Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Appendisitis adalah peradangan pada appendisitis verniformis atau
peradangan infeksi pada usus buntu (appendix) yang terletak di perut kuadran kanan
bawah. Appendisitis akut merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut.1,2

2.2 EPIDEMIOLOGI
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak
kurang dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. Sekitar 7 % dari populasi
akan mendapatkan apendisitis dalam Insiden apendisitis tertinggi pada kelompok
umur 10-30 tahun. Apendisitis merupakan penyebab akut abdomen dan kedaruratan
bedah tersering. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis akut adalah kasus bedah akut abdomen
yang merupakan indikasi paling sering untuk segera dilakukan tindakan bedah
dimana lebih dari 250.000 pasien dioperasi dengan suspek apendisitis di United State
setiap tahun. 1,3

2.3 KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik.1,3
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.

5
6

Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi:
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.
Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan
dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,
anoreksia, malaise dan demam ringan.
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Apendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu,
hijau 10 keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat
mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
7

d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
e. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

2. Apendisitis kronik
Apendisitis kronis merupakan lanjutan apendisitis akut supuratif sebagai proses
radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,
khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis apendisitis kronik baru dapat
ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
Apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial
atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan
adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis
kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat.
8

2.4 ETIOLOGI
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun
terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi
yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena adanya timbunan
tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda
asing dalam tubuh, tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian
terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica,
merupakan langkah awal terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan
lebih sering dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga menunjukkan peran
kebiasaan makan. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut
ditinjau dari teori Blum dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor
lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi antara
lain usia, jenis kelamin, ras sedangkan untuk faktor lingkungan terjadi akibat
obstruksi lumen akibat infeksi bakteri, virus, parasit, cacing dan benda asing dan
sanitasi lingkungan yang kurang baik. Faktor resiko lain adalah faktor perilaku seperti
asupan rendah serat yang dapat mempengaruhi defekasi dan fekalit yang
menyebabkan obstruksi lumen sehingga memiliki risiko apendisitis yang lebih
tinggi.3,4

2.5 PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal
9

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.3,4

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Gejala Apendisitis akut antara lain:
a. Nyeri di daerah epigastrium, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau
dikuadran kanan bawah atau merupakan gejala-gejala pertama. Gejala ini ditemui
pada hampir semua (100%) penderita. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai
moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa
nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih kekuadran bawah
kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien
bergerak.
b. Gejala muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan kelanjutan dari
rasa sakit yang timbul permulaan, hal ini terjadi pada 59.3% penderita. Gejala rasa
mual pula terjadi pada 46.7 % penderita.
c. Anoreksia terjadi pada 56.2% penderita.
d. Demam tidak tinggi (kurang dari 38⁰C) juga ditemui pada 21.8% penderita,
kekakuan otot, dan konstipasi.
e. Apendisitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri
lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa
lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya.
f. Nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga
di daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal.
10

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan untuk menyingkirkan
diagnosis lain.4,5,
Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi : Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
Apendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan
di perut kanan bawah.
2) Auskultasi : peristaltik usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
3) Palpasi : nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas.
Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan
perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada apendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Jika sudah
terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat
membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama
3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan
teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika
apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal Touche) sebagai
massa yang hangat.
4) Perkusi : perkusi di bagian abdomen didapatkan nyeri ketok positif.
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasanya ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal
beberapa manuver diagnostic.
a) Rovsing’s sign: dikatakan positif jika tekanan yang diberikan pada perut kuadran
kiri (LLQ) abdomen menghasilkan sakit disebelah kanan (RLQ), menggambarkan
iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.
11

b) Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi
pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot
psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau
abses.
c) Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian digerakan
endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukan
peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis.
d) Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri
di RLQ)
e) Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.
f) Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk
g) Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis.
h) Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
i) Dunphy sign: nyeri ketika batuk.
Skor Alvarado
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke 1
perut kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan Lab Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut
12

     5-7     : sangat mungkin apendisitis akut


     8-10   : pasti apendisitis akut
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal
keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut.
Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran
laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut. Pemeriksaan
laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada pasien dengan apendisitis akut,
70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrophil akan meningkat, walaupun
hal ini bukan hasil yang karakteristik.5,6
 Hitung Leukosit
Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau
microliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh,
terhadap benda asing, mikroosganisme atau jaringan asing, sehingga hintung jumlah
leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap
infeksi.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-
lain. Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000 – 30.000/ul. Jumlah
leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-38.000 /ul. Setelah itu
jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit
berkisar antara 4500-11.000/ul. Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang
dewasa antara 5000-10.000/ul. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas
fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/ul. Bila jumlah leukosit lebih dari
nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebut leukositosis. Leukositosis dapat terjadi
secara fisiologik maupun patologik. Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja
13

fisik yang berat, gangguan emosi, kejang, takikardi paroksismal, partus dan haid.
Leukositosis patologik pula dijumpai pada proses infeksi atau radang akut.
Peningkatan leukosit juga bisa disebabkan oleh obat-obatan, misalnya : aspirin,
prokainmid, allopurinol, kalium yodida, sulfonamide, heparin, digitalis, epinefrin,
dan antibiotika terutama ampicillin, eritromisin, tetracycline, vancomisin dan
streptomisin.
Pada penderita dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis
akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya leukositosis 11.000-
14.000/mm3 dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukan pergeseran ke kiri hampir
75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi
perforasi dan peritonitis. Kombinasi antara kenaikan angka leukosit dan granulosit
adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnose apendisitis akut. Tes
laboratorium untuk apendisitis bersifat kurang spesifik, sehingga hasilnya juga
kurang dapat dipakai sebagai konformasi penegakan diagnosa. Jumlah leukosit untuk
apendisitis akut adalah >10.000/mm, sehingga gambaran leukositosis dengan
peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk apendisitis akut.
Kontrovesinya adalah beberapa penderita dengan apendisitis akut, memiliki jumlah
leukosit dan granulosit tetap normal.5,7

Pemeriksaan radiologis
a) Foto polos abdomen - dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik
meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. perselubungan mungkin
terlihat ´ileal atau caecal ileus´ gambaran garis permukaan air-udara disekum atau
ileum. Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.6
b) USG abdomen- USG abdomen mempunyai peran definitive dalam mendiagnosa
apendisitis akut dan mengurangi angka kejadian laparotomy negatif. USG dilakukan
khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada
pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran
apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm) dan memberi gambaran ‘target sign’.
14

Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel disease,
diverticulitis cecal, diverticulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory
Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG. Secara keseluruhan
USG abdomen mempunyai spesifisitas 88.09% dan sensitivitas 91.37% dalam
mendiagnosa apendisitis.7
3) CT Scan - Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.
Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih
dari 6mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.
Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess,
maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostic. Dinding pada
appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”.
Walaupun CT scan dapat membatu mendiagnosa apendisitis lebih akurat dari USG
dan mengurangi kejadian apendektomy negative, pada anak-anak dan dewasa muda,
paparan radiasi CT scan menjadi perhatian khusus. Menurut suatu studi yang
dilakukan di Korea pada tahun 2011, membuktikan bahwa pengunaan CT scan ‘Low
Dose’ dosis rendah yaitu 116 mGy.cm setanding kepentingannya dengan ‘Standar
Dose’ dosis standar yaitu 521 mGy.cm. Didapatkan hasil appendektomi negative
pada penggunaan CT scan dosis rendah adalah 3.5% dan CT scan dosis standar
adalah 3.2 %. Maka penggunaan CT scan dosis rendah sebagai pemeriksaan
radiologis lini pertama pada penderita suspek apendisitis dapat berguna dalam
mengurangi appendektomi negatif dan juga mengurangi jumlah paparan radiasi.7
4) Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy - merupakan pemeriksaan awal
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi untuk apendisitis
akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat
menyebabkan rupture apendiks.7
5) Laparoskopi – dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostic
dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi
juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini
15

sangat bermanfaat pada pasien wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostic
biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.7

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding dari Apendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin.
a) Pada anak-anak balita - intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Apendisitis. Nyeri divertikulitis hampir
sama dengan Apendisitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal.
Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen
tengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut,
karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan apendisitis, yakni diare, mual,
muntah, dan ditemukan leukosit pada feses.
b) Pada anak-anak usia sekolah - gastroenteritis, konstipasi, infark omentum. Pada
gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan apendisitis, tetapi tidak
dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri
abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum
juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai
apendisitis. Pada infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya
tidak berpindah
c) Pada pria dewasa muda - Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda
adalah Crohn’s disease, klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada
skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis,
pasien merasa sakit pada skrotumnya.
d) Pada wanita usia muda - Diagnosis banding apendisitis pada wanita usia muda
lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic
inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID,
16

nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri
dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
e) Pada usia lanjut - Apendisitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis.
Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari
traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan
kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih
lambat daripada apendisitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk
dibedakan dengan apendisitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan.
Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah.
Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan
pemeriksaan laboratorium.
Selain dari itu beberapa diagnosis banding apendisitis akut yang perlu dipikirkan,
antara lain: Kolitis ditandai dengan feses bercampur darah, nyeri tajam pada perut
bagian bawah, demam dan tenesmus. Obstruksi usus biasanya nyeri timbul perlahan-
lahan di daerah epigastrium. Pada pemeriksaan fisik akan menunjukkan distensi
abdomen dan timpani, terdengar metalic sound pada auskultasi. Kelainan bidang
urologi seperti batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang
ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria
sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan
penyakit tersebut.

2.10 PENATALAKSANAAN
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anestesi
umum umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang
17

merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendektomi terbuka, insisi
Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.8,9
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi
masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik
pada kasus meragukan. 8,9

2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa
massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi
dapat menyebabkan timbulnya abses lokal atau pun suatu peritonitis generalisata. 9,10
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah. 9,10
a. Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh.
b. Suhu tubuh naik tinggi sekali.
c. Nadi semakin cepat.
d. Defance Muskular yang menyeluruh
e. Bising usus berkurang
f. Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
a. Pelvic Abscess
b. Subphrenic absess
c. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

2.12 PROGNOSIS
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah
18

terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya


penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi,
keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan
keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam
rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan
secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu
akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara
benar.

Anda mungkin juga menyukai