Para Wali Sembilan yang berhasil mendirikan Kesultanan Demak akhirnya membentuk pasukan
yang dipimpin Sayyid Abdurrahman dari Desa Ngroto. Sayyid Abdurrahman dipilih oleh Wali
Sembilan karena memiliki keterampilan membuat alat musik pukul, sehingga dia diberi delar Ki
Ageng Ganjur (alat musik pukulan di bawah gong dalam perangkat gamelan wayang). Alat
musik Ganjur tersebut dipakai sebagai alat komunikasi dengan pasukan-pasukannya.
Sekitar satu abad setelah Kiai Sayyid Abdurrahman Ganjur wafat, datang seseorang bernama
Khamidin ke Pedukuhan Ngroto untuk memperdalam ajaran agama Islam. Khamidin kemudian
menikah dengan wanita setempat dan diangkat menjadi demang (kepala dukuh). Ki Demang
Khamidin meminta kepada Kiai Soleh dari Jatisari, Salatiga Makam Mbah Ganjur
untuk mendirikan masjid pada sebidang tanah miliknya. Ini untuk lebih mensiarkan agama Islam.
Pada suatu ketika Kiai Siradjudin berjalan-jalan di pinggir Sungai Tuntang. Karena kepandaian
yang dimiliki, dia mampu melihat dua makam lama, yaitu makam Kiai Abdurrahman Ganjur
berdampingan dengan ibunya Nyai Syamsiyah yang tertimbun lumpur sungai, kata Chumaidi.
Oleh Kiai Siradjudin makam tersebut kemudian dibersihkan, dan diberi nisan. Semua penduduk
diajak merawat makam itu, karena almarhum Kiai Abdurrahman Ganjur adalah orang yang
berjasa mengislamkan penduduk Ngroto.
Jati Glondongan
Bangunan Masjid Jamik Sirodjuddin Ngroto yang terbuat dari kayu Jati glondongan (utuh-red),
sampai sekarang ini masih berdiri kokoh.
Bangunan masjid ini memiliki keunikan, yaitu tidak pernah terdapat rumah serangga yang
menempel, meskipun sejak pertama berdiri belum pernah dibersihkan. Kentongan yang dibuat
bersamaan waktu masjid dibangun hingga sekarang disimpan dekat mimbar.
Berkat jasa-jasanya ketika wafat jenazah Kiai Siradjudin dimakamkan di sebelah timur makam
Kiai Abdurrahman Ganjur.
Di atas makam tersebut dibuatkan cungkup dengan bentuk yang sangat cantik. Untuk
menghormati jasanya, setiap tanggal satu syura digelar haul bersamaan dengan haul Kiai
Abdurrahman Ganjur.
Saat ini di Desa Ngroto terdapat Ponpes Miftahul Huda dan lembaga pendidikan Yaspia (Yayasan
Pejuang Islam Abdurrahman Ganjur), sebagai salah satu bukti bahwa desa tersebut memiliki
sejarah perkembangan Islam yang cukup besar. Bangunan Masjid Jamik Sirodjuddin Ngroto di
lokasi Ponpes Miftahul Huda juga mampu menampung jamaah Al Khidmah yang melakukan
kegiatan ritual keislaman.