Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epidemiologi merupakan ilmu dasar pencegahan dengan sasaran utama


adalah mencegah dan menanggulangi penyakit dalam masyarakat. Pengertian
pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum
kejadian. Dalam mengambil langkah-langkah pencegahan, Haruslah didasarkan
pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis Epidemiologi atau hasil
pengamatan/penelitiaan Epidemiologis.

Pada dasarnya ada empat tindakan pencegahan secara umum, yakin:

 (Primordial Prevention) Tingkatan dasar


 (Primary Prevention) Tingkatan pertama, yang meliputi : Promosi kesehatan
dan Pencegahan Khusus.
 (Secondary Prevention) Tingkatan Kedua, yang meliputi : Diagnosis dini
serta pengobatan yang tepat.
 (Tertiary Preventian) Tingkatan Ketiga,yang meliputi : Pencegahan terhadap
terjadinya cacat.
 Rehabilitas,Pemulihan.

B. Rumusan Masalah

1. Mengetahui pengertian pencegahan & Screening


2. Mengetahui tingkatan pencegahan penyakit
3. Mengetahui Tujuan dan sasaran Penyaringan (Screening)
4. Mengetahui Bentuk pelaksaan penyaringan
5. Mengetahui Keuntungan Pelaksaan Tes penyaringan
6. Mengetahui Kriteria Dalam Menyusun Program Penyaringan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tingkatan Pencegahan

1. Pencegahan Tingkat Dasar

Primordial Prevention adalah Usaha mencegah terjadinya resiko atau


mempertahankan keadaan resiko rendah dalam masyarakat terhadap
penyakit secara umum. Yang dimana pencegahan ini meliputi Usaha
memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau pola hidup yang sudah
ada dalam masyarakat yang dapat mencegah atau mengurangi resiko
terhadap suatu penyakit tertentu ataupun berbagai penyakit secara umum.

Bentuk lain dari pada pencegahan ini adalah usaha mencegah


timbulnya kebiasaan baru dalam mencegah generasi yang sedang tumbuh
untuk tidak meniru/melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan
resiko terhadap berbagai penyakit ( Merokok,Minum Alkohol,dll). Yang
sasaran utamanya adalah Usia muda dan Remaja maupun Orang dewasa
dan juga Kelompok Manula.

2. Pencegahan Tingkat Pertama

Primary Prevention adalah usaha suatu pencegahan suatu penyakit


melalui usaha mengatasi atau mengkontrol faktor-faktor resiko ( Risk
factors) dengan sasarannya adalah orang sehat melalui usaha
peningkatan derajat kesehatan secara umum ( Promosi Kesehatan ) serta
pencegahan khusus terhadap suatu penyakit tertentu. Pencegahan ini
didasari oleh interaksi antara : Pejamu (Host), Penyebab (Agen/Pemapar),
Lingkungan (Environment), dan proses terjadinya suatu penyakit.

Secara Garis besar pencegahan ini dibagi menjadi dua yaitu :


Peningkatan derajat kesehatan dan usaha pencegahan khusus. Usaha
peningkatan Derajat kesehatan ( Health Promotion). Atau pencegahan
umum adalah meningkatkan derajat kesehatan perorangan atau
masyarakat secara optimal, Mengurangi peranan penyebab dan resiko
serta meningkatn lingkungan yang sehat secara optimal pula. Adapun
usaha pencegahan Khusus ( Specific protection ) adalah usaha yang yang
terutama ditujukan kepada pejamu atau pada penyebab untuk
meninghkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi resiko terhdap
penyakit tertentu.

2
Ada dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan, yakni :

1. Strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan


 Sasaran lebih luas dan bersifat radikal
 Memiliki potensi yang besar pada populasi dan sangat sesuai untuk
sasaran perilaku (Kelebihan)
 Secara individual kurang bermanfaat
 Rasui antara manfaat dengan tingkat resiko mungkin cukup rendah
(Kekurangan)

2. Strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok resiko tinggi


( High Risk Groups )
 Sangat mudah diterapkan secara individual
 Motivasi subjek dan pelaksanaan cukup tinggi
 Rasio antar manfaat dengan risiko cukup baik (Kelebihan)
 Sulit memilih kelompok dengan resiko tinggi
 Berefek sangat rendah dan hanya bersifat temporer
 Kurang sesuai dengan sasaran perilaku (Kekurangan)

Bila sasaran ditujukan pada unsur penyebab maka usaha diutamakan dalam
mengurangi/menghilangkan sumber penyebab dan menghindari atau mengurangi
setiap faktor (Faktor perilaku yang dapat memperbesar tingkat resiko).

Pada penyakit menular dengan sasaran khusus ditujukan pada penyebab


kausal (Desinfeksi, sterilisasi, Pasteurisasi, karantina,dll. Sedangkan untuk penyakit
tidak menular dengan cara menghilangkan sumber Alergen, Sumber keracunan,dan
sumber pencemaran kimiawi ataupun radiasi.

Bila sasaran ditujukan pada lingkungan maka sasarannya dapat ditujukan


pada lingkungan fisik seperti pengadaan air dan jamban.Pada lingkungan bersifat
biologis seperti pemberantasan serangga,sedangkan lingkungan sosial melalui
perbaikan dan peningkatan derajat sosial masyarakat.

Adapun sasaran pencegahan tingkat pertama ini dapat pula ditujukan pada
faktur pejamu (perbaikan gizi,pemberian imunisasi,peningkatan kehidupan sosial
dan psikologi individu maupun masyarakat.

3
3. Pencegahan Tingkat Kedua

Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini ialah untuk mencegah meluasnya
penyakit/terjadinya wabah pada penyakit menular dan,untuk menghentikan proses
lebih lanjut serta mencegah komplikasi.

Adapun kegiatan pencegahan tingkat kedua adalah menemukan penderita


aktif pada tahap dini,Meliputi :

1. Pemeriksaan berkala pada kelompok populasi tertentu ( Pegawai


negeri,Buruh/pekerja perusahaan,mahasiswa,Murid sekolah,dll).
2. Penyaringan (Screening), yakni pencarian penderita sejak dini untuk
penyakit yang secara klinis belum Nampak pada penduduk secara umum
atau pada kelompok resiko tinggi.
3. Survailens Epidemiologi, yakni Melakukan pencatatan dan pelaporan
secara teratur dan terus menerus untuk mendapatkan keterangan tentang
proses penyakit yang ada dalam masyarakat,termasuk keterangan
tentang kelompok resiko tinggi.

4. pencegahan Tingkat Ketiga

Tertiary Prevention merupakan pencegahan yang sasaran utamanya adalah


penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit
atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah
mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti pengobatan dan perawatan khusus
penderita kencing manis,tekanan darah tinggi,dll. Serta,Mencegah terjadinya cacat
maupun kematian,dan usaha Rehabilitasi.

B. Strategi Pencegahan

Meliputi sasaran dan kegiatan pencegahan yang bervariasi sesuai dengan


masalah kesehatan yang dihadapi serta tingkat pencegahannya. Yang dimana
sasaran pencegahannya adalah individu ataupun organisasi masyarakat,usaha
pencegahan tersenut dapat di lakukan melalui usaha setempat yang bersifat
Tradisional (pencegahan dasar/Premordial), dan dapat pula dilakukan melalui pusta-
pusat pelayanan kesehatan yang tersedia ditempat tersebut.

STRATEGI PENCEGAHAN STROKE PADA DEWASA & MUDA

Pencegaha Gaya Hidup Lingkungan Biologi Manusia Sistem Pelayanan


n

4
Premordial  Pola  Tanpa  Cegah  Pengobatan
makan pencema kawin Alternatif
 Tidak ran famili
merokok

Primer  Reduksi  Kondisi  Riwayat  Penyuluhan


Setres kerja kelurga,Pr  Pemberdaya
 Rendah menyena ofil lemak an
lemak ngkan  Aspirin masyarakat
dan  Penurun
garam an polusi
 Latihan timbal
Fisik

Sekunder  Manajem  Perubah  Medikasi  Evaluasi


en setres an kerja  Pengenal penyebab
 Pola diet  Konselin an akibat sekunder
 Latihan g samping  Penyuluhan
fisik keluarga obat pasien
 Berhenti  Sistem
merokok rujukan

Tersier  Manajemen  Pengam  Terapi  Pelayan


setres anan fisik an
 Pola diet rumah,T  Terapi kompilas
 Latihan empat bicara o
ringan untuk  Pelayan
 Berhenti kursi an home
merokok roda care
 Penyesuaia  Dukunga
n kecacatan n
keluarga

Pelaksanaan usaha pencegahan yang terencana dan terprogram dapat


bersifat wajib maupun sukarela ( pemberiaan imunisasi dasar,Pemberian sanitasi
lingkungan,penyediaan air minum,dan peningkatan status gizi pada masyarakat
dapat dilakukan dengan pemberiaan makanan tambahan. Sasarannya adalah usaha

5
perbaikan dan peningkatan hidup, Perbaikan standard hisup seperti perbaikan
rumah,system pendidikan,dll.

Di samping usaha pencegahan yang terencana dan berkesinambungan


dikenal juga berbagai usaha bersifat darurat seperti, usaha pencegahan dan
penanggulangan wabah,Usaha pencegahan penyakit akibat bencana alam maupun
perang, Dan adanya usaha pencegahan tingkat ketiga dalam bentuk rawat darurat
dll.

B. Penyaringan

Salah satu usaha pencegahan tingkat kedua adalah diagnosis dini melalui
program penyaringan ( Screening ). Penyaringan adalah suatu usaha
mendeteksi/menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala ( tidak
tampak )dalam suatu kelompok masyarakat melalui tes/pemeriksaan secara singkat
dan sederhana untuk memisahkan mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka
yang kemungkinan besar menderita, yang selanjutnya diproses melalui diagnosis
pasti dan pengobatan.

Tes penyaringan merupakan suatu tes yang sederhana dan relative murah
yang diterapkan oleh sekelompok populasi tertentu (Yang relative sehat) dan
bertujuan untuk mendeteksi penyakit yang sedang diamati ( Diseases under study )
sehingga dapat dilakukan diagnosis lengkap lalu diberikan pengobatan dini.

1. Tujuan Dan sasaran Penyaringan


Tujuan tes penyaringan bersifat umum adalah untuk mendeteksi
penderita sedini mungkin sebelum timbul gejala klinis yang jelas. Dengan
diagnosis dini tersebut dapat dengan segera diberikan pengobatan kepada
penderita. Selain itu, melalui tes penyaringan kita dapat memperoleh
epidemiologis yang berguna bagi petugas kesehatan terutama bagi
dokter/klinis dan peneliti,dapat pula berfungi untuk mendidik dan
membinasakan masyarakat untuk memeriksakan diri secara teratur dan
sedini mungkin.

Adapun tujuan dari pelaksanaan skrining adalah sebagai berikut:

1. Tujuan umumnya adalah mendeteksi penyakit sedini mungkin


sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian, dan
meningkatkan kualitas hidup.
2. Riset/ survey.
3. Perlindungan kesehatan masyarakat.
4. Prespective (untuk anjuran/ petunjuk tertentu).
5. Menurunkan morbiditas dan mortalitas.

6
6. Melihat besarnya masalah.
7. Pencegahan.
8. Penelitian.

2. Bentuk Pelaksanaan penyaringan


Berbagai bentuk pelaksanaan penyaringan yang dapat dilakukan
adalah:
1. Dapat dilakukan secara massal pada satu penduduk tertentu.cara ini tentu
merupakan beban yang cukup berat baik dari segi operasional dilapangan
maupun untuk biayanya.
2. Di lakukan secara selektif maupun random, terutama untuk mereka
dengan resiko yang lebih besar. Misalnya pemeriksaan HIV yang hanya
dilakukan pada golongan waria dan pekerja seks yang dianggap
mempunyai resiko tinggi HIV
3. Dilakukan untuk suatu penyakit atau serentak untuk lebih dari satu
penyakit.

3. Karakteristik Tes Skrinnin

Tes skrining berbeda dengan tes diagnostik. Pemriksaan diagnostik


biasanya digunakan pada pasien yang datang ke pusat pengobatan mencari
penjelasan mengenai gejala yang mereka alami. Berbeda dengan tes
diagnostik, tes skrining umumnya ditawarkan untuk populasi yang tampak
sehat sebagai cara untuk menentukan apakah terdapat kemungkinan memiliki
penyakit, mengidentifikasi kemungkinan penyakit sebelum gejala muncul,
memungkinkan inisisasi awal pengobatan dan akan mempengaruhi prognosis
untuk pasien. Kriteria untuk program skrining adalah sebagai berikut:

1. Tes memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.


2. Jenis uji memenuhi standar kesederhanaan, biaya, keamanan, dan
penerimaan pasien.
3. Penyakit merupakan fokus pemeriksaan harus cukup serius dalam
hal kejadian, kematian, ketidaknyamanan, keterbatasan fisik, dan
biaya keuangan.
4. Bukti menunjukkan bahwa prosedur tes mendeteksi penyakit pada
tahap awal dalam riwayat alamiah hadirnya gejala.
5. Harus tersedia pengobatan tindak lanjut yang berlaku umum, lebih
mudah atau lebih efektif daripada pengobatan diberikan pada waktu
munculnya gejala.
6. Perlakuan tindak lanjut yang tersedia dapat diterima oleh pasien
yang ditetapkan melalui studi kepatuhan pengobatan.
7. Sasaran prevelensi penyakit harus tinggi dalam populasi yang akan
disaring.

7
8. Tindak lanjut diagnostik dan layanan pengobatan harus tersedia
dan disertai dengan pemberitahuan yang memadai dan layanan
rujukan bagi mereka yang diskrining positif.

4. Syarat Terjadinya Skrining


Untuk keberhasilan pelaksanaan skrining, maka skrining harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Penyakit itu harus merupakan masalah
kesehatan yang berarti.
2. Telah tersedia obat yang potensial atau
pengobatan yang memungkinkan bagi mereka
yang positif.
3. Tersedia fasilitas dan biaya untuk diagnosis
dan pengobatan. Jadi setelah mengalami
penyaringan maka dilakukan maka diperluhkan
upaya diagnosis yang segera disusul dengan
pengobatan sesuai hasil diagnosis.
4. Penyakit ini tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan/tes khusus.
5. Hasil perhitungan uji saring memenuhi syarat
untuk tingkat sensitifitas dan spesifivitas
6. Sifat perjalanan penyakit diketahui dengan
pasti. Misalnya, untuk bidang transfusi darah
maka perluh diketahui bahwa penyakit itu
memang menular melalui transfusi darah, HIV,
misalnya mempunyai resiko penularan sebesar
lebih 90% bandingkan dengan penularan
seksual yang besarnya sekitar 0,1 %
7. Diperlukan standar yang disepakati tentang
mereka yang menderita.
8. Biaya yang digunakan harus seimbang dengan
resiko biaya bila tanpa skrining.
9. Harus dimungkinkan untuk diadakan follow-up
dan kemungkinan pencarian penderita secara
berkesinambungan.

5. Tahap – Tahap Pelaksanaan Skrining

Pelaksanaan skrining melalui beberapa tahapan. Tahapan-tahapan


skrining adalah sebagai berikut:

8
 Tahap menetapkan masalah kesehatan yang ingin diketahui
dengan mengumpulkan berbagai keterangan yang ada
hubungannya dengan masalah kesehatan tersebut.
Keterangan-keterangan yang diperoleh harus diseleksi untuk
kemudian disusun sehingga menjadi jelas kriteria masalah yang
akan dicari.
 Tahap menetapkan cara pengumpulan data yang akan
dipergunakan untuk masalah kesehatan cara pengumpulan
data yang baik adalah menggunakan tes yang mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.
 Tahap menetapkan populasi yang datanya akan dikumpulkan.
Populasi yang dipilih adalah mempunyai risiko untuk tekena
maslah kesehatan tersebut, namun masih sehat. Tentukam
sumber data, kriteria responden, besar sampel, dan cara
pengmabilan sampel.
 Tahap melakukan penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan
memanfaatkan kriteria masalah kesehatan serta cara
pengumpulan data yang telah ditetapkan, hasil dari langkah ini
adalah ditemukannya kelompok populasi yang diduga
mengidap/ mengalami masalah kesehatan.
 Tahap mempertajam penyaringan. Pada kelompok populasi
yang dicurigai mengidap masalah kesehatan yang sedang
dicari, dilakukan penyaringan lagi dengan prosedur diagnostik,
untuk memperoleh kelompok polpulsi yang benar-bedar
mengidap masalah kesehatan tersebut.
 Tahap penyusunan laporan dan tindakm lanjut. Setelah dapat
dipastikan bahwa kelompok populasi hanya mengidap masalah
kesehatannya yang dicari saja, dilakukan pengolahan data dan
penyusunan laporan. Hasil dari skrining adalah data tentang
jumlah masalah kesehatan yang ingin diketahui.

6. Validitas

Validitas adalah kemampuan dari pada tes penyaringan untuk


memisahkan mereka yang betul-betul menderita terhadap mereka yang betul-
betul sehat atau dengan kata lain besarnya kemungkinan untuk
menempatkan setia individu pada keadaan sebenarnya.

Untuk kepentingan validitas diperlukan beberapa perhitungan tertentu :


a. Positis sebenarnya, yaitu mereka yang oleh tes penyaringan
dinyatakan menderita dan yang kemudian didukung oleh
diagnosis klinis yang positif.

9
b. Positif palsu yaitu mereka yang oleh tes penyaringan dinyatakan
menderita, tetapi pada diagnosis klinis dinyatakan
sehat/negative.
c. Negative sebenarnya yaitu mereka yang pada penyaringan
dinyatakan sehat dan pada diagnosis klinis ternyata betul sehat.
d. Negatif palsu yaitu mereka yang pada tes penyaringan
dinyatakan sehat, tetapi oleh diagnosis klinis ternyata
menderita.

Untuk menetapkan besarnya nilai sensitivitas dan spesifisitas suatu


tes, harus dipertimbangkan beberapa hal tertentu.

 Risiko adanya kasus yang tidak terjaring/lolos dari seleksi


karena menolak diperiksa/tidak ikut berpartisipasi.
 Besarnya biaya diagnosis klinis untuk menentukan penderita
secara klinis terutama pada mereka dengan positif palsu.
 Frekuensi penyaringan artinya kemungkinan pada penyaringan
berikutnya akan mengambil kasus yang tidak terjaring pada saat
ini.
 Besarnya prevalensi penyakit dalam masyarakat yang menjadi
sasaran tes.

7. Reliabilitas

Reliabilitas adalah kemampuan tes memberikan hasil yang


sama/konsisten bila tes diterapkan lebih dari satu kali pada sasaran ( objek )
yang sama dan pada kondisi yang sama pula. Dalam hal tingkat reliabilitas
maka ada dua faktor utama yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
a. Variasi dari cara penyaringan yang sangat dipengaruhi oleh
stabilitas alat tes atau regensia yang digunakana, serta fluktuasi
keadaan dari nilai yang akan diukur ( umpmanya tekanan darah
yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan alat yang
digunakan ).
b. Kesalahan pengamatan atau perbedaan pengamat yang
meliputi adanya nilai yang berbeda karena dilakukan oleh
pengamat yang berbeda, atau adanya nilai yang berbeda
walaupun dilakukan oleh pengamat yang sama.

Untuk meningkatkan nilai reliabilitas tersebut di atas maka dapat


dilakukan beberapa usaha tertentu.

a. Pembakuan/stabdarisasi cara penyaringan


b. Peningkatan dan pemantapan keterampilan pengamat melalui
training

10
c. Pengamatan yang cermat pada setiap nilai hasil pengamatan.
d. Menggunakan dua atau lebih pengamat untuk setiap
pengamatan.
e. Memperbesar klasifikasi ( kelompok ) kategori yang ada,
terutama bila kondisi penyakit juga bervariasi/bertingkat

8. Nilai Ramal ( Predictive Values )

Nilai ramal adalah besarnya kemungkinan dengan menggunakan nilai


sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi terhadap proporsi penduduk yang
menderita. Nilai ini dapat positif pada tes positif, dan negative pada tes
negative. Nilai ramal positif adalah besarnya proposi mereka yang dengan tes
positif juga menderita penyakit ( dengan diagnose positif ), sedangkan nilai
ramal negative adalah besarnya proposi mereka yang dinyatakan negative
dan ternyata tidak menderita penyakit. Nilai ramal positif sangat dipengaruhi
oleh besarnya prevalensi penyakit dalam masyarakat di mana makin tinggi
prevalensi penyakit dalam masyarakat, makin tinggi pula nilai ramal positif,
dan sebaliknya. Dengan demikian nilai ramal positif dipengaruhi oleh besarya
prevalensi penyakit dalam masyarakat serta besarnya nilai spesifisitas tes.

9. Penyaringan Bertingkat

Penyaringan bertingkat adalah bentuk penyaringan yang dilakukan


dengan menggunakan dua jenis tes terhadap satu penyakit tertentu.
Penyaringan bertingkat dapat dilakukan dalam dua bentuk, yakni dalam
bentuk seri dan bentuk parallel. Bentuk seri ialah penyaringan yang
menggunakan dua macam tes secara bersamaan sehingga seseorang dapat
dinyatakan positif, apabila hasil tes memberikan hasil positif pada kedua tes
penyaringan yang selanjutnya diadakan pemeriksaan klinis untuk diagnosis.
Jadi, pada bentuk ini bila hanya satu hasil tes yang positif maka hasilnya
dinyatakan negative. Sedangkan bentuk tes penyaringan parallel adalah
penyaringan dengan dua macam tes terhadap satu penyakit tertentu dan bagi
mereka yang positif pada salah satu tes penyaringan tersebut, dapat
dinyatakan positif dan dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis untuk diagnosis.

Dari kedua cara tersebut diatas, Nampak bahwa pada bentuk seri,
positif palsu akan lebih rendah dan sebaliknya negative palsu akan
meningkat. Sedangkan pada tes untuk parallel, jumlah positif palsu akan lebih
besar dan negative palsu akan lebih kecil. Cara ini dipilih tergantung dari tujua
penyaringan, bentuk penyakit serta keadaan dana dan fasilitas yang tersedia.

Salah satu contoh bentuk tes bertingkat yang bersifat seri adalah tes
darah untuk pemeriksaan HIV. Pada tahap pertama dilakukan tes elisa ( yang

11
relative lebih lebih murah ) dan bila hasilnya positif, dilanjutkan dengan tes
western block yang jauhi lebih mahal.

10. Yied ( Derajat Penyaringan )

Derajat penyaringan adalah besarnya kemungkinan untuk menjaring


( menemukan ) melalui tes penyaringan mereka yang sebenarnya menderita,
tetapi tanpa gejala sehingga bagi mereka dapat dilakukan diagnosis pasti
serta pengobatan dini. Derajat nyaringan ditentukan oleh beberapa factor
tertentu.
a. Tingkat sensitivitas tes penyaringan
b. Besarnya prevalensi penyakit ( yang mengalami penyaringan )
dalam masyarakat.
c. Frekuensi penyaringan dalam masyarakat.
d. Konsep sehat serta kehidupan kesehatan masyarakat sehari-
hari.

Berikut ini kita berikan satu contoh bentuk tes penyaringan dalam
masyarakat yakni tes penyaringan penyakit glaukoma. Glaukoma merupakan
penyakit non infeksi yang memegang peranan sebagai salah satu penyebab
kebutaan yang disebabkan karena meningkatnya tekanan cairan dalam bola
mata ( tekanan intraokuler ). Dengan diagnosis dini terhadap penyakit ini
dapat mencegah terjadinya kebutaan melalui pengobatan yang relative
murah. Dalam hal ini ada jenis tes sederhana untuk mengukur tekanan
intraokuler mata. Bila kita melakukan tes tersebut pada populasi yang cukup
besar tanpa terlebih dahulu mengetahui mereka yang menderita glaukoma
maupun mereka yang tidak menderita penyakit tersebut, kemudian mereka
diperiksa dengan alat diagnostik yang lebih khusus untuk menetapkan
mereka yang benar-benar menderita.

12
13

Anda mungkin juga menyukai