Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH PERKEMBANGAN KESUBURAN TANAH

A. Sejarah Perkembangan Kesuburan Tanah

Perkembangan Kesuburan Tanah dimulai dari zaman batu, Pada zaman batu, manusia
hidup dari alam. Mereka mencari makanan, minuman, dan kayukayuan. Makanan diperoleh dari
buah-buahan, hewan buruan, ikan, dan hijauan tanaman. Minuman didapat dari air hujan, sungai,
dan danau. Kayu-kayuan diambil dari pohon-pohon yang tumbuh di hutan untuk kebutuhan kayu
bakar dan gubuk mereka. Mereka berpengalaman dimana makanan, minuman, dan kayu-kayuan
dapat diperoleh dengan cepat, sehat, dan aman bagi diri mereka.

Pada zaman ini kesuburan tanah diawali dari pengenalan mengenai tanah subur,
pengenalan cara bercocok tanam dan penemuan bahan-bahan penyubur tanah. Dimana pola
hidup mereka berpindah-pindah dari suatu tanah yang subur ke tanah subur yang lain setelah
tanah yang ditinggalkan tidak memberikan hasil bercocok tanam. Pertanian mereka dikenal
dengan pertanian subsisten. Mereka berpindah dari pertanian subsisten ke pertanian menetap di
suatu tempat. Permulaan peradaban pertanian di Mesopotamia tahun 2500 SM, dikenal dengan
Irak sekarang. Letaknya diantara sungai Tigris dan Euprat yang tanahnya subur, setiap biji
tanaman dapat tumbuh 86 s.d 300 biji. Tahun 500 SM ahli sejarah Yunani mengunjungi Irak,
Herodotus namanya. Beliau melaporkan bahwa produksi pertanian di Irak sangat tinggi, karena
mereka telah mengenal irigasi dan tanahnya yang subur berasal dari endapan banjir sungai-
sungai di sekitarnya. Tahun 300 SM Teopratus menulis dan melaporkan bahwa kesuburan tanah
aluvial sungai Tigris dibentuk dari endapan debu dari genangan sungai.

Pada suatu saat manusia itu mempelajari suatu kenyataan di lapangan, bahwa suatu tanah
Yang ditanami terus-menerus suatu saat akan menghasilkan produksi yang tidak lagi
memuaskan. Usaha penambahan pupuk kandang ataupun pupuk hijau ke tanah ini untuk
perbaikan kesuburan tanahnya, sebenarnya berkembang sebagai akibat hal tersebut di atas tadi,
Xenophon yang hidup antara tahun 434-355 SM melaporkan, bahwa suatu usaha perkebunan
akan mengalami kegagalan kalau dalam usaha pertaniannya itu pupuk kandang sama sekali tidak
dilibatkan. Xenophon menganggap tidak ada sesuatunya sebaik pupuk kandang. Theophrastus
(372-287 SM) merekomendasikan pemakaian bahan kompos sebanyak-banyaknya untuk
memupuk tanah yang tidak subur. Sebaliknya ia menganjurkan agar hati-hati dalam penggunaan
kompos terhadap tanah yang subur.
Peneliti ketika itu mengatakan bahwa tanah-tanah hitam adalah subur, sedangkan tanah
pucat atau kelabu tidak subur atau kesuburannya rendah. Columella membantahnya, dia
menunjukkan bahwa tanah gambut (warna hitam) tidak subur, dan tanah pucat di Lybia
mempunyai kesuburan tanah yang tinggi. Beliau menduga bahwa struktur tanah, tekstur tanah,
dan keasaman tanah adalah petunjuk yang berguna untuk menduga kesuburan tanahnya.

B. Kesuburan Tanah Menjelang Abad Ke-19

Pada abad ini Francis Bacon (1561-1624 M) mengatakan bahwa makanan utama tanaman
adalah air. Beliau percaya bahwa setiap tanaman mengambil zat dari dalam tanah untuk
makanannya, dan tanaman dapat tegak berdiri di atas tanah. Begitu juga Jan Baptiste van
Helmont (1577-1644 M), ahli fisika dan kimia bangsa Belanda melaporkan bahwa air adalah
unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.

Glauber (1604-1668 M) mengatakan bahwa sendawa (KNO3) sebagai penyusun utama


vegetasi bukan air. Beliau mengumpulkan garam-garam berasal dari tanah kandang lembu, dan
garam-garam itu berasal dari kotoran dan air seni lembu, dan lembu memakan rerumputan,
berarti garam-garam itu berasal dari rerumputan. Beliau mencobakan garam-garam untuk
pertumbuhan tanaman, hasilnya adalah terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman. Kesimpulan
beliau bahwa kesuburan tanah dan pupuk kandang ditentukan oleh sendawa (KNO3). Pendapat
beliau ini didukung oleh John Mayow (1643-1679 M).

John Woodward (1700 M) mencoba mengulangi percobaan yang dilakukan Boyle dan
van Helmont. Kesimpulannya bahwa pertumbuhan spearmint sebanding dengan jumlah zat yang
terdapat dalam air dan bahan tanah adalah penyusun utama vegetasi. Meskipun kesimpulannya
belum benar, tetapi hasil penelitiannya telah memberikan andil yang besar untuk kemajuan ilmu.
Teknik percobaannya jauh lebih maju daripada rekan-rekannya.
Dari kebanyakan tulisan-tulisan pada abad XVII dan XVIII mencerminkan gagasan-
gagasan bahwa tetumbuhan dibangun dari satu zat saja. Pada umumnya selama periode ini
penelitipeneliti itu menitik beratkan risetnya terhadap apa sebenarnya yang menyusun tanaman
dan dari mana asalnya. Barulah menjelang penutupan abad ke XVIII, Francis Home
mengemukakan, bahwa bukan satu seperti air tanah, zat berasal dari udara, garam-garam dan
minyak. Home merasa, masalah pertanian adalah masalah hara yang esensial untuk pertumbuhan
tanam-tanaman. Beliau juga melakukan percobaan-percobaan pot dalam usaha mengukur
pengaruh penggunaan zat-zat yang berbeda terhadap pertumbuhan tanaman dan melakukan
analisa kimia bahan tanaman. Hasil penelitiannya dianggap sebagai batu loncatan menuju ke
pertanian ilmiah.
Disimpulkan pada abad ini merupakan awal dari penelitian-penelitian dan pengembangan
pokok-pokok pikiran oleh pakar, yang akan melakukan penyelidikan awal fisiologi tanaman,
prinsip air, hara, dan bahan-bahan alami dan awal percobaan-percobaan pertumbuhan tanaman
dengan perlakuan-perlakuan zat.

C. Kemajuan Kesuburan Tanah Selama Abad Ke-19


o Awal pengetahuan tentang respirasi dan fotosintesis
Theodore de Saussure seorang ilmuan mendemonstrasikan bahwa tanaman
mengabsorpsi oksigen dan membebaskan CO2 tema sentral respirasi. Sebagai tambahan
beliau mengemukakan pula, bahwa tanaman dapat mengabsorpsi CO2 dan
membebaskan O2 jika ruangan diberi cahaya. Jika tanaman ditempatkan di dalam
ruangan tanpa CO2, maka tanaman itu akan mati.
o Pengenalan sumber unsur hara dalam tanah
Jeam Baptise Boussingault (1802 – 1882), seorang ahli peneliti dari Perancis.
menerapkan teknik percobaan yang hati-hati sekali seperti yang dilakukan dee Saussure
dalam hal penimbangan, analisis bahan pupuk kandang yang ditambahkan ke petak
percobaan serta dengan cermat memanen tanamannya. Beliau mencatat keseimbangan
hara yang memperlihatkan berapa banyak macam unsur hara tanaman yang berasal dari
air hujan, tanah dan udara, kemudian menganalisiskan komposisi tanamannya pada
tingkat pertumbuhan tertentu.
o Awal percobaan lapangan
Dari pertengahan abad ke XIX hingga ke awal abad ke XX, dianggap merupakan
periode waktu dimana dirasakan kemajuan yang lebih pesat tentang nutrisi tanaman dan
pemupukan. Diantara orang yang bekerja di periode waktu ini perlu dicatat Jeam
Baptise Boussingault (1802 – 1882), seorang ahli peneliti dari Perancis. Ia mendirikan
sebuah kebun percobaan di Alsace, Perancis. Di kebun ini beliau banyak melakukan
percobaan lapangan dengan plot (petak) percobaan seperti yang lazim kita lakukan di
zaman sekarang. Beliau menerapkan teknik percobaan yang hati-hati sekali seperti yang
dilakukan dee Saussure dalam hal penimbangan, analisis bahan pupuk kandang yang
ditambahkan ke petak percobaan serta dengan cermat memanen tanamannya. Beliau
mencatat keseimbangan hara yang memperlihatkan berapa banyak macam unsur hara
tanaman yang berasal dari air hujan, tanah dan udara, kemudian menganalisiskan
komposisi tanamannya pada tingkat pertumbuhan tertentu. Boussingault disebut oleh
banyak orang sebagai “Bapak Percobaan Lapangan”.
o Hukum minimum Liebig
Hukum Minimum (The Law of the Minimum), yang mengemukakan, bahwa
pertumbuhan tanaman dibatasi oleh unsur hara tanaman yang terdapat dalam jumlah yang
sangat rendah, sedangkan faktor lainnya berada dalam keadaan cukup. Konsep ini
mendominir jalan pikiran peneliti-peneliti pertanian selama waktu yang lama dan hingga
kini. Beliau dianggap merupakan Bapak Kimia Pertanian. Berbarengan dengan penemuan
Liebig itu, di Inggris oleh J.B. Lawes dan J.H. Gilbert dibangun pula pada tahun 1843
Stasiun Percobaan di Rothamsted.

D. Perkembangan Kesuburan Tanah di Indonesia


1. Kegiatan Pertanian Indonesia Tergantung terhadap alam
Perkembangan kesuburan tana di Indonesia berawal saat para petani di Indonesia
masih menggunakan pola Tradisional dalam bertani. Pada saat itu petani bertani hanya
menggunakan alat seaadanya, menggunakan alat pertanian dari batu dan bercocok tanam
beberapa jenis tanaman. Berkembangnya masyarakat pra- pertanian (menetap, bercocok
tanam dan beternak) penggunaan lahan lebih intensif (2 kali rotasi tanaman), (i) pemicu
revolusi pertanian: perubahan cara hidup dari berburu makanan menjadi bercocok tanam
secara menetap, (ii) ekstersifikasi pertanian, (iii) tenaga kerja berharga. shifting
cultivation hutan ditebang kemudian dibakar, setelah itu dibiarkan untuk waktu beberapa
lama. Disamping itu karena sepenuhnya bergantung pada alam maka pada saat tersebut
belum mengenal yang namanya pupuk kimia sintetik , sehingga pada masa ini kondisi
Hara dalam tanah masih stabil dan tanah dapat dikategorikan kepada tanah yang subur .

2. Revolusi Hijau
Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan
perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai
pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia
(Norman Borlaug). Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting:
penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal,
penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan
penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas.
Dampak positif revolusi hijau:
1. meningkatkan produktifitas tanaman pangan
2. peningkatan produksi pangan menyebabkan kebutuhan primer masyarakat
industri menjadi terpenuhi
3. indonesia berhasil mencapai swasembada beras
4. kualitas tanaman pangan semakin meningkat
Dampak negatif revolusi hijau:
1. Penurunan keanekaragaman hayati.
2. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada
pupuk.
3. Penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.
4. Berbagai organisme penyubur tanah musnah
5. Kesuburan tanah merosot atau tandus
6. Tanah mengandung residu (endapan) pestisida
3. Pertanian Berkelanjutan
Yaitu pertanian yang dapat mengarahkan pemamfaatan oleh manusia lebih besar,
efisiensi penggunaan sumberdaya lahan lebih tinggi besar dan seimbang dengan
lingkungan, baik manusia maupun dengan hewan. Sedangkan multidisplin ilmu tanah
berkelanjutan atau Sustainable Soil Management (SSM). Menurut Steiner (1996)
dalam Winarso (2005) ada tiga aspek sistem pengolahan tanah berkelanjutan yaitu:
1. Aspek bio fisik yaitu pengolahan tanah berkelanjutan harus memelihara da
meningkatkan kondisi fisik dan biologi tanah untuk produksi tanaman dan
keragaman hayati (biodiversity).
2. Aspek sosial budaya yaitu pengolahan tanah berkelanjutan harus cocok atau sesuai
dengan kebutuhan manusia baik secara sosial dan budaya pada tingkatan nasional
dan regional.
3. Aspek ekonomi yaitu pengolahan tanah berkelanjutan harus mencakup semua
penggunaan lahan.
Pertanian berkelanjutan Salah satu aspek teknis yang terpenting pada pertanian
berkelanjutan baik di negara maju maupun berkembang adalah peningkatan efisiensi
pupuk. Peningkatan efisiensi pupuk akan dapat mengurangi pemakaian pupuk dan biaya
produksi, serta akan menurunkan resiko permasalahan lingkungan.

Sumber :

Prasetyo, Riwandi,. Hasanudin, dan Indra Cahyadinata. 2017. Bahan Ajar Kesuburan Tanah
Dan Pemupukan. Penerbit: Yayasan Sahabat Alam Rafflesia.

Aulia, Dicky. 2016. Sejarah Perkembangan Kesuburan.


https://www.academia.edu/31416637/Sejarah-Perkembangan-Kesuburan . (onlea). Diakses
tgl 18 januari 2020.

Anda mungkin juga menyukai