Anda di halaman 1dari 103

CEDERA

MEDULA SPINALIS

Wahyu Budiyantini,S.Kep.Ns
Perawat IRI RS Dr Sardjito Yogyakarta
PENDAHULUAN
 Cedera medula spinalis terjadi
akibat kerusakan tulang
belakang
 Kerusakan tulang belakang dan
medula spinalis  gangguan
sistem persyarafan tubuh
 Berakibat kecacatan dan
kematian
 Pusat data nasional
memperkirakan setiap tahun
8000 - 10.000 kasus baru
terjadi di AS
 Prognosis sebelum Perang
Dunia ke II  buruk
 1945 di mulai perawatan akut,
jangka panjang, dan konseling
sosial
 Saat ini pasien dianggap cacat,
tetapi juga individu sehat dng
masa depan produktif di
masyarakat.
 Banyak terjadi pada usia
16 – 30 tahun
 Pria  82%, wanita  18%
 50% akibat kecelakaan
motor.
 14,6%
14,6%  akibat tindakan
kekerasan (luka tusuk)
 20,8%  akibat jatuh 
usia 60 tahun keatas
 14,2%  akibat olah raga
(menyelam)
 Terbanyak mengenai cervikal
dan lumbal  1/3 kasus baru
 Daerah thorakal tidak banyak
terjadi  terlindung dengan
struktur toraks
 Mortalitas 48% dalam 24 jam
pertama, ± 80% meninggal
di tempat kejadian
FUNGSI MEDULA SPINALIS
SARAF SPINAL CERVIKAL

Saraf spinal cervikal (C1-


(C1-C8)
mengontrol signal dibelakang
kepala, leher, bahu, lengan dan
tangan serta diapragma
Saraf spinal thorakal (T1-
(T1-T12)
mengontrol signal pada otot
dada, beberapa otot punggung,
dan sebagian abdomen
Saraf spinal lumbal (L1-
(L1-L5)
mengontrol signal abdomen
dan punggung bagian
bawah, gluteus sebagian
genital eksterna dan
sebagian kaki
Saraf spinal sakral (S1-
(S1-S5)
mengontrol signal pada lutut
dan bagian bawah kaki,
tumit, sebagian besar organ
genital eksterna dan daerah
sekitar anus
SARAF SPINAL THORAKAL

T 1 - 12
 Jumlah 12 buah

 Corpus bentuk jantung

 Membentuk bagian belakang

thorak
 Ukuran dari atas kebawah

makin besar
SARAF SPINAL
LUMBAL

 Jumlah 5 buah
 Bersifat masif, bentuk ginjal
 Terletak daerah pinggang,
corpus vertebra ukuran besar
 pergerakan luas kearah
fleksi
SARAF SPINAL SAKRAL

 Terdiri 5 sak
sakrum
 Membentuk sakrum atau
tulang sela
langka
ngka
CEDERA KEPALA
Sering menyertai cedera
medula servical  25% -
65% pasien
PATOFISIOLOGI
Akibat suatu cedera mengenai tlng belakang
Terjatuh, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, luka tembak dan tusuk
Mengakibatkan cedera tlng belakang, terbanyak cervikalis dan lumbalis

Cedera dpt berupa patah tlng sederhana, kompresi dan dislokasi, sedangkan pada
sumsum tlng belakang dpt berupa comutio, kontusio, laserasio dengan atau tanpa
gangguan peredaran darah

Blok syaraf parasimpatis Pelepasan mediator kimia Kelumpuhan


Kelumpuhan otot pernapasan Respon nyeri hebat dan akut Kerusakan mobilitas fisik

Pola napas terganggu Syok spinal Defisit self care


Kerusakan ventilasi spontan
Tindakan infasive
Pemasangan ventilator, CVP,
NGT, cateter, iv line
Risiko infeksi
HAL-HAL YANG TERJADI AKIBAT
HAL-
CEDERA MEDULA SPINALIS

 Semua aktivitas
volunter hilang
 Semua sensasi hilang
 Arefleksia spinalis 
syok spinal
SYOK SPINAL
Kerusakan mendadak medula spinalis akibat
hilangnya rangsang dari pusat,
berlangsung 1 – 6 minggu, kadang > lama
TANDA KHAS SYOK SPINAL

 Kelumpuhan flaksid, arefleksia


 Gangguan respirasi
 Gangguan fungsi rektum dan fungsi kandung kemih,
 Bradikardi dan Hipotensi
 Setelah syok spinal pulih  terjadi hiperrefleksia
 Gangguan fungsi autonom  tidak berkeringat (kulit
kering), hipotensi ortostatik, gangguan berkemih dan
defekasi
MEKANISME KERUSAKAN PADA
JARINGAN SARAF

 Kompresi  paling berat


 Tarikan / regangan jaringan yang berlebihan 
hiperefleksi
 Edema medula spinalis
 Gangguan sirkulasi
MANIFESTASI LESI TRAUMATIK

 Komutio medula spinalis


 Kontusio medula spinalis
 Laserasio medula spinalis
 Fraktur vertebra / Dislokasi
 Perdarahan Epidural, Subdural
 Hematomieli
 Trauma tak langsung
 Kompresi medula spinalis
TIPE DAN LOKASI CEDERA

1. Complete spinal cord injuri


2. Incomplete spinal cord injuri :
 Central Cord Syndroma

 Anterior Cord Syndroma

 Brown Sequard Syndroma


Complete spinal cord injury
 Kehilangan sensasi dan fungsi motorik total 

quadriplegia komplit atau paraplegia komplet

Incomplete spinal cord injury


 Kehilangan campuran fungsi motorik sensorik 

sesuai area yang rusak : sentral, lateral, anterior


atau perifer.
QUADRIPLEGIA /
TETRAPLEGIA

Akibat lesi segmen cervikal


 disfungsi kedua lengan,
kedua kaki, defekasi dan
berkemih
SINDROMA MEDULA SENTRAL
KARAKTERISTIK :
 Defisit motorik  ekstremitas

atas
 Kehilangan sensori bervariasi

> berat pada ekstremitas atas


 Disfungsi defekasi dan

berkemih yang bervariasi

PENYEBAB :
 Cedera atau edema medula
pusat  cervikal
 Pemikul barang berat diatas
kepala
SINDROMA MEDULA ANTERIOR

KARAKTERISTIK :
 Kehilangan kekuatan motorik,
nyeri, sensasi suhu

PENYEBAB :
 Herniasi diskus akut atau cedera
hiperefleksi  dislokasi, fraktur
vertebra
 Cedera arteri spinalis anterior
SINDROMA BROWN SEQUARD ATAU
SINDROM MEDULA LATERAL

KARAKTERISTIK :
 Kehilangan sensasi nyeri dan
suhu  sisi berlawanan
 Kehilangan kontrol motorik
volunter pada sisi yg sama

PENYEBAB :
 Lesi hemiseksi transversal
medula  cedera pisau,
tembakan, fraktur - dislokasi
prosesus artikular unilateral,
ruptur diskus akut.
LEVEL INJURI
CEDERA CERVICAL
LESI C1–C4QUADRIPLEGI
C1–C4
 Kehilangan sensori C1 - C3 
oksipital, telinga dan wajah
 Butuh perhatian penuh, sangat
tergantung ventilator mekanik
 Tergantung orang lain untuk aktifitas sehari-
sehari-
hari
 Dapat mengoperasikan kursi roda listrik
(sandaran kepala tinggi) dng mengendalikan
dagu dan pernapasan
 Tongkat mulut digunakan untuk menjalankan
mesin ketik atau telpon.
LESI C4  QUADRIPLEGI
 Memerlukan ventilator

mekanis  mesin dilepas


secara intermitent
 Tergantung orang lain untuk

aktivitas sehari-
sehari-hari
 Memerlukan kursi roda listrik
LESI C5  QUADRIPLEGI

 Paralisis intestinal dan dilatasi


lambung  depresi pernapasan
 Ekstremitas atas mengalami rotasi
kearah luar
 Aktivitas sehari-
sehari-hari tergantung
orang lain
 Mempunyai koordinasi tangan dan
mulut  memungkinkan makan
sendiri dengan penyokong
 Kursi roda listrik bisa digunakan
LESI C6  QUADRIPLEGI

 Terjadi distres pernapasan


 Quadriplegi pada C6 banyak
mandiri untuk kebutuhan sehari-
sehari-
hari, kadang berhasil memakai
dan melepas pakaian melalui
ekstremitas bawah
 Aktifitas kerja ringan di rumah
dapat dilakukan
 Mampu mengemudikan mobil
dng kontrol tangan
LESI C7  QUADRIPLEGI

 Ekstremitas atas
mengambil posisi sama
dng lesi C6
 Quadriplegi C7
mempunyai potensi hidup
mandiri tanpa perawatan
dan perhatian khusus
LESI C8  QUADRIPLEGI

 Tidak terjadi posisi abnormal


pada ekstremitas atas
 Hipotensi postural dpt terjadi
bila pasien dlm posisi duduk
 Jari tangan  posisi
mencengkeram
 Quadriplegi pada C8 mampu
hidup mandiri.
CEDERA THORAKAL

LESI T1-
T1-T5
 Kehilangan sensori

sentuhan, nyeri dan suhu


T1-T5 
 Lesi region T1-

pernapasan diaprgma
 Inspirasi paru - paru

meningkat sesuai tingkat


lesi pada toraks
LESI T6 – T12

 Lesi pada T6 menghilangkan semua refleks


abdomen paralisis spastik tubuh bagian bawah
 T12 refleks abdominal tetap ada
 Dari T6 ke bawah segmen – segmen individual
berfungsi.
 Pasien dengan lesi pada tingkat torakal bisa
berfungsi mandiri
BATAS ATAS KEHILANGAN SENSORI
PADA CEDERA THORAKAL

 T2 : Seluruh tubuh  sisi


dalam lengan atas
 T3 : Aksila
 T5 : Putting susu
 T6 : Prosesus xipoideus
 T7 / T8 : Margin kostal bawah
 T10 : Umbilikus
 T12 : Lipat paha
CEDERA LUMBAL

 LESI L1 – L5
 L1 dan L2
 Kehilangan sensori semua area
ekstremitas bawah, lipat paha,
bagian belakang dari bokong
 Anaestesia perianal, gangguan
fungsi defekasi, miksi,
impotensi, hilangnya refleks anal
dan bulbokafernosa
 L3 : Ekstremitas bagian bawah
dan daerah sadel
 L4 : Sama dengan lesi L3,
kecuali aspek anterior paha
 L5 : Aspek luar kaki dan
pergelangan kaki, ekstremitas
bawah dan area sadel.
CEDERA SAKRAL

 LESI S1 – S5
 Lesi S1 – S5  perubahan
posisi telapak kaki
 Kehilangan sensasi meliputi
area sadel, skrotum, glans
penis, perineum, area anal,
dan sepertiga atas aspek
posterior paha
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 RONTGEN
 LAMINOGRAFI atau TOMOGRAFI  lesi tulang yg
tersembunyi terutama di kanalis spinalis
 CT SCAN atau MRI  satu
satu--satunya cara untuk
menunjukkan adanya fraktur vertebra yang menekan
medula spinalis
KOMPLIKASI

 Trombosis Vena Dalam  komplikasi umum dari


imobilitas
 Embolisme Pulmonal (EP)
 Gagal napas dan Pneumonia
 Hyperefleksia autonomik
 Dicubitus
 Infeksi
HIPEREFLEKSIA OUTONOMIK

 Sindroma yg terjadi setelah fase akut pada lesi medula spinalis


T 7 atau diatasnya

MANIFESTASI KLINIS
 Sakit kepala seperti dipukul-
dipukul-pukul
 Penglihatan kabur, delatasi pupil

 Diaporosis, mual

 Kemerahan pada wajah atau bercak pada wajah dan leher

 Hipertensi paroksismal

 Bradikardi
PRINSIP PENATALAKSANAN

TUJUAN PENGOBATAN CEDERA MEDULA


SPINALIS
 Menjaga sel yg masih hidup agar terhindar dari
kerusakan lebih lanjut
 Eliminasi kerusakan akibat proses patogenesis skunder

 Mengganti sel syaraf yg rusak

 Menstimulasi sel syaraf yg rusak

 Menstimulasi pertumbuhan akson dan koneksitasnya

 Memaksimalkan penyembuhan defisit neurologis

 Stabilisasi vertebra

 Rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi tubuh


PENATALAKSANAAN KEDARURATAN

 Basic Life Support


 Pasien di imobilisasi pasang bantal pasir di kanan dan
kiri kepala, tubuh dan tungkai difiksasi dng papan 
mulai dari kepala, leher dada, perut merupakan satu
kesatuan garis lurus
 Pemeriksaan harus dalam posisi netral  tanpa
melakukan fleksi, ekstensi, dan rotasi pada tulang
belakang
 Pasien boleh dibalik atau dimiringkan dengan “log
“log--
rolling”
rollin g”
 Transportasi dilakukan dalam posisi netral
 Pastikan kondisi stabil sebelum transportasi
 Jangan memindahkan/ membawa pasien
dengan dugaan trauma tulang leher, pada posisi
duduk atau tengkurap
PENATALAKSANAAN FASE AKUT

TUJUAN
 Mencegah cedera medula spinalis lanjut dan
mengobservasi gejala penurunan defisit
neurologik

 STABILISASI HEMODINAMIK
- Penanganan hipotensi dan bradikardi 
cairan
- Pemberian inotropik dan atropin
- Monitor ketat intake dan output cairan
 FARMAKOTERAPI
 Kortikosteroid/methylprednisolon  memperbaiki
fungsi motorik dan sensorik
 Manitol  menurunkan edema
 Dekstran L  memperbaiki sirkulasi perifer
 Kolinergik  mencegah retensi urine
 H antagonis  mencegah stres ulcer
 Alfa bloker  membuka spinkter vesika urinaria
internal
 OKSIGENASI
 Mempertahankan PO2 arteri tinggi 
anoksemia memperburuk defisit
neurologis
 Endotracheal Tube dan ventilator mekanik
 NUTRISI
Diet TKTP  sesuai berat
badan, dimulai enteral bila
tidak memungkinkan 
parenteral

 HIPOTERMIA
Kontrol suhu dan berikan
warm--air
warm
Suhu dipertahankan diatas
35,8 derajat C
 ILLEUS PARALITIK
 Puasa, pemasangan NGT
 Pemberian laksantif  merangsang peristaltik

 URINARY
 Pemasangan DC  monitor urine output 
minimal ½ ml/kg BB
 Keseimbangan cairan dan elektrolit
 DC dilepas setelah syok teratasi.
 MOBILISASI DINI
 Perubahan posisi tiap 2 jam
 Mencegah dicubitus, DVT

 TROMBOSIS VENA DALAM


 Pasang stoking anti emboli,
fisioterapi
 Pemberian antikoagulan
 IMMOBILISASI DAN REDUKSI
DISLOKASI
Traksi skelet untuk
mensejajarkan kembali kanal
spinal

 LAMINEKTOMI
Diindikasikan pada defisit
neurologik progresif.
INDIKASI PEMBEDAHAN

 Herniasi diskus intervertebralis menekan medula


spinalis
 Deformitas pasien tidak dapat dikurangi dengan
traksi
 Tidak ada kestabilan tulang cervikal  fraktur atau
dislokasi
 Terdapat fraktur, pecahan tulang menekan medula
spinalis
 Cedera terjadi pada daerah lumbal atau torakal
 Status neurologik progresif pasien memburuk
WAKTU PEMBEDAHAN

 24 jam – 3 minggu
 < 24 jam prognosa lebih baik
PROGNOSA
 Cedera medula spinalis complete hanya 5%
membaik
 Cedera medula spinalis menetap lebih 72 jam
hampir tidak ada kemungkinan untuk kembali
pulih
 Cedera incomplete memiliki prognosis baik,
mendapatkan perbaikan motorik, sensorik, dan
fungsional yang bermakna dalam 12 bulan
pertama
 Cedera incomplete bila fungsi sensorik dibawah
lesi masih ada kemungkinan pasien untuk
kembali bisa berjalan > 50%.
 Curt dkk mengevaluasi pada 70 pasien bahwa
pemulihan kandung kemih terjadi 27% pasien
pada 6 bulan pertama.
 Penyebab kematian adalah pneumonia, emboli
paru, septikemia dan gagal ginjal
PROGNOSA TERGANTUNG

 Lokasi lesi (lesi cervikal atas lebih buruk)


 Luas lesi (komplit/inkomplit)
 Tindakan dini (prehospital dan hospital)
 Trauma multipel
 Faktor penyulit (komorbiditas)
REHABILITASI

TUJUAN
 Memberikan penerangan dan pendidikan
kepada pasien & keluarga
 Memaksimalkan kemampuan mobilisasi &
self--care
self
 Mencegah komorditi (kontraktur, dekubitus,
infeksi paru)
PROSES KEPERAWATAN

 PENGKAJIAN
 Pola pernapasan
 Kekuatan batuk pasien dan suara paru
 Perubahan fungsi motorik dan sensorik
 Gejala penurunan fungsi neurologi
 Adanya syok spinal dimana terjadi kehilangan reflek
komplet, motorik, sensorik, aktifitas autonom
 Adanya paralisis dan distensi kandung kemih
 Adanya dilatasi lambung dan usus
 Adanya hipo/hipertermia.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler
2. Pola napas tidak efektif b/d kelemahan otot-
otot-otot pernapasan
3. Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan paralisis
otot interkostal dan abdominal
4. Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik
5. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d akumulasi sekresi
akibat terpasang alat intubasi
6. Perubahan pola eliminasi b/d ketidakmampuan berkemih
spontan
7. Kerusakan komunikasi verbal b/d terpasang alat intubas
8. Risiko kerusakan integritas kulit b/d kerusakan
neuromuskuler, imobilitas
9. Konstipasi b/d gangguan autonomik kolon
10. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
11. Sindroma defisit perawatan diri b/d kerusakan neuromuskuler
DIAGNOSA I
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskular

TUJUAN / NOC
Setelah intervensi keperawatan perubahan posisi
pasien terkontrol dengan kriteria hasil :
 Meningkatkan kekuatan bagian tubuh yg sakit /
kompensasi
 Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur
 Mendemonstrasikan teknik/ perilaku yang
memungkinkan melakukan kembali aktivitas
INTERVENSI / NIC
EXERCISE THERAPI : AMBULATION (TERAPI AKTIFITAS : AMBULASI)

 Kaji secara teratur fungsi motorik, anjurkan pasien melakukan


gerakan seperti mengangkat bahu, meregangkan jari- jari-jari,
menggenggam tangan.
 Monitor tanda vital sebelum dan sesudah latihan dan amati
respon pasien saat latihan
 Bantu latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi,
pakailah gerakan perlahan dan lembut
 Buat rencana aktivitas untuk pasien sehingga pasien dapat
istirahat tanpa terganggu
 Ganti posisi secara periodik, bila mungkin setiap 2 jam sekali
 Amati adanya dispneu tiba-
tiba-tiba, sianotik atau tanda lain dari
distres pernapasan
 Gunakan kaos kaki / stoking anti embolik pada kaki
 Amati adanya rasa nyeri saat melakukan aktivitas
 Konsultasikan dengan ahli terapi fisik dan tim rehabilitasi
PERAWATAN BEDREST
 Pertahankan tempat tidur tetap bersih dan
nyaman
 Cegah dikubitus dengan merubah posisi

 Berikan fasilitas pada pasien bila mungkin


sesuai yang disukai ( baca, nonton tv, dll )
 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

ADLs.
DIAGNOSA II
Pola napas tidak efektif b/d kelemahan otot-
otot-otot
pernapasan
TUJUAN / NOC :
Setelah intervensi keperawatan pola napas
menjadi efektif dengan kriteria hasil :
 Mempertahankan ventilasi adekuat, tidak ada
distres pernapasan
 Hasil AGD dalam rentang normal

 Dalam bernapas tidak menggunakan otot-otot-otot


cadangan
 Saturasi oksigen dalam rentang normal

 Respirasi rate dalam rentang normal.


INTERVENSI / NIC

 Pertahankan jalan napas, kepala dalam posisi netral


 Kaji fungsi pernapasan dng menginstruksikan pasien
untuk melakukan napas dalam
 Lakukan auskultasi bunyi napas dan kemampuan
untuk batuk
 Observasi warna kulit, catat adanya sianosis atau
tanda--tanda hipoksia
tanda
 Ajarkan pasien untuk melakukan napas dalam
 Lakukan observasi terhadap kapasitas vital, volume
tidal dan kekuatan pernapasan
 Lakukan pemeriksaan AGD arteri
 Pantau keberadaan oksimetri
 Berikan oksigen sesuai kondisi pasien dengan kanul
oksigen, masker, atau intubasi dan alat ventilator
mekanik
 Lakukan fisioterapi dada sesuai toleransi pasien
DIAGNOSA III
Kerusakan ventilasi spontan berhubungan
dengan paralisis otot intercostal dan abdominal
TUJUAN / NOC
Setelah intervensi keperawatan pasien memiliki
stabilisasi pernapasan, perukaran gas dengan
kriteria hasil :
 Pasien kooperatif dengan bantuan mesin

 Tidak ada dyspneu

 Tidak ada sianotik

 Tidal volume dbn

 Hasil AGD dbn


INTERVENSI / NIC
VENTILASI MEKANIK
 Monitor kelelahan otot-
otot-otot pernapasan
 Set dan aplikasikan mesin ventilator
 Jelaskan pada pasien / keluarga alasan penggunaan
mesin ventilator
 Monitor setting ventilator secara kontinue
 Pastikan sistem alarm dalam kondisi “on”
 Cek keberadaan konektor-
konektor-konektor
 Jaga humidifikasi
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor tanda-
tanda-tanda sianotik
 Monitor AGD
 Observasi efek penggunaan mesin ventilator.
DIAGNOSA IV
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

TUJUAN / KRITERIA HASIL


Setelah intervensi keperawatan nyeri hilang atau berkurang
dengan kriteria hasil :
 Melaporkan penurunan rasa nyeri atau ketidaknyamanan

 Mampu mengidentifikasi cara-


cara-cara untuk mengatasi nyeri
 Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi dan

aktivitas hiburan sesuai kebutuhan individu


 Tanda
Tanda--tanda vital dalam rentang normal.
INTERVENSI / NIC
MANAJEMEN NYERI
 Kaji adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi
tingkat nyeri
 Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot,
gelisah dan pantau perubahan tanda-
tanda-tanda vital
 Berikan tindakan peningkatan rasa nyaman dengan
perubahan posisi, massage, kompres hangat/dingin
sesuai toleransi pasien
 Dorong penggunaan teknik relaksasi atau latihan
napas dalam bila mungkin
KELOLA PEMBERIAN ANALGETIK
 Identifikasi nyeri sebelum pengobatan

 Cek riwayat alergi


 Tentukan pilihan analgetik secara tepat
berdasarkan keparahan nyeri
 Monitor tanda vital sebelum dan sesudah
pengobatan
 Berikan obat dengan prinsip 5 benar
 Monitor reaksi dan efek samping obat
 Dokumentasikan.
DIAGNOSA V
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan akumulasi sekresi akibat terpasang alat
intubasi
TUJUAN / NOC
Setelah intervensi keperawatan jalan napas
menjadi efektif dengan kriteria hasil :
 Tidak ada penumpukan sekresi

 Tidak ada kelainan suara paru

 Tidak ada tanda sianotik

 Tanda vital dbn


INTERVENSI / NIC

AIRWAY MANAJEMEN
 Buka jalan napas

 Posisikan pasien untuk ventilasi maksimal

 Latih batuk dan napas dalam bila mungkin

 Berikan bronchodilator bila diperlukan

 Amati keadaan hipoksia

 Kelola terapi oksigen


AIRWAY SUCTION
 Auskultasi suara paru

 Lakukan isap lendir dengan tehnik aseptik

 Monitor saturasi oksigen

 Monitor tanda vital sebelum dan sesudah

melakukan tindakan
 Pertahankan humidifikasi
DIAGNOSA VI
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan
gangguan fungsi neurologis
TUJUAN / NOC
Setelah intervensi keperawatan
pasien dapat menunjukkan pola
eliminasi lancar dng kriteria hasil :
 Mempertahankan keseimbangan masukan/haluaran
dengan urine jernih bebas bau, partikel-
partikel-partikel
 Keseimbangan intake dan output

 Urine dapat keluar tanpa nyeri

 Urine dapat keluar tanpa ada tahanan


INTERVENSI / NIC
URINARY CATHETERIZATION (KATETERISASI
URINE)
 Kaji pola berkemih, frekuensi, jumlah urine
 Pantau keseimbangan cairan masuk dan keluar
 Palpasi adanya distensi kandung kemih dan
observasi pengeluaran urine
 Lakukan kateterisasi urine sesuai kebutuhan

 Monitor produk eliminasi


 Pantau pemeriksaan BUN dan kreatinin
 Kelola pemberian diuretik bila perlu
DIAGNOSA VII
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan
dengan terpasang alat intubasi
TUJUAN / NOC
Setelah intervensi keperawatan pasien mampu
berkomunikasi non verbal dengan kriteria hasil:
 Mampu berkomunikasi menggunakan bahasa
isyarat
 Mampu berkomunikasi secara tertulis

 Mampu berkomunikasi dengan foto/gambar


 Pasien mengerti tentang pesan yang
disampaikan
 Dapat menangkap pesan secara langsung.
INTERVENSI / NIC

PENGATURAN KOMUNIKASI
 Sediakan metode komunikasi alternatif

 Libatkan keluarga bila mungkin

 Lakukan komunikasi dengan lambat dan suara


yang jelas
 Gunakan kalimat yang singkat

 Berikan support sistem untuk mengatasi

ketidakmampuan
 Berikan reinforcement positif pada pasien
DIAGNOSA VIII
Risiko kerusakan integritas kulit b/d kerusakan
neuromuskular, immobilitas

TUJUAN / NOC
Setelah intervensi keperawatan
kerusakan kulit tidak terjadi dengan
kriteria hasil :
 Pasien bebas dari lesi jaringan

 Tidak ada perubahan warna kulit

 Tekstur kulit sesuai yg diharapkan

 Sensasi kulit sesuai yg diharapkan

 Elastisitas kulit sesuai yang diharapkan


INTERVENSI / NIC
PRESSURE MANAJEMEN ( MANAJEMEN DAERAH
PENEKANAN )
 Inspeksi seluruh area kulit, adanya kemerahan, maupun
pembengkaan
 Berikan perhatian khusus pada daerah belakang kepala, kulit
didaerah kaos kaki atau daerah lekukan lain
 Lakukan masage dan lubrikasi pada kulit dengan lotion/minyak,
lindungi sendi dengan menggunakan bantalan busa/wool
 Bersihkan dan keringkan kulit khususnya daerah-
daerah-daerah
dengan kelembaban tinggi, seperti daerah perineum
 Jaga alat tenun tetap bersih dan kering

 Pasang matras atau alat anti dikubitus (dikubitor)


DIAGNOSA IX
Konstipasi berhubungan dengan autonomik colon
terganggu

TUJUAN / NOC :
Setelah intervensi keperawatan
pola BAB pasien tidak
terganggu dngan kriteria hasil :
 Menciptakan kembali kepuasan pola eliminasi usus

 Mengungkapkan perilaku/teknik untuk program usus

individual.
INTERVENSI / NIC

 Auskultasi bising usus, catat karakteristiknya


 Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus
tidak ada atau berkurang
 Pantau adanya keluhan mual, ingin muntah atau
sekresi gaster bila pasien menggunakan NGT
 Pantau frekuensi, karakteristik dan jumlah faeces
 Awasi adanya sumbatan, perasaan penuh di
perut/abdomen
 Berikan diet berserat dan masukan cairan
minimal 2000 ml/hari, termasuk juice/sari buah
 Pertahankan posisi slang NGT
 Gunakan slang rektal bila diperlukan
 Berikan obat laksatif sesuai program dan
toleransi pasien
DIAGNOSA X
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur
infasive/tindakan pembedahan
TUJUAN / NOC
Setelah intervensi keperawatan,infeksi dan faktor
risiko terkontrol dengan kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-
tanda-tanda infeksi
 Tanda vital dbn

 Hasil lab dbn


INTERVENSI / NIC
INFEKTION PROTEKTION
 Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik
 Monitor kulit/membran mukosa

 Monitor nilai lab terutama angka leukosit


 Monitor tanda vital

INFEKTION KONTROL
 Jaga kebersihan lingkungan

 Batasi pengunjung
 Rawat luka infesive dengan tehnik aseptik

 Support nutrisi adekuat

 Kelola pemberian antibiotika sesuai order.


DIAGNOSA XI
Sindroma defisit self care berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler
TUJUAN / NOC
Setelah intervensi keperawatan kebutuhan ADLs
pasien terpenuhi dengan kriteria hasil :
 Makan, berpakaian, toileting, mandi, terpenuhi

 Oral hygiene terpenuhi

 Linen bersih, lingkungan bersih

 Mobilisasi terbantu
INTERVENSI / NIC

SELF CARE ASSISTANCE


 Kaji kebutuhan kebersihan diri pasien

 Bantu mandikan pasien

 Bantu ganti pakaian dan berhias

 Jaga kebersihan tempat itdur

 Lakukan oral hygiene

 Lakukan perineal care

 Kelola pemberian nutrisi pasien baik enteral


maupun parenteral.
PENCEGAHAN
DEKUBITUS
oleh
Patricia Suti Lasmani

Workshop
6 – 9 Agustus 2007
Kerja sama INFJ, Alumni INFJ dan RSUP Dr. Sardjito
DEFINISI
Dekubitus adalah luka yang disebabkan karena
tekanan  sering disebut a pressure sore , a
bed sore or pressure ulcer.
ulcer.
Klasifikasi luka didasarkan pada berat
ringannya luka biasanya dibagi menjadi 4
derajad luka seperti pada luka bakar.
Trunk 4%

Upper Limbs 3%
Sacrum 31%
Trochanters 10%
Buttocks 27%

Lower Limbs 5%
Heels 20%

LOKASI TEKAN
Faktor terjadinya pressure ulcer
mobilitas
aktifitas Tekanan
Persepsi sensori
Terjadinya
-lembab/basah pressure
Faktor extrinsic
-Friction / shear ulcer

Toleransi
jaringan
Faktor intrinsic
Nutrisi,usia,penurunan tekanan
arteri ,Stress, suhu, status kesh,dll
FAKTOR INTRINSIK

 Usia
 Status Kesehatan
 Nutrition (gizi buruk, kurus, dll)
 Kualitas keperawatan:
kebersihan kurang, hidrasi tidak
baik, immobilisasi
 Status Metabolik
LUKA TEKAN
HILANGNYA JARINGAN KULIT AKIBAT ADANYA
TEKANAN PADA TUBUH YANG TIDAK
BERUBAH DALAM JANGKA WAKTU PANJANG
DASAR LUKA

 NEKROTIK
 EKSUDATIF
 GRANULASI
LUKATEKAN
Tumit Kiri

Tumit Kanan
LUKATEKAN

Warna hitam,
nekrotik
APLICATION

2. UKUR LUKA DAN


1. BERSIHKAN LUKA KULIT SEKITAR LUKA

3. PILIH TOPIKAL DAN


APLIKASIKAN KE LUKA 4. TUTUP DG BALUTAN LEMBAB
KESIMPULAN
 Pada semua situasi pencegahan terjadinya
dekubitus harus dilakukan..
 Perkembangan ulkus dekubitus menjadi lebih
jelek merupakan kejadian kelalaian perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan
tidak sesuai standar.Dekubitus merupakan
salah satu indikator mutu keperawatan

 Biasanya kelalaian terjadi pada beberapa hal :


kebersihan, nutrisi,kontrol infeksi,
pencegahan dan perubahan posisi..
WASSALAM

Anda mungkin juga menyukai