Anda di halaman 1dari 7

Dilan adalah panglima tempur.

Hidupnya tak sekedar hidup untuk

dirinya sendiri. Ada teman-teman yang menantinya untuk berbagi canda tawa,

marah dan terluka.

Dilan adalah pacar Milea Adnan Hussain. Kehadirannya sangat berarti

untuk Milea, sekedar untuk berbagi kalimat romantis yang membuat

tersenyum.

Dilan adalah anak Bunda. Dia berkwajiban untuk membuat Bunda

tersenyum dan tidak khawatir.

“Intinya, jangan datang ke perempuan untuk membuat dia mau, tetapi

datanglah ke perempuan untuk membuat dia senang.” – Dilan – hlm. 127

Hidup Dilan itu berat. Ada saja yang membuatnya harus berkorban

untuk untuk melaksanakan tugasnya menjadi kekasih, sahabat dan anak. Jadi,

jangan salahkan Dilan jika dia kadang kala harus mengorbankan beberapa hal

untuk memenuhi tugasnya yang lain.

Jadi, jangan salahkan Dilan kalau Milea menangis. Juga, jangan

salahkan Dilan kalau Bunda kecewa. Jangan salahkan Dilan saat teman-

temannya harus terluka, atau bahkan pergi untuk selamanya. Itu bukan salah
Dilan, karena Dilan sudah berusaha untuk jadi manusia yang baik untuk

orang-orang di sekitarnya.

“Aku percaya, orang yang paling egois sebenarnya adalah orang yang

paling merasa tidak aman di dunia. Menyembunyikan emosi hanya untuk

terlihat seperti baik-baik saja, padahal sesungguhnya menyimpan berjuta

pikiran di kepalanya dan begitulah aku saat itu.” – Dilan – hlm. 241

Milea : Suara dari Dilan, seri ketiga dari Dilan Series. Jika kita

merasakan indahnya kisah asmara di jaman SMA melalui Dilan : Dia adalah

Dilanku Tahun 1990, dan merasakan patah hati di novelDilan : Dia adalah

Dilanku tahun 1991. Sekarang, di seri Milea : Suara dari Dilan, kita akan
belajar banyak hal tentang persahabatan, keluarga dan cinta yang lebih terasa

lekat.

Pertama membaca Milea : Suara dari Dilan, kita akan bertemu Dilan

saat sekarang. Dia menggambarkan seperti apa perasaannya saat membaca

Dilan seri pertama dan kedua yang dikisahkan oleh Milea. Oh, aku lupa, di seri

ketiga ini giliran Dilan yang cerita.

Kita jadi tahu seperti apa isi kepala Panglima Tempur saat menghadapi

masalah-masalahnya, termasuk seperti apa perasaan Dilan saat cemburu,

jatuh cinta, kecewa dan patah hati.

Ternyata, cowok lebih pandai berpura-pura dari cewek, lho. Dan, cowok

lebih gampang menyerah dari pada cewek. Mungkin nggak semua cowok,

namun ini Dilan. Saat Dilan mendengar Milea jadian dengan Nandan, dia

memilih mundur, bukan mencari tahu seperti apa kebenarannya. Begitu juga

saat Dilan mendengar Milea sering bersama Gunar. Rasanya, Dilan nggak

segahar gelarnya “Panglima Tempur”.

Andaikan Dilan tipe cowok yang terbuka, mungkin ending-nya akan

jadi bahagia. Mungkin, kalau Dilan tipe cowok yang pantang menyerah, bisa

jadi tak ada yang terluka dan menyesali apa yang terjadi saat ini.
Baiklah, aku tidak ingin menyalahkan Dilan. Di dalam benak Dilan

sudah ada pemikiran tentang bagaimana cara membuat Milea Bahagia. Ingat

kalimat yang pernah diucapkan Dilan pada Milea :

“Jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, Milea. Nanti,

besoknya, orang itu akan hilang!” – Dilan : Dia adalah Dilanku Tahun 1990

Maka, itulah yang harus Dilan lakukan, menghilang dari hidup Milea.

Dilan tak tahu, pilihannya menghilang dari Milea bukan sesuatu yang

membuat Milea bahagia, namun sebaliknya. Sampai waktu lama membawa

mereka laripun, Milea tetap menaruh Dilan di separuh hatinya.

Novel ini juga menjawab, bisa jadi malah mengklarifikasi pernyataan

atau cerita dari Milea. Seperti penyebab Akew meninggal, lalu kenapa Dilan

ada di kantor polisi. Dilan tidak ditahan – untuk kasus Akew meninggal. Tapi,

Dilan dan kawan-kawannya menemani Burhan yang ditahan polisi. Juga

tentang gadis yang dikira Milea kekasih Dilan yang dia jumpai saat

pemakaman ayah Dilan. Termasuk latar belakang cerita Dilan yang meramal

Milea saat pertama kali kenalan.


Dilan itu teman yang baik. Dilan itu juga pacar yang baik. Dilan tipe

anak yang baik. Dan sebenarnya, Dilan juga murid yang baik untuk guru-guru

yang bisa mengerti dirinya.

Mungkin, guru-guru bisa membaca novel ini agar tahu bagaimana

bersikap pada anak-anak istimewa seperti Dilan dan kawan-kawannya.

Mereka tidak perlu dihukum, tidak perlu diceramahi panjang lebar. Cukup

dimengerti dan sedikit memberi mereka perhatian dengan cara yang lebih

bersahabat. Seperti apapun, anak-anak remaja itu masih punya hati. Jika

mereka merasa diperhatikan, mungkin mereka bisa mengerti kenapa guru-

guru tidak suka dengan ulah nakal mereka.

Mereka berulah, kadang ada alasan yang perlu kita dengar. Rasa

persahabatan mereka teramat tinggi, termasuk rasa ingin mencoba hal baru

yang beberapa termasuk hal menyimpang. Dilan menyukai Ibu Rini, gurunya,

kenapa? Karena Ibu Rini bisa mengerti dirinya.

Keluarga, Dilan bercerita banyak tentang keluarganya. Aku masih suka

Bunda, dan makin suka dengan Bunda – Ibu Dilan. Dia keren, sangat berbeda.

Mungkin, karena Bunda bisa berpikir luas, jadi caranya bersikap pada anak-
anaknya lebih terasa bersahabat. Nanti, kalau aku punya anak, aku ingin jadi

ibu kayak Bunda.

Jika di seri sebelumnya, saat Milea yang bercerita, Dilan adalah pusat

inti yang tak terlepaskan. Dia hampir memenuhi kisah-kisah Milea. Namun,

saat Dilan yang bercerita, Milea bukan satu-satunya tema novel ini.

Yang aku kurang suka adalah saat Dilan bilang “Seperti yang sudah

Milea ceritakan, dan kalimat sejenisnya”. Dilan memang tidak ingin

mengulang cerita Milea. Namun, seri pertama dan kedua itu sudah cukup

lama aku baca. Jadi, aku akan lebih suka jika Dilan sedikit menceritakan

kembali – sedikit saja – kisah itu padaku, sekedar mengingatkan saja.

Di novel ini ending sangat tidak penting, karena mungkin sebagian

besar pembaca sudah tahu ending macam apa yang akan mengakhiri kisah

Dilan dan Milea. Jujur, saat menyelesaikan Dilan, Dia adalah Dilanku tahun

1991 aku masih berharap ada keajaiban. Namun, keajaiban tidak semudah itu

terjadi termasuk pada kisah fiksi.

Tapi, entah kenapa aku merasa novel ini seperti novel dari kisah nyata.

Jika memang ini fiksi, aku sangat mengacungi jempol pada penulisnya yang

membuat aku merasakan kisah nyata dalam kisah fiksi. Keren.

Anda mungkin juga menyukai