Anda di halaman 1dari 5

Cerita Rakyat Bangka Belitung :

Bujang Katak
dongeng cerita rakyat13 Juni 2015 No comment 2955 views
★★★★★

Kisah Rakyat Bujang Katak yang merupakan cerita rakyat Bangka belitung yang sering
diceritakan orang tua Kakak ketika Kakak masih kecil. Kakak yakin jika kalian sudah
membaca cerita rakyat dari Bangka Belitung ini sampai selesai, kalian akan menyukainya.
Cerita ini mengisahkan seorang Putri raja yang bersedia menikah dengan seorang yang
miskin dan buruk rupa namun baik hatinya. Apa yang terjadi dengan kisah cinta mereka. Ini
dia cerita lengkapnya.

Cerita Rakyat Bangka Belitung : Jembatan


Emas untuk Putri

cerita rakyat bangka Bujang Katak

Bujang Katak, begitulah ia biasa dipanggil, karena ia memang menyerupai katak. Kulitnya
licin dan berwarna kehijauan, Iehernya pun pendek seperti katak. Bujang Katak adalah
anak tunggal wanita tua yang miskin. Dulu, wanita itu rajin berdoa agar Tuhan
mengaruniakan seorang anak padanya. Tanpa sengaja, ia berkata bahwa meskipun anak
yang diberikan menyerupai katak, ia akan tetap mencintainya. Rupanya Tuhan
mengabulkan doanya, dan lahirlah si Bujang Katak.
Bujang Katak rajin membantu ibunya di ladang. Para penduduk desa pun menyukai Bujang
Katak karena sikapnya yang ramah dan suka membantu. Akhir-akhir ini, Bujang Katak
tampak murung. Ia sering duduk melamun. Ibunya yang heran melihat perubahan sikapnya
pun bertanya, "Apa yang kau pikirkan, Nak? Seharian kau hanya duduk melamun."

Bujang Katak menghela napas, "Aku sekarang sudah dewasa Bu, sudah saatnya aku
menikah."

Ibunya tersenyum, "Ah, rupanya kau sedang jatuh cinta. Katakan pada Ibu siapa wanita itu
dan Ibu akan segera melamarnya."

"Putri Raja, Bu. Aku dengar Raja memiliki tujuh putri yang cantik-cantik. Maukah Ibu
melamar salah satu dari mereka untukku?"

Ibunya sangat terkejut, "Mana mungkin seorang putri raja sudi menikah dengan anakku,"
pikirnya dalam hati. Namun karena sangat menyayangi anaknya, ibu itu pun mengiyakan.

Esok harinya, si Ibu berangkat ke istana. Tak lupa ia membawa sedikit buah tangan untuk
Raja. Sesampainya di istana, Raja segera menanyakan maksud kedatangannya.

"Ampun Baginda. Maafkan hamba jika lancang. Maksud kedatangan hamba adalah untuk
melamar salah satu putri Baginda untuk putra hamba," kata Ibu dengan sedikit cemas.

Raja mengernyit. Dipandangnya ibu itu dari atas sampai ke bawah.

"Wanita miskin ini rupanya salah tujuan. Mana mau putri-putriku bersuamikan orang
miskin?" pikirnya dalam hati. Meski berpikir demikian, karena sang Raja merupakan Raja
yang bijaksana, Raja tak mau mengecilkan hati ibu Bujang Katak. Beliau lalu memanggil
ketujuh putrinya untuk menemui ibu tersebut.

"Putri-putriku, apakah ada dari kalian yang bersedia menikah dengan putra wanita tua ini?"
tanya Raja. Serempak putri-putri itu tertawa mengejek. "Hai wanita tua, anakmu mimpi di
siang bolong, ya?"
Cerita Rakyat Bangka Belitung Bujang Katak

Mereka lalu masuk kembali ke istana dan tak menghiraukan ibu Bujang Katak. Hanya putri
bungsu raja yang tetap tinggal. Ia menghampiri ibu Bujang Katak dan berkata, "Pulanglah.
Katakan pada putramu untuk datang sendiri melamarku."

"Bungsu, apakah kau benar-benar ingin menikah dengan Bujang Katak? Ia hanya pemuda
miskin dan rupanya seperti katak," kata Raja panik. Lebih dari itu Putri bungsu merupakan
putri yang paling cantik dan putri yang paling baik hati diantara ketujuh putrinya. Sang
Rajapun sebenarnya paling sayang dengan Putri Bungsu karena selain cerdas, putri
bungsu juga anak yang bijaksana.

"Jika Ayahanda mengizinkan, aku bersedia menikah dengan Bujang Katak. Aku mendengar
bahwa Bujang Katak adalah pria yang baik. Bukankah aku harus mencari suami yang
baik?" jawab Putri Bungsu. Raja tak bisa menjawab. Ibu Bujang Katak pun segera pulang
untuk memberitahu kabar gembira ini pada Bujang Katak.

Keesokan harinya, Bujang Katak pergi ke istana. "Hai Bujang Katak, kau boleh memperistri
putri bungsuku, tapi ada syaratnya," kata Raja saat Bujang Katak menghadap. Sang Raja
sengaja akan memberi suatu syarat yang sangat sulit sehingga tidak mungkin dapat
terwujud. Hal ini sebenarnya untuk menolak lamaran Bujang Katak secara halus.

"Apa pun syaratnya, hamba akan berusaha memenuhinya," jawab Bujang Katak mantap.
"Aku ingin kau membangun jembatan emas di atas sungai yang menghubungkan istana ini
dengan desamu. Suatu saat jika aku ingin mengunjungi putriku di desamu, aku tak perlu
menyeberang sungai dengan perahu. Cukup dengan melewati jembatan emas itu. Apakah
kau mampu memenuhinya?" tanya Raja.

"Siap Baginda. Hamba akan segera membangun jembatan itu,” kata Bujang Katak dengan
nada yakin dan mantap.

"Ingat Bujang Katak! Jembatan itu harus siap dalam waktu satu minggu, Kalau tidak, jangan
harap kau bisa menikahi putriku!" kata Raja menambahkan syarat yand diajukan pada
Bujang Katak.

Bujang Katak kembali ke rumahnya. Ia menceritakan permintaan Raja kepada ibunga.


"Tapi anakku... kita ini hanya orang miskin. Mana mampu kita membeli emas untuk
membangun jembatan itu?" Ucap Ibu Bujang Katak memelas.

"Bu, dengan pertolongan Tuhan, apa pun bisa kita lakukan. Aku akan memohon pada
Tuhan untuk memberi jalan kepadaku," sahut Bujang Katak mantap. Malam itu, Bujang
Katak terus berdoa dan berdoa. Ia yakin Tuhan akan menolongnya.

Pagi-pagi, seperti biasa Bujang Katak bangun dan bersiap pergi ke ladang. Ketika ia mandi,
keajaiban pun terjadi. Kulitnya yang tebal dan licin terkelupas. Tiap kali ia mengguyurkan air
ke tubuhnya, kulitnya rontok. Perlahan-lahan, seluruh kulit tubuhnya terkelupas. Bujang
Katak heran. Ia menatap onggokan kulitnya yang terkelupas. Ia segera masuk rumah untuk
bercermin. Alangkah kagetnya ia, di hadapannya tampak sosok pemuda tampan dengan
kulit kecokelatan! Bukan lagi pemuda yang menyerupai katak. Tak percaya, Bujang Katak
terus meraba wajahnya. "Ibu... Ibu... cepat kemari... lihatlah diriku, Bu!" teriak Bujang Katak.
Ibunya tergopoh-gopoh menghampiringa. "Ya Tuhan, sungguh besar cintaMu pada anakku
ini," seru Ibu sambil memeluk Bujang Katak.

Bujang Katak kembali ke sumur untuk meneruskan mandinya. Sekali lagi, keajaiban terjadi.
Onggokan kulit yang tebal itu telah berubah menjadi emas! Bujang Katak berteriak-teriak
kegirangan, "Terima kasih Tuhan, terima kasih... Kau sudah memberikan jalan keluar
untukku."
Bujang Katak menunjukkan emas itu pada ibunya. "Bu, sekarang aku sudah bisa
membangun jembatan emas. Doakan aku, agar bisa menyeIesaikannya tepat waktu.
Bujang Katak mulai bekerja, siang dan malam tiada henti.

Hari yang ditentukan telah tiba. Bujang Katak dan ibunya menghadap Raja. Saat itu, Raja
dan para putrinya sedang berkumpul. Mereka semua heran melihat sosok pemuda yang
datang menghadap Raja.

"Hai wanita tua, mana putramu yang seperti katak itu? Siapa pemuda ini?" tanya Sang Raja
kebingungan.

"Ampun Baginda, pemuda ini adalah Bujang Katak. Tuhan telah mengubah wujudnya
menjadi pemuda yang tampan," jawab ibu Bujang Katak. Mareka saling berpandangan.
Putri Bungsu pun tersenyum bahagia.

"Hei anak muda, meskipun kau sudah menjadi pemuda yang tampan, kau tetap harus
memenuhi syaratku. Apakah jembatan emas itu sudah jadi?" tanya Sang Raja.

"Tentu saja Baginda. Mari hamba antar Baginda untuk melihatnya," jawab Bujang Katak.

Pada pagi hari, jembatan emas itu sungguh indah. Warna keemasan memantul dari setiap
bagian jembatan. Raja senang melihat tekad dan usaha Bujang Katak untuk menikahi putri
bungsunga. "Rupanya pilihan Putri Bungsu memang tepat. Pemuda ini mau bekerja keras
demi mencapai cita-citanya," pikir Raja. "Baiklah Bujang Katak. Mari kita kembali ke istana
dan membicarakan pesta pernikahanmu dengan Putri Bungsu," ajak Raja. Bujang Katak
pun mengangguk setuju. Ia mengulurkan tangannya pada Putri Bungsu. Dengan malu-
malu, Putri Bungsu mengambut uluran tangan calon suaminya.

Anda mungkin juga menyukai