Alkisah, ada seorang raja yang bergelar Ngalogopati. Beliau memerintah kerajaan
Powan dengan adil dan bijaksana. Sehingga rakyatnya pun hidup dengan tentram, damai
dan makmur.
Sang Raja memiliki putri kesayangan bernama Putr i Partisari. Karena sayang nya, Putri
Partisari dibuatkan sebuah taman yang indah. Beraneka bunga dan tanaman tumbuh di taman
itu. Namun, hanya satu tanaman yang amat disayang oleh Putri Partisari, yaitu sebuah pohon
pisang yang diberi nama Gedang Emas Pupus Cinde.
“Anakku, beberapa hari ini ibu perhatikan kau tampak murung dan bersedih, ada apa
anakku?” tanya Permaisuri kepada Putri Partisari.
“Ibu, betapa hatiku tidak bersedih, karena Gedang Emas Pupus Cinde di taman mulai
layu. Sedangkan sekarang musim kemarau dan air sulit didapat. Tolong ibu, bagaimana caranya
agar Gedang Emas Pupus Cinde tidak layu?” Ratap putri kepada ibunya.
Permasuri kemudian membicarakan hal itu kepada Sang Raja. Ternyata, demi
mengabulkan permintaan putri kesayangannya, Raja mengadakan sayembara.
“Woro-woro.... Barang siapa, dapat mengalirkan air sungai Sawur ke dalam taman
keraton, bila dia perempuan akan dijadikan saudara sejati putri, dan bila dia laki-laki akan
dinikahkan dengan putri Partisari...!!”
Di antara banyaknya peserta, ada seorang pemuda dengan badan kekar, gagah dan
berperawakan tinggi tiba-tiba berteriak.
1
“Hahahahahaaaaa... minggir kalian semua! Lihat, dengan otot-otot lenganku yang
kekar ini, aku lah yang akan memenangkan sayembara itu.” Teriak pemuda itu dengan
sombongnya.
Lalu pemuda itu melompat ke sungai dan berusaha mengangkat batu besar yang
menghalangi aliran sungai menuju ke taman istana.
Sudah banyak peserta yang mencoba, namun mereka semua gagal mengalirkan air
sungai sawur ke taman istana.
Di tengah-tengah perasaan gusar dan gelisah, karena tak ada satu pun peserta yang
berhasil, Mata Raja tiba-tiba tertuju kepada seorang pemuda bongkok, berbadan kecil, dan
kulitnya penuh luka, borok, kudis dan budugan. Dia berjalan menghadap raja.
“Baginda, saya Joko Budug, ijinkan saya untuk mengikuti sayembara ini.” Kata joko
Budug.
Sang Raja pun mengernyitkan dahinya, beliau tampak keheranan. Raja Ngalogopati
memandangi penampilan Joko Budug dari kepala hingga kaki.
“Badan mereka yang sehat, besar dan kuat saja tidak mampu mengangkat batu besar
itu, lalu apa yang kau andalkan dengan tubuhmu yang kecil dan penyakitan itu? Aku
meragukan kemampuanmu.” Kata Sang Raja.
“Baginda, dalamnya laut dapat diduga, tapi kemampuan orang siapa yang tahu.” Sahut
Joko Budug.
“Buktikan ucapanmu! Tapi jika kau gagal, kau akan mendapat hukuman berat dariku.”
Perintah raja Ngalogopati.
Setelah berkata demikian, Joko Budug melompat ke sungai Sawur. Dia mengeluarkan
sebuah sisik bambu kecil. Dengan kesaktiannya, dia menggores-gores batu besar itu, dan
BLLAAAARRR... Ajaib... batu besar itu pecah berkeping-keping. Air pun berhasil dialirkan ke
dalam taman Keraton Powan.
Sang Raja heran dan kagum dengan kesaktian Joko Budug. Raja pun memanggil
patihnya.
Sorak sorai penonton masih bergemuruh, sehigga perintah raja tidak begitu terdengar
jelas. Patih salah mendengar. Ia mengira, Raja memerintahkan untuk matikan Joko Budug
karena malu mempunyai menantu yang penyakitan. Patih pun menghujamkan sebilah keris ke
tubuh Joko Budug.
Melihat peristiwa itu, Raja merasa prihatin dan memerintahkan prajurit untuk
memakamkan mayat Joko Budug. Anehnya ketika mayat Joko Budug hendak dikubur, jasadnya
menjadi panjang dan selalu bertambah panjang.
Para prajurit menjadi cemas. Mereka takut sekali. Tiba-tiba terdengar suara gaib.
Kejadian tersebut diadukan kepada raja. Dengan berat hati, Raja memerintahkan patih
membunuh putri kesayangannya demi menepati janjinya. Ketika kedua jasad dikuburkan
dalam satu liang, jasad Joko Budug tak lagi bertambah panjang.
Pelajaran yang dapat kita petik dari cerita ini adalah, kita hendaklah selalu menepati
janji. Dan janganlah memandang orang hanya dari fisiknya saja.