Anda di halaman 1dari 8

KASUS DI PDAM KABUPATEN

TASIKMALAYA
I. Fenomena yang Terjadi

Laporan auditor atas hasil pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan


perusahaan, merupakan indikator atas penyusunan laporan keuangan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan angka-angka yang ada
dalam laporan keuangan telah disajikan dengan wajar, sehingga dapat
digunakan oleh pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan
ekonomi. Dengan demikian sangatlah penting laporan keuangan yang telah
diaudit oleh yang berhak, bagi pemakai dan pengambil kebijkan atas
perusahaan tersebut. Agar hasil keputusannya tepat, maka laporan keuangan
audited harus tepat waktu tidak terlalu lama keluarnya, sehingga
pengambilan keputusannya cepat. Untuk menunjang itu auditor memegang
peran yang cukup besar dalam proses pengambilan keputusan tersebuut.
Mengingat laporan keuangan yang diterbitkan manajemen perusahaan belum
dipercaya kewajarannya sebelum ada opini dari auditor yang berwenang.
Auditor harus profesional dalam mengerjakan pemeriksanaan atas laporan
keuangan, serta berpedoman pada SPAP. Sehingga tingkat kepercayaan
pemakai atas opini yang dikeluarkan auditor tidak merasa ragu.

Hal tersebut di atas berlaku umum, artinya untuk semua organisasi


baik perusahaan maupun non perusahaan, tidak terkecuali Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM). Dalam kasus ini terjadi pada PDAM di Kabupaten
Tasikmalaya. Suatu kota yang dipenuhi gunung-gunung dan dikenal
dengan kota seribu gunung. Disamping itu banyak sumber-sumber air bersih
disekitar gunung-gunung tersebut, sehingga dapat dibagikan secara merata
ke daerah yang kandungan air bersihnya kurang. Pendistribusian ini
dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sebagai perusahaan
milik pemerintah daerah, PDAM wajib melaporkan hasil yang telah dicapainya
baik keuangan maupun non keuangan kepada Pemerintah Daerah. Khusus
untuk laporan mengenai keuangannya, PDAM diharuskan membuat laporan
keuangan minimal satu tahun sekali. Untuk memberi keyakinan Pemerintah
daerah bahwa laporan keuangan PDAM yang disajikan wajar, maka laporan
keuangan tersebut diharuskan diaudit oleh auditor ekstern.
Untuk menghasilkan laporan keuangan yang baik, maka setiap
tahunnya secara berkala selalu dimonitor oleh Auditor pemerintah, termasuk
teknis pencatatan dan pembuatan laporan-laporan lainnya baik yang
menyangkut keuangan maupun non keuangan, termasuk didalamnya
penerapan pengendalian intern perusahaan. Sebelum tahun 2004 PDAM
Kabupaten Tasikmalaya selalu diaudit oleh Auditor pemerintah dari
Ibukota propinsi. Selain melakukan audit atas kinerja, Auditor pun mengaudit
atas laporan keuangan. Sebagaimana halnya Kantor Akuntan Publik, auditor
pemerintah tsb setiap selesai melakukan general audit, selalu memberikan
opini atas kewajaran laporan keuangan PDAM. Setiap tahun PDAM
memperoleh opini dari auditor pemerintah adalah wajar tanpa pengecualian.

Selama proses audit Sering sekali auditor pulang ke kantornya dengan


alasan kedinasan ataupun keluarga. PDAM setiap auditor keluar kota ataupun
keperluan lain walaupun tidak ada hubungan langsung dengan keperluan
audit, selalu memberikan akomodasi. Tidak heran bila biaya audit selalu
melebihi anggarannya. Memang auditor tidak meminta akomodasi tersebut,
namun mereka juga tidak menolak ketika diberi akomodasi tsb. Setiap tahun
total biaya audit cukup besar bila dibandingkan dengan fee KAP sekarang ini.
Padahal aset PDAM saat itu hanya sekitar10 milyar rupiah, dengan laba
sebesar Rp 500 juta.

Meskipun akomodasi auditor dipenuhi secara maksimal, namun


terbitnya laporan audit sangat lama sekali, padahal laporan keuangan akan
digunakan oleh Pemda untuk menentukan besarnya setoran ke Pemerintah
Daerah. Disamping itu pula digunakan oleh pihak manajemen untuk
menentukan besarnya jasa produksi yang akan diberikan pada karyawan,
sehingga karyawan sangat menunggu laporan audit tersebut. Setiap
tahunnya saat itu rata-rata laporan audit dapat diterima perusahaan sekitar
bulan Juli- Agustus, sehingga hampir termasuk kategori mubadzir. Disamping
itu sering meminta data dengan alasan kekurangan data agar dikirim ke
kantornya. Lama perjalanan dari PDAM Kabupaten Tasikmalaya ke kantornya
dapat memakan waktu 3,5 jam perjalanan. Setelah data tersebut selesai
digunakan, sekitar satu minggu kemudian, harus diambil oleh karyawan
PDAM ke kantor auditor pemerintah tsb. Terkadang ada data yang hilang
terutama yang lembaran-lembaran lepas.

Dari fenomena di atas, terdapat beberapa hal yang dianggap kurang


memperhatikan etika sebagai auditor
1. Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa

2. Menerima pemberian diluar fasilitas audit.

3. Menyuruh karyawan perusahaan mengirim data-data kekurangan ke


kantor Pemeriksa.

4. Menerbitkan laporan audit terlalu lama.

5. Melakukan audit secara terus menerus.

6. Mengeluarkan opini, yang seharusnya memberikan saran perbaikan atas


kinerja perusahaan.

II. Pembahasan

a. Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa.

Dalam kasus ini auditor memberikan jasa lain pada kliennya, yakni
memberikan bimbingan mengenai pencatatan akuntansi dan prosedur-
prosedurnya, serta penilaian pengendalian intern perusahaan. Sehingga
diharapkan akan menghasilkan laporan keuangan yang wajar dan akurat.
Namun pada saat akhir tahun buku, laporan keuangan perusahaan tsb
diaudit pula oleh auditor tsb, dengan opini wajar tanpa pengecualian.

Dari kasus ini menurut hemat saya ada kekhawatiran auditor


melanggar etika profesi dalam kode etik akuntan Indonesia. Dalam kode etik
tsb , tersurat dalam juklaknya sbb; ” Jika seorang akuntan disamping
melakukan audit, juga melaksanakan jasa lain untuk klien yang sama, maka
ia harus menghindari jasa yang menuntut ia melakukan fungsi manajemen
atauu memilih keputusan manajemen, yag tanggungjawabnya terletak pada
dewan direksi dan manajemen”. Dalam kasus ini akuntan yang sama
melakukan jasa lain pada kliennya disamping melakukan pemeriksaan atas
laporan keuangan perusahaan tsb. Sedangkan menurut juklak kode etik
akuntan tsb. Harus memilih salah satu penugasan, dalam hal ini apakah audit
atas laporan keuangan, atau jasa lainnya.

b. Menerima pemberian diluar fasilitas audit.

Dalam kasus ini aditor menerima ” pemberian” dari kliennya yang


tidak termasuk dalam kontrak perjanjian fee audit. Walaupun “pemberian “
tsb tidak secara eksplisit untuk mempengaruhi sikap auditor, namun
dikhawatirkan akan mempengaruhi sikap independen nya. Hal ini
dikhawatirkan melanggar kode etik akuntan Indonesia khususnya Bab V pasal
6 ayat 5. Bab tsb berbunyi sbb: “Dalam melaksanakan penugasan
pemeriksaan laporan keuangan, dilarang menerima imbalan lain selain
honorarium untuk penugasan yang bersangkutan. Honorarium tersebut tidak
boleh tergantung pada manfaat yang akan diperoleh kliennya.” Dalam pasal
tsb jelas bahwa auditor dilarang menerima pemberian apapun dalam
melaksanakan tugasnya. Walaupun klien tidak mengatakan secara langsung
permintaannya, namun hal tsb cukup bisa dimengerti. Jadi dengan demikian
auditor tsb disinyalir memenuhi kategori pelanggaran kode etik
akuntan Indonesia.

c. Membawa bukti pemeriksaan ke kantor Auditor.

Dengan alasan kekurangan data, maka auditor pemeriksa meminta


karyawan klien untuk mengirimkan data-data dan bukti-bukti transaksi ke
kantornya. Jarak tempuh antara perusahaan klien dengan kantor akuntan tsb
sekitar 120 km dengan waktu tempuh perjalan selama 3,5 jam. Hal ini tentu
berisiko data hilang baik di kantor akuntan, maupun di perjalan. Data-data
tsb digunakan di kantor akuntan rata-rata seminggu, untuk diproses. Dari
kasus tersebut terlihat bahwa berkas-berkas yang ada di kantor auditor
khawatir dapat diketahui oleh pihak yang tidak semestinya, atau jatuh ke
tangan pihak yang bukan haknya, sehingga informasi yang rahasia dapat
jatuh ke pihak lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam aturan etika KAP
sbb: “ Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien
yang rahasia tanpa persetujuan klien.”. Hal ini pun diperjelas dalam kode etik
AkuntanIndonesia bab III pasal 4 yang berbunyi: “Setiap anggota harus
menjaga kerahasiahan informasi yang diperoleh dalam tugasnya, dan tidak
boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan informasi tersebut,
tanpa seijin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal itu dikehendaki oleh
norma profesi, hukum atau negara.” Sebaiknya berkas-berkas data tsb tidak
dibawa ke kantor auditor, cukup di kantor klien saja.

d. Menerbitkan laporan audit terlalu lama.

Auditor dalam kasus ini menerbitkan laporan pemeriksanaannya rata-


rata 3-6 bulan. Hal ini jelas akan mengurangi manfaat laporan keuangan
sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pemilik, maupun bagi
manajemen perusahaan, mengingat laporan keuangan merupakan salah satu
alat dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi bagi stakeholders.
Keputusan ekonomi disini yang berdasar pada laporan keuangan yang telah
diaudit diantaranya adalah; pajak penghasilan perusahaan yang harus disetor
ke kas negara, besarnya jasa produksi yang akan didistribusikan, besarnya
setoran untuk PAD, pengukuran kinerja pimpinan perusahaan. 
Tindakan auditor yang lambat dalam pembuatan laporan audit ini,
dikhawatirkan merusak citra auditor itu sendiri, dan juga dapat dikategorikan
kurangnya tanggungjawab kepada klien . Dalam prinsip etika
akuntan Indonesia pada prinsip kedua yakni; kepentingan publik, pada poin
(5) diungkapkan sbb: ” Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya,
anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.” Dengan berdasarkan pada
pernyataan tersebut, maka sikap auditor yang lambat dalam mengeluarkan
laporan auditnya, dapat dikategorikan tidak mentaati etika
akuntan Indonesia khususnya poin lima di atas. Karena tindakan auditor
tersebut akan mengurangi kepercayaan publik pada lembaga pemeriksa, dan
juga pada kualitas, serta profesionalisme pemeriksa. Padahal komponen
kepercayaan publik, profesionalisme, integritas dll, sangat perlu dijunjung
tinggi oleh auditor.

e. Melakukan audit secara terus menerus.

Dalam kasus yang terjadi di PDAM Kabupaten Tasikmalaya ini, sejak


mulai berdiri sekitar tahun 1987 sampai tahun 2004 selalu dilakukan audit
atas laporan keuangan oleh BPKP secara terus menerus. Hal ini beralasan
bahwa PDAM milik pemerintah, dan BPKP mempunyai hak untuk
membimbingnya dan sekaligus memeriksanya. Melakukan audit atas laporan
keuangan dari mulai tahun 1987 sampai tahun 2004 oleh satu institusi
pemeriksa, dikhawatirkan melanggar Keputusan Menkeu Republik Indonesia
nomor : 423/KMK.06/2002, tentang jasa akuntan publik. Meskipun BPKP
bukan akuntan publik, namun dalam kasus ini bertindak seolah-olah sebagai
akuntan publik, yakni memeriksa laporan keuangan dan mengeluarkan opini
atas pemeriksaannya itu. Dalam keputusan Menteri tsb khususnya Bab II
Bagian kedua pasal 6 ayat (4), diungkapkan sebagai berikut : ” Pemeriksaan
jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan
oleh KAP paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh
seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-
turut.” Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI nomor 359/KMK.06/2003
tentang Perubahan Atas Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2002 tentang
jasa akuntan publik, diungkapkan dalam pasal II ayat (1) sbb: ” KAP yang
telah memberikan jasa audit umum untuk 5 (lima ) tahun buku berturut-turut
atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya
keputusan menteri keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas
laporan keuangan entitas tsb samapai tahun buku 2003.” Juga diungkapkan
bagi akuntan publik dalam ayat (2) sbb: ” Akuntan publik yang telah
memberiakn jasa audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut atau
lebih atas laporan laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya
keputusan menteri keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas
laporan keuangan entitas tersebut samapai dengan tahun 2003.” Dengan
demikian sudah jelas bahwa auditor tsb tidak mengindahkan keputusan
menteri keuangan yang mengatur lamanya auditor melakukan audit pada
satu entitas.

f. Mengeluarkan Opini.

Dalam kasus ini yang bertindak sebagai auditor adalah BPKP, yang
merupakan auditor pemerintah, yang mempunyai tugas diantaranya
membimbing dan mengarahkan suatu entitas melaksanakan akuntansi yang
baik yang sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Disamping itu
BPKP juga mempunyai tugas diantaranya menilai kinerja atas suatu entitas di
lingkungan Pemerintah. Jika dilihat dari sebagian tugasnya tersebut, maka
menurut saya jelas bahwa BPKP berhak melakukan audit kinerja atas suatu
entitas di lingkungan Pemerintah baik pusat maupun daerah, untuk
memberikan saran dan perbaikan atas kinerja entitas tersebut. Sehingga
akan selalu memberikan saran dan bimbingan agar entitas mencapai kinerja
yang diharapkan yang pada akhirnya akan memeberikan kesejahteraan baik
secara langsung maupun tidak langsung pada masyarakat sekitarnya. 
Dengan mengeluarkan opini audit layaknya KAP, maka BPKP harus tunduk
pada kode etik akuntan Indonesia dan juga aturan etika kompartemen
akuntan publik, sehingga opini yang dikeluarkan BPKP dapat dipercaya oleh
pemakainya. Oleh karena itu sikap independen dan integritas profesionalisme
BPKP harus mengacu pada aturan kode etik akuntan Indonesia. Hal ini wajar
karena opini yang dikeluarkan BPKP naratifnya sama dengan opini yang
dikeluarkan oleh kantor akuntan publik, juga jenis opininya pun sama, seperti
opini wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, opini tidak
wajar, dan opini tidak memberikan pendapat.

 
KESIMPULAN
Analisis
Sebagai seorang akuntan seharusnya dapat selalu menjaga
kepercayaan publik terhadap profesinya yang memberikan pendapat atas
suatu laporan keuangan yang di audit. Dimana di saat seorang akuntan
melakukan audit, maka publik selalu percaya bahwa akuntan akan selalu
mempertahankan sikap independensi, integritas dan objektivitas sebagi
seorang akuntan yang profesional. Hal tersebut sangat jelas di sebutkan
dalam Standar Profesi Akuntan Publik dan di sebutkan kembali di dalam
aturan etika akuntan publik. Sifat bawaan dari seorang akuntan yang selalu
melekat dimata publik adalah sikap independensinya, sehingga akuntan
sangat dipercaya. Independen berati tidak terpengaruh terhadap apapun dan
menjaga integritas dan objektivitas dalam melakukan tugasnya. Seorang
akuntan harus independen dalam dalam fakta (in fact) maupun dalam
penampilan (in appearance), integritas dan objektivitas juga haruslah
dipertahankan, yang mana harus bebas dari benturan kepentingan (conflict
of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material
misstatment) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan)
pertimbangannya kepada pihak lain.
Dari kasus yang terjadi pada PDAM Kabupaten Tasikmalaya tersebut di
atas, auditor telah melanggar beberapa poin dalam etika akuntan Indonesia
dan etika akuntan publik, juga peraturan menteri keuangan yang mengatur
tentang jasa akuntan publik. BPKP memang berbeda dengan akuntan publik,
namun dalam kasus ini BPKP melakukan hal-hal yang dilakukan oleh akuntan
publik / KAP. Maka sewajarnya BPKP mentaati etika dan aturan yang berlaku
di akuntan publik yang berada di bawah naungan IAI.
Meskipun pemakai laporan keuangan PDAM adalah terbatas, namun
tetap harus mengedepankan keakuratan dan kewajaran. Apalagi sekarang
dengan adanya Permendagri Nomor 2 Tahun 2007, yang isinya antara lain
menyatakan bahwa, laporan keuangan PDAM yang telah diaudit, harus
dimuat dalam media massa, sebagai salah satu aspek good corporate
governance. Hal ini menandakan bahwa agar masyarakat percaya akan
laporan keuangan yang telah diaudit, maka auditor harus benar-benar
menjunjung independensi, profesionalisme dan etika.
Saran
Kasus-kasus tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila seorang
akuntan dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya, mempunyai
pengetahuan, pemahaman dan menerapkan aturan etika secara baik dan
benar. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap
profesional pula, dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan
etika tertentu. Dengan sikap profesionalnya dan memahami aturan etika,
seorang akuntan akan mampu menghadapi berbagai tekanan yang dapat
muncul dari dirinya sendiri ataupun dari pihak luar. Kemampuan seorang
profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga
sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Dalam hal ini, dunia
pendidikan akuntansi juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
perilaku etika akuntan.

Anda mungkin juga menyukai