Anda di halaman 1dari 10

GANGGUAN PENYESUAIAN (F 43.

2)

I. Pendahuluan
Gangguan penyesuaian merupakan gangguan jiwa yang paling
sering dijumpai pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit untuk
penyakit medik ataupun operasi, namun jarang ada penelitiannya.(1)
Gangguan penyesuaian, berhubungan dengan stress, jangka
pendek, gangguan non-psikotik. Berdasarkan ICD X dan DSM-IV
mendefenisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara dari
tekanan dan gangguan emosional, yang timbul dalam proses
beradaptasi dengan perubahan hidup yang signifikan , kehidupan yang
stress, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan penyakit serius.
Stressor dapat hanya melibatkan individu bahkan mempengaruhi
masyarakat luas.(2, 3)
Pasien dengan gangguan penyesuaian biasanya terlihat seperti
terbebani atau terlalu berlebihan dalam memberikan respon terhadap
stimulus yang diberikan. Manifestasi respon dapat berupa reaksi
emosional atau perilaku terhadap suatu peristiwa stress atau perubahan
dalam hidup seseorang; misalnya pada populasi anak, peristiwa dapat
berupa perceraian kedua orang tua, kelahiran angota keluarga baru,
atau kehilangan figur atau benda (mis. Hewan peliharaan ). Gangguan
ini memiliki batas waktu, biasanya mulai dalam waktu 3 bulan dari
peristiwa stress. Gejala akan berkurang dalam waktu 6 bulan setelah
stressor menghilang atau ketika adaptasi baru terjadi.(3)
Gangguan ini dapat ada pada semua usia dan lebih sering pada
remaja.(1)

II. Etiologi
Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa
adanya stressor. Walaupun adanya stressor merupakan komponen
esensial dari gangguan penyesuaian, namun stress adalah salah satu

1
dari banyak faktor yang menentukan berkembangnya, jenis dan
luasnya psikopatologi. Hingga sekarang, etiologi belum pasti dan dapat
dibagi atas beberapa faktor sebagai berikut: (1)
1. Genetik
Temperamen yang tinggi ansietas cenderung lebih bereaksi
terhadap suatu peristiwa stress dan kemudian mengalami gangguan
penyesuaian. Ada penelitian menyatakan bahwa berbagai peristiwa
kehidupan dan stressor ada kolerasi pada anak kembar.(1)
2. Biologik
Kerentanan yang besar dengan riwayat penyakit medis yang serius
atau disabilitas. (1)
3. Psikososial
Kerentanan yang besar pada individu yang kehilangan orang tua
pada masa bayi atau mereka yang ada pengalaman buruk dengan
ibu, kemampuan mentolerir frustasi dalam hidup individu dewasa
berhubungan dengan kepuasan dari kebutuhan dasar hidup masa
bayi. (1)

III. Epidemiologi
Prevalensi gangguan penyesuaian berkisar dari 2,3% pada
pasien rawat jalan yang tidak memiliki gangguan pada Axis I atau II
hingga 20% pada diagnosis dengan Axis I dan II. Pada dewasa,
perempuan mendominasi dari pria dengan perbandingan 2:1.(4)

Insiden dan prevalensi


Beberapa studi menunjukkan angka 12%, angka tertinggi 23%
pada data pasien yang disimpan. Mood depresi adalah subtipe dari
gangguan penyesuaian yang paling sering, diikuti dengan gangguan
penyesuaia dengan mood anxietas, gabungan anxietaas dan depresi,
kemudian gangguan perilaku.(3)

2
Berdasarkan penelitian selama 5 tahun, diperoleh perbedaan
penting antara remaja dan dewasa terkait dengan prognosis gangguan
penyesuaian. Sebagian besar individu dewasa dengan gangguan
penyesuaian bebas dari gejala (71% yang benar-benar baik, 8%
memiliki masalah intervensi, dan 21% mengalami depresi atau
kecanduan alcohol), remaja memiliki hasil yang jauh berbeda. Selama
5 tahun, penelitian inidilanjutkan, hasil bahwa 43% remaja memiliki
gangguan psikiatri utama (misalnya, skizofrenia, gangguan
skizoafektif, depresi, gangguan penyalahguanaan zat, dan gangguan
kepribadian), 13% memiliki gangguan mental intervensi, dan 44%
(1)
tidak memiliki gangguan mental.

IV. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan suatu evaluasi psikiatrik yang
komprehensif dengan wawancara (1)
Dengan mengetahui sejarah pasien yang lengkap, termasuk
identifikasi dari stressor sebagai pencetus gangguan penyesuaian dan
mengevaluasi respon terhadap stressor. (1)
Kriteria diagnosis berdasarkan Diagnostic and Statistical
Manual of mental Disorder (DSM-IV-TR) untuk gangguan
penyesuaian adalah sebagai berikut:(5)
A. Adanya gejala emosional atau perilaku sebagai respon atas
stressor yang mucul dalam jangka waktu 3 bulan setelah onset
stressor
B. Gejala atau perilaku sesuai dengan salah satu gejala klinis
berikut:
(1) Penderitaan yang jelas melebihi apa yang diharapkan dari
pemaparan stresor
(2) Penurunan fungsi sosial dan pekerjaan (akademik) yang
signifikan

3
C. Gangguan berhubungan dengan stress tidak memenuhi kriteria
untuk gangguan Aksis I spesifik lain dan tidak semata-mata
suatu eksaserbasi gangguan Aksis I atau Aksis II yang telah ada
sebelumnya.
D. Gejala-gejala tidak mencerminkan kondisi berkabung
E. Berdasarkan definisi, gangguan penyesuaian seharusnya
sembuh dalam jangka waktu 6 bulan setelah stressor hilang.

Gejala pada gangguan penyesuaian dikatakan akut jika


perlangsungannya tidak lebih dari 6 bulan dan dikatakan kronik jika
berlangsung dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan dengan stressor
yang lama.(5)

Ada 6 tipe gangguan penyesuaian dengan gejala-gejala yang


predominan: (1)
a. Dengan afek depresif: Manifestasi yang menonjol adalah gejala-
gejala afek depresif, putus harapan, mudah menangis.
b. Dengan ansietas: adanya gejala-gejala gelisah, khawatir, cemas dan
tidak tenang. Pada anak-anak ada ketatkutan berpisah dari orang
tua, menolak untuk tidur sendiri dan masuk sekolah.
c. Dengan campuran anxietas dan afek depresi
d. Dengan gangguan tingkah laku: mencakup gangguan tingkah laku
seperti membolos, mencuri, mengebut, perilaku merusak, seks
yang tidak wajar dan tidak pada tempatnya. Mereka melanggar
hak-hak azasi orang lain, pelanggaran aturan dan hukum
e. Dengan campuran gangguan emosi dan tingkah laku: mencakup
gabungan antara perubahan tingkah laku dan perasaan depresi dan
ansietas.
f. YTT (yang tak tergolongkan): mencakup mereka yang kurang
dapat beradaptasi terhadap stress dan gejala-gejala yang tidak dapat
dimasukkan ke dalam salah satu kategori spesifik di atas. Misalnya

4
respon terhadap diagnosis penyakit fisik dengan mengigkari dan
adanya ketidakpatuhan berobat dan atau menjauh dari kontak
sosial.
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan penyesuaian (F43.2) didiagnosa
dengan pedoman diagnostic seperti:(6)
 Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara:
(a) Bentuk, isi, beratnya gejala;
(b) Riwayat sebelumnya dan corak kepribadian; dan
(c) Kejadian, situasi yang “stressful”, atau krisis kehidupan.
 Adanya faktor ketiga diatas (c) harus jelas dan bukti yang kuat
bahwa gangguan tersebut tidak akan terjadi seandainya tidak
mengalami hal tersebut.
 Manifestasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek
depresif, anxietas, campuran anxietas-depresif, gangguan
tingkah laku, disertai adanya disabilitas dalam kegiatan rutin
sehari-hari. Tidak ada satupun dari gejala tersebut yang spesifik
untuk mendukung diagnosis.
 Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya
kejadian yang “stressful”, dan gejala-gejala biasnya tidak
bertahan melebihi 6 bulan, kecuali dalam hal reaksi depresif
berkepanjangan (F 43.21)
 Karakter kelima:
F43.20 = reaksi depresi singkat
F43.21 = reaksi depresi berkepanjangan
F43.22 = reaksi campuran anxietas dan depresi
F43.23= dengan predominan gangguan emosi lain
F43.24= dengan predominan gangguan perilaku
F43.25= dengan gangguan campuran emosi dan perilaku
F43.28= dengan gejala predominan lainnya YDT.

5
V. Penatalaksanaan
a. Psikoterapi
Intervensi psikoterapi pada gangguan penyesuaian bertujuan
untuk mengurangi efek dari stressor, meningkatkan kemampuan
mengatasi (coping) stressor yang tidak bisa dikurangi, dan
menstabilkan status mental dan system dukungan untuk
memaksimalkan adaptasi. Psikoterapi dapat berupa: terapi perilaku-
kognitif, terapi interpersonal, upaya psikodinamik atau konseling.(4)
Tujuan utama dari psikoterapi ini untuk menganalisa stressor
yang mengganggu pasien kemudian dihilangkan atau diminimalkan.
Sebagai contoh, amputasi kaki dapat menghancurkan perasaan
seseorang tentang dirinya, terutama jika individu tersebut adalah
seorang atlet lari. Perlu diperjelas bahwa pasien tersebut tetap memiliki
suatu kemampuan besar, dimana ia dapat menggunakannya untuk
pekerjaan yang berguna, tidak perlu kehilangan hubungan yang
berharga, dapat bereproduksi, dan ini tidak berarti bagian tubuh yang
lain juga akan hilang. Jika tidak, pasien tersebut dapat berfantasi
( bahwa semuanya hilang) dan stressor (amputasi) dapat mengambil
alih, membuat disfungsional (pekerjaan, seks) pada pasien, dan
menyebabkan disforia yang menyakitkan atau kecemasan.(4)
Beberapa stressor dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan
(misalnya, pasien memutuskan untuk bunuh diri atau melakukan
pembunuhan setelah ditinggalkan oleh kekasihnya). Pada kasus seperti
reaksi berlebihan dengan perasaan, emosi atau perilaku, terapis akan
membantu individu menempatkan perasaan dan kemarahannya melalui
kata-kata daripada melakukan tindakan destruktif dan memberikan
perspektif. Peran verbalisasi dan gabungan afek dan konflik yang tidak
berlebihan dalam upaya mengurangi stressor dan meningkatkan
coping. Obat-obatan dan alkohol tidak dianjurkan.(4)
Psikoterapi, konseling krisis medis, intervensi krisis, terapi
keluarga, terapi kelompok, terapi perilaku-kognitif, dan terapi

6
interpersonal semua mendorong individu untuk mengekspresikan
pengaruh, ketakutan, kecemasan, kemarahan, rasa tidak berdaya, dan
putus asa terhadap stressor. Mereka juga membantu individu untuk
menilai kembali realitas dalam beradaptasi. Sebagai contoh, hilangnya
kaki bukan berarti kehilangan nyawa. Tetapi itu adalah kerugian besar.
Psikoterapi singkat berusaha untuk membingkai makna stressor
tersebut, cara meminimalkannya dan mengurangi defisit psikologis
terhadap kejadian tersebut. (4)

b. Farmakoterapi
Biasanya, penggunaan terapi farmakologi oleh individu dengan
gangguan penyesuaian adalah untuk mengurangi gejala seperti
insomnia, kecemasan dan serangan panik. Yang paling umum
diresepkan untuk agen individu dengan gangguan penyesuaian adalah
benzodiazepine dan anti-depresan. Stewart et al merekomendasikan
percobaan antidepresan pada pasien dengan depresi ringan atau berat
yang belum memberi respon atau intervensi psikoterapi suportif
lainnya selama 3 bulan. (3)

VI. Prognosis
Dengan terapi yang efektif, prognosis pada umunya adalah
baik. Kebanyakan pasien kembali ke fungsi semula dalam waktu 3
bulan. (1)
Ada gangguan penyesuaian yang berlangsung sementara dan
dapat sembuh sendiri atau setelah mendapat terapi. (1)
Remaja membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih kembali
dibandingkan dengan orang dewasa. Terdapat penelitian follow-up
setelah 5 tahun mendapatkan terapi, 71% pasien dewasa sembuh tanpa
gejala residual, 21% berkembang menjadi gangguan depresi mayor,
atau alkoholisme. (1)

7
Pada remaja prognosis kurang baik, karena 43% menderita
Gangguan Skizofrenia denga gangguan skizoafektif, depresi mayor.
Gangguan penyalahgunaan zat, serta gangguan kepribadian. Adapun
resiko bunuh diri cukup tinggi. (1)

VII. Kesimpulan
Gangguan penyesuaian didefinisikan sebagai gejala-gejala
emosional atau perilaku yang bermakna secara klinis dan terjadi
sebagai respons terhadap suatu stressor dan menghilang dalam waktu 6
bulan setelah tak ada stressor. Gangguan ini dapat dijumpai pada
semua usia dan lebih sering pada remaja.
Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa
adanya stressor. Walaupun adanya stressor merupakan komponen
esensial dari gangguan penyesuaian, namun stress adalah salah satu
dari banyak faktor yang menentukan berkembangnya, jenis dan
luasnya psikopatologi.
Berdasarkan DSM IV-TR, gangguan penyesuaian ditandai
dengan gejala berdasarkan beberapa kriteria. Gejala emosional dan
perilaku bisa munculdalam jangka waktu 3 bulan setelah onset stressor
dan seharusnya pulih dalam jangka waktu 6 bulan setelah stressor
hilang. Menurut PPDGJ-III, gangguan penyesuaian dapat terdiagnosis
jika gejala muncul 1 bulan setelah onset stressor dan biasanya tidak
bertahan melebihi 6 bulan.
Pada gangguan penyesuaian, dapat diberikan psikoterapi atau
farmakoterapi atau kombinasi kedua terapi. Psikoterapi adalah pilihan
utama; dengan tujuan untuk menganalisa stressor yang mengganggu
pasien kemudian dihilangkan atau diminimalkan. Psikoterapi,
konseling krisis medis, intervensi krisis, terapi keluarga, terapi
kelompok, terapi perilaku-kognitif, dan terapi interpersonal semua
mendorong individu untuk mengekspresikan pengaruh, ketakutan,
kecemasan, kemarahan, rasa tidak berdaya, dan putus asa terhadap

8
stressor. Farmakoterapi diberikan dalam waktu singkat, dan tergantung
dari tipe gangguan penyesuaian, dapat diebrikan penggolongan obat
yang efektif. Pemberian antiansietas berguna untuk pasien dengan
kecemasan. Antidepresi dapat diberikan bila dijumpai adanya depresi.
Farmakoterapi adalah sebuah augment psikoterapi dan bukan sebagai
terapi primer.

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Kandou JE. Gangguan Penyesuaian. In: Elvira SD, Hadisukanto G,
editors. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FK UI; 2010.
2. Wilson DS. Adjustment Disorder. 2008:1-13. Available in:
http://www.veterans-uk.info/publications/adjustment_disorder.pdf
3. Tami D Benton M. Adjustment Disorders Medscape. 2012.
Available in: http://emedicine.medscape.com/article/292759-overview
4. Anonim. Chapter 61: Adjusment Disorder. In: Kay J, Tasman A,
editors. Essentials of Psychiatry. Spain: John Wiley & Sons; 2006. p.
1-13.
5. Anonim. Chapter 41: Adjusment Disorder. In: First MB, Tasman
A, editors. A Clinical Guide to the Diagnosis and Treatment of Mental
Disorders. UK: John Wiley & Sons; 2006. p. 435-8.
6. Maslim R. Gangguan Terkait Stress. In: Maslim R, editor.
Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: PT
Nuh Jaya; 2001. p. 79-80.

10

Anda mungkin juga menyukai