Anda di halaman 1dari 8

Makam Syeh Rohmat Suci Godog

Siapa yang tak kenal makam tua yang satu ini. Peziarah yang selalu mendatangi makam tua di
Pulau Jawa, bakal selalu menyematkan makam Godog atau Syeh Rohmat Suci, untuk
disambangi.

Sejatinya Syah Rohmat adalah Prabu Kiang Santang, salah satu putra Prabu Siliwangi yang telah
memeluk Islam. Lokasi pemakamannya berada di Kampung Godog, Desa Lebak Agung,
Kecamatan Karangpwitan, Garut, Jawa Barat.

Berbicara Garut, Jawa Barat, memang tidak bisa lepas dari pengaruh kerajaan tua Hindu-Buddha
Padjadjaran yang berpusat di Kota Bogor. Konon, kerajaan yang diperkirakan hidup 923 hingga
1579 Masehi tersebut, menguasai hampir seluruh wilayah Jawa Barat dan Banten saat ini.

"Ini makamnya Prabu Kiansantang atau Syeh Rohmat Suci, putra Prabu Siliwangi (Raja
Padjadjaran) yang sudah masuk Islam," ujar Yaya Mansyur (62), juru kunci makam Godog.

Berada di atas ketinggian 700 meter dari permukaan laut (mdpl), makam keramat Godog sangat
cocok untuk bersemedi memanjatkan doa. Udara sejuk makam semakin sejuk dipayungi puluhan
pohon besar nan rindang yang berusia ratusan tahun.

Selain makam keramat utama sang wali, di sana ada pula puluhan perkakas yang konon milik
sang prabu saat menyebarkan agama Islam di Garut dan sekitarnya. Sebut saja, pedang, keris,
tumbak dan puluhan benda sejarah lainnya, yang ditempatkan persis samping makam.

2 dari 6 halaman

Situs Ciburuy Bayongyong


Situs naskah kuno Ciburuy Bayongbong, Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)
Situs Ciburuy Bayongbong

Keberadaan situs Kabuyutan Ciburuy yang berada di kampung Ciburuy,


Bayongbong, Garut, Jawa Barat, yang satu ini erat hubungannya dengan sejarah Kerajaan
Padjajaran, yang berpusat di kabupaten Bogor.

Konon, komplek seluas satu hektare ini merupakan arena pertarungan para jawara (jagoan) di
Pulau Jawa, sekaligus satu petilasan Prabu Siliwangi dan Prabu Kian Santang Raja Padjajaran,
menyimpan puluhan naskah kuno berusia ratusan tahun silam.

Ujang, salah satu juru kunci situs Ciburuy mengatakan, pada bulan tertentu masyarakat sekitar
kerap menggelar acara ritual Seba Muharam. Acara itu untuk memandikan benda pusaka,
termasuk "membersihkan" naskah kuno yang berisi ajaran hidup serta budi pekerti adat Sunda.

Naskah kuno itu bahkan sudah mendapatkan penghargaan dari Perpustakaan Nasional RI, yakni
Penghargaan Nugraha Jasadharma Pustaloka dengan kategori pelestari naskah kuno terbaik.

Jumlah naskah yang tersimpan di Kabuyutan Ciburuy saat ini sebanyak 27 keropak yang
tersimpan dalam tiga peti. Setiap keropak jumlahnya bervariasi, antara 15 sampai dengan 30
lempir (lembar).

Selain itu, terdapat pula beberapa benda pusaka, yakni keris, bende (lonceng yang terbuat dari
perunggu), kujang (senjata khas Prabu Siliwangi), trisula, tombak. Ada pula seperangkat gamelan
yang disebut goong renteng yang merupakan cikal bakal dari kesenian degung yang ada saat ini.
Ada lima rumah adat semipermanen di area situs Ciburuy, yakni:

Pertama, Bumi Padaleman, untuk menyimpan benda-benda pusaka yang berupa naskah kuno
daun lontar dan nipah, juga terdapat kujang, untuk menyimpan benda yang berupa senjata tajam
seperti keris, kujang, trisula, dan alat-alat kesenian, yaitu Goong Renteng.

Kedua, Bumi Patamon adalah sebuah tempat yang digunakan untuk menerima tamu dari luar juga
untuk tinggal juru kunci, jadi bisa disebut juga rumah dinas juru kunci.

Ketiga, Leuit atau Lumbung Padi, yang berfungsi untuk menyimpan padi dan hasil bumi dari
sumbangan penduduk sekitar sertelah mereka panen.

Keempat, Tempat Pangsujudan, yaitu berupa batu besar menyerupai persegi empat tempat
bertapa dan bermunajat K.H Mustofa yang disebut sebagai nama lain dari Prabu Kian Santang.

Kelima, Saung Lisung yang sering digunakan sebagai tempat untuk menumbuk padi oleh
penduduk sekitar.

"Kelima bangunan itu simbol kerukunan antar umat beragama, berbangsa dan bernegara," ujar
dia.

Selain lima bangunan tadi, ada pula Pangalihan, tempat untuk menyimpan pagar. Maksudnya,
pada bulan muharam, pagar yang mengelilingi bumi padaleman harus diganti sebelum diganti
pagar itu terlebih dahulu harus disimpan di bumi pangalihan terlebih dahulu.

3 dari 6 halaman

Makam Senopati Arif Muhammad, Leles


Makam Arif Muhammad yang bersebelahan dengan Candi Cangkuang, Garut (Liputan6.com/Jayadi
Supriadin)
Makam Senopati Arif Muhammad, Leles

Salah satu makam tua yang selalu diziarahi warga adalah makam Panembahan Senopati Arief
Muhammad, di komplek Candi Cangkuang, Leles, Garut. Jawa Barat. Sang wali merupakan
panglima perang Kerajaan Mataram, yang diutus kerajaan menyebarkan agama islam di sana.

Selain ketokohannya, makam yang satu ini terbilang unik karena berdampingan dengan Candi
Cangkuang, salah satu candi Hindu tertua di pulau Jawa, yang diperkirakan dibangun abad VIII
dan baru ditemukan tim cagar Budaya Jawa Barat tahun 1966 di Garut.

Umar, salah satu penjaga pintu situs Candi Cangkuang mengatakan, ajaran Arief Muhammad
selaku muslim yang taat memberi banyak pelajaran yang mendasar untuk mewujudkan hidup
rukun terhadap semua perbedaan.

"Beliau mengajarkan Islam, tapi tidak menyinggung kebiasaan masyarakat Cangkuang yang
masih Hindu saat itu," kata dia.

Salah satu wujud toleransi, Arief hanya menyebarkan agama Islam pada hari-hari tertentu, ketika
warga sekitar tidak sedang menyembah Dewa Siwa yang berada di dalam Candi Cangkuang.

"Di sini ada pantangan tidak boleh beraktivitas (menyebarkan agama) pada Selasa malam hingga
Rabu malam. Sebab dahulu, masyarakat sekitar pada saat itu hari terbaik untuk menyembah
Dewa Siwa adalah hari Selasa atau malam Rabu," tutur dia.
Makam Arief Muhammad kini masih sering diziarahi ribuan umat Muslim dan Hindu setiap
tahun di kawasan Candi Cangkuang.

Di dalam kawasan cagar budaya seluas tiga hektare itu, para pengunjung juga bisa menemukan
banyak naskah kuno ajaran Islam, seperti Alquran dan kitab kuning yang tertulis rapi di atas
kertas berbahan kayu tertata rapi. Ada pula satu lukisan besar yang menggambarkan sosok
Panembahan Arief Muhammad hingga serpihan batu purbakala bekas galian pertama Candi
Cangkuang.

4 dari 6 halaman

Pangeran Papak Cinunuk, Wanaraja

Makam Pangeran Papak, Cinunuk, Wanaraja, Garut (Liputan6.com/Jayadi SUpriadin)


Pengeran Papak Cinunuk, Wanaraja

Nama makam waliyulloh ini sejatinya adalah Raden Wangsa Muhammad. Namun, masyarakat
sekitar lebih populer menyebutnya Pangeran Papak. Sebutan Papak merujuk pada jari tengah dan
telunjuknya yang konon sejajar atau papak dalam bahasa Sunda.
Ada juga cerita penyebutan papak buat Raden Wangsa Muhammad karena sikap dan prinsip
Beliau yang tanpa pandang bulu atau sama, dalam memperlakukan orang tanpa membeda-
bedakan status sosialnya.

Sosok yang satu ini adalah penyebar ajaran Islam di tanah Garut dan dimakamkan di dekat sumur
tujuh Cinunuk. Konon mata air yang cukup bening dan segar ini dipercaya memiliki khasiat
tertentu.

Salah satu ajaran Pangeran Papak yang selalu diingat masyarakat sekitar adalah agar hati selalu
tenteram, ‘ulah ngingu kabingung, miara kasusah, sangkan aya dina kagumbiraan
manah’(Jangan memelihara keresahan hati, sehingga selalu ada dalam keceriaan hati selalu).

5 dari 6 halaman

Sunan Cipancar, Limbangan

Makam Sunan Cipancar, Limbangan, Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)


Sunan Cipancar, Limbangan

Berada di kompleks makam Sunan Cipancar di Kampung Pasir Astana, Desa Pasirwaru,
Kecamatan Balubur Limbangan, Garut, Jawa Barat. Tokoh yang satu ini merupakan cucu dari
Prabu Siliwangi, Raja Padjajaran, sekaligus ulama penyebar agama Islam yang kelak kerap
melahirkan keturunan bupati di Kabupaten Garut.

Awalnya, cikal bakal Kabupaten Garut saat ini, berasal dari kerajaan kecil Kertarahayu yang
berdiri sekitar tahun 1415 Masehi. Kerajaan ini berada di bawah kekuasaan kerajaan besar
Pakuan Padjajaran yang saat itu menguasai hampir seluruh kerajaan di Jawa Barat dan Banten.

Namun, sejak tanam paksa (cultuurstelsel) yang digulirkan Belanda gagal, hingga akhirnya
administrasi kerajaan yang berada di daerah Limbangan ini, dipindah ke Garut Kota saat ini.
Sunan Cipancar terkenal akan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kewibawaannya dalam
memimpin masyarakat.

Seperti halnya makam keramat lainnya di Garut, makam Sunan Cipancar juga kerap dikunjungi
para peziarah dari berbagai daerah. Bahkan, berada di dekat persimpangan jalan lintas nasional
bagian selatan Jawa, makam yang satu ini selalu ramai diziarahi pengunjung.

6 dari 6 halaman

Sunan Haruman

Makam sunan Haruman, Cibiuk, Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)


Sunan Haruman (Syeh Ja’far Shadiq), Cibiuk
Bagi sebagian peziarah, makam waliyulloh yang satu ini berbeda penyebutannya, ada yang
menyebut Sunan Haruman karena dimakamkan di kaki gunung Haruman. Ada juga yang
memanggilnya Embah Wali Cibiuk, yang belakangan mitosnya kerap dipanggil Mbah Sambal
Cibiuk.

Tokoh ini merupakan salah seorang penyebar Islam di Garut, Jawa Barat, yang hidup satu masa
dengan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, Kabupaten Tasikmalaya, dan Syaikh Maulana Mansur,
Banten.

Berdasarkan cerita yang beredar di masyarakat, konon ketiga tokoh penyebar Islam satu generasi
itu, selalu salat berjemaah dan menimba ilmu bersamaan di Makkah al Mukaromah karena
kelebihan karomah yang di miliki ketiganya.

Jika Syeh Maulana Mansur dikaruniai karomah menembus bumi, Syeh Abdul Muhyi, dikaruniai
karomah mampu menembus laut, sedangkan Syeh Ja’far Shadiq dikarunia karomah mampu
menembus udara. Bahkan dalam satu kesempatan, ketiganya mengajak lomba pulang paling cepat
di Indonesia.

Selain makam, peninggalan lain yang selalu dikunjungi peziarah adalah masjid tua berusia lebih
dari 400 tahun, di Jalan Pesantren Tengah, Desa Cibiuk Tengah, Kecamatan Cibiuk. Ciri utama
masjid itu memiliki 'pataka' ukiran batu dan dipasang di pucuk atap bangunan masjid tersebut dan
masih terlihat utuh hingga kini.

Anda mungkin juga menyukai