Dosen Fasilitator:
Nur Chabibah, S.Si., M.Si.
Oleh Kelompok 4
Nama Kelompok :
1. Asih Rohani NIM. 1711005
2. Edy Ernawan NIM. 1711011
3. Ratna Dewi Wulansari NIM. 1711026
4. Siti Fatmawati NIM. 1711029
5. Siti Harri S. NIM. 1711030
6. Siti Winarni NIM. 1711031
7. Raden M. Arifin NIM. 1711044
8. Ari Sunarti NIM. 1711046
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan hidayah-
Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kelompok
kesehatan penyelaman dan hiperbarik ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukannya.
Penulis
ii
3
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan..................................................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................. 3
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan.................................................................................................44
5.2 Saran.......................................................................................................44
Daftar Pustaka....................................................................................................
Lampiran............................................................................................................
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
ketika ada benda yang memerangkap udara di telinga luar, yang menyebabkan
baik peningkatan tekanan yang berlebihan atau kekosongan di dalam rongga udara
yang terperangkap. Barotrauma telinga tengah terjadi ketika seorang penyelam
tidak dapat menyeimbangkan tekanan udara di telinga tengah dengan tekanan air
di sekitarnya. Barotrauma telinga dalam terjadi karena ketidakmampuan untuk
menyeimbangkan tekanan di dalam telinga. Apabila kondisinya parah, mungkin
akan ada perdarahan di belakang gendang telinga.
1. Klasifikasi
Ada 3 tipe Barotrauma Telinga, tergantung pada bagian telinga mana: luar,
tengah, dan dalam. Barotrauma Telinga yang paling umum terjadi adalah
barotrauma telinga tengah.
1. Barotrauma telinga luar terjadi ketika ada benda yang memerangkap udara
di telinga luar, yang menyebabkan baik peningkatan tekanan yang
berlebihan atau kekosongan di dalam rongga udara yang terperangkap.
2. Barotrauma telinga tengah terjadi ketika seorang penyelam tidak dapat
menyeimbangkan tekanan udara di telinga tengah dengan tekanan air di
sekitarnya.
3. Barotrauma telinga dalam terjadi karena ketidakmampuan untuk
menyeimbangkan tekanan di dalam telinga. Apabila kondisinya parah,
mungkin akan ada perdarahan di belakang gendang telinga.
2. Etiologi
Barotrauma paling sering terjadi pada perubahan tekanan yang besar seperti
pada penerbangan, penyelaman misalkan pada penyakit dekompresi yang dapat
menyebabkan kelainan pada telinga, paru-paru, sinus paranasalis serta emboli
udara pada arteri yang dimana diakibatkan oleh perubahan tekanan yang secara
tiba-tiba, misalkan pada telinga tengah sewaktu dipesawat yang menyebabkan
tuba eustacius gagal untuk membuka. Tuba eustacius adalah penghubung antara
telinga tengah dan bagian belakang dari hidung dan bagian atas tenggorokan.
Untuk memelihara tekanan yang sama pada kedua sisi dari gendang telinga yang
intak, diperlukan fungsi tuba yang normal. Jika tuba eustakius tersumbat, tekanan
udara di dalam telinga tengah berbeda dari tekanan di luar gendang telinga,
menyebabkan barotrauma.
6
3. Patofisiologi
Bumi diselubungi oleh udara yang disebut Atmosfer Bumi.atmosfer itu
terbentang mulai dari permukaan Bumi sampai keketinggian 3000 km. Udara
tersebut mempunyai massa, dan berat lapisan udara ini akan menimbulkan suatu
tekanan yang disebut tekanan udara. Makin tinggi lokasi semakin renggang
udaranya, berarti semakin kecil tekanan udaranya. Sehingga pinggiran Atmosfer
Bumi tersebut akan berakhir dengan suatu keadaan hampaudara. Lihat Tabel 1.
Ukuran tekanan gas : mm Hg, mm H2O , Atmosfir (Atm) ,PSI (Pound per Square
Inch), Torr ,Barr dsb.
Tabel 1. Tekana Udara pada ketinggian tertentu
Ketinggian Tekanan udara
0 km 1 atm
16 km 0,1 atm
31 km 0,01 atm
48 km 0,001 atm
64 km 0,0001 atm
Tabel 2. Tekanan Udara & volume gas pada kedalaman tertentu di Bawah air
Depth Pressure Gas vol. Density
0 1 atm 1 1x
33 2 atm 1/2 2x
66 3 atm 1/3 3x
99 4 atm 1/4 4x
Telinga
tengah
merupakan
suatu rongga tulang
8
dengan hanya satu penghubung ke dunia luar, yaitu melalui tuba Eustachii. Tuba
ini biasanya selalu tertutup dan hanya akan membuka pada waktu menelan,
menguap, Valsava maneuver. Valsava maneuver dilakukan dengan menutup mulut
dan hidung, lalu meniup dengan kuat. Dengan demikian tekanan di dalam pharynx
akan meningkat sehingga muara dapat terbuka.
Dari skema diatas ini dapat dilihat bahwa ujung tuba dibagian telinga
tengah akan selalu terbuka, karena terdiri dari massa yang keras/tulang.
Sebaliknya ujung tuba di bagian pharynx akan selalu tertutup karena terdiri dari
jaringan lunak,yaitu mukosa pharynx yang sewaktu-waktu akan terbuka disaat
menelan. Perbedaan anatomi antara kedua ujung tuba ini mengakibatkan udara
lebih mudah mengalir keluar daripada masuk kedalam cavum tympani. Hal inilah
yang menyebabkan kejadian barotitis lebih banyak dialami pada saat menurun
dari pada saat naik tergantung pada besamya perbedaan tekanan, maka dapat
terjadi hanya rasa sakit (karena teregangnya membrana tympani) atau sampai
pecahnya membrana tympani.
Barotrauma descent dan ascent dapat terjadi pada penyelaman. Imbalans
tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di
dalam rongga tubuh pada waktu tekanan air bertambah atau berkurang.
Barotrauma telinga adalah yang paling sering ditemukan pada penyelam. dibagi
menjadi 3 jenis yaitu barotrauma telinga luar, tengah dan dalam , tergantung dari
bagian telinga yang terkena. Barotrauma telinga ini bisa terjadi secara bersamaan
dan juga dapat berdiri sendiri. Barotrauma telinga luar berhubungan dengan dunia
luar, maka pada waktu menyelam, air akan masuk ke dalam meatus akustikus
eksternus. Bila meatus akustikus eksternus tertutup, maka terdapat udara yang
terjebak. Pada waktu tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak
mungkin dikompensasi dengan kolapsnya rongga (kanalis akustikus eksternus),
hal ini berakibat terjadinya decongesti, perdarahan dan tertariknya membrana
timpani ke lateral. Peristiwa ini mulai terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air
dan tekanan udara dalam rongga kanalis akustikus eksternus sebesar ± 150 mmHg
atau lebih, yaitu sedalam 1,5 – 2 meter. Barotrauma telinga tengah akibat adanya
penyempitan, inflamasi atau udema pada mukosa tuba mempengaruhi
kepatenannya dan merupakan penyulit untuk menyeimbangkan tekanan telinga
9
tengah terhadap tekanan ambient yang terjadi pada saat ascent maupun descent,
baik penyelaman maupun penerbangan. Terjadinya barotrauma tergantung pada
kecepatan penurunan atau kecepatan peningkatan tekanan ambient yang jauh
berbeda dengan kecepatan peningkatan tekanan telinga tengah.
Barotrauma telinga dalam biasanya adalah komplikasi dari barotrauma
telinga tengah pada waktu menyelam, disebabkan karena malakukan maneuver
valsava yang dipaksakan. Bila terjadi perubahan dalam kavum timpani akibat
barotrauma maka membran timpani akan mengalami edema dan akan menekan
stapes yang terletak pada foramen ovale dan membran pada foramen rotunda,
yang mengakibatkan peningkatan tekanan di telinga dalam yang akan merangsang
labirin vestibuler sehingga terjadi deviasi langkah pada pemeriksaan “Stepping
Test”. Dapat disimpulkan, gangguan pada telinga tengah dapat berpengaruh pada
labirin vestibuler dan menampakkan ketidakseimbangan laten pada tonus otot
melalui refleks vestibulospinal.
Seperti yang dijelaskan di atas, tekanan yang meningkat perlu diatasi
untuk menyeimbangkan tekanan, sedangkan tekanan yang menurun biasanya
dapat diseimbangkan secara pasif. Dengan menurunnya tekanan lingkungan,
udara dalam telinga tengah akan mengembang dan secara pasif akan keluar
melalui tuba eustachius. Dengan meningkatnya tekanan lingkungan, udara dalam
telinga tengah dan dalam tuba eustachius menjadi tertekan. Hal ini cenderung
menyebabkan penciutan tuba eustachius. Jika perbedaan tekanan antara rongga
telinga tengah dan lingkungan sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai
100mmhg), maka bagian kartilaginosa diri tuba eustachius akan semakin menciut.
Jika tidak ditambahkan udara melalui tuba eustachius untuk memulihkan volume
telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan jaringan
didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan. Terjadi rangkaian
kerusakan yang dapat dipekirakan dengan berlanjutnya keaadan vakum relatif
dalam rongga telinga tengah. Mula-mula membrana timpani tertarik kedalam.
Retraksi menyebabkan membrana dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil
sehingga tampak gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gambaran injeksi dan
bula hemoragik pada gendang telinga tengah juga mukosa telinga tengah juga
10
2.1.6 Kompikasi
Komplikasi dari barotrauma telinga antara lain:
2 Ruptur atau perforasi gendang telinga
3 infeksi telinga akut
4 kehilangan pendengaran yang menetap
5 tinnitus yang menetap, dan
6 vertigo.
11
1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien dengan barotrauma adalah
pemeriksaan lab berupa :
1. Analisa Gas darah
Untuk mengevaluasi gradien alveolus-arteri untuk mengetahui terjadinya
emboli gas.
2. Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele
neurologis yang persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
3. Kadar Serum Creatin Phosphokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan
kerusakan jaringan karena mikroemboli.
2. Penatalaksanaan
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada telinga,
pertama-tama yang perlu dilakukan adalah berusaha untuk membuka tuba
eustakius dan mengurangi tekanan dengan mengunyah permen karet, atau
menguap, atau menghirup udara, kemudian menghembuskan secara perlahan-
lahan sambil menutup lubang hidung dengan tangan dan menutup mulut. Selama
pasien tidak menderita infeksi traktus respiratorius atas, membrane nasalis dapat
mengkerut dengan semprotan nosinefrin dan dapat diusahakan menginflasi tuba
eustakius dengan perasat Politzer, khususnya dilakukan pada anak-anak berusia 3-
4 tahun. Kemudian diberikan dekongestan, antihistamin atau kombinasi keduanya
selama 1-2 minggu atau sampai gejala hilang, antibiotic tidak diindikasikan
kecuali bila terjadi perforasi di dalam air yang kotor. Perasat Politzer terdiri dari
tindakan menelan air dengan bibir tertutup sementara ditiupkan udara ke dalam
salah satu nares dengan kantong Politzer atau apparatus senturi; nares yang lain
ditutup. Kemudian anak dikejutkan dengan meletuskan balon ditelinganya, bila
tuba eustakius berhasil diinflasi, sejumlah cairan akan terevakuasi dari telinga
tengah dan sering terdapat gelembung-gelembung udara pada cairan.
Untuk barotrauma telinga dalam, penanganannya dengan perawatan di
rumah sakit dan istirahat dengan elevasi kepala 30-400. Kerusakan telinga dalam
12
Sudden Deafness adalah penyakit tuli atau tidak mendengar yang terjadi
secara tiba-tiba, hal ini bisa terjadi karena infeksi (panas terlebih dahulu),
bunyi-bunyian yang keras atau penyebab lain yang tidak diketahui.
Dengan melakukan terapi hiperbarik oksigen dapat segera sembuh atau
terhindar dari tuli permanen.
4. Manfaat Lain dari Terapi Hiperbarik Oksigen
a. Keracunan gas CO2.
b. Cangkokan kulit.
c. Osteomyelitis.
d. Ujung amputasi yang tidak sembuh.
e. Rehabilitasi paska stroke.
f. Alergi.
bila batas elastisitas paru terlampaui, maka mengakibatkan ruptura paru (Burst
lung). Menurut Edmond cs, ada 4 kemungkinan akibat dari barotrauma paru
waktu ascend yaitu kerusakan jaringan paru, emfisema surgikalis, pneumothorax,
dan emboli udara
Pada kerusakan jaringan paru, terapi utama yang digunakan adalah
inhalasi oksigen 100% agar tercapai kadar gas yang memadai dalam sistem arteri.
Penggunaan terapi oksigen hiperbarik sebaiknya dihindari apabila tidak mutlak
diperlukan, karena dapat memperluas kerusakan jaringan paru (Riyadi, 2013).
Pada emfisema surgikalis dimana terjadi penyebaran gas ke pembuluh darah
besar, jalan nafas dan bahkan bisa ke mediastinum, subkutan, maupun di
pericardium, maka terapi yang diberikan merupakan terapi simtomatis dan dapat
diberikan inhalasi gas oksigen 100% pada tekanan atmosfer (Unsworth, 1973).
Terapi oksigen hiperbarik dapat diberikan apabila terjadi emfisema mediastinalis
yang berat, juga pada emfisema surgikalis yang diikuti dengan adanya emboli
udara (Riyadi, 2013).
Pada pneumothorax terjadi penurunan efisiensi pulmonal dan oksigenasi,
juga penurunan aliran vena akibat dari peningkatan tekanan intra thoracal
(Unsworth, 1973). Terapi untuk pasien dengan pneumothorax adalah dengan
pemberian oksigen secara intermittent tanpa tekanan positif, analgesic, bed rest,
dan fisioterapi. Pneumothorax tidak memerlukan terapi rekompresi / oksigen
hiperbarik, karena dengan terapi rekompresi, pneumothorax akan cepat hilang
gejalanya tetapi pada saat dekompresi, gejala tersebut akan muncul bahkan
memburuk menjadi tension pneumothorax. Apabila indikasi terapi oksigen
hiperbarik mutlak diperlukan, maka boleh dilakukan terapi HBO setelah
pneumothorax nya diterapi terlebih dahulu dengan thoracocentesis (Riyadi, 2013).
Emboli udara merupakan keadaan yang emergency dan membutuhkan
penanganan segera. Terapi rekompresi dengan oksigen hiperbarik mutlak
diperlukan agar gelembung gas dapat larut dan tidak menimbulkan penyumbatan.
Dengan tekanan 6 ATA, ukuran emboli dikurangi menjadi 1/6nya, sehingga dapat
melewati pembuluh-pembuluh darah. Segera setelah gelembung udara tersebut
mengecil, maka diberikan oksigen untuk mempermudah absorpsinya. Apabila
keadaan gawat dan jauh dari tempat yang menyediakan terapi rekompresi, maka
16
3 Potensi Tanda – tanda yang terjadi dari 1. Kolaborasi: Pemberian dekongestan ssi advis dokter sebelum
barotrauma ke barotrauma akan segera ditangani perawatan terapi oksigen hiperbarik
telinga, sinus, dan segera dilaporkan 2. Saat persiapan terapi,instruksikan pasien untuk melakukan valsavah
gigi dan paru – manuver; menelan; mengunyah; menguap; atau memiringkan kepala
paru atau gas 3. Menilai kemampuan pasien dalam beradaptasi terhadap perubahan
emboli tekanan yang cepat
20
serebral b/d 4. Mengingatkan pasien untuk bernafas secara relaks saat terapi HBO
perubahan (terdapat perubahan tekanan)
tekanan udara 5. Konfirmasi pengisian NS pada ET/manset trach sebelum diberikan
didalam ruang tekanan
oksigen 6. Memberitahukan operator bila pasien tidak dapat beradaptasi
hiperbarik terhadap perubahan tekanan
7. Dokumen penilaian
8. Observasi ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap tekanan
(pre,intra,post)
9. Peningkatan kedalaman nafas
10.Observasi tanda pneumothorax (nyeri dada yang tajam, kesulitan
bernafas, gerakan abnormal pada dinding dada, takikardi)
11. Kolaborasi dengan dokter
4 Potensi Tanda dan gejala keracunan akan 1. Penilaian hasil laporan pasien ke dokter hiperbarik mengenai TTV,
toksisitas segera ditangani riwayat penggunaan steroid, aspirin, dosis tinggi vit C
oksigen b/d 2. Memantau pasien selama terapi HBO apakah terdapat gejala
pemberian toksisitas oksigen pada SSP spt: numbness, tingling, dengung di
oksigen 100% telinga, pusing, penglihatan kabur, gelisah, mual, kejang
pada tekanan 3. Merubah ukuran oksigen jika terjadi tanda dan gejala toksisitas
yg meningkat oksigen dan beritahukan pada dokter hiperbarik
4. Observasi tanda toksisitas pada pasien spt: sesak, batuk kering,sulit
bernafas
5 Kecemasan Pasien dapatberadaptasi terhadap 1. Menilai pasien dengan riwayat klaustrofobia
dan ketakutan terapi HBO dalam ruang chamber 2. Observasi kecemasan pasien selama perawatan terapi oksigen seperti
b/d perasaan gelisah dan merasa terjebak
terhadap 3. Menjalin kontak mata dengan pasien
ruangan 4. Meyakinkan keamanan pasien
tertutup 5. Dokumentasi hasil
21
chamber
6 Rasa sakit yg Pasien merasa nyeri berkurang 1. Observasi rasa sakit yg dirasakan pasien selama terapi HBO
berkaitan 2. Kolaborasi pemberian analgesik serta keefektifannya dan
dengan dokumentasikan
masalah medis 3. Bantu reposisi pasien untuk kenyamanan
7 Ketidaknyama Pasien akan mentolerir suhu pada 1. Menilai kenyamanan pasien dengan kelembapan dan suhu
nan b/d ruangan 2. Menawarkan tindakan kenyamanan pasien misalnya selimut
perubahan
suhu pada
chamber HBO
perfusi neurologis segera mendapatkan 2. Memantau dan mendokumentasikan fungsi motorik dan sensorik
jaringan penanganan pasien
serebral b/d 3. Berikan dukungan emosional
keracunan CO, 4. Kolaborasi dengan dokter hiperbarik bila terdapat perubahan yang
dekompresi,ga signifikan
s emboli
12 Potensi Perasaan mual dan muntah pasien 1. Menilai keluhan mual
perubahan dapat berkurang 2. Menjaga jalan nafas untuk mencegah aspirasi
kenyamanan 3. Beritahu dokter jika pasien mual
cairan dan 4. Kolaborasi pemasangan NGT bila ada indikasi
elektrolit b/d
mual muntah
13 Pemeliharaan Pasien/keluarga melaporkan gejala 1. Menilai untuk defisit pengetahuan yang berkaitan dengan patologi
kesehatan b/d post terapi HBO yang mendasari
defisit 2. Diskusikan dengan pasien tentang kebutuhan keluarga termasuk
pengetahuan biaya
untuk 3. Mendiskusikan tentang cara pemeliharaan penyembuhan luka
manajemen 4. Mendiskusikan tentang cara pemeliharaan dekompresi,
luka kronis,
pembatasan
penyakit
dekompresi
lebih lanjut
23
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
24
24
sejak pukul 08.00 WIB. Tn. K merasa sesaat setelah menyelam terasa sakit,
seperti tertekan, berdengung, terasa buntu, dan pendengaran berkurang. Pada
saat itu Tn. K menyelam dengan kondisi pilek. 1 jam setelah kejadian,
keluhan tidak berkurang, kemudian merasa ada air keluar dari telinga kanan.
Nyeri dirasakan berkurang tetapi pendengaran dan rasa buntu ditelinga tidak
berkurang. Pasien baru pertama kali datang ke Lakesla Surabaya untuk
menjalani terapi oksigen hiperbarik. Pada saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 3 Desember pukul 10.00 WIB pasien mengatakan masih mengeluh
nyeri pada telinga kanan terus menerus denagn skala nyei 5 (1-8), berdengung,
terasa buntu, dan pendengaran berkurang dengan TD 120/90 mmHg, Nadi
60x/menit, Suhu 36,70C, RR 18 x/menit
3. Riwayat alergi :
Obat : ya tidak
Olahraga : ya tidak
25
2. Sistem Pernafasan
a. RR : 22 x/menit
b. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk : produktif tidak produktif
Sekret : - Konsistensi : -
Warna : - Bau : -
c. Penggunaan otot bantu nafas :
d. PCH ya tidak
e. Irama nafas teratur tidak teratur
f. Friction rub : -
g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
h. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler
Tracheal Bronkhial
Ronkhi Wheezing
Crackles
i. Alat bantu nafas ya tidak
Jenis : - Flow : -
j. Penggunaan WSD
- Jenis :-
- Jumlah cairan : -
- Undulasi :-
- Tekanan :-
k. Tracheostomy ya tidak
l. Lain-lain : pergerakan dada simetris, dan suara perkusi sonor
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 120/90 mmHg
b. N : 60 x/menit
c. Keluhan nyeri dada : ya tidak
d. Irama jantung : regular ireguler
e. Suara jantung : normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain
f. Ictus cordis : -
g. CRT : <2 detik
h. Akral : hangat kering merah basah pucat
panas dingin
i. Sirkulasi perifer normal
j. JVP : -
26
k. CVP : -
l. CTR : -
m. ECG & Interpretasi: -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Sistem Persyarafan
a. S: 36, 7 oC
b. GCS : E4V5M6
c. Refleks fisiologis : patella triceps biceps
d. Refleks patologis : babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing : ya tidak
f. Pemeriksaan saraf kranial : tidak dikaji
g. Pupil anisokor isokor Diameter :3mm/3mm
h. Sclera anikterus ikterus
i. Konjungtiva ananemis anemis
j. Istirahat/Tidur : 6-7 Jam/Hari Gangguan tidur : -
k. IVD : -
l. EVD : -
m. ICP : -
n. Nyeri : Iya Tidak
P : nyeri setelah menyelam
Q : seperti tertekan
R ; telinga kanan
S : 5 (1-8)
T : Terus menerus
Masalah Keperawatan : Rasa sakit terkait dengan masalah medis klinis
b/d nyeri telinga
5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genitalia : tidak dikaji
b. Sekret : tidak dikaji
c. Kebersihan meatus uretra :tidak dikaji
d. Keluhan kencing : ada tidak
Bila ada,jelaskan :
e. Kemampuan berkemih
Spontan Alat bantu
Jenis :-
Ukuran :-
Hari ke:-
f. Produksi urine : 1.700 cc/hari
Warna : kuning
Bau : khas urin
g. Kandung kemih : Membesar ya tidak
h. Nyeri tekan : ya tidak
i. Intake cairan oral : 1.700 liter /hari
j. Lain-lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
27
6. Sistem Pencernaan
a. TB : 153 cm BB : 59 kg
b. IMT : 25,2 Interpretasi : Normal (18,5-25,5)
c. Mulut : bersih kotor berbau
d. Membran mukosa : lembab kering stomatitis
e. Tenggorokan :tidak ada masalah pada tenggorokan, tidak ada nyeri telan
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
f. Abdomen : tegang kembung ascites Supel
g. Nyeri tekan : ya tidak
h. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi : -
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain ada tidak
- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi : -
i. Peristaltik : 7 x/menit
j. BAB : 1 x/ hari
k. Konsistensi : keras lunak cair lender/darah
l. Diet : padat lunak cair
m. diet khusus : rendah gula
n. Nafsu makan : baik menurun
o. Porsi makan : habis tidak
p. lain : klien makan sesuai dengan Jenis, Jumlah dan Jadwal (3x dalam 1
hari)
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior :
OD OS
Dapat melihat dengan jelas Visus Dapat melihat dengan jelas
tetapi menggunakan kaca mata tetapi menggunakan kaca mata
Dapat membuka dan menutup Palpebra Dapat membuka dan menutup
mata serta tidak ada edema mata serta tidak ada edema
Normal, ananemis Konjungtiva Normal, ananemis
Jernih, trasnparan, mult Kornea Jernih, trasnparan, mult
Tidak terkaji BMD Tidak terkaji
Reflek pupil baik dan diameter Pupil Reflek pupil baik dan diameter 3
3 mm mm
Bewarna coklat kehitaman Iris Bewarna coklat kehitaman
Jernih Lensa Jernih
Tidak terkaji TIO Tidak terkaji
28
8. Sisitem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : bebas terbatas
b. Kekuatan otot : 5 5
5 5
c. Kelainan ekstremitas : ya tidak
d. Kelainan tulang belakang : ya tidak
Frankel :
e. Fraktur : ya tidak
- Jenis :
f. Traksi : ya tidak
Jenis :
Beban :
Lama pemasangan :
g. Penggunaan spalk/gips : ya tidak
h. Keluhan nyeri : ya tidak
i. Sirkulasi perifer : baik (normal)
j. Kompartemen syndrome : ya tidak
k. Kulit : ikterik sianosis kemerahan
hiperpigmentasi
l. Turgor : baik kurang jelek
m. Luka operasi : ada tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi : -
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain :- ada tidak
- Jumlah :-
- Warna :-
- Kondisi area sekitar insersi: -
n. ROM : menggunakan kursi roda
o. POD : -
p. Cardinal sign : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
29
9. Sistem Integumen
a. Penilaian risiko decubitus :
Aspek yang Kriteria penilaian
dinilai 1 2 3 4 Nilai
Persepsi Terbatas Sangat terbatas Keterbatasan Tidak ada 3
sensori sepenuhnya ringan gangguan
Terus Sangat lembab Kadang2 Jarang basah 4
Kelembaban menerus basah
basah
Bedfast Chairfast Kadang2 Lebih sering 2
Aktivitas
jalan jalan
Immobile Sangat terbatas Keterbatasan Tidak ada 3
Mobilisasi
sepenuhnya ringan keterbatasan
Sangat buruk Kemungkinan Adekuat Sangat baik 4
Nutrisi
tidak adekuat
Bermasalah Potensial Tidak 3
Gesekan &
bermasalah menimbulka
pergesekan
n masalah
Note: pasien dengan nilai total <16 maka dapat dikatakan 19
bahwa pasien berisiko mengalami decubitus (pressure ulcers) Total nilai
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less =
high risk)
b. Warna : -
c. Pitting edema : +/- grade :
d. Ekskoriasis : ya tidak
e. Psoriasis : ya tidak
f. Pruritus : ya tidak
g. Urtikaria : ya tidak
h. Lain-lain : -
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Resiko keracunan
32
oksigen
Penekanan pada
membran tympani
Resiko barotrauma
DO:
Post HBO
1. Mengkaji nyeri klien melalui PQRST dan
respon non verbal setelah terapi
2. Mengajarkan klien teknik relaksasi dan
distraksi
3. Kolaborasi pemberian Analgesik
4. Dokumentasi kegiatan
Post HBO
1. Kaji kondisi klinis pasien dan pastikan
tidak ada tanda–tanda keracunan oksigen.
2. Beritahukan dokter hiperbarik jika tanda-
tanda dan gejala keracunan oksigen paru
muncul.
Pre HBO
1. Periksa Vital sign dan kondisi kesehatan
3. Resiko barotrauma ke telinga,Tujuan :
pasien
sinus, gigi dan paru-paru b/dSetelah dilakukan asuhan keperawatan2. Sebelum perawatan instruksikan pada
pasien tentang teknik pengosongan telinga,
perubahan tekanan udara di dalamdengan terapi HBO selama 2 jam,
36
ruang oksigen hiperbarik. diharapkan tidak terjadi barotrauma dengan cara menelan, mengunyah, menguap
modifikasi manuver valsava.
telinga, sinus gigi, dan paru-paru, atau
gas emboli serebral dengan
Intra HBO
Kriteria hasil :
1. Kaji kemampuan pasien melakukan teknik
1. Pasien tidak mengeluh nyeri pada pengosongan telinga saat tekanan
telinga, sinus gigi dan paru-paru dilakukan dengan valsava.
2. Tidak ditemukan tanda-tanda2. Lakukan tindakan keperawatan :
barotrauma berupa: a. Ingatkan pasien untuk bernapas dengan
a. Ketidakmampuan untuk normal selama perubahan tekanan,
menyamakan telinga, nyeri b.Beritahukan operator ruang multiplace
telinga, dan telinga berdarah jika pasien tidak dapat menyesuaikan
b. Kecepatan dan kedalaman persamaan tekanan.
napas meningkat 3. Monitor secara berkelanjutan untuk
c. Nyeri dada yang tajam napas mengetahui tanda-tanda dan gejala
cepat dan abnormalitas gerak barotrauma termasuk:
a. Ketidakmampuan untuk menyamakan
dada. telinga, atau sakit di telinga dan / atau
sinus (terutama setelah pengobatan awal,
dan setelah perawatan berikutnya)
b.Peningkatan kecepatan dan / atau
kedalaman pernafasan
c. Tanda dan gejala dari pneumotoraks,
termasuk:
1) Tiba-tiba nyeri dada tajam
1) Kesulitan, bernafas cepat
37
Post HBO
1. Kaji kondisi pasien dan pastikan tidak ada
tanda – tanda Barotrauma.
2. Dokumentasi kegiatan
38
BAB 4
REVIEW JURNAL
Jurnal Terlampir
39
PICO URAIAN
Problem Jumlah sampel : Semua penyelam tradisional (74 orang)
Tempat : desa Bangsring dan Bengkak, kecamatan Wongsorejo, Kabupaten
Banyuwangi
Masalah yang muncul : Dari 74 populasi didapatkan 24 orang mengalami barotrauma dan 50
orang tidak mengalami barautroma, sehingga tidak terdapat pengaruh yang
signifikan kedalaman dan lama menyelam terhadap perubahan pendengaran pada penyelam
tradisional yang mengalami barotrauma telinga.
Intervention Melakukan anamnesis, pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok serta audiometri pada penyelam
tradisional sebelum melakukan penyelaman. Selanjutnya peneliti mengamati/mencatat lama
penyelaman secara kumulatif selama 6 jam dan kedalaman penyelaman serta isyarat adanya
kecurigaan terjadi barotrauma telinga pada penyelam.
Comparison Populasi penelitian adalah penyelam tradisional, sedangkan populasi terjangkau adalah semua
penyelam tradisional di kawasan penelitian.
Outcome 1. Kedalaman maupun lama menyelam tidak berpengaruh terhadap ambang pendengaran
penyelam tradisional (penyelam dengan alat bantu selam kompresor udara) yang mengalami
barotrauma telinga. Barotrauma telinga yang terjadi sebagian besar merupakan jenis
barotrauma telinga tengah, yang didapatkan pada 24 orang dari 74 orang penyelam (32,4%).
Derajat barotrauma berdasarkan pemeriksaan telinga adalah derajat 0 (12,5%), derajat I
(75%) dan derajat II (12,5%).
41
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Barotrauma telinga adalah kerusakan jaringan telinga akibat ketidak-
mampuan menyamakan tekanan ruang telinga tengah dengan lingkungan.
Perubahan tekanan relatif terbesar selama menyelam terdapat di dekat permukaan
(Prasetyo et al, 2012). Barotrauma dapat terjadi pada telinga, wajah (sinus), dan
paru, dalam hal ini bagian tubuh yang memiliki udara di dalamnya. Barotrauma
telinga merupakan cedera penyelaman yang umumnya lebih banyak terjadi pada
penyelam pemula sebagai akibat pemakaian teknik ekualisasi tekanan telinga
tengah yang tidak benar. Informasi yang benar tentang teknik ekualisasi tekanan
telinga tengah harus diketahui oleh semua penyelam khususnya pada penyelam
pemula
Terapi oksigen hiperbarik atau Hyperbaric Oxygen Therapy (HBOT)
adalah terapi dimana pasien berada dalam suatu ruangan udara bertekanan tinggi
(hyperbaric chamber) dan menghirup 100% oksigen yang mana tekanan oksigen
tersebut lebih tinggi daripada tekanan udara atmosfir (hingga mencapai 2,4 ATA)
(Oktaria, 2009).
Terapi HBO diberikan pada pasien dengan penyakit penyelaman seperti
dekompresi, barotrauma serta penyakit klinis yang berhubungan dengan asupan
oksigen dalam darah seperti diabetes dengan gangrene atau ulkus diabetikum dan
luka bakar.
5.2 Saran
Semua penyelam beresiko mengalami barotrauma, dimana barotrauma
adalah penyebab kematian utama saat melakukan scuba diving. Untuk itu ada
beberapa hal yang bisa dilakukan agar hal ini tidak terjadi, yaitu:
1. Jangan pernah menahan nafas di air. Meskipun semua penyelam tahu kalau
mereka tidak boleh menahan nafas dia air, akibat kondisi tertentu akhirnya
banyak penyelam pemula yang melakukannya. Hal tersebut bisa terjadi
saat penyelam panik.
42
DAFTAR PUSTAKA