Sastra (Sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’, yang
berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti
“instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia,
kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang
memiliki arti atau keindahan tertentu.
Sastra dibagi menjadi 2 yaitu Prosa dan Puisi, Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat
sedangkan Puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Contoh
karya Sastra Puisi yaitu Puisi, Pantun, dan Syair sedangkan contoh karya sastra Prosa yaitu
Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama.
Dalam kehidupan kita di dunia ini tak akan lengkap nan indah apabila kita tidak
mengenal sastra. Keajaiban sastra yang begitu luar biasa menambah warna-warni kehidupan ini.
Berikut adalah jawaban dari pertanyaan untuk apa kita bersastra:
1. Karya sastra memberi kesadaran kepada pembacanya tentang kebenaran-kebenaran hidup ini.
2. Karya sastra memberikan kegembiraan dan kepuasan batin. Hiburan ini adalah jenis hiburan
intelektual dan spiritual.
3. Karya sastra itu abadi. Karya sastra seperti Mahabarata yang ditulis 2500 tahun yang lampau
tetap aktual dibaca saat ini. Tapi majalah dan surat kabar hari ini akan terasa basi di minggu
berikutnya.
4. Karya sastra tidak mengenal batas kebangsaan. Meskipun karya sastra ditulis berdasarkan
keadaan setempat dan sezaman, namun ia selalu berhasil menunjukkan hakikat kebenaran
manusia dan keadaannya.
5. Karya sastra adalah karya seni; indah dan memenuhi kebutuhan manusia terhadap naluri
keindahannhya. Kebutuhan terhadap keindahan adalah kodrat manusia. Seni umumnya dan sastra
khususnya merupakan karya kebudayaan yang diciptakan dan diperlukan manusia.
7. Membaca karya sastra juga dapat menolong pembacanya menjadi manusia berbudaya.
Manusia berbudaya adalah manusia yang responsip terhadap apa-apa yang luhur dalam hidup ini.
Manusia demikian itu selalu mencari nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan.
Yang dimaksud dengan pengalaman di sini adalah jawaban (response) yang utuh dari
jiwa manusia ketika kesadarannya bersentuhan dengan kenyataan. Disebut utuh karena tidak
hanya meliputi kegiatan pikiran atau nalar, akan tetapi juga kegiatan perasaan dan khayal
(imajinasi).
Dalam peristiwa sastra, pengalaman itu diungkapkan dengan bahasa. Yang dimaksud
dengan peristiwa sastra adalah peristiwa yang terdiri dari kegiatan membaca atau mendengar
karya-karya sastra, mencipta karya-karya sastra, dan memberikan kritik terhadap karya-karya
sastra. Tanpa ada bahasa tidaklah ada yang disebut peristiwa sastra.
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang ada di Asia, tepatnya di Asia
Tenggara dan tentunya Indonesia adalah negara tercinta bagi kita semua. Selain Indonesia
merupakan negara kepulauan , Indonesia adalah negara dengan keberagaman suku terbesar di
dunia dan dilengkapi dengan penggunaan bahasa yang tiap suku memiliki ciri khas masing-
masing. Ada Dayak , Jawa, Toraja, Batak, Bugis, Aceh, Betawi, Manado, dan lain-lain. Hidup
dan tumbuh bersama menjalin sebuah persaudaraan walau terbentang jarak antar pulau yang
saling memisahkan, namun tetap mereka adalah Indonesia. Suatu kebanggaan bagi kita sebagai
bangsa Indonesia. Tak lepas dari keberagaman bahasa tersebut, tentu hanya bahasa Indonesia
sajalah sebagai bahasa pemersatu kami semua. Ya, Itulah bahasa kebanggaan kami, bahasa
Indonesia.
Bagaimana tentang bahasa Indonesia di mata dunia? Tentu saja bahasa Indonesia tidak
hanya dapat dipelajari oleh orang Indonesia, namun ada fakta setidaknya 6 fakta mengenai
bahasa indonesia yang sangat mendunia atau fakta yang luar biasa tentang bahasa Indonesia di
Mata Dunia. Setidaknya fakta ini merupakan fakta yang akan menjadikan kita bangga dan sangat
bangga menggunakan bahasa indonesia dalam kehidupan kita.
Anda akan berpikir jika bahasa Indonesia hanya digunakan di negara-negara tetangga
Indonesia, namun fakta mencatat bahwa untuk tahun 2014 bahasa Indonesia merupakan bahasa
yang paling banyak di gunakan di dunia dan menempati posisi ke 9 dunia, tepatnya bahasa
Indonesia digunakan lebih dari 45 negara di dunia.
Jika anda penggemar klub sepakbola, pasti sudah tidak asing dengan website klub-klub
besar sepakbola menggunakan bahasa Indonesia sebagai opsi navigasi bahasa. Tidak hanya itu,
fanspage klub-klub besar tersebut pun kerap kali memposting status dengan bahasa Indonesia
seperti hal nya klub bola dari Inggris, Arsenal.
Jika pernah menonton film Ayat-Ayat Cinta , maka Anda tidak asing dengan Mesir. Ya,
di Mesir tercatat bahwa hingga saat ini mesir masih mendalami bahasa Indonesia dan bahkan
mesir mengembangkan dan memopulerkan bahasa Indonesia. Aksi nyata dari hal tersebut adalah
dengan adanya sebuah bangunan sebagai Pusat Studi Bahasa Indonesia di Suez Canal University.
Suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia ketika mendengar bahwa Indonesia merupakan
bahasa prioritas di Vietnam. Bahasa Indonesia merupakan Bahasa kedua terbanyak di gunakan di
Vietnam.
Walaupun yang paling efektif merubah citra adalah merubah realitas, namun peran
budaya dan bahasa Indonesia dalam diplomasi sangat krusial. Tingginya minat orang asing
belajar bahasa dan budaya Indonesia harus disambut positif. Kalau perlu Indonesia menambah
Pusat Kebudayaan Indonesia di sejumlah negara, guna membangun saling pengertian dan
perbaiki citra.
Guru adalah seseorang yang bertugas untuk mengajar dan mendidik orang lain yang
disebut sebagai ‘murid’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai orang
yang pekerjaannya atau profesinya mengajar. Dalam bahasa Jawa, guru berarti orang yang
digugu (dipatuhi) dan ditiru (diteladani). Setiap orang pasti pernah mengenal seorang guru, entah
di dalam suatu lembaga maupun tidak. Saat ini, profesi guru semakin diapresiasi oleh
pemerintah. Berbagai kebijakan telah diterapkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan
kesejahteraan guru di negeri kita.
Beberapa waktu lalu terdapat banyak masalah terjadi di dunia pendidikan yang
melibatkan guru. Seperti penganiayaan siswa dan orang tua kepada seorang guru, pelaporan
seorang guru oleh wali murid kepada pihak kepolisian, bahkan beredar pula sebuah foto di media
sosial yang memperlihatkan seorang murid menantang guru dihadapannya. Ketika pemerintah
mulai mengapresiasi profesi guru, pihak lain justru merendahkannya. Tentu problematika ini
melukai pendidikan di negeri kita, termasuk kalangan guru sendiri. Di balik berbagai
problematika di kalangan guru tersebut, ada baiknya jika kita kembali merenungi sosok guru
yang sebenarnya. Agar kita sadar bahwa guru adalah orang yang mulia. Sejatinya, guru memiliki
berbagai keistimewaan yang belum tentu dapat kita temukan pada orang lain. Berikut ini adalah
10 keistimewaan yang akan kita temukan pada sosok guru yang menjadikan guru merupakan
profesi terbaik;
Hal ini sudah sangat umum dan kita ketahui bahwa guru adalah orang tua kedua. Secara
lahiriah, memang guru bukanlah orang tua kandung, akan tetapi secara batiniah, guru adalah
orang tua kedua setiap siswa. Karena ketika di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah pun
guru akan tetap menegur muridnya jika memang bersalah dan akan selalu membimbingnya jika
dalam kesulitan sebagaimana orang tua membimbing dan mengarahkan anaknya sendiri.
Perbedaannya, guru memiliki batasan tertentu dalam mendidik muridnya, sedangkan orang tua
memiliki hak penuh atas kehidupan kita.
Selain menjadi orang tua, guru juga bisa kita anggap sebagai teman curhat kita. Mereka
adalah orang yang akan selalu mendengarkan celoteh muridnya dalam keadaan susah maupun
senang. Guru akan selalu memberikan solusi terbaik saat muridnya mengalami masalah. Jangan
pernah ragu dan malu untuk berbagi cerita dengan guru. Guru adalah pendengar yang baik.
Mereka adalah orang yang terpercaya memberikan solusi-solusi di setiap masalah dan tidak akan
membiarkan muridnya salah langkah.
3. Teman Belajar
Inilah hal paling penting yang perlu Anda ketahui. Guru adalah teman belajar yang baik.
Mereka selalu ikhlas berbagi ilmu kepada murid-muridnya, karena ini adalah tugas utamanya.
Selain itu, tidak selalu seorang murid cukup belajar dari seorang guru di dalam ruang kelas. Di
luar kelas pun kita bisa bertanya kepada guru mengenai hal-hal yang belum kita pahami
sebelumnya. Tidak perlu takut untuk dikatakan murid yang bodoh karena sering bertanya, karena
guru yang baik tidak akan pernah menyakiti muridnya.
Bukan hanya orang tua kandung saja yang akan selalu menasihati kita. Guru pun juga akan
memberikan nasihat-nasihat terbaik kepada murid-muridnya. Hal ini akan memberikan
kebahagiaan tersendiri bagi seorang guru. Karena guru tidak akan membiarkan murid-muridnya
memiliki masa depan yang buruk. Mereka akan merasa gagal jika muridnya menjadi pribadi
yang tidak baik.
Salah satu faktor penyebab terjadinya masalah dalam dunia pendidikan yang melibatkan guru
adalah adanya kesalahpahaman atas tindakan guru yang menegur atau bahkan memarahi
muridnya. Pernahkah Anda berpikir mengapa guru memarahi muridnya? Sebenarnya, guru
marah bukan tanpa alasan. Mereka hanya khawatir muridnya menjadi pelajar yang tidak mampu
menghadapi masa depannya dengan baik. Karena guru memiliki tanggungjawab yang besar
dalam mengajar dan mendidik muridnya. Bukan hanya tanggung jawab di dunia saja, tetapi juga
tanggung jawab di hari nanti. Jadi, jika ada orang tua yang memrotes guru karena memarahi
Pernahkah Anda berpikir apa saja yang dilakukan seorang guru di luar sekolah? Ya, guru
juga mempunyai kewajiban di rumah. Guru juga mempunyai anak yang juga harus dibimbing
dan dididik dengan baik. Waktu guru untuk memikirkan murid-muridnya lebih panjang bila
dibandingkan dengan waktu mereka mengurus keluarganya. Tetapi, bukan berarti guru itu tidak
bertanggung jawab atas keluarga. Justru di situlah keistimewaan seorang guru, mereka dituntut
untuk tetap profesional sebagai pendidik dan bagian dari keluarga di rumah.
Setiap orang yang pernah mengenyam pendidikan pasti mempunyai guru favorit saat di bangku
sekolah. Kita akan mengenang guru tersebut dalam jangka panjang, bahkan seumur hidup. Tidak
hanya secara fisik saja yang diingat, terkadang kita juga mengingat petuah-petuah guru yang
belum tentu bisa kita dapatkan dari orang lain, dan mampu mengubah pribadi kita menjadi lebih
baik.
Pernahkah mendengar kisah perjuangan seorang guru yang rela berangkat petang dan pulang
petang karena jauhnya jarak menuju sekolah? Itu bukanlah sebuah dongeng atau cerita fiktif
belaka, tetapi nyata berada di negeri kita sendiri.
Siapapun kita saat ini, tentu tidak akan pernah lepas dari sosok guru. Kita bisa berhitung,
mempelajari bahasa, seni, dan berbagai hal lain tidak akan lepas dari sosok guru. Meskipun kita
belajar sesuatu secara mandiri, rasanya akan berbeda jika belajar dari seorang guru. Tanpa guru,
hidup kita akan terasa kosong. Tidak hanya guru di sekolah saja. Akan tetapi mereka yang
mengajarkan kita hal-hal yang dapat membawa perubahan dalam diri kita.
Begitulah keistimewaan sesosok guru yang harus digugu dan ditiru. Merekalah pahlawan
kita. Menjadi guru bukanlah tentang materi, tetapi tentang panggilan hati. Mungkin di mata
dunia, guru hanyalah sebuah profesi, tetapi di mata murid, guru adalah seorang pahlawan sejati.
Seseorang dapat mengambil keputusan-keputusan yang buruk bagi dirinya, seperti bunuh
diri, ketika tidak sanggup lagi menahan geliat kesedihan maupun tekanan rasa kecewa yang
begitu menyakitkan hatinya. Apalagi saat ia merasa bergumul sendirian dan tidak ada satu pun
tempat untuk mencurahkan setiap rasa yang ada. Dalam bukunya "Daripada Bete, Nulis Aja!",
Caryn Mirriam-Goldberg, Ph.D. mengatakan dia pernah mengalami hal seperti itu. Dia merasa
hidupnya sudah hancur. Ketika mencoba menulis, dia sadar bahwa hal itu telah menyelamatkan
hidupnya. Menulis membuka pikirannya bahwa bunuh diri bukanlah keputusan yang benar
dalam menghadapi kesulitan dan kesedihan yang melanda. Menulis juga membantunya
memahami luka hati dan membuat hidupnya menjadi lebih berarti.
Ya, dengan menulis kita dapat mengungkapkan perasaan kita tanpa batas. Dengan itu,
kita pun belajar untuk memahami diri sendiri dengan lebih baik, memberi harapan hidup, dan
membuat kita merasa tidak sendiri.
Mungkin terdengar lucu, namun hal ini telah diteliti dan dibuktikan bahwa menulis
berdampak baik bagi kesehatan. Dalam buku "Quantum Writing: Cara Cepat Nan Bermanfaat
untuk Merangsang Munculnya Pontensi Menulis" dikisahkan mengenai penelitian yang
dilakukan Dr. James W. Pennebaker, era tahun 1990-an. Ia melakukan penelitian selama lima
belas tahun mengenai pengaruh upaya membuka diri terhadap kesehatan fisik. Dalam bukunya
"Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotions", Dr. James W. Pennebaker
Aku Cinta Sastra Indonesia 9
berpendapat bahwa upaya mengungkapkan segala pengalaman yang tidak menyenangkan dengan
kata-kata dapat memengaruhi pemikiran, perasaan, dan kesehatan tubuh seseorang. Hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa:
Orang hidup dibatasi oleh usia. Namun, sebuah tulisan hidup untuk selamanya. Banyak
penulis yang sudah meninggal dunia, akan tetapi karyanya tetap hidup sampai sekarang dan
menjadi berkat bagi pembacanya.
Tulisan bersifat lebih abadi daripada bahasa lisan. Setelah mendengar orang bicara, selang
beberapa menit seseorang bisa lupa. Berbeda dengan tulisan, ketika seseorang lupa tentang apa
yang dibacanya, dia dapat membaca kemudian mengingatnya kembali. Selain itu, ketika tidak
mengerti maksud sebuah tulisan, seseorang dapat mempelajarinya berulang-ulang sampai dia
mengerti.
Fakta-fakta tersebut seharusnya dapat membuat kita semakin tergerak untuk lebih banyak
lagi menuliskan hal-hal yang bermanfaat. Kelak, meskipun kita telah tiada, ide dan pikiran kita
tetap ada. Orang lain pun tetap dapat belajar dan beroleh berkat dari setiap tulisan kita.
Saat akan mulai menulis, berbagai ide dan gagasan seperti simpang siur dalam pikiran
seorang penulis. Ide dan gagasan tersebut harus disusun secara sistematis agar dapat dipahami
dan dimengerti orang lain dengan baik.
Proses penyusunan ide agar tulisan dapat dengan mudah dipahami akan membawa kita
kepada pengenalan terhadap ide-ide orang lain dan melahirkan pendapat atas ide-ide tersebut.
Karena itu, belajarlah menyusun argumentasi untuk menopang ide agar mudah dipahami
Tulisan memiliki sifat fisik yang nyata. Hal tersebut menjadikan tulisan dapat disebarkan
dengan mudah. Bahkan seiring kemajuan teknologi informasi, melalui dunia maya, tulisan dapat
disebarkan dengan lebih cepat dan lebih banyak lagi.
Menjadi motivasi atau tidak, tulisan yang dikirim ke media cetak maupun elektronik dapat
mendatangkan berkat jasmani bagi Anda. Tetapi terlepas dari hal itu, yang utama dan terutama
adalah Anda telah mengembangkan talenta menulis yang Tuhan percayakan kepada Anda.
Manfaat-manfaat menulis yang sudah diuraikan di atas kiranya dapat menyemangati Anda
yang sedang mulai menjejakkan kaki untuk menapaki dunia tulis-menulis.
Cogito Ergo Sum, adalah ungkapan populer yang diucapkan oleh filsuf Rene Descartes.
Arti dari ungkapan tersebut adalah, aku berpikir maka aku ada. Descartes sebagai filosof
pendukung ‘aliran’ rasionalisme dalam filsafat, berpendapat bahwa manusia yang berpikir adalah
manusia yang diakui keberadannya. Manusia yang eksis.
Sebuah pertanyaan di hati penulis muncul ketika mengingat ungkapan tersebut, apakah
kita cukup hanya berpikir untuk dianggap sebagai suatu keberadaan?
Diskusi antara hati dan otak menjawab, tidak cukup. Berpikir adalah aktivitas mental
yang dilakukan manusia secara internal. Artinya berpikir hanya bisa dilakukan dan dirasakan
sendiri. Dalam berpikir kita tidak melibatkan orang lain. Kita hanya memanfaatkan akal pikiran,
panca indera dan segala karunia yang diberikan Tuhan.
Jika berpikir saja tidak cukup, apa yang harus kita lakukan agar ‘menjadi ada’?
Jawabannya adalah berkarya. Karya adalah hasil olah rasa, olah hati dan olah pikiran. Ketika
berpikir menjadi aktivitas abstrak yang hanya bisa dirasakan sendiri, berkarya adalah aktivitas
menghasilkan sesuatu yang bisa dirasakan, bisa diapresiasi oleh orang lain.
Berkarya adalah sesuatu yang terus menerus kita lakukan, dari bangun tidur hingga tidur
lagi. Berkarya tidak sesedarhana membuat tulisan atau mencipakan lagu, berkarya memiliki
makna yang lebih dalam dari pada itu. Hidup kita sejatinya adalah karya. Semua yang kita
lakukan selama hidup adalah karya.
Jangan takut berkarya. Buat saja, kerjakan saja. Kalau memang nanti kurang sempurna,
wajar saja. “Karya yang sempurna adalah karya yang tidak pernah dibuat”, seorang bijak pernah
berkata. Tidak ada yang sempurna, yang sempurna hanya Sang Pencipta. Tuhan saja sengaja
membuat karya, misalnya manusia, tidak sempurna, apalagi karya manusia. Sudah tentu tak ada
yang tanpa cacat tanpa cela. Jadi, jika berkenan, bikin saja. Kalau hasilnya kurang memuaskan,
Manusia yang baik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Begitulah sabda
Nabi Muhammad saw. Sabda ini bisa dijadikan pijakan dalam berkarya. Pijakan yang cukup
tepat dalam mengarahkan kita, agar kita tidak salah berkarya. Artinya, kita bisa dan pasti bisa
berkarya, dan menjadi manfaat buat orang lain. Bukan hanya bagi diri sendiri.
Berkarya bisa dibedakan menjadi berkarya secara umum dan khusus, berkarya secara
umum adalah keseluruhan tindakan dan perkataan selama hidup kita, sedangkan berkarya secara
khusus adalah membuat suatu produk dari olah pikir dan olah rasa. Contoh dari berkarya yaitu
menulis. Dengan menulis sebuah tulisan, kita telah berkarya. Walaupun tulisan kita hanya satu
buah, ini bukanlah sebuah aib. Satu tulisan lebih baik dibandingkan tidak ada sama sekali.
Dengan arahan sabda tersebut, kita bisa menuliskan sesuatu yang bermanfaat. Yang
manfaatnya bukan hanya bagi diri kita, tetapi juga bagi orang lain. Manfaat yang sebenarnya
juga akan kembali kepada diri kita. Ini mirip seperti bumerang yang kita lemparkan ke udara,
suatu saat aka kembali ke diri kita.
Apakah bumerang itu akan kembali secara baik atau buruk, tergantung dari karya yang
sudah kita buat. Jika kita menulis sesuatu yang bermanfaat, akan ada doa, akan ada simpati, akan
ada ucapan terima kasih dari orang lain yang membaca tulisan kita. Bukan berarti kita haus
terima kasih, tetapi terima kasih tulus akan kita terima jika kita menulis sesuatu yang bermanfaat
untuk orang lain. Jika kita melakukan sesuatu dengan tulus.
Semua karya butuh apresiasi. Apresiasi tidak melulu berupa uang dan harta (ingat ini,
wahai para seniman komersil). Memang uang diperlukan, tetapi bukan itu saja tolak ukurnya.
Apresiasi ibaratnya adalah napas suatu karya. Jika tidak ada yang mengapresiasi, bisa saja si
pembuat karya berhenti. Jika ada yang mengapresiasi, suatu karya dapat terus dibuat karena
apresiasi dapat membuat si pembuat bersemangat. Sekedar berkomentar di blog misalnya, sudah
merupakan apresiasi.
Sejarah telah membuktikan, orang-orang besar dan berpengaruh dalam sejarah adalah
mereka yang berkarya. Einstein telah berkarya dengan teori relativitasnya, Newton telah
Berikut adalah beberapa puisi yang penulis dan Bapak Yant ciptakan:
Kegelapan nyatanya
Tapi.. Hidup ini tak melulu tentang beratnya kerinduan seperti kata Dilan
Ini kehidupan
Suksmawan Yant Mujiyanto, kerap dipanggil Pak Yant oleh mahasiswanya, merupakan
salah satu dosen Teori Sastra di Pendidikan Bahasa Indonesia UNS. Beliau merupakan salah satu
dosen inspiratif karena berjuta karya yang telah beliau ciptakan. Berbagai rasa peduli, penuh
kasih sayang, beliau transferkan energy positif nan kreatif kepada seluruh mahasiswanya. “Terus
kreatif termasuk dalam urusan mimpi-bermimpi. Resapi, syukuri, dan nikmati hayati obsesi dan
mimpi-mimpi susastra yang memeriahkan hidup Anda bahakan Anda bisa merayakannya. Kalau
Anda berkarya hidup Anda akan menjadi kaya dan ketika Anda guyup rukun berikan
cinderamata cinta pada dunia Anda yang sedang menempuh jalan kreatif menuju kekal abadi
indah maslahah,” merupakan salah satu kalimat inspiratif yang akan selalu peulis ingat dari Pak
Yant.
Setiap karyanya memiliki pesan yang mendalam yang bisa diambil hikmahnya oleh
setiap pembacanya. Karyanyapun sangat beragam, dari yang jenaka, romansa, hingga masalah
politika. Dengan menggunakan kata-kata yang sering digunakan di zaman sekarang membuat
setiap karyanya ringan untuk dibaca. Salah satu karya dari Pak Yant yang penulis suka adalah
puisi yang berjudul “Return To Edan” karena puisi ini memiliki maksud menyindir keadaan
dunia saat ini.
Tema-tema religius kerap hadir dalam khazanah perpuisian di Indonesia. Abdul Hadi
WM atau Ahmadun Yosi Herfanda, adalah sedikit nama dari sekian banyak penyair Indonesia,
yang konsisten menjadikan religiusitas sebagai tema utama dalam sajak-sajaknya. Puisi pada
akhirnya menjadi semacam doa bagi penyair yang setia mengolah tema seperti ini. Doa yang
bukan saja sebagai harapan atau permintaan hamba terhadap tuhannya, tapi lebih daripada itu,
puisi menjadi semacam puji-pujian terhadap berbagai nikmat yang telah tuhan karuniakan.
Namun, kurang mampunya penulis dalam merangkai, baik itu diksi maupun logika
kausalitas pada sajak ini, mengakibatkan bangunan sajak menjadi tidak jelas bentukannya.
Pembaca hanya bisa menikmati serpihan-serpihan diksi tanpa bisa memaknainya secara utuh,
sehingga sulit untuk menikmatinya secara komprehensif.
Sebagai contoh kecacatan logika kausalitas, kita bisa melihat susunan larik-larik pada
sajak ini meloncat tanpa dasar yang jelas. Ketika tiga larik pertama berbicara suasana sendu pada
pagi yang gerimis, namun tiba-tiba larik-larik selanjutnya berbicara debu dan tayamum, lalu
dilanjutkan oleh doa dan berakhir dengan dzikir. Apa hubungan pagi gerimis disertai pelangi
dengan debu dan tayamum. Acak sekali. Padahal di awal, sajak “Dzikir Hujan” cukup kentara
hendak menjadikan latar religius sebagai kerangka penggambaran suasana yang ingin ditawarkan
kepada pembaca.
Puisi sebagai doa ini akan menjadi dilematis, mengingat karakteristik doa dan puisi yang
bertolak belakang. Doa biasanya jelas, menohok langsung ke tujuan. Sementara puisi seringkali
menggunakan pengandaian dan lebih bersifat metaforis. Maka diperlukan keterampilan khusus,
bila memang ingin menjadikan puisi sebagai sebagai karya sastra sekaligus sebagai media untuk
berdoa, agar tidak terjebak pada puisi yang berkesan artifisial.
Sedangkan kecenderungan yang kedua adalah bahwa latar religius seorang penulis akan
sangat memengaruhi pemilihan diksi pada sebuah puisi, artinya tidak semata-mata soal khazanah
bacaan si penulisnya, tapi lebih kepada kedekatan penulis terhadap hal-hal yang bersifat
kehidupan religius. Memang menjadi keniscayaan bila hal tersebut terjadi, sebab latar belakang
Sastra menjadi alternatif untuk menumbuhkan nilai-nilai religiusitas dan humanitas bagi
kehidupan berbangsa. Sastra memberi pencerahan melalui tokoh, peristiwa, persoalan, latar
religi, serta budaya. Sebagai sistem komunikasi estetik, sastra tidak sekedar menyajikan cerita
tetapi juga mengandung pesan-pesan moral. Ia tidak hanya bentuk ekspresi estetik, tetapi juga
nilai-nilai tertentu.
Pada kenyataannya, terdapat tiga wilayah yang selama ini sering menjadi sumber
penciptaan karya sastra. Ketiga hal tersebut adalah wilayah kehidupan beragama, sosial, dan
individual. Hal ini menegaskan bahwa sastra hadir dengan menyentuh nilai-nilai religiusitas,
humanitas, dan juga universalitas.
Ada empat langkah pembentukan karakter melalui karya sastra. Pertama, membiasakan
membaca cerita rakyat. Kedua, mengenalkan tokoh-tokoh dalam karya sastra bermuatan biografi
dan autobiografi. Ketiga, membaca karya sastra yang merekam kehidupan sehari-hari. Keempat,
membaca karya sastra berkonteks budaya. Sastra dengan demikian memberi manfaat dan hiburan
sekaligus juga memberikan pembelajaran berbagai persoalan manusia, terutama nilai-nilai
religiusitas, humanisme, dan multikulturalisme.
Hubungan sastra dan filsafat laksana dua sisi mata uang, permukaan yang satu tidak dapat
dipisahkan dari permukaan yang lainnya, bersifat komplementer, dan saling melengkapi.
Masalahnya, karya sastra membicarakan dunia manusia. Demikian juga filsafat, betapapun
penekanannya pada usaha unutuk mempertanyakan hakikat dan keberadaaan manusia,
sumbernya tetap bermuara pada manusia sebagai objeknya. Jika demikian apakah apakah
kemudian itu berarti karya sastra identik dengan filsafat? Tentu saja tidak. Mengapa tidak? Di
mana pula letak persamaan dan perbedaannya? Justru dalam hal itulah hubungan sastra dengan
filsafat lalu melahirkan masalah sendiri. Secara asasi, baik karya sastra maupun filsafat,
sebenarnya merupakan refleksi pengarang atas keberadaan manusia. Hanya, jika karya sastra
merupakan refleksi evaluatif, maka filsafat merupakan refleksi kritis. Apa yang diungkapkan
filsafat adalah catatan kritis yang awal dan akhirnya ditandai dengan pertanyaan radikal yang
menyangkut hakikat dan keberadaan manusia. Itulah, di antaranya, yang membedakan karya
sastra dan filsafat.
Masalah hubungan sastra dan filsafat sesungguhnya bukanlah masalah baru. Sejak
manusia mengenal cerita-cerita mitologis, sejak iu pula sesungguhnya hubungan sastra dengan
filsafat dalam pengertian yang lebih luas sulit dipisahkan. Apakah cerita klasik macam
Bhagawad Gita, Mahabharata, Ramayana, Epos Ilias dari Homerus, kisah Dewi Matahari Jepang.
Ameterasu, karya sastra atau karya filsafat; karya filsafat yang disuguhkan dalam bentuk karya
sastra, atau karya sastra yang berisi ajaran-ajaran filsafat? Dalam khazanah sastra Indonesia,
meski karya-karyanya belum dapat disejajar-kan dengan mitologi-mitologi tersebut, nama-nama
Nuruddin Ar-Raniri, Syamsuddin As-Samatrani, Hamzah Fansuri, Raja Ali Haji atau Syekh Siti
Jenar (Syekh Lemah Abang), dikenal sebagai tokoh sufi yang ajaran tasawufnya (filsafat)
disampaikan le-wat puisi-puisi atau cerita-cerita simbolik. Munculnya istilah sastra sufi beberapa
wak-tu lalu, juga sebenarnya bersumber dan mengacu pada karya-karya tokoh tasawuf itu.
Bapak filsafat yaitu Plato, dengan lugasnya bagaimana dia menyampaikan dalam
Republik buku III gagasan-gagasan yang menampilkan sebuah dikotomi antara filsafat dan
sastra. Mengusir para penyair dari negeri idealis. Baginya seorang penyair atau sastrawan adalah
Ada sebuah kata ditemukan dalam beberapa buku, sebuah istilah Rhapsodist, yaituorang-
orang yang mempunyai gagasan cemerlang dan mampu pula mengemukakan gagasan-
gagasannya dengan cemerlang pula. – tak hanya pandai beretorika, terapi juga pandai juga me-
retorikakan gagasan-gagasan yang cemerlang. Tanpa gagasan yang cemerlang, retorika akan
kehilangan makna, kecuali dengan rangkaian kata-kata yang indah.
Pada diri Rhapsodist ada dua komponen penting yang saling melengkapi, content dan
form. Isi atau content adalah gagasan yang bersarang pada karya sastra dan form pada bagaimana
sastrawan mengungkapkan isi karya itu sendiri. Jadi sastrawan itu adalah juga seorang
Rhapsodist. Melihat kenyataan tersebut, maka sebenarnya baik filsafat ataupun sastra menjadi
dua bagian dari dunia yang jika beriringan akan menjadi sebuah komponen yang menakjubkan.
Berbagai gagasan hadir dengan bahasanya yang indah. Dan Plato hadir dikeduanya.
Begitulah, betapapun karya sastra berbeda dengan filsafat, dalam semua karya sastra
yang bermutu akan selalu terkandung nilai-nilai filsafat, entah menyangkut sikap dan pandangan
hidup tokoh yang digambarkannya atau tema karya sastra itu sendiri. Semakin bermutu karya
sastra itu, semakin mendalam pula kandungan filsafat-nya. Oleh sebab itu, dalam karya sastra
yang agung, nilai-nilai filsafat yang dikandung-nya akan terasa lebih mendalam dan kaya. Sangat
wajar jika kemudian orang mencoba mencari nilai-nilai filsafat pada karya sastra yang agung,
dan bukan pada karya sastra picisan.
Kelembutan hati bisa lahir dari rahim sastra yang tersucikan. Kejernihan hati mampu
melahirkan sastra yang lembut pula. Dua kredo seolah berseberangan, namun sejatinya searah
menuju pulau kesalehan jiwa. Bagaimana tidak. Realitas sastra tidak pernah tebang pilih. Apa
pun bisa jadi objek dan siapa pun bisa jadi subjek sastra.
Perkara politik, ekonomi, sosial, dan bahkan 'daun jatuh' pun tidak terelakkan dari
perhatian sastrawan sebagai objek yang akan banyak memberi pelajaran hidup. Akademisi,
politisi, kiai, santri, petani, dan sampai 'abang becak' pun sangat berpotensi menjadi pujangga
yang siap membaca segala kondisi kehidupan. Predikat sastra yang luwes ini akan sangat mudah
membentuk dermaga kesalehan dalam jiwa siapa pun.
Salah satu bukti peran sastra adalah karya Mpu Tantular yang berupa Kitab Sotasoma. Di
antaranya,"Bhinneka Tunggal Ika" (berbeda-beda tapi tetap satu tujuan) mampu merangkul
segala ragam budaya yang ada di Indonesia tercinta ini untuk tetap mengarungi hidup dengan
penuh kerukunan. Sastra yang arif tersebut membuka mata hati bangsa untuk siap menerima
realitas budaya kita yang hitrogen. Kesiapan yang demikian merupakan kesalehan inklusif bagi
yang berbeda, yaitu sikap yang layak terbuka.
Maka, benar adanya bahwa sastra memupuk kehalusan adab dan budi pekerti bagi
individu serta masyarakat agar menjadi insan yang beretika dan berperadaban. Karya sastra
merupakan cermin dari masyarakat yang akan terus mewakili situasi dan keadaan sekitarnya.
Karya sastra yang bagus adalah karya sastra yang mampu merefleksikan zamannya. Sehingga,
karya sastra itu sebagai dokumen yang dapat dilihat dan dinikmati sepanjang zaman. Oleh karena
Selain sastra sebagai sebuah karya seni yang memiliki imajinasi dan emosi, sastra juga
sebagai karya kreatif yang difungsikan untuk konsumsi intelektual dan emosional yang mana hal
ini menyuguhkan nilai-nilai budi kesalehan. Tentu yang dimaksudkan di sini adalah sastra yang
dilahirkan oleh sastrawan yang berhati uryan (hati yang bersih daripada hawa nafsu) dapat
membangun kepuasaan estetik dan intelektual bagi pembaca. Sehingga, karya sastra sangat
dimungkinkan membentuk kesalehan.
Karya sastra bisa berbentuk novel, novelet, cerpen (cerita pendek), puisi, dan lainnya.
Dalam karya sastra, puisi mempunyai peran sentral dalam indahnya kehidupan. Karena puisi
merupakan karya yang singkat padat berisi. Puisi sebagai ungkapan pikiran dan perasaan
seseorang yang telah mengkristal dalam jiwa penyair yang uryan. Dalam karya puisi banyak
terdapat metafora yang dianggap mampu menampung realitas kehidupan dalam bentuk bahasa
yang indah.
Betapa banyak peranan sastra membantu siapa pun yang berkehendak menata diri untuk
selalu memberi manfaat bagi yang lain. Kesalehan yang demikian ini bisa tercapai apabila
konten sastra terlepas dari cenkraman keduniaan. Hal ini kita temukan dalam bait puisi Ibnu
Arabi:
“Dari siapa kau mendapatkan keterbebasan/atau pada siapa kau memberi keterbebasan/wahai
pemburu keterbebasan)."
Pesan terdalamnya, kerja keras untuk merangkul kemerdekaan diri dari kolonial
keduniaan sehingga hanya bersanding dengan purnama keilahian. Maka, yang terbentuk adalah
saleh secara vertikal dan horizontal.
Untuk lebih riil, bahwa sastra mempunyai peranan dalam membentuk kesalehan, yaitu
apabila sastra lahir dari nilai-nilai universal dan transendental. Karya sastra tidak hanya berupa
teks melainkan juga tindakan. Buah sastra ini bisa lebih berperan ketika dihasilkan dari jiwa
sastrawan yang murni untuk kemanfaatan hidup.
Ada yang perlu distabilu, bahwa kita harus bisa memilah dan memilih nilai sastra yang
bernuansa universal. Sastra profetik berjiwa transendental dan sufistik karena berangkat dari
nilai-nilai ketauhidan, tetapi setelah itu juga memiliki semangat untuk terlibat dalam mengubah
sejarah kemanusiaan yang karena itu memiliki semangat kenabian.
Integritas peranan sastra yang disebutkan di atas tidak menafikan peranan kreativitas-
kretivitas yang lain. Sehingga, antara buah karya sastra dan kreativitas yang lain saling membahu
untuk membangun kesalehan hidup. Karya sastra hadir sebagai refleksi kehidupan masyarakat.
Fenomena karya sastra menjadi tidak ada di luar kondisi-kondisi sosial dan sejarahnya. Maka
seyogianya, sastra membentuk kesalehan dengan kobaran api cinta ilahi.
(RENAISANS AUFKLARUNG)
Sastra adalah karya seni penuh kreativita yang menembus wilayah-wilayah tak terhingga.
Sesuatu yang ak terpikirkan disetiap benak manusia, melalui sastra semua bisa difilsafatkan,
dicari hakikatnya, makna sejatinya, dan inti didalamnya. Sastra adalah dunia independen yang
juga merupakan dunia lain bagi orang-orang yang berpikir linear.
Dengan demikian terasalah bahwa logika sastra sangat berbeda dengan logika agama,
logika sosial, logika pendidikan, logika filsafat, logika psikologi, bahkan logika bahasa.
Bersastra bangkitkan nyali, gelorakan nurani, mengusung pencerahan, cuatkan karya-karya
adiluhung. Padu harmoniskan renaisans aufkalrung bersama dunia imajiner elok eksotik etis
estetis.
https://www.kompasiana.com/iieastuti/5629a2550323bd1b05852f9b/mengobati-hati-dengan-
puisi diakses pada tanggal 20 November 2018 pukul 20.15 WIB
http://www.jendelasastra.com/dapur-sastra/obrolan-santai/bersastra-sastra-di-hari-sastra diakses
pada tanggal 25 November 2018 pukul 15.30
Agama : Islam
NIM : K1218068
Email : sanggar.pawesti@gmail.com
Tri Maryuni
Motto hidup : Hidup adalah perjuangan, maka jangan hidup jika tak berjuang
SD Muhammadiyah Wonorejo
SMPN 1 Polokarto
SMAN 1 Sukoharjo
Hal yang tdak disukai : Diganggu saat nonton film dan menunggu