Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

MAKNA NON-VERBAL TRADISI “KHATAM QUR’AN LAI HIAFAI” DI

MASYARAKAT DESA WAITINA KECAMATAN MANGOLI TIMUR

KEPULAUAN SULA

(KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK)

Oleh

Lita Meilianti Makassar

03051811058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

TAHUN 2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………... 6
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 6
BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Makna ……………………………………………... 8


B. Jenis-Jenis Makna …………………………………………….. 9
C. Pengertian Non-verbal ……………………………………….. 12
D. Pengertian Tradisi ……………………………………………. 13
E. Khatam Qur’an Hia Fai ………………………………………. 13
F. Masyarakat …………………………………………………… 14
G. Makanan Adat ………………………………………………... 14
BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ……………………………………………. 16


B. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian …………………….. 17
C. Data Dan Sumber Data ………………………………………. 17
D. Teknik Pengumpulan Data …………………………………… 18

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Melalui kebudayaan, suatu peradaban manusia dapat dikenali dan

diamati dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Dalam seperangkat kebudayaan,

terdapat beberapa hal yang menjadi dasarnya antara lain meliputi nilai, budi, akal,

tujuan, moral dan adat istiadat. Kebudayaan dan sistem yang berlaku di

masyarakat membentuk kebudayaan itu sendiri melalui proses tertentu, sehingga

kebudayan tersebut membentuk suatu identitas pribadi yang unik dan menjadi

pembeda antara masyarakat satu dengan yang lain. Kebudayaan selalu diartikan

sebagai sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk dapat berperan, berfungsi dan

berada dalam kehidupan masyarakat.

Wilson (Dalam Sibarani, R,2004:2) mengatakan kebudayaan adalah

pengetahuan yang ditransmisi dan disebarkan baik bersifat ekstensial, normatif

maupun simbolis. Dengan demikian kebudayaan adalah cara mengetahui yang

harus dimiliki seseorang untuk menjalani tugas-tugas kehidupan sehari-hari dan

kebudayaan mencakup pengetahuan tentang musik, sastra, seni, dan lain-lain.

Bahasa digunakan sebagai sarana eskpresi nilai-nilai budaya yang dapat

disampaikan oleh manusia secara spesifik dapat dirumuskan tentang kebudayaan

yakni (1) kebudayaan ekspresi mencakup perasaan, keyakinan, kemampuan

pengetahuan, ide, imajinatif, dan kolektif (2) kebudayaan tradisi mencakup nilai-

nilai religi, adat istiadat, dan keebiasaan-kebiasaan (3) kebudayaan fisik


mencakup hasil karya asli yang di manfaatkan masyarakat dalam kehidupan

sehari-hari. Antropolingusitik adalah cabang linguistik yang mempelajari varian

dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu

perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan etika bebahasa, adat-istiadat,

dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik juga

mempelajari unsur-unsur budaya yang terkandung dalam pola-pola bahasa yang

dimiliki oleh penuturnya secara menyeluruh.

Makna non-verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan tanpa kata-kata,

melainkan menggunakan tindakan, komunikasih non-verbal juga biasa sebagai

transfer informasi melalui penggunaan bahasa tubuh, misalnya mimik wajah,

gerakan tangan, intonasi suara, hingga kecepatan berbicara.

Selanjutnya, Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang berlaku pada

masyarakat yang dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang kita, seperti

adat, kepercayaan, ajaran, kebiasaan dan sebagainnya dengan demikian tradisi

merupakan suatu yang telah dilakukan sejak lama dan sudah menjadi bagian dari

kehidupan suatu kelompok masyarakat itu sendiri. Hal itu dilakukan agar kita

mempunyai identitas diri, dan tidak mudah teromabang-ambing dalam

menghadapi tantangan globalisasi modern saat ini. Memang tidaklah mudah bagi

kita untuk mempertahankan tradisi dan budaya leluhur. Selanjutnya keterbatan

pengetahuan tentang apa dan bagaimana suatu tradisi, ialah salah satu faktor

masyarakat tidak mau mempertahankan tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur

kita. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak tradisi pada suatu daerah yang mulai

sirna dan cenderung dilupakan.


Tradisi “Khatam Qur’an Lai Hiafai” di masyarakat desa Waitina memiliki

sejarah budaya yang diwariskan dari nenek moyang sampai sekarang. Warisan

nilai-nilai budaya yang terdapat dalam tradisi “Khatam Qur’an Lai Hiafai”

memiliki identitas tersendiri bagi masyarakat desa Waitina, seperti salah satu

warisan budaya yang dimiliki adalah “Khatam Qur’an Lai Hiafai”. Tradisi

“Khatam Qur’an Lai Hiafai” yang dilakukan oleh masyarakat desa Waitina

Kecamatan Mangoli Timur Kepulauan Sula, merupakan salah satu prosesi adat

yang dilaksanakan sekali dalam setahun, dimana prosesi adat ini diawali dengan

menyambut bulan suci Ramadhan dan setelah selesai bulan Romadhan. Acara ini

yang dibawakan oleh masyarakat desa Waitina khususnya pria bersama kepala

umaosa (rumah adat) yaitu umasangaji dan ke-enam marga lainnya yang teridiri

dari Umasangadji, Titdoy, Umawaitina, Lumbessy, Liambana, dan Liamanu.

Prosesi tradisi “Khatam Qur’an Lai Hiafai” dilaksanakan setelah selesai sholat

isya, biasanya orang yang melaksanakan khatam Qur’an memakai pakaian jubah

layaknya pakaian seorang khatib di masjid dengan perpaduan warna yang berbeda

dari masing-masing marga itu sendiri. Selain itu, setiap tahun yang dapat

membawakan meja adat beserta makanan adat hanya dua marga saja yaitu Marga

Titdoy dan juga Marga Umawaitian.

Kehidupan masyarakat di desa waitina yang masih kental akan tradisi

keagamaan yang terkait dengan Khatam Qur’an Lai Hiafai, atau tadarus bersama

di masjid, ini sangat terjaga, unik, dan rapi. Mulai dari membuat makanan adat,

hiasan tempat makanan, hiasan meja adat, bermacam bunga, dan sebagainya yang

memiiki makna berbeda sehingga tradisi ini sampai sekarang masih tetap
dilestarikan dalam tradisi ini juga mempunyai larangan untuk masyarakat desa

Waitina khusunya wanita, setiap tahun, acara “Khatam Qur’an Lai Hiafai” atau

“Tadarus” bersama di masjid, wanita tidak diperbolekan masuk ke dalam masjid,

melainkan beberapa masyarakat pria yang di undang, beserta kepala rumah adat,

ke-enam soa (suku), dan para moding juga imam yang dapat memasuki masjid.

Wanita hanya di tugaskan untuk membuat makanan adat yang akan di bawakan

oleh setiap pelayan yang sudah di tetapkan oleh ke-enam umasoa yang

membawakan makanan kedalam masjid. Setiap para undangan yang memasuki

masjid, mereka harus memberi salam kepada salah satu juguru imam dengan

ucapan “Suba Jo” dan para undangam yang lain menjawab dengan ucapan “Jo”

selesai dari itu salah satu umasoa, mempersilkan tamu undangan untuk duduk.

Saat Sangaji tiba di masjid memberi salam (Suba Jo) kepada Juguru Imam dan

seluruh tamu undangan, langsung duduk di tempat yang sudah ditentukan dan

dilanjutkan dengan pembagian. air sos-sos yang dibawakan oleh para moding

kepada seluruh yang hadir termasuk Sangaji.

Setelah itu Juguru Imam mempersilahkan para tamu undangan untuk

memasuki ruangan Masjid (tempat pembacaan “Khatam Qur’an Lai Hiafai)

dilaksanakan, dengan tempat duduk atau posisi yang ditentukan oleh para moding

dan prosesi pembacaan “Khatam Qur’an Lai Hiafai” di awali dengan Khotmil

Qur’an setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan kitab karaman (bertuliskan

huruf tulang atau huruf tanda baca) dan dilanjutkan dengan tahlilan dan doa

selamat. Seluruh rangkaian prosesi adat telah selesai dan Marga Liamanu

mempersilahkan tamu undangan untuk kembali ke rumah masing-masing dengan


do’a dan harapan semoga Allah SWT memanjangkan umur kita dan selalu sehat

agar bisa berkumpul ditahun yang akan datang.

Tradisi Khatam Qur’an Lai Hiafai sebagai warisan budaya yang hanya

dimiliki oleh masyarakat desa waitina. Ada tahapan-tahapan tertentu dalam

memelihara dan juga mempelajari kebudayaan tersebut, yang di dalamnya

terkandung pada aturan serta nilai keagamaan dan kebudayaan yang berlaku

dalam masyarakat yang bersangkutan. Selanjunya tradisi Khatam Qur’an Lai

Hiafai, di masyarakat desa waitina sangat menjunjung tinggi nilai keagamaan

dalam melestarikan kebudayaannya.

Dengan menyadari pentingnya arti dan peranan tradisi Khatam Qur’an Lai

Hiafai dalam rangka melestarikan nilai-nilai leluhur budaya di masyarakat desa

Waitina sehingga peneliti beranggapan bahwa hal ini sangat menarik untuk

dilakukan penelitian dan memahami bagaimana tanggapan masyarakat terhadap

tradisi Khatam Qur’an Lai Hiafai, dalam kehidupan masyarakat serta nilai budaya

dan nilai agama yang terdapat dalam tradisi Khatam Qur’an Lai Hiafai yang

terkandung dalam pelaksanaan tradisi tersebut. Oleh karna itu, peneliti merasa

tertarik untuk mengangkat judul yaitu “Makna Non-Verbal Tradisi “Khatam

Qur’an Lai Hiafai” di Masyarakat Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur

Kepulaun Sula (Kajian Antropolinguistik)”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana rangkaian acara tradisi “Khatam Qur’an Lai Hiafai” pada

masyarakat desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur Kepulauan Sula ?


2. Apa makna non-verbal yang terkandung dalam makanan adat tradisi

“Khatam Qur’an Lai Hiafai” pada masyarakat desa Waitina Kecamatan

Mangoli Timur Kepulauan Sula ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan proses acara tradisi “Khatam Qur’an Lai Hiafai” pada

masyarakat desa waitina kecamatan mangoli timur kepulauan sula.

2. Menjelaskan makna non-verbal makanan adat dalam tradisi “Khatam

Qur’an Lai Hiafai” pada masyarakat desa waitina kecamatan mangoli

timur kepulauan sula.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat di jabarkan sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a) Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi

dalam pengembangan ilmu Antropolingustik, yakni melestarikan

Tradisi Khatam Qur’an Lai Hiafai sebagai salah satu khasanah warisan

tradisi di Maluku Utara Kepulauan Sula.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran

dam memperkaya wawasan bagi penulis yang tertarik untuk mengkaji

Tradisi Khatam Qur’an Lai Hiafai sebagai salah satu khasanah warisan

tradisi di Maluku Utara Kepulauan Sula.

2. Maanfaat Praktis

a) Menambah wawasan penulis mengenai penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan Tradisi Khatam Qur’an Lai Hiafai


b) Penelitian ini dapat memberikan informasih kepada masyarakat desa

Waitina terkait makna non-verbal.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Makna

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) diturunkan dari

kata bahasa Yunani Kuno sema (bentuk nominal) yang berarti "tanda" atau

"lambang". Bentuk verbalnya adalah semaino yang berarti menandai" atau

"melambangkan". Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai

padanan kata "sema" itu adalah tanda linguistik (Prancis: signe linguistique)

seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, setiap tanda linguistik

terdiri dari dua unsur yaitu (1) Prancis (signifie), Inggris (signified) yang diartikan

sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda bunyi dan

(2) Prancis (signfiant), Inggris (signifier) itu adalah tidak lain dari pada bunyi-

bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Jadi

dengan kata lain setiap tanda lingustik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna.

Kedua unsur ini adalah unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk

atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar bahasa

(ekstralingual).

Umpamanya tanda linguistik yang di eja < kursi >. Tanda ini terdiri dari unsur

makna atau yang diartikan ‘kursi’ (Inggris: chair) dan unsur bunyi atau yang

mengartikan dalam wujud runtunan fonem [k,u,r,s,i]. lalu tanda < kursi >, yang

dalam hal ini terdiri dari unsur makna dan unsur bunyinya mengacu kepada suatu

referen yang berada diluar bahasa, yaitu suatu sebuah kursi, sebagai salah satu

perabotan rumah tangga.


Makna di dalam ujaran bahasa sebenarnya sama saja dengan makna yang ada

dalam sistem lambang atau sistem tanda lainnya karena bahasa sesungguhnya juga

merupakan suatu sistem lambang. Hanya bedanya makna dalam bahasa

diwujudkan dalam lambang-lambang yang berupa satuan- satuan bahasa, yaitu

kata/leksem, frase, kalimat, dan sebagainya.

B. Jenis-Jenis Makna

Kajian semantik berkaitan erat dengan makna. Dalam hal makna terdapat

beberapa jenis makna menurut Abdul Chaer. Makna tersebut adalah makna

leksikal, grametikal, kontekstual, referensial, nonreferensial, denotative, konotatif,

konseptual, asosiatif, kata istilah, idiom, dan makna pribahasa.

1. Makna Leksikal, Grametikal dan Kontektual

a) Makna Leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai

dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya. Kamus-kamus

dasar biasanya hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata

yang dijelaskannya. Misalnya, leksem ‘kuda’ memiliki makna leksikal

sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.

b) Makna Grametikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata

tersebut menjadi sebuah kalimat. Misalnya, kata ‘kuda’ bermakna leksikal

binatang sedangkan makna grametikalnya bias menjadi alat transportasi

atau sejenis. Misalnya ‘saya berangkat ke mol dengan kuda’.

c) Makna Kontektual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di

dalam suatu konteks. Misalnya, makna konteks kata keapala pada kalimat

‘kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya’.


2. Makna Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada

referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar

adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya

dalam dunia nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dank arena adalah

termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak

mempunyai referens.

3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya

yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama

dengan makna leksikal. Umpamanya kata kurus bermakna denotatif ‘keadaan

tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal’. Sedangkan makna

konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang

berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang

menggunkan kata tersebut. Umpamanya kata kurus juga pada contoh

denotatif, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang

mengenakkan. Tetapi kata ramping, yang sebenarnya bersinonim dengan kata

kurus itu memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan orang akan

senang kalau dikatakan ramping.

4. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem

terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata rumah memiliki makna

konseptual ‘bangunan tempat tinggal manusia’. Jadi, makna konseptual


sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna

referensial. Sedangkan makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah

leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu

yang berada diluar bahasa. Misalnya kata melati berasosiasi dengan sesuatu

yang suci dan kesucian.

5. Makna Kata dan Makna Istilah

Makna kata adalah makna yang bersifat umum, kasar dan tidak jelas. Kata

‘tangan’ dan ‘lengan’ sebagai kata maknanya lazim dianggap sama, seperti

contoh berikut: (1) Tangannya luka kena pecahan kaca, (2) lengannya luka

kena pecahan kaca. Jadi kata tangan dan lengan pada kedua kalimat diatas

adalah bermakna sama.

Sedangkan makna istilah adalah makna yang pasti, jelas, tidak meragukan,

meskipun tanpa konteks kalimat dan perlu diingat bahwa makna istilah hanya

dipakai pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu saja. Umpamanya kata

‘tangan’ dan ‘lengan’ yang menjadi contoh diatas iyalah kedua kata itu dalam

bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. ‘tangan’ bermakna

‘bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan’ dan kata ‘lengan’ bermakna

‘bagian dari pergelangan tangan sampai ke pangkal bahu’.

Jadi kata ‘tangan’ dan ‘lengan’ sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak

bersinonim, karena maknanya berbeda.

6. Makna Idiom dan Peribahasa

Makna idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan dari makna

unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun grametikal. Contohnya secara


grametikal bentuk ‘menjual rumah’ bermakna yang menjual menerima uang

dan yang membeli menerima rumahnya, tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk

‘menjual gigi’ tidak memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna tertawa

keras-keras. Jadi makna tersebutlah yang disebut makna idiomatik.

Selanjutnya, makna peribahasa memliki makna yang masih dapat

ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya. Adanya asosiasi antara

makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Contohnya, peribahasa

seperti ‘anjing dan kucing yang bermakna ihwal dua orang yang tidak pernah

akur’. Makna ini memilki asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan

kucing jika bersuara memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.

C. Pengertian Non-verbal

Komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Pesan-

pesan nonverbal sangat berpengaruh terhadap komunikasi. Pesan atau simbol-

simbol nonverbal sangat sulit untuk ditafsirkan dari pada symbol verbal. Bahasa

verbal sealur dengan bahasa nonverbal, contoh ketika kita mengatakan “ya” pasti

kepala kita mengangguk. Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal

yang mau diungkapkan karena spontan. Komunikasi nonverbal meliputi semua

aspek komunikasi selain kata-kata sendiri seperti bagaimana kita mengucapkan

kata-kata (volume), fitur, lingkungan yang mempengaruh interaksi (suhu,

pencahayaan), dan benda-benda yang mempengaruhi citra pribadi dan pola

interaksi (pakaian, perhiasan, dan lain-lain).

Selanjutnya Komunikasi nonverbal lebih kepada melukiskan peristiwa

komunikasi yang terjadi di luar kata-kata yang terucap dan tertulis. Secara teoritis
komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam

kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi

dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari. Menurut Arni (2007).

Komunikasi non verbal merupakan komunikasi yang menggunakan bahasa isyarat

atau bahasa diam.

D. Pengertian Tradisi

Secara etomologi kata tradisi atau tradisonal berarti aturan, budaya atau adat

yang hidup dalam sebuah komunitas mayarakat. (Mastuhu, 1945:180) tradisi

diartikan kesepakatan bersama untuk ditaati serta dijunjung tinggi oleh sebuah

komunitas masyarakat setempat. Sedangkan, menurut Peransi (Lamazi, 2005:78)

Tradisi berasal dari kata traditium, yang berarti segala sesuatu yang ditansmisikan,

diwariskan oleh masa lalu kemasa sekarang.

Berdasarkan pendapat para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa tradisi

merupakan suatu kebiasaan yang telah dilakukan oleh masyarakat dari dulu

hingga sekarang.

E. Khatam Qur’an Lai Hiafai

Khataman Al-qur’an dalam bahasa arab adalah khatam qur’an, artinya

membaca Alqur’an dari awal hingga akhir. Dalam bahan bacaan, islam banyak

keutamaan dijelaskan dari khataman Al-qur’an, baik keutaman spiritual maupun

material. Salah satu tempat pengijabaan dan penerimaan do’a adalah setelah

khataman Alqur’an. Khatam qur’an dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

khataman personal dan khataman kelompok biasanya keinginan dan motivasi

membaca lebih besar. Salah satu waktu khataman Alqur’an adalah bulan
Ramadhan, dimana pembacaan Alqur’an di dalamnya memiliki pahala yang

banyak. Dalam bahasa sula “Lai” artinya tanah “Hiafai” artinya sekumpulan

masyarakat.

F. Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai kalangan,

yang tinggal di dalam satu wilayah dan memiliki hukum adat, norma-norma serta

berbagai peraturan untuk ditaati. Masyarakat yang dimaksudkan dalam

pembahasan ini adalah sekelompok manusia yang mendiami desa Waitina

Kecamatan Mangoli Timur Kepulauan Sula.

G. Makanan Adat

Dari berbagai kelompok etnis tersebut terdapat berbagai ragam budaya dan

adat istiadat, salah satunya adalah budaya makan. Para antropolog mengganggap

makan adalah budaya yang sangat penting karena sudah ada sejak manusia lahir.

Makanan tradisonal adalah makanan yang sudah membudaya di daerahnya sejak

beberapa generasih sebelumnya, diolah dari bahan yang tersedia dan sebagian

mempunyai fungsi khusus baik sebagai makanan ritual maupun berkaitan dengan

fungsi social dan budaya. Dalam pembuatan makanan tradisonal peranan budaya

manusia sangat penting yaitu bentuk keterampilan, kreativitas, sentuhan seni,

tradisi dan selera.

Makanan tradisonal merupakan bagian dari budaya, karena Indonesia terdiri

dari berbagai sub-etnis maka terdapat juga berbagai ragam jenis makanan

tradisonal. Dan setiap daerah memiliki jenis makanan daerah tersendiri juga

terdapat berbagai jenis olahan, baik sebagai makanan pokok atau makanan
salingan. Makanan tradisonal dapat juga ditinjau dari tujuannya, kapan dan apa

yang disajikan hal ini terutama berkaitan dengan aspek ritual. Beberapa makanan

tradisonal mempunyai arti khusus dari segi ritual dan kepercayaan yang sudah

turun temurun. Selanjutnya, makanan tradisonal sangat besar bagi masyarakat di

daerahnya dan sulit dihilangkan kerena merupakan budaya dan kepercayaan yang

telah dimiliki secara turun temurun dari nenek moyangnya. Disamping itu fungsi

social dari makanan tradisonal dapat mempererat solidaritas atau ikatan bagi

kelompoknya sehingga tercipta rasa persatuan. Makanan mempunyai makna

psichologis, estetika, dan religius.

Berdasarkan uraian di atas dapat dideskrpsikan, makanan adat adalah makanan

yang mempunyai arti khusus dari segi ritual dan kepercayaan yang sudah turun

temurun, dari segi rasa, warna bentuk, dan tekstur itu sendiri.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Peneliti melakukan penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berlandasakan fenomenologi dan

paradigma konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

Meleong (dalam Ikbar Yanuar 2012:146) menjabarkan sebelas karakteristik

pendekataan kualitatif yaitu: menggunakan latar alamiah, menggunkan manusia

sebagai instrument utama, menggunakan metode kualitatif (pengamatan,

wawancara, atau study dokumen) untuk menjaring data, menganalisis data secara

induktif, menyusun teori dari bawah ke atas (misalnya grounded theory),

menganalisis data secara deskriptif, lebih mementingkan proses dari pada hasil,

membatasi masalah penelitian berdasarkan fokus, menggunakan kriterial

tersendiri (seperti trigulasi, pengecekan sejawat, uraian rinci, dan sebagainya)

untuk memvalidasi data, menggunakan desain sementara (yang dapat disesusaikan

dengan kenyataan dilapangan), dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati

bersama oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data.

Bogdan dan Taylor (1975:5), mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian secara alamiah. Peneltian deskriptif yaitu penelitian

yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang


berdasarkan data-data tersebut.Jenis penelitian kualitatif deskriptif yang

digunakan pada penelitian ini dimakudkan untuk memperoleh informasi mengenai

Makna Non-verbal Tradisi “Khatam Qur’an Lai Hiafai” di Mayarakat Desa

Waitina Mangoli Timur Kepulauan Sula.

Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha

menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. (Best,

1982:119). Penelitian deskriptif pada umumnya dilaksanakan dengan tujuan

utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau

subjek yang diteliti secara tepat.

Alasan peneliti memilih metode kualitatif karena meneliti pada kondisi objek

yang alamiah, dalam Makna Non-verbal Tradisi Khatam Qur’an Lai Hiafai di

Masyarakat Desa Waitina Mangoli Timur Kepulauan Sula.

B. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaknakan di desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur Kepulauan

Sula, pada hari sabtu tanggal 14 Mei 2022, pukul 21.00 WIT. Penelitian ini

dilakukan dengan cara observasi dan mengamati langsung prosisi pelaksanaan

“Khatam Qur’an Lai Hiafai” atau Tadarus bersama di Masjid yang dilakukan pada

masyarakat desa Waitina Mangoli Timur Kepulauan Sula. Sehingga memudahkan

peneliti untuk mencari informasi dan data yang peneliti perlukan.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

a) Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui

wawancara terhadap para informan, yang menjadi subjek penelitian


adalah tokoh adat, dan juga salah satu masyarakat desa waitina

Kepuluan Sula,

b) Data sekunder dari penelitian ini berasal dari sumber lain yang

relevan dengan penelitian ini seperti buku, modul, jurnal dan lain-lain

yamg berkaitan dengan Tradisi.

2. Sumber Data

Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang memiliki

informasi mengenai objek penelitian tersebut. Informan dalam penelitian

ini yaitu berasal dari wawancara langsung yang disebut sebagai

narasumber. Dalam penelitian ini menentukan informan dengan

menggunakan teknik purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan

tujuan tertentu, yang benar-benar menguasai suatu objek yang peneliti

teliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

Menurut pandangan Suharsimi Arkunto (2017 : 203), observasi adalah

teknik pengumpulan data untuk mengamati perilaku manusia, proses kerja,

dan gejala alam. Observasi diartikan sebagai cara-cara mengadakan pencatatan

secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati

tingkah laku individu atau kelompok yang diteliti secara langsung.

Pengamatan secara langsung berarti peneliti langsung melakukan pengamatan


terhadap objek penelitiannya di tempat dan waktu terjadinya peristiwa,

sementara pengamatan tidak langsung dilakukan melalui peralatan alat

tertentu, seperti foto, video dll.

Observasi merupakan kegiatan untuk mengamati suatu proses maupun

objek dengan tujuan agar bisa memahami terhadap fenomena berdasarkan

landasan pengetahuan dan gagasan yang sudah ada sebelumnya, sehingga

informasih tersebut bisa di jadikan landasan dalam suatu penelitian. Dalam

penelitian ini peneliti melakukan pegamatan langsung untuk mengetahui apa

saja yang terdapat dalam tradisi “Khatam Qur’an Hia Fai” desa Waitina

Kepulauan Sula selama acara tersebut berlangsung dari awal sampai akhir.

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang di wawancarai (interviewe) yang memberikan jawaban

atas pertanyaan itu. Lincoln dan Guba (1985:266), antara lain menguntruksi

mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, persaan, motovasi, tuntunan,

kepedulian, dan sebagainya. Sehubungan dengan kelengkapan data penelitian,

peneliti melakukan wawancara dengan menyampaikan beberapa jenis.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data penelitian melalui

sejumlah dokumen (informasi yang didokumentasikan) berupa dokumen

tertulis maupun dokumen terekam. Dokumen tertulis dapat berupa arsip,


catatan harian, autobiografi, dan sebagainya. Sementara dokumen terekam

dapat berupa rekaman suara, foto dan sebagainnya.

4. Teknik analisis data

Analisis data adalah suatu proses atau upaya pengolahan data menjadi

sebuah informasi yang baru agar karakteristik data tersebut menjadi lebih

mudah dimengerti dan dapat berguna untuk solusi suatu permasalahan,

khusunya yang berhubungan dengan penelitian. Analisis data juga dapat

didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah data

hasil dari penelitian menjadi sebuah informasi baru yang dapat digunakan

dalam membuat kesimpulan. Secara umum, tujuan analisis data adalah untuk

dapat menjelaskan suatu data agar lebih mudah di pahami, selanjutnya dibuat

sebuah kesimpulan. Suatu kesimpulan dari analisis data yang di dapatkan dari

sampel yang umumnya dibuat berdasarkan pengujuian hipotesis atau dugaan.

Lexy J Moleong (2002) analisis data adalah suatu proses mengatur urutan

data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian

dasar.
DAFTAR PUSTAKA

Sibarani, Robert. 2004. Antopolinguistik. Medan: Penerbit Poda

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Putu, Desak. 2016. Modul komunikasi verbal dan nonverbal. Denpasar:


Universitas Udiyana.

Hasani Ahmad Said. 2011. “Meneguhkan Kembali Tradisi Pasantren Di


Nusantara”. Vol 9(2). Hal 180

Rhoni Rodin. 2013. “Tradisi Tahlilan dan Yasinan”. Vol 11(1). Hal 78

Khatama Al-Qur’an-Wikishia https://id.wikishia.net/view/Khataman Alquran

Arsiniati, Moeriabrata. 1997. Model Makanan Tradisonal Makna Sosial Budaya


dan Manfaatnya Sebagai Makanan Sehat (Functional Food) Serta Upaya
Pelestariannya. Erlangga Universitas Press

Ikbar, Yanuar. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung: PT Refika


Aditama

Moleong. Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Rahmadi.(2011). Pengantar Metodologi Penelitian. Banjarmasin: Penerbit


Antasari Press

Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksra

Anda mungkin juga menyukai