Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUANDAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS PERITONITIS GENERALISATA


DI RUANG ICU RSUD Dr. SOEBANDI
JEMBER

Oleh :

Linda ayu
14901.06.19014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2020
A. Anatomi dan Fisiologis
Organ mayor dan Struktur dari system pencernaan adalah esophagus, lambung,
usus, hati, pancreas, kandung empedu dan peritoneum.

Esophagus memiliki panjang 25 cm dengan diameter 3 cm dimulai dari pharyn


sampai dengan lambung. Dinding esophagus sendiri menghasilkan mucus untuk lubrikasi
makanan sehingga memudahkan makanan untuk masuk ke dalam lambung. Terdapat
spincter cardiac yang mencegah terjadinya regurgitasi makanan dari lambung ke
esophagus.
Lambung memiliki bagian yang disebut fundus, body dan antrum. Fungsi lambung
adalah mencampur makanan dengan cairan lambung seperti pepsin, asam lambung mucus,
dan intrinsic factor yang semuadnya disekresi oleh kelencaj di sumbukosa. Asam lambung
sendiri mempunyai pH 1. Sphincter pyloric mengkontrol makanan bergerak masuk dari
lambung ke duodenum.
Usus halus dimulari dari sphincter pyloric sampai dengan proximal usus besar.
Sekresi dari pancreas dan hati membuat chime menjadi tekstur yang semiliquid. Disini
terjadi poses absorbsi nutrient dan produk-produk lain. Segemen dari usus halus sendiri
terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum memiliki panjang 25 cm dan diameter
5 cm.
Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian cecum, colon, rectum dan
anal canal (anus). Sedangkan colon terdiri dari segmen colon ascenden, transversal,
descenden dan sigmoid. Fungsi primer dari usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati diperdarahi kurang lebih 1450 ml
permenit atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu pertama
metabolisme,karbohidrat (glycogensis - glucosa menjadi glycogen), (glycogenolysis -
glycogen menjadi glucosa), (gluconeogenesis - pembentukan glukosa dari asam amino dan
asam lemak), metabloisme protein (sintesis asam -asam amino nonesential, sintesis protein
plasma, sintesis faktor pembekuan, pembentukan urea dari NH3 diman NH3 merupakan
hasil akhir dari asam amino dan aksi dari bakteria terhadap protein di kolon), detoxifikasi,
metabolisme steroid ( ekskresi dan conjugasi dari kelenjar gonad dan adrenal steroid).
Fungsi ke dua adalah sintesis bilirubin, fungsi ketiga adalah sistem pagosit mononuklear
oleh sel kupffer dimana terjadi pemecahan sel darah merah, sel darah putih, bakteri dan
partikel lain, memecah hemoglobin dari sel darah merah menjadi bilirubin dan biliverdin.
Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin. Fungsi endokrin sel beta pankreas
mensekresi pankreas dan mempunyai fungsi regulasi level glukosa darah. Fungsi eksokrin
dimana kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana enzym pancreas itu lipase dan
amylae yang dikeluarkan ke usus halus.
Empedu menghasilkan getah-getah empedu sebanyak 30-60 ml dimana komposisi
nya 80% air, 10% bilirubin, 4-5% phospholipid dan 1% kolesterol.
Peritoneum merupakan pelindung dari hati, spleen, lambung, dan usus. Memiliki
membran semipermeabel, memiliki reseptor nyeri dan memiliki kemampuan proliferatif
celuluar proteksi. Peritoneum permeabel terhadap cairan, elektrolit, urea dan toksin.
Rongga peritoneum ini pada bagian atas dibatasi oleh diafragma, bagian bawah oleh
pelvis, bagian depan oleh dinding depan abdomen, bagian lateral oleh dinding lateral
abdomen dan bagian belakang oleh dinding belakang abdomen serta tulang belakang.
Ketika bernafas khususnya padasaat ekspirasi maksimal otot diafragma naik ke atas
setinggi kira-kira interkostal ke 4 min klavikula (setinggi papila mamae pada pria) sehingga
adanya trauma thoraksperlu dicurigai adanya trauma abdomen pada sisi kiri hepar, dan sisi
kanan pada lien.
Organ-organ di intra abdomen dibagi menjadi organ intra peritonealdan organ ekstra
peritoneal. Organ intraperitoneal terdiri dari hepar, lien, gaster, usus halus, sebagian besar
kolon. Organ ekstra peritoneal terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, duodenum, rektum, vesika
urinaria, dan uterus (walaupun cenderung aman karena terlindung oleh pelvis). Sedangkan
dari jenisnya organ-organ di rongga abdomen ini dipilah menjadi organ solid (hepar dan lien)
dan organ berlumen (gaster, usus halus, dan kolon).
B. Pengertian
Perinonitis Generalisata adalah suatu proses inflamasi local atau menyeluruh pada
peritoneum ( membrane serosa yang melapisi rongga abdomen dan menutupi visera
abdomen ) yang terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran
cerna, atau dari luka tembus abdomen yang tersebar luas pada permukaan Peritoneum.

C. Etiologi dan Klasifikasi


Peritonitis dapat digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan dari penyebabnya :
1. Peritonitis Primer (Spontaneus)
Disebabkanolehinvasihematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga
peritoneum. Banyak terjadi pada penderita :
- sirosis hepatis dengan asites
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis
- benda asing dari luar
2 . Peritonitis Sekunder
Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intra peritoneal seperti :
a. Iritasi Kimiawi
Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar, lien, kehamilan
extra tuba yang pecah.
b. Iritasi Bakteri
Perforas ikolon, usus halus, appendix, kista ovari pecah, ruptur buli dan ginjal.
c. Iritasi tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman,Dan akibat
tindakan operasi sebelumnya

D. Manifestasi Klinis
Pada gejala akan didapatkan berupa nyeri perut hebat (nyeri akan menyeluruh pada
seluruh lapangan abdomen bila terjadi peritonitis generalisata), mual muntah, dan demam.
Namun gejala yang timbul pada setiap orang dapat sangat bervariasi. Pada gejala lanjutan,
maka perut menjadi kembung, terdapat tanda-tanda ileus sampai dengan syok. Serta
hipotensi.
 Nyeri abdomen kuat
 Nyeri tekan (+)
 Demam tinggi
 Kedaan umum jelek

E. Patofisiologi
Reaksi awal keradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa diikuti
terbentuknya nanah dan perlekatan-perlekatan fibrinosa untuk melokalisisr infeksi. Bila
infeksi mereda, perlekata akan menghilang, tetapi bila proses akan berlanjut terus maka
pita-pita perlengketan peritoneum akan sampai ke bagian lengkung usus ataupun organ-
organ. Eksudasi cairan dapat berlebihan hingga menyebabkan dehidrasi yang terjadi
penumpukan cairan di rongga peritoneal. Cairan air dan elektrolit akan masuk ke dalam
lumen usus dan menyebabkan terbentuknya sekuestrasi. Dengan disertai perlekatan-
perlekatan usus, maka dinding usus menjadi atonia. Atonia dinding usus menyebabkan
permeabilitas dinding usus terganggu mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
oliguri. Sedangkan perlekatan-perlekatan menyebabkan ileus paralitik atau obstruksi. Ileus
menyebabkan kembung, nausea, vomitting, sedangkan reaksi inflamasi menyebabkan
febris. Keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara
perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi
usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
 leukositosis
 hematocrit yang meningkat (hemokonsentrasi)
 metabolic asidosis
2. Foto sinar x
Adanya dilatasi usus halus dan usus besar. Udara bebas dapat terlihat pada kasus
Perforasi
3. USG (Ultrasonografi)
G. KOMPLIKASI
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang
menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal ginjal.
2. Abses peritonea
3. Sesak
Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan bernafas.
4. Sepsis

H. Penatalaksanaan Medis
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan di kontraindikasikan karena
syok dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena
untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan
melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah
dan perbaikan dapat diupayakan.
3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti
apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor  adalah
insisi dan drainase terhadap abses.

DEFINISI CIDERA OTAK BERAT (COB)


Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital
ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang menimbulkan kerusakan  kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury Assosiation of America, 2016). Sedangkan menurut
Brunner dan Suddarth (2001), cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi
akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek
sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 2005).

ETIOLOGI
Cedera otak dapat disebabkan oleh trauma pada kepala akibat benda tumpul dan
benda tajam. Adapun mekanisme terjadinya cedera kepala berdasarkan terjadinya
benturan terbagi menjadi beberapa menurut Nurarif dan Kusuma (2013), yaitu:
a. Cedera akselerasi
Jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak (seperti kepala
tertembak peluru)
b. Cedera deselerasi
Kepala yang membentur objek diam (seperti kepala yang membentur kaca mobil saat
kecelakaan lalu lintas)
c. Cedera akselerasi-deselerasi
Terjadi pada kecelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh dan
kendaraan yang berjalan
d. Cedera coup-counter coup
Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang intracranial dan
menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan yang terbentur dan area
yang pertama terbentur
e. Cedera rotasional
Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang
mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan neuron yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam tengkorak.
Gambar 3. Penyebab Cedera Kepala

TANDA DAN GEJALA


Tanda gejala yang muncul pada cidera kepala diantaranya gangguan kesadaran,
konfusi, abnormalitas pupil, perubahan tanda vital, kejang otot, sakit kepala, kejang
(Smeltzer dan Bare, 2002). Manifestasi klinis lain yang biasa timbul pada kasus cedera
kepala di antaranya :
a. Hilangnya kesadaran.
b. Perdarahan dibelakang membrane timpani
c. Ekimosis pada periorbital
d. Mual dan muntah.
e. Pusing kepala.
f. Terdapat hematom.
Bila fraktur mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorhea) bila fraktur tulang temporal.

DEFINISI EPIDURAL HEMATOMA (EDH)


Epidural hematoma adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak
dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media
yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu
sangat berbahaya.
Epidural hematoma adalah hematom antara durameter dan tulang, biasanya
sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media.
ETIOLOGI
Epidural hematom terjadi karena laserasi pembuluh darah yang ada di antara
tengkorak dan duramater akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti
kecelakaan kendaraan, atau tertimpa sesuatu. Sumber perdarahan biasanya dari laserasi
cabang arteri meningen, sinus duramatis, dan diploe.

Manifestasi Klinis
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang
telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan edh antara lain:
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma.
2. Perubahan tanda vital. Biasanya kenaikan tekanan darah dan bradikardi.
3. Nyeri kepala yang hebat
4. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga.
5. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
6. Gangguan penglihatan dan pendengara.
7. Kejang otot.
8. Mual.
9. Pusing.
10. Muntah.
11. Berkeringat.
12. Sianosis / pucat.
13. Pupil anisokor yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
14. Susah bicara.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.  
b. Riwayatkesehatan
 Keluhanwaktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah, demam,
sakit kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang, turgor kulit jelek,
keadaan umum lemah.
 Riwayatkesehatan yang lalu : Pernahmenderita vomiting atautidak 
 Riwayatkesehatankeluarga : Apakah anggota keluarga pernah
menderita penyakit seperti pasien
c. Pemeriksaanfisik  
 Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi
Inspeksi
 Kepala :Keadaanrambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga dan
leher . Tidak berpengaruh atau normal
 Genetalia : Tidakada perubahan
 Abdomen: biasanyaterjadipembesaranlimfa,perutkembung, nyeri
Auskultasi : peristaltic usus menurun,
Perkusiabdomen :hipersonor 
 B1 (Breath)
Klien dengan peritonitis bisanya menampakkan gejala dispneu, nafas dangkal
dan cepat, Ronchi (-), whezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus tidak ada gerakan
tertinggal.
 B2 (Blood)
Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan darah
(pre syok), perfusi dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak
pada lapang paru kiri ICS 3-5, iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
 B3 (Brain)
Klien nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran, convulsion
(-), pupil isokor, lateralisasi (-).
 B4(Bladder)
Kliennampakmengalamipenurunan nafsu makan dan minum,
oliguri,distensi/retensi (-).
 B5 (Bowel)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen nampak
distended, bising usus dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB,
kliennampakmualdanmuntah.
 B6 (Bone)
Klien dengan peritonitis biasanya nampak letih dan lesu, klien nampak
bedrest, mengalamipenurunanmasadankekuatanotot.

2. Pengkajian primer
a. Airway
Menilaiapakahjalannafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan nafas berupa secret,
lidah jatuh atau benda asing  
b. Breathing
Kajipernafasanklien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan nilai berapa frekuensi
pernafasan klien per menitnya.
c. Circulation
 Nilaisirkulasidanperedaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji keseimbangan cairan
dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji ou tput dan intake klien.
d. Disability
Menilaikesadarandengancepat dan akurat. Hanya respon terhadap nyeri atau sama
sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan GCS, adapun cara yang cukup
jelas dan cepat adalah : A: Awakening V: Respon Bicara P: Respon Nyeri U: Tidak
Ada Nyeri
e. Exposure
Lepaskanpakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat diketahui kelaianan
yang muncul, pada abdomen akan tampak distensi sebagai akibat  perubahan
sirkulasi, penumpukancairandanudara yang tertahandilumen.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan rumusan
diagnose keperawatan menurut SDKI (2016) antara lain
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
c. Hipertermia b.d dehidrasi.
d. Resiko infeksi b.d penyakit kronis.
C. INTERVENSI
1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam tingkat nyeri
menurun, dengan kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun (5)
2. Meringis menurun (5)
3. Gelisah menurun (5)
4. Kesulitan tidur menurun (5)
5. Frekuensi nadi menurun (5)

Intervensi :
 Manajemen nyeri
 Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
 Terapeutik
4. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
5. Control lingkungan yang memperberat nyeri
6. Fasilitasi istirahat tidur
 Edukasi
7. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgesik

 Pemberian Analgesik
 Observasi
1. Identifikasi riwayat alergi obat
2. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic dengan tingkat keparahan nyeri
3. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesic
4. Monitor efektifitas analgesic
 Terapeutik
5. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai analgesic optimal,
jika perlu
6. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respons pasien
7. Dokumentasikan respon terhadap afek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
 Edukasi
8. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
 Kolaborasi
9. kolaborasikan pemberian dosis dan jenis analgesic, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Dewanto, George et.al.2015.PanduanPraktis Diagnosis & Tata LaksanaPenyakitSaraf.
Jakarta :EGC
Ginsberg, L. 2016. Lecture Notes NeurologiEdisiKedelapan; alihbahasa Indah Retno; editor
amaliasafitridanRinaAstikawati.Jakarta :Erlangga
Muttaqin, Arif. 2008. AsuhanKeperawatanKlienDenganGangguanSistemPersarafan.
Jakarta :SalembaMedika
Nanda international. 2015. Nursing Diagnoses Definitions And Classification 2012-2014.
Oxford :wiley-blackwell
Oman, Kathlen et.al.2015.PanduanBelajarKeperawatanEmergensi; alihbahasa, Andry
Hartono; editor edisibahasaindonesia, NurMeitySulistyaAyu. Jakarta : EGC
Smeltzer, Bare. 2015. BukuAjarKeperawatanMedikalBedah, Brunner &Suddarth, Edisi
8.Jakarta : EGC
Tarwoto. 2009. KeperawatanMedikalBedahGangguanSistemPersarafan. Jakarta :
CV.Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai