Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS MILIER

OLEH

Maria Sesilia Fernandez, S. Kep


013190008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NUSA NIPA

MAUMERE

2020

LAPORAN PENDAHULUAN

Maria S. Fernandez 013190008


A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Tuberculosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.TBC milier adalah bentuk TBC
yang berpotensi fatal yang dihasilkan oleh penyebaran secara besar-besaran basil.
Mycobacterium tuberculosis Manifestasi klinis pasien dengan TBC milier pada
dewasa tidak spesifik bahkan sampai penyakitnya bertambah parah Pasien dengan
TBC milier dapat meninggal dalam waktu satu tahun jika mereka tidak mendapatkan
pengobatan. (Abdillah,2019)
Tuberkulosis (TB) diseminata atau disebut juga TB milier adalah infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis , yang menyebar secara hematogen
dimana secara radiologis dan histopatologis ditandai dengan gambaran yang
menyerupai biji jawawut (millet). Tuberkulosis diseminata yang merupakan TB
ekstraparu ini dapat menyerang berbagai sistem organ. Tuberkulosis diseminata
didapat pada lebih dari 38% pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
frekuensi yang sama baik pada pria maupun wanita dimana usia yang paling banyak
didapatkan diantara 24-45 tahun (Fort,2017)
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8 juta –
12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan
insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan seperti
yang terlihat pada gambar berikut ini. Sebagian besar estimasi insiden TBC pada
tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia Tenggara (45%) dimana Indonesia merupakan
salah satu di dalamnya dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika. Jumlah kasus baru TB
di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018).
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali
lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi
kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya merokok
dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan bahwa dari
seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan
perempuan yang merokok. (Infodatin, 2018)

Maria S. Fernandez 013190008


2. Klasifikasi
TB milier dibagi menjadi tiga kelompok:
a. TB milier akut
Penyakit ini biasanya didapatkan pada anak dan dewasa muda dengan gejala
yang bersifat akut atau subakut ditandai dengan demam tinggi intermiten dan
keringat malam. Pada 30% pasien bisa didapatkan adanya efusi pleura, peritonitis
atau meningitis. Pada usia yang lebih tua penyakit ini biasanya berlangsung
kronis dengan serta cenderung lebih berat. Namun demikian TB milier saat ini
lebih banyak ditemukan pada pasien yang lebih tua yang sering diawali dengan
adanya penyakit yang dasar misalnya sirosis hepatis, keganasan, penyakit
reumatologi, dalam pengobatan obat imunosupresif maupun kehamilan.
Gejala yang sering didapat yaitu demam, anoreksia, kelemahan dan penurunan
berat badan. Nyeri kepala dapat menunjukkan adanya komplikasi meningitis,
nyeri abdomen menunjukkan peritonitis dan nyeri pleuritik menunjukkan adanya
pleuritis. Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak didapatkan kelainan yang spsifik,
namun dengan pemeriksaan yang seksama bisa didapatkan adanya kelainan
berupa erupsi kulit, massa pada skrotum dan limfadenopati yang bila dilakukan
biopsi akan didapatkan diagnosis secara tepat. Pada pemeriksaan foto toraks,
gambaran infiltrat milier merupakan kelainan yang paling membantu dalam
diagnosis TB milier. Hitung sel darah putih biasanya normal. Pada pemeriksaan
kultur BTA baik dari sputum, isi lambung, dan cairan serebrospinal bisa
didapatkan hasil yang positif pada sebagian kecil kasus dan dengan pemeriksaa
sediaan hapus sputum dan sekret paru akan lebih jarang didapatkan hasil yang
positif. Diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsi jaringan (kelenjar getah bening,
masa skrotum, hati mapun sumsum tulang). Biopsi transbronkial juga merupakan
pemeriksan jaringan yang dapat dilakukan apabila terdapat dugaan TB milier
disertai dengan adanya pembesaran kelenjar getah bening di daerah hilus paru
untuk mendapatkan adanya gambaran granuloma kaseosa atau BTA.
Diagnosis harus cepat ditegakkan karena mortalitas TB milier sering disebabkan
karena keterlambatan terapi. Respons pengobatan dapat berlangsung cepat dalam
beberapa minggu.

b. TB milier kriptik (Cryptic milliary tuberculosis) dan Late Generalized


Tuberculosis (Hematogen kronis)

Maria S. Fernandez 013190008


Tuberkulosis milier kriptik mungkin berhubungan dengan adanya penyebaran
kuman dalam aliran darah yang terjadi secara intermiten dan progresif. Faktor usia
dan imunitas yang menurun merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran
kuman tersebut setelah infeksi primer. Istilah TB milier kriptik biasanya
menggambarkan pasien usia tua dengan sulitnya diagnosis karena tidak ada
kelainan pada foto toraks dengan uji tuberkulin negatif dimana penyakit yang
mendasari gejalanya hampir sama dengan TB. Late Generalized Tuberculosis
biasanya silent, contohnya TB pada ginjal, saluran kemih, dan tulang. Gejala klinis
yang bisa didapat antara lain demam yang tidak diketahui penyebabnya, sering
dengan gambaran foto toraks yang normal dan hasil uji tuberkulin yang negatif.
Late Generalized TB berhubungan dengan kelainan hematologis.
c. TB milier dan kelainan darah
Beberapa pasien dengan Late Generalized Tuberculosis menunjukkan adanya
kelainan hematologi serius antara lain leukopenia, trombositopenia, anemia, reaksi
leukemoid, myelofibrosis dan polisitemia. Ketika terjadi pansitopenia disertai
demam dan penurunan berat badan atau kelainan darah yang samar-samar, maka
adanya TB diseminata patut dicurigai (Sterling, 2015)
3. Etiologi
Sumber penularan penyakit Tuberkulosis adalah penderita Tuberkulosis BTA
positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman Tuberkulosis masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman Tuberkulosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran
nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi Tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. (Zainita,
2019)

4. Manifestasi Klinis

Maria S. Fernandez 013190008


Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan merupakan gejala
TBC yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2 minggu atau lebih.
(Infodatin, 2018)
Gejala umum yang terjadi pada penderita TB Milier antara lain demam tinggi
intermitent , keringat malam , penurunan berat badan, sesak nafas dan batuk Sistem
organ yang dapat terlibat antara lain meningens, hati, ginjal, tulang, saluran
pencernaan, kelenjar getah bening, rongga serosa (pleura, perikardial, peritoneal,
sendi), dan kulit. (Fort,2017)

5. Patofisiologi
Infeksi awal karena seorang menghirup basil Mycobacterium. tuberculosis.
Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan
terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat
menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar
melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan
korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli
yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2
sampai 10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi Mycobacterium. tuberculosis
dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa
jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil
hidup dan mati yang dikelilingi olah makrofag seperti dinding. Granuloma
selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya
seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya
membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi

Maria S. Fernandez 013190008


awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih
parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri
yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus.
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-120 hari). Daerah yang akan mengalami
nekrosis dan menyebar ke limfa hematogen lama kelamaan akan menyebabkan
Tuberculosis Milier.
Tuberkulosis milier juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam
tinggi yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam
beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Pada lebih kurang
50% pasien, limfadenopati superfisial, splenomegali, dan hepatomegali akan terjadi
dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung
terus-menerus/kontinu, tanpa disertai gejala respiratorik atau disertai gejala
minimal, dan foto toraks biasanya masih normal. Beberapa minggu kemudian,
hampir di semua organ, terbentuk tuberkel difus multipel, terutama di paru, limpa,
hati, dan sumsum tulang. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru,
yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai ronki atau mengi.
Pada kelainan paru yang berlanjut, timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga
timbul gejala gangguan pernapasan, hipoksia, pneumotoraks dan atau
pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan
multiorgan, serta syok. (Nandha, 2017)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya
kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan

Maria S. Fernandez 013190008


dahak dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak
sewaktu kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka
pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan
didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
b. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan
bakteri taham asam.
c. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil
negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni
persenyawaan antara antibody dan antigen tuberculin
d. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan
kalsium dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang
menunjukkan perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area
fibrosa.
e. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat Mikobakterium
Tuberkulosis.
f. Biopsi jaringan paru : Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang
mengindikasikan terjadinya nekrosis.
g. Pemeriksaan elektrolit : Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya
infeksi.
h. Analisa gas darah (AGD) : Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan
adanya sisa kerusakan jaringan paru.
i. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio
residu udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen

Maria S. Fernandez 013190008


sebagai akibat infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan
kelainan pleura (akibat dari tuberkulosis kronis) (Zainita, 2019)

7. Tatalaksana
a. Terapi Non Farmakologis
1) Bed rest total selama terapi fase akut
2) Diet tinggi kalori, tinggi protein untuk mencegah malnutrisi serta
meningkatkan respons imun
3) Isolasi di dalam ruangan bertekanan negatif dengan sirkulasi udara yang
baik sampai 3 kali pemeriksaan hapusan sputum BTA negatif (jika
disertai penyakit paru)
b. TB milier akut
1) Terapi harus dimulai secepat mungkin tanpa harus menunggu diagnosa
definitif, cukup dengan gambaran klinis dan radiologis yang sesuai
dengan TM milier akut
2) Pengobatan dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam
jangka waktu yang lebih lama yaitu selama 9 bulan dimana pada fase
intensif diberikan Isoniazid (INH), rifampisin, etambutol dan
pirazinamid selama 2 bulan dan dilanjutkan dengan fase lanjutan
dengan Rifampisin dan INH selama 7 bulan.
3) Terapi selama 12 bulan sering dibutuhkan untuk TB tulang dan TB
ginjal
4) Terapi jangka panjang sering dibutuhkan untuk TB sistem saraf pusat
dan yang mengenai perikardium.
5) Kepatuhan berobat
6) Directly Observed Treatment, Short-Course (DOTS) dibutuhkan pada
semua pasien
7) Steroid diberikan sebagai tambahan terapi pada TB milier akut
fulminant ditandai dengan adanya sesak napas dan hipoksemia.

Maria S. Fernandez 013190008


Pathway basil Mycobacterium Tuberculosis terhirup

Penyebaran bakteri melalui jalan nafas

Sampai ke alveoli dan menumpuk di alveoli

Penyebaran melalui aliran limfe ke bagian tubuh lainnya

Respon sistem imun

Gejala
 Mual, muntah Limfosit spesifik tuberculosis
Reaksi inflamasi neutrofil dan makrofag
 BB menurun
melakukan fagositosi menghancurkan jaringan normal
 Kelemahan fisik
MK : Akumulasi eksudat dalam alveoli
 Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Masuk ke sistem cerna
Peningkatan bakteri di usus Pembentukan granuloma Bronkopneumonia
 Intoleransi
aktivitas
Masa jaringan fibrosa dengan bagian tengah disebut ghon turbecle Gejala yang muncul :
meningitis atau peradangan Sesak nafas
pada selaput otak. Batuk berdahak
Ulserasi ghon turbecle
Ronkhi +
MK :
necrotizing caseosa di dalambronkus dan Bersihan jalan nafas tak efektif
membentuk jaringan parut Pola nafas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas

Daerah yang mengalami nekrosis dan


menyebar ke limfe hematogen

Tuberculosis Milier

Maria S. Fernandez 013190008


B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa, meliputi :
a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama : Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru
meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:
a) Keluhan respiratoris, meliputi: Batuk, nonproduktif/ produktif atau
sputum bercampur darah, Batuk darah, seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupablood streak, berupa garis, atau bercak-bercak
darah, Sesak napas, Nyeri dada
b) Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise.
2) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat
dalam melengkapi pengkajian.
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
beristirahat?
b) Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang
enak dalam melakukan pernapasan?
c) Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
d) Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
e) Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak,
perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara
terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang

Maria S. Fernandez 013190008


dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan
gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat
adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang
seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir.
Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses
penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering
disebabkan karena meminum OAT.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
c. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif,
dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan
tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi,
klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan
keluhan yang dialaminya.

d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik
umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan
B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2 dengan pemeriksaan
menyeluruh system pernapasan.

Maria S. Fernandez 013190008


1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain
itu, perlu di nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas
compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat
seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.

2) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan
fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB
paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada
sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk
dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami
penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien
dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika
terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim
paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan
frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada
klien dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang
disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang
purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru
disertai adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami

Maria S. Fernandez 013190008


peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu
mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
b) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika
perawat meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara
adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah
distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam
gerakan resonan, teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk
merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura
akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
d) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien
berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan
didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.

Maria S. Fernandez 013190008


3) B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
a) Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
b) Palpasi: Denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan
efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
4) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien
tampak dengan meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya
kengjungtiva anemispada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar
terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum
OAT terutama fifampisin.
6) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
7) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.

Maria S. Fernandez 013190008


2. DIAGNOSA
Beberapa diagnosa yang bisa diangkat :
a. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret
darah, upaya batuk buruk, dapat ditandai dengan:
1) Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
2) Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
3) Dispnoe.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental,
tebal, dan edema bronchial.
c. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan
pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret,
penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh (hypertermi).

Maria S. Fernandez 013190008


3. Intervensi
a. Bersihan jalan nafas tak efektif
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Bersihan Jalan Nafas NOC:


tidak efektif berhubungan  Respiratory status :  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
dengan: Ventilation suctioning.
- Infeksi, disfungsi  Respiratory status :  Berikan O2 ……l/mnt, metode………
neuromuskular, Airway patency  Anjurkan pasien untuk istirahat dan
hiperplasia dinding  Aspiration Control napas dalam
bronkus, alergi jalan Setelah dilakukan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas, asma, trauma tindakan keperawatan ventilasi
- Obstruksi jalan nafas : selama …………..pasien  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
spasme jalan nafas, menunjukkan keefektifan  Keluarkan sekret dengan batuk atau
sekresi tertahan, jalan nafas dibuktikan suction
banyaknya mukus, adanya dengan kriteria hasil :  Auskultasi suara nafas, catat adanya
jalan nafas buatan, sekresi  Mendemonstrasikan suara tambahan
bronkus, adanya eksudat batuk efektif dan suara  Berikan bronkodilator :
di alveolus, adanya benda nafas yang bersih, - ………………………
asing di jalan nafas. tidak ada sianosis dan - ……………………….
DS: dyspneu (mampu - ………………………
mengeluarkan sputum,  Monitor status hemodinamik
- Dispneu
bernafas dengan
DO:  Berikan pelembab udara Kassa basah
mudah, tidak ada
- Penurunan suara nafas NaCl Lembab
pursed lips)
- Orthopneu  Berikan antibiotik :
 Menunjukkan jalan
- Cyanosis …………………….
nafas yang paten (klien
- Kelainan suara nafas …………………….
tidak merasa tercekik,
(rales, wheezing)
irama nafas, frekuensi  Atur intake untuk cairan
- Kesulitan berbicara mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan dalam
- Batuk, tidak efekotif atau  Monitor respirasi dan status O2
rentang normal, tidak
tidak ada  Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
ada suara nafas
- Produksi sputum mengencerkan sekret
abnormal)
- Gelisah  Jelaskan pada pasien dan keluarga
 Mampu
- Perubahan frekuensi dan tentang penggunaan peralatan : O2,
mengidentifikasikan
irama nafas Suction, Inhalasi.
dan mencegah faktor
yang penyebab.
 Saturasi O2 dalam
batas normal
 Foto thorak dalam
batas normal

Maria S. Fernandez 013190008


b. Gangguan pertukaran gas
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
 ketidakseimbangan perfusi exchange ventilasi
ventilasi  Keseimbangan asam  Pasang mayo bila perlu
 perubahan membran Basa, Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kapiler-alveolar  Respiratory Status :  Keluarkan sekret dengan batuk atau
DS: ventilation suction
 sakit kepala ketika bangun  Vital Sign Status  Auskultasi suara nafas, catat adanya
 Dyspnoe Setelah dilakukan suara tambahan
 Gangguan penglihatan tindakan keperawatan  Berikan bronkodilator ;
DO: selama …. Gangguan -………………….
 Penurunan CO2 pertukaran pasien teratasi -………………….
 Takikardi dengan kriteria hasi:
 Barikan pelembab udara
 Hiperkapnia  Mendemonstrasikan
 Atur intake untuk cairan
 Keletihan peningkatan ventilasi
mengoptimalkan keseimbangan.
 Iritabilitas dan oksigenasi yang
 Hypoxia adekuat  Monitor respirasi dan status O2
 kebingungan  Memelihara kebersihan  Catat pergerakan dada,amati
 sianosis paru paru dan bebas kesimetrisan, penggunaan otot
 warna kulit abnormal dari tanda tanda tambahan, retraksi otot supraclavicular
(pucat, kehitaman) distress pernafasan dan intercostal
 Hipoksemia  Mendemonstrasikan  Monitor suara nafas, seperti dengkur
 hiperkarbia batuk efektif dan suara  Monitor pola nafas : bradipena,
 AGD abnormal nafas yang bersih, tidak takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
 pH arteri abnormal ada sianosis dan cheyne stokes, biot
frekuensi dan kedalaman dyspneu (mampu  Auskultasi suara nafas, catat area
nafas abnormal mengeluarkan sputum, penurunan / tidak adanya ventilasi dan
mampu bernafas suara tambahan
dengan mudah, tidak  Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ada pursed lips) ststus mental
 Tanda tanda vital  Observasi sianosis khususnya membran
dalam rentang normal mukosa
 AGD dalam batas  Jelaskan pada pasien dan keluarga
normal tentang persiapan tindakan dan tujuan
 Status neurologis penggunaan alat tambahan (O2,
dalam batas normal Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung

Maria S. Fernandez 013190008


c. Resiko tinggi infeksi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif control  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Kerusakan jaringan dan  Risk control sesudah tindakan keperawatan
peningkatan paparan Setelah dilakukan  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
lingkungan tindakan keperawatan alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien tidak  Ganti letak IV perifer dan dressing
- Peningkatan paparan mengalami infeksi dengan sesuai dengan petunjuk umum
lingkungan patogen kriteria hasil:  Gunakan kateter intermiten untuk
- Imonusupresi  Klien bebas dari tanda menurunkan infeksi kandung kencing
- Tidak adekuat pertahanan dan gejala infeksi
 Tingkatkan intake nutrisi
sekunder (penurunan Hb,  Menunjukkan
 Berikan terapi
Leukopenia, penekanan kemampuan untuk
antibiotik:.................................
respon inflamasi) mencegah timbulnya
- Penyakit kronik infeksi  Monitor tanda dan gejala infeksi
- Imunosupresi  Jumlah leukosit dalam sistemik dan lokal
- Malnutrisi batas normal  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Pertahan primer tidak  Menunjukkan perilaku  Inspeksi kulit dan membran mukosa
adekuat (kerusakan kulit, hidup sehat terhadap kemerahan, panas, drainase
trauma jaringan,  Status imun,  Monitor adanya luka
gangguan peristaltik) gastrointestinal,  Dorong masukan cairan
genitourinaria dalam  Dorong istirahat
batas normal  Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

Maria S. Fernandez 013190008


d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau mencerna c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau tindakan keperawatan  Ajarkan pasien bagaimana membuat
ekonomi. selama….nutrisi kurang catatan makanan harian.
DS: teratasi dengan indikator:  Monitor adanya penurunan BB dan gula
- Nyeri abdomen  Albumin serum darah
- Muntah  Pre albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
- Kejang perut  Hematokrit  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
- Rasa penuh tiba-tiba  Hemoglobin tidak selama jam makan
setelah makan  Total iron binding  Monitor turgor kulit
DO: capacity  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
- Diare  Jumlah limfosit protein, Hb dan kadar Ht
- Rontok rambut yang  Monitor mual dan muntah
berlebih  Monitor pucat, kemerahan, dan
- Kurang nafsu makan kekeringan jaringan konjungtiva
- Bising usus berlebih  Monitor intake nuntrisi
- Konjungtiva pucat  Informasikan pada klien dan keluarga
- Denyut nadi lemah tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

Maria S. Fernandez 013190008


e. Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
jaringan Setelah dilakukan dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk
DO: kriteria hasil: mencari dan menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol  Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri nyeri (tahu penyebab mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik  Kurangi faktor presipitasi nyeri
sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, menentukan intervensi
menyeringai) mencari bantuan)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
- Fokus menyempit nyeri berkurang dengan hangat/ dingin
(penurunan persepsi menggunakan  Berikan analgetik untuk mengurangi
waktu, kerusakan proses manajemen nyeri nyeri: ……...
berpikir, penurunan  Mampu mengenali nyeri  Tingkatkan istirahat
interaksi dengan orang (skala, intensitas,  Berikan informasi tentang nyeri seperti
dan lingkungan) frekuensi dan tanda penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
- Tingkah laku distraksi, nyeri) berkurang dan antisipasi
contoh : jalan-jalan,  Menyatakan rasa ketidaknyamanan dari prosedur
menemui orang lain nyaman setelah nyeri  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
dan/atau aktivitas, berkurang pemberian analgesik pertama kali
aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital dalam
- Respon autonom (seperti rentang normal
diaphoresis, perubahan  Tidak mengalami
tekanan darah, perubahan gangguan tidur
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)

Maria S. Fernandez 013190008


- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

DAFTAR PUSTAKA

Zainita, A. P., & Ekwantini, R. D. (2019). PENERAPAN BATUK EFEKTIF DALAM


MENGELUARKAN SEKRET PADA PASIEN TUBERKULOSIS DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI KELUARGA (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Fort GG. Miliary Tuberculosis. Ferri’s Clinical Advisor. 2017. P1305-6

Fitzgerald DW. Sterling TR, Haas DW. Mycobacterium tuberculosis. Mandell,


Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectius Diseases. 2015. 2787-818

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/cleopas.martin/miscellaneous/tuberkulosis_disse
minata_dr_martin.pdf

Kemenkes, R. I. (2018). Hasil utama RISKESDAS 2018. Online) http://www. depkes.


go. id/resources/download/info-terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil% 20Riskesdas,
202018.

Infodatin, B. (2018). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI,“. Indokator
dan Target”, Jakarta.

Nahda, N. D., Kholis, F. N., Wardani, N. D., & Hardian, H. (2017). FAKTOR–


FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN DEPRESI PADA
PASIEN TUBERKULOSIS DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG (Doctoral
dissertation, Faculty of Medicine).

http://eprints.undip.ac.id/57604/4/NisrinaDarinN_Bab2_220101
13140215.pdf
https://www.academia.edu/8931301/Kumpulan_Nanda_NIC-
NOC

Maria S. Fernandez 013190008

Anda mungkin juga menyukai