Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Subjek Sasaran


4.1.1 Identitas Sasaran
Nama : Bayi H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 bulan
Pendidikan Terakhir :-
Pekerjaan :-
Alamat : Desa Mekarjaya RT 2/ RW 4
Kecamatan : Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat
Status dalam keluarga : Anggota keluarga
Agama : Islam
Etnis atau suku : Sunda
Jaminan Kesehatan : BPJS
Masalah Kesehatan :Kekurangan Energi Protein (KEP) III
disertai Anemia
4.1.2 Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 39 tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Penghasilan : Rp 450.000,00/minggu (tidak tentu)
4.1.3 Identitas Keluarga
Bentuk Keluarga : Keluarga inti
Jumlah Anggota Keluarga : 5 orang
Lansia : tidak ada
Dewasa : 2 orang
Remaja : tidak ada

13
14

Anak Sekolah : 2 orang


Anak Balita : tidak ada
Bayi : 1 orang
Hubungan anggota keluarga : Baik

Tabel 4.1 Daftar anggota keluarga inti dan tinggal serumah


Umur Hubungan
No Nama JK Pendidikan Pekerjaan Keadaan
(tahun) Keluarga
Pedangan
1 Tn. A 40 L SMP Suami Sehat
g
2 Ny. Y 32 P SMP IRT Istri Sehat
3 An. F 11 L SMP Pelajar Anak Sehat
4 An. B 5 L SD Pelajar Anak Sehat
5 An. H 7 bulan P - - Anak Sakit

Tn AS Ny.Y

An.F An.B
An.H

Gambar 4.1 Genogram.

Keterangan:

: Perempuan

: Laki-laki

: KEP

: Tinggal serumah
15

4.2 Hasil Pemeriksaan Kesehatan


4.2.1 Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan Utama: Badan kurus
Riwayat penyakit sekarang
Seorang bayi perempuan berusia 7 bulan dibawa oleh ibu pasien berobat ke
puskesmas karena badan anaknya terihat kurus. Keluhan badan kurus disadari ibu
sejak usia bayi H 4 bulan hingga sekarang. Setelah dilakukan penimbangan dan
pengukuran tinggi badan didapatkan BB 4,56 kg dan TB 59 cm.
Bayi H merupakan anak ke 3 dari seorang ibu 35 tahun P4A0H3, dilahirkan
secara sectio cesarean pada usia kehamilan 35 minggu dikarenakan ibu pasien
mengalami peningkatan tekanan darah hingga 190/100 mmHg sebelum bayi H
dilahirkan. Berat badan lahir bayi H 2900 gr dengan panjang badan lahir 49 cm.
Saat lahir ibu pasien mengatakan bahwa anaknya langsung menangis dan tidak
kebiruan warna kulitnya.
Saat bayi H berusia kurang lebih 5 hari sampai 2 minggu anakanya tampak
kuning, namun ibu tidak pernah memeriksakan anaknya ke bidan, dokter maupun
pelayanan kesehatan manapun. Ibu pasien hanya menjemur bayi H sampai anaknya
tidak tampak kekuningan lagi. Riwayat imunisasi bayi H lengkap.
Sejak lahir sampai usia bayi H 3 bulan, bayi H mendapatkan ASI eksklusif
dari ibunya. Ibu pasien mengatakan ASI diberikan sesering mungkin namun lupa
untuk jumlah tepatnya, diperkirakan kurang lebih 10x/hari dengan durasi menyusui
5-10 menit. Menurut ibu pasien, berat badan bayi H sejak lahir sampai 3 bulan terus
mengalami kenaikan. BB pada bulan ke 1 sebesar 3000 gr, BB pada bulan ke 2
sebesar 3900 gr dan BB pada bulan ke 3 sebesar 4000 gr. Namun saat dilakukan
penimbangan berat badan pada bulan ke 4 berat badan bayi H turun menjadi 3300
gr dan sejak itulah bayi H diberi susu formula SGM BBLR karena dianjurkan oleh
dokter. Susu formula diberikan 3x/hari menggunakan botol susu 60cc. ASI tetap
diberikan ibu pasien disamping susu formula, namun semakin hari bayi H semakin
terlihat malas mentee payudara ibu sehingga ASI pun berhenti dan hanya diberi
susu formula saja.
16

Berat badan bayi H pada bulan ke 5 naik sedikit menjadi 3600 gr. Pada bulan
ke 6 BB bayi H menjadi 4560 gr dan sampai usia 7 bulan sekarang berat badan bayi
H tetap 4560 gr.
Sejak usia 4 bulan bayi H terlihat lebih lemah dibanding sebelumnya, hal
ini terlihat dari gerak tubuh nya yang terlihat lebih sering diam dan jika menangis
suara terdengar lemah dan pelan. Keluhan juga disertai sering batuk pilek, sering
mencret dan perut anaknya tampak membengkak terutama sejak usia 5 bulan.
Bayi H tidak pernah kontak dengan pasien batuk lama berdarah. Keluhan
juga tidak disertai kebiruan disekitar mulut atau ujung jari.
Pasien merupakan anak ke 3 dari ayah seorang pedagang baso roda dan ibu
seorang ibu rumah tangga. Ayah pasien bekerja sebagai pedagang baso roda dengan
penghasilan yang tidak menentu. Pasien tinggal bersama orangtua pasien dan kedua
kakanya. Pasien tinggal di rumah seluas 11,50 x 9,60 m2. Pasien tidur di kamar
tengah bersama kedua orangtuanya dan kedua kakanya tidur di kamar depan
terpisah yang hanya dibatasi dinding dari ruang utama. Rumah pasien terdiri dari
ruang tamu, ruang tengah yang digunakan untuk makan dan menonton televisi. Ibu
pasien memasak di dapur yang terletak dipinggir kamar pasien dan orangtuanya.
Rumah pasien beratapkan genting, dinding terbuat dari batu bata dengan 1 pintu
utama, 8 jendela dengan ventilasi. Lantai rumah berupa tembok sebagian
berkeramik sebagian tanpa keramik. Kegiatan mandi cuci kakus dilakukan di kamar
mandi pribadi. Pasien memiliki kebiasaan membakar sampah rumah tangga di
depan rumah pasien. Di dalam rumah pasien banyak lalat yang beterbangan.
Kebiasaan makan pasien tidak menentu dari jumlah kali makan dan komposisi
makanannya.

4.2.2 Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
TTV : TD :- HR : 84x/menit
R : 32 x/menit Suhu : 36,5 °C
Status Gizi : BB saat ini : 4560 gr
17

TB : 59 cm
BB/U : < -3 SD (severely underweight)
TB/U : < -3 SD (severely stunted)
BB/TB : < -3 SD (severely wasted)
Status Gizi : KEP III
Kepala : Simetris
Wajah : Kelopak mata cekung +/+, wajah lonjong
Mata : sclera ikterik -/-, konjungtiva anemis +/+
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : KGB : Tidak teraba
JVP : Tidak meningkat
Thorax : Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
Palpasi : VF normal kanan=kiri
Perkusi : Sonor kanan=kiri
Auskultasi : Jantung: Bunyi jantung 1, 2 murni reguler
Paru : VBS kanan=kiri; Ro -/-; Wh -/-
Abdomen : Inspeksi : Cembung, baggy pants (+)
Palpasi : Lembut, Hepar/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas : Akral hangat, edema tungkai -/-, jaringan lemak subkutis
tipis

4.2.3 Diagnosis
Kekurangan Energi Protein (KEP) III disertai Anemia

4.2.4 Penatalaksanaan
Pada tata laksana rawat inap penderita KEP berat/Gizi buruk di Rumah Sakit
terdapat 5 (lima) aspek penting, yang perlu diperhatikan:
A. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat/Gizi buruk (10 langkah utama)
B. Pengobatan penyakit penyerta
18

C. Kegagalan pengobatan
D. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas
E. Tindakan pada kega
A. PRINSIP DASAR PENGOBATAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK
Pengobatan rutin yang dilakukan di rumah sakit berupa 10 langkah penting
yaitu:
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pengobatan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan
pada semua penderita KEP Berat/Gizi Buruk (Kwashiorkor, Marasmus maupun
Marasmik-Kwashiorkor).
19

Tabel 4.2 Fase pengobatan


No. FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI

Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7

1 Hipoglikemia

2 Hipotermia

3 Dehidrasi

4 Elektrolit

5 Infeksi

6 MulaiPemberian

Makanan

7 Tumbuh
kejar/peningkatan
pemberian makanan

8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe

9 Stimulasi

10 Tindak lanjut

B. PENGOBATAN PENYAKIT PENYERTA


Defisiensi vitamin A
Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata, beri anak vitamin A secara
oral pada hari ke-1, 2 dan 14 atau sebelum pulang dan bila terjadi perburukan
keadaan klinis dengan dosis:
• umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
• umur 6-12 bulan : 100.000 SI/kali
• umur 0-5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa :
20

• beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-
10 hari
• teteskan tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari
• tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.
21

4.3 Pembahasan
4.3.1 Diagram Mandala of Health

DIAGRAM MANDALA OF HEALTH

Life Style
Ibu dengan kebiasaan makanan
kurang bergizi, tingkat
pendidikan yang kurang

Psychososio-
Personal behavior
Economic-
- malas menete
Environment
- pemberian ASI
kurang -Bentuk keluarga :
- pemberian Family Keluarga inti
makanan kurang - Pengambil
dan tidak bergizi keputusan : Ayah
(patrilineal)
- Sosioekonomi
menengah
kebawah
An.H,
7 bln, KEP Work
III + Anemia -

Physical Environment
Sick Care System Sinar
Puskesmas Human Biologic matahari
KIS Genetik ( - ) masuk
Imunokomp kedalam
rimise (+) rumah
DK : KEP III + Jendela
Anemia ada namun
sebagian
jarang
dibuka
Ventilasi
22

4.3.2 Analisis Faktor Perilaku Keluarga


Gambar 4.2 Diagram Mandala
Sebagai Faktor of HEalth Risiko
Berdasarkan hasil anamnesis ibu pasien, terdapat beberapa faktor risiko pada
pasien ini, yaitu:.
1. Kurangnya Asupan Gizi
Pasien hanya diberi susu formula sebanyak 3x dalam sehari menggunakan botol
susu berukuran 60 cc. Setiap diberi susu, susu tidak pernah habis. Selain susu
formula, bayi H juga diberi makanan pendamping ASI (MPASI) berupa bubur
Milna seduh sebanyak 2x sehari yakni pada pagi hari dan sore hari. PAgi hari bayi
23

H diberi 1 bungkus bubur seduh Milna dan pada sore hari hanya diberi ½ bungkus
saja. Hanya itu makanan yang diberikan ibu pasien setiap harinya.
2. Pengetahuan dan Keadaan Ekonomi
Ibu pasien tidak pernah tahu pentingnya ASI eksklusif bagi anak. Selain itu, ibu
pasien juga tidak pernah tahu MPASI yang baik untuk anak. Pasien berasal dari
keluarga dengan keadaan ekonomi kurang baik. Ibu pasien baru memeriksakan
keluhan badan kurus anaknya, dan setelah adanya jaminan kesehatan dari
pemerintah yaitu KIS baru ibu pasien mau membawa anaknya berobat ke rumah
sakit rujukan. Saat ini pasien cukup memahami bahwa keadaan kesehatan anaknya
tidak terlalu baik. Hal ini ditunjukkan dengan kesadaran pasien memeriksakan
anaknya sesuai anjuran petugas medis di puskesmas, dan hendak melakukan
pemeriksaan kesehatan anaknya di rumah sakit.
Bila dilihat dari APGAR family score sulit dinilai karena pasien belum dapat
berbicara dan berinteraksi karenya masih berusia 7 bulan.
Tabel 4.3 APGAR family score

Almost Some of Hardly


always the time ever
(2) (1) (0)

Adaptation I am satisfied that I can turn to my 0


family for help when something is
troubling me.

Partnership I am satisfied with the way my 0


family talks about things with me
and shares problems with me.

Almost Some of Hardly


always the time ever
(2) (1) (0)

Growth- I am satisfied that my family accepts 0


and supports my wishes to take on
new activities or directions.

Affection I am satisfied with the way my 0


family expresses affection and
responds to my emotions such as
anger, sorrow, and love.
24

Resolve I am satisfied with the way my 0


family and I share time together.

4.3.3 Analisis Faktor Lingkungan Rumah (Fisik, Kimia, Biologi) Sebagai


Faktor Risiko
Berdasarkan hasil observasi langsung ke rumah pasien, didapatkan bahwa
kondisi rumah tempat tinggal pasien adalah sebagai berikut:
1. Kepadatan Rumah
Luas rumah yang ditinggali pasien seluas ± 110,4 m2 terdiri dari 3 kamar tidur,
1 ruang tamu, 1 ruang tengah, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Dalam satu rumah terdiri
atas 5 anggota keluarga. Seluruh dinding rumah dibangun tembok permanen. Atap
rumah dalam pasien plafon sedangkan tampak dari luar adalah genteng. Seluruh
lantai di rumah pasien diplester oleh semen dan sebagian oleh keramik. Hampir
seluruh ruangan rumah mendapat cahaya dari jendela maupun ventilasi.
2. Kondisi Rumah
Ventilasi pada ruang tamu baik terdapat jendela yang dapat dibuka dan ditutup
sehingga memungkinkan udara dan cahaya masuk. Pada dapur tidak terdapat
ventilasi jendela hanya dari sela antara genteng dan tembok yang tidak tertutup
rapat. Kamar tidur depan memiliki 2 buah jendela yang dapat dibuka dan ditutup ,
namun pada kedua kamar tidur lainnya tidak terdapat ventilasi. Menurut kriteria
kesehatan kamar tidur, kamar tidur harus memiliki jendela dengan luas 10% dari
luas lantai.
3. Jenis Sumber Air Minum
Sumber air minum yang digunakan berasal dari sumur bor. Penggunaan air dari
sumur bor tersebut juga digunakan untuk seluruh aktivitas sehari-hari seperti mandi,
mencuci, masak dan keperluan lain. Air yang sehat memiliki kekeruhan yang
rendah, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau.
4. Jenis Kakus
Keluarga pasien memiliki kakus sendiri berupa leher angsa dan disalurkan ke
septic tank. Kotoran tinja setiap hari dibuang melalui jamban. Jarak sumber air dan
pembuangan jamban jauh.
25

5. Keadaan lingkungan di sekitar rumah


Rumah pasien berada di dalam gang, sehingga jauh dengan jalan raya dan tidak
langsung terkena debu kendaraan bermotor, selokan di sekitar rumah juga tidak
kotor dan berbau. Dari hasil analisis faktor lingkungan rumah pasien tidak
didapatkan faktor risiko yang menyebabkan masalah kesehatan pada pasien.

4.3.4 Identifikasi Faktor Risiko Terjadinya Masalah Kesehatan Pada Pasien


Kurangnya pengetahuan dan perhatian ibu pasien terhadap
1. Pentingnya ASI eksklusif untuk anak
Ibu pasien tidak mengetahui fungsi ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak teruta apada 6 bulan pertama kehidupan. Sehingga ketika anaknya mulai malas
mentee pada payudara ibu, ibu tidak berupaya lebih supaya anak tidak malas mentee
selamanya dan kurang mendapatkan ASI. SElain itu, ibu pasien juga tidak tahu
harus sebarapa sering dan lama ASI diberikan setiap harinya.
2. Jenis Makanan Pendamping ASI untuk anak
Ibu pasien hanya memberikan 1 bungkus setengah makanan pendamping ASI
instan pada anaknya setiap hari.

4.3.5 Identifikasi Faktor Lingkungan Rumah (Fisik, Kimiawi, dan Biologis)


yang Menjadi Faktor Risiko Terjadinya Masalah Kesehatan Lain Pada Pasien
Rumah sehat memiliki beberapa kriteria, yaitu :
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis
a. Variasi ruangan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap rumah pasien, didapatkan luas rumah
pasien ± 110,4 m2 yang terdiri dari 7 ruangan, yaitu 3 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1
ruang tengah, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Jumlah anggota keluarga sebanyak 5
orang. Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan
jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Kepadatan hunian untuk
seluruh perumahan dinyatakan dalam m² per orang. Kepadatan penghuni yang
26

memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan
jumlah penghuni ≥ 10 m²/orang. Pada rumah pasien didapatkan luas ruang per
orang ± 22,08 m2. Hal ini sesuai dengan standar yang seharusnya, sehingga tidak
mengakibatkan kurangnya oksigen yang terhirup yang akan berdampak pada
kesehatan. Ruangan yang sempit akan membuat napas sesak dan mudah tertular
penyakit oleh anggota keluarga yang lain.
b. Ventilasi dan Penerangan
Pada rumah pasien terdapat 7 ventilasi, yaitu 3 jendela yang dapat dibuka dan
selalu dibuka setiap pagi dan siang hari berukuran 1,5 m x 60 cm di ruang tamu
dan 2 jendela pada kamar tidur depan. Penilaian ventilasi rumah yaitu dengan cara
membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah dengan menggunakan
roll meter, ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah.
Pada rumah pasien harusnya memiliki ventilasi 11,04 m2, artinya memenuhi
persyaratan. Ventilasi berperan dalam proses sirkulasi udara dengan CO2 dan zat-
zat bersifat toksik serta kuman-kumanyang terkandung dalam udara, sehingga
ventilasi dapat berfungsi mengurangi kemungkinan terkena penyakit lain.
c. Perlindungan terhadap penyakit menular
Perlindungan terhadap penyakit menular, yaitu :
a) Sumber air yang memenuhi syarat
Sarana air bersih untuk minum berasal dari sumur bor. Air digunakan untuk
seluruh aktivitas sehari-hari seperti mandi, mencuci, masak dan keperluan
lain.Air tampak jernih dan tidak berbau. Perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan
kimiawi.
b) Tempat penyimpanan sampah dan WC yang baik
Kakus atau jamban di rumah pasien termasuk kakus leher angsa. Kakus
tersebut merupakan kakus yangdianjurkan dalam kesehatan lingkungan karena
dapat mencegah bau busuk dan menghindari masuknya binatang-binatang kecil.
Pasien memiliki kebiasaan membuang sampah pada tempat sampah tertutup
yang kemudian dibuang ke tempat penampungan sampah yang jaraknya jauh
dari rumah. Hal tersebut sudah cukup baik karena dapat mengurangi adanya
serangga yang hinggap disampah ataupun mencemari makanan di dalam rumah.
27

c) Pembuangan kotoran manusia dan limbah yang memenuhi syarat


Saluran pembuangan air (selokan) di sekitar rumah cukup baik karena tidak
terlalu kotor dan berbau. Rumah memiliki septik tank untuk pembuangan
kotoran.
d) Fasilitas penyimpanan makanan dan minuman
Rumah pasien memiliki dapur dan memiliki lemari tempat penyimpanan
makanan.

Anda mungkin juga menyukai