Limfadenitis Tuberkulosis
Limfadenitis Tuberkulosis
Limfadenitis Tuberkulosis
Oleh:
Rahmi 070100027
1
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT PARU
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2011
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi
terbanyak di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,9 miliar
manusia (sepertiga penduduk dunia) telah terinfeksi kuman TB. Setiap detik ada satu orang
yang terinfeksi TB di dunia ini.1
3
aspirat limfadenopati. Dan ternyata apabila sediaan ini dikultur dengan teknik Kudoh,
ternyata 83% kasus memberikan kultur positif.4,5
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat
terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada kelenjar getah
bening regioner dari lesi primer. Limfadenitis TB atau TB kelenjar getah bening termasuk
salah satu penyakit TB di luar paru (Tb-extraparu). Penyakit ini disebabkan oleh M.
tuberkulosis, kemudian dilaporkan ditemukan berbagai spesies M. Atipik.6,7
2.2. Etiologi8
M.tuberculosis dapat tumbuh dengan energi yang diperoleh dari oksidasi senyawa
karbon yang sederhana. CO dapat merangsang pertumbuhan. M.tuberculosis merupakan
2
mikroba kecil seperti batang yang tahan terhadap desinfektan lemah dan bertahan hidup pada
kondisi yang kering hingga berminggu-minggu, tetapi hanya dapat tumbuh di dalam
0 0
organisme hospes. Kuman akan mati pada suhu 60 C selama 15-20 menit, Pada suhu 30
0 0
atau 40 -45 C sukar tumbuh atau bahkan tidak dapat tumbuh. Pengurangan oksigen dapat
menurunkan metabolisme kuman.
Daya tahan kuman M.tuberculosis lebih besar dibandingkan dengan kuman lainnya
karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Kuman ini tahan terhadap asam, alkali dan
zat warna malakit. Pada sputum yang melekat pada debu dapat tahan hidup selama 8-10 hari.
M.tuberculosis dapat dibunuh dengan pasteurisasi.
5
2.3. Epidemiologi
Tuberkulosis ekstraparu telah memberikan kontribusi yang besar dalam kejadian TB terutama
pada pasien yang menderita imunodefisiensi akibat HIV (45-70%) dibandingkan yang tidak
menderita HIV AIDS (15%)9,12. Limfadenitis TB merupakan TB ekstraparu paling sering.
Menurut jenis kelamin, perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki dengan
perbandingan 68:31. Menurut ras, Asia lebih sering terkena dibandingkan Afrika. Pada pasien
limfadenitis TB terdapat pasien yang telah diimunisasi BCG sebanyak 37%. 9 Pada penelitian
infeksi Mycobacterium bovis merupakan penyebab tersering dari TB ekstraparu terutama
limfadenitis TB. Konsumsi susu mentah memiliki peran penting dalam infeksi bakteri ini. 12
Maka dari itu, limfadenitis TB ini lebih sering mengenai anak-anak. Menurut penelitian pada
anak-anak yang menderita limfadenitis TB, umur rata-rata anak tersebut adalah 9,8 tahun
dengan anak perempuan (61,3%) lebih banyak dari anak laki-laki (38,7%).10
Menurut penelitian dari 1112 anak-anak, 7,8% anak menderita limfadenitis TB. Penyakit ini
didapati pada semua usia tapi lebih sering pada anak usia 10 dan 18 tahun (39,1%). Pada anak
dengan rontgen dada yang normal didapati memiliki limfadenitis TB sebanyak 21,8%. Dan
pada pasien ini didapati tes tuberkulin positif sebanyak 87,3% dan memiliki riwayat keluarga
menderita TB sebanyak 82,7%.11
2.4. Patogenesis13
Untuk pasien-pasien tanpa infeksi HIV, terjadinya Limfadenopati Tuberkulosis perifer yang
terisolasi (contoh, pada bagian cervical) kemungkinan besar disebabkan oleh reaktivasi dari
penyakit pada bagian tersebut melalui jalur hematogen ketika pasien terinfeksi Tuberkulosis
Primer. Akan tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa limfadenitis tuberkulosis pada bagian
cervical mungkin disebabkan oleh infeksi pada tonsil, adenoid, dan cincin waldeyer’s dimana
hal ini akan menyebabkan terlibatnya nodal cervical.
Pada pasien yang terinfeksi HIV dengan limfadenitis tuberkulosis, lebih banyak terdapat
bukti bahwa infeksi mereka lebih menyeluruh seperti sering timbul demam yang tiba-tiba,
gambaran foto thoraks yang abnormal dan jumlah mycobacterium yang lebih banyak.
Reaktivasi dari infeksi yang laten lebih sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV.
6
1. Reaktifasi dari TB paru atau pelebaran hilus (paling sering).
2. Keterlibatan cervical melalui infeksi laring
3. Jalur hematogen
Manifestasi klinis tergantung pada lokasi limfadenopati dan status imun dari pasien.
Manifestasi klinis juga bervariasi pada berbagai etnik dan geografi dari populasi. Lebih dari
sepertiga pasien akan melaporkan adanya riwayat TB sebelumnya atau riwayat keluarga
menderita TB.
Manifestasi tersering yaitu limfadenopati nontender kronik pada pasien dewasa muda tanpa
gejala sistemik. Massa tersebut dapat berkembang sampai lebih dari 12 bulan sebelum diagnosis.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan massa yang terpisah-pisah atau “matted nodes” yang terfiksasi
ke jaringan sekitarnya, kadang disertai dengan indurasi kulit di bawahnya. Kadang-kadang ,
draining sinus, fluktuasi, atau eritema nodosum dijumpai pada lokasi tersebut.
-Limfadenopati Servikal
Nodus limfe servikal biasanya terlibat pada limfadenitis TB dengan 63-77% dari kasus.
Massa unilateral biasanya sering muncul di bagian anterior atau posterior triangular servikalis,
tetapi nodus limfe submandibular dan supraklavikular juga terlibat. Lesi bilateral jarang
dijumpai, mungkin terjadi kurang dari 10% kasus . Meskipun, kebnanyakan pasien mempunyai
manifestasi di satu lokasi, nodus-nodus yang lain di lokasi tersebut dapat terlibat juga.
Meskipun regio servilkalis sering terkena, lokasi lain juga sering dilaporkan. Tuberkulosis
pada nodus limfe aksilaris, inguinalis, mesentrik, mediastinal, dan intramammaris telah
dilaporkan. Tuberkulosis limfadenopati mediastinal dapat disertai dengan disfagia, perforasi
esofagus, paralisis pita suara akibat terlibatnya nercus laringeal rekurens, dan oklusi arteri
pulmonalis yang mirip dengan gejala emboli paru.
Isolated TB Iutroabdominal lymphhadenopathy sering mengenai nodus limfe di regio
periportal, diikuti dengan nodus limfe perpankreas dan mesentric. Nodus limfe hepar yang
terkena menyebabkan jaundis, trombosis vena portal, dan hipertensi portal. Kompresi ektrinsik
pada arteri renalis akibat limfadenopati tuberkulosis abdominal menyebabkan hipertensi
renovaskular.
Koinfeksi HIV dapat mempengaruhi manifestasui klinis limfadenitis TB. Pasien dengan
AIDS dan pada derajat yang lebih ringan, pasien yang hanya terinfeksi HIV, cenderung
memiliki manifestasi TB diseminata dengan keterlibatan lebih dari satu lokasi nouds limfe.
7
Gejala sistemik seperti demam, berkeringat, dan penurunan berat badan sering ditemukan.
Kebanyakan pasien dengan keterlibatan nodus mediastinal dan hilar akan terkena TB paru dan
menyebabkan dispnea dan takipnea. Pasien HIV dengan limfadenitis TB bisa terkena infeksi
oportunistik lainnya pada saat yang bersamaan.
Jones dan Campbell mengklasifikasikan lymph nodes tuberculosis ke dalam beberapa
stadium:
a. Stadium 1: pembesaran, tegas, mobile, nodus yang terpisah yang menunjukkan
hyperplasia reaktif non-spesifik
b. Stadium 2: rubbery nodes yang berukuran besar yang terfiksasi ke jaringan sekitarnya
c. Stadium 3: perlunakan sentral akibat pembentukan abses
d. Stadium 4: formasi abses collar-stud
e. Stadium 5: formasi traktus sinus
Manifestasi yang jarang ditemukan pada pasien dengan keterlibatan mediastinal lymph node
yaitu disfagia, fistula oesofagomediastinal, dan fistula trakeo-esofageal.
2.6. Penatalaksanaan
Aspirasi
8
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT):17
1. OAT Utama (first-line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis
berdasarkan sifatnya yaitu:
a. Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin, pirazinamid dan
streptomisin.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip--
prinsip yang dipakai adalah: 17
Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
9
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4
bulan.
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan
dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.
Kategori 1
10
Tahap Lama Tablet Isoniazid Tablet Tablet
Pengobatan Pengobatan @ 300 mg Rifampicin Pirezinamid @
@450 mg 500 mg
Tahap intensif 2 bulan 1 1 3
(dosis harian)
Tahap lanjutan 4 bulan 2 1 -------
(dosis 3x
seminggu)
BAB III
PENUTUP
11
Limfadenitis terjadi akibat terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula
peradangan pada kelenjar getah bening regioner dari lesi primer. Limfadenitis TB disebabkan
oleh M.tuberculosis complex, yaitu M.tuberculosis (pada manusia), M.bovis (pada sapi),
M.africanum, M.canetti dan M.caprae. Tuberkulosis ekstraparu telah memberikan kontribusi
yang besar dalam kejadian TB terutama pada pasien yang menderita imunodefisiensi akibat
HIV (45-70%) dibandingkan yang tidak menderita HIV AIDS (15%). Sering mengenai cervical
lymph nodes, diikuti dengan mediastinal, axillary, mesenteric, hepatic portal, perihepatic, dan
inguinal lymph nodes. Berbentuk massa multiple atau single unilateral yang tumbuh lambat dalam
beberapa minggu sampai bulan, terutama di region servikal posterior. Cervical nodes di region
submandibular terutama mengenai anak-anak. Pasien biasa datang dengan demam yang tidak terlalu
tinggi, penurunan berat badan, fatigue, dan beberapa dengan keringat malam. Batuk tidak menonjol
pada limfadenitis tuberculosis.Penatalaksanaan limfadenitis TB secara umum dibagi menjadi dua
bagian, farmakologis dan non farmakologis.
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberculosis, 2005. Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
2. Amin Z., Bahar A.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:Tuberkulosis Paru. Ed. 4.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Sharma, S., K., Mohan, A., 2004, Extrapulmonary Tuberculosis. Department of
Medicine, All India Institute of Medical Sciences, New Delhi & Department of
Emergency Medicine, Sri Venkateswara Institute of Medical Sciences, Tirupati, India.
Indian J Med Res 120: 316-353
4. Herchline, T., E., 2011. Tuberculosis. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview.[ accessed in 18 August
2011].
5. Nardell, E., A., 2008. Tuberculosis. Available from:
http://www.merckmanuals.com/home/au/sec17/ch190/ch190a.html. [accessed in 18
August 2011.
6. Spelman, D., 2009. Tuberculous Lymphadenitis. www.Uptodate.com
7. Clevenbergh, P., et.al., 2010. Lymph Node Tuberculosis in Patients from Regions
with Varying Burdens of Tuberculosis and Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Infection. Original Article Presse Med. 2010; 39 : e223-e230.
8. Utji, R., dan Harun, H., 1994. Kuman Tahan Asam. Dalam: Staf Pengajar Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, ed.Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta :
Binarupa Aksara, 191-192.
9. Reyn, Ford Von, Elizabeth Talbot, Dr. J F Fontanilla, Dr. J Parsonnet. Tuberculous
Lymphadenitis and the role of M.bovis. Available from :
http://newenglandtb.pbworks.com/f/TB+Intensive+Tuberculous+Lymphadenitis+and
+M+bovis+Arti+Barnes.pdf (Accessed September 4th 2011)
10. Sharma, Sangeeta, dkk. 2009. Clinical Profile And Treatment Outcome Of
Tuberculous Lymphadenitis In Children Using Dots Strategy. Available from :
http://medind.nic.in/ibr/t10/i1/ibrt10i1p4.pdf (Accessed September 4th 2011)
11. Puiu, Ileana, dkk. 2008. Diagnosis Of Tuberculosis Lymphadenitis In Children.
American Academy of Pediatrics. Available from :
http://pediatrics.aappublications.org/content/121/Supplement_2/S130.2.full.pdf+html
(Accessed September 4th 2011)
13
12. Legesse, Mengistu, dkk. 2011. Knowledge of cervical tuberculosis lymphadenitis
and its treatment in pastoral communities of the Afar region, Ethiopia. Available from
: http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/157 (Accessed September 4th 2011)
13. Spelman D. 2008. Tuberculous Lymphadenitis. UpToDate Journal
14. Available from: http://www.japi.org/august_2009/article_06.pdf
15. Nanda BP, Padhi NC, Dandapat MC. Peripheral Lymph Node Tuberculosis – A
Comparison of Various Methods of Management. Ind. J. Tub 1986; 33: 20-
24.http://openmed.nic.in/2992/ (Accessed 31 Agustus 2011).
16. PDPI. Tuberkulosis – Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia 2006.
Indah Offset Citra Grafika, 2006.
17. Amin Z & Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. In: Sudoyo, et al. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen IPD FK UI,
2006; 1007-1010.
18. Gupta P.R. Difficulties in Managing Lymph Node Tuberculosis. Lung India 2004; 21:
50-53. http://www.lungindia.com/temp/LungIndia21450-8399459_231954.pdf
(Accessed 31 Agustus 2011).
19. Shaikh U & Blumberg DE. Lymphadenitis Treatment & Management. Medscape,
2010. http://emedicine.medscape.com/article/960858-treatment#a1128 (Accessed 31
Agustus 2011).
14