Anda di halaman 1dari 82

INTERFERENSI FONOLOGI BAHASA MAKIAN DIALEK SAMSUMA

KE DALAM BAHASA INDONESIA DI KECAMATAN PULAU MAKIAN


KABUPATEN HALMAHERA SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh:

Fajar A. Hi. Hasad


03051611002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2022
HALAMAN JUDUL

INTERFERENSI FONOLOGI BAHASA MAKIAN DIALEK SAMSUMA


KE DALAM BAHASA INDONESIA DI KECAMATAN PULAU MAKIAN
KABUPATEN HALMAHERA SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana


Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

FAJAR A. HI. HASAD


03051611002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2022
ABSTRAK

Fajar A. Hi. Hasad. 2022. Interferensi Fonologi bahasa Makian dialek


Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten
Halmahera Selatan, Rafik M. Abasa, S.Pd., M.Pd, selaku pembimbing I dan
Hubbi Saufan Hilmi, S.Pd., M.Pd, selaku pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi
fonologi bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di
Kecamatan Pulau Makian dan mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya
interferensi bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di
Kecamatan Pulau Makian. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Data penelitian ini adalah data yang berkaitan dengan bentuk ujaran
yang mengalami interferensi fonologi yang di ucapkan oleh informan dan sumber
data penelitian ini adalah masyarakat Desa Samsuma sebanyak 10 orang
responden. Teknik analisis data penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini bahwa bentuk interferensi fonologi bahasa Makian
dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian, berupa
penghilangan, perubahan dan penambahan bunyi fonem dan faktor penyebab
terjadinya interferensi bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia
di Kecamatan Pulau Makian, pada masyarakat Desa Samsuma yaitu
kedwibahasaan peserta tutur, tipisnya kesetiaan pemakaian bahasa penerima,
kebutuhan akan sinonim, dan terbawanya kebiasaan bahasa Ibu.

Kata kunci: Interferensi fonologi, dialek, dan bahasa Indonesia.


ABSTRACT

Fajar A. Hi. Hasad. 2022. Phonological interference of the Samsuma


dialect of Makian language into Indonesian in Pulau Makian District, South
Halmahera Regency, Rafik M. Abasa, S.Pd., M.Pd, as supervisor I and Hubbi
Saufan Hilmi, S.Pd., M.Pd , as advisor II.
This study aims to describe the forms of phonological interference of the
Samsuma dialect Makian language into Indonesian in Makian Island District and
describe the factors causing the Samsuma dialect Makian interference into
Indonesian in Makian Island District. The method in this research is descriptive
qualitative. The data of this research are data related to the form of speech that
experiences phonological interference spoken by the informants and the source of
this research data is the Samsuma Village community as many as 10 respondents.
The data analysis technique of this research is descriptive qualitative.
The results of this study are that the form of phonological interference of the
Samsuma dialect Makian language into Indonesian in Makian Island District, in
the form of omissions, changes and additions of phoneme sounds and the factors
that cause interference of Samsuma dialect Makian language interference into
Indonesian in Makian Island District, in the Samsuma Village community. namely
the bilingualism of the speech participants, the lack of fidelity in the use of the
recipient's language, the need for synonyms, and the carrying of mother tongue
habits.

Key words: Phonological interference, dialect, and language Indonesian.


PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Fajar A. Hi. Hasad
Npm : 03051611002
Program studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Judul : Interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam
bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten
Halmahera Selatan.
Saya menyatakan bahwa hasil penelitian ini benar-benar hasil saya sendiri
dan sepanjang pengetahuan ini tidak berisi materi yang di publikasikan atau di
tuliskan oleh orang lain, kecuali kutipan dari ringkasan yang semuanya telah saya
jelaskan sumbernya.
Apabila terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia untuk
di berikan sanksi.

Ternate, 14 Februari 2021

Yang membuat pernyataan

Fajar A. Hi. Hasad


MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’d: 11).
“Baik untuk merayakan kesuksesan, namun yang lebih penting adalah belajar
dari sebuah kegagalan” (Bill Gates).

Persembahan
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku tercintah Asbula Hi.Hasad dan Ibundah tercintah Ratna
Kasim, yang telah merawat dan membesarkan saya dari kecil . Terima kasih
atas doa, motivasi, semangat, cinta, kasih sayang, dan pengorbanan yang telah
kalian diberikan ke pada saya sehingga saya bisa menyelesaikan studi akhir.
2. Kedua bimbinganku, orang tuaku di kampus Bapak Rafik M. Abasa, S.Pd.,
M.Pd dan Bapak Hubbi Saufan Hilmi, S.Pd., M,Pd yang membimbing dan
mengarahkan serta memberikan semangat kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Justam Wahab, S.Pd., M.Pd, selaku penguji I, Darlisa Muhamad, S.Pd, M.Pd, selaku
penguji II, dan Adriani, S.Pd, M.Pd, selaku penguji III, yang selalu sabar memberikan
kritikan dan masukkan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan Skripsi ini.
4. Untuk keluarga besar Asbula Hi.Hasad dan Ratna Kasim, yang telah
memberikan dukungan, semangat, dan motivasi selama saya menjalani
perkuliahan hingga sekarang, semoga selalu dilancarkan dalam penyusunan
skripsinya.
5. Untuk teman-teman HIMABIN, yang telah memberikan dukungan, semangat
dan motivasi ke pada saya sehingga saya bisa menyelesaikan studi akhir.
6. Loversi Rusmina Taib, saya ucapkan banyak terima kasih telah membantu
saya, memberikan dukungan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Almamaterku tercinta Universitas Khairun Ternate.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat-
Nya yang selama ini kita dapatkan, yang memberi hikmah dan yang paling
bermanfaat bagi seluruh umat manusia, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi dengan judul “Interferensi Fonologi Bahasa Makian Dialek Samsuma
Ke Dalam Bahasa Indonesia Di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten
Halmahera Selatan”. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Skripsi ini
adalah sebagai persyaratan penyelesaian tugas akhir pada Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Khairun Ternate.
Dalam proses penyusunan Skripsi ini penulis menjumpai berbagai
hambatan, namun berkat dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan cukup baik. Oleh karena itu, penulis
ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. M. Ridha Ajam, M.Hum, selaku Rektor Universitas Khairun Ternate.
2. Dr. Abdulrasyid Tolangara, S.Pd, M.Si, selaku dekan Fakultas keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
3. Dr. Muamar Abd Halil, S.Pd, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia.
4. Rafik M. Abasa, S.Pd, M.Pd, selaku pembimbing I, dan Hubbi Saufan Hilmi, S.Pd,
M.Pd, selaku pembimbing II, yang selalu sabar dalam mengarahkan penulis untuk
penyelesaian Skripsi ini.
5. Justam Wahab, S.Pd., M.Pd, selaku penguji I, Darlisa Muhamad, S.Pd, M.Pd, selaku
penguji II, dan Adriani, S.Pd, M.Pd, selaku penguji III, yang selalu sabar memberikan
kritikan dan masukkan kepada penulis demi kesempurnaan penulisan Skripsi ini.
6. Seluruh Staf Dosen dan Administrasi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Khairun, dan Ibu
Jana sebagai Tata Usaha yang senantiasa menjadi panutan, pendidik dan memberikan
pelayanan yang baik selama perkuliahan.
7. Almamaterku tercinta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Khairun
Ternate, tempat di mana aku dibesarkan dan dibina serta di didik sehingga saya bisa
mendapat ilmu dan pengetahuan yang sangat bermanfaat.

Ternate, 14 Februari 2022


Penulis

FAJAR A. HI. HASAD


NPM. 03051611002
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


ABSTRAK ........................................................................................................ ii
ABSTRACT ...................................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iv
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Batasan Masalah .................................................................................................. 4
C. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5
E. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5
F. Definisi Operasional ............................................................................................ 6
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................. 7
A. Konsep Interferensi .............................................................................................. 7
B. Interferensi Fonologi Bahasa Daerah ke dalam bahasa Indonesia ........................ 9
C. Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi ............................................................. 12
D. Fonologi ............................................................................................................... 15
E. Bahasa .................................................................................................................. 16
F. Bahasa Indonesia ................................................................................................. 19
G. Dialek ................................................................................................................... 21
H. Bahasa Daerah ..................................................................................................... 21
I. Kerangka Berpikir ................................................................................................ 26
J. Penelitian Relevan ................................................................................................ 26
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 28
A. Metode Penelitian ................................................................................................ 28
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 29
C. Data dan Sumber Data ......................................................................................... 29
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 31
E. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 36
A. Hasil Penelitian .................................................................................................... 36
1. Bentuk-bentuk Interferensi Fonoloi Bahasa Makian dialek Samsuma
ke dalam bahasa Indonesia ................................................................................ 36
2. Faktor-faktor Penyebab Interferensi Bahasa Makian dialek Samsuma
Ke dalam Bahasa Indonesia................................................................................ 53
B. Pembahasan ......................................................................................................... 53
1. Bentuk-bentuk Interferensi Fonoloi Bahasa Makian dialek Samsuma
ke dalam bahasa Indonesia................................................................................. 53
2. Faktor-faktor Penyebab Interferensi Bahasa Makian dialek Samsuma
Ke dalam Bahasa Indonesia................................................................................ 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN................................................................... 57


A. Simpulan .............................................................................................................. 57
B. Saran .................................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 61
RIWAYAT PENDIDIKAN ............................................................................. 69
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pengaruh bentuk-bentuk Interferensi Fonologi bahasa Makian


dialek Samsuma ke dalam Bahasa Indonesia .................................... 52
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian ....................................................................... 61


Lampiran 2 Pedoman Wawancara Kepala Desa ................................................ 62
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Masyarakat .................................................. 63
Lampiran 4 Ijin Penelitian dari Kampus ............................................................ 64
Lampiran 5 Keterangan Penelitian dari Desa ..................................................... 65
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian .................................................................. 66
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut (Chaer, 2013: 53), bahasa adalah satu-satuya milik manusia yang

tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan

manusia itu, sebagai mahkluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada

kegiatan manusia yang tidak disertai oleh bahasa. Malah dalam bermimpi pun

manusia menggunakan bahasa.

Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa bahasa mempunyai

peran yang besar dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas

manusia berkaitan dengan bahasa. Malalui bahasa manusia dapat menjalankan

aktivitasnya sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia butuh

interaksi dengan sesamanya dan alat untuk berinteraksi itu disebut dengan bahasa.

Bahasa merupakan sistem bunyi yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia.

Bahasa Makian dialek Samsuma sebagai bahasa pertama (B1) dan bahasa

Indonesia sebagai bahasa kedua (B2), seringkali digunakan secara umum di

Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan. Faktor kebiasaan di

lingkungan masyarakat sehingga terjadi interferensi pada penggunaaan bahasa

Indonesia. Hal seperti ini sulit di hindari dari lingkungan masyarakat maupun di

lingkungan sekolah, karena bahasa Samsuma merupakan bahasa pertama (bahasa

ibu) yang lebih dipahami oleh masyarakat pada umumnya.

1
2

Bahasa pertama adalah bahasa yang pertama kali dikenal dan dipelajari oleh

seorang penutur, sedangkan bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari setelah

menguasai bahasa pertama. Penguasaan bahasa tersebut untuk masing-masing

penutur tidak sama. Penutur yang lebih menguasai bahasa pertamanya, ada pula

yang lebih menguasai bahasa keduanya. Tingkat penguasaan salah satu bahasa

dari kedua bahasa tersebut mempengaruhi dalam mempelajari bahasa lain. Dalam

keadaan seperti ini, sering terjadi apa yang disebut dwibahasawan atau

penyimpangan sebagai akibat pengenalan dua bahasa atau lebih. Interferensi ini

biasanya terjadi dari bahasa ibu (bahasa pertama) ke bahasa Indonesia yang

dipelajari. Hal ini bisa saja dikarenakan penutur pada waktu mempelajari bahasa

kedua masih terbawa pola bahasa pertamanya yang dikarenakan pola bahasa

pertamanya begitu melekat pada dirinya sehingga berpengaruh pada waktu

menggunakan bahasa keduanya.

Menurut (Koenjaraningrat, 2012: 122), “masyarakat merupakan kesatuan

hidup manusia yang berinteraski sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang

bersifat berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama”.

Masyarakat Desa Samsuma merupakan salah satu daerah yang cinta akan

budayanya bahkan dialek mereka selalu terdengar berbeda dengan Desa lain,

ketika sedang berbahasa Makian dialek Samsuma. Masyarakat Desa Samsuma

tergolong dwibahasawan karena menguasai bahasa lebih dari satu dan itulah yang

disebut dengan interferensi.


3

Masyarakat multilingual yang memiliki aktivitas yang padat, anggota-

anggotanya cenderung menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sebagian

maupun sepenuhnya. Bahasa Makian dialek Samsuma dipakai oleh masyarakat

setempat di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan. Sengaja

atau tidak, sering terjadi kesalahan di dalam menggunakan bahasa Indonesia. Hal

ini disebabkan kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian.

Hal seperti ini sulit dihindari bagi masyarakat Samsuma, karena bahasa Makian

merupakan bahasa pertama (bahasa ibu) yang pertama dikuasai oleh masyarakat

pada umumnya.

Interferensi adalah bagaimana seseorang yang dwibahasawan itu menjaga

bahasa-bahasa itu sehingga terpisah dan seberapa jauh seseorang itu mampu

mencampuradukkan serta bagaimana pengaruh bahasa yang satu dalam

penggunaan bahasa lain. Mackey dalam Sukmawansari (2018: 3).

Interferensi sering terjadi di masyarakat dialek Samsuma menggunakan

bahasa daerah (B1) sebagai bahasa pertama dan bahasa Indonesia (B2) sebagai

bahasa kedua. Unsur-unsur bunyi bahasa daerah (B1) dialek Samsuma ini sering

muncul di lingkungan keluarga dan lingkungan sosial. Interferensi dari bahasa

Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia terdapat di bidang fonologi,

seperti pada penghilangan fonem, penambahan fonem dan perubahan fonem.

Misalnya kata “sepatu” akan mengalami unsur serapan pada vokal /e/. Kata

“sepatu” berubah menjadi “spatu”. Kata “karena” berubah menjadi kata “karna”

akibat terjadinya unsur serapan.


4

Berdasarkan uraian latar belakang diatas. Maka, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Interferensi Fonologi Bahasa Makian

Dialek Samsuma Ke Dalam Bahasa Indonesia Di Kecamatan Pulau Makian

Kabupaten Halmahera Selatan”.

B. Batasan Masalah

Batasan penelitian ini di batasi ialah satu aspek saja yang ditinjau dari kajian

fonologis, yaitu interferensi fonologi penghilangan fonem, interferensi fonologi

perubahan fonem, dan interferensi fonologi penambahan fonem.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk-bentuk interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian?

2. Sejauh mana faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa Makian

dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian?

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa

Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau

Makian.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat di bidang linguistik berkaitan

dengan sosiolinguistik khususnya interferensi fonologis bahasa Makian dialek


5

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten

Halmahera Selatan.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi

mahasiswa lainnya yang ingin mengadakan penelitian yang judulnya

relevan dengan judul skripsi ini.

b. Bagi Prodi Bahasa Indonesia, dari hasil penelitian ini di harapkan dapat

memberikan konstribusi kepada mahasiswa dalam meningkatkan

pemahaman tentang “Interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma

ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten

Halmahera Selatan”.

F. Defenisi Operasional

Penelitian ini terdapat tiga istilah yang memperjelas agar tidak terjadi

kesalahan dalam penelitian. Istilah yang perlu didefinisikan yaitu: (1) Interferensi

(2) Dialek, dan (3) Masyarakat.

1. Interferensi merupakan kekeliruan dalam berbahasa dan proses masuknya

unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar kaidah

gramatikal bahasa yang menyerap.

2. Dialek dalam bahasa Yunani (dialektos) adalah varian dari sebuah bahasa

menurut pemakai. Sebuah dialek dibedakan berdasarkan kosakata, tata

bahasa, dan pengucapan (fonologi).


6

3. Masyarakat bahasa adalah kelompok orang yang merasa memiliki bahasa

bersama, yang merasa termasuk dalam kelompok itu, atau yang berpegang

pada bahasa standar yang sama.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Interferensi

1. Pengertian Interferensi

Interferensi merupakan proses masuknya unsur serapan ke dalam bahasa

lain yang bersifat melanggar kaidah gramatika bahasa. Istilah interferensi pertama

kali digunakan oleh Weinreich (dalam Sukmawansari, 2018: 33), untuk menyebut

adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan

bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang

bilingual. Penutur yang bilingual adalah penutur yang menggunakan dua bahasa

secara bergantian.

Soewito (dalam Abdul Chaer, 2010: 126), menyatakan bahwa interferensi

dalam bahasa Indonesia berlaku bolak-balik, artinya unsur bahasa daerah bisa

memasuki bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia banyak memasuki bahasa-

bahasa daerah. Pengertian lain dikemukakan oleh Jendra (2018: 35), menyatakan

bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam

bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan

bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga

mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan pada sistem fonemik

bahasa penerima. Dalam komunikasi bahasa yang menjadi sumber serapan pada

saat tertentu akan beralih peran menjadi bahasa penerima pada saat yang lain, dan

sebaliknya.

7
8

Rafik M Abasa (2013: 217) bahwa interferensi adalah kesulitan yang timbul

dalam proses penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi, kata, atau konstruksi

sebagai akibat dengan kebiasaan bahasa pertama. Oleh karena itu, penggunaan

bahasa Indonesia selalu terjadi penyimpangan dalam bentuk interferensi

fonologis.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, maka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa pengertian interferensi adalah salah suatu kekeliruan,

penyimpangan atau masuknya unsur serapan pada saat pengucapan kata dalam

bahasa Indoensia yang terjadi karena bilingual.

2. Jenis-jenis Interferensi

Jenis interferensi dikemukakan Jendra (dalam Sukmawansari 2018: 37),

bahwa “Interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam

bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat

(sintaksis), kosakata (leksikon)”. Pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis.

Interferensi fonologi dapat dibedakan menjadi: interferensi yang terjadi dalam

vokal, diftong dan konsonan. Interferensi morfologi dapat dibedakan menjadi:

Prefiks, sufiks, dan konfiks. Selanjutnya, interferensi sintaksis dapat dilihat pada

tataran frasa dan klausa.

a. Interferensi Fonologi

Kridalaksana Harimurti (2011: 57), menyatakan bahwa “fonologi ialah

bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut

fungsinya”. Interferensi fonologi terdiri dari interferensi fonologis pengurangan,

penambahan huruf, dan interferensi fonologis perubahan huruf. Perubahannya


9

biasa terjadi seperti penghilangan fonem pada awal, tengah, akhir, atau melalui

proses penggabungan, pelesapan, penyisipan, asimilasi, dan desimilasi.

Interferensi fonologi adalah kekacauan atau gangguan sistem suatu bahasa yang

berhubungan dengan fonem. Interferensi fonologi ini terjadi pada tataran vokal,

diftong dan tataran konsonan.

b. Interferensi Morfologi

Menurut Nurhayati dalam Verhaar (2004: 1), morfologi adalah cabang

linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan

gramatikal.

c. Interferensi Sintaksis

Sintaksis adalah ilmu yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan.

Hubungan antar-kata tersebut meliputi satuan gramatikal yang meliputi frasa,

klausa, dan kalimat (Verhaar, 2004: 16).

B. Interferensi Fonologi Bahasa Daerah ke dalam Bahasa Indonesia

Menurut Irwan (2006: 13), mengemukakan interferensi fonologis bahasa

daerah ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:

1. Fonem vocal

Terdapat lima fonem vokal, yaitu /i/, /u/, /e/, /o/, dan /a/. Berdasarkan

gerakan alat ucap, fonem vokal tersebut dapat dibedakan sebagai berikut.

a. Berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah:

Vokal tinggi : i, u

Vokal tengah : e, o

Vokal rendah : a
10

b. Berdasarkan maju mundurnya gerakan lidah:

Vokal depan : i, e

Vokal pusat : a

Vokal belakang : u, o

c. Berdasarkan bundar lebarnya bibir:

Vokal bundar : u, o

Vokal tak bundar : i, e

2. Distribusi fonem vocal,

Pada ketiga dialek dalam bahasa tersebut memperlihatkan bahwa kelima

vokal, yaitu /i/, /u/, /e/, /o/, dan /a/ dapat menempati semua posisi dalam kata, baik

di awal, tengah, maupun di akhir kata.

3. Deretan fonem vocal

Interferensi dalam bidang fonologi terjadi pada tataran vokal yang tampak

seperti dibawah ini.

Terima „tarima‟

Benang „banang‟

Sepeda „speda‟

a. Fonem konsonan

Bahasa ini memiliki 19 fonem konsonan. Kesembilan belas konsonan itu

adalah /p/, /b/, /t/, /d/, /k/, /g/, /q/, /c/, /j/, /s/, /h/, /m/, /n/, /ny/, /ng/, /r/, /l/, /w/,

dan /y/.

1. Berdasarkan cara artikulasi

- Konsonan nasal ada empat, yaitu /m/, /n/, /ny/, dan /ng/.
11

- Konsonan letupan ada tujuh, yaitu /p/, /t/, /d/, /k/, /g/, dan /q/.

- Konsonan afrikat ada tiga, yaitu /c/, /j/, dan /h/.

- Konsonan frikatif ada satu, yaitu /s/.

- Konsonan lateral satu, yaitu /l/.

- Konsonan getar satu, yaitu /r/.

- Konsonan vokal ada dua, yaitu /w/, dan /y/.

2. Berdasarkan tempat artikulasi.

- Konsonan bilabial ada empat, yaitu /m/, /p/, /b/, dan /w/.

- Konsonan alveolar ada enam, yaitu /n/, /t/, /d/, /s/, /l/, dan /r/.

- Konsonan palatal ada empat, yaitu /ny/, /c/, /j/, dan /y/.

- Konsonan velar ada tiga, yaitu /ng/, /k/, dan /g/.

- konsonan glottal ada satu, yaitu /q/.

4. Distribusi fonem konsonan

Distribusi fonem konsonan akan tergambar pada kemungkinan setiap

konsosnan dalam mengisi posisi tertentu, baik di awal, tengah, maupun di akhir

kata. Dapat dipastikan bahwa ada fonem yang dapat menduduki semua posisi,

tetapi ada juga, bahkan sebagian besar fonem yang lain hanya menempati posisi

tertentu.

5. Gugus konsonan

Gugus konsonan terdapat dalam sebuah suku yang terdiri atas kelompok

atau deretan dua buah konsonan atau lebih tanpa disela dengan vokal. Interfernsi

fonologi bahasa daerah dalam bahasa Indonesia juga terjadi pada bidang konsonan

yakni terjadi perubahan konsonan dalam bentuk penggantian bunyi konsonan dan
12

penambahan bunyi konsonan.misalnya pada kata kobong. Data tersebut

memperlihatkan bahwa pengucapan kata “kobong” dalam bahasa Indonesia akan

menjadi “kebun”. Ini merupakan interferensi fonologi dalam bidang konsonan

sebab terjadi penggantian bunyi [e] dan penambahan bunyi [g].

C. Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi

Menurut Nursaid dan Marjusman Maksan (2002: 135), mengungkapkan

adanya pengaruh kontak dua bahasa atau lebih dalam diri individu yang

mengakibatkan terjadinya pentransferan unsur-unsur suatu bahasa ke bahasa lain.

Sejalan dengan itu menurut Weinrich dalam Abdul Chaer (2010: 64-65), selain

kontak bahasa ada beberapa faktor lain terjadinya interferensi yaitu:

1. Kedwibahasaan peserta tutur

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan

berbagai pengaruh lain dari sumber bahasa, baik dari bahasa daerah maupun

bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur

yang dwibahsawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

2. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima

Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung

akan menimbulkan sifat kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah

bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber

yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul

bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur,

baik secara lisan maupun tertulis.


13

3. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima

Pemberdayaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada

pengungkapan berbagai sisi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang

bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika

masyarakat itu bergaul dengan segi kehiduan baru dari luar, akan bertemu dan

mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena, mereka belum mempunyai

kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan

kosakata sumber untuk mengungkapkannya. Faktor ketidakcukupan atau

terbatasnya kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru

dalam bahasa sumber cenderung akan menimbulkan terjadinya interferensi.

Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru, cenderung dilakukan

secara sengaja oleh pemakai bahasa.

4. Menghilangkan kata-kata yang jarang digunakan

Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang digunakan cenderung akan

menghilang. Jika hal ini terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan

menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapan pada konsep baru dari

luar, disuatu pihak akan memanfaatkan kembali kosakata yang sudah menghilang

dan di pihak lain akan menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau

peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber. Interferensi yang disebabkan oleh

menghilangnya kosakata yang jarang dipergunakan tersebut akan berakibat seperti

interferensi yang disebabkan tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu

unsur serapan atau unsur pinjaman itu akan lebih cepat diintegrasikan karena

unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.


14

5. Kebutuhan akan sinonim

Sinonim dalam pemakaian bahasa memiliki fungsi yang cukup penting,

yakni sebagai variasi pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang

sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Adanya kata

yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunya variasi kosakata yang

dipergunakan untuk menghindari kata secara berulang-ulang. Karena, adanya

sinonim ini cukup penting, pemakaian bahasa sering melakukan interferensi

dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosa kata baru dari bahasa sumber

untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan

kosa kata yang bersinonim dapat menimbulkan interferensi.

6. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa

Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi karena

pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang

dianggap bahasa berprestise tersebut. Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan

dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi

yang timbul karena faktor itu biasanya berupa pemakaian bahasa unsur-unsur

bahasa sumber pada bahasa penerima yang dipergunakan.

7. Terbawanya kebiasaan bahasa ibu

Kebiasaan bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada

umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan

terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasaan yang sedang

belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing. Dalam

penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kedua kurang kontrol. Karena


15

kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis

dengan menggunakan bahasa kedua maka yang muncul adalah kosakata bahasa

pertama atau bahasa ibu yang sudah dulu dikenalnya.

D. Fonologi

1. Pengertian Fonologi

Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti

bunyi, dan logi yang berarti ilmu. Sama halnya seperti yang dikemukakan

Kridalaksana Harimurti (2009: 103), dalam Kamus Linguistik, fonologi adalah

bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi–bunyi bahasa menurut fungsinya.

Sebagai sebuah ilmu fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik

yang mempelajari, membahas, membicarakan, menganalisis bunyi-bunyi bahasa

yang diproduksi oleh alat-alat ucap manusia (Abdul Chaer, 2009: 1). Hal serupa

dikemukakan juga oleh Suhardi dalam (Alwasilah, 2013: 15), mendefinisikan

fonologi sebagai ilmu bahasa yang membicarakan bunyi-bunyi bahasa tertentu

dan mempelajari fungsi bunyi untuk membedakan atau mengidentifikasi kata-kata

tertentu.

Beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang

ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya

dan perubahannya.

2. Jenis-jenis Fonologi

Fonologi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, bunyi-bunyi yang tidak

membedakan makna yang disebut dengan fonetik dan bunyi-bunyi yang

membedakan makna yang disebut dengan fonemik.


16

1. Fonetik

Abdul Chaer (2013: 102), mendefinisikan bahwa fonetik adalah cabang

studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah

bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.

Menurut Ahmad Muaffaq (2012: 11), bahwa fonetik adalah ilmu yang mengkaji

bunyi bahasa, yang mencakup produksi, tranmisi, dan presepsi terhadapnya, tanpa

memperhatikan fungsinya sebagai pembeda makna.

Menurut Verhaar (2004: 10), fonetik ialah cabang ilmu linguistik yang

meneliti dasar “fisik” bunyi-bunyi bahasa. Ia meneliti bunyi bahasa menurut cara

pelafalannya, dan menurut sifat-sifat akuistiknya.

2. Fonemik

Menurut Abdul Chaer (2013: 103), fonemik adalah cabang studi fonologi

yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut

sebagai pembeda makna. Menurut Ahmad Muaffaq (2012: 12), bahwa fonemik

adalah cabang studi fonologi yang menyelidiki dan mempelajari bunyi

ujaran/bahasa atau sistem fonem suatu bahasa dalam fungsinya sebagai pembeda

arti. Demikian, dapat dikatakan bahwa Istilah fonemik dapat didefinisikan sebagai

satuan bahasa terkecil yang bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki

fungsi untuk membedakan makna.

E. Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Manusia merupakan makhluk sosial. Manusia melakukan interaksi, bekerja

sama, dan menjalin kontak sosial di dalam masyarakat. Dalam hal ini, manusia
17

membutuhkan sebuah alat komunikasi, yaitu bahasa. Bahasa memungkinkan

manusia untuk membentuk kelompok sosial sebagai pemenuhan kebutuhannya

untuk hidup bersama. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik

karena objek penelitiannya berupa bahasa yang berkaitan dengan penggunaan

bahasa itu dalam masyarakat. Hal tersebut memungkinkan karena sosiolinguistik

merupakan ilmu interdisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya bahasa

itu dalam masyarakat (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2010: 2).

2. Fungsi bahasa

Gorys Keraf (2001: 3-8), menyatakan bahwa ada empat fungsi bahasa,

meliputi:

a) alat untuk menyatakan ekspresi diri;

b) alat komunikasi;

c) alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial; dan,

d) alat mengadakan kontrol sosial. Sedangkan fungsi bahasa

3. Masyarakat

Menurut Koenjaraningrat (2012: 122), “masyarakat merupakan kesatuan

hidup manusia yang berinteraski sesuai dengan sistem adat-istiadat tertentu yang

bersifat berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama”.

Menurut Parsons Wiyne (2011: 264), mendefinisikan “masyarakat sebagai suatu

jenis sistem sosial yang diirikan oleh tingkat kecukupan diri yang relatif bagi

lingkunganya, termasuk sistem sosial yang lain”.


18

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah

kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda tetapi menyatu dalam ikatan

kerja sama, dan mematuhi peraturan yang disepakati bersama.

4. Kedwibahasaan

Adanya penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur secara bergantian

dalam pergaulannya dengan orang lain maka hal ini disebut kedwibahasaan.

Dalam kajian sosiolingustik bahwa bilingualisme adalah digunakannya dua buah

bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

bergantian. Aslinda dan Syafyahya Leni (2010: 8), Kedwibahasaan adalah

kemampuan atau kebiasaan yang dimiliki oleh penutur dalam penggunaan dua

bahasa.

Menurut Henry Guntur Tarigan (2009: 2), mengatakan bahwa

kedwibahasaan mengandung dua konsep, yaitu kemampuan mempergunakan dua

bahasa (bilingual) dan kebiasaan memakai dua bahasa (bilingualisme). Seiring

dengan konsep bilingual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Gramedia

Press, bilingual diartikan dapat menguasai dua bahasa atau lebih dengan baik yang

berkenaan dengan mengandung dua bahasa. Sedangkan bilingualisme dapat

diartikan sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih oleh penutur bahasa atau lebih

suatu masyarakat bahasa.

Beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan adalah

pemakaian dua bahasa secara bergantian baik produktif maupun reseptif oleh

seorang individu atau oleh masyarakat. Masyarakat Indonesia pada umumnya


19

tergolong masyarakat dwibahasa. Mereka menguasai bahasa pertama (B1) sebagai

bahasa Daerah dan bahasa kedua (B2) bahasa Indonesia.

F. Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, bahasa pemersatu, sehingga

daerah-daerah di Indonesia yang memiliki ragam bahasa dapat berkomunikasi

dengan baik. Bahsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang

sejak dahulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca), bukan saja di

kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. bahasa

Indonesia yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Melayu yang pada awalnya

adalah salah satu bahasa daerah diantara berbagai bahasa daerah kepulauan

Indonesia.

Bahasa Indonesia berkembang dari bahasa Melayu, Halim dalam Zainal

Arifin dan Amran Tasai (2015: 2), mengemukakan bahwa “bahasa Melayu kuno

sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya”.

Adapun fungsi bahasa Melayu pada zaman Sriwijaya (Zainal Arifin dan

Amran Tasai, 2015: 6), dapat duraikan sebagai berikut:

a. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa bukubuku

yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.

b. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antar

suku di Indonesia antar suku di Indonesia.

c. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan terutama di sepanjang

pantai, baik bagi siku yang ada di Indonesia bagi pedagang-pedagang yang

datang di luar Indonesia.


20

d. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi kerajaan. Pada tahap

selanjutnya, penggunaan bahasa Indonesia semakin berkembang, sehingga

dikukuhkan dalm sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dengan

diikrarkan sumpah pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah digunakan

sejak abad ke VII, menjadi bahasa Indonesia (Zainal Arifin dan Amran Tasai,

2015: 7).

Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yanga sangat penting. Menurut

Zainal Arifin dan Amran Tasai (2015: 12), ada dua macam kedudukan bahasa

Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional

sesuai dengan sumpah pemuda 1928. Kedua, bahasa Indonesian berkedudukan

sebagai bahasa negara sesua dengan UUD 1945 BAB 15 pasal 36 yang berbunyi

“Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia

dikukuhkan kedudukannya senagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945

karena pada saat itu Undang-undang Dasar 1945 telah disahkan menjadi Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Menurut Zainal Arifin dan Amran Tasai (2015:12), sehubungan dengan

kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

a) Lambang kebanggaan bangsa

b) Lambang indentitas nasional

c) Alat perhubungan antarwarga

d) Alat yang memungkinkan menyatuan berbagai suku bangsa dengan latar

belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan

kebangsaan Indonesia.
21

Bahasa Indonesia, keberagaman bahasa di berbagai daerah di Indonesia

tidak akan menjadi penghambat dalam berkomunikasi antara satu dengan yang

lain. Justru perbedaan yang ada menunjukkan kekayaan budaya bangsa Indonesia

dengan berbagai suku dan bangsa dalam satu Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

G. Dialek

Abdul Chaer dan Agustina Leonie (2010: 63), menyatakan bahwa dialek

yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada

pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu.

Nurhayati dalam Chambers (2009: 6), menyatakan bahwa dialek adalah

sistem yang mempengaruhi suatu masyarakat dengan membedakan dari

masyarakat lain yang bertetangga dengan menggunakan sistem yang berlainan

walaupun erat hubungannya.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dilaek adalah salah

satu variasi bahasa yang dilkaukan oleh masyarakat setempat untuk membedakan

dialek masyarakat tetangga lainya.

H. Bahasa Daerah

Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam

sebuah negara kebangsaan yang terletak pada suatu daerah kecil di bagian federal

atau provinsi dan daerah yang lebih luas. Indonesia meupakan negara kesatuan

yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan bahasa. Selain bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional, bahasa daerah merupakan khazanah kekayaan yang


22

sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan agar terhindar dari jamahan asing

yang mampu menghapus jejak budaya kita (Ahira Anne, 2011).

1. Fungsi Bahasa Daerah

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2005), Adapun fungsi bahasa

daerah dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional

Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang

keberadaannya diakui oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat (2) menegaskan

bahwa “Negara menghormati dan memilihara bahasa daerah sebagai kekayaan

budaya nasional.” dan juga sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia

II tahun 1954 di Medan, bahwa bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional

merupakan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah

kepada bahasa Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis,

semantik, dan kosakata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia

mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara

bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.

b. Bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah

dasar.

Di daerah tertentu, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di

dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga).

Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia , kecuali daerah-daerah yang

mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.


23

c. Bahasa daerah sebagai sumber kebahasaan untuk memperkaya bahasa

Indonesia

Seringkali istilah yang ada di dalam bahasa daerah belum muncul di bahasa

Indonesia sehingga bahasa indonesia memasukkannya istilah tersebut, contohnya

“gethuk” (penganan dibuat dari ubi dan sejenisnya yang direbus, kemudian

dicampur gula dan kelapa (ditumbuk bersama)), karena di bahasa indonesia istilah

tersebut belum ada, maka istilah “gethuk” juga di resmikan di bahasa indonesia

sebagai istilah dari “penganan dibuat dari ubi dan sejenisnya yang direbus,

kemudian dicampur gula dan kelapa (ditumbuk bersama)”.

d. Bahasa daerah sebagai pelengkap bahasa Indonesia di dalam

penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah.

Dalam tatanan pemerintah pada tingkat daerah , bahasa daerah menjadi

penting dalam komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat yang

kebanyakan masih menggunakan bahasa ibu sehingga dari pemerintah harus

menguasai bahasa daerah tersebut yang kemudian bisa di jadikan pelengkap di

dalam penyelenggaraan pemerintah pada tingkat daerah tersebut. Bahasa daerah

dan Bahasa Indonesia yang digunakan secara bergantian menjadikan masyarakat

Indonesia menjadi dwibahasawan.

Bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional sesuai dengan

perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, merupakan

sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa

Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan

kosakata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia mempengaruhi


24

perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan

bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.

Berdasarkan berbagai kondisi di atas, perlu adanya suatu sistem yang

mampu mensinergikan antara bahasa daearah sebagai bahasa ibu, bahasa

Indonesia sebagai bahasa persatuan, serta bahasa Inggris sebagai bahasa

internasional.

2. Pengaruh bahasa daerah dalam penggunaan bahasa Indonesia

Antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah terjadi kontak sosial dan

budaya yang aktif. Jiwa bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah bertemu. Kedua

bahasa yang bersangkutan mulai saling memperhatikan, akhirnya saling

mempengaruhi.

Memang bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu bangsa yang paling

utama. Melalui bahasa perlahan-lahan rasa kerasionalan mengatasi rasa

kedaerahan. Bahasa Indonesia tidak terasa sebagai bahasa asing, tetapi terasa

sebagai bahasa milik sendiri disamping bahasa ibu. Dengan asimilasi akibat

perkawinan antar suku, besar kemungkinan generasi mendatang tidak lagi

berbahasa ibu bahasa daerah, tetapi bahasa Indonesia.

Banyak kata dari bahasa daerah masuk ke dalam bahasa Indonesia,

memperkaya perbendaharaan kata-katanya. Kata-kata seperti heboh, becus,

lumayan, mendingan, gagasan, gembleng, ganyang, cemooh, semarak, buhul,

bobot, macet, seret, awet, sumber, melempem, (ber) kumandang, semua berasal

dari bahasa daerah.


25

3. Bahasa Makian

Bahasa Makian merupakan salah satu bahasa daerah di pulau Makian yang

memiliki wilayah penyebaran yang cukup luas. Pulau Makian adalah sebuah

pulau kecil yang berada Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Selatan

dan berdekatan dengan dua pulau kecil yaitu  pulau Moti dan Kayoa. Pulaunya

kecil yang  memeliki keanekaragaman seni dan budaya, di antara semua pulau di

Maluku Utara, pulau Makian termasuk pulau kecil yang memiliki bahasa

terbanyak perbedaan bahasa dibedakan dalam dua bagian yaitu Makian Dalam

dan Makian Luar, untuk Makian Luar yang terdiri dari 5 desa memiliki satu

bahasa yang sama, sedangkan untuk Makian Dalam yang terdiri dari 6 desa

dengan bahasanya yang berbeda-beda walaupun kedengaran sama tetapi banyak

kata-kata yang berbeda-beda dengan dialek (logat) yang berbeda.

Pulau Makian sendiri dalam sebutannya bebeda-beda  yang diucapkan oleh

orang Makian sendiri ataupun bahasa dari luar pulau Makian, seperti  desa Soma,

desa Tahane, desa Mailoa, desa Samsuma dan desa Peleri menyebutkan Makian

adalah teba Sedangkan untuk desa Ngofakiyaha dan Ngofagita dan Makian Luar

menyebutkan taba, Sedangkan bahasa dari tetangga seperti Tidore dan Ternate

menyebutkan Makian adalah mara.

Contoh perbedaan bahasa Makian Luar dan bahasa Makian Dalam. untuk

Makian Luar, satu, dua bahasanya adalah minye, mideng, sedangkan Makian

Dalam, psa, plu  artinya satu, dua (desa Tahane, desa Soma, desa Peleri, dan desa

Samsuma). Sedangkan pso, plu ini bahasa Ngofakiyaha, dan Ngofagita artinya
26

sama yaitu satu, dua. Di antara bahasa tersebut ada yang sama. Namun, sebagian

besar berbeda-beda dalam ucapan maupun dialek.

Pulau Makian terdapat Makian Dalam dan Makian Luar. Makian Dalam

terdiri dari 6 desa yaitu Ngofagita, Ngofakiyaha, Samsuma, Peleri, Tahane, dan

Soma. Sedangkan Makian Luar terdiri dari 5 desa yaitu Sabale, Malapa, Bobawa,

Tapasoho, dan Talapao.

I. Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian pada kajian pustaka, ditinjau dari segi sosial budaya,

masyarakat desa Samsuma di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera

Selatan, memiliki kekhasan tersendiri. Hal tersebut disebabkan karena

kebudayaan Makian. Dalam berkomunikasi antar masyarakat mereka

menggunakan bahasa daerah yakni Bahasa Makian sebagai bahasa ibu, selain

menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Makian memiliki beragam macam dialek

yaitu dialek Samsuma, dialek Tahane, dialek Peleri, dan dialek Ngofakiyaha.

Sedangkan, bahasa Indonesia diketahui sebagai bahasa nasional tidak hanya

berfungsi sebagai alat penghubung antar budaya dan antar daerah tetapi juga

berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam masyarakat.

Substansi bahasa adalah alat komunikasi.

J. Penelitian Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Diponegoro (UNDIP)

Semarang Avid Setiyowati (2008) berupa skripsi yang berjudul “Interferensi

Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia pada Kolom
27

Piye Ya? Harian Suara Merdeka”. Penelitian ini ditekankan pada interferensi

yang terjadi pada tataran morfologi dan sintaksis bahasa Jawa.

2. Judul karya Ilmiah yang ditulis oleh Dosen Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara ( FS USU ) Drs. Irwan (2006), yang berjudul “Interferensi

Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia”.

3. Penelitian Nuraeni (2003), dalam skripsinya yang berjudul “Interferensi

Bahasa Bugis Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Berkomunikasi

oleh Siswa SLTP Negeri 4 Kahu Kabupaten Bone. Adapun penelitian ini

mengkaji tentang penggunaan bahasa Indonesia yang mendapat pengaruh dari

bahasa daerah dalam kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh siswa SMP.

4. Penelitian Martina Kihi Kihi (2015), dalam skripsinya yang berjudul

“Interferensi fonologis bahasa Galela ke dalam bahasa Tobelo.

5. Judul karya Ilmiah yang ditulis oleh Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Khairun Ternate (UNKHAIR) Rafik M Abasa,

S.Pd.,M.Pd (2013), yang berjudul “Interferensi Fonologis Bahasa Melayu

Ternate Terhadap Pembelajaran Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas Xi

SMP Negeri 6 Kota Ternate”.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian tentang interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke

dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian, menggunakan observasi

partisipan, khususnya fenomena kebahasaan yang bersifat natural. Artinya, data

yang dikumpulkan berasal dari lingkungan yang nyata dan apa adanya, berupa

bentuk-bentuk ujaran yang mengalami interferensi tuturan bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia, dalam komunikasi lisan masyarakat Desa

Samsuma. Disamping itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif deskriptif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif untuk menganalisis hasil penelitian tentang interferensi fonologis bahasa

Makian dialek Samsuma Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera

Selatan. Menurut (Mahmud, 2011: 81), penelitian kualitatif adalah penelitian yang

lebih menekankan pada analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan

induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang

diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Darmadi dalam Moleong (2014:

287), mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian

yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati.

28
29

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu pelaksanaan penelitian telah ditetapkan yaitu sebagai

berikut:

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Samsuma di Kecamatan Pulau Makian

Kabupaten Halmahera Selatan, pada masyarakat dalam percakapan lisan bahasa

Makian dialek Samsuma.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini laksanakan pada tanggal 29 Desember 2021 sampai dengan

tanggal 29 Januari 2022.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data dalam penelitian ini adalah data-data yang berkaitan dengan bentuk

ujaran yang mengalami interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma ke

dalam bahasa Indonesia akibat terjadinya kontak bahasa yang diujarkan oleh

masyarakat Desa Samsuma di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera

Selatan.

Data pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang fakta yang sudah dicatat

(recorded). Segala sesuatu itu bisa berbentuk dokumen, batu, air, pohon, manusia

dan sebagainya (Mahsun, 2017: 16).


30

2. Sumber Data

(Mahsun, 2017: 28) mengatakan bahwa sumber data adalah sumber dari

mana data diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder.

a. Data primer

Data primer merupakan suatu data yang di susun oleh peneliti yang di

gunakan untuk mencapai tujuan dalam menyelesaikan permasalahan yang akan di

teliti. Peneliti mengumpulkan data-data langsung yang di peroleh dari sumber

utama atau tempat penelitian tersebut di laksanakan. Berdasarkan data yang di

peroleh merupakan hasil peneliti telah mengumpulkan data dengan cara

melakukan wawancara dengan Kepala Desa dan Masyarakat berjumlah 10 orang

desa Samsuma, kemudian menyimak, merekam dan mencatat bahasa yang

diujarkan.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau melalui dokumen. Data tersebut

bias diperoleh dengan cepat dan sumber datanya biasa berasal dari buku, artikel,

tunjangan literature, dan sebagainya (Sugiyono, 2015: 85).

Menurut (Mahsun, 2017: 141) syarat-syarat menjadi informan dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Laki-laki atau perempuan;

2. Berusia 25-65 tahun (tidak pikun);

3. Lahir dan di besarkan serta menikah dengan orang yang berasal dari daerah
31

penelitian;

4. Mobilitasnya tidak tinggi;

5. Berpendidikan tidak terlalu tinggi (maksimal setingkat SMA);

6. Status sosialnya menengah;

7. Pekerjaannya buruh, tani, nelayan;

8. Dapat menguasai bahasa Indonesia, karena daftar pertanyaan yang terdapat

dalam panduan wawancara menggunakan bahasa Indonesia, jika daftar

pertanyaanya menggunakan bahasa daerah yang digunakan di wilayah

penelitian dikhawatirkan jawaban dari informan akan bias;

9. Sehat jasmani dan rohani (sehat jasmani maksudnya tidak cacat berbahasa

dan memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan-

pertanyaan dengan tepat, sedangkan sehat rohani maksudnya tidak gila atau

pikun.

D. Teknik Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah yang dilalui dalam teknik pengumpulan data

kebahasaan yang telah dilakukan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Teknik Wawancara

Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2015: 72), wawancara adalah

pertemuan yang di lakukan oleh dua orang untuk bertukar informasi maupun

suatu ide dengan cara Tanya jawab, sehingga dapat di kerucutkan menjadi sebuah

kesimpulan atau makna dalam topik tertentu.


32

2. Teknik Simak.

Teknik simak merupakan teknik yang digunakan dalam penyediaan data

dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa, sebagai teknik

dasar. Maka, peneliti memiliki teknik, yaitu teknik simak libat cakap, catat, dan

rekam, dengan demikian peneliti menggunakan teknik simak untuk memperoleh

data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa yang diucapkan oleh

penutur masyarakat Desa Samsuma di Kecamatan. Sehingga peneliti mendapatkan

data mengenai bentuk-bentuk interferensi bahasa Makian dialek Samsuma ke

dalam bahasa Indonesia.

3. Teknik Simak Libat Cakap

Untuk melengkapi teknik simak peneliti juga menggunakan teknik simak

libat cakap sebagai pendukung pemerolehan data yang valid. Teknik simak libat

cakap sendiri merupakan teknik pemerolehan data dengan cara bercakap

mengajukan pertanyaan kepada informan. Selain itu juga peneliti tidak hanya

sebagai penyimak tetapi terlibat langsung dalam percakapan sehingga terdapat

kontak antar mereka, karena itulah diperoleh data-data penggunaan bahasa yang

mengenai bentuk-bentuk interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma ke

dalam bahasa Indonesia, pada komunikasi lisan oleh masyarakat.

4. Teknik Rekam

Hasil dari proses rekaman tersebut kemudian ditranskripsi berupa data

tentang bentuk interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam

bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan.


33

Adapun teknik rekam dan teknik catat sebagai teknik yang dilakukan ketika

menerapkan metode simak. Kemudian itu, dalam peristiwa tutur peneliti tidak

hanya menyadap dan menyaksikan, tetapi juga mencatat bentuk-bentuk

interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia,

dalam komunikasi lisan masyarakat Desa Samsuma di Kecamatan Pulau Makian

Kabupaten Halmahera Selatan.

5. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menghimpun data dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,

gambar, maupun tak tertulis (Nana Syaodih Sukmadinata, 2007: 63).

Dokumentasi ini menggunakan kamera untuk mengabadikan kegiatan

wawancara dengan responden tersebut sebagai bukti dokumentasi bahwa telah

melakukan wawancara Kepala Desa dan Masyarakat Desa Samsuma di

Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan.

E. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan

menggunakan teknik analisis konstraktif, menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mengolah data-data

kebahasaan yang telah diperoleh peneliti dari beberapa data-data kebahasaan

masyarakat desa Samsuma dalam komunikasi lisan sehingga dari hasil analisis ini

diketahui bentuk-bentuk interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke

dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera

Selatan.
34

Berikut ini adalah rincian langkah-langkah dalam teknik analisis data yaitu

sebagi berikut:

1. Transkripsi data merupakan keseluruhan catatan bentuk data yang telah

dirangkum oleh peneliti setelah melakukan observasi berupa ujaran yang

mengalami Interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam

bahasa Indonesia, dalam percakapan lisan pada masyarakat desa Samsuma.

2. Identifikasi data merupakan tahap di mana peneliti memahami data yang

telah dirangkum dalam bentuk catatan untuk diamati dan diperiksa serta

dipilih dalam hal ini kaitannya bentuk ujaran yang mengalami interferensi.

3. Reduksi data merupakan tahap pengolahan data yang tersedia mana yang

merupakan data verbal (kebahasaan) dan data nonverbal (nonkebahasaan)

yang berkaitan dengan bentuk-bentuk Interferensi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia, dalam komunikasi lisan pada

masyarakat desa Samsuma.

4. Klasifikasi data merupakan kegiatan menetapkan fakta sesuai dengan

hubungan kenyataan. Dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan

mengklasifikasikan bentuk-bentuk ujaran yang mengalami interferensi dalam

masyarakat Desa Samsuma Kecamatan Pulau Makian.

5. Interpretasi data merupakan upaya pemaknaan terhadap data penelitian, yaitu

mencari keterkaitan terhadap unsur yang dicermati dan menampilkan satu

sajian yang deskriptif. Dalam hal ini data yang telah diklasifikasikan tersebut

dideskripsikan melalui suatu analisis terhadap keterkaitan yang dimiliki oleh

data-data tersebut. Proses ini menghasilkan suatu pemaknaan yang


35

menyeluruh terhadap data hasil penelitian berupa unsur-unsur kebahasaan

yang mengalami interferensi.

6. Penarikan simpulan, berdasarkan reduksi tentang data di atas maka dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat interferensi fonologis bahasa Makian

dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia, dalam komunikasi lisan

masyarakat Desa Samsuma, Kecamatan Pulau Makian.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian ini peneliti peroleh dari beberapa hasil percakapan

wawancara, teknik simak, teknik libat cakap, teknik rekan dan dokumentasi.

Kemudian itu, peneliti akan menguraikan bentuk-bentuk interferensi fonologi

bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia dan faktor-faktor

penyebab interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa

Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan pada

masyarakat Desa Samsuma sebagai berikut:

1. Bentuk-bentuk interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke

dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten

Halmahera Selatan.

Bentuk interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam

bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan pada

Masyarakat Desa Samsuma.

Data interferensi fonologi pengurangan fonem konsonan, interferensi

fonologi penambahan fonem konsonan, interferensi fonologi perubahan fonem

konsonan dan vokal pada kata yang mengalami interferensi fonologi sebagai

berikut:

36
37

Data 1. Nama : Mahrus Kadir


Pekerjaan : Kepala Desa Samsuma
(1a) Peneliti : Bagaimana tugas yang paling pokok sebagai Kepala Desa?
(1b) Bapak Kepala Desa : Melayani masyarakat yang baik.
(1c) Peneliti : Apa visi dan misi Bapak sebagai Kepala Desa?
(1d) Bapak Kepala Desa : Visinya untuk membangun Desa yang baik, maju, dan
sejahtra, dan merupakan misi saya untuk membangun Desa Suma yang baik
kedepan.
(1e) Peneliti : Bagaimana tanggung jawab seorang Kepala Desa?
(1f) Bapak Kepala Desa : Tanggung jawabnya adalah apapun caranya siap
melayani masyarakat sebagaimana ketentuan masyarakat dan kebutuhan
masyarakat maka itu salah satu tanggung jawab saya.
(1g) Peneliti : Berapa lama jabatan seorang Kepala Desa?
(1h) Bapak Kepala Desa : Jabatan Kepala Desa enam tahun.
(1i) Peneliti : Apakah ada aturan untuk pemerintah Desa?
(1j) Bapak Kepala Desa : Peraturan Desa untuk sementara belum ada.
(1k) Peneliti : Bagaimana sanksi yang diberikan Kepala Desa pada bawahan yang
langgar aturan?
(1l) Bapak Kepala Desa : Sangsinya suda jelas adalah sebagaimana suda di
terapkan walaupun itu langgar aturan maka harus siap di nonaktif ataupun di
ganti.
(1m) Peneliti : Apakah ada evaluasi khusus untuk struktur keperintahan Desa?
(1n) Bapak Kepala Desa : Evaluasinya dari setiap hal-hal tertentu tentang
kepentingan Desa ataupun soal struktur pemerintahan Desa maka tetap saja
datang evaluasi.
(1o) Peneliti : Selama Bapak Menjabat sebagai Kepala Desa, kegiatan apa saja
yang di laksanakan untuk masyarakat?
(1p) Bapak Kepala Desa : Kegiatannya yang pertama adalah fisik maupun
nonfisik hanya dua saja yang dijalankan dalam Desa.
38

Data di atas jelas terdengar penghilangan salah satu fonem pada kata,

misalnya: pada kata /s/ə/j/a/h/t/r/a/, /s/u/d/a/, terjadi adanya interferensi fonologi

bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa Indonesia. Seperti pada kata

yang dicetak miring misalnya: səjahtra, dan suda, yang seharusnya pada

penggunaan bahasa Indonesia adalah: bentuk <sejahtera>, dan <sudah>.

Sedangkan perubahan fonem [k] menjadi fonem [g] seperti pada kata (1l)

sangksinya berubah bunyi menjadi /s/a/ŋ/s/ī/ñ/a/, konsonan nasal bersuara [n],

[ny] pada bunyi sangsinya menjadi [ŋ], dan [ñ], yang seharusnya <sanksinya>

dalam penggunaan bahasa Indonesia.

Data 2. Nama : Amar Kasim


Pekerjaan : Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Bapak Amar Kasim : Masarakat ambil langka itu menindaklajuti hanya
melaporkan saja.
(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
(1d) Bapak Amar Kasim : Perna, melakukan musawara dengan masarakat
cuman dua kali, satu kali di mesjid, satu kali di kantor Desa.
(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?
(1f) Bapak Amar Kasim : Iya, banya masarakat yang hadir sekitar lima pulu
orang dalam musawara.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Bapak Amar Kasim : Iya! perna dapa, cuman sebagian saja hanya sembilan
pulu orang sampe turun tiga pulu orang yang dapa bantuan.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Bapak Amar Kasim : Kalu saya cuman bersi-bersi lingkungan ruma saja
karna kesehatan saya juga kurang sehat jadi istri tara mengijinkan pigi
kobong.
39

(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Bapak Amar Kasim : Selama Kapala Desa ini menjabat hanya pagar dan jalan
stapak saja.
(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?
(1n) Bapak Amar Kasim : Bahasa daera Makean Samsuma.

Data di atas terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada

kata, misalnya: pada kata /m/a/s/a/r/a/ɂ/a/t/, /l/a/ŋ/ɂ/a/, /p/ə/r/n/a/,

/m/u/s/a/w/a/r/a/, /b/a/ñ/a/, /d/a/p/a/, /k/a/l/u/, /b/ə/r/s/ī/, /r/u/m/a/, /k/a/r/n/a,

/k/a/p/a/l/a/, /s/t/a/p/a/ɂ/, dan /d/a/ə/r/a/, yang seharusnya pada penggunaan bahasa

Indonesia adalah: bentuk <masyarakat>, <langkah>, <pernah>, <musyawarah>,

<banyak>, <dapat>, <kalau>, <bersih>, <rumah>, <karena>, <kepala>,

<setapak>, dan <daerah>. Sedangkan perubahan pada kalimat (1h) sampe adalah

diftong atau bunyi [ai] dalam bahasa Indonesia mengalami perubahan menjadi

fonem [ai] menjadi fonem [e] secara fonetis bunyi direalisasikan sebagai vokal

depan, tengah dan tak bulat. Perubahan ini disebabkan gugus depan berkonstraksi

menjadi satu vokal atau silabel yang sederhana, yang seharusnya dalam bahasa

Indonesia adalah bentuk <sampai>. Sedangkan perubahan fonem pada kata (1j)

tara, (1d) məsjid mengalami perubahan fonem [a] menjadi fonem [e] dan (1n)

Makean mengalami perubahan pada fonem [i] menjadi fonem [e], yang

seharusnya <tidak>, <masjid>, dan <Makian> dalam penggunaan bahasa

Indonesia. Sedangkan pada kata (1d) /c/u/m/a/n/ mengalami penambahan fonem

[n], dan perubahan fonem [e], [u] menjadi [o] penambahan fonem [g] pada kata
40

(1j) kobong berubah bunyi menjadi /k/ɔ/b/ɔ/ŋ/ konsonan nasal bersuara [ng] pada

bunyi kobong menjadi [ŋ], yang seharusnya pada penggunaan bahasa Indonesia

adalah bentuk <Cuma> dan <kebun>.

Data 3. Nama : Usman Hi. Hamadi


Pekerjaan : Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Bapak Usman Hi. Hamadi : Iya, jadi jika Kepala Desa itu korupsi maka
masyarakat ambe langka itu langka hukum. Karna ini menyangkut hak penu
masyarakat untuk mengambil langka hukum.
(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
(1d) Bapak Usman Hi. Hamadi : Iya perna, Kepala Desa perna melakukan
musyawara dengan masyarakat sebanya dua kali musyawara.
(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?
(1f) Bapak Usman Hi. Hamadi : Hajatan ini adalah hajatan BPD bukan hajatan
Kepala Desa, masyarakat datang atau tara datang itu tergantung undangan
BPD untuk di libatkan dalam musyawara.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Bapak Usman Hi. Hamadi : Masyarakat dapa bantuan itu seperti bantuan
BLT. Menyangkut bantuan dana Desa so ada pos. Jadi yang dapa sentu dana
Desa itu seperti lembaga pemberdayaan seperti sar`ah.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Bapak Usman Hi. Hamadi : Keseharian masyarakat Desa Samsuma itu
sebagian mangail, kemudian sebagian pigi kobong.
(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Bapak Usman Hi. Hamadi : Program dana Desa yang berali atau berdasarkan
hasil musawara Desa. Ada fisik dan nonfisik kalu itu fisik maka di libatkan
banya orang berbeda dengan nonfisik.
41

(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?


(1n) Bapak Usman Hi. Hamadi : Bahasa yang di gunakan masyarakat itu bahasa
daerah Makean Samsuma.

Data di atas terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada

kata, misalnya: pada kata /la/ŋ/ɂ/a/, /k/a/r/n/a/, /p/ə/n/u/, /p/ə/r/n/a/,

/m/u/š/a/w/a/r/a/, /d/a/p/a/, /p/ī/g/ī/, /b/ə/r/a/l/ī/, dan /b/a/ñ/a/, yang seharusnya

pada penggunaan bahasa Indonesia adalah: bentuk <karena>, <penuh>, <pernah>,

<musyawarah>, <dapat>, <pergi>, dan <banyak>. Sedangkan perubahan pada

kata (1a) ambe adalah diftong atau bunyi [il] dalam bahasa Indonesia mengalami

perubahan menjadi [e], yang seharusnya dalam bahasa Indonesia adalah bentuk

<ambil>, secara fonetis bunyi direalisasikan sebagai vokal depan, tengah dan tak

bulat. Perubahan ini disebabkan gugus depan berkonstraksi menjadi satu vokal

atau silabel yang sederhana, dan perubahan fonem [e] menjadi fonem [a] pada

kata (1j) mangail berubah bunyi menjadi /m/a/ŋ/a/ī/l/ konsonan nasal bersuara

[ng] pada bunyi mangail menjadi [ŋ] dan fonem [i] menjadi [e] pada kata (1n)

Makean mengalami perubahan pada awal, tengah dan akhir, yang seharusnya

<sudah>, <mengail> dan <Makian> dalam bahasa Indonesia. Sedangkan

perubahan fonem [e], [u] menjadi fonem [o], penambahan fonem [g] pada kata

(1j) kobong berubah bunyi menjadi /k/ɔ/b/ɔ/ŋ/ konsonan nasal bersuara [ng] pada

bunyi kobong menjadi [ŋ], yang seharusnya pada penggunaan bahasa Indonesia

adalah bentuk <kebun>.


42

Data 4. Nama : Yasim Arsad


Pekerjaan : Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Bapak Yasim Arsad : Artinya masala itu kepemerintahan Kepala Desa. Jadi
korupsi ini dasarnya dari masyarakat karna suda tau manusia itu korupsi
terus dipilih oleh masyarakat. Langka masyarakat cuman dua, sala satunya
harus di hukum atau di pecat.
(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
(1d) Bapak Yasim Arsad : Iya pernah, Kepala Desa perna rapat musawarah
dengan masyarakat.
(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?
(1f) Bapak Yasim Arsad : Lumayan banya masyarakat hadir dalam musyawarah.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Bapak Yasim Arsad : Iya masyarakat pernah dapat bantuan seperti BLT,
BANSOS dan lain-lain.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Bapak Yasim Arsad : Kalu aktivitas keseharian saya itu kumpul batu dan
ambe pasir untuk jual, dan pigi kobong.
(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Bapak Yasim Arsad : Kepala Desa menjabat skarang bolom ada program
sama skali.
(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?
(1n) Bapak Yasim Arsad : Bahasa yang masyarakat gunakan itu bahasa daera
Makean Samsuma.

Data di atas terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada

kata, misalnya: pada kata /m/a/s/a/l/a/, /l/a/ŋ/ɂ/a/, /k/a/r/n/a/, /s/u/d/a/, /t/a/u/,


43

/s/a/l/a/, /m/u/s/a/w/a/r/a/h/, /b/a/ñ/a/, /k/a/l/u/, /p/ī/g/ī/, /s/ɂ/a/r/a/ŋ/, /s/ɂ/a/l/ī/,

dan /d/a/ə/r/a/, yang seharusnya pada penggunaan bahasa Indonesia adalah:

bentuk <masalah>, <karna>, <sudah>, <tahu>, <salah>, <musyawarah>,

<banya>, <kalau>, <pergi>, <sekarang>, <sekali>, dan <daerah>. Sedangkan

perubahan pada kata (1a) ambe adalah diftong atau bunyi [il] dalam bahasa

Indonesia mengalami perubahan menjadi [e] secara fonetis bunyi direalisasikan

sebagai vokal depan, tengah dan tak bulat. Perubahan ini disebabkan gugus depan

berkonstraksi menjadi satu vokal atau silabel yang sederhana, perubahan fonem [i]

menjadi fonem [e] seperti pada kata (1n) Makean, dan perubahan fonem [e], [u]

menjadi fonem [o] pada kata (1l) bolom berubah bunyi menjadi /b/ɔ/l/ɔ/m/

konsonan nasal bersuara [o] pada bunyi bolom menjadi [ɔ], yang seharusnya

<Makian>, dan <belum> dalam bahasa Indonesia. Sedangkan pada kata (1b)

/c/u/m/a/n/ mengalami penambahan fonem [n], perubahan fonem [e], [u] menjadi

fonem [o] penambahan fonem [g] pada kata (1j) kobong berubah bunyi menjadi

/k/ɔ/b/ɔ/ŋ/ konsonan nasal bersuara [o], [ng] pada bunyi kobong menjadi [ɔ], [ŋ],

yang seharusnya pada penggunaan bahasa Indonesia adalah bentuk <Cuma> dan

<kebun>.

Data 5. Nama : Abd. Kadir Bahmid


Pekerjaan : Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Bapak Abd. Kadir Bahmid : Menurut saya itu jika kepala desa korupsi maka
langka pertama itu masyarakat ambel tindakan dengan gerakan agar korupsi
itu di berhentikan.
(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
44

(1d) Bapak Abd. Kadir Bahmid : Perna, masa jabatan Kepala Deesa skarangkan
tiga tahun, suda hampir spulu kali musawara biasa, musawara Desa,
musawara umum.
(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?
(1f) Bapak Abd. Kadir Bahmid : Banya yang hadir, melebihi seratus orang.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Bapak Abd. Kadir Bahmid : Perna berupa BLT dan sumbangan-sumbangan
yang lain.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Bapak Abd. Kadir Bahmid : Sering pigi kobong dan sering pigi kelaut
mencari ikan.
(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Bapak Abd. Kadir Bahmid : Bakti umum, jumat bersi dan sebagainya.
(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?
(1n) Bapak Abd. Kadir Bahmid : Bahasa daerah Makean Samsuma dan bahasa
Indonesia juga.

Data di atas terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada

kata, misalnya: pada kata /l/a/ŋ/ɂ/a/, /p/ə/r/n/a/, /s/ɂ/a/r/a/ŋ/ɂ/a/n/, /s/u/d/a/,

/s/p/u/l/u/, /m/u/s/a/w/a/r/a/, /b/a/ñ/a/, /p/ī/g/ī/, dan /b/ə/r/s/ī/, yang seharusnya

pada penggunaan bahasa Indonesia adalah: bentuk <langkah>, <ambil>,

<pernah>, <sekarang>, <sudah>, <sepuluh>, <musyawarah>, <banyak>, <pergi>,

dan <bersi>. Sedangkan perubahan fonem [i] menjadi fonem [e] pada kata (1a)

ambel, dan (1n) Makean yang seharusnya <ambil> dan <Makian> dalam bahasa

Indonesia dan perubahan fonem [e], [u] menjadi fonem [o] penambahan fonem [g]

pada kata (1j) kobong berubah bunyi menjadi /k/ɔ/b/ɔ/ŋ/ konsonan nasal bersuara
45

[o], [ng] pada bunyi kobong menjadi [ɔ], [ŋ], yang seharusnya pada penggunaan

bahasa Indonesia adalah bentuk <kebun>.

Data 6. Nama : Suryati Hayun


Pekerjaan : Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Ibu Suryati Hayun : Langka masyarakat ambel harus bawa ke rana hukum.
(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
(1d) Ibu Suryati Hayun : Perna musawara dengan masarakat sebanya lima kali.
(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?
(1f) Ibu Suryati Hayun : Sebagian saja yang hadir mencapai tiga pulu orang.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Ibu Suryati Hayun : Dapa cuman sebagian saja bukan semua yang dapa,
bantuan berupa beras.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Ibu Suryati Hayun : Keseharian hari-hari perempuan ini cuman cari kanari
jadi pigi jual.
(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Ibu Suryati Hayun : Jabat selama dua tahun lebe cuman buat jalan stapak dan
buat pagar.
(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?
(1n) Ibu Suryati Hayun : Bahasa daerah Makean Samsuma dan bahasa Indonesia.

Data di atas terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada

kata, misalnya: pada kata /l/a/ŋ/ɂ/a/, /p/ə/r/n/a/, /m/a/s/a/r/a/ɂ/a/t/, /s/ə/b/a/ñ/a/,

/p/u/l/u/, /d/a/p/a/, /k/a/n/a/r/ī/, /p/ī/g/ī/, dan /s/t/a/p/a/ɂ/, yang seharusnya pada

penggunaan bahasa Indonesia adalah: bentuk <langkah>, <pernah>,


46

<masyarakat>, <sebanyak>, <puluh>, <dapa>, <kenari>, <pergi>, dan <setapak>.

Sedangkan perubahan pada kata (1a) lebe adalah diftong atau bunyi [ih]

mengalami perubahan menjadi [e] secara fonetis bunyi direalisasikan sebagai

vokal depan, tengah dan tak bulat. Perubahan ini disebabkan gugus depan

berkonstraksi menjadi satu vokal atau silabel yang sederhana, perubahan fonem [i]

menjadi fonem [e] pada kata (1a) ambel, dan (1n) Makean yang seharusnya

<ambil> dan <Makian> dalam bahasa Indonesia. Sedangkan pada kata (1b) pada

kata /c/u/m/a/n/ mengalami penambahan fonem [n], yang seharusnya pada

penggunaan bahasa Indonesia adalah bentuk <cuma>.

Data 7. Nama : Fatma Hi. Yahya


Pekerjaan : Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Ibu Fatma Hi. Yahya : Masyarakat ambel langka untuk melaporkan.
(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
(1d) Ibu Fatma Hi. Yahya : Perna, pokonya tara hitung itu so banya suda.
(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?
(1f) Ibu Fatma Hi. Yahya : Banya yang iko musawara.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Ibu Fatma Hi. Yahya : Perna, bantuan berupa PKH, dana-dana Desa, dan
sumbangan-sumbangan dari luar seperti BLT dan lain-lain.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Ibu Fatma Hi. Yahya : Kalu dari Desa ini kesehariannya pigi kobong.
(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Ibu Fatma Hi. Yahya : Pembuatan pagar dan stapak.
(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?
47

(1n) Ibu Fatma Hi. Yahya : Bahasa daerah Makean Samsuma dan bahasa
Indonesia jika ada yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia.

Data di atas terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada

kata, misalnya: pada kata /a/m/b/ə/l/, /l/a/ŋ/ɂ/a/, /p/ə/r/n/a/, /p/o/ɂ/o/ñ/a/,

/b/a/ñ/a/, /m/u/s/a/w/a/r/a, ,/k/a/l/u/, /p/ī/g/ī/, dan /s/t/a/p/a/ɂ/, yang seharusnya

pada penggunaan bahasa Indonesia adalah: bentuk <ambil>, <langkah>, <perna>,

<pokoknya>, <banyak>, <musyawarah>, <kalau>, <pigi>, dan <setapak>.

Sedangkan perubahan pada kata (1f) iko adalah diftong atau bunyi [ut] mengalami

perubahan menjadi fonem [o], yang seharusnya adalah bentuk <ikut> dalam

bahasa Indonesia, secara fonetis bunyi direalisasikan sebagai vokal depan, tengah

dan tak bulat, perubahan ini disebabkan gugus depan berkonstraksi menjadi satu

vokal atau silabel yang sederhana, sedangkan perubahan seperti pada kata (1d)

tara, dan perubahan fonem [i] menjadi fonem [e] pada kata (1n) Makean, yang

mengalami perubahan pada awal, tengah dan akhir, yang seharusnya bentuk kata

<tidak>, <sudah> dan <Makian> dalam bahasa Indonesia. Sedangkan perubahan

fonem [e], [u] menjadi fonem [o] penambahan fonem [g] pada kata (1j) kobong

berubah bunyi menjadi /k/ɔ/b/ɔ/ŋ/ konsonan nasal bersuara [o], dan [ng] pada

bunyi kobong menjadi [ɔ], dan [ŋ], yang seharusnya pada penggunaan bahasa

Indonesia adalah bentuk <kebun>.

Data 8. Nama : Lisda Majid


Pekerjaan : Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Ibu Lisda Majid : Langka masarakat ambel itu langsung narapidana.
48

(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
(1d) Ibu Lisda Majid : Perna musawarah sebanya tiga kali.
(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?
(1f) Ibu Lisda Majid : Sadiki tara banya minimal tiga pulu lebe.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Ibu Lisda Majid : Bantuan BLT dan bantuan BANSOS.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Ibu Lisda Majid : Cuman di ruma jaga ana.
(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Ibu Lisda Majid : Cuman jalan
(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?
(1n) Ibu Lisda Majid : Bahasa daera Makean Samsuma.

Data di terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma

ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada kata,

misalnya: pada kata /l/a/ŋ/ɂ/a/, /m/a/s/a/r/a/ɂ/a/t/, /p/ə/r/n/a/, /m/u/s/a/w/a/ra/h/,

/s/ə/b/a/ñ/a/, /p/u/l/u/, /r/u/m/a/, /a/n/a/, dan /d/a/ə/r/a/, yang seharusnya pada

penggunaan bahasa Indonesia adalah: bentuk <langkah>, <masyarakat>, <ambil>,

<pernah>, <musyawarah>, <sebanyak>, <puluh>, <rumah>, <anak>, dan

<daerah>. Sedangkan perubahan pada kata (1f) lebe adalah diftong atau bunyi [ih]

mengalami perubahan menjadi [e] secara fonetis bunyi direalisasikan sebagai

vokal depan, tengah dan tak bulat, perubahan ini disebabkan gugus depan

berkonstraksi menjadi satu vokal atau silabel yang sederhana, dan perubahan

fonem [i] menjadi fonem [e] pada kata (1a) ambel, dan (1n) Makean, yang

seharusnya <ambil> dan <Makian> dalam bahasa Indonesia. Sedangkan pada kata
49

(1j) pada kata /c/u/m/a/n/ mengalami penambahan fonem [n], yang seharusnya

pada penggunaan bahasa Indonesia adalah bentuk <Cuma>.

Data 9. Nama : Jasmani Saban


Pekerjaan Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Ibu Jasmani Saban : Bertindak karna dia korupsi.
(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
(1d) Ibu Jasmani Saban : Perna, tapi tara setiap bulan, nanti ada hal-hal penting
baru bisah dorang pertemuan.
(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?
(1f) Ibu Jasmani Saban : Tara semua cuman 50% yang hadir.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Ibu Jasmani Saban : Perna, kalu sosial itu tara pili kasi jadi semua dapa,
kalu yang lain itu sebagian saja.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Ibu Jasmani Saban : Saya pe ana cacat jadi tara perna pigi cari kanari, saya
cuman di ruma.
(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Ibu Jasmani Saban : Kalu tahun 2020 itu dapa suru buat kobong
percontohan, skarang tarada lagi.
(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?
(1n) Ibu Jasmani Saban : Bahasa Makean Samsuma, ada juga pake bahasa
Indonesia kalu ada pertemuan. So ada campuran ada kawing dari luar lagi
jadi pertemuan itu pake bahasa Indonesia.

Data di terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma

ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada kata,

misalnya: pada kata /k/a/r/n/a/, /p/ə/r/n/a/, /k/a/l/u/, /p/ī/l/ī/, /k/a/s/ī/, /a/n/a/,


50

/p/ī/g/ī/, /k/a/n/a/r/ī/, /r/u/m/a/, /d/a/p/a/, /s/u/r/u/, dan /s/ɂ/a/r/a/ŋ/, yang seharusnya

pada penggunaan bahasa Indonesia adalah: bentuk <karena>, <pernah>, <kalau>,

<pilih>, <kasih>, <anak>, <pergi>, <kenari>, <rumah>, <dapat>, <suruh>, dan

<sekarangkan>. Sedangkan perubahan pada kata (1j) dorang berubah bunyi

menjadi /d/o/r/a/ŋ/ konsonan nasal bersuara [ng] pada bunyi dorang menjadi [ŋ],

perubahan fonem [i] menjadi fonem [e] pada kata (1n) Makean, yang mengalami

perubahan pada awal, tengah dan akhir, yang seharusnya bentuk kata <tidak>,

<mereka>, dan <Makian>, dan perubahan pada kata (1n) pake adalah diftong atau

bunyi [ai] mengalami perubahan menjadi fonem [e] secara fonetis bunyi

direalisasikan sebagai vokal depan, tengah dan tak bulat. Perubahan ini

disebabkan gugus depan berkonstraksi menjadi satu vokal atau silabel yang

sederhana. Sedangkan pada kata (1f) cuman yang mengalami penambahan fonem

[n], dan penambahan fonem [g] pada kata (1n) kaweng berubah bunyi

menjadi /k/a/w/ī/ŋ/ konsonan nasal bersuara [i] dan [ng] pada bunyi kawing

menjadi [ī] dan [ŋ], yang seharusnya pada penggunaan bahasa Indonesia adalah

bentuk <Cuma> dan <kawin>.

Data 10. Nama : Munjia Muhammad


Pekerjaan : Petani
(1a) Peneliti : Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?
(1b) Ibu Munjia Muhammad : Langka masarakat ambil itu harus di proses
hukum.
(1c) Peneliti : Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat?
(1d) Ibu Munjia Muhammad : Perna, yang so menjelang beberapa tahun kemarin
ini so tiga kali musawara.
51

(1e) Peneliti) : Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?


(1f) Ibu Munjia Muhammad : Ada, kalu musawara itu mungkin tiga pulu orang.
(1g) Peneliti : Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?
(1h) Ibu Munjia Muhammad :Ya, mendapat bantuan berupa beras, tolor, dan
BLT.
(1i) Peneliti : Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?
(1j) Ibu Munjia Muhammad : Cuman Pigi kebun.
(1k) Peneliti : Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa
masyarakat lakukan?
(1l) Ibu Munjia Muhammad : Program itu pembersihan lingkungan
(1m) Peneliti : Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?
(1n) Ibu Munjia Muhammad : Bahasa daerah Makean Samsuma sering-sering
juga pake bahasa Indonesia.

Data di atas terjadi adanya interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia seperti penghilangan salah satu fonem pada

kata, misalnya: pada kata /l/a/ŋ/ɂ/a/, /m/a/s/a/r/a/ɂ/a/t/, /p/ə/r/n/a/,

/m/u/s/a/w/a/r/a, /k/a/l/u/, /p/u/l/u/, dan /p/ī/g/ī/, yang seharusnya pada penggunaan

bahasa Indonesia adalah: bentuk <langkah>, <masyarakat>, <pernah>,

<musyawarah>, <kalau>, <puluh>, dan <pergi>. Sedangkan perubahan fonem [e],

[u] menjadi fonem [o] pada kata (1h) tolor, dan perubahan fonem [i] menjadi

fonem [e] pada kata (1n) Makean, yang mengalami perubahan pada awal, tengah

dan akhir, yang seharusnya bentuk kata <telur>, dan <Makian>, dan perubahan

fonem pada kata (1n) pake adalah diftong atau bunyi [ai] mengalami perubahan

menjadi fonem [e] secara fonetis bunyi direalisasikan sebagai vokal depan, tengah

dan tak bulat. Perubahan ini disebabkan gugus depan berkonstraksi menjadi satu

vokal atau silabel yang sederhana. Sedangkan pada kata (1j) pada kata cuman,
52

yang mengalami penambahan fonem [n], yang seharusnya pada penggunaan

bahasa Indonesia adalah bentuk <Cuma>.

Berikut peneliti ini akan di uraikan setiap kosakata-kosakata seperti yang

terlihat di bawah ini:

Tabel 4.1
Pengaruh bentuk-bentuk Interferensi Fonologi bahasa Makian dialek
Samsuma ke dalam Bahasa Indonesia
Kosakata dalam bahasa No Standardisasi Kata dalam
No
Makian dialek Samsuma Pembicaraan bahasa Indonesia
1 Sejahtra 1 Sejahtera
2 Sangsi 2 Sanksi
3 Tolor 3 Telur
4 Masarakat 4 Masyarakat
5 Perna 5 Pernah
6 Cuman 6 Cuma
7 Masjid 7 Mesjid
8 Banya 8 Banyak
9 Musawara 9 Musyawarah
10 Dapa 10 Dapat
11 Kalu 11 Kalau
12 Bersi 12 Bersih
13 Ruma 13 Rumah
14 Karna 14 Karena
15 Tarada 15 Tidak
16 Pigi 16 Pergi
17 Kobong 17 Kobomg
18 Kapala 18 Kepala
19 Stapak 19 Setapak
20 Daera 20 Daerah
21 Makean 21 Makian
22 Ambe 22 Ambil
23 Langka 23 Langkah
24 Pake 24 Pakai
25 So 25 Sudah
26 Mangail 26 Mengail
27 Masala 27 Masalah
28 Tau 28 Tahu
29 Skarang 29 Sekarang
30 Spulu 30 Sepuluh
31 Lebe 31 Lebih
32 Pokonya 32 Pokok
53

33 Iko 33 Ikut
34 Sadiki 34 Sedikit
35 Ana 35 Ana
36 Dorang 36 Mereka
37 Kanari 37 Kenari
38 Pili 38 Pilih
39 Kawing 39 Kawin
40 Berali 40 Beralih
Keterangan : kata yang bercetak miring di atas yaitu kata serapan yang masih dan
sering digunakan oleh penutur asli bahas Makian dialek Samsuma.

2. Faktor-faktor penyebab interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke Dalam bahasa Indonesia

Jika dibandingkan dengan teori Weinrich (dalam Abdul Chaer, 2010: 64-

65), ada tujuh faktor penyebab interferensi yang ia kemukakan, tetapi dalam

skripsi berdasarkan penelitian peneliti hanya ada empat faktor penyebab

terjadinya interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam bahasa

Indonesia, pada masyarakat Desa Samsuma sebagai berikut:

1. Kedwibahasaan Peserta Tutur.

2. Tipisnya kesetiaan pemakaian bahasa penerima.

3. Kebutuhan akan sinonim.

4. Terbawanya kebiasaan Bahasa Ibu.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Bentuk-bentuk interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke

Dalam bahasa Indonesia.

Telah terbukti bahwa Interferensi fonologi bahasa Makian dialek Samsuma

ke dalam bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera

Selatan, seperti penghilangan fonem, perubahan fonem dan penambahan fonem.

Penghilangan fonem bias terjadi di awal, tengah, akhir kata, misalnya penhilangan
54

fonem [h] pada kata langka berubah bunyi menjadi /l/a/ŋ/k/a/ konsonan nasal

bersuara [ng] pada bunyi langka menjadi [ŋ], dan penghilangan fonem [e] pada

kata sejahtra, yang seharusnya <langkah>, <sejahtera> dalam bahasa Indonesia.

Perubahan fonem pada kata ambe, bunyi diftong atau bunyi fonem [il] di lafalkan

menjadi bunyi fonem [e] pada kata <ambil>. Sedangkan penambahan fonem [g]

pada kata kawing berubah bunyi menjadi /k/a/w/i/ŋ/ konsonan nasal bersuara [ng]

pada bunyi kawing menjadi [ŋ], yang seharusnya adalah bentuk <kawin> dalam

bahasa Indonesia.

Penjelasan di atas di dukung oleh penelitiannya Martina Kihi Kihi (2015),

yang berjudul “Interferensi fonologi bahasa Galela ke dalam bahasa Tobelo.

menyatakan bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan adanya

kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa

lain mencakup pngucapan suatu bunyi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

telah disusun, karena penelitian ini mencakup tentang kekeliruan pada ujaran.

2. Faktor-faktor penyebab interferensi fonologi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia

Menurut teori Weinrich dalam Abdul Chaer (2010: 64-65), ada tujuh faktor

penyebab interferensi yang ia kemukakan, tetapi hasil penelitian peneliti

berdasarkan hanya ada empat faktor penyebab terjadinya interferensi fonologi

pada masyarakat Desa Samsuma yang saya temukan sebagai berikut:

1. Kedwibahasaan peserta tutur.

Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi dan

berbagai pengaruh lain dari sumber bahasa, baik dari bahasa daerah maupun
55

bahasa Indoensia. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur

yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

Peneliti berkesimpulan bahwa Kedwibahasaan masih saja terjadi pada

penutur pada saat di wawancara karena kurangnya terbiasa menggunakan berbagai

bahasa, sehingga peneliti masih menemukan kata-kata asing yang mereka kuasai.

Hal ini karena keseringan menggunakan bahasa sumber dalam berinteraksi

dengan orang lain.

2. Tipisnya kesetiaan pemakaian bahasa penerima.

Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung

akan menimbulkan sifat kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah

bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber

yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul

bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur,

baik secara lisan maupun tertulis.

Peneliti berkesimpulan bahwa sejauh ini masyarakat masih tipisnya

kesetiaan pemakaian bahasa penerima, sehingga dapat berbicara dengan orang

lain akan mengakibatkan bahasa asing yang masih sering muncul bentuk

interferensi pada penutur saat mengunakan bahasa penerima.

3. Kebutuhan akan sinonim.

Sinonim dalam pemakaian bahasa memiliki fungsi yang cukup penting,

yakni sebagai variasi pemilihan kata untuk menghindari pemakaian kata yang

sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan.


56

Peneliti berkesimpulan bahwa kebutuhan kosakata yang bersinonim masih

di gunakan oleh masyarakat pada saat peneliti melakukan wawancara, sehingga

kata-kata yang bersinonim dapat menimbulkan interferensi.

4. Terbawanya kebiasaan bahasa Ibu.

Kebiasaan bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada

umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan

terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada dwibahasaan yang sedang

belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun bahasa asing.

Peneliti berkesimpulan bahwa terbawanya kebiasan dalam bahasa ibu pada

bahasa penerima, yang sedang di gunakan pada umumnya di sebabkan, karena

terjadi kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa

penerima. Hal ini akan terjadi pada dwibahasawan menggunakan bahasa kedua

(B2) bahasa Indonesia.

Dari penjelasan di atas sejalan dengan pernyataan penelitian yang di susun

oleh Drs. Irwan (2006), dalam skripsinya yang berjudul “Interferensi Bahasa

Daeah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia. Penelitian ini mengkaji tentang

sistem yang terjadi akibat interferensi, yang mendapat pengaruh dari bahasa

daerah terhadap perkembangan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Bentuk-bentuk interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke

Dalam bahasa Indonesia.

Interferensi fonologis bahasa Makian dialek Samsuma ke dalam Bahasa

Indonesia pada masyarakat Desa Samsuma, maka peneliti menyimpulkan

beberapa hal sehubungan dengan hasil penelitian sebagai berikut : 1) Interferensi

penghilangan fonem vokal dan konsonan pada posisi awal, tengah, dan akhir, 2)

Interferensi penambahan fonem vokal dan konsonan pada posisi awal, tengah, dan

akhir, 3) Interferensi perubahan fonem vokal dan konsonan pada posisi awal,

tengah, dan akhir.

Proses interferensi fonologi bahasa Makian oleh masyarakat Desa Samsuma

tersebut ada yang berupa penghilangan bunyi fonem [h], fonem [e], fonem [r]

pada kata yaitu langka, sejahtra, dan pigi, perubahan fonem pelafalan bunyi

fonem [e], [u] menjadi fonem [o], fonem [i] menjadi fonem [e], dan

menambahkan bunyi fonem [n], dan fonem [g] pada kata yaitu cuman, kobong,

dan kawing.

57
58

2. Faktor-faktor penyebab interferensi fonologis bahasa Makian ke Dalam bahasa

Indonesia

Faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi bahasa Makian dialek

Samsuma ke dalam bahasa Indonesia pada masyarakat Desa Samsuma, seperti

kedwibahasawan peserta tutur, tipisnya kesetiaan pemakaian bahasa penerima,

kebutuhan akan sinonim, dan terbawanya kebiasaan bahasa ibu.

B. SARAN

Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, maka ada beberapa hal yang

perlu peneliti sarankan, yaitu masyarakat perlu adanya kesadaran dalam

penggunaan pelafalan bunyi-bunyi bahasa, sehingga tidak tejadi interferensi

bahasa pertama atau bahasa ibu (B1) ke dalam bahasa ke dua (B2) dan perlu

adanya peningkatan dalam pemakaian bahasa Indonesia pada masyarakat.

Demikianlah kesimpulan dan saran penelitian ini, mudah-mudahan dengan

adanya pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia dalam lingkungan

masyarakat khususnya untuk masyarakat Desa Samsuma di Kecamatan Pulau

Makian Kabupaten Halmahera Selatan.


DAFTAR PUSTAKA

Abasa, M. R (2013). “Interferensi Fonologis Bahasa Melayu Ternate Terhadap


Pembelajaran Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas Xi SMP Negeri 6
Kota Ternate”. Journal CAKRAWALA BAHASA Vol. 2 No. 1 2013.
https://www.researchgate.net/publication/332240708_INTERFERENSI_FO
NOLOGIS_BAHASA_MELAYU_TERNATE_TERHADAP_PEMBELAJARA
N_BERBICARA_BAHASA_INDONESIA_SISWA_KELAS_XI_SMA_NEGER
I_6_KOTA_TERNATE. Di akses pada tanggal 12 September 2021.
Arifin, Z. dan Tasai, A. 2015. Bahasa Indonesia Sebagai Pengembang
Kepribadian. Tanggerang: Pustaka Mandiri Erlangga.
Aslinda dan Leni, S. 2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama.
Anne, A. 2011. Pengertian Prestasi Belajar Para Ahli. Diambil dari
Http//www.AnneAhira.com/Pengertian-Prestasi-Belajar-Menurut-
ParaAli_ .htm. Diakses pada 9 September 2021.
Chaedar, A. A. 2013. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung:
Angkasa.
Chaer, A dan Leonie, A. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Chaer, A. 2009. Fonologi Bahasa. Jakarta: PT. Rineke Cipta.
2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
2013. Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
2015. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Chambers. 2009. Dialectology. Cambridge: University Press.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Ungkapan Tradisional Sebagai
Sumber Informasi Kebudayaan Daerah Istimewa. Yogyakarta. Proyek
Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Irwan. 2006. “Karya Ilmiah: Interferensi Bahasa Daerah Terhadap
Perkembangan Bahasa Indonesia”. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Harimurti, K. 2009. Pengembangan Ilmu Bahasa dan Pembinaan Bangsa.
Jakarta: Penerbit Nusa Indah.

59
60

2011. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.
Keraf, G. 2001. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Gramedia Press.
Koentjaningrat. 2012. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta. Rineka Cipta.
Mahsun. 2017. Metode Penelitian Bahasa. Depok: PT Raja Grafindo Persada.
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Muaffaq, A. 2012. Fonologi Bahasa Indonesia. Makassar: Alaluddin University
Press.
Nursaid dan Marjusman, M. 2002. Sosiolinguistik. Padang: FBS UNP.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Tarigan, H. G. 2009. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbicara. Bandung :
Angkasa.
Sumber-sumber lain.
MALUKU UTARA BERKREASI: MAKIAN DAN BAHASANYA
(malukuutara-ternate.blogspot.com). Di akses pada 15 Oktober 2021.
https://www.uudmelestarikanbahasadaerah.com. Di akses pada 15 Oktober 2021.
61

Observasi Penelitian

No Aspek yang Diamati Keterangan

1 Lokasi Observasi Desa Samsuma Kecamatan Pulau Makian

Kabupaten Halmahera Selatan

2 Bentuk interferensi Interferensi fonologi bahasa Makian Dialek

fonologi yang terjadi Samsuma Ke Dalam bahasa Indonesia,

pada masyarakat Desa dikelompokkan menjadi tiga yaitu interferensi

Samsuma Kecamatan fonologi pengurangan fonem, interferensi

Pulau Makian perubahan fonem, dan interferensi penambahan

fonem.

3 Siapa saja yang terlibat Kepala Desa, dan Masyarakat 10 orang


62

Pedoman Wawancara Kepala Desa

Wawancara ini bertujuan sebagai pedoman untuk mempermudah peneliti

untuk mengumpulkan data tentang Interferensi Fonologi Bahasa Makian Dialek

Samsuma Ke Dalam Bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten

Halmahera Selatan.

Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Pekerjaan :

4. Alamat :
Pertanyaan:

1. Bagaimana tugas yang paling pokok sebagai Kepala Desa?

2. Apa visi dan misi Bapak sebagai Kepala Desa?

3. Bagaimana tanggung jawab seorang Kepala Desa?

4. Berapa lama jabatan seorang Kepala Desa?

5. Apakah ada aturan untuk pemerintah Desa?

6. Bagaimana sanksi yang diberikan Kepala Desa pada bawahan yang langgar

aturan?

7. Apakah ada evaluasi khusus untuk struktur keperintahan Desa?

8. Selama Bapak Menjabat sebagai Kepala Desa, kegiatan apa saja yang di

laksanakan untuk masyarakat?


63

Pedoman Wawancara Masyarakat

Wawancara ini bertujuan sebagai pedoman untuk mempermudah peneliti

untuk mengumpulkan data tentang Interferensi Fonologi Bahasa Makian Dialek

Samsuma Ke Dalam Bahasa Indonesia di Kecamatan Pulau Makian Kabupaten

Halmahera Selatan.

Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Pekerjaan :

4. Alamat :

Pertanyaan :

1. Bagaimana langkah masyarakat ambil, jika Kepala Desa korupsi?

2. Apakah selama Kepala Desa ini menjabat, pernah melakukan musyawarah

dengan masyarakat?

3. Apakah banyak masyarakat yang hadir dalam musyawarah?

4. Apakah masyarakat pernah mendapatkan bantuan dari Desa?

5. Bagaimana aktifitas kesesharian masyarakat Desa Samsuma?

6. Selama Kepala Desa menjabat, program apa saja yang bisa masyarakat

lakukan?

7. Bahasa apa yang di gunakan masyarakat Desa Samsuma?


64

Izin Penelitian Dari Kampus


65

Surat Keterangan Penelitian Dari Desa


66

Dokumentasi Penelitian

Peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Desa Samsuma

Peneliti Melakukan Wawancara Masyarakat Desa Samsuma

Wawancara dengan Bapak Amar Wawancara dengan Bapak Usman


67

Wawancara dengan Bapak Yasim. Wawancara denan Bapak Abd. Kadir .

Wawancara denagn Ibu Suryati. Wawancara dengan Ibu Fatma Hi. Yahya
68

Wawancara dengan Ibu Lisda Wawancara dengan Ibu Jasmani

Wawancara dengan Ibu Munjia Muhammad


69

RIWAYAT PENDIDIKAN

Fajar A. Hi. Hasad, anak dari Asbula Hi. Hasad dan Ratna

Kasim. Tempat tanggal lahir Kosa, 23 Juli 1997 di Desa

Kosa Kecamatan Payahe. Saya anak ke dua dari lima

bersaudara. Penulis mulai pendidikan di Sekolah Dasar

Negeri Kosa Oba Tidore Kepulauan selesai pada tahun

2010, dan melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Pulau

Makian selesai pada tahun 2013, dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas di

SMA Negeri 4 Halmahera Utara selesai pada tahun 2016. Pada tahun itu juga

penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, tepatnya di

Universitas Khairun Ternate (UNKHAIR) Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis

mengadakan satu penelitian ilmiah dengan judul “Interferensi Fonologi bahasa

Makian dialek Samsuma Ke dalam Bahasa Indonesia”. Penelitian ini bertempat di

Desa Samsuma Kecamatan Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan. Hasil

penelitian skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai