Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN HOME VISIT

PASIEN KEP III DENGAN


SUSPEK ANEMIA DEFISIENSI FE
Devita Nur Amelia
4151161442
Puskesmas Cihampelas
Latar Belakang
 Pembangunan kesehatan merupakan bagian
integral dan terpenting dalam pembangunan
nasional.
 Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu di
antaranya dengan menyelenggarakan dukungan
kesehatan.
Universal Health
2019 Coverage
 Terdapat 4 masalah utama kesehatan di Indonesia:
1. TBC
2. Gizi
3. ISPA
4. Stunting
penentu kualitas sumber daya manusia
Gizi
 Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan
dimulai sejak dalam kandungan, bayi, anak,
remaja, dewasa dan lanjut usia.
 Periode dua tahun pertama merupakan masa kritis
karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat besar.
 Gangguan gizi terjadi diperiode ini bersifat
permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun
kebutuhan pada masa selanjutnya terpenuhi
Balita
 Balita merupakan kelompok umur yang paling
rawan menderita kekurangan gizi atau kekurangan
energy protein (KEP) .
 Kelompok usia 6-24 bulan merupakan kelompok
terbanyak yang menderita kekurangan energi
protein.

memasuki masa sapihan yang tidak di ikuti


dengan pemberian makanan yang cukup
memenuhi gizi.
Rumusan Masalah

1.

Apakah faktor risiko terjadinya masalah kesehatan pada


pasien?

2.
Apakah faktor pola hidup keluarga pasien terutama
pemberian makan oleh ibu pasien sebagai faktor risiko
terjadinya masalah kesehatan pada pasien?
Tujuan Home Visit
1. Mengidentifikasi faktor risiko terjadinya masalah
kesehatan pada pasien di wilayah kerja
Puskesmas Cihampelas.
2. Mengetahui faktor pola hidup sebagai faktor
risiko terjadinya masalah kesehatan pada pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi KEP
Kekurangan Energi Protein atau KEP adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi
(AKG).
Klasifikasi KEP
1. KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U)
70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku
median WHO-NCHS;
2. KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median
WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median
WHO-NCHS;
3. KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku
median WHO-NCHS dan/atau BB/TB <70% baku
median WHO-NCHS.
Gejala Klinis
 Marasmus
-Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
(dorsum pediis)
-Wajah membulat dan sembab
-Pandangan mata sayu
-Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok
-Perubahan status mental, apatis, dan rewel
-Pembesaran hati
-Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi
berdiri atau duduk
-Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
-Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya bersifat akut, anemia terutama
anemia defisiensi zat besi dan diare.
 Kwashiokor
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak
ada (pada daerah pantat tampak seperti memakai celana
longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- Diare
 Marasmus-Kwashiokor
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala
klnik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku
median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.
- Pada setiap penderita KEP berat/Gizi buruk, selalu periksa
adanya gejala defisiensi nutrien mikro yang sering
menyertai seperti Xerophthalmia (defisiensi vitamin A),
Anemia (defisiensi Fe, Cu, vitamin B12, asam folat) dan
Stomatitis (vitamin B, C).
BAB III
Metode Pengamatan
Laporan home visit ini menggunakan metode
deskriptif, yaitu melakukan identifikasi terhadap data
yang terkumpul kemudian dianalisis.
Subjek Pengamatan
Subjek yang digunakan dalam home visit ini adalah
seorang bayi perempuan berusia 7 bulan yang
bertempat tinggal di Desa Mekarjaya RT 02/ RW 04
Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang
diperoleh dari hasil wawancara serta observasi
langsung ke rumah subjek pengamatan.
Waktu dan Tempat
Kegiatan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal
14 Agustus 2018, pukul 12.00 WIB, di tempat tinggal
pasien yaitu Desa Mekarjaya RT 02/ RW 04
Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat.
BAB IV
Identitas Sasaran
Nama : Bayi H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 bulan
Pendidikan Terakhir :-
Pekerjaan :-
Alamat : Desa Mekarjaya RT 2/ RW 4
Kecamatan : Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat
Status dalam keluarga : Anggota keluarga
Agama : Islam
Etnis atau suku : Sunda
Jaminan Kesehatan : Kartu Indonesia Sehat (KIS)
Masalah Kesehatan : Kekurangan Energi Protein III dengan
Suspek Anemia Defisiensi Fe
Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 39 tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Penghasilan : Rp 450.000,00/minggu
(tidak tentu)
Identitas Keluarga
Bentuk Keluarga : Keluarga inti
Jumlah Anggota Keluarga : 5 orang
Lansia : tidak ada
Dewasa : 2 orang
Remaja : tidak ada
Anak Sekolah : 2 orang
Anak Balita : tidak ada
Bayi : 1 orang
Hubungan anggota keluarga : Baik
Genogram
Anamnesis (Alloanamnesis)
Keluhan Utama: Badan kurus
Riwayat penyakit sekarang
Seorang bayi perempuan berusia 7 bulan
dibawa oleh ibu pasien berobat ke puskesmas karena
badan anaknya terihat kurus. Keluhan badan kurus
disadari ibu sejak usia bayi H 4 bulan hingga
sekarang. Setelah dilakukan penimbangan dan
pengukuran tinggi badan didapatkan BB 4,56 kg dan
TB 59 cm.
Bayi H merupakan anak ke 3 dari seorang ibu 35
tahun P4A0H3, dilahirkan secara sectio cesarean pada
usia kehamilan 35 minggu dikarenakan ibu pasien
mengalami peningkatan tekanan darah hingga 190/100
mmHg sebelum bayi H dilahirkan. Berat badan lahir bayi
H 2900 gr dengan panjang badan lahir 49 cm. Saat lahir
ibu pasien mengatakan bahwa anaknya langsung
menangis dan tidak kebiruan warna kulitnya.
Saat bayi H berusia kurang lebih 5 hari sampai 2
minggu anakanya tampak kuning, namun ibu tidak pernah
memeriksakan anaknya ke bidan, dokter maupun
pelayanan kesehatan manapun. Ibu pasien hanya
menjemur bayi H sampai anaknya tidak tampak
kekuningan lagi.
Sejak lahir sampai usia bayi H 3 bulan, bayi H
mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya. Ibu pasien
mengatakan ASI diberikan sesering mungkin namun lupa untuk
jumlah tepatnya, diperkirakan kurang lebih 10x/hari dengan
durasi menyusui 5-10 menit. Menurut ibu pasien, berat badan
bayi H sejak lahir sampai 3 bulan terus mengalami kenaikan.
BB pada bulan ke 1 sebesar 3000 gr, BB pada bulan ke 2
sebesar 3900 gr dan BB pada bulan ke 3 sebesar 4000 gr.
Namun saat dilakukan penimbangan berat badan pada bulan
ke 4 berat badan bayi H turun menjadi 3300 gr dan sejak
itulah bayi H diberi susu formula SGM BBLR karena dianjurkan
oleh dokter. Susu formula diberikan 3x/hari menggunakan
botol susu 60cc. ASI tetap diberikan ibu pasien disamping susu
formula, namun semakin hari bayi H semakin terlihat malas
mentee payudara ibu sehingga ASI pun berhenti dan hanya
diberi susu formula saja.
Berat badan bayi H pada bulan ke 5 naik sedikit menjadi
3600 gr. Pada bulan ke 6 BB bayi H menjadi 4560 gr dan
sampai usia 7 bulan sekarang berat badan bayi H tetap 4560
gr.
Sejak usia 4 bulan bayi H terlihat lebih lemah dibanding
sebelumnya, hal ini terlihat dari gerak tubuh nya yang terlihat
lebih sering diam dan jika menangis suara terdengar lemah
dan pelan. Keluhan juga disertai sering batuk pilek, sering
mencret dan perut anaknya tampak membengkak terutama
sejak usia 5 bulan.
Bayi H tidak pernah kontak dengan pasien batuk lama
berdarah. Keluhan juga tidak disertai kebiruan disekitar mulut
atau ujung jari.
Pasien merupakan anak ke 3 dari ayah seorang
pedagang baso roda dan ibu seorang ibu rumah
tangga. Ayah pasien bekerja sebagai pedagang
baso roda dengan penghasilan yang tidak menentu.
Pasien tinggal bersama orangtua pasien dan kedua
kakanya. Pasien tinggal di rumah seluas 11,50 x 9,60
m2. Pasien tidur di kamar tengah bersama kedua
orangtuanya dan kedua kakanya tidur di kamar
depan terpisah yang hanya dibatasi dinding dari
ruang utama.
Rumah pasien terdiri dari ruang tamu, ruang tengah
yang digunakan untuk makan dan menonton televisi. Ibu
pasien memasak di dapur yang terletak dipinggir kamar
pasien dan orangtuanya. Rumah pasien beratapkan
genting, dinding terbuat dari batu bata dengan 1 pintu
utama, 8 jendela dengan ventilasi. Lantai rumah berupa
tembok sebagian berkeramik sebagian tanpa keramik.
Kegiatan mandi cuci kakus dilakukan di kamar mandi
pribadi. Pasien memiliki kebiasaan membakar sampah
rumah tangga di depan rumah pasien. Di dalam rumah
pasien banyak lalat yang beterbangan. Kebiasaan
makan pasien tidak menentu dari jumlah kali makan dan
komposisi makanannya.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
TTV : TD : - HR : 84x/menit
R : 32 x/menit Suhu : 36,5 °C
Status Gizi : BB saat ini : 4560 gr
TB : 59 cm
BB/U : < -3 SD (severely
underweight)
TB/U : < -3 SD (severely stunted)
BB/TB : < -3 SD (severely wasted)
Kepala : Simetris
Wajah : Kelopak mata cekung +/+, wajah
lonjong
Mata : sclera ikterik -/-, konjungtiva
anemis +/+
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : KGB : Tidak teraba
JVP : Tidak meningkat
Thorax : Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
Palpasi : VF normal kanan=kiri
Perkusi : Sonor kanan=kiri
Auskultasi : Jantung: Bunyi jantung 1, 2 murni
reg
Paru: VBS kanan=kiri; Ro -/-; Wh-/-
Abdomen : Inspeksi : Cembung, baggy pants (+)
Palpasi : Lembut, Hepar/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Extremitas : Akral hangat, edema tungkai -/-, jaringan
lemak subkutis tipis
Diagnosis
Kekurangan Energi Protein (KEP) III dengan suspek
Anemia Defisiensi Fe
Penatalaksanaan
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (“catch up growth”)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah
sembuh.
Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata, beri anak vitamin
A secara oral pada hari ke-1, 2 dan 14 atau sebelum pulang dan bila
terjadi perburukan keadaan klinis dengan dosis:
• umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
• umur 6-12 bulan : 100.000 SI/kali
• umur 0-5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan lokal untuk
mencegah
prolaps lensa :
• beri tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3
jam selama 7-10 hari
• teteskan tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hari
• tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali.
DIAGRAM MANDALA OF HEALTH

Life Style
Ibu dengan kebiasaan makanan
kurang bergizi, tingkat
pendidikan yang kurang
Psychososio-
Economic-
Personal behavior Environment
- malas menete -Bentuk
- pemberian ASI keluarga :
kurang Keluarga inti
- pemberian Family - Pengambil
makanan kurang keputusan :
dan tidak bergizi Ayah
- An.H (patrilineal)
,
- Sosioekonomi
7
menengah
bln,
kebawah
KEP
III + Work
susp -
Ane
mia
def
Fe

Physical Environment
Sick Care System
- Sinar matahari
- Puskesmas Human Biologic masuk kedalam
- KIS - Genetik ( - ) rumah
- Imunokompri - Jendela ada
mise (+) namun sebagian
DK : KEP III + susp jarang dibuka
Anemia def Fe - Ventilasi kurang
- Hunian padat
penduduk
Analisis Faktor Risiko
Berdasarkan hasil anamnesis ibu pasien, terdapat
beberapa faktor risiko pada pasien ini, yaitu:.
1. Kurangnya Asupan Gizi
Pasien hanya diberi susu formula sebanyak 3x dalam
sehari menggunakan botol susu berukuran 60 cc. Setiap
diberi susu, susu tidak pernah habis. Selain susu formula,
bayi H juga diberi makanan pendamping ASI (MPASI)
berupa bubur Milna seduh sebanyak 2x sehari yakni
pada pagi hari dan sore hari. PAgi hari bayi H diberi 1
bungkus bubur seduh Milna dan pada sore hari hanya
diberi ½ bungkus saja. Hanya itu makanan yang
diberikan ibu pasien setiap harinya.
2. Pengetahuan dan Keadaan Ekonomi
Ibu pasien tidak pernah tahu pentingnya ASI eksklusif
bagi anak. Selain itu, ibu pasien juga tidak pernah tahu
MPASI yang sesuai. Pasien berasal dari keluarga dengan
keadaan ekonomi kurang baik. Ibu pasien baru
memeriksakan keluhan badan kurus anaknya, dan setelah
adanya jaminan kesehatan dari pemerintah yaitu KIS
baru ibu pasien mau membawa anaknya berobat ke
rumah sakit rujukan. Saat ini pasien cukup memahami
bahwa keadaan kesehatan anaknya tidak terlalu baik.
Hal ini ditunjukkan dengan kesadaran pasien
memeriksakan anaknya sesuai anjuran petugas medis di
puskesmas, dan hendak melakukan pemeriksaan
kesehatan anaknya di rumah sakit.
APGAR Score
Identifikasi Faktor Lingkungan
Rumah
 Kepada rumah : baik
 Kondisi rumah : baik
 Jenis Sumber Air Minum : baik
 Jenis Kakus : baik
 Keadaan lingkungan di sekitar rumah : baik
Faktor Risiko Terjadinya Masalah
Kesehatan Pada Pasien
1) Kurangnya pengetahuan dan perhatian ibu
terhadap pentingnya ASI Eksklusif
2) Kurangnya pengetahuan dan perhatian ibu
terhadap jenis Makanan Pendamping ASI untuk
anak
BAB V
Simpulan
1 Terdapat faktor resiko kurangnya pengetahuan
dan perhatian ibu terhadap pemberian ASI
2 Kurangnya pengetahuan ibu pasien terhadap gizi
MPASI yang baik untuk anak
3 Keluarga pasien masih kurang mengerti tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak
Saran

1) Perlunya meningkatkan pengetahuan ibu maupun


anggota keluarga lainnya dengan cara
penyuluhan mengenai pentingnya ASI eksklusif
2) Perlunya meningkatkan pengetahuan ibu maupun
anggota keluarga pasien terhadap gizi MPASI
yang baik untuk anak
3) Perlunya meningkatkan pengetahuan ibu maupun
keluarga pasien tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai