Anda di halaman 1dari 194

Editor

Syamsul Kurniawan

TRADISI
DAN KEPERCAYAAN UMAT ISLAM
DI KALIMANTAN BARAT
Sebuah Deskripsi tentang Kearifan Lokal Umat Islam
Kalimantan Barat

Buku Ketiga

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat i


Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat
Sebuah Deskripsi tentang Kearifan Lokal Umat Islam
Kalimantan Barat
-Yogyakarta, Penerbit Samudra Biru Cetakan Pertama Juli 2015
x + 144 Hlm, 14 x 20 cm

Editor : Syamsul Kurniawan


Desain Sampul : Muttakhidul Fahmi
Tata letak : Samudra Biru

Diterbitkan oleh:
Penerbit Samudra Biru (Anggota IKAPI)
Jomblangan Gg Ontoseno Blok B No 15 RT 12/30
Banguntapan Bantul Yogyakarta
Email/fb: psambiru@gmail.com
Phone: (0274) 9494-558

ISBN: 978-602-9276-64-0

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.


Dilarang mengutip atau memperbanyak
Sebagian atau seluruh isi buku ini
Tanpa izin tertulis dari Penerbit.

ii Buku Ketiga
PENGANTAR EDITOR

KEARIFAN lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup


masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya
hidup secara arif. Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam
komunitas ekologis. Dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah
semua bentuk pengetahuan, wawasan, pandangan, pemahaman,
tata nilai, serta adat kebiasaan masyarakat lokal yang menuntun
perilaku masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan,
yaitu interaksi di komunitas masyarakat dan dengan alam sekitar.
Kearifan lokal orang-orang dalam berbagai kelompok etnis
di Kalimantan Barat (Melayu, Dayak, Madura, Banjar, Jawa, dan
sebagainya), khususnya yang beragama Islam, menampilkan
semacam perwujudan nilai-nilai dan pandangan-pandangan
setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
serta diwariskan secara turun temurun, dalam menjaga hubungan
yang harmonis antara sesamanya dan juga alam sekitar dalam posisi
mereka sebagai muslim. Karenanya, dari sebagian besar kearifan
lokal yang ditradisikan oleh umat Islam di Kalimantan Barat ini
tetap merepresentasikan warna Islam dalam warna tradisinya.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat iii


Maka ada kaitan yang jelas antara kearifan lokal dengan
identitas Islam, yang telah disepakati dan telah diterapkan
sebagai aturan yang mengikat pada masyarakat lokal umat Islam
di Kalimantan Barat. Saya hendak menyebut masyarakat lokal
dalam konteks ini dalam pengertian umum, agar tidak bias etnis.
Masyarakat lokal Kalimantan Barat dalam konteks ini, adalah
kelompok masyarakat yang mendiami Kalimantan Barat secara
turun-temurun, dan mentradisikan tradisi mereka secara turun-
temurun pula. Maka dalam buku ini, etnis apapun (orang Melayu,
Dayak, Madura, Banjar, Jawa, dan sebagainya) menjadi objek
kajian sejauh ia menampilkan semacam tradisi khas etnis mereka
yang selanjutnya mereka bingkai sebagai bentuk kearifan lokal
masyarakat Kalimantan Barat.
Kita mafhumi, umumnya kearifan lokal seringnya tidak
terkodifikasikan, namun kearifan lokal ini menjadi bagian dari
keyakinan masyarakat, berlangsung dalam keseharian, dan
mentradisi secara turun-temurun. Sebagai bentuk keyakinan
masyarakat setempat – representasi dari kearifan mereka – maka
berbagai bentuk kearifan lokal menjadi tidak boleh dipandang
sebelah mata, mengingat ia lahir dari rahim masyarakat lokal itu
sendiri.
Buku yang berjudul Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam
di Kalimantan Barat ini terdiri dari tiga seri, yang menampilkan
beragam tradisi lokal dengan warna Islam yang ada di Kalimantan
Barat. Tulisan-tulisan yang ada dalam tiga seri buku ini, ditulis
sebagai bagian dari proses perkuliahan Islam dan Budaya Lokal
oleh mahasiswa di Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Pontianak, sebagai
hasil observasi, wawancara, dan refleksi mereka secara mendalam
atas objek kajian.
Sebagai dosen pengampu sekaligus editor atas buku ini,
saya ucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-setingginya
pada semua pihak yang telah membantu terwujudnya buku ini,

iv Buku Ketiga
khususnya pada pihak penerbit. Tegur sapa dan kritik untuk
perbaikan buku ini selalu kami harapkan. Semoga sekecil apapun
percikan manfaat dari buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan menambah khazanah dari buku-buku yang ada, tentang kajian
Islam dan Budaya Lokal.***

Pontianak, 1 Juli 2015


Syamsul Kurniawan

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat v


vi Buku Ketiga
DAFTAR ISI

Pengantar Editor ........................................................................... iii


Daftar Isi ........................................................................................vii

1. Doa Rasul Orang Melayu Pontianak


Agus Juhansyah ...........................................................................1
2. Ziarah Orang Madura Pontianak Ke Makam-Makam
Waliyullah Dalam Mencari Barakah
Ahmad Fauzi..............................................................................4
3. Tradisi Rebo Wekasan
Anis Apriani..............................................................................12
4. Sya’banan Bulan Makan-Makan
Apriadi.......................................................................................19
5. Upacara Adat Malang Keprabon Dan Peluangnya
Di Kalimantan Barat
Ayu Kusuma Wati......................................................................25
6. Tradisi Berzanji Di Kalimantan Barat
Evi Rianti...................................................................................32

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat vii


7. Tradisi Buang-Buangorang Melayu Telok Pakedai
Fitri Andriani.............................................................................36
8. Jilbab Dalam Persepsi Orang Madura Pontianak
Hanafi........................................................................................41
9. Tepung Tawar Orang Melayu Banjar Pontianak
Iis Mardiana..............................................................................44
10. Sepasar Kelahiran Anak Orang Jawa Batuampar
Intan Umi Kholifah.....................................................................48
11. Tradisi Among-Among Orang Jawa Pontianak
Lisa Ismayani..............................................................................52
12. Peringatan Haul Orang Bugis
Muhammad Amrullah...............................................................55
13. Selekoran Orang Madura Pontianak
Mahrus Soleh..............................................................................61
14. Tepung Tawar Orang Melayu Sambas
Mardiansyah...............................................................................64
15. Tradisi Potong Rambut Orang Melayu Rasau Jaya
Mismarani...................................................................................69
16. Ritual Mandi Pengantin Orang Melayu Banjar Kubu Raya
Miatun Nisa...............................................................................74
17. Tradisi Antar Ajung Orang Melayu Sambas
Rupita.........................................................................................79
18. Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri Dan Kh. Muhammad
Yusuf Saigon: Tokoh Umat Islam Kota Pontianak
Muhammad Sidik......................................................................86
19. Sedekah Bumi Orang Jawa Desa Sambora
M.Mukala Rifa’in .....................................................................97

viii Buku Ketiga


20. Tradisi Mulod Orang Madura Pontianak
Mulyadi.....................................................................................106
21. Pernikahan Orang Jawa Tengah Di Sintang
Siti Alfiyah................................................................................112
22. Robo-Robo Orang Mempawah
Musaddid Maulidi Pratama.......................................................118
23. Buang Abu Dalam Tradisi Orang Melayu Sambas
Nanda Yantronika....................................................................130
24. Pantang Larang Kencing Berdiri Orang Melayu Pontianak
Saifuddin...................................................................................135
25. Cocokan Dalam Tradisi Orang Madura
Siti Aminah..............................................................................138
26. Pernikahan Orang Bugis Desa Punggur Kecil
Rohani.......................................................................................142
27. Tradisi Mitoni Orang Jawa Batu Ampar
Siti Maimunah..........................................................................157
28. Pernikahan Orang Madura Di Pontianak
Syaiful Bahri.............................................................................163
29. Beroahan Atau Tahlil Orang Melayu Sungai Udang
Syarifah Nurbayti......................................................................169
30. Aqiqah Orang Bugis Pontianak
Yusep.........................................................................................174
31. Bepapas Orang Melayu Sambas
Roki Saputra.............................................................................178

Indeks ...............................................................................................

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat ix


x Buku Ketiga
1

DOA RASUL ORANG MELAYU PONTIANAK

Agus Juhansyah

TULISAN ini mendeskripsikan secara ringkas tentang doa Rasul


orang Melayu Pontianak. Adapun informan yang melengkapi data
ini adalah: Zailani (43), Julina (39), dan Hamsir (45). Dalam konteks
ini, Rasulullah Saw bersabda: “Perbanyaklah berbuat baik agar orang-
orang mendoakan kebaikan untukmu, karena sesungguhnya seorang hamba
itu tidak mengetahui, melalui lisan siapakah doanya dikabulkan atau ia
diberi rahmat”. (HR. Al Khatib). Rasulullah Saw juga bersabda:
“Doa bermanfaat untuk melenyapkan musibah yang sedang menimpa dan
untuk menolak musibah yang akan datang karena itu kalian hamba-hamba
Allah, berdoalah! (HR. Al Hakim).
Doa Rasul yang ditradisikan orang Melayu Pontianak ini,
dilakukan semacam nadzar dengan maksud meminta sesuatu
kepada Allah SWT: seperti minta disembuhkan dari penyakit,
ingin mendapatkan sesuatu atau yang lainnya. Contoh lain: jika ada
seorang ibu yang sedang sakit dan anaknya ingin meminta kepada
Allah supaya penyakit ibunya diangkat, maka anaknya boleh berniat
melakukan doa Rasul dengan niat Allah menyembuhkan penyakit

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 1


ibunya. Doa Rasul ini harus dilakukan jika sudah diniatkan,
kapanpun waktunya, sejauh yang bernadzar sudah siap dari semua
keadaan mengadakan doa Rasul.
Tradisi doa Rasul sudah ada sejak pada zaman nenek
moyang hingga sekarang. Tidak dapat dipastikan kapan
bermulanya, dikarenakan minimnya informasi. Pastinya tradisi ini
sudah dikerjakan secara turun temurun. Orang Melayu Pontianak
menyebut doa Rasul, mungkin kerena di dalamnya terdapat bacaan
tahlil yang merupakaan bacaan yang ada di dalam Al-Quran, lalu
diisi dengan banyak sekali dzikir dan salawat kepada Rasulullah
Saw.

Gambar 1.1. Tradisi Doa Rasul Orang Melayu Pontianak


Hal pertama yang dilakukan sebelum mengadakan doa rasul
adalah dengan mengundang masyarakat sekitar rumah dan kerabat
keluarga untuk datang ke rumahnya. Doa Rasul acaranya hampir
seperti tahlilan. Orang yang mengadakan doa rasul menyiapkan
perlengkapan antara lain: ayam panggang, pulut kuning, piring
kecil, mangkok putih berisi air, dan sebuah wajan besar berwarna
putih polos atau bewarna lain juga boleh. Semua alat perlengkapan
tersebut diletakkan di atas sebuah wajan besar. Setelah semua alat

2 Buku Ketiga
perlengkapan terpenuhi selanjutnya diadakan doa rasul.
Setelah semua kerabat keluarga dan orang-orang datang,
semuanya duduk lesehan bersama-sama. Setelah semuanya duduk
bersama kemudian sang tuan rumah meletakkan ayam panggang,
pulut kuning yang diletakkan di atas wajan besar kemudian juga
memberikan mangkok yang berisi air dan piring kecil. Setelah
semuanya disiapkan, salah satu pemuka agama dari masyarakat
sekitar memimpin untuk membaca doa. Doa yang dibacakan: doa
al-fatihah, doa tahlil.
Setelah selesai bersama-sama membaca doa, semua orang
yang membaca doa bersama-sama memakan makanan yang
dihidangkan dan dibacakan doa bersama-sama dengan senang dan
dengan rasa mensyukuri rezeki yang Allah SWT berikan.
Ada sebagian golongan yang mengatakan bahwa tradisi
doa Rasul ini bid‘ah, karena tidak pernah dilakukan pada zaman
Rasulullah. Sebagian golongan lain mengatakan bahwa tradisi
doa rasul ini positif dilakukan, meski tidak didapati pada masa
Rasulullah Saw. Tentu doa yang baik adalah doa yang dipanjatkan
oleh pihak keluarga itu sendiri, doa anak kepada ibunya atau
bapaknya, doa ayah dan ibunya untuk anaknya. Apalagi kalau anak
itu shaleh karena doa anak yang shaleh adalah doa yang diijabah
oleh Allah. Begitu juga dengan doa orang tua kepada anaknya.
Simpulannya, doa Rasul hemat penulis adalah tradisi positif yang
baik untuk berkembang di kalangan orang Melayu Pontianak.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 3


2
ZIARAH ORANG MADURA PONTIANAK
KE MAKAM-MAKAM WALIYULLAH DALAM
MENCARI BARAKAH

Ahmad Fauzi

ORANG Madura mempunyai tradisi ziarah, mengunjungi makam


para kekasih Allah SWT (waliyullah), dengan mengharap limpahan
berkah yang diyakini akan mengalir dari doa para waliyullah tersebut.
Seperti ziarah ke makam Sultan Sy. Abdurrahman al-Qadri dan
makam para waliyullah yang lain.
P ɋP 9.Îɋ
Q P P P
P08¸ɋP 9Ziarah
Q.ÎɋÏPĀ.sendiri
P8.9P adalah bentuk masdar dari08¸
fiilR madhiÏR Ā.8.9 –
R R yang artinya mengunjungi atau mendatangi. Ini adalah
bentuk dari masdar simai yaitu “berkunjung”, tapi jika kata ziarah
dihubungkan dengan kata qubur, maka yang P ɋP 9dimaksud
08¸ Q ÏPĀ.8.
.Îɋ P 9P dengan
¼ï.κ R R
.EƱĀmendoakan
. Eκ
istilah “ziarah qubur”adalah aktivitas dengan maksud
¼ï.κ .E ƱĀ . Eκ
orang yang telah meninggal dunia dan mengingat kematiannya.1
Sedangkan yang dimaksud barokah dalam penulisan ini,
adalah bentuk masdar dari fi’il madhi ¼ï.κ .EƱĀ . Eκ yang
bermakna berkembang dan bertambah. Sedangkan secara istilah,
barokah adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan dan

1 Jhon L Esposito, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam Modern, Jilid VI (Ja-


karta, Mizan, 2001),hlm. 195

4 Buku Ketiga
kehormatan.2 Dasarnya ialah QS Maryam: 31. Jadi mencari barakah
adalah orang yang mencari tambahan kebaikan dan kehormatan
dengan cara mengunjungi para kekasih Allah SWT. Tujuannya
supaya barakah yang mengalir dari doa para waliyullah tersebut juga
bisa mengalir kepadanya.

Gambar 2.1 Walikota Pontianak, Sutarmidji, S.H.


Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa barakah
itu diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang menjadi
kekasihnya, seperti para Nabi (anbiya’), para waliyullah (kekasih
Allah), dan sebagainya. Sayyid al-Hasani al-Malikiy berkomentar:
Sebaiknya kita mengerti bahwa mengharapkan barokah itu tidak
lain hanyalah sebagai sarana menuju Allah SWT, lewat sesuatu yang
diberkahi Allah SWT ,baik berbentuk atsar, tempat maupun seorang
hamba Allah SWT. Orang yang diberkahi Allah itu harus diyakini
bahwa dia tetap saja tidak mampu memberikan suatu kebaikan dan
menolak malapetaka kecuali atas izin Allah SWT. Atsar yang
diberkahi itu lantaran dihubungkan kepada seseorang yang memiliki
kemuliaan tersebut, yaitu dimuliakan, diagungkan dan dicintai
karena kemuliaan tersebut diberikan Allah SWT. Sedang tempat-
tempat yang diberkahi itu, hakikatnya tidak ada keutamaan yang
khusus pada tempat tersebut, hanya saja keutamaan itu disebabkan
2 Syamsuddin al-Sakhrawi, al-Qaulul Badi’ fish-Sholah, ‘Alal Habibisy
Syafi’, hlm. 91.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 5


kebaikan dan kebaktian yang selalu dikerjakan di sana.3

Gambar 2.2. Air mineral yang dibawa pentakziyah

ZIARAH DALAM PANDANGAN ORANG MADURA


Berikut hasil wawancara penulis dengan salah satu tokoh
agama, yaitu Ust. H. Buchori. Beliau lulusan Pondok Syaichona
Moh.Cholil Bangkalan, Demangan Madura ,dibawah asuhan Alm.
KH.Abdullah Syachal cucu dari Syaichana RKH. Moh.Cholil bin
Abdul Latif.

Saya : Assalamu’alaikum ustadz.


Ustadz : Wa’alaikum Salam wr.wb.
Saya : Maaf sebelumnya ustadz, mau sedikit bertanya
pada ustadz. Begini ustadz, menurut ustadz,
tentang ziaroh kemakam-makam para buyut
(wali) yang jika diperhatikan menurut saya
mayoritas biasa dilakukan oleh orang-orang
Madura itu bagaimana? maaf sebelumnya saya
bertanya pada ustadz, karena menurut saya
ustadz di sini cukup dipandang oleh masyarakat
3 Abdul Nashir Fattah, Landasan Amaliah NU (Jombang: Darul Hik-
mah) , hlm. 24-25.

6 Buku Ketiga
sekitar.
Ustadz : Iya sebelumnya maaf nak, saya di sini hanya
ingin menjawab setahu saya, dan harus saya
katakan sebelumnya, saya bukanlah orang
pintar ya nak. Jadi ada ungkapan: “Siapa yang
berkata sayalah pintar! Maka dialah orang
bodoh.” Haha,. baiklah nak. Jadi makam para
kekasih Allah SWT bagi masyarakat Madura,
merupakan sebuah suatu yang dikeramatkan,
karena di sana dianggap tempat yang penuh
dengan barakah dan bisa mendatangkan
keuntungan. Tidak heran bila anak-anak dari
orang-orang Madura bila ada semacam hajat
seperti UN, maka peziarah ke makam para para
buyut (wali) ataupun ulama akan meningkat
yang dilakukan oleh para siswa dengan orang
tua mereka. Wujud rasa cinta kepada Allah
SWT dan Rasulnya diartikan dan diharuskan
oleh masyarakat Madura juga mencintai para
kekasih Allah SWT atau orang-orang yang
dekat dengannya, hadist Rasulullah SAW: “Siapa
yang memuliakan ‘ulama, maka dia sungguh
memuliakanku.”
Saya : Dan ustadz, kenapa jika orang Madura juga,
ziarahnya pada malam Jumat atau jika tidak
Jumat paginya ustadz?.
Ustadz : Masyarakat orang Madura masih percaya
bahwa ada hari yang keramat dan bagus dari
ketujuh hari yang ada, yaitu pada malam Jumat
manis dikarenakan ruh seorang mukmin itu
mempunyai keterkaitan dengan kuburannya
dan tidak akan berpisah selamnya. Namun

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 7


keterkaitan itu menjadi sangat erat dimulai dari
asah hari kamis sampai terbenamnya matahari
pada hari sabtu. Oleh sebab itu, masyarakat
melakukan ziaroh kubur pada malam atau
hari jum’at dan pada malam jum’at juga ruh
para leluhur (keluarga) kita akan datang di
depan pintu rumah dengan suara memelas
mereka memanggil dann mereka ingin agar
kita bersedekah atau beramal atas nama mereka
(beliau membacakan sebuah makol atau lainnya):
“Setiap sesuatu memiliki penghulunya, dan
penghulunya hari adalah hari Jumat.”
Saya : Dan ustadz, kadang waktu ziarah ada sebagian
orang yang membawa air putih dan membukanya
waktu ada dalam makam?.
Ustadz :“Banyak air mineral yang berada didekat makam-
makam para waliyullah, karena mereka percaya
dengan melakukan hal itu mereka akan mendapat
keberkahan. Dan air tersebut dianggap sebagai
air keramat, karena air tersebut dianggap berbeda
dengan air yang lainnya. Mereka juga percaya
apabila meminum air tersebut. Ada khasiat yang
diperoleh bagi yang meminumnya seperti akan
memperoleh kesehatan yang lebih baik. (Beliau
bercerita) pernah diceritakan dalam Nurud
Dholam, kisah Nabiyullah Musa as, suatu ketika
beliau pernah sakit gigi, maka beliau pun langsung
bertanya pada Allah SWT tentang perihal obat
sakit gigi, karena beliau dijuluki kalimulloh, yaitu
orang yang bisa langsung bercakap-cakap dengan
Allah SWT. Maka Allah pun memberikan obatnya
yaitu suatu daun (tidak diketahui nama daunnya),
dan akhirnya Nabi Musa as. pun sembuh dari sakit

8 Buku Ketiga
gigi. Dan pada suatu hari, Nabi Musa as. kembali
lagi akan sakitnya, lalu Nabi Musa pun langsung
mendatangi daun yang pernah Allah kasih tau
obatnya seraya mengambilnya, setelah daun itu
digunakan sakit yang diderita Nabi Musa tidaklah
hilang, sehingga Nabi Musa pun bertanya pada
Allah SWT, dan Allah pun berfirman, “Karena kali
ini engkau tidak meminta kesembuhan itu dariku
wahai Musa, Engkau memintanya pada daun
tadi,” maka Nabi Musa pun sadar akan kesalahan
niatnya.”4
***
Adapun hukum orang yang mencari barakah dengan cara
mengunjungi makam-makam para Nabi, Auliya’, dan Sholihin
itu dibenarkan, bahkan diperbolehkan (mubah), baik melalui
cara berziaroh kemakam para kekasih Allah SWT, ataupun
selainnya, dengan syarat tidak meyakini bahwa tempat itulah yang
memberikan berkah, tetapi hanya Allah SWT satu-satunya Dzat
yang benar-benar mengalirkan barakahnya. Dasarnya ialah: “Dari
Ibnu Umar, beliau berkata: Nabi SAW selalu mendatangi masjid Quba’,
setiap hari sabtu dengan berjalan kaki atau mengendarai kendaraan”.
“Dari Sabdillah Maula Asma, dari Asma binti Abi Bakar, beliau berkata:
Asma’memperlihatkan kepadaku sebuah pakaian dengan dua lubang yang
berjahit sutra. Lalu Asma berkata: Ini adalah pakaian Rasulullah SAW
yang pernah beliau kenakan, pakaian itu dahulu disimpan oleh Aisyah,
ketika Aisyah wafat, aku yang menyimpannya. Kami selalu mencelupkannya
ke dalam air untuk obat orang yang sakit di kalangan kita semua” (HR
Ahmad bin Hambal).
Mencari barakah di makam para kekasih Allah SWT
dibolehkan karena hakikatnya meminta doa pada wali (kekasih
Allah). Mereka (wali dan kekasih Allah) istimewa, sebagaimana
QS al-Imron 169 dan QS at-Taubah: 105. Hadist Nabi SAW: Dari
4 Wawancara ,Ust.H.Buchori.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 9


Anas bin Malik, beliau berkata: Rasulullah bersabda: “Para nabi itu hidup
dialam kubur Kubur mereka dan mereka melaksanakan shalat.” (HR al-
Baihaqiy)
Fatwa Imam Ibnu Taimiyah: “Tidak ada perbedaan antara
orang hidup dan orang mati seperti yang dianggap sebagian
orang. Jelas shahih hadist yang riwayat sebagian sahabat bahwa
telah diperintahkan kepada orang-orang yang punya hajat di masa
Khalifah Usman ra, untuk bertawassul kepada Nabi SAW setelah
beliau wafat, kemudian mereka bertawassul kepada Rasulullah, dan
hajat mereka terkabul. Demikian yang diriwayatkan Thobraniy.”5
Tawassul dalam bahasa artinya perantara, yang artinya sama
dengan kata istighasah), isti‘anah, tajawwuh, dan tawajjuh. Sedang
menurut istilah, tawassul adalah: “Wasilah adalah segala sesuatu yang
dapat menjadi sebab sampainya pada tujuan.”6 Jadi yang dimaksud
tawassul di sini adalah memohon datangnya suatu kemanfaatan
atau terhindarnya bahaya kepada Allah SWT dengan menyebut
nama Nabi SAW atau Wali untuk menghormati keduanya.”7
Abul Qasim ath-Thabary, Abus Syaikh as-Shibaniy dan Abu
Bakar bin Muqry as-Bihaniy, mereka mengisahkan kondisi mereka
dalam keadaan lapar selama satu tahun tidak makan, lalu setelah
Isya’, mereka bertawassul dan beristighasah dengan cara mengunjungi
makam Rasulullah SAW seraya berkata demikian: “Ya Rasulullah,
kami semua lapar dan lapar, dan aku segera pulang, lalu al-Tabraniy
berkata padaku: duduklah, kita tunggu datangnya rizki atau kematian,
Abu bakar berkata, lalu aku dan Abu Syakh tertidur, sedang at-Thabaiy
duduk sambil melihat sesuatu, tiba-tiba datang seorang lelaki ‘alawiy
(keturunan Nabi) mengetuk pintu, kami membukanya, ternyata ia sedang
bersama dua orang budaknya yang masing-masing membawa keranjang yang
penuh dengan makanan. Lalu kami duduk dan makan bersama, kemudian
lelaki ‘alawiy berkata: Hai kaum, apakah kamu semua mengadu kepada
Rasulullah SAW? Aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW, dan
5 Ibnu Taimiyah , al-Kawakib al Durriyah, Juz II , hlm. 6.
6 Louis Ma’luf, al-Munjid fil lughah wal A’lam, 1996, hlm 90.
7 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anul Adhim , 1987, hlm. 50.

10 Buku Ketiga
menyuruhku untuk membawakan makanan untuk kalian semua.”8
Maka dari ini sudah menjadi jelas bahwa mencari barakah
diperbolehkan dikarenakan pada hakikatnya bukanlah memintakan
sesuatu pada makam-makam atau wali-wali tersebut, melainkan
hanya akan menjadikan orang-orang yang dekat dengan Allah
SAW menjadi perantaraan untuk bisa sampai pada Allah SAW.
Ritual-ritual atau praktik-praktik yang orang Madura lakukan
dalam ziarah: (1) Membaca salam pada ahli kubur. Dalam hal ini
tentulah dibenarkan dikarenakan Rasulullah mengajarkan doa dan
salam masuk ke pemakaman pada para sahabatnya, yakni: “Dan
tentulah para kekasih Allah SWT akan mendengar salam dari orang yang
masih hidup, karena mereka hanyalah berpindah alam dan ruhnya masihlah
tetap abadi.” Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS al-
Imran ayat 169. (2) Ziarah pada hari Kamis atau malam Jum’at. (3)
Membawa air putih mineral (yang 2 hal ini sudah dibahas di atas).
(4) Menabur bunga di atas makam. Maksudnya bunga disiram
dengan air supaya tidak layu. Hal ini bukan ditujukan pada sesuatu
yang berbau mistik seperti yang telah banyak orang bicarakan. (4)
Membaca tawassul kepada Nabi SAW dan para Waliyulloh, membaca
surah al-Fatihah, dan membaca surah Yasin.***

8 KH.Abdul Nashir Fattah ,Landasan Amaliah NU, Darul Hikmah jom-


bang.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 11


3

TRADISI REBO WEKASAN

Anis Apriani

TULISAN ini membahas nilai-nilai Islam dalam tradisi rebo


wekasan, yaitu tradisi yang dilaksanakan sekali dalam satu tahun,
setiap hari Rabu akhir, pada bulan Shafar, yaitu bulan kedua dari
penanggalan Hijriyah. Respon yang diberikan pada tradisi ini
juga terdapat silang pendapat antara tokoh maupun kelompok
masyarakat. Mereka yang beraliansi ke paham Wahabi dengan
slogan pembersihan Islam dari segala pengaruh tradisi dan budaya
yang mereka anggap melanggar ajaran, sudah pasti menolak keras
semua bentuk ritual rebo wekasan, karena jelas tidak mungkin di
masyarakat Arab, terlebih pada zaman Nabi ada istilah rebo wekasan.
Dalam penolakannya kelompok ini selalu membawa senjata berupa
tuduhan bid’ah, syirik, khurafat dan semacamnya.
Dalam kitab Faidh al-Qadir, Juz 1, hlm. 45, Rasulullah
bersabda, “Rabu tearkhir setiap bulan adalah hari sial terus.” Status
hadits ini dha’if (lemah). Tetapi meskipun lemah, posisinya tidak

12 Buku Ketiga
dalam menjelaskan suatu hukum, tetapi berkaitan dengan bab
targhib dan tarhib (anjuran dan peringatan), yang disepakati
otoritasnya di kalangan ahli hadits sejak generasi salaf.
Dalam kitab al-Jawahir al-Khoms, Syech Kamil Fariduddin as-
Syukarjanji, hlm. 5, disebutkan pada tiap tahun hari rabu terakhir
di Bulan Shafar, Allah menurukan 320.000 bala bencana ke muka
bumi. Hari itu akan menjadi hari-hari yang paling sulit di antara
hari-hari dalam satu tahun. Beberapa ulama mengatakan bahwa
ayat al-Quran, “Yawma Nahsin Mustamir” yakni “hari berlanjutnya
pertanda buruk” merujuk pada hari ini. Pendapat bahwa rebo
wekasan adalah sunah berdasarkan kumpulan beberapa hadits.
Di antaranya: Sesungguhnya dalam setahun ada malam (riwayat
lain, hari) yang di dalamnya turun wabah. Dalam kitab tersebut,
disunahkan kita untuk mendirikan shalat pada hari tersebut
sebanyak 4 rakaat di mana tiap rakaatnya membaca surat al-
Fatihah, dan surat al-Kautsar 17 kali, kemudian al-Ikhlas 4 kali,
surat al-Falaq dan an-Nass masing-masing satu kali.
Dalam tradisi Jawa terdapat beberapa ritual berwarna Islam
buah dari sinkritisme antara nilai nilai budaya jawa dengan nilai
nilai keagamaan (islam). Beberapa aspek islam yang melekat dalam
budaya jawa sangatlah banyak. Contohnya yaitu tentang perayaan
rebo wekasan. Menurut bahasa “Rebo Wekasan” berasal dari bahasa
Jawa. Rebo artinya hari Rabu sedangkan wekasan artinya terakhir.
Jadi dapat disimpulkan rebo wekasan artinya Hari Rabu terakhir
di bulan Shafar. Di sebagian daerah, hari ini juga dikenal dengan
hari Rabu Pungkasan. Sebagian masyarakat mengasumsikan kata
kasan merupakan penggalan dari kata Pungkasan yang berarti
akhir dengan membuang suku kata depan menjadi kasan. Hal ini
lebih mudah untuk dimengerti karena yang dimaksud dengan rebo
wekasan adalah hari Rabu yang terakhir dari Bulan Sapar, bulan
kedua dari penanggalan Hijriyyah. Kata kasan juga identik dengan
bahasa Arab Hasan yang berarti baik.
Kata Wekasan yang dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 13


Pesanan. Berangkat dari teori ini istilah rebo wekasan berarti hari Rabu
yang spesial tidak seperti hari-hari Rabu yang lain.  Seperti barang
pesanan yang dibikin secara husus dan tidak dijual kepada semua
orang. Kesimpulan ini bisa dipahami oleh karena Rabu wekasan
memang hanya terjadi sekali dalam setahun dimana para sesepuh
agar hati-hati pada hari itu. Secara terminologi, rebo wekasan dapat
didefiniskan sebagai bentuk ungkapan yang  menjelaskan satu
posisi penting pada hari rabu di akhir bulan khususnya pada akhir
bulan shafar, untuk kemudian dilakukan berbagai macam ritual
seperti shalat, dzikir, pembuatan wafaq untuk keselamatan, dan
sebagainya, supaya terhindar dari berbagai musibah yang turun
pada hari rabu akhir bulan shafar.1
Berdasarkan wawancara pada seorang informan yaitu
Anang,2 mengatakan bahwa dalam setiap tahun Allah SWT
menurunkan bala’sebanyak 320.000 (ada ulama yang mengatakan
1000) macam penyakit dalam satu malam. Malam itu bertepatan
setiap malam Rabu akhir dari bulan Shafar. Oleh karena itu
nasihatnya mengajak pada umat untuk bertaqarrub pada Allah seraya
meminta agar dijauhkan dari semua bala’ yang diturunkan pada
hari itu. Lebih jauh beliau memberi tuntunan tatacara bertaqorrub
dengan rangkaian doa-doa yang dalam istilah Jawa lebih dikenal
sebagai doa tolak bala. Pada intinya rangkaian doa itu diberikan
oleh para wali-wali Allah sebagai upaya memohon kepada Allah
untuk diberikan keselamatan dan dijauhkan dari semua macam
bala yang diturunkan pada hari itu. Tata cara dan bentuk doa tolak
bala berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Inilah dasar ritual
rebo wekasan yang mengakar dan dilakukan oleh masyarakat dari
generasi ke generasi.
Bentuk ritual: (1) Mandi tolak bala’, dengan niat: Aku berniat
mandi untuk menolak bala’ karena Allah. (2) Kemudian dilanjutkan
dengan mengerjakan shalat empat rakaat -yang diistilahkan
dengan shalat sunnah lidaf ’il bala’ (shalat sunnah untuk menolak
1 http://lukmankudus94.blogspot.com/2013/11/rebo-wekasan.html
2 Wawancara tanggal 12 April 2015/10.20 wib

14 Buku Ketiga
bala’)- yang dikerjakan pada waktu dhuha atau setelah shalat isyraq
(setelah terbit matahari) dengan satu kali salam. Pada setiap raka’at
membaca surat Al-Fatihah kemudian surat Al-Kautsar 17 kali, surat
Al-Ikhlas 4 kali, Al-Mu’awwidzatain (surat Al-Falaq dan surat An-
Nas) masing-masing satu kali. Setelah salam membaca doa. Tata
cara shalat rebo wekasan menurut versi lain adalah pertama berniat
shalat sunnah mutlak: “Aku niat shalat sunah Mutlak dua rakaat
menjadi makmum/imam karena Allah.” Rakaat pertama setelah al-
Fatihah membaca surat al-Falaq 10 kali. Pada rakaat kedua setelah
al-Fatihah membaca surat an-Nas 10 kali. Setelah salam membaca:
Astaghfirullah al-‘Adzim (10x), selanjutnya Allahumma Shalli ‘Ala
Sayyidina Muhammad (10x).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Fathimah ra.
bahwa Nabi Saw. bersabda: “Barangsiapa yang berkenan mengerjakan
shalat 2 rakaat di malam Rabu, pada rakaaat pertama membaca surat al-
Fatihah dan al-Falaq 10 kali dan pada rakaat kedua membaca al-Fatihah
dan an-Nas 10 kali, kemudian setelah salam membaca istighfar 10 kali
dan shalawat 10 kali maka 70 malaikat turun dari langit yang bertugas
mencatatkan pahalanya sampai hari kiamat.” Menurut sebagian ulama:
“Bala atau malapetaka yang ditakdirkan oleh Allah Swt. akan terjadi
selama satu tahun itu semuanya diturunkan dari Lauhul Mahfudz ke
langit dunia pada malam Rabu terakhir bulan Shafar. Maka barangsiapa
yang bersedia menulis 7 ayat di bawah ini kemudian dilebur dengan air lalu
diminum, maka orang tersebut akan dijauhkan dari  malapetaka”.
Ayatnya adalah sebagai berikut: “Salaamun Qoulammir-
robirrohim, Salaamun ‘ala nuhin fil’alamin, Salaamun ‘ala ibrohiim, Sa-
laamun ‘ala musa wa harun, Salaamun ‘ala ilyasin, Salaamun ‘alaikum
thibtum fadkhuluha kholidin,  Salaamun hiya hatta mathla’il fajr.” (3) Ti-
dak cukup sampai di situ, ritual ini dilengkapi dengan membuat air
salam, yaitu air yang berisi amalan-amalan rebo wekasan kemudian
dimasukkan ke dalam teko air putih atau galon, bak kamar mandi,
atau tempat-tempat penampungan air lainnya.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 15


Menurut informan penulis yaitu Siti Mudrikah,3 bahwa
fungsi dari tradisi rebo wekasan ini adalah untuk memohon
keselamatan agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, dan
kita sebagai umat manusia tentunya bersyukur kepada Yang Maha
Kuasa atas rahmat dan kesehatan yang telah dilimpahkan kepada
kita. Masyarakat setempat meyakini bahwa hari Rabu terakhir
bulan Shafar atau rebo wekasan mempunyai makna yang mendalam
dan disakralkan karena dianggap hari nahas, hari di mana Allah
SWT menurunkan 320 ribu bala’, hari yang menakutkan atau hari
yang bisa menjadikan seseorang mendapatkan bahaya. Kemudian
sebutan hari nahas ini menurut beberapa orang berdasarkan pada
tafsir QS. al-Qomar: 19.
Ritual ini merupakan suatu bentuk upacara tradisional yang
dilakukan dengan maksud untuk menghindari marabahaya yang
datang dihari rabu yaitu dengan melaksanakan sholat sunnah 4
rakaat dan membuang rajah disumur (sumber air) sebagai tumbal
agar terhindar dari segala mara bahaya serta membaca bacaan-
bacaan tertentu dan bersedekah. Berkenaan dengan sholat sunnah,
setelah rakaat pertama membaca surat Al-Kautsar 11 kali, rokaat
kedua membaca surat Al-Ikhlas 11 kali, rakaat ketiga membaca
surat Al-Naas 11 kali. Setelah salam, membaca sholawat dan
membaca doa yang intinya mohon kepada Allah SWT memberikan
dan terhindar dari segala macam balak. Dengan demikin maka
penyakit, marabahaya tidak akan pernah datang.
Setelah mereka melakukan ritual sebagaimana di atas,
masyarakat setempat meyakini bahwa setelah melakukan ritual
dengan segala rangkaiannya ia merasa tenang karena sudah
berusaha dengan berdoa, shalat li daf ’il bala, melakukan sedekah
yang menurut keyakinan orang Islam sebagai penolak bala’ karena
berdasarkan hadits, bahwa shadaqah akan menolak segala bahaya.
Di samping itu, ia sudah merasa berusaha untuk meminum air
yang telah diberikan wafaq atau rajah yang berisi tulisan-tulisan al-

3 Wawancara tanggal 07 April 2015/09.35.

16 Buku Ketiga
Quran, dengan harapan mendapatkan berkah dari tulisan tadi.
Seandainya perbuatan yang mereka lakukan itu kurang ada
tuntunannya menurut teks-teks al-Quran atau hadits, mereka masih
mengatakan itu sekedar fadhilah amal dan tentu tetap mendapatkan
pahala. Dari keyakinan-keyakinan inilah mereka merasa puas
bahagia, tenang, tentram tidak merasa takut dalam menjalani hari-
hari mereka pada hari rebo wekasan.
Berikutnya kertas amalan yang berisi shalawat dimasukkan
ke dalam teko air putih atau galon, bak kamar mandi, atau tempat-
tempat penampungan air lainnya. Air tersebut disebut dengan air
salam/air barakah, dengan niat berdoa dan meminta keselamatan
dari Allah.

Gambar 3.1. Kertas yang telah dirajah dan akan direndam


dalam air

Disebutkan dalam kitab Nihayatuz Zain karya imam Nawawi


al-Bantani yang merupakan syarah atau penjelasan dari kitab Matan
Fiqih, Qurrotul ‘Ain, barang  siapa yang menulis ayat salamah tujuh
yaitu tujuh ayat al-Quran yang diawali dengan lafal Salaamun:

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 17


“Salaamun Qoulammirrobirrohim, Salaamun ‘ala nuhin fil’alamin,
Salaamun ‘ala ibrohiim, Salaamun ‘ala musa wa harun, Salaamun ‘ala
ilyasin, Salaamun ‘alaikum thibtum fadkhuluha kholidin, Salaamun hiya
hatta mathla’il fajr.” Kemudian tulisan tersebut dilebur/direndam
dengan air, maka barang siapa yang mau meminum air tersebut
akan diselamatkan dari bala yang diturunkan.
Dalam kacamata Islam rebo wekasan, bukan bagian dari ajaran
agama atau ibadah namun positif, di mana tradisi itu berangkat dari
keyakinan yang kuat kepada para auliya’, sebagaimana disebutkan
dalam al-Quran, QS Yunus ayat 62. Kecuali itu, umumnya para
pendakwah Islam dapat menyikapi tradisi lokal, yang dipadukan
menjadi bagian dari tradisi yang “Islami”, juga berpegang pada
suatu kaidah ushuliyyah: “menjaga nilai-nilai lama yang baik, sembari
mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik.” Sehingga apa yang disebut
sebagai ritual merupakan tradisi yang berbentuk asimilasi antara
budaya Jawa (tsaqafat al-jawiyyah) dengan budaya Islam (tsaqafat al-
islamiyyah).
Sementara dalam kaidah-kaidah ushuliyyah (kaidah pokok)
yang menjadi acuan sumber hukum fiqih, jelas dinyatakan bahwa
mencegah berbagai keburukan, justru harus lebih diutamakan
daripada sekedar membuat kebaikan. Karena pentingnya
pencegahan kemungkaran dan keburukan dalam kerja spiritual dan
kerja lahiriyah keagamaan tersebut, maka dalam kaidah ushuliyyah
(ushul al-fiqh), justru pencegahan atas keburukan harus lebih
didahulukan daripada membuat kebaikan.***

18 Buku Ketiga
4

SYA’BANAN BULAN MAKAN-MAKAN

Apriadi

SYA’BANAN merupakan salah satu tradisi peninggalan nenek


moyang yang mentradisi hingga sekarang. Muncul sebelum
datangnya Islam. Setelah Islam datang, hal tersebut tidak
ditinggalkan secara keseluruhan, akan tetapi dirubah dengan hal-
hal yang berbau Islam. Jelas sekali, tradisi ini banyak nilai positifnya
dan tidak melenceng dari syariat agama. Sya’ban adalah salah satu
bulan dari dua belas bulan yang terdapat dalam kalender Tahun
Hijriyah. Sebelum Sya’ban adalah bulan Rajab dan setelah Sya’ban
adalah bulan suci Ramadhan, yang mana di bulan suci Ramadhan
ini seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia, khususnya yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya di wajibkan berpuasa selama
satu bulan penuh, sSeperti yang tercantum dalam QS al-Baqarah
ayat 183.
Di Sambas, di Kecamatan Semparuk, ada anggapan bahwa
bulan Sya’ban merupakan bulan makan-makan dan itu sudah

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 19


menjadi tradisi turun menurun.Penulis juga pernah bertanya kepada
kedua orang tua dan juga kepada salah seorang tokoh masyarakat
di kampung penulis, tentang tradisi Ruahan Sya’ban ini, yaitu
Ma’as. Ma’as ini merupakan seseorang yang sering memimpin
acara tahlil ketika ada acara-acara, baik acara Ruahan Sya’ban,
Tepung Tawar, Sunatan dan lain sebagainya. Di kampung penulis,
yaitu Semparuk Seburing Hilir, Ma’as ini sering disebut sebagai
Amil/Lebai (orang yang paham agama). Katanya, “tradisi itu
merupakan tradisi nenek moyang zaman dahulu yang turun
menurun hingga saat ini”.
Selama satu bulan penuh pada bulan Sya’ban ini, diadakan
acara makan-makan beserta tahlilan disebut juga sedekah nasi.
Biasanya di hari pertama bulan Sya’ban hanya satu rumah yang
mengadakan tahlilan, namun jika mendekati akhir bulan Sya’ban,
maka dalam satu hari bisa dua atau tiga acara tahlilan per-RT, karena
mau mengejar waktu supaya tidak ketinggalan. Nah konon kata
nenek penulis, demikian pula tetangga, sepakat menentukan bulan
tersebut untuk tiap tahunnya mengadakan Sya’banan dikarenakan
bulan tersebut kata mereka itu adalah bulan yang maqbul/mustajab.
Doa yang diinginkan terkabulkan atau diijabah oleh Allah SWT.
Dalam sya’banan ini disertai tahlilan. Tahlilan ialah suatu
ritual atau budaya yang mana prosesnya diawali dengan membaca
shalawat, kemudian al-Fatihah, habis itu surat tiga qul, kalimat
tauhid, istighfar, dan diakhiri dengan doa. Adapun yang memimpin
tahlilan ini bukan sembarang orang, akan tetapi orang yang di
anggap tahu dalam masalah agama di kampung atau RT tersebut.
Biasanya kalau di kampung penulis orang yang seperti ini disebut
Pak Lebai (amil).
Tahlilan ini, tentu saja diadakan bukan hanya pada bulan
Sya’ban saja, akan tetapi juga dapat di waktu-waktu lain, seperti:
acara tepung tawar (selamatan anak yang baru dilahirkan, biasanya
satu minggu setelah kelahirannya), acara pernikahan, acara
sunatan, acara ketika ada orang yang meninggal, dimana acaranya

20 Buku Ketiga
dimulai sejak hari pertama jenazah dikuburkan sampai hari ke tiga,
kemudian hari ke tujuh, habis itu hari ke lima belas, lanjut hari ke
dua puluh lima, kemudian hari ke empat puluh, lalu lajut lagi hari
yang ke seratus, dan akhirnya sampai yang disebut dengan Hool/
Huul yakni setahun setelah meninggalnya seseorang. Di bulan
Sya’ban, acara tahlilan ini sering disebut dengan acara “ Sedekah
Nasi “ atau “ Ruahan Sya’ban “ Konon katanya, menurut orang
tua penulis bahwa acara “ Sedekah Nasi “ ini dilaksanakan warga
untuk bersedekah kepada warga sekitar, dan anggota keluarga
mereka yang telah lama meninggal,sebut saja Ibu nya mereka, adik
nya atau suami nya. Sedekah untuk yang telah meninggal ini adalah
berupa doa yang di bacakan dalam tahlilan itu.
Kecuali itu, jika acara yang menyangkut makan-makan begini,
tidak luput dari yang namanya “antar pakatan”, yaitu seseorang
atau keluarga, biasanya ibu-ibu yang diundang itu dengan suka
rela membawa beras 1 kg atau lebih dalam suatu wadah, bisa saja
baskom yang ada penutupnya atau semacamnya, dan juga biasa
menggunakan kantong plastik. Kemudian yang agak mampu
membawa ayam satu ekor, dan ada juga yang membawa telur,
ada juga yang membawa gula pasir, bahkan ada juga yang hanya
membawa uang, tergantung niatnya masing-msing mau sedekah
apa terhadap tuan rumah. “ayam, talok, gule paser, dan duit iye untok
ngawanek baras”. Inilah di sebut antar pakatan. Antarpakatan di
lakukan pada hari kecil, atau bahasa kampungnya itu hari Numbuk
Rampah (hari merampah). Biasanya yang melaksanakan antar pakatan
ini yaitu orang-orang dekat rumah atau pun keluarga dekat.
Adapun gambar masyarakat kampung yang sedang melakukan
Numbuk Rampah (hari merampah) yakni:

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 21


Gambar 4.1 Sya‘banan di Sambas

Adapun metode atau kebiasaan tuan rumah dalam


mengundang tetangga itu ada dua, dalam artian di luar cara
mengundang keluarga yang ada hubungan kekeluargaan, yaitu: (1)
Jika saudara atau tetangga dekat (tetangga di sekitar rumah ) itu
di undang satu rumah atau satu keluarga yang menempati rumah
tersebut. (2) Jika Tetangga yang jarak rumahnya lumayan jauh dari
rumah, biasanya yang di undang hanya pihak laki - laki saja, dengan
arti kata lain hanya kepala keluarga di rumah tersebut, bisa suami
atau tidak ada suami bisa anak laki-laki yang mewakili bapaknya.
Adapun tetangga yang dekat rumah, keluarga dekat, atau tetangga
yang diundang sekeluarga khususnya ibu-ibu itu biasanya sebelum
hari besar (acara makan-makan), dia datang untuk membantu
mempersiapkan hidangan tersebut, seperti memasak, numbuk

22 Buku Ketiga
rampah, dan lain sebagainya.
Dalam artian proses mempersiapkan hidangan pada hari
kecik (hari numbuk rempah) maupun hari besar(hari makan
besar atau hari H). Sedangkan yang laki-lakinya baik itu bapak-
bapak maupun anak mudanya itu meminjam pinggan mangkok
berserta sendok dan redang (tempat hidangan) dan memasak
nasi yang di lakukan di belakang rumah.Inilah kerjasama dan nilai
rasa persatuanya di masyarakat kabupaten Sambas,khususnya di
kampung penulis. Adapun gambar gotong royong (kerja bakti) dalam
hal membuat emper-emper (tempat lauk-pauk) atau pembuatan tarup
(sebuah pondok yang dibuat dari kayu dan bangunannya berbentuk
segi panjang dan tidak berdinding).
Di kampung penulis hal yang seperti pembuatan tarup
tersebut dilakukan itu, biasanya khusus bagi keluarga yang mampu.
Sedangkan tetangga yang jauh, yang mana yang diundang itu hanya
kepala rumah tangga saja, mereka datang biasanya ketika waktu
tahlilan (acara makan-makan) tersebut mau dimulai, kalau acara
tersebut dilaksanakan pagi hari, maka dia datang pagi hari, biasanya
dimuli dari jam 9 sampai selesai. Jika sore hari, maka dia datang
sore hari, biasanya diadakan dari jam 4 sampai selesai. Tapi yang
jelas, dia ikut dalam proses tahlilan tersebut serta mengaminkan
doa yang dibacakan Amil/Lebai (orang yang memimpin acara
tahlilan tersebut).
Setelah semuanya sudah selesai dilaksanakan tibalah pada
acara yang biasanya di tunggu-tunggu anak muda, tua, maupun
anak-anak yakni acara besar yakni hari H atau acara inti. Di dalam
acara makan-makan ini juga ada peraturanya, khususnya yang di
lakukan di desa saya yakni, apabila di dalam 1 saprahan atau hidangan
terdapat kekurangan orang,maka mereka harus menunggu atau
mencari orang agar saprahan tersebut tercukupi dengan tujuan agar
orang sopan dan tertib, dan biasanya di dalam saprahan tersebut
terdapat 6 sampai 7 macam lauk pauk yang dihidangkan, dan itu
semua tergantung kecil atau besarnya orang yang Sya’banan tersebut

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 23


membuat acaranya.1
Setelah acara sya’banan ini dilaksanakan tetangga sebelah
atau sekitarnya dan berserta keluarga dekat tidak langsung pulang
melainkan membantu tuan rumah membereskan acara sya’banan
yang telah selesai dilaksanakan, kalaupun tetangga pulang itu
biasanya hanya mengganti pakaian, selepas itu langsung bergegas
kembali ke rumah orang yang melaksanakan acara sya’banan
tersebut. Acara “Ruahan Sya’ban” ini dilaksanakan satu bulan full di
bulan Sya’ban, ia di lakukan hanya satu rumah satu kali saja.
Hal positif dari Sya’banan: Pertama, seseorang yang
sebelumnya belum pernah silaturahmi kerumah seseorang
(katakanlah orang yang mengadakan acara ruahan tersebut),
dengan adanya acara tersebut dia menjadi pernah. Kedua, seseorang
yang sebelumnya tidak kenal, dengan adanya acara tersebut bisa
jadi kenal. Intinya menjalin dan mempererat tali persaudaraan
sesama muslim.***

1 Saprahan tersebut itu biasanya terdiri dari berbagai daging dan sayuran,
dan itu semua tergantung kepada kesepakatan orang rumah atau yang bikin ac-
ara dan tukang masak. Biasanya redang (tempat hidangan kecil) maka salah satu
lauk pauknya ditaruh di atas lauk pauk yang lainya, dan berada di tengah-tengah,
hal ini dilakukan dengan tujuan agar yang nyurong (si pembawa hidangan) tidak
kesulitan dan bolak balik ke dapur (tempat hidangan). Saat hidangan sudah di-
siapkan maka masyarakat mulai mempersiapkan diri dan mencari teman un-
tuk menyukupi jumlah orang dalam satu saprah tersebut. Saat semuanya sudah
cukup orangnya, mulailah pembacaan doa, dan berikutnya menikmati hidan-
gan yang sudah disediakan. Dalam satu saprahan (hidangan) tidak bercampur
baur sama laki-laki, kecuali anak kecil atau dalam hal mencukupi saprahan. Jadi
dahulunya, laki-laki maupun perempuan campur baur dalam hal saprahan atau
makan bersama, khususnya bagi yang remaja.Tetapi di masa kini hal tersebut
sudah jarang dilakukan sebab saprahan itu ada dikhususkan buat laki-laki, dan
ada buat perempuan dan saprahan tersebut biasanya membentuk lingkaran dan
posisi duduk antara laki-laki dan perempuan pun berbeda. Laki-laki kalau se-
dang menghadapi saprahan ataupun hidangan biasanya duduk bersila, sedangkan
yang wanitanya duduk pipek atau kedua kaki di bengkokan ke sebelah kanan.

24 Buku Ketiga
5
UPACARA ADAT MALANG KEPRABON
DAN PELUANGNYA DI KALIMANTAN
BARAT

Ayu Kusuma Wati

PENULIS adalah orang Jawa yang saat ini berdomisili di Kalimantan


Barat. Ketertarikan penulis mengangkat tema ini, dengan alasan
latar belakang etnisitas penulis sebagai orang Jawa, yang kebetulan
berdomisili di Kalimantan Barat. Kecuali itu malang keprabon sebagai
tradisi orang Jawa Timur, mungkin diterapkan oleh orang-orang
Jawa Timur yang saat ini berdomisili di Kalimantan Barat. Tulisan
ini merupakan pengkajian dari informasi dari seorang informan
penulis yaitu Suni Naning Indrawati (42), dan berbagai sumber
lain yang telah penulis olah.
Pengantin Malang Keprabon dengan segala tata cara
upacaranya sangatlah unik dan memiliki nilai budaya tinggi.
Berdasarkan penelitian dari peninggalan candi-candi Jawa Timur
dan seputar kota Malang, seperti Candi Jago Tumpang, Candi
Badut peninggalan Raja Gajayana dan Candi Singosari dengan Raja
Kertanegara dan Kendedes-nya yang terkenal anggun dan cantik,

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 25


tata rias dan upacara pengantin Malang Keprabon berorientasi
pada kebudayaan Hindu-Jawa  pada umunya dan khususnya Jawa
Timur. Namun pada perkembangannya, diwarnai oleh ajaran
Islam. Tetapi tidak setiap masyarakat memakai tradisi ini, hanya
sebagian orang yang masih menggunakan tradisi pengantin Malang
Keprabon, termasuk mungkin orang Jawa di Kalimantan Barat.
Berikut penjelasan tentang Malang Keprabon:
(1) Mlapati. Mlapati adalah mencari calon jodoh untuk
sang putra atau mencari pasangan untuk anaknya. Pada zaman
lampau, pada tahap ngetepi ini, biasanya dilakukan pada saat
sedang berlangsung suatu perayaan atau upacara adat Keraton.
Misalnya acara mantu, ulang tahun penobatan Raja dan sebagainya.
Biasanya para putra putri turut serta menghadirinya pada acara
tersebut. Apabila suatu saat keluarga telah menemukan gadis atau
pria yang dirasa cocok untuk dijodohkan dengan sang putra atau
sang putri, maka segera dilakukan penelitian melalui utusan untuk
mengetahui asal-usul dan data lengkap dari calon sang mempelai
wanita atau pria tersebut. Bila sudah cocok, maka segera dilakukan
acara nontoni.
(2) Ngetukake Balung Pisah/ Nontoni.  Ngetukake Baluh
Pisah/Nontoni adalah menyaksikan dari dekat calon mempelai
yang telah di temukan sebagai calon jodoh sang putra atau putri.
Apabila dalam acara nontoni ini telah mendapat kesepakatan dari
keluarga calon mempelai pria atau wanita, maka segera dilanjutkan
ke tahap berikutnya, yakni melamar, terkecuali kalau hal ini suatu
“anugrah” atau “triman” dari raja, haruslah diterima dengan
senang hati. Tetapi pada zaman sekarang bila pihak keluarga sudah
menyetujui kesepekatan tersebut maka secepatnya melaksanakan
melamar.
(3) Melamar. Melamar yaitu mengajukan permohonan
secara tertulis, disebut ‘surat lamaran’ yang dibuat oleh pihak calon
mempelai pria yang ditujukan kepada pihak calon mempelai wanita
melalui suatu utusan. Adapun yang diutus atau yang melaksanakan

26 Buku Ketiga
ialah saudara yang lebih tua dari ayah atau ibu. Jikalau dikabulkan,
maka segera diadakan pembicaraan mengenai penentuan hari
baik untuk pernikahan. Sebagai tanda menerima, keluarga calon
mempelai wanita mengadakan kunjungan balasan sekaligus
menyampaikan bahwa lamaran tersebut diterima dan sekaligus
untuk bersilahturahmi kepada keluarga calon pihak pria.
(4) Peningsetan. Menindak lanjuti acara melamar sebagai
tanda pinangan, keluarga calon mempelai pria datang dengan
membawa barang hantaran atau sersahan dan menyerahkan
barang-barang tertentu sebagai tanda meminang. Arak-arakan ini
disaksikan oleh kedua belah pihak beserta keluarga dan kerabat
handai taulan. Maka resmilah acara peningsetan sebagai tanda
ikatan bahwa sang putri sudah ada yang meminang atau yang
melamarnya.
(5) Penentuan Hari. Kedua belah pihak menentukan hari baik
untuk pernikahan putra-putrinya. Dalam mencari penentuan hari
sangat penting dan diutamakan, karena mengharap kesejahteraan
dan keselamatan bagi kedua calon mempelai. Dalam mencari hari
baik, menghindari hari tali wangke dan hari sampar wangke (hari
naas) ataupun hari buruk yang berdampak dengan perkawinan
putra-putrinya.
(6) Pasang Terob. Terob, didirikan 7 hari  sebelumnya atau
menurut hari baik. Bahannya terbuat dari daun nipah (daun kelapa

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 27


yang dianyam untuk atap) dan bambu untuk tiang-tiangnya. Kalau
terob sudah jadi sekitar atap. diberi hiasan berupa janur. Setelah
terob jadi, pada kanan kiri pintu masuk dipasang tuwuhan yang
terdiri dari: (a) Sebelah kanan: satu batang pisang raja yang masih
lengkap dengan satu tandan beserta jantungnya, satu tandan
beserta jantungnya, satu jenjang cangkir gading, tebu wulung, daun
kluwih, daun alang-alang, daun beringin, daun apo-apo, untaian
padi, dan untaian jagung. (b) Sebelah kiri: satu batang pisang
gajih yang masih lengkap dengan satu tandan beserta jantungnya,
satu janjang kelapa hijau, tebu eulung, daun kluwih, daun alng-
alang, daun bringin, daun apo-apo, untaian padi, dan dan untaian
jagung.1
(7) Pinggitan. Lebih kurang 7 hari sebelum akad nikah,
calon pengantin wanita dipingit di dalam keputren, dan tidak
diperkenankan berhias atau memakai perhiasan dan harus
berdandan sederhana mungkin. Hari pingitan ini dilambangkan
sebagai hari puasa. Sebaiknya calon pengantin memakai lulur
agar nanti bila saatnya tiba, wajahnya akan bercahaya (bhs.Jawa:
manglingi). Lebih baik lagi kalau calon pengantin wanita mau
berpuasa. Karena hikmah puasa dapat menahan diri, sabar, tidak
mudah tergoda, cobaan-cobaan, dan untuk mendapatkan ridho
Allah SWT, agar hidup bahagia kelak.
(8) Siraman. Upacara siraman dilaksanakan sehari sebelum
hari nikah. Maksudnya, untuk mensucikan calon pengantin, baik
jasmani maupun rohani. Waktu siraman dilakukan antara pukul
11.00 yang memandikan adalah para pini sepuh yang masih genap

1 Makna pelambang (arti hiasannya): Pisang raja: supaya hidup kelak


berbahagia seperti raja. Pisang gajih: supaya hidup bisa berhasil. Cengkir: ken-
ceng ing pikir (tegas dalam memikirkan sesuatu). Kelapa hijau: lambang kesem-
buhan, karena airnya dapat digunakan sebagai obat penawar. Tebu: anteping ka-
lbu (ketetapan hati). Padi dan jagung : pangan (makanan pokok). Daun kluwih :
linuwih (serba tahu/ serba lebih). Daun alang-alang tanpa halangan. Daun apo-
apo: tidak ada apa-apa. Janur, nur : cahaya, supaya calon pengantin mempunyai
cahaya yang mempesona. Beringin: Lambang pengayoman.

28 Buku Ketiga
(suami istri) dan sejahtera hidupnya, didahului oleh Bapak dan
Ibu pengantin. Maksudnya, agar dapat mewariskan kebahagiaan
kepada calon pengantin. Yang memandikan berjumlah ganjil, dan
yang terakhir juru rias mengguyur dengan air kendi, lalu kendi
tersebut dipecahkan. Setelah upacara siraman selesai, dilanjutkan
dengan meratus rambut. Perlengkapan siraman: kembang pudak,
kembang sundel, kembang kenongo, kembang locari kuning/
gadung, kembang locari putih, kembang regulo putih, kembang
regulo abang, kembang cepiring, daun pandan, air tawar diambil
dari tujuh sumber, mangir untuk menghaluskan kulit, kendi
berisi air suci, sajen siraman, handuk dan pakaian untuk ganti.
Pelaksanaan siraman: calon pengantin melaksanakan sungkem
kepada kedua orang tua. Calon pengantin di bimbing oleh kedua
orang tua menuju ke tempat siraman.
Doa siraman: Niat ingsun nyirame sejatine Sanghyang Tunggal,
Rogo sejatine jabang bayine (calon pengantin), dadi Ratu ing Buono, Sun
Siram nganggo kembang Tirtosari sarine   Bopo Bumi-Pertiwi, ya ingsun
putro Adam soko sih panguasane Gusti Kang Murbeng Tuwuh. Ngilangi
gondo kang ala dadi becik, Rupa kang ala dadi becik Rahayu-Rahayu-
Rahayu saking daya kersane Gusti. Doa pecah kendi/ pecah pamor:
Sun nyalami Kaki among lan Nini among kan ngemong awal tumekane
akhir. Jabang bayine Rogo-Sejati. Sejati-urip. Kaguangane Gusti Kan Moho
Agung. Lamun ono lir sembikolo nyandung kembang cempoko sarining
kamulyan. Krente pangucape Roso: Sing cumlorong jabang bayine. Tong
galitong wong sa’buono pada pitong, sinkaton Asri kaya Dewi Sri mung
jabang bayine.
(9) Meratus Rambut. Maksud dari meratus rambut ialah
mengeringkan rambut dan memberi aroma harum pada rambut.
Adapun yang meratus rambut juru rias selama kurang lebih dari
15 menit.
(10) Ngetepi/ Ngerik. Ngetepi (ngerik), menghilangkan bulu
kuduk (bulu kalong) dan menghilangkan bulu-bulu pada wajah
yang masih melekat, supaya bersih (terhindar dari gangguan)

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 29


(11) Manggulan. Manggulan merupakan malam tirakatan dan
malam terakhir bagi calon pengantin putri sebagai gadis perawan.
Calon pengantin dirias sederhana mungkin dan memakai sanggul.
Calon pengantin duduk di dalam kamar ditemani sanak keluarga
dan para pinisepuh untuk memberi doa restu agar pelaksanaan
ijab/nikah dan tamu pengantin tidak ada aral melintang. Pakaian
yang dikenakan adalah kain panjang gringsing kebaya berenda
malangan.
(12) Tebusan kembar mayang. Acara ini dilaksanakan secara
simbolis sekitar pukul 10 malam. Bapak dan ibu telah duduk di
pelaminan yang telah disediakan. Calon pengantin yang telah
disediakan. Calon pengantin diiringkan dua perawan untuk
sungkem menghadap Bapak dan Ibu. Calon pengantin minta bebono
(permintaan) kepada kedua orang tua nya; dia mau dikawinkan
kalau dibawakan bunga wijaya kusuma (bunga Dewo Ndaru).
Kemudian Bapak calon pengantin menugaskan kepada dua
orang (Bapak-Ibu) yang hidupnya mencapai kebahagiaan untuk
mencarikan bunga permintaan putrinya. Pergilah kedua orang
tersebut menemui Kama Jaya dan Kama Ratih untuk meminjam
bunga Dewo Ndaru. Setelah diperoleh bunga tersebut, kedua
perawan sunthi menggendong bunga Dewo dengan selendang
pati. Setelah sampai, kedua utusan sowan kepada Bapak dan Ibu
calon pengantin, bahwa usahanya mencari sepasang bunga Dewo
Ndaru (sepasang kembang mayang) telah berhasil. Kemudian
sang putri dipanggil, disuruh mengamati apakah bunga itu yang di
kehendaki? Sang putri mengatakan, inilah bunga yang diinginkan.
Kemudian sang Bapak mengatakan, apa tidak ada yang kurang?
dengan wajah berseri sang putri mengatkan, tidak ada yang kurang.
Kemudian ditutup dengan tembang dandang gulo. Dua pasang
kembar mayang ditaruh didepan pelaminan dan tidak boleh
dipindah-pindah sampai saat hari bertemu pengantin.
(13) Upacara Jpmblokan (Rapak dan Ijab/Nikah). Sebelum
upacara ijab nikah dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan rapak,

30 Buku Ketiga
yang pelaksanaannya bersama-sama dengan waktu ijab. Yang hadir
dalam upacara ini: penghulu (sebagai wakil pemerintah), kedua
calon mempelai pengantin, dua saksi dari keluarga pengantin pria
dan pengantin wanita (yaitu orangtua atau bila orangtua tidak ada,
yang menjadi wali saudara laki-laki).
(13) Temu Penggantin. Upacara temu ini dilaksanakan
pada waktu sesudah maghrib, mengambil waktu surup, karena
mempunyai makna antara siang dan malam. Tempat untuk temu
di tengah-tengah pintu dibawah talang. Urutan acara temu: (a)
Tukar kembang mayang, tukar pengasih, injak telor, minum air
wening oleh ibu pengantin putri, kliteran dengan angka 8: kedua
mempelai pengantin bergandengan dengan jari klingking kanan
pengantin putri, sedang pengantin putra dengan kelingking
tangan kiri. Lalu, duduk di pelaminan diiringi oleh kedua orangtua
pengantin. (b) Asok Koyo: yaitu wajib memberikan nafkah
kepada istri, dengan menuangkan beras kuning, uang recehan dan
bunga boreh dimasukan kedalam kantong kuning motif tumpal
malangan. Diterima oleh pengantin putri dengan kacu warna sama
dengan kantongan. (c) Dahar Nasi Punar (nasi kuning): kedua
pengantin saling menyuap yang berarti dalam kehidupan kelak,
suka dan duka dirasakan berdua. Nasi kuning dihias dengan janur
dan diberi lauk-pauk. (d) Sungkeman kepada orangtua pengantin.
(e) Iringan gendang pada upacara ngarak dan temu pengantin:
senenan (ngarak pengantin), dhendho (temu pengantin), cincing
guling (kirab), dan ketawang tengger (upacara di pelaminan).
(14). Resepsi. Pemberian doa restu kepada kedua mempelai
pengantin dan kepada kedua orangtua mempelai sembari beramah-
tamah.
Sebagai bagian dari tradisi Jawa Timur, upacara adat malang
keprabon berpeluang diadakan di Kalimantan Barat oleh orang-
orang Jawa Timur yang ada diKalimantan Barat. Secara positif,
upacara adat ini tidak berseberangan dengan ajaran agama (Islam),
sehingga dapat diterapkan oleh orang Jawa Kalimantan Barat
(yang beragama Islam).***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 31


6

TRADISI BERZANJI
DI KALIMANTAN BARAT

Evi Rianti

BERZANJI merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh


masyarakat untuk mengenang riwayat Nabi Muhammad SAW.
Hal ini biasa dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Barat ketika
diadakannya acara khitanan, pernikahan, serta maulid Nabi besar
Muhammad SAW. Dengan demikian, melalui kajian ini, penulis
ingin lebih mengenal kembali kegiatan berzanji tersebut, baik
dari pengertiannya maupun hubungannya serta nilai-nilai yang
terkandung dalam pandangan Islam.
Berzanji merupakan suatu doa-doa, puji-pujian dan
penceritaan riwayat nabi Muhammad SAW yang dilafalkan
dengan suatu irama atau nada yang biasanya dilakukan ketika
kelahiran, khitanan, maupun maulid nabi Muhammad SAW. Isi
berzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, yang disebutkan
berturut-turut yaitu silsilah keturunannya, masa kanak-kanak,

32 Buku Ketiga
remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga
mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta
berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Tujuan
pembacaan berzanji ialah untuk memuja dan memuji nabi agar hati
menjadi tenang, tentram dan damai. Serta mengikat tali silaturahmi
pada masyarakat setempat sehingga terbentuk kekeluargaan.

Gambar 6.1 Berzanji


Pembacaan berzanji pada umumnya dilakukan di berbagai
kesempatan, sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian
sesuatu yang lebih baik. Misalnya pada saat kelahiran bayi,
mencukur rambut bayi (aqiqah), acara khitanan, pernikahan dan
upacara lainnya.dan acara pencukuran rambut bayi itu biasanya
dikellingkan dan mencukur atau mengguntingnya sedikit saja
dan dilakukukan oleh para lelaki dan wanita 4 dari pihak laki-laki
dan 3 dari pihak perempuan. Di masjid-masjid perkampungan,
biasanya orang-orang duduk bersimpuh melingkar. Lalu seseorang
membacakan berzanji, yang pada bagian tertentu dilanjuti oleh

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 33


jemaah lainnya secara bersamaan. Di tengah lingkaran terdapat nasi
tumpeng dan makanan kecil lainnya yang dibuat warga setempat
secara gotong-royong. Terdapat adat sebagian masyarakat, di mana
pembacaan Berzanji juga dilakukan bersamaan dengan dipindah-
pindahkannya bayi yang baru dicukur selama satu putaran dalam
lingkaran. Sementara baju atau kain orang-orang yang sudah
memegang bayi tersebut, kemudian diberi semprotan atau tetesan
minyak wangi atau olesan bedak.
Di dalam tradisi pembacaan barzanji, tentunya memadukan
berbagai kesenian, antara lain seni musik, seni tarik suara, dan
keindahan syair kitab barzanji itu sendiri. Syair-syair dalam kitab
barzanji tersebut dilantunkan dengan lagu-lagu tertentu dan kadang
diiringi alat musik rebana. Dan melakukan dalam bersamaan para
masyarakat serta mengikatkan tali silaturahmi antara satu dengan
yang lain sehingga terciptalah rasa kekeluargaanya.
Tradisi barzanji dan pembacaan shalawat tentunya merupakan
kegiatan yang sarat akan niali-nilai positif. Beberapa nilai yang
terkandung dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut: pertama,
nilai religius. Pembacaan kita barzanji merupakan bentuk bukti
kecintaan penganut agama Islam terhadap Nabi Muhammad SAW.
Syair dan hakikat yang tertulis dalam kitab tersebut memaparkan
nilai-nilai yang baik yang dapat meningkatkan kadar religis
seseorang. Selain itu, masyarakat juga dapat mengambil hikmah
dari kehidupan Nabi Muhammad SAW dari kitab tersebut yang
dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
pembacaan berzanji dapat meningkatkan hasrat masyarakat dalam
melaksanankan agama. Kedua, nilai sosial. Dengan tradisi barzanji
yang digelar, dapat mempererat tali silaturrahmi. Tradisi Barzanji
yang digelar pada perayaan hari besar seperti maulid Nabi dan
berbagai upacara lainnya di masyarakat, seperti perkawinan,
kelahiran anak, khitanan dan lain-lainnya membuka ruang besar
bagi masyarakat untuk bersosialisasi antara satu dengan lainnya.
Hal ini dikarenakan, dengan kegiatan semacam inilah, mereka yang

34 Buku Ketiga
jarang bertemu akan bertemu dan mempererat tali persaudaraan
serta ikatan sosial di antara mereka dalam masyarakat. Ketiga, nilai
budaya. Syair-syair yang terangkum dalam kitab Barzanji, meskipun
menceritakan kehidupan Nabi Muhammad SAW, merupakan karya
yang bernilai sastra tinggi. Sebagaimana yang kita ketahui, bangsa
Arab mempunyai tradisi penulisan sastra yang kuat. Hal ini sejalan
dengan budaya masyarakat Indonesia yang juga mempunyai tradisi
sastra yang tidak bisa dikatakan bermutu rendah. Perpaduan antara
kedua budaya inilah yang akan menghasilkan bentuk budaya baru.
Perpaduan ini yang juga memperkaya kebudayaan Indonesia.
Senyatanya tradisi berzanji jika dikaitkan, memiliki dasar
hukum yang jelas dan kuat dalam Islam. Sebagaimana Allah SWT,
telah menjelaskan dalam firmannya dalam QS. Hud ayat 120 dan
QS. Al-Ahzab ayat 56. Kecuali itu, Allah SWT telah mengajarkan
kepada kita, bahwa cara mencintai Nabi SAW adalah: (1) Mentaati
atau mengikuti sunnahnya (QS. al Hasyr ayat 7 dan QS.Ali Imran
ayat 132). (2) Meneladani akhlaknya Rasulullah (QS. al Ahzab ayat
21 dan QS.Al-Qashash ayat 77).
Dengan demikian, bisa disimpulkan, kita umat Islam
dianjurkan untuk bersalawat. Di kalangan masyarakat kita sendiri
(masyarakat Kalimantan Barat), shalawat yang biasa dilakukan
dapat berupa pembacaan berzanji. Dengan demikian, amal
barzanji ini adalah salah satu bentuk wasilah dengan kecintaan,
pengidolaan tokoh-tokoh besar melalui pembacaan biografinya
agar contoh kehidupan nyatanya bisa menjadi suri tauladan yang
baik bagi kehidupan kita kelak serta menjadi suatu amalan yang
senantiasa menjadi bekal nantinya.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 35


7
TRADISI BUANG-BUANG ORANG MELAYU
TELOK PAKEDAI

Fitri Andriani

DALAM tulisan ini akan dibahas tentang buang-buang, sebagai


tradisi orang Melayu Teluk Pakedai, dengan maksud meminta
dijauhkan dari segala sesuatu yang dianggap tidak baik atau
meminta sesuatu keselamatan dan dijauhi dari segala marabahaya.
Buang-buang ini, sebagai tradisi sudah lama dikerjakan oleh
pendahulu orang Melayu Teluk Pakedai sejak dulu. Dalam sejarah
Melayu pelaksanaan buang-buang ini orientasinya untuk memberi
penghormatan terhadap leluhur.
Buang-buang ini diadakan oleh pihak keluarga atau setiap
orang yang mempunyai hajatan, seperti pernikahan, sunatan,
gunting-rambut bayi dan lain-lain. Buang-buang ini menunjukkan
adanya kepercyaan terhadap animisme dan dinamisme, yakni
keyakinan terhadap adanya kekuatan lain di luar diri manusia
berupa roh atau dewa yang mampu mempengaruhi kehidupannya.
Upacara adat buang-buang orang Melayu Teluk Pakedai bermaksud

36 Buku Ketiga
memberitahukan pada keturunan yang berada di alam ghaib
maupun di dalam air agar dalam pelaksanaan upacara adat tidak
mendapat gangguan dan akan berjalan lancar. Simbol yang
diberikan adalah seperangkat perlengkapan yang disepakati oleh
dukun dengan kerabat yang mempunyai hajatan.
Buang-buang ini biasanya dilakukan di tepi sungai pada pagi
hari maupun malam hari sebelum acara yang diinginkan dimulai.
Adapun yang disiapkan adalah: nasi kuning (memberi makan
kepada sungai), nasi putih (memberi makan kepada sungai), telur
(sebagai penyakit), daun sirih (sebagai pengikat supaya tidak
ada perpisahan), dan benang (sebagai pengikat supaya tidak ada
perpisahan). Setelah buang-buang selesai, apa yang telah dibuang
oleh pemilik suatu hajatan tersebut seperti nasi kuning, nasi putih,
telur, daun sirih dan benang itu boleh diambil oleh orang lain, asal
jangan keluarga yang membuang itu yang mengambil kembali.
Setiap tradisi pastilah merepresentasikan nilai-nilai. Dalam
buang-buang juga menampilkan suatu bentuk tradisi yang syarat
nilai. Pembudayaan tradisi buang-buang oleh orang Melayu Teluk
Pakedai, senyatanya mengembangkan adat istiadat melayu. Secara
filosofis bermakna keberkahan sebagai bentuk penghormatan dan
pengakuan terhadap keberadaan sungai dan laut sebagai salah satu
sumber penghidupan masyarakat.
Maksud dan tujuan pelaksanaan buang-buang ini adalah untuk
mencari keselamatan hidup, dengan cara melaksanakan selamatan
bersama-sama pada setiap orang atau setiap keluarga yang
mempunyai hajatan. Sebagian orang menilai buang-buang sebagai
sesuatu yang syirik, kita bisa setuju dan tidak setuju atas pandangan
ini. Hanya bagi orang Melayu Teluk Pakedai, pelaksanaan buang-
buang, merupakan suatu representasi dari rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. Selainnya, maksud dan tujuan
pelaksanaan buang-buang adalah untuk mendapatkan ketenangan
batin dan keselamatan hidup dari berbagai gangguan roh halus
leluhur maupun makhluk ghaib lainnya, di sisi lain sebagai wujud

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 37


ekspresi kegembiraan (syukur) atas keberhasilan atau keselamatan
dan segala rezeki yang diterimanya selama tinggal di bumi.***

38 Buku Ketiga
8
JILBAB DALAM PERSEPSI
ORANG MADURA PONTIANAK

Hanafi

BICARA tentang jilbab, hubungannya tidak hanya pada sesama


manusia tapi juga berhubungan langsung dengan Allah SWT karena
hal tersebut (berjilbab). Sudah menjadi kewajiban tersendiri bagi
semua muslimah untuk berjilbab. Selain menjaga aurat muslimah
yang berjilbab harus dimafhumi banyak memperoleh manfaat
positif. Tulisan ini adalah tentang jilbab dalam persepsi orang
Madura Pontianak. Dengan demikian tulisan ini ingin mengungkap
bagaimana persepsi orang Madura Pontianak tentang jilbab.
Jilbab disebut juga kerudung berasal dari bahasa Arab yakni
jalabah, yang bermakna membawa. Jilbab atau kerudung berarti
salah satu busana yang dikenakan oleh wanita yang beragama
Islam. Fungsinya untuk menutupi kepala dan dada. Jilbab sesuai
perintah Nabi Muhammad Saw., ditunjukan kepada semua wanita
muslimah.
Kita tengok zaman sekarang. Banyak sekali model-model
jilbab disuguhkan kepada wanita muslimah untuk mempercantik

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 39


dirinya. Bahkan sampai diadakan suatu pameran produk jilbab
dengan berbagai modelnya. Namun jilbab yang trend sekarang,
senyatanya hanya gaya hidup. Banyak yang berjilbab, tapi digunakan
hanya saat perkuliahan agar terlihat rapi dan elegan bersama-sama
teman kuliah, dan setelah selesai mengikuti perkuliahan/ sampai
di rumah, kos jilbab sudah tergeletak dan tidak digunakan lagi.
Minimnya pengetahuan tentang hakikat berjilbab adalah
penyebab muslimah “seenaknya” mengenakan jilbab, seperti
kasus di atas. Fungsi jilbab jauh lebih luas dari sekedar menutupi
aurat, yaitu terhindar dari maksiat. Tetapi tak bisa dipungkiri, saat
ini jilbab dipakai tidak jarang sebagai kedok atau identitas bagi
sebagian muslimah agar terkesan baik, sopan dan berbudi luhur.
Perlu dicerna makna hadits Rasulullah Saw berikut: “Wahai
asma’ Wanita yang sudah haid haris menutupi seluruh
tubuhnya. Kecuali ini dan ini, sambil menunjuk wajah dan
telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud) Hadits ini jelas menunjukan
bahwa aurat wanita yang sudah baliqh, ialah seluruh tubuhnya
kecuali muka dan telapak tangan. Hadist ini dishahihkan oleh al-
Albani, seorang ulama ahli hadits yang otoritas dan ilmunya tidak
diragukan lagi.
Idealnya tujuan berjilbab selain mendekatkan kita kepada
Allah juga mendekatkan dengan sikap hidup yang bersih. Berjilbab
juga merupakan kewajiban bagi setiap muslimah dan merupakan
syariat agama Islam yang herus dilaksanakan. Jilbab bisa mendorong
kita ke jalan yang lurus dan bersungguh-sungguh mendalami
agama. Secara tidak langsung berjilbab juga meningkatkan motivasi
untuk lebih takwa kepada Allah SWT. Jilbab yang dipakai dengan
niat yang benar, memang bisa mencerminkan ketinggian ilmunya
dan juga ketinggian akhlaknya. Hai nabi, katakanlah kepada
istri- istrimu, anak- anak prempuanmu dan istri- istri orang
mukmin:” hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh
tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk di kenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah

40 Buku Ketiga
maha pengampun lagi maha penyayang. (QS. Al- Ahzab: 59)
Rasulullah bersabda: “Wanita yang di neraka menggantung-
kan dirinya dengan rambutnya adalah wanita yang tidak menutup
rambutnya di hadapan selain muslim.” Rasulullah Saw bersabda:
“Dua golongan penghuni jahannam belum pernah aku lihat.
Kelompok yang disiksa dengan sebuah pecut (menyerupai ekor
sapi). Kedua para wanita yang berbusana namun telanjang (mereka
yang menggunakan baju tipis dan transparan)”. Dengan melihat
dan memperhatikan beberapa hadist di atas, maka jelaslah bagi
kita bahwa Allah SWT telah mewajibkan seluruh muslimah untuk
berjilbab. Dengan berjilbab, seorang muslimah akan memiliki sifat
seperti bidadari surga yang menundukan pandangannya dan tidak
pernah disentuh oleh orang yang bukan mahramnya

PERSEPSI ORANG MADURA TENTANG JILBAB


Sebagian informan penulis sepakat bahwa jilbab merupakan
bagian dari syariat agama yang penting untuk dilaksanakan oleh
seorang muslimah. Ia lebih dari sekedar identitas atau menjadi
hiasan semata dan juga bukan penghalang bagi seorang muslimah
untuk menjalankan aktivitas kehidupannya. Menggunakan jilbab
yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah  SWT, adalah wajib bagi
setiap muslimah, sama seperti ibadah-ibadah lainnya seperti shalat,
puasa yang juga diwajibkan baginya.
Namun sangat miris jika kita amati, muslimah di Indonesia,
termasuk dari kalangan orang Madura, menggunakan jilbab sebagai
kebutuhannya sebagai orang yang beragama. Seperti banyak kita
ketahui selama ini, muslimah indonesia menggunakan jilbab karena
sekedar identitas atau formalitas saja, semisal kewajiban sekolah
yang yang mewajibkan siswinya berjilbab.
Kadang kita juga temui para muslimah yang berjilbab, namun
berpakaian ketat, yang tentunya tidak sesuai dengan aturan syariat.
“Berjilbab tapi telanjang” merupakan istilah yang sering kita
dengar. Pernyataan semacam itu bukan hanya omongan semata,

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 41


sebab kita tidak bisa memungkiri lagi bahwa pada kenyataannya
memang seperti itu. Banyak kalangan perempuan yang berjilbab
cuma karena ingin menjaga style bukan maksud menutupi auratnya
yang memang wajib ditutupi.
Informan penulis mengatakan bahwa orang Madura yang
mayoritas beragama Islam sangat menekankan bagi para wanita
untuk berjilbab. Sebab jilbab merupakan simbol keislaman yang
memang harus ditanamakan dan dijalankan sesuai syariat agama
Islam. Ibu Siti Fatimah (52) menjelaskan, Jilbab itu memang wajib
di dipakai bagi kaum muslimah di mana pun itu, karena memang
hal tersebut dianjurkan dalam Islam bukan hanya bagi orang
Madura semata yang harus memakainya. Orang Madurakan
rata-rata Islam jadi sudah wajar jika harus memakai jilbab. Oleh
sebab itu, banyak dari anak-anak perempuan orang madura
itu di disekolahkan di pesantren, selain untuk memperdalam
agama juga bisa mengetahui apa fungsi jilbab itu sendiri”.“yaa
kalau memang ingin mengikuti ajaran agama. Hukumnya wajib
berjilbab”.
Dari penjelasan Ibu Siti Fatimah, jelaslah bahwa berjilbab
itu hukumnya wajib dan harus dilaksanakan. Di kalangan orang
Madura tentang jilbab ini memang tertanam dalam, sehingga jika
salah satu di antara keluarga (perempuan) tidak mengenakan jilbab,
hal itu nampaknya kurang baik di mata orang banyak. Apalagi jika
seorang muslimah yang sudah haji tidak mengenakan hijab atau
santriwati yang belajar di pondok pesantren tidak mengenakan
jilbab, orang Madura mengganggap hal semacam itu sangat tidak
baik. Karana kalau perempuan yang sudah melaksanakan haji dan
mengabdi di pesantren dalam pandangan mereka jelas sudah tahu
tentang hukum berjilbab dan tahu tujuan berjilbab.
Islam yang kental tertanam di hati orang madura, khususnya
daerah pedesaan yang masih memegang teguh tentang konsep
jilbab sebagai kewajiban bukan hanya sekedar gaya ataupun
semacamnya. “Bagi kalangan orang madura, jilbab bagaikan sebuah

42 Buku Ketiga
budaya yang harus dilestarikan namun tidak mengenyampingkan nilai dan
norma atau fungsi dari jilbab itu sendiri”. jelas Siti Fatimah.
Meskipun demikian, informan penulis yaitu Ibu Siti Fatimah
juga akui, tidak semua orang Madura itu berjilbab. Ada sebagian
kecil yang tidak mengenakan jilbab. Namun, secara keseluruhan
orang Madura rata-rata berjilbab. Ada yang pakai jilbab jika ada
acara keluarga, lebaran, udangan dan acara lainnnya. Jilbab di
kalangan orang madura sangat erat hubungannya dengan persepsi
orang madura bahwa “jika tidak menggunakan jilbab, nampak
kurang baik”. Apalagi orang madura seratus persen identik sebagai
orang Islam.
Kecuali itu, Khomiyah (39) berpendapat bahwa jilbab itu
bukanlah sekedar budaya saja bagi orang Madura, melainkan
dianggap sebagai suatu perintah dari Allah SWT., yang mana harus
menutupi auratnya. Dimafhumi, karena kepala merupakan aurat
selain wajah dan telapak tangan. Orang Madura yang rata-rata
menganut agama Islam pastinya selalu berpegang teguh dengan
syariatnya atau syariat Islam.
Sebagai penutup, minimnya pengetahuan tentang hakikat
menggunakan jilbab serta tuntunan yang diberlakukan oleh agama
islam, membuat wanita-wanita muslimah seenaknya mengenakan
jilbab. Pada dasarnya jilbab berfungsi untuk menutupi aurat
kewanitaan agar terhindar dari maksiat akan tetapi, terkadang
saat ini digunakan sebagai kedok atau identitas bagi wanita-
wanita tertentu agar terkesan baik, sopan-santun, dan berbudi
luhur. Pandangan positif sebagian orang Madura tentang jilbab,
mewakili pandangan orang Madura bahwa berjilbab tidak hanya
perlu membudaya di kalangan muslimah tapi hendaknya juga
dipandang sebagai identitas dan kewajiban seorang muslimah pada
agamanya.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 43


9

TEPUNG TAWAR
ORANG MELAYU BANJAR PONTIANAK

Iis Mardiana

DALAM tulisan ini akan dibahas tentang tepung tawar sebagai


tradisi khas orang Melayu Banjar pontianak. Informan dalam
penelitian ini yaitu Rabunah1 dan Ismail Ahmad.2
Tepung tawar melestari secara turun-temurun sejak masa
nenek moyang orang Melayu Banjar Pontianak. Tujuannya untuk
menjaga keselamatan agar dijauhkan dari bala’, marabahaya dan
juga bencana. Selain itu, tepung tawar merupakan ucapan rasa
syukur kita kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang
telah dilimpahkan rezeki serta kesehatan kepada kita.
Di kampung penulis, orang-orang menyebut tepung tawar
itu dengan kata tepong tawar, yang mana acara ini diadakan ketika
menyambut kelahiran seseorang anak (bayi), laki-laki maupun
perempuan, ketika ia sudah berumur tujuh hari dan biasanya di
1 Wawancara pada tanggal 11April 2015, Pukul: 19.00 Wib.
2 Wawancara pada tanggal 12 April 2015 pukul: 14.00 Wib

44 Buku Ketiga
kampung penulis juga pernah melaksanakan acara ini pada saat
hari ke empat belas dan empat puluh hari setelah kelahiraan anak.
Disebut tepung tawar karena tradisi ini identik dengan tepung
yang terbuat dari beras yang ditumbuk dan tidak mempunyai
rasa apa-apa diperuntukan menawar, mengobati, menangkal, dan
mendoakan seseorang agar selamat, bahagia, dan terhindar dari
segala penyakit, bala serta bencana dalam hidupnya. Selain itu,
upacara adat tepung tawar ini bertujuan untuk pelestarian kebudayaan
tradisi orang Melayu Banjar Pontianak sebagai warisan hidup yang
turun-temurun dari nenek moyang.
Berbagai prosesi yang biasa disertai tepung tawar, adalah
sebagai berikut: Pertama, gunteng rambut. Tepung tawar pada saat
acara gunteng rambut, di kampung penulis biasanya menyebutnya
dengan buang syarat (cukur rambut pada bagian depan) rambut
sang bayi itu tersebut.

Gambar 9.1. Gunteng Rambut dan Peralatan yang Disiapkan


Upacara adat tepung tawar berdasarkan gambar 1.1
menyertai momentum gunteng rambot dilakukan pada anak yang
baru lahir, biasanya dilaksanakan ketika bayi berusia 40 hari atau
setelah tali pusar bayi itu telah lepas yang disertai dengan naik ayon
dan aqiqahan. Upacara gunteng rambut ini sudah lama dikenal
oleh orang Melayu Banjar Pontianak yang beranggapan bahwa
seorang anak bayi akan lebih mudah dipengaruhi oleh roh-roh
jahat. Upacara adat ini dimulai dengan pembacaan berzanji yang
dilakukan oleh para jamaah yang diundang, dengan dipimpin
oleh seorang yang lebih tua dan bisa juga remaja. Berzanji sendiri

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 45


merupakan kesenian yang bernafaskan Islam. Tujuan dari berzanji
itu sendiri adalah untuk mengagungkan nama Allah SWT dan
Rasul-Nya Muhammad SAW. Sebelum dilakukan pembacaan
berzanji atau syrakalan terlebih dahulu membaca surah al-Fatihah.
Kemudian barulah pembacaan al-barzanji yang dibaca oleh para
jamaah sambil bersahut-sahutan. Pada saat pembacaan syarakalan
posisi para jamaah berdiri, dan saat itulah upacara gunteng rambut
dimulai dengan posisi bayi dalam gendongan orang tua sang anak
itu. Dengan menggunakan kain selendang atau kain gendongan
yang berwarna kuning, yang diiringi seorang yang membawa ceper
atau nampan berisikan peralatan gunteng rambut dengan mendekati
jamaah yang membaca berzanji itu yang didahulukan orang-orang
yang lebih tua dan satu persatu untuk menggunteng rambut si bayi.
Kemudian, potongan rambut tersebut dimasukan ke dalam
sebuah buah kelapa muda yang sudah dililitkan dengan benang
dan adapula tujug bunga di dalam kelapa muda itu. Kemudian
sang bayi tersebut ditepung tawari secara bergiliran.
Setelahnya dilanjutkan dengan pembacaan doa selamat yang
bertujuan agar si anak tersebut diberikan keselamatan dunia akhirat.
Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa tolak bala.
Kedua, Naek Ayon. Naek ayon adalah bentuk upacara adat
orang-orang Melayu Banjar, juga disebut naek tojang. Naek ayon
berarti naik ayunan untuk mengayunkan bayi kedalam ayunan. Pada
upacar ini dapat dilakukan ketika bayi berusia tujuh hari,empat
belas hari atau empat puluh hari. Acara ini di lakukan pada pagi
hari sampai menjelang waktu zuhur. Dalam upacara tepung tawar
naek ayon ini ada orang-orang tertentu yang berhak mengeluarkan
sang bayi di dalam ayunan itu tersebut, yaitu dukun beranaknya
dan dialah yang akan melakukan tepung tawar, melakukannya
dengan cara menepaskan/memercikkan daun ribu-ribu, daun
juang-juang yang sudah diikat dan disiapkan dalam mangkok yang
berisikan bedak tepung tawar kebagian dahi atau kepala si bayi
tersebut. Tepung tawar tersebut juga dilakukan pada ibu sang bayi,

46 Buku Ketiga
kemudian dihamburkan berteh (itu adalah padi yang digoreng
tanpa menggunakan minyak wijen), beras kuning (yaitu beras yang
di lumuri kunyit).
Nilai-nilai positif dalam tepung tawar antara lain: pertama,
bersyukur. Telah kita ketahui bahwa makna dari bersyukur itu
sendiri adalah rasa terima kasih dan penghargaan yang mendalam
atas sebuah pemberian dari Yang Maha Kuasa, dan salah satunya
dikaruniai anak. Kedua, terjalinnya hubungan silaturahmi.
Dengan adanya upacara adat tepung tawar ini sangat bermanfaat
untuk menjalin suatu hubungan silaturahmi di antara sanak
keluarga yang dekat maupun jauh serta masyarakat setempat.
Hikmah besar dalam hubungan silaturahmi itu untuk kebaikan
di dunia dan juga di akhirat. Menyambung silaturahmi juga
diyakini dapat mendatangkan ketentraman hati, membuka rezeki,
menyembuhkan penyakit, serta memanjangkan umur. Tentu saja,
memelihara hubungan kekeluargaan atau tali silaturahmi adalah
hal yang diperintahkan Allah. Ketiga, Mendekatkan diri kepada
Allah. Dengan adanya tepung tawar ini kita bisa mendekatkan diri
kepada Sang Maha Pencipta dan Rasul kita, contohnya seperti
berzanji kita menyebut nama-nama mereka dengan iringin irama
lagu (syair). Ketiga, Kebersamaan. Dengan tepun tawar, maka
akan terjalin kebersamaan yang Nampak pada musayawarah dan
gotong-royong dalam mempersiapkan upacara adat tepung tawar.
Karena dengan adanya musyawarah dan gotong-royong akan
mempermudah segala pekerjaan, sehingga dapat berjalan lancar
dalam berbagai urusan.
Tepung tawar berakhir dengan acara makan-makan. Oleh
orang-orang Melayu Pontianak biasanya hidangan menggunakan
prasmanan.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 47


10
SEPASAR KELAHIRAN
ANAK ORANG JAWA BATUAMPAR

Intan Umi Kholifah

TULISAN ini tentang sepasar kelahiran anak orang Jawa


Batu Ampar. Informan dalam penelitian ini yaitu Miran (50),
Purwaningsih (30), dan Jumiati (33).
Sepasar adalah waktu perhitungan jawa yang lamanya lima
hari. Sepasaran adalah upacara yang dilakukan oleh orang Jawa
saat bayi berumur lima hari. Namun ada juga orang-orang yang
mengadakan sepasaran menunggu sampai tali pusat bayi putus
terlebih dahulu, karena tali pusat putus biasanya terjadi di saat
bayi berusia lima hari. Oleh sebab itu ada yang menyebutnya
sebagai sepasaran dan adakalanya yang menyebutnya dengan
puputan. Bagi orang-orang yang mengunjungi rumah si bayi,
pada malam sepasaran biasanya tamu yang datang akan lebih
banyak jika dibandingkan dengan malam-malam sebelumnya. Hal
ini disebabkan karena malam sepasaran adalah hari terakhir dari
serangkaian selamatan jagong bayi tersebut.
Pada malam sepasaran tersebut bayi tidak ditidurkan sampai

48 Buku Ketiga
pagi, namun dipangku, karena menurut kepercayaan orang Jawa,
bayi yang baru saja puput atau lepas tali pusarnya akan menjadi
incaran roh jahat yang biasa disebut sarap sawan sehingga bayi
harus dijaga dengan cara dipangku. Selain itu, di bagian ujung kaki
tempat tidur ibu yang baru saja melahirkan tersebut juga diberikan
tumbaksewu (sapu lidi) yang diposisikan terbalik sehingga ujung-
ujungnya sapu tersebut ditancapi kencur, dlingo, cabe merah,
bawang merah, dan bawang putih. Liro adalah peralatan untuk
menenun sliro, biasanya terbuat dari pohon kelapa atau kayu yang
keras. Kedua ujung kakinya agak runcing. Sliro diletakkan di tempat
tidur ibu dan dicoreng-coreng dengan orang, dan kapur sehingga
penuh coretan hitam dan putih. Hal ini dilakukan untuk menolak
roh-roh jahat yang dapat mengganggu ibu dan bayi. Selain itu, di
bagian dinding luar rumah, di bagian atas dibuatkan penangkal roh
jahat atau tolak bala dengan cara mengikatkan benang di sekeliling
rumah.
Sepasar kelahiran anak adalah sebuah tradisi yang selalu
dilaksanakan oleh setiap orang Jawa (Timur) termasuk yang
sekarang berdomisili di Batu Ampar untuk memperingati
hari kelima setelah kelahiran anak, yang mana dalam proses
pelaksanaanya tidak terlepas dari nilai-nilai keislamannya. Sepasar
bayi merupakan tradisi turun temurun dari sesepuh suku jawa.
Pada zaman dahulu tradisi sepasaranpun sudah ada dan sudah
dilaksanakan dan telah menjadi budaya bagi orang Jawa, khususnya
orang Jawa di Batu Ampar. Sepasaran diadakan dalam rangka
memberikan dan mengumumkan nama kepada jabang bayi, dan
bagi yang sudah mampu, biasanya sekalian diadakan aqiqah dengan
menyembelih kambing pada malam sepasaran. Aqiqahan dan gunteng
rambut tersebut selain pembacaan kitab mauled (kelahiran) Nabi
Muhammad Saw., juga dibacakan kitab manaqib (kitab tentang suri
tauladan orang shalih/aulia’),yang biasaanya adalah kitab Manaqib
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Setelah selesai tamu para undangan
maupun dari tetangga sekitar dijamu, dengan menu utama daging

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 49


kambing sembelihan hewan aqiqah kemudian disambung dengan
kendurian atau sedekahan memohon kebaikan dan keselamatan
kepada Allah Swt.
Dalam Islam, memperingati kelahiran anak biasa kita sebut
dengan aqiqah, yang mana kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai
ucapan terimakasih/ tanda syukur kita kepada Sang Kholiq
yang telah menganugerahkan seorang anak. Kini orang Jawa
mengucapkan rasa syukur tersebut dengan mengadakan sepasar
anak, yang mana dalam kegiatan tersebut tidak jauh berbeda dengan
aqiqah, hanya saja berbeda waktu pelaksanaanya. Hingga sampai
saat ini tradisi tersebutpun masih ada dan masih di laksanakan oleh
orang Jawa Batu Ampar. Karena para sesepuh telah mewariskan
budaya tersebut kepada anak dan cucunya, agar tradisi tesebut
tidak hilang ditelan masa karena bagi mereka zaman boleh berubah
tapi tradisi mereka tetap tidak akan berubah. Inti dari sepasaran
ialah bersyukur kepada Allah SWT dan memohon doa.
Banyak hal positif yang terkandung dalam sepasar kelahiran
anak orang Jawa Batuampar. Kita mafhum, dalam proses
pelaksanaan acara atau tradisi ada doa-doa yang dipanjatkan sebagai
bentuk permohonan kepada Allah SWT. Dengan mengharapkan
rahmat serta ridhanya, supaya kelahiran anak tersebut memberikan
kebaikan kepada kedua orang tuanya, keluarga dan semua orang,
Agar anak tersebut menjadi anak yang baik dan sesuai dengan yang
telah diharapkan oleh kedua orang tuanya. Selain itu, dalam prosesi
pelaksanaan tradisi atau budaya sepasaran ini juga diadakan makan
bersama, yang mana para masyarakat saling bekerja sama demi
untuk menyukseskan kegiatan tersebut. Sehingga kebersamaan
dan silahturahmi hubungan bermasyarakatpun menjadi bertambah
baik dengan adanya kegiatan tersebut.
Pada malam prosesi kegiatan tersebut, para warga yang
diundang oleh tuan rumah berbondong-bondong berdatangan.
Kedatangan para warga tersebut tidak lain dan tidak bukan ialah
karena mereka juga ingin ikut serta mendoakan bayi tersebut. Usai

50 Buku Ketiga
membaca doa tersebut maka para wargapun dipersilahkan untuk
menyicipi makanan yang dihidangkan. Acara makan-makan ini
adalah merupakan salah satu bentuk rasa syukur sang orang tua
dan keluarga yang telah di karuniai seorang anak tersebut, sehingga
acara makan-makan ini adalah merupakan sedekah dari keluarga
tersebut karena mereka ingin berbagi kebahagiaan kepada orang
lain dengan cara tersebut. Suguhan dihidangan sejenak setelah
para tamu undangan datang, duduk bersila melingkari suguhan
kemudian tuan rumah yang memulai memberikan sambutan, dan
kemudian menyerahkan pelaksanaan upacara untuk dipimpin
tetua/ sesepuh setempat, sambil menyebutkan apa yang menjadi
kepeningan dari acara tersebut. Setelah itu yang diserahi untuk
memimpin upacara baru memulai dengan menyatakan kembali
maksud dan tujuan tuan rumah sehubungan dengan diadakannya
sepasaran ini.
Selesai sambutan, tuan rumah yang memberi kata sambutan
meminta maaf jika dalam penyambutan terdapat banyak
kekurangan. Baru kemudian upacara dilanjutkan dengan dzikir
serta ungkapan-ungkapan wirid dari berbagai ayat al-Quran serta
bacaan lain yang berkaitan dengan keperluan dari acara tersebut.
Sepasaran ditutup dengan pembacaan doa yang diamini tuan
rumah dan para tamu undangan. Setelah doa selesai, kemudian
tuan rumah mempersilahkan para tamu untuk menikmati minuman
dan makanan atau suguhan.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 51


11
TRADISI AMONG-AMONG
ORANG JAWA PONTIANAK

Lisa Ismayani

AMONG-among sesungguhnya merupakan kebudayaan orang


Jawa Tengah, yang kemudian diadakan juga oleh orang-orang Jawa
Pontianak asli kelahiran Jawa Tengah, khususnya asal Banyumas.
Tujuan among-among adalah untuk memperingati dan mendoakan
anak, khususnya memperingati hari (weton) dalam penanggalan
Bulan Jawa. Kebanyakan orang Jawa menjadikan among-among
sebagai tradisi membayar niat.
Nama among artinya pengasuh, memelihara yang diberikan
untuk seorang anak laki-laki. Latar belakang among-among yaitu,
pengaruh budaya jawa yang kental dan tujuannya adalah untuk
memperingati kelahiran anak dan mendoakan anak semoga
sehat selalu. Orang tua anak yang akan memperingati kelahiran
anak mengadakan syukuran dengan cara adat Jawa yaitu “among-
among”, mengundang anak-anak di lingkungan sekitar rumahnya,
untuk menyantap hidangan syukuran yang telah disediakan oleh
keluarga tersebut. Hidangan yang telah disiapkan ditaruh di tampah
(yang terbuat dari bambu) dan di tampah terdapat beberapa

52 Buku Ketiga
macam makanan di antarannya nasi putih tumpeng, sayuran yang
direbus (kangkung bayam, daun melinjo, kecipir), dan telur rebus.
Di tampah juga terdapat dua jenis bubur yaitu bubur merah dan
bubur putih yang di tempatkan dalam satu piring. Kemudian
setelah sudah siap anak-anak duduk mengelilingi tampah tersebut,
kemudian menyantap makanan bersama-sama. Setelah selesai
anak-anak mengambil daun tawa yang ada dalam baskom yang
berisi air dan bersama-sama dipercikan ke badan anak-anak yang
menyantap hidangan tadi. Kemudian setelah itu uang receh yang
ada di dalam baskom tadi dibagikan kepada anak-anak tadi, setelah
semuanya mendapatkannya, anak-anak tadi pamitan pulang
dengan berjabat tangan maka selesailah acara among-among.
Dalam among-among digunakan tampah dan baskom yang berisi
air dan di dalamnya ada uang receh dan daun tawa melambangkan
kemakmuran, keselamatan dan banyak rezeki. Adapun anak-anak
duduk melingkari tampah melambangkan persaudaraan.
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, beraneka
ragam budaya   masyarakat yang unik hampir ada di tiap tiap
daerah, tidak terkecuali adalah among-among ini yang merupakan
sebuah kegiatan semacam doa bersama mohon keselamatan yang
dilakukan oleh sekelompok anak-anak, bertepatan dengan hari
dan weton anak yang yang melaksanakan among-among tersebut.
Sampai saat ini, among-among masih dilestarikan walaupun tidak
dipungkiri seiring kemajuan zaman dan perkembangan tekhnologi
kegiatan among among ini semakin berkurang.
Among-among di kalangan orang Jawa   merupakan bentuk
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dengan tujuan dan
harapan  untuk kebaikan dan mendoakan anak kecilnya, biasanya
acara among-among ini yaitu dengan mengumpulkan anak-anak di
lingkungan mereka. Banyak sedikitnya anak-anak yang ikut among-
among tergantung jumlah anak-anak yang ada di lingkungan
tersebut. Tapi tidak jarang juga orang tua yang ikut among-among
dengan tujuan menemani anaknya.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 53


Makanan yang dihidangkan sangat sederhana, Makanan
diletakan dalam satu wadah (tampah) yang diberi alas daun pisang.
Tampah ditaruh di atas mangkok besar atau wajan yang diisi air
dan daun tawa. Lauk dan nasi dicampur menjadi satu, lauk yang
dibuat biasanya juga sangat sederhana yakni terdiri dari sayur
urap yang diberi bumbu ampas kelapa (kluban) ditambah irisan
telor ayam kampung yang direbus serta tidak ketinggalan kerupuk
sebagai pelengkapnya.  Sebelum makan bersama dimulai,  Acara
ini biasanya dipimpin doa oleh seorang ustadz atau ustadzah yang
dekat dengan anak-anak ataupun orang tua yang dihormati oleh
anak-anak.
Kebanyakan suku Jawa, termasuk di sini, menjadikan among-
among sebagai tradisi membayar niat, seperti misalnya ada seorang
anak yang sakit lalu orang tua anak tersebut berkata “setelah
nanti anakku sembuh, aku akan mengadakan among-among”. Setelah
beberapa hari setelah orang tersebut berkata seperti itu anaknya
sembuh maka orang tua anak tersebut wajib menepati janji yang
telah diucapkan. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam tentang
keharusan syukur atas nikmat Allah SWT. Melaksanakan among-
among ini hukumnya mubah (boleh) dan termaksud al-urf shahih
yang bearti tidak bertentangan dengan agama Islam.***

54 Buku Ketiga
12
PERINGATAN HAUL ORANG BUGIS

Muhammad Amrullah

SECARA bahasa haul adalah setahun. Sedangkan secara istilah


adalah peringatan satu tahun meninggalnya seseorang. Haul
merupakan tradisi tahunan yang dilakukan mayoritas umat muslim
Indonesia untuk mengenang jasa-jasa ulama, kiai, tokoh masyarakat
dan anggota keluarga. Pembacaan biografi atau manaqib, surat
Yasin, tahlil, ceramah agama dan sedekah merupakan rentetan
kegiatan yang dilaksanakan pada acara haul. Di pesantren-
pesantren, pelaksanaan haul juga dikenal, bahkan telah menjadi
tradisi yang bertujuan untuk mengenang dan mendoakan para
pendiri dan pengasuh pesantren yang telah wafat serta untuk
meneladani perilaku-perilaku baiknya yang dapat diketahui ketika
pembacaan biografi.
Istilah haul sebenarnya sudah sangat mengakar di Nusantara.
Bahkan hampir semua etnis muslim mengenalnya. Berawal dari
tradisi orang-orang Arab Hadramaut yang kemudian datang ke
Indonesia dengan tujuan berdagang dan menyebarkan Islam.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 55


Secara tidak langsung kebiasaan mereka juga diikuti penduduk
setempat yang berhasil mereka Islamkan. Kita mafhumi, pada
masa dahulu kala Suku Bugis terkenal sebagai pelaut yang amat
handal mengarungi lautan, dan itu membuat suku ini sebagian
besar memilih untuk tinggal di wilayah pesisir untuk tempat tinggal
yang notabenenya wilayah itu merupakan pusat transaksi jual beli
para saudagar Arab. Maka tidak mengherankan jika tradisi haul itu
sangat kental sekali keterkaitannya dengan Suku Bugis. Tentunya
dengan cita rasa khas Nusantara.
Seorang informan penulis yaitu al-Ustadaz Zain Fathur,
beliau mengatakan bahwa haul itu sanagatlah diutamakan oleh
orang Bugis setelah kewajiban dan sunnah. Karena syarat makna
dan hikmah yang bisa diambil. Dalam perayaan haul ada beberapa
rangkaian acara. Mulai dari pembacaan manaqib kiai atau ulama
yang dihauli, pembacaan tahlil, surat yasin, ceramah agama dan
pemberian sedekah. Semua rangkaian acara tersebut memiliki
landasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu,
penulis akan menjelaskan secara detail satu persatu dari rangkaian
acara tersebut sebagai berikut:

1. Pembacaan Manaqib
Manaqiban adalah upacara pembacaan biografi dan keutamaan
wali Allah yang menjadi panutan umat. Dalam acara tersebut juga
diselingi dengan pembacaa al-fatihah, ayat-ayat al-Quran dan
aneka dzikir lainnya, lalu pahalanya dihadiahkan kepada wali yang
bersangkutan. Di sebagian daerah pulau Jawa dan Jambi ada yang
mengadakan manaqiban Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, pendiri
tareqat  Qadiriyah. Di daerah Kalimantan Selatan banyak yang
mengadakan manaqiban Syaikh Muhammad bin Abdul karim al-
Samman pendiri tareqat al-Sammaniyah. Tradisi manaqiban sangat
baik untuk dilakukan, agar perjuangan dan perjalanan hidup para
wali dapat kita hayati bersama.
Ulama menjelaskan bahwa dalam mengenang orang-orang

56 Buku Ketiga
saleh, dapat menurunkan rahmat Allah SWT. Sebagaimana dalam
konteks ini Imam Sufyan bin ‘Uyainah, salah seorang ulama salaf
dan guru al-Imam Ahmad bin Hanbal, berkata: “Muhammad bin
Hassan berkata; Aku pernah mendengar Sufyan bin ‘Uyainah berkata,
“ketika orang-orang saleh dikenang, maka rahmat Allah akan turun.”
Bahkan lebih tegas lagi, Syaikh Ibn Taimiyah mengakui bahwa
termasuk tradisi kaum beriman yaitu merasa senang dan nyaman
apabila mengenang dan menyebut para nabi dan orang-orang saleh,
sebagaimana beliau mengatakan dalam kitabnya, al-Shafadiyyah.

2. Pembacaan Tahlil
Perlu ditegaskan bahwa tidak semua perbuatan yang belum
dikerjakan pada masa Rasulullah adalah dilarang untuk dikerjakan.
Misalnya pelaksanaan shalat tarawih secara berjamaah sebulan
penuh, pelaksanaan sholat jum`at lebih dari dua tempat dalam satu
desa, pegumpulan al-Quran dalam satu mushaf, adzan pertama
pada hari jumat dan lain sebagainya.
Semua perbuatan tersebut tidak pernah dilakukan pada masa
Rasulullah, namun dilakukan oleh generasi setelah Rasulullah,
karena tidak bertentangan dengan prinsip dan inti ajaran Islam.
Demikian pula dengan tradisi berkumpul untuk tahlilan yang telah
diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat islam di
Indonesia. Meskipun tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah,
namun perkumpulan untuk tahlilan tersebut dibolehkan, karena
tidak satupun ada unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran
Islam.
Sebagaimana dikatakan oleh as-Syaukani bahwa kebiasaan
sebagian masyarakat di suatu negara melakukan perkumpulan
di masjid, rumah maupun di kuburan, untuk membaca al-
Quran dan pahalanya dihadiahkan untuk orang yang telah mati,
hukumnya adalah boleh. Hukum boleh ini berlaku selama tidak
ada kemungkaran dan kemaksiatan, meskipun tidak ada penjelasan
secara dhahir dari syariat. Selanjutnya As-Syaukani menyatakan

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 57


bahwa para sahabat juga mengadakan perkumpulan di rumah-
rumah mereka dan di masjid dalam rangka mendendangkan syair,
mendiskusikan hadist, kemudian mereka makan dan minum.
Padahal Rasulullah ada di tengah-tengah mereka. Oleh karena
itu, menurut As-Syaukani barang siapa yang mengharamkan
perkumpulan yang di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan,
maka ia sungguh telah salah. Karena sesungguhnya  bid`ah itu
adalah sesuatu yang dibuat-buat dalam masalah agama, sedangkan
perkumpulan semacam di atas tidak tergolong bid`ah.
Sebenarnya  perkumpulan untuk tahlil hanyalah sebuah
instrumen keagamaan, bukan amaliyah keagamaan. Amaliah
keagamaannya adalah sesuatu yang ada di dalam perkumpulan
tahlil tersebut yakni pembacaan al-fatihah, surat al-ikhlas, al-
mu`awwidzataini, ayat kursi, akhir surat al-Baqarah dan seterusnya.
Tahlil hanyalah sebuah format. Sedangkan hakikatnya adalah
pembacaan ayat-ayat al-Quran, dzikir dan do`a. Memang Nabi,
sahabat dan tabi`in tidak pernah melakukan format tahlil, akan
tetapi hakikat tahlil telah mereka lakukan. Mereka tentunya sering
membaca ayat kursi, awal dan akhir dari surat al-Baqarah, membaca
tasbih, tahmid dan tahlil.
Oleh karena itu, tidak ada alasan kuat untuk melarang
acara tahlilan yang merupakan bentuk doa untuk orang yang
telah meninggal dunia. Sebab yang dibaca bukanlah bacaan yang
dibuat-buat, akan tetapi bacaan yang bersumber dari al-Quran dan
hadist.

3. Pembacaan surat yasin


Dalam setiap perayaan haul, tidak hanya pembacaan manaqib
dan tahlil saja yang dilakukan, tapi pembacaan surat Yasin juga
menjadi bacaan rutin yang pahalanya dihadiahkan kepada tokoh
yang dihauli. Pembacaannya dilakukan secara bersama-sama oleh
semua jamaah yang hadir dalam acara haul. Pembacaan surat yasin
secara bersama-sama yang pahalanya dihadiahkan kepada orang

58 Buku Ketiga
yang telah wafat adalah boleh. Menurur pendapat yang shahih dan
terpilih pahala bacaan dan amal badaniyah orang lain itu dapat
sampai kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, dan
mereka dapat menerimanya  dalam bentuk penghapusan dosa,
terangkat derajatnya, memperoleh cahaya, kesenangan dan pahala-
pahala lain menurut anugerah Allah.
Berkenaan dengan pembacaan Yasin unrtuk orang mati,
Nabi bersabda: “Ma`qil bin Yasar berkata, bahwa Rasulullah bersabda
:Bacalah surat Yasin atas orang-orang mati kalian semua.” Ulama ahli
tahqiq memberikan penjelasan bahwa hadist ini adalah `am, meliputi
bacaan untuk orang yang sedang sekarat dan bacaan untuk orang
yang telah meninggal dunia. Menurut kesepakatan ulama orang
yang telah meninggal dapat memperoleh manfaat bacaan tersebut.
Adapun yang diperdebatkan di antara mereka hanyalah apakah
setelah melakukan pembacaan al-Quran harus ada doa agar pahala
bacaannya diberikan kepada orang yang dituju. Jika doa tersebut
dilakukan, maka tidak ada khilaf di kalangan ulama tentang
sampainya bacaan kapada orang-orang yang telah meninggal
dunia.
Selanjutnya untuk menanggapi pernyataan kelompok yang
menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapatkan pahala dari
orang lain, maka paling tidak ada tiga versi jawaban yang bisa
disampaikan: pertama, ayat tersebut hukumnya telah dinasakh oleh
ayat ôü¿ɋ87ôüº¸ùíŁ.
yang menjelaskan bahwa anak bisa masuk
surga sebab kebaikan orang tuanya. Kedua, ada yang mengatakan
bahwa ayat tersebut kandungannya  dikhususkan untuk kaum
Nabi Musa dan Ibrahim. Sedangkan umat Nabi Muhammad bisa
mendapatkan kiriman pahala dari orang lain. Ketiga, Pengertian
seseorang  hanya mendapat pahala dari usahanya sendiri itu berlaku
selama tidak ada orang menghadiahkan pahala untuknya. Jika ada,
maka dia bisa  mendapatkan pahala dari orang lain.

4. Sedekah Untuk Orang Mati


Dalam Islam bersedekah merupakan sesuatu yang sangat

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 59


dianjurkan. Di samping bernilai pahala di sisi Allah SWT, di
dalamnya juga terdapat rasa kepedulian dan penghargaan kepada
sesama. Demikian pula bersedekah yang pahalanya diberikan
untuk mayit adalah diperbolehkan. Di masa Rasulullah SAW,
jangankan makanan harta yang sangat berhargapun seperti kebun,
disedekahkan dan pahalanya diberikan kepada mayit. Dalam
sebuah hadist shahih disebutkan: Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada
seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya ibiku telah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika
aku bersedekah untuknya?” Rasulullah SAW menjawab,”iya”. Laki-laki
itu berkata, “Aku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan
kepadamu bahwa aku akan mensedekahkan kebun tersebut atas nama
ibuku.” (HR. An-Nasai).
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam kitab al-Ruh mengatakan
bahwa sebaik-baik amal perbuatan yang dihadiahkan kepada mayyit
adalah memerdekakan budak, bersedekah, beristighfar, berdo`a
dan haji. Imam Nawawi al-Banteny dalam kitab Nihayah al-Zain
mengatakan bahwa sedekah untuk mayit dengan cara syar`i sangat
diperlukan dan tidak dibatasi dengan waktu tertentu. Adapun
pembatasan dengan waktu tertentu tidak lebih karena disebabkan
adat saja. Jadi pemberian sedekah yang pahalanya diperuntukkan
untuk mayit hukumnya adalah boleh berdasarkan hadist Nabi dan
pendapar ulama.

5. Mauizatun Hasanah
Sudah menjadi kelaziman, kalau di setiap acara besar
keagamaan Islam tersisipkan mauizatul hasanah atau ceramah
bisa juga nasehat agama. Ini sangat dianjurkan sekali dalam agama
Islam, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan hendaklah di antara
kalian ada segolongan orang yang menyuruh kepada kebaikan, menolak yang
munkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Ali Imran:
104)***

60 Buku Ketiga
13
SELEKORAN
ORANG MADURA PONTIANAK

Mahrus Soleh

TULISAN ini mengkaji tentang tradisi selekoran orang Madura


Pontianak. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini,
yaitu Maidah, Mahrus Syarif, Murtadho.
Selekoran artinya adalah tanggal dua puluh satu (21), adapun
kata imbuhan –an pada ujung kalimat selekor adalah menunjukkan
pengertian acara pada malam dua puluh satu (21) pada bulan
Ramadhan. Acara ini diperuntukkan untuk mencari lailatu-qodr
yang mana oleh sebagian ulama diramalkan akan berada pada
sepuluh akhir bulan Ramadhan (mulai tanggal 21-30 Ramadhan).
Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW: “Carilah lailatul
qadar dalam malam yang ganjil dari sepuluh malam terakhir
bulan Ramadhan”. Sehubungan dengan lailatul qadar ini Allah
SWT berfirman dalam QS al-Qadr: 1-5.
Sebagian orang mengatakan, mengadakan atau melaksanakan
acara selekoran itu sah-sah saja asalkan tidak diyakini sebagai
kewajban, melainkan menuruti tradisi yang telah ada. Jika diyakini

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 61


sebagai suatu kewajiban maka sama halnya dengan ibadah.
Sedangkan ibadah harus bersumber dari al-Quran dan hadits.
Sedangkan tradisi selekoran tidak ada dalilnya baik dalam al-Quran
dan Hadits. Selekoran bisa dikatakan hanya sebuah kemasan dari
sebagian ulama dalam memaknai malam dua puluh satu (21) pada
bulan ramadhan.
Pada malam ini ramai-ramai orang membawa makanan
ke masjid atau ke mushalla, dan saling mengantarkan makanan
kepada tetangga. Acara selekoran diselenggarakan setelah shalat
tarawih. Ada yang membaca bacaan yang telah dikonsep terlebih
dahulu, membaca surah al-fatihah, surah al-ikhlas tiga kali, surah
al-‘alaq satu kali dan surah an-nas satu kali, ditambah sedikit dari
surah al-baqarah dan yang termasuk ayat kursi dan kalimaat tauhid
yaitu bacaan tahlil dan diakhiri atau ditutup dengan pembacaan
doa. Selesainya jamaah selekoran, makan bersama-sama.
Makanan yang khas dalam selekoran orang Madura, yaitu
ketan dan serapih. Tapi jangan dianggap sebagai keharusan ketan
dan serapih. Ada juga sebagian yang menghidangkan nasi, ikan dan
pelotan. Tujuan selekoran hanya mengharap yang terbaik dari Allah
SWT bisa juga berupa pahala dan keselamatan dunia dan akhirat
dan untuk mengeratkan rasa kebersamaan terhadap sesamanya dan
sekaligus melatih diri untuk menjauhi sifat-sifat kikir yang mana
pada intinya mengharap ridha Allah SWT. Rasulullah Saw pun
bersabda: “Paling utamanya sedekah ialah sedekah pada bulan
ramadhan”. Selainnya, Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya
sedekah itu benar-benar dapat memadamkan panas kubur bagi
pelakunya: sesungguhnya orang mukmin kelak dihari kiamat
hanyalah bernaung dalam naungan sedekahnya”.
Hikmah selekoran ialah kita bisa saling berbagi antar sesama,
bersedekah dapat juga membuat kerukunan, rasa kebersamaan
dan mempererat tali silaturrahim. Dalam Islam silaturrahim harus
dieratkan jangan sampai putus tali silaturrahim. Sesuai dengan
sabda Rasulullah: “Dua macam orang kelak di hari kiamat Allah

62 Buku Ketiga
tidak mau memperhatikannya yaitu orang yang memutuskann
tali silaturrahim dan tetangga yang jahat.” (HR ad-Dailami)***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 63


14
TEPUNG TAWAR ORANG MELAYU SAMBAS

Mardiansyah

TULISAN ini mengkaji tepung tawar orang Melayu Sambas. Yang


menjadi informan ini antara lain: H. Ja’far bin Kumri dan Mohtar
bin H. Ja’far.
Tepung tawar merupakan salah satu tradisi dari sekian
banyaknya tradisi yang ada di Sambas, yang sejak dulu dikenal dan
dibudayakan oleh orang Melayu Sambas hingga sekarang. Bila kita
teliti dari pelaksanaan acara tersebut, acara tepung tawar mulai dikenal
oleh orang Melayu Sambas mulai pesatnya saat ajaran agama Islam
yang disebarkan di daerah tersebut oleh mubaliqh, baik yang datang
dari Arab, Malaysia, Thailand, dan dari pulau-pulau yang lainnya
yang pernah berdagang di daerah tersebut.
Tepung tawar secara etimologi bahasa Indonesia, terdiri dari
dua kata yaitu kata “tepung” dan kata “tawar” yang artinya tepung
yang tawar atau tepung yang tidak asin. Jika kita tinjau dari bahasa
melayu Sambas kata tepung tawar mendekati kata-kata “mantra”
yang telah dibacakan doa-doa oleh tetua-tetua atau tokoh-tokoh

64 Buku Ketiga
di kampung. Adapun maksud dan tujuan mengadakan acara tepung
tawar adalah untuk memohan keselamatan agar terhindar dari
hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat, yang tentunya di
tujukan kepada Allah SWT. Yang menciptakan manusia beserta
isinya. Inilah tujuan pokok dari acara tepung tawar. Demikian
informasi yang penulis peroleh dari seorang tokoh agama yang
ada dikampung, beliau bernama H. Ja’far bin Kumri.
Adapun doa-doa yang dibacakan antara lain: pertama, doa
ayat kursi. Doa ayat kursi ini dibacakan saat membuat air tolak
bala, yang mana nantinya air tolak bala tersebut dicampurkan dalam
tepung tawar. Doa tolak bala ini dibacakan saat “tukang pappas” mau
mulai acara “mappas” kepada orang yang akan ditepung tawari.
Acara tepung tawar orang Melayu Sambas, dilakukan dalam
berbagai kegiatan adat istiadat. Pada umumnya acara adat istiadat
ini meliputi kehidupan orang Melayu Sambas, artinya acara tepung
tawar dilakukan pada saat acara perkawinan, saat si ibu melahirkan,
pada saat menempati rumah baru, pada saat anak laki-laki dikhitan
dan sebagainya. Contoh beberapa kejadian atau peristiwa penting
secara singkat diuraikan sebagai berikut: pertama, pada saat acara
perkawinan tepung tawar dilakukan terhadap kedua pengantin, yang
dilakukan pada hari kedua atau hari terakhir acara perkawinan.

Gambar 14.1 Tepung Tawar Perkawinan


Pada saat si ibu telah melahirkan anak pertamanya yang

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 65


berusia minimal 8.hari untuk anak perempuan dan 9 hari untuk
anak laki-laki, dilakukan acara tepung tawar.

Gambar 14.2 Tepung tawar kelahiran bayi

Kecuali itu, bila ada keluarga yang menempati rumah baru


(pindah rumah) maka akan dilakukan pula acara tepung tawar).
Tepung tawar juga dilaksanakan apabila ada anak laki-laki yang
akan dikhitan.
Menjelang pelaksanaan acara tepung tawar diperlukan
persiapan, perlengkapan, tenaga kerja, dan lain-lain. Berikut ini
hal-hal yang akan saya uraikan secara ringkas, yang harus ada dan
perlu dipersiapkan dalam acara tepung tawar tersebut antara lain:
pertama, Waktu pelaksanaan acara tepung tawar pada bayi umumnya
pada pagi hari pukul 09.00, bertempat dirumah kediamannya.
Kedua, Adapun perlengkapan yang harus disiapkan sebelum acar
tepung tawar antara lain: (a) Satu buah mangkok putih untuk
tempat tepung beras yang telah di hancurkan dengan air tolak bala,
yaitu segelas air putih yang telah dibacakan doa-doa oleh tetua-
tetua atau tokoh di kampung. Selain untuk menghancurkan tepung
beras, air tawar tolak bala tersebut juga digunakan untuk diminum
atau untuk mencuci muka dan kepala yang ditepung tawari. (b)
Beberapa helai daun lenjuang, daun mentibar (juga disebut daun
intibar), dan yang terakhir adalah beberapa helai daun bali. Tiga
daun tersebut digunakan pada umumnya untuk tepung tawar atas
kelahirhan anak. Sedangkan untuk tepung tawar pindah rumah
umumnya yang digunakan daun lenjuang, daun mentibar (juga

66 Buku Ketiga
disebut daun intibar), dan yang terakhir daun ribu-ribu.
Orang yang diminta untuk melaksanakan tepung tawar disebut
“tukang pappas” dan palaksanaannya disebut “mappas”. “Tukang
pappas” ini biasanya adalah orang-orang tetua atau tokoh agama
di kampung, keluarga tetua di kampung dan lain-lain. Tiga jenis
daun tersebut diikat dijadikan satu, di mana setiap ujung daun
tersebut disamakan atau diratakan tanpa memotongnya. Setelah
semua persiapan lengkap, maka barulah bisa dilaksanakan acara
tepung tawar oleh “tukang pappas”. Mangkuk yang berisikan
air tepung beras yang dipegang dengan tangan kiri, dan tangan
kanan memegang ikatan daun lenjuang, mentibar (biasa di sebut
dengan daun intibar), dan daun bali atau daun ribu-ribu. Ikatan
daun tersebut dicelupkkan kedalam mangkuk yang berisikan air
tepung beras, dan pelahan-lahan dipukulkan kepada orng yang
akan ditepung tawari, mulai dari bagian kepala, lalau kebagian bahu
kanan dan kiri, setelah itu turun kebagian telapak tangan mulai dari
kanan dan kari, dan yang terakhir adalah kebagian kaki kanan dan
kaki kiri yang dipukul secara perlahan-lahan.
Saat “tukang pappas” melakukan acara “mappas”, orang-orang
setempat atau keluarga terdekat yang telah di undang membantu
menyediakan hidangan atau makanan yang telah di persiapkan
oleh tuan rumah. Seperti gambar dibawar ini :

Gambar 14.3. Makanan yang dihidangkan dalam saprahan.


Setelah “tukang pappas” selesai “memappas” orang yang

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 67


ditepung tawari, barulah tetua-tetua atau tokoh agama menbaca
doa selamat. Selesai membaca doa selamat, barulah orang-orang
yang diundang di persilakan untuk menyantap hidangan yang telah
dipersiapkan.
Nilai-nilai positif yang dapat kita ambil dari acara tradisi
tepung tawar orang Melayu Sambas adalah kekeluargaan,
kebersamaan, gotong royong atau saling membantu.***

68 Buku Ketiga
15
TRADISI POTONG RAMBUT
ORANG MELAYU RASAU JAYA
Mismarani

TULISAN ini mengkaji tentang tradisi potong rambut orang


Melayu Rasau Jaya. Tradisi potong rambut ini ditradisikan sejak
dulu dan berkembang secara turun-temurun. Oleh orang Melayu
Rasau Jaya, potong rambut masih dilaksanakan dan bahkan
dihayati karena merupakan unsur budaya yang syarat norma-
norma dan nilai serta filosofi, seperti wujud rasa terima kasih dan
bersyukur kepada Allah SWT untuk keselamatan kesejahteraan
bagi keluarga.
Potong rambut atau gunting rambut diselenggarakan apabila
ada sebuah keluarga yang memiliki anak yang berusia 40 hari dari
kelahirannya. Potong rambut adalah suatu tradisi yang dilakukan
oleh orang Melayu yaitu dengan memotong rambut anak yang
berusia 40 hari setelah kelahirannya. Potong rambut merupakan
salah satu dari suatu tradisi orang Melayu yang turun-temurun
dikerjakan nenek moyang terdahulu yang sampai sekarang masih
dilakukan orang Melayu.
Biasanya orang Melayu Pontianak melakukan potong rambut

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 69


yang disertai dengan basoh lantai atau naek ayun. Basoh lantai
adalah suatu tradisi membersihkan lantai setelah 6 hari kelahiran
bayi dan setelah lepasnya tali pusar bersamaan naiknya anak yang
baru berusia 6 hari ke dalam ayunan atau disebut naek ayon.

Gambar 15.1 Tradisi Potong Rambut


Adapun perlengkapaan yang perlu disiapkan dalam tradisi
potong rambut ialah: gunting, kelapa muda yang dipotong,
lalu disambung menyerupai cangkir yang memiliki tutup, dan
perlengkapan tepung tawar seperti: beras yang direndam lama lalu
dicampur kunyit dan ditumbuk halus, ditambah air secukupnya.
Bereteh padi, beras kuning, daun juang-juang, daun rendau ruse
dan daun beribu yang dijadikan satu. Terakhir, pokok telok.

Gambar 15.2 Peralatan Potong Rambut


Sebelum pelaksanaan dimulai anak yang akan dipotong
rambutnya, akan disiapkan yaitu dengan cara rambut anak tersebut
akan diikat dengan seutas benang yang telah dilumuri lilin kuning

70 Buku Ketiga
agar benang mudah melekat pada rambut tersebut. Pada saat
pemotongan rambut yang yang telah diikat benang itulah yang
akan dipotong beserta ujung rambutnya.
Adapun tahap pelaksanaannya dalam tradisi potong rambut
yaitu para tamu yang hadir akan membacakan al-barzanji atau
dalam bahasa Melayu yaitu berzanji. Pada saat pembacaan serakal
atau shalawat nabi para tamu berdiri membacakannya, sang bayi
yang digendong oleh ayahnya disambut dengan taburan bereteh
padi, beras kuning yang disertai dengan permen dan uang logam,
dan anak-anak dari tamu-tamu yang datang pun merebutkan uang
logam dan permen. Setelah semua habis ditaburkan Ayah dari bayi
tersebut datang menghampiri para tamu yang akan memotong
rambut bayi, namun biasanya orang-orang yang memotong rambut
bayi bukanlah sembarangan orang melainkan orang-orang tertentu
seperti, tokoh masyarakat dan pemuka agama menurut keyakinan
orang zaman dahulu bahwa bayi tersebut akan mendapat berkat
dari pemuka agama ataupun tokoh masyarakat.
Adapun cara yang dilakukan saat pemotongan adalah para
pemuka agama dan tokoh masyarakat akan memotong rambut bayi
yang telah diikat dengan membaca shalawat sebanyak tiga kali, lalu
rambut yang telah dipotong dimasukkan ke dalam kelapa muda
yang telah dipotong menyerupai seperti cangkir, lalu melakukan
tepung tawar dan menaburkan bereteh padi, beras kuning setelah
lima atau tujuh orang pemuka agama ataupun tokoh masyarakat
masing-masing dari mereka diberi pokok telok sebagai pengerasnya.
Setelah pemotongan rambut usai para undangan dipersilakan
untuk duduk seperti semula. Selanjutnya tokoh agama memimpin
doa-doa tertentu seperti doa selamat dan doa tolak balak. Setelah
itu para undangan dipersilahkan mencicipi hidangan yang telah
disajikan oleh tuan rumah, selepas itu pemimpin bersholawat
kepada rasul sebanyak tiga kali pertanda acara potong rambut
telah usai.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada salah

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 71


satu tokoh masyarakat bahwa menurut kepercayan orang tua-tua
pada zaman dahulu mereka menganggap bahwa potong rambut
bertujuan membuang rambut yang dibawa sejak anak dilahirkan
selain itu untuk membuang sial yang terdapat di ujung-ujung
rambut yang dibawa sejak lahir. Potong rambut dianggap dapat
membersihkan dari kesialan dan dijauhkan dari segala marabahaya.
Orang tua-tua zaman dulu menganggap potong rambut dapat
membawa barakah dan keselamatan bagi bayi di masa depannya.
Dalam ajaran agama Islam potong rambut adalah sesuatu
yang dianjurkan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW
kepada anak cucunya yaitu Hasan dan Husein. Rasulullah SAW
mencontohkan potong rambut melalui aqiqah yaitu nama bagi
rambut yang tumbuh pada kepala anak yang dibawa sejak keluar
dari perut ibunya. Kata Zamahsyari aqiqah dalam pengertian
rambut itulah pengertian asalnya, sedangkan pengertian aqiqah
yang asli ialah hewan yang disembelih untuk anak. Asal dari
al-aqiqq ialah hewan yang dibelah dan potong. Hewan yang
disembelih itu dinamai aqiqah, karena hewan dibelah dan dipotong
kerongkongannya.1
Adapun hadist tersebut ialah: “Dari Ibnu Abbas r.a.
Sesungguhnya Nabi SAW. Mengaqiqahi Hasan dan Husain
masing-masing seekor kibasy” (Diriwayatkan oleh; Abu Daud dan
dinilai shahih oleh Ibnu Jarud dan Abdul Haqqi).
Pada masa Rasulullah, potong rambut dilakukan dengan
mencukur rambut bayi yang berusia 7 hari setelah kelahirannya
dan diaqiqahkan dengan menyembelih kibasy atau kambing
beserta memberi nama kepada anak yang baru lahir setelah 7 hari
kelahirannya. Kemudian rambut yang telah dicukur ditimbang dan
disetarakan dengan berat timbangan perak yang sama beratnya
dengan rambut tersebut. Perak itu pun disedekahkan kepada fakir
miskin. Adapun tujuan mencukur rambut pada masa Rasulullah,
adalah untuk membersihkan dan membuanng kotoran dari kepala
1 Abubakar Muhammad. Hadist Tarbiyah. (Malang: al-Ikhlas, 1991), hlm.
101.

72 Buku Ketiga
itu, karena biasanya pada bagian kepala itu belum bisa dibersihkan
karena masih lembut. melimpah. Daripada itu setelah tradisi potong
rambut usai salah satu dari pemuka agama akan memimpin dengan
membacakan doa selamat yang di dalam doa tersebut kita meminta
keselamatan agama, kesehatan jasmani, meminta bertambahnya
ilmu, dan berkah rezeki, dapat bertaubat sebelum mati, mendapat
rahmat ketika mati dan memperoleh ampunan setelah mati,
dan meminta permudahan gelombang sakaratul maut, meminta
pembebasan dari azab neraka serta memperoleh keampunan ketika
dihisab.2 Belum lagi do’a tola’ bala’ yang dipanjatkan oleh pemuka
agama yaitu tola’ balak. Tola’ balak atau menolak bala’, bala’ dalam
kata lainnya yaitu ibtila’ adalah I’tibar (ujian).
Baik ujian dengan kebaikan maupun keburukan. Tetapi
kebanyakan dari ujian itu banyak yang buruk namun terkadang
ada hikmah dibalik semua ujian tergantung dari sesorang tersebut
bagaiman menanggapi ujian tersebut. Ujian ini merupakan bagian
dari sunnatullah yang berlaku bagi para pengemban dakwah sejak
sejarah dimulai. Boleh jadi ujian ini sangat sulit atau berat bagi
jiwa. Akan tetapi, dengan ujian Allah mengangkat derajat para
nabi, dan dengannya pula Allah menghapuskan dosa-dosa orang
shalih. Setiap mukmin tentu berharap tidak menerima cobaan dari
Allah dan ujian dari-Nya, akan tetapi ia berharap memperoleh
kenikmatan dan rahmat dari-Nya. Hal ini sejalan dengan firman
Allah dalam QS al-Baqarah ayat 155-157.***

2 Drs. Moh Rifa’I, Risalah Tuntunan Sholat (Semarang: Karya Toha Pu-
tra, 2011), Hlm. 59.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 73


16
RITUAL MANDI PENGANTIN
ORANG MELAYU BANJAR KUBU RAYA

Miatun Nisa

TULISAN ini akan membahas tentang ritual-ritual yang dilakukan


orang Banjar sebelum melaksanakan pernikahan. Khususnya,
upacara mandi pengantin yang menjadi adat bagi orang Banjar.
Upacara mandi-mandi itu dalam bahasa Banjar disebut dengan
badudus atau bapapai. Upacara ini dianggap sebagai suatu hal yang
penting sebelum dilaksanakannya acara pernikahan bagi orang
Banjar. Penelitian ini secara spesifik dilakukan di daerah Kubu
Raya Kalimantan Barat, dengan informan Supiati (59) dan Dewi
Hartuti (40)
Upacara mandi-mandi atau biasa dikenal dengan mandi-
mandi pengantin (badudus/bapapai) diduga berasal dari tradisi
kerajaan Banjar pada masa dahulu, yaitu Kerajaan Dipa dan
Kerajaan Daha. Masyarakat Banjar mengadakan upacara mandi-
mandi ini sebagai bentuk penghormatan kepada tokoh-tokoh
kerajaan tersebut. Badudus dibagi menjadi tiga macam berdasarkan

74 Buku Ketiga
subjek yang melaksanakannya. Di antaranya: Pertama, pelaksanaan
Badudus untuk peralihan status calon pengantin dalam rangkaian
upacara pernikahan adat banjar, atau sering disebut dengan istilah
Mandi Pengantin. Kedua, ritual Badudus yang dilakukan oleh orang
yang akan menerima gelar kehormatan. Ketiga, adalah Badudus
Mandi Tiang Mandaring, yakni ritual Badudus bagi perempuan Banjar
yang dilakukan pada saat masa kehamilan pertama.
Tapi dalam tulisan ini hanya akan membahas secara khusus
tentang ritual mandi pengantin. Pada awalnya mandi pengantin
hanya dilaksanakan oleh orang yang merupakan keturunan
kerajaan. Namun, dengan runtuhnya kerajaan-kerajaan Banjar,
maka masyarakat melestarikan upacara mandi-mandi sebagai
bentuk penghormatan kepada tokoh-tokoh kerajaan, dan upacara
mandi-mandi ini tidak hanya terbatas dilaksanakan bagi keturunan
kerajaan akan tetapi sudah meluas ke semua kalangan masyarakat.
Mandi pengantin dalam budaya banjar dilaksanakan satu hari
menjelang hari perkawinan. Dilaksanakan pada sore hari. Mandi-
mandi ini dilaksanakan oleh kedua calon mempelai. Mempelai
laki-laki mendatangi rumah/ kediaman mempelai wanita bersama
orang tuanya. Tempat pelaksanaan mandi pengantin, biasanya
dilakukan di pagar mayang.
Pagar mayang adalah suatu bangunan persegi empat berukuran
sekitar 1,5 kali 2 m. Bangunan berbentuk segi empat ini, di setiap
sudut tiangnya ditanami tebu. Tempat yang akan digunakan untuk
pelaksanaan ritual Badudus ini diberi atap dan batas berupa kain
berwarna kuning yang mengelilingi area utama. Sedangkan untuk
alasnya, bisa menggunakan kursi. Pagar mayang dibangun di bagian
depan atau belakang rumah yang tidak berdinding, yang dahulu
juga tidak beratap (dinamakan palatar). Tiangnya terbuat dari batang
tebu, supaya tegak ditancapkan pada batang pisang, jika perlu
diperkuat dengan kayu atau bambu, dan dahulu konon ditambahkan
tombak dan payung pusaka. Pada tiang-tiang tersebut diikatkan
benang lawai (benang tenun) yang dicelup dengan warna kuning.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 75


Pada lawai ini digantungkan berbagai hiasan, antara lain berbagai
jenis makanan. 7 macam makanan yaitu : pisang, ketupat biasa,
ketupat panjang, ketupat lepas, deram dan cucur yang merupakan
sajian untuk mandi, dan digantungkan juga mayang pinang (karena
itu dinamakan pagar mayang). Setiap makanan tersebut harus 1 jenis
makanan ada 7 buah. Makanan yang di letakkan di pagar mayang
harus sesuai dengan yang ditentukan. Apakah jika melebihi atau
mengurangi makanan tersebut ada mudorat yang akan diterima?
Ini sudah menjadi tradisi turun menurun yang selama ini di
laksanakan pada zaman-zaman kerajaan dahulu.
Peralatan-peralatan yang diperlukan dalam upacara mandi
pengantin antara lain adalah sebagai berikut: pertama, air tepung
tawar (yang terbuat dari beras, kunyit, cekur); kedua, kursi yang
digunakan untuk tempat duduk; ketiga, mangkuk yang digunakan
untuk meletakkan air tepung tawar pengantin; keempat, daun juang,
daun ribu-ribu (yang digunakan untuk menepas kedua mempelai);
kelima, beras kuning dan bereteh (yang digunakan untuk menaburi
mempelai setelah di tepung tawar); dan keenam, teko atau poci
untuk meletakkan air yang akan dibacakan doa tolak bala.
Kemudian, selain bahan di atas, untuk orang yang
memandikan pengantin yang biasa disebut dengan paiyasan
(orang yang merias pengantin), diberikan piduduk dan sasanguan.
Piduduk dan sasangan itu mencakup di antaranya adalah: pertama,
beras; kedua, kelapa dan gula merah; ketiga, pisau; keempat,
pisang; dan kelima, benang 7x putara. Piduduk dan sasangan yang
diberikan itu masing-masing mempunyai nilai tersendiri untuk
upacara pengantin tersebut. Beras melambangkan rezeki yang halal.
Kelapa dan gula merah melambangkan bahasa dan tingkah laku
persaudaraan. Benang melambangkan kesedian untuk menyulam
masa depan. Pisau melambangkan citra wibawa yang kharismatik
dan berpegang pada keyakinan yang teguh.
Setelah berbagai persiapan selesai, pengantin duduk di
atas lapik mengahapi saji-saji yang diperlukan. Dan yang akan

76 Buku Ketiga
memandu upacara mandi pengantin adalah Paiyasan. Pertama-
tama paiyasan mencukur rambut-rambut halus di sekitar dahi,
peilipis, kening, dan kuduk kegiatan ini dinamakan baiyas (dirias)
atau bacacantung. Sebenarnya di dalam islam menjelaskan bahwa
mencukur alis seseorang lelaki ataupun wanita itu Haram adanya,
tetapi di kaji dalam adat istiadat bahwa mencukur alis itu boleh,
karena juga sudah menjadi turun menurun tradisi dan budaya yang
di lakukan, agar ada pembeda antara seorang gadis yang masih
perawan dan yang mana gadis yang sudah menikah. Setelah itu
pengantin menuju ke tempat upacara mandi yang telah disiapkan
dengan diiringi pembacaan shalawat, yang disahuti beramai-
ramai.
Di tempat upacara mandi, pengantin duduk dan kedua paha
mempelai di selimuti kain kuning dan menghadap ke arah timur.
Biasanya yang melakukan tepung tawar yang pertama yaitu orang
yang dituakan dalam keluarga mempelai wanita. Mula-mula orang
yang di tuakan itu menepas tangan kiri dan kanan pengantin,
setelah itu menepas bahu kiri dan kanan, setelah itu menepas
kening, setelah itu menepas lutut kiri dan kanan, dan yang terakhir
menepas kaki kiri dan kanan pengantin. Setelah itu menaburkan
beras kuning dan bereteh kepada kedua mempelai.
Terakhir kedua mempelai dibacakan doa selamat dan
doa tola bala. Airnya nanti di minum dan dimandikan. Setelah
selesai membaca doa selamat dan doa tolak bala, keluarga yang
menyaksikan prosesi tersebut merebut makanan yang sudah
di gantung di pagar mayang itu. Biasanya saat-saat ini lah yang
ditunggu-tunggu oleh sanak keluarga apalagi anak-anak kecil yang
ada pada saat melihat acara tersebut
Fungsi mandi pengantin ini: pertama, melestarikan adat
istiadat dari nenek moyang; dan kedua, untuk menghindari dari
musibah-musibah yang akan dating.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 77


Gambar 16.1. Upacara Mandi Pengantin
Dalam hal boleh atau tidaknya mandi pengantin dalam
perspektif Islam. Secara eksplisit tidak ada dinyatakan dalam al-
Quran dan hadis tentang hal tersebut. Namun tidak dapat dipungkiri
bahwasanya orang Banjar yang mayoritas muslim, tetap berpegang
kepada adat. Adapun yang harus kita pegang di sini, apabila adat
bertentangan dengan agama maka kita harus memenangkan agama.
Menurut informan penulis di lapangan, mandi pengantin itu tidak
ada salahnya, asal tidak ada unsur kemusyrikan di dalamnya dan
tidak melanggar syariat. Selain itu, segala yang dilakukan dalam
upacara tersebut diawali dan diakhiri dengan doa yang dipanjatkan
hanya kepada Allah.***

78 Buku Ketiga
17
TRADISI ANTAR AJUNG
ORANG MELAYU SAMBAS

Rupita

ANTAR ajung merupakan ritual yang dilakukan setahun sekali


oleh masyarakat Sambas, terutama di dua kecamatan, yaitu
kecamata Paloh dan Kecamatan Teluk Keramat di Desa Tanah
Hitam tepatnya di panti Tanah Hitam. Ritual ini dilakukan ketika
warga Paloh ingin menanam padi yang biasa disebut encamai oleh
warga paloh dan sekitarnya.
Antar ajong adalah produk budaya, karenanya ia
merepresentasikan kegiatan manusia (orang Melayu Sambas)
dalam berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa
yang patut menurut budayanya. Kita mafhumi, budaya adalah
suatu konsep yang membangkitkan minat. Ia menampakkan diri
dalam gaya komusikasi yang kemungkinan orang-orang tinggal
dalam satu masyarakat atau lingkungan tersebut memiliki ciri
khas dari segi gaya bahasanya maupun ekspresi-ekspresi ketika dia
berkomunikasi. Begitu pula halnya dengan orang Melayu Sambas
yang juga mempunyai budaya tersendiri yaitu “antar ajung”, yang

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 79


mana budaya ini tidak bisa dihilangkan oleh orang Sambas,
terutama di dua kecamatan yaitu Kecamatan Paloh dan Kecamatan
Teluk Keramat.
Sambas memiliki ciri khas yang unik dari berbicaranya yaitu
bahasa melayu dengan logat yang berbeda serta sudah di kenal
dengan masyarakat yang ramah tamah karena tingkat sosialisanya
yang sangat tinggi. Hal tersebut patut kita contoh karena pada
zaman sekarang banyak masyarakat yang hanya lebih mementingkan
kesenangan untuk dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain.
Dalam konteks budaya, hingga hari ini antar ajong juga masih bisa
kita nikmati sebagai bentuk kearifan lokal orang Sambas.
Antar ajung ini perlambang kekompakan petani bagi
masyarakat di dua kecamatan, yang telah penulis sebut, yaitu
Kecamatan Paloh dan Kecamatan Teluk Keramat. Menurut
kepercayaan orang Sambas tradisi antar ajung ini tidak bisa
dilepaskan dengan kisah Raden Sandi yang diangkat menjadi
menantu dari raja oleh “orang kebenaran” yang di sebut makhluk
halus oleh orang Sambas.
Menurut tetua-tetua masyarakat paloh bahwa kegiatan antar
ajong ini bermula karena adanya tanda-tanda yang diterima oleh
masyarakat bahwa sudah saatnya untuk bercocok tanam padi
(bersemai). Melalui masyarakat yang dituakan maka dilakukan
muasyawarah masyarakat untuk menentukan hari atau tanggal
pelaksanaan antar ajong.

Gambar 17.1 Antar Ajong

80 Buku Ketiga
Dulu, antar ajung sebenarnya merupakan upeti (sesajian) yang
diberikan oleh orang Sambas kepada Kerajaan Majapahit yang
mewajibkan pembayarannya pada tiap setahun sekali. Waktu itu
upeti dikirim dengan menggunakan sarana angkutan laut. Setelah
berpuluh-puluh tahun memberikan upeti pada kerajaan Majapahit,
maka ketika Kerajaan Sambas, Kerajaan Alwatzikhoebillah
dipimpin oleh Sultan Muhammad Syafiudin, pembayaran upeti
tersebut ditiadakan. Pada zaman dahulu Sultan Muhammad
Syaifudin memerintah rakyat nya agar sebelum memulai encamai
(persemaian/tanam benih padi) terlebih dahulu melakukan ritual
antar ajung yang di laksanakan setahun sekali. Waktu itu upeti
dikirim dengan menggunakan kapal layar. Setiap akan memulai
persemaian (incamai) terlebih dahulu untuk melakukan ritual adat
antar ajung, maksudnya agar hasil panen mereka memuaskan.
Sampai sekarang warga masih percaya dengan ritual Antar Ajung
yang telah membuat hasil panen mereka jauh lebih baik dari
sebelumnya.
Namun kemudian ritual ini hilang selama hampir 50 tahun
lamanya, hanya sebagian kecil masyarakat yang masih menjalankan
tradisi tersebut. Sambas yang terkenal bukan hanya dari segi yang
masyarakatnya tamah, makanan khas, adat istiadat, serta bahasanya
yang sama namun juga terkenal dengan ritual yang biasanya di
lakukan setahun sekali yaitu Antar Ajung yang merupakan rasa
terima kasih atau rasa syukur kepada Tuhan karena kesejahteraasn
dan kemakmuran yang di dpat oleh masyarakat setempat.
Kini, antar ajung merupakan salah satu sumber daya wisata
yang bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan masyarakat
setempat. Antar ajung biasanya dilaksanakan di pantai sehingga
acara ini menjadi pemandangan yang sangat menarik dan unik
untuk di saksikan, bukan hanya orang Paloh saja yang menyaksikan
kegiatan tersebut tetapi banyak juga masyarakat yang dari luar ikut
serta menyaksikan kegiatan tersebut.
Tahapan antar ajung: pertama, tahapan persiapan. Adapun

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 81


yang di dalam tradisi ini yang juga mempunyai persiapan dari segi
bahan dan juga alat-alat yang digunakan untuk pembuatan ajung ini.
Ditentukan panjang ajung kira-kira 1-2 meter, lebar badan sekiranya
20-30 cm, tinggi layarnya 2-3 meter. Ada tiga layar di ajung dan
layar depan, berfungsi untuk menentukan arah kapal, selain
kemudi tentunya, layar utama dan kedua untuk membuat ajung
berjalan. Sedangkan kayu untuk membuat ajung ini kebanyakan
di ambil dari kayu pelaek (pelai) yang di bentuk sedemikian rupa
sehingga menyerupai perahu layar yang sesungguhnya didalamnya
juga terdapat makanan seperti beras kuning, beras pulut, ratteh
(beras ratih), kue cucur, amping (emping), kue lubang lima,
serabi, telur ayam kampung, telur yang sudah dimasak/direbus,
ketupat, pisang, pinang muda, padi dan kebutuhan pokok lainnya.
Mengenai cara peletakan bahan tidak ada aturan khusus tetapi
yang harus diutamakan adalah semua bahan-bahan yang telah di
siapkan tersebut memenuhi ajung yang telah dibuat dan persis
seperti manusia yang berdayung didalam perahu untuk bepergian
jauh dan lama yang membawa bekal agar di tengah lautan bisa
makan dan tidak kelaparan. Pembuatan ajung ini juga dilakukan
dengan gotong royong, memulai memotong membelah, bahkan
hingga mengecat sehingga memberi bentuk layar ajung tersebut
dilakukan bersema-sama.
Kedua, tahap persiapan. Sehari sebelum kegiatan dilaksana-
kan ada suatu kegiatan yang mengagung-agungkan nama Allah
disertai doa selamat dan doa tolak bala. Kegiatan tersebut disebut
dengan rattib. Sebelum ajung dilepaskan di laut dan pada malam
harinya, diakukan ritual besiak yaitu prosesi menangkap roh-
roh jahat. Untuk menggelar atau melaksanakan besiak, sebuah
panggung kecil yang telah dihias bercorak khas Melayu disiapkan.
Di sekeliling panggung pun sudah dihiasi dan dijejerkan
ajung-ajung, sementara di tengah-tengah panggung pun disediakan
aneka perlengkapan ritual seperti kemenyan, kue cucur, pelepah
pinang, beras kuning, ratteh dll. Tempayan yang berisi air benih

82 Buku Ketiga
padi pun diletakkan di tengah oanggung. Air ini gunanya untuk
warga memandikan bibit padi yang baru. Dan para pawang
membaca jampi untuk menangkap roh-roh jahat, setelah roh-roh
itu di tangkap kemudian di masukkan kedalam Ajung bersama
dengan sebuah sesaji.
Ketika besiak selesai para pawang harus menunggui Ajung
sepanjang malam karena takut terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Tak semua orang dapat menjadi seorang pawang, karena orang-
orang tertentu saja yang memiliki ikatan darah dengan para leluhur
mereka yang juga pawang. Keesokan harinya ajung lalu diturunkan
ke laut bersama dengan sesajian yang telah dimasukkan ke dalam
ajung ersebut. Upacara di nyatakan selesai setelah roh tersebut
menyatakan bahwa semua roh jahat yang ada dan potensial
mengganggu telah ditangkap dan di masukkan ke dalam ajung.
Selanjutnya (ketiga), ritual pelepasan ajung. Sebelum ajung
dilepaskan ke laut maka diwajibkan untuk membaca doa dan
diiringi adzan terlebih dahulu. Ketika perahu-perahu itu akan
di lepaskan manuju laut lepas kira-kira pukul dua siang, upacara
ritual dimulai yang ditandai dengan pembakaran kemenyan dan
pembacaan jampi-jampi oleh pawang dengan sambil menghambur-
hamburkan ratteh dan beras kuning kesekeliling penonton. Ketika
pemanggilan roh para pawang bersahut-sahutan melantunka syair
dan lagu khusus yang diiringi dengan pukulan gendang dan alat
musik lainnya.
Karena kegiatan antar ajung sudah merupakan tradisi orang
Melayu Paloh, maka seluruh petani khususnya di daerah tersebut
akan datang berduyun-duyun untuk menyaksikan prosesinya dan
untuk mengetahui bagaimana perjalanan ajung-ajung tersebut
menuju lautan lepas. Dipercaya oleh orang sekitar, apabila ajung
yang lepas tersebut tidak mengalami hambatan, itu tandanya semua
yang akan dilepas itu sudah diberikan dengan rasa ikhlas san akan
menghasilkan panen yang bagus.
Maksud dari tradisi ini adalah roh-roh jahat untuk kemudian

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 83


mengirimnya pergi berlayara. Hal ini dilakukan agar roh-roh jahat
penguasa segala hama, wabah dan bencana itu tidak mengganggu
sawah ladang serta kebun warga. Sebagai imbalan warga
memberikan imbalan dan bekal yang di perlukan roh itu selama
berlayar berupa, ratteh, beras kuning, pisang, kelapa, kue cucur,
ketupat dn barang-barang keperluan lainnya yang di bituhkan
rumah tangga. Bahan yang dimasukkan ke dalam ajung itu adalah
untuk menghibur roh-roh jahat itu supaya tidak merajuk dan
kecewa. Inti ritual antar ajung ini adalah mengumpulkan roh-roh
jahat untuk kemudian mengirimnya berlayar.
Jadi roh-roh jahat itu akan kembali lagi sembilan bulan yang
akan datang, namun hal tersebut tidak akan menjadi msalah karena
masa panen sudah selesai. Adapun di namakan sebagai salah
satu kepercayaan juga bisa di ketahui bahwa ritul antar ajung ini
mengandung ragam unsur kepercayaan kepada sesuatu terkadang
perihal yang di percayai itu berada di luar jangkauan akal manusia.
***
Seperti yang di jelaskan dalam surah Q.S. an-Nisa’ ayat 59,
:“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya
dan ulil amril di antara kamu kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesutu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih naik
akibatnya”.
Pada khazanah antar ajung, peninggalan masa lampau seperti
ragam bentuk nilai luhur, tradisi, budaya antar ajung ini dapat dikaji
sehingga bermanfaat untuk dijadika n sebagai bahan perbandingan
dimasa mendatang. Sebenarnya perbuatan mreka tidak salah tetapi
mereka salah menempatkannya, mereka mencampuri dengan
ritual yang tidak baik sehingga menjadi nampak syirik. Namun
harus dimengerti, orang-orang yang beritual antar ajung juga
masih kerang percaya akan kekuatan Allah SWT, meskipun mereka
juga masih mempercayai kekuatan selain Allah yaitu percaya

84 Buku Ketiga
dengan ilmu ghaib. Padahal kekuatan Allah tidak bisa ditandingi.
Kita mafhumi dalam antar ajung, dipercayai kemakmuran dan
keberhasilan dalam hasil panen ditentukan dengan antar ajung
yang memberi makan atau bekal kepada roh jahat.
Apapun itu, tradisi ini merepresentasikan khazanah kearifan
lokal masyarakat setempat. Harus kita mafhumi sebagai peninggalan
budaya yang kenyataannya berakulturasi dengan tradisi Islam.
Hingga hari ini sebagian besar tetap menjalankannya dengan alasan
hal tersebut sudah mendarah daging dan ingin tetap melestarikan
kebudayaan tersebut dan tidak bia diganggu gugat oleh siapapun,
sementara yang lain memang sudah meninggalkannya.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 85


18
SULTAN SYARIF ABDURRAHMAN ALKADRI
DAN KH. MUHAMMAD YUSUF SAIGON:
Tokoh Umat Islam Kota Pontianak

Muhammad Sidik

TULISAN ini mendedahkan dua tokoh umat Islam Kota Ponti-


anak, yang masyhur oleh karena perannya dalam membesarkan
kota Pontianak dan umat Islam. Pertama yang ingin dikaji adalah
Sy. Abdurahman Alkadri, sebagai Sultan Pertama dari Kesultanan
Pontianak, dan berikutnya adalah KH. Muhammad Yusuf Saigon
sebagai ulama yang amat besar jasanya dalam pengembangan
pendidikan agama Islam di Kota Pontianak.
Tulisan ini penulis olah dari dua sumber yang penulis
dapatkan yaitu: pertama, http://ulama.blogspot.com/2005/08/
yusuf-saigon-al-banjari_22.html dan kedua, http://ulama.blogspot.
com/2005/08/syarif-abdur-rahman-al-qadri.html.

SULTAN SYARIF ABDURRAHMAN ALKADRIE


Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah pendiri dan
sultan pertama Kerajaan Pontianak. Ia dilahirkan pada tahun 1142
Hijriah/ 1729/1730 M, putra Al Habib Husin, seorang penyebar

86 Buku Ketiga
ajaran Islam yang berasal Arab. Saat umur Syarif Abdurrahman
berumur 16 tahun, beliau dibawa oleh ayahnya berpindah dari
Negeri Matan ke Negeri Mempawah. Setelah berumur 18 tahun,
beliau dikawinkan oleh ayahnya dengan Utin Cenderamidi, anak
Opu Daeng Menambon.
Tatkala umurnya 22 tahun, Syarif Abdurrahman pergi
ke Pulau Tambelan selanjutnya ke Siantan dan terus ke pusat
pemerintahan Riau di Pulau Penyengat. Beliau tinggal di sana
selama kira-kira dua bulan. Kemudian, ke Negeri Palembang dan
tinggal di situ sebelas bulan. Sewaktu hendak kembali ke Negeri
Mempawah dihadiahkan oleh Sultan Palembang, Sultan Pelakit
sebuah perahu selaf dan seratus pikul timah.
Pada saat itu juga bermuafakat Tuan Saiyid dan sekalian
bangsa Arab di Negeri Palembang dan bersetuju memberi hadiah
kepada Syarif Abdurrahman, dua ribu ringgit. Kemudian Syarif
Abdurrahman belayar pulang ke negerinya, Mempawah. Setelah
dua bulan Syarif Abdurrahman Alkadri di Mempawah, beliau
belayar pula ke Negeri Banjar dan tinggal di sana selama empat
bulan. Kemudian, belayar pula ke Negeri Pasir dan berhenti di situ
selama tiga bulan.
Setelah itu, kembali lagi ke Negeri Banjar. Setelah dua
bulan di Banjar, Syarif Abdurrahman dikawinkan dengan puteri
Sultan Sepuh, saudara pada Penembahan Batu yang bernama Ratu
Syahbanun. Sebelum menikah, Syarif Abdurrahman Alkadri telah
dilantik oleh Panembahan Batu menjadi Pangeran dengan nama
Pangeran Syarif Abdur Rahman Nur Allam. Dua tahun kemudian,
Syarif Abdurrahman Alkadri kembali ke Negeri Mempawah.
Setahun kemudian, kembali lagi ke Negeri Banjar. Selama empat
tahun di Banjar, beliau memperoleh dua orang putera, seorang
laki-laki diberi nama Syarif Alwi diberi gelar Pangeran Kecil dan
yang seorang perempuan bernama Syarifah Salmah diberi gelar
Syarifah Puteri.
Tarikh 11 Rabiulakhir 1185 H/24 Jun 1771 M Syarif

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 87


Abdurrahman Alkadri keluar dari Negeri Banjar kembali ke
Negeri Mempawah. Ketika sampai di Mempawah didapatinya
Tuan Besar Mempawah, Habib Husein Alkadri ayahnya, telah
kembali ke rahmatullah. Syarif Syarif Abdurrahman Alkadri
berhenti di Mempawah selama tiga bulan bermesyuarat dengan
adik- beradiknya, ialah Syarif Ahmad, Syarif Abu Bakar, Syarif
Alwi bin Habib Husein Alkadri dan seorang kerabat mereka,
Syarif Ahmad Ba’abud. Keputusan mesyuarat bahwa Syarif
Abdurrahman Alkadri akan keluar dari Negeri Mempawah hendak
membuat kedudukan di mana-mana yang patut.
Tarikh 14 Rejab 1185 H/23 Oktober 1771 M, Syarif
Abdurrahman Alkadri berangkat dari Negeri Mempawah dengan
14 buah perahu kecil bernama kakab. Kemudian, sampailah ia di
Sungai Pontianak yang kebetulan tempat itu dengan masjid yang
ada sekarang ini. Syarif Abdurrahman Alkadri dan rombongan
berhenti di tempat itu pada waktu malam. Keesokan harinya,
Syarif Abdurrahman Alkadri pun masuk ke Selat Pontianak dan
berhenti di situ selama lima malam. Pada hari Rabu kira-kira pukul
4.00 pagi, Syarif Abdur Rahman memberi perintah menyerang
Pulau Pontianak. Masing-masing mereka mengisi meriamnya dan
menembak pulau itu. Kata Syarif Abdurrahman Alkadri, “Berhenti
perang kerana sekalian hantu dan syaitan yang berbuai pada malam
hari di pulau itu telah habis lari, janganlah tuan-tuan takut, marilah
kita turun menebas pulau itu.”
Semua anak buah perahu pun turun bersama-sama Syarif
Abdurrahman Alkadri menebas pulau itu. Setelah habis ditebas,
lalu didirikan sebuah rumah dan sebuah balai. Kira-kira lapan
hari dikerjakan, di dalam antara itu Syarif Abdurrahman Alkadri
kembalilah ke Mempawah mengambil sebuah kapal dan sebuah
tiang sambung. Tarikh 4 Ramadhan 1185 H/11 Disember 1771
M, Syarif Abdurrahman Alkadri pindah ke pulau itu.
Tiada berapa lama negeri itu berdiri, pada bulan Jumadilakhir
1191 H/ 10 Jun 1777 M, Syarif Abdurrahman Alkadri berangkat,

88 Buku Ketiga
mudik ke Negeri Sanggau dengan 40 buah perahu kecil hendak
terus ke Negeri Sekadau. Setelah sampai di Sanggau, maka
ditahanlah oleh Penembahan Sanggau tiada diberikannya mudik
ke hulu, jauh dari negeri Sanggau. Tetapi Syarif Abdurrahman
Alkadri, berkeras hendak mudik. Terjadi peperangan antara kedua-
dua pihak. Setelah tujuh hari berperang, Syarif Abdurrahman
Alkadri mengundurkan diri kembali ke negeri Pontianak, untuk
persiapan membuat perahu besar.
Kira-kira delapan belas bulan sesudah itu bersamaan, 2
Muharram 1192 H/31 Januari 1778 M berangkat lagi ke Negeri
Sanggau dengan sebuah sekuci, dua buah kapal dan 28 buah
penjajab. Ketika sampai di Tayan, bertemulah dengan angkatan
Sanggau yang menanti kedatangan angkatan Pontianak di situ.
Angkatan Sanggau kalah, terus lari ke Sanggau. Tetapi ada lagi
angkatan Sanggau di Kayu Tunu, angkatan Sanggau sudah siap
berperang di tempat. Tarikh 26 Muharram 1192 H/24 Februari
1778 M bermulalah perang di Kayu Tunu. Sanggau kalah pada 11
Safar 1192 H/11 Mac 1778 M.
Syarif Abdurrahman Alkadri pun mudik ke Sanggau dan
berhenti di situ selama 12 hari. Syarif Abdurrahman Alkadri
bersama Raja Haji, Yang Dipertuan Muda Riau membuat benteng
pertahanan di Pulau Simpang Labi, menempatkan enam pucuk
meriam di pintunya. Pulau itu ditukar nama dengan Jambu-Jambu
Taberah. Setelah selesai pekerjaan di Pulau Jambu-Jambu Taberah
itu, Sultan Syarif Abdur Rahman pulang ke Pontianak bersama-
sama dengan Yang Dipertuan Muda Raja Haji.
Setelah sampai di Pontianak, Raja Haji, Yang Dipertuan
Muda Riau memanggil semua orang di dalam negeri Pontianak
untuk memeriksa hal Paduka Pangeran Syarif Abdur Rahman Nur
Allam akan dijadikan sultan. Semua isi negeri Pontianak, bersetuju.
Raja Haji mengirim utusan ke negeri Mempawah, Matan, Landak
dan Kubu. Raja-raja itu pun mengaku di hadapan Yang Dipertuan
Muda Raja Haji mengatakan bahawa mereka menerima dengan

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 89


gembira. Pada ketika dan tarikh yang baik, hari Isnin, 8 Syaban
1192 H/1 September 1778 M, sekalian tuan-tuan sayid, raja-raja
dan rakyat negeri Pontianak berkumpul di Pontianak.
Yang Dipertuan Muda Raja Haji dengan suara yang keras,
bertitah, “Adapun kami memberitahu kepada sekalian tuan-tuan
sayid, raja-raja, dan sekalian isi negeri Pontianak ini, pada hari ini,
Paduka Pangeran Syarif Abdur Rahman Nur Allam kita sahkan
berpangkat dengan nama Paduka Sultan Syarif Abdur Rahman
al-Qadri, iaitu raja di atas takhta kerajaan Negeri Pontianak,
demikianlah adanya”.
Adalah pada tahun 1194 H/1780 M utusan Kompeni
Belanda datang dari Betawi dengan satu sekuci dan dua buah
pencalang. Utusan Belanda itu bernama Ardi William Palam Petter
dari Rembang serta berbicara meminta kepada Sultan Syarif Abdur
Rahman untuk mendiami negeri Pontianak. Bersamanya ada lagi
utusan Sultan Banten hendak menyerahkan pemerintahan negeri
Landak kepada Syarif Abdurrahman Alkadri. Maka Kompeni
Holanda pun tetaplah duduk bersetia bersama-sama di dalam
negeri Pontianak.
Pada tahun 1198 H/1784 M Kompeni Belanda bermusuh
dengan Yang Dipertuan Muda Raja Ali Riau. Kompeni Belanda
menyerang Yang Dipertuan Muda Raja Ali Riau di negeri Sukadana.
Negeri Sukadana kalah dalam perang itu. Pada tahun 1200 H/1785
M, Sultan Syarif Abdur Rahman bersengketa dengan saudara
iparnya Raja Mempawah, Penembahan Adi Wijaya, kerana perkara
Sultan Sambas.
Disingkatkan ceritanya, akhirnya Sultan Syarif Abdur
Rahman terpaksa memerangi negeri Mempawah. Setelah
berperang selama delapan bulan, Negeri Mempawah kalah dalam
peperangan itu. Setelah selesai perang, Sultan Syarif Abdur Rahman
mengangkat puteranya yang bernama Pangeran Syarif Qasim
berpangkat Penembahan Memerintah Diatas Takhta Kerajaan
Negeri Mempawah. Selanjutnya, terjadi perselisihan Pontianak

90 Buku Ketiga
dengan Sambas mulai 3 Rabiulakhir 1206 H/30 November 1791
M. Sultan Syarif Abdur Rahman bersama Yang Dipertuan Sayid
Ali bin Utsman, Raja Siak memerangi negeri Sambas. Perang yang
terjadi selama lapan bulan itu, berakhir dengan seri iaitu tiada yang
kalah atau pun menang.
Demikianlah kisah Syarif Abdurrahman Alkadri yang
dilahirkan pada 15 Rabiulawal 1151 H/3 Julai 1738 M dan wafat
pada malam Sabtu, pukul 11.00, tarikh 1 Muharram 1223 H/28
Februari 1808 M. Pada hari itu juga, Penembahan Syarif Qasim
yang berkedudukan di Mempawah, ditobatkan menjadi Sultan
Pontianak dengan menggunakan nama Paduka Sultan Syarif
Qasim Raja Duduk Diatas Takhta Kerajaan Negeri Pontianak.
Pada tarikh 19 Safar 1223 H/16 April 1808 M, Pangeran
Mangku Negara Syarif Husein bin al-Marhum Sultan Syarif
Abdur Rahman dilantik menggantikan Syarif Qasim menjadi raja
Kerajaan Negeri Mempawah. Pada hari Kamis, pukul 09.00, tarikh
11 Muharram 1228 H/14 Januari 1813 M, Pangeran Syarif Husein
kembali ke rahmatullah.
Beliau diganti oleh Penembahan Anom, puteranya
Penembahan Adi Wijaya, menjadi wakil memegang kuasa di dalam
negeri Mempawah. Pada tahun 1241 H/ 1825 M, Penembahan
Anom kembali ke rahmatullah. Pada tahun 1243 H/1828
M, Pangeran Adi Pati Geram menjadi wakil menggantikan
memegang kuasanya di dalam negeri Mempawah berpangkat
nama Penembahan.

MUHAMMAD YUSUF SAIGON AL-BANJARI


Muhammad Yusuf Saigon al-Banjari (meninggal 1
September 1942) adalah ulama keturunan dari Syekh Muhammad
Arsyad al-Banjari yang merupakan ulama besar dari Kesultanan
Banjar. Muhammad Yusuf Saigon adalah anak laki-laki dari
Muhammad Thasin al-Banjari yang mengembara ke beberapa
wilayah hingga ke Brunei dan Sabah untuk menyebarkan agama

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 91


Islam terutama dalam bidang ilmu tajwid. Muhammad Thasin
al-Banjari meneruskan perantauannya ke Pontianak, Kalimantan
Barat dan menikah dengan perempuan bernama Fatimah dan
mempunyai tiga orang anak lelaki, yaitu Muhammad Yusuf,
Muhammad Arsyad dan Abdur Rahman. Muhammad Yusuf lahir
di Kampung Banjar Baru Pontianak daerah tepi Sungai Kapuas
yang dikenal dengan Banjar Serasan.
Di masa mudanya, Muhammad Yusuf adalah perantau. Ia
mengembara ke berbagai daerah di Indonesia sampai ke Malaysia,
Brunei Darussalam, Singapura, Kamboja dan Vietnam. Ia
merupakan pedagang intan dan berlian. Di Vietnam ia menikah
dengan Putri Sarijah binti Muhammah Sholehia yang masih
keturunan raja-raja dari Vietnam Selatan dan dikaruniai empat
orang anak (1 perempuan, 3 laki-laki).
Setelah cukup lama merantau Muhammad Yusuf Saigon
kembali ke Pontianak bersama istrinya Putri Sarijah dan anak-
anaknya dengan membawa bibit-bibit karet. Di Kampung Saigon
sekarang inilah ia membuka hutan dan membangun perkebunan
karet yang luas. Perkebunan karetnya maju pesat dan usahanya
mengantarkannya menjadi saudagar kaya pada saat itu. Pada
saat pembukaan tempat itu, dia memberikan nama kampung itu
dengan Kampung Saigon. Nama itu diberikan untuk mengenang
istrinya yang berasal dari Saigon, Vietnam Selatan. Ia yang awalnya
bernama Muhammad Yusuf Al-Banjari mengganti namanya
menjadi Muhammad Yusuf Saigon.
Yusuf Saigon meninggal pada bulan Desember 1942 dalam
usia ke-103 tahun. Makamnya berada di areal pemakaman keluarga
H Muhammad Yusuf Saigon yang terdapat di jalan Yusuf Karim.
Kampong Saigon sekarang ini menjadi nama kelurahan dengan
nama yang sama yakni Kelurahan Saigon.
Kedua-dua anak Muhammad Thasin al-Banjari yang tersebut
di atas, yaitu Muhammad Yusuf dan Muhammad Arsyad Pontianak,
setelah mereka melihat kesuburan pohon-pohon getah hasil usaha

92 Buku Ketiga
gigih dan susah payah mereka sendiri, bangkitlah kembali cita-
cita untuk meneruskan perjuangan moyang mereka, iaitu Syeikh
Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari yang sangat masyhur
itu. Mereka berdua beriktikad, bahawa tiada satu perjuangan pun
yang lebih mulia, dapat menyelamatkan seseorang sama ada di
dunia mahu pun akhirat, melainkan perjuangan menyebarkan
ilmu-ilmu yang diajarkan oleh para nabi dan rasul Allah. Bahawa
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w., nabi dan rasul
akhir zaman, tidak syak lagi adalah satu-satunya agama yang
wajib diperjuangkan oleh setiap insan Muslim. Urusan mencari
dana untuk kepentingan umat Islam ditangani oleh Muhammad
Yusuf, sedangkan untuk propaganda dan dakwah dilakukan oleh
saudaranya, Muhammad Arsyad.
Cita-cita kedua-dua adik beradik itu dikabulkan oleh Allah,
kerana dalam tahun 1925 M. datanglah seorang pemuda yang alim
dari Ketapang bernama Abdus Shamad yang mendapat pendidikan
di Madrasah Shaulatiyah, Mekah. Salah seorang guru beliau di
Madrasah Shaulatiyah, Mekah ialah Tengku Mahmud Zuhdi bin
Abdur Rahman, yang kemudian dikenali sebagai Syeikhul Islam di
Kerajaan Selangor. Abdus Shamad ditampung oleh Muhammad
Yusuf Saigon, lalu didirikanlah pondok-pondok tempat tinggal
para pelajar, ketika itu berdirilah Pondok Pesantren Saigoniyah yang
dianggap sebagai pondok pesantren yang pertama di Kalimantan
Barat. Sungguhpun demikian, sebenarnya sistem pendidikannya
bukan sistem pondok, kerana ia juga mempunyai bangku-bangku
tempat duduk para pelajar. Dikatakan sebagai pondok pesantren
yang pertama di Kalimantan Barat hanyalah kerana di Pondok
Pesantren Saigoniyah yang pertama sekali terdapat pondok-pondok
tempat tinggal para pelajar yang dimodali oleh Muhammad Yusuf
Saigon. Ada pun pengajian pondok selain itu ialah Dar al-’Ulum
yang diasaskan oleh Abdur Rahman bin Husein al-Kalantani,
murid Tok Kenali. Pengajian pondok beliau terletak di Kampung
Terusan, Mempawah. Hanya pondok pengajian inilah satu-

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 93


satunya pondok pengajian tanpa kelas dan tanpa bangku, sistem
pendidikannya sama dengan di Patani, Kelantan, Kedah dan Pulau
Jawa. Dalam tahun 1975, beberapa orang kader Pondok Pesantren
Saigoniyah dan Dar al-’Ulum bergabung, sama-sama mengajar
di Pondok Pesantren Al-Fathaanah di Kuala Mempawah. Oleh
itu bererti kelanjutan daripada kedua-dua institusi yang tersebut,
masih berjalan terus sampai sekarang.
Pondok Pesantren Saigoniyah banyak mengeluarkan kader-
kader yang mengajar di beberapa tempat di Kalimantan Barat
tetapi sekarang hampir semuanya telah meninggal dunia. Pondok
Pesantren Saigoniyah hilang atau tenggelam namanya akibat perang
dunia yang kedua, tentera Jepun sangat ganas di Kalimantan Barat.
Setelah Jepun kalah, nama itu tidak muncul lagi, nama baru yang
muncul dalam tahun 1977 ialah Madrasah Al-Irsyad. Nama baru
ini diberikan bertujuan mengabadikan nama Syeikh Muhammad
Arsyad al-Banjari dan nama keturunan beliau, iaitu Muhammad
Arsyad. Beliau adalah satu-satunya ulama yang dihormati di
Kampung Saigon ketika itu.
Memandangkan institusi-institusi pendidikan pondok di
beberapa tempat di Pulau Jawa mencapai kemajuan, sebaliknya
di tempat-tempat yang lain termasuk di Malaysia mengalami
kemerosotan, bahkan ada yang hanya dikenang namanya saja,
rasanya perlulah insan-insan yang sedar dan insaf berjuang
menghidupkannya kembali. Ini kerana sistem pengajian pondok
satu ketika dulu diakui oleh ramai pihak sebagai institusi yang
mencerdaskan umat Melayu sejagat. Dengan perkembangan dunia
yang serba canggih dan moden, institusi pondok perlu canggih
dan moden juga. Pondok Pesantren Saigoniyah yang satu ketika
dulu pernah terkenal di Kalimantan Barat, bahkan menjadi dipuji
oleh masyarakat Banjar di mana saja mereka berada, sekarang telah
tiada. Kita mengharapkan pejuang-pejuang pendidikan sistem
pondok dunia Melayu tetap berfikir dan berusaha ke arah sesuatu
yang hilang akan ada gantinya.

94 Buku Ketiga
Sebagaimana kita ketahui, Muhammad Yusuf Saigon, yang
berperanan dalam pembinaan Pondok Pesantren Saigoniyah,
adalah salah seorang keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin
Abdullah al-Banjari. Perlu juga kita ketahui, dalam zaman yang
sama keluarga ini juga menjalankan aktiviti serupa di tempat-
tempat lainnya di dunia Melayu, bahkan termasuk juga Mekah.
Sebagai contoh Mufti Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari
mengasaskan pengajian pondok di Parit Hidayat, Sapat, Inderagiri
Hilir, Sumatera. Tuan Husein Kedah al-Banjari mengasaskan
beberapa tempat pendidikan sistem pondok di Malaysia. Beliau
memulakan aktivitinya di Titi Gajah, Kedah, selanjutnya di Pokok
Sena, Seberang Perai, Pulau Pinang yang dikenali dengan Yayasan
Pengajian Islam Madrasah Al-Khairiah.
Selain institusi pendidikan di Pontianak, Kalimantan Barat,
Sapat, Inderagiri dan Malaysia sebagaimana yang disebutkan di
atas, masih banyak lagi institusi pendidikan keluarga ulama Banjar
tersebut di tempat-tempat lain, sama ada di Banjar mahu pun di
Pulau Jawa. Di Bangil, Jawa Timur ada pondok pesantren yang
diasaskan keluarga ini, seperti Pesantren Datuk Kelampayan.
Pondok tersebut diasaskan oleh al-`Alim al-Fadhil Kiyai Haji
Muhammad Syarwani Abdan al-Banjari. Datuk Kelampayan
adalah gelaran untuk Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah
al-Banjari kerana beliau dimakamkan di Kelampayan. Di Dalam
pagar (Banjar) sekurang-kurangnya terdapat dua buah institusi
pendidikan yang diasaskan oleh keluarga ini, demikian pula di
Teluk Selong, Kampung Melayu dan lain-lain. Dua buah madrasah
di Dalampagar diberi nama Madrasah Sullam Al-’Ulum dan
Madrasah Mir’ah ash-Shibyan. Yang di Teluk Selong diberi nama
Madrasah Sabil Ar-Rasyad. Yang di Sungai Tuan diberi nama
Madrasah Al-Irsyad.
Yayasan yang diasaskan oleh keluarga ulama Banjar tersebut
juga terdapat di beberapa tempat, seumpama Yayasan Syeikh
Muhammad Arsyad Al-Banjari. Yayasan terbentuk dalam rangka

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 95


haul ulama tersebut yang ke 160 kali oleh panitia (jawatan kuasa)
pada 30 November 1967, hari kewafatan beliau yang jatuh pada 7
Syawal 1387 H/7 Januari 1968 M, diadakan di Kompleks Kubah
Kelampayan, Kalimantan Selatan. Guru agama dalam keluarga
ulama Banjar ini bernama Kiyai Haji Muhammad Saman bin
Muhammad Saleh (lahir 3 November 1919) yang telah berhasil
mengasaskan Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu
Makrifatullah wa Makrifatur Rasul Nurul Islam di Banjar dan
sejak tahun 1972 telah berhasil mengajar dan berdakwah di negeri
Sabah. Ada beberapa orang besar dan tokoh terkemuka di Sabah
yang merupakan murid beliau, di antaranya ialah Datuk Mohd
Ainal bin Haji Abdul Fattah, PGDK, LLB, MBA (UMS), penyusun
buku Dokumentasi Pilihan Raya Ke-11, cetakan pertama tahun
2005 yang lengkap dengan pelbagai gambar. Buku tersebut telah
dilancarkan oleh Datuk Seri Abdullah Badawi, Perdana Menteri
Malaysia pada hari Jumaat 22 Julai 2005 di Pusat Dagangan Dunia
Putera (PWTC).
Yusuf Saigon meninggal pada bulan Desember 1942 dalam
usia ke-103 tahun. Makamnya berada di areal pemakaman keluarga
H Muhammad Yusuf Saigon yang terdapat di jalan Yusuf Karim.
Kampong Saigon sekarang ini menjadi nama kelurahan dengan
nama yang sama yakni Kelurahan Saigon.
Sebagai seorang ulama, kharisma Syech H Muhammad
Yusuf Saigon tak lekang di makan zaman. Meski sudah lama
mangkat, namun masyarakat tetap mengingat jasa-jasa sosok salah
seorang tokoh dunia tersebut. “Haji Muhammad Yusuf Saigon
adalah seorang ulama yang hartawan. Ia juga sosok yang sangat
dermawan,” ujar Miftahul Ulum.***

96 Buku Ketiga
19
SEDEKAH BUMI
ORANG JAWA DESA SAMBORA

M. Mukala Rifa’in

ORANG Jawa mempunyai tradisi yang khas Jawa, dan di antara


yang ingin dikaji dalam penulisan ini adalah sedekah bumi. Sedekah
bumi adalah tradisi yang sedikit banyak berwarna animisme dan
dinamisme yang mendapat pengaruh dari Hindu Budha, sesuai
dengan kepercayaan dan keyakinan pada zaman dahulu orang
Jawa. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini sebenarnya telah
dikenal oleh bangsa Indonesia sebelum masuknya pengruh Hindu
dan Budha ke Indonesia. Setelah masuk dan berkembang pengaruh
Hindu Budha ke indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi.1
Nilai-nilai animisme dan dinamisme yang nampak dalam
pelaksanaan sedekah bumi antara lain adalah pemotongan hewan
(sapi atau kerbau) yang ditunjukan sebagai persembahan kepada
roh halus penguasa bumi (wilayah desa) tempat pelaksanaan
sedekah bumi. Jika rangkaian sedekah bumi tidak dilaksanakan,
masyarakat desa khawatir masyarakat akan terkena murka dari
1 I Wayan Badrika, Sejarah untuk SMA Kelas XI (Jakarta: Erlangga,
2006).

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 97


roh halus. Murka tersebut bisa berupa bencana alam,menurunkan
kualitas hasil bumi bahwak gagal panen, sehingga terjadinya wabah
penyakit pada hewan-hewah pemeliharaan warga.
Namun belakangan terjadinya perubahan paradigma pada
masyarakat pelaku sedekah bumi. Mereka beranggapan bahwa
tradisi sedekah bumi bukan hanya untuk penyembahan kepda
roh halus dan tolak bala, melainkan sebagai tradisi leluhur yang
harus diikuti sebagai warisan yang menjadi kekayaan budaya
masyarakat. Salah satu yang mengalami pergeseran paradigma
adalah pelaksanaan sedekah bumi yang ada di Desa Sambora.2
2 Desa Sambora berasal dari dua kata yaitu yang petama adalah: Desa
yaitu tempat tinggal atau daerah nama sebuah daerah. Sambora sediri terlahir
dari kata Belora dalam bahasa jawanya, yaitu nama tempat yang ada di tanah
jawa di daerah semarang. Menurut Bapak Sadikun, nama Sambora itu muncul
karena kebanyakan yang bertempat dinggal di desa itu mayoritas adalah orang
dari Blora. Jadi orang-orang atau masyarakat yang ada di desa itu menamakan
tempat mereka adalah Sambora bermakna dalam bahasa jawanya ialah sumbere
uwong jowo (sumbernya orang Jawa). Artinya ialah, orang jawa dari Belora yang
banyak datang kemudian menetap adalah di Desa Sambora. Desa Sambora ter-
letak sekitar 100 km dari pusat kota pontianak, dan sekitar 90 km dari Kota Ng-
abang. Atau sekitar 2 jam apabila menggunakan kedaraan bermotor atau angku-
tan umum (bus). Desa Sambora terkenal dengan hasil panen padi, karena ketika
mulai datang musim panen, Desa Sambora menenpati urutan setelah anjungan
yang terkenal dengan hasil panennya. Tidak hanya itu Desa Sambora juga mem-
punyai tempat wisata di antaranya ialah bendungan tempat pemancingan dan
air terjung yang terletak sekitar 8 km dari jalan Desa Sambora, dan sekarang su-
dah mulai bisa dilalui dengan kendaraan roda 2 (sepeda motor). Penduduk Desa
Sambora kurang lebih 310 kepala keluarga. Mata pencarian mereka mayoritas
dari petani dan noreh karet, adapun masyarakat di sana banyak juga yang sudah
condong pada usaha bisnis, melihat penduduk yang sudah padat, akhirnya mer-
eka membuat inisiatif untuk membuat usaha di sekeliling jalan Desa Sambora.
Selain itu masyarakat di sana juga ada yang masih melakukan tambang emas,
tapi sangat di sayangkan pekerjaan tambang emas itu malah ngerusak tahan dan
lahan di sana.khususnya di kecamatan mandor yang sudah cukup parah akibat
penambangan emas yang kurang lebih di lakukan selama 30 tahun lamanya.
Selain banyak yang meninggal akibat pertambangan,di antaranya tertimpa tanah
dan tertimpa pohon, pertambangan juga membuat kumuh lingkungan di sana,

98 Buku Ketiga
Sedekah bumi berasal dari dua kata yaitu, sedekah yaitu
memberikan sesuatu dan mengharapkan sesuatu pahala dari Allah
SWT. Sedangkan bumi ialah jagat raya ini yang di tempati oleh
manusia sebagai tempat tinggal dan tempat bercocok tanam.
Dengan demikian arti sedekah bumi itu ialah, memberi segala
sesuatu kepada orang lain sebagai tanda syukur atas nikmat yang
telah Allah SWT. berikan kepada manusia khususnya bagi orang-
orang yang telah mendapat nikmat, atau hasil panen yang melimpah.
Atas dasar itulah orang Jawa pada khususnya menjadikan sarana
untuk mencurahakan rasa syukurnya kepada Allah SWT, yaitu
dengan sedekah bumi.
Menurut Bapak Shuyudi, salah satu ulama yang ada di Desa
Sambora, beliau mengatakan bahwa sedekah bumi yaitu dekad
deso dalam Bahasa Jawanya, yang bermakna ucapan terima kasih
kepada Allah SWT, yang telah memberi segala nikmat yaitu berupa
tanah yang subur dan hasil panen yang melimpah. Menurut
beliau, sedekah bumi hanyalah sarana untuk menyambungkan
tali silaturahmi dan bersedekah kepada masyarakat yang tidak
mempunyai penghasilan. Di samping untuk menghidupkan tradisi
Jawa yang pastinya, juga bertujuan untuk mengingatkan pemuda-
pemuda yang “buta budaya”, karena zaman sekarang,anak muda
telah banyak yang lupa dengan jati diri pada budayanya sendiri,
mereka malah sering mencintai atau mengagumi budaya-budaya
luar, yang belum tentu menambah kebaikan pada dirinya,
terkadang malah merusak akhlak mental pemuda-pemuda yang
telah berkecimpung ke dalam ajaran luar. Dari situlah penting
menghidupkan sedekah bumi ini, bukan hanya untuk bersedekah
maupun menyambung tali silaturahmi saja, tetapi juga sarana
untuk menciptakan, membuat, melahirkan mental pemuda-penuda
penerus bangsa yang baik budi pekertinya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan beberapa
di antaranya limbah akibat penambangan. Selainnya, rusaknya keseimbangan
alam, hilangnya saluran air bersih dan lain-lain adalah dampak lainnya.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 99


pendapat lainnya sedekah mengandung beberapa arti antara
lain: pertama, pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang
berhak menerimanya, di luar zakat dan zakat fitrah sesuai dengan
kemampuan yang memberi. Kedua, keselamatan. Ketiga, makanan
(bunga-bunga dsb) yang disajikan kepada roh halus (roh penunggu
dsb) dan arwah. Sedekah yang di adakan untuk menghormati dan
mendoakan orang-orang yang telah meninggal dunia. Selamatan
yang di lakukan sesudah panen (memotong padi) sebagai tanda
bersyukur. Sedekah bumi adalah memberi kepada bumi. Maka
kata sedekah berarti pemberian sukarela yang tidak ditentukan
peraturan tertentu, baik berkaitan dengan jumlah maupun jenis
yang di sedekahkan.
Dalam tradisi Jawa, pelaksanaan upacara sedekah bumi
berawal dari tradisi pemujaan roh halus atau penghormatan
kepada leluhur. Sedekah bumi dilaksanakan oleh masyarakat dalam
kaitannya untuk memberi persembahan kepada arwah leluhur atau
penguasa jagat. Dalam pandangan orang Jawa Hindu sedekah bumi
merupakan persembahan terhadap dewi sri atau dewa kesuburan.
Maksud dan tujuan pelaksanaan sedekah bumi ini adalah untuk
mencari keselamatan hidup, dengan cara melaksanakan selametan
secara bersama-sama. Dengan cara itu, diyakini bisa menolak segala
macam bahaya yang akan menimpa kehidupan masyarakat desa
tersebut. Karena itu dilakukanlah sedekah bumi ini. Diharapkan
dengan sedekah bumi ini, mampu untuk menolak macam bahaya
dan penyakit.
Menurut Bapak Shuyudi, sedekah bumi yang dilaksanakan
di Desa Sambora bukan bertujuan untuk memuja roh halus
atau membuat sesajen untuk diberikan kepada mereka, tetapi
dilaksanakanya sedekah bumi ialah bertujuan untuk menguatkan
tali silaturahmi pada masyarakat. Biasanya masyarakat di hari-hari
biasa sibuk dengan kegiatannya masing-masing baik dari petani,
pegawai, guru dan sebagainya. Sehingga melupakan kehidupan
bermasyarakat yang rukun dan harmonis.

100 Buku Ketiga


Sepadan dengan argumen di atas, hal yang paling mendasar
dalam pelaksanaan sedekah bumi adalah adanya motivasi untuk
mencari ketenangan batin dan keyakinan adanya kekuatan lain di
luar manusia, baik itu roh halus maupun arwah leluhur maupun
sesuatu yang gaib lainya. Oleh karenanya diperlukan penghormatan
dengan cara melaksanakan sedekah bumi. Dalam hal ini sedekah
bumi dipandang sebagai bentuk rasa syukur masyarakat kepada
Allah SWT. Ungkapan rasa syukur itu kemudian di buktikan dengan
melukan acara sedekah bumi ini,dengan harapan segala apa yang
telah di berikan Allah SWT. Kepada manusia mendapatkan berkah
dan ridha serta pahala yang berlimpah, agar menjadi amal yang
baik untuk bekal di kemudian hari (hari kiamat).
Macam-macam bentuk kegiatan yang menyertai sedekah
bumi di Desa Sambora yaitu: kondangan, main kesenian, pawai
akbar, dan ceramah agama.

KONDANGAN
Kondangan dalam rentetan acara sedekah bumi adalah
acara makan-makan yang di lakukan di pagi hari, menunggu
masyarakat berkumpul membawa makanannya yang di kumpulkan
di suatu tempat yang di tentukan. Terkadang tempat itu di
lapangan,terkadang juga tempat itu juga di masjid. Adapun makan-
makan yang di bawa adalah: kue pasung, kue bolu, kue lemper, kue
bugis, dan buah-buahan serta sayur-sayuran hasil panen. Di Desa
Sambora pada umumnya membawa ambeng atau nasi yang di taruh
di bakul kemudian di kasi bumbu, seperti mie goreng, telur goreng
dan lain-lainnya yang berkenaan dengan lauk pauk. Terkadang
letak keseruanya di situ, karena apa? masyarakat di sana makan
ambengnya bukan punya sendiri, tapi mereka menukar antara
ambeng satu dan ambeng lainnya. Jadi dalam acara kondangan itu
mereka merasakan makan dari orang lain yang membawa ambeng
pula.
Mengenai ambeng, ada beberapa pendapat yang tidak

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 101


membolehkan, di antaranya ialah karena orang yang membawa
ambeng itu mubazir. Mereka berpendapat bahwa ketika seseorang
membawa ambengnya dari rumah, itu dipastikan tidak habis,
karena dalam satu bakul, berisi nasi dan makan itu di makan oleh 2
orang. Letak mubazirnya ketika kedua orang itu memakan ambeng,
pastilah tidak akan habis makanan itu, kemudian orang yang punya
berkat membawanya, karena sudah sisa maka akhirnya dibuang.
Menurut informan penulis yaitu Bapak Syuhudi, “tidaklah
mengapa masyarakat melakukan acara kondangan seperti itu, di
samping sedekah, toh kalau ambengya tidak habis, nasi sisanya
bisa dibuat kerupuk. Bagaimana kalau orang itu tidak bisa
membuat kerupuk, ya sudah dikasi ayam atau bebek sendiri
atau punya tetangga, toh ayam dan bebek itu juga makhluknya
ciptaannya Allah SWT”. Oleh karenanya sedekah bumi sebagai
sebuah tradisi, sangat positif dan tidak keluar dari koridor atau
syariat agama (Islam).

MAIN KESENIAN
Setelah masyarakat melakukan acara kondangan atau makan-
makan besar, kemudian setelah pulang masyarakat bekumpul lagi,
untuk melaksanakan acara kesenian yang ada pada orang Jawa
pada umumnya, yang di lakukan di lapangan terbuka. Dalam
kesenian ini banyak orang Jawa di luar Desa Sambora ikut ambil
bagian pada acara ini. Di antaranya orang Sungai Tempayan, Kayu
Ara, sumber agung dan desa-desa lainya ikut serta dalam acara
ini yang dilakukan setahun sekali ini. Adapun acara kesenian yang
di tampilkan antara lain sebagai berikut: jaran kepang atau kuda
lumping, reok ponorogo, adu silat, dan atraksi kesenian.
Di antara kesenia ini ada beberapa ulama yang membolehkan
ada juga yang melarang, karena menyakiti tubuh sendiri seperti
atraksi kesurupan pada kuda lumping sewaktu makan beling
dan lain-lainya. Menurut informan penulis yaitu Bapak Usman,
Nurkhalis dan Puryadi meraka sama beranggapan untuk tidak

102 Buku Ketiga


membenarkan akan hal itu. Landasan acuan mereka pada al-Quran
dan as-Sunnah. Orang yang kesurupan kemudian tidak sadar akan
apa yang ia lakukan kemudian makan beling, dan mengamalkan
bacaan-bacaan ayat Allah dalam Al-quran dengan niat bukan
karena Allah malah karena ilmu, maka sebenarnya telah melakukan
perbuatan syirik.
Menurut Bapak Syuhudi dan Bapak Sadiqun mereka
beranggapan tidak apa-apa. Mereka meninjau dari aspek lahirnya.
Bapak Syuhudi mengatakan bahwa ketika seseorang mabuk
dalam acara kuda lumping, tidak ada hukum tentang itu, yang di
hukumi mabuk dalam al-Quran adalah karena minuman, “Mereka
bertanya kepadamu tentang khamer, katakanlah:bahwa khamer
itu mengandung sedikit manfaat dan banyak mudharatnya”.
Atas dasar inilah Bapak Syuhidi menganggap bahwa mabuk dalam
kuda lumping tidaklah mengapa, terkadang dalam atraksi seperti
itu juga ada yang menggunakan akting dan metode, lalu masyarakat
menganggap bahwa itu seperti kenyataan, padahal terkadang apa
yang dilihat itu belum tentu benar, dan tugasnya hanya meluruskan
untuk menghibur masyarakat desa.

PAWAI AKBAR
Pawai akbar di laksanakan ketika sudah selesai acara
kesenian,kemudian mereka berkumpul untuk berjalan bersama-
sama untuk mengantar buah-buahan ke tempat tamu para
undangan yang ada di lapangan yang telah di tata rapi. Dalam pawai
itu semua masyarakat yang hadir di suruh untuk pawai bersama-
sama yaitu untuk memeriahkan acara sedekah bumi yang di adakan
setahun sekali. Kemudian dalam pawai itu semua masyarakat ikut
mulai berjalan dari tempat yang di tunjuk panitia kemudian mutar
dan kembali lagi untuk meletakan buah-buahan yang di bawa ke
tempat yang di tunjukan.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 103


Gambar 19.1. Bagian Acara Sedekah Bumi

TAUSIYAH AGAMA
Tausiyah agama dilaksanakan ketika semua masyarakat
telah berkumpul. Setelah masyarakat telah berkumpul dimulailah
pembukaan acara untuk acara sedekah bumi ini. Penceramah
biasanya mengangkat tema syukur, dan menyinggung tentang
tentang tugas kewajiban seorang muslim dan lain sebagainya.
Karenanya acara sedekah bumi Desa Sambora seharusnya
dilestarikan, karena inti dari itu semua adalah sarana untuk
memperkuat ukhuwah Islam yang telah kendor, dan dengan acara
itu lewat tausiyah agama, mampu melahirkan sesuatu yang lebih
daripada itu.
Bapak Sadiqun mengatakan bahwa negara tanpa budaya akan
lumpuh dan rapuh. Tanpa adanya budaya, pemuda akan hilang
sopan santun, dan tidak paham bagaimana menghormati yang lebih
tua dan tidak tahu mengambil pelajaran dari yang tua. Jadi budaya
mempunyai porsi yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa
dan negara, sebagai sarana untuk membentuk budi pekerti
akhlak yang baik. Karenanya, budaya seperti harus dilestarikan
agar bisa menunjang kualitas akhlak dan moral pemuda-pemuda
dan masyarakat yang lebuh baik. Selagi budaya-budaya itu tidak
keluar dari koridor Islam tidaklah mengapa, jadi budaya adalah
sarana untuk memperkuat ukhuwah Islam yang ada di Indonesia.

104 Buku Ketiga


Kalaulah banyak golongan yang mengharamkan tentang budaya
yang ada di negeri kita, dikarenakan mereka belum paham tentang
metode islam agar bisa bertahan di dalam sebuah bangsa.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 105


20

TRADISI MULOD ORANG


MADURA PONTIANAK
Mulyadi

PERAYAAN maulid Nabi Muhammad SAW di kalangan orang


Madura yang berada di Kota Pontianak dan sekitarnya berbeda
dibandingkan masyarakat muslim lain. Maulid Nabi ini dikenal
oleh orang Madura dengan sebutan  bulen mulod. Pelaksanaannya
dimulai dari malam tanggal 1 sampai 30 pada  bulen mulod.
Orang Madura  memeriahkan  mulod  Nabi dengan berbagai
kegiatan, misalnya membaca doa bersama di masjid atau di rumah
mereka masing-masing. Di samping itu, kebiasan yang tidak
pernah ditinggalkan oleh orang Madura adalah berdoa bersama
dan menyediakan makanan yang beraneka macam.  Ini sangat unik
untuk dikaji karena kebiasaan seperti ini mungkin tidak dimiliki
oleh etnik lain. Keanekaragaman makanan yang disajikan pada
pelaksanaan mulod  Nabi  tersebut, adalah nasi, lauk-pauk, sayur,
kue berbagai jenis, dan buah-buahan. Unsur-unsur pelengkap
makanan di atas sangat lumrah ada dalam pelaksanaan hari besar
agama Islam dalam masyarakat Madura.

106 Buku Ketiga


Perbedaan perayaan  mulod  Nabi dengan perayaan Islam
lainnya terletak pada buah yang  beraneka jenis. Jenis-jenis buah itu,
misalnya anggur, jeruk, nanas, pepaya, pisang, semangka, lengkeng,
kelapa muda, sawo, dan sebagainya. Semua buah yang  dijual di pasar
pasti kita temukan dalam perayaan mulod Nabi itu. Buah apakah
yang wajib ada dalam perayaan tersebut? Menurut pengamatan
penulis, yang sering ditemukan adalah buah pisang, baik itu pisang
nipah maupun pisang masak hijau.
Mengapa pisang dianggap begitu penting dalam
penyertaannya karena pisang merupakan salah satu syarat
kelengkapan  tompeng.  Tompeng  adalah makanan yang disiapkan
dalam satu  lengser  atau  pendeng  besar yang berisikan ayam
panggang, nasi yang sudah dibentuk kerucut, sayuran, pisang
(nipah atau masak hijau), pulut yang sudah masak dan diberi
sambal yang terbuat dari kelapa, dan sedikit uang.   Biasanya
sajian  tompeng  berada di depan kyai yang memimpin doa dalam
perayaan  bulen  Mulod    tersebut. Di depan masing-masing
hadirin disiapkan makanan beraneka jenis secara berjejer. Setelah
hidangan siap, acara doa bersama baru dimulai dengan dipimpin
oleh seorang kyai.
Sebulan penuh dengan gemerlap. Bulan maulud memang
menjadi istimewa bagi orang Madura yang dominan muslim.
Mereka merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan cara-
cara yang beragam. Tradisi merayakan malam maulud Nabi dari
tempat ke tempat ada kemiripan. Membaca shalawat adalah hal
yang pasti dilakukan. Ada yang menyertakan buah sebagai ajang
rebutan bagi yang ikut merayakan. Kemeriahan selalu menjadi
bumbu saat waktu rebutan tiba. Semua barang-barang yang
disediakan mulai dari aneka buah hingga perabotan rumah tangga
akan ludes dalam sekejap. Namun tradisi ini tidak mengurangkan
tentang kekhusyukan masyarakat untuk merayakan Maulid Nabi.
Kebiasaan ini mereka lakukan secara turum temurun sampai
saat ini. Tujuan dari peringatan maulid Nabi untuk membangkitkan

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 107


kecintaan ke pada nabi Muhammad SAW, meningkatkan ukhuwah
Islamiyah, dan berbagi rizki kepada masyarakat atas limpahan serta
rahmad yang di berikan oleh Allah. Oleh karna itu,orang madura
yang berada di perentauan tidak pernah melupakan adat istiadat
leluhur mereka.
Memperingati hari besar Islam seperti ini merupakan momen
penting untuk membangun silaturahmi, baik sesama maupun
etnik yang berbeda. Mungkin kegiatan maulid nabi Muhammad
SAW lebih menitik-beratkan pada kebersamaan dalam perbedaan
yang ada dalam masyarakat kita. Perbedaan tidak dijadikan jurang
pemisah di antara mereka, tetapi jadikan keberagaman sebagai
kekayaan yang tak bernilai harganya.
Kearifan lokal menjadikan media dalam menyusun
kebutuhan rohaniyah bagi keberlangsungan hidup masyarakat
madura di mana ia bermukim. Ini kerap di ekspreskan dalam
bentuk saloka seperti: Adep asor tampaknya menjadi tolak ukur
dalam menanamkan etika dan estatika, termasuk di dalamnya
tentang kesantunan, kesopanan,dan penghormatan, dan nilai-nilai
luhur lainya menjadi ratin atenah, pekus tengka kulinah (cantik
hatinya, baik tingkah lakunya).
Landasan kearifan lokal inilah, yang menjadikan orang
Madura sangat di ikat dan terikat oleh nilai kekerabatan, sehingga
dalam kondisi apapun mereka akan tetap saling membantu satu
sama lainya. Ketika bulan maulid tanggal 12 Rabiul Awal orang
Madura yang ada dalam perantauan akan pulang dan berkumpul
merayakan maulid Nabi di masjid. Dengan membawa makanan
baik berupa buah buahan maupun yang lainya di susun di tengah
masjid dengan di kelilingi warga bacaan solawat nabi teriring
tanda seruan cinta kepada nabi Muhammad SAW, sampai acara
ini berakhir dengan menyicipi hidangan yang mereka bawa tadi.
Ini terihat sekali nilai kekerabatan antar warga, acarapun tak
berakhir hanya di malam itu saja keesokan hari pada tanggal rabiul
awal warga madura (sesuai adat daerah masing masing) masih

108 Buku Ketiga


merayakan maulid nabi di rumahnya masing masing, mereka
menyebutnya mulod cocokan. Undangan dalam mulod cocokan
ini nantinya akan mendapatkan berkat (makanan dan kue-kue
yang dibungkus) untuk dibawa pulang tamu undangan) Hal itu
sudah menjadi kebiasaan orang Madura dalam melaksanakan acara
yang berkenaan selamatan atau syukuran, dan salah satunya bulen
mulod.
Acara maulid biasanya di buka dengan surah al fatihah,
kemudian dilanjutkan dengan bacaan sholawat berlagu dan
shalawat mahalul qiyam. Saat sampai shalawat mahalul qiyam,
semua hadirin membaca shalawat sambil berdiri. Pembacaan
shalawat dipimpin oleh orang yang bersuara merdu.
***
Bulan mulud, memang salah satu bulan yang dinanti oleh
orang Madura karena mereka memandang bulan tersebut meriah
oleh karena kelahiran Nabi Muhammad. Tujuan diadakan mulod
Nabi bahkan di rumah-rumah, karena mereka mengharapkan
barokah dari Nabi Muhammad. Harapan itu bertujuan kepada
keluarga, rumah, dan yang terpenting adalah merayakan kelahiran
baginda nabi besar Muhammad SAW, serta mengharapkan syafaat
nabi serta mempererat tali silaturahmi umat Islam. Tujuan diadakan
di masjid, ini adalah menjalin silaturahmi dari satu suku hingga
suku-suku lainya, mereka yang mengadakan di masjid ini adalah
mereka yang tidak mengadakan di rumah pribadinya sehingga
merka kompak mengadakan dan merayakan muludan pada bulan
itu, dan tempat tersebut memang sudah ditempatkan di masjid
atau di surau karena tempat inilah yang menjadi perkumpulan
umat muslim dalam beribadah kepada Allah. Adapun yang
disajikan pada bulan maulud seperti buah-buahan, kue-kue, sayur,
nasi, lauk pauk, uang yang berbentuk bendera, memang sudah
menjadi tradisi dalam acara-acara seperti ini makan bersama-
sama. Tujuan disajikan buah-buahan atau alasan mereka mewarnai
acara itu dengan buah karena mengingat sejarah ketika Rasulullah

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 109


lahir tumbuh-tumbuhan bersukaria menyambut kelahiran nabi,
dari yang tak berbuah sampai berbuah. Kecuali itu mereka juga
merasa bersyukur atas keberkahan itu. Tujuan disajikan uang yang
berbentuk bendera, agar harta yang di miliki mereka barakah.
Di bawah ini adalah salah satu contoh sajian.

Gambar 20.1 Sajian dalam Mulod Nabi Muhammad Saw


Berikutnya, doa-doa yang digunakan acara mauludan atau
bulen mulod ini salah satunya diawali dengan pembacaan maulid
habsi, sarakalan yang biasanya juga diiringi dengan hadrah, setelah
pembacaan maulid habsyi selesai dilanjutkan dengan pembacaan
doa maulid yang ada dalam barzanji, doa-doa inilah yang di gunakan
pada acara mauludan dalam tradisi madura dengan mengharap
syafaat baginda nabi Muhammad SAW.

110 Buku Ketiga


Gambar 20.2 Peringatan Mulod Nabi
Perayaan maulid Nabi Muhammad SAW, dalam perspektif
Islam banyak sekali nilai ketaatan, seperti sikap syukur, membacakan
dan mendengarkan bacaan al-Quran, bersadaqah, mendengarkan
mauidhoh hasanah atau menurut ilmu, mendengarkan kembali
sejarah dan keteladanan Nabi, dan membaca shalawat. Wajar
bilamana umat Islam juga melaksanakan peringatan maulid Nabi,
sebagai bentuk penghormatan dan ungkapan rasa syukur atas
kelahiran Nabi, agar sosok beliau senantiasa menjadi panutan yang
mesti diikuti.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 111


21
PERNIKAHAN ORANG
JAWA TENGAH DI SINTANG

Siti Alfiyah

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan


untukmu istri-istrie dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS ar-Rum: 21)

PERNIKAHAN adat orang Jawa Tengah, termasuk yang


berdomisili di Sintang memiliki proses yang panjang. Pernikahan ini
bukan saja menikahkan putra putrinya melainkan mempersatukan
dua keluarga menjadi satu. Pernikahan adat Jawa memang identik
memiliki proses yang begitu lama dimulai dari sebelum pernikahan
sampai menginjak pada hari pernikahan. Pada hari pernikahan
diambil pada hari baik yang ditentukan kedua belah pihak dan
musyawarah dengan para sesepuh.
Prosesi pernikahan orang Jawa Tengah yang ada di Sintang
juga selalu mencari hari baik, maka perlu musyawarah keluarga

112 Buku Ketiga


besar dan sesepuh. Setelah ditemukan hari baik maka sebulan
sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin atau mempelai
wanita disiapkan untuk menjalani hidup. Perkawinan adat orang
Jawa Tengah yang ada di Sintang itu sangat repot apalagi dalam
perkawinan pihak perempuan. Dari pihak perempuan biasanya
mempersiapkan keperluan pernikahan sudah jauh-jauh hari, pihak
perempuan mempersiapkan keperluan dari acara awal sampai
akhir. Seminggu sebelum hari pernikahan biasanya di rumah
calon mempelai perempuan itu sudah ramai sanak saudara untuk
mempersiapkan acara pernikahan.

Gambar 21.1 Upacara Pernikahan Orang Jawa Tengah di Sintang


Calon mempelai perempuan diperlakukan dengan sangat
baik bahkan dilayani seperti seorang putri dan tidak boleh kelelahan
dan calon mempelai perempuan itu tidak boleh membantu masak
ataupun ke dapur. Pada saat menunggu hari esok pernikahan
tiba, di rumah calon mempelai perempuan mengadakan acara.
Sebelum pernikahan dilakukan, ada beberapa prosesi yang harus
dilakukan. Akan tetapi, prosesi yang banyak dilakukan dari pihak
perempuan.
Pertama, prosesi sebelum acara akad nikah:
a. Serah-serahan. Yaitu menyerahkan seperangkat

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 113


perlengkapan untuk diberikan kepadaa calon mempelai
wanita seperti cincin, seperangkat busana putri, dan
makanan tradisional. Makna dan maksud benda-benda
tersebut adalah: (1) Cincin emas. Cincin yang akan
melingkar di jari manis wanita nantinya mempunyai
makna cinta mereka abadi tidak terputus sepanjang
hidup. (2) Seperangkat busana putri. Bermakna masing-
masing harus pandai menyimpan rahasia terhadap
orang lain dan baju itu harus bisa dijaga. (3) Makanan
tradisional. Makanan tradisonal terdiri dari lapis, jadah,
wajik, jenang, semuanya terbuat dari beras ketan.
b. Asok tukon. Penyerahan sejumlah uang untuk membantu
meringankan keuangan kepada pihak perempuan.
c. Pada tahap ketiga ini, yang mempunyai acara mengundang
para sanak saudara untuk membantu melaksanakan
kegiatan acara-acara selanjutnya pada waktu selebum
pernikahan. (1) kembar mayang. Yaitu berasal dari
kata kembara artinya sama dan mayang artinya bunga
pohon lambang kebahagiaan dan keselamatan. Barang-
barang untuk membuat kembar mayang yaitu: batang
pisang 2-3 potong untuk hiasan, bambu untuk penusuk,
daun yaitu,daun beringin dengan rantingnya, buah-
buahan yang sudah masak yang nantinya akan ditusuk
menggunakan bambu dan kemudian di pasang di batang
yang pisang (2) pasang tuwuhan. Tumbuh-tumbuhan
yang dipasang dipintu masuk dan mempunyai makna:
Janur, harapannya agar pengantin memperoleh cahaya
terang dalam kehidupan berumah tangga. Daun beringin
dn rantingnya, diambil dari kata ingin artinya harapan,
cita-cita atau keinginan dalam berumah tangga.
d. Midodareni (siraman atau luluran). Midodareni berasal dari
kata widodarenia (bidadari) malam sebelum akad nikah

114 Buku Ketiga


yaitu malam melepas kesendirian pada saaat tengah malam
tepatnya jam 12.00 wib calon perempuan melakukan
midodareni (siraman atau luluran) atau juga pemandian,
yang memandikan atau luluran kepada calon mempelai
perempuan adalah ibunya dan sanak saudaranya. Yang
mengikuti acara midodareni itu hanya perempuan dan ibu-
ibu yang sudah pernah melaksanakan mantu (pernikahan).
Setelah midodareni selesai selanjutnya dilanjutkan dengan
pembacaan doa yang dibawakan oleh salah satu ibu-ibu,
setelah pembacaan doa selesai dilanjutkan dengan acara
makan-makan bersama, makanan itu berupa ingkung
ayam (ayam bakar) dan bila makanan itu tersisa, makanan
itu dibagi rata dan dibawa pulang.

Setelah hari esok tiba, hari intinya yaitu (akad nikah), calon
mempelai perempuan diriasi oleh dukun nganten (dukun pengantin)
diriasi secantik mungkin dan menggunakan baju kebaya. Selain itu,
dari pihak perempuan ada beberapa orang yang telah ditugaskan
talah berjalan untuk menjemput calon mempelai laki-laki bersama
rombongannya. Setelah calon mempelai laki-laki tiba bersama
rombongannya barulah memulai prosesi acara pernikahannya,
yang dibawakan oleh seorang pembawa acara.
Kedua, Acara inti prosesi akad nikah: pembukaan,
pembacaan ayat suci al-Quran, serah terima dari pihak laki-laki
(memberikan anak laki-laki kepada calon mertuanya), dilanjutkan
penerimaan serah terima dari pihak perempuan, selanjutnya acara
inti (ijab dan qabul), penyerahan mas kawin, doa, penutup, dan
terakhir adalah makan bersama. Setelah prosesi ijab dan qabul
selesai kemudian dilanjutkan dengan acara selanjutnya yaitu:
temu manten (di mana manten perempuan berjalan keluar dari
pintu didampingi oleh ibu bapaknya dan keluarga, dan manten
laki-laki dari arah luar berjalan masuk kedalam untuk menemui
manten perempuan yang didampingi oleh kedua orang tuanya

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 115


serta keluarganya), gagar mayang (dari pihak laki-laki juga diiringi
gagar mayang yang terbuat dari buah kelapa dan janur kuning yang
dibentuk serupa burung. Gagar mayang itu dibawa oleh laki dan
perempuan, perempuan membawa burung perempuan sedangkan
laki-laki membawa burung laki-laki. Gagar mayang itu bermakna:
Supaya mereka bisa mewujudkan kebahagiaan bersama dan selalu
diberikan keselamatan), kacar-kucur (setelah manten itu berhadapan
ada seorang ibu yang telah membawa wadah yang telah berisi
beras kuning, kemudian mantenya mengambil beras kuning itu
lalu digenggam dan dilemparkan secara bersama-sama), ngidak
endhog (setelah itu, di depan pintu masuk menuju pelaminan telah
disediakan sebuah wadah yang berisi air dan bunga berwarna-
warni, yang bermakna mengandung harapan keluarga yang akan
mereka jalani dapat berkembang dan bahagia lahir batin.
Ada juga telur yang diletakkan di bawah tanah, kemudian
telor itu diinjak oleh manten laki-laki menggunakan kaki sebelah
kanan dan setelah menginjak telor kaki manten laki-laki dicuci oleh
manten perempuan menggunakan air yang telah disediakan didalam
wadah yang berisi bunga), kemudian panggihan (setelah kedua orang
tua dari pihak perempuan melingkarkan jarit di tubuh kedua manten
setelah itu, bapak dan ibunya berada di depan manten memegang
jarit kanan kiri di sebalah manten dan perlahan jalan menuju tempat
pelaminan seakan-akan ibu dan bapaknya menggendong kedua
anaknya. Nilai yang terdapat di sini adalah agar manten itu bisa
mengikuti rumah tangga seperti ibu dan bapaknya yang sakinah
mawada warohmah dan juga ibu dan bapaknya sebagai contoh mereka
dalam berumah tangga), Sungkeman (kedua orang tua laki-laki dan
perempuan duduk berbaris, setelah itu mantennya bersungkeman
terhadap kedua orang tuanya. Saat sungkeman berlangsung ada
beberapa ibu-ibu yang mebawakan shalawat Nabi saat sungkeman
berlangsung, suasana seperti inilah yang sangat mengharukan),
Dulangan (setelah acara sungkeman selesai datanglah sepasang
suami istri yang membawakan nasi tumpeng yang di atasnya diberi

116 Buku Ketiga


ayam bakar yang kemudian kaki ayam itu ditarik oleh penganten
agar kaki ayamnya terlepas yang mempunyai makna agar ketika
mereka mendapatkan masalah mereka bisa memecahkan masalah
itu).***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 117


22
ROBO-ROBO ORANG MEMPAWAH

Musaddid Maulidi Pratama

ADAT istiadat merupakan ciri khas suatu daerah yang melekat


sejak dahulu kala dalam diri masyarakat yang melakukannya.
Kalimantan Barat memiliki banyak budaya dan tradisi yang berasal
dari banyak suku, seperti: Dayak, Melayu, Madura, Bugis, dan lain
sebagainya. Ciri khas dari masing-masing kebudayaan menjadikan
suatu keunikan tersendiri bagi daerah. Seperti tradisi robo-robo yang
ada pada Kota Mempawah di provinsi Kalimantan Barat yang
mana masyarakat masih sangat antusias dalam menjalankan tradisi
robo-robo hingga saat ini.
Tulisan ini mengkaji tentang robo-robo orang Mempawah.
Tulisan ini diolah dari sumber pustaka dan referensi internet,
serta informasi dari sejumlah informan. Di antara pustaka yang
digunakan: James T.Collins, dkk, Etnisitas Di Kalimantan Barat (2005);
Sri Fatmawati, Makalah (2014). Referensi internet yang digunakan:
http://ace-informasibudaya.blogspot.com/2011/03/robo-robo-multikul-
tur-kalbar.html; https://haditsarbain.wordpress.com/2007/06/09/

118 Buku Ketiga


hadits-19-mintalah-pertolongan-kepada-allah/; http://albumpuisirindu.
blogspot.com/2012/02/pemberian-sesaji-sesajen-perbuatan.html. Adapun
yang diwawancarai sebagai informan penelitian ini: Mahbub Pasca Albahy
dan Sri Rahayu.
Tradisi robo-robo ini dikenal sebagai tradisi yang memperingati
hari datangnya seseorang dari tanah Bugis Sulawesi Selatan pada
tahun 1637. Kedatangan Raja Mempawah, Opu Daeng Manambon
dari Bone, Sulawesi Selatan di abad ke-17 diabadikan dalam tradisi
Robo-Robo. Dalam menjalankan tradisi ini banyak hal-hal yang
tidak sepatutnya kita lakukan. Sebagai seorang muslim kita harus
bisa membedakan yang mana yang baik dan mana yang buruk,
seperti mengikuti apa-apa yang diajarkan Rosululloh. Lewat
makalah ini penulis berusaha meluruskan pandangan-pandangan
masyakarakat mengenai pelaksanaan dalam tradisi Robo-Robo.
Awal diperingatinya robo-robo ini sendiri, bermula dengan
kedatangan Opu Daeng Manambon dan Putri Kusumba yang
merupakan cucu penambahan senggaok yang merupakan keturunan
Raja Patih Gumantur dari Kerajaan Bangkule Rajang Mempawah
pada tahun 1148 Hijriah atau 1737 Masehi. Sewaktu terjadinya
perebutan kekuasaan di antara anak-anak Sultan, Opu Daeng
Manambon dapat mendamaikannya sehingga digelari Pangeran
Mas Surya Negara. Di Mempawah Opu Daeng Manambon
melakukan beberapa perubahan. Pertama, memindahkan pusat
kerajaan dari Senggaok (daerah agararis) ke Sebukit Rama (daerah
maritim). Kedua, menetapkan sistem pemerintahan berdasarkan
hukum adat, ditambah dengan hukum syara’.
Kedatangan Opu Daeng Manambon di sambut oleh rakyat
mempawah dengan cukup meriah karna terharu atas sambutan
tersebut, Opu Daeng Manambonpun memberikan bekal makannya
kepada warga yang berada di pinggir sungai untuk dapat dinikmati
mereka juga. Karena saat kedatangannya bertepatan dengan
hari minggu terakhir bulan syafar, lantas rombongan tersebut
menyempatkan diri turun di Kuala Mempawah. Selanjutnya Opu

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 119


Daeng Manambon berdo’a bersama warga yang menyambutnya,
memohon keselamatan kepada Allah agar dijauhkan dari bala dan
petaka. Setelah melakukan do’a kemudian dilanjutkan dengan
makan bersama. Profesi itulah yang kemudian dijadikan sebagai
awal digelarnya hari robo-robo yang rutin dilakukan oleh warga
mempawah, dengan melakukan makan diluar rumah dengan sanak
saudara.
Bagi sebagian masyarakat dibeberapa daerah di Indonesia,
bulan safar diyakini sebagai bulan sial. Sang pencipta dipercaya
menurunkan berbagai malapetaka pada bulan safar tersebut. Oleh
sebab itu, masyarakat yang meyakininya akan menggelar ritual
khusus agar terhidar dari “kemurkaan” bulan safar. Ritual tersebut
juga dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur.
Dinamakan robo-robo karena ritual ini digelar setiap hari rabu
terakhir bulan safar menurut penanggalan Hijriah.
Kedatangan Opu Daeng Manambon beserta pengikutnya
ini menjadi masuk dan berkembangnya agama Islam ke kota
Mempawah. Beralihnya kerajaan Mempawah yang semulanya
beragama Hindu menjadi kerajaan bercorak Islam terjadi sebab
proses Islamisasi, hal ini menjadi puncak dalam proses Islamisasi
tersebut. Pengumandangan azan dan pembacaan doa yang
dilakukan oleh pemangku Adat Istana Amantubillah sebelum
dimulainya Ritual buang-buang menandakan bahwa di dalam
prosesi ritual robo-robo juga terdapat nilai-nilai religius yang
sesajennya terdiri dari beras kuning, bertih1 dan setanggi. Nasi
kuning dan bertih melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan
sedangkan setanggi mengandung makna keberkahan.
Ritual ini biasanya dimulai selepas shalat dzuhur di mana
Istana Raja Amantubillah beserta petinggi istana nertolak dari
Desa Benteng menggunakan perahu Lancang Kuning dan
perahu Bidar. Perahu Lancang Kuning khusus digunakan oleh
raja, sedangkan perahu Bidar diperuntukkan bagi petinggi Istana.
1 Padi yang di oseng kemudian mengelupas dari kulitnya yang berwarna
putih dan mengembang seperti bunga.

120 Buku Ketiga


Mereka akan belayar selama satu jam menuju muara kuala/sungai
Mempawah yang terletak di Desa Kuala Mempawah, Kabupaten
Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Sesampaianya di Muara
Sungai Mempawah, seorang kerabat Istana yang menjabat
pemangku adat mengumandangkan azan dan membacakan doa
tolak bala. Kemudian dilanjutkan dengan ritual Buang-buang
yaitu melempar sesajen ke sungai Mempawah. Setelah itu, Raja
beserta petinggi Istana merapat ke tepi sungai Mempawah untuk
bersiap-siap melaksanakan makan saprahan2 di halaman depan
Istana Amantubillah.
Setiap baki atau talam yang berisi nasi dan lauk biasanya
diperuntukkan bagi empat atau lima orang. Dalam makan
saprahan inilah terjalinnya kebersamaan dan silaturrahmi tanpa
mempersoalkan status dan asal-usul seseorang, sehingga hal
ini mengandung nilai-nilai lain dalam ritual robo-robo. Untuk
memeriahkan ritual robo-robo, biasanya ditampilkan bermacam-
macam hiburan tradisional masyarakat setempat, seperti tundang3,
japin, dan lomba perahu bidar.
Arti lambang dalam kegiatan upacara robo-robo antara lain:
1. Perahu lancang kuning melambangkan perahu raja-raja
Kesultanan Mempawah yang dipakai oleh para kaum
kerabat kerajaan Mempawah.
2. Beras kuning melambangkan emas dan bertih
melambangkan perak. Menabur beras dan bertih
melambangkan, agar para leluhur turut hadir di dalam
upacara adat tersebut.
3. Sesajian lauk pauk dengan air melambangkan untuk para
makhluk yang menjaga wilayah perairan.
4. Memasak di pantai Kuala Mempawah melambangkan
rombongan Opu Daeng Manambon untuk

2 Makan bersama-sama di halaman depan Istana Amantubillah meng-


gunakan baki atau talam.
3 Pantun berdendang.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 121


mempersiapkan makan di daerah Sungai Mempawah.
5. Lantunan suara azan di Sungai Mempawah melambangkan
pertama kali rombongan Opu Daeng Manambon
mengumandangkan azan di wilayah Mempawah.
6. Air tolak bala dan air salamun tujuh melambangkan upaya
manusia untuk menolak bala bencana yang mengancam
kehidupan.
7. Kuntum bunga mawar melambangkan wewangian para
leluhur untuk ditabrkan pada makam.
8. Air tepung tawar melambangkan penawaran bagi segala
bencana yang datang.
9. Ketupat melambangkan bebasnya manusia dari
bencana.
10. Upacara di pinggiran sungai melambangkan agar
mendapatkan keselamatan dari bencana yang datang
dari arah laut.
Berikut penjelasan tentang upacara robo-robo: Hari Rabu
bulan Safar terakhir dikenal masyarakat Mempawah sebagai hari
Robo-robo. Kata Robo-robo berasal dari kata robo. Kata ini
dipakai untuk nama hari keempat setiap minggu yaitu Rabu. Dari
kata rabu atau Robo, upacara ini diselenggarakan setiap tahun
pada hari Rabu, yaitu setiap hari Rabu terakhir bulan Safar tahun
Islam. Orang mengatakan dengan istilah Rabu terakhir artinya
terakhir setiap bulan Safar. Istilah lain juga disebut Saparan yang
diambil dari istilah Safar yaitu bulan Safar, karena upacara ini hanya
diselenggarakan setiap bulan Safar.
Menurut kepercayaan orang setempat bahwa bulan Safar
merupakan bulan banyaknya turun bala dari Yang Maha Kuasa.
Artinya bahwa bulan Safar seperti ini merupakan bulan yang penuh
kesialan. Secara magis, bala itu dapat dihindari karena makhluk
halus dapat menolong menyelamatkan manusia dari ancaman
bala yang akan menimpa. Pertolongan itu harus diminta dengan
meberikan imbalan-imbalan tertentu. Bagi penduduk daerah

122 Buku Ketiga


Kabupaten Pontianak di Mempawah, upacara ini bersifat historis
dan religio magis.
Bersifat historis, karena upacara ini dikaitkan dengan
peristiwa penting dalam sejarah kehidupan kerajaan Mempawah,
antara lain pendaratan pertama Opu Daeng Manambon. Bersifat
religis, karena adanya permohonan yaitu doa kepada Allah Yang
Maha Kuasa agar seluruh warga masyarakat diselamatkan dari
bala bencana yang dapat menimpa sewaktu-waktu. Bersifat magis,
karena upacara ini bersifat memberi persembahan dana khususnya
arwah para makhluk halus yang dipercaya mempunyai kelebihan
pada manusia. Dari para leluhur dan makhlus halus tersebut
diharapkan dapat memberikan pertolongan pada manusia untuk
melindungi dari bala bencana yang akan menimpa.
Perkembangan selanjutnya upacara ini bersifat sosio
kultural, karena mempunyai nilai ekonomis untuk menarik
wisatawan ke Mempawah dan dengan demikian akan menaikkan
pendapatan daerah. Oleh karena itu, pada penanganan selanjutnya
upacara besar dan melalui beberapa tahapan yaitu upacara ziarah
kubur, upacara kenduri dan permainan rakyat. Upacara ziarah
kubur diselenggarakan untuk menziarahi makam Opu Daeng
Manambon dan makam para Panembahan Mempawah lainnya.
Upacara Kenduri dilaksanakan untuk menolak bala dan memohon
keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hiburan rakyat
yang bersifat tradisional berupa perlombaan sampan di Kuala
sungai Mempawah.
Waktu Pelaksanaannya diselenggarakan satu kali setiap
tahun Islam, yaitu setiap hari Rabu terakhir bulan Safar. rangkaian
upacara meliputi ziarah kubur, hal ini dilaksanakan pada hari
Selasa terakhir bulan Safar. Setelah lepas tengah hari selasa ini
upacara ziarah kubur dilakukan pertama-tama di makam Opu
Daeng Manambon, kemudian dilanjutkan ke makam panembahan
lainnya, yaitu:
1. Makam H. Moehamad Saleh Ibnu H. Abdurahim Shomad.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 123


Guru Opu Daeng Manambon.
2. Makam Panglima Hitam, yaitu pengawal Opu Daeng
Manambon.
3. Makam Sri Ayu, makam ini menurut keterangan dari juru
kunci ditemukan di dalam mimpi, adalah makam tubuh
artinya makan yang datang sendirinya, menurut kisahnya
makam ini berasal dari Majapahit.
Pada malam rabu diselenggarakan acara masak-masak
diperkampungan tempat pendaratan pertama Opu Daeng
Manambon. Dan pada malam itu juga diselenggarakan upacara-
upacara persembahan yaitu membuat sesajen untuk penjaga laut.
Hari rabunya setelah subuh, upacara kenduri dilakukan oleh
setiap kelompok masyarakat, khususnya masyarakat Mempawah.
Siang harinya dilanjutkan dengan perlombaan sampan di Kuala
Mempawah.
Tempat-tempat yang digunakan untuk penyelenggaraan
upacara sejak hari selasa sampai pada hari rabu, seperti:
1. Makam Opu daeng Manambon di Sebukit Rama. Di tempat
ini akan dikunjungi oleh para peziarah yang diselenggarakan
pada hari selasa karena Opu Daeng Manambon meninggal
pada hari Selasa.
2. Makam para Penembahan Mempawah di Pulau Pedalaman
menuju ke hulu dari Kuala Mempawah. Tempat ini juga
dikunjungi oleh para penziarah pada hari selasa setelah
selesai upacara ziarah di tempat makam Opu Daeng
Manambon.
3. Di daerah pantai yang dikenal penduduk Mempawah
sebagai tempat pendaratan pertama dari armada Opu
Daeng Manambon pada waktu pendirian kerajaan
Mempawah.
4. Di dalam gang-gang kota Mempawah. Di gang-gang ini
diselenggarakan kenduri pada pagi hari rabu setelah selesai
sholat subuh. Kenduri dilaksanakan oleh penduduk yang

124 Buku Ketiga


bertempat tinggal dalam gang masing-masing. Selesai
kenduri dilanjutkan dengan makan-makan bersama oleh
setiap warga yang dilakukan di alam terbuka dalam gang
masing-masing.
5. Di kuala Mempawah mulai dari jembatan induk sampai
daerah pantai. Ditempat ini dilaksanakan lomba sampan.
Disamping itu tempat ini juga mejadi tumpuan dari seluruh
penduduk yang akan berekreasi pada hari itu. Sedangkan,
di sekitar jembatan induk dan pasar-pasar di sekitarnya
merupakan tempat yang paling ramai.

Perlengkapan upacara, sesajian, persiapan makanan hari


Rabu: persiapan secara umum ialah dimulai dengan pembentukan
panitia, dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan yang
akan dilaksanakan, serta pembiayaan. Persiapan lain yang dilakukan
oleh masyarakat setempat pada umumnya berupa penyusunan
tim lomba, persiapan kostum, sampan lomba, pangka gasing, dan
lain-lain. Perlengkapan yang diperlukan untuk upacara ini antara
lain: (1) Bagi kendaraan Istana Mempawah: (a) Sesejian terdiri
dari nasi pulut warna kuning, panggang ayam satu ekor, berteh
beras kuning, dan setanggi. (b) Air tepung tawar, air tolak bala, dan
ramuan bunga. (c) Makanan terutama ketupat. (2) Bagi masyarakat
setempat: (a) Air tolak bala, dan air salamun tujuh. (b) Nasi dan
lauk pauk secukupnya untuk kenduri. (c) Ketupat dan kue-kue.
(d) Sampan lomba bagi yang akan mengikuti lomba sampan.
(e) Permainan gasing, olahraga voli, sepak bola. (3) Bagi panitia
penyelenggara podium dan pengeras suara: (a) Rambu-rambu
lomba sampan di sungai. (b) Hadiah-hadiah perlombaan. (c) Alat
pelengkap admisnistrasi.
Sesajian yang dipergunakan didalam lokasi makam: (1)
Sesajian tersebut berupa nasi kuning yang berbentuk kerucut; (2)
Dibagian atas diletakkan sebuah telur ayam rebus; (3) Nasi dengan
seekor ayam panggang; (4) Bertih; (5) Beras kuning satu mangkuk;

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 125


(6) Sepiring ketupat; (7) Sisir; (8) Pisang masak di dalam piring;
dan (9) Setanggi. Perlengkapan yang akan dibawa ke laut: (1) Nasi
lauk pauk; (2) Panggang ayam; (3) Ketupat lemak; (4) Kue-kue
yang disiapkan ke dalam ancak; (5) Kapur; dan (6) Rokok.
Sementara pantangan-pantangan dalam robo-robo yang
harus dihindari: (1) Penduduk tidak boleh menggunakan sampan
bercat kuning karena menyaingi ancang kuning; (2) Hari selasa
dan rabu penduduk dilarang pergi melaut; (3) Dilarang berselisih
apalagi menumpahkan data selama tiga hari; (4) Tidak boleh
berkayuh sendiri.

PERSPEKTIF ISLAM
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Nabi Muhammad di
utus oleh Allah Ta’ala adalah untuk menyempurnakan akhlaq, salah
satu cara Rosullulloh untuk menyempurnakan akhlaq manusia
adalah dengan cara menghapus dan menghilangkan tradisi yang
memang bersifat dan berdampak negatif. Jika semua tradisi di
perbolehkan dan di anjurkan untuk mempertahankan tradisi
itu maka akhlaq kita telah menyerupai akhlaq kaum jahiliyah,
sebagaimana yang kita ketahui bahwa dahulu memasang jimat,
mengubur anak perempuan, khamr dan lain sebagainya itu juga
termasuk tradisi, dan kemudian Rasulullah menghapus tradisi-
tradisi tersebut sebab bersifat dan berdampak negatif.
Sama halnya dengan robo-robo, bila hal ini banyak mengandung
dan berdampak negatif alangkah baiknya kita tidak ikut serta
dalam melaksanakannya. Memang hal ini mengandung doa-doa
Islam dan ada maksud atau tujuan yang baik akan tetapi di dalam
robo-robo ini terdapat juga hal-hal atau cara-cara yang diharamkan
Islam seperti membuang-buang makanan. Tidak ada manfaat dari
buang-buang tersebut, selain mengandung hal mubazir hal ini juga
mengandung kesyirikan yaitu dengan meminta keselamatan dari
arwah leluhur, makhluk halus dan sebagainya.
Begitu juga dengan Bulan Safar, Bulan Safar adalah bulan

126 Buku Ketiga


kedua dalam penanggalan hijriah Islam. Sebagaimana bulan
lainnya, bulan safar ini merupakan bulan-bulan Allah yang tidak
memiliki kehendak. Masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa
arab, sering mengatakan bahwa bulan Safar adalah bulan sial.
Tasa’um4 ini telah terkenal pada umat jahiliyah dan sisa-sisanya
masih ada di kalangan muslimin hingga saat ini.
Dalam Islam suatu yang bersifat syirik, mubazir atau
membuang-buang makanan itu sangat dilarang oleh agama, dalam
upacara tradisi robo-robo banyak hal-hal yang menyimpang dari
agama, seperti: (1) Upacara Ziarah: (a) Penaburan beras kuning
agar para leluhur hadir pada acara tersebut; (b) Pemberian sesajian
untuk para makhluk. (2) Upacara Kenduri: Penyambutan kelaut.
(3) Upacara Mandi Safar: (a) Mandi dengan air tolak bala atau
salamun tujuh, ritual mandi safar dengan maksud untuk menolak
bala bencana, yang menimpa dan enjadi sebuah keyakinan
masyarakat bahwa akan membawa kesialan bagi anggota badan
jika tidak dibersihkan pada bulan tersebut karena banyaknya
dosa-dosa yang ada di dalam tubuh manusia. (b) Penulisan ayat
suci Al-Qur’an yang disebut salamun tujuh5 di daun juang-juang
atau daun andung kononnya untuk mengalir berkah doa dari
daun yang ditulis tersebut. (c) Ada juga ketupat yang dikatakan
untuk melepaskan bencana yang menimpa keluarga dan masih
banyak upacara-upacara lainnya. (d) Memberikan sesajian kepada
makhluk halus di hutan atau di sungai (Banyak kaum muslim yang
berkeyakinan bahwa memberikan sesajian merupakan hal yang
biasa bahkan dianggap sebagai bagian dari kegiatan keagamaan).
Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat
yang biasa diberi sesajian lalu pada saat tidak diberi sesajian maka
orang yang tidak memberi sesajian tersebut akan celaka (kualat,
atau terkena kutukan).
Menyiapkan sesaji yang dilakukan oleh sebagian masyarakat
disebut-sebut sebagai tradisi warisan para leluhur yang patut
4 Anggapan sial.
5 Tujuh kesejahteraan.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 127


dilestarikan disebabkan adanya keyakinan di dalam pemberian
sesaji tersebut dinilai mengandung nilai-nilai yang sakral yang
terkait dengan ibadah dan kepercayaan. Sesaji yang disiapkan
orang, selain kelengkapan dalam suatu upacara, juga dipersiapan
sebagai bentuk persembahan mereka kepada gunung, sungai, laut,
dan lain-lain yang dianggap tempat bersemayamnya para jin.
Pemberian sesaji yang dilakukan oleh sebagian orang-
orang adalah dimaksud sebagai bentuk persembahan kepada
para makhluk atau roh-roh halus dan para jin, agar para makhluk
halus/jin tersebut dapat memberikan perlindungan, memberikan
pertolongan dan tidak mengganggu kepada manusia. Banyak kaum
muslimin berkeyakinan bahwa pemberian sesaji merupakan hal
biasa bahkan dianggap sebagai bagian dari kegiatan keagamaan.
Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat
yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji
maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka,
terkena kutukan).
Sesungguhnya seorang muslim telah mempunyai tuntunan
syari’at yang bersumber dan al-Quran dan as-Sunnah, yang
mewajibkan kepada seluruh hamba Allah hanya tunduk, taat dan
sujud kepada Allah melalui ibadah yang telah digariskan yang
hanya boleh ditujukan kepada Allah Yang Maha Esa yang Tidak
ada Sekutu bagi-Nya, sehingga apabila seorang muslim masih
mempunyai rasa takut kepada selain Allah, meminta pertolongan
dan perlindungan kepada selain Allah yang diwujudkan dengan
memberikan persembahan berupa sesaji, bukankah berarti yang
bersangkutan telah menyekutukan Allah dengan selain Dia, ini
disebut syirik dan pelakunya disebut sebagai musyrik.
Islam yang dibawa oleh Rasululluh datang untuk menghapus
semua praktek-praktek jahiliyah dan menegakkan tauhid dalam
beraqidah yang lebih bersifat syirik. Maka dengan itu maka untuk
tegaknya tauhid wajib bagi setiap muslim untuk mengingkari dan
meninggalkan kebiasaan memberikan sesaji sebagaimana yang

128 Buku Ketiga


banyak dilakukan orang-orang. Tidaklah sepatutnya seorang
muslim untuk melestarikan tradisi warisan leluhur yang syirik dan
bertentangan dengan aqidah, seperti robo-robo.
Dalam ajaran-ajaran Islam tidak melarang jika berdoa dan
bersyukur serta menjalin tali silaturrahmi, akan tetapi yang perlu
diperhatikan adalah jangan sampai karena perbuataan yang bersifat
kesenangan atau kegembiraan menjalankan adat dan tradisi itu
mengandung kesyirikan. Kenapa kita melakukan kesyirikan seperti
buang-buang, meminta pertolongan pada makhluk ciptaan Tuhan,
benda, zat dan lain sebagainya agar dapat melindungi kita dari
bencana, itu berarti kita tidak yakin akan adanya Allah yang selalu
di sisi kita dan selalu memperhatikan kita. Karena apapun yang
terjadi di dunia ini seperti bencana, rezeki dan apapun semuanya
itu Allah yang mengatur.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 129


23
BUANG ABU DALAM TRADISI
ORANG MELAYU SAMBAS
Nanda Yantronika

DI Kalimantan Barat khususnya di Kabupaten Sambas, Kecamatan


Paloh, sebuah tradisi unik yang ingin dikaji dalam penulisan ini
adalah buang abu. Acara ini diadakan biasanya setelah tiga hari
orang yang sunatan. Adapun yang menjadi informan dalam
penelitian ini adalah Labbai Kasim Bin Ramli (83 Tahun), Aslian
Bin Rustam (52 Tahun), dan Neti Herawati (50 Tahun).
Di dalam sejarah Islam, khitan sudah dikenal sejak zaman
Nabi Ibrahim as. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra Nabi SAW bersabda,
“Ibrahim Khalil Ar-Rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun dengan
menggunakan kapak.” Namun, ada sejumlah riwayat dan literatur
yang menerangkan bahwa khitan ini telah ada sejak zaman Nabi
Adam as. Mengutip keterangan dari Injil Barnabas, Nabi Adam as
adalah manusia pertama yang berkhitan. Ia melakukannya setelah
bertobat kepada Allah dari dosa-dosa yang dilakukannya karena
melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah khuldi. Dan
seteiah itu Rasulullah Saw dan baru dilaksanakan pada umatnya.
Rasulullah bersabda: “Fithrah manusia itu ada lima, yaitu khitan/

130 Buku Ketiga


besunat, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku,
dan mencukur kumis.” (HR. Bukhari, 5889)
Di Sambas, sebelum besunat biasanya disuruh berendam
dalam air, baik di dalam kolam maupun di dalam sungai sampai
beberapa jam sambil membawa dua biji buah kelapa sebagai
pelampung (agar yang tak bisa berenang tidak tenggelam) Setelah
itu baru disunat satu persatu, setelah disunat lalu masing-masing
mengambil tempat untuk istirahat sambil mengenakan alat
(sengkang) yang dipakai pada kedua lutut agar tidak terkena kain.
Setelah tiga hari berkhitan, di daerah Paloh memiliki sebuah
tradisi yaitu buang abu, yang sekarang telah diubah. Pada jaman
dahulu orang Paloh itu ketika setelah tiga hari sunatan/khitanan
pasti mengadakan sebuah acara yang sangat unik dan aneh, kerena
apa, ketika selesai melakukan penyunatan itu, orang yang disunat
harus mendekatkan kemaluannya itu kepada tempat yang berisikan
abu dapur untuk menampung darah bekas sunat/khitan tersebut,
karena dahulu orang sunatan tidak memiliki alat seperti yang
ada pada jaman sekarang ini, dan apabila kemaluan orang yang
disunat itu berdarah maka darah itu harus dimasukkan ke dalam
tempat yang berisi abu tersebut, karena abu dapat menghilangkan
aroma bau darah. Karena pada zaman dahulu orang-orang sangat
mempercayai hal-hal yang mistik, seperti apa bila darah diletakkan
ke tempat yang sembarangan maka aroma sedap dari bau darah
tersebut akan menyebar kemana mana dan hantu-hantu yang suka
makan darah, akan mendatanginya dan memakan darah tersebut.
Jadi pada saat darah itu berhenti maka abu tersebut akan dibuang.
Jadi itulah yang dinamakan buang abu.
Tapi sekarang ini yang dinamakan buang abu itu telah di
modifikasi oleh keturunan nenek moyang kita dahulu. Sekarang
buang abu tidak lagi ada hubungannya dengan namanya itu
sendiri.
Tahapan prosesi buang abu: (1) nyarrok. Nyarrok adalah
sebuah nama yang apabila seseorang mengadakan acara atau

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 131


seseorang yang mengadakan acara tersebut mengajak tetangganya
ataupun sanak keluarganya;
(2) Bepapas, yaitu suatu acara yang mana pemuka agama/
pak lebbai memercikkan air beras yang telah dihaluskan menjadi
tepung, dicampur dengan kasay dan langger dan juga dicampur
dengan air yang telah dibacakan doa penolak bala. Alat untuk
memercikkan air itu seperti dengan daun ribu, daun juang, dan
sebagainya. Di dalam acara bepapas pak lebbai akan memercikkan
bahan-bahan tadi ke tubuh orang yang disunat tersebut dan
apabila ada orang yang ingin juga ikut maka akan dipersilahkan.
Alasannya seseorang bepapas adalah untuk membuang tungkal
kemalek (membuang bala-bala yang ada pada orang yang yang
ikut bepapas). Biasanya ada juga orang yang ingin. Saya pernah
bertanya kepada informan yang saya tanya “apakah bepapas itu tidak
seperti keristen” dan jawabannya sederhana “kalau keristen itu lain
ceritanya, kalau inikan adat bukannya agama dan sekarang kita ini adat
baru agama bukannya agama baru adat!!!”. Bahan-Bahan Bepapas: (1)
kasay dan langger; (2) daun juang; (3) daun bali; dan (4) daun ribu.
Tahap-tahap Bepapas: (1) Kening; (2) Bahu kiri dan bahu kanan;
dan (3) terus lutut sampai ke ujung kaki.
(3) Saprahan dengan ketupat. Besaprah ini menggunakan
lima jari artinya ketika memasukan makanan kedalam mulut
tidak menggunakan sendok dan garpu, di acara Makan Besaprah
ini lah kebersamaan benar-benar diterapkan. Sementara untuk
membentuk kelompok atau “paduan” ini biasanya kita bisa
mengajak teman dekat atau ada juga bersama orang-orang yang
kita tidak akrab sebelumnya. Untuk hidangan makan Besaprah
ini sudah tersaji lengkap bersama air minum nya, piring serta air
untuk basuh tangan serta lap tangan. Untuk makan besaprah ini
setelah menikmati hidangan biasanya bisa lansung meninggalkan
tempat karena untuk hidangan yang sudah di santap sudah ada
yang menangani nya untuk membersihkan nya. Karena “tamu
adalah raja” maka tamu yang hadir benar-benar dilayani seperti

132 Buku Ketiga


raja. Biasanya di dalam satu saprahan itu ada 5 dan ada juga 6,
tergantung pengurus saprahan yang telah ditentukan pada saat
musyawarah. Tetapi pada saat buang abu, saprahannya agak sedikit
berbeda dari yang lainnya. Di dalam saprahan tersebut bukannya
nasi lengkap dengan lauk-pauknya, tetapi hanya ketupat dan
biasanya diberi lauk ayam yang berisikan kuahnya dan juga biasa
ditambah dengan parutan kelapa yang di etupat bersama sama.
Dan ketupat adalah sebuah makanan yang terbuat dari daun kelapa
dan berisikan beras.
(4) Membaca doa selamat dan juga doa penolak bala.
Berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh seorang pemuka agama
di kampung (pak labbai) setelah makan-makan bersama-sama
tersebut;
(5) Membuang kulit ketupat di jalan. Setelah memakan
kutupat dan juga selesai membacakan doa tersebut itu maka kulit
tersebut harus dibuang ke jalan. Karena menurut imforman yang
saya tanya untuk membuang bala orang yang sunatan dan juga
kulit itu harus di buang oleh tuan rumahnya atau orang tua yang
disunat itu.

PERSPEKTIF ISLAM
Di dalam acara buang abu banyak yang membuktikan
bahwa buang abu itu berkaitan dengan keislamannya, seperti
membacakan doa-doa penolak bala, bermusyawarah dan juga
dapat mempererat hubungan silaturahmi kepada sesama tetangga.
Karena sebelum mengadakan acara tersebut masyarakat pasti
akan mengadakan musyawarah terlebih dahulu untuk menentukan
siapa-siapa yang akan diberi tugas dalam acara tersebut, seperti
yang memasak, membuat mumbu, membuat lauk-pauknya dan
juga mengatur/menyusun saprahan/makanan yang akan disajikan.
Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah Saw: “Saya tidak pernah
melihat seseorang yang paling banyak musyawarah dengan
sahabatnya dibanding Rasulullah SAW”. (HR. Tirmidzi)

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 133


Hal yang membuktikan bahwa silaturahmi terdapat pada
buang abu adalah pada saat masyarakat dikumpulkan di dalam
satu rumah dan makan-makan bersama. Dari Abu Hurairoh
r.a, Rasullullah Saw bersabda, “barang siapa yang ingin
diluaskan rizkinya, dan di panjangkan umurnya, hendaklah dia
menyambungkan silaturahmi” (H.R. Bukhori).***

134 Buku Ketiga


24
PANTANG LARANG KENCING BERDIRI
ORANG MELAYU PONTIANAK

Saifuddin

PANTANG larang merupakan suatu hal-hal yang berkaitan dengan


keagamaan dan kebangsaan ataupun kebudayaan dari kalangan
masyarakat atau kelompo yang menjadi suatu kebiasaan hingga
saat ini. Pantang larang merupakan adat istiadat nenek moyang
orang-orang Melayu sejak dulu, hingga kepada anak-anaknya atau
kepada generasi mudanya . seperti halnya kencing dalam keadaan
berdiri yang ingin dikaji dalam penulisan ini.
Pantang larang orang Melayu merupakan kepercayaan orang
Melayu zaman dahulu yang  berkaitan dengan adat dan budaya
warisan nenek moyang. Kebanyakan pantang larang diturunkan
secara lisan dan turun kemurun. Pantang larang orang tua-tua
bertujuan untuk mendidik masyarakat, khususnya generasi muda
agar dapat diterapakan nilai-nilai baik yang bisa diamalkan dalam
kehidupan. Apa yang dikatakan bukan untuk dipercayai, melainkan
untuk dihayati pesan  yang terkandung di balik  pantang larang. 
Pantang larang diamalkan oleh orang Melayu Pontianak
bertujuan untuk mendidik masyarakat agar mengamalkan nilai-nilai

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 135


murni dalam kehidupan mereka. Pantang larang juga diamalkan
karena pantang larang merupakan harta pusaka atau warisan dari
nenek moyang mereka dan mereka bertanggung jawab untuk
mengamalkannya dan menurunkan tradisi tersebut kepada anak-
anak atau cucu-cucu mereka. Setiap pantang larang mempunyai
arti tersendiri yang memberi manfaat bagi kehidupan. Orang-orang
tua Melayu dahulu selalu mengingatkan anak cucunya supaya tidak
melanggar pantang larang. Melanggar pantang larang samalah
dengan tidak mendengarkan nasehat.
Orang tua kita pada zaman dahulu memang banyak pantang
larang. Ada yang mengatakan pantang larang itu membebankan,
tetapi ada saja pantang larang yang masih diamalkan. Di antaranya
pantang larang tentang larangan kencing berdiri.
Menurut informasi dari seorang informan penulis, Noor
Hasanah (seorang mahasiswa STIKES YARSI Pontianak),
orang yang kencing dalam keadaan berdiri, bisa dikhawatirkan
menyebabkan pembekuan atau pengkristalan yang bisa
menyebabkan kencing batu dikarenakan orang yang kencing
dalam keadaan berdiri kencingnya tidak tuntas atau masih ada sisa-
sisa pada saat kering dan pada saat kering yang bisa menyebabkan
penyakit. Secara keagamaanpun pantang larang kencing berdiri
dikenal, sesuai sabda Nabi Muhammd SAW. Hadis riwayat Ibnu
Abbas ra., ia berkata: Rasulullah Saw. pernah melewati dua buah
kuburan, lalu beliau bersabda: “Ingat, sesungguhnya dua mayit
ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu
disiksa karena ia dahulu suka mengadu domba, sedang yang
lainnya disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air
kencingnya. Kemudian beliau meminta pelepah daun kurma
dan dipotongnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan
salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada
kuburan yang lain seraya bersabda: Semoga pelepah itu dapat
meringankan siksanya, selama belum kering.” (Shahih Muslim
No.439)

136 Buku Ketiga


Demikian hikmahnya, Rasulullah SAW melarang kencing
berdiri. Bagi muslim yang shalat, kadang setelah keluar dari WC
dan mau shalat, ketika ruku’ dalam shalat kita merasa ada sesuatu
yang keluar dari kemaluan, itu adalah sisa air kencing yang tidak
habis terpencar akibat dari kencing berdiri yang tidak tuntas keluar,
hal ini menyebabkan shalat tidak sah karena salah satu sarat sahnya
shalat adalah bersih dan suci dari najis baik hadats kecil maupun
hadats besar, dan air kencing merupakan najis. Sehingga Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wasalam sering mengingatkan dalam sabdanya:
“Hati-hatilah dalam masalah kencing karena kebanyakan siksa
kubur dikarenakan tidak berhati-hati dalam kencing”. Maka ada
baiknya kita belajar adab-adab dan sunnah-sunnah di kamar mandi
(WC) berikut agar kita banyak mendapatkan manfaat baik di
dunia (kesehatan) maupun di akhirat (agama) yang telah diajarkan
Rasulullah SAW.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 137


25
COCOKAN DALAM
TRADISI ORANG MADURA

Siti Aminah

MADURA memiliki kekayan tradisional yang amat banyak,


beragam dan bernilai. Dalam menghadapi dunia global yang
membawa pengaruh materialisme dan pragmatisme, kehadiran
kesenian tradisional dalam hidup bermasyarakat orang Madura
sangat diperlukan, agar kita tidak terjebak pada moralitas asing
yang bertentangan dengan moralitas lokal atau jati diri bangsa.
Cocokan sebagai tradisi orang Madura yang ingin dikaji di
sini, menampilkan gambaran orang Madura sebagai orang yang
ramah, dermawan, komunikatif, baik hati, dan memiliki solidaritas
yang tinggi pada sesama. Sebagai tradisi, cocokan telah ada sejak
dulu dan berkembang turun-temurun.
Cocokan diambil dari bahasa Madura, yang menurut bahasa
ialah mencocokan bulan Rabiul awal yang artinya memperingati
hari datangnya bulan Maulid dan kegiatan ini sudah menjadi
tradisi orang Madura dan Jawa. Rabiul Awal, berasal dari
kata  rabi’  (menetap) dan awal (pertama). Maksudnya masa
kembalinya kaum laki-laki yang telah meninggalkan rumah atau

138 Buku Ketiga


merantau. Jadi awal menetapnya kaum laki-laki di rumah. Pada
bulan ini banyak peristiwa bersejarah bagi umat Islam, antara lain:
Nabi Muhammad SAW lahir, diangkat menjadi Rasul, melakukan
hijrah, dan wafat pada bulan ini juga.
Dalam Islam memang tidak ada anjuran atau hukum
yang wajib tentang penetapan pada bulan Maulid.Kita hanya
ingin menghormati/mengagungkan bulan Maulid. Diadakannya
selamatan bukan untuk riya’, bukan pula untuk takabur dan bukan
untuk ujub, hanya untuk menghormati awalnya bulan maulid atau
kedatangannya bulan maulid. Kita sebagai umat Nabi memang
sepantasnya mengagungkan bulan lahirnya Baginda Saw, meskipun
di dalam sejarah Baginda Nabi Saw, tidak pernah mengadakan
yang namanya maulid ini. Acara Maulid ini ada setelah sahabat
dan para ulama sepeninggal Nabi merasa sangat penting untuk
memperingatinya, sekaligus untuk memotivasi umat Islam pada
saat itu dimana kondisinya boleh dikatakan lemah semangat untuk
berjuang. Maka diadakanlah acara Maulid. Umar bin al-Khattab
diklaim pernah berujar: “Orang yang mengagungkan maulid
Nabi Saw maka dia berarti telah menghidupkan agama Islam”.
Manfaat maulid itu sendiri bagi sahabat pada saat itu untuk
mengangkat semangat sahabat untuk selalu berjuang. Bahkan
sampai sekarangpun maulid itu terus di adakan untuk di adakan
untuk mengenal sejarah Baginda Nabi Saw, agar selalu diajarkan
pada umatnya.
Bagi orang Madura, penetapan tanggal 1 bulan Maulid
(cocokan) disertai acara selamatan. Penetapannya tanggal 1 bulan
Maulid. Karena ada sesuatu amal ibadah tersendiri yang bagi
pelakunya merasa bahagia di kala mengadakan acara tersebut,
tetapi di balik itu tidak ada niatan untuk membanggakan diri atau
untuk riya’. Jadi apapun yang dilakukannya hanya semata-mata
mengagungkan dan juga semata-mata mengharap pahala dan ridha
Allah SWT.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 139


Gambar 25.1 Cocokan dalam Tradisi Orang Madura
Orang Madura memperingati, mengagungkan serta
nenghormati pada tanggal 1 bulan Maulid ini dengan cara membawa
makanan yang berupa nasi, ikan ayam atau telur, kue, pulut, dan
buah-buahan yang beraneka macam seperti jeruk, kelapa muda dan
lain-lainnya ditata dengan rapi dan dihiasi dengan berbagai hiasan,
seperti uang, cabe, permen tangkai.Setelah makanan serta buah
sudah siap, makanan tersebut di antar ke masjid untuk dibacakan
doa bersama. Acara penetapan tanggal 1 bulan Maulid ini hanya
acara sederhana yaitu hanya acara selamatan biasa. Beda dengan
bulan Maulid tepat pada kelahiran Nabi yang diadakan sebuah
acara besar-besaran.
Acara cocokan ini sah-sah saja dalam Islam karena tidak
bertentangan dengan aturan-aturan agama. Penetapan tanggal
1 (cocokan) itu sendiri adalah merupakan suatu kebiasaan/
tradisi bagi orang-orang yang memuliakan bulan kelahiran
Nabi. Pelaksanaannya tentu berbeda dengan bulan maulid.
Acara ini dilaksanakan pada awal bulan Rabiul Awal. Perbedaan
pelaksanaannya yaitu penetapan tanggal 1 Rabiul awal (cocokan),
sedangkan tanggal 12 Rabiul awal yaitu tepat kelahiran Nabi Saw
sebagai Maulid Nabi. Kegiatan di dalamnya syarat shadaqah yang di
dalam ajaran Islam yaitu sesuatu pekerjaan yang sangat dianjurkan,
kemudian di dalam pelaksanaan tersebut mereka memperbanyak

140 Buku Ketiga


bacaan shalawat dan salam atas baginda Nabi Muhammad Saw
sebagai wujud kecintaan umat terhadap pemimpinnya. Pelaksanaan
doa ini sama dengan acara maulid bedanya pada pelaksanaannya
saja.
Susunan acaranya yaitu: (1) Pembukaan. Materi pembukaan
adalah bacaan surat al-Fatihah dihadiahkan kepada Rasulullah
lengkap dengan keluarga dan sahabatnya, kepada tabi’in, tabi’ut-
tabi’in, para malaikat, orang-orang yang mati syahid, para alim-
ulama, syeikh Abdul Qadir al-Jailani, syeikh Junaid al-Baghdadi
dan lain sebagainya. (2) Pembacaan maulid Albarjanzi. Berzanji
merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat
untuk mengenang riwayat Nabi Muhammad Saw. Hal ini biasa
dilakukan oleh masyarakat ketika diadakannya acara khitanan,
pernikahan, serta maulid Nabi besar Muhammad Saw. Berzanji
merupakan suatu doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat
Nabi Muhammad Saw yang dilafalkan dengan suatu irama atau
nada yang biasanya dilakukan ketika kelahiran, khitanan, maupun
maulid Nabi Muhammad Saw.   Isi berzanji bertutur tentang
kehidupan Muhammad, yang disebutkan berturut-turut yaitu
silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga
diangkat menjadi Rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat
mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa
untuk dijadikan teladan umat manusia. Tujuan pembacaan berzanji
ialah untuk memuja dan memuji nabi agar hati menjadi tenang,
tentram dan damai. Serta mengikat tali silaturahmi pada masyarakat
setempat sehingga terbentuk kekeluargaan.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 141


26
PERNIKAHAN ORANG BUGIS
DESA PUNGGUR KECIL

Rohani

ADAT istiadat yang telah dijalankan sekelompok masyarakat


diwariskan secara turun menurun, agar kita sebagai penerusnya
tidak mudah melupakannya. Di antara yang ingin dikaji dalam
penulisan ini adalah pernikahan orang bugis di Desa Punggur
Kecil. Adapun informan dalam penulisan ini adalah Ahmad H.
Hidayat, dan Muhammad Amin Daeng Dolek.

TAHAP PERTAMA SEBELUM PERNIKAHAN


Mammanu-manu/ Mappese-pese/ Mappau Ri Boko Tange/ Mabbalawo
cici/ Mabbaja laleng/ menyawek.
Artinya adalah mencari informasi, menjajaki, pendekatan,
merintis, atau pembuka jalan. Yaitu datangnya satu belah pihak laki-
laki ke tempat wanita untuk menyakan, apakah anak perempuan
tersebut ada yang memiliki atau tidak. Jika tidak ada yang memiliki
maka masuklah pihak laki-laki untuk bersilahturahmi ke rumah

142 Buku Ketiga


wanita tersebut, untuk bertamu dalam artian ingin menguji.
Contoh: dengan bertamu maka pihak laki-laki bisa melihat dan
menilai.

Lettu - Massuro - Madduta (Melamar)


Yaitu datangnya pihak laki-laki, 3 orang atau 5 orang saja,
meminta izin kepada kedua orang tua anak perempuan tersebut
untuk meminang anak perempuan mereka, jika sudah dapat izin
dari kedua orang tua perempuan tersebut. Barulah kedua orang
tua perempuan tersebut menanyakan kepada anak perempuan
mereka apakah menerima lamaran dari pihak laki-laki atau tidak.
Apakah ada rasa cinta, kasih dan sayang, atau apakah sudah siap
membina suatu hubungan dalam berumah tangga, jika sudah
Siap dan yakin untuk berumah tangga barulah kedua belah pihak
keluarga membicarakan untuk penentuan waktu.

Mappasiarekeng - Dipikat (Pertunangan)


Yaitu penentuan waktu yang pasti untuk pernikahan putra-
putri mereka, sambil menunggu waktu yang akan ditentukan,
maka sebelum itu putra-putri mereka di pertunangkan terlebih
dahulu, sebagai bukti atau sebuah tanda kalau mereka sudah ada
yang memiliki atau sudah ditanda oleh orang lain, yang harus di
hadiri kedua belah keluarga besar saja, seperti orang tua, paman,
bibi, nenek, datok, saudara, dan sepupu. Hari pertunangan itu juga
ditentukan kapan acara Mappetu ada atau dilaksanakan.

Mappetu Ada (Penentuan waktu dan barang hantaran)


a. Sompa/Sunrang (Barang Hantaran). Mas kawin Atau Mahar.
Seperti Gelang, Kalung, cincin, dan Gelang kaki. Tapi tidak
di tuntut juga maharnya diharuskan adanya gelang kaki, jika
tidak ada juga tidak apa-apa, tapi yang diwajibkan hanya
Cincin, gelang dan kalung saja sebagai hukum Syariah.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 143


b. Doi Menre - Balanca (Antar Uang). uang asap atau biasa
disebut uang naiknya laki-laki.
c. Leko atau Alu, Erang-erang, Tiwi-tiwi. Artinya, serah-serahan
atau bawaan pihak laki-laki di hari Akad Nikah atau dalam
pelaksanaan Ijab Kabul.

Mappalettu Selleng Matampa (Penyebaran Undangan)


Dalam sebuah Pernikahan tentu itu menjadi sebuah
hari kebahagiaan dan menjadi moment terindah dalam hidup,
bersanding dengan orang yang kita cintai tentu akan lebih bahagia
lagi jika dihari tersebut kita juga dapat berkumpul dengan seluruh
keluarga, saudara dan kerabat-kerabat dekat kita untuk hadir dan
memberikan doa restu mereka kepada sepasang pengantin baru.
Mappalettu Selleng Matampa dalam bahasa indonesianya berarti
penyebaran undangan kepada keluarga,kerabat,saudara atau
siapalah itu setelah itu barulah.

Ziarah Kuburan (Mohon Restu).


Kedua calon pengantin harus pergi ke kuburan untuk
meminta izin atau restu kepada orang yang telah mendahului,
entah itu orang tua, nenek,atau sanak saudara yang dekat.
Mendoakan mereka sekaligus meminta restu dan doa agar mereka
juga mendoakan dan merestui niat suci seorang pengantin yang
akan melaksanakan pernikahan agar Rumah tangga merekan yang
akan dibangun menjadi Rumah tangga yang sakinah Mawaddah
Warrohmah.

Mandre-Mandre Dewata (Makan-makan dalam kelambu)


Makan-makan Dewata ialah makan-makan dalam kelambu
adalah suatu ritual yang sangat penting dalam suku Bugis, Banjar,
dan Melayu. Dalam melaksanakan pernikahan, makan-makan
dalam kelambu yaitu agar pada saat ijab kabul atau berumah tangga

144 Buku Ketiga


dan mendapat keturunan, tidak diganggu oleh keturunan kedua
mempelai, baik keturunan wanita maupun keturunan sang laki-
laki. Makan-makan dalam kelambu termasuk memberi makan rumah
juga berupa: (1) Beras Ketan yang berwarna, Kuning, Putih, hitam
dan dadu/pink. (2) Ayam Panggang 1/2. (3) Telur ayam kampung
yang di rebus. (4) Kelapa kering yang dikelilingi benang putih.
(5) Pisang nipah yang mengkal/ setengah matang. (6) Lilin yang
terbuat dari, kapas dan lilin batang dan dicabangkan menjadi 3
bagian. (7) Beretes beras kuning. (8) Minyak bau. (9) Kayu baruk-
baruk yang di jadikan lilin atau disebut peleng. (10) pengantin
diwajibkan menggunakan, Baju putih, celana hitam dan songkok,
hitam dan wangi-wangian.
Setelah itu barulah sang pengantin disuapkan pulut yang
warna-warni tersebut dan juga ayam, hati ayam, dan telur rebus
tersebut setelah itu pengantin disuruh makan sekenyang-kenyangnya,
sisa dari pengantin tersebut baru dibagikan kepada orang-orang
dimasukan dalam 3 piring dijadikan satu, sedikit demi sedikit,
barulah diletakan di atas parak rumah, Tiang Pusat rumah, dan
Membuang dibawah tangga rumah atau Tangga Air Yang di Sebut.
Buang-buang Air dalam bahasa bugisnya. Buang-buang Kewewe.

Buang-buang Kewewe (Buang-buang di Air)


Buang-buang kwewe atau buang buang air juga hampir sama
dengan makan-makan dalam kelambu. Bedanya, barang-barang
atau sesajian yang ada di dalam kelambu tidak boleh dibawa yang
berkumpul di rumahnya. Pulut berwarna tersebut, dan barang-
barang lainnya turun dan tulang ayam panggang atau yang lebih
dikenal tulang ayam Doa Rasul tidak boleh dilangkah dengan orang
yang sudah menikah atau calon pengantin. Kenapa tidak boleh
dilangkah?. Menurut kercayaan orang Bugis: (1) Pamalih bagi yang
melangkahnya akan selalu ditampakan mahkluk yang menyeramkan
berupa tulang yang tidak utuh. (2) Akan selalu ada pertengkaran
dalam rumah tangga. Yang akhirnya Rumah tangga menjadi tidak

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 145


harmonis. (3) Lamanya akan mendapat keturunan.
Buang-buang air mengapa harus buang-buang di air sebelum
menikah. Konon cerita pada zaman dahulu, zaman nenek moyang
yang menikahkan anak mereka, dengan seorang lelaki Banjar yang
sangat suka berburu binatang, dari daging yang untuk dimakan
sampai kulitnya yang dijadikan untuk Haddrah (atau lebih dikenal
di Desa Punggur, Tar). Suatu hari sang lelaki Banjar tersebut
memanah sebuah biawak yang hamil. Alangkah ia tidak menyadari
kalau sang istrinya juga sedang hamil tua. Ketika sang istrinya
melahirkan lahirlah seorang laki-laki, dan tidak lama kemudian
sang istri mengeluhkan kesakitan lagi, dan berkata, “Kakak perut
adek masih sakit, sepertinya ada yang ingin adek lahirkan lagi”. Tidak
lama kemudian lahirlah seorang anak buaya berjenis perempuan
dan setengah laki-laki mirip kembaran manusianya. Diberilah
nama “datok”.
Maka dari itu setiap pernikahan harus dilakukan ritual buang-
buang ke air, karena sampai saat ini orang Bugis Punggur, sangat
mempercayai, dan Datok itu masih hidup, dengan mengingat
dan memberi makan Datok Air maka, titisan yang ke depannya
akan diberikan restu, diberi doa yang baik, dan tidak diganggu.
Tidak diganggu yang artinya: sang anak tidak diganggu, tidak
rewel atau suka menangis, tidak sakit, dan tidak diambil dengan
datok, sebagai tumbal. Bahan-bahan yang digunakan: (1) Beras
ketan yang berwarna: (a) kuning : artinya lambang kegembiraan
dan tauladan; (b) dadu atau pink: artinya lambang kelembutan hati
atau pemurah; (c) hitam: artinya berani,meyakini dan tangguh; (d)
putih: artinya lambang kesucian dan bersih segala hal jahat. (2)
Telur ayam yang direbus: artinya menampung segala penyakit. (3)
Minyak Bau artinya sebagai pelicinnya jalan keselamatan. (4) Daun
sirih sebagai lambang pengusir roh halus yang mengganggu. (5)
Beretes beras kuning: artinya telah selesainya penghormatan.

146 Buku Ketiga


Ripallekke/Ripassobbu (Dipingit)
Yaitu dipingit, pengantin perempuan harus ditempatkan
dalam kamar khusus yaitu kamar pengantinnya, yang harus dihiasi
dengan keindahan dengan warna-warni, dan bunga-bunga yang
harum, taburan daun pandan yang di Hiris halus-halus, Bunga
jarum-jarum,bunga melati, bunga mawar, bunga kenanga,dan
bunga sekuntum. Yang penting bunga bunga yang wangi. Selama
waktu penikahan yang akan berlangsung, calon pengantin
perempuan tidak boleh keluar rumah, atau bertemu wajah dengan
orang lain, terutama mempelai pria. Pengantin wanita diwajibkan
menggunakan kain sarung yang diikat seperti ninja.

Ripasau atau Bertangas (Mandi Uap)


Dalam adat bugis, betangas atau mandi uap merupakan salah
satu proses yang harus dilalui oleh calon mempelai wanita. Betangas
adalah salah satu adat yang dipercaya untuk menghilangkan bau
keringat jahat dan mengharumkan badan calon mempelai wanita.
Peralatan yang diperlukan untuk betangas yaitu: (1) Satu buah
bangku, biasanya bangku yang terbuat dari kayu, atau bangku
kuda-kuda. (2) Tempat merebus yang terdiri dari periok besi. (3)
Kayu baruk-baruk yang dipakai untuk mengaduk rebusan. (4)
Tepak bara yang berisi batok kelapa yang dibakar untuk asapan
calon pengantin wanita. (5) Ramuan yang terdiri dari air panas
yang direbus dengan serai wangi, jeruk purut, bunga kenanga dan
daun pandan. (6) Tikar, biasanya tikar yang digunakan adalah tikar
pandan.
Cara betangas dimulai dengan mendudukkan calon mempelai
wanita di atas bangku kuda-kuda tanpa menggunakan pakaian
apapun, lalu letakkan tepak bara di bawah bangku, dan letakkan
air rebusan yang masih panas, dan kemudian tutup tubuh calon
pengantin wanita dengan tikar pandan, agar asap dan air panas
tersebut menguap pada badan calon pengantin. Untuk lama waktu
betangas tidak ditentukan secara pasti, namun tradisi betangas

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 147


adalah tradisi yang wajib dilaksanakan sebelum memulai tradisi
nikah atau kawin. Demikian adat betangas yang terdapat di kalangan
masyarakat bugis yang masih dipertahankan hingga kini.

Mabbeda Bolong (Berbedak Hitam)


Artinya berbedak hitam, yang terbuat dari pulut hitam yang
di goreng sampai hangus, barulah di haluskan sampai menjadi
tepung gersang, bisa juga digunakan pulut putih. Atau beras
ketan yang putih. Memakai bedak yang digoreng tersebut adalah
sebagai lulur pengantin pada saat mau mandi selain pengantin
juga dibolehkan untuk anak gadis dan begitu juga pengantin
pria. Khasiatnya menghaluskan kulit, melembabkan kulit dan
membuang plek hitam, dan mengurangi bekas jerawat.

Mabbeda Puteng (Berbedak Putih)


Artinya berbedak putih semuanya sama, cuma bedanya
bahan dan cara pembuatannya. Yang disiapkan: (1) canting beras
ketan warna putih; (2) ikat daun pandan muda; (3) batang kulit
kayu manis; (4) 1 bungkus kecil cengkeh; dan (5) bunga kenanga.
Caranya: beras ketan yang harus dicuci bersih dengan air hujan,
baru di keringkan, setelah itu baru ditumbuk menggunakan
alu lesong yang terbuat dari kayu, beras ketan, kulit kayu manis,
dan cengkeh di tumbuk jadi satu Setelah setengah halus, baru
dimasukan daun pandan dan bunga kenanga. Setelah semua sudah
halus, baru di bulat-bulatkan seperti putri mandi. Setelah semua
selesai, baru dijemur sampai kering, agar tidak membusuk atau
maung. Ketika sudah kering disimpanlah di tempat yang kering
juga, ketika mau dipakai tinggal dimasukan dalam piring dan diberi
air hujan, barulah digunakan untuk berbedak untuk seluruh tubuh
setelah mandi dan malam hari.

Macceko/Bercerak (Mencukur Bulu Wajah)


Artinya: mencukur bulu-bulu halus yang ada dipipi dan

148 Buku Ketiga


alis. Agar ketika saat memakai bedak pengantin tidak digumpali
bulu-bulu yang ada di wajah. Alis yang harus dicukur karena
untuk merapikan cella pada saat mengukir. Ada juga sebagian
orang mempercayai, membuang bulu yang ada diwajah sangatlah
dipercaya, membuang Kesialan atau kesuehan terhadap pengantin
wanita dalam menerima ibu mertua. Juga dipercaya dengan
membuang bulu-bulu tersebut dipercaya, ketika saat menikah akan
memancarkan cahaya atau aura dari pengantin tersebut dan juga
ketika saat berhias wajah yang akan berubah menjadi lebih cantik
dari wajah sebelumnya. Setelah selesai berias pengantin wanita
diwajibkan menutup wajahnya dengan kain sarung yang dibuat
seperti ninja, agar tidak ada yang melihat, karena kalau sampai
dilihat orang lain atau pengantin wanita bercermin, maka aura
wajahnya akan hilang.

Cemme Passili/ Mapacci-pacci/ Tudang Penni (Tula Bala/Pasang Pacar)


Artinya: tula bala artinya membuang segala kesialan atau
kesuehan yang ada didalam tubuh calon pengantin,yang artinya
membersihkan diri dari segala gangguan apapun. Tudang Penni
atau malam pacar pada umumnya dilaksanakan seperti: Khatamul
Al-Quran, Barzanji, Mappacci dan kegiatan lainnya sampai pagi.
Kegiatan ini persiapan untuk menunggu calon pengantin pria
dalam pelaksanaan akad nikah esok harinya. Dan calon mempelai
wanita diwajibkan untuk mengaji di malam hari, Berkhatamul
Al-Qur’an, bersholawatan, bersyair, yang memuja-muji Asma
Allah. Setelah semua selesai, barulah sang pengantin wanita
dipasangkan Mappaci-pacci atau berpacar, di jari tangan, jari kaki,
ditelapak tangan dan lingkaran kakinya. Juga dipasangkan pacar.
Bahan-bahan pacar: daun pacar, daun keladi, gambir, arang kayu,
dan cabe rawit. Semuanya ditumbuk menjadi satu setelah halus
barulah dipasangkan dijari pengantin wanita, memakai pacar
hanya untuk memperindah jari jemari dan telapak kaki dan telapak
tangan. Memakai pacar juga bagus buat pengantin dan yang

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 149


belumpengantin, karena di Percaya dapat mengobati Mahhat, atau
yang lebih dikenal dengan biku.

Gambar 26.1 Sesi Mappacci-paci


Hari H / Akkalibinengeng – Appasialang
Artinya hari besar, yaitu hari yang ditunggu-tunggu dalam sebuah
pernikahan hari Resepsi hari di mana halalnya menjadi sepasang suami
istri. Pelaksanaan akad nikah dalam bahasa Bugis “Akkalibinengeng” atau
“Appasialang”, sebagai acara puncak yang sakral, dengan resminya menjadi
pasangan suami isteri. sebelum acara akad nikah dan sesudahnya, masih
banyak acara yang perlu dilaksanakan dari kedua belah pihak, seperti: (1) Pihak
perempuan lebih awal mempersiapkan segala sesuatunya menunggu kedatangan
rombongan dari pihak laki-laki dalam bahasa Bugis disebut Madduppa Botting; (2)
Pihak laki-laki juga demikian halnya, untuk menuju kediaman calon pengantin
perempuan lengkap dengan bawaannya yang disebut Leko’ serta Walasuji dan
maharnya diantar oleh sanak saudara, kerabat, keluarga bahkan Pinisepuh/
Sesepuh. Khusus untuk uang asap atau uang hantaran harus dibawa saudara,
paman atau sepupu yang ikatan keluarganya benar-benar sangat dekat dan uang
asapnya harus dimasukan di dalam sebuah kempuh yang berisi: beras, liyak/jahe,
penuh-penuh. Kempuh itu harus digendot menggunakan kain kuning dan wajib di
payung. Pihak laki-laki atau rombongan pengantar laki-laki dalam bahasa Bugis
disebut “Pampawa Botting atau Pappapenning”, sesuai dengan tempat yang sudah
dirundingkan dari kedua belah pihak, berapa orang yang harus ikut mengantar
pengantin lelaki pria.

150 Buku Ketiga


Gantung Kelambu (Makan Kue Lana-Lana)
Mellau Addampeng Sekaligus Cucur Air Mawar
Setelah Pelaksanaan akad nikah dilaksanakan ada pula acara
menggantung kelambu yang dihantarkan oleh pengantin pria, saat
menggantung kelambu ada pula kue yang melengkapinya yaitu
kue lana-lana yang terbuat dari kelapa parut, beras ketan, dan
gula merah. Tepatnya di atas tempat tidur di dalam kelambu yang
terpasang. Barulah melakukan pelaksanaan “Mappasiluka atau
Mappasikarawa”, artinya membatalkan wudhu yakni pengantin
pria menuju kamar pengantin wanita (isterinya) untuk bersalaman
sebagai pertanda sudah sahnya sebagai suami isteri dan memakan
kue Lana-lana dengan bersuap-suapan, Arti kue lana-lana itu
dalam suku bugis sangat berarti, Beras ketan yang sangat lengket,
melambangkan sebuah hubungan yang tidak bisa dipisahkan.
Sesudah acara tersebut keluar dari kamar untuk menemui
orang tua/ pinisepuh untuk menyampaikan permohonan
maafnya, memohon doa restunya agar segala kesalahan, dosa,
dan kedurhakaannya dimaafkan agar mereka dapat hidup bahagia,
sejahtera, aman, dan damai dunia akhirat. Dalam bahasa Bugis
disebut “Mellau Addampeng” sekaligus cucur air mawar yang diberikan
kepada paman, bibi, nenek, dan datok atau daeng.

Gambar 26.2 (Kiri) Sesi Cucur Air Mawar;


(Kanan) Teko dan Bereteh Beras Kuning
Cucur mawar adalah petuah, doa dan restu dari orang-orang
yang dituakan dalam keluarga, kepada pasangan pengantin yang

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 151


baru saja mengikat janji sehidup semati dalam ijab kabul. Prosesi
cucur mawar dilakukan dengan sederhana dan khidmat, di mana
pasangan pengantin menerima curahan air wewangian sari bunga
dan taburan osengan beras baru. Seraya mencurahkan air wewangian
dan taburan osengan beras baru itu, para orang tua yang berasal dari
keluarga kedua mempelai memberikan petuah tentang hidup, doa,
dan restu tulus dalam menerima anggota keluarga yang baru. Usai
menerima petuah, doa dan restu pasangan pengantin melakukan
sungkem, sebagai tanda bahwa mereka menerima sepenuhnya
petuah-petuah bijak yang diberikan kepada mereka, dan siap
mengarungi bahtera rumah tangga. Momen ini sangat menarik,
di mana budaya dan adat istiadat yang tertuang dalam acara cucur
mawar sangat penuh dengan makna hidup akan tali silaturahmi dan
cinta. Suatu cinta yang menggabungkan dua keluarga berbeda,
menjadi satu ikatan kekerabatan yang sangat erat. Sesudah acara
tersebut, keduanya diantar menuju baruga atau pelaminan untuk
duduk bersanding di atas pelaminan yang disaksikan para tamu
undangan yang hadir. Setelah acara Barsanding yang menerima
doa dan restu dari kerabat dan keluarga tibalah malam besar atau.

Malam Mecok (Malam Besar)


Setelah Hari H atau hari besarnya tibalah malam besarnya
di mana orang tua laki-laki dan orang tua pengantin perempuan
bertemu bertatap muka yang dinamakan: (1) Berjamu Besan, yaitu
kedua orang tua pengantin bertemu secara pribadi yaitu Penyerahan
anak dan penerimaan anak mereka didalam rumah tangga mereka,
supaya menantu dapat disamakan dengan anak mereka, dijaga dan
diperingati jika melakukan sebuah kesalahan. Dan tidak ikut campur
dalam pertengkaran di antara mereka. Setelah penyerahan anak
selesai barulah kembali diadakan. (2) Cucur Mawar di malam harinya,
tempat sirih atau sekapur sirih dan tempat ludah pengantin. Cucur
mawar yang juga dikasih orang tua pengantin, yang mendoakan
sang anak-anak mereka yang baru saja menempuh kehidupan

152 Buku Ketiga


yang baru. Setelah itu pengantin laki-laki menggendong bapak
mertuanya dihadapan sekapur sirih dan tempat ludah. Kepala sirih
menghadap di kepala sap, tempat ludahnya di bawah kaki daun
sirih, setelah selesai Jamu Besan, Barulah. (3) Upacara Permainan
Galah Panjang/ istilah kejar-kejaran. Pengantin laki-laki dan
wanita mengelilingi 9/ lebih mengelilingi keluarganya, sambil
menepaskan sapu tangan ke pengantin wanita 3 x putaran dan
melompati kain kuning yang dipakai menggendot atau membawah
kempuh yang berisi uang mahar atau uang hantaran. Setelah semua
selesai Barulah pengantin laki-laki dan wanita diantar ketempat
tidur, oleh Datok, Nenek, Paman, dan Bibi. Pengantin laki-laki
diwajibkan memberi sang isteri cincin, yang disebut sebagai cincin
penghantar tempat tidur.:

Esso Matang (Hari Besarnya Pernikahan)


Hari besar ialah hari terakhirnya upacara pernikahan
yang dilakukan pihak perempuan. Adapun upacaranya yaitu, (1)
Berzanji (Bersyukur). Adalah suatu tanda acara tanda syukur.
(2) Mandi-Mandi Pengantin. Adalah sebuah tradisi yang harus
dilakukan mandi-mandi pengantin ialah mandi tolak bala dan
sekaligus membaca doa keselamatan. Alat alat sesi mandi ialah:
selendang, kain kuning/ kain kuning peluang awik, 1 kg padi, 3
butir telur ayam, 2 buah daun keladi, 1 buah ceper, 1 buah opeh
pinang/ mayang pinang, 1 ikat daun kelapa yang sudah dianyam,
1 buah mayang kelapa, 1 buah kelapa muda, 2 helai daun sirih, 2
batang rokok daun, 1 buah pinang masak, 1 batang paku, 1 buah
keminting, 2 buah uang logam, bereteh dan beras kuning, minyak
bahu, 1 buah ceper, 2 buah teko yang berisi air parit dan air hujan,
dan kuali besar.
Adalah adat yang harus dilakukan setelah sesi pernikahan,
saat mandi pengantin wanita wajib menggunakan kain batik atau
kain songket. Baju kebaya yang diantarkan oleh pengantin laki-
laki setelah itu penganti wanita didandankan, dan menggunakan

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 153


sanggul dan di pakaikan susuk kondenya, dan pengantin laki-laki
wajib menggunakan kain sarung atau celana kain trus ditimpa
dengan kain setengah tiang yaitu kain corak insang, dan Pengantin
laki-laki wajib menggunakan baju putih.
Memandikan pengantin harus menggunakan alat-alat yang
diatas yaitu ; selendang yang panjang dibentang diatas kepala
pengantin dan di atas selendang itu adalah opeh pinang, mayang
kelapa, dan anyaman daun kelapa, air yang dipakai memandikan
pengantin ialah air sungai biasa, yang di masukan didalam kuali
besar yang berisi, telur ayam, uang logam, paku, keminting,pinang,
daun sirih yang disimpul dengan rokok daun, dan bereteh beras
kuning yang ditaburi, setelah air itu dimandikan dan air hujan yang
didalam teko disemburkan sebanyak 3 kali barulah, pengantin
melompati kain kuning yang didepannya sudah ada ceper, yang
berisi padi, telur ayam 2 butir yang ditutupi dengan daun keladi.
Dan pengantin laki-laki dan perempuan harus berebut memijak
telur tersebut. Setelh telur itu pecah barulah pengantin pria dan
wanita harus berlari untuk terjun kesungai, mandi dan setelah itu
pengantin naik untuk, berlari didalam rumah ditengah-tengah
orang Berzanji berlari kearah dapur, untuk menendang tiadak
dapur masak, dan menumbuk alu lesung yang kosong. Setelah
semua itu selesai barulah dikatakan Upacara di tempat pengantin
wanita telah selesai, dan dilanjutkan pula ditempat pengantin pria.

Mapparolla/Merollah (Kegembiraan Mendapatkan Menantu Baru)


Setelah rombongan atau pengantar pengantin pria sudah
pulang, maka dari pihak wanita mempersiapkan rombongannya
untuk mengantar pengantin wanita bersama pengantin pria.
sebagai umpan balik sekaligus pengantin wanita menemui
mertuanya/pinisepuh. Kegiatan ini disebut “mapparola” sekaligus
“mammatowa” dalam bahasa Bugis. Kegiatan ini dapat dilakukan
apabila jarak tempat keduanya berdekatan karena acara pesta atau
Aggaukeng dari pihak perempuan dilaksanakan pada malam harinya

154 Buku Ketiga


(pada hari tersebut). Adapun kalau tempat berjauhan maka pada
hari itu belum dilaksanakan acara Mapparola, nanti esok harinya
dilaksanakan, maka acara ini disebut “marola mabbenni” untuk
pertama kalinya. Waktu pelaksanaan Marola, maka acara pesta dari
pihak pria baru dilaksanakan.
Setelah keduanya telah melaksanakan pesta, maka pasangan
suami isteri ini dapat dikatakan mandiri. Dalam bahasa Bugis
disebut “nalaowwanni alena”. Namun masih ada kegiatan-kegiatan
yang perlu dilalui seperti marola wekkadua. Artinya pengantin
perempuan diantar oleh dua atau tiga orang perempuan untuk
bersama-sama ke rumah pengantin laki-laki dengan pakaian biasa
dan bermalam satu malam. Pada subuh harinya, pengantin bersama
pengantarnya kembali sesudah sarapan. Maka pada saat itu mertua
pengantin wanita memberikan hadiah kepada menantunya.
Ada pula yang disebut acara “mappitu” dari pihak laki-laki,
yaitu tujuh orang wanita tua berbaju Ponco’ atau ‘Baju Tokko’ dalam
Bahasa Bugis “Baju Bodo” bersama tiga orang tua lainnya, datang
ke rumah pengantin wanita dengan membawa kue-kue adat seperti
Dodoro’, Baje, Beppa Pute, Beppa Laiyya, Cucuru’ Tenne, dan lain-lain.
Kedatangan tersebut dimaksudkan silaturahim dalam membina
kerukunan keluarga yang dalam bahasa Bugis disebut “massita
baiseng”.
Mabbarazanji yang dimulai keluarga wanita kemudian disusul
oleh keluarga pihak pria. Ini sebagai pertanda rasa syukur atas
terlaksananya apa yang diharapkan. Pada acara ini, pengantin bisa
bermalam bisa juga tidak. Dan pada saat itu pula dilaksanakan
suatu kegiatan yang lazim disebut “malluka sarapo”.
Poleang Punge’. Artinya setelah acara Mabbarazanji
dilaksanakan, maka subuh esok harinya, pengantin pria kembali
ke rumahnya untuk mengambil seperti : Gula Merah (manis),
Kelapa (gurih), dan Telur (bulat/menyatu).Hal ini dimaksudkan
sebagai simbol atau tafaul atau Sennu-sennuang. Agar semoga
kehidupannya kelak serba berkecukupan, yang dalam bahasa Bugis

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 155


mengatakan tennapodo macenning malunra’atuwong-tuwong linona dan
senantiasa menyatu. Barang tersebut diteruskan ke pangkuan sang
isteri sebagai penghasilan pertama dari Suami (Poleang Punge’) dan
langsung disimpan oleh sang isteri
***
Upacara adat pernikahan orang Bugis Desa Punggur Kecil
senyatanya dekat dengan Islam. Saat malam mappacci atau malam
di mana sang pengantin digunakan pacar di jarinya. Sang pengantin
diwajibkan membaca ayat suci al-Quran dan bersholawat. Ada
pula sesi mandi-mandi pengantin yang juga saat sesi upacara
tersebut pengantin, dimandikan air tolak bala, dan sekaligus baca
doa selamat atau keselamatan, agar dijauhkan dari malapetaka, dan
diberikan selalu keselamatan, kerukunan dalam berumah tangga,
dan dijauhkan dari segala gangguan jin dan setan. Pun demikian,
ada juga yang berseberangan dengan ajaran agama Islam, seperti
buang-buang ke air, yang konon ceritanya seorang pengantin
baru yang melahirkan anak buaya yang sampai saat ini masih
diyakini. Pengecualian makan makan dalam kelambu, sesajian yang
dihidangkan memanglah seperti sesajian yang nampak syirik, tapi
jika dicermati hanya sebagai perlambang.***

156 Buku Ketiga


27
TRADISI MITONI
ORANG JAWA BATU AMPAR

Siti Maimunah

DALAM tulisan ini, penulis akan membahas tentang mitoni/


tingkeban (selamatan tujuh bulan usia kehamilan) yang dilakukan
oleh Suku Jawa yang berada di daerah Batu Ampar. Batu Ampar
(tepatnya di Desa Cabang Ruan) adalah sebuah desa yang mayoritas
penduduknya bersuku Jawa. Suku jawa memiliki banyak macam
adat istiadat yang turun temurun dari nenek moyang hingga
sekarang. Tetapi sudah banyak perubahan atau pembaharuan dari
adat istiadat yang asli seperti pada zaman dulu ke zaman sekarang
ini.
Berdasarkan hal tersebut penulis bermaksud untuk
memaparkan kembali adat istiadat yang ada (mitoni/tingkeban) agar
tidak terlupakan begitu saja. Walaupun sekarang sudah zaman
modern, tetapi kita sebagai penerus perjuangan kita tidaklah harus
meninggalkan adat trdisi yang biasa dilakukan oleh mereka dahulu.
Adapun yang menjadi informan dalam penulisan ini adalah Ibu

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 157


Mulyani (38)
Upacara mitoni atau disebut juga tingkeban merupakan salah
satu tradisi suku Jawa. Disebut mitoni karena berasal dari kata
pitu (dalam bahasa jawa) yang berarti tujuh. Upacara mitoni ini
dilaksanakan pada saat usia kandungan kehamilan seorang wanita
tujuh bulan dan hanya dilakukan sekali saja pada kehamilan yang
pertama. Alasannya karena kehamilan pertama merupakan bungas
atau keistimewaamaan yang diberikan kepada wanita sebagai
kehamilan untuk pertama kalinya. Ketika kandungan kehamilan
memasuki usia tujuh bulan, masyarakat muslim Jawa menyebutnya
“wes mbobot” (sudah berbobot, sudah berkualitas) karena pada usia
itu, bayi dalam kandungan sudah sempurna, sementara sang ibu
yang mengandung sudah mulai merasakan beban. Di saat itulah
diadakan ritual yang biasanya disebut mitoni atau tingkeban. Disebut
tingkeban yakni selamatan kehamilan tujuh bulan, dimana tingkeb
maksudnya sudah genap, yakni genap artinya sudah waktunya,
dimana bayi sudah dianggap wajar jika lahir.
Dalam upacara ini wanita yang mengandung tersebut akan
dimandikan dengan air yang didalamnya telah dicampurkan
dengan kembang setaman. Namun terkadang apabila tidak
menemukan kembang setaman tersebut dapat digantikan dengan
menggunakan langir (sejenis kayu). Kemudian yang memandikan
adalah suami wanita yang mengandung atau orang yang dituakan
dengan menyiramnya menggunakan batok/tempurung kelapa
diiringi dengan bacaan doa yang memintakan agar selalu diberikan
rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan
sehat.
Menurut tradisi jawa, upacara mitoni dilaksanakan pada
tanggal 7, 17,dan 27 sebelum bulan purnama pada penaggalan
Jawa. Hakikat dasar dari tradisi jawa adalah suatu ungkapan syukur
dan perrmohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan
dan ketentraman. Kemudian Ritual setiap bulan ganjil dilaksanakan
dengan tujuan utama, meminta kepada allah, agar janin dan ibunya

158 Buku Ketiga


selamat, serta selalu berada dalam kesehatan dan dalam penjagaan
Allah. Sebab menurut sebagian masyarakat pedesaan, ketika janin
berusia tujuh bulan, maka itu termasuk usia yang rawan, dan sudah
bisa termasuk ‘wayah’ sudah waktunya jika keluar atau lahir. Justru
kalau bulan genap yaitu bulan ke delapan itu dianggap lebih muda
dibandingkan pada usia tujuh bulan.
Landasan upacara mitoni ini dilakukan berdasarkan
kepercayaan turun-menurun. Menurut cerita, pada masa
pemerintahan Prabu Jayabaya ada sepasang suami istri yang sudah
sembilan kali mempunyai anak namun tiada satu pun dari anaknya
yang hidup, mereka sudah melakukan berbagai macam cara namun
selalu tidak membuahkan hasil.Karena hal itulah mereka berdua
pergi menghadap kepada prabu Jayabaya, lalu raja memberikan
perintah kepada mereka untuk mandi dengan kembang setaman
dan menggunakan batok/tempurung kelapa sebagai ciduknya,
serta sambil mengucap mantra-mantra yang telah diberikan
oleh sang raja. Setelah melakukanya secara berturut-turut dan
teratur akhirnya istri tersebut hamil dan anak yang dilahirkan juga
hidup. Dari kisah inilah orang jawa melakukan tradisi tingkeban
atau mitoni. Hal ini merupakan lukisan bahwa orang yang ingin
mempunyai anak, perlu laku kesucian atau kebersihan. Tradisi ini
merupakan langkah permohonan dalam bentuk selamatan agar
bayi yang ada dalam kandungan lahir dengan baik dan selamat.
Istilah methuk (menjemput) dalam tradisi jawa, dapat
dilakukan sebelum bayi berumur tujuh bulan. Ini menunjukan
sikap hati-hati orang jawa dalam menjalankan kewajiban luhur.
Oleh sebab itulah bayi berumur tujuh bulan dalam kandunagan
harus disertai laku prihatin. Pada masa itu, keadaan ibu hamil telah
seperti ‘sapta kukila warsa’, artinya burung yang kehujanan. Burung
tersebut nampak lelah dan kurang berdaya, tidak bisa terbang
kemana-mana, karenanya yang paling mujarab adalah berdoa agar
bayinya lahir selamat.
Ada beberapa pantangan yang harus dicatat oleh ibu hamil

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 159


dan suaminya, yang mengarah pada budi pekerti jawa luhur. Bagi
wanita yang sedang hamil yaitu: Pertama, tidak boleh memakan buah
yanga melintang misalnya buah kepel (dimaksudkan agar posisi bayi
diperut tidak melintang. Jika posisi melintang akan menyulitkan
proses kelahiran kelak). Kedua, tidak boleh duduk diatas lumpang
tempat menumbuk padi dan duduk di depan pintu (karena ini
mengandung nilai etika jawa yaitu agar sikap dan watak ibu hamil
tidak dipandang tidak sopan, karena posisi duduk yang demikian
akan memalukan dirinya dan tidak sedap dipandang). Sedangkan
pantangan untuk sang suami yaitu: dilarang menyembelih hewan
(terdapat makna budi pekerti agar tidak menganiaya makhluk
lain).
Di samping itu ada kata-kata ora ilok kalau menyembelih
hewan. Ini dimaksudkan agar bayi yang akan lahir tidak cacat.
Watak dan prilaku yang dilarang ini agar suami lebih berhati–hati.
Selain itu, baik suami maupun istri yang hamil diharapkan tidak
mencacat atau membatin orang-orang yang cacat, agar bayinya
tidak cacat, adalah langkah hati-hati. Perilaku ini merupakan upaya
agar pasangan tersebut tidak semena-mena terhadap orang lain
yang cacat.
Adapun prosesi dari mitoni yang dilakukan oleh orang jawa
Batu Ampar adalah sebagai berikut:

SIRAMAN ATAU MANDI


Ini merupakan simbol upacara sebagai penyataan tanda
pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Upacara siraman
dilakukan pada sore hari di pelantaran rumah atau di kamar
mandi dan dipimpin oleh dukun atau suami atau anggota keluarga
yang dianggap sebagai yang tertua. Tradisi siraman ini dilakukan
dengan cara memandikan ibu hamil dengan air yang dicampur
dengan kembang setaman seperti kanthil, mawar, kenanga dan
daun pandan wangi menggunakan ciduk air yang terbuat dari
tempurung kelapa.

160 Buku Ketiga


MEMBUAT KETUPAT DAN LEPAT
Pembuatan ketupat dilakukan setelah acara siraman dan
dilakukan di dapur oleh anggota keluarga dan para tetangga.
Adapun isi ketupatnya adalah menggunakan pulut atau ketan
putih. Setelah semua ketupat atau lepat masak kemudian akan
dibelah oleh ibu yang hamil sebagai pembelah pertama sambil
membaca “Bismilllahirrahmanirrahim, aku ora mbelah si jabang bayi tapi
aku mbelah ketupat”.

PEMBACAAN DOA
Setelah membelah ketupat, ibu yang hamil tersebut dibawa
ke ruang depan yang sudah terdapat kerabat dan para tetangga .
kemudian dibacakan doa yang diwakilkan oleh sesepuh atau ustadz
dan diamini oleh para kerabat dan tamu yang hadir. Biasanya
doa yang dibaca adalah doa selamat dan surah al-fatihah dan
menyebutkan nama ibu yang mengandung tersebut. Tujuannya
adalah berharap agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang
mengandung tetap dalam keadaan yang selamat.

KENDURI ATAU SYUKURAN


Dalam acara kenduri yang biasanya dilakukan setelah
isya’dengan mengundang kerabat dan tetangga, tujuannya
adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada yang maha kuasa.
Sebagaimana mestinya dilakukan pembacaan ayat-ayat al-Quran
dan shalawat serta ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin
oleh tokoh agama atau ustadz. Pembacaan al-Quran dan shalawat
memiliki tujuan agar yang lahir kelak selalu menggunakan al-
Quran sebagai pedoman hidup dan dapat mentauladani Rasulullah
Muhammad SAW. Kemudian pembacaan doa dengan harapan
sibayi dalam kandungan diberikan keselamtan serta ditakdirkan
selalu dalam kebaikan kelak setelah kelahiranya di dunia. Hal ini
sejalan dengan firman Allah dalam surah al-A’raf ayat 189.

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 161


MAKAN-MAKAN
Biasanya makanan yang disuguhkan adalah nasi dan lauk
pauknya, keleman (sajian umbi-umbian sebanyak tujuh macam
seperti ubi jalar, ketela, gambili, kentang, wortel, ganyong dan
garut). Biasanya keleman disebut juga dengan pala pendem yaitu
buah-buahan yang terpendam di tanah. Sajian ini bertujuan agar
bayi yang lahir kelak akan mendapatkan rezeki yang banyak dan
menjadi orang yang sederhana. Kemudian rujakan yang terdiri dari
buat jeruk, mentimun, belimbing, pisang dan lain-lain, merupakan
gambaran kesenangan. Kemudian para tetamu menikmati
hidangan tersebut dan dengan minum dhawet ayu (sejenis cendol)
sebagai penutupnya.
Nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam
pelaksanaan pada tradisi mitoni didaerah Batu Ampar, antara
lain adalah iman, ihsan, tawakkal, ikhlas, syukur, silaturrahim dan
pentingnya shadaqah.***

162 Buku Ketiga


28
PERNIKAHAN ORANG MADURA DI
PONTIANAK

Syaiful Bahri

SENYATANYA orang Madura mempunyai kekhasan upacara


pernikahan mulai dari proses lamaran, menjelang pernikahan
sampai ijab Kabul. Walaupun telah jauh dari kampung halamannya,
pulau Madura, orang Madura yang berada di Pontianak Kalimantan
Barat masih menjalankan tradisi ini.

LAMARAN

Gambar 28.1 Lamaran

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 163


Prosesi lamaran merupakan tahap yang dilakukan sebelum
perkawinan berlangsung yaitu calon laki-laki dengan di temani
sesepuh mendatangi ke diaman calon pengantin wanita untuk
memastikan sang calon pengantin wanita bersedia menikah
dengan sang calon pengantin pria.1 Biasanya lamaran orang
Madura didahului dengan adanya: Aberi’ Kaber (memberi kabar).
Tradisi perkawinan bagi orang Madura Pontianak dimulai dari
tahap penjajakan yang di sebut Aberi’ Kaber ini. Ini dilakukan untuk
mengetahui sejauhmana kemungkinan pihak pria di terima oleh
keluarga pihak wanita.
Setelah terjadi kesepakatan antara keluarga lanceng (jejaka)
dengan keluarga peraben (gadis) maka tahap penjajakan telah selesai
dilakukan. Pihak sesepuh dari pihak pengantin pria Aberi’ Kaber
memberi kabar kepada pihak wanita kapan hari pertunangan
yang akan dilaksanakan. Pada hari pertunangan benkiben (bawaan)
seperti pakaian, kerudung, bahan baju, kain sarung, kain panjang,
sandal dan seperangkat alat kosmetik.
Barang bawaan yang wajib diserahkan kepada mempelai
wanita adalah sapu tangan, cincin, minyak wangi dan uang yang
dimasukan ke dalam tempat/amplop dan barang-barang ini di
hantarkan oleh ketua pihak laki-laki ke tempat mempelai wanita,
dan diserahkan kepada mempelai wanita. Sapu tangan, cincin,
minyak wangi dan uang, itulah yang di sebut tanteh atau tanda
bahwa telah resmi bertunangan dengan mempelai laki-laki. Setelah
itu barulah menentukan hari dan tanggal pernikahan.

NYABE’ OCAK NGEBEH JEJEN (MELAMAR)


Nyabe’ ocak adalah menentukan hari dan tanggal pernikahan
sedangkan nyabe’ jejen adalah barang bawaan dari pihak pengantin
peria yang akan diserahkan kepada pihak pengantin wanita.
Sebelum perkawinan dilaksanakan terlebih dahulu pihak laki-laki
mengadakan lamaran (peminta). Alat-alat yang di persiapkan untuk
1 http://abdulmuhadzakia.blogspot.com

164 Buku Ketiga


lamaran antara lain: baju, kerudung, samper (kain panjang), tas,
sarong/sarung, becit/ wajet, tetel/ tetal, kosmetik (bedak, gincu/
lipstik, aisedo, celak/pensil alis, airliner, mascara, belas on, sabun,
pasta gigi, sisir, sikat gigi, pembersih wajah, shampo dll), tempat
tidur, lemari, dodol, cucur, baulu, pisang masak hijau, sirih dan
pinang. Ini di sebut juga bihsambih.

BERTANGAS
Bertangas adalah salah satu adat yang di percaya untuk
menghilangkan bau badan dan keringat.   atau adat istiadat yaitu
membersihkan tubuh dengan air hangat yang di sertai dengan
wewangian aroma.2

Gambar 28.2 Betangas


Di bawah ini ada bahan-bahan ramuan untuk rebusan air
tangasan yang diperlukan yaitu: serai wangi, akar restu atau akar
wangi, daun nilam/ daun delam, cengkeh, pandan, adas manis,
kayu manis, daun jeruk purut ( jemur dahulu), kulit jeruk purut
(jemur dahulu), dan air perasan jeruk purut.
Semua bahan -bahan tersebut direbus dalam panci yang
2 http://fauziahuzii.blogspot.com/2014/03

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 165


diisi air biarkan sampai mendidih. setelah mendidih, tutup panci
tersebut. sebagai tempat saunanya, kita bisa memakai tikar pandan
yang di di gulung, lalu diatasnya di tutup dengan menggunakan
kain, pastikan tertutup secara rapat tempat kita betangas, agar
aromanya tidak keluar. Jangan memakai pakaian ketika betangas,
agar aroma wangi dapat masuk ke dalam tubuh. buka tutup
panci secara perlahan, agar tubuh tidak terkejut dengan uap
panas yang di keluarkan, kemudian aduk secara perlahan, agar
uap panas semakin lama keluar. Biasanya kita betangas sekitar
30-45 menit. Maka tubuh kita akan mengeluarkan keringat yang
sangat banyak. Setelah kita rasa cukup, minta bantuan saudara
kita untuk membuka tempat tangasan, dan ketika kita keluar dari
tempat tangasan, kita akan merasakan kesegaran yang luar biasa,
dan membuat kulit kita (calon pengantin) menguapkan bau
tubuh yang kurang sedap, agar ketika di hari persandingan kulit
dan wajah kita sebagai calon pengantin ini terlihat berseri-seri. 
Sebaiknya tangasan dilakukan pada malam hari, agar setelah selesai,
kita bisa langsung tidur dengan keharuman tubuh tersebut.

PROSES MENJELANG PERNIKAHAN


Setelah perjalanan waktu tiba saatnya mempersiapkan
pernikahan. Pertama, ngater pesse (uang asap) dan tempat tidur,
lemari. Barang-barang yang hendak dibawa, baju, samper (kain
panjang), sarung, sandal, tas, kosmetik, seprai, dodol, cucur, baulu,
pisang masak hijau, sirih dan pinang. Setelah selesai barang-barang
yang hendak dibawa dan kelompok hadrah sudah datang, tiba
saatnya untuk pergi ke tempat mempelai wanita (mengereng manten
lake’/ mengantar pengantin Pria).3

3 Wawancara dengan Tini di Pontianak (22 Mei 2015).

166 Buku Ketiga


PROSES IJAB KABUL (MENIKAH)

Gambar 28.3 Ijab Kabul


Dalam ijab kabul harus ada penghulu, saksi, pihak laki-
laki dan perempuan dan maskawin. Setelah prose ijab kabul,
penyerahan pengantin laki-laki kepada pihak pengantin perempuan
untuk diterima menjadi menantu/anak. Setelah itu ketua pihak
pengantin wanita menerima bihsambih (barang bawaan) tersebut
dan menerima pengantin laki-laki yang sudah di serahkan kepada
orang tua pengantin perempuan. Setelah penyerahan selesai
pengantin perempuan keluar untuk bersalaman kepada pengereng
(rombongan dari pengantin laki-laki).4
Sebelum akad nikah dilaksanakan, calon mempelai pria
ditanya lebih dulu oleh penghulu tentang mas kawinnya dengan
sepengetahuan dua saksi. Jika berupa uang maka harus disebutkan
berapa jumlahnya,jika berupa barang,maka harus disebutkan
barang tersebut,agar bisa di-ta’yin (ditentukan) pada saat ijab
qabul.

4 Wawancara dengan Heni Rusanti di Pontianak (28 Mei 2015)

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 167


TOJU’ SANTING (DUDUK SANDING)

Gambar 28.4 Toju’ Santing


Dalam duduk sanding kedua mempelai di temani kedua
orang tua masing-masing dalam proses ini kedua mempelai
menerima para tamu undangan dan menerima ucapan selamat
dari tamu undangan,dalam proses ini para keluarga berfoto untuk
kenang-kenangan. Para tamu undangan mencicipi semua hidangan
yang sudah disiapkan oleh keluarga mempelai.5***

5 Ibid

168 Buku Ketiga


29
BEROAHAN ATAU TAHLIL
ORANG MELAYU SUNGAI
UDANG
Syarifah Nurbayti

SAAT penulis masih sekolah Madrasah Aliyah Swasta Al-Adabiy


Pontianak, di tempat kediaman penulis mengadakan adat atau
kebiasaan yang sudah menjadi kebiasaan di kampung penulis yaitu
“beroahan”. Saat itu penulis bingung dan bertanya-tanya apa itu
beroahan?. Kemudian penulis pun tertarik untuk mengetahui apa
yang dimaksud beroahan dan apa inti dilakukannya hal tersebut.
Dalam penulisan ini, penulis ingin menceritakan kembali
pengalaman penulis tentang “beroahan”. Acara beroahan ini sama
juga dengan tahlilan, yang mana dalam acara pelaksanaan beroahan
dan tahlilan mengucapkan kalimat thayyibah “Laa ilaaha illallah”, yang
berarti Tiada Tuhan selain Allah SWT. Makna tahlil atau beroahan
kemudian berkembang menjadi serangkaian bacaan yang terdiri dari
kumpulan dzikir seperti tasbih, tahmid, shalawat, takbir, tahlil dan
beberapa bacaan dzikir yang lain, serta ayat-ayat al-Qurn dan doa.
Oleh karena bacaan tahlil, beroahan lebih dikenal dan lebih dominan
daripada yang lainnya, maka kata tahlil maupun beroahan terpilih
menjadi nama serangkaian bacaan tersebut. Dengan demikian,

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 169


rangkaian bacaan inilah yang menimbulkan istilah tahlilan maupun
beroahan, yang berarti kegiatan berkumpulnya orang-orang di suatu
tempat untuk membaca tahlil atau beroahan.
Baru saja rumah penulis mengadakan acara kecil-kecilan.
Kebiasaan di daerah tempat penulis, ketika menjelang Ramadhan
gini, selain berziarah ke makan keluarga dekat (yang biasanya
dilakukan pada H-3 bulan puasa) juga sering mengadakan yang
beroahan. Ini sudah menjadi kebiasaan orang Melayu di daerah
penulis. Kebiasaan seperti ini sudah sering dilakukan oleh
masyarakat, khususnya di kampung penulis di Sungai Udang.
Beroah adalah kegiatan membaca ayat-ayat suci serta doa-doa yang
diperuntukkan bagi keluarga yang telah meninggal, mirip seperti
tahlilan isinya, tapi kalau tahlilan itu lebih kepada kegiatan setelah
beberapa waktu seseoarang meninggal. Yaitu seminggu (berturut-
turut) setelah seseorang meninggal, hari keempat belas, hari
keempat puluh, dan hari ke seratus.
Jadi, kalau beroahan ini dilakukannya minimal setelah
setahun almarhum wafat. Biasanya, untuk menghemat waktu
roahan ini dilakukan secara masal. Maksudnya, satu acara
langsung membacakan doa untuk beberapa kerabat yang telah
meninggal. Biasanya, tetangga yang diundang juga ikut menitip
¯.H¸È»Ñ
doa untuk kerabat dekatnya. Tahlil secara lughat berarti bacaan 
¯.Ĉ,ęĈ (Lailaha illallah) seperti halnya Tasbih berarti bacaan
¯.H¸È»Ñ  (Subhanallah), Tahmid bacaan ¯ÌöŁ.  (Alhamdulillah)
dan lain sebagainya. Bahasa Arab kebanyakan selain mempunyai
arti secara lughowi (bahasa) juga mempunyai arti secara istilahi atau
¯ÌöŁ.
urfi. Tasbih misalnya pengertian secara urfi ialah mengagumi dan
mensucikan Allah sang Maha pencipta dari segala kekurangan dan
kelemahan, yang direfleksikan dengan bersyukur, rasa takjub dan
lain sebagainya yang diiringi dengan mengucapkan Subhanallah.
Sejarah terkait penyusunan tahlil ada beberapa pendapat,
ada yang berpendapat bahwa yang pertama menyusun tahlil
adalah Sayyid Ja’far Al- Barzanji. Sedangkan pendapat yang lain

170 Buku Ketiga


mengatakan bahwa yang menyusun tahlil pertama kali adalah
Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Dari dua pendapat tersebut,
pendapat yang paling kuat tentang siapa penyusun pertama
tahlil adalah Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Hal
itu didasarkan pada argumentasi bahwa Imam Al- Haddad yang
wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid Ja’far Al
– Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H. Pendapat tersebut
diperkuat oleh tulisan Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin
Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam syarah Ratib Al Haddad,
bahwa kebiasaan imam Abdullah Al Haddad sesudah membaca
Ratib adalah bacaan tahlil. Para hadirin yang hadir dalam majlis
Imam Al Haddad ikut membaca tahlil secara bersama-sama tidak
ada yang saling mendahului sampai dengan 500 kali.
Tata cara pelaksanaan Beroah atau Tahlilan. Pertama yang
dilakukan dalam acara beroah dan tahlilan ini adalah membaca doa
untuk membuka majelis. Kemudian dilanjutkan dengan membaca
surah Yasin dan dilanjutkan bacaan tahlil dan doa tahlil, tradisi
atau kebiasaan beroahan ataupun tahlilan merupakan praktik
pada abad-abad trandisi yang dilakukan oleh masyarakat yang
baru memeluk Islam, tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan
mereka yang lama. Berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit bukan
hanya terjadi pada masyarakat pra Islam di Indonesia saja, tetapi di
berbagai belahan dunia, termasuk di jazirah Arab. Oleh para Wali
Songo pada waktu itu, ritual yang lama diubah menjadi ritual yang
bernafaskan Islam. Di Indonesia, tahlilan atau beroahan senyatanya
masih membudaya, sehingga istilah “beroahan” dikonotasikan
memperingati dan mendoakan orang yang sudah meninggal.
Beroahan dilakukan bukan sekadar kumpul-kumpul karena
kebiasaan zaman dulu. Itu karena setiap anak pasti menginginkan
orangtuanya yang meninggal dunia masuk surga. Sebagaimana
diketahui oleh semua kaum muslim, bahwa anak saleh yang berdoa
untuk orangtuanya adalah impian semua orangtua, oleh karena itu
setiap orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang saleh

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 171


dan mendoakan mereka.
Dari sinilah, keluarga mendoakan mayit, dan beberapa
keluarga merasa lebih senang jika mendoakan orangtua mereka
yang meninggal dilakukan oleh banyak orang (berjamaah). Maka
diundanglah orang-orang untuk itu, dan menyuguhkan (sodaqoh)
sekadar suguhan kecil bukanlah hal yang aneh, apalagi tabu, apalagi
haram. Suguhan (shadaqah) itu hanya berkaitan dengan menghargai
tamu yang mereka undang sendiri. Maka, jika ada anak yang tidak
ingin atau tidak senang mendoakan orangtuanya, maka dia (atau
keluarganya) tidak akan melakukannya, dan itu tidak berakibat
hukum syariat. Tidak makruh juga tidak haram, anak seperti ini
pasti juga orang yang yang tidak ingin didoakan jika dia telah mati
kelak.
Kebiasaan masyarakat di kampung khususnya dikampung
penulis ketika sudah mau menyambut bulan Ramadhan
masyarakat berganti-gantian dari rumah ke rumah, para tetangga
mengundang untuk acara beroahan seperti ini. Sampai-sampai jika
ingin mengadakannya perlu bertanya pada tetangga dulu, jangan
sampai ada dua acara atau lebih dalam satu hari. Adat seperti ini
sudah sudah menjadi kebiasaan dikampung penulis khususnya di
Sungai Udang. Ini hemat penulis termasuk al-urf shahih (kebiasaan
baik).
Siapa saja yang hadir dalam acara Beroahan atau Tahlilan?.
Dalam acara beroah atau tahlil ini tentunya yang paling utama
diundang adalah para tetangga di sekitar rumah dan sanak
saudaranya, biasanya hanya 30-40 rumah saja yang diundang boleh-
boleh saja mengurangi atau melebihi dari 30 sampai 40 rumah
tergantung ahlul bait yang mengadakan acara. Kebiasaan orang
yang mengadakan beroah ini biasanya yang diundang dikhususkan
bagi bapak-bapak dan anak muda laki-laki saja. Tidak menutup
kemungkinan perempuan juga diperbolehkan menghadiri acara
beroahan tetapi alangkah baiknya bagi kaum perempuan dikhususkan
untuk mengatur dan menyiapkan hidangan setelah selesainya

172 Buku Ketiga


acara tersebut. Karena di akhir acara tersebut juga diadakannya
makan-makan sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas
kehadiran masyarakat atau tamu yang diundang terhadap ahlul
bait.
Tahlilan atau beroahan memiliki beberapa tujuan yang
manfaatnya tidak hanya dirasakan bagi keluarga yang melaksanakan
saja, namun juga dapat dirasakan oleh para undangan yang
menghadirinya. Di antara tujuan tahlilan bagi para undangan yang
hadir dalam acara ini adalah: (1) Menghibur keluarga almarhum/
almarhumah; (2) Mengurangi beban keluarga almarhum/almarhumah;
(3) Mengajak keluarga almarhum/almarhumah agar senantiasa
bersabar atas musibah yang telah dihadapinya. Adapun tujuan
tahlilan bagi keluarga almarhum/almarhumah adalah: (1) Dapat
menyambung dan mempererat tali silaturahmi antara para
undangan dengan keluarga almarhum/almarhumah; (2) Meminta
maaf atas kesalahan yang pernah diperbuat oleh almarhum/
almarhumah semasa hidupnya kepada para undangan; (3) Sebagai
sarana penyelesaian terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban
almarhum/almarhumah terhadap orang-orang yang masih hidup;
(4) Melakukan amal shaleh dan mengajak beramal shaleh dengan
bersilaturahmi, membaca doa dan ayat-ayat al-Quran, berdzikir,
dan bersedekah; (5) Berdoa kepada Allah agar segala dosa-dosa
almarhum/almarhumah diampuni, dihindarkan dari siksa neraka
dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah; (6) Untuk mengingat
akan kematian bagi para undangan dan keluarga almarhum serta
dapat mempersiapkan diri untuk menghadapinya.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 173


30

AQIQAH ORANG BUGIS PONTIANAK

Yusep

AQIQAH adalah peristiwa agama berupa penyembelihan kambing


bagi bayi yang baru lahir, satu ekor kambing untuk perempuan dan
dua ekor kambing untuk laki-laki, yang dilaksanakan pada hari ke-7
kelahiran bayi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
atas rahmat kelahiran sang buah hati tersebut. Di Indonesia, ritual
aqiqah tersebut dipadu dengan tradisi dan kearifan lokal sehingga
menjadi sebuah peristiwa yang menarik dan penuh makna.
Contohnya di Pontianak seperti yang ingin dikaji dalam penulisan
ini, yakni pada orang Bugis yang masih kental menggunakan tradisi
turun temurun tersebut. Informan dalam penelitian ini adalah
Bapak M. Ali Husin.
Dalam aqiqah pada adat orang Bugis, pelaksanaan aqiqah
dilaksanakan menggunakan acara tradisi turun temurun, dengan
menggunakan ritual-ritual dan sejumlah panganan yang harus
di sediakan, yang menjadi simbol doa untuk masa depan bayi.
Khusus untuk orang Bugis yang melaksanakan aqiqah sesuai adat,
harus benar-benar teliti dan sesuai dengan adat yang ditentukan.

174 Buku Ketiga


Contohnya dalam pemilihan kambing, kambing yang dipilih harus
sesuai dengan krateria yang ditentukan, yakni tanduk kambing
harus memiliki panjang lepas dari genggaman orang Dewasa.
Tata cara pelaksanaan aqiqah dalam orang Bugis harus benar-
benar dilaksanakan sesuai dengan prosesi ritual tersebut, agar
pertumbuhan bayi sesuai dengan apa yang di harapkan. Karena
menurut kepercayaan orang Bugis, jika pelaksanaan ritual tersebut
dengan setengah-setengah atau tata cara proses pelaksanaan ada
yang salah serta syarat-syarat ritual ada yang kurang maka menurut
keyakinan orang Bugis, sang bayi tersebut akan tumbuh norrmal
fisiknya namun untuk kejiwaan dan kepribadiannya tidak akan
sama seperti anak-anak yang lain nya.

PROSES AQIQAH DALAM ADAT BUDAYA ORANG BUGIS


Bayi yang baru lahir disediakan 2 ekor ayam yang masih muda
serta sebutir telur ayam kampung. Agar si bayi betumbuh dengan
baik dan cepat, serta asupan gizi sang bayi selama pertumbuhan
selalu terjaga. Untuk lebih mengenal diri dengan lingkungan saat
proses aqiqah dahi bayi dan ibunya pun disentuhkan dengan ayam-
ayam tersebut. Kemudian disediakan pula kelapa muda yang di
buka dan air kelapa tersebut di gunakan untuk membasahi gunting
guna memotong rambut sang bayi, karna menurut orang-orang
bugis kelapa muda melambangkan kesegaran, kemudahan dan
kesehatan, yang di harap kan menyertai kehidupan anak tersebut.
Dan setelah itu menyiapkan sebelas lilin kecil terbuat dari kain ,
merupakan simbol agar kehidupannya selalu diliputi jalan terang.
Perbedaannya dengan adat melayu dalam pelaksanaan
gunting rambut, pertama upacara ini didahului dengan pembacaan
kitab al-Barjanzi. Anak yang akan digunting rambutnya disiapkan:
(1) pemasangan kendit; (2) pemasangan gelang benang(kain
kuning); (3) rambutnya diikat, setiap ikatkan manik-manik; (4)
sebuah talam yang berisi: gunting kelapa, cincin emas, kelapa,
cengkir yang sudah dihias dan masih berisi airnya sebatang lilin

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 175


yang menyala, bunga rampai mata meliung, serta tepung tawar; (5)
sebuah talam lagi berisi bunga telor.
Selanjutnya ritual “pangolo atau tete’ utu’’. Dengan membagikan
kue dan panganan sebagai proses keselamatan untuk bayi beserta
ayah dan ibunya. Setelah itu dilanjutkan dengan proses “maccera”1
kepada bayi beserta sang ibu yang di bagian dahi, leher, pusat
perut, telapak kaki dan telapak tangan. Dengan pengharapan
menjadi passale sunge2 si bayi agar tidak mudah sakit. Sedangkan
pemotongan rambut si bayi diharapkan kelak rambut sibayi bisa
tumbuh lebih subur. Kemudian dilanjutkan lagi dengan tasbih yang
dicelupkan ke air kemudian disentuhkan ke dahi anak, sebagai
simbol agar ajaran agama selalu menjadi pegangan dalam seluruh
kehidupannya. Selanjutnya sesajen berteh, beras kuning, rokok
sirih, lilin wangi lilin dari kain campuran lilin lebah, minyak bau/
minyak bugis, tepung tawar dari banglai, telur ayam kampung dan
perhiasan seadanya guna menjaga kehormatan bayi dan ibunya.
Dengan catatan barang sesajen tersebut tidak boleh masuk atau
kembali kedalam rumah yang melaksanakan ritual buang-buang
tersebut.
Adapun kelengkapan lain sesajen berupa sebutir buah pinang
yang sudah masak menguning, lima lembar daun sirih bertemu
urat, rokok daun, dan sebuah piring mangkok berwarna putih
polos , dan semua perlengkapan tersebut diletakan di atas sebuah
mampan perak yang dilapisi kain kuning, setelah itu acara buang-
buang pun dapat dilaksanakan. Pelaksanaan acara adat buang-
buang dalam proses aqiqah orang Bugis menggunakan seorang
dukun atau pawang yang menggunakan pakaian hitam dan 2 orang
pengawal yang membawa payung dan sebilah pedang dan anggota
keluarganya yang melaksanakan hajat.
Dalam proses pelaksanaan acara, duduk berhadapan
mengitari alat perlengkapan yang telah di sediakan. Pelaksanaan
1 Menaruhkan darah bagian jengger ayam ke dahi dan leher (tenggoro-
kan).
2 Memanggil semangat si bayi.

176 Buku Ketiga


acara adat dimulai dengan pembacaan al-Fatihah yang dihadiahkan
kepada Rasulullah SAW. Setelah itu dilanjutkan dengan memoleskan
minyak bugis ke kening sebanyak tiga kali , telinga ,hhidung ,ke dua
telapak tangan, dan ujung kaki tuan rumah sembari menyapukan
juga telur ayam kampung dan pinang di bagian tubuh yang sama
tadi secara berurutan kemudian di akhiri dengan penaburan berteh
dan beras kuning sebanyak tiga kali keseluruh badan tuan rumah.
Penaburan berteh dan beras ini menandai akhir proses ritual yang
pertama.
Ritual yang kedua dimulai dengan turunnya dukun ke
sungai bagian pinggir dengan diawali dengan pengucapan salam,
setelah itu beberapa butir berteh dan beras kuning, telur dan
pinang tua tadi di hanyutkan, hingga diakhiri prosesi acara adat
selesai dilaksanakan dan sang dukun kemudian menutup acara
dengan membaca doa selamat, memohan kepada Allah SWT, agar
memberikan keselamatan kepada kita semua.
Seperti yang kita lihat dalam proses aqiqah ini banyak
yang bertolak belakang dalam ajaran agama Islam, Rasulullah
sudah jelas tidak mengajarkan cara-cara seperti di atas. Jika untuk
bersyukur bukankah banyak cara-cara lain yang tidak mengandung
unsyur syirik dan mubazir. Tidak harus dengan menggunakan cara
seperti yang nenek moyang ajarkan. Jelas Rasulullah Saw tidak ada
mengajarkan kepada pendahulu-pendahulu kita dengan mengucap
rasa sukur dengan cara buang-buang. Hal ini hanyalah dibuat-buat.
Berfirman dalam QS an-Nisa ayat 115: “Barang siapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang mukmin, Kami biar kan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.’’***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 177


31

BEPAPAS ORANG MELAYU SAMBAS

Roki Saputra

SALAH satu warisan tradisi orang Sambas yang masih kita


nikmati hingga hari ini adalah  bepapas, yang bertujuan memohon
keselamatan ahli keluarga keturunan dari segala macam bala’
dan bencana. Diselenggarakannya tradisi seperti ini sangat erat
kaitannya dengan sebuah ungkapan rasa syukur atas sesuatu yang
mereka anggap baik.
Bepapas menurut pengertian secara bahasa adalah
mencegah, menghindari. Sedangkan menurut pengertian istilah
adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencegah
atau menghindari dari segala macam bala’ dan musibah yang
akan menimpa seseorang atau yang lain. Dengan menggunakan
dedaunan yang dianggap memiliki khasiat yang dicampur dengan
bahan-bahan tertentu, dan dipukulkan kepada seseorang atau
lainnya dengan cara tertentu. Adapun pengertian bepapas menurut
hasil wawancara penulis dengan beberapa informan, di antaranya
bapak Syekh Abdul Rasid, beliau mengatakan bahwa tradisi bepapas
merupakan adat kebudayaan yang turun temurun yang sudah ada

178 Buku Ketiga


sejak zaman dulu. Bepapas yaitu memukulkan daun-daun khusus
yaitu daun malai, daun juang, daun mentibar yang diikat jadi satu
dan dicelupkan ke wadah yang berisi beras yang dikisar dicampur
dengan air dan kemudian secara perlahan-lahan di pukulkan
kepada seseorang atau lainnya, dengan menyebut nama Allah dan
doa tolak bala’.
Salah seorang warga Sambas, Hamdiah mengatakan
bahwa tradisi bepapas mengajarkan kepada kita untuk meminta
pertolongan hanya kepada Allah SWT, atas upaya dan usaha yang
telah dilakukan dan menanamkan sifat percaya diri agar diberikan
keselamatan dari bala’ dan musibah. Rangkaian tradisi bepapas ini
biasanya dilakukan pada saat kita mengadakan acara tepung tawar,
khitanan, pindah rumah baru. Syukuran dan acara lainnya. Ritual
ini biasanya dilakukan pada waktu pagi hari, bagi mereka ada yang
melakukannya pada hari jum’at, karena di percaya hari jum’at
memiliki keberkahan terhadap budaya bepapas tersebut.
Prosesi yang dilakukan untuk mengawali kegiatan adat
seperti adat kelahiran, khitanan, dan kegiatan lainnya. Proses ini
berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur atas terlaksananya acara
yang mereka hajatkan dan berlindung kepada Allah SWT dari
segala macam bala’ dan musibah. Adapun perlengkapan prosesi
bepapas terdiri dari:  daun mali, daun juang, daun mentibar, wadah
kecil, dan beras dikisar dan dibacakan do’a tolak bala’.
Serelah semua perlengkapan telah disiapkan, biasanya orang
yang akan bepapas duduk lesehan. Selanjutnya seorang labay atau
pemuka agama lainnya memukulkan daun tersebut di bagian
kepala (ubun-ubun), kemudian di kedua pundak, kemudian di
persendian lutut, masing-masing biasanya tiga kali pukulan secara
perlahan-lahan. Selain orang, biasanya rumah juga bepapas, dengan
memukulkan dedaunan tersebut dibagian terpenting rumah seperti
pinti masuk, jendela, sudut rumah dan lain-lain.
Terkait bepapas hemat penulis masih dekat dengan Islam,
sejauh menggunakan cara-cara yang sesuai syariat. Walaupun

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 179


sebenarnya tradisi tersebut, konon katanya berasal dari kebudayaan
Hindu. Harus diakui ritual bepapas tersebut sedikit masih bercampur
dengan tradisi Hindu. Oleh karena itu budaya tersebut harus
diislamisasikan secara keseluruhan agar tidak menyimpang dari
Islam.
Adapun nilai-nilai positif dari bepapas salah satunya
adalah menjalin hubungan ukhuwah islamiyah. Silaturahmi yang
terjadi, dengan adanya perkumpulan tersebut maka akan terjalin
hubungan yang harmonis antar sesama. Kecuali itu melalui bepapas
juga terkandung kesadaran bahwa segala sesuatu itu datangnya
dari Allah SWT. Tradisi inijuga mengungkapkan rasa syukur dan
pengharapan kehadirat Allah SWT. Selain itu, terkandung keinginan
saling berbagi atau lebih dikenal dengan sedekah.***

180 Buku Ketiga


Indeks

A
aqiqah 33, 49, 50, 72, 174,
Aberi’ Kaber 164
175, 176, 177
Abu Bakar bin Muqry as-Bi-
asimilasi 18
haniy 10
Asma binti Abi Bakar 9
Abul Qasim ath-Thabary 10
as-Syaukani 57
Abus Syaikh as-Shibaniy 10
atsar 5
Aisyah 9
‘alawiy (keturunan Nabi) 10 B
al-Shafadiyyah 57
badudus 74
al-urf 54, 172
Banjar Pontianak viii, 44, 45
Anas bin Malik 10
bapapai 74
animisme 36, 97
BATU AMPAR 157
Antar ajong 79
benang lawai (benang tenun)
75

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 181


Bepapas vii, ix, 132, 178, 179 KH. Muhammad Yusuf
Beroah vii Saigon 86
Berzanji vii, 32, 33, 34, 45, kitab al-Ruh 60
141, 153, 154 kitab Nihayatuz Zain 17
besiak 82, 83
M
bid‘ah 3
Buang-buang Kewewe 145 Mabbeda Bolong 148
Madrasah Shaulatiyah 93
C
Madura iii, iv
Cemme Passili 149 Malang Keprabon vii, 25, 26
Mapparolla 154
D
“mappas” 65, 67
Datuk Seri Abdullah Badawi Mappasiarekeng 143
96 Mappetu ada 143
Maulidan Orang Madura viii
F
Melayu Banjar Pontianak viii,
Faidh al-Qadir 12 44, 45
Midodareni 114
G MITONI 157
Gantung Kelambu 151 Muda Raja Ali Riau 90
H O
Hindu Budha 97 Opu Daeng Manambon 119,
120, 121, 122, 123, 124
I ORANG JAWA BATU AM-
Ibnu Qoyyim al-Jauziyah 60 PAR 157
imam Nawawi al-Bantani 17 P
istighasah 10
Pangeran Mas Surya Negara
K 119
Kalimantan Barat i, iii, iv, ii Pondok Syaichona Moh.Cholil
Kerajaan Alwatzikhoebillah 81 Bangkalan 6
Kesultanan Pontianak 86 Pusat Dagangan Dunia Putera

182 Buku Ketiga


(PWTC) 96 Y
R yasin 56, 58
Raja Kertanegara 25 Z
S ziarah 4, 8, 11, 123, 124
Sayyid Abdullah bin Alwi Al
Haddad 171
Suku Bugis 56
Sultan Muhammad Syafiudin
81
Sultan Sy. Abdurrahman al-
Qadri 4
Sultan Syarif Abdurrahman
Alkadrie 86
T
TAHLIL 169
tawassul 10, 11
Tingkepan viii
tolak bala’ 14, 179
Tolak Bala ix
tradisi robo-robo 118, 127
Tumpeng viii
U
Utin Cenderamidi 87
W
Wahabi 12
wekasan 12, 13, 14, 15, 16, 17,
18

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 183


184 Buku Ketiga

Anda mungkin juga menyukai