Anda di halaman 1dari 6

TUBERKULOSIS MILIER

PENDAHULUAN
Tuberkolosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3 - 7%
dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier merupakan
jenis tuberkulosis yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit
fulminan akut, yang disebabkan penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa
terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip
benih padi.1
TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M.
tuberkolosis dari komples primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2 6 bulan pertama
setelah infeksi awal. Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk Tuberkulosa paru dengan
terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan
ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji milet (sejenis gandum), berdiameter 1-2
mm.2
TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah 2 tahun,
karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya
belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar
keseluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier dapat juga terjadi pada anak besar dan remaja akibat
pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa
akibat reaktivasi kuman yang dorman. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak
seringkali tidak khas dan sulit didapatkan spesimen diagnostik yang terpercaya. Sehingga
diagnosis TB pada anak menggunakan scoring system yang didasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang.1,2
Diagnosis TB Milier ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
radiologis. Mengacu kepada ketentuan WHO, pengobatan TBC Milier pada prinsipnya sama
dengan pengobatan TBC pada umumnya, yaitu perpaduan dari beberapa jenis antituberkulosa
baik yang bakteriostatik maupun bakterisid. TBC Milier bersama dengan TBC dengan
Meningitis, TBC Pleuritis Eksudatif, TBC Parikarditis Konstriktif, direkomendasikan untuk
mendapat pengobatan dengan OAT kategori I ditambah dengan kortikosteroid.
DEFINISI
Tuberkulosis (TB) miliaris/ milier atau disseminated TB adalah jenis tuberkulosis yang
bervariasi dari infeksi kronis, progresif lambat hingga penyakit fulminan akut. Penyakit ini

disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam
aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi.
ETIOLOGI
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
a. kuman M. TB ( jumlah dan virulensi ),
b. status imunologis penderita (nonspesifik dan spesifik) dan
c. lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara,
rokok, penggunaan alkohol, obat bius, serta sosio ekonomi ).
Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB
milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal,
keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka lama.
PATOGENESIS
Manifestasi klinis TB milier dapat bermacam-macam, bergantung pada banyaknya
kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan kronik yang
tidak khas, seperti anoreksia dan berat badan turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan
atau tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak
nafas.
TB milier juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering
hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi tanda dan
gejala penyakit saluran napas belum ada. Pada lebih kurang 50% pasien, limfadenopati
superfisial dan hepatomegali akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian
bertambah tinggi suhunya dan berlangsung terus menerus / kontinu, tanpa disertai gejala
saluran nafas atau disertai gejala minimal dan rontgen paru biasanya masih normal. Beberapa
minggu kemudian, pada hampir di semua organ, terbentuk tuberkel difus multipel, terutama
di paru, limpa, hati dan sumsum tulang. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada
paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai ronkhi atau mengi. Pada
kelainan paru yang berlanjut, timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga timbul gejala
distres pernafasan, hipoksia, pneumotoraks dan atau pneumomediastinum. Dapat juga terjadi
gangguan fungsi organ, kegagalan multiorgan, serta syok.
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah kelainan kulit berupa tuberkuloid, papula
nekrotik, nodul atau purpura. Jika ditemukan dini dapat merupakan tanda yang sangat
spesifik dan sangat membantu diagnosis TB milier. Di negara berkembang TBC milier harus

dicurigai, bila setelah menderita campak, batuk rejan atau infeksi interkuren lainnya, pasien
mengalami sakit-sakitan dan berat badannya menurun. Walaupun terdapat febris, penderita
TBC Milier biasanya tidak tampak sakit berat. Batuk biasanya tidak ada atau ringan saja.
Sesak nafas dan sianosis mungkin dijumpai pada kasus yang berat.
Pada pemeriksaan paru sering tidak didapatkan kelainan. Krepitasi mungkin terdengar
bila anak disuruh bernafas dalam. Limpa biasanya membesar, sedang hepar tidak selalu.
Pemeriksaan funduskopi mata sering menunjukkan gejala patognomonik pada sebagian besar
kasus, yaitu ditemukannya tuberkel koroid. Dan pada sebagian penderita bisa ditemukan
tanda-tanda meningitis.
MANIFESTASI KLINIS DAN PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Manifestasi klinis TB milier tidak spesifik. Kriteria diagnosis TB milier adalah
a. Presentasi klinis sesuai dengan diagnosis tuberkulosis seperti demam dengan peningkatan
suhu di malam hari, penurunan berat badan, anoreksia, takikardi, keringat malam menetap
setelah pemberian antituberkulosis selama 6 minggu.
b. Foto toraks menunjukkan gambaran klasik pola milier.
c. Lesi paru berupa gambaran retikulonodular difus bilateral di belakang bayangan milier
yang dapat dilihat pada foto toraks maupun HRCT.
d. Bukti mikrobiologi dan atau histopatologi menunjukkan adanya tuberkulosis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Darah
Tidak ada perubahan hematologi yang spesifik pada TBC Milier. Laju endap darah
tidak informatif. Anemia biasanya ringan, namun pada kasus lama dan berat mungkin
dijumpai anemia berat. Sering ditemui lekopeni, kadang-kadang lekositosis dan
monositosis. Dalam pemeriksaan sumsum tulang didapatkan tuberkel-tuberkel dan
gambaran darah tepi dapat menyerupai leukemia berupa leukositosis dan lekosit-lekosit
muda, anemia leukoeritroblastik berupa lekosit muda dan normoblas. Kadang-kadang
terdapat gambaran hematologik anemia aplastik berupa pansitopenia.
B. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak selalu dijumpai pada kasus
TBC Milier. Pada gambaran foto toraks tipikal kemungkinan juga tidak ditemukan adanya
manifestasi klinis spesifik sebelum mencapai stadium lanjut. Oleh karenanya gambaran

radiologi normal belum pasti menyingkirkan diagnosa TBC Milier. Gambaran normal
radiologi mungkin disebabkan oleh :
1. fokus di paru memecah ke cabang vena, yang menyebabkan tidak terjadinya infiltrat di
paru.
2. ukuran infiltrat yang sangat kecil.
3. atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari penyakit.
Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang setelah 1-4 minggu.
Gambaran klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah gambaran badai salju (snow
storm appearance). Infiltrat-infiltrat yang halus berukuran beberapa milimeter, tersebar di
kedua lapangan pandang paru. Lesi milier dapat terlihat pada rontgen paru dalam waktu 2
- 3 minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas,
berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru, dengan
bentuk yang khas dan ukuran yang hamper seragam ( 1-3 mm ). Lesi kecil dapat
bergabung membentuk lesi yang lebih besar, kadang-kadang membentuk infiltrat yang
luas. Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, lesi yang tidak teratur seperti
kepingan salju dapat dilihat pada rontgen paru. Disamping itu dapat ditemukan pula efusi
pleura, penebalan pleura dan kavitasi.
PENATALAKSANAAN
1. Rawat Inap
2. Pemberian oksigenasi
3. Pengobatan TB Milier dilakukan dengan pemberian OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
Kategori I dan kortikosteroid.
OAT Kategori I, terdiri dari :
a. Tahap Intensif , 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat : Isoniazid (H),
Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).
b. Tahap lanjutan, 54 hari minum obat selama 4 bulan (3x/minggu), dengan paduan :
Isoniasid (H) dan Rifampisin (R).
Dosis obat :
a. Isoniasid (H)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari
pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB, dosis intermiten 3 x / minggu : 10 mg/kg BB.
b. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa dibunuh oleh Isoniasid.
Dosis harian dan dosis intermiten sama, yaitu : 10 mg/kg BB.
c. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis intermiten 35 mg/kg BB.
d. Etambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis intermiten : 30 mg/kg BB.
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dilakukan dengan dosis 30-40 mg/kg BB per hari, kemudian
diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/kg BB, dan lama pemberian disesuaikan
dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
4. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi, dan evaluas
pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang.
PROGNOSIS
Prognosa kesembuhan TBC Milier, setelah ditemukannya obat anti TBC mengalami
perbaikan yang signifikan, kecuali bila ada komplikasi meningitis, serta keterlambatan dan
tidak teratur dalam berobat. Respon TBC Milier terhadap antituberkulosis baik. Dengan
pengobatan yang tepat , perbaikan TB milier biasanya berjalan lambat. Respons keberhasilan
terapii antara lain adalah hilangnya demam setelah 2 - 3 minggu pengobatan, peningkatan
nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari dan peningkatan berat badan. Gambaran
milier pada rongen dada berangsur-angsur menghilang dalam 5 - 10 minggu, tetapi mungkin
juga belum ada perbaikan sampai beberapa bulan.

REFERENSI
1. Rahman, N, Pedersen KK, Rosenfeldt V, Johansen IS. Chalenges in diagnosing
tuberculosis in children. Dan Med J. 2012; 59. Hal. 4463.
2. World Health Organitazion. Guidance for national tuberculosis programmes on
management of tuberculosis in children. Geneva : World Health Organization; 2006. Hal.
371.
3. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

4. Bottiger LE, Nordenstam, I.E Wester, P.O. : Disseminated Tuberculosis as a Cause of


Obscure Origin. Lancet, 1 : 19, 1962.
5. Chapman, C.B. and Whorton, C.M. : Acute Generalized Milliary Tuberculosis Adult.
A Clinicopathological Study Based on Sixty Three Cases Diagnosed at Autopsy. New
Engl.J.Med, 235 : 239, 1946.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Cetakan ke 8, 2002.
7. Gelb,a.F. Leffler, C. Brewin, A. Mascatello, V. and Lyons, H.A. : Consumption
Coagulopathi in Milliary Tuberculosis. Ann. Intern.Med. 71 : 775, 1969.
8. Munt, P.W. : Milliary Tuberculosis in the Chemotherapy Era : With a Clinical Review
in 69 American Adult. Medicine, 51 : 139, 1972.
9. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 85264.
10. Pedoman
Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis.
Available
from
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2015
11. Rahajoe, Nastiti N., dkk, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi
PP IDAI, Juni, 2005.

Anda mungkin juga menyukai