Anda di halaman 1dari 7

Buaya Kuning

Asal : Mempawah

Pada zaman dahulu kala. Di sebuah kerajaan Bangkule Rajakng, negeri Mempawah Tua,
bertahtalah seorang raja yang bernama Patih Nyabakng yang diberi gelar oleh rakyatnya sebagai Raja
Kudong. Raja Kudong ini memiliki cacat fisik yaitu jari tangan yang tidak sempurna bentuknya.
Oleh sebab itu pulalah, dia digelari sebagai Raja Kudong. Namun dia juga memiliki kesaktian
mandraguna. Meskipun cacat, Raja Kudong sangat terampil menebar jala di air, guna menangkap
ikan dan udang yang merupakan kegemarannya sehari-hari. Sebagai raja yang berkuasa di negerinya,
dia pun telah berusaha sekuat tenaga untuk mengobati cacat fisiknya itu. Tetapi hingga kini belum
juga bisa disembuhkan. Pada suatu ketika, dalam suasana hati yang diliputi kekesalan dan hampir
berputus asa, dia pun bersumpah pada dirinya sendiri dan juga kepada seluruh rakyatnya. "Siapapun
orang yang dapat menyembuhkan cacat fisikku ini, bila dia seorang laki-laki, akan aku angkat
sebagai saudara kandungku. Dan apabila dia seorang perempuan, akan aku jadikan dia sebagai
istriku. Walaupun aku telah mempunyai seorang istri yang bernama Barkelim dan seorang anak laki-
laki." Ikrarnya.

Pada suatu hari, dengan diiringi beberapa pengawalnya, Raja Kudong pun pergi ke sungai
Mempawah untuk menjala ikan dan udang. Tetapi tidak seperti biasanya, sudah menjelang siang tak
seekor ikan dan udang pun yang didapatnya. Hingga dia dan rombongan berjalan jauh dan tiba di
Lubuk Sauh. Setiba Raja Kudong disana, dia pun segera menebarkan jalanya seperti biasa. Namun,
ketika hendak menarik jala yang sudah ditebar tersebut, jala itu terasa berat. Terbit rasa penasaran di
hati Baginda. "Ini tentulah ikan yang sangat besar." Kata Raja Kudong penuh keyakinan kepada para
pengawal yang selalu setia menemaninya. Ditarik-tariknya jala itu, tetapi tidak berhasil terangkat
juga. Usaha para pengawal yang ikut membantu menarik pun  mengalami kegagalan. "Mengapa
jalaku tersangkut begitu kuat disana? Seolah-olah ada yang menariknya dari dalam dasar sungai."
Pikir Raja Kudong heran. "Biar aku menyelam saja, untuk mengetahui apa yang terjadi dengan jalaku
didalam sana." Kata Raja Kudong kepada para pengawalnya. Para pengawal pun mengangguk,
menyetujui penuh keinginan Sang Raja. Akhirnya, Raja pun menyelam ke dasar sungai Lubuk Sauh.
Namun, karena menunggu terlalu lama para pengawal pun mengambil keputusan. Karena hingga hari
sudah hampir menjelang malam, Sang Raja pun belum muncul juga dipermukaan air, maka para
pengawal pun memutuskan untuk kembali keistana.
Tahukah kalian, apa yang terjadi dengan Raja Kudong didalam sungai sana? Ternyata disaat
Raja Kudong sudah berada di dasar sungai, dia menemukan hal yang tak pernah dibayangkannya
selama ini. Betapa terkejutnya beliau ketika melihat siapa yang ada dihadapannya. Ternyata,
penyebab tersangkut jalanya, karena dipegang oleh seorang putri yang berparas cantik jelita.
"Selamat datang di kerajaan kami, paduka yang mulia Raja Kudong." Kata Sang Putri sambil
menjura, memberi hormat. "Siapakah Tuan Putri ini sebenarnya? Dan mengapa Tuan Putri berada di
dasar sungai Lubuk Sauh ini?" Tanya paduka Raja Kudong dengan penuh rasa hormat. Hatinya juga
diliputi rasa heran. "Saya bernama Banyu Mustari, Paduka. Saya adalah penguasa sungai ini." Jawab
Sang Putri sambil tersenyum dengan hormat. Raja Kudong hanya diam, masih tak percaya dengan
apa yang baru saja dialaminya. "Mari paduka yang mulia Raja Kudong, ikut saya ke istana." Ajak
Putri Banyu Mustari sambil melangkah. Raja Kudong pun tak punya pilihan lain. Dia kemudian
mengikuti langkah Putri Banyu Mustari menuju ke istana bawah sungai yang begitu indah dan
megah. Istana Putri Banyu Mustari berada didalam gua yang luas. Dinding-dindingnya dihiasi batu
alam yang berwarna-warni dan berkilauan. Gemericik air yang keluar dari celah-celah bebatuan kian
menambah kesejukan suasana di istana. Dan singgasana Sang Putri Banyu Mustari pun terlihat kokoh
dan anggun, serta mempesona.
"Silahkan duduk Paduka Yang Mulia." Ujar Putri Banyu Mustari, mempersilakan Raja
Kudong. Dia sendiri langsung duduk di singgasananya. "Maaf Putri. Mengapa Putri Banyu Mustari
menahan jalaku? Apa maksud Putri Banyu Mustari sebenarnya?" Tanya Paduka Raja Kudong.
Tampaknya ia sudah tidak sabar ingin segera mengetahui alasan Putri Banyu Mustari menahan
jalanya.
"Maksud saya menahan jala itu, tak lain hanya karena ingin menolong kesulitan yang baginda alami."
Jelas Sang Putri. "Maksud Putri?" Tanya Raja dengan penuh rasa heran. "Saya sudah tahu semua
masalah yang selama ini membebani pikiran dan perasaan Baginda. Dan saya juga sudah mendengar
sumpah yang Baginda ucapkan diatas sana." Lanjut Putri Banyu Mustari. "Jadi Tuan Putri bisa
menyembuhkan tanganku?" Tanya Raja Kudong penuh harap. Wajahnya berbinar cerah. "Dengan
bantuan Yang Kuasa, mudah-mudahan saya bisa menyempurnakan jari-jari paduka yang kudong itu.
Tetapi ada syaratnya! Paduka harus mengawini saya, sesuai dengan sumpah yang telah paduka
ucapkan." Urai Putri Banyu Mustari, lembut tapi tegas. "Aku tidak akan mengingkari janjiku sendiri.
Jika jari-jari tanganku yang kodung ini dapat disembuhkan nanti, aku pasti akan menepati ikrarku."
Raja Kudong meyakinkan Putri Banyu Mustari.
Dan anugerah itu pun terjadi pada Raja Kudong. Setelah diobati oleh Putri Banyu Mustari.
Singkat cerita, dengan izin Yang Maha Kuasa, maka tangan Raja Kudong pun dapat sembuh dan
menjadi utuh kembali. Dan sesuai dengan janjinya, Raja Kudong pun mengawini Putri Banyu
Mustari. Dari hasil perkawinan tersebut, mereka dikaruniai beberapa orang anak, salah satu
diantaranya diberi nama Kartamina dan mereka hidup sejahtera dan bahagia di istana dasar sungai.
Setelah beberapa tahun berlalu, timbul rasa kerinduan Raja Kudong kepada keluarga dan rakyat di
negerinya. Dia bermaksud kembali ke kerajaannya di Bangkule Rajakng dan memerintah kerajaan
seperti dulu. Pada suatu kesempatan, ketika mereka sedang bersantai di taman istana, diutarakanlah
keinginannya itu kepada sang istrinya Putri Banyu Mustari. "Istriku! Ada suatu hal yang selama ini
masih mengganjal diperasaanku yang hendak aku sampaikan kepadamu." Kata Raja Kudong.
"Tentang masalah apa, Baginda?" Tanya Putri Banyu Mustari dengan perasaan ingin tahu. "Istriku,
Putri Banyu Mustari. Sudah lama aku berada di kerajaan ini. Selama ini pula aku merasa bahagia dan
tak kurang suatu apapun. Engkau dan anak-anak merupakan bagian dari hidupku." Kata Baginda
Raja menghibur istrinya."Akan tetapi, dalam beberapa hari ini aku sangat merasa rindu pada
negeriku sendiri. Semakin aku tahan rasa rinduku, semakin kuat pula rasa rindu itu menarikku untuk
kembali pada kerajaan ku." Urai Raja Kudong panjang lebar. "Jadi, Baginda akan meninggalkan saya
dan anak-anak kita?" Tanya Putri Banyu Mustari dengan perasaan sedih. Air mata sudah membasahi
wajahnya. "Sebenarnya, berat bagiku meninggalkanmu dan anak-anak kita." Kata Baginda Raja
sambil merangkul istrinya dengan penuh kasih sayang. "Tapi kewajibanku sebagai seorang raja
menuntut aku untuk pulang. Rakyat yang sudah lama kutinggalkan tentulah mengharapkanku
kembali. Dan engkau bersama anak-anak kita akan aku bawa turut serta." Jelas Raja Kudong lagi.
Lama mereka terdiam dengan pikiran dan perasaan masing-masing. Akhirnya Putri Banyu
Mustari pun angkat bicara. "Maafkan saya, Baginda. Saya dan anak-anak tidak dapat mengikuti
Baginda ke kerajaan Bangkule Rajakng di darat sana." Lirih Putri Banyu Mustari. "Mengapa engkau
dan anak-anak tidak bisa ikut denganku ke kerajaan Bangkule? Tanya Baginda Raja Kudong
keheranan. "Saya tidak bisa tinggal di kerajaan daratan, Paduka. Karena disana bukanlah dunia saya.
Harap Baginda dapat mengerti." Mohon Putri Banyu Mustari sambil menahan isak tangisnya yang
mau keluar. Melihat kebesaran hati sang isteri dan betapa murungnya wajah cantik itu, Baginda pun
tak dapat menahan harunya. Didekapnya tubuh sang isteri erat-erat, seakan tak hendak
dilepaskannya. "Sebenarnya, aku sangat menginginkan kalian ikut bersamaku. Tetapi, kalau memang
sudah begitu keadaan dan keputusan Putri, aku akan tetap menghargai dan menghormatinya." Ujar
Raja Kudong dengan wajah sedih. "Tapi masih ada satu hal lagi yang perlu baginda ketahui. Begitu
Baginda kembali kedaratan, maka selamanya Baginda tak dapat melihat saya dan anak-anak, serta
tidak dapat kembali lagi ke dunia alam gaib ini." Kata Sang Putri lirih. "Bagaimana kalau nanti aku
merindukanmu dan anak-anak kita? Tidak dapatkah kita bertemu kembali walau hanya sekejap?"
Tanya Baginda dengan nada cemas dan wajah memohon. "Jika muncul kerinduan Baginda kepada
saya dan anak-anak, maka buanglah sebutir telur ayam kampung yang masih mentah, sebatang paku,
sebutir buah keminting atau kemiri, seulas sirih sileke, sejemput berteh padi dan beras kuning yang
sudah dilumuri minyak bauh. Lalu, buanglah semua benda itu kedalam air sungai Mempawah."
Pesan Putri Banyu Mustari  pada Sang Raja.

Akhirnya dengan seizin istri dan anak-anaknya, berangkatlah Raja Kodung kembali ke negeri
Mempawah Tua diatas sana. Ketika mereka akan berpisah, berpesanlah Banyu Mustari kepada Raja
Kudong. "Jika nanti muncul di perhuluan sungai Mempawah buaya-buaya yang berwarna kuning,
hendaklah keturunan Baginda Raja tidak mengganggunya. Sebab, sesungguhnya buaya-buaya kuning
tersebut adalah keturunan dari perkawinan Baginda dengan saya." Pesan Banyu Mustari. "Aku akan
selalu mengingat pesanmu itu, istriku." Kata Raja Kudong sambil memegang tangan Banyu Mustari
dengan lembut. Sebelum berpisah, dipeluknya dengan erat anak-anak dan istrinya. Beliau juga
berpesan, agar sepeninggalnya nanti mereka bisa menjaga diri dengan baik.
Singkat cerita, dengan kesaktian yang dimilikinya, sampailah Raja Kudong ke negerinya
yang disambut oleh seluruh warga istana dan rakyatnya dengan penuh suka cita. Selain itu, terbesit
rasa heran di hati mereka, atas kembalinya Raja Kudong di alam nyata setelah sekian lama
menghilang. Dan mulai saat itu Raja Kudong kembali memimpin kerajaannya. Setelah beberapa
bulan kembali kedaratan, maka timbullah rasa rindu Raja Kudong kepada istri dan anak-anaknya di
kerajaan dasar sungai. Kemudian Raja Kudong memerintahkan kepada para pelayan istana untuk
segera menyiapkan alat-alat yang telah dipesankan oleh isterinya. Putri Banyu Mustari, sebagai
media ritual yang akan mempertemukan mereka nantinya di sungai. Sebutir telur ayam kampung
yang masih mentah, sebatang paku, sebutir buah keminting atau kemiri, seulas sirih seleke, sejemput
berteh padi dan juga beras kuning yang sudah dilumuri minyak bauh. Setelah semuanya siap, maka
dibawalah alat-alat itu kesungai Mempawah untuk dibuang seluruhnya disana.
Setelah semua persyaratannya dibuang dengan cara perlahan dan penuh kesopanan oleh Raja
Kudong ke air Sungai Mempawah, tak lama kemudian muncullah kepermukaan sungai beberapa ekor
buaya yang berwarna kuning. Buaya-buaya itu mendekati Raja, seolah menaruh rasa rindu yang sama
pada paduka. Maka untuk beberapa waktu, terobatilah perasaan rindu Sang Raja kepada isteri dan
anak-anaknya. Dan mulai saat itu, Raja Kodung lantas mengeluarkan sebuah titah, agar seluruh
keturunannya tidak mengganggu semua buaya kuning yang terdapat atau muncul dipermukaan
sungai Mempawah. Acara pemanggilan itu sendiri kemudian dikenal dengan acara adat buang-buang
yang sampai sekarang masih dilestarikan dan terus dilaksanakan oleh sebagian rakyat Mempawah.

Dalam cerita Raja Kudong ini ada beberapa pesan moral yang bisa kita petik. Cerita ini
mengajarkan pada kita untuk senantiasa menghargai keputusan orang lain dan juga menepati janji
yang telah terucap. Selain itu, percaya atau tidak, cerita ini merupakan sebuah kenyataan, bahwa Raja
Kudong memang sempat hidup dalam dua alam. Yaitu alam nyata di bumi di kerajaan Bangkule
Rajakng dan hidup pula di alam gaib, di kerajaan Putri Banyu Mustari di dasar Lubuk Sauh sungai
Mempawah..
Buaya Kuning
Mempawah
Pada zaman dahulu, berdirilah sebuah kerajaan di Mempawah tua, bernama
kerajaan Rajank. Kerajaan itu di pimpin oleh seorang raja bernama Patih Nyabank, ia memiliki
cacat di tubuhnya, jari tangannya tidak sempurna. Oleh rakyatnya ia digelari Raja Kudong.
Walau demikian ia adalah seseorang yang sakti. Kesehariannya ia gemar menebar jala dan
memancing di sungai. Raja Kudong sudah berusaha untuk menyembuhkan cacat tubuhnya,
namun tidak juga berhasil. Sampai ia putus asa dan bersumpah bahwa jika yang dapat
menyembuhkan adalah seorang laki-laki maka akan ia angkat menjadi saudara dan jika
perempuan maka akan dijadikan istrinya.

Suatu hari ia dan beberapa pengawalnya pergi menebar jala di Sungai Lubuk Sauh,
beberapa saat kemudian saat ia menarik jalanya, tidak bisa kerena terlalu berat. Ia dan
pengawalnya pun tidak mampu. Penasaran akhirnya raja pun turun menyelam ke dasar sungai.
Para pengawalnya menunggu di atas daratan. Setelah beberapa jam namun raja tidak kunjung
kembali. Akhirnya para pengawal pulang ke kerajaan. Di dasar suungai raja melihat jala tersebut
di tarik oleh seorang perempuan cantik. Ternyata perempuan cantik itu adalah pemimpin
kerajaan bawah sungai tersebut. Namanya adalah putri Banyu Mustari. Setelah berkenalan
dengan putri mengajak Raja Kudong untuk ke kerajaannya, raja heran mengapa ada sebuah
kerajaan indah di dasar sungai.

Sesampainya di istana, raja menanyakan alasan putri mengapa ia menarik jala milik
raja. Lalu putri Banyu Mustari pun menjawab bahwa ia sengaja menarik jala agar bisa bertemu
dengan raja, ia mengatakan bisa menyembuhkan cacat pada raja, namun sebelum itu Raja
Kudong haruslah menepati janji yang di ucakannya. Mendengar hal itu raja dengan tegas
mengatakan tentu saja ia akan menepati janjinya. Lalu dengan kuasa sang putri mampu
menyembuhkan cacat di tangan raja. Dengan senang hati raja pun menikahi putri Banyu Mustari.
Setelah menikah Raja Kudong tinggal di kerajaan bawah air tersebut dan membangun keluarga
baru.

Setelah lama tinggal di kerajaan dasar sungai, raja merasa rindu dengan kerajaan di
daratan, ia merindukan istri dan anak-anaknya serta rakyat yang di pimpinnya. Suatu ketika raja
berbicara dengan putri Banyu Mustari, ia mengatakan ingin kembali ke kerajaan Rajank, karena
tugas nya sebagai pemimpin kerajaan tidaklah baik apabila terlalu lama meninggalkan kerajaan.
Dengan berat hati putri Banyu Mustari pun mengizinkan Raja Kudong untuk kembali ke daratan.
Namun dengan sedih ia menyampaikan kabar buruk. Jika sang raja kembali ke daratan, maka
Raja Kudong tidak akan bisa bertemu lagi dengan dirinya dan anak-anak di kerajaan dasar
sungai. Dengan sedih raja meminta syarat agar saat ia rindu dengan putri dan anak-anaknya ia
bisa mengobati rasa rindu itu.

Putri Banyu Mustari mengajukan syarat untuk menghayutkan satu telur ayam
kampung yang masih mentah, sebatang paku, sebutir buah keminting atau kemiri, sepucuk sirih ,
sejemput padi dan beras kuning yang sudah dilumuri minyak bauh. Lalu, buanglah semua benda
itu kedalam air sungai Mempawah, lalu ketururnan raja tidak boleh mengganggu jika nanti
muncul buaya kuning di sungai mempawah, karena buaya tersebut adalah jelmaan keturunan raja
dan putri Banyu Mustari.

Lalu kembalilah Raja Kudong ke kerajaan Rajank, beberapa tahun kemudian ia


merindukan istrinya putri banyu mustari dan anak-anak mereka. teringat pesan putri, Raja
Kudong pun memerintahkan untuk melaksanakan ritual buang-buang di sungai Mempawah, pada
saat ritual itu selesai dilakukan, timbulah beberapaekor anak buaya kuning di permukaan sungai.

Anda mungkin juga menyukai