Laporan Praktikum Kerangka Vertikal Vi-A
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal Vi-A
KERANGKA VERTIKAL
(Disusun untuk memenuhi prasyarat mata kuliah Kerangka Vertikal)
Disusun oleh:
Kelompok VI-A
M. Adityo Ragil. S 21110117140005
Mutmainnah Walhikmah 21110117120006
Della Diana Fatmawati 21110117120011
Christman Surbakti 21110117140012
Nugi Pancara 21110117140020
Rahmawati 21110117140025
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan praktikum Kerangka Vertikal ini telah disetujui dan disahkan oleh
Dosen Pengampu Praktikum Kerangka Vertikal Departemen Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Disusun oleh:
Kelompok VI-A
M. Adityo Ragil. S 21110117140005
Mutmainnah Walhikmah 21110117120006
Della Diana Fatmawati 21110117120011
Christman Surbakti 21110117140012
Nugi Pancara 21110117140020
Rahmawati 21110117140025
Semarang, Mei 2019
Mengetahui,
Asisten Praktikum
Sentanu Aji
NIM. 21110116120013
Menyetujui,
Dosen Pengampu Mata Kuliah
Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A i
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat,
taufik, hidayah serta inayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Kerangka Vertikal ini tanpa menemui hambatan yang berarti. Dalam kesempatan
yang baik ini, kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Yudo Prasetyo, S.T., M.T. selaku Ketua Departemen Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
2. Bapak Ir. Sutomo Kahar, M.Si. dan L M Sabri, ST., MT selaku dosen
pengampu mata kuliah Kerangka Vertikal yang telah membimbing kami
dalam penyusunan laporan ini.
3. Sentanu Aji selaku asisten praktikum mata kuliah Kerangka Vertikal yang
telah membimbing kami dalam penyusunan laporan ini.
4. Seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyusun laporan
praktikum Kerangka Vertikal yang tidak dapat kami sebutkan namanya
satu persatu.
Kami sadar bahwa laporan yang kami susun masih sangat jauh dari
sempurna, oleh karena itu masukan dan kritikan yang bersifat membangun sangat
kami harapkan sebagai acuan agar menjadi lebih baik lagi. Terima kasih.
Penyusun
Kelompok VI-A ii
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Kelompok VI-A iv
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
DAFTAR GAMBAR
Kelompok VI-A v
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
DAFTAR LAMPIRAN
Kelompok VI-A vi
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Umum
Pada era globalisasi seperti saat ini segala sesuatunya tentu berkembang
sangat pesat dan menjadi lebih mudah. Perkembangan tersebut mencakup segala
bidang, tak terkecuali dalam bidang pengukuran.
Teknik geodesi merukapan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari tentang
pengukuran dan pemetaan. Dalam hal ini tentunya dibutuhkan suatu metode yang
praktis dengan bantuan alat untuk mempermudah para ahli geodet guna untuk
menyelesaikan segala masalah dalam hal pengukuran dan pemetaan.
Perkembangan teknologi dalam bidang Geodesi sangat pesat, seperti contoh
pengukuran kerangka vertikal guna untuk mendapatkan tinggi dari suatu titik yang
kemudian akan dipergunakan untuk mengetahui kontur dari suatu daerah yang
akan dipetakan.
Pengukuran sipat datar atau levelling bertujuan untuk menentukan beda
tinggi antara titik-titik di atas permukaan bumi. Tinggi suatu obyek di atas
permukaan bumi ditentukan dari suatu bidang referensi, yaitu bidang yang
dianggap ketinggiannya nol. Bidang ini dalam Geodesi disebut bidang geoid,
yaitu bidang equipotensial yang berimpit dengan permukaan air laut rata-rata
(mean sea level). Bidang equipotensial juga disebut bidang nivo, dimana bidang
ini selalu tegak lurus dengan arah gaya berat dimana saja dipermukaan bumi
(Basuki, 1993). Metode sipat datar prinsipnya adalah mengukur tinggi bidik alat
sipat datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur. Sehingga saat ini,
pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis masih
merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Ketelitian kerangka
dasar vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi
hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang (Basuki, 1993).
Tujuan dari pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua
titik. Beda tinggi h diketahui antara dua titik a dan b, sedangkan tinggi titik A
diketahui sama dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari titik A, maka tinggi titik B,
Hb = Ha + h yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A dan titik B adalah
jarak antara dua bidang nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo
Kelompok VI-A 1
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
adalah bidang yang lengkung, tetapi jika jarak antara titik-titik A dan B dapat
dianggap sebagai bidang yang mendatar (Pickr,Zool, 2013)
Tinggi titik pertama (h1) dapat didefinisikan, sebagai koordinat lokal
ataupun terikat dengan titik yang lain yang telah diketahui tingginya, sedangkan
selisih tinggi atau lebih dikenal dengan beda tinggi (∆h) dapat diketahui atau
diukur dengan menggunakan prinsip sipat datar (Basuki, 1993).
h2 =h1 +∆ h12.................................................................................(I.1)
Tinggi selanjutnya adalah tinggi titik sebelumnya ditambahkan dengan
beda tinggi antara kedua titik yang bersangkutan, Umumnya diambil selisih tinggi
titik belakang terhadap titik muka (Basuki, 1993).
H (l 0 +hi−l + ∆ hwi−l .i )...................................................................(I.2)
Kesalahan yang sering terjadi dalam pengukuran beda tinggi ini adalah
pengambilan penentuan referensi awalnya. Apabila peta yang di inginkan tersebut
hanya berorientasi pada ketinggian setempat saja, tanpa memperhatikan orientasi
tinggi yang menyeluruh maka titik nol dapat dipilih sembarangan. Namun untuk
pemetaan yang teliti dan mempunyai kaitan dengan peta nasional, maka titik
awalnya di ambil dari tinggi permukaan air laut rata-rata dalam keadaan tidak
terganggu selama 18,6 tahun. Sedangkan permukaan bumi itu sangat berpengaruh
dengan berbagai gaya dan gerak endogen serta eksogen, dan semua ini di
pengaruhi secara langsung oleh distribusi massa di daerah sekitar titik yang
bersangkutan. Hal ini yang menyebabkan masalah pengambilan referensi awal
tersebut, karena sekalipun titik awal di ambil dari permukaan air laut rata-rata,
tetapi apabila berbeda lokasi awalnya, maka akan tetap menghasilkan ketinggian
yang berbeda pada satu titik. Sekali lagi, dalam pemakaian peta yang cukup luas,
patut di perhatikan oleh para perencana, mengenai masalah kemugkinan kesalahan
yang akan terjadi pada saat pelaksaaan kerja konstruksi, yaitu tidak sesuainya
perencanaan di atas peta dengan kenyataan di lapangan. Sehingga selalu terdengar
perencanaan pembangunan yang gagal akibat banjir yang tidak terduga ataupun
berbagai gejala alam lainnya (Basuki, 1993).
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud diadakan praktikum Kerangka Vertikal agar praktikan dapat
memahami dan dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang bagaimana
Kelompok VI-A 2
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 3
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 4
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
BAB II
DASAR TEORI
II.1 Alat Ukur
Dalam pelaksanaan pengukuran diperlukan peralatan untuk pelaksanaan
praktikum. Peralatan tersebut diantaranya adalah pita ukur, rambu ukur, statif,
serta waterpass.
II.1.1 Pita Ukur
Pita ukur, sering disebut meteran atau tape karena umumnya tersaji dalam
bentuk pita dengan panjang tertentu. Sering juga disebut rol meter karena
umumnya pita ukur ini pada keadaan tidak dipakai atau disimpan dalam bentuk
gulungan atau rol. Panjangnya bervariasi dari 20 m, 30 m, 50 m, dan 100 m.
Kegunaan utama atau yang umum dari meteran ini adalah untuk mengukur jarak
atau panjang. Kegunaan lain yang juga pada dasarnya adalah melakukan
pengukuran jarak, antara lain:
1. Mengukur sudut baik sudut horizontal maupun sudut vertikal atau lereng,
2. Membuat sudut siku-siku, dan
3. Membuat lingkaran.
Kelompok VI-A 1
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
ukur barcode. Cara kerja dari waterpass digital adalah waterpass akan membaca
barcode secara otomatis pada rambu ukur, sehingga tidak perlu dilakukan
pengukuran manual dengan mata pengamat.
II.1.3 Statif
Statip berfungsi sebagai tempat atau dudukan pesawat theodolite maupun
waterpass.
Cara Penggunaan Statif atau Tripod sebagai berikut:
1. Buka tali pembawa statif atau tripod dan pasangkan sedemikian rupa
sehingga ketiga kakinya terbuka (untuk berdiri dengan baik).
2. Pemasangan atau penyetelan statif atau tripod harus sesuai dengan tinggi
orang yang membidik / mengukur, jangan terlalu tinggi atupun terlalu
rendah.
Kelompok VI-A 2
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 3
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
∑ h2
μ=
√ D ...................................................................................(II.1)
2n
Keterangan:
μ : kesalahan menengah tiap km sipat datar
h : selisih beda tinggi pengukuran pergi-pulang
n : jumlah seksi
D : panjang/ jarak seksi dalam km
Kesalahan menengah dapat dihitung dari:
a. Selisih antara pengukuran pergi-pulang tiap seksi
b. Selisih antara pengukuran pergi-pulang tiap trayek
c. Kesalahan penutup dari sipat datar keliling
Kesalahan menengah pukul rata pengukuran pergi-pulang(m) dinyatakan
dengan rumus:
μ 2 ........................................................................................(II.2)
m=
2 √
Kelompok VI-A 4
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Untuk sipat datar tingkat pertama m harus < 1 mm, dan untuk tingkat yang
lain antara 1-3 mm. Berdasarkan batas toleransi kesalahan menengah
pengukuran pergi-pulang (ms) dinyatakan dengan rumus:
ms =√ 2 μ2.....................................................................................(II.3)
Selisih hasil pengukuran pergi-pulang tidak diperbolehkan lebih besar dari
(Wongsotjitro, 1988):
K1 = ± (2,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama
K2 = ± (3,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat dua
K3 = ± (6,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat tiga
Untuk pengukuran sipat datar yang diikat oleh dua titik yang telah
diketahui tingginya sebagai titik-titik ujung pengukuran, maka beda tinggi
yang didapat dari tinggi titik-titik ujung tertentu itu tidak boleh
mempunyai selisih lebih besar daripada (Wongsotjitro, 1988) :
K1’ = ± (2,0 ± 2,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama
K2’ = ± (2,0 ± 3,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat dua
K3’ = ± (2,0 ± 6,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat tiga
Pada rumus-rumus Skm berarti jarak-jarak pengukuran yang dinyatakan
dalam kilometer.
3. Syarat-Syarat Pemakaian Waterpass
Hal terpenting pada alat-alat ukur Waterpass adalah nivo, yang dipakai
untuk membuat garis visir horisontal. Oleh karena itu timbul syarat
mengatur yang terpenting yaitu:
a. Garis bidik sejajar dengan garis arah nivo
Pada alat ukur Waterpass, yang diperlukan adalah garis bidik
mendatar. Untuk mengetahui apakah garis bidik sudah betul-betul
mendatar atau belum, digunakan nivo tabung. Jika gelembung nivo
seimbang, garis nivo pasti mendatar. Dengan demikian, jika kita bisa
membuat garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, garis arah nivo
pasti mendatar.
b. Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I
Pada alat ukur waterpass tipe semua tetap tanpa skrup ungkit, syarat
ini penting sekali. Namun pada alat dengan skrup ungkit, syarat ini
Kelompok VI-A 5
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
agak sedikit longgar karena apabila ada sedikit pergeseran nivo dalam
pengukuran, dapat diseimbangkan dengan skrup ungkit ini.
Adapun maksud dari persyaratan ini adalah apabila sumbu I telah
dibuat vertikal, kemana pun teropong diputar, gelembung nivo akan
tetap seimbang. Ini berarti garis bidik selalu mendatar karena garis
bidik telah dibuat sejajar dengan garis arah nivo.
c. Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I
Syarat ini tidak mempunyai arti jika kita selalu mengarah pada bagian
yang tetap pada barcode. Syarat ini hanya perlu untuk memudahkan
kita mengadakan perkiraan pada interval dari bagian-bagian barcode.
Ini diperiksa dengan mengarahkan kesuatu titik pada tembok, dan
ujung kiri benang silang dibuat berhimpit dengan titik ini. Jika benang
silang datar ini tegak lurus sumbu I, maka ia akan selalu berhimpitan
dengan titik tersebut jika teropong diputar dengan sumbu I sebagai
sumbu perputaranny. Jika demikian, maka diafragma dengan benang
silang diputar sedikit dengan tangan sesudah skrup kecil yang terletak
pada sisi diafragma dilepas sedikit.
Kelompok VI-A 6
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 7
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
∑ dha−b=∑ bi +∑ mi................................................................(II.8)
i=1 i=1
Kelompok VI-A 8
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Rambu invar adalah rambu yang garis-garis angkanya dituliskan pada plat
invar (campuran besi dan nikel). Plat ini tahan terhadap perubahan suhu udara
karena koefisien muainya sangat kecil. Pada rambu ini angka rambu terdiri dari
dua sisi kiri dan kanan, sehingga saat pembidikan ke rambu akan didapat dua
bacaan kiri dan kanan, sekaligus dipakai untuk kontrol pembacaan.
Plat planparalel adalah sebuah prisma datar yang dipasang di depan lensa
obyektif dan dapat diputar-putar pada sumbu mendatar untuk mengatur
penempatan garis bidik pada garis pembagian rambu ukur.
Pada pengukuran sipat datar teliti, bacaan rambu tidak boleh terlalu
rendah, minimal 0,5 m di atas permukaan tanah. Rambu harus diberi sepatu dan
berdiri tegak dengan statip dan nivo rambu.
Kelompok VI-A 9
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 10
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Hubungannya menjadi:
v1 = k2+ k2
v2 = k1
v3 = k2
Dengan melakukan substitusi persamaan di atas, diperoleh persamaan
korelasi:
2k1 + k2 = ω1
Kelompok VI-A 11
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
k1 + 2k2 = ω2
Maka,
k1 = (2ω1 - ω2)
k2 = (2ω2 -ω1)
Nilai-nilai observasi yang diratakan untuk masing-masing rute adalah
sebagai berikut: Pengukuran titik-titik kontrol
A→B (1) + v1
B→A (2) + v2
B→A (3) + v3
II.3.4 Pengukuran Penampang Memanjang
Penampang memanjang adalah irisan tegak pada lapangan dengan
mengukur jarak dan beda tinggi titik-titik di atas permukaan bumi. Profil
memanjang digunakan untuk melakukan pengukuran yang jaraknya jauh,
sehingga dikerjakan secara bertahap beberapa kali. Karena panjangnya sangat
besar, skala vertikal yang digunakan dibuat berbeda dengan skala horisontalnya.
Cara pengukuran penampang memanjang sama dengan cara pengukuran secara
berantai. Penampang memanjang digunakan untuk pekerjaan membuat trace jalan
kereta api, jalan raya, saluran air, pipa air minum, dan sebagainya.
Kelompok VI-A 12
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 13
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Hubungan antara tekanan dan ketinggian memang cukup kompleks tetapi untuk
keperluan pengukuran tinggi, analisa matematisnya disederhanakan menjadi
sebagai berikut :
..................................................................(II.13)
Keterangan:
hab = beda tinggi antara titik A dan B
T = temperatur rata-rata pada ketinggian Ha dan Hb (°K)
TS = temperatur Standar = 273°K
Pa = tekanan udara pada ketinggian Ha (mmHg)
Pb = tekanan udara pada ketinggian Hb (mmHg)
Sipat datar adalah suatu cara pengukuran beda tinggi antara dua titik di atas
permukaan tanah, di mana penentuan selisih tinggi antara titik yang berdekatan
dilakukan dengan tiga macam cara penempatan alat sipat datar yang dipakai
sesuai keadaan lapangan, yang dibedakan berdasarkan tempat berdirinya alat
yakni:
Kelompok VI-A 14
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
a. Tinggi Orthometris
Ketinggian orthometrik adalah ketinggian stasiun di permukaan bumi,
diukur sepanjang arah alat pengukur keseimbangan lokal melalui stasiun tersebut,
di atas permukaan geoid. Hal ini diperkirakan oleh "tinggi di atas permukaan
laut", di mana datum MSL diasumsikan didefinisikan oleh pengamatan tide gauge
rata-rata selama beberapa tahun. Hubungan antara Orthometrik Tinggi (H) dan
Tinggi ellipsoid (h) adalah: h = H + N, dimana N adalah Tinggi geoid atau
berundulasi geoid terhadap ellipsoid Referensi. Tinggi Orthometrik secara
tradisional berasal dari geodesi meratakan (menggunakan teknik seperti
meratakan optik, meratakan trigonometri, meratakan barometrik).
Kelompok VI-A 15
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Gambar II-12 Kesalahan garis bidik tidak sejajar garis arah nivo
(Sentun, 2015)
Dengan kata lain, pengaruh kesalahan akibat garis bidik yang tidak
mendatar dapat dihilangkan bilamana jarak alat ukur ke rambu muka
sama dengan jarak alat ukur ke rambu belakang atau alat berada di
tengah-tengah baak ukur.
b. Kesalahan Titik Nol Rambu
Kesalahan ini bisa terjadi dari pabrik, namun bisa pula terjadi karena
alas rambu yang aus dimakan usia atau sebab yang lain. Misal kedua
rambu yang akan dipakai dalam pengukuran keduanya salah, masing-
masing sebesar δ1 bertanda negatif (misal karena aus) dan δ 2 bertanda
positif (misal karena kesalahan dari pabrik). Akan kita lihat
pengaruhnya pada pengukuran berantai, di mana pada pengukuran
berantai biasanya kedudukan rambu akan dibuat berselang-seling.
Pada gambar di bawah,beda tinggi pada slag pertama :
Δh12 sebenarnya = a0 - b0............................................................................................ (2. 14)
Dari pembacaan rambu Δh12= (a0 + δ1) – (b0 – δ2)...................(2. 15)
= (a0 – b0) + (δ1 + δ2)
Δh23 sebenarnya = c0 - d0............................................................................................ (2. 16)
Dari pembacaan rambu Δh12= (c0 + δ2) – (d0 – δ3)...................(2. 17)
= (c0 – d0) + (δ2 + δ3)
Kelompok VI-A 16
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 17
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 18
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 19
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 20
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 21
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
∑ h2
μ=
√
Dimana :
D
2n ....................................................................................(2.27)
Kelompok VI-A 22
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
μ2
m=
√ 2 .........................................................................................(2. 28)
Untuk sipat datar tingkat pertama m harus < 1 mm, dan untuk tingkat yang
lain antara 1-3 mm. Berdasarkan batas toleransi kesalahan menengah pengukuran
pergi-pulang (ms) dinyatakan dengan rumus :
ms =√ 2μ2 .......................................................................................(2.29)
Untuk pengukuran sipat datar yang diikat oleh dua titik yang telah diketahui
tingginya sebagai titik-titik ujung pengukuran, maka beda tinggi yang didapat dari
tinggi titik-titik ujung tertentu itu tidak boleh mempunyai selisih lebih besar
daripada (Wongsotjitro,S., 1988) :
K1’ = ± (2,0 ± 2,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat pertama
K2’ = ± (2,0 ± 3,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat dua
K3’ = ± (2,0 ± 6,0√ Skm) mm untuk pengukuran tingkat tiga
Pada rumus-rumus Skm berarti jarak-jarak pengukuran yang dinyatakan
dalam kilometer.
d. Metode Perhitungan
Setelah Melakukan pengukuran stand 1 stand 2 pulang dan pergi,maka
didapatlah BA, BB dan BT.Kemudian Dicari Beda Tingginya
1. Beda Tinggi Pergi
Untuk mendapatkan beda tinggi “Pergi”, pengukuran dilakukan dengan
stand 1 dan stand 2. Berikut langkah kerjanya :
Untuk mencari beda tinggi dengan rumus = ( BT belakang – BT muka)
Kemudian didapat benang tinggi stand 1 dan stand 2 dan menghitung
rata-rata beda tinggi dengan rumus :
BT STAND1+ BT STAND2
Rata-rata beda tinggi = .....................(2.30)
2
2. Beda Tinggi Pulang
Untuk mendapatkan beda tinggi “Pulang”, pengukuran dilakukan dengan
stand 1 dan stand 2. Berikut langkah kerjanya :
Untuk mencari beda tinggi dengan rumus = ( BT belakang – BT muka)
Kemudian didapat benang tinggi stand 1 dan stand 2 dan menghitung
rata-rata beda tinggi dengan rumus :
Kelompok VI-A 23
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
BT STAND1+ BT STAND2
Rata-rata beda tinggi = ................(2.31)
2
3. Perhitungan Elevasi Titik
Setelah mendapatkan beda tinggi pergi dan pulang, kita akan mencari
elevasi titik dengan cara perhitungan :
a. Menghitung beda tinggi rata-rata pulang dan pergi dengan rumus
Rata−ratabeda tinggi=∆ H Pergi +∆H PULANG } over {2¿. (2.32)
b. Setelah kita mendapatkan beda tinggi rata-rata, selanjutnya kita
mencari koreksi pengukuran, dengan cara menjumlahkan seluruh
beda tinggi rata-rata kemudian kita mencari koreksi tiap titik dengan
rumus
Koreksi tiap titik = -(ΣRata- Rata)..........................................(2.32)
c. Perhitungan selanjutnya menghitung beda tinggi definitif dan
definitif ini memiliki syarat yaitu penjumlahan dari seluruh definitif
hasilnya harus nol.
Rumus Definitif = Beda tinggi + Invers Koreksi Tiap Titik …(2.33)
Untuk Elevasi Rumusnya adalah
Elevasi = Elevasi titik Sebelumnya + definitive ......................(2.34)
d. Standar Deviasi adalah ukuran sebaran statistik yang paling lazim.
Singkatnya, ia mengukur bagaimana nilai-nilai data tersebar. Bisa
juga didefinisikan sebagai, rata-rata jarak penyimpangan titik-titik
data diukur dari nilai rata-rata data tersebut. Standar deviasi
digunakan untuk mengetashui data pengukuran kerangka vertical
yang paling presisi.
Standar Deviasi=
……………………………...............(2.35)
i. Pengukuran Beda Tinggi Antara Dua Buah Titik
Sipat datar adalah suatu cara pengukuran beda tinggi antara dua titik diatas
permukaan tanah, dimana penentuan selisih tinggi antara titik yang berdekatan
dilakukan, dengan tiga macam cara penempatan alat penyipat datar yang dipakai
sesuai keadaan lapangan, yang dibedakan berdasarkan tempat berdiri nya alat,
yaitu:
1. Alat sipat datar ditempatkan di stasion yang diketahui ketinggiannya.
Dengan demikian dengan mengukur tinggi alat, tinggi garis bidik dapat
dihitung. Apabila pembacaan rambu di stasion lain diketahui, maka tinggi
stasion ini dapat pula dihitung.
Kelompok VI-A 24
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 25
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Keterangan:
hab = a – b ...........................................................................................(2.43)
hba = b – a ...........................................................................................(2.44)
Bila tinggi titik C diketahui = HC, maka :
HB = HC + tc – b = T – b .....................................................................(2.45)
HA = HC + tc – a = T – a .....................................................................(2.46)
Bila tinggi titik B diketahui, maka :
HB = HA + hAB = HA + a – b ................................................................(2.47)
Bila tinggi titik B diketahui, maka :
HA = HB + hAB = HB + b – a ................................................................(2.48)
Dari ketiga cara di atas, cara yang paling teliti adalah cara kedua, karena
pembacaan a dan b dapat diusahakan sama teliti yaitu menempatkan alat sipat
datar tepat di tengah - tengah antara titik A dan B (jarak pandang ke A sama
dengan jarak pandang ke B).
Kelompok VI-A 26
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
.................................................................(2.49)
dimana
π = 3,1416
e = 2,7183
µ = rata-rata
σ = simpangan baku
|v i|
t i= >rejectionlevel....................................................................(2.50)
S 0 √ q ii
vi : residu
S0 : Standar Deviasi Pengukuran = √ σ 20
qii : elemen diagonal matrik kofaktor residual (Qvv)
−1
Q VV =( P−1− A ( A T PA ) A T )................................................................(2.51)
Tabel II-1 Rejection level
Rejection
1- 1-
Criteria
....................................................................(2.52)
Kelompok VI-A 28
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
homogen. Dengan demikian variasi gayaberat di setiap titik permukaan bumi akan
dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu :
1. Lintang
2. Ketinggian
3. Topografi
4. Pasang surut
5. Variasi densitas bawah permukaan
Sehingga dalam pengukuran dan interpretasi, faktor-faktor tersebut harus
diperhatikan (dikoreksi).
Kelompok VI-A 29
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
yang diuji dalam poligon tertutup adalah 29 titik dan untuk poligon terbuka adalah
6 titik (STPN, 2017).
Dari analisis dengan uji t dengan interval kepercayaan 95 % dan derajat
kebebasan 28 pada poligon tertutup dan derajat kebebasan 5 pada poligon terbuka
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara koordinat hasil penghitungan
metode bowditch dengan transit untuk semua sampel jarak. Berdasarkan analisis
beda jarak dan beda sudut pada poligon tertutup metode bowditch untuk sampel
jarak meteran terdapat beda jarak rata-rata 0,0029 m dan beda sudut rata-rata 10”,
untuk sampel jarak optis terdapat beda jarak rata-rata 0,0315 m dan beda sudut
rata-rata 1’44”. Pada poligon tertutup metode transit untuk sampel jarak meteran
terdapat beda jarak rata-rata 0,0046 m dan beda sudut rata-rata 8”, untuk sampel
jarak optis terdapat beda jarak rata-rata 0,0504 m dan beda sudut rata-rata 1’25”.
Pada poligon terbuka tidak terdapat beda jarak dan beda sudut (STPN, 2017).
Kelompok VI-A 30
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
(l2+v2)=la............................................................................. (2.55)
(l3+v3)=la............................................................................. (2.56)
Koreksi v1, v2 dan v3 bisa bernilai positif atau negatif.
Pengukuran yang dilaksanakan dengan benar akan menghasilkan
nilai koreksi yang kecil untuk v1, v2 dan v3. Karena nilai koreksi ada yang
positif dan negatif, untuk pengukuran yang benar, nilai v12 + v22 + v32
akan minimum. Atau dalam bentuk umum
............................................(2.57)
jika ada bobot ukuran (w) persamaan di atas menjadi:
...............(2.58)
(Kahar, 2007)
Kelompok VI-A 31
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
III.1 Persiapan Praktikum
Sebelum melaksanakan praktikum Kelompok VI-A terlebih dahulu
melakuan persiapan, yaitu melakukan survei lokasi pengukuran. Kelompok VI-A
mendapat lokasi praktikum di sepanjang jalan Town Square hingga Urban Cut
Barbershop. Survei lokasi ini bertujuan agar dapat memperkirakan gambaran
peletakan patok dan medang pengukuran yang akan dihadapi. Setelah melakukan
survei lokasi, dilakukan pemasangan patok. Selain survei lokasi, kita perlu
mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan seperti mempersiapkan alat ukur
waterpass beserta kelengkapannya dan beberapa peralatan pendukung praktikum
lainnya seperti payung, meteran, patok, topo, alat tulis dan lain-lain.
1. Lokasi Praktikum
Praktikum Kerangka Vertikal Kelompok VI-A dilakukan di sepanjang
jalan Town Square hingga Urban Cut Barbershop.
Gambar III-19 Gambar Citra Satelit Area Praktikum [ CITATION Map19 \l 1033 ]
Kelompok VI-A 1
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
2. Waktu Praktikum
Masa Praktikum Kerangka Vertikal Kelompok VI-A dilakukan selama dua
hari yaitu muali tanggal 15 – 16 April 2019.
III.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan oleh Kelompok VI-A dalam praktikum
Kerangka Vertikal adalah:
1. Waterpass Digital
1
3
2
4
Kelompok VI-A 2
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
3. Nivar
Kelompok VI-A 3
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Kelompok VI-A 4
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Persiapan
Pemasangan Patok
Wilayah Pengukuran
Pengukuran Wilayah
Pengukuran
Perhitungan
Iya Tidak
Tinggi Orthometrik
Kelompok VI-A 5
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Pengukuran
Tidak
Cek selisih
Pergi Pulang
Memenuhi
Tinggi Orthometrik
Kelompok VI-A 6
Laporan Praktikum Kerangka Vertikal
Berikut adalah contok dari sketsa frame yang akan digunakan oleh Kelompok
VI-A
4
1
Kelompok VI-A 7