Anda di halaman 1dari 9

Cara Kelola Masjid Namira

Di Lamongan yang Bikin Takjub


Penulis
Noviyanto Aji
4 September 2017

Masjid Namira Lamongan

Nusantara.news, Lamongan – Dari luar masjid ini tampak seperti


penginapan. Tapi begitu masuk ke dalam, Anda akan dibawa ke suasana Timur
Tengah. Makkah dan Madinah, dua kota ini yang melatarbelakangi
pembangunan masjid Namira di Jalan Raya Raya Mantup, Kilometer 5, Desa
Jotosanur, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Masjid Namira berdiri atas lahan seluas 7.500 meter persegi. Pembangunan
masjid ini tidak ada campur tangan pemerintah, melainkan dibangun oleh orang
asli Lamongan. Pendiri masjid diketahui adalah pasangan suami istri Helmy Riza
dan Eny Yuli Arifah. Ada yang bilang nama masjid diambil dari nama salah
seorang putri Helmy-Eny yakni Ghassani Namira Mirza. Sementara menurut
takmir masjid, nama Namira diambil dari nama salah satu masjid yang ada di
Padang Arofah Arab Saudi.
Helmy Riza dikenal warga Lamongan sebagai pengusaha kaya raya alias tajir
dengan berbagai bisnisnya, dari toko emas, tambak hingga sejumlah SPBU.
Dalam struktur pengurus masjid ini, nama Helmy Riza masuk sebagai ketua
yayasan. Sementara untuk ketua takmir adalah Waras Wibisono, dibantu tiga
orang wakil ketua, masing-masing Sutarjo, Abdul Jalil, dan Ahrian Saifi. Selain
itu, ada dua bendahara dan dua sekretaris.
Kepengurusan masjid juga memiliki tiga bidang. Pertama, bidang idarah yang di
bawahnya terdapat seksi perencanaan, seksi administrasi, dan seksi
dokumentasi. Selanjutnya, ada bidang imaroh yang membawahkan seksi
peribadatan, seksi pendidikan, dakwah, sosial kemasyarakatan, majelis taklim,
perpustakaan, remaja masjid, dan pemberdayaan perempuan.
Terakhir, ada bidang rikyah. Di bawahnya terdapat seksi keamanan, seksi
pemeliharaan bangunan, lingkungan hidup, serta peralatan dan perlengkapan.
Bangunan masjid terbagi menjadi dua bangunan. Bangunan pertama digunakan
untuk taman pendidikan Al Quran, sedangkan bangunan kedua yang diresmikan
pada 2 Oktober 2016, digunakan sebagai tempat salat dan pengajian.
Saat memasuki halaman masjid, pengunjung akan disuguhi halaman parkir
yang luas. Di sebelah bangunan pertama terdapat jalan menuju bangunan
kedua. Memasuki bangunan kedua, kemegahan masjid baru bisa dapat
disaksikan.
Adanya taman-taman yang ditumbuhi bunga aneka warna, dengan hamparan
rumput hijau, dan dilengkapi kolam ikan, tentunya dapat menambah cantik
suasana. Setiap pengunjung akan dibuat betah, terutama anak-anak.

Tama
n dan kolam ikan masjid Namira.
Di dekat area wudhu, terdapat televisi layar datar yang menayangkan agenda-
agenda masjid. Sandal, sarung, mukena tersedia di tempat peminjaman.
Begitu memasuki masjid, kaki akan dimanjakan dengan empuknya karpet yang
membentang dan bau semerbak wangi kontan tercium. Tubuh yang panas
karena terpaan hawa panas akan didinginkan oleh udara dingin menyejukkan.
Dua proyektor dengan layar lebar tersedia di antara lukisan kaligrafi. Bagian
depan mihrab imam terbentang kiswah yang dilindungi kaca. Kaca juga dipilih
menjadi dinding masjid. Nah, dari dalam masjid, lewat dinding kaca inilah bisa
disaksikan pengunjung masjid tengah berswafoto di pelataran masjid.
Pengunjung juga bisa menambah daya untuk telepon genggam karena tersedia
puluhan stop kontak mengitari dinding masjid.
Jika umumnya langit-langit masjid terdapat setengah lingkaran mengikuti
kubah, di masjid ini langit-langitnya rata. Pada bagian langit-langit masjid inilah
terdapat lafaz Allah.
Di dalam masjid juga dapat ditemukan aroma parfum yang didatangkan
langsung dari Arab. Selain itu, aroma parfum yang semerbak di dalam masjid
juga mengingatkan siapapun yang pernah ke tanah suci akan suasana di
Masjidil Haram. Ada tiga macam pengharum dalam satu tempat dan itu
didatangkan dari Arab Saudi. Karpet tebal setiap menjelang Maghrib disemprot
dengan parfum Surati. Pihak yayasan dan takmir ternyata mempunyai konsep
apik, yakni mengcopas suasana di dua kota suci. Benar-benar cantik
penampakan Namira.
Bahkan yang membuat takjub, adanya kain kiswah yang terpasang sebagai
penutup Ka’bah di Makkah. Kain kiswah itu terpasang di depan mihrab imam.
Bekas kain penutup Ka’bah itu asli. Sengaja didatangkan langsung dari Masjidil
Haram. Sementara potongan kiswah berukuran kecil lainnya terbingkai rapi dan
dipajang di dinding masjid. Masing-masing tiga di sebelah kiri dan kanan
mihrab.
Kiswah masjid Namira yang didatangkan langsung dari Masjidil Haram.
Masjid ini juga sangat ramah kepada pengunjung difabel. Beberapa jalur khusus
untuk kursi roda tersedia di akses masuk masjid. Bahkan, beberapa kursi roda
pun disiapkan bagi yang membutuhkan. Termasuk disiapkan beberapa kursi
bagi jamaah yang tidak mampu salat dengan berdiri. Semua fasilitas itu tentu
dapat dimanfaatkan secara cuma-cuma.
Salah seorang jamaah yang biasa beribadah di masjid Namira, Faisol mengaku
senang beribadah di masjid ini karena suasana dan nuansanya yang khas.
Faisol mengaku bisa merasakan suasana beribadah seperti di tanah suci meski
belum pernah ke tanah suci. “Suasana khas dan arsitekturnya mengingatkan
kita akan masjid-masjid di tanah suci,” terangnya.
Sementara jamaah asal Sidoarjo, Mayang mengaku saat rindu Baitulloh, dirinya
bersama keluarga sengaja datang ke Masjid Namira. “Kalau kangen Masjidil
Haram, saya dan keluarga sengaja datang ke masjid ini. Benar-benar bisa
merasakan nuansa Mekkah dan Madinah kalau sudah ada di sini,” jelas Mayang.

Saldo Masjid Nol Rupiah Pertanda Kreatif


Entah dari mana datangnya ide pembangunan masjid Namira. Yang jelas masjid
Namira telah membuat kagum banyak orang. Awalnya, bangunan lama masjid
ini berdiri di atas lahan 0,9 hektare dengan luas bangunan 1.100 meter persegi.
Wakil takmir masjid Namira, Ahrian Saifi membeberkan, bangunan masjid
Namira yang pertama sebelumnya hanya bisa menampung sekitar 500 jamaah.
Namun dengan begitu pesatnya jumlah jamaah yang berdatangan ke Namira,
kemudian dibangun masjid perluasan kedua yang daya tampungnya menjadi 3
kali lipatnya, yaitu di atas tanah seluas 2, 7 hektare dengan luas bangunan
2.750 meter persegi. Pada Ramadan 2017, menurut Ahrian, adalah Ramadan
pertama di lokasi masjid Namira yang baru. Kapasitasnya diklaim mampu
menampung 2.500 jamaah.
Setelah diperluas, bangunan baru masjid mulai digunakan pada 2 Oktober
2016. Bangunan baru itu pertama kalinya difungsikan untuk salat tarawih pada
momen Ramadan 2017. Pasalnya, jumlah jamaah hingga saat ini terus
membeludak sehingga pihak yayasan terdorong untuk membangun masjid lebih
besar.
Tidak diketahui pasti berapa dana yang dibutuhkan untuk membangun masjid
ini, baik bangunan lama maupun baru. Belum lagi biaya untuk membayar gaji
petugas kebersihan dan perawatan masjid. Biaya lain yang tidak kalah besarnya
adalah membeli dan mendatangkan kiswah kakbah tersebut. Termasuk, secara
rutin, takmir masjid harus mengeluarkan dana untuk mendatangkan parfum
langsung dari Arab Saudi yang aromanya memang khas untuk kiswah Ka’bah.

Masjid Namira Lamongan tampak dari atas.

Meski bangunan masjid minimalis, namun pengunjung akan dibuat kaget


dengan tata cara pengelolaan masjid yang “tidak biasa”. Ya, sistem pengelolaan
masjid Namira bagi sebagian orang yang pernah singgah, dinilai sangat
profesional dan layak dijadikan panutan bagi masjid-masjid lain di Indonesia.
Ya, konon menurut kabar yang beredar, biaya perawatan masjid Namira setiap
bulan menghabiskan Rp 200 juta. Ini jika mengacu pada jumlah petugas hingga
untuk keperluan membayar rekening listrik dan untuk kebutuhan air bersih.
Imam di masjid ini sengaja dipilih para penghafal Alquran yang memiliki gaya
bacaan seperti hafiz dari Arab Saudi.
Tapi tahu tidak, jika masjid Namira saldonya selalu kosong. Padahal banyak
jamaah yang datang dan bersedekah. Sementara pengurus masjid mengaku
bangga jika saldonya 0. Wow, kenapa bisa begitu. Di saat banyak masjid di
Indonesia menyimpan dana infak hingga berjuta-juta rupiah, masjid Namira
malah membuat saldonya kosong.
Usut punya usut, menurut pengurus masjid yang enggan disebutkan namanya
mengatakan, uang sedekah jamaah harus kembali ke jamaah. “Kami takmir
malu kalau uang jamaah menumpuk di kotak infaq,” katanya.
  Menurut dia, saldo masjid nol rupiah menandakan takmir kreatif karena selalu
punya program untuk jamaah masjid. Sebaliknya, jika masjid punya saldo
“berlimpah” berarti itu masjid gagal. “Itu berarti takmirnya miskin kreativitas.
Inilah prinsip kami,” seru dia.
Jika masjid-masjid di Indonesia tidak membuka pintunya pada jam-jam
tertentu dengan alasan menjaga keamanan, seperti takut infaq masjid dicuri
orang dan lain sebagainya. Masjid Namira justru kebalikannya. Pintu masjid
malah dibuka selama 24 jam. Para musafir boleh rehat dan tiduran di teras.
Dan bagi yang sedang iktikaf disediakan tenda untuk menginap tidur, dan
makanan sahur bagi yang mau berpuasa.
Seperti pengakuan seorang musafir dari Surabaya, Budi Lesmono, “Saya waktu
itu kemalaman seusai melakukan perjalanan dari Semarang ke Surabaya. Saya
lantas mampir ke masjid (Namira). Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul
01.00. Saya juga sudah kecapekan dan ngantuk. Penginnya sholat malam dan
lesehan. Setiba di masjid, saya pikir tutup tapi ternyata buka selama 24 jam.
Tidak biasanya ada masjid yang membuka pintu 24 jam. Saya juga dapat
istirahat sebelum kembali melanjutkan perjalanan,” terang Budi.

Kursi roda masjid Namira untuk jamaah difabel.

Menurut Budi, di dalam masjid memang terdapat satpam. Tapi tugas satpam
bukan untuk menjaga uang infaq. “Saya pikir siapa yang mau mencuri infaq
masjid, toh memang tidak ada uangnya. Kata satpam itu, percuma kalau
maling masuk masjid Namira, sebab tidak ada yang bisa dicuri. Soalnya masjid
ini tidak ada saldonya,” cerita Budi.
Adapun tugas satpam masjid, lanjutnya, hanya mengamankan orang-orang
sholat saja. Memang saking banyaknya pengunjung yang datang dan ingin
berfoto di sana, keberadaan satpam di sana ditempatkan hanya untuk menjaga
ketertiban dan kekhusyukan waktu sholat saja.
Diakui takmir masjid, Namira sebenarnya memiliki dibanjiri donatur. Setiap
acara-acara bermutu, seperti pengajian, banyak donatur datang dari berbagai
daerah. Dan lagi-lagi, takmir masjid harus berpikir keras bagaimana
menghabiskan uang itu.
“Makin habis makin datang donatur yang lebih besar. Kami hanya ingin agar
sedekah dari jamaah segera berubah jadi pahala. Justru kalau
uangnya ngendon saja, kami sebagai takmir merasa berdosa. Sedekah mereka
terlambat jadi pahala karena belum ada kegiatan yang diwujudkan dari uang
yang kita terima. Makanya motto kami: usahakan saldo bisa nol,” demikian
takmir.

Gerakan Salat Berjamaah Dapat Beasiswa


“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat,
menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk”. (QS At-Taubah: 18)
Ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya salat bagi setiap Muslim. Namun
masih banyak orang yang meremehkan waktu salat. Karena itu takmir masjid
punya trik untuk memakmurkan masjid.
Salah satu terobosan yang dibuat, yakni mendatangkan imam salat, khususnya
salat Tarawih, dari Timur Tengah pada bulan Ramadan 2017 lalu.  “Imam
tersebut dari Mesir dan Makkah, Arab Saudi,” kata Nanang, salah satu takmir
masjid Namira.
Menurut dia, imam dari Mesir bernama Syekh Asron Jabir yang memimpin salat
selama 20 hari pertama bulan Ramadan. Kemudian, dilanjutkan oleh Syekh
Utsman Sholeh Ali dari Makkah untuk 10 hari terakhir Ramadan.
Nanang menjelaskan, didatangkannya imam dari Makkah dan Mesir tersebut
untuk menciptakan magnet bagi jamaah dan menjaga kekhusyukan salat
selama bulan suci Ramadan di Masjid Namira. “Selain itu, diharapkan juga bisa
memberi ilmu bagi jamaah Masjid Namira tentang bacaan ayat suci Alquran
yang benar,” terangnya.

Tempat wudhu masjid yang nyaman dan membuat orang jadi ingin salat.

Menurut dia, takmir dan Yayasan Namira berusaha melayani jamaah agar bisa
menjalankan ibadah secara kusyuk sekaligus memberi ilmu. Sehingga, jamaah
bisa puas menjalankan ibadah sekaligus bisa menambah ilmu keagamaan.
“Selain imam dari Timur Tengah, juga dilibatkan imam dari Lamongan sendiri
maupun luar Lamongan, bahkan nasional,” ungkapnya.
Yang menarik, takmir masjid juga membuat terobosan dengan menggunakan
mesin absensi sidik jari elektronik. Namun, jangan dikira mesin tersebut untuk
absensi para petugas masjid. Mesin sidik jari itu untuk merekam data anak-
anak yang mengikuti program salat berjamaah.
Ya, kreativitas takmir masjid ditunjukkan dengan menggiatkan “Gerakan Anak
Cinta Masjid” melalui “Program Aku Cinta Masjid”.
Program ini untuk merangsang anak agar rajin salat berjamaah.
“Memakmurkan masjid-masjid Allah, itu tujuan kita. Tapi untuk bisa berjalan,
harus ada dorongan,” imbuh Nanang.
Menurut Nanang, untuk setiap anak yang salat berjamaah akan mendapatkan
satu poin. Khusus salat Subuh berjamaah, nilainya dua poin. Bagi yang berhasil
mengumpulkan 90 poin setiap bulan, jamaah akan mendapatkan beasiswa Rp
100 ribu per bulan. Tak hanya itu, 10 peserta dengan poin terbanyak setiap
bulan, akan mendapatkan tambahan beasiswa lagi masing-masing Rp 100 ribu.

Di bagian dalam masjid terdapat aroma parfum yang mengingatkan seseorang


pernah bepergian ke tanah suci. Takmir masjid menggiatkan program “Gerakan
Anak Cinta Masjid”.
Dengan program ini, setiap peserta akan mudah terlihat tingkat kehadirannya
dalam salat berjamaah. Petugas masjid pun tak perlu susah payah mendata
anak yang salat setiap saat karena semua data terekam di mesin sidik jari.
Pada periode Mei 2017 misalnya, berdasar laporan takmir masjid, tercatat ada
102 anak yang mengikuti program ini. Hasilnya, pengumpul poin terbanyak
diraih Rijal Abbad Fakhrillah yang mengoleksi 178 poin. Anak tersebut berhak
atas beasiswa Rp 200 ribu yang sudah diterima pada awal Juni 2017.
Tercatat, ada 10 nama yang masing-masing mendapatkan beasiswa Rp 200
ribu karena mendapat poin terbanyak. Ada pula 14 anak yang poinnya di atas
90 dan berhak atas beasiswa Rp 100 ribu. Sementara untuk peserta yang
mendapat poin 30 hingga kurang dari 90 poin, tetap mendapat beasiswa
masing-masing Rp 50 ribu.
Guna menggiatkan aktivitas salat Subuh berjamaah, masjid ini juga memiliki
Warung Subuh Gratis. Program tersebut berupa menggelar sarapan bersama
setiap Minggu di teras masjid. Jamaah bisa memilih sendiri jenis makanan
kesukaan. Dari nasi bungkus, nasi jagung, lontong sayur, mi instan, aneka
gorengan, hingga minuman teh, kopi, dan susu jahe.
Tidak bisa dipungkiri, masjid Namira memiliki visi sebagai pusat penyatuan
umat dalam ibadah, dakwah, pendidikan, dan manajemen menuju masyarakat
madani. Sementara misinya adalah mengembangkan ibadah dan dakwah,
mengembangkan pendidikan akhlakul karimah, mengembangkan manajemen
masjid, dan mengembangkan fasilitas dan sarana-prasarana. Sementara moto
masjid adalah ikhlas dalam melayani umat dan profesional. Jadi, apakah Anda
tertarik mengelola masjid di lingkungan Anda seperti Masjid Namira?

Anda mungkin juga menyukai