wania selain istri-
istri beliau, kecuali kepqda ummu sulaim. Ialu beliau ditanya me-
ngenai masalah itu, dan beliau menfawab, 'Saya kasihan kepadanya,
saudaranya terbunuh dalam peperangan bersama saya-., yaft.ni
Haram bin Milhan, yang terbunuh pada waknr peperingan Bi'r
Ma'unah."
_Apabila hadits.ini mengkhususkan pengecualian untuk Ummu
Sulaim, maka demikian pula halnya dengan Ummu Haram tersebut.
Karena keduanya adalah bersaudara danhidup di dalam satu rumah,
sedangkan Haram bin Milhan adalah saudaramereka berdua. Maka
'illat (hukumn-ya)
ldalah sama di antara keduanya, sebagaimana di-
kemukakan oleh Ibnu Hajar.
Dan ditambahkan pula kepada iltd tersebut bahwa Ummu Sulaim
3duluh ibu Anas, pelayan Nabi saw., sedangkan telah berlaku ke-
biasaan pelSgulaq antarapelayan, yang dilaylni, serta keluarganya,
serta ditiadakan kekhawatiran yang teriadi di antara oranglorang
luar.
.kanttemy{ian ad-Dimyati berkata, ,Tetapi hadits itu tidak menunjuk-
teriadinya khalwat antara Nabi saw. deng;an Ummu Haram, ke-
mungkinan pada waktu itu disertai oleh anak, pembantu, suami,
atau pendamping."
Ib.nu f!i!r terkata, "Ini merupakan kemungkinan yang kuat,
tetapi masih belum dapat menghilangkan kemusykilan diui a-salnya,
lareng masih adanya mutamasih (persentuhan) dilam membersihkan
kutu kepala, demikian pula tidur di pangkuan."
Al-Hafizh berkata, 'sebaik-baik jawaban mengenai masalah ini
ialah dengan menganggapnya sebagai kekhususan, danhal ini tidak
dapatditolak oleh keberadaanya yang tidak ditetapkan kecuali dengan
dalil, karena dalil mengenai hal ini sudah ielas.,zcs

235po6r1 Bari, l3lt 2sO-251, dengan beberapa perubahan


susunan redaksional.

418
Tetapi saya tidak tahu mana dalilnya ini, samar-samar ataukah
jelas?
Setelah memperhatikan riwayat-riwayat t€rsebut, maka png
mantap dalam hati saya adalah bahwa semata-mata bersentuhan
kulit tidaklah haram. Apabila didapati sebab-sebab yang menjadikan
percampuran (pergaulan) seperti yang tedadi antara Nabi saw. de-
I ngan Ummu Haram dan Ummu Sulaim serta .rman dari fitnah bagi
kedua belah pihak, maka tidak mengapalah berjabat tangan antara
laki-laki dengan perempuan ketika diperlukan, seperti ketika datang
dari perjalanan jauh, seorang kerabat laki-laki berkunjung kepada
kerabat wanita yang bukan mahramnya atau sebaliknp, seperti anak
perempwm paman atau anak perempuan bibi baik dari pihak ibu
maupun dari pihak ayah, atau istri paman, dan sebagainya, lebih-
lebih jika pert€muan itu setelah lama tidak berjumpa.
Dalam menutup pembahasan ini ada dua hal yang perlu saya
tekankan:
Pertamn, bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan
itu hanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta
aman dari fitnah. Apabila dikhawatirkan teriadi fitnah terhadap
salah satunya, atau disertai syahwat dan ulaitzdudz (berlezat-luatl
dari salah satunya (apa lagr keduanya; pen[ maka keharaman ber-
jabat tangan tidak diragukan lagi.
Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak tepenuhi -)raitu
tiadanya syahwat dan aman dari fihatr-- meskipun iabatan tangan
itu antara seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara se-
susuan, anak tirinya, ibu tirinla, merhranya, atau lainnya, maka ber-
jabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram.
Bahkan berjabattangan dengan anakyang masi[ kecil pun haram
hukumnya jika kedua syirat itu tidak terpenuhi.
Kedua, hendaklah bedabat angan itu sebatas ada kebutuhan
saja, seperti yang disebutkan dalam pertanyium di atas, yainr dengan
kerabat atau semenda (besan) yang terjadi hubungan yang erat dan
akrab di antara mereka; dan tidak baik hal ini diperluas kepada orang
lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, meng-
I
,
ambil sikap hati-hati, dan meneladani Nabi saw. --tidak ada riwayat
kuat yang menyebutkan batua beliau pemah berjabat tangan dengan
i
wanita lain (bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang
erat).
Dan yang lebih utama bagi seorang muslim atau muslimah --yang
i

komitmen pada agamanya-- ialah tidak memulai beriabat tangan de-

L 419
ng;an lain jenis. Tetapi, apabila diaiak beriabat tangan barulah ia
mehjabat talngannya.
saya tetapkan kepuhrsan ini unhrk dilaksanakan oleh orangyang
memerlukannya t?n_pa merasa telah mengabaikan agamanfi; da;
bagi.orang yang telah mengearrui ddak usih mengingfarinla ;tama
masih ada kemungkinan untuk bertfdhad.
Wallahu a'lam.

.\APA SAIA YANG BOLEH DIKERIAIGN


WANITA?
Pertanyaan:

_ -Bagaimana
hukum wanita le\eria menurut syara,? Maksudnya:
bekerja luar rumah sgnerri laki-laki. Apakah dii'botetr bek€ri dan
-di
lkut Tdll auFf p-roduksi, pembangunair, dan kegiatan kemasyara-
katan? Ataukah dia harus-terus-menerus menjaii tawanan dahrn
rumah, tidak boleh melakukan aktivitas apa punz sementara kami
sering mendengar bahwa agama tslam meriruliakan wanita dan
memberikan hak-hak kemanusiaan kepadanya jauh beberapa abad
sebelum b"Tgqu Barat mengenalnya. eiautr-atiivitas yang^ia laku-
l.* iq ddak-dapat di?nggap seligai hhknya yang a*iir miqernitr-
kan. air my[gqya, sekaligus dapit menjdga-kefr'onnatannyl agar
tidak menjadi barang dagangan yang dipegualbelikan seenaknya
ketika dibutuhkan atau dikurbankan [etilia daruran
- Menga-pa wanita (muslimah) tidak boleh teriun ke kancah kehi_
dupan sebagaimana yang dilakukan wanita-rirania Barat, untuk
menjernihkan kepribadiannyg dan memperoleh hak-haknya,
War
dapat mengurus dirinya seridiri, dan ikut andil dalam meir4u6n
masyarakat?
I(aT.i ir,.g1
-ryenggtahui baras-batas syariah terhadap aktivitas
y-ang diperbolehkan bagi wanita muslimah, yang bekiga untuk
dunianya tanpa merugikan agarnanya, lepas diri tetototan orang-
-kaum
gr?ng. ekstrem yang tidak menghendaki unnita belaiar diir
bekerfa sera keluar rumah walau ke masjid sekalipun. fuga jauh dari
orang-orang yang menghendaki agar wanita muslimah lepas bebas
dari segala ikatan sehingga menjadibarang murahan di pasir-pasar.

420
Kami ingin mengetahui hukum syara' yang benar mengenai
masalah ini dengan tidak melebih{ebihkan dan tidak mengurang-
ngurangkan.

Jautaban:
Wanita adalah manusia juga sebagaimana laki-laki. Wanita
merupakan bagian dari laki-laki dan laki{aki merupakan bagian dari
wanita, sebagaimana dikatakan Al-Qur'an:
b. ozl , pr,,
#:u4O.h';
"... sefugian lramu adalah furunan dari sebagian yang lain...."(AIi
Imran: I95)

Manusia merupakan makhluk hidup yang di antara tabiatnya ialall


berpikir dan bekerja (melakukan aktivitasl. Jika tidak demikian,
maka bukanlah dia manusia.
Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan manusia agar mereka
beramal, bahkan Dia tidak menciptakan mereka melainkan untuk
menguji siapa di antara mereka yang paling baik amalannya. Oleh
karena itu, wanita diberi tugas untuk beramal sebagaimana laki{aki
--dan dengan amal yang lebih baik secara khusus-- untuk memper-
oleh pahala dari Allah Azza wa falla sebagaimana laki-laki. Allah
SWT berfirman:
"Mal<a Tuhan mereka mempe*enankan permohonanny (dengan
furtirman),'Sesungguhnya Afu tidak menyia-nyial<an amal onng-
orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupunJ)erem-
puan....'" (Ali tmran: I95)
Siapa pun yang beramal baik, mereka akan mendapatkan pahala
di akhirat dan balasan yang baik di dunia:
"hnngsiapa yang mengerjakan amal sleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beiman, mal<a resungguhnya akan
l(ami berikan kepa&nya kehidupn yngfuih dan *sunggthnya
akan lhmi beri balasn kepada merel<a dengan pahala yang lebih
baik dai aW Wg telah mercka kerjakan." (an-Nahl:97)

Selain ittr, wanita --sebagaimana biasa dikatakan-- juga merupa-


kan separo dari masyarakat manusia, dan Islam tidak pernah tergam-

421

L
barkan akan mengabaikan separo anggota masyarakatnya serta
menbtapkannya beku dan lumpuh, lantas dirampas kehidupannya,
dirusak kebaikannya, dan tidak diberi sesuatu pun.
Hanya- saja-tugas wanita y?ng pertama dan utama yang tidak di_
perselisihkan lagi ialah mendidik generasi-generasi barI. uereka
memang disiapkan oleh Allah untuk tugas itu, baik secara fisik mau-
pun mental, dan rugas yang agung ini tidak boleh dilupakan atau di-
abaikan oleh faktor material dan kultural apa pun. Sebab, tidak ada
seorang pun yang dapat menggantikan peran kaum wanita dalam
tugas besarlya ini, yang_ padanyalah bergantungnya masa depan
umat,. dan dengannyl pula terwujud kekayaan ylrig paling besar,
yaitu kekayall-yang b-erupa manusia lsumber diya minusial.
fe_moga Allah memberi rahmat kepada penyaii Sungai Nil, yaitu
Hafizh lbrahim, ketika ia berkata:

l61A6fa6Z'A(
(,

gffitryY"{,1L'i€l
Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan
fika Anda mempersiapkannya dengan baik
Maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik
pokok pangkalnya.

Di antara aktivitas wanita ialah memelihara rumah tangganya,


membahagiakan suaminya, dan membentuk keluarga bahafr yang
tenteram {an1ai, penuh cinta dan kasih sayang. ningga tertienal
dalam peribahasa, "Baguglyq pelayanan sebrang wan-ila terhadap
suaminya dinilai sebagai jihad fi sabilillah".
Namun demikian, tidak berarti bahwa wanita bekerfa di luar
rumah itu diharamkan syara'. Karena tidak ada seorang pun yang
dapat mengharamkan sesuatu tanpa adanya nash syara,]ing jahi[
periwayatannya dan sharih (jelas) petunjuknya. Selain itu, pada
dasarnya segala sesuatu dan semua tindakan itu boleh sebagaimana
yang sudah dimaklumi.
Berdasarkan pr=insip ini, maka saya katakan bahwa wanita
bekerja atau melakukan aktivitas dibolehkan (iaiz). Bahkan kadang-
kadalg ia dituntut dengan tuntutan sunnah-atair wajib apabila ia
membutuhkannya. Misalnya, karena ia seorang janda-atau dicerai-

422
kan suaminya, sedangkan tidak ada orang atau keluarga yang me-
nanggung kebutuhan ekonominya, dan dia sendiri dapat melakukan
suatu usaha untuk mencukupi dirinya dari minta-minta atau me-
nunggu uluran tangan orang lain.
Selain itu, kadang-kadang pihak keluarga membutuhkan wanita
untuk bekerja, seperti membantu suaminya, mengasuh anak-anak-
nya atau saudara-saudaranya yang masih kecil-kecil, atau mem-
bantu ayahnya yang sudah tua --sebagaimana kisah dua orang putri
seorang syekh yang sudah lanjut usia yang menggembalakan kambing
ayahnya, seperti dalam Al-Qur'an surat al-Qashash:
Kdtnwanita itu meniavnb'l<ami tidak dapat meminumi (tennk
"...
kami) sebelum penggembala-penggemfuIa itu memulangfun (ter-
nalmya), sedangkan bapak kami adalah onng tua yang telah laniut
umumya.'" (al-Qashash: 25)

Diriwayatkan pula bahwa Asma' binti Abu Bakar --yang mem-


punyai dua ikat pinggang-- biasa membantu suaminya Zubair bin
Awwam dalam mengurus kudanya, menumbuk biji-biiian untuk di-
masak, sehingga ia juga sering membawanya di atas kepalanya dari
kebun yang jauh dari Madinah.
Masyarakat sendiri kadang-kadang memerlukan pekerjaan wanita,
seperti dalam mengobati dan merawat orang-orangwanita, mengaiar
anak-anak putri, dan kegiatan lain yang memerlukan tenaga khusus
wanita. Maka yang utama adalah wanita bermuamalah dengan se-
sama wanita, bukan dengan laki-laki.
Sedangkan diterimanya (diperkenankarmya) laki-laki bekerja
pada sektor wanita dalam beberapa hal adalah karena dalam kondisi
darurat yang seyogianya dibatasi sesuai dengan kebutuhan, jangan
dijadikan kaidah umum.
Apabila kita memperbolehkan wanita bekeria, maka wajib diikat
dengan beberapa syarat, yaitu:
1. Hendaklah pekerjaannya itu sendiri disyariatkan. Artinya, peker-
jaan itu tidak haram atau bisa mendatangkan se$ufu lang haram,
seperti wanita yang bekerja untuk melayani lelaki bujang, atau
wanita menjadi sekretaris khusus bagi seorang direktur yang
karena alasan kegiatan mereka sering berkhalwat (berduaan),
atau menjadi penari yang merangsang nafsu hanya demi me-
ngeruk keuntungan duniawi, atau bekeria di bar-bar untuk
menghirlangkan minum-minuman keras --padahal Rasulullah

423
saw. telah melaknat orang yang menuangkannya, membawanya,
dan menjualnya. Atau menjadi pramugari di kapal terbang de-
ngan menghidangkan minum-minuman )ang memabukkan, be-
pergian jauh tanpa disertai mahram, bermalam di negeri asing
sendirian, atau melakukan aktivitas-aktivita$ lain yangdiharam-
kal glgh Islam, baik yang khusus untuk wanita maupun khusus
untuk laki-laki, ataupun untuk keduanya.
2. Memenuhi adab wanita muslimah ketika keluar rumah, dalam
berpakaian, berialan, berbicara, dan melakulen gerak-gerik.
"I(atala nkh kep& wanita-wanita WS funnm,'Hen&Ifuh metd<a
menahan pandanganny4 dan memelihata kemaluannya, dan
janganlah mercka menampld<an perhiaa m1a, kmnli yang
(biasa) tanpak daripdanya .... "lan-Nur: B I )
"... dan janganlah merel<a memukulkan kakirya agar diketahui per-
hiasan yang merelra sembunyikan .... BI )
" (an-Nur:
Male iangnlah lcamu tunduk datam berbican *hingga fur-
"...
keinginanlah onngyang ada pengkit fulam hatiqa, dan ucapl<an-
lah pr*ataan yang Mik." (al-Ahzab: 32)

3. fanganlah pekerjaan atau tugasnya itu mengabaikan kewajiban-


kewajiban lain yang tidak boleh diabaikan, seperti kewajiban ter-
hadap suaminya atau anak-anaknya yang merupakan kewafiban
pertama dan tugas utamanya.
Wabillahi nufiq.

l0
APAIGH MEMAKAI CADAR ITU BID'AH?
Pertanyaan:
Telah terjadi polemik dalam beberapa surat kabar di lGiro seputar
masalah "cadar" yang dipakai sebagian remaia muslimah, khusus-
nya-para mahasiswi. Hal itu berawal dari keputusan pengadilan
Mesir yang menangani tuntutan mahasiswi beberapa perguruan
tinggi, yang mengaiukan tuntutan ke pengadilan karena merasa ter-
aniaya dengan keputusan sebagian dekan yang memaksa mereka
melepas cadar apabila masuk kampus.

424
Para mahasiswi itu mengatakan bahwa mereka siap membuka
tutup wajah mereka manakala diperlukan, apabila ada tuntutan dari
pihak yang bertanggung jawab, pada waktu ujian atau lainnya.
- Seorang wartawan terkenal, Ustadz Ahmad Batrauddin, menulis
artikel --dalam surat kabar al-Ahram-- yang isinya bertentangan
dengan keputusan pengadilan. Menurutnya, cadar dan penutup
waiah itu merupakan bid'ah yang masuk ke kalangan Islam dan
umat Islam. Hal ini diperkuat oleh salah seorang dosen al-Azhar,
yang mengaku bahwa-dirinya adalah Dekan Fakultas Ushuluddin,
dan sedikit banyak tahu tentang peradilan.
I(ami mohon Ustadz berkenan menielaskan tentang masalah yang
masih campur aduk antara yang hak dan yang batil ini. Semoga Allah
berkenan memberikan balasan kepada Ustadz dengan balasan yang
sebaik-baiknya.

Jautaban:
Alhamdulillah, segala puji kepunyaan Allah, Rabb semesta alam.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasul
palingmulia, junfungan kita Nabi Muhammad saw., kepada kehnrga-
nya, dan para sahabatnya.
Pada kenyataannya, mengidentifikasi cadar sebagai bid'ah yang
datangdari luar serta sama sekali bukan berasal dari agamadanbukan
dari tilam, bahkan menyimpulkan bahwa cadar masuk ke kalangan
umat Islam pada zaman kemunduran yang parah, tidaklah ilmiatt
dan tidak tepat sasaran. Identifikasi seperti ini hanyalah bentuk per-
luasan yang merusak inti persoalan dan hanya menyesatkan usaha
untuk mencari kejelasan masalah yang sebenarnya.
Satu hal yang tidak akan disangkal oleh siapa pun )ang mengeahui
sumber-sumbei ilmu dan pendapat ulama, bahwa fiasalah tersebut
merupakan masalah khilafiyah. Artinya, persoalan apakah boleh
membuka wajah atau wajib menutupnya --demikian pula dengan
hukum kedua telapak tangan-- adalah masalah yang masih diperse-
lisihkan.
Masalah ini masih diperselisihkan oleh para ulama, baik dari
kalangan ahli fiqih, ahli tafsir, maupun ahli hadits, seiak zaman
dahulu hingga sekarang.
Sebab perbedaan pendapat itu kembali kepada pandangan merele
terhadap nash-nash yang berkenaan dengan masalah ini dan sejauh
mana pemahaman mereka terhadapnya, karena tidak didapatinya
1Th yang q ath'i tsubut (jalan periwayarannya) dan dilalahnya (perun-
juknya) melggnai masalah-ini. Seandainya-ada nash yang tagas'
samar), sudah tentu masalah ini sudah terselesaikan. -
ltidak
Mereka berbeda pendapat dalam menafsirkan firman Allah:
"... Dan iwantah merer<a menamprd<an perhiaan mercr<a kecuati
yang biasa tanpak daipadanya....lan-Nur: SI )

Mgrek3 meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, dia berkata bahwa yang


..
fli.ryksu-d .deng3n "kecuali apa yang biasa'rampak daripadanya;
ialah pakaian dan jilbab, yakhi pakaian luar yang tidak'mung:tin
disembunyikan.
Mereka juga meriwayatkan dari lbnu Abbas bahwa beliau menaf-
sirkan "apa yang biasa tampak" itu dengan celak dan cincin. penaf-
siran yang sama juga diriwayatkan dari Anas bin Malik. Dan penaf-
siran yang-hampir sama lagi diriwayatkan dari Aisyah. selain'iru,
kadang-kadang Ibnu Abbas menyamakan dengan cilak dan cincin,
terhadap pemerah kuku, gelang, anting-anting]atau kalung.
. . Ada
plla yang menganggapbahwa yang dlmaksud den[an "per_
hiasan" di sini ialah tempatnya. rbnu auuas berkata, "(van? diniak-
sud ialah) bagian w-ai{ dq qelapak tangan." nan penafsira"n serupa
juga diriwayatkan dari Sa'id binlubair, ltha', dan' lain{ain.
sebagian ulary
Fg mengalggap bahwa sebagian dari rengan ter-
masuk "apa yang biasa tampak;ldl.
.Ibnu Athiyah menafsirkannya dengan apa yang tampak secara
darurat,,misalnya karena dihembus anln aauiainiya.x?-- -
Mereka juga berbeda pendapat dalam menafsirkan firman Allah:
"Hai Nabi, katal<anlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan-
mu dan istri-isti orang muronin, 'Hendaklah mercr<a mengulurr<an
jilbabng ke seluruh tubuh mereka.,yang demikian itu ,upry,
merel<a lebih mudah untuk dikenal, karena itu.merelca tidak di-
gangg. Dan Nlah adalah Maha pengampun lag Maha
Penyayang." (al-Ahzab: 59)

Ivtaka apakatr yang dimaksud dengan "mengulurkan


iilbab" dalam
ayat tersebut?

zloyyhaj-w.nafsiran-ayat
ini oreh lbnu farir, Ibnu Katsrr, ar-eurthubi, danpadaad-ourrur
- -
Maatsur (5: 41-42), d,an lain{ain.

426
Mereka meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang merupakan kebali-
kan dari penafsirannya terhadap ayat pertama. Mereka meriwayat-
kan dari sebagian tabi'in --Ubaidah as-Salmani-- bahwa beliau
menafsirkan 'mengulurkan jilbab" itu dengan penafsiran praktis
(dalam bentuk peragaan), yaitu beliau menutup muka dan kepala
beliau, dan membuka mata beliau yang sebelah kiri. Demikian pula
yang diriwayatkan dari Muhammad l(a'ab al-Qurazhi.
Tetapi penafsiran kedua beliau ini ditentang oleh Ikrimah, maula
(mantan budak) Ibnu Abbas. Dia berkata, 'Hendaklah ia (wanita)
menutup lubang (pangkal) tenggorokannya dengan jilbabnp, dengan
mengulurkan jilbab tersebut atasnya. "
Sa'id bin fubair berkata, "Tidak halal bagi wanita muslimah dilihat
oleh lelaki asing kecuali ia mengenakan kain di atas kerudungnya,
dan ia- mengikatkannya pada kepalanya dan lehernya."237
Dalam hal ini saya termasuk orang yang menguatkan pendapat
yang mengatakan bahwa wajah dan tedua telapak angan bukan
aurat dan tidak wajib bagi wanita muslimah menu$pnya. IQrena
menurut saya, dalil-dalil pendapat ini lebih kuat daripada pendapat
yang lain.
Di samping itu, banyak sekali ulama zaman sekarangyang sepen-
dapat dengan saya, misalnya Syekh Muhammad Nashiruddin al-
Albani dalam kiabnya Hijabul Mar'atil Muslfinah fil-Kitab was-Suanah dan
mayoritas ulama al-Azhar di Mesir, ulama Zaitunah diTunisia, Qara-
wiyyrn di Maghrib (Maroko), dan tidak sedikit dari ulama Pakistan,
India, Turki, dan lain{ain.
Meskipun demikian, dakwaan (klaim) adanya iima' ulama se-
karang terhadap pendapat ini juga tidaklatr benar, karena di kalangan
ulama Mesir sendiri ada yang menentangnya.
Ulama-ulama Saudi dan sejumlah ulama n@ra-negara Teluk
menentang pendapat ini, dan sebagai tokohnya adalah ulama besar
Syekh Abdul luiz bin Baz.
Banyak pula ulama Pakistan dan India yang menentang pendapat
ini, mereka berpendapat kaum wanita waiib menunrp mukanya. Dan
di antara ulama terkenal yang berpendapat demikian ialah ulama
besar dan da'i terkenal, mujaddid Islam yang maqrhur, yaitu al-
Ustadz Abul A'la al-Maududi dalam kiabnya al-Hijab.

237 Lilat ail-Durrul Mantsur, 5: 221-222,dan sumber-sumber tcrdahulu mengenai penaf-


siran ayat tersebut.

427
Adapun di antara- ulama masa kini yang masih hidup yang me_
ngumandangkan wajibnya menutup muka bai wanita iatatr'penui-is tce-
namaan dari suriah, Dr. Muhammad sa'id Ramadhan al-tiuthi, yang
mengemukakan pendapat ini dalam risalahnya ilaa Kulli Faiaatin
Tu'minu billaahi (Kepada setiap Remaja putri yang Beriman kepada
Allah).
_ Di samping itu, masih terus saja bermunculan risalah-risalah dan
fatwa-farwa dari waktu ke wakru yang menganggap aib jika wanita
membuka wajah. Mereka menyeru kaum winiti-dengan'mengatas-
namakan agama dan iman agar mereka mengenalEn cadai dan
menganjurkan agar jangan patuh kepada ulama-ulama ,modern"
yalg ingT menyesuaikan ag.rma dengan peradaban modern. Barang_
kali mereka memasukkan saya ke dalam lierompok ulama seperti inl
lika dijumpai di antara wanita-wanita muslimah yanj merasa
mantap pendapat ini, dan menganggap membuka iajah itu
$engan
haram, dan menutupnya itu wajib, mata nagiimana kita akjn me-
yaiilka1 kepadanya qengikuti pendapat lain, yang dia anggap ke_
liru dan bertentangan dengan nash?
, I.rami
lunyl mengingkari-mereka jika mereka memasukkan pen_
dapatnya kepada orang lain, dan menganggap dosa dan fasik terhadap
or?ng ya-ng menerapkan pendapat lain itu, serta menganggapnya
sebagai kemunkaran yang wajib diperangi, padahal "p".i-uiara
muhaqiq telah sepakat mengenai tidak bobhnya menganggap mun-
kar terhadap masalah-ma salah iitihadiy ah hhiliJiy ah.
. Kalau kami mengingkari (menganggap munkhrl pelaksanaan pen_
dapat_yang berbeda dengan penAapat liami --yaitir pendapat yang
mu'tabar dalam_ bingkai fiqih Islam yang lapang-- liemudian men-
campakkan pefdapat tersebut dan tidak memberinya hak hidup, hanya
semata-mata karena berbeda dengan pendapat-kami, beralrti kaini
terjatuh ke dalam hal yang terlarang, yang justru kami perangi dan
kami seru manusia untuk membebaikan diii daripadanya.
.Bahkan seandainya wanita muslimah tersebut'tidak menganggap
wajib menulup muka, tetapi ia hanya menganggapnya lebi-h uiara'
dan lebih takwa demi membebaskan diri dari perseiisitran pendapar,
drq di" mengamalkan yang lebih hati-hati, maka siapakah yrrg uion
melarang dia mengamalkan pendapar yang lebih hati-hati untu"k oiri-
nya dan agamanya? Dan apakah pantal dia dicela selama tidak
mengganggu orang lain, dan tidak membahayakan kemaslahatan
(kepentingan) umum dan khusus?
Saya mencela penulis terkenal Ustadz Ahmad Bahauddin yang

428
menulis masalah ini dengan tidak merujuk kepada sumber-sumber
tepercaya, lebih{ebih tulisannya ini dimaksudkan sebagai sang-
gahan terhadap putusan pengadilan khusus yang bergengsi. Semen-
ara kalau dia menulis masalah politik, dia menulisnya dengan cermat,
penuh pertimbangan, dan dengan pandangan yang menyeluruh.
Boleh jadi karena dia bersandar pada sebagian tulisan-mlisan
ringan yang tergesa-gesa dan sembarangyang membuatnya t€{atuh
ke dalam kesalahan sehingga dia menganggap 'cadar' sebagai se-
suatu yang munkar, dan dikiaskannya dengan "pakaian renang'
yang sma-sama tidak memberi kebebasan pribadi.
Tidak seorang pun ulama dahulu dan sekarangyang mengharam-
kan memakai cadar bagi wanita secara umum, keonli hanya pada
waktu ihram. Dalam hal ini mereka hanya berbeda pendapat antara
yang mengatakannya wajib, mustahab, dan jaiz.
Sedangkan tentang keharamannya, tidak s€orang pun ahli fiqih
yang berpendapat demikian, bahkan yang memakruhkannya pun
tidak ada. Maka saya sangat heran kepadaUstadz Bahauddin yang
mengecam sebagian ulama al-Azhar yang mewajibkan menutup
muka (cadar) sebagai telah mengharamkan apa yang dihddkan
Allah, atau sebagai pendapat orang yang tidak memiliki kemajuan
dan pengetahuan yang mendalam mengenai Al-Qur'an, as-Sunnah,
fiqih, dan ushul fiqih.
IQlau hal itu hanya sekadar mubah --sebagaimana pendapat
yang saya pilih, bukan waiib dan bukan pula mustatnb-- maka me-
rupakan hak bagi muslimah unhrk membiasakann),a, dan tidak boleh
bagi seseorang unffk melarangnp, karena ia cuma melalsanakan hak
pribadinya. Apalagi, dalam membiasakan atau mengenakannp inr
tidak merusak sesuatu yang waiib dan tidak membahal,akan seseorang.
Ada pepatah Mesir yang menyindir orang yang bersikap demikian:
"seseorang bertopang dagu, mengapa Anda kesal terhadapnya?"
Hukum buatan manusia sendiri mengakui hak-hak perseorangan
ini dan melindunginya.
Bagaimana mungkin kita akan mengingkari wanita muslimah
yang komitmen pada ag;amanya dan hendak memakai cadar, semen-
tara di antara mahasiswi-mahasiswi di perguruan tingg itu ada yang
mengenakan pakaian mini, tipis, membennrk potongan hrbuhnya
yang dapat menimbulkan fitnah (rangsang;an), dan memakai berma-
cam-macam mahe-up, tanpa seorang pun yang mengingkarinya,
karena dianggapnya sebagai kebebasan pribadi. Padahal pakaian
yang tipis, yang menampakkan kulit, atau tidak menuup bagian
rybglr selain wajah dan kedua tangan itu diharamkan oleh syara',
demikian menurut kesepakatan kaum muslim.
Kalau pihak yang bertanggung jawab di kampus melarang pakaian
yang seronok itu, sudah tentu akan didukung oleh syaia' dan
undang-undang yang telah menetapkan bahwa agama resmi negara
adalah Islam, dan bahwa hukum-hukum syariai Islam merupakan
sumber pokok perundang-undangan.
Namuntenyataannya, tidak seorang pun yang melarangnya!
Sungguh mengherankant Mengapa wanita-whnita yang berpa-
-kaian tetapi telanjang, yang berlenggak{enggok dan beigaya untuk
memikat orang lain kepada kemaksiatan dibebaskan saja tanpa ada
segrang pun yang menegurnya? Kemudian mereka rumpahkan selu-
ruh kebencian dan celaan serta caci maki terhadap wanita-wanita
bercadar, yang berkeyakinan bahwa hal itu termasuk alaran agama
yang tidak boleh disia-siakan atau dibuat sembarang?
Kepada Allah{ah kembalinya segala urusan sebelum dan sesu-
dahnya. Tidak ada daya untuk menjauhi kemaksiatan dan tidak ada
kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali dengan pertolongan
Allah!

ll
APAKAH MEMAKAI CADAR ITU WAIIB?

Pertanyaan:
Saya telah membaca nrlisan lJstadz yang membela cadar dan
menyangkal pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa cadar
itu bid'ah, tradisi luar yang masuk ke dalam masyarakat Islam, dan
sama sekali bukan dari ajaran Islam. tJstadzjugamenielaskan bahwa
pendapatyang mewajibkan cadar bagi wanita itu terdapat dalam fiqih
Islam. Anda bersikap moderat terhadap persoalan cadar dan waniia-
wanita bercadar, meskipun kami tahu Anda tidak mer,rajibkan cadar.
kami mengharap kepada Anda --sebagaimana Anda
tet$-Sekarang
peprttanmoderat mengenai wanita bercadar ini dari wanita yang
suka buka-bukaan, yang suka membuka aurat-- agar Anda berjit<ap
moderat terhadap kami yang berjilbab (tetapi tidak bercadarl dair
saudara-saudara kami yang bercadar, t€rmasuk terhadap kiwan-
kawan mereka yang selalu menyerukan cadar. Mereka yang dari

430
waktu ke waktu tidak henti-hentinya menjelek-jelekkan kami, karena
kami tidak menutup wajah. Mereka beranggapan bahwa yang demi-
kian itu mengundang fitnatr karenawaiah merupakan pusatleindahan
(kecantikan). Oleh sebab itu, mereka berpendapat bahwa kami telah
menentang Al-Qur'an dan As-Sunnah serta petunjuk salaf karena
kami membiarkan wajah terbuka.
IQdang-kadang celaan ini dialamatkan kepada Anda sendiri,
karena Anda membela hijab fiilbab) dan tidak membelacadar. Deml-
kian pula yang dialamatkan kepada Fadhilah asy-Syekh Muhammad
al-Ghazali. Beberapa ulama mengemukakan sanggahan terhadap
beliau melalui beberapa surat kabar di negara-negara Teluk.
I(ami harap Anda tidak menyuruh lemi untuk membaca kembali
tulisan Anda dalam kitab al-Halal wal-Haramfil-Islam dan kitab Fatawi
Mu'ashirah meskipun dalam kedua kitab tersebut sudah terdapat ke-
terangan yang memadai. Namun, kami masih mengin$nkan tam-
bahan penjelasan lagi untuk memantapkan hujfah, menerangi ialan,
menghilangkan udzur, menghapuskan keraguan dengan keyakinan,
serta untuk menghentikan polemik dan perdebatan yang t€rus ber-
langsung mengenai masalah ini.
Semoga Alldr meniadikan kebenaran pada lisan dan Elisan Anda.

Jaanban:
Tidak ada alasan bagi saya untuk diam dan merasa cukup dengan
apa yang pernah saya tulis sebelumnya.
Saya tahu bahwa perdebatan mengenai masalah-masalah khila-
fiyah itu tidak akan selesai dengan adanya makalah-makalah dan
tulisan-tulisan lepas, bahkan dalam benark sebuah buku (kitab)
sekalipun.
Selama sebab-sebab perbedaan pendapat itu'masih ada, maka
ikhtilaf (perbedaan pendapat) itu akan senantiasa ada di antara
manusia, meskipun mereka sama-sama muslim, patuh pada agama-
nya, dan ikhlas.
Bahkan kadang-kadang komitrnen dan keikhlasan terhadap agama
menyebabkan perbedaan pendapat inr semakin tajam. Masing-masing
pihak ingin mengunggulkan dan memberlakukan pendapat yang
diyakininya benar sebagai ajaran agama yang akan diperhitungkan
dengan mendapatkan pahala (bagi yang melaksanakannya) atau
mendapatkan hukuman (bagr yang melanggiarnya).
Perbedaan pendapat itu akan terus berlangsung selama nash-nash-

431
nya sendiri --yang merupakan sumber penggalian hukum-- masih
menerima kemungkinan perbedaan pendapat tentang periwayatan
dan petuniuknya, selama pemahaman dan kemampuan manusia untuk
mengistinrbath (menggali dan mengeluarkan) hukum masih berbeda-
beda, dan sepanjang masih ada kemungkinan untuk mengambil zha-
hir nash atau kandungannya, yang tersurat atau yang tersirat, yang
ruhhshah (merupakan. keringanan) ataupun yangtLzimoh (hukum
asal), yang lebih hati-hati atau yang lebih mudah.
Perbedaan pendapat akan senantiasa muncul selama manusia
masih ada yang bersikap ketat seperti Ibnu Umar dan ada yang ber-
sikap longgar seperti lbnu Abbas; dan selama di antara mereka masih
ada orang yang menunaikan shalat ashar di tengah jalan dan ada yang
tidak menunaikannya melainkan di perkampungan Bani Quraizhah
(setelah sampai di sana).
Adalah merupakan rahmat Allah bahwa perbedaan pendapat
seperti ini tidak terlarang dan bukan perbuatan dosa, dan orangyang
keliru dalam berijtihad ini dimaafkan bahkan mendapat pahala satu.
Bahkan ada orang yang mengatakan, 'Tidak ada yang salah dalam
ijtihad-ijtihad furu'iyah ini, semuanya benar. "
Para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik juga sering berbeda pendapat antara yang satu dengan yang lain
mengenai masalah-masalah furu' (cabang) dalam agama, namun
mereka tidak menganggap hal itu sebagai bahaya. Mereka tetap ber-
sikap toleran, dan sebagian mereka shalat di belakang sebagian yang
lain, tanpa ada yang mengingkari.
Dengan menyadari bahwa perbedaan pendapat itu akan senantiasa
ada, maka saya harus menjawab pertanyaan ini, dan saya akan
mengulangi tema tersebut dengan menambahkan penjelasan.
Mudah-mudahan Allah memberi taufik kepada saya hingga mampu
mengungkapkan perkaaan yang benar, yang dapat memutuskan
perselisihan atau --minimal-- mengurangi ketajamannya, yang me-
lunakkan kekerasannya sehingga hati wanita yang berhijab (tetapi
tidak bercadar) merasa riang dan memudahkan urusan bagr yang
mengumandangkan cadar (untuk memakainya).

Memperllhatkan Muka dan Tangan Menurut Pendapat lumhur


Ulama
Ingin segera saya tegaskan di sini tentang suatu hakikat yang se-
benarnya sudah tidak perlu penegasan, karena di kalangan ahli ilmu

432
hal itu sudah.terkenal dan tidak samar lagi, sudah masyhur dan tidak
asing lagi, yaitu bahwa pendapat t€ntang tidak wajibnya memakai
cadar serta bolehnya membuka wajah dan kedua telapak tangan bagi
wanita muslimah di depan laki-laki lain yang bukan muhrimnya ada-
lah pendapat jumhur fuqaha umat semenjak zaman sahabat r.a..
I(arena itu tidak perlu dipertengkarkan, sebagaimana yang ditim-
bulkan oleh sebagian yang ikhlas tetapi tidak berilmu dan oleh se-
bagian pelajar dan ilmuwan yang bersikap ketat terhadap pendapat
yang dikemukakan seorang da'i kondang Syekh Muhammad al-Gha-
zali dalam beberapa buku dan makalahnya. Mereka beranggapan se-
akan-akan beliau membawa bid'ah atau pendapat baru, padahal se-
benarnya apa yang beliau kemukakan itu merupakan pendapat
imam-imam yang mu'tabar dan fuqaha yang andal, sebagaimana
yang akan saya jelaskan kemudian. Selain itu, apa yang beliau ke-
mukakan merupakan pendapat yang didukung oleh dalil-dalil dan
atsar, disandarkan pada penalaran dan i'tibar, dan didukung pula
oleh realitas dalam beberapa za;man.

Mazhab Hanafi
Dalam tutab al-Ihhnyar, salah satu kitab Mazhab Hanafi, disebutkan:
Tidak diperbolehkan melihat wanita lain kecuali wajah dan tela-
pak tangannya, jika tidak dikhawatirkan timbul syahwat. Dan diri-
wayatkan dari Abu Hanifah bahwa beliau menambahkan dengan
kaki, karena pada yang demikian itu ada kedaruratan untuk meng-
ambil dan memberi serta untuk mengenal wajahnya ketika bermua-
malah dengan orang lain, untuk menegakkan kehidupan dan kebu-
tuhannya, karena tidak adanya orang yang melaksanakan sebab-
sebab penghidupannya.
Beliau berkata: Sebagai dasarnya ialah firman Allah, "Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa yang
biasa tampak daripadanya." (an-Nur: 3I)
Para sahabat pada umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud
ayat tersebut ialah celak dan cincin, yaitu tempatnya (bagian rubuh
yang ditempati celak dan cincin). Hal ini sebagaimana telah saya
jelaskan bahwa celak, cincin, dan macam-macam perhiasan itu halal
dilihat oleh kerabat maupun orang lain. Maka yang dimaksud di sini
ialah 'tempat perhiasan itu', dengan jalan membuang muilhaf dan
menempatkan mudhaf ilaih pada tempatnya.
Beliau berkata, adapun kaki, maka diriwayatkan bahwa ia bukan-

433
lah aurat secara mutlak, karena bagian ini diperlukan untuk berjalan
sehingga akan tampak. Selain itu, kemungkinan timbulnya syahwat
karena melihat muka dan tangan itu lebih besar, maka halalnya meli-
hat kaki adalah lebih utama.
Dalam satu riwayat disebutkan, kaki itu adalah aurat untuk di-
pandang, bukan untuk sfu2fu1.2aa

Mazhab Malif<i
Dalam syarah shaghir (penjelasan ringkas) karya ad-Dardir yang
berjudul Aqrabul Masalih ilaa Malih, disebutkan:
"Aurat wanita merdeka terhadap laki{aki asing, yakni yang
bukan mahramnya, ialah seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak.
tangan. Adapun selain itu bukanlah aurat."
Ash-Shawi mengomentari pendapat tersebut dalam Hasyiy ah-nyd,
katanya, "Maksudnya, boleh melihatnya, baik bagian luar maupun
bagian dalam (tangan itu), tanpa maksud berlezat-lezatdan merasa-
kannya, dan jika tidak demikian maka hukumnya haram."
Beliau berkata, "Apakah pada waktu itu wajib menutup wajah
dan kedua tangannya?" Itulah pendapat Ibnu Marzuq yang mengata-
kan bahwa ini merupakan mazhab (Maliki) yang masyhur.
Atau, apakah wanita tidak wajib menutup wajah dan tangannya,
hanya si laki{aki yang harus menundukkan pandangannya? Ini ada-
lah pendapat yang dinukil oleh al-Mawaq dari 'lyadh.
Sedangkan Zumrq merinci dalam Syarah al-Waghlisiyah antara
wanita yang cantik dan yang tidak, yang cantik wajib menutupnya,
sedangkan yang tidak cantik hanya 6gs12fu3[.23e

Mazhab Syafi't
Asy-Syirazi, salah seorang ulama Syafi'iyah, pengarang kitab al-
Muhadzdzab mengatakan :
"Adapun wanita merdeka, maka seluruh tubuhnya adalah aurat, ke-
cuali wajah dan telapak tangan --lmam Nawawi berkata: hingga per-
gelangan tangan-- berdasarkan firman Allah, 'Dan janganlah mereka

2sEet-fthtiyo, ti-TatititMuhhtar, karya Abdullah


bin Mahmud bin Maudud al-Maushlli al-
Hanafi,4: 156.
z'gunryiyoh blu asy-Syuh ash-Shaghia dengan a'liq, IX. Mustrthafa l(anul Washfi,
^h-Stvui
terbitan Darul Ma'arif, Mesir, 1: 289.

434
menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripa-
danya.' Ibnu Abbas berkata, 'Wajahnya dan kedua t€lapak tangan-
nya,'24o
Di samping itu, karena Nabi saw. 'melarang wanita yang sedang
ihram mengenakan kaos tangan dan cadar'.241 Seandainya uaiah dan
telapak tangan ifu aurat, niscaya beliau tidak akan mengharamkan
menutupnya. Selain itu, juga karena dorongan kebutuhan untukme-
nampakkan wajah pada waktu jual beli, serta perlu menampakkan
tangan unnrk mengambil dan memberikan sesuatu, karena inr (waiah
dan tangan) ini tidak dianggap aurat."
Imam Nawawi menambahkan dalam syarahnya terhadap al-
Muhadzdzab, yaitu al-Majmu', "Di antara ulama Syaf iyah ada yang
menceritakan atau mengemukakan suatu pendapat bahwa telapak
kaki bukanlah aurat. Al-Muzani berkata, 'Telapak kaki itu bukan
autat.' Dan pendapat mazhab adalah ymrgpstanta."zq2

Mazhab Hambali
Dalam mazhab Hambali kita dapati Ibnu Qudamah mengatakan
dalam kitabnya al-Mughni (1: 601) sebagai berikut Tidak diperseli-
sihkan dalam mazhab tentang bolehnya wanita membuka wajahnya
dalam shalat, dan dia tidak boleh membuka selain wajah dan telapak
tangannya. Sedangkan mengenai telapak tangan ini ada dua riwayat.
Para ahli ilmu berbeda pendapat, tetapi kebanyakan mereka sepa-
kat bahwa ia boleh melakukan shalat dengan waiah terbuka. Dan
mereka juga sepakat bahwa wanita merdeka itu harus mengenakan
tutup kepalanya jika melakukan shalat, dan jika ia melakukan shalat
dalam keadaan seluruh kepalanya terbuka, maka ia wajib mengula-
ngrnya.
Imam Abu Hanifah berkata, "Kaki itu bukan aurat, karena kedua
kaki itu memang biasanya tampak. Ihrena itu, ia seperti wajah."

24olmam Nawawi berkaa dalam at-Majmu':'lafsir yang dlsebuttan


dari Ibnu Abbas ini
dtrtwayatkan oleh Baihaqi darl tbnu Abbas dan dart Aisyah luga.'
24lnadits ini tersebut dalam shahih al-Buhhcri, dari lbnu Umar r.a. bahwa Rasulullah saw
bersabda:

+i-i'..aiJii4lj Y5.'7i; 1,'. F


'Jryanlah wanita yng Dr,rihran memakai cadat dan iangan memakai kaos tangan."
242 il-Majmu', 3: 167 - 168.

435

I L
Imam Malik, al-Auza'i, dan Imam Syaf i berkata, "Seluruh tubuh
wanita itu adalah aurat kecuali muka dan tangannya, dan selain itu
wajib ditutup pada waktu shalat, karena dalam menafsirkan ayat
'dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa
yang biasa tampak daripadanya', Ibnu Abbas berkata, 'yaitu wajah
dan telapak tangan.'"
Selain itu, karena Nabi saw. melarang wanita berihram memakai
kaus angan dan cadar. Andail€ta wajah dan tatngan itu aurat niscaya
beliau tidak akan mengharamkan menutupnya. Selain itu, karena di-
perlukan membuka wajah dalam urusan iual beli, begitupun kedua
tangan untuk mengambil (memegang) dan memberikan sesuatu.
Sebagian sahabat kami berkata, "Wanita itu seluruhnya adalah
aurat, karena diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa wanita itu aurat."
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan beliau berkata, "Hadits hasan
sahih." Tetapi beliau memberinya ruhhshah (keringanan) untuk mem-
buka wajah dan tangannya karena iika diturup akan menimbulkan
kesulitan. Dan diperbolehkan melihatnya pada waktu meminang,
karena wajah itu merupakan pusat kecantikan. Dan ini adalah pen-
dapat Abu Bakar al-Harits bin Hisyam, beliau berkata, "Wanita itu
seluruhnya adalah aurat hingga kukunya."
Demikian keterangan dalam kitab al-Mughni.

Mazhab-mazhab Lain
Dalam menjelaskan berbagai pendapat ulama tentang masalah
aurat, lmam Nawawi mengatakan dalam kiabnya al-Majmu,:
Aurat wanita itu ialah seluruh tubuhnya kmlali waiah dan tela-
pak tangannya. Di samping Imam Syaf i, yang berpendapat demi-
kian adalah Imam Malik, Abu Hanifah, al-Auza'i, Abu Tsaur, dan se-
golongan ulama, serta satu riwayat dari Imam Ahmad.
Selain itu, Imam Abu Hanifah, Tsauri, dan al-Muzani berkata,
"Kedua kakinya juga bukan aurat."
Imam Ahmad berkata, "Seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali
wafahnya sarja...."z+s
Ini juga merupakan pendapat Daud sebagaimana dikemukakan
dalam Nailul Authar (22 55).

' 243[-Majmu', karya lmam Nawawi,3: 169.

436
Adapun lbnu Hazrn, maka beliau mengecualikan waiatr dan t€lapak
tangan, sebagaimana disebutkan dalam al-Muhalla, dan akan kami
kemukakan alasan-alasan yang beliau berikan.
Ini juga merupakan pendapat jamaah sahabat dan tabi'in sebagai-
mana yang tampak jelas dalam penafsiran mereka terhadap ayat "apa
yang bisa tampak daripadanya" (an-Nur: 5I).

Dalil-dalil Golongan yang Memlrcrbolehkan Membuka lVafah dan


Telapalc Tangan
Saya akan kemukakan beberapa dalil syar'iyah terpenting yang
diiadikan dasar oleh golongan yang berpendapat tidak waiib mema-
kai cadar serta boleh membuka wajah dan telapak tangan -yaitu
jumhur ulama-- seperti berikut ini, dan insya Allah hal ini sudah
memadai.

1. Penafsiran sahabat terhadap aW l&a&Eti9r l"trecuati apa yarg


biasa tampak daripadanya").
fumhur ulama dari kalangan sahabat dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik (para tabi'in) menafsirkan firman
Allah dalam surat an-Nur ayat 31 ("Dan janganlah mereka menam-
pakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak daripadanya")
bahwa yang dimaksud adalah "wajah dan telapak tangan, atau celak
dan cincin, serta perhiasan-perhiasan yang serupa dengannya'.
Al-Hafizh as-Suyuthi menyebutkan sejumldh besar pendapat
mengenai masalah ini dalam kitabnya Ad-durrul Mantsur fit Tafsir bil
Ma'tyrr.
Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Anas mengenai firman Allah
"dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa
yang biasa tampak daripadanya", yang maksudnya adalah "celak
dan cincin".
Sa'id bin Manshur, Ibnu Iarir, Abdullah bin Humaid, Ibnul Mundzir,
dan d-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. mengenai bunyi
ayat tersebut dengan "celak, cincin, anting-anting, dan kalung".
Abdur Razaqdan Abd bin Humaid meriwayatkandari IbnuAbbas
mengenai "kecudi apa yang biasa Ampak daripadanya', yaitu 'pe-
merah kuku dan cincin'.
Ibnu Abi Syaibah, Abd bin Humaid, {an Ibnu Abi Hatim meri-
wayatlan dari lbnu Abbas mengenai "apa yang biasa tampak daripa-
danya", yaitu "waiah, telapak tangan, dan cincin".
Ibnu Abi Syaibah, Abd bin Humaid, dan Ibnu Abi Hatim juga me-

437
riwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah "kecuali apa
yang biasa tampak diiripadanya', yaitu 'raut waiah dan telapak
tangan".
Ibnu Abi Syaibah, Abd bin Humaid, Ibnul Mundzir, dan al-Bai-
haqi dalam Sunan-rfo, meriwayatkan dari AisJah r.a. bahwa beliau
l
pernah ditanya mengenai perhiasan yang biasa ampak itu, lalu
beliau meniawab, "gelang dan cincin". Beliau mengaakan demikian
sambil menganrpkan ufung lengan bajunya. I
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari lkrimah mengenai firman
Allah "kecuali apa yang biasa tampak daripadanya'. Menurut beliau,
yang dimaksud adalah "waiah dan lingkar leher (antara dua tulang
selangka)".
Ibnu farir meriwayatkan dari Sa'id bin fubair mengenai ayartrlr.
sebut dengan penafsiran "waiah dan telapak tangan'.Ibnufarirfuga
meriwayatkan dari 'Atha mengenai ayat yang sama dengan penaf-
siran 'kedua tflapak tangan dan wajah'.
Abdur Pazaq dan lbnu farir, dari Qatadah, menaslrkan a)rat terse-
but dengan 'kedua gelang, cincin, dan celak'. Menurut @tadah,
"Telah sampai berita kepadaku bahwa Nabi saw. trersabda:

3fidr;a7AL"Gfutk;
. d)\iiAuL;i5-\At1
mfuk fuIaI bgt wanitayangbdman @aNlah dan lwi affirir
(untuk memmpldan tangany) kcrrnli htuWa ini, waSa Miau
rrcnqang ryparo lengantya."

Abdur Pazaqdan Ibnu farir, dari Ibnu furaij, yang mengutip per-
kaaan Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud bunyi ayat 'dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya kecuali apa )rang biasa tampak
daripadanya" adalah 'cincin dan gelang'.
Menurut.hnu IuraU, AiErah pernah berkata, 'Anak perempuan
dari saudara laki-lakiku seibu, yathr Abdullah bln Ttrufatl, pemah
masuk ke tempatku dengan mengenakan perhiasan. Dia masuk ke
tempat Nabi saw., kemudian beliau berpaling.'Ialu Aisyah berkata,
"Sesungguhnya dta adalah anak perempuan saudara laki-lakiku dan
dia seorang pembantu.' IGmudian beliau bersabda:

438
I 2
Wq#g,6'j;f,'-$7r.ft
t'LL61{,C15
.,sy
J.5d1i.) IA
"lpabih wnngwanib tdah fuae, ia tidalc bleh nruwryIdan
*lain yang di bawah ini."
reIain wajalnya dan

Seraya beliau memegang lengannya sendiri, lalu beliau biarkan


antara pegangannya itu dengan telapak tangan sepanjang segeng-
gamtang41.'2a4
Namun, dalam hal ini Ibnu Mas'ud berbeda pendapat dengirn Ibnu
Abbas, Aisyah, dan Anas radhiyallahu'anhum.Ibnu Mas'ud berkata,
"Apa yang biasa tampak itu ialah pakaian dan Jilbab."
Menurut pendapat saya, penafsiran Ibnu Abbas dan yang sepen-
dapat dengannya itu merupakan penafsiran yang rajih (kuaQ, karena
pengecualian dalam ayat 'kecuali apa yang biasa tampak daripada-
nya" ihr datang setelah larangan menampakkan perhiasan, yang hal
ini menunjukkan semacam ruhlshah (keringanan) dan pemberian
kemudahan, sedangkan tampaknya selendang, jilbab, dan pakaian-
pakaian luar lainnya sama sekali bukan rukhshah aau kemudahan,
atau menghilangkan kesulitan, karena tampak atau terlihatnya
pakaian luar itu sudah otomatis. Oleh karena inr, |qndapat ini
dikuatkan oleh ath-Thabari, al-Qurthubi, ar-Razi, al-Baidhawi, dan
lain{ainnya, dan ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Adapun al-Qurthubi menguatkan pendapat ini karena sudah lum-
rah wajah dan tangan itu tampak baik dalam adat maupun dalam iba-
dah, seperti dalam shalat dan haji. Oleh karena itu, tepatlah apabila
istirsna' (pengecualian) itu kembali kepadanya.
Pendapat ini dimantapkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Daud bahwa Asma binti Abu Bakar pernah menghadap Nabi
saw. dengan mengenakan pakaian yang tipis, lalu Nabi saw. berpa-
ling seraya berkata:

;=,.4\(i$i6(&l7tt,Lr3U
:;24)oyo d-htrulMcatsur oleh as-Suyuthl dalam menafslrkan ryat 3l surat an-Nur.

439
'tG"itS- 1t'l I r
it{ r W r4'-:5'&
walni ap,h
Asn4 wanih r*, ##r*
d*asa), nuka tidalt boleh tanryk dafi tubuhrryd *lain ini dan ini,'
&n bliau biqant kepda waiah &n kdua tanganryra."
Memang, kalau hanya hadits ini saia tidak dapat diiadikan hujjah
karena kemursalannya dan kelemahan perawinya dari Aiqrah, seba-
gaimana yang sudah dimaklumi, tetapi ia mempunyai syahid (pen-
dukung) dari hadits Asma binti Umais sehingga kedudukannya ten-
jadi kuat, ditambah lag dengan praktik kaum wanita pada zaman
Nali saw. dan para sahabatnya. Oleh karena ihr, pakar hadits al-
Albani menghasankannya dalam kitab-kitabnya, seperti: Hijab al-
Mar'ah al-Muslimah, al-Irwa', Shahih al-Jam'i uh-Slwghir, dan tahh4i al-
Halal wal-Haram.

2. Perintah Mengulurkan Kerudung lce Dada, bukan ke Waiah


Allah berfirman:

? t, 1/6 tt ', o')./


,4XtPffr>yQi
"... Dan hendak ah merelra menufufun tarin ktdtilW ke Maryn
....'(an-Nur: 5I)

Lafal al-hhumuru ( (;fr ) adalah bentuk jamak dari kata hhimaaru


( tC ), yaitu tutup kepala, sedangkan lafal al-juyuubu t 4. H I
adalah bentuk iamak dari kata jaibu (.$i1, yairu belahan dada
pada baiu atau lainnya. Maka wanita-wanita mukminah diperintah-
kan menutupkan dan mengulurkan penutup kepalanya sehingga
dapat menutupi leher dan dadanya, dan jangan membiarkannya ter-
lihat sebagaimana yang dilakukan wanita-wanita fahiliah.
Seandainya menutup muka itu waiib, niscaya difetaskan dengan
tegias oleh ayat itu dengan memerintahkan wanita menutup waiah-
nya, sebagaimana dengan tegas ayat itu memerintahkan mereka me-
nutup dadanya. I(arena itu, setelah mengemukakan ayat ini Ibnu
Hazm berkata, "Maka Allah Ta'ala memerintahkan mereka (kaum

440
wanita) menutupkan kerudungnya ke dadanp, dan ini merupakan
nash untuk menunrp aurat,leher, dan dada, dan ini juga merupakan
nash yang memperbolehkan membuka wajah, dan tidak mungkin
dapat diartitran selain ito.'24s

3. Perintah kepada laki-laki untuk Menahan Pandangan


Al-Qur'an dan As-Sunnah menyuruh laki{aki menahan pan-
dangannya. Firman Allah:
"Ihtakanlah kepda onng lakiJaki yng bedman, Tlenhklah
merel<a menahan pndangannya, dan memelihara kemalwnryn;
yang demikian itu adalah lebih suci W
mercka xsunguhryn
Nlah MaIn Mengetalrui apyang merclra prbual"lan-Nur: 50)
Sabda Nabi saw.:

jd^Iit|{4ii4kt%;wst
G4,Lj, ff"&,t iy!{g, (*krty
'

city''{abbV4)^i 'vi - H\31


"Jaminlah untukl<tt enam perkan, nixaya alru menjamin unfuk
kamu anrga, yditu iuiurlah bila kamu bfticara, tunailanlah iila
I<amu diamanati, dan tahanlah pndanganmu ....246

y9ee €
i{
,1;U#i6Cg,t):!Ji'aJEJ6o14
cy2a1"r lU,o-;s' rtlrq'5^ti oY; ' (5'6
"Janganhh eryl<au ikuti pndangn (Fitana) dengan pandangan
(brifuhya), l<arcna engl<au haryndiprbolehkan melalrukn pn-
&ngan Wrtama itu dan tidak diperbolehkan pandangan yang
kdua2,47

24ieLuuhono, sr 2zg.
246nadits niwayat Ahmad, tbnu Hibban, Haldm, dan Bailuqi dalam ary-syu'ab dari Ubadah,
dan dlhasankan dalam shahih al-Jani'wh-shaghir, (1018).
247gx 6h*u6, Abu Daud, Tirmidzi, dan Hakim dari Buraidah, dan dihasankan dalam
Shahih al-Jani'ush-Shaghir (7953)

441
-t

tgtKrgffiid:*-taG*,u
do#r4#',tg.tiiqs
(ryo.tb7g).,ob,)
lValni pn pnufu Dazansiapa di antan bmu pngtChh mamry
l<awin, maka l<awinlah, lcatena kawin ifu lebih dapt menundurcrran
pandangan dan memelihara kemaluan...." (IIR al-tnma'61 6".1
Ibnu Mas'ud)
IQlau seluruh wajah inr harus terhrtup dan semua wanita harus
memakai cadar, maka apakah.arti anjuran untuk menahan p"ra"rg
an? Dan apakah yang dapar dilihat oleh mata jika wajatr itu tiaat ier-
luq {Tg memungkinkan menarik minat dan dapat menimbulkan
titnah? Dan.apa artinya bahwa kawin itu dapat lebih menundukkan
pa-ndangan jika maa tidak pernah dapat mblihat sesuatu pun
dari
tubuh wanita?

4. Ayat itii:21,,:1G.. r15 (,meskipun kecantikann)ra menarik hati-


mu")
Hal ini diperkuat lagi oleh frman Allah:

i; @ ) 1 a Ui:"i: 6 {; t:, Li( :,ti 3i13,;- S


'",#<E;
Tidal< halal fugimu mengawini percmpuan-pereapnn wudah
itu dan tidak boleh @ula) mengganti mereka dengn idri-istri
(;nng lain), meskipun kecantitannya menar* hatimu _.." (al-
Ahzab:52)
Maka dari manakah laki-laki akan t€rtarik kecandkan wanita,
kalau tidak ada kemungkinan melihat wafah yang sudah disepakati
merupakan pusat kecantikan wanita?

5. Hadits: "Apabila salah seorang di antara kamu melihat wanita


lantas ia tcrtarik kepadanya."-

442
Nash-nash dan fakta-falcA menuniukkan bahwa umumnya kaum
wanita pada zaman Nabi saw. iarang sekali yang memakai cadar,
bahkan wajah mereka biasa terbuka.
Di antaranya ialah apa yang diriwayatkan oleh tmam Ahmad,
Muslim, dan Abu Daud dari fabir batma Nabi saw. pemah melihat
seorang wanita lalu beliau tertarik kepadanya,.lcemudian beliau men-
datans Tainab --istrinya-- rtg waktu itu sedang menyamak kulit,
kemudian beliau melepaskan hasratn)ra, dan beliau trcrsabda:

r/ilw*.*w
*i3;;,
-"VT'(*'rA
Z-(..r'l
Ol-
)Al
+p*I94r4r
's6v$9,$$iai-
d
3?3)
arjJt))
GU llF, dJ;Ai;;i-
eJJ+|clr.)o_L6,'r(K a\fr ,'^.K{\6
l/ )z e\
,: ).
1, ,< ).(?< -o?i',{ 2 "-// <-li
t), 6
? 'y;5"u-\69,'^i*d
rliaY1 YE
5
--/
(Polsr).6
"futnggulnln wanita ifi;, gambm *tan dan pgt
futang dafun
dalatn Sa,nbnn *tan. Malra apabila sahh wrang di antan bmu
melihat wrangwanita kntas k teftarikk@qta, na,bffik-
lah ia mendatangi istirya karcnaltang&mikian iht dawtmqg:
halangkn hasnt yang ada dalan lntfuya itu "(Hn.uusltmP48

Hadits ini juga diriwayatkan oleh ad-Darimi dari lbnu Mas'ud,


rpi istri Nabi saw.
tetapi vane disebutkan di sinr ialah 'Saudah',
saw. yang 'Saudah'. dan
beliau bersabda:

6Ui{p.+#{;Ve#Gr1
4J5U$)5:+5Kawa"t6V,Vrt1r1
'/i:
li"i'.)..,i
.\6e\i&+\G"'b\5
?SiaW sh yary nrelilat wrang wmib yry mawlk Intiny4 lroala
hendaldah ia mendatangt i*inm lrarura apa yang dimiliki wnib
itu ada pula pda ifriryn'

248[i^1aa 'Kitab an-Nikah', hadits nomor 1403.

44s
-t

Imam Ahmad meriwayatkan kisah itu dari hadits Abi Iebsyah al-
Anmari bahwa Nabi saw. bersabda:

, o,4,ir!(a'r6r,,".33 i \ 3Akid,'r,x !
*IGrZiaGC 5)Fgig_*'a'.3Y\repfi i
-_r-!\Kt ,iitfEg;SiJ
I az<<
tll:t+a++
eb)t,;)
4*i*,,"r2
3G

oCl)
J"frua*agae,qei6 rj-,v)3L\i 7
,)frlt
"Sanngwanita (si Fulanah) mel*rati ay4 makatimbulah hasnt
hatikt terhadap wanita itu, lalu sgllta dabngi ahh wnng istri
a1n, kemudian *1a eampuri dia Demikianlah hendahrya yang
l<amu lakil<an, karcnadi antantindal<anmugng ideat ialah meta-
fukan sesuatu )rang halal.z{e
Peristiwayang meniadi sebab atau laar belakangtimbulnya hadits
ini menunjukkan bahwa Rasul yang mulia melihat seorang wanita
tertentu, lantas timbul hasratnya terhadap wanita itu, sebagaimana
lapknya manusia dan seorang laki-laki. Tentu saia, hal ini tidak
mgngkin tedadi tanpa melihat waiahnya, sehingga dapat dikenal si
Fulanah atau si Anu. Dalam hal ini, pandangannya itulah yang me-
nimbulkan hasratnya selaku manusiia,a sabda biliau,
]Apabila salah seorang di antara kamu melihat seorang wanita lantas
hatinya tertarik kepadanya ...." Maka menunjukkan bahwa hal ini
mudah teriadi dan biasa teriadi.

6. Hadits: 'Ialu beliau menaikkan pandangannya dan mengarah-


kannya."
Di antaran)ra lagi ialah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari Sahl bin Sa'ad batrwa seorang wanita datang kepada Nabi
saw. lalu ia berkata, "wahai Rasulullah, saya daang hehdalc membe-
rikan.diri saya kepadamu." I:lu Rasulullah saw. melihatnya,lantas
menaikkan pandangannya dan mengirahkannya terhadapnya, ke-

249Disebutkan
oleh al-Albani datam Silsilah Ahaitits ash-shuhihah, nomor 235.

444
mudian menundukkan kepalanya. Ketika wanita itu tahu bahwa
Rasulullah saw. tidak berminat kepadanya, maka ia pun duduk.
Seandainya wanita itu tidak terbuka waiahnya, niscaya Nabi saw.
tidak mungkin dapat melihat kepadanya, dan memandangnya agak
lama, dengan menaikkan dan mengarahkan pandangannya (me-
mandang ke atas dan ke bawah, dari atas sampai bawahl.
Wanita itu berbuat demikian bukanlah untuk keperluan pinang-
an. Kemudian dia menutup wajahnya setelah itu, bahkan disebutkan
bahwa dia lantas duduk dalam kondisi seperti pada waktu dia
datang. Maka sebagian sahabat yang hadir dan melihat wanita terse-
but meminta kepada Rasulullah saw. agar menikahkannya dengan
wanita itu.

7. Hadits al-Khats'amiyah dan al-Fadhl bin Abbas


Imam Nasa'i meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa seorang
wanita dari Khats'am meminta fanua kepada Rasulullah saw. pada
waktu haji wada' dan al-Fadhl bin Abbas pada waktu itu membon-
ceng Rasulullah saw.. Kemudian Imam Nasa'i menyebutkan kelan-
jutan hadits itu, "Kemudian al-Fadhl melirik wanita itu, dan t€rnyata
dia seorang wanita yang cantik. Rasulullah saw. lantas memalingkan
wajah al-Fadhl ke arah lain."
Ibnu Hazm berkata, "Andaikata wajah itu aurat yang harus di-
tutup, sudah barang tentu Rasulullah saw. tidak mengakui (tidak
membenarkan) wanita itu membuka wajahnya di hadapan orang
banyak, dan sudah pasti beliau menyuruhnya melabuhkan pakaian-
nya dari atas. Dan seandainya wajahnya tertutup niscaya putra
Abbas itu tidak akan tahu apakah wanita itu cantik atau ielek. De-
ngan demikian, secara meyakinkan benarlah apa yang kami katakan.
Segala puji kepunyaan Allah dengan sebanyak-banyaknya."
Imam Tirmidzi meriwayatkan cerita ini dari hadie Ali r.a. yang di
situ disebutkan: "Dan Nabi saw. memalingkan wajah al-Fadhl. Lalu
al-Abbas bertanya, 'Wahai Rasulullah, mengapa engkau putar leher
anak pamanmu?' beliau menjawab, 'Aku melihat seorang pemuda
dan seorang pemudi, dan aku tidak merasa aman terhadap gangguan
setan kepada mereka.'"
Tirmidzi berkata, "Hadits (di atas) hasan sahih.2so

2SOSrnonTimiilzi, "Bab al-Haji", nomor


885.

445
Al-Allamah asy-Syaukani berkata:
"Dari hadits ini Ibnu Qudamah mengistimbath hukum akan boleh-
nya melihat wanita ketika aman dari fitnah, karena Nabi saw. tidak
menyuruhnya menutup wajah. Seandainp al-Abbas tidak memahami
bahwa memandang itu boleh, niscaya ia tidak akan bertanya, dan
seandainya apa yang dipahami Abbas itu tidak boleh niscaya Nabi
saw. tidak akan mengakuinya."
Selanjutnya beliau berkata:
"Hadits ini dapat dijadikan dalil untuk mengkhususkan ayat hijab
yang disebutkan sebelumnya, yakni (yang artinya): "Apabila kamu
meminta sgsu?tu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka
mintalah dari belakang tabir." (al-Ahzab: SS).
Ayat tersebut khusus mengenai istri-istri Nabi saw., sebab kisah
al-Fadhl itu terjadi pada waktu haji wada', sedangkan ayat hijab itu
turun pada waktu pernikahan Zainab, pada tahun kelima hijrh6zst
(yang berarti ayat ini lebih dulu rurun daripada peristiwa al-Fadhl
itu; peni.).

8. Hadits-hadits Lain
Di antara hadits-hadie lain yang menunjukkan hal ini ialah yang
{iriwayatkan dalam ash-Shahih dari fabir bin Abdullah, dia berkata,
Saya hadir bersama Rasulullah saw. pada hari raya (Id), lalu beliau
memulai shalat sebelum khutbah .... IGmudian beliau berjalan
hingga tiba di tempat kaum wanita, lantas beliau menasihatf dan
mengingatkan mereka seraya bersabda: "Bersedekahlah kamu,
karena kebanyakan kamu adalah umpan nerakafahanam." Ialu ber-
dirtlah se.rang wanita yang baik yang kedua pipinya benuarna hitam
kemerah-merahan, lalu ia bertanya, "Mengapa, wahai Rasulullah?"
Beliau menjawab:

Gjf;_,;;<ir(
''{fli6- \l
"l(arena l<anu funyak mengeluh dan mengufui pergaulan (de-
ngan suami)."

251Noilul erhor, 6, 126.

446
fabir berkata, "Lalu mereka menyedekahkan perhiasan mereka,
melemparkan anting-anting dan cincin mereka ke pakaian Bilal."
Maka, dari manakah fabir mengetahui bahwa pipi wanita itu hitam
kemerah-merahan kalau wafahnya rcrnrtup dengan cadar?
Selain itu, Imam Bukhari juga meriwayatkan kisah shalat ld dari
Ibnu Abbas, bahwa dia menghadiri shalat Id bersama nasuldHh
saw., dan beliau berkhutbah sesudah shalat, kemudian beliau datang
kepada kaum wanita bersama Bilal untuk menasihati dan meng-
ingatkan mereka serta menyuruh mereka bersedekah. Ibnu Abbas
berkata, "Maka saya lihat mereka mengulurkan tangan mereka ke
bawah dan melemparkan (perhiasannya) ke pakaian Bilal."
Ibnu Hazm berkata, "Ibnu Abbas di sisi Rasulullah saw. melihat
tangan wanita-wanita itu. Maka benarlah bahwa tangan dan wajah
wanita itu bukan vy1v1."252
Hadits ituiuga diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud --dan lafal
ini adalah lafal Abu Daud-- dari |abir:

,):$Si'rgl6kurlg,iJi'j6L$$
\K-:#,74$j4a5$fi iAg6\
,$Y*{g^i":bA,&16.ft ,i"(t
*Lgt=6#J'K;=:iYxUi56
)"tfii*8{:;q1\t6,)ry
cw,t#*KSi a3, J6'fi 'ra\\
C 6u::, e.-,Jb rj ob, .'{$s
4sw. fudin :-tt 1
"fuhwa Nabi pda Fiti,lalu bliau
hari n1,a ldul me-
lakukan shalat xbelum khutfuh, kemudian bliau mengldtutbahi
onng banyak Setelah *lesai khutfuh, Nabi srrw. turun,lalu beliau
mendatangi l<aum wanita semya mpngingatkan merelra, smbil

Z52et-uuhorlo, s, z1o.

447
bertelel<an pda tangan Bilal, aan Bilal membenkngkn pakaian-
nya temp.t lcaum wanita melempa*an dekah." Jabir ber*ata,
"Seorang wanita melemparkan cincinnya png fusar dan tidak ber-
mata, dan wanita-wanita lain pun melemparl<an *del<ahrya.2ss

Abu Muhammad bin Hazm berkata,,'Al-Fatahh ialah cincin-cincin


besar yang biasa_dipakai oleh kaum wanita pada jari-jari mereka,
seandainya mereka tidak membuka tangan-tangair m-ereka maka
tidakmungkin mereka dapat melepas dan melempirkan cincin-cincin
itlu."2s4
Di antaranya lagi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Mus-
lim dari Aisyah r.a., ia berkata, "Wanita-wanita mukminah mengha-
diri shalat subuh bersama Nabi saw. sambil menyelimutkan seli"mut
mereka. Kemudian mele\a pulang ke rumah masing-masing setelah
selesai menunaikan shalat, sedangkan mereka tidak dikeial (satu
per satu) karena hari masih gelap."
-..
ltu$l, riwayat ini menunjukkan bahwa wanita-wanita itu dapat
dikenal jika hari tidak gelap, dan mereka itu hanya dapat dikenal
apabila wajah mereka terbuka.
_ .Ol ulryunya_lagi ialah riwayat Muslim dalam Shohih_nya bahwa
subai'ah binti al-Harits menjadi istri Sa'ad bin Khaulah, salah se-
I
orang yang turut sertadalam perang Badar. Sa'ad meninggal dunia
pada waktu haji wada' ketika Subai'ah sedang hamil. tidal-lama se-
telah kematian Sa'ad iq dia pun melahirkan-kandungannya. Maka I

ketika telah berhenti nifasnya, dia bersolek untuk meniari pinangan,


lalu datanglah Abus sanabil bin Ba,kuk kepadanya seraya'bertafiya,
"Mengapaaku lihat engkau bersoleh barangtali engkau ingin lelyinz
Demi Allah, sesungguhnya engkau belum boleh-kawinl sehingga
lqtulu .agsryu tenggang waktu selama empat bulan sepuluh hii-"
Subai'ah berkata, "setelah dia berkata bqgtu kepadaku, maka aku
kumpulkan pakaianku pada sore harinya, Ialu aku datang kepada
Rasulullah saw. dan aku tanyakan hal itu kepada beliau, h]u bitiau
memb-eri
fanua \epa{aku bahwa aku telah halal untuk kawin lagi
setelah aku melahirkan kandunganku, dan beliau menyuruhki
kawin apabila sudah ada calon yarrg cocok untukku."

253H"dis nomor 114r


dari sumn Abi Daud, danlmam Nasa'i juga meriwayatkan hadits
ini.
254e!-Mrhoilo, ll:221, masalah nomor lggl.

448
Hadits ini menunjukkan bahwa Subai'ah muncul dengan bersolek
di hadapan Abus Sanabil, padahal Abus Sanabil itu bukan mahram-
nya, bahkan ia termasuk salah seorangyang melamarnya setelah itu.
Seandainya wajahnya tidak terbuka, sudah tenhr Abus Sanabil tidak
tahu apakah dia bersolek atau tidak.
Dan diriwayatkan dari Ammar bin Yasir r.a. bahwa seorang laki-
laki dilewati oleh seorang wanita di hadapannya, lalu dia meman-
dangnya dengan taiam, kemudian dia melewati suatu dinding lantas
wajahnya terbentur dinding, lantas dia datang kepada Rasulullatt
saw. sedangkan mukanya berdarah, lalu dia berkata, Wahai Rasulul-
lah, saya telah berbuat begini dan begini." I"alu Rasulullah saw saw.
bersabda:

b#i\&L54Qffi)gtti6'"it
616 q.K *_1 G: !6,\jj'ii
'
L4
)',1kliv{f5b"6v'"-,aa,r:,9*
|

"lpabik Nlah mengltendaki kefuil<an hgi wnng; maka di-


K
wenlannya huktman dosaqra di duni4 hlt iilra Dia mengfien-
dalri yang lain untuk onng itu, male difilrn,da-Nya huktman atas
doa-donnya *hingga difulamg wrapnuh p&hai kiamat
seakan-akn dia itu himar.zss
Ini menunjukkan bahwa wanita-wanita itu menampakkan atau
terbuka wajahnya, dan di antaranya ada yang waiahnya menarik
pandangan laki-laki sehingga yang bersangkutan terbentur dinding
karena memandangnya dan berdarah mukanya.

9. Para Sahabat Memandang Aneh Memakai Cadar


Diperoleh keterangan dalam Sunnah yarg menuniukkan bahwa
apabila pada suatu waktu ada wanita yang memakai cadar, maka hd

255piL.*r1a12n oleh al-Haitsami dalam Majn,auztuwaii!, lo: lg2 dmbeliau berkaa:


"Diriwayatkan oleh Ttrabrani dan isnadnya bagus.' Dan kata al:air di sinl berard al-hirnar.
sebelumnya beliau rclah menyebutkan beberapa hadits yang semakna dcngan itu.
itu dianggap aneh, menarik perhatian, dan menimbulkan perhn),aan.
Abu Daud meriwayatkan dari eais bin Syamas r.a.,-ia beikata,
"Seorang yang bernama Ummu Khalad datang kepada Nabi
-wanita
saw. sambil memakai-cadar (penutup muka) untuk mehanyakan
anaknya yang-terbunuh. Lalu sebagian sahabht Nabi berkata kepa-
dan5a, 'Anda daang untuk menanyakan anak Anda sambil memakai
qdarll laludia menjawab, 'fika aku telah kehilangan anakku, maka
aku tidak kehilangan perasaan maluku ...;"256
Iika cadar itu sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu, maka tidak
perlulahsi perawi mengatakan bahwa diadaang dengirn "memakai
cadar", dan tidak ada-artinya pula keheramn para sitrauat dengan
mengatakan, "Anda datang untuk menanyakah anak Anda sariUit
memakai cadar?'
jawaban wanita itu menunjukkan bahwa perasaan
Put lr31 dari
palynv{a} y-ang mendorongnya memakai iadatbukan kaiena per-
intah Allah dan RasuJ-Nya. Dan seandainya cadar itu diwajib'kan
oleh syara', maka tidak mungkin ia menjawab dengan jawaban
gepe,rti itu, bahkan tidak mungkin timbul peitanyaan dari para saha-
bat dengan pertanyaan seperti itu, karena seorang muslim iidak akan
menanyakan, "Mengapa dia melakukan shalati Mengapa dia me-
ngeluarkan zaY,at?" Dan telah ditetapkan dalam kaidaf,,;,tpa yang
sudah ada dasarnya tidak perlu ditanyakan ,iilat-nya."
1 o. Tuntutan Muamalah Mengharuskan MengenauMengetatrui pribadi
yang Bersangkuan

. Muamalah (pergulan) seorang wanita deng;an orang lain dalam


berbagai persoalan hidup mengharuskan prii-adinya iikenal oleh
orang-orang ya-ng bermuamalah dengirnnya, baik sebagai penjual
maupu-ll pemleli, yang mewakilkan maupun yang meriaaf wikil,
mg$adi saksi, penggugar, ataupun tergugdt. Iereniitu, piara fuqaha
telah sepakat bahwa seorang
ryania harul membuka waiahnya ipa-
bila sedang beperkara di muka pengadilan, sehingga tratim tisa
mengetahui personalia saksi dan orang-orang yang Fperkara. Sese-
orang (wanita) tidak mungkin dapat diketahui atau dikenal identi-
tasr-lya jika sebelumnya_ wajahnya tidak dilrcnal oleh masyarakat.
Maka tidak ada artinya bagi_seorang wanita membuka waiihnya di
si$ng pengadilan jika sebelumnyf memang ridak pemafr aitienat
oleh masyarakat di sekitarnya.

256HR Abu Daud


dalam sundn-nya pada "Kiab alJihad., nomor 2488.

450
DaIf-da[f Golongan yang Mewafibkan Cadar
Setelah kita mengetahui dalil-dalil cemerlang dari jumhur ulama,
sekarang kita coba lihat dalil-dalil golongan minoritas yang menen-
tangrya.
Sebetulnya saya tidak menemukan --bag golongan yang mewa-
jibkan cadar dan menutup muka dan tangan-- dalil syara'lang shahih
tsubut (jalan pariwayatannya) dan sharih dilalahnp (ielas peffniuk-
nya) yang selamat dari sanggahan, yang sekiranya dapat melapang-
kan dada dan menenangkan hati.
Semua dalil mereka merupakan nash-nash yang mutasyabihat
(samar) yang ditolak oleh nash-nash muhhamat dan bertentangan de-
ngan dalil-dalil yang Jelas dan terang.
Berikut ini saya kemukakan beberapa dalil yang mereka anggap
paling kuat berikut sanggahan saya terhadapnya.
A. Penafsiran sebagian ahli tafsir terhadap ayat "iilbab" yang ter-
maktub dalam firman Allah berikut:
"Hai Nabi, katalenlah kepada i*ri-istrimu, anak-anak perempuan-
mu, dan istri-istri onng muknin: 'Hendaklah merel<a mengulurkan
jilfubnya ke seluruh tubuh merel<a.'Yang demikian ifi, suPq4n
mereka lebih mudah untuk dikenal, Icarcna itu mercl<a ti&l< di-
gangg.t .... " (al-Ahzab: 59)

Diriwayatkan dari beberapa mufasir (ahli tafsir) salaf mengenai


penafsiran "mengulurkan jihab ke seluruh ftbuh mereka' bahwa
mereka menutupkan jilbab mereka ke seluruh uraiah mereka, dan
tidak ada yang tampak sedikit pun kecuali sebelah matanya untuk
melihat.
Penafsiran tersebut di antaranya diriwayatkan dari lbnu Mas'ud,
Ibnu Abbas, dan Ubaidah as-Salmani. Tetapi, tidak ada kesepakatan
mengenai makna "jilbab' dan "mengulurkan' dalam ayat tersebut.
Yang mengherankan justru dijumpai penafsiran dari lbnu Abbas
yang bertentangian dengan penafsiran tersebut ketika menafsirkan
firman Allah "kecuali apa yang biasa tampak daripadanya" (ant-Nur:
3r). Yang lebih mengherankan lagi ialah sebagian ahli tafsir ber-
beda-beda dalam menafsirkan surat al-Ahzab, tetapi mereka memilih
penafsiran yang justru bertenangan dengan penafsiran surat an-Nur.
Di dalam Syarah Muslim, dalam mensyarah hadits Ummu Athiyah
tentang shalat Id (artinya): "Salah seorang di antara kami tidak
mempunyai jilbab ..." Imam Nawawi berkata: "An-Nadhr bin Syamil

451
pgrkaa' 'flbab itu ialah kain (pakaian) yang lebih pendek tehpi lebih
Iebar- daripada kerudung, yaitu tutui-ttep-ata yang dipakai'winia
uTry\ menutup kepa$nya. Ada juga j,ang-menlatalan'bahwa jilbab
adalah pa$i.an yang luas tetapi hisih di-bawa[ selendang,
gunakan oleh wanita untuk menutup dada dan punggunliya.iaa
v#i ai_
pula yang mengatakannya seperti selimut. aaa yairg ;Gng;akannya
saryng, gela ada pula yang mengatakannya kirudung.'izsz
Tetapi bagaimanapun, sesungguhnya firman e[a[ "hendaktah
mereka mengulurkan jilbabnya-ke seluruh tubuh mereka, tidak
memastikan
Telyrup wajah, baik dilihat dari segi bahasa maupun
dari segi adat kebiasaan, dan tidak ada satu pun aim aari at-
eur'an,
As-Sunnah, ijm a, begtu. Oi samplng inr,
-maupun. -y?n-Emeneapkan
pendapat sebagian ahli tafsir bahw-a ayat itu mimastikan men"utup
muka, bertentangan de1sa1_ pendapit sebagian yang lain yang
mengatakan bahr,r,a ayat itutidak menetapkan menu:tupiruka, iebal
gaimana yang dikatakan oleh pengara ng Aithwa ui Bayai rahimaiullah.
Dengan demikian, pengajirariayat-tersebut se6agai aail unmt
menetapkan kewajiban menurup wiyatr menjadi gugu:r.
B. Yang diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud dalam menafsirkan firman
Allah: ."Dan fanganlah mereka menampakkan perhiasan mereka
kecualj V-ang biga tampak daripadanyi,, bahwa apa yang niasa
tampak dari perhiasan itu ialah selendang dan patiiair tulr.
Penafsaan ini bertentangan dengan penafsiran yang sahih dari
sahabat-sahabat lain seperti lbnu a6bas, Ibnu Umai, eisyatr, inas,
lan para tabrin bahwa yang dimaksud ialah celak dan cincin, atau
bagran tubuh yang ditempiti cetat dan cincin, rrakni waiali dan
tangan. Ibnu Hazm mengemukakan bahwa ketetipan riwayat oari
sahabat penafsiran ini sangat sahih.
-mengenai
_ Penafsiran (yang kedua) ini didu[ung oleh keteransan vane di-
kemukakan oleh Al-Allamah Ahmad bin ahmad esv--svanoitfii ai
dalam kitab uawahibulJalit min Adillatirnalit, beliau berftati, "Barang-
siapa yang bergantung pada penafsiran Ibnu Mas'ud terh adap ayat
Q1*61t ('kecuali yang biasa ampak daripadanya'1 brhrr-y"ng
dimaksud ialah selirnut, maka dapat diberi jawaban: se6aik-baik per-
kara untuk menafsirkan Al-eur'in adalah Al-eur'an, dan Al-pui,an
menafsirkan zinatul mar'ah dengan al-huliyi lperhiasan). Anan- SWf
berfirman:
257 St ohit
Muslim Syarah Nasavt, Zt 542, t*rbltanAsy-S)ra,b.

452
"... Dan
Urot!'?-(t4-4;'\:+A\;
iangnlah merelra memukulkan kakinlta agar diketahui
prhiaan yang merelra srumbunyil<aflS8 ...."(an-Nur: 5I)
Maka nyatalah bahwa arti zinatul mar'ah ialah perhiasan (gelang
kaki dan sebagainya).25e
Ini diperkuat pula dengan apa yang saya katakan sebelumnya
bahwa pengecualian dalam ayat tersebut dimaksudkan untuk mem-
beri keringanan dan kemudahan. Sedangkan terlihatnya pakaian
luar seperti selimut dan sebagainya itu merupakan sesuatu yang
pasti terlihat, bukan ruhhshah (keringanan) iuga bukan pemberian
kemudahan.

C. Apa yang dikemukakan oleh pengarang Ailhwa'ul Bayan tentang


berdalil dengan firman Allah mengenai istri-istri Nabi:
"... Apabila hmu meminta *suatu (keperluan) kepda mereka
(isti-istri Nabi), mal<a mintalah dan beklang tabir- Can yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka ...." (al-
Ahzab:55)
Sesungguhnya penetapan 'illat dari Allah terhadap hukum me-
wajibkan hijab --karena hati laki-laki dan perempuan akan lebih suci
dari keragu-raguan sebagaimana tersebut dalam firman-Nya "yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka"-.- merupakan
indikasi yang jelas yang menunjukkan tuiuan hukum. Karena tidak
ada seorang pun di antara kaum muslimin yang mengatakan bahwa
selain istri-istri Nabi saw. tidak memerlukan kesucian hati (tidak
perlu disucikan hatinya) dari keraguan/kecurigaan.
Namun demikian, apabila orang mau merenungkan makna dan
susunan kalimat ayat tersebut niscaya akan dia dapati bahwa "ke-
sucian" yarg disebutkan sebagai 'illat hukum bukanlah dari keraguan
mereka (para istri Nabi saw.), sebab keraguan semacam ini jauh dari
mereka yang memiliki kedudukan demikian luhur. Selain itu, tidak
t
terbayangkan jika di hati ummahatul mu'minin serta para sahabat --
i

258yakni gelang kaki dan sebagainya.


2sgMauahibul 1: 148, terbitan Idarah !hya' at-Turats al-tslami, Qathar.
1alil,

453
yang masuk ke tempat mereka-- terdapat keraguan atau kecurigaan
seperti itu. Tetapi kesucian itu semata-mata dari memikirkan perka-
winan yang halal yang kadang-kadang memang terlintas dalam hati
salah satu pihak -sepeninggal Rasulullah saw..
Sedangkan argumentasi mereka dengan ayat "maka mintalah ke-
pada mereka dari belakang tabir" tidaklah benar, karena hal ini khu-
sus mengenai isri-istri Nabi sebagaimana yang tampak dengan jelas.
Demikian jtrga,perkataanmereka:.r:11,Jtj-. j/i-1,y{il;;<*gf
(."Yang dipakai ialah keumuman lafal, bukan khusus yang berkaitan
dengan sebabnya") tidaklah berlaku di sini, sebab lafal ayat tersebut
bukan lafal umum. Bqgitupun halnya dengan qiyas yang mereka
lakukan --yangmenyamakan semua wanita dengan istri-tstri Nabi--
merupakan qiyas yang tertolak. Qiyas seperti itu termasuk qiyas ma,a
al-Jaariq (qryas yang berantakan, tidak memenuhi syarat), karena
mereka (istri-isni Nabi) terkena hukum yang berat yang tidak dike-
nakan kepada selain mereka. I(arena itu Allah berfirman:
"Hai istti-igri Nabi, kamu *kalian tidaklah *pefii wanita yang lain
...." (al-Ahzab: 32)

D. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Bukhari dari Ibnu
Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:

-\g
ciSugttwqjGfi'-&Ar.if
"langanlah wanita yang &ng ihnm memakai cadar dan iangan
memalrai kaos tangm.ao

Hadits tersebut, menurut mereka, menunjukkan bahwa cadar dan


kaos tangan sudah terkenal di kalangan wanita yang tidak sedang
ihram.
Saya tidak menyangkal bahwa sebagian wanita mengenakan cadar
dan kaos tangan atas kemauan mereka sendiri, ketikitidak sedang
melakukan ihram. Tetapi, mana dalil yang menunjukkan bahwa yang
demikian itu wajib? Bahkan kalau peristiwa aau hadits ini dijadikan
dalil untuk menunjukkan yang sebaliknya, maka itulah png rasional,

2@shohih at-Buhhari, lz 316.

454
sebab larangem-larangan dalam ihram itu padaasalnp adalah mubah,
seperti mengenakan pakaian yang berjahit, wangi-wangian, berburu,
dan sebagainya. Tidak ada sesuatu pun yang asalnya waiib kemu-
dian dilarang dalam ihram.
Karena itu, banyak fuqaha --sebagaimana telah saya sebutkan
sebelumnya-- yang justru berdalil dengan hadits ini untuk menetap-
kan bahwa wafah dan tangan itu bukan aurat; sebab kalau tidak
demikian maka tidak mungkin beliau mewajibkan membukanya
(pada waktu ihram).

E. Riwayat Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Baihaqi dari Aisyah,
ia berkata :

g5w,€:t;w+\
{;eq,?:r,1!:61i#1lq4It3V
Zg,Z'ig,{egu;Wlug
'V r'A7io,Ln Jc-sl)
--- \ -r"'

WVV,IVS".q,q|'4,at'
)otliK3r'',7\ati6
$5\+11{}
Ada beberap orang yang menungang kenfunan yrutg melernti
kami ketil<a kami dang berihnm berama fusufullah srrw.. AW-
bila merel<a berpapasan dengan kami, masing-masingkami meng
ulu*an iilfubnln dad kepalnln ke atas wajahrya dan apbila
mercl<a telah melewati l<ami malra l<ami buka iilbab itu."

Hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah karena beberapa hal:


1. Hadits ini dha'if, karena di dalam isnadnya tudapatYazid bin Abi
Ziyad, sedangkan dia menjadi pembicaraan. Sedangkan hadits
dha'if tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan hukum.
2. Apa yang dilakukan Aisyah dalam hadits ini (seandainya bersa-
nad sahih) tidak menunjukkan kepada wajib, karena perbuatan
Rasul sendiri tidak menunjukkan hukum wajib, maka bagaimana
lagi dengan perbuatan orang yang selain beliau?
5. Kita mengenal kaidah dalam ushul: "bahwa suatu kejadian yang
mengandung serba kemungkinan, maka ia adalatr mujmal (global),
karena itu tidak dapat dijadikan dalil'.

455
- -Dengan
demikian, kemungkinan yang teriadi di sini ialah bahwa
H iry Terup+an hukum khusus mei-genii rntd, rmmut mu,minin
(istri-istri N.abi saw.)..di samping trutum-nutirm
khusus t"inny"
ytul. mereka, sgnerti
-haramnyi mengawini mereka sep"ninda
Rasulullah saw., dan sebagainya.26l

F. Riwayat Imam Tirmidzl secara marfu':

"otE#llit
(6)jJ, oD)
lVanita itu aunN apabila ia keluar maka ia didelcati oleh *tan.e62
sebagian ulama syaf iyah dan Hanabilah menjadikan hadits ini
-
selagai dasar untuk menetapkan bahwa seluruh tirtutr ranita ioa-
lah aurat, serta mereka tidak mengearalikan u,aiah, tangu", du" kaki.
sebenarnya hadits ini tidak huitum seiara menyelu-
rut- sebagaimana-yang mereka _menetapkan
kemukakan itu, t€tapi tranya mrinun-
jukkan bahwa pada dasamya wanita iur terlindungi a* te.totup,
tiout
terbuka dan terhina. Dan hadits ini cukup menelapkan uatrwi'seua-
gian besar urbuh wanita itu aurat. Andaikeh hadid ini hanya
aamril
pe.ng:ftian.qhirialrnya, tidak
boleh membuka siOiUt pun
-niscaya
qu!.ghnya dalam shalat dan-haji, t€tapi har ini bertentangan aenlan
dalil yang- sahih dan-meyakin-kan ---tentang dibukanya-waJ"n f"n
tangan dalam shalat dan haii.
Maka, bagaimana mungkin dapat digambarkan bahwa waiah dan
tangan itu aurat, padahal sudah disepalcati tentang dibukanva pada
waktu shalat dan wajib membukanya pada waktil itrrimi hpitatr
masuk akal bahwa syara' memperbolehkan membuka aurat oada
waktu shalat dan mewajibkan membukanya pada waknr ih;a;l --
kalau waiah dan tangan itu termasuk aurail

c. Ada
9ulit tui! yang dipakai golongan yang mewaiibkan cadar ini
apabila mereka tidak mendapatkan dalil nash ying muhkamat,
yaitu mereka menggunakan saitduitz dzari,ah
lmlnuiup pintu ke-
rusakan/usaha preventi$. Inilah senjata mereita yang teimasyhur
apabila senfata-senjata lainnya sudah tumpul.

2olMawahibul
lalil min Adillati Khalil, l: lg5.
262lmamTirmidzi
berkata: "Hadits ini hasan sahih.,

456
Y
$
Saddudz dzari'ah ini dimaksudkan untuk mencegah sesuatu yang
mubah karena dikhawatirkan akan teriatuh pada yang haram. Teta-
pi, hal ini masih diperselisihkan oleh para fuqaha, antara golongan
t yang melarang dan memperbolehkan (penggunan teori ini), serta
antara yang memperlapang dan mempersempit. Al-Allamah Ibnul
Qalyim mengemukakan sembilan alasan yang menunjukkan disya-
li riatkannya saddudz dzari'ah ini dalam kitab beliau t'lam al-Muwaqqi'in.
I Tetapi, png zudah menjadi ketetapan para muhaqqiq dari kalangan
ulama fiqih dan ushul ialah bahwa berlebih{ebihan dalam menutup
"pintu/jalan' sama dengan berlebih-lebihan dalam membukanya.
i'
Berlebihan dalam membuka "jalan" akan mengakibatkan banyak
i kerusakan yang membahayakan manusia dalam urusan agama dan
dunia mereka. Sedangkan berlebihan dalam menutup "jalan" akan
menghilangkan banyak sekali kemaslahatan manusia dalam urusan
kehidupan dan urusan akhirat mereka.
Apabila Asy-Syari' (AIIah dan Rasul-Nya) t€lah membuka sesuaru
dengan nash dan kaidah, maka kita tidak boleh menutupnya dengan
pemikiran dan kekhawatiran-kekhawatiran kita, lantas kita halalkan
apa yang telah diharamkan Allah atau kita membuat syariat yang
tidak diizinkan Allah.
Kaum muslim pada zarnan dulu telah bersikap sangat ketat de-
ngan alasan "membendung pintu fitnah" (sadduilz ilzan'ah ila al-fit-
nch), lalu mereka mengharamkan wanita perg ke masjid. Dengan
demikian, mereka telah menghalangi kaum wanita unhrk mendapat-
kan kebaikan yang banyak, sedangkan ayah atau suaminya belum
tentu dapat menggantikan apa-apa yang seharusnya mereka dapat-
kan dari masjid, seperti ilmu yang bermanfaat atau nasihat-nasihat
yang dapat menyadarkannya. Sebagai akibatnya, banyak wanita
muslimah yang hanya hidup bersenang-senang dengan tidak pernah
sekali pun ruku kepada Allah. Padahal Rasulullah saw. dengan tegas
mengatakan:

(
i-,ot-,,) ,
*"ti+froYt;t7yt!Si*
"Janganlah kamu larang hamba-hamfu perempwn
Nlah daAng
ke masjid-masjid Nlah." (HR Muslim)

Secara berkala terjadilah diskusi-diskusi di kalangan kaum muslim


seputar masalah kegiatan belaiar kaum wanita dan kepergrannya ke
sekolah atau kampus. Yang menjadi hujjah golongan yang melarang-

457

L
-

nya ialah saddudz dzai'ah. Sementara itu, kenyataan menunjukkan


bahwa wanita yang berpendidikan lebih mampu membuat keteram-
pilan dan -atau
FP"gui kesibukan tulis-menulis surat-menyurat.
Akhirnya, diskusi itu berkesudahan dengan keputusan bahwa-kaum
wanita boleh mempqlajari semua ilmu yang bermanfaat untuk diri-
nya, keluarganya, dan-masyarakatnya, baik mengenai ilmu agama
maupun ilmu dunia, dan kondisi inilah yang dominan di sdmua
leg?ra- Islam tanpa ada seorang pun yang-meigngkariny", tecuati
hal-hd yang menyimpang dari adab dan hukum tslam.
Cukuplah-bagi kia hukum-hukum dan adab-adab yang telah di-
tetapkan oleh syara' untuk menutup pintu kerusakan din fitnah.
.Sepgrtj
kewajiban mengenakan pakaian menurutaturan syara', tidak
boleh bertabamri (membuka auiat), haramnya berduaan intara laki-
laki dan perempuurn, wajib bersikap serius dah sopan dahm berbicara,
berjalan, dan beraktivitas,.serta waiib menahan pandangan terhadap
lawan- jenis. Kiranya hal ini sudah cukup bagi'kita sef,ingga tidaic
perlu lagi kita memikirkan larangan{arangan lain dari kita-sendiri.

H. Di antara dalil mereka lagl: 'urf (kebiasaanl yang berlaku di


kalangan kaum muslim selama beberapa a6id, Ii'ahwa kaum
wanita menutup wajahnya dengan selubung muka, cadar, dan
sebagainya.
febagran ulama berkata: "-urf didalam syara, mempunyai penilai_
an, karena itu di atasnya hukum ditegakkin.n
Selain itu, Imam Nawawi dan lainnya telah meriwayatkan dari
Imam al-Haramain --dalam berdalil tentang tidak bolehnya wanita
meqanlalg laki{aki-- bahwa kaum musliri rct"t rep"t"i"..i"r"ng
wanita keluar rumah dengan wajah terbuka.
. Akan tetapi, saya tolak alasan dan anggapan ini dengan beberapa
alasan sebagai berikut
,urf
1.
!"!,yu 'urf ini bertentangan dengan yangberlaku pada zaman
Nabi, zaman sahabat, dan_ qada zaiin generasi te'rbaik, yaitu l

grnerasi yang mengikuti jejak langl€h para sahabar tabrin).


O/akni
Bahwa 'ur[ itu lukan ur)t umum, bahkan ,urf itu.bJflaku di suatu
negara tetapi tidak berlaku di desa-desa dan kampung_kampung,
sebagaimana yang sudah dimaklumi.
3. pafwa perbuatan Nabi al-Ma'shum saw. tidak menunjukkan
hukum wajib,.tetapi hanya menunjukkan kebolehan dan pensya-
-riaFT sebagaimana ditetapkan dalam ushul, maka bagaimina
lagi dengan perbuatan orang lain?

458
Karena itu, 'urlatau kebiasaan ini --meskipun kita terima seba-
gai urlumum sekalipun-- tidak lebih hanya menunfukkan bahwa
mereka menganggap bagus memakai cadar ihr, sebagai sikap
kehati-hatian mereka, dan tidak menunjukkan bahwa mereka
mewajibkan cadar sebagai ketentuan agama.
4. 'urf ini bertentangan dengan 'urf atau kebiasaan yang terradi se-
karang, sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan
zaman, tuntutan kebutuhan hidup, tata kehidupan masyarakat,
dan perubahan kondisi kaum wanita dari kebodohan kepada ke-
ilmuan (berpengetahuan), dari kebekuan kepada pergerakan, dan
dari cuma duduk di dalam rumah menuju ke aktivitas dalam ber-
bagai lapangan yang bermacam-macam.
Sedangkan hukum-hukum yang ditetapkan berdasarkan 'uy'
atau kebiasaan di suatu tempat dan pada suatu waktu, ia akan
berubah sesuai dengan perubahannya.

Syubhat Temkhtr
Akhirnya saya kemukakan juga di sini suatu syubhat yang ditim-
bulkan oleh sebagian orang yang peduli terhadap agiama yang ingn
mempersempit ruang kebebasan wanita, yang ringkasnya sebagai
berikut:
"Kami menerima argumentasi yang Anda kemukakan tentang
disyariatkan (diperbolehkan) -nya wanita membuka waiahnya, seba-
gaimana kami juga menerima bahwa kaum wanita pada periode per-
tama --masa Nabi dan Khulafa ar-Rasyidin- tidak memakai cadar
melainkan pada keadaan tertentu saja yang sedikit iumlahnya.
Tetapi kita harus mengerti bahwa zaman itu merupakan zrtman
re ideal., akhlaknya
yang wanita aman
akhlaknva bersih, rohaniahnya tinggi, wanita
membuka wajahnya tanpa ada seorang pun yang mengganggunya.
Berbeda dengan z:rman kita di mana kerusakan sudah merajalela,
dekadensi moral terjadi di mana-mana, fitnah menimpa manusia di
mana-mana, maka tidak ada yang lebih utama bagi wanita daripada
menutup wajahnya, sehingga tidak menjadi mangsa serigala-serigala
lapar yang senantiasa mengintainya di setiap peniuru."
Terhadap syubhat ini dapat saya kemukakan jawaban sebagai
berikut:
Pertama: bahwa meskipun periode awal merupakan periodeyang
ideal, yang tidak ada tandingannya dalam hal kesucian akhlak dan
ketinggian rohaninya, tetapi mereka masih termasuk periode manu-
sia iuga, yang di dalamnya ada kelemahan, hawa nafsu, dan kesalah-
an. I(arena itu di antara mereka ada orang yang berbuat zina, ada
yang dijatuhi hukuman had, ada yang melakukan tindakan-rindak-
an yang masih di bawah zina, ada orang-orang yang durhaka, dan
ada pula orani-oranggla dan sintingyang suka menggirnggu kaum
wanita deng;an melakukan ulah-ulah yang menyimpang. Dan telah
turun ayat (dalam surat al-Ahzab) yang menyuruh wanita-wanita
beriman mengulurkan jilbab ke tubuh mereka agar mereka dapat di-
kenal sebagai wanita-wanita merdeka yang sopan dan menjaga diri
hingga tidak digemggu:
).t., /'rtr., tc ti z t
ir_irxir;.,rltirla{j
"... Yang demikian itu suryya metel<a lebih mudah untuk dikenal,
l<arena itu mereka tidak diganggu.... " (Al-Ahzab: 59)

Selain itu, telah turun pula beberapa ayat dalam surat al-Ahzab
yang mengancam kaum durhaka dan "sinting" itu iika mereka tidak
mau meninggalkan perbuatan mereka png hina ift. Allah berfirman:
"Sesungguhnya iika tidak berhenti orang-orang munafilc, orang-
onng yang berpenyakit dalam hatiryta, dan onng-onng yang
menyefurl<an kahr bhong di Madinah (dai menyakitimu), nis-
caln kami pedntahkan kamu (untuk memenngi) mercka kemu-
dian merdra tifuk menjadi tetanggan u (di Madinah) melainkan
dalam wafu, 1rury *bnfu, dalam kafuan terlaktal Di mma aja
mercka dijumpi" mercka ditangbp dan dibunuh dengan *hefut-
hebahlta." lal-Ahzab: 6()-0 I )

Kedua: bahwa ddil-dalil syariah --apabila telah sah dan jelas--


bersifat umum dan abadi. Ia bukan dalil untuk satu atau dua periode
safa, kemudian berhenti dan tidak dijadikan dalil lagi. Sebab, jika
demikian, maka syariat itu hanya bersifat temporal, tidak abadi, dan
hal ini bertentangan dengan predikatnya sebagai syariat terakhir.
Kedga: kalau kita buka pintu ini, maka kita bisa saja menasakh
(menghapus) syariat dengan pikiran kita, orang-orang yang ketat
dapat saja menasakh hukum-hukumyang mudah dan ringan dengan
alasan wara' dan hati-hati, dan orang-orang yang longgar dapat
menasakh hukum-hukum yang telah baku dengan alasan perkem-
bangan zarnmt dan sebagairrya.

460
Yang benar, bahwa syariat adalah yang menghukumi bukan yang
dihukumi, yang diikuti bukan yang mengikuti, dan kita waiib tunduk
kepada hukum syariat, bukan hukum syariat yang tunduk kepada
peraturan kita:
"Anfuikata kebenann itu menuruti hawa nalsu merck4 psti bina-
salah langit dan bumi ini, dan xmua yang ada di dalamryta -.."(al-
Mu'mlnun:7I)

Beberapa Pernyataan yang Menguatkan Pendapat lumhur


Saya percaya bahwa persoalan ini telah bestu jelas setelah saya
kemukakan argumentasi kedua belah pihak, dan semakin jelas bagi
kita bahwa pendapat jumhurlah yanglebih rdjih (kuat) dalilnya, lebih
mantap pendapatnya, dan lebih lempang jalannya.
Namun demikian, perlu kiranya saya tambahkan di sini beberapa
pernyataan yang menambah kuatnya pendapat jumhur, dan dapat
melegakan hati setiap muslimah yang taat dan mengikuti pendapat
ini tanpa merasa kesulitan, insya Allah.

Pertama: Itdak Ada Penugasan dan Pengharaman Kecuali dengan


Nash yang Sahih dan Sharih
Bahwa pada dasarnya manusia itu terbebas dari tanggungan dan
taklif (beban tugas), dan tidak ada taklifkecuali dengan nash yang
pasti. IQrena itu, masalah mewajibkan dan mengharamkan dalam
ad-Din itu merupakan suatu urusan yang serius, bukan urusan sem-
barangan, sehingga kita tidak mewajibkan kepada manusia apa yang
tidak diwajibkan oleh Allah, atau kita mengharamkan kepada
mereka apa yang dihalalkan oleh Allah, atau kita membuat syariat
atau peraturan dalam ad-Din yang tidak diizinkan oleh Allah.
Karena itu, para imam salaf dahulu sangat berhati-hati dalam
mengucapkan kata haram kecuali terhadap sesuatuyang sudah dike-
tahui pengharamannya secara pasti sebagaimana yang dikemukakan
lmam Ibnu Taimiyah dan saya sebutkan dalam kitab saya al-Hdlal
wal-Haram fil-lslam.
Di samping itu, pada asalnya segala sesuatu dan segala tindakan
yang merupakan adat kebiasaan adalah mubah. Maka apabila tidak
didapati nash yang shahih tsubut (periwayatannya) dan sharih fielas)
petunjuknya yang menunjukkan keharamannya, tetaplah hal itu
pada asal kebolehannya. Dan orang yang memperbolehkannya tidak
dituntut dalil, karena apa yang ada menurut hukum asal tidak perlu

46r
-

ditanyakan 'itlat-nya,justru yang dituntut agar mengemukakan dalil


ialah orang yang mengharamkan.26s
Sedangkan mengenai masalah membuka waiah dan tangan tidak
saya jumpai nash_yang sahih dan sharih lang menunjukkan keha-
rarya_nny,a. Andaikata Allah hendak mengharamkannya niscaya
sudah diharamkan-Nya dengan nash yang jetas dan qath'i yang tidik
meragukan, karena Dia telah berfirman:
"... sesungguhnya Nlah telah menjelaskn kepda kamu ap yng
dihanml<an-N1n atasmu, kecuali apa nng terpkra l<amu mema-
kann1n.... " (al-An'arn: I I g)

. Sedangkat {ari apa-apa yang relah dijelaskan-Nya tidak kira


dqnlti masalah haramnya membukawajah dan telapakiang;an. Maka
tidak perlulah kira mempersukar apa yang telah dimudah[an Alah,
lglun. gga kita tidak tergolong ke dalam kaum yang disinyalir oleh
Allah karena mengharamkan makanan yang halal, -
"... I(atal<anlah: 'Apkah Nlah telah membil<an izin kep&mu
(tentang ini) atau kamu mengada-adakan v,ja terhadap NIah?-
(Yunus:59)

Kedua: Perubahan fatua karena perubahan Zaman


Di antara letetapln yang tidak diperselisihkan lagi ialah bahwa
-
fanua itu bisa berubah seguai dengan perubahan zamai, tempat, adat
kebiasaan, serta sitrulsi dan kondisi.
Saya percaya bahwa z:rtnan kita yang telah memberikan sesuatu
kepada kaum wanita ini telah menjadikan kita menerima pendapat-
pendapat yang mudah, yang menguatkan posisi dan tdpriUadian
kaum wanita.
Sungguh, musuh-musuh Islam baik dari kalangan misionaris,
Man<is, orientalis, atau lainnya, telah mengekspoikondisi buruk
l<aum
dibgberapa negara Islani, dan menyand=arkannya kepada Islam
itu sendiri. Mereka irrga berusaha menjelek-jelekkan-hukum-hukum
syariat Islam beserta ajarannya mengenai wanita, dan digambarkan-

263ge.beda dengan masalah


ibadah yang pada asalnya tidak boleh (haram/b*il) se-
hingga ada dalil yang memerintahkannya. Maka orang yang tidak memperbolehkan melaku-
kan suatu bentuk ibadah tidak dituntut dalilnya, tetapi yang dituntut mengemukakan dalil
ialah orang yang mendakwakan adarrya ibadah tersebut. (pcnr.)

462
nya dengan gambaran yang tidak cocok dengan hakikatyang dibawa
oleh lslam.
Karena itu saya melihat bahwa keunggulan pendapat dari seba-
gian orang pada zaman kita sekarang ialah pendapat yang menya-
darkan kaum wanita dan peran serta kaum wanita serta kemampu-
annya menunaikan hak-hak fitrahnya dan hak-hak syar'iyahnya,
sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam kitab saya al-Iitihat fi
asy - Sy ar i' ati I slamiy y ah.

Ketiga: Bencana Umum


Saya persilakan wanita muslimah yang sedang sibuk menjalan-
kan dakwah agar tidak memakai cadar, supaya tidak terjadi pemi-
sahan antara mereka dengan wanita-wanita muslimah lainnya,
karena kemaslahatan dakwah di sini lebih penting daripada melaksa-
nakan pendapat yang dipandangnya lebih hati-hati.
Di antara hal yang tidak diperdebatkan lagi ialah bahwa teriadi-
nya "bencana umum" (meratanya bencana) di kalangan masyarakat
ialah disebabkan oleh sikap meringankan dan mempermudah urusan
sebagai yang sudah diketahui oleh orang-orangyang sibuk mengge-
luti ilmu fiqih dan ushul fiqih, dan untuk ini terdapat banyak fakta
dan data.
Dan bencana telah merajalela pada hari ini dengan keluarnya
kaum wanita ke sekolah-sekolah, kampus-kampus, t€mpat-t€mpat
kerja, rumah-rumah sakit, pasar-pasar, dan sebagaiqra. Mereka
sudah tidak betah lagi tinggal di rumah sebagaimana pada masa-
masa sebelumnya. Semua ini menuntut mereka untuk membuka
wajah dan tangannya agar memudahkan gerak dan pergaulan
mereka dengan kehidupan dan makhluk hidup, ddam mengambil
dan memberi, menjual dan membeli, memahami dan memberikan
pemahaman.
Alangkah baiknp kalau semua persoalan iff hanla berhenti pada
yang mubah atau yang diperselisihkan saja seperti mengenai mem-
buka wajah dan telapak tangan. Tetapi persoalannya sudah melaiu
kepada yang sudah jelas-ieals haram, seperti membuka bahu dan
betis, kepala, leher, dan kuduk, dan wanita-wanita muslimah juga
ada yang melakukan bid'ah-bid'ah Barat (mode-mode) itu. Di sisi
lain, kita iumpar pula wanita-wanita muslimah png berpakaian tetapi
telanjang, yang bergaya dan berlenggak{enggok dengan dandanan
dan mode rambut sedemikian rupa, persis seperti yang disinyalir
dalam hadits sahih dengan sinyalemen yang sangat iitu dan tepat.
Bagaimana kita akan bersikap ketat dalam masalah ini, sedang-
kan kebebasan dan kebinalan ini sudah teriadi di depan maa kital
_
Sesungguhnya peperangan lni tidak hanya seputar "wajah dan
telapak tangan": apakah boleh dibuka ataukah tidak? Teapi pepe-
rangan yang sebenarnya ialah dengan mereka yang henaat men;adi
kan wanita muslimah sebagai potretwanita Barat, dan hendak mele-
paskan identitasnya dan melucuti ghirahislamiyahnya, lantas mereka
keluar rumah dengan berpakaian tetapi telanjang, dengan berleng-
gak{enggok miring ke kanan dan ke kiri.
Karena itu tidak boleh bagi saudara-saudara kita dan putri- putri
kita yang "bercadar" serta ikhwan dan putra-putra kita yang ;me-
nyerukan cadar" membidikkan panahnya kepada saudara-saudara
mereka yang "berhijab" (dengan tidak bercadar) dan ikhwan mereka
"yalg menyerukan hijab", yang merasa mantap dengan pendapat
jumhur umat. Tetapi hendaklatr mereka membidikkan panahnya ke-
pada orang-orang yang menyerukan budaya buka-bukaan, telan-
jang, dan melepaskan adab Islam.
Sesungguhnya wanita muslimah yang mengenakan hiiab syar'i
itu_ sendiri sering berperang (berjuang) menghadapi lingkungannya,
keluarganya, dan masyarakatnya sehingga mereka dafat melaksa-
rykan perintah Allah untuk mengenakan hifab, maka bagairnanakah
kita akan mengatakan kepadanya: 'sesungguhnya Anda melakukan
dosa dan maksiat, karena Anda tidak memakai czdr,?

Keemlrat: Masyaqqah (Kesulttan) Mendatangkan Kemudahan


Sesungguhnya mewajibkan wanita muslimah -{ebih{ebih pada
z;tman kita sekarang ini-- untuk menutup wajah dan tangannyaber-
arti memberikan kesulitan dan kesukaran serta kemelaratan kepada
mereka. Padahal Allah Ta'ala telah meniadakan kesulian, kesukaran,
dan kemelaratan dalam melaksanalen agirma-Nya, bahkan dit€gak-
kan-Nya agiama-Nya itu di atas dasar kelapangian, kemudahan, ke-
ringanan, dan rahmat kasih sayang. Allah berfirman:
"... dan Dia (NIah) *l<ali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kerempitan .... " (al-Haff : 28)
"... Allah mengfiendal<i kemudahan hgimu &n tidak mengfien-
daki kanlcann bagimu.... " (al-Baqaralr: I8S)

464
dijadikan bercifat lemah." (an-Nisa': 2E)

Rasulullah saw. bersabda:

w,r*+Fr&-i
"Aku diutus dengan membawa agana yang lembut dan lapang
(tolenn)." (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya)
Maksudnya, lurus dalam aqidahnya dan lapang dalam hukum-
hukumnya.
Sedangkan para fuqaha telah menetapkan dalam kaidahnya: "Ke-
sukaran itu menarik kemudahan."
Nabi saw. telah menyuruh kita untuk memberikan kemudahan
dan jangan memberikan kesukaran, memberikan kegembiraan dan
jangan menjadikan orang lari. Kita ditampilkan untuk memberi
kemudahan bukan unturk memberi kesulitan.

Beberapa Peringatan:
Ada beberapa peringatan penting yang perlu dikemukakan di sini
untuk kita perhatikan:
1. Bahwa membuka wajah di sini tidak dimaksudkan agar si wanita
memolesnya dengan bermacam-macam bedak dan parfum yang
benuarna-warni. Begitupun membuka tangan di sini tidak dimak-
sudkan agar mereka memanjangkan kukunya dan mengecatnya
dengan apa yang mereka namakan manuhir. Tetapi hendaklah dia
keluar dengan sopan, tidak bersolek dmber-make-up wama-warni,
dan tidak tubarruj (menampakkan aurat, berpakaian mini, atau
berpakaian yang tipis, atau yang membentuk lekuk tubuh).
Semua yang diperbolehkan di sini adalah perhiasan yang ringan-
ringan, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan
lainnya, yaitu celak di mata dan cincin di iari.
2. Pendapat yang mengatakan tidak waiib bercadar tidak berarti
mereka berpendapat bahwa memakai cadar itu tidak boleh. Maka
barangsiapa di antara kaum wanita yang ingtn memakai cadar,
tidak ada larangan, bahkan hal yang demikian terkadang disukai--
menurut pandangan sebagian orang yang cenderung bersikap
hati-hati, apabila wanita itu cantik yang dikhawatirkan dapat
menimbulkan fitnah, lebih-lebih jika memakai cadar itu tidak
menyulitkannya dan tidak menimbulkan pergunjingan orang
banyak. Bahkan banyak ulama yang mengatakannya waiib jika
kondisinya demikian (bisa menimbulkan fitnah). Tetapi saya tidak
menemukan dalil yang mewajibkan menutup uiaiah lietiki dikha-
watirkan menimbulkan fitnah. Sebab ini merupakan masalah
yqnq-tid?k ada ukurannya, dan kecandkan ihr sendiri sifatnya
relatif, ada wanita yang oleh sebagian orang dianggap sangat cah-
tik, tetapi oleh sebagian yang lain dianggap biasa-biasa saia, dan
oleh yang lain lagi dianggap tidak candk.
Beberapa penulis bahkan mengemukakan, hendaklah wanita
menutup wajahnya apabila ada laki-laki ingin berlezat-lezatme-
mandangnya atau mengkhayalkannya. Namun masalahnya, dari
mana wanita tersebut mengeahui bahwa ada laki-laki ingin ber-
lezat-lezat dengannya atau mengkhayalkannya (sehingga ia waiib
menutup mukanya)?
Oleh karena ihr, yang lebih utama daripadamenutup muka ialah
-hendaknya wanita tersebut menjauhi lapangan yangbisa menim-
bulkan fitnah, jika ia menaruh perhatian terhadap masatatr itu.
3. Bahwa tidak ada kaitan antara membuka u/aiah dengan kebolehan
melihatnya. Makadi antara ulama ada yang memperbolehkan
megbuka uniah t€tapi tidak memperboli:hkin melihatnya, ke-
cuali pada- pandangan pertama yang selintas. Ada pulh yang
melihat apa yang diperbolehkan melihatnya itu,
ddak disertai dengan syahwat iika disertai dengan qrahwat
aau dimaksudkan untuk membangkitkan syahwat, makaharam
melihatnya, dan pendapat inilah yang saya pilih.
Allah{ah yang memberi pertolongan dan petuniuk ke jalan
yang lurus.

466
12
HUKTIM ORANG TUA MENIKAHKAN PUTRINYA
TANPA PERSETUIUANNYA

Pertanyaan:
Saya pernah membaca dalam suatu maialah bahwa menurut
mazhab Syafi'i seorang ayah berhak mengawinkan putrinya yang
telah balig tanpa terlebih dahulu meminta persetuiuannya. Benar-
kah pendapat ini? Kalau pendapat ini benar, apakah sesuai dengan
manhaj Islam yang umum yang mensyaratkan persetuiuan wanita
yang bersangkutan? Dan apakah dalam akad nikah selalu disyarat-
kan adanya wali?

Jauaban:
Ada beberapa masalah penting yang harus kita tetapkan terlebih
dahulu dalam menanggapi pertanyaan ini:
Pertama: ada suatu kaidah pokok yang tidak diperselisihkan oleh
kedua belah pihak (yang berbeda pendapat), yaitu bahwa setiap muj-
tahid boleh jadi benar dan boleh jadi keliru, dan bahwa setiap orang
boleh diambil dan ditinggalkan perkaaannya kecuali Rasulullah al-
Maksum saw. (yang harus diambil perkataannya dan tidak boleh
ditinggalkan).
Imam Syafi'i memang seorang imam yang besar di antara imam-
imam kaum muslim, tetapi beliau adalah manusia biasa yang tidak
maksum, dan beliau pernah berkata mengenai diri beliau sendiri:
0
'rw-66';\-6\KJiJ#!.6'&
"Pendapatku ini benar tetapi menga
^r;ffi
dan pendapat orang selainku adalah salah tetapi mengandung
kemungkinan benar."

Diriwayatkan juga bahwa beliau pernah mengatakan: "Apabila


telah sah suatu hadits, maka itulah mazhabku (pendapatku)." Dan
dalam satu riwayat beliau berkata: "... maka buanglah perkataanku
ke pagar."

467 /
Kedua: hendaklah kita menempatkan pendapat-pendapu para
mujtahidin dalam lcerangka historis, karena seorang mujtahid adalah
putra lingkungan dan z:rmannya, dan tidak dapat dilupakan unsur
mujtahid itu sendiri.
Imam Syafi'i hidup pada zaman yang jarang sekali kaum wanita
mengenal orang yang mengajukan lamaran kepadanya, melainkan
hanya keluarganya yang mengenalnya. Oleh sebab itu, ayahnya di-
beri wewenang khusus dntuk mengawinkannya meskipun tanpa se-
izinnya. Hal ini didasarkan pada tingginya kasih sayang orang tua
(ayah) kepada putrinya, matangnya pertimbangan, dan bagusnya
alasan dalam memilih calon suami yang cocok dan serasi untuk
anaknya, ditambah ketidakmungkinannya sang ayahibersikap se-
wenang-wenang terhadap anaknya.
Sfhpa tahu, seandainya Imam Syaf i r.a. hidup pada zaman kita
dan mengetahui peradaban serta tingkat ilmu pengetahuan yang di-
capai kaum wanita --yang telah mampu membedakan keadaan para
Ielaki yang mengajukan lamaran kepadanya, dan bila ia dinikahkan
tanpa kerelaan hatinya maka kehidupan rumah tangganya akan
menjadi neraka bagrnya dan bagi suaminla=- barangkali beliau akan
mengubah pendapatnya, sebagaimana yang telah banyak beliau
lakukan dalam masalah-masalah lain. Seperti telah kia dimaklumi
bahwa beliau mempunyai dua mazhab (pendapat), yaiit mazhdb
qadim (pendapat lama) sebelum beliau pergr ke Mesir, dan mazhab
iadid (pendapat baru) setelah beliau menetap di Mesir --setelah beliau
melihat apa yang belum pernah dilihat sebelumnya dan mendengar
apa yang belum pernah didengar sebelumnya. Oleh karena itu, terke-
nal pula dalam kitab-kitab Syaf iyah ungkapan: "Syaf i berkata
dalam qaul qadim (pendapat lama), dan Syafi'i berkata dalam qaul jadid
(pendapat baru)."
Kedga: dalam hal memperbolehkan seorang ayah menikahkan
putrinya tanpa seizinnya, golongan Syaf iyah mensyaratkan bebe-
rapa syarat, antara lain:
1. Antara ayah dan anak tidak ada permusuhan yang nyata, seperti
karena perceraiannya dengan ibu si anak (istrinya), dan sebagai-
nya.
2. Dinikahkan deng;an calon suami yang sekufu lseara, cocok, serasi).
3. Dinikahkan dengan mahar (maskawin) yang sesuai.
4. Calon suami tidak sulit dalam memberikan mahar.

468
i

5. Tidak dinikahkan dengan laki-laki png menjadikannla menderita


I dalam pergaulannya, seperti dengan laki-laki tuna netra, tua renta,
dan sebagainya.

Syarat-syarat tersebut meringankan sebagian pengaruh ijbar (pe-


maksaan), t€tapi tidak dapat memecahkan masalah dari akarnya.
Setelah mengemukakan beberapa kaidah tersebut, maka saya
katakan:
Telah sah sejumlah hadits dari Nabi saw. yang mewajibkan meng-
ajak berunding dan meminta izin kepada anakwanita ketika hendak
dinikahkan. Maka tidak boleh menikahkan anak perempuan tanpa
ridhanya, meskipun yang menikahkannya ayahnya sendiri. Di anta-
ranya ialah hadits yang tersebut dalam Shahih at-Buhhari:

c{s,G)6. (;k*'KlJi'l*ar!
KfrSt;:s66,,:
Tidak boleh sanng gadis dinikahkan xhingga ia dimink perrr.-
tujuanryn terlebih dahulu." Para ahaht bftany, "kgafunanakalt
izin (perctujunnya) ituT kliau menjawab,lil<a ia diam aja(ti-
dak meryratal<an penolakan).-

\&.\63b,W*(iz?t*#
"Gadis itu dimintai izin (perxtujuanryta) mengenai pmikalnn
diirya" dan izinqta diamnla."

WflW.$}G,
"Janda itu lebih berhak terhadap diiny; *ndcan anak gadk
hants diminta petxtujuannya oleh ayalnya"

Diriwayatkan juga dalam kitab Sunan (Sunan ,rbuDaud., Sururtlbnu


Majah, dan uusnad Ahmad) dari hadits Ibnu Abbas r.a.:

'Fswr;'k#e.1r5:,4W
469
i 'u:gAi65\^Ct';jSgl
4. ///-
)v6qf?9c:rjSH'sr/t

,ilrrfia/i;iG,"3i4. /<
'i\5io,a
I t/ u?e$i\^i3 /"
'
"Bal*ya wnryamk rruano.m prawan etugk@ Nati *rw.
lalu ia mdaprkan bhwa ayalnya tdah menikahkan dia (dengan
*wnng) padahal dia frdak ilh naka Railtulkh r;rw. m.aitr;r,
dk lrak untuk memilih."

,--DiriyayarF ,rgg dari Aisyah r.a. bahwa ada seorang wanita


dlqng kepa{1nVa dengan mengatakan, "Sesungguhnya-ayahku
telah menikahkan aku dengan anik saudaranya ufrrk niendnskat
kerendahan derajatnya, padana aku tidak sul6." am raisvirrr Ter-
kara, "Duduklah dulu sehingga Rasulullah datang. sbrcrin-li.ri"u
9"Fng maka aku sampaikan-kepada beliau permiatatran;1,a,-ld,
belku menyuruh orang memairggil ayahni,a
urusan itu kepada wanita tersebut, lantas wanita itu berka:a:
d* il;#r;i,li*

'415, 6 ilSG A7 fi i,rSiJi,(


ff',9*:"tat"::t}*\
fi7 ,GrcfCA:;/"t<i+Jriagall
#r fL$dJtC.rl_r
/va
,

' 0l1
' -9'
-v--t

A'a RailIullah, ay p*enantant aW Wg dilakukan ayah itu,


hnlta nja aya ingin agar kaumtnnita tahu hhwahp*_br4k
tidak mempunyi kekuasan terhadap un$an ini.Q64

z@oalan riwayat Buraidah yang


dirawikan oleh Ibnu Majah menggunakan lafar:
e77a;i't5rrq*i
-Harya
.-Giid,,lt6r".V 4:&i;i/,t -.r\iiilsi;1.!{J
'FtttU;;t,r5<S
aia s€ya itryin agarfalumwanitatahu ttlhrla ,flwk-,f,nktidak
Lgj
nanpnyaitrdanlrlrn tet&ap
untsan ini."
Seaandon dahm dmyat Nasa,i dari Airlah dengan lahl:

.,tsg.ti1;r,.-r\1.{66Cgg
"Hanry lrria eye ingin tahu, e4kah laun mnita puny'kd;rrr"*
j
&brn urulra,n ini?
Ulrat Sunan lbnu Majah, l: 602-6O1,lrio. 1g74; Sunan Nasd,i, 6: g6_g7. (penf.)

470
Menurut lahirnla, wanita ini adalah gadis (perawan), sebagaimana
yang dikatakan olehpengarang Subulus Salam, dan boleh iadi dia ada-
lah gadis yang disebutkan dalam hadits lbnu Abbas, yangtelah dini-
kahkan oleh ayahnya dengan seorang laki-laki yang sekufu, yainr
anak saudara ayahnya itu. Dan seandainya dia janda, maka dia t€lah
menjelaskan bahwa maksudnya tidak lain hanyalah kelak memberi-
tahukan kepada kaum wanita bahwa orang tua (ayah) tidak mempu-
nyai kekuasaan sedikit pun dalam urusan ini. Sedangkan lafal "an-
nisc"' (kaum wanita) adalah umum, meliputi gadis dan janda. Wanita
itu mengucapkan perkaaannya di sisi Nabi saw., dan beliau meng-
akuinya.
Seakan-akan gadis yang cerdas ini hendak memberitahukan ke-
pada kaumnya, kaum wanita, mengenai hak yang diberikan Syari'
(Pembuat syariaq kepadanya terhadap dirinya sendiri, sehingga
bapak-bapak atau wali-wali tidak boleh bertindak sewenang-wenang
terhadap mereka, lantas menikatrkan mereka tanpa kerelaan (izin,
persetuiuan) mereka dengan orangyang tidak mereka sukai bahkan
mereka benci.
Imam Syaukani mengatakan di dalam Nailul Authar: "Hadits-hadits
ini secara lahiriah menunjukkan bahwa gadis yang sudah dewasa
apabila dinikahkan tanpa persetujuannya, maka akadnya tidak sah.
Yang berpendapat demikian ialah lmam al-Auza'i, ats-Tsauri, al-
Itrah, dan golongan Hanafi, serta Imam Tirmidzi meriwayatkan pen-
dapat ini dari kebanyakan ahli ilmu."
Sebelum Imam Syaukani, Syekhul Lslam Ibnu Taimiyah menulis di
dalam Fat/lua-nya seperti berikut:
"Sesungguhnya meminta izin (persetujuan) kepada gadis yang
sudah dewasa adalah wajib bagi ayah atau lainnya, dan tidak boleh
memaksanya untuk menikah. Pendapat inilah yang benar. Pendapat
ini yang dipilih Imam Ahmad menurut sanr riwayat dan dipilih oleh
sahabattya, dan ini juga merupakan mazhab Abu Hanifah
fl"Sr*
Lebih laniut beliau (Syekhul Islam) menulis: "Sesungguhnya
menfadikan keperawanan sebagai alasan yang mewaiibkan unnrk
membatasi hak (kaum wanita) adalah bertentangan dengan prinsip
'illr untrrk membatasi atau
Islam, dan menfadikan hal tersebut sebagai
menghalangi kaum wanita merupakan pembuatan 'illct dengan suatu
sifat yang ddak ada pengaruhnya dalam syara'."
IGmudian beliau meneruskan: 'Yang benar, batrwa sebagai alasan
qbcr (pemaksaan) itu idah karena masih kecil, sedangkan gadis

471
)angsudah dewasa textu tidak dapat dipal$a oleh seorang pun untuk
menikah, karena terdapat riwayat dalam kitab sft4hih aari tlabi saw.
bahwa beliau bersabda:

'b<.5\i<lj(i,t%"La5Ji"*r!
,J6\ .
?d.,i^TJ|!t,'4 J.{} .653
.W{yW\:
'ndak bleh wtang gadis diniklkan *hingga ia dimintai pr-
*tujuannya terlebih dahulu, fun tidak bleh wnng janda dini-
kahkan *hingga ia diajak musyawanh." Ialu a& yang bedcat4
"Sewngguhnya gadis itu bercitat pmalu." kliau menjawab, "per-
*tujqnnya ialah iika ia diam."

Lafal yang lain dalam ash-shahih menyebutkAn: u

ww!,s45ui
"C-adis itu harus dimintai izinnW oleh ayafu4ra"

lnilah larangan Nabi saw. bahwa seorang gadis tidak boleh dini-
kahkan sehingga diminta izinnya atau persetujuannya. Larangan ini
ge-lipud ayah dan lainnya, sebagaimana dinyatakan secara eksplisit
dalam riwayat lain yang satrih, dan ayah sendiri yang harus langiung
memina izinnya.
Sebagai perbandingn, dalam hal harta png dimiliki seorang anak
pergmpuanr seorang ayah tidak boleh membelanjakannya jika si
anak itu telah dewasa dan normal pikirannya. Apalagi perihai "diri-
nya" yang nota bene lebih terhormat daripada hartanya. Maka bagai-
mana mungkin si ayah diperbolehkan mentransaksikan kehormitan
puninya padahal ia sudah dewasa serta memiliki sikap dan perasaan
secara personal?
Lagi pula, dijadikannya kondisi "masih kecil, sebagai alasan
untuk membatasi kebebasan anak perempuan adalah berdasarkan
nash dan ijma'. Sedangkan menjadikan keperawanan sebagai alasan
yang mengharuskan pembatasan itu bert€ntangarn dengan prinsip
Islam, karena Syari'titl,ak menjadikan keperawanan sebagai femba-

472
tasan dalam suatu persoalan yang telah disepakati. Maka menjadi-
kan hal itu sebagai alasan pembatasan merupakan pemberian alasan
dengan sifat yang tidak ada pengaruhnya dalam qrara'.
Selain ifir, orang-orang yang berpendapat boleh memaksa sebe-
n.rnya akan merasa kesulitan apabila si gadis membuat kriteria sen-
diri tentang kekufuan (kecocokan, keserasian) --sementara di sisi
lain sang ayah pun membuat krit€ria tersendiri. Manakah )rang di-
pakai, kriteria anak atau kriteria ayah? Dalam hal ini, ada dua bentuk
jawaban menurut mazhab S)raf i dan Ahmad. Barangsiapayang me-
makai kriteria anak (gadts) berarti merusak pokok (aial), dan
barangsiapa yang memakai kriteria ayah maka akan menimbulkan
mudarat, kerusakan, dan keburukan yang tidak disangsikan lagi,
karena Nabi saw. telah mengatakan dalam hadits sahih:

"Janda itu ffik Dr*tu,l< tuhadap dit@ dai@amlhry,4 en gflis


itu harus dimintai Un, dan iziutW ialah diamrya""

Dalam satu riwayat disebutkan dengan lafal:

. t/,vt/?ev 1.,/,.1
)22< )rt! (
g) r4^4a:.i. rfi(i:l
"Jan& itu lebih furhak terhadap diirya dadp& waliryta."

Ketika Nabi saw. menjadikan janda itu lebih berhak terhadap diri-
nya, maka hal ini menunjukkan bahwa gadis tidak lebih berhak ter-
hadap dirinya, tetapi wdinyalah yang lebih berhak terhadap dirinya,
dan mereka itu adalah ayah atau kakeknya.
Itulah argumentasi orang-orang yang menetapkan hak q;Aar 1me-
maltsa) bagi wali. Mereka tidak mengamalkan nash dan dmhir hadlts;
mereka hanya berpegang @ahhithab (pemahaman) hadits. Mereka
tidak menangkap maksud Rasul saw. bahwa Jandalebthberhakrcr-
hadap dirinya daripadawalinya" berarti mencakup semuawali, tetapi
mereka mengkhususkannya dengan ayah dan kakek. sedangkan
mengenai bagian kedua yang berbunyi 'dan gadis harus dimintai
izinnya" mereka tidak mewaiiblqn izin inr, mereka hanya mengata-

473
kan "mustahab", sehingga sebagian mereka memberlakukan qias
untuknya, dan mereka berkaa: "Karena izinnya itu mustahab, maka
gukupp-h dengan diam, dan seandainya meminta izin kepada gadis
itu waiib- sudah barang tentu harus dinyatakan secara eGflisitl"
. Demikian argqm€_ntasi sebagian sahabat lpengikuQ Imim Syaf i
dan Ahmad.,f.Id ini bertenangan dengan ijrna,kaum'muslim iebe-
lumnla juga bertenangan dengpn nash-nash Rasulullah saw.. Karena
telah sah berdasarkan suntuh shahihahyang banyak jumlahnya dan
kesepal€tan para
{ngm sebelum mereka batrwa apabila seoran!gadis
akan dinikahkan oleh saudaranya atau oleh pamannla maka iifiarus
dimiqta izinnya terlebih dahulu, dan izinnya iaan iiUp diamnya.
Adapun mafhum hadits di atas ialah bahwa Nabi sa*. membeda-
kan antara gadis dan janda, sebagaimana sabda beliau dalam hadits
lain:

lg,.\!tr: ij5,6r\*Y'5,)i'6!r,J
/-'7 4 c1'
' -r4 t-;//^J
"ndak bleh dinikahlan wrury gadis *hinga ia diminta izinrya;
fun tidak boleh dinikhlran wnng janda *hingga ia diajak mu_
syavnnh (dirungu perintahny)."

-Dalqm
hadits ini, Pnruk Sa{is {rgpnakan lafal al_idzn (izin),
sedangkan.qntuk janda digunakan lafal al-amr (perintah), irntuti
y.ang satu izinnya dengan diamnya dan yang satunya lagi izinnya
dengan ucapannya.
Inilah dua perbedaan yang digunakan Nabi saw. untuk membeda-
kan antara gadis dan janda. Beliau tidak membedakan anara boleh
memaksa dan tidak boleh memaksa. Hal ini disebabkan kondisi
"gadis" masih malu-malu membicarakan urusan pernikahan-
-yang
nya, maka lamaran tidak langsung dituiukan kepada diriiya, melain-
kan kep3da
rylinya, lalu-walinya meminta pers6mluannyi aau izin-
nya sehingga ia memberikan persetujuan. Si gadiisamisekali tidak
penyunlh siwali untuk menikahkannya, tetapi ia hahya mengizin-
kannya bila diminta izinnya.
Berbeda dengan ianda, karena ia sudah tidak malu lagi membica-
.
pka.n masalah pernikahannya, maka lamaran itu tangsiung drtuju-
kan keprda dirinya,lantas- ia memerintah (menyurutrl iainla untirtt
menikahkannya. fadi, dialah amirah lyang meiryuruhl waliirya, dan

474
si wdi hanrs menuruti permintaan si janda unnrk menikahkannya
dengan lelaki yang sekufu, apabila si janda memintanya melakukan
hal itu. Dengan demikian, wali disuruh (diminta) oleh sifimda (unuk
menikahkannya), sedangkan terhadap anak gdis si wali meminta _

izin. Inilah yang ditunJuki oleh sabda Nabi saw. rcrsebut.


Adapun menikahkan si wanita dengan seseorang yang tidak ia
sukai, maka hal ini bertentangan dengan prinsip Islam dan logika.
Sebagai analogi, dalam hd iual beli atau sewa-menyewa bagi kepen-
tingian anak, Allah juga tidak memperkenankan seorang wali me-
maksakan kehendaknya melainkan dengan persetuiuan anak terse-
but, termasuk dalam masalah makanan, minuman, dan pakaian yang
tidak dikehendakinya. Maka, bagaimana diperbolehkan wali akan
memaksalun anaknya untuk melakukan'hubungan suami-istri'
dengan orangyang tidak disukainya dan bergaul dengian orang)rang
dibencinya?
Allah menialinkan dnta dan kasth s4ang antara suami-isri. Oleh
sebab ihr, jika pemikahan itu sendiri dilandasi oleh perasaan tidak
suka dan ingin melarikan diri dari calon suami, maka alenkah tum-
buh cinta dan kasih sa)rang dalam perkawinan t€rsebut?'265
Imam Ibnul Qayyim mengatakan di dalam Tadul Ma'ad, set€lah
mengemukakan hukum Nabi saw. tentang wafibnya memlnta izin
kepada anak gadis, sebagai berikub
'Hukum ini mewaiibkan agar pdis f,ang sudatt doryasa ddak
dipaksa unnrk dinikahkan, dan ia tidak boleh dinikahkan l@cuali
dengan kerelaannya. Inilah pendapat jumhur salaf dan madnb Abu
Hanifah serta sahr riwayat dari Imam Ahmad. Ini jup merupakan
pendapat yang mengharuskan kita nrnduk l@pada Allah dan klta
tidak mempunyai keyakinan selainnya. Iuga merupakan pendapat
yang sesuai dengian hukum Rasulullah saw., perinahnya,larangan-
ln[la, qawa'il syari'at-tga, dan kemaslahatan umatn)ra ....' Mengenai
hal ini, beliau 0bnul QaWim) memberikan penielasan secara paniang
lebar.
Maka dengan pendapat ini pula saya (Qardhawi) runduk ber-
agama kepada Allah, dan tidak berkeyakinan pada yang selainnya,
apa pun komentar orang yang berbeda pendapat dengan ini.
Adapun wanita menikahkan dirinya tanpa seizin walinya, maka
hd itu adalah jaiz (boleh) apabila sekufu, demikian menurut Abu

265vo1n*'na1ssa, syekhul Istam tbnu Tatm$,ah, ?fr:22-25,

475

L-.
t{anifah dan sahabat-sahabatnya. Ierena menurut mereka, hadits
y.ang mensyaratkan- yfli itu tidak ada yang sah. Demiktan pula pen_
dapat golongan zhahiriatr mengenai janda,-dengan uerpeaoiran paaa
sabda Rasulullah saw.:

"Janda lebih
WS"@",y,#rS
brhak terhadap diinya dafi@ walirrya,
Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa wali menrpakan
syarat pemikahan, dengan beralasan pada hadits:

'-4A*t&4
"tidak ada pmikahan kmuali dengan wa!i."

dan hadits-hadits lainnya.


Hikmahnya ialah ag.a1 pernikahan tersebut sempurna --dengan
-
adanp kerelaan dari pihak-pihak tertennr secara tesiturutran. seLin
itu, agar wanita yang menikah tidak hanya berada di bawah kasih
sayang atau lcekuasaan suami saja, karena wanita yang menikah
anpa seizin keluarganya pada umumnya tidak lagimidapatkan
perhatian.
Namun demikian, apabila hakim telah menetapkan sahnva suatu
perkawinan, maka perkawinan itu sah. fidak adj seorang pun yang
dapat membaalkannya sebagaimana dikatalran tbnu
eudairiah dal"r,
kitab al-Mughni.

t3
HUKUM MAHA,R DAN HII(MAHNYA

Pertanyaan:
Beberapa wanita yang t€rpengaruh pemikiran Barat ramai mem-
permasalahkan mahar atau maskawin
iang diwajibkan Islam rcrha-
dap kaum laki-laki pada waktu pernikahai, a"ri aiirOit"nnvi f,at
kaum wanita. Mereka mengatakan bahwa mahar merirpatan ti'arga si

476
wanita yang harus dibayar oleh pihak laki-laki sebagai imbalan dia
dapat bersenang-senang dengannya. Seakan-akan laki{aki membeli
wanita dengan harta yang diberikannya itu.
Wanita-wanita yang kebarat-baratan itu sampai berani menuntut
mahar yang mahal, sejalan dengan tuntutan mereka untuk mengha-
puskan sebagian hukum syariat yang telah tetap.
Itami mohon penjelasan tentang hakikat mahar dan hukumnya,
hikmah disyariatkannya dalam Islam, dan kesesuaiannya dengan
nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Semoga Allah memberikan balasan yang sebaik-baiknya kepada
Ustadz atas usaha Ustadz membela lslam dan umatnya.

Jautaban:
Kebodohan dan Keakuan
Kebodohan merupakan penyakityang membahayakan, dan lebih
membahayakan la$ jika orang yang bodoh itu mengaku tahu dan
mengerti, dan menempatkan dirinya sebagai pengaiar manusia. Maka
tepatlah apa yang dikaakan Basyar ketila ia berkata, "Sungguh sesat
orang yang dituntun oleh orang-orang buta."
Sesungguhnya wanita-wanita itu beserta orang-oftlng )ang meng-
gerakkan mereka kepada perbudakan pemikiran Barat dengan dua
sisinya --kapitalisme dan sosialisme-- benar-benar tidak mengerti
tentang Islam. Perumpamaan mereka itu bagaikan ungkapan: "Tidak
mengetahui tentang Islam melainkan hanya nanurnya saia, dan tidak
mengetahui tentang Al-Qur'an melainkan hanya tulisannya.'
Menurut dugaan saya, mereka juga tidak mengeahui tulisan Al-
Qur'an. Saya kira mereka tidak pernah membuka Al-Qur'an atau
membacanya sehari pun. ]ika pernah, mereka akan mengeahui benurk
tulisannya dan dapat membedakannya dengan yang lainnya.
Seharusnya mereka --kalau mereka mau berpikir dan insaf--
mencari pengetahuan tentang apa yang tidak mereka ketahui dan
bertanya kepada orang yang ahli apabila mereka tidak mengerti.
Sayangnya, mereka --baik wanita maupun pria- taap b€rkutat dalam
lumpur kebodohan, menduga-duga dan mengikuti hawa nafsu se-
hingga menjadikannya buta dan tuli:
*st
"... siapalcah lang lebih daipda onng nng mengiknti lnttz
natsuryta dengan tidak mendapt petunjuk &d NIah dikit pn
...." (al-Qashash: 5O)

477
seandainp mereka mau membedakan antara hukum-hukumAllah
Ta'ala dan tradisi manusia yang mereka warisi --yang tidak aioaor-
kan pada agamq Allah--.serta-mengatakan: "Kami tenerima yang
pertama-(hukum-hukum Allah) dan menolak png lain (tradisi
meiefta),;
niscaya kami sambut mereka dengian ucapan, "iirda benar dan bagtrs,"
-'--- --o
dan kami akan berada dalam barisan niereka.
Andaikaa mereka mengatakan: "feraskanrah kepada kami, wahai
ulama-ulama Islam, mana yang benir dan mana yang dusta, mana
yang asli dan mana yang dari Iuar Islam, mana ying"clari uatri
aan
mana yang dari manusia, mengenai masalah waiia-aan keluarga,"
niscaya kami ucapkan selamat [epada mereka dan kamipe.ritiGn.
Namun say-ang, mereka tidak mau melakukan hal itu, bahkan
mereka hendak menghancurkan selumat-lumatnya iCturutr rruiurn
kekeluargaan, hingga terhadap yang qath'i sekaiipun- F.iir"iu
,.-
macam ini tidak mungkin lahir dari ieorang muslirir utau muilirnah,
dan tidak akan diucapkan oreh orang yan! telih iela beilffitk",
Allah, beragama Islam, dan berasulkin-tvtu-hammad.
IQlau mereka mengatakan: "Kami tidak ridha terhadap hukum
Al-Qur'an dan Sunnah," maka biarrah mereka ..nyiaiihny" r.-
f_ra le.ry lerang d11-mgngatakannya tanpq tedeng alinglaling,
"Kami kafir ke-pada elah dan nasul-ttya serti titau-tlia.tof,i ua"r
pgnyl{aian dengan rslam., sedikit ataupun baqyak," i.iiinsgi u*"t
Islam bisa menyikapi mereka dengan prinsipnyiini. siraini[i
Lmi
dapat memlsahkan mereka dari tubuh umat Isfam, tidak menikah
de-
ngan mereka dan tidak menikahkan mereka dengan anal-anat
kaum muslim, serta tidak menjalin kasih sayang aai ieseiiaan te-
pada mereka
.sepagaiqala-yan-gberlaku antara ieorang muslim de_
ngan muslim lainnya. Bahkan tiila anggap mereka seualai gorongun
minoritas. yang telah menyempal gkeluar) dari agama
i*
i"rZ"f,,-i.au,
mereka tidak boleh dlngreayri sebagai ravaknvi p.rgaui*
--
muslim, karena secara lahii dan batii'merika blt€n fifiim
Dteyatladonnya Mahar dalam Islam dan Htkmahnya
Kembali kepada masalah mahar.
Mahar atau maskawin --yaitu suatu pemberian dari pria keoada
wanita_pada.waf.tu pernikahan-- sudah ditetapiian meialui
:golang
Al-eur'an, As-sunnah, dan-ijma', diberlakukan dalam'praktik, dan
sudah dikenal di kalangan khusus arau umum aariputia:pu[i inus-
lim, sehirigga ia r€rmasuk sesuaru yang rua"n ait*tffii a6"d pasu

478
sebagai afaran agama.
Sedangkan hikmah disyariatkannya mahar antara lain:
1. Menunjukkan kemuliaan kaum wanita. Hal ini menandakan
bahwa merekalah yang dicari, bukan mencari, dan yang mencari-
nya ialah laki-laki, bukan dia yang berusaha mencari laki-laki.
Laki-laki itulah png mencari, berusaha, dan mengeluarkan harta-
nya untuk mendapatkan wanita. Berbeda dengan bangsa-bangsa
atau umat yang membebani kaum wanita untuk memberikan har-
tanya atau harta keluarganya untuk laki{aki, sehingga si laki-
laki mau mengawininya.
Hal ini berlaku di kalangan bangsa India dan lainnya, sehingga
orang-orang muslim di India dan Pakistan juga tenggelam dalam
kejahiliahan ini hingga sekarang, dengan membebani kesulitan
kepada pihak wanita dan keluarganya, sehingga sebagian keluarga
harus menjual apa yang dimilikinya untuk mengawinkan putri-
putrinya. Celakanya, hingga bapak-bapak dari wanita yang fakir
dan ianda-janda miskin iuga dituntut begitu untuk mengawinkan
putrinya.
2. Untuk menampakkan cinta dan kasih sayang seorang suami ke-
pada istrinya, sehingga pemberian harta itu sebagai nihlah daripa-
danya, yakni sebagai pemberian, hadiah, dan hibah, bukan se-
bagai pembayar harga sang wanita sebagaimana yang dikatakan
oleh orang-orang yang suka ngomel itu. Karena itu Al-Qur'an
mengatakan dengan bahasa yang jelas:

6& # & o9
4;12-:4
b irfll:j,(,
";F
Qe-;r+"K
"krikanlah maslrawin (mahar) kepadawanita (yang kanu nikahi)
xbagai pmbeian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyenhlran kepda kamu seMgian dad maslrawin itu dengan
*nang hati, malra mal<anlah (ambillah) pembeian itu (xfugai
mal<anan) yang xdap lagi baik akibatnn "(an-Nisa': 4)

Sebagai perlambang kesungguhan. Pernikahan bukanlah sesuatu


yang dapat dipermainkan kaum laki-laki dengan bqgtu saja, de-
ngan mengaakan kepada si wanita: "saya nikahi engkaq' se-
hingga menjadikannya terikat. Kemudian tidak lama setelah itu

479
-salg
waliq dilep,askan begitu saia, dan dia mencari lagi wania
lain untuk diperlakukan sama dengan yang pertama, dan-seterus-
nya....
Pemberian harta ini menunjukkan bahwa laki{aki bersungguh-
sungguh dalam mencenderungi wanita, bersungguh-sunggutr
dalaln berhubungan
{elSannVa. Apabila dalam hubungan fang
tingkatannya masih di bawah hubungan perkawinan dan [ehi]
dupan keluarga saja manusia mau memberikan cendera mata,
perlindurlgan, dan hadiah --sebagai indikasi kesungguhan--
maka dalam jalinan kehidupan keluarga tentu lebih utaria men-
dapatkannya. Karena itu Islam mewajibkan kepada laki{aki
membayar s_eparo mahar jika ia menikah dengan seorang wanita
tetapi k€mudian menceraikannya sebelum melakukan hibungan
suami-istri. Hal ini sebagai penghormatan terhadap perjanjian
yang berat dan perhubungan yang suci, juga sebagai-pefta;da
bahwa hubungan biologis bukanlah tuiuan pokok --klrena dalam
kasus ini belum teriadi hubungan biologis.-Allah berfirman:
"Jika kamu menceraikan isti-istimu sebelum kamu furcampur
dengan merel<a, padahal sesungguhnp kamu sudah menentul<an
mahamlm, mal<a hyarlah reprdua dari mahar gng telah kamu
tentukan itu, kecuali jil<a istri-istrtmu itu memaall<an atau dimaaf-
kan oleh onng yang memegang ilatan nikah...." (al-Baqarah:
2371

Bahwa Islam meletakkan tanggung jawab keluarga di tangan


laki..{aki (suami), karena fitriahnya dalam mengin-
-kgry_ralnpuin
{{ik4n erygsi (perasaan) lebih besar tiibandingkan kaum wailita.
Dia (laki{aki) lebih mampu mengarur kehidupan bersama ini.
falena itu,.wajarlah jika lelakimembayar karena ia memper-
O.le.h
oleh.hak seperti- itu, dan di sisi lain ia alian lebih bertanggirng
jawab serta tidak semena-mena menghancurkan rumah anggl
hanya
ry?-1.ara perkara sepele. Dia6h yang mendanai pemE-
ngunan keluarga atau rumah tangga itu, maka apabila bangunan
itu runtuh tentu akan menimpa dirinya.
"l(aum lakiJald itu adalah pemimpin bagi kaum w:anita lcarcna
Nlah telah melebihl<an xbagian merel<a Qaki-laki) atas *bgian
yang lain (wanita), dan karena merel<a QakiJaki) telah menallcah_
lan *bagian dai harta merelra...." (an-Nisa': B4)

480
Beberapa Alasan Pendukung dan Penguat
Ada beberapa alasan yang mendukung dan menguatkan apayang
saya kemukakan tu, antara lain:
1. Bahwa syara' menganjurkan menyedikitkan mahar, dan fangan
memahalkannya. Hal ini telah dijelaskan melalui sunnah qauliyyah
(sabda Rasul) dan sunnah fi'liyyah (praktik Rasul).
Beliau saw. bersabda:

.6ri5l*;ftq;1Qta,
'Yang paling banyak be*ahnya ialah yang paling *dikit mahar-
nya."

Dalam praktiknya, beliau menikahi sebagian dari isri-isri beliau


hanya dengan maskawin beberapa dirham. Demikian pula ketika
beliau menikahkan putri beliau, maharnya sangatlah mudah.
Misalnya, dalam pernikahan putri beliau tercinta, Fatimah az-
Zahra', penghulu wanita seluruh dunia, Ali (calon suaminya)
hanya memberinya mahar berupa baju perang. Mudah-mudahan
Allah meridhai mereka.
2. Disebutkan dalam sunnah shahihah bahwa Nabi saw. menikahkan
beberapa wanita dengan laki-laki (sahabaQ yang tidak memiliki
harta sama sekali. Ketika beliau berkata kepada salah seorang
sahabatnya: "Carilah maskawin, meskipun sebentuk cincin besi."
Maka sahabat tersebut tidak mendapatkan apa-apa di rumahnya
selain cincin besi itu saja sebagai maskawin.
Ada pula seorang laki{aki yang hendak menikah tetapi tidak
mempunyai apa pun kecuali hanya hafalan beberapa surat Al-
Qur'an. Maka Nabi saw. kemudian menyuruh orang tersebut
mengajarkannya kepada mempelai wanita sebagai maskawinnya,
seraya bersabda: "Sesungguhnya saya telah menikahkan engkau
dengannya dengan maskawin hafalan Al-Qur'an yang ada
padamu (yang engkau ajarkan kepadanya).'
3. Bahwa kenikmatan hubungan suami-istri sama-ffima dirasakan
oleh laki-laki dan perempuan, selagaimana laki-laki merasakan
kenikmatan dalam berhubungan dengan istrinya. Hal ini telah di-
tunfuki oleh Al-Qur'an:

481
'&W:;'l:PtY,t;li4;aiai,':'49
'Dihatatkan tuakanu padamatam hai bulanf::S:,
dengan istrt-istri kamu; mercka itu adatah pr<aian bagi kamu
dan
kamu pun adalah pal<aian bagi merel<a....;tu-n"q"ifr:
IgZ)
Maka antara masing-masing suami-istri dapat saling memberi-
kan apa-apa yang dapat diberikan seperti tratirya fungiip"foiun,
misalnya menutupi rubuh, dan semui hal yang *.rig;[b".ku,
fungsi kata "pakaian" dalam masalah ini. -
. Dengan demikian, tidak benar bahwa kenikmatan yang dirasa-
kan suami terhadap isrrinya iru dibayar dengan ilfi;:
kenikmatan itu memang dirasakan otetr rcaui pitit.*-'
--'
Ui.n,
4. Bahwa Al-eur'an mengisyaratkan pilar-pilar kehidupan rumah
Iunggl dan_menjadikan pflar uramanyaadatah pitar rfiriruri 1.o-
haniah), bukan indrawi (hissiah). allih berfirmin,
"Dan di antara tanda-tanda kekuaaan-Nya iatah Dia
mencipkr<an
untuhnu istri-istri dai jenismu sndiri, sup<4ta kamu cenderung
dan meran tenteram kepadanya, dan dijaiiian_Ny di antatamu
ns kasih dan sayang. Sesungguhnya pda yang demikian itu
benar-benar terdapt tanda-tanda bagi kaum yorf brrpi*ir."
Rum:2I)
lu-
Maka ketenteraman, ketenangan, cinta, dan kasih sayans
itu
merupakan perasaan hati, meskipun kadang_kaaans
juga ketenteraman atau kepuasin dalam "hr,,rrg;"li"rrg,,ii;;ruk
suami-istri unruk memperoleh keturunan sesuai'ruiruan
fitrah
dan.menjadi undang-undang umum aaUm Ueruri-t-a"Sg"
ai
dunia ini.
Namun, Islam tidak memandang hubungan biologis antara
suami
dan istri ini sebagai sesuaru ya"ng totoi serta ti"ctak ravit
i"g
lalgsia- Vang beriman, .setagaimana kehidupan p*ifinA.tu
(rahib). dan sejenisnya; bahkin dalam membicara'kan
puaffi dan hukum-hukumnya serta doa aan aoaulaaaunvi,
,ir"*Un
ariur,
S{r iuga berfirman laninyal: "Dihalalkan Uagi tariri -paaa
malam hari buran puasa bercampur dengan ir?i-i#-rir,ru,

482
mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pal@ian
bagi mereka.' (al-Baqatah: I87)
Oengan demikian, ampak jelas betapa indahnya ahmn Islam
dalam persoalan mahar inl. wabilahit n$4.

t4
CINTA DAN PERKAWINNTI

Pertanyaan:
Saya menjalin hubungan dengan seorang pemuda muslim tErW-
lajar, yang berakhlak dan beragama. Pada dlrinya, menurut pan-
ding* saya, terdapat segala sesrurtu yang ditnginkanoleh wania.
Dia juga niencintai saya, sehingga sulit bagi kami unfirk hidup sen-
diri.-Hati kami telah bestu men)'anr dan cinta kami telah terpatri'
Saya mencita-citakan agar aia menjadi t€nurn hidup dan bagian dari
umur saya.
|anganlah Ustadz kira bahwa ini hanya gejolak remaia dan gelora
anak muda semata-mata, karena gejolak relrrlrlia tentu tidak akan
melampaui masa eftlm tahun dalam kesucian, istiqarnah, iauh dari
kebimbangan, tanpa pernatr catraya cinta lcami redup atau hubungan
kami melemah, bahkan semakin hart semaktn kuat.
Setelah sekian lama menanti dengan sabar -sampai ia selesai
kuliah dan mempunyai kedudukan terpandang dalam birokrasi dan
kemasyarakatan- waktu yang kami finggu-tun_ggu_ itu ternyata
menlaii bara yang sangat panas bagi kami. rretika dia daang kepada
keluarga saya unhrk meminang saya menurut ahran Allah dan sun-
nah Rasul inrtatr te4aAi sesuatu yang sangat mengeiutkan, bahkan
merupakan pukulanamat keras bagi kami. freluarg saya pe-nolak-
nya iengan- alasan sepele: status keluarganp masih di bawatt
kiluarga-kami. Padahal, dia Juga mempunyai saudara kandung )'ang
meminang seorang wanita dart kalangan keluarga )rang sahrsnya
lebih tinggi dibaniing satus keluarga kami, nhmun mereka ddak
merasa hina dan tidak pula menghindar.
Saya tidak tahu apa yang harus sayaperbuat.saya tidak bisa
membal"angkan hidup tanpa dia, dan saya tidak pernah membalang-
kan untuk meraiut mas4 depan dengan orang lain. Saya stap !ne!tg-
hadapi apa pun untuk hidup bersamanya, bahkan saya tidak berke-
beratan mengorbankan nyawa sekalipun. Ielau saya dipaksa meni-
kah dengan lelaki selain dia, maka berarti hukuman mah bagi saya,
yakni kematian fisik dan spiritual. Apakah agama kia yang lirus ini
menerima perlakuan seperti itu? Dan adakah falan bagi kami untuk
memecahkan problem tersebut menurut aiaran syara'yang mulia?

Jautaban:
1. Ingin saya tegaskan lagr apa yang sudah beberapa kali saya ke-
mukakan: bahwa saya tidak menyetuJui slogan sebagian orang
pada zaman modern ini tentang "bercinta sebelum menikah",
sebab jalan seperti ini penuh dengan bahaya dan diliputi berma-
cam-macam kesamaran.
Sering hal ini dilakukan dengan cara yang tidak sehat dan tidak
-lurus, seperti cintayang datang melalui percakapan telepon gelap,
yang sering dilakukan anak-anak muda pada waktu-waktu seng-
gangatav untuk mengisi kekosongan waktu, kemudian disambut
oleh anak-anak perempuan. Hal ini biasanya teriadi tanpa sepe-
nggt?hual ke,luarga, tanpa berdasarkan pilihan dan pemikiran
terlebih dahulu, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan.
ft{$u lrrl ini pada mulanya --sebagaimana halnya dengan mero-
kok-- hanyalah "iseng" tetapi akhirnya menjadi "cinta;, bermula
dari permainan tetapi akhirnya menfadi sungguhan.
Hal ini s9r!g menimbulkan akibat-akibai yang tidak terpuii,
-karena jauh dari cahaya
dan bimbingan, hanya menurutigejo6k
remaja, hanya memperturutkan perasaan, hanya memenuhi ke-
ingrnan hawa nafsu dan gharizah. dan memperturutkan bisikan
setan dari jenis manusia dan jin. Dalam kondisi demikian ini tidak
imang sang pemuda dan sang gadis t€rjatuh ke dalam lembah dosa,
karena mereka bukan malaikat yang disucikan dan bukan puia
dari kalangan nabi-nabi yang ma'shum.
. Lebih{ebih jika kedua insan yang dimabuk cinta itu tidak seja-
jar status sosial dan intelektualitasnya. Dalam kondisi seperti ini
akan muncul dinding-dinding rintangan di antara keduanjra sam-
pai mereka memasuki jenjang perkawinan. Keadaan seierti ini
hanya menimbulkan hati terluka dan uiusan menfadi berahakan.
2. Menurut penilaian saya, cara yang paling utama untuk $ultu per-
kawinan ialah apa yang telah dibiasakan oleh masyarakat kita,
masyarakat Arab dan Islam. Kebiasaan yang biasa mereka laku-
kan sebelum darangnya pengaruh peraailan"narat t€ihadap umat

484
'l
I

kita, yaitu dengan melakukan pilihan yang penuh pertimbangan


dan rasional dari kedua belah pihak terhadap calon teman hidup-
nya. Pilihan yang didahului pengamatan dan pertimbangan atas
kepribadian masing-masing, setelah keduanya saling merasa
cocok, dan setelah terlebih dahulu dipikirkan kemungkinan-
kemungkinan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam perkawin-
annya baik dilihat dari segi fisik, kejiwaan, pemikiran, ekonomi,
maupun sosial. Selain itu, perlu diperhitungkan tentang tidak
adanya hambatan menuju perkawinan itu dari salah satu pihak
atau keluarganya, atau dari tradisi dan tatanan masyarakat yang
berlaku.
Dalam hal ini, sang peminang datang dan menghadap kepada
keluarga si gadis, kemudian diperkenankan baginya untuk melihat
wanita itu sebagaimana si wanita juga diperkenankan melihat
dia. Tetapi alangkah baiknya kalau hal ini dilakukan tanpa sepe-
ngetahuan si wanita, demi menjaga perasaannya, manakala si
peminang tidak tertarik dan tidak berkenan setelah melihatnya.
3. Namun demikian, saya berpendapat bahwa apabila'kapak telah
masuk kepala" sebagaimana yang mereka istilahkan, yakni cinta
telah berpadu, serta antara pria dan wanita sudah saling bergan-
tung pada cintayang suci dan mulia --sebagaimanayangditanya-
kan oleh puri kita yang sedang bertanya ini-- serta hal itu telah
berjalan beberapa lama yang menunJukkan bahwa yang mereka
lakukan itu bukan sekadar gejolak dan gelora anak muda, atau
"permainan keluarga", maka sudah seharusnya pihak keluarg3
memperhatikan dan melihatnya dengan cennat dan bijaksana,
jangan sewenang-wenang memaksakan kehendaknp, dan jangan
pula menolak lamaran hanya karena alasan yang sepele atau
tanpa sebab.

Di samping itu, hendaklah diperhatikan baik-baik petunjuk hadits


Nabawi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Nabi saw. yang
mengatakan:

(*v *,)) . )$i'Jb


it, o2t
\,qv <r.t !i',ibfi\LqU-A
t)+ U, fi\L4u"p
!,*?,*-q/-[\J
"Tidak ada yng terlihat oleh dua onngyng aling mencintai *-
perti pemikahan.a66

266nn Ibnu Ivtaiah (1847), al-Hakim (Z 160l dan bellau mengesahkannya menurut
syarat Muslim, dan disetuiui oleh adz-Dzahabi ddam ro-sunan (7: 78); dan dirtwayatkaniuga

485
Maknanya, bahwa nikah atau perkawinan itu merupakan jalan
yang paling menguntungkan untuk mengobati perasian "cinta,
a]rga.dua. hali (qlq dan wanita). Berbeda-dengari yang dilakukan
oleh sebagian kabilah
S"b gi pelosokyang menlhadngi"orangyang
sedanq j4uh cinta dari wanita yang diiintainya -=leuitr--teuitr ii[ri rri
ini sudah diketahui. prinsip mereka ini beriaku unruk siafa sala,
"meskipuncinta itu datangnya dari orarrgilingrtan yang suci'clan ter-
pelihara", demikian kata penyair.
syariat Islam adalah syariat yang melihat pada kenyataan, karena
itu ia memandang,perlu memadukan hubuhgan peiasaan dengan
yang di aas fondasi inilah keluarga mddimah dibangun,
Turan syara', a
dengan memperhatikan faktor agama dan cinla.
Sesungguhnya sikap sewenang-wenang pihak keluarga, tidak
ryg rye1d9ngar su:ra hati si pemuda dan peinudi, membinggakan
simbol-simbol sosial, menyombongkan keturunan dan keaffukan
sepgrti orang jahiliah, semra itu hanya akan menyengnrakan si
anak. Bahkan hal itu berakibat akan mlndorongmerika"untukterus
mgngrkuti tradisi dan peradaban yang menfrmpang dari syariat
Islam.
.sgdangkan "nasab" ?:.man-kia sekarang irri-adalatr"ilmu,
amaUaktMtas, dan hasil.
. 9:.n.r**iatau peminangyang dianjurkan oleh tslam ialah yang
berakhlak dan komitmen pada agnma, yang merupakan dua riltot
-hal
penting bagitesaknla kepribadian Islam. uengenai ini Rasulullah
saw. bersabda:

rjayiAS,{6tA;7;jG{6,!t
,#C/,\ftSo#lltl!fet"/tci,4t
ivo) a [l/,-, a L)J,: tS c 1,: {,1 e a u a.a ) 6 t2) o\t) t

l,t ct.r c* tg^r i,t: U),


oleh rhabrani dan lbnu Abi spibah dan lainnya dari beberapa jalan.
fuga disebutkan oleh al-
Albani dalam at-Ahailits ash-shahihah, nomor 6i4.
Dlriwayatkan melgenai sebgb wurud (datangnya) hadits ini sebagai berikur:
Bahwa seo-
rang laki-laki daang kepada Nabi saw. seraya berfuia, "sesunguhnfr rta.i ,.rail,-i ,.-
orang anak perempuan yatim, dan dia dilamar oleh dua orang hli-tatri, y,ang
satu mirHn a"n
fP-"y1.lag-k"y"r Dia senang kepada yang miskin, setang ltami **ng k6;d"J.rg k"f."
Lalu beliau bersabda: 'Tidak ada yang terlihat bagi dua oiang yang t"ri"g in n inaLep"rti
pernikahan." Tetapi kisah ini dalam. sanadnya terdapat per"fr -y,an[
menjadi sandaran ialah yang marfu'. ".:fi, ,"a"n*r, y.g

486
"Apabila datng ke@mu orurgrygbmu *bi alfilabry dan
agwanya, malra lrawinlankh did. Jik tidak hmu lafukanp*a
alran terjadi fifr:rrh di bumi dan kentnkan Wrg fuar.467

15
APA SAIA YANG HAI.AL BAGI STIAMI
TERHADAP ISTRINYA?

I'rami adalah bangsa Arab muslim yang hidup di Amerile UAra


sejak beberapa tahun lalu. Dan Allah t€lah memberikan kemuliaan
kepada kami dengan bekerla di berbagai sektor aktivitas islami di
kalangan kaum muslim dari berbagai macam ienis, warna kulit, dan
tingkatan sosial. Di antara kami ada yang berkebangsaan Arab, ada
yang dari India dan Pakistan, ada yang dari Malaysia dan Afrika, ada
pulayang dari Amerika sendiri, serta ada yang berkulit putih dan ada
yang berkulit hitam.
IQmi sering menghadapi berbagai pertany:un yang di antaran),a
mengenai masalah-masalah yang ti@k biasa teriadi di negara-
negara Arab dan negara-negar_a-Iskilir. Misalnla, saudara-saudara
kami kaum muslim Amerika sering kali menanyakan mengenai
hubungan biologis antara suami-istri yang sudah biasa berlaku di
lingkungan mereka serta sudah merupakan bagian dari kehidupan
dan tradisi mereka.
Contoh pertanyaan kongkretnya, misalnya bagaimana hukum
bertelanjang bulat antara suami-istri ketika melakukan hubungan
biologis, tanpa sedikit pun pakaian yang menutup tubuh merele.
Bagaimana hukumnla suami melihat kemaluan istri atau sebaliknya.
Di antaranya lagi adalah bagaimana iika masing-masing suami
dan istri melakukan tindakan-tindakan unnlk membangkitkan qrah-
wat, karena bertelanjang bulat --yang selama hi mereka lakukan-

267tn Timidzi, Ibnu Maiah, dan Hakim dari Abu tturairah; Tirmidd dan Balhaql dari
Abu Hatim,al-Muzani; dan lbnu Adi dari lbnu Umar; sefta dihasankan dalam shalrih alTani'
ash-Shaghir, no.27O.
kadang-kadang tidak lagi mer-angsang. oleh karena itu diperlukan
upaya-upaya lain untuk
.mgmbapkitkannya, dan tampakirya bagi
di neg.*a-negara Arab dan rslim hal sefierti ini tidaf aidrruka;.
\ig
sebenarnya banyak hal rain yang berkaian dengan ,aiJ*,
hanp kami merasa malu mengungkapkannya secara-terang-t€rangan.
ini, j

Pertanyaan-pertanyaan tersebut kami jawab terlarang-dan hiram,


mengtngat pendapat-pendapat_dan haditi-hadits yang "kami oingu,
dari para penceramah atau p-emberiwejangan, bukin oE i aminqin.
Tetapi, sebagian teman mengingatkan bahwa mereka pirnah
mendengar keterangan dari.Ustadz
lang berbeda aengan ipi-yung
p:ln+ tami sampaikan --dalam biberapa kesempaair tunluirgan
ustadz ke Amerika dan jawaban-jawaban Ustadz tirhadap duifrun
pertanyaan yang mereka ajukan
,kepada tJstadz baik daiam pirte-
muan-pertemuan umum maupun khusus.
Karena itu kami ingin mendapat jawaban rangsung dari ustadz,

sedang berkembang itu, dengan diperkuaf dalil-dalil'dari AI- gir'an


dan As-Sunnah.
KuTi berharap rJ-stadztidak mengabaikan pertanyaan kami, mes-
,.
Krpun Kaml tahu bahwa tugas dan kesibukan tJstadz sangat banvak.
sebab, kaum muslim yang ada di seberang lautan ini pun frempuirvai
hak terhadap Ustadz yang perlu ustadzirnaikan.
semoga Allah memberikan tayfiq dan pertolongan kepada tJstadz
agar tetap berkhidmat kepada Islam dan kaum mlsfim.'

Jawaban:
Saya..kira penting bagr saudara penanya untuk membaca dan
mengkaji apayangtelah-saya tulis di dalam kita saya FatuwiMu,ashi-
:rn,iy 1, mengenai "Hubungan Seksual antara Suimi dan Istri" dan
Dagalmana pandangan Islam terhadapnya. Dengan begitu, akan
tam_
pak jelas. bagi saudara penanya darsaudara-Jaudarl hinnya yang
{a.di seberang !uan: batrwi rsram tidak *.neariikan-rn-"iJfi ini
pari.panggung kehidupan: y?ng kadang-kadanfofen sen;ri"n
hal ini
;;.g
{i*ggup terah jauh darl agama-aan tioi[ aip.rriitil", o]trr-
nya. Bahkan terkadang ada yang beranggapan bah;trsiam;Jihar
d3n V.anS berkaitan dengairyia sebagai "rCruiru yung
i11i1rl_r,:kr
KOrOr' dari perbuatan setan" dan beranggapan bahwa pandairgan
Islam terhadap persoalan seks seperti panEnlan tepenaelaan
teiia-
dapnya.

488
Padahal kenyataannya, Islam menaruh perhatian terhadap aspek
fitri dari kehidupan manusia ini, serta meletakkan kaidatl-kaidah,
hukum-hukum, dan pengaratran-pengarahan png berkenaan dengan-
nya tanpa berlebihan dan tidak pula mengabaikannya.
Cukuplah bagi kita apa yang disebutkan dalam surat al-Baqaratr
mengenai masalah ini, seperti tert€ra dalam firman-Nya:
"Merch bfiarg kepadamu tentang haid. l(atakanlah'Haid itu
adalah kotonn.'Oleh *fub itu hendaklah kamu menjauhkan dii
dad wanita pada waktu haid, dan ingankh kamu mendekati
merc)<a *belum mercka suci. Apbila mer*a telah saci, malca
campwilah merel<a itu di tempt yang diperintahlcan NIaL kep&-
mu. Sesungguhnya NIah menytkai onng-onng yang tobat dan
menyilrai onang-onng tang menrycikan diri. Istri-i*imu adalalt
(sererti) tanah tempt kamu bercoak tanam, maka ebngilalt
tanah tempt beracok tanammu itu bagaimana aja lramu kehen-
daki. Dan kerjakanlah (amal lang baik) untuk dirimu, dan brtalc-
walah kerydaNlah, dan ketahuilah fuhwal<amu kelahalran mene-
mui-Nya. Dan beilah kafur gembin orang-onngltangbriman."
(af-Baqarahz 222-2231

Kitab-kitab tafsir, hadits, fiqih, sastra, dan lainnya banyak sekali


yang membicarakan masalah yang berhubungan dengan aspek ini.
Dan tidak seorang pun ulama muslim yang menganggap terlarang
membicarakan masalah ini selama ddam kerangka ilmu dan pelajar-
an. Sebab telah terkenal di kalangan kaum muslim perkaaan ini:
"tidak perlu merasa malu dalam urusan aganra', yakni dalam mem-
pelaiari dan mengajarkannya, apa pun topiknya.
Islam adalah agilma untuk semua bangsa, semua tingkatan,
semua lingkungan, semua masa, dan semua kondisi. Maka di dalam
memutuskan fiqih, fatwa, dan arahan-arahan hukumnya tidak boleh
dipengaruhi oleh perasaan atau tradisi kaum tertentu di suatu ling-
kungan t€rt€ntu, seperti lingkungan muslim Arab atau Timu. IGrena
dengan de4ikian kita mempersempit keluasan yang diberikan Allah,
mempersulit kemudahan yang diberikan agalna, dan melarang ma-
nusia dari sesuatu yang tidak dilarang syara' dengan nash-nash
yang sahih dan muhkamat.
IQrena itu saya minta kepada merelia yang mempunyai ghirah,
jangan
ean begitu
besitu saja memberi fatwa terlarang atau haram mengenai
saia memberi
sesuatu yang tidak mereka tolerir, atau hanya karena hati mereka
tidak berkenan terhadapnya_disebabkan lingkungan t€mpat mereka
dibesarkan dan pendJdikan khusus yang m--ereki peroleh. Hendak-
lah mereka mencari kefelasan dan aasar-dasar yairg kuat sebelum
menetapkan suatu hukum, khususnya dalam- miwajibkan atau
mengharamkan, serta jangan mengarirbil hukum dari- kitab-kitab
nasihat dan tasawuf, juga jangan mengambilnya dari lisan para pem-
beri weiangan, tyghib lmenggpmarr€n) dan t"i,ia
lmenaku:t-nit[uti),
karela kebanyakan mereka tidak cermat dan tidak teliti. selain iti,
_mg1-e\a iarans sekali luput dari sikap membesar-besarkan dan me-
lebih{ebihkan --kecuali orang_yang diberi rahmat oterr naur-nya.
- -sebagaimana halny.a- tetika ierjadi perbedaan penaapat oi
ftalang3n ulama, ki? rldu! -seyogianya mingambil peiraapi'r v*g
ketat dengan alasan berhati-haii. xardna a{1fahnya pinoaiat yung
lebih mudah iru lebih urama disebabkan dalilnya h6ih kuat dan [ebih
sesuai dengan ruh syariat serta kebutuhan manusia, khususnya jika
orang-gr.ang yang_ bertanya jtu b.ury saja memeluk Islam seUagai
mana dalam topik bahasan kita ini. fika liondisinya memang dem'[ki-
an, maka memberi fanua dengan pendapat yang lebih muaih untuk
mereka inr lebih urama.q?ripada memb6ri rinvi
ldengan yangtiuitr
beraQ de-ngan alasan lebih berhati-hati. Dan masing-irasing 6*put
(situasi dan kondisi) mempunyai pembicaraan sendiri-send"iri.
kenyataannya, masalah-masalah yang ditanyakan itu juga
:.. Iadt
dibicarakan dalam kitab-kitab fiqih.
Disebutkan dalam kitab Tanwirul Abshar dan syarahnya ad-Durni
Muhhar, dari kitab-kitab Hanafiyah, akan bolehirya suimi meiitat
pada- istrinya,.baik yang-lahir maupun yhng rcrsembunyi,
lpS.saja
terhadap-kemaluannya sEkalipun, delngai syitrwii miupun
lehFl
tidak dengan syahwat.
D.alam.!-ourru.f pun disebutkan: ,Dan;rang lebih utama adalah
meninggalkannya, karena melihat kemaluan inr i'isa men;adikan
mudah lupa. Bahkan adayang mengatakan dapat menjiaika;;;;;o_
;r*g
rang melemah daya penglihatannyi. "
,fiat-'ilrat
- fenielasan tersebut berarti memberi 'iilat dengan lang
1i0.a-tpryr'-iv1!, karena tidak ada nash yang mene"rangkan aJriti"n
bai-k dali Al-Kitab (Al-eur'an) maupun As-5unnah. naiu ailnat
aari
sudut keilmiahan, yang demikian itu tertolak, serta tidak ada
hubungan yang rasional dan faktual antara sebab dan akibat.
ulpl
.lain,
. menetapkan lebih utamanya ti{ak melihatkemaluan pihak
di dalam kitab al-nidayah dikemukakan suatu hadits:

490
'd6f i66@^lKtK*/g,5,u5l
.f#i'#4'i1t!{i
"Apbita alah wrangdi antanlcamu manamgri isfrinyama*a
hen&lfuh dapt
mungfrin ia menutup kemaluruya, dar, furgan'
lah mercka brtehniW bulat *prti
keldai.'

Ibnu Umar pernatr berkata, "IJbih utama melihat kemaluan (pihak


lain), karena hd itu lebih dapat menghasilkan kenikmatan.'
Al-Allamah lbnu Abidin berkata, "Namun di ddam syarh al-
Hituyah, karya al-'Aini, disebutkan batrwa hal ini tidak diriwayatkan
dari lbnu Umar, baik dengan sanad sahih maupun dhaif.'
Pengarang berkata, "Dan diriwayatkan dari Abu Yusuf: Saya per-
nah bertanya kepada Imam Abu Hanifah mengenai seoranglaki- laki
yang menyentuh kemaluan istrinya dan si istri menyentuh kemaluan
suami untuk membangkitkan nafsunya. Apalah yang demikian itu
terlarang? Beliau meniawab, "Tidak, dan saya berharap pahalanya
semakin besar."2a
Barangkali beliau (Imam Hanafi) mengisyaratkan lepada hadits
sahih berikut:

,A,'y -u-(,'9t6,!xt ie{# #b


15 ryasK',I6
%WIJJ'639r'4366K|*
5ce-6'e)6153$t61 5&t,6\,46
36,P">9. {it,O,&!t' 21.2
a6
J4<& kr5r.trl!
/- fr=- a:g*t 6l:(K $2 1\c 11
4qle
r's1 1

Y5
=-/
', -*
fli';u#,gu1v
ilis;ffi,%',siv
t#i5#?
26Snaryiyah RnMul Mldthur 'Ala ad-Dlrr al-Muhhur, 5: 2154,

491
"Pada kemaluan xtiap onng di antan kamu ifu ada redel<ah." para
ahafut bertanya, \t/ahai Rasulullah, apatrah iile satah *onng di
antan kami melepslcan syahwahya (mencampui istirya) ittt
mendapat phala?" Beliau menjawab, "knar. Bukanl<ah l<alau dia
meletakl<annya di tempat yang hanm dia berdos? Demikian puta
jilca ia meletal<kannya di tempt yang hatal maka dia mendapt
pahala. Apalcah l<amu cama mengfiitung kejelel<an aja tanp
menghitung kebaikan?"

Betapa pandainya Imam Abu Hanifah. mudah-mudahan Allah


meridhainya.
Adapun hadits Valg dijadikan dalil dalam kitab al-Hiitayah (yang
melarang suami-istri bertelanjang bulat ketika bercampuritu) iida[
dapat dijadikan hujjah, karenl d,yvi1.zoe
la.hkan seandainya kira terima silep as-suyuthi yang begtu
ggdah memberi islarat hadits tersebut sebagai hadits i-asari ai
dalam al-Jami' ash-Shaghir V,arena banyak jalannya maka ia tidak lebih
dari menelorkan hukum makruh tanzih yang dapat hilang karena
kebutuhan yang kecil saja.
_ Di dalam masyarakat seperti masyarakat Amerika dan masJramkat
Barat lainnya, terdapat nadisi dan kebiasaan-kebiasaan- dalam
fulyngan - biologis antara suami-istri yang berbeda dengan
kebiasaan kita, seperti bertelanjang bulat, suami melihat kemaluan
istri, atau istri mempermainkan dan mengecup kemaluan suami, dan
sslagainya, yang apabila sudah terbiasa bisa tidak menarik dan
tidak membangkitkan syahwat lagi, sehingga memerlukan cara-cara
lain, yang kadang-kadang hati kita tidak menyetujuinya. Ini merupa-
kan suatu persoalan, dan mengharamkannya --atas nama agama--
juga merupakan persoalan lain lagi. Dan tidak boleh sesuatu-itu di-
katakan haram kecuali jika ditemukan nash sharih dari Al-eur'an
atau Sunnah yang melgharamkannya. Ielau tidak terdapat nash,
maka pada dasarnya adalah boleh.
Ternyata, klta tidak mendapatkan nash yang sahih dan sharih
)rang- Jngnuliukkan la1amr1Va tindakan-rindakan suami-isrri seperri
itu. OIeh sebab itu, dalam kunjungan-kunjungan saya ke Ameiika,

269Diriwayatkan oleh
lbnu Majah dalam "an-Nikah" nomor r921. Hadits ini dilemahkan
oleh al-Bushairi datam az-Zawaid,, dilemahkan oleh al-Hafizh al-traqi karena kelemahan
semua sanadnya, dan dilemahkan oleh al-Albani dalam Irua ul chalil, hadits nomor 2009.

492
yakni ketika menghadiri Muktamar Persanran Mahasiswa Islam dan
mengunjungi pust-pusat Islam di berbagai wilayah di sana, apabila
saya menerima pertanyaan mengenai masalah itu --biasanya perta-
nyaan itu datang dari wanita-wanita muslimah Amerika- maka saya
cenderung memudahkan, bukan mempersulit, melonggarkan dan
tidak mengetatkan, memperbolehkan dan tidak melarang, mengingat
hadits:

6rU'4|6*\rt(,;"6
e*bJ-e)) ) rqS- i|;,zr

"Jagalah kemaluanmu kecuali terhadap istrimu dan budak perem-


63i -/-
puanmu.'270

Dan mengingat frrman Allah:

CJby:tri"'ty*'bril*?$)I-iirJfS
6:rl:,f"i;y#jKy
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluanryra, keraali terhadap
isti-isti mereka atau budak yng mereka miliki, mala xsunguh-
nya mereka dalam hal ini tiada terela." lal-Mu'minun: 5-G)

Inilah pendapat Ibnu Hazm, dan beliau menolak keras pendapat


yang bertentangan dengannya, karena tidak adanya nash yang mela-
rangnya. Karena itu beliau sama sekali tidak memakruhkannya.
Beliau berkata dalam al-Muhalla:
"Halal bagi seorang laki-laki melihat kemaluan istrinya dan
budak perempuan yang halal disetubuhinya; demikian pula si istri
atau budaknya itu halal melihat kemaluannya, tidak makruh sama
sekali.

270HR Rhmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Maiah, dan Baihaqi dari Bahz bin Hakim
dari ayahnya dari kakeknya.

493
_Dalilnya ialah riwayat-riwayat yang masyhur dari Aisyah, Ummu
salamah, dan Maimunah --ibu-ibu kaum mukmin radiiyaliahu ,an-
-Rasulullah
hunna-- bahwa mereka pernah mandi jinabat bersama
saw. dalam satu bejana.
Dalam riwayat Maimunah dijelaskan bahwa Nabi saw. tidak
mengenakan sarung, sebab dalam riwayat itu dikatakan bahwa
beliau memasukkan tangan beliau ke dalam bejana lalu ,.nuungku,
air ke atas kemaluannya dan mencucinya dengan tangan"kiri
beliau."271

. YuY tidaklah tepar apabila berpaling kepada pendapat lain, se-


telah adanya keterangan demikian ini. -
. --YTg
kalluf
mengherankan dari sebagian orang-orang jahil yang berta_
(memberat-berarkan), bihwa mEreka "dremperuir.r,r,un
menyetubuhi kemaluan tetapi melarang melihatnya. Mingenai hal
ini cukup kiranya firman tilah Azza wi;alla,
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, mal<a sesungguh-
nya mercka dalam hal ini tiada tercela." (al-Mu'minun; S-O)

-aU4 Azza wa falla menyuruh menjaga kemaluan, kecuali ter_


-hadap istri sendiri dan budaknya,
dararnh-al ini tiada t.i..tu mereta.
Dan kebolehan ini bersifat umum, baik melihatnya, memegang dan
menyentuhnya, ataupun mencampurinya.
. Say_a tidak melihat alasan bagr
9ryng yang menentang pendapat
ini melainkan suaru atsar yang tidat leitrarla yang aiiiri,ayiitan
dari seorang wanita yang tidak-dikenal dari Ummul"r,au'rninin
1ai
syah) r.a.:
"Aku sma *l<ali tidak pemah merihat kemaruan Rasuruilah l;rw..-

lain yang benar-benar menggugurkan riwayat itu ialah


, ,Alasan
atsar (riwayar) itu diriwayatkan dari Abu Bakar bin Iyasy dan
laT*.a
zuhair bin Muhammad, kedua-duanya meriwayatkannya diri nuarl
Malik bin Abi sulaiman al-'Azrami, yang ketigia-tiganya merupakan
"tungku api dan tanah gersang", ying-apablla ,ilali,eorung aari
mereka.terdapat dalam sanad suatu hadits iudah cukup *.ng[[rgrr_
kan hadits 1sysgfn1.27 2
27 l el-urhollo.
l : 267, 2BS, dan 289.
272al.uuhoilo. masalah
nomor I88S.

494
Sedangkan hadits yang dijadikan alasan oleh Ibnu Hazm itu t€r-
tera dalam shahih al-Buhhari dari Ibnu Abbas dari Maimunah Ummul
Mu'minin, ia berkata:

)r46J61A;le^t j/(*,s;6
).fui.%t,e1K56;*(4iG
/ / -.a-t,

2*r3t6i4j7,1,j,
"Atru pemah menutupi Nabi s*rw. (dengan tabi) ketitra bliau *-
dang mandi jinafut,lalu
tas menuangl<an air
fuliau
dengan
menanci
bngan
kedua
kananryta atas tangan kfuinn
^yr"F
taryan fuliau" hn-

kemudian mencuci kemaluannya dan ap yang mengenainla.aTs

Diriwayatkan juga dalam Shahih al-Buhharidari Aisyah, ia berkata:

,<< l):,7 --), ti<(i ), 1";i


'#$J,{'WeiJ$rx';-r6r &( 4,

'6tJixtq'd3irrD5.y)3,
"Aku Wmah maii,li bersma Nabi salw. dalam *buah fuiana (bak
mandi) yang bemama al-Faraq.QTa

Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan di dalam FathulBari alasan se-


bagian ulama dengan hadits tersebut untuk memperbolehkan suami
melihat kemaluan istrinya dan sebaliknya. Beliau berkata:
"Hal ini diperkuat oleh riwayat lbnu Hibban dari jalan Sulaiman
bin Musa bahwa beliau pernah ditanya tentang hukum laki-laki me-
lihat kemaluan istrinya, lalu beliau berkata: Aku bertanya kepada
Atha', lalu Atha' menjawab: Aku bertanya kepada Aisyah, kemudian
Aisyah mengemukakan hadits itu menurut maknanf. Dan ini me-
rupakan nash dalam masalah ini. Wallahu 7'larln.o275

27lrathnl Bari, l:
387 , nomor 281.
Z74pathut aari, hadits nomor 250, berikut nomor 261,263,273,299, dan lainnya.
Z75Pathrl Bari. L 364.

495
l6
MENIKAH DENGAN BEKAS IBU MERTTIA
YANG ANAK}IYA BELI,IM DIGAULI

Pertanyaan:
1. Seorang l$-ffi ryelikah 4.ng.n seorang perempuan, rcapi baru
beberapa bulan --bahkan ber,m pernahinengadatan hubungan
biol_ogis-- keduanya bercerai. apakah boleh liki{aki tersebutle-
mudian menikah dengan ibu bekas istrinya itu?
2. seorang laki-laki menikah dengan seorangperempuan, kemudian
istrinya iru meninggal dunia sebelum ia fernah ;menggaulinya"
(berhubungan seksual). Bolehkah ia menikah dengan ib-u isniiya
itu?

Jatoaban:
_ Segala puji kepunyaan Allah, Rabb bagi alam semesta. Shalawat
dan salam semoga_selalu tercurahkan kepida pamungkas para rasul,
junjungan kita trlabi Muhammad, kepada keluarga dan semua saha-
batnya. Amma ba'du:
Tidak boleh menikah dengan bekas ibu mertua, baik anaknya
(bekas istrinya) sudah pernah digauli maupun belum; baik yang ii_
ceraikan sebelumdigauli maupun yang mininggal sebetum digiuli,
mengingat kemutlakan firman Allah tentang-wanita-wania -yang
haram dinikahi:

"r_=Z:p,LiA
"... ibu-ibu istrimu (mertua).... " (an-Nisa,: 25)

Dalam hal ini Allah tidak membedakan antara mertua yang anak-
nya sudah peTa!- digauli dqn
1'ang belum pernah digaili. bengan
demikian, akad nikah yang dilakukan seorang pria.de"ngan seo.ing
wanita, mengharamkan kemungkinan menikah den[an ibunya
(mertua) untuk selama{amanya.
Berbeda halnya apabila sggrang pria menikah dengan seorang ibu
yang belum pernah digaulinya---lantas terjadi [erceraian itau
meninggal dunia-- maka pria tersebut boleh mdnikali dengan putri si

496
ibu tersebut. Hal ini disebutkan secara t€gas di dalam ayat )rang
membicarakan wanita-wanita yang haram dinikahi ihr:

cilFrT4nPt#a6!1',Pry;)
'd3L.53@,9,\3,K ioV"ry,-X;',

"... anak-anak istimu yang dalam pmelihananmu hti istri yang


telah kamu campui, tetapi iika lramu belum canpur dengan
iilimu itu (dan sudah l<amu cenilan), mak ti&l< berdos l<amu
mengawinirya.... " (an-Nlsa': 25)

Inilah hukum yang telah disepakati para ulama. Selain itu, kita
mengenal juga perkaaan para fuqaha: "Akad dengan anak mengha-
ramkan ibu, dan bercampur dengan ibu mengharamkan anak."
Demikianlah, w a billahit mufiq.

t7
ISI.A'M MENGHORMATI DAT.I MENruNruNG
DERAIAT KATIM WANITA

Pertanyaan:
Masa-masa yang paling menjengkelkan yang dihadapi kaum
wanita ialah ketika mereka merasa dianggap lemah dan hina. Di
mana-mana mereka menghadapi tuduhan dan perlakuan yang me-
nyakitkan secara lahir dan batin. Mereka merasa sangat sedih, namun
siyang tidak seorang pun yang dapat menolong dan menyelamatkan
mereka, kecuali doa yang mereka panjatkan kepada Sang Pencipta.
Semoga Dia menyelamatkan, melindungi, dan menjauhkan mereka
dari penghinaan dan penderitaan.
Pada kenyataannya, hal ini terjadi di'tengah-tengah masyarakat
kita, dan sudah barang tentu sangat disesalkan. Sejumlah kaum ibu
mengeluhkan perlakuan para suami yang dengan berani menghina

497
istri-istri mereka. Di kalangan masyarakat kita --seperti halnya ter-
jadi pada_masyarakat yang latn-_pira suami menyiliipi
dengan sikap pergaulan yang buruk, suka mencela
istri ilireta
ttin nienca.i mrti.
Telah sampai kepada kami sejumlah keruhan dari ibu-ibu yang
setiap hari menerima penghinaan dari para suami. salah seoranjdarl
mereka.mengaakan.
9i aa?P .surat ying panjang Uut riira,iinyu
l
mencaci dan memakinya di depan anatr-aniknla karena perkara
y.ang.sangat sepele. Ibu yang kedua mengatakani "Saya ingih
men-
I
-iaya
$Snatkan pemecahan mengenai masaratisaya, ban#a su-ffi
biasa.pulang larut malam-, lanas memukul ,"y", ,.*iii-;r,
le1ghlna saya, dan mencaci saya den_gim perkaain-perkaaan yang
jelek." Demikian pula orang k tiga... [eenipat... oanircteruin
i. r.-
muanya menyampaikan pengaduan dan keluhannya.
Saya memandang perlu melemparkan permasalahan ini kepada
orang-orang t€rrcnil termasuk_ kepada yang memiliki pemikiran
picik ini. Namun demikian, sebaiir.nya ftita-mutai oeffilanoaigan )amg
agaqa yang lu-rus, karena ag:Lma merupakan sahfr'saii-;;iiah
untuk menertibkan masyarakat, bahkan 'merupatan ru*u.i ut"*"
untuk menertibkan dan memelihara masyarakit
^ I{gbetulan-pada kesempatan ini kita sedang bersama Dr. yusuf al-
Qardhawi, Dekan Fakulas syari'ah dan Dirasal lga*irr, unir"oiat
Oatar, ySng-pernah membicarakan tema rentang teuurutan iilrap
para istri dalam kuliah dan beberapa khutbah;uilr'atnya.
uao, r.-
karang kita persilakan beliau untuk membicaiakan ;";"t"h;ir*p
suami.

Jaroaban:
puji
kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga tercu_
. 9.grl"
rahkan kepada Rasul-Uya.
Amma ba'du:
Tidak ada.aFma yang memuriakan dan menjunjung derajat kaum
wanita seperti agama Islam. Islam telah memuliakin ianiti aeruran
p:-"qlgrylry. sebagai manusia, gebagi anak, sebagai isri, seba"Si
rDu, oan seDagai anggota masyarakat.
Islam mengingkari tradisi jahiliah yang merendahkan kaum
ygigtradisi yang biasa membunuh aiau inengubur hidup_hidup
anak perempuan dan mewarisi istri (ianda) sebagai layaknya barang
dan binatang.

498
Membangun Kehidulnn Rumah Tangga dl Atas Ptlar yang Kokoh
Orangyang mau merenungkan Al-Qur'an niscaya iaakan menda-
patkan bahwa Al-Qur'an menegakkan kehidupan rumah tangga di
atas pilar-pilar yang kokoh yang berupa ketent€raman, cinta, dan
kasih sayang, sebagaimana yang dituniuki oleh firman Allah:
"Dan di antan tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untulonu istri-istri dad jenismu rendii, sun4),a kamu cenderung
dan mensa tenteram kepdanya, dan diiadikan-Nya di antaramu
lasa l<asih dm ayang Sesunggahnlra Wde )nng demikian itu
funar-funar terdapt tanda-tanda fugi kaum yang berpikir." lar
Rum:2I)
Al-Qur'an juga mengungkapkan hubungan suami-istri itu me-
lalui ungkapannya: 'mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu
pun adalah pakaian bagi mereka" (al-Baqarahl. 1871, dengan segala
kandungan makna kata lib4s (pakaian), yang di antaranya bermakna
menutupi, melindungi, menghangatkan, menghiasi (perhiasan),
yang saling diberikan oleh masing-masing pihak kepada pihak lain
(suami dan istril.
Sesungguhnya kebutuhan suami kepada istri dan kebutuhan istri
kepada suami menrpakan kebutuhan fitriah (naluriah). Allah telah
menciptakan mereka dalam keadaan saling membunrhkan antara
yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan sunnah Allah
terhadap alam semesta secara umum, salingberpasangan, mulai dari
atom hingga tata surya.

"Dan
@s;Sifuffi6Lri;,bu,
*gala *sntu IQmi cipklcan berpasng:psngu st Hya
lramu mengingat alan kebesf.nn Nlah." (adz-Dzart),at:49)

IGrena itu ketika Allah menciptakan Adam dan meniupkan pada-


nya ruh ciptaan-Nya serta menempatkannya di dalam surga, Dia
tidak membiarkan Adam sendirian di situ. Kemudihn Dia ciptakan
untuk Adam istri dari jenisnya sendiri demi menenangkan hatinya
dan menyempurnakan keberadaannya, lantas kepada keduanya
Allah berfrman:
"... Hai Adan, diamilah oleh l<amu dan istimu surga ini...."(al-
Baqarah:55)

499
Menurut pandangan lslam --sebagaimana dif elaskan Al-Qur'an--
wanita bukanlah musuh laki-laki dan bukan pula saingannya. Demi-
kian pula lakilaki, dia bukan lawan dan saingan wanita, bahkan
masing-masing merupakan pelengkap bagr yang lainnya, yang salah
satunya tidak sempurna hidupnya tanpa yang satunya lagl. tnilah
makna ayat Al-Qur'an:
"Mal<a Tuhan mercka memperkenankan permohonannya (dengan
berfirmai): 'Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyialran amal orang-
onng lnng beramal di antara kamu, baik laki-lalci maupun penem-
puan, (l<arena) rebagian kamu adalah dad sefugian yang hin ....-
(AIi Imran: I95)

Makna ungkapan "sebagian kamu adalah dari sebagian lang lain"


adalah bahwa wanita itu bagian dari laki-laki dan laki-laki bagian
dari wanita, tidak ada permusuhan dan pertentangan antara kedua-
nya, bahkan saling menyempurnakan, saling melengkapi, dan saling
menolong.

Islam fidak Mentolerir Penghinaan terhadap Istri


Islam tidak menerima bila kehidupan rumah tangga ditegakkan di
atas penghinaan terhadap kaum wanita atau dilandasi oleh sikap
buruk terhadapnya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Oleh
sebab itu, dengan alasan apa pun suami tidak boleh mencela dan
mencaci maki istri, lebih{ebih di depan anak-anaknya. Terhadap
binatang saja Islam melarang bersikap seperti itu, bagaimana lagi
terhadap manusia? Apalagr terhadap istri yang merupakan pendidik
dan pemelihara rumah tangga, teman hidup, ibu anak-anaknya, dan
manusia yang paling dekat dengannya?
Rasulullah saw. mengecam seorang wanita yang melaknat unta-
nya, kemudian beliau menyuruhnya agar unta inr dibiarkan dan
tidak dipekerjakan oleh siapa pun, bahkan pemiliknya dilarang mem-
pergunakannya. Semua itu sebagai hukuman karena wanita tersebut
memaki dan melaknat untanya. Maka bagaimana lagi bila melaknat
dan mencaci maki orang muslim?

Kebolehan Memukul dan Batas-batasnya


Lebih ketat lagi dalam masalah memukul. Maka tidak diperboleh-
kan sama sekali memukul wanita kecuali dalam kondisi 'darurat",
yaitu "ketika nus5ruz", durhaka kepada suami, dan melanggar perin-

500
tah suami yang merupakan haknya dalam kehidupan rumah tangEa
dan dalam kewenangannya. Ini merupakan kondisi darurat, dan
darurat itu harus diukur menurut ukurannya.
Sikap seperti itu juga merupakan pendidikan yang bersifat insi-
dental yang diperkenankan oleh Al-Qur'an sebagai suatu penge-
cualian manakala cara-cara lain seperti nasihat dan pisah raniang
sudah tidak efektif lagi, sebagaimana firman Allah:
"... Wanita-wanita yang kamu ldnwatirlran nusyumya (kdurha-
laannln), mal<a nasihatilah mereka dan piahkanlah mercl<a di
tempt tidur mereka, dan pukullah mercka. Kemudian jik
merc)a
mentaatimu, mal<a janganlah kamu mencai-cai ialan untuk me-
nyuahkannya. Sesungguhnla Nlah MahaTinggi lagi Maha kfir."
(an-Nlsa': 34)

Pada ujung ayat terdapat ancaman terhadap orang-orang yang


berbuat melampaui batas terhadap wanita-wanita (istri-istri) yang
taat, bahwa Allah lebih tinggi dan lebih besar daripada mereka.
Meskipun ada ruhhshah semacam ini pada waktu darurat, namun
perlu diingat bahwa Nabi saw. bersabda:

"i1)WaF:6sj
"Onng-onng mng baik di antara lcamu tidalc alan memukul (i$ri-
nya)."

Maka jelaslah bahwa orang-orang yang baik tidak akan memukul


istrinya, bahkan mereka mempergaulinya dengan lemah lembut,
kasih sayang, dan dengan akhlak yang bagus. Sebaik-baik contoh
dalam hal ini adalah Rasulullah saw.:

"JF,l."&jLr(G,*Ktld{,9-(48
J.,/ \- t- t '/Y/
pling fuik ter-
"Orang lrang paling baik di antan kamu ialah yang
hadap istiny, dan aku adalah onng WE pling Mik di antan
lamu terhadap istiku."

Terkenal dalam biografi beliau, bahwa beliau tidak pernah me-


mukul wanita sama sekali, bahkan tidak pemah memukul pemban-

501
I

.l_
lunya dan binatang selama hidupnya. Sehingga beliau menyampai-
kan sindiran tajam t€rhadap laki-laki yang memukul isrinya: bagai-
mana ia memukul istrinya pada pagr hari lantas pada malam harinya
ia menggaulinya?
Apabila suami lepas kendali ketika marah sehingga ia melayang-
kan tangan kepada istrinya, maka ia harus segera berdamai dengan-
fya da1 melyenanglen hatinya. Ini merupakan akhlak mulia yang
l
l
harus dimiliki untuk mengendalikan rumah tangga muslimah.
Adapun memukul istri atau mencaci makinya di depan anak- I
I

anaknya, maka ini merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan


pribadi seorang muslim yang mengetahui akan keunggulan dan-ke-
agungan agamanya, dan tahu pula bahwa dia adalah seorang
pemimpin (rumah tangga) yang kelak akan dimintai pertanggungja-
waban tentang kepemimpinannya. Ini merupakan tindakan yang ke-
liru menurutagama, akhlak, dan ilmu pendidikan, danakan menim-
bulkan bahaya terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
Rasulullah saw. telah bersabda:

,)-nJt/. -/ 4.za/t
;--:=r*-.J-*n
"Onng yang fuik di antara kamu tidak akn memukul istinya."

Ma$gm hadits ini ialah bahwa orang-orangyang memukul istri-


nya adalah seburuk-buruk dan serendah-ren-Aah manusia. Maka,
siapa gerangan yang sudi menjadi golongan mereka?
Kita memohon petunjuk dan pertolongan kepada Allah. wallahu
a'la wa a'lam.

18
TALAK DAN KHULU'
Pertanyaan:

_ Pertanyaan ini datang dari sekelompok orang yang mengaku


banyak tahu tentang peradaban Barat, tetapi sedikii setrati meide-
l5ar- aiara-ajaran Islam. Mereka mengajukan pertanyaan sebagai
berikut:
. Apaleh "dil iiku "pedang" hlak itu han),a diberikan keeada Angan
.laki{aki (suami) yang kapan saja dia suka dia dapat m6njatuhGn-

502
nya ke leher istri, tanpa ada balasan dan hukuman yang setimpall
Sementara wanita (istri) tidak mempunyai kekuasaan un$k menia-
tuhkan talak, bahkan tidak boleh memintanya, karena meminta talak
itu haram bagrnya.
Di sisi lain, pada saat istri tidak suka kepada suaminya, merasa
kesal, dan berlari daripadanya, ia tetap diwajibkan mempergauli
suaminya walaupun dengan terpaksa, dan harus mematuhinya mes-
kipun jengkel hatinya. Bila ia enggan, maka ia dipaksa dengan keras
untuk kembali ke "rumah ketaatan", seperti tertuduh yang digiring
ke tahanan, atau tfrpidana yang digiring ke penjara. Maka di mana
letak keadilan dalam syariat semacam ini? Di manakah keseim-
bangan antara hak dan kewajiban masing-masing anak manusia
yang berbeda fenis ini?

Jautaban:
Be$tulah, mereka menempatkan Islam sebagai terdakwa dan
menjatuhkan hukuman tanpa terlebih dahulu bertanya bagaimana
pandangan Islam yang sebenarnya; atau tanpa berusaha untuk me-
ngetahui hukumnya dari sumber-sumbernya yang meyakinkan,
yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Shahihah. Mereka juga anpa terlebih
dahulu memahami bagaimana pandangan Islam terhadap perkawinan,
sejak permulaannya, kelangsungannya, dan kesudahannya, jika
kondisi menghendaki perkawinan itu berakhir.
Sesungguhnya perkawinan dalam syariat Islam merupakan per-
janjian yang kuat dan kokoh yang dengannya Allah mengikat pria
dan wanita, sehingga mereka disebut "suami-istri" setelah sebelum-
nya sebagai "indMdu". Dalam bilangirn, masing-masing mereka se-
bagai "individu", tetapi dalam timbangan hakikat mereka sebagai
"suami atau istri", karena masing-masing menggirmbarkan salah
satunya, dan segala suka dan duka dirasakan bersama-sama.
Suatu hubungan dan jalinan yang oleh Allah ditpgakkan di atas
fondasi yang berupa ketenteraman, kecenderungan, cinta, dan kasih
sayang. Hal ini dijadikan-Nya sebagai salah saru ayat (tanda) di
antara ayat-ayat-Nya di alam semesta, seperti penciptaan manusia
dari tanah, penciptaan langt dan bumi, serta berbeda-bedanya bahasa
dan warna kulit. Al-Qur'an menggambarkan hubungan suami-istri
ini dengan ungkapannya.
"... mereka (isti-istrimu) itu adahh pal<aian bgimu dan l<amu ada-
lah pkaian fugi merel<a...."(al-Baqarah: l87l

505
-;

Ungkapan ini mengandung arti menutupi, melindungi, menghiasi,


dan menghangatkan, bagi masing-masing pilsangan.
falinan kokoh yang benang-benangnya dirajut setelah terlebih
dahulu dicari, diusahakan dengan susah payah, melalui perkenalan,
lamaran, mahar, pesta, dan pengumuman, maka syariat yang bijak-
sana ini tidaklah memandangnya sebagai persoalan ringan yang
begtu mudah dirusak dan dilepaskan ikatannya serta dirobohkan
pilar-pilamya hanya karena sebab sepele dari pihak suami atau istri.
Memangbenar, Islam memperbolehkan laki-laki menianrhkan alak
sebagai terapi jika sudah tidak ada jalan keluar yang lain lag, ketika
napas sudah terasa sesak, dan hubungan suami-istri sudah rusak
demikian parah --makaialan terakhir untuk mengobatinya (seandai-
nya penyakit) addah ditusuk dengan besi panas. Tetapi talak ini
tidak boleh dilakukan kecuali setelah berbagai macam terapi terlebih
dahulu diusahakan dan dicoba, seperti memberi nasihat, meninggal-
kannya di tempat tidur (pisah ranjang), mendidiknya, memberinya
sanksi, dan setelah sedapat mungkin menanggung rasa benci dan
bersabar terhadap hal-hal yang tidak disukai, demi melaksanakan
firman Allah:

-JqrCJ"\;5sS{:^:r'JA;3;t_"9
)+fi
r0*w
"... Kemudian jika kanu tidah menyirai merckA @ala frlv,Dar-
Iah) karcna mungl<in kamu tidak menytkai ffiiafiL pdahal NIah
menjadihn p&nya kefuilan Wry funyak (an-Nlsa': I g)

Dan sabda Rasulullah saw.:

L),"{ &L {r;r _ ;5+]1 q, . {A1


.Awr#G*_w*l{r.1,
(u;as\* luot-u)

504
"Janganlah wnng muknin (suani) membenci (mudah men-
cenikan) *orang muloninah (istinlta). Jih ia tidal< meny*ai
salah satu akhlalmya, maka ia menytkai sisi-sisi lainnya.zTo

Syariat Islam tidak menjadikan talak di tangan laki-laki secara


mutlak dan bebas dari segala ikatan dan ketentuan.
Syariat telah memberikan qaid (ikatan/ketentuan) mengenai
waktu, yaitu talak itu harus dilakukan pada waktu suci (tidak sedang
haid), dan dalamwaktu suci itu si istri belum dicampuri. Maka menu-
rut Sunnah, talak itu tidak disyariatkan pada waktu si istri sedang
haid, atau pada waktu suci tetapi sudah pernah digauli.
Talak juga diikat dengan niat dan tekad yang bulat 'talak itu
hanyalah karena keinginan yang kuat", seperti tergambar dalam ayat
"Dan jika mereka ber'azam (berketetapan hati untuk) talak...." (al-
Baqanlr: 227l.llurrena itu tidak sah talak yang diucapkan pada
waktu seseorang dalam keadaan sangat marah atau terpaksa, dan
tidak ada talak bila dimaksudkan untuk bersumpah dengan talak,
karena bersumpah dengan selain Alah itu tertolak.
Selain itu, talak diikat deng;an adanya kebutuhan yang sangat. Di
antara pengarahan Nabi saw. t€rtuang dalam hadits berikut:

e-;j ob-)/OfiAi -!t;, e: )*X,H


r

'Pedan Inlal WB paliry difutci Nhh iahh fdak " (HR. Abu Daud)

@W, ob) . X!r* b+Lq$it S<)


"Janganlah kamu mencerail<an wanita (istrimu) tanpa adanya
tuduhan.'ltlR Thab lt)
Oleh sebab itu, syariat menjadikan talak yang tanpa adanya tu-
duhan (persangkaan buruk) dan tidak adanya kebutuhan terhukum
makruh atau haram, karena hal ini akan menimbultan dlwrqr (keme-
laratanl bagi dirinya dan istrinya, dan menghilangkan kemaslahatan

276Hn uuslim dari Abu Hurairah (shahih Muslim, 2: lo9l, hadits nomor 1469).

505
yang t€lah mereka bina selama ini. Karena ihr, talak semacam ini
{alah haram, seperti halnya dengan merusak harta. Rasulullah saw.
bersabda:

3E?ss-ii$s
"nfuk boleh membuat bahalta dan memblas bata;a."(HR lbnu
Marah dan Thabnnl)zzz

Setelah menjatuhkan talak, pria (bekas suami) masih harus me-


nu.naikan berbagai tanggungan dan kewajiban besera segala macam
akibatnya sesuai aturan syara', ia tidak dibiarkan begitu iia. xarena
itu si laki-laki, di antaranya, harus melunasi mahar-yang belum di-
bayar atau masih kurang, memberi nafkah waiib selama ilasa iddah,
memberi
1rp{ nen4rsuan anak dan nafkah mereka hingga dauasa,
dan memberi mut'ah talak yang hukumnya sunnah men:urut keba-
nyakan ulama---tetapi terhukum wajib minurut sebagian imam dari
kalangan sahabat dan tabi'in, sepertiAli bin Abi Thalib, Ibrahirn an-
Itakhali, Ibnu Syihab az-Zuhri, Abu eilabah, al-Hasan, dan Sa'id bin
Itfiwr?te Mereka mengatakan: "Tiap-tiap wanita yang dialak berhak
mendapatkan mut'ah (pemberian) .;'Alaian mereka a-dalah keumum-
an firman Allah:
"Kepda wanita-wanik nng dicenikan (hendaktah dibeitran oteh
suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, *bagai suatu kwajibn
bagi onng-onng yang tat<wa." (al-Baitarah : 24 tl
AI-Qur'an tidak memberi batasantentangmut,ah ini, tetapi hanya
Jngrletapkan menurur. "ylng ma'ruF. Bataian yang ma'rui di sini
dianggap layak oleh
1?l1h y..ung ltrah yang sehat, diakui oleh urul
(kebaiikan) yang marang, serta. diridhii otitr atrti ilmu dan agama.
pengan begrtu, besarnya mut'ah ini berbeda-beda menurut iaman
dan lingkungannya, termasuk menurut kondisi suami. pemikianlah
pendapat al-Hasan dan Atha', bahwa Allah tidak menetapkan batas
tertentu untuk mut'ah, bahkan diserahkan-Nya menirrut kemampuan
si suami sebagaimana firman-Nya:

277et-Mughni,
karya lbnu eudamah, T:97.
278A!-Muhollo,
lbnu Hazm to: 242.

506
"... Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orury Wg
miskin menuntt kemampuannya (pula) ...." (al-Baqarah: 286)

Apabila syariat Islam memberikan kepada laki-laki hak untuk


mengakhiri kehidupan rumah tangganya dengan talak --dengan be-
berapa ketentuan seperti yang telah saya sebutkan-- maka apakah
syariat juga mewajibkan si wanita untuk tinggal di rumah suaminya
selama hidup, meskipun suaminya keras, kejam, dan zalim, semen-
tara hatinya (wanita) terus-menerus merasa jengkel, benci, marah
kepada si suami?
Saya kira, syariat Islamlah yang telah memberikan hak kepada
wanita dalam urusan perkawinan dirinya, dan Al-eur'anlah yang
telah menyatakan tentang wanita melalui firman-Nya:
"... maka tiada dosa bagimu (pra wali) membia*an mereka ber-
buat terhadap diri merel<a menurut yang patut ...." (al-Baqarah:
2341

Al-Qur an juga tidak menghalalkan ayah atau kakek untuk me-


maksa dan menentukan tempat kembali putrinya tanpa terlebih
dahulu mempertimbangkan pilihannya dan pernyataan pendapatnya
sendiri. Bahkan sampai terhadap gadis pingitan yang pemalu pun
harus dimintai izinnya, dan izin itu harus ada meskipun hanya
dengan sikap diamnya. Selain itu, kitab-kitab Sunnah telah memuat
contoh-contoh penolakan Nabi saw. terhadap pernikahan anak-anak
perempuan yang oleh ayahnya dipaksa menikah dengan orang yang
tidak disukainya.
fika demikian jalan yang diatur syariat dalam merintis kehidupan
berumah tangga, maka bagaimana mungkin ia (syariat) akan mewa-
jibkan wanita tetap tinggal bersama laki-laki yang tidak dicintainya,
bahkan yang ia tidak kuat menanggung kemarahan terhadapnya?
Peribahasa mengatakan: 'Di antara bencana yang paling besar ialah
berteman dengan orang yang tidak cocok dengan Anda tetapi tidak
mau berpisah dengan Anda." Al-Mutanabbi berkata:
"Barangsiapa menghalang-halangi kebebasan dunia
Pasti dia akan menemui musuh dari kawan seiringnya."

Dan katanya lagi:


"Dalam sakit yang dideritanya
Makanan terlihat menguruskan badan. "

507
Sesungguhnya syariat Islam telah memberikan jalan keluar kepada
istri yang tidak suka hidup bersama suami. Apabila kebencian itu
datangnya dari pihak istri dan dia sendiri yang mengrnginkan perce-
raian, maka jalan keluarnya menurut istilah fuqaha dGebut kirulu'.
Hanya saja, sebagaimana halnya syariat menyuruh laki-laki untuk
bersabar dalam menanggung derita, menekan perasaannya, serta
lidak legitu saja melakukan perkara halal yang *ng"t dibehci Allah
kecuali keti\a sangat diperlukan, maka pada sisi lain syariat juga
melarang pihak wanita tergesa-gesa meminta talak atau khulu'.
Rasulullah saw. bersabda:

WSD'6{Jgiq53lYeGiW:
'{S'G,yqLFGs&
. 12-;2j obt)
"Siapa sajapercmpuan yang meminta ceni kepda suaminlatanp
suatu sefub yang dapat dibenarkan, mal<a dia tidak al<an mencium
bau surga-" (IIR Abu Daud)

.Ll$g,ba L;SaGeGwi
t
(,0 t ob)
lVanita-wanita png suk4 meminta khulu, dan durhala kepada
suami adakh wanita munalik" (HRAhmad)

Y-ang dimaksud oleh hadits


ini ialah wanita-wanita yang meminta
- -
Fhylu' tanpa alasan yang dibenarkan sebagaimana d]sebutkan
hadits sebelumnya.
Adapun wanita-wanita yang tidak suka kepada suaminya dan
merasa khawatir kebenciannya itu akan menylbabkan dia-meng-
abaikan hukum-hukum Allah dalam masalah nimah tangga, maka ia
boleh membeli kebebasannya dengan mengembalikari-pemberian
suaminya, baik yang berupa mahar maupun hadiah.
lbnu Qudamah berkata di dalam kitabnya, al-Mughni:
"Sesungguhnya apabila seorangwanita tidak suka kepada suami-
nya karena perangainya, rupanya, agamanya, kareni telah tua,

508
karena lemah, atau faktor-faktor lainnya, dan dia takut tidak dapat
menunaikan hak Allah dalam mentaati suaminya, maka ia boleh
meminta khulu' dengan menebus dirinya, berdasarkan firman Allah:

:rLiilWW'&fi;^i3'Y-VtS\'i*rg
"...Jika lcamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Nlah, maka tidak ada dosa atas
kduanya tentang fuyann yang dibe rikan oleh istri untuk menebus
diinl,a .... " (al-Baqarah t 2291

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari diceritakan bahwa


istri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi saw. lalu ia berkata, "wahai
Rasulullah, saya tidak mencela perangainya dan agamanya, tetapi
saya tidak suka melakukan kekufuran dalam Islam." Ialu Rasulullah
saw. bertanya, "Apakah kamu mau mengembalikan kebunnya?" Dia
menjawab, 'Ya,' lalu dia mengembalikan kebun itu kepada Tsabit,
dan Nabi saw. menyuruh Tsabit menceraikannya." Di dalam riwayat
lain disebutkan: Ialu Nabi saw. berkata kepada Tsabit, "Terimalah
kebun ifu dan ceraikanlah dia dengan talak satu ....'
Disebut khulu', karena wanita itu melepaskan diri dari keduduk-.
annya sebagai "pakaian suaminya" --sebagaimana firman Allah
dalam surat al-Baqaralr: 187. Sedangkan bayarannya itu dinama-
kan dengan tebusan, karena ia menebus dirinya dengan harta kepada
suaminya. Allah berfirman (artinya): "Mal(a tidak ada dosa atas ke-
duanya tentang bayaran yang diberikan istri untuk menebus dirinya"
(al-Baqarah 2291."27e
Yang sangat mengagumkan, bahwa Islam mempersempit ialan
seorang suami untuk menjatuhkan talak, dibatasinya dengan bebe-
rapa batas terrcnnl, dan diikatnya dengan beberapa ikatan baik
m6ngenai waktunya, anlrannya, dan bilangannya. Semuanya unnrk
mempersempit gerak talak. Namun di sisi lain, Islam memberikan ke-
lapangan bagi wanita dalam masalah khulu'. Talak yang dilakukan
pada waktu haid atau pada waktu suci --tetapi sudah pelna! dicam-
puri-- adalah talak bid'ah atau batal. Tetapi khulu' pada keadaan se-

279A1-uughni, karya lbnu 7:51-52.


Qudarnah,

509
perti itu --sebagaimana dikatakan oleh lbnu eadamah-- tidaklah ter-
larang.
Larangan menjaruhkan talak pada waktu haid dikarenakan, hal
itu dapat menimbulkan mudarat bagi pihakwanita dengan bertambah
panjangnla masa iddatr. Sedanglen di sisi lain, khulu, dilhlcukan untuk
menghilangkan mudarat yang menimpa wanita karena buruknya
situasi pergaulan dan kehidupan bersama suami yang dibenci dan
tidak disukainya. Hal ini lebih besar mudaratnya daripada perpania-
ng;an idah. IQrena itu diperbolehkan menolak sesuiltu )ang lebitrtinggi
risikonya dengan menanggung sesuanl yang Iebih kecil risikonya.
Maka Nabi saw. tidak menanyakan kearlaan wanita lang meminta
khulu' itu, sebab mudarat perpanjangan idah itu dia yang menang-
gulgnya, sementara khulu' itu terjadi atas permintaann)ra, berarti
hal ini berdasarlan kerelaannya dan menunjukkan batwa khuru'
Iebih maslah at bagi dia.2&
,Atas dasar ini, apabila hubungan antara suami dan isri sudah
sedemikian buruk, ri
iqfti ingin laridan merasa benci terhadap suami
--sedangkan qrami tidak mau menceraikannya-- maka isdi totetr
mengajukan khulu' kepadanya dan mengemdaiUn upu yang t"lah
diterimanya dari suaminya. Dalam har ini-suami tidak bheL mEminta
tuqbulr* 94 ep" png telah diberikannya. Apabila suami menerima,
maka lepaslah ikatan_perkawinan itu, dan mising-masing ai-
cukupi Allah dengan karunia-Nya. "un
. Sebagian ulamamensyaratkan pengafuan permohonan khulu' itu
kepada hakim, sedangkan
-sebagian
iab tdat rnen"ya.utta*y*
Adapun jika suami menolak dan terus-mempersulit istrinyi sC.t"
memaksanya unhrk hidrln d! bawah kekuasaaniya, maka naii,m yang
muslim harus memperhatikan masalah ini dair mencari tifiitian
tentang perasaan istriyang sebenarnya dan kesungguhan kibenci-
lnnya. Kemudian hakim memaksa srnmi agar Eenerima Dem_
bayaran tersebut dan menetapkan hukum di inara merita
pemisahan ini dihukumi fasahh rnaupun talakfu,inmenurut perue,taan
[uaik
pendapat yang ada)- Hanya saja, siiuami tidak halal *..6uat
reng-
sara istri serta memberi kesempitan dan kesulitan agar istri menebus
dirinya, q"q'hd dia (suami) mtma.ng sudatr tidak ika tepaaa istri-
nya dan ingin memperistri wanita lain. Allah berfirman:

2SoeLurghni, Tz 5l-52.

510
"Dan iilca kamu ingin menganti ifrimu delngan isfri yang hin, *-
danfun kamu telah memfurikan kry& wrury di antan
merd<a hatu yans barryh malra jangnlah kamu mengambil kem-
fuli furipdanlta bnng dikitpun. Apkah lramu alantmenga,,-
bilryta kemfuli dengan jalan tuduhan yang dusta dan &ngan (me-
nanggung) dosa ltang nyata?"(an-Nlsa': 2O)

Masihkah wanita menuntut bagian yang lebih banyak dari ini?


Seorang suami jika merasa tidak senang lantas meniatuhlcn alak,
maka hilanglah apa yang t€lah ia berikan sebelumnya, di samping ia
pun masih berkewajiban memberi nafkatr dan mut'ah setelah itu.
Apakah wanita ingin membenci suaminya agar suaminya mencerai-
kannya? Padahal, kadang-kadang suami masih mencintainya, se-
hingga kesusahannya bertumpuk-tumpuk susah karena perceraian
sebab ia dibenci dan susah menanggung nafleh. Keadaan seperti ini
seperti yang digambarkan pepatah Arab "sudah mendapatkan kurma
jelek, timbangannya tidak beres pula', atau sebagaimana digirmbar-
kan peribahasa: "sudah jauh tertimpatmtgga".
Apabila wanita menolak untuk menebus dirinya dari suaminya
dan terus menuntut suami untuk menceraikannya tanpa sedikit pun
ia berkorban, maka apakah tercela bila si suami --aas nama undang-
undang dan kekuasaan syiua'--.menyeru istrinyaigar kembali ke
rumah tangga atau "rumah ketaatan"?
Sesungguhnya thp-tiap hak harus diimbangi kewajiban, dan
tiap+iap kewaiiban harus diimbangi dengan hak.Islam memberikan
hak talak kepada suami sebagai imbangan beban kewajiban yang
ditanggungnya seperti mahar dan nafkah sebelum talak, dan diikuti
dengan nafkah dan mut'ah set€lah t€riadinya talak Lebih-lebih jika
dilihat dari faktor firiah yang menjadikan laki-laki lebih jeli melihat
akibat yang mungkin teriadi, lebih bijalcana, dan lebih tenang.
Tidak adil rasanya jika wanita diberi hak unffk melepaskan diri
dari suami, merobohkan kehidupan rumah tangga, dan merusak
pilar-pilar rumah tangga, t€api tanpa dibebani sesuanr pun yang
memudahkan suami --yang dahulu telah melamarnya-- unhrk men-
ceraikannya, dan memudahkan suami untuk mencari yang lainnya.
Meskipun dalam kenyaaannya, si wanita ddak dibebani apa-apa
kecuali hanya mengembalikan pemberian suami pada waknr-waktu
sebelumnya, yakni berupa mahar (sedikit atau banyak) dan hadiah
(yang berharga maupun yang murah). Inilah yang t€riadi bila kema-
rahan itu datang dari pihak wanita (istri).

511
Adapun jika perselisihan itu datang dari ledua belah pihak dan
keduanya saling membenci --sementara si suami tidak mau menoe-
raikannya- maka masth ada falan pemecahan yang lain bagi wanita,
yaitu melalu! dua orang htham (furu damai) atau'maielis leluarga"
sebagaimana firman Allah:

tk).N#KtF;$W.Ati4;iLit:,
"Dan jika hmu ldnwatittran ada per*nglrctan antan kduanya,
wti
J, e?-

maka kfuimlah wnng hakam dai keluarya lald-lald &n wtang


hahn dad keluarga Frempuan .... " (an-Nlea': BS)
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kedua hakam iar adalah
pemutus perkara yang memiliki kekuasaan untuk memisahkan atau
mengumpulkan, sebagaimana pendapat penduduk Madinah, Malik,
Ahmad (dalam salah satu dari dua riwayatnya), dan Syaf i (dalam
salah satu dari dua pendapatnya). Ibnul eafrrir berkaia:
"Inilah yang benar. Dan png mengherankan ialah orang yang
mengatakan: 'Mereka (hak4m) itu hanya sekadar wakil, bul;an pe-
muuus perkara.' Padahal Allah telah mengangkat keduanya sebagai
hakam (iuru damai) dan mengangkatnya pula untuk selain suami
istri .... Ddam hal ini Utsman btn Affan telah mengirim Ibnu Abbas
dan Muawiph r.a. unftk menjadi hakam dalam persoatan Aqil bin
Abi Thdib dan istrinp Fatimah binti Utbah bin Rabi'ah. Ialu Utsman
berkatalcepada keduanya (Ibnu Abbas dan Muawiyah), 'Iika kalian
memandang perlu diceraikan, maka ceraikanlah mereka., peristiwa
serupa juga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thdib.'
Beliau (Ibnul Qayyrm) berkaa: "Utsman, Ali, Ibnu Abbas, dan
Muawiyah radhiyallahu'anhum masing-masing pernah menyerahkan
keputu-san hukum kepada dua orangtakam, tetapi tidak ada seorang
pqn sahabat yang menentangnya.' 281
Pernyataan terakhir yang perlu saya sampaikan kepada para "pe-
-
dagang' l+itaki dan "pedagang' perempuan mengenai-masaiah
wanita adalah sebagai berikut:

2Elzdut t4a'ait, 4: gJ-34, pasal .Ft asy-Syiqaq yaqa,u baina az-Zaulaini".

5t2
Syariat tidak memihak kepada laki-laki atau kepada perempuan.
Sesungguhnya syariat bukan produk panitia yang beranggotakan
laki-laki sehingga isinya mendiskreditkan perempuan, tetapi syariat
itu dibuat oleh Dzat:
"... lang menciptalan brprury:paryan laki-lald htt ptunptan."
(an-Nafm:45)
"... Nlah mengekhui siapa yng membuat keruskan dad yang
mengadakan perbailran .... " (al-Baqarah z 22Ol
"Apal<ah Nlah yang menciptalcan itu tidak mengetahui (Sang kamu
Iahirlcan dan kamu rahasial<an), padahal Dia Maha Haluslagi Maha
Mengetahui?" (al-Mulk: 14)

19
PENGEMBALIAN DALA^M KHULU'
YANG MELEBIHI PEMBERIAN STIAMI
Pertanyaan:
Anak perempuan saya dipinang orang. Si peminang begitu antu-
sias untuk melakukan akad menurut syara' --sebagaimana biasa.
Pada masa-masa pinangan ia sering datang dan duduk-duduk ber-
sama anak saya tanpa merasa ada halangan, untuk sding mengenal
sehingga masing-masing merasa mantap. Akhirnya dilaksanakanlah
akad nikah bersamaan dengan acara resepsi.
Namun sayang, setelah itu terjadilah perselisihan di anara mereka
sehingga anak saya lari dan tidak mau melanjutkan kehidupan
rumah tangganya, bahkan ia hendak melakukan khulu' dengan
mengembalikan pemberian suaminya. Untuk khulu' ini ia mewakil-
kannya kepada saya. Maka saya pun mengirimkan surat kepada
suaminya untuk menuntut khulu', dan saya serahkan kepadanya cek
senilai 3.000 pound, sesuai dengan yang diberikannya kepada anak
saya dulu. Tetapi kemudian dia mengirim surat kepada saya dan
meminta 100.000 pound sebagai tebusan anak saya. Karena itu saya
meminta kepada salah seorang ulama kenamaan untuk menyadar-
kan suami itu agar berlaku adil, namun dia tetap menuntut 100.000
pound, meskipun ulama penengah tadi sudah berusaha semaksimal
I
mungkin.

I
513
Oleh sebab itu saya menawarkan perdamaian kepadanya, dan
langkah ini diupayakan oleh kedua hiltam --yang rjtu daii pihak
suami dan yang satu dari pihak istri. akan tetapi, kedua hakam ter-
sebut tidak mencapai-kata sepakat, padahal hrkam dari pihak istri
(anak saya) menawarkan tebusan dua kali lipat dari yang diberikan
--sebesar 6.00o pound-- dan ini merupakan usahanya unluk menye-
lesaikan perselisihan, meskipun dia sendiri berpeniapat tidak boieh
menambah.dari apayangdiberikan suami. ttamun haltam dari pihak
suami bersikukuh meminta tebusan sebesar 2O.OOO pound.
Perkara itu terhenti,
-padahal sudah berselang enim bulan sejak
anak saya mengajukan khulu'.
Nah, Iangkah apa yang dapat dilakukan untuk memecahkan ke-
sulitan-yang ditimbulkan- oleh sikap dan kesewenang-wenangan
suami dalam mempergunakan haknya untuk melaksanaltan khulu'?
Padahal, sudah diketahui menurut kaidah dalam akad-akad yang
sudah biasa seperti ini ialah "tidak perlu didengarnya dakwain d-i
depan sidang pengadilan karena tidak akurat". -
Sampai sekarang sudah ada beberapa orangyang hendak melamar
anak saya, tetapi saya tidak tahu apa yang harus kami lakukan,
sehingga anak saya sekarang terkatung-katung.

Jautaban:

.9.9"8 puji kepunyaan Allah. Shalawat dan salam semoga tercu-


rahkan kepada Rasulullah, keluarganya, sahabatnya, da-n orang
)rang setia kepadanya. Wa ba'du:
Islam menghendaki kehidupan rumah tangga itu kekal dan lang-
geng selama pilar-pilar pokoknya masih t"SL; yaitu ketenteraman,
gTB, qn kasih sayang. Apabila pilar-pilir itu sudah riada, maka
tidak ada artinyl mewajibkan hidup bersama secara paksa.
I(arena itu, laki-laki diberi hak unruk mengakhiri lcehidupan ber-
umah tangga dengan talak, sebaliknya pihak plrempuan (isrii) diberi
hak untuk khulu', dan hal ini barir ubtetr dipergunakah bilamana
sudah tidak ada kesesuaian antarakedua belair pihak. Mengenai hal
ini-terdapat rypatah yang mengatakan: ,fika tidak ada ke-cocokan,
maka perpisahanlah (yang dila[ukan)."
D{aq fal ini Al-eur'an menegaskan agar perpisahan (percerai_
an) itu dilakukan dengan m1'ruf (baik),lika mtmang pergaulan
suami-istri sudah tidak mungkin ditegakkan dengan ml'ruf.-selain
itu, suami dilarang memberikan kesulitan dan hilangan yang tidak

514
sesuai dengan akhlak muslim, yang kadang-kadang sengja dilaku-
kan karena didorong oleh perasaan benci, ingin menyakiti, atau
karena ingin mendapatkan kekayaan. Allah berfirman:

"JKri{5';,t;."$;r5o,ii,6LK;G
I
ir'+sW
Maka rujukilah mereka dengan cara)mng ma'ntf, atau cenikan-
"...
lah mereka dengan @ra yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu rujuki
mereka untuk membei kemudaratan...." (al-Baqarah: 21ll
Di dalam firman-Nya yang lain:
"... janganlah kamu meryrusahkan merela untuk menyempitkan
(hati) mereka. " (ath-Thalaq: 6)

Dan firman-Nya lagi:


"... dan janganlah kamu menyunhl<an mereka l<arena hendak
mengambil kemfuli sebagian dai ap yang telah lamu beril<an
kepadanya.... " (an-Nisa': I g)

Disyariatkannya khulu' ini sudah ditetapkan berdasarkan Al-


Qur'an, Sunnah, dan ijma'.
Dalil Al-Qur'an yang dimaksud ialah:
"... Tidak halal bagi kamu mengambil kemfuli dari *suatu yang
telah kamu beikan kepda mereka, kecuali kalau keduanya kha-
watir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Nlah. Jika
kamukhawatirfuhwa (suamiistri)tidakdapatmenjalan-
kan hukum-hukum Nlah, maka tidak ada dosa atas kduanln ten-
tang bayaran yang diberikan oleh isti untuk menebus diinya ...."
(al-Baqarah: 229l.

Sedangkan dalil Sunnah dalam persoalan ini banyak kita temui,


misalnya hadits sahih mengenai persoalan istri Tsabit bin eais. Diri-
wayatkan, ia (istri Tsabit) berkata, "Wahai Rasulullah, saya tidak
mencela akhlak dan agamanya, tetapi saya tidak suka melakukan
I
kekufuran di dalam Islam --yakni kufur kepada suami." Lalu Rasu-
t lullah bertanya, "Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya?"

I
515
(Maksudnya, yang telah diberikan kepadanya sebagai mahar). Ia
meniawab, 'Ya.' Maka Rasulullah bersabda (kepada Tsabit), "Ter-
imalah kebun itu dan talaklah ia dengan talak satu."282
Adapun dalil ijma' dalam persoalan ini ialah bahwa seluruh mazhab
dan ulama telah sepakat tentang disyariatkannya khulu'. Al-Hafizh
Ibnu tGtsir di dalam menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 229 meng-
atakan:
"Apabila teriadi pertengkaran dan perselisihan antara suami dan
istri, kemudian si istri tidak menunaikan hak-hak suami, selalu
l
marah, dan tidak dapat bergaul secara baik dengan suaminya, maka
ia boleh menebus dirinya dengan memberikan kembali apa yang
telah diberikan suaminya, dan hal ini tidak terlarang baginya dan
tidak terlarang pula bagi suami untuk menerimanya. Karena itu Allah
berfirman: 'Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah ...."'
Adapun jika si istri tidak mempunyai alasan dan meminta tebusan
darinya, maka di sini Ibnu Katsir mengemukakan hadits yang diri-
wayatkan oleh Ibnu farir, Tirmidzi, dan Abu Daud dari Tsauban
secara marfu':

L1;6&'6fri*it€;ev"fuirt::
,,,i ;.i "v .,H( +?tj AGle &
>

(
id'-rrti:ab ctb €)n,:
"Perempuan mana saja yang meminta ceni kepda suamiryn tanp
alasn yng dibena*an, maka haram atasnya bau surga.zgs

282ttR Bukh"ri dan lainnya dari lbnu Abbas. Para sahabat dan orang-orang sesudahnya
berbeda pendapat mengenai khulu', apakah ia iru ralak atau fasakh? Zhahir Al-eur'an
menunjukkan bahwa khulu' itu fasakh sebagaimana mazhab lbnu Abbas. Sedangkan seba-
gian hadits menuniukkan bahwa khulu' itu adalah talak. lbrena itu periksalah kitab-kitab
fiqih perbandingan.
283nR Abu Daud (hadits no mo( 2226),Trrmidzi (t
187), Ibnu Maiah (2055), Ahmad dan
Hakim dan beliau mengesahkannya menurut syarat Syaikhaini, dan hal ini diseruiui oleh adz-
Dzahabi (2;2OO) dan Ibnu Hibban sebagaimana disebutkan dalam al-Mawarid, I l2J.

5t6
Ibnu Katsir berkata lebih lanjut, "Banyak kalangan sataf dan
imam khalaf mengatakan, 'sesungguhnya tidak diperbolehkan me-
lakukan khulu' kecuali jika perselisihan dan kedurhakaan itu
datangnya dari pihak wanita, maka ketika itu bolehlah si suami me-
nerima tebusan ... Selain hal ini, tidak boleh dilakukan kecuali iika
ada dalilnya --dan pada dasarnya tidak terdapat dalilnya.'"241
Oleh karena inl, tuntutan istri kepada suaminya untuk mencerai-
kannya (khulu') ini merupakan tuntutan terhadap hakyangdibenar-
kan syara' berdasarkan dalil yang meyakinkan, dan perlcenan suami
untuk menyetujui khulu' ini juga merupakan perkenan terhadap se-
suatu yang diwajibkan syara' dalam kondisi seperti ini.
Kini, tinggal kita bicarakan tuntutan suami tersebut terhadap wali
si istri yang besarnya lebih dari 30 kali lipat itu. Sebelumnya, suami
itu hanya memberi mahar 3.000 pound, tetapi sekarang ia minta
tebusan sebesar 100.000 pound, dan dalam perkembangan selanjut-
nya hakam dari pihak suami itu meminta 20.000 pound.
Menurut nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah, beserta pendapat para
fuqaha dan pensyarah dalam memahami dan mengistimbat hukum-
nya, tampak jelas beberapa hal berikut ini:
1. Bahwa yang kuat, bahkan yang benar, yang ditunjuki oleh nash
ialah: "si suami tidak boleh mengambil dari istrinya sesuiltu yang
melebihi pemberiannya dulu".
Al-Qur'anul Karim mengaitkan tebusan dengan apa yang telah
diberikan oleh suami, bukan dengan sesuatu yang lebih banyak.
Firman-Nya:
"... Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dad sesuatu yang
telah l<amu benkan kepda mereha, kruali kalau kduanya kha-
watir tidak akan dapt menjalankan hufum-hukm Nlah. Jika
kamu khawatir bhwa kdwnya (suami i*ri) tidak dapt menjalan-
l<an hukum-huktm NIah, malra tidak ada dos atas kduaryta ten-
tang bayann lang diberikan oleh iilri untuk menebus diriltya...."
(al-Baqarah: 2291

Maksudnya, istri menebus dirinya dengan mengembalikan apa


yang dulu suami berikan kepada mereka.

284to!* ol-W^ al-'Azhim lbnu IQtsir (l: 272-28), rerbiJan Dar [r]'a' at-T[rats al-Anbi,
Beirut.

517

L
Bahkan kita lihat Al{ur'an melarang'aAA yang tcrkcnal pada
ry iahiliah iq, 1laitu menatran istri ltiaa[ mincenil a"iuai
unnrk menwsahkannya agar k
mau menebus dirrnva denLri
mengembalikan apa)angtetat Aterimanya dart suamfth d"t ffi:
Allah berffrman:

'##tiy,;;i;3I*a"iJii;g;
"... dan ian@an kanu meryusalfun nru& tcrrura t endak
mengambil kemhri xbgtn &i ap yng t&It hrtu brilran
kepaenn....' (an-Nlsa,: I g)

Imam Nasa'i, Ibnu Majah, dan Baihaqi meriwayatkan bahwa


!la!i saw. menyuruh Tsabit bin e"ir unnik meneriira t eu* d"ri
ptrinya-png sudah Ud3k rqtq kepadanya
-yang dahufiEber_
Di dalam hadits yang. diriwayatkan Danrquthni dengan isnad
yang sahih, bahwa Nabi saw. berkata kepaAL ist i rrafiir

, :)W1ii'rsll g ;tr 6yA


€1 6 1

iq*76'^i,,g8liJwaZus7a
#,a6/{tw6;,5r?a:,c:l,g
-,ti7$Srurrt*91
-,4rylah kamu mau mengenbalikan kemry
Wry t&h dibri-
karuW kepa&mu? Ia nrenjawab, Mau, dan itcrn an tanbl,
hgi.'Lalu Nabi srlw. baafla: Tanbharuya ifi, tidahiron t"Api
lnryta kdunnya aja'la menjawab, ya, Lalu Nabi nenbnk;-
ryn kepda Tsabit dan membi jahn kerye ifiirya (meneni-
hilW)26

2$.ur-toq! ar'r0lrifu rtan qrarahnya, Nairut Aurlar. Al-Handr b€rkata


-- di dqwn ar-Faih:
"Perawi-perawlnya t€perca],a.,

518
AMur FazzaqmeriwaSatkan dengan sanad sahih dari Ali bahwa
beliau berkaa, "Suami tidak boleh mengambil dari istrinya mele-
bihi pemberian lcepadanya. "
Pendapat serupa juga diriwayatkan dari Thawus, Atha', danaz-
Zuhrl Dan ini merupakan pendapatAbu Hanifah dan teman-tem-
annya, Ahmad, dan Ishaq.
Diriwayatkan dari lvlaimun bin lMahran, ia berkata, "Barangsiapa
mengambil melebihi apa yang diberikannya dulu, berarti ia tidak
menceraikan dengan cara yang baik."
Bahkan Sa'id bin al-Musalyab berkata, 'Aku tidak menyukai
suami mengambil semuayang pernah diberikannya, hendaklah ia
meninggalkan sedikit untuk istrinya. "
Imam Malik memperbolehkan suami mengambil tebusan yang
melebihi pemberiannya dahulu, seraya beliau berkata, "Tetapi
yang demikian itu tidak termasuk akhlak yang mulia." Dan ada
yang menisbatkan pendapat (Imam Malik) ini kepada jumhur,
tetapi ini merupaltan penisbatan yang memerlukan tahqiq. Yang
dipakai ialah pendapatyang ada dalilnya, sedangkan dalilyang
membolehkan dalam hal ini tidak ada kecuali hadits yang lemah
isnadnya yang tidak dapat dijadikan hujjah, sebagaimana yang
dikatakan Imam Syaukani.
Orang-orang yang memperbolehkan tambahan itu hanyalah dipe-
runtukan bagi wanita yang menambah atas kemauannya sendiri
dengan tuiuan dia dapat melepaskan dirinya dari perlakuan buruk
suaminya. I(arena itu semua pembahasannya berkisar seputar
masalah: "Apakah halal ba$ suami mengambil tambahan ifu
ataukah tidak halal?" Adapun tuntutan kepada wanita (istri)
untuk menambah atas apa yang telah diambil suami, maka hal ini
tidak mereka sebut-sebut, bahkan tidak pernah terbetik dalam
hati mereka (para ulamal.
Sedangkan pada dasarnya harta orang lain itu haram diambil,
dan tidakhalal bagi seseorang mengambil harta oranglain kecuali
dengan kerelaan hatinya. Maka tidak boleh menekan dan menyu-
sahkan istri agar ia mau menebus dirinya dengan membayaryang
lebih banyak dari apa yang telah diterimanya. Perbuatan semaclm
ini merupakan bentuk 'adhal dan kezaliman yang diharamkan
Islam. Bahkan perbuatan ini melebthi 'adhal iahiliah, karena pada
zaman jahiliah mereka me';ng)ailhal wanita hanya agu dapat
mengambil sebagian dari apa )rang telah mereka berikan kepada

519
istri-istri mereka, sedanglen sekarang (sepeni frang dianyakan
ini) tidak msasa orlorp dengan mendapaikair lembalisemuitrarta
1rattg diberiltailt),a dulu, batrkan masfi meminta tambahan sffiil',r
berlebihan.
3. Tebrsan
B3S-Apun1u, suami tgpu4" istri unhrk menebus dirtnya
itu hanya ditufukan kepada istri,bukan kepadaayah Aanwalnla.
Ihrena itu Al-Qur'an mengatakan:

"... maka ti&h a& dosa atas kdunrya tentury byarut yang
di-
bilcan oleh isl,i untuh menebus dirinya...., taf-naqarai izsl

Maka istri itulah. yanS dirinya dengan harta yang ada


-m9n9bus
di tangannya.Nabi bersabda kepada isd,i fsaUit, ,apamfr enilsau
mau mengembalikan kebunnya kepadanya?' Maka istri iirlah
yang mempunyai urusan, dan fidak boleh si suami menuntut
kepada ayatr istrinya atau walinya untuk membanur anarcnvi a.-
ngan hartanya, dan dianggapnya itu haknya, kecuali iika ada
orang yang mau membantunya dengirn sukarela.
4. Pengertian zivadah (tambahan) --kalau kita menerima pengertian-
nya menurut bahasa dan yrf (adatkebiasaan)-- ialah irenlandar-
kan sesuatu kepada pokokyang biasanya tidak sampai-sebesa,
pokok tersebut. xadang-ledang seseorahg memberikan barang-
nya dengan suatu harga terteqtu, lalu si pimbeli menambahnya,
atau seseorang_yang mengembalikan uang lalu dia menambih-
nya, maka tidak ada yang dipahami dariiemua itu melainkan
menambahkan sesuatu
{a$ dqak sampai sebesar pokoknya.
Adapun memberilun tamuatran dengan biberapa tati iipii ulsar
pokoknla, maka sepanjang pengetaf,uan kami'hal itu frAak t"r_
masuk makna l<ata-ziyaaai- (tambahan) menurut orang yang
mengerti dan merasakan makria kata.
IQrena itu, dalam hal ini saya kaakan bahwa tuntutan suami
sebesar 10O.0O0 pound --yang kemudian dituruntan mefiaAi
2O.W pound- secara total ditolak oleh qyara', dan merupakan
semacam ilharar yang diharamkan. sebab, tidak boleh memberi
illwrar (bahaya) dan membalas memberi baharra dalam Islam.
[Iaka yang waiib menurut syara' ialah si suami harus dipaksa
menerfuiu apa yang pernah diberikannya iru. Dan jika wilinya

520
berbaik hati dengan memberikan tambahan, sebagaimana yang
dikemukakan hakam dari pihaknya, sebesar mahar yang diberi-
kannya dulu, maka tidak terlarang menerimanya, jika hatinya
ikhlas.
Namun, apabila tidak ada hakim yang dapat memaksa srnmi
yang sewenang-wenang dalam menggunakan haknya ini --
mengingat tidak adanya ikatan yang kuat dan diakui pada
kekuasaan syar'iyyah-- maka wajiblah dibentuk suatu majelis
atau lajnah (komite) yang terdiri dari para ahli ilmu dan agama
yang dapat dipercaya kualifikasinya. Dalam masalah ini mereka
bertindak untuk memutuskan tali perkawinan dan melepaskan si
wanita dari suami yang suka memberi kemelaratan ini, dan mem-
berikan kepada si laki{aki (suami) apa yang dulu diberikannyra
kepada istrinya dengan ditambah pemberian dari wali yang dibe-
rikan secara sukarela. Dalam hal ini status majelis atalrtlajruhter-
sebut sama kedudukannya dengan hukum mahkamah (pengadilan)
yang resmi, sebab ini merupakan pemecahan dalam Islam se-
hingga menghapus kesan bahwa Islam itu mandek, pasif, dan
tidak mampu memecahkan persoalan seperti ini. Selama perka-
winannya itu menurut adat kebiasaan, maka pemutusan perkara-
nya pun menurut adat kebiasaan pula.
Dengan keputusan hukum seperti ini maka bebaslah si istri, dan
tidak ada idah atasnya --karena belum pernah dicampuri- sehingga
boleh saja orang mengajukan lamaran kepadanya.
W allahu w aliy yut tnufiq.

20
PENCALONAN WANITA MENIADI AT.IGGOTA
PARLEMEN DALAM PERDEBATAN

Wanita adalah manusia mukallaf sebagaimana halnfra laki-laki.


Mereka ditunnrt melakukan ibadah kepada Allah dan menegakkan
agama-Nya. Ia juga dituntut untuk menunaikan segala sesuatu yang
difardhukan-Nya, menjauhi segala yang diharamkan-Nya, memahrhi
batas-batas-Nya, menyeru orang lain kepada agama-N5ra, serta ber-
amar ma'ruf dan bernahi munkar.
Semua firman dan sabda Pembuat Syariat di dalamnya meliputi

521
kaurn wanita, kecuali ,il-ta ada tertentu lang mengkhususkan-
-d?lil
nya unuk laki-laki. Apabila Allah berfirman, "udhai nianusia, atau
:*ry -o{ang-orang
yang beriman , maka kaum wanita lugaterca-
kup di dalamnya, tanpa diperselisihkan.
fiarena iu ketika Ummu Salamatr r.a. mendengar Nabi saw. ber_
saMa "mhai manusia' --padahal wakttr itu umm:u salamatr sedang
slbuk dengan pekeriaannya- ia buru-buru menyambut pangdta;
tersebut. sehingga sebagian orang merasa heran tirnadap treteE ra-
menyambut panggilan itu, hntas ta berkata tepaaa meieka,
T.rr-rJ,ia.
'Aku fuga manusia.'
. .sebag4-dasar umum bahwa wanita iru sama dengan laki-laki
dalam tdclif --lccuali iika ada pengeoralian-- ialah ftrmin Alah ber-
ilcut:
'..,. xbgtan kamu adalah turunan dad sebagian ptg hin...."(AIl
Imrnn: I95)

Dan sabda Nabi saw.:

cr) b,,ri ob-t ), J)iltt6-eAa,yi(Sl


( e\tv':usl,:
*snSgahnp wanita itu adatah blalw, (mita) hki-hl<i.-,.W
Ahnad, TLmldzi, Abu Daud, dan Dryhf)

Al-Qur'anul Ihrim membebani manusia laki-laki dan perempuan


secara bersama-sama untuk memikul anggung jawab m:enegai,kan
magarakat dan memperbaikinya -.lazfm diisffEfrtan dengan-,amar
ma'ruf dan nahi munkar,. Allah berffrman,
'hn uangoangpg fuiman laki-htd dan raanWan *gan
mer*a (adalah) menjadi pnolong bagt sebagan yang iain.
Mer*a menytnth mengerjakan gtg rrnrut, -*ngri Ari F"S
munka4 mendirikan $alat, menunihn akat dan nrerc*a tut
IWda NIah dan Raeil-t{ya: Mer& ifi;. abn dibrt rllrlnat otelt
-Nlah ...." ltt-Taubah: ZI
)

. . Di sini fl{ur'an mengemukakan sifat-sifat orang beriman, se-


t€lah menyebutkan sifat-sifat oraqg munafik dengan -firman_tgra:

522
5'fr"*U;AUi5\i6lifr(
r-#xi*<;#jhat,
"Onng-onng munafik laki-lald &n premprnn, *bgtan furgn
*fugtan lang lain adalah am4 mercka menyruh munhtatyang
munkar dan melanng berbuat yang ma'ral..." lat-Taubah: 67)

Apabila wanita-wanita munafik memainkan peran mereka unftk


merusak masyarakat di samping laki-laki yang munafik, maka
wanita-wanita mukminat harus pula memainkan peran merekademi
memperbaiki masyarakat berdampingan dengan laki-laki yang ber-
iman.
Pada zaman Nabi saw. kaum wanita sudah memainkan peran
yang penting, sehingga suara yang pertarma kali dikumandangl€n
untuk membenarkan dan mendukung Nabi saw. adalah suara wanita,
dialah Khadijah r.a.. Dan orang yang pertama kali mati syahid di
jalan Islam juga seorang wanita, yaitu Sumai)4fah ibu dari Ammar
r:a.. Di antara mereka ada yang ikut berperang bersama Nabi saw.
dalam Perang Uhud, Perang Hunain, dan sebagainya, sehingga Imam
Bukhari membuat suatu bab khusus dengan judul 'Bab Ghaa,in
Nisa' wa Qitalihinna" (Bab Peperangan dan Pertempuran Kaum
Wanita).
Orang yang mau memperhatikan dalil-dalil Al-Qur'an dan As-
Sunnah niscaya akan menemukan bahwa hukum-hukum dalam Al-
Qur'an dan As-Sunnah itu berlaku umum untuk kedua jenis manusia
ini, kecuali yang dikhususkan di antara keduanya sesuai dengan
fitrah dan keadaan masing-masing. Wanita mempunyai hukum-
hukum khusus berkenaan dengan haid, nifas, istihadhah, hamil, me-
lahirkan, menyusui, memelihara anak, dan sebagainya. Sedangkan
laki-laki mempunyai tugas memikul tanggung jawab dalam keluarga
dan berkewajiban memberi nafkah dan perlindungan kepada wanita
(isrri).
Kemudian ada pula hukum-hukum yang berkaitan dengirn masa-
lah warisan, yang laki-laki diberi dua kali bagian perempurn, yang
hikmahnya sudah sangat jelas, yaitu didasarkan pada perbedaan
tugas dan beban kehartabendaan antara laki-laki dan perempuan.
Selain itu, ada juga hukum-hukum yang berhubungan dengan
kesaksian dalam muamalah maliyyah (kehartabendaan) dan sosial
-

kemasyarakatan, dalam hal ini kesaksian dua orang perempuan di-


samakan dengan kesaksian seorang laki-laki. Hal ini pga aiaasar_
kan pada kenyataan dan praktik untut meniagn kekujta; oembuk-
tian, sebagai sikap hati-hati dalam menjagl lat
oan keliormatan
manusia.
.Kge.na itu, diiumpai puta dalam beberapa kasus hukum yang
sudah dapat menerima kesaksian seorang riranita, seperti mafita[
kelahiran dan menyusui.

Beberapa Perlngatan pendng


Saya ingin mengingatkan beberapa hal yang penting di sini:
janganlah kita menetapkan sesuanr padatiri kita me_
. . T"rtop":
dengan
fainkan nash-nash yang sahih dan sharih yrang membe.if.an
ketetapan.
Adapun nash-nash yangtidak sahih, seperti hadits-hadits dha'i(
atau nash )xang mengandrlng- banyak kemungkinan pengertian dan
penatsiran --seperti yang berkenaan dengan urusan lvanita-- maka
siapa puntidak diperkenankan untuk menetapkannla kepada umat
dengan tidak memperbolehkan pemahaman lo"g tiin. riuih-teuitr,
r-nengelal masalah-masalah kemasyarakatan umum yang sensitif
dan perlu kemudahan.
Kedua: ada hukum-hukum dan fanua-fanra yang kita tidak dapat
menjelaskan zamannya dan lingkungirnnya, piaaf,a ia menerima
perubahan sesuai dengan perubatran fakior-tltkor yang dominan.
Karen3
itu para muhleic menetapkan bahwa ranra itri dafatberubah
sesuai d9ryun perubahan z,anran, t€mpat, kondisi, aari tebiasaan
yang berlaku.
H"l ini banyak yang berhubung_an dengan wanita, yang disikapi
,
oengan sangat keras dan ketat, sehingga diharamkan mereka pergi
ke.masjid, meskipun ketetapan ini beftntangan dengirn nash yang
sahih dan sharih. Namun, mereka lebih menlutamalan sikap iiatir
hati dry menurup pintu kerusakan daripadainenerapkan nain, ae-
ngan alasan karena perubahan zaman.
lGdga: bahwa kaum-sekuler sekarang memperdagangkan per_
soalan wanita (mengangkat persoalan-perloahn'waniial ian ni.,:n-
coba- mengailkanny-a denganlshm mengenai hal-hal yang sebenar-
nyu tg1m tedepas_daripadanya. Misalnya, anggapan bihwi Islam iru
mehdiskreditkan kaum wanita serta inenyilrnyiatan kemampuan
dan kodratnya, dengan arasan kebiasaari-kebiasaan yang teijadi

524
pada beberapa dekade terakhir, dan dengan alasan beberapa penda-
pat kaum ekstremis pada z,arran sekarang.

Anallsfs terhadap Dslll-.lntlt Mereka


Dengan mengacu pada asas ini, maka kia harus menganalisis
dan mengkaii masalah duduknya wania dalam 'Dewan perwakilan
Rakyat" atau "Maielis Permusyawaratan Ralryat' dan sistem pen6-
lonan dan pemilihannya menurut kacamata syar'fyah.
Sebagian orang adayang menganggapnya haram dan dosa, pada-
hal mengharamkan sesuanr itu tidak dapat dilakukan kecuali de-
ngan adanya dalil yang tidak samar lagi. Sedangkan semua tindakan
duniawi itu mubah kecuali jika ada dalil yang menuniukkan keha-
ramannya. Nah, manakah dalil yang mengharamkannya yang di-
kemukakan oleh pihak yang mengharamkan itu?
Di antara dalil mereka ialah ayat berikut:
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu...."(al-Alrzab: 3B)

Sebagian mereka berdalil dengan ayat t€rsebut dan berpendapat


bahwa wanita tidak boleh meninggalkan rumahnp kecuali karena
darurat atau ada keperluan.
Pengambilan dalil tersebut tidak tepat karena:
Pertama: ayat ini khusus ditufukan kepada istri-istri Nabi seba-
gaimana tampak jelas dalam konteks kalimatnya. Para istri Nabi saw.
terkenai aturan dan beban kewaliban yang berat yang tidak sama
dengan wanita lainnya. Ikrena itu, apabila salah seorang dari mereka
melakukan amal saleh, maka pahalanya dilipatgandakan; demikian
pula jika melakukan keburukan, maka siksaannya pun dilipatganda-
kan.
Kedua: bahwa Aisyah, meskipun sudah ada ayat ini, beliau masih
juga keluar dari rumah, dan turut serta dalam peranglamd, demi
menurut pandangan beliau-- memenuhi kewajiban agama, yaitq
-
melaksanakan hukum qishash terhadap orang-orang yang membu-
nuh Utsman, meskipun takdir menentukan lain.286

286Perurg
lamal (Pemrry Unra) adalah pcrarg annn kdoopok All di car pilutr ndnvan
kelompok Aiqnh bersama ftralhah dan Zuber dl pftae hh. pada tra**amf, Al4nh ddsf
keluar unuk berperang; melainkan lngln men&malkan taum muClm" lcdta Alt, ft.luh,
dan Zuber mengadakan surat-menyuratdengan maksud mencarl kcsepakaan dantkcmasta-
hatan kaum muslim, dan ketika mereka telah sepakat mencari ukang-fikang fftnah yang

525
r&rlga: bahwa kaum wanita sebenarnya sudah biasa keluar dari
pq+rya.{.r-.I? perg ry rykolah aau ice kampus, bekerfa di ber-
blgai sektor kehidupan -b"i-li sebagai dokter, gu'ru,'dosen, maupun
*I"pi tcragadministrasi di zuaur kantor-- din sebagairyra,'sudih
anpa
ada seorang pun )rang mengingkarinya. Sehingga seotal-otit
meniadi senurarm iJrna' tenang bolehirya uanra beke4a di hnr rumatl
dengan slarat-sJrarat t€rt€ntu-.
rGemlnt: bahwa keadaan menuntut agar "wanita-wanita musli-
mah pqg axberagana'
-roj* lte gelangfpng
-berpif,am-
pemilihan umum guna
menghadapi wanita-wanita yang
yang memegang kendati tcegiatan taum wariia. seaang-
i"*irir lseruabitetrl
$1 rytutel
sosial politik
.qq ryperlryn itu kadang-kadang lebih penting diir
lebih besar daripada keperluan pribati yang meri-perboleirtan finia
keluar ke tengah-tengah kehidupan uiruni.
Kellma: bahwa menahan wanita di dalam rumah itu tidak dik€nal
melainkan pada masa kevakuman hukum --sebelum adanya kete-
tapan syara'-- sebagai hukuman bagi wanita yang melakul* p.r_
buatan keji:
"... mah Urunen merda (wanita-vanib iAD ebn runah erzrpai
mer*a menqnui ajalnm aku ampai NIah membfi jafu WtS
Iain kepdanya" (an-Niea': I S)

bagaimana mungkin penahanan di rumah ini dianggap se-


b?gai sesuahr yang lazim Sagi re,anita muslimah dalam tonOfi ffiasa
(tidak melakukan perbuatan leiil?

Saddudz l)zarl'alr
Ada pula orangyang melihat dari sisi lain, yainr dari sudut kaidah
sarlihilz ilzari'ah (menutup- pinfli_ kerusakanrusaha prwendf). Ikrena
apabila seoJang wania dicalonkan sebagai anggoth padembn, maka
aLan qr!,ln- lce gelanggang pemilihan ian beicamf ur baur dengan
.,a
kaum laki-lakt bahlqn kadang-lcadang berkhalwat aengann]ya.

m:::::::::::::::::mDunlh Utsmgn, terladi perisdrva dl luar dugaan mereka. Ifukang_nrkang fltnah ke_
},ang
altuan lercna"kanamryhp,fuctru mcrrghasutlaskarmraurain arud. ucretiudroua
mengtra bahrra All tdah mcopcrdqn mcreka, talu keduanf,a mcaDda dht. All prn menglra
demtklan, hlu la ncmDda an. uatratafaut perang dl liar tchcndak mereLa scdans[an
Atqtah hanya tltap dl k ndaraen, ddat lhlt aan oaat memednahlran bcrpcrang.;
Tanila-tortoHari Kiamdt Yusuf al-Wabtl, hlm. 79-81). (pcnl.)
0iha[

526
Padahal yang demikian itu haram, dan sesuatu yang membawa ke-
pada yang haram adalah haram.
Memang, sadduilz dzari'ah atau usaha preventif itu diperlukan dan
dituntut. Namun demikian, para ulama sudah menetapkan bahwa
berlebih{ebihan dalam menutup pintu kerusakan itu sama dengan
berlebih{ebihan dalam membukanya, yang dapat menghilangkan
banyak sekali kemaslahatan, lebih banyak daripada kekhawatiran
yang ditakutkan itu sendiri.
Dalil (saddudz dzari'ah) ini dijadikan argumentasi oleh orang yang
melarang kaum wanita memberikan suaranya dalam pemilihan umum
karena takut terjadinya fitnah dan kerusakan. Padahal dengan demi-
kian banyak sekali suara yang hilang bagi kelompok agama, dan se-
benarnya suara itu akan menjadi dukungan bagi barisan mereka dalam
menghadapi kaum sekuler. Lebih-lebih kaum sekuler iru memanfaat-
kan suara-suara wanita yang lepas dari agama.
Pada suatu waktu ada juga sebagian ulama yang membatasi pen-
didikan wanita dengan cara menghalangi mereka memasuki sekolah
dan perguruan tinggi. Alasan mereka adalah menurup pintu kerusak-
an. Bahkan di antara mereka ada yang berkata, "Wanita hanya boleh
belajar membaca tetapi tidak boleh belajar menulis agar mereka tidak
dapat menggunakan pena untuk menulis surat-surat cinta dan se-
bagainya." Meskipun pihak lain mengatakan bahwa belajar itu sen-
diri tida\ jelek, bahkan sering membawa wanita kepada berbagai
macam kebaikan.
Karena itu, saya katakan bahwa wanita muslimah yang konsisten
terhadap agamanya --baik sebagai pemilih maupun sebagai calon
yang dipilih-- wajib menjaga hubungan dengan laki-laki dari segala
sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam, misalnya berkata
dengan nada yang menggiurkan, bertabamrj dalam berpakaian (tidak
menutup seluruh auratnya), berduaan dengan lelaki yang bukan
mahramnya, atau bergaul bebas tanpa batas. Semua itu harus dijauhi
oleh wanita muslimhh yang konsisten pada agamanya.

rilanita dan Kekuasaannya atas Laki-laki


Alasan lain yang dikemukakan untuk melarang wanita dicalon-
kan sebagai anggota parlemen ialah karena menjadi anggota dewan
berarti ia berkuasa atas laki-laki, padahal yang demikian itu terla-
rang. Bahkan menurut prinsip yang ditetapkan Al-eur'anul l(arim
adalah bahwa laki{aki sebagai pemimpin wanita. Bagaimana mung-

527
kin kita memutarbalikkan aturan hingga wanita menjadi pemimpin
laki{aki?
Dalam hal ini saya ingin menjelaskan dua perkara:
Pertama: bahwa jumlah wanita yang dicalonkan sebagai anggota
Dewan Perwakilan Rakyat itu terbatas, dan yang terbanyak adalah
laki-laki. fumlah yang terbanyak inilah yang berkuasa membuat
keputusan, karena itu tidaklah tepat apabila dikatakan bahwa pen€-
lonan wanita sebagai anggota dewan akan menjadikan wanita ber-
kuasa terhadap laki-laki.
Kedua: ayat yang menyebutkan kepemimpinan laki-laki atas
wanita itu adalah dalam konteks kehidupan rumah tangga. Maka
laki{aki itulah pemimpin rumah tangga (keluarga) yang kelak akan
dimintai pertanggungawaban tentang kepemimpinannya, berdasar-
kan firman Allah:
"Kaum laki-laki adalah pemimpin Mgi l<aum wanita, oleh karcna
Nlah telah melebihl<an sebagian mereka (laki-laki) atas xbagian
yang lain (wanita), dan karena mercl<a QakiJaki) telah menaflrah-
kan rebagian dari harta merel<a.... " (an-Nisa': 34)

Kalimat "karena mereka (laki{aki) telah menafkahkan sebagian


dari harta mereka" menunjukkan kepada kita bahwa yang dimalisud
adalah kepemimpinan dalam keluarga (rumah tangga), dan itulah
derajat yang diberikan kepada laki-laki sebagaimana yang tercanrum
dalam frman Allah:
"... Dan para wanita mempunyai hak yng ximfung dengan ke-
wajifunnya menurut can Wng ma'nrt. Akan tetapi pra suami
mempunl,ai s;,tu tingktan kelebihan daripda istrinya --" (al-
Baqarah:228)

Di samping kepemimpinan laki-laki terhadap keluarga, hendaknya


wanita juga memainkan perannya dan didengar juga pendapatnya
untuk kepentingan keluarga, sebagaimana diisyaratkan Al-eur'an
mengenai masalah penyapihan susuan anak mereka:
t
W'&56i:6i$qv ;,'i $r i i1 o,ti
'... Apbita fAu*y ingin menyapih (xbelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa
atas kduanfr .... " (al-Baqarah : ZSBI

528
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah
saw. bersabda:

,ryY'e;qtW
"Nalfuh kaum wanita brmuqmnnh mengenai anak-anah pe-
nempann meteka."

Yakni, mengenai perkawinan anak-anak perempuan merelta.


Adapun kekuasaan sebagian wanita terhadap sebagian laki-laki
di luar sektor rumah taurtggra', maka tidak ada sanr pun dalil yang
melarangnya. Yang dilarang itu idah kekuasaan umum bagi wania
terhadap kaum laki{aki.
Dari Abi Bakarah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

1i!3tffltgt5JiiA4:l
Tidalr i*rr, rerurrung (fltkr;s) watu laum Wtg mqgwsakan
untsn mereka kepda wanita." lHR. Bukhart)

Yang dimaksud hadits ini ialah kekuasaan umum atas seluruh


umat, yakni memimpin daulah (negara), sebagaimana dituniuki oleh
ttata amrahum (urusan mereka), yakni urusan kekuasaan dan kepe-
mimpinan umum. Adapun terhadap urusan tertentu, makatidakada
larangan bagi wanita untuk menguasai dan memimpinnya, misalnya
kekuasaannya dalam wilayah (bidang) fahua atau iitihad, pendidik-
an dan pengaiaran, riwayat dan hadits, administrasi, dan sebagainya.
Sudah disepakati bahwa wanita boleh memegang kendali kekua-
saan menurut spesialisasi masing-masing, dan ini telah berlaku se-
panjang masa. Sehingga dalam masalah peradilan pun Imam Abu
Hanifah memperkenankan wanita memberikan kesaksian selain
dalam masalah pidana dan qishash. Sedangkan sebagian fuqaha
salaf bahkan memperbolehkan wanita memberikan k€saksian dalam
masalah pidana dan qishash, sebagaimana dikemulokan Ibnul Qryyim
dalam kitabnya ath-Thuruqol-Hukmiyyah. Dan Imam ath-Thabari mem-
perbolehkan wanita menjadi hakim.dalam semul perkara (baik per-
data maupun pidana), demikian pula Ibnu Hazm dengan mazhab
Zhahiriyahnya. Semua ini menunjul*an tidak adanya dalil syar'i
/ang sharih yang melarang wanita memegiang kekuasaan peradilan.

529
Sebab, kalau tidak demikian, maka lbnu Hazm pasti berpegang teguh
padanya, bersikukuh atasnya, dan menyerang orang lrang tidat
sependapat dengannya, sebagaimana yang biasa ia lakukan lbila-
mana terdapat nash yang tegas).
Di samping [tv, sababul wurud (sebab timbulnya) hadits tersebut
memperkuat pengkhususan larangannya terhadap kepemimpinan
umum. Telah sa4p,ai berita kepada Nabi saw. bahwa setelah mening-
galnya raja Persi, bangsa Persia menjadikan putrinya, Bauran binti
Kisra, sebagai pemimpin (ratu) mereka. Mengenai hal ini beliau ber-
sabda: "Tidak akan berbahagia suatu kaum ...."

Syubhat dan lawabannya


Di antara syubhat yang dikemukakan oleh sebagian orang yang
melarang pencalonan wanita menjadi anggota parlemen ialah -bahwa
kedudukan anggota dewan ini, menurut mereka, lebih tinggi dari-
pada pemerintah, bahkan lebih tinggi daripadakepala negariiendiri.
I(arena de-ngay menjadi a{dl8Flota dewan ladapt meminta Wftarry-
gungiawaban kepada kepala negaru. Ini berarti- kita melaran! wanita
menjabat-kepemimpinan umum, tetapi kemudian kita menemlatkan-
ny1-?aq kepemimpinan umum-- dalam bentuk yang lain.-
. .Dalap k"it"l ini, perlu saya jelaskan status danhallhal yang ber-
kaitan dengan keanggoaan dalam Majelis permusyawaritan-atau
Dewan Penuakilan.

Tugas Dewan Penrakllan


Sudah dimaklumi bahwa tugas Dewan penuakilan Rakyat (Maje-
lis Niyabi) dalam aturan demokrasi modern itu ada dua, yaitu'rutr_
sabch (pengawasan) dan rasyrr, (membuat undang-un@ng).
.beberapa
.
Dengan qe-nlelasan terhadap dua hal ini, maka akan talirpak
hal berikut ini:
felas

Makna Muhasabah (Pengawasan)


Muhasabah atau muraqabah lpengawasan) menurut pengertian
syar'ffi ke$ali kepada istilah islami yang sudah terkinal] yaitu
"amar ma'ruf dan natri munkar" dan',an-nasiinanla-ain"
)rang meru-
pakan keuniiban bagi pemimpin-pemimpin kaum muslim ilan-seluruh
kaum muslim secara umum.
Amar ma'ruf dan nahi munkar *rta r:ushilllrrh fid-itin (memberi
nasihat dalam agama) itu merupakan tugas yang dituntut irnnrk di-

530
lteriakan, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Al-Qur'an me-
nyatakan dengan bahasa yang Jelas:
"Dan uangaangps fuiflraq lald-laki dan pangwa fiadan
mereJra (adahh) pnolong bgl *fugian yng lain. Mer*a meryu-
ruh (mengeialcan) yang ma'rul &n menegah dai Wg mwkar
...." (at-Taubah: 7l )

Rasulullah saw. juga bersabda:

)".:6)ieG4'rVE4eA)
./t v$,;r61itr
(Pobt).Wtg_yc$# '"46f4tvg*
"Ad-Din (agamQ iru nasihat (untuk xtia) kryfu Nlah, Rasul-l,ly4
Ktab-l$4 imam-irrzarn lcaum mudim, dan hum mudim *cata
umum.'ll[R.Musltn)
Pengertiannya, dalam konteks hadits tersebut beliau tidak mem-
batasi tugas hanya kepada laki-laki semaa.
Pada kenyataannya, kita juga melihat bagaimana seorang wanita
dapat mematahkan gagasan Umar di,dalam masiid, lalu Umar me-
narik pendapatnla dan menerima pendapat wanita iar seraya berkaa:

l,i!q,ots,).)e*+":d'efur*Ua
Wanita itu bnar dan Umar keliru.qg7

Di samping itu, Nabi saw. juga pernah bermusyawarah dengan


Ummu Salamah mengenai peperangan Hudaibiyah. Ummu Salamah
ketika ift mengemukakan pendapatnya yang kemudian dilaksana-
kan oleh Nabi saw.. Ternyata pendapat Ummu Salamah ini tepat dan
membawa kebaikan yang sangat bermanfaat.
Selama masih menjadi hak wanita untuk memberi nasihat dan
memberikan pandangan yang benar menurut pendapatr.ya serta me-
nyuruh mengerjakan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar serta

2STRiwayat Ibnu lQtsir dengan isnad yang bagus.

531
mengatakan "ini benar dan ini salah" --dalam kapasitasnya sebagai
pribadi-- maka tidak terdapat daril syara'
v"ng maa.a"g,iir*;iai
anggota parlemen untuk melaksanakan nigas--tugas ini]daaa dasar-
nya urusan adat dan muamalah itu diboleh-kan, kLuali
lika ada nash
sahih dan sharih yang melara_ngnya. Sedangtan aasaniiang m.ng_
atakan bahwa dalam sejarah tslarir masa uI tiaat.aii.tit ui"i*y.
kaum.waniF y.aTg.T.gnjadi anggota parlemen at"u *iiiG qruru,
maka ini bukanlah dalil syar i yang meiarang teuiriaaaniyi. trii
t r-
masuk dllam: "perubahan fatwa karena pe-rubatran ram"i.,, ti.pat,
dan kondisi". Dan masalah permusyawaritan sendiri pada masa itu
di1q1d-e1san aruran yirng ruririt, uaitc yang biit6nfi a.ng*
lidak
kaum laki{aki maupun- perempuan. permusyawaratan (syura) ini
hanya dikemukakan oreh-nash iecara grobar ian umurn, lJair[un
masalah p.erincian, pengaturan, serta pinjabarannya airlriritui
pada pemikiran kaum muslim sendiri,iesuai dengin tonoisiza*un,
t -
tempat, d,an tatana! sosialnya.
. Apabila perbuatan Rasulullah saw. semata-maa ddak menunjuk-
| 1!1!11r
Duatan
y_ang melebihi mubah, maka bagaim"n" fugi
orang lain yang tidak ma'shum?
Oinlu, p.r_
Kita sekarang memperbolehkan kaum wanita melakukan berma-
cam-macam aktivitas-yang tidak dikenal sebelumnya. Kita
dirikan
sekolah-sekolah dan fakultas-fakultas unruk m.r.ki,
pung berjuta-jura anat perempllln, dan mencetak t*;-,n.r"*
Suiu_d,ru, dot_
ter-dokter, akuntan-akuntan, ahri administrasi, seuigan-tagi' men-
jadi direktris pada qerbpai yayasfllBll temUaga yan!-Ai
juga ada perugas dan karyawan laki-laki. uahl beaia
dfi.nvu
guru pria yang mgngaiar di sekolah-sekorah yang kepia
fffitnya
setdt*,nya
9e-oryng wanira, betapa banyak dosen yan! mingi;ar di fakultas_
fakultas vgng dgkannya seolang wanita, aai uediranvat-t".yu-
yang bqlce.rla pada suatu koperasi atau syi.kah
lvan r.rn-
Daga.yang dipimpin seorang wanita. Dan kadang_kadang "ariuan seorang
suamj menfadi bawahan i-srrilya di suatu sekolih, ai tirnpui, aj
rumah sakit, atau di suatu lembaga yang dipimpinnya, teapi 'seieran
pulan-g ke rumah, si istri kembari-mlnya?i 6awitr"ri#;i: ---'

.. .A$"pln pendapat yang mengatakin bahwa oiwan pinuatitan,


Maielis Permnsyawaratan, Dewan penuakilan Ummat, dan yane se_
ienisnya lebih linggi kedudukannya daripada pemerrnarr-itiu-uiaan
eKseKutlt sendiri yang termasuk di antaranya kepala negara, __
karena anggora dewan iru yang mengawasi ai" ..ininai-;;;g_
gungjawabannya-- maka pendapat itu tidak sepenut rv"
alpit a-i-
532
tfrima. I(arena tidak setiap pengawas lebih tinggi kedudukannya
daripada yang diawasi, tetapi yang penting dia punya hak melakukan
pengawasan, meskipun kedudukannya lebih rendah.
Suatu hal yang tidak diragukan, bahwa amirul mu'minin atau
ra'isud-dtulah (ltepda negara) adalah paling tinggi kedudukannya
atau paling tinggi lrckuasaannya. Namun demikian, kita dapati
bahwa rakyat jelata pun berhak menasihatinya, mengawasinya,
menyuruhnya berbuat ma'ruf, dan mencegatrnya dari lemunkaran,
sebagaimana kata Khalifah Pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq: 'fila
kamu lihat aku berada pada kebenaran, maka tolonglah aku; dan iika
kamu lihat aku berada pada kebatilan maka luruskanlah aku."
Khalifah Kedua, Umar bin Khattab, pernah berkata, 'Siapa saja di
antara kamu yang melihat kebengkolon pada diriku, maka lurus-
kanlah aku."
Selain itu, tidak ada seorang pun yang mengingkari bahwa di
antara hak wanita (isri) ialah mengawasi dan meminta pertang-
gungjawaban suami --padahal suami sebagai pemimpinnya-- ddam
aturan rumah tangga dan nafkah. Istri, misalnya, berhak menegur:
"Mengapa engkau beli ini? Mengapa engkau perbanyak ini? Meng-
apa tidak engkau jaga anakmu? Mengapa engkau tidak melakukan
silarurahmi?" Dan masih banyak lagi cara-cara lain dalam rangka
amar ma'ruf nahi munkar.
Meskipun kedudukan maielis dianggap lebih tturgi daripadapeme-
rintah (badan eksekuti$ --karena majelis atau dewan )rang membuat
undang-undang dan mengawasi serta meminta pertanggungiawaban
kepada pemerintah-- maka fungsi seperti itu bagi dewan sebagai
lembaga, bukan sebagai pribadi. Padahal, seperti kita ketahui bahwa
yang dominan dalam lembaga adalah laki-laki.

Hak Membuat Undang-undang bagt Dewan


Tugas Dewan Penuakilan Rakyat yang kedua ialah berhubungan
dengan pembuatan undang-undang.
Sebagian orang yang memiliki semangat tinggi berlebih-lebihan
dalam membesar-besarkan tugas ini, mereka menganggap bahwa
tugas ini lebih menentukan daripada tugas badan eksekutif. Dewan
inilah yang menentukan kebiiakan negara sekaligus membuat
undang-undangnya, sehingga tugas yang rawan dan besar ini tidak
boleh disandang oleh wanita.
Sebenarnya hal ini jauh lebih lapang dan lebih mudah daripada
apa yang dibayangkan. Hak membuat undang-undang yang asasi
(usvri' asal undang-undang dasar, kalau boleh diistila-hlian "begitu;
?"-"r.) adalah milik Allah Ta'ala. Begirupun prinsip-prinsip tai5rri;
dalam.mgnyury! dan mencegah adarah dari sisi Ailah. rugas liia
manusia hanFah mengisdmbat (mengali dan mengeluarkan"hukum
me.ngenai sesuary yang tidak ada nashnya atau merinci dan menje-
nash-nash yang umum). pengari kata lain, rugas kita iatfatr
l"rF*
berijtihad melakukan istimbat, merinci, menjelaskan, dan mengatur
kaifiatnya (tata calainq) .
sedangkan ijtihad dalam syariat Islam itu senantiasa terbuka oin-
tunya bagi laki{aki dan perempuan secara keseluruhan, serta tidak
ada seorang pun yan-g mengatakan bahwa di antara syarat ijtihad --
sebagaimana yang dirinci oleh para ahli ushul-- adalah liki-laki,
sedang wanita terlarang melakukannya.
Dalam hal ini, Ummul Mu'minin Aisyah termasuk mujtahid dan
mufti wanita dari kalangan sahabat. nefiau sering melakukan muna-
qasvah diskusi) dan sanggalran terhadap sebagiai sahabat sebagai-
mana yang direkam dalam kitab-kitab terkenal.zas
Meryang benar, bahwa dalam sejarah ijtihad kaum wanita tidak
sepopuler
{tilad kaum laki-laki, tetapi s6mua ini kembali kepada
sebab tidak berkembangnya tradisi keilmuan di kalangan klum
wanita, karena kondisi dan peraturan yang berlaku pada-waktu itu.
Berbeda dengan kondisi zaman sekarang, dengan^jumlah tenaga
penqaiar wanita sama atau trampq sama denganlumtaih tenaga peng_
aiq lgki-ffi, dan di anlTl
Jnerika ada pakir-pitar yang teit iaang
melebihi kepakaran qk{aki. xeunggrilan iti uutrin ilenjadi ciri
khusus laki-laki, sebab sangat banyiliwanita yang diberi kdhbihan
yang sukar ditandingi oleh laki{aki.
_ Al-Qur'an juga telahpikiral
menceritakan kepada kita kisah Ratu Saba'
P.Trt3 \.S:merlangan dan kebijiksanaannyadalam meng_
1r"4"pi Nabi sulaiman a.s.. seiak ia menerima surat melalui burung
hu{]hu{' bagaimana ia meraia mendapatkan penawaran dari surat
Nabi Sulaiman a.s. yang singlet dan padat, din bagaimana pula ia
mengumpulkan pembesar-pembesar kaumnya dengan biliksana
seraya berkata:

2881gr"6y1 kttab lmam az-?arkasylyang


berfudul ar-rJatuh li-rstiltrahatr Aisyah,ara ash-
shahatuh WnE diringkas as-Suyuthi dalam kitabnya,Aiaul rshatuh.

534
"... alflt tidak pmah memufil,skan suatu perwlan sebfum l<amu
benda dalam majelis<ku)." (an-Naml: 32)

Dan bagaimana pula pembesar-pembesarnya yang gagah perkasa


menyerahkan urusan itu kepadanya untuk memutuskan dengan
bijaksana:
"Mercl<a menjawab, 'Kta adalah onng-onng gng memiliki ke-
ktatan dn Auga) memiliki keberanian Wry engat (&lam ppe-
rangan), dan keputunn berada di tanganmu, mal<a Wtimfuryi
kanlah ap yng alran lramu pertnbhlcan '"(an-Naml: 55)

Kemudian, bagaimana pula sikap dan tindakannya yang cerdas


dan hati-hati terhadap Nabi Sulaiman a.s. sesudah itu, sehingga
akhirnya bersama Nabi Sulaiman a.s. ia menyerahkan diri kepada
Allah, Rabb semesta alam (an-Naml:44).
Pemuatan kisah ini dalam Al-Qur'an bukan tidak ada gunanya,
bahkan hal ini menunjukkan bahwa adakalanya wanita itu mempu-
nyai pandangan, pemikiran, dan kebijakanyangbagus dalam urusan
politik dan hukum, yang terkadang banyak di antara kaum laki-laki
tidak mampu menandinginya.
Suatu hal yang tidak diperdebatkan lagi bahwa terdapat beberapa
I masalah dalam tasyri' yang berhubungan dengan wanita sendiri,
yang berkaitan dengan keluarga. Dalam kaitan ini, pendapat wanita
harus didengarkan dan tidak boleh diabaikan, karena boleh jadi pen-
i dapatnya lebih tepat dalam beberapa hal daripada laki-laki.
Misalnya, wanita png menyanggah ide Umar r.a. ketika di masjid.
Sanggahan mereka berhubungan dengan peraturan yang berkaitan
dengan masalah kekeluargaan, yakni mengenai pembatasan mahar
menjadi batas minimal. Dan sanggahan wanita tersebutlah yang
menyebabkan Umar mengubah rencaftmla membuat undang-undang
pembatasan mahar.
Undang-undang dan keputusan-keputusan yang ditetapkan
Umar r.a. banyak mendapatkan inspirasi dari kaumwanita, misalnya
undang-undang tentang tidak bolehnya suami.yang meniadi tentara
I meninggalkan istri lebih dari enam bulan. Beliau bertanya kepada
Hafshah, putrinya, "Berapa lamakah seorang wanita mampu ber-
ahan berpisah dari suaminya?" Hafshah meniawab, "Empat atau
i
enam bulan."
Umar sendiri pernah terkejut mendengar senandung seorang

I
I

L
wanita yaE sedaqg kesepial seorang diri. wanita itu bersenandung
sambil berbaring di atas ranjang:
"l4u!"* ini begitu panjang dan sekelilingnya penuh kelam
Aduh, mengenaskannya aku
Tiada kekasih yang dapat kuajak untuk bermain
IQlau bukan karena akut hukuman Allah
Niscaya tepi-t€pi ranjang ini sudah berguncang.,

Demikian juga halnya dengan undang-undang yang mewaiibkan


memberikan tunjangan kepada setiap anat aaani tstim. Sebelum-
nya, tuniangan itu hanya diwajibkan untuk anakyang sudah disapih
oleh.ibunya-, akibatnya kaum ibu banyak yang inenlapih anaknya
sebelum waktunya kargna mengharapkan ninjangan ilu. retitu paita
suatu hari Umar meridengiu seorang bayi yang-terus-menerus me-
nangis dengan kerasnya, Umar bertanyakipadl ibunya mengapa si
anak menangis sedemikian rupa. Maka si ibu y-ang tiOat teiaiOe-
ngan Umar itu menjawab, "sesungguhnya Umar tidak memberikan
tuniangan kecuali kepada anak yang sudah disapih. Iqrena itu, ibu
anak ini segera menyapihnya (sebelum waktuny'11 hntas dia mena-
ngis seperti itu." Kemudian Umar berkata, ,Celaka Umar, berapa
banyaknya bayl-bayi kaum muslim telah dibunuhnya!" Setelah itu
dia mengumumkan pemberian tunjangan kepada semua anak.
fralal saya berpendapat bahwa wanita -boleh menjadi anggota
Dewan Penrrakilan Rakyat, maka dalam hal ini tidak-berarti saya
memperbolehlen mereka bergaul bebas dengan laki-laki lain tanpa
batas-, atau m€mperbolehkan mereka mengabaikan suami, lingkung-
an, dan anak-anaknya. Saya pun tidak berarti memperbJhhkan
wanita menyimpang dari kesopanan dalam berpakaian, b-eqalan, ber-
gerak, dan berbicara. Tetapi semua itu traruJaryaga.adab-adabnya
sp.suai-dengan tun_tunan_ syara,. Kiranya hal ini tidit iiragulen dan
tidak dipertentanglen oleh seorang pun.
Adab-adab ini harus dipenuhi oleh wanita ketika dia melakukan
aktMtas di luar rumah, seperti di dewan penrakilan dan di kampus.
Maka, bagi negara yang memelihara adab-adab Islam ditunrut urituk
memberikan t€qlpa!-t€rt€ntu bagi wanita dalam mafelis, berupa baris
khusus atau sudut khusus untuk mereka dan sebagainya, yang seki-
3ny1 {apaq memberikan ketenangan bagi mereki aair ttiriaultr aari
fitnah-fltnah yang dikhawatirkan oleh mereka yang mengrihawatir-
kannya.

536
2t
BANTAHAN TERHADAP FATWA
YANG MENGHARAT{IGN HAK.HAK POLITIK
KATIM WANITA

Setelah menulis beberapa halaman seputar masalah pencalonan


wanita untuk menjadi anggota Dewan Penvakilan nakyat, sebagian
tokoh masyarakat menunfukkan kepada saya tentang fanra klasik
sebagian ulama al-Azhar yang mengharamkan semua hak politik
kaum wanita, termasuk hak pilih dan memberikan kesaksian kepada
calon meski hanya mengatakan "ya" atau "tidak". Maka lebih utama
lagi mereka dilarang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi ang-
gota Dewan Perwakilan. Selamanya mereka dilarang untuk bersuara.

Sikap Istri-tsd Nabt dan Kelnglnan Mereka terhadap Perhlacan


Dunia
Di antara sandaran fanrya mereka yang melarang kaum wanita
melaksanakan hak-hak politiknya ialah sebagaimana penjelasan
mereka berikut ini:
"Bahwa sesuai dengan pencipaannya, wanita itu dibentukberda-
sarkan gharizah (instink) yang sesuai dengan tugas untuk apa ia di-
ciptakan, yaitur tugas sebagai seorang ibu, memelihara serta mendi-
dik anak-anak. Faktor inilah yang meniadikannlra memiliki kepe-
kaan khusus terhadap hal-hal yang berkaitan deng;an rasa kasih
sayang.
Dalam hd ini, tidak sulit bagi kia untuk mendapatkan contoh-
contoh fakual yang menunjukkan bahwa wanita mudah terpenga-
ruh, memiliki kecenderungan dan kasih sayang. lni merupakan ciri
khusus kaum wanita dalam semur perkembangan dan zamannya.
I
Instink-instink seperti ini telah mendorong kaum wanita mema-
suki lingkungan kewanitaan yang tinggi, hingga perasaan dan kasih
sayangnya mengalahkan pertimbangan akal dan kebiialsanaannya.
Beberapa ayat dari surat al-Ahzab menunfulckan lceadaan istri-
istri Nabi saw. dan keinginan merelta terhadap perhiasan dan kese-
nangan dunia, serta tuntutan mereka kepada Rasdulldr saw. untuk
memberikan kepada mereka sebagian dari harta rampasan yang
diberikan Allah agar mereka dapat hidup sebagaimana istri para raja
dan kepala pemerintahan.

537
_ 1egni, Al-Qur'an mengembalikan mereka kepada pertimbangan
akal dan kebijaksanaan:
"Hai Nabi, kataknlah kepda istri-iilrimu: "Jilra kamu *kalian
menginglnlran kehidupn dunia dan perhiaannl4 mak maitah
supta ktfunkan kepadamu mutalPse dan a}l.t enilran l<amu
dengan ean yng baik Dn jil<a lramu *katian mengfien&ki (ke_
rtdhaan) Allah dan Fasul-Nya *fia (k*nangan) di negeri akhint,
malra xsunggahnya Nlah men@iakan bgi siap yng furbuat
baik di antara lcamu pahala lang beur.- (al-Ahzab: ZA-Zgl

sementara itu, pada ayat lain dalam surat at-Tahrim diceritakan


tentang keinginan sebagian istri Nabi saw. beserta mudahnya
pereka qerlcena pengaruh dan menuruti emosi sehingga mengalair-
I{r n.ni*qangan akal. Hal ini menjadikan mereka i[nganrr"lang-
kah untuk bantu-membaltu menyu3ahkan Nabi saw. (dingan me-
nuntut kekayaan duniawi), lalu mereka dikembalikan itetr-amtr --
melalui Al-Qur'an-- ke jalan yang lurus:
"Jil<a l<amu berdua bertofut kepda NIah, maka *sunguhnya
hati lramu betdua telah andong (untuk menertma *etaikanl; aan
iil<a kamu berdua bantu-membanfu menytahkan Nabi" mata
resunguhnln NIah adalah pelindungnla dan (bgitu pula) Jibfl
dan orangonng mulonin fing fuik dan reIain dad itu mataikat_
malaikat adalah pnolongrya pula " (at-Tahrim: 4)

Itulah girmbaran wanita yang hidup dalam lingkungan yang


"tinggi". Mereka Ernyata tidak lepas dari pengaruh yang aapat riem-
pengaruhi emosi mereka, sehingga kekuatan-spiritual merika tidak
pampu mengalahkan dorongan keinginan, padahal keimanan mereka
,@,iq sempurna bahkan ryereka hidup dalam rumah'tangga kena-
bian dan wahyu.fika demikian, bagaimana dengan wanitaEin yang
imannya tidak sesempurna iman istri-isri Nabi, tidak dibesarkan
dan dididik seperti mereka, serta tidak memiliki kemauan yang besar
untukhidup sepefti istri-isfii Nabiatau mendekati kedudukan melele?"
Demikianlah fang mereka kemukakan mengenai kondisi istri-
istri Nabi saw..

2S9lrturah yaitu pembcrian yang


diberikan kepada perempuan yang terah diceraitan me-
nurut kesarlggupan suaml (Al-etr,an dan Tajemahnya, cirtatan nomor lrlS). penr.f.

53E
Namun, ada yang luput, bahwa ketika istri-istri Nabi inr diberi
pilihan untuk menentukan pilihan, mereka memilih Allah, Rasul-
Nya, dan negeri akhirat.
Bahwa keinginan mereka terhadap perhiasan dan kesenangan ke-
hidupan dunia --sebagaimana halnya wanita lain khususnya isri-
istri pembesar- tidak menunjukkan ket€rbatasan akal dan ketidak-
la@tan merele dalam memikirkan urusan umum. Bahkan lcinginan
mereka inr sesuai dengan hukum firatr manusia dan karakter wanita,
yang s(gera lenyap ketika hrrun ayat yang menawarkan pilihan ke-
pada mereka.
Dalam kaitan ini kita bisa bertanya, apakah kaum laki-laki sama
sekali tidak pernah mempunyai kecenderungan kepada kesenangan
dunia pada suatu waktu, meski kemudian mereka sadar setelah di-
peringatkan oleh wahyu tentang kekeliruan dan kelalaian mereka?
Bukankah Allah melalui firman-Nya (Al-Qur'an) kepada Rasul al-
IQrim pernah memberikan sinyalemen t€ntang keadaan sebagian
sahabat? Simaklah ayat berikut:

$b-vt'Wiyligitfu$f',;1-rlJ6yj
"Dan apbila
0afirNc;stv3$G-?
merek melihat pemiagaan atau permaina4 merc*a
bufur untuk menuju kepdarya dan mercka meningalkn hmu
dang turdin @e*hotbah). I(atalcanlah:'Apa Wg di sisi Nlal,
adahh lebih baik daripda permainan dan perniagan.'Dan NIah
*Mik-baik pembei rezeki." (al-lumu'ah: I I )

Bukankah setelah usai Perang Uhud Allah Ta'ala menurunkan


beberapa ayat yang mencela sahabat-sahabat Rasul-Nya --selagai
generaii minusia yang paling baik-- karena mereka melanggar pe-
rintah Rasul dan meninggalkan tempat (pos peniagaan) mereka (di-
atas bukiQ untuk turun guna mengumpulkan harta rampasan, hingga
menimbulkan akibat sebagaimana diterangkan dalam sefarah? Allah

"Dan srcurguhqn Nlah telah memenuhi rtlunii-I{ta kpdamt


ketilra l<amu membunuh mer*adengan izin-l{ya wnpi pda wt
kamu lemah dan berrelisih dalam urusn ittt dan mendurhalrai p-

539
rintah (Rafll) *sudah Nlah mqnryrlihatkan kepdamu aN )nng
l<amu sukai (yahi kemenangan dan hafia ranpsan). Di antanmu
ada orutgltang mengfiendaki dunia fun di antan kamu ada onng
ltang mengfiendaki alhint...."(AIl Imran: I52)
Ibnu Mas'ud berkata, "Aku tidak mengetahui sama sekali bahwa
di antara kami ada orang yang menghendaki dunia, sehingga turun
ayat ini."
Apakah dari kasus seperti itu --adanya sebagian kaum laki- laki
yang baik menjadi
lemah himmah-nya (kebulatan tekad) sehingga lce-
ingrnannya mengiilahkan pertimbangan akalnya-- dapat diarik ke-
simpulan bahwa "laki-laki ddak layak mengurusi ugas-h€as besar"?
Dalam Perang Badar, Al-Qur'an mencatat sikap sebagian sahabat
y,ang seperti itu, baik sebelum maupun sesudah perang. Allah ber-
firman:
"SeMgaimana Tuhanmu menyuruhmu perg dai rumalmu de-
ngan kebenaran, pdahal *sungguhnya *bagian dad onngonng
lang beriman itu tidak menyul<ainya. Mereka memhntahmu ten-
tang kebnann *sudahnyata(fuhwa mer*apadi menang), w
lah-olah merckadihalau kepda kematian, &ngmercla melihat
(retub-sefub kematian itu). Dan (ingatlah) ketikaNlah menjnji-
Iran kepafunru hlwa slah satu dad dua plongan $,ang hnu
hahpi) a&Iah untulonu, dang l<amu menginginkn fuhwayng
tifuI< mempwlni kekuatan *njatalah yang untuknu --" (al-
Anial:5-7)
Dan setelah usai perang, Allali berfirman mengenai sikap mereka
terhadap tawanan:

@ye$;\frt1{:s*;i7tl{$
"... Ifr,mu mengfiendalci haria benda duniawiah danilan NIaIt
menglrcn&ki Gnhala) al<hint (untulanu). Dan Nlah MaIn Per-
kasa W MaIn Bijaluna l6lau xkirurya tifuIc ada ketetapn yang
telah terfuhrilu dad Nlah, niwya kamu ditimp silman grg
besr lrarcna tebusn yang l<amu ambil." (al-Anlal: 67-66)

540
Sesungguhnya kelemahan sebagaimana layaknya manusia itu
menimpa laki-laki dan perempuan secara keseluruhan, sedangkan
yang diambil pelajaran ialah akibatnya.
Mengapa mereka tidak mengemukakan usulan Ummu Salamah
kepada Nabi saw. ketika peristiwa Hudaibiyah, yang ternyata uzulan
dan pemikirannya itu banyak menghasilkan kebaikan dan kemasla-
hatan?
Dan mengapa tidak disebut-sebut apa yang diceritakan Al- Qur'an
mengenai seorang wanita yang mampu memimpin dan menganrr
kaumnya dengan kecerdasan akal dan kebijaksanaannya, ia menun-
tun mereka pada saat yang amat kritis menuju sesrurtu yang meng-
untungkan kehidupan dunia dan akhirat mereka? Dialah Ratu Saba',
yang telah memberikan kepimpulan kepada kaumnya mengenai apa
yang dilakukan oleh para penjajah bila memasuki suatu negeri, de-
ngan menggunaltan ungkapan yang singkat dan padat:
"Dia brlcata 'Sesungguhng nja-nja apbik memasuki sluafit
negeri nixaln merel<a membinasal<arutm dan menjadikn pndu-
dulmln lmng mulia jadi hina...."(an-Naml: 54)

Faktor-iaktor Tabiat Wantta


Orang-orang yang melarang pencalonan wanita juga mengemu-
kakan alasan bahwa wanita itu menghadapi kendala yang sudah
merupakan tabiat atau pembawaan mereka, seperti menstruasi setiap
bulan beserta keluhan-keluhannya, mengandung dengan segala
penderitaannya, melahirkan dengan segala risikonya, menyusui
beserta segala bebannya, dan sebagai ibu dengan segala tugasnya.
Semua itu menjadikan mereka secara fisik, psikis, dan pemikiran
tidak mampu mengemban tugas sebagai anggota dewan yang ber-
tugas membuat undang-undang dan mengawasi pemerintah.
Saya katakan: bahwa hal itu memang benar, tetapi tidak semua
wanita lapk menjadi anggota dewan dengan seSda tugasnla. Wanita
yang sibuk sebagai ibu dengan segala tugasnya tidak akan mence-
burkan dirinya dalam pertarungan mencalonkan diri mengemban
tugas-tugas penting ihr. Dan seandainya ia nekat ikut serta, niscaya
orang lain baiklaki{aki maupun perempuan akan mengatakan kepa-
danya: "fangan ikut, anak-anakmu lebih utama kau perhatikan."
Tetapi, yang dimaksud dalam konteks.ini ialah wanita yang tidak
mempunyai anak, dan dia memiliki kelebihan yang berupa kemam-
puan, kesempatan, ilmu, serta kecerdasan. Atau mereka yang telah

54r
-t

berusia sekitar lima puluh tahun (berpengalaman), tidak direpotkan


oleh urusan-urusan tnbiryah sebagaimana yang-telah diseb-utkan,
kalaupun mempunyaianak tapi sudah berumah angga (tidak mere-
potkannya). fika keadaannya seperti ini dan syarai--syarat sebagai
calon dapat-terpenuhi, maka apakah yang menghalanginya unirk
ikut serta dalam pemilihan menjadi anggoa Dewan-p6rwakilan
Itakyat?
Di antara alasan fanua yang melarang pencalonan wanita dalam
pemilihan umum ialah ayat ,dan hendaklah kamu
firuUapS
tetap di rumahmu" (af-Ahraba6s)
Alasan ini sudah saya bantah, dan di sini saya tambahkan penie-
Iasan sebagai berikut:
Sudah dimaklumi --dan tidak ada seorang pun )rang menentang-
1ya-. lqhwa ?y_at ftu diruiukan kepada istri-istri ttabi, sebagaimana
ditunjukkan oleh rangkaian ayatn)a.Sedanglan istri-istri NaIi mem-
punyai hukum-hukum khusus: mereka akan mendapatkan azab
yang berlipat ganda bilamana melakukan perbuatan yang ielas-ielas
keii, tetapi akan mendapatkan pahala png berlipat gaidalih mereka
melakukan amal saleh, dan mereka diharamkan-menikah dengan
siapa pun sepeninggal Rasulullah saw.. Al-eur'an menyebutkan
rangkaian ay at y ang dimaksud :

"[4il;t&L1i5i$i-11$-
"Hai itui-isti Nabi, bmu *lralian tidaldah *prtiwanitaynglain
...." (al-Ahzab: 52)

Karena itu kaum muslim --tanpa adayangmengingkari-- mem-


perbolehkan wanita sekarang keluar rumah untuk belaiar di sekolah,
{i.k .p$., pergr kepekerjaan
pasar, dan bekerja di luar rumah sebagai guru,
dokter, lifu, dan lainnya asalkan memenuhi sfaralaan
mematuhi pedoman-pedoman syar'iyah.
Ayat _'dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, ini juga tidak
mencegah Ummul Mu'minin Aisyah r.a.. Ahli fiqih wanita rimat tslam
ini keluar dari rumahnya, bahkan dari Madinah al-Munawwarah
penuj-u Basrah untuk memimpin pasukan yang di antara merele ter-
dapat banyak sahabat. Di anara mereka jriga aaa aua orang dari se-
puluh oranglangtelah diiamin mazuk surp, dan drta dari enam orang

542 t
yang dicalonkan menjadi khalifah, yang ahli sJrura, yaim Thalhah
dan Zuber. Dalam hal ini, Aisyah berkeyakinan bahwa ia berada di
pihak yang benar karena menuntut balas terhadap orang-orang Jrang
membunuh Utsman r.a..
Mengenai riwayat yang mengatakan bahwa ia menyesal dengan
tindakannya ihr -maksudnya keluar rumah-- maka hal ini bukan
karena keluarnya itu tidak dibenarkan Wilil', melainkan karena
pemikiran politiknya yang keliru. Dan ini merupakan masalah yang
lain lagl.
Sebagian mereka menjadikan ayat ini sebagai huijah umum batua
wanita tidak boleh keluar rumah kecuali karena darurat atau karena
kebutuhan yang sampai pada taraf darurat, termasuk ke sekolah dan
ke kampus. uaka tidak mengherankan jika mereka mengharamkan
wanita turut serta dalam pemilihan umum meski sekadar memberi-
kan suaranya dengan mengatakan "ya" atau "tidak'.
Dengan demikian, pada peristiwa yang penting iar separo dari
suara umat Islam akan hilang. Mengenai kenyataan ini Anda dapat
mengatakan: "Wanita-wanita salehah tidak memberikan $Eranya
ketika wanita-wanita lain memberikan suaranya unhrk kaum sekuler
dan penentang syariat Islam."
Mereka lupa maflrum kelanfutan ayat itu menunful*an dibolfh-
kannya wanita keluar dari rumahnya apabila mereka mematuhi tata
kama dan adab syar'i serta tidakber-tafurruj seperti yang biasa di-
lakukan wanita jahiliah zaman dulu. Maka larangan bertaUrrul
(menampakkan perhiasan dan aurat) ihr menuniulckan batma hal
tersebut dilakukan di luar rumah. Sebab tidak ada lamngan bagi
wanita untuk menampakkan perhiasan dan sebagian auratnya di
dalam rumahnya sendiri. Maka ubarruj yang dilarang itu ialah di luar
rumah.
Alasan lain lag yang dijadikan da6ar bagi fatwa yang melarang
wanita ikut pemilihan umum dan dicalonkan sebagai anggota Dewan
Penuakilan ltakyat ialah hadits yang diriwalatkan oleh tmam
Bukhari dan lainnya dari Abi Bakarah. Ketika Nabi saw. mendapat-
kan informasi bahwa bangsa Persia menfadikan puri Kisra sebagai
raia (ratu) mereka setelah Kisra meninggal dunia, maka Rasulullah
saw. bersabda:

."zfg,,f,Eir!:57664irt
543
"TifuI( akan illffi (beruntung) ruatu hun yng menyenhkan
(menguaal<an) unfiiirn merelra kep& wanita"
Mengenai penetapan hadits ini sebagai dalil dalam masalah ter-
-
sebut, sala akankemuka}an beberapa caaan sebagai berikil;
P-ettma: apakah hadits ini dtberlakukan atas-keumumannya
ataukah terbatas pada sebab wurudnya?
. Dalam pengertian bahwa beliau bw. hendak memberiahukan
letidakberuntungan bangrn persia yang menurut rercnruan nurum
)ang turun-temurun harus-menganglet putri Kisra sebagai kepala
pemerintahan mereka,
_meqlclpgn di kalangan bangsa itu iaa orang
yang jauh lebih layak dan lebih utama daripada pritri tersetun
. . 9.-n., kebanyakan ahli ushul menetapkan bahwa yang terpakai
ialah keumuman laf;al, u.u$g-seua! yang khusur. re6pi"teteiip*
atau perkaaan mereka ini belum diiepakati, bahl€n dliriwavatiqn
, dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan lairi{ainnya tentane
memelihara sebab-sebab turunnya ayat. sebad kalau tidik demikian,
6iiarr*,
akan terjadi kerancuan dalam niemihami dan menimbulkan;naf-
siran yang buruk, sebagaimana yang dilakukan oleh golongan n"ru-
riyah dari golongirn Iftawarij 0", V*g seienisnya,
/*g
rr'engarotil
ayat-ayat yangturun mengenai kaum musyrikin, lanas mere[a ber-
lakukan secara umum untuk kaum mukmin.2go'
Ini menunjukkal pahwa sebab turunnya ayat, lebih{ebih sebab
wurydlra hadits, rryaiib diiadikan acuan dan-rujrittan aaum mematrami
nash, dan jangan meniadikan keumuman tafa sehsai friA"t y*g
baku.
Hal ini --khususnya-pe1seryi hadits ini-- diperkuaroleh persepsi
pahwa seandainya liadits ilu aiamuu t.ururun lafalnya niscaya
bertentangan-dengan zhahir Al-eur'an. Al-eur,an t"t"tr r*n rria-
{an lcep-ada kita kisah seorang wanita yang memimpin kaumnya
dengan kepemimpinan yang utama, adil-dari- biiatsa"L, menlniipi
mereka dengan lurus_dan penuh hikmah. Berkafpemikii* ain-ioe-
nyayangbagus mereka terselamatkan, tidak te4eiat rc Oaam pepr_
.rgganrang merugikan dan membinasakan mdnusia serta merigtra-
biskan harta dengan tidak akan memetik keuntungan sama sefrli.
wanita itu adalah Ratu Balqis yang disebutkan'tisahnya dalam

mempunyai bahasan
iT^q"r"qibi
membicarakanAl{ur,an di dalam
yang amat berfaedah mengenai masarah ini ketika
kitabnya af, uuwala4at.

544
surat an-Naml bersama Nabi Sulaiman a.s., hingga akhirnya ia
menyatakan:
"... Ya Tuhankt, *sunggahryn akt telah brbwt zalim terhadap
dinku dan akt belnh dii besama Sulaiman kepada Nlah,
Tuhan *mesta alam." (an-Naml:44)

Ketidakumuman hadits ini juga diperkuat oleh kenyataan yang


kita saksikan sekarang, bahwa banyak kaum wanita yang beriasa
terhadap negaranya melebihi kebanyakan kaum laki-laki.
Bahkan sebagian dari wanita itu ada yang memiliki keahlian dan
kemampuan politik dan administrasi yang melebihi banyak pemim-
pin Arab dan muslimin yang berjenis kelamin laki-laki.
Kedua: bahwa para ulama umat telah sepakat akan terlarangnya
wanita memegang kekuasaan tertinggi dtaa ol-imamah al-uzhma, *,-
bagaimana yang ditunjuki oleh hadits tersebut beserta sababul
I
wurudnya, seperti yang diindikasikan oleh lafal: "menyerahkan
i (menguasakan) urusan mereka", dan dalam satu riwayat dengirn
{
lafal "tamlihuhum imra'atun" (yang dikuasai oleh seorang wanita).
Ketentuan ini berlaku bagi wanita bila ia menjadi ra,ja atau kepala
i
l
negarayang mempunyai kekuasaan mutlak t€rhadap kaumnya, y.ang
l
segala kehendaknya harus dijalankan, semua hukumnya tidak boleh
ditolak, dan selain perintahnya tidak boleh dikukuhkan. Dengan
demikian, berarti mereka telah benar-benar menyerahkan segala
urusan mereka kepadanya, yakni semua urusan umum mereka ber-
ada di tangannya, di bawah kekuasaannya, dan di bawah komando-
nya.
Adapun selain keimamahan dan kekhalifahan atau apa pun isti-
lahnya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, maka masalah itu
masih diperselisihkan.
Dengan demikian, maka bisa saja wanita iru meniadi menteri,
atau menjadi hakim, atau menjadi muhusib yang melakukan peng-
awasan umum.
Umar bin lthattab telah mengangkat asy-Syifa' binti Abdullah al-
'Adawiyah untuk melakukan pengawasan pasar, yarrg merupakan
suatu bentuk kekuasaan umum.
Kedga: bahwa masyarakat modern di bawah sistem demokrasi,
apabila memberi kedudukan umum.kepada wanita, seperti pada ke-
menterian, perkantoran, atau di Dewan Penuakilan, tidak berarti
bahwa mereka menyerahkan segala urusan mereka lrcpada wanita

s45
itu q sepenuhnya membebankan tanggung jawab kepadanya.
Pada kenyataannya tanggung fawab itu bersifat kofektif cian te-
fuagaan iq diidpkan bersama-sama oleh sejumlah orang dalam
lembaga terkait, dan si wanita itu hanya menanggung sebafran saia
bersama yang lain.
-. Dengan demikian, ahulahkia bahwa kekuasaan Margaret Ttrarctrer
di Inggris, lndira Gandhi di India, dan Golda Meir di paldstina pendu-
dyk"n --kalau dipikirkan dan direnungkan- bukanlah pemerin-
tahan.ffi.rang wanita terhadap suatu bangsa, t€tapi m6rupakan
pemerintahan suatu lembaga dan hukum, meskipun yang duduk di I
-taoiiret
puncaknya seonng wanita. yang berkuasa adatatr iau denan l
menteri secara kolekt$ bukan perdana menteri seorang diri.
Maka dia bukanlah penguasa mutlak yang tidak boieh dilanggar
perintahnya dan ditolak tuntutannya. Dia hanya mengepalai siratu
kelompok yang sedang berhadapan-dengan ke6mpok Ein
1oposanl,
yang kadang-kadang setelah diadakan pemilihah umum faei dii
janrh, sebagaimana yang rerjadi pada tndira Gandhi di India. ilan di
kelompoknya itu ia tidak memiliki kekuasaan apa-apamelain-
$alam
kan sekadar su.uanya. Maka apabila di dalam pemilitian rimum ber-
ikutnya dia kalah, suaranya hanyalah seperti suiua orang lain di
jalanan.

22
APAIGH ANAK YANG DURHAKA TERHALANG
MENDAPATIGN WARISAN?
Pertanyaan:

-S*r"lg ibu-mempunyai anak laki-laki yang durhaka dan memu-


tuskan silaarahmi dengannya, serta beriika[ buruk terhadapnya.
I(arena ifir si ibu benuasiat kep-ada dua orang anak perempudnnya
(saudTa kandung perempuan dari anak raki--laki terieuutf aini*
seperti& hartanya setelah ia wafat. Kedua saudara perenipuan"itu
mgminjq penjelasan mengenai hukum syara'terhadai masitatr ter-
sebut, lalu salah seorang ulama mengatakan bahwa seiungguhnya si
ibu akan disiksa karena kezalimannya terhadap anak laki-hffir ihl.
- Maka apakah yang dapat t..mi tatutan irntuk membebiskan si
ibu dari dosa tersebufl

il6
Jaanban:
Durhaka kepada kedua orang tua secara umum, dan secara khu-
sus kepada ibu, merupakan dosa terbesar sesudah syirik (memperse-
kutukan Allah). Namun beginr, hal ini tidak berarti ibu atau ayah
dapat seenaknya menghalan$ hak syar'i anaknya yang durhakC itu
untuk mendapatkan warisan. Allah t€lah mengatur sendiri pemba-
gian warisan itu di dalam Kitab-Nya, dan menjadikannya sebagai
wasiat dan kewaiiban daripada-Nya, sebagaimana firman-Nya t€n-
tang warisan anak (artinya): 'Allah mensyariatkan bagimu tentang
(pembagian pusaka unilk) anak-anakmu ...."
Kemudian pada ufung a)rat Allah berffrman:

'^/" itu trs lii 6 5i i37 "$:;C,$ tSSVr,


O f.gv+6%t:s;6i4,;
"... (Ientang) onng tuamu dan anahanalottu, kamu tidak menge-
tahui skp di antan mercka yng lebih ddaat (hnnk) manfaahryra
bagimu. Ini afuIah ketetapn dari NIah. l*r,anguhn1a Nlah Maln
Mengetahui lagi Maha Bijakana." (an-Nisa': II)
Di samping itu, syara' tidak menghalangi hak waris seseorang
kecuali terhadap orang yang membunuh muwarrits (fewaris, yang
meninggalkan warisan). Dengan begitu, tidak ada hali waris bigi si
pembunuh. Dalam kaitan ini, ibu tersebut 6ang dimaksud oleh
penanya) hendak menghalang anak laki-lakinya untuk mendapat-
kan warisan dengan cara benrasiat kepada kedua anak perempuan-
nya dengan waslat seperti tersebut itu. Maka hal ini-merufakan
suatu kezaliman dan terlarang oleh syara'.
Wasiat yang dibenarkan syara' itu t€rikat pada dua macam keten-
tuan sebagai berikut:
1. Batas wasiat itu sepeftiga, "dan sepertiga itu pun sudatr banyak",
demikian tersebut dalam hadits sahih yang diri*ayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Sa'ad bin Abi Waqasl.zet gatlkan tbnu
Abbas r.a. berkata, 'Alangkah baiknya kalau orang-orang mau

291164. al-Lulu' valMarjan, nomor 105J.

547
menguranginya menjadi seperempat", karena Rasulullah saw.
mengatakan:

( su:ot4 oD\, %&73JG, &yr


t

1Sepertig &n *prtiga itu pun at&h bnyak, (HR Bulrharl


dan Musltm)

Ibnu Abbas bertamanni (berandai-andai), bahwa seandainya


orang-orang mau men€urangi wasiat dari sepertiga menfadi se_
peje.mp.?t, maka- yang demikian itu lebih utarna, mengingal penrn-
juk hadits tersebut.
Wasiat tidak boleh ditujukan kepada ahli waris, mengingat hadits
berikuL

u.v * Gb )Lt, ob) *)5r4;e1


"ndalr bleh bennsiat kepda alrli vruisr2e2

Oleh sebab itu, wasiat yang dilakukan ibu ini --kepada dua anak
p€rem-pualnya-- terhukum haram menurut kesepakatan ulama,
kecuali fika ahli waris yang lain memperlcenarikannya, sebab
mereka mempunyai hak melararrg. Apabila mereka niemperke-
-nlnkanny-a?
beprti mereka mau iliturangi haknyra. seda;gkan
bila mereka ddak memperkenankannya, mde viasiat ftu Edak
boleh dilaksanakan, karena yurg demlician itu merupakan amalan
yang gqk didasa*an pada perinAh Nabi saw., yang nora bene
tertolak dan dikembalikan kepada orang yang mdatitrannya.
Aplbilawasiat ihl dilaksanakan dengan tipu d"lo --*p.rti'men-
jualnya kepada ahli waris-- atau melalui hukuni perdaia (hukum
buaan manusia), maka yang berdosa adalah yang tenuaiiat dan
yang dibe-ri-wasiat sekaligus, karena laduanya telah melanggar
hukum Allah.
Namun demikian, meskipun si ibu telah melakukan dosa karena
melakukan wasiat yang tidak di perbolehkan qrara', kia tidak
dapat memastikan bahwa dia diaiksa setelah madnya, karena

292nn Daruquthni dari


rabh. Lihat, shahih at-Jarti, ash-stbghi, namor 7441.

548
boleh jadi dia mempunyai kebaikan-kebaikan -berupa shalat,
sedekah, haji, umrah, dan lainnya-- yang dapat menghapus
bekas-bekas kemaksiatan dan pelanggaran yang pernatr ia laku-
kan. Allah berfirman:
"... Sesungguhnya perbuatan-pebuatan yng baik itt, mendnWs-
lran (dosa) perbuatan-perbuatan ltang buruk...."(Hud: I 14)

Atau boleh jadi pula ia telah ditimpa bermacam-macam musibah,


sehingga dengan musibah itu Allah menghapuskan dosa-dosanya
dan memaafkan kesalahan-kesalahannla. Ihrena iul seorang penfir
mengatakan:
"Barangsiapa yang mati dan belum berobat dari dosanya
Maka urusannya terserah kepada Tuhannya
fika Ia memberinya pahala,
Maka adalah semata-mata karena karunia-Nya
Dan jika Ia menyiksanya,
Maka adalah semata-mata karena keadilan-Nya. "

Tetapi bagaimanapun, penyelewengan dalam wasiat merupakan


suanr kemaksiatan yang pelakunya dihadapkan --dalam batas ter-
tentu-- kepada azab Allah.
Apabila kedua anak perempuannya itu ingin memperbaiki per-
soalan ini, hendaklah mereka mengurangi bagian masing-masing
dari apa yang diwasiatkan ibunya. Hendaknya harta pusaka itu di-
bagikan sesuai dengan ketentuan Allah, dan hendaklah mereka
memintakan ampun kepada Allah unnrk ibu mereka. Atau anaklaki-
laki itu mengurangi haknya untuk kedua saudara perempuannya itu
dengan suka rela, dan memintakan .rmpun kepada Allah untuk ibu-
nya. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

23
MASAI.AH WARISAN

Seorang istri meninggal dunia ilengah meninggalkan suami, se-


orang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan. Sebelum pusa-
kanya dibagi, anak perempuannya meninggal dunia, sedangkan si

549
-

ibu dahulu benrrasiat dengian sepertiga peninggalannya untuk


guaminya. [raka bagaimanakah pembagian pusaka tersebut setelah
itu?

Jaanban:
Wasiat seor-ang istri kepada suaminya dengan sepertiga hartanya
.
berarti
-wasgl fepala ahli waris. wasiat semacam ini diiarang olLh
syara' dan tidak boleh dilaksanakan kmrali jika diperkenankai oleh
ahli waris lainnya.
.Dalam kasus-seperti yang ditanyakan itru, maka semua pening-
galan pewaris dibagi untuk suami, anak laki-laki, dan anak'perem-
puannya. Suami mendapat bagian seperempat berdasarkan ni*r at-
Qur'an:

Cl & i';P;j
C -"
1;3c''*:- P33
€;c_,&t ?1i,Jt u$ i,4 o$5 i
G

yng
"Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari hana ditinggail<an
oleh iilri-iilrimu, iika merel<a tidak mempunyai anak Jika igri-
istimu itu mempuqni anak mal<a kamu mendryt *prcmpat
fui haru fing dit@ailennya...." (an-Nlsa': 12)
. Sedangkan sisanya untuk anak laki{aki dan anak perempuan
dengan-rasio anaklaki-laki mendapat dua kali bagian anal perempu-
an, berdasarkan nash Al-eur'an:
"NIah menspriatl<an hgimu tentang (pemfugian pusaka untuk)
anak-analonu. Yaifu: bagin wnang anak lelakt s;rma dengan
fugian dw onng anak perempuan.... " (an-Nlsa': I I )

tteduaqya berhak mendapatkan bagiannya semata-mata karena


meninggalnya,b-uly", meskipun pusaka itu belum dibagikan.
Adapun s€telah anak perempuan itu meninggal d-unia, maka
lvarisanfya (har.ta peninggalannya) itu untuk ayahnya, fika ayahnya
(suami ibunya)
_iru ayah kandung. (Hal ini tidak dryehskan dalam
pertanyiran, apalah ayahnla itu ayah kandung atau iyah tiri1. eAa-
pun saudaranya dalam hal ini tidak mendapaUran Uigian Oari pe-
ninggalannya (saudara perempuannya itu), sebab kekeiabatan ayah

550
lebih kuat, sehingga ia menghijab (menghalan$) saudara. Sedang-
kan iika ayah itu ayah tti, maka ia tidak mendapat bagian dari
peninggialan anak perempuan itu, dan warisan (peninggalannya)
seluruhnya untuk saudara laki-lakfuiya, mengingat ffrman Allah:
'... jilca wrang meningal dunia dan ia tidal< mempuryrai amk dan
mempunltai sudara perempuan, male bagi audanrya Wg pc-
remptnn itu *perdua dafi hattayangditinggpil(annm dan su&-
nnya yang laki-laki mempuakai (*luruh hatta sa,u&n percmpu-
an), jika ia tidal< mempuryni anak" (an-Nlea': I76)

24
APAKAH CUCU MENDAPAT BAGIAN
DARI PENINGGALAN I(AI(EK?

Pertanyaan:
Ayah saya meninggal dunia sewaktu ayahnya (ltalrek) masih
hidup. Ayah meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak
perempuan. Enam bulan kemudian anak laki-lakinya meninggal
dunia. Dan setelah itu kakek saya meninggal dunia dengan menihg-
galkan beberapa orang paman dan bibi.
Maka, apakah saya mempunyai hak waris bersama mereka? Apa-
kah saudara laki-laki saya yang meninggal sebelum kakek juga ber-
hak mendapatkan warisan? Dan apakah ibu frga berhak mendapat-
kan sesuatu dari kekayaan itu?

Jawaban:
Tidak seorang pun dariyang saudara tanyakan itu berhak menda-
patkan warisan dari peninggalan kakek tersebut.
Saudara laki-laki penanya tidak berhak mendapa.tlan warisan
sama sekali dari kakeknya, bagaimana ia akan mendapatkan
warisan dari kakeknya yang masih hidup? Sedangkan si ibu adalah
orang luar bagi si mati (kakek), d4n ti{ak punya hubungan yang
menyebabkan ia berhak mendapatkan warisan. Kedudukannya se-
mata-mata sebagai istri anaknya, maka tidak menjadikan ia punya
hak untuk mewarisinya.

551
-

Demikian pula cucu perempuan yang bertanya ini, ia tidak men-


-
dapatkan bagian dari pusaka kakeknya, karenaterhiiab oleh Darnan
dan bibinya. Mereka (paman dan bibi) lebih dekaf hubunfrnnya
kepada si mati, hanya safti mereka wajib memberikan sesuitu airi
pusaka itu pada waktu pembagian pusaka, sebagaimana firman Allah:

!*+frt3 {rJri 63{ttJ $ l,:' liarig


Q6*z{f,AiJ},;qn;f,iu
"Dm apbila *waktu pnfugian itu hadir kerabt OanS tifuk prrya
hak waris), anak lratim dan orang miskin, mak beritah mercka dari
harta itu (sel*adarny) dan ucapl<anlah kepfu mereka perlrataan
yng baik" (an-Niea': 8)
Dalam hal ini berhimpun kekerabatan, keyatiman, dan kemiskinan.
selain daripada itu, seyogianya si kakek benuasiat untuk cucu
perempuannya,, karena ia termasuk kerabat terdekat dengannya,
yang bukan ahli waris, ia termasuk yang difirmankan Alhh;
"Diwaiibbn atas lamu" apabira wrugdi antan tamu keangan
(tanda-tanda) maul jil<a ia meninggallran hafia yng banyalg ber-
wasiat untuk ibu-fupk fun kafib kenhhya *cara ma,ruf, (ini
adalah) kewajihn atas orang-onng gry bertahya" (al-Baqarah:
r80)

, Hukum kekeluargaan dan kewarisan pada beberapa negara Islam


telah menetapkan adanya wasiat semicam ini din mimberikan
yang tqtap bagi cucu dari peninggalan kakek apabila anaknya
9rqq
lVakni ayah si cucu) meninggal dunifiewaktu kakeii masih hidup.
_Dan.undang-undang ini terkenal dengan istilah "eanun'Wa$iyat
Wajibah".
Demikianlah, dan segala puji kepunyaan Allah.

552
25
WARISAN ASHABATI
BERSA.T{A ANAK.ANAK PEREMPTIAN

Pertanyaan:
Salah seorang wartawan menyiarkan celotehnya seputar hukum
syariat Islam yang cemerlang ini mengenai kewarisan ,ashabah--yaitu
kerabat ayah seperti saudara-saudaranya, anak laki-laki saudara-
nya, paman, anak laki-laki paman, dan sebagainya-- bersama anak-
anak perempuan kandung si mayit.
Sang penulis mempertanyakan hikmah dan maslahat peraturan
syariat dalam hal ini, sementara banyak dari kalangan ,ashabah
seperti saudara dan paman, dalam praktiknya hubungannya sangat
jauh dengan si mati yang diwarisi itu, tidak ada jalinankasih sayang,
tidak saling silaturahmi, bahkan tidak saling menguniungi. fetafi
setelah yang bersangkutan meninggal dunia dengan meninggalkan
seorang, dua orang, atanu tiga orang anak perempuan, para.ashabab
itu berdatangan setelah sekian lama bersembunyi, mendekat setelah
sekian lama menfauh, dan menuntut bagian pusakanya. Apakah
yang demikian itu sesuai dengan hikmah syariat yang menegakkan
hukum-hukumnya di atas asas mewujudkan kemaslahatan manusia
di dalam kehidupan dunia dan akhirat?
Perkataan ini dipopulerkan oleh sebagian orang bodoh ke
kalangan masyarakat luas. Karena itu kami memohon penjelasan
hikmah syariah dalam masalah ini. Semoga Allah berkenan membe-
rikan pahala kepada Ustadz, dan terima kasih.

Jauaban:
Di antara keistimewaan syariat Islam ialah hukumnya topang-
menopang, saling menyempurnakan, dan saling melengkapi, yang
sebagian terkait dengan sebagian lainnya, tidak terpisah-pisatr dan
tercerai-berai. Ia merupakan satu kesatuan ),ang tidak terpisah-
pisahkan, dan tidak boleh seseorang mengambil sebagian dengan
mengabaikan sebagiannya. Karena itu Allah berffrman kepada
Rasul-Nya --dan kepada setiap praktisi hukum di antara umatnya
sesudahnya:
"Dan hen&lclah l<amu memlttusl<an hu/rl.;rm di antan mereJ<a m*
nurut ap gng diturunl<an NIah, dan janganlah kamu mengiktti
-

hattn nalw merclra Dan furhati-hatitah kamu terhadap mercka


supqn mer*a ti&k memalingfian lamu dafi *fugtn aNWrg
telah difrrunkan NIah kepadamu .... " (al-Ma tdatr: 49)

Malta Allah sangat mengingkari sikap Bani Israilyangmengambil


sebagian isi Al-Kitab dan mengabaikan sebagiannya lagi.
Firman-Nya:
"... Arylcah kamu furiman kepada *bgtan N-Ktab (Iaunt) &n
ingler terhadap *hgian yng lain? Tifulah balafli fugi onng
lang beftuat demikian daripdamu melainkan keni*aan datan
kehidupan dunia, dan pada hari kiamat merch dilcemblikan ke-
pda sikaan yang amat funt ...." lal-Baqarah: gS)
Di atas prinsip ini pulalah disyariatkannya warisan ,ashabahdalam
Islam.
- 5sbag4 dasar ketetapan ini adalah hadits sahih muttafaq 'alaih
dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda:

UX>6'e6,\4K1,-#FfGh$
._1it!,
u/
-r
"krilranhh hatta pualra itu kepada onng-orangyangbrhah me-
nerimany, dan sianrya dalah untuk lakiJaki yang lebih dekal"

Faraidh atau harta pusaka adalah ketenonn-ketenhnn danbagian-


bagian yang- t€Fh_ dGapkan Allah di dalam Kitab-Nya bagi orZng-
orang yang berhak menerimanya, adayang seperdelipan, leperem-
pat, setengah, seperenam, sepertiga, dan dua per tiga. Sudah iimatc-
lumi batrwa ketentuan bagian-bagian ini kadang-kalang tidak meng-
habiskan seluruh harta peninggalan dalam [asus-kisus tertentu,
misalnya jika s! mati meninggalkan anak-anak perempuan saja,
tanpa meninggalkan anak laki-laki, maka bagaimana cari membigi
sisanya yang tidak disinggung dalam Al-eurtan?
Dalam hd ini ada hadits sahih yang memberikan cara pembagian
p11 genetapan haknya, yairu "unruk laki-laki yang lebih dekat".-Oan
laki-laki yang lebih dekat irulah yang kita istilihkan dengan 'ashabah,
yakni orang yang mengambil seiuruh sisa setelah dibagilkan kepada

554
ashhabul-furudh (ahli waris yang mempunyai bagian tertentu), dan dia
mewarisi semua drk4h (peninggalan) itu iika tidak ada ahli waris lain
yang mempunyai bagian tertentu.
Misalnya, seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan dua
atau tiga orang anak perempuan, ibu, dan istri, maka anak-anak pe-
rempuan itu (dua orang atau lebih) mendapat dua per tiga (2t S) bagi-
an, ibu mendapat seperenam (1/6), dan istri mendapat seperdelapan
(1/8), sesuai dengan ketentuan nash Al-Qur'an.
Xalau kita samakan penyebutnya menjadi dua puluh emqt (24),
maka jumlah seluruh bagian faraid itu adalah 23t24, masih ada sisa
l/24. Apabila si mayit tidak meninggalkan ibu; maka sisanya masih
ada 5 / 24, dan jika tidak ada ibu dan istri maka sisanya sebesu I t 24.
Dan sisa ini, sedikit atau banyak, adalah meniadi bagian 'ashabah:
yaitu laki{aki yang lebih dekat, sedangkan orangyang paling dekat
dengan mayit adalah kerabatnya.
Rahasia pewarisan 'ashabah ini kembali kepada falsafah Islam ten-
tang aturan keluarga, karena keluarga --menurut Islam-- bukanlah
keluarga yang terbatas pada suami, istri, dan anak-anaknya semata-
mata, sebagaimana yang dikenal di kalangan bang;sa Barat dan lain-
nya. Tetapi, keluarga itu bermakna luas, yang mencakup semua
kerabat dan famili.
I(arena itu, kita dapati AI-Qur'an dan As-Sunnah selalu mene-
kankan hak kerabat, mewajibkan menyambungnya, dan mengha-
ramkan memutuskannya. Kita simak pernyataan ayat-ayatdi bawah
ini:
"sembahlah NIah dan janganlah lramu mempet*kutul<an-Nya de-
ngan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepda dua onng ihu-
bapalt karib kenbat ...." (an-Nlea': 36)

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan me-


nyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya ...' hingga ayat:

#\:;:\5i,6 ;:5'k
-
$$iri er:,;
"Dan beril<anlah kepda keluarga-keluarga yang dekat alen hak-
ny4 kepada onng miskin dan orang yng dalam prjalanan ....'
(al-Isra': 25,-261

555
"Merelca berta4n kepdamu tentang ap yang mercka natkahkn.
Jawablah, 'Ap o,ja haru yng kantu naflrahkan hendatrhh dibti_
l<an kepfu ibu-fuWh l<aum kenfurt, anak-anatr yatim, orwtg-
onng miskin, hn onng-onng yng dalam perialanan...." (al-
Baqarah:215)
"DiwaiiMn atas lamq apbik wnng di anhn hmu l<datuWut
(tanda-tane) maut, jika ia meninggalkan harta yng furyral<, ber-
wasiat untuk ibu-fupk dan kadb kerafuA4ta s@n ma,rut, (ini
adalah) kewajifun atas onng-onng yang brtatrvva"(al-Baqar:ralr:
r80)
Dan bertalwalah kepada NIah yng dengan (memprgunatcan)
"...
nama-Nya kamu aling meminta fitu sama lain, dan
CpmanUtl
hubungan silatunhim. ksungguhny NIah relalu ienjaga dan
mengawasi l<amu." (an-Nlsa': I)
"Maka apkah kinnta jil<a l<antu berhns l<amu aticrn membuat
ketusalran di muka bumi dan memutuslcan hubungan keketuarga-
an? Merela itulah onng-orang png dilatnati NIah dan ditutikan-
N1n telinga mercka dan dibutakan-Nya pnglihatan merelra."
l}'da-
hammad:22-2Sl
Islam tidak membiarkan urusan ini sekadar pesan moral dan dak-
unguk mgr-Egemarkan dan menakut-nakuti, tetapi dengan tasy_
ry.ah
ri'nya juga dimaksudkan untuk memelihara dan'mehflianatin
pesan-pesan tersebut. Maka disyariatkanlah bermacam-macam
oer-
aturan untuk menjamin kelanggengan dan keberlangsungan
ydags-u.ndans dan peraturannya, Etrafrimana rug disenaff;ttah
dan Rasul-Nya, antara lain:

I. Afuran Naftah r

Di antara hak kerabat ylng fakir, yang tidak mempunyai peker_


iTl tu penghasilan, ialah iiUeri iaflAh oleh teribairya yang
I6ya, yang. sekiranya mencukupi kebutuhannya
Aturan ini termasuk pilar takaful ijtim',i
lsoiidarias sosial) dalam
Islam, dalam arti bahwa-antarkeluarga itu siring rn.niurin, J.uJu,
meminta kepada orang lain, masyarlkat, atau ilggari.2e3

293lihat buku
saya tMuyhilatar-Faqr waKaifu'Aarajahaat-Isran, pasal.Nafaqat al-Aqaarlb-.

556
Allah berfirman:
"Pata ibu trcnaa*ian menyusukn anal<-anakya *fuM dua talrun
pnuh, Jnifit bagi tang ingn meryrempumalan pnytatan. Dan
k*niiban alrah memberi maltan dan pkaian kryda pra ibu d*
ngan can Wg ma'nil. Se*onng tidak dibfuni melainfui firenu-
rut kadar *esanguWtnm. Jangailah wnng ibu men&ita ke-
*ng&nan karcna nalorya dan jug wrangalah lc,rulaarMIG
rya, dan ahli wads pun be*ewajifun demikin...."(al-Baqaralr:
25,31

Makna pernyataan 'dan ahli waris pun berkewafiban demikian',


ialah bahwa kerabat yang berhak mewaris ayah si anak bila mening-
gal dunia, wajib memberi makan dan pakaian lcepada ibu anak terse-
but dengan cara yang ma'ruf, yakni memberi naflah kepadanya pada
masa menyusui. Sebagaimana halnya ia berhak mendapatkan waris-
an, maka ia fuga berkewajiban membEri nafkah.

2. Aturan Keuarisan'
Islam memberikan warisan kepada kerabat, antara sebagian ter-
hadap sebagian lain, sesuai dengan aturan yang t€lah ditetapkan dan
urutan yang sudah dimaklumi. orang yang lebih dekat lepada si
mayit menghijab (menghalangr) orang yang deralatnla lebih jauh.
Allah berfirman dalam surat an-Niffi' yang dimulainya dengan
wasiat untuk bertakwa kepada Allah dan memelihara hubungan sila-
turahim:

'# W'oi.i'lU b):$fi 'd; r1"! ^,$ ;r;Y


q*i- Ksi fr :Sti <r; rt i f:b crX,r
S$ <r;;'i ',
ifjq
orX-$'{;

"hgi lalci-lalci da Inl(


Q*;;
dai lnfia Wiryatan ifuhpken
b&n
kerabafr4ra,'.dan bgi wanita ada InIc bagian (pula) dai hafia
Wringalan ibu-fuWk dan kerafufr4r4 baik sdikit rru,uptlln
barydk mbnurut bagtan Wng telah ditetapkan." lan-Niea': 7)

Dalam hal ini, rasa keadilan menghendaki agar lcrabat yang


kadang-kadang dibebani memberi nafkah kepada keluarganya -bila

557
dalam kondisi lemah atau kesulian-- berhak mendapat warisannya
ii$.ry1tqPqrsangkutan meninggal dunia dengan tidik memiliki
habah
llalini agar-seimbang and6 perrgorUana;dan
Selain itu, anak-anak perempuan yang
5wa ;ledangkan mereka tidak mempunyai sauaEa
,4s-

mati orang tua-


hki-laki--"mem-
l
I

butuhkan perlindungan dan penlagaa-n 'ashabah-nya jika mireka


mempunyai harta kekayaan, dan membutuhkan peireliiraraan serta
nafkahnyatila mereka_tidak mempunyai harta kekayaan. uata trit-
mah syariah menghendaki agar tuiuurigan antara ariatc-a"at pCrem-
puan dengan paman-paman mereka aau anak-anak paman mereka
tetap berkesinambungan dan tetap kokoh, karena rahasia ini.

5. Atumn Pengambltan Diat


memperkuat perseorangan antara anggota
,--,Un*k -hubungan
Kelua-rga yang luas ini, Islam mensyariatkan aturan pengambilan diat
(denda).
Apabila
_seseorang tanpa sengafa membunuh orang lain, maka
untuk membayar diat orangyang tdrbunuh itu diambilk;n dari harta
'ashabah si pembunuh --dengan diangsur selama tiga
tahun- bukan
cuma diambillan dari.halrs si pelaku tindak pidana iur sala. Mengenai
hal ini terdapat tiga faedah:
a. Agar darah seseorary (qi terbunuh) tidak mengalir dengan sia-sia
apabila si pembunuh tidak mampd membalaidiat.
b. Itasihqn kepada si pelaku tindak pidana tersebut dan ikut me-
ringankan ranggungannya akibat tinaat pidana yang oitakukan-
nya secara tidak sengaja.
c. supaya masyarakat memperhatih_an penaiaikan anak-anaknya
dan me-ngawasi perilakl.r mereka sehingga tidak terulangl"ei tin-
dak pidana.s-egerri iru, dan tidak m&bebani mereki AEng*
tugas yang tidak mampu mereka pikul.

Sesungguhnya yang menjadikan hukum warisan ,ashtbah ber_


sama anak-anak perempuan si mati tampak aneh oleh sebaeian
kaum muslim adalah
lcarena kenyaraan uuiut yang kita lihit-dfiam
kehidupan kaum muslim sekararig ini. Di anaia niereka --sebagian
|eJalat terhadap sebagian yang-lain-- tidak saling ,n"nyarb"ung
kekeluargaan meskipun meiekihidup dalam satu daerah. Bahkan
kadang-kadang selama beberapa ahun mereka tidak saling bertemu.
Terkadang yang sebagian kaya dan sebagian lainnya mis[in, lantas

558
yang kaya tidak memikirkan yang miskin dan tidak pernah meng-
ulurkan tangan memberikan bantuan kepada mereka.
IGsenjangan dan pemutusan hubungan ini pun beralih dari bapak
kepada anak-anaknya, sehingga mereka hampir tidak mengenal
paman-pamannya atau anak-anak pamannya. Maka ketika mati
pamannya --yang nota bene adalah ayah anak-anak perempuan t€r-
sebut-- sedangkan ia meninggalkan harta kekayaan unhrk diwarisi,
tiba-tiba muncullah paman yang selama ini tersembunyi, atau anak-
anak paman yang selama ini tidak diketahui oleh seorang pun.
Kenyataan ini bertentangan dengan afaran lslam, dan kondisi
seperti inilah yang menjadikan sebagian orang beftanya-tanla: apa
yang menjadikan paman atau anak-anaknya ini punp hak waris
padahal sebelumnya tidak ada hubungan sama sekali?
Sesungguhnya sikap hidup kita kaum muslim sering kali merusak
dan mencemarkan Islam. Namun, suatu hakikat )rang tidak diragu-
kan adalah bahwa Islam merupakan hujjatr bagi kaum muslim, bulen
kaum muslim menjadi hujjah bagi Islam.
Semoga Allah menunfukkan kita semua ke jalan yang lurus.

26
MEMBERI NAMA ANN(
DENGAN NAMA.NA"TIA ASING

Pertanyaan:
Saya seorang muslim non-Arab --asal India-- dan saya berdomi-
sili di Dauhah. Saya dikaruniai anak oleh Allah set€lah lama merin-
dukan kehadirannya. Tetapi kemudian kami berbeda pendapat me-
ngenai nama yang akan diberikan kepadanya. Di antara keluarga ada
yang menghendaki agar anak itu diberi nama dengan fiMur-&tnur
India sebagaimana kebiasaan yang secara turun-temurun dilakukan
dalam keluarga. Namun ada pula yang melarangnya dengan meng-
atakan, "Tidak boleh memberi nama anak kecuali dengan nama-
nama Islam yang sudah terkenal di kalangan kaum muslim, seperti
nama-ruuna Nabi, sahabat, ulama, dan pam shalihinpngtermasyhur.
Adapun memberi nama dengan nama-nama India yang non-Arab itu
adalah haram."
Perselisihan itu demikian sengit, dan kami tidak menemukan
falan keluar melainkan melgemldlkannya kepada ustadz agar ber-
kenan memberikan fanra kepada kami menginai masalah 6rsebut
menurut dalil-dalil qrar' iyah.
. frami.
ryohon Janganlah U,stadz mengesampinglen pertanyaan ini,
dan mudah-mudahan Ustadzberkenan men;iwibnya. Semqga Anah
memberikan pahala untuk Usadz.

Jawaban:

.9egrl" puji kepunyaa! Allah, shalawat dan salam semoga tercu-


rahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du:
Islam tidak mewajibkan kepada keluarga muslim untuk memberi
nama anak-anaknya -baik laki-laki maupun perempuan-- dengan
nama-narna tertenhr, dengan berbahasa Arab maupun bukan erab.
Islam menyerahkan hal itu kepada kemauan dan keinginan keluarga
{:ngn pertimbangan yang baik, sesuai dengan arahln yang sudih
ditentukan.
Arahan Islam dalam masalah ini antara lain sebagai berikut:
t. Nama itu hendaklah y_ang baik, tidak dirasa jelek oleh orang_
orang, dan tidak diingkari oleh si anak jika kelak ia besar diir
mengerti --karena nama yang diberikan kepadanfa memberi kesan
pesimistis, memiliki arti yang hina, atau merupakan lambang
orangyang terkenal sebagai penjahat, pendurhaka, dan sebagai:
nya. Nabi saw. biasanya mengubah nama-namayang jelek m-en-
jadi nama-nama yang baik. oiang yang bemami "eXil" diubah
dengan nama "Katsir", dan orang yang bernama "'Ashiyah"
1wa-
nita durhakal diganti dengan "lamilah; (wanitayang o*Otl, a*
seterusnya.
2.
fangrytlah me nama Abd (Abdul) yang disandarkan
kepada selain Allah, misalnya Abdul tb'batr,
Abdil Nabi, Abdul
Husein, dan sebagainya. Ibnu Hazm menukil ijma' tentang
haramnya memberi nama Abd yang disandarkan lepada selaii
Allah, kecuali Abdul Muththalib.
Hampir sama dengan ih.r adalah ruuna-ruilna yang sudah terkenal
-
di kalangan orang ajam (non-Arab), seperti Cliulam Ahmad, Ghu-
lam Ali, Ghulam Jailani, dan sebagainya.
3. |anganlah nama itu memberi kesan kesombongan dan tinggi hati.
Karena itu Rasulullah saw. bersabda:

5@
ay,#kyq4w$+&/g
e;ty'tii:ru'ota,,u.,>lii$y,3$<!,!_d*Ji
"khina-hina nama di sisi Nlah pada had kiamat iakh orurgyng
bemama dengan Paja Dinja. Tidal< ada nia (yang fufuasa) *lain
Nlah.4Y
Demikian pula jangan menggunakan nama-nama Allah yang
bagus (Al-Asma'ul Husna) yang khusus untuk Allah SWT, seperti
Ar-Rahman, Al-Muhaimin, Al-fabbar, Al-Mutakabbir, Al-Khaliq,
Al-Bari', dan sebagainya.
Demikian pula tidak boleh menggunakan nama-nama )rang
tidak khusus unnrk Allah, tetapi dalam bentuk ma'rifah (menggu-
nakan cl-), seperti al-Aziz, al-Hakim, al-Ali, d-Halim, dan se-
bagainya.
Adapun menggunakan sifat-sifat tersebut sebagai nama dalam
bentuk nahirah (tidak memakai al-) tidaklah terlarang, bahkan di
antara nama sahabatyurg termasyhur dan mutawatir addah Ali
dan Hakim (tanpa memakai al-).Dandikiaskan dengan ior nama-
nama seperti Aziz, Halim, Rauf, Karim, Rasyid, Hadi, Nafi', dan
lainnya.
4. Disukai memberi nama dengan nama-narna para nabi, shalihin,
dan shalihat, unhrk mengabadikan kenangan kepada mereka dan
menimbulkan kegemaran untuk meneladaninya.
Demikian juga disukai memberi nama dengan Abd yang disan-
darkan kepada Allah, sebagaimana sabda Nabi saw.:

.,FJ?^:fi it'-,etAay)6!ig
Itbj pat Qb oLilJtr t:bJ.L ) P ot
"Nama-nama yans pal@ disul<ai Nlah ialah AMullah dan AMw
Ralilnan.z9s
294nn Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi dari Abu Hunirah. Uhat Slr/ltih al-Jani'
ash-Shaghir, nomot 237.
295HR yuslirn, Abu llaud, Ilrmidzi, dan tbnu lvtajah dari lbnu Umar, dalam shahih at-Jdni'
ash-Shaghir, no.161.

561
5. Tidak terlarang me-nggunakan nama asing yang mempunyai arti
bagus m€nurut bahasanya. Banyak kauir-mu-slim ying masih
tetap pada nama asalnya yang non-Arab, baik laki-liki iraupun
perempqa!, setelah mereka memeluk Islam, meskipun merlka
berada di lingkungan Arab.
Contoh terdekat ialah "Mariyah al-eibthiyyah-, istri Nabi saw.
laqg mempunyai anak lbrahim, yang terkenal dengern nama al_
Qibthi al-Mishri.
selain itu, apabila kia memperhatikan nama-nama sahabat dan
tabi'in, niscaya akan didapati nama-nama yang asalnya meruDa_
kan nama tumbuh-tumbuhan, seperti fnaUian,-satmah, dan iin_
zhalah.
Atau nama benda-benda mati dan alami, seperti Bafu,
fabal,
dan Shakhr.
Atau nama-nama yang berupa kata bentukan dari kata lain,
Tperti Amir, Salim, Umar, Sa'id, Fathimah, 'Aisyah, Shafiyah,
dan Maimunah.
Atau nama-nama o-rang_terdahulu yang patut diteladani, seperti
para nabi, shalihin, dan shalihat, semisal tbrahim, tsmail, ydsuf,
Musa, dan Maryam.
Karena itu, seorang muslim boleh saja memberi nama anaknya
dengan nama-narna Arab atau non-Arab, sesuai dengan arahin
dan tuntunan tersebut.
Wabillahit toufiq.

27
IUMLAH SUSTIAN YANG MENGHAPA^T{KAN

Pertanyaan:
Saya adalah seorang pemuda muslim Bangladesh. Saya hendak
menikah dengirn seorang_gadis yang masih keiabat saya, yaitu putri
bibi saya yang meninggal dunia sehari ser€lah metatriikai ,nu[ p.-
rempuannya itu. Kemudian anak itu dipungut oleh isni paman siya
karena merasa bertanggung jawab unnik mlme[hara dan mendidik-
ly-1. Tgta-pi, pada suatu hari ia pernah menyusu pada ibu saya satu
ku! *lg ketika berusia tuiuh arlu delapan f,uhn'serama duiminit,
sedangkan sebelum dan sesudah itu ddak pernah men5rusuinya.

562
Lalu hal itu saya tanyakan kepada ulama di negeri sa1a. Mereka
memberi fanva kepada saya bahwa saya tidak boleh menikah dengan
anak tersebut, karena ia t€lah mengisap susu ibu saya selama dua
menit, yang berarti lebih dari lima kali isapan. Tetapi saya membaca
kitab Ustadz, al-Halal walHaram, yang telah diterjemahkan oleh orang
Bangladesh ke dalam bahasa Bangladesh, dan di dalamnya termaknrb:
"Bahwa susuan yang mengfuramkan pernikahan iu ialah su$ran
yang tidak kurang dari lima kali susuan yang mengenyangkan, dan
sekali susuan yang mengenyangkan itu ialah si bayi merasa kenyang
setelah menyusu dari tetek tersebut.' I(arena itu saya yakin bahwa
susuan anak tersebut pada ibu saya barulah satu kali. Dengan demi-
kian, berarti dia tidak haram saya nikahi sebagaimana yang dijelas-
kan dalam kitab Ustadz.
Maka bagaimanakah cara memecahkan persoalan ini, sementara
ulama Bangladesh memberi fanua tentang haramnya saya nikah de-
ngannya?
Kami harap Ustadz berkenan memberikan jawaban segera.
Mudah-mudahan Allah berkenan memberikan balasan yang sebaik-
baiknya kepada Ustadz.

Jautaban:
Segala puji hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam semoga ter-
curahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du:
Sesungguhnya fanua ulama Bangladesh )rang penan),a ielaskan
itu didasarkan pada mazhab yang mereka ikuti -tanpa menglraji
mazhab lain-- yaitu mazhab Hanafi yang mengharamkan perka-
winan karena susuan, baik sedikit ataupun banyak, walaupun hanya
dengan sekali susuan, meskipun hanya sekali isapan. Demikianlah
nash kitab-kitab Hanafiyah dan kesepakatan ulama mereka. I(arena
itu benarlah fanua ulama-ulama (Bangladesh) itu bila dinisbatkan
kepada mazhab yang mereka ikuti.
Tetapi, Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak mewaiibkan kita meng-
ikuti suatu mazhab tertentu dengan tidak boleh berpaling dari pada-
nya dalam urusan kecil maupun besar. Bahkan hal ini tidak diwajib-
kan oleh imam-imam yang mereka jadikan panutan itu sendiri, tidak
diwajibkan oleh Imam Abu Hanifah, dan tidak diwaiibkan oleh se-
orang pun dari sahabat beliau kepada orang lain sepeninggal beliau.
Karena itu, tidak ada larangan syar'i untuk keluar dari kesem-
pitan kepada keluasan, apabila keluasan (keleluasaan) itu merupa-

563
kan pendapat mazhab lain dari mazhab-mazhab yang telah diterima
dan diridhai umat.
, . Dan bagaimana iika ddil yang kuat t€rnyata ada pada mazhab
tain yaTg bert€ntangan dengannya, sepefti dalam masalah yang
sedang kita bicarakan ini, yaitu mengenai penyusuan dan hukum-
lya?
_ ry1$nat saya dalam masalah ini ialah sama dengan
Syafi'i d1n.Y:*U4i,-yairu "bahwa susuan yang menghiramkan
mazhab
qni_
kah/menjadikan hubungan sesusuanl ini iain nria ui susuan
yaxg me-ngeny-angkan- sebaglimana yang dimaklumi, dan pendapat
ini diperkuat oleh hadits sahih".
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah r.a. secara marfu,:

eW'rA*tUFq
"sekali iapan dan dua l<ari iapan tidak menglnnmkan (perr<awin-
an)."

Imam Muslim juga meriwayatkan dari hadits Ummur Fadhl r.a., ia


.Derlata: seorang Arab dusun datang kepada Nabi saw. ketika beliau
sedang berada di rumah saya. Ia berka-ta, "wahai Nabi Allah, saya
mempunyai seorang istri, lalu saya kawin lagi, tetapi kemudian istri
saya yang_pertama mengatakan bahwa dia pernah menyusui istri
saya yang baru itu sekali atau dua kali susuan.' [alu Nabi saw. ber-
sabda:

o,6z-fit'Etfui,64ii$*
"kkali dan dua l<ali susuan tidak mengharamkan @e*aivinan)."

Dalam riwayat lain, hadits tersebut menggunakan lafal:

'z*-%GqWJCql 't""**
l'A--) t ,/ ----I
/ Hz

&n
uq6$
"Sekali dua kali susuan, ekati dan dua kti io,pn tidaklah
menStanmlran (perlawinan/menjadikan mahram)."

564
Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwoththa'dan lmam Ahmad
meriwayatkan dalam al-Musnad dari hadits Aisyah bahwa Nabi saw.
bersabda kepada Sahlah istri Abu Hudzaifah dalam kisah Salim,
bekas budaknya:

.-1-/q- /2< ta .r4


-9-
"Susuikh dia lima kali susuan."

Maksudnya agar Salim menjadi mahram bagi Sahlah. Hal ini me-
nunjukkan bahwa susuan yang kurang dari lima kali tidak menjadi-
kan mahram bagi yang bersangkutan.
Imam Muslim dan lainnya juga meriwayatkan dari Aisyah:
"Di dalam wahyu lnng diturunkan dalan N-Qulan di*butkan:
'Sepuluh hli susan ltang dimaklumi (hannh) mengfianml<an
pe*awinan (menjadikan mahnm), kemudian ketenfinn ini diha-
puskan dengan lima l<ali susuan ltang dimaklumi.'Dan Rasulullah
sw. walat ffing ketentuan inilah nng ditetapkan dalam AI-
Qurlan."(Hadlts lni dlriwayatkan dengan lnfnl !,ang berbeda-
beda)

Meskipun hadits ini masih dapat didiskusikan, tetapi yang penting


bagi kita ialah ket€tapan haramnya perkawinan (teriadiryra hubungan
mahram) karena susuan sebanyak lima kali susuan yang menge-
nyangkan sebagaimana yang dimaklumi (sebagaimana wajarnya),
bukan yang kurang dari ihr, sedangkan hukum sebelumnya seba-
nyak sepuluh kali susuan.
Inilah yang sesuai dengan hikmah diharamkannya perkawinan
karena susuan, yaitu teriadinya semacam hubungan keibuan antara
wanita yang menyusui dan yang disusui, yang dengan peristiwa ini
pula terjadilah hubungan persaudaraan (dengan saudara-saudara
sesusuan). Hal ini tentu saia tidak bisa terjadi hanya dengan sekali
atau dua kali susuan, dan semakin banyak penyusuannya maka
semakin dekatlah rasa dan hubungan keibuan itu.
Kemudian, lima kali susuan itu ialah yang mengenyangkan perut,
yang mampu membentuk dagrng dan tulang, sebagaimana tersebut
dalam beberapa hadits yang lain.
Apabila nash membatasi jumlah susuan yang mengharamkan
(menjadikan mahram) itu lima kali susuan, maka tidak terdapat

-L-.
batasan tentang ukuran setiap kali menyusu. Bahkan hal ini dikem-
balikan menurut adat kebiasaan, sebagaimana banyak hal yang dise-
rahkan kepada kebiasaan manusia, seperti masalah memegang
(mengikat) iud beli, melindungi barang dari pencurian (sehingga
yang mengambilnya dari tempat tersebut dapat dikategorikan men-
curi), menglridupkan tanah mati, dan sebagainya.
_ Sedangkan 'url (kebiasaan) itu tidak menganggap satu susuan
kecuali yang mengenyangkan. I(arena itu orang-oiang mengatakan:
"Sesungguhnya bayr itu setiap harinya membutuhkan empat atau
lima kali menS/usu." Maksudnya, sahr kali menylrsu dengan ukuran
hingga kenyang sebagaimana orang dewasa makan dengan sekali
makan, berarti dengan ukuran sampai kenyang.
Atas dasar ini maka mubah (bolehlah) saudara (penanya) meni-
kah dengan putri bibi Anda tersebut. Dan susuan yang tiaat teUitr
dari dua menit itu --sebagaimana Anda jelaskan dalam pertanyaan--
tidak melarang Anda menikah dengannya, hal ini menurut kete-
rangan dari dua imam mazhab: Syaf i dan Ahmad bin Hambal, yang
didukung oleh hadits-hadits sahih.
Sepla puji kepunlaan Allah dengan sebanpk-banyaknya. Semop
shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga,
dan sahabatnya. o

566
BAGIAN VI
HUBUNGAI.I SOSIAT
KETfu{STAIUIGTN:
SEPUTAR MASATAH
MM
(Lanjutan Iilid 1)

L
I
BAGAIMANA MTfiIPERGUNAI(AITI HAnIA
YANG DTPEROTEH DAru nl.AN HAnAm?

Pertanyaan:
Saya telah membaca kitab Ustadz dengan topik "Bunga Bank ada-
lah Riba yang Haram", dan saya merasa puas dengan pendapat-pen-
dapat yang Ustadz kemukakan yang mengacu pada dalil-dalil Al-
Qur'an dan As-Sunnah. Oleh sebab itu, alhamdulillah, saya berniat
untuk mencukupkan diri dengan yang halal, bersih dari yang haram,
baik dan bersih dari yang buruk, dan saya tinggalkan apa yang mera-
gukan dengan melakukan apa yang tidak meragukan saya. I(arena
saya yakin bahwa yang sedikit tetapi halal akan membawa berkah
dan lebih baik serta lebih bermanfaat di dunia dan di akhirat dari-
pada yang haram meskipun banyak jumlahnya.
Yang saya tanyakan sekarang ialah bunga dari bank-bank tersebut.
Apa yang harus saya lakukan terhadapnya? Apakah saya biarkan
saja di bank, terserah untuk apa mereka pergunakan? Ataukah saya
ambil untuk membayar pajak dan iuran yang diwajibkan pemerintah
kepada saya, yang kebanyakan pemerintahnya zallmZ Atau saya
pergunakan untuk membeli bahari-bahan bakar, seperd bensin mobil,
gas elpiji untuk memasak di dapur, dan sebagainya sebagaimana
yang disarankan sebaglan orang kepada saya? Ataukah saya berilan
kepada orang-orang fakir dan lembaga{embagd yangmemiliki pro-
gram kebafikan, padahal hadits syarif menslnyalir: 'sesungguhnya
Allah itu baik, dan tidak menerima kecuali yang baik"?
Saya mohon Ustadz berkenan menfelaslen apa yang boleh saya
lakukan, apalagi masalah ini juga t€riadi pada banyak orang yang
memiliki uang di bank dengan bunga sangat banyak. Demikian pula
halnya dengan orang yang mendapatkan penghasilan socara haram
sementara dia ingin bertobat dan menyucikan diri. Apa yang harus ia
lakukan terhadap harta yang buruk itu sehingga ia nand menghadap
Allah dengan keadaan bebas dari tanggungan dan dlterlma tobahya?
Semoga Allah menjadikan Anda sebagai pembela agama-Nya dan
bermanfaat bagi kaum muslim.

569
-l

Jawaban:
_ Saya memohon kepada Allah untuk saudara penan)ra yang ter-
hormat, semqga Dia memanapkannya di atas kebenararidair mEncu-
kupkannya dengan yang halal serta menjauhkannya dari yang
haram. Semoga ia senantiasa menaati-Nya din jauh diri mendirhal
!r1i-Nya, serta memperoleh rezeki dari karunia-Nya bukan dari yang
lain-Nya.
Selanjutnya, saya panjatkan puji kepada Allah karena ternyata
masih banyak pura umat kita yang senantiasa dalam kebailian,
tiada tertipu dan teperdaya oleh fatwa-fatwa picisan yang tidak ber-
-kesepalratai
I.Bng dal tidak berlcendali, yang merobeki bmbaga-
lembaga ilmiah, muktamar-muktamar internasional, dan seminar-
seminar di berbagai ibu kota negara Islam, yang kesemuanya menye-
pakati bahwa bunga bank adalah "riba yang haram,.
. Adapuq apa yang ditanyakan oleh saudara penanya mengenai
bgnga bank yang diperolehnya, maka keadaannya sama seperii ke-
adaan semua harta yang diperoleh dengan jdin haram. 'Artinya,
orang yang me-ngusahakannya tidak boleh memanfaatkannya, sebab
jika iq memanfaatkannya berarti ia memakan sesuiltu yan! haram.
Dalam hal ini, sama saja halnya apakah ia memaniaatkanya
untuk membeli makanan, minuman, pakaian, t€mpat tinggal, atau
untuk membayar kewajiban yang harus dibayarnla, baik kepada
seffima muslim maupun kepada nonmuslim, baik lcepada yang adil
maupun yangmenyimpang (zalim), seperti untuk mernbayar pajak
lepada pemerintah yang memang bermacam-macam keadaannya.
|.pua-rq tidak diperbolehkan. Demikian pula iika dibelikan bahan
bakar, hal ini bahkan lebih terlarang, meskipun anda pernah mende-
ngar sebagian sy_ekh di Nggara Teluklang memperbolehkan penggu-
1taal buqsa bank unruk hd-hd tersebut, misalnya unruk niem6uat
j11nP"l yang tidak suci. Ini merupakin fanra aneh yang
$an linnya
tidak didasarkan-p?da pemahaman yang sehat. Sebab pada dasarnya
orang itu.senjirilah y--ang_menggunakan harta haram untuk kepen-
lingan pribadinya. Alhasil, tidak boleh seseorang mempergunikan
harta y-ang hT?, untuk kepentingan dirinya aau leluarganya, ke-
cuali jika ia fakir atau punya utang sehingga ia berhak-rnenerima
zal<at.
Sementara itu, membiarkan bunga-bunga tersebut untuk bank
juga tetap tidak diperbolehkan sama sekali,sebab apabila bank itu
y-ang memungut bunganya, berarti hal ini akan memperkuat kebera-
daan bank ribawi dan membantunya untuk meneruskan program-

570
programnya. Tentu saja hal ini termasuk dalam kategori membantu
kemaksiatan, sedangkan membantu kepada se$uru yang haram
hukumnya haram, sebagaimana telah saya Jelaskan pada bab per-
tama dari kitab saya al-Halal wal-Haram fil-Islam.
Di samping itu, bertambah besar pula dosanya --dan ini sangat
disesalkan-- mereka (para hartawan Islam) yang menylmpan uang-
nya di bank-bank asing di Eropa dan Amerika, dan membiarkan
bunga bank untuk bank-bank tersebut merupakan bahaya besar.
I(arena bank-bank ini biasanya menyalurkan uang bung tersebut
kepada organisasi-organisasi sosial yang pada umumnya merupakan
organisasi-organisasi gercja dan misionaris, yang kebanyakan mela-
kukan aktivitasnya di negara-negara lslam. Ini berarti harta kaum
muslim dipergunakan untuk mengkristenkan kaum muslim sendiri,
memfitnah agama mereka, dan melepaskan mereka dari cia-cita.
Ringkasnya, membiarkan bunga bank untuk bank --terutama
bank asing-- terhukum haram secara meyakinkan, dan hal ini sudah
ditetapkan dalam beberapa kali muktamar, khususnya dalam "Muk-
tamar Bank Islam'kedua di Kuwait.
Adapun pendayagunaan bunga-bunga itu --dan semua jenis per-
olehan dari jalan haram-- untuk berbagai bentuk kebaikan, seperti
unfuk fakir miskin, anak--anakyatim dan ibnu sabil, jihad fi sabilil-
lah, menyiarkan dakwah Islam, membangun masjid dan pusat-pusat
keislaman (islamic centre), untuk mempersiapkan juru-juru dakwah
yang mumpuni (yakni untuk biaya pelatihan dan penataran-pena-
taran mubaligh daq sebagainya), menerbitkan buku- buku Islam,
dan jalan kebaikan lainnya pernah menjadi perdebatan sengt dalam
suatu kajian Islam. Sebagian saudara dari kalangan ulama tidak mau
memberikan bunga-bunga ini kepada orang-orang fakir dan pro-
gram-program kebaikan (kepentingan umum). Alasan mereka,
bagaimana kita akan memberi makan orang-orang fakir dengan hasil
usaha yang jelek? Bagaimana kita akan merelakan untuk orang-
orang fakir dan sebagainya apa yang kita tidak rela untuk diri kita
sendiri?
Meski dcmikian, sebenarnya harta itu buruk apabila dinisbatkan
(dipergunakan) untuk orang yang mengusahakannya dengan cara
yang tidak haL, tetapi ia tetap bagus bila dinisbatkan kepada orang-
orang fakir dan jalan-jalan kebaikan. Harta itu haram bagi orang
yang mengusahakannya dengan jalan haram, tetapi halal bagi jalan-
jalan kebaikan. Harta itu pada hakikatnya tidaklah buruk, tetapi ia
menfadi buruk bila dinisbatkan kepada orang-orang tertentu karena

571
sebab t€rtentu pula.
Ada empat macam sikap seseorang terhadap harta haram tersebut
--dalam hal ini tidak ada alternatif lainnya-- menurut analisis akal
sehat:
Pettrama: menggunakannya untuk dirinya sendiri atau keluarga-
nya. Hal ini tidak dibolehkan, sebagaimana telah saya jelaskan.
Kedua: membiarkannya untuk bank ribawi. Ini juga tidak diper-
bolehkan sebagaimana t€lah saya kemukakan.
Kedga; membebaskan diri daripadanya dengan merusaknya dan
menghabiskannya. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian ulama
salaf yang wara', tetapi ditolak oleh Imam Ghazali dalam kitabnya
Ihya'Ulumuddin dengan alasan bahwa kita dilarang menyia-nyiakan
harta.
Keempat: mempergunakannya untuk berbagai macam kebaikan,
misalnya untuk fakir miskin, anak-anakyatim, ibnu sabil, organisasi
sosial kemasyarakatan, dan dakwah Islam. Ini merupakan jalanyang
rasional dan nyata.
Perlu saya felaskan di sini bahwa hal tersebut bukan t€rmasuk
bab sedekah, sehingga hadits W$/,61 q#'ii'13! (Sesungguhnya
Allah itu baik, Ia tidak menerima kecuali yang baiklzso tidaklah
memiliki korelasi dengan persoalan ini.
Persoalan ini hanya tergolong dalam bab mempergunakan harta
yang buruk atau haram dalam satu sektor. I(arena iru yang bersang-
kutan tidaklah bersedekah, melainkan han)ra menjadi perantara
untuk menyampailun harta ini kepada jalan kebaikan. Tetapi, mung-
kin juga dikatakan bahwa ini merupakan sedekah dari lingkaran
harta haram dari pemilik harta itu.
Selain itu, saya juga mendengar sebagian orang mengatakan
bahwa sebenarnya bunga bank ini milik para debitor yang meminjam
ke bank untuk menunrp kebutuhan mereka, maka pada prinsipnya
bunga tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya.
Namun kenyaaannya, pata debitor telah putus hubungannya
dengan bunga tersebut, sesuai dengan akad (perianiian) antara
mereka dan bank, dan itu pun terbatas hanya dalam iumlah t€rt€ntu
dari keseluruhan uang bank yang tidak diketahui pemiliknya secara
tert€ntu.

296nn uuslim dan lainnya dari hadits Abu Hurairah r.a. yang termasuk salah sanr dari
hadits arba'in Nawauiyah yaqg terkenal itu.

572
Imam Ghazali t€lah mengupils masalah harta semacam ini. Menu-
rut beliau, harta seperti itu termasuk harta yang pemiliknya tidak ter-
tentu sehingga sangat disesalkan jika dibekukan besm safa. Beliau
menjelaskan: 'Harto ini tidak mungkin dikembalikan kepada pemi-
liknya, dan tidak mungkin dibekukan sehingga jelas urusannya. Dan
mungkin juga tidak dikembalikan karena sangat banyak pemiliknya,
seperti mengkorupsi harta rampasan. tvtaka harta semacam ini se-
baiknya disedekahkan (kepada orang/sektor lain) sebagai penggianti
bagi para pemiliknya."
Lebih laniut Imam Ghazali menerangkan:
fika ditanyakan, mana dalil yang memperbolehkan menyedekah-
kan harta yang haram, dan bagaimana mungkin seseorang menyede-
kahkan harta yang haram yang bukan miliknya? Segolongan ulama
berpendapat bahwa yang demikian itu tidak boleh, karena harta itu
harta haram. Diriwayatkan dari al-Fudhail bahwa beliau pernah me-
nerima uang dua dirham, dan ketika beliau mengetahui bahwa uang
itu diperoleh melalui jalan yang tidak benar, beliau melemparkannya
ke batu-batu seraya berkata: "Saya tidak mau bersedekah kecuali
dengan yang baik, dan saya tidak rela untuk orang lain apa )rang
saya tidak rela untuk diri saya."
Terhadap pertanyaan dan alasan tersebut saya jawab: Benar,
bahwa ada kemungkinan seperti itu. Tetapi saya memilih pendapat
yang berbeda dengan itur berdasarY,anhhabar, atsar, d?tr qiyas.
Adapun dari hhabar (riwayaQ ialah perintah Rasulullah saw.
untuk bersedekah dengan kambing panggang yang dihidangkan ke-
pada beliau, karena salah seorang berkata bahwa daging kambing itu
haram, maka Rasulullah saw. bersabda:

"krikanlah kepda pra


Ac*iLiiafit
tawanan untuk dimalcanlae7

29741-nafizh al-Iraql berkaa: 'Hadlts


)ang berlst perinah Rasulullah saw. unnrk berse-
I dekah denpn kambing panggang yang dthidangkan di hadapan beliau ini diriutayatkan olch
Imam Ahmad darl hadits scorang lakt-laki Anshar. Ia (lak-laki Anshar) int mengaakan,
'frami keluar bersama Rasulullah saw mengantarkan Jenazah, ketlka kami pulang, kami bcr-
I temu soorang penggembala dari seorang wanlta Q,uraisy, lalu penggembala itu berkata, 'S€-
sungguhnya si Fulan mengundangmu dan orang yang bereamamu unnrk makan ,...'
Dari riwayat i$ disebutkan: lalu scecorang berkata 'oagtng lembing iflr dlambfl anpa
seizin pemiliknya.' Dalam riwayat ltu luga dlsebutkan: Lalu bellau bcmabda 'Bcrlkanlah
kepada para tawanan untuk dimakan.' HadlB ini isnadnya bagus.'

573
I
I

I
i

t--
Ketika turun ayat (artinya): "Alif Laam Miim. Telah dilelahkan
bangsa Rumawi, di negeri rcrdekat; dan mereka sesudah dilolahkan
itu akan menang" (ar-Rum: I-5), orang-orang musyrik mendusta-
kan beliau dan berkata kepada para sahabat, "Apakah Anda tidak
memperhatikan apa ),ang dikahkan oleh sahabat Anda prg menglra
bahwa bangsa Rumawi akan menang?' IGmudian Abu Bakar r.a.
mengajak mereka bertaruh dengan izin Rasulullah saw.. KetikaAllah
telah merealisasikan kebenaran firman-Nya itu, Abu Baler datang
kepada Rasulullah saw. dengan membawa hasil kemenangan taruh-
annya itu, tetapi beliau bersabda: "Ini haram." Ialu beliau menyede-
kahkannya; dan orang-orang mukmin merasa gembira dengan per-
tolongan Allah itu.
Adapun ayat yang mengharamkan aruhan (perjudian) turun
setelah Rasulullah saw. memberi izin kepada Abu Bakar unhrk mela-
kukan taruhan dengan orang-orang lta1[i1 igu.2e8
Sedangfian atsaryangsaya (Imam chazali) jadikan landasan ialah
bahwa Ibnu IVtas'ud pernah membeli seorang budak perempuan, tetapi
ketika mau membayarnya beliau tidak meniumpai pemiliknya. Beliau
berusaha mencarinya, t€tapi tetap tidak mendapatkannya. ttaka
beliau sedekahkan uang pembayaran itu dengan berkata, ;ya Alah,
ini sedekah darinya jika ia rela, tetapi iika ridak maka pahalanya
untukku.'
Al-Hasan r.a. pernah ditanya t€ntang tobatnya koruptor
-yang
mengambil harta rampasan sebelum dibagi-- beserta staus harta
yang diambilnya setelah semua pasukan kembali ke rumah masing-
masing. Maka beliau menjawab, "Disedekahkan."
Diriwayatkan pula bahwa ada seorang laki-laki yang mempertu-
rutkan nafsunya hingga ia berani mengambil harta rampasan seba-
nyak seratus dinar secara curang (korup). Kemudian ia datang ke-
pada amir (komandan pasukannya) untuk mengembalikannla, t"Wi
amir tersebut tidak mau menerimanya, dia hanya berkata, "Orang-
orang sudah bubar." Orang itu kemudian datang kepada Muawiyah,
tetapi Muawiyah juga tidak mau menerimanya. Maka ia datang lcepada
sebagian ahli ibadah, lantas ahli ibadah itu berkata kepadanya,;Be-

298nadits tenang peraruhan Abu Bakar dengan


kaum musyrikin seizin Rasulullah saw.
--ketika turun ayat'Ghulibatlr Ruum"- ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Dalaitun Nubuu-
wah dari hadits lbnu Abbas, tetapi ddak disebutkan bahwa pertaruhan itu dengan lzin Rasul.
Hadits ini oleh Tirmidzi dihasankannya, dan disahkan oleh Hakim anpa kallmat ,lni haram,
kemudian beliau menyedekahkannya. "

574
rikan seperlimanya kepada Muawiyah, dan sedekahkan sisanya."
Setelah Muawiyah mendengar pendapat ini, ia merasa menyesal
karena dalam pikirannya tidak terlintas pendapat semacam ini.
Imam Ahmad dan al-Harits al-Muhasibi serta sejumlah orang
wara' berpendapat demikian.
Adapun dalil qiyas untuk persoalan ini ialah bahwa harta seperti
ini diragukan apakah dibuang dengan sia-sia ataukah digunalen
untuk kebaikan. Sebab walau bagaimanapun, pemiliknya akan
merasa menyesal jika dibiarkan seperti itu, dan secara meyakinkan ia
pasti berpendapat bahwa harta itu akan lebih baik digunakan untuk
kebaikan daripada dibuang ke laut. Apabila ia membuangnya ke laut
berarti ia telah menyia-nyiakannya baik untuk dirinya sendiri mau-
pun untuk orang lain, dan tidak bermanfaat sama sekali.
Sedangkan jika hafta itu kita berikan kepada orang fakir yang
mendoakan pemiliknya, maka si pemilik akan mendapat berkah dari
doa si fakir itu, di samping harta tersebut dapat digunakan untuk
menutup kebutuhan si fakir. Adapun mengenai sampainya pahala
kepada si pemilik meski tanpa usahanya (kehendaknya) dari sede-
kah itu tidak perlu diingkari. Karena di dalam hadits sahih disebut-
kan bahwa petani atau penanam mendapatkan pahda dari buah dan
tanamannya yang dimakan oleh manusia atau burung.2ee
Adapun alasan orang yang mengatakan "kita tidak bersedekah
kecuali dengan yang baik" adalah jika kita mencari pahala, dan kia
sedang berada dalam keragu-raguan apakah kita membuang harta
itu secara sia-sia atau menyedekahkannya, kemudian kita meman-
dang lebih baik menyedekahkannya daripada membuangnya secara
sia-sia.
Demikian juga alasan orang yang mengatakan "kita tidak rela
untuk orang lain apa yang kita tidak rela unftk diri kita", jawaban-
nya adalah seperti di atas. Akan t€tapi, hal itu haram bagi kita, karena
kita tidak membutuhkannya, sedangkan bagi orang miskin hukum-
nya halal karena dihalalkan oleh syara'. Apabila kemaslahatan me-

299ldr61,1t1ang menerangkan bahwa peani


atau penanam mcndapatkan pahala pada
setiap buah tarumann]ra yang dimakan oleh manusia ataU burung iol dlriwalatl€n oleh
Imam Bukhari dari hadits Anas yang berbunyi:

6:a1ft4,5ty7g6t1vr,l44wbylw,A*l#aY
r3.d4
Tifu wang muslim yang memtrant s.tafir tarnnnn lantas tr.latryadim*an oldt nunu*+hmry
atau binatang hiq k*tali nrcnjadi dekah fugttd."

575

L
netapkan halal, maka waiiblah dihalalhan; dan apabila sudatr halal
maka kita rela untuk si fakir atau si miskin itu sesuahr yang halal.
Selain inr, menurut saya, dia juga boleh menyedekahkannya ke-
pada dirirlya sendiri dan mereka fakir. Irabolehan
sedekah ini untuk keluarga dan sudah rcntu tidak sanur
lagi, sebab lefakiran itu tidak hilang disebabkan mereka sebagai
-
keluargianya, bahkan mereka lebih utama untuk diberi sedekatr.
_ Sedangkan dia sendiri boleh mengarmbilnya seledar menutup ke-
butuhannya, karena ia juga fakir.
IGsimpulannya, ia boleh menyedekahkannya kepada orang fakir,
-
dan boleh luga b menyedekahkannya kepada dirinya sendiri, bila
memang ia fakir.soo
Barangkali saudara bertanla, apakah orang lang mengambil bunga
dari bank ribawi dan menggunakannya unnrk plan kebaikan men-
dapatkan pahala? Maka jawabannya, ia tidak mendapatkan pahala
sedekah, tetapi ia mendapatkan pahala dari dua sisi lain:
Petlama: karena ia meniaga dirinya dari hartayangharam ini dan
tidak memanfaatkan untuk dirinya dengan ialan apa pun, dengan
demikian ia mendapatkan pahala dari Allah Ta,ala.
Kedrra: ia menjadi perantara yang baik untuk menyampaikan
-
harta ini kepada orang-orang fakir dan organisasi-organisasi tslam
yang memanfaatkannya, dengan demikian insya Allah dia akan
mendapatkan pahala.

z
MENCARI KEKAYAAN DENGAN IAI.AN HARAXI

Pertanyaan:
Saya menulis surat ini kepada Ustadz untuk menanyakan seputar
masalah yang penting dan aktual dalam kehidupan saya.
Saya seorang insinyur bangunan png hidup di Amerika, dan
baru-paru ini saya berhasil mendapatkan gelar doktor dalam bidang
arsitektur di Inggris.
Sejak beberapa waktu lalu saya memperoleh kesempatan untuk

3@Itam al-Ghazali, Ihya'Ulumuilin, 29 : ll9-12O.

576
memasuki $ulh.l syirhah (kongsU bersama seorang insinyur bangunan
Amerika untuk mendirikan usaha bangunan di rlmerika, dan unnrk
modal kerja itu mengharuskan saya meminjam lcepada bank. Saya
tahu bahwa secara umum yang demikian itu haram, tetapi kadang-
kadaTg hal ini $dak dapaq saya hindari. Dalam kesempatan ihr pun
saya berusaha dengan berkirim surat kepada Bank Islam al-Baralatr
di [.ondon, dan baru mendapattan jawaban empat bulan sesudatr itu,
namun jaunbann),a tidak jelas dan berbelit-belit. Saya mencoba ber-
kirim surat sekali lagi, tetapi malah tidak mendapatkan fawaban.
Berbagai cara t€lah saya t€mpuh untuk mendapatkan piniaman
qppa_bunga, tetapi belum jrrga berhasil. Sedangkan di satu sisi, saya
adalah seorang pemuda yang penuh gairah aan tiaat ingin menyia-
nyiakan kesempatan. Niat sala sehat" )aitu ingin meniadi,orang kap
unhrk membanhr umatlang tertimpa berbagai bencana, bukan-unnrk
hidup bersenang-senang dengan tidak mempedulikan orang lain,
sebagaimana sikap kebanyakan orang kaya yang teperdaya oleh
kekayaannya.
Saya akan bersabar menunggu jawaban tJstadz. Semqga Allah
memberikan balasan yang sebaik-baiknya kepada Ustadz.

Jawaban:
Tidak ada larangan bagi seorang muslim untuk mencari kekayaan
dan berusaha mendapatkannya. frekayaan dalam pandang;an lslam
bukanlah dosa, bukan pula hal yang hina dan tercela. ttarta UaaHatr
buruk, dan di dalam Islam tidak ada ajaran seperti ajaran agama
Masehi yang mengaakan: "sesungguhnya orang kaya i$ tidak akan
masuk ke kerajaan langit sehingga unta dapat masuk ke dalam
lubang jarum."
Bahkan Allah SWT telah memberi kenikmatan kepada Rasul-Nya,
sebagaimana firman-Nya:
"Dan Dia mendarytimu *fugai *orangyangkekunngu,lalu Dia
memberikn keankupan." (adh-Dhuha: 8)

Dan di antara doa Nabi saw. ialah:

--aGJGlf,i56\ei$wiy@(
k)Vr,;b qb qb,s^riib 1U oD), A,d)G
577

L
Ta NIah, akt mohon kepada-Mu petunjuk dan kehlwaan,
luhunn budt dan kelayan.t,ot

S.-I"-in itu, dirlwayatkan fuga dari Sa,ad bin Abi Waqash, beliau
-bersabda:
' ,g!#r#rqr44:^i'i!1
(<;Vqb P oYr)
"Sesungguhnln Nkh mencintai hamh yng bertakwa, yng ka1,a
(be*xttkupan), dan yang tidak menampkkanrya.aoz

Bahkan beliau pernah bersabda kepada Amr bin Ash:

{fii
"kgus
i' ob,,) .
d#i*$tq,tA(&
sekali hafia yang tang Mik bgi onng nng salsh.aos

_ Namun demikian, saya ingin mengemukakan


kepada saudara penanya
beberapa hakikat
sebagai beri[ut:
1. Hafta iur -meskipun tidak jelek-- adalah fltnah png menakutkan.
Allah berffrman:
'ksungguhnya hafiamu fun anak-uahtu hanykh afun (fugi-
mu) ....' (at-Taghabun: I 5)

. Lelih{ebih jikapemiliknya merasa cukup deng:rn kekayaannya


itu dan merasa tidak butuh kepada orang lain,
"l<etahuihh! fuinguhnn manusia bmr-futar mdampaui btaA
karcna dia melihat diirya *rfu cakup."(al-'Alaq:6-7)

301nR muslim dalao 'Bab Dzikr, (4: 272tl,dan dirtwayatkan fuga oleh Tirmidzi, Ibnu
Marah, dan Ahmad bln Hanbal dalam Mtsnait-nya,
302HR Mustim
dalam 'Bab Zuhud" (4: 2965), danlbnu Hibban (1: 168).
3O3nn Ahmad dengan sanad y,ang
-
olehnya.
bagus, dan dirlwalatkan oleh Hakim sena disahkan

578
Bahwa kekayaan materi bukanlah segala-galanya, adakalanya
seseorang memiliki kekayaan bermilyar-milyar, tetapi hatinya
miskin. Di dalam hadits sahih, Rasulullah saw. bersabda:

,+AiJitT\,
( p:oQtobt) .
"I<aya itu bul<an karcna UnWnW harta tetapi l<an itu adahlrW
hati.sM

fuga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thdib, beliau berkata:


"Mulialah orang yang kaya hatinya
Meskipun cuma sedikit hartanya
Dan orang yang kaya harta merasakaya
Padahal sebenarnya dia hina."

Dan kata hikmah mengatakan:

6K
"Sedikit tetapi mencukupimu lebih baik daripada banyak yang
melalaikanmu.'

3. Sebagian orang beranggapan terhadap dirinla atau terhadap orang


lain --bahkan kadang-kadang berjanji kepada Allah- bahwa apa-
bila ia berhasil meraih kekayaan dia akan dapat berbuat begini
dan begitu. Tetapi, setelah berhasil ia kemudian merusak janji-
nya. Sikap ini merupakan sikap orang munafik yang diceritakan
Allah kepada kita sebagai contoh, sebagaimana firman-Nya di
dalam AI-Qufan:
"Dan di antara mereka ada onngyangtelah berilmrk@Nlah
'Sesunggahryta jika Nlah memberil<an *Mlian lrarunia-llya ke-
pda l<ami, padilah kami akan fursdekah dan pstilah kami ter-
masuk onng-onngyang saleh.? Mak *telah NIah membefil<an

3O4HX grlhrri (8: 118) dan Muslim dalam "Bab ?alrat' (4t 12O), dan lain{ainnya.

579

L
*hgian hfi karunia-N1m, mercka kikir dengan karunia itu, fun
furpaling, fun merel<a memang onng-orirnggng *lalu membe- I

Ialengi (kebenaran).' (at-Taubalr z 75-7 6l


Oleh sebab itu, orang muslim harus berhati-hati jangan sampai
ia terkena penyakit nifak ini, dan hendaklah ia memohon kepada
Allah agar dijauhkan darinya.
4. Bahaya rakus terhadap kekayaan kadang-kadang menjadikan
manusia ingin segera memperolehnya sebelum waktunya. Sedang-
kan hukum Allah yang kodrati dan syar'i menetapkan: bahwa
orang yang tergesa-gesa hendak mendapatkan sesuatq sebelum
waktunya, terkena hukuman dengan terhalang memperolehnya
(sebelum waktunya itu).
Keinginan yang menggebu-gebu kadang-kadang meniadikan
orang yang bersangkutan sembrono dan mengabaikan apa yang
harus ditunaikan menurut.Jara'. Di antara yang harus dinrnai-
kan itu ialah memelihara syaru-syarat mencari harta, pengem-
bangannya, dan penggunaannya. Di antara yang wajib dipenuhi
ialah mencarinya dengan jalan yang halal, menginfakkannya
sesuai dengan kewajibannya, dan jangan bakhil mengeluarkan
haknya. Memelihara semua ini merupakan sesuatu yang sangat
sulit bagi iiwa.
Dengan mengacu pada hakikat-hakikat ini kita melihat perta-
nyaan saudara yang hendak memulai kehidupan ekonominya
dengan memasuki usaha yang ada bunganya, yang telah disepa-
kati oleh lembaga-lembaga ikniah islamiah sebagai riba yang
haram. Tetapi ia memperbolehkan untuk dirinya dengan persepsi
bahwa hal itu adalah suatu keburukan yang tak dapat dihindari-
nya dan terpaksa ia lakukan untuk memperoleh apayang ia tetap-
kan untuk dirinya. Ia menganggap kondisi dan alasannya itu
sebagai keadaan darurat yang memperbolehkannya melakukan
muamalah dengan riba, baikdalam menerimamaupun memberi.
Benarkah bahwa kondisi seperti itu sudah merupakan kondisi
darurat?

Perlngatan Seputar Anggapan Damrat


Ada suatu kaidah yang tidak diperselisihkan lagi, yaitu "bahwa
kondisi darurat mempunyai hukum tersendiri menurut syara'".
Misalnya, kondisi darurat memperbolehkan seseorang memakan
bangkai, darah, dan daging babi ketika kelaparan, sebagaimana dije-

580
laskan di dalam Al-Qur'anul l(arim, tetapi dengan ketentuan bahwa
yang bersangkutan tidak menginginkannya dan tidak melampaui
batas:

3;"L'^if |89 ;l*W';t r# |';Y-risa*


)*)
"... Maka funngsiap terpaka l<atena kelapnn tanp *ngaja
berbuat do*" xsunguhny Nlah Maha Pengampun lag Malta
PerytaYang." (al-Ma'idalr : 5 )

SjLAii,l*v'if't6rt;{i{3:;{fri#
.a>61
ryl t€)
"... Tetapi barangsiap dalam keadaan terpaka (memalranrya)
dang ia tidak menginginl<ann1,a dan tidak (pula) melampui
batas mal<a tidak ada don baginya. Sesunguhryn Nlah Maha
Pengampun W Maha Pen1m1nng." (al-Baqaraht l73l

Karena itu, para fuqaha menetapkan kaidatr lain sebagai pe-


nyempruna, yaitu "bahwa apa yang diperbolehkan karena darurat,
maka ia diukur sesuai dengan kadar keperluannya. Kalau tidak
begitu (yakni kalau melebihi kebutuhan yang tak dapat dihindari itu)
berarti ia telah sengaja melanggar dan melampaui batas".
Setelah itu masih adatiga perkara yang wajib dipelihara:
Pertama: bahwa kondisi darurat itu harus benar-benar tenrujud
dalam kenyataan, bukan sekadar alasan untuk memperbolehkan
(menghalalkan) sesuatu yang jelas haram. Hal ini banyak bukti dan
dalilnya menurut para ahli. Hal ini pun dapat ditanyakan kepada
pakar ekonomi yang adil, yang tidak mengikuti hawa nafsu, dan
tidak menjual akhiratnya untuk dunia.
"... tidak a& 1rutg dapat memberikan keterutgu kepdamu re-
bagaimana nng diberikan oleh Yang MaIn Mengetalrui."(Fatlrlr:
141

Kedua: semua pintu yang halal sudah tertutup --baik bagi perse-
orangan maupun bagi pemerintah-- meskipun semua jalan telah di-

581

1-_
coba dan diusahakan, sedangkan pengganti yang dibenarkan syara'
gntu-k menutup keperluan ttu tidak ada, fitga tidak ada jalan keluar
dari kondisi darurat beserta tekanannya yang memaksa. Akan t€tap:.,
jika ada penggantinya dan terbuka pintu kepada yang halal, maka
tidak boleh berlindung kepada yang haram sama sekali.
Kedga: janganlah sesuatu yang diperbolehkan karena darurat itu
dijadikan pokok dan kaidah, retapi hal itu merupakan pengecualian
yang bersifat temporer, yang akan hilang dengan lenyapnya kedaru-
ratan. I(arena itu para ulama menyempurrnkan kaidah:
+$gXf&j:t 6il$Si (darurat iru memperbolehkan sesuaru yang
terlarang) dengan kaidah lain sebagai patokan yang berbunyi:
p"ej.tl3iif$46i;Y (apa yang diperbolehkan karena darurat itu
diukur dengirn kadar kedaruratannya).
Kaidah ini dirumuskan dari firman Allah:
"... funngsiapa dalam keadaan terpaksa (memakanny) dang dia
tidak menginginlcannya dan tidak @ula) melampui futas, mal<a
tidak ada dosa fuginya .... " (al-Baqarah: t75l

Barangsiapa lang melampaui batas darurat, baik waktunya mau-


pun ukurannya, berarti dia sengaja melanggar dan melampaui batas.
_Delgan demikian, yang terbaik bagi saudara penanya --yang me-
miliki kemauan yang besar ini-- ialah menempuh jalan se-cariber-
tahap yang sudah menjadi sunnah AIIah di'alam semesta dan dalam
syara'. Selain itu, hendaklah ia menaiki tangga dari awal setahap
demi setahap, jangianlah ia melompat sekaligus untuk menggapai
seluruh anak tangga karena yang demikian itu kadang-kadang akan
menyebabkan kerugian dalam beragama dan ketidakberhasilan
dalam kehidupan dunia sekaligus.

3
UNDUTN BERHN)IAH DAru PERUSAHAAN
DAGANG (PRODUSEN)

Pertanyaan:
1. Sdah satu perusahaan --misalkan perusahaan pakaian atau
perabot rumah tangp-- ingin memberikan sejumlah uang kepada

582
beberapa pelanggannya, apakah para pelanggan itu boleh menerima
hadiah tersebut?
2. Tentang cara yang dipergunakan produsen untuk tnenentukan
pemenang:
Seorang wakil dari perusahaan perdagangan menarik sejumlah
angka sesuai dengan jumlah pelanggan dan dikirimkan kepada
mereka --misalnya 100 orang pelanggan-- kemudian menarik bebe'
rapa nomor lain. Apabila nomor yang ditarik ini sesuai dengan nomor-
dikirimkan sebelumnya, maka orang yang mendapat nomor yang
sama itulah yang beruntung.
Kemu<iian pihak perusahaan mengirimkan nomor-nomor tersebut
kepada pelanggan bersangkutan untuk memberitahukan kepada
mereka mengenai hadiah yang akan mereka peroleh atau sejumlah
keuntungan yang akan mereka dapatkan.
Sedangkan pelanggan yang bersangkutan tidak ikut perlombaan,
tidak mendatangi penarikan undian, juga tidak membayar apa-apa
untuk undian itu, hanya saia seperti biasanya ia membeli produk pe-
rusahaan tfrsebut.
Apakah dalam hal ini --melalui cara seperti ini-- pelanggan boleh
menerima hadiah atau keuntungan tersebut?
Apakah cara semacam ini dapat disamakan dengan yana.sib yang
memang mengandung untung dan rugi? Dan karena adanyra peng-
aruh bagi keuntungan dalam masalah ini, maka adakatr akibat
hukumnya, yakni halal atau haram?
f(ami mohon Ustadz berkenan menjelaskannya, mudah-mudahan
Allah memberi kejelasan kepada Ustadz.

Jautaban:
Segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga tercu-
rahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du:
Menurut pendapat saya, hadiah yang dibagi-bagikan perusahaan
dagang kepada para pelanggan atau pembelinya baik yang berupa
uang maupun barang itu tidak termasuk ke dalam kategori judi (mai-
sir). Sebab salah satu karakter judi ialah mengandung uniung-rugi
bagi salah satu dari dua belah pihak, seperti halnya yanasibyaigte?
kenal di negara-neg.ua Barat --sangat disesalkan praktik ini telah
masuk ke dalam masyarakat kira. Hal ini karena hadiah yang diberi-
kan oleh perusahaan itu sifatnya dari satu pihak (yakni pihak pe-
rusahaan) tanpa merugikan pihak kedua, yakni para pelanggan atau
pembeli.
Adapun cara yang dipergunakan sebagian perusahaan dengan
menggunakan undian, maka hal itu tidak tertaring oleh syara, me-
nurut pandangan jumhur ulama, dan hal ini juga ditunjuki 6leh bebe-
rapa hadits sahih yang memperbolehkan menetapkan kemenangan
dengan jalan undian.
Namun, dikecualikan dari hal itu ialah orang yang membeli
larang dari toko atauperusahaan hanya dengan motivasi In6n men-
dapatkan hadiah, se$19 ia tidak punya tufuan (keperluaiy unruk
membelinya. Maka hal ini mengarah kepada judi yhn! terlarang atau
mendekatinya.
Meskipun saya sendiri tidak suka jika perusahaan-perusahaan
_ -
Islam ikut-ikutan menggunakan cara Baiat ini dalain menarik
pelanggan, misalnya dengan membagi-bagikan hadiah yang haki-
katnya rya,sih ffimar bagi kebanyakan pedagang pada zimai seka-
png. lebap hadiah-hadiuh yqls dibagikan kepada sebagian pembeli
itu paQ akhirnya menimbulkan kenaikan tiarga yang noia bene
harus ditanggung oleh semua pembeli. Oengan demiEan, seolah-
olah pembeli yang beruntung mendapatkan hadiah itu --pada undian
terakhir---memungut harganya dari seluruh pembeli. nai inilah yang
menimbulkan kesamar_an (syubhaQ menurut pandangan iaya,
walaupun sebagian pedagang (produsen) beralasan bahia hadiah
yang diberikan itu diambilkan dari laba atau keuntungannya --hal
ini memang masih perlu diteliti.
Bagimanapun, saya tidak memandang terlarang menerima hadiah
tersebut
-"{k"n tuiuan pokoknya aaalatr membe[, sebagaimana
yang dijelaskan dalam pertanyaan.
Wallahu a'lam.

4
SEPUTAR BATASAN TUNA|
DATAM lUAr BErr VALUTA
Peftanyaan:
I(amimohon dengan hormat agarU*adz zudi menielaskan hukum
transaksi 1lang oleh sebagian bank Islam-yang berkaitan
-dilakgkan
{:.nga1 masalah jual beli valuta asing. Dengan Ueihaiap kepada
Allah Tabaraka wa Ta'ala semoga Dia berkenin memberikan tiufiq

584
Itepada lJstadzdan meluruskan langkah-langkah Ustadz yang penuh
kebaikan untuk Islam dan kaum muslim.
Bentuk transalsi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bank Islam mengumumkan nilai valuta yang hendak dtjuaUdt-
belinya melalul layar televtsi dalam acatayangberkaitan dengan
pasar valuta dl berbagai negara, sepefti di New York, London, dan
Tokyo. (Kita samakan saja, nilai mata uang yang dipakai bank
tersebut adalah dolar).
Kita umpamakan bahwa bank Islam tersebut hendak membeli
dolar Amerika dari Bank Lowedz di sritania. Dalam hal ini, sudah
barang tentu bank Islam itu harus menjual mata uang lain kepada
Bank Britania tersebut,.katakan saja markferman (DM). Dan kia
tetapkan saja harga satu dolar Amerika sama dengan 3 mark
Ierman.
Dalam hal ini, misalnya bank Islam tersebut membeli satu iuta
dolar, dengan membayar 3 juta mark ferman kepada Bank Britania.
Setelah itu bank Islam dan Bank Britania mengadakan persetuiuan
mengenai mata uang yang diperiualbelikan. Untuk memudahkan
urusan, bank Islam menugasi penvakilannya di Amerika (misalnya
Bank of America) untuk melaksanakan transaksi tersebut dengan
penuakilan Bank Britania di sana --misalnya Frankfurt Bank Dalam
hal ini pihak Bank Britania membayar satu juta dolar kepada bank
Islam, dan bank Islam membayar 3 jua lvtark Jerman kepada Bank
Brihnia.
4. set€lah dltennrkan harga mata ua4gpng diperjualbelikan --begur
pun kedua bank perantara mereka-- maka sempumalah serah te-
rima terhadap nilai fiang mereka sepaleti dengan dimasukkannya
ke dalam rekening masing-masing kedua bank itu. Akan tetapi,
sebenarnya penyerahan dan penerimaan tersebut tidak terjadi pada
waktu ltu, melainkan baru sempuma set€lah 48 jam lerja ldua hari
Iterja). Icnyataan sepefti ini sudah biasa dikenal dalam dunia inrcr-
nasional, danrual beli semacam itu rcap disebut "firnai" atau "kon-
tan", Bahkan jika kebetulan bertepatan dengan lib.ur akhir pekan,
serah terlma itu baru dapat terlaksana setelah 96lam kerJa.
Artin;'^-, jika transal$i antara bank Islam dan Bank Britania ial
t€riadi misalnya pada hari Senin,. I Dqpember, pukul 10.0O, maka
penyerahan dan penerimaan ttu baru t€riadi dua hari sesudahnla,
yaitu hari Rabu, 3 Desember, pada pukul 10.00. Apabila bertepaan
dengan libur akhir pelen -)attu hari Sabtu dan Ahad menurut ke-
biasaan mereka-- maka serah t€rima ifil baru teriadi set€lah empat
hari kerja atau setelah 96 Jam.

Yang perlu kami kemukakan di sini, bahwa serah terima itu


kadang-kadang t€riadi pada waktu itu (setelah teriadi kesepakatanl,
kadang-kadang setelah satu atau dua jam, bahkan kadang-kadang
setelah 40 jam, hanya saja tidak sampai melebihi 48 jam, sebab se-
sudah 48 jam jual beli tersebut berarti tidak tunai menurut kebiasaan
negara bersangkutan.
Mohon penjelasan mengenai hukumnya, semoga Allah memberi-
kan taufiq kepada lJstadz.

Jawaban:
Saudara yang terhormat, mengenai pertanyaan Anda dalam surat
Anda tentang masalah yang berhubungan dengian investasi sebagian
bank Islam dalam jual beli valuta asing, saya akan berikan jawaban
secara singkat, semoga memadai;
Menurut prinsip Wilrs', jual beli mata uang haruslah dilakukan
dengan tunai, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah saw.
dalam jual beli enam macam benda yang sudah terkenal.3os
I(arena itu, tidak sah akad jual beli mata uang dengan sistem pe-
nangguhan, bahkan harus dilakukan secara tunai lcetika di tempat
ftansaksi itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar:

s6x\?KK,fi{s$iiil
"Anda berdua berpish sdangdi antanAnda sudah tidak adaWr-
rcalan apa-apa lagi"

Hanya saia, yang menjadi kriteria "tunai" adalah menurut ke-


biasaan masing-masing, dan tunainya sesuatu itu menurut ukuran-
nya sendiri-sendiri. Dalam hal ini, syara'telah menyerahkan ukuran
banyak hal kepada adat kebiasaan manusia, sebagaimana yang di-
kemukakan Ibnu Qudamah dan lain{ainnya, yang di antaranya ada-

305Yaitu emas, perak, beras gpndum, padi gandum, kurma, dan garam, sebagairnana
disebutkan dalam hadits riwalat Muslim dari Ubadah bin Shamit r.a.. Ilhat, Ahmad Azhar
Basyir, M.A., Hukum rrlnm tenhng Blba, Utang-Ptutang, c.dtt, al-Ma'arif, Bandung, 1983,
hlm. t8 (pcnl.).

586
lah kriteria "tunai" dalam fual beli.
Maka,selama yang dimaksud dengan 'htnai" menurut adat ke-
biasaan itu tidak sempurna kecuali menurut cara )rang Anda sebut-
kan itu --dalam hal tni berbeda dengan rual belt benangguh-- maka
makna "tunai" menurut qlara'pun sudah terealisasi. Dengan demi-
kian, berlakulah padanya hukum-hukum yang berkaitan dengan lce-
tunalan menurut syara'. Namun, meskipun realitas tunai itu ,uga
mengikuti kedaruratan waktu, darurat teap harus diukur dengan
ukurannya. Maka, tidak diperkenankan bagi bank Islam meniual apa
yang telah dibelinya kecuali setelah diterimanya terlebth dahulu
barang itu menurut kriteria adat kebiasaan png berlaku.
W allahu w aliyyut uuJiq.

5
ADAKAH BATAS TAIGIMAL BAGT KTUNTIINGAN
PEDAGANG?

Pertanyaan:
Menurut syara', bolehkah membatasi keunarngan pedagaqg, fdkni
menetapkan batas maksimal keuntungan bagi pedagang yang tidak
boleh dilampauinya? Atau, apakah pedagamg itu bebas menetapkan
besar-kecilnya keunhrngan atau laba yang hendalc diraihnya? Kami
mohon penjelasan s€cara rinci mengenai masalah ini menurut tin-
jauan dalil-dalil syar'iyah, mengingat banyaknya pertanyaan dan
kebutuhan orang untuk mengetahui masalah ini.

Jautaban:
Sebelum menjelaskan masalah ini, terlebih dahulu perlu saya
jelaskan maksud yang akan saya bahas. I(arena sebagian orangyang
membahas masalah ini adakalanya yang dimaksud adalah pemba-
tasan keuntungan perdag;angarr yang ditetapk4n pemerintah.
Namun demikian, saya percaya bahwa malsud pertanyaan ini
bukanlah demlkian, sebab jika yang dimaksud seperti ttu niscaya
dibahas dalam tema lain, yaitu "penetapan harga". Alasannya, pene-
tapan harga seperti ini tidak hanya terbatas pada para Wdagang,
melainkan meliputi para produsen, baik petani, perusahaan, maupun
lainnya.
_ sebelumnya kita.perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai
kaitankeuntungandengan-ar-ghaban(taktikpenawaranlyang"otetr
se!rylan pemtahas masih dianggap perkara yang samar. tueiftipun
telah terkenal di kalangan sebagian fuqaha bahwi al-ghabanaimterir
derlgan-batas-maksimal- sepertiga (dari harga pembelia"n atau pokok).
sedangkan jika ryelelilri ggn-ertjsa dianggap-sebagai ar-gharrun yang
buruk, yang tidak boleh dilakukan, dengan didasarkan"paOa triditl
muttafaq.'a.laih tgntang masalah wasiat: "Sepertiga, dan s-epertiga itu
pun sudah banyak."
Namun demikian, sebenarnya laba dan penawiuan adalah dua hal
yang berbeda, tidak
4rr.g memastikan.-Itadang-kadalrg seorang
pedagang mendapatkan laba so% atau 10o%, teapl ia tidilt'dianggap
menipu pembeli karenaAarga pasar memang seding menaik hingga
angkatersebut, arau bahkan lebih tinggi lagi.
Kadang-kadang penjual bersikap muAafterhadap pembeli pada-
- .
hal ia.sudah mendapatkan keuntungan yang besar. Iiemikian pula,
terkadang si pedagarg menjual barang kepada pembeli dengan ke-
untungan y-ang sedikit, atau tanpa mendapat keunnrngan --bahkan
kadang-kadang merugi-- tetapi dilakukannya denganinenipu pem-
beli.
Oleh karena itu, kita perlu mengetahui maksud perdagangan dan
keuntungan.

Perdagangan dan Keuntungan


tjiar.ah (berdagang) ialah membeli sitah (barang dagangan) dan
menjualnya kembali dengan maksud unhrk mendapatkanfuuntuirgan.
!a1ir.
(pdagang) yaitu _orang_yang membeli silrrh untuk dijualnya
kembali dengan maksud mendapaikeuntungan.
Sil'4h kadang-kadang disebut dengan al-bidha,ah ataa al:ardh de-
ngan bentuk jam,ak al-'urudh. Sedangkan ar-ribh (keuntungan) yaitu
tambahan harga barangyang diperoleh pedagang anrara h-argi
!em-
belian-dan penjualan barang yang dip-erdagangkannya. 6[gur'an
menyebutkan:

:trLu{1ii(Q$i$:6.
"&4 qg &i g.<-, trr irfi
"Hai orang-onng briman, iangnkh aling
;ggr,
kamu
1rul.6 memakan
harta sesmamu dengan jalan yang futil, kecuali dengan jatan per_

588
niagaanWry berlafu dengan sul<a sama ilh di antan bmu ...."
(an-Nlsa':29)

Selain itu, dalam alat muilayanah (mu'amalatr ddak secara finai)


png memerintahkan menulis utang-plutang, Al{ur'an men},ebutkan:

;:$'H$qbiik#,f,i-6K,J$t x
tlr#K<r1rcqf$;
"... kearali iik mu'amalah itu Wdagangan mni yang hmu fuln-
kan di antara hmu, malsa tidak da d@ bagt hmu Qika) hmu
tidak menulisnya .... " (al-Baqaralr t 2821

Sebagaimana Al{ur'an juga menyebut-nyebut perniagaan mak-


nawiyah (yang bersifat immat€rial), seperd dalam ffrman Allah:
"... metelca itu menghanpkan pemiagaan yngtidal< ahn merugl."
(Pathlr:29)

Dan firman-Nya:
"... silcahh kamu N<tt runiut*an watu Fmiajpan yang dapat me-
nfunntbn bnu dad aab yiltg Nih?'(ach€haf: IO)

Allah pun menyifad orang-orang munaffk dengan ffnnan-Nya:


"Merclra iAiah orutg-onng yng manHi kwtan furyAn p
tuniuk mala tidaldal, bruntwg pmiagaan meteb dan tidaflal,
merel<a menfupt pfinjuk' (al-Baqatah: I 6)

Semua ini menunjukkan bahwa pada dasarnya perniagaan atau


perdagangan i0r untuk mendapatlan keuntungan aau laba. Barang-
siapa yang tidak benrntung perdagiang;annya, rnaka hd itu dlkarena-
kan ia tidak melakukan usaha dengirn baik dalam memi[h dagangan
aau ddam bermuamalah dengan orang laln.
Imam Tirmidzi merlurayatlen dad Abu Huralrah r.a. bahwa Nabi
saw. bersabda:

*ruV#iKf,'6,5(4$5tSy
589
( cil,Jn t oD ) . ot)t+'hl 63j$,r3J3fr
"Apabila lcamu melilnt otang menjual atau membli wmtu di
dahm masjid, mala uapkanlah Mudah-mu&han Ntal, tidatc
memfurikan keuntungan fulam pdaganganmu.4$

Demikianlah hakikat perdagangan, karena nrruan berdagang ialah


mendapatkan keuntungan atau laba. Maka, jika orang-oran{muk-
min mendoakan kepada seorang pedagang agar AIhh hdak membe-
rikan keuntungan dalam perdagangpnny", rn"to hilanglah n{uan-
nya dan t€rbuanglah tenaganya dengnn sia-sia.
Dalam Al-Qur'an disebutkan tentang pedagang-pedagary 1lang
beriman melalui firman-Nya:
"Lald-laki yng tidak dilalaikan oleh pniagwr dan tidal( (pula)
oleh jual bli dad mengtngat NIah dan (&i) mendtuihn dralat,
dan hi kepfu srtatu Inri yang
memfuyar zakat Merclca talrut
(Na lwi ifrt) Inti dan Wrglihabn ma{adi gga ng;"(an-Nur: SZ)
Apabila perdagang;an itu berarti jual beli, maka Al-eur'an juga
menyebut-nyebut jual beli ketika menyanggah nrkang-tukang-riba
yang suka mempermainkan ag?fiit:
"... Kfun met* yang demikin itu adahh disebatfun mereh
fur*ata (}rerytdaryt) *sungulnya i,nl beli itu wm dengur
nDn, @Inl Nlall. tdah mengfulbn iual Mt dan nenghann-
kan nba ....' (al-Baqarolr z 2761

Dan AI-Qur'an juga mempergunakan kata at-tui,(jual beli) ketika


-
menyuruh orang agar bersegera menunaikan shalat;um,at

€tt;:$;i,itr$Lv:,ft
"...Mah *rqqentan kanu prgi mengingat NkL dan tingattan-
Ial, iual Dr;li ...." (al-lumu'ah: O)

berkaa, ,HadtB inl hasan $arlb." DiriwaJrdtkan dalam al-Buyru,,.Mb


SO6Imam I'trmldzt
an-Nahyu 'an al-Bai' m Masrid', hadlts nomor 1921.

590
Al-Qur'an juga menggunakanftl (kata keria) yasyn ( 6ft.1 Ae-
ngan arti yabi'u ('4 : menjual) dalam lapangan maknawiyah, se-
pefti dalam firman Allah:

Vi ta G; i,v-6\ <r3
+u*\'$i orugyng
"Dan di antata nwtusia ada nmiual (nengoftankan)
diriryn l<arcna mencari keridhaan Nlah ...." (al-Baqaraht 2OTl

Dan seperti dalam firman-Nya:

"I(arena itu, hendaklah onng-onng lang meniual (menuh) ke-


hiduptr duniadengan kehidupn alehint brWransdi ialan Nlal,
...."(an-Nlga': 74)

Demikian pula dipergunakan kata kerja syorat ( rqrt ) untuk


urusan mat€rid (kebendaan) di dalam mencerialtan kisatl Yusuf
ash-Shiddiq:

'u,r*-lj,t4tt3l'e;"*;i+liS
Oo-+rgi
"Dan mercla menjual Yusuf dengu hargaWg munh, nitu b-
furary dirham sia fun mercka menasa ti&k teftaik lntinn
kepfu Yusuf." (Yusuf: 2O)
Begitupun dalam sejumlah ayat, Al-Qur'an menyebuttiiarah (per-
dagangan atau perniagaan) dcngan sifat atau indilosi yang menun-
juk'kan bahwa perdagangan itu merupakan suanr usaha yang diri-
dhai Allah, yaitu dengian digunakatura isdlah al-ibtiglw' mit faiklilloh
(mencari karunia Allah), seperd dalam firman Allah:

il,#*W"6,ilO:6-:*.6'|,5-Alti';j'f;$
591
"Apabila telah ditunilean sllrtlat, nab futfuruIah tamu di muh
bumi, dan carilah karunia NIah ...." (al-Iumu,ah: IO)

U, j*n:t;{-€}.ii9{,i,aii,i}ru
'... dan onng-onnggnglain berjalan di muka bumi menani *h-
gian karunk NIah ...." l^l-Muzzammll: 2O

Bahkan AI-Qur'an tidak melarang meucari karunia Allah ini mes-


kipun dalam musim haji dan dalam menunaikan ibadatr. Allah ber-
firman:
"nda[( ada dos fugimu untuk meneari lan nia (runki hasit pr-
niagan) dad Tuhanmu ...." (al-Baqaralr: I9g)

Sebagaimana Al-Qur'an juga menyebut pulang-perginya kaum

"I(atena kebiasan onng-onng Qunisy, (yaitu) kefliasrran mereka


beWrgan pada musim dingin dan musim panas. Mata hendaklah
mercla menyemfuh Tulnn Pemilik rumah ini (Ietalt). yang tetah
memberi makanan kepda mercka untuk nengfiilanglran tapr
dan mengamankan mercl<a dad ketakutan "(euratsy: I-4)

Mencari Keuntungan untuk Menunallon Hak


dan Menellhalrr Pokok llsrta
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari hadits Amr bin Syu,aib dari
-
ayahnya dari danrknya dari Nabi saw., beliau bersabda:

qr#3?4wl1Cj,6|Ji
/$5A?M\?r(k
"Ingathh, siapa WnS mengurus atnk yatim, sdan*an anAcitu
manpuryai hail4 nah hendaklah ia mempdaganglrannn, &n
iWan membiar*annya dimakan -alka1.4o7

3oTDiriwayatkan dalam 'Bab


zakat', hadits nomor 641, dan di dalam sanadnya terdapat
pembicaraan.

592
Hadits ini, meskipun dalam sanadnya terdapat pembicaraan, t€api
ia diriwayatkan juga oleh Thabrani dalam al-Ausak dad fuias secara
marfu':

,64i\Al3ir,,! qI iJ,;s'e1$t
'Pet&gangfunhh harta anat<-andt*i* jan@t sarrlryi dinnhn
zzkafao$

Dan sah pula riwayat seperti ini secara mursal dari hadits Yusuf
bin Malik secara marfu', sebagaimana telah sah riwalatpng semakna
dengan ini secara mauquf'dari Amirul Mu'minin Umar r.a..3@
Semua hadits ini menunjukkan kepada suatu masalah penthg
dalam lapangirn ekonomi dan perdagangan, yaitu bahwa baas mini-
mal yang seyogianya diperoleh dalam perdagangan yang berunung
(yakni batas minimal keuntungan dagang) ialah yang sekiranya
keuntungan t€rsebut dapat digunakan untuk membayar' zakat modal
tersebut hingga modal itu tidak termakan zal<at,juga o*up unnrk
nafkah dirinya beserta keluarganya. IQrena harta itu nlata-nyata
dapat berkurang --karena dikeluarkan zakatnya hinggn tinggal
97,1qo-- maka tidak diragukan lagl ia juga dapat berkurang sebesar
kebutuhan nafkah pemiliknya lbeserta keluarganya).
Hd ini menuntut pemilik modal yang sedikit untuk mendapatkan
keunnrngan yang lebih banyak, boleh jadi dengan cara meninglrat-
kan frekuensi pemuarann)ra, atau dengan menambah fumlah laba-
nya sehingga keuntungannya dapat digunakan untuk menunrp naf-
kah-nafkah yang diperlukan. Sebab jika tidak demikian, maka modal
itu akan terkurangi oleh nafkah-nafkah tersebut.
Tentu saja, hal ini berbeda dengan orang yang memiliki modal
besar, karena dengan laba sedikit saia --dari modalnya itu-- ia sudah
dapat mencukupi keburuhan-kebutuhannya, bahkan lebih dari itu.

3O8p;*66n 61eh al-Iraqi. Al-[Iafizh at-Haitsami


4engaakan didalemMaiu'uzzwatl:
srvid dan Syekh saya --yakni d-Hanzh al-Iraqi-- menberitahukan kcpada sa1,a bahwa
isnadnya sahlh6: 67). Dan dihasankan oleh d-Haffdr lbnu tlafar dan As-Snynthl sebagal-
manadijelaskan detzmFaiilhul Qadir (1: 1O8),
3o9ljp1 kitab kami Fiqhuz zthat (k 122-l?3), terbttan wahbah, Iqiro, cctakanke-16.

593
Adaloh Nash yang Membatasi Besarnya Keuntungan?
Apabila Sunnah menganjurkan orang untuk memperdagangkan
-harta agar mendapatkan keuntungan demi memenuhi kebutuhan
p$ah dan agar modal atau pokok harta tidak berkurang, maka apa-
kah Sunnah juga membatasi besarnya keuntungan dengan batas ter-
tentu --dengan ketetapan pedagang itu sendiri atau masyarakat--
yang tidak boleh dilampaui?
Pada hakikatnya, orang yang mengikuti dan mengkaii Sunnah
Rasul dan Sunnah Rasyidilyah (Khulafa ar-Rasyidinf --dan sebe-
lumnya telah meneliti Al-Qur'an-- niscaya ia tieal[ akin mendapat-
kan satu pun nash yang mewajibkan atau menyunahkan baas ke-
untungan tertentu, misalnya sepertiga, seperempat, seperlima, atau
sepersepuluh (dari pokok barang) sebagai ikatan dan ketentuan
yang tidak boleh dilampaui.
Barangkali rahasianya, bahwa pembatasan laba dengan batas tcr-
gentu dalam perdagangan terhadap semua jenis barang, di semua
lingkungan, pada semua wakfir, dalam semua kondisi, dan-bag semua
golongal-marusia,,merupakan hal yang selamanya tidak akin dapat
mewufudkan keadilan.
- Ada perbedaan antara barang yang menurut tabiatnya
dengan cgp-at seper,ti makanan dan sejenisnya
berputar
-yang mengalami per-
putaran beberap-a kali dalam setahun-- dengan harta atau barang-
barang yang sedikit perputarannya, yang hanya setahun sekali bah-
kan katlang-kadang lebih dari setahun. Maka untuk jenis komoditas
yang pertama itu hendaklah mengambil laba yang lebih kecil diban-
dingkan yang kedua.
- Begitu juga antara orang yang berdagang dalam fumlah sedikit
dengan orangpngberdagang dalam iumlah ban)rak, dan antara orang
yang memiliki modal kecil dengan orang yang bermodal besar, ke-
untungan yang mereka tentukan berbeda. I(arena laba sedikit dari
modal yang besar sudah cukup banyak jumlahnya.
- Demikian juga berbeda antara orang yang menjual dengan tunai
,dan orang yang menjual secara bertempo Vang telih dikenal, bahwa
dalam penjualan tunai pengambilan keuntungannya lebih kecil, se-
dangkan pada penjualan bertempo labanya lebih tinggi. Hal ini dise-
bablag adanya kemungkinan kesulitan laau sikaf mempersulitl
pembgli atau orang yang sengaja menunda-nunda pembayarannya.
Atau karena kemungkinan terjadinya kerusakan barang, lebih-lebih
bila barang tersebut dibiarkan dalam waktu sekian lama. Dalam hal
ini, jumhur ulama memperbolehkan penambahan harga apabila di-

594
sepakati sejak semula dan batas-batasnya ditennrkan dengan jelas.
Cara ini merupakan imbalan dari iual beli salam, karena ditlittn salam
justru barang itu dijual secara bertempo dengan harga yang lebih
rendah daripada biasanya.
|uga ada perbedaan antara barang-barang kebunrhan pokok dan
yang menfadi lceperluan orang banyak --khuzusnya kaumlemah dan
fakir miskin-- dengan barang-barang pelengkap yang biasaqa hanfa
dibeli oleh orang-orang kaya. Unruk macam yang pertama s€yoga-
nya laba dipungut sedikit saia demi mengasihani orang-oranglemah
dan membutuhkan. Sedangkan untuk macam yang kedua lebih dipu-
ngut laba yang lebih tinggi karena pembelinya tidak terlalu membu-
tuhkannya.
I(arena ini Asysyari' (Pembuat syariat) bersikap keras terhadap
penimbunan makanan pokok dan kebutuhan pokok melebihi sikap
kerasnya terhadap penlmbunan terhadap lainnya, menglngat
makanan ini sangat diperlukan oleh banlak orang --bahkan kadang-
kadang kebutuhannya sudah mencapai tingkat darurat. IQrena itu
pula diharamkan menimbunnya menurut iima', berlaku padanfra
(pada cara sepefti itu) riba menurut ijma', dan diwaiibkan padanfa
zakat menurut ijma'.
Selain itu, sebaiknya dibedakan pula antara pedagangyang dapat
memperoleh barang dagangan dengan mudah dan orangyangharus
dengan susah pa1lah mendapatkan barang dagangn dari sumber-
nya. Demikian pula antara orang yang dapat meniualryra dengan
mudah dan orang yang harus melakukan berbagai upara dan me-
ngeluarkan t€naga unhrk menjualnya, sehingga upaya dan tenaga-
nya itu perlu diperhitungkan sebagai dagangpn pula (diperhitungltan
nilainya).
Ada perbedaan pula antara pedagangyangdapat membeli barang
daganpn dengan harga murah --karena iadapt langsung membe-
linp dari produsen tanpa perantara- dengan pedagangyang mem-
belinya dengan harga yang lebih tinggi set€lah barang itu berpindah-
pindah dari angan ke angian. fiarena pedagang yang pemma itu
mendapatkan keunnrngan lebth besar daripada yang kedua.
Maksud uraian tersebut ialah bahwa di dahm Al{ur'an dan As-
Sunnah tidak terdapat nash yang memberikan baasan tert€nu ter-
hadap laba atau keuntungan dalam perdagangan. Yang felas, hal ini
diserahkan kepada hati nurani masing-masing orang muslim dan
tradisi masyarakat sekitarnya, dengan teap memelihara kaidah-kai-
dah keadilan dan kebajikan serta larangan memberikan mudarat ter-
hadap diri sendiri ataupun terhadap orang lain, yang memang men-
jadi pedoman b?g semua tindakan dan perilaku seorang muslim
dalam semua hubungirn.
oleh sebab itu, Islam tidak memisahkan antara ekonomi dan akh-
lak. Berbeda denqan fdsafah kapitalisme yang meniadikan "keun-
tung;an materi" sebagai tuiuan utama dan pemberi motivasi terbesar
untuk melakukan kegiatan perekonomian yang tidak banyak terikat
dengan ikatan-ikatan- seperti Islam,_ sehingga riereka tidak melarang
mencari keuntungan dengan ialan riba atau menimbun barang-barang
yang sangat dibututkan masyarakat, atau menjual baran!-barang
memabukkan dan lain{ainnya yang dapat meriimbulkan-mudarat
ke.pa$ orang banyak dan mendatangkan keuntungan bagi pribadi-
pribadi tert€ntu.
. Adapun lslam je-las memberikan ketentuan-ketentuan dan pato-
kanlatokan diniyah, akhlaqiyah, dan tanzhimiyah, yang mewajib-
Ig $f"* setiap.-pedagang unruk memelihara dan meilranrt iriyu.
Malta iilta hal ini dilanggar, keuntungan yang diperolehnla terhukum
haram, atau bercampur dengan yang haiam.
Demikianlah hakikat perdagangan dan keuntungan. Dan sepe_
saya, tidak dijumpaipertaaan fuqaha yaig memberitian
-ngetahuan
batasan t€rtentu terhadap besar-kecilnya keuntuirgai yang diraih
seorang pedagang dalam perdagangannya. rcecualilapu vaiie dir.-
-karangan
butkan oleh al-'Allamah az-zarla' iaari utarira trafafivarr
9-t"*-*:.q'rifl(an apayang dikemukakan otetr pengarang kitati at_
Hidayah dan lain-lainnya tentangperlunya pengairr* tr"rg apabila
para penjual batnn makanan sudah meiampaul baas seda [eji.
l\z-7aila'i menta'rifkan (memberi baasany bahwa melam'paui
batas yang keii (u'addi fahisy) itu ialah meniuai barang densan dua
kali lipat dari harganya.sto fetapi beliau tidak menjelas"kan ala yung
dimaksud den-g;an-"harg;anya' itu: apakah harga itu harga
ffian
sekarang ataukah h?rga raga waktulm, yang lietika itu ridair saling
memastikan antara harga dan keuntungan?-Ataukah yang dimakl
-sudkanrrya
adalah harga beli, yakni pehbelian barang, liemudian
keunrungannya dibatasi tidak boleh tebin aari seratus
rtrsenf
Telah qik"n"l pula di kalangan orang banyak bahwa di antara
-
ulama Malikiyah ada yang mem-batasi keunturigan maksimal seper-

3lo6r-7^11u,i6: 28; lihat:


Ibnu Abidin s: 256.

596
tiga (dari pembelian), tetapi saya tidak menemukan zumber ang-
gapan ini. Dan saya khawatir t€rjadi pencampuradukan antara laba
dengan penawaran (menawarkan barang), padahal antara keduanya
tidak saling memastikan, sebagaimana telah saya singgung di awal
pembicaraan.
Barangkali saudara-saudara yang terhormat dari kalangan ulama
mazhab Maliki --yang alhamdulillah, banyak jumlahnya-- berkenan
memberitahukan kepada saya mengenai masalah ini.
pengan tagfiq dari Allah SWT, saya mendapatkan fawaban per-
soalan ini dalam Sunnah Shahihah yang mulia dan dalam amilan
para sahabat r.a.. Dari sini saya menemukan indikasi bahwa laba
aay lrcgntungan apabila selamat dari sebab-sebab dan praktik-
praktik keharaman, maka hal itu diperbolehkan dan dib6narkan
syara' hingga si pedagang dapat memperoleh laba sebesar IOO% dari
modal (pembeliannya) bahkan beberapa kali lipat (beberapa ratus
persen). Inilah alasan-alasan yang dapat saya kemukakan.

Diperbolehkan Mengambil Keuntungan hingga IOO%


Terdapat hadits sahih dari Rasulullah saw. yang menunjukkan
diperbolehkannya mengambil laba hingga tOO% (dari pembelian).
Hal ini tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad, Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan lbnu Maiah dari Unrah
bin AlJa'd (Ibnu Abil fa'd) al-Bariqi r.a..
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Urwah, ia
berkata:
"Ditawarkan kepada Rasulullah saw. barang dari luar daerah, lalu
beliau memberi saya uang satu dinar dan bersabda, 'Hai Urwah,
lihatlah yang didatangkan itu, dan belikan kami seekor kambing.'
Maka saya datangi itu dan saya menawarnya, kemudian saya membeli
dua ekor kambing dengan harga satu dinar. Ketika saya sedang me-
nunnln kedua ekor kambing itu, tiba-tiba seoranglaki-laki menemui
saya dan menawar kambing tersebut. Maka saya jual yang seekor de-
ngan harga satu dinar. Kemudian saya datang kepada Rasulullah de-
ngan membawa satu dinar uang dan satu ekor kambing seraya saya
katakan, 'Wahai Rasulullah, ini uang dinar Anda dan ini kambing
Anda.' Beliau bertanya, 'Apa yang kamU lakukan?' Saya ceritakan
peristiwanya kepada beliau, kemudian beliau berdoa: ,ya Allah, beri-
lah berkah kepadanya dalam kecekatan tangannya'. Saya (Unrrah)
juga pernah di pasar Kufah, di sana saya mendapatkan keuntungan

597
empat puluh ribu sebelum sampai kepada keluarga saya.,3rr I

,Bab
- Imam Tirmidzi juga meriwayatlen haditsyangserupa dalam
al-Bu5ru'", hadits nomor 1258.
Demikian juga Imam Bukhari, ia meriwayatkan dalam shdhih-nya
pada "Kitab al-Manaqib", dari Unuah:

<i/"tEtt,W^ft?^l'k,
6q/"w.&X {rG^{t"Akfuyrg 4<

,
7'
"6cei{JAix6,i6ii
iruG'd{ Gifiti,i6 gri
AI C;.&;tl,26 i+1"I';A
-.r4
et U-
2 _a-z
+-=";4,F*,KbrdlU
2 --?
oSj.3;116';?e39'-,i:s
5(5, *",\W1SE'(JG {6
33, 9qe
..*?&41ctr6g
"Bahwa Nabi vrw. memberinya (Uruah) uang atu dinar untuk di-
blilen l<anbing. Maka dibelilranryta dua ekor kambing dengan
uang satu dinar tetrebut, kemudian dijualq,a yang sekor dengan
harga satu dinar. Setelah itu ia datang kepda Nabi s;lw. dengan
memfutn Mng fitu dinar dan *ekor l<ambing. Kemudian beliau
mendukan *mW jual fuliny mendapt fu*ah. Dan wndai-
IW uang itu diblikan tanah, niwya mendryt keuntungan
Pula.$tz

3llu**a th^od, 4: 376, terbitan al-Maktab al-Islamil.


3l2Lihat hadits nomor 4642 dalam FathurBari,6r
632, terbiran Darul Fikri, dengan tashih
dan ahqiq oleh syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Hadits ini diriwayatkan mJtatuilatan
syabib bin chargadah, ia berkaa; "saya mendeng;ar segolongan manusia menceriakan dari
urwah.' Dan segolongan manusia ini, walaupun keadaanhereka tidak diketahui, tidak
,memungklnkan mcreka melakukan kebohongan, sebagaimana yang dikatakan oleh al-
Hafizh, dengan merpandarkan daangr,ra hadits ini au.l irun lain yang merupakan satsi
bagi kesahihannla dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan lainnp (al-Farh,6: 615). Mala
apa yang dikatakan Imam al-Klraththabi ketika menguatkan mazhab syaf i dalam u
tiaat
r-reTperbolehlsn cmpur tangan orang lain dan penolakannya ternaaap riwayat urwah
(bahwa segolongan manusia menceritakan daripadanya) sena
lalan periwayatannya, maka
perkaaan al-Khaththabi ior tidak dapat dijadikan hujjah (Ma'aliraus sunan, 5: 49). rrrit<a tioat
ada alasan bagnrra s€telah ternyata Bukhari pun meriwayatkan hadits itu. Maka bolehlah
dilarati falan itrr, lebih{ebih dari jalan lain.

598
lmam Abu Daud meriwayatkan di datam "Kitab al-Buyu'" dari
sunan-nya, 'Bab fi al-Mudharib Yukhaalifu", seperti apa yang diri-
wayatkan oleh Bukhari (hadits nomor 3384, terbitan Himsh, idad
dan u'liq oleh Azat Ubaid ad-Da'as). fuga disebutkan oleh al-Mun-
dziri dalam Muhhushar cs-Sunan (hadits nomor 52441, disebutkan
pula di dalam Ma'alim as-Sunan oleh al-Khaththabi, dan di dalam
TaMzib as-Sunan karya Ibnul Qafyim dengan Ahqiq Muhammad Hamid
al-Faqqi (terbitan as-Sunnah al-Muhammadiyah, Mesir). Al- Mun-
dziri berkata: "Dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dan tbnu Maiah.,sts
Selain inl, diriwayatkan juga oleh Abu Daud dari Hakirn bin Hizam
r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah menyuruhnya membelikan bina-
tang kurban seharga safi dinar. Maka dibelikannyalah binatang
kurban seharga satu dinar, dan dijualnya kembali dengirn harga dua
dinar. Sebelum pulang, ia belikan binatang kurban seharga satu
dinar, kemudian diberikannya binatang kurban itu beserta sisa uang
yang satu dinar kepada Nabi saw.. Beliau lalu menyedekahkannf
dan mendoakannya agar perdagangannp diberi berkah oleh Allah.314
Diriwayat}an pula oleh Tirmidzi dari hadits Habib bin Abi Tsabit
dari Hakim bin Hizam. Beliau (Tirmidzi) berkata, 'Dan Habib ini,
sepengetahuan saya, tidak mendengar dari Hakim."sls

Diperkenankan Memungut Laba Lebih dari IOO%


Di antara dalil yang menunjukkan diperkenankanryra memungut
laba dengan tidak ditenukan batasnya:asalkan tidakdilakukan de-
ngan jalan menipu, menimbun, mengecoh, dan menganiap dalam
benok apa pun-- ialah sebuah riwayat satlih. Bahwa Zuber bin
Awwam r.a. --salah seorang dari sepuluh sahabatpng diramin masuk
surga, salah seorang dari enam sahabat png ikut muqawarah dalam
menentukan jabatan khalifah, serta seorang pembela Rasulullah saw.
dan putra bibi beliau-- pernah membeli tanah hutan. Tanah itu meru-
pakan tanah yang bagus dan terkenal. Ia membelinya dari penduduk
Madinah bagian atas seharga l7O.O@ (seratus tuiuh puluh ribu),
kemudian diiual oleh putra Abdullah bin Zuber dengan harga

3lsTirmidzi dalam'Kitab at-Buyu", hadits nomor 1258; IbnuMalah dalam'ash-Shada-


qat", hadits nomot 2402, "Bab al-Amin YattaJiru Fthi Fayarbahu'.
Sl4Diriwayatkan dalam "al-Buyu'", hadits nomor 3386, dari
lalan Suffan dari Abi
Hushain darl seorang syekh penduduk Madinah, tctapl dia ini majhul. Dengan demlklan,
hadits ini dhaif.
3lSsr-, Timidzi, "Kitab al-Buyu,,, hadits nomor 1257.
-

1 .600.000 (satu
iuta enam ranls ribu), yakni dcngan harga lebih dari
sembilan kali lipat harga belinya.
Lebih baik jika saya kutipkan hadits rersebur dari kitab al-Jami,
ash-Shahih karyra Imam Bukhari (yang terkenal dengan sebutan Shahih

-penr.l sebagaimana yang beliau riwayatkan dengan


al-Buh-hari;
san?qnya dari Abdullah bin Zuber, yang beliau muit dalam "Ki-tab
Fardh al-Khumus", 'Bab Barakah al-Ghazi fi Malihi Halyan wa
Ma),yitan", hadits nomor 5129.
Abdullah bin Zuber berkata:
"Ketika Azzuber _(bin Awwam) ikut berperan pada hari perang
famfl, dia memanggilku, lalu aku berdiri di sampingnya. Dia berkata,
'Wahai anakku, sesungguhnya tidak ada yang t6rbunirh pada hari ini
kecuali orutgyangzalim atau yang dizalimi, dan saya kira saya tidak
akan terbunuh pada hari ini kecuali sebagai orangyhngdizalimi. Oan
di a-ntara urusan pentingyang paling saya pikirkan ialah utang saya,
apakah menurutmu masih ada utang kia iika kita ambilkan sebagian
harta kita untuk melunasinya?'Dia melanjutkan, ,nai anakku, j-ual-
lah kekayaan kita dan bayarlah utang saya.' Dan beliau berwisiat
dengan seper,tlga hartanya, sedangkan sepeftiganya lagi untuk anak-
anaknya, yakni Abdullah bin Zuber. Diaberkati, 'sepertiganya se-
pertlg_a.'|ika setelah dibayarkan masih ada sisa, mata sepertigunyu
untuk anakmu.'"
Hiqnm berkata, "Bagian anak Abdullah sama dengan bagian
anak Zlber, )raitu Khubaib dan Ubbad, dan padawaktu itu aia mem-
punyai sembihn anak laki-laki dan sembilan anak perempuan.'
Abdullah berkata, '[alu dia berpesan kepadaku tentang utangnya
seraya berkata, 'wahai anakku, jika engkau tidak mampu meluni,si
Fangkur maka minta tolonglah kepada maiikan saya., D-emi Allah --
kataAMullah-- sala ldak tatru apa Jeng AinatsuU-aptr itu sehingga
aku beranya, 'Wahai Ayah, siapaleh majikanmu itu? Beliau men-
jawab, 'Allah.'Maka, kata Abdullah, demi Allah, aku tidak pernah
membiarkan utang ayah l@cuali aku berdoa: 'Wahai tvtaiikanZuber,
lunaskanlah utangnya.' Lalu Allah melunaskannya. ttemudian Zuber
terbunuh, sedang dia tidak meninggalkan dinar dan dirham, melain-
kan
-meninggalkan tanah yang di antaranya adalah tanah hutan,
sebelas rumah di Madinah, dua buah ruinah di Basrah, sebuah
rumah di Kufah, dan sebuah rumah di Mesir."
Abdullah berleta "Utangyang ditanggungnya itu karena ia pernah
dititipi harta oleh seorang laki-laki yang iiaiang kepadanyi. talu
Zuber berkata: 'Iangan
-tetapi itu tranya titipin/pinjamin tanpa
600
bunga-- karena aku takut hilang.' Dan dia (Zuber) tidak pernah dise-
rahi jabatan penguasa di daerah atau mengurus dan menarik pajak
sama sekali kecuali hanya ikut dalam peperangan bersama Nabi saw.,
atau bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a.."
Abdullah berkata, "Lalu aku mencoba menghitung utangnya
sebesar dua juta dua ratus ribu (2.2oO.00o)." Kemudian Hakim bin
Hizam menemui Abdullah bin Zuber dan bertanya, 'Wahai anak sau-
daraku, berapakah besar utang saudaraku?'Maka saya menutupinya
dengan berkata, 'Seratus ribu.' Hakim berkata, 'Demi Allah, saya
melihat hartamu tidak cukup untuk melunasinya.' Kemudian Abdul-
lah berkata kepadanya, 'Bagaimana pendapat Anda jika utangnya
mencapai dua juta dua ratus ribu (2.2OO.000)?'Dia (Hakim) berkata,
'Saya kira kamu tidak mampu. Tetapi jika ada kekurangannya, min-
talah bantuan kepada saya."'
Abdullah berkata, "Zuber pernah membeli tanah hutan seharga
serarus tujuh puluh ribu." Lalu Abdullah menfualnya dengan harga
satu juta enam ratus ribu (1.600.000). Kemudian Abdullah membe-
rikan pengumuman: "Barangsiapa mempunyai hak terhadap Zuber,
hendaklah menyelesaikan dengan kami untuk kami bayar dengan
tanah hutan itu!" Lalu datanglah Abdullah bin fa'far kepadanya,
sedangkan dia pernah memiutangi kepada Zuber sebesar empat ratus
ribu. Lantas Abdullah bin Zuber berkata kepada Abdullah bin fa'far,
"Barangkali engkau mau membiarkannya?' Abdullah (bin fa'far)
menjawab, "Tidak." Abdullah (bin Zuber) bertanyalagi, "Barangkali
engkau mau menundanya?" Abdullah (bin |a'far1 meniannb, 'fidak"
Abdullah (bin Zuber) berkata, "Kemudian Abdullah bin fa'far ber-
kata kepadaku, 'Beriiah kepadaku sepetak (tanah).' Abdullah bin
Zsber menjawab, 'Untukmu dari sini.' Lalu sebagian tanah itu difual-
nya untuk melunasi utang ayahnya kepada Abdullah bin fa'far, dan
masih tersisa empat setengah bagian. Kemudian dia (Abdullah bin
Zuber) datang kepada Muawiyah yangpadawaktu iru di sebelahnya
ada Amr bin Utsman, al-Mundzir bin Zuber, dan Ibnu Zum'ah. Lalu
Muawiyah bertanya kepadanya, 'Berapa engkau tetapkan harga
tanah hutan itu?' Abdullah menjawab, 'Tiap-tiap bagian seharga
seratus ribu.' Muawiyah bertanya, 'Masih ada berapa bagian?'
Abdullah menjawab, 'Empat setengah bagian.' Al-Mundzir bin Zuber
berkata, 'Saya ambil satu bagian dengan harga seratus ribu.' Amr bin
Utsman berkata, 'Saya ambil satu bagian dengan harga seratus ribu."
Dan Ibnu Zum'ah berkata, "Saya ambil satu bagian dengan harga
seratus ribu.' Ialu Muawiyah bertanya, 'Masih ada berapa?'Abdul-
lah menjawabt 'Stu setengah bag1ag., Muawiyah berkata, ,Saya
1l1ll-d.lga. pltuh ribu.' auaruan iui"' zubiirl
Derteta' 'Dan lggu..r9rqrus-rima
Abdullah bin fa'far menjual bagiannya kdpada mua-
wiyah dengan harga enam ratus ribu ....'"
Hadits ini mauquf (hanya bersumber dari sahabat, tidak dari Nabi
saw)'-t€tapi Abdullah bin Zuber adalah seorang sahabat, ia menjual
g1{ nuqr rnr kepada-abdullah bin fa'far yanglug seonng sahahr,
oT .K"p-"g.Muawiyah- fuga seorang sahabar. ttetita iru banyak
sahabat Nabi yang-masih hidup, karena kejadiannya pada zaman-Rli
r.a.. sedangkan tidak ada seoiang pun sihabat
vami menginglari-
lll,,p"d"hg ryrigtiwg iru sangat foputer dan berliaitin Oenlai'nat-
hal( banyak sahabat dan anak-anaknya. Maka peristiwa itu-menun-
iu.Uqt !-ahyq nara salrab4 telah sepaiot akan liebolehan memungur
laba lebih dari lOO% dari harga pembelian.
. Meskipun demikian, perlu sajra peringatkan di sini bahwa peris-
tiwa-peristiwa-ya-ng saya kemukakin yang t€riadi pada zaman'Nabi
dan zaman Khulafa ar-Rasyidin --ying-me;uryriHan [enoietran
Inglyngut lapl n_ada suaru wakru sebesar modalirya atau beberapa
kali lipat-- tidak dimaksudkan bahwa setiap peraajangan uoiitr me-
mungut laba hingga_batas rersebut. sebab piristiia-p"eristiwa yang
saya sebutkan dari hadits unvah dan hadits Hakim'uin niza.rio --
kalau sahih-- dan hadits Abdullah bin Zuber, pada hakikatnya me-
rupakan peristiwa-peristiwa untuk orang-orangtertentu atau iondisi
tertentu yang tidak dapat diberlakukan iecara umum. selain itu, dari
peristiwa tersebut tidak dirumuskan hukum umum yang berlaku
abadi bagi *!i"p pedagang pada seriap waknr aan setia[ t€mpar,
dalam semua kondisi dan untuk semua macam barang. duitr-teiun
bagi orang-o-lang yang berdagang barang-barang kebilnrhan pokok
dan sangat dibutuhkan masyiratat umuir.
Peristiwa-peristiwq tersebut juga tidak disertai dengan upaya-
upaya-mempermahal harga untuk masyarakat, tidak disertai dingan
penimbunan (ketika mgsyarakat sangat membutuhkanl, atau m6la-
\uFn perlgecohan terhadap pembehl memanfaatkan ketataian 1te-
tiadaan.informasi harga), memanfaatkan kebutuhan yang mendeiak,
melakukan pemutarbalikan, atau dengan merattikari kezaliman
dalam bentuk apa pun.
ftlg cara-cara --yang tidak dibenarkan g/ara'-- ini png ditempuh,
maka keunnrngan yang diperolehnya terhukum haram, kaiena seinu
keuntungan yang diperoleh dengan melakukan cara-cara yang di-
larang syara' itu ridak baik bagi pelakunya dan tidak halil dilam

602
kondisi apa pun. Sudah barang tentu, seorang muslim tidak akan rela
mendapatkan keuntungan dunia t€tapi rugi di akhirat.
Ada beberapa hal yang saya coba peringatkan pada kesempatan
ini, di antaranya seperti berikut:

Keuntungan yang Diharamkan


Sudah dimaklumi bahwa di antara keuntungan perdagangan ada
yang diharamkan tanpa diperselisihkan lagi. Hal ini mempunyai
beberapa bentuk dan sebab-sebab, antara lain:

1. Keuntungan Memperdagangkan Barang Haram


Di antara keuntungan yang haram ialah yang diperoleh dengan
jalan berdagang barang-barang yang diharamkan syara', seperti
menjual benda-benda memabukkan, gania, bangkai, berhala, arca-
arca yang diharamkan; atau menjual segala sesuatu yang memba-
hayakan manusia, seperti makanan yang merusak, minuman yang
kotor, benda-benda yang membahayakan, obat-obat terlarang, dan
sebagainya.
Ada beberapa hadits yang melarang melakukan jual beli benda-
benda yang haram dan memanfaatkan hasil penjualannya.
Diriwayatkan dari fabir r.a. bahwa dia mendengar Nabi saw. ber-
sabda:

, .? ,l'
,,-#G\*ai;;g&i%:^it!ry
-...2\1rf,(j
"Sesungguhnya NIah menghanmlran iual fuli minuman keras,
fun$kai, babi, dan berhala...."

Dalam riwayat itu juga disebutkan sabda beliau:

t{igt,a::-6(Ait,,"gaClSC
$x1r j'rgtq& -'}"31-i 6- -'}i!$ t

fuJ.toD-,) /+G3
"Mudah-mudalnn Nlah membinaslcan kum yalrudi Sesunggah-
nlra ketih NIal, telah menglnnmlran lemaloty, merclamenair-
kailW kemudian merel<a jual dan merel<a makan harganta (hasit
penjualanny).ar6

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. bersabda:

#iaid,FaqL,'65tkip
(i yfirt
b, q \79-g!xa6 tEL\n
/#@LE6.KG,YAG
er6lLti ob,\
"Nlah melalont kaum Yahudi. Dihanmkan lemak atas merelra,
kemudian mer*a menjualnya dan memal<an harganya (hasil pen-
jualanqa). Dan wunguhnya apbila NIah menglnnmhn ke-
pfu suafu kaum memakan *statu, maka dihanmkan-Nya atas
mercla hargaryaatt

Abul Barakat lbnu Taimiyah berkata, ,Hadits ini sebagai hujjah


dalam mengharamk4n jual beli minyak yang naiis."
Diriwayatkan Juga dari Ibnu Abbas, ia berkata:

:te*lsAtk#1a
*y:f-
4tr"76+{A'J+t,!t,
k.ytfu;Z&,=JsJffii
cf--+s( )_gq
6!f{5"fuG'-rui
Q't';L^tl oL), qV'{K"{^.7G
31fun alma'ahl lilut hadits nomor 2TZT dalamkitab uunta4a ar-Ahhbar,karya Abul
Barakat Ibnu Taimiyah dcngan ahqiq Muhammad namid al-Faqqi, ieoian o"ru lL,.ir*r,
Beirut, ceakan kedua;Lihapuh rma'ulGhatillxaryaal-Albanl, nomor 129o, penerbital-Mak-
tab al-Islami,.Beirut.
3l7HR Ahmad dan Abu Daud. Lihai al-Mu taqa, hadits nomor 2T28. Dan disebutkan
oleh al-Albani dalam Stdhih al-Jani'ush Shaghia nomor5l07.

@4
"Nabi saw. mdarug harya Aual fuli) anjing *nya brsafu lika
wnng futang k@mu penblaran Inrga njing
meminta
mak pruhilah telapak tanganrya daryu tamlr." (wn Ahmad
dnn Abu Daud)318

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi saw. bersabda:

( + v ql <s tP,,v >it'Ab'6qL*y


"Dihanml<an mempdaganglran khanw (minuman &eras). " (HR.
Bukhari, Muslln, Abu Daud, dan Ibnu MaiahPle

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw. bersabda:

t6'g5q*wra,pO;6*aa
Wgpsut6\f;5
(*bo,bo\;1"D.[{Jfi3.AG\ih\<:t
"Nhh melalnat khamar (minuman ketas) qangyangmeninum-
nW, onng )ang meminumknryta kqada orury hia orurg Wrg
menjuahla onng )ang memfuIfurya, orurg Wg nenelra$rm
onng Wry menytruh memeraslnm orutg lang memhvnnya, dan
onng Wg difutnkannla.azo

Sl8Al-uunuqo, hadits nomor 2781,


da\ Sunaa Abu Ddu4 hadits nomor 348E, tcrbian
Himsh.
51961-3upr"r-1 dalam'al-MasaJid:, 'al-Bup'', dan 'at-Tafsir'; Muslim "al-Musaqaf,
hadits nomor 158O; Abu Daud dalam "al-Buyn", nomor 759; dan Ibnu Mafah dalam 'at-Tira-
rat', hadits nomlor 2167.
32Qrn atu Daud dan lbnu It{alah, dan beltau menarnbahkan:

"Dan orutg yng manubn narganp'


WJl\3
Sunan Abi Daud dalam "Bab d-Asyrubah', hadits nomor 3674; Sunan Ibnu Maiah dalam
'Bab al-Asyrubah", hadia nomor 338O; dan pada awalnya berbunyi:

.'.#5Pi%'L4i44
'KIlanMr dihM & srypduh ftrhn ...."

605

L
Hadits ini dikemukakan oleh al-Maid Ibnu Taimifh di dalam
kiabnya Muntaqa al-Ahhfur,'Bab Tahrim Bai,il 'Ashir li Man yatta-
khidzuhu I(hamran wa Kulli Bai'in A'aana 'ataa Ma'shiyatin, (Bab
HaqamnyaMenfual Perasan Anggur kepada pembuatArak dan Setiap
Penjualan Barang yang Membantu Kepada perbuatan Maksiaq.szi
Dari hadits-hadits ini nyaalatr balrwa keuntungirn yang diperoleh
dari memperiualbelikan barang-barang haram hi
aaalatr- keun-
tungan yang buruk dan diharamkan, sedikit ataupun banyak.

2. K€untungern dari Ialan Menipu dan Menyamarkan


Demikian pula hukum keuntungan atau laba png diperoleh de-
ngan jalan menipu atau menyamarkan perdagangirn dbngan me-
nyembunyikan cacatnya barang dagangan, atau menampakkannya
(mengemasnya) dalam bentuk yang menipu, yirng tidak sesuai de-
ngan hakikatnya, dengan hrjuan mengecoh pembeli. Termasuk
dalam hal ini iklan promosi yang berlebih-lebihan, yang menyesat-
kan pembeli dari kenyataan yang sebenarnya.
Nabi saw. melepaskan diri dari onngyang menipu. Bdiau bersabda

dOtto od,
UataryNapa menirl.t
! 1zU1 oL), i,fiirbuttu
V (tr)GV
bni nahktlanhh dk ei Sobngan lami"
(HR. al4ama'ah kecualt Bukhart dan Nasa't)322

_ Diriwal"atkan Juga dari Athifh bin Amir, ia berkaa: Saya men-


dengar Rasulullah saw. bersabda:

btb*W,bA{:#VI',#
rffLqt5:1_6
(qt, u4i o b, ), *#q
'Orury muslim itua&Iah sudara i) oon, -uslimlainny; tidat<
halal bagi wnng muslim menjual kep& eudararg wuatu

32\rh"i al-Mwtap.
3221a2g al-Mutry,ruz 2,
hadiB narrr- 2957,

606
yang ada cacatnya melainkan harus dijela*annya kep&nya. " ltIR
Ahmad dan Ibnu Mafah)323

Para sahabat dan ulama salaf r.a. berpendapat bahwa menampak-


kan cacat barang dagangan itu termasuk kejujuran, dan hal ini me-
nunjukkan sahih dan lurusnya agama seorang muslim. |arir bin
Abdullah apabila menjual suatu barang kepada seseorang dituniuk-
kannla cacatnla kepada pembeli, kemudian dia menyerahkan k€eada
si pembeli unmk memilihnya dengan mengatakan, 'lika Anda mau,
silakan Anda tteli; api jika Anda tidak berkenan, Unggalenlah." Ialu
ada orang berkata kepadanya, "Jika Anda lakukan hal ini maka per-
dagangan Anda tidak akan laku." Dia menJawab, 'sesungguhnla
kami telah mengandalkan janji setia dengan Rasulullah saw. unuk
berbuat jujur kepada setiap p1sli6.'32't
Watsilah bin Asqa' pernah berhenti di suahr tempat. Lalu ada
seorang laki-laki menjual untanya dengan harga tiga ratus dirham.
Watsilah terlupa akan sesuatu fang telah dikeahuinya t€ntang unta
itu, dan laki-laki yang membeli telah pergi dengan membawa unta
yang dibelinla. Lalu Watsilah berialan cepat di belalcng orang fUr dan
berteriak memanggilnya: "Hai yang membeli unta! Engkau membeli
unta untuk dagngrya atau untuk dikendarai?" Pembeli iur menianab,
"Unntk punggungnya (dikendarai)." Ialu Watsilah berl6ta, "sesung-
guhnya t€lapak kakinya berlubang, saya melihat lubang ihr. Unta ihr
tidak akan sanggup berialan terus-menerus." Malca pembeli inr kem-
bali, lalu mengembalikan unta yang telah dibelinya. Kemudian si
penjual mengurangi harga unta itu serahrs dirham, sera)ra berkata
kepada Watsilah, "semoga Allah memberikan rahmat kepadamu.
Engkau telah merusak perdaganganku." Watsilah menjawab, "Se-
sungguhnya kami telah mengadakan janfi setia dengan Rasulullah
saw. untukiujur dan setia kepada setrap muslim. Aku pernah mende-
ngar Rasulullah saw. bersabda:

, #6 L*A ii'* tq'#r #b,A<)


32361-11u6rh berkaa dalam at-Fa.h, "Isnadnya
hasan,. Uhat hadiB nomor 2918, dalam
kitab al-Muntaqa dan cataan kaki muhaqlqnya.
324ccit^ ini disebutkan oleh al-chazali dalam at-rhya,2:26.
Sedarytan perkataan farlr:
"Ihmi telah mengadakan janji seda dengan Rasulullah saw. ...' adalah rhrqat sahlh prg
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya.

ffi7

L.
rdaklalar*:#:*:#,#*
manjeladcan aahya; dan tidah halal hgt orang yang mangetahui
caat ittt k&tali ia harus menjelaskannya*zs

Dalam mengomentari peristiwa ini Imam al-Ghazali berkata:


"Dari nasihat itu mereka memahami bahwa seharusn),a seseorang
tidak rela untuk saudaranya selain apa yang ia rela uirtut dirinya
sendiri. Dan mereka tidak mempercapi uitrwiyangdemikian itu se-
bagian dari amd perbuatan yang uiama aan timultran kedudukan
ry1tg lingq. Ietapi mereka mempercayai bahwa yang demikian itu
sebagian d3ri syarat-syaratrslarnyang masuk di bawlh bai'at (ianji
setia) mereka. Dan ini adalah halyang sukar bagi kebanyakan oring.
oleh kareni itu mereka memilih mengasingkan-diri untirt beribadal
dan menjauhi khalayak ramai, karena mJnegaklan hak-hak Allah
serta bercampur baur dan bermuamdah adilatr mujahadah (per-
juangan) yang-tidak^dapat dilaksanakan melainkari oleh oring-
orang yang shiddiq. "rzo

3. Manipulasi dengan Merahasiakan Harga Saat penjualan


Termasuk dalam kategori seperti tersebut pada poin sebelumnya
adalali merahasiakan harga l@tika peniualan berhnlsung. Berdasar-
\uT !,"t ini, maka w_ajib bag seseorang --sebagaimdia d*emukakan
oleh Imam al-Ghazali- unfirk berlakufuiur dan-terus t€rang mengenai
harga pasaran-pada waltu itu dan ranga" merahasiakaniya siaimt
pun. Rasulullah saw. telah melarang menghadang 1261x6--166126s22
dan melarang berlomba menaikkan harS @n-nala5yyze
Talaqqi ar-Ruhban-.(menghadang ltafilah) ialah menghadang rom_
.
bongan di tengah jalan dan membeli barang-bariirgnya
-pedag-ang
dengan berbohong mengenai harga di kota. Nabi saw. i'ersabdi,

3254l-I{alizh ar-Iiaqi be*ata: 'Hadits vr'asilah: 'Tidak halal bagi seseorang menjual
suatu-pen ualan ....' dlri$,artkan oleh Hakim dan beliau berkaa: 'satrilr isnaanyala- di,l-
wayatkan oleh Baihaqi." Lihat, at-rhya,2: 86, terbian Darul Kutub a_Umiah, eiirur

_ -S26thyo,utumuiliti4 2: T6,,Kltab Adabut l(asb wal Ma,asy,, terbitan Darul Ma,rifah,


Belrut.
I27Uiurtlfr4'alaih, dari hadits
lbnu Abbas dan Abu Hurairah.
IZ8pliwqtntk^q olch Buthari datr Musllm
dari lbnu Abbas dan Abu Hurainh.

@8
J*t6be(*ru6u,4)i'$e*
r-L liz),?.2 z1 (o7
/=
,,:$41,/6fi isr.€U^1)qi
.-/ -/ ,
(srd,!;*Q1ob,)
"langanlah lramu menghadang lrafilah-kafrlah. Dn Darangsiap
yng menglndangryta, nnk pmilik banng egtgan Df,rrlnk
kh@ (memilih untuk meneruslran atau memhtall(an iual bli)
*telah ia sampi di rasar.a2s

fual beli ini dapat diselenggarakan, tetapi apabila nanti tampak


kebohongannya maka si penjual punya bak khiyar (menentukan
pilihan). Namun apabila pembeli itu benar, maka hak khiyar ddam
hal ini diperselisihkan, karena adanya pertentangan antara keu-
muman khabar dengan telah hilangnya kesamaran.s3o
Rasulullah saw. juga melarang orang kota meniualkan barang
orang desa.ssl Misalnya, orang desa datang ke kota dengan mem-
bawa bahan makanan untuk segera ia jual, lalu ada orang kota ber-
kata kepadanya, "Biarkanlah barang inr untuk saya jual dengian
harga yang mahal dengan menunggu kenaikan harga." Sist€m
seperti ini unnrk bahan makanan pokok hukumnya haram, sedang-
kan untuk barang-barang dagangan lainnya diperselisihkan hukum-
nya. Tetapi yang lebih ampak cara seperti ini terhukum haram,
mengingat keumuman larangan. Di samping itu, penundaan ini
menimbulkan.kesempitan dan kesulian bagt orang banyak. Sedang-
kan campur tangan orang luar (orang kota) itu tidak ada faedatrnya,
bahkan hanya menimbulkan kesulitan.
Rasulullah saw. juga melarang an-najasy, yaitu datang kepada
penjual yang sedang berhadapan dengan seseorang yang hendak
membeli barang itu. Kemudian ia menawar barang tersebut dengan

329HR al-lama'ah yang scmakna dcngan ini, kecuall Bukhari. Perlksa: al-Muna4o, hadits
nofirct 2842.
330saya (@dhawil berpendapat bahwa mengikud hhatut (fittayatthadits) iH leblh
utama.
SSlOiriwalatkan oleh Bukhari dan lainnya dari lbnu Umar, dan diriwayatkan oleh at-
fama'ah selain Tirmidzi dari lbnu Abbas, dan dlriwayatkan juga oleh asy-Syaikhani dari
Anas.
I
i
I

harga yang lebih tingg, padahal sebenarnya ia tidak bermaksud


membelinya, tetapi semata-mata ingin menggeralckan kemauan si
pembeli kepada barang itu.
Cara ini,lika tldak ada kesepakatan dengan si penjual (maksud-
nJa, penawiu ladua tidak terlebih dahulu bersepakat unark mengecoh
pembeli) adalah perbuatan haram dari png melakukan rujasy, tctapi
iual beti iff sah. Namun demikian, jika sebelumnya ada kesepakatan
dengan si penjual, maka tentang boleh tidaknya khiyar bagi si pem-
belt terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Adapun pen-
dapat yang lebih utama, si pembeli boleh melakukan khiyar, karena
dalam hal ini terdapat penipuan dengan perbuatan yang menyerupai
tipu daya para pengikat susu lembu --maksudnya, sapi yang akan
difual diikat susunya supaya tidak disusui anaknya, sehingga timbul
persangkaan bagi pembeli bahwa sapi itu banyak susunya-- dan
menyerupai penipuan pada ulaqqi ar-ruhban.
Imam Ghazali berkata:
"Makna semua larangan tersebut menuniukkan bahwa tidak tbleh
berbuat sesuaar yang dapat menimbulkan keragu-raguan kepada
peniual dan pembeli t€ntang harga barang pada waknr ihr, dan
menyembunyikan suatu hal yang apabila si penjual atau pembeli
mengetahuinya niscaya ia tidak akan mau melakukan jualbeli. Maka
perbuatan seperti ihr termasuk penipuan yang diharamkan, )rang
berlawanan dengan nasihat (kejujuran) yang diwaiibkan dalam iual
beli.
Diceritakan bahwa seorang dari kalangan tabi'in berada di Basrah
dan ia mempunyai seorang budak di Sus, yang berusaha menyedia-
kan gula kepadanya. Ialu budak iu menulis surat kepadanya dan
menerangkan bahwa baang-baang tebu telah diserang penyakit
pada tahun ini. fiarena itu belilah gulal
Selaniutnya diceritakan, tabi'in itu akhirnya membeli gula dalam
jumlah sangat banyak. Ketika sampai waktunya, maka ia pun mem-
peroleh unhrngtiga puluh ribu. Lalu pulangke rumahnp. IGmudian
ia (tabi'in itu) berpikir pada malam harinya seraya berkata, "Aku
rclah beruntung trya puluh ribu, dan aku telah merugi karena tidak
julur (tidak berterus terang) kepada seorang muslim.'
Maka pada pagi harinya ia datang kepada penjual gula itu dan
menyerahkan uang kepadanya sebesar tiga puluh ribu iu seraya ber-
kata, "Diberkahi Allah kiranya engkau pada uang ini."
Lalu penJual gula itu bertanya, "Dari manakah uang ini?'
Tabi'in itu menjawab, "sesungguhnya aku telah menyembunyr-

610
kan kepadamu akan keadaan yang sebenarnya, yakni bahwa harga
gula telah naik pada waktu itu."
Penjual gula itu menjawab, "Kiranya engkau diberi rahmat oleh
Allah. Sesungguhnya telah engkau beritahukan sekarang kepadaku,
dan aku memandang baik uang ini unhrkmu.'
Selanfutnya diceritakan, ia akhirnya pulang deng;an membawa
uang itu ke rumahnya, berpikir semalaman tidak tidur, dan berkata:
"Aku tidak jujur kepadanya? Mungkin ia malu kepadaku,lalu dibiar-
kannya uang ini untukku?"
Maka pagi-pagi benar ia datang lagi kepada penjual gula itu
seraya berkata, "semoga Allah memberikan kesehatan dan kesela-
matan kepadamu. Ambillah uangmu itu, 5rang demikian itu lebih
menyenangkan hatiku."
Maka penjual itu mengambil uang dari tabi'in tersebut sebesar
tiga puluh ribu.
nadits-hadits t€ntang berbagai larangan dan cerita-cerita ihr me-
nunjukkan tentang tidak bolehnya menunggu kesempatan dan lte-
lengahan orang yang mempunyai barang, juga tidak boleh meraha-
siakan kenaikan harga kepada penjual atau merahasiakan turunnya
harga kepada pembeli. Kalau hal ini dilakukan, makayangdemikian
itu adalah zalim, meninggalkan keadilan dan keiujuran (kesetiaan)
kepada kaum muslirn.
Apabila si penjual berusaha memperoleh keunurngan dengan
mengatakan: "Aku menjual dengian apa yarlg sehanrsnya bagiku
atau dengan apa yang aku beli", maka hendaklah ia bersikap benar
(juiur). IGmudian ia harus menerangkan apa yang teriadi sesudah
akad, mengenai kerusakan atau Di samping ihr,
kalau ia membeli sampai pada suatu yang ditangguhkan,
wajiblah diterangkannya. Begitupun jika ia membeli dengan bertole-
ransi, dari teman atau anaknya, wajiblah disebutkannya. Igrena
orang yang melakukan muamalah itu, menurut penyelidikan,lazlm-
nya tidak meninggalkan kepentingan dirinya sendiri. Apabila ia
meninggalkan yang demikian karena suatu sebab, maka harus di-
terangkan, karena yang menjadi pegangan dalam hd ini adalah ama-
nahnya.'532

332thya Ulumuittlin, 2: 7 8-79.

6ll

t-
4. Keuntungan dengan Cara Tipu DayayangBuruk
Sudah seyogianya sgjlan-g pedagang tidak melakukan daya I

ypaya yangtidak biasa dilakukan orang. Fada dasarnya melakukin


daya upaya itu diperkenankan, sebab tu]uan jual beli iaaarr minaa-
patlf3r] keunrungan, dan keunrungan inr tidak mungktn didapat ke-
onli dengan melakukan :qaru uflaya (menawarkan'UararEnifa ae_
n-gan_harga sekian dan sekian). fetapi, daya upaya untutfiimper_
oleh. keuntunggn ini jangan shmpai berleiinai,. Mi*lrJ," ;;*_
faatkan pe-mbeli --memungut keunnrngan yang melebihi ftebtasaan--
leren3 melihat pemf-li sangat menyu[ai itau-membututrtan tarang
y.ang bersangkutan- Menghin
lari caryseperti lni termasuk pertuatan
ihsan. Meskip-un demikEn, kalaulah dilam hal ini aaarl rcraapat
unsur manipulasi, maka mengambil tambahan laba itu tidak tenna-
suk perbuatan zalim.
sebagian- ulama berpendapat bahwa daya upaya atau rekayasa
yang melebihisepertiga inr meruajibkan khiyar, titipi saya tidakber-
pendapat demikian, dan yang biik ialah d*gBn rirendrunun per-
mintaan harganya itu.
Diriwayatkan bahwa yunus bin ubaid mempunyai bermacam-
I9qtn pakaian
seharga
dengan harga yangterbeda-beda. Ada yang tiap
empat ratus, dan ada pula yang tiap tretainia se-
felainry
harg? dua rarus. Kemudian yunus per'! mlnuiaUn *rait aan
g"I
lah seorang Arab ry*"1,
1p!iu*an mengganinmnnya ditoko. Maka dara"g_
dusun dan meminta setr6tai kain yang hargirnya
Ialu anak ihr-membentangkan
empat ratus. t
in rni traiganfr aira
Ar. ab dusun ,!u pfi menerinian/a aeiga-n taitr
11Tr: !la$ 9.gg
can menyetujuinya, lalu ia membelinya dan terus
irergi m-embawa
kain tersebut.
jalan ia bertemu de_ngan yu,nus, dan yunus mengenal
,__,?i Engr!
l(aillya, lanas ia bertanya kepada Arab dusun itu, "Berapa saiaara
beli kain ini?' Arab dloin itu henjawab, ,Empat ratus., i*uJ Uer_
l6ta, 'sebenarnya tidak sampai rirelebihi aui rtur.-rtaari iimbau
!gp?y? saya kembalikan.kelebih?nnya.,, Arab dusun in men;iwaU,
'Ihin ini sama dengan di negeri kami, harganya di sana lima'rino,
3I
IaIu T}Ia
mgrVgtujul membeli kain ini dengan harga empat rarus.,
Yunus berkata lepada.orang Arab duJun itu,;Ayolih, karena
keJujuran dalam beragama iru leb-ih baik daripada auriia oerigan isi-
nya."
Kemudian orang Arab dusun itu ikut kembali ke toko dan dikem-

612
balikan lcepadanya uang yang dua ratus dirham itu. Maka Yunus ber-
t€ngkar dengan anak saudaranya tentang masalah tadi dan beliau
memarahinya seraya berkata, "Apakah engkau tidak malu, apakah
engkau tidak takut kepada Allah, engkau mengambil keunarngan
seperti harga itu dan engkau meninggalkan kejujuran kepada sesama
muslim?"
Anak inr menjawab, "Demi Allah, orang itu tidak mengambilnya
(membelinya) kecuali ia telah rela."
Yunus menjawab, "Mengapa kamu tidak merelakan untuknya apa
yang kamu relakan untuk dirimu?"
Kasus seperti itu --jika ada unsur menyembunyikan harga dan
penipuan-- termasuk perbuatan zalim. Dan telah diterangkan sebe-
lumnya bahwa yang demikian itu terhukum haram. Perhatikan
hadits berikut:

Tipu da1,a orangyg


As*
melepslcan funngng
i'tr'
itu hantn.433

lvz-Zuber bin Adi berkata, "Aku mendapati delapan belas orang


sahabat, tiada seorang pun di antara mereka memandang,ihsan
membeli dagrng dengan harga satu dirham." Maka tipu daya oleh
orang-orarg yang melepaskan barangnya itu adalah zalim. Kalaupun
hal itu teriadi tanpa penipuan, maka termasuk dalam kategori me-
ninggalkan ihsan. Dan iarang sekali hal ini berialan dengan sem-
purna melainkan di dalamnya ada semacam penipuan dan penyem-
bunyian harga pada waktu itu.
Kemudian al-Ghazali membuat contoh ihsan yang murni dalam
muamalah --yang hal ini melebihi keadilan yang wajib-- dengan apa
yang diriwayatkan dari Muhammad bin al-Munkadir, bahwa iamem-
punyai beberapa potong kain panjang, sebagian dengan harga lima
dirham dan sebagian dengan harga sepuluh dirham. IGtika dia tidak
ada, kain itu dijual oleh pesuruhnya, kain yang harganya lima
dirham dijual dengan harga sepuluh dirham.

333HR Thabrani dart Abl Umamah


dengian sanad dhaif. fuga rliriwayattan oleh Baihaqi
dari hadits Jabir dengan sanad yang bagus, teapi dalam riwayat ini disebutkan denpn lafal
"riba" sebagai pengganti lafal'haram".

613
Setelah Muhammad bin al-Munkadir mengetahui hal inr, maka
dicarilah orang Arab dusun yang membeli kiin inr sepaniane hari
hingga dtfumpatnya. tbnul Munkadir lalu berkati kipada
"kh1rnf
orang itu, "Sesungguhnya pembantu saya rclah keliru, ia tetah iren_
iual kepadamu Eln-ytng hargarrya timi dirtram dengan harga sepu-
luh dirham.' Pembeli ltumenjawab,
]W1hai Tuan, a[u telalimenye-
n ui hal lhr." Muhammad bin al-Munkadlrberkata, "Meskipun kamu
rela,-tetap-l aku tfdak rela untukmu kecuali apa
)ang afu relakan
untuk diriku sendiri. I(arena tru pilthlah sahh 3ahr aaii tisa perkara
ini: boleh kamu ambil porongan kain png hargan),a seputiltr iirham,
atau kami kembalikan kepadamu lima dirham, aiau kimu kembali-
kan barang kami dan kamu ambil uang dlrhammu kemball.,
-Mqk" rymp9li iru berkara, "Berikanlah kepadaku lima dirham."
I-alu dikembalikan kepadanya lima dirham, dan orang Arab dusun
itu pun pergi.
Al-Ghazali berkata, "Ifiilah ihsan, ddak mau ia beruntung sepuluh,
-melainkan
sep:ro atau satu menurut kebiasaan yang berlakri pada
larang sgperti itu di tempatitu. Dan barangsiapayan! merasa iuas
-sedikit niscaya Uinyiklitr iluamalahnya.
9..n9"n.
ketentuan y-ang
Selain itu, dengan berulang-ulangnyh muairalah itu maka alian
mendatangkan keuntungirn yang banyak, dan akan menimbulkan
berkah.
A! pemah berkeliling pasar Kufah dengan membawa tongkat
r._a.
pemukul.seray? berkata,
,wahai segenap pedafngt
Ambilhh frurg
benar., niscaya lqmu selamat.
Iery"n oo*-:u toEt [euntungan lamg
r.dryt, karena den_gan menolakrrya kamu akan terhalai'g u-ntuft
mendapatkan yang banyak. "
.kah.Pernah ada ylngbertanya kepada Abdur Rahman bin Auf, "Apa-
yang menyebabkan engkau kaya?" Dlamenjawab, "ttarena tiga
perkara: aku tidak pernah menolak keunnrngirnsama sekali. Tiada
orang yang meminta binatang kepadaku, lalu aku lambatkan men-
jualny_a. Dan aku tidak pernah menjual dengan sistem kredit."
Ada.png me-ngatakan bahwa Abdur nahman bin Auf pernah
menJual serlbu ekq ynqr tidak mendapatkan keuniungan
melainkan hanya dari rali -teapi-ia
kendaltnya. Dtfualnyasettap helai tali-itu
dengan harE-saq dirham, dengan demiktan dia meridapatkan ke-
untungan seribu dirham. Dan dari penjualan unta itu ia mendapatkan
-sehari.
keuntungan seribu dirham dalam

614
Keuntungan dengan Cara Menlmbun
Di antara keuntungan yang tidak halal bagi pedagang muslim
ialah yang diperoleh dengan jalan menimbun sebagaimana t€lah di-
larang syara'.
Imam Muslim meriwayatkan dalam sh4hih-nya dari Nabl saw.:

t"ga*yf41
Tidal( menimbun kecuali orang Wg furbuat dos."

l\ata ialah al-aatsim (orang yang berbuat


al-hhaarhi' maknanya
dosa). Dan Allah menyifati kebanyakan pembangkang yang som-
bong dengan sifat (khaathi) ini, seperti di dalam firman-Nya:

"... Sesungguhnya Filaun dan Haman fuserta tentan mereka ada-


lah onng-onng yng berbuat dos." lal-Qashash: 8)

Imam Ahmad dan Hakim meriwayatkan dari hadits lbnu Umar


dari Nabi saw.:

{e;iAi$-6#J1f*)i6?iS;
.''+i/oiti GjS, )iti 6.,
"krangsiap yang menimbun makanan *lama empt puluh hai
malra *sungguhnya dia telah berpiah dari NIah dan Nlah furyl-
nh dadpdanyraas+

/-334pi 6"1"rn Tahtvij AMiLs or-Ihtal al-ttaflztr al-lraqi mengatakan: 'Hadits ini diriwayat-
tarioleh Imam Ahmad dan Hakim dengan sanad )"ang bagus.' Al-Hafiztr menghasankannya
dalam al-Fath dan dikuatkannya dalam al-Qaulal-uusaadaAfiadz-Dzabb'aral-MusnailPaiklan'ah
Ibt al-lauzi al-Iadzi Dzaharahu Ji al-Mauilhu'at, didukung oleh sejumlah syahid, dan dikuatkan
oleh as-Suyuthi dan dinukilnya dzlam al-t-a adi al-Mashnu'ah,2t 147-148.

615
fuga dirttuayatkan dafl All r,a.:

/^dfr\d6wgwjlc,Eri$;tta;;
"knngeiap yang menimbun
"il, O*uni*
makanan etama
maha kendah hatinya."

ptriwayatka! luga dari AIi bahwa beliau pernah membakar


makartan si penimbun dengan apl.335
Selain itu_, mengenai firman Allah tentang Masjidll Haram (arti-
nya): "Dan barangpiapa yang bermaksud di dalamnya melakukan
kejahatan secara zalim, niscaya akan lemi rasakan ke-padanya seba-
gian siksa yang pedlh".(ar-Haff : 2Sl, adayang menghtakan bahwa
menimbun itu termasuk kezaliman dan masuk ke dalam ancaman
ayat lni.
Sedangkan ya_ng dimaksud dengan ihdhar (menimbun) ialah
menahan barang-barang dagangan karena menariti harga mihal.
Perbuatan semacam ini menunjukkan adanya motivasi dnaniyah
(mementingkan diri sertdirl), tanpa menghiraukan bencana dan
mudaratyang akan menimpa orang banyak, asalkan dengan cara itu
dia dapat mengeruk keunilngan yang besar.
IGmudaratan iru akan bertambah berat jika si pedagang itulah
saqu-satunya orang yang menjual barang tersebut, atau jita telah ter-
Jadi kesepakatan darl segolongan pedagang -dan
yang menjual barang-
bar_ ang tersebut uhtuk nrerlyembtrrryllun tnetrimtunnla, sehingga
kebutuhan maslarakat semakln meningkat, lanas merika meniil-
kan harga dengan seenaknya. praktik ieperti ini merupakan sisrem
kapitalisme yang bertumpu pada dua pilar pokok, ribi dan penim-
bunan-

lentc Barang yang Haram Dlttmbun


Dalam masalah ini para fuqaha berbeda pendapat mengenai dua
hal, yaitu jenis barang yang diharamkan menimbunnya, dan waktu
yang diharamkan orang menimbun.
Di antara fuqaha ada yarrg membatasi bahwa barang yang diha-
ramkan menlmbunnya hanyalah "makanan pokok". tmam al-Cha-

335 lhyr.' Ulmuihin,


2: Z 2-ZJ

616
zali berkata, "Adapun yang bukan makanan pokok dan bukan peng-
ganti makanan pokok, seperti obat-obatan, jamu, danza'faran,tiada
sampailah larangan itu kepadanya, meskipun dia iru barang yang
dimakan. Adapun penyerta makanan pokok, seperti dagrng, buah-
buahan, dan yang dapat menggantikan makanan pokok dalam suatu
kondisi, walaupun tidak mungkin secara terus-menerus, maka ini
termasuk hal yang menjadi perhatian. Maka sebagian ulama ada
yang menetapkan haram menimbun minyak samin, madu, minyak
kacang, keju, minyak zaitun, dan yang berlaku seperti itu.'336
Dari penjelasan al-Ghazali ini dapat dipahami bahwa mereka 1se-
bagian fuqaha) menganggap al-quut (makanan pokok) itu hanya ter-
baas pada makanan kering, seperti roti dan nasi (beras) anpa minyak
samin dan lauk-pauk. Sehingga keju, minyak zait, biji-bijian, dan
sejenisnya dianggap di luar kategori makanan pokok.
Apa yang mereka sebutkan sebagai makanan pokok itu menurut
ilmu pengetahmn modem tidak cukup untuk menjadi makanan sehat
bagi manusia, sebab untuk menjadi makanan sehat haruslah meme-
nuhi sejumlah unsur pokok, seperti protein, zatlemak, dan vitamin.
Jika tidak begitu, maka manusia akan menjadi s.rsaran penyakit
karena kondisi makanannya yang buruk.
Pada zaman kita sekarang ini obat-obatan telah menjadi kebu-
tuhan pokok bagi manusia, demikian pula halnya pakaian dan lain-
nya. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia terus berkembang sesuai
dengan perkembangan kondisi kehidupan mereka. Betapa banyak
I perkara yang asalnya bersifat tuhsini atill hamali (pelengkap) kini
j
menfadi kebuuhan. Begitupun sesuanr lang semula sebagi kebuuh-
I an dapat berubah menjadi dharuri (kebutuhan yang sangat pokok,
yang apabila tidak terpenuhi akan menimbulkan bencana).
, Dengan demikian, yang terkuat menurut pendapat saya ialah haram
menimbun setiap macam kebutuhan manusia, sepefti makanan,
obat- obatan, pakaian, alat-alat sekolah, alat- alat rumah tangga, alat-
alat kerja, dan lainnya. Sebagai dalilnya ialah keumuman hadits:

'd"€Ey1*s
"Tidak menimbun kecuali onngyang berbuat dos."

336^r-rrro',21 73, tltbitan Darul Ma'rifah, Beirut.

617
Demikian juga pernyataan hadits berikut:

er*pgafig,i I

"knngsiryyang menimbun, mak dia telah furbwt dos."


Sedangkan nash yang-ryg.larang menihbun makanan dan meng-
ancaqnla secara khusus tidak menghilangl@n leumumannya ifi.tiz
Selain ifi, 'illat larangannya yuga memperkuar persepsitersebut,
yaitu memberi mudarat kepada orang banyak sebigai dtciuat dirah-
anlyl barang-barang Sedangkan kebutuhan manusia tidak hanya
terhadap makanan, lebih-lebih pada zaman kita sekarang ini. Akan
tetapi lebih dari itu --di samping makanan-- manusia meilbutuhkan
minuman, pakaian, tempat tinggal, belajar, berobat, bepergian, dan
komunikasi dengan menggunakan berbagai sarana.
_ I(arena itu, saya menguatkan pendapat Imam Abu yusuf dalam
kitalrny-a "Segala yang apabila ditahan dapat
-al-Kharaj: -sesuatu
menimbulkan mudarat lqepada manusia, maka perbuatan sepertiitu
tergolong ihtihar (menimbun). "
Sedangkan tiap-tiap sesuatu yang sangat dibutuhkan manusia,
maka menimbunnya merupakan perbuatan yang sangat berdosa.

Waktu niharamkannya Menimbun


_ waktu diharamkannya menimbun para ulama juga ber_
-Mengelai
beda pendapat. sebagian ulama memberlakukari larangan itu"untuk
semua waktu, tidak membedakan antara waktu semp:it dan waktu
lqpang, karena disandarkan pada keumuman larangan. oemikianlah
sikap para salaf dan wara'.
Imam al-Gh azali berkatat
"Mungkin juga waklu itu dihubungkan dengan waktu sedikitnya
persediaan makanan, sedangkan manuiia membutuhkannya, sehingga
menunda penjualannya akan menimbulkan mudarat. Aaapun jiEa
makanan itu banyak dan berlimpah --sementara manusia tidak
memerlukan dan mengrngrnkannya kecuali dengan harga yang
murah-- maka pemilik makanan itu boleh menunfuu, dan"ia [ida[

337lni termasuk dalam


kategori 'menyebut sebagian dafi afrait(anggota) hmm (umum),
tidak berarti mengkhususkannya". (penr.)

618
menunggu musim kemarau (paceklik). Maka hal ini tidak menimbul-
kan kemelaratan (mudarat).
Apabila seseorang menyimpan (menimbun) madu, minfk samin,
minyak kacang, dan sebagainya pada waknr kemarau lpaceklik),
maka akan mendatangkan kemelaratan, dan hal ini seyogianya'di-
hukumi haram. I(arena yang menjadi pegangan tentang haram dan
tidaknya persoalan ini adalah mendatangkan kemelaratan, dan ini
dapat dipahami dengan menentukan jenis makanan tersebut.
t(alaupun menimbun tidak mendatangkan kemelaratan, namun
hal ini tidak lepas dari hukum makruh, karena ia menunggu faktor-
faktor tertentu yang menyebabkan kemelaratan, yaitu kenaikan harga.
Maka menunggu hal-hal yang membawa kemelaratan itu harus di-
awasi sebagaimana menunggu kemelaratan itu sendiri, meskipun
tingkatnya masih di bawahnya --menunggu kemelaratan itu sendiri
masih dalam kategori di bawah memberi kemelaraan. Dengan demi-
kian, sesuai dengan ukuran tingkat kemelaratan yang ditimbulkan-
nya, berbeda-beda pulalah derajat kemakruhan dan keharamannya.
Diriwayatkan dari salah seorang salaf bahwa ia ada di Wasith. Ia
menyiapkan sekapal gandum ke Basrah, dan menulis surat kepada
wakilnya: 'fuallah makanan ini pada hari pertama memasuki Basrah
dan jangan engkau tunda sampai besok.' I@betulan makanan itu
mendapati kehpangan harga sehingga saudagar-saudagar lain
mengatakan kepada wakil dari salaf tadi, 'Xalau engkau nrnda sam-
pai hari Jum'at niscaya engkau akan mendapatkan keuntungan ber-
lipat ganda.'
Maka wakil itu menundanya sampai hari Jum'at, lalu ia berunung
beberapa kali lipat dari modalnya. Kemudian ia menyurati pemilik
makanan itu untuk memberitahukan hasil perniagaannya. Maka
pemilik makanan itu membalasnya, 'Hai Anu! Kami merasa cukup
dengan keuntungan yang sedikit, tetapi agama kami selamat, dan
engkau telah menyalahi. I(ami tidak suka memperoleh keuntungan
yang berlipat ganda tetapi kehilangan agama walaupun sedikit.
Sesungguhnya engkau telah menganiaya kami dengan suatu peng-
aniayaan. Maka apabila telah sampai kepadamu suratku ini, ambillah
harta i$ seluruhrya dan serahkan lepada orang-orang fakir di Basratr.
Semoga aku terlepas dari dosa ihkar (menimbun), dengan mencegah-
nya, baik unork keuntungan diriku maupun k€rugian bagl flirifts.''338

338e1-thya',2. Ts.

619

l-
IGatimah
Pada prinsipnya, diperbolehkan mencari keunnrngan --tanpa ada
batasan tertentu-- bagi pedagang yang mematuhi hukum-hukum
Islam dan mengikuti tuntunannya dalam masalah jual beli. Selain itu,
ia menentukan standar harga sesuai kondisi pasar dan unsur-unsur
kebiasaan --sekarang terkenal dengan istilah permintaan dan pena-
waran-- tanpa bermain-main (mempermainl€n) atau menipu, atau
melakukan upaya-upa)ra untuk menaikkan harg kepada nusJarakat
umum.
Apabila terladi penyimpangan dan kesewenang-werurngan harga,
pihak penguasa tidak terlarang untuk turun tangan, sesuai dengan
tugas dan tanggung fawabnya. Dalam hal ini pengu.lsil dapat mem-
batasi keuntungan pedagang dengan batas tertentu, dari masing-
masing komoditas yang berbeda-beda jenisnya. Tindakan ini dilaku-
kan melalui. musyawiuah dengan pata ahlur ra'yi wal bashirah (ahli
pikir dan pemberi pertimbangan yang memiliki kualifikasi di bidang-
nya), sebagaimana dikemukakan oleh ulama-ulama kita terdahulu
rahimahumullah.
Inilah yang menfadi bahasan utama dalam hal penentuan harga,
kapan diperbolehkan, kapan pula tidak diperbolehkan, apa sy:uat-
syaratnya, dan sebagainya. Tentu saja penekanannya tidak khusus
terhadap pedagang semata-mata, namun di dalamnya termasuk
pihak produsen. Hal ini sebaiknya dibahas secara khusus.

Keetmpulan
Dari pembahasan ini dapat kita arik hhulastuh (kesimpulan) seba-
gai berikut:
1. Mencari keuntungan dalam perdagangan merupakan suatu per-
kara yang jaiz (boleh) dan dibenarkan syara', bahkan diperintah-
kan bagi orang-orang yang tidak bisa berdagirng dengan baik
untuk dirinya sendiri, seperti anak-anak yatim.
2. Tidak ada nash yang memberikan batasan t€rtentu dalam hal
mendapatkan keuntungan, yang sekiranya tidak boleh dilampaui.
Bahkan dijumpai dalam Sunnah keterangan yang menunjukkan
kebolehan memperoleh keuntungan hingga dua kali lipat dari
modalnya, bahkan beberapa kali lipat.
3. Kebolehan mencari keuntungan yang banyak tidak berarti bahwa
hal itu selalu disukai, tetapi sikap
qana'ah (menerima dengan

620
kepuasan) dengan leuntungan yang sedikit itu lebih dekat
kepada petunjuk salaf dan lebih jauh dari syubhar
4. I&untungan itu hdd bag,pedagdng muslim iika selamat muama-
lah perdagangannya dari sesuanl yang haram. Adapun iika mua-
malah yang dilakukannya mengandung perkara yang haram,
seperti berdagang barang-barang haram, atau bermuamalah de-
ngan riba, ihnhar (menimbun kebutuhan pokok manusia), me-
ngecoh, menpu, merahasiakan harga pada waknr itu, curang dalam
takaran dan timbangan, dan sejenisnya, maka keuntungan yang
diperolehnya terhukum haram.
5. Pendapat tentang kebolehan para pedagang dalam mencari keun-
tungan yang halal menurut kehendak mereka --sesuai ketentuan
nilai dan patokan yang telah saya sebutlan-- tidak menghilang-
kan hak penguasa muslim untuk memberikan ukuran tertentu
dalam membatasi keuntungan, khususnya untuk barang-barang
yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Ianglah ini untuk
mewujudkan kemaslahatan bagi sebagian besar masyarakat.
Wallahu a'lam.

6
AGAMA DAN HUMOR

Pertanyaan:
Bolehkah seorang muslim tertawa dan bergurau, bersenang-se-
nang dan bergembira, lalu mengeluarkan kata-kata dan menunjuk-
kan perbuatan jenaka unhrk membuat orang lain teftawa?
Sebagian orang ada yang berpendapat bahwa Dinul Islam meng-
haramkan manusia t€rtawa, bergurau, dan bermain-rnain, karena
manusia waiib serius dan sungguh-sungguh dalam segala urusan
dan keadaannya. Mereka menguatkan pendapatnya ini dengan dua
alasan:
Pettanra: sikap kebanyakan ahli agama dan orang-orang yang
komitmen terhadapnya. Mereka selalu tampak bersikap serius, ber-
sungguh-sungguh, berang ketika bertemu muzuh, tegas dalam ber-
bicara, dan serius dalam bermuamalah dengan orang lain, khusus-
nya terhadap orang-orang yang tidak konsisten terhadap agarnanya.

621
Kedua: beberapa nash yang mereka baca dan dengar dari para
juru nasihat serta khatib, sehingga mereka memahamibahwa tilam
$dqk qemperbolehkan tertawa, bergembira, dan bergurau. Misalnya
hadits berikut ini:

:)v$i'rg{69,'=VSiG3i*1
.aar4::*
"Janganhh kanu banyah tefiaw4 l<arcna funyal( terlawa itu me-
matil<an hati."

Demikian juga pernyaaan hadits berikut:

fut,<
+W,q)ab)1,zile6
- r- /-T--7.,--z-
/frj3,'is
/{J;)Tr({J;tT,.7
=YZ.r-J z zz-(?
)KZ, lKr, zJ-\J\-r9 trS3-dr
t/
il#si
o
- /-

(6)i,lv':5l,L i rvr\
"Celalralah bagi onng yng berl<ata-lata untuk membuat suatu
I<aum tertaw4 lantas ia bedusta. Celakalah dia, elal<alah dia."Jse

Serta hadits yang menyifati Nabi saw. bahwa beliau "senantiasa


bersedih hati".
Demikian pula flrman Allah melalui lisan kaum earun:

+/ie{,t'fr:l;n;*
"... Janganlah kamu terlalu
fungg4 resunguhryn NIah ti&tc me-
nyki onng-onng yang terlalu memfungakan dial,"(al-eas-
hash: 76)

Menurut apa yang saya baca dan berdasarkan pengetahuan saya


yang terbatas tentang Islam, saya berkeyakinan bahwa pendapat se-

339nn Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi,


dan beliau menghasankannya, sebagaimana
al-Albani menghasankannya dalarr. Ghayatul Maram.

622
perti ihl merupakan penganiayaan terhadap Islam --yang fustru
membawa keadilan dan keseimbangan dalam s%ala sesuatu.
I(arena itu saya mohon penjelasan bagaimana sebenarnya sikap
dan pandangan Islam rcrhadap masalah ini, dengan disertat dalil-
dalil syar'iyah.
Mudah-mudahan Allah memberikan manfaat lewat Ustadz,
semoga Dia berkenan memberikan balasan yang sebaik-baiknya
kepada Ustadz.

Jawaban:
Tertawa itu termasuk ciri khas manusia yang membedakannya --
di anaranya-- dengan binatang. I(arena t€rtawa itu teriadi setelah
seseorang memahami dan mengerti perkaaan yarfi didengarnya;
atau setelah melihat sesuatu, lalu ia tertawa karenanya.
Oleh sebab itu, ada yang mengatakan: "Manusia itu adalah bina-
tang.yang dapat tertawa." Maka benarlah iika ada orang mengata-
kan, "Saya dapat tertawa, karena itu saya manusia."
Islam dengan predikatnya sebagai agama finah tidak mungkin
menentang dorongan fitrah manusia untuk tartawa dan bersenang
hati. Bahkan sebaliknya Islam menyambut segala sesuatu )rang
dapat menjadikan kehidupan ini menyenangkan dan baik, menyukai
seorang muslim yang berkepribadian optimistis, dan tidak menyukai
kepribadian yang pesimistis yang melihat kehidupan dan manusia
ini dengan "kacamata hitam".
Sebagai contoh dan teladan bagi kaum muslim dalam hal ini ada-
lah Rasulullah saw.. Meskipun banyak bersedih dengan bermacam-
macam kesedihan, beliau suka bergurau. Namun, tidak ada yang
beliau katakan melainkan yang benar. Beliau hidup bersama para
sahabat dengan kehidupan yang sesuai dengan fitrah, sebagaimana
lazimnya hidup bermasyarakat. Beliau menyertai mereka dalam ter-
tawa, bermain, dan bergurau, sebagaimana beliau menyertai mereka
dalam sakit, sedih, dan menderita.
Ketika T.aidbin Tsabit diminta untuk menceritakan tenAng ke-
adaan Rasulullah saw., dia berkata, "Aku adalah tetangga beliau.
Apabila turun wahyu kepada beliau, beliau menyuruh saya menulis-
kannya. Apabila kami menyebut-nyebut urusan dunia, beliau
menyebutnya pula bersama kami; apabila kami menyebut-nyebut
urusan akhirat, beliau menyebutnya juga bersama kami; dan jika
kami menyebut makanan, beliau pun menyebutnya bersama kami.
Semua ini aku ceritalen kepada Anda tentang Rasulullah s3yy..,340
sahabat menyifati beliau sebagai orang yang
-Sedangkan _para
Paling Periang.rat
Apabila di rumah, beliau suka bersenda gurau dan bermain-main
-bersama istri-istri beliau serta mendengarkan cerita-cerita mereka,
sebagaimana disebutkan dalam hadits-Ummu Zara, yang populer
yang diriwayatkan dalam Shmhih at-Buhturi. Beliau jugi pemah'adu
ialT -cep3t dengan Aisyahr.a., pada suatu l€li Aiqra[ menang, dan
pada kali-yang lain --setelah selang beberapa lama-- beliau?apat
mengalahkan aisyah, beliau kemudian berkata kepada Aisyah, "Ini
untuk menebus kekalahanku yang lalu.,
.Diriwayatkan pula bahwa beliau pgrnah menyediakan punggung
.beliau.ungl. ditunggangi al-nasan aan a-frusin ketika teOilnya
masih kecil-kecil. Merekatersenang-senang tanpa merasa kerepotan.
IrF qa" salah seorang sahabat masur dan-meliliat t.eiadian iniianas
ia.berkata, "Bagus sekali kendaraan yang kalian turiggangi." Rasu-
luQh.pl menimpali, 'Dan bagus nian kedua penuilgaig ini.,
. Be.liay
ilga pernan mengguraui seorang wariita tua yang datarrg
{engan berkata, "Doakanlih kepada AIIah igar oii
kepada beliau
memasukkan aku ke dalam surga., Ialu beliau menjawab,;watrai
ibu si Fulan, sesungguhnya surga tidak akan dimasriki oleh wanita
tua" Kemudian wanita itrr menangis, karena ia memahami perkaaan
beliau iar menurut lahirnya. L^alu Nabi saw. menjelaskan kipadanya
bahwa apabila dia masuk surga nanti, maka dia tidak altan meinasuki-
nya dalam keadaan lanjut usia, melainkan sebagai wanita muda
yang cantik ielita. Kemudian beliau bacakan firman Allah mengenai
wanita surga:
"fuunguhrya l(ami menciptalan mercla @iddad-bidadari) de-
ngan langanng. Dan IGmi jadikan mercka gadis-gadis pe';rtrzln.
Penuh cinta W *fu)n umumlm." (al-rilaql'ah; SS-371

Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam asy-syanuil, Abd bin


Humaid, Ibnul Mundzir, Baihaqi, dan lainnya, dandihasankan oleh
al-Albani dalam Ghayafitl Maram.

340ai*r'3g Ttrabrani dengan isnad


hasan sebagaimana disebutkan datem Mdjmuz
Zawaid,9z 17.

umnal, nomor lE4oo.


"'*n*,
624
Selain inr, pernah ada seorang laki-laki meminta kepada beliau
agar diboncengkan di atas unta. Ialu beliau berkaa kepadanya,
"Aku ddak dapat memboncengkanmu kecuali di atas anak unta betina"
Kemudian orang itu bertanya, 'Wahai Rasulullah, apa yang harus
saya lakukan teihadap anak unta betina?" Orang inr membayangkan
anak unta yang masih menyusu dan masih kecil. Rasulullah saw.
bersabda, 'Bukankah tidak ada yang melahirkannya melainkan unta
betina:"542
Zaid bin Aslam bercerita: "Seorang wanita yang bernama Ummu
Aiman pernah daang kepada Nabi saw. seraya berkaa, 'sesungguh-
nya suamiku mengundangmu.'Nabi bertanya, 'Siapakah dia? Apa-
kah orangyang matanya ada putih-putihnya?' Ummu Aiman menJa-
wab, 'Demi Allah, di matanya tidak ada putih-putihnya.' Beliau
menimpali, 'Ya, di matanya ada putih-putihnya.' Ummu Aiman ber-
kata lagi, 'Tidak, demi Allah.' Ialu Nabi saw. bersabda: 'Tidak ada
seorang pun melainkan di matanya ada putih-putihnya.' Yakni
bagian mata yang putih yang melingkari biji mata yang hitaln.'srs
Anas berkata, "Abu Thalhah mempunyai anak laki-laki yang ber-
nama Abu Umair, dan Rasulullah saw. biasa datang kepada mereka
seraya bertanya, 'Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan Npg-
hafi?'344 (HR Bukhari dnn Mucllm)
Aisyah bercerita, "Rasulullah saw. dan Saudah binti Zum'ah ber-
ada di sisiku, lalu aku buatkan harirah -t€pung yang dimasak de-
ngirn susu atau lemak-- dan aku hidangkan untuk beliau. Ialu aku
berkata kepada Saudah, 'l![akanlah.' Dia meniawab, 'Saya tidak
suka. Aku berkata, 'IGu hanrs memakannya, atau aku lumurkan ke
mukamu.' Saudah meniawab, 'Saya tidak suka.' Ialu aku ambil sedi-
kit kue inr dari pinggan,lantas kuoleskan ke mukanya, sedang Rasu-
lullah saw. duduk di anara aku dan dia. Lalu Rasulullah saw. meren-
dahkan kedua lututryra kepadanya agar diadapat mendekat kepada-
ku, lalu Saudah mengambil sedikit kue itu dari pinggian dan meng-
oleskannya ke muka saya. Kemudian Rasulullah saw. fsfis1trrx.'34s

542HR nrmuzi, dan bcltau bertata: lHadirs ini hasan sahlh.' Dan dirinayatkan juga
oleh Abu Daud.
S43oiriwayatkan oklh az-Znbct bln Bakar dalani "Kitab al-Fukahah wa al-Mizah".
Dan diriwayatkan oleh lbnu Abldduqya dari hadle Ubaidah bin Sahm d-Fahrt dengan ada
senucam perbedaan, sebagalmana dlkemulakart oleh af-tnqi dalan Tdhhrij orl-thta'.
344pug6is adalah anak burung, dan Abu Umair biasa bermain dengannya.
34spiri*alotk"n oleh az-Zuber bin Bakar dalam kiab al-Fuhahah,dan diriwayaftan oleh
Abu Ya'la dengan isnad yang bagus sebagaimana dlterangkan dalalll.'ralilnj al-thyd'.

625
-!

Diriwayatkan bahwa adh-Dhahhak bin Suffan al-Kilabi adalah


seorang cebol yang jelek wajahnya. Maka setelah Nabi saw. mem-
bai'atnya, dia berkata, "Sa)ra mempunyai dua orang istri yang lebih
cantik daripada al-Humaira (Aisyah) --peristiwa ini teqadi sebelum
turunnya alat hriab-- bagaimana kalau engkau nikahi salah satunya?"
Pada waktu itu Aisyah duduk mendengarkannya, lalu Aisyah ber-
ta-ny.ar "pia yang lebih cantik ataukah engkau yang lebih tampan?"
Dhahhak menjawab, "Saya lebih tampan daripada dia dan lebih ter-
hormat." Lalu Rasulullah saw. tertawa mendengar pertanyaan
Aisyah kepada Dhahhak itu, karena dia seorang cebol yang buruk
rupanya.3a6
Rasulullah saw. suka menyebarkan kesenangan dan kegembiraan
dalam kehidupan manusia, khususnya dalam peristiwa-peristiwa
tertennl, seperti pada waktu hari raya dan perkawinan.
Maka ketika Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. mengingkari nyanyian
dua orang budak di rumahnya dan menghardiknya, Rasulullah saw.
berkata kepadanya, "Biarkanlah mereka, wahai Abu Bakar, karena
ini adalah hari raya." Dalam sebagian riwayat disebutkan: "sehingga
orang-orang Yahudi mengetahui bahwa dalam agama kita ada kela-
pangan."
Beliau iuga mengizinkan orang-orang Habasyah bermain tombak
(anggar) di mesjid beliau pada waktu hari raya, dan beliau memberi
semangat kepada mereka sambil berkata, 'I(arena kalianlah aku
menonton, wahai Bani Arfidah." Bahkan beliau memperkenankan
Aisyah menontonnya di belakang beliau, letika merekarbermain dan
menari, dan beliau tidak merasa keberatan terhadap hal itu.
ihr, pada suatu waktu beliau pernah menganggap aneh pesta
-S"luin
perkawinan yang sepi, tidak disertai permainan atau nyanyian
Beliau berkata, 'Alangkah baiknya kalau disertai permainan, karena
orang-orang Anshar suka bermain atau menyanyi.'Dan dalam satu
riwayat disebutkan: "Mengapa tidak kamu suruh seseorang untuk
menyanyi dan mengatakan: 'Selamat datang, selamat datang.... Hor-
mat kami dan hormat kamu.'"
Para sahabat Nabi dan orang-orang yang mengtkuti mereka de-
ngan baik --sebagai generasi umat yang paling baik-- juga tertawa

34661-11"126 al-Iraqi
berkaa: 'Diriwayatkan oleh az-Zuber bin Bak',ar dalam a t-Fuhahah
dari riwayat AMullah bin Hasan secara mursal atzl mu'il,.al. Dan Daruquthni meriwayatkan
cerita inl dengan pelaku Uy,ainah bln Hishn al-Fazzari setelah hrrunn]ra ryar hirab dari hadits
Abu Hurairah.'

626
dan bergurau, mencontoh Nabi mereka dan mengikuti penrniuknya.
Sehingga seseorang seperti Umar bin Khafiab --fang terkenal ketat
dan disiplin- pemah bergurau dengan budak perempuannya dengan
berkatil kepadanya, 'Aku diciptakan oleh Pencipta kemuliaan, dan
kamu diciptakan oleh Pencipta lcehinaan." Ketika Umar melihat pe-
rempuan itu cemberut karena perkaaannya inr, maka ia segera men-
jelaskan kepadanya, "Bukankah yang menciptakan kemuliaan dan
kehinaan itu tidak lain adalah llJlaih Azza wa falla?'
Hal-hal seperti ini sudah dilenal pada masa hidup Rasulullah saw.,
dan beliau mengakuinya (membenarkannya), bahkan berlaniut se-
sudah masa beliau dan dit€rima oleh para sahabat, serta tidak ada
seorang pun yang mengingkarinya. Meskipun sebagian peristiwa
yang diriwayatkan dari mereka seandainya teriadi pada masa seka-
rang, niscaya akan diingkari dan ditolak keras oleh kebanyakan
orang yang punya perhatian terhadap agama, dan pelakunya akan
dianggap fasik atau menyeleweng.
Di antara orang yang terkenal berjiwa periang dan suka bergurau
ialah An Nu'aiman bin'Amru al-Anshari r.a. yangbanyak sekali diri-
wayatkan darinya hal-hal yang aneh dan jenaka.
Mereka meriwayatkan bahwa Nu'aiman ini termasuk orangyang
mengikuti janji Aqabah yang terakhir (kedua), ikut ddam perang
Badar, perang Uhud, Ithandaq, dan berbagai peperangan lainnya.
Az-Ztber bin Bakar meriwayatkan daripadanl,a beberapa hal fang
lucu dan jenaka di dalam kitabnya al-Fuhahah wa dl-Marah, di antara-
nya sebagai berlkut:
Diriwayatkan bahwa tidak ada sesrurhr yang baru yang dibawa
orang ke lvfadinah melainkan Nu'aiman membeli sebagian, kemudian
dibawanya kepada Nabi saw., lalu dia berkata, "Ini saya hadiahkan
kepadamu." uaka ketika pemiliknya datang dan meminta uangnya
kepada Nu'aiman, dibawanya orang itu kepada Nabi saw. seraya ber-
kata kepada beliau, "Nabi, tolong berikan uang pembelian barang
orang ini." Nabi bertanya, "Bukankah engkau telah menghadiahkan-
nya kepadaku?" Nu'aiman menjawab, "Demi Allah, saya tidak punya
uang untuk membayarnya, sedangkan saya ingin agar engkau me-
makannya." Lalu beliau tertawa dan menyuruh membayar harganya.
/.z-Zlber juga meriwayatkan kisah lain dari jalan Rabi'ah bin
Utsman, ia berkata, 'seorang Arab gunung datang kepada Nabi saw.,
lalu ia menambatkan untanya di hdaman. Kemudian sebagian saha-
bat berkata kepada Nu'aiman al-Anshari, 'Bagaimana kalau engkau
sembelih unta itu dan kita makan bersama, karena kami ingin me-

627

t
i
TUFT d"qng.. talu dilakukannyalah hal iil. Kemudian orangArab
itu keluar dan berteriak, 'Aduh untaku disembelih! wahai ultram-
mad!' Lalu Nabi saw. keluar lantas bertanya, 'siapayang melakukan
ini?' Mereka menjawab, Nu'aiman.' Ialu-beliau hencaiinva iiinggu
di-rfp-atkarlnya telah masuk ke rumah Dhiba'ah binti az]zuber-b-in
Abdul Muththalib. Dia bersembunyr di bawatr t€rowongan aanainltupi
pelepah daun kurma. Kemudian ada seseorang yan! menunjukkan
kepadatrtabi saw. di mana dia berada. Lantas nl6i mingeluarkannya
seraya bertanya, 'Apa yang mendorongmu melakukan"hal itu?, Dia
menjawab, 'Orang-orang yang menunyuttan engkau inrlah yang
menyuruh saya melakukannya menyembelih unta inr.' Kata Radi,ah]
N-?bi saw. mengusap tanah diri waiahnya dan tertawa, kernu_
:l-alu-
dian beliau membayar harganya kepada 6ran! arab gunung itu.,
.. Az-Zuber pun meriwayatkan: pamanku me-ncerita[an dail kakek,
dia berkata, "usia Makhramah bin Naufal telah mencapai seiatus
lima belas tahun, lalu pada suatu waktu ia berdiri di masiid nenaat
Ign orang-orang berteriak, 'Masjid ... masjid ...t' iiba_
tiba -i-nq,.lantas
Nu'aiman mjr-nqlangtangan ilan membiwanyapergi,
kemudian didudukkannya disudut yang lain dari masjid ser.iyi ber-
kaa.kepadanya, 'Kencinglah di sinit, Maka orang-oiang Uefreriat.
Makhramah pun berkata,'sialan kamu, siapa yaig meribawasaya
ke tempat ini?' Mereka menjawab, 'Na'imin.ioiiUertaa, ;ingat,
akan mgqu-kulnyl dengan- tongkat saya ini sekeras-keiasnla.,
$V.a
Maka sampailah berita itu kepada ttu aimari. Ialu ia tinssal di rurirah
saja beberapa lama menurut yang dikehendaki Allah.
*
Pada suatu hari ia datang tagi ke masiid, lrctika ihr Utsman
.t"d"ry melqkukan shalat di sudui masjid. Iilu Nu'aiman bertanya
kepi4a Makhramah, 'Apakah engkau ada urusan dengan Na'iman?,
Makhramah menjawab,'ya.' Maka Nu'aiman menggaideng tangan
nya dan membawanya ke dekat utsman, sementariutsman ini uita
usai menunaikan shalat tidak pernah berpaling. Lalu Makhramah
lerkaa (kepada ursman): 'Karena engkaulih aki takutan ini, wahai
Nu'aiman!' Kemudian dislntuhkannya tongkat Makhramah dengan
tangan Utsman, maka Makhramqh pun memukul Utsman hinlga
gelukgilva. orang-orang berteriak '-engkau telah memukut amirut
Mukminin ....!'Dan seterusnya ...."347 -
347risah ini disebutkan
- oleh al-Hafizh lbnu Hajar dalam meneritakan biografi Nu,aiman
ai aaum ktab beliau
Fukahah ya al-Marah.
ar-rshatuh, mengudp aan na6 az-zlberbin sakar dala;I**,-

628
Di antara kejenakaannya lagi ialah bahwa di antara sahabatyang
suka bersenda gurau ada yang dapat "menjerumuskan' Nu'aiman ke
dalam posisi terbalik sebagaimana ia sering memperlakukan orang
lain, seperti dalam kisah dia bersama Suwaibith bin Harmalah, salah
seorang yang juga hrrut dalam perang Badar.
Ibnu Abdil Ban mengatakan di dalam al-rsti'ab mengenai kisah
Suwaibith r.a.: "Dia suka bergurau dan berlebihan dalam bergurau.
la mempunyai kisah jenaka bersama Nu'aiman dan Abu Bakar ash-
Shiddiq r.a.. l(ami sebutkan kisahnya, karena memuat kecerdikan
dan lrcbaikan akhlaknya. "
Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, "Abu Bakar ash-
Shiddiq r.a. pernah pergi berdagang ke Basrah --setahun sebelum
wafatnya Rasulullah saw.-: bersama Nu'aiman dan Suwaibith bin
Harmalah, dua orangyangnrrut serta dalam perangBadar. Nu'aiman
ditugasi membawa perbekalan, lalu Suwaibith yang suka bergurau
itu berkata kepadanya, 'Berilah saya makan!'Nu'aiman menjawab,
'Tidak boleh, sampai nanti Abu Bakar r.a. datang.'Suuraibith berkata,
'Demi Allah, saya akan marah kepadamu.' Ialu mereka melewati
suatu kaum, lantas Suwaibith berkata kepada mereka, 'Maukah
Anda membeli budak *ya?'Mereka menjawab, 'Mau.' Suwaibith
berkata, 'Budak ini pandai berbicara, dan dia akan mengatakan G-
pada Anda, 'Aku ini orang merdeka.'Jika Anda meninggalkan dia
karena mengucapkan perkaaan seperti itu, maka janganlah Anda
merusak budak saya.' Mereka berkata, 'IQmi beli safa dia dari eng-
kau.' Ialu mereka membeli Nu'aiman dari Suwaibith dengan harga
sepuluh qalaish. Kemudian mereka datang dan menaruh serban atau
tali ke pundaknya. Kemudian Nu'aiman berkata, 'Sesungguhnya
orang ini mempermainkan kalian, saya ini orang merdele, bukan
budak.' Mereka menjawab, 'Dia telah memberitahukan kepada kami
tentang keadaanmu.' Iantas mereka membawanya pergi. Kemudian
Abu Bakar r.a. datang dan diberi tahu oleh Suwaibith, lalu Abu Bakar
menyusulnya dan mengembalikan uang mereka serta mengambil
kembali Na'iman. Ketika mereka menghadap Nabi saw., mereka ceri-
takan hal itu, lalu Nabi dan para sahabat yang ada di sekiar beliau
tertawa mendengar cerita tersebs3.'348

3a8pirir"r41or, oleh lbnu Abi gaibalr dan lbnu rrraiah. oan rtirirrqa*an Juga oleh Abu
Daut ath-Thay.alist dan ar-Ruyant, teapi menurut keduanya yang membuat gurauan im ada-
lah an-Nu'aiman sedandan fang dijual iusau Suwaibith, sebagaLnana disebutkan dalam
biografin,"a dalan dl-lshahh.

629

1-
Pandangan Aliran Keras
Tidak diragukan lagl
!a!wa di antara ahli hikmah, pujangga, dan
ada.yang mencera humor dan mengingatkan indnuffa-itcan
Tl,yair:
aKDat Durutmya, memperhatikan sisi yang hembahayakan dan
mudaratnya, serta menutup sisi-sisi yani tain.
sebagian mereka berkata, "nerguriu itu bisa menimburkan
.kemarahan, menjanrhkan gengsi, dail memuturr."n p.ir"rao""n."
Dan ada yang-mengatakan, ",ApaFa pembicaraan itu aiawai
dengan
gurau, maka kesudahannya ialah caci maki dan pertengkaran.;'
.K.!t" al-Haijaj rbnut Farilyah-ditanya telan!guraf, dia menla_
y.3?, "p9.r-rulaannya menyenangkan tiapi tesiahranrirc ;."y._
gilk"n. Ini merupakan kekurangin orang-brang uoaoii ii6ig.i*inu
kekurangan pala.p-elyair.. Dan berguraultu aaiatr riuii rr*vu
Jon?
menghasilkan kejelekan. "
Mus'ir bin Kidam berkata:

"Tinggalkanlah gurau dan berdebat


Dua akhlak yang tak kusukai bagi orang yang benar."

Ada pula yang mengatakan:


"fanganAnda bergurau dengan anak kecil,
nanti ia berani kepada Anda.
Dan jangan bergurau dengan orang tua,
nanti ia benci kepada Anda."

Dan penyair lain mengatakan:

\'&6;.tfii4itAKt
"' /
L16:r1li6iryt6i!{.A'
"Jauhkanlah, jauhkanlah dirimu dari bergurau
karena ia akan menjadikan anak kecil da-n yang kotor,
dan hina berani kepadamu."

650
Umar bin Abdul lv;iz r.a, berkata, "Bergurau itu tidak muncul
kecuali dari kelemahan akal atau dari kesombongan.' Bahkan ada
yang mengatakan, "Bergurau atau berkelakar inr mendatangkan
kehinaan dan menghilangkan kehebatan; yang meftmg menfadi
tegang, yang kalah meronta-tonta."
Ada pula yang mengatakan, "Berhati-hatilah akan terlepasnya
konrol letika bergurau, karena kejatuhan akibat bergurau yang
lepas kontrol itu tak terkatakan (tak terperikan)."
Akan tetapi, apa yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. dan para
sahabat itu paling tepat untuk diikuti, yang menggambarkan keseim-
bang;an dan keadilan.
Beliau saw. pernah berkata kepada Hanzhalah ketika Hanzhalah
merasa sedih melihat perubahan sikapnya (keadaannya) sendiri
yang berbeda ketika dia di rumah dan ketika bersama Rasulullah
saw., sehingga ia menganggap dirinya telah munafik. Maka Rasulul-
lah saw. bersabda:

-,##Er;ggKr:J81'a|:zrg
/{*fa1/K#bt4rAl+q;
ls
.k6okdte(6j,g6#i
lLahai nanataian, kabu kamu teras-nrenerus htam kedaan *-
pfti ketilra kamu br;trama*l.t, nisata kamu abn disahni (jaht
tangn) oleh malail<at di ialan-ialannu. Al<an tetapi" waltai Hanzlra-
Iah, bergunulah *l<adarryra!"

Nah, inilah fitrah, dan inilah yang adil.


Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Abi Salamah bin AMur
Rahman, ia berkata, 'Para sahabat Rasulullah saw. itu bulen tidak
sopan dan bukan'seperti orang mati. Mereka biasa menyanyikan
syair-syair dan menyebut-nyebut keiahlliahan mereka dulu. Tetapi
apabila salah seorang dari mereka sudah memusatkan pikirannya
pada urusan agamanya, berputarlah kelopak matanya seakan-akan
dia itu orang gila.'54e

349p.1ro o1-v*lumu{ karya lbnu Abi ssaibatr,


Juz E, hlm. 71 1, diSultakan latat nn rrrifrn
(orang-orang yang menyeleweng) sebagai gand lahl nutahozziqta lorang-orang ,,ang ielek

631
Lafal uWruq (yang bentuk isim fa'ilnya mutahazzrq, fang di antara
afiny? r"!ah 'y"ng bakhil serta jelek akhlaknya, tidak sopan,; penl.)
oleh al-Khaththabi diterangkan bahwa artinya ialah at-ujammu,wa
sylnaut u4abbuilh, 'mengisut dan sangat mengerut'. Sedangkan
falam an-Nilwyah, karya Ibnul Atsir, diterangkan bahwa muutwiziqin
berarti munqabiilhin wa mujtami'in, yakni 'mengerut dan berkumpul'.
Ibnu Sirin pernah ditanya mengenai sahabat Rasulullah saw.,
apakah mereka pernah bergurau? Beliau menjawab, "Mereka itu
seperti manusia lainnya. Ibnu Umar juga pernah bergurau dan
menyanyikan syair (nyanyian). "3s
Dgngan demikian, sikap dan pandangan golongan pemerhati
masalah agama atau ketat dalam beragama, yang selalu muram dan
cemberut mukanp sebagaimana yang dikemukakan saudara perumya
itu, tidaklah menggambarkan hakikat ad-Din sedikit pun, serta tidak
sesuai dengan tuntunan Rasul yang mulia dan sahabat-sahabat
beliau.
Semua itu kembali kepada buruknya pemahaman mereka terha-
dap Islam, karena karakter pribadinya, karena kondisi lingkungan
tempat ia dibesarkan, atau karena pendidikannya.
_
Bagaimanapun, tidak ada seorang muslim pun yang tidak menge-
tahui bahwa Islam itu tidak diambil dari sikap hidup Ceseorang atau
sekelompok orang, yang bisa salah dan bisa benar. lslam adahh huj-
jah atas mereka, bukan mereka yang menjadi hujjah bagi Islam.
Ajar_an lslam hanya diambil dari Al-eur'an dan As-Sunnah yang
sahih.

Penafsiran Nash yang Keltm


Mengenai nash-nash diniyah yang disebutkan saudara penanya,
yang oleh sebagian orang dipahami bahwa Islam menyerukan kemda
kesedihan, kesusahan, dan duka nestapa, maka dafam hal ini saya
inginmemberikan sedikit penjelasan sehingga tidak terjadi lagi kesa-
lahpahaman, dan dapat saya keluarkan nash-nash tersebut dari
bingkai yang mengurungnya.
Simaklah firman Allah lewat lisan kaum earun ketika memberi
nasihat kepadanya:

. tidak sopan). Dan disebutkan fuga dalam at- rashuib fi cl,,rikr karya al-
"!h!B
Khaththabi,
iuz 3, hlm. 49.
Haaits,

35oHn ebu Na'im dalam Hily.lni Autid, l\z z, hlm. 2Ts.

632
"... Janganlah l<amu terlalu fungga; *sunghnya NhIt tifuk me-
ryki otiiltgenng yng terlalu memfunggakan diri." lal-Qa-
shash:76)

Ayat ini tidak dapat dipahami bahwa ia telah mencela kebanggaan


atau kegembiraan secara mutlak, tetapi kebanggaan yang dimaksud-
kan di sini --sesuai konteks ayat-- adalah kebanggaanyangburuk,
sombong, tertipu, congkak, yang melupakan pelakunya terhadap
karunia Allah, dan menisbatkan semua kelebihan kepada dirinya
sendiri. Maka yang demikian itu merupakan kebanggaan dan
kegembiraan yang diwujudkan dengan cara yang tidak benar, dan
karena sikapnya yang demikian itulah AI-Qur'an mencela orang-
orang musyrik setelah mereka dimasukkan ke dalam neraka dengan
kekal:

"{q:;tW;*i6-5}fi
Yang demikian itu diseMbl<an l<amu bercuk ria (bnga) di mul<a
bumi dengan tidak benar dan karena l<amu *lalu futflka ria (da-
Iam kemaksialful). " (al-Mu'min: 75 )

Ini sama dengan kebanggaan dan kegembiraan orang-orang


Yahudi yang ditanya Rasulullah saw. t€nt mg sesuatu lantas mereka
menyembunyikannya. Mereka memberikan informasi yang tidak
benar, lantas mereka keluar dari tempat Nabi saw. dengan perasiurn
bangga karena mereka telah berhasil menyembunyikan sesuatu dan
berdusta kepada beliau. Tidak cukup sampai di situ saia, bahkan
mereka meminta disanjung karena mereka telah ditanya lantas
mereka menjawab dengan sebenamya. Terhadap sikap mereka ini
lantas Allah menurunkan firman-Nya:

c.\G6S j,lSifrql,ii:uii"i3i
,it;ilrir,3i(; j5q.rf&,5fi itr14{
Ar
SIJ
633
"Janganlah sekali-kali kamu menyngka bahwa onng-onng Wg
pmbin dengan apa.yang telah mercl<a kerjalran dan mercf,a. wlca
suryya dipuji terhadap perbuatan yng belum mereka keriakan,
janganlah kamu menyanglra fuhwa mercka terleps dad si[s, dan
bagl mercl<a sikn Wtg @ih." (All Imnn: I88)

Begitu pula kebanggaan orang-orang yang teperdaya oleh ilmu


pengetahuan materiil mereka, lantas mereka terpaku olehnya dan
mengesampingkan wahyu llahi. Mengenai mereka ini turunlah
firman Allah:
"Maka tatkala dabng kepda mereh nsul-nsul (yng diutus ke-
pada) merelra dengan memfuwa ketenngan-keterangan, mereka
menaffi *nang dengan pngetahuan yng ada p& merc*4 &n
merelca dikepung oleh azab Nlah nng *lalu mercka perolok-
olokkan l'fu. " (Ghaflr: 83)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa trtabi saw. bersabda:

-924;i'-q;KE64e$ifi*l
( U+ i: e,turilt $,) . r*iSi
"langanlah kanu funyk tertaw; karuta banyah tertavva iru dapat
mematilan tali. " (HR Tfrmfdzi)

Maka hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa yang dilarang


itu tidak semata-mata t€rtawa, tetapi banyak tertawa. Dan segala
sesuatu itu apabila melebihi batas akan menjadi kebalikannya.
Sedangkan riwayatyang menerangkan bahwa "beliau saw. terus-
menerus bersedih hati" adalah dhaif, sedangkan riwayat atau hadits
dhaif itu tidak dapat dijadikan hufjah. Di samping itu, pemyaraan ini
bertenangan dengan hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari bahwa Nabi saw. meminta perlindungirn kepada Allah dari
kesusahan dan kesedihan.
Andaikata hadits di atas dipandang sahih, maka dapar dirakwil-
kan bahwa setiap pagi dan petang beliau selalu menyedihkan dak-
wah dan umatnya, dan seterusnya.
Namun demikian, hal ini tidak menyempitkan hati beliau yang
besar untuk bergurau dan bermain, serta memberikan kepada fitrah

634
akan haknya, iuga memberikan kepada manusia akan hak-hak
mereka. Inilah kemanusiaan yang sempurna dan teladan yang ideal.

Batas-batas Dtperbolehkannya Tertaua dan Bergurau


Dengan demikian, saya katakan di sini bahwa tertawa dan ber-
gurau atau berkelakar inr diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana
ditunjuki oleh nash-nash qauliyah dan perbuatan Rasul saw. ),ang
mulia serta sahabat-sahabat beliau. Hal ini disebabkan secara firah
manusia membutuhkan refresing untuk meringankan beban dan ke-
kerasan hidup yang dilakukannya setiap hari.
Berkaitan dengan ini Imam Ali r.a. berkata, "Sesungguhnya hati
itu bisa bosan sebagaimana badan pun bisa bosan fletih), karena itu
carikanlah untuknya hiburan yang mengandung hikmah."
IGtanya lagi, "senangkanlah hati itu sebentar-sebentar, karena
hati itu apabila dipaksa bisa menjadi buta."
Permainan dan hiburan semacam ini dapat menyegarkan dan
menyemangatkan hati, sehingga seseorang dapat melanfutkan
pekerjaan dalam waktu lama, hal ini sebagaimana manusia mengls-
tirahatkan binatang kendaraannya dalam perjalanan sehingga dapat
melanjutkannya sampai tujuan.
Karena itu Abu Darda' r.a. berkata, 'sesungguhnya aku meng-
harmoniskan hatiku dengan sedikit hiburan ag:u ia lebih kuat terha-
dap kebenaran."
fadi, tidak disangsikan lagi bahwa pada dasarnya tertawa dan
bergurau itu diperbolehkan oleh syara', tetapi terikat dengan bebe-
rapa ikatan dan persyaratan yang harus dipelihara, yaitu:
Pertama: jangan sampai menjadikan kebohongan dan mengada-
ada sebagai alat untuk menjadikan orang lain tertawa, sebagaimana
yang dilakukan sebagian orang pada awal bulan April, yang mereka
istilahkan dengan "kebohongan bulan April'.ast
Dalam kaitan ini Rasulullah saw. bersabda:

* [lu tsl-ly,:bj): ^ti o\, )


('o{4:-'v
35 1 Lihat: F atwa-la.wa Koilcmwcr, 1, hlm. 8nJi2-tft6.
iilid

635
"Celalrakh bagi onngyang berkata dengan berdusta untuk menja-
dilran onng lain tertawa Celaka dia celah dialt,iz I

Rasulullah saw. sendiri juga adakalanya bergurau, t€tapi tidak


ada yang beliau ucapkan melainkan kebenaran.
Kedua: jangan mengandung penghinaan, meremehkan, atau
merendahkan_o_rang lain, kecuali jika yang bersangkutan mengizin-
kan dan merelakannya.
Allah berfirman:
"Hai onng-onng yang furiman, janganlah sntu kaum mengolok-
ololrkan kaum yang lain, (karena) bleh jadi mereta (Smg diotok-
olol<lran) lebih baik dad mercl<a (Stang mengolok-ololfun); fun
jangn puk wanita mengolok-ololckan wanita-wanita lain, (karena)
Meh jadi wanita-wanita (S,ang diperclok-olol*an) lebih baik dai
walita (Snng mengolok-ololrt<an); dan jangantah kamu menela
dfuimu sdbFss en jangan puh lamu paryn-menwgit fungan
gelar yang buruk Seburuk-buruk pngilan ialah (panggitan) yang
buruk xsudah iman ...." (al-Hururat: I I)

Di dalam hadits sahih disebutkan:

,'{iJ?o€(fr tr#i lrjr;i, _ i1


( oU')
So
"Cukrylah keburul<an bagt rewnng yng mengfiina au&nnya
*erna muslim." IHR Musnm)

. 1i"y-4 pernah menyebut salah seorang madunya.(salah seorang


istri Nabi_saw.) di hadapan Nabi saw., lalu ia menyifatinp pendek del
ngan maksud mencelanya. Maka beliau bersabda, 'Wahai Aisyah,
sesungguhnya engkau telah mengucapkan perkaaan yang seandai
nya engkau campurkan dengan air laut niscaya ia be-rcampur."

zs2'prryanmencela dirimu sendiri" maksudnya


iarah menceh antara ses.rna mukmin,
karena orang-orang mukmin seperti satu badan (Al-eur'an ihn Tajcmthayq cataBn kaki
nomor l41O).
353nn Ahmad, Abu
Daud, Tirmidzi, dan Hakim dari Muawirah lbnu Haidah.

636
Aisyah berkata, "Dan saya ceritakan lcepada beliau tentang seseo-
rang, yakni saya tirukan gerak-geriknya, suaranya, dan sebagainya.
Lalu beliau bersabda, 'Saya tidak suka menceritakan seseorang
sedangkan saya begini dan begini.'"3s4
Kedga: tidak boleh menimbulkan kesedihan dan ketakutan ter-
hadap orang muslim.
Imam Abu Daud meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Abi laila,
ia berkata, 'sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw. menceritakan
kepada kami bahwa mereka pernah bepergian bersama Nabi saw..
Salah seorang dari mereka berdiri, kemudian seorang lagt pergt
mengambil tali untuk menakuti orang pertama tadi sehingga ia terke-
jut dan takut. Maka Rasulullah saw. bersabda:

,ra\3,(,)i31F.i1;1
"ndal< halal fugi wnng menalatt-nalruti wrug mudim lainrya."

Diriwayatkan pula dari Nu'man bin Basyir, ia berkata, "frami pernah


bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Seseorang di antara
kami ada )ang mengantuk di atas kendaraannya, kemudian salah se-
orang lang lain mengambil anak panah dari abungrna sehingp yang
mengantuk adi terkefut dan takut. Maka Rasulullah sanr. bersabda:

(i*),ob,\.Y\-?Ari?-AJr.y,bAll
Tidalr halal bagi **orang menalrut-nakrti orutg muslim lain-
nm'8ss
ttunteks hadits tersebut menunjukkan bahwa orang )ang berbtnt
demikian itu adalah dalam rangka bergurau.
Dalam hadits lain Rasulullah saw. bersabda:

, t<,r!li Wrl # -* H Et fis!


Qg.u)t ov\

354gp a6u Daud dan Tirmidzi, beliau berkaa, 'Hasan sahih.'


355HR Thabrani dalam al-MuJanul KaDir dengan perawi-perawi t€p€rcaya.

637
"Jangulah alah wrang di antan l<amu mengambil furury audan-
nm hik dqgu malwil fumain-main maupn bmn$th- stngi
$th'{.so

Keempat: langan bergurau untuk urusan yang serius, dan jangan


tertawa dalam urusan yang seharusnya menangis. Tiap-tiap sesuatu
ada tempatnya, tiap-tiap urusan ada medannya, dan tiap-tiap kondisi
ada (cara dan macam) perkaaannya sendiri. Maka sikapyangbijak-
sana ialah menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Seorang pujangga bertutur: "Apabila seseorang bersungguh-
sungguh kerika menghadapi sesuatu yang seharusnya serius, maka
kesungguhannya akan menjadikan engkau ridha. Dan orang yang
melakukan kebatilan, jika engkau mau, kebatilannya akan meniadi-
kan lalai."
Yang dimaksud dengan kebatilan di sini ialah bergurau dan ber-
canda.
Pujangga yang lain berkata: "Aku bergurau, jika sekiranya ber-
gurau itu baik bagi anak muda. Tapi jika seseorang itu berbuat
serius, maka aku pun serius pula."
Al-Ashma'i meriwayatkan bahwa dia pernah melihat seorang
wanita desa melakukan shalat di atas sajadahnya dengan khusyuk
dan taillurru'(merendahkal diri). Setelah selesai shdat, wanita itu
berdiri di depan kaca untuk bersolek dan berhias. Lalu al-Ashma'i
bertanya kepadanya, "Bagaimana Anda lakukan hal ini setelah Anda
tampak melakukan shalat dengan khusyuk?" IGmudian wanita ifir
menjawab dengan bersenandung: "Untuk Allah ada suatu sisi pada-
ku yang tak kusia-siakan. Dan untuk hiburan dan kesantaian juga
ada suatu sisi padaku."
Al-Ashma'i berkata, "Maka tahulah aku bahwa dia adalah se-
orang wanita yang ahli ibadah dan mempunyai seordng suami yang
menyukainya jika ia berhias untuk dirinya (suaminya)."
Abu Thayib berkata, "Meletakkan parfum di tempat pedangyang
tinggi itu membahayakan, sebagaimana halnya meletakkan pedang
di tempat parfum.'
Dalam suatu hadits disebutkan:

3sftrn rirmiazi dan beliau menghasankannya.

638
A4(,L=:;ru:+t*9f
/oui4?lrt$G
"figa prkan ltang rybila dilafukan dengan *rius dinilai *ljus
(sunguhan), dan l<alau dilafukn dengan furgunu pun dinilai
*ljus, yaitu nil<ah (yalofi menikahkn putiryra), tahk &n memer-
dekakan budakqst

A[ah telah mencela orang-orang musyrik yang tertawa ketika


mendengar Al-Qur'an, padahal seharusnya mereka menangis, lalu
Allah berfirman:
"Mak aplrah lcamu meras herut terhadap prnbfiaan ini? Dan
lcamu menertawakan dan ti&k menangis? Seeng kamu mele-
ngahlcanryn?" (am-Nafm: 59-6I )

Allah juga mencela orang-orang munafik karena mereka merasa


bangga dan tertawa-tawa sebab mereka tidak turut Rasulullah saw.
dalam Perang Tabuk dengan mengemukakan alasan-alasan palsu
agar tetap tinggal bersama-sama orang-orang yang tidak turut pe-
rang. Firman Allah:
"Onng-onng Wng ditingallran (tihk i*rt brftang) itu meras
gembin dengan tirySahrya metd<a di fuhlang Ramlallah tut
mer*a tifuk sule befiihad dengan haila dan jiwa merd<a pda
ialan NW fun merela b*at4 langanlah kamu branglat (perg
*rpen@ fuIarn pnas terik ini.'Xatatantall'Api rcralaJalrunm
itu lebih engat pnasryn' jilcalau merc)ra mengetahui. Maka hen-
daldah mercl<a tertawa sdikit dan menangis baryral<, *fugai pm-
blasan &i ap lang xlalu nweka kefiahn." lat-Taubah: 8I -82)

357pi 6"1"ro riwayat Abu lhud, Tirmidzi, dan lbnu Malah darl hadtts Abu Hurairah di-
sebutkan dengan lafal:

!<Ji;b;uegi<-ur'!43
"figa pt<anyang apbih dilatukan &ngm *rius dirtihl *rius, dan blaudlaktkan fu$n brgunu
pun dinilai *iuq Ntu nilcah, tahk dan ruW"
l"ihat SwrrrnAbiDad,luz2,llm.259i SunanTiniilz|lttz2, hlm.328; dan SwwnlbnuMajah,
juz 1, hlm.658 (1nnf.).
Kellma: hendaklah gurauan itu dalam batas-batas yang diterima
akal, sederhana, dan
ryimbang, dapat diterima ofefi niafr ying
sehat, diridhai oleh akal yang lurus, dan cocok dengan ata [eni:
dupan masyarakat yang positi-f dan kreatif.
l
tqlap tidak menyukai sikap berlebihan dan keterlaluan dalam
hal, bahkan dalam urusah ibadah sekalipun, maka bagaimana
-s%ala
lag dalam permainan dan hiburan? Karena itu Nabi saw. mtmulri-
kan pengarahan:

i'd{'b!,rz#i6&2*<}
0*j,stob), CGI1U*
"langantah tranu banyk teftaw l<arena **n tertawa ,*i6r,
mematikan hati." ltIR Tlrnddd)

Ilaka yang dilarang di sini ialah tertawa


.lebihan.
. terlalu banyak dan ber-

Dalam kaitan ini Ali r.a. pernah berkata, 'Berilah humor dalam
perkaaan dengan ukuran seperti Anda memberi g;a* d"t rn
makanan."
pe,rkataan
._-fn11l
humor ihr, dan
ryng. bijqks-ana, yang menunjukkan perlunya
menunjukkan bahayanya Sedebihair dalam hal ini.
Berlebih-lebihan dalam humor-dan tertawa ini dlkhawadrl€n
akan menimbulkan sikap lengah terhadap hrgas-hlgirs, meniadikan
orang-orang bodoh berani kepadanya, atiu minimbidlen rasli uinci
dalam hati kawan. Barangleli inilali yang dimaksud oteh hadits r.Iabi
SOW.:

(d,& u : at G);t,, ob,), r+:J*$ gg}6t


"Janganhh l<amu berdefut (bertengtat) dengan sudanmu dan
jnsan brgtnu dengannya (sr.:c;rn bertebiian)." (HR Ttnddzt
darl Ibnu Abbas)

Berlebihan dalam berdebat atau bertengkar dan bergurau iu dapat


menjadikan hati panas.
Sa'id.bin,!sh pernah berkaa kepada anaknya, "sederhanalah
engkau dalam bergurau, karena berle6ihan aaum ueigur-uitu aapat

640
menghilangkan harga diri dan menyebabkan orang-orang bodoh
berani kepadamu, tetapi meninggalkan bergurau akan menjadikan
kakunya persahabatan dan sepinya pergaulan."
Dengan demikian, sebaik-baik urusan ialah yang pertengahan,
dan ini merupakan manhaj (aturan) Islam dan keistimewaannya
yang sangat besar, dan menjadi sandaran keutamaan umatnya terha-
dap umat lain. Dan Islam inilah jalan lurus yang kita senantiasa
memohon kepada Allah agar menunjukkan kita kepadanya dan me-
mantapkan serta menetapkan kita padanya dalam berkata, berpikir,
berbuat, dan bersikap. Allahumma amin, ya Allah kabulkanlah.

7
HUKUM BERMNN CATUR

Pertanyaan:
IQmi berbeda pendapat mengenai hukum bermain catur, dan
ketika kami merujuk kepada kitab Ustadz, al-Halal wal-Haram,tranni
menemukan penjelasan Ustadz yang menyebutkan bahwa para
fuqaha berbeda pendapat mengenai masalah tersebut Di antara
mereka ada yang memandangnya mubah, ada yang menganggapnya
makruh, dan ada yang berpendapat haram.
Dalam hal ini Ustadz' cenderung kepada pendapat )rang mengang-
gapnya mubah, tetapi dengan tiga persyaratan, yainr tidak menye-
babkan diakhirkan (dinrndanya) shalat dari waknrnya gua-gua
bermain catur, tidak disertai dengirn perjudian, serta pemainnya harus
memelihara lisannya pada wakru bermain dari mencaci, berkata kotor,
bersumpah palsu, dan sebagainya. Apabila ketiga hal ini atau seba-
giannya tidak dihiraukan, maka hukumnya menjadi haram.
Demikianlah yang kami dapatkan dalam kitab Ustadz, tetapi salah
seorang di antara kami menilai Ustadz gegabah di dalam memberi
fanua dan lebih banyak cenderung kepada menghalalkan dari pada
mengharamkan.
Maka kami berharap kepada lJstadz untuk memberikan penie-
lasan yang memuaskan tentang hukum bermain catur ini dengan
dalil-dalil dari nash dan kaidah syar'iyah. Banyak orangyang mem-
perbolehkannya dan mengisi waktu senggang dengan melakulen
permainan semacam ini, dengan alasan mengisi waktu kosongyang
panjang dan dengan kesibukan bermain catur ini mereka tidak teng-

641
gelam membicarakan kekurangan orang lain yang biasanya menjadi
hidangan dalam majelis-majelis serta menjadi buah pembicaraan
ketika mereka beriumpa.
Kami mohon kepada Allah semoga Dia melapangkan dada Ustadz
untuk memberikan penjelasan ini sehingga dapat dimanfaatkan
orang banyak.
Terima kasih kami ucapkan, semqp Allah berkenan memberikan
pahala.

Jautaban:
Pertanyaan dari saudara se-Islam ini mengingatkan saya kepada
seminar "Fiqih dan Pikiran Terbuka" yang diprakarsai oleh
lam'iyyah al-Islah di Bahrain beberapa bulan lalu (pada tahun 1408
H). Seminar diawali dengan penyampaian makalah oleh salah se-
orang peserta yang isinya lebih mirip sebagai lontaran hrduhan (hu-
jatanl terhadap saya, tetapi dalam bentukyang sopan, dilandasi rasa
cinta, dan penuh penghormatan. Karena ifu tidak saya dapati poin-
poin yang menggelisahkan saya, bahkan saya jawab dengan sang-
gahan yang jelas dan terang dalam pita rekaman yang disebar{uas-
kan.
Di antara persoalan utama yang dikemukakan ialah bahwa saya
hanya mengambil sisi yang memudahkan dalam berfanua dan lebih
condong kepada menghalalkan daripada mengharamkan.
Saya peringatkan bahwa saya dapat saia membalikkan tuduhan
dengan mengatakan bahwa mereka bersikap mempersulit manusia
dalam memberikan fatwa, tidak mempermudah, dan ini bertentangnn
dengan pesan Nabi saw. dalam sabdanya:

. tZE!$' tlr*e, \W3<)i GU


(,"it**u
, ,t
a
Jeshr\
"Mudahlranlah dan jangan l<amu perculcar; gembinl<anlah fut
rtngn hnu jadikan manusia lan "(Muttafaq'alalh darl hadtto
Anas)

Dan hadits:

.S7j7rffi{3fi;Jr#q
642
"Sesunguhnya lralian diutus untuk memfurilran kemudahan, tidak
diutus untuk membeil<an kesulitan.6s8

Mereka cenderung mengharamkan padatral Islam sendiri cenderung


menghalalkan dan menyedikitkan beban. Itarena itu Allah ber-
firman:

'{#'F i ov6 i,Wi;{ tfii; 6-5iqq


"Hai onng-onnglang beiman, jnganlah kamu menanyalan (Re-
pda Nabimu) hal-hal )ang iifu ditennglcan kepadamu, nisaya
menytahkan l<amu ...." lal-Ma'ldah: IOI)

Rasulullah saw. fuga bersabda:

"Biarl<anlah aht bersama ap lang telah afu tingalbn buat kamu,


fuem wngdrrrya kqmkan aruWgang#tiln hmu fuhlt
karcna fuyalsDa Frtarrynan mercka &n pnentapgut mercka
kep& nabi nretel<a"(Muttafuq 'alalh darl ADu Ilutattah)

Beliau bersabda pula:

358Hn nukt a.i dar, Tirmidzi dari Abu Hurairah. Beliau berleta, "Ifadib ini hasan sahih."

643

4-
I

",4W )tang dihalalkan Nlah di fulam KtabW adatal hatal ap


yng dihanmkan-Nya afuhh hatann, dan apyangdidiamlan-Nya
funrti dimaallcan. Oleh *fub itu terimalah dai NlaL kemaatan-
n1n itu.", Kqrudian Rasfulhh saur. memfurca ayat (Ma4an:64):
"Dan Rabb-mu sama *kli
tifuk lupa."sse

Dalam kaitan ini Al-eur'an menolak keras rcrhadap orang-orang


yang mengharamkan sesuatu tanpa izin dari Allah:
"l<atalranlah, Tenngknlah kepdalru tentang re*i yng dituntn-
kan NIah kepdamu, lalu kamu jadikan *bagiamn hanm dan
(*hginnya) halal.'I(ataknlah,'Apaleh NIah tdal membrikan
izin kepdamu (tentang ini) atau kamu mengada-a&Ican srlja
terha- dap NIah?- (Yunus: Sg)

Di samping itu, sebagai sandaran saya dalam memberikan kemu-


dahan ialah bahwa Nabi saw. apabila dihadapkan pada dua pilihan,
beliau-memilih yqng lebih mudah di antara k?:duaiya.
Maka lebih-lebih lagi jika kemudahan iru didukung oteh dalil-
dalil, yang sebenarnya kemudahan inilah dianggap sebagai ruh sya-
riat. Sebagaimana ia juga sesuai dengan kebutuhan manusia ihn
semangat r:imdn, dan memberikan gambaran yang toleran kepada
nolmuslim mengenai tslam. Inilah yang ditegaskan-Rasululah iaw.,
sehinga kaika Abu Bakar menghardik-dua orarrg satqa perempuan
yang_sedang menyanyi di rumatr Aisyah, Rasulullah iaw. menegur
Abu Bakar dengan bersabda:

ta,t4, oL, ),
*jg t&F,5 t!1$ti{:
CIJyP'
"Biad<anlah mer*a
wahai Abu kkar,latena had ini adalah hafi
n1a."(HR Bukharl, Musllm, dan Nasa,l)

q),-qtAaS*!ffjf,{::t /- / q-/- !/ ,

WW,
', /z/
--l
-r/" . 2. ./-

35ft1x g.kirn dan*azzar

644
"Agar onng-onng Yahudi mengetahui fuIwa di dalan Din kita
terdapt kelapngan, dan aku diutus dengan menDrrwa agama
lnng lurus dan toleran." (HR Ahmad dnlnm Muenad-nya)

Pertanyaan saudara juga mengingatkan saya kepada malslah se-


seorang yang menyerang saya dengan nada marah, berang, geram,
dan penuh emosi, dan jauh dari adab diskusi dan adu pendapat.
Makalah tersebut merupakan makalah yang paling aneh dan paling
keras yang pernah saya baca dalam mengkritik kitab saya, al-Halal
vral-Haram. Makalah tersebut diteriemahkan oleh seorang saudara36o
unflrk saya, dari sebuah surat kabar yang t€rbit di Afrika Selatan,'
ditulis oleh seorang syekh kaum muslim di sana.
Makalah tersebut begitu panjang, tetapi rancu, acak-acakan, se-
potong-sepotong, penuh kesombongan dan mengada-ada, tanpa
mengkaji dan mengerti Kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah,
tanpa dilandasi ushul fiqih, tanpa didasari pengetahuan t€ntang
ntazhab para imam dan pendapat para ulama, dan tanpa mengetahui
mana yang disepakati para ahli dan mana yang diperselisihkan.
Maka benarlah apa yang dikatakan ulama-ulama kita, 'Barangsiapa
yang tidak mengetahui perbedaan pendapat para fuqaha, maka dia
bukan seorang faqih." Mereka berkata pula, 'Barangsiapayangtidak
mengetahui perbedaan pendapat para ulama, maka hidungnya tidak
akan mencium bau ilmu pengetahuan.'
Seandainya penulis makalah itu memiliki sedikit ilmu niscaya ia
tahu bahwa Udak boleh melakukan pengingkaran dalam masalah-
masalah ijtihadiyah khilafiyah, sebab masing-masing ulama mem-
punyai pendapat dan alasan sendiri-sendiri. Andaikata sang penulis
itu seorang muitahi4 maka dia tidak boleh mengingkari mujtahid-
mujtahid yang pandai. Maka bagaimana lagi jika dia sendiri berku-
bang di dasar lantai taklid?l
Dalam makalahnya dia membicarakan hukum "bermain catur",
menurutnla jenis permainan ini seakan-akan hukumnp nlata-nlxata

3@Beli", adalah sahabat yang tcrhormat Prof. Dr. Muhammad Kamal la'far, guru besar
aqidah dan filsafat dan lcua Jurusan Aqidah dan d-AdJan pada fahftas qtad'ah dan Dixasah
Islamiyah, Universias Qathar, yang telah berpulang kl rahmanrllah pada bulan Ramadhan
tahun 1,to8 H. semoga Allah mengampuni dosa-dosanya dan membalas amal-amalnya
dengan balasan yang sebaik-baiknya, serta memasukkannya ke dalam golongan hamba-
hamba-nya;,ang saleh. Almarhum tclah menerJemahkan sebagian besar makalah tersebut,
t€tapi sisanya tidak diteruskan, karena isinya penuh kecerobohan dan ddak beradab.

645
-

haram dan telah disepakati keharamannya, bahkan merupakan salah


satu dosa besar.
Dia menolak keras sanggahan saya terhadap hadits-hadits rnau-
dhu' (palsu) yang Ingngharamkan catur. Dia pun mengutuk setiap
oran€ yang menolak hadits yang diriwayatkan fuqaha di dalam
kitab-kitab mereka. IQrena yang demikian itu, menurutnya, berarti
menuduh para fuqaha berbohong dan berdusta terhadap Rasulullah
gay.36r
Selain itu, penulis makalah tersebut menuduh saya memperboleh-
kan catur secara muflak. Tuduhan ini kalau bukan merupakan kebo-
fongln yang nyara, rcntulah karena kebodohannya yang memalu-
kan, karena saya tidak memperbolehkannya melainkan dengan be-
berapa persyaratan yang telah disebutkan oleh para ulama andalan,
lalu saya kutip.

Mazhab tlanaff
Kebanyakan ulama Afrika Selatan adalah imigan dari India yang
-bermazhab Hanafi. Maka dapat dipastikan bahwa penulis matialah
yang berjudul "as,y-Syathranj wal-Islam" (catur *an lstaml adalah
bermazhab Hanafi juga. Tetapi melihat celotehannya tampiknya ia
tidak pernah membaca kitab-kitab mazhab Hanafi, bahkan diahdak
pernah membaca kitab-kitab matan yang masyhur yang menjadi
acuan mazhab ini, misalnya kitab al-eaitua, al-Hiitayah, al-Kans" al-
Mukhur, Taawirul Abshar, dan lainnya, apalagi ryarahnya.
Kitab-kitab matan tersebut membicarakan hukum bermain catur
yang terdapat ddam kitab asy-syahailat (kesaksian) --ketika membi-
car4sn -rcltang orang-orang yang tidak diterima kesaksiannya.
IQdang-kadang dalam kltab al-Karahiyyah atau kitab al-Hazlur wal-
Ibahah, sesuai dengan macam-macam istilah yangadadalam mazhab
Hanafi.
Kitab-kitab matan tersebut telah sepakat bahwa orangyang ber-
judi- dengan menggunakan permainan cahrr gugur keaailahnya dan
liqolak kesaksiannya, karena ia telah melakukan perbuatan-haram
bahkan dosa besar --sebab ia telah memasukkan pe4udian ke dalam

" 56lorang miskin (ilmu) tni ddak tahu bahwa di dalam


-hadits-hadlts
-
kit$-kitab flqlh banyak terdapat
yang lemah, ada yang ddak ada asalnya, dan ada puta rng paru aan ousta.
Karena itul para ulama hadi6 basusah payah mentakhriJ haaits-haaits yang dimuat dalam
kitab-kiab ftqih, seperri ar-rahqq oleh Ibnul fauzt, ar-Tanqthah oleh tbnu Abdil Hadi, Nashlur
Rayah oleh az-7.alla'i, Talhishul HaDir oleh Ibnu Harar, dan lain-lainnya.

646
permainan, sedangkan periudian sama dengan khamar menurut
Kitab Allah.
Sebagian mereka menyandarkan beberapa perkara kepada perju-
dian yang masing-masing sudah cukup menjatuhkan keadilan se-
seorang, seperti lalai melaksanakan shalat karena sibuk beriudi,
banyak bersumpah palsu, bermain judi di jalanan yang meniatuhkan
gengsinya, atau disebut sebagai fasik, atau kecanduan."362
Disebutkan di dalam kitab al-Hidayah:
"Adapun semata-mata bermain cahrr, tidaklah dinilai fasik yang
menghalanginya untuk memberikan kesaksian, karena ada kele-
luasaan untuk berijtihad dalam masalah ini.'363
Ketika Matan al-Kanz menyamakan antara turilasyir (permainan
dadu) dengan catur --orang yang lalai mengerjakan shalat karena
beriudi dengan menggunakan dadu dan catur, maka ditolak kesaksi-
annya-- maka pensyarahnya, Ibnu Naiim, di ddam kitabnya al-Bahr
mengatakan:
"Pada lahirnya pernyataan itu menyamakan antara dadu dengirn
catur, padahal sebenarnya tidak demikian, sebab bermain dadu itu
menggugurkan keadilan secara mutlak sebagaimana disebutkan
dalam kitab al-'Inayah dan lainnya, karena telah disepakati keharam-
annya. Berbeda dengan catur, dalam hal ini rcrdapat keleluasaan
untuk berijtihad mengingat pendapat Imam Malik dan Imam Syafi,i
yang demikian iup yang diriwalatkan dari
Abu sebagaimana disebutlan dalam kitab al-Muytaba milrrl

Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Syahnah, apabila permainan


ini bertujuan untuk mengkonsentrasikan pikiran. Abu Zaid al-Hakim
bahkan menghalalkannya. Demikian yang dikemukakan oleh Syam-
sul Aimmah as-Sarkhasi. "36a
Selanjutnya, marilah kita kembali kepada pembahasan tentang
pokok permasalahan semula.

Kapan Catur Muncul rlnlnm Kehldupan Islam?


Asy-syathranj itau csy-syithrany (dengan dibaca fathah atau kasrah
huruf syin-nya) --atau canrr-- yaitu jenis permainan di atas papan

362lihat. ait-Duml Mrrthur ua Hasyiyah,Ibnu


Abidin, 4: Jgl,.
363e1-niaoyah na'a Fathil
eaitir, 6: 38,
364A1-aoh^, Ro'iq
Syarh Kanzuit Da1aiq, T: 91.

647
-

yang mempunyai 64 petak, yang menggirmbarkan drn imperium


yang sedang berperang dengan gz buahEtur, menggambarkin Cua
r!Ua, dua orang wasir, kuda, benteng, gajah, 6n tentara
9r?r-rg ldari
hdia). Demikian pengertian catur menurut-kiiril s at-Muijamulwoiitr,.
- sementara inrqrarah,
para ulama dari kalangan fuqaha, alili tafsir, ahli
telatr bersepakat Satrwaianya catur ifi belum
!3dits'.dry-ahli
dikenal oleh bangsa Arab pada ?ah:rrnNabi saw.. lrereka baru me-
ngenalnya sesudah penaklukan,as yang mereka dapatkan dari
orang-orang Persia --sementara orang-61"rrt persia memperolehnya
dari India.

Derafat Hadits tentang Catur


oleh karena_ jenis permainan catur belum ada pada zaman Nabi
saw., maka dalam hal ini tidak ada hadits yangsah berasal dari
beliau, meskipun terdapat beberapa hadits seiem,

Siii*s*t(/3,98k*ditEt
,&sWotkriqG{"€;E
t
(tj-,r({,t ctt o):,)
"Seatngguhr46 NIah Aza wa Jaila #iap tai manbrikan pr_
hatian tiga o,tusemn pulnh kali, dan tidat( da hgian wm *ati
bagi orurgydng bmain nia (catur).&

Misalnya lagi hadits yang diriwayatkan oleh Dailami dari lbnu


Abbas secara marfu':

,G!3b;-5ji(egge6,66g1(1y<li
.&(xi6di6
oreh al-Hanzrl aLHuJJah al-Muarrilft rbnu l(atsir daram lrsya-rrya
'*r*,nr"*
sebagaimana dikudp dalam wailut aurhar,
ilLut
1ui-a, trtm. 2s9, t€rbiurn o.rur u"'rir.rr,
.,. '31 |bnu Abtddun;,a dataq Dzanmut Matahi, dan dihutumi raadhuTpalsu oleh al-
Albani dalam tma\tt Glultil tw 26T1.
lafal *v-svah renurut bahasa persia berard 'ra a'. Dan sudah tfrkenar dahm pernainan
catur bahwa permainan iq, s€lesai apabila sarah sltu pihak terah dapat r.rrgadhk"n
ral"
pihak lain.

648
"lnSatlalr" wungunnn pn pennin catur itu ahn nrasrak rcnb,
nitu onng<ruW Wrg milgatakan, 'Deni AW aku tdah nrun-
bunuh njamu.-

Dari Anas secara marfu':

'Iahtat Mgi onng yang btmain catur.'


elaw
fuga diriwayatkan dari Ali secara marfu':

j,\4r6?d$E6qtxi'E$i
=;;Tl
"Ahn datang
eg$::flCd%1Eib.
pda manusia suatu zaman yng pda wah, itt,
mercla a*a bmnin eatur &n tidak da yang bnnin atur
melainl<an onngenng nng otodter, dan orang yarg otofitq (br-
buat sewenang-weaang) itu akan mastrk nerab'

Al-Hafizh lbnu Katsir berkata, 'Hadits-hadits png diriwayadran


mengenai masalah bermain caftr ini tidak ada.sanr pun yang sahih."
Perkataan beliau ini didukung oleh faka bahwa permainan catur inr
baru dikenal pada zaman sahabat (bukan pada zaman Rasulullah
saw.;1rcni.).367
fiarena itu, tidak ada seorang pun yang mengharamkan bermain
catur dengan mengambil dalil hadits-hadits tersebut. Seandainya
hadie-hadits itu mempunyai bobot itniah, niscaya imam-imam itu
menjadikannya sebagai acuan. Namun, justnr yang menjadikannya
acuan hanyalah sebagian ulama belakangan.
Imam Ahmad, yarry bersikap keras terhadap catur ini, berkata:
"Riwayat yang paling sahih mengenai pennainan catur lni adalatl
perkataan AIi r.a..'
Dengan demikian, tidak ada satu pun riwayat yang sahih yang

36Tttadits-hadits di atas beserta komentar lbnu


Katsir terhadapnp disebutkan oleh
Imam Syaukani delam Nailul Audrar, 8: 259"

&9
nurfri' sampai kaada Nabi saw.. sedanglen perkataan Ali sendiri
-
tidak sah sebagimana akan dfelaskan nand.

sebab-acbab Pertedaan pendnlnt tetrtBng Hukum Betmatn catur


Ikrena tidak adanya-nast qlar'i mengenai masalah permainan
canr, maka para fuqatra berbeda penaapat dalam mlnetapkan
hukumnya. Ada yan-g memperbolehlian, aia png ,.^"tnrt'trr,
dan ada ya'g mengfiaramrhnnya, har ini sebagftmana ,"iii"t -
prydah ,,ang tidak memiliki nash yang ielas l,ang menetapkan
hukumnya. tni merupakan karunia Altah; futemitrleirUuan, l["rif,
da-n Remberian kemudahan-Nya kepada manusia. oioia",-
.sa)rang,
kannla. perkan-pertara tertenar jelas menrpalian ratrmat urnt .eriro,
bukan karena Allah lupa:
"... dan tidaldah Rabb-mu lupa"(Manrarn:64)
Al-Allamah Ibnu Hajar al-Haitsami mengaakan di dalam svarah-
nya terhadap Mintuj tmam N aw awi, mengenai-hadits-hadits yan! men-
cela catur:
"Al-Hafizh berkata.'Tidak ada satu pun hadits mengenai catur
y.ang diriwal,atkan dari jalan yang sahih iau hasan. Bahfian u"rlot
di antara sahabat besar yang bermain catur, bqiarpun tabitr il",
generasi sesuaannla yang bermain catur jumlahnia tiilak terhiurns-'"
selan;uhl,a at-rfitsami berkata, "6* di ;t r";;;rrg
.kadang-ledang fi;g
bermain canr adalatr Sa,id bin fuber r.a.:effi "-

Itfarlub S]teflT Enhry Catur


- - sebagaimana yang rclah kita keahui, mazhab svafi,i temvatEr
leDih mempermudah dalam menentukan hukum jenis permainan
ini
(catur)
lmam Nawawi berkata dalam ar-Raudhah:
'Bermain canr itu makruh hukumnya, bahkan ada png mengata_
kan mubah, bukan makruh- Al-Hulaiiri cenderung r;,rd;ffir_
i1i juga yang drpflJ!1oteh ar-Riyani.ietapi yarrg
I{l$_tr$"pt
Delrar lann perulapat yang pertama.,36e

Y!"rrl"* Mtittaj fr sy4/hil Mirtaj wa t;tavasyi asy-Syamaai va lbni easim ,alailu,ltn lO,
hln.2l7.
W,t -prrtl0utt iuz I l, hlm. 2ZS, tefiltanal-Makab at-tclani.

650
Yang dimaksud dengirn pendapat yang pertama ialah makruh,
sedangkan mgnurul lahirnya adalah makruh tanzih. pendapat inilah
yang segera ditangkap oleh kalangan mazhab Syaf i.
_ Demikian pula yang beliaq kemukakan dalam kitab at-Minhaj:
"Dan diharamkan bermain dadu menurut pendapat lang sahih,3/o
sedangkan bermain catur hukumnya makruh."
Imam Nawawi mengatakan dalam at-Tuh[ah: "Al-Bulqini menen-
tang kemakruhannya dengirn mengatakan bahwa perkaaan mam
Syafit_'Aku tidak menyukainya' tidak menuniuk*an kemakruhan-
nya."57l
Selanjutnya Imam Nawawi mengatakan di dalam ar-Rauilhah--se-
telah menguatkan kebenaran pendapat yang memakruhkannya--
sebagai berikut:
"Apabi! permainan canrr itu disertai dengan periudian, perka-
taan yang kotor, atau menyebabkan ditundanya shalat dari taku-
!y! dgqgan sengaia, maka ditolaklah kesaksian orang yang beriudi
ini --bulen semata-mata bermain caturnya. Oan permiinannya inr
dianggap judi apabila disyaratkan adanya harta (aruhan1 dari liedua
P.t".t p4"t. Tetap-i, jika hanyl salah satu pihak saia )ang menge-
luarkan harta unruk diberikan kepada pihak lainnya ipiuita ia tatitr,
qan.{itahan_ (tidak _diberikan) jika ternyaa ia menang, maka yang
demikian tidak dinilai judi, dan ridak ditolak kesaksiannl,a. na iru
hanya merupalan {ad perlombaan dengan tidakmengguirakan per-
alatan perang, sehingga tidak benar kalau dianggafjudi. epabila
permainan tersebut tidat meniadikan yang bersangliutan menunda
shalathingga keluarwaknrnya dengan sengaja --tetapi hanya karena
sibuk bermain dan ldai, lanas habis wakni shalatnya-- inate;itta
hal ini tidak tedadi secara berulang-ulang, tidaldah ditotat tesaisi-
annla. Tetapi bila hal ini sering dilakukannya, maka ia telah durhaka,
dan ditolak kesalaiannya. Berbeda halnla jilo ia meningarkan sharat
karena lupa meskipun berulang-ulang, karena dalam [.it ini ia tidak
menyibukkan diri dengan sesuatu yang menyebabkan dia mengabai-
kan shalat.
- Demikianlah yang mereka kemukakan. Tetapi dalam hal ini ter-
dapat kemusykilan, karena menganggap bermaksiat orang yang

slBeliau mengaakan, 'menurut penrlapat yang sahlh", karena di tempat lain dls€but-
-kan makruh safa, sebagalmana disebutkan dalam kitab arqanilhah,trlm, ZZ6.
37 | e,t-ruhloh
ma'a Ha*asyth4Juz lO, hlm. 216-217.

651
-l

lalai,stz kemudian diqiaskan dengan menyibukkan diri dengan per-


kara-perkara mubah lainnya. "5zr
Rasanya lebih utama apabila kita kutip di sini perkataan Imam
Syafi'i di dalam kitab al-umm. Beliau berkata:
"Dimakruhkan --berdasarkan khabar-- bermain dadu melebihi
dimakruhkannya permlinan dengan alat-alat permainan lainnya.
lan lemi tidak menyukai permainan canr padahal ia lebih ringan
daripada bermain dadu. Dimakruhkan bennain huzzah (sejenis per-
mainan dengan menggunakan sepotong kayu yang berlubangl dan
qirq serta semua macam permainan manusia, karena bermain inr
Pgk n perbuatan orang yang ahli agirma dan ahli muru,ah (berbudi
luhur). Barangsiapa yang melakukan permainan itu kareni meng-
anggapnya halal, maka tidak ditolak kesaksiannya. Apabila karena
permainan itu lantas yang bersangkutan lalai mengerjakan shalat,
kemudian bermain lagr dan melalaikannya lagi dari mengerjakan
shalat, maka kami tolak kesaksiannya, oleh sebab telah meremdhkan
waktu-waktu shalat, sebagaimana kami juga menolak kesaksiannya
jika il hanya duduk, lantas ia tidak mengerjakan shalat, padahal ia
tidak lupa dan tidak t€rganggu pikirannys.'371

Mazhab Maliki tentang Hukum Bermain Catur


Di datam mazhab Maliki kita dapati Imam lbnu Rusyd "al-fadd"
mengutip keterangan dari Al Uuibiyyah di datam at-Bayan wat-Tahshil

372y"p,1 orang tersebut dihukumi


telah berbuat mal6iat, karena pada wakru itu dia
tidak diterima alasannla karena lalai aau lupa. Irnam syaf i menjawab kemusykilan ini di
dalam klabnla al-umn dengan mengaakan, "Kalau dlkaakan bahwa dia ddakmeninggal-
kan wakunya (shalat) untuk bermaln melainkan karena lupa, maka dapat dikemukakan
Jawaban demikianr 'Semesdnya dia ddak mengulangi permainan yang menladtkannya lalai
itu. fika dia mengulangi lagi, padahal menurut pengalaman hal itu men;adikahnya lupa mela-
kukan shalat, maka dndakan pengulangannya ini berarri meremehkan (shahtj.'" liihat, ot-
umn, juz 6, hlm. 213, terbltan asy- Sya,b, Ieiro).
Dicelutkan dalam at-Tut{ah: "Rlngkasnya, kelalaian yang terJadi karena terbiasa me-
lakukan hal-halyang dapat menJadikannya lalai, maka dia sama dengan sengaJa mengabai-
-ridat
kannya. Dan hukum ini berlaku bagi semua jenis hiburan dan permaiian yang ai'sutei
t€tapl merylbul*an had serta mempengaruhlnya, sehingga melalaikannya tcrhadap kepen-
dngan akhlrat Bahtan dapatjuga dlhukuml demikian bagi semua kesibukan dengan sesuanr
yang mubah, karena sebagelmana diwalibkan melakukan pendahuluan bagi suatu kewajib-
an' maka wafib pulahal yang menjadikannya lalai. Dan pembicaraan ini mengenai orangyang
mengalami sendiri bahwa kesibukannya dengan sesuatu yang mubah itu melalaikannya
hingga habis waknrnya. (Ulaat, at-TuhJah, tOr 2lll.
373 er-n rril.h,
fin I l, ltlfrl., 226.
374et-u^^,juz 6, hlrn. 2lJ, terbian
Asy-Sya'b, Ielro.

652
sebagai berikut:
"Imam Malik pernah ditanya t€ntang permainan cahr, lalu beliau
meniawab, 'Tidak ada kebaikan padanya, dan permainan itu tidak
ada nilainya sama sekali, bahkan ia termasuk batil, dan semua per-
mainan adalah batil. IQrena itu, orangyangberakal sehathendaklah
dapat dicegah oleh jenggot, kumis, dan usianya, untuk melakukan
lebatilan. Umar bin Khatrab pernah bertanla lcepada Aslam mengenai
suatu urusan, 'Apakah belum tiba waktunya engkau dapat dicegah
oleh jenggotmu dari hal ini?' Aslam berkata, 'Ialu saya t€rmenung
lama sekali, dan saya kira hal itu akan mencegahku melakukan hal
ini.''375
Imam Malik juga pernah ditanya tentang seseorang yang bermain
bersama istrinya di rumah dengan permainan empat belas, lalu
beliau menjawab, "Aku tidak suka itu, dan bermain itu bukan urusan
orang mukmin, karena Allah telah berfirman: 'Maka tidak ada sesu-
dah kebenaran itu, melainkan kesesatan' (yunus: B2)..
Ibnu Rusyd mengomentari hal itu seperti berikut:
"Permainan empat belas itu adalah potongan-potongan png biasa
digunakan untuk permainan seperti ntnt (dadu) yang mengenai hal
itu Rasulullah saw. bersabda:

)$.;ri6'^1"95t113;iJV6U
"knrrgsiary yang bermain dadu mala srrl.tngElpnry dia telalt
melangar kep& Nlah dut fuai-tgaato

'€$(_o€eu$6#'rAu,46
, j,;\t/
Y-u'
"krutgsiap yrury furmain dadu wlabolah ia mmampldcan
tangannp ke dalam daging babi.477

Bermain cirnrr sama hukumnya dengan permainan ini. Sedangl€n


d-Laits bin Sa'ad mengomentari cahrr seperti berikut: ,Ia lebih buruk

37 5 Al-aoyon
wat-Talshil,Juz t 8, hlm. 436.
376 &s77[r'lnliat (kedudukan) kedua hadt6 lni kdak
akan d{elaskan.

653

\-
I
i

daipada nardasyir. Semua bentuk permainan catur digunakan sebagai I

jalan perjudian dan taruhan yang tidak halal dan tidak diperbolehkan
menurut kesepakatan ulama, karena itu ia t€rmasuk maisir (judi)
yang disinyalir Allah dengan firman-Nya:

#i,*U.F)'ii;.fi;i6-iG j,;T6*t;y
"...
Os#$rt:;*S
*sungguhryn (meminum) khanar, furjudi, (be*orfun unfitk)
berhala mengundi nasib dengan panah, adalah petbwtan keji ter-
masuk perbuatan setan. Mal<a jauhilah perbuatan-ptbutan itu
agar kamu mendapt keberuntungan "(al-Maidah: 90)

Meskipun permainan nardasyir ini tanpa disertai dengian judi, ia


tetap tidak diperbolehkan, karena Nabi saw. telah bersabda:
"hnngsiap brmain nad (nardasyir) maka xsungguhryra dia
telah melanggar terhadap Nlah dan Rasul-l,lta."

Hadits ini berlaku umum, tidak hanya khusus untuk permainan


dadu yang diserrai judi. iltaka barangsiapa yang t€nggeiam dalam
permainan ini, cacatlah keimanan dan kesaksiannya. Oleh sebab itu,
Abdullah bin Umar apabilg mglihat salah seorang keluarg;anya ber-
mainnardasyir, m?k;t ia pukul keluarganya itu dan ia pwail<ainarda-
syir yang digunakannya.
Telah sampai berita kepala Aisyah r.a. bahwa suatu keluarga
yang ada di rumahnya membawa nard,asyir,lalu Aisyah menyunlh
perelg dengan mengatakan, "lika tidak kamu keluarkan nord^yi,
itu, niscaya ?k?n aku usir kamu dari rumahku." Aisyah sangat
mengingkari hd itu atas mereka. Cerita ini diriwayatkan oleh Imam
Malik dalam al-Muwaththa'.
Selaniutnya beliau (Ibnu Rusyd) berkata, "Tidak ada perbedaan
apakah seseorang itu bermain narilasyir dengan oranglainii rumah-
nya atau di luar rumahnya, ataukah dia bermain nardasyir dengan
keluarga di rumahnya. Apabila disertai dengan perjudian dan tarutr-
q1, maka hukumnya adalah haram menurut ilma,; dan jika tidak
disertai dengan periudian maka hukumnya adalah makruh, yang
dapat menggugurkan kesaksian orang yang kecanduan pada-per-
mainan ini. Demikianlah yang dimaksud Imam Malik dengan peita-

654
taannya dalam riwayat ini, 'Aku tidak suka itu, dan bermain itu
bukan urusan orang mukmin, mengingat firman Allah Ta'ala: 'Maka
yang demikian itu termasuk batil. wa billahit t4ufiq.'"378
Perkataan "batil" di situ tidak dimaksudkan bahwa hal tersebut
haram. Tetapi png dimaksud ialah batrwa turiltsyir termasuk
hiburan dan permainan, sedangkan tidak setiap hiburan dan per-
mainan terhukum haram, meskipun sebagian pengikut mazhab
Maliki mengatakan bqgtu, berdasarkan perkataan 162616likr2e --
padahal maksud Imam Malik tidak demikian.
Mengapa permainan catur dikatakan haram, padahal beliau flmam
Mdik) hanya mengatakan, "Tidak ada kebaikan padanya, tidak ada
nilainya sama sekali, aku tidak menyukainya, dan bahwa bermain
catur itu tidak pantas bagi orang yang berjenggot, berkumis, dan
telah dimakan usia."
Padahal, semua itu tidak menunjukkan hukum yang melebihi
makruh tanzih.

Mazhab Hambalt
Pendapat mazhab Hambali mengenai permainan catur ini diung-
kapkan oleh Imam lbnu Qudamah di dalam kitab al-Mughni, sebagai
berikut:
'Semua permainan yang disertai dengan taruhan hukumnya
haram, apa pun jenis permainan ittr, lqrena hal inr termasuk rudi
yang kita diperintatlon Allah untuk menJauhinya, dan barangslapa
yang berulang-ulang melakukannya maka ditolak kesaksiannya.
Sedangkan permainan yang tidak terdapat unsur taruhannya --baik
taruhan itu dari kedua belah pihak maupun dari salah satunya-
maka permainan itu ada yang terhukum haram dan ada yang mubah.
Yang haram ialah permainan dengan dadu, dan ini adalah pendapat
Imam Abu Hanifah dan kebanyakan sahabat Imam Syaf i. Tetapi se-
bagian di antara mereka berkata, 'Makruh, bukan haram.'"
Untuk pendapatnya ini Ibnu Qudamah berdalil dengirn dua buah
hadits yang dikemukakan Ibnu Rusyd sebelumnya.
Beliau berkata:
"I(alaupun ini sah, maka barangsiapa yang mengulangi per-
mainan ini tidaklah diterima kesaksiannya, baik permainan (rurita-

37 8
ol-Boyon yat-T ahshil, jluz 17, hlfri. 5T T -SZ 8,
3791itr^1, asy-syarhush
Shaghir, kagra ad-Dardlr dan nasyiyatash-Shawi.

655

L
syir) itu dengan taruhan maupun tidak dengan taruhan. Ini adalah
pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan menurut zhahir maz-
hab Imam Syaf i.
Sedanglan caflr hukumnya seperti dadu, yakni sama-sama haram,
hanya saja dadu lebih kuat keharamannya kardna terdapat nash
yalS menSharamkannya. Catur ini sema(na dengan Oaa.i Urena
hukumny-a pun sama dengan jalan dikiaskan kepadanya."
Al-Qadhi Husen berkata, "Di antara orang png berpe-ndapat bahwa
catur haram ialah Ali bin Abi Thalib, IbnuUmar, Ibnu Abbas, Sa,id
bin al-Musalyab, al-easim, Salim, Unuah, Muhammad bin Ali bin al-
Husen, Mathar al-Warraq, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah."
Adapun Imam Syaf i berpendapat mubah, dan sahabat-sahabat
beliau meriwayatkan pendapat ini dari Abu Hurairah, Sa,id bin
Musalyab, dan Sa'id bin fuber. Mereka beralasan bahwa hukum asal
segala slsuatu itu mubah, sedangkan nash yang mengharamkannya
tidak ada. Sedangkan catur ini tidak termasuk dahm cakupan najh,
karena itu ia tetap dalam kehalalannya
Permainan catur berbeda dengan dadu dilihat dari dua segi:.
Pertama: bahwa dalam catur si pemain memikirkan siasat perang,
sehingga lebih mirip dengarn permainan anggar, memanah, dan-
pacuan kuda.
Kedua: bahwa yang menang dalam nardasyir itu ditentukan oleh
- yang keluar,sehingga lebih menyerupaiaztam (mengundi nasib
{adu
dengan anak panah dan sebaginya); sedarrylran fang menang dalam
catur adalah karena kecerdasan dan kecekaannya, sehingga teUih
menyerupai lomba memanah.
Allah berfirman:
"... *sunguhnya (meminum) khamar, brjudi, (brkorfun untuk)
furhala mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji ter-
masuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-prbuatan itu
agar mendapt keberuntungan "(al-Ma'ldah: 9O)

_ -Sedangkan Ali r.a. berkata, "Catur itu termasuk maisir fiudi)."


Beliau-(Ali r.1) p,ernatr melewati suaru kaum yang sedang b6rmiin
catur, lalu beliau berkata (dengan menyitir finiran-Allah):-

'bW65-,i:tj;!3iilu6
Patung-ptung apl<ah ini yng l<amu tekun furibadah kepda-
"...
ryn?" lal-6lrtblya': 52)

656
Watsilah bin al-Asqa' r.a. meriwayatkan, kahnya: Rasulullah
saw. bersabda:

*q56;ig#l$kitatEy
L/$. e\ai, v 2 t4),f,ftrx Crio
, r%*a\
"Sesungguhnl4 Nlah Aza wa Jalla retiap hainya membrilran
perhatian *funyak tiga ntus enam puluh kali pandangan, tetapi
ti&I< ada Mgian sma *lcali fugi pemain catur."(HRAbu Bakar
dengan lsnadnya)

Lagi pula karena catur itu adalah permainan yang menghalangi


orang dari mengingat Allah dan dari menunaikan shalat, maka ia
lebih menyerupai narilasy ir.
Alasan mereka bahwa "tidak terdapat nash dalam masalah cahlr,
ini, maka kami telah menyebutkan nash unhrk masalah ini, lagl pula
catur termasuk dalam cakupan makna narita:syir yang diharamkan
oleh nash itu. Sedangkan alasan mereka bahwa dalam bermain catur
si pemain memikirkan siasat perang, maka kami katakan bahwa hal
ini bukan menjadi maksud mereka, tetapi kebanyakan pemain catur
hanya bermaksud untuk bermain-main atau taruhan. Dan alasan
mereka bahwa yang menang dalam canrr ditentukan oleh kecerdas-
an, kepandaian, dan kecekatannya, maka yang demikian inr hanya
lebih membuatnya sibuk dan terhalang dari mengingat Allah dan
mengerjakan shalat.
IQlau sudah demikian, maka Imam Ahmad befl<ata, 'Nard (dadu)
itu lebih berat daripada catur." Beliau berkata demikian itu karena
adanya nash mengenai dadu serta ijma'yang mengharamkannya,
dalam hal ini berbeda dengan catur.
Mengenai ketetapan haramnya catur, al-eadhi berkata, "Catur itu
seperti narilasyir, pelakunya sama-sama ditolak lcesaksiannya. Ini
adalah pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifatr, karena hal itu
haram hukumnya."
Abu Bakar berkata, "fika catur ini dilakukan oleh orang yang
mempercayai keharamannya, maka status haknya seperti twrilasyir
(yakni ditolak kesaksiannya). Tetapi jika yang melakukannya itu

657
I
orang yang menganggapnya mubah, maka tidak ditolak kesaksian- I

nya, hanya saia permainan ini dapat melalaikannya dari menunaikan


shalat pada waktunya, menjadika-nnya mengucapkan sumpah palsu,
atau perbuatan-1terluaaq haram lainnya, atau nienjadikarinyabiasa
berqaq gtur q rdan-ialan, bahkan menjadikannyra turun harkat-
ny.?.ll[lah pendapat mazhab Syaf i, kareni masalah ini masih diper-
pllqit*T, sebagaimana masalah-masalah lain yang masih dipeise-
lisihkan hukumnya."38o

Dalil-dnllt Golongan yang Menghammkan Catur


Demikianlah nnzhab para imam dan pendapat
para fuqaha
par.a ruqana mengenai hukum
hul(um bermain catur, ada yang memperbo_
Iehkan (mubah) dengan bersyi
bersyarat, ada yang memaftrufr'kannyi, dan
aaa y ang mengharamlannya.
{nabila kita perhatikan acuan golongan yang bersikap keras dan
cenderung mengharamkannya, kita dapiti ditit ilereta terpusat pada
alasan-alasan berikut:
1. Firman Allah:
"Hai orutgonng lang brinnn, wtnguhryta (mankwn) klnnnr,
berjudi, (fur{<orban untuk) berhata" mengwdi nasib dengan
panah, afulah perbuatan keji termasuk perbuatan *tan. Mat<a jau_
hikh prbwtan-perbuatan itu agar l<antu mendapt kebrunttng-
an."(al-![a'ldalu 90)
Dan perkaAan Ali, "Catur itu termasuk maisir (judi)."
2. Hadits-hadits yang mencela catur, mengancamnya, dan menguhrk
permainannya, seperti yang disebutkan tbnu-
eudamah dahm
kitab al-Mughnr_danyang saya sebutkan yang
!e]{ sebelumnya,
diriwayatkan oleh lbnu Abiddunii, ad-Dailami, dan lainnyi
3. Hadits-hadits yang melarang bermain narit (dadu), misalnya:
a. Hadits Abu Musa:

,{*rk*"ag,:tsr#g
}Boal-uughni,juz
9, hlm. l\2-l\S,terbitan al-Mathba,ah al-yusufly5rah.

658
"knngsiap bermain nardasyir mal<a *sunguhryta ia tekh me-
langgar terhadap Nlah dan fusul-Nya.aet

b. Hadits Buraidah:

e',14Jfr#K#i$t4;t6
(*b q b :-tUl,L 4- oU, r,Jiri;J+ F
"knngsiap fumnin narfusyir maka *olalt&lt dk memawld<att
tanganryta ke dalam dagtng dan daral, babi.r'g2

Adapun narilasyir berasal dari kata naril (dadu), bahasa Persia


yang diarabkan, sedangkan syir berarti 'manis'.
Mengenai narilasyir ini telah disepakati keharamannya, baik
disertai dengan taruhan maupun tidak.
4. Hadits:

'*,* fiLt? Atffi # si t-'/e# (


'L<r$tb6,,f*Ji',91t*_i+t1k
| )
,is,Z>: j)-. ):)'-',': 4;.
liSi 6;fus/+7$'$'\i5, #4 .Fr6$tg
"Segala sesuatu Wng dijadikan prmainan onng muslim adalalt
batil" kecuali melempar panah, mendidik fudanla dan bercumbu
dengan istriny4 maka Stang demikian itu termasuk yang dibenar-
kan.n383

381g"6i1" ini diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththo',2: 958; Ahnnd dalam
4:394,397,40O; Abu Daud nomor 4938; lbnu lrlajah nomor 3762; dan al-ttakim
al-Musnail,
1: 50, dan bellau mengesahkannya menurut slrarat S),alkhani, serta dlseArlul &hdz-Dza-
habi, sebagaimana diriwayatkan pula oleh Bukhari dalam al-Adabul-uuftait.
382HR Muslin dahm ldtab cry-Syi'ia hadits nomor 226O Abu lhrd nqnor 49J9, dan lbnu
Maiah nomor 3763.
383p6*"r41"n oleh Ttrmldzl (hadlts nomor 1637) dart Abdullah bln Abdur Rahman
bii lbi nusen secan nursat, juga 'on'anah (diriwayatkan dengan menggunakan lafal 'an/dari)
oleh Ibnu lshaq. Dan Tirmidzi juga meriwayatkannya dari Utbah bin Amir sqerd itu, mestJ-
pun tidak dlsebutkan lafalnyra, dan bellau berkaa: 'Hasan sahlh.' Dlrtw4ratkan fuga oleh
Abu Daud no. 2513; Nasa i dalam 'al-fihad'; Ibnu Malah 2811, dan dinllal nudr.rrdrDoleh al-
Iraqi dalam takhrif thya'.

659
Sedangkan catur di luar ketiga hal yang tersebut dalam hadits
itu, oleh sebab itu ia batil, dan yang batil adalah haram.
5. Riwayat-riwayat dari para sahabat bahwa mereka mengingkari
catur, di antaranya diriwayatkan bahwa Ali r.a. pernah melewati
suatu kaum yang sedang bermain catur, lalu Ali berkata (menyitir
firman Allah):
"... Patung-ptung apal<ah ini gng kanu tekun funbadah kepda-
ryta?" (al-furrblya': 52)

6. Dikiaskan kepada nard (dadu), keduanya sama-sama hiburan


dan permainan, yang dapat menghalangi orang dari mengingat
Allah dan dari mengerjakan shalat. Bahkan sebagian dari mereka
berpendapat bahwa catur lebih berat daripada nardasyir dalam hal
ini, karena catur menyibukkan pikiran dan hati pelakunya mele-
bihi kesibukan yang ditimbulkan oleh permaitrdn nardasyir.

Sanggahan terhadap Dalil Golongan yang Mengharamkan


Orang yang mau mengkaji ddil-dalil yang dijadikan acuan oleh
golongan yang mengharamkan catur, pasti ia akan mendapati bahwa
dalil-dalil tersebut tidak terlepas dari kitik, dan tidak dapat diiadikan
sandaran untuk mengharamkan sesuatu yang seharusnya disikapi
dengian hati-hati, sehingga kita tidak mengharamkan apayangdiha-
lalkan oleh Allah.

Surat al-lfia'ldalr: 9O
Adapun berdalil dengan surat al-Ma'idah ayat 90 yang menun-
jukkan haramnya minum khamar dan beriudi, maka tidak diperseli-
sihkan lagi bahwa beriudi itu memang diharamkan sebagaimana
minum khamar, dan berdosa besar menurut nash Al-Qur'an. fudi
merupakan dosa besar, bukan sekadar haram.
Tetapi manakah dalil yang menunjukkan bahwa catur itu terma-
suk judi?
Untuk meniawab pertanyaan ini mereka akan mengatakan: "Per-
kataan Ali, 'Sesungguhnya catur itu termasuk judi.'" Tentang perka-
taan ini akan diielaskan nanti, karena ternyata tidak sah dari AIi.
Bahkan seandainya riwayat iil sah, maka dapat ditafsirkan bahwa
catur itu termasuk judi apabila disertai dengan taruhan, bukan se-
mata-mata bermain dan menghibur hati.

660
Hadits-hadtts yang Mencela dan Mengancam Catur
Hadits-hadits yang mencela, mengancam, dan mengecam catur
s€rta melaknat pelakunya sudah dijelaskan oleh para ulama peneliti
dan pengkritik hadits bahwa hadits-hadits tersebut tidak akurat.
Tidak ada seorang pun imam hadits yang mengatakannya sahih atau
hasan. Dan mengenai masalah ini telah saya kutip perkataan Imam
Ahmad, Ibnu lQtsir, dan lain{ainnya.
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah yang begrtu keras pendapatnya t€r-
hadap catur ini, bahkan tidak berdalil dengan satu pun Aari traAits-
hadits tersebut. Beliau hanya beralasan bahwa bermain catur itu
dapat melalaikan manusia dari mengingat Allah dan mengerjakan
shalat.

Hadtts-hadtts yang Mengharamkan Nardasylr


Hadits-hadits yang mengharamkan narilasyir dapat saya terima,
meskipun hadits pertama dari Abu Musa di dalam sanadnya terpu-
tus, dan diriwayatkan secara mauquf dari perkaaannya sendiri seba-
gaimana yang dikemukakan oleh lbnu Katsir dalam menafsirkan
ayat 90 surat al-Ma'idah.
Riwayat tersebut mempunyai syahiit (hadits lain yang semakna
dengannya yang diriwayatkan dari jalan sahabar yang
-lain;
yang
tidak lepas dari pembicaraan. Ihrena itu Syekh al-Albani mengata-
F" di dalam Tahhrij Maaarus Scbil, 'Tidak ada artinya syahid-syahid
dan mutabi'atnya (hadits lain yang semakna yang diriwayatkair dari
sahabat yang sama)."3e
Dan cukuplah bagi kia hadits Buraidah yang diriwayatkan oleh
Muslim:

0J35JiL64;r:,;&194ff
,6i;1q#
"Banngsiapa brmain nafiasyia maka sataholah dia memailk-
kan tangannya ke fulam dagtnsbabi dan danhnya"

384166;6 nomor 2610.

661
Memasukkan tangan ke dalam dagng babi ini merupakan peng-
antar untuk memakannya, dan ini mengisyaratkan keharamannya, I

sebagaimana dikatakan oleh lmam Syaukani, karena melumuri ang-


gota tubuh deng;an benda-benda najis itu haram hukumnya.ss Dan
nartusyir (dadu) ini dapat mengantarkan kepada perjudian, yang
merupakan dosa besar.
Mazhab Empat dan jumhur ulama telah sepakat akan haramnya
bermain nardasyir. Imam Syaukani berkata, 'IGbanyakan sahabat
memakruhkannya. Dan diriwayatkan bahwa lbnul Musalyab dan
Ibnu Mughaffal memperbolehkan bermaifi narilasyir asal tidak diser-
tai taruhan.'
Sedangkan perkaaan Imam Syaf i yang telah saya kutip sebe-
lumnya tidak menunfukkan keharaman bermain nardasyir, dan seba-
gian pengikutmazhab Syaf i hanya menegaskan kemakruhannya.
Tetapi bagaimanapun, keharamvt twrdasyir merupakan pendapat
yang lebih kuat, dan saya tidak menentang pendapat ini. Yang saya
rcna_ng ialah pendapat yang mengatakan bahwa catur itu identik
dengan-na-rdasy ir, ltau bagian dari nar dasyir.
Nardasyir adalah permainan yang dikenal dari Persia, yang t€lah
masuk ke jazirah Arab sebelum datangnya Dinul Islam. Iqrena itulah
terdapat hadits-hadits dan atsar-atsar yang berkenaan dengannya,
baik yang berderajat sahih maupun hasan.
Itulah yang dinamakan dengan zahr (dadu) yang di Mesir dikenal
dengan istilah thowilah. Di dalam kamus ol-Mu'jamul wasiith diferang-
kan sebagai berikuft "Nard (nardasyir) ialah permainan dengan meng-
gunakan kotak (kubus) dan batu bermata dengan jalan untung-
untungan. Batu itu dikocok di dalamnya, kemudian hasilnya menu-
rut mata dadu yang keluar. Permainan ini dikalangan umum dikenal
dengan istilah thawilah."
Sedangkan catur adalah jenis permainan yang berasal dari India,
dan bangsaArab mengenal permainan ini melalui orang-orangPersia
ketika masa penaklukan.

Hadits: 'Kullu maa Yalhu blhll-Mue[mun baaOrllun...."


Kita juga meniumpai hadits seperti berikut:

...91 {gsrg
S&SNoilul Arthor, 8: 258.

662
"Segala *suatu yang dijadil<an pmainan (yang melalaikan) onng
muslim adalah futil, kecuali ...."

Maka arti "batil" di sini bukanlah haram, sebagaimana yang se-


ring disalahartikan orang. "Batil" dalam konteks ini ialah sesuiltu
yang tidak ada faedah keagamaannya, sama dengan kata-kata
"laghwu (yang melalaikan)." - ' .-- -/'
Tidak diragukan lagi bahwa kesibukan orang muslim dengan ke-
benaran dan perkara-perkara bermanfaat adalah lebih utama dan
lebih banyak, karena Allah telah menyifati orang-orang mukmin
dengan firman-Nya:

'Oa;"j#iqft'uib
"Dan orang-orutgyang menjauhkan din fui @ebuatan dan per-
l<atan) gng tiada bergtna." (al-Mu'rninun: 5)

Namun demikian, tidak berarti bahwa hiburan atau permainan


selain tiga perkara t€rsebut (memanah, melatih kuda, dan bercumbu
dengan istri) terhukum haram. Karena orang-orang Habasyatr juga
pernah bermain dan menari di masjid Nabi saw. pada hari raya, se-
dangkan Nabi saw. sendiri menyaksikannya dan memberi semangat
kepada mereka, bahkan Aisyah juga ikut bersama beliau menyaksi-
kan permainan mereka.
Beliau saw. juga mengirnjurkan hiburan pada acara perkawinan,
untuk menyemarakkan dan menggembirakan, agar perkawinan itu
tidak terkesan diam-diam. Beliau bermain gulat dan lomba lari,
seperti lomba lari dengan Aisyah, dan beliau mengadakan pacuan
kuda serta memberi hadiah kepada pemenangnya. Semua ini di luar
ketiga hal tersebut.
Terdapat pula hadits lain yang semakna dengan ini, yang diri-
wayatkan oleh Nasa'i dalam kitab "'Asyratun Nisa'" dan Thabrani
dalam "d-IGbir" dari |abir bin Abdullah al-Anshari dan fabir bin
Umair al-Anshari secara marfu' dengan lafal:

9"TJ'_A3#Fr\;g;,v'il1:&
,H1#,JA!:,'*Wi%j
'ki'd5,'41& :US, ffijJ(ji
,914;S/$;/{5t
'/ I --r'' ' I

Segala *sl.ratu yang tryl<andzikir kepda Nlah Aza wa Jalla ada-


lah tiada brgtna prmainan, atau kelalaian, kecaali empt perlca-
n, tnitu latihan memanah, melatih fuda, berganu (bercumbu)
dengan istri, dan ful$ar berenangaa

Teks kalimat hadis ini menggunakan kata-kata laghwu (sesuatu


yang tiada bergrna), lahwu (permainan), atau sahwu (kelalaian),
sebagai pengganti l<aaAatnl dalam hadits yang lain, hal ini berfungsi
untuk memberikan baAsan pengertian l<ataAatnl tersebut. Sebagai-
mana halnya dalam hadits ini --setelah disebutkan tiga hal-- disebut-
kannya juga yang keempat, yaitu sibahah (berenang), yang menun-
jukkan bahwa penyebutan tiga perkara itu tidak dimaksudkan untuk
membatasi.
Diriwayatkan pula dari Abu Darda' r.a., seorang sahabat yang
sangat zuhud dan ahli ibadah, beliau berkata, "Sesungguhnla aku
adakalanya menghibur diriku dengan sesuatu yang tidak bernilai
(batil) unnrk menguatkan iiwaku dalam melakukan kebenaran."
felaslah bahwa yang dimaksud dengan "batil" di sini adalah
hiburan dan permainan, yang dilakukan sebagai refresing yang
dapat membantu menimbulkan semangat untuk melaksanakan ke-
benaran, set€lah dihibur dan diistirahatkan, sebagaimana kata
pujangga:
"fiwa itu bisa bosan
fika terus-menerus dipacu serius
Maka hilangkanlah kebosanannya itu
dengan bersenda gurau.'

Imam Abu Hamid al-chazali mengatakan di dalam kiAb 'as samaa''


dalam lhya'-n!d, ketika menyanggah orang-orang yang mengguna-

386A1-Mundziri menetapkan isnid hadie ini bagus di dalam kirabnya ar-rarghib serelah
beliau menisbatkannya kepada Thabrani. Dan al-Haitsami mengaakan di dalam Majna'uz
zawaiil, "Pera'wi-perawi 'Ihabrani adalah perawi-perawi sahih, kecuali Abdul Wahab bin
Bakht, selain dia dapat dipercaya.- (6: 2691. Dan al-Albani menyebutkan dalam sikilarul-Aha-
aibish-Shahihah, no. 3 I 6.

664
kan hadits tersebut untuk mengharamkan semua jenis nyanyian:
"Sabda beliau saw. dengan menggunakan perkataan bathil itn
tidak menunjukkan kepada haram, melainkan hanya menunjukkan
kepada tidak adanya faedah. Pengertian seperti ini dapat diterima,
karena bersenang-senang (berhibur) dengan menyaksikan per-
mainan orang-orang Habasyah itu sendiri sudah di luar ket@ per-
kara tersebut, padahal yang demikian itu tidak haram. Uemang se-
suatu yang tidak terbatas, seperti sabda beliau: "Tidak halal darah
seseorang melainkan dengan salah satu dari tiga perkara (alasan)
...", padahal untuk menjatuhkan hukuman mati itu masih ada alasan
keempat, kelima, dan seterusnya. Begrtu pula bergUrau atau ber-
cumbu dengan istri, ia tidak berfaedah melainkan hanya memberi
nikmat. Karena itu, hal ini merupakan dalil yang menunjukkan
bahwa melakukan refresing di taman, mendengar suara burung-
burung, dan bergurau serta bermacam-macam permainan lainnya
tidaklah haram, meskipun secara ekstrem diistilahkan dengan
batil.'387
Ibnu Hazm menyanggah pendapat orang yang mengatalan:
"Nyanyian itu tidak termasuk kebenaran, karena itu ia termasuk
kebafilan." Kata Ibnu Hazm, "sesungguhnya perbuatan itu bergan-
tung pada niat, dan seseorang itu hanya akan memperoleh apa yang
ia niatkan. Dan ketentuan ini juga berlaku di sini (dalam masalah
catur)."
Oleh karena itu, orang yang melakukan permainan dengan niat
untuk menyenangkan dan menghibur-hatinya, agar dapat melanjut-
kan aktivitasnya di jalan kebenaran dan memikul bebannya yang
berat, maka dengan begitu berarti ia telah melakukan kebaikan dan
mendapatkan pahala, sebagaimana ia mendapatkan pahala dalam
melakukan perbuatan-perbuatan yang mubah sesuai dengan niat-
nya. Sedangkan orang yang melakukannya dengan maksud hanya
semata-mata untuk menyenangkan hatinya, tanpa dimaksudkan
untuk membantu melaksanakan ketaatan, berarti ia hanya sekadar
melakukan perbuatan mubah tanpa mendapatkan pahala.

Riwayat dari Sahabat yang Mencela Catur


Adapun riwayat dari para sahabat, maka tidak ada satu pun yang
muttashil (bersambung) dan sahih.

387 thyo 'Itlumuddin, juz 2, h1m.285,


_ terbitan Darul Ma'rifah, Beirut. Lihat pula apa yang
saya kutip dari beliau seputar masalah tersebut dalam fartra tentang nyanyian.
I I
I

Al-Hafizh as-Sakhawi mengatakan di dalam kitabnya 'umdttul-


Muhttjj Ji Hukmay-Syathranj bahwa Imam Ahmad berkata, 'Riwayat
yang paling sahih mengenai catur ialah perkataan Ali radhiyallahu
'anhu."
Sedangkan perkaaan Ali ini boleh jadi ketika beliau melewati
orang-orang yang sedang bermain catur, lantas beliau mencela
mereka dengan menyrtir firman Allah: "Patung-patung apakah ini
yang kamu tekun beribadah kepadanya?"
Dan boleh jadi perkataan beliau yang diriwayatkan oleh fa'far bin
Muhammad dari ayahnya, "Catur itu termasuk judi."
Riwayat yang pertama tidak mempunyai sanad yang sahih atau
hasan yang bersambung (murashil), sebagaimana dijelaskan oleh al-
Allamah al-Albani di dalam kitab trwaul Ghalil, bahwa riwayat ini
tidak sah dari Ali, dan sebaik-baik isnadnya ialah munqathi' (terpu-
tus1.eae
Andaikata riwayat ini sah, maka ia tidak menetapkan hukum
haram, melainkan hanya mengingkari orangyang menyibukkan diri
dengan permainan ini. Sebab, seandainya perbuatan ini haram atau
munkar, pasti diubah Ali dengan tangannya, karena beliau sebagai
imam (pemimpin) yang bertanggung jawab, yang memegang kendali
kekuasaan.
Mengomentari riwayatpng kedua, lmam Syauleni telah mengutip
perkataan Imam Ibnu lQtsir bahwa riwayat itu adalah munqathi'yang
bagus.rae Dan riwayat munqathi'itu tidak dapat dijadikan hufjah
andaikata ia,rl,arf"', malo bagaimana lagi iika ia mmryf?
Adapun perkataan Imam Ahmad: "Riwayat yang paling'sahih'
mengenai catur ialah perkaaan Ali", tidak menunjukkan bahwa
riwayat tersebut sahih menurut beliau. Tetapi yang beliau maksud
adalah bahwa riwayat tersebut lebih baik daripada yang lain, meski-
pun riwayat itu sendiri dhaif, sebagaimana lazim dalam penielasan
para muhaqqiq (ulama pembuat kercapan) dengan ungkapan mereka:
"Yang paling sahih dalam bab ini adalah seperti ini", maksudnya
yang paling sedikit kelemahannya.
Sedanglon yang diriwayatkan dari sahabat-sahabat (lain) me-
ngenai masalah ini saling bertentangan antara golongan yang satu
dengan lainnya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu

3881*orl cbalil,
itz.8, hlm. 288-289, hadits nomor 2672.
389loilul Authar, juz8, hlm. 259.

66
Musa al-Asy'ari, Abu Sa'id, dan Aisyah bahwa mereka memakruh-
kan canrr. Diriwayatkan juga dari lbnu Abbas dan Abu Hurairah
bahwa mereka memperbolehkannya. Sedangkan kalangan tabi'in
yang memperbolehkannya adalah Ibnu Sirin, Sa,id bin al-wtusalyab,
Sa'idlin fuber, dal-orang-orang sesudah mereka seperti nisyam bin
urwah bin Zuber.seo
Tidaklah dapat dijadikan hujjah perkataan seseorang kecuali
Rasulullah saw., selama mereka tidak bersepakat 1ilma'f --sebab
mereka tidak akan ijma' atas suatu kesesatan.
Dalam masalah catur ini memang tidak ada hadits marfu'yang
secara khusus membicarakannya. Sebagaimana telah saya kutif
sebelumnya perkaaan Ibnu letsir, "nadits-hadits yang diriwayat-
\an mengenai masalah ini tidak ada satu pun yang sah, dan ini di-
duku_ng oleh faka bahwa catur itu baru muncul pada zaman saha-
bat,"ssl

Mengqiyaskan Catur kepada Nardasyir


Adapun alasan orang yang mengharamkan catur dengan meng-
qiyaskannya kepada nardasyir (dadu) adalah karena terdapat kesa-
maan lllar yang berupa hiburan dan permainan (yakni sama-sama
gebqSli hiburan dan permainan). Atau mereka mengirnggap catur
lgbih buruk daripada naritasyir dengan 'illar menghalangi pemainnya
dari-mengingat Allah dan mengerjakan shalat, yang dalam hal ini
kelalaian yang diakibatkan catur lebih berat daripada yang diakibat-
l<an narilasyir. Maka alasan tersebut tidak dapat dit€rima, karena
qiyas semacam ini adalah qiyas ma'al faaaq (qiyas terhadap sesuanl
yang tidak ada relevansinya).
Sungguh berbeda antara nardasyir dengan catur, karena dalam
permainan catur terdapat perhitungan yang cermat dan pemikiran
yang benar dengan semacam perencanaan yang nota bene mengasah
otak. Sedangkan permainan nardasyir hanyalatr menduga-dugalspe-
kulad$ )ang orrna akan membawa kepada kebodohan dan tetotilin.
Mereka (para ulama) mengqiyaskan kepada keduanya semua
jenis permainan. Setiap permainan yang.acuan atau sandarannya
perhitungan dan pemikiran maka tidak haram, dan setiap permainan

39otbid.. g.2sg.
397:oia.,8,2sg.

667
I
yang acuannya menerka-nerka adalah haram.3e2 Yang dibuat
pegangan ddam turi/aaslir ialatr berapa nomor tladu yang keluar,
sehingga menyerupai azlam (mengundi nasib dengan panah, hal ini
diharamkan oleh Al-Qur'an dalam zurat al-Ma'idah: 90; penr.).
Sedangkan yang menjadi pegangan dalam cahrr adalah kecerdasan
dan kecerdikan sehingga menyerupai lomba panahan. Sebagaimana
mereka juga mengatakan bahwa bermain catur bisa membantu
mengatur taktik dan strategi perang, sehinggapermainan ini menye-
rupai permainan anggar (yang membunrhkan taktik dan stratqgi
yang baik), memanah (yang memerlukan letanglesan), dan balap
kuda (yang membutuhkan kecekatan dan keahlian; penl.).
Meski demikian, mengqiyaskan permainan catur dengan perang
tidak dapat diterima, karena tidak ada hubungan dan keterkaitan
antara kepandaian dalam bermain catur dengan kepandaian dalam
taktik strateg perang. Orang yang pandai bermain catur belum tennr
pandai dalam ilmu perang, bahkan sering kali tidak mengerti sama
sekali.
Cukuplah bagi kita menggunakan perbandingan yang pertama
saja (nardasyir dengan menerka-nerka dan spekulasi sehingga
menyerupai azlam, dan catur dengan kecerdasan dan kecerdikan
sehingga menyerupai lomba panahan dan lainnya). Hal ini sudah
cukup memadai.
Lebih fauh lagi, dasan yang melarang catur karena menghalangi
dzikir dan mengeriakan shalat juga tidak dapat diterima, selama
orang yang memperbolehkan catur itu memberinya qaid (ketentuan
atau persJraratan) jangan sampai melalaikannya dari mengingat
Allah dan mengeriakan shalat, atau kewaiiban agama dan duniawi
yang mana pun.
Banyak sekali perkara mubah yang apabila manusia lepas kontrol
di dalamnya, lebih{ebih perkara yang sangat disukai, sering me-
nyibukkan dan melalaikan yang bersangkutan dari mengingat Allah,
dari mengerjakan shalat, dan dari kewaiibannya yang lain, apalag
jika yang bersangkutan tidak cermat dan tidak memiliki iradah (ke-
mauan) yang kuat (untuk menunaikan lcewaiiban-lcarajibannfra).
Namun demikian, hd itu tidak menjadikan sesuatu yang mubatr
menjadi terlarang secara mutlak. Akan tetapi tetap diperbolehkan

39\-yr^1, Tulfaal Mrrtujj Syarah al-Minluj oleh Ibnu Haiar dan catatan pinggir asy-Syar-
wani dan Ibnu Qasim terhadapnya, juz 10, hlm. 216.

668
dengan syarat tidak berlebih{ebihan (israfl dan tidak melupakannya
dari menunaikan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah kepa-
danya.
, Seandainya seorang muslim mempunyai waktu kosong, lantas ia
bermain catur pada waktu tert€ntu yang bukan waktu shalat waiib,
seperti pada waktu siang --antara pukul09.00 hingga pukul ll.OO
umpamanya-- maka yang demikian itu tidak terlarang dan tidak
haram. Lebih-lebih dengan bermain catur ini dapat meniadikannya
sibuk sehingga tidak sempat melakukan ghituh (mengumpat) din
bercakap-cakap yang bukan-bukan, yang dapat memakan teUaitan-
kebaikannya seperti api memakan kayu bakar.
Seringkali manusia mengalami kondisi yang ia tidak dapat meng-
isi waktu kosongnya melainkan dengirn permainan sepertiini. t(ami
sendiri pernah mengalami rnasa krisis ketika kami berada dalam
rumah tahanan pada tahun 1954-1956 M. pada waktu itu seluruh
kilaP, kertas, pulpen, dan mushaf kami dirampas, sehingga kami
tidak mempunyai kesibukan untuk mengisi waktu-waktu kosong.
Maka pada saat itu waktu terasa demikian lambat dan berat, sehari
terasa sepe{ sebulan bahkan setahun, Iebih-lebih bagi yang mem-
punlai istri dan anak-anak, ia tidak ahu bagairnana keadaanhereka
dan mereka tidak tahu bagaimana keadaannya. Maka kesibukan
apakah yang bisa dilakukan oleh orang-orang tahanan yang t€r-
aniaya itu?
Tidak mungkin rasanya jiwa manusia dibebani hrgas unurk terus-
menerus bertasbih, bertahlil, dan bertal0ir dari pagi sampai malam,
karena kemampuan jiwa manusia itu terbatas, aan ;elatr tidak mem-
bebani seseorang m€lainkan sesuai dengian kesanggupannya, (al-
Baqarah:286).
Karena itu teman-teman kami di rumah tahanan militer membuat
b.uah caturdengan potongan-potongan sabun yang jelek yang dibe-
rikan kepada kami. Buah-buah catur itu kami jadikin saraniuntuk
mengisi kekosongan_w?lru ketika para penjaga mengurangi perha-
tian keplda kami, sebab kegiatan seperti ini pun termasukiihrang.
Pada_prinsipnya, segala sesuatu yang dapat menyenangkan dan
1ngnghibyr hgqi para tahanan tidak diperbolehkan.
yang mereka
kehendaki ialah hati para tahanan dibuat keruh dan sempit terus-
menerus.
Saya kirq kondisi seperri inilah yang mendorong sebagian tabi'in
seperti Sa'id bin Juber dan asy-Sya'bi bermain catur, pada waktu
mereka bersembunyi dari pengefaran Hajjaj, setelah usainya perang
'Dirul famaiim", ketika itu para fuqaha bersama-sama dengan pang-
lima perangAbdur Ratrman bin al-Asy'ats melawan kezaliman Hajiaj
dan tentaranya yang sombong dan congtak.
Dalam kondisi seperd itu tidak mungkin seorang alim dan faqih
memberikan pelaiaran, fatwa, dan bimbingan lepada orang lain,
karena ia rcrsembunyi dari pandangan orang banlrak, di samping ia
juga ddak membawa kitab-kitab dan uaraii'-nya (ruiukan). Oleh
karena itu, tidak apalah ia bermain semacam permainan catur, se-
hingga dba saatnya Allah menyingkap kabut"

Kestmpulan: Boleh Bermatn Catur dengan Bercpnt


Dari pembahasan dan kaiian terhadap berbagai pendapat --
beserta dalilnya masing-masing-- mengenai permainan catur dapat
disimpulkan pendapat yang paling kua& bahwa pada dasarnya
hukum bermain canrr adalah mubah dengian beberapa ketentuan dan
persyaratan sebagaimana yang dikemukakan oleh golongan sya-
fi'iyah dan Hanafiyah dalam kitab-kitab mereka,5naitu:
1. Permainan tersebut tidak disertai dengan perjudian (taruhan).
Jika disertai dengan taruhan maka hukumnya haram, bahkan ter-
masuk dosa besar menurut kesepakatan para ulama.
2. Tidak sampai melalaikannya dari mengingatAllah dan mengerja-
kan shalat, atau melalaikannya dari kewajiban mana pun, baik
kewaiiban diniyah maupun duniawiah.
3. Dihindarlen dari perkataan dan pembicaraan yang jelek dan
banfrak sumpah, yang sering teriadi di antara para pemain.
4. langan bermain di ,alan, karena dapat merusak martabat dan
harga diri.
5. |angan sering dilakukan sehingga menjadikannya kecanduan,
yang -hingga batas tertentu-- menyerupai lacanduan minuman.

Dengan kaa lain, jangan sampai permainan itu menyebabkannya


meninggalkan kewajiban aau melakukan perbuatan yang haram,
atau mengeluarlennya dari batas-batas keseimbangan, yaitu berle-
bihan dan kecanduan, karena Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.
Maka untuk mengakhiri pembahasan ini, baiklah saya kutipkan
perkataan al-Allamah nasyid Ridha dalam tafsu al-Marur. Beliau ber-
kata:

670
"Sesungguhnya bermain catur apabila disertai dengan uang yang
termasuk dalam cakupan naisir (judi), maka hukumnya haram ber-
dasarkan nash yang telah disebutkan (surat al-Ma'idah ayat 9Ot
penr.). Jika tidak terdapat unsur seperti itu, maka tidak ada alasan
untuk mengharamkannya, karena tidak dapat diqiyaskan kepada
minum khamar dan judi. Kecuali jika permainan itu jelas-jelas keii,
dari perbuatan setan, yang menjerumuskan pelakunya ke dalam per-
musuhan dan kebencian, serta menghalanginya dari mengingat Allah
dan mengerjakan shalat. fika hal ini yang sudah menjadi kepastian
atau yang biasa terjadi dalam permainan, maka permainan itu di-
larang, dan tidak ada jalan untuk menetapkan kebolehannya. IQmi
sering melihat pemain-pemain catur yang konsisten menjaga shalat-
nya dan menjaga dirinya dari kegaduhan dan sumpah palsu.
Akan halnya kelalaian dari mengingat Allah Ta'ala tidak hanya
menjadi kelaziman catur. Tetapi semua permainan dan pekeriaan
dapat melalaikan pelakunya dari berzikir dan mengingat Allah ketika
mereka sedang sibuk melakukan hal itu, kecuali sedikit sekdi di
antaranya permainan dan pekerfaan yang mubah, yang mustahab,
dan yang wajib, semisal bermain kuda, bermain seniata, dan berbagai
jenis pekeriaan keterampilan yang dianggap fardhu kifayah.
Di antara permainan yang terdapat nashnya ialah permainan
orang-orang Habasyah di masjid Nabi saw. di hadapan beliau.
Sesungguhnya catur itu dicela hanyalah karena ia menrpakan per-
mainan yang paling banyak menylta waktu. Dan barangleli karena
alasan inilah Imam Syaf i memakruhkannya.
Kita paniatkan puji kepada Allah yang telah melindungi kita dari
bermain catur dan permainan-permainan lainnya, dan kita penfatkan
pula puji yang banyak kepada-Nya karena Dia telah melindungi kita
dari keberanian mengharamkan dan menghalalkannya tanpa hufjah
dnn flalil."se3

393-ro1ri, al-Manar,
iuz 8, hlm. 62-63.

671
I
HUKTIM ITIYAITII'TN MU{URUT PAI{DAITIGAITI IST.ATI

Pertanyaan:
Bagaimana hukum nyanyian dan musik menurut pandangan
Islam?

Jauaban:
Pertanyaan mengenai masalah ini telah berulang-ulang diaiukan
banyak orang dalam berbagai majalah dan kesempatan yang ber-
beda-beda.
Ini merupakan persoalan yang ditanggapi dan disikapi secara ber-
beda-beda sesuai dengan jawaban yang mereka terima. Di antaranya
ada yang membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengar semua
macam nyanyian dan warna musik, dengan anggapan bahwa hal itu
adalah halal dan termasuk kesenangan hidup yang dihalalkan oleh
Allah untuk hamba-hamba-Nya.
Di antaranya ada pula yang mematikan radionya dan menutup
telinganya ketika mendengar nyanyian, apa pun jenis dan mac.rm-
nya, dengan alasan bahwa nyanyian adalah seruling setan dan me-
rupakan perkaaan yang tiada berguna, serta menghalangi orang dari
mengingat Allah dan mengerjakan shdat. Lebih-lebih jika fang
menyanyikannya adalah wanita, karena suara wanita menurut
mereka adalah aurat, meskipun bukan nyanyian, maka beapa lagi
jika berupa nyanyian? Mereka mengemukakan dalil dengan bebe-
rapa aptAl-Qur'an, hadlts, dan pendapat ulama Bahkan di antara-
nya lagr ada yang membuang jauh-jauh segala lenis musik, termasuk
musik instnrmentalia png digunakan unnrk'mgiringi siaran berita.
Sedangkan golongan k*iga merasa ragu-ragu di antara kedua
golongan di atas; sekali tempo condong ke@ golongan yang per-
tama, dan pada kali lain cenderung kepada golongan yang satunya
lagi. Mereka menunggu kata pemutus dan jawaban yang memuaskan
dari ulama-ulama Islam mengenai masalah yang sensitif ini, yang
berhubungan dengan perasaan dan kehidupan manusia sehari-hari.
Lebih-lebih setelah masuknya sarana komunikasi dan informasi --
misalnya audio visual-- ke rumah-rumah mereka dengan berbagai
macam suguhannya baik yang serius maupun berupa hiburan, yang
menarik pendengaran mereka dengan nyanyian dan musiknya, suka
ataupun tak suka.

672
Nyanyian dengan disertai instrumen (musik) atau tanpa musik
merupakan-masalah yang selalu menjadi perdebatan di kalangan para
ylapa_ sejak zaman dulu. Mereka sepakat dalam beberapalal dan
berbeda pendapat dalam beberapa hal.
Mereka sgpakat akan haramnya nyanyian yang berisi kata-kata
yang-k9t9r, fa9iq, atlg menganjurkan kemaksiatan, karena nyanyian
itu tidak lain dan tidak bukan adalah perkataan, ia baik bila 6aifaan
jelek bila ielek. Sedangtan- semua perkataan yang mengandung
sesuatu yang haram adalah haram. Maka, bagaimana menunrt pen-
dapat Anda jika perleaan yang haram tersebul berirama, merdu,'dan
mengesankan?
Di sisi lain mereka sepakat memperbolehkan pyanlanyangtidak
menggunakan aJat (musik) dan tidak menimbulkari gel6takl yang
tidak_ dicampur dengan perkara-perkara yang haram, plda saat-saat
kebahagiaan yang diizinkan syara', seperti pada resepii perkawinan,
menyambut orang yang datang dari rantau, pada waktir hari raya,
dan sebagainya, dengan syarat yang menyanyi bukan wanita aan ai
hadapan lelaki asing (bukan mahramnya). Mengenai masalah ini ter-
dapat beberapa nash yang akan saya sebutkan.
Adapun nyanyian yang di luar ketentuan tersebut di atas, mereka
berbeda p-e-nd?pat Di antara mereka adayangmemperbolehkan nya-
nyian, baik dengan disertai musik maupun tidak; bahkan mereka
menganggapnya musrahab. Ada yang melarangnya iika disertai de-
ngan- musik, dan memperbolehkannya iila tiifak disertai dengan
musik. ela nula yang melarangnya secara total, baik dengan meirg-
gunakan instrumen (musik) maupun tidak, dan dianggapnya haram,
bahkan ada yang menganggapnya dosa besar.
Mengingat pentingnya persoalan tersebut, maka saya merasa ber-
kewajiban uryuk menjelaslannya dan menerangkan seg-segi perbe-
9TTyu, sehingga tampak jelas bagi seorang muslim maha yang
halal dan m?-na yang haram dengan mengikuti dalil yang akurat,
bukan cuma ikut-kutan terhadap pendapat seseorang, s-ehingga lelas
urusannya dan terang menurut agamanya.

Pada Asalnya Segala Sccuatu Itu Boleh


Para ulam; tslam telah membuat ketetapan bahwa pada asalnya
segala sesuatu itu boleh, berdasarkan firman Allah:

W,l$W,fJGsiG
673

- -"*t='C'fifodi*.l}
"Dialah NIah, ltang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
l<amu ...." (al-Baqarah: 29)

Tidak ada sesuatu yang diharamkan kecuali dengan nash yang


sahih dan sharih fielas) dari kitab Allah atau Sunnah Rasulullah saw.,
atau ijma' yang sah dan meyakinkan. Apabila tidak terdapat nash
(Al-Qur'an atau Sunnah) atau ijma', atau terdapat nash yang shcrth
(jelas) tetapi tidak sahih, atau sahih retapi tidak sharih,Wngmbngha-
ramkan sesuatu, maka yang demikian itu tidak mempengaruhi keha-
lalannya, dan tetaplah ia dalam batasan kemaafan yang luas. Allah
berfirman:

Ar;*'Y$t#i;e FJ:;'3!,
"... sesungguhnya Nlah telah menjelaslran kepdamu ap yang di-
hanml<an-Nya atas l<amu, kecuali apa yang terpal<a l<amu mema-
lcannya (melakul<annya) .... " (al-An'am: I I g)

Dan Rasulullah saw. bersabda:

QD, *l L, *sfs sl s-.,), a.i r* fit oUl


"Apa lnng dihalalkan NIah dalam Ktab-Nya adalah halal, dan ap
yang dihanmkan-Nya adalah haram, dan apa yng didiamkan-Nya
adalah dimaalkn; mal<a terimalah kemaalan dai NIah, l<arena
resunguh4m Nlah iru fidak lupa terhadap *suatu pun." Kemu-
dian beliau memfuca alnt (Maryam: 64) "Dan tidak *kali-kati
Rabb-mu itu luF,a."}e4

394gp gukirn 6rri Abu Ad-Darda', dan beliau mengesahkannya, dan diriwayatkan pula
oleh al-Bazzar.

674
Dan sabda beliau lagi:

'Gjtti;#fri,ft6964ii$t
-\u3W# Cl4,gi'k|
i$ir &, 6{;5, 6?)fi
6Jest{rt35iL
{ut r33,JJ
.ti,;A j*3fi6s;(:-;1j$'i{aX
( ,t)' ;?,i*),,tr, +;i I
-^.,t-3 qi

"Slf;sungguhrly,a Nhh tetah menentukn k*miifun-kewaii,tt


nale ianganlah kamu menyia-nyiaknrya, dan menetapkan futas-
batas (larilSan) maka jnganlah kamu melanggany, dan Ia diam-
lran beberary prkan *bagai nlmat buat kamu, bukan katena
Iup, malra iangildt kmu menani-cadryra.aes
Apabila seperti ini kaidahnya, maka manakah nash dan dalilyang
meniadi acuan bagi golongan yang mengharamkan nyanyian, dan
bagaimana pula pandangan dan sikap golongan yang memperboleh-
kannya?

Da[l-d4lrl Golongan yang Menglsramlnn Nyel]rLn dsn Sang-


gahan terbadapnla
A. Golongan yang mcngharamlon nyanyian berdalil dengan
riwayat dari Ibnu Mas'ud dan hnu Abbas serta sebagian tabi'in,
bahwa mereka mengharamkan nyanyian dengan argumentasi firman
Allah:

i'i,6i**-
at,fisfi-*i w $frin$u
:rA,u,Ai*)
i,i^ii\'-C';;:*;
OU:ArI?,irij$G.';;;*;i:
onngyng
7a)f.#>
"Dan di antata manusia (ada)
,-)
prh- memprgunakan
ta n yang ti&k brgana untuk menywtkan (manusia) ed ialan
Nhh tanp pengetalruan dan menjatilikan ialan M
itu ololroldr-

395nR Daruquthni dari Abu Tsa'labah al-Khuryani, dan dlhasankan ol€h al-Haffrh
,t5u Sakar as-sam'ani rlalam kitab Arnali-4ya dan tmam tlawarf,i dalail al-Arta'ia.

675
an. Merel<a itu akan memproleh azab Wry menghfunkan."
(Luqman:6)
I

Mereka menafsirkan lahwul-hadus (perkataan yang tidak berguna)


ini dengan nyanyian.
Dalam kaitan ini lbnu Hazm berkomertir:
"Argumentasi ini tidak benar karena:
Pertama: tidak ada hujjah bagi seseorang selain Rasulullah saw..
Kedua: pendapat mereka ini ditentang oleh para sahabat dan
tabi'in yang lain.
Kedga: nash itu sendiri membatalkan .rgumentasi mereka de-
ngannya, karena dalam ayat itu disebutkan: "Di antara manusia ada
orang yang mempergunakan perkataan )rang tidak berguna untuk
menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan men-
jadikan jalan Allah inr olok-olokan."
Orang yang demikian sifat dan perilakunya adalah kafir, tanpa
diperselisihkan lagi, karena ia menjadikan jalan Allah sebagai olok-
olokan.
Dan andaikata seseorang membeli mushaf unhrk menyesatkan
manusia dari jalan Allah dan menjadikannya olok-olokan, sudah
barang tentu dia kafir hukumnya. Inilah yang dicela oleh Allah SWT,
dan Allah lrztawalalla sama sekali tidak mencela orangyang mem-
pergunakan lalrwul-hadtts untuk hiburan dan bersenang-senang
tanpa maksud untuk menyesatkan manusia dari ialan Allah.
Dengan demikian batallah penyandaran mereka terhadap perka-
taan (pendapat) orang-orang yang saya sebutkan sebelumnya.
Demikian pula orang yang dengan sengaia melupakan shalat karena
ia sibuk membaca Al-Qur'an atau membaca kitab-kitab hadits, atau
melakukan pengkajian terhadapnya, atau karena sibuk memperhati-
kan kekayaannya, atau dengan nyanyian dan lain{ainnya, maka dia
adalah fasiq dan melanggar kepada Allah Ta'ala. Tetapi bila dengan
berbagai kesibukannya --seperti yang saya sebutkan itu-- dia tidak
mengabaikan sedikit pun kewajibannya, maka dia dinilai berbuat
baik."Je6
B. Mereka juga berdalil dengan firman Allah yang memuji sifat
orang-orang mukmin:

396il-Mulullaoleh lbnu tuazrn,fia9, htn. 60, terbian al-Muniriryah.

676
"Dan apabila mereka mendengar perkataan png tidak bermanfaat,
mercl<a berpaling daripadanya .... " (al-eashash : 55 )

Menurut golongan ini, nyanyian termasuk perkataan yang tidak


bermanfaat, karena itu wajib dijauhi.
Alasgn ini dapat disanggah, bahwa menurut zhahir ayatyang di-
maksud dengan al-laghwu (perkataan yang tidak bermanfaati itu
ialah perkataan tolol yang berupa caci maki dan sebagainya, sebagai-
mana dibicarakan oleh sambungan ayat tersebut:

,3JG\'{JJu*'*ra$6JraV;Wit-t.Jrt:15

$raIiii6\'#P
Az

"Dan apabila mereka mendengar perl<atan yng tidal< furmmtaat,


merel<a ber@W daipadanya dan merelca berlet4 'Bagi kami
amal-amal kami dan bagimu amal-amal lcamu, ke*jahteraan atas
dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan oring-onng iahil.r lat-
Qashash:55)

Ayat ini mirip dengan ayatyang menerangkan sifat-sifat hamba


Allah yang baik:
"... dan apbila onng-onng jahil menyap mereka mereka meng-
ucapl<an kata-bta yang fuik" lal-Durqan:63)

Andaikaa kia rcrima bahwa pengertian laghwudalam ayat tersebut


meliputi nyanyian, maka ayat tersebut hanya "men5rukai" kita ber-
paling dari mendengarnya dan memujinya, tidak,mewajibkan" ber-
paling darinya.
Selain itu, makna tatalaghwusama dengian pengertian l<atabathil,
yakni sesuatu )laJrg tidak berguna, sedangkan mendengarkan
-
sesuatuyang tidak berguna itu tidak haram hukumnya, setama tiAat
menjadikan tersia-sianya hak atau melalaikan kewajiban.
Diriwayatkan dari Ibnu furaij bahwa beliau memperbolehkan
mendengarkan sesuatu yang tidak bergdna, lalu dianyakan kepada
beliau, "Apakah yang demikian itu besok pada hari kiamat ikan
dimasukkan ke dalam kebaikan atau kejelekan?. Beliau menjawab,
"Tidak termasuk kebaikan dan tidak termasuk kejelekan, karina hal
itu sama dengan laghwu; Allah berfirman:

677
'#eAu,ti,r$ir6.*
"Nlah tidalc mengfiufum lramu di*fubkan sumphntu yang tidak
dimaksud untuk bersumph (tidal< berfadah) ...." (al-Baqarah:
225; al-Ma'ldah:89)

Imam Ghazali berkata, "Apabila menyebut nama Allah atas se-


syatu {gngan j4an sumpah yang ridak dimaksudkan unruk sumpah
dan tidak untuk mengukuhkan yang tidak ditepati --yang nota b-ene
perkataan dggikian itu tidak ada faedahnya- kemudian yang demi-
kian itu tidak dituntut, maka bagaimana mungkin akan dikenai
hukuman terhadap syatr (nyanyian) dan 121iv1g4ez
Saya kaakan bahwa tidak semua nyanyian tidak berguna (sia-
sia), dan hukumnya sesuai dengan niat pelakunya. |ika niatnya baik,
paka pgrryinan atau hiburan itu berubah menjadi qurbah (pende-
katan diri kepada Allah), dan gurau (humor) menjadi kdaatan.
Sedangkan niat yang buruk menggugurkan amalan yang lahirnya
ibadah tetapi batinnya riya (mencari pujian). Rasulullah-saw. ber-
sabda:

'u$515t5:"G,i5t\uL<1,,ufi Er
@f 4," 1r ob,\,"g{l6tS'&3,t b#4
"Sesungguhryn NIah tidak melihat (menilai) rupamu dan hattamu,
tetapi Ia melihat (menilai) lntimu dan anahnu.qes

_ Pada kesempatan ini saya kutipkan perkaAan yang bagus yang


disampaikan Ibnu Hazm dalam kitabnya al-Mutwilaketika menpnlgafi
orang-orang yang melarang nyanyian. Beliau berkata:
"Mereka berargumentasi dengan mengatakan,'Apakah nyanyian
itu termasuk kebenaran atau tidak termasuk kebenaran? Tidak ada
alternatif untuk jenis yang ketiga (yakni kalau bukan kebenaran,
adalah kebatilan, tidak ada yang lain; penr.) . padahal Allah telah ber-
firman:

397thyo ulu^rrddin, 'Kitab


as-Sima'', hlm. 1142, t€rbitan Darusy-Sya'b, Mesir.
398HR ttuslim dari Abu Hurairah, 'Kitab
al-Btu wash-shilah wal-Adab,, ,Bab Tahrimu
Zhulmil-Muslim".

678
"... maka ti&k ada *sudah kefunaran itu, melainkn kwtan ...."
(Yunua:52)

Maka jawaban saya (Ibnu Hazm), mudah-mudahan Allah mem-


beri taufiq, adalah bahwa Rasulullah saw. bersabda:

6;4t(W\7i1+ri!!Ica<tir<rt
(j&.,ert.4es;r) )/,
"Sesungguhryta amal itu tergantung pda niat, hn tiaytiap onng
,
€9
itu hany alan men&ptl<an ap yang ia niatkanqe

Maka barangsiapa mendengarkan nyanyian berniat untuk mem-


bantu melakukan maksiat kepada Allah, berarti dia telah durhaka.
Demikian pula terhadap segala sesu.ltu selain nyanyian. Dan barang-
siapa yang berniat untuk menyegarkan jiwanya agar meniadi kuat
dalam melaksanakan keaatan kepada Allah dan bersemangat dalam
melakukan kebafikan, maka dia tergolong orang yang taat danber-
buat baik, dan perbuaannya itu termasuk kebenaran. Sedangkan
barangsiapa yang tidak berniat untuk taatatau untuk maksiat, maka
perbuatannya itu termasuk laghwu (tidak berguna) dan dimaafkan,
seperti orang )rang pergi ke kebun, atau duduk di depan pinm rumah-
nya sambtl melihat sesuatu, atau mencelup pakaianrya dengan
wama biru aau hifau, atau lalnnla, dan menfulurkan beds atau meli-
patnya, dan semua perbuatannya.'{m
C. Mereka juga mengemukakan alasan dengan hadits:

(,sfn*:(gvgero*gr*W_A,f
,'$|U*SS/adK6fl7&f^)
*t,-etb, i)), utt'l obr) ' )-;;6 e"^4;6
G*'z'
399uuaafaq 'alath dari hadits Umar bln xhacab.
ffitt-uuhouo,ruz 9, hlm. 60.

679
I
"Semua permainanltang dilakukan onng muknin a&lah futil ke-
cuali tiga pedran: berqtmbu denga i$d, melatihktda, dan mele-
pskan anak pnah dari busumyaaot

Akan tetapi, nyanyian di luar tiga perkara tersebut.


Golongan yang memperbolehkan nyanyian memberikan jawaban
bahwa hadits tersebut dhaif, dan seandainya sahih pun tidak dapat
dijadikan hujjah, karena katabathii dalam teks hadits tersebut tidak
menunjukkan kepada haram, melainkan hanya menunjukkan tidak
berfaedah. Bahkan dalam hal ini terdapat riwayat dari Abu Ad Darda'
yang menyebutkan, 'Sesungguhnya aku menghibur diriku dengan
sesuatu yang batil untuk menguatkan (menyemangatkan) hatiku
kepada kebenaran."
Di samping itu, hadits tersebut (andaikata sahih; penf.) tidak
dimaksudkan untuk membatasi ketiga perkara itu saja, sebab meng-
hibur hati dengan menyaksikan orang-orang Habasyah bermain dan
menari di masjid Nabawi --sebagaimana diriwayatkan dalam kitab
Shahih-- adalah di luar ketiga perkara tersebut. Dan tidak diragukan
lagi bahwa melakukan refresing dengan cara pergl ke taman, mende-
ngarkan suara burung-burung, serta melakukan bermacam-macam
permainan dan hiburan itu sama sekali tidak haram, walaupun yang
demikian dapat diistilahkan dengan sesuatu yang batil.
D. Mereka beralasan dengan hadits yang diriwayat}an oleh
Bukhari secara mu'allaq (tanpa sanad) dari Abu Malik atau Abu Amir
al-Asy'ari --perawi ragu-ragu- dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda:

3)Q
"Sunguh alran ada stntu kaum dari umatkt Wg menganggap
halal terhadap wanita pengfiibur (zina), suten, khamar, dan alat-
alat musik"

Meskipun hadits ini terdapat dalam Shahih al-Bukhari,fetapi diri-


wayatkan secara mu'allaq, tanpa menrpunyai sanad yang bersambung,

40lnB Ashhabus-sunan yang empat, teapi hadits ini muifriharib.

680
karena itu Ibnu Hazm menolaknya. Di samping mu'allaq, para ulama
hadits juga mengatakan bahwa sanad dan matan hadits ini tidak
lepas dari kegtrncangan Gilhthirab). karena sanadnya berkisar pada
Hisyam bin Amr, sedang dia dilemahkan oleh banyak ulama.4o2
Bukan hanya kedu<lukannya yang masih menjadi pembicaraan,
tetapi dilolah (petuniuknya) pun menjadi pembicaraan, karena dia
tidak jelas menuniukkan haramnya alat-alat musik. Perkataan yastc-
hilhnru ( i$;1), menurut Ibnul Arabi mempunyai dua pengertian:
Perama,menganggap hal itu halal. xeaua, sebagai majaz (kiasanl
tentang kebebasan mempergunakan barang-barang tersebut. Sebab,
kalau yang dimaksud dengan istihlal (menghalalkan ),ang haram) itu
dalam arti sebenarnya, maka perbuatan tersebut adalah kufur (ltafu).
Seandainya kita terima bahwa dilalah-nya menunjukkan arti haram,
maka yang ma'qul (rasional) adalah pengharaman itu aas keseluruhan
yang tersebut, bukan satu per satu. Sebab pada kenyahannya hadits
itu memberitahukan tentang akhlak segolongan manusia yangteng-
gelam dalam kemewahan dan malam yang "merah" serta minum-
minuman keras. Maka mereka berkutat di antmaminuman keras dan
wanita, musik dan nyanyian, dan sutera. Karena inr lbnu Majah 4e-
riwayatkan hadits ini dari Abu Malik al-Asy'ari dengan lafal:

W'dSr&sfuif4
q)_t319(qy/ru\6'qA@9,"

"Sungguh alan ada manusia-manusia dari umatktlang meminum


khamar dan merclra namakn dengan nama hin krylaryadip-
nuhi dengan musik dan penWtyi-penWyi wanita Male Nlalt
akan menengelamkan mer*a ke dalam buni dan menjadilran di
antan mercla lcera dan babi.,{os

4o2gtr t1kitab Mizdnul-Iti ital dan Tahdzibur-TaBzib.


403Ada yang menafsirkan
bahwa mereka genJadi kera dan babi dengan sesungguhrya,
dan ada yarg menafsirkan bahwa menalrryClah yarg menyenrpai mental kera dan babi.
(Pen,.)

681
I
l

Demikian pulapng diriwayatkan Ibnu Hibban dalam Shatrih-n1a.


E. Mereka berdalil dengan hadits:

(La)Ei?> wuexSt
t/z, 2/-z t/z-/4 ., r/z-2./z
. <7LIs.D Ua.sij
t
t<at_9
"*swtguhnya Nhh Ta'ala menglwamlan fuhtc pmnprut yang
menjadi pnyanyi, menglnramlran menjualqn, harganJa dan
mengaiamlta (fu mynyi). "

Alasan ini dapat dijawab demikian:


Pertama: hadits tersebut dhaif.
Kedua:Imam Ghazali berkata, "yang dimaksud dengian perkaaan
qainah ialah budak perempuan yang menyanyi untuk tali-tati Oi
tempat minum-minum (semacam bar), sedangkan perempuan asing
yang menyanyi untuk-orang-or?ng fasik dan orang-orang yang di-
khawatirkan menimbulkan fitnah aaaan haram, serta tiaa[iaalang
rygreka maksud dgng-al fitnah melainkan sesuatu yang dilarang.
Adapun ny?n)nal budak perempuan unruk rnajikannya, iiaat aini-
ramkan oleh hadits ini. Bahkan bagi selain malittanirya pun boleh
mendengarkannya iika ridak dikhawatirkan terjadinya htnitr, berda-
riwayat shahih al-Buktwri dan strahih ivtusiim tehtang dua orang
-r*Iqn perempuan
budak yang merryanyi di rumah AisJrah ,.^..i+u
Kedga: keberadaan budak-budak perempuan yang bisa menyanyi
merupakan unsur penting dalam aturan perbudakan, dalam [A iiri
Islam datang hen4?k membersihkanrry/a secara bertahap. proses
penghapusannya tidak secara frontal, melainkan dengan iara yang
bijaksana, yaitu dengan masih diakuinya keberadaan lietas uuait ini
dalam masyarakat Islam. Apabila ada hadits yang membicarakan
masalah kepemilikan biduanita budak, penjualannya, dan pelarang-
lnnya, maka semua ihr merupakan upaya unnrk merobohkan tiang
bangunan "sistem perbudakan" yang- ada,
F. Mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Nafi'bahwa
Ibnu Umar pernah mendengar suaraierulin! seorang penggembala,

&4at-thyo',hlm. 1148.

682
lalu ia menutupkan kedua telinganya dengian iari angan dan mem-
belokkan lcendaraannya dari jalan seraya bertanya, 'wahai Nafi',
apakah engkau masih mendeng;arnya?" Saya jawab, "Ya." Maka ia
terus beriahn sehingga saya memboileniaunban bahwa sala sudah
tidak mendengiarnya lagi. Setelah itu barulah ia melepaskan tangian-
np dan membelokkan kendaraannya ke ialan lagi, kemudian berkata
"Saya pernah melihat Rasulullah saw. mendengar seruling penggem-
bala, lalu beliau berbuat seperd ini." (HB Alumsd, Abu Daud, dan
Ibnu Mafah).
Hadits ini oleh Abu Daud dikomentari sebagai "hadits munkar'.
Andaikata hadits ltu sahih, maka ia menjadi huliah untuk me-
nyanggah golongan yang mengharamkan seruling (musik), bukan
untuk mendukung pendapatnya. I(arena, kalau mendengar seruling
itu haram, niscaya Nabi saw. tklak akan memperbolehkan lbnu Umar
mendengiarnya, dan iika menurut pendapat lbnu Umar seruling itu
haram maka dia tidak akan memperbolehkan Nafi'mendengiunya.
Dan sudah barang t€ntu Nabi saw. menJruruh mencegah dan meng-
ubah kemunkaran ini. Maka pengakuan (perkenan) Nabi saw. terha-
dap Ibnu Umar ini menjadi dalil yang menunjukkan kehalalannya.
Sezungguhnya Nabi saw. meniauhi mendengarkan seruling ini
adalah sqerd sikap beliau meniauhi kebarpkanperkanpng mubah
dalam urusan durdawi, seperd beliau meniauhi (ddak mau) makan
sambil bersandar, ti&k mau membtartan dtnar atau dlrhant meng-
inap di rumah beliau, dan sebagainf"a....
G.,Mereka juga beralasan dengan riwayat

.Jfibt'oqi41q16)
"Sesungguhnya ryanyian itu fupt menumbuhkan kemunafikn
&hm IntL"
Perkataan ini bukan sabda Nabi saw., melainkan perkaaan salah
seorang sahabat. Jadl, ini haqf pendapat seorang ruanusla yang
tidak maksunr, yilng dapat dltentang oleh yanglain. Sebagian orang
ada yang mengatakan -khususnya dari kalagan suft-- batrwasanya
nlanyian ifi dapat melembultan hafl dan.membangffikan rasa sedih
dan menyesal terhadap kemakslatan, membangkitkan rasa rindu
kepada Allah. I(arena inr mereka menjadikan nyanyian ini sebagai
sarana untuk menyegarkan jiwanya, menggalrahkan semangatnya,
dan menimbulkan kerinduannya. Mereka berkata, 'lni adalah per-
I*" Vqng tidak bisa dimengerti melainkan dengan perasaan, perco-
baan, dan latihan. Barangsiapa yang merasakai mita atrutatr aia,
karena informasi belum tcnnr sama dengan kenyataan.,
Imam Ghazali memperuntukkan hulium pe*aaan atau kalimat
itu khusus-bag penyanyi, !{ta, bagi pendengar, sebab tuiuan
penyanyi ialah menampilkan dirinya kepada orang lain aan meniaoi-
kan suaranya menarik bagr mereka. Ierena inr-ia selalu berpura-
pura (.ntfaq) dan berusaha_menjadikan orang lain t€rarik kipada
nyanyiannya. Namun demikian tmam Ghazali mengatakan, "iang
demikian itu tidak menelorkan hukum haram, kiena memakaf
pakaian yang bagu-s, naik kendaraan yang mulus, mengenakan ber_
macam-macam perhiasan, membanggirkan kebun, rcrnik, anaman,
dan lain-lairyry-a pu-n mgnumbu-['kan sikap pura-puri ai i[ram
_iqu
hati, tetapi tidak dikenakan hukum haram kepidinya iecara rutrau
Maka yang menjadi sebab timbulnya sikap nifaq (iura-pura) dalam
hati itu buE hanya kemaksiatan i4a, uahtan daiam kehya6innya
perkara-perkara yang mubah pu_n banyak menimbulkan-pengarutl
menurut pandangirn manusia.'ss
H, Urltu! mengharamkan nyanyian bagi wanita secara khusus,
mereka.berdalil dengirn persepsi seragian irasyarakat tatrua suara
wanita itu aurat. padahal tidak ada afu aari Dinullah png muron-
iukkan bahwa suara wanita itu aurat. Bahkan paaa zairian"n
lah saw. kaum wanita biasanya bertanya kepaha ueriaua truaapan"uirr-
para sahabat laki-laki. selain inr, para saha6at juga uiasa
meniirui
ummahanrl Mu'minin (istri-istri ttabi sarv.1 uitrit memina ranua
kepada mereka, dan meieka meniauabnl,a *rt" U.rtra-t"aLri",
pq.oh"!{ iru, tetapi tidak ada qeoran! pun yang bertaa, ;oenian
DerDicara ini berarti Aisyah aau lainnya telah membuka aurat ying
wajib ditutupnya."
. .lika mgrgka mengatakan bahwa kejadian-kejadian ini adalah
dalam pembicaraan biasa, bukan dalam nyanyian, inatra tcami
iawab:
Imam Bukhari dan Imam_ Muslim merirJaya,:tkan bahwasanii r.rabi
r,ly..T1n{mendengar dua orang wanita budak sedang mlnvanyi
$1 uetig fiFkfl.nengkarinya,.bahkan betiau berkata [epaAi a6u
Bal(ar, "Biarkanlah
merek3,l Begitu juga hnu fa'far dan laiirnya dari
kalangan sahabat dan tabi'in mendei'garkan budak-buaat wania
menyanyi.

fi5n-rhyo'.hlm. 1151.

684
Khulashah
Nash-nash yang dijadikan dalil oleh golongan yang mengharam-
kan nyany'ian adakalanya sahih tetapi tidak sharih (relas), adalsla-
nya shanh t€tapi tidak sahih. Selain itu, tidak ada sanr pun hadits
yang marfu' lepada Nabi saw. yang patut meniadi ddil unuk meng-
haramkan nyanyian. Masing-masing haditsnya dilemahkan oleh
golongan ulama dari mazhab zhahi.r:i, Maliki, Hambali, dan syaf i.
Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi berkata di dalam kitab al-thhan,
"Tidak ada sesuatu pun yang sahih dalam mengharamkan nlanyian."
Demikian pula yang dikatakan Imam Ghazali dan Ibnu Nahwi dalam
al-'Umdah.
Ibnu Thahir berkata, "Tidak ada satu huruf pun yang sahih meng-
enai masalah ini."
Ibnu Hazm berkata, "Semua riwayatyang mengharamkannya itu
batil dan maudhu'."

Dnlll-dalll Golongan yang Memlrcrbolehkan N)ran)rian


Itulah dalil-dalil golongan yang mengharamkan nyanyian, yang
telah gugur satu per satu, sehingga tidak ada sanr pun dalil yang kpat
untuk mendukung masalah ini. Apabila tidak ada dalil yang mengha-
ramkan, maka tetaplah hukum nyanyian itu pada asalnya yaitu
mubah, tanpa diragukan lagi. Seandainya ddak ada sanr pun nash
atau dalil yang mendukungnya, maka dengan gugurnya dalil-dalil
yang mengharamkannya sudah ankup untuk menenhrkan lemubah-
annya. Nah, betapa lagi lelau terdapat nash-nash Lslam yang sahih
dan sharih dengan ruhnya yang penuh toleransi, kaidah-kaidahnya
yang komprehensif, dan prinsip-prinsipnya yang universal?
Berikut ini penjelasannya:

Pettama: Dart Segt Nash


Mereka berdalil dengan beberapa hadits yang sahih, di antaranya
ialah hadits yang menceritakan menyanyinya dua budak perempwm
di rumah Nabi saw. di sisi Aisyah, lantas Abu Bakar membentaknya
dan mengatakan, "Nyanyian setan di rumah Nabi saw..'Hal ini me-
nunjul*an bahwa kedua penyanyl itu bukan anak-anak lagi seba-
gaimana anggapan sebagian orang. Sebab; kalau benar mereka masih
anak-anak, niscaya Abu Bakar tidak akan marah seperti itu.
Yang menjadi pegangan di sini ialah penolakan Nabi saw. teftadap
sikap Abu Bakar itu, beserta alasan beliau yang menginginkan agar
I
orang-orang Yahudi mengetahui bahwa di dalam Din kita terdapat
kelapangan
1-gemryg-b_eliau diutus dengan membawa agama (din)
yang lurus (dalam akidahnya) dan lapangan (dalam muailatahriyal.
Ini-menunjukkan w{ibnr memelihara kebagusan waiah tslarir ii
l a9"pan golongan lain, dan menampakkan sisi kemirdahan dan
keluwesannya.
Imam Bukhari dan Imam Ahmad meriwalatkan dariAisJah bahwa
{iq pgmah membawa pengandn perempuan kepada penglnUn tati-
laki dari Anshar, lalu Nabi saw. bersabda,

b91#&rq6sclqu"U
,38i{ff4\#1i
"Hai Nqtah, tidakkah mercla ini di*rtai dengan hibunn? &.lbab
orang-orangAndnr itu pmar *lrali terhafup hibunn."

tbnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata:

).#f{|546i5.fi .5t*44w3fui
,-Acff&gt*8;rl;:UAa4
(1*-LulJG,6,j3G{a1iJidliiKl
n?!i"{, J€6 .$, CJ(i 1,,#, #W
#,r$363rli$t,riru:*kilM
'{v17i, ) g4 # t6"',ft:.;5,'
,'€WtiW.*'{W#
"Aicy:ah Wnah mengawinkan alah xonng kenfuhg dengan
orang Anslw, kemudian Rasulullah strw. &tang dan bertanya,
'Aplah ahnhmu Miahlran gadis itu? Mer&mqiawah'krwr.,
kliau furtang lagi.'Aryl<ah l<amu kirim betsamanya onngyang

686
menynyi? Aisyah menjawab, Tidak' Kemudian Rasalullalt
al<an
saw. fursffia
'Sa unggahnya oruV-onng Andnr itu kaum lnng
menylrai hibunn. Onng lcarcna itu, alanglrah bihp lalau kamu
kirim beramanya *ftonng yng mengucaplran: IQmi dabng,
kami datang *lamat dakng lcami, *lamat datang l<amu.-

Diriwayatkan juga oleh Imam Nasa'i dan Imam Hakim, serta di-
sahkan oleh beliau, dari Amir bin Sa'ad ia berkata:

,;3fr"*,5#S:\tr3l6{s*,
,.6r543g:1i6,,;r ;9 k .!ql
vk|)K**t1ffi6=Ce,-Ufi
5:o:*t,*Gi i€G"+)J+i
,5.!6 e,, A5,-tii1 66 +v
. 6:-1( igjfili 6 ;4 :6ri,r"
"h1,a pmah menglndap Qurzhah bin lh'ab dan A}l.t Mas'ud al'
At sllr,ri pe aatu aan per*awinan, tifu-tifu ada Wrap orury
bu&k percmpuan yang merynnyi. LaIu aW furtanla Wahai dua
onng shafut Rasllullah, yang dulu turut dahm penng Badar,
layalrkah dihlrul<an yang demikian itu di sisi Anda?' Kdumlta
manjawab, D.dttldalr, trwrilal, dqrgfun Dr;ruainn hni iila aglau
mau; dan tinqgailanlah jika engfuu hendah meningalkanrya"
Saungguhnya dipedrenanhn bagi kita hiburut phaanpr*a-
winan.-

Ibnu Hazur meriwalatkan dengan sanadnlta dari Ibnu Sirin bahwa


seorang laki-laki datang ke Madinah dengan membawa beberapa
budak perempuan, kemudian datanglah Abdullah bin fa'far, lalu laki-
laki itu menawarkan budak-budak itu kepadanya seraya diperintah-
kannya salah seorang budak itu untuk menyanyi, dan ketika itu lbnu
Umar mendengarnya. Maka dibelilah budak itu oleh lbnu fa'far se-
telah tawar-menawar. Laki-laki itu kemudian menemui lbnu Umar
I
I

seraya berkata, "Wahai ayah Abdunahman, sala telah teftipu dengan


tuilh r,atuq dirham," Uaka tbnu Umar datang kepada Ab-dulhhlin
fa'far dan berkata kepadanya, -sesungguhnya ia-tetatr tertipu tujuh
ratus dirham, karena itu engkau boleh membayarnya ke-padanya
atau engkau baalkan jual beli dengannya.' Abdullah bin fa'far men-
jawab, 'Saya bayar saia uang itu kepadanya."
Ibnu Hazn berkata, "Itulah Ibnu Umar, ia mendengar nlanyian dan
tgrJi-bat dalam jual beli biduanita. Dan ini adalah is-nad yang sahih,
tidak seperti isnad yang dibuat-buat inr."
Mereka juga berdalil dengan firman Allah:

i*lSqGiyjjaL6%i$5;71:fi 6g
0,a;lr_;gxrr:;*W:ili;iy;ti
"Dan apbila merel<a melihat pemiagaan atau petmainan, merclra
bubar wtuk menuju krydany dan mercIa tingallan tarntu *ng
brdin @e*hutbah). I(atalranhh, 'Apa finS di sisi NIah a&Iah
lebih fuik dadpda prmainan dan pmiagaan.,Dan NIah sehik-
baik pembri reeki." (al-lumu'ah: I I )

Dalam ayat ini dirangkaikanlah antara permainan dengan iual beli,


-
dan tidak dicelanya melainkan karena sibuknya para sahibat ter-
hadapnya --ketika ada kafilah yang datang dan mereka memukul
gendang karena bergembira ria- sehingga melalailen mereka dari
khutbah Nabi saw. dan membiarkan beliau berdiri.
-|t4.r9-B iugaberdalil dengan riwayar dari beberapa orang sahabat
radhilallahu 'anhum yang mendengar nSanyian saar.a langirng atau
mengakuinya, padahal mereka adalah kaum yang menlidi teladan
dan panutan, yang barangsiapa mengikuti mereka akan mendapat
petuniuk.
Mereka beralasan pula dengan ijma, yang diriwayatkan oleh
beberapa orang ulama yang memperbolehkan mendengar nyanyian,
sebagaimana yang akan saya sebutkan nanti.

Kedua: Dari Segi R.uh Islam dan eaua'tdnya


A. Tidak ada sesuatu pun dalam nyanyian melainlqn bahwa ia
termasuk kesenangan dunia yang dapat dinikmati oleh hati dan
pikiran, dirasakan baik oleh naluri,dan disukai oleh pendengaran. Ia

688
adalah kelezatan telinp, sebagaimana makanan yang baik merupakan
lcelezatan pencernaan (lambung), pemandangan )rang indah merupa-
kan kelezatan bagi mata, bau yang sedap merupakan kelezatan bagi
hidung, dan sebagainya. Maka, apakah kelezatan-lelezatat dan
kenikmatan-kenikmatan itu diharamkan ddam Islam ataukah diha-
lalkan?
Kita mengetahui bahrtra Allah Ta'ala telah mengharamkan bebe-
rapa kebalkan (kesenangian) dunia atas Bani tsrail sebagai hukuman
bagi mereka aas perbuatan buruk mereka, sebagaimana ftnnan Allatr:
"Mal<a di*fublran kezaliman orang-onng Yahudi, Tinti hatamlran
atas mercla (memalcan malranan) ltang baik-baik (Sang dalrulu-
nya) dihalalkan fugi merclra, dan karcna merclabarytak mengln-
langi (manusiQ dad ialan NIah, dan di*fublcan mercla memal<an
ifu, pdahal *sunggahryta mereka dilarang daripafunya, dan
karcna mercl<a memalran harta onng dengan jalan yng futil ...."
(an-Nlsa': 160-16I)

Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad saw., maka telah dijadi-


kan-Nya alamat risalahnya di dalam kitab-kitab rcrdahulu:
lang (namarya) merel<a fupti tertutis &Iam Taunt dan l;jil
".,.
lnng ada di sisi mereka lnng menyruh mereka mengajakanyang
ma'nrt dan melanng merekdad mengerjakanyngmwkar, &n
mengfialalkan fugi merela *gala Wrg fuik dan maryfiaramkan
hgt mercka regala lmg buruk fun membumg &d mereka
bban-fun du fulengu-belenggu yng ada pfu mereka...."
(al-A'raf: I57)

Maka ddak ada dalam Islam sesuatu yang baikprlg dianggap baik
oleh hati dan akal yang sehat, melainkan dihdalkan oleh Allah,
sebagai rahmat bagi umat ini karena keumuman (universalltas) risa-
lahnya dan keabadiannya. Allah berfirman:
"Mer*a menaryal<an kepdamu, 'Apaleh fing dihalalkan bgi
merel<a?' I(atalranlah,'Dihalalkn fuglmu yng ba,ik-fuik.... - (al-
Ma'ldah:4)

A[ah tidak memperkenankan seorang pun manusia untuk meng-


haramkan atas dirinya atau atas orang lain akan sesuanr png baik
yang t€lah diberikan oleh Allah, meski bagaimanapun baik niatnya
atau karena hendak mencari ridha Allah. Karena menghalalkan dan
mengharamkan sesuatu ifir merupakan hak Allah semata-mata, ddak
ada hak sama sekali bagi manusia untuk turut campur. Allah ber-
firman:

(G:,qA#,p j->dl'si{,:tu,riJS
Q cli; ;fi en?€J 6'J'^v S $
"l(atal<anlah, Tennglcanlah kepadal<u tentang weki yang diturun-
kan Nlah kepdamu, lalu l<amu jadikan xfugiannya hanm dan
(xbagiannya) halal.' Ihtakanlah,'Apakh Nlah tetah memberitran
izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adata n st,ja ter-
hadap NIah?- (Yunus: 59)

Allah me-nga-nggap perbuatan mengharamkan rezeki yang baik


yang telah dihalalkan-Nya itu sama h:alnya dengan mengtraTatten
kemunkaran-kemunkaran png telah diharimlon-lllo. f.a* nracam
perbuatan itu akan mendatangkan kemurkaan dan azab Allah, dan
mencampakkan pelakunya ke lembah kerugian yang terang dan ke-
yang
-qe-tFl yang iayh. Allah berfirman mengenai sikap orang-orang
jahiliah berbuat seperti itu:
"Sesungguhnlm ruglah onng-onng yng membunuh anak-anak
merelra lrarcna kebodohan, lagi tidak mengetahui, dan merclca
mengfianml<an ap Wg telah NIah rvekikan kryda mereka
dengan *mata-mata mengadaadakan terhadap Nlah Seatngguh-
nya merel<a telah *st dan tidaklah mercka mendapt petunjuk"
(al-An'am: I4O)

B. tklau kita renungkan, niscaya kita dapati bahwa mencintai


lyal{ralr da-n menyukai suarayangmerdu itu hampir sudah menfadi
instink dan fitrah manusia. Sehingga kita lihat anak kecil yang misitr
menpsu dalam buaian_pun_dapat didiamkan dari angisnya dengan
alunan-suara yang merdu, dan hatinya (perhatiannyal terpalingian
dgri hgl-hal yang menyebabkannya menihgis kepadh iuari terslbut.
Oleh karena itu-pTl ibu, wanita-wanita yang mbnyusui dan meng-
asuh anak-anak biasa bersenandung unnr[ anak-anaknya sej;k
zaman dahulu.
.. Bahkan dapat kita katakan bahwasanya burung-burung dan
binatang pun terkesan oleh suara dan irami yang meirdu, seh-ingga

690
Imam Ghazali mengatakan dalam al-Ihya','Barangsiapa yang tidak
tertarik mendengarkan su.ua yang merdu maka dia memlliki kelain-
an, menyimpang dari keseimbangan, jauh dari hal-hal yang bersifat
kerohanian, Iebih keras perasiumnya daripada unta, burung, dan
semua jenis blnatang, karena unta dengan tabiatnya yang tolol itu
merasa terpengaruh oleh sepatu yang dikenakan orang padanya
sehingga ia merasa ringan membawa beban yang berat. Bahkan --
karena asyiknya mendengarkan suara tersebut-- ia merasakan
sebentar meski jauh jarak yang ia tempuh, dan timbullah semangat-
nya hingga ia lupa kepada yang lain, atau timbul rasa iba dan rindu.
Maka Anda lihat unta itu apablla mendengar dendang orang yang
mengiringnya, ia mengulurlan lehernya dan memasang telingianya
untuk mendengarkannya dan mempercepat perfalanannya hingga
berguncang muatan dan sekedupnya. "
Apabila ketertarikan akan nyanyian itu sudah menjadi naluri dan
fitrah manusia, maka apakah ad-Din didaangkan untuk memerangi
naluri dan fftrah tersebut serta menghukumnya? Tidak, ia datang
untuk membersihkan dan menjunJungnya, serta mengarahkannya
dengan arahan yang lurus. Imam lbnu Taimilah rahimatrullah bert@ta
"Sezungguhnya para nabi itu diutus untuk menyempurnakan fftrah
dan memantapkannya, bukan untuk menggand dan mengubahnya.'
Hal ini dibenarkan oleh riwayat yang menceritakan bahwa Rasu-
lullah saw. daang di Madinatt, dan mereka (penduduk Madinah)
mempunyai dua harl yang mereka biasa bermain-matn pada hari iht.
Lalu beliau bertanl"a, "Dua harl apa ini?' Mereka meniarmb, 'Kami
biasa bermain padanya pada zaman iahiliah.'IGmudian beliau ber-
sabda:

;8,(A?r$l{*,K1'{fi3'iibt
'j)z4iffiG'#Ji
lSesl.ngiutznn Nlal, telal, matgntirya 'urrltul< blian futgan tang
lebih fuik dadpda kduanya, tdiru ldul Mln hn ldul FIti.'(Hn
Almad, Abu Daud, dan Nasa'l)
Dan Aisyah berkata:

afriawi()agiqs'a
691
f

6ti8fr'F*Wegh6s#ti;
5i,-^WsG-4rA/fu,6?
-/ flrg,*-li&;Jivi\,
=./
@i,gA4Aia;Ji#*t6. ;JzA3,15
n-, v., 7- /-; / !
t/t

(Porl4toL,\
"Sungguh saya menyaksil<an Nabi r;rw. memfutas (melindungi)
aya dengan selendangnya, sedangkn srrya melihat onng_onng
Habasyah itu bermain di dalam masjid, *hingga rrrya *ndiri yarry
mefttaa bosan terhadap permainan itu. IJkurlah t<a&rkemampuan
wnng gadis muda fulia ltang masih ilka brrrain"(HRBulchari
dan Muslim)

.Ap*-rtu nyanyian tergolong dalam jenis hiburan dan permainan,


mdg h]!t1ran dan permainan itu tidakiah haram sesungguhnya ma-
nusia tidak sabar terhadap keseriusan yang mutlak diil kelierasan
yang abadi.
Nabi saw. bersabda kepada Hanzhalah, l€dka Hanztralah mengira
firlya telah menjadi munafik karena ia bersenang-senang dengan
i-stri dan- alak-anaknya serta karena sikapnya yang berbeda-ketiki ia
di rumah dan ketika berada di sisi Rasduflatr-sai.,

( p "',,>kta|ktl lal:Zfg
"Hai Hanzhalah suatu sr.at begini dan suatu saat begitu." (HR Mus-
Itm)

Ali bin Abi rhalib berkata, "Hiburlah hati itu sesaat demi sesaar,
karen4hati itu bila dipaksakan sesurtuyangtidak disukai bisa buta."
-Beliau
berkata pula, "Sesungguhnya lati itu bisa ienuh seperti
badan. oleh karena itu carilah segr-seg kebijaksanaan demi keien-
tingan hati."
Abu Ad-Darda berkata, 'sesungguhnya aku perlu menghiburhatiku
dengan hiburan supaya dapat menguatkannya dalam milaksanakan
kebenaran."
Imam Ghazali memberikan jawaban terhadap orang yang berpen_
dapat bahwa nyanyian adalah kesenangan yan! melailaikan-dan per-

692
mainan, deng;an jawaban sebagai berikut:
"Memang demikian, dan dunia itu seluruhnya adalah kesenangan
atau hiburan dan permain4n .... Dan bercumbu dengan istri itu pun
adalah hiburan, l@cuali menrnam benih anak. Begttu pula gprau
yang tidak disertai dengan perkataan yang kotor adalatr halal, seba-
gaimana diriwayatkan dari Basulullah saw. dan para sahabat.
Tidak ada permatnan yang melebihi kerasnya permainan orang.
orang Habasyah, namun demikian terdapat nash sahih )rang mem-
perbolehkannya. Saya katakan bahwa hiburan itu dapat mengisdra-
hatkan hati dan meringankan beban-beban pikirannla. Hati i$ bila
tidak senang atau dipalsa bisa menjadi buta, dan menyenangkannya
itu bisa membannrnya dalam menghadapi hd-hd yang serius.
Maka orang yang pekeriaannya berpikir umpamanya, seyogianya
ia libur pada hari fum'at, karena libur sehari itu akan dapat mem-
bantu menimbulkan semangatnya pada hari-hari lain. Dan orang
yang rajin melakukan shalat-shalat nafilah setiap waktu, sayogianya
ia istirahat pada wakru-waktu t€rtentu. IQrena itu tidak disukai
melakukan shalat pada waktu-wakfu tert€ntu.
lvlaka berlibur dalam hal ini dapat membantu untuk menjalankan
peke$aan, dan hiburan dapat membantu seseorang untuk melaku-
kan kesungguhan. Di samping itu, tidak adayangnumpu berkutat
dalam keseriusan dan kesungguhan terus-menerus lccuali liwa para
nabi a.s.. Dengan bqgtu, hiburan dapat menjadi penpbat hafi dari
penyakit jenuh dan ledh, Maka sudah selayaknya hibunn iqr
mubah, tstapi fangan banyak.banyak, sebagaimana halnya obat
tidak boleh berlebihan,
Apabila permainan atau hiburan dilakukan dengan niat seperti
itu, maka dinilai sebagai qurbah (mendekatkan diri kepada Allah).
Bagi orangyang belum dapat m€nggerakkan sifat terpuji dari hatinya
dengan mendengarkan nlanyian --padahal pertu unurli digeraldran-
bahkan ia hanya merasakan kelezatan dan istirahat semata-mati,
maka sangat disukai bagrnya untuk mencapai maksud seperti yang
saya sebutkan.
Memang, hal ini menunfukkan kekurangian orang yang bersang-
kutan dari puncak kesempurnaan, sebab orangyang sempurna ialah
orang yang tidak perlu menyenangkan hatinya dengan selain kebe-
naran. Tetapi perlu diingatbahwa kebaikan orang-orangabrar (yang
baik-baik) itu masih merupakan kejelekan bagi orang-orang muqura-
bin (yang sudah mencapai deralat dekat pekati dengan Allah). Dan
orang yang menguasai ilmu mengobati hati (psikiater) --dengian
I
menggunakan terapi lemah lembut terhadap pasiennya kemudian
membawanya secara perlahan kepada kebenaran-- ia tahu dengan
pasti bahwa menyenangkan dan nielapangkan hati dengan cara-cara
sepeni inr merupakan obat yang sangat berguna dan amat diperlukan. "
Demikianlah uraian Imam Ghazali dalam al-thya,, ;Kitab as-
Sima'", halaman 1152-1153. Dan ini merupakan pembicaraan yang
halus dan bagus, yang mengungkapkan rutr-Islam yang sebenarriya.

Golongan yang Memperbolehkan Nyanytan


Itulah ddil-dalil yang diambil dari nash-nash Islam dan qawa'id-
nya yang memperbolehkan nyanyian. Dalil-dalil itu sudah cukup dan
mgmqdgi tidak ada orang yang mendukungnya Aan tiOat
-meskipun
ada ahli fiqih yang mengatakan begitu- Nah, bagaimina lagi jika
banyak orang yang menyatakan dukungannya, bfuk dari kaEnlan
sahabat, tabi'in, pengikut mereka, dan para fuqaha?
Maka cukuplah bagi kita riwayat tentang-penduduk Madinah
(yang-terkenal wara'), golongan zhahiriyah (yang t€rkenal sangat
ketatlerpegang pada zhahir nash), dan kaum suh --yang terkeial
amat keras berpegang pada'azimah (kewafiban semula) dan tiaat suta
memilih rukhshah-- bahwa mereka memperbolehkair nyanyian.
Imam Syaukani berkata di dalam Nailut-Authar:
'Penduduk Madinah dan orang-orang yang menyetuiuinya dari
kalangan gllma Ahli Zhahir dan sejumlah ahlftasawuf b-erpendapat
ryemperlglehkan nparqrian, meskipun dengan menggunakan kec.ipi
dan seruling. Ustadz Abu Manshui A-nagfaaai asy:5]raf i menceri-
taka_n di dalam karangannya mengenai masalah os-sima, (pendengar-
an) bahwa-Ab{ullah bin fa'far tidak menganggap terlarang terha-<lap
nyanyian, bahkan ia menciptakan lagu unnrk budak-budak perem-
puannya, serta mendengarkan nyanyian mereka dengan mengguna-
kaq alat musiknya. Hal ini teriadi pada masa pemerintahan Amirul
Mukminin Ali r.a..
Ustadz Abu Manshur juga mengisahkan cerita sepefti itu dari
Qadhi Syuraih, Sa'id bin al-Musalyab, Atha'bin Abi Rabah, az-Zuhi,
dan asy-Sya'bi."
Imam al-Haramain (di dalam an-Nihayah) dan Ibnu Abiddunya
berkata, "Orang-orang tepercaya meriwayatkan dari para ahli sejarih
bahwa Abdullah l&lnuzZuber mempunyai beberapa budak perempum
yang pandai bermain kecapi. Dan Ibnu Umar pernah menemui Ibnuz
Zuber yang di sebelahnya terdapat kecapi, lalu Ibnu Umar bertanya,
'Apakah ini, wahai sahabat Rasulullah?' Malta lbnuz Zuber meng-

694
ambilnya dan memberikanqya kepada Ibnu Umar. tGmudian lbnu
Umar mengamatinya seraya bertanya, 'Ini timbangan buatan negeri
Syam?l lbnuz Zuber menjawab, 'Untuk menimbang plkiran.'"
Al-Hafizh Abu Muhammad Ibnu Hazm meriwayatkan dalam se-
buah risalah t€ntang as-sittw'(pendengaran) dengan sanadnya dari
Ibnu Sirin, beliau berkata, "seorang laki-laki datang ke Madinah
{engan membawa beberapa orang budak perempuan, lalu ia singgah
di tempat lbnu Umar, dan di antarabudak-budak inr adayangpandai
mgmukul rebana (bermain musik). Kemudian datang seorang laki-
laki, lalu pemilik budak itu menawarkannya, tetapi tatti-taH itu tidak
tertarik kepada budak-budak tersebut. Ibnu Umar berkata, 'pergilah
kepada orang yang lebih pas beriual beli denganmu daripada orang
ini.' Pemilik budak itu bertanya, 'Siapakatr yang kau maksud?' Ibnu
Umar menjawab, 'Abdullah bin fa'far.' Lalu pemilik budak itu mena-
warkan budak-budaknya kepada Abdullah bin fa'f,ar, dan disuruh-
nya salah seorang budak meng;ambil kecapi, lantas budak itu meng-
ambilnya, lalu menyanyi. Maka terjadilah iual beli dengan Ibnu fa'far
itu. Set€lah itu laki{aki t€rsebut kembali mendatangi Ibnu Umar ...
hingga akhir cerita."
Pengarang V,rtab al- Aqd, al-Allamah al-Adib Abu Umar al-Anda-
lusi meriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar pernah datang ke
rumah Ibnu fa'far, lalu didapatinya seorang budak peremprnn milik
Ibnu ]a'far yang di dalam kamarnya terdapat kecapi. ttemudian tbnu
fa'far bertanya kepada lbnu Umar, "Apakah Anda menganggap hal
ini terlarang?" Ibnu Umar menjawab, "Tidak apa-apa.'
Al-Mawardi meriwalatkan dari Muawiph dah Amr bin Ash bahwa
mereka berdua pernah mendengar kecapi di rumah Ibnu fa'far. Dan
Abll Farqj al-Ashbahani meriwayatkan bahwa Hasan bin Tsabit per-
nah mendergar nyanyian lz?atul iliaila'dengan menggunakan ltecapi,
sedangkan sya'ir yang dinyanyikannya adalah sya'ir ciptaan Hasan
bin Tsabit.
Abul Abbas al-Mubanad juga menceritakan seperti itu.
Al-Adfawi menceritakan, Umar bin Abdul Aziz suka mendengar
budak-budak perempuannya men;ranyi, sebelum dia meniadi khalifah.
Ibnu Sam'ani meriwayatkan tentang diperbolehkannya menyanyi/
mendengarkannya dari Thawus, dan pendapat ini juga diriwayatkan
Ibnu Qutaibah dan pengarang al-Imu' darf Qadhi Madinah Sa'ad bin
Ibrahim bin Abdur Rahman az-Zuhrl,dari kalangan tabi'in. fuga diri-
wayatkan oleh Abu Yala al-Khalili dalam at-rrsyad dari Abdul Aziz
bin Salamah al-Majisyun, mufti Madinah.
Ar-Ruyani meriwayatkan dari al-Qaffal bahwa mazhab Malikbin
Anas memperbolehkan nyanyian dengan menggunakan alat-dat
musik. Ustadz Abu Manshur al-Faurani meriwayatkan dari Imam
Malik kebolehan menggunakan kecapi. Sedangkan Abu Thalib al-
Makki merlwayatkan dalam qufiit-eulub dari Syu'bah bahwa SJru'bah
pernah mendengar tambur di rumah al-Minhal bin Amr, seorang ahli
hadits yang terkenal.
Abdul Fadhl bin Thahir meriwayatkan dalam karyanp mengenai
masalah pendengaran @s-sima) bahwa tidak ada perbedaan pendapat
di kalangan ulama Madinah tentang bolehnya bermain kecapi.
Ibnu Nahwi berkata di dalam al-Itmilah,'Ibnu Thahir berkata,
'Pendapat itu sudah menjadi kesepakatan (ijma') penduduk Madi-
nah.' Selaniutnya lbnu Thahir berkata, 'Begitu pula pendapat seluruh
Ahli Zhahir, tanpa kecudi.' Al-Adfawi berkata, 'para ahli riwayat
tidak berbeda pendapat dalam menisbatkan kebolehan memukul
rebana (bermain musik) kepada Ibrahim bin Sa'ad yang telah dise-
butkan sebelumnya, dan dia adalah salah seorang periwayat hadits
yang seluruh iamaah ahli hadits meriwayatkan haditsnya.'"
Al-Mawardi meriwayatkan kebolehan bermain kecapi dari seba-
gian ulama Syaf iyah. Hal ini juga diriwayatkan oleh Abul Fadhl
Ibnu Thahir dari Abu Ishaq asy-Syirazi. Diriwayatkan juga oleh al-
Isnawi ddam kitab al-Muhimmat dari ar-Ruyani dan al-Mawardi. Iuga
diriwayatkan oleh lbnu Nahwi dari Usadz Abu Manshur. Diriwayat-
kan oleh Ibnu Mulqan dalam al-umdah dari Ibnu Ttrahir, diriwayatkan
oleh al-Adfawi dari Syekh Izzuddin bin Abdus Salam, juga diriwayat-
kan oleh pengarang kitab al-Imta' dari Abu Bakar hnu Arabi. Dan al-
Adfawi menetapkan kebolehannya!
Mereka seluruhnya mengatakan tentang kebolehan mendengar
nyanyian yang diiringi dengan aht-alat biasa dikeryl --yakni alat-
alat musik.
Adapun mengenai nyanyian tanpa menggunakan alat musik, maka
al-Adfawi menulis dalam al-tmta', "sesungguhnya Imam Ghazali di
dalam sebagian karya fiqihnya meriwayatkan kesepakatan para
ulama atas kehalalannya. Ibnu Thahir meriwayatkan ijma' sahabat
dan tabi'in atas kebolehannya. At-Taj al-Fazzani dan Ibnu Qutaibah
meriwayatlan ijma' penduduk Haramain akan kebolehannya. Ibnu
Thahir dan Ibnu Qutaibah juga meriwayatkan ijma' ahli Madinah
atas kebolehannya itu. Al-Mawardi berkata, 'Ulama-ulama Hijaz se-
lalu memperbolehkannya pada hari-hari utama dalam setahun lang
diperintahkan melakukan ibadah dan dzikir padanya.'"

696
Ibnu Nahwi berkata dalam al-Umitah:
'Kebolehan menyanyi dan mendengarnya ini diriwayatkan dari
segolongan sahabat dan tabi'in. Dari golongan sahabat antara lain
Umar (sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dan lainnya),
IJtsTan (sebagaimana diriwayatkan oleh al-Mawardi dan pengarang
kitab al-Bayan, yaitu Imam ar-Raf i), Abdur Rahman bin Auf (se"erti
yang diriwayatkan lbnu Abi Syaibah), Abu Ubaidatr bin al-fanih-(se-
bagaimana diriwayatkan oleh Ibnu eutaibah), Abu'Mas,ud al-
Anshari (seperti diriwayatkan oleh al-Baihaqi), Bilal dan Abdullah
bin al-Arqam serta Usamah bin Zaid (sebagpimana diriwayatkan
oleh al-Baihaqi), Hamzah (sebagaimana diriwayatlen dalam Shahih
al-Buhhari),Ibnu Umar (sebagaimana diriwayatkan oleh lbnu Thahir),
al-Barra' bin Malik (seperti diriwayatkan oleh Abu Na'im), Abdullah
bin fafar (sepefti diriwalatkan oleh Ibnu Abdil Ban),.ebdu[ah bnuz
ltber (sepeq diriwayatkan olCh ^a,bu Thdib al-Makki), Hasan (se-
bagaimana diriwayatkan oleh Abul Faraj al-Ashbahani), Abduilah
bin Amr (seperti diriwayattan oleh Zuber bin Bakar), eurzhah bin
IQ'ab (seperti diriwayatkan oleh Ibnu eutaibah), Khuwat bin Juber
dan Rabah al-Mu'tarif (sebagaimana diriwayatkan oleh pengarang
kitab al-Aghani), Mughirah bin Syu'bah (sebagaimana dirir,vayatkan
oleh Abu Thdib al-Makki), Amr bin Ash (sebagaimana diriwayatkan
oleh al-Mawardi), Aisyah dan ar-Rubalyi' (sebagaimana diriwayat-
kan dalam Shohih al-Buhlwn), dan lain-lainnya.
Adapun dari kalangan tabi'in adalatr Sa'id bin al-Musalryab,
Salim bin Abdullah bin Umar,Ibnul Hasan, Khariiah bin Zaid, Syu-
raih al-Qadhi, Sa'id bin fuber, Amir asy-Sya'bi, Abdullah bin Abi
Atiq, Atha' bin Abi Rabah, Muhammad bin Syihab az-Zuhi, Unar
bin Abdul lua, dan Sa'ad bin Ibrahim az-Zuhn.
Sedangkan orang-orang yang menglkuti pendapat mereka adalah
sejumlah manusia yang tidak terhitung oleh Imam Empat, Ibnu Uyal-
nah, dan jumhur ulama Syafi'iyah."
Demikianlah ket€rangan Ibnu Nahwi. Bqgtu juga yang dikemu-
kakan Imam Syaukani dalam Nailul-Authar,juz 8, halaman 264-266.

Ketentuan dan S),arlt-cl|arat yang Harue lXpelthara


Dalam hal ini saya tidak lupa menyertakan beberapa ketentuan/
syarat yang harus dipelihara dalam fanra tentang mendengar n1a-
nyian ini.
1. Telah saya isyaratkan dalam awal pembahasan bahwa tidak
-,

se-mll nyanyian iar mubah, karena temanya harus sesuai dengan


adab dan aiaran tslam.
Misalnya barts nyanyian yang berbunyi: "Dunla adalah rokok
dan gelry (mlnuman keras)", felas lirik ini bertentangan dengan
4** tslan yug menqanggap khamar (minuman t erasl itu rso-tor,
dari perbuaan setan, dan melaknat peininum fhamar, pemeras-
nya, penjualnya, pembawanya, dan semua orang yang memban-
tunya. Demikian juga rokok, ia merupakan bfiya yang cuma
akan menimbulkan mudarat terhadap tubuh, jiwa, dair hia.
Nyanyian-nyanyian yang memuji orang-orang zalitrl, ttraghut-
-
thaghut, dan penguasa-penguasa fasik, padatrf umat kitaliufi
deng;an adarrya orang-orang seperti itu. Selain itu, juga bertenta-
ngan dengem aiaran lslam, yang mengutuk oran!-onng zalim
dan setiap.oraqgyang mgmbanru mereka, bahkan terhada[ orang
yang berdiam diri terhadap mereka. Nah, bagaimana lagi iengan
orang yang memuji mereka?t
Demikian pula nyanyian-nyanyian yang memuji-memuJi lelaki
-
dan wanita mata k€raniang adalah nyanyian yang berteritangan
dengan adab Islam, sebagaimana diserukan ttitab Sucinya,
"l(atalranlah ke@ laki-laki lang briman, ,Hendakkh metela
menahan pnfunganny ...!- (an-Nur: B0)
"Dan katakanlah kepda wanitayng beriman, 'Henful<Iah merelca
menahan pfiangnnya...I- (an-Nur: E I )
Dan Rasulullah saw. telah bersabda:

3-fr ';r',:?#i'a3$i Jt*,!iV


/{;Ji6!,1-,'.lsl}bl(
Walrai Ni, janganlah kamu ihtti pndangn e,ang prtann) de-
ngan Wrdangan gang kdua). I<arcna engfuu lwrya dip*enan-
hn dengn Wfungan pftama itu, dan ti&h'dip*enanl<an
untuhnu pfiangan yry kdua (&n *terasnln).,

2. layadan penampilan juga mempunyai arti penting. fradang-ka-


dang isi nyanyian itu tidak terlaiang dan fidak buiuk, tetai'i pe-
nampilan san-g penyanyi di dalam membawakannya dengannida
dan gaya sedemikian rupa, sengaia hendak mempengiruhi dan

698
membangkitkan nafsu dan hati yang berpenyakit, maka keluarlah
nyanyian-nyanyian itu dari daerah mubah ke daerah haram,
syubhat, atau makruh, seperti nyanyian-nyanyian yang biasa
disiarkan untuk orang banyak dan dicari oleh para pendengar
laki{aki dan perempuan, yaitu lagu{agu yang menekankan satu
aspek saja, aspek nafsu seksual dan yang berhubungan dengan
cinta dan kerinduan, dan menyalakannya dengan berbagai cara,
khususnya bagi anak-anak muda.
Al-Qur'an memberi wejangan kepada istri-istri Nabi seperti ber-
ikut:

fr"#,to5i'#$i;,#{t
kamu tunduk dalam brbican *hinga be*eingtn-
"... Janganlah
anhh onngyang ada penyakit dalam hatinya.... "(al-AhzaD: 52)

Nah, bagaimana lagi jika ketundukan perkaaan itu disertai de-


ngan irama, lagu, dan nada-nada yang menggetarkan dan mem-
pengaruhi perasaan?!
3. Nyanyian itu jangan disertai dengan sesuatu yang haram, seperti
minum khamar, menampakkan aarat, atau pergaulan dan per-
Glmpuran antara laki-laki dan perempuan tanpa batas. Inilah
yang biasanya tfriadi dalam pergelaran ryranyian dan musik sejak
umnan dulu. Iurlah yang tergambar dalam pikiran kedlta disebut-
sebut rcntang nyanyian, apalad ltka penyanyinya perempuan.
Inilah yang diftniuki oleh hadits Nabi saw. yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dan lainnya:

q!;Q,Gac{te,I,stfrgi
, ,1/zll o ))- / ). /s) t/ q e<
,
:2qlrg*qitoe,)<WW> t,

J5;!i'F,nJiiJ-X-,ol-;ft \is
,g-)?iTxg@i;{i'
"Sungguh al<an ada manusia-manusia dad umatfuyangmeminum
L:Inmar fun mercka namai dengan nama hin, diryanyikn pda
keplarya dengan alataht musik dan biduanita-biduanita. Allah
I
akan menengelanbn merc*a ke dalam bumi dan manJdilran
merfu (Wrd) ken &n bbi."
Perlu saya peringatkan di sini tentang suatu masalah penting,
yaitu bahwa unilk mendsngarkaq nyanyian --pada anm n
dahulu-- seseorang harus daang ke rcmpat pementasan nya-
nyian itu. Dia harus bercampur baur dengan para biduan dan
biduanita serta piua pemain dan penguniung )rang lain, yang
jarang sekali pementasan seperd int selamat dart hal-hal yang
dilarang syara' dan dari hal-halyangdibenci aganlr- Tetapi seka-
rang orang bisa saja mendengarkan nyanyian dl t€mpat,rangiauh
dari penyanl dan pemenasannya, yang tldak diragukan lad hal
ini merupakan unsur yang meringankan terhadap masalah terse-
but, sehingga cenderung diizinkan dan diberi kemudahan.
4. Manusia tidak hanya terdiri dari perasaan, dan perasaan itu
bukan cuma cinta semata-mata, cinta itu sendiri bukan khusus
untuk wanita saia, dan wanlta tldak hanya terdlri dari tubuh dan
syahwat. Oleh karena ihr, kita harus menekan arus deras nya-
nyian-nyanyian yang sentimentil. ttita juga hendaklah melaku-
kan pembagian yang adil di antara nyanyian, progfiun, dan selu-
ruh lcehidupan kita. Hendaklah kia menyeimbangkan antara
agann dan dunia, begitupun dalam kehidupan dunia harus se-
imbang antara hak pribadi dan hak masyankat; dalam lehidupan
pribadi harus seimbang antara akal dan perisom; dan akan hal-
nya perasaan haruslah kita menyeimbarUkan antara seluruh per-
asaan sebagai lalaknf manuoia y"ang berupa pcrasaan cinta,
benci, cemburu, semangat, berani, rasa kebapakan, keibuan, per-
saudaraan, persahabatan, dan sebagainya. Masing-masing per-
asaan itu mempunyai hak.
Berlebih-leblhan dalam menonJolkan salah satu perasaan
haruslah memperhitungkan perasaan-perasaan lainnya, harus
memperhiarngkan pikiran, jiwa, dan lahendak sendiri, harus
memperhitungkan masyarakx, keistimewaan, dan kedudukan
mereka, dan harus memperhiurngkan aguma, teladan yang dibe-
rikannya, idealismenya, dan pengarahan-pengarahannya.
Sesungguhnya ad-Din (Islam) mengharamkan sikap berlebih-
lebihan dalam segala hal, sampai dalam hal ibadah sekalipun.
Maka bagaimana menurut pikiran Anda, berlebih{eblhan dalam
permainan dan hiburan yang menyita wak;tu, meskipun (hukum
asalnya) mubah?l

700
Ini menunjukkan kosongnya pikiran dan hati dari kewaiiban-
kewajiban yang besar dan tuiuan-tujuan yang luhur, iuga menun-
jukkan tersia-siakannya banyak hak yang seharusnya ditunaikan
sesuai kebutuhannya dari kesempatan manusia yang sangat ber-
harga dan dari usianya yang terbatas. Alangkah t€pat dan men-
dalamnya apa yang dikatakan oleh Ibnul Muqaffa', "Aku tidak
melihat isral (sikap berlebihan) melainkan di sampingnya ada hak
yang tersia-siakan." Dan di dalam hadits disebutkan:

'13,+t*t1rrEttru<{5:t3*.1,j
1't
*'ci
I
/z .

f*e;
) ,..tr.. -{r,'r,.
'CA15, )t3L)3t3 ;.lA
-L
)4**:t(ulvl
z--r- :
"Tidaklah onngyng funkal itu beranglcat kecuali untuk tiga hal,
kepalahan untuk mencari kebutuhan hidup, mencari bel<al unfuk
akhinl atau mencari kelezatan yang tidak haram."
Karena itu hendaklah kita membagi waktu kifa di antara ketiga
hal ini dengan adil, dan hendaklah kita tahu dan menyadari
bahwa Allah akan menanyai setiap manusia mengenai umurnya,
untuk apa ia habiskan, dan inasa mudanya, untuk apa pula ia
habiskan.
5. Setelah melalui penjelasan seperti ini, sekarang tinggal masing-
masing pendengar (dan penyanyilpemusiknya; peni.) yang men-
jadi ahli fiqih dan mufti (yang menetapkan hukum) bagi dirinya
sendiri. Apabila nyanyian atau sejenisnya itu menimbulkan rang-
sangan dan mendatangkan fitnah, menyebabkan dia tenggelam
dalam khayalan, dan sisi kebinatangannya mengalahkan sisi ke-
rohaniannya, maka hendaklah ia menjauhinya seketika itu juga,
dan menutup rapat-rapat pintu berhembusnya angin fitnah ke
dalam hati, agama, dan akhlaknya, sehingga hatinya dapat beris-
tirahat dan merasa t€nt€ram.

,angan Mudah Mengatakan Haram


Saya tutup pembahasan ini dengan kata terakhir yang saya tuju-
kan kepada yang terhormat para ulama yang sangat ringan lisannya
dalam mengucapkan kata-kata "haram" yang sering mereka ucapkan
pada waktu memberi fanua dan dalam pembahasan-pembahasan

701
mereka ketika mereka menulis. Hendaklah mereka mengingat Allah
ketika mengucapkan kata-kata serta menyadari bahwl tiha-kaa
"haram' itu merupakan perkaaan yang membahayakan, karena
yang dimaksrrd oleh kaa-kaa ini ialah dtkenakannyahukuman/sik-
saan dari Allah rcrhadap perbuatan (yangdikatakan haram) itu. Dan
hal ini tidak dapat dikeahui dengan menerka-nerka dan'kelakar,
ddak pula dengan hadtts dhaif, dan tidak juga dengan semata-mara
yang termaktub dalam kitab terdahulu. Tetapi pengharaman suatu
masalah hanya dapat dikeahui melalui nash yang satrit aan shanh,
atau irma'.yang mukJabar dan sahih. tralaulah ddak terdapat dasar
yang demikian, maka daerah kemaafan dan kebolehan itu adalah
Iuas, dalam hal ini terdapatteladan yang bagus pada para salafyang
saleh.
Imam Malik r.a. berkata, 'Tidak ada sesuaflr yang lebih berat bagi
saya daripada saya ditanya tentang suatu masalah, halal atau haram,
karena ini merupakan sesuatu yang qatht (pasti) dalam hukum Allah.
Saya dapati ahli-ahli ilmu di negeri kami, iika ditanya t€ntang suahr
masalah, seakan-akan mereka sedang dihadapkan liepada keiratian.
sementara saya lihat orang-orang pada zaman kita sekarang ini suka
berbicara
Fntang fatw_a, dan seandainya mereka menge6hui apa
yang balel mereka hadapi, niscaya mereka altan menyedititkan tial
ini. Adapun Umar bin Khaffab, Ali, dan sahabat-sahabat besar lain-
nya,
-apabila $nghadapi persoalan-persoalan --padahal mereka
adalah sebaik-baik generasi kenabian Nabi Muhamrnad saw.--
mereka me-ngumpulkan satrabat-satrabat yang lain (barangkali ada
informasl dari Nabi saw. ]rang mereka ketihui, aau tiagainuna pan-
dangan mereka mengenai masalah ini), lemudian meieka t€taikan
falwa menggnai masalatr tersebut. SeUangkan orang-orang ?;n:rrrt
selorang suka membanggakan diri, yang dengan deriifianlerbuka-
lah pagt mereka pintu kezaliman menurut Edar ukuran masing-
masing."
Imam.Malik juga berkaa, "Orang-orang salaf yang menjadi
paryq1 dan ryenjadi sandaran Islam, tidak pemah mingaiakan,''Ini
hdal dan ini haram.' Tetapi mereka suka mengatakan,-,Saya tidak
r1i d3n o1ra pandang b(gini., Sedangkan-menetapkan hukum
-sulcq
hdd dan haram, malca yang demlkian itu-adalah mery|ada-ada ter-
hadap Allah. Apaleh Anda ridak mendengar Rrman,t[ah,

ti6ii33i1,,;:;.-;&f"t',efV3::ij
702
ai;Gi'ien?J<,'Jffl.Str,
"lhtalcanlah, Tenngkanlah kepdaku tentang rczeki yang diturun-
kan Nlah kepdamu, lalu l<amu jadikan xfugiannya hanm dan
(*fuginrya) halal.' I<atal(anlah,'Aplrah Nlah telah memfurikan
izin kepdantu (tentang ini) atau kamu mengada-adal<an sr,ja ter-
hadap NIaItT lYuunius: 59)

Sebab, yang halal ialah apa yang dihalalkan Allah dan Rasul-Nya,
danyangharam itu ialah apayangdiharamkan Allah dan Rasul-Nya."
Imam Syaf i meriwayatkan dalam al-tJmm dari Imam Abu Yusuf,
sahabat Imam Abu Hanifah, beliau berkata, "Saya dapati syekh-
syekh kita dari kalangan ahli ilmu, di dalam memberi fatrua itu
mereka tidak suka mengatakan, 'Ini halal dan ini haram', kecuali apa
yang terdapat keterangannya secara jelas dalam Kitab Allah lvtawa
f alla tanpa memerlukan penafsiran. "
Sementara itu, as-Saib rncnceritakan kepada kami (Imam Syafi'i)
dari Rabi' bin lthaitsam - -s@rang tabi'in yang agung-- bahwa beliau
berkata, "Janganlah salah seorang di antara kamu mengatakan, 'Se-
sungguhnya Allah t€lah menghalalkan ini atau meridhainya! Lantas
Allah menempelak dengan mengatakan kepadanya, 'Aku tidak
menghalalkan ini dan tidak meridhainya.' Dan jangan sampai ber-
kata, 'Sesungguhnya Allah t€lah mengharamkan ini,' lalu Allah
menyangkal, 'Engkau berdusta, Aku tidak mengharamkannya dan
tidak melarangnya.'"
Sebagian sahabat kami menceritakan kepada kami dari Ibrahim
an-Nakha'i bahwa beliau bercerita mengenai sahabat-sahabat beliau
bahwa apabila mereka berfanra tentang sesuatu atau melarangnya,
mereka mengatakan, "Ini tidak disukai, dan ini tidak apa-apa." Ada-
pun untuk mengatakan ini halal dan ini haram, maka yang demikian
itu dianggap perkara yang terlalu besar.'
Demikianlahyang dikemukakan oleh al-Qadhi Abu Yusuf dan di-
kutip oleh lmam Syafi'i, dan tidak ada seorang pun yang menyangkal
kutipan ini beserta kandungannya, bahkan sebaliknya mereka
mengakuinya. Dan tidaklah seseorang mengakui sesuatu melainkan
karena ia meyakini kebenarannya.
Dan Allah berfirman:

6{,31:-(iAi3f.4.U\#QAfi{:
A&ifi :fi 'rfrr{,$L:;;;,:rASWg
"Dan
6i;FJ
juganlah hnu maryatalan tqWp ap yang dfifiitt-futt
oleh lifuImu *cata dus/ra'ini tnlal dan ini hatann', untuk meng-
a&-adakan lcebhongan terhadap Nlah" Wngptnn onngmng
mengafu-a&kn kebhongan bmadap Nhlt tidalclah bruntung."
(an-Nahl: I16)

I
PftTBA|AXAN PTSAWAT TEnBANG
DAIATI PANDANGAN ISIATT

Pertanyaan:
Tentunya Ustadz j'rga merasakan seperti apa )rang kami rasakan
-
dengan adanya pemtaiakan pesawat terbang fuwait, dengan segala
penderitaan yang dlalami oleh para penumpangnya yang Uaat Ircr-
salah, baik dart kalangan wanlta, orang nra,-'maupun-anak-anak
muda. Selama enam belas harl mereka hidup dalam lcetakutan dan
kesedihan dengan dibelenggu di tempat duduk mereka, tidak dapat
bergerak dan ddak tatru mereka akan dlbawa ke mana. Bahkan kapan
safa para pembafak iildapat merusak alql dan saraf mereka, misal-
nya qglgtn meledakkan pesawat sehlngga hanorr semua orangyang
4? di 94*ny?, atau melepaskan peluru kepadapada siapa sayayangai:
kehendakinya dari_ penumpang-penumpang itu. kenlraiaannya,
mereka telah membunuh para penumpang dengan cara yang menge-
rikan da1 melemparkan bangleinya dari atas pesawat, itengan Uiiak
menfaga kehormatan maylt, martabat manusla, dan hak musltm.
Tra$snya, para penyandera itu membawa-bawa nima Islam, dan
mendakwakan bahwa dengan berbuat begitu mereka mengabdi ke-
pada Islam dan berdndak unhrknya. Mere*a juga menanyakan
waktu-waktu shalat dan puasa, dan memberi nama pesawat niereka
dengan "Thairatusy-grahadah' (pesawat unftk Syahid), dan mereka
memandang diri mereka sebagai mujahid (peiuang) dan syuhada.
Pertanyaan kamt ialah bagaimana pandangan Islam terhadap

704
pembajakan pesawat udara yang menimbulkan penderitaan kepada
grang-orang yang tak bersalah, karena dosa yang dilakukan orang
lain --seandainya memang ada yang berbuat dosa--- dan bagaimana
Islam memandangtuiuan pembajak itu baik dengan motivasikeagama-
an atau kebangruan?
liami tahu bahwa Ustadz mengomenhri perbuatan ini dengan
pengingkaran yang sangat keras beberapa kali. Namun ltami ingin
mgnget1hgi penjelasan hukum syara' deng:rn dalil-dalitnya dari
Kitab Allah yang mulia dan Sunnah Nabi-Nya yang terhormlt, agar
p!1asa yang binasa dengan jelas, dan agar f,idup orang yang
-orang
hidup dengan jelas.
Semoga Allah memberilen taufiq kepada l)stadz, dan menjadikan
Ustadz penerang jalan.

Jautaban:
Memang saya merasakan tragedi pembajakan pesawat dengan
hati dan perasaan saya. Begitu j'rga berjuta-iuta anak manusia sehin
ffiy4 yang hdtinya tidak keras "seperti bahr atau lebih keras tagi"
(al-Baqaralr: 74) sebagaiftma karakter Bani Israil dulu, seperti yang
diterangkan oleh Allah.
Saya telah menyatakan pengingkaran terhadap perbuatan ini ke-
tika itu dalam suatu ceramah yang disiarkan lewhf televisi Dauhah,
sebagaimana saya juga mengingkari tindakan serupa seiak beberapa
tahun melalui acara 'Hadyul Islam" yang disiarkan televisi eatar
Yang disandera pada waktu itu memang bukan bangsa Arab dan
luk"! pula kaum muslim, tetapi menganiaya manusia )rang tidak
bersalah itu adalah perbuatan dosa dan tergolong tindak pidana, apa
pun agama orangyang dianiaya, apa pun tanah air dan kebangsaan-
nya, dan siapa pun yang melampaui batas itu, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.
Dalam hal ini Islam tidak mempergunakan dua takaran sebagai-
mana yang dilakukan oleh lsum yahudi yang suka mengubah se-
suatu. Mereka mengharamkan suatu macam bentuk muamalah ter-
lr?dup sesama kaum Yahudi, yang mereka hdalkan jika mereka per-
lakukan kepada kaum lain.

hnsip-prlnsip Asaet Islam


Ingin saya jelaskan di hadapan saudara penanya beberapa prinsip
yang diambil dari Al-Qur'anul lerim dan Sunnah muthahharah.
I
Hnctp Pettama: Ilaram Menganiaya O mg Tak Betsafah
Islam tidak memperbolehkan menganiaya ata'u berbuat melam-
paui batas terhadap orang yang tak bersalah, bagaimanapun keada-
annya dan siapa pun orangnya, baik berbuat aniaya terhadap diri
orang tersebut, kehormatannya, atau hartanya, walaupun yang
menganiaya itu berkedudukan sebagai amir atau khalifahyang telah
dibai'at. Maka kekuasaannya itu tidak menJadilon dia hdal menum-
pahkan darah orang lain, merampas hartanya, merusak orangnya,
dan merusak kehormatannya. Pada waktu haii wada', Nabi saw.
mengumumkan di hadapan manusia bahwa darah manusia, hafia,
dan kehormatan mereka itu haram atas sebagian yang lain, dengan
pengharaman yang abadi hingga hari kiamat.
Pengharaman ini tidak terbatas terhadap kaum muslim safa, bah-
kan meliputi kaum muslim dan nonmuslim yang tidak memerangi
kaum muslim. Sehingga dalam kondisi perang pun, Islam tidak mem-
perbolehkan membunuh orang yang tidak ikut berperang, seperti
wanita, anak-anak, dan orang-orang lanjut usia, sehingga rahib-
rahib yang mengasingkan diri untuk beribadat di dalam biara-biara
mereka tidak boleh dibunuh, bahkan mereka harus dibiarkan dalam
aktivitas yang mereka lakukan.
Itulah yang menyebabkan para sefarawan Barat yang insaf meng-
atakan, "Seiarah tidak mengenal penakluk yang lebih adil dan lebih
penyayang daripada bangsa Arab, yakni kaum muslim.'
Lebih dari ifir, Islam mengharamkan menganiaya binatang yang
tidak berakal. Maka bagaimana pendapat Anda mengenat manusia
sebagai makhlnk yang mulia?
r Di dalam kitab sh4hih at-Buhhafi dtriwayatkan sebuah hadits dari
Nabi saw.:

,-(*Li;D#t1i".=g":;9,'"-t
t /2-//

E KE\ii<iA$S,QK;JK6ta
"rrLve*-
"hhwa wnngwanita akan masuk nenkA lc,rena mengun ng
ekor kucingdengn tidal< memfurirya mahn dan tihlc meleps-
lanryn untuk mqnkan binatang-binatang (*ranga) tanah."

706
_ Maka, bagaimana lagi dengan orang yang mengurung manusia
dan menakut-nakutinya, dan menjadikan mereka setiap hari dalam
keguncangan jiwa, ketakutan, dan kesedihan?
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nu'man bin Basyir, ia
-
berkata, "I(ami pernah bersama-sama Rasulullah saw. dalam-suatu
perialanan, lalu ada salah seorangyang mengantuk di atas kendara-
annya. Kemudian ada orang lain yang mengambil anak panahnya
dari tabungnya, lalu ia terbangun dan terkefut ketakutan, kemudiin-
Rasulullah saw. bersabda:

Gp,oht).C.eg-ij,*tk*
Tidak halal bagi **onang untuk menakut-nakuti orang mus-
lim.406

Dan diriwayatkan oleh al-Bazzar dari hadits Ibnu Umar secara


ringkas dengan lafal:

tAyil'dii,i Er;/,lJ:'1
Tidak halal bagi wnng muslim menalatt-nalruli onng mushm
lairu4ta"

Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi l aila dari beberapa
orang sahabat Nabi saw. (HR Abu Daud).
Riwayat di atas menuniukkan bahwa menakut-nakuti orang lain
itu hukumnya haram, walaupun dalam bentuk seperti diceritakan itu,
meski dengan maksud bergurau, selama dapat menimbulkan keta-
kutan dan kesedihan.
Nah, bagaimana lagi dengan orang (sandera) yang hidup dalam
penyanderaan selama beberapa hari, lebih dari dua minggu, yang
setiap hari,bagi mereka terasa sebulan, dan sedap malam lamanya
ter?sa setahun. Apalag setiap saat para penyandera itu dapat saia
melaksanakan ancamannya dengan membunuh seorang atau lebih,

406nn thabr*i dalam ar-Mutjamur KaDir dan para perawinya adalah orang-orang teper-

707
I I

agar dengan begitu-qe-reka dapat mgnekan pihak penguasa yang I

benvenang men-ga_mbil kepunrsan. Bahkan fjaang-i;aaang deirgan i

nekat --dan ini bukan sesuatru yang musykil-- meieka dapit meng-
hancurkan pesawat beserta seluruh penumparrg dan auak pebwarrlra.
Bagaimana lagi dengan orang-orang yang hidup dalam wakm
-
sekian lama, dengan tidak merasa dapat istirahat pida waktu tidur
maupun dudyk, yang tidak mempunyai kebebasan bergerak sebagai-
mana yang dapat dilakukan para terpidana dalam penjara?

Prlnstp Kedua: Seseorang Ttdak Menanggung Doea Orang Ialn


. Setiap orangia
akan dimintai pertanggungjawaban mengenai per-
lakukan, bqk"n perbuatan oiang lain. Dan-seseorang
lqagn-yang
tidak dapat menanggung dosa orang lain meskipun yang bersang-
kuan itu grang yar-rg paling akrab dan pding dekat dengannya. Se-
orang anat ti{qk {apat dihukum karena ke-salahan bafaknya, se-
orang ayahtidat dapat dihukum karena kesalahan anatnya. tnitatr
kebenaran dan keadilan yang telah ditetapkan oleh Ar-euran oatam
banfiak ayat, dan dijelaskannya dari kiab--kitab samawi seUetumnl,a
"ANkh belum dibritakan kepdanya aF nng ada dalam lem-
funn-lemfunn Musa? Dan lemfuranJemfuran lbnhim yang
xlalu menyempumakan janji? (Yaitu) bahwasanq wnng,rang
furdos tidak akan memikul dos onng lain." lan-Nafm: B6-38)
Karena itu sangat mengherankan kelompok yang mengaku ber-
ag.rma lslam, mengibarkan benderanya, berbicara atas nama Islam,
dan menyatakan ingin mati qnhid, ieapi mereka iustru menyiksa
ralsJratplaayangtak ada sangkut pautnla dengan peri,oalan tersebur
. ryg.rrg*
mungkin Islam akan memperkenankan seseorang atau
sekelompok orang untuk menyiksa rakyht suatu neg.ua kareia ke-
lompok itu berseteru dengan pemerintah ft€ara teributt letakan-
lah bahwa pemerintah atau penguasa itu meirang berbuat salah atau
dosa, tetapiap?kah kesalahan mereka sebagai ra-kyat jelata sehingga
Anda menghukum dan menyiksa mereka?
. Siapakah gerangan yang mengangkat Anda, wahal pembaiak, se-
baga! ialga-penuntut umum dan ha-kim sekaligus? Siapakah yang
memberi kekuasaan kepada Anda untuk menetapkan Oakwaan, me-
mutuskan pe_rkgra, dan melaksanakan eksekusi sekaligus?
hukuman yang Anda putuskan terhadap mereka adalah
- -Ternyata
hukymal mati, menghilangkan nyawa. Dan inilah yang dilakukan
pembafak terhadap para penumpang, yang dilakrikannya secara
I
708
langsung. Mereka bunuh dua orang penumpang,lalu mayat mereka
dilemparkan dari atas pesimat hingga remuk, anpa sedikit pun me-
naruh honnat rcrhadap martabat manusia. Padahal, sudah dimaklumi
bahwa Islam menaruh hormat kepada manusia meskipun setelah ia
meninggal dunia, sebagaimana memelihara martabat dan ltehormat-
annya ketika ia masih hidup. Nabi saw. bersaHa:

ot; . EFJ1$E4G{#)7 d*EF


(&v<>a\+sb +vobrt\
"Mematahkan tulang mayit ama reperti mematahlcan tulang onng
hidup." (HR Ahmad, Ibnu Mafah, dan Ibnu Ilibban dart
Aisyah)

Sesungguhnya membunuh merupakan tindak kejahatan yang


sangat buruk. I(arena itu Islam memberikan ancaman yang sangat
berat, yang sudah tidak samar lagi bagi manusia. Bahkan sebagian
ulama berpendapat bahwa pembunuh tidak diterima tobatnya. AI-
Qur'an menetapkan:

Af4.?-N'4,Gfl,*F\x,S;
t*GttijA
"... hnngsiap. yng membunuh wrang manusia hrbn karun
onng itu (membunuh) onng lain, atau bukan lc,mra membuat
kerusalcan di muka bumi, mak sea*arr.alo,n ia tdal, membunuh
manusia seluruh4n.... " (al-Ma'ldah: 32)

Rasulullah saw. bersabda:

,)5,#bfi6L.!5frqfutst;1
//''
(; ;:l *dUD 6)]r ob, ), d-%
'l-enyapnya dunia itu lebih ringan menurut pndangn Xii *"-
pda terbunuhryta wnng mudim." (HR Ttrnrtdzt dnn Nasa!
darl Ibnu Umar)

7@
I
I

Ibnu Maiah fuga meriwayatkan hadits serupa dari al-Bana I

t31i1,t, gt JSdgggSY, 6, g gt

2gvfirib<!,f^g,H#O
( U*
cl,L *ctl r*,s)>r r ou, )
'*andairya piluduklangit dan prlifudtlr.htmi Mutu mem-
bunuh wnngmuknin, rrwla Nlal, dran manbmmhn mer*a
ke dahm neraka"(HB Tltlrldzl dartADu Sa'ld dan ADu Hurat-
ralr)07

Ketrga hadits yang telah disebutkan itu tercanfirm dalam kitab


Shnhih al-J ami'ush- Shaghir.
Bahkan Nabi saw. menganggap mengacungkan senlata (pedarry)
kepada seorang muslim sebagai kesalatran besar yarg menghitnrs-
kan pelakunya terkena laknat. Beliau bersabda

'\-S$Ji6grEl#tUbGi6
.6{;i1\A!4*
"hnngsiap alrrngffirrrgf,an wgda taialm k@a au&nrya,
nab malaiht n&bnf;a *lrtuWa ia Dr;dtqili.' (HB. Mustlm)
Beliau j+ga bersatlda:

*'Ayt, aSgtyl,irgtt4(Wq

oTOalamercufan surat an-Nisa' ay€figS dirryatalran: 'Dan barang$apa yang mem-


bunuh seorangmutdn dcngan sengaia, matabalasannya lalahfalunan, lekal h di dalam-
nya, dan Allah murta fcpaaaqa dan meryua*lnya scrta mcnJrcdhtan azab yarg besar
untutnya.' (Pcnr.)

7to
U'#' eXY# 6ts:* t'i<r &r-T
(p:oiltoD) 9\3li6til3L
"Janganlah alah wnng di antan kamu mengaatn&an *njata
kepfu audatat4n, karcna ia tidal<tahu hnngfuli *tan mengu-
nakan ke*mptan W )tang di tanguryra itq lalu ia jatuh ke dalam
lemhh nenl<a.' lHRBukhart dan Mueltm)

Ihlau. mengacungkan senjata saja dilarang oleh lslam, maka


bagaimana lagi iilra mempergunakan senjata untuk membunuh ma-
nusia yang tidak berdaya apdag tidak melakukan kesalahan atau
dosa yang menjadilan darahnya halal ditumpattkan?

hdnslp Kedga: Tufuan mdnk Menghalalkan Segala Cara


Islam tidak menerima dan tidak membenarkan upaya mencapai
tujuan yang baik dengan menggunakan cara dan sarana )rang buruk.
Islam menolak falsafatr Machiavelli 1ang berpandangan bahwa ilitnn
menghalalkan segala cara. Bahkan ddam hal ini Islam menegaskan
keharusan adanya dtra unsur setaligus, yakni tufuan yang mulia
dan cara yang bersih (baik). Igrena iff Islam tidak membenarkan
seseorang mengumpulkan harta kekayaan dengan jalan haram mes-
kipun diniatlcan untuk lebaikan dan bersedekah. Rasul yang mulia
bersabda:

,a**1';i;4*,%stii;ti:t
"Sannguhryta NIah itu MaIn hik, Dia tiful< menerima sff,r/d,tu
keanali yutg hik"
Dan sabda beliau yang lainnya:

L+i**1s;UjSrz;qli/r44
a
(/-,obt),338

7tl
I
I

"NIah tidak nrenerima slnlat tanp bmtci (xbelumnlta) dan tid*


menerlma srdre}ah nng diryrobh dafi ialan cunng (korupsi)." i

(HR MueUm)

Yang dimaksud dengan ghulul (korupsi) ialah harta rampasan yang


diambil secara sembunyi-sembunyr dan curang tanpa
orang yang mempunyai hak. Apabila hanapng dari per-
buatan ini disedekahkan, maka Allah akan mr dan tidak
akan menerinurnya.
Oleh sebab itu, para ulama salaf menafsirkan 'amal saleh" yang
diterima itu ialah suatu amal yang memertuhi dua unsur, yaihr ikhlas
dan benar. Maka tidaklah diterima suatu amal di sist Allah kmrali
yang dilakukan dengan ikhlas dan benar. Yang dimaksudkan dengan
ikhlas ialah melakukannya hanya karena Allah Ta'ala, dan yang
dimaksud dengan benar ialah sesuai dengan Sunnah, yakni menurut
caru yang digariskan manhal nabawi yang menggambarkan ialan
hidup yang lurus.
Andaikata para pembajak iur melakukan pembalakan unuk tuiuan
dan niat yang baik, sebagaimana dikatakan orang-orang yang mem-
bela mereka --bahwa mereka bernrjuan untuk membebaskan sau-
dara-saudara mereka yang mereka anggap tidak bersalah (yang di-
peniara oleh pihak penguasa; penr.)- maka saya jawab: seandainya
anggapan mereka ifir benar t€taplah mereka tidak boleh mengguna-
kan cara-cara yang kotor lang merendahkan martabat manusia,
menyiksa mereka, mengancam dan menakut-nakuti mereka hingga
menumpahkan darah dengian cara yang tidak benar.
Lebih besar lagi kesalahan mereka karena mereka membawa-
bawa nama Islam dan menisbatkan diri kepadanya --dan karena ghi-
roh keislamannya. IQrena dengan demikian berarti mereka melumuri
dan mengotori Islam dengan keJahaan yang mereka lakukan, seka-
ligus mereka merusak wajah Islam dengan kebatilan.
lslam dengan Kitab Sucinya dan Sunnah Nabinya, petuniuk para
sahabat dan pemahaman para imamnya, ruh peradaban dan peng-
arahan umum kepada umatnya, benar-benar mengingkari tindakan
yang bengis dan sadis yang tidak menghiraukan aspek kemanusiaan
dan moral ini.
Sang pemuda (pembajak) itu mungkin saja berniat ikhlas, tetapi
ia sesat dan salah jalan. riemudian ia menganggap halal membunuh
orang-orang yang tidak bersalah dan menakut-nakuti orang-orang
yang membutuhkan keamanan. Bahkan dia beranggapan bahwa de-
i

712
ngan ciua begitu dia berbakti kepada Islam dan dapat mendekatkan
dirinya kepada Allah.
Dengan bqgtu, bertambah besarlah tanggung jawab para ahli
ilmu dan cendekiawan untuk meningkatkan peran mereka sehingga
dapat menerangi jalan orang-orang yang tengah kebingungian.
Allah-lah yang memfirmankan kebenaran dan memberi petunjuk
ke jalan yang lurus.

lo
RABTAH AI-ADAW]YAH
Pertanyaan:
Saya pernah mendengar salah seorang khatib terkenal menghujat
Sayidah Rabfah al-Adawiyah, seorang zahidah (wanita zuhud) yang
saleh dan terkenal. Khatib itu menyatakan bahwa apa yang pernah
diucapkan Rabfah merupakan kebohongan yang dibuat-buat oleh
kaum sufi agar mereka dapat menisbatkan kepadanya perkaaan-
perkataan dan syair-syair yang tidak dapat diterima dan tidak rasio-
nal, seperti perkaaannya berikut ini dalam bermunaiatkepadaAllah
SWT:
'Wahai, sekiranya Engkau manis
dan hidup itu pahit
Sekiranya Engkau ridha
dan semua makhluk membenci
Sekiranya hubungan antara aku dan Engkau makmur
sedangkan antara aku dengan alam semesta hancur lebur."

fuga dalam syairnya ini:


"Seluruh mereka menyembah-Mu karena takut neraka
Dan mereka pandang keselamatan sebagai keunurngan besar
Atau agar mereka dapat masuk surga lantas berfaya
Mengecap nikmat dan minum salsabilass

4oSsalsabila ialah air


dingin yang segar di surga (Ed.).

713
Peruntunganku bukan surga atau neraka
Aku tidak mencari pengganti bagi cintaku.'

Demikian juga dalam senandungnya yang lain:


i
"Aku mencintai-Mu dengan dua macam cinta I

Cinta karena lcetnginan dan clna karena kclayakan-uu


Adapun cinta karena keinginan,
maka dengan mengingat-Mu aku lupa kepada selain-Mu
Dan cinta yang menjadi kelayakan-Mu
ialah Engkau bukakan hifab untukku
hingga aku dapat melihat-Mu
Tiada pufian untukku dalam ini dan inr
Tetapi untuk-Mu{ah segala puJi
dalam ini dan itu."
Kemudian sang khadb berbicara pananglebar dalam mengingkari
syair-syair tersebut dengan mengungkapkan kandungannya png
kufur dan sesat menurut pendapatnya.
Apakah fang dikaakan khadb itu benar dan dapat diterima, dan
apakah memang wanita salihah ini ttdak ada wujudnya? Apakah
benar bahwa qrair-syair ini mengandung kesesatan dan kekufuran?
lrami mohon Ustadz berkenan menielaskan pendapat Ustadz me-
ngenai masalah ini, sebab fiang kami lanal pendapat-pendapat U*adz
bersifat moderat dengan disertai dalil-daltl dari Al-Qur'an dan As-
Sunnah.

Jautaban:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi l{aha
Penyayrang. Segala puji milik Allah, Rabb bagi semesa alam. Shala-
wat dan salam semoga selalu tercurahkan kryada funfungan ldta Nabi
Muhammad, nabi dan utusan terakhir, juga kepada keluarga dan
semua sahabatnya. Wa ba'du.
Saya sangat menyesalkan pola pikir sebagian kaum muslim yang
dengan seenaknya menghancurkan seluruh "bangunan" )ang tinggi,
serta menielek-jelekkan semua pemikiran dan perilaku tokoh-tokoh i
dalam sejarah kita tanpa menonjolkan kebaikan dan keutamaan
mereka. Bahkan mereka tidak berusaha menutupi cacat dan cela
mereka --kalau memang dia punya cela-- yang sebenarnya dapat

714
dikesampingkan dan dilupakan mengingat kebaikan-kebaikan yang
pernah mereka lakukan.

Dua Kesalahan Besar


Saya melihat khatib tersebut --jika informasi yang disampaikan
saudara penanya memang benar-- telah melakukan dua kesalahan
besar.
Kesalalran pertama: sang khatib melakukan penolakan semata-
mata (tanpa argumentasi itniah), sehingga hal ini tidak dapar diterima.
Dia hanya menjadikan penolakan dan pengingkarannya sebagai sen-
jata untuk mengingkari kenyaaan sejarah. Cara demikian tentu saja
tertolak dalam dunia ilmiah, sebab kalau hal ini dibenarkan niscaya
siapa pun akan berkata seenaknya.
Berbeda halnya apabila ia sebelumnya telah menelaah buku-
buku sejarah dan biografi yang membicarakan para ilmuwan (ulama)
umumnya sera para zahid dan para ahli ibadah khususnya. Kemu-
dian ternyata dia tidak menfumpai penyebutan Rabi'ah al-Adawiyah,
wanita ahli ibadah yang salihah ini, dalam buku-buku tersebut. Bah-
kan, misalnya, ia dapati di antara para sejarawan yang trpercaya
mengingkari keberadaannya, dan mencela penyebutan berita-berita
tentang Rabi'ah itu di dalam kitab-kitab mereka.
|ika demikian cara yang digunakan khatib tersebut, maka penda-
patnya dapat diterima serta perkataannya itu ilmiah dan valid.
Namun sayang, cara yang digunakannya tidaklah demikian sehingga
kenlaaan itniatr mendusalennya dan falaa sefarah menentangnla.
Pada kenyataannya, kitab-kitab tarikh dan biografi menetapkan
keberadaan Rabi'ah al-Adawiyah ini, bahkan ada disebutkan pula
sebagian perkataan, tingkah laku, dan ryair-syairnya, lebih-Lbih
dalam kitab-kitab tasawuf.
Biografi Rabi'ah al-Adawiyah ini pernah disebutkan oleh:
- Abu Na'im dalam Hilyaatl-Aulia;
- Ibnul fauzi dalam Shafwaatsh-Shafwah (4: l7);
Ibnu Khalkan dalam wafiatul-Ayan (l:182);
adz-Dzahabi dalam Siyaru A'lam an-Nubala (8: 215);
- Ibnu lQtsir dalam al-Bidayah wan-Nihayah (10: 186);
- Ibnul'Imad dalam Syadzaratudz-Dzahab (1: 19I);
Penulis ad-Durrul-Mqn*ur fi Thabaqati Wbatil-Khudur (2O2) ;
- az-Zarkali dalam al-Alam (3: 31);
- al-Qusyairi dalam ar-Risalah;
- Abu Thalib al-Makki dalam eutul-eulub;

715
- al-Ghazali dalam lhya tJlumudlin;
- as-Suhrawardi dalam Awariful-Ma'arif;
- asy-Sya'rani dalam Thabaqat;
- dan lain{ain.

mengatakan di dalam Shgwaatsh-Shafwah


-beliau
-.tbnulJquzi
telah menyusun sebuah kitab teisendiri ying
(4: t9) bahwa
memuat perka- I
taan-perkataan dan informasi mengenai Rabi'ah al-A,dawryah'.
Kesalahan kedua: sang khatib mengangkat tema t€rsebut dengan
sikap menyerang dan membangkitkan keributan, tidak dengan si[ap
memberi. penerangan dan tahqiq. Memang kadang-kadang sikap
ekstrem itu mengagury\ag seba$an pendengarnyaldan terlodang
orang-orang tertarik oleh keberaniannya melakukan kritik, menen- I
tang, menyerang, dan menyimpang dari tata cara yang diterima orang
banyak. Namun sikap yang demikian itu tidak mengagumkan para I
cendekiawan dan orang-or,angyang mencari sinar penerangan, yang I

menirnbang semua persoalan dengan akal sehatnya, dan iidak asd


menerima setiap perkaaan orang sebagai keputusan yang bisa di-
terima.
.. Seb-enamya cukuplah bagi khatib itu menempuh dua jalan yang
tidak diingkari oleh orang yang berilmu atau berpikiran 6ehat, bai[
keduanya ataupun salah satunya.

Ialan Pertama
Mentahqiq (menganalisis dan menetapkan) apa yang dinisbatkan
kepada Rabi'ah al-Adawiyatr atau lainnya, baik mengenai perkaaan
maupun sikap dan pandangannya. Sebab tidak selamanya sesuatu
yang dinisbatkan kepadanya itu benar dan dapat dipercaya, bahkan
kadang-kadang meragukan penisbatan kepadanya atau terputus
sama sekali, karena memang kenyataannya tidak begitu
Misalnya, mereka menisbatkan bait-bait yang terlienal berikut ini
kepada Rabi'ah al-Adawiyah ketika ia bermunajat kepada Rabb-nya:
"Wahai, sekiranya Engkau manis
dan hidup itu pahit
Sekiranya Engkau meridhai
dan semua makhluk membenci
Sekiranya hubungan antara aku dengan Engkau makmur
sedang antara aku dengan alam semesta hancur lebur

716
IQlau benar ada cinta dari-Mu
Maka segala yang lainnya rendah adanya
Dan segala yang di atas debu adalah debu."

Bait-bait tersebut bukanlah milik Rabi'ah. Bahkan dua bait per-


tama adalah bagian dari syair Abu Faras al-Hamdani yang diucap-
kannya lepada pamannya, Amir Saifud Daulah yang terkenal itu.
Kedua bait itu disebutkan di dalam kumpulan kasidahnya yang
diawali dengan bait berikut:
"Apakah tidak ada pahala bagi orang yang baik di sisimu
dan tiada falan bertobat bagi orang yang berbuat jahatf
Sungguh sesat orang yang hawa nafsunya menghimpun kema-
rahan dan zungguh hina orangpng diiniak t€lapak-telapak kaki."

Dan di antara bait-baitnya yang terkenal ialah:


"Kepada siapakah manusia mempercayai apa yang mengganti-
kannya
Dan dari mana orang merdekayangt€rhormat memperoleh sahabaf?
I

I
Manusia ini seluruhnya, kecuali sedikit
Telah menjadi serigala-serigala yang tubuhnya mengenakan
pakaian."

Abu Faras ini hidup pada abad keempat Hiiriah, sedangkan


Rabfah pada abad kedua Hiiriatr. Para atrli tarikh dalam hal ini ber-
beda pendapat mengenai tahun kematian Rabi'ah, ada yang menga-
takan tahun 135 H dan ada yang menyebutkan tahun 185 H. Namun
yang paling kuat menurut pendapat saya adalah pendapat kedua.
Sedangkan bait terakhir yang disebutkan itu (yang dinisbatkan
kepada Rabi'ah) adalah kasidah al-Mutannabi di dalam memuji
I(afur (yang di dalamnya terdapat harta dan tempat segala se$Btu).
Apa pun masalahnya, para shalihin berpendapat bahwa syair ini
tidaklah ditujukan kecuali kepada }Jlah luza wa falla, kemudian
dinisbatkanlah perkaaan itu kepada ahlinya. Dalam hal ini saya
tidak tahu siapa gerangirn yang menisbatkan syair ini kepada
Rabi'ah secara khusus, bahkan saya tidak menemukannya di dalam
kitab-kitab yang muktabar meskipun hal ini sudah sangat populer
dari lisan ke lisan. Meski pada hakikatnya segala sesuatu yang t€r-
kenal dari mulut ke mulut itu tidaklah dapat dijadikan hujjah.

717
Bagran syair berikut ini juga dinisbatkan kepada Rabi'ah:
'Peruntungirnku bukan surga atau neralq
Aku tidak mencari pengganti dari cintaku."

Saya tidak tahu sampai sefauh mana penisbatan syair ini kepada
Rabiiah, padahal diriwayatlcan darinya beberapa perkataannya yang
menunfukkan bahwa dia takut kepada neraka, takut akan hari kia-
mat, serta takut kepada kematian dan apa png terfadt setelah mati.
Para shalihin meriwayatkan bahwa Rabl'ah pernah berkata dalam
munajatnya:
"Tuhanku, Engkau bakar dengan api nenka tnd prg mendntai-Mu?'
Ibnul fauzi menyebutkan di dalam Tarjamah-nya (42 l7l
dzn
Abdullah bin Isa, ia berkata, "Saya pernah masuk ke rumah Rabi'ah
al-Adawiyah, maka saya lihat waiahnya bercahaya dan dia banyak
sekali menangis. Ialu ada seorang laki-laki membaca ayat-a)rat Al-
Qur'an di sampingnyayang menyebut t€ntang neraka, maka Rabi'ah

Abdullah bin Isa berkata, 'Rabi'ah ituapabila ingat mati, meleleh-


lah air matanya dan gemetarlah tubuhnla.'
Diriwayatkan dari Abdah binti abi Syawal --seorang hamba Allah
yang baik, yang melayani Rabi'ah-- bahwa dia berkata, 'Rabi'ah itu
biasa melakukan shalat malam semalam suntuk. Apabila terbit fajar
dia tidur sebentar di rcmpat shalatnya sehingga fajar cerah, maka
saya dengar dia berkata setelah bangkit dari tempat tidurnya dengan
nada sedih, 'Watrai diriku berapa lamakah engkau tidur? Dan sampai
kapan engkau bangun? Aku akut engkau tidur dan tidak bangun
lagi lecuali pada hari berbangkit.'"
AMah berkata, 'B%itulah kebiasaannya hingga ia meninggal
dunia.'
Dan di antara perkataan Rabi'ah al-Ada@atr yang diriwayatkan
para shalihin ialah:

hfi"ifiyg*r*sr*d{ipa,\-
"Nru memoh@ amptrr, k@a Ntah tcrm:a se/iikihtya
keiuiunn-
'trt
ku dafun menguapkan a@hfirulbh (alru nqnolrcn arnryn
kepda Allah)."

7tE
Ini semua menunjukkan bahwa
semua menunjukkan bahwa Rabi'ah termasuk orang yang
takut dan sekaligus cinta kepada Allah, tidak meniadakan salah
satunya.
Adapun apayang dinisbatkan kepadanya batrwa pada suatu waktu
dia pernah berkata, "Iliahi, aku tidak menyembah-Mu karena takut
neraka-Mu dan karena mengharap surga-Mu, melainkan semata-
mata karena cinta kepada-Mu dan ingin bertemu wajah-Mu," maka
barangkali yang dimaksud ialah bahwa memang Allah t\zzawa falla
yang berhak diibadahi dan ditakuti, sebagai penunaian hak-Nya dan
mensyukuri nikmat-Nya, seperti yang dikatakan Imam Ibnul ealyim:
"Anggaplah hari berbangkit telah tiba
Dan rasul-rasul belum datang kepada kita
Dan neraka fahim belum pula dinyalakan
Bukankah wajib dan mustahiq
Hamba memuji dan menyanjung Pemberi nikmat.'
Atau barangkali Rabi'ah mengucapkan kata-kata demikian itu
ketika rasa cintanya mengalahkan rasa takut dan harapannya, dan
tenggelam dalam merasa berteman dengan Allah Ta'ala hingga tupa
terhadap kenikmatan dan arab. Tetapi keadaan seperti itu tiaak
kekal, sebagaimana dituniuki oleh sikap dan perkaaannya.
_ Iika tidak demikian kedudukannya, maka setiap orang itu boleh
diambil dan ditolak perkataannya, dan saya telah menolak aHi- ahli
taswuf yang menglngkari ibadah untuk mencari pahala dan takut
dari siksa di dalam kitab saya al-'Ibadahfil-Islcm. Selain itu, juga saya
kutip keterangan dari al-Allamah lbnul eayyim dalam ktabnyauafu-
rijus-Salikin yang dapat memuaskan orang yang haus dan dapat
menerangi jalan.
Adapun syair yang dinisbatkan kepada Rabi'ah mengenai cinta
kepada AUah idah semisal perkataannya:
"Aku mencintai-Mu dengan dua macam cinta
cinta karena keinginan dan cina karena kelaikan-Mu
Cinta karena keinginan
adalah dengan mengingat-Mu aku lupa selain-Mu
Dan cinta yang menjadi kelaikan-Mu
ialah Engkau bukakan hiiab untukku hingga aku dapat melihat-Uu
Tiada pujian untukku dalam ini dan itu
tapi unnrk-Mu{ah segala pufi dalam ini dan itu."

719

L
Dalam mengomentari bait-balt tersebut, Imam Ghazali mengata-
kan dalam al-Ihya':
"Barangkali yang dimaksud dengian cinta htwa (keinginan) itu
ialah cinta kepada Allah karena kebaikan Allah kepadanya serta
pemberian ntkmat alhh kepadanla dengan mendapatkan keunungan
di dunia. Sedangkan png dlmalcsud dengan cinta yang menjadi ke-
laikan lkelayakanl Allah ialah cina karena keindahan dan kelu-
huran Allah yang tampak kepadanya, yang merupakan tingkatan
png lebih tinggi dan lebih kuat di antara kedua macam cinta terse-
but. Dan kelezatan melihat keindahan rasa ketuhanan itulah )xang
diungkapkan Rasulullah saw. dalam mengungkapkan flrman Rabb-
nya (dalam hadits qudsi):

&erCtot)) ,u,i5
Telah Nflr sdiakan untuk hamfu-hamfu-Ku *suatu yang tidak
pemah terlihat oleh mata, tidak terdengar oleh teling4 fun tidak
terHik dalan hati manusia." (HR Bukharl)
Imam Ghazali berkata: 'IQdang-kadang sebagian dari kelezatan
ini diberikan dunia ini kepada orang yang hatinya mencapai puncak
kesucian'@
Namun, pertu diketahui bahwa menlaksikan keindahan rubub[ph
im adalah dengan mata hatl, bukan dengan mata kepala.
Al-Muhaqqiq Ibnul Qayyrm menjelaskan hakikat cahaya kasyaf
yang sering dibicarakan para sufi dalam kitab beliau, Madarijus-sali-
kin, sebagai berikut:
"Cahaya kasyaf menurut mereka adalah permulaan kesaksian. Ia
adalah cahaya )rang menampakkan makna-makrri al-Asma ul-
Husna dalam hati, sehingga hati yanggelap menjadi t€rang dan tabir
yang menghalangi kasyaf menjadi hilang.
Dan ianganlah Anda berpaling kepada selain ini yang mengaki-

Wel-firyo',
Juz 4, hlm. 311, Darul-Ma'rifah, Beirut.

720
batkan kaki tergelincir setelah mantap. I(arena Anda jumpai dalam
perkataan sebagian mereka: 'Tajalli-nya (tampaknya) Dzat meng-
hendaki begini dan begitu, tnjollpnya sifat menghendaki bagini dan
begini, njalli-nya afal lperbuatan Allah) menghendaki begini dan
begini. Dan kaum tersebut hanya dapat menyatakan hal itu dengan
lafal-lafal sehingga timbul kesalahpahaman bahwa yang mereka
maksudkan adalah tampaknya hakikat Dzat Allah, sifat-sifat-Nya,
dan perbuatan-Nya dalam dunia kenyataan, lalu sebagian mereka
mengucapkan kata-kata yang ganjil dan aneh, padahal orang-orang
yang benar dan arif terlepas dari semua itu.
Yang mereka maksudkan hanyalah kesempurnaan ma'rifah
(pengenalan kepada Allah) dan tersingkapnya tabir kelalaian, kera-
guan, dan keberpalingan, serta dominannya kekuasaan ma'rifah atas
hati dengan terhapusnya penyaksian kepadayanglain secara keselu-
ruhan. Maka tidak ada yang disaksikan oleh hati selain lang dike-
nalnya itu.
Mereka bandingkan hal ini dengan terbitnya matahari. Apabila
matahari telah terbit, maka sirnalah cahaya bintang-bintang, tetapi
tidak berarti bahwa bintang-bintang itu tiada, ia hanya tertutup oleh
cahaya matahari sehingga tidak tampak wujudnya. Pada kenyataan-
nya bintang-bintang itu masih ada di tempatnya. Demikianlah
cahaya ma'rifah apabih ia telah mendominasi hati, maka menjadi
kokohlah kekuasaannya, dan hilanglah semua tabir penghalang dari
hati.
Yang demikian ini tidak ditngkari oleh seorang pun kecuati orang
yang bukan ahlinya.
Selain itu, tidak boleh seseorang beranggapan bahwa Dzatyang
Maha Suci dengan sifat-sifat-Nya itu tampak pada seseorang seperti
talalli-nya Allah SWT terhadap Bukit Thursina (pada zaman Nabi
Musa a.s.; penr.) dan seperti hjdlli-Nya esok pada hari kiamat kepada
manusia. Tidak ada yang beranggapan demikian kecuali orangyang
keliru dan tidak memiliki ilmu. Meski demikian, sering kali t€{adi
kesalahan dalam memahami cahaya ibadah, fiyailhah (ladhan rohani),
dan dzikir, kepada cahaya Dzat dan sifat dikarenakan pemahaman
yang melampaui batas.
Ibadah yang benar, riyadlwh yang dibenarkan syil?', dan dzikir
yang dilakukan dengan hati dan lisan dapat memancarkan cahaya
menurut kadar kekuatan dan kelemahannya. Dan kadang-kadang
cahaya tersebut begitu kuat sehingga tampak secara nyata,lalu tim-
bullah kekeliruan dari orang yang lemah pengetahuannya dan daya

721
pembedanya antara keistimewaan rububiyah dan untutan ubudiyah,
sehingga ia mengira bahwa itu adalah cahaya Dzat Allah. Padahal
yang demikian itu jauh sekali kemungkinannya akan terjadi. Cahaya
Dzat Allah itu tidak ada sesuatu pun yang mampu menangkapnya.
Seandainya Allah SWT membuka hijab-tlya maka guncanglah seluruh
alam semesta, seperti berguncang dan tenggelamnya gunung (Thur-
sina) ketika sedikit saja Allah ber-uialli.
Di dalam hadits sahih disebutkan sabda Rasulullah saw.:

((t$tt',{',#IjiqY44'ii'g
it+Cl t, g}+t Uio t.*, $t=..ro 4lJlrJj J
L1r'

ilaL&lt'*r-s({5-56
Y / \-r-
li, b;r
*k,- rA#"J /4,;i6, c''iJl,-,,>)G5 \J--,
I
- -l /V/.-

TrtJertJ6),rrfl r5355Jai
5#'4uQ,s
16icre?)2t;4.39
.*;ESI*IA
"sesungguhnya Nlah SWT itu tidak tidur dan tidah layk (tihk
mungkin) tidur. Ia menurunl<an dan mengngfuttinbngan (anal
dan rezeki harnbo.hamfu-Nya). Dinaiklran kry&-Nya amalan
malam r;fulum analan siang fun analan siang *belum amalan
malam. TabimW adalah calqa l<alau Ia buka tabir itu maka
ahalta keagungan-Nya akan memfukar reluruh.aw yang dapat
dicaWi oleh pndangan makhluk-Nyz.ano

Islam itu mempunyai cahaya,dan iman juga mempunyai cahaya


yang lebih kuat daripada Islam, sedangkan ihsan mempunyai cahaya
yang lebih kuat dari keduanya. lika k*iganya --lslam, iman, dan
ihsan-- berkumpul, dan tabir-tabir yang melalaikan manusia dari
Allah Ta'ala telah sirna, maka penuhlah hati dan anggota tubuh de-

4loSlrrt ih u^lir, 1: 161-162, hadits nomor 293; Smtbnumjoh,l: 70, hadits nomor 195.
(Penr.)

722
ngan cahaya tersebut, bukan dengan nur (cahaya) yang merupakan
sifat Allah Ta'ala, sebab sifat-sifat Allah itu tidak bertempat pada
sesuatu dari makhluk-Nya, sebagaimana makhluk tidak bertempat
pada Allah. Maka Allah Maha Pencipta itu terpisah dari makhluk de-
ngan dtat dan sifat-Nya, sebagaimana makhluk t€rpisah dari- Nya.
Di antara syair Rabi'ah mengenai cinta Ilahi ialahyang ditulis oleh
Syihabuddin as-Suhrawardi dalam kiabnya Auariful-Ma'ari/ ketika
dia (Rabi'ah) bermunajat kepada Allah Ta'ala:
"Kujadikan Engkau
teman bicaraku dalam hati
Dan kuperkenankan tubuhku
diduduki orang yang menghendaki
Tubuhku menjadi kawan
bagi teman duduk
Dan Kekasih hatiku
menjadi teman dudukku di dalam hati."

Maksudnya, ia menghadapi manusia dengan r.uaiahnya dan


tubuhnya, sedangkan hatinya selalu bersama Allah Ta'ala dalam
keadaan bagaimanapun.
Cerita-cerita tentang Rabfah al-Adawi),ah rahirnahallah wa ra-
dhiya 'anha banyak sekali, keutamaannya juga sangat banyak, dan
kebanyakan ulama besar dari'kalangian ahli hadits, ahli fiqih, ahli
zuhud, dan ahli ibadah sama menyaniungnya dan menempatkannya
pada kedudukan yang tingg.
Ibnu IQtsir mengatakan di dalam al-BidayahbahwaAbu Daud as-
Safastani membicarakan dia dan menuduhnya zindiq (munafik).
Mengenai hal ini Ibnu Katsir berkata, 'Barangkali ada sesuatu
perkara yang sampai kepada Abu Daud mengenai dia."
Adz-Dzahabi menyebutkan dalam Siyaru Alamin-Nubala dari Abu
Sa'id al-A'rabi, ia berkata, "Adapun Rabi'ah, maka orang-orang
memperoleh hikmah yang banyak dari dia. Suffan, Syu'bah, dan
lainnya bercerita tentang dia, hal ini menuniul*an ddak benarnya
tuduhan-tuduhan orang tentang dia. "
Di antara tuduhan itu, misalnya.mengenai perkaaannya:
"Kujadikan Engkau
teman bicaraku dalam hati
Dan kuperkenankan tubuhku
diduduki orang yang menghendaki."
Dengan hanya separo bait ini, beberapa orang menuduhnya ber-
paham hulul (Allah menitis ke dalam tubuh manusia); dan dengan
keseluruhan baitnya mereka menuduh dia berpaham serba boleh
(permisivisme).
Saya (Qardhawi) berkata --dengan mengutip pendapat d-Hafizh
adz-Dzahabi: "Hal ini adalah perbuatan berlebihan dan bodoh. Barang-
kali yang menisbatkan Rabi'ah lepada paham hulul dan ibshah (serba
boleh) itu adalah seorang mubahi hutuli (pen$kut paham ibahah dan
hulul) agar dia dapat menjadikan Rabi'ah sebagai hujah bagi kekafir-
annya, sepefti halnya mereka berhujah dengian hadits qudsi:

(ad,oL,),*&€fit'e,&
"Ah, (Nlah) adalah pendengaranryta yang ia prgunal<an untuk
mendengar." (HR Bukharl)

Tetapi, Imam adz-Dzahabi rahimahullah telah menyadari kekeli-


ruannya.
Barangkali informasi ini atau yang seperti inilah yang sampai ke-
pada Abu Daud, sehingga beliau menuduh Rabi'ah dengan tuduhan
seperti itu tanpa beliau selidiki terlebih dahulu.
Demikianlah tentang Rabi'ah, dan sangat banyak ulama sekarang
yang menulis buku-buku dan makalah-makalah yang bermacam-
macam tentang Rabi'ah. Bahkan ada pula yang menggelari Rabi'ah
dengan 'Syahidatul-'Isyqil Ilahi" (wanita syahid yang berasyik
masyuk dengan Tuhan), suanr ungkapan yang dihindari oleh pera-
saan islami, karena hubungirn antara Allah dengan hamba-hamba-
Nya diungkapkan dalam bahasa Al-Qur'an dan Sunnah dengan isti-
lah al-hubb (cinta), bukan dengan al:isy4 (asyrk masyuk). Di dalam
Al-Qur'an terdapat ungkapan :
"... NIah mencintai metelra, dan mercka pun mencinhi-Nta .,.."
(al-Ma'ldah: 54)
"... Afupun onng-onng yng beriman flrgat cinta kryda NIah
...." (al-Baqarah: I65)

Di dalam hadits muttafaq 'alaih disebutkan:

,qugiG|Sa&r,t=e"{93,X
/ t/'

724
.^v4t#t)r33li;u'ilS3*i;,
.,.\A\5i
Ada tiga perkan yang arybila terdapt dalam dfui wrug mal<a
ia al<an mensakan manisnya iman, yaitu Nlah dan Rao.rl-Nm lebih
ia cintai dadpda ltang lain ...."

Masih banyak hadits lain yang menunjukkan bahwacinta kepada


Allah itu merupakan bagian dari aJaran Islam yang asli, bukan impor
dari ajaran non-Islam, sebagaimana anggapan sebagian orang.
Dan syair-syair Rabi'ah seluruhnya membicarakan cinta kepada
Allah, lerena iu tidak boleh dipahami lebih dari itu, demi memelihara
adab berhubungan dengan Allah l\zza wa falla.
Wabillahit taufiq.

ll
AIf,1[IJN{ HAII DAN AI{GGOTA BN)AhI

Pertanyaan:
Saya pemah membaca di dalam kitab-kitab tasawuf dan suluk
bahwa amalan hati lebih penting daripada amalan anggota badan,
bahwa diterima atau tidakn)ra suanr amalan di sisi AIIah Ta'ala ialatt
berkaitan dengan hati, balwa keaaan fng paling uama )ang dapat
mendekatkan kepada Allah ialah keaatan had, dan maksiat yang
paling membahayakan dan menJauhkan manusia dari lllah lvzawa
Jalla adalah kemaksiatan hati.
sedangkan kami tahu pasti bahwa shalat yang merupakan tiang
ad-Din, zakat sebagu "saudara" shalat, dan lain-laimya, adalah
bentuk amalan-amalan zhahir, yakni amalan aau pekeriaan anggota
badan. riami juga mengetahui bahwa dosa-dosa besar yang meng-
akibatkan pelakunya mendapatkan kemarahan dan azab Alah itu
disebabkan lemaksiatan lahir, seperd membunuh, berzina, minum
khamar, melakukan riba, memakan harta anakyatim, menuduh ber-
zina terhadap wanita yang baik-baik dan meniaga diri serta beriman,
berlari dari medan perang pada waktu berkecamuknya perang, dan
sebagainya.

725
Nah, apakah yang dikaakan kaum sufi itu benar? Ataukah itu
merupakan pengaruh luar yang masuk ke dalam tasawuf sebagai-
mana sikap berlebih{ebihan dalam zuhud dan lain{ainnya? Apabila
yang mereka katakan itu benar, maka manakah dalilnya dari Al-
Qur'an dan As-Sunnah?
Saya mohon kepada Allah semoga berkenan memberikan keber-
kahan terhadap semua usaha dan aktivitas Ustadz dalam berkhidmat
kepada Din kita yang lurus dan menielaskan hakikatnya kepada
manusia. Semgga Dia memberikan pahala kepada Ustadz atas upaya
Ustadz melayani kami, dengan karunia dan kemurahan-Nya, karena
Dia adalah Yang Maha Pemurah di antara yang pemurah.

Jawaban:
Segala puji kepunyaan Allah. Shalawat dan salam semoga ter-
curahkan kepada Rasul-Nya. Wa ba'du.
Saya ingatkan kepada saudara penanya bahwa apa yang dikata-
kan ahli tasawuf dan ahli suluk mengenai peringatan akan penting-
nya amalan hati sebelum pekerjaan anggota badan, bernrmpu pada
batin sebelum yang zhahir, yang rahasia sebelum yang nyata, dan
mementingkan esensi sebelum bentuk, adalah per}aaan yang benar.
Itu adalah pokok dari isi aiaran Islam, bukan aiaran impor dari luar,
bahkan sumber asasinya adalah Al-Qur'anul lQrim dan As-Sunnah
al-Muthahharah.
Perlu saya jelaskan di sini bahwa ahli tasawuf yang sebenarnya
tidak menggugurkan amalan-amalan anggota badan dan tidak
mengeluarkannya dari daerah kepentingirnnya, sebab yang demikian
(menggugurkan amalan aurrygota badan dan mengeluarkannya dari
arti pentingnya) itu bert€ntangan secara diametral dengan aiaran ad-
Din, baik ushul maupun furu'nya. Karena lima rukun Islam yang
menjadi tiang atau fondasi bangunan Islam sebagaimana yang dise-
butkan dalam hadits Ibnu Umar dimaklumi secara pasti dari ad-Din,
yang semuanya merupakan syahadat sebagai kunci pembuka pintu
Islam, shalat sebagai tiang ad-Din (agama), zakat yang merupakan
kekalraan Islam, shiam Ramadhan, dan t€rakhir haji ke al-Baitul-
Haram.
Bagaimanapun seorang muslim mencapai tingkatan rohani yang
tinggi dan sangat dekat hubungannya dengan Allah, maka ia tetap
dituntut melaksanakan pekeriaan-pekeriaan ini, tidak gugur sama
sekali. Allah berfirman kepada Rasul-Nya:

726
"Dan
Oi4ii4\&,t:3r1;
*mfuhkh Rabbmu annpi datang kqadantu yang diyakini
(ajal). " lal-llllr : 99 )

Yang dimaksud dengan al-yaqin (sesuanr yang diyakini) di sini


adalah 'kematian', yang pasti akan datang, tidak mungkin tidak, se-
bagaimana firman-Nya dalam menyifati leadaan ahli neraka pada
hari kiamat:

@Wc';*$qli,ii$k,
pnbalmn"
."Dan a&Iah kami mendustakan hari hing ehng
kepda l<arni al-fiqin (kematian)." (al-Muddatctolr t 46-4Zl

Maka tidak pernah tergambarkan bahwa seorang sufi yang aat


akan rmengabaikan kewajiban-kewaiiban agirma yang lahir seperti
shalat, zal<at, dan puasa, bahkan ia tidak merasa cukup melaksana-
kan kewajiban-kewajiban itu sehingga ditambahnya dengan mela-
kukan ibadah-ibadah nafilah (sunnah) yang akan meninggikan ke-
dudukannya di sisi AW lvza wa falla. Keu,aiihan-kewaiiban itu
menyampaikannya kepada posisi dekat kepada Allah, dan amalan-
amalan nafilah ittr menyampaikannya kepada kedudukan dicintai
Allah, sebagaimana dituniuki oleh hadits qudsi yang diriwayatkan
Bukhari dalam Shchih-nya:

),\€rKrl*ffi,rQ#Stqjsv
,li!
7^
ffi
filU'gt 4"16!S-, elL
-ii"&9^*gr6g/+?rlF
' -6, tgn4 A fir a;,;s, *'64 e $,
US,V, d?; 7;)/45 ftS, 14ll; fi i
4'^$"c-1&i;;&r3&4.
727
I
Tidaklah hamfu-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan *suatu
yang lebih utama daipada melaksnakan ap png Aku fardhut<an
atailta. Dan tidal< henti-hentinln hamb-Ku mendelratlran dii ke-
pda-Ku dengan melaktl<an ibadah-ibadah nafilah *hhga Nru
mencintainya. MaIe apbila Afu telah mencintainya, iadilah N<rt
pendengarannya yang ia pergunal<an unfitk mendengar, matanya
yang ia pergunalcan untuk melihat, tangannya tang ia pergwakan
untuk berbuat dan l<akinn Wg ia prgulwkan untuk melaqkalt
(furiaa4.ut Dan jil<a ia meminta kepada-Ku psti Aktt fuikan
kepadanya dan bila ia minta peflindungan kepda-Ku nixaya Aku
beri perlindungan kepadanya."

Lebih dari itu, bahwa orangyang menempuh jalan menuiu kepada


Allah luzawafalla haruslah memiliki kemauan keras untuk melaku-
kan ibadah-ibadah lain yang menyempurnakannya, yang juga ber-
sifat lahir, seperti dzikir, tasbih, tahlil, takbir, tahmid, doa, istighfar,
membaca Al-gur'an, dan bershalawat kepada Nabi saw.. Allah ber-
firman:
I
"Hai onng-onng yang furfurnn, berdzikirlal, (fungn menltebut
nama) Nlah, dzikir yang *Mnyak-funyalorya Dan bfta*ihlah
kepda-Nya p& waltu pagi fun petangl." lal-lthta;bz 41421

Begihl pula ahli tasawuf png sebenamp tidak akan mengabaikan


urusan kemakslatan yang latrir, bahkan mereka sangat berhati-had,
dan tidak cukup dengan meninggalkan dosa-dosa besar saia, tetapi
mereka juga sangat berhati-hati terhadap dosa-dosa kecil. Tidak
cukup dengan meninggalkan dosa-dosa kecil, bahkan mereka men-
jauhi qyubhar Tidak arkup dengan menjauhi syubhat, hattlen mereka
menjauhi sebaglan yang halal, sebagaimana hadits yang diriwayat-
kan oleh Tirmidzi:

*r54,F
4lluaksudnya, Allah selalu melindunginya dalam semua hal, baik ketika mendengar,
melihaq berbuat, dan bertindak. wallahu a'lam. (Pcnl.).

728
"Tidaklah *wnng itu mencapi deniat muttaqin *hinga ia
meningall<an *ilatu Wrg tidah terlatang karuta talrut termasuk
ffiuatu )ang dilarang."

Namun di samping itu mereka menaruh perhuianpnglebih besar


terhadap ketaatan hati hingga melebihi ketaatan tubuh dan anggota
badan. Mereka takut dan menakut-nakuti orang dari kemaksiatan
hati melebihi kemaksiatan anggota badan. Dalam hal ini mereka
keluar dari Islam yang murni dan bersih. Meski begitu, mereka tidak
sendirian, bahkan bersekunr dengan ulama-ulama Islam dengan spe-
sialisasi masing-masing, baik dari kalangan ahli hadits, ahli fiqih,
dan ahli kalam --walaupun ahli tasawuf memiliki porsi yang paling
besar.
Dan rahasia mengapa mereka lebih mementingkan amalan hati
itu terpulang kepada dua hal:
. Pertama: bahwa amalan hati intlah yang dibawa oleh ad-Din,
diserukan, dan dianjurkannya. Bahkan ia merupakan lubuk dan ruh
ad-Din, ssfoagaimana )rang akan saya Jelaskan.
Kedua: bahwa pemeluk agama Islam pada umumnya --di antara-
nya adayang menisbatkan diri kepada ilmu dan sunnah-- lebih banyak
memberi perhatian kepada masalah-masalah zhahir daripada masa-
lah batin, mereka lebih sibuk dengan apa yang tampak di permukaan
dan tidak memperhatilon apayang ada di dalam. Atahir mereka ramai,
tetapi batin mereka rusak, mereka pelihara yang tampak di luar tetapi
merele sia-siakan;auhcr (esensyhakikat) sesuatu, dan ini merupa-
kan tipuan yang membahayakan.
Hadits-hadits sahih menerangkan bahwa seseorang itu kadang-
kadang melakukan maksiat lahir, bahkan melakukan sebagian dosa
besar, dan kadang-kadang dilakukannya berulang-ulang. Tetapi di
sisi lain, akar keimanan dalam hatinya lebih kuat daripada angin
maksiatnya sehingga maksiat yang dilakukannya tidak dapat men-
cabut akar keimanannya, dan di lubuk hatinya terdapat rasa cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya, meskipun lahirnya berlumuran dosa.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Umar bin
tttrattab r.a. bahwa ada seorang laki-laki yang terkenal dengan se-
butan Himar. Ia sering membuat Nabi shw tertawa., dan pernah pula
meminum khamar dan dicambuk oleh Nabi saw.. Ialu pada suatu
kali ia dibawa kepada Nabi saw., kemudian ada seseorang berkata,
"Mudah-mudahan dia dilaknat oleh Allah, betapa seringnya ia dibawa
kepada Nabi saw.!" Maka Nabi saw. bersabda, "fangan kamu kutuk
dia, sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya."
Orang muslim yang buru-buru melaknatnya itu hanya melihat
kepada zhahirnya png dikotori dengan maksiat dan minuman keras,
ia tidak melihat kepada apa yang ada di balik zhahirnya yakni berupa
hati yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, ini merupakan sisi iman
yang paling t5s39."412
Sebaliknya, terdapat g;ambaran kontras dengan gambaran di atas,
yaitu gambaran seorang hamba yang rajin beribadah, banyak mela-
kukan shalat, zakat, dan ibadatr-ibadah sunnah lainnya, tetapi
batinnya rusak dan kosong dari iman lang benar, keyakinan yang
memancar, dan sepi dari cinta yang kokoh kepada Allah dan Rasul-
Nya.
Inilah yang dibicarakan dalam hadits-hadits sahih, dan banyak
sekali riwayat dari Rasulullah saw. yang menyuruh berhati-hati ter-
hadap orang-orang yang berlebih{ebihan dan melampaui batas itu,
yang lahiriahnya cemerlang tetapi batinnyabusukdan hatinya keras,
yaitu kaum Khawarij yang keluar dari tslam.
Inilah yang disebutkan dalam hadits Ali, Abu Sa'id al-Ktrudri, dan
lainnya bahwa Nabi saw. set€lah menyebut-nyebut kaum Khawarij,
beliau bersabda:

*ti6:fifr.yft51,{*'g
,.- ,
\rJ4 -,
) (,),<,.12,
V/ -

>;gpr{;l}:,;"wu)
,"s-gg-;GU: 'J a

!)#r1ftr_uia
t,y){7@arali$i=il3
;XEgAul.!i!)si
.u)@/,!KqtuJUGii- ,/

(6, A**rq1n*b,&) .#3i


"fuIah wnng di antan lramu mercndahkn shalafrt;ra kepada
shalat mereka puafinta kepada puaa mercla" dan qin'ahryra
kepda qin'ah merck. Merelra memfua N-Qwran, tetapi fuca-
annya tidalr melampui kerongl<ongm mercka. Merel<a melat
keluar dai Islan *Wrti anak pnah melest dari busumya.afi

Al2et-tuhloh al-Irqiyail dail Majmu' Fdtawa (Syelthul Islam), iflid lo, hlm. 8.
413nn ttutafaq 'alaih dari Abu Sa'id aFKhudri.

730
I(arena itu tidaklah mengheranltan kalau Imam Ibnu Taimiyah
mengatakan setelah membicarakan iman, Islam, benar, dan ikhlas
sebagai berikut, "Apa yang kami sebutkan itu menuniultkan dengan
jelas bahwa pokok ad-Din (agama) itu pada hakikatnya adalah
urusan-urusan batin yang berupa ilmu dan amal, dan amalan-
amalan lahir itu tidak berguna tanpa aspek batin itu."{14
Saya sangat antusias mengutip perkataan lbnu Taimiyah di sini
I karena ada sebagian orang yang menganggap bahwa beliau tidak
menaruh perhatian kecuali hanya mengikuti gambaran-gambaran
l dan amalan-amalan lahir saja, padahal anggapan demikian itu tidak
benar dan bertentangandengan perikehidupan tokoh klta ini. Beliau
adalah seorang yang alim dan saleh, akal pikiran dan hatinya penuh
dengan iman, jiwanya cemerlang, serta cinta dan takutnya kepada
Allah Ta'ala sangat besar. Hanya saja beliau sering dizalimi oleh se-
bagian orang yang memuji-mujinya dan yang kasar dan eksrem yang
mendakwakan diri kepada madrasah (perguruan) beliau. Mereka
tidak mengetahui dan mengerti agama melainkan gambar-gambar
dan bentuk-bentukluar semata. Pagi dan petangmereka selalu mem-
perbincangkan masalah-masalah tersebut dengan sikap marah, dan
hampir-hampir bertikai karenanya. Apabila Anda aiak mereka untuk
mencurahkan perhatian kepada ushuluddin (pokok-pokok agiama)
dan hakikatnya yang besar, untuk mencurahkan perhatian terhadap
kondisi urnatnya, memikul beban tugas dan periuangannya, serta
menyelesaikan pertentangannya dan mengawasi persekongkolan
musuh-musuhnya, maka mereka akan menuduh Anda telah menen-
tang sunnahyang cemerlang dan sebagai musuh golongan salafyang
saleh. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan mereka, dan
menunjukkan kita dan mereka ke jalan yang lurus.

Petunluk Al-Qur'an dan Sunnah untuk Memperhadkan Pekerfaan


Had
Tidak samar bagi orang muslim yang mempunyai pengetahum --
meskipun sedikit-- tentang Al-Qur'an dan As'sunnah bahwa peker-
jaan-pekerjaan hati itu harus diutamakan dan didahulukan daripada
amalan-amalan anggota badan. Indikapi-indikasi yang menunjuk-
kan hal itu antara lain:

4l4Moi^u'Fou-a, hlh.
lut lO, 15.

731
I

Pertama: bahwa pokok ad-Din ialah "iman" kepada Allah dan


Rasul-Nya serta hari akhir (pertemuan dengan-Nya di akhirat). Irnan
ini pada dasarnya adalah amalan atau pekerjaan hati, sebagaimana
firman Allah:
"... Merclra itulah onng-orang yang Nlah tetah menanamtrai ke-
imanan dalam hati mercka dan menguatl<an merel<a dengan per-
tolongan yang datang daipda-Nya....' (al-Mufadilalr: 22)

Dan firman-Nya lagi:


"Onng-orang Anb kdui itu berkata Kani telah brinnn.'l(ata-
kanlah (kepada merel<a),'l(arnu belum berimant, tetapi lratalranlah,
'l(ami telah tunduk,' krcna iman itu fulum masuk ke dalam
hatimu ....'" (al-Huf urat: 14)

IQrena itu Al-Qur'an tidak menghiraukan pernyataan iman orang-


orang munafik yang mengatakan "kami bbriman' dengan mulut
mereka tetapi hati mereka tidak beriman. Banyak sekali ayat dan
surat Al-Qur'an yang mencela dan mengancam mereka dengan azab
yang pedih, dan cukuplah saya nukilkan beberapa ayat dari surat al-
Baqarah:
"Di antara manusia ada yang mengatakan,'Ifulrni fudnan kep&
Nlah dan hari kemudian,' pdahal mercl<a *sunguhrya bukan
itu
onngenng yng bertman. Merelra henhh menipu NIaL dan
onng-onng lnng biman, pdahal mercka harya mmipu dirinya
*ndirt dangmerckatidak sdar. Dalam hati mereka afuperya-
kit" lalu ditanbah NIah penyakifiya; dan Mgi merclra silsa yang
Nih, direhbkan merel<a berdusta." lal-Baqaralr: 8-IO)
Dan disebutkan dalam hadits:

,t:)Af e_ilfi.!.d4t6jfu,17
lslam itu tanpak nyta danglran iman itu di dahm hati.,{ts

4l5Disebutkan olelt dalam al-Majma, (t:52), dan beliau berkata: .Diriwayar-


kan oleh Imam Ahmad, Abu "1-1-1";1s1ni
Ya'la, dan al-Bazzar, dan perawi-perawinya adalah perawi-pe-
rawi sahih, kecuali Ali bin Mas'adah. Dia dianggap tepercirya oleh lbnu Hibban, Abu Daud
ath-Thayalisi, Abu Hatim, dan Ibnu Ma'in, sedangkan ulama lain melemahkannya.,

732
Kedua: bahwasanya "Islam", meskipun diwujudkan dalam amalan-
amalan dan ibadah-ibadah yang lahir --sebagaimana disebutkan
penafsirannya dalam hadits fibril yang telah masyh-ur-- y-ang tercer-
min dalam lengucapan dua kalimah syahadat, shalat, zal<at, pua-sa,
dan haii, titapi amalan-amalan tersebut tidak akan diterima dan
tidak diperhitungkan apabila tidak disertai dengan niat yang ikhlas
karena Allah Ta'ala, sebagaimana firman-Nya.:
I

I
AtL:u_l::['u,.ri;.:fr ba.*y;i;f,
"Padahal merel<a tidah disuruh kecuali suryln menymtfuh NIah
dengan memumil<an ketaatan kepda'$ra dalam (menialanlcan)
agama dengan lurus ...." lal-Bayytrnh: 5)

Dan sebagaimana disebutkan dalam hadits sahihyang masyhur:

1),t,1
6y;i&\i\69qrt,
,-v Y W
Llw-lw
)/.
.69
"ksunggthnya amal ifu tergantung pada niat, dan wtang ittt
hang al<an mempercleh aplnng ia niatlran."
Maka tidaklah diterima suanr amal lecuali dengan niat, dan niat
itu tidak ada artinya kecuali dengan ikhlas, sedangkan niat dan ikh-
las merupakan pekerjaan hati.
Ibnu Atha'illah mengatakan di dalam kitabnyaal-Hiham. "Amal itu
merupakan gambar-gambar yang tegak, sedangkan ruhnya ialah
adanya rahasia ikhlas di dalamnya." Yakni, amal tanpa ikhlas ittl
seperti gambar dan patung yang tidak bernyawa dan tidak hidup.
Karena itu dilarang keras melakukan riya' (melakukan sesrurhl
dengan maksud agar mendapatkan puiian dari gralg lain), y91tg
meriggugurkan ibidah dan menghapuskan patrala leaatan. sifat
riya'-inimerupakan sifat orang-orang munaftk, sebapimana disi-
nyalir oleh Allah SWT dalam ftrman-Nya:
"ksungguhrya onng'onng munafik itu menipu NIah, fun Nlalt
al<an memfulas tipuan mercl<a. Dan apbila merel<a brdii untuk
shatat, merelca furdin dengan malas Mereka brmaland riya'(d*

733
ngan shalat) di hafupan finnusia Dan tifuklah mereka meryrebut
Nlah kecuali *dikit sekali."(an-Nts€,t t42l

Di dalam hadits sahih yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a. di-


sebutkan batrwa peftama kali dinlalakannya neraka pada hari kiamat
ialah karena tiga golongan manusia yang melakukan riya' untuk
mendapatkan pujian manusia ketika melaliukan amal --bdkan men-
cari ridha Allah. Pertarna, orang yang membaca Al-eur'an dan
mengajar agar dikatakan sebagai orang'alim (pandai)!16 Kedua,
orang yang bersedekah dan menginfakkan hartanya supaya dikata-
ka-n pemurah. Dan kedga, orang yang berperang dan beriuang
sehingga mati agar dikatakan pemberani (pahlawanJ.
fika demikian, maka yang penting bukan bentuk amalnya se-
mata-mata, tetapi jiwanya. IQdang-kadang suatu amal sudah dilak-
sanakan sesuai dengan bentuk yang dituntut, tetapi tidak dit€rima di
sisi Allah, karena ia hanya baik secara lahir tetapi batinnya palsu,
seperti uang palsu, yang adakalanya laris dipergunakan kalangan
awam, tetapi setelah diteliti tarnyata tidak ada nilainya.
Karena itu Rasulullah saw. mengatakan di dalam hadits-hadits
beliau:
I

#C:,{5#K;biIiUs?4tU
ob) /{. WrYu1; g,,gH<_
{4
(6:lil * +t' ul er;ty
"-2t4,i-2
etlylt
"knngsiap ltang tifuh meninggalkan perlrataan dusta dan me-
nyimpang dari kefunann *rta perbuatan duiana maka NIah
ti&k memedulran ia meninggalkn makanan fun ninumanny
(puasanya).417

l#.''l.bv,g)4 6-4*vg.)
al6Oaam sail lafal disebuttan agar dikaakan
sebagai qari'(ahli qira,ah). Lihar: ar-
Tar ghib wat-Tarhib oleh al-Mundziri. (Penr.).
417nn lhmad, Bukhari, Abu Daud, Tlrmidzi, dan lbnu Majah dari Abu Hurairah. (Mut h-
tashar Syarah al-Jami'ush-Shaghir, 2: 316).

734
.
:bltt
f!1 *q e'&,i{l fS g._6
F4o.ie *1, arJot \
"Banyal(**ali onng yng berpuaa WV ti&h memprcleh
sesuatu fui pnwryta iru keqtali lapf dan fg,nnk sdali orang
Wry mehll,tlran qiltanullail (shalat malan) yangtidah men&pt-
lran wuatu dai slralat malamryn k*uali haqn ti&lc ddw.,{t8

Dalam hd ini Al-Qur'an tidak memufi orang )rang semata-maa


mengerjakan shdat, melainkan:
"(Yaitu) onng-onng yng ldtusyn' dalam dtalabrya" (al-Mu'ml-
nun:2)
"Dan onng-orang yang memelihara slnhfrtp" lcl'Mu'mlnun: g)
Disebutkannya pula tujuan diperinahkaruya shalat sebagaimana
firman-Nya:
"... dan dirikanlah dalal fuungguhnta shaht itu manqah &i
(pftuaturpftuatut) keji dan munkar...." (Al-AntaDut: 451

Sebagaimana diterangkan pula tuiuan diwaiibkann5ra zatat de-


ngan firman-Nya:
'fu11bifufi '^bzt dad *bagian twta nrete*a, fuUan rabt itu *amu
membnihlcan &n menyucilan mere*a(ed k*ikitan dan cinta
yang brlebilwr bmdap hafta fure)...."(at-Taubah: IO5)

Dan tilar (n{uan) difardhukannya ptnsil dengan ftrman-Nya:


"Hai otangorug ltapg bdman, diwaiiblan atas hmu berpuaa
*bgafumna diwaiiblan atas orang.orang *lum bnu agar
kamu brtakwa" (al-Baqatalr: I8!t)

Kedga: bahwasanya tingkaan ad-Din )rang paling tfurggi ialah


'ihsan" dan Jibril pernatr menanyakan ihsan ini k€pada Nabi saw.,
lalu beliau menfanab:

{tfn Dnu MaJah dart Abu Huralrah. (Muhhtoshar Syarah at-lant\sh-Shaghir, Z: JF),

735
'uS /o t.i,{\|KN ii3 6 JrGli
'u$/ait\:KNiK6c'o JI t c cl

QWcr* i* /,,uobt), sg:&y"giH;'p


"(Ihan ialah) engkau bifudah kep&Nhh *akanakarrangku
melilnt-N1t4 fun iilra kmu tidalc melihat-Nya nnh #angphnt a
Dia melilnfrnu." (HR Musllm darl L'mar Dln llhattob)

Dari penafsiran (penjelasan) Nabi saw. itu tampak jelas bahwa


ihsan merupakan amalan hati yang murni (semata-mata amalan
hati), yang mengangkat derajat seorang mukmin ke martabat'pe-
nyaksikan hati" kepada lJlah frzza wa falla, suatu kesaksian kero-
haniaan yang menjadikan ia seakan-akan melihat-Nya. Kalau tidak
sampai ke tingkat ini, maka hendaklah ia mencapai tingkat "muraqa-
bah" di mana ia merasa selalu diawasi oleh Allah dan dilihat-Nya:
'... Dan Dia (Nlah) brcama kamu di mana *ja kamu bnda Dan
Nlah Maha Melihat ap nng l<anu kerjakan." (al-Hadtd:4)

Ihsan merupakan sumbu utama bagi ahli suluk dan ahli ketuhan-
lr..Pi lapangan ihsan inilah mereka berbuat unruk mendidik tiepri-
$dian beriman yang benar, yang menampakkan sifat-sirat "uuiini-
1iT 1'tuttaqin"- orang-orang mukmin yan! uertatna itulah wali-wali
Allah yang sebenarnya:

6;iil{;4J;,saigJ<,irl
@OjAi3u)tjtc<,iii
*sungphntawali-wali Nlah itu tidak ada keldnwatiran
"Ingatlah,
terlnfup mercl<a tun tidak (pula) merelca Drlrsedih hati. (Yaitu)
orangonng lrang furtman dan mereka *lalu fuftakwa"(Yunus:
62-6't
Orang yang mau membaca Al-Qur'an dan merenungkannya, nis-
caya ia dapati bahwa Al-Qur'an selalu mengaitlan kebaikan dunia
dan akhirat dengan iman dan takwa.
Mengenai kebaikan (kebahagiaan) dunia, kita baca firman Allah
berikut:

736
xkinryra penduduk negeri-negei biman &n bertal<wa,
"Jil<alau
Nililek l<ami akan melimphlan kepda mercl<a berlcah dari
langit dan bumi ...." (al-A'raf: 96)
"Dan telah lhmi xlamatl<an orury-orury Wg furfunil dan
merelra itu xlalu furtal<wa" (qn-Naml: 55)
"Hai otang-onng ltang bertmn, iika kamu bertalwa k@a AW
-
niwla Dia akn menbibn k@mu fufiafi,g -.. 1a1-A6l: 29)
C zaz 1
tiiry*"c:^{1#:L?fr,l;4^ie.;s
I

"... e"*Orr* yang brtal*n keptu Ntalt ni*aya i* *r,


menga&lant bagkp jalan keluar. Dan membdryta rueld dafi
anh lrang tiada diangfu-anglrarya.... " (ath-Thalaqt 2-31

Sedangkan mengenai kebaikan (kebahagiaan) akhirat dapat kita


baca dalam ay at- ay at berikut:
"Dan *iraqm ahli kitab biman dan futakw'4 tentuhh l(ami
tutup @apus) keslahan-keslahn merclra dan tentuhh IGmi
masuldia,n merelra ke dalam surga-srrga yang penuh kanilomtan."
(al-Ma'ldah:65)
"lfittah surga)ang akan Kan i wadstan kepda lwnb-Inmfu
I(ami yng xlalu berakwa."(Manram: 65)
"... &n baranpiapa )ang Dr;fiakul'a kry& Nbh niffifd Dia alen
mengfiapus keslahan-kesalaharu4ta dan ahn meliptgndalean
Nhala bagiryra" lath'Thalaq: 5)
Iman, sebagaimana saya sebutkan, merupakan amalan hati yang
esensial, meskipun memiliki bekas-bekas yang tampak secara nyata.
Demikian juga takwa, ia adalah amalan hati yang asasi, walaupun ia
mempunyai buah secara lahiriah.
Iqrena itulah Al-Qur'an menyandarkan takwa kepada hati:

,r$ifi*6yi;w&frai
4lgtutrnya. petuniuk yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil, dapar
iuga dianikan di sini dengan pertolongan (Al-QurhndanTcrjernahnya, catatan kaki nomor 607).

737
"Dqnikianlah (pernhn Nhh). Dan Mrutgsiap mengagungkn
syt'ar-syt'ar Nlah, maka rs;ungufurya itu timbul dai ketakwaan
hati."(al-Haff A2l
Rasulullah saw. pemah berisyarat ke arah dadanya seraya ber-
kata, "Takwa itu di sini,' dengart diulanginya perkaaan itu tiga kali
untuk mempertegas (EX. Musltm).
Dan Al{ur'an menyifatl orang-orang yang ahrra dalam permu-
laan. surat al-Baqarah sebagai berikut:
"... (N-Qulan ini dalalr) petwiuk bgi metr*a Wg Druftaltuva-
(Yaitu) merclra yng fudman kepda Wrg grh yng mandtuilran
$akt dan menallrahhn xfugian rczeki yanglhnti nugerahkan
kepfu mer*a dan mercka yang fuinw kepda Kibrb (N-
Qufn) yng telah diturunkan kepadantu fun kitab-kihb yng
tehh diturunkan *belummu, serta merela ykin akan furrya (ke-
hidupn) akftirat " (al-Baqaralr t 2-41
Maka Allah menjadikan sifat mereka yang asasi ialah beriman
kepada yang gaib, iman kepada kitab yang dinrrunlen Allah kepada
Rasulullah saw. dan yang diturunkan kepada rasul-rasul sebelum-
nya, serta yakin akan adanya kehidupan dkhirat, yang semuanya
merupakan amalan hati. Sedangkan mendirikan shdat dan mengin-
fal*an sebagian rezeki yang diberikan Allah merupakan amdan
lahir.
Dengan iman dan akwa hati menjadi suci dan bersih, dan berhak
mendapatkan leberunurngan:
"fungulnya tr;runturrrgfuh orang pry menyucikn iiwa itt, hn
wunguhnlta merugihh onng Wg mengotorinya' (asy-Syams:
9-ro)
"Seatngguhrya bruntunglah oftng Wg membercihkn diri (de-
ngn bnman)." (al-A'la: 14)
Keemlnt: Al-Qur'an menjadikan hati yang sehat dan selalu kem-
bali kepada Allah sebagai pokok keselamatan dan kebahagiaan di
akhirat. Perhatikanlah apa yang dikisahkan Al-Qur'an kepada kita
mengenai doa Nabi Ibrahim kekasih Allah:
"Dan janganhh fudrau hinakan alcu p& had mercka dibngkit-
kan. (Yaitu) p& hai kedka hafia dan anak-anah ti&Ic berywa
k&rali oruE Wrg menglndap Nlah dengan hati ptrg brsih."
(asy-Syu'ara: 87-89)

738
Baca pula firman Nlah Azza wa falla berikut:
"Dan didelatl(ankh surga itu kepda onng-onng gry benalnn
pda tempt yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijnjikn
kepa&mu, ()airu) kepda *tiap hamba ltang *hlu kmbli (ke-
ptu Nlah) lagi manelihan (*muaperafiran-Ittn). (aiAD oruS
lang kepfu Tuhan Yang MaIn Pemunh s&ng Dia tifuk
talrut
kelihatan (olefuya) dan dia datang dengan hati yng brtofut""
(Qaf:5I-53)

Rasulullah saw. menjadikan poros atau sumbu kebaikan dan ke-


rusakan manusia itu dada "hati" sebagaimana disebutkan dalam
hadits Nu'man bin Basyir yang diriwayatkan ddam Shahihain:

iit#4X1r1Y"23"%;fis3rii
\#'fi;.i16t5b,tg''i!i
.415(6e<t1t%
'Ingathlt, wtngguhrya di dahn iad r* r*il* dagtng
Apabila aunpal daging itu baih mal<a hilfuh *luruh tukth, fun
apbila rusak maka rusldah *lutuh tttbtlt. Kehlruilah itu a&lalt
hati."

Dan Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu


Hurairah r.a.:

r
:ffit-$,r'ldtaU)Li*'xt'i;
38frJ&3gj
"Sesunguhryta NIah tidak melihat.(menilai) Atbuh fun ruWmu,
tetapi Ia melihat kepda hatimu."

Banyak sekali nash Al-Qur'an dan As-Sunnah yang memuji hati


yang hidup dan bergetar karena khusyu', lemah lembut, takut
kepada Allah, gemetar ketika mengingat ancanurn Allah, tenteram

739
f
l

ketika mengingat janji-Nya, cinta kepada-Nya, tawakal kepada-Nya,


dan sebagainya.
Bacalah, misalnya, firman Allah:
"klumlrah htang wafutryn W orang:onng lang briman untuk
tunduk hati mereka mengingatNlah dan kepda k*mrutWry
telah turun (ke@a mercb), dan ianWtan mercka seprti onng-
onng nng *belumryra t&It diturankan al-Ktab lcepenm
kemudian furlalulah mafi paniang atas merel<a lalu hati
kefuryal<an di antan mercl<a a&kh
mercka menjadi kens. Dan 'rang
onng-onng ltang task" (al-Hadtd: 16)
"Seanngguhryra orurgQtang yang briman itu iahh mercla yng
apbila di*but nama NIah gemetailah hati merdra dan awbila
difucalen kepda mercka alnt-a1mt-N1n, bertamMhlah iman
mercka (karcnanya) dan kepda Tuhanlah mercka bilawalral."
(al-Anfal: 2)
"NIah telah menunnkan pe*ataan Wg paling baik 6nitu) N-
Qulan Wng *ruW (mutu ayat-ayatrya) Wt bruIang-ulang,
gemetar l<arcnaqta hlit onng-onng lang tafut kepada Tuhnng
kemudian menjadi tenangkilitdan hati merelraphwaku meng-
Wt Nlah ...." laz-Zamarrt 2Sl
"(Yaifii) onng-onngyngfuiman dan hati mercka menjadi tente-
nm dengru mengingat NIah. Ingatlah, harya dengan mengingat
Nlalblah hati menjadi tenteran." la*f,a'd: 28)

Sebaliknya, banyak juga nash yang mencela hati yang mati, sakit,
keras, gelap, dan hitam.
Bacalah firman Allah ketika mencela kaum Bani Israil:
"Kemudian *telah itu lntimu menjadi kens *pefi fultu, fuIilran
lebih kens lagi Padahal di antan futu-batu itu angguh ada yang
mengalir sungai+ungai dainya.... " (al-Baqaralr: 74)

Dan firman-Nya mengenai perilaku mereka:


b
i, .a . )z )rl^rz-i..zz a).i-.\ -ri,| O . Z7( (
# f+JAe l.il,>. J f{--r f4r+-e'4
"Oetapi) karuM mer*a melngar janjiqa Kami fufil& mer*a
dan l(ami jdilan lurli nweh keras memfuntu ...."(al-l[a'ldalr: I3)

740
"... Maka kdakaan yng be*rlah hgi merchpqtehh mem-
funtu hathl,a untuk mengingat Nlah ...." lar-Zamtl22l
fuga firman-Nya mengenai orang-orang munafik:
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalau ditamfuh Nlah pryakit-
n1a ....' (al-Baqarah: I O)

Yang dimaksud dengan penyakit pada ayat ini ialah penyakit syak
(ragu-ragu).
Firman-Nya lagi:
"... Mak jnganlahlramu tunduk (merendah) dalam berbican *-
hingga be*einginanlah orang ),ang ada penyakit dalan hatinya ...."
(al-Ahzab:32)

Yang dimaksud dengan penyakit di sini adalah penyakit syahwat.


Dan firman-Nya lagi:
"*l<ali-lrali tidak (demikian) xfunamlta ap yang *lalu mereka
ushakan itu menutup hati merel<a."(al-Muthaffftrn: 14)

Tufuan Penciptaan
Kelima: bahwasanya Allah menciptakan manusia bahkan alam
semesta ini idah agar mereka mengenal-Nya deng;an nama-nama-
Nya yang sangat bagus (al-,*ma'ul-Husna) dan sifat-sifat-Nya yang
luhur, sebagaimana dinmiuki firman-Nya:
"Nlah-hh yng menciptakan tujuh hngit en Dr;gitu puh bumi.
Pefintah Allah furlak Wdanya agar lamu mengdahui balwa
NIah Maha Kuas atas *gala *suatu; dan *sungafuya NIaIt
ilmu-Nya benar-benar meliputi *gala sesuatu " ( atlr'Thalaq : I 2 )

Mengenal Allah Ta'ala itu bukanlah amalan anggota badan, me-


lainkan pekeriaan hati.
Di samping tuiuan pengenalan (dengan hati) tersebut, maka
dalam pencipaan itu iuga terdapat tujuan amaliah lpraktik), seperti
dituniuki firman Allah berikut:

"Dan Aht tidak


Qu#.$Utr^{6AitrY:
jin dan
menciptakan melainkan srryla
manusia
mereka furtbadah kepda-Ku." (adz-Dzarlyat: 56)

74t
I
Adapun bentuk ibadah itu ada dua macam: ibadah zhahirah (lahirl
dan ibadah bathiruh (batin). Ibadah zhahirah, meskipun dilakukan
dengan anggota badan, tetapi ia tidak akan diterima tanpa adanya
pekerjaan hati, yainr ikhlas sebagaimana saya sebutkan sebelumnya.
Syekhul tslam Ibnu Taimiyah berkata, "Bahkan mengikhlaskan
ketaatan kepada Alah itulah ad-Din, yang tidak diterima oleh Allah
tanpa keikhlasan itu. Ad-Din yang Allah utus para rasul sejak rasul
pertama hingga yang terakhir untuk menyampaikannya, dan ditu-
runkan-Nya seluruh kitab suci-Nya untuk itu, dan telah disepakati
oleh para imam ahli iman. Keikhlasan (beribadah dengan ikhlas) ini
merupakan inti seruan seluruh nabi, yang merupakan poros t€mpat
berputarnya Al-Qur'an. Allah berfirman:
"Sesunggthnla l(ami menurunkan kepdamu K;,tab (Al-Qu/an)
dengan (memfuwa) kebenaran. Maka *mfuhlah NIah dengan
.memumil<an ketaatan kepda-Ny. Ingatlah, hanya kepunyaan
Nlah-lah agama yng bercih (dari qtinD ...." laz-Znrtan 2-g.l

Surat ini secara keseluruhan bermuatan makna tersebul"'l2o


Selain inr, ibadah batin merupakan lubuk ad-Din (agama), yang
berupa cinta kepada Allah, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rah-
mat-Nya, takut akan azab-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, sabar ter-
hadap cob4an-Nya, ridha kepada qadha'-Nya, mencintai kekasih-
kekasih-Nya, membenci musuh-musuh-Nya, yakin alran bertemu
dengan-Nya, dan sebagainya. Yang demikian itu di kalangan zufi ter-
kenal deng;an istilah maqam 6^n 1ro1,a2t dan semua ltu merupakan
pekerjaan hati. Termasuk dalam kategori ini idah sifat zuhud terha-
dap dunia, lebih memendngkan aktrirat, kasih salang kepada sesama
makhluk Allah, serta bersih hati dari rasa dengki dan dendam.
Sebaliknya, kita jumpai bahwa kemaksiatan yang lebih berba-
haya adalah kemaksiatan hati, misalnya sombong. Al-Qur'an penuh

42onnd risalah 'at-lthfatul-Iraqilyah Rl-A'malil-Qalbt,Srah' darl Mdjmu dl-Fduud,


,uz lO, hlm.49.
42lMqam atilt al-na4dm (amaknya al-ma4emat) bcrud hlupan png harus dltcmpuh
oleh seseorang yang lndn mendekatkan diri kepada Allah SWf. Seaangtan hal (rarnakn),a
ahwal) merupalon kondlsi mental seseorang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.
Maqamtmaqdnat bersifat kekal dan diperolch deng;an ladhan, sedandon haUahwal bersifat
sementara, daang dan perd, fanS merupakan anugerah Allah. Para ahli asawuf berbeda
pendapat mengenai tata urutan n aqamtt dan ahwal lnl. Lihat m. Asmaraman, M.A ., Pcngantar
Studi rasawul (Pcnl.).

742
{.ry"1 ayat yang mencela dan mengancam kesombongan ini. Dan
dalam hadits sahih disebutkan:

f6i**+6EG'zJ{"EK<)
(-:-,-rq)a)aa
Tidal<Iah masuk surga orang yang di dalam hatinln terdapt ke-
ambongan meskipun sebesar dzanah." (tIR Musllm darl hadttg
Ibnu Mas'ud)

ogry-ikjaq p,ula dengan penyakit hasad (iri, dengki), yang oleh


Rasulullah dijelaskan:

.€,EAUCJ/,gz6KAVr:=Iif,*i
"Memakan kebailcan-kebaikan sehgaimana api memakn kayt
lnku'.422

Beglfu pula dengan kebencian, yang dalam suatu hadits dikatakan


sebagai:

";)qi 6i1?dg, ; Gai* iaeer


3:i*16
"Pencukur, a1a (Nabi saw.) tifuk mengat*annye menanlatr runbul
tetapi mencukur agama.Azs

Termasuk di dalamnya adalah rasa putus asa dari rahmat Allah,


yang oleh Al-Qur'an dikatakan:

422HR abu
Daud dalarn 'al-Adab", hadits nomor 49oJ, dan di dalam isnadnya terdapat
seorang perawi yang tidak disebuttan namanya.
423Ri*ayat Tirmidzi dalam "shifatul-eiyamah", hadits no. 2sr2t dan disebutkannya
perselisihan mengenai perawinya, apakah Zuber ataukah bekas budakrpva. Dan dikemuka-
kan1v1 srahid (hadirs lain) dari Abu Darda' sebelumnya (2s I I :
) lgesungfrrhnya )rang meru-
sak hubungan iru adalah mencukur (agama).' Tirmidzi berkata, ;naditiini sahi[., -

743
"... Sesungguhryn tiada berputus as dari rahmat Nlah, melainkan
kaum lnng kafir."(Yusutt 87I

Begitupun merasa aman dari tipu daya Allah, sebagaimana fir-


man-Nya:
"... TIadalah Wg menffi aman dari azab Nlah (tipu daya Nlah)
keatali onng-onang yang merugi." (al-A'ral: 99)

Misalnya lagr penyakit syuh (bakhil dan kikir) yang dikecam oleh
Al-Qur'an dan As-Sunnah:
"... furangsiapa yang dipelihara dai kekikinn diinln, mereka itu-
Iah orang-orang yang beruntung." (al-Hasyr: 9; dan at-Tagha-
bun: 16)
Dan dalam beberapa hadits disebutkan sabda Rasulullah saw.:

(45 5si; 6rr* prrg'&r G;::


$i*,:r5&;6;?fa"'6u(.(4Ke
(tsrt4yrtiotr) .
A%jA
"krhati-hatitah terhadap penyal<it syrth (htrhil dan kikir), karena
pennkit ryth itu telah mentbinasla n oruq-orang *0r;lum kamu
dan_ menjadilran merel<a aling menumphlrn daral dan mengha-
Ialkan apa yng dihanmkan atas mereka.az4

424pp 61r*"6 dan Bukhari dalam 'al-Adabul-Mufrad' dan Muslim dari tabir, sebagai-
mana disebutkan dalam shahih al-Jani'ush-Shaghir, hadits nomor 21O2.

744
"Jauhl<anlah diimu dari penyakit sytth, lrarcna binaanya orang-
orang rebelum kamu adalah di*fubl<an oleh penyakit syuh' Pe'
nyakit syuh ini menyuruh merel<a berbuat bkhil, lalu mereka ber'
buat bakhit; menyuruh merel<a memutusl<an hubungan kekeluar-
gaan, latu mereka memutuskannya dan menytruh metelra brbuat
durhaka, lalu mereka berbuat durhala.,a2s

Di samping itu, yang termasuk dalam kemaksiatan batin ialah


mengikuti-hawa nafsu,- ujub (membangga-banggakan diri), cinta
dunii, cinta harta dan kedudukan, riya', ghurur (teperdaya oleh kele-
bihan dirinya dan sebagainya), dan lain-lainnya,Y?ng dimuat Imam
Ghazali dadrn bagian "Muhlikat" (hal-hal yang membinasakan) dalam
kitabnya lhy a' lJlumuddin.
al-"Qur'in telah menceritakan kepada kita mengenai kisah Adam
dan iblis yang kedua-duanya telah melakukan maksiat kep,ada
Tuhan merlkaltetapi maksiat Adam adalah maksiat anggota.badan,
sedangkan maksiat iblis adalah maksiat hati. Maksiat Adam disebab-
kan oleh kelemahan dan keluPaan:
"... malra ia lup (akan peintah itA, dan tidak lhmi dapti pdarya
kemauan Yang kuat." (Thaha: I 15)

Sedangkan kemaksiatan iblis disebabkan oleh kesombongan dan


kekufurannya:

OC,&(G:;,3ri?aVu\
"... ia (ibtis) enggan dan takabur, dan adalah ia termaank golongan
orang-onng yang kafir." (al-Baqarah: 54)

Dengan demikian, kebaikan yang sebenar-benarnya kebaikan


-ketaatan
adalah hati, dan bahaya yang sebenar-benarnya baiaya
adalah kemaksiatan hati. uudah-mudahan Allah melindungi kia
dari kemaksiatan hati ini, dan memberikan kepada kita hati yang
selalu kembali kepada-Nya, hati yang bersih dan sehat' Amin "" o

425gX 65u Daud dan Hakim dari Ibnu Umar. (Shahih al-Janiush-Shaghir. nomot 2678.

745
BAGIAN UI
FIQIH DAI.I KEDOKTERAN
I

EUTANASIA

Pengantar:
Ini merupakan satu persoalan yang sampai kepada saya di antara
sekian banyak persoalan mengenai kedokteran Islam dan hukum-
hukumnya serta adab-adabnya, yang disampaikan lewat surat oleh
Ikatan Dokter Islam Afrika Selatan. Persoalan pertama mengenai
masalah berikut:

QatI ar-Rahmah atalu ?:ailrllr. al-I[aatlBatanasfe)


Pengertian qatl ar-rahmah atau taisir dl-maut (eutanasia) ialah tin-
dakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa me-
rasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positil) ialah tinda-
kan memudahkan kematian si sakit --karena kasih sayang-- yang
dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).
Beberapa contoh di antaranya:
1. Seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar
biasa hingga penderita sering pingsan. Dalam hal ini dolcter yakin
bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian
dokter memberinya obat dengan akaran tinggi (orerdosis) yang
sekiranya dapat menghtlanglon rasa sakitnya, tetapi menghenti-
kan pernapasannya sekaligus.
2. Orangyang mengalami keadaan koma yang sangat lama, misal-
nya karena bagian otaknya terserang penyakit atau bagian ke-
palanya mengalami benturan yang sangat'keras. Dalam lceadaan
demikian ia hanya mungkin dapat hidup dengan mempergunakan
alat pernapasan, sedangkan dokter berkeyakinan bahwa pende-
rita tidak akan dapat disembuhkan. Alat pernapasan tnrlah yang
memompa udara ke dalam paru-parunya dan meniadikannla dapat
bernapas secara otomatis. Jika alat pernapasan tersebut dihenti-
kan, si penderita tidak mungkin dapat melanjutkan pernapasao-
nya. Maka satu-satunya cara yang mungkin dapat dilakukan ada-
lah membiarkan si sakit itu hidup dengan mempergunakan alat
pernapasan buaan untuk melanjutkan gerak kehidupannya.
Namun, ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti ini se-
bagai "orang mati" yang tidak mampu melakukan aktMtas. Maka
memberhentikan alat pernapasan itu sebagai cara yang positif
untuk memudahkan proses kematiannya.

Hal ini berbeda dengan eutanasia negatif (taisir al- maut al-munfa'il).
Pada eutanasia negatif tidak dipergunalen alat-alat atau langkah-
langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, teapi ia hanya
dibiarkan tanpa diberi pengobatan unhrk memperpanfang hayatnya.
Contohnya seperti berikut:
1. Penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang zudah dalam
keadaan koma, disebabkan benturan pada bagian kepalanya atau
terkena semacam penyakit pada otak png tidak ada harapan untuk
sembuh. Atau orang yang terkena serangan penyakit paru-paru
yang jika tidak diobati --padahal masih ada kemungkinan unruk
diobati-- akan dapat mematikan penderita. Dalam hal ini, iika
pengobatan terhadapnya dihentikan akan dapat mempercepat ke-
matiannya.
Seorang anak yang kondisinya sangat buruk karena menderita
ttshallub al-Asyram (kelumpuhan tulang belakang) atau syalal al-
muhhhhi (kelumpuhan otak). Dalam keadaan demikian ia dapat
saja dibiarkan --tanpa diberi pengobatan-- apabila t€rserang
penyakit paru-paru atau sejenis penyakit otak, yang mungkin
akan dapat membawa kematian anak tersebut.
At-tashollubal-asyramatauasy-syaukahal-masyquqahialahkelatnan
pada tulang belakang yang bisa menyebabkan kelumpuhan pada
kedua kaki dan kehilangan kemampuan/kontrol pada kandung
kencing dan usus besar. Anak yang menderita penyakit ini senan-
tiasa dalam kondisi lumpuh dan selalu membutuhkan bantuan
khusus selama hidupnya.
Sedangkan asy-syalal al-muhhhhi (kelumpuhan otak) ialatr suatu
keadaan yang menimpa saraf otak sejak anak dilahirkan yang
menyebabkan keterbelakangan pikiran dan kelumpuhan badan-
nya dengan tingkatan yang berbeda-beda. Anak yang menderita
penyakit ini akan lumpuh badan dan pikirannya serta selalu me-
merlukan bantuan khusus selama hidupnya.

Dalam contoh tersebut, "penghentian pengobatan' merupakan


salah satu bentuk eutanasia negatif. Menurut gambaran umum,
anak-anak yang menderita penyakit seperti iru ddak berumur pan-
jang, maka menghentikan pengobatan dan mempermudah kematian

750
secara pasif (euanasia negatif) itu mencegah perpanjangan penderi-
taan si anak yang sakit atau kedua orang tuanya.

Pertanyaan:
Berkaitan dengan permasalahan tersebut muncul peftanyaan-per-
tanyaan berikut:
1. Apakah memudahkan proses kematian secara aktif (euanasia
positif) ditolerir oleh Islam?
2. Apakah memudahkan proses kematian se@ra pasif (eutanasia
negati$ juga diperbolehkan dalam Islam?

Jawaban:
1. Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positiQ
seperti pada contoh nomor satu tidak diperkenankan oleh syara'.
Sebab yang demikian itu berarti dokter melakukan tindakan aktif de-
ngan tuiuan membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya me-
lalui pemberian obat secara overdosis. Maka dalam hal ini, dokter
telah melakukan pembunuhan, baik dengan cara seperti tersebut
dalam contoh, dengan pemberian racun yang keras, dengan penye-
ngatan listrik, ataupun.dengan menggunakan seniata taiam. Semua
itu termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk
dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu tidak dapat lepas dari kategori pembu-
nuhan meskipun yang mendorongnya ifir rasa lesihan lepada si
sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Ihrena bagaimana-
pun si dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Dzat
Yang Menciptakannya. Karena iru serahkanlah urusan tersebut ke-
pada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan kepada
manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba afal yang telah di-
tetapkan-Nya.
Adapun contoh kedua dari eutanasia positif ini kita tunda dahulu
pembahasann)ra setelah kita bicarakan eutanasia negatif.

Eutanasta Negatll (Menghendkanfllrlnk Memberlkan Pengobatan)


Adapun memudahkan proses kematian dengan cara pasif (euta-
nasia negatif) sebagaimana dikemukakan dalam pertanyaan, maka
semua itu -baik dalam contoh nomor satu maupun nomor dua-- ber-
kisar pada "menghentikan pengobatan" atau tidak memberikan
pengobatan. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa peng-

751
-7

obatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan
hatapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullatr (hukum Allah
terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.
Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara'
ialah batrwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak waiib hukum-
nya menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan me-
nurut mereka, mengobati atau berobat ini hanla berkisar pada hukum
mubah. Dalam hal ini hanya segolong;an kecil yang mewaiibkannya,
seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat lmam Syaf i dan Imam
Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam lbnu Tai-
miyah,a26 dan sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sun-
nah).
Para ulama bahkan berbeda pendapat mengenai mana yang lebih
utama: berobat ataukah bersabar? Di antara mereka ada yang ber-
pendapat bahwa bersabar (tidak berobat) itu lebih utama, berdasar-
kan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan dalam kitab sahih dari
seorang wanita yang ditimpa penyakit epilepsi. Wanita ihr meminta
kepada Nabi saw. agar mendoakannya, lalu beliau menjawab:

J6(4r+$1?j#ilgffi,y
4)( g.i?{;t5,ffi17L*; JF ",F

.&K*11t46i3,6Ki
"lika engl<au mau bamhr (maka-berabarlah), englrau alran
mendaptl<an surga; dan jika engku mau, akan ay,a doakn ke-
pda NIah agar Dia menyembuhl<anmu'Wanita itu menjawab,
al<u alan b$abar.'Sebenarnl,a sala tadi ingin dihilandan WWt
sa1a. Oleh karena itu doal<anlah kepada NIah agar fi)a tidak minta
dihilanglan pnyakit a1,a.' Ialu Nabi mendukn onng itu agar
tidat< meminta dihilngican peryakitnya. 427

426elrob.o ol-xrrbro. karya Ibnu Taimi),ah, juz 4, trlm. 2@, tqbitan Mathba'ah Kurdistan
al-Ilrniah, Kairo.
427yugu1* 'alaih. Diriwayatkan oleh Bukharl dalam 'Kitab al-Mardhaa' dan Muslim
dalam "Kitab al-Bin wash-Shllah', hadits nomor 2265.

752
Di samping itu, juga disebabkan banyak dari kalangan sahabat
dan tabi'in yang tidak berobat ketika mereka sakit, bahl€n diantara
mereka ada yang memilih sakit, seperti Ubai bin IQ'ab dan Abu Dzar
radhiyallahu'anhuma. Namun demikian, tidak ada yang mengingkari
mereka yang tidak mau berobat inr.428
Dalam kaitan ini, Imam Abu Hamid al-Ghazali telah menyusun
satu bab tersendiri dalam "Kitab at-Tawakkul" dari lhya'lJlumuddin,
untuk menyanggatr orang yang berpendapat bahwa tidak berobat itu
lebih utama dalam keadaan apa pun.a2e
Demikian pendapat para fuqaha mengenai masalah berobat atau
pengobatan bagi orang sakit. sebagian besar di antara mereka ber-
pendapat mubah, sebagian kecil menganggapnya mustahab (sunnah1,
dan sebagian kecil lagi --lebih sedikit dari golongan kedua-- berpen-
dapat wajib.
Dalam hal ini saya sependapat dengan golongan png mewajibkan-
nya apabila sakitnya parah, obatnya berpengaruh, dan ada harapan
untuk sembuh sesuai dengan sunnah Allah Ta'ala.
Inilah yang sesuai dengan petuniuk Nabi saw. yangbiasa berobat
dan menyuruh sahabat-sahabatnya berobat, sebagaimana yang di-
kemukakan oleh Imam Ibnul Qalyim di dalam kiabnya Taihrl-Ma'ailffi
Dan paling tidah penrnjuk Nabi saw. itu menuniukkan hukum sunnatt
atau mustahab.
oleh karena itu, pengobatan atau berobat hukumnya mustatnb
atau wajib apabila penderita dapat diharapkan kesembuhannya. Se-
dangkan jika sudah tidak ada harapan sembuh, sesuai dengan sun-
nah Allah dalam hukum sebab-akibat yang diketahui dan dimengerti
oleh para ahlinya --yaitu para dokter-- maka tidak ada seorang pun
yang mengatakan mustahab berobat, apalagr wajib.
Apabila penderita sakit diberi berbagai macam cara pengobatan --
dengan cara meminum obat, suntikan, diberi makan glukose dan
sebagainya, atau menggunakan alat pernapasan buatan dan lainnya
sesuai dengian penemuan ilmu kedokteran modem- dalam waktu
yang cukup lama, tetapi penyakitnya tetap saia tidak ada perubahan,
maka melanjutkan pengobatannya itu tidak wajib dan tidak musta-
hab, bahkan mungkin kebalikannya (yakni tidak mengobatinya) itu-

4286ns Taimiyah, op. cir.


429thya tJl^rrddin,
i:uz 4, hlm. 29O dan scterusn,,a.
43ovo61-vo'o7,iuz 5, terbitan ar-Risalah, Beirul

753
lah fang waiib aau mustatrab.
tfuaki me-mudahkan proses kematian (uisir al-maut) --kalau boleh
diistilahkan demikian- sernacam ini ddak seyogianya diembel-embeli
dengan isttlah qatl ar-rahmah (membunuh karena kasih sayang)'
karena dalam kasus ini tidak didapati tindakan aktif dari dokter.
Tetapi dotter hanya meninggalkan sesuanr png tidak waiib dan ddak
sunnatr, sehingp tidak dikenai sanksi.
ini adalatr Wdandibenarlon qara'
Jllra demiKan, tindakan pasif
--bila keluarga penderita mengizinkannya-- dan dolaer {tperboleh-
kan melakukannya untuk meringankan si sakit dan keluarganya'
insya Allah.

Memudahkan Kematian dengan Menghendkanr Penggunaan AIat


Bantu Pernapasan
Sekarang sala akan menjawab contoh kedua dari eutanasia positif
menurut peranyaan tersebut --bukan negatif-- yaitu menghentikan
alat pemapasan buatan dari si sakit,lang menurut pandanpn dokter
dia diarggap zudah 'mati" atau "dihukumi t€lah mati' karena jaring-
an otak atau sutnsum yang dengannya seseorang dapat hidup dan
merasakan sesuatu telah rusak.
IGlau yang dilakukan dokter itu semata-mata menghentikan alat
pengobatan, hal ini sama dengan tidak memberikan pengotatan. De-
ngan demikian, keadaannya seperti keadaan lain png diistilahkan
dCngan ath- thuruq al-munfa'ibh (ialan-ialan pasif/eutanasia negati$.
IQrena ihr, saya berpendapat batrwa eutanasia seperti ini berada di
luar daerah 'memudahkan kematian dengan cara aktifl (eutanasia
positrf), tetapi masuk ke dalam fenis lain (yaitu eutanasia negatif;
Penf.)
Dengan demikian, tindakan tersebut dibenarkan Wilil', tidak ter-
larang. Lebih{ebih peralatan-peralatan tersebut hanya dipergunakan
pendCrita sekadar untuk kehidupan yang lahir --yang ta9Palc dalam
lernapasan dan peredaran darah/denyut nadi saja-- padahal dilihat
aari sb$ aktivitas maka si sakit itu sudatr seperti orang mati, tidak
responsif, tidak dapat mengerti sesuatu dan tidak dapat merasakan
apa-apa, karena jaringan otak dan sarafnya sebagai sumber semua
itu telah rusak.
Membiarkan si sakit dalam kondisi seperti itu hanya akan meng-
habiskan dana yang banyak bahkan tidak terbatas. Selain itu juga
menghalangi penggunaan alat-alat tersebut bagi orang lain yang

754
membutuhkannya dan masih dapat memperoleh manfaat dari alat
tersebut. Di sisi lain, penderita yang sudah tidak dapat merasakan
apa-apa itu hanya menjadikan sanak keluarganya selalu dalam ke-
adaan sedih dan menderita, yang mungkin sampai puluhan tahun
lamanya.
Saya telah mengemukakan pendapat seperti ini sejak beberapa
tahun lalu di hadapan sejumlah fuqaha dan dokter dalam suatu se-
minar berkal a yangdiselenggarakan cleh Yayasan Islam untuk Ilmu-
ilmu Kedokteran di Kuwait. Para peserta seminar dari kalangian ahli
fiqih dan dokter itu menerima pendapat tersebut.
Segala puji kepunyaan Allah yang telah memberi petunjuk kepada
kita ke jalan Islam ini, dan tidaklah kita akan mendapat petunjuk
kalau bukan Allah yang menunjukkan kita.

2
SEPUTAR MASALAH PENCANGKOKAN
ORGAN TUBUH

Pengantar:
Fatwa ini saya ulis sejak lama sebagai jawaban terhadap beberapa
pertanyaan seputar masalah pencangkokan organ nrbuh.
Masdah ini merupakan masalah- ijtihadiyah yang terbuka ke-
mungkinan untuk didiskusikan, seperti halnya semul hasil ijtihad
atau pemikiran manusia, khususnya menyangkut masalah-masalah
kontemporeryang belum pernah dibahas oleh para ulama terdahulu.
Dalam kaitan ini, tidak seorang pun ahli fiqih yang dapat meng-
klaim bahwa pendapatnyalah yang benar secara mutlak. Paling-paling
ia hanya boleh mengatakan sebagaimana yang dikatakan Imam
Syaf i, "Pendapatku benar tetapi ada kemungkinan salah, dan pen-
dapat orang lain salah tetapi ada kemungkinan benar."
Karena itu saya menganggap aneh terhadap kesalahpahaman
yang muncul akhir-akhir ini yang menentang seorang furu dakwah
yang agung, Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya'rawi, karena
beliau memfanuakan tidak bolehnya pencangkokan organ urbuh de-
ngan didasarkan atas pemikiran beliau.
-Sebenarnya Syelfi Syatawi --mudah-mudahan Allah melind-ungi
beliau-- tidak menulis fatr,va tersebut secara bebas dan deail. Beliau
hanya mengatakannya dalam suatu mata acara televisi, ketika men-
jawab penanyaan yang diaiukan. Dalam acara-acara seperti itu sering I

muncul pertanyaan secara'tiba-tiba, dan jawabannya pun bersifat


sepiraas lalu, yang tidak dapat dijadikan acuan pokok sebagai penda-
pat dan pandangan ulama dalam persoalan-persoalan besar dan
masalah-masalah yang sukar. Yang dapat dijadikan pegangan dalam
hal ini adalah pendapat yang terruang dalam bentuk tulisan, karena
pendapat dalam bentuk tulisan mencerminkan pemikiran lang akurat
dari orangyang bersangkutan, dan tidak ada kesamaran padanya.
Namun demikian, setiap orang boleh diterima dan ditolak perka-
taannya, kecuali Nabi saw.. Sedangkan seorang muitahid, apabila
benar pendapatnya maka dia akan mendapatkan dua pahala; dah lita
keliru maka diampuni kesalahannya, bahkan masih mendapatkan
saru pahala.
Wa billahit taufiq, dan kepada-Nya-lah tuiuan perialanan hidup ini.

Pertanyaan:
Bolehkah seorang muslim mendonorkan sebagian organ tubuh-
nya sewaktu dia hidup untuk dicangkokkan pada tubuh orang lain?
Kalau boleh, apakah kebolehannya itu bersifat mutlak ataukah ter-
ikat dengan syarat-syarat tertentu? Dan apa syarat-syaratnya itu?
fika mendonorkan organ tubuh itu diperbolehkan, maka untuk
siapa saia donor itu? Apakah hanya untuk kerabat, atau hanya untuk
orang muslim, ataukah boleh untuk sembarang orangi?
Apabila mendermakan aau mendonorlan organ tubutr itu diper-
bolehkan, apakah boleh memperjualbelikannya?
Bolehkah mendonorlan organ tubuh setelah meninggal dunia?
Apakah hal ini tidak bertentangan dengan keharusan menjaga ke-
hormatan mayit?
Apakah mendonorkan itu merupakan hak orang bersangkutan
(yang punya tubuh itu) saia? Bolehkah keluarganya mendonorkan
organ tubuh si mati?
Solehkah negara mengambil sebagian organ nibuh orang yang
kecelakaan misalnya, untuk menolong orang lain?
Bolehkah mencangkokkan organ tubuh orang nonmuslim ke
tubuh orang muslim?
Bolehkah mencangkokkan organ tubuh binatang --termasuk
binatang itu najis, seperti babi misalnya-- ke tubuh seorang muslim?
Itulah sejumlah pertanyaan yang dihadapkan kepada fiqih Islam

756
dan tokoh+okohnya beserta lembaga{embaganya pada masa seka-
rang.
Semua itu memerlukan jawaban, apakah diperbolehkan secara
mutlak, apakah dilarang secara mutlak, ataukah dengan perincian?
Baiklah saya akan mencoba menjawabnya, mudah-mudahan Allah
memberi pertolongan dan taufi q-Nya.

Jautaban:
Bolehkah Orang Musllm Mendermakan Organ Tubuhnya Kedka
Dia Masih Hidup?
Ada yang mengatakan bahwa diperbolehkannya seseorang men-
dermakan atau mendonorkan sesuatu ialah apabila itu miliknya.
Maka, apakah seseorang itu memiliki tubuhnya sendiri sehingga ia
dapat mempergunakannya sekehendak hatinya, misalnya dengan
mendonorkannya atau lainnya? Atau, apakah tubuh itu merupakan
titipan dari Allah yang tidak boleh ia pergunakan kecuali dengan
izin-Nya? Sebagaimana ses€orang tidak boleh memperlakukan
tubuhnya dengan semau sendiri pada waktu dia hidup dengan me-
lenyapkannya dan membunuhnya (bunuh diri), maka dia juga tidak
boleh mempergunakan sebagian tubuhnya jika sekiranya menimbul-
kan mudarat buat dirinya.
Namun demikian, perlu diperhatikan di sini balma meskipun trrbuh
merupakan titipan dari Allah, tetapi manusia diberi wewenang unnrk
memanfaatkan dan mempergunakannya, sebagaimana harta. Harta
pada hakikatnya milik Allah sebagaimana diisyaratkan oleh Al-
Qur'an, misalnya dalam firman Allah:

sftreiiir;Wrt3r;
"... dan furikanlah kepada merel<a sebagian dari hafta Nlah Wng
dikaruniakan-Ny kepdamu .... " (an-Nur: 55)

Akan tetapi, Allah memberi wewenang kepada manusia untuk


memilikinya dan membelanjakan hafta itu.
Sebagaimana manusia boleh mendermakan sebagian hartanya
untuk kepentingan orang lain yang membutuhkannya, maka diper-
kenankan juga seseorang mendermakan sebagian tubuhnya untuk
orang lain yang memerlukannya.
Hanya perbedaannya adalah bahwa manusia adakalanya boleh

757
mendermalen atau membelaniakan seluruh hartanya, teapi dia tidak
boleh mendermakan seluruh anggota badannya. Bahkan ia tidak
boleh mendermakan dirinya (mengorbankan dirinya) untuk menye-
lamatkan orang sakit dari kematian, dari penderitaan )xang sangat,
atau dari kehidupan yang sengsara.
Apabila seorang muslim dibenarkan menceburkan dirinya ke laut
untuk menyelamatkan orang yang tenggelam, atau masuk ke tengah-
tengah jilatan api unnrk memadamkan kebakaran, maka mengapakah
tidak diperbolehkan seorang muslim mempertaruhkan sebagian wujud
materiilnya (organ tubuhnya) untuk kemaslahaan orang lain yang
membutuhkannya?
Padazannan sekarang kita melihat adanya donor darah, yang me-
rupakan bagian dari tubuh manusia, telah merata di negara-negara
kaum muslim tanpa ada seorang ulama pun yang mengingkarinya,
bahkan mereka menganjurkannya atau ikut serta meniadi donor.
lfiak'aiima' sukuri (kesepakatan ulama secara diam-diam) ini --menurut
sebagian fanrra yang muncul mengenai masalah ini-- menunjukkan
bahwa donor darah dapat diterima syara'.
Di dalam kaidah syar'iyah ditetapkan bahwa mudarat itu harus
dihilangkan sedapat mungkin. I(arena itulah kita disyariatkan untuk
menolong orang yang dalam keadaan tertekan/t€rpaksa, menolong
orang yang terluka, memberi makan orang yang kelaparan, melepas-
kan tawanan, mengobati orang yang sakit, dan menyelamatkan
orang yang menghadapi bahaya, baik mengenai iiwanya maupun
lainnya.
Maka tidak diperkenankan seorang muslim yang melihat suatu
dharar (bencana, bahaya) yang menimpa seseorang atau sekelompok
orang, tetapi dia tidak berusaha menghilangkan bahaya itu padahal
dia mampu menghilangkannya, atau tidak berusaha menghilang-
kannya menurut kemampuannya.
Ihrena itu saya katakan bahwa berusaha menghilanglen pende-
ritaan seorang muslim yang menderita gagal gnial misalnya, dengan
mendonorkan salah satu gtnjalnyayang sehat, maka tindakan demi-
kian diperkenankan syara', bahkan terpuji dan berpahala bagi orang
yang melakukannya. Karena dengan demikian berarti dia menyaya-
ngi orang yang di bumi, sehingga dia berhak mendapatkan kasih
sayang dari yang di langit.
Islam tidak membatasi sedekah pada harta semata-mata, bahkan
Islam mengianggap semua kebaikan (ol-ma'ruf) sebagai sedekah.
Maka mendermakan sebagian organ tubuh termasuk kebaikan (se-

758
dekah). Bahkan tidak diragukan lagi, hal ini termasukfenis sedekah
yang paling tinggi dan pding utama, karena tubuh (anggota tubuh)
itu lebih utama daripada harta, sedangkan seseorang mungkin saja
menggunakan seluruh harta kekayaannya untuk menyelamatkan
(mengobati) sebagian anggota tubuhnya. IQrena inr, mendermakan
sebagian organ tubuh karena Allah Ta'ala merupakan qurbah (pende-
katan diri kepada Allah) yang paling utama dan sedekah yang paling
mulia.
ttalau kita katakan orang hidup boleh mendonorkan sebagian
organ tubuhnya, maka apakah kebolehan itu bersifat mutlak atau
ada persyaratan terrcntu?
fawabannya, bahwa kebolehannya itu bersifat muqayyad (bersya-
rat). Maka seseorang tidak boleh mendonorkan sebagian organ
tubuhnya yang justru akan menimbullqn dharar, kemelaratan, dan
kesengsaraan bagi dirinya atau bagi seseorangyang punya hak tetap
atas dirinya.
Oleh sebab itu, tidak diperkenankan sesgorang mendonorkan organ
tubuh yang cuma satu-satunya dalam tubuhnya, misalnya hati atau
jantung, karena dia tidak mungkin dapat hidup tanpa adanya organ
tersebut; dan tidak diperkenankan menghilangkan ilharar dari orang
lain dengan menimbulkan dharar pada dirinla. Maka kaidah s5ar'iph
yang berbunyi, l$-fiAf 'Dharar (bahaya, kemelaratan, kesengsa-
raan, nestapa) itu harus dihilangkan", dibatasi oleh kaidah lain yang
berbunyi: IAyJGY;a( "Dhora, ift tidak boleh dihilangkan
dengan menimbulkan dharar pula."
Para ulama ushul menafsirkan kaidah tersebut dengan pengertian:
tidak boleh menghilangkan dharar dengan menimbulkan dhararyang
sama atau yang lebih besar daripadanya.
Karena itu tidak boleh mendermakan organ tubuh bagian luar,
seperti mata, tangan, dan kaki. IQrena yang demikian itu adalah
menghilangkan dharar orang lain dengan menimbulkan ilharar pada
diri sendiri yang lebih besar, sebab dengan begitu dia mengabaikan
kegunaan organ itu bagi dirinya dan menjadikan buruk rupanya.
B%itu pula halnya organ tubuh bagian dalam yang berpasatgan
tetapi salah satu dari pasangan itu tidak berfungsi atau sakit, maka
organ ini dianggap seperti satu organ.
Hal itu merupakan contoh ba$ yang dlwrar-t\? menimpa salah
seorang yang mempunyai hak tetap terhadap penderma (donor),
seperti hak istri, anak, suami, atau orang yang berpiutang (meng-
utangkan sesuatu kepadanya).
Pada suatu hari pernah ada seorangwanita bertanya kepada saya
bahwa dia ingin mendonorkan salah satu grnjalnya kepada saudara
perempuannya, tetapi suamlnya tidak memperbolehkannya, apakah
menrang ini termasuk hak suaminya?
Saya jawab bahwa suami punya hak atas istrinya. Apabila ia (si
isri) mendennakan salah sau gnialnya, zudah barang tenil ia harus
dioperasi dan masuk rumah sakit, serta memerlukan perawatan khu-
sus. Semua itu dapat menghalangi sebagian hak suami terhadap istri,
belum lagi ditambah dengan beban-beban lainnya. Oleh karena itu,
seharusnya hal itu dilakukan dengan izin dan kerelaan suami.
Di samping itu, mendonorkan organ tubuh hanya boleh dilakukan
oleh orang dewasa dan berakal sehat. Dengan demikian, tidak diper-
bolehkan anak kecil mendonorkan organ tubuhnya, sebab ia tidak
tahu persis kepentingan dirinya, demikian pula halnya orang gila.
Bqgtu juga seorang wali, ia tidak boleh mendonorkan organ oDuh
anak kecil dan orang gila yang di bawah perwaliannya, disebabkan
keduanya tidak mengerti. Terhadap harta mereka safa wali tidak
boleh mendermakannya, lebih-lebih jika ia mendermakan sesuatu
yang lebih tinggi dan lebih mulia daripada harta, semisal organ
turbuh.

Memberlkan Donor kepada Orang Non-Musllm


Mendonorkan organ tubuh itu seperti menyedekahkan harta. Hal
ini boleh dilakukan terhadap orang muslim dan nonmuslim, tetapi
tidak boleh diberikan kepada orang kafir harbi yang memerangi
kaum muslim. Misalnya, menurut pendapat saya, orang kafir yang
memerangi kaum muslim lewat perang pikiran dan yang berusaha
merusak Islam.
Demikian pula tidak diperbolehkan mendonorkan organ tubuh
kepada orang murtad yang keluar dari Islam sec[a terang-t€rangan.
IQrena menurut pandangan Islam, orang murtad berarti telah meng-
khianati agama dan umatnya sehingga ia berhak dihukum bunuh.
Maka bagaimana kita akan menolong orang seperti ini untuk hidup?
Apabila ada dua orang yang membutuhkan bantuan donor, yang
satu muslim dan satunya lagi nonmuslim, maka yang muslim itulah
yang harus diutamakan. Allah berfirman:

760
"Dan orang-orang yang beiman, Ielaki dan prcmpum, *fugian
mereka (adalah) menjadi pnolong fugl xfugian yng lain ...." (a;t'
Taubah:7I)

Bahkan seorang muslim fang saleh dan komitrnen terhadap agama-


nya lebih utama unfik diberi donor daripada orang fasikyang meng-
abaikan kewajiban-kewajibannp kepada Allah. IQrena dengan hidup
dan sehatnya muslim yang saleh itu berarti si pemberi donor telah
membantunya melakukan ketaatan kepada Allah dan memberikan
manfaat kepada sesama makhluk-Nya. Hal ini berbeda dengan ahli
maksiat yang mempergunakan nikmat-nikmat Allah hanya untuk
bermaksiat kepada-Nya dan menimbulkan mudarat kepada orang
lain.
Apabila si muslim itu kerabat atau tetangga si donor, maka dia
lebih utama daripada yang lain, karena tetangga Punla hak png kuat
dan kerabat punya hak yang lebih kuat lagi, sebagaimana firman
Allah:
Onng-orng yng mempunyai hubungan kenfut itu xfugian'
"...
rya lebih berhak terhadap *samanta (daripda ltang bul<an ken'
bat) di dalam kitab NIah ...." (al-Anfal: 75)

fuga diperbolehkan seorang muslim mendonorkan organ Erbuhnya


kepada orang tert€ntu, sebagaimana ia iuga boleh mendermatrannya
kepada suahr yayasan seperti bank yang khusus menangani masalah
ini lseperti bank mata dan sebagiannya; Penr), yang merawat dan
memelihara organ tersebut dengan caranya sendiri, sehingga
sewaktu-waktu dapat dipergunakan apabila diperl0kan.

Tidak Diperbolehkan Meniual Organ Tubuh


Perlu saya ingatkan di sini bahwa pendapat )rang memperboleh-
kan donor organ tubuh itu tidak berarti memperbolehkan memper-
jualbelikannya. I(arena jual beli itu --sebagaimana dita'riflen
fuqaha-- adalatr tukar-menukar harta secata suka rela, sedangkan
rubuh manusia itu bukan harta yang dapat diperukarkan dan di-
tawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek
perdagangan dan iual beli. suatu peristiwa yang sangat disesalkan
terjadi di beberapa daerah miskin, di sana terdapat pasar yang mirip
dengan pasar budak. Di situ dipe$ualbelikan organ tubuh orang-
orang miskin dan orang-orang lemah --untukkonsumsi orang-orang

761
kaya-- yang tidak lepas dari campur Angirn "mafia baru, yang ber-
saing dengan mafia dalam masalah minum-minuman kerhs, ganla,
morfin, dan sebagainya.
Tetapi, apabila orang yang memanfaatkan organ itu memberi
sejumlah uang kepada donor --anpa persyaratan dan tidak ditentu-
kan sebelumnya, semata-mata hibah, hadiah, dan pertolongan-- maka
yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh), bahkan terpuji dan renna-
suk akhlak yang mulia. Hal ini sama deng:rn pemberian orang yang
berutang ketika mengembalikan pinjaman dengan memberikan tam-
bahan yang tidak dipersyaratkan sebelumnya. Hal ini diperkenankan
syara' dan terpuji, bahkan Rasulullah saw. pernah melakukannya
ketika beliau mengembalikan pinjaman (utang) dengan sesuatu
yang lebih baik daripada yang dipinjamnya seraya bersabda:

6., d v .c i a:).l ll$5'@ KgSl


Qr+,i: rrebcab,)e)u
"kanngguhnya *fuik-fuik otang di antan kanu ialah yng lebih
fuik pmMyann utangnln" (HR Ahmad, Bukharl, Nasa,l, danr
Ibnu Malah dari Abu Huntrah)

Bolehkah Mewasiatlon Organ Tubuh Setelah Meninggal Dunia?


Apabila_seorang muslim diperbolehkan mendonorkan sebagian
organ tubuhnya yang bermanfaat unnrk orang lain sera tidak me-
nimbulkan mudarat pada dirinya sendiri, makC bolehkatr dia benua-
siat untuk mendonorkan sebagian org;an tubuhnya itu setelah dia
meninggal dunia nanti?
Menurut pandangan saya, apabila seorang muslim diperbolehkan
mendonorkan organ tubuhnya pada waktu hidup, yang dalam hal ini
mungkin saja akan mendatangkan kemelaratan --meskipun ke-
mungkinan itu kecil- maka tidaklah terlarang dia mewasiatkannya
set€lah meninggal dunia nanti. Sebab yang demikian itu akan mem-
berikan manfaat ),ang utuh kepada orang lain tanpa menimbulkan
mudarat (kemelaratan/kesengsaraan) sedikit pun kepada dirinya,
karena organ-organ tubuh orang yang meninggal akan lepas beran-
tal6n dan dimakan anah beberapa hari setelah dikubur. Apabila ia
benrrasiat.untuk mendermakan organ tubuhnya itu dengan niatmen-
dekatkan diri dan mencari keridhaan Allah, maka ia akan mendapat-
kan pahala sesuai dengan niat dan amalnya. Dalam hal ini ddak ada

762
satu pun dalil ryara'yang mengharamkannya, sedangkan hukum asal
segala sesuatu adalah mubah, kecuali jika ada dalil yang sahih dan
sharih (jelas) yang melarangnya. Dalam kasus ini dalil tersebut tidak
dijumpai.
Umar r.a. pernah berkata kepada sebagian sahabat mengenai
beberapa masalah, "ltu adalah sesuatu yang bermanfaat bagi sauda-
ramu dan tidak memberilqn mudarat kepada dirimu, mengapa engkau
hendak melarangnya?" Demikianlah kiranya yang dapat dikatakan
kepada orangyang melarang masalah mewasiatkan orgian tubuh ini.
Ada yang mengatakan bahwa hal ini menghilangkan lehormatan
mayit yang sangat dipelihara oleh syariat Islam, yang Rasulullah
saw. sendiri pernah bersabda:

"Mematahkan tufutg mayit itu *perti mematahkan tulag onng


yang hidup."eu

Saya tekankan di sini bahwa mengambil sebagian organ dari ubuh


mayit tidakth bertenAngan deng;an keteapan syara'yang menyuruh
menghormatinya. Sebab yang dimaksud deng;an menghonnati hrbuh
itu ialah menjaganya dan tidak merusakqya, sedangkan mengopera-
sinya (mengambil organ yang dibutuhkan) itu dilakukan seperti
mengoperasi orang yang hidup dengan penuh perhatian dan peng-
hormatan, bukan dengirn merusak kehormatan tubuhnya.
Sementara itu, hadits tersebut hanya membicarakan masalah
mematahkan tulang mayit, padahal pengambilan organ ini tidak
mengenai tulang. Sesungguhnya yang dimaksud hadits itu ialah
larangan memotong-motong tubuh maft, merusaknya, dan meng-
abaikannya sebagiaimana yang dilakukan kaum jahiliah dalam pepe-
rangan-peperangan --batrkan sebagian dari mereka masih terus
melakukannya hingga sekarang. Itulah yang diingleri dan tidak
diridhai oleh Islam.
Selain itu, ianganlah seseorang menolak dengirn alasan ulama

43lgi 61rn 6, Abu Daud, dan lbnu Marah dari AisJ,ah sebagaimana disebutkan dalam
al-lani' ash-Shaghi/. Dan Ibnu Majah meriwayattan dari Ummu Sahmah deirgan lafa[ "Seperti
memecahkan tulang orang yang hidup tentang dosanya."

763
salaf tidak pemah melakukannya, sedangkan kebaikan itu ialah de-
ngan mengikuti jejak langkah mereka. Memang benar, andaikata
mereka memerlukan hal itu dan mampu melakukannya,lantas mereka
tidak mau melakukannya. Tetapi banyak sekali perkara yang kita
lakukan sekarangternyaa belum pemah dilakukan oleh ulama salaf,
karena memang belum ada pada zaman mereka. Sedangl@n fatwa itu
sendiri dapat berubah sesuai dengan perubahan zatnan, tempat, tra-
disi, dan kondisi, sebagaimana diteapkarr oleh para muhaqqiq. Mes-
kipun demikian, dalam hal ini terdapat ketenuran yang harus dipenuhi,
yairu tidak boleh mendermakan atau mendonorkan seluruh tubuh,
atau sebagian banyak anggota tubuh, sehingga meniadakan hukum-
hukum mayit bagl yang bersangkutan, seperti tentang kewajiban
memandikannya, mengafaninya, menshalatinya, menguburnya di
pekuburan kaum muslim, dan sebagainya.
Mendonorkan sebagian organ tubuh sama sekali tidak menghi-
langkan semua itu secara meyakinkan.

Bolehkah Walt dan Ahlt Waris Mendonorkrn Sebagfan Organ


Tubuh Mayft?
Apabila seseorang sebelum meninggal diperkenankan berwasiat
untuk mendonorkan sebagian organ tubuhnya, makarika ia (si mayit)
tidak benrasiat sebelumnya bolehkah bagi ahli waris dan walinya
mendonorlen sebagian organ tubuhnya?
Ada yang mengatakan bahwa tubuh si maylt adalah milik si mayit
itu sendiri, sehingga wali atau ahli warisnya tidak dtperbolehkan
mempergunakan atau mendonorkannya.
Namun begitu, sebenarnya seseorang apabila telah meninggal
dunia maka dia tidak dianggap layak memiliki sesuatu. Sebagaimana
kepemilikan hartanya yang juga berpindah kepada ahli warisnya,
maka mungkin dapat dikatakan bahwa tubuh si mayit menjadi hak
wali atau ahli warisnya. Dan boleh jadi syara' melarang mematahkan
tulang mayit atau merusak nrbuhnya itu karena hendak memelihara
hak orang yang hidup melebihi hak orang yang telah mati.
Di samping itu, Pembuat Syariat telah memberikan hak kepada
wali untuk menuntut hukum qishash atau memaafkan si pembunuh
ketika teriadi pembunuhan dengan sengaia, sebagaimana difirman-
kan oleh Allah:
Dan
'... dibunuh rrrata zhalin maka wunguhrya
IGmi tdah nwnDrun. *druavan ke@a ahlimfisya tdapi *Wan-

764
Iah ahli waris ittt melampui futas dahm membunuh Sannguh-
nya ia adahh onng yang mendapt pertolongan.'(al-Isra': 55)

Sebagaimana halnya ahli waris mempunyai hak melakukan hukum


qishash jika mereka menghendaki, atau melakukan perdamaian de-
ngan menuntut pembayaran diat, sedikit atau banyak. Atau memaaf-
kannya secara mutlak karena Allah, pemaafan yang bersifat menye-
luruh atau sebagran, seperti yang disinyalir oleh Allah dalam firman-
Nya:
"... Maka banngsiap yang mendapat suatu pemaatan dad sudan-
nya, hendAklah (1nng memaatlen) mengikuti dengan can Wng
tuih dan hendaklah (1nng &bert maaf) memhlnr (dia) kepada
yng membei maaf dengan can yang Mik (pula)....'(al-Baqa-
rah: I78)
Maka tidak menutup kemungkinan bahwa merels mempunyai
hak mempergunakan sebagian organ tubuhnya, yang sekimnla dapat
memberi manfaat kepada orang lain dan tidak memberi mudarat ke-
pada si maylt. Bahkan mungkin dia mendapat pahala darinya sesuai
kadar manfaat yang diperoleh orang sakit yang membuarhkannya
meskipun si mayit tidak berniat, sebagaimana seseorangyang hidup
itu mendapat pahala karena tanamannya dimakan oleh orang lain,
burung, atau binatang lain, atau karena ditimpa musibah, kesedihan,
atau terkena gangguan, hingga terkena duri sekalipun .... Seperti
iuga halnya ia memperoleh manfaat --seteloh meninggal dunia-- dari
doa anaknya khususnya dan doa kaum muslim umumnya, serta de-
ngan sedekah mereka untuknya. Dan telah saya sebutlan bahwa
sedekah dengan sebagian anggota tubuh itu lebih besar pahalanya
daripada sedekah dengan harta.
Oleh karena itu, saya berpendapat tidak terlarang bagi ahli waris
mendonorkan sebagian organ tubuh mayit yang dibutuhkan oleh
orang-orang sakit untuk mengobati mereka, seperti Snial, iannrng,
4at1 sslagairura, dengan niat sebagai sedekah dari si mayit, suatu
sedekah yang berkesinambungian pahalanya selama si sakit masih
memanfaatkan organ yang didonorkan itu.
Sebagian saudara di Qatar menanyakan kepada s:rya tentang
mendermakan sebagian organ tubuh anak-anak mereka yang dila-
hirkan dengan menyandang suatu penyakit sehingga mereka tidak
dapat bertahan hidup. Proses itu teriadi pada waktu mereka di rumah
sakit, ketika anak-anak itu meninggal dunia. Sedangkan beberapa
anak lain membutuhkan sebagian organ tubuh mereka yang sehat --
misalnya gnial- untuk melaniutkan kehidupan mereka.
Saya jawab bahwa yang demikian itu diperbolehkan, bahkan
mustahab, dan mereka alen mendapat}an pahala, insya Allah. Ierena
yang demikian itu menjadi sebab rcrselamatkannya kehidupan bebe-
rapa orang anak dalam beberapa hari disebabkan kemauan pafir orang
tua unnrk melakukan kebaikan yang akan mendapatkan pahda dari
Allah. Mudah-mudahan Allah akan menggand unark mereka -- karena
musibah yang menimpa itu-- melalui anak-anak mereka.
Hanya saia, para ahli waris tidak boleh mendonorkan organ tubuh
si mayit jika si mayit sewaktu hidupnya berpesan agr otgmttubuh-
qya tidak didonorkan, karena yang demikian itu mprupakan haknya,
dan wasiat atau pesannya itu wajib dilaksanakan selama bukan ber-
isi maksiat.

Batas IIak Negata Mengenal Pengambllan Organ Tubuh


Apabila kita memperbolehkan ahli waris dan para wali unhrk
mendonorkan sebagian organ tubuh si mayit unflrk kepentingan dan
pengobatan orang yang masih hidup, maka bolehkah negara mem-
buat undang-undang yang memperbolehkan mengambil sebagian
organ ftbuh orang mati yang tidak diketatrui identitasnya, dan ti-dak
dikeahui ahli waris dan walinya, unhrk dimanfaatkan guna menye-
lamatkan orang lain, yang sakit dan yang terkena musibahz
Ttdak jauh lemungklnannya, bahwa yang demikian itu diperbo-
lehkan ddam baas-baas darurat, aau karena suatu kebrimhan
yang tergolong dalam katggori danrrat, berdasarkan dugaan kuat
bahrra si mayit tidak mempunyai wali. Apabila dia mempunlai wali,
maka urafib meminta izin kepadanya. Di samping itu, ruga tidak di-
dapati indikasi bahwa sewaktu hidupnya dulu si mayit benrasiat
agar organ tubuhnya tidak didonorlan.

Mencangkokkan Organ TuDuh Orang IGflr kelnda Orang Mueltm


Adapun mencangkokkan organ tubuh orang nonmuslim kepada
orang muslim ddak rcrlarang, karena organ nrbuh manusia tidak di-
idendftkasi sebagai Islam atau kafir, ia hanya merupakan alat bagi
manusia yang dipergunakannya sesuai dengan akidah dan pan-
dangan hidupnya. Apabila suatu organ nrbuh dipindatrlen dari orang
kafr kepada orang muslim, male ia menjadi bagian dari wujud si
muslim itu dan menjadi alat baginya unhrk menjalankan misi hidup-

766
nya, sebagaimana yang diperintahkan Allah Ta'ala. Hal ini sama de-
ngan orang muslim yang mengambil senfata orang kafir dan mem-
pergunakannya untuk berperang fi sabilillah.
Bahkan kami katakan bahwa organ-organ di dalam tubuh orang
kafir itu adalah muslim (tunduk dan menyerah kepada Allah), selalu
bertasbih dan bersujud kepada Allah SWT, sesuai dengan pema-
haman yang ditangkap dari Al-Qur'an bahwa segala sesuatu yang
ada di langit dan di bumi itu bersujud menyucikan Allah Ta'ala,
hanya saia kita tidak mengerti cara mereka bertasbih.
Kalau begitu, maka yang benar adalah bahwa kekafiran atau ke-
islaman seseorang tidak berpengaruh terhadap organ tubuhnya ter-
masuk terhadap hatinya (organnya) sendiri, yangoleh Al-Qur'an ada
yang diklasifikasikan sehat dan sakit, iman dan ragu, mati dan hidup.
Padahal yang dimaksud di sini bukanlah organ yang dapat diraba
(ditangkap dengan indra) yang termasuk bidang garap dokter spe-
sialis dan ahli anatomi, sebab yang demikian itu tidak berbeda antara
yang beriman dan yang kafir, serta antara yang taat dan yang ber-
maksiat. Tetapi yang dimaksud dengannya adalah makna ruhiyah-
nya yang dengannyalah manusia merasa, berpikir, dan memahami
sesuatu, sebagaimana flrman Allah:
"... lalu merel<a mempuryai hati yang dengin itu mercl<a dapt me-
malnmi...." (al-Haff : 46)
"... merelca mempunyai hati, tetryi tidal< diperyanalrannln untuk
memahami (ayat-ayat Nlah) .... " (al-A'mf : I 79)

Dan firman Allah:


"... *engulnya oruE-orang muryrik itu najis.... "(at-Taubah: 28)

IQta najis dalam ayat tersebut bukanlah dimaksudkan untuk najis


indrawi yang berhubungan dengan badan, melainkan najis maknawi
yang berhubungan dengan hati dan akal lpikiranl.
Karena itu tidak terdapat larangan syara'bagi orang muslim unnrk
memanfaatkan organ tubuh orang nonmuslim.

Pencangkokan Organ Binahng yang Naiis ke Tubuh Omng Musllm


Adapun pencangkokan organ binatang yang dihukumi naiis
seperti babi misalnya, ke dalam tubuh orang muslim, maka pada
dasarnya hal itu tidak perlu dilakukan kecuali dalam kondisi darurat.
Sedangkan darurat itu bermacam-macam kondisi dan hukumnya de-

767
ngan harus mematuhi kaidah bahwa "segala sesuatu yang diperbo-
lehkan karena darurat itu harus diukur menurut kadar kedaruratan-
nya", dan pemanfaatannya harus melalui ketetapan dokter-dokter
muslim yang t€percaya.
Mungkin juga ada yang mengatakan di sini bahwa yang diharam-
kan dari babi hanyalah memakan dagingnya, sebagaimana disebut-
kan Al{ur'an dalam empat ayat, sedangkan mencangkol*an seba-
gian org;anqla ke dalam tubuh manusia bukan berarti memakannya,
melainkan hanya memanfaatkannya. Selain inr, Nabi saw. memper-
bolehkan memanfaatltan sebagian bangkai -yaitu kulitnya- pada-
hal bangkai itu diharamkan bersama-sama dengan pengharaman
dagng babi dalam Al-Qur'an. Maka apabila syara' memperkenankan
memanfaatkan bangkai asal tidak dimakan, maka arah pembicaraan
ini ialah diperbolehkannya memanfaatkan babi asallqn tidakdimakan.
Diriwayatkan dalam kitab sahih bahwa Rasulullah saw. pernah
melewati bangkai seekor kambing, lalu para sahabat berkata, "Se-
sungguhnya itu bangkai kambing milik bekas budak Maimunah."
Ialu beliau bersabda:

WGIH$W6t#U;,^
(giyc; l6,Wd+,66t*
(4t-u;r;'1
"Mengapa tidak lcamu ambil tl.ilifrly.a lalu l<anu wnah lantas kamu
mantatkan?" Mercka menjawab, "liesunggufutya itu adalah fung-
kai." kliau bemMa "Sesunguhrynpng dihanmkan itu hanya-
lah memakannya.as2

Permasalahannya sekarang, sesungguhnya babi itu najis, maka


bagaimana akan diperbolehkan memasukkan benda najis ke dalam
tubuh orang muslim?
Dalam hal ini saya akan menjawab: bahwa yang dilarang syara'
ialah mengenakan benda najis dari tubuh bagian luar, adapun yang
di dalam f,rbuh maka tidak terdapat dalil yang melarangnya. Sebab
bagian dalam tubuh manusia itu fustru merupakan tempat benda-

432ygg^1*'alaih, sebapimana disebutkan .l?lztrr al-I-t'tu'val-Marim, nomor


2OS.

768
benda naiis, seperti darah, kencing, tinja, dan semua kotoran; dan
manusia tetap melakukan shalat, membaca Al-Qur'an, thawaf di Bai-
tul Haram, meskipun benda-benda nafis itu ada di dalam perutnya
dan tidak membatalkannya sedikit pun, sebab tidak ada hubungan
antara hukum najis dengan apa yang ada di dalam tubuh.

Ttdak Boleh Mendonorkan Buah Pellr


Akhirnya pembahasan ini merembet kepada pembicaraan seputar
masalah pencangkokan buah pelir seseorang lepada orang lain. Apa-
kah hal itu diperbolehkan, dengan mengqiyaskannya kepada organ
tubuh yang lain? Ataukah khusus untuk buah pelir ini tidak diperke-
nankan memindahkannya dari seseorang kepada orang lain?
Menurut pendapat saya, memindahkan buah pelir tidak diperbo-
lehkan. Para ahli telah menetapkan bahwa buah pelir merupakan
perbendatraraan yang memindahkan karakter khusus seseorang ke-
pada keturunannya, dan pencangkokan pelir ke dalam tubuh sese-
orang, yakni anak keturunan -{ewat reproduksi-- akan mewariskan
sifat-sifat orang yang mempunyai buah pelir itu, baik warna kulit-
nya, postur tubuhnya, tingkat inteligensinya, atau sifat jasmaniah,
'pemikiran, dan mental yang lain.
Hal ini dianggap semacam percampuran nasab yang dilarang oleh
syara' dengan jalan apa pun. Karena itu diharamkannya perzinaan,
adopsi dan pengakuan kepada orang lain sebagai bapaknya, dan
lainnya, yang menyebabkan terjadinya pgrcampuran keluarga atau
kaum yang tidak termasuk bagian dari mereka. Maka tldaklah dapat
diterima pendapat yang mengatakan bahwa buah pelir bila dipindah-
kaq kepada orang lain berarti telah menjadi bagian dari badan orang
tersebut dan mempunyai hukum seperti hukumnya dalam segala hal.
Demikian pula jika otak seseorang dapat dipindahkan kepada orang
lain, maka hd itu tidak diperbolehkan, karena altan menimbulkan
percampuran dan kerusakan yang besar.
Wa billahit taufiq.

769
3
PENGGUGURAN K^A.NDUNGAN
YANG DIDASARKAN PADA DIAGNOSIS
PENYAKIT JANIN433

Segala puii kepunyaan Allah. Shalawat dan salam semoga tercu-


rahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du.
Di antara kewajiban ahli fiqih muslim ialah berhenti di hadapan
beberapa persoalan yang dihadapinya untuk menetapkan beberapa
hakikat penting, antara lain:
Bahwa kehidupan janin (anak dalam kandungan) menurut pan-
dangan syariat Islam merupakan kehidupan yang harus dihormati,
dengan menganggapnya sebagai suatu wuiud yang hidup yang wafib
dijaga, sehingga syariat memperbolehkan wanita hamil untuk ber-
buka puasa (tidak berpuasa) pada bdan namadhan, bahkan l€dang-
kadang diwaiibkan berbulq jika ia khawatir akan keselamaan kan-
dungannya. I(arena inr syariat Islam mengharamkan tindakan me-
lampaui batas terhadapnya, meskipun yang melakukan ayah atau
ibunya sendiri yang t€lah mengandungnya dengan susah payah.
Bahkan terhadap kehamilan yang haram --yang dilakukan dengan
jalan perzinaan-- janinnya t€tap tidak boleh digugurkan, karena ia
merupakan manusia hidup yang tidak berdosa:
"... Dan wruV Wry berdos tidah fupt memiful dw onng lain
...." (al-Isra': I5)
Selain itu, kita juga mengetahui bahwa qrara' mewafibkan penun-
daan pelalsanaan hukum qishash terhadap wanita hamil lang dijatuhi
jenis hukuman ini demi menjaga janinnya, sebagaimana kisah wanita
al-Ghamidiyah yang diriwayatlan dalam kitab sahih. Dalam hal ini
syara' memberi jalan kepada waliyul-amn (pihak pemerintah) untuk
menghukum wanita tersebut, tetapi tidak memberi jalan untuk
menghukum janin yang ada di dalam kandungannya.

433Faffa ini sebagai


iawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh Yayasan tslam
untuk llmu-ilmu lGdokteran, di Kuwait, dalam suatu diskusi yang dihadiri oleh para fuqaha
dan para dokter rcnang berbagai masalah kedokteran yang bersentuhan dengan pandangan
syara'.

770
Seperti kita lihat juga bahwa syara' mewaiibkan membayar diat
(denda) secara sempurna kepada seseorang yang memukul perut
wanita yang hamil, lalu dia melahirkan anaknya dalam keadaan
hidup, namun akhirnya mati karena akibat pukulan tadi. Ibnul Mun-
dzir mengutip kesepakatan ahli ilmu mengenai masalah ini.434
Sedangkan jika bayi itu lahir dalam keadaan mati, maka dia tetap
dikenakan denda karena kelengahannla (ghinah), sebesar seperdua
puluh diar
- Kita juga melihat bahwa syara' mewajibkan si pemukul memba5rar
kafarat --di samping diat dan ghirrah-- yaitu memerdekakan seorang
budak yang beriman, jika tidak dapat maka ia harus berpuasa dua
bulan berturut-nrruL Bahkan hal itu diwaiibkan atasnya, baik ianin
itu hidup atau mati.
Ibnu Qudamah berkata, "Inilah pendapat kebanyakan ahli ilmu,
dan pendapat ini iuga diriwayatkan dari Umar r.a.. Mereka berdalil
dengan firman Allah:
"... dan funngsiap membunuh wnng mulain hrcna temlah
(tiek *ngafu) henhklah ia manad&lan wrug Inmb eW
yang beriman *rta memhlnr diat yng di*nhkn kep& keluat'
ganya (si terbunuh itu) kecaali iilra mereka (keluarya tetbunuh)
berdekah. Jil<a ia (si terbunuh) dad lcaum lnng memuanhimu,
padahal ia mulmtin, mal<a (heln&klah si pmbnuh) memerd&-
kan hamba salnta yang muknin. Dn iil<a ia (si terbunufl ed
l<awn (lafir) yang a& peianiian (enai) arn,tan merda &ngwt
Iramu, maka @enhlclah si penbunuh) menbyar diatWgdi*'
nhkan kepda keluarganya (si teftunul) *fta memerdekakan
hamfu alrya yang muknin. furWsiap WA tidal< memprcIeh'
rya, maka hendaldah ia (si pembunuh) bryuaa dua bubn bertu-
rut-turut xfugai an
tofut kepfu Nlah; dan a&lah Nlal, MaIM
Mengetalrui lagi Maha Biiakana.lan-Nlsa': 92)

Mereka berkata, "Apabila wanita hamil meminum obat unnrk


menggugurkan kandungannya, maka ia waiib membalar denda tidak
boleh mewarisi sesuatu daripadanya (sebab orang yang rnembunuh
tidak boleh mewarisi sesuatu dari yang dibunuh), dan waiib memer-
dekakan seorang budak. Denda tersebut hefidaklah diberikan kepada

434il-uughni na'a asy-syarh al-Kabir,lttz 9, hlm. 55O.

771
lltiwaqs-si-janin. Semua sanksi itu dikenakan padanya karena ia
telah melakukan-perblatan iahat yaitu pirin. SeOang-
kan memerdekakan budak merubatan karEat-uagi tindak keiatrat-
Pemikian pda iry yang menggugurkan janin inr ayahnya,
annya.
ryaka ayah harus membayar denda, tldik boleh mewarisi-sesuaru
si
daripadanya, dan harus memerdekakan budak.,43s
.kanlika ${ak me$apatkan budak (atau tidak mampu memerdeka_
budak), maka ia harus berpuasa selama dua buhn bernrrut-
turut, sebagai cara tobat kepada futatr SWf.
Lebih dari itu adalah perkataan Ibnu Hazm dalam al-Muhailame-
lgeryi pembunuhan janin sgtelah ditiupkannya ruh, yakni setelah
taFduqgal berusia se-rarus dua puruh hari, sebagaimiria disebutkan
dalam hadits sahih. Ibnu Hazm menganggap tinaaun ini sebigai
tindak kejahatan pembunuhan dengin *-r€"i" yang mewajbkLn
perakunya menanggung segala risilio, sepeii truicuri'qistrastr dan
lain-lainnya. Beliau berkatai
"lika ada orang bertanya, ,Bagaimana pendapat Anda mengenai
s€orang perempuan yang sengaja membunuh janinnya setelah kan-
dung-annya berusia seratus dlla- puluh hari, atau orang lain yang
membunuhnya dengan memukul latau tindakan apa puil t"*ia"i
perut si perempuan itu untuk membunuh si ianinZ; Ximi iawab
Puly, *!"g", hukumannya wajib dikenakan hirkum qishash, tidak
boleh tidak, dan ia tidak berkewaiiban membayar dendi. Kecuali jika
dimaafkan, maka dia waiib memliayar ghinahitau denda saia karena
itu merupakan diat, tetapi tidak wafib membayar kafarat kirena hal
itumenrpalen pembunuhan dengan sengaJa. pia aircnaun hukuman
_qishash karena telah membunuh suatu f-iwa (manusia) yang beriman
.d.nqan sengaja, maka menghilangkan (membunuhl yiwa hirus diba-
las dengan dibunuh pu!. Meski deniikian, kehifga si terbunuh
mempuny-ai dua alternatif, menuntut hukum qishashltau diat, seba-
gaimana hukum yang ditetlpkan Ragulullah saw. terhadap orang
yang membunuh orang mukmin. Wa billahit taufiq."
Mengenai-wanita yang meminum obat untuk mehggugurkan kan_
.
dungannya, Ibnu Hazm berkata:
_ "lika anak itu belum ditiupkan ruh padanya, maka dia (ibu terse-
but) harus membayar s.r!ryai. Tetapi jika sudah ditiupkanhrtr paaa-
nya -bila wanita itu tidak sengaji membunuhnya-- maka dii ter-

ssbin,juz 6, hlm. ss6-ss1.

772
kena ghinah dan kafarat. Sedangkan jika dia sengaja membunuhnya,
maka dia dijatuhi hukum qishash atau membayar t€busan dengan
hartanya sendiri.'436
Janin yang telah ditiupkan ruh padanya, oleh lbnu Ylazrn dianggap
sebagai sosok manusia, sehingga beliau mewaiibkan mengeluarkan
zakat fitrah untuknya. Sedangkan golongan Hanabilah hanya me-
mandangnya mustahab, bukan wajib.
Semua itu menunjukkan kepada kita betapa perhatian syariat ter-
hadap janin, dan betapa ia menekankan penghonnatan kepadanya,
khususnya set€lah sampai pada tahap yang oleh hadits disebut se-
bagai tahapdn an-naJhhu fir-ruh (peniupan ruh). Dan ini merupakan
perkara gaib fng harus kita terima begitu safa, asalkan riwayatnya
sah, dan tidak usah kita memperpanjang pembicaraan tentang haki-
katnya, Allah berfirman:

"... dan tidaldah kamu


#$gjii;AJus
sdikiL"fal-
dibei pngetahuan mehinlan
Isra':85)

Saya kira, hal itu bukan semata-mata kehidupan yang dikenal


seperti kita ini, meskipun para pensyarah dan fuqaha memahaminya
demikian. Hakikat yang ditetapkan oleh ilmu pengetahuan sekarang
secara meyakinkan ialah bahwa kehidupan telatr tfiradi sebelum inr,
hanya saia bukan kehidupan tnanusia yang diistilahkan oleh hadits
dengan 'peniupan ruh'. Hal ini dihrniuki oleh isyarat Al- Qur'an:

b. + ..aia.1.i. il
-)r:Dty.*re5DJp,
"Kemudian Dia merytempumakan dan meniuplran ke dalam (tu-
buh|ryn ruh (ciptaanlNW .... " (as-Safdalr: 9)

Tetapi di antara hadits-hadits sahih terdapat hadits yang tampak-


nya bertentangan dengan hadits lbnu Mas'ud yang menyebutkan
diutusnya malaikat untuk meniup ruh setelah usia kandungan
melampaui masa tiga kali empat puluh hai (12O hari).

436t1-urhauo,
1uz ll.

773
Imam Muslim meriwayatkan dalam shdhih-nya dari hadits Hud-
zaifah bin usaid, ia berkata: "Aku mendengar tiasulullah saw. ber-
sabda:

:{;)WC#j'seqvLytVy,lt
5t&'d$t-{i-;r,E j;q/,ii
,&6'p,\6$rtig2t^a4tilr6rt,
6o(s,#t&\fi%:r,#U
r-#Ju t rJJ.arf\3 (
9J,i\:I
.lifii &5,'o66 64; LHt f i4
'!l*5,'o666-(i;AHrI"i\J
r/4;:*SSq)&i g,g,vJJ\ii*
$ta'z;;|'{st;,5, ):?.)Y 'cl3,4'1*'
)l
J)Ai9k iii,'ti - !1, litsiZ'K5|,6u
, liti rt-,l.l},_gi
4K;,.,t'h eU!
e;ur(9L
6e4aL$ 6,be'tt)\b,),2j7;
i1;49;3.r6,yr4,i564724tu
L):.r-vrg t)-aq.-.j)v
-Y- - €.-t ,
(Pob'l
"Arybila nuffah telah bntsia empat puluh dua malaJn, makaNlah
mengatus malaikat, lalu dibuatlran bentulaya, diciptal<an pende_
ngafiannta, pnglihatannya, kuli@a dagfngnya, dan tutangnya.
Kemudian malail<at beftanya, Ya Rabbi, laki-taki ataul<ah
Wrem-
puan?' I-alu Pabb-mu menentul<an *suai dengan kehendak-Nya,
dan malailrat menulisnya, kemudian dia (malail<at) bertany, ya
Rabbi, fugaimana ajalnSa?'Iah Rabb-mu menetapkan *suai de-
ngan tang dikehendaki-Ny, dan malaikat menulisnln. Kemudian
ia bertanl,a, Ya Rabbi, bagaimana rezekinlm?, I-aIu Rabb-mu me-
nentul<an *suai dengan lnng dikehendaki-Nya, dan malailat
menulisnya. Kemudian malail<at itu keluar dengan memfuwa lem-

774
bann eatatamryt4 maka ia tidal< menantDnl, hn tidal< mengurangi
apa fing diperintahl<an ifir.437

Hadits ini menjelaskan diutusnya malaikat dan dibuatnya bentuk


bagi nutfah setelah berusia enam minggu (empat puluh dua hari)lra
bukan setelah berusia seratus dua puluh hari sebagaimana disebut-
kan dalam hadits Ibnu Mas'ud yang terkenal itu. Sebagian ulama
mengompromikan kedua hadits tersebut dengan mengatakan batrwa
malaikat itu diutus beberapa kali, pertama pada waktu nutfah ber-
usia empat puluh hari, dan kali lain pada waktu berusia empat puluh
kali tiga hari (120 hari) untuk meniupkan ruh.43e
Karena itu para fuqaha telah sepakat akan haramnya menggugur-
kan kandungan setelah ditiupkannya ruh padanya. Tidak ada se-
orang pun yang menentang ketetapan ini, baik dari kalangan salaf
maupun khalaf.44o
Adapun pada tahap sebelum ditiupkannya ruh, maka di antara
fuqaha ada yang memperbolehkan menggugurkan kandungan sebe-
lum ditiupkannya ruh itu, sebagian saudara kita yang ahli kedok-
teran dan anatomi mengatakan, "sesungguhnya hukum yang dite-
tapkan para ulama yang terhormat itu didasarkan atas pengeahuan
mereka pada waktu itu. Andaikata mereka mengetahui apa yang kita
ketahui sekarang mengenai wujud hidup yang membawa ciri-ciri
keturunan (gen1 kedua orang tuanya dan leluarganya serta ienis-
n1a, niscala mereka akan mengubah hukum dan fatrya merekakarena
mengikuti perubahan 'illat (sebab hukum), karena hukum itu berpu-
tar menurut lllat-nya, pada waknr ada dan tidak adanya 'ilkt."
Di antara kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya ialah
bahwa di kalangan ahli kandungan dan anatomi sendiri terdapat per-
bedaan pendapat --sebagaimana halnya para fuqaha-- di dalam

4SToiriwayatkan oleh Muslim dalam shdhih-nya, 'Kitab al-Qadar', 'Bab roiftyyatu


Khalqil-Adamiyyi ft Bathni Ummihi', hadits nomor 2645
438vang mengagumkan, ilmu kandungan dan anatomi setelah mengalami kcmajuan
seperti setarang menetapkan bahwa ianin setelah berusia empat puluh dua maliam memasuki
tahap baru dan perkembangan yang lain,
A39lathut-Baa, 14, hlrn. 284, terbitan al-Halabi.
iuz
44osebagian ulama Syaf iyah
-sebagaimana disebutkan dalam a asyiyah cy-Syamaai 'ala
Ibni Qasin, luz 9, hlm. 4-- menganggap bahwa Imam Abu Hanifah memperbolehkan menggu-
gurkan kandungan setelah ditiupkannya ruh. Ini benar-benar kekeliruan terhadap beliau dan
mazhab beliau. Kitab-kitab mazhab Hanafi menentang pendapat ini.

775
menetapkan kehidupan janin pada tahap pertama: sebelum berusia
42 hari dan sebelum 120 hari. Perbedaan di antara mereka ini juga
memperkokoh perbedaan pendapat para fuqaha mengenai janin se-
belum berusia 40 hari dan sebelum 120 hari.
Barangkali ini merupakan rahmat Allah kepada manusia agar
udzur dan daruru itu mempunyai tempat.
Maka tidak apalah apabila saya sebutlen sebagian dari perkataan
fuqaha mengenai persoalan ini:
Syekhul Islam al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fathul-Baimenyrng-
gung mengenai pengguguran kandungan --setelah membicarakan
secara panjang lebar mengenai masalah 'czl (mencabut zakar untuk
menumpahkan sperma di luar vagina pada waktu ejakulasi) serta
perbedaan pendapat ulama tentang boleh dan tidaknya melakukan
hal itu, yang pada.akhirnya beliau cenderung memperbolehkannya
karena tidak kuatnya dalil pihak yang melarangnya. Beliau berkata:
"Dan terlepas dari hukum 'azlialah hukum wanita menggunakan
obat untuk menggugurkan (merusak) nutfah (embrio) sebelum di-
tiupkannya ruh. Barangslapa yang mengatakan hal ini terlarang,
maka itulah yang lebih layak; dan orang yang memperbolehkannya,
maka hal itu dapat disamakan dengan 'azl. Tetapi kedua kasus ini
dapat juga dibedakan, bahwa tindakan perusakan nutfah itu lebih
berat, karena '4zl itu dilakukan sebelum teriadinya sebab (kehidup-
an), sedangkan perusakan nutfah itu dilakukan setelah terjadinya
sebab kehiduPan (anak)."441
Sementara itu, di antara fuqaha ada yang membedakan antara
kehamilan yang berusia kurang dari empat puluh hari dan yang ber-
usia lebih dari empat puluh hari. Lalu mereka memperbolehkan
menggugurkannya bila belum berusia empat puluh hari, dan mela-
rangnya bila usianya telah lebih dari empat puluh hari. Barangkali
yang menjadi pangkal perbedaan pendapat mereka adalah hadits
Muslim yang saya sebutkan di atas. Di dalam kitab wihayah al-Muhtaj,
yang termasuk kitab mazhab Syafi'i, disebutkan dua macam penda-
pat para ahli ilmu mengenai nutfah sebelum genap empat puluh hari:
"Adayang mengatakan bahwa hal itu tidak dapat dihukumi seba-
gai pengguguran dan pembunuhan. Ada pula yang mengatakan
bahwa nutfah harus dihormati, tidak boleh dirusak, dan tidak boleh

441 F
athul-Bari, juz 1 1, hlm. 222, tcrbitanal-Halabi.

776
melakukan upaya untuk mengeluarkannya setelah ia menetap di
dalam rahim (uterus)."44
Di antara fuqaha ada pula yang membedakan antara tahap sebe-
lum penciptaan janin dan tahap sesudah penciptaan (pembentukan).
Lalu mereka memperbolehkan aborsi (pengguguran) sebelum pem-
bentukan dan melarangnya setelah pembentukan.
Di dalam ar.Nawadir, dari kitab mazhab Hanafi, disebutkan, "Se-
orang wanita yang menelan obat untuk menggugurkan kandungan-
nya, tidaklah berdosa asalkan belum jelas bentuknya.'ffs
Di dalam kitab-kitab mereka juga mereka ajukan pertan/aan:
bolehkah menggugurkan kandungan setelah terjadinya kehamilan?
Mereka menjawab: Boleh, asalkan belum berbentuk.
Kemudian di tempat lain mereka berkata, "TidakJah teriadi pem-
bentukan (pencipaan) melainkan set€lah kandungan itu berusia
seratus dua puluh hari."
Muhaqqiq (ulama ahli menetapkan hukum) mazhab Hanafi, al-
Kamal bin al-Hammam, berkata, "Ini berarti bahwa yang mereka
maksud dengan penciptaan atau pembentukan itu ialah ditiupkannya
ruh, sebab iika tidak demikian berarti keliru, karena pembennrkan
itu telah dapat disaksikan sebelum waktu itlu."44
Perkataan al-Allamah (al-l(amal) ini adalah benar, diakui oleh
ilmu pengetahuan sekarang.
Sedangkan pemyataan mereka yang muflak itu memberi penger-
tian bahwa kebolehan menggugurkan kandungan iff tidak bergian-
nrng pada izin suami. Hal ini dinyatakan di dalam kitab ad-awrut
Muhhur: "Mereka berkata,'Diperbolehkan menggugurkan kan-
dungan sebelum berusia empat bulan, meskipun tanpa izin suami.'"
Namun demikian, di antara ulama Hanafiyah adayang menolak
hukum yang memperbolehkan pengguguran secara mutlak itu, mereka
berkata, "Saya tidak mengatakan halal, karena orang yang sedang
ihram saja apabila memecahkan telur buruan itu harus mengganti-
nya, karena itulah hukum asal mengenai pembunuhan. Kalau orang
yang melakukan ihram saja dikenakan hukuman pemhalasan, maka
tidak kurang dosanya bagi orang yang menggugurkan kandungan
tanpa udzur."

442Nihoyoh al-Muhtaj, karya ar-Ramli, juz 8, hlm. 416, terbitan al-Halabi.

443A1-soh^r-Roiq, lbnu Naiim,


luz 8, hlm. 233, Darul-Ma'rifah, Beirut.
444rathul-qadir,iuz 2, hlm. 495, terbitan Bulaq.

777
Di antara mereka ada pula yang mengatakan makruh, karena air
(sperma) setelah masuk ke rahim belumlah hidup tapi mempunyai
hukum sebagai manusia hidup, seperti halnya telur binatang buruan
pada waktu ihram. I(arena itu ahli tahqiq mereka berkata, "Maka
kebolehan menggugurkan kandungan itu harus diartikan karena
dalam keadaan udzur, atau dengan pengertian bahwa ia tidak ber-
dosa seperti dosanya msrnfogngh."44s
Akan tetapi, ke0anyakan ulama menentang pendapat ini dan tidak
memperbolehkan pengguguran; meskipun sebelum ditiupkannp ruh.
Hal ini disebabkan adanya segolongan ulama yang melarang'azl
dan mereka anggap hal ini sebagai "pembunuhan terselubung" seba-
gaimana disebutkan dalam beberapa hadits. Mereka beralasan
bahwa 'azl berarti menghalangi sebab-sebab kehidupan untuk
menuju realitas atau penvujudannya. Karena itu mereka melarang
menggugurkan kandungan dan mengharamkannya dengan jalan
qiyas uulawi (maksudnya, kalau azl saja terlarang, maka pengguguran
lebih terlarang lagi), karena sebab-sebab kehidupan di sini klah ter-
jadi dengan bertemunya sperma laki-laki dengan sel telur perempuan
dan terjadinya pembuahan yang menimbulkan wujud makhluk baru
yang membawa sifat-sifat keturunan yang hanya Allah yang menge-
tahuinya.
Tetapi ada juga ulama-ulama yang memperbolehkan ozl karena
alasan-alasan yang berhubungan dengan ibu atau anaknya (yang
baru dilahirkan), atau bisa juga karena pertimbangan keluarga untuk
kebaikan pendidikan anak-anak, atau lainnya. Namun demikian,
mereka tidak memperbolehkan aborsi (pengguguran) dan menyama-
kannya dengan pembunuhan terselubung, meskipun tingkat keja-
haannya berbeda.
Di antara yang berpendapat begitu ialah Imam al-Ghazali. Saya
lihat beliau --meskipun beliau memperbolehkan azl dengan alasan-
alasan yang akurat menurut beliau-- membedakan dengan jelas antara
menghalangi kehamilan dengan 'azl dan menggugurkan kandungan
setelah tenvujud, dengan mengatakan:
"Hal ini --mencegah kehamilan dengan 'azl-- tidak sama dengan
pengguguran dan pembunuhan terselubung; sebab yang demikian
(pengguguran dan pembunuhan terselubung) merupakan tindak ke-
jahatan terhadap suatu wujud yang telah ada, dan wujud itu mempu-

445ed-Or l-uuhhtar wa Hasyiyah lbnu Abiilin'Alaih, juz2, hlm. 380, terbitan Bulaq.

778
nyai beberapa tingkatan. Tingkatan yang pertama ialah mazuknya
nutfah (sperma) ke dalam rahim, dan bercampur dengan air (mani)
perempuan (ovum), serta siap untuk menerima kehidupan. Merusak
keadaan ini merupakan suatu tindak kejahatan. Jika t€lah meniadi
segumpal darah atau dagng, maka keiahatan terhadapnya lebih
buruk lagi t'rngkaannya. Jika t€lah dltiupkan ruh padanya dan telah
sempurna kejadiannya, maka tingkat kejahatannya bertambah tinggi
pula. Dan sebagai puncak kefahatan terhadapnya ialah membunuh-
nya set€lah ia lahir dalam keadaan hidup.'ffi
Perlu diperhatikan, bahwa Imam al-Ghazali rahimahullah meng-
anggap pengguguran sebagai tindak kejahatan rcrhadap wujud ma-
nusia yang telah ada, tetapi beliau juga menganggap pert€mum
sperma dengan ovum sebagai "siap menerima kehidupan'.
Nah, bagaimanakah persepsi beliau seandainya beliau tahu apa
yang kita ketahui sekarang bahwa lcehidupan rclah rcriadi semeniak
bertemunla sel sperma laki-laki dengan sel telur wanita?
I(arena itu saya katakan, "Pada dasarnya hukum aborsi adalah
haram, meskipun keharamannya bertingkat-dngkat sesuai dengan
perlcmbangan kehidupan janin.'
Pada usia empat puluh hari pertama tingkat keharamannya paling
ringan, bahkan kadang-kadang boleh digugurkan karena udzur png
muktabar (akurat); dan setelah kandungian berusia dt atas empat
puluh hari maka leharaman menggugurkannla semakin kuat, karena
itu tidak boleh digugurkan kecudi karena udzuryanglebih kuatlagi
menurut ukuran yang ditetapkan ahli fiqih. freharaman itu bertam-
bah lttrat dan berlipat ganda setelah kehamilan berusia seratus dua
puluh hari, yang oleh hadits diistilahkan telah memasuki tahap "pe-
niupan ruh".
Ddam hal ini tidak diperbolehkan menggugurkannya kecuali dalam
keadaan benar-benar sangat danrrat, dengan sJarat kedaruraan yang
pasti, bukan sekadar persangkaan. Maka jika sudah pasti, sesuanr
yang diperbolehkan karena darurat inr harus diukur dengan kadar
kedaruratannya.
Menurut pendapat saya, kedaruratan di sini hanya tampak dalam
satu bentuk saia, yaitu keberadaan janin apabila dibiarkan akan
mengancam kehidupan si ibu, karena ibu merupakan pangleyasal
kehidupan janin, sedangtan ianin sebagai fara' (cabang). Maka ddak

446thya ttl^rrddin, 'Bagian lbadat",


"Kitab Nikah", hlm. 737, tsbitan Asy-S),a'b.

779
boleh mengorbankan yang asal (pokok) demi kepentingan cabang.
I4gil€ ini di samping sesuai dengan sSara' juga cocot aengan akhh[.,
etika kedokteran, dan undang-undang.
_ Tetapi
ada juga di antara fuqaha yang menolak pendapat itu dan
tidak memperbolehkan tindak kejahatan ipengguguranj terhadap
janin yang hifup dengan dasan apa pun. Di dalam kiab-kitab maztnb
Hanafi disebutkan:
'Bqgr wanita hamil yang posisi anak di dalam perutnya melintang
dan tidak mungkin dikeluarkan kecuali dengan memotong-motong-
nya,yangapabila tidak dilakukan tindakan seperti ini dikhawatirkan
akan menyebabkan kematian si ibu ... mereka berpendapat, 'lika
anak itu sudah dalam keadaan meninggal, maka tidak terlarang me-
motongnla; tetapi jika masih hidup maka tidak boleh memotongnya,
karena menghidupkan suatu jiwa dengan membunuh jiwa lain tidak
ada keterangannya dalam Wara','"447
Meskipun demikian, dalam hal ini sebenarnya terdapat peraturan
syara', yaitu memberlakukan mana yang lebih ringan mudaratnya
dan lebih kecil mafsadatnya.
Sementara itu, sebagian ulama masa kini membuat girmbaran lain
dari kasus di atas, yaitu:
"Adanya ketetapan secara ilmiah yang menegaskan bahwa janin
dengim sunnah Allah Ta'ala-- akdn menghadapi kondisiyang
---sesuai
Pyryt dan mgmbahayakan, yang akan menjadikan tersiksanyi te-
hidupannya dan keluarganya, sesuai dengan klaidah:

,o(rlLl'{.\!1i$)(
"Bahaya itu ditolak sedapat mungkin."

_ hendaknya hal ini ditetapkan oleh beberapa orang dokter,


-Tetapi
bukan cuma seorang.
Pendapat yang kuat menyebutkan bahwa janin setelah genap ber-
usia empat bulan adalah manusia hidup yang sempurna. lvtaka me-
lakukan tindak kejahatan terhadapnya sama delrgan melakukan tindak
kejahatan terhadap anak yang sudah dilahirkan.
- a{-alah merupakan kasih sayang Allah bahwa janin yang meng-
alami kondisi yang sangat buruk dan membahayakan biisanya tidik

447A1-soh^, R4'i{, Ibnu


Naiim, iuz 8, hlm. 2JJ.

7N
bertahan hidup setelah dilahirkan, sebagaimana sering kita saksi-
kan, dan sebagaimana dinyatakan oleh para spesialisnya sendiri.
Hanya saja para dokter sering tidak tepat dalam menentukannya.
Saya kemukakan di sini suatu peristiwa yang saya terlibat di dalam-
nya, yang te4adi beberapa tahun silam. Yaitu ada seorang teman
yang berdomisili di salah satu negara Barat meminta fatwa kepada
saya sehubungan para dokter telah menetapkan bahwa ianin yang
dikandung istrinya --yang berusia lima bulan-- akan lahir dalam
kondisi yang amat buruk. Ia menjelaskan bahwa pendapat dokter-
dokter itu hanya melalui dugaan yang kuat, tidak ditetapkan secara
meyakinkan. Maka jawaban saya kepadanya, hendaklah ia bertawa-
kal kepada Allah dan menyerahkan ketenfuan urusan itu kepada-
Nya, barangkali dugaan dokter itu tidak tepat. Tidak terasa beberapa
bulan berikutnya saya menerima sehelai karnr dari Eropa yang berisi
foto seorang anak yang molek yang disertai komentar oleh ayahnya
yang berbunyi demikian:
'Pamanda yang terhormat,
Saya berterima kasih kepadamu sesudah bersyukur kepada Allah
Ta'ala, bahwa engkau telah menyelamatkanku (keluargaku) dari
pisau para dokter bedah. Fatwamu telah menjadi sebab kehidupan-
ku, karena itu saya tidak akan melupakan kebaikanmu ini selama
saya masih hidup."
Kemajuan ilmu kedokteran sekarang telah mampu mendeteksi
kerusakan (cacat) janin sebelum berusia empat bulan sebelum men-
capai tahap ditiupkannya ruh. Namun demikian, tidaklah dipandang
akurat jika dokter membuat dugaan bahwa setelah lahir nanti si janin
(anak) akan mengalami cacat --seperti buta, tuli, bisu-- dianggap
sebagai sebab yang memperbolehkan digugurkannya kandungan.
Sebab cacat-cacat seperti itu merupakan penyakit yang sudah dikenal
di masyarakat luas sepanjang kehidupan manusia dan disandang
banyak orang, lagi pula tidak menghalangi mereka untuk bersama-
sama orang lain memikul beban kehidupan ini. Bahkan manusia
banyak yang mengenal (melihat) kelebihan para penyandang cacat
ini, yang nama-nama mereka terukir dalam sejarah.
Selain itu, kita tidak boleh mempunyai keyakinan bahwa ilmu
pengetahuan manusia dengan segala kemdmpuan dan peralatannya
akan dapat mengubah tabiat kehidupan manusia yang diberlakukan
Allah sebagai ujian dan cobaan:

781
,"#*rlrfini-,.ii1{Lut
"Sesungguhr4ta l(ami telah menciptakan manusia dad *tetes mani
yang bercampw ltang l(ami hendak mengujiryra.... "(al-Insan: 2)
a7- z a ?r..au..-
$.ri$YltiLriJ
"katnguhny Kami telah menciptakan manusia benda datam
susah pyah" (al-Balad: 4)

Sesungguhnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman kita


sekarang ini telah turut andil dalam memberikan pelajaran kepada
orang-oralg cacat untuk meraih keberuntungan, sebagaimana ke-
duanya telah turut andil untuk memudahkan kehidupan mereka.
Dan banyak di antara mereka (orang-orang cacat) yang turut me-
nempuh dan memikul beban kehidupan seperti orang-orang yang
normal. Lebih{ebih dengan sunnah-Nya Allah mengganti mereka
dengan beberapa karunia dan kemampuan lain yang luar biasa.
Allah berfirman dengan kebenaran, dan Dia{ah yang memberi
petunjuk ke jalan yang lurus.

4
BANK SUSU

Pertanyaan:
Anak yang lahir prematur harus memerlukan perawatan tersen-
diri dalam suatu jangka waktu yang kadang-kadang lama, sehingga
air susu ibunya melimpah{impah.
Kemudian si anak mengalami kemajuan sedikit demi sedikit meski
masih disebut rawan, tetapi ia sudah dibolehkan untuk minum air
susu. Sudah dimaklumi bahwa air susu yang dapat menjalin hubungan
nasab dan paling dapat menfadikan jalinan kasih sayang (kekeluar-
gaan) adalah air susu manusia (ibu).
Beberapa yayasan berusaha menghimpun susu ibu-ibu yang
sedang menyusui agar bermurah hati memberikan sebagian air susu-
nya. IGmudian susu itu dikumpulkan dan disterilkan untuk diberi-

7E2
kan kepada bayi-bayi prematur pada tahap kehidupan yang rawan
ini, yang kadang-kadang dapat membahayakannya bila diberi susu
setain air susu ibu (ASI).
Sudah barang rcntu yayasan tersebut menghimpun air susu dari
puluhan bahkan ratusan kaum ibu, kemudian diberikan kepada ber-
puluh-puluh bahkan beratus-ratus bayi prematur, laki-laki dan pe-
iempuan ... tanpa saling mengetahui dengan jelas susu siapa dan
dikonsumsi siapa, baik pada masa sekarang maupun masa mendaang.
Hanya sara, penyusuan ini tidak teriadi secara langsung, yakni
tidak langsung menghisap dari tetek.
Maka, apakah oleh syara'mereka ini dinilai sebagai saudara? Dan
haramkah susu dari bank susu itu meskipun ia turut andil dalam
menghidupi sekian banyak jiwa anak manusia?
fika mubah dan halal, maka apakah alasan yang memperboleh-
kannya? Apakah Ustadz memandang karena tidak menetek secara
langsung? Atau karena ketidakmungkinan memperkenalkan sau-
dara-saudara sesusuan --yang jumlah mereka sangatsedikit-- dalam
suatu masyarakat yang kompleks, artinya jumlah sedikit yang sudah
membaur itu tidak mungkin dilacak atau diidentifikasi?

Jauaban:
Segala puji kepunyaan Allah. Shalawat dan salam semoga tercu-
rahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du.
Tidak diragukan lagr bahwa turuan diadakannya bank air susu
ibu sebagaimana dipaparkan dalam pertanyaan adalah tuiuan yang
baik dan mulia, yang didukung oleh Islam, untuk memberikan perto-
longan kepada semua yang lemah, apa pun sebab kelemahannya.
Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah bayi yang lahir prematur
yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Tidak disangsikan lagi bahwa perempuan yang menyumbangkan
sebagian air susunya untuk makanan golongan anak-anaklemah ini
akan mendapatkan pahala dari Allah, dan terpuji di sisi manusia.
Bahkan air susunya itu boleh dibeli darinya, iika ia tak berkenan
menyumbangkannya, sebagaimana ia diperbolehkan mencari upah
dengan menyusui anak orang lain, sebagaimana nash Al-Qur'an
serta contoh riil kaum muslim.
Juga tidak diragukan bahwa yayasan yang bergerak dalam bidang
pengumpulan "air susu" itu --yang mensterilkan serta memelihara-
nya ag.r dapat dikonsumsi oleh bayi-bayi atau anak-anak sebagai-
mana yang digambarkan perumya-- patut mendapatkan ucapan terima
I
I

kasih dan mudah-mudahan memperoleh pahala.


Ialu, apa gerangan yang dikhawatirkan di balik kegiatan yang
mulia ini?
Yang dikhawatirkan ialah bahwa anak yang disusui (dengan air
susu ibu) itu kelak akan menjadi besar denga izin Allah, dan akan
menjad.i seorang remaja di tengah-tengah masyarakat, yang suatu
ketika hendak menikah dengan salah seorang dari putri-putri bank
susu itu. Ini.yang dikhawatirkan, bahwa wanita tersebut adalah sau-
daranya sesusuan. Sementara itu dia tidak mengetahuinya karena
memang tidak pernah tahu siapa saja yang menyusu bersamanya
dari air susu yang ditampung itu. Lebih dari itu; dia tidak tahu siapa
saja perempuan yang turut serta menyumbangkan ASI-nya kepada
bank susu tersebut, yang sudah tentu menjadi ibu susuannya. Maka
haram bagi ibu itu menikah dengannya dan haram pula ia menikah
dengan putri-putri ibu tersebut, baik putri itu sebagai anak kandung
(nasab) maupun anak susuan. Demikian pula diharamkan bagi
pemuda itu menikah dengan saudara-saudara perempuan ibu terse-
but, karena mereka sebagai bibi-bibinya. Diharamkan pula bagrnya
menikah dengan putri dari suami ibu susuannya itu dalam perkawin-
annya dengan wanita lain --menurut pendapat jumhur fuqaha--
karena mereka adalah saudara-saudaranya dari jurusan ayah ...
serta masih banyak masalah dan hukum lain berkenaan dengan
susuan ini.
Oleh karena itu, saya harus membagi masalah ini meniadi bebe-
rapa poin, sehingga hukumnya menjadi jelas.
Perarna menjelaskan pengertian radha' (penyusuan) yang menjadi
acuan syara' untuk menetapkan pengharaman.
Kedua, menjelaskan kadar susuan yang menjadikan haramnya
perkawinan.
Kedga, menjelaskan hukum meragukan susuan.

Pengertian Radha' (Penyusuan)


Makna railha' (penyusuan) yang menjadiacuan syara'dalam me-
netapkan pengharaman (perkawinan), menurut iumhur fuqaha --ter-
masuk tiga orang imam mazhab, yaitu Imam Abu Hanifa.h, Imam I
Malik, dan Imam Syaf i-- ialah segala sesuatu yang sampai ke perut
bayi melalui kerongkongan atau lainnya, dengan cara menghisap
atau lainnya, seperti dengan al-wajur (yaitu menuangkan air susu lewat
mulut ke kerongkongan), bahkan mereka samakan pula dengan jalan
as-sauth 1aitu menuangkan air zuzu ke hidung (lantas ke kerongkong-

784
an), dan ada pula yang berlebihan dengan menyamakannya dengan
suntikan lewat dubur (anus).
Tetapi semua itu ditentang oleh Imam al-Laits bin Sa'ad, yang
hidup sezaman dengan Imam Malik dan sebanding (ilmunya) dengan
beliau. Begitu pula golongan zhahiriyah dan salah satu riwayat dari
Imam Ahmad.
Al-Allamah lbnu Qudamah menyebutkan dua riwayat dari Imam
Ahmad mengenai wajur dan sa'uth.
Riu,a)rat Pertama, lebih dikenal sebagai riwayat dari Imam Ahmad
dan sesuai dengan pendapat jumhur ulama: bahwa pengharaman itu
terjadi melalui keduanya (yakni dengan memasukkan susu ke dalam
perut baik lewat mulut maupun lewat hidung). Adapun yang melalui
mulut (wajur), karena hal ini menumbuhkan daging dan membentuk
tulang, maka sama saia dengan menyusu. Sedangkan lewat hidung
(sa'uth), karena merupakan ialan yang dapat membatallon puasa,
maka ia juga menjadi jalan terjadinya pengharaman (perkawinan)
karena susuan, sebagaimana halnya melalui mulut.
Rluayat kedua, bahwa hal ini tidak menyebabkan haramnya per-
kawinan, karena kedua cara ini bukan penyusuan.
Disebutkan di dalam al-Mughni: "Ini adalah pendapat yang dipilih
Abu Bakar, mazhab Daud, dan perkataan Atha' al-I(hurasani me-
ngenai scuth, karenaytrry demikian ini bukan penyusuan, sedang-
kan Allah dan Rasul-tlya harya mengharamkan (perkawinan) karena
penyusuan. IQrena memasukkan susu lewat hidung bukan penyu-
suan (menghisap puting susu), maka ia sama safa dengan memasuk-
kan susu melalui luka pada tubuh."
Sementara itu, pengarafig al-Mughni sendiri menguatkan riwayat
yang pertama berdasarkan hadits Ibnu Mas'ud yang diriwayatkan
oleh Abu Daud:

'{ttieiU#;i5{tr7<ly:7r$r'!
I
*Tidak
ada penyusuanaa8 kecuali yang membfirkan tulang dan
menumbuhl<an dagng."

Hadits yang dijadikan hujjah oleh pengarang kitab al-Mughni ini


sebenarnya tidak dapat dijadikan hujjah untuknya, bahkan kalau di-

44Sl,taksudnya,itidak ada pengaruhnya p€nyusuan unok mengharamkan perkawinan


kecuali .... (Penr.).

785
renungkan jusrru menjadi hujjah unruk menyanggah pendapatnya.
Sebab hadits ini membicarakan penyusuan yang mCngharamlian
perkawinan, y-aiq yang mempunyai pengaruti lUetesl dihm pem-
bentukan anak dengan membesarkan tutang dan menumbuirtan
dagingnya. Hal ini menafikan (tidak memperhinrngkan) penyusuan
ylJrg-.sedikit:, yang tidak mempengaruhi p6mbentu[an inik,-seperti
sekali atau dua kali isapan, karena yang demikian itu tidak mungkin
mengembangkan tulang dan menumbuhkan dagrng. Maka hadG itu
hanya menetapkan pengharaman (perkawinan; karena penyusuan
yang mengembangkan rulang dan menumbuhkan dagng. Oletrkarena
itu,_pertama-tama harus ada penyusuan sebelum segaa sesuatunya
(yakni penyusuan itu merupakan faktor yang utami dan dominan;
Peni.).
. Selanjutnya pengarang al-Mughniberkata, "Karena dengan cara
air susu dapat sampai ke tempat yang sama --jika dilaku[an melalui
ini
qenyusua{r- serta dapat mengembangkan fflang dan menumbuhkan
9ug$ sebagaimana melalui penyusuan, makahal itu wajib disama-
kan dengan penyusuan d"l?, mengharamkan (perkawininy. Xarena
hal ilu juga merup-akan jalan yang membatallian puasa bigi orang
yang berpuasa, maka ia juga merupakan jalan unnrk menghiamkan
perkawinan sebagaimana halnya penyusuan dengan mui:ut."
Saya mengomgqtari pengarang kitab al-uughni rahimahullah,
]ttfllu 'illdr-nya adalah karena mengembanglan tutang aan menum-
buhkan-daging dengan ciua apa pun, maka wajib kita katakan seka-
rang bahwa mentransfusikan darah seorang wanita kepada seorang
anak menjadikan wanita tersebut haram leuft d.r,ga r-;n kit r;;Laf
nansfusi lewat pembuluh daratr ini lebih cepat aan rcUin kuat peng-
11uhny-a daripada susu. Tetapi hukum-hukum agama.tidaklah dapat
dipastikan dengan dugaan-dugaan, karena persingkaan adalah se-
dusta-dusta perkataan, dan persangkaan tidak berguna sedikit pun
untuk mencapai kebenaran.'
Menurut pendapat saya, asy-Syari' (pembuat syariat) menjadikan
asas pengharamnya itu pada "keibuan yang menyusukan" sebagai-
mana firman Allah ketika menerangkan wanita-wanita yang diha-
ramkan mengawininya:

GH':,;\3{45-6ptp!*43
*l(
*e;"-
786
"... dan ibu-ibumu yng menWrui kanu fun st&n Frcmptanmu
*prutanslrut .... " (an-Nisa': 25)

Adapun 'keibuan" yang ditegaskan Al-Qur'an inr tidak terbentuk


semata-mata karena diambilkan air susunya, tatapikarena menghi-
sap teteknya dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan kasih
sayang si ibu dan ketergantungan si anak. Dari keibun ini maka
muncu[ah persaudaraan sepersusuan. fadi, keibuan ini merupakan
asal (pokok), sedangkan yang lain itu mengikutinya.
Dehgan demikian, kita waiib berhenti pada lafal-lafal yang diper-
gunakan Syari' di sini. Sedangkan lafal-lafal yang dipergunakan-
Nya itu seluruhnya membicarakan irillu'dan radln'ah (Penyusuan),
Aan matna lafal ini menurut bahasa Al-Qur'an dan As-sunnah sangat
jelas dan t€rang, pitu memasulckan tetek lte mulut dan menghisapnla,
bukan sekadar memberi minum susu dengan qra apa pun.
Saya kagum terhadap pandarUan lbnu Hazn mengerai hal ini.
Beliau berhenti pada penuriuk nash dan ddakmelampaui batas-batas-
nya, sehingga mengenai sastlran, dan menurut pendapat sirla, se$uri
dengan kebenaran.
Saya kutipkan di sini beberapa poin dari perkaaan beliau, karena
cukup memuaskan dan ielas dalilnfa. Beliau berkata:
"Adapun sifat penyusuan )rang mengharamlCIn (perl€winan)
hanplah yang menyusu dengan cara menghisilp tctek wania yang
menyuzui dengan mulutrr5a. Sedangl@n orangpngdiboi minum susu
seoring wanita dengan menggunakan b€iqna aau dhuttgltan ke
dalam mulutnlra lantas dirclannya, dimakan'hrsama rod atau dicam-
pur dengan makanan tain, dituangkan lte dalam muluL hidung; atau
tainpnfia, atau dengan suntikan, maka png demikian iur sama sekali
tidali mengharamkan (perkawinan), meskipun sudatr meniadi maltan-
annya sepanjang masa.
Ahsannya adalatr firman tllah Azzawafalla: 'Dan ibu-ibumuyang
menyusui kamu dan saudara perempuanmu sepersusuan ...' (an-
Nlsa':25)
Dan sabda Rasulullah saw.:

ib/6,Lwli,t#
"Haram karena susuan apa yang hanm l<arena nasab."

787
I
I

Maka dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya tidak mengharamkan


nikah kecuali karena irdhc' (menyusui), kecuali jika wanita itu mele-
takkan susunya ke dalam mulut yang menyusu. Dikatakan (dalam
qiyaskhtilahi):arilha'a,thu-urilhiuhu-irdha'on(Vt$y-'#;-Lg1iJ),
yang berarti menyuzui. Tidaklah dinamakan radha'ah dan railhaTriilha'
(menyusu) lccuali iika anak )rang mer\yusu ihr mengambfl tetek wanita
yang menyusuinya dengan mulutnla, lalu menghisapnya. Dikatakan
(dalam qiyas ishtilahi, dalam ilmu sharaf) z railhda - yardhautyardhtu -
railha'anlriiha'anwaradha'aunlriilha'atant:?6l$isWl-t€i--'&1.
Adapun selain cara seperti itu, sebagaimana yang sayisebut[an di
atas, maka sama sekali tidak dinamal<an irittw', railtw,ah, dan radha',
melainkan hanya air susu, makanan, minuman, minum, makan,
menelan, suntikan, menuangkan ke hidung, dan meneteskan,
sedangkan Allah Azza wa falla tidak mengharamkan perkawinan
sama sekali yang disebabkan hal-hal seperti ini.
Abu Muhammad berkata, 'Orang-orang berbeda pendapat me-
ngenai hal ini. Abul Iaits bin Sa'ad berkata, 'Memasukkan air susu
perempuan melalui hidung tidak menjadikan haramnya perkawinan
(anara perempuan tersebut dengan yang dimasuki air susunya tadi),
dan tidak mengharamkan perkawinan pula jika si anak diberi minum
air susu si perempuan yang dicampur dengan obat, karena yang
demikian itu bukan penyusuan, sebab penyusuan itu ialahyangdihi-
sap melalui tetek Demikianlah pendapat al-Laits, dan ini pula penda-
pat kami dan pendapat Abu Sulaiman --yakni Daud, imam ehli Zha-
hir- dan satubat-satubat kami, yakni ffi Zhahir.'"
Sedangkan pada wakp menyalggah orang-orang yang berdalil
denganhadits:'r64,ti1r6\f;jr6r(sesungguhnyapenyusuaniru
hanyalah karena lapar), Ibnu Hazm berkata:
"Sesungguhnya hadits ini adalah hujjah bagi kami, karena Nabi
saw. hanya mengharamtrran perkawinan disebabkan penyusuan yang
berfungsi untuk menghilangkan kelaparan, dan beliau tidak meng-
haramkan (perkawinan) dengan selain ini. IQrena itu tidak ada
pengharaman (perkawinan) karena cara-cara lain untuk menghi-
langlan kelaparan, sepefti dengan makan, minum, menuangkan susu
lewat mulut, dan sebagainya, melainkan dengan jalan penyusuan
(menetek, yakni menghisap air susu dari tetek dengan mulut dan
menelannya), sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.
(firman Allah):

78
flrdangil httkwn-hukiltt AW maehfunalt
'... BarurysiaparyE
onng-onng yang zalim." (al-Baqaraht 2291ffi

Dengan demikian, saya melihat bahwa pendapat yang menente-


ramkan hati ialah pendapat yang seialan dengan zhahir nash yang
menyandarkan semua hukum kepada irdha'(menyusui) dan radha'l
ridh4' (menyusu). Hal ini sejalan dengan hikmah pengharaman
karena penyu$nn itu, yaitu adanya rasa keibuan yang menyerupai
rasa keibuin karena nasab, yang menumbuhkan rasa kekanakan
(sebagai anak), persaudaraan (sesusuan), dan kekerabatan-kekera-
batan lainnya. Maka sudah dimaklumi bahwa tidak ada proses
penyusuan melalui bank susu, yang melalui bank susu ift hanyalah
melalaui cara wajar (menuangkan ke mulut --bukan menghisap dari
tetek-- dan menelannya), sebagaimana yang dikemukakan oleh para
fuqaha.
Seandainya kita terima pendapat jumhur yang tidak mensyarat-
kan penyusuan dan pengisapan, niscaya terdapat alasan lain yang
menghalangi pengharaman (perkawinan). Yaitu, kita tidak mengeta-
hui siapakah wanita yang disusu (air susunya diminum) oleh anak
itu? Berapa kadar air susunya yang diminum oleh anak rcrsebut?
Apakah sebanyak yangdapat mengenyangkan --lima kali susuan
menurut pendapat terpilih yang ditunJuki oleh hadits dan dtkua*an
oleh penalaran- dapat menumbuhkan dagng, dan mengembangkan
tulang, sebagaimana pendapat mazhab Slaf i dan Hambali?
Apal@h air susu yang sudah dicampurdenganbermaem-macam
air zusu lainnp terhukum sama dengan air suzu murni? Menurut
mazhab Hanafi, sebagaimana fangdikaakan oleh Abu Ytlsuf, balma
air susu seorang perempuan apabila bercampur dengan air susu pe-
rempuan lain, maka hukumnya adalah hukum air susu yang
dominan (lebih banyak), karena pemanfaatan air susu yang tidak
dominan tidak tampak bila dibandingkan dengan yang dominan.
Seperti yang telah dikenal bahwa penyusuan yang meragukan
tidaklah menyebabkan pengharaman.
Al-Allamah lbnu Qudamah berkata dalam al-Mughni:
"Apabila timbul keraguan t€ntang adanya penyusuan, atau me-
ngenai fumlah bilangan penyuswm yang mengharamkan, apakah
sempurna ataukah tidak, maka tidak dapat menetapkan pengharam-

449e!-urhollo, karya Ibnu Hazm,


}uz 10, hlm. 9-11.

789
an, karena pada asalnya tidak ada pengharaman. Kita tidak bisa
menghilangkan sesuatu yang meyakinkan dengan sesuatu yang
mgraguka-n,- sebagaimana halnya- kalau terjadi keraguan tentang
adanya Alak dan bilanganny6.'a5o
Sedangkan di dalam kitab al-rhhtidr yutg merupakan salah satu
kitab mazhab Hanafi, disebutkan:
'Seorang perempuan yang menusukkan puting susunya ke dalam
mulut ryorang anak, sedangkan ia tidak ahu apakah air susunya
masuk ke kerongkongan ataukah tidak, maka yang demikian itu
tidak mengharamkan pernikahan.
Den-ulqn pula seorang anak perempuan yang disusui beberapa
penduduk kampung, dan tidak diketahui siapa saia mereka inr,lalu
ia dinikahi oleh salah seorang laki-laki penduduk kampung (desa)
tersebut, maka pernikahannya itu diperbolehkan. IGrena kebobhan
nikah merupakan hukum asal yang tidak dapat dihapuskan oleh
sesuatu yang meragukan.
Da1,bagi kaum wanita, jangirnlah merelo menyusui setiap anak
kecuali karena darurat. fika mereka melakukannya, makahendaklah
mereka mengingatnya atau mencatatnya, sebagai sikap hati-hati.,4s1
Tidaklah samar, bahwa apayangteriadi dalam persoalan kita ini
bukanlah penyusuan yang sebenarnya. Andaikata kita terima bahwa
png demikian sebagai penpsuan, maka hal itu adalah karena daru-
rat,- sedangkan mengingatnya dan mencatatnya tidaklatr memung-
kinkan, karena bukan terhadap seseorang yang t€rtentu, melainkan
telah bercampur dengan yang lain.
Arahan yang perlu dikukuhkan menurut pandangan saya dalam
masalah penyusuan ini ialah mempersempit pengharaman seperti
mempersempit jatuhnya alak, meskipun untuk melapangkan kedua
masalah ini juga ada pendukungnya.

Iftulashah
Saya tidak menjumpai alasan untuk melarang diadakannya sema-
cam "bank susu' selama bertuJuan untuk mewuiudkan maslahat
syar'iyah yang muktabarah ldianggap kuat); dan untuk memenuhi
kebutuhan yang waiib dipenuhi, dengan mengirmbil pendapat para

45O jlzg,
lt-urghni tu'a asy-Syarh al-Kabir, hlm. 194.
A'lel-thhtar, Ibnu Maudud at-Hanafi, juz 3, hlm. l2o; dan lihat Syarah Fathul-eaitir,
Ibnul Hammam, iluz 3, bh\. 2-3.

790
fuqaha yang telah saya sebutkan di muka, serta dikuatkan dengan
dalil-dalil dan argumentasi yang saya kemukakan di atas.
I{adang-kadang ada orang yang mengatakan, 'Mengapa kita tidak
mengambil sikap yang lebih hati-hati dan keluar dari perbedaan pen-
dapat, padahal mengambil sikap hati-hati itu lebih terpelihara dan
lebih jauh dari syubhat?'
Saya jawab, bahwa apabila seseorang melakukan sesuatu untuk
dirinya sendiri, maka tidak mengapalah ia mengambil mana yang
lebih hati-hati dan lebih wara' (lebih jauh dari syubhat), bahkan lebih
dari itu boleh juga ia meninggalkan sesuatu yang tidak terlarang
karena khawatir terjatuh ke dalam sesuatu yang t€rlarang.
AIen tetapi, apabila masalah itu bersangkut paut dengan masya-
rakat umum dan kemaslahatan umum, maka yang lebih utama bagi
ahli fanua ialah memberi kemudahan, bukan memberi kesulitan,
tanpa melampaui nash yang teguh dan kaidah yang telah mantap.
I(arena itu, menjadikan pemerataan uiian sebagai upaya meri-
ngankan beban untuk menjaga kondisi masyarakat dan karena
kasihan kepada mereka. fikalau kita bandingkan dengan masyarakat
kita sekarang khususnya, maka masyarakat sekarang ini lebih mem-
butuhkan kemudahan dan kasih sayang.
Hanya saja yang perlu diingat di sini, bahwa memberikan peng-
arahan dalam segala hal untuk mengambil yang lebih hati-hati tanpa
mengambil mana yang lebih mudah, lebih lemah lembut" dan lebih
adil, kadang-kadang mepbuat klta meniadikan huhrn-hukum agama
tru sebagai himpunan 'lrchati-hatlan' dan fauh dari ruh kemudahan
serta kelapangan yang menfadi tempat berpijaknya agama lslam ini.
Dari fabir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

ctva+b D ob) r
ffi)924.,,U4
"Aku diutua dengan memfuwa agnn lang lurus &n toleran." llIB,
af-Xharaithi)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw bersabda:

a , e./t 3)!"t)-z/6., zz t/) z!-?* | trl


. t-p_f :;)ar;r \SCED-\A iLrYPi^r,
,

(6)]t ob,)

79t
WnWtnn kamu diutus untuhmembribnkemudalnn tifuh
dit tus uratuk manbdlcan k6ulitan." lHB. firmfdzf)

Manhaj lmetode) yang kami pilih dalam masalah-masalah ini ialah


pert€ngahan dan seimbang antara golongan yang memberat- berat-
kan dan yang melonggar{onggarkan:

"Dan demikian pula


W:4,& qKs
lfuni jadikan l<amu (umat ldan) umat tang
adil &n pilihan.... " (al-Baqarah t I 4Sl
Allah memfirmankan kebenaran, dan Dia-lah yang memberi
petuniuk ke falan yang lurus.

5
HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)

Pertanyaan:
Al-Qur'anul lQrim dan Hadits Syarif menyebutkan pengharaman
khamar, tetapi tidak menyebutkan keharaman bermacam-macam
benda padat yang memabukkan, seperti ganja dan heroin. Maka
bagaimanakah hukum syara' terhadap penggunaan benda-benda
tersebut, sementara sebagian kaum muslim tetap mempergunakan-
nya dengan alasan bahwa agama tidak mengharamkannya?

tawaban:
S%ala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga tercu-
rahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du:
Ganja, heroin, serta bentuk lainnya baik padat maupun cair yang
terkenal dengan sebutan mukhaddirat (narkotik) adalah termasuk
benda-benda yang diharamkan syara' tanpa diperselisihkan lagi di
antara ulama.
Dalil yang menunjukkan keharamannya adalah sebagai berikut:
1. Ia termasuk kategori khamar menurut batasan yang dikemukakan
Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.:

792
'Jd;G(vJLg
"Khamar ialah segata sesuahr )rang menunrp akal.'#z

Yakni yang mengacaukan, menutup, dan mengeluarkan akal


dari tabiatnya yangdapat membedakan antarsesuatu dan mampu
menetapkan sesuatu. Benda-benda ini akan mempengaruhi akal
dalam menghukumi atau menetapkan sesuahl, sehtngga tedadi
kekacauan dan ketidaktentuan, yang Jauh dipandang dekat dan
yang dekat dipandang jauh. IQrena itu sering l€li tfri?di kecela-
iean lalu lintas sebagai akibat dari pengaruh benda-benda me-
mabukkan itu.
2. Barang-barang tersebut, seandainya tidak termasuk dalam kate-
gori khamar atau 'memabulckan', maka ia taap haram dari segi
;melemahkan' (menladikan loyo). Imam Abu Daud meriwayat-
kan dari Ummu Salamah.

6glifi
<)/ e
,va2,'ai)rq
"khwa *gala sesuatu Wry manabulclcn fut
Nabi srlw. melarang
melemahhn @wfadilan lennnlast
tidakler-
Al-mufauir ialah sesuanr yang meniadikan nrbuh loyo
unuk mengharamkan,
tenaga, Larangan dalam hadits ini adalah
karena itulah-hukum asal bagi suatu larangan, selain itu iu83
disebabkan dirangkaikannya antara yang memabulckan --yang
sudah disepakati haramnya-- dengan mufattir.
3. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk dalam
kategori memabukkan dan melemahkan, maka ia termasuk dalam
jeniJnumr (sesuatu yangburuk) dan mempahayakan, sedang-
kan Oi antari ketetapan syara': bahwa Islam mengharamkan

452Vru6^1* 'alaih secara mauquf sebagai perkaaan Umar, sebagaimana dlsebu*an


dalam al-Lu'tu'wal-Marlan (hadits nomor 1905), dan drtwa)"atl@n Jup oleh Abu Daud hadlts
nomor 3669; dan Nasa'i dalam "Kitab d-Asyrabah'.
45366u Daud dalam 'Kitab al-Asyrabah', nomor 36E6.

793
memakan sesuatu yang buruk dan membahayakan, sebagaimana
firman Allah dalam menyifati Rasul-Nya a.s. di dalam kitab-kitab
Ahli Kitab:

qiirgi#3$tLiiU5
"... fun menglnlalkan fugt merclra sqala Wry baik dan nrengfia-
nnkan bgi mereka qah yng buruk...."(al-A'!af : tlo7l

Dan Rasulullah saw. bersabda:

(qt uLniob,) 3w15Jir"1


Ti&k fuIeh memfulnyal<an dii *ndii dan tidak boteh membei
fuha1n (mudan) kepda onng lain.454

Segala sesuatu yang membahayakan manusia adalah haram:


"... Danjnganlah kamu membunuh dirimu; xanguhnya Nlalt
ahlah Maha Penyalang kepadamu."(an-Nlea': 29)
"... dan janganlah l<amu menjatuhkan dirimu *ndii ke dalam
kebinasan .... " (al-Baqarah: I 95)

Dalil lainnya mengenai persoalan itu ialah bahwa seluruh peme-


rintahan (negara) memerangi narkotik dan menjatuhkan huliuman
yang sangat berat kepada yang mengusahakan dan mengedarkan-
nya. Sehingga pemerinahan suatu negara yang memperbolehkan
khamar dan minuman keras lainnya sekalipun,-tetap memberikan
hukuman berat kepada siapa saja yang terlibat narkotik. Bahkan
sebagian negara menjatuhkan hukumanmati kepada pedagang dan
pengcdarnya. Hukuman ini memang tepat dan benar, karEna pada
hakikatnya piua peng€dar itu membunuh bangsa-bangsa demi
pengeryk kekayaan. Oleh karena itu, mereka lebitr-layak mendapat-
kan hukuman qishash dibandingkan orang yang membunuh seorang
atau dua orang manusia.

4s4Dtuirayatkan oleh Imam


Ahmad dan lbnu Majah dari Ibnu Abbas, dan diriwayatkan
Ibnu Maiah sendiri dari ubadah, dan para ulama hadits mengesahkannya karena banyak
,al-
annya.

794
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya me-
ngenai apa )ang waiib diberlakukan terhadap orangyang menglsap
ganja dan orang yang mendalcl rakan bahwa semua itu laiz, hdd,
dan mubah?
Beliau menjawab:
"Memakan (mengrsap) ganja yang keras ini terhukum haram, ia
termasuk seburuk-buruk benda kotor yang diharamkan. Sama saja
hukumnya, sedikit atau banyak, tetapi menglsap dalam jumlah
banyak dan memabukkan adalah haram menurut kesepakatan kaum
muslim. Sedanglen orang )ang menganggap batrwa gania halal, maka
dia terhukum kafir dan diminta agar bertobat.lika ia bertobat maka
selesailah urusannya, tetapi jika tidak mau bertobat maka dia harus
dibunuh sebagai orang kafr murtad, yang tidak perlu dimandikan
jenazahnya, tidak perlu dishalati, dan tidak boleh dikubur di pema-
kaman kaum muslim. Hukum orang yang murtad itu lebih buruk
daripada orangYahudi dan Nasrani, baik ia beriktikad bahwa hal itu
halal bagi masyarakat umum maupun hanya untuk orang-orangtar-
rcnfi yang beranggapan bahwa ganja merupakan santapan untuk
berpikir dan berdzikir serta dapat membangkitkan kemauan yang
beku ke tempat yang terhormat, dan untuk itulah mereka mempergu-
nakannya.
Sebagian orang salaf pernah ada png berprasangfu batrua tdramar
itu mubah bagi orang-orang tertennl, karena menalqf,llkan firman
Allah Ta'ala:
"Tidalrafu dosa hgt onng-onngyngbrfumn fun mengeriakan
amal saleh katena memakn makanan Wg telah merc)a mahn
dahulu, apbila mercl<a bertal<wa sr,rta furiman dan mengefiakan
amalan-amalan lang *leh, kemudian mereka tetap brtal<wa dn
beiman, kemudian mereka (etap juga) fufialila &n furbuat ke-
fuiikan .... " (al-Ma'ldah: 95 )

Ketika kasus ini dibawa kepada Umar bin Ktrattab dan dimusya-
warahkan dengan beberapa orang sahabat, maka sepakatlah Umar
dengan Ali dan para sahabat lainnya bahwa apabila yang meminum
khamar masih mengakui sebagai perbuatan haram, mereka diiatuhi
hukuman dera, tetapi jika mereka terus saja meminumnya karena
menganggapnya halal, maka mereka dijatuhi hukuman mati. Demi-
kian pula dengan gania, barangsiapa yang berkeyakinan bahwa
ganja haram tetapi ia mengisapnya, maka ia dijatuhi hukuman dera
dengan cemeti sebanyak delapan puluh kali atau empat puluh kali,
dan ini merupakan hukuman )rang tepat. Sebagian fuqaha menumg
tidak meneapkan hukuman dera, karena mereka mengira batwa
ganja dapat menghilangkan akal tetapi tidak memabukkan, seperti
ol-banj $ents Embutt-tumbuhan 1ang dapat membius) dan seienisnya
yang dapat menuhrp alal tetapi tidak memabukkan. Namun demiki-
an, semua ift adalah haram menurut tesepatraan kaum muslim.
Barangsiapa mengisapnyra dan memabukkan maka ia dijatuhi hu-
kuman dera seperd meminum khamar, tetapi iika ddak memabukkan
maka pengisapnya diiahrhi hukuman u'zir yang,lebih rtngan dari-
pada hukuman jaa (dera). Tetapi orang yang met4anggap hal itu
halal, maka dia adalah kafr dan harus dijatuhi hukuman mati.
Yang benar, gania ift memabukkan seperti minuman lrcras,
karena pengisapnya meniadi kecanduan terhadapnya dan terus
memperbanyak (mengisapnya banyak-banyak). Berbeda dengan al-
banj dan lainnya yang tidak menjadikan kecandun dan tidak dige-
mari. IQidah syariat menetapkan bahwa barang-barang haram yang
digemari nafsu seperti khamar dan zina, maka pelakunya dikenai
hukum had, sedangkan yang tidak digemari oleh nafsu, seperti bang-
kai, maka pelakunya dikenai hukum ta'zir.
Ganja ini termasuk barang haram yang digemari oleh pengisap-
nya dan sulit untuk ditinggalkan. Nash-nash Al-Kitab dan As-Sun-
nah mengharamkan atas orang yang berusaha memperoleh sesrurnl
yang haram sebagaimana terhadap barang lainnya. Dan munculnya
kebiasaan memakan atau mengisap gaqia ini di kalangan masyara-
kat hampir bersarnaan dengan munculnya pasukan Tatar. Iqrena
ganja ini muncul lantas muncul pula pedang pasukan 7a14.'455
Maksudnya, kemunculan atau kedatangan serbuan pasukan
Tatar sebagai hukuman dari AIIah karena telah meraialelanya ke-
munkaran di kalangan umat Islam, di antaranya adalah meraialela-
nya gania terkuuk ini.
Di tempat lain beliau (Ibnu Taimiyah) berkata pula:
'Ada jrrga orang yang mengatakan bahwa gania hanya mengubah
akal tetapi tidak memabulckan seperti al-barj, padahal sebenarnya
tidak demikian, bahkan ganja itu menimbulkan lecanduan dan kele-
zartan *tta kebingungan (karena gembira atau susah), dan inilah

455Moir r'Fou*o, Syekhul lslam lbnu Taimiyah, juz 24, hlm. 213-214.

796
yang mendorong seseorang untuk mendapatkan dan merasakannya.
Mengrsap ganja sedikit akan mendorong si pengrsap untuk meraih
lebih banyak lagi seperti halnya minuman yang memabukkan, dan
orang yang sudah terbiasa mengisap gania akan sangat sulit untuk
meninggalkannya, bahkan lebih sulit daripada meninggallen khamar.
Karena itu, bahaya ganja dari satu segi lebih besar daripada bahaya
khamar. n{aka para fuqaha bersepakat bahwa pengisap ganfa wajib
dijatuhi hukum had (hukuman yang pasti ben$k dan bilangannya)
sebagaimana halnya khamar.
Adapun orang yang mengatakan bahwa masalah ganja ini tidak
terdapat ketentuan hukumnya dalam Al-Qur'an dan hadits, maka
pendapatnp ini han)ralatt disebabkan kebodohannya. Sebab di dalam
Al-Qur'an dan hadits terdapat kalimat-kalimat yang simpel yang
merupakan kaidah umum dan ketentuan global, yang mencakup
segala kandungannya. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur'an dan al-
hadits dengan istilah'acm (umum). Sebab tidak mungkin menyebut-
kan setiap hal secara khusus (kasus per kasu51.'lso
Dengan demikian, nyatalah bagi kita bahwaganja, opium, heroin,
morfin, dan sebagainya yang termasuk muhhaddirat (narhodk) -khu-
susnya jenis-jenis membahayakan yang sekarang mereka isdlahkan
dengan racun putih-- adalah haram dan sangat haram menurut lcese-
pakatan kaum muslim, t€rmasuk dosa besar yang membinasakan,
pengisapnya wajib dilcenakan hukuman, dan pengedar atau peda-
gangrya harus dijauhi hukuman mad,.karena ia meryerdagangkan
ruh umat untuk memperkaya dtrinya sendlri. Maka orang-orang
seperti inilah yanglebih utama untuk diiatuhi hukuman seperd yang
tertera dalam firman Allah:
"Dan dalam qishash itu ada Qaminan kelangrungan) hidup bgimu,
hai orang-orangyng benkal, suNW kamu befiakwa."(al-Baqa-
rah: I79)
Adapun hukuman r42ir menurut para fuqaha muhaqqiq (ahli mem-
buat keputusan) bisa saja berupa hukuman mati, t€rgantung kepada
mafsadat yang ditimbulkan pelakunya.
Selain itu, orang-orang yang menggunakan kekayaan dan jabat-
annya untuk membantu orang yang terlibat narkotik ini, maka
mereka termasuk golongan:

456 rbin.. hlm.


206-207.

797
,,6,E;*rtel,fi i3 i,irr'aisir_8ir5i
"... otang-orang yang memerangi Nhh dan Raoul'I'Iya &n mem'
funt kerasgrlr,n di mulca bwni ...." (al-Ma'tdnlr: 55)

Batrkan karlaaannla, kejatratan dan kenrsakan mereka melebihi


perampok dan- penyamun, karena i$ ddak mengherankan iika
mereka dilatuhi hukuman seperti perampok dan penyamun:

@ryefi;;$te;tir;tr\aii*J,5r.y;
-
""' (*basai)
Yang demikian itu watu pengfiinaan tmtul< mereka
di dunia dan di akhint mercl<a mempercleh silrsaan 1rutgbenl"
(al-Ma'ldah:53)

6
HUKUM AL.QAT (NAMA TANAMAN)

Pertanyaan:
Kami telah mergeahui pendapat Ustadz tentang hukum merokok,
dan keenderunpn Ustadz untuk mengharamkanny-a, karena dapat
menimbulkan nr=udarat bagi si perokok, baik terhadap badan,-iiwa,
maupun hartanya, dan merokok ittr merupakan semaqlm tindakan
bunuh diri secara perlahan-lahan.
Selain i[r, kami iuga ingin mengetahui pendapat Ustadz mengenai
bencana lain, yakni irqot, yang tersebar di antara kami di Yaman
sejak beberapawaktu lampau dan sudah-dikenal di kalangan masya-
raftat, dari anak-anak muda hingga kalangan orang tua, sehingga
para ulama dan para pengusaha pun memakannya-tarya ada yang
inenginglgri. Te&pi kamihembaca dan mendengar bahwa sebagian
ularia d'i negara lain mengharamkan al-qatinidan mengingkari. orang
yang membiasakan dan selalu menggunakannya, k1r.1" menimbul-
-kan-mudarat
danxraf, sedangkan Allah tidak menyukai orang-orang
-
lang israf (penghambur harta).
fumi"mbhoi penjelasan mengenai masalah yang sensitif bagi
masyarakat yamin ini. Mudah-mudahan Allah memberi balasan
yang baik kepada lJstadz.

798
Jaroaban:
Hukum merokok itu sudah tidak diragukan lagi bahwa ketetapan-
ketetapan ilmu pengetahuan dan kedokteran modern sekarang be-
serta dampak merokok bagi perokoknya, menguatkan apa yang telah
sala sebutkan secara berulang-ulang di dalam fanva-fanra kami serta
apa yang telah kami ielaskan dalam kitab kami Fa:rrwi Mu'ashirah
(Fatwa-fatwa Kontemporer), Iilid 1, akan haramnya orang yang selalu
melakukan hal yang merusak badan dan harta serta memperbudak
kemauan manusia ini. Bahkan penemurn ilmu pengetahuan sekarang
meningkat lagi dengan ditemukannya sesuatu yang baru lagi ber-
kaitan dengan masalah merokok ini, yaitu apa png sekarang dikenal
dengan istilah "perokok pasiP, yaitu pengaruh rokok terhadap orang
yang tidak merokok yang berada dekat orang yang merokok. Pe-
ngaruh atau akibat yang ditimbulkannya ini sangat membahayakan
kadang-kadang melebihi bahaya rokok terhadap perokoknya sendiri.
Islam mengatakan:

(6,Vtql* 6 rp nv ub -ir b, r'


o 36?<$gb$
"Tidak boleh membei bahaln kepda dirt *ndii dan tidakboleh
membei fuha1n kepda onng lain." (HR Ahmad dan lbnu
Maiah darl lbnu Abbas dan Ubadah)

Maksudnya, janganlah kamu memberi mudarat (bahaya) lcepada


dirimu sendiri; dan janganlah kamu memberi mudarat kepada orang
lain, sedangkan merokok itu menimbulkan mudarat kepada diri sen-
diri dan kepada orang lain. Selain itu, syariat dinrrunkan untuk me-
melihara kemaslahatan yang teramat pokok bagi makhluk, yang oleh
para ahli syariat diringkaskan pada lima hal: din (agama), jiwa, akal,
keturunan, dan harta. Sedangkan merokok menimbulkan mudarat
terhadap kemaslahatan-kemaslahatan ini.
Adapun al-qat, maka muktamar internasional pemberantasan
minum-minuman keras, narkotik, dan rokok --yang diselenggarakan
di Madinah al-Munawwarah dan disponsori oleh alJami'ah al-Isla-
mryah di sana beberapa tahun lalu-- telah memasukkannyale dalam
kategori benda-benda terlarang yang disamakan dengan narkotik
dan rokok.
Tetapi banyak saudara kita dari syekh-syekh dan lembaga peng-
adilan di Yaman menentang keputusan mulrtamar png zudah menjadi
ijma' (kesepakatan) ini dan menganggap bahwa para peserta mukta-
mar tidak mengetahui hakikat al-qat. Mennrut mereka, peserta muk-
tamar berlebih-lebihan dalam memutuskan hukum serta terlalu ketat
terhadap masalah yang tidak terdapat larangannya di dalam Al-
Qur'an dan As-Sunnah. Padahal, masyarakat Yaman sudah memper-
gunakannya sejak beberapa abad yang lalu, termasuk para ulama,
fuqaha, dan shalihinnya. Mereka masih t€tap mempergunakannya
sampai hari ini.
Di antara yang menentang keputusan inr idah rekan kami yang
alim dan penuh ghiroh, yaitu Qadhi Yahya bin Luth al-Fusayyil, yang
menerbitkan sebuah risalatr untuk ini dengan judul "oananusy-sytbuhat
Haulal-Qat" (Membantah Syubhat Seputar Masalah d-QaQ yang me-
muat beberapa pengertian (pemikiran) sebagaimana yang saya isya-
ratkan di muka. Dia menyangkal adanya unsur keserupaan antaraal-
qat dengan narkotik, sebagaimana ia juga menyangkal adanya muda-
rat seperti yang dikemukakan oleh orang-orang yang bersikap keras.
Akan tetapi, ada sesuatu yang bersifat khusus berkenaan dengan se-
bagian orang sehingga larangannya pun harus dibatasi hanya untuk
mereka, sebagaimana halnya mudarat madu terhadap orang tertentu,
demikian fuga dengan israf,bahwa ia hanya untuk orang-orang ter-
tentu saja.
Namun demikian, informasi yang saya peroleh ketika saya ber-
kunjung ke Yaman pada akhir tahun tujuh puluhan, melalui pengli-
hatan dan pendengaran saya, bahwa al-qat menimbulkan dampak
sebagai berikut:
1. Harganya sangat mahal. Saya terkejut, sayra kira harganya seperti
harga rokok, tetapi t€rnyata berkali-kali lipat.
Saya pernah malqn siang di rumah seorang tokoh bersama
beberapa orang teman, tiba-tiba datang seorang tamu dengan
membawa ranting-ranting kayu hijau. Para hadirin memperhati-
kan bahwa saya melihatnya dengan terheran-heran, lalu mereka
bertanya kepada saya, "Apakah Anda kenal tumbuh-tumbuhan
yang hijau ini?" Saya jawab, "Tidak.' Mereka berkata, "Itu adalah
al-qat." IGmudian saya tanyakan kepada mereka berapa harga se-
il<at al-qat yang dibawa saudara kita itu, lalu dia menjawab, 'se-
ratus lima puluh real." Saya tanyakan lagi, 'seikat inr cukup
untuk berapa hari?" Mereka menjawab, 'al-qat itu akan dimalan-
nya setelah makan siang ini, dan sebelum magrib pasti akan habis."
Saya bertanya, "Apakah pengeluaran untuk al-qat sebesar ini
tidak akan memberatkan keluarganya?" Mereka menjawab,
"Bahkan ada yang lebih dari itu, ada yang menghabiskan tiga

800
ratus, empat ratus, dan ada yang lebih banyak lagi."
Saya yakin bahwa yang demikian itu sudah termasuk israf (ber-
lebih-lebihan), kalau tidak dikatakan mubadzir dan mengham-
bur-hamburkan harta dengan tiada bermanfaat untuk kepen-
tingan dunia dan akhirat.
Apabila kebanyakan trlama menganggap bahwa mengisap rokok
atau tembakau --atau "tutun" menurut istilah sebagian yang lain--
termasuk israf yangterlarang, maka memaVtan al-qat lebih layak
lagi tergolong dalam kategori ini.
2. Bahwa al-qat benar-benar menyita waktu bagi pemakan atau
pengunyahnya. Setiap hari mereka menghabiskan waktu yang
panjang, yaitu setelah zuhur hingga magrib, padahal menurut
kebanyakan orang rentang waktu tersebut cukup produktif. uaka
orang yang mengunyah al-qat ini menghabiskan waktunya di
mulutnya dan menikmati dengan mulutnya itu, sementara ia
abaikan segala sesuanlnya hanya demi mengunyah al-qat ini.
Waktu yang dihabiskan untuk mengunyah al-qatini tidak sedikit,
padahal waktu atau kesempatan merupakan modal bagi manusia.
Apabila ia menyia-nyiakan waktunya dengan cara seperti ini,
mhka benar-benar ia telah menipu dirinya sendiri, dan tidak dapat
meniadikan kehidupannya berbuat sebagaimana layaknya seorang
muslim.
Apabila dilihat dalam skala nasional, maka hal itu merupakan
kerugian umum )ang amat buruk, sangat merugikan produktivias
dan perkembangan ekonomi, dan menyia-nyiakan potensi masya-
rakat tanpa alasan yang positif.
Mudarat ini sudah merupakan fakta yang tidak diperdebatkan
oleh siapa pun, dan sudah terkenal di kalangan saudara-saudara
di Yaman kata-kata mutiara yang berbunyi: "Bahaya al-qatyang
pertama ialah tersia-siakannya waktu. "
3. Saya mendapat informasi dari saudara-saudara yang menaruh
perhatian terhadap masalah ini di Yaman bahwa sekitar tanah
negeri Yaman ditanami dengan al-qat, yaitu di tanah yang paling
subur dan paling bermanfaat, sementara negara ini mengimpor
gandum dan macam-macam bahan makanan pokok serta sayur-
mayur.
Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan kerugian eko-
nomi yang besar bagi bangsa Yaman. Saya kira tidak seorang pun
--yang punya kemauan untuk kebaikan dan masa depan negeri

801
ini-- yang membesar-besarkan masalah tersebut. Artinya, infor-
masi yang mereka kemukakan itu bukan mengada-ada dan tidak
dibesar-besarkan.
4. Penduduk Yaman berselisih pendapat mengenai pengaruh dan
bahaya al-qatterhadap badan dan jiwa. Banyak di antara mereka
yang menganggap tidak membahayakan, sebagian lagl mengang-
gap bahayanya kecil bila dibandingkan dengan manfaatnya, dan
orang yang t€lah mengalaminya sukar untuk tidak mengatakan
demikian. Maka ia tidak dapat menghindar dari hukum dan
kesaksiannya ini.
Tetapi banyak juga orang yang telah sadar, yang menlatakan
bahwa al-qat menimbulkan mudarat yang bermacam-macam, dan
anggapan terdapatnya manfaat pada al-qat itu tidak ada artinya
sama sekali, karena dosanya lebih besar daripada manfaatnya.
Bahkan sebagian dokter mengatakan bahwa al-qcr merupakan
siuana untuk memindahkan (menularkan) penyakit dan memiliki
dampak yang buruk terhadap kesehatan.
Di antara ulama Yaman yang berbicara secara terang-terangan
untuk mengingatkan bahaya al-qat ini ialah al-Allamah al-Mushlih
Syekh Muhammad Salim Baihani. Ketika mensyarah sebuah hadits
Nabawi yang berkenaan dengan khamar dan benda-benda mema-
bukkan, di dalam kitabnya tshlahul-Mujtama' (Memperbaiki
Masyarakat), beliau mengatakan:
"Di sini saya mendapatkan peluang dan kesempatan yang tepat
untuk membicarakan al-qat dan tembakau (rokok), dan orang
yang terkena uiian dengan kedua hal ini banpk sekali, padahal
keduanya merupakan musibah dan penyakit sosial yang fatal.
Meskipun keduanya tidak memabukkan, tetapi bahayanya ham-
pir sama dengan bahaya khamar dan fudi, karena keduanya dapat
menyia-nyiakan harta, menyita waktu, dan merusak kesehatan.
Selain itu, karena keduanya dapat melalaikan orang dari melak-
sanakan shalat dan kewajiban-kewajiban penting lainnya. Ada
orang yang mengatakan, 'Ini adalah sesuatu yang didiamkan oleh
Allah, dan tidak ada satu pun dalil yang mengharamkan dan
melarangnya. Sesungguhnya yang halal itu ialah apa yang diha-
lalkan oleh Allah dan yang haram itu ialah apa yang diharamkan
oleh Allah, sedangkan Allah telah berfirman:
"Dia-Iah Nlah, gng menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu ...." (al-Baqarah: 29 )

802
"Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, resuatu yang diharamkan bagi orang yng hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu funglcai, atau danh yang
mengalir, atau daging babi ...." (al-An'am: I45)

Apa yang dikatakan oleh pembela al-qat dan tembakau itu me-
mang benar, tetapi salah penempatannya sebagai dalil. Ia pura-pura
lupa terhadap premis-premis umum yang menunjukkan waiibnya
memelihara kemaslahatan dan haramnya barang-barang yang buruk
serta keharusan menjaga diri agar tidak t€riatuh ke dalam mafsadat.
Sedangkan sudah dimaklumi bahwa al-qat sangatberpengaruh terha-
dap kesehatan badan, dapat menimbulkan kerusakan gigi, menye-
babkan bawasir (ambeien), merusak lambung, mengurangi nafsu
makan, menyebabkan wadi457 melimpah, kadang-kadang merusak
sungsum, melemahkan sperma, menjadikan kurus, menyebabkan
lama ddak berak, dan bermacam-nncam penpkit. Dan anak-anak pe-
makan al-qatitu biasanla nrbuhnya lemah, badannya kecil, pendek pe-
rawakannya, kurang darah, dan ditimpa bermacam-macam penyakit.
fika Anda ingin tahu bencananya bencana
Lihatlah mabuk kepayangnya menganyah al-qat
Al-qat membunuh segala kemampuan dan kekuatan
Melahirkan kesusahan dan kekecewaan
Al-qat adalah ide beracun
Melemparkan jiwa kepada bencana paling buruk
Ia meluncur ke dalam perut sebagai penyakit berbahaya
Menjadikan urat saraf mengalami benturan
Ia membiarkan akal berkelana dalam kebingungan
Menyuguhinya gelas kecelakaan yang tinggi
Membunuh semangat generasi muda
Melelehkan segala kemauan dan kemantapan hati
Menyita usia dan menguras harta
Menyuguhinya bermacam siksa dan bencana
Ia membunuh semangat dan keperwiraan
Ia menghapus keceriaan dari wajah

457yuigu cairan putih kental yang keluar mengiringi kencing. Lihat, Fiqh6-sunnah,karya
Sayid Sabiq, luz 1, hlm. 24 (Penl.).
Jika Anda lihat wajah penggenrar al-qat
Akan terlihat pucat seperti mayat I

B%itulah keadaan pecandu ot-qat, selain dirampasnya pula apa


yang dibutuhkan oleh keluarganya. Seandainya uangnya diperguna-
kan untuk membeli makanan yang baik-baik dan membiayai pendi-
dikan anak-anaknya, atau disedekahkan di jdan Allah, zudah barang
tentu hal itu lebih baik baginya. Dan tepatlah apa yang dikatakan
seorang pujangga:
"Kuingin meninggalkan al-qat
Untuk menjaga wibawa dan waktuku tiada tersia-sia
Dulu aku pembela al-qatyangberbahaya ini
Selama masa yang paniang dengan bersuara lantang
Ketika tampak terang bahaya dan hakikatnya
Aku pun s(ryera menentang dan melawannya
Tabiat kering, berselimut dingin
Saudara kematian, perampas kemuliaan
Harga pembeli ol-qat dalam pandangan penghuni pasar
Seperti harga al-qat yang diperjualbelikan."

Mereka biasa berkumpul untuk memakannya seiak tengah hari


hingga terbenam matahari. fradang-kadang pertemuan itu diterus-
kan hingga tengah malam sambil memakan al-qat, membuat-buat ke-
bohongan terhadap kekurangan orang ketiga yang tiada di hadapan
mereka, tenggelam mempercakapkan kebatilan dan membicarakan
hal-hal yang tidak berguna. Sebagian mereka beranggapan bahwa
cara begitu dapat membantu mereka untuk melaksanakan shalat
malam, dan al-qat merupakan makanan orang-orang saleh, bahkan
mereka berkata, 'Al-qat dibawa oleh Nabi Khidhir dari bukit Qaf
kepada Raja Dzulqarnain.' Untuk hal ini mereka reka hikayat dan
dongeng yang sangat banyak jumlahnya. Bahkan di antara mereka
ada yang menjunjung tinggi kelebihan al-qat dengan mengatakan:
"fernih dan bagus waktu dengan memakan al-qct
Makanlah ia untuk dunia dan akhirat yang Anda kehendaki
untuk menolak kemelaratan dan menarik kemudahan."
Di samping itu, ada pula orang-orang tua yang menghaluskan cl-
qat dengan gigi gerahamnya, didengarnya suaranya, kemudian diku-
nyahnya dan dihisap airnya. Ada pula yang mengeringkannya dan
dibawanya ke mana saja mereka pergi. Bagi orang yang belum me-

804
ngetahui al-qat, apabila melihat ulah mereka ini, pasti ia menertawa-
kannya. Ada seorang Mesir yang menyindir orang-orang Yaman
dengan kasidahnya:
"Wahai tawanan-tawan dn al-qat
fanganlah Anda menganiaya orang
Yang memandang al-qat bukan obat mujarab."
Adapun tembakau, maka bahaya dan musibahnya lebih besar
lagi. Ia tidak jauh dNihhabaiu (benda-benda buruk atau kotorl yang
dilarang Allah. Andaikata pada tembakau itu tidak terdapat keburuk-
an selain dari apa yang dibenarkan oleh ilmu kesehatan, maka hal itu
sudah cukup menjadi alasan untuk menjauhi dan menghindarinya.
Beberapa golongan kaum muslim ada yang berlebih-lebihan dalam
menghukuminya sehingga mereka samakan dengan khamar dan
mereka perangi dengan segala cara bahkan penglsapnya mereka
sebut fasik, sebagaimana di pihak lain mempergunakannya secara
berlebih{ebihan hingga melampaui batas.
Tembakau adalah pohon yang buruk yang masuk ke negara-
negara kaum muslim pada sekitar tahun l0l2H, kemudian menye-
bar ke seluruh negeri dan dipergunakan oleh seluruh lapisan masya-
rakat. uaka di antara mereka ada yang memilihnya menjadi rokok,
dan menyalakannya, ada juga yang meminumnyadengan dicampur
kelapa. Tembakau atau rokok ini terus-menerus dipergunakan di
seluruh negeri Yaman, sehingga menjadi perhiasan maielis-maielis
dan jamuan di rumah-rumah, selalu dibawa oleh para perokok baik
di rumah maupun pada waktu bepergian, dan mereka sanfung dan
puja dengan nyanyian-nyanyian, di antaranya ada yang membuat
lirik yang berbunyi:
"Ia kawanku yang abadi
Ia menemaniku kala aku sendiri
Anda berkata dalam dendang merdu
Wahai sobat, ambillah aku dengan sesuatu ...."
Lebih buruk lagi ialatr orang yang mengunyah tembakau dan di-
campurnya dengan benda-benda lain, lalu ditumbuk, lantas ditaruh
di antara kedua bibir dan gtgrnya yang disebut susur, dan pengu-
nyahnya biasa meludah di sembarang tempat, yang ludahnya menji-
jikkan dan kotor, bahkan terkadang seperti kotoran ay.rm.
Bermacam-macam ide yang muncul dari penggemar tembakau
itu, adayang menuangkannya ke dalam hidungnya setelah ditumbuk

805
dan dilumatkan untuk mempengaruhi otak atau pikiran, pendengar-
an, dan pengtihatannya. rdmuiian t€rus-menenrs bersin dan me-
ngeluarkin ingus, lantas diusapdengan tangannya, dengan saputang- I

annya, atau dibuang di lantai di hadapan para peserta pert€muan'


saya pernah mendapat informasi dari salah qeorang geTan 9n-
tang ti.ribatnya yang fuka menggunakan tetes hidung lari te1ba-
kau"bahwa titith orang itu meninggal dunia, ia dibiarkan selama
tiga iam, sebab hidungnya terus mengelfgt kotoran'
" s'eandainya manusla -mencukupkan diri dengan-apa
" yang meniadi
kebutuhan yaurg pokok-pokok saja dalam kelidupan i$ ni{?1la
mJrita i1.2n aalat terUeUas dari U-eban dan nafkah lang berat, dan
ridak akan menjttadapkan dirinya lcepada hal-hal yang buruk seperti
ini.
Saya tidak mengqiyaskan haramnya al--qat dantembakau dengan
khadr beserta atiUat dan risikonya di akhirat. Tetapi saya hanya
mengatakan bahwa al-qat dan tembakau ini mendekati khamar. Dan
segaia seswfig yang mehbatrayakan atau merusaklesehatan manu-
iii uiit paaa iruritrnya, akalnya, maupun hartanya, qato.qira ada
iutr t i. Dan kebaiLan itu iatah apa yang menenangkan liwa 9an
"t
menenteramkan hati; sedangkan dosa adalah yang mengacaulqn
jiwa dan mengguncangkan d{a, mgskipun.oqng-oJang memberi-
itan petuah dan argumentasi begini dan begitu- ltepadamu'e'o- .
Simoga Allah iemberi rahmat kepada Sy_etdr al-Baihani. Beliau
telah meigemukakan pendapat yang bagus dan berguna.

HAK DAN KEWAJIBAN KELUARGA


SI SAKIT DAN TEMAN.TEMANNYA

Fakultas Kedolceran Universitas d-Malik Faishal di Dammam me-


laksanakan suaEr kegiatan yang bagus dan mulia, yainr-men-yusun
sebuah buku yang me-mbicaiakan kode etik kedokteran dalam Islam.
noeramnia d'isusun sedemikian bagus, masing-masing tgp,tk
pembafiasan diserahkan kepada seiumlah pemerhati masalah kedok-

458o*utip dari khldhul-Mujtana', al-Baihani, hlm. 406-'lo8'

806
t€ran dan syariah, dari kalangan ahli fiqih dan ahli kedolcteran. Pihak
fakultas menegaskan bahwa proyek ini semata-mata sebagai amal
kebajikan karena Allah dan untuk mencari ridha-Nya, tidak ada
tujuan materiil sama sekali. Orang-orang yang ikut andil menyum-
bangkan tulisannya pun tidak mendapatkan honorarium, pahala
mereka hanya pada sisi Allah SWT.
Dewan redaksi meminta kepada salxa untuk menulis salah sanr dari
topik yang berkaitan dengan "Hak dan Kewajiban lGluarga Si Sakit
dan Teman-temannya." Topik ini membuat beberapa unsur penting
yang layak untuk dijelaskan menurut tinjauan dalil dan ushul (prin-
sip) syar'iyah, antara lain:
A. Menfenguk orang sakit;
B. Adab menjenguk orang sakit;
c. Menanggung biaya pengobatan, seluruhnya atau sebagian;
D. Mendermakan (mendonorkan) darah untuk si sakit;
E. Mendonorkan organ tubuh;
F. Hak si sakit yang tidak normal pikirannya (karena terbelakang,
karena di bawah ancaman, atau karena hilang akal);
G. Hak-hak si sakit menjelang kematiannya, dan adab bergaul de-
n$annla;
H. Hak-hak si sakit yang mati otaknya, dan hukum kematian otak.
Saya meminta pertolongam kepada Allah, dan saya tulis apa yang
diminta oleh panitia, meskipun ltesibulen srya sangat banyak nilis-
an itu saya kirimkan lcepada saudara A.D. Zaghlul an-Naiiar untuk
disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.
Oleh karena proses penerbitan buku tersebut cukup lama, maka
saya memandang perlu memuat pembahasan tersebut dalam kitab ini
agar manfaatnya lebih luas dan merata, di samping dapat sqgera di-
manfaatkan. Segala puji teruntuk Allah yang telah memberikan tau-
fiq-Nya.
Alhamdulillah, segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluargamya, dan kepada
orang-orang yang mengtkuti petuniuknya.
Amma ba'du.
Sesungguhnya perubahan merupakan salah satu gejala umum
bagi makhluk di alam semesta ini, khususnya makhluk hidup.I(arena
itu, makhluk-makhluk ini senantiasa menghadapi kondisi sehat dan
sakit, yang berujung pada kematian.
Adapun manusia adalah makhluk hidup yang t€rtinggi peringkat-
nya, karena itu tidaklah mengherankan bila manusia ditimpa berba-
gai hal. Bahkan ia lebih banyak menjadi sasaran musibah tersebut I

dibandingkan makhluk lainnya, karena adanya faktor kemauan dan


faktor alami yang mempengaruhi kehidupannp.
Oleh karena itu, syariat Islam menganggap penyakit atau sakit
merupakan fenomena yang biasa dalam kehidupan manusia, mereka
diuji dengian penyakit sebagaimana diufi dengan penderiaan lain-
nla, sesuili dengan sunnah dan undang-undang ya4g mergatur alam
semesta dan tata kehidupan manusia.
Sebab itu pula terdapat berbagai macam hukum dalam berbagai
bab dari fiqih syariah yang berkaitan dengan penyakit, yang seha-
rusnya diketahui oleh seorang muslim, atau diketahui mana yang
terpenting, supaya dia dapat mengatur hidupnya pada waktu dia
sakit --sebagaimana dia mengaturnya ketika dia sehat-- sesuai de-
ngan apayang dicintai dan diridhai Allah, jauh dari apayang dibenci
dan dimurkai-Nya.
Di antara hukum-hukum ini adalah yang berhubungan dengan
pengobatan orang sakit, hukum berobat, siapa yang melakukannya,
bagaimana hubungannya dengan masalah kedokteran, pengobatan,
dan obat itu sendiri, bagaimana bentuk kemurahan dan keringianan
yang diberikan kepada si sakitberkenaan dengian kewaiiban dan iba-
dahnya, dan bagaimana pula yang berhubungan dengan perkara-
perkara yang dilarang dan diharamkan.
Misalnya yang berhubungan dengan hak dan kewajiban si sakit,
serta hak dan kewaiiban orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga,
sanak kerabat, dan teman-temannya.
Orang yang memperhatikan Al-Qur'anul IQrim niscaya ia akan
menjumpai kata al-maradh (penyakiUsakit) dengan kata-kata bentu-
kannya yang disebutlen sebanyak lima belas kali, sebagian berhu-
bungan dengan penyakit hati, dan kebanyakannya berhubungan de-
ngan penyakit tubuh. Sebagaimana Al-Qur'an juga menyebutkan
kata-kata syifa' (obat) beserta variasi bentuknya sebanyak enam kali,
yang kebanyakan berhubungan dengan penyakit ha$.
Masalah ini juga mendapat perhatian dari para ahli hadits dan ahli
fiqih, sehingga dapat kita jumpai dalam kitab-kitab hadits yang di-
susun menurut bab dan mauilhu'(topik)-nya, yang di antaranya ialah
"Kitab ath-Thibb" (obaUpengobatanl,ase dan di antaranya --seperti

459S"Pafi daLa Shahih al-Buhhari, Shahih Mrclim, 5 unan Abu Daud, Sunan Timidzi, dan Sunan
lbnu Majah.

808
Shahih al-Buhhari--t$dapat "Kitab al-Mardha" (orang-orang sakiq.
Ini berkaitan dengan "Bab ar-Ruqa" (mantra-mantra/jampi-jampi),
iimat, penyakit 'ain, sihir, dan lain-lainnya. Kemudian ada pula
masalah yang berkaitan dengan penyakit yang dimuat di dalam kitab
al-Janaiz (ienazah).
Dalam kehidupan kita pada zdmmt modetn ini t€lah timbul ber-
bagai persoalan dan permasalahan dalam dunia penyakit dan ke-
dokteran yang belum dikenal oleh para fuqaha kita terdahulu, bahlen
tidak pernah terpikir dalam benak mereka. IGrena itu fiqih modern
harus dapat memahaminya dan menf elaskan hukum syara' yang ber-
kaian dengannya, sesuai dengan dalil-dalil dan prinstp-prinsip ryariat
Di antara ketetapan yang sudah disepakati ialah bahwa syariat
menghukumi semua perbuatan orang mukallaf, yang besar ataupun-
yang kecil, dan tidak saff pun perbuatan mukallaf yang lepas dari
bingkainya. I(arena itu setiap perbuatan mukallaf yang dilakukan
dengan sadar, pasti terkena kepastian hukum dari lima macam
hukumnya, yaitu wajib, mustahab, haram, makruh, atau mubah.
Pada halaman-halaman berikut ini akan saya kemukakan
hukum-hukum syara' yang terpenting dan pengarahan-pengarahan
Islam yang berhubungan dengan kedokteran (pengobatan), kesehat-
an, dan penyakit, dengan mengacu pada nash-nash AI-Qur'an, As-
Sunnah, dan maksud syariat juga dengan mengambil sebagian dari
perkataan ulama-ulama umat yang mendalam ilmun5a, dengan
mengaitkannya dengan kenyaaan sekarang. Kita mohon kepada
Allah semoga Dia menjadikannya bermanfaat ... amin.

Menfenguk Orang Saktt dan Hukumnya


orang sakit adalah orang yang lemah, yang memerlukan perlin-
dungan dan sandaran. Perlindungan (pemeliharaan, penjagaan) atau
sandaran itu tidak hanya berupa materiil sebagaimana anggapan
banyak orang, melainkan dalam bennrk materiil dan spiriual sekaligus.
Karena itulah menjenguk orang sakit termasuk dalam bab terse-
but. Menjenguk si sakit ini memberi perasaan kepadanya bahwa
orang di sekitarnya (yang menjenguknp) menaruh perhatian kepa-
danya, cinta kepadanya, menaruh keinginan kepadanya, dan meng-
harapkan agar dia segera sembuh. Faktor-faktor spiritual ini akan
memberikan kekuatan dalam jiwanya untuk melawan serangan
penyakit lahiriah. oleh sebab itu, menjenguk orang sakit, menanya-
kan keadaannya, dan mendoakannya merupakan bagian dari peng-
obatan menurut onng-orang yang mengerd. Maka pengobatan tidak
seluruhnya bersifat.materiil (lcebendaanl.
IQrena ihr, hadits-hadits Nabawi menganiurkan "menjenguk
orang sakit' dengan bennacam-nracam metode dan dengan menggu-
nakan bennrk wghib uat-trr?lib (menggemarkan dan menakut-nakuti,
yakni menggemarkan orang yang mematuhinya dan menakut-nakuti
orang yang tidak melaksanakannya).
Diriwayatkan di dalam hadits sahih muttafaq 'alaih dari Abu
Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:

i,t9,!i,:%FJ&F*
,i4g,Jgr#i*EA1*iW
2.0 f ;lxg
o>

Q)t-Air) .o+arfi,s5,ili$r
"HaI< onng mudim atas onng muslim lainnya ada lima: menjawab
alam, menjenguk yng sakit, mengantarkan jenazahrya, menda'
tangt undangannya, dan mendmlannya ketil<a Dr;tsina@

mam nuk'hari meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari, ia ber-


kata: Rasulullah saw. bersabda:

Q35, ji lisiC2?*, ggibL)*


@E*tobt) .'dAi
"kilah makn oingnng tapar, ienguklah oruSWgstrit, dan
yng kesusahan.461
tolonglah onng

lmam Bukhari juga meriwayatkan dari al-Barra'bin Azib, ia ber-


kata:

4& Al-Lu7u' tol-Marjan, rromot 1397


fflshotih al-Bt&hari,'Kiab al-Mardha'", "Bab wujubi 'tyadatil-Maridh", hadits nomor
5649. Al-Bukhari dalam Farhul-Bdri, terbitan Darul-Flkri, al-Mushawwirah'an as-Salaffyah,
Ytairo, lO: 122.

810
., .
84'& {g,it;Wrffifr$;*
,#iSla;W,@55
"Rasulullah srrw. meqruruh l<ami melakul<an tuiuh perlran.... Lalu
ia menyebutkan nlah atunya adalah menienguk onng sr,Idl462

Apakah perintah dalam hadits di atas dan hadits sebelumnya me-


nunjukkan kepada hukum waiib ataukah mustahab? Para ulama
berbeda pendapat mengenai masalah ini.
Imam Bukhari berpendapat bahwa perintah di sini menunJukkan
hukum wafib, dan beliau meneriemahkan hal itu di dalam kitab stra-
hih-nya dengan mengatakan: "Bab Wujubi 'Iyadatil-Maridh" (Bab
Wajibnya Menjenguk orang Sakit).
Ibnu Baththal berkata, "Kemungkinan perintah ini menunJukkan
hukum wajib dalam arti wajib kifayah, seperti memberi makan orang
yang lapar dan melepaskan tawanan; dan boleh jadi mandub lsun-
nah), untuk menganjurkan menyambung kekeluargiaan dan berkasih
sayang."
Ad-Dawudi memastikan hukum yang pertama (yakni fardhu
kifayah; Penf.). Beliau berkata, "Hukumnya adalah fardhu, yang
dipikul oleh sebagian orang tanpa sebagian yang lain."
fumhur ulama berkata, 'Pada asalnya hukumnya mandub (sun-
nahl , tetapi kadang-kadang bisa menJadi waf lb bagi onrng tert€ntu. "
Sedangkan ath-Thabai menekankan bahwa menienguk orang
sakit itu merupakan kewajiban bagi orang yang diharapkan berkah-
nya, disunnahkan bagi orang yang memelihara kondisinya, dan
mubah bagi orang selain mereka.
Imam Nawawi mengutip kesepakatan (iima') ulama tentang tidak
wajibnya, yakni tidak wajib 'ain.4os
Menurut zhahir hadits, pendapat yang kuat menurut pandangan
saya ialah fardhu kifayah, artinya jangan sampai tidak ada seorang
pun yang menjenguk si sakit. Dengan demikian, waiib bagi maqrarakat
Islam ada yang mewakili mereka untuk menanyakan keadaan si sakit
dan menjenguknya, serta mendoakannya agar sembuh dan sehat.

462rathul-eaa bi Syarhi Shthihil-Buhhari,juz 10, hlm. I 12-113.


463tbid., hadits nomor 5650.

811
Sebagian ahli kebajikan dari kalangan kaum muslim zaman dulu
mengkhususkan sebagian wakaf untuk keperluan ini, demi memeli-
hara sisi kemanusiaan.
Adapun maqrarakat secara umum, maka hukumnya sunnah
muakkadah, dan kadang-kadang btsa meningkat menjadi wajib bagi
orang terrcnnr yang me,qpunyai hubung;an khusus dan kuat dengan
si sakit. Misalnya, kerabat, semenda, totanggjayang berdampingan
rumahnya, orang yang telah lama menjalin persahabatan, sebagai
hat guru dan kawan akrab, dan lain-lainnya, yang sekiranya dapat
menimbullan kesan yang macam-macam bagi si sakit seandainya
mereka tidak menjenguknya, atau si sakit merasa kehilangan terha-
hp yang bersangkutan (bila tidak menjenguknya).
Barangkali orang-orang macam inilah yang dimaksud dengan
perkataan ha{ (hak) dalam hadits: "Hak orang muslim terhadap mus-
lim lainnya ada lima", karena tidaklah t€rgambarkan batrwa seluruh
kaum muslim harus menjenguk setiap orang yang sakir Maka yang
ditunnrt ialah orangyang memiliki hubungan khusus dengan si sakit
yang menghendaki ditunaikannya hak ini.
Disebutkan datam Nailul-Authar: 'Yang dimaksud dengan sabda
beliau (Rasulullah saw.)'hak orang muslim' idah tidak layak diting-
galkan, dan melaksanakannya ada kalanya hukumnya wajib atau
sunnah muakkadah yang menyerupai utaiib. Sedangkan menggunakan
perkaaan rcrsebut --yakni hr4 6ak)-- dengan kedua arti di atas t€r-
masuk bab menggunakan lafal musyuri[ dalam kedua maknanya,
karena lztel al-lnq itu dapat dipergunakan dengan arti 'wajib', dan
dapat juga dipergunakan dengan ard 't€tap', 'lazim', 'benar', dan
sebagainYa."4et

Keutamaan dan Pahala Menfenguk Orang Salcit


Di antara yang memperkuat kesunnahan menjenguk orang sakit
ialah adanya hadits-hadits yang menerangkan keutamaan dan
pahala orang yang melaksanakannya, misalnya:
1. Hadits Tsauban yang marfu' (dari Nabi saw.):

VfA'e$"{'#{,1tfi ir;rty:&fi Ey
4@Noilrl-Arthor, karya Asy-Syaukani,luz 4, hlm. 43-44.
*s
812
"futnguhr4ra apabila wrrytg mudim nwienguk oruE muslim
Iainnla naka ia ben& di dalan Lhurtatul jamah."#

Dalam riwayat lain ditanyakan kepada Rasulullah saw.:

. L6\3- . 3g q iYIK;Arr, );rlfrrV


l|tahai RailLrllalr, apkah klrurtafitl jannal, ittt? Br/iau menjavnb
A'aifut brran buah anrga."

2. Hadits fabir png marfu':

ffi6sl6ij$e4\Lw',66
"funngsiap lang menjenguk onng akit brufr dia menyehm
dalam nhmal sehingga ketil<a dia duduk bruti dia berhenti di
wtu
situ (di dalam nhma).466

3. Ibnu Maiah meriwayatlon dari Abu Hurairah r.a., la berkata:


Rasulullah saw. bersabda:

+')aiG#;&WivG
.{-ii$,C,e#53(fu46
"hrangsiap menjenguk onng sakit malca brcruhh wrurg
Wrryru dad langit (malail<a),'hgas englrau, bagus prjalamnnu,
dan englrau telah mempniafian tempt tingal di &lam su/r-
ga.467

46Riwayat Muslim dalam 'Kitab al-Birr", hadiB nomc 2568, dcngan ahqiq nrad
Abdul Baqi, dan dlriwayatkan oleh Tirmidzi d^tlnl. al-Jaltru'iz, hadiB nomor 967, dan beliau
berkaa, "Ilasan sahih.' Te6itan Himsh, dengan ta'llq Azat Da'as.
a66gukhari dzlarn al-Aitabul-Mqrad, norrrcx 522, Ah:rrrd, da al-PnzraL dan dlsahkan
oleh Ibnu Hibban dan Hakim dari Jatan ini. Lafal mereka berbeaa-beaa dan Ahmad meri-
wayatlan seperti ini dari hadits Xa'ab bln Ualik dengan sanad hasan. At-Fatt, l0: I 13.
46716nu Majah dalam al-Jam'i2,1442; Ttrmidzi no. 1006.

813
4. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasu-
lullah saw. bersabda
WtngttnW AIIah Aa wa Jalla ahn brfirrrnn pada hai kiatrut
'Hai anal< Adaflr, Akt sakit, tetapi l<amu tidak menjenguk- Ku.'
Orurg itu berunya,'Oh Tuhan, hgaimam aku harus menjenguk-
Mu &nglcan Endrau adalah Tuhan W alan *mesta?'Nkh
menjattab,'Apabh l<amu tidah talru bhwa hanfu-Ku si Fulan
seng saldt, tetapi lramu tidak menjenguhla? ANkh kanu tidal<
tahu hhwa *andainya l<amu menjengulaya psti katnu dapati
Akt di sisinya?"Hai anak Adam, Aku minta nalen kephmu,
tetapi tidak l<amu beri Aku mal<an.' Onng itu menjavyab, Ya Rabbi,
fugaimana aku memberi makan Engl<au, sedangkan Englrau afu-
Iah Tuhan hgi alan sr'mer:sita?'NIah menjawab,'Apkah kamu
tidalc talru bahwa hanDa,-Ku si Fulut meminta malcan kep,fumu,
tetapi tidalr lraubert malran? Apalrah lramu tidahtalru hlwa wn-
dainya kamu beri malran dia ni*a1,a lcamu da4ti hal itu di sisi-
Ku? W'ahai anahAdan, Aht minta minum keg&mq tetapi tifuk
lramu bei minum.'Onng itu bertaryta, YaTuhan, fusainana akt
membei-Mu minum sedangkn Endrau Tuhan bagt alan sernes-
taf Nlal, menjavvab,'HamM-Ku si Fulan meminta minum kepda-
mu, tetapiti&hlramufurt minum.Aqalrah l<amu tifuktahu bhwa
*andainya kamu membeinya minum nixaya akan l<amu dapti
(hlasanrya) itu di sisi-Ku?'aoa

5. Diriwayatlan dari Ali r.a., ia berkaa: Saya mendengar Rasu-


lullah saw. bersabda:

g4#3l1
)j)/
{ab*t65"'aW't'
/-4Je
t o) ? 1/ 7J

'r7lA- 3 6, 6,7)'S= q6,'{ri,5314


, l5,a3i,r,?-"a
v-{6c(5?5#e\g
(go__
=--
.Jj-al.-o9.*
\-'r< j'^
V-Lt?tolt)
a
(c?Q*t
:{qq;415(s,&
A:q
Lnt ob),t9t;*tC9 0.U;L'41 5(j, f.-#.
-..14J
d6s -lf
468nR uuslim, hadits nomor 2569.

814
Tifu wang mtCim yry nlar$mgt* otang mudim laiilrya Na
Hgi had ktruali ia didukan oleh tujuh puluh ribu nnlaikat hinga
src hai dan iile ia menjengulqa pda *re had rrnla ia did@-
Iwt oleh tujuh puluh nbu malailcat hinga N lnri, en bsinta
ktrma nng dipetik di tanan surgA"(HB. Tlrrrldzl, dan bellarr
berkata,'Hadlts lnsan.r;469

Dtsyarlatkan Menfenguk Settap Orang Sakit


Dalam hadits-hadits yang menyuruh dan menggemarkan menie-
nguk orang sakit terdapat indikasi yang menunfukkan disyariatkan-
nya menjenguk setiap orang yang sakit, baik sakitnya berat maupun
ringan.
Imam Baihaqi dan Thabrani secara marfu' meriwayatkan:

Err. a)4
#liyS'aLai r o5r,_r9 {"</ ,rdrr;c I 2/s ctz
9,1;lt3
Tiga macam pendeita pnykit lang tidak harus dijengulg yitu
sakit mata" skit bisul, dan sakit gigi."

Mengenai hadits ini, Imam Baihaqi sendiri membenarkan bahwa


riwayat ini mauquf pada Yahya bin Abi Katsir. Berarti riwayat hadis
ini tidak marfu' sampai Nabi saw., dan ddak ada yang dapat diiadi-
kan huffah melainkan yhng beltau sabdakan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, "Mengenai menjenguk orangyang
sakit mata terdapat hadits khusus yang membicarakannya, )raitu
hadits zaid bin Arqam, dia berkata:

"u1'"6t*x/ntkrllluaa;6
."6ft6?€o
"Rawlullah srrw. menjenguk aya karem sr4n sakit lrr,a1447o

469nn rirmidzi, nomor 969. Beltau berkaa, 'Hasan gharib'.


47onn aUu Daud dan disahkan oleh Hakim. Dlriwayatkan
Juga oleh Bukhari dengan
susunan redaksional yang lebih lengkap, sebagaimana terdapat dalam Fathul-Bari, fin lO,hlm.
I 13. Lihatja 4l-Ailahl-Mut'rail, karya Imam Bukhari, 'Bab d-'Iyadah minar-Itamad", hadi6
no.532.

815
Menienguk orang sakit itu disyariatkan, baik ia terpelaiar maupun
awam, orang kota maupun orang desa, mengerti makna menienguk
orang sakit maupun ddak.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam'Kitab al-Mardha" dari kitab
shahih-nya, "Bab 'Iladahrl-A'rab", hadits Ibnu Abbas r.a. bahwa
Nabi saw. pernah menjenguk seorang Arab Badui, lalu beliau ber-
sabda, "Tidak apa-apa, suci insya Allah." Orang Arab Badui itu ber-
kata, 'Engkau katakan suci? Tidak, ini adalah penyakit panas yang
luar biasa pada seorang tua, yang akan mengantarkannya ke kubur.'
Lalu Nabi saw. bersabda, 'Oh ya, kalau begitu.'lzt
Makna perkaaan Nabi saw., "Tidak apa-apa, suci inqa Allah", itu
adalah bahwa beliau mengharapkan lenyapnya penyakit dan kepe-
dihan dari orang Arab Badui itu, sebagaimana beliau mengharapkan
penyakitnya akan menyucikannya dari dosa-dosanya dan mengha-
puskan kesalahan-kesalahannya. fika ia sembuh, maka ia menda-
patkan dua macam faedah; dan jika tidak sembuh, maka dia menda-
patkan keuntungan dengan dihapuskannya dosa dan kesalahannya.
Tetapi orang Badui itu sangat kasar tabiatnya, dia menolak
harapan dan doa Nabi saw., lalu Nabi mentolerirn),a dengan menu-
ruti jalan pikirannya seraya mengatakan, "Oh ya, kalau begitu." Arti-
nya, jika kamu tidak mau, ya baiklah, terserah anggapanmu.
Disebutkan iuga dalam Fathul-Bari bahwa ad-Daulabi dalam al-
Kuna dan lbnu Sakan dalam ash-Shahabah meriwayatkan kisah orang
Badui ihr, dan ddam riwayat tersebut disebutkan: Ialu Nabi saw.
bersabda, "Apa )rang telah dipunrskan Allah pasti t€rladi.' IGmudian
orang Badui itu meninggal dunia.
Diriwaftkan dari al-Mahlab bahwa ia berkata, 'Pengertian hadits
ini adalah bahwa tidak ada kekurangannya bagi pemimpin menje-
nguk rakyatnya yang sakit, meskipun dia seorang Badui yang kasar
tabiatnya; juga tidak ada kekurangannya bagt orang yang mengerti
menjenguk orang bodoh yang sakit untuk mengajarinya dan meng-
ingatkannya akan hal-hal yang bermanfaat baginp, menyuruhnya
bersabar agar tidak menggerutu kepada Allah yang dapat menyebab-
kan Allah benci kepadanya, menghiburnya untuk mengurangi pen-
deritaannya, memberinya harapan akan kesembuhan penyakitnya,
dan lain{ain hal untuk menenangkan hafinya dan hati keluarganya.

47161-3rpr"r1 dalam Fathul-Bai, hadits nomor 5656.

816
Di antara faedah lain hadits itu ialah bahwa seharusnya orang yang
sakit inr menerima nasihat orang lain dan menjawabnya dengan
jawaban yutgbaik."472

Menfenguk Anak Kedl dan Orang yang Tldalt Sadar


Menjenguk orang sakit bukan berarti semata-mata membesarkan
penderita, tetapi hal itu iuga merupakan tindakan dan perbuatan baik
kepada keluarganya. Oleh karena itu, tidak apalah menjenguk anak
kecil yangbelam^r ayyiz (belum bisa membedakan antara satu hal
dengan lainnya) yang jatuh sakit, karenayang demikian itu akan
menyenangkan hati keluarganya dan menyebabkannya terhibur.
Demikian pula dengan menjenguk orang sakit yang tidak sadarkan
diri, karena menjenguknya itu dapat menyenangkan hati keluarga-
np dan meriryankan beban mentalnya.Itadang-kadang set€lah yang
sakit itu sadar dan diberi kesembuhan oleh Allah, maka keluarganya
dapat menceritakan kepadanya siapa saja yang datang menjenguk-
nya kedka ia tidak sadar, dan deng;an informasi itu dia merasa senang.
Di dalam kitab shahitr al-Buhhari, "Bab'Iyadatush-Shibyan", dise-
butkan hadits Usamah binZaid r.a. bahwa putri Nabi saw. mengirim
utusan kepada beliau --pada waktu itu Usamah sedang bersama Nabi
saw., Sa'ad, dan Ubai-- untuk menyampaikan pesan yang isinya:
"Saya kira anak perempuan saya sudah hampir meninggal dunia,
oleh karena ihr hendaklah Ayahanda datang kepada kami --dalam
satu rlwayat menggunakan kata-kata: hendaklah Ayalunda datang
kepadanya." Lalu beliau mengirim utusan kepada putri beliau untuk
menyampaikan salam dan pesan yang isinya: "sesungguhnya kepu-
nyaan Allah apa yang diambil-ttya dan apa yang diberikan-Nya, dan
segala sesuahr bergnntung pada ajal yang t€lah ditentukan di sisi-
Nya, karena itu hendaklah ia rela dan sabar.' Lalu putrinya itu me-
ngirim utusan lagi sambil bersumpah agar Rasulullah saw. datang ke-
padanya. Ialu pergilah Nabi saw. bersama kami .... IGmudian diba-
walah anak yang sakit ihl ke pangkuan Rasulullah saw. dengan
nafas yang tersendat-sendat. Uaka meneteslah air mata beliau. Ialu
Sa'ad bertanya, 'Apakah ini, wahai Razulullah?'Beliau menjawab:

3+',65;;#g,ilt6$fafr.rA
A72Fathul-Baa,juz 10, hlm. 119.

817
:o({fl,5\ s rW 8;i;16;-$j, ;W g

"Ini a&tah rltmat yng diletatrkan NIah di aaUn naf hanba-


hanDa-I,ly yng dikehen&ki-Np Dan Nhh tifulc membrikn
nhmat kepafu harm,ba-lnlmifu-/|ftr,z k*ttdlt 1rutg perya1ang,a7s

Dirlwa)ratkan fuga dalam Shahih al-Buhlurt,'Bab 'Iyadadl Mugh-


ma 'alalhl', hadits Jablr bln Abdullah r.a., la berkata, "Saya per-
nah jatuh sakit, Ialu Rasulullah saw. menJenguk sala bersama Abu
Bakar dengan berialan kaki. Ialu beliau berdua mendapad saya
dalam keadaan tidak sadar, lanas Nabi saw. benrudhu, lemudian
menuangkan belqs air wudhurya kepada saya, kemudian saya
sadar, ternyata bellau adalah Nabl saw.,lalu saya bertanya, 'Wahai
Rasulullah, apa yang harus sap lakukan terhadap harta saya?
Bagaimana silya memperlakukan harta saya? Maka beliau tidak
menfawab sedikit pun sehingga turun ayat tentang rtr6s.'474
Ibnul Munir berkata, "Faedah teriemah --maksudnya pemberian
judul bab-- ialah agar ttdak dipahami batrwa menjenguk orangyang
tidak sadar im gugur (tidak perlu) karena yang bersangkuan tidak
mengetahui orang yang menJertguknya." Al-Hafizh berkata, "Disya-
riatkannya menjenguk orang sakit tidak semata-mata bergantung
pada tahunya si saklt kepada orang yang menfenguknya, karena
menjenguk orang sakit ihl dapat Juga menghlbur hati keluargarrya,
dan diharapkannya berkah doa orang yang menfenguk, usapan,dan
belaian tangannya ke tubuh si saklt, tluparurya ladlta mentohon per-
lindungan, dan lain-lainnya.'475

Wantta Menfenguk Lakt-lakt yang Saktt


Digyariatkannya menjenguk orang sakit meliputi penfengukan
wanita kepada laki-laki, meskipun bukan muhrlmnya, dan laki-laki
kepada wanita.
Di anAra bab-bab dalam Shahih al-Buhlvripada 'Kitab al-Mardha"
terdapat judul 'Bab 'Iyadatin-Nisa' ar-Rijal" (Bab Wanita Menfenguk

arcpXtrray4gl oleh Bukhari sebagaimana tertcra dalam Fathut-Bafi,Juz 10, hlm. 118,
hadi6 5655. neltau Jup meriwayatkannya dalam al-1autz.
474a1-3ri1*'1 dalam rathul-Bari, 10; 114, hadits no. 5651.
475rbid.,

818
Laki-laki). Dalam hd ini beliau meriwayatkan suatu hadits secara
mu'allaq (tanpa menyebutkan rentetan perawinya): Bahwa Ummu
Darda' pernah menjenguk seorang laki-laki Anshar dari ahli masjid.
Tetapi Imam Bukhari memaushulkan (meriwayatkan secara bersam-
burg sanadnya) di dalam al-Adabul-Mufrail dari ldan al-Harits bin
Ubaid, ia berkata:

U{w,i*e,6Wyr-lni:1a61qv
,,1$i,s.cstlrsrq{iassF,l\fu
"hya melihat lJmmu Darda' di atas kendaranryra yang ada tiang'
ryn tetapi tidat< bertutrtp, menguniungl *orury laki'laki Anshar di
masiid'A76

Bukhari jtrga meriwayatkan hadits Aisyah r.a., ia bertata:


"Ketik Pasulullah sprw. tifu di Madinah, Abu Bakar dan Bilal r.a
iatuh skit, IaIu aku datang menienguk merclc4 *n)'a fud(at4
Wahai $rahnaa Oa$aimana keadaanmu? Walni BW Winam
kadaanmu?- Nsyah brkata, "Abu hlar arybih tetrr;rutg WAra-
kit Nnas, beliau berl<ata:
'kmua orung berah di tengah keluargarya
Wngkenatian iru l*ih dekat dairyebli an&lnya'
Dan Bllal apabila telah hllang demamnya, ia berkata:
'wahai, merinding bulu romaku
Apakah aku akan bermalam di suatu lembah
Yang dikelilingi rumput-rumput idzkhir dan ialil
Apakah pada suatu hari aku menginginkan air Mainah
Apakah mereka akan menampakkan kebagusan dan kelceruhan-
ku?'"
Aisyah berkata, "Ialu aku datang lepada Rasulullah saw. mem-
beritahukan hal itu, lanas beliu berdoa, "Ya Allah, jadikanlah

476elea*a-ur1roa, karya al-Bukhari, "Bab 'Iyadatin-Nisa' ar-RiJal al-lilaridh', hadits


nomor 53O.

819
kami mencinai Madinatr seperti kami mencinai Mekah atau
melebihinya.'477

Yang menfadi dalil lrctolehan wanlta menfenguk laki-laki dalam


hadits tersebut ialah masuknya Aisyah menfenguk ayahnya dan
menjenguk Bilal, serta perkaaannya kepada masing-maslry mereka,
'@aimana engfuu dapad dirimu?' Yang dalam batmsa kita sekarang
sering kita ucapkan: "Bagaimana kesehaAnmuZ Bagaimana keada-
anmu?' Padahal Bilal ini bukan mahram bad AlsJrah Ummul Muk-
minln.
Tetapi straur hal yang tidak diragulen ialah batnya menjenguk-
nya itu t€rikat dengan syarat-syarat tertentu yang t€lah diteapkan
syilo', bersopan sanurn sebagai muslimah dalam berrdan, gerak-
gerik, memandang, berbicara, ddak berduaan antara seorang lelaki
dengian seorang perempuan tanpa ada lg lain, aman dari fitnah,
diizinkan oleh srumi bagi yang bersuaml, dan dilzinkan oleh wali
bag yang tidak bersuami
Ddam hd ini, ,anganlatr suami atau wali melarang istri atau
putrtnla menfenguk orang yang punya hak unfuk difenguk olehnya,
seperti kerabatnlra yang bukan muMm, aAu besan (semenda), aau
gurunya, atau suami lcerabatnya, aau ayah kerabatnya, dan seba-
gainya dengan sJrarat-sytuat seperti )rang tetah disebutlcan dt atas.

Lsld-l8kt Mcnfenguk Pcrempuan yang tlaktt


Sebagaimar,a tsrdapat beberapa hadie yang memperbolehkan
perempum menfarguk laki-laki dengan clarat-syaraqa, ,ika di
antara mereka terdtn huburryan, dan laki-laki iu punya hak terhadap
wanita tersebut, maka laki-laki juga dtsyariatkan untuk menfenguk
wanita dengan syarat-Erarat yang sama. Hal ini jika di antara mereka
terjalin hubungan yang kokoh, seperti hubungan kekerabatan aau
persemendaan, tatanggl4, atau hubungan-hubungan lain yang men-
jadikan mereka memiliki hak kemagnrakatan yang lebth baqnak
daripada orang lain.
Di antara dalilnya ialah keumuman hadits-hadits yang mengan-
iurkan menjenguk orang sakit, yang tidak membedakan anara laki-
laki dan perempuan.

477,l1-3op*1 d.l^q Fathul-Bari, hadits nomor 5654.

820
S€dangl@n di antara dalil khususnya ialah yang diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam sh4hih-nya dari fabir bin Abdullah r.a.:

Y:iF|F"&,Afk*,sA;'Sr
"ig,+l6iJ\fr ;frfrT-+si
51 - 1'Lie ;j - qg\\ E - .;lnr
Mt,W,{t4 &ii,, A{- G+Si
'4vW 4 sK \69, dt /Ji dtb.!
.
#,iJi u46lb:"("\i{, /lt
(
4-' o9;
"Bahwa Rasulullah nw. pemah menjengak Ummu Saib -atau
Ummul MusWib- lalu beliau bertanln, Walni Ummus fuib,
mengary engfuu menggigiV Dia menjavvab, 'Dannm, mufuIt-
mudalwt Nlah tidr mqtberlatinln' bliau DelrerMa, JWanlah
erylau mamki-npki funan\ lc.rern did daprrt mangfiibrgl<an
doradora anak Nan ryrti ubtt0p,n (abt prltrgclttbus qi pe
tun*a pandai Drrli) nilshlhnglan kant trsi.478

Padahal, Ummus Saib tidak t€rmasuk salah seorang mahram Nabi


saw.. Meskipun beginr, dalam hal ini harus dijaga syarat-syaratyang
ditetapkan sy?ra', seperti aman dari fitnah dan memelihara adab-
adab yang sudah biasa berlaku (dan tidak bertentangan dengan prin-
sip Islam; Penf.), karena adat kebiasaan itu diperhiungkan oleh
syara'.

Menf enguk Orang Non-Muellm


Dijadikannya menjenguk orang sebagai hak seorang muslim ter-
hadap muslim lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits

478Muslim dalam'Kitab al-Bin', hadtts nomor 4575.

821
-t

Itu, ddak berard batnva orang sakit yang nonmuslim dilalc boleh di-
jenguk. Sebab menfenguk orang sakit ifi, apa pun fenisnya, warna
kulitnya, agamanya, atau negaranya, adalah amal kemanusiaan
png oleh Islam dlnlld sebagal ibadatr dan ryrtuh (pendekatan diri
kepada Allah).
Oleh sebab itu, ddak mengherankan rika Nabt saw. menienguk
anak Yatrudi yang biasa melayani beliau kedka beliau sakit. uaka
Nabi saw. menfenguknya dan menawartan Lslam kepadanya, lalu
anak itu memandang ayahnya, lantas si 4Ah berisyarat agar dia
mengikuti AbulQasim (Nabi Muhammad siu.; D@.), hlu dia masuk
Islam sebelum meninggal dunia, kemudian Nabi saw. bersabda:

ksd ob,\t
rCAtS, !.|ifr firitdtG
'segala puji kepuqaan Nhh yutg telah menlrelinntkannya dai
neraka nclalui aku' ll[I,, Bukharl)

Hal ini menjadi semakin kuat apabila orang nonmuslim itu mem-
punyai hak terhadap orang muslim seperd hak tetangga, kawan,
kerabat, semenda, aau lainnya
Hadits-hadtts yang t€lah disebutkan hanya untuk memperkokoh
hak orang muslim (bukan membatasi) karena adanya hak-hak yang
dtwaftbkan oleh ikaan keagamaan. Apabila sl muslim itu tetangga-
nya, maka ia mempunyai dua hak hak Islam dan hak tatangga.
Scdanglran rikayang bcrsangkutan maslh tqaba$ makadla mempu-
nyai tiga hak, lalu hak lclam, hak taanggf, dan hak kerabat. Beg-
tulah seterusnya.
Imam Bukhari membuat satu bab tersendiri meng0nai "Menje-
nguk Orang Musyrik' dan dalam bab iu disebutkannya hadits Anas
mengenai anak Yahudi yang diienguk oleh Nabi saw. dan kemudian
diafaknya masuk lslam, lalu dia masuk Islam, sebagafunana saya
nukilkan tadl.
Beliau juga menyebutkan hadits Sa'id bin al-Musalyab dari ayah-
nya, bahwa kedka Abu Thalib akan meninggal dunia, Nabi saw.
datang kepadanya.aTe
Diriwayatkan Juga dalam Fathul-Bari dari Ibnu Baththal bahwa

lT9apprg*i detzm Fathul-Bari, hadits, nomor g657.

822
men enguk orang nolrmuslim inr disyariatkan apabila dapatdiharap-
kan ditakan masuk Islam, tetapi iika tidak ada harapan untuk int
maka ddak disfriatkan.
Al-Hatizh berkata, 'Tampaknya hd im berHa-Ha hukumnya
sesuai dengan tuiuannya. Kadang-kadang menienguknya iuga untuk
kemaslahatan lain."
Al-Mawardi berkata, "Menjenguk orang dzimmi (nonmuslim yang
tunduk pada pemerintahan tslam) itu boleh, dan nilai qurbah lpende-
katan diri lepada Allah) itu t€rganhrng pada ienis penghormatan
yang diberikan, karena tatang atau karena kerabat.'{8o

Menfenguk Ahlt Maksiat


Apabila menfenguk orang nonmuslim itu dibenarkan syariat,
bahkan kadang-kadang bernllai qurbah dan ibadah, maka lebih
utama pula disyariatkan menjenguk sesama muslim yang ahli mak-
siat. Sebab, hadits-hadits yang menyuruh menienguk orang sakit
dan meniadikannya hak orang muslim terhadap muslim lainnya,
tidak mengkhususkan untuk ahli taat dan kebaiikan saia tanpa yang
lain, meskipun hak mereka lebih kuat.
Imam al-Baghawi mengatakan di dalam Syarhus- Sunnah, set€lah
menerangkan hadits Abu Hurairah mengenai enam macam hak se-
orang muslim terhadap muslim lainnya dan hadits al-Barra' bin Azib
mengenai tujuh macam perkara yang diperintahkan, "Semua yang
dipertnahkan ini rcrmasuk hak Islam, yang seluruh kaum muslim
sama kedudukannya tshadapnla, )rang taat ataupun yang duriana.
Hanya safa unnrk orang yang aat perlu dlsikapi dengan waJah yang
ceria, ditanya keadaannya, dan diajak berjabat tangan, sedangkan
orang yang durjana yang .secara terang-terangan menampakkan
keduijanaannya tidak perlu diperlakukan seperti i1s. "48 I
Dalam hal ini, sebagian ulama mengecualikan ahli-ahli bid'ah,
bahwa mereka tidak perlu dijenguk untuk menampakkan rasa ke-
bencian mereka karena Allah.
Tetapi, menurut pentarjihan saya, bahwa bid'ah atau kemak-
siatan mereka tidaklah mengeluarkan mereka dari daerah Islam dan
tidak menghalangi mereka untuk mendapatkan hak sebagai seorang

4mlathul-Baa,
iuz 1O, hlm. 119
481syorh^-srnnah, terbitan al-Maktab al-Islami, dengan ahqiq syu'aib al-Amaudl,
ruz 5,
lim. ztt-ztz.
musllm atas muslim latnnya. Dan menfenguk mereka yang anpa dt-
dqg4-duga sebelumnya ltu --leblh-lebih oleh seoranj muslim-yang
saleh, orang alim, atau Juru dalouah-- dapat menfadl duta l@baikan
dan utusan kebenaran lrepada hatl mereka, sehing;g had mereka ter-
buka untuk.menerima kebenaran dan mendengarlan tutur katayang
bagus, karena manusia adalah tawanan lebaikan. Sebagimana tslam
menryariatkan agar menjinakkan hati oranglain dengan harta, maka
ddaklah mengherankanJika Islam juga menyrrruh m-enjinakkan hati
grang lain dengan kebaftkan, kelemahlembutan, dan pergaulan yang
baik- Hal lni pernah dicoba oleh furu-juru dakruah yang Uenar, lalu
Allah membuka had banyak orangyang sclama ini rcrnrnrp.
Para ulama mengatakan, "Disunnahkan menjenguk orang sakit
secara umum, teman atau lawan, orang yang dikenalnya atau yang
tidak dikenalnya, mengingat keumuman ft1di6.,4s2

Berapa Kall Menfenguk Orang Saldt?

- -Apabila menjenguk orang sakit itu wajib atau sunnah bagi


keluarg;anya, _qtmtggiArrya, dan teman-temannya, maka sebaiknya
b.rrp" lelikah hal inr dilakukan? Dan berapa tama untrur meryenguk
Itu?
Dalam- hal ini, saya yakin bahwa hal itu diserahkan kepada ke-
-
biasaan, kondisi penjenguk, kondisi si sakit, dan seberapafauhnya
hubungian yang bersangkutan dengan si sakir
Orang yang lama fatuh sakit, maka dia diFrUuk darl r,uaktu ke
waktu, dalam hal ini tidak tcrdapat batas wakhr yang terEntu.
ry,b$tln ulama , "Hendakqla menienguk orang sakit
itu dilakukan secara berkala, jangan setiap hari, kecuali bagi yang
sudah terbiasa." Sebagian lagi mengatakan, 'seminggp sekalii.;
Imam Nawawi mengomentari hal ini sebagai berikut:
"Ini bagi orang lain. Adapun bagi kerabat si sakit atau teman-
tsmannya dan lainnya, yang kedaangannya menenangkan dan
menggembirakan hati si sakit, atau menfadikan si sakit rindu ke-
padanya fika tidak melihatnya setiap hari, maka hendaklah orang iru
selalu menfenguknya asalkan tidak dilarang, atau ia ahu bahwa si
sakit sudah tidak menyukai hal itu.
Selain inr, tidak disukai duduk berlama{ama ketika menfenguk
orang sakit, karena hal demikian dapat menyebabkan si sakit merasa

182t1-uoj^u', kar,'a an-Nawawi,


Juz 5, hlm. lll-112.

824
ienuh, merasa repot, dan merasa kurang bebas untuk berbuat
sesuatu."483
Namun beginr, hal ini tidak berlaku bagi setiap penguniung, karena
ada kalanya si sakit menyukai orang-orang t€rten$ untuk berlama-
lama berada di sisinya --khususnya bagi orang )rang telah lama
sakit-- dan kuniungian orangtersebut menyenangkan dan meringan-
kannya, apalagi jika si sakit itu sendiri yang memintanya.
. Al-Hafizh berkata, 'Adab menjenguk orang sakit ada sepuluh, di
antaranya ada yang tidak khusus untuk menienguk orang sakit;
1. fangan meminta izin masuk dari depan pinu (tengah-tengah).
2.largan mengetuk pintu terlalu pelan.
3. fangan menyebutkan identitas diri secara tidak jelas, misalnya
dengan mengaakan "siya", tanpa menyebut naman)ra.
4. Iangan berkuniung pada waktu yang ddak layak unuk berkun-
jung, seperti pada waktu si sakit minum obat, atau wakfi nieng-
ganti pembalut luka, waktu tidur, atau waktu isdrahat.
5. fang;an terlalu lama (kecuali bagi orang yang mempunyai
hubungan khusus dengan si sakit seperti yang saya sebutkan di
atas).
6. Menundukkan pandangan (apabila di tempat itu terdapat wanita
yang bulen mahramnya).
T.langan banyak bertanya, dan hendaklah menampakkan rasa
belas kasihan.
8. Mendoakannya dengan ikhlas.
9. Menimbulkan optimisme kepada si sakit.
10. Menganiurkannya berlaku sabar, karena sabar itu besar pahala-
nya, dan melarangnya berkeluh kesah, karena berkeluh kesatl
itu dosa."4&

Sebagian adab-adab tersebut akan difelaskan lebih laniut.


Cara menienguk orang sakit yang jauh tempafilya --yang menung
mempunyai hak untuk dijenguk-- ialah dengan menan)rakan keada-
annya melalui telepon, bagi orang yang punya pesawat telepon, mau-
pun lewat telegram atau surat. Lebih-lebih jika si sakit baru safa
menjalani operasi dengan selamat.
Saya masih ingat ketika saya ditakdirkan menjalani operasi tulang

$rura.,hlm. 112.
4&rathul-sari,juz 1O, hlm. 126, "Rab
Qaulil-lvlaridh: 'Ouumuu 'Annll".

825
rirwan d!Bonn,ferman, pada mustm panag ahun 1998, dan l@dka
sala melewad malxr p€fawatan eebagatmana bhsanya, betaDa tele-
pon selalu.berdering darl saudsra-saudara di Dauhaf,, Xairo, Eropa,
9l,rl
Amerlka, nrg merunyakan ksadaan sala dan mendoakan saya.
Hal-lni 3efiu{ata mempunyai pengnruh yanl uait dalam had saya,
merfuryankan penaerhan, dan mempercepat kesembuhan.

Mcdnten Sl Srttt
. Can Ecorang my,slim menJenguk saudarar4ya,ang salctt berbeda
dengan g.ara
EIrg dllakukan orang lain (selain ishm1,-karcne dlsertai
dengan dan doa. Maka dt anrara sunnannya tdtatr et penlenguk
lampi
mendoakan si sakit dan menfampinya (membaialon baca;n-iraaan
tert€ntu) yang ada riwayatnya dari Raeulullah saw..
Imam Bukharl menulis "Bab Du,a al-'Aa'id lil-Maridh, (Bab Doa
ren4r$urry unruk Orang Saklt), dan meqyebutkan haditi Aisyah
r.a. batua Rasulullah saw. apabila menjenguk orang sakit aair si
sakit yang dibawa lepada beliau, beliau inengucapka;,

--4rS r4i y, ;,riJi,S, g.erqatt


j,$lAq,dS$<tytrt:r4:A13i
lHihngtanhl runtdf.
.tiLi
W
valrat lbt nt W
firanude, Nnbuh-
kanlah, Engfuu adakk.Malre Purycmbuh. Ttdak ada kexntbuhan
*lain kexmbuhan-Mu, ke*mbuhan nng tidatr meningattran
penwl4as

-. Dan Nabi_saw. pernah menJenguk Sa'ad bln Abt Waqash kemu-


dlan mendoakannla:

.)G^t3SlM,A*$tr
TaNlah *mbuhkanlah Sahd, dan *mpumalcanlah hijnhrya<ad
{S.tl-gukhari dalam Fathll-Bari, hadits nomor 5675.
4&nu.,hadits nonpr 56s9.
.

826
Ada suatu keanehan sebagaimana dikemukakan dalam al-Fath
(Fathul-Bari), yaitu adanya sebagian orangyang mengianggap musykil
mendoakan kesembuhan si sakit. Mereka bemlasan bahwa sakit dapat
menghapuskan dosa dan mendatangkan pahala, sebagaimana dise-
butkan dalam beberapa hadits. MaIo terhadap kemusykilan ini al-
Hafizh lbnu Haiar memberikan jawaban demikian, "sesungguhnya
doa itu adalah ibadah, dan tidaklah saling meniadakan antara pahala
dan kafarat, sebab keduanya diperoleh pada permulaan sakit dan de-
ngan sikap sabar terhadapnya. Adapun oranglang mendoakan akan
mendapat dua macam kebaikan, yaitu mungkin berhasil apa )rang
dimaksudkan --atau dignnti dengan mendapatkan kemanf'aatan lain--
atau ditolaknya suatu bahaya, dan semua itu merupakan karunia
Allatr P'612.'+ez
Memang, seorang muslim harus bersabar ketika menderita sakit
atau ditimpa musibah, tetapi hendaklah ia meminta lceselamatan
kepada Allah SWf, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

69,:r6yJ?^iid6iLr1f .",6J;#<t
eW:tlffirl)W,6?*H
(*,&l ,,*#:)Vt\l,
"langanhh lwnu manglnnflran *rtenri muwlr, itan'mnilan
kesefulnltan k@a Nlah. Tetapi a4bila bmu brtemu muflth,
maka brsfudah, dan ketahuilah Dnlw'asantz ilrga itu di hwal
bWry-baWry pedang.a*

Di dalam hadits lain beliau bersabda:

trIr{ Y€t Sg,1eC.;rl'ifr\M


$)lrlioy)}*\AibW#(e
487bin.,juz 10, hlm. 132.
4881,1u616q 'alaih dari hadits Abduflah bin Abi Aufa.

827
"Mintalah amptnan fun ke*lamatan kepa&NIah, *hb tidaktah
wnng dibri *ruatu *telah kqakinan, yng lebih baik dari_
Pa& kennhn. sq

fuga dalam hadits hpu Abias, bahwa Nabi saw. bersabda:

uvd u L!D, ob) r(5t61u Ycili S*AH


'Perfunyaklah fudoa memdnn kx.tarwtan.4n

Salah'satu doa beliau saw. adalah:

QV3Lg+-t:,t6'1i;ifir:"1pu:;Z\tr
stw aat cb94r ob), flVS',lf, 5 W,
(

Ya NIah, alcu memohon kepda-Mu penjagaan dadyrryterlanng


dan ke*lamatan dahm un sn dunia dan agannlru, *ghnrgA dan
hafiaht.'4et

doa yang ma'tsur lainnya ialah yang diriwayarkan oleh


- Pi lltara
Abdullah bin Amr, ia berkata: Rasuiullah saw. blrsabdal

i$r,",WW;Ag4,1)#)i,*q:1y,
31&gV'a-Sfiq,g're,-fi
< frY aV ttl,'bri ob)' .aA/ f,y
489rut thnrad dan Tirmidzi dari
hadits Abu Bakar, sebagaioana drsebutkan dalam
Shahih al-Jami'ush-Shaghir, hadits nomor 5632.
4srtdr-rhabnnt dan adh-Dhb,a', dan
dihasankan datam shahih ar-Jami,ush-shaghir,
nomor 1198.
491HR al-B"'ar
dari rbnu Abbas, sebapimana disebutkan dalam sh4hih ar-Janiwh-
Shaghir, hadits nomot 1224.

828
"Apabila *wnng meniengak onng sakit" mal<a hendaldah ia
mendukanryra dengan menguapkan, Ya Nhh, *mbuhlrankh
hamfu-Mu, agar dia fupt membunuh musuh-Mu, atau fuialan
kryda-Mu mtuk melalrukan dMIaL&2
Artinya, dalam kesembuhan orang mukmin itu terdapat kebaikan
untuk dirinya dengan dapatnya ia melaksanakan shalat, atau ke-
baikan untuk umatnya karena mirmpu menunaikan jihad.
Sedangkan yang dimaksud dengan "musuh' di sini mungkin
orang-orang kafu yang memerangi umat Islam, atau iblis dan tenta-
ranya. Maka dengan kesehatannya seorang muslim dapat menumpas
mereka dengan serangan-serangirnnya, dan dapat memaahkan
argumentasi mereka dengan hujfah yang dapat dipercaya.oe
Selain itu, ada lagi hadits yang diriwayatkan oleh lbnu Abbas dari
Nabi saw. bahwa beliau bersabda:

,ot$i
"Banngsiap lrang menjenguk orang sakit yng blum tifu ajahrya
lalu ia menguapl<an dm ini di *mpingnya xbanyalc tujuh lcali:
(Nat mohon kepfu NIah Ymg Maln Agng, TuIru fugi'arsyWW
Wng, *moga Ia be*enan meryrembuhlcanmu), niwlta NIah
al<an merytembuhkannya dari penykit terxbut"4e4

492HR Abu Daud Aalanal-Jov'iz (2107),Ibnu


Hibban, dan al-Hatim. Beliau mengesah-
kannya mennnrt syarat Musllm, danadz-llzahabi menyetufutnya (1: 344).
Ag3syorrl, at-Misylat,
fin 2, btm. 3O7 .
49tilf Abu ylllldztam al-Jourz (hadits nomor 3106), at-Tirmidzi dzlan ath-Thibb (l:r.-
dits nomor 2083) dan beliau berkata, 'Hasan gharib.' fuga dihasankan oleh al-Hafizh dalam
Syarah aLr'dzhar karya Ibnu 'Allan, juz 4, hlm. 61-62, dan diriwayatkan oleh al-nakim serta
disahkan olehnya menurut sJrarat Bukhari, dan dis€nrjui oleh adz-Dzahabi dalalfr. i]uz I,
hlm.342.

829
l
Menguatkan Hanpan Sembutr Ke0ka Salctt
Apabila seorang muslim men enguk saudaranya lang sakit, se-
balknya ia memberikan nasihatagar dapat menumbuhkan perasaan
optimisme dan harapan akan sembuh. Selain itu, seyogianya ia mem-
berikan pengerdan bahwa seorang mukmin tidak boleh berputus asa
dan berpunrs harapan terhadap rahmat Allah dan kasih sayang- Nya,
karena Dzat yang telah menghilangkan penyakit Nabi Ayub dan
mengembalikan perylihaan Nabi Ya'gub pasd berhasa menghilang-
kan penyakitntrra dan mengemballkan kesehatannya, kemudian Dia
mengganti penyakit dengan kesehatan dan kelemahan dengan ke-
kuatan.
Tidak baik menyebut-nyebut orang yang sakit yang telah me-
ninggal dunia di hadapan orang sakityang dijenguknya. Sebaliknya,
sebutlah orang-orang yang telah sehat kembali setelah menderita
sakit yang lama, atau setelah menfalani o,perasi yang membahaya-
kan. Hal ini dimaksudkan untuk menguatkan jiwanya, dan merupa-
kan bagian dari cara pengobaan menurut dokter-dokter ahli pada
zaman dulu dan sekarang, sebab antara jlwa dan tubuh ddak dapat
dipisahkan, kecuali dalam pembahasan secara teoretis atau filosofis.
I(arena itulah Nabi saw. apabila menjenguk orang sakit, beliau
mengarakan 4t'lG,6t3;l,L,6k{ "uaat ap&apa, bersih (sembuh)
insya Allah', sslagaimana disebutkan ddam kiab sahih.
Adapun makna perkaaan ha ba'sa (tidak apa-apa) ialah 'tidak
berat' dan'tidak mengkhawatirkan'. Ucapan ini untuk menimbulkan
opimisme sekaligus doa semoga hilang penyakit dan penderitaan-
nya, serta kembdi kepadanya kesehatannya --di samping itu dapat
menyucikan dan menghapusltan dosa-dosanya.
Imam Tirmidzi dan Ibnu Marah meriwayatkan hadits dari Abu
Sa'id al-Khudri secara marfu':

-Jy$wa *#rJi66.illt rlu-


"^l4t'al,
-"4,wofii6,\ii14'589
,'+i"i\rUJ:,
'Arybita tramu menjenguk orang fikit, na*a rcnaaaatt'lmlu
fun hanWn akan panjang umur. I(arcna l,ang demikian itu mes-

830
kipun tidak dapt menolak takdir dikit pun, tetapi fupt menye-
nan*an hatinya<es

Maksud perkataan nafftruulahu (berilafr harapan kepadanyal yakni


berilah harapan kepadanya untuk hidup dan berumur panjang,
seperti mengucapkan perkataan kepadanya, "insya Allah engkau
akan sehat kembali", "selamat sejahtera", 'Allah akan memberikan
kamu umur panjang dan aktMtas yang bagus', dan ungkapan lain-
nya. IQrena ucapan-ucapan seperti itu dapat melapangkan hatinya
dari kesedihan yang menimpanya dan sekaligus dapat menenang-
kannya. Imam Nawawi berkata, "Itulah makna perkataan Nabi saw.
kepada orang Arab_Badui:'Tidak apa-apa.' " 4e6
Di samping itu, di anara hal yang dapat menghilangkan kepedihan
si sakit dan menyenangkan hatinya ialah menaruh tangan ke badan-
nya atau ke bagian nrbuhnya yang sakit dengan mendoakannya,
khususnya oleh orang yang dianggap ahli kebaikan dan kebajikan,
sebagaimana yang dilakukan Nabi saw. terhadap Sa'ad bin Abi
Waqqash. Beliau pernah mengusap wafah dan perut Sa'ad sambil
mendoakan kesembuhan untuknya. Sa'ad berkata, "Makaaku selalu
merasakan dinginnya tangan beliau di jantung saya, menurut per-
asaan saya, hingga saat ini." (HR Bukhari).
Sementara itu, terhadap orang sakityang kondisinya sudah tidak
dapat diharapkan sembuh --menurut sunnatullah-- maka hendaklah
si pengunjung memohon kepada Allah agar Dia memberikan kasih
qayang dan kelematrlernbutan kepadanya rnering;ankan penderita-
annya, dan memilthlhn kebalkan untuknya. Tetapi hal itu hendak-
nya diucapkan dalam hati saja,'jangan sampai diperdengarkan ke-
pada si sakit agar tidak mempengaruhi pikiran dan perasaannya.

Menfampl St Saldt dan Syarat-syaratnya


Di antara hal yang berdekatan dengan bab ini ialah jampi-jampi
syar'iyah yang bersih dari syirik, terutama yang diriwayatkan dari
Rasulullah saw., dan khususnya jika dilakukan oleh orang muslim

49516nu Majah dalam 'aljana'i2", hadits nomor 1438, dan at-Tirmidzi dalam
"ath-Thibb" nomor 2087 dan beliau menilainya gharib. Al-Hanzh berkata, 'Dalam sanadnya
t€rdapat kelemahilr." (Fa.hul-Bari, lO: l2l).
496rathul-Baa,
iuz 10, hlm. l2l-122.

851
)ang saleh.
Imam Muslim merlwayatkan dari Auf bin Malik, ia berlcaa:

,
ii -V 6V,,il*, ir,DU +USLK
1

|t(frrtltti+*:, SC t ea:, g&,sS


gA*'j*"{Yb\u,7,Yi
'( P ob,\'
p& zaman jahtliah,lalu lrami
"lhmi menganalant ianpi-janpi
taryakan, Walrai Raslrluilaf\ bgaimana pndaptnu mengenai
lnl itu? kliau menjavtab, Tunjuh*anlah kepdaku jampi-jam-
pimu itu. fidak mengap menggunakan jampi-junpi, asall<an tidah
mengauadttttg kayirikas.w
Imam Muslim Juga meriwayatkan dari fabir, katanya:

/+Wtgg,%frWi
"Rastlullah *w. pmah melanng jampi-jampi. Kemudian datang-
lah keluarga Amr bin Hant *nya berlrat4 Wahai Rasulullah,
kami mempw4ai janpi-janpi yng biaa lcami pergunakan kalau

{97ursllm, 'Klab as-salarn", "Bab laa Ba'Ba bir-Buqa Maa lam Yakun fihi Syirkun",
hadits no. 22oo.

832
disrengat kah.' Jabir brlat4 'lalu merela menuniul<knnya
kepda Rasrlullah.' Kemudian beliau berug,bd4 'Sa1ta lihat tidak
ary-ap4 furangsiap yang dapt membikan mantaat kepda v,u-
daruryta malra henhldah ia membrikan mantaat kepfunyraaee

Al-Hafizh berkata, "Suatu kaum berpegang pada keumuman ini,


maka mereka memperbolehkan semua iampi-iampi yang telah dicoba
kegunaannya, meskipun tidak masuk akal malcnanya. TetaPi hadits
euT inr menunjukkan batrwa janrpi-iampi png mengandung lesyirik-
an dilarang. Dan Jampi-jampi yang tidak dimengerti maknanya
yang tidak ada jaminan keamanan dari syirik jugaterliarang, sebagai
sikap kehati-hatian, di samping harus memenuhi persyaratan lain-
nya,"49
Kebolehan menggunakan jampi-Jampi ini sudah ada dasarnya
dari sunnah qauliyah (sabda Nabi saw.), sunnch fi'liyoh (perbuatan
beliau), dan sunnah taqririyah (pengakuan atau pembeft[an beliau
terhadap jampt-iampi yang dilakukan orang lain).
Bahkan ttabi saw. sendiri pernah menjampi beberapa orang saha-
bat, dan beliau pernah dijampi ohh naalaikat fibril a.s.. Beliau fuga
menyuruh sebagian sahabat agar menggunakan iampi-jampi, dan
menisihati sebagian sanak keluarganya dengannya. Dan beliau
membenarkan sahabat-sahabat beliau yang menggunakan iampi-
jampi.
' Diriwayatkan dari Aisyatr bahwa Rasulullah saw. apabila ada se-
seorang yang mengelutrkan sesuatu kepada'beliiau, atau terluka,
maka b-eliau berbuat demikian dengan tangan beliau. Ialu Suffan --
yang meriwayatkan hadits-- meletakkan iari teluniuknya ke tanah,
kemudian mengangkatnya kembali seraya mengucapkan:

E-#:,ru,:Wy#,ilr-.it,
(*a,rt,, ,Wg\yrqff*&
498rbu., 'Bab lstihbabur-Ruqyah minal-'Ain wan-t'l'amtatr wat-Hummah wan-Nazhrah",
hadits nomor 2199.
499rort ut-aoa,iuz 1o, hlm. 795-196.

833
'Dengan menyehtt nama Nlah, debu bumi hmi, fungur ludah
*Mgian lc,ni" disf;ntkth*an fuWnnn onng saldt dad kani
dWut izinTrtlm kmri.fu
Dari keterang;an hadits ini dapat kita lcetahui bahwa beliau meng-
ambil ludah beliau scdikit dengan iari teluniuk beliau, lalu ditaruh di
atas tanatr (debu), dan debu yang melekat di ,ari tersebut beliau
usapkan di tempat yang sakit atau luka, dan beltau ucapkan perka-
taan tersebut (lampi) pada waknr mengus.lp.
Diriwalatkan juga dari Aisyah, dia berkata, 'Adalah Rasulullah
saw. apabila beliau jatuh sakit, Malaikat fibril menfampl beliau.'sl
fug dari Abu Sa'id bahwa Ivlalaikat Jtbril pernah datang tepada
Nabi saw. dan bertanya, "Wahai Muhammad, apakah Anda saklf?'
Beliau menjawab, 'Ya.' Lantas fibril mengucapkan:

'v,Ai;yrffiy|r$rtl-
'v,4;,irrghfia$^li-
', zt
(*frnfr,*vr$514W
',-ll7)
al;i1 (. -)

'\Pot
"Dengut menyebut nama NIah,
t
saya
,Wtl'*
frl,L-,
jampi engfuu dai qala *-
sntu Wrg menWkilimu, dad kejalatan *mw iiwa atau nata pn-
dengki. NIah nruryanbuhkan angfuu. Derrgan many$ut mma
Hbh ay nwgarnpi englant6o2
Diriwayatlon dari Aisyah bahwa Nabi saw. apabila sakit mem-
baca dua surat al-Mu'awwidzat (Qul A'uuilzu bi Pabbil-Fala4 ilan Qul
A'uudzu bi Rtbbin-Naas) untuk diri beliau sendiri dan beliau meniup
dengan lembut tanpa mengeluarkan ludatr. Dan letika sakit beliau
berat, aku (Aisyah) yang membacakan atas beliau dan aku usapkan-
nya dengan tangan beliau, karena mengharapkan berkahnya.ss

mUurafaq 'alaih, sebagaimana disebutkan dzlzm al-Lu'lu' wal-Marjan MM t ulary


lii
'alaihi asy-Syaihhuni, hadits no. 1417.
solMuslim, 'Bab ath-Thibb wdl-fularadh war-tuiqa', hadi6 no. 2185.
s2uuslim, hadits nomor 2186.
So3uurafaq 'alaih, hadlts nomor 1415.

834
Diriwalratkan dari AisJxah juga batva Ra.sulullah saw. pernah
menyuruhnya meminta jampi kaiena salcti mata.ffi
luga diriwayatkan dari ,abir bahwa Nabi saw. pernah bertanya
kepada Asma' binti Umais:

6#kV66rv4d;t$y
t#te1Jbg5,{,.{6%d\
.a/..2 ) ,
.-
*G "ifln€S6'. @;1, 3G,"@u
(p,;:W:.,'JG3
"Mengap sa1a lilntfubuh analc-anaksufurakt *rfiasfuruq apr,-
lrah merclra ditimp k&utuhan? Asrrla'meniatnb, "Ttdak, tetapi
penyalcit'ain yang menimp merelca.' Nabi brsMa "lunpilalt
merelra." Asma'brkata, "Ialu aya menolak" IGmudian bliau
fr:naMa "Jampihh mercka.66

Di samping itu, pernah salah seorang sahabat meniampi pemuka


suatu kaum --lrctika mereka sedang bepergian dengan zurat al-Fati-
hah, lalu pemuka kaum itu memberlnya seekor kambing potong,
t€api sahabat itu ddak mau menerimanya sebelum menanyakanryra
k€pada Nabi saw.. lalu ia daang kepada Nabl saw. dan menginfor-
maslkan hd ltu kepada beliau seraya berkata, 'Demi Allah, saya
tidak menjampinya kecuali dengan surat al-Fatihah.' lalu Nabi saw.
bersabda, 'Terimalah pemberian mereka inr, dan berilah saya seba-
gian untuk sa5ra makan bersama kamu.'5o6

Menyrruh St Saldt Berbuat Ma'nrf dan Mencegalmya dart yang


Munglor
Sudah selayaknya bagi seorang yang menjenguk saudaranya se-
sama muslim yang sakit untuk memberinya nasihat deng;an jujur,
S@r,rurafaq'alaih, hadie nomor 1418.
5osuuslim, hadie nomor 2lgs.Yangdimaksud 'mereka'di sini ialah anak-anak dari
putra par:f,n bdiau fa'far.
So6uuuahq 'alaih, hadits nomor 1420.

835
menyuruhnya berbuat ma'ruf dan mencegahnya dari lcemunkaran,
karena ad-Din itu adalah nasihat, dao amar maTuf nahi munkar me-
rupakan sranr kewaiiba,n, sedangkan sak[xl1la seoraqg muslim tidak
membebaskanla dari menerima perkataan yang baik dan nasihatpng
tulus. Dan semua yang diilntut itu hendaklah dilakukan oleh si pem-
beri nasihat dengan mempertntikan kondisirya, yaitu hendaklah di-
lakukan derrgan lemah lembut dan iansan memDeratkan, karena
Allah Ta'ala menyukai kelemahlembuan ddan segala hal dan terha-
dap semua manusia, lebitr-lebih terhadap orar€ sakit. Dan tidaklah
kelemahlembutan itu memasuki sesuatru tuelainkan meniadikannya
indah, dan tidaklah ia dilepaskan dari sesuatu mdainkan akan men-
iadikannya buruk.
Kelemahlembutan semakin ditekankan apabila si sakit tidak
mengerti terhadap kebaiikan yang ditinggalkannya atau kemun-
karan yang dilakukannya, seperti terhadap kebanyakan putra kaum
muslim yang tidak mengerti keunggulan tslam.
Oleh sebab itu, seseorang yang menjenguk orang sakit yang ke-
betulan tidak mau melaksanakan shalat larena malas atau karena
tidak mengerti, yang mengira tidak dapat menunaikan shalat, karena
tidak dapat berwudhu, atau karena tidak dapat berdlri, ruku', sujud,
atau tidak dapat menghadap ke arah kiblat, atau lainnya, maka
wajiblah si penguniung mengfuryatkannya. Dia harus menlelaskan
bahwa shalat waiib ditaksanakan oleh orangyang saklt sebagaimana
diwafibkan atas orang yang sehat, dan kswaiibannya itu tidak gugur
melainkan bagi orang yang hihng kesaeranqva. Diielaskan iuga
bahwa orang sakit yang tidak dapat benrudhu boleh melakukan
tayamum dengan tanah fenis apa pnn, dan boleh dibantu dengan di-
ambilkan pasir/tanah yang bersih yarg diempatkan di dalam kaleng
atau tempat lainnya, fuga bisa dengan batu atau lantai tergantung
mazhab yang memandang hal itu sebagai permukaan bumi yang ber-
sih.
Begitu pula si sakit, ia boleh melaksanakan shalat dengan cara
bagaimanapun yang dapat ia lakukan, dengan duduk kalau ia tidak
mampu berdiri, atau dengan berbaring di atas lambungnya, atau
telentang di atas punggungnya (yakni punggungnya di bawah), jika
ia tidak dapat duduk, dan cukup dengan berisyarat. Nabi saw. ber-
sabda kepada Imran bin Hushain:

4 s9tie6\ Af t'fi 3'g'Wti',F


836
@1 qei,,tLq-td t ob),';+e(bW
"Slnhtlah engfuu dengn bdin. Jika tidak dapat, maka hendab
lah dengan duduk en iila tidal< dapt (dengan duduk) malca hen-
daflah densan berfuidng.aoz

Demikian pula jika ia tidak dapat menghadap kiblat, maka gugur-


lah kewaiiban menghadap kiblat itu, dan boleh ia menghadap ke arah
mana saja. Maka, setiap syarat shalat yang tidak dapat ditunaikan
menjadi gugur, dan Allah telah berfirman:

Vti:.r'.fr l{j*_tzl?:a*r.a;
"Dan kqunltun Nlalblah timur dan Dg.ra,t, nlaLa ke nann ptn
I<amu mengfiadap di situlah wajah NIah...."(al-Baqarall: I15)
Apabila tampak si sakit merasa kesal terhadap penyakitnya atau
merasa sempit dada karenanya, maka hendaklah ia difurgatkan akan
besarnya pahala bagi si sakit di sisi Allah. Selain itu, sebaiknya di-
ingatkan bahwa Allah hendak menyucikannya dari dosa-dosanya
dengan penyakit tersebut, dan bahwa orangyang paling berat ujian-
nya adalah para nabi, kemudian orang-orangyang dibawahnya, ke-
mudian yang di bawahnya lag, dan ujian inr akan senantiasa me-
nimpa seseorang sehingga ia hidup di muka bumi dengan tidak me-
nanggung suatr dosa, sebagaimana dinyatakan dalam beberapa
hadits sahih.
Maka apabila didapati sesu.rhr yang dilarang syara' pada si sakit,
hendaklah ia dilarang dengan lemah lembut dan bijaksana, dan dike-
mukakannya kepadanya ddil-dalil syara' yang dapat menghilangkan
ketidaktahuan dan kelalaiannya. c:ira yang dilakukan tidak boleh
kasar dan terkesan menyombonginya, khususnya mengenai bencana
yang banyak melanda masyarakat, misalnya mereka yang menggan-
tungkan jimat-jimat dan sebagainya.
Di sini, hendaklah ia memberitahukannya t€ntang ayat-ayat Al-
Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw. yang menuntunnya kepada ke-

STnn Bukhari, Ahmad, dan Ashhabus-Sunan sebapimana disebut dalam sha,hih at-
Jani'uh-Shaghia hadits nomor 3778.

837
benaran dan membimbingnya lte idan yang benar, seperti sabda
Nabi saw.:

,r rfrv i o\,) . 3fi 36i'44i 6\6i6


Ote4-4te
'furangsiap Wry mengantttnglan iinurt-ifumt nnb srs;unggluh-
ryra ia t&h melalrulran pftuatan syitik' llil3.Almnd dan llaktm
dart Uqbalr btn &ntr)508

Selain ihr, tidak boleh ia (si penjenguk) mengingkari sesuatu ter-


hadap si sakit kecuali apa yang lelah disepakati oleh para ulama akan
kemunkarannya. Adapun hal-hal yang masih diperselisihkan oleh
para ahli ilmu yang tepercaya, antara )xang memperbolehkan dan
yang melarang, maka dalam hal ini terdapat kelonggaran bagi orang
yang mengambil salah satu dari ledua pendapat itu, baik ia memilih
melalui ijtihadnya atau sekadar ikut-ikutan. Dan fangan sampai di-
perdebatlen seputar pendapat ini mana png lebih tepat atau yang
lebih kuat, karena kondisi sakit tidak mentolerir hal tersebut, kecuali
fika si sakit menanyakannya atau memang menytrkai yang demikian.
Misalnya t€ntang hukum menggiantungkan jimat yang terdiri dari
ryat-ayatAl{ur'an atau hadits syarif, atau berisi dzikir lepada Allah,
sanJungan lcepada-Nya, dan doa kepada-Nya. I(arena masalah ini
masih diperselisthkan antara orang )rang memperbolehkannya dan
yang menganggapnya makruh.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Amr, ia berkata,
"Rasulullah saw. mengafari kami beberapa l@limat yang kami ucap-
kan apabila terkeiut pada waktu tldur:

UlAer,i;'*Wj#,W,
*6^36,eWW,*)Ssl#
.-t)&Su*t#i
SSlrotil, al-Jani'ush-5haghir, hadits nomor 6394.

858
"Dengan nama NIah, akt furlindung dengan lralimat-kalimat Nlah
Wry *mptrna fud kemudaan dan silm-ffi dari kejalntan
Iwtfu-hamba-1,$a ed gan$m *br\ dan &i /rc/ndirut *tan."

Maka Abdullah mengajarkan kalimat ini kepada anaknya yang


sudah balig untuk mengucapkannya ketika hendak tidur, sedangkan
terhadap anaknya yang masih kecil dan belum mengerti atau belum
dapat menghafalkannya, kalimat itu ditulisnya kemudian diganrung-
kan di lehernYa.soe
akan tetapi, Ibrahim an-Nakha'i berkata, "Mereka memakruhkan
semua macam jimat, baik dari Al-Qur'an maupun bukan." yang di-
malsud dengan "mereka" di sini adalah satrabat-sahabat Ibnu Mas'ud
sepefti al-Aswad, 'Alqamah, Masruq, dan lain-lainnya. Sedangkan
makna "makruh" di sini adalah "di bawah haram".
Tidak mengapa diingatkan kepada si sakit dengian lemah lembut
bahwa yang lebih utarna dan lebih hati-hati adalah meninggalkan
semua macam jimat, mengingat keumuman larangannya, dan unnrk
menutup jalan kepada yang terlarang (saititanlidz-dzari'ah, usaha pre-
ventif), juga karena khawatir dia membawanya masuk ke kakus
(WC) dan sebagainya. Hanya saja janganlah ia bersikap keras dalam
masalah ini, karena masih diperselisihkan hukumnya di kalangan
ulama.

Mendonorkan Darah untuk St Saldt


Di.antara hal paling utama yang diberilen oleh keluarga atau
sahabat lepada si sakit ialah mendonorkan darah unnrknya bila di-
perlukan ketika ia menjalani operasi, atau unnrk membantu dan
mengganti darah yang dikeluarkannya. Ini merupakan pengorbanan
yang paling besar dan sedekah yang paling utama, sebab memberi-
kan darah pada saat seperti itu ledudukannya sama dengan menye-
lamatkan hidupnya, dan Al-Qur'an telah menetapkan dalam menje-
laskan nilai jiwa manusia:
"... balnn banngsiap yang membunuh wnng nnnusia, bukan
l<atena onng itu (membunuh) onng lai4 atau bulcan lre,,rcna mem-

@Oiriwayatkan oleh Imam Ahmad, hadits nomor 6696, dan Syekh S)rakir mengesah-
kan isnadnya, meskipun diriwayatkan oleh Ibnu lsha{ secara'rnu'an'a, (dengan menggunakan
lafal an = dari). fup diriwayatkan oleh Abu Daud dalam'ath-Thibb' (nomor J84J); Tirmidzi
dalam 'ad-Da'awat' (nomor 3519) dan beliau berkata, 'Hasan gharib'; Nasa'i dalam .Ama-
lul-Yaum wal-faflah", nomor 765 hingga pada lafal: "Wa an yahilhuruuai."

839
Dl.lart kerusabn di mub builni mah gf5,fu7"f,*an dia tdah mem-
hnuh manusia xlutuhnya hn Darang$aqyngnrur:r/illrrn ke-
hidrry, eonng$nnusi4 mab whh-olah dia tehl, mqtelihan
kehifupan manwia *mwnn.... " (al-![a,ldalr: B2 )

A-pablla bersedekah dengan harta memiltki kedudukan yang


-
demikian tinggi ddam agama dan mendapatkan pahda png demif
kian besar dl stsi A[ah --sehtngga Allah Ta'da menerimanya dengan
tangan kanan-Nya dan melipatgandakannp hfuEga turulrratus ftatt
lipat, bahlen enah sampai berapa kali lipat menurutlang dikehen-
daki Allah-- maka mendermakan darah lebih dnggt kedudukannya
dan lebth besar lagt pahalanya. l(arena orang yang mendermakan
darah meniadi sebab kehidupan, dan darah juga me-rupakan bagian
dari manusia, sedangkan manusia jauh lebih mahd daripada harta.
Selain i!u, orang yang mendonorkan darahnya seakan-akan
menyumbangkan sebagian wufud materiil dirinya kepada saudara-
nya karena cinta dan lqrena mengalah.
Di sisl lain, bennrk arnal saleh yang memillki ntlai lebih dnggi lag
dari nilai tersebut ialah memberi pertolongan lepada orang-)ang
membutuhkan pertolongan dan menghilangl@n kesusahan-orang
png dilanda kesusahan. Ini merupakan kelebihan lain yang menam-
bah pahala di sisi Allah Ta'ala. Dalam suam hadits nasulullah saw.
bersabda:

M:r,h,tl ob,) . gl@lt'igj6y4rif St,


cAi*j-aY
"fuungguhnSa NIah mencintai prbuatan membei prtolongan
ke@ orurg Wg memkttuhkan prtolongan.'(Hf,. ADu yal,a,
ad-Dnllnm:I, dan Ibnu Asafttr dsrt Anss)slo '

Di dalam kitab sahih juga diriwayatkan hadits Rasulullah saw.


png berbunyi:

'<T*e&G
Sloroidhul-qodor, zol.
iltz 2, lilm.

840
av?,,t) #qt$*5&7;$Aai
(jut<l.rct
gtg mmgfiilnglan &i wnng mudim sla,tu ke-
"Barutgsiapa
suslnn dai kesusalwr-kanslnn dunia nnka Nlah akan meng-
hilangfun dad onng itu suatu kewshan dad kesushan-kesu-
slm pada hari kiannl" (HR Bukhart dan Muellm dart hadlts
IQnu UmarPlt

Bahkan terdapat hadits sahih dari Rasulullah saw. bahwa me-


nolong binatang yang membuhrhkan makanan atau minuman itu
iuga mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah, sebagaimana di-
sebutkan dalam hadits yang menceritakan tentang seseorang yang
memberi minum anJing)rang tengah kehausan. Aniing ihr ia dapat-
kan menfulur-julurkan lidahnya meniihti tanah karena sangat ke-
hausan, maka orang itu meng;ambil air ke sumur dengan sepatunya
dan digigltnya sepanr itu dengan g$nya kemudian diminumkannya
kepada anjing tersebut hingga puas. Nabi saw. bersabda, 'Maka
Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuni dosanya." lalu
para sahabat bertanya keheranan, "Wahai Rasulullah, apakah kami
mendapatkan pahala dalam menolong binatmtgl" Beliau meniawab:

gr*:JAS:4A:6
'Elelltar, (beftuat Dnik) kryda tiaq2tiq (wtatu gng memiliki)
jantung yang h*h (makhluk hidup) ittt bryhala.'(HR Muttaiaq
'alalh drrl Abu Hurafuah)sl2

Tampaknya para sahabat beranggapan bahwa berbuat baik ke-


pada maktrluk (binatangl ini tidak mendapatkan pahala di sisi Allah
dan bahwa ad-Din tidak memperhadkannya. Maka Rasulullah saw.
menjelaskan kepada mereka bahwa berbuat baik kepada makhluk
hidup yang numa pun akan mendapatkan pahala, meskipun berupa
binatang semisal anjing. Maka bagaimana lagi berbuat baik kepada

SllAl-Lulu' wa-Marjan, hadits nomor 1667.

vd-Mdrlu, hadits nomor 1447.


'l2$-Ir'lu'

ut
manusia? Betapa lagi terhadap manusia yang bgriman:l-
Mendermakan aaratr itu mendapatkan Pahala rrang besar sgcara
u.urn,-a"n U.rra.Un k€eada kerdbat atair anipaipnaamn pahata-
;r;;A;" khurrt, kareira yang demikian itu akan memperkuat
f,i,Uongan kelerabatan dan mempertokoh ldinan keleluargaan.
Dalam-hal ini Rasulullah saw. bersabda:

frtte: {rSt*c1{;81/asifli
T4iE;Uti+iA#o15?)
,-;Jial,i; .9\+
"frerrx/le*ah kep& orutg midrin iht menfupt*an phala atu
sedd<ah sedartg kep& kefuarya itu men&Wt*an dua WhaI4
nitu pat.ata dekah en rnhala menyanbungkdtduargun"lER'
.Anm"a, Tlrmldzl, Nasa'i, Ibnu lfiafah, dan Haklm darl
Salman btn Amtr)sl3

pahala menyumbangkan darah ini lebih b-.tlip?t ganda.apablla


,"d" as.In"" trirUungai-antara penyumbang dan si sakit tidak har-
monis, mengikutt buiukan setan yang-meny4?kan api permusuhan
;fi-ilttddF, di ahtaramereta. epaUita salah seorang duti Tgt:k"
[irii"ril..n[a*,un nafsunya dan setannya, lalu men4$Fk"n
Affi;.6iffit sikap yang tigcela menurut p.*qlry
1|!all-11n
pandangan manusia inl, lantas ia hartaatau daratt-
nya kepada kerabat Yang &ang sebelumnya ber-
niusuhin dengannya), maka tindal€n nikian oleh Rasulullah
saw. dinilai sebagai sedekah yang paling
paling utama bila dinisbatkan ke-
ah. Beliau bersabda:
pada siapa yang diberi sedekah.

7ti;t4rf,"e=Jvil{,{3 :'giJ#\
ot'l
\Vafi'' s)i:;riL*)>,tt

Sl3pilrasanlan oleh Tirmidzi, disahkan oleh Uakim, dan diseEriui oleh Dzahabi, se-
bapimana dircrangkan dalafi Fai,ithul'Qadir, karya Imam Munalvi, lv 4,llJl',Ir' 237 '

842
"Srdel<ah ltang paling utama ialah kepda keluarga yang memusuhi
(al-hasyih)." (HR Ahmad dan Thebrant dart Abt Aypb dan
Haldm bin Hizam)514

Yang dimaksud dengan dzir-rahmi al-hauyih (keluarga yang me-


musuhi) ialah yang menyembunyikan rasa permusuhan dalam hati,
tidak terang-terangan, dan tidak cinta kepada kerabatnya.

Keutamaan Kesabaran Keluarga St Saldt


Keluarga si sakit wajib bersabar terhadap si sakit, jangan merasa
sesak dada karenanya atau merasa bosan, lebih-lebih bila penyakit-
nya itu lama. Ihrena akan terasa lebih pedih dan lebih sakit dari
penyakit itu sendiri jika si sakit merasa menjadi beban bagi keluarga-
nya, lebih{ebih iilta keluarga itu mengharapkan dia segera dipanggt
ke rahmat Allah. Hal ini dapat dilihat dari raut wajah mereka, dari
cahaya pandangan mereka, dan dari gaya bicara mereka.
Apabila kesabaran si sakit atas penyakit yang dideritanya akan
mendapatkan pahala yang sangat besar --sebagaimana diterangkan
dalam beberapa hadits satlih-- maka lcesabaran keluarga dan kera-
batnya dalam merawat dan mengusahakan kesembuhannya tidak
kalah besar pahalanya. Bahkan kadang-kadang melebihinya, karena
kesabaran si sakit menyerupai kesabaran yang terpaksa, sedangkan
kesabaran keluarganya merupalen kesabaran yang diikhtiarkan (di-
usahakan). Maksudnya, kesabaran si sakit merupakan kesabaran
karena ditimpa cobaan, sdaqgkan kesabaran keluarganya merupa-
kan lcesabaran untuk berbuat baik.
Di antara orang yang paling waiib bersabar apabila keluarganya
ditimpa sakit ialah suami atas istrinya, atau istri atas suaminya.
Karena pada hakikatnya kehidupan adalah bunga dan duri, hem-
busan angin sepoi dan angin panas, kelezatan dan penderitaan, sehat
dan sakit, perputaran dari satu kondisi ke kondisi lain. Oleh sebab
itu, fanganlah orang yang beragiama dan berakhlak hanya mau
menikmati isninya ketika ia sehat tetapi merasa jenuh ketika ia men-
derita sakit. Ia hanya mau memakan dagngnya unhrk membuang
tulangnya, menghisap sarinya ketika masih muda lalu membuang

514p"iwayatten juga oleh Abu Daud, Tirmidzi, dan Bukhari dahm al-klatul-Mut'raildai
Abi Sa'id, dan diriwayatlan oleh Thabrani dan Hakim dari Ummu ltultsum binti 'uqbah, sena
disahkan oldr Hakim menurut syaratMusfimdan disetu uiDzahabi (Fai&u1-qadir,i!22, hlm.38)

843
\:

kulitnya ketika lemah dan layu. Sikap seperti ini bukan sikap setia,
tidak termasuk mempergauli istri dengan baik, bukan akhlak lelaki
yang bertanggung jawab, dan bukan perangai orang beriman.
Demikian juga wanita, ia ddak boleh han)ra mau hidup berse-
nang-senang bersama suaminya ketika masih muda dan perkasa,
sehat dan kuat, tetapi merasa sempit dadanya kedka suami jatuh
sakit dan lemah. Ia melupakan bahwa kehidupan rumatr tangga yang
utama ialah yang dit€gaklen di aas sikap tolong-menolong dan
bantu-membantu pada waku manis dan lcdka pahit, pada waktu
selamat sejahtera dan ketika ditimpa cobaan.
Seorang penyair Arab masa dulu pernah mengelutrkan sikap istri-
nya 'Sulaima" ketika merasa bosan terhadapnya karena ia sakit, dan
ketika si istri dianya tentang keadaan suaminya dia menfawab, "[a
tidak hidup sehingga dapat diharapkan dan ddak pula mati sehingga
patut dilupakan." Sementara ibu sang penyair sangat sayang lepada-
nya, berusaha untuk kesembuhannya, dan sangAt mengharapkan
kehidupannya. Lalu sang penyair inr bersenandung dulu:
"Kulihat Ummu Amr tidak bosan dan tidak sempit dada
Sedang Sulaima jenuh kepada tempat tidurku dan tempat tinggalku
Siapakah gerangan yang dapat menandingi bunda nan pengiuih
Makatiada kehidupan kecuali dalam kekeceruaan dan kehinaan
Demi usiaku, kuingatkan kepada orang yang tidur
Dan kuperdengarkan kepada orang yang punya telinga."

Yang lebih wajib lagi daripada kesabaran suami-istri kedka teman


hidupnya sakit ialah kesabaran anak laki-laki t€rhadap penyalctt ke-
dua orang tuanya. Sebab hak mereka adalatr sesudah hak Allah
Ta'ala, dan berbuat kebaiikan atau berbakti kepada mereka termasuk
pokok keutamaan yang diajarkan oleh seluruh risalah llahi. IQrena
itu Allah menyifati Nabi Yahya a.s. dengan firman-Nya:
"Dan banyak furbakti kepada kdua onng tuantq dn buhnlah
ia onngyng nmbong lagi durhaka." (Maryam: 14)
Allah menjadikannya --yang masih bayi dalam buaian itu-- ber-
kata menyifati dirinya:

"Dan
@r*gt,#_p,a**
furbafii kepda ibuku, dan Dia tid* menjadilan alat wnng
yng nmbng lagi celaka." (Maryam: 32)

844
Demikianfuga dengan anak perempuan, bahkan dia lebih berhak
memelihara dan merawat kedua orang ouanya, dan lebih mampu
melaksanakannya karena Allah telah mengaruniainya rasa kasih
dan sayang yang melimpah, yang tidak dapat ditandingi oleh anak
laki-laki.
Al-Qur'an sendiri menjadikan kewajiban berbuat baik kepada ke-
dua orang tua ini dalam urutan setelah mentauhidkan Allah Ta'ala,
sebagaimana difi rmankan-Nya:
1Sr:mbahlah Nlah dan janganlah kamu memprxlantukan-Nyade-
ngan xanatu pun. Dan brbuat baiklah kepda kdua orutg ibu
bqpak ...." (an-Nisa': 36)
"Dan Tuhanmu telah memeintahkn suptn kamu jangan me-
nyembah *lain Dia dan hendalchh kamu berbuatbaikkryfu ibu
fupahnu dengu refuik-fuihy.... lal-Iera': 25)
Dalam alatyang mulia ini Al-Qur'an mengingatkan tentang kon-
disi khusus atau pencapaian usia tertentu yang mengharuskan bakti
dan perbuatan baik seorang anak kepada orang tuanya semakin
kokoh. Yaitu, ketika keduanya telah lanjut usia, dan pada saat-saat
seusia itu mereka amat sensitif terhadap setiap perkaaan yang ke-
luar dari anak-anak mereka, yang sering rasakan sebagai bentakan
atau hardikan terhadap keberadaan mereka. I'rata-lob yang mempu-
nlai konotasi buruk inilah yang dilarang dengan tegas oleh Al{ur'an:
"... Jih salah wtangdintam kedurrynataukedua4uanya strIm-
pi ke umur lujut ehm pmelihatrumu, ntaka *kali-lcali
jangnlah }amu mengatahn kepda kduarya pdratant'ah'dan
jutgnUt merlnDrl:ntal< rcrera, dan uaSnlah kry& mer&
kamu
perl<ataan yngmulia. Dan rendahknlah diimu terhadap mereka
bedua dengan Fnuh keqyangan dan ucapknlah: Wahai Tuhan-
/nt, Irasihanihh mereh kduanla, sebagaimana mereka brdua
telah mendidik aIru wakfu kecrl.'" (al-Isra't 23,-241

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa beliau berkata,
"Kalau Allah melihat ada lcedurhakaan yang lebih rendah daripada
perkataan 'uff (ah), niscaya diharamkan-Nya."
Ungkapan Al-Qur'an "sampal ke usia lanjut dalam pemeliharaan-
mu" menunjukkan bahwa si anak bertanggung jawab atas kedua
orang tuanya, dan mereka telah menjadi tanggUngannya. Sedangkan
bersabar terhadap keduanya --ketika kondisi mereka telah lemah
f

atau tira-- merupakan pintu yang paling luas yang mengantarkann),a


ke surga dan ampunan; dan orang png mengabaikan kesempatan
ini berarti telah mengabaikan keuntungan )rdng besar dan meru$
dengan kerugian,rang nyata.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda:

",7 zl s 6)s
.',7.-i)
54ir f:F3,
ulrs..C-
1d-a.Jlfq..g) fq.-, r+T
r i*d?"t,,4a*1iY,
€) tc3 $4)r 6"lj
J'{I( )^',til,J6i"ib#4'13!r*ff
4., . ,#j;.lJ-r-sli
'23ai,LK"a',d1 ,:t7 ig
(rl-2i oh) , {',F*
*4"#'&.v ;A
"Mentgg, merugi, dan merugl orury Wry mendapti kdua onng
tuany berusia laniul slah aturyra atau kdua4uaqa,lantas ia
ti&k masuk surgt6ts (HBAlrmad dan Musltm)516

fuga diriwayatkan dalam hadits lain dari lg'ab bin Uirah dan lain-
nya bahwa ualaikat fibril pembawa wahyu mendoakan buruk untuk
orang yang menyia-nyiakan kesempatan ini, dan doa fibril ini
diaminkan oleh Nabi s3sr..517
Sedangkan yang sama kondisinyadengian usia laniut ialatr kon-
disi-kondisi sakit yang menjadikan manusia dalam keadaan lemah
dan memerlukan perawatan orang lain, serta tidak mampu bertindak
sendiri untuk menyelenggaralan keperluamya.
Jika demiklan sikap umum terhadap kefiia orug uta maka secara
khusus ibu lebih berhak unnrk dilaga dan dipelihara berdasarkan
penegasan Al-Qur'an dan pesan Sunnah Rasul.
Allah berfirman:
"Kami pertnhhl<an kepada manusia sup)ra Dri:ftitat Daik kepfu
dua onng ibu-baplaya, ibuqn mengandungrya dengan sl.tsalt

515Adrua, dia tidak berbakti kepada mereka yang akan menganarkanryra ke surga
(Pctrl.).
5I6shatrih al-Jani'rch-Shaghir, hadits nomor 351 1
51 Tpoa ualaikat iu berbunyi demikian: 'lauhlah (dari rafumt Altah) onng yant
llbrit
mendapati kedua onng fianya atau salah satunya telah berusia lan ut" tctapt dia ddak masuk
surga.' Diriwayattan oleh Thabranl dengan perawi-penwi tcperca,,a, sebaSainana ditrrang-
kan dalam Majna'uz-tuwai4 1: 166. Dan la mempuryrai selumlah qrahld.

846
Fyah, hn melahirkanryn dengru susah Fyan (puh).Mengru-
dungrya ampi meryapifuya a&hh tisa puluh bulan ...." lal-
Ahqaf: I5)
"Dan l(ami plintalrl<an manusia (brbuat Daik) keW& dua onng
ibu-fuph1a ibwrya telah mengandungnta dalam kahan lemah
ltangbrtamfuh lemah dan meryrapihqta dalam dua khun. kr-
syukfibl keour&,-Ku hn ke@a fua onng ikt-fuplonu, haryn
kepada-Kulah kemMlimu." (Luqman: I 4)

Imam Thabrani meriwayatkan dalam al-Mu'jamush-Shaghir dari


Buraidah bahwa seorang laki-laki daang kepada Nabi saw., lalu ia
berkata:

"e+'+d:!k-aL,t
?Yrlk-,it,,i6ili,,t3
. a)-c-
9z gL,*t)t'r516V
$ifi!*rr:r,>t6C,r"4
t-9W v -/ -

lltalwi RaruldW Wa fuh mawomts ibu saya di pwdalc sn


An hrfrr'fndewdi p&ng Wirpg anlrit rarlr5- )ang
selauh
w*lrya @ng aafitg diktprbn ke dn Ni nlasrlh rrrala
apakdh alta telah menunaikan syufur kqa&rya?'Nabi menja-
wab, "funnglrali ifu hanya seryrti talak satu.6tE

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Umar bin


Khaftab, "Ibuku sangat lemah dan tua renta sehingga tidak dapat
memenuhi keperluannya kecuali punggungku ini telah menjadi ham-
paran tunggangannya --dia berbuat unhrk ibunya seperd ibunya ber-
buat untuk dia dahulu-- maka apakah saya telah melunasi utang
saya kepadanya?" Umar meniawab, "Sesungguhnya engkau berbuat

51Eg1 1X.5rrri dalam ash-shaghir. Di rialam sanadnya Erdapat al-ttasan bin Abi
fa'far
yang lemah teapi bukan pendusta, dan t€rdapat Laits btn Abi Sulaim, seonng perawi nrrdallis
(suka menyamarkan hadits). (Majnatz-Zauaiil, kar,ra al-Haitsami, luz 8, hlm. 137).

847
esok
beeitu t€rhadap ibumu, tetapi engkau menantikan kematiannya
;ffi;*i-ffi; ;d"rstr" iUum-u berbuat begihr rcrhadapmu lustru
mengharapkan engkau berus1{Pfniang'" .
selain inr, tanggungli*rl r;1"ir_e.'terhadao si sakit bertambah
b#"p;bii; i. 66i pt il" ;; k hiffisr, rrer.E ran gnn*, ue{uat
;;;hi,tnrcar"lra anak t<edt --aPalad belum sampai.mumayiz-- 1au
;-p.rti ffitfila, yang**G-P*$q mernbutuhkan perawatan
eksfia dan penanffi"yang irius' ttirena orang ryTg,ttr]1t3y'
Oan Uerpitiian nolrmal dapat mgmi$3 apa,sa[ 4$-9,-Tg1t11an'
a.oai mlnielaskan apa yang ia butuhkan, dapat minta disegeraxan
k flilffir, uita tbrtimuit, dan dapat memtnskan orang )rang
"::d";sk -;;k
mensobati atau merawatnya.
i.ait, otgng da.T
.slal -sei:1",:-ry:f:k
.vang-
itu berlipat-
"
-T.6*
tiaafc mufiekin dapat melakukan lid
demikian. I(arena
[frffi;h 'i.to"rg*ya. Dengan demikian, mereka harus
;;;;;#;;y;d"ti fronaiti kesdhatannva F
ttnry1a1131.an

*x*ffi#*:'fff,*':ltff :t"lffi fli*ll*t*:,1'.:ri;


dibatasi.

Penderlta Saldt rhva


Di antara hal yang perlu diingatkan di-sini iqlal
ygtg berkenaan
den a;daerita gaigauan.iiwal.karena dalam hal ini banyak orang
yang- paling.dekat de-
--hinesa keruarean]ra-Anaih Uatrten orang
hal(-na6nya'
n*ffi"-- melupatiannya dan tidak memperhatiltan
;:ffi;';riili["r ,".iitt"i*uiud perryatit tni pada orsan tubuh'
tvtatra meretamenganggapnya sebagar orang sehat' padanal ang-
gapn demikian tidak benar.
oleh karena p.nvulimy" vang-tidak tampa\ -pUa!-!91l3itan
manusia dan
oeniun perasain, piftirin, itan pai'oar,gannyaterhadap
tliiffifi---."rj ii t"ri* difergauli-secaia baik. Ia harus disikapi
ffi;; lgm;f ffib"t aaam'uer-uicara dan menilai sesuatu, dan
diperlakukan dengan kasih sayang'

Btaya Pengobatan St Saldt


oleh
Di antara hak terpenting bagr si sakit yang harus ditunaikan
memiliki kemampuan dan-tcEpang-
keluarga dan lerabafoiya --yung
;;tk
tidak
in -- ialah;ena,iegi'"g o"r"
Smlffi :l5"ifillm:
mempunyai hafta. Misalnya meme

848
spesialis, membeli obat, biaya opname di rumah sakit, biaya operasi,
dan sebagainya sezuai dengan kemampuan dan kebutuhan, tanpa
isral (berlebih-lebihan) dan tanpa bersikap kikir. Allah berfirman:
"... Onng yang finmpu menurut kemampuannya dan orang yang
miskin menurut kemampuannlta (pula) ....1A-Baqaralr: 236)
"... Nlah tidal< memikull<an fuban kepda *seonng melainkan
(*lnfur) aW Wg Nlah berilan kepadanya...." (ath-Thalaq: 7)
Namun, hal ini tidak meniadi keharusan bagi setiap jenis penpkit,
melainkan untuk penyakit yang sangat parah, atau yang dikhawatir-
kan akan bertambah parah, juga penyakit yang dapat menjadikan
penderita mengabaikan kewajibannya. Sedangkan dalamhd ini ter-
dapat obat yang mujarab dan maniur, sesuai deng;an sunnah Allah
pada manusia.
Bila penyakitnya benar-benar berat dan obatnya lebih mujarab,
sementara penderita benar-benar membutuhkan pengobatan, maka
memberi biaya untuk pengobatannya merupakan pendekatan diri
kepada Allah yang sangat mulia. I(arena orangyang menghilangkan
suatu kesusahan seorang muslim di dunia, maka akan dihilangkan
oleh Allah kesusahannya pada hari kiamat, dan AIIah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya:

"(,#-;,aiafi;l4r6t4#
"... Dari
'nnla
brangliqa.funarrptitnn wnngmanusia,
whh-olah'ia telah memelihan kehidupn manusia *mua-
nya .,.." lal-ltlt'ldah: 52)

Namun begitu, tidak lazim bagi kerabat atau teman untuk memikul
seluruh biaya pengobatannya sendirian, melainkan harus berbagi
dengan yang lain:

QiJl#ri;36a1--"3
"Banngsiapa lnng mengerjaku k&il<an *Dr;nt &arnh pun;
nisaln dn alran melihat (bala*nlnya pula." laz-Z*lz,stttl.71
Boleh jadi biaya itu dibutuhkan sebelum berobat atau sesudah
berobat, yainr ketika si sakit keluar dari rumah sakit yang membu-
tuhkan biaya sangat besar sehingga tidak dapat dipenuhi olehnya.
-i'

lrlala barangSiap ymg menolong meng[rilangkan kes-uliannla nada


saat yang tcritis ini niscaya dia akan mendapatkan kedudukan rcr-
sendiri di sisi Allah.
Pada kenyaaannya, keluarga si sakit --dalam kaitannya dengan
biaya pengobatan-- dapat dikelompolckan ddam dua golongan:
1. Orang-orang bakhil yang tidak mau membanhr memenuhi kebu-
nrhan si sakit, baik untuk biaya pengpbatan, makan, Inaupun
segala sesuatu yang diperlukan si saktt demi memulihkan lese-
halannya, meskipun yang sakit adalah iburlya f,ngi4 ),ang telah
melatriikannya, atau ayahnya yang telah mendidik dan memeli-
haranya, atau anaknyayang meniadi buah hatinya, pu is$ dan
ibu anak-anaknya. Bag orang seperti ini harta lebih berharga
daripada keluarga dan kerabatnya.
riaang-Uaang si sakit membunrhkan obat yang- berkualitas
sesuai resep yang diberikan dokter spesialis, atau perlu menialani
operasi, peilu ophame di rumah sakit, atau perlu dikarantina se-
Hma beberapa waktu untuk mendapatkan pemeliharaan dqn p.-
rawatan sectra sempurna, yang semua itu membutuhkan biaya.
Tetapi hati familinya tidak adayang merasa iba, tangan mereka
pun tidak ada yang terulur memberikan bantuan, karena mereka
benar-benar telah dilanda penyakit syuhh (balrtril dan kikir), suatu
penyakit hati yang merusak. Di dalam hadits sahih Rasulullah
saw. bersabda:

:Hr$6g66iKW"g,',&;i#)
6*=t*:,j6,t4uKfl3W;Ze
e).2

"lagalah
(
r,Lobt)
diimu dari penyakit syuhh, karena penyakit ryrtnn ini
,
@yt/<
tetah membinaskan onng-onng sebelum lcamu, mendorong
mereka untuk melakul<an pertumphan danl, dan mengfialall<an
apa gg dihanmlran atas mereka.qre

5l9HR Muslim dalam "Kitab al-Birr wash-Shilah" dari hadits Jabir. Shahih uuslim, hadl6
nomor 2578.

850
2. Keluarga si sakit yang berlebih{ebihan dalam membiayai si sakit
untuk sesuaor yang layak ataupun tidak layak, yang dibutuhkan
maupun yang tidak diperlukan, demi memamerkan kekayaan,
menunjukkan bahwa mereka berharta banyak, dan berharap
mendapatkan sanjungan orang lain.
Anda lihat mereka memindah-mindahkan si sakit dari dokter
yang sahr kepada dokter yang lain, dari sanr rumah sakit ke rumah
saklt lain, dari satu neg:ra ke negara lain, padahal penyakitnya
sudah diketatrui dan diagnosisnya sudah jelas, bahkan para dok-
ter sudah mencurahkan segenap kemampuannya secara maksi-
mal dan optimal, sehingga tinggal terserah pada keputusan Allah
yang tidak dapat ditolak, apakah sembuh atau meninggal dunia.
Di dalam pemindahan ini sudah barang t€ntu menambah beban
dan lepayatran bagi si sakit padaltal pemirdahan iu sendiri tidak
mendesak, belum la$ beban-beban di balik itu semua.
selain ihr, sering juga kondisl si sakit sudah lebih dekat kepada
kematian, dan dia lebih utama mati di kampung halamannya, di
t€neh-tangah keluarganya, familinya, dan handai lolamya.
Tetapi sikap berlebihan pihak famili untuk menampakkan bantu-
annya, ketidakbakhilannya, dan demi menunfukkan kemampu-
annya membiayai betapapun besarnya, hal itulah yang terkadang
mendorong mereka melakukan tindakan berlebihan.
padahat-dalam kondisi seperti itu lebih utama iilta dia mengin-
fal*an harta tersebut --aas namanya sendiri-- di falan lebaikan,
khususrlya untuk rumatr-rumatr sakit, unnrk biaya pengobatan
fakir tniskin yang peng[usllannya sangat terbatas. Pemberian
sedekah seperti tni kadang-kadang mendorong orang-orangyang
mendapatkan bantuan itu untuk mendoakan si saktt agar diberi
kesembuhan oleh Allah, lalu Allah mengabulkannya. Untuk ini
Rasulullah saw. bersabda:

.i'6,i3rg"i{*7gsti
evl61as."9,rPal ob)'
"Obatihh onnganrrg nkitnu dengw *kall..620

52061 66, syaikh dalam ats-rssab dari Abu Umansh. Dihas8nkafl (oteh al-Albrd)
dalam Shahih al -J ami' uh - Shaghir.

851
Seandain),a uang )rang dihambur-hamburkan itu disedekahfa-
riahkan, niscaya ia akan terus mendapatkan pahala selama sede-
kah jariahnya inr dimanfaatkan orang sampai hari kiamat

Orang tlakttyang Mod Otafo)ta Dtanggap lfiad Menumt Syara'


Sekarang sampailah pembahasan kita pada kondisi t€rtentu bagi
sebagian orang )rang sakit, yang belum meningal dunia, t€tapi otak
dan sarafrrya sudah mati, tidak berfunpl, dan ddak dapat kembali
normal menurut analisis para dokter altli. Ddart kondlsi seperd ini
keluarga dan familinya harus merawahya dengan mempergunakan
instrumen-instrumen t€rtentu misalnya untuk memasulden makan-
an, pemapasan, dan kontinuitas peredaran darahnya. Kadang-
kadang kondisi seperti ini diJalani berbulan-bulan atau berahun-
tahun dengan biaya png besar dan harus menungguinyra secara ber-
gantian. Mereka mengira bahwa dengan cara demlkian mereka telah
memelihara si sakit dan tidak mengabaikannya. Padalnl dalam kon-
disi seperti inr, si sakit tidak dianggap berada di alam orang sakit,
tetapi menurut kenyataannya dia telah berada di alam orang mati,
semenjakotakaau pusat sarafnya mengialami kematian secara total.
Karena ihr meneruskan pengobatan dengan mempergunakan ins-
trumen-instnrmen seperti tersebut di atas merupakan perbuatan sia-
sia, membuang-buang tonaga, uang, dan waktu pttg ddak lceruan
ujungryra, dan yang demikian ini tidak sesuai dengan afaran Islam.
IQlau keluarga si sakit memahami agama dengan baik dan benar
serta mengerti hakikat masalah yang sebenarnp, niscaya akan fti-
bul keyakinan dalam had mereka bahwa yang leblh Wama bagi
mereka dan lebih mulia bagi sl mayit --)rang mereka kira masih
dalam keadaan sakit-- adalah menghentikan penggunaan peralatan
tersebut. Maka ketika itu akan berhentilah aliran darahnya, dan de-
ngan demikian semua orang tahu bahwa dia benar-benar sudah
meninggal dunia.
Dengan bdtu, keluarga si sakit dapat menghemat tenaga dan
biaya. Di samping itu, t€mpat tidur bekas si sakit dan peralatan-per-
alatan tersebut -yang biasanya sangat terbatas jumlahnya-- dapat
dimanfaatkan pasien lain yang memang masih hidup.
Apa yang saya katakan ini bukanlah pendapat saya seorang,
tetapi merupakan keputusan Lembaga Fiqih Islami al-Alami (Inter-
nasional), sebuah lembaga milik Organisasi Konferensi Islam, yang
telah mengkaji masalah ini dengan cermat dan serius dalam dua kali
muktamar --set€lah terlebih dahulu diadakan presentasi dari para

852
pembicara dari kalangan ahli fiqih dan dokter-dokter ahli. Melalui
berbagai pembahasan dan diskusi --termasuk menyelidiki semua
segt yang berkaitan dengan peralatan medis tersebut dan menerima
pendapat dari para dokter ahli-- Irmbaga Fiqih Islam akhirnya
menghasilkan kepunrsannya yang bersejarah dalam muktamar yang
diselenggarakan di kota Amman, Yordania, pada anggal S-13 Shafar
l4OT Hlll-16 Oktober 1986 M. Diknrm itu berbunyi demikian:
"Menurut syara', ses@rang dianggap telah mati dan diberlakukan
atasnya semua hukum syara'yang berkenaan dengan kematian,
apabila telah nyaa padanya salah sanr dari dua indikasi berikut ini:
1. Apabila denyutjannrng dan pernapas:rnnya sudah berhenti se-
czrratotal, dan para dokter telah meneapkan bahwa keberhentian ini
tidak akan pulih kembali.
2. Apabila seluruh aktivitas otaknya sudah berhenti sama sekall,
dan para dokter ahli sudah menetapkan tidak akan pulih kembali,
otaknya sudah tidak berfungsi.
Dalam kondisi seperti ini diperbolehkan melepas instrumen-ins-
trumen yang dipasang pada seseoran€ (si sakit), meskipun sebagian
organnya seperti jantungnya masih berdenyut karena keria instru-
men tersebut.
Wallahu a'lam."
Dari diktum ini dapat dihasilkan sejumlah hukum syar'iyah,
antara lain:
Pertama: boleh melgpas dat-alat pengaktif (perangsang) organ
dan pernapasan dar-i si sakit, karena dilak berguna la$.
Bahkan saya katakan waiib melepas atau rnenghentikan penggu-
naan alat-alat ini, karena tetap mempergunakan dat-alat tersebut
bertentangan dengan ajaran syariah dalam beberapa hal, antara lain:
Menunda pengurusan mayit dan penguburannya tanpa alasan
darurat, menunda pembagian harta peninggalannya, mengundurkan
masa iddah istrinya, dan lain{ain hukum yang berkaian dengan
kematian.
Di antaranya lagi adalah menyia-nyiakan harta dan membelania-
kannya untuk sesuaft yang tidak ada gunatnya, seaanglan dndakan
seperti ini terlarang.
Selain itu, di antara akibat yang ditimbulkannya lagi ialah mem-
beri mudarat kepa4a orang laip deqgap mengh4langi mereka me-
manfaatkan alat-alat yang sedang dipergunakan orang yang telah
mati otak dan saraftya itu. Hadits Nabawi meneapkan sebuah kai-
dah qath'iyah yang berbunyi:

853
I
( d.* e ip +1, u' at i ob, ),
t
JWY5 1,$*
-lidal( bteh membert muclant krych diri wtdiri dan iaa*Wbtt
mentfrlri mt&ntkqpada onng hin62t

Kedua: boleh mendermakan (mendonorkan) sebagian organ


urbuhnya pada kondisi seperti ini, yang akan menfadi sdekah bagi-
nya dan ketatc ia akan memperoleh pahala, meskipun ia-(si sakit)
ti-dak menasiatkannya. Disebutkan dalam hadits sahih bahwa sese-
orang ihr akan mendapatkan pahala karena buah tanamannya yang
dim".ikan oleh orang lain, burung, atau binatang lain, dan ng demi-
kian itu rnerupakan sedekah baginya, meskipun ia tidak bermaksud
bersedekah:

,Y":ii3g51w,AA#3117
{,6tiefug6t17rjg^v4"91
Tiadawrang musiim pni nnim***:t#*
menabw bnih, lantas funhnya dimal<an burug manusia atau
binatang melahkan yans denikian itu maladi sede*ah bagi'
rya622

Bahkan disebutkan irrya dalam hadits satrih bahwa orang mukmin


mendapatkan pahala karena ditimpa kepayahan, sakit, kesusatran,
duka cita, ganggran, atau bala bencana, hingga ternrsuk duri seka-
lipun, dosa-dosanya
- semuanya dapat menghapuskan
Maka tidaldah mengherankan bila seorang muslim mendapatkan
pahala jika ia mendermakan sebagian organ tubuh keluar-ganYa ke-
iitta tetatr mati otaknya kepada pasien lain yang memerlukan orgall
tubuh tersebut untuk menyelamatkan kehidupannya, atau untuk

521ga a6ta6 61lbnu Marah dari Ibnu Abbas, dan lbnu Maiah meinrayatkannya pula
dari Ubadah. Sahth deryan semua Jalannya. Lihat, Silsilzh at-AhaAits dsh-Sh4hihdh, l(ar}'a al-
Albani, nomor 250. Dan-lihat pula: al-Asybah :yla7.-Nazhair karya Ibnu Najim, l{aidah Kelima:
'adh-Dhararu Yuzalu' dan cabang-cabangnya, hlm. 85-92, t€rbian al-Halabi.
SZZuun S*'alaih dari hadi6 Anas. Al'Lu'lu'ual-Maqar, nomor 1OO1'

854
mengembalikan kesehatannya. Maka seorang musllm tldak palu
meragukan betapa utamanya amal lnl dan betapa besarnya nilai dan
pahalanya di sisi Allah Ta'ala.
Apabila pemberiart derma (donor) inl sudah dipasdkan, rnalu
bolehlah mengambil organ yang dibutuhkan ltu sebclum peralatan
yang dipasang pada nrbuhnya dilepaskan, karena ill€ ddak &mtkian
berarti mengambil organ dari orang yang sudah mati btla ditinfau
dari segi aktivitasnya menurut keputusan di atas. Sebab pengam-
bilan organ set€lah dilepas peralatannya ttdaklah berguna untuk di-
cangkokkan kepada orang lain, dikarenakan organ itu telah kehi-
langan daya hidup, dan rclah rnenjadi organ mati.

Melelne Penlann d.rt Pcrdcrttr lrcio Ttdnk Ada llampcn Ser$ulr


Lebih dart itu, bahwa orang sakit,rang telah lama menggunakan
peralatan untuk membantu kehidupannya (seperti infus, oksigen,
dan sebagalnya) namun ttdak membawa kemajuan sama sekali, bah-
kan para dokter yang merawamya menetapkan bahwa kesembuhan-
rq/a --menurut sunnatullah-- tidak lagi dapat diharapkan, sehingga
meneruskah penggunaan peralatan tersebut sudah tidak ada man-
faatnya, dan bahwa yang menjadikannya tampak hidup adalah ke-
tergantungannya pada peralatan t€rsebut, yang Jika dilepas tentu
tidak lama lagi meninggal dunia, maka saya katakan bahwa menurut
syara' tidak terlarang keluarganya melepas peralatan rcrsebut dart st
saktt dan memblarkarulp menurut kadar kemampuannla eenilirl
anpa csrnlur tilrEm orang laln.
Tindakan ini tidak termasuk lotegori qatlur-rahmah (eutamsta),
sebab kita tidak membunuhnya. Yang kita lakukan hanyalah meng-
hentikan pengobatannya melalui peralatan buatan.
Tidak seorang pun ahli fiqih yang dapat mengaakan bahwa peng-
obatan dengan menggunakan peralatan tersebut merupalon kewa-
Jiban syara' yang tidak boleh diabaikan, sehingga jika dihentikan
bertentangan dengan hukum syara'. Bahkan ketetapan yang sudah
dimaklumi di kalangan ulama-ulama syariat adalah bahwaberobat
--menurut mazhab ertpat dan jumhur ulama-- hukumnya mubah,
bukan kewajiban )arg pasti. Sedikit sekali fuqatra yang berpendapat
mustahab, dan lebih sedikit lagr yang mewajibkannya.s2s Ddam

58Llhat, al-Hiilayahna'aTahmilntiFa.-hileirlit,Btl64iolnajmu,,5:106;al-Mofii,,2t2lS-
2l4t dan al-lashaf,2: 463.
I

kaitan ini Imam Ghazali menulis bab tersendiri dalam al-rhya' untuk
menlangkal pendapat trang ),ang menFtakan balua'meninggalkan
berobat lebih utama dalam segala kondisi".
Tetapi, yang saya pandang kuat ialatr pendapatyang mewaiibkan
berobat bila penyakitqya parah dan obaurya maniur (berfaedah)
menurut kebiasaannya. Adapun jika harapan unuk sembuh inr tipis
--bahkan kadang-kadang sudah tidak ada harapan sembuh menurut
para ahlinya-- maka tidak ada alasan untuk mengatakan wafib atau
sunnah ddam hal berobat.
IQrena ifir, menghentikan penggunaan peralatan dari si sakit
yang keadaannya seperti itu tidak lebih dari meninggalkan perkara
mubah, kalau tidak lebih utama sebagaimana pendapat Imam Atunad
dan lainnya. Bahkan, saya lihat pendapat yang terkuat ialah yang
mewajibkan penghentian penggun.un peralatan tersebut.

Menglngatkan Penderlta Agar Bertobat dan Beruasl,rt


Disukai bagi keluarga si sakit, teman-t€nnnnya, dan orangyang
menjenguknya dari kalangan ahli kebaikan dan kebafikan, untuk
mengingatkan si sakit agar s(gera bertobat kepada Allah Ta'ala.
Supaya si sakit menyesali kekurangamnya dalam melaksanakan
ajaran Allah, bertekad untuk menaati Allah, membersihkan diri dari
menganiaya hamba-hamba Allah, dan mengembalilan hak-hak
mereka bagaimanapun kecilnya, karena hak-hak Nlah itu didasar-
kan pada toleransi, dan hak-hak hamba itu didasarl€n pada kesung-
guhan, serta karena tobat itu dirunrut darl seluruh orang mukmln
sebagaimana firman Allah:

6rLfi K$€,,;-fii,fiq$Jy65
"... Dan bertofutlah kamu *kalian kepda Nlalr,lni oruU-orurg
yang beiman, supam kamu berunfung."(an-Nur: 5I)
Adapun tobat bagi orang sakit lebih waiib lagi-hukumnya, di
samping ia lebih membutuhkannya karena memangbesar keunnrng-
annya, sedangkan bagi orang yang mengabaikannya akan menda-
patkan kerugian yang amat besar. Dan orangyang berbahagia adalah
orang yang segera bertobat sebelum habis waktunya:
"Dan tidaklah tofut ittt diteima NIah dai onng-onngWrg m*
ngerjal<an kejalntan (yan) hinglga apbila dabng ajal keWh

856
wnng di antan merelca, (barulah) ia mengatalcan,'Sesunguh'
nta sap befioht sr,l<anng..,.'"(an-Nlsa': I8)

Di samping itu, seyogianya kita ingatkan si sakit agar benuasiat


jika ia belum berwasiat. Rasulullah saw. bersabda:

Tid* ada hak *onng muslim )ang mempunyai sesuatu yng


pntas diwasiatkan, rewdah bermalam selama dua malam, melain-
l<an henhklah wasiatrya tertulis di sisinya62a

Apabila si sakit ditakdirkan Allah sembuh dari sakitnya, maka


sebaiknya ia dinasihati dan diingatkan agar menunaikan apa yang
telah dijanjikannya kepada Allah sewaktu dia sakit sebagai tanda
syukur kepada Allah dan untuk memenuhi janjinya. Sudah seharus-
nya si sakit menjaga hal itu. Allah berfirman:
"... dan penuhilah janji, sesungguhny janii itu psti dimintai per-
tangungiawabannla." (al-Isra' : 54 )

Allah fuga tclah memuii ahli lcbaiikan dan ahli tahrra dengan
firman-Nya:
"... dan onng-onng )ang mene4ti janjinya apbila mercl<a ber-
janji ...." lal-Baqarah: 177)

Para ulama berkata, "seharusnya si sakit mempunyai keinginan


keras untuk memperbaiki akhlaknya, menjauhi pertikaian dan per-
tentangan mengenai urusan dunia, merasa bahwa saat ini merupa-
kan saat terakhirnya di ladang amal sehingga ia harus mengakhiri-
nya dengan kebajikan. Hendaklah ia meminta lcelapangan dan maaf
kepada istrinya, anak-anaknya, keluarganya, pembantunya, t€tang-
ganya, teman-te'1annya, dan semua orang yang puntia hubungan

s24Uurafaq 'alaih dari hadits Ibnu Umar. Al-Lu'lu' wal-Maqaa


fil Mal i.ufa4o'alaihi rcy-
Syaihhaani, hadits nomor 1052.

857
muamalah, pergaulan, persahabatan, dan sebagainya, serta meminta
keridhaan mereka sedapat mungkin. Selain ifi, hendaklah ia menyi-
bukkan dirinya dengan membaca Al-Qur'an, dzikir, kisah-kisah
orang saleh dan keadaan mereka keffka menghadapi kematian. Hen-
daklah ia memelihara shdatnya, menfauhi nafis, dan mengikuti
kegiatan-kegiaan lceagamaan lainnya. Janganlah ia menghiraukan
perkaaan orang yang mencela atas apa yang ia lakukan, sebab ini
merupakan ujian baginya, dan orang yang mencelanya itu adalah
teman yang bodoh dan musuh yang terselubung. Di samping itu,
hendaklah ia berpesan kepada keluargianya agar bersabar jika ia
menghadap-Nya dan jangan meraapinya, karena mentap rcrmasuk
perbuatan jahiliah, demikian pula memperbanyak menangis. Hen-
daklah iaiuga berpesan kepada keluargianya agar meniauhi tradisi-
tradisi bid'ah terhadap ienaz.ah, dan hendaklah merekabersungguh-
sungguh mendoakannya, karena doa orang-orang yang hidup itu
berguna bagi orang yang t€lah mati."Szs
Di antara indilusi kebaikan ialah Jika seseorang diberi aufiq oleh
Allah untuk melakukan amal saleh sebelum meninggal dunia, untuk
mengakhiri kehidupannya, sebab amal-amal itu tergantung pada
kesudahannya. Dan di antara doa yang ma'Bur ialah:

ow,,t ) /dti e{s-fta l<g @r


jadilanhh
Ta Nlah, p& *baik-bk wialru bgian akhimyraazo

Mengenai hal ini telah diriwayatkan beberapa hadits, di antaranya


adalah hadits Anas:

/2/.
's3-/r&i*AtrZ-'16,'til;Vl6t
6*dvugLry3-,'J6{4^/%-
av4i;,:tb .^e\ o), ) - 94' A+i$'r$t
({ttv
525e1-uoi^u', karya lmam Nawawi, juz 5, hlm. 1 18-119.
526HR Thabrani dalam al-Ausath. Dalam sanadnya terdapat perawi bemama Abu Malik
an-Nakha'i, sedangkan dia itu lemah . (Majma'uz-zawaid, karya al-Haitsami, Juz 10, hlm. 1 13).

858
"Apbila Nlah mengltenfuki kebaikan Mgi *onnghamba, malra
dipekerjalran-Wah orang itu.' Ditarynl<an kepda beliau, "Bagai-
mana nempekerlal<anryd?' kliau menJawab, "Membertnya tautiq
(pertolongan) untuk melakukan amal saleh sebelum meninggal
dunia, lalu Dia (Nlah) mematikannya atas amal saleh itu.627

Ddam sebagian jalannya diriwalatkan dengan lafal: )aJaL sebagai


pengganti lafal )iSi{ta; yakni 'memperbagus pujiannya di antara
manusia'.
Di antaranya lagi adalah hadits Abu Umamah:

,
*g 1# q,tg$l^k ;6t
:Es r
Sy

M\ftq)+s?33-ilrL6,gJG
.( LW, " t, t.93?a$3:,&og/41-
'Apabila NIah menghendaki kedil<an fugi *orang nanOa iata
disucikan-N1n onng itu sebelum meninggal dunia." Pan sahabat
bertanlta, "AN Wg buat menyucikan hamfu itu?" kliau menja-
wab, "Amal saleh fifig ditlhanlran Nlah kenr,& orang itu, hntas
dlnadkanny orutg"tttt atas ut al raleh tet*but'(HX Thab-
ratrl)528

Rukhthch bagl St Saltlt untuk Mengeluarkan Derltanya


Tldak mengapa bagi si sakit untuk mengeluhkan rasa sakit dan
penderitaannya kepada dokter aau perawatnya, kerabat atau teman-
nya, selama hal itu dilakukan tidak untuk menunjukkan kebencian
kepada takdir, atau untuk menlnjukkan lceluh kesah dan lalcesalan-
nya.
Hal ini disebabkan orang yang dtfadlkan t€mpat,mengnduh
lebih{ebih jika ia dokter atau perawat-- lodang-kadang punya obat
-

527HR Ahmad, nrmidzt, Ibnu Hlbban, d.n H.ktm. Shatri[ at-Jani'ush-slughr, lr,adits
nomor 305.
-S2ashnhihal-Jani'ush-shaghir,
hadlB notnor tO6.

Esg
1lang dapat menghilangkan rasa sakirt'ra, atau minimal geringankan-
nya. Di samping itu, menyampaikan keluhan kepada orang yang di-
percayainya dapat meringankan beban psikologis, lebih-lebih jika
orang ihr mau menanggapinla, merasa iba padanya, dan ikut mera-
sakan penderitaan yang
Seorang penyair kuno mengaakan:
"Aku mengaduh dan mengeluh
Padahal mengeluh seperti ini tak biasa kulakukan
Tapi memang
Bila gelas sudah penuh isinya
Ia akan nrmpah keluar."

Pujangga lain mengatakan:


"Tak apalah engkau mengaduh
Kepada orang yang berbudi luhur
Agar ia iba padamu
Atau menenangkan fiwamu
Atau turut merasakan penderitaanmu."

Imam Bukhari meriwayatlen dari Ibnu Mas'ud r.a. batrwa Nabi


saw. pernah berkata:

:/{gri#bq"K64#t
"Nat demam tang Hnasnya *tingt Wry diafuni dw orury &d
l<alian."

Diriwayatkan dari al-Qasim bin Muhammad batrwa Aisyah r.a.


pernah berkata, "Aduh, kepalaku sakit." Dan Nabi saw. menimpali,
"Aduh, kepalaku iuga sakitl"
Dan diriwayatkan dari Sa'ad, ia berkata, "Rasulullah saw. datang
menjenguk saya ketika penyakit saya bertambah berat pada waknr
haji wada', lalu saya berkata, 'Saya menderita sakit sebagaimana
yang engkau lihat ....''s2e

529p".;Lr" hadiB ini dan dua hadlts sebetumnlra dalam Shahih al-Buthari dan Fathul-Bari:
"Kitab d-Mardha', 'Bab maa nakhkhisha lil Maridh an Yaquula: 'lnni wara'un, au
waara'saahu, au isyadda bii al-waJa'u''. Hadits nomor 5666, 5667, 566A.

860
Imam Bukhari meriwayatkan dalam al-Ailabul-Mufrad dari Urwah
bin Zuber, ia berkata, "Saya dan Abdullah bin Zuber pernah menje-
nguk Asma' --binti Abu Bakar yang nota bene ibu mereka sendiri--
lalu Abdullah beranya kepada Asma', 'Bagaimana keadaan lbunda?'
Asma' menjawab,'Salkit.''53o
Riwayat-riwayat ini menolak anggapan sebagian ulama yang
mengatakan bahwa orang sakit dimakruhlcan mengeluh/mengaduh.
lmam Nawawi mengomentari pendapat sebagtan ulama tersebut de-
ngan mengatakan, "Ini adalah pendapat yang lemah atau batil,
karena sesuatu yang makruh ditetapkan dengirn adanya larangirn
yang dimaksud, sedangkan yang demikian tidak didapati." IGmu-
dian beliau berhujjah dengan hadits Aisyah dalam bab ini, lalu ber-
kata, "Barangkali yang mereka maksud dengan haralwh (makruh) di
sini adalah khilaful-auh (menyalahi sesuilu )rang lebth utama), sebab
tidak diragukan la$ bahwa melakukan dzikir lebth uama (dartpada
mengadutVmengetang) .'s3 I
Al-Qurthubi berkata, "Sebenarnya tidak seorang pun yang dapat
menolak rasa sakit, dan memang fiwa manusia dicipakan untuk
dapat merasakan yang demiklan, maka apa yang telah dicipakan
Allah pada manusia tidaklah dapat diubah. Hanya saja, manusia
dibebani tugas untuk melepaskan diri dari sesuatu yang dapat diting-
gallen apabila ditimpa musibah, misalnya berlebihan dalam me-
ngeluh dan mengaduh, karena oranglang berbuat begiol berad telah
keluar dari artian sebagal ahli sabar. Adapun scmirh-mata meng-
aduh tidaldah tercela, lccuali ia membenci apayang dtakdlrkan atas
dkln5ra.'53e
Bahkan Imam Muallm meriwayatkan dari Utsman bin Abil'Ash
bahwa dia mengeluhkan rasa sakit pada mbuhnya kepada Rasulul-
lah saw., lalu beliau bersabda kepadanya:

,,i,,,g tG s;'tV c fiw g q "&


#,"9;r, 2g'L6 1b5 .6fE il*-? t
530etu*rrl-urgoa,laqra Imam Bukhari, hadits no. 5O9.
SSlpathul-sda,ruz lO, hlm. 12{
532bid.,

861
a+!a,$u*Ag{ssii
b&n &n uay
"lntalfun tangannu Na fil6ruhmu t'ary sakit,
ini
kan bisnillah'(dengan nama Nlah) tiga kali, dan ucapkan doa
*tunyalr atiun *ait, 31AS !u=|y#lr ri3Sjiti;;#
"Aku frcrlindung dengg kebwru NIah dan kelnlasaan-Nn fui
ap gryafu defia dan aku ldnwatfulcanfis

Para ulama mengatakan, "Dari riwayat ini dintmuskan hukum


sunnahnya menyampailen keluhan kepada orang yang bisa memo-
honkan berkah, karena mengharapkan keberkahan doanya."sgl
Imam Ahmad biasanya memuji Allah terlebih dahulu, baru sete-
lah itu beliau memberitahukan apa yang dideritanya, mengingat
riwayat dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan, 'Apabila menyampaikan
syukur terlebih dahulu sebelum menyampaikan keluhan, maka ddak-
lah dia dinilai berkeluh kssatl.'535
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentari perkataan Nabi saw. dalam
hadits Aisyah ("kepala saya juga sakit"l dengan mengatakan:
"Riwayat ini menunjukkan bahwa mengatakan sakit tidak terma-
suk berkeluh kesah. Sebab betapa barlyak orangyang hanya berdiam
tetapi hati mereka merasa jengkel (marah), dan betapa ban)rak orang
yang mengadukan sakitnya tetapi hatinya merasa ridha. Maka yang
perlu diperhatikan di sini adalah amalan hati, bukan amalan lis-
nn."536 Wallahu a'[am.
Di sisi lain, bagi orang yang menerima keluhan hendaklah taber-
usaha meringankan penderitaan si sakit dengian membelainya atau
menyentuhnya dengan penuh kasih sayang, dengan perkaaan yang
menyejukkan hati, dan dengan doa yang baik, sebagaimana yang
dilakukan Rasulullah saw. terhadap Sa'ad. Aisyah binti Sa'ad meri-
wayatkan bahwa ayahnya becerita, "Ketika saya di Mekah, saya
mengadukan sakityang berat, kemudian Nabi saw menjenguk saya.
Kemudian beliau menaruh tangan beliau dan mengusapkannya pada
muka dan perut saya, seraya berdoa:

SSSMuslimdalam "as-Salam", hadits no.22o2; ?$uDaud no.3891, dan Tirmidzi no' 2081.
534A1-e[emah al-Qari dalam Mirqaatl-MaJatih syarah Misyhatil-Mashabih, i:uu2,hlm.298.
535 N-Mfrdi'
fr syarh al-Mu4ni', iuz 2, ttn. 21 5,
536Fathut-naa, 1o, hlm. 125 dan 126.
fuz

862
/d.g,,,'^'4bfuK%,;t,r',#,
9

Ya NIah, *mbuhknlah Sa'ad, dan *mpumalranlah hijrahnya."

Sa'ad berkata, "Maka saya senantiasa merasakan dinginnya


Angan beliau di hati saya --menurut per.rsaan saya-- hingga hari
ft6639.'537
Ibnu Mas'ud jtrga berkata, "Saya pernah masuk ke tempat Rasu-
lullah saw. ketika beliau sedang sakit parah, lalu saya belai beliau
dengan tangan saya sembari berkata, 'Wahai Rasulullah, sakitmu
sangat berat.' Beliau menjawab,'Benar, sebagaimana yangdiderita
oleh dua orang di antara kamu.'Saya berkata, 'Hal itu karena engkau
mendapat dua pahala?' Beliau menjawab, 'Benar.' Kemudian beliau
bersabda:

itt4t/3 42?*€{l,UA & :,rt1


tAi?{Ai&*Kt%rirutrJt,
Tidak wnng muslim yang ditimp ilatu gilWan furury
pnykit melainkn Nlah mengugurkan dos*,4orr,-
atau lainnya,
nS,a *bagaimana phon mengugurkan &un&unnyra.63e

Selain ihr, hendaklah ta berusaha meringankan penderlaan si sakit


dengan mengingatkannya akan keutamaan sabar terhadap cobaan
Allah dan ridha menerima qadha-trlya, mengingatkannp atan patraa
orangyang mendapatkan ujian lantas ia bersabar dan rela menerima-
nya. Hendaklah ia mengingatkan bahwa penyakit yang menimpanya
adalah untuk menyucikan dan menebus dosa-dosanJa, unttrk
menambah kebalkannya, atau untuk meningglkan derafatnya. Di
samping itu, ia fuga sebaiknya diberi pengertian bahwa orang yang
paling berat cobaannya ialah para nabi, kemudian orang-orang yang
memiliki derajat di bawahnya, dan seterusnya. perlu juga diingatkan

537 et-ed&ut-urpoa,
karya at-Bukhart, hadl6 nomor 5o9.
5384-aukhari, hadits nomor 566o.

863
kepadanya tentang apt-apt dan hadits-hadits Nabi, serta biografi
para shdihin yang sekiranya dapat menenangkan dan memantapkan
I
hatinya, fiak menjadikannyafenuh dan berat. IGmudian sebaiknya
ia dialari dcngan sesuatu yang dapat meninggikan iiwanya, sebagai-
mana yang dilakukan Nabi saw. terhadap Utsman bin Abil 'Ash.
Adapun mengenai pengaduan kepada Sang Pencipta Yang Maha
Luhur, maka Al-Qur'an telah mengisatrkan beberapa orang Nabi a.s.
yang mulia. Di antaranya Al-Qur'an mengisahkan Nabi Ya'qub a.s.
yang mengatakan:

i'iJyo-HAKAAy
".., Sesungguhnln hanylah kep& Nlah alil mengadukan ke-
sushan dan kesrdihanht .... " (Yueuf: 86)

Demikian pula ketika mengisahkan Nabi Ayub a.s.:


"Dan (ingatlah kisah) Aytb, ketil<a ia meryreru fuhanrya: '(Ya
Tuhanku), *sungguhnya aku telal, ditimp Wnnkit dan hgfiau
adalah TuhanYang Maha Penylnngdi antan *mtnpnyayang."
(al-Anblya':85)

Ayat-ayat ini seltaligus menyangkal anggapan golongan sufi png


mengatakan bahwa berdoa merusak keridhaan dan penyerahan.sse
Dalam hal ini sebagian mereka berkata, "Pengetahuan-Nya tentang
keadaanku tidak memerlukan aku meminta kepada-Nya."
Tetapi yang perlu dit€gaskan di sini bahwa berdoa dan memohon
kepada Allah adalah ibadah, sebagaimanapng disabdakan Rasu-
lullah saw..
Sebenarnya, menurut kesepakatan para ulama, yang t€rgolong
makruh dalam hal ini ialah berkeluh kesah terhadap Tuhannya, yaitu
menyebut-nyebut penderiaannya kepada manusia dengan jalan
memaki-maki.s4o Inilah yang dilakukan oleh sebagian orang yang
melupakan nikmat Allah, yang mereka ingat hanyalah bala dan ben-
cana semata.

539lihat, Fathul-Bari,juz 10, hlm. 124.


54O:|"id..

864
Si Sakit Mengharapkan Kemadan
Apabila si sakit diperbolehkan mengeluhkan penderitaannya se-
bagaimana saya sebutkan, maka tidaklah baik baginya mengharap-
kan kematian atau meminta kematian karena penderitaan yang di-
alaminya, mengingat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim dari Anas bahwa Nabi saw. bersabda:

l4\4%s'sT'i(#'ffil
4\#W3'q
I l,/i ,r/c/"t.//n
-/zz
'L51,\JtL.-g4
?3firli&,r*suitsis
Tieft,Ga,51\,
*iz 7> '//

1,6if&;:,J@zqL?*Ki
$styL* 3.$j,!.@zt4?,+rKr
;./
ootdtob,).'4Wu55Ji
"Jangan sekali-lcali trseonng di antara lramu mengfianplcan ke'
matian karena pnderitaan yang dialaminy. Jika ia harus berbuat
begrtu, maka hendaldah ia mengucapl<an, Ya Nlah, hidupkanlah
aku jika hidup ilu lebih baik bagiku; dan matikanlah aku iika kema'
tian itu lebih baik bagiku.'5+r

Hadits Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan


lainnya menjelaskan hikmah larangan ini, maka Nabi saw. bersabda:

t3 y"A 6 L, 33Gfr {u tl3r,*5


,LafiWg',Wirti';(Yit
@t4rob,) . ,a(iio'1
'Dan jangan rekali.kati satah reorang di antan irdu nrrfiroo-
kan kematian, karena kalau ia orang baik maka boleh jadi akan

54161-6uLh"ri 4r1rn Fathul-Bari, hadits nomor 5671, "Bab Tamanni al-Maridh al-Mauta";
dan Muslim dalam "adz-Dzikir wad-Du'a", hadits nomor 2680.

865
menambah kebaikannya; dan jika ia orang yang jelek maka boleh
jadi ia akan bertobat dengan lulus.'542

Makna kata yasta'tibu ialah kembali dari segala sesuatu yang men-
jadikannya tercela, caranya ialah dengan melakukan tobat nashuha
(tobat yang tulus).
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahih-nya dari Abu Hurairah
bahwa Nabi saw. bersabda:

. G{g
/6{L8x|^3tJ',3V /4G
'Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu mengltarapkan
kematian dan jangan pula berdoa memohon kematian *belum
datang waktunya. Sesungguhnya kematian itu apabila futang ke-
pada alah *orang di antara kamu maka putuslah amalny, dan se -
sungguhnya tidak bertambah umur orang muhnin itu melainkan
hanya menambah kebaikan baginyl.'5as

Para ulama mengatakan, "Sebenarnya dimakruhkannya mengha-


rapkan kematian itu hanyalah apabila berkenaan dengan kemuda-
ratan atau kesempitan hidup duniawi, tetapi tidak dimakruhkan apa-
bila motivasinya karena takut fitnah terhadap agamanya, karena ke-
rusakan zaman, sebagaimana dipahami dari hadits Anas di atas.
Banyak diriwayatkan dari kalangan salaf yang mengharapkan kema-
tian ketika mereka takut fitnah terhadap ?g?many3."s44
Hal ini diperkuat oleh hadits Mu'adz bin Jabal mengenai doa Nabi
SOW.:

agud:r
-rjsqKsjqer
542A1-Bukhari dalam Fathul'Bari, nomor 5673.
543ttR tvtuslim dalam "adz-Dzikr wad-Du'a wat-Taubah' , hadits nomor 2662.
544Lihat, Syarh as-Sunnah. karya al-Baghawi, juz 5, hlm. 259, dan al-Majmu'. karya an-
Nawawi. iuz 5. hlm. lob-107.

866
Aa NIah, mdwt k@-Mu (agar Englau mqdollglru urltuk)
aIru
keMikan, meninggallran kemunkann, dan mencintai
melakut<an
onng-oftng miskin. Dan apbila En*au mengfiendaki suatu fit'
nah kepda suatu lraum, makawatatl<anlah aku untuk mengfiaday
Mu tanp te*ena fihah.64s

Selain itu, juga disebutkan dalam beberapa hadits yang membica-


rakan tanda-tanda hari kiamat bahwa kelak akan ada seseorang
yang melewati kubur saudaranya, lalu ia mengatakan, 'Alangkatl
baiknya kalau aku yang menempati tempatnya (kuburnya)."
Tiiak disukainya (dimakruhkannya) mengharapkan kematian ini
dengan ketentuan apabila hal itu dilakukan sebelum datangnya pen-
dahuluan kematian; namun iika setelah pendahuluan kematian itu
datang, maka tidak terlarang dia mengharapkannya karena merasa
rela bertemu Allah, dan tidak terlarang pula bagi orangyang meminta
kematian karena kerinduannya untuk bertemu dengan Nlah lwza
wa falla.
iGrena itu, ddam bab ini pula Imam Bukhari mencatat hadits
Aisyah yang mengatakan, "Saya mendengar Nabi saw., sambil ber-
sAndar pada saya, berdoa:

y";L85"6H5g-#8,
' A*Ji
Ya Nlah, ampunilah aku dan kasih qrangilah alflt, dan pttemu'
kanlah aku dengan teman yang luhur.6$

545gi lsnidzi dan beliau berkata, "Hasan sahih." Hadits nomor 3235. Diriwayatkan
i,ga dalam Mwnod Ahmad dan disahkan oleh Hakim, sebagaimana juga diriwayatkan oleh
firmiOzi dari hadits lbnu Abbas, rlomor 3233, dan Imam Ahmad png disahkan oleh Syakir'
hadits nomor 3484.
#6N-s,rkhari, hadits nomor 5674'

867
I

Hal ini sebagai isyarat bahwa larangan tersebut khusus untuk ke- I
adaan sebelum datangnya pendahuluan kematian.saT

Berbaik Sangka kepada Allah Ta'ala


Disukai bagi si sakit --khususnya bag yang telah kedatangan
tanda-tanda mendekati kematian-- untuk berprasangka baik kepada
Allah Ta'ala. Dalam arti, pengharapannya kepadarahmatAllah mele-
bihi perasaan takutnya kepada azab-Nya, selalu mengingat betapa
besar kemurahan-Nya, betapa indah pengampunan-Nya, betapa luas
rahmat-Nya, betapa sempurna karunia-Nya, dikedepankan-Nya ke-
baikan dan kebajikan-Nya, membayangkan apa yang dijanjikan-Nya
kepada ahli tauhid dan rahmat yang disediakan-Nya untuk mereka
pada hari kiamat. |abir meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau
bersabda:

';n:i:r:;r46*Ui{tar'bl#q
(Po\.,,) ,Jt<iirli
di antara *amu meninggal dunia
'Jangan *kali-t<ali salah seorang
melainkan dalam keadaan dia berfuik angka kepada Nlah
Ta'ala.648

Hal ini diperkuat oleh hadits qudsi yang telah disepakati kesahih-
annya, bahwa Allah berfirman:

(,s,ul,ot ).AG#gy*$g
"Aku menuntti perangkan hamba-Ku kepda-Ku.6ae

Ibnu Abbas berkata, "Apabila Anda melihat seseorang kedatangan


tanda-tanda kematian maka gembirakanlah dia agar dia menghadap
kepada Allah dengan berbaik sangka kepada-Nya; dan apabila Anda

547Fathul-Bari,juz 1O, hlm. 130.


548Muslim dalam "Kitab alJannah wa Shifatu Na'imiha', nomot 2877.
s49Bukhari dalam "at-Tauhid' dan Muslim dalam "adz-Dzikr", nomor 2675.

868
lihat orang yang hidup --yakni sehat-- maka takut-takutilah dia
akan Tuhannya lv.zawa falla."
Mu'tamir bin Sulaiman berkata, "rcetika akan meninggal dunia,
ayah berkata kepadaku, 'Wahai Mu'tamir, bicaralah kepadaku ten-
tang rukhshah-rukhshah (kemurahan-kemurahan), supaya aku
menghadap Allah Ta'ala dengan berbaik sangka kepada-Nya."55o
Imam Nawawi berkata, "Orang yang sedang menunggu orang
yang akan meninggal dunia disukai membangkitkan harapannya ke-
pada rahmat Allah, menganjurkannya untuk berbaik sangka kepada
Allah, mengingatkannya dengan ayat-ayat dan hadits-hadits me-
ngenai pengharapan dan ditimbulkan semangatnya. Petunjuk meng-
enai apa yang saya sebutkan ini banyak terdapat dalam hadits-hadits
sahih, di antaranya sejumlah hadits yang saya sebutkan dalam "Ki-
tab al-fana'iz" darikitab al-Adzhar. Hal ini juga dilakukan oleh lbnu
Abbas terhadap Umar bin tthattab r.a. ketika menghadapi maut, juga
dilakukan Ibnu Abbas terhadap Aisyah, dan dilakukan pula oleh
Ibnu Amr bin Ash terhadap ayahnya. Semua ini tersebut dalam
hadits dan riwayat yang sahih."551

Kedka Selsrat dan Mendekad Kemadan


Apabila keadaan si sakit sudah berakhir dan memasuki pintu
maut --yakni saat-saat meninggalkan dunia dan menghadapi akhi-
rat, yang diistilahkan dengan ihtidhar ldetik-detik kematian/kedata-
ngan tanda-tanda kematian)-- maka seyogianya leluargianya yang
tercinta mengaJarinya atau menuntunnya mengucapkan kalimat Iaa
ttaaha tttnttntr (Tidak.ada tuhan selain Allah) yang merupakan kali-
mat tauhid, kalimat ikhlas, dan kalimat takwa, jt'ga merupakan per-
kataan paling utama yang diucapkan Nabi Muhammad saw. dan
nabi-nabi sebelumnya.
Xalimat inilah yang digunakan seorang muslim untuk memasuki
kehidupan dunia ketika ia dilahirkan dan diazankan di telinganya
(bagr yang berpendapat demikian; Penf .), dan kalimat ini pula yang
ia pergunakan untuk mengakhiri kehidupan dunia. fadi, dia mengha-
dapi atau memasuki kehidupan dengan kalimat tauhid dan mening-
galkan kehidupan pun dengan kalimat tauhid.
Ulama-ulama kita mengatakan, "Yang lebih disukai untuk men-

s$syorah os-srrnah, karya al-Bagh awi, jnz 5, hlm. 27 5.

557e!-uoi^u', karya an-Nawawi, juz 5, hlm. 108-109.

869
dekati si sakit ialah famili yang paling sayang kepadanya, paling
pandai mengatur, dan paling takwa kepada Tuhannya. Karena tuiu-
annya adalah mengingatkan si sakit kepada Allah Ta'ala, bertobat
dari maksiat, keluar dari kezaliman, dan agar benrrasiat. Apabila ia
melihat si sakit zudah mendekati aialnya, hendaklah ia membasahi
tenggorokannya dengan meneteskan air atau meminuminya dan
membasatri kedua bibirnya dengan kapas, karena yang demikian
dapat memadamkan kepedihannya dan memudahkannya mengucap-
kan kalimat sy ahadat." s52
Kemudian dinrntunnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah
mengingat hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abi Sa'id secara
marfu':

(P o,D/kt*utJYl €ggtgl
"Ajarilah orang yang hampir mati di antara l<alian dengan kalimat
laa ilaaha illallah.653

Orang yang hampir mati di dalam hadits ini disebut dengan "mayit"
(orang mati) karena ia menghadapi kematian yang tidak dapat dihin'
dari.
Jumhur ulama berpendapat bahwa menalkin (mengajari atau me-
nuntun) orang yang hampir mati dengan kalimat laa ilaaha illallah ini
hukumnya manAuU (sunnah1, tetapi ada pula yang berpendapat wajib
berdasaikan zhahir'perintah. Bahkan sebagian pengikut mazhab
Maliki mengatakan telah disepakati wajibnys.ssl
Hikmahhenalkin kalimat syahadat ialah agar akhir ucapan ke-
tika seseorang meninggal dunia adalah kalimat tersebut, mengingat
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Hakim serta disah-
kan olehnya dari Mu'adz secara marfu'r

552Lih^t, or-urghni m'a asy'syarhit-Kabt, tuz 2, hlm. 304; dan al-MuMil, karya Ibnu Muffi'
iuz 2, hlm. 216.
553Mus11m dalam "al-Jana'i2", hadits nomor 916; Abu Daud, hadits nomor 3117; Nasa'i,

iuz 4, hlm. 5; dan lbnu Ma,ah, nomor 1445.


554pi16611kekan oleh al-Qari dalam syarah al-Misyhat.21 329.lmam Syaukani mengutip
perkataan Imam Nawawi mengenai sunnahnya menalkn, kemudian beliau berkata, "Perlu
diperhatikan, alasan apa yang memalingkan perintah ini dari hukum walib?" Nailul-Authar, ittz
4, hlm. 50.

870
g?^f\fluL\u{*5q95(&
(ftYr-rt,9id-r'l J-td
"knngsiap yang akhir prl<akannya l<alimat laa ilaaha illallah,
akn masuk surga.655
mala ia

Diotkupkannla dengan ucapan lao ilaoha itlollah karena pengakuan


akan isi kalimat ini berarti pengakuan terhadapyanglain, karena dia
mati berdasarkan tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad saw., di
samping itu agar jangan terlalu banyak ucapan yang diajarkan ke-
padanya.
Sebagian ulama bprpendapat agar menalkinkan dua kalimat sya-
hadat, karena kalimat kedua (Mulwmmad Rasulullah) mengikuti kali-
mat pertama. Tetapi yang lEbih utama ialah mencukupkannya de-
ngan syahadat tauhid, demi melaksanalon zhahir hadits.
Seyogianya, dalam menalkinkan kalimat tersebut jangan diper-
banyak dan jangan diulang-ulang, juga janganlah berkata kepada-
nya: "Ucapkanlahlaa ilaalw illallah", karena dikhawatirkan ia merasa
dibentak sehingga merasa jenuh, Ialu ia mengatakan, "Saya tidak
mau mengucapkannya", atau bahkan mengucapkan perkataan lain
yang tidak layak. Hendaklah kalimat ini diucapkan kepadanya seki-
ranya ia mau mendengarnya dan memperhatikannya, kemudian mau
mengucapkannya.
Atau mengucapkan apa yang dikatakan oleh sebagian ulama,
yaitu berdzikir kepada Allah dengan mengucapkan: "SuDhcnallah, wal-
hamdulillah, wa laa ilaaha illallah".
Apabila ia sudah mengucapkan kalimah syanaoat satu kali, maka
hal itu sudah cukup dan tidak perlu diulang, kecuali jika ia menguclp-
kan perkataan lain sesudah itu, maka perlu diulang menalkinnya
dengan lemah lembut dan dengan cara persuasif (membuiuknya agar
mau mengucapkannya), karena kelemahlembutan dituutut dalam
segala hal terlebih lagi dalam kasus ini. Pengulangan ini bertujuan
agar perkataan terakhir yang diucapkannya adalah kalimat laa ilaaha
illallah.

555a5u Daud (3117); dan Hakim (1:351), beliau berkata, "Sahih isnadnya." Dan dise-
tuiui oleh adz-Dzahabi.

871
Diriwayatkan dari Abdullah bin al-Mubarak bahwa ketika ia ke-
datangan taqd-a-t+qda kematian (yakni hampir meninggal dunia)
ada seorang laki{aki yang menalkinkannya secara berulang-ulang,
lantas Abdullah berkata, "seandainya engkau ucapkan satu kali saji,
maka saya tetap atas kalimat itu selama saya tidak berbicara lain..
Dalam hal ini, sebaiknya orangyang meialkinkannya ialah orang
yang dipercaya oleh si sakit, bukan orangyang diduga sebagai lawan-
(ada rasa perrnusuhan dengannya) atau orang yang hasad kepa-
lya
danya, atau ahli waris yang menunggu-nunggu [ematiannya.sso
Sementara itu, sebagian ulama menyukai dibacakan surat yasin
kepada orang yang hampir mati berdasarkan hadits:

.{sg)tr-&Gfit
"kcakanlah surat Yasin kepada orang yang hampir mati di antara
kanu.6s7

Namun demikian, derajat hadits ini tidak sahih, bahkan tidak


mencapai derajat hasan, sehingga tidak dapat diiadikan hujjah.
_ Di gamping itu, disukai menghadapkan orang yang hampir mau
ke arah kiblat jika memungkinkan --karena kadang-kidang-si sakit
tengah menjalani perawatan di rumah sakit hinggaia menghadap ke
arah yang sesuai dengan posisi ranjang tempat ia tidur.
Yang penjafi_ dalil bagi hal ini adalah hadits Abu earadah yang
-
diriwayatkan oleh Hakim, bahwa ketika Nabi saw. datang di Madi:
nah, beliau bertanya tentang al-Barra' bin Ma'rur, lalu paia sahabat
peliryab bahwa dia telah wafat, dan dia berpesan agar dihadapkan
-
ke kiblat ketika hampir wafat,lalu Rasulullah saw. bersabda:

({d,ot ,) ,'fi:$iaqt
"Sesuai dengan fitrah.6s8

55616"1, al-Mughni ma'a asy-Syarhil-Kabir, juz 2, hlrn. JO4; al-Mufii',


karya lbnu Muflih,
fuz 2, hlm. 2lQ dan al-Maimu', juz 5, hlm. 114-115.
557UR ahmad,
luz 5, hlm. 26; Abu Daud (nomor Jt2); Ibnu Maiah (nomor 1448); Ibnu
Hibban (nomor 72O); dan Hakim, juz t, hlm. 565, dari Ma,qil bin yasar Hadits ini dinilai
cacat oleh lbnul Qaththan dan dilemahkan oleh Daruquthni, sebagaimana diterangkan dalam
Talhhishul-Habir karya al-Hafizh lbnu Hajar, juz 2, hlm. lO4.
558HR Hakim dan disahkannya. pengesahan
Hakim ini disetuiui oleh adz-Dzahabi (1:
353-354), sedangkan al-Hafizh tidak berkomentar dalam at-Talhhish.

872
Imam Hakim berkata, "Ini adalah hadis sahih, dan saya tidak
mengetahui dalil tentang menghadapkan orang yang hampir mati ke
arah kiblat melainkan hadits ini."sse
Ada dua macam pendapat dari para ulama mengenai cara meng-
hadapkan orang sakit ke arah kiblat ini:
Pertama, ditelentangkan di atas punggungnya, kedua telapak
kakinya ke arah kiblat, dan kepalanya diangkat sedikit agar wajah-
nya menghadap ke arah kiblat, seperti posisi orang yang dimandi-
kan. Pendapat ini dipilih oleh beberapa imam dari mazhab Syaf i,
dan ini merupakan pendapat dalam mazhab Ahmad.
Kedua, miring ke kanan dengan menghadap kiblat, seperti posisi
dalam liang lahad. Ini merupakan pendapat mazhab Abu Hanifah
dan Imam Malik, dan nash Imam Syaf i dalam al-Buwaithi, dan pen-
dapat yang mu'tamad (valid) dalam mazhab Imam Ahmad.
Sebagian ulama memperbolehkan kedua cara tersebut, numa yang
lebih mudah. Sedangkan Imam Nawawi membenarkan pendapat
yang kedua, kecuali jika tidak memungkinkan cara itu karena tem-
patnya yang sempit atau lainnya, maka pada waktu itu boleh dimi-
ringkan ke kiri dengan menghadap kiblat. fika tidak memungkinkan,
maka di atas tengkuknya atau punggungnya.s6o
Imam Syaukani berkata, "Yang lebih cocok ialah menghadap kib-
lat dengan miring ke kanan, berdasarkan hadits al-Barra' bin Azib
dalam Shahihain:

g$$1;r#u$(a64;^a($irrliy
...q,/{*6iiu6ue|',{3
"apabila engkau hendak naik ke tempat tidurmu mal<a berwudhu-
lah seperti wudhumu ketika hendak shalat, kemudian berfuinglah
di atas lambungmu sebelah kanan."

ssgsebagian ulama berdalil dengan hadits Ubaid bin Umair dari ayahnya dari Abu Daud
dan Nasa'i mengenai al-Baitul-Haram bahwa Rasulullah saw. bersabda: 'Al-Baitul-Haram itu
kiblatmu pada waktu hidup dan pada waktu mati." Tetapi lmam Syaukani mengomentari
bahwa yang dimaksud dengan "pada waktu hidup" ialah ketika shalat, dan "pada waktu
mati" ialah dalam lahad, sedangkan orang yang hampir mati di sini tidak sedang melakukan
shalat, karena itu ia tidak tercakup oleh hadits ini. Maka yang lebih sesuai ialah berdalil
dengan hadits Abi Qatadah di atas. (Nailul-Authar, ,uz 4, hlm. 5O).
56061-v"1.u', juz 5, hlm. tt6-777.

873
Dalam riwayat lain disebutkan:

wg\iwsrea#
"Jil<a engku meninggal dunia pda malam hadmu itu, maka eng-
1

I<au benda Fda frtnh (keatciul)."F*r

Dari riwayat ini tampak bahwa seyogianya orang yang hampir


meninggal dunia hendaklah dalam posisi seperti itu.
Diriwayatkan juga dalam at-Musnad dari Salma Ummu Walad Abu
Rafi'bahwa Fatimah binti Rasulullah saw. radhiyallahu'anha, ketika
akan meninggal dunia beliau menghadap kiblat, kemudian berbantal
dengan miring ke kanan.562

Apa yang Harus Dtlakukan Setelah Mad?


Ada beberapa adab syar'iyah yang harus dilakukan secara lang-
sung setelah mati dan sebelum dimandikan yang perlu saya kemuka-
kan di sini, karena berkaitan dengan saat ihtidhar (menghadapi
kematian). Selain itu, banyak hal yang memerlukan penanganan
dokter yang merawatnya, sebab kadang-kadang si sakit meninggal
dunia di hadapannya. Apakah yang harus dilakukan saar itu?
Perhma: dipejamkan kedua matanya, mengingat hadits yang
diriwayatkan Imam Muslim bahwa Rasulullah saw. pernah masuk ke
t€mpat Abu Salamah setelah dia meninggal dunia dan matanya dalam
keadaan terbuka, lalu beliau memejamkannya seraya bersabda:

Jn;)l)#,$,!Y&)Uy
"Sesungguhnya ruh apbila dicabut, ia diikuti oleh pndang41."s6s

Di samping itu, apabila kedua matanya tidak dipejamkan maka


akan terbuka dan melotot, sehingga timbul anggapan yang buruk.
Kedua: diikat janggutnya (dagunya) dengan bebat yang lebar

561 gu6r1"O'ataih dalam Al-Lu'lu' wal-Marjan, hadits nomor I zJ4.


S2Lihat, Nailul-Authar, juz 4, hlm. 50-51, terbitan Darul fail, B€irut.
563HR Muslim
dalam "al-lana'il", hadits nomor 920.

874
yang dapat mengenai seluruh dagunya, dan diikatkan dengan bagian
atas kepalanya, supaya mulutnya tidak terbuka.
Kedga: dilemaskan persendian atau pergelangan- pergelangan-
nya, yaitu dilipat lengannya ke pangkal lengannya, kemudian dijulur-
kan lagi; dilipat (ditekuk) betisnya ke pahanya, dan pahanya ke pe-
rutnya, kemudian dikembalikan lagu demikian iuga jari-jemarinya
dilemaskan supaya lebih mudah memandikannya. Sebab beberapa
saat setelah menghembuskan napas terakhir badan seseorang masih
hangat, sehingga jika sendi-sendinya dilemaskan pada saat itu ia akan
menjadi lemas. Tetapi jika tidak segera dilemaskan, tidak mungkin
dapat melemaskannya sesudah itu.
Keempat: dilepas pakaiannya, agar badannya tidak cepat rusak
dan berubah karena panas, selain kadang-kadang keluar kotoran
(najis) yang akan mengotorinya.
Kelima: diselimuti dengan kain yang dapat menutupinya, berda-
sarkan riwayat Aisyah bahwa Nabi saw. ketika wafat diselimuti de-
ngan selimut yang bergaris-garis.s6a
Keenam: di atas perutnya ditaruh suatu beban yang sesuai agar
tidak mengembung.
Para ulama mengatakan, "Yang melakukan hal-hal ini hendaklah
orang yang lebih lemah lembut di antara keluarga dan mahramnya
dengan cara yang paling mud3h.565
Adapun hal-hal lain setelah itu yang berkenaan dengan pengurusan
mayit, seperti memandikan, mengafani, menshalati, dan lainnya
tidaklah termasuk dalam kerangka hukum orang sakit, bahkan ter-
masuk dalam kandungan hukum orang mati atau ahhamul-jana'iz.
Dengan demikian, perlu pembahasan tersendiri.
Wa billahit taufiq, dan akhir seruan saya adalah bahwa segala
puii kepunyaan Allah, Tuhan bagi alam semesta.

564bia.. nomor g42.


S6Fathul-Aziz ar-Raf i yang diterbitkan bersama dengan al-Mdjmu'
fi Syarhil-wajiz, karya
(lmam Nawawi), iuz 5, hlrn. ll2-114.

875
I
HUKUM MENGGUGURI(AN I(ANDUNGAN
HASIL PEMERKOSAAN

Pengantar:
Perhnyaan penting ini saya t€rima ketika buku ini telah siap
untuk dicetak. Yang mengafukan pertanyaan adalah Saudara Dr.
Musthafa Siratisy, Ketua Muktamar Alami untuk Pemeliharaan Hak-
hak Asasi Manusia di Bosnia Herzegovina, yang diselenggarakan di
Tagteb ibu kota Kroasia, pada 18 dan 19 September 1992. Saryaiuga
mengikuti kegiatan tersebut bersama Fadhilatus-Syekh tvtuhammad
al-Ghazali dan sejumlah ulama serta iuru dakwah kaum muslim dari
seluruh penjuru dunia Islam.

Pertanyaan:
Dr. Musthafa berkata, "sejumlah saudara kaum muslim di Republik
Bosnia Herzegovina ketika mengetahui kedatangan Syekh Muham-
mad al-Ghazali dan Syekh al-Qardhawi, mendorong saya untuk
mengajukan pertanyaan yang menyakitkan dan membingungkan
yang disaqpaikan secara malu-malu oleh lisan para remaja putrikita
yang diperkosa oleh tentara Serbia yang durhaka dan bengis, yang
tidak memelihara hubungirn kekerabatan dengan orang mukmin dan
tidak pula mengindahkan perianfian, dan tidak menjaga kehormatan
dan harkat manusia. Akibat perilaku mereka yang penuh dosa (pe-
merkosaan) itu maka banyak gadis muslimatr yang hamil sehingga
menimbulkan perars.urn sedih, takut, malu, serta merasa rendah dan
hina. IQrena itulah mereka menanyakan kepada Syekh berdua dan
semua ahli ilmu: apakah yang harus mereka lakukan terhadap tindak
kriminalitas beserta akibatnya ini? Apakah syara' memperbolehkan
mereka menggugurkan kandungan yang terpaksa mereka alami ini?
IQlau kandungan itu dibiarkan hingga si fanin dilahirkan dalam
keadaan hidup, maka bagaimana hukumya? Dan sampai di mana
tanggung jawab si gadis yang diperkosa iru?"

Jazoaban:
Fadhilatus-Syekh al-Ghazali menyerahkan kepada saya untuk
menjawab pertanyaan tersebut dalam sidang, maka saya menjawab-
nya secara lisan dan direkam agar dapat didengar oleh saudara-sau-

si6
dara khususnya remaja putri di Bosnia.
Saya pandang lebih bermanfaat lagi jika saya tulis jawaban ini
agar dapat disebarluaskan serta dijadikan acuan untuk peristiwa-
peristiwa serupa. Tiada daya (untuk menjauhi keburukan) dan tiada
kekuatan (untuk melakukan ketaatan) kecuali dengan pertolongan
Allah.
Kita kaum muslim telah dijadikan objek oleh orang-orang yang
rakus dan dijadikan sasaran bagi setiap pembidik, dan kaum wanita
serta anak-anak perempuan kita menjadi dagrng yang 'mubah'
untuk disantap oleh serigala-serigala Iapar dan binatang-binatang
buas itu tanpa takut akibatnya atau pembalasannya nanti.
Pertanyaan serupa juga pernah diafukan kepada saya oleh sau-
dara-saudara kita di Eritrea mengenai nasib yang menimpa anak-
anak dan saudara-saudara perempuan mereka akibat ulah tentara
Nasrani yang tergabung dalam pasukan pembebasan Eritrea, seba-
gaimana yang diperbuat tentara Serbia hari ini terhadap anak-anak
perempuan muslimah Bosnia yang tak berdosa.
Pertanyaan yang sama juga pernah diajukan beberapa tahun lalu
oleh sekelompok wanita mukminah yang cendekia dari penjara orang-
orang zalim jenis thaghut di beberapa negara Arab Asia kepada se-
fumlah ulama di negara-negara Arab yang isinya: apa yang harus
mereka lakukan terhadap kandungan mereka yang merupakan keha-
milan haram yang teriadi bukan karena mereka berbuat dosa dan
bukan atas kehendak mereka?
Perama-tama perlu saya tegaskan batrwa saudara-saudara dan
anak-anak perempuan kita, yang telatr saya sebutkan, tidak me-
nanggung dosa sama sekali terhadap apafangtedadi pada diri mereka,
selama mereka sudah berusaha menolak dan memeranginya, kemu-
dian mereka dipaksa di bawah acungan senjata dan di bawah
tekanan kekuatan yang besar. Maka apakah yangdapat diperbuat
oleh wanita tawanan yang tidak punya kekuatan di hadapan para
penawan atau pemenjara yang berseniata lengkap yang tidak takut
kepada Sang Pencipta dan tidak menaruh belas kasihan kepada
makhluk? Allah sendiri telah menetralisasi dosa (yakni tidak meng-
anggap berdosa) dari orang yang terpaksa dalam masalah yang lebih
besar daripada zina, yaitu kekafiran dan mengucapl<an halimarul-hufri.
Firman-Nya:
"... kecuali onng ttang dipka l<alir pdahal hatiryn tetap tenang
fulam furiman (dia tid* berdoa)...."(an-Nalrl: IO6)

877
Bahkan Al-Qur'an mengampuni dosa (tidak berdosa) orang yang
dalam keadaan darurat, meskipun ia masih punya sisa kemampuan
lahiriah untuk berusaha, hanya saia tekanan kedaruratannya lebih
kuat. Allah berfirman setelah menyebutkan macam-macam makanan
yang diharamkan:
"... Tetapi funngsiap dalam keafun terpksa (memaknqta)
sdang ia tidal( menginginl<anryta dan tidalc @ula) melampui
futas, maka tidak ada doa fugtny" kilnguhnta Nlah MaIn
Pengampun lagi Maha Penyaltang." (af-Baqaralr: l75l

Dan Rasulullah saw. bersabda:

q 6q4i31r$ 6/t e tL
e$I6af&r
"€",^5r
"Sesungguhrya NIah menggugurlcan dos dai umatkt atas suafit
pebuatan yangdilalatkannn karena khilal (tid* *ngaja), karcna
Iupa, dan karena diryksa melakukannya.6cn

Bahkan anak-anak dan saudara-saudara perempuan kita men-


dapatkan pahala atas musibah yang menimpa mereka, apabila
mereka tetap berpegang teguh pada Islam --yang karena keislaman-
nyalah mereka ditimpa bala bencana dan cobaan-- dan mengharap-
kan ridha Allah lvzawalalla dalam menghadapi gangguan dan pen-
deritaan tersebut. Rasulullah saw. bersabda:

i^S;&,1;r-6!u',V
#75'#j'!56*3r'#(-#4Li
"r6!r;K"tr'*
'e\K$ik;L*563S5,f-15 vtl

'"q33J'w{i#i )
i4;t3b\'lt
56nn $n Majah dalam "ath-Thalaq", juz 1, hlm. 659, hadi6 nomor 2045; disahkan
oleh Hakim dalam kiabnya, juz 2, hlrn. 198: disetuJui oleh adz-Dzahabi; dan diriwayatkan
oleh Baihaqi dalam Sumn-nya, jtuz 7, hlm. 356.

878
Tiada wnng muslim lang menderita kelelahan, Wntrakit, ke-
susaltan kedihan, gangguan, atau keriauan, fuhkan ganguan
ydngbntpa durl melainkan Hlah akan mengfiapus doa4oarya
dengan peristiwa-peristiwa itu.667

Apabila seorang muslim mendapat pahala hanya karena dia ter-


tusuk duri, maka bagaimana lagi jika kehormatannya dirusak orang
dan kemuliaannya dikotori?
I(arena itu saya nasihatkan kepada pemuda-pemuda muslim agar
mendekatkan diri kepada Allah dengan menikahi salah seorang dari
wanita-wanita tersebut, karena kasihan terhadap keadaan mereka
sekaligus mengobati luka hati merekayangtelah kehilangan sesuatu
yang paling berharga sebagai wanita terhormat dan suci, yaitu kega-
disannya.
Adapun menggugurkan kandungan, maka telah saya ielaskan
dalam fanua terdahulu bahwa pada dasarnya hal ini terlarang,
semenjak bertemunya sel sperma laki-laki dan sel telur perempuan,
yang dari keduanya muncul makhluk yang baru dan menetap di
dalam tempat menetapnya yang kuat di dalam rahim.
Maka makhluk baru ini harus dihormati, meskipun ia hasil dari
hubungan yang haram seperti zina. Dan Rasulullah saw. telah
memerintahkan wanita Ghamidiyah yang mengaku telah berbuat
zina dan akan dijatuhi hukuman rajam itu agar menunggu sampai
melahirkan anaknya, kemudian setelah itu ia disuruh menunggu
sampai anaknya sudah tidak menyusu lagi --baru set€lah itu dijatuhi
hukuman raiam.
fnilah fanua )rang saya pilih unnrk keadaan normal, meskipun ada
sebagian fuqaha yang memperbolehkan menggugurkan kandungan
asalkan belum berumur empat puluh hari, berdasarkan sebagian
riwayat yang mengatakan bahwa peniupan ruh terhadap janin itu
terjadi pada waktu berusia empat puluh atau empat puluh dua hari.
Bahkan sebagian fuqaha ada yang memperbolehkan menggugur-
kan kandungan sebelum berusia seranrs dua puluh hari, berdasarkan
riwayat yang masyhur bahwa peniupan ruh t€rjadi pada waktu itu.
Tetapi pendapat yang saya pandang kuat ialah apa yang t€lah
saya sebutkan sebagai pendapat pertama di atas, meskipun dalam

567HR Bukhari dalam "al-Mardha" (dari kitab shahih-nya),


iuz tO, hlm. los, hadits
nomor 5641 dan 5642.
I

keadaan udzur tidak ada halangan untuk mengambil salah satu di


antara dua pendapat terakhir tersebut. Apabila udzurnya semakin
kuat, maka rukhshahnya semakin jelas; dan bita hal itu teriadi sebe-
lum berusia empat puluh hari maka yang demikian lebih dekar
kepada rukhshah (kemurahan/kebolehan).
Selain itu, tidak diragukan lagi bahwa pemerkosaan dari musuh
yang kafr dan durhaka, yang melampaui baas dan pendosa, terha-
dap wanita muslimah yang suci dan bersih, merupakan udzur yang
kuat bagi si muslimah dan keluarganya karena ia sangat benci terha-
dap janin hasil pemerkosaan tersebut serta ingin terbebas daripada-
nya. Maka ini merupakan rukhshah yang difanrrakan karena danrrat,
dan darurat itu diukur dengan kadar ukurannya.
Meskipun begitu, kita juga tahu bahwa ada fuqaha yang sangat
ketat dalam masalah ini, sehingga mereka melarang menggugurkan
kandungan meskipun baru berusia satu hari. Bahkan ada pula yang
mengharamkan usaha pencegahan kehamilan, baik dari pihak laki-
laki maupun dari pihak perempuan, ataupun dari kedua-duarya, de-
ngan beralasan beberapa hadits yang menamalan'azl sebagai pem-
bunuhan tersembunyi (terselubung). Maka tidaklah mengherankan
jika mereka mengharamkan pengguguran setelah teriadinya keha-
milan.
Pendapat terkuat ialah pendapat yang tengah-tengah antara yang
memberi kelonggaran dengan memperbolehkannya dan golongan
yang ketat yang melarangnya.
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa sel telur wanita
setelah dibuahi oleh sel sperma laki-laki telah meniadi manusia,
maka yang demikian hanyalah semacam maias (kiasan) dalam ung-
kapan, karena kenyataannya ia adalah bakal manusia.
Memang benar bahwa wujud ini mengandung kehidupan, tetapi
kehidupan itu sendiri bertingkat-tingkat dan bertahap, dan sel speflna
serta sel telur itu sendiri sebelum bertemu sudah mengandung ke-
hidupan, namun yang demikian bukanlah kehidupan manusia yang
telah diterapkan hukum padanya.
Karena itu rukhshah terikat dengan kondisi udzur yang muktabar
(dibenarkan), yang ditentukan oleh ahli syara', dokter, dan cende-
kiawan. Sedangkan yang kondisinya tidak demikian, maka tetap-
lah ia dalam hukum asal, yaifu terlarang.
Maka bagi wanita muslimah yang mendapatkan cobaan dengan
musibah seperti ini hendaklah memelihara janin tersebut --sebab
menurut syara' ia tidak menanggung dosa, sebagaimana saya sebut-

880
kan di muka-- dan ia tidak dipaksa untuk menggugurkannya.
Dengan demikian, apabila janin tersebut t€tap dalam kandungannya
selama kehamilan hingga ia dilatlirkan, maka dia adalah anak mus-
lim, sebagaimana sabda Nabi saw.:

(s, t)d, ob, ), -A:;):i)ir[6 lq i:iif


Tiaptiry anak itt dilahirkan dalam kefun fitalr.ffi
Yang dimaksud dengan fitrah ialah tauhid, yaitu Islam.
Menurut ketetapan fiqhiyah, bahwa seorang anak apabila kedua
orang tuanya berbeda agama, maka dia mengftuti orang hu yang
terbaik agamanya. Ini bagi orang (anak) yang dikeahui ayahnya,
maka bagaimana dengan anak yang tidak ada bapkqya? Sesung-
guhnya dia adalah anak musllm, tanpa dlragukan lagi.
Dalam hal ini, ba$ masyaralat muslim sudah sehanrsnya meng-
urus pemeliharaan dan nafkah anak im serta memberinya pendtdi-
kan yang baik, jangan menyerahkan beban lu kepada lbunya yang
mtskin dan yang telah terkena cobaan. Demikian pula pemerintah
dalam Islam, seharusnya beranggung fawab rcrhadap pemeliharaan
ini melalui departemen atau badan sosial tert€ntu. Dalam hadtts
sahih muttafaq 'alaih, Rasulullah saw. bersabda:

,e#e3?tr,,{*y6{g4k
.(Old,ob,,)
"Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan nnsing-nnsing
I<amu al<an dimintai perknggungjawabanryra.Ga

568Hp Sukluri dalam "alJana'iz',|uaZ, hlm. 2{5, hadi6 nomor 1J85.


S@Hn gukhari dalam 'alrlt4', juz 5, hlm. 181, hadtB nomr 25s8, dan dalam 'an-
Nikah', juz 9, hlm. 299, hadi6 nomor 520O.

881
9
JAWABAN SINGKAT TERHADAP
PERTANYAAN SEPUTAR MASALAH
KEDOKTERAN

Pe.rtanyaan-peftanyaan Mkut ini o*up menggoda pikiran dokter-


dolcrcr muslim, khususnya yang bernrg;as di negara non-Islam. Maka
dalam hal ini, kami memerlukan jawaban secara singkat agar mudah
merinclnya.

A. Wantto dan Kelahlran


Pertanyaan:
Apa yang harus diucapkan saat bayi dilahirkan?

Jawaban:
Diazani pada telinga kanannya seperti azan untuk shalat, seba-
gaimana yang dilakukan Nabi saw. letika Hasan anak Fatimah di-
lahirkan, agar kalimat pertama yang masuk ke telinganya adalah
kalimat takbir dan tauhid.

Peftanyaan:
Apakah bayi yang grgur waiib dishalati?

Jaauban:
Bayi yang gugur tidak perlu dishalati kecuali jika ia lahir dalam
keadaan hidup, meskipun hanya beberapa menit.

Pertanyaan:
Sebagian orang beranggapan bahwa menggugurkan kandungan
diperbolehkan asalkan janin belum berusia tiga bulan. Apakah pen-
dapat ini benar? Apa yang harus dilakukan orang yang membantu
menggugurkan kanduqgan yang belum berusia dga-bulan, t<alau pada
waktu inr ia belum mengerti hukumnya? Apakah ia harus membayar
kafarat pembunuhan suatu iiwa karena perbuatannya ihr?

82
Jawaban:
Pada dasarnya --menurut pendapat yang saya pandang kuat--
menggugurkan kandungan tidak diperbolehkan lecuali karena udzur.
Apabila dilakukan sebelum kandungan berusia empat puluh hari,
maka hal itu masih ringan, lebih-lebih jika udzur (alasannya) kuat.
Adapun setelah kandungan berusia lebih dari empat puluh hariyang
ketiga (yakni 120 hari) maka tidak boleh digugurkan sama sekali.

Pertanyaan:
Bagaimana hukum memasng alat-alat kontrasepsi pada wanita
unuk mencegah kehamilan, baik terhadap kaum muslim
dan laki-laki
maupun terhadap orang nonmuslim?

Jaroaban:
ndak boleh, karena hal iar berarti mergubah dpaan Allah, serta
termasuk perbuatan dan penghias setan. Kecuali dalam keadaan
sangat darurat, misalnya jika kehamilan membatuyakan si ibu, se-
danglen cara penanggulangan lainnya tidak ada Maka hal ini me-
rupakan darurat individual yang jarang t€riadi, dan diukur dengan
kadarnya, serta tidak boleh diiadikan loidah umum.

B. Masslah Amaltalr
Pertanyaan:
Bdehkah melakukan shalat sementara di pakaian terdapat darah?

Jazoaban:
Boleh, apabila darahnya hanya sedikit, atau sukar dibersihkan,
karena menurut kaidah: 'segala sesuatu yang sulit dipelihara, maka
ia dimaafkan".

Pertanyaan:
Bolehkah melakukan shalat jika kesulian mengetahui arah kibhfl

Jaanban:
Apabila ia telah berusaha mencarinya tetapi belum iuga dapat
mengetahui arah kiblat, atau )rang mendekatinya, maka bolehlah ia
menghadap ke arah mana saja. Dalam hal ini Allah berfirman:
I

Vii;r"fi j3v-_1'+;iv;;{t;r;
'r

"hn kepu4taan Nlalylah timur &n bnt, rrrrka ke nwn pn


hmu mengfifup, di situhh wjah Nhh...."(al-Baqar:rrlr; IIS)
Pertanyaan:
Bagaimana hukum menjama shalat apabila seorang dokrcr sangat
-
sibuk misalnya ketika menghadapi persalinan?

Jaanaban:
Dia boleh menjama shalat zuhur dengan asar, atau shalat magib
dengan shalat isya', baik dengan jama taqdim maupun jama ta'khir,
mana yang dianggap mudah baginya, yaitu dengan jama saia tanpa
diqashar. Memperbolehkan menjama karena udzur adalah mazheb
Imam Ahmad, berdasarkan hadits Ibnu Abbas dalam kitab sahih
(Muslim).

Pertanyaan:
Bagaimana hukum mengus.lp kaos kaki?

Jaauban:
belas orang sahabat Nabi saw. memperbolehkan mengusap
-kaosEnam
kaki deng;an syarat pada waktu memakainya trarusaaUm te:
adaan suci. Orang yang mukim (berdomisiti di kampung halaman)
boleh mengusap kaos kaki selama semalam, dan bagihusaflu selama
tiga hari tiga malam.

Pertanyaan:

- Bagaimana cara mandi jinabat apabila terdapat air tehpi tidak


dijumpai t€mpat unnrk mandi, misalnya set€lah persalinan?-

Jauaban:
Ddam kondisi seperti ini air dianggap tidak ada menurut hukum,
meskipun sebenarnya ada, sebab yang diiadikan acuan ialah dapat
mempergunakannya. Sedangkan dalam kondisi seperti ini kemam-
puan untuk mempergunakannya tidak ada. Oleh karena itu bolehlah
ia bertayamum.

8&r
Pertanyaan:
Bolehkah melakukan shalat di sekitar pancuran air jika hanya
tempat itu satu-satunya tempat yang cocok, khususnya di negara-
neg:na Barat?

Jaanban:
fGadaan darurat mempunyai hukum tersendiri. Dalam suatu
hadits Rasulullah saw. bersabda:

(st4, ob) . t1-g


35f{ feArS
"Dan bumi itu dijadil<an untukku xfugai tempt xtjud (tanpat
shalat).67o

Pertanyaan:
Apakah bersentuhan dengan suster (perawat atau dokter perem-
puan) sebagaimana yang biasa terjadi membatalkan wudhu, lebih-
lebih jika wanita itu musyrikah?

Jaanban:
Menurut pendapat yang rajih (kuat), bersentuhan dengian wanita
tanpa syahwat tidaklah membatalkan wudhu.

Pertanyaan:
Apa yang harus dilakukan oleh dokter muslim apabila tampak
olehnya bahwa temannya atau direkturnya menghisap/meminum
benda-benda memabukkan?

Jawaban:
Menggunakan metode yang paling bijaksana dan pating lematr-
lembut untuk menghilangkan kemunkaran tersebut" menurut ke-
mampuannya, dan hendaklah ia menganggap dirinya sedang meng-
hadapi pasien yang menderita penyakit tertentu. Di samping itu, hen-

570HR srkhari dalam'ash-Shalah", juz 1, hlm. 5JJ, hadits nomor 4J8; dan Muslim
dalam 'al-UasaJid' , i]uz 7, hlm. J7O, hadits nomor S2t dan 522.

885
I

daklah meminta tolong kepada setiap ahli pikir agar dapat memecah-
kan masalah tersebut secara bijak.

Pertanyaan:
Apa yang meniadi kewajiban kita dalam menghadapi masalah
menuurp aurat omng sakit dan anggota ubuhnyayangterbuka bukan
dalam keadaan darurat, apakah kia menganjurkan lepadanya?
I

Jautaban:
Ini.merupakan sesuatu yang wajib disebarluaskan agar diketahui
setiap muslimah dan dilakukan mana yang lebih positif, kecuali
dalam keadaan darurat, meskipun kebolehan karena darurat harus-
lah diukur dengan kadar kedaruratannya.

Pertanyaan:
Bagaimana hukum mempergunakan alkohol yang bersih untuk
kulit?

Jautaban:
Tidak apa-apa, ia bukan khamar yang diharamkan, karena khamar
sengaia disiapkan untuk diminum. Dalam hal ini ada fuqaha yang
menganggap najisnya khamar adalah najis maknawiyah, bukan
najis hissiyyah (menurut pancaindra), dan ini merupakan pendapat
Rabfah --guru Imam Malik-- dan lain-lainnya.
Dalam kaitan ini, Lembaga Fatwa di al-Azhar sejak dulu memper-
bolehkan penggunaan alkohol untuk kepentingan tersebut. Adapun
Sayid Rasyid Ridha mempunyai fanra yang t€rinci dan argumentatif
tentang kebolehannya. Silakan mengkaji fanrra-fanua beliau.

C. Pada Watttu Seseorang Meninggal Dunta


Pertanyaan:
1. Apa yang harus diucapkan terhadap orang sakit yang hampir
meninggal dunia?
2. AW yang harus diucapkan terhadap keluarganya untuk menya-
barkan mereka?
3. Apa yang harus dilakukan dokter tepat ketika si sakit meninggal
dunia?

886
4. Bagaimana hukum transplantasi (pencangkokan) organ tubuh
dari orang hidup atau dari orang mati?
5. Apak4h definisi mati "ketika si sakit masih bernapas dengan per-
napasan buatan dan jantungnya masih berdenyut hanya karena
perantaraan obat perangsang", berarti kematian bagian utama
otak (brain stem) sebagaimana yang ditetapkan dokter-dokter dari
Barat?

Jawaban:
Saya telah menjelaskan masalah-masalah yang ditanyakan di
atas dalam fanua-fanra sebelum ini, karena itu dipersilakan memba-
canya kembali.sTl

D. Bebempa Pertanyaan Umum


Pertanyaan:
Bagaimana jalan keluarnya apabila seorang dokter pria berduaan
dengan pasien wanita atas permintaan pasien tersebuB

Jawaban:
Duduk bersamanya dengan pintu tetap terbuka, dan menunduk-
kan pandangan.

Pertanyaan:
Ddam suatu kongres kedokteran ada salah seorang peserta )rang
mengemukakan pendapat yang aneh-aneh t€ntang pencipaan jagad
raya ini. Apakah pendapat seperti itu wajib disanggah ataukah
didiamkan saia?

Jawaban:
Hal itu terserah kepada kemampuan dan kebiiakan si musllm,
karena pada suaru saat meluruskan dan memberikan komentar ter-
kadang ada manfaatnya, tetapi pada saat yang lain kadang-kadang
tidak ada gunanya; terkadang diperkenankan dan kadang-kadang
tidak diperkenankan. Hal ini memang merupakan suatu bencana

S7ll.ltrrt
fatwa tentang 'Euanasia', 'seputar Pencangkokan organ Tubuh", sera
"Hak dan Kewaiiban Keluarga dan Teman-t€man Si Sakit'.

887
)ang sudah kita kenal di antara bencana-bencanayangditimbulkan
kaum materialis terhadap ketetapan-ketetapan ilmu alam yang jauh r
dari senruhan iman.

Pertanyaan:
Bagaimana hukum bermuamalah (bergaul) dengan pemeluk
agama lain, sejak memulai salam dan lainnlra, baik di timur maupun
di baraq sementarir di antara mereka ada yang menfadi direknr kami? |

Jaauban:
Allah berfirman --ketika mengambil Janfi kepada Bani Israil:
"... &n ucapl<anlah kata-kata ltang baik kepda manusia -.." (al-
Baqamh:85)

Dia pun berfirman mengenai sesuatu yang disyariatkan-Nya ke-


pada kaum muslim.
I

'{:lAdl}3.orVi.S,
"Dan latakanlah kepda hanba-haflrba-Ku,'Hanhklah mereka
mengacaplran perktaan yang lebih Mik (bnar).... -(al-Isra': 55)

Di antara perkaaan yang baik atau yang lebih baik ialah men-
dahului menyapanya dengan sapaln yang sesuai dan mempergauli
mereka s€cara baik. Hal d€mikian bahlon dapat dianggap *bagal
wasilah dalcurah lapada mereka.

Pertanyaan:
Apa yang wafib dilakukan seorang dokter mengenai pemerkosaan
jika ia mengetatrui pelakunya? Apakah ia harus memberitahukannya
Iepada keluarga si wanita dengirn menceritakan keseluruhannya
ataukah menutrrpinya?

Jaauban:
Hd ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan lingkungan dan
kondisinya, sebab seorang mukmin haruslah cerdas dan cekatan
lpandai membaca keadaan dan menyikapinya).

888
Pertanyaan:
Bagaimana hukum duduk di tempat pertemuan yang dihidangkan
khamar di sana, sementara tempat itu merupakan sanr-satun)ra t€m-
pat yang penuh dengan makanan, dan pertemuan itu diselenggara-
kan sehari penuh?

Jaauban:
Seorang muslim harus berusaha menghindarinya sedapat mung-
kln, mengingat hadits syarif yang berbunyi: :

G)n, ot, ) . !(tt t{tt/r' 4 L45 L\6


"8anngsiap ltang briman kep& Nhh dan hari akhir, maka
firnganhh ia daduk di depn mejayangdihidangftan hhamar@-
nYa672

Kecuali jika dalam keadaan terpaksa. AIIah berfirman:


"... wungulnrya Nlah telah menjelaslcan k@mu ap tang
dih,annkan-Ity a&rs lamu, kerrnli apa Wrg trlrpka lamu
meJmlcailrya .... " (al-An'am: I I g)

Pertanyaan:
Dalam sttuasi tertentu, suatu kelompok rahasia tidak dapat me-
ngumpulkan anggotanya lecudi di bar --seminggu sekali-- unfirk
mengkaJi berbagai situasi dan kondisi, dengan alasan bahwa tempat
tersebut jauh dari udara rumah sakit. Mereka adalah para pemimpin
muslim, sedangkan si anggota perlu membantu mereka unark
merencanakan kegiaan pada masa mendatang. Nah, apakah dia
harus memunrskan hubung;an dengirn mereka ataukah harus pergi
bersama mereka dengan terpalsa?

572HR Tirmid,i dalam 'al-Adab',lrlz 5, hlm. 1O{, hadits no. Z@1, datbdiau berkaa,
'Hasan gharib."

889
Jawaban:
Orang muslim adalah mufti bagi dirinya sendiri dalam persoalan-
persoalan tertentu, dia mengetahui mana yang dianggap darurat dan
mana )rang bukan darurat. sedangl@n orang mukmin yang kuat
lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang
lemah.

Pertanyaan:
Ikut serta dalam berbagai acaralresepsi di rumah sakitberkenaan
dengan hari ulang tahun dan tahun baru. Bagaimana hukum meng-
hadiri acara-acatatersebut, atau mengirimkan kartu ucapan selamat
kepada direktur dan handai taulan, atau menjawab ucapan selamat
ulang tahun atau tahun baru?

Jaanaban:
Bersikap baik terhadap mereka cukup dengan menggunakan
karm dan sejenisnya, tidak usah menghadirinp, kecuali rika keha-
diran tersebut membawa kemaslahatan bagl Islam dan kaum muslim.

Pertanyaan:
Bila seseorang berpuasa pada waknr sebelum uiian atau pada
waktn ufian ),ang kadang-kadang memakan waktu 18 atau 20 iam,
maka dalam hal ini bolehkah ia berbukaz

Jautaban:
Seyogiaqya seorang muslim makan sahur dan berniat puasa lan-
tas mencoba. Iika ia mampu melakukannya, maka alhamdulillah;
dan iika merasa saryat berat hendaklah la berbuka dan mengqadha-
nya setelah itu. Dalam mengirkhiri apt yalrtg mewajibkan puasa,
Allah berfirman:
"... NIah nrurylwilhki kanudalrut bglnq en Mal< nruA@ki
kanlarut bglmu .... " (al-Baqanh: I85)

Pertanyaan:
Menyebut-nyebut teman mengenai teaOaannla png tidak disukai
sering t€riadi di rumah-rumah sakit, misalnya perkataan "dia dokter
yang lamban atau bodoh", meskipun pembicaraan sepefi inr
kadang-kadang untuk kebaikan keria png bersangkutan. Apakah

890
hal itu diperbolehkan? Dan apa yang harus dilakukan oleh dokter
yang masih muda-muda ini bila yang melakukan ghibah tersebut
adalah direkturnya, haruskah menasihatinya atau diam saia?

Jaanban:
Bedakanlah antaraghibah dengan kritik. Yang t€rmasukbab ghi-
bah adalah haram hukumnya, sedangkan yang t€rmasuk bab kritik,
maka memberi nasihat dalam kritik ini harus dilakukan dengan le-
mah lembut dan menurut kadar kemampuannya.

Pertanyaan:
Apakah ada perbedaan menurut hukum antara menyebut aib
orang muslim dengan orang nonmuslim, atau menasihati orang mus-
lim dengan orang nonmuslim?

Jautaban:
Islam memelihara dan menjaga kehormatan manusia siapa pun
'orangrura, muslim atau nonmuslim. Hanya saia kehormatan orang
muslim lebih besar, dan kehormatan orang yang punya hak yang
lebih besar itu lebih besar lagi, misalnya kedua orang tua, sanak
keluarga, tetangga, dan guru.

Pertanyaan:
Bagaimana hukum menunda giliran (mendatangi istri) hingga
selesainya ulangan atau ujian?

Jautaban:
Tidak ada larangan apabila kedua suami-istri telah sepakat dan
tidak menimbulkan mudarat bagi si istri. Para sahabat juga adayang
melakukan czl (mencabut dzalcar dari faraj istri untuk menumpah-
kan sperma di luar faraj pada waktu ejakulasi) karena alasan dan
sebab-sebab tert€ntu, t€tapi hd itu tidak dilarang oleh Rasulullah
saw., sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits sahih.

Pertanyaan:
Bagaimana hukum tertidur dari shalat wajib setelah berjaga
terus-menerus dalam bekerja, apakah si istri wajib membangunkan
suaminya dalam keadaan seperti ini ataukah membiarkannya?
Jautaban:
Pena penugasan dan pemberian sanksi diangkat dari oranglang
tidur hingga ia bangun, lebih-lebih jika ia beriaga -sebelum tidur--
untuk melakukan pekeriaan yang dibenarkan syara, dan hendaklah
ia melakukan shalat sewaktu ia bangun. Selain itu, berdasarkan
prinsip kemudahan png menjadi fondasi bangunan hukum syariat,
tidaklah waiib bagi istri membangunkannya iilta ia dalam nndaan
lelatt dan payah, karena kasihan terhadap tcaAaannya, dan berar-
juan agar ia mampu melanjutkan pekerfaannya:
"... Dan Dia (NIah) *lrali-kali tidak menjadit<an untuk hmu dalam
agan a suatu ke*mpitan...." (al-Haff : 78)

Pertanyaan:
Bagaimana hukum meninggalkan shalat Jum'at satu kali atau
lebih yang disebabkan kondisi kerjanya, seperti terus-menerus
memantau kondisi orang sakit atau melakukan pekeriaan/tugas pada
waktu shalat itu sendiri?

Jaanaban:
Yang dilarang dan diancam ialah meninggalkan shalat fum'at riga
kali tanpa udzur, sedangkan udzur dalam kasus ini sangat felas.
Maka seyogianya seorang muslim berusaha sungguh-sungguh
untuk menanggulangi udzur tersebut sedapat mungkin, dan tiap-trap
orangakan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya. e

892
BAGIAN VII/,

tAPAtlGAtl POIITIK
DAI{ PEMERINTAI{AN
I

ISLAM DAN POLITIK

Pertanyaan:
Pada tahun-ahun belakangan ini muncul beberapa istilah yang
dipopulerkan lauat ucapan dan tulisan sebagian kaum sekuler dan
kaum orientalis dari kelompok kiri dan kelompok kanan, yakni peng-
ikut ideologi Marxis Timur dan ideologi liberal Barat.
Salah saru di anaranya adalah istilah 'Islam politik" (al-Islam as-
Siyasi). Yang mereka maksudkan ialah Islam yang memperhatikan
urusan umat Islam serta hubungannya baik ke dalam ataupun keluar,
dan usaha untuk membebaskannya dari kekuasaan asingyang men-
cekik leher mereka, mengarahkan urusan materiil dan peradaban
sebagaimana yang dikehendaki Islam, lcemudian berusaha membe-
baskannya dari cengkeraman penJafahan Barat baik dalam masalah
kebudayaan, sosial kemasyarakatan, politik dan perundang-undang-
an, untuk kembali berhukum kepada syariat Allah dalam berbagai
aspek kehidupan mereka.
Mereka melontarkan istilah "Islam politik" ini dengan maksud
meniauhkan orang dari kandungan syariat Islam dan dart para furu
dakwahnya yang menyeru manusia kepada Islam yang komprehensif
sebagai akidah dan syariat, din dan daulah.
Apaleh istilah baru ini dapat dircrirm dari sudut syariafl Apakah
memasulden poltdk ke dalam Islam han],a merupakan sesuatu )rang
diada-adakan oleh para iuru dakwah sekarangS Ataukah hal ini ber-
dasarkan Al-Qur'an dan Sunnah?
fiami berharap Ustadz berkenan memberikan penjelasan kepada
kami mengenai masalah ini menurut dalil-ddil syar'ryah yang muh-
kamat (ielas dan akurat), agar binasalah orang yang binasa dengirn
jelas dan agar hidup orang yang hidup dengan .ugumentasi yang
jelas pula. Semoga Allah memberi taufik kepada Ustadz dan menJadi-
kan Ustadz bermanfaat.

Jawaban:
Segala puji kepunyaan Allah. Shalawat dan salam semqga tercu-
rahkan kepada Rasulullah, keluargianya, sahabatnya, dan orang
yang setia kepadanya. Wa ba'du.
Saya akan berusaha meniawab pertanyaan saudara yang penuh

895

L
ghirah seputar masalah yang dilonarkan budak-budak pemikiran
Barat pada masa akhir-akhir ini, yang mereka sebut dengan al-Islam
as-siyasi (Islam potitik).

Pertama: Isdlah lnl Tertolak


Kita tolak istilah ini karena merupakan pelaksanaan program
yang dirancang musuh-musuh Islam, untuk memecah-mecah dan
membagi-bagi Islam menjadi beberapa bagian yang berbeda-beda,
sehingga ia bukan lagi Islam yang utuh sebagaimana yang diturun-
kan Allah dan sebagai agama yang dianut kaum muslim. Ia hanyalah
Islam parsial yang beraneka ragam dan berbeda-beda sebagaimana
yang mereka sukai.
Ada kalanya mereka membagi Islam secara teritorial atau secara
geqgrafis, sehingga ada Islam Asia, Islam Afrika, dan sebagainya.
Kadang-kadang mereka juga membagi-bagi Islam menurut zaman
atau masa sehingga ada Islam Nabawi, lslam Rasyidi, Islam Umawi,
Islam Abbasi, Islam Utsmani, dan Islam masa kini. Ada kalanya
mereka bagi menurut kebangsaan sehingga ada Islam Arabi, Islam
Hindi (India), Islam Turki, Islam Malaysia, dan sebagainya. Bahkan
terkadang mereka bagi pula menurut mazhab sehingga ada Islam
Sunni dan Islam Syi'i, kemudian Islam Sunni mereka bagi lagi men-
jadi beberapa macam, demikian pula dengan Islam Syi'i.
Lalu mereka tambah lagi dengan bentuk pembagian yang lebih
baru sehingga muncul istilatl Islam revolusioner, Islam konservatif,
lslam radikal, Islam fundamentalis, Islam ldasik,lslam kanan, lslam
kiri, Islam yang loku, dan Islam yang fleksibel.
Pada akhirnya, ada Islam politik, Islam rohani (spirltual), Islam
temporal, dan Islam teologis. Kita tidak ahu pembagian Islam macam
apa lagr yang akan mereka lontarkan kepada kita pada mit^sa men-
datang.
Sebenarnya seluruh pembagian ini terlolak menurut pandangian
Islam. Di dunia ini Islam hanya ada satu, tidak bersekunr dan ddak
mengakui yang lain, yaitu Islam sejak pertama kali, Islamnya Al-
Qur'an dan As-Sunnah (yakni Islam menurut Al-Qur'an dan As-Sun-
nah). Islam menurut pemahaman generasi umat yang paling utama
dan sebaik-baik angkatan, dari kalangan sahabat dan orang-orang
yang menglkuti mereka dengan baik, yang dipuji oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Inilah Islam yang sebenarnya, sebelum dicoreng tangan-tangan
hitam, dan sebelum kejernihannya dikotori oleh kebohongan-kebo-

896
hongan agama lain dan ekstremitas berbagai aliran, sebelum dinodai
igauan para filsuf dan bid'ah-bid'ah firqah, hawa nafsu kaum pem-
bantah dan pemikiran ahli kebatilan, kepercayaan kaum ekstremis
dan pemutarbalikan tukang+ukang takwil yang dungu.

Kedua: Islam adalah Polidk


Saya merasa wafib mengumumtrran secara terus terang batrwa Islam
yang sebenarnya --sebagaimana yang disyariatkan Allah-- tidak
mungkin tidak politis. fika Anda hendak melucuti dan menelanjangi
Islam dari politik, hal itu tidak mungkin dapat dilakukan. Hal iru
hanya dapat Anda lakukan terhadap agama lain, mungkin Budha,
Nasrani, atau lainnya.
Hal ini dikarenakan dua alasan yang mendasar:
Pertama: bahwa Islam memiliki sikap yang ielas dan hukum yang
terang mengenai berbagai masalah 1ang dianggap sebagai pilar politik.
Dengan demikian, Islam bukanlah melulu akidah teologis atau
syiar-syiar peribadatan, ia bukan semata-mata agama yaJng mmgatur
hubungan antara manusia dengan Tuhannya, yang tidak bersang-
kut-paut dengan pengaturan hidup dan pengarahan tata kemasyara-
katan dan negira.
Tidak, tidak demikian ... Islam adalah akidah dan ibadah, akhlak
dan syariat yang lengkap. Dengan kata lain, Islam merupakan
tatanan yang sempurna bagi kehidupan, karena ia telah meletakkan
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah, tasyri' dan pengarahan-peng-
arahan yang berhubungan dengan kehidupan individu, urusan ke-
luarga, tata kemaqrarakatan, prinsip pemerintahan, dan huburtgan
internasional.
Barangsiapa yang membaca Al-Qur'anul Karim dan Sunnah Mu-
thahharah serta kitab-kitab fiqih dari berbagai mazhabnya, niscaya ia
akan menjumpai hal ini dengan sejelas-jelasnya.
Bahkan bagian ibadah dalam fiqih iru pun tidak lepas dari politik.
Kaum muslim telah sepakat bahwa meninggalkan shalat, enggan
membayar zak,at, terang-terangan berbuka (tidak berpuasa) pada
bulan Ramadhan, dan tidak mau menunaikan haji, semua itu meng-
haruskan yang bersangkutan dijatuhi hukuman dan u'zir, bahkan
kadang-kadang perlu diperangi jika ada kelompok yang memiliki
kekuatan yang mendukungnya, seperti yang dilakukan Abu Bakar
r.a. terhadap orang-orang yang enggan membayar zal<at. Bahkan
kaum muslim mengatakan bahwa penduduk suatu negeri apabila
meninggalkan sebagian Sunnah yang merupakan syiar Islam seperti
T
I

azan, khitan bagi laki-laki, atau shalat'Id, maka merekawaiib diseru


untuk menunailannya dan dikemukakan huiiatr terhadap mereka'
file mereka masih terus membandel, merekawajib diperangi sehingga
mereka kembali kepada jarnaah yang mereka tinggalkan.
Islam memiliki kaidah-kaidah, hukum-hukum, dan pengarahan-
politik pgr-
-politikpendidikan, -Pgltik informasi,
pengarahan dalam politik
irnding-undangan, hukum, politik kehartabendaan, politik
perdar[aian, pofuik plperangan,dan segala sesu?q yanq berq!:::::::::::::::ngaruh
terhadap tetiiaupan. ir,taka tidak bisa diterima kalau Islam dianggap
nihil dan pasif, batrtan menjadi pelayan bagi filsafat aqu ideoloSt
lain. lslani tidak mau kecuai murjadi tuan, panglima, komandan,
diikuti, dan dilayani.
Bahkan tslarir tidak menerima apabila sistem kehidupan dibagi
antara dia dengan tuan yang lain, yang bersama-sama dia membagl
pengarahan atlu perundang-undangan. Isllm iu.ga tidakrela terha-
dap"perkataan yairg dinisbatkan kepadq Almasih a.s., "Berikanlah
rciaaa kaisar apa yang untuk kaisar dan kegada Allah apa yang
untut Allah.' SeUaU menurut falsafah Islam, kaisar dan apa yang
untuk kaisar itu hanyalah kepunyaan Allah Yang Maha Esa, Dzat
yang ada di langit dan makhhrk yang ada di
-burii, memiliki maktrluk
yang
apa safa yang ada ai nngit dan apa saja yang ada di bumi, baik
kepemilikan maupun kekuasaan.
Ide tauhid dalam Islam bernrmpu pada asas bahwa manusia mus-
lim tidak akan mencari tuhan selain Allah, tidak akan meniadikan
pelindung selain Allah, dan tidak akan mencari hakim selain Allah,
iebagairi'ana diielaskan oleh surat "At-Tauhld al-Kubra' yang terke-
nal dengan sebutan surat "al-An'am".
Akid-ah tauhid pada hakikatnya adalah revolusi untuk mewujud-
kan kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan bagi manusia, se-
hingga tidak boleh sebagian manusia-menja{ikan sebagian lainnya
sebfiai uhan selain Ailah, dan akidah tauhid juga mgmbalalkan
penyimbahan manusia kepada manusia lain. IGrena Rasul yang
inuiia saw. selalu menutup suratnya kepada raia-taiaAhli Kitab de-
ngan ayat mulia yang tertera dalam surat Ali lmran ini:
"I(atakanlah, 'Hai Nili Rtab, mailah (brWgn) kepda suatu
latimat (ketetapn) yang tidak ada per*lisihan antan kami dan
l<amu, fuhwatidak kita xmfuh kecaali Nlah dan tidak kitaWIrr''
kutukan Diadengan *suatu pun dantidakpula*Mgian kitamen-
iadil<an *fugian yng tain *fugai tuhan *lain NIah.'Jika
mercka

898
brpalinS mal<a katakanlah kepda merelra,'hloikanlah fuhwa
l<ami adalah oftng-orang yng bersr"rah diri (kepda Nlah).- lffil
Immn:64)
Inilah rahasia berhentinya kaum musyrik dan pembesar-pemhsar
Mekah dalam menghadapi dakwah islamiyah sejak hari pertama de-
ngan semata-mata kibaran bendera "Iaa Ilaaha lllallah', karena
mereka mengetahui apa yang ada di balik kalimat itu beserta makna
perubahan yang dikandungnya terhadap kehidupan.sosial dan poli-
tik, di samping perubahan agama yang sudah dimaklumi tanpa ragu-
ragu.
Kedua: bahwa kepribadian muslim --sebagaimana yang dibenruk
Islam dan diciptakan oleh akidah, syariat, ibadah, dan pendidikan-
nya- tidak mungkin kosong dari muatan politik, kecuali jika pema-
hamannya yang buruk terhadap Islam atau penerapannya yang ke-
liru.
Islam telah meletakkan kewajiban di pundak setiap muslim )xang
disebut amar bil ma'ruf dan nahyu 'anil munkar, yang kadang-kadang
diungkapkan dengan istilah: "memberi nasihat kepada para pemim-
pin kaum muslim dan kepada kaum muslim secara umum", yang di
dalam suatu hadits sahih diistilahkan sebagai agama seclra keselu-
ruhan. Kadang-kadang juga diistilahkan dengan "at-towashi bil-haq
wat-tawashi bish-shabr" (saling berpesan dengan kebenaran dan saling
berpesan dengan kesabaran), yang merupakan syarat pokok kesela-
matan dari kerugian dunia dan aktrirat sebagaimana diielaskan oleh
surat al-'Ashr.
Selain itu, Rasulullah saw. juga menganjurkan kepada manusia
muslim untukmemerangi kerusakan di dalam tubuhumatlslam, dan
hal ini dianggap sebagai jihad yang lebih utama daripada perang t€r-
hadap orang luar. Uaka ketika ditanya tentang jihad png paling uA-
ma, beliau menjawab:

.s9rs1iL1b3i\1K'tL8'J#
"JiM Wng pal@ ttuma ialah nengtoifun Nata n WW fuar
terhadap pnguasa Wg zalim.673
573nR Ibnu Maiah dari Abu Sa'id, diriwayatkan oleh Ahmad, Ihabrani, dan Baihaqi
dari Abu Umamah, dan diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa'i, dan Baihaqi lturiq bin Syihab
dengan sanad sahih.
Lihat, Muthtashlr Syarah al-Jami'ash-Shtghir, juz 1, hlm. 81. (Dctrl.)

899
Y
I

Hal ini disebabkan kerusakan dari dalam akan membentangkan


jalan bagi musuh dari luar.
Oleh sebab itu, mati syahid dalam rangka ini dinilai sebagai fenis
mati syahid yang paling tinggi di jalan Allah:

DGtULi{k#/og$fiili'q
)G$Yo&'6ryk
w rti t
[,
"
o\, .

"Pengfiufu pn syrlnda ialah Harnzal\ kemudian orustalrgmeng-


hadap kepda penguan yang zalim lantas ia menyuruhryta (ber-
buat ma'rut) dan menegahrya (dafi kemunlarut) kemudian ia
dibunuhnYa.6Te

Selain itu, Islam menanamkan ke dalam jiwa setiap muslim sikap


penolakan terhadap kezaliman dan pengingkaran terhadap orang-
orang yang zalim, sehingga di dalam doa qunut yang diriwayatkan
dari Ibnu Mas'ud, yang diamallen oleh mazhab Hanafi dan lainnya,
diucapkan:

uis+s,3tK*y6's5a,./
U
"Ifuni brsyhr k@a-Mu, y Nlala lami ti&l< fufur kepda-Mu,
dan kami brleps dirt dan lrami tinggalkan onng Wg durhala
kepda-Mu."

Islam juga menganjurkan kaum muslim berperang untuk menye-


lamatkan orang-orang t€rtindas dan orang-orang lemah di muka bumi
dengan menggunakan ungkapan yang sangat persuasif:
Mengap lamu ti&k nnu brperury di ialan Nhh dan (memfula)
onng-orang yang lemah baik kki-lald, wanita-wanita, maupun

574HR Hakim dan adh-Dhiya' dari


tabir dengan sanad sahih. Lihat, Mukhtashar Syarah
jrn2, hlm. 57. (Pcnr.)
al-Jami'th-Shaghir,

900
anak-anak gng *muanya berdm, Ya Tuhan kami, kelua*anlah
kami dari negeri ini (Melrah) lnng zalim pendudulotya dan tunhh
kami pelindung dari sisi Engkau, dan beilah kami penolong dari
sisi Englrau." (an-Nisa': 75)

Islam juga menimpakan kemarahan yangbesar dan pengingkaran


yang sangat terhadap orang-orang yang mau menerima peng-
aniayaan dan rela berdomisili di negeri tempat mereka dihinakan dan
dianiaya, padahal mereka mempunyai kemampuan untuk hiirah dan
berlari ke negeri lain. Allah berfirman:
"ksungguhnlta onng'onng ltang diwalatl<an malailrat dalam ke-
adaan menganialm dii xndii, (kepda mercka) malail<at bertany4
'Dalam keadaan bagaimana kamu ini?' Merelca menjawab, AdaIaIt
lrami onng-onng yang tertindas di negeri ini (Melrah).' Pan malai-
kat furkat4'Bukankah bumi Nlah itu luas *hingga kamu dapt
brhijrah di bumi itu?' Orang-orang itu tempfrrya nenlra Jaha-
nam, dan Jahanam itu reburuk-buruk tempat kemfuli. Kecaali
merel<a yang tertindas fuik laki-laki maupun percmptan ataupun
anak-anak yng tidak mampu bedan upalta dan tidak mengetahui
ialan (untuk hijnh). Mereka itu, mudah-mudahan Nlah memaaf-
kanrya. Dia adalah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun." lan-
Nlca':97-99)

Terhadap orang-orang lemah dan tidak berdaya ini, Al-Qur'an


menyebutkan'mudah-mudahan Allah memaafkan mereka", dengan
nada berharap kepada Allah Ta'ala. Hal ini jelas merupakan keti-
dakrelaan mereka terhadap penghinaan dan penganiayaan, selama si
muslim masih menemukan jalan untuk menolaknya.
Pembicaraan Al-Qur'an yang berulang-ulang mengenai orang-
orang yang aniala dan congkak di muka bumi, seperti Fir'aun, Haman,
Qarun, pembantu-pembantu (pqgawai-pegawai) dan tentaranla, t€lah
memenuhi hati orang muslim dengan perasium benci terhadap mereka,
ingkar terhadap kelakuan mereka, marah tfrhadap ltezaliman mereka,
dan mengharapkan kemenangan bagi para korban penganiayaan dan
penindasan mereka.
Begitupun pembicaraan Al{ur'an dan As-Sunnah mengenai sikap
berdiam diri terhadap kemunkaran dan terhadap para pelakunya --
baik kalangan penguasa maupun rakyat-- merupakan pembicaraan
yang cukup mengguncangkan perasaan setiap orang yang di dalam

901
hatinya masih terdapat butir-butir iman. Al-Qur'an menyebutkan:
Tehh ditahati onngonng hfrr dafi Bani lfiil dengu liwt Daud
dan Is putra Marl,am- Yang demikian itu di*fu,bl<an metel<a dur-
haka dan setalu melampaui batas. Mercka v,tu sama lain *lalu
tidak melanng tindakan munkar yang mereka perbual Sesung-
ghnp amat buruklah aW Wg xlalu mercka petbuat itu." l^l'
Ma'ldah:7a-791

Rasulullah saw. bersabda:

'F 39,9$;;As,#d*r,Jrs U
444W"{69,r>wffi
"knngsiap di antan lramu melihat kemunl<aran, maka hendak-
tah ia mengufuhnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, mal<a
hendaklah dengan linnnya. Dan iil<a tidak mampu, maka hendak-
tah dengan hatinya; tetapi yang demikian itu merupkan tingl<atan
iman yang pling lsm2fi.'675

Maka merupakan suatu kekeliruan iika orang yang menganggap


kemunkaran hhnya terbatas pada perzinaan, minum khamar, dan
yang seienisnya.
Sesungguhnya menjadikan hina suatu bangn adalah benar-benar
perbuatan hunkar; kecurangan dalam pemilihan umum merupakan
kemunkaran; tidak mau memberikan kesaksian; menyerahkan urusan
(iabatan; kepada yang bukan ahlinya adalah suatu kemunkaran;
irenggelapkah harta milik umum (negara) merupakan temunkaran;
menimbun perdagangan yang dibutuhkan manusia untuk kepentingan
perseorangan atau kolektif adalah suaftt kemunkaran;,inemeniara-
kan orang tanpa kesalahan menurut keputusan pengadilan ya-ng adil
adalah suatu kemunkaran; menyiksa orang dalam penjara dan ta-
hanan pun tergolong tindak kemunkaran; memberikan suap, mene-

575HR Muslim dan lainnya dari Abu Sa'id al-Khudri

902
rimanya, dan menjadi perantaranya adalah perbuatan munkar; me-
rayu penguasa dengan cara batil dan membakar dupa di hadapannya
merupakan perbuatan munkar; serta memberikan loyalitas kepada
musuh-musuh Allah dan musuh-musuh umat Islam adalah tindakan
yang munkar.
Dengan demikian, kita akan mendapati wilayah kemunkaran yang
begitu luas dan terus berkembang, melebihi apa yang diperhitungkan
orang dalam bingkai politik.
Maka, apakah seorang muslim yang peduli terhadap agamanya
dan sangat berhasrat mendapatkan ridha Tuhannya akan berdiam
diri saja? Ataukah ia akan lari dari medan karena menghadapi ke-
munkaran-kemunkaran seperti itu dan lainnya ... karena takut dan
berharap, atau karena mementingkan keselamatan dirinya? Sesung-
guhnya jiwa semacam ini apabila merajalela di kalangan umat Islam,
maka berakhirlah risalah mereka. Mereka dihukumi sebagai "telah
tiada", sebab mereka telah meniadi umatlain, bukan umatyang disi-
fati Allah dengan firman-Nya:

e;+r i o, 3'-,15\'o : )U,-t6&; $ f I


'r(r)4, /- ,?f /
el.b;;l;h5iq"
'lkmu adatah umat terbaik yng dilahi*an uoiuk *r-
^anuria,
nyuruh kepada png ma'nil, mencegah dai lnng munkar, dan ber-
iman kepda Nlah ...." (AIi Imran: I IO)

uaka tidaklah mengherankan jika kita mendengar ancaman Nabi


saw. terhadap umat yang memiliki sikap dan kualitas mental seperti
telah disebutkan itu. Sabda beliau:

4-, f)rJ:lx{il:J +tA &, o-l:,st


'&{b'#:(itrilv
"apabila kamu lihat umatku sudah taktt mengucapkan kepda
orang yang zalim: 'Hai orangyang zalim,' maka ucapkanlah selamat
tinggal kepada mereka.67 6

576ttR Ahmad bin Hambal dalam Musnad-nya dari Abdullah bin Amr.

903
Orang-orang seperti itu sudatr kehilangan ketayalan hidup. Dalam
sebagian riwayat lagi dikatakan:

6AtSr"a^€"*1r&Xo
"Dan perut bumi lebih fuik fugi mercka dadpda permul<aann1a."

Sesungguhnya setiap muslim --sebagai konsekuensi keimanan-


nya-- dituntut agar tidak bersikap lepas tangan terhadap kemunkar-
an, apa pun macam dan jenisnya, baik dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, atau kebudayaan. Bahkan sebaliknya, ia harus memerangi-
nya dan berusaha mengubahnya dengan tangannya kalau ia mampu,
jika tidak mampu maka hendaklah mengubahnya dengan lisannya
dan memberikan penjelasan, dan jika tidak dapat mengubahnya de-
ngan lisan barulah berpindah kepada peringkat terakhir dan teren-
dah, yaitu mengubah dengan hati, yang oleh hadits disinyalir sebagai
(selemah-lemah iman).
adh' aful- iman
Rasulullah saw. menyebutnya "mengubah dengan hati", karena
merupakan beban moral dan perasaan terhadap kemunkaran dan
pelakunya serta lingkungannya. Beban moral ini bukannya sesuatu
yang pasif sebagaimana anggapan orang selama ini, sebab jika demi-
kian tidak mungkin hadits tersebut menamainya dengan nghyir
(mengubah).
Beban yang terus-menerus menghimpit jiwa, perasaan, dan hati
ini pada suatu hari akan menyembul keluar dalam bentuk tindakan
aktif, yang kadang-kadang dalam bentuk revolusi atau tindakan
masal yang tidak dapat dipandang dengan sebelah mata. Sebab
tekanan yang bertumpuk-tumpuk itu pasti akan menimbulkan pan-
caran (aksi), sebagai sunnah Allah terhadap makhluk-Nya.
Apabila hadits ini menamakan sikap tersebut sebagai "mengubah
dengan hati", maka hadits yang lain menamakannya denganlihad al-
qalbi (perjuangan hati), yang merupakan peringkat jihad yang ter-
akhir, sebagaimana ia merupakan peringkat iman yang terakhir dan
paling lemah. lmam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud secara
marfu'bahwa Nabi saw. bersabda:

u/4 ts * t,
#)* g,i:/{* 6 :)2\i
904
,fuiifr845C$'e*;:r
// ,v-

brr{SrUgWL*,,*ir,Ciw
C{JL1J,';3)3%<l\1'SjJ4A#
?6.4i^ceK5 3?F11v
L,.jt';6$i,),&Ggii6,Lr3^
6.4:,b;1*;t4W6\+s6
-)'i/'oit&liCAl\Ai'
'Tiada seoratrg pun nabi yang diutus oleh Nlah *belumkt me-
lainkan ia mempunyai pendukung dan shabat dai umahlra yang
berpegang pada sunnahnya dan mengikuti perintahnya. Kemudian
sesudah mereka datang pengganti-penganti Snng mengatal<an
resuatu yang tidak mereka kerjakan, dan mengeriakan sesuatu
png tidak dipeintahkan kepada merelca. knngsiap yang beii-
had @erjuang) menghadapi merel<a dengan angannya, mak dia
adalah mulonin; banngsiapa yang berjihad menghadapi mereka
dengan linnng, maka dia adalah mulonin; dan banngsiap yang
berjihad menghadapi mereka dengan hatinya, maka dia adalah
mukmin. Di balik itu (yakni bila jihad dengan hati pun sudah tidak
ada), mal<a sudah tidak ada iman lagi, walau hany *bnt biji awi."

I'radang-kadang seseorang tidak mampu menghadapi kemunkaran


seorang diri, lebih{ebih bila api kemunkaran sudah menyala demi-
kian besar, dengan para pelaku yang telah kuat. Atau jika kemun-
karan tersebut justru datang dari pihak penguasa yang mestinya
sebagai orangyang pertama kali memerangi kemunkaran, bukan se-
bagai pelaku dan pelindungnya. Jika demikian, keadaannya seperti
kata pepatah: "Penjaganya yang melanggar." Atau seperti kata
pujangga:
"Penggembala kambing menjaga kambing dari serigala

905
Tei14 bagaimana jadinya
I
fika penggembala itu pemilik serigala?"

Dalam kondisi seperti ini kewaiiban bekeria sama dan saling


membantu untuk mengubah kemunkaran tidak dapat disangsikan
lagi, karena merupakan bannr-membanur dalam kebaikan dan takwa.
Sedangkan keria kolektif (amal jama'i) melalui organisasi dan partai
serta sarana lain yang memungkinkan merupakan kewajiban yang
ditetapkan agafita, sebagaimana ditunnrt oleh realitas dan kondisi
yangada.
Sesungguhnya apa yang di dalam filsafat dan perundang-
undangan modern diistilahkan dengian "hak' bagi manusia untuk
mengungkapkan, mengluitik, dan menentang, oleh Islam hal ini
dianggap sebagai "kewafiban suci", sehingga berdosa dan berhak
mendapatkan hukuman dari Allah bila diabaikan. Terdapat perbe-
daan besar antara 'hak" yang masuk dalam wilayah 'mubah/boleh"
atau "boleh memilih" --yang boleh saja orang meninggalkannya jika
ia mau-- dengan "wajib/kewajiban" atau "fardhu" yang tidak ada
perkenan bagi orang mukallaf (dewasa) untuk meninggallen atau
melalaikannya tanpa adanya udzur yang dapat diterima qara'.
Dengan demikian, di antara hal yang menjadikan orang muslim
senantiasa berpolitik ialah bahwa ia dituntut oleh konsekuensi ke-
imanannya agar tidak hanya hidup mementingkan diri sendiri, tanpa
memperhatikan persoalan dan kesusatran serta kepentingan orang
lain, khususnya terhadap sesama mukmin sebagai saudara seiman:
"ksunguhryra onng-onng mulsnin itu furug,udan.... " (al-Hufu-
rat: IO)
Dalam suatu hadits, Rasulullah saw. bersabda:

906
, ^r)z)i ( .z \t)f
.HHu)9*$t(-oj I . t) 7
@,
"knngsiap yng tifuk memprlntil<an urufln l<aum muslim mal<a
tidaklah ia dai golongan mereka. knngsiapa lnng tidak setia ke-
pada Nlah, kepada Rasul-Nya, kepada pemimpin-pemimpin kaum
muslim dan kaum muslim recara umum, maka bukanlah ia dai
golongan mereka. Dan siapa pun penghuni suatu komunitas lantas
di antara mereka ada orang yang semalaman kelapann, maka
mereka lepas dai jaminm Nlah dan jaminan Rasul-Nya."

Sebagaimana mewajibkan seorang muslim agar memberi makan


kepada orang miskin, Al-Qur'an juga mewajibkan seorang muslim
agar menganjurkan orang lain untuk memberi makan kepada orang
miskin itu, jangan menjadi seperti kaum jahiliah yang dicela oleh Al-
Qur'an:
"kkali-kali tidak (demikian), *benanrya kamu tidak memuliakan
anak ltatim. Dan l<amu tifuk nling mengajak membifi makan
orang miskin " (al-Pafr: l7-lal

Al-Qur'an menganggap sikap mengabaikan masalah ini sebagai


tanda mendustakan agama:
'Tahukah kamu orang lang mendustal<an agama? Iruhh oruryyang
menghardik anak yatim, dan tidak menganju*an membei makan
orang miskin " (al-Ma'un: I-3)

Di dalam ayat lain Al-Qur'an menyertakannya dengan kekafiran


dan berhak menerima azab yang pedih di akhirat:
"Sesungguhnya dia dahulu tidak beiman kepada NIah Yang Maha
Bie:sar. Dan juga tidak mendorong onng lain untuk membi malcan
orang miskin " (al-Haqqahz 33-341

Doktrin ini di kalangan masyarakat kapitalis --yang memutus-


kan dan mengabaikan hak-hak orang miskin dan kaum lemah--
dapat menyulut revolusi dan mendorong orang-orang miskin untuk
memboikot orang-orang kaya (misalnya, mogok kerja dan sebagai-
nya; Peni.).
Selain dituntut untuk memerangi kezaliman sosial, seorang mus-
lim juga dituntut untuk memerangi kezaliman politik dan bentuk-

907
bentuk kezaliman lainnya, apa pun nama dan jenisnya. Maka ber-
diam diri terhadap kezaliman dan tidak menghiraukannya, menye-
babkan ditimpakannya azab kepada umat secara menyeluruh, baik
kepada yang berbuat zalim maupun kepada mereka yang hanya ber-
diam diri, sebagaimana firman Allah:
"Dan pelihanlah diimu dari silrsan gng tidalc khusus menimp
orangenng yang alim aja di antan kamu ...." (al-Anfal: 25)

Al-Qur'an juga mencela kaum yang patuh saja kepada para tiran
dan thaghut serta mengikuti fejak langkah mereka, seperti firman-
Nya mengenai kaum Nuh:
onng-onngpng harta dan anak-
"... dan merelra telah mengikuti
analaln tidak menambah kepdanlta melainkan kerugian blalra."
(Nuh:2I)

fuga firman-Nya mengenai kaum Hud:


"... dan mereka menuruti pintah *mua penguaa )rutg *we-
nang-wenang lagi menentang (kebenann)." (Hud: 59)

Demikian pula firman-Nya mengenai kaum Fir'aun:


"Maka Filaun mempngaruhi kaumnya (dengan per*ataan itu),
lalu mereka ptuh kepdany. I(arena *sungguhnya merelra ada-
Iah lcaum yang tasik." (az-Zukhruf: 54)

Bahkan Al-Qur'an menjadikan kecondongan dan kecenderungan


jiwa kepada kaum zalim sebagai alasan untuk ditimpakannya azab
Allah:
"Dan janganlah l<amu cenderung kepda orang-onng yang zalim
yang menyebablcan l<amu direntuh api nenlra, dan sekli-kali
kamu tiada mempunlai *oftrng penolong pun *lain dari NIah,
kemudian l<amu tidak akan dibei pertolongan " (Hud: I I S)

Di samping itu, Islam memberikan beban tanggung jawab politik


kepada setiap muslim agar hidup dalam suatu daulah yang dipimpin
oleh imam (pemimpin) muslim yang berhukum kepada Kitab Allah,
dan dalam hal ini masyarakat pun membai'atnya (berianji setia ke-
padanya). fika tidak, maka mereka disamakan dengan kaum jahiliah.
Dalam suafi hadits sahih, Rasulullah saw. bersabda:

908
,iv)\if:L11 ** A,frs ay ii
(,nsl p ot),n''())Dd'+1,
'knngsiap yng meninggat dunia *&ng o,iJi^* oo* i"n
hpt fui'at (janji setia) kepada imam (khalifah), mal<a ia mati
dalam kadaan mati iahiliah.677

Kemudian, seorang muslim kadang-kadang berada di jantung


shalat, tetapi di samping itu ia berenang dan menyelam di lautan
politik, misalnya ketika membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang berhu-
bungan dengan masalah-masalah yang oleh orang diistilahkan de-
ngan masalah politik. Barangsiapa membaca apt-ayat dalam surat
al-Ma'idah --yang menyuruh menghukum dengan apa yang diturun-
kan Allah-- dan merenungkan kandungan ayat-ayat tersebut bahwa
orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah ada-
lah tindakan kufur, zalim, dan fasik, maka dia telah memasuki maffi-
lah politik.
"... Banngsiap nng tidak memutuskan Wrl(an menurut ap
yng diturunkn NIah, male mercl<a itu adalah oftng-oftngWg
kafir." lal-lt1;6'idah : 44 )

"... Banngsiapa tihk memutuslcan perlran menurut ap yang ditu-


runhn AW nah mereka itu ahldt onn*onng yang zalim."
(al-Mn'tdah:45)
"... funngsiap yng tidak memutusl<an pedcan menurut ap ltang
diturunlran NIah, mal<a merel<a ifu adalah orang-onngyang tasik."
(al-Ma'idah:47)

IQdang-kadang ia dianggap menyerang dan beroposisi, karena


dengan membaca apt-apt ini berarti ia mengarahkan tuduhan ke-
pada peraturan dan undang-undang png sedang berlaku. Dia dituduh
menentang karena pera0uran atau undang-undang tersebut disifati
sebagai kafir, zalim, fasik, atau bahkan dengan semua sifat itu seka-
ligus.

577HR Muslim
dalam shahih-nya.

909
Contoh lain, orang yang membaca ayafayat yang melarang men-
jadikan pemimpin dan kekasih kepada orang-orang nonmukmin.

ei,r.$JC j,,*:$ri"3Si;t;'u5lqg.
@qw'p$; ;ttiaryM,
k4 6 ", +J'*l::i
"Hai orutgotangWA fuinnn hmu nagambil qangi
orang l<afrr meniadi wali dengu meninggalbn otangotangmuk'
min. Inginlrah lramu mengadakn alasn Wrg ntah bgi Nhh (un-
tuk menyilrnmu)Z" (an-Ntea", I /*41
"Janganlah onng-orang mulanfin mengambil otang'orury kafir
menjadi waIF78 dengan meningalkan onngenng mulonin
krurysiap furbuat demikian, nisrca;z l@h ia dad pftolongn
NIah keuali karcna (siast) memelihan dfui &d #@ttt Wrg
ditafuli fud metda. Dan Nlah milrryfuWatbn lomu terffip diri
(silslNya Dan ha4n kepda NIah kembalimu."(Nl Imran: 28)
"Hai onng-onng )rang beiman, ian$anlah lamu mengwbil
muwh-Ku dan musuhmu meniadi tennn-teman *tiaWg kmu
ampikan kepda merc*a (brita-bdta tentang Mulnmnnd),
lcarcna ns kasih fittang.... " (al-Mumtalranalr: I )
"Hai orang-orutg lang brinw4 ingnUn hmu ubil meniadi
tqrur @yanmu qalgcangyansd hnr bfugilttNt *artra
mer*a ti&k hetili'hentfuryn menimfullan kelant&ra&ln bgtmu.
Merelra menyulai aF Wrg menyuahbn bmu Telah rynta
kebencian dari mulut mercl<a dan apa yng di*mbunyilran oleh
hati merel<a lebih Desrr lagi...."(All Imran: II8)

Demikianlah pula halnya orang yang membaca doa qun'qt nazilah


yang ditetapkanilalam fiqih -doa png dibaca di dalam shalat set€lah
b*Ekit dari ruku' pada rakaat terakhir-- khususnya dalam shalat
jahiyah (npring bacaannya), yang disJnriatkan apabila kaum muslim
ditirip" bencana, seperti serangan musuh, teriadi gempa bumi, baniir,
bahaya kelaparan, dan sebagainya ....

578wati jamaknyra tutrlrl", yarg b€rarti teman png aknb, ju8a berarti pdindurg atau
penolong. Liltat, al-Qur an itan Tajcmahnya, catatan kaki nomor 368, hlm. 146.

910
Dalam hal ini, saya masih ingat bagaimana al-Imam asy-Syahid
Hasan al-Banna menggalakkan dilakukannya hukum syara'ini dalam
memobilisasi rakyat Mesir untuk melawan Inggris, ketika beliau me-
nulis dalam surat kabar harian al-Ihhwan al-Muslimun.ydng menuntut
kaum muslim agar membaca qunut di dalam shalat-shalat mereka
untuk menghadapi penjajah Inggris. Untuk ini beliau susun suatu
doa yang sesuai. Hanya saja, beliau tidak mengharuskan kepada se-
seorang untuk menggunakannya, namun kami menghafalnya dan
kami baca dalam berqunut dalam shalat kami. Di antara bunyi doa
qunut itu sebagai berikut:

3 ;l';,';17=-d 61,J5, 6al5 i6tr


S(, {& (, fi2VJ' 6egr, #;({(f'
,iJ*+) 3t q'S
(t',Jr i?i6
,/- 7 i - ,1.2
-U
'^L<.)1,'lr;'r( / 2

^.5
t;yfr6:,-rj
t.

+tws,w kG#irds,r6*t
k|lr',;fur,i ./< ltiblllv,)fii
,
&4f, 4'"i5, "6:+ t5,'&i5
e;; f- 4.01;:'5
"fi15, "# J*"
.fu31)W3r{*1yfgea
"tr "iiSe5, &6 6;i d^"d<*frr
.r)fri;$;'ErnK"t5
'Ya Nlah, Tuhan bagi alam semesta, Pelindung orang-orang yang
takut, Penghina orang-orang yang sombong dan Penghancur
penguasa yang sewenang-wenang. Ya Nlah, sesunguhnya Engkau
mengetahui bahwa orang-orang Inggris imperialis itu telah menja-

9tt
iah negei menmps hak lami. Mercka telah melampaui
lcami dan I
batas di dalam negert, bfu membuat keruslran Mntak di
'ang
sna. Ya NIah, tolaklah tipu daln merelra dari kami, tumpull<anlah
sr:njata mercJa, fuathlanhh dauhh melt/ra, ennilannn kdruarun
merela dafi muka bumi-Mu, dan iangan Entau bri ialan kepda
mad<a untuk nrutguani ffirangryn dai hamba-lwmfu-Mu yng
binan Ya NIah silsalah merdc., orangtang milrfuntu merrJ<a
onng yng bekeria sama dengan mercka hn onngyng mencin-
tai mereka, dengan siksaan Dzat Yang MaIn Pedcas lagi Maha
Kuas...."

Demikian pula kita bisa memasuki kancah politik dan menyelam


di dasar lautnya, padahal kita tengah berada di mihrab shalat, ber-
ibadah dan khusyu' kepada Allah.
Itulah karakteristik Islam, tidak memisahkan din dari dunia dan
tidak melepaskan dunia dari din. Al-Qur'an, As-Sunnah, dan tarikh-
nya tidak mengenal din tanpa daulah dan daulah tanpa din._ -
Orang-orang yang menganggap bahwa din (agama) tidak ada
hubungannya dengan politik sama sekali, dan mereka yang mem-
buat-buat kebohongan bahwa "tidak ada agama dalam politik dan
tidak ada politik datam agama" justru mendustakan perkaaan mereka
sendiri melalui ucapan dan tindakan mereka. Mereka sering berlin-
dung kepada agama dengan meniadikannya alat untuk melegitimasi
politik mereka dan menghukum musuh-musuh mereka. Mereka sering
memperalat orang-orang yang lemah dan dangkal pengetahuannya
tentang agama unuk membuat fanua-fanra dengan tuiuan melawan
orang yang menentang politiknya yang batil menurut agama dan sia-
sia menurut kacamata dunia.
Saya masih ingat ketika kami berada dalam penjara ath-Thur
pada-tahun 1948-1949 M, demikian banyak fanua bermunculan
yang menganggap kami --yang menyerukan untuk berhukum
dengan Al-Qur'an dan melaksanakan aiaran Islam-- memerangi
A[ah dan Rasul-Nya serta membuat keruskan di muka bumi se-
hingga kami layak untuk dibunuh, disalib, dipotong-potong tangan
dankaki kami secara silang, atau diusir dari negeri kami.
Peristiwa seperti ini terjadi berkali-kali dalam kurun waktu yang
berbeda, namun permainan drama dan sandiwara ini tetap sama
meski bentuknya berlainan.
Saya fuga masih ingat --demikian juga masyarakat-- bagaimana
-ahti
para fanva diminta untuk membuat fanua tentang perlunya

912
menggalang perdamaian dengan Israel demi melestarikan politik
mereka yang kacau balau. Hal ini dilakukan karena sebelumnya di-
umumkan fanra yang mengharamkan menjalin perdamaian dengan
Israel, dan menganggapnya sebagai pengkhianatan kepada Allah,
Rasul-Nya, dan kaum mukmin.
Para penguasa juga selalu berlindung kepada ulama-ulama agama
dengan mewajibkan atau menugaskan mereka membuat fatwa-fanra
untuk melegitimasi tuiuan politik mereka. Yang terakhir, mereka ber-
usaha menghalalkan bunga bank dan bentuk-bentuk bunga uang
lainnya. Mereka memberi jawaban dan memperkenankannya dengan
sangat lunak --bagi orang yang minim pengetahuannya atau kepe-
duliannya terhadap ag.rma-- meski tetap ditolak oleh ulama-ulama
yang mendalam ilmunya:
'Yaitu orang-orang yang menyampaikan isalalurisakh Nlah,
mereka taktt kepada-Nya, dan merel<a tiada meras takut kepda
*orang @un) *lain kepada NIah ...." (al-Ahzab: 39)

Apakah Polidk itu Buruk?


Siyasah (politik) -dilihat secara teoretis-- merupakan ilmu yang
penting dan memiliki kedudukan tersendiri. Sedangkan dilihat dari
segi praktis merupakan aktivias yang mulia dan bermanfaat, karena
ia berhubungan dengan pengorganisasian urusan makJrluk dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.
lmam lbnul Qafffim mengutip perkaaan lmam Abul Wafa' Ibnu
'Aqil al-Hambali batwa siyosah merupakan tindakan atau perbuatan
yang dengannya seseorang lebih dekat kepada kebaikan dan lebih
fauh dari kerusakan, selama politik tersebut tidak bertentangan de-
ngan syara'.
Ibnul Qalyim mengatakan, "sesungguhnya politik yang adil tidak
bertentangan dengan syara', bahkan sesuai dengan ajarannya dan
merupakan baglan darinya. Dalam hd ini kami menyebutnyadengan
"politik" (siyasoh) karena mengikuti istilatr Anda. padahal, sebenar-
nya dia adalah keadilan Allah dan Rasul-frJy3.'sze
Ulama-ulama kita terdahulu mengagungkan nilai politik dan ke-
utamaannya sehingga Imam Ghazali mengatakan,'sesungguhnya
dunia itu merupakan ladang untuk akhirat, dan tidaklah sempurna

579Ath-Thru*qul-Huhmiyyah
fs-Siyasatisy-Syar'iyyah, karya lbnul gayyrm, hlm. 1J-1S, ter-
bitan as-Sunnah al-MuhammadiyJrah.

913
agamatanpa dunia. IGkuasaan dan agama merupakan saudara kem-
bar; agama sebagai fondasi dan kekuasaan sebagai penfaga. Sesuatu
yang tidak ada fondasinya akan runtuh, dan sesuatu yang tidak ada
penjaganya akan lenyap. "58o
sementara itu, para ulama menta'rifkan imamah dan k'hilafah
(kekhalifahan) sebagai penggantian umum terhadap pemilik syariat
yakni Rasulullah saw. --untuk memelihara atau meniaga agama dan
menyiasati dunia.sol Maka khilafah adalah pemeliharaan dan siasat
(politik).
Nabi saw. adalah seorang politikus, di samping sebagai mubalig,
mu'allim (pengaiar), dan hakim. Demikian pula khalifah-khalifah
beliau yang lurus dan mendapat petunjuk sepeninggal beliau adalah
politikus-politikus yang mengikuti manhaj dan sistem Rasul. Mereka
memimpin umat dengan adil dan ihsan, dan membimbing mereka
dengan ilmu dan iman.
Namun, orang-orang pada zaman kita dan di kawasan kita khu-
susnla, karena sering kali mereka bergelut dengan f,olitik, baik politik
penjajahan maupun politik penguasa yang khianat dan zalim, maka
mereka membenci politik dan segala sesuanl yang berhubungan de-
ngannya. Lebih-lebih setelah filsafat Machiavelli (yang memper-
bolehkan segala cara untuk mencapai tujrum; Penf.) mendominasi
politik dan mengarahkannya, sehingga diriwayatkan dari Syekh
Muhammad Abduh --setelah merasakan tipu daya politik dan per-
mainannya-- beliau mengucapkan perkaaannya yang terkenal,
'Aku berlindung kepada Allah dari politik, dari orang yang sudah,
sedang, serta akan berpolitik, dan dari meniadi politikus.'
I(arena itu musuh-musuh ffkrah dan harakah Islam memanfaat-
kan ketidakpedulian orang terhadap politik ini untuk menyifati Islam
yang komprehensif dan sempurna --yang dikumandangkan orang-
orang Islam sekarang ini-- sebagai "Islam politik'.
Demikian pula, kini orang telah terbiasa menyifati segala sesuatu
yang membedakan antara orang muslim yang konsisten dan yang
oporfinis sebagai "politikus". Padahal yang demikian merupakan
penghinaan terhadap Islam dan untuk menjauhkan orangdari Islam.

s&thya ulwnlldin,ittz l, hlm. 17, "Bab al-Ilm al-Ladzi Huwa Fardhu Kifafah', terbitan
Darul-Ma'rifah, Beirut.
5Elen-ru*hori),ot .-Siyosiyyah al-Islamiyyah, Dr. Dhiyauddin ar-Rais, hlm. 125, cetakan
keenam.

914
Beberapa wanita muslimah yang berhijab di suatu negara Arab
kawasan Barat pernah datagg kepada seseorang yang terpandang
dalam masalah agama dan politik. Mereka mengadu kepadanya
bahwa beberapa fakultas mensyaratkan mereka unnrk melepaskan
hijab (busana muslimah) mereka untuk dapat diterima di fakultas
tersebut. Mereka meminta banruan kepada orang tersebut agar dapat
membebaskan mereka dari persyaratan membuka kepala dan berpa-
kaian mini, yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Tetapi betapa
terkejut pelajar-pelajar muslimah yang komitmen dan konsisten pada
agirma ini ketika orangyang mereka minai pertolongan ini mengata-
kan, "Sesungguhnya apa yang kalian pakai ini bukan semata-mata
hijab (penutup aurat), tetapi ia merupakan pakaian politis."
Bahkan sebelumnya, seorang sekularis di Tunis mengatakan
bahwa hijab merupakan salah satu bentuk sektarian. Ada pulayang
mengatakan bahwa shalat'Id yang dilaksanakan di lapangan bukan-
lah sunnah, melainkan shalat politis. Demikian juga i'tikaf pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dianggap i'tikaf politis.
Maka, bukan tidak mungkin bahwa melaksanakan shalat jamaah
di masjid pun dianggap sebagai shalat politis. Membaca kisah-kisah
perang dalam kitab seperti Sirah lbnu Hisyam, Imuul- Asma', atau "al-
Maglrazi' dalam Shohih al-Buhhari dianggap sebagai bacaan politik.
Bahkan membaca Al-Qur'anul l(arim sendiri -{ebih{ebih pada
surat-surat tertentu-- juga dianggap bacaan politis.
Kami sendiri tidak lupa bahwa di antara dasan yang dilontarkan
terhadap para terdakwa adalah karena mereka menghafalkan surat
al-Anfal, karena surat ini merupakan surat iihad.

2
ISLAM DAN DEMOKRASI

Pertanyaan:
Tidak perlu saya sembunyikan kepada Ustadz apa yang menge-
jutkan dan mengherankan saya ketika mendengar sebagian pemeluk
Islam yang bersikap keras --di antaranya ada yang menisbatkan diri
kepada organisasi Islam tertentu-- berpendapat bahwa "demokrasi
bertentangan dengan Islam". Bahkan salah seorang dari mereka
mengutip pendapat sebagian ulama bahwa "demokrasi itu kafir".

915
Alasan mereka, karena demokrasi adalah pemerintahan/hukum rakyat
untuk rakyat, sedanglon rakyat dalam Islam bukanlah hakim (pem-
buat dan penentu hukum). Hakim itu hanyalah Allah:
"... Menetapkan hukm itu haryalah hak Nlah.... "(al-An'am: 57)

Paham mereka ini sama dengan png pernah dilontarkan kaum


Khawarij, yang kemudian disanggah oleh Ali hanamallahu wajhahu,
'I(alimat yang benar tetapi dipergunakan unftk kebatilan."
Begtu pula telah populer di kalangan kaum liberalis dan penyeru
kebebasan'bahwa orang Islam merupakan musuh demokrasi serta
pembela kediktatoran dan kesewenang-wenangan.
Apakah benar bahwa Islam musuh demokrasi, dan demokrasi
merupakan suatu bentuk kekafuan atau kemunkaran sebagaimana
anggapan sebagian orangil Ataukah ini hanya suatu kebohongan ter-
hadap Islam, sedangkan Islam sendiri bebas dan bersih dari ang-
gapan seperti itu?
Hal ini kami kira memerlukan penjelasan yang pasti dari ulama
yang moderat, yang tidak cenderung kepada sikap berlebihan dan
sikap mengabaikan, sehingga segala sesuatu dileakkan pada pro-
porsinya. Dalam hal ini, Islam tidak memikul dosa-dosa penafsiran
yang tidak benar, meskipun lahir dari sebagian ulama yang dalam
kondisi bagaimanapun mereka adalah manusia yang bisa salah dan
bisa benar.
fiami berdoa k€eada Allah semqga Dia berkenan menolong Ustadz
untuk menjelaskan kebenaran, menolak sytrbhat, dan menegakkan
hujjah. Terima kasih kami sampaikan kepada Ustadz, mudah-
mudahan Allah berkenan memberikan pahala.

Jawaban:
Sungguh amat disesalkan bahwa perkara-perkara ini telah dika-
caukaq sedemikian rupa, begitu juga kebenaran dan kebatilan telah
dicampurbaurkan oleh sebagian orang yang beragama pada umum-
nya dan orang-orang yang berbicara atas nama agama khususnya,
hingga ke baas seperti yang diungkapkan saudara penanya. Sehingp
ada orang yang menganggap kafir atau minimal fasik terhadap per-
kara yang mudah bagi ahlinya, seakan-akan png bersangkuan tidak
mengambil pelajaran bagaimana pandangan syara' terhadap dosa
besar yang membinasakan, yang dikhawatirkan akan berbalik me-
nimpa orang yang memberikan identitas itu kepada orang lain, se-

916
bagaimana diterangkan dalam hadits sahih.
Pertanyaan yang dilontarkan saudara penanya ini tidak aneh bagi
saya. Bahkan saya berkali-kali mendapat pertainyaan seperti ini dari
saudara-saudara di Atjazair dengan nada yang lebih keras lagl: apa-
kah demokrasi itu kafr?
Hanya anehnya, ada orang yang menghukumi demokrasi sebagai
kemunkaran yang nyata atau kekafiran yang jelas, sementara ia sen-
diri tidak memiliki pengertian yang baik t€ntang demokrasi, ia tidak
mengetahui esensi dan substansinya, dan ia memejamkan mata ter-
hadap bentuk dan indikasinya.
Ulama-ulama kita terdahulu membuat kaidah bahwa menghukumi
sesuatu muncul dari deskripsi (penggambaran) seseorang terhadap
sesuatu yang dihukumi. Maka barangsiapa menghukumi sesrurtu
yang tidak dimengerti olehnya, niscaya hukum atau ketetapanrryra itu
keliru, meskipun terkadang secara kebetulan ada benarnya, karena
yang demikian diibaratkan panahan tanpa pemanah. Oleh lerena itu,
disebutkan dalam hadits sahih bahwa hakim yang memunrskan per-
kara berdasarkan kebodohannya niscaya dia akan masuk neraka,
sebagaimana halnya hakim yang mengetahui kebenaran tetapi ia
memutuskan perkara tidak dengan kebenaran tersebut.
Demokrasi yang selalu dikumandangkan penduduk dunia, diper-
juangkan oleh banyak sekali manusia di Timur dan di Barat, yang
terkadang suatu bangsa baru dapat memperolehnya setelah melaku-
kan periuangan pahit melawan para diktator serta harus menumpah-
kan banyak darah dan mengorbankan beribu-ribu bahkan beriuta-
juta manusia, seperti yang t€riadi di Eropa Timur dan sebagainya;
demokrasi yang oleh banyak kalangan lslam dipandang sebagai alat
untuk mengekang nafsu penguasa yang otoriter dan unfirk memotong
kuku-kuku kekuasaan politik yang mencengkeram bangn-bangrn
muslim, maka apakah demokrasi semacam ini merupakan kemun-
karan atau kekafuan sebagaimana yang secara berulang-ulang dika-
takan oleh orang-orang yang mengigau dan tergesa-gesa?
Esensi demokrasi --tertrepas dari definisi dan isdlah akademis--
ialah masyarakat memilih seseorang unErk mengurus dan menganrr
urusan mereka. Pemimpinnya bukan orang yang mereka benci, per-
afurannya bukan yang tidak mereka kehendaki, mereka berhak me-
minta pertanggungjawaban penguilsil apabila pemimpin tersebut
salah, dan berhak memecatnya jika menyeleweng, mereka juga tidak
boleh dibawa kepada arah dan sistem ekonomi, sosial, kebudayaan,
atau sistem politik yang tidak mereka kenal dan tidak mereka sukai.

917
Kemudian, apabila ada yang menyimpang dan menentang kesepa-
katan ini, ia boleh diusir dan dihukum, bahkan disilsa dan dibunuh
sekalipun.
Demikianlah esensi demokrasi yang sebenarnya dengan berbagai
macam benruk dan sistemyang diprakdkkan manusia, seperti perni-
lihan umum dan referendum, penetapan sesuatu berdasarkan suara
terbanyak, berbilangnya partai politik, difaminnya hak golongan
minoritas untuk menyampaikan suararlya, lcebebasan pers, keman-
dirian peradilan dan sebagainya.
Maka, apakah demokrasi --yangesensi dan substansiryra sepeti
yang saya sebutkan itu-- bertentangan dengan Islam? Di mana letak
pert€ntangannya? Mana dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah fang
membenarkan anggapan seperti tersebut?
Nah, orang yang mau merenungkan esensi demokrasi niscaJa altan
ia dapati bahwa hal itu sesuai dengan prinsip Islam.lslam menging-
kari seseorang yang mengtmami orang banyak dalam shalat, semen-
tara mereka membenci dan tidak menyukainya. Rasulullah saw. ber-
sabda:

u(r:- 2 , )) /-9 ,O-


,))-,
ww) 9rl9_l
):P t*fqff)e ar< 2)
'{31,ld
/{?: d.::)\-:J
7o./ g

). zr i) .- r'{-
/- /.'
A-J f\.49'ty' ,) /e
zc{'
9,-t./A ,1, t(.
,UCte_ 9tiee
sf-*-) u3 'gi
7
t1F€J- "{1; 5)_g ..

(+bcqt 6yr1 o ,,,53L)g


Ada tiga onngyang shalahya tidak dianglrat melebihi kqalnn
*jengkl pun ...." Lalu fuliau meryrebutkan WU Wrtama, taitu:
"Orang yang mengimami suatu laum, sdanglan mereka tidalc
menyukainya ....682

Apabila dalam shalat saia demikian, maka bagaimana lagi dalam


persoalan kehidupan dan politik? Di dalam hadits sahih disebutlqn:

582HR Ibnu Malah, hadits norrwr g77. Al-Bushairi


bertaa di,te]qlm az-7awad, 'tsnadnya
sahih dan para perawfurya tEper@ya.'Diriwayatkan juga oleh tbnu Hibban dalam s,uhih-nya,
'al-Mawarid', hadits nomor 377, keduanya dari Ibnu Abbas.

918
'tv#a$r''i<rq';\'ifi#\ii
1iK€,-WI*?S",K/#;
q;],'S_*tir Jyqr:$*iJb4ir - @
2 ) < z).-?(- ")(< t). < e-zz 2)12). 4r7
i it-\f€|1,9 (Lrfff+
(lt)b cr. Ori,* P ob., ), "6<W5
"kbaik-baik pemimpin lcamu -yaloti pemegang kendali pemerin'
tahan lramu-- ialah orang Wg kmu cintai dan mencintai lcamu,
mendml<an kebaikanmu dan l<amu doakan kefuikn untulmln.
Dan xjelek-jelek pemimpin kamu ialah yng kamu benci dan
membenci l<amu, yang lcamu kutuk dan mengufuk l<anu,683

Al-Qur'an mengecam keras penguasa png berlagak sebagi uhan


di muka bumi, yang menjadikan hamba-hamba Allah sebagai ham-
banya, seperti Namrud yang disinyalir oleh Al-Qur'an bagaimana
sikapnya terhadap Ibrahim dan sikap Ibrahim terhadapnya:
"Aplrah lamu tidak memprhatilan oruryWg mrritfut lfuahim
tentang Tuhannya (Nlah) karcna Nlah telah membrikan kepda
orang ittt pemerintalnn (kekuasan). Ketil<a lbnhim mengatakan,
Tuhanku ialah nng mengfiiduplan dan mematikan,' onng itu
furkata,'Salta dapat menghidupkan dan mematil<an.' Ibnhim ber-
Irata,'Sesungguhnya Nlah menerbitlran matahad dai timun maka
terbitl<anlah dia dai bant.' Maka heran terdiamkh onng kafir itu;
dan Nlah tidak membei petunjuk kepda orang-orury tang
zalim." (af -Baqarah t 2581

Tiran ini menganggap dirinya dapat menghidupkan dan memati-


kan, sebagaimana Tuhannya Ibrahim --yakni Tuhan bagi alam se-
mesta-- menghidupkan dan mematikan, ia juga mewajibkan rakyat-
nya tunduk kepadanya sebagaimana manusia urnduk kepada Tuhan-

583H8 Muslirn dari Auf bin Malik.

9t9
nya lbrahim. Untuk memperkuat pernyataan pengakuannya bahwa
ia dapat menghidupkan dan mematikan, dia mendaanglran dua orang
yangada di jalanan lalu keduanya dihukum mati tanpa suatu kesa-
lahan, lantas yang satunya dibunuhnya ketika ituiuga kemudian dia
berkata, "Beginilah, aku telah mematikannla!' Dan png satunya lagi
dimaafkan, tidak dibunuh, lalu ia berkata, "Lihat, aku telah menghi-
dupkannya. Bukankah dengan demikian berarti aku menghidupkan
dan mematikan?!"
Misal lain, Fir'aun yang dengan lantang mengumumkan kepada
rakyatnya:
"... Nillah tuhanmu nng paling tinggi!" lan-Nazl'at: 24)

Dengan pongahnya ia pun berkata:


"... 'Hai pemfunr lraumku, afu tidak mengetahui tuhan bagtmu
*lain aht....- (al-Qashach: 38)
Di samping itu, Al{ur'an telah mengungkap persekongkolan jahat
tiga jenis manusia jahat dengan tipe masing-masing:
Pertama, pengu.lsil yang berlagak sebagai tuhan dan bertindak
sewerurng-wenang di bumi Allah serta menindas hamba-hanrba Allah,
yang diperankan oleh Fir'aun.
Kedua, politikus yang oportunis, yang mempergunakan kepan-
daian dan kecerdasannya untuk mengabdi kepada penguasa tiran
dan mengukuhkan kekuasaannya, serta menindas rakyatnya untuk
tunduk kepadanya. Hal ini diperankan oleh Haman.
Kedga, konglomerat atau manusia kapitalis yang memanfaatkan
kekuasaan tiran. Dia mendukungnya dengan menyuplai dana agar
dia dapat memperoleh (mengeruk) kekayaan sebanyak-banyaknya
dari keringat dan darah rakyat. Hal ini diperankan oleh Qarun.
Al-Qur'an mencatat ketiga orang komplotan dosa dan permu-
suhan yang menghadang dan menghalangl risalah Musa a.s., se-
hingga Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa menyiksa mereka.
"Dan *sungguhnya telah l(ami utus Mus dengan memfuwa alnt-
alnt lhmi fun ketenngan Wg nyata kep& Fffaun, Haman, dan
Qarun; maka merel<a berl<ata,'(la) adalah *onng ahli sihir yang
pendusta." (al-Mu'min 23-241
"Dan juga Qarun, Fir'aun, dan Haman. Dan *sunggahryra telah
datans kepfu merel<a Mua dengan (memfuwa bukti-bukti) ke-
tenngan-ketenngan yang nyata. Akan tetapi merelra berlakt wm'

920
bong di (muka) bumi, dan tiadalah mercka orang-onnglang luput
(dari kehancuran itu)." (al-Ankabut: 39)

Yang mengherankan, Qarun adalah kaum Musa, bukan dari kaum


Fir'aun, namun dia membelot dari kaumnya dan bergabung dengan
musuh mereka, yaitu Fir'aun, dan Fir'aun pun menerimanya. Hal ini
menunjukkan bahwa kepentingan materilah yang mempersatukan
mereka (Qarun dan Fir'aun), meskipun berbeda asal-usul dan ketu-
runannya.
Di antara keindahan ungkapan Al-Qur'an ialah dia mengaitkan
kesewenang-wenangan penguasa dengan rnerajalelanya kerusakan,
yang merupakan sebab kehancuran dan kebinasaan suatu bangsa,
sebagaimana firman Allah:
"Arr,l<ah lcamutifuk memprhatilcan hgainnna Tuhanmu ber-
bwt kaum'M? (Yaitu) pnduduk lnmyangmempunlni
terhadap
bnganan-fungunan yang tinggi, yng belum pemah difungun
(suatu kota) xperti itu, di negei-negei lain. Dan l(aum Tsmud.
Wg nremdong furu-futu fuar di lemfuh Dat laum Fifaun ymg
mempunyai Wsak-Wsak (tentan Wng banWk).Yang brbuat x-
wenang-wenang dalam negeri. Ialu mereka befiuat funpk keru-
sakan dalam negeri itu. I(arena itu Tuhanmu menimpkan kepda
merelca emeti azab. Sesungguhnya Tuhanmu bnar-bnar meng-
auasll, " (al-Eaf n 6- I 4l

fradang-ledang Al{ur'an mengungkapkan lcsewenang-wenang-


an ini dengan istilah 'sombong' (al:uluw) yakni sombong dan
menindas makhluk Allah dengan merendahkan mereka dan kejam
terhadap mereka, seperti firman Allah mengenai Fir'aun:

0,+r:l(tq;'o(fryZ;to
"Dai (azab) Fifaun. Sesungguhnya dia adalah onng Wg em-
bong nlah xorang dai orang-onngyang melampui btas." lall-
Dukhan:5I)
"Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka
bumi dan menjadikan pendudulmya berpah-fulah, dengan me-
nindas segolongan furi mercka mer+,emblih arMI( hldJ*i merda
dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mercka. Saung-

921
I I

ghnya Filaun termasuk orang-oring yang bftuat kerusl<an."


(al-Qashash:4)

Demikianlah, kita lihat kesombongan atau kesewenang-wenangan


dan perusakan selalu beriringan.
Dalam hal ini, Al-Qur'an tidak hanya mengecam para tiran yang
berlagak sebagai tuhan, melainkan juga terhadap kaum dan rakyat-
nya yang menurut saja kepada perintah mereka, mengikuti sepak ter-
jang mereka, dan menerima begitu saja perlakuan mereka. Maka Al-
Qur'an menimpakan tanggung jawab kepada mereka secara ber-
sarma-sama.
Allah berfirman tentang kaum Nabi Nuh:
"Nuh berlrata, Ya Tuhanku, *sungguhryta merel<a telah mendur-
hakiku, dan telah mengikuti oftng-onng yang harta fun anak-
analoty tidak menamfuh kepadany melainlran kerugian blaka'"
(Nuh:2I)
Dan berfirman tentang kaum 'Ad, yaitu kaum Nabi Hud:
"Dan itulah (lflfih) lraum 'Ad yang mengingl<ai tanda-tanda ke-
kuasan Tuhan mereka dan mendurhakai rasul-nsul NIah, dan
mercl<a menunli pintah *mua WVuasaWV stvenang.wenang
lagi menentang (kebnaran)." (Hud: 59)

Allah juga berfirman mengenai kaum Fir'aun:


"Malra Fifaan- mempnganthi kaumnya (dengan prlrataan itu)
lalu merel<a patuh kepdany. I(arena xsungguhrya mereka afu-
lah kaum lang fasik" (az-Zukhruf: 54)
"... tekpi mereka mengikuti peintah Fifaun, pdahal pintalt
Filaun *lrali-kali bukanlah @ennbh) yang benar. Ia furiahn di
mul<a l<aumqm pda had kiamat, Ialu memasukl<an mercka ke
dalam nenlca. Neraka itu *buruh-buruk tempt mng didatangi."
(Hud:97'98)

Sesungguhnya Al-Qur'an membebankan tanggung jawab atau


sebagian tanggung jawab ini kepada rakyat, karena rakyatlah yang
menciptakan para Fir'aun dan tiran. Inilah yang mereka ungkapkan
dalam peribahasa atau sandiwara mereka ketika mereka berkata ke-
pada Fir'aun (penguasa tiran): "Apa yang menjadikan engkau

922
Fir'aun?" Dia menjawab, "I(arena tidak ada seorang pun yang me-
nyangkalku."
sedanglen yang paling banyak memikul tanggung jawab bersama
penguasa-penguasil tiran ialah "alat-alat kekuasaan" yang oleh Al-
Qur'an dinamakan dengan al-junil (tentara), yakni "kekuatan ang-
katan bersenjat^" yangmerupakan taring dan kuku kekuatan politik.
Al-Qur'an mengatakan:

Q<.;,lilut:J;i*J1ii<;j;j5l
"... Sesunguhrymfu*rta
Filaun dan Haman tentanryra adalalt
onng-onng Wg bemlah. " (al-Qashagh: 8)
"Maka Karni huhmkh Fir'aun dan balatentaruryn,lalu l(ami lem-
par*an mercka ke dalam laul Malra lihatlah Ugtmm aldbt
onng'oftng ltang zalim." (al-Qaghash: 4O)

Selain itu, Sunnah Nabawiyah juga menimpakan tanggung jawab


ini kepada penguasa-penguasa yang zalim dan sewenang-wenang,
yang menggiring rakyat dengan tongkat kekerasan. Apabila mereka
berbicara, tidak ada seorang pun yang berani angkat bicara untuk
menyanggahnya. Maka mereka akan beterbangan di neraka seperti
beterbangannya kupu-kupu. As-Sunnah juga menimpakan tanggung
jawab ini kepada orang-orang yang mengikuti fejak mereka dan
membakar dupa di hadapan mereka" pkni pan pendukung penguasa
yang zalim.
As-sunnah menyatakan betapa tercela umat yang dirundung per-
asaan takut sehingga tidak berani mengatakan kepada orang yang
zalim: "Wahai orang yang zalim." Diriwayatkan dari Abu Musa
bahwa Rasulullah saw. bersabda:

)4
i,' i'9",,? ;,9t b3,.tb6 &'\tlL
t<
) ?i.,t*g f,1"- 6 eiiJ#-*53
(LQ'ot')
"Sesungguhryta di dalam nerabJahanam itu tedapt ImtDah, &n
di dalam lemfuh itu terdapt sumur Wg bmama Hablnb, yang
NIah p,agi akan menemp:thn *tiap rrurgaara Wg wrenry-
wenang fun menentang kebenann di fulamnya.6u

Dan diriwayatkan dari Muawiyah bahwa Nabi saw. bersabda:

'"2ii6634HC#C\iiU"tu
FLfrECttJ{ii-q,iA$iAL
qu:j.i ou> /6'lAi
"Sesdahkr nanti akan afu pemimpin-pmimpin yangmengucap
kan (mengfnstutl6il(an) *suatu yang perl<ataanrya tidah
bleh di-
angkl, merck akn furdesak4esal<an masuk neraka seryfti
be*erubutan nya kerz,-kera.66

Diriuraptkan dari fabir bahwa Nabi saw. bersabda kepada le'ab


bin Ujrah:

, 56 . IKt! ;6Ai 6vL o/^iirl;g


a!$*/4?i, i)(b : ztfiA6y^6
63yZr1S, & 3rk- 63r-,Atr, & #
lt6@65fu,6,3iiGt,1#,
'?drL:15'frG$q$i,ilill
is,,b?&6t,;*s
S&ffn fhabrani dengan isnad hasan sebagaimana png dikaAkan al-Mundziri at-Targhib
.
dan d-Haitsami dalzm al-Majm',juz 5, hlm. tez. oiriGya*an pula oleh llakim serta aisatr-
kanny"a, dan diseariui oleh adz-Dzahabi.
5E5gi a6r, y"'la dan lhabrani. (Sh4hih al-larai'ash-Shaghia mmor 3615.

924
ejcWLLL6u/.-.tsC$.
.
U;J\a!3LJ{G @s:,s1b
-a
'( ,DY ii ots,)
"Mudah-mudahan Nlah melindungimu dad kepemimpinan onng-
onng bdoh, wahai Ka'ab." Ka'ab brtanlta, "Apa )tang dimakud
dengan kepemimpinan orang-onang bodoh itu?" kliau meniawab,
Yaitu pemimpin-pemimpin sepeninggalht nanti lang tidak mem-
bri tuntunan dengan tuntunanku dan tidal< mengiktti sunnahku.
Barangsiap yang membenarl<an kebohongan merel<a hn mem-
funtu kqaliman mereka, maka mereka bukan dad golongankt
dan aku bulcan dafi golonganny, dan tidah al<an datangke telaga-
ku. Dan funnpiap Wg tidak membenadran kebohongan
mereka dan tidah memfunfu kezaliman mereka mak meteka
adalah termasuk golongankt dan afu termasuk golonganrya, dan
mereka al<an datang ke telagaku.686

Diriwayatkan juga dari Muawiyah secara marfu':

':LUUS,Vu"W2Mil UIJ"M1
trY/rl./'

.*:es-€2
,Stf"tt&Ji5/,3L/':r,sr
(L)D,ob,)
Tidaklah suci suatu umatyangtidak dapt diputud<an prkande-
ngan benar di lralnsan merelra dan orang lennh tidak dapt
mengambil hfutn &d onngyangkuat melahkan engru amh
Hlah.6at
5866i 61rr"d dar. at-Bazzdlt dan para perawinya sahih sebagaimana dikatakan dalam
arTarghib oleh al-Mundziri, dan dalam az-Zauaiil oleh al-Haitsaml, trtz 5, hlm, 247.
587gx 11"6rrt1 dan perawi-perawinya tepacayasebagaimana yang rttkaakan oleh al-
Mundziri dan al-Haitsami, sebagaimana png dlrtwryatkan dari hadits lbnu Mas'ud dergan
isnad yang bagus Qayy@ . juz 5 , hlm. 209. Dtriwa]ratkan iuga oleh lbnu Majah secara panlang
dari hadits Abu Sa'id.

925
fuga diriwayatkan dari Abdullah bin Amr secara marfu':

)t+\85
IW gfr tJ +rA $ eiycv
(irob,) ,@tl$"rgt
"Apabila kamu lihat umatht menafi talsft untulc mengatal<an ke-
pda orang png zalim: Wahai orang Wg alim,'nnb sudah
Iayak diucapkan *lamat tinggal kepada merel<a.68Q

Islam telah menetapkan syura (permusyawaratan) sebagai salah


satu kaidah dari kaidah-kaidah kehidupan, serta mewajibkan pe-
nguasa untuk bermusyawarah, dan mewajibkan umat untuk membe-
rikan kesetiaan. Sehingga Islam menjadikan kesetiaan sebagai agama
secara keseluruhan, di antaranya adalah kesetiaan kepada para
imam kaum muslim, yakni pemimpin dan pemerintah mereka.
Islam juga menjadikan amar ma'ruf dan nahi munkar sebagai
kewajiban yang tetap, bahkan menetapkan bahwa jihad yang paling
utama adalah menyampaikan perkaaan yang benar kepada penguasa
yang zalim. Artinya, Islam menetapkan bahwa memerangi kesewe-
nang-wenangan dan kerusakan di dalam tubuh pemerintahan Islam
sendiri lebih utama di sisi Allah daripada memerangi musuh dari
luar. Sebab kesewenang-wenangan dan kerusakan dari dalam meru-
pakan penyebab munculnya serangan musuh dari luar.
Penguasa menurut pandangan Islam merupakan wakil umat atau
pelayan umat, maka di antara hak yang mendasar bagi umat ialah
mengoreksi sang wakil dan melepas atau menarik wewenang perwa-
kilannya jika mereka menghendaki. Lebih{ebih jika penguasa
menyelewengkan wewenangnya dan mengabaikan kewajibannya.
Penguasa atau hakim menurut pandangan Islam bukanlah manu-
sia yang maksum (luput dari kesalahan dan dosa), t€tapi ia adalah
manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah, bisa berbuat adil dan
bisa berbuat zalim. Maka di antara kewajiban masyarakatlslam ialah
membetulkannya jika salah.

588ffR Atrmad dalam at-Musnad dan disahkan isnadnyra oleh Syakir (hadiB nomo( 6521).
Sertangxan d-Haitsami menisbatlannya keBda al-lazar dengan dua isnad yang perawi-
perawi salah satu isnadnya adalah para perawi sahih (iuz 7, hlm. 262), dan diriwa;ratkan oleh
Hakim serta disahkan olehnya, serta pengesahannya disen{ui oleh adz-Dzalubi (iuz 4, hlm. 96).

926
Sikap seperti inilah yang diproklamasikan oleh para pemimpin
agung setelah Rasulullah saw., yaitu para I(hulafa ar-Rasyidin yang
mendapat petunjuk, yang dalam hal ini kita diperintahkan untuk
mengikuti sunnah mereka dan berpegang teguh dengannya, karena
sunnah mereka merupakan penjabaran dari sunnah Guru Utama
Muhammad saw.. Dalam pidato pertanumya, Khalifah pertama Abu
Bakar ash-Shiddiq berkata:
"Wahai sekalian manusia! Aku telah diangkat menfadi pemimpin
kalian" padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antara kdian.
I(arena itu iika kalian melihat aku berada pada kebenaran, maka
bannrlah aku; dan fika kalian lihat aku berada pada kebatilan,
maka luruskanlah aku. Taatilah aku selama aku aat kepada Allah
dalam memimpin kalian; dan jika aku melanggar kepada Allah,
maka tidak ada kewaiiban bagi kalian unhrk menaati aku.'

Sdangtan khalifah kedua, Umar al-Faruq berlqta:

.G#43b$uix"Gt4i€,
"Mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada orangyang mau
menunjukkan aibku kepadaku."

Dan beliau berkata:

qtr* Lt4|idr,3S ff J-$ii\6 ,


2, 2v< t"
. {s}jzi\!
"Hai sekalian manusia! Barangsiapa di antara kalian yang methat
kebengkokan pada diri saya, maka hendaklah dia meluruskan
saya!'

Lalu ada salah seorang menjawab, "Demi Allah, wahai putra al-
Khathab, kalau kami melihat kebengkokan pada diri Anda, maka
kami akan meluruskannya dengan mata pedang kami.'
Pernah pula ada seorang wanita yang menyangkal pendapat dan
gagasan Umar ketika dia sedang berpidato di atas mimbar, tetapi
Umar tidak merasakan hal itu sebagai merendahkan dirinya, bahkan

927
!

sebaliknya dia berkata, 'Benar wanita ihr, dan Umar yang keliru."
Bqgitupun Ali bin Abi Thalib hanamallahu wajhahu, ia berkata
kepada seseorang yang menyanggahnya mengenai suatu persoalan,
"Engkau benar dan saya )ang laliru: '... dan di aas dap-tiap orang
yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengeahui ....''58e
Islam telah mendahului paham demokrasi dengan menetapkan
kaidah-kaidah yang menjadi penopangesensi dan substansi demok-
rasi. Namun begtu Islam menyerahkan perincian dan peniabaran-
nya kepada ijtihad kaum muslim sesuai prinsip-prinsip ad-Din dan
kemaslahaan dunia mereka, sesuai perkembangan kehidupan mereka,
sesuai masa dan t€mpatrtya, serta sesuai dengan perlcembangan
situasi dan kondisi manusia.
Keistimewaan demokrasi ialah bahwa sistem ini --di celah- celah
perjuang;annya yang pa4fang menghadapi para penguas.r, raia, dan
pemerintahan yang zalim-- dapat mengambil berbagai bentuk dan
wasilah yang hingga kini dianggap paling efektif untuk melindungi
rakyat dari kesewenang-wenangan penguasa.
Selain itu, tidak ada halangan bagi para pemikir dan pemimpin
untuk memikirkan bentuk dan sistemyang memiliki corak dan model
yang lebih pas sera lebih ideal. Namun harus tetap diingat bahwa
untuk merealisasikan hal itu dalam kehidupan manusia, kita harus
mempertahankan sebagian sistem demokrasi yang tidak dapat di-
abaikan guna mewujudkan keadilan, musyawarah, menghormati
hak-hak manusia, dan berjuang menghadapi lcesewenang-wenangan
para diktator yang sombong di muka bumi.
Di antara kaidah syar'iyah yang telah ditetapkan ialah: "Apa saja
yang suatu lcewaiiban tidak bisa sempurna melainkan dengannya,
maka dia itu waiib hukumnya. Dan tujuan-tufuan syariat yang di-
tuntut untuk diwujudkan itu, apabila telah felas bagnya suatu wasi-
lah atau jalan untuk mewujudkannya, maka wasilah itu haruslah di-
tempuh demi mewujudkan tujuan tersebut."
Tidak ada larangan dalam syara' untuk mengutip ide atau teori
dan praktik dari kalangan nonmuslim, karena Nabi saw. sendiri pada
waktu perang f$z.ab telah mengambil gagasan "menggali parit" se-
bagai suatu usluD (cara) yang biasa dipaloi orang Persia. Beliau juga
memanfaatkan tawanan-tawanan musyrikin dalam perang Badar
"yang mengerti tulis baca" untuk mengajar tulis-menulis kepada

589es yusufi zo.

928 ,ri
,Fl

fl
anak-anak kaum muslim. Meskipun mereka musyrik, karena hikmah
(ilmu pengetahuan) itu adalah milik orang mukmin pnghilang, maka
di mana saja dia mendapatinya dia lebih berhak terhadapnya.
Telah saya tuniukkan dalam beberapa buku saya bahwa kita ber-
hak mengutip ide, sistem, dan peraturan-peraturan dari orang lain
yang bermanfaat bagi kita, asalkan tidak bertentangan dengan nash
yang tegas dan kaidah syar'iyah yang baku. Di samping inr, kita
harus bersikap kritis dan selektif terhadap yang kita ambil dengan
semangat ruh kita, mana yang merupakan bagian dari kita yang telah
hilang sejak lama.sm
Kalau kita perhatikan peraturan seperti pemilihan umum atau pe-
mungutan suara, maka menurut pandangan Islam hal itu merupakan
"pemberian kesaksian" terhadap kelayakan si calon. Oleh sebab inr,
pemberi suara haruslah memenuhi syarat sebagaimana halnya saksi,
yaitu adil dan baik perilakunya sehingga diridhai orang banyak.
Allah berfirman:
"... dan pemksil<anlah dengan dua orang nksi lang adil di anAn
kamu ...." (ath-Thalaq: 2)
"... dai sal<si-aksi yng kamu ridhai .... " (al-Baqarah : 2821

Maka barangsiapa memberikan kesaksian terhadap seseorang


bahwa ia orangyang saleh padahal orang itu bukan orang saleh, ber-
arti ia telah melakukan dosa besar, karena memberikan kesaksian
palsu, yangolehAl-Qur'an hal ini disebutkan sejafar dengan syirik:

'... matra Jauhihh olehmu tr;rhaft.-fr;rtrita yrg miis itrt dan iauhi'
lah prkataan-perlcataan dusta. " (al-Haff : 5O)

Di samping itu, barangsiapa memberikan kesaksian unnrk salatt


seorang calon pemimpin (anggota dewan dan sebagainya) bahwa dia
saleh dan layak unttrk menfabat sua$ rabaan tert€ntu, seAangkan
ini hanya semata-maa diberil€n karena orang terse-
but masih abatnya, atau karena putra daerahnya, atau demi ke-
untungan pribadi png dapat diperolehnya darl orang tersebut, maka
dia telah menyelisihi perintah Allah:

5gOUhat kitab sa1,a al-Hullul-Islanii Fariilh4tut vta Dlwlr.anl* Pasal 'Syuruthul-Hullil-


lslamii' dalam subjudul'Masyru'iyryatul-lqdbas wa Hududuhu'.

929

/
!

"... dan hendaklah l<amu tegaklran keraksialn itu karcna NIal, ...."
(ath-Thalaq:2)

Di sisi lain, barangsiapa yang ddak mau memberikan sruuanya


ddam pemilihan sehingga orang yang berkelayakan dan tepercaya
fiuiur) me4galami kekalahan, sedangtan orang yang tidak layak dan
tidak memenuhi syarat sebagai orang "kuat dan tepercaya" menda-
patkan kemenangan, berarti dia telah menyembunyilon lesaksian
yang sangat dibutuhkan umat. Padahd Allah telah berfirman:
"... Janganlah saksi-saksi itu enggan (membefi ketenngru) ap-
bila mercka dipnqgil .... " (al-Baqarah r 2821
"... dan janganlah lcamu (pan salsi) menyembunyilcan pemksin.
Dan bnngsiapa Wg menpmbunyilannSa maka *sungptryra
dia adalah orurg Wg fuildosa lntirW...." (al-Baqaralrr 2S5l

Demikian pula mengenai k€sal$ian terhadap sifat-sifat dan syarat-


syarat calon, bahkan ini lebih utama lagi.
Pada akhirnya patokan dan arahan dalam anran pemilihan
umum ini saya anggap sebagai aturan islami, meskipun pada asalnya
dipungut dari kalangan luar (non-Islam).
Namun, saya ingin menegaskan lagi di sini mengenai apa yang
telah saya katakan sebelumnya, bahwa esensi demokrasi sesuai
benar dengan prinsip lslam. Hal ini apabila kita kembalikan kepada
sumber-zumber aslinya beserta penjabarannya darl sumber-sumber-
nya yang jernih, yaitu dari Al-Qur'an dan As-Sunnah serta praktik
Ktrulafa ar-Rasyidin, bukan dari seiarah penguasa-penguasa yang
zalim dan raja-raja yang busuk, bukan pula dari fanra-fanrra ulama
kerajaan yang rusak binasa, dan bukan pula dari flanua orang-orang
yang dangkal pengetahuannya.
Pendapat yang mengatakan bahwa demokrasi adalah pemerin-
tahan oleh rakyat dan untuk rakyat yang notabene menolak prinsip
"bahwa menetapkan hukum itu hanya hak Allah' tidaklah dapat di-
rcrima (bila dikonfirmasikan dengan esensi demokrasi; Penf.).
Bukanlah menjadi kelaziman demokrasi untuk menolak pengha-
kiman Allah terhadap manusia. I{ebanyakan orang }xang menyerukan
demokrasi tidak terbetik dalam hatinya hal semacam itu. Yang
mereka inginkan dan mereka kehendaki ialah menolak kediktatoran
penguasa yang sewenang-wenang dan menolak hukum para tiran
yang menindas rakyat.
i

930 i
Memang, yang mereka maksud dengan demokrasi ialah rakyat
memilih pemimpin sebagaimana lang mereka kehendaki,lalu mereka
meminta pertanggungjawaban terhadap segala tindakannya, serta
menolak perintah-perintahnya jika bertentangan dengan dustur
umat --yang dalam istilah islamiahnya: apabila mereka diperintah-
kan berbuat maksiat-- bahkan mereka berhak memecat pemimpin
apabila menyimpang atau menyeleweng dan tidak mengindahkan
nasihat atau peringatan-peringatan.
_ Ingn saya ingatkan di sini bahwa prinsip 'hak menetapltan
hukum itu adalah milik Allah" merupakan prinsip Islam yang pokok,
yangditetapkan oleh para ahli ushul fiqih dalam pembahasan mereka
mengenai "hukum" syara' dan "hakim". Mereka sepakat bahwa al-
hahim grangmembuat hukum) adalah Allah, sedangkan Nabi hanya-
lah menyampaikannya. Maka Allah-lah yang memerintah dan mela-
rang, yang menghalalkan dan mengharamkan, yang menetapkan
atau membuat hukum dan membuat syariat.
Perkataan kaum Khawarij bahwa "tidak ada hukum kecuali milik
Allah" memang merupakan perkataan yang tepat dan benar. yang
disangkal orang ialah penempatan perkataan tersebut yang tida[.
proporsional dan penggunaannya sebagai dalil urrruk menolak penye-
lesaian masalah manusia ketika terjadi perselisihan. Karena yang
demikian bertentangan dengan nash Al-eur'an yang menetapkan
adanya tahhim (perdamaian/penyelesaian masalahl dalam banyak
tempat, antara lain yang termasyhur ialah tahkim antara suami istri
kedka terjadi percekcokan. Karena itulah Amirul Mukminin Ali r.a.
menolak ucapan kaum Khawarij tersebut dengan mengatakan, "Itu
adalah perkaAan yang benar tetapi dipergunakan untul kebatilan."
Ali mengidentifikasi perkataan itu sebagai perkataan yang benar,
tetapi beliau mencela mereka karena mempergunakannya untuk ke-
batilan.
Bagaimana bukan merupakan perkataan yang benar, sedangkan
ungkapan tersebut memang diambil dari ayat Al-Our'an yang sharih
felas):
"Menetapl<an huktm itu hanyalah hak Nlah." (^l-An'am: SZ dan
Yusuf:4O)

Penetapan hukum Allah terhadap makhluk-Nya sudah pasti dan


meyakinkan. Dalam hal ini ada dua rl?citn:
l.Hahimiyyah hamiyyah qadariyyah, yakni Allah{ah yang mengatur

9st
Y

alam semesta, yang mengatur unrsannya dengan memberlakukan


ketentuan-tlya, mergatur alam seme*a dengan zunnatr-tlya yang
tidak akan berganti, yang diketahui maupun yang tidak diketahui
manusia. Dalam hal ini Dia berfirman:
"Dan arylrah mercka tidak melihat bahwa xanguhnya lhmi
mendatangl daenh4aenh (oruryorang lafir), lalu lriani funngi
&enh&enh ittt (dildt eni
dfrkit) ei
@irqky? hn Nhh
menebflan hukum (menurut lrclrlndak-Nn) fiek dapgdapt
menolak ketetapan-N1a, dan Dia-lah Yang Maha Cept hiab-Ny."
(ar-Ra'd:4I)
Dari sini dapat segera kia angkap suatu pengertian bahwa png
dimaksud dengan hukum atau ketetapan Allah ialah hukum atau
ketetapan-Nya terhadap alam semesta dengan kudrat-Nya, bukan
hukum dalam arti membuat syariat dengan memberikan perintah-
perintah (dan larangan{arangan).
2. Hahimiyyah tasyri'iyyah amnyyah, yakm menetapkan hukum dengan
memberikan taklif (tugas), memberikan perintah dan larangan,
memberikan kepastian dan memberikan pilihan. Hal ini tampak
jelas dalam pengutusan Allah kepada para rasul dan dalam penu-
runan kitab-kitab suci. Dengan hak inilah Allah membuf syariat
dan menetapkan beberapa kefardhuan, menghalalkan yang halal
dan mengharamkan yang haram.

Hal ini tidak akan ditolak oleh seorang muslim yang telah rela
bertuhan kepada Allah, beragama Islam, serta mengakui kenabian
dan kerasulan Muhammad saw..
Sebenarnya seorang muslim yang menyerukan demokrasi hanya-
lah karena ia menganggapnya sebagai suatu bentuk pemerintahan
semata. Dan hal itu bertuiuan untuk mengaktualisasikan prinsip-
prinsip politik Islam dalam memilih penguasa (pemimpin), melaksa-
nakan musyawarah dan nasihat, :unar ma'ruf dan nahi munkar,
memerangi kezaliman, menolak kemaksiatan --khususnya apabila
sudah sampai pada tingkat "kufur yang jelas' berdasarkan kete-
rangan dari Allah (yakni telah tampak tanda-tanda kekafirannya
secara jelas seperti yang diterangkan Allah dalam Kitab-Nya).
Di antara yang menguatkan hal ini ialah undang-undang dasar-
nya yang menyatakan --di samping berpegang pada sistem demo-
krasi-- bahwa agama negara adalah Islam dan bahwa syariat Islam
t
*f

932 g"

*
il
adalah sumber hukum dan perundang-undangan. Hal ini justru
mempertegas hak kehakiman Allah, yakni kehakiman syariat-Nya,
dan syariat-Nya inilah yang memiliki kalimat tertinggi.
IQlau begitu, seruan kepada demokrasi (dalam pengertian seperti
ini) tidaklah melazimkan kekuasaan/hukum rakyat sebagai peng-
ganti hukum Allah, karena tidak ada pertentangan di antara keduanya.
fika yang demikian menjadi kelaziman demokrasi, maka perka-
taan yang benar menurut para muhaqqiq dari kalangan ulama Islam
ialah: "bahwa kelaziman nazhab-mazhab itu bukan mazhab, dan
tidak boleh menganggap seseorang kafir atau fasik hanya berdasar-
kan pada kelaziman mazhabnya. Karena kadang-kadang mereka
tidak melaksanakan kelaziman-kelaziman tersebut, bahkan kadang-
kadang mereka tidak memikirkannya sama sekali'.
IGlompok lslam yang menolak sistem demokasi ini berargumen
bahwa demokrasi adalah mabda' (prinsip) impor dan tidak ada
hubungannya sama sekali dengan Islam, karena ia ditegakkan pada
keputusan suara terbanyak dan dianggap sebagai kebenaran di
dalam menegakkan pemerintahan, memperlakukan urusan, dan
menguatkan salah satu perkara yang diperselisihkan. fadi, jumlah
suara dalam demokrasi menjadi hukum dan rujukan. Maka apa pun
pendapat atau gagasan yang mendapatkan dukungan suara terba-
nyak secara mutlak maupun secara terikat pada suatu waktu, penda-
pat atau pemikiran itulah yang harus dilaksanakan, meskipun salah
atau batil.
Adapun Islam tidak mempergunakan wasilah seperti ini dan tidak
mengunggulkan suanr pemikiran karena sesuai dengan suara ter-
b*y"t, tetapi Islam melihat kepada esensinya: benar atau salah. fika
benar dilaksanakan, meskipun hanya mendapatkan dukungan satu
suara atau tidak ada yang mendukungnya sama sekali; dan jika
salah ditolak, meskipun mendapat dukungan 99 %.
Bahkan nash-nash AI-Qur'an menunjukkan bahwa suara terba-
nyak sering kali bahkan selalu berada di pihak kebatilan dan berpi-
hak kepada thaghut, misalnya dalam firman Allatr:
"Dan jila l<amu menuruti kebanyalran onnganng yng dimul<a
bumi ini, ni*aya mercka akan meryreatkanmu dad jalan Nhh ...."
(al-An'am: I 16)
"Dan xfugian Dr;sar manusia tidak akan furiman, walaupun l<amu
fingat milginginkannt a. " (Yueuf : I O3 )

933
Y

Selain itu, ungkapan-ungkapan berikut ini sering pula diulang


dalam AI-Qur'an:
"... tetapi kefuryrakan manusia tidak mengetahui. "(al-A'raf r 1871
"... tetapi kebaryalran mercl<a tidak memahami{ryn)." (al-Anka-
but:63)
"... teWi kefuryakan manusia tidak beinnn."(Hud: I7)
"... Tetapi kfuryalran nwrusia tidak fuisyt lf,tr." (al-Baqanh z 2431

Sebagaimana nash-nash Al-Qur'an juga menunjukkan bahwa


ahli kebaikan dan kebajikan sedikit jumlahnya:
"... Dan sedikit sekali dai hamfu-hamfu-Ku lang berterima l<asih."
(Saba': I5)
kecuali onng-onngyangbeiman dan mengerjalran amal
"... sleh,
dan amat dikitlah mercl<a ini."(Shad: 24)

Maka, asumsi tentang demokrasi sebagaimana disebutkan sebe-


lumnya itu tertolak dan dikembalikan kepada yang mengatakannya
sendiri, karena ditegakkan atas persepsi yang keliru.
Perlu diingat bahwa kita sedang membicarakan demokrasi dalam
masyarakat muslim, yang mayoritas mereka adalah orang-orang
yang mengerti dan mengetahui, beriman dan bersyukur. Kita tidak
sedang membicarakan masyarakat ateis atau masyarakat yang telah
tersesat dari jalan Allah.
SelanJutnya, perlu pula diperhatikan bahwa ada perkara- perkara
yang tidak termasuk dalam lapangan pemungutan suara dan tidak
memerlukan pemungutan suara untuk menetapkannya. IQrena ia
termasuk sesuatu yang sudah baku dan tidak menerima perubahan,
kecuali jika masyarakatnya sendiri yang berubah dan tidak lagi men-
jadi masyarakat muslim.
tttaka tidak ada pemungutan suara dalam masalah syara'yang
qath'i, asas-asas agama, dan apa yang sudah dikeahui secara pasti
sebagai bagian dari ad-Din. Pemungutan suara dilakukan hanyalah
dalam urusan-urusan " ijtihadiyah" yang memungkinkan timbulnya
banyak pendapat dan pemikiran, dan memang manusia dikondisikan
berbeda-beda pandangan dalam hal ini, misalnya dalam memilih
salah seorang calon untuk menduduki suatu jabatan, meski jabatan
kepala negara sekalipun. Contoh lainnya, dalam pembuatan undang-
undang lalu lintas, atau dalam pembuatan peraturan tentang pendi-

934
rian tempat-t€mpat perdagangan, pabrik-pabrik, rumah-rumah sakit,
dan lain{ainnya yang oleh para fuqaha dikategorikan sebagai masta-
hah mursalah. Contoh yang lain lagi, dalam mengambil keputusan
untuk mengumumkan perang atau tidak, dalam menetapkan pajak
terhadap sesuatu atau tidak perlunya dikenakan pajak, dalam meng-
umumkan kondisi normal atau tidaknya, pembatasan masa jabatan
kepala negara, tentang boleh tidaknya dipilih lagi, sampai berapa kali
masa jabatan, dan sebagainya.
Apabila pendapat orang berbeda-beda dalam memutuskan masa-
lah-masalah ini, maka akankah dibiarkan terkatung-katung ataukah
ditetapkan begitu saja? Apakah akan tedadi proses menguatkan se-
suatu tanpa ada yang dikuatkan, padahal harus ada yang dikuatkan
(dipandang kuaQ?
Sesungguhnya logika, syara', dan fakta mengiqraratkan bahwa
harus ada sesuatu yang dipandang kuat. Sedangkan yang dipandang
kuat pada waktu terjadi perbedaan pendapat ialah yang mendapat-
kan suara dan dukungan terbanyak, karena hasil pemikiran dua orang
itu lebih dekat kepada kebenaran daripada hasil pemikiran seorang,
dan dalam suatu hadits dikatak:,an:

'}$ ;{il
'(Gb-fltobtl
i
&ffi $=6i6 o ( *1. r 6L
"kanguhryra *tan itu bersma )nng wrang, dangkn ter-
hadap dua onng dia lebih iauh.rst

Diriwayatkan juga bahwa Nabi saw. pernah bersabda kepada Abu


Bakar dan Umar:

.GK#65iig*Ai.(&tt
. Q+tl ob,)

59lnn rirmidzi dalam'al-Fitan', dari Umar, hadits no. 2166, dan beliau berkata, "Hadits
hasan sahih gharib." Beliau berkaA lagi, 'Hadie ini jrg2 diriwayatkan dari jalan lain dari
Umar." frrga diriwayatkan oleh Hakim (1: 114) dan dtsahkannya menurut syarat Syaikhaini,
dan disetuiui oleh adz-Dzahabi.

935
!

"l(alau lralianbedw bermusyawanh hn meryreplrati sresuafit


nixaya aku tidak akan berclisih panhngan dengan lelian.6e2

Maknanya, bahwa dua suara itu bisa mengalahkan satu suata,


meskipun itu suara Nabi saw. sendiri, selama persoalan itu di luar
lapangan tusyri'dan tablig (menyampaikan wahyu) dari Allah SWI.
Sebagaimana kita lihat Rasulullah saw. pernah mengikuti penda-
pat mayoritas sahabat dalam perang Uhud, dan beliau leluar unhrk
memerangi kaum musyrik di luar kota lvtadinah, padahal semula
beliau dan beberapa orang sahabat utama berpendapat untuk tetap
berada di dalam kota dan berperang di falan-falan dalam kota.
Contoh yang lebih jelas dari peristiwa tersebut ialah sikap Umar
dalam mencalonkan erurm orang sahabat ahli syura dan memilih salah
satu dari merekayang mendapatkan suara terbanyak untuk menjadi
khalifah, dan yang lainnya harus mendengar serta mematuhinya.
Apabila anggota formatur yang terdiri atas enam orang itu suaranya
terbelah menjadi dua, yaitu tiga-tiga, maka mereka memllih seorang
lagr yang diambil dari luar untuk memenangkan suara, yaitu Abdul-
lah bin Umar. Dan jika Abdulah bin Umar ini tidak diterima, maka
suara yang menentukan ialah suara tiga orang yang di dalamnya ter-
dapat Abdur Rahman bin Auf.
Di dalam hadits ini disebut-sebut adanya as-Sawad al- A'zham dan
diperintahkan unu,lk mengikutinya . As-Sawad al-A'zlwm ialah golongan
terbesar dan terbanyak jumlahnya. Hadits itu diriwayatkan dari
beberapa jalan, yang sebagiannyakuagsesdan didukung oleh keper-

592gp 6h."6 dari Abdur Rahman bin Ghanam al-Asy'ari (4: 227) dan dalam sanadnya
terdapat Syahr bin Hausyab. Ibnu Hajar berkata dalam 4t-raqrib, "Dia (Syahr) itu jurur, tapi
sering meriwayatkan secara mursal dan keliru."
593g66115 tersebut diriwayatkan oleh Thabrani dari Abu Umamah, dcngan redaksi: 'Se-
sungguhnya Bani Israil telah berpecah belah menjadi tujuh puluh satugolongan --atau beliau
bersabda: tujuh puluh dua golongan-- dan sesungguhnya umat ini akan berpecah belah mele-
bihi jumlah tersebut, yang semwrnya akan masuk neraka kmrali as-sawailul-A'zham." (Al-
Mu'jam al-Kabir, iuz 8, nomor 8035). Al-Haitsami menyebutkannya d?lAtrl. Majm'uz-zauaiil,
"DiriwayatkanolehThabranidanparaperawinyatepercaya." (al-Maina',iuz6,hlm.233-234).
Di t€mpat lain beliau berkata, 'Diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Auath dan al-Kabir yang
serupa itu, dan di dalam sanadnya terdapat Abu Ghalib yang dinilai rcpercaya oleh lbnu Ma'in
dan lainnya, sedangtan para perawi al-Ausath yang lainnya adalah tepercaya. Demikian pula
salah satu dari dua sanad al-KaDir. " (7: 258) . Dan diriwayatlan oleh Thabrani dan Ahmad
dalam al-Mwnad secara mauquf pada Ibnu Abi Aufa, ia berkata, "Wahai lbnu Jahman, hendak-
lah kamu berpegang pad.a as-Sawarl al-A'zham." Al Haitsami berkata, 'Perawi-perawi Ahmad
adalah tepercaya.' (Al-Majma', luz 6, hlm. 232). Sebagaimana diriwayatkan oleh lbnu Abi
I

936 J

I
cayaan ulama terhadap pendapat jumhur (golongan terbesar) dalam
masalah-masalah k'hilafiyah, dan hal itu dianggap sebagai salah satu
ialan untuk menguatkannya jika tidak ada alasan lain yang kuat
yang bertentangan dengannya.
Dalam beberapa karangannya Imam Abu Hamid al-Ghazali me-
nguatkan pendapat mayoritas apabila ada dua pandangan dalam
menghadapi sam persoalan.sea
Sedangkan pendapat orang yang mengatakan bahwa yang harus
dikuatkan ialah yang benar --meskipun tidak ada seorang pun yang
mendukungnya-- dan yang salah harus ditolak meskipun mendapat
dukungan 99 96 suara, maka pendapat ini hanya berlaku untuk hal-
hal yang sudah dinashkan oleh syara' secara sah dan sharihyang
tidak dapat dipertentangkan serta diperselisihkan lagi, meski yang
demikian sedikit jumlahnya. Maka unnrk hal ini diterapkanlah per-
nyataan:

.SizeKJEWSX6d\Lt(.-l(
"famaah itu ialah yang sesuai dengan kebenaran, meskipun Anda
hanya seorang diri."

Adapun masalah-masalah ijtihadiyah yang tidak ada nashnya,


atau ada nashnya tetapi mengandung banyak kemungkinan penaf-
siran, atau terdapat nash lain yang menentangtya --yang kekuatan-
nya sama deng;an nash inr atau lebih kuat, sedangkan unurk menguat-
kan salah satunya tidak ada-- maka pengambilan suara merupakan
jalan pemecahan yang sudah dikenal manusia dan diterima oleh para
cendekiawan yang di antaranya adalah kaum muslim.luga tidak ter-
dapat larangannya dari syara', bahkan terdapat nash-nash dan
yurisprudensi yang mendukungnya.

Ashim dalam as-sunnah dari lbnu Umar, hadits no. 8O dengan lafal 'Allah tidak sekali-kali
mengumpulkan (menyepakatkan) urnat (lslam) ini dalam kesesatan; dan angan (pertolong-
an) Allah itu diberikan kepada jamaah yang seperti ini. Maka hendaklah k'amu berpegang
pada as-sauait al-A'zham (golongan terbesar kaum muslim), karena barangsiapa menyendiri
(memisahkan diri dari jamaah) maka dia akan menyendiri di dalam neraka.' Al-Albani ber-
kata, "lsnadnya dhaif." luga diriwayatkan oleh Hakim dengan redaksi seperti itu dari bebe-
rapa jalan dari al-Mu'tamir bin Sulaiman fiuz I , hlm. I l5- I 16) dan beliau berkata, "Sesung-
guhnya al-Mu'tamir adalah salah seorang tiang hadits dan imamnya, oleh karena itu hadits
ini pasti mempunyai asal dengan salah satu isnadnya ini.'
594lihat, ary-sy ura wa Atsaruha f.d-Dimuqrathiyyah, karya Dr. Abdul Hamid al-Anshari.

937
:

Sesungguhnya musibah yang pertama kali menimpa umat Islam


menurut sejarahnya ialah mengabaikan kaidah syura dan mengganti
"kekhalifahan yang lurus" dengan sistem monarki absolut, yang
olelr sebagian sahabat diistilahkan dengan kisrawiyah (kekisraan)
atau qaklwriyah (kekaisaran). Hd ini berarti bahwa sistem
kekuasaan yang sewenang-wenang rclah berpindah kepada kaum
muslim dari kerajaan-kerajaan yang telah diwariskan Allah kepada
mereka, yang semestinya umat Islam mengambil pelajaran dari kera-
jaan-lerajaan tersebut dan menjauhi kemaksiatan dan kehinaan
)ang menyebabkan kemusnahan mereka.
Maka, tidaklah Islam, umatnya, dan dakwahnya pada z:rman
sekarang ini ditimpa musibah melainkan karena berlakunya peme-
rintahan yang sewenang-wenang terhadap rakyat dengan menggu-
nakan pedang kekerasan, bergelimang dalam harta kekayaan, dan
mengabaikan syariat. Sekali-kali tidaklah dilakukan sekularisasi dan
diharuskannya manusia menerima yang aneh-aneh, kecuali dengan
jalan kekerasan dan kesewenang-wenangan, menggunakan besi dan
api. fuga tidaklah dakwah dan harakah islamiyah dipukul serra iuru
dakwah dan puna-putra dakwah disiksa serra diusir kecuali di
bawah telapak kaki pemerintahan diktator pada suatu saat, yang
pada saat-saat yang lain dipoles dengan seruan-sennn demokrasi
palsu di bawah komando kekuatan-kekuatan yang memusuhi Islam
secara terang-terangan, atau yang bermain di balik layar.
Dan tidaklah Islam bangkit kembali, dakwahnya berkembang,
kesadarannya muncul, dan suaranya berkumandang, kecuali dari
celah-celah kebebasan terbatas yang masih dimilikinya, yang di situ
ia memperoleh kesempatan untuk memberikan jawaban kepada
fitrah manusia yang selalu menunggunya, memasuki telinga yang
telah lama merindukannya, dan memuaskan akal y4ng mendamba-
kannya.
Sesungguhnya serangan yang pertama terhadap dakwah isla-
miyah, shahwah islamiyah (kebangkitan Islam), dan harahah (pergera-
kan) Islam pada zaman sekarang ialah serangan terhadap kebebas-
an. I(arena itu orang-orangyang memiliki kepedulian terhadap Islam
hendaklah menyatukan barisan untuk menyerukan kebebasan dan
membelanya, karena hal itr sangat dibutuhkan dan tidak dapat di-
ganti.
Ingin saya tegaskan bahwa saya bukan orangyang suka menggu-
nakan istilah-istilah asing seperti "demokrasi" dan sebagainya
untuk mengungltapkan makna-makna islami. Akan rctapi, apabila
I

l
938
i
1
I
J
J
istilah itu sudah populer dan dipergunakan manusia sedemikian
rupa, maka kita tidak boleh menutup mata terhadapnya. Bahkan kita
harus mengerti maksudnya apabila istilah itu dipergunakan orang,
sehingga kita.tidak salah paham atau mengartikannya dengan arti
lain yang tidak sesuai dengan kandungannya, atau tidak sesuai de-
ngan maksud orangyang mengucapkannya. Dengan demikian, hukum
yang akan kita kenakan terhadapnya merupakan hukum yang sehat
dan seimbang. Tidak mengapalah jika istilah-istilah itu datang dari
luar kita, sebab kisaran hukum tidak terletak pada sebutan dan isti-
lahnya, melainkan pada esensi dan substansinya.
Banyak juru dakwah dan penulis yang mempergunakan istilah
"demokrasi" tanpa merasa keberatan. Bahkan al-Ustadz Abbas al-
Aqqad --rahimahullah-- telah menulis sebuah buku yang berjudul
ad-Dimuqrathiyyah al-tslamiyyah (Demokrasi Islam). Demikian' Jtrga
Ustadz Khalid Muhammad Khdid, bahkan beliau berlebih-lebihan
ketika menganggap demokrasi adalah Islam itu sendiri. Anggapan
beliau init€lah saya tanggapi dalam buku saya yang beriudul ash-shah-
wah al-tslamiyyah wa Humuumul-Wathani al-Arabi wa al-lslami (Kebangkihn
lslam dan kesedihan Negara Arab dan Islam).
Banyak orang Islam yang menuntut demokrasi dijadikan sebagai
sistem hukum (pemerintahan) untuk menjamin kebebasan sekaligus
memelihara keamanan dari kesewenang-wenangan penguasa,
karena demokrasi yang sebenarnya pastilah mengimplementasikan
kehendak umat, bukan kehendak penguilsa dan kelompokrya. Maka
tidaklah cukup hanya dengan meneriakkan slogian demokrasi ketile
ruh demokrasi t€lah lenyap dengan peniara-penjiua yang menganga
dan cemeti yang menyala-nyda, dengian hukum-hukum yang menjadi
malapetaka yang mengejar-ngejar setiap orang yang berpikiran mer-
deka dan setiap orang yang berani bertanya "mengapa" kepada
penguasa, lebih-lebih yang berani mengatakan "tidak".
Dalam hal ini, saya termasuk salah seorangyangmenuntutdemok-
rasi sebagai wasilah yang mudah untuk mewujudkan tujuan kita di
dalam kehidupan yang terhormat. sebab dalam suasana demokratis
itulah kita dapat menyeru manusia kepada Allah dan lslam, sebagai-
mana yang kita imani, tanpa ada yang melemparkan kita ke dalam
kegelapan peniara atau yang memancangkan tiang-tiang gantungan
kepada kita.
Akhirnya, perlu saya kemukakan juga bahwa ada sebagian ulama
yang hingga hari ini selalu mengatakan bahwa demokrasi itu hanya
slogan dan bukan pelaksanaan. Dalam kaitan ini, menurut mereka,

939
pengunsa hanya waiib bermusyawarah tetapi tidak berkewaiiban
melaksanakan pendapat peserta musyawarah, )raitu ahlul-lalli val- I

aryili (orang-orang yang berkompet€n membahas masalah dan meng-


ambil leputusanl.
Pandangan seperti ini sudah saya tolak di tempat lain, dan saya
ielaskan batma musyawaratr ifi tidak ada artinya apabila sang pe-
nguasa -yang lustnr memiliki inisiadf-- hanya mau melalsanakan
apa ),ang enak bagi dirinlra dan disukai kelompoknya sendiri, lalu
merugantung pendapat ahli syura (para peserta muryawaratr) ke
dinding. Nah, mengapa mereka diistilahkan dengan ahtut- twlli ual-
'a4di -*bagainam kia dilenal dalam warisan peradaban Islam--
jika ltenyaAannya mereka tidak punya hak untuk menguraikan dan
memuhrskan suatu persoalan?
Ibnu Ihtsir mengemukakan di dalam tafsirnya dengian mengutip
riwayat dari Ibnu Mardawaih dari Ali r.a. bahwa beliau pernatr dita-
nya tentang matsud 'azrn dalarn Rrman Allah:

ViSS:Aet6ffiaiL;+es
'... dan btmusyatnrahlah dengan merch dalam utusn itu. Ke-
mudian apabila hmu telah befazam, mahbrtawahllah kryda
NIal, ....' llJrl Im:rrn: I59)
Beliau (Alt) mengatakan, "Yaitu kepunrsan musyawarah ahlur
rali, kcmudlan menglkudryra."
Apabila dltemukan dua pendapat dalam suanr masalah, maka apa
yang sesuai dengan umat kita -dan lesesuaian tersebut akan ber-
lang:zung hing hari ini-- di balik kesewenang-wenangan, akan
mengUatkan pendapat )rang mengatakan harus dilaksanakannya ke-
putusan musyawarah.
Demikian juga, apabila toiadi perbedaan pendapat atau perseli-
sihan, lantas umat atau jamaah berpendapat agar melalsanakan
hasil muqrawarah, maka perselisihan tersebut sudah hilang, dan me-
lalsanakan apa yang telah disepakati merupakan kouaiiban sebagai
lcewajiban syara', karena kaum muslim terikatdengan syarat- syarat
mereka. Apabila seorang pemirpin atau amir telah dipilih berdasar-
kan asas dan syarat tersebut, maka kepunrsan ini tidak boleh dirusak
dengan mengambil pendapat lain, karena kaum muslim fuga terikat
dengan syarat-syiuat mereka, sedangkan menepad janii hukumnya
fardhu (waiib).

940
Ketika Ali r.a. ditawari untuk dibai'at umat agar melaksanakan
Al-Our'an dan As-Sunnah serta amalan dua orang syekh sebelumnya
--yakni Abu Bakar dan Umar-- beliau menolak komitmen yang ter-
akhir, karena apabila beliau menerimanya maka beliau wajib me-
laksanakannya.
Dengan demikian, berdekatanlah syura islamiyah dengan ruh
demokrasi. Kalau Anda mau, boleh Anda katakan: "Esensi demok-
rasi berdekatan dengan ruh syura islamiyah."
walhamdu lillahi Rabbil-'alamin.

3
BANYAK PARTAI DI BAWAH NAUNGAN
DAULAH ISLAMIYAH
Pertanyaan:
Sering kali teriadi perbincangan dan diskusi dalam berbagai per-
temuan khusus dan umum, antara sebagian orang Islam dengan se-
bagian orang Islam lainnya, atau antara orang-orang Islam dengan
kelompok-kelompok selain Islam.
ttita telah mengetahui melalui berbagai macam penerangan Islam
bahwa Islam mewajibkan persatuan serta melarang perpecahan dan
perselisihan. I(arena lahirnya banyak partai disebabkan tedadinya
silang pendapat dan perpecahan umat.
Imam asy-Syahid Hasan al-Banna pemah mengatakan bahwa tidak
ada kepartaian dalam Islam, dan pendapat ini dipegang teguh oleh
banyak orang untuk menolak ide banyak partai. Namun demikian,
ada beberapa kesamaran dari argumentasi yang mereka kemukakan.
Bagaimana pendapat Ustadz mengenai masalah yang sekarang
sedang marak di berbagai negara Arab dan Islam, khususnya di
negara yang memberi kesempatan munculnya banyak partai politik
dan fan+ra-fatwa tentang demokrasi. Mereka mengatakan bahwa ke-
kuatan Islam justru terletak pada kebebasan dan banyak partai. Hal
ini kemudian mereka jadikan konsep dalam mengendalikan pemerin-
tahan. Pemerintah itu menganggap.demokrasi sebagai konsep yang
paling benar dan mengabaikan yang lainya. Tetapi, menurut saya,
justru pendapat seperti inilah yang salah.
Karena itu kami mohon Ustadz berkenan menjelaskan kepada

941
kami bagaimana pandangan syara'terhadap masalah ini dengan di-
sertai dalil-dalilnya. Semoga Allah berkenan memberikan balasan
kepada Ustadz dan memberi pertolongan kepada Ustadz dengan ruh
dari-Nya.

Jawaban:
Pendapat saya yang telah saya publikasikan sejak beberapa tahun
lalu dalam ceramah-ceramah umum maupun dalam pertemuan-per-
t€muan khusus adalah bahwa syara' tidak melarang adanya partai
politik yang lebih dari satu dalam daulah islamiyah (pemerintahan
Islam). Karena larangan syar'i itu memerlukan nash, sedangkan
nash dalam persoalan ini tidak ada.
Bahkan kadang-kadang multipartai dalam suatu negara menjadi
keharusan padazaman sekarang ini, sebab keadaan seperti ini akan
lebih menjamin keamanan dari kesewenang-wenangan seseorang
atau golongan tertentu dalam pemerintahan terhadap orang lain.
Selain itu, memberikan jaminan tidak lenyapnya kekuatan yang
mampu berkata "tidak" atau bertanya'mengapa" kepada pemerin-
tah, sebagaimana yang terjadi dalani sejarah dan fakta.
Ada dua hal mendasar sebagai persyaratan yang harus diperhati-
kan dalam mendirikan partai-partai:
1. Mengakui Islam sebagai akidah dan syariah, serta tidak menentang
atau mengingkarinya, meskipun ia punya ijtihad khusus dalam
memahaminya, sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah yang sudah
diakui.
2. Tidak melakukan aktivitas yang arahnyamemusuhi Islam dan
umatnya, apa pun namanya dan di mana pun tempatnya.

l,laka tidak boleh mendirikan parrai yang mengajak kepada ateisme,


permisMsme, atau sekularisme; yang mencela agama samawi secara
umum atau agirma Islam secara khusus; dan yang meremehkan ke-
sucian-kesucian Islam, seperti akidahnya, syariahnya, eur'annya,
atau Nabinya'alaihish- sholotu w as - salam.
Yang demikian itu karena di antara hak masyarakat dalam Islam
--bahkan termasuk kewajiban mereka-- ialah setia kepada penguasa
(pemerintah), meluruskannya bila menyimpang, menyuruhnya ber-
buat ma'ruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar. I(arena sang
penguasa adalah salah seorang dari kaum muslim, yang tidak lebih
besar untuk dinasihati dan diperintah berbuat ma'ruf, dan mereka

942
(rakyaQ tidaklah lebih kecil untuk memberi nasihat atau menyuruh-
nya berbuat ma'ruf.
Apabila umat telah mengabaikan amar ma'ruf dan nahi munkar,
maka lenyaplah rahasia keistimewaan mereka dan sebab yang men-
jadikan mereka baik, dan mereka akan ditimpa laknat sebagaimana
umat sebelum mereka:
"Mereka satu sma lain *lalu tidak nling melarangtindakan mun-
yang merelca perbual Sesunggahnl,a amat buruklah aNWng
l<ar
*lalu mercl<a Wrbuat ifu."(al-Ma'tdah: 79)
Demikian pula di dalam hadits disebutkan:

/r.,4 tit
qr ,#t33fi'34q'#\ \.-{, rllul

c,)i ^t ; ob), U|'LW itb' iS ii


ra

"Arybih unatkr sdah talrut mengatakap kW& orangpng zalim:


WaIMi orangyang zalim,' malra diucapkan *lamat tinggal kepada
mereka.69s

Dan dalam hadits lain dikatakan:

#'e,3^fr5'i5fl6,{V6$"r!,3t
.e1i9 Eyq,Ai'i'#3- 6 A1'$
.

Q:t'ji ob,)
"Sesunguhrya manusia apbila melihat onng furbuat zalim, Ian-
tas mercl<a tidak mencegah tindalrannla, maka Nlah akan menim-
palen siksan kepada mereka rc@na merata dai sisi-Nya.6eo

595nn Ahmad bin Hambal dalam uusmd-nya d-i abArlut bin Amr dan disahkan oleh
Syekh Syakir. fup diriwayatkan oleh Hakim dan dtsahkaffrya serta disctuiui Dzahabi (4: 96).
596nR Abu Daud dalam sunan-nya dari hadits Abu Bakar sebagaimana yang diriwayatkan
Ahmad dan Ashhabus-Sunan. Dan Tirmidzi berkata, "Hasan sahih.'

943
I
Maka ketika Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau me-
nyampaikan pidato kenegaraannya yang pertama {engqn mgngata-
kan, "Wahai iekalian manusia, jika aku berbuat baik maka tolonglah
aku, dan jika aku berbuat salah maka luruskanlah aku. Taatilah aku
selama aku taat kepada Allah dalam memimpin kalian, dan jika aku
melanggar kepada Allah maka tidak ada kewaiiban bagi kalian untuk
menaati aku."
Demikian juga Umar, beliau pernah berkata, "wahai sekalian
manusia, baringsiapa di antara kalian yang melihat kebengkokan
pada diri saya maka hendaklah dia meluruskan saya." Ialu ada se-
seorang yang menanggapinya, "Demi Allah, iika kami -melit-t1 ke-
bengkokin fuenyimpangan) pada dirimu niscaya akan-kami lu-rus-
kaniengan mata peaang kami." Lalu Umar berkata, "Alhamdulillah,
puli tepunyaan Allah yang telah ryenj{ikan di.kalangan
segala
taum muStim ini orang yang mau meluruskan kebengkokan Umar
dengan mata pedangnya."
retapi seiarah, pengalaman bangsa-bangs?, dan fakta kaum mus-
lim merigajaikan liepada kita bahwa meluruskan penyimpangan dan
penyeleiehgan penguasa bukanlah perkara mudah, tidak cukup de-
irgah sekadar Gta-ttata singkat. Di samping itu,.mereka fuga tidak
pinya persediaan seniata untuk meluruskan penyimpangan tersebut,
karena semuanya berada di tangan penguasa.
oleh sebab itu, haruslah ditCmpuh jalan sedemikian rupa untuk
meluruskan kebengkokan atau penyimpangan tersebut tanpa mem-
pergunakan pedang dan seniata.
' bahm peikembangannya sekarang --setelah melqlgi pergulatan
yang pahit dan perjuangan yang panjang---manusia telah dapat men-
-capii'Uentuk
ainai ma;ruf dan nahi munkar serta meluruskan ke-
bengkokan tanpa melalui pertumpahan darah, yaitu-dengan adanya
"ke[uatan politik". Pihak penguasa dalam hal ini tidak dapat rymena-
mena menghukumnya. Kekuatan inilah yang diistilahkan dengan
'
"partai".
fradang-kadang pemerintah --baik dengan cara kekerasan atau
trpu dayx-- sangat mudah menindas dan menekan -perseorangan
aiau kelompok-[elompok kecil manusia. Tetapi, ia akan kesulian
menekan organisasi-oiganisasi besar yang teratur, yang, mempunyai
potensi untuk mengubah tata kehidupan dan mgnggerakkan mass,
serta yang mempunyai mimbar, pers, dan media-media lain untuk
menyimp-aikan iernl,ataan dan mempengaruhi ogtli publt!.
futau kita ingin igar kefardhuan amar ma'ruf dan nahi munkar

944
..memiliki makna, kekuatan, dan pengaruh pada zaman kita sekarang
ini, maka ia tidak orkup jika hanya merupakan kefardhuan yang ber-
sifat perseorangan yang terbatas pengaruh dan kemampuannya.
I(arena inr ia harus mengalami perkembangan bentuk sehingga me-
miliki kekuatan yang mampu melaksanakan amar ma'ruf dan nahi
munkar, memberikan peringatan dan ancaman, dan ketika diperin-
tah dengian kemaksiatan mampu mengatakan: 'Tidak akan kami
dengar dan tidak al<an kami patuhi," sefta dapat menghimpun ber-
bagai kekuatan politik untuk menekan pemerintah jika menyele-
weng, lalu menjanrhkannya tanpa menggunakan kekerasan dan per-
nrmpahan darah.
Keberadaan partai-partai atau organisasi-organisasi politik telah
menjadi wasilah yang lazim untuk memerangi kesewenang-we-
rumgan pemerinah png berkusa dan mengoreksinya serta mengem-
balikannya ke ialan yang lurus, atau menJanrhkannya unhrk digan-
tikan oleh yang lain. Lewat partai atau organisasi inilah dimungkin-
kannya meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah dan me-
laksanakan kewajiban amar ma'ruf dan nahi munkar, dan'apayang
suatu kewajiban tidak sempurna melainkan dengannya, maka dia
adalah wajib hukumnya".
Tetapi, kadang-kadang sebagian orang yang mukhlis (tulus dan
h,gas) menggiambarkan bahwa pemerinah png melaksanakan sJariat
Allah dan dalam setiap urusannya kembali kepada lcbijakan syariat
tersebut tidak memerlukan partai dan orgianisasi politik yang islami,
karena ia merupakan pemerintahan yang komitmen dan konsisten
pada hukum-hukum Allah.
Oleh karena itu, para pejuang hendaklah terus berjuang sehingga
terwujud pemerintahan seperti ini. Apabila sudah t€rwuiud, kebera-
daannya adalah seperti yang diidentifikasi oleh Allah melalui firman-
Nya:

1Hli6t:1+31;,6ei$A&"yi-$t
'!.5o6-r.j:P'"Wv
Taitu orang-orangtang arybila l(ami tqphkan kduft*annndi
muk bumi, ni*aya mereka mendidlran shalat, menumibn abt,
menyuruh berbuatyangma'ruf &n menegah dad prbutanyang
munkar...." (al-Hall: 4I )
Y

Kedka iur masyarakat waiib menyeratrkan ltendali pemerintahan


kepada mereka dan memberikan lqnlihs dan dukungan sepenuhrya.
Ingin saya katakan kqada mereka tni batrwa 'daulah islamiyah"
bulenlah 'pemerintatran agpma" sebagaimana yang dikenal dalam
masyarakat lain. Akan rctapi, ia adalah pemerintahan yang berpera-
daban yang berpegang taguh pada syariat, dan pemimpinnya bukan-
latr 'irnam yangmaksum" lterlindungi dari kesalahan dan dosa), dan
anggota-anggotanya (lembaga{embaga pembannrnya) ilga bukan
"pendeta-pendeta suci". Tetapi mereka adalah manusia biasa yang
lisa benar dan bisa keliru, yang punya potensi unnrk berbuat baik
dan berbuat jelek, aat dan bermaksiat. Maka masyarakat harus
membantunya jika mereka berbuat baik, dan meluruskannya jika
mereka berbuat salah, serta menolak perintahnya jika diperintah ber-
buat maksiat, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar dalam
pidato kenegaraannya yang perama, bahkan seperti yang disabda-
kan Nabi saw.:

ti+pittr{src$ai5{i;i
AGg,)5eTv34{Jc;}Cg
i**db),3tLr5&t6i5;;,
'(.*caj
"Mendengar dan mematuhi itu merupkan lcewaiiDan onng mus'
lim, baik mengenai rrr;uatu yng ia ankai maupun tidalc ia sukai,
asalhn tidak diwruh Dr;rmalrr;ial Apabila diwruh brmaksiat"
nntra tidak perlu mendengar dan mematuhinyraqez

Apabila tidak ada 'ishmah (Jaminan perlindungan dari dosa dan


kesalahan) dan tidak ada kesucian (ketidakmungkinan berbuat
keliru/dosa), maka mereka adalah manusia biasa, yang tidak ada
jaminan leamanan untuk ddak teperdaya oleh kehidupan dunia dan
tidak ada jaminan untuk bebas dari tipu daya setan, sehingga mereka
berbuat sewerumg-wenang dan zalim, sedangkan kesewenang-we-

S97x1uttafaq 'alaih dart Ibnu Umar.

946
nangan yang palhg membahayakan ialah yang mengatasnamakan
agama. Apabila tidak dibuatkan pedoman dan aturan sefta tidak di:
sediakan jalan untuk mencegahnya dari hal-hal yang tidak baik dan
tidak disediakan cara untuk menghilangkan kejelekan bila teriatuh
ke dalamnya, maka bahayanya akan menimpa umat dan agama se-
kdrgus.
Oleh karena itu, mewujudkan kekuatan-lekuatan yang terorgani-
sasi png dapat melakukan aktivitas di siang bolong (t€rang-tenngan
dan tidak sembunyi-sembunyr), yang numpu membanft yang ber-
buat baik dan meluruskan yang bengkok, maka syara'menyambut-
nya dan mendukungnya, karena dapat menarik atau mendaangkan
manfaat dan menolak mafsadat.
IGsalahan terbesar ialah anggapan pemerintatr atau sebagian orang
yang setia kepadanya bahwa kebenaran hanya ada pada mereka,
sedanden orang}limg menentangn)ra atau tidak sependapat dengan-
nya dianggap salah dan batil.
Kita lihat kaum Mukazilah ketika hanya sendirian meneapkan
hukum dan pemerintahan pada zaman pemerintahan Khalifah al-
Ma'mun bin ar-Rasyid, jugapada zaman al-Watsiq danal-Mu'ashim
sesudah itu. Mereka hendak mewaiibkan seluruh umat ag.u mene-
rima pendapat mereka dan membuang pendapat yang lain dari pea
pemikiran. Kemudian mereka menindak golongan lain yang tidak
sependapat dengan mereka dengan cemeti dan pedang. Salah satu di
antaranya adalah masalah sangat besar yang mereka populerkan dan
sangat terkenal dalam sejarah akidah dan pemikiran, yaitu masalah
'kemakhlukan Al-Qur'an".
Hal ini akhirnya meniadi bencana dan ujian berat yang menye-
babkan disakitinya para ulama dan imam besar, di antaranla pemuka
imam yang sangat takrua dan wara', yaitu Imam Ahmad bin Hambal.
Sejarah mencatat tindakan kaum yang mendakwalqn diri sebagai
ahli logika dan berpikiran merdeka. Mereka telah melakukan tindak
kriminalitas yang hi.na yang mengerutkan dahi setiap orang, yainr
tindak kriminalias berupa penekanan terhadap orang-orang )rang
menentang pendapat mereka, hingga ada yang dipenlara, dipukul,
dan disiksa, meskipun mereka adalah ulama besar.

Banyak Partai Sama Dengan Banyak lflazhaD


Kalau saya memperboletrlen prinsip banfak partai di dalam daulah
islamiyah, maka ini bukan berarti bahwa jumlah partai atau organi-
sasi sebanyak jumlah tokoh t€rt€ntu, yang berbeda-beda antara indi-

947
-t

vidu yang satu dengan individu yang lain, atau sesuai dengian lcpen-
tingan sang individu, sehingga ada partai atas ruilna perseorangian.
Mereka kumpulkan manusia atas nama pribadinya dan mereka giring
manusia unhrk mengikuti rel yang telah dibuatnya. Demikian juga
halnya partai-partai yang didasarkan pada asas unsur, daerah, atau
kelas tertentu, dan sebagainya yang didasarkan pada 'ashabiyyah (fa-
natisme) --padatral Islam bersih dari semua ihr.
Sebenarnya, banyaknya partai yang diperbolehkan ialah sesuai
dengan pola pikir, manhaj, dan sistem politik masing-masing kelom-
pok yang didukung dengan argumentasi dan sandaran yang akurat,
sehingga didukung oleh orang yang mempercayainya dan melihat
kebaikan dari celah-celahnya.
Banyaknya partai dalam bidang politik sama halnya dengan
banyaknya mazhab dalam bidang fiqih. Mazhab fiqih adalah madra-
sah fikriyyah (lembaga pendidikan berpikir) yang mempunyai prinsip-
prinsip khusus dalam memahami syariat dan dalam menggali
hukum dari ddil-dalilnya yang terinci, dan para pengikut mazhab
pada dasarnya adalah murid-murid dari madrasah tersebutyang per-
caya bahwa lembaga pendidikannya lebih mendekati kebenaran dan
lebih lurus daripada yang lainnya. Maka keberadaan mereka serupa
dengan kelompok pemikir atau organisasi cendekiawan yang menye-
barkan pfursrp-prinsip ini kepada para anggotanya, kemudian mereka
bela sesuai dengan kepercayaan sefta keyakinannya bahwa prinsip-
prinsip organisasi atau golongannya itulah yang lebih kuat dan leblh
utama, meskipun tidak menganggap batil terhadap golongan lain.
Demikian pula dengan partai atau aliran politik. Ia memilikl falsa-
fah, prinsip, dan manhaj sendiri yang didasarkan pada Dinul Islam
yang lapang ini (sejauh pengetahuannya terhadap Islam), dan ang-
gotaWrtat sama dengan pengikut mazhab fiqih, yang masing-masing
mendukung ide yang dipadangnnya lebih tepat dan lebih kuat.
Ada kelompok pembaru yang berpendapat bahwa syura dapat
memberikan kepastian, sedangkan khalifah atau kepala negara dipi-
lih melalui pemilihan umum dengan masa jabatan yang terbatas, dan
ia dapat dipilih kembali pada kesempatan lain. Selain itn, ahli syura
(Dewan Perwakilan RakyaUMajelis Permusyawaratan RakyaQ
haruslah orang-orang yang diridhai oleh masyarakat melalui pemi-
lihan. Pendapat ini juga mengatakan bahwa wanita mempunyai hak
pilih dan hak dicalonkan menjadi anggota majelis; bahwa negara me-
miliki hak untuk ikut campur menentukan harga komoditas, meng-
urus irigasi, dan menennrkan upah buruh; bahwa dalam pemanfaatan

948
anah digunakan sistem bagi hasil, bukan dengan sistem sewa; bahwa
dalam harta kekayaan terdapat kewajiban selain zakat; bahwa pada
dasarnla hubungan dengan pihak luar adalah perdamaian; dan bahwa
ahli dzimmah dibebaskan dari kewaiiban membayar pajak apabila
mereka menjadi anggoa angkatan bersenjata,!au:rg jizyoh (pajak) itu
samadengan kewaiibanzakatbagi kaum muslim ... dan seterusnya.
Sedangkan kelompok lain --dari golongan konservatif-- menen-
tang para pembaru atau yang mendakwahkan pembaruan dalam
pandangan mereka. IGlompok konservatif ini berpendapat bah\rya
syura hanya dapat membut pernyataan, bukan membuat keputusan;
bahwa kepala nqlara dipilih oleh ahlul-halli wal:aqdi (majelis permu-
syawaratan) untuk seumur hidup; bahwa pemilihan umum bukan
wasilah syar'iyah; wanita tidak punya hak untuk dicalonkan dan
tidak punya hak unhrk memberikan suilrd; bahwa perekonomian itu
bebas dan pemilikan mutlak sifatnya; bahwa pada dasarnya hubung-
an dengim pihak luar adalah peperangan; bahwa khalifah atau ke-
pala negara adalah pemegang otoritas untuk mengumumkan perang
atau menerima perdamaian; dan masih banyak lagl ide dan pema-
haman yang meliputi kehidupan sosial, ekonomi, politik, kemiliteran,
serta kebudayaan.
Ada pula kelompok lain yang tidak berpihak pada kedua kelom-
pok tersebut. Mereka menerima beberapa pandangan kelompokpem-
baru dan beberapa pandangan kelompok konservatif.
Apabila salah satu dari kelompok-kelompok tersebut memperoleh
kemenangan dan memegiang kendali kekuasaan, akankah kelom-
pok-kelompok lain disingkirkan dan pemikiran-pemikirannya diku-
bur hanya semata-mata mereka berkuasa? Apakah kekuasaannya
itu akan memberikan hak untuk hidup kekal bagi ide-ide dan pemi-
kirannya, sementara yang tidak berkuasa harus disingkirkan?
Pendapat dan pandangan yang sahih mengatakan, "Tidak b(ryitu,
tiap-tiap ide dan pemikiran mempunyai hak untuk dipakai asalkan
memiliki arah yang felas dan sandaran yarg akurat, serta ada pendu-
kung yang membelanya."
Yang kita ingkari dalam lapangan politik ialatr apayang kita ing-
kari dalam lapangan fiqih, yairu aklid Ueba dan fanatik 6ura, serta
mensakralkan sebagian pemimpinnya seakan-akan mereka adalah
nabi. Inilah sumber malapetaka dan bencana.

949
t

Banyalc Partat dan Perbedaan- Pendalnt


Di antara syubhat yang berlembang di sini ialah bahwa prinsip
u'adtuil atau b'aiwuihyyah (multipartai) -sebagaimana istilah yang
berlaku-- bertentangan dengan persatuan yang diwajibkan Islam dan
dianggap sebagai rumpun iman, sebagaimana perselisihan atau per-
pecahan dianggap sebagai saudara kekafiran dan leiahiliahan.
Allah berfirman:
"Dan brpegangfuh kamu semua dengu tali (agana) NW Mt
ian&nhh kamu berceni-funi ...." llJll Imran: IO3)

1lli1ti,6.rt;E(rt';,;i,tlvilKlt
lr
V)'$$;7c:aiti
brreni-bni
"Dan janganlah lramu meryrerupi onng-onng yang
dan fr:trdkih sueh &bng keterangu WtS jdas @ mada.
Merelca itulah onng-onng Wg mendapat sika yang bnl" ltr.Jl
Iman: IOS)

Di dalam hadits disebutkan:

t
!5t€&f i<tii Ss G'b| 5L#<)
(,*pib,l!41fi
"Jangianlah l<amu betxlisih, karcna onang-onng sebelum kamu
berrelisih, Ialu mercl<a binas." (HR Muttafaq'araih)

Perlu saya ingatkan di sini tentang suatu hakikat penting, yaitu


bahwa banyaknya partai belum tentu menunjukkan perpecahan, se-
bagaimana halnya perselisihan atau perbedaan pendapat tidak mesti
buruk, misalnya perbedaan pendapat karena perbedaan metode ijti-
had yang diterapkan. I(arena inr, para sahabat sering berbeda penda-
pat dalam banyak masalah furu', sedangkan perbedaan yang demi-
kian itu sama sekali tidak membahayakan mereka. Bahkan pada
z:rman Nabi saw. sendiri mereka sudah pernah berbeda pendapat
dalam beberapa persoalan, misalnya perbedaan pendapat mengenai
pelaksanaan shalat ashar dalam perjalanan mereka ke perkam-

950
pungan Bani Quraizhah. Hal ini menrpakan suanr masalah yang ter-
kenal, dan Rasulullah saw. tidak mencela pihak mana pun yang ber-
beda pendapat itu.se8
Sebagian ulama menganggap perbedaan jenis ini termasuk bab
rahmat yang diberikan Allah kepada umat Islam, yang dalam konteks
inilah maksud atsar (bukan hadits; Penf .) yang berbunyi:

9- --2-,-'i\bit:L.t
'dt-F)g - 2 -
'Perbedaan pendapat umatku adalah rahmat."

Berkaitan dengan hal ini telah disusun suatu kitab yang berjudul
Rdhmarul-Ummah Ji lhhtilafil-Aimmah.
Diriwayatkan juga dari khalifah yang lurus, Umar bin Abdul Aziz,
bahwa beliau tidak senang jika para sahabat tidak pernah berbeda
pendapat. I(arena menurutnya, perbedaan pendapat mereka dapat
membuka pintu keluasan dan keluwesan serta kemudahan bagi para
imam, sesuai dengan pemahaman dan pemikiran masing-masing.
Sebagian lagi menganggap bahwa perbedaan sebagai rahmat
maksudnya tergambar dalam perbedaan disiplin ilmu dan keteram-
pilan manusia. Dengan demikian tertutuplah lubang-lubang dan ter-
penuhilhh kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat yang banyak
dan bermacam-macam itu.
Al-Qur'an menganggap perbedaan dialek (bahasa) dan warna
kulit sebagai salah satu ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah terha-

sgEXasusnya seperti yang dicaiakan oleh Ibnu Umar, h berkaa, 'Kcika kami pulang
dari
perang Ahzab, Nabi saw. bersabda kepada kami, 'jangan sek"ali-kali seseorang melakukan
shalat asar kecuali di perkampungan bani Quraizhah.' Lalu tibalah waktu shalat asar ketika
mereka masih di tengah perjalanan. Maka sebagian mereka berkaa, 'frami tidak akan mela-
kukan shalat (asar) sebelum ltami datang di perkampungan bani Quraizhah.' Sdand<an
yang sebagian lagi berkata, 'rrami akan melakukan shalat (asar) di sini, karena bukan itu
yang dimaksudkan oleh beliau.' talu hal itu diberitahukan kepada beliau, tetapi beliau tidak
mencela seorang pun dari mereka." ghahih al-Buhhari, "Bab Shalatil-KhauP, juz 1, hlm. 168-
169).
Dalam kasus ini sebagian sahabat memahami ucapan beliau saw. menurut ungtapan
atau ibarat nash $/ang t€rsurat dalam kata-kata), yaitu mercka tidak akan melakukan shalat
asar kalau tidak di perkampungan bani Quraizhah. Spdangkan sebagian lagi memahami
sabda Rasul itu menurut isyarat nash (makna yang tersirat) bahwa maksud beliau adalah
menyuruh mereka cepat-cepat ke bani Quraizhah sehingga masih mendapati waktu shalat
asar di sana. Wallahu a'lam. (Penr.)

95r
Y

dap maktrluk-Nya, yang menjadi bahan perenungan orang-orang


/an$ men$€rti:
"Dan di antara tanda-tanda kekuaaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi hn brlain-lainan fuhasmu dan wama kilitnu.
ksunguhnya pfu yang demikian itu benar-benar terdapt tanda-
tanda bagi onngWng mengetahui." (ar-Rum: 22)

I(arena itu tidaklah semua perbedaan berkonotasi buruk, bahkan


perbedaan terbagi dua, yaitu perbedaan yang berupa keanekara-
gaman dan perbedaan yang berupa pertentangan. Perbedaan- yang
fertama itu ttrpuji, sedangkan jenis yang kedua itu tercela.see
Sering kali saya kemukakan dalam buku-buku dan ceramah-ce-
ramah saya bahwa tidak ada larangan tentang banyaknya organisasi
yang berjuang untuk Islam, jika memang mereka tidak dapat bersatu
dalam satu wadah karena perbedaan tuiuan, target, sasarall, metode
(manhaj), pemahaman, dan kepercayaan sebagian mereka t€rhadap
sebagian lainnya.
Hanya saja, keberadaan mereka adalah dalam keragaman dan
spesialisasi, bukan dalam pertentangan dan perseteruan, yang selu-
ruhnya masih dalam satu barisan dalam semua persoalan yang ber-
kaitan dengan eksistensi Islam, akidah islamiyah, syariat Islam, dan
umat Islam.
Dalam keadaan bagaimanapun, berprasangka baik dan mencari-
kan atasan pembenaran (bagi pihak lain) merupakan sifat utama
yang harus dindliki oleh semua kelompok (organisasi atau partai),
sehingga tidak menganggap dosa, sesat, dan kafir terhadap kelom-
pok muslim lainnya. Bahkan sebaliknya di antara mereka harus
saling berpesan dengan kebenaran dan kesabaran, dan saling mena-
sihati dalam beragama dengan kebijakan, tutur kata yang baik, dan
diskusi dengan cmayang paling baik.
Pengianekaragaman atau perbedaan seperti ini tidaklah menye-
babkan perpecahan dan permusuhan, dan tidak pula meniadikan umat
berkelompok-kelompok yang satu dengan lain saling menyakiti.
Bahkan masih merupakan polarisasi dan perbedaan yang tetap di
bawah naungan kesatuan umat dengan akidah yang satu. fiarena inl
tidak perlu ditakutkan --dan memang tidak membahayakan-- karena

59916"1 buku saya ash-S hthuaai-lslamiyyah fuinll-Ihhtilalil Masyru' *at-Tafamqil-Maitnum,


terbitan Darul wafa'.

952
hal ini merupakan fenomena yang sehat.
Saya katakan demikian sebelum terbennrknya daulah islamiyah,
dan saya katakan demikian pula setelah terbennrknya daulah isla-
miyah. Karena ia bukan daulah yang menjadi sempit lengannya
karena hdanya perbedaan pemikiran, dan tidak menghukumgantung
setiap pemikiran yang telah ditanamkan dan dikembangkan oleh
organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok sebelumnya. Sebab
pemikiran dan ide tidak akan mati --dan tidak bisa dihukum mati--
selama tidak mati dengan sendirinya disebabkan munculnya pemi-
kiran yang lebih akurat.

Muldpartai Adalah Slstem lmpor


Di antara syubhat lagr mengenai masalah ini ialah bahwa sistem
multipartai diimpor dari sistem demokrasi Barat, bukan sistem Islam
yang orisinal yang bersumber dari kita sendiri, sedang kita dilarang
menyerupai orang luar dan dilhrang menghilangkan lati diri kia sen-
diri:

bi) o\,) #456;frt4i-31 3;


"knngsiap mayerupai s.ntu lcaum mah dia termaah gobngan
merel<a.@

uaka kita wajib memiliki pola pikir dan sistem polidk tersendiri,
jangan kita ikuti pola hidup kaum selain kita sejengkal demi sejeng-
kal dan sehasta demi sehasa.
Saya katakan bahwa yang dilarang dan diperingatkan idah taklid
buta kepada selain kita, dengan mengekor safa kepada mereka dalam
segala hal, "sehingga andaikata mereka masuk liang biawak pun
kamu akan memasukinya fuga" (HR Musltm).
Adapun bsyabbuh (menyerupai) yang dilarang ialah usyabbuh
dalam hal-hal yang merupakan identitas khusus keagamaan mereka,
seperti memakai salib bagi kaum Nasrani, memakai ikat pinggang
Maiusi, dan lain-lainnla yang dapat memasukkan pemakainya se-
bagai kelompok mereka.dan menimbulkan kesan *rlah-olah dia
merupakan salah seorang dari mereka.

@HR ebu Daud dari Ibnu Umar dan Ttrabrani detam al-Awathdari hadits Hudzaifah.
(Muhhtashar Syarah al-Jofi' ash-Shaghir, fin 2, hlm. 289; Penl.)

953
I
Adapun dalam hal-hd lain yang termasuk urusan kehidupan
yang terus berkembang ini tidaklah terlarang menirunya dan tidak
pula berdosa, karena ilmu pengetahuan merupakan milik orang
mukmin yang hilang dan di mana saia ia menjumpainya maka ia
lebih berhak terhadapnya. Rasulullah saw. sendiri telah menggali
parit (dalam perang Khandaq) di sekeliling kota tr,tadinah, padahal
taktik gali parit ini belum dikenal oleh bangrsa Arab sebelumnya. Cara
ini merupakan stratsgi perang yang biasa dipakai bangsa persia yang
diinformasikan oleh Salman r.a. kepada Rasul.
Rasulullah saw. juga mempergunakan stempel pada surat-zurat
beliau setelah mendapat informasi bahwa raia-raja itu tidak mau
menerima surat yang tidak ada stempelnya.
Demikianlah juga Umar bin Khaftab, ia menggunalen sist€m khcr4J
dan tata perkantoran. Muawiyah juga meniru mereka dengan mem-
buat aturan pos.
Begitupun orang-orang sesudah mereka meniru mereka dalam
membuat berbagai peraturan yang bermacam-macam.
Dengan demikian, tidaklah hina dan tidak pula terlarang meniru
sistem multipartai dari demokrasi Barat dengan memperhatikan dua
spr?t:
Pertama: dalam persoalan tersebut kita dapati kemaslahatan
yang sebenarnya bagi kita, dan tidaklah membahayakan kita iika
dalam pelaksanaannya itu terdapat sedikit mafsadat. Yang penting
manfaatnya lebih besar daripada mudaratnya, sebab prinsip syariat
didasarkan pada kemaslahatan yang murni atau yang dominan, dan
membuang mafsadat yang murni atau yang kuat. Firman Allah ber-
ikut --mengenai khamar dan judi-- merupakan acuan dalam perma-
salahan ini.
"... I(atala nlah: 'Pada kduarya itu tetfupat dm Drsar dan bberap
manfaat fugi manusia, tetapi doa kduanya lebih besr dadpda
manfaafitya .... - (al-Baqarah z 2 l9l

Kedua: apa yang kita ambil dari kalangan lain itu kita modifikasi
dan kita kembangkan sedemikian rupa sehingga sesuai dengirn nilai-
nilai agama dan akhlak kita, huki.rm syar'i dan tradisi kita yang ter-
pelihara.
Dalam hal ini, tidak seorang pun yang dapat memaksa kita untuk
mengambil suatu peraturan atau sistem dengan segala segi dan bagi-
annya. Misalnya, bersikap fanatik kepada partai baik dalam kebe-
n.ran maupun dalam kebatilan, dan membelanya baik sebagai peng-

954
anialra maupun pihak teraniayra, berdasarkan padazatir perkaaan
bangsa Arab pada atmniahiliah: "Bantulah saudaramu baik seba-
gai pengania),a maupun teraniaya," sebelum diluruskan pengertian-
nya oleh Rasulullah saw. dan ditafsirkannya dengan penafsiranyang
menimbulkan makna lain, laitu menolongnya ketika dia menganiaya
dengan cara mencegahnya dari melakukan kezaliman, yarg dengan
demikian berarti telah menolongnya untuk mengalahkan hawa nafsu
dan bisikan setan.

Untuk Stapa Kesedaan ttu?


Di antara syubhat lagi dalam masalah ini ialah anggapan mereka
bahwa adanya beberapa parai di dalam daulah islamiyah itu menjadi
kesetiaan atau loyalitas anggotan)ra terbagi unnrk partain)ra dan
untuk daulahnya karena ia telah menyatakan janji setia untuk men-
dengar, patuh, membela dan menolonglya.
Persepsi ini benar jika anggota tersebut bersikap menentang daulah
(pemerintahan lslam) dalam segala hal kemudian membela dan men-
dukung partainya dalam s€ala hel pula. Saya sama sekali tidak
mengaAkan demikian, dan memang bukan itu png sala maksudkan.
Sesungguhnya loyalitas seorang muslim hanyalah kepada Allah,
Rasul-Nya, dan jamaah mukminin, sebagaimana firman Allah:
"fuunguhqn penolong l<antu hanmlah NIah, fuslil-Nya dan
onng-orang Wg beriman lang mendirihn dralat dan menunai-
bn aht *nta mercl*a firnduk (keP& Nlah). Dn brugsiary
nwryunbil Alhh, PailI-/|{,,7, dan otangorang Wrg Dr;tifiran men-
iadi Wnolongtm maka *sungguhrya pengifut agann Nlah ihtlalt
yng pasli menang" lal-Ma'idalr: 55-56)
Penisbatan diri seorang muslim kepada suku atau daerah, organi-
sasi atau persekutuan, partai atau golong;annya tidaklah menghi-
langkan penisbatan dirinya dan loyalitasnla kepada daulatt islamifah.
I(arena s€mua lcsetiaan dan penisbatan diri ini bermuara pada satu
pokok, yaitu loyal atau setia kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum
mukmin. Sedangl€n yang benar-benar ditarang ialah meniadikan
orang-orang kafir sebagai wali (pemimpin, pelindung, penolong,
t€num akrab), bukan kepada orang-orang mukmin:
"... Apkah mercl<a menari kektatan di sisi onng{nng kafir ifut?
Malca srsiurnguhrryta *mua kektatan kqurynan NIah." lan-
Nlsa': I39)
I
'"qi{J-Gi6b:tlgr;itiivu-
"Hai onng-onng lang beiman, iWanlah kamu mengambil
musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman *tia ...." lal-
Mumtahanah: I)

Apabila peraturan partai menetapkan bahwa setiap anggota harus


mendukung seluruh kebijakan dan program partai, walaupun secara
jelas dan meyakinkan adalah batil, dan menentang daulah (pemerin-
tah Islam) meskipun pemerintah itu benar, maka hal ini tidak saya
akui dan sama sekali tidak saya serukan. Bahkanyang demikian ini-
lah fang hanrs diluruskan sehingga sesuai dengan nihi-nilai, hukum,
dan adab Islam.

Imam Ali Mengakui Keberadaan Partat Khauartf


IGlau kita tengok kembali warisan (sejarah) kitayang subur dan
sunnah Iftulafa ar-Rasyidin khususnya -yang kita disuruh meng-
ikutinya dan berpegang teguh dengannya-- maka akan kita iumpai
bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu wakar-
ramallahu wajhahu mentolerir adanya partai yang berbeda pandangan
politik dan manhaJnya meski telah menuduhnya kufur dan keluar
dari Islam, padahal ia adalah putra Islam sejak muda belia. Tidak
cukup deng;an sikap politik seperti itu, bahkan mereka mengangkat
seniata dan mengumumkan perang terhadapnya, menghalalkan
darahnya dan darah pendukurgnya, dengan uduhan bahura dia tA[l
telah mempergunakan hukum manusia ddam agatrrAllah, padahal
tidak ada hukum kecuali hukum Allah menurut nash Al-Qur'anul
Karim:
"Menetapkan hukm itu hanyalah hak Nlah." (al-An'am: 57 dan
Yusuf:4O)

Ketika Imam Ali r.a. mendengar perkataan ini, beliau lantas me-
nyanggahnya dengan perkataan beliau yang menjadi kata-kata
mutiara yang terekam dalam sejarah:

,bq6,rg{a*
"Perkataan yang benar tetapi dimaksudkan unnrk kebatilan."

956
Namun demikian, beliau ddak melenyapkan lteberadran mereka,
tidak menyuruh mengusir dan mengefr-rrygau mereka. Bahkan
beliau mengatakan secara terang-terangan keeada mereka 'I(atrtu
punya tiga hak terhadap kami: kami tldak melarang lomu masuk ke
masjid-masjid Allah, l€mi ddak menghalangi kamu unnrk menda-
patkan harta rampasan jika kamu membanhr kami, dan kami ddak
akan mulai memerangi kamu."
Demikianlah, padalral mereka adalah kaum Khawarij )xang me-
lakukan perlawanan bersenfaa dan menggunakan kekuaan yang
menyebabkan mereka memiliki keberanian meskipun serirmpangiln
Saya tahu bahwa Imam asy-Syahid Hasan al-Banna mengingtait
adanp banfk partai dalam lslam. Tetapi ini merupakan Udhad beliau
radhiyallahu 'anhu, karena pada zaman beliau hidup beliau melihat
partai-partai ini memecah belah umat ddam menghadapi musuh
mereka Partai-pafiai itu dibenuk atas nama pribadi-pribadi terrtentu,
bukan atas tuiuan yang jelas dan manhai tertentu. Dan beliau pernatr
berkata tenang bkoh-tokoh dan pemimpin-pemimpin partai dalam
sebagian risalah beliau: "Penjaiah telah memecah belah mereka dan
meniadikan mereka berkelompok-kelompok. Maka tidak ada yang
mereka tuiu kecuali negerinya sendiri, dan mereka tidak mau ber-
kumpul leolali dengan kelompoknya sendiri.'
Tidak mengapa jika hasil ijtihad kita berbeda dengan hasil Udhad
beliau rahimahullah, karena beliau tidak melarang orang-orang se-
zudah beliau unurk berijtihad sebagaimana beliau Midhad, f*usus-
nya bila kondisi zudatr berubah, peraturan dan pemikiran terus ber-
lcmbang. garangkali kalau beliau masih hidup!toiggB hari ini, beliau
akan berpendapat aau berpikir seperd kita, sebabfatnra itu berubah-
ubah sesual dengan perubahan ?trrnirn, t€mpat, situasi dan kondisi,
lebih{ebih dalam masalah polirikyang mengalami perubahan demi-
kian cepat.
Orang-orangyang mengenal Enam Hasan al-Banna tennr menge-
tahui batua beliau bukan tipe manusia yang beku dan kaku, belhu
addah orang yang dinanris, pemikiran-pemikiran dan politiknya
selalu berlembang, sesuai dengan dalil-dalil dan argumentasi-argu-
mentasi yang tampak pada beliau
Kaum sekuler menggirmbarkan daulah islamiyah yang dicita-cia-
kan orang adalah suatu daulah (pemerintahan) yang tidak memper-
Ienankan suara lain berkumandang, atau pendapatl,ang menenang,
atau adanya kelompok manusia yang berani merirpeianlakan meng-
apa bahkan berani mengatakan 'tidak".

957
Namun fakta di lapangian berbicara bahwa di sana ditolerir ke-
kuatan-kekuatan yang bermacam-rnacam, kelompok-kelompok yang
beraneka ragam, yang semuanya bertitik tolak pada pengakuannya
terhadap agama Islam dan menyatakan tunduk kepadanya, hanya
saja mereka berbeda pemikiran, pemahaman, progr.rm dan rencana-
nya. Apabila sdah satu kelompok itu ditakdirkan memegang kendali
pemerintahan melalui suatu cara, maka apakah ia akan mengizinkan
kelompok-kelompok (parai-parail kekuatan-kekuatan lain untuk
tetap eksis ataukah akan disingkirkannya dari panggung dan diku-
bur selama-lamanya?
Yang paling lurus dan paling tepat jawabannya: kekuatan-ke-
kuatan itu tetap eksis di lapangan sebagai juru dakwah yang selalu
memberikan pengarahan, menyuruh berbuat baik dan mencegah
perbuatan munkar, memberi nasihat untuk setia kepada Allah,
Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslim, dan kepada kaum
muslim sequa umum.
Apabila banyaknya partai dan kekuatan politik diperkenankan di
bawah naungan daulah islamifah yang melaksanakan hukum-hukum
Islam, lebih utama lagi banyaknya kelompok dan partai itu dibentuk
sebelum berdirinya daulah islamiyah. Maka tidak ada larangan apa-
bila di lapangan amal islami terdapat organisasi atau jamaah yang
lebih dari saft untuk mendirikan komunitas muslim dan daulah
muslimah, dan beriuang di jalan Allah dengan segala wasilah yang
dibenarkan.
Di antara yang perlu diingatkan dan tidak boleh didiamkan di sini
ialah pemikiran yang disebarluaskan oleh orang-orang aau kelom-
pok tertentu yang menisbatkan diri kepada Islam dalam masalah ini.
Di antaranya ialah hukum atau fanva yang mengatakan bahwa mem-
bentuk suatu iamaah (organisasi/partai) atau menisbatkan diri ke-
padanya merupakan perbuatan haram dan bid'ah dalam agama, yang
tidak diizinkan Allah, baik yang diistilahkan dengan. jamaah,
jam'i1yah, partai, atau nama-nama dan identitas-identitas lain.
Fatwa demikian merupakan kecerobohan terhadap agama Allah
dan serangan terhadap syara' tanpa didasarkan pada alasan yang
jelas, serta mengharamkan apa yang dihalalkan Allah tanpa dilan-
dasi keterangan yang jelas. Karena pada dasarnya segala sesuatu
dan aktivitas yang berhubungan dengan adat dan.muamalat manusia
itu adalah mubah, sedangkan mendirikan jamaah-jamaah yang ber-
amal untuk Islam itu termasuk dalam kategori ini.
Bahkan yang benar, membentuk jamaah-jamaah seperti ini ter-

958
masuk diwaiibkan oleh nash-nash sJara'Jang umum dan qawaidnya
yang global. Allah berfirman:
"... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) keMjilran
dan takw-a.... " (al-Ma'ldah: 2 )
"Dan berpgangla\ kamu *mua kepada tali (agana) Nlah, fun
jangAnlah l<amu berceni-berai ...." (Ali Imran: IO5)

Rasulullah saw. bersabda:

$f^#4ath"gq,4r"+S4,rryfr
(tga.iip*s;r)
"Onng mulonin lang atu terhadap mulonin lainryta bgailcan *-
buah fungunan, lang *bagiannya menguatkan *fugian yng
lain.@r

.r_gLg'bfuF:I;cJi&Nr4
k *:4 ob,t
Tangan (Wtamgnl NhL itu menyerhi janal4 dan brug$apa
yang memiahlran dirt @ari jamaah) maka ia akn me4rendiri di
dalam nerakaa2

Sedangkan kaidah fiqhiyah menyatakan:

.4,5!4*9t46i41g
"Lpa saja ltang suatu k*njiban ti&h *mpuma melainkan de-
ngannn, mal<a ia adahh wajib huktm4a"

Satu hal yang perlu ditegaskan bahwa melayani Islam sekarang,


menjaga eksistensi umatnya, dan bekeria unnrk menegakkan dau-

@lttlucafaq 'alaih dari Abu Musa. Diriwayattan


Juga oleh Tirmidzi dan Nasa'i, sebagai-
mana dnlam Shahih al-Jani' ash-Shaghir, hadits nomor 6654.
@2nn nrmidzi dalam sunan-nya. dari hadits Ibnu Umar.
lahnya tidak mungkin dapat dilakukan dengan sempuma hanya de-
ngan usaha-usaha perseorangan yang berserakan di sana sini. Oleh
karena itu, diperlukan amal jama'i (keria kolekti$ yang menghimpun
kekuatan-kekuatan yang berserakan, tenaga yang bertebaran, dan
potensi yang tersia-siakan. Semuanya berbaris dalam barisan yang
teratur, yang mengetahui tujuan dan sasarannya, dan sudah t€rrcryu
jalannya.
Perlu ditegaskan pula di sini bahwa kekuatan-kekuatan yang
memusuhi Islam dan bekerja untuk tuiuan-tujuan lain tidak bekerja
secara sendiri-sendiri, mereka membentuk himpunan yang kuat dan ,

jamaah-jamaah besar, yang memiliki kekuatan materiil dan manusia '

yang kuat. Maka bagaimana mungkin kita akan menghadapi mereka


secara sendiri-sendiri dan terpisah-pisah, sedangkan peperangan
menghendaki seluruhnya berada dalam satu barisan, sebagaimana
firman Allah:
"Sesunguhnya NIah menyul<ai orang-onng gng furpnng di
jalan-Nya dalam hisn yang tentur sealen-alen merclra seperti
suatu bangunan lnng tersusun kokoh." (ash-Shafi:4)

Melakukan amal jama'i demi membela Islam, membebaskan


negerinya, mempersau,rkan umatnya, dan menjunjung tinggi kalimat-
nya merupakan suatu kefardhuan dan kebumhan mendesak, keflar-
dhuan yang diwajibkan oleh agama dan kebutuhan yang dituntut
oleh kenyataan. Maka amal jama'i ini ialah dengan membentuk ja-
maah-iamaah atau partai-partai untuk melaksanakan kewajiban ter-
sebut.
Ada kelemahan lain dari t€sis di atas, yang memandang wajibnya
melakukan amal jama'i, tetapi mereka membaasinya hanla pada sanr
jamaah tertentu dengan memandangnya sebagai satu-stunya yang
benar dan murni, sedangkan lainnya dianggap batil:
"... mal<a tidak ada ssudah kebenann itu, melainlan kesestan ...."
(Yunus: 52)

Dengan kata lain, kelompok ini menyifati dirinya sebagai "ja-


ma'atul-muslimin", bukan semata-mata "jamaah dari kaum mus-
lim". Kalaulah jamaahnya itu saja yang dianggap sebagai jama'atul-
muslimin, maka semua orang/kelompok yang memisahkan diri dari-
nya dianggap telah memisahkan diri dari jamaah, dan setiap orang
yang tidak masuk ke dalam jamaahnya tidaklah termasuk "ja-
ma'atul-muslimin". Semua hadits yang membicarakan al-jama'ah,

960
menetapi al-jama'ah, dan yang membicarakan masalah pemisahan diri
dari al-jama'ah, diterapkan untuk "jamaahnya".
Argumentasi semacam ini dan penempatan nash yang tidak pro-
porsional ini merupakan pintu keburukan bagi umat, karena mereka
telah menempatkan dalil tidak pada tempatnya.
Di antara orang-orang itu adayang menetapkan kebenaran hanyat
pada jamaahnya atau partainya semata-mata, tidak ada pada partai
yang lain. Tesis ini hanyalah sebagai alat pemben:u untuk melestari-
kan jamaah atau partainya, dan menggusur jamaah-iamaah lainnya.
Sebagian dari mereka sering menyifati pemikiran dan aktivitas,
akidah dan akhlak untuk mengidentifikasi jamaah atau partainya
sebagai "jama'atul-haq" atau "hizbul-haq" (partai kebenaran), se-
dangkan jamaah yang lain tidak demikian. lni termasuk siV,ap ukalluf
dan mengada-ada yang tidak dapat diterima oleh logika yang sehat.
Di samping itu, ada pula yang menjadikan kemaiuan kont€mporer
sebagai satu-sftnya tolok ukur. Barangsiapa yang dapat mengung-
guli lainnya, maka dialah pemilik kebenaran, atau penimbun ke-
benaran yang sejati.
Sehingga ada sebagian partai di suatu negara Islam yang meng-
klaim batrwa hanya merekalah yang melalsanakan kebenaran, karena
dialah partai pertama yang memegang sabuk iuara. Sehingga semua
organisasi atau partai yang dibentuk sesudah mereka waiib membu-
barkan diri dan tidak punya hak untuk hidup, sebab penerimaan
jumhur (golongan mayoritas masyarakatl terhadapnya itu sama de-
ngan bai'at kepadanya, sedangkan dalam hadits disebutkan:

. t&Jcb\ (65 6,
/i1i\l &,it
"Arybila dibai'at dn orutg l<halifah, malra bunuhlah Wg tetalilir
di antan keduaqraas

Sesungguhnya fanua-fanra tolol yang ceroboh dari orang-orang


yang kakinya tidak menancap di dararan ilmu-ilmu syariat inilah
yang menghempaskan umatke tempatyangburuk dan membahaya-
kan. Sebagian ulama pada masa dulu bahkan ada yang mengatakan
ketika mereka mengetahui fanua-fanua sebagian orang )ang menis-

@SttR rthmad rlan Muslim dari Abi Sa'id. (shahih al-Jami'ash-Shaghir, nomor 421).

961
batkan diri kepada ilmu. Mereka berkata, "sungguh sebagian orang
yang memberi flatwa kepada orang lain pada hari ini ada yang lebih
pantas dipenjarakan daripada pencuri, karena pencuri itu merusak
urusan dunia manusia, sedangkan mereka merusak urusan agama-
nya.'
Nah, bagaimanakatr reaksi para fuqaha itu seandainya mereka
mengetahui apa yang kita baca dan kita dengar dari fanrya-fatwa se-
bagian orang zarran kia sekarang ini. Tidak ada daya untuk men-
jauhi keburukan dan tidak ada kekuatan untuk melakukan kebaikan
kmtali dengan pertolongan Allah. Iaahaula walaa quwwan illabillah.

4
TOLERANSI DAN KEADILAN ISLAM
TERHADAP GOLONGAN NONMUSLIM

Pertanyaan:
Di antara hal yang sudah terkenal di kalangan pemeluk ag.rma
secara umum, apa pun ag:rmanya, bahwa setiap ag:rma menuntut ke-
pada pemeluknya agar memuliakannya, setia kepadanya, mencintai
setiap orang yang mengimanirqra, mengufuri agiama yang selainnya,
meyakini bahwa hanya agamanya yang benar dan yanglainnya ada-
lah batil. Dan Islam, tanpa diragukan lagi, adalah salah satu dari
ag.rma yang memiliki sikap seperti itu.
Itadang-kadang sikap sebagian pemeluk agiama ada yang lebih
keras dari itu, yang karena ghiratrqya terhadap agamanya sampai dia
memusuhi semua orang yang berbeda agafi:.a dengirnnya, merasa
benci, dan dendam. Bahkan kadang-ledang sampai menganggap halal
harta dan darahnya, serta dia menganggap tindakannya itu tidak
berdosa dan tidak pula terlarang, malah dianggapnya sebagai pende-
katan diri kepada Allah Ta'ala.
Pandangan demikian --tidak diragukan lagi- sangat memba-
hayakan apabila orang-orang yang berbeda agirma itu masih saudara
setanah air dan sebagai w.uga negiua dari negara yang terdiri dari
kaum muslim dan nonmuslim. Dengan demikian, barisan mereka
akan tercabik-cabik, kalimatnya tercerai-berai, dan semuanya akan
hidup dengan dipenuhi rasa curiga dan buruk sangka serta l€takutan.
Kondisinya akan bertambah buruk dan runyam apabila ada kekrnan

soz
asing yang memanfaatkannya dengan segala tipu dayanya yang
notabene akan menambah menganganya iurang perpecahan dan
menyulut api pertikaian sehfugga dapat membakar semtranya, se-
mentara pihak ketiga bergembira ria menyaksikannya.
IQrena itu, l€mi mengharapkan Ustadz menielaskan t€ntang
masalah ini, serta menjelaskan bagimana pandangn Islam terhadap
golongan nonmuslim, khususnya iika mereka merupakan golongan
minoritas di tengah-t€ngah masyarakat yang mayoritas beragama
Islam. Demikianlah, agr Islam tidak disalahpahami atau dizalimi
oleh tindakan sebagian putra-pufianya yang tidak mengerti Islam
dengan baik dan tidak mengamalkannya dengan bagus.
Semoga Allah memberikan manfaat lewat lJstadzdan menambah-
kan taufik-Nya.

Jaanban:
Segala puji kepunyaan Allah. Shalawat dan salam semoga tetcu-
rahkan kepada Rasulullah, keluarganya, satubatnya, dan orug yang
mengikuti petuniuknya. Wa ba'du.
Masalah ini --sikap atau pandangan Islam terhadap golongan
nonmuslim-- merupakan masalah yang sangat penting yang waiib
dijelaskan hakikatnya, dihilangkan syubhat atau kesamarannya, dan
diluruskan kesalahpahamannya, dari ahli ilmu yang mendalam, se-
hingga tidak ada sesuatu yang dinisbatkan kepada lslam, padahal
Islam bersih dari hal-hal seperti itu. Selain itu, agar sebagian putra-
nya tidak teriatuh ke dalam kesalahan dan kepalsuan yang ditolak
oleh Islam, sementara mereka mengira bahwa mereka rclah berbuat
baik.
Pembahasan mengenai masalah ini t€lah saya tuangkan dalam
sebuah buku yang saya sebar luaskan ke berbagai kawasan dan
telah dicetak berulang-ulang serta diteriemahkan ke dalam berbagai
bahasa, yaitu Ghairul-Muslimin fil-Mujtama'il-Islami.

Beberapa Hakikat yang Waftb llllngat


Sebelum menjelaskan pandangan lslam terhadap golongan non-
muslim, baiklah saya ringkaskan beberapa hakikat berikut ini:
Pertama: tidak boleh memikulkan tanggungJawab kepada Islam
terhadap beberapa tindakan sebagian kaum muslimin -yang sempit
cakrawala berpikirnya dan jelek pendidikannya. Yang pasti, Islam
merupakan hujfah bagi kaum muslim, bulan kaum muslim menjadi

L-
hujjah bagi Islam. Betapa seringnya Islam terkena bala bencana
karena orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya dan diperhi-
tungkan sebagaiorang Islam, tetapi mereka menyakiti Islam dengan
perilaku dan tindakan mereka, yang melebihi sikap musuh-musuh-
nya yang melakukan tipu daya terhadapnya secara terselubung dan
memeranginya secara terang-terangan. Pepatah kuno mengatakan:

,tdr##S&54L4LL
"Musuh yang beralel lebih baik daripada t€man yang bodoh."

Seorang penyair juga berkata:


"Tiap-tiap penyakit ada obat untuk mengobatinya
Kecuali kebodohan
Ia membuat payah orang yang mengobatinya."

Kedrra: orang-orang bodoh dan tolol itu termasuk orang-orang


yang fanatik terhadap orang-orang yang menentang mereka dalam
agama, menyikapi mereka dengan buruk dalam pergaulannya tanpa
alasan yang benar. Bahkan sebagian mereka ada yang berlebih-
lebihan hingga memperbolehkan mengambil hara mereka dan me-
numpahkan darah mereka. I(aum muslim yang merupakan saudara
seagama dengian mereka pun tidak luput dari gangguan mereka.
Batrlen merekalah png memulai bersikap bertebihan terhadap kaum
muslim ()rang seagama dengan mereka itu) dan menuduh lang
bukan-bukan mengenai iman dan agama mereka, hingga mengafir-
kan dan mengirnggap mereka keluar dari agama Islam, dan mereka
(merasa) dengan menghalalkan darah kaum muslim itu berarti telah
melakukan pendekatan diri kepada Allah. Begirulah tindakan eks-
trem dan berlebihan yang mereka lakukan. Hal itu kita lihat pada
kaum Khawarij pada masa lalu dan pengikut-pengikutnya sekarang.
Yang mendorong mereka melakulqn hal ini ialah keteperdayaan
mereka yang samar dan rasa ujubnyayang mematikan hingga men-
jadikan dirinya sebagai malaikat, sedangkan oranglain dianggapnya
sebagai setatn. Penyakit ufub ini merupakan salah satu penyakirjiwa
yang membinasakan.
Kedga: sesungguhnya fanatisme yang kita lihat dan kita rasakan
pada sebagian pemeluk agama ini kebanyakan dilatarbelakangi oleh
faktor-faktor nonagamis yang dikemas dengirn kemasan agarna,

964
bahkan_ kadang-lad.ang setflah dikafi secara mendalam dilatarbela-
kangi ot0h faktor-faktor sosial, ekonomi, atau politik'Ihrena itu, kita
lihatgeiala ini tampakpada sebagian kawasan sementaradi kawasan
lain tidak, karena kondisi sosial dengan segenap sistem pergaulan
dan kepercayaan yang diwarisinya itulah yang menaburkan benih-
benih ini dan membantu pernrmbuhan dan perkembangannya. Malta
adalah suatu kezaliman terhadap hakikat ini, iika agama dinrduh se-
bagai Catang sikap dan perilaku yang menylmpang.
Keempat: di antara fanatisme yang dilakukan sebagian kaum
muslim sebagaimana yang kita lihat, kadang-kadang merupakan
reaksi terhadap fanatisme sesama warga n(ryara yang nonmuslim.
Maka tidak tepat kalau kita selalu menuduh golongan mayoritas ber-
sikap fanatik dalam menghadapi kelompok minoritas. Bahkan sering
terjadi kelompok atau individu dari kalangan minoritas karena dipe-
ngaruhi perasaan takut --meskipun tidak berdasar-- atau isu-isu
provokatif dan sentimental yang berkembang di tengah masyarakat
--atau bisa juga karena penafsiran-penafsiran fiang keliru-- menyu-
lut munculnya berbagai tipu daya. Dalam udara yang mengguncang-
kan kepercayaan antara sesama warga negara seperti ini, maka laris-
lah isu-isu yang berkembang itu sehingga sebutir biii dianggap se-
lagai kubatr, dan orang tidak lagi berani menghadapi persoalan seara
tfrang-t€rangan atau mengobatinya hingga sampai lte aler pen)ra-
kitnya.

Sikap Ielam terhadap Golongan Nonmusllm


Dengan berpijak pada beberapa hakikatyang tidak boleh dilupakan
ini saya ingin menfelaskan secara ringkas pandangan dan sikap
lslam terhadap orang-orangyang berbeda dengan mereka atau terha-
dap golongan nonmuslim, yakni pemeluk-pemeluk agama lain.
Di antara hal yang sudah diketahui masyaralet, bahwa pemeluk-
pemeluk agama non-lslam terbagi dua macam:
1. Pemeluk agama watsaniyah (berhala) atau ag.rma budaya, seperti
kaum musyrik penyembah berhala, kaum Majusi penyembah api,
dan kaum shabiah (shabiin) penyembah bintang-bintang.
2. Pemeluk agama samawi atau kitabiyah, yaihr mereka yang mem-
punyai agirma samawi pada asalnya dan mempunyai kitab yang
diturunkan dari sisi Allah, seperti Yahudi dan Nasrani, yang oleh
Al-Qur'an disebut dengan "Ahlul-Kitab' sebagai sikap lemah
lembut kepada mereka dan untuk menyenangkan mereka.
Ahlul-kitab (ahli kitab) itu diperlakukan secara istimewa oleh
Islam. Islam memperbolehkan memakan makanan (sembelihan)
mereka dan menganggap makanan mereka halal dan baik. Selain itu,
Islam juga memperbolehkan bersemenda dan mengawini wanita-
wanita mereka, sebagaimana dtfirmankan oleh Allah:
"... (*mbelilnn) onng-orangnrgdibti Nkitab itu halal
Makanan
fugi halalpulabgi mercka (Dutdiln-
l<amu, dan mal<anan kamu
lalkn mengawini) wanita-wanita lnng menjaga kehormatan di
antan onng-onng )ang diben Nkitab *belum kamu ...." lal-
Ma'idah:5)
Perbesanan ini merupakan salah satu penghubung asasi yang
menghubungkan sebagian orang dengan sebagian lainnya, sebagai-
mana firman Allah:
"Dan Aa @ula) nng menciptakan manusia dai aif lalu Dia jadi-
kan manusia itu punya keturunan dan mushahanh (perbaanan/
per*mendaan) .... " (al-Purqan: *t )

Sebagaimana halnya perkawinan dalam pandangan Islam didiri-


kan atas dasar ketent€raman, cinta, dan kasih sayang yang merupa-
kan pilar-pilar kehidupan berumah tangga. Al-Qur'an menfelaskan:
"Dan di antan tanda-tanda kekuaaan-Ny ialah Dia menciptal<an
untulonu istri-istri furi jenismu sendiri, supta lcamu cenderung
dan mensa tenteram kepadanlta, dan dijadikan-Nm di antaramu
ns lrasih dan a1an9...."(ar-Rum: 2I)

Maka arti perkawinan orang muslim dengan wanita kiabiyah ialah


besannya, kakek dan nenek anak-anaknya, paman dan bibi anak-
anak itu, atau anak-anak paman dan bibi mereka iru adalah dari Ahli
Kitab, dan mereka mempunyai hak silarurahmi dan dzawil-qurba (ke-
kerabatan) yang difardhulen oleh Islam.
Tidak kita jumpai sikap terhadap orang yang berbeda agama,
yang lebih lapang dan lebih tinggi daripada cakrawala yang kita jum-
pai dalam syariat Islam.
Selain itu, ada pembagian lain lagi mengenai orang-orang yang
berbeda agama, dilihat dari sikap daulat Islam dan umat Islam. Di
antara mereka ada yang memerangi kaum muslim dan ada pula yang
berdamai atau mengikat janji setia dengan kaum muslim.
Al-muharibun adalah orang-orang yang memusuhi dan memerangi

966
kaum muslim. Untuk mereka ada hukum-hukum t€rt€ntu mengenai
hubungan dengan mereka, demikian pula terdapat akhlak dan adab
t€rtentu dalam mempergauli mereka meskipun pada waktu perang,
yaitu tidak boleh melampaui batas terhadap mereka, tidak boleh
curang, tidak boleh berlaku sadis terhadap mayit mereka, tidak boleh
menghancurkan bangunannya, tidak boleh membunuh anak kecil,
wanita dan orang tua, yang boleh dibunuh hanyalah orang-orang
yang ikut berperang. Masih banyak ketennr,an lain fang telah dit€tap
kan dan disusun dalam kitab "as-Siyar" atau 'al-fihad'dalam fiqih
Islam.
Sedanglen al-musaalimun dmr al-mu'aahiilun (orang-orang kafu yang
berdamai dan mengadakan ikatan janji setia dengan kaum muslim)
haruslah dipenuhi perianjian mereka, dan mereka diberikan hak-hak
untuk diperlakukan dengan baik dan adil serta hak silaturahmi/
hubungan kekeluargaan.
Yang membahayakan di sini ialah mencampuradukkan atau
mengaburkan antara kedua golongan nonmuslim itu dengan meng-
anggap bahwa mereka sama-sama kafir, tidak beriman kepada risa-
lah Nabi Muhammad saw. sebagai penutup para rasul, dan tidak
membenarkan Al-Qur'an sebagai kitab suci Allah fang terakhir.
Padahal, Al-Qur'an telah membedakan antara kedua golongan non-
muslim itu dengan perbedaan yang jelas dalam dua buah ayatnya
yang mulia yang dianggap sebagai dustur (undang-undang 1lang
kuat mengenai batas-batas hubungan dengan golongan nonmuslim.
Allah berfirman:

'{;*I;}i:qtri}{b.{6i,rxtKqs
'{+cy$'u*1,;5Unt:4dyrL-:i;nif;6
{iViS'{;rc,afl6q.$ia{{;$tiifi,
QsaSV$*d;;.{''if;6&ft
"Nlah tidak melanng kamu untuk berbuat
fuik brlalat dan adil
terhafup oftng-oftrng yang tidak memenngi lamu karcna ag@a
dan tidak pula mengusir kamu dafi negerimu. fuunguhnyNlah
menyul<ai onng-oftng gng furlafu adiL Sesungguhrya Nlalt
haryn melarang l<amu menjadikan *fugai kawanmu oftngonng

967
-.l

Wng memerangi kamu l<arena agana dan mengusir kamu dan


negerimu fun membantu (onng lain) untuk mengusirmu. Dan
banngtiapa menjadikan merclra *fugai kawan, mala merclra itu-
lah onngonng WE zalim." (al-Mumtahanalr: 8-9)

Yang dimaksud dengan lafal at-bin dalam ayat di atas ialah 'ke-
baikan', sedangkan al-qisth ialah 'keadilan'. Kedua ayat ini turun ber-
lcenaan dengan urusan kaum musyrik sebagaimana ditunjuki oleh
asbahn-aunrl surat. Dengan demikian, Ahli Kitab lebih layak lagi
untuk diperlakukan dengan baik dan adil.
Selanjutnya, golongan mu'ahidin (yang mengikat janli setia) iuga
terbagi dua kelompok:
1. Orang-orangyang menglkat perjanjian untuk waktu tertentu. per-
janjian ini harus dipenuhi hingga habis waktu yang telah ditentu-
kan.
2. Orang-orang yang mengikat perjanjian untuk selama-lamanya,
dan mereka inilah yang oleh kaum muslim diistilahkan dengan
ahlu dzimmah, dalam arti mereka memiliki jaminan dari Allah,
jaminan dari Rasulullah, dan jaminan (perlindungan keamanan)
dari jamaah kaum muslim. Dan mereka inilah yang oleh fiqih
Islam dikatakan: "Mereka mempunyai hak dan kewajiban seperti
kita', yakni dalam urusan global, kecuali mengenai masalah-
masalah yang sudah ditentukan oleh agama.

Ahlu dzimmah ini memikul tanggung jawab "kewarganegaraan


pemerintah Islam", dengan istilah lain mereka adalah w.rga negara
dalam daulah islamiyah.
IGrena itu istilah "ahlu dzimmah" bukanlah sebagai celaan atau
merendahkan, bahkan ia adalah istilah yang menunjtkkan konotasi
wajibnya melindungi dan menetapi janji, demi mematuhi dan melak-
sanakan syariat Allah.
IGlau saudara-saudara kaum Masehi merasa tidak senang dengan
istilah ini, bolehlah mereka mengubah atau tidak memakainya, karena
Allah tidak menfadikan penamaan itu sebagai ibadah bagi kita. Bah-
kan Sayidina Umar r.a. pernah membuang atau mengganti istilah
yang lebih penting daripada ini, yaitu istrlahiizyah, meski disebutkan
dalam Al-Qur'an. Hal ini beliau lakukan untuk memenuhi tuntutan
bangsa Arab Bani Ttrghlab dari kalangan Nasrani, yang tidak mau
mempergunakan istilah ini dan meminta agar pungutan yang diambil

968
dari mereka inr diistilahkan dengan shadaqah, meskipun berliptganda.
Maka Umar pun menyehrjui permintaan mereka dan tidak mengang-
gapnya terlarang, dan beliau berkata, "Mereka itu adalah kaum yang
sangat bodoh, mereka senang dengan maknanya, tetapi menolak
menggunakan istilahryra. "ool
Ini merupakan suanr peringatan dari al-Faruq (Umar bin Khattabl
terhadap suatu prinsip yang penting, yaitu memperhatikan maksud
dan makna kata, bukan lafal dan bentuk kata, dan menilai sesuatu
dengan kandunganrryra bukan dengan rutma atau sebutannya. IQrena
itu, saya katakan bahwa tidak menjadi keharusan untuk memegang
teguh istilah jizyah yang tidak diterima oleh saudara-saudara kita
kaum Nashara di Mesir dan negara-n(Zara Arab dan negara Islam
lainnp. Dan orang-orang ),ang telah membaur dengan kaum muslim,
mereka telah menJadi raiutan kaum yang satu. Maka oftuplah jika
mereka mau membayar 'paiak", atau turut serta membela'bangsa
dan tanah air (meniadi t€ntara) sehingga gugurlah kewaiibannya
membayar paiak dalam daulah Islam.
Telah saya jelaskan dalam kitab saya tadi tentang hak-hak warga
negara dari kalangan ahli dzimmah mengenai wajibnya memelihara
darah, harga diri, harta, tempat-tempat ibadah, dan semua kehor-
matan mereka, menghormati akidah dan syiar-syiar mereka, dan
membela mereka dari serangan musuh dari luar, dan menjauhi hal-
hal yang memanaskan dan menfadikan dendam hati mereka, atau
yang menyakitkan diri, keluarga, dan anak-anak merele.
Sehingga Al-Qur'an sendiri menjuniung adab berbicara dengan
Ahli Kitab sedemikian tinggi, sebagaimana firman Allah:
"Dan jangnlah kamu bedefut dengan Nili Ktab melainkn de-
ngan can tang paling fuik keanali dengan onng-onng yng zalim
di antan merek4 dan latakanlah,'Kami telah beftmn kep&
kitab-kitab Wg diturunlran kepada kami dan yang diturunlran k*
padamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah sr,tu, dan kami hanya
berrr:nh diri kepda-Nya- (al-Anlcabut: 46)

Apabila terdapat dua cara untuk berdebat atau berdiskusi dengan


mereka, yang satu baik dan satunya lagi lebih baik, maka yang
dituntut ialah berdiskusi dengan cara yang lebih baik itu.
Dalam masalah ini Al-Qur'an memfokuskan titik-titik persamaan

@Utrat kiab mya, Fiqhuz-zahah, jt z 2, hlfii. 7-8.

969
atau kesesuaian antara kaum muslim dengan Ahli Kitab, bukan pada
titik-titik perbedaan dan pertentaing:urnya, sebagaimana firman
Allah (artinya): "Dan katakanlah, 'Kami telah beriman kepada kitab-
kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu;
Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya berserah diri
kepada-Nya.'' (al-Ankabut: 46)
Ahli dzimmah dari kalangan Ahli Kitab ini mempunyai keduduk-
an khusus, dan mereka yang berkebangsaan Arab memiliki kedu-
dukan lebih khusus lagi, karena mereka berkebangsaan Arab, ber-
baur dengan umat Arab, berbicara dengan bahasa Al-eur'an, menye-
rap kebudayaan Islam, dan keterlibatan mereka dalam kebudayaan
dan peradaban kaum muslim lebih jauh daripada lainnya. Karena itu
mereka adalah Islam dalam peradaban dan kebudayaan, meskipun
Kristen dalam akidah dan kepercayaannya. Hal inipernah sayakataion
beberapa tahun yang lalu kepada Dr. Luis Awadh ketika dia berkun-
jung ke Qatar dan turut serta dalam seminar kebudayaan "Nadi al-
fasrah", dan dia meminta saya untuk memberikan tanggapan.
Hak-hak yang ditetapkan Islam itu tidak hanye tertulis di atas
kertas, t€tapi ia merupakan hak-hak suci yang ditetapkan oleh sya-
riat Allah. Maka ridak seorang pun yang dapat membatalkannya, dan
ia merupakan hak-hak yang dijaga dan dipelihara dengan berma-
cam-macamjaminan, yaitu jaminan akidah dalam hati nurani setiap
pribadi muslim yang mengabdi dengim melaksanakan perintah-pe-
rintah Allah dan menjauhi larangannya, dan jaminan hati islami yang
ymqp, yang tergambar pada seluruh masyarakat, khususnya para
fuqaha dan para tokoh peniaga syariat, serta hakim-hakim ying adil
dan kuat, yang kita lihat di antara mereka ada yang menegakkan
hukum terhadap para pemimpin sekalipun untuk meminta pErtang-
gungjawaban terhadap orang yang menzalimi ahli dzimmah.
Kita lihat Imam al-Auza'i berdin bersama dengan'sejumlah ahli
dzimmah di Lebanon dalam menghadapi amir Abbasiyah di dekat
khalifah. Kita lihat pula Imam Ibnu Taimiyah berbicara kepada raja
Timur Lank t€ntang pembebasan para tawanan, lalu timur I^ank
membebaskan tawananyangmuslim saia, tetapi Ibnu Taimiyah tidak
bisa menerima kebijaksanaan ini sehingla dibebaslian pula
golongan ahli dzimmah.

Hanya Kaum Muslim yang Melakukan Toleranst Terdnggi


Selanjutnya, bsamuh diniy (toleransi beragama) dan ideologi itu
ada beberapa derajat dan tingkatan:

970
Tingkat ttsamuh yang terendah ialah Anda berikan kebebasan
orang yang berbeda agama dengan Anda untuk mengikuti ag.rma
dan akidahnya. fangan Anda paksa dengan kekuatan agar dia meme-
luk agama Anda atau mengikuti mazhab Anda, sehingga jika ia
menolak Anda akan menghukumnya dengan hukuman mati, atau
Anda siksa, Anda penjarakan atau Anda usir, atau deng;an hukuman
dan ancaman lainnya, kemudian Anda biarkan ia mengikuti keper-
cayaannya tetapi tidak Anda beri kesempatan untuk melaksanakan
kewajiban agama yang diwajibkan oleh akidahnya, dan menjauhi
apa yang diyakininya haram menurut akidahnya.
Tingkat menengah ialah Anda berikan haknya untuk berkeya-
kinan mengikuti agama dan alirannya, kemudian Anda mempersem-
pitnya dengan mengharuskannya meninggalkan sesuatu yang dtya-
kininya wajib atau melakukan sesuatu yang diyakininya haram.
Apabila orang Yahudi beriktikad haramnya bekerja pada hari Sabtu,
maka dia tidak boleh dibebani tugas bekeria pada hari Sabtu, karena
dia tidak mau bekerja pada hari itu disebabkan ia merasa bahwa
bekerja pada hari itu adalah menyelisihi agamanya.os
Apabila orang Nasrani beriktikad waiibnya pergi ke gereia pada
hari Ahad, maka ia tidak boleh dihalangi pergi ke gereja pada hari itu.
Sedangkan tingkatan tasamuh yang lebih tinggi lagi ialah Anda
jangan mempersempit seseorang mengenai sesuatu yang diyakini-
nya halal menurut agama atau alirannya, meskipun Anda beriktikad
haram menurut agama atau mazhab Anda.
Demikianlah sikap kaum muslim terhadap ahli dzimmah yang
berbeda ag.rma dengan mereka, apabila mereka telah mencapai ting-
kat usamuh yang paling tinggi.
Mereka harus menghormati segala sesuatu yang diyakini halal
oleh orang nonmuslim menurut agamanya, dan hendaklah mereka
(kaum muslim) memberikan kelapangan kepada nonmuslim mengenai
hal ini, serta tidak mempersempitnya dengan melarang dan mengha-
ramkannya. Tetapi mereka boleh saja mengharamkan hal itu demi
menjaga peraturan dan agama negara, tetapi tidak boleh melontar-
kan tuduhan yang melebihi tuduhan fanatik atau sembrono, karena

osoi dulum kitab Ghayatul-Munnha dan syarahnya dari kitab mazhab Hambali disebutkan;
"Dan diharamkan mendatang- kan orang Yahudi pada hari sabtu, dan pengharaman tetap
berlaku untuknya, lalu oteh syara' dikecualikan bekeria dalam sewa-menyewa, berdasark'an
hadits Nasa'i dan Tirmidzi yang disahtannya: 'Dan kamu orang Yahudi, khusus jangan
melanggar hari Sabat.'" (2:6O4).

97t
sesuatu yang dihalalkan oleh suatu agamatidakwajib bagi pengikut-
nya unuk melakukannya.
Apabila agama Maiusi memperbolehkan pengikutnya mengawini
ibunya atau saudara perempuannya sendiri, maka yang bersang-
kutan boleh kawin dengan orang lain, dan yang demikian itu tidak
dianggap salah. Demikian pula apabila agama Nasrani memperboleh-
kan pemeluknya memakan babi, makaboleh diatidak memakan babi
selama hidupnya, dan sebaliknya dia diperkenankan memakan
dagtng sapi, kambing, atau burung.
Misalnya tentang khamar. Apabila sebagian kitab Masehi (Infil)
memperbolehkannya, atau memperbolehkan minum khamar sedikit
untuk memperbaiki usus besarnya, maka tidak berarti agama Masehi
menganggapnya sebagai kewajiban bagi pemeluknya untuk memi-
num khamar.
Seandainya Islam mengatakan kepada orang-orang dzimmi:
'Tinggalkanlah mengawini mahram, minum khamar, dan memakan
babi, demi menghormati perasaan saudara-saudara Anda kaum
muslim," maka yang demikian itu tidak dinilai sebagai.suatu dosa
bagi mereka jika mereka meninggalkan semua itu. Sebab jika mereka
meninggalkan semua itu mereka tidak dianggap melakukan kemun-
karan menurut agama mereka dan tidak pula dianggap merusak ke-
wajiban suci. Namun begitu, Islam tidak pernah mengatakan demiki-
an, dan tidak pemah mempersempit orang nonmuslim mengenai
sesuatu yang diyakininya halal, dan sebaliknya Islam berkata kepada
umatnya, "Biarkanlah mereka beserta agamanya."

Ruh Tasamuh (Toleransi) pada Kaum Muslim


Ada hal lain yang tidak termasuk dalam bingkai hak yang diatur
oleh undang-undang, diputuskan oleh pengadilan, dan diinstruksi-
kan oleh pemerintah untuk melaksanakannya. Yaitu ruh tcscmuh (se-
mangat toleransi) yang teraplikasikan dalam pergaulan yang bagus,
sikap yang lemah lembut, memelihara kehidupan bert€tangga, dan
rasa kemanusiaan yang lapang yang berupa kebajikan, kasih
sayang, dan ihsan, sebagai sesuatu yang dibutuhkan untuk kehi-
dupan sehari-hari dan tidak cukup hanya dengan perundang-un-
dangan dan pengadilan. Dan ruh (semangat) semacam ini hampir
tidak dijumpai di luar masyarakat Islam.
Toleransi semacam ini tampak jelas misalnya dalam perkataan Al-
Qur'an mengenai ayah-ibu yang musyrik yang berusaha mengeluar-
kan anaknya dari tauhid dan diajaknya kepada kemusyrikan:

972
"c;;Atri4,:A*,
"... dan prgaulihh kdmny di dunia dengan balk.... "(Luqman: I5)

Misalnya lagi anjuran Al-Qur'an untuk berbuat baik dan adil ter-
hadap orang-orang yang berbeda agama t€tapi tidak memerangi kaum
muslim karena agama, sebagaimana disebutkan dalam surat al-
Mumtahanah ayat 8.
Dan di dalam menyifati hamba-hamba Allah yang baik-baik, Al-
Qur'an mengatakan:
"Dan mereka membeil<an maknan yng dirulcairyta kepa& otang
miskin, anak lratim, dan onng yang ditawan." lal-Insan: E)

Sedangl€n pada waknr ayat ini dlturunkan, tidak ada tawanan


kecuali orang-orang musyrik.
Di samping itu, di dalam menjawab kesamaran sebagian kaum
muslim mengenai disyariatkannya infak kepada keluarga dan
tetangga dari kalangan kaum musyrik yang terus saia dalam kemu-
syrikannya, Al-Qur'an berkata:
"Bukanlah k*rajifunmu menjadikan metelca mendapat petunjuk
akan tetapi Nlah-lah yang memberi petunjuk (memfui taufrq)
kepada siap aja png dikehendaki-Nya. Dan ap aia hafiayng
baik yang kamu nallahkan (di ialan NIah), mal<a phalanya itu
untuk kamu rendii. Dan janganlah l<amu membelaniakan sesuatu
melainlcan hrena menani keidhun Nlah ...." 6l-Baqamh: 272)

Muhammad bin al-Hasan, murid Imam Abu Hanifah dan penulis


pendapat beliau, meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah mengirim
harta benda kepada penduduk Mekah ketika mereka dilanda bahaya
kelaparan untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang fakir mere-
ka.6o6 Hal ini dilakukan oleh Nabi saw., padahal penduduk Mekah
pada waktu itu sikapnya sangat keras dan menyakiti beliau beserta
para sahabat beliau.
Imam Ahmad dan asy-Syaikhani (Imam Bukhari dan Muslim)
meriwayatkan dari Asma' binti Abu Bakar, ia berkata:

bmsyoroh rc-Sair al-Kabir,juz 1, hlm. 144.

973
o;5 )b- gK;c
, az). . a<
i{e g) .% i3
7,^ 912,
il
?q;t';rL'^),8#Wrq*,(:6G
,$qJ'?',@g-
is"S,*e'k#.i&;
6'5 -5,r'6
-5 er l$ tiks*,\i,Ufr
€: St,
dl, ii;6;5t$, UIt
tJ;g;l;r\i, UTt
:Ar',Zr*, fu
,.'Br
,cl5T-c*,
/
,,1a, 0r*r*
<3,JGtt?;.Lir
fG3,
{-t
!y;(,
,w:<+':
"lbuku datang (kepadaku) redang dia *onng musyrik pdawakfit
I<aum Qunisy sdang mengikat Wianiian@7 Lalu alru daAng
kepda Rasulullah sw. *ftip furkata, Wahai Rasulullah, ibuku
datang kepdakt dang dia masih enggan masuk Islam, apkh
boleh aku menyambung hubungan denganryta?' kliau menjawab,
Y4 sambungfuh hubungan dengan i6runt.'6o8

Toleransi ini tampak jelas dalam pergautan Rasulullah saw. ter-


hadap Ahli Kitab, baikYahudi maupun Nasrani. Beliau mengunjungi
mereka dan menghormati mereka, berbuat baik kepada mereka, men-
jengqk mereka yang sakit, menerima dan memberi sesuatu kepada
mereka.
Ibnu Ishaq mencatat dalam as-Sirah bahwa para utusan negeri
Nairaq --yang beragama Nasrani-- ketika menghadap Rasulullah
saw. di Madinah, mereka menemui beliau di masjid b-eliau setelah
waktu asar. Maka tibalah waktu sembahyang mereka, lantas mereka
sembahyang di masjid beliau. Lalu orang-orang pun hendak mence-
gahnya, tetapi Rasulullah saw. bersabda, 'Biarkanlah mereka!" Lantas
mereka menghadap ke timur dan melakukan sembahyang mereka.
Al-muitahid Ibnul eayyim mengomentari kisah ini di dalam al-
lTadyun Nabawi lalu beliau mengemukakan permasalahan fiqih seperti
berikut "Diperbolehkannya kaum Ahli Kitab masukke dalam masfid
kaum muslim ... dan dapatnya kaum Ahli Kitab melakukan sembah-
yang mereka di masjid, apabila hal ini terjadi secara insidental, tidak
menjadi kslhsaan.'6oe

@Tyakni pada masa perdamaian


Hudaibiyah.
@BroJri, N-qur'an Al:Azhim,Ibnu Xatsir, juz 4, hlm.
349.
ffi
zodul-uo'oA,iuz 3, terbitan Mathba'ah as-sunnah al-Muhammadiyyah.

974
Abu Ubaid meriwayatkan dalam al-Amwal dari Sa'id bin al-tvtu-
salyab bahwa Rasulullah saw. pernah bersedekah kepada keluarga
Yahudi, maka berlakulah hal itu atas mereka.6lo
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas r.a.:

\ /s
l-a-,ffi"6iCu)iLb'if
./_

'lc"s* 'v'9
'biS':{I
;>
gl
.'tit:1<t
)^!qiz)*.^ a-/q 1{
@, lfe! irqL #e
.'BrSrbi'frdril%
"khwa Nabisrrw. prnah menienguk orugYahudi, dan menawat'
kan Ishnt kegenp Kqrudian fuliau keluar *nya mengucap
kan, @ah ortii bq Nlah Wry tehh menyehmatlran dia dad
neralca lantann akl-

Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw. wafat,


baju besi beliau masih digadaikan pada seorang Yahudi untuk keper-
luan nafkah keluarga beliau, padahal beliau bisa saja meminjam
(utang) kepada para sahabat --yang tidak mungkin mereka tidak
meminjaminya-- tetapi dengan tindakannya itu beliau ingin meng-
ajari umat beliau (dalam bertasamuh dengan golongan lain).
Nabi saw. pernah menerima hadiah-hadiah dari orang nonmus-
lim. Selain itu, baik pada waktu damai maupun perang, beliau pernah
meminta bantuan kepada golongan nonmuslim yang kesetiannya
dapat dijamin dan tidak ada kekhawatiran mereka akan melakukan
keiahatan atau tipu daya.
sikap tasamuh ini juga dipraktikkan oleh para sahabat dan tabi'in
dalam pergaulan mereka dengan orang-orang nonmuslim. Bahkan
Umar r.a. menyuruh membantu kebutuhan hidup suatu keluarga
Yahudi seumur hidupnya dengan harta baitulmal kaum muslim, ke-
mudian beliau berkata, "Allah telah berfirman: 'Sesungguhnya se-
dekah-sedekah itu adalah untuk orang-orang fakir dan orang-orang
miskin ....' (at-Taubah: 6o), sedangkan keluarga Yahudi ini terma-
suk orang-orang miskin dari kalangan Ahli Kitab."611

610Al-A^*ol. hlm. 613


6ll Al-xhoroi, karya Abu Yusuf, hlm. 26. Lihat pula kitab sa{a Fiqhuz-zakah, inz 2, hlm.
705-706.

975
Umar juga pernah pergl ke Syam dan melewati karantina kaum
Nashara yang terkena penyakit lepra, lalu beliau menyuruh membe-
rikan bantuan sosial kepada mereka dari harta baitulmd kaum mus-
lim.
Musibah yang menimpa Umar --ia ditusuk dengan belati oleh
seorang ahli dzimmah, Abu Lu'lu'ah al-Majusi-- tidak menghalangi-
nya untuk benrasiat kepada khalifah sesudahnya ketika ia mengha-
dapi kematian. Umar berkata, "Saya wasiatkan kepada lihalifah se-
sudahku agar berbuat baik kepada ahli dzimmah dengan memenuhi
perjanJian kepada mereka, berperang bersama mereka, dan jangan
membebani tugas di luar batas kemampuan mereka.'612
Abdullah bin Amr pernah berpesan kepada anaknya untuk mem-
beri daging kurban (udhiyah), dan pesan itu diulang beberapa kali,
sehingga si anak merasa heran dan menanyakan rahasia berbuat
baik kepada tetangga yang beragama Yahudi ini. klu lbnu Amr ber-
kata, "sesungguhnya Nabi saw. pernah bersabda:

g-"r.be,a)q'"r#Aty*ltv
t/l? e. ? a,l.)1 1 /11(1/
/-'.<l/\:.2 z.

($lb
t
rj'j t lrt od,-r rt i ob), lL3i{/&t
"Mataikat Jibit xlatu berpesan kepadaku agar fuiluat Mikkepda
tetangga sehingga akt mengira fuhwa tetangga itu alcan aling
menadsi.6ts

Selain itu, ketika Ummul Harits binti Abi Rabi'ah yang beragama
Nasrani meninggal dunia, para sahabat Rasulullah saw. ikut meng-
antarkan jenazahny a.6 1 a
Begitu pula sebagian pembesar tabi'in, mereka memberikan
bagian zakat fitrah kepada rahib-rahib Nashara dan mereka tidak
memandangnya terlarang. Bahkan sebagian mereka --seperti lkri-
mah, Ibnu Sirin, dan az-Zuhri-- berpendapattentangbolehnya mem-

6l2Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam ash-Shahih; Yahya bin Adam dalam al-Kharaj,
hlm. 74; dan al-Baihaqi dalam sumn-nya, juz 9, hlm. 206, "Bab al-WashiySraru bi Ahlil-
Kitab".
613tt8 Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi secara marfu'.
6l4li.-uuhotlo. karya Ibnu Hazm,
iuz 5, hlm. 1 17.

976
berikan zakat (mal) kepada mereka.
Abi Syaibah meriwayatkan dari fabir binZaidbahwa ia per-
-Ibnu
nah ditany.a tentang peruntukan sedekah. Ialu beliau menjawab,
"Untuk ahli agamamu, kaum muslim, dan untuk ahli dzimmah ..-..61s
al-Q3dtri Iyadh mencatat di dalam Tartib al-Madarik: "Riwayat
Daruquthni menceritakan bahwa eadhi Ismail bin Ishaqoro peniatr
kedatalgian-wazir Abduq_ bln Sha'id yang beragama Nasrani --yaitu
wazir khalifah al-Mu'tadhid billah al-Abbasi--lalu eadhi meniram-
butny_a, yang menyaksikan hal itu mengingfiari
-teqpi grang-orang
nya. Maka ketika wazir telah keluar, berkatalah eadhi lsmiil,;Saya
telah mengetahui keingkaran kalian, padahal Allah telah berfirman:
"Nlah tidak melanng kamu untuk berbuat fuik dan brtafu adil
terhadap orang-onng Wg tidak memerangimu lrarena agAma
tidak @ula) mengusir kmu dad negerimu... "(at-Murntahanah;
8)
Dan laki-laki itu bertugas memenuhi kebutuhan-kebutuhan leum
3u9liry.,.y.aitu menjadi perantara anrara kita dengan khalifah al-
Mu'tadhid, dan yang saya lakukan tadi termasuk kIbaikaJl.,6t|
Toleransi seperti i1i juga tampak dalam sikap para imam dan
^
fuqaha dalam membela ahli dzimmah dan meng;nlgap harga diri
serta kehormatan mereka- seperti kehormatan kaum musliml saya
telah sebutkan pula contoh tentang sikap dan pandangan tmam it-
Auza'i dan Imam Ibnu Taimiyah dalam [A ini.-
YTtuk memperjelas permasalahan ini kiranya cukup memadai
penjelasan yang-cemerlang dari ahli fiqih ushuli al-Muhaqqiq Syrha-
buddin al-Qarafi dalam menerangkan hakna v,ata ar-birr
ifie'ualunl
kebajikan) yang diperinrahkan allah kepada kaum muslim. anara
raln Delnu menfatakan:
. '... Menyayangi yang lemah di antara mereka, menutup lubang_
.lubalg kemiskinannya, memberi makan kepada yang lapar, membeii
pelul kepada yang- relaniang, berkata-kepiOa Jneieka dengan
lemah lembut namun bukan karena takut dair merasa rendah iiri,

6 1 Sl.ihrt, Fiqhuz-Zahah.
u'uyu! seorang urama Marikiyah dan eadhi oudhar (Hakim Agung) Bagtdad. Beliau
- pada
wafat tahun 282 H. Lihat biografinya dalam Tartibul-Mattari,
iuz s, trlm.-toortgl, terbitan
Darul Hayat, Beirut, dengan tahqiq Dr. Ahmad Bukair Mahmud.
6l7bid..hlm. lz4.

977
ikut merasakan penderitaannya sebagai tetangga -di samping ber-
usaha untuk menghilangkannya-- karena kelemahlembutan kita ke-
pada mereka bukan lcarena takut dan tamak, dan mendoakannya
mudah-mudahan mendapat penrn uk (unnrk masuk Islam) dan men-
jadi orang yang berbahagia, menasihatinya dalam semrn urusannya
baik urusan ag4ra rnaupun dunia, melindunginya kedka ada orang
yang hendak mengganggunya, melindungi harta, keluarga, kehor-
matan, hak dan kepentingannya, membanhrnya untuk menolak ke-
zaliman, membanarnya untuk mendapatlon hak-hakn1ta, dan seba-
gainya....'618

Asas Pemiktran Tasamuh Kaum Muellm


Asas pandangan tasarnuh yang menuntut kaum muslim dalam
bergaul dengan orang-orang yang berbeda agama berpijak pada
pemikiran dan hakikat-hakikat yang cemerlang yang ditanamkan
terpenting adalah:
1. fttikad setiap muslim tentang kemuliaan manusia, apa pun agama,
kebangsaan, dan warna kulitnya. Allah berfirman:
"Dut xanngguhnlta telah l<ami memulialran anak-anak Afum
(mnusia) .... " (al-Isra' : 7O)
Maka kemuliaan yang telah ditetapkan Allah ini menetapkan
setiap orang mempunyai hak untuk dihormati dan dilindun$.
Di antara contohnya ialah seperti yang t€lah saya sebutkan
sebelumnya, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dari labir bin Abdullah bahwa ada jenazah yang dibawa lewat di
hadapan Nabi saw. lalu beliau berdiri untuk menghormatinya.
Kemudian ada seseorang memberitahukan kepada beliau, 'Wahai
Rasulullah, sesungguhnya itu jenazah orang Yahudi.' Beliau
meniawab dengan nada bertanya, "Bukankah ia juga manusia?"
Ya, setiap jiwa (manusia) menurut Islam memiliki kehormatan
dan kedudukan. Alangkah bagusnya sikap ihr, alangleh bagus-
nya pandangan itu, alangkah bagusnya penafsiran dan alasannya
itu!
2. Iktikad
orang muslim bahwa perbedaan manusia dalam memeluk
agama tedadi karena kehendak Allah, yang dalam hal ini telah

6l8li-rrrrq,luz 3, hlm. 15.

978
memberikan kepada makhluknya kebebasan dan ikhtiar thak
memilih) untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu:
"... mal<a funngsiapayang ingin (beriman) hendaklah ia beiman,
en banngsiap nng ingn $efiO biarlah ia kafir...." (al-Kahfl:
29)
"Jikalau Tuhanmu mengfienhki, tentu Dia menjadilran manusia
wnt Wg fiAL bbpi mercl<a *nantias Dr;rpelisih pndapl"
(Hud: I 18)

Seorang muslim berkeyakinan bahwa kehendak Allah tidak ada


yang dapat menolaknya dan menundanya. Sebagaimana halnya
bahwa Dia tidak menghendaki sesuatu kecuali yang mengandung
kebaikan dan hikmah, dimengerti oleh manusia ataupun tidak di-
mengerti. Karena itu, orang muslim tidak pemah memikirkan
untuk memaksa seluruh manusia agar semuanya meniadi mus-
lim. Bagaimana mereka akan berpikir demikian sedangltan Allah
sendiri pernah berfirman kepada Rasul-Nya yang mulia:

iF eg:* #L ijy e ;'6! & -.6 trj


i

@c*11:'k&Liui
"Dan jil<alau Tulnnmu mengfiend*i, tenfulah berinnn semua orang
yang di mul<a bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) me-
makn manusia supaya mereka menjadi orang-orangyang beiman
semuanya?" (Yunus:99)

Orang muslina tidak ditugasi menghisab orang kafir atas kekafir-


annya, atau menghukum orang-orangyang sesat karena kesesat-
annya. Persoalan ini bukan menjadi tugasnya, dan berlakunya
ancaman bukanlah di dunia, tetapi hisabnya adalah pada hari
perhitungan (yaumul-hisab), dan balasannya akan diberikan
kepada mereka pada hari pembalasan (yaumuddin). Allah berfirman:
"Dan jil<a mereka memfuntah l<amu, maka katal<anlah: 'Nlah lebih
mengetahui tentang aW yang kamu kerjakan.' Nlah akan meng-
adili di antara kamu pda hai kiamat tentang apa yang kamu
dahulu selalu berselisih pdanya." (al-Haff ;68-69)

979
I
Dan Allah berfirman kepada Rasul-Nya mengenai urusan Ahli
Kitab:
"Maka l<arena itu serulah (mercka kepda agama itu) dan tetaplah
xbagaimana diperintahkan ke@amu dan janganlah mengihtti
hawa nafsu merek4 dan ktal<anlah,'Nru beriman kepda ftmua
kitab lnng diturunkan NIah dan aku diperintahkan sury)n brlakt
adil di antara karnu. Nhh-lah Tuhan kami &rrTullr,n kamu. W
kami amal-amal l<ami dan bagi kamu amal-amal bmu Tidak ada
pertenglraran antara kami dan l<amu, Nlah mengumpull<an antan
kita dan kepada-Nyhh kemfuli (kita)." lasy-Syura: 15)

Dengan demikian, legalah hati seorang muslim, sebab ia tidak


menjumpai pertentangan antara iktikad (sebagai muslim) dengan
kekafiran orang kafir, dan antara tuntutan agar ia berbuat baik
dan adil kepadanya dengan pengakuannya terhadap agama dan
iktikadnya yang dilihatnya:
4. Keimanan orang muslim bahwa Allah menyuruh berlaku adil dan
menyukai perbuatan adil serta menyerukan akhlak yang mulia
meskipun terhadap kaum musyrik, dan membenci kezaliman serta
menghukum orang-orang yang bertindak zalim, meskipun keza-
liman yang dilakukan seorang muslim terhadap orang kafir. Allah
berfirman:
"... Dan janganlah sel<ali-l<ali kebencianmu terhadap suatu l*aum
mendorcng kamu untuk berlaku tidak adil. krlaku adillah, karena
adil itu lebih del<at kepda tal<wa ...." (al-Ma'tdalr: 8)

Dan Rasulullah saw. bersabda:

, /-21 ,4 , t/-
4-YjQlfib-r3&t'/&" /,//41./ 21, ,azi)-/, ,/

Lul\dg,
"Doa orang yang dianiaya itu -meskipun ia seorang katir-- tidak
akan terhalang (pasti dikabulkan)." (HR Alrmad dalam Musnad-
nya)

Sesungguhnya toleransi Islam terhadap golongan nonmuslim


merupakan toleransi yang tidak ada tolok bandingnya dalam seja-

980
rah, khususnya kepada Ahli Kitab. Lebih khusus lagi jika mereka
sama-sama menjadi warga negara di dalam suaru darul Islam,
apalagt jika mereka sama-sama berkebangsaan Arab dan berbi-
cara dengan bahasa Al-Qur'an.

rilasiat Nabi Saw. kepada Bangsa Qibthi Mesir


Bangsa Qibttri Mesir mempunyai posisi dan kedudukan khusus
yang berbeda dengan yang lain. Rasulullah saw. telah mengeluarkan
wasiat khusus unnrk mereka, yang dimengerti oleh akal pikiran se-
tiap muslim dan ditempatkannya dalam lubuk hatinya.
Ummul Mukminin Ummu Salamah r.a. meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. ketika akan wafat, beliau berwasiat dengan meng-
atakan:

i4r!,ib 7t -
F;'€ii:&,
4,- ,!., r ,.1<

+6ti*3';3[l1te,?sfu5w
!<,2 /
,flit,fip
"lngatlah kepada Nlah, ingatlah kepda Nlah dalam mempergauli
bangsa Qibthi Mesir, karena kamu akan mengalahkan mereka, dan
merel<a alcan menjadi kekuatan dan pemfuntu bgi lramu hlam
furjuang li sabilillah.6te

Di dalam hadits lain dari Abu Abdur Rahman al-Habli --Abdullah


bin Yazid-- dan Amr bin Harits bahwa Rasulullah saw. bersabda:

HW&bg,w4,Hfit5
.iU"ry_l#l;U{1fr
"... maka berpennlah yang baik mengenai merelra, karena merelca
akan menjadi kekuatan fugimu, dan menjadi bekal Mgimu untuk
mengalahkan musuhmu dengan izin Nlah."

6l9Dimuat oleh al-Haitsami dalam tr,taymauz-zauai.t.


iuz 10, hlm. 62. Beliau berkaa,
"Diriwayatkan oleh thabrani dan para perawinya sahih."

981
-t

Yang dimaksud dengan "mereka" dalam hadits ini adalah bangsa


Qibthi lv[gsir.62o
Fakta sejarah membenarkan apa yang disabdakan Rasulullah saw.
itu. orang-orang Qibthi telah menyambut kedatangan kaum muslim
yang menaklukkan negeri mereka dan membuka hati mereka, meski-
pun bangsa Romawi yang telah lebih dahulu menguasai mereka ber-
agama Nasrani seperti mereka. Bangsa Qibthi telah memeluk agama
Allah dengan berbondong-bondong, sehingga sebagian gubernur
Bani Umayah mewajibkan jrzyah kepada oranglang masuk Islam di
antara mereka, karena banyaknya yang memeluk Islam. IGmudian
Mesir menjadi pintu Islam untuk memasuki seluruh Afrika, serta
menjadi penopang dan pembela-pembela dalam pe$uangan fi sabilil-
lah.
Diriwayatkan dalam ShahihMuslim dari Abu Dzar r.a. bahwa Rasu-
lullah saw. bersabda:

,,lr3siL&3,1,4#;tiC{"tu:sSt
6 i 4i A4 -jg, (E tir5l',thg6
"Sesungguhnya l<amu akan menaklukl<an nepi
),ang di sna di-
dengu kefuil<an untuk
xbutl<an qinth.621 l(arena itu berpexnlah
penduduk4ta, lrarcna mereka memiliki jaminan dan hubungan
kekeluargaan."

Dalam riwayat lain disebutkan dengan lafal:

qt{.:4{5i6i;i,zti3{;1,i;Hy
,t+xa$J4ir6sxgs6g,'ywi
62ooiriwalatkan oleh ibnu itibban dalam shahih-nya sebagaimana diterangkan dalam al-
Mowarid, (2315). Al-Haitsami mengatakan dalam kitabnya iuz lO, hlm. 64, sebagai berikut:
"Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dan para perawinya sahih."
62lqirath ialah satu bagian dari bagian-bagian dirham, dinar, dan sebagainya. Bangsa
Mesir banyak mempergunakannya dan membicarakannya, bahkan mereka selalu menisbat-
kan tempat wisata dan pembuatan perhiasan emas dan lain{ainnya, f,ang sedap sannnnya
dapat dibagi meniadi 24 qirath.

982
,
5a;r"* i, JG lr, 6iio74 i 14'06
'saunguhnp l<amu akan menaklukl<an Mair, dan ia adatah
"&ri
yang direbut-rebut qirath padanya. Apabila kamu telah berhasil
menaklukkannya (mengusir peniaiah dai negei itu) maka ber-
sikap baiklah kepada penduduknya, karena merel<a mempunyai
jaminan dan hubungatt kekeluargaan." Atau beliau berubda: "Ja-
minan dan perbennan.622

Para ulama mengatakan, "Hubungan kekeluargaanyang mereka


miliki ialah karena najar ibu Nabi Ismail a.s. adalah dari golongan
mereka. Sedangkan hubungan perbesanan dikarenakan Mariyah (al-
Qibthiyah) ibri tbrahim putra nasulullah saw. fuga berasal dari
golongan mereka.'625
uita tiaat mengherankan jika lmam Nawawi
menyebutkan
hadits ini dalam kitab beliau Riyadhush-Shalihiapada "Bab Birrul Wali-
daini wa Shilatul-Arham" sebagai isyarat kepada rahim (kekeluarga-
an) yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk disambung
ant*a [auir muslim dengan penduduk Mesir, sekalipun sebelum
mereka masuk Islam.
Diriwayatkan pula dari Ka'ab bin Malik al-Anshari, ia berkata,
'Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

,!/.,A,f ,rsyfifilir&*tit
.v56ie43#
"Apabila negei Mesir tetah dapat ditaklukkan, mal<a berpennlah
dengan kebailcan terhadap fungn Qibthi, karena mereka mempu'
nyi hubungan darah dan kekeluargaan."
Dan dalam satu riwayat disebutkan dengan lafal:

.ibJ+-r*,fjt';;ti#,G1ilqL>?Zt3t-
6225h4hih Muslim, nomor 2543, "Bab washiyah an-Nabi Saw. bi Ahli Mishr"; dan Mrnad
Ahmail,iuz 5, hlm. 174.
623xiyoan*t -stolihin, hadits nomor 334, terbitan al-Maktab al-Islami.

983
"Sesungguhnya mereka mempunyai jaminan dan hubungan ke-
keluargaan." Yalai, Ibu Ismail (Nabi Ismail r.a) itu dari golongan
merel<a.t.24

Di sini Rasulullah saw. memberikan hak kepada bangsa eibthi


lebih banyak daripada bangsa lainnya. Dengan demikian mereka
mempunyai jaminan, yakni perlindungan dari Allah, Rasul-Nya, dan
jamaah kaum muslim, yaitu perlindungan yang harus dijag dan
dipelihara.
Selain itu, mereka mempunyai hubungan kekeluarginn, darah,
dan kekerabatan (dengan kaum muslim) yang tidak dimiliki oleh
kaum lain, karena Hajar --ibu Nabi Ismail a.s. bapak bangsa Arab
Musta'ribah (yang berasal dari bangsa non-Arab)-- berasal dari
golongan mereka. Demikian pula Mariyah al-eibthiyah, ia menjadi
sebab hubungan tersebut, karena dari perkawihannya dengan nasu-
lullah ia mempunyai putra yang bernama lbrahim.

5
TAHAP.TAHAP MENGUBAH KEMUNKARAN
DAN KAPAN DIPERBOLEHKAN MENGUBAH
KEMUNKARAN DENGAN MENGGUNAKAN
KEKUATAN?

Pertanyaan:
Saat-saat ini teriadi perdebatan seru mengenai persoalan penting
dan riskan, yaitu masalah mengubah kemunkaran dengan kekuahn,
siapa yang berwenang melakukannya, dan kapan hal itu diperboleh-
kan?
Ada yang mengatakan bahwa yang memiliki wewenang untuk
mengubah kemunkaran dengan kekuatan hanyalah pemerintah,

62461-6";1rro; (tOt 62l, dan beliau berkata, "Diriwayarkan oleh Thabrani dengan dua
isnad dan perawi salah satu isnadnya adalah perawi-perawi sahih, sebagaimana Hakim meri-
wayatkannya dengan isnad kedua serta disahkannya menurut syarat syaikhani, dan disetujui
oleh Dzahabi (2:753)." sedangkan menurut Zuhri: "Kekeluargaan itu karena ibu lbrahim
dari golongan mereka."

984
maksudnya bahwa hal ini menjadi tugas negira/pemerintah, bukan
tugas perseorangan. sebab, jika tidak demikian akan berakibatfatal
dan dapat_menimbulkan bermacam-macam fitnah yang tidak akan
diketahui kesudahannya kecuali Allah Ta,ala. sedinglian sebagian
lagr bglanggapan bahwa hal ini merupakan hak bahkan merup&an
kewajiban setiap muslim, berdasarkan hadits Nabawi yang-sahih
yang menyatakan:

.oe{4,>,'r4?o
"hnngsiap di antara kamu melihat kemunkann matra hend*lah
ia mengubahnya dengan kngannya; jil<a tidak mampu maka hen-
daklah dengan lianny; dan jika tidak mampu matra hendalrtalt
dengan hatinya, dan yang demikian itu (dengan hati) meruplcan
selemah-lemah iman.625

Hadits tersebut menetapkan taghyir (pengubahan) sebagai kewa-


jiban bagi seriap muslim yang melihat kemunkaran,
iertania-tama ia
harus-mengubahnya dengan tangannya; jika tidak niampu maka de-
ngan lisannya; dan_ jika tidak mampu maka dengan hatinya, tetapi
mengubah dengan hati selemah{emih iman. uata Uali
-merupakan
orang yang mampu melakukannya dengan iman yang paling kuat,
mengapa ia rela melakukannya dengan iman yang paling lemah?
Inilah yang mendorong anak-anak muda yang fenufi semangat
untuk mengubah kemunkaran yang dilihatnya Airigan tangannya,
tanpa menghiraukan bagaimana akibatnya nanti, kar;na pemeriniatr
atau negara sendiri kadang-kadang menjadi pelaku kemunkaran
atau pelindungly?, terkadang menghalalli:an yang haram, megha-
I"Tkan yang halal, -menggugurkan kewajiban,-menyia-nyiisan
hukum, melanggar hak, atau mempromosifin rcUatitari. rer6na itu
setiap orang berkewajiban meluruskan yang melenceng ini dengan
kemampuan dan kekuatannya; jil? mereka disakiti riata merita

625Hn Muslim dalam sh4hih-nya


dari Abi Sa,id al-Khudri.

9E5
disakti karena membela agama Allah, dan iika mereka dibunuh maka
mereka dibunuh karena beriuang fi sabilillah dan mereka meniadi
syuhada' yang akan berdampingan dengan Hamzah bin Abdul Muth-
thdib, penghulu para syuhada', sebagaimana disebutkan dalam
hadits.
Hal in mcnjadi kabur bagi kebanyakan orang, khususnya para
pemtida yang peduli terhadap agamanya dan memiliki ghirah yang
besar. Lebih-lebih yang mengemukakan pendapat pertama dan
membelanya adalah sebagian ulama yang oleh masyarakat digelari
dengan sebutan "ulama penguasa dan pelayan polisi", sehingga per-
kaaan mereka tidak diterima (tidak dihargai).
sedangten pendukung pendapat kedua adalah orang-orang muda
yang kadang-kadang dituduh ngawur dan ceroboh, memperturutkan
perasaan, dan hanya mengambil zahir nash tanpa menghubungkan
antara yang satu dengan lainnya.
IQmi berharap Ustadz dapat meluangkan sebagian waktu untuk
membicarakan masalah ini, sehingga jelas bagi kami mana pendapat
yang lebih tepat, atau barangkali keduanya benar, atau pendapat lain
lagr yang benar.
Semoga Allah meluruskan pena tJstadzuntuk menjelaskan kebe
.naran dari kebatilan. Amin.

Jawaban:
Di antara kewajiban yang asasi dalam Islam ialah kewaiiban
melakukan amar ma'ruf (menyuruh berbuat baik) dan nahi munkar
(mencegah kemunkaran), suatu kewajiban yang diiadikan oleh Allah
sebagai salah satu dari dua unsur pokok keutamaan dan kebaikan
umat Islam ini:

<r;is|o.3f!\,,5:')Uq6e.Ffi f$
$\i'ii;'-+'5i,i
"I(amu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menytruh kepda yang ma'ruf dan mencegah dafi yang munkar,
dan fufiman kepda Nlah ...." (Ali Imran: I IO)

Di antara ciri utama orang-orang mukmin menurut pandangan


Al-Qur'an ialah:

986
"Met*a ifi, adahh onng-orang WE brtfiat tary fuiffit, Wry
memuji (NIah),lang melawat, yang tuht', yang sujud, yang me-
nyuruh brbuat ma'ruf dan menegah berbuat munl<ar, dan yang
memelihara hukum-hukum Nlah ...." (at-Taubah: I I2)

Sebagaimana halnya_Al-eur'an memuji orang-orang yang melak-


sanakan amar ma'ruf dan nahi munkar, mata at-eurran-mencela
orang-orang yang tidak mau menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar. Firman Allah:

Telah dilalnati orangonng kafir dad Bani Isnil den&n tisan hud
dan Is putra Matyam.Yang demikian itu disebabkan mereka se-
lalu durhaka dan melampaui batas. Merel<a satu sma tain *tatu
tidak melanng tindal<an munkar yang metet<a perbual Sesung_
gthrya amat buruklah aN nng *lalu merela perbuat itu." lal-
Ma'ldah:7a-791
Dengan demikian, seorang muslim bukanlah semata-mata baik
!.r.h{"p dirinya sendiri, melakukan kebaikan dan meninggailkan
kejele\y serta hidup di lingkungan khusus, tidak menghilaukan
yang dilihatnya_meng€rut dan terbengkalai di depannya, slrta tidak
mempedulikan keiele\1n yanglersarlng dan mehetai di sekeliling-
nya. Te-tapi orang_mu_slim yang benar-benar muslim ialah orangyang
saleh (bagusl pala dirinya dan sangat anrusias untuk mempirbaiti
orang lain. Di@h yang digambarkan oleh suratyang penddk dalam
Al-Qur'an, yaitu surat al-Ashrr
"Demi mas. ksunguhnya manusia ifu benar-benar brada datant
kerugian, keuali onng-onng yang biman dan mengefiahn
amal sleh dan nasihat-menasihati sup)ra menaati k#nati fun
nasihat-menasihati supln menetapi kesfuran." (al-Ask: I-B)

Maka tidak ada kesglamatan bagi orang muslim dari lcerugian


dunia dan akhirat kecuali dengan melakukan tawashibil-tul1nasif,at-
menasihati-supaya menaati kebenaran) dan uwashi f.istrshabr (nasi-
hat-menasihati supaya menetapi kesabaran), yang biasa diistilitrkan
dgngan amar- bil-ma'ruf ,an-naiyu 'anil-munleai. De-ngan demikian, ia
akan menjadi salah seorang penjaga kebenaran Aan kbaitan paaa
umat ini.
Maka setiap kemunkaran yang t€rjadi pada suatu masyarakat
muslim hanyalah disebabkan oleh kelengahan masyarakat muslim

987
itu sendiri, atau karena kelemahan dan centang-perenangnya
mereka sendiri. I(arena itu kehidupan mereka tidak stabil dan tidak
harmonis, tidak merasa aman, dan tidak dapat merasakan kenik-
matan syariat sama sekali.
ttemunkaran -apa pun bennrknya- hidup sebagai buronan dalam
lingkungan yang islami, seperti peniahat yang divonis hukuman mati
atau penlara seumur hidup, yang kadang-kadang hidup dan U.ry-r-
datr-findatr, tetapi dia senantiasa menunggu eksekusi, lebih-lebih
dari masyarakat.
fika demikian, s@rang muslim tentulah ditunnrt untuk memerangi
dari memburu kemunkaian, sehingga ia tidak tercatat secara tidak
hak (tidak benar) di tanah yang bukan tanahnya, di negeri_ yang
bukair negerinya, dan di tengah-tengah kaum yang bgk"n qhfinya.
t<areni itu datanglah hadits sahih yang diriwayatkan oleh Abu
Sa'id al-Khudri dari Nabi saw., beliau bersabda:

Fw405;r

"Banngsiap di antan lramu yng melihat kemunkann malra hen-


daldah ia mengufuhryn dengan tanpnnya Mak furug$ag WrS
tidak mampu (mengufult dengan talwalrnfu henfuIclah (meng-
ufuhnya) dengan liannya; dan funngsiap Wg tifuk manpu
(meWufuhnm dengan liannya) hendaklah (menguhhryn) de-
ngan hatiny, tetapi yang demikian itu adahh *lemablemah
iman.626

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa mengubah kemun-


karan merupakan hak setiap muslim yang melihatnya, bahkan meru-
pakan kewaiiban baginya.
Dalilnya ialah bahwa lafal G (barangsiapa) dalam trase dAG
(barangsiapa yang melihat) adalah lafal umum, sebagaimana dikata-

626Hn uuslim dalam shahih-nya pada "Kitab al-Iman" dari Abu Sa'id al-Khudri'

988
kan oleh para ulama ushul, ia bersifat umum, meliputi semua orang
yang melihat kemunkaran, baik sebagai penguasa maupun rakyat.
Rasulullah saw. bersabda kepada kaum muslim secara keseluruhan
dengan perkaaan "(dA;r15 (barangsiapa di antara kamu), dengan
tidak mengecualikan seorang pun dari mereka, sejak para sahabat,
orang-orang sesudahnya dari generasi umat ini hingga datangnya
hari kiamat.
Beliau adalah imam, pemimpin, dan hakim bagi umat ini, namun
peliau men5ruruh atau memerintahkan orang lain --yang notabene
bukan pemimpin, bukan penguasa, bukan hakim-- yang melihat
kemunkaran agar mengubahnya dengan tangannya manakala
m9r9q mampu melakukannya. Hal ini tampak dalam penggalan
sabda beliau saw.:
"Banngsiap di antara kamu melihat kemunkann."

Syarat-syarat Mengubah Kemunkaran


Yang dituntut dari seorang muslim --atau kelompok muslim--
ketika pengubalr kemunkaran ialah memelihara syarat-syarat yang
harus dipenuhi dan yang ditunjuki oleh lafal-lafal hadits.

Syarat Pertama: Perkara itu Disepakad Keharamannya


Maksudnya, perkara itu harus perkara "munkar, yang sebenar-
nya, yakni kemunkaran yang dituntut untuk mengubahnya dengan
talgan, kemudian dengan lisan, baru kemudian dCngan hati apabila
tidak mampu dengan kedua cira tersebut. padahal tidaklah seluatu
itu dikatakan "munkar" kecuali sesuanl yang "haram", yang Syari'
(Pembuat syariaq menuntut dengan tuntutan yang pastiuntuk-me-
ninggalkannya, yang pelakunya berhak mendapatkan siksa dari-
Nya, b$k berupa melakukan sesuatu yang dilarang maupun me-
-termasuk
ninggalkan sesuatu yang diperintahkan, baik yang dosa
kecil maupun dosa besar --terhadap dosa-dosa kecil ini orang sering
kali bertindak gegabah, tidak seperti terhadap dosa besar. N[ah ber-
firman:

q "& ;< fa i, hi Y I:,'-t j-ij ot-


.)z D
oqf$rfr $rili
989
"Jika kamu menjauhi dos-dos besr di antan dov,4osa yang
kamu dilanng mengerjalranng, nixaln Kami hapus kenlahan-
keslahanmu (doa4osamu yng kecil) dan IGmi masul<kan l<amu
ke tem4t Wrg mulia (surga)." (an-Nlsa'r 3I )

Dan Rasulullah saw. bersabda:

.5ta\i
"Shalat lima waktu, shalat Jum'at hingga shalat Jum'at beikutnya,
dan puasa Ramadhan hingga puan Ramadhan Drurikufrryn itu
mengfiapuslran dos4os (kecil) di antannya, arybila dijauhi
dm4w lnsar.627

fika demikian, mengerjakan perkara-perkara makruh dan me-


ninggalkan perkara sunnah atau mustahab tidaklah termasuk dalam
kategori munkar. Dalam beberapa hadits sahih diriwayatkan bahwa
pernah ada orang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang apa yang
difardhukan Allah kepadanya dalam Islam, lalu Rasulullah saw.
menyebutkan beberapa kewajiban seperti shalat (lima waktu), zaV,at,
dan puasa (Ramadhan). Setelah tiap+iap kewaiiban itu disebutkan,
orang tersebut bertanya, "Apakah ada kewajiban lain lagi atas diri
saya?" Maka Rasul menjawab, "Kecuali jika kamu pau melakukan
tathawwu' (ibadah sunnah), " setelah kewajiban-kewajiban itu selesai
disebutkan, orang tersebut berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah,
saya tidak akan menambah dan menguranginya." Ialu Rasulullah
saw. bersabda:

. 6-^; hL-{Ai 9"i1, 3 i# 3L 6!


627gg 6*1iln dalam shdhih-nya dari Abu Hurairah.

99()
"Dia bruntungkalaudiabnar, atau diaakan masksarya jilra dia
benar'.628

Dalam hadits lain beliau bersabda:

g 4,,Fc,HuLfrzfr',F,G
(-grrrO! ,*"!csiL) ,
"funngsiap yang ingin melihat wnng ahli ang4 nab hendak-
Iah melilnt onng ini.62e

Oleh sebab itu, kemunkaran tersebutharus sudah mencapai ting-


kat "haram", dan munkar secara syar'iyanghakiki. Artinya-ltemun-
karannya ditetapkan berdasarkan nash syara'yang tegas dan jelas,
atau berdasarkan kaidah-kaidahnya yang qath'i, yang dinrnfuki oleh
keputusan-keputusan juz iyy ah sy ar'ryyah setelah dilakulen penyelidik
an.
Selain itu, kemunkaran tersebut tidak semata-mata berdasarkan
pemikiran atau iftihad yang mungkin benar dan mungkin salah, yang
kadang-kadang berubah sesuai dengan perubahan zirrran, tempat,
situasi, dan kondisi. Iuga harus sudah disepaleti bahwa hal itrr
merupakan perkara yang munkar. Adapun jika masih diperselisih-
kan oleh para ulama mujahi&zaman dulu atau sekarang -sebagian
mereka memperbolehkan dan sebagian lagi melarang-- maka hal ini
tidak termasuk dalam wilayah 'kemunkaran' yang wajib diubah
dengan tangan, lebih-lebih bagi perseorangan.
Apabila pfra fuqaha berbeda pendapat tentanghukum menggirm-
bar lfotografi), menyanyilnyanyian dengan instrumen atau-tanpa
instrumen, hukum membuka wajah dan tangirn bagi wanita, hukum
perempuan menjadi hakim dan sebagainya, menetapkan puasa dan
hari raya dengian melihat bulan sabit di lswasan lain, dengan mata
telanjang, dengan teleskop, dengan hisab, atau masalah-masalah
lain yang diperselisihkan sejak dulu hingga kini, maka tidak diperke-
nankan seorang atau kelompok muslim menganggap benar terhadap
salah satu dari dua atau beberapa pendapat yang diperselisihkan itu

62E1r1u6"1'* 'alaih dari


nulhah bin Ubaidillah.
629uuaafaq 'alaih dari Abu Huralrah.

991
I
I

dan memaksakannya kepada orang lain dengan kekerasan.


Bahkan pendapat jumhur dan golongan mayoritas pun tidak
dapat menggugurkan pendapat golongan minoritas dan tidak boleh
mengabaikannya, meskipun yang berbeda pendapat itu hanya satu
orang --asalkan ia termasuk ahli ijtihad. Betapa banyak suatu penda-
pat yang ditingg;alkan pada suatu waktu, t€tapi pada waktu yang lain
rnenjadi terkenal.
fuga betapa banyak pendapat seorang faqih yang dilemahkan, ke-
mudian datangorang yang membenarkan, mengesahkan, membela,
dan menguatkannya sehingga meniadi pendapatyang mu'umad (dija-
dikan pegangan) dan difatwakan. Misalnya, pendapat-pendapat Sye-
khul tslam Ibnu Taimiyah mengenai talak dan urusan keluarga, yang
karenanya beliau mengalami berbagai penderilaan dalam hidupnya,
dan selama beberapa abad sesudah beliau wafat pendapat-pendapat
beliau selalu diperangi. Tetapi, kemudian Allah menyediakan orang
yang menyebarluaskan dan membelanya, sehingga 4gniadi ircuan
-fanua-fania,
peradilan, dan perundang-undangan dalam banyak
negara Islam.
rcemunkaran yang wajib diubah dengan kekuatan haruslah ke-
munkaran yang jelas dan terang, yang telah disepakati imam-imant
kaum muslim bahwa hal itu memang munkar, yang karenanya akan
membuka pintu keburukan yang tidak ada akhirnya, sehinggasetiap
orang yang melihatnya pasti ingin mengajak manusia untuk me-
nanggulanginya dengan menggunakan kekuatan.
oi UeUeiag,i daerih Islam terdapat kelompok pemudayang penuh
semangat untuk menghancurkan tempat-t€mpat peniualan "boneka
dan permainan" untuk anak-anak, karena menurut mereka semrul
itu adalah berhala, dan menggambar makhluk bertubuh termasuk
dosa besar. Ketika dijelaskan kepada mereka bahwa para ulama
sejak dulu memperbolehkan mainan anak-anak, karena deng;an
meniadikannya mainan berarti meremehkan gambar atau boneka itu
dan heniadaisn penghormatan kepadanya, maka para pemuda ter-
sebut berkata, "Ifi adalah boneka-boneka yang berbeda dengan
boneka-boneka ini, yang dapat membuka dan menutup matanya."
Namun, ketika dikatakan kepada mereka bahwa anak-anak itu
sering melempar{emparkan boneka-boneka tersebut ke kanan dan
kekiri, melepaskan tangan dan kakinya, dan tidak mengagungkan
atau menyuiikannya, mereka tidak dapat memberikar jawaban.
Selain itu, di beberapa negara Islam lainnya pemuda-pemudaber-
usaha menutup restorah-resioran dan kedai-kedai air buatr dan kopi

992
dengan menggunakan kekuatan, ketika sebagian Kawas.rn Islam telah
mengumumkan sudah dimulai pu.ls.l dan bulan sudah kelihatan.
Maka pemuda-pemuda yang penuh semangat itu memandang bahwa
Ramadhan telah tiba, karena iru tidak boleh berbuka dengirn-rcrang-
terarigan.
Misalnya lag yang dilakukan sebagian pemuda muslim yang
penuh ghirah di Mesir dalam salah satu Idul Fitri. Ketika itu di Mesir
. c,qa syar'i (menurut pandangan syar'i) dikuatkan belum masuknya
bulan Syawal, karena berdasarkan ilmu falak mustahil hilal (bulan
sabit tanggal satu Syawal) terlihat pada malam iru dan tidak mung-
kin hilal dapat dilihat di Mesir. Namun begitu, sebagian daerah
mengumumkan telah melihat hilal, lantas mereka langsung berbuka
(tidak berpuasa) dan mengumandangkan syl'ar-syr'ar ldulFitri sen-
diri dengan menentang pemerintah dan mayoritas umat, dan karena
kecerobohannya itu t€riadilah benrokan dengan atat-alat keamanan
tanpa ada alasan yang membenarkannya.
Menurut pendapat saya, mereka telah melakukan sefumlah kesa-
lahan:
Pertama, bahwa para fuqaha berbeda pendapat tentang cara
menetapkan hild, di antaranya ada yang mengangg;hp cukup dingan
kesaksian_seorang, adayang mensyaratkan dua orang satsi 15rang
melihat hilal), dan ada pula yang mensyaratkan udaranya (cuaca-
nya) harus cerah dan banyak orang yang menyaksikannya, dan
masing-masing fuqaha mempunyai dalil dan cara pandang sendiri-
sendiri.
Maka tidak boleh memaksa orang lain mengikuti satu mazhab,
kecuali dari penguasa.
Kedla,_mergka juga berbeda pendapat mengenai mathla, (wilayah
geografis berlakunya rukyah), apakah terlihatnya bulan di siatu
kawasan geogafis tertentu mengikaUberlaku bagi kawasan lain atau
tidak? Sedangkan sejumlah mazhab berpendapat bahwa setiap
negara mempunyai rukyah tersendiri, dan rukyah di suatu negara
tidak mengikat bagi n(€ara lain. Ini adalah mazhab lbnu Abbas-rlan
or?n_g-or-ang yang sependapat dengannya, sebagainuma yang terke-
nal dari hadits Kuraib dalam Shahih Muslim.
Kedga, bahwa keputusan imam (penguasa) atau qadhi (hakim)
rygngenai masalah-masalah khilafiyah dapat menghilangkan perseli-
sihan dan mengikat umat untuk mengikutinya.
Karena itu, apabila penguasa syar'iyah telah mengambil pendapat
seorang imam atau ijtihad suatu mazhab mengenai masalah-masa-
lah ini, maka keputusan penguasa itu wajib diikuti, dan tidak boleh
memisahkan diri dari barisan.
frrga telah saya katakan dalam beberapa fanua saya: "Apabila kita
tidak-sampai dapat mempersatukan seluruh kaum muslim dalam
masalah puils.r dan berhari raya, maka minimal setiap satu negara
hendaklatr bersatu mengenai syiar-syiar mereka. Maka tidak dapat
diterima sama sekali jika penduduk suatu negiua terpecah menjadi
dua: satu golongan masih berpuasa dan satu golongan lain sudah
berhari raya.
Namun begitu, kekeliruan dalam ijtihad pemuda-pemuda yang
mukhlis ini tidak perlu diluruskan dengan kekerasan, tetapi hendak-
nya dengan diberi pengertian.

S),amt Kedua: Kemunkaran itu Dilakukan dengan Temng-te mgan


Maksudnya, kemunkaran tersebut dilakukan dengan terang-te-
rangan dan kelihatan oleh umum. Adapun yang dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi dan ditutup pintunya, maka tidak boleh sese-
orang memata-matainya atau mengintipnya dengan memasang alat
perekam atau kamera secara sembunyi-sembunyi atau dengan cara
menyamar (berpura-pura ikut melakukan kemunkaran itu dengan
maksud untuk mengetahuinya).
Hal ini ditunjuki oleh lafal hadits: "Barangsiapa di antara kamu
'melihat' kemunkaran maka hendaklah ia mengubahnya ...." Peng-
ubatran ini disandarkan pada melihat'kemunkaran dan menyaksi-
kannya', bukan karena mendengar dali orang lain.
Hal ini f rga disebabkan Islam menyerahkan hukuman orangyang
melakukan kemunkaran dengan sembunyi-sembunyi dan tidak te-
rung-terangan itu kepada Allah Ta'ala untuk menghisabnya di akhi-
rat, dan tidak memberi jalan kepada seorang pun'di dunia (untuk
menghukumnya) sehingga jelas lembarannya dan terbuka tirainya.
Sehingga hukuman llahi itu banyak diringankan bagi orangyang
melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan tidak menampakkan
maksiatnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits sahih:
"Semua umatku dimaalkan keanali yang melakulan kemalsiatan-
nrra (dengan terangterangirn).6m

ffiHn fnabrani dalam al-Aucth dari hadits Abi Qatadah, tlan as-Suyuthi memberinya
tanda sahih. (ltluhhtchar Syarah al-lami' ash-Shaghir, ju,z 2, hlm. 153). (PenJ.)

994
oleh karena itu, tidak seorang pun yang memiliki kekuasaan ter-
hadap kemunkaran-kemunkaran yan! teisembunyi --dan sebagai
pengan]arnya Sdalah kemaksiatan hati seperti riya, nifak, kibr (som_
UggS), hasad, bakhil,
.tenerdqVa ghurur), dan seblgainya-- mesiripun
(
olgh_ ag,ama dinilai sebagai dosa besar. Asalkan nal
/ang dimaksud
tidak diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata, mati UAat aaa
kekuasaan bagi seseorang untuk menghukumnya. Karena kita disu-
ruh menghukum menurut zahirnya, sedangkanbatinnya kita serah-
kan kepada Allah Ta'ala
Di antara peristiwa menarik yang mengrndikasikan hal ini ialah
yang dialami oleh Amirul Mukminin-umar bin Khattab r.a. sebagai-
mana yang diceritakan oleh Imam Ghazali dalam "Kitab al-amrlil-
ma'ruj wan-nahyu 'anil-munkar" dari kitab al_Ihya; bahwa Umar
pernah.memanjat tembok rumah seseorang, lalu dilihatnya keadaan
yang- tidak baik sehingga beliau mengingkarinya. Taipi pemilik
ruryah itu berkata, "wahai Amirul wtu[.minin, jika saya tetitr Uer_
maksiat (melanggar)-kepada Allah dalam satu'segi, riraka ingkau
telah melanggarnya dari tiga segi." Umar bertanya, "Apakah i-tu?"
Orlng itu menjawab, 'Allah berfirman, ,dan janganlah kamu men_
cari-cari kesalahan orang lain' (al-Huf urat: t'zl,ietapi engkau telah
mencari-cari kesalahan. Allah telah berfirman, 'dan maiuklah ke
rumah-rumah itu dari_ (al-Baqarah: I89), tetapi
-pintu-pintunya'
engkau naik dari atap. Allah juga berfirman: 'janganlah kamu mema-
suki runrah yang bukan rumahmu sebelum rireriinta izin dan mem-
beri salam kep{a penghuninya' (an-Nur: 2Z), sedangkan engkau
tidak mengutpkan- salam." Ialu Umar meninggalkanrffa aan fien-
syaratkannya [srtofuat. 63 t

Syarat Kedga: Kemampuan Bertindak untuk Mengubah


Kemunkaran
Malcsudnya, orang yang hendak mengubah kemunkaran harus
memiliki kemampuan bertindak --baik secara individu maupun ber-
sama-sama dengan orang lain-- untuk mengubah kemunkaran de_
ngan menggunakan kekuatan. Artinya, ia memiliki kekr.ratan materiil
dan spiritual yang memungkinkannya menghilangkan kemunkaran
dengan mudah.

631eLrhyo', juz
T , hlm. t21T , terbitmt Asy-Sya'b, Kairo.

995
I
Syarat ini juga diambil dari hadits Abu Sa'id di atas, karena Nabi
saw. bersabda:

"Mala futangsiap yng tifuk lrnmpu, henhklah fungan linnny."

Maksudnya, barangsiapa yang tidak mampu mengubah dengan


tangannya, maka hendaklah ia tinggalkan hal inr dan menyerahkan-
nyiteiada yang memiliki kemampuan atau kekuasaan, sedangkan
ia cukup mengubah dengan lisan dan keterangan, kalau ia mampu.
Biasanya, yang mempunyai kemampuan ialah 'penguasa' di wilayah
kekuasaannya, seperti suami terhadap istrinya, ayah terhadap anak-
anaknya yang menjadi tanggungan dan pemeliharaannya, ketua
suatu perkumpulan di dalam perkumpulannya, pemerintah yang di-
taati dalam batas-batas pemerintahan dan kekuasaannya serta
kemampuan ny a,632 dan sebagainya.
Saya katakan "kekuatan materiil atau spiritual", karena kekuasa-
an suami terhadap istri atau ayah terhadap anak-anaknya bukanlah
disebabkan kekuatan materiil yang dimilikinya, melainkan karena
kehormatan dan wibawanya yang meniadikan setiap ucapannya
dilaksanakan dan perintahnya ditaati.

Bila Kemunkaran itu dart Pemerlntah


Ada suatu kesulitan bila kemunkaran itu datangnya dari pihak
pemerintah atau negara yang memegang kendali kekuatan materiil
dan militer, apa yang harus dilakukan seseorang baik individu mau-
pun kelompok untuk mengubah kemunkaran yang dilakukan pe-
nguasa atau pihak lain yang dilindunginya?
fawabannya: mer€ki harus memiliki kekuatan yang mampu me-
lakukan perubahan tersebut, dan pada zaman kita sekarang ini ke-
kuatan yang dimaksud adalah salah satu dari tiga macam berikut ini:
Pertama: kekuatan angkatan bersenjata, yang meniadi sandaran
bagi kebanyakan negara pada zaman sekarang --lebih{ebih bagi

632yu1rr1 61 3n126 penguasa ada yang tidak mampu melakukan sesuatu dalam pemerin-
tahannya sendiri, dan kta lihat Umar bin Abdul Aziz ldak mampu mengembalikan urusan
kepada permusyawaratan di antara kaum muslim, lepas dari sistem kewarisan (Erun-temu-
run, keturunan).

w6
dunia ketiga-- untuk menegakkan kekuasaannya dan melaksanakan
politiknya serta membungkam musuh-musuhnya dengan besi dan
api (senjata). Maka yang menjadi pilar kekuatan bagi pemerinrahan
semacam ini bukanlah kekuatan logika, tetapi logika kekuatan.
Maka barangsiapa yang memiliki kekuatan seperti ini dapatlah ia
memukul setiap gerakan yang menginginkan perubahan, sebagai-
mana yang kita lihat di berbagai negara, dan yang terakhir adalah di
neg.ua Cina dalam memadamkan pergerakan para mahasiswa yang
menuntut kebebasan.
Kedua: majelis atau dewan penuakilan, yang memiliki kekuasaan
membuat undang-undang, menetapkan, atau mengubahnya, sesuai
{engan persetujuan suara terbanyak, sebagaimana yang berlaku
dalam sistem demokrasi. Maka barangsiapa yang menguasai suara
mayoritas di bawah naungan sistem demokrasi yang sebenarnya,
bukqn yang palsu, niscaya dia dapat melakukan perubahan terhadap
segala kemunkaran yang dilihatnya melalui perundang-undangan
yang berla\u,sehingga menteri, kepala pemerintahan, atau kepala
negara tidak dapat mengelak dengan mengatakan "tidak".
Keflga: kekuatan massa yang besar yang menyerupai iima', yang
jika bergerak tidak ada seorang pun yang mampu menghadapinya
dan membendung jalannya, karena merekC bagaikan gelomban! hut
yang besar atau banjir raksasa. Mereka tidak dapat dihalangi,oleh
?pa pun, termasuk kekuatan bersenjata sendiri yang merupakan
bagian dari massa tersebut, dan massa ini adal,ah keiuarganya sindiri,
orang tuanya, anak-anaknya, dan saudara-saudaranya.
Dengan begitu, barangsiapa yang tidak memiliki salah satu dari
keliga kekuatan ini hendaklah ia bersabar, tabah, dan bersiap siaga,
sehingga ia memilikinya. Dan hendaklah ia melakukan peruUatr-an
dengan,lisan, tulisan, dakwah, nasihat-nasihat, dan pehgarahan-
pengarahan, sehingga ia dapat menguasai opini publik yang kuat
yang menuntut perubahan kemunkaran, dan hendaklah ia berusaha
mendidik serta menyiapkan generasi yang andal dan beriman yang
famp! menggryban tugas mengubah kemunkaran. tnilah yang di-
isyaratkan oleh hadits Abu Tsa'labah al-Husyani ketika ia bertanya
kepada Nabi saw. t€ntang ayat:

(tt p j {:nS ",# S4;gr.?:*


..i-\lll
-r
I

"Hai orutgonngnng bdmatt, iagahh dfuimu; tiadahh oruryWq


sesat itu alran membei mudant kepda dirimu apbila lcamu telalt
mendapt petuniuk.... " (al-Ma'ldah: I O5)

lalu Nabi saw. bersabda kePadanYa:

+:: Gi,Flt4L 5,'{13} qit


,ig6a;;tj+,q!36,rit
'J+'{,|;,b$i6${,)3b3*
-"q
f,',)5 *t4), -61, $,rocst
'iSr;G{4\4W.r5W
'(rsttlt ot;r)
"klil{an, hendalrtah t<amu aling menytruh ke@a 1rutg ma'rut
dan nting menegah dari yang munkar, *hinga apbila kamu
melihat kefulililan sudah diptuhi, hawa nals diperfiirutl<an,
keduniaan lebih diutamalran, dan masing-masing onng mengung-
Etlkan dan mengagumi pndaphy *ndii, malra hendaklah
kamu jaga dirimu *ndirt *cara klrusus dan biarkanlah.orang
banyak l(arcna di belalcanS kamu nanti akan ada had-hai png
pada wal<tu itu onngyng afur Mgailcan onngptg memegang
fura api. Onng yang furamal raleh p&
walrtu ittt mendarytkan
pahata seprti pahata lima puluh orangyngbnryal saleh *perti
anal kanu.'633

633nR tirmidzi dan beliau berkata, "Hadits hasan gharib sahih." fuga diriwayatkan oleh
Abu Daud dari jalan lbnul Mubarak. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ibnu farir, dan Ibnu
Abi Hatim dari Utbah bin Abi Hakim.

998
Dalam beberapa riwayat disebutkan:

-€i- z,itE*{r-q141,3i1$s
"Dan kamu lihat perkan yang kamu tidak put1r,a dua tangan _-
ylmi kekntan- untuk menghadapiryra."

S)rant Keemlnt: Tldak Dfkhavatlt*an akan Mentnbullon


Kemunkann yang Lbth Besdr
.kekuatan
-Maksudnya,-penghilangirn kemunkaran dengan menggunakan
tidak dikhawatirltan
menimbulkan keminkaran frrng lebih
P.*. Misalnya, meljadi pemicu timbulnya fitnah yang irenyebab-
F*.*surp"tnya darah orang-orang yang tidak tierdhh, ftrusa-
kan kehormatan, perirmpasan kekayaan, dan berakibat kemurnkaran
semakin kokoh, atau orang-orang yang sombong semakin sewe-
nang-wenang dan membuat kerusakan di muka bumi.
karen3 itu, para ulama menetapkan disyariatkannya berdiam
-. .Oleh
diri terhadap kemunkaran jika dikhawatirkan menimbulkin kemun-
I1tn-Vqq lebih besar, demi memilih bahaya yang lebih ringan dan
lebih kecil keburukanrlya.
..
H{ ini didukung hadie satlih, batrwa Nablsaw. bersabda l@pada
Aisyah:

4h#Hr.etgss$g
.'&Gt*16&-\Kriqg
,(bd, ob,)
"l(alau bukan l<arcna l<aummu hru tetentas fud kemusyrikan,
niwlta aya hngun l<abah di atas pndasi yng dibangu, tbr'-
Ilim."(IlR Bukhart)

Di dalam Al-Qur'an juga terdapat kisah yang menguatkan hal ini,


yaitu kisah Nabi Musa a.s. bersama kaum itani-tsrait, kedtq ia perg
rylgma empat puluh hari untuk memenuhi janji dengan Tlrharinya.
Pada saattepergian Musa ini, Samiri menimSutttan-fihah t pua"
kaumnya
{engan membuat patung anak sapiyangterbutdari emas,
sehingga disembah oleh kaumnya. Harun,-saudaia Musa, telah ber-

999
I
usaha menasihati mereka, tetapi ddak mereka hiraukan, bahkan
mereka berkata:
"... I(ami ahn tetap menyemMh pafing amh lembu ini, hinga
Mus kemhli kep& kaml" (Thaha:9I)
Setelah kembali dan melihat lemunkaran yang amat besar itu
--yakni menyembatr pailng anak lembu-- Musa sangat mengingkari
sa:udaranya (llarun) aan ia tarik fengofirya karena sangat marah:
"Mus brl<ata Wahai Hantn, ap yang mengfialngl bmu ketik
lramu melihat merela telah sruvlt, (*hinga) l<anu ti&k mangiktti
atru? Mate apalah kamu telah (xngaia) mendurhalai pdnb,l*tt?'
Harun meniawab,'Hai putra ibufu, ianganlah kamu gangiutg'
gutku dan jangan (pula) ke4lalru; xatnguhrya aIru khawatir
fuhwa engfuu alan furlata (kepdala),'I(arnu telah memmh
blah Bani Isnil dan kamu tidak memelihan amanatkt.-lThaha:
92-S4l
Artin5a, ttarun lebih mengutamakan memelihara percaoran iamaatt
ketika saudara tuanya (Musa) tidak ada sampai ia datang; dan
keduanya memahami (saling mengerti) bagaimana seharusnya
merekamenghadapi situasi yang gawat yang membutuhkan kepia-
waian dan kebijaksanaan.
Itulatr empat persyaratan yang harus dipenuhi oleh orang yang
ingin mengubatr kemunkaran dengan tangan dan kekuatannya.

Mengubah Kemunkalan Secara Parstal buksn Terapt )tang ,ttu


Perlu saya ingatkan mengenai satu persoalan yang sngat penlng
bagi siapa'saiayang ikut melakukan perbaikan terhadap keadaan
kaum muslim, yaitu-bahwa kehancuran yang menimpa masyarakat
kita --di celah-celah masa kemunduran dan keterbelakangan, masa
peniajahan bangsa Barat, serta era kezaliman dan sekularisme-- ada-
iatr t6rusatan yang dalam dan panjang, )rang tidak orkup dihilang-
kan dengan menghapuskan kemunkaran secara parsgl, seperti ter-
perumiuton nyanyian, wanita yang fu-taturuj d! tengah fdan'
hadap-p6niualin
atau kasei video yang tidak layak dan tidak diperbolehkan
untuk ditonton.
lilasalahnya lebih besar dan lebih tinggi daripada itu, yang di
dalamnya hahrs ada usaha perubahan secara menyeluruh, luas-, dan
mendasar. Yaitu perubahanyang meliputi pola pikir dan pemaham-

1000
an, meliputi tata nilai dan pertimbangan, akhlak dan perbuatan, adab
dan tradisi, peraturan dan perundang-undangan. Selain itu,,sebelum
semua dilakukan perlu adanya perubahan terhadap manusia dari
dalam dengim memberikan pengarahan yang terus-menerus dan ter-
atur, pendidikan yang kontinu, dan keteladanan yang baik. Apabila
manusia mau melakukan perubahan terhadap dirinya sendiri, maka
patutlah Alhtr mengubah kondisi mereka sesuai dengan sunnatr
yang berlaku:

"714Y:';,1i;"ifi+,-5X51-
"... ksungguhnya Nlah tidak mengubah kadaan ruatu kaum *-
hingsa merelca mengufuh keadaan gng a& pda dii mereka r;n-
dii ...." (ar-Ba'd: I I )

Kehnrusan Berslkap Lcmah lrmbut dalam MenguDch lGmunkatan


Masalah lain yang tidak boleh kita lupakan di sini adalatr keha-
rusan berlaku lemah lembut dalam mengubah kemunkaran dan
mengajak pelakunya kepada perbuatan ma,ruf. Rasulullah saw. telah
lerpesan kepada kita untuk bersikap lemah lembut dan menjelaskan
fcepada kita bahwa Allah menyukai kelemahlembutan dalam segala
hal, dan tidaklah kelemahlembutan itu memasuki sesuatu k€cuali
menjadikannya indah, dan tidak dilepaskan dari sesuanr melainkan
menjadikannya buruk.
Di antara kisah menarik berkenaan dengan masalah ini idah
yang dikemukakan Imam Ghazali di dalam al-rhya,, bahwa ada se-
orang laki-laki menghadap Khalifah al-Makmun untuk menyuruh-
nya berbuat ma'ruf dan mencegahnya dari perbuatan munkar, tetapi
dia menggunakan bahasa yang kasar. Ia berkata kepada al-Makmun,
'Wahai orang yang zalilat, wahai orang durhaka ...." Unhrngnya, al-
Makmun adalah orangyang mengerti dan perryantun sehinggabeliau
tidak segera meng[rukumnla sebagaimana prg dilalorlen t"U."y.t -
an pengwma. Bahkan beliau berkaa kepadanyra, ,Wahai orang ini,
bersikap lemah lembutlah, karena Alah telah mengutus orang lang
lebih baik daripada englau kepada orang yang lebih buruk doipra"
saya, dan Allah menyuruh orang itu bersikap lemah lembut, yaitu Dia
mengutus Musa dan Harun, yangmereka itu lebih baik daripada eng-
kau, kepada Fir'aun yang dia itu lebih jelek daripada saya, lalu AIIah
berfrman kepada Musa dan Harun:

1001 |
I
I

9r,*68il5r{fi@ffif;;:,t\;'j
O,;6
"Pagihlt kamu bdw kep& Fifaun, *wtghnta ia telah me-
lanpui futas" Mal(a fufticanlah hmu brdua kep&rya dengru
lrata-lrata lrang lemah lembut" mudah-mu&Iwt ia ingat atau taktt"
(Thaha:43-/f4l

Penggunaan hurut tarajji' (pengharapan) 'mudah- mudahan ia


ingat atau takut" meskipun di sisi lain Allah Ta'ala menyebutkan
bahwa Fir'aun "melampaui batas" merupakan dalil yang menunjuk-
kan bahwa seorangfuru dal$vah tidak boleh kehilangan harapan ter-
hadap orang yang didakwahinya, bagaimanapun lcekafuan dan
kezalimannya, selama ia menggunakan cara yang lemah lembut,
bukan cara yang keras dan kasar.
Mudah-mudahan Allah memberi shalawat dan salam kepada jun-
jungan kita Nabi Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya.

6
SIAPAKAH PROPAGANDIS FITNAH ITU?
Pertanyaan:
Saya pernah mendengar salah seorang syekh yang t€rkenal berbi-
cara dalam suatu pertemuan, yaitu pada salah satu peringatan hari
besar Islam. Di antaranya beliau mengatakan bahwa seorangmuslim
bertemu Allah (setelah meninggal dunia) dalam keadaan tidak per-
nah memberikan nasihat atau terpuruk di bawah suahr dosa itu lebih
baik daripada menghadap Allah dalam keadaan sebagai penyeru atau
propagandis fitnah, karena fitnah itulah yang menyebabkan kehan-
curan dan perpecahan di antara kaum muslim.
Syekh itu mengemukakan contoh beberapa kelompok lslam yang
menyeru manusia untuk menegakkan agama Allah di muka bumi
dan mengembalikan posisinya untuk memimpin kehidupan dan
masyarakat. Sementara manusia terbagi ke dalam kelompok-kelom-
pok ini, dan sebagian pemerintah memerangi mereka.

too2
Saya ingrn Ustadz menjelaskan pengertian fitnah, sehingga saya
tidak teriatuh di dalam lumpurnya sementara sap sendiri tidak
menyadari, padahal "fitnah lebih besar daripada pembunuhan, (al-
Baqarah:2I7)
Dari pembicaraan syekh tersebut saya memahami bahwa setiap
dakwah atau seruan yang dapat menyebabkan perbedaan sikap
manusia terhadapnya dan sebagian lagi menentangnya, ddak dapat
mempersatukan kalimat dan barisan, maka sesungguhnya dah^rah,
ajakan, atau senurn semacam itu adalah fitnah yang seharusnya kia
berlindung kepada Allah dari keburukannya.

Jauaban:
Andaikata pengertian fitnah seperti yang Anda patrami dan yang
terpikir dalam benak Anda, niscaya para rasul utusan Allah a.s. ada-
lah orang-orang pertama yang menyerukan fitnah dan penyulut api-
nya. Mereka menghadapi masyarakat yang sudah mapan, yang ber-
satu padu di atas kebatilan, saling mendukung dalam lcesesatan,
bantu-membantu dalam dosa, menyembah berhala-berhala yang
sudah menjadi kebiasaan mereka dan mereka senangi, dari yang kecil
hingga yang lanjut usia, secara turun-temurun dari generasi terda-
hulu kepada generasi belakangan, dari bapak-bapak kepada anak-
anaknya, sehingga Allah mengutus rasul kepada mereka,lalu rasul
itu menguak kebodohan mereka, mencela berhala-bertrala mereka,
menganggap bodoh bapak-bapak dan nenek moyang mereka, dan
menuduh mereka sesat, fasik, tuli, dan buta. Di antara mereka ada
yang mgngtmani dakrrah baru tersebut, bahkan menebusnya dengan
nyawa dan darahnya, dan menjaganya dengan jiwaraganyadan se-
gala yang dimilikinya. Namun, di antara mereka ada pulayangmasih
tetap mempertahankan akidah warisan nenek moyangnya dan mem-
bela berhala-berhala kepercayaannya, tidak mau bergeser sedikit
pun, dan tidak mau menggantinya. Dengan demikian kedu golongan
itu selalu berseteru bahkan saling memerangi.
Demikianlah antara lain Allah menceritakan kepada kita tentang
Nabi Shalih a.s., sebagaimana firman-Nya:
"Dan *sunguhnya Kami telah mengutus kepafu(lraum)Tsmud
saudara merel<a Shalih (Srang berxru), 'Sr;mfuhlah NIah!'Tetapi
tiba-tiba mereka menjadi dua golongan tang brmushan." lan-
Naml:45)

1003
Nah, apakah Nabi Shalih a.s. menyeru kepada fitnah letika beliau
menjadikan kaum beliau menjadi dua golongan yang berseteru dan
bermusuhan set€lah sebelumnya mereka merupakan satu golongan
yang berpegang pada kebatilan?
Demikian juga Almasih a.s., menurut penuturan Injil ia pernah
berkata 'Bukannla aku daang unnrk membawa perdamaian kedunia
ini. Saya tidak membawa perdamaian tetapi perlawanan. Saya datang
menyebabkan anak laki-laki melawan bapaknya. Anak perempuan
melawan mernranya. Yang akan meniadi musuh terbesar adalah ang-
gota keluarga sendiri. (Mathius 10:34-36)
Nah, apakah Almasih Isa putra Maryam ruh cipaan Allah dan
kalimat-Nya itu menyeru kepada fitnah ketika dakwah beliau men-
jadikan terpisahnya putra-putra suatu keluarga?
Allah juga berfirman di dalam kitab-Nya yang abadi yang ditu-
runkan-Nya kepada Rasul penutup:
"Hai onng-onng yang furtman, janganlah kamu jadilran bapalc-
bapak dan sudara-sudanmu pemimpin-penimpinmq iik
merelra lebih mengatamalran kekafiran atas kefumnan; dan siap
di antan kamu ltang menjadikan merclra pmimpin-pmimpinmu,
mala mereka itulah orang-orang yng alim." (at-Taubah: 25)

Demikian pula pada firman-Nya yang lain:


"I(amu tidak akan mendapati suafit lraum yang furtman kep&
Nlah dan har: akhint sal@ furkasih s)nng dengu orang-onng
Wg menentang Nlah dan RasuI-Ny, *)ralipun orang-onng itu
bapabbapah atau anal<-anak, atau sudara-sudara, ataupun
keluarga merel<a .... " (al-Muladllah: 22 )

Orang-orang musyrik Quraisy mengatakan tentang Nabi Muham-


mad saw. bahwa beliau adalah tukang sihir. Apakah Anda pernah
melihat beliau memisahkan seseorang dari istrinya, ayahnya, sauda-
ranya, dan anaknya?
Maka, apakah Nabi Muhammad saw. itu'menyeru kepada fitnah
pada waktu beliau menggoyang masyarakdt yang bersanr di bawah
panji-panji berhala lantas beliau menjadikan sebagiannya muslim
dan sebagiannya kafir? Dua kubu yang berseteru mengenai keper-
cayaan terhadap Tuhan mereka, yang sebagran memusuhi sebagian
lainnya dan saling memerangi, sehingga seorang saudara memerangi

1004
saud.uanya, bahkan anak berperang melawan ayahnya?
fawabannya sudah pasti: "Tidak ...tidak... dan tidak...!'

Apakah Pitrah ltu?


Fitnah --sebagaimana disebutkan dalam Kitab AIIah-- berarti'uji-
an' dan 'cobaan'. I(ata itu berasal dari fatana adz- dzahab (seseorang
memfitnah emas) apabila ia meletakkannya di atas api, untirk menge-
tahui mana yang palsu dan mana yang asli. Kemudian kata ini diper-
gunakan dalam artian menguji, menekan, dan menyiksa secara
umum, sebagaimana firman Allah mengenai ashhabul-uhhdud (orang-
orang yang membuat parit untuk membakar orang-orang mukmin di
dalamnya):

'fr++G;{i,ti.;,1?.;.gr$i*Ar(*i,5tsy
Aa#+'L'{'
"Sesunguhnya onng-oftng yang mendatanglen cohan kepaa
onng-orang yang mulonin lald-laki dan perempuan, kemudian
merel<a tidak bertofut, maka fugi merel<a azab Jahanam dan
(al-Burui: IO)
W
merel<a azab (neral<a) yang memful<ar."

Dalam hal ini, Al-Qur'an menganggap fitnah terhadap seseorang


mengenai agamanya lebih berat dan lebih besar daripada membu-
nuhnya. IGrena itu, Al-Qur'an menyanggah anggapan munkar
karena tedadinya perang dalam bulan-bulan haram, bahwa mereka
telah melakukan sesuatu yang lebih buruk dan lebih besar daripada
peperangan itu:
"Mereka bertanya kepdamu tentangfurryrangpada bulan hanm
I<atakanlal\ 'krperang pada bulan itu adalah dm ber;aa tetapi
mengfialangr manusia dari jalan NIah, kafir kep& Nlah, (meng-
halangi masuk) Masjidil Hanm dan mengusir pnduduktya &ri
*kitarnlt4 lebih fusar (dounya) di sisi NIah. Dan brbuat fifrnlt
lebih besar do*nya daripda membunuh.... "(al-Baqaralr z 2t7l

Maka Al-Qur'an menganggap memusuhi dan menyelewengkan


akidah seseorang lebih besar dosanya daripada memusuhi oranfrrya.
Sebagaimana AI-Qur'an juga menganggap bahwa orang mu-kmin
yang difitnah dalam agamanya dan dikenai cobaan karena akidah-
nya merupakan sunnah Allah yang tidak akan berganti:

1005
"kbagai sunnah Nlah yang Dr;rtr.lfl; atas otang{rutg yang telalt
terdahulu seblum{mu), dan lamu Eekali'kali tidak akan men&-
rati FrufuInn p& runnah Allat."(al-Ahzab:62)

IQrena itu Allah berfirman untuk menghibur hati orang-orang


yang beriman mengenai uiian, cobaan, penderiaan, dan lcemelaratan
yang menimpa mereka:
"Nit laarn mim Apalah manusia itu mengin Dahwa merd<a di'
biafun (*fu) mengatakan,'I(arni telah brfumn', &ngnrerch
ti&l< diuji lagi? Dan *sunggahrya Kani telah lrncltrgttii qangi
oruryyng *tdum merrJra, mala wtWulnnAlhh ma6e{ahui
onng4rangyngbenat dan *sungguhryta aa mengetahui onng-
onng Wg dusta. " (al-Ankabut: I -5)

Di samping itu, Allah mengingkari orang-orang yang dapat di-


guncangkan fitnah, sehingga kekuatannya melemah dan tekadnya
runtuh, firman-Nya:
"Dan di antara manusia ada orang yng furkata, 'I(ami beriman
kepda Nlah', mal<a apbila ia disakiti (Irarcna ia fufiman) kepa&
Nlah, ia menganggap fihah manusia itu *fugai azab Nlah. Dan
sungguh jika datang pertolongan dad Tuhanmu, merel<a pasti akan
berleta,'sesunguhnya kami adalah be*rtamu.' Bukankah NIah
lebih mengetahui ap yng ada dalam da& *mua manwiaTlal'
Ankabut: 1O)

]ika demikian, tukang-tukang fitnah adalah orang-orang yang


menyiksa kaum mukmin laki-laki dan perempuan dan menindas
orang-orang yang menyeru ke jalan Allah, bukan ke jalan thaghut;
menindas mereka yang menyeru kepada Islam, bukan kepada kejahi-
liahan; dan menindas mereka yang menyeru kepada keselamatan,
bukan ke jalan neraka.
Pemfitnah-pemfitnah itu adalah para pemasok akidah-akidah
asing dan prinsip-prinsip hidup yang kacau ke dalam negerilslam.
wterJka itulah pembuat-pembuat fitnrh yang gelap gulita sebagai-
mana diinformasikan dan diingatkan Rasulullah saw. dalam sabda
beliau:

JeqV,Z:V
1006
G5,O*ur?i:(51'J#.)i\i;
o53/{*"'"5, (;Q"3;o t "r^
(/-'oL,) 'qjJib
"krqeralah melakul<an amalamal sleh *frulum datang frA:rlh-
fitnah *perti *potong malam yang gelap galita pah pgi had *-
wnng masih fuiman, tifu-tih p& nrc hadnya telah menjadi
IaIiC dan ada png pada nrc harirya masih briman, tiba-tiba
pada pagi harinya telah menjadi IrafiC ia menjwl agananya
dengan kekaltaan dunia.' IHx( Mueltm)

Apakah tidak lebih tepat jika fitnah yang disebutkan dalam hadits
ini diterapkan untuk Mamisme yang menyesatkan dan kafu, yang
menuduh agama sebagai candu masyarakat dan bahwa materi nieru-
pakal segala-galanya di alam wujud ini? Bukankah di dalamnya rer-
masuk para penyeru dan propagandis sekularisme yang mewaiiUtan
memisahkan agama dari kehidupan dan masyarakite Buklnkah
peny-eru-penyeru Marxisme dan sekularisme sebagai propagandis
fitnah yang bercokol di depan pintu neraka;atranam Oin meiyeret
manusia untuk masuk ke dalamnya sebagaimana )ang disiriyair
oleh hadits Hudzaifah r.a.?
Hudzaifah bin al-yaman adalah seorang sahabat png mempunlai
kekhususan dalam mendeteksi orang-orang munafik dln berita-ire-
$" qtryh yang-akan menimpa kaum muslim. Imam Syaikhani (Bu-
khari dan nluslim)-meriwayatkan dengan sanadnyi hadits yang
mengagumkan ini, dari Hudzaifah r.a., ia berkata:
"Onng-onng befia4ra kepda Rasuluthh qw. tentang kehikan,
dandan aya furtaryta tentang keietehn brcna klntntir at<an
menimp kita-" Ia (Hudzaitah) furkata, "Sa1a brtany, Wahai
Rasulullah, kani dulu hidup dalam kejahiliahan dan kejetekan, tatu
Nkh mendatangl<an kehilran ini kepda karni. Mak, aryleh
*sudah kefuilcan ini akan ada keburukan?, kliau menjawab, ya'
fu1ta furtang,'Apakah ssudah kekrutran *nncan itu alcan a&
kefuikan lagi? kliau menjawab, Mul tafupt ketusakan.,
tetapi
hlra bertanla Apkah keruafunya itu? kliau menjatnb, yaifit
kaum yang nembuat snnah (aturat) selain aengan $ilMt hrhn

t@7
membim@ manusia bukan dengu ptnniuHtu. Ihmu kanl
merck4 teta$ lamu ingfui (pefiuataruya dan silolp hidttprm).'
fun brtanm lagi, 'Aplah wudah keDailcln yang sryrti ini
(mdehrya) akan ada keburukan lagf? kliau mmiavvab, (8rrat)
yaitu *aum Wg menyeru di pintu-pintu nerab Jalnnan, bnng-
siapyangmenyanfurt *raanqta furafii ia telah dilenpthnrrya
ke &Iam neral<a Jalnnam.'&rya berlrata WaIMi Rasfullah t*
ranenUn i&ntitamya keWh kami.'Hiau nwfalrnb, Mercka
&d laum kita *ndiri, dan fufiian dagu De,lnfa M"
Dalam hadits Hudzaifah yang diriwayatkan Abu Daud, iaberkata,
Saya bertanya:

, 36 gr{-,{,'lt Kl, };s.#'(-


%;,;lJLKl,itsgt(
e

r*itde'v56,rod"uld*
-,9)1$€s\fi16./o,r*?'*"W4ts,
'Ule C'1,s14'ilc-, e A9, e6i
,#'83,.6Le-ift& J.3=
.|Zbtffi
lVaIMi Pasulultah" arul<ah *sufuh kehil<an ini akan ada kef,u-
rukan lagi?" kliai meniawab, "Fifrlah yng buta tuIi, pda wakfit
itu ada onng-orang yang menyeru di pintu-pintu neralra Maka iika
englcau mati, wahai Hudzaifah, sedanglan eng!<au hanya memal<an
futangpohon (karena menyendii dad pergaulan dengan merel<a),
adatah lebih Mik fugimu dafipada mengikuti alah *onng dari
merelra64

Akhirnya saya katakan bahwa termasuk tukang-tukang fiInah


dalam hal-ini aaaan para ulama yang jahat (ulama'us-suu), ulapa
dunia yang rela berialan dalam barisan-orang-orang yang zalim dan

634suun r,biDauLluz 4, hlm. 96. (pcnl.).

1008
membakar dupa di depan penguasa-penguEls.l thaghut, memutarba-
lil*an perkaaan dari tempat yang sebenarnya,menyeret-nyeret Al-
Qur'an untuk disesuaikan dengan hawa nafsu penguasa, dan melu-
pakan firman Allah Yang Maha Agung:
"Dan janganlah kamu enderung kep& onngeranggry alim
yng me4rebbkn di*ntuh api nenka dan sekali-kali
l<amu
kamu tia& mempuqtai fionng pnolong pun *lain dai Nlah,
kemudian lamu tidak al<an diberi pertolongan "(IIud: I I3)

Mudah-mudatnn Allah memberi rahmat kepada al-Hasan al-Bishri


yang pernah berkata, 'Barangsiapa yang mendoakan orang yang
zalim agar diberi panjang umur, berarti ia senang orang itu bermak-
siat kepada Allah di muka bumi. Dan barangsiapa yang tidak mene-
tapkan hukum menruut apa yang diturunkan Allah, maka dia adalah
orang yang zalim."
Kita dapatkan juga hadits yang menylfati ulama-ulama jahat,
yakni ulama lceraiaan bahwa mereka:

',3+6fuK5:*lYq ( tr1).jr4 -ZI


'i /.
'inUq{ili6g'}a" t/ t/- )
7)t

,#i S, 6It /rfr1, &6,j


y\29 t).r$i
(q;";.t, obt, . <"*i ,.t,\ zj14/,a
"Melaktlran tipu da1'a
-t1Xi33ls;4.31i5
2
untuk mendaptl<an keuntungan dunia de-
d

ngan kdok agam4 mercl<a mengenakan bulu domb yng halus,


mulut (pembicanan) mereka lebih manisdadpdamadu, dan hati
merda adahh lnti *rigabas
Anda bertanla, "Bagaimana mengobati fitrrah-fitrrah ini, baikyang
tampak maupun lang tersembunyi?"

635lmam Tirmidzi meriwaptkannp deng;an lafal 'Akan muncul pada akhir zaman
orang-orang yang melakulon tipu daya untuk mendapatlen l@unBngan dunia dengan
kedok agama, mereka kenakan untuk manusia bulu domba yang halus, mulut mereka lebih
manis daripada gula, dan hati mereka adalah had serlgala." Lihat, sman Timiilzi,luz 4,l,lm.
30, hadiB nomor 2515. (Pcnf.)

1009
Saya jawab bahwa pertanyaan ini dulu pernah ditanyakan oleh
Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a kepada Rasulullah sy.. Imam Tirmidzi
meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa Rasulullah sarry. ber-
sabda:
"fuidahkt nanti akn ada fihah-fihah *prti *bgian malan
nry Sehp gulita" Ni brlat4 "&lya befiaqq 'Bagaimanalcah
jalan kduarya vnlni Rasulullah?'kliau manjawab, Yaifit Ktab
NlaL (yahi kemMli kepda Ktab Nlalr) di elamya ter&pat
inlormasi tentang apa-apa *belum lramu, beita mengani aNaN
*fltdahmu, terfupat huhm tentang aW ),ang tqidi di anhn
kamu, ia menjelaslran yng benar hn yng sW k bulan pr-
nninan. mnnpiap lnng meningalkanny karcna wnbng
(mensa prlraa), niscal,a NIah membinaakanryA hrut$piary
pngmencad pfinjukkep& *lainrya mala NIah ahn meryre-
satl<anw Dia adalah tali Nlah yang kuat, cahqta-l,lW Wg tenng,
dan pdngatn ptg bijaksana. Aa adalah ialan yang futus. Aa
tifuk bisa digelkcirkan oleh hawa nahu, dan tidal<puladaptdisa-
marhn (diputabalil*an) oleh lidah manw,iC tidah &Nt dien-
tangretenanglran oleh pendapt manusia Pan ahli ilmu tifuh
menasg keryang &dpdanlta, orang-onng takwa tidak menaga
jenuh kepa&t4n" Aa fidak alran hanqr lrarerla bnyak4a pnen-
tang terhadapnta, dan tidal< akan habis keajaibn-keajaibnnn
Dan fangsa jin apbila mendenganya tidak henti-hentinmmeng-
atal(an,'fungahnya kami mendengar fucaan yang men*juD-
kan.' Barurysiap yng mengerti ilmuryra nnka dia akan maju;
funngsiaw Wg br,r/ru,ta dWannn Wsi bna4 fururysiap ltang
memutuskan hufum denganryta pasti adil; Mnngpiap Wg
mengamalhnryra pasti diberi phala; dan funngsiary Wg
meqleru nixap dia diben petunjuk ke jahn Srutg lurus-

7
MENETAPI(AN HUKUM SESUAI YANG
DITURUNI(AN ALLAH

Dalam beberapa surat kabil muncul artilel-artikel yang berisi


kekeliruan, yang ditulis oleh orang-orang yang merasa bimbang

1010
seputar masalah waiibnya menetapkan hukum sesuai yang diturun-
kan Allah atas kaum muslim. Saya menangkap pendapat)ranganeh-
aneh dari mereka, orang-orang yang tidak ahli tentang Islam dan
tidak mengerti qrariatnya.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa ayat-ayat yang
mengingkari orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturun-
kan Allah dan memberi predikat kepada mereka dengan kafr, zalim,
dan fasik itu tidak dituiukan kepada kaum muslim. Ierena ayat-ayat
tersebut diturunkan mengenai AhIi Kitab dari katangan yahudi dan
Nasrani sebagaimana dituniuki oleh asbabun-nuzul ayatdan dituniuki
oleh susunan kalimatnya itu sendiri.
Demikian pula mengenai firman Allah kepada Rasul-Nya:
"Dan hendaklah kamu memutuskan prlcan di antan nrerdame-
nurut aB ltang difirunkan Nlah, dan janganlah kamu mengiktti
hawa nalsu meteka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mercka
suryya mereka tidak memalinglan l<amu dad *fugtan aN Wg
telah difurunl<an NIah kepadamu ...." (al-Ma'ldah: 49)

Mereka berkata, "Ini merupakan persoalan memutuskan perkara


di antara Ahli Kitab yang nonmuslim, bukan t€ntang memutuskan
perkara di antara kaum muslim."
Di antara mereka ada pula yang mengatakan bahwa yang dimak-
sud memutuskan perkara yang disebutkan dalam ayat-ayat tersebut
--kalau kita menerima bahwa leum muslim temasuk dalam cakup-
annya-- ialah pemuursan perkara ketika teriadi perselisihan dan per-
t€ngkaran. Sedangkan hd ini merupakan tugas hakim, bukan dalarn
artian aktivitas politik dan perundang-undangan yang menjadi tugas
badan eksekutif seperti raja, presiden, menteri, dan sebagainya, dan
yang menjadi tugas badan legislatif seperti majelis/dewan perwa-
kilan yang mempunyai wewenang membuat, menetapkan, meng-
ubah, atau membatalkan undang-undang.
Selain itu, ada pula di antara mereka yang mengatakan bahwa
kata-kata "syariah' di dalam Al-Qur'an tidak ada yang menuniuk-
kan arti sebagaimanayang diserukan para penyeru kepada pelaksa-
naan syariat. I(ata syariah hanya terdapat dalam Al-Qur'an surat
Makkiyah, sedangkan yang dimaksud ialah manhai Ilahi yang ter-
wujud dalam aqaid, akhlak, dan pokok-pokok keutamaan. Hal ini
tercantum dalam firman Allah berikut:

1011
l
{;1'd|{;ti4:6;'ii'tiii}eitffi
O6A1':!'"-$i
"Kemudian Kami jadilen kamu ben& di atas atatu sydat (pen-
turar) &ti untsan (agana) iW nMI(a ikttilah syadat itu dan
jan&nlal kamu ikuti hawa nafw orangorang yang tidal< mengeta-
fiui. " (al-ratstyah: I 8)

Beberapa orang saudara meminta saya menanggapi masalatt


aktual yang akhir-akhir ini dimunculkan melalui beberapa tulisan
yang penuh kesamaran.
oleh karena itu, saya ingin memberikan beberapa catatan penting
mengenai masalah ini.

PERTAIUA
Ada beberapa hal yang oleh pembesar-pembesar ulama kita di-
istilahkan dengan al-ma'lum minad-din biilh-dharurah 6fang dikehhui
dengan pasti sebagai bagian dari agama). Ddam ardan, perkara-per-
kara yang sama-sama diketahui dan dimengerti oleh umat, baik
mereka yang pandai maupun awam, serta tidak lagi memerlukan
penalaran dan argumentasi, karena t€lah demlkian populer dari
generasi ke generasi, diriwayatkan secara mutawatir, mqlakinkan,
dan rcrlcenal dalam sejarah.
Hal itu sudah demikian tetap dan rumtap serta mendarah daging
sebagai kesepakatan umat, selain ltu pikiran, perasiuln, sertaprakdk
mereka sudah menyatu dengannya. I(arena itu, ia tidak dapat dikridk
dan diperbincangkan secara mendasar di kalangan kaum muslim,
kecuali apabila pokok Islam itu sendiri sudah berubah.
Maka saya percaya, di antara yang t€rmasuk dalam kat€gori ini
adalah bahwa Alliah Ta'ala menurunkan hukum-hukum-Nya di
dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya bukan untuk dicari-
cari berkahnya (dijadikan jimat dan sebagainya), atau untuk dibaca-
kan kepada orang-orang mati, atau unhrk digannrng sebagai hiasan
dinding, t€tapi ia diurunkan Allah untuk diikuti dan dilaksanakan,
untuk mengatur hubungan manusia dan meniadi pedoman hidup
mereka sesuai dengan perintah dan larangan-tilya, sesuai dengan
hukum dan syariat-Nya.
Ketentuan ini sudah cukup bagi orang yang telah rela bernrhan-

totz
kan Allah, beragama Islam, berasulkan Nabi Muharnmad, dan men-
iadiltan Al-Qur'an sebagai pedoman hidupnya, untuk mengatakan di
depan hukum Allah dan Rasul-Nya: "IGmi mendengar dan kami
patuh', tanpa perlu mencari-cari dalil lainnya dari nash-nash muh-
kamat dan kaidahnya yang baku.

KEDUA
Xalau kita lepaskan sikap ini dan kita cari dalil-dalil t€ntang
kewajiban menghukum dengan apa yang dinrrunkan Allah dan lce-
waJiban mengikutinya bagi kaum muslim, maka kita kaakan dengan
t€gas:
Sesungguhnya terdapat banyak dalil yang tidak terbatas dari AI-
Qur'an dan As-Sunnah --selain ayat-apt di dalam surat al-Ma'idah
yang mengidentifikasi orang yang tidak mau menghukum atau me-
munrskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah sebagai orang
kafir, zalim, dan fasik-- yang dengan t€gas dan jelas menunjukkan
keharusan berhukum kepada apa yang dinrrunlcan Allah dan mene-
rima hukum Allah itu, baik sejalan dengan keinginan kita maupun
tidak.
lvfarilah kita baca beberapa ayat dalam surat an-Nisa' berikut ini:
"Aphh hrnu ti&l< memperhatihn onngenng yang mengaku
dirinW telah brtman kep& ap lang diturunhn k@mu dan
kepda ap yng diturunkan *belum kamu? Merek hen&k Dr;r-
hakim kep& Whut, pdalnl meteka telal diryinAh mengW
kai thagfiul Dan sr-ltan bermalsud menywtkan mereka dengut
pnltwtan png *jauh-jauhryta." lan-Nlea': 60)
"Apabila dikatakan kepda mercka 'Marilah kamu (tunduk) ke-
p&hufun ltang telah diturunkan Nlah dan kwda hu*l.lzrn
Rasul' nixalta kamu lihat onng-onng munafik mengfialangi (ma-
nusia) dengan s*uat-fuah1ta &i mendekati kmu. Mab Wai-
manakh ha@ apabila merclca (onng-orang mwafik) ditimp
sesuatu mwibah di*fublran Wrbuatan tangan mere*a *ndii,
kemudian mer*a etu g kepdamu snbil Dr;mtmph, 'Demi
Nlah, karni **ali-kali tidak menglrutdaki *lain ptye/csaian yng
bik dan Fdamaian Wry *mpuma-(an-Nlsa': 6l-6.21
"Mereka itu adalah onngenng yng NIah mengetalrui ap nng di
dalam hati mercka Karc;mituberplinglalrkamu &ri merch,dan
fuilah mereka pelaiaran dan kat*anlah kep& mere*a Fla-
1013
taan Wg furtr;kas pada jiw mercka. Dan lhfiri tidal( merlgurus
wrang raoul melainlcan untuk ditaati dengan izin Nlalr. b-
sungahnn jikalau merelra ketika menganiaya dfuinn rurdiri
datang kepafumu IaIu memohon ampun kepda NIah, dan Rasul
pun memolnnkan anpun untuk merekry tentulah mer*a men&-
pati Nleh MaIn Penertma ToMt lagt Maln Peryrayang," (an-Nlsa':
6,5,-(j4l
"Mak demi Tuhanmu, mereka Qnda lnldlolhryQ fidah brirw,
*hingga menjadikan kamu hakim dalam pulan yary firelr*r.
perlisihkan, kemudian mereka tidah meras keDr;ntan &lam
hati mercka terhafup putusan Wry lan u brikan, dan merc*z.
menerima dengan *penuhqta' (an-Nlsa': 65)

Kita simak pula beberapa ayat dari surat an-Nur:


"Dan mercl<a berkatq 'Ihmi telah fuiman kryda NIah dan Rav.rl
dan lrami menaati (kduanya).' Kemudian fugin mert*r, Dr;rrr,-
ling wu&It ifri, *kali-leli mercka itu buhnlah orurgqangpg
beriman." (an-Nur:47)
"Dan arybila merclra dipanqdl kepda NIah dan Raill-Nm agar
Raail mengfiuhm (mengadili) di antara merela, tifu,-tiau. fu-
gin dad mercJ<a menolalc unfuk &tang.'(an'Nur:4E)
Tehpi jika keputuan itu untuk (kepntingn) mercla, mere*a
datang ke@ Rarul dengan panth." (an-Nur: 49)
"AWIcah (ketidal<etanga mercla itu bruta) dalam Inti ffi
e pryakil atau (brun) mae*a ragu-t4u atsrl.rbl laruu bkrt
laku-kalau Nlah dan Rasul-Nya brlalil zalim kryda merda?
kbnarryra mercka itulah orang-onngyang zalim." (an-Nur: 5O)
"Sesunguhryta jawafun onang-orutg mulonin bila merelra dipang;
gI kWdaAllah dan Ra$I-l,Iya aga Raill npnghfunnQnaryNili)
di antan merelra ialah ucapn, Ttami mendengar &n kami ptuh.'
Dan merel<a ifulah onng-orutg Wg bruntung;"(an-Nur: 5I)

Kita perhatikan juga firman AUah dalam surat al-Ahzab berikut:


"Dan ti&klah ptnt fugi lald-lald yang mulonin fun tidak (Irula)
bagi prcmpuan yang mulonin, apbila Nlal, dan Ras.rl-I,Ita t&It
manetaplan suatu ketetapn, alcan afu bagl mereka pililm (;ang
lain) tentangutusan mercl<a. Dan funngsiap mendurhahiNlalt

1014
dan Raslrl-t{n nnla wtnguhrya ia telaL srsart, wt Wg
nlata'(al-Ahzab: 56)

Ayat-a)rat yang jelas dan tegas dari Kitab Allah tersebut sudah
cukup dan tidak memerlukan komentar karena sudah demikian jelas
petunuknya bahwa kenrndukan dan kepatuhan lepada hukum
Allah dan Rasul-Nya merupakan bagian yang tak rcrpisahkan dari
iman, dan bahura ddak ada pilihan lain bagi laki-laki dan perempuan
yang beriman di depan keteapan (hukum) Allah dan Rasul-Nya,
serta tidak ada kemungkinan lain bagi orang mukmin yang dipanggil
kepada hukum Allah dan Rasul-Nya melainkan akan berkata, "I(ami
mendengar dan kami panrh.' Dan Allah telah bersumpah meniada-
kan iman dari setiap orang yang tidak mau berhakim kepada Rasu-
lullah saw. dengan rela dan menerimanya sepenuh hati.

XETIGA
Bahwa apt-ayat dalam surat al-Ma'idah --yang mengidentifila-
sikan orang yang tidak mau memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah sebagai orang kafir, zdim, dan fasik-- adalah ayat-
ayat muhkamat yang jelas petunjuknya.
Tidak mengapa jika kita kudpkan apt-ayat tersebut secara leng-
kap agar dapat direnungkan oleh setiap orang yang memiliki akal
sehat atau yang mau mendengarkan dengian memperhatikannya.
Allah berfirman:
"fuinguhryta l(amitelah menurunkan KtabTaunl di dalannya
(ada) ptunjuk fun alnn
(yang menerangi), yng fungn kitab
itu diputuskan perkan onng-onng Yalrudi oleh nabi-nabi yng
meqrenh dirt kepda NIah, oleh onng<rnng alim mereka dan
pendeta-pendeta mereka, di*babkan mercla diperintahkn
memelihara kitab-kitab Nlah dan merch menjadi saki terlnday
nya. I(arcna itu janganlah kanu talrut kep& manusi4 GetapD
takutlah kepdz.Ku. Dan janganlah lcamu menulrar ayat-ayat-Ku
dengan harga ),ang srdikil hnngsiap yang tifuh memutud<an
prl<an menurut apggditurunlan NIaI\ mah merelca a&Iah
orang-orang ydng kafir." lal-Ma'ldalu 44)
"Dan telah l(ami tetrylran terhadap merela di hlamnn (Taunt)
bahwnrya jiwa(dibalas) denganJiv4 mata dengan mata, hidung
dengan hidung; telinga dengan teling4 gigi dengan gigi, &n luh-
lul<a @un) ada kisasrya hrugsiary tang melepdran (hah kisas|

1015
rry4 mab ntr,lqa*an hak ifrt (meniadi) pnebus dm bginya
mruOAp ddak memutuslsan pr*an menurut apa yang ditunn-
kan Nlah, mak mereka adalah orang:orang tang zalim." lal-
Ma'ldah:45)
'Dan liani tuingla n jejal< mercla (nabi-tabi funi l*ail) furyan Ia
puta Maryary memfuwkan kitab yang *bhnnya, 1aitu TaunL
tfu, I(arni telah menhdlan kqaenn kiarb Injil sdang di
&lamrya @e) pefuniuk &n calwa (yanS n ailrlrlrrgi) &n mem-
fura*an kitah Wtg *belumnm yitu Taural Dan nlrrr,jtrdi Ftun-
iuk *ru pngajann hgi onng-onng Wry Dr;ftakwa" lat-
Ma'idah:46)

cr r:ai_ i ;;'**Ilit i;frL,.!*. i (


J"1 H;
@Oi,.,;i'ri,14jfrffit'ij\
"Dan hendaklah orang-onng pengfut Injil memufiskan pr*an
menurut aryyangditurunkan NIah di dalamnya ktangsiaptidak
memutufun prlan menurut aN tang ditutanhn AIIala malca
mercIra adalah onng-onngyang fask" lal-lfia'tdah: 47)

Beberaln Pendalnt Pan Muiasir


Bermacam-macam pendapat para mufasir (ahli tafsu) dari lolangan
salaf mengenai ayat-ayat yang disebutkan di atas.
Di antara mereka adapng mengatakan: "Seluruh ayatini ditrUukan
kepada Ahli Kitab, baik dari kalangan Yahudi maupun Nasrani."
Sebagian lagS ada yang mengatalan: "Ayat pertama, yakni 'Ba-
rangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang ditu-
runkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir' dituiukan ke-
pada kaum muslim, sedangkan ayat kedua untuk orangYahudi, dan
ayat ketiga untuk orang Nashara.
Di antara mereka luga ada yang mengaakan: 'Ayat ini diturun-
kan mengenai Ahli Kitab, tetapi dimaksudkan untuk semua manusia,
yang muslim maupun yang kafir."
Imam Thabrani meriwayatkan dari Ibrahim an-Nakha'i, beliau
berkata, 'Ayat-ayat ini diturunkan unnrk kaum Bani lsrail, t€tapi
merelakannya untuk umat ini."
Diriwalatkan pula dari al-Hasan, beliau berkata, 'Ayat-ayat ini

1016
hxrun berkenaan dengan kaum Yahudi, tetapi meniadi kewaiiban
bagi kita (untuk mengamalkannya). "
Ibnu Mas'ud pernah ditanya tentang masalatr menyuap dalam
hukum, lalu beliau meniawab, 'Itu adalah kekufuran (kekafiran)."
Kemudian beliau membaca ayat "Barangsiapa yang tidak memutus-
kan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka ada-
lah orang-orang yang kafir."
fuga diriwayatkan dari as-Sudi pendapat yang mengaakan keu-
muman ay at- awt tersebut.
Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas tentang keumuman ayattel.
sebut ketika beliau ditanya tentang kafirnya orangyang tidak memu-
tuskan perkara menurut apa yang dinrrunkan Allah, lalu beliau ber-
kata, "Bila ia berbuat begitu, maka karena perbuatannya itu ia t€lah
melakukan kekafuan, tetapi tidak seperti orang yang kaffr lepada
Allah dan hari akhir, kafir kepada ini dan ini.'
Pendapat serupa fuga diriwayatkan dari Thawus, beliau berkaa,
"Bukan kekaflran yang mengeluarkannya dari agama.'
Atha' berkata, "Kekafiran di bawah kekafuan, kezaliman di
bawah kezaliman, dan kefasikan di bawah kefasikan." pendapat ini
juga diriwayatkan dari lbnu Abbas oleh Sa'id bin Manshur, Ibnul
Mundzir, Ibnu Abi Hatim, al-Hakim, dan disahkan oleh Baihaqi dt
dalam sun4n-nya.
Sementara itu, pendapat semacam itu juga diriwayatkan dari
Ali bin al-Husain Zainul'Abidin.
Dalam riwayat lain, dari Ibnu Abbas, dibedakan dua macam
hakim. Beliau berkata "Barangsiapa yang mengingkari apa png di-
turunkan Allah, maka dia adalah kafir; dan barangsiapa yang meng-
akui apa yang diturunkan Allah tetapi tidak menghukum lmemurus-
kan perkara) dengannya maka dia adalah zdim dan fasik.,

Persamaan Pandangan dengan Para Muiaslr


Pertama: BeDeraln Catltan atao Pandangan Para AhIt Talsir
Satu hal yang tidak diragukan bahwa ayat-ayattersebut dinrrun-
kan berkenaan dengan ahli Taurat dan Injil sebagaimana ditunfuki
oleh asbabun-nurul dm bunyi kalimat itu sendiri.
-
Tetapi penutup-penutup ayat yang berbuny, n!-i-j;i
(Baranpiapapng tidak m€mutuskan perkaia ...; menggunalen sighar
(bentuk) umum sebagaimana )ang ampak dengan jelas, meskifun
dengan analisis sekilas. Maka apakatr yang mendorong sebagian ahli

totT
tafsir membatasi hukum dan kandungannya han),a untuk kalangan
nonmuslim dari golongan Ahli Kitab dan ahli sytuik?
Hd ini disebabkan oleh kekhawatiran mereka fangan-iangan
orang-orang begiht mudah menuduh penguasa dan haktm dengan
nrduhan kafu alibar karena setiap penyimpangan yang teriadi, ltr€s-
kipun disebabkan dorongan hawa nafsu, pilih kasih, aau lainnya.
Padahd, harrpir tidak ada penguasa atau hakim yang selamat dari
penyimpangan seperti ini kecuali orang png dilinduryi oleh Rabb-
nya, tetapi jumlah mereka sangat sedikir
Iatar belakangpemikiran inilah yang mendoronglbnu Abbas dan
sahabat-sahabatnya, seperti Atha', Thawus, Ibnu fubair, dan lain-
lainnya menegaskan bahwa yang dimalsud bukanlah kekafiran
yang mengeluarkan pelakunya dari agama, seperti orang;ang kafir
kepada A[ah, malaikat-Nya, kitab-kitab-N1a, rasul-rastrl-t6ra, _dan
hari akhir, serta mereka mengatakan, 'IGkafiran di bawah kekaftrart
....' Hd ini pula yang mendorong Ibnu Abbas membedakan antara
orang yang mengakui hukum Allah dan yang tidak mengakuinya.
narangsiapa membaca dialog antara Abu Mijlaz, seorang tabi'i,
dengan orang-orang yang bertanya kepadanya dari kalangan nani
Amr bin Sadus dari golongan Ibadhiyah mengenai para penguilsll
pada zaman mereka, dan bagaimana mereka menghendaki agar Abu
tliitaz memberi fanrra bahwa para penguztsil itu kafir berdasarkan
ayat tersebut" maka akan ampak jelas bagtnya kebenaran pendapat
)rang saya katakan.
Ath--llubrani meriwayatkan dari Imran bin Hudair, ia berkata,
'Abu Miilaz pernatr didatangi beterapa orang dari lelangan Bani
Amr bin Sadus. Mereka berkata: 'Wahai Abu Miflaz, bukankah Anda
mengetahui firman Allah 'barangsiapa yang tidak memutuskan per-
kara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka inr adalah
orang-orang kafir', benarkah firman Allah itu?'Abu Miflaz melia-
wab,-'Benar.' Mereka berkata, 'Barangsiapa yang tidak memutuskan
perkara menurut apayang dinrrunkan Allah, maka mereka im adalah
orang-orang yang zalim. Benarkah itu?' Abu Mrilau menjawab,'Be-
nar.'-Mereka berkata,'Barangsiap a yangtidak memutuskan Perkara
menurut apa )tang dinrrunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-
orang yang fasik. Benarkah itu?' Abu Miilaz meniawab, 'Benar.'
wterelta beikata, 'wahai. Abu Mijlaz, apakah mereka memuhrskan
perkara menurut apayang dinrrunkan Allah?'Abu Miilaz menfauab,
;,tpa yang dinrrunkan A[ah itu adalah agama mereleyang mereka
beiagama dengannya, dengannya mereka berkata, dan kepadanya

1018
mereka menyeru. fika mereka meninggalkan sesuahr dari agama int
maka mereka tahu bahwa mereka telah melakukan suanr dosa.'
Mereka berkata, 'Demi Allah, sebenamya Anda merasa takut lkta-
watir).' Abu Miilaz meniawab, 'I(amu lebih layak terhadap ini dari-
pada saya. Saya tidak tahu, sedangkan kamu mengetahui ini, dan
kamu tidak t€rt€kan. Tetapi ayat ini turun mengenai orang-orang
Yahudi, Nasrani, dan ahli syirik, atau yang seperti mereka.''
Sedangkan menurut riwayat lain, Abu Miilaz berkata, "Sesung-
guhnya mereka melakukan apa yang mereka lakukan -yakni para
penguasa-- dan mereka mengetahui battwa ihr adalah dosa." Dan
beliau berkata lagi, "Sesungguhnya ayat ini diurunkan mengenai
orang Yahudi dan Nasrani."

Kedua: Keharusan Membedakan Dus Tlpe Hallm (Penguaaa)


Di anara hal yang wajib kita lakukan ialah membedakan dua tipe
hakim -sebagaimana yang dilakukan deh pakar tafsir, Ibnu Abbas--
)aiu hakim yang menjadikan lslam sebagai minhai, undang-undang,
konstinrsi dan pedoman hidup, ia juga memutuskan perkara de-
ngannya dan merujuk kepadanya. IGmudian ia menyimpang atau
menyeleweng datam beberapa hal, karena lalemahannfa atau karena
mengikuti hawa nafzunya. Sdanglon png kedua adalah hakim png
menolak unhrk memuttrskan perkara menurut apa ),ang dinrrunkan
Allah, ia lebih mengutamakan hukum dan undang-undang buaan
manusia. Orang seperti ini seakan-akan menuduh Allah tidak me-
ngerti dan tidak mengeahui kemaslahaan hamba-hamba-Nya, lalu
dia membuat peranrran untuk mereka yang berrcntangan dengan
hukum-hukum Allah, padahal Allah telah berffrman:
"Aryt<ah Nblt yng menciptakan itu tidak mengetahui (yng kamu
Iahirkan dan nlnsiakan), dan Dia Maha Haluslagi MahaMageta-
hui?" (al-Mulk: 14)

Inilah yang mendorong al-Allamah Matrmud Muhamrnad Syakir


memberi komentar di dalam tahqiqnp terhadap T$sir ak-Thotuiatars
satu atau dua atsar yang diriwayatkan dari Abu Mijlaz. Al Allamah
Syakir berkata, "felaslah bahwa orang-orang yang bertanya kepada
Abu Miilaz dari golongan tUaOnifn itu menginginkan agar Abu Md{fraz
menetapkan hujjah dalam mengafrkan para amir (penguasa/guber-
nur) karena mereka tergolong aparat sultan, dan kadang-kadang
m6reka berbuat maksiat atau melakukan sesuanr yang dilarang

1019
Allah. I(arena itu Abu M$laz mengatakan di dalam riwayatyangper-
tama (nomor 12025):'fika mereka meninggalkan sesuatu dari aga-
ma, maka mereka tahu bahwa mereka telah melakukan suatu dosa."
Sedangkan dalam riwayat kedua, Abu Miflaz berkata, 'Sesungguh-
nlra mereka melakukan apa ),ang mereka lakukan dan mereka me-
ngeahui batrwa ial adalah dosa.'
Deng;an demikian, pertanyaan dan huijah yang mereka kemuka-
kan bukanlah sesuauu yang ada pada zaman kia, baik mengenai
hukum tentang harta, kehormatan, dan darah yang didasarkan pada
undang-undang yang bertentangan dengian qariat Islam. Perta-
nyinn dan hujfah ihr pun bukan dalamhd membuatundang-undang
baru yang mengikat kaum muslim unnrk berhukum lcepada selain
hukum Allah dalam Kitab-Nya dan yang disampaikan melalui lisan
Rasul-Nya saw.. Karena perbuatan ini berarti berpaling dari hukum
Allah, membenci agprur-N)ra, dan lebih mengutamakan hukum ora4g
kafir daripada hukum Allah SWT. Sikap seperti ini merupakan lceka-
firan yang tidak diragulon lagl oleh seorang pun dari ahli kiblat,
meskipun mereka masih berbeda pandangan dalam mengafukan
orang yang berpendapat seperti itu dan menyebarluaskannya.
Kenyataan yang kita saksikan sekarang telah menhggalkan
hukum-hukum Allah secara umum tanpa kecuali. Mereka lebih
mengutamakan hukum-hukum selain hukum-Nya )rang ternrang di
dalam kitab-Nya dan di dalam Sunnah Nabi-Nya, serta mengabaikan
seluruh yang ada dalam syariat Allah. Bahkan mereka sampai berar-
gumentasi mengunggulkan hukum-hukum dan peramran buatan
manusia itu daripada hukum yang dihrru*an Allah. Mereka Juga
beralasan bahwa hukum-hukum qariat diturunkan hanya untuk
suanl zaman yang bukan za nankita, dan karena alasan-dasan serta
sebab-sebab yang telah berakhir, maka gugur pulalah semua hukum
yang telah selesai masanya dan sudah tidak berlaku alasan-alasan-
nya.
Nah, di manakah kesamaan apa yang saya jelaskan ini dengan
hadits Abu Mijlaz dan golongan lbadhiyah dari kalangan Bani Amr
bin Sadus?
IQlaupun masalahnya seperti anggapan mereka terhadap riwayat
Abu Mijlaz --bahwa mereka hendak menentang sultan dalam suaht
hukum dari hukum-hukum syariat- maka tidak pemah t€riadi dalam
sejarah Islam seorang hakim membuat suatu hukum dan menjadi-
kannya sebagai syariat yang mengikat ba$ pengadilan. Ini dari satu
sisi. lGmudian dari sisi lain, bahwa hakim yang memunrskan suatu

to20
perkara tidak sesuai hukum yang ditetapkan Allah itu boleh jadi
karena ia tidak mengetahuinya, sehingga kasus seperti ini termasuk
kejahilan (ketidakmengertian) terhadap syariat Allah. Atau bisa jadi
ia memutuskan hukum deng4n cara seperti itu karena mengikuti hawa
nafsu dan berbuat maksiat, maka masalah ini merupakan perbuatan
dosa yang dapat dihapuskan dengan tobat dan permohonan.rmpun
kepada Allah. Mungkin juga sang hakim memuhrskan perkara de-
ngan keputusannya itu karena ia menakwilkan atau menginterpreta-
sikan hukum yang hasilnya bertentangan dengan pendapat para ula-
ma. fika demikian, maka hukum yang dihasilkannya itu merupakan
hukum hasil penakwilan seseorang yang berpijak dari pengakuan-
nya terhadap nash Al-Kitab dan Sunnah Rasulullah saw..
Adapun pada zaman Abu Mijlaz, sebelumnya, atau sesudahnya,
sama sekali belum pernah terjadi seorang hakim menghukum atau
memutuskan suatu perkara karena si hakim mengingkari hukum
syariat. Maka dialog Abu Mijlaz dan kaum Ibadhiyin tidak dapat di-
palingkan ke sana. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhujjah de-
ngan kedua atsar (riwayat) t€rsebut atau lainnya dengan menempat-
kannya pada bukan tempatnya dan memalingkannya kepada yang
bukan maknanya karena ingin membela sultan (penguasa) --atau
sebagai upaya untuk melegitimasi pemutusan perkara dengan selain
dari hukum yang diturunkan Allah yang diwajibkan kepada hamba-
hamba-Nya-- maka pemutusan seperti itu menurut pandangan sya-
riat merupakan hukum orang yang menentang suatu hukum di anara
hukum-hukum Allah sehingga ia dituntut untuk bertobat. fika ia
masih melakukan hal seperti itu, bahkan sombong dan mengingkari
hukum Allah serta dengan rela menggantinla dengan hukum-hukum
lain, maka hukum yang ditetapkannya itu adalah hukum orang kafir
yang terus-menerus atas kekafirannya, yang sudah terkenal di ka-
langan pemeluk agama ini.636

Kedga: Yang Terpakai adalah Keumuman Lafal


Para ulama ushul telah membicarakan persoalan mengenai se-
bab-sebab khusus yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Qur'an
atau datangnya suatu hadits, beserta lafal-lafal umum yang ber-
kaitan dengan masalah tersebut. Akhirnya mereka membuat suatu
keputusan bahwa:

636Oati u'liq (catatan kaki) Ustadz Mahmud Muhammad Syakir terhadap T{sir ath-
Thabari.

t02t
-_At*;#*l,spt;61*,t1a(
'Yang terpakai ialah keumuman latal, tidak terbatas pada sebab
yang khusus."

Apabila pengambilan hukum dari suatu nash dibatasi oleh sebab


yang khusus, niscaya banyak sekali hukum yang tersia-sia atau
tidak terpakai karena dilatarbelakangi oleh peristiwa-peristiwa khu-
sus yang terjadi pada zaman kenabian. Hal ini sudah barang tentu
jika riwayat asbabun-nuzul-nya sahih --karena banyak di antaranya
yang tidak sahih.
Dalam persoalan kita ini, khususnya mengenai penggalan ayat
"barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang di-
turunkan Allah ..." tidak mungkin dikatakan bahwa ketennran ini
khusus untuk orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam kitab mereka
yang telah dinasakh (dihapus) serta t€lah habis masa berlakunya,
dan tidak meliputi kaum muslim dengan hukum-hukum dalam Kiab
Suci kita yang kekal abadi hingga Allah mewarisi bumi dengan se-
gala makhluk yang ada di dalamnya. Bagaimana mungkin Allah me-
nuntut ahli Taurat untuk memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan-Nya di dalam Taurat dan menuntut ahli Injil untuk me-
mutuskan perkara dengan apa yang diturunkan-Nya di dalam Injil,
tetapi Dia tidak memerintahkan ahli Al-Qur'an (orang-orang yang
beriman lcepada Al-Qur'an) untuk menghukum (memutuskan per-
kara) dengan apa yang diturunkan Allah di datam Al-Qur'an?
Pendapat ini sudah saya tanggapi dalam tulisan saya tentang'al-
fv1y17"637 dan tergelincirnya orang-orang yang gegabah terhadap
fatwapadazaman kita sekarang ini. Dalam tulisan itu saya katakan:
"Di antara contoh takwil yang buruk ialah apa yang dikatakan se-
bagian mereka seputar ayat-ayat yang tercantum dalam surat al-
Ma'idah, mengenai keadaan orang yang tidak memunrskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, yaitu firman Allah:
"Banngsiapa nng tidak memutusl<an perl<an menurut aW nng
diturunkan NIah, malra merel<a adalah onng-onang kafir." lal-
Man'ldah:44)

GTTerakhir dierbitkan oleh Dar ash-Shahwah,


Kairo, dengan jvd:ul al-Fatnwa bairul-
lndhifuthi w at-T astyub.

to22
"hnngsiap yang tidak memufiskan prkan nenuntt aN Wg
diturutfui NIah, mala mercka a&lah onng:orangyangzalim."
(al-Maa'ldah: 45)
"Dan hnngsiapa yng tidak memutusl<an perl<an menurut ap
yng diturunkan NIah, maka merc*a adahh onngonng Wg
fasik " (al-Maa'idah: 47)

Orang itu mengatakan batrwa ayat-aptini tidak dinrrunkan unffk


kita --kaum muslim-- t€tapi diturunkan untuk Ahli Kitab secara
khusus.
Menurutnya, yang dikehendaki ayat-ayat ini ialah bahwa orang
Yahudi dan Nashara yang tidak menghukum (memutuskan perkara)
menurut apa yang diturunkan Allah, maka dia adalah kafr, zalim,
atau fasik. Adapun orang muslim yang ddak memunrskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka dia tidak kaffr, tidak
zalim, dan tidak pula fasik.
Pendapat seperd ini, demi Allah, tidak henti-hentinya mengun-
dang keheranan.
Memang benar bahwa konteks ayat ini dalam Al-Qur'an adalah
mengenai Ahli Kitab, karena ayat-ayat ini datang setelah membicara-
kan Taurat dan Injil. Tetapi perlu diperhatikan bahwa alzat ini meng-
gunakan lafal'am (kata umum), yang mencakup semtn orang, baik
kiabi (Ahli Kitab) maupun orang muslim.
Karena ihr para ahli ushul dari kalangan ulama kaum muslim
menetapkan "bahwa yang terpakai adalah keumuman lafal, bukan
yang dikhususkan untuk melatarbelakangi sebab turunnya ayat".
Sebagai perbandingan dapat Anda simak contoh ini: "Si Fulan
sakit, karena dia memakan makanan yang buruk dan berlebihan.
Maka barangpiapa yang memakan.makanan yang buruk dan berle-
bihan, ia akan terkena penyakit."
Premis pertama khusus untuk si Fulan. Tetapi konklusinya di-
nyatakan dengan lafal umum yang meliputi semua orang yang me-
malen makanan yang buruk dan kotor serta berlebih{ebihan, dan
yang bersangkutan akan ditipa berbrgai penyakit.
Atau Anda katakan: "llasil ujian akhir murid Madrasah Fulaniyah
jelek karena pengelolaan sekolahnp buruk. Maka apa saia yang
buruk pengelolaannya, hasilnya akan jelek."
Bagian pertama pernyataan itu khusus untuk madrasah atau
sekolah tert€ntu. Sedangkan konklusinya berupa pernyataan umum

to23
yang meliputi apa saia yang pengelolaannya buruk -],ang berarti
meliputi sekolatr tersebut dan semua sekolah-- juga tcrmasuk seko-
lah-sekolah lain yang menjadi cakupan keumuman lafal.
I(arena i$ saya katakan, 'Sesungguhnya turunnya ayat-a@tsr-
sebut --tentang Ahli Kitab-- tidak meniadikannya berlaku khusus
untuk mereka, karena ayat ihl menggunalen lafal umum yang men-
cakup mereka dan semua orang yang mempunyai sikap seperd yang
disebutkan inr."
Maka orang yang berakal sehat tidak akan menerima persepsi
bahwa akibat-akibat png disebutkan itu khusus unurk orang Yatudi
atau Nasrani saja. Dalam artian bahwa orang Yahudi dan Nasrani bila
menghukum dengan selain dari apa png diturunkan Allah adalatt
kafir, zalim, dan fasik, sedangkan orang muslimyangberbuat seperti
itu tidak terkena akibat yang ffima.
Pendapat tersebut terlolak dari beberapa segi:
1. Bahwa pendapat ini meniadakan keadilan llahi, karena hal ini
berarti menunjukkan bahwa Allah menakar dengan dua macam
takaran, yaitu takaran untuk Ahli Kitab dan takann unnrk kaum
muslim sendiri. Padahal Allah Ta'ala tidak menilai hamba-
hamba-Nya menurut identitas dan namanya, melainkan menurut
iman dan amalnya. Karena inr Dia berfirman dalam surat an-Nisa':
TPahala dari NIaIr) itu bukanlah menurut angan-arrgarrmu Wg
ko*ng &n tidak(pula) menurutmganarrgan&rli Kb,b. hrang-
siap Wtg mengerialran kejahatan, nimlta akan diDr:tt panfu,-
laan dmgan kejahatan itu...."(an-Nlca'z l23l

Imam Thabari meriwayatkan dalam afsirnya (hlm. 12030) de-


ngan sanadnya dari Abul Bakhtari, ia berkata: Ada seorang laki-
laki bertanya kepada Hudzaifah tentang ayat-ayat ini:

.'bie{Ji
"knngsiap Wg tidak memuhrskan
; v, Kz api ;S
&ai *,,ifiprkan menwut
tang
diturunlran Nkh, malca merelca afuIah orang:orang yng lafir.'
"... mak mercl<a adalah onng-onngltang zalim."
"... malra mercka adalah onngonngyang fasik"

Orang itu bertanya, "Apakah ayat-ayattersebut (ketentuan itu)


untuk Bani Israil?" Hudzaifah menjawab, "Alangkah baiknp

to24
saudaramu Bani Israil fika semua yang pahit untuk mereka dan
semua png manis unnrk kamu. Tetapi tidak demikian, demi AIIah,
saunggunnya kamu akan menempuh jalan hidup merekahampir
sama persis."
Riwayat Hudzaifah ini diriwayatkan fuga oleh Hakim dalam
al-Mustadrah, juz 2, halaman 312-313, dari falan Iarir, dari d-
A'masy, dari Ibrahim dari Hammam, ia berkata, 'IGmi berada di
sisi Hudzaif-ah, lalu orang-orang membicarakan aJrat 'barangsiapa
yang tidak memuhrskan perkara menurut apa )ang dinrrunlen
Allah, maka mereka adalah orang-orang yang kafu.' Salah se-
orang dari kaum itu berkata, 'Ini untuk Bani Israil.' Maka Hudzai-
fah menimpali, 'Alangkah baiknl,a saudaramu Bani l$ail lllra gg
manis-manis itu unurk kamu dan yang pahifpahit untuk mereka.
Tetapl tidak demikian, demi Allah yang diriku di angan-Nya,
sehhgga kamu menyerupai jalan hidupmu dengan jalan hidup
mereka setapak demi setapak.' Hakim berkata 'tni adalah hadits
sahih menurut syarat Syaikhaini, hanya saia mereka tidak meri-
wayatkannya' Pernyataan Hakim ini disehriui oleh dz-Dzahabi."
Pendapat ini memberi pengertian bahwa apa,raqg dinrrunkan
Allah kepada kaum muslim berbeda dengan apa yang dinrrun-
kan-Nya lepada Ahli Kiab. Iiarena iilta Ahli Kitab tidak memu-
tuskan perkara menurut apayang dimrunkan Allah mereka di-
anggap kafir, zalim, dan fasik; sedangkan jika kaum musUm ddak
memutuskan perkara menurut apa yang dinrrunkan Allah rnereka
ddak dianggap seperti itu.
Demikianlah, padahal sudah ddak diragukan lagi bahwa Allah
menurunkan kitab-Nya yang terbaik lepada kaum muslim, yang
membenarkan kitab-kitab sebelumnya selaligus menjadi banr
ujian, di samping ia sebagai kitab yang mu:iiz (xbagarmukiizatl,
yang terpelihara, yang tidak disentuh oleh kebatilan dari arah
mana pun.
Allah berfirman kepada Rasul-Nya:
"Dan Hah Kami turanlro,n kep&muN-Qu,an fuWarnfimrnDatw
kebenaran memfunrkan apa 1ry9 *fururya nitu kitabkitab
(fing ditut:ullrtut s&Iunryn) dn nanirrdf btu ujkn terln@
kitab-kitab ltang lain itu; malra putudranhh p€jttcan m€Jre/fu.menu-
rut ap yang diturunkan NIah dan jnganhh kamu nmgiktti l:avl,a
nalsu merelra dengan meninggalkan kefutaran yang tdal datang
kepadamu .... " (al-Ma'ldah: 48)

to25
3. Bahwa penyaiian kisah-kisatr Ahli Kitab di dalam Al{ur'an dan
penielasan mengenai keadaan mereka, hukum unuk kebaikan
mereka ataupun hukum atas kejelekan mereka, semua iu dlnak-
sudkan agar diiadikan pelajaran bagi kaum muslim, supaya dapat
mengambil lebaikan yang ada pada mereka dan menfauhi lebu-
rukan yang mereka lakul€n. Sebab, llka ddak deNniklan,
penyafian kisatr-kisah seperd tal ddak ada gunaq),a.
ranyataannya, seluruh ulama kaum muslim menfadlkan ayat-
alat khusus tentang Ahli Kitab i[r sebagai kesakstan keimanan
mereka, bahwa disaiikannya ayaa-ayat itu sEbagai petafaran dan
peringatan.
Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang keberaan menuiu-
kan khithab (dtah/pernyataan) lcpada ulama kaum muslim de-
ngan apa),ang diffrmankan lepada Bani Israll di dalam Al{ur'an
dalam ffrman elhh berikut
'Mengapa kamu suruh otanglain maryefia*an fuii*a6 darrg
kamu mdupakan did (k*njibnlnu srliliri @lnl bnu
memtua Nkitab (launt)? Mab, tidalful, *amu bryikir7 lcl-
Baqanh:44)

luga mereka ddak leberaan mengemulekan hhithab lepada


kaum muslim secara umum dengan ffrman Allah yang diturukan
kepada Bani Israil:

W,6ii3q,, { #( ;a*,$hdf
kanu brimn kep& xbagin
"... Arykah (taunt) Nkitab dan
infur terhadry xfugian yang lain? .... " (al-Baqamh: 851

Apabila terhadap hhithmb (firman) yang khusus safa demikian,


maka bagaimana lagi dengan lafal yang umum sebagalmana
dalam ayat-ayat yang sedang kita bicarakan tnl? Yatft dga ayat
)ang menantang setiap penakwil dan men$dentiffkasi setiap
hakim yang menyimpang dari hukum Allatr dengan ttga macam
sifar lefir, zalim, fasik. Seorang pufangga berltata
'I(alau orma sebaang lembing,
aku bisa menfaga diri.
Teapi ada lemblng kesatu, kedua, dan ketiga."

tozg
I(eemlnt: Keccpakatun \Yaltbnp Bcrhukum dengnn ADa )lcng
IXtuunlanAfhh
Orang-orang yang mengatakan bahwa ayar-ayafi tersebut dtur-
runkan berkaian dengan Ahli Kitab, yahudi, dah ttasrani --1rainl
ahli Tauratdan Infil-- tidak bermaksud bahwa menghukum lmimu-
tuskan perkara) menurut apa yang dinrrunkan futan aahm f,t-
Our'_an itu ddak waiib bagi kaum muslim. Hd tud ddak pernatr rcr-
gambakan oleh seorang muslim biasa, apala$ oleh seorang faqth
gau mu{aslr terhadap Kitab Allah. Maka untuli apa Altah menurun-
kan-Kitab-ll)ra fika syariat dan hukum-hukum Jlang ditrandungura
ddak waJib dan mengikat?
- Demikian pula dengirn sebagian merekayanghendak mele,paslan
giri d"ri persoalan pengafran terhadap orang lain --hlngga mdngata-
S^ "p" yang dikatakannya-- tidak terdetak dalam han seorang pun
di antara mereka anggapan bahwa hukumyangditurunkan AMd Ur
tidak mengikat.
Iiarena ittr di antara mereka ada yang mengatakan, "A)rat itu dint-
runkan berkenaan dengan Ahli Kitab, tetapi merupakari kewaftban
bagi kita.'
yang menuniulckan hd itu talah pendapat
- Salah sanr argumentasi
Abu la'far ath-Thabari. Ia memilih pendapat yang mengaAkan
b1!wa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengari orang-oraig kaffr
Ahli Kitab, tetapi pada aktrirnya diwaftbkan berhukum dengan apa
yang diturunkan Allah.
Abu fa'far berkata, 'Pendapat 1ang paling tepat menurut saya
ialah pendapat orang )rang mengatakan bafiwiayat-a]at ini diturun-
kryr Jnenggnai orang-orang kaffr Ahlt Kltab, menglngat rentean a)rat
sebelum dan sezudahnya. Maka terhadap merekalah ayarayat-tnr
dinrrunkan, dan merekalah yang dimaksudkan-Nya. eyat-a1rat ini
dalam rynqtan pemberiaan Entang mereka, matca tteOenOiannya
sebagai pemberiaan Entang mereka adalah lebth tepat
yang Maha Luas
-lika ada orangyang mengatakan batrwa Allah
sebuan-r,5a ttu telah menggenerallsasi semua orang yang ddak ber-
hul-coq dengan apa,,ang dinrrunlon-ltlya melalut pemberiAan inr,
maka bagaimana Anda menfadilonnla bersifat khGus?
fawabannya, bahwa dengan pembertaan itu Allah menggenerali-
sasi_kaum yang mengingkari hukum Allah yang dircaplan di dalam
Kitab-Nya. Sehingga Allah memberitakan tenang mereka bahwa di-
sebabkan sikap seperti itulah mereka menfadi Enr. Oemttrian puta
semua orang yang tidak mau berhukum dengan apa yang dinrrunkan

tu27'
Allah karena ia mengingkari hukum itu, maka dia telah kafu kepada
Allah sebagaimana fiang dikaakan Ibnu Abbas. Hal ini dikarenakan
keingkaran mereka terhadap hukum elah serclah mengetahuinya,
sama halnya dengan mengingkari nabi-Nya setelah mereka tahu
batrwa dia seorang nabi.'
Dengan penfelasan ini selesailah kercrangan orang-orang )rang
mengatakan keumuman a@-ayat tersebuL dengan membedakan
antafir bermacam-macam hakim beserta sikapnya. Inilah pendapat
yang saya kemukakan dan dikatakan pula oleh sedap omngalim ahli
atrqiiq latrli memutuskan perkara). Mereka tidak merrgaftrkan socara
mutlak kepada setiap orang yang menyimpang, melainkan mereka
rinci persoalannya.

Pendalnt Sayfd Rasyfd Rldbs


Mengomentari ayau-apt di dalam surat d-Ma'idatr, al-Allamah
Rasyid Ridha mengatakan di dalam tafsirryra:
'Kata-kata trf (kafir), zhulm (zalim), fsq (fasik), yang sirhr per
safi datang dahm Al{ur'an menuniulckan satu hakikat dan muncul
dengan makna-makna yang berbeda-beda sebagaimana telah saya
jelaskan dalam menafsirkan ayaft "Dan orang-orang kafir ihr addah
orang-orang yang zalim", ,ang tercannrm dalam surat al-Baqarah
(ayart254; Penf).
Para ulama ushul dan furu' mendefinisikan istilah hqt Gafu) de-
ngan pengertian "keluar dari agama dan meniadakan (menolak)
Dinullah yang benar", berbeda dengan lafal zaltm dan fasik. Semen-
tara inl, tidak ada seorang pun dari mereka 1rang dapat menolak
penggunaan lafal al-kufr (ltafir) oleh Al-Qur'an untuk sesuatu yang
bukan kafir menurut kebiasaan mereka, tetapi mereka hanya me-
ngatakan: "Kuftw ituuruhufin" (kekafiran di bawah kekafuan). fuga
mereka tidak bisa mengingkari penggunaan lafal zalim dan fasik
untuk sesuatu )ang merupakan kefasikan menurut k€biasaan mereka.
selain inr, tidaklah saiap kezalfunan atau lefasikan dianggap sebagai
kekafuan (l€fr) menurut mereka, bahkan mereka tidak mengguna-
kan lafal kafir untuk sesuiltuyangmereka namakan zalim atau fasik.
oleh sebab itu, hukum )rang pasti tentarng kafirnla orang png tidak
berhukum dengan apa yang diturunkan Allah merupakan t€mpat
pembahasan dan takwil bagi orang yang dapat mengompromikan
antara 'urf (kebiasaan) dengan nash-nash Al{ur'an.
Apabila kita kembali kepada riwayat yang ma'rsur dalam menafsir-
kan ayat-ayat tersebut, kita lihat mereka mengutip beberapa penda-

rcza
pat dari Ibnu Abbas r.a., di antaranya ialah perkataan tleliau: "hufrwr
druru hufin (kekafuan di bawah kekafiran), zhulmwr iluwu zhulmin
(kezaliman di bawah lrczaliman) danfsqun iluww frsqin" (kefasikan di
bawah kefasikan). Di anaranya lagi ialah bahwa ketiga ayat tersebut
khusus unnrk kaum Yahudi, tidak ada satu pun unnrk orang lslam.
Diriwalatkan pula dari asy-Sya'bi bahwaayatpertama dan kedrn
(al-Ma'idah: 44 dan45) adalah unmk kaum Yahudi, s€dangkan ayat
ketig (al-Ma'idah: 47, adalattuntuk kaum Nasrani.638Inilah rindan
yang zahir $elas), namun hal ini tidak berarti meniadakan cakupan
ancanumn)ra lcepada setiap orang di antara kiayang bersikap seperti
mereka dan berpaling dari kitabnya (Al-Qur'an) seperti berpalingnya
mereka dari kitab-kitab mereka. Dan Al-Qur'an penuh dengan ung-
kapan yang dapat diterima oleh akal dalam memahami sesuatu yang
serupa dengan apa )rang diungkapkannya inr. Riwayat dari Hudzai-
fah dan Ibnu Abbas sebagaimana yang telah saya sebutkan di muka
juga diiadikan dalil dalam hd ini.
Konteks dua ayat yang pertama adalah mengenai orang Yahudi,
sedangkan a),at ketiga mengenai orang-orang Nashara, tidak lebih
dari ihr. Tetapi ungkapan yang digunakannya adalah umum, ddak
ada dalil )ang menunjukkan kekhususannya, dan tidak ada yang
menghalangi fika seseorang hendak mengatakan bahwa kekafiran
yang dimaksudkan dalam ayat pertama itu adalah kafir besar, demi-
kian fuga dengan dua ayat yang akhir, fika sikap berpalhg atau
keengganan berhukum dengan apa yang diurunkan Allah im timbul
dari sikap menganggap buruk rcrhadap hukum Allah, tidak mau tun-
duk kepadanya, dan mengutamakan (menganggap lebih utama) ke-
pada hukum yang lain. Persepsi seperti ini akan segera muncul de-
ngirn melihat konrcks ayatyang pertama dengan mengetahui saba-
bun-nuntl-nya, sebagaimana dapat Anda lihat dalam gambaran saya
terhadap makna lafal itu.
Kalau Anda mau merenungkan sedikit saila ayat-ayx tersebut
niscaya akan ampak titik rcrang mengenai ungkapan sif-atkafir dalam
ayat perama, sifat zalim pada ayat kedua, dan slfat fasik pada ayat
ketiga. Lafd-lafal itu datang dengan makna-makna aslln),a menurut
bahasa, sesuai dengan istilah para ulama.

6hirrqyat dart S5n'bi scDagalmana rtlrtrraatton ath-Thabart "A),at peraoa una*


kaum muslim, 6rat kedua unurk orang Yahudi, dan ayat kcdga unark orang t{ashara lhn
pendapat lnilah png dipllth oleh Ibnul 'Anbi sebagaimana disebutkan dahm klab bcllau
Ahhanul-Qur'an.'

to29
Dalam ayat perhma, topik pembicaraan berkisar mengenai Asyri'
(penurunan sJrariag dan penurunan kitab yang mengandung petun-
juk dan cahaya s€rta perintah terhadap para nabi dan ulama yang
biiaksana untuk mengamalkannya dan berhukum dengannya, juga
benuasiat untuk memeliharanya. Pembicaraan ini diaktriri dengan
penielasan bahwa setiap orang yang tidak mau berhukum (memu-
ilskan perkara) dengannya -karena memang ia tidak panrh kepada-
nya, karena benci terhadap petuniuk dan cahalzanya, atau karena
lebih mengutamakan yang lain-- berarti telah kafir terhadapnya. Hal
ini sudah sangat jelas, dan di dalamnya tidak t€rmasuk orang )rang
merasa sesuai berhukum dengannya atau orang yang tidak herhu-
kum dengemnya karena dia tidak mengerti kemudian dia bertobat
kepada Allah. Sebab orang seperti ini adalah orang yang berbuat
maksiat karena mengabaikan atau tidak berhukum dengirnnya, ),ang
ddam hal ini Ahli Sunnah menfauhkan diri untuk menyebutnya
kafr. Di samping'itu, konteks kalimat menunjukkan alaian yang
saya kemukakan di atas.
Pada ayat kedua, topik pembicaraan bukan mengenai prinsip
kitab yang merupakan rukun iman dan peneriemah ad-din, melain-
kan tentang hukuman terhadap orang-orang yang melampaui batas
terhadap jiwa atau anggota badan dengan adil dan seimbang. Maka
barangsiapa yang tidak berhukum dengannya berarti ia zalim di
dalam hukumnya, sebagaimana yang tampak secara zahir.
Sedangkan ayat ketiga memuat penielasan mengenai petuniuk
Injil, yang kebanyakan berisi nasihat, adab, dan aniuran menegak-
kan ryariat menurut cara yang sesuai dengan mal$ud pembuat sya-
riat dan hikmah-Nya, bukan menurut zatrlafal semata. Maka ba-
rangsiapa yang tidak berhukum (memutuskan perkara) dengan pe-
tuniuk ini -bagi mereka yang dikenai pembicaraan (firman) ini--
mereka adalah orang fasik karena telah melanggar dan keluar dari
batas-batas adab syariat.
Pada kenyataannya, banyak orang muslim yang membuat syariat
dan hukum sebagaimana yang dilakukan orang-orang sebelum
mereka, kemudian mereka tinggalkan sebagian hukum yang telah
Allah turunkan. Orang-orangyang meninggalkan hukum yang ditu-
runkan Allah di dalam Kitab-Nya, bukan karena kekeliruan penak-
wilan, melainkan karena meyakini kebenaran hukum yang tidak
menurut apa yang diturunkan Allah itu, male tepatlah bagi mereka
sinyalemen Allah dalam ketiga ayat tersebut atau sebagiannya,
masing-masing menurut keadaannya. Barangsiapa yang menolak

1030
melaksanakan hukum had mencuri, menuduh berzina, atau berzina,
tanpa tunduk kepadanya, karena menganggapnya jelek dan meng-
utamakan hukum-hukum buatan manusia, maka dia adatah kafir
secara qatht. Sedangkan orang yang tidak berhukum dengan apa
yang diturunkan Allah itu karena alasan lain, maka dia adalah zalim,
jika dalam hal ini terjadi pengabaian hak atau mengabaikan keadilan
dan persamaan. Jika tidak begitu, maka dia hanya fasik saia, sebab
lafal fasik lebih umum daripada lainnya. Maka setiap orang yang
kafir dan zalim adalah fasik, tidak sebaliknya. Dan hukum Allah
yang umum, mutlak, dan meliputi, sebagaimana yang terdapat dalam
nash dan lainnya, yang diketahui dengan jalan ijtihad dan istidlal
(mencari alasan dan indikasinya) adalah keadilan. Maka di mana
pun dijumpai keadilan, di sinrlah hukum Allah
-sebagaimana dika-
takan oleh seorang ahli.
Akan tetapi, apabila didapatkan nash png qarh'i tsubutdan dilalah-
nya (pasti/meyakinkan periwayatan dan petunjuknya) maka tidak
boleh berpaling kepada lainnya, kecuali fika bertentangan dengian
nash lain yang memerlukan pentariihan (penguatan salah satunya
dengan metode tertentu), seperti nash tentang menghilangkan ke-
sulitan dalam bab darurat."
Demikianlah pandangan Syekh Rasyld rahimahullah mengenai
masalah tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah. Ke-
t€rangan beliau demikian jelas dan terang serta terperinci bagi orang
yang ingin mengetahuinya. Tentu saja, tidak boleh mengambil seba-
gian perkataan beliau terlepas dari sebagian yang lainnya, lantas
menuduh beliau gegabah, salah, dan kacau balau. Sebab tuduhan
semacam ini termasuk kezaliman terhadap mushlih (tokoh islah/per-
baikan) yang agung ini.

Bantahan Seputar Pendapat Ibnu Abbas


Sebagian mereka menganggap Ibnu Abbas berpendapat dengan
membatasi keberlakuan ayat-ayat tersebut pada sabahun- nuzul-nya,
dan dalam hal ini mereka membantah penulis Islam terkenal al-
Ustadz Fahmi Huwaidi. Saya tidak tahu dari mana mereka menisbat-
kan pendapat ini kepada Ibnu Abbas? pendapat-pendapat Ibnu
Abbas dalam menafsirkan Al-Qur'an yang diriwayatkan dari beliau
mengatakan bahwa beliau tidak berpendapat seperti itu, kecuali
dalam ayat-ayat yang terbatas yang konteksnya menunjukkan ke-
pada kekhususan, bukan lang menunjukkan keumuman. Adapun di
luar itu, beliau mengambil keumuman lafal, bukan kekhususan sebab.

1031
Alasan palingielas mengenai hal ini ialatr pendapatbeliau tentang
ayat-ayatyang iircannrm dalam surat al-Ma'idatr. Attt-Thabari dan
tiinnvi --Setigaimana saya sebutlen sebelumnya-- meriwal'atkan
tentang penjelasan beliau (Ibnu Abbas) terhadap penggalan -ayat
'mereka-adalah orang-orang yang kafir', battwa yang dimaksrtd
adalah lekufuran 1ke[afiran) terhadap ketentuan hukum inr, bukan
seperti orang yang kafu kepada Allatr, malalkat-malaikat-N,'a, kitab-
kitab-ttya, dah rasul-rasul-Nya. Sebagaimana diriwayatkan pula $ari
beliau 6ahwa beliau membedakan antara orang )'ang mengingkari
hukum Allah dengan orang yang masih mengakuinya (tetapi ddak
melaksanakannyal. Orang yang pertama adalah kafir, sedangkan
-
yang kedua zalim dan fasik.
Ibnul Mundzir meriwayatkan dari beliau (Ibnu Abbas) bahwa
beliau menyangkal orang yang menganggap ayat-ayattersebut khu-
sus untuk ahli rcitab, dengan mengatakan, 'Paling utama kaum ada-
lah kalian. fika sesuatur itu manis maka untuk kalian, dan iika pahit
untuk Ahli Kitab." Seakan-akan berpendapat bahwa ketentuan
(ayat) tersebut untuk kaum muslim.63e

Anggapan yang Keliru tentang Makna l(ata'Al-Hukm"


Adapun orang yang mengaakan bahwa lafal al-huhm (hukum/me-
mutuskan hukum atau perkara) dalam Al-Qur'an ihr hanya unfirk me-
mutuskan perkara yang dipersengketaka_n qtaforalg --maksudnya
tidak ada hubungannya dengan qspek politik, administrasi, atag Per-
undang-undangan-- dengan aasan Allah berfirman "11$itdin\3
(Dan futuskanlah perkara hukum dl antara mereka), tidak berfir-
mani!${,$3.oun hukumilah mereka), maka anggapan ini tidak
dapat diterima secara mutlak.
Barangsiapa membaca ayat-ayat dalam surat al-Ma'idah secara
keseluruhan niscaya akan ia dapati padanya sesuatu yang meliputi
peradilan, perundang-undangan, administrasi (pemerintahan), poli-
tik, dan sebagainya.
Dalam membicarakan Taurat, Al-Qur'an menyebutlan:

./,
l$i64\V61',33i Lrln e'{_,!r\ff5:(,y
69Ddnukil dari ad-Durrul-Mdntsur, karya as-Suyuthi.

1032
'tslt'rsg.jovLaiLirM

qK4i;s\fufi'Ap)ii;;*i;t'Fr'
@i,i;;<tt?,Ai*,ntdit
"kunguhryta lhmi telah menutunl<an kibbTaunt, di dalannn
a& ptunjuk hn calryayng menenntgi, mng&lan kitab itu di-
putuslcan prkan-prlran orang Yahudi oleh nabi-mbi yang
menpnlrhn dfui kepa& Nlah, oleh orangonng alim mercka &n
prde/a.-arlndeta nere*a, di*bbkan merrlrr- dipntahlran
firemelillr,lra kitab-kitab Nlal, dan mereka menjadi saki terha&p-
rya. Karun iat iangnt* kamu tahrt kep& manusia tetapi takut-
lah kep&-Kt. Dn lWulah kamu menukar antant-Kt dengwt
har$a t'ang dim WanOlaW grg ti&lc merrnfits&an menutut
apa grg dihrunhn NIah, maka merc*a dalah onngenngqg
kafir." (al-Ma'ldah: 44)

Maka kaa "hukum" (dengan berbagal variasi bentukrlya) di sini


lebih umum daripada seledar menyelesaikan persengk€taan anara
orang-orang yang sedang bersengketa.
* ."rn
menlelaskan posisi tnfll, Al{ur'an menyatakan:

cr #Z i ;S i*X iire.;;i*i S H ;
@<,j*i'&,1{.lt'Kt$1
Dan hen&khh oruW-omg pngik t Injil metnrtu*an ptlan
menutut ap yng dittttukan Nlah di &lamrya krangpiap tidak
memutudran prlan menurut apa Wg ditutunkan Nhh, maka
mercf<a adalah onng{nng yang fask" (al-Ma'ldalr: 47}

Di samping im, telah diketahui batrwa Iniil bukantah kitab hukum


yang menjadi rufukan para hakim ddam menyelesaikan masalah-
masalah yang dipertentarrykan orang, tftapi ia adalah kiab 1ang
berisi pesan-pesan, nasihat, adab, dan tatakrama. Maka memutus-

to35
kan perkara meruut apa,ang dihrrunkan Allah di dalamnla itu tidak
sebatas apa yang dikemukakan oleh penggagias pendapat di atas
(yang menganggap perkataan "hukum" di sini hanya dalam menye-
lesaikan persengketaan; Penl J.
Andaikanlatt perkataan atau anggapan ini benar, dan perkaaan
"hukum' inr han;a berarti mengadili dan memuurskan perkara dalam
persengkeaan-persengkeaan, maka apakah para penguasa, lepda
negara, pemegang kekuasaan legislatif dan eksekutif telgpas $ari
tanggung iawib berhukum dengan apa )ang dinmnkan Allah? ndah
anggung jawab itu dipikul bersama (Jrakni penguasa atau ltepla
negua, badan lqislatif, dan sebagainy4 Penf .) sebagaimana dite-
tafl<an para muhaqqiq dari kalang;an ulama masa kini.
-
Al-Allamah Rasyid nidha berkata, 'Hukum tentang kafirnla hakim
yang memutuskan perkara dengan undang-undang (yang tidak me-
hurut apa yarrg diturunkan Allah) ittl iuga berlaku bagi para penguasa
leksekuti$ dan badan pembuat undang-undang flegislad$. Ihrena
lada kenyataannya kedua badan tnilatr yang bertan-ggung J"y"b
ienuh teitraaap undang-undang tersebut, sementara hakim-hakim
inr hanyalah badan yudikatif yang melaksanakan peradilan dengian
mengacu pada undang-undang yang bersangkutan.'
Demikian pulalatr yang dikatalan Syekh SSalnrt di dalam al-Fatmrya.

Perkataan "Syarlah" dllnm Al-Qur'an dan Petunfuknya


Salatr sanr k€ganiilan dari sekian banlak pendapat sebagian orang
pada zaman sekarang --yang mereka nrlis dalam,beberapa buku atau
inereka sebartuaskan dalam-media massa-- ialatr perkaaan merela
bahwa lafal "syariah" han),a sekali safa disebutkan dalam Al-Qur'an,
yaitu dalam surat al-latsiyah:

q;;:6jJi6#;eaWt
'Kemudian lhni jadil<an kamu benda di atas suatu syafiat (per'
atunn) dari urusan agama itu, malra ikutilah syaiat itt '..."(al'lat-
styah: 18)

Dalam hal ini mereka berargumen bahwa Al-Qur'an tidak meng-


anggap persoalan syariah sebagai sesuahr yang penting dan perlu
mendapatkan perhatian.
ttaliu persepsi dan argumentasi mereka ih'r benar demikian, maka
sala katakan nanua rchm juga tidak memperhatikan masalah akhlak

to34
sebab ia tidak menyebut-nyebut akhlak kecuali dalam memuji Rasu-
lullah saw.:

"Dan wunguh4n kamu benar'benar furablah yang agung."


(af-Qalam;4)

Saya katakan ptrla batrwa lslam tidak memperhatikan tEtlhay1ng


utami (fadhilahi, karena perkaaan "fadhilah' tidak didapati di
dalam Al-Qur'an.
Bahkan kalau anggapan mereka iar benar, maka bisa kita kata-
kan bahwa Al-Qur'an tidak memperhatikan akidah, sebab perkaaan
"akidah" tidak pernah disebutkan dalam Al-Qur'an baik dalam ben-
tuk ma'rifah maupun nakirah. Demikian iuga tidak diiumpai dalam
As-Sunnatr al-n{usyanafah.
Italau kita mengamalkan paham-patram, nilai-nilai, dan aiaran-
ajaran dengan pemahaman yang sempit dan menggunakan tiniauan
,ang pincang ini, niscaya urusan meniadi kacau balau, kebenaran
ilan-liebatilan campur aduk, dan kia akan terpuruk di ialan yang
sesat.
Maka yang wajib bagi kita ialah mencari kandungian_tema di
dalam Al--Ourlrn dan As-Sunnah, tidak terpaku pada kaa-kata dan
istilah-isdlah yangbaru dibuat orang setelah berldunya nursa hrrun-
nya Al-Qur'an.

XELIMA
saya percaya bahwa ddak ada seorang atim pun yang melarang
meryifati orang yang tidak memutuskan perkara menurut.apa )'ang
diturunkan atUh aengan identias kafu, karena ia menyifati yang
bersangkutan dengan apa yang disifatkan Allah di dalam Kitab-Nya
yang te;ang, sebagairnana Dia menyifatinya dengan zalim dan-fasik.
ivtatih orang yang berhenti (mengikuti) nash Al-Qur'an dan lafalnya
tidaklah ia tiitudutr salah atau menyimpang, dengan menafsirkan
lcekafran sesuai apa yang ditafsirkan Ibnu Abbas dan lainnya, yaihr
bukan kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama, tetapi
lcekafuan di bawah kekafiran, serta membedakan antara orangyang
.mengingkari hukum Allah dan yang mengakuinya (hanl,a Yia ia
tidaf menerapkannya), sebagaimana yang dibedakan oleh Turiuma-
nul Qur'an (penerjematr Al-Qur'an, yakni lbnu Abbas; Penf.) dan
para ulama ahli tahqiq.

1035
Dua Perkara Pentlng
Ada dua perkara pentingyang perlu diperhatikan oleh hakim (dan
para penguasa dalam segda bidangnya) dan bagi mahhum (orang
yang dihakimi, yang berperkara, yang terkait dengan persodan
hukum, rakyat). Kedua hal tersebut adalah:
l. Bahwa meyifati seseorang dengan zalim dan fasik itu bukan per-
kara kecil, yang nantinya segala urusannya akan dianggap remeh
dan hina. Bukan hanya kekafiran yang mengeluarkan pelakunya
dari agama saia )ang perlu ditakuti, tetapi kezalfunan dan kefasi-
kan itu pun termasuk sesuanr )ang sangat ditakuti oleh orang
muslim )rang punya perhatian besar tcrhadap agamanya, takut
dan khawatir tlhadap dirinya, dan mengharap bertemu Rabb-
nya. Allah berfirman:
'... Ingathlq kttukan Nhh ditinplan aB oqgoatgyngalim'
(Hud: I8)
'... dan NhL tidak manybi orurg{nng yang zalim.' (Alt Innn:
571
'... *snnguhnya Nlal, tidak menbi Ftuniuk k@ onn*
orang yng alim' (al-Ma'ldah: 5I )
'... dan Oarangldapa di antan *r,mu yang Drlbuart zalin nixan
lhmi rasahn Wnn azab pg bar.'(al-furqan: 19)
"... funguhnya orarryarang yang zalim tidak abn futurrhtng.'
ffttcuf:23)
'... Dan orurgprurg nng zalim iru kdak ahn marydahui ke tan'
pt mana flraueta ala n kqnbali.' (aslrSln'eraz 22Tl
'... bangphnya Nlal, tidak membi Ftunlu* k@ onng'
onng lang tasik'(al-Munallqun: 6)
"... Sr*lttruk-buntk pangilan ialah (parwilan) fadk seslt&h Dcr-
iman ....'lal-Hulurat: I I)
'... dan tiarni limpahn kep& orangonqg yang zalim snksaan
WW lrelrw Mtlan mere/ra dah, ffiurit fuik'(nl-A'nl: 165)

2. Bahwa beftukum dengan selain apa png diamnkan alhh inr


-meskiprn bukan lakafiran yang mengeltrartan pelahmya dari
agalrlr bila si hakim tidak mengingkari Eariat Allah-- seom pasti
menrpakan hukum yang bertenangan dengan lslam, dan si pelaku

1036
diduga merelakan dirinya meniadi zalim dan fasik Dan hal inl
bukan berarti kezaliman sesaat dan kefasikan sehari, tatapikeza-
liman png konsan dan kefasikanlang kekal sekekal meng[rukum
dengan selain apa yang diturunlen Allah. IQrena i[r, Ieberadaan
hukum senncam ini merupakan kemunkaran seqtra meSakinkan
dan menurut iima' (kesepakatan ulama), serta mendiamkannya
(membiarkannya) juga merupakan lemunloran menurut kqa-
kinan dan ijma', sedangkan menentangnla dan memeranginya
merupakan leutaiiban menurut tqakinan dan iima'. l\{aka meniadi
h€as Ahlul-Hafli ual-'Aqdi --senncam lvfaielis/Daran Perunkilan--
untuk mengubahnya melalui jalur perundang-undangan. fika
tidak bisa, maka dengan kekuaan militer, aau dengan kekuaan
massa, tetapi dengan syarat ada lcemampuan dan ddak akan me-
nimbulkan fitnah serta kemunkaran yanglebih besar. trlaka pada
waktu itu dipilihlah mana yang kedaruraannl,a lebih kecil, dan
diterima numa yang mafsadatnya lebih ringan, dan bergantilah
jihad png wajib dari menggunakan tangan meniadi mengguna-
kan lisan, kemudian dari lisan beralih dengan had, dan yang
demikian ini merupakan peringkat iman yang paling lemah.
Imam Muslim meriwayatkan di dalam kitab sahihnya dari Ibnu
Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"Tiafu wnng pun nabi yng diutusNlah keph statu wrnt *-
belumku melainlcan ia mempunyai teman-tennn dan salafut-
sahafut dad lrahngru umafrrya yang menganbil amnhnya en
mengihtti perintahrya Kemudian ryningal nretrJra a*an mun-
culpngganti-pngutti yng mengatfun apayng tidal< merr*a
kerjalcan, dan mengerjahn apa Wrg tidak diprinblrkan kWh
merelra. hnngsiary WU memenngi mereJra daryan tangn rya,
mah dia adalah mulonin; bnnSsiap yang memerutgt mereb
dengan li*nnya, mal<a dia adalah muhnin; Mrarzgsiap tang
men enngl merckadenganhatirya, makadiaadahl, muknin Dan
jilra uplta terakhir ini pun tid* ada malra tidak da W inlan di
hatinn medripun harya *Drunt biji awi."

Allah memfirmankan kebenaran, dan Dia-lah png memberi pe-


tuniuk ke ialan yang lurus.

to37
I
UMAR BIN ABDUL AZIZ TIDAK
MENGERTI POLITIK?

Pertanyaan:
Kami membaca buku-buku tariktr (serarah), bulqr-buku pendltik-
an Islam dan lainnya, semuanya menyatakan ballrya Umar 6ln amut
Azlz,khalifah bani Umalyah, adalah rcrmasuk pemirnptn pemerin-
tahan Islam yang sangat adil, utama, mengerti fiqih, dan bagus poli-
tiknya, sehhgga disifati sebagai 'khalifah yang lurus,, ilan btetr
kebanyakan ahli tarikh serta ulama ia dianggap seUagai "Khulafa ar-
Rasyidin yang kelima'.
Akan t€tapi, kami dikejutlen oleh tulisan seorang penulis sekuler
y-ang somlong dan tertipu, yang menulis di suatu malalah yang sarat
dengan tulisan yang memusuhi Islam dan dakrrah Ishm. fiia menye-
Fqg Uqg bin AMul taiz denganserangan yang belum pernah dila-
\yt f, oleh seorang pun menurut pengetatriran-kami. pbnuts yang
dimaksud ialah Husen Ahmad Amin.
. Hingga kinilami belum tahu atas dorongan siapa dia menghitam-
kan lembaran{embaran ini, dan siapa pula yang-mengiambil keun-
fingan di balik pencorengan dan pemuarbalikan-warisan peradaban
serta serarah kita ini.
Penulis yang sombong dan ceroboh ini berkata:
. 'l:ldak saqf prrn dart khalifah-khalifall bani Umalryatr )rang men-
dapatkan pentlaian sedemikian ttnggi oleh orang-orang taicwa-selain
Umar bin Abdul ltzu, yang karena kebodohannya ter-iradap urusan
politik telah menjadi saham bagi kehanorran dan kejatuhan Daulah
Bani Unnlyah dan berpindahnp kekuasaan dari tangan bangsa Arab
ke tangan bangsa Pg1si2."6'o
Sementara itu dalam edisi yang lain --edisi t7-4-t414 Hfig-t-
1984 M-- mafalah tersebut menghujat para fuqaha dan ahli tarikh,
kemudian menuduh mereka telah bersekongkol untuk memutarba-
likkan sejarah, sehingga menimbulkan pemanaangan yang "roman-
tis" --menurut istilah yang dibuatnya-- bag manusia. Menurutnya,
kaum muslim t€minabobokan melihat Khdifah Umar bin Abdul ALiz

ffillrplah at-uushawrvar, Ielro, edisi 9-12- l gg3.

1008
sebagai khalifah yang agung. Selain itu, sang penulis ..n ou,
khdifah bahwa politik keuangan dan membawa
kehancuran bagi negara (daulah). I*bih laniut dia menyatakan:
"I(aum muslim berkomat-kamit mulutnya karena meftNa kagum
akan sikap Umar bin Abdul lww terhadap gubernurnya di Himsh
yang menulis surat kepadanya: 'Sesungguhnya kota Himsh tclah
roboh bentengrya, maka saya memerlukan izin Amirul Mukminin
unhrk memperbaikinya.' Kemudian Umar menjawab, 'Amma ba'du,
bentengilah dia dengan keadilan.'"
Sang penulis yang membebani diri di luar kemampuannya ini
mengomentari jawaban tersebut dengan mengatakan:
"fawaban ini --meskipun bermuatan balaghah yang disukai
banglsa Arab-- merupakan ancaman terhadap parlemen ddam sistem
demokrasi."
liami berharap Ustadz berkenan menielaskan pandangan Umar
bin Abdul Aziz yang xbenamya. Dan apakah ilduhan yang dilemu-
kakan penulis itu ada dasar atau alasanyangdapatdijadikan acuan?
Mudah-mudahan Allah memberikan pertolongan l@pada Ustadz
untuk menjawab arogansi terhadap salah seorang lambang umat ini.
Semoga Allah memberikan balasan yang sebaik-baiknya kepada
Ustadz.

Jaanban:
Saya telah membaca apa yang dinrlis oleh penulis tersebut tenang
Umar bin Abdul Aziz, tantau,;tg salaf ash-shalih, dan tentang syariat
Islam. Saya sendiri tidak mengerti bagairnana orirng seperti ini dito-
lerir untuk menohok ke sana ke mari, sikut sana sikut sini, ngomong
begini dan ngomong begitu seenaknya tanpa ada seorang pun yang
menolaknya?

Dalcnraan yang Tidak Berdasar


Saya tidak tahu landasan ihniah yang dijadikan piiakan oleh
penulis arogan dan ceroboh ini untuk melontarkan bermacam-
macam daknaan kepada Umar bin Abdul fsiz.Karena tuduhannya
itu benar-benar tertolak, baik dilihat dari sudut pandang logika,
ijma', biografi tentang Umar, apalagi dari bekas-bekas kebijaksana-
annya.
Menurut lodka, tidaklah masuk akal Umar bin Abdul Azizndak
mengerti politik dan urusan pemerintahan, sebab ia adalah putra

lo39
keluarga pemegang kendali pemerintatran bani UmalSrah yangnrlen.
Aphnya adalah AMul Adzbnl[atwan, dan pamannfta adalah Abdul
kedu daulah bani Umaylrah. Dan putra-
Malik bin Marwan, pendiri
putra bibinya adalatr khalifah-khalifah al-walid, Hisyam, <[an
Sulaiman, yang juga berhubungan perbesanan dengannya, karena
Fatimah, istrinya, adalah putri Abdul Malik, png oleh seorang
pujangga pemah disinyalir dengan perkataannya;
"Putri seorang khalifah,
dan suaminya seorang khalifah
Saudara khalifah,
dan datuknya juga seorang khdifah.'
Ayahnfa meniabat sebagai Gubernur Mesir, png meliputi wilafh
keamiran Madinah dan Mesir.
Dengian beStu, sangat tidak logis apabila orangyaqg dibesarkan
dalam lingkungan keluarga seperti itu dan bergelut dengan berbagai
jabatan --hingga dikukuhkan untuk memegang fabaan teringgi,
yakni khalifah-- tidak mengerti polidk dan pemerintahan. Selain itu,
juga tidaklah masuk altal ,ika keberagamaan sefta komifinennya
pada keadilan dan ketakrraan menjadi sebab terhalangnya dia memi-
liki kecakapan politik yang representatif.
Menurut ijma', seluruh umat sepakat bahwa setelah I(hulafa ar-
Rasyidin tidak ada khalifah yang sebaik Umar bin AMul Aziz,l<arena
ihr mereka menyebutnya dengian Khulafa ar-Rasyidin kelima. Se-
hingga ketika golongan Abbasiyah dan para pengikutnya mcmbong-
kar kuburan-kuburan bani Umalyah (penguasa bani Umagrah) --
pada saat Abbasiyah baru merebut tampuk kekuasaan-- ddak se-
orang pun di antara mereka yang berpikir untuk menggali kubur
Umar bin l$dul luiz.
Sejarah menuturkan bahwa Umar adalah seorang politisi dan
administrator kelas satu.
Baiklah saya kemukakan beberapa peristiwa yang menuniukkan
kearifan dan keb{akan politiknya, keandalan sistem pemerintahan-
nya, dan kebagusan pemahamannya terhadap urusan keduniaan dan
keagamaan sekaligus.
Para atrli tarikh meriwayatkan dari Umar bin Abdul lu;izbahwa
putranya yang bernama Abdul Malik pada suatu hari bertanya ke-
padanya, "Mengapa Ayahanda tidak melaksanakan urusan-urusan
itu? Demi Allah, saya tidak peduli, meskipun periuk-periuk akan

1040
mendidih karena aku dan engkau dalam membela kebenaran."
Pemuda yang takwa dan pemberani itu menghelffii agar ayah-
nya -yang t€lah dianglrat Allah menjadi Amirul Mukminin- menye-
lesaikan segala kezaliman dan kerusakan secepatnya dan sekaligus,
tanpa ditunda-tunda dan diiadikan bertahap, biar apa pun yang ter-
iadi. Tetapi apakah jawaban sang ayah yang saleh, khalifah yang
lurus, dan ahli fiqih yang mujtahid itu?
Umar meniawab, "Wahai Anakku, janganlah engkau tergesa-
gesa! Sesungguhnya Allah telah mencela khamar lewat Al-Qur'an
sebanyak dua kali, dan mengharamkannya pada kali yang ketiga.
fika aku memalsakan kebenaran kepada manusia dengan sekaligus,
aku khawatir mereka akan menolaknya sekaligus pula, sehingga hal
ini menjadi fitnah."641
uaksud ldtalifah yang lurus itu ialah agar semrra diselesaikan
secara b[al$ana dan bertahap, dengan mengambil penrniuk lcepada
metode Allah Ta'ala dalam mengharamkan khamar kepada hamba-
hamba-Nya. Cobalah Anda perhatikan alasannya yang bagus dan
jitu, yang menuniukkan kedalaman pemahaman politik syar'iyah-
nla: "fila memaksakan kebenaran kepada manusia dengan sekali-
gus, aku takut mereka akan menolaknya deng;an sekaligus pula, se-
hingga hal itu akan menjadi fitnatt."
Maimun bin Mahran meriwayatlan darinya, dia berkata, 'Aku
menginginkan sesuatu dari urusan umum -)ang berhubungan de-
ngan urusan masyarakat-- tetapi aku takut had mereka ddak dapat
menangguqgnya, lalu aku keluarkan bersamanya sntu keinginan
dari keinginan-leinginan dunia. Ihlau hati mereka men$ngkari
yang ini, merels akan menerima )rang ini."{2
Maksudnya, janganlah dia mengeluarkan suatu ketetapan/ins-
truksi yang bersentuhan dengan persoalan masyarakat yang dipan-
dangnya benar, yang berisi tugas dan pembebanan, melainkan diser-
tai pula dengan peranrran/instnrksi yang mengandung kemasla-
hatan unnrk keduniaan mereka; jika mereka mengingkari (merasa
keberatan) terhadap Jang satu, maka mereka diharapkan merasa
senang dengan ),ang satun),a. Demikianlah cara menetapkan l(ebiial(an
yang dilakukan orang-orang arif dalam politik hingga saat ini.

fflLitrat, al-Muwafa4at, kar,,a asy-Syathibi, jw 2, hlm. 94.


64zUmC Alanin-Nubal4',karyaadz-Dzahabl,Juz 5, hlm.
Siyaru lzg-Lfi, dan al-Biilayah
wan-Nihayah,juz 9, hlm. 20O.

todl
Pada kesempatan lain, anaknya yang beriman itu menghadap ke-
padanp dengan semangat yang menyala-nyala, memarahinya, dan
mencelanya sambil berkata:
'wahii Amirut Mukminin, apa )ang akan engleu katakan k€pada
Tuhanmu nanti fika Dia bertanya kepadamu, 'Engkau fihat btd]att
t€tapi tidak engltau tnatikan, atau engkau lihat Sunnahtftapi tidak
engftau hidupkanZt'' Maka sang ayah meniarYab, "Mudah-mudahan
AIEh meratunadmu dan membalasmu sebagai anakyatrybailc wahai
Anakku, sesungguhnya kamu mengikat perkara ini seikat demi se-
ikat, sesimpul demi sesimpul. fika engkau demikian menggebu-gebu
untuk melepaskan apa yang ada di tangan mereka, aku takut mereka
-menimbulkan
menentanglo d*gan banyak pernrmpahan darah.
Demi Allah, lenyafnya dunia ini lebih ringan bagiku daripada di-
nmpahlonnya darah seseorang guaflara aku. Apalcah engftau^ddak
sening jika iiaat Aatang kepada aphmu ini suatu hari dari hari-hari
dunia, fcecrnli ia mematikan suatu bid'ah dan menghidupkan srurnt
Sunnah pada hari ita?'64t
Dengan pandangan yang tepat dan mendalam inilah Umar meng-
atur dan mbngendalikan segala urusan, dan dengan metode tadrtii
(bertahapl aan fgrs ini dia menyelesaikan semul urusan yang sulit
dhn rumit, serta dengian logikanya yang kuat dan tenang dia mene-
nangkan anaknya yang lurus dan penuh sennngat. Apakah seo_rang
politisi yangbiiaksana sepefti ini disifati sebagai orangyangiahil ter-
hadap urusan politik?
sdsungguhnya tidak ada orang yang berkata demtkian lccuali
orang yang ddhk mengerti politik aau kehidupan. Yang berkata
demikiin hanyalah orang yang ceroboh yang zuka melontarkan dak-
waan-dals raan yang bermacam-maglm dan membahayakan, tanpa
didasarkan pada argumentasi yang akurat.
Adapun apa yang dikemukakan Umar mengenai pagar kota ['radi-
nah dan perkataannya terhadap wali negerinya, "Bentengilah ia de-
ngan keaditan dan bersihkanlah lalan-falannya dari kezaliman," dan
anggapan sang penulis yang soh pintar bahwa
hd inr ter-
jadi-di negara demokrasi sudah barang t€ntu meniadi wewerumg par-
iemen untuk memutuskannya, maka anggapan atau pendapat itu
menunfukkan bahwa kemungkinan sang penulis bodoh dan ddak
memahami masalah yang demikian terang seperti cahala matahari

il3 roathrl-xh, lafa', karya as-suyuthi, hlm. 223 -224.

tM2
ini. Atau mungkin dia mengerti t€tapi memutarbdil*an ucapan dari
hal sebenarnya karena mengikuti hawa nafsunya.
Dengan perkataannya yang simpel dan penuh hilsnah inr Umar
hendak menunjukkan tentang suahr hakikat kemasyarakatan yang
besar, yainr batlwa meskipun kota-kota dilindungi oleh pagar-pagar
dalam bentuk bangunan tingg dan besar (tembok, Wgar" benteng,
dan sebagainya; Penf.), tetapi pada hakikatnya yang melindungi
serta memagarinya ialah penduduknya. Dalam hal ini, mereka tiihk
akan melakukan perlindungan kecudi fika memiliki keyakinan
batrwa kebaikan kota itu adalah untuk mereka dan anak cucu mereka,
agar mereka dapathidup aman dan t€nter.rm di dahmnya. |ika mereka
merasa ada sekelompok orangyang memakan kurma dan memberi-
kan biiinya kepada mereka, memakan daging dan meninggalkan
tutang-utartgtr1la unnrk mereka, atau mereka merasa takut hidup di
dalamnla, terancam ekonominya, harga dirinya, dan kehormaan-
nya, maka besar lemungkinannya mereka akan merasa keberatan
melakukan pembelaan rcrhadap kota tersebut. Maka dalam kondisi
seperti ini pihak musuh akan sangat mudah menguasafurya, karena
tanpa adanya perlawanan dari penduduk setempat.
Oleh sebab itu, Umar berpesan lapada wdi koa int dengan se-
suatu yang dilupakan oleh banyak penguasa (wali/gubernur), yaitu
menegialtkan k€adilan dan memerangi kezaliman, yang menjadlkan
manusia mencintai anah air, kota, dan lehiduparuya, serta menia-
dikan mereka bergantung kepadanya dan rela membelanya dengan
jiwa dan trartanya. Deng;an demikian, pagar kota yuU terkuat sebe-
narn}ra pagar,ang berupa manusiia, bukan yang berupa batu.
Hd ini diperkuat oleh riwayat bahwa wali Madinatt menghendaki
Umar menyisihkan dana untuk merehabiliasi pagw-pgg hata
Madinah sebagaimana yang diriwayatlen oleh al-uafizh as-Suyuthi
di ddam Tarihhul-Khubfa'.cAa Dan Umar memang termasuk orang
)rang sangat genur menginfal*an harta. Maka anggaran militer yang
selama im banyak menelan dana -khususnya di sisi para penguasa
yang ambisius dan pandtna-pangtimanya-- diarahkannya lepada
aspek-aspek sosial unnrk menutup kedmpangan dan memenuhi ke-
butuhan setiap orang yang memerlukannya.
Putra Abdul Azizintbeul-befil percaya bahwa keadilan merupa-
kan tiang nqlara, sandaran pemerintahan, hukum, dan peniaga ke-

@4tru..hlm.216.

t04.3
kuasaan, bukan kesewenang-wenangan dan kekuatan materi seba-
gaimana png diterapkan oleh para penguasa bani Umalryah pada
masa sebelum Umar. Para penguasa,rang menganggap kesewanang-
wenangan dan marcri sebagai satu-sanrnya dat unnrk memelihara
kelestarian lekuasaan sebenarnyra lupa akan suafir hal pendng:
batrwa kezaliman tidak akan meniadlkan lekal kekuasaannya dan
bahwa orang-oftmg yang dianiaya atau dizalimi suau saat pasti
akan bergerak dan menggoyangkan kekuasaan mereka
IGrena ihr jawaban Umar terhadap para wali negeri (kda) --yang
menjalankan pemerinahannya dengan mengikuti ierak langtah
leiam- paAa namamya
orang-orang sebelumnya yang keras dan
merupakan penolakan, pengingkaran, dan hardikan terttadap mereka.
Imam Suyuthi mengutip di ddam kitab rarikhul-Khubfa' apayang
diriwayatlan oleh Ibnu Asakir dari as-Sa'ib: "Al-farah Ibnu Abdillalt
menulis surat kepada Umar bln Abdul AzD: 'sezungguhnya pendu-
duk Khurasan adalah kaum yang sukar diatur, dan tidak ada yang
dapat memperbaiki mereka lecuali pedang dan cemeti. Ihlau Amirul
Mukminin mengizinkan saya untuk melakukan hal ini, niscaya akan
saya lakukan.' lalu Umar membalas suratnya: 'Amma Ba'du,
suratmu telah sampai kepadaku yang menginformasikan batma pen-
duduk l(hurasan sukar dianr, dan ddak ada yang dapat memper-
baiki mereka lecudi pedang dan cemeti, maka sesungguhnya eng-
kau telah berdusta, karena justru yang dapat memperbaiki mereka
adalah keadilan dan kebenaran. oleh karena itu terapkanlah hal ittl
pada mereka. Wassalam.' "645
Fakta-falda itu menunfukkan batrwa falsafah Uinar mengenal
pemerintahan/hukum lebih tepat daripada falsafah penguasa sebe-
lumnya )rang seryerumg-wenang, dan politiknya telah menghasilkan
buatr tanpa menyimpang dari hukum-hukum dan batas-batas sJnriat
Yahya al-Ghassani, salah seorang gubemurnya, berkata,'setelah
Umar bin Abdul Aziz mengangkat saya meniadi wali (gubernur) di
Mosul, saya datang ke sana, ternyata saya dapati tempat inr sebagai
salah satu negeri yang paling banyak teriadi pencurian dan penipuan.
lalu saya menulis surat kepadanya memberiahukan kondisi negeri
dan menanyakan: 'Apakah saya hukum orang berdasarkan persang-
kaan (dalam kasus perdatal dan saya pukul merelca berdasarkan
tuduhan (ddam kasus pidana), ataukah saya hukum mereka (ddam

&Snia",b[m.225.

tM4
kasus perdata maupun pidana) berdasarkan alat-alat bukti dan apa
yang berlaku menurut Sunnah?' Lalu beliau membalas surat saya
yang isinya: 'Hukumlah manusia berdasarkan alat bukti dan apa
yang berlaku menurut Sunnah, karena apabila mereka tidak dapat
diperbaiki dengan kebenaran maka Allah tidak memperbaiki mereka.'
Yahya berkata, 'Lalu saya laksanakan hal itu, maka tidaklah saya
keluar dari Mosul sehingga menjadi propinsi terbaik dan memiliki
kasus pencurian dan penipuan paling sedikit.''646
Selain itu, di antara siasat (politik)-nyayangbagus ialah memberi
nafkah (gaji) yang mencukupi kepada pegawai-pegawainya, ada
yang per bulannya digaji seratus dinar dan ada pula yang dua ratus
dinar. Alasannya, apabila para pegawai dan pejabatnya itu cukup
ekonominya, maka mereka akan dapat bekeria secara optimal untuk
kepentingan kaum muslim.
Pada suatu hari ia iuga pernah ditanya, "Alangkah baiknya kalau
Anda beri nafkah (gaji) kepada keluarga Anda seperti yang Anda
berikan kepada pegawai-pegawai Anda." Dia menjawab, 'Saya tidak
mau mengurangi hak mereka, dan tidak mau memberikan hak orang
lain kepada mereka."eT
fuga di antara kebijakan politik ekonominya ialah apa yang diri-
wayatkan oleh Abu Ubaid di dalam kitab al-Amwal bahwa Umar bin
Abdul Aziz pernah menulis surat kepada Gubemur lrak, Abdul Hamid
bin Abdur Rahman, yang berbunyi: "Keluarkanlah dana bantuan
untuk rakyat." Lalu Abdul Hamid membalas, "Sudah saya keluarkan
bantuan untuk mereka, dan di baitulmal masih ada sisa harta.' Idu
Umar menjawab, "Perhatikanlah semua orang yang berutang, bukan
karena dungu dan bukan karena israf, lantas lunasilah utangnya."
Abdul Hamid menjawab, "Sudah saya lunasi utang mereka, dan di
baitulmal kaum muslim masih ada sisa dana." Umar membalasnya,
"Perhatikan setiap orang yang masih lajang dan tidak punya uang,
kalau ia mau kawinkanlah dan berilah uang untuk membayar
maharnya." Abdul Hamid meniawab, "Sudah saya kawinkan setiap
orang lajang yang saya temui (dan mau saya kawinkan), tetapi di
baitulmal masih ada uang." Lalu Umar bertitah, "Perhatikanlah
orang-orang yang punya kewajiban membayar i@ah dan tidak
mampu mengolah tanahnya, maka bantulah mereka yang sekiranya

646bia . hlm. 221.


647At-aido"oh wan-Nihayah, karya lbnu Katsir,
iuz 9, hlm. 2o5.

to45
dapat meniadikannya mampu mengolah tanahnya, karena kia ddak
mCngfuEinl€n mereka unhrk satu dan dua ahun sai4'6$
Di sini tampakbatrwa polidk ekonominya tidakhanya menekan-
kan pemeraaan distrlbusi semata-mata, melainkan iup memper_ha-
tikan perlcembangar produlcivias. Ihrena i$ Umar memberikan
pengratran kseada gubernurnya unhrk mernberikan banunn pefta-
irian tapaAa Fmtlik-tanah sehingga mereka dapat mcngplah lahan
pertaniannya yang merupakan penghasil utama kebuuhan pokok
manusia.
Di anara lebiiakan politiknya yang bagus lagi ialatt dia melarang
mencela keluarga rumah tanggplkerltrunan Rasul (Ahlul Bait), dan
dipalingkannyamanusia dari membicarakan Rtnah-fftnah masa lalu
ini dengan memberinya tugas dan kesibukan derrpn menekankan
intensifikasi lceria. Dan ketika Umar dianya mengenai p€Perutgan
yang pernah terradi di antara sesama satrabat, dla menfawabnya de-
hgan perkataanhya yang terkenal, "Itu merupakan peristiwa berda-
ratr yang Allah.tclah melnbersihkan tangan-tangan kita darinya,
larena inr hendaldah kita pun membersihlen lisan kita darinya.'
Ifttah Umar bin Abdul tanzdenganlangl€h-langloh politik dan
pemerinahannya yang biiaksana, tajam pandangannya, luas cakra-
walanya, selalu memperhatikan setiap peristiwa dan menjaganya,
mempertimbangkan akibat-akibatnya, menyelesaikan semua per-
soalan dengan cara bertatrap, dan setiap keadaan dicermati dan dibe-
rinya kebifakan yang sesuai un$knya.
-Polidk
pemerintahannya yang biiaksana dan peng;ambilan lang-
kah-langkahnya nrg cerdas ini telah membuatrkan hasil berupa ke-
malsnuran, keamanan, dan kestabilan dalam semua sektor. Hal ini
dirasalen'oleh seluruh rakyatnya. Tidak ada yang menuniukkan
bibit yang unggut selain buah yang bagus.
Sebagian orang menggambarkan bahwa pemerintahan ylng baik
adalah menggiring manusia (rakyat) dengan tongkat kekerasan,
wibawa lcekuasaan dengan pedang ancaman, dan me-
menfarakan orang-orang yang baik dengan menuduhnya berbuat
makar
-sehingga orang-orangberbisik "setamatlah Sa'ad, sesung-
guhnya Su'aid telah binasa". Padahal, cara seperti ini merupakan tin-
dakan kesewenang-wenangan.
Apabila mereka mempunyai gambaran demikian, maka kita dapat

ilEAl-A-*ol, karya Abu Ubaid dengan tahqiq oleh Hiras, hlm. 357-358.

104.6
mengatakan kepada mereka dengan apa yang dikatakan oleh seja-
rah: "Sesungguhnya sebuah kata mutiara Umar bin Khattab lebih
berwibawa di sisi manusia daripada pedang Hajjaj."
Adapun bekas-bekas (kesan-kesan) kekhalifahan Umar bin
Abdul Aziz dalam bidang politik pemerintahan, ekonomi, dan ke-
amanan baik di dalam negeri maupun popularitasnya di luar --juga
mengenai penyebaran Islam-- sangat masyhur dan tidak dapat di-
sebutkan saru per satu. Dalam kesempatan ini cukuplah saya kemu-
kakan suatu bukti yang diberitakan dalam sumber-sumber akurat
yang terjadi pada masa pemerintahannya.
Imam Baihaqi meriwayatkan dalam ad-Dalail dari Umar bin Usaid
--lbnu Abdir Rahman bin Zaidbin Khattab-- ia berkata, "Umar bin
Abdul Aziz menjadi penguasa (khalifah) hanya selama tiga puluh
enam bulan. Tetapi, demi Allah, tiadalah Umar meninggal dunia se-
hingga ada seseorang datang kepada kami dengan membawa harta
yang banyak, lalu ia berkata, 'Gunakanlah harta ini untuk membantu
orang-orang fakir yang Anda ketahui.' Orang itu t€rus sala menyo-
dorkannya sampai akhirnya ia membawa pulang kembali hartanya
itu. Ia berusaha mencari-cari orang miskin yang layak menerima har-
tanya itu, tetapi tidak dijumpainya. Maka ia membawa pulang kem-
bali hartanya dengan utuh, karena Umar sudah berhasil menjadikan
rakyatnya berkecukupan. "
Sesudah meriwayatkan khabar ini, Imam Baihaqi berkata, 'Khabar
ini membuktikan kebenaran apayang kami riwayatkan dalam hadits
Adi bin Hatim r.a."64e
Yahya bin Sa'id berkata, "Umar bin Abdul Aziz pernah menugas-
kan saya mengurus sedekah di Afrika. Maka saya mencari orang-
orang fakir untuk saya beri sedekah (zakat) itu, tetapi tidak kami
jumpai seorang fakir pun, dan tidak kami jumpai orang yang mau
menerima zaY,at itu, karena Umar telah berhasil meniadikan mereka
berkecukupan.'6rc
Adapun peristiwa yang dijadikan acuan oleh sang penulis untuk
menuduh pemerintahan Umar bin Abdul Aziztacau balau, dan di-
pandangnya cukup sebagai alasan untuk mengajukan khalifah yang
lurus ini ke pengadilan dengan tuduhan telah merobohkan daulah,

649lihat, Fqthul-Bari.6: 613; trsyadus-Sdri, karya al-Qasthalani, 6: 5l; dan Umilatul.ean


karya al- Aini, 16: 135.
650siroh umar bin Abiril Aziz.laryalbnu Abdil
Hakam, hlm. 59.

to47
maka sesungguhnya sang penulis --dengan sangat disayangkan--
tidak memahami makna peristiwa itu dan tidak mengerti hakikat
tuiuannya.
Dengan demikian, tidaklah mengherankan jika para ulama umat
dari kalangan fuqaha (ahli fiqih), mutakallimin (ahli ilmu kalam),
muhadditsin (ahli hadits), ahli tasawuf, dan ahli sejarah sepakatatas
keutamaan Umar bin Abdul ?uiz, dan mereka berikan kedudukan
yang cemerlang dalam sejarah Islam dan biografi para tokoh perbaik-
an (muslihin).
Demikian pula kesimpulan mereka terhadap hadits berikut:

WiJLGldEie4&i^61
.(j3"q\;?rerla
"Sesungguhnln Nlah pda permulaan *tiap *ntus tahun (sr,tu
abad) membangkitkan untuk umat ini onng Wng memperfurui
kemfuli agamanya."

Para pensyarah hadits mensyarah dan menyimpulkan kandungan


hadits Nabawi yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud itu bahwa
Umar (bin Abdul Aziz) adalah mujaddid (pembaru) abad pertama,
sebagaimana disebutkan oleh as-Suyuthi dalam untaian puisinya
mengenai mujaddid, katanya:
"Maka mujaddid abad pertama adalah Umar
Khalifah yang adil dan bijaksana
Sebagaimana kesepakatan dan ketetapan para ulama."6sl

Ketika Umar berkata kepada walinya mengenai masalah pagar kota


Madinah dengan uapan "bentengilah dia dengan keadilan", ia ber-
maksud untuk memberikan pengarahan kepada walinya beserta
wali-wali atau pejabat-pejabat lainnya mengenai persoalan besar
yang tidak dimengerti rahasianya oleh orang-orang yang cuma me-
lihat selintas, tergesa-gesa, dan sombong. Persoalan besar yang di-
maksud ialah bahwa suatu negara tidak dapat dilindungi dan diben-
tengi dari serangan pihak luar dan fitnah dari dalam hanya semata-

651 Lihat, Faidhul-Qaiir Syarah al.Jami' ash-Shaghir, karya al-Munawi, juz I , hlm. I I .

1048
mata membangun tembok-t€mbok dan benteng-benteng. Akan tetapi,
sebelum segala sesuanrnya ia harus dilindungi dan dibentengr de-
ngan menegakkan keadilan pada diri manusianya dan memberikan
hak kepada setiap yang berhak, serta memerangi kebatilan dan
mengembalikannya kepada yang berhak. Inilah yang meniadikan
putra-pufia negeri itu sebagai benteng yang hakiki untuk menjaga-
nya, dan menfadikan mereka sebagai baju besi untuk melindungi-
nya.
Sebaliknya, jika keadilan telah hilang, maka tembok semata-
mata tidak akan dapat melindunginya, dan warganya tidak akan
menghiraukan kejatuhannya sebagaimana yang diceritakan oleh se-
jarah jahiliah tentang Antarah al-Abbasi yang berdiri melihat kabi-
lahnya jatuh di hadapan matanya. Ia tidak berusaha menggerakkan
orang yang diam sekalipun, karena ia merasa telah dianiaya dan
dianggap sebagai budak penggembala unta oleh mereka. Xarena itu,
ketika ayahnya meminta dia untuk ikut berperang bersama-sama
dengan kaumnya, dia menjawab, "Tidak baik seorang budak mela-
kukan peperangan, yang baik bagtnya adalah memerah susu dan
berteriak-teriak."
Sedangkan jawaban Umar --kalau orang merasakan makna kata
dan tujuannya-- tidak bermaksud mengabaikan pemagaran kota dan
pembentengan serta penjagaan negara, tetapi beliau cuma hendak
mengingatkan mereka tentang apa yang mereka lupakan. Tiap-tiap
persoalan memiliki perkataannya sendiri-sendiri.
Yang sangat mengherankan, bahwa sang penulis yang membidik-
kan panah kecaman dan pengingkarannya kepada Umar bin Abdul
Aziz itu malah memuji-muji dan menyanjung Haijai bin Yusuf ats-
Tsaqafi, seorang tiran (gubernur yang zalim) dari kalangan bani
Umayyah.
Sang penulis berkata, "Telah terbentuk gambaran yang sangat
buruk yang sukar diubah mengenai Hajjaj bin Yusuf hanya karena
semata-mata kekerasannya dalam menumpas orang-orang yang me-
nentang pemerintah. Padahal para sejarawan Eropa memberikan ke-
saksian bahwa dia adalah salah seorang pembesar ahli pemerintahan
dalam sejarah dunia."
Dengan perkataannya ini penulis mengungkapkan kepada kita
tentang pengaruh-pengaruh yang mengarahkan pola pikirnya dan
membentuk opininya, yaitu "apa yang dikatakan orang-orang Eropa
dan para orientalis". Apabila mereka yang memberikan kesaksian
untuk Haijaj, kita buang sajalah ke pagar kesaksian para ahli tarikh,

to49
para fuqaha, dan fumhur utama.
Anehnya la$, hd lni dtlatakan oleh orangyanghendak menggi-
ring Umar bin Abudl AAz k, ddam sangkar tuduhan atas ffrna
demokrasi. Dt manakah letak demokrasinya dndakan-dndakan Har-
jaj, yang menahan dan memenfarakan orang han;ra seinata-mata
berdasarkan ttrduhan, membunuh orang dengan alasan yang sillar-
sarmlr, dan tidak segan-segan menumpi hkan daratr dan menganiaya
orang-orang yang ak bersalatr, sebagai cara untrrk memanapkan
dan menguatkan kekuasaan bani Uma5yah, sehlngga orang-orang
mengaakan, 'sesungguhnya dta Gtafial) rclah menlndas dan meng-
hinadinakan bang$ Arab, lalu dla merentangkan rdan bad keme-
nangan bangsa Persia dan unsur-unsur asing lainnya."
Alasan yang dikemulcalen sang penults -1,iang 'demokratis"--
untuk membenarkan kezaliman dan kebenglgan Haffaj sama dengan
alasan yang dikemukakan oleh para diktatof yang zalim dan sewe-
nang-wenang pada sedap utman. Maka betapa banyak pada zaman
kita ini orang-orang ak bersalah yang dtjebloskan ke ddam peniara,
beapa banyak syuhada berguguran, beapa banyak darah ditumpah-
kan, kehormatan dirusak, harta dirampas, keluarga dijadikan beran-
takan, kulit dikelupas dengan cambuk, nrbuh dirobek-robek dengan
penyiksaan, kota-koa dihancurkan, anak-anak menjadi terluna-
lunta kehilangan ayah-bundanya, dan anak-anak gadts dipedaku-
kan di luar baas kemanuslaan dt dalam pen ara para diktator ....
Semua itu dilakukan dengan alasan unfik meng;amankan ffryara
dan menumpas para pembelot.
Lihatlah sang penulis yang mengarElet dlrtryra sebagai advokat
pembela kebengisan para fuan. Bagaimana kata-katanya mengung-
kapkan apa yang ada dalam hatinya. Orang seperti Abdullah Ibnu
Zuber ash-Shahabi652 yang alim, penunggang kuda yang piawai,
mufahid, salah seorang Abadilah (Abdullah) yang empat,ffi yang
dibai'at sebagai khdifah dan dipanggil deng;an Amirul Mukminin

62ot"l"h satu-satunya orang )ang mendapatkan sebutan sebagBl sco@lg sahabat,


ayalmlta seorary sahabat, ibunya fuga sahabat, kakeknya dari pihak ibu adalah sahabat,
ayah kakcknpadalahseonngsahabar ayrahryaadalahtemansedaRasululah saw. danter-
naok salah sorugdari sepuluh orangpngdtlamin masuk sur8A,,,aiu ZubcrbtnAwrvam.
Ibuqn pemillk dua itat plnggang. )aitu Asma' btnd Abu
Baftar. I(akckrryrd adalah Abu Bakar,
&n alah kakeknya adahh Abu Quhafah. Sanoga Allah meridhai mereka semua.
6t"in AUauUatt bin Abbas (tbnu Abbas), Abdullah bir Umar (Ibnu Umar), Abdullah
bln Mas'ud (Ibnu llas'ud), dan AMullah bin Zuber (lbnu Zuber). @crf.)

1050
selama sembilan tahun, dan hampir urusan (kekhalifahan) terus ber-
langsung untuknya andaikaa Allah tidak menakdirkan lain; demi-
kian puh orang-orang yang bersamanya oleh sang penulis disebut
'pembelot". Demikian pula Sa'id bin fuber dan para fugaha lafngVa
yang bersama-sama Ibnul Asy'ats memberontak melawan krbe-
hgon Haiiaj dan yang sejenisnya oleh sang penulis ipga disebut
sebagai pembelot.
Sesungguhnya sang penulis --di luar wewenangnya-- telah
mengangkat dirinya sebagai penyidik terhadap lawan-lawan dan
penentang Hajjaj. Dia mengingatkan kita kgpada_ penytdik-penyidik
hari ini yang kita lihat di anhra mereka banyak yang mengambil
ketetapan dengan hasil pengintaian dan menghafar setiap pergera-
kan atau organisasi dan lain{ainnya yang berani bertadya 'meng-
apa" atau mengatakan "tidak" kepada pengu.lsil..

1051
DAFTAR PUSTAI(A

Al Qur'anul Karim
Abi Daud, Sulaiman bin Al Asy'as bin lshaq bin Basyirbin Syidad bin
Amr bin Amran Al Azdi As Sijistani; Muhammad Abdul Hamid
Muhyiyuddin (ed.), Sunan Abi Daud, Beirut: Darul Fikri, (tt).
Ad Darimi, Abdullah Abdunahman; Abdullah bin Hasyim Al Yamani
(ed. ), Sunan A il D aarimi, Riyadh : Lembaga Umat Bidang Pengkajian
Ilmu, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan, 1404 H.
Ahmad bin Muhammad bin Hambal, Imam; Ahmad Muhammad Syakir
(ed.), Uusnad Imm Ahmadbin Muhammadbin Hambal, Mesir: Darul
Ma'arif, 1377 H.
Al Ajluni, Kasyful Khafa' wal Albas.
Al Albani, Muhammad Nashiruddin ,lrwaa ul GhalilJi tahhriiji Ahaadiitsi
Mcnaaris Sabil, Cet. 1, Maktab Al Islami, 1399 H.
------ silsilanl Ahaaditsish Shahiihah, Cet.2, Maktab Al Islami,1399 H.
------ Shahih Sunan Abi Daud bi Ihhtishaaris Sanadi, Cet. 1, Maktab Al
Islami, l4O9 H.
------ Shahih Sunan An Nasa'i bi lhhtishaaris Sanadi, Cet. 1, Maktab Al
lslami, 1409 H.
------ Shahih Sunan At Tirmidzi bi lhhtishaaris Sanadi, Cet. 1, Maktab Al
Islami, 1408 H.
------ Shahih Sunan Ibnu Majah bi Ikhtishaaris Sanadi,Cet. 1, Maktab
Al Islami, l4O7 H.
- - - - - - Shahih Al J aami' ush Shaghir, Cet. 2, Maktab Al Islami, I 399 H.

------ Shahih AtTarghib watTarhiblilMundziri,Cet. 1, Maktab Al Islami,

to52
1402H.
Al Btrkhari, Abu Abdullah Muhammad bin lsmail, shohih.Al &;}.hri,
Istambul, Turki: Daru Ath Thaba'ah Al Amirah, Ivlaktabah lslami,
1315 H.
------ Fu'ad Abdul Baqi (ed.), Al AitahtlMu{rd. Darul BasJnar Islamiyah,
1409 H.
Al Ghazali, Imam, Al Munqidz minadh Dhalal, IQiro.
Al Munawi, Muhammad bin Abdur Rauf, raidhul Qadir bi syarhil
Jaami'rsh Shtghir, Beirut Darul Ma'arif, (tt).
Al Mundziri, Abdul Azhim bin Abdul Qawi, ttTarghibwatTarhibminol
Hadits Asy Syarif, Cnt.3, Beiru& Darul Itya At Turaatsil Arabi,
1388 H.
Al Qarafi, Abdul Fatah Abi Ghadah (ed.), Al AhhanfiTaryiizilFatmta
minal Ahham.
Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi.
An Naisaburi, Abu Abdullah Al Hakim; Al Hafizh AdzDzahabi (ed.),
Al Musuilrah'alash Shahilllaiini, Beirut Darul Ma'rifah, (tr).
An Nawawi, Yah)ra bin Syarif, Syarah Al lmam An Nawawi 'ala Shahih
Muslim, Cet. 3, Beirut Daru lhya At T[raatsil Arabi, 1392H.
Asy Syathibi, Al Muwafaqat.
At Tirmidzi, Abi Isa bin Saurah; Ahmad Muhammad Syakir (ed.),
Sunan At Tirmilzi, Cnt. 2, Mesir: Syarkah Musthafal Babil Halbi,
1377 H.
Httsein, Muhammad, Dt., Ar Ruhiyyah Al Haitiitsoh Dauah Haddamah.
Ibnu Hajar, Ahmad bin Ali; Muhamrnad Fu'ad Abdul Baqi (ed.), Fcthul
Baanbi Syarhi Shahiihil Bukluri, Riyadh, (f1.
------ Tahdzibut Tahdzib, Cet. 1, Beirut Darul Fikri, l4O4 H.
Ibnu l(atsir, Imam Ismail Abi Fhida, Tafsir rbnu K4tsir, Beirut: Darul
Fikri, (tt).
Ibnu Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Ar Raba'i Al Qazwini;
Muhamrnad Fu'ad Abdul Baqi (ed.), SwwnlbnuMajah,Beiut: Darul
Ihya At Turaatsil Arabi, (tt).
Ibnu Qalyim, Syamsuddin Abi Abdullah Muhammad bin Abi Bakar;
Muhammad Muhyiyuddin Abdul Hamid (ed.), akmul Muwaqqi'in
'an Rabbil'Alamin, Beiruh Al Ishriyah, Shida, l4O7 H.
------ Abdul Qadir Al Arnuth dan Syu'aib Al Arnuth (ed.), zaodul
Ma'aitfiHailyiKhainl lbad,, Cet.1, Yayasan Ar Risdah Al Manar Al
Islamiyah, 1399 H.
------ Muhammad Hamid Al Faqi (ed.), Madanrijus saalikin baina
Maaaazil tyyaaka Nabuitu wa lyyaaha Ncstctn, Mesir: Darus Sunnah

1053
Al Muhammadiryah lith Thibaa'ah, 1tt1.
---1407
Bisyri bin Llyun (ed.), Al Fawaa'i{ CeL 1 Damaskus: Danrl Bayan,
H.
Ibnu Qudamah, Al Mughni.
Ibnu Toimiyah, Syekhul lslam Ahmod bin Abdul Halim; Abilunahman bn
Qasim (eil.), Mojmu' Fatawa lbnu Taimiyah, Riyadh: Lembaga Umat
Bidang Pengkaiian llmu, Fatwa, Dakwah, dan Bimbingan, (s).
------ Majmuu'ah Ar Rdsaa'il Al Kubra, Beirut Darul lhya At Turaatsil
Arabi, (tt).
------ Manhaj Ahlus Sunnah AnNabawiyyah, Beirut Darul Kuurbil Ilmiah
(n).
Ibnu Arabi, Ahhamul Qur'an.
I}llruJ auzi, Abu Al F ar aj Abdurr ahman, Zatdul Masir fi "Ilmit T afsir, Cet. 1,
Maktab Al Islami, 1384.
Ibnu fazari, An Nasyr fil Qiraa'atil hsyr, Mesirr Mushtafa Muhammad
(tt).
Muslim, Abu Al Husein Muslim bin Al HaijajAl OusJairi An Naisaburi;
Muhammad Fuad Abdul Baqi (ed.), shahih Muslim, Beirutr Daru
Ihya At Turaatsil tuabi, (tt).
Qardhawi, Yusuf, Dr., Fiqhuz zohat.
Quthb, Salyid, Fi Zhilaalil Qur'an, Beiruft Darus Suruq, 14OO H.
Ridha, Muhammad Rasyid, Tafsir Al Qur'anul Kanm, Asy Syahiiru bi
Tafsiiril Manar, Beirut, (tt).
Sabiq, Sayyid, 'Anaashirul Quwwah fil Islcm, Cet. 2, Beirut Darul rcitabil
Arabi, 1398 H.
------ Fiqhus Sunnah. BeiruL Darul Kitabil Arabi, 1398 H. o

to54
INDEK!i

'Ad,922 Abdullah bin Humaid, 437,


'Arsy,76 438,624
'ashabah,553-555, 558 Abdullah bin lsa, 718
'ulumul-hadits, 48 Abdullah bin fa'far, 601,602,
Abadillah, 1050 688,694,695
Abbas, 79 Abdullah bin Mas'ud, 85,
Abbasiyah, 970 412
Abduh, Syekh Muhammad, Abdullah bin Siriis' 125
126, i2g, l3o, 144,360, Abdullah bin Thufail, 438
914 Abdullah bin Umar, 936
Abdul AzizbinBaz,42T Abdullah bin Yazid, 981
Abdul Azizbin Marwan, Abdullah bin Zubair, 404,
7040, tO43 600, 601, 602,861
Abdul Fadhl bin Thahir, 696 Abdun bin Sha'id, 977
Abdul Hamid bin Abdur Raaaq,138,376,438,
Abdurrahman, 1045 519
Abdul Malik, 1040 Abdurrahman bin Abi Laila,
Abdul Muthalib, 417 637
Abdullah bin al-Mubarak, Abdurrahman bin al-Asy'ats,
Imam, 48, 50, 69,872 670
Abdullah bin Ali, 79 Abdurrahman bin Auf, 614,
Abdullah bin Amr, 86,99, 936
158, 160, 2O7,2O8,268, AbdurrahmanbinlQ'ab, 138
828, 838, 926,976 Abdurrahman bin Mahdi, 84

1055
Abi Abdillah, 371 823,846,865, 966
Abi Ayyub, 843 Abu Ishaq, 85,338
Abi Bakarah, 543 Abu Ja'far, Imam, 61,147
Abi Ghadah, Abdul Fatah, Abu Malik, 680
156 Abu Mijlaz, 268, lOlS-1021
Abi Salamah bin Abdur Abu Muhammad, 788
Rahman,631 Abu Musa,658
Abi Su'ud, 197 Abu Na'im, 697,715
Abu Abdurrahman, 155, 981 Abu Nu'aim, 146, 251
Abu Bakar al-Harits bin Abu Qabil, 99
Hisyam,436 Abu Qatadah,872
Abu Bakar bin lyasy, 78,494 Abu Qilabah, 506
Abu Bakar lbnul Arabi, 685 Abu Rafi', Salma Ummu
Abu Darda, 635, 664, 680, Walad,874
692 Abu Sa'id, l2l, 163
Abu Daud, Imam, 46,98, Abu Sa'id bin al-Ma'la,2S2
tzt, 123, 124, 726, 159, Abu Salamah,874
160, 163,246,287,299, Abu Sulaiman, 788
362, 369, 371, 408, 439, Abu Syu'aib, 159
443, 447, 449, 455, 505, Abu Thalhah,388,625
508, 516, 522,597,599, Abu Thalib, 822
605, 637, 683, 723, 785, Abu Thayyib, al-Qadhi, 298,
793,1OO8,1048 638
Abu Dzar, 253,379,753, Abu Tsaur, 436
982 Abu Ubaid, 329,975
Abu Hanifah, lmam, 46,79, Abu Umair, 625
152, 167-170, 173, 175, Abu Umamah,90, 140, 155,
177, 180, 187, 192,294, 401, 859
296, 318, 328, 329, 337, Abu Usamah, 140
365,378,433, 435,436, Abu Yusuf, l7O, l7l, l8O,
475, 491, 492, 519, 563, 491,618,703,789
655-657, 784, 873, 973 Abul Abbas bin Suraij,
Abu Hatim, 156, 158, 160 296-298,308,309
Abu Hayyan, 41 Abul Ahwash, 85
Abu Hudzaifah, 565 Abul Aliyah, 231
Abu Hurairah, 48, 73, 80, Abul Bakhtari, toZ4
104, 109, t2t, 124, 125, Abul laits bin Sa'ad, 788
231,268,291,329,411, Abul Qasim, 822
6s4,643,656,667,739, Abus Sanabil bin Ba'kuk,
762,792,810, 813, 814, 448,449

1056
ad-Dabusi, Abu 7aid, 172 Ahmad,71
ad-Dahlawi, al-Allamah, 185 Ahmad bin Hambal,Imam,
ail-Dalail,lO47 46,73,84, 86,99, lOO,
ad-Dardir,434 lo9, 120, t21,125-126,
ad-Darimi, 99,443,522 159, 159, 167,169,175,
ad-Daulabi, 816 lg9, 193,288,296,337,
ad-Dhahak, 231, 626 356, 359,371,377,387,
ad-Dimuhrathiyyah 413-415, 443, 444, 454,
al-Islaniyyah, 939 455, 465, 473, 474, 475,
ad-Dimyati, 418 508, 512, 519,522,566,
ad-Dukhan, 921 575, 597,605,607,645,
ad-Durntl-Manuur, 235, 437 649, 661, 666, 683, 686,
Adam a.s.,256,257, 709, 752, 762, 785, 799,
345-351,362,363,369, 838, 842, 846,856,870,
499 884,973
adh-Dhuha,577 Ais)rah binti Sa' ad, 862
Adi bin Hatim, 338,1047 Aisyah t.a., 129, 131, 132,
adz-Dz,ahabi, 61, 99, 156, 139-141, 143, 145, 168,
159-160, 356,715,723 175, 286, 357, 370,376,
724 381,386, 387,401,
adz-Dzariyat, 362, 499, 7 4l 407-409, 426, 438-440,
Afghanistan, lO2, 281, 323, 449, 452, 455, 470, 494,
324,342 495, 525,542,543,562,
Afrika, 288, 319, 323, 324, 564, 624-626, 636, 637,
342 644, Q54,663,667,682,
Afrika, 288, 319, 323, 324, 684, 686,7@,819,820,
487,982, lO47 834, 843, 860-862, 867,
Afrika Selatan, 645, 646 875,999
Ahhamul-Qur'an, l3l al-'Aini, 491
ahli dzimmah, 968-97 l, 97 6, al-'Alaq, lll,578
977 al-'Ashr, 899,987
Ahli Kitab, lO5, 794,97O, al-'Azrami, Abdul Malik bin
974, 975, 991, 101 1, Abi Sulaiman,494
1016, 1025, 1026, 1027, al-'Id, Ibnu Daqiq, 130, 190,
to32 299
Ahli Zhahir, 788 al-'Iraqi, al-Hafizh
Ahlul Bait, 78, 168, 1046 Zainuddin, 48, 152,368
Ahlul-Halli wal-'Aqdi, 1037 al-A'[a,738
Ahlus-Sunnah, 58, 78, l3l, al-A'masy,85
168, 197, 271 al-A'rabi, Abu Said, 723

lo57
al-A'raf, 75, 115,133,174, al-Andalusi, al-Adib Abu
219,22O,226,228-230, Umar,695
232,24O, 243, 346, 689, d-Anfal, 98, 194, 232, 262,
737, 744, 767, 794,934 292, 355, 540, 737, 740,
al-A'zhami, Habibur 761,908,915
Rahman, 156, 159 al-Ankabut, 226, 735, 92L,
al-Abbasi, al-Mu'tadhid 934,970, lOOo
Billah,977 al-Anmari, AbiKabsyah, 444
al-Abbasi, Antarah, lO49 al-Anshari, ArubinAuf,356
al-Adabul-Mufrad,8l9,86l al-Anshari, an-Nu'aiman bin
al-Adawiyah, asy-Syifa binti 'Amru, 627,628,629
Abdullah, 389,545 al-Anshari, IQ'ab bin Malik,
al-Adawiyah, Rabi'ah, 713, 4@,983
715-719,723,725 al-Anshariyah, Ummu
al-Adzhar,869 Mubasyar binti al-Barra
al-Afghani, famaluddin, 130 bin Ma'rur, 40O
al-Ahham,2Ol al-Aqqad, Abbas, 939
al-?rhqaf,847 al-Arnauth, Syu'aib, 156
al-Ahram,421 al-Ashma'i, 638
al-ahwal, Amir, 159 al-Asma'ul-Husna,27O,56l,
al-Ahzab, 219,222,352, 741
354,381,393,394,415, al-AswadbinYazid, 46,47,
424,426,442,446,451, 168,839
453, 454, 460,526, 537, al-Asy'ari, AbuAmir, 680
538,542,699,728,741, al-Asy'ari,AbuMalik, 120,
913, 1006, 1014, 1015 681
al-Ajiri, 159 al-Asy'ari, Abu Musa, 47,
al-Albani, Muhammad 48, 79, 667, BtO, g2S
Nashiruddin, l2O, 147, al-Asyhab, SST
152, 153,155-158, al-Atsram, 371
160-164, 427, 661, 666 al-Ausath, ll9, 593
al-Alusi, 40,41, 197,23O al-Auza'i, 168, 171,436,
al-Amwal, lO45 47l, g7O, gTT
al-An'am,88,178,226,232, al-Azharasy-Syarifl 56,145,
245,247,267,274,462, 425,427,429,537,996
674,690,803,889,898, al-Baghdadi,AbuManshur,
916,931,933,956 694
al-Anbiya', 46, 188, l9l, al-Baidha', 284
226, 257, 354, 656, 660, al-Baidhawi, l9T, 2SS, 256,
864

1058
al-Baihani,8O6 al-Bashri, Hasan, 53, 54, 337
al-Baihaqi, 146, [il,
159, al-Balyinah, 733
359, 4@, 455.519, 624, al-Baz.tan, 1OO,1 13, 368,
8l5,lM7 407,707
al-Bail3O7 al-Bishri, Abu Sulaiman
al-Balad,782 al-Qashshab,65
al-Bdkhi, al-Husein bin al-Bulqini,651
Daud,66 al-Buruj, 1OO5
al-Banna, asy-S;rahid Hasan, al-Buthi, Muhammad Sa'id
195,911,957 Ramadhan,428
al-Baqarah, 69, 76, lO2, I lO, al-Fadhl bin Abbas, 566,
l2l,133,135,174, l8l, 445,446
194,231,249,2fi,256, al-Fair,907
257,272,287,315,336, al-Faniari, Syauqi, 33O
346-349,351,359,363, al-Faqqi, Muhammad Hamid,
4ll, 413, 464, 48{l, 492, 599
483, 489,499,503, al-Farabi, 13O
505-fi7, fug,513,515, al-Faruq,2Ol
517, 520, 529, 552, 554, al-Fath, 49,97
556, 557, 5gl, 592, al-Fatihah, 34,35, 179, 189,
589-592,66.9,674,678, 231-233,259
705, 724, 735,739, 740, al-Fudhail,573
741, 745,765, 789, 792, al-Fuqaha' us-Sab'ah, 168
794,797, W2,937,949, al-Furqan, 143, 222, 677,
857,878,884, 888, 889, 966, 1036
919,929,930,934,954, al-Fusalyll, Yahya bin Luth,
973,995, lOO3,1005, 800
t026 al-ghabaa,588
al-Baqilani, Abu Bakar, 130, N-Ghafix,27O
212 d-Ghamidi)rah, 77O, 879
al-Baqir, Abu fa'far al-Ghassani, Yahya, lO44
Muharnmad bin Ali, 168 al-ghauts,248
al-Baquri, Ahrnad,2St d-Ghazali, Iinam, 1 1 1, 1 13,
Al-Bari',561 116, 118, 130,152,168,
al-Bariqi, Uruah bin 197,572,573,574, @8,
al-la'd,597 610, 613, 614,617,618,
al-Barra' bin Azib, 810, 664, 678, 682, 684, 685,
823,873 69l, 692,716, 720, 753,
al-Barra' bin Ma'rur, 872 778, 779,856,913,995,
al-Barra' bin Malih 697, 7 lO 1001

1059
alGhzdi, Syekh al-Huqani, Abu Tsa'labah,
Muhammad, 153,368, 997
431,433,976 al-I'tifur fi an-Nasilh wal-
d-Hadid, 37,40,41, Maasuhh minol-Atsar, 6l
254,736,740 al-Insan, 782,973
d-Hadza'. Abu Musa, 158 al-Irsyad,78
al-Haitsam bin fabal, 86 al-Isra', 555, 765, 77O, 773,
al-Haitsami, al-Allamah Ibnu 845,957, W, g7g
Haiar, 112,368 d-Istarbadzi, Abu fa'far, 1 34
al-Haii, 212, 226, 464, 616, al-ittihoil,248
737, 767,892,929,945, AlJabbar,56l
979 al-1adall, al-Husen bin
al-Hajjai Ibnul Farilyah, 630 Harits,293
al-Hakim, 99, 123, 125, 356, al-J ami'ush- Slwghir, 80, lO4,
4lt 105, 108-110,125,126,
al -Halal w al -Har am fil-I slam, 492,600.71O
571,641, &5 al-farah Ibnu AMillah, 104.4
d-Hambdi, Abu Wafa' Ibnu alJashshash, Abu Bakar,
'Aqil,913 l3l,144
al-Hamdani, Abu Faras, 717 alJatsiyah, 129, 257, l0l2,
al-Hanafi, Abu Bakar to34
ar-Razi', 131 al-!rul.,243
al-tlaqqah, 9O7 al-fumu'ah, 287, 539, 59O,
al-Haramain, Imam, 13o, 458 5g2,6gg
al-Harawi,83 al-fuwaibari, Ahmad bin
al-Harits bin Hathib, 293 Abdullah, 65,66
al-Harits bin Ubaid, 819 d-tkhfi, 220, 225, 283, 349,
al-Hasan, 46, 73, 168, 231, 979
338,379, 506, 575, 1016 al-Kalabi,23l
al-Hasyr, 328,331, 744 d-IQlbi, Muhammad bin
al-Hazimi, al-Allamah, 61 as-Saib,236
al-Hijab,427 al-Igmal bin al-tlammam,
al-Hijr, 29, 33, 132, 222-226, 777
228,231,234, 250, 270, al-Kamil,6l
272,727 al-Khafif, Syekh AIi, 185
al-Hujurat, 178, 636, 732, d-Khalili, Abu Ya'la, 695
906,995, 1036 al-Iftalili, al-Hafizh Abu
al-Hulaimi, 378,650 Ya'ta,78
al-Humaidi, 138 Al-Khaliq,561
al-Humaira,626 al-Kharaj,618

1060
at-Khathdrabi, 135, 599, 652 191, 196
al-Khaulani, Abu ldris, 91 d-Maraghi, Muhammad
al -khiloflah ar - rasy iiloh, I O I Mushthah, SlJ
al-I(hudri, Abu Sa'id, 268, al-Maruzi, al-Hasan bin
274,730,930 Muslim, 156
al-I(hudri, Abu Sa'id, 988 al-Maududi, Abul A'la, 427
al-Khuqrani, Abu Tsa'labah, al-Mawaq,434
94 al-Mawardi, 695,823
al-Kilabi, adh-Dhahhak bin al-Maziri, 135,137
Su$nan,626 d-Mihlab, 378,816
al-Kindi, 130 al-Mishri, d-Qibthi, 562
al-Kisymihani, 14O al-Mizan,6l
al-Laits bin Sa'ad, Imam, al-Mu'min, 262,633
167, 16g, 174,653,795 al-Mu'minun, I 49, 216, 461,
al-Ma'mun bin ar-Rasyid, 493,494,663,735
948, 1001 al-Mu'tarif, Rabah, 697
al-Ma'un,9O7 d-Mu'tashim,947
al-Ma'idah, 42-44, 182, 184, al-Mubanad, Abul Abbas,
215,232,263,291, 297, 695
554, 591, &3,656,660, al-Muddatstsir, 727
661, 669, 679, 6g9, 709, al-Mughni, 369, 435, 476,
724, 740,795, 7gg, 940, 508,655,657
g4g, go2, gog, g43, g55, al-Muhoilzilzab, 434
95g, 966, g8(J, gg7, ggg, Al-Muhaimin,561
1011, 1015, 1016,1025, al-Muhalla, 437, 493, 772
1029,1032,1033, 1036 al-Muhasibi, d-Harits, 575
al-Mailhhal,284 al-Mujadilah, 732, lOO4
al-Mahdlab, 139 al-Mulk, 115,245,513
al-Mahmud, Abdullah bin al-Mumtahanah, 4O7, 9lO,
7:rid,334 956,969,977
al-Majisyun, Abdul Anz bn al-Munafiqun,263,355,
Salamah,695 1056
al-Maiusi, Abu Lu'lu'ah, 976 al-Mundzir bin Zuber, 601
al-Makki, Abu Thdib, 697, al-Mundziri, Imam, 158,
715 l59,4lO,5gg
al-Manar, 127, l3l, 194, 670 al-Mustailrak, 356
al-Marurul-Muaif fi ash-Shahih Al-Mutakabbt, 561
wa adh-Dha'if,64 al-Mutanabbi, 507, 717
al-Manawi,Imam, 118 al-Mutawalli, 135
al-Manshur, ltbtu la'far, 79, al-Muthaffifin, 741

1061
al-Muthallib bin Hantlnb, 84 535, 538-542, 544, 550,
al-Muwaththa', 186, 565, 654 554, 555, 563, 569, 579,
al-Muzani, 435,436 588, 5gO, sgt, 594, 595,
al-Muzni, 171,365 632, 633, 644, 660, 669,
al-Muzzamril,592 672, 674, 676, 699, 709,
al-Qaffal, 696 714, 724, 726, 731, 732,
d-Qalam, 349,1035 734-739, 742-745, 757,
al-Qamah, 168 767-769, 793, 797, 792,
al-Qarafi, lmam, 2Ol, 977 7g7,W, gog, g0g,
al-Qarani, Uuais,65 837-939,945, g5g,964,
al-Qardhawi, Yusuf, 498. 87 6 879, gg5, g96, gg7, gol,
al-Qashash, 129, 353, 394, 902, go7, gog, gog, gl2,
423, 477,615,633, 677. 9l5,9lg-923,930,931,
920,922,923 933,934,941,947, g5l,
al-Qasim,9O 956,965,967-970,972,
al-Qasim bin Muhammad, 973, gg7, ggg, loo5,
860 1011, 1013, l02l,1022,
al-Qibthiyyah, Mariyah, 562, 1023,1026, lo2g, tozg,
983,984 lost-1o35, to4t
Al-Qur an, 29-36, 41, 49, @, al-Qluaztli, Muhammad
63, 7 5, 7 6, 94, gg, 96, 97, Yta'ab,427
99, ll3-115,120, l2g, al-Qurthubi, ll3, 136, l4l,
134, 153, 168, 170, 172, 231,262,347, 439, %l
173,175,177, lg3, lgo, al-Quqrairi, 715
193, 194, 196-201,212, al-rythrub,248
215,2t9-222,224-229, al-Unm,652
232-234,239-240,2L3, al-Ummah,357
247, 251,254, 259, d-Walid, 79,lO4O
267-269, 273, 293, 294, al-Waqi'ah,624
311,320,324,326,327, al-Qaqidi, 141
329,340,345,351-355, al-Warraq, Mathar, 656
357, 358,364, 372, 373, al-Watsiq,947
375,392,394,399,391, al-Yarman, Hudzaifah, 1 0O7
402, 403, 405,41O, 413, Albania, 102
414, 421, 423, 429, 431, Ali bin Abi Thalib, 52, 65, 72,
441, 452, 477, 479, 479, 79, l5l, 16g, 175,231,
481, 492, 4gg, 4gO, 492, 251,274,352,369, 445,
4gg, 5@,501, 503, 506, 4gl, 506, 512, 5lg, 579,
514, 517, 5lg, 520, 522, 602, 614, 616, 635, 640,
523, 527, 528, 531, 534, 656,6@,666, 692,694,

106.2
702, gl4, g45, 916, g3l, an-Nasafi, 197
940,941, 10lo an-Nauadir,777
Ali Imran, ll4, 231, 260, an-Nazi'at, 219,92O
269,359,39O, 4ll, 421, an-Nihayah,632
5OO,522,54O,634, ggg, an-Nisa', 42, 58, 62, 174,
go3, gl0, g40, 950,956, l7g, lg2, lg3, lgg,23L,
g5g, 9g6, 1036 269, 272,357,360,373,
Niaz,alr, 152, 283, 294, 289, 375,392, 465, 479, 490,
917 496, 497, 501, 504, 511,
Almasih,898, 1004 512, 515, 5lg, 526, 529,
Alqamah, 46,8s9 547, 550-552, 555-557,
Amerika, 326, 493, 57 l, 5TT, 599, 591, 6g9, 734, 771,
585 787, 794,945,957,910,
Amerika Utara,487 955, gg0, 1013, 1014,
Amin, Husen Ahmad, 10J8 to24
Amir,562 an-Nisaburi, 197,231
Amir bin Ghanam, 418 an-Nu'man bin Bas'yir, 10O
Amir bin Sa'ad, 667 an-Nur, 179, 192, 254, 365,
Amirul Mukminin, 1041, 371,393,394, 405, 424,
1050 426, 433, 437, 440, 441,
Amr bin al-'Ash, 79,579, 451, 453, 5gO, 69g, 757,
695,697 856, t0t4
Amr bin Maimun, JSO auaiyah,334
Amr bin Syu'aib, 287,298, Anas bin Malik, 80,90, 109,
592 ll3, 116, 146, 147,367,
Amr bin Utsman, 380, 6o1 387, 415, 426, 437, 452,
Amr bin Yasir,449 593,625,642,649, g5g,
Amrah, 139,141 865,975
Amru bin Abi Amru, 84 Andalus, 10O
an-Naba',266 Anshar, 49, 137, 338, 626,
an-Nadhr bin Syamil, 451 686, glg
an-Nahl, 57, 245, 421, TO4, Anthakiyah, Tg
877 April,635
aa-najasy,608, 610 ar-Ra'd, ll4, 178, 247, 74O,
an-Najjar, T,argtflul, 807 932, lo0o
an-Naim, 73, 513, 639, TOg ar-Rabi', 231
an-Nakha'i, Ibrahim, 46, ar-Rafi'i, 152
506,703,939, 1016 ar-Raf i, Mushthafa Shadiq,
an-Naml, 243, 391, 535, 541, 207
545,737, IOOS ar-Raghib, lnam,132

1oai
Ar-Rahim,27O ash-Shadiqul-Masduq, 98
Ar-Rahman,561 ash-Shaf, 97,589, W
ar-Rasyid, 79 ash-Shahabi, Abdullah lbnu
ar-Rasyid, Harun, 18O, 181 Zuber, 1050
or-Ranilhah,6fi ash-Shani'ani, Imam, 154,
ar-Razi, Abu Bakar, 134, 190
197,256,439 ash-Shawi,434
ar-Razl, Abu fa'far, 146 ash-Shiddiq, Abu Bakar, 77,
ar-Rum, lO2, ll7, 196, 482, lo7, 168, 2ol, 237, 241,
499,952,96 252,253,278,369, 404,
ar-Rtryrani, 650,696 533, 574, 601, 626, 629,
Arab, 35, 106, 2O7, 258, 2q), 644,657,686,927,935,
321,328,334,339, 414, 941,944
494, 486-489,5@,562, ashhahul-furuilh, 555
628, 648, 662, 706,941, Asia,319
955,969,970, 1038, Asma' binti Abu Bakar, 439,
1039, 1050 861,973
Arab Badui (dusun), 293, Asma' binti Umais, 72, 835
294, 564, 612, 614.831 Asma' bind Yazid, 377,379
Arab Saudi, 206,266, 29O Asqalan, T9
Arba'in an-N awawiyah, 1 61 asy-Sya'bi, 168, 268, 694
as-Sa'ib, 1O44 asy-Sya'rani, 716
ul-matsati, 224, 225,
as- sab asy-Sya'rawi, Muhammad
231-233 Muewalli,755
as-Sadi,25O uy-Syanuil,624
as-Saffah,79 asy-$rams,738
as-Saldah,773 asy-Syanqithi, Ahmad bin
as-Sakhawi, al-Hafril, 666 lthnnd,452
as-Salmani, Ubaidah, 427, 45 I asy-syathibi, Abu Ishaq,
as - S aw ad al - A' zham, 93 6 211,213,219
as-Siba'i, Mushthafa, 60 asy-Syaukani, al-Allamah,
as-Subki, Imam Taqiyuddin, 190,213,214, 231,235,
312,313 237, 238,367, 446, 471,
as-sufaha, 357-361 694,873
as-Suhrawardi, Syihabuddin, asy-Syihab,236
716,723 asy-Syirazi, 434,696
os-Swmah wa Mahanatuhu asy-Syu'ara, 32, 738, 1036
fit-Tasyn',61 asy-Syura, 70, 98O
ash-Shadiq, Abu fa'far, 168, at-Taghabun, 336, 354, 355,
229 578,744

1054
at-Tahrim, 538 174,226,740,742
at-Taubah, 97,121,171, azlam,668
225,263,2@.,269,320,
33O,331,364,389,523, Bagfidad,79
531,58O,639,735,761, Bahaiyah,32l
767,975,987 Bahauddin, Ahmad,425,
ath-Thabari, Imam, 40,168, 428,429
236,3@, 407, 439, gl1, Bahr, 562
lO32 Bai'at ar-Ridhwan, 49
ath-Thalaq, 515,737,741, Baihani, Muhammad Salim,
849,929,930 802
ath-Thayalisi, 159 Baitul llanrn,769
ath-Thur, 912 Bangladesh, 323,324, 542,
Atha'binAbiRabah, 46,54, 562,563
168, 17O,379, 426, 438, bani Amr bin Sadus, 1020
495,506,519,694 bani Arfidah, 626
Athena, 10O Bani Israil, 69,228,689,
Athiyah bin Amir, 606 705,999,10!6, 1024,
ats-Tsauri, Suffan,66, 168, lO25
171,337, 471 bani Najjar, 417
Auf bin Mdik, 832,835 bani Quraizhah, lBS,2O3,
Au?A'i,Imam, 46 432,951
Awadh, Luis, 970 bani Tughlab, 968
az-7.aila'i, 152, 596 bani Uma1yah,7g, gg2,
az-7.alzalah,849 1038, 1039, 1044, 1O5O
az-Zamakhsyari,152,197, bani Zahrah,418
254 bani Zuraiq, l1l, 156,142
az-7.afl<ali,7l5 Bank Islam al-Baral<ab, ST7
az-Zarqa, Syekh Mushthafa, Bank Lowedz, 585
299 Basrah,79,338,S42,6OO,
az-Zuber bin Adi, 613 610,619
az-Zuber binBatar, 627 Basyar, 477
az-Zuhri,Ibnu Syihab, 46, Bathiniyah,32l
54,369,371,506,519, Bengali,152
694 Bilal,370
az-Zuhri, Sa'ad bin Ibrahim Bilqis, 391,544
bin Abdunahman, 695 Bi.rlnrra,}4z
az-Lukhruf,32,226,9O8, Bonn, 826
922 Bosnia Herzqoirna, 8T6,
az-Zvmar,sz, ll4, ll5, 877

165
brain star. 887 Eropa Timur,lO2,9l7
Britania, 585 eutanasia, 749,855
Budha'ah,376 eutanasia negatif, 7SO, TSl,
Bukhari, Imam, 82, lO4, l0g, 754
132, 163, 193,2@,232, eutanasia positi( 749, 751,
296,337,354,367,376, 754
377,399,395, 407, 444,
449, 454, 523, 547, 549, Fakulas Kedokteran
597, 5gg, 5gg, 605, 606, Universitas al-Malik
625, 644, 6g0, 695, 696, Faishal,806
692, 711, 720, 724, 729, falsafah Machiavelli, 71 1,
762, gl0, gll,922, g3l, 914
941, 960, 961,965,967, F ataw a al-Hadiaiyy ah, I 12
973,975,979,999 Fathimah, 562,1O4O
Buraidah, 659,661 Fathir, 57, 212, 273, 581,
Byzantium, 196 589
Fathu Makkah, 196, 377
Cina,152 F athul-Bari, 132, 142, 162,
506, 495,776,916, 922,
ilabith,53,54 827
Dailami, tr8,658 Fathui-Bayan, 251
dajjal, ll8 Fathul-Qadir, 235
Dammam,806 Fatimah bind Qais,370
Da$M, Syekh Abdullah, 211 Fatimah binti Uthbah bin
Daruquthni, 162, 368, 518 Rabi'ah,512
Darwin,65 Fatimah r.a., 361, 367,371,
Daud,44 376,491,974
Dauhah, 559, 7O5, 826 fawatihus- suwar, 233, 238
demokasi, 917, 93O, 1039 Fiqh az-Zakah, 318, 321, 337
Desember,586 fiqih Syaf i, 113
Dhuba'ah binti Zubair, 401, Fir'aun, 44, 89, 9Ol, 92O,
628 921,922,923, lOOl,
diat,558 loo2
dzimmi,972 Frankfurt Bank, 585
Dzulhijjah, 295, 3@, 315 Free Masonry,32l
Dzulqa'idah,3OO Fushshilat" g2
Dzulqarnain, s0l
Gandhi, lndira, 546
Eritrea, 342,877 Gaza,286
EroF,31, 1OO, 571,826 Ghafir, 27O,634,92O

1066
ghairu muhshan,392 Husen, al-Qadhi,656
Ghay atul-Maram, l2O, I 53, Huwaidi, Fahmi, 1031
162,624
Gubernur lrak, 1045 I'lamul -Muw aqqi' in, I 88
Gubernur Mesir, 1040 Ibnu 'Aun, 338,379
Ibnu Abbas, 73, 80, 139,
Habasyah,
146, 16g,170,175, l7g,
77 , 286, 626, 663,
184, 196,229,232,246,
664,671,693
Habib bin Abi Tsabir, 599 250, 268, 274, 299,357,
Hafshah,535 358,360,401, 411,414,
426, 427, 432, 435-439,
Hajar ibu Ismail, 932
hajiWada',72 447, 451, 452, 465, 469,
471, 495, 495, 512, 544,
Hajjaj, 670, 1047, lO5O,
1051
547, 549, 603, 640, 649,
656, 666, 667, 675, 696,
Hakim, Imam, 687, 842, 87O,
872
799,828,829, g6g, g69,
884,993, t0t7-totg,
Hakim bin Hizam, 599,601,
lo2g, lo2g, lo3l,1032,
602,843
1035
Haman, 901 Ibnu Abdil BNr, 37 l, 417,
Hammad,380 697
Hanabilah,456 Ibnu Abdinahman bin Zaid
Hanzhalah, 562, 631, 692 bin Khattab, lO47
Hari Arafah, 295, 317 Ibnu Abi Hatim, 156, 43'i,
Harun, 999,lOOl totT
Haruriyah,544 Ibnu Abi l.aila, TOT
Hasan anak Fatimah, 882 Ibnu Abi Syaibah,
Hawa, 345-347,351 Abu Bakar,99,338,379,
Hawazin, 196,197 437,439,631,977
Heraql (Heraklius), 100 Ibnu Abi 7-aidab,47
Himsh, 1039 Ibnu Abiddunia, 658
Hisyam, 1040 Ibnu Abidin, 491
Hisyam bin Unirrah bin Zuber, Ibnu Adi, 61,65,113, 159
667 Ibnu ash-Shalah, 48
Hud, 84, 259, 268, 27 l, 549, Ibnu at-Tin, 138
909, 922, 934, 97 g, 1009, Ibnu Atha'illah,733
t036 Ibnu Athiyah, 426
Hudaibiyah, 541 Ibnu Baththal,8ll,822
Hudzaifah, lOO, 77 4, 1024, Ibnu Buzaizah, SOT
to25 Ibnu Hajar, 48, 132,138,

l067
140, 142, 152, 154, 156, 435, 446, 476, 509, 5lO,
158, 159, 162, lg0, lg7, 586, 655, 658,771,795,
300,306, 307,376,409, 789
415,495,650,776, gl5, Ibnu Qutaibah, Imam, 46, 61,
827,962 296,695,696
Ibnu Hazm, 51,133,134, Ibnu Rusyd, 652-655
174, 176, 177, 367, 437, Ibnu Sakan, 816
445, 447, 449, 452, 493, Ibnu Sakir, 1044
495, 665, 676, 678, 679, Ibnu Sina, 13O
685, 687, 688, 695, 772, Ibnu Sirin, 50, 51, 168,379,
788 632, 667, 697, 695, 976
Ibnu Hibban, 98, 1O9, 123, Ibnu Syahnah,647
156, 159, 407, 495, 692, Ibnu Syihab, 141
709 Ibnu Taimiyah, Syekhul
Ibnu Ishaq, 40, 4O8,974 Islam, 35, 51, 83,84,
Ibnu farir, 360, 437, 438, 130,153,173, lg7, lgg,
516 190, 205, 251, 252, 265,
Ibnu fauzi, 60, 61, 150, 158, 266,315,337,339, 340,
249 413, 471, 603, 606, 661,
Ibnu lQtsir, al-Hafizh, 235, 691, 731, 752, 795, 796,
236, 357, 3gg, 516, 517, 970
649, 661, 667, 715, 940 Ibnu Thahir, 685
tbnu t<.halkan,715 Ibnu Umar, 48, 80, lO4,lO5,
Ibnu Ma'in, 159 155, 168, 175,184, lg6,
Ibnu Majah, 80, 98, l2l,l9S, 203, 292,293, 294, 296,
246,397, 455, 5lg, 597, 379, 432, 452, 454, 4gl,
599, 605, 607, 693, 696, 544, 596, 632, 656, 666,
699,709,71o,761,799, 683, 688, 694,695,707,
813,830,942 709,941
Ibnu Mandah, 65 Ibnu Uyainah, 138, l4O, l4l,
Ibnu Mardawaih, 5O7, 940 159,379
Ibnu Marzuq, 434 lbnu Zaid,,274
Ibnu Mas'ud, 48, 80, 119, Ibnu Zuber, 694,695, l0l8
16g,175, l7g,196,231, Ibnu Zum'ah, 601
250, 269, 4ll, 426, 439, Ibnul'Imad, 715
442, 451, 574, 675, 743, Ibnul Arabi, 289,297
775,795, g3g,960,962, Ibnul Asy'ats, 1051
963, go0, 1017, lo37 Ibnul Atsir, 632
Ibnu Nahwi, 685, 696, 697 Ibnul Haj, al-Allamah, 284
Ibnu Qudamah,369,37l, Ibnul Hasan, 697

1068
Ibnul fauzi, 715,718 Intifadhah Islamiyah, 286
Ibnul Mundzir, 437, 438, I qtidha ush - Shir athil -Mus taqim,
624,77t, tot7, tO32 35
Ibnul Munir, al-Allamah, Irak, 106, 155, 168, 169, 186
197, 878 Isa (Almasih) a.s., 228, 234
Ibnul Muqaffla, 701 Isa bin Yunus, 131
Ibnul Qashshar, 139 Ishaq bin Nashir, 47
Ibnul Qasim, 337 Ishaq bin Rahawaih, 268,
Ibnul Qayyim, 64, 66, 67, 288
79, 82-84, 130, 153, 1gg, Iskandariyah, 79
190, 204, 251, 252, 255, Islam Abbasi, 896
265, 266, 271, 273, 274, Islam Afrika, 896
349, 367, 457, 475, 512, Islam Arabi, 896
719, 720, 753,913,974 Islam Asia, 896
Ibnul Wazir, 130 Islam fundamentalis, 896
Ibrahim, 220,562,984 Islam Hindi, 896
Ibrahim, Hafizh,422 Islam konservatif, 896
Ibrahim a.s., 168, L89,919 Islam Malaysia, 895
Ibrahim bin Adham, 65,66 Islam Nabawi, 896
Ibrahim bin Musa, 131 Islam radikal, 896
Idul Adha, 303, 385 Islam Rasyidi, 896
Idul Fitri, 289-291, 312, 385 Islam revolusioner, 896
ihtikar, 617, 618, 621 Islam Sunni, 896
lhya Ulumuddin, 1 I 1, I 13, Islam Syi'i, 896
116,368, 664,691,753, Islam Turki, 896
856, 1001 Islam Umawi,896
ijma' suhuti,758 Islam Utsmani, 896
Ikatan Dokter Islam Afrika islamic centre, 325-327, 571
Utara,749 Ismail,562
Ikrimah, l4l, 168, 427, 438 Ismail bin Abdunahman,
Imam Syaikhani, 104, 105 407
India, 33, 207, 427, 479, Ismail bin Ishaq, 977
487, 546, 559, 646, 648, Israel, 913
662 istihsan, 213
Indonesia, 152 Iyadh, al-Qadhi, 138, 434,
Inggris, 152, 323, 546, 9ll 977
lniil, 972, lOO4, 1027, 7033 lzzuddin bin Abdus Salam,
Intifadhah al-Hiiarah, 322 lmam,l72
Intifadhah al-Mubarakah,
281

1069
fa'far bin Jisr bin Farqd, 65 278,338, 459,594,602,
fa'far bin Muhammad, 666 927,930,956, t04:O
labal,562 Khurasan, 79, lO44
Iabir bin Abdttllah, 122,377 , Kisra,453
401,443,446,447, @, hisrawiyah,9SS
663,791,813, 818, 821, Kitab Perjanjian Lama, 351
835,924 komunisme, lO2, 321, 327
fabir bin Umair, 663 Ibnsantinopel,99, IOO
Iabir bin 7aid,977 Kristen, 327,97O
farir bin Abdullah, 366,379, kristenisasi, 321,342
832,978 Kufah, 79, ffi
ferman, 152,826 Kuwait, 152,571
libril, 143, 24O, 834, 846
jizyoh,338 laghwu, 664, 677, 679
furhud,567 lahwu,664
luz'Alilnta,l44 Laits bin Sa'ad, Imam, 46
Lank, Timur, 970
Lauh al-Mahfuzh,348
Ka'ab bin Ujrah, 846,924
Lebanon, 152, 323, 970
Kaifa N ata' amalu md as- Suntuh,
liberal Barat, 895
62
Liham, Hanan, 357
I(airo, 152, 281, 286, 826 London, 577,585
IQisar Romawi, 260
Lubaid bin al-A'sham, 131,
Kamil bin Ziyad,,25l
132,136-138, 141, 142
kapitalisme, 596
Luqman, 75, 241, 256, 262,
Khadijah, 357, 523
676, 847, 97s
Khalid, 107
Khalid, Khalid Muhammad,
939 Ma'mur, 376
Khalifah, Rasyad, 219, 226, Ma'qil bin Yasar, 409
227, 230, 233-236, 327 Machiavelli, 279
khalifah Bani Umayyah, Madaniyah,232
1038 Madarijus-Salikin, 83
Ktran, Shiddiq Hasan, 154, Madinah, 147,18O,185,
r55,zst 232, 322, 338, 376, 401,
Kharijah bin Zaid,, 697 423, 512, 542, 599, 600,
Khats'amiyah,366, 445 627, 687, 694, 695, 820,
Khawarii, 544, 730, 916, 872,954,974, rO40,
931,957 1042,1043, to48
Iftulafa ar-Rasyidin, 33, Madyan, 89

to70
Maghrib, 28F.,427 Masruq, 46,168,839
Mahkamah Syar'iyyah Qatar, rnauilhu',52
335 mauquf,6l
Mahkamah Ulya Syar'i;ryah, IVlawali, 414
313 mazhab Ahmad, 873
Maimun bin Mahran, 519, mazhab Hambali, 435, 564,
to4t 655,695,799
Maimunah, 361, 494, 495, mazhab Hanaff, 453,563,
562 646,777,799,7n,9N
majhul al:aia,5l jadiil, 169, l%,468
mazhab
majhul al-lwl,5l mazhab Mdiki, 337,685,
Mafusi, 196, 953, 965, 972 870
Makhramah bin Naufal, 628 mazhab qadim, 169, 186, 468
Makhul, 168 mazhab S),"afi'i, 467, 473,
Makkiyah,232 564, 650, 651, 659, 662,
Malaysia, 152,487 685,776,799,973
Malibari, 152 mazhab Zhahiri,685
Mdik, Imam, 46, 73, 87. l2l, Meir, Golda,546
l4l,146,151, 155, Mekah, 147,33O, 376, 82O,
167-171, 173-175, 177, 862,97s
180, 191, 195, 196,306, Mesir, 43, 106, 169, lg6,
436, 512, 565, 653-657, 291,427.429,469, ffi,
702,794,973 ffi2, go5, gll, 969, gg3,
maqlub,6l 993, tO40
marfu',61 Mifuhu D aaris-S a' ailah, 3 49
Maroko, 152.427 misionaris, 462
Mantta,79 misionarisme, 321
Manuan bin al-Hakam, 79 Mosul, 1044
Marxis, 462,895 Mu'adz bin fabal, BT,gl,
marxisme, 32l,lOO7 169,339,377, 966,970
Maryam, 39O, 4lO, 562, 644, mu'allal,6l
650,674,944 Mu'tamir bin Sulaiman, 869
Masehi,972 Mu'tazilah, 63, 126, lSO,
mashalih mursalah,2lS l3l, lg7
Masjid Abdul Hamid bin Muawiyah bin Abi Sugran,
Badis,284 79,79,253,339, 512,
Masjid Nabawi,322 574, 575, 601, 602, 695,
Masjid Zamalik,286 924,925,954
Masjidil Aqsha, 106 mudtharib,6l
Masjidil Haram,616 Mughirah bin Syu'bah, 697

lo7t
Muhafirin, 49,338 564, 565, 605, 615, 625,
Muhammad,226,328 636, &4,695,692,711,
Muhammad al-Fatih, 1OO 712,736,739,743, 774,
Muhammad bin al-Ahsan, 821,832, g4l,946, g6l,
973 865,866, 894,973,1@7,
Muhammad bin al-Munkadir, lo37
613,614 MusnadAhmad,469
Muhammad bin fahsy,367 Mresyhil al-Atsar,6l
Muhammad bin Murad, 1OO Musyhil ash-Shahilwin, 6l
Muhammad Ibnu Sirin, Muthanif bin Abdullah, 296
Imam,50 Mutufaq',alaihi, 125, 356, 950
Muhammad saw., 31,33,
39,49,71,72, lO7, l5O,
193,219,221-224, 233, Nabhan,371
235,240,297,394, 479, Nabi Ayub, 830
496, 556, 637, 7O2, 922, Nabi Nuh, 67
834,871,927,932,967, Nabi Ya'qub, 83O
1004, 1013 Naft',87,296
nrulrrrnaf,6l Nailul-Autlur, 367, 436, 471,
mujadiliit,l2T 694,697,912
Mufahid, 171,231,379 Nairan,974
muhhaddirat" 797 narilasyir, 647 . 654, 655, 657,
nnn*ar,6l 659,6@,661. 662,667,
Mlrmtaqa al-Akhfur,66 668
Muqauqis,26O Nasa'i, l2l, 143, 158-160,
muru'ah,52 287,397,401,519, @6,
Mus'ir bin Kidam, 630 644, 663, 686, 709, 762,
Musa,562 842
Musa a.s., 43, 44, 89, lO7, Nashara, 196, 260, 969, 976
133,224,229,234,349, Nashibin, 79
353,399, 721,921,999, Nasrani, 17 l, 345, 795, 965,
1@1 97 l, 97 4, 977, gg2, lolg,
Musa bin Thalhah, 380 1027, lo2g
Mushaf al-Malik,43 Nawawi, Imam, 48, 134, 135,
Mushaf Utsman, SO 140,296-298, 434-436,
mushahlwf,6l 451,459,650, 651, 931,
Muslim, Imam, 80, 98, 104, 873,983
120, 124, 162, 193,302, nqlara Teluk, 57O
397,398, 401, 412, 443, Negto,77
444, 447,449, 457,547, New York, 585

rq2
Nu'man bin Basyir, 637,707, Qamariyah, 225, 29O, 2gl,
739 300, 303,319
Nughair,625 arawiyytn,427
Nuh, 908 Qarun, 622, 632, 901, 920,
Nuh a.s., 260,922 921
Nurul-Islam, 145,167 Qatadah, 231,274
Qatar, 242,334, 4O8, 7O5,
766
Organisasi Konferensi Islam, qatl ar-rahmah, 7 49, 754, 855
852 qaul jadid,468
orientalis, 462 qaul qailim,468
ovum,779
Qibris, 388
Qibttri Mesir, 981,982
Padang Nij,268 Quba, 120
Padang Tiih, 44 Quraisy, 78, 196, 592, l@4
Pakistan, 33, 427, 479, 487
Palestina, lO5, 106, 281, Rabi'bin Khaitsam, 703
286, 323,324, 334, 342, Rabi'ah bin Utsman, 627
546 Rafidhah, 70, 78, 307
pasat 7.auta',285 Raja Naiasyi, 260
Perang Ahzab, 183, 2O3, 928 Ramadhan, 289-293, 295,
Perang Badar, 3l l, 448, 54O, 300,301,302,314,315,
627,928 317, 770,915
Perang Hunain, 388,523 rasm Utsmani,30,33,35
Perang lamal,525 Ratu saba, 353,390,541
Perang Khandaq, 627, 954 Revolusi Masjid, 286
Perang Teluk, 328,334 Ridha, al-Allamah Sayid
Perang Uhu d, 387, 388, 523, Rasyid, 126-131,142,
627 143,145, 147,194,294,
Perjanjian Hudaibiyah, 409 360,670,886, 1031
Persatuan Islam di Amerika rijalul-hadits, 56
Utara (ISNA),326 Riy adhush- Shalihin, 9 83
Persia, 152, 543, 544, 659, Romawi (Rumiyah), 99, l@,
662,954,1038, 1050 101,574
puasa Ramadhan, 335 Ruhul-Ma'ani, 228

Qadianiyah,32l Sa'ad, lO47


Qaf,739 Sa'ad bin Abi Waqash,547,
Qais bin Syamas, 450 578,826,831

to73
Sa'ad bin l(haulah, 448 Shalih bin Dinar, 159
Sa'id,562 Shuhaib, 158
Sa'id bin Ash, 640 Siratisy, Musthafa, 876
Saba',934 Somalia, 282,342
Satar,75 su'aid, 1046
Sahl bin Sa'ad, 80,444 Subai'ah binti al-Harits, 448,
Sahlah,565 449
sahwu,664 Sttbulus-Sabm, 471
Said bin al-Musa15ra.b, 46, Sudan,77
73,123,138, 168, 180, suku Khazraj, 137
519, 656, 667,694, 697, Sulaiman, 1040
822,975 Sulaiman a.s., 44, 353, 39O,
Said bin Jubair, 46, 168, 231, 391,545
426, 427, 438, 506, 650, Sulaiman bin Hurmuz, 86
667, lO51 Sulaiman bin Isa, 66
Said bin Manshur, 437,1017 Sulaiman bin Musa, 495
Salim, 562,656 Sumai1yah,523
Salim bin Abdullah bin Umar, sumur Dzitttan,l32
697 Surun AbiDaud,94,469
Salmah,562 Sunaa lblnuMajah, 469
Salman, 80,954 Sunnah Muthahharah, 45
Salman bin Amir, 842 surga Adam, 349
Samiri,999 Suriah, 428
Saudah,443,625 Suwahali, 152
sedekah Ramadhan, 339 Suwaibith bin Harmalah, 629
sekularisme, S2T Suyuthi, Imam, 48, 162, l8l,
sekuler, 1038 235,437,1043, tO44
Shad,25O,934 Sya'ban, 292, 293, 295, 296,
Shafiyah,562 300, 301, 307,314,315
Shafiran bin Umalyah, 196 Sya'bi, 1030
Shahih al-Buhhari, 45, 63 , ll2 , Syaf i, Imam, 35, 46, 61, 79,
123, 126, 128, 131,376, 130, 151, 167-171,173,
398, 469, 495, 624, 682, 175,177,180, 181, 186,
706,809,817,915 lg7, 296, 298,336,369,
Shahih Muslim, ll2, 120, 123, 436, 467, 468, 474, 566,
128,374,388, 682,982, 647, 651, 655, 656, 662,
993 671, 703, 752, 755, 784
shahwah islamiyah, lO2, 386
Syaf ilryah, 434, 435, 456,
Shakhr,562 468
Shalih, 1OO4

lo74
Syahathah, Syauqi Ismail, ll9, 125, 16l, 4@, 505,
330 506, 593,663,815, 843,
Syahr bin Hausyab, 377 859, 1016
syahal,30,33 Thaha, 127, 133, 22O, 222,
Syakir, Ahmad Muhammad, 228,234,346,347,351,
157, 158,235, 236, 299, 745,lO00,lOO2
303,304,309,31O,313, Thalhah,562
1019 Thatcher, Margaret, 546
syalal al-mrhhhhi,75O Thawus,168,695
Syam, 168,339, 695, 976 Thousand Oaks,326,327
Syamsiyah,225 Thursina,72l
Syaqiq, 65 Tirmidzi, Imarn, 80, l2O,
Syauqi, tthmad,2O7 123, 126, 155, 160, 193,
Syawal, 289, 295, 3O1,314, 287, 288,362, 397, 436,
993 445, 516, 522, 592, 597,
Syu'aib, 353,389 599, 624,634,640,709,
Syu'bah,380 71o, 729, 792, 815, 930
Syuraih, 38O,697 Tokyo,585
Tsabit bin Qais, 509, 515,
516, 518
Ta'wil Muhhulif al-Hadits, 6l tsa4aJah islamiyah, 51
Tafsir al-Baidhawi, 221, 236 Tsauban, 98, 516
T afsir al-Kasy sy af, 197 Tsauri,Imam,46
TaJsir al-Manar,36l Tunis,915
T ahafut al-F alasifah, 197 Tunisia, 29O,427
talwzuq,632 Turki,33, 110, 152,427
taisir al-maut, 749, 754
tajiliil,207
talaqqi ar -ruhban, 608, 610 Ubadah bin Shamit, 388,799
Talmud, 106 Ubai bin l(a'ab, 168,753
Ta4rib,48,l12 Ubaidillah, SSO
T aqw imul - Ailillah, I 7 2 ulul albab, ll3
targhib, 48, ll2, 49O Umar,562
tarhib,48,49O Umar al-Faruq,927,969
T arikhul-Khulafa', 1043, lO44 Umar bin Abdul Aziz,337,
tasawuf, 1048 338, 631, 695,951,
tashallub al- asyram, 7 5O 1038-1040, 1042-l0fi
Taurat, 106, 345, 348, 1027, Umar bin Hakam, 141
l032 Umar bin Khatab, 65,78,87,
Thabrani, Imam, 80, 10O, 16g, 169, 172, 175, 1s.,

to75
201, 231,269, 279, 353, Urwah bin Zubair, 76,145,
378, 3gg, 533, 535, 536, 146,602,656,961
545, 593,.601, 627, 653, Usamah bin Zaid, 817
697, 702, 729, 736, 763, Utsman bin Abdullah, 86
771, 792, 947, 927, g2g, Utsman bin Abil Ash, 861
935,941,944,954, 96g, Utsman bin Affan, 30,33,
969,975,976,995, 1047 50,285,388, 512, 525,
Umar bin Usaid, 1047 543,607,697
Ummahatul Mu'minin, J53,
684
waliyul-amri, 770
Ummu Aiman, 625
Waqaf Islami di Amerika
Ummu Ammarah Nusaibah
Utara (NAIT),326
binti Ka'ab, 388
Watsilah bin al-Asqa', 607,
Ummu Athiyah, 385,387,
657
406,407.409,451
Ummu Darda',819
Ummu Fadhl,564 Yahudi, 69, 103, lO5-107,
Ummu Hani binti Abi Thalib, lo9, 126, 136, 137,
376 t4t-143, 221, 239, 260,
Ummu Haram binti Mulhan, 322,345,626, 633,795,
388,417 822, 965, 971,974-976,
Ummu Khalad,450 978, t0t7, t0tg,1027,
Ummu Saib, 401, 821 1029
Ummu Salamah, 352, 357, Yahya bin Adam, 47
361,368,369, 494, 522, Yahya bin I'ratsir, 376
531,541,629,793, ggl Yahya bin Sa'id, 1047
Ummu Sulaim, 387,388, Yaman, 338, 377, 798, 8Ol,
417, 419 802, 805
Ummu 7.ata',624 .r,nrrrsih.583
Ummul Ala', 401 Yaqub, 39
Ummul Harits binti Abi Yasin, 362,872
Rabi'ah, 976 Yazid bin Abi Ziyad,65,455
Ummul Kitab,548 Yunus, 149, 178, 220, 222,
Ummul Musalyab, 401 462, 644, 653, 679, 690,
Uni Soviet, 102 703,979
Universitas King Abdul Aziz, Yunus bin Ubaid, 612,613
330 Yusuf, 32, 36-40, 178, 226,
Universitas Qatar, 27 3, 498 372, 562, 591, 647, 864,
Uqbah bin Amir, 838 931,9s3,956,960, tO36
Urdu, 152 Yusuf bin Malik, 593

to76
za'faran,617 Zaunul Abidin, AIi bin al-
Zailul-Ma'ai1,2O4,475,753 Husain, 1017
Zaid,bin AIi, Imam, 168 Zhahiriyah, 2\S,I8S
Zaid,bin Arqam, 141,142, Zionisme, 106,32l
815 ZiyadlbnuAbiMaryam,232
Zaidbin Aslam, 625 Zuhair bin Muhammad, 84,
ZaidbinTsabit, ss,168,62\ 494
Zainab,443,446 Zuhri, 168
Zaitunah,427 Zurruq,434 c
Zakaria,39O

1077

Anda mungkin juga menyukai