Anda di halaman 1dari 5

29 March 2018

Dokterpost.com

Diagnosis dan Terapi Limfadenitis TB


Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi bakterial yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
TB. Infeksi TB utamanya menyerang paru-paru namun terdapat pula manifestasi ekstra paru dari
TB dengan prevalensi yang lebih jarang. Limfadenitis TB adalah bentuk yang paling sering
terjadi pada TB ekstra paru. Limfadenitis TB pada daerah leher dikenal sebagai scrofula.
Sindrom ini dapat pula disebabkan mycobacteria non TB.

Transmisi dari kuman TB adalah kontak melalui saluran respirasi dengan inhalasi aerosol.
Setelah replikasi pada paru, diseminasi terjadi melalui sistem limfatik pada daerah ekstra paru
termasuk limfe nodi leher. Limfadenitis TB didapatkan pada 35% TB ekstra paru. Limfadenitis
adalah manifestasi primer dari TB pada 5% populasi imunokompeten, 2/3 kasus menyerang
limfe nodi leher. Selain leher, limfadenitis TB dapat pula menyerang limfe nodi inguinal, aksila,
mesenterik, dan mediastinum. Di negara-negara barat, limfadenopati TB sering diasosiasikan
pada pasien dengan HIV.

Gejala klinis dari limfadenitis TB adalah adanya massa yang tidak nyeri, membesar secara
gradual dalam beberapa minggu atau bulan, dan persisten. Gejala sistemik yang mungkin terjadi
adalah demam/menggigil, kehilangan berat badan, atau malaise pada 43% pasien. Batuk dapat
menjadi gejala yang menonjol pada limfadenitis mediastinum.
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa pada limfe nodi daerah cervical, dengan daerah
anterior yang lebih sering terkena. Dengan berjalannya penyakit, nodul yang awalnya padat
kenyal menjadi lebih keras. Nodul bersifat mobile dan bebas dari jaringan di bawahnya lalu
menjadi keras dan menunjukkan tanda-tanda inflamasi. Biasanya massa tersebut unilateral dan
terletak pada tepi atas dari otot sternocleidomastoid. Namun dapat ditemukan massa multiple dan
bilateral, kadang disertai fistula.

Jones dan Campbell mengklasifikasikan limfe nodi TB perifer menjadi 5 stadium.

1. Pembesaran kelenjar berbatas tegas, mobile dan diskret menunjukkan reaktif hiperplasia
non spesifik
2. Pembesaran kelenjar kenyal dan terfiksasi ke jaringan sekitar karena periadenitis
3. Lunak di daerah tengah karena pembentukan abses
4. Pembentukan abses
5. Pembentukan sinus

Skrofuloderma adalah infeksi mycobacterium pada kulit karena paparan secara langsung.Pada
nodul yang berada pada intra toraks, nodul dapat menekan salah satu bronkus sehingga
menyebabkan atelektasis, infeksi paru, bronkiektasis, hingga efusi.

Nodus servikal dapat pula menekan trakea sehingga menimbulkan obstruksi saluran nafas atas.
Komplikasi intratoraks lainnya adalah disfagia, fistula esofageal-mediastinal, fistula trakeo-
esofageal, dan tamponade jantung. Nodus retroperitoneal dapat menimbulkan chylous ascites,
nanah pada urin, hipertensi renovaskular.

Pada anak-anak, limfadenitis leher adalah manifestasi ekstraparu yang paling umum terjadi.
patogenesis diawali dengan pembentukan tuberkel dan hiperplasia limfoid yang dapat
berkembang menjadi kaseosa dan nekrosis. Abses dingin terbentuk bila material kaseosa
melunak hingga menjadi nodus dengan fluktuasi dan diskolorasi dengan kulit di sekitarnya.
Diagnosis banding dari scrofula adalah limfadenopati karena sebab lain, limfangioma, limfoma,
keganasan, metastasis dari keganasan, kista, sarcoidosis, dll. Secara umum massa pada
limfadenitis TB multipel, padat dan membentuk kaseosa, sedangkan pada limfoma
konsistensinya padat kenyal. Pada karsinoma, nodul keras dan terfiksasi pada struktur
dibawahnya maupun kulit diatasnya.

Diagnosis dan Terapi Limfadenitis TB


Untuk mendiagnosis limfadenitis TB, riwayat paparan terhadap orang yang menderita TB paru
sangat sugestif terhadap TB limfatik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
laboratoris darah lengkap, radiologis foto toraks, bila perlu USG, CT scan hingga MRI untuk
menyingkirkan diagnosis banding.

Pada USG dapat ditemukan lesi kistik multilokuler tunggal ataupun multipel yang tampak
hipoekoik dan dikelilingi oleh kapsul tebal. Pada CT scan tampak massa nodal yang
berkonglomerasi dengan bagian tengah yang lusen, dan terdapat tepi yang tegas dan ireguler.

Tes tuberkulin dapat dilakukan, hasilnya positif dengan indurasi lebih dari 10 mm pada lebih dari
85% pasien. Tes ini menunjukkan reaksi hipersensitivitas tipe 4 terhadap antigen mycobacteria.
Hasil intermediate dengan indurasi 5-9 mm dapat terjadi setelah imunisasi BCG. Tes ini tidak
akurat pada pasien imunodefisiensi karena adanya mekanisme anergi, misalnya pada keganasan,
malnutrisi, penyakit metabolik, bayi baru lahir, orang tua, kondisi stress, dll.

Dapat dilakukan pemeriksaan pewarnaan ziehl neelsen maupun kultur. Kultur merupakan
pemeriksaan baku emas namun membutuhkan waktu 2-4 minggu untuk mengetahui hasilnya.
Pemeriksaan BTA memiliki spesifisitas yang tinggi pada dewasa. Fine needle aspiration (FNA)
dapat memberikan sensitivitas 77% dan spesifisitas 93%. FNA lebih tidak invasif, tidak nyeri,
aman dan relatif lebih murah.

Pada pemeriksaan dengan mikroskop didapatkan granuloma sel epitel, multinucleated giant cells,
dan nekrosis kaseosa. Ditemukannya bentukan histologi yang khas dapat membantu penegakan
diagnosis bila hasi BTA dan kultur negatif. FNA pun menjadi teknik diagnostik lini pertama
khususnya pada negara-negara endemik. Pemeriksaan dengan polymerase chain reaction (PCR)
juga dapat dilakukan namun tes serologi kurang sensitif dan spesifik.
Pengobatan dari limfadenitis TB adalah dengan regimen obat anti tuberkulosis yaitu isoniazid,
rifampicin, pyrazinamid dan etambutol selama 2 bulan diikuti isoniazid dan rifampicin selama 4
bulan dengan total 6 bulan pengobatan sesuai dengan program directly observed treatment, short-
course (DOTS). Namun waktu pengobatan dapat diperpanjang disesuaikan dengan karakteristik
masing-masing individu. Resolusi secara sempurna dari gejala dan adenopati dapat dicapai pada
65-74% pasien dengan terapi antimikroba. Terapi ditunda pada kehamilan.

Limfe nodi dapat membesar dan gejala semakin memburuk pada pengobatan TB yang disebut
sebagai reaksi paradoks. Reaksi paradoks dapat terjadi pada 20% pasien.

Secara umum tidak diindikasikan modifikasi atau pemanjangan regimen pengobatan TB. Pada
beberapa kasus bahkan setelah pengobatan hasil FNA masih positif karena adanya kuman yang
mati. Pengobatan hanya perlu dilanjutkan bila hasil kultur positif.

Terapi pembedahan seringkali menimbulkan kekambuhan dan terbentuknya fistula. Kombinasi


eksisi dengan pengobatan farmakologis menimbulkan hasil yang sedikit lebih buruk
dibandingkan dengan terapi obat-obatan saja. Eksisi limfe nodi biasanya tidak diindikasikan.
Namun pada kasus adenitis nontuberkulosis atau beberapa kasus pembedahan dapat berguna
karena dapat mengetahui kuman apa yang menginfeksi.

Steroid sistemik dapat mengurangi inflamasi dari terapi fase awal dari limfadenitis TB dan dapat
dipertimbangkan bila nodul menekan struktur vital seberti bronkus. Namun pemberian steroid
masih kontroversial. Prednisolon 40 mg per hari selama 6 bulan diikuti tapering selama 4
minggu bersamaan dengan pengobatan TB dapat diberikan. Namun keamanan dari pemberian
steroid ini masih belum terbukti kecuali pada penyakit intratoraks yang dapat mengurangi
tekanan pada bronkus yang tertekan.

Semoga Bermanfaat^^

Anda mungkin juga menyukai