Anda di halaman 1dari 10

KLIPING

LAPORAN HASIL PRAKTEK PENDIDIKAN LAPANGAN ( PPL )

MADRASAH ALIYAH SYEKH MUBAROK

TAHUN PELAJARAN 2023-2024

NAMA KELOMPOK NAMA PEMBIMBING

ANISA SELFAMI (KETUA) Drs.AMAT SURAHMAT

AYU SAPUTRI (SEKERTARIS) H.IMRONI,S.Ag

AHMAD FAISAL FAZRI (BENDAHARA) Hj.SRI PURWANINGSIH,Spd

AGUNG ALWANSYAH (ANGGOTA)


1.SUNAN GUNUNG JATI ( CIREBON )

Sunan Gunung Jati, lahir dengan nama Hidayatullah atau lebih di kenal sebagai Sayyid Al-Kamil
adalah salah seorang dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan Syarif
Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu
Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah
Mudaim).

Syarif Hidayatullah sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan
dukungan Kesultanan Demak dan Pangeran Walangsungsang atau Pangeran
Cakrabuana (Tumenggung Cirebon pertama sekaligus uwak Syarif Hidayatullah dari pihak ibu), ia
dinobatkan menjadi Tumenggung Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati.

Nama Syarif Hidayatullah kemudian diabadikan menjadi nama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta di daerah Tangerang Selatan, Banten. Sedangkan nama Sunan Gunung Jati
diabadikan menjadi nama Universitas Islam negeri di Bandung, yaitu Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati[1], dan Korem 063/Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Foto pertama kita ketika ber ziarah yaitu di depan gerbang makam
sunan gunung jati ( Cirebon )
2. SUNAN KALI JAGA

Sunan Kalijaga merupakan Waliyullah yang tergabung dalam anggota dewan Walisongo.

Beliau dikenal sebagai wali yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Selain menjadi Ulama' ia juga menjadi penasihat keraton, seniman, dan arsitek yang ulung.

Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang
pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap, mengikuti sambil memengaruhi. Sunan
Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Oleh karena itulah, beliau menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
berdakwah.

Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui
Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas,
serta Pajang.Makamnya berada di Kadilangu, Demak.

Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia
mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan
Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal
kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati.
3.MASJID AGUNG DEMAK

Masjid Agung Demak (abjad Pegon: ‫ )َم ْس ِجد َاَڮ وڠ َد َمق‬adalah salah satu kompleks masjid tertua yang
berada di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Masjid ini diyakini dibangun
oleh Wali Sanga–penyebar agama Islam di Pulau Jawa–dengan sosok yang paling menonjol Sunan
Kalijaga, pada masa penguasa Kesultanan Demak pertama, Raden Patah pada abad ke-15.[1]

Di dalam lokasi kompleks masjid ini, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan
Demak termasuk di antaranya adalah Raden Patah yang merupakan raja pertama Kesultanan
Demak dan para abdinya. Di kompleks ini juga terdapat museum–Museum Masjid Agung Demak–
yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya masjid ini.[2]

Dindingnya berasal dari keramik Vietnam. Dengan bentuknya yang berasal dari konvensi ukiran
kayu dan batu bata Jawa, yang dianggap telah dipesan secara khusus. Penggunaan keramik
daripada batu dianggap meniru masjid-masjid Persia.[3]

4.SUNAN MURIA ( JATENG )

Sunan Muria adalah salah seorang wali penyebar Islam di Jawa yang tergabung dalam
kelompok Wali Songo. Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, Makam Sunan Muria
merupakan salah satu bukti arkeologis yang berkenaan dengan masa awal
perkembangan Islam di Jawa khususnya di wilayah Kudus, Pati dan sekitarnya. Makam
Sunan Muria berada di puncak Gunung Muria, tepatnya Desa Colo, Kecamatan Dawe,
sekitar 1600 m dpl dan selalu ramai peziarah. Pengunjung harus melangkah 7000
tangga untuk mencapai kompleks kuburan atau menggunakan sepeda motor taksi dari
terminal Colo.

5.GUNUNG PRING

Di Magelang terdapat sebuah desa yang bernama Gunung Pring. Desa yang berada di Kecamatan
Muntilan Kabupaten Magelang ini diberi nama Gunung Pring karena di desa tersebut banyak
ditumbuhi pring. Ketika berkunjung ke desa tersebut, Anda tidak hanya bisa melihat pemandangan
pring yang tumbuh di tengah-tengah desa saja melainkan juga bisa melihat komplek makam
gunung pring yang berada tepat di puncak gunung pring. Desa yang memiliki ketinggian 400 meter
diatas permukaan laut ini ternyata menjadi tempat persemayaman Kyai Raden Santri yang
merupakan putra dari Ki Ageng Pemanahan sekaligus wali tanah Jawa.

Jika dilihat dari sejarahnya, Kyai Raden Santri yang memiliki gelar Kanjeng Pangeran Singosari ini
merupakan keturunan dari Prabu Brawijaya V. Kyai Raden Santri adalah seorang ulama yang pergi
ke Jawa untuk menyebarkan agama islam. Setelah setahun menetap di Majapahit, dirinya
memutuskan untuk kembali ke Campa namun sayangnya negeri tersebut telah hancur dan telah
diambil alih oleh Raja Pelbegu dari Kerajaan Koci. Kyai Raden Santri pun mendapat saran dari Raja
Kertajaya untuk menetap di Gresik. Beliau wafat pada tahun 1317 atau 1449 Masehi. Setelah
wafatnya Kyai Raden Santri, penyebaran agama islam dilanjutkan oleh anak keturunannya hingga
saat ini. Penyebaran agama islamnya dilanjutkan dengan didirikannya Pondok Pesantren
Darussalam yang berada di Watucongol.

Kyai Raden Santri dan semua keturunannya dimakamkan di komplek makam gunung pring.
Makam beliau termasuk makam yang kuno dan sangat kramat. Namun, makamnya justru kini
menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi oleh para umat muslim diseluruh nusantara. Untuk
mencapai ke komplek pemakaman tersebut Anda harus melewati anak tangga dengan jarak sekitar
1 km. Ketika sampai di kaki bukit yang merupakan akses untuk masuk ke komplek pemakaman,
Anda akan disuguhkan oleh ruko berjejer yang menjual souvenir dan peralatan ibadah. Untuk bisa
mencapai ke puncak, Anda bisa memilih 2 alternatif jalan yaitu melewati sisi timur atau sisi utara
bukit.

6.PEKALONGAN ( Makam Syaid Bin Tholib Al atlas )

Komplek pemakaman Sapuro Pekalongan yang terletak di Kelurahan Sapuro Kebulen


Kecamatan Pekalongan Barat, sekitar 200 meter dari jalan utama Pekalongan hampir
dipastikan setiap harinya tidak pernah sepi dari para peziarah yang datang dari
berbagai penjuru kota di Tanah Air. Puluhan kendaraan rombongan peziarah yang
menggunakan bis selalu memadati area parkir yang tersedia di sekitar komplek
pemakaman seorang ulama besar yakni Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-
Atthas. Meski tidak termasuk ulama yang tercantum dalam kelompok Walisongo,
Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Athas tercatat sebagai seorang ulama besar
yang membawa pengaruh terhadap perkembangan agama Islam di kawasan Pantura
Barat. Maka dapat dipastikan setiap rombongan wisata ziarah walisongo, makam
Habib Ahmad selalu menjadi tujuan peziarah yang akan menuju Makam Sunan
Gunung Jati Cirebon atau menuju makam Sunan Kalijogo Demak.

7.BOROBUDUR/MALIOBORO
Bagaimana sejarah Singkat Candi Borobudur?
Borobudur pertama kali dibangun atas inisiatif Raja Samaratungga sekitar tahun 824
Masehi. Meski begitu, Candi Borobudur selesai dibangun menjelang tahun 900 Masehi
pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani, putri Raja Samaratungga. Arsitek
yang berjasa dalam merancang candi tersebut ialah Gunadharma
alan Malioboro terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja
dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual kuliner Jogja seperti gudeg. Jalan ini
juga terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekspresikan
kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis.

8.GUCCI

Guci yang menyuguhkan air panas dari Kaki Gunung Slamet memang
menjadi andalan Pemerintah Kabupaten Tegal untuk menarik
wisatawan dari berbagai daerah. Berdasarkan sejarahnya, nama Guci,
konon berasal dari zaman Walisongo. Untuk menyebarkan agama
Islam di Jawa Tengah bagian barat, khususnya di sekitar Tegal,
diutuslah seorang wali.
Wali tersebut dibekali air yang ditempatkan di dalam sebuah guci atau
poci. Masyarakat percaya bahwa air dalam guci tersebut bisa
berkhasiat sehingga berbondong-bondong meminta kepada sang wali.
Namun karena jumlah air tersebut jumlahnya terbatas, padahal
masyarakat yang ingin menikmatinya begitu banyak, maka sang wali
kemudian menancapkan tongkatnya ke tanah. Ketika tongkatnya
dicabut, ajaib, dari lubang di tanah bekas tongkat yang ditancapkan
mengalir air panas.

Anda mungkin juga menyukai