Anda di halaman 1dari 2

id.wikipedia.

org

Sunan Geseng

Kontributor dari proyek Wikimedia.

~4 minutes

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sunan Geseng, atau sering pula disebut Eyang Cakrajaya, adalah murid Sunan
Kalijaga. Ia adalah keturunan Imam Jafar ash-Shadiq, dengan nasab: Sunan
Geseng bin Husain bin al-Wahdi bin Hasan bin Askar bin Muhammad bin Husein
bin Askib bin Mohammad Wahid bin Hasan bin Asir bin 'Al bin Ahmad bin Mosrir
bin Jazar bin Musa bin Hajr bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali
Zainal Abidin al-Madani bin al-Husain bin al-Imam Ali k.w.[1]

Menurut Babad Jalasutra, Ki Cakrajaya juga adalah murid dari Sunan Panggung
atau Raden Watiswara Cucu Raden Brawijaya V yang dimakamkan di dusun
Kutan, Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah, Kulonprogo. Makamnya terletak di
bukit pinggir sungai Progo. Beberapa orang menganggap antara Ki Cakrajaya dan
Sunan Panggung adalah orang yang sama.

Menurut hikayat, pada suatu saat ia mengikuti anjuran Sunan Kalijaga untuk
mengasingkan diri di suatu hutan untuk konsentrasi beribadah kepada Allah. Di
tengah lelakunya itu, hutan tersebut terbakar, tetapi ia tidak mau menghentikan
tapanya, sesuai pesan sang guru untuk jangan memutus ibadah, apapun yang
terjadi, sampai sang guru datang menjenguknya. Demikianlah, ketika kebakaran
berhenti dan Sunan Kalijaga datang menjenguknya, dia dapati Cakrajaya telah
menghitam hangus, meskipun tetap sehat wal afiat. Maka digelarilah ia dengan
Sunan Geseng.

Makam Sunan Geseng terletak di Dusun Jolosutro, Kecamatan Piyungan,


Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya kira-kira 2 km di sebelah kanan Jalan
Yogyakarta-Wonosari Km. 14 (kalau datang dari Yogyakarta). Setiap tahun ada
perayaan dari warga setempat untuk menghormati Sunan Geseng. Selain di dekat
Pantai Parangtritis, Jogjakarta, makam Sunan Geseng juga dipercaya terdapat di
sebuah desa yang bernama Desa Tirto, di kaki Gunung Andong-dekat Gungung
Telomoyo-secara administratif di bawah Kecamaan Grabag, Kabupaten Magelang
Jawa Tengah.
Masyarakat sekitar makam khususnya, dan Grabag pada umumnya, sangat
mempercayai bahwa makam yang ada di puncak bukit dengan bangunan cungkup
dan makam di dalamnya adalah sarean (makam) Sunan Geseng.[butuh rujukan]

Pada Bulan Ramadhan, pada hari ke-20 malam masyarakat banyak yang
berkumpul di sekitar makam untuk bermunajat. Selain itu, di Desa Kleteran
(terletak di bawah [[Desa Tirt]) juga terdapat sebuah Pondok Pesantren yang
dinamai Ponpes Sunan Geseng.[butuh rujukan]

Ada sebuah makam yang konon juga makam Sunan Geseng, tepatnya dihutan di
atas bukit kapur kurang lebih 10 km disebelah timur kota tuban jawa timur, yang
konon juga sunan geseng bertapa di situ sampai akhirnya hutan terbakar, dan
pada saat dia wafat dimakamkan disitu, karena di dusun geseng tersebut terdapat
sebuah makam yang di atasnya terdapat batu nisan, dan banyak di ziarahi orang,
dan dari situlah para peziarah yang pada umumnya berziarah di makam sunan
Bonang di tuban, atau di makam Syeh Maulana Ibrahim Asmoro Qondi, selalu
menyempatkan untuk berziarah ke makam Sunan Geseng tersebut.

Masjid Sunan Geseng terdapat di Bagelen, Purworejo. Beberapa cerita rakyat


menyebutkan bahwa setelah lulus menjadi wali, Sunan Geseng kembali ke
Purworejo. Dalam perjalanannya melewati Pegunungan Menoreh, salah satunya
adalah di daerah Teganing, dekat Waduk Sermo. Beliau meninggalkan jejak
"batur" atau pondasi calon pondok pesantren yang sedianya akan ia bangun.

Referensi[sunting | sunting sumber]

1. ^ asyraaf.com

Anda mungkin juga menyukai