Tradisi Dan Kepercayaan Umat Islam Di Ka PDF
Tradisi Dan Kepercayaan Umat Islam Di Ka PDF
Syamsul Kurniawan
TRADISI
DAN KEPERCAYAAN UMAT ISLAM
DI KALIMANTAN BARAT
Sebuah Deskripsi tentang Kearifan Lokal Umat Islam
Kalimantan Barat
Buku Ketiga
Diterbitkan oleh:
Penerbit Samudra Biru (Anggota IKAPI)
Jomblangan Gg Ontoseno Blok B No 15 RT 12/30
Banguntapan Bantul Yogyakarta
Email/fb: psambiru@gmail.com
Phone: (0274) 9494-558
ISBN: 978-602-9276-64-0
ii Buku Ketiga
PENGANTAR EDITOR
iv Buku Ketiga
khususnya pada pihak penerbit. Tegur sapa dan kritik untuk
perbaikan buku ini selalu kami harapkan. Semoga sekecil apapun
percikan manfaat dari buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan menambah khazanah dari buku-buku yang ada, tentang kajian
Islam dan Budaya Lokal.***
Indeks ...............................................................................................
Agus Juhansyah
2 Buku Ketiga
perlengkapan terpenuhi selanjutnya diadakan doa rasul.
Setelah semua kerabat keluarga dan orang-orang datang,
semuanya duduk lesehan bersama-sama. Setelah semuanya duduk
bersama kemudian sang tuan rumah meletakkan ayam panggang,
pulut kuning yang diletakkan di atas wajan besar kemudian juga
memberikan mangkok yang berisi air dan piring kecil. Setelah
semuanya disiapkan, salah satu pemuka agama dari masyarakat
sekitar memimpin untuk membaca doa. Doa yang dibacakan: doa
al-fatihah, doa tahlil.
Setelah selesai bersama-sama membaca doa, semua orang
yang membaca doa bersama-sama memakan makanan yang
dihidangkan dan dibacakan doa bersama-sama dengan senang dan
dengan rasa mensyukuri rezeki yang Allah SWT berikan.
Ada sebagian golongan yang mengatakan bahwa tradisi
doa Rasul ini bid‘ah, karena tidak pernah dilakukan pada zaman
Rasulullah. Sebagian golongan lain mengatakan bahwa tradisi
doa rasul ini positif dilakukan, meski tidak didapati pada masa
Rasulullah Saw. Tentu doa yang baik adalah doa yang dipanjatkan
oleh pihak keluarga itu sendiri, doa anak kepada ibunya atau
bapaknya, doa ayah dan ibunya untuk anaknya. Apalagi kalau anak
itu shaleh karena doa anak yang shaleh adalah doa yang diijabah
oleh Allah. Begitu juga dengan doa orang tua kepada anaknya.
Simpulannya, doa Rasul hemat penulis adalah tradisi positif yang
baik untuk berkembang di kalangan orang Melayu Pontianak.***
Ahmad Fauzi
4 Buku Ketiga
kehormatan.2 Dasarnya ialah QS Maryam: 31. Jadi mencari barakah
adalah orang yang mencari tambahan kebaikan dan kehormatan
dengan cara mengunjungi para kekasih Allah SWT. Tujuannya
supaya barakah yang mengalir dari doa para waliyullah tersebut juga
bisa mengalir kepadanya.
6 Buku Ketiga
sekitar.
Ustadz : Iya sebelumnya maaf nak, saya di sini hanya
ingin menjawab setahu saya, dan harus saya
katakan sebelumnya, saya bukanlah orang
pintar ya nak. Jadi ada ungkapan: “Siapa yang
berkata sayalah pintar! Maka dialah orang
bodoh.” Haha,. baiklah nak. Jadi makam para
kekasih Allah SWT bagi masyarakat Madura,
merupakan sebuah suatu yang dikeramatkan,
karena di sana dianggap tempat yang penuh
dengan barakah dan bisa mendatangkan
keuntungan. Tidak heran bila anak-anak dari
orang-orang Madura bila ada semacam hajat
seperti UN, maka peziarah ke makam para para
buyut (wali) ataupun ulama akan meningkat
yang dilakukan oleh para siswa dengan orang
tua mereka. Wujud rasa cinta kepada Allah
SWT dan Rasulnya diartikan dan diharuskan
oleh masyarakat Madura juga mencintai para
kekasih Allah SWT atau orang-orang yang
dekat dengannya, hadist Rasulullah SAW: “Siapa
yang memuliakan ‘ulama, maka dia sungguh
memuliakanku.”
Saya : Dan ustadz, kenapa jika orang Madura juga,
ziarahnya pada malam Jumat atau jika tidak
Jumat paginya ustadz?.
Ustadz : Masyarakat orang Madura masih percaya
bahwa ada hari yang keramat dan bagus dari
ketujuh hari yang ada, yaitu pada malam Jumat
manis dikarenakan ruh seorang mukmin itu
mempunyai keterkaitan dengan kuburannya
dan tidak akan berpisah selamnya. Namun
8 Buku Ketiga
gigi. Dan pada suatu hari, Nabi Musa as. kembali
lagi akan sakitnya, lalu Nabi Musa pun langsung
mendatangi daun yang pernah Allah kasih tau
obatnya seraya mengambilnya, setelah daun itu
digunakan sakit yang diderita Nabi Musa tidaklah
hilang, sehingga Nabi Musa pun bertanya pada
Allah SWT, dan Allah pun berfirman, “Karena kali
ini engkau tidak meminta kesembuhan itu dariku
wahai Musa, Engkau memintanya pada daun
tadi,” maka Nabi Musa pun sadar akan kesalahan
niatnya.”4
***
Adapun hukum orang yang mencari barakah dengan cara
mengunjungi makam-makam para Nabi, Auliya’, dan Sholihin
itu dibenarkan, bahkan diperbolehkan (mubah), baik melalui
cara berziaroh kemakam para kekasih Allah SWT, ataupun
selainnya, dengan syarat tidak meyakini bahwa tempat itulah yang
memberikan berkah, tetapi hanya Allah SWT satu-satunya Dzat
yang benar-benar mengalirkan barakahnya. Dasarnya ialah: “Dari
Ibnu Umar, beliau berkata: Nabi SAW selalu mendatangi masjid Quba’,
setiap hari sabtu dengan berjalan kaki atau mengendarai kendaraan”.
“Dari Sabdillah Maula Asma, dari Asma binti Abi Bakar, beliau berkata:
Asma’memperlihatkan kepadaku sebuah pakaian dengan dua lubang yang
berjahit sutra. Lalu Asma berkata: Ini adalah pakaian Rasulullah SAW
yang pernah beliau kenakan, pakaian itu dahulu disimpan oleh Aisyah,
ketika Aisyah wafat, aku yang menyimpannya. Kami selalu mencelupkannya
ke dalam air untuk obat orang yang sakit di kalangan kita semua” (HR
Ahmad bin Hambal).
Mencari barakah di makam para kekasih Allah SWT
dibolehkan karena hakikatnya meminta doa pada wali (kekasih
Allah). Mereka (wali dan kekasih Allah) istimewa, sebagaimana
QS al-Imron 169 dan QS at-Taubah: 105. Hadist Nabi SAW: Dari
4 Wawancara ,Ust.H.Buchori.
10 Buku Ketiga
menyuruhku untuk membawakan makanan untuk kalian semua.”8
Maka dari ini sudah menjadi jelas bahwa mencari barakah
diperbolehkan dikarenakan pada hakikatnya bukanlah memintakan
sesuatu pada makam-makam atau wali-wali tersebut, melainkan
hanya akan menjadikan orang-orang yang dekat dengan Allah
SAW menjadi perantaraan untuk bisa sampai pada Allah SAW.
Ritual-ritual atau praktik-praktik yang orang Madura lakukan
dalam ziarah: (1) Membaca salam pada ahli kubur. Dalam hal ini
tentulah dibenarkan dikarenakan Rasulullah mengajarkan doa dan
salam masuk ke pemakaman pada para sahabatnya, yakni: “Dan
tentulah para kekasih Allah SWT akan mendengar salam dari orang yang
masih hidup, karena mereka hanyalah berpindah alam dan ruhnya masihlah
tetap abadi.” Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS al-
Imran ayat 169. (2) Ziarah pada hari Kamis atau malam Jum’at. (3)
Membawa air putih mineral (yang 2 hal ini sudah dibahas di atas).
(4) Menabur bunga di atas makam. Maksudnya bunga disiram
dengan air supaya tidak layu. Hal ini bukan ditujukan pada sesuatu
yang berbau mistik seperti yang telah banyak orang bicarakan. (4)
Membaca tawassul kepada Nabi SAW dan para Waliyulloh, membaca
surah al-Fatihah, dan membaca surah Yasin.***
Anis Apriani
12 Buku Ketiga
dalam menjelaskan suatu hukum, tetapi berkaitan dengan bab
targhib dan tarhib (anjuran dan peringatan), yang disepakati
otoritasnya di kalangan ahli hadits sejak generasi salaf.
Dalam kitab al-Jawahir al-Khoms, Syech Kamil Fariduddin as-
Syukarjanji, hlm. 5, disebutkan pada tiap tahun hari rabu terakhir
di Bulan Shafar, Allah menurukan 320.000 bala bencana ke muka
bumi. Hari itu akan menjadi hari-hari yang paling sulit di antara
hari-hari dalam satu tahun. Beberapa ulama mengatakan bahwa
ayat al-Quran, “Yawma Nahsin Mustamir” yakni “hari berlanjutnya
pertanda buruk” merujuk pada hari ini. Pendapat bahwa rebo
wekasan adalah sunah berdasarkan kumpulan beberapa hadits.
Di antaranya: Sesungguhnya dalam setahun ada malam (riwayat
lain, hari) yang di dalamnya turun wabah. Dalam kitab tersebut,
disunahkan kita untuk mendirikan shalat pada hari tersebut
sebanyak 4 rakaat di mana tiap rakaatnya membaca surat al-
Fatihah, dan surat al-Kautsar 17 kali, kemudian al-Ikhlas 4 kali,
surat al-Falaq dan an-Nass masing-masing satu kali.
Dalam tradisi Jawa terdapat beberapa ritual berwarna Islam
buah dari sinkritisme antara nilai nilai budaya jawa dengan nilai
nilai keagamaan (islam). Beberapa aspek islam yang melekat dalam
budaya jawa sangatlah banyak. Contohnya yaitu tentang perayaan
rebo wekasan. Menurut bahasa “Rebo Wekasan” berasal dari bahasa
Jawa. Rebo artinya hari Rabu sedangkan wekasan artinya terakhir.
Jadi dapat disimpulkan rebo wekasan artinya Hari Rabu terakhir
di bulan Shafar. Di sebagian daerah, hari ini juga dikenal dengan
hari Rabu Pungkasan. Sebagian masyarakat mengasumsikan kata
kasan merupakan penggalan dari kata Pungkasan yang berarti
akhir dengan membuang suku kata depan menjadi kasan. Hal ini
lebih mudah untuk dimengerti karena yang dimaksud dengan rebo
wekasan adalah hari Rabu yang terakhir dari Bulan Sapar, bulan
kedua dari penanggalan Hijriyyah. Kata kasan juga identik dengan
bahasa Arab Hasan yang berarti baik.
Kata Wekasan yang dalam Bahasa Indonesia mempunyai arti
14 Buku Ketiga
bala’)- yang dikerjakan pada waktu dhuha atau setelah shalat isyraq
(setelah terbit matahari) dengan satu kali salam. Pada setiap raka’at
membaca surat Al-Fatihah kemudian surat Al-Kautsar 17 kali, surat
Al-Ikhlas 4 kali, Al-Mu’awwidzatain (surat Al-Falaq dan surat An-
Nas) masing-masing satu kali. Setelah salam membaca doa. Tata
cara shalat rebo wekasan menurut versi lain adalah pertama berniat
shalat sunnah mutlak: “Aku niat shalat sunah Mutlak dua rakaat
menjadi makmum/imam karena Allah.” Rakaat pertama setelah al-
Fatihah membaca surat al-Falaq 10 kali. Pada rakaat kedua setelah
al-Fatihah membaca surat an-Nas 10 kali. Setelah salam membaca:
Astaghfirullah al-‘Adzim (10x), selanjutnya Allahumma Shalli ‘Ala
Sayyidina Muhammad (10x).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Fathimah ra.
bahwa Nabi Saw. bersabda: “Barangsiapa yang berkenan mengerjakan
shalat 2 rakaat di malam Rabu, pada rakaaat pertama membaca surat al-
Fatihah dan al-Falaq 10 kali dan pada rakaat kedua membaca al-Fatihah
dan an-Nas 10 kali, kemudian setelah salam membaca istighfar 10 kali
dan shalawat 10 kali maka 70 malaikat turun dari langit yang bertugas
mencatatkan pahalanya sampai hari kiamat.” Menurut sebagian ulama:
“Bala atau malapetaka yang ditakdirkan oleh Allah Swt. akan terjadi
selama satu tahun itu semuanya diturunkan dari Lauhul Mahfudz ke
langit dunia pada malam Rabu terakhir bulan Shafar. Maka barangsiapa
yang bersedia menulis 7 ayat di bawah ini kemudian dilebur dengan air lalu
diminum, maka orang tersebut akan dijauhkan dari malapetaka”.
Ayatnya adalah sebagai berikut: “Salaamun Qoulammir-
robirrohim, Salaamun ‘ala nuhin fil’alamin, Salaamun ‘ala ibrohiim, Sa-
laamun ‘ala musa wa harun, Salaamun ‘ala ilyasin, Salaamun ‘alaikum
thibtum fadkhuluha kholidin, Salaamun hiya hatta mathla’il fajr.” (3) Ti-
dak cukup sampai di situ, ritual ini dilengkapi dengan membuat air
salam, yaitu air yang berisi amalan-amalan rebo wekasan kemudian
dimasukkan ke dalam teko air putih atau galon, bak kamar mandi,
atau tempat-tempat penampungan air lainnya.
16 Buku Ketiga
Quran, dengan harapan mendapatkan berkah dari tulisan tadi.
Seandainya perbuatan yang mereka lakukan itu kurang ada
tuntunannya menurut teks-teks al-Quran atau hadits, mereka masih
mengatakan itu sekedar fadhilah amal dan tentu tetap mendapatkan
pahala. Dari keyakinan-keyakinan inilah mereka merasa puas
bahagia, tenang, tentram tidak merasa takut dalam menjalani hari-
hari mereka pada hari rebo wekasan.
Berikutnya kertas amalan yang berisi shalawat dimasukkan
ke dalam teko air putih atau galon, bak kamar mandi, atau tempat-
tempat penampungan air lainnya. Air tersebut disebut dengan air
salam/air barakah, dengan niat berdoa dan meminta keselamatan
dari Allah.
18 Buku Ketiga
4
Apriadi
20 Buku Ketiga
dimulai sejak hari pertama jenazah dikuburkan sampai hari ke tiga,
kemudian hari ke tujuh, habis itu hari ke lima belas, lanjut hari ke
dua puluh lima, kemudian hari ke empat puluh, lalu lajut lagi hari
yang ke seratus, dan akhirnya sampai yang disebut dengan Hool/
Huul yakni setahun setelah meninggalnya seseorang. Di bulan
Sya’ban, acara tahlilan ini sering disebut dengan acara “ Sedekah
Nasi “ atau “ Ruahan Sya’ban “ Konon katanya, menurut orang
tua penulis bahwa acara “ Sedekah Nasi “ ini dilaksanakan warga
untuk bersedekah kepada warga sekitar, dan anggota keluarga
mereka yang telah lama meninggal,sebut saja Ibu nya mereka, adik
nya atau suami nya. Sedekah untuk yang telah meninggal ini adalah
berupa doa yang di bacakan dalam tahlilan itu.
Kecuali itu, jika acara yang menyangkut makan-makan begini,
tidak luput dari yang namanya “antar pakatan”, yaitu seseorang
atau keluarga, biasanya ibu-ibu yang diundang itu dengan suka
rela membawa beras 1 kg atau lebih dalam suatu wadah, bisa saja
baskom yang ada penutupnya atau semacamnya, dan juga biasa
menggunakan kantong plastik. Kemudian yang agak mampu
membawa ayam satu ekor, dan ada juga yang membawa telur,
ada juga yang membawa gula pasir, bahkan ada juga yang hanya
membawa uang, tergantung niatnya masing-msing mau sedekah
apa terhadap tuan rumah. “ayam, talok, gule paser, dan duit iye untok
ngawanek baras”. Inilah di sebut antar pakatan. Antarpakatan di
lakukan pada hari kecil, atau bahasa kampungnya itu hari Numbuk
Rampah (hari merampah). Biasanya yang melaksanakan antar pakatan
ini yaitu orang-orang dekat rumah atau pun keluarga dekat.
Adapun gambar masyarakat kampung yang sedang melakukan
Numbuk Rampah (hari merampah) yakni:
22 Buku Ketiga
rampah, dan lain sebagainya.
Dalam artian proses mempersiapkan hidangan pada hari
kecik (hari numbuk rempah) maupun hari besar(hari makan
besar atau hari H). Sedangkan yang laki-lakinya baik itu bapak-
bapak maupun anak mudanya itu meminjam pinggan mangkok
berserta sendok dan redang (tempat hidangan) dan memasak
nasi yang di lakukan di belakang rumah.Inilah kerjasama dan nilai
rasa persatuanya di masyarakat kabupaten Sambas,khususnya di
kampung penulis. Adapun gambar gotong royong (kerja bakti) dalam
hal membuat emper-emper (tempat lauk-pauk) atau pembuatan tarup
(sebuah pondok yang dibuat dari kayu dan bangunannya berbentuk
segi panjang dan tidak berdinding).
Di kampung penulis hal yang seperti pembuatan tarup
tersebut dilakukan itu, biasanya khusus bagi keluarga yang mampu.
Sedangkan tetangga yang jauh, yang mana yang diundang itu hanya
kepala rumah tangga saja, mereka datang biasanya ketika waktu
tahlilan (acara makan-makan) tersebut mau dimulai, kalau acara
tersebut dilaksanakan pagi hari, maka dia datang pagi hari, biasanya
dimuli dari jam 9 sampai selesai. Jika sore hari, maka dia datang
sore hari, biasanya diadakan dari jam 4 sampai selesai. Tapi yang
jelas, dia ikut dalam proses tahlilan tersebut serta mengaminkan
doa yang dibacakan Amil/Lebai (orang yang memimpin acara
tahlilan tersebut).
Setelah semuanya sudah selesai dilaksanakan tibalah pada
acara yang biasanya di tunggu-tunggu anak muda, tua, maupun
anak-anak yakni acara besar yakni hari H atau acara inti. Di dalam
acara makan-makan ini juga ada peraturanya, khususnya yang di
lakukan di desa saya yakni, apabila di dalam 1 saprahan atau hidangan
terdapat kekurangan orang,maka mereka harus menunggu atau
mencari orang agar saprahan tersebut tercukupi dengan tujuan agar
orang sopan dan tertib, dan biasanya di dalam saprahan tersebut
terdapat 6 sampai 7 macam lauk pauk yang dihidangkan, dan itu
semua tergantung kecil atau besarnya orang yang Sya’banan tersebut
1 Saprahan tersebut itu biasanya terdiri dari berbagai daging dan sayuran,
dan itu semua tergantung kepada kesepakatan orang rumah atau yang bikin ac-
ara dan tukang masak. Biasanya redang (tempat hidangan kecil) maka salah satu
lauk pauknya ditaruh di atas lauk pauk yang lainya, dan berada di tengah-tengah,
hal ini dilakukan dengan tujuan agar yang nyurong (si pembawa hidangan) tidak
kesulitan dan bolak balik ke dapur (tempat hidangan). Saat hidangan sudah di-
siapkan maka masyarakat mulai mempersiapkan diri dan mencari teman un-
tuk menyukupi jumlah orang dalam satu saprah tersebut. Saat semuanya sudah
cukup orangnya, mulailah pembacaan doa, dan berikutnya menikmati hidan-
gan yang sudah disediakan. Dalam satu saprahan (hidangan) tidak bercampur
baur sama laki-laki, kecuali anak kecil atau dalam hal mencukupi saprahan. Jadi
dahulunya, laki-laki maupun perempuan campur baur dalam hal saprahan atau
makan bersama, khususnya bagi yang remaja.Tetapi di masa kini hal tersebut
sudah jarang dilakukan sebab saprahan itu ada dikhususkan buat laki-laki, dan
ada buat perempuan dan saprahan tersebut biasanya membentuk lingkaran dan
posisi duduk antara laki-laki dan perempuan pun berbeda. Laki-laki kalau se-
dang menghadapi saprahan ataupun hidangan biasanya duduk bersila, sedangkan
yang wanitanya duduk pipek atau kedua kaki di bengkokan ke sebelah kanan.
24 Buku Ketiga
5
UPACARA ADAT MALANG KEPRABON
DAN PELUANGNYA DI KALIMANTAN
BARAT
26 Buku Ketiga
ialah saudara yang lebih tua dari ayah atau ibu. Jikalau dikabulkan,
maka segera diadakan pembicaraan mengenai penentuan hari
baik untuk pernikahan. Sebagai tanda menerima, keluarga calon
mempelai wanita mengadakan kunjungan balasan sekaligus
menyampaikan bahwa lamaran tersebut diterima dan sekaligus
untuk bersilahturahmi kepada keluarga calon pihak pria.
(4) Peningsetan. Menindak lanjuti acara melamar sebagai
tanda pinangan, keluarga calon mempelai pria datang dengan
membawa barang hantaran atau sersahan dan menyerahkan
barang-barang tertentu sebagai tanda meminang. Arak-arakan ini
disaksikan oleh kedua belah pihak beserta keluarga dan kerabat
handai taulan. Maka resmilah acara peningsetan sebagai tanda
ikatan bahwa sang putri sudah ada yang meminang atau yang
melamarnya.
(5) Penentuan Hari. Kedua belah pihak menentukan hari baik
untuk pernikahan putra-putrinya. Dalam mencari penentuan hari
sangat penting dan diutamakan, karena mengharap kesejahteraan
dan keselamatan bagi kedua calon mempelai. Dalam mencari hari
baik, menghindari hari tali wangke dan hari sampar wangke (hari
naas) ataupun hari buruk yang berdampak dengan perkawinan
putra-putrinya.
(6) Pasang Terob. Terob, didirikan 7 hari sebelumnya atau
menurut hari baik. Bahannya terbuat dari daun nipah (daun kelapa
28 Buku Ketiga
(suami istri) dan sejahtera hidupnya, didahului oleh Bapak dan
Ibu pengantin. Maksudnya, agar dapat mewariskan kebahagiaan
kepada calon pengantin. Yang memandikan berjumlah ganjil, dan
yang terakhir juru rias mengguyur dengan air kendi, lalu kendi
tersebut dipecahkan. Setelah upacara siraman selesai, dilanjutkan
dengan meratus rambut. Perlengkapan siraman: kembang pudak,
kembang sundel, kembang kenongo, kembang locari kuning/
gadung, kembang locari putih, kembang regulo putih, kembang
regulo abang, kembang cepiring, daun pandan, air tawar diambil
dari tujuh sumber, mangir untuk menghaluskan kulit, kendi
berisi air suci, sajen siraman, handuk dan pakaian untuk ganti.
Pelaksanaan siraman: calon pengantin melaksanakan sungkem
kepada kedua orang tua. Calon pengantin di bimbing oleh kedua
orang tua menuju ke tempat siraman.
Doa siraman: Niat ingsun nyirame sejatine Sanghyang Tunggal,
Rogo sejatine jabang bayine (calon pengantin), dadi Ratu ing Buono, Sun
Siram nganggo kembang Tirtosari sarine Bopo Bumi-Pertiwi, ya ingsun
putro Adam soko sih panguasane Gusti Kang Murbeng Tuwuh. Ngilangi
gondo kang ala dadi becik, Rupa kang ala dadi becik Rahayu-Rahayu-
Rahayu saking daya kersane Gusti. Doa pecah kendi/ pecah pamor:
Sun nyalami Kaki among lan Nini among kan ngemong awal tumekane
akhir. Jabang bayine Rogo-Sejati. Sejati-urip. Kaguangane Gusti Kan Moho
Agung. Lamun ono lir sembikolo nyandung kembang cempoko sarining
kamulyan. Krente pangucape Roso: Sing cumlorong jabang bayine. Tong
galitong wong sa’buono pada pitong, sinkaton Asri kaya Dewi Sri mung
jabang bayine.
(9) Meratus Rambut. Maksud dari meratus rambut ialah
mengeringkan rambut dan memberi aroma harum pada rambut.
Adapun yang meratus rambut juru rias selama kurang lebih dari
15 menit.
(10) Ngetepi/ Ngerik. Ngetepi (ngerik), menghilangkan bulu
kuduk (bulu kalong) dan menghilangkan bulu-bulu pada wajah
yang masih melekat, supaya bersih (terhindar dari gangguan)
30 Buku Ketiga
yang pelaksanaannya bersama-sama dengan waktu ijab. Yang hadir
dalam upacara ini: penghulu (sebagai wakil pemerintah), kedua
calon mempelai pengantin, dua saksi dari keluarga pengantin pria
dan pengantin wanita (yaitu orangtua atau bila orangtua tidak ada,
yang menjadi wali saudara laki-laki).
(13) Temu Penggantin. Upacara temu ini dilaksanakan
pada waktu sesudah maghrib, mengambil waktu surup, karena
mempunyai makna antara siang dan malam. Tempat untuk temu
di tengah-tengah pintu dibawah talang. Urutan acara temu: (a)
Tukar kembang mayang, tukar pengasih, injak telor, minum air
wening oleh ibu pengantin putri, kliteran dengan angka 8: kedua
mempelai pengantin bergandengan dengan jari klingking kanan
pengantin putri, sedang pengantin putra dengan kelingking
tangan kiri. Lalu, duduk di pelaminan diiringi oleh kedua orangtua
pengantin. (b) Asok Koyo: yaitu wajib memberikan nafkah
kepada istri, dengan menuangkan beras kuning, uang recehan dan
bunga boreh dimasukan kedalam kantong kuning motif tumpal
malangan. Diterima oleh pengantin putri dengan kacu warna sama
dengan kantongan. (c) Dahar Nasi Punar (nasi kuning): kedua
pengantin saling menyuap yang berarti dalam kehidupan kelak,
suka dan duka dirasakan berdua. Nasi kuning dihias dengan janur
dan diberi lauk-pauk. (d) Sungkeman kepada orangtua pengantin.
(e) Iringan gendang pada upacara ngarak dan temu pengantin:
senenan (ngarak pengantin), dhendho (temu pengantin), cincing
guling (kirab), dan ketawang tengger (upacara di pelaminan).
(14). Resepsi. Pemberian doa restu kepada kedua mempelai
pengantin dan kepada kedua orangtua mempelai sembari beramah-
tamah.
Sebagai bagian dari tradisi Jawa Timur, upacara adat malang
keprabon berpeluang diadakan di Kalimantan Barat oleh orang-
orang Jawa Timur yang ada diKalimantan Barat. Secara positif,
upacara adat ini tidak berseberangan dengan ajaran agama (Islam),
sehingga dapat diterapkan oleh orang Jawa Kalimantan Barat
(yang beragama Islam).***
TRADISI BERZANJI
DI KALIMANTAN BARAT
Evi Rianti
32 Buku Ketiga
remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga
mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta
berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Tujuan
pembacaan berzanji ialah untuk memuja dan memuji nabi agar hati
menjadi tenang, tentram dan damai. Serta mengikat tali silaturahmi
pada masyarakat setempat sehingga terbentuk kekeluargaan.
34 Buku Ketiga
jarang bertemu akan bertemu dan mempererat tali persaudaraan
serta ikatan sosial di antara mereka dalam masyarakat. Ketiga, nilai
budaya. Syair-syair yang terangkum dalam kitab Barzanji, meskipun
menceritakan kehidupan Nabi Muhammad SAW, merupakan karya
yang bernilai sastra tinggi. Sebagaimana yang kita ketahui, bangsa
Arab mempunyai tradisi penulisan sastra yang kuat. Hal ini sejalan
dengan budaya masyarakat Indonesia yang juga mempunyai tradisi
sastra yang tidak bisa dikatakan bermutu rendah. Perpaduan antara
kedua budaya inilah yang akan menghasilkan bentuk budaya baru.
Perpaduan ini yang juga memperkaya kebudayaan Indonesia.
Senyatanya tradisi berzanji jika dikaitkan, memiliki dasar
hukum yang jelas dan kuat dalam Islam. Sebagaimana Allah SWT,
telah menjelaskan dalam firmannya dalam QS. Hud ayat 120 dan
QS. Al-Ahzab ayat 56. Kecuali itu, Allah SWT telah mengajarkan
kepada kita, bahwa cara mencintai Nabi SAW adalah: (1) Mentaati
atau mengikuti sunnahnya (QS. al Hasyr ayat 7 dan QS.Ali Imran
ayat 132). (2) Meneladani akhlaknya Rasulullah (QS. al Ahzab ayat
21 dan QS.Al-Qashash ayat 77).
Dengan demikian, bisa disimpulkan, kita umat Islam
dianjurkan untuk bersalawat. Di kalangan masyarakat kita sendiri
(masyarakat Kalimantan Barat), shalawat yang biasa dilakukan
dapat berupa pembacaan berzanji. Dengan demikian, amal
barzanji ini adalah salah satu bentuk wasilah dengan kecintaan,
pengidolaan tokoh-tokoh besar melalui pembacaan biografinya
agar contoh kehidupan nyatanya bisa menjadi suri tauladan yang
baik bagi kehidupan kita kelak serta menjadi suatu amalan yang
senantiasa menjadi bekal nantinya.***
Fitri Andriani
36 Buku Ketiga
memberitahukan pada keturunan yang berada di alam ghaib
maupun di dalam air agar dalam pelaksanaan upacara adat tidak
mendapat gangguan dan akan berjalan lancar. Simbol yang
diberikan adalah seperangkat perlengkapan yang disepakati oleh
dukun dengan kerabat yang mempunyai hajatan.
Buang-buang ini biasanya dilakukan di tepi sungai pada pagi
hari maupun malam hari sebelum acara yang diinginkan dimulai.
Adapun yang disiapkan adalah: nasi kuning (memberi makan
kepada sungai), nasi putih (memberi makan kepada sungai), telur
(sebagai penyakit), daun sirih (sebagai pengikat supaya tidak
ada perpisahan), dan benang (sebagai pengikat supaya tidak ada
perpisahan). Setelah buang-buang selesai, apa yang telah dibuang
oleh pemilik suatu hajatan tersebut seperti nasi kuning, nasi putih,
telur, daun sirih dan benang itu boleh diambil oleh orang lain, asal
jangan keluarga yang membuang itu yang mengambil kembali.
Setiap tradisi pastilah merepresentasikan nilai-nilai. Dalam
buang-buang juga menampilkan suatu bentuk tradisi yang syarat
nilai. Pembudayaan tradisi buang-buang oleh orang Melayu Teluk
Pakedai, senyatanya mengembangkan adat istiadat melayu. Secara
filosofis bermakna keberkahan sebagai bentuk penghormatan dan
pengakuan terhadap keberadaan sungai dan laut sebagai salah satu
sumber penghidupan masyarakat.
Maksud dan tujuan pelaksanaan buang-buang ini adalah untuk
mencari keselamatan hidup, dengan cara melaksanakan selamatan
bersama-sama pada setiap orang atau setiap keluarga yang
mempunyai hajatan. Sebagian orang menilai buang-buang sebagai
sesuatu yang syirik, kita bisa setuju dan tidak setuju atas pandangan
ini. Hanya bagi orang Melayu Teluk Pakedai, pelaksanaan buang-
buang, merupakan suatu representasi dari rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. Selainnya, maksud dan tujuan
pelaksanaan buang-buang adalah untuk mendapatkan ketenangan
batin dan keselamatan hidup dari berbagai gangguan roh halus
leluhur maupun makhluk ghaib lainnya, di sisi lain sebagai wujud
38 Buku Ketiga
8
JILBAB DALAM PERSEPSI
ORANG MADURA PONTIANAK
Hanafi
40 Buku Ketiga
maha pengampun lagi maha penyayang. (QS. Al- Ahzab: 59)
Rasulullah bersabda: “Wanita yang di neraka menggantung-
kan dirinya dengan rambutnya adalah wanita yang tidak menutup
rambutnya di hadapan selain muslim.” Rasulullah Saw bersabda:
“Dua golongan penghuni jahannam belum pernah aku lihat.
Kelompok yang disiksa dengan sebuah pecut (menyerupai ekor
sapi). Kedua para wanita yang berbusana namun telanjang (mereka
yang menggunakan baju tipis dan transparan)”. Dengan melihat
dan memperhatikan beberapa hadist di atas, maka jelaslah bagi
kita bahwa Allah SWT telah mewajibkan seluruh muslimah untuk
berjilbab. Dengan berjilbab, seorang muslimah akan memiliki sifat
seperti bidadari surga yang menundukan pandangannya dan tidak
pernah disentuh oleh orang yang bukan mahramnya
42 Buku Ketiga
budaya yang harus dilestarikan namun tidak mengenyampingkan nilai dan
norma atau fungsi dari jilbab itu sendiri”. jelas Siti Fatimah.
Meskipun demikian, informan penulis yaitu Ibu Siti Fatimah
juga akui, tidak semua orang Madura itu berjilbab. Ada sebagian
kecil yang tidak mengenakan jilbab. Namun, secara keseluruhan
orang Madura rata-rata berjilbab. Ada yang pakai jilbab jika ada
acara keluarga, lebaran, udangan dan acara lainnnya. Jilbab di
kalangan orang madura sangat erat hubungannya dengan persepsi
orang madura bahwa “jika tidak menggunakan jilbab, nampak
kurang baik”. Apalagi orang madura seratus persen identik sebagai
orang Islam.
Kecuali itu, Khomiyah (39) berpendapat bahwa jilbab itu
bukanlah sekedar budaya saja bagi orang Madura, melainkan
dianggap sebagai suatu perintah dari Allah SWT., yang mana harus
menutupi auratnya. Dimafhumi, karena kepala merupakan aurat
selain wajah dan telapak tangan. Orang Madura yang rata-rata
menganut agama Islam pastinya selalu berpegang teguh dengan
syariatnya atau syariat Islam.
Sebagai penutup, minimnya pengetahuan tentang hakikat
menggunakan jilbab serta tuntunan yang diberlakukan oleh agama
islam, membuat wanita-wanita muslimah seenaknya mengenakan
jilbab. Pada dasarnya jilbab berfungsi untuk menutupi aurat
kewanitaan agar terhindar dari maksiat akan tetapi, terkadang
saat ini digunakan sebagai kedok atau identitas bagi wanita-
wanita tertentu agar terkesan baik, sopan-santun, dan berbudi
luhur. Pandangan positif sebagian orang Madura tentang jilbab,
mewakili pandangan orang Madura bahwa berjilbab tidak hanya
perlu membudaya di kalangan muslimah tapi hendaknya juga
dipandang sebagai identitas dan kewajiban seorang muslimah pada
agamanya.***
TEPUNG TAWAR
ORANG MELAYU BANJAR PONTIANAK
Iis Mardiana
44 Buku Ketiga
kampung penulis juga pernah melaksanakan acara ini pada saat
hari ke empat belas dan empat puluh hari setelah kelahiraan anak.
Disebut tepung tawar karena tradisi ini identik dengan tepung
yang terbuat dari beras yang ditumbuk dan tidak mempunyai
rasa apa-apa diperuntukan menawar, mengobati, menangkal, dan
mendoakan seseorang agar selamat, bahagia, dan terhindar dari
segala penyakit, bala serta bencana dalam hidupnya. Selain itu,
upacara adat tepung tawar ini bertujuan untuk pelestarian kebudayaan
tradisi orang Melayu Banjar Pontianak sebagai warisan hidup yang
turun-temurun dari nenek moyang.
Berbagai prosesi yang biasa disertai tepung tawar, adalah
sebagai berikut: Pertama, gunteng rambut. Tepung tawar pada saat
acara gunteng rambut, di kampung penulis biasanya menyebutnya
dengan buang syarat (cukur rambut pada bagian depan) rambut
sang bayi itu tersebut.
46 Buku Ketiga
kemudian dihamburkan berteh (itu adalah padi yang digoreng
tanpa menggunakan minyak wijen), beras kuning (yaitu beras yang
di lumuri kunyit).
Nilai-nilai positif dalam tepung tawar antara lain: pertama,
bersyukur. Telah kita ketahui bahwa makna dari bersyukur itu
sendiri adalah rasa terima kasih dan penghargaan yang mendalam
atas sebuah pemberian dari Yang Maha Kuasa, dan salah satunya
dikaruniai anak. Kedua, terjalinnya hubungan silaturahmi.
Dengan adanya upacara adat tepung tawar ini sangat bermanfaat
untuk menjalin suatu hubungan silaturahmi di antara sanak
keluarga yang dekat maupun jauh serta masyarakat setempat.
Hikmah besar dalam hubungan silaturahmi itu untuk kebaikan
di dunia dan juga di akhirat. Menyambung silaturahmi juga
diyakini dapat mendatangkan ketentraman hati, membuka rezeki,
menyembuhkan penyakit, serta memanjangkan umur. Tentu saja,
memelihara hubungan kekeluargaan atau tali silaturahmi adalah
hal yang diperintahkan Allah. Ketiga, Mendekatkan diri kepada
Allah. Dengan adanya tepung tawar ini kita bisa mendekatkan diri
kepada Sang Maha Pencipta dan Rasul kita, contohnya seperti
berzanji kita menyebut nama-nama mereka dengan iringin irama
lagu (syair). Ketiga, Kebersamaan. Dengan tepun tawar, maka
akan terjalin kebersamaan yang Nampak pada musayawarah dan
gotong-royong dalam mempersiapkan upacara adat tepung tawar.
Karena dengan adanya musyawarah dan gotong-royong akan
mempermudah segala pekerjaan, sehingga dapat berjalan lancar
dalam berbagai urusan.
Tepung tawar berakhir dengan acara makan-makan. Oleh
orang-orang Melayu Pontianak biasanya hidangan menggunakan
prasmanan.***
48 Buku Ketiga
pagi, namun dipangku, karena menurut kepercayaan orang Jawa,
bayi yang baru saja puput atau lepas tali pusarnya akan menjadi
incaran roh jahat yang biasa disebut sarap sawan sehingga bayi
harus dijaga dengan cara dipangku. Selain itu, di bagian ujung kaki
tempat tidur ibu yang baru saja melahirkan tersebut juga diberikan
tumbaksewu (sapu lidi) yang diposisikan terbalik sehingga ujung-
ujungnya sapu tersebut ditancapi kencur, dlingo, cabe merah,
bawang merah, dan bawang putih. Liro adalah peralatan untuk
menenun sliro, biasanya terbuat dari pohon kelapa atau kayu yang
keras. Kedua ujung kakinya agak runcing. Sliro diletakkan di tempat
tidur ibu dan dicoreng-coreng dengan orang, dan kapur sehingga
penuh coretan hitam dan putih. Hal ini dilakukan untuk menolak
roh-roh jahat yang dapat mengganggu ibu dan bayi. Selain itu, di
bagian dinding luar rumah, di bagian atas dibuatkan penangkal roh
jahat atau tolak bala dengan cara mengikatkan benang di sekeliling
rumah.
Sepasar kelahiran anak adalah sebuah tradisi yang selalu
dilaksanakan oleh setiap orang Jawa (Timur) termasuk yang
sekarang berdomisili di Batu Ampar untuk memperingati
hari kelima setelah kelahiran anak, yang mana dalam proses
pelaksanaanya tidak terlepas dari nilai-nilai keislamannya. Sepasar
bayi merupakan tradisi turun temurun dari sesepuh suku jawa.
Pada zaman dahulu tradisi sepasaranpun sudah ada dan sudah
dilaksanakan dan telah menjadi budaya bagi orang Jawa, khususnya
orang Jawa di Batu Ampar. Sepasaran diadakan dalam rangka
memberikan dan mengumumkan nama kepada jabang bayi, dan
bagi yang sudah mampu, biasanya sekalian diadakan aqiqah dengan
menyembelih kambing pada malam sepasaran. Aqiqahan dan gunteng
rambut tersebut selain pembacaan kitab mauled (kelahiran) Nabi
Muhammad Saw., juga dibacakan kitab manaqib (kitab tentang suri
tauladan orang shalih/aulia’),yang biasaanya adalah kitab Manaqib
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Setelah selesai tamu para undangan
maupun dari tetangga sekitar dijamu, dengan menu utama daging
50 Buku Ketiga
membaca doa tersebut maka para wargapun dipersilahkan untuk
menyicipi makanan yang dihidangkan. Acara makan-makan ini
adalah merupakan salah satu bentuk rasa syukur sang orang tua
dan keluarga yang telah di karuniai seorang anak tersebut, sehingga
acara makan-makan ini adalah merupakan sedekah dari keluarga
tersebut karena mereka ingin berbagi kebahagiaan kepada orang
lain dengan cara tersebut. Suguhan dihidangan sejenak setelah
para tamu undangan datang, duduk bersila melingkari suguhan
kemudian tuan rumah yang memulai memberikan sambutan, dan
kemudian menyerahkan pelaksanaan upacara untuk dipimpin
tetua/ sesepuh setempat, sambil menyebutkan apa yang menjadi
kepeningan dari acara tersebut. Setelah itu yang diserahi untuk
memimpin upacara baru memulai dengan menyatakan kembali
maksud dan tujuan tuan rumah sehubungan dengan diadakannya
sepasaran ini.
Selesai sambutan, tuan rumah yang memberi kata sambutan
meminta maaf jika dalam penyambutan terdapat banyak
kekurangan. Baru kemudian upacara dilanjutkan dengan dzikir
serta ungkapan-ungkapan wirid dari berbagai ayat al-Quran serta
bacaan lain yang berkaitan dengan keperluan dari acara tersebut.
Sepasaran ditutup dengan pembacaan doa yang diamini tuan
rumah dan para tamu undangan. Setelah doa selesai, kemudian
tuan rumah mempersilahkan para tamu untuk menikmati minuman
dan makanan atau suguhan.***
Lisa Ismayani
52 Buku Ketiga
macam makanan di antarannya nasi putih tumpeng, sayuran yang
direbus (kangkung bayam, daun melinjo, kecipir), dan telur rebus.
Di tampah juga terdapat dua jenis bubur yaitu bubur merah dan
bubur putih yang di tempatkan dalam satu piring. Kemudian
setelah sudah siap anak-anak duduk mengelilingi tampah tersebut,
kemudian menyantap makanan bersama-sama. Setelah selesai
anak-anak mengambil daun tawa yang ada dalam baskom yang
berisi air dan bersama-sama dipercikan ke badan anak-anak yang
menyantap hidangan tadi. Kemudian setelah itu uang receh yang
ada di dalam baskom tadi dibagikan kepada anak-anak tadi, setelah
semuanya mendapatkannya, anak-anak tadi pamitan pulang
dengan berjabat tangan maka selesailah acara among-among.
Dalam among-among digunakan tampah dan baskom yang berisi
air dan di dalamnya ada uang receh dan daun tawa melambangkan
kemakmuran, keselamatan dan banyak rezeki. Adapun anak-anak
duduk melingkari tampah melambangkan persaudaraan.
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, beraneka
ragam budaya masyarakat yang unik hampir ada di tiap tiap
daerah, tidak terkecuali adalah among-among ini yang merupakan
sebuah kegiatan semacam doa bersama mohon keselamatan yang
dilakukan oleh sekelompok anak-anak, bertepatan dengan hari
dan weton anak yang yang melaksanakan among-among tersebut.
Sampai saat ini, among-among masih dilestarikan walaupun tidak
dipungkiri seiring kemajuan zaman dan perkembangan tekhnologi
kegiatan among among ini semakin berkurang.
Among-among di kalangan orang Jawa merupakan bentuk
ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dengan tujuan dan
harapan untuk kebaikan dan mendoakan anak kecilnya, biasanya
acara among-among ini yaitu dengan mengumpulkan anak-anak di
lingkungan mereka. Banyak sedikitnya anak-anak yang ikut among-
among tergantung jumlah anak-anak yang ada di lingkungan
tersebut. Tapi tidak jarang juga orang tua yang ikut among-among
dengan tujuan menemani anaknya.
54 Buku Ketiga
12
PERINGATAN HAUL ORANG BUGIS
Muhammad Amrullah
1. Pembacaan Manaqib
Manaqiban adalah upacara pembacaan biografi dan keutamaan
wali Allah yang menjadi panutan umat. Dalam acara tersebut juga
diselingi dengan pembacaa al-fatihah, ayat-ayat al-Quran dan
aneka dzikir lainnya, lalu pahalanya dihadiahkan kepada wali yang
bersangkutan. Di sebagian daerah pulau Jawa dan Jambi ada yang
mengadakan manaqiban Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, pendiri
tareqat Qadiriyah. Di daerah Kalimantan Selatan banyak yang
mengadakan manaqiban Syaikh Muhammad bin Abdul karim al-
Samman pendiri tareqat al-Sammaniyah. Tradisi manaqiban sangat
baik untuk dilakukan, agar perjuangan dan perjalanan hidup para
wali dapat kita hayati bersama.
Ulama menjelaskan bahwa dalam mengenang orang-orang
56 Buku Ketiga
saleh, dapat menurunkan rahmat Allah SWT. Sebagaimana dalam
konteks ini Imam Sufyan bin ‘Uyainah, salah seorang ulama salaf
dan guru al-Imam Ahmad bin Hanbal, berkata: “Muhammad bin
Hassan berkata; Aku pernah mendengar Sufyan bin ‘Uyainah berkata,
“ketika orang-orang saleh dikenang, maka rahmat Allah akan turun.”
Bahkan lebih tegas lagi, Syaikh Ibn Taimiyah mengakui bahwa
termasuk tradisi kaum beriman yaitu merasa senang dan nyaman
apabila mengenang dan menyebut para nabi dan orang-orang saleh,
sebagaimana beliau mengatakan dalam kitabnya, al-Shafadiyyah.
2. Pembacaan Tahlil
Perlu ditegaskan bahwa tidak semua perbuatan yang belum
dikerjakan pada masa Rasulullah adalah dilarang untuk dikerjakan.
Misalnya pelaksanaan shalat tarawih secara berjamaah sebulan
penuh, pelaksanaan sholat jum`at lebih dari dua tempat dalam satu
desa, pegumpulan al-Quran dalam satu mushaf, adzan pertama
pada hari jumat dan lain sebagainya.
Semua perbuatan tersebut tidak pernah dilakukan pada masa
Rasulullah, namun dilakukan oleh generasi setelah Rasulullah,
karena tidak bertentangan dengan prinsip dan inti ajaran Islam.
Demikian pula dengan tradisi berkumpul untuk tahlilan yang telah
diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat islam di
Indonesia. Meskipun tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah,
namun perkumpulan untuk tahlilan tersebut dibolehkan, karena
tidak satupun ada unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran
Islam.
Sebagaimana dikatakan oleh as-Syaukani bahwa kebiasaan
sebagian masyarakat di suatu negara melakukan perkumpulan
di masjid, rumah maupun di kuburan, untuk membaca al-
Quran dan pahalanya dihadiahkan untuk orang yang telah mati,
hukumnya adalah boleh. Hukum boleh ini berlaku selama tidak
ada kemungkaran dan kemaksiatan, meskipun tidak ada penjelasan
secara dhahir dari syariat. Selanjutnya As-Syaukani menyatakan
58 Buku Ketiga
yang telah wafat adalah boleh. Menurur pendapat yang shahih dan
terpilih pahala bacaan dan amal badaniyah orang lain itu dapat
sampai kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, dan
mereka dapat menerimanya dalam bentuk penghapusan dosa,
terangkat derajatnya, memperoleh cahaya, kesenangan dan pahala-
pahala lain menurut anugerah Allah.
Berkenaan dengan pembacaan Yasin unrtuk orang mati,
Nabi bersabda: “Ma`qil bin Yasar berkata, bahwa Rasulullah bersabda
:Bacalah surat Yasin atas orang-orang mati kalian semua.” Ulama ahli
tahqiq memberikan penjelasan bahwa hadist ini adalah `am, meliputi
bacaan untuk orang yang sedang sekarat dan bacaan untuk orang
yang telah meninggal dunia. Menurut kesepakatan ulama orang
yang telah meninggal dapat memperoleh manfaat bacaan tersebut.
Adapun yang diperdebatkan di antara mereka hanyalah apakah
setelah melakukan pembacaan al-Quran harus ada doa agar pahala
bacaannya diberikan kepada orang yang dituju. Jika doa tersebut
dilakukan, maka tidak ada khilaf di kalangan ulama tentang
sampainya bacaan kapada orang-orang yang telah meninggal
dunia.
Selanjutnya untuk menanggapi pernyataan kelompok yang
menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapatkan pahala dari
orang lain, maka paling tidak ada tiga versi jawaban yang bisa
disampaikan: pertama, ayat tersebut hukumnya telah dinasakh oleh
ayat ôü¿ɋ87ôüº¸ùíŁ.
yang menjelaskan bahwa anak bisa masuk
surga sebab kebaikan orang tuanya. Kedua, ada yang mengatakan
bahwa ayat tersebut kandungannya dikhususkan untuk kaum
Nabi Musa dan Ibrahim. Sedangkan umat Nabi Muhammad bisa
mendapatkan kiriman pahala dari orang lain. Ketiga, Pengertian
seseorang hanya mendapat pahala dari usahanya sendiri itu berlaku
selama tidak ada orang menghadiahkan pahala untuknya. Jika ada,
maka dia bisa mendapatkan pahala dari orang lain.
5. Mauizatun Hasanah
Sudah menjadi kelaziman, kalau di setiap acara besar
keagamaan Islam tersisipkan mauizatul hasanah atau ceramah
bisa juga nasehat agama. Ini sangat dianjurkan sekali dalam agama
Islam, sebagaimana firman Allah SWT: “Dan hendaklah di antara
kalian ada segolongan orang yang menyuruh kepada kebaikan, menolak yang
munkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Ali Imran:
104)***
60 Buku Ketiga
13
SELEKORAN
ORANG MADURA PONTIANAK
Mahrus Soleh
62 Buku Ketiga
tidak mau memperhatikannya yaitu orang yang memutuskann
tali silaturrahim dan tetangga yang jahat.” (HR ad-Dailami)***
Mardiansyah
64 Buku Ketiga
di kampung. Adapun maksud dan tujuan mengadakan acara tepung
tawar adalah untuk memohan keselamatan agar terhindar dari
hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat, yang tentunya di
tujukan kepada Allah SWT. Yang menciptakan manusia beserta
isinya. Inilah tujuan pokok dari acara tepung tawar. Demikian
informasi yang penulis peroleh dari seorang tokoh agama yang
ada dikampung, beliau bernama H. Ja’far bin Kumri.
Adapun doa-doa yang dibacakan antara lain: pertama, doa
ayat kursi. Doa ayat kursi ini dibacakan saat membuat air tolak
bala, yang mana nantinya air tolak bala tersebut dicampurkan dalam
tepung tawar. Doa tolak bala ini dibacakan saat “tukang pappas” mau
mulai acara “mappas” kepada orang yang akan ditepung tawari.
Acara tepung tawar orang Melayu Sambas, dilakukan dalam
berbagai kegiatan adat istiadat. Pada umumnya acara adat istiadat
ini meliputi kehidupan orang Melayu Sambas, artinya acara tepung
tawar dilakukan pada saat acara perkawinan, saat si ibu melahirkan,
pada saat menempati rumah baru, pada saat anak laki-laki dikhitan
dan sebagainya. Contoh beberapa kejadian atau peristiwa penting
secara singkat diuraikan sebagai berikut: pertama, pada saat acara
perkawinan tepung tawar dilakukan terhadap kedua pengantin, yang
dilakukan pada hari kedua atau hari terakhir acara perkawinan.
66 Buku Ketiga
disebut daun intibar), dan yang terakhir daun ribu-ribu.
Orang yang diminta untuk melaksanakan tepung tawar disebut
“tukang pappas” dan palaksanaannya disebut “mappas”. “Tukang
pappas” ini biasanya adalah orang-orang tetua atau tokoh agama
di kampung, keluarga tetua di kampung dan lain-lain. Tiga jenis
daun tersebut diikat dijadikan satu, di mana setiap ujung daun
tersebut disamakan atau diratakan tanpa memotongnya. Setelah
semua persiapan lengkap, maka barulah bisa dilaksanakan acara
tepung tawar oleh “tukang pappas”. Mangkuk yang berisikan
air tepung beras yang dipegang dengan tangan kiri, dan tangan
kanan memegang ikatan daun lenjuang, mentibar (biasa di sebut
dengan daun intibar), dan daun bali atau daun ribu-ribu. Ikatan
daun tersebut dicelupkkan kedalam mangkuk yang berisikan air
tepung beras, dan pelahan-lahan dipukulkan kepada orng yang
akan ditepung tawari, mulai dari bagian kepala, lalau kebagian bahu
kanan dan kiri, setelah itu turun kebagian telapak tangan mulai dari
kanan dan kari, dan yang terakhir adalah kebagian kaki kanan dan
kaki kiri yang dipukul secara perlahan-lahan.
Saat “tukang pappas” melakukan acara “mappas”, orang-orang
setempat atau keluarga terdekat yang telah di undang membantu
menyediakan hidangan atau makanan yang telah di persiapkan
oleh tuan rumah. Seperti gambar dibawar ini :
68 Buku Ketiga
15
TRADISI POTONG RAMBUT
ORANG MELAYU RASAU JAYA
Mismarani
70 Buku Ketiga
agar benang mudah melekat pada rambut tersebut. Pada saat
pemotongan rambut yang yang telah diikat benang itulah yang
akan dipotong beserta ujung rambutnya.
Adapun tahap pelaksanaannya dalam tradisi potong rambut
yaitu para tamu yang hadir akan membacakan al-barzanji atau
dalam bahasa Melayu yaitu berzanji. Pada saat pembacaan serakal
atau shalawat nabi para tamu berdiri membacakannya, sang bayi
yang digendong oleh ayahnya disambut dengan taburan bereteh
padi, beras kuning yang disertai dengan permen dan uang logam,
dan anak-anak dari tamu-tamu yang datang pun merebutkan uang
logam dan permen. Setelah semua habis ditaburkan Ayah dari bayi
tersebut datang menghampiri para tamu yang akan memotong
rambut bayi, namun biasanya orang-orang yang memotong rambut
bayi bukanlah sembarangan orang melainkan orang-orang tertentu
seperti, tokoh masyarakat dan pemuka agama menurut keyakinan
orang zaman dahulu bahwa bayi tersebut akan mendapat berkat
dari pemuka agama ataupun tokoh masyarakat.
Adapun cara yang dilakukan saat pemotongan adalah para
pemuka agama dan tokoh masyarakat akan memotong rambut bayi
yang telah diikat dengan membaca shalawat sebanyak tiga kali, lalu
rambut yang telah dipotong dimasukkan ke dalam kelapa muda
yang telah dipotong menyerupai seperti cangkir, lalu melakukan
tepung tawar dan menaburkan bereteh padi, beras kuning setelah
lima atau tujuh orang pemuka agama ataupun tokoh masyarakat
masing-masing dari mereka diberi pokok telok sebagai pengerasnya.
Setelah pemotongan rambut usai para undangan dipersilakan
untuk duduk seperti semula. Selanjutnya tokoh agama memimpin
doa-doa tertentu seperti doa selamat dan doa tolak balak. Setelah
itu para undangan dipersilahkan mencicipi hidangan yang telah
disajikan oleh tuan rumah, selepas itu pemimpin bersholawat
kepada rasul sebanyak tiga kali pertanda acara potong rambut
telah usai.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada salah
72 Buku Ketiga
itu, karena biasanya pada bagian kepala itu belum bisa dibersihkan
karena masih lembut. melimpah. Daripada itu setelah tradisi potong
rambut usai salah satu dari pemuka agama akan memimpin dengan
membacakan doa selamat yang di dalam doa tersebut kita meminta
keselamatan agama, kesehatan jasmani, meminta bertambahnya
ilmu, dan berkah rezeki, dapat bertaubat sebelum mati, mendapat
rahmat ketika mati dan memperoleh ampunan setelah mati,
dan meminta permudahan gelombang sakaratul maut, meminta
pembebasan dari azab neraka serta memperoleh keampunan ketika
dihisab.2 Belum lagi do’a tola’ bala’ yang dipanjatkan oleh pemuka
agama yaitu tola’ balak. Tola’ balak atau menolak bala’, bala’ dalam
kata lainnya yaitu ibtila’ adalah I’tibar (ujian).
Baik ujian dengan kebaikan maupun keburukan. Tetapi
kebanyakan dari ujian itu banyak yang buruk namun terkadang
ada hikmah dibalik semua ujian tergantung dari sesorang tersebut
bagaiman menanggapi ujian tersebut. Ujian ini merupakan bagian
dari sunnatullah yang berlaku bagi para pengemban dakwah sejak
sejarah dimulai. Boleh jadi ujian ini sangat sulit atau berat bagi
jiwa. Akan tetapi, dengan ujian Allah mengangkat derajat para
nabi, dan dengannya pula Allah menghapuskan dosa-dosa orang
shalih. Setiap mukmin tentu berharap tidak menerima cobaan dari
Allah dan ujian dari-Nya, akan tetapi ia berharap memperoleh
kenikmatan dan rahmat dari-Nya. Hal ini sejalan dengan firman
Allah dalam QS al-Baqarah ayat 155-157.***
2 Drs. Moh Rifa’I, Risalah Tuntunan Sholat (Semarang: Karya Toha Pu-
tra, 2011), Hlm. 59.
Miatun Nisa
74 Buku Ketiga
subjek yang melaksanakannya. Di antaranya: Pertama, pelaksanaan
Badudus untuk peralihan status calon pengantin dalam rangkaian
upacara pernikahan adat banjar, atau sering disebut dengan istilah
Mandi Pengantin. Kedua, ritual Badudus yang dilakukan oleh orang
yang akan menerima gelar kehormatan. Ketiga, adalah Badudus
Mandi Tiang Mandaring, yakni ritual Badudus bagi perempuan Banjar
yang dilakukan pada saat masa kehamilan pertama.
Tapi dalam tulisan ini hanya akan membahas secara khusus
tentang ritual mandi pengantin. Pada awalnya mandi pengantin
hanya dilaksanakan oleh orang yang merupakan keturunan
kerajaan. Namun, dengan runtuhnya kerajaan-kerajaan Banjar,
maka masyarakat melestarikan upacara mandi-mandi sebagai
bentuk penghormatan kepada tokoh-tokoh kerajaan, dan upacara
mandi-mandi ini tidak hanya terbatas dilaksanakan bagi keturunan
kerajaan akan tetapi sudah meluas ke semua kalangan masyarakat.
Mandi pengantin dalam budaya banjar dilaksanakan satu hari
menjelang hari perkawinan. Dilaksanakan pada sore hari. Mandi-
mandi ini dilaksanakan oleh kedua calon mempelai. Mempelai
laki-laki mendatangi rumah/ kediaman mempelai wanita bersama
orang tuanya. Tempat pelaksanaan mandi pengantin, biasanya
dilakukan di pagar mayang.
Pagar mayang adalah suatu bangunan persegi empat berukuran
sekitar 1,5 kali 2 m. Bangunan berbentuk segi empat ini, di setiap
sudut tiangnya ditanami tebu. Tempat yang akan digunakan untuk
pelaksanaan ritual Badudus ini diberi atap dan batas berupa kain
berwarna kuning yang mengelilingi area utama. Sedangkan untuk
alasnya, bisa menggunakan kursi. Pagar mayang dibangun di bagian
depan atau belakang rumah yang tidak berdinding, yang dahulu
juga tidak beratap (dinamakan palatar). Tiangnya terbuat dari batang
tebu, supaya tegak ditancapkan pada batang pisang, jika perlu
diperkuat dengan kayu atau bambu, dan dahulu konon ditambahkan
tombak dan payung pusaka. Pada tiang-tiang tersebut diikatkan
benang lawai (benang tenun) yang dicelup dengan warna kuning.
76 Buku Ketiga
memandu upacara mandi pengantin adalah Paiyasan. Pertama-
tama paiyasan mencukur rambut-rambut halus di sekitar dahi,
peilipis, kening, dan kuduk kegiatan ini dinamakan baiyas (dirias)
atau bacacantung. Sebenarnya di dalam islam menjelaskan bahwa
mencukur alis seseorang lelaki ataupun wanita itu Haram adanya,
tetapi di kaji dalam adat istiadat bahwa mencukur alis itu boleh,
karena juga sudah menjadi turun menurun tradisi dan budaya yang
di lakukan, agar ada pembeda antara seorang gadis yang masih
perawan dan yang mana gadis yang sudah menikah. Setelah itu
pengantin menuju ke tempat upacara mandi yang telah disiapkan
dengan diiringi pembacaan shalawat, yang disahuti beramai-
ramai.
Di tempat upacara mandi, pengantin duduk dan kedua paha
mempelai di selimuti kain kuning dan menghadap ke arah timur.
Biasanya yang melakukan tepung tawar yang pertama yaitu orang
yang dituakan dalam keluarga mempelai wanita. Mula-mula orang
yang di tuakan itu menepas tangan kiri dan kanan pengantin,
setelah itu menepas bahu kiri dan kanan, setelah itu menepas
kening, setelah itu menepas lutut kiri dan kanan, dan yang terakhir
menepas kaki kiri dan kanan pengantin. Setelah itu menaburkan
beras kuning dan bereteh kepada kedua mempelai.
Terakhir kedua mempelai dibacakan doa selamat dan
doa tola bala. Airnya nanti di minum dan dimandikan. Setelah
selesai membaca doa selamat dan doa tolak bala, keluarga yang
menyaksikan prosesi tersebut merebut makanan yang sudah
di gantung di pagar mayang itu. Biasanya saat-saat ini lah yang
ditunggu-tunggu oleh sanak keluarga apalagi anak-anak kecil yang
ada pada saat melihat acara tersebut
Fungsi mandi pengantin ini: pertama, melestarikan adat
istiadat dari nenek moyang; dan kedua, untuk menghindari dari
musibah-musibah yang akan dating.
78 Buku Ketiga
17
TRADISI ANTAR AJUNG
ORANG MELAYU SAMBAS
Rupita
80 Buku Ketiga
Dulu, antar ajung sebenarnya merupakan upeti (sesajian) yang
diberikan oleh orang Sambas kepada Kerajaan Majapahit yang
mewajibkan pembayarannya pada tiap setahun sekali. Waktu itu
upeti dikirim dengan menggunakan sarana angkutan laut. Setelah
berpuluh-puluh tahun memberikan upeti pada kerajaan Majapahit,
maka ketika Kerajaan Sambas, Kerajaan Alwatzikhoebillah
dipimpin oleh Sultan Muhammad Syafiudin, pembayaran upeti
tersebut ditiadakan. Pada zaman dahulu Sultan Muhammad
Syaifudin memerintah rakyat nya agar sebelum memulai encamai
(persemaian/tanam benih padi) terlebih dahulu melakukan ritual
antar ajung yang di laksanakan setahun sekali. Waktu itu upeti
dikirim dengan menggunakan kapal layar. Setiap akan memulai
persemaian (incamai) terlebih dahulu untuk melakukan ritual adat
antar ajung, maksudnya agar hasil panen mereka memuaskan.
Sampai sekarang warga masih percaya dengan ritual Antar Ajung
yang telah membuat hasil panen mereka jauh lebih baik dari
sebelumnya.
Namun kemudian ritual ini hilang selama hampir 50 tahun
lamanya, hanya sebagian kecil masyarakat yang masih menjalankan
tradisi tersebut. Sambas yang terkenal bukan hanya dari segi yang
masyarakatnya tamah, makanan khas, adat istiadat, serta bahasanya
yang sama namun juga terkenal dengan ritual yang biasanya di
lakukan setahun sekali yaitu Antar Ajung yang merupakan rasa
terima kasih atau rasa syukur kepada Tuhan karena kesejahteraasn
dan kemakmuran yang di dpat oleh masyarakat setempat.
Kini, antar ajung merupakan salah satu sumber daya wisata
yang bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan masyarakat
setempat. Antar ajung biasanya dilaksanakan di pantai sehingga
acara ini menjadi pemandangan yang sangat menarik dan unik
untuk di saksikan, bukan hanya orang Paloh saja yang menyaksikan
kegiatan tersebut tetapi banyak juga masyarakat yang dari luar ikut
serta menyaksikan kegiatan tersebut.
Tahapan antar ajung: pertama, tahapan persiapan. Adapun
82 Buku Ketiga
padi pun diletakkan di tengah oanggung. Air ini gunanya untuk
warga memandikan bibit padi yang baru. Dan para pawang
membaca jampi untuk menangkap roh-roh jahat, setelah roh-roh
itu di tangkap kemudian di masukkan kedalam Ajung bersama
dengan sebuah sesaji.
Ketika besiak selesai para pawang harus menunggui Ajung
sepanjang malam karena takut terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Tak semua orang dapat menjadi seorang pawang, karena orang-
orang tertentu saja yang memiliki ikatan darah dengan para leluhur
mereka yang juga pawang. Keesokan harinya ajung lalu diturunkan
ke laut bersama dengan sesajian yang telah dimasukkan ke dalam
ajung ersebut. Upacara di nyatakan selesai setelah roh tersebut
menyatakan bahwa semua roh jahat yang ada dan potensial
mengganggu telah ditangkap dan di masukkan ke dalam ajung.
Selanjutnya (ketiga), ritual pelepasan ajung. Sebelum ajung
dilepaskan ke laut maka diwajibkan untuk membaca doa dan
diiringi adzan terlebih dahulu. Ketika perahu-perahu itu akan
di lepaskan manuju laut lepas kira-kira pukul dua siang, upacara
ritual dimulai yang ditandai dengan pembakaran kemenyan dan
pembacaan jampi-jampi oleh pawang dengan sambil menghambur-
hamburkan ratteh dan beras kuning kesekeliling penonton. Ketika
pemanggilan roh para pawang bersahut-sahutan melantunka syair
dan lagu khusus yang diiringi dengan pukulan gendang dan alat
musik lainnya.
Karena kegiatan antar ajung sudah merupakan tradisi orang
Melayu Paloh, maka seluruh petani khususnya di daerah tersebut
akan datang berduyun-duyun untuk menyaksikan prosesinya dan
untuk mengetahui bagaimana perjalanan ajung-ajung tersebut
menuju lautan lepas. Dipercaya oleh orang sekitar, apabila ajung
yang lepas tersebut tidak mengalami hambatan, itu tandanya semua
yang akan dilepas itu sudah diberikan dengan rasa ikhlas san akan
menghasilkan panen yang bagus.
Maksud dari tradisi ini adalah roh-roh jahat untuk kemudian
84 Buku Ketiga
dengan ilmu ghaib. Padahal kekuatan Allah tidak bisa ditandingi.
Kita mafhumi dalam antar ajung, dipercayai kemakmuran dan
keberhasilan dalam hasil panen ditentukan dengan antar ajung
yang memberi makan atau bekal kepada roh jahat.
Apapun itu, tradisi ini merepresentasikan khazanah kearifan
lokal masyarakat setempat. Harus kita mafhumi sebagai peninggalan
budaya yang kenyataannya berakulturasi dengan tradisi Islam.
Hingga hari ini sebagian besar tetap menjalankannya dengan alasan
hal tersebut sudah mendarah daging dan ingin tetap melestarikan
kebudayaan tersebut dan tidak bia diganggu gugat oleh siapapun,
sementara yang lain memang sudah meninggalkannya.***
Muhammad Sidik
86 Buku Ketiga
ajaran Islam yang berasal Arab. Saat umur Syarif Abdurrahman
berumur 16 tahun, beliau dibawa oleh ayahnya berpindah dari
Negeri Matan ke Negeri Mempawah. Setelah berumur 18 tahun,
beliau dikawinkan oleh ayahnya dengan Utin Cenderamidi, anak
Opu Daeng Menambon.
Tatkala umurnya 22 tahun, Syarif Abdurrahman pergi
ke Pulau Tambelan selanjutnya ke Siantan dan terus ke pusat
pemerintahan Riau di Pulau Penyengat. Beliau tinggal di sana
selama kira-kira dua bulan. Kemudian, ke Negeri Palembang dan
tinggal di situ sebelas bulan. Sewaktu hendak kembali ke Negeri
Mempawah dihadiahkan oleh Sultan Palembang, Sultan Pelakit
sebuah perahu selaf dan seratus pikul timah.
Pada saat itu juga bermuafakat Tuan Saiyid dan sekalian
bangsa Arab di Negeri Palembang dan bersetuju memberi hadiah
kepada Syarif Abdurrahman, dua ribu ringgit. Kemudian Syarif
Abdurrahman belayar pulang ke negerinya, Mempawah. Setelah
dua bulan Syarif Abdurrahman Alkadri di Mempawah, beliau
belayar pula ke Negeri Banjar dan tinggal di sana selama empat
bulan. Kemudian, belayar pula ke Negeri Pasir dan berhenti di situ
selama tiga bulan.
Setelah itu, kembali lagi ke Negeri Banjar. Setelah dua
bulan di Banjar, Syarif Abdurrahman dikawinkan dengan puteri
Sultan Sepuh, saudara pada Penembahan Batu yang bernama Ratu
Syahbanun. Sebelum menikah, Syarif Abdurrahman Alkadri telah
dilantik oleh Panembahan Batu menjadi Pangeran dengan nama
Pangeran Syarif Abdur Rahman Nur Allam. Dua tahun kemudian,
Syarif Abdurrahman Alkadri kembali ke Negeri Mempawah.
Setahun kemudian, kembali lagi ke Negeri Banjar. Selama empat
tahun di Banjar, beliau memperoleh dua orang putera, seorang
laki-laki diberi nama Syarif Alwi diberi gelar Pangeran Kecil dan
yang seorang perempuan bernama Syarifah Salmah diberi gelar
Syarifah Puteri.
Tarikh 11 Rabiulakhir 1185 H/24 Jun 1771 M Syarif
88 Buku Ketiga
mudik ke Negeri Sanggau dengan 40 buah perahu kecil hendak
terus ke Negeri Sekadau. Setelah sampai di Sanggau, maka
ditahanlah oleh Penembahan Sanggau tiada diberikannya mudik
ke hulu, jauh dari negeri Sanggau. Tetapi Syarif Abdurrahman
Alkadri, berkeras hendak mudik. Terjadi peperangan antara kedua-
dua pihak. Setelah tujuh hari berperang, Syarif Abdurrahman
Alkadri mengundurkan diri kembali ke negeri Pontianak, untuk
persiapan membuat perahu besar.
Kira-kira delapan belas bulan sesudah itu bersamaan, 2
Muharram 1192 H/31 Januari 1778 M berangkat lagi ke Negeri
Sanggau dengan sebuah sekuci, dua buah kapal dan 28 buah
penjajab. Ketika sampai di Tayan, bertemulah dengan angkatan
Sanggau yang menanti kedatangan angkatan Pontianak di situ.
Angkatan Sanggau kalah, terus lari ke Sanggau. Tetapi ada lagi
angkatan Sanggau di Kayu Tunu, angkatan Sanggau sudah siap
berperang di tempat. Tarikh 26 Muharram 1192 H/24 Februari
1778 M bermulalah perang di Kayu Tunu. Sanggau kalah pada 11
Safar 1192 H/11 Mac 1778 M.
Syarif Abdurrahman Alkadri pun mudik ke Sanggau dan
berhenti di situ selama 12 hari. Syarif Abdurrahman Alkadri
bersama Raja Haji, Yang Dipertuan Muda Riau membuat benteng
pertahanan di Pulau Simpang Labi, menempatkan enam pucuk
meriam di pintunya. Pulau itu ditukar nama dengan Jambu-Jambu
Taberah. Setelah selesai pekerjaan di Pulau Jambu-Jambu Taberah
itu, Sultan Syarif Abdur Rahman pulang ke Pontianak bersama-
sama dengan Yang Dipertuan Muda Raja Haji.
Setelah sampai di Pontianak, Raja Haji, Yang Dipertuan
Muda Riau memanggil semua orang di dalam negeri Pontianak
untuk memeriksa hal Paduka Pangeran Syarif Abdur Rahman Nur
Allam akan dijadikan sultan. Semua isi negeri Pontianak, bersetuju.
Raja Haji mengirim utusan ke negeri Mempawah, Matan, Landak
dan Kubu. Raja-raja itu pun mengaku di hadapan Yang Dipertuan
Muda Raja Haji mengatakan bahawa mereka menerima dengan
90 Buku Ketiga
dengan Sambas mulai 3 Rabiulakhir 1206 H/30 November 1791
M. Sultan Syarif Abdur Rahman bersama Yang Dipertuan Sayid
Ali bin Utsman, Raja Siak memerangi negeri Sambas. Perang yang
terjadi selama lapan bulan itu, berakhir dengan seri iaitu tiada yang
kalah atau pun menang.
Demikianlah kisah Syarif Abdurrahman Alkadri yang
dilahirkan pada 15 Rabiulawal 1151 H/3 Julai 1738 M dan wafat
pada malam Sabtu, pukul 11.00, tarikh 1 Muharram 1223 H/28
Februari 1808 M. Pada hari itu juga, Penembahan Syarif Qasim
yang berkedudukan di Mempawah, ditobatkan menjadi Sultan
Pontianak dengan menggunakan nama Paduka Sultan Syarif
Qasim Raja Duduk Diatas Takhta Kerajaan Negeri Pontianak.
Pada tarikh 19 Safar 1223 H/16 April 1808 M, Pangeran
Mangku Negara Syarif Husein bin al-Marhum Sultan Syarif
Abdur Rahman dilantik menggantikan Syarif Qasim menjadi raja
Kerajaan Negeri Mempawah. Pada hari Kamis, pukul 09.00, tarikh
11 Muharram 1228 H/14 Januari 1813 M, Pangeran Syarif Husein
kembali ke rahmatullah.
Beliau diganti oleh Penembahan Anom, puteranya
Penembahan Adi Wijaya, menjadi wakil memegang kuasa di dalam
negeri Mempawah. Pada tahun 1241 H/ 1825 M, Penembahan
Anom kembali ke rahmatullah. Pada tahun 1243 H/1828
M, Pangeran Adi Pati Geram menjadi wakil menggantikan
memegang kuasanya di dalam negeri Mempawah berpangkat
nama Penembahan.
92 Buku Ketiga
gigih dan susah payah mereka sendiri, bangkitlah kembali cita-
cita untuk meneruskan perjuangan moyang mereka, iaitu Syeikh
Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari yang sangat masyhur
itu. Mereka berdua beriktikad, bahawa tiada satu perjuangan pun
yang lebih mulia, dapat menyelamatkan seseorang sama ada di
dunia mahu pun akhirat, melainkan perjuangan menyebarkan
ilmu-ilmu yang diajarkan oleh para nabi dan rasul Allah. Bahawa
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w., nabi dan rasul
akhir zaman, tidak syak lagi adalah satu-satunya agama yang
wajib diperjuangkan oleh setiap insan Muslim. Urusan mencari
dana untuk kepentingan umat Islam ditangani oleh Muhammad
Yusuf, sedangkan untuk propaganda dan dakwah dilakukan oleh
saudaranya, Muhammad Arsyad.
Cita-cita kedua-dua adik beradik itu dikabulkan oleh Allah,
kerana dalam tahun 1925 M. datanglah seorang pemuda yang alim
dari Ketapang bernama Abdus Shamad yang mendapat pendidikan
di Madrasah Shaulatiyah, Mekah. Salah seorang guru beliau di
Madrasah Shaulatiyah, Mekah ialah Tengku Mahmud Zuhdi bin
Abdur Rahman, yang kemudian dikenali sebagai Syeikhul Islam di
Kerajaan Selangor. Abdus Shamad ditampung oleh Muhammad
Yusuf Saigon, lalu didirikanlah pondok-pondok tempat tinggal
para pelajar, ketika itu berdirilah Pondok Pesantren Saigoniyah yang
dianggap sebagai pondok pesantren yang pertama di Kalimantan
Barat. Sungguhpun demikian, sebenarnya sistem pendidikannya
bukan sistem pondok, kerana ia juga mempunyai bangku-bangku
tempat duduk para pelajar. Dikatakan sebagai pondok pesantren
yang pertama di Kalimantan Barat hanyalah kerana di Pondok
Pesantren Saigoniyah yang pertama sekali terdapat pondok-pondok
tempat tinggal para pelajar yang dimodali oleh Muhammad Yusuf
Saigon. Ada pun pengajian pondok selain itu ialah Dar al-’Ulum
yang diasaskan oleh Abdur Rahman bin Husein al-Kalantani,
murid Tok Kenali. Pengajian pondok beliau terletak di Kampung
Terusan, Mempawah. Hanya pondok pengajian inilah satu-
94 Buku Ketiga
Sebagaimana kita ketahui, Muhammad Yusuf Saigon, yang
berperanan dalam pembinaan Pondok Pesantren Saigoniyah,
adalah salah seorang keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin
Abdullah al-Banjari. Perlu juga kita ketahui, dalam zaman yang
sama keluarga ini juga menjalankan aktiviti serupa di tempat-
tempat lainnya di dunia Melayu, bahkan termasuk juga Mekah.
Sebagai contoh Mufti Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari
mengasaskan pengajian pondok di Parit Hidayat, Sapat, Inderagiri
Hilir, Sumatera. Tuan Husein Kedah al-Banjari mengasaskan
beberapa tempat pendidikan sistem pondok di Malaysia. Beliau
memulakan aktivitinya di Titi Gajah, Kedah, selanjutnya di Pokok
Sena, Seberang Perai, Pulau Pinang yang dikenali dengan Yayasan
Pengajian Islam Madrasah Al-Khairiah.
Selain institusi pendidikan di Pontianak, Kalimantan Barat,
Sapat, Inderagiri dan Malaysia sebagaimana yang disebutkan di
atas, masih banyak lagi institusi pendidikan keluarga ulama Banjar
tersebut di tempat-tempat lain, sama ada di Banjar mahu pun di
Pulau Jawa. Di Bangil, Jawa Timur ada pondok pesantren yang
diasaskan keluarga ini, seperti Pesantren Datuk Kelampayan.
Pondok tersebut diasaskan oleh al-`Alim al-Fadhil Kiyai Haji
Muhammad Syarwani Abdan al-Banjari. Datuk Kelampayan
adalah gelaran untuk Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah
al-Banjari kerana beliau dimakamkan di Kelampayan. Di Dalam
pagar (Banjar) sekurang-kurangnya terdapat dua buah institusi
pendidikan yang diasaskan oleh keluarga ini, demikian pula di
Teluk Selong, Kampung Melayu dan lain-lain. Dua buah madrasah
di Dalampagar diberi nama Madrasah Sullam Al-’Ulum dan
Madrasah Mir’ah ash-Shibyan. Yang di Teluk Selong diberi nama
Madrasah Sabil Ar-Rasyad. Yang di Sungai Tuan diberi nama
Madrasah Al-Irsyad.
Yayasan yang diasaskan oleh keluarga ulama Banjar tersebut
juga terdapat di beberapa tempat, seumpama Yayasan Syeikh
Muhammad Arsyad Al-Banjari. Yayasan terbentuk dalam rangka
96 Buku Ketiga
19
SEDEKAH BUMI
ORANG JAWA DESA SAMBORA
M. Mukala Rifa’in
98 Buku Ketiga
Sedekah bumi berasal dari dua kata yaitu, sedekah yaitu
memberikan sesuatu dan mengharapkan sesuatu pahala dari Allah
SWT. Sedangkan bumi ialah jagat raya ini yang di tempati oleh
manusia sebagai tempat tinggal dan tempat bercocok tanam.
Dengan demikian arti sedekah bumi itu ialah, memberi segala
sesuatu kepada orang lain sebagai tanda syukur atas nikmat yang
telah Allah SWT. berikan kepada manusia khususnya bagi orang-
orang yang telah mendapat nikmat, atau hasil panen yang melimpah.
Atas dasar itulah orang Jawa pada khususnya menjadikan sarana
untuk mencurahakan rasa syukurnya kepada Allah SWT, yaitu
dengan sedekah bumi.
Menurut Bapak Shuyudi, salah satu ulama yang ada di Desa
Sambora, beliau mengatakan bahwa sedekah bumi yaitu dekad
deso dalam Bahasa Jawanya, yang bermakna ucapan terima kasih
kepada Allah SWT, yang telah memberi segala nikmat yaitu berupa
tanah yang subur dan hasil panen yang melimpah. Menurut
beliau, sedekah bumi hanyalah sarana untuk menyambungkan
tali silaturahmi dan bersedekah kepada masyarakat yang tidak
mempunyai penghasilan. Di samping untuk menghidupkan tradisi
Jawa yang pastinya, juga bertujuan untuk mengingatkan pemuda-
pemuda yang “buta budaya”, karena zaman sekarang,anak muda
telah banyak yang lupa dengan jati diri pada budayanya sendiri,
mereka malah sering mencintai atau mengagumi budaya-budaya
luar, yang belum tentu menambah kebaikan pada dirinya,
terkadang malah merusak akhlak mental pemuda-pemuda yang
telah berkecimpung ke dalam ajaran luar. Dari situlah penting
menghidupkan sedekah bumi ini, bukan hanya untuk bersedekah
maupun menyambung tali silaturahmi saja, tetapi juga sarana
untuk menciptakan, membuat, melahirkan mental pemuda-penuda
penerus bangsa yang baik budi pekertinya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan beberapa
di antaranya limbah akibat penambangan. Selainnya, rusaknya keseimbangan
alam, hilangnya saluran air bersih dan lain-lain adalah dampak lainnya.
KONDANGAN
Kondangan dalam rentetan acara sedekah bumi adalah
acara makan-makan yang di lakukan di pagi hari, menunggu
masyarakat berkumpul membawa makanannya yang di kumpulkan
di suatu tempat yang di tentukan. Terkadang tempat itu di
lapangan,terkadang juga tempat itu juga di masjid. Adapun makan-
makan yang di bawa adalah: kue pasung, kue bolu, kue lemper, kue
bugis, dan buah-buahan serta sayur-sayuran hasil panen. Di Desa
Sambora pada umumnya membawa ambeng atau nasi yang di taruh
di bakul kemudian di kasi bumbu, seperti mie goreng, telur goreng
dan lain-lainnya yang berkenaan dengan lauk pauk. Terkadang
letak keseruanya di situ, karena apa? masyarakat di sana makan
ambengnya bukan punya sendiri, tapi mereka menukar antara
ambeng satu dan ambeng lainnya. Jadi dalam acara kondangan itu
mereka merasakan makan dari orang lain yang membawa ambeng
pula.
Mengenai ambeng, ada beberapa pendapat yang tidak
MAIN KESENIAN
Setelah masyarakat melakukan acara kondangan atau makan-
makan besar, kemudian setelah pulang masyarakat bekumpul lagi,
untuk melaksanakan acara kesenian yang ada pada orang Jawa
pada umumnya, yang di lakukan di lapangan terbuka. Dalam
kesenian ini banyak orang Jawa di luar Desa Sambora ikut ambil
bagian pada acara ini. Di antaranya orang Sungai Tempayan, Kayu
Ara, sumber agung dan desa-desa lainya ikut serta dalam acara
ini yang dilakukan setahun sekali ini. Adapun acara kesenian yang
di tampilkan antara lain sebagai berikut: jaran kepang atau kuda
lumping, reok ponorogo, adu silat, dan atraksi kesenian.
Di antara kesenia ini ada beberapa ulama yang membolehkan
ada juga yang melarang, karena menyakiti tubuh sendiri seperti
atraksi kesurupan pada kuda lumping sewaktu makan beling
dan lain-lainya. Menurut informan penulis yaitu Bapak Usman,
Nurkhalis dan Puryadi meraka sama beranggapan untuk tidak
PAWAI AKBAR
Pawai akbar di laksanakan ketika sudah selesai acara
kesenian,kemudian mereka berkumpul untuk berjalan bersama-
sama untuk mengantar buah-buahan ke tempat tamu para
undangan yang ada di lapangan yang telah di tata rapi. Dalam pawai
itu semua masyarakat yang hadir di suruh untuk pawai bersama-
sama yaitu untuk memeriahkan acara sedekah bumi yang di adakan
setahun sekali. Kemudian dalam pawai itu semua masyarakat ikut
mulai berjalan dari tempat yang di tunjuk panitia kemudian mutar
dan kembali lagi untuk meletakan buah-buahan yang di bawa ke
tempat yang di tunjukan.
TAUSIYAH AGAMA
Tausiyah agama dilaksanakan ketika semua masyarakat
telah berkumpul. Setelah masyarakat telah berkumpul dimulailah
pembukaan acara untuk acara sedekah bumi ini. Penceramah
biasanya mengangkat tema syukur, dan menyinggung tentang
tentang tugas kewajiban seorang muslim dan lain sebagainya.
Karenanya acara sedekah bumi Desa Sambora seharusnya
dilestarikan, karena inti dari itu semua adalah sarana untuk
memperkuat ukhuwah Islam yang telah kendor, dan dengan acara
itu lewat tausiyah agama, mampu melahirkan sesuatu yang lebih
daripada itu.
Bapak Sadiqun mengatakan bahwa negara tanpa budaya akan
lumpuh dan rapuh. Tanpa adanya budaya, pemuda akan hilang
sopan santun, dan tidak paham bagaimana menghormati yang lebih
tua dan tidak tahu mengambil pelajaran dari yang tua. Jadi budaya
mempunyai porsi yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa
dan negara, sebagai sarana untuk membentuk budi pekerti
akhlak yang baik. Karenanya, budaya seperti harus dilestarikan
agar bisa menunjang kualitas akhlak dan moral pemuda-pemuda
dan masyarakat yang lebuh baik. Selagi budaya-budaya itu tidak
keluar dari koridor Islam tidaklah mengapa, jadi budaya adalah
sarana untuk memperkuat ukhuwah Islam yang ada di Indonesia.
Siti Alfiyah
Setelah hari esok tiba, hari intinya yaitu (akad nikah), calon
mempelai perempuan diriasi oleh dukun nganten (dukun pengantin)
diriasi secantik mungkin dan menggunakan baju kebaya. Selain itu,
dari pihak perempuan ada beberapa orang yang telah ditugaskan
talah berjalan untuk menjemput calon mempelai laki-laki bersama
rombongannya. Setelah calon mempelai laki-laki tiba bersama
rombongannya barulah memulai prosesi acara pernikahannya,
yang dibawakan oleh seorang pembawa acara.
Kedua, Acara inti prosesi akad nikah: pembukaan,
pembacaan ayat suci al-Quran, serah terima dari pihak laki-laki
(memberikan anak laki-laki kepada calon mertuanya), dilanjutkan
penerimaan serah terima dari pihak perempuan, selanjutnya acara
inti (ijab dan qabul), penyerahan mas kawin, doa, penutup, dan
terakhir adalah makan bersama. Setelah prosesi ijab dan qabul
selesai kemudian dilanjutkan dengan acara selanjutnya yaitu:
temu manten (di mana manten perempuan berjalan keluar dari
pintu didampingi oleh ibu bapaknya dan keluarga, dan manten
laki-laki dari arah luar berjalan masuk kedalam untuk menemui
manten perempuan yang didampingi oleh kedua orang tuanya
PERSPEKTIF ISLAM
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Nabi Muhammad di
utus oleh Allah Ta’ala adalah untuk menyempurnakan akhlaq, salah
satu cara Rosullulloh untuk menyempurnakan akhlaq manusia
adalah dengan cara menghapus dan menghilangkan tradisi yang
memang bersifat dan berdampak negatif. Jika semua tradisi di
perbolehkan dan di anjurkan untuk mempertahankan tradisi
itu maka akhlaq kita telah menyerupai akhlaq kaum jahiliyah,
sebagaimana yang kita ketahui bahwa dahulu memasang jimat,
mengubur anak perempuan, khamr dan lain sebagainya itu juga
termasuk tradisi, dan kemudian Rasulullah menghapus tradisi-
tradisi tersebut sebab bersifat dan berdampak negatif.
Sama halnya dengan robo-robo, bila hal ini banyak mengandung
dan berdampak negatif alangkah baiknya kita tidak ikut serta
dalam melaksanakannya. Memang hal ini mengandung doa-doa
Islam dan ada maksud atau tujuan yang baik akan tetapi di dalam
robo-robo ini terdapat juga hal-hal atau cara-cara yang diharamkan
Islam seperti membuang-buang makanan. Tidak ada manfaat dari
buang-buang tersebut, selain mengandung hal mubazir hal ini juga
mengandung kesyirikan yaitu dengan meminta keselamatan dari
arwah leluhur, makhluk halus dan sebagainya.
Begitu juga dengan Bulan Safar, Bulan Safar adalah bulan
PERSPEKTIF ISLAM
Di dalam acara buang abu banyak yang membuktikan
bahwa buang abu itu berkaitan dengan keislamannya, seperti
membacakan doa-doa penolak bala, bermusyawarah dan juga
dapat mempererat hubungan silaturahmi kepada sesama tetangga.
Karena sebelum mengadakan acara tersebut masyarakat pasti
akan mengadakan musyawarah terlebih dahulu untuk menentukan
siapa-siapa yang akan diberi tugas dalam acara tersebut, seperti
yang memasak, membuat mumbu, membuat lauk-pauknya dan
juga mengatur/menyusun saprahan/makanan yang akan disajikan.
Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah Saw: “Saya tidak pernah
melihat seseorang yang paling banyak musyawarah dengan
sahabatnya dibanding Rasulullah SAW”. (HR. Tirmidzi)
Saifuddin
Siti Aminah
Rohani
Siti Maimunah
PEMBACAAN DOA
Setelah membelah ketupat, ibu yang hamil tersebut dibawa
ke ruang depan yang sudah terdapat kerabat dan para tetangga .
kemudian dibacakan doa yang diwakilkan oleh sesepuh atau ustadz
dan diamini oleh para kerabat dan tamu yang hadir. Biasanya
doa yang dibaca adalah doa selamat dan surah al-fatihah dan
menyebutkan nama ibu yang mengandung tersebut. Tujuannya
adalah berharap agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang
mengandung tetap dalam keadaan yang selamat.
Syaiful Bahri
LAMARAN
BERTANGAS
Bertangas adalah salah satu adat yang di percaya untuk
menghilangkan bau badan dan keringat. atau adat istiadat yaitu
membersihkan tubuh dengan air hangat yang di sertai dengan
wewangian aroma.2
5 Ibid
Yusep
Roki Saputra
A
aqiqah 33, 49, 50, 72, 174,
Aberi’ Kaber 164
175, 176, 177
Abu Bakar bin Muqry as-Bi-
asimilasi 18
haniy 10
Asma binti Abi Bakar 9
Abul Qasim ath-Thabary 10
as-Syaukani 57
Abus Syaikh as-Shibaniy 10
atsar 5
Aisyah 9
‘alawiy (keturunan Nabi) 10 B
al-Shafadiyyah 57
badudus 74
al-urf 54, 172
Banjar Pontianak viii, 44, 45
Anas bin Malik 10
bapapai 74
animisme 36, 97
BATU AMPAR 157
Antar ajong 79
benang lawai (benang tenun)
75