Anda di halaman 1dari 3

Makam Mbah Ganjur (leluhur Gus Dur) di desa Ngroto Grobogan

Oleh : Nuruddin Hidayat


Terdapatnya bangunan masjid kuno dan makam Abdurrahman Ganjur Godho Mustoko atau lebih
dikenal dengan nama Simbah Ganjur di Desa Ngroto, Gubug, Grobogan menjadi salah satu bukti
nilai sejarah siar agama Islam di kabupaten tersebut . Selain sebagai tempat dimakamkannya
salah satu tokoh agama Islam di masa Walisongo tersebut, Desa Ngroto juga merupakan tempat
dimakamkannya Simbah Gareng yang menurut tokoh masyarakat setempat merupakan kakek
dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari.
Selain nama besar tokoh Islam di Jawa tersebut, wilayah Desa Ngroto juga menjadi tempat
dimakamkannya beberapa tokoh yang ikut menyebarkan Islam di wilayah sekitar. Sebut saja
Simbah Khamidin, Simbah Sirodjudin, Simbah Nur Khatam, Simbah Abdul Ghofar Abdul
Ghofur yang lebih dikenal sebagai Simbah Mabur Mawur, Kiai Damanhuri, Simbah Abdullah,
Simbah KH Masduri Damanhuri, dan Habib Husain Al-Hindwan.
Desa Ngroto juga merupakan tempat awal Majelis Al Khidmah oleh KH Oetsman dan KH
Asrori Al Ishaqi yang berkembang di Jateng dan DIY. Di sini terkenal pula sebagai tempat
pengobatan alternatif seperti sangkal putung, patah tulang, pijat bayi dan lain lain, kata Ketua
Ponpes Miftahul Huda Desa Ngroto, ustad Muttaqien, Selasa (2/8).
Karena memiliki nilai sejarah yang tinggi, Ponpes Miftahul Huda yang diasuh KH Munir
Abdullah pada setiap kegiatan haul akbar dan Haflah Dzikir Maulidurrasul selalu dibanjiri
jamaah. Bahkan setiap selapan (40 hari) sekali pada malam 17-an dalam penanggalan Jawa rutin
digelar acara istighotsah dan manaqiban yang diikuti tokoh agama, kiai dari berbagai wilayah
serta para habib.
Almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah pula singgah di desa yang sebagian
wilayahnya merupakan kawasan genangan dari Sungai Tuntang ini. Sebagaimana penuturan
salah satu tokoh masyarakat, Kiai Chumaidi, Desa Ngroto dikenal karena memiliki kontribusi
sejarah penyerbuan para Wali Sembilan (Walisongo) atas ibukota Majapahit.

Para Wali Sembilan yang berhasil mendirikan Kesultanan Demak akhirnya membentuk pasukan
yang dipimpin Sayyid Abdurrahman dari Desa Ngroto. Sayyid Abdurrahman dipilih oleh Wali
Sembilan karena memiliki keterampilan membuat alat musik pukul, sehingga dia diberi delar Ki
Ageng Ganjur (alat musik pukulan di bawah gong dalam perangkat gamelan wayang). Alat
musik Ganjur tersebut dipakai sebagai alat komunikasi dengan pasukan-pasukannya.
Sekitar satu abad setelah Kiai Sayyid Abdurrahman Ganjur wafat, datang seseorang bernama
Khamidin ke Pedukuhan Ngroto untuk memperdalam ajaran agama Islam. Khamidin kemudian
menikah dengan wanita setempat dan diangkat menjadi demang (kepala dukuh). Ki Demang
Khamidin meminta kepada Kiai Soleh dari Jatisari, Salatiga Makam Mbah Ganjur
untuk mendirikan masjid pada sebidang tanah miliknya. Ini untuk lebih mensiarkan agama Islam.
Pada suatu ketika Kiai Siradjudin berjalan-jalan di pinggir Sungai Tuntang. Karena kepandaian
yang dimiliki, dia mampu melihat dua makam lama, yaitu makam Kiai Abdurrahman Ganjur
berdampingan dengan ibunya Nyai Syamsiyah yang tertimbun lumpur sungai, kata Chumaidi.
Oleh Kiai Siradjudin makam tersebut kemudian dibersihkan, dan diberi nisan. Semua penduduk
diajak merawat makam itu, karena almarhum Kiai Abdurrahman Ganjur adalah orang yang
berjasa mengislamkan penduduk Ngroto.
Jati Glondongan
Bangunan Masjid Jamik Sirodjuddin Ngroto yang terbuat dari kayu Jati glondongan (utuh-red),
sampai sekarang ini masih berdiri kokoh.
Bangunan masjid ini memiliki keunikan, yaitu tidak pernah terdapat rumah serangga yang
menempel, meskipun sejak pertama berdiri belum pernah dibersihkan. Kentongan yang dibuat
bersamaan waktu masjid dibangun hingga sekarang disimpan dekat mimbar.
Berkat jasa-jasanya ketika wafat jenazah Kiai Siradjudin dimakamkan di sebelah timur makam
Kiai Abdurrahman Ganjur.

Di atas makam tersebut dibuatkan cungkup dengan bentuk yang sangat cantik. Untuk
menghormati jasanya, setiap tanggal satu syura digelar haul bersamaan dengan haul Kiai
Abdurrahman Ganjur.
Saat ini di Desa Ngroto terdapat Ponpes Miftahul Huda dan lembaga pendidikan Yaspia (Yayasan
Pejuang Islam Abdurrahman Ganjur), sebagai salah satu bukti bahwa desa tersebut memiliki
sejarah perkembangan Islam yang cukup besar. Bangunan Masjid Jamik Sirodjuddin Ngroto di
lokasi Ponpes Miftahul Huda juga mampu menampung jamaah Al Khidmah yang melakukan
kegiatan ritual keislaman.

Anda mungkin juga menyukai