Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH MASJID KAUMAN UNGARAN

Masjid Kauman merupakan sebuah tempat yang digunakan untuk beribadah bagi umat muslim yang
didirikan sejak tahun 1900. Masjid ini berada di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, tepatnya di
Kecamatan Ungaran Barat.

Pada sekitar abad ke-15, Raden Patah berkuasa sebagai raja pertama di Kesultanan Demak. Raden Patah
merupakan seseorang yang bijaksana dan toleran. Selain itu ia juga dikenal sebagai orang yang taat
beribadah dan selalu menjalankan perintah agamanya.

Pada suatu ketika, Raden Patah berkehendak mendirikan sebuah masjid agung sebagai tempat bersujud
kepada Tuhan Yang Maha Esa.

"Aku ingin mendirikan masjid disini supaya para umat muslim dapat beribadah kepada Tuhannya." Tegas
Raden Patah pada dirinya sendiri.

Ia merasa senang karena keinginannya itu mendapat dukungan dari para Waliyullah kondang tanah
nusantara yang dikenal sebagai Wali Sanga. Maka tanpa menunggu lama lagi bersegeralah mereka
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan.

Keesokan harinya Raden Patah mulai berjalan untuk mencari barang yang di perlukan untuk membuat
Masjid Kauman itu. Tetapi ia tidak sendirian, ia di bantu dengan 4 orang wali. Keempat wali tersebut
sudah diberi tugasnya masing-masing.

Empat orang wali mendapat tugas mencari kayu yang akan dijadikan tiang utama penyangga atau saka
guru atap masjid. Mereka adalah Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga.
Kayu yang akan dipakai haruslah bermutu tinggi dan memiliki panjang sesuai kesepakatan. Para sunan
itu lalu berpencar dan berusaha menemukan kayu seperti itu secepat mungkin. Tujuannya agar masjid
dapat segera didirikan dan digunakan sebagai tempat ibadah.
Konon, perjalanan Sunan Kalijaga mencari kayu sampai ke suatu tempat yang berdekatan dengan
wilayah Gunung Pati. Sunan Kalijaga berkeliling di sekitar untuk menemukan apa yang dicarinya. Sunan
Kalijaga tidak cepat putus asa dan terus mencari kayu tersebut. Sampai pada akhirnya setelah
menempuh perjalanan beberapa waktu lamanya, usaha Sunan Kalijaga membawa hasil. Beliau
mendapatkan pohon Jati yang cocok sebagai saka guru di wilayah Selatan Pudak Payung. Setelah
ditebang, potongan pohon Jati itu diletakkan dan disimpan di suatu tempat di perengan atau tepian
aliran Kali Garang. Daerah itu bernama Sapen.

Karena ada sesuatu urusan, Sunan Kalijaga meminta kepada dua orang pengikutnya yakni Pangeran
Joyodiningrat atau Ki Ageng Ngaran dan Purbojati Purwonegoro alias Ki Samud untuk menjaga Pohon
Jati itu.

“Ki Ageng berdua, aku titip pohon Jati itu. Jagalah bersama para balamu itu selama aku pergi,” kata
Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Ngaran dan Ki Samud yang bersama bala para kera. Keduanya
mengiyakan dan menyanggupi untuk menjaga potongan pohon Jati itu.

Seiring perjalanan waktu, Ki Ageng Ngaran dan Ki Samud juga melakukan perjalanan spiritual ke wilayah
sekitar tempat penyimpanan potongan pohon Jati itu. Mereka melakukan babat alas atau membuka
wilayah baru yang sebelumnya berupa tempat yang tidak layak untuk dihuni manusia. Sampailah
mereka di suatu tempat yang dinilai cocok untuk mendirikan masjid sebagai tempat ibadah. Keduanya
tidak mungkin mengerjakan itu sendiri. mereka lalu meminta bantuan guru mereka yakni Sunan Kalijaga
untuk membantu membuat pelataran atau tanah lapang. Lapangan itulah yang akan dijadikan tempat
mendirikan masjid.

Dengan kemampuan Sunan Kalijaga yang dibantu kedua pengikutnya itu, akhirnya dapat dibuat
pelataran itu. Namun, ternyata pelataran itu belum bisa diselesaikan seluruhnya. Masih ada bagian yang
memerlukan tambahan tanah agar dapat selesai dengan sempurna.

“Ki Ageng Ngaran, pergilah ke Demak untuk mengambil tanah sebagai penyempurna pelataran ini.
Gunakan ini sebagai wadah membawa tanahnya,” perintah Sunan Kalijaga sambil menyerahkan sehelai
sapu tangan.

Secepatnya, Ki Ageng Ngaran pergi menuju Demak untuk melaksanakan perintah Sunan Kalijaga. Setelah
memenuhi sapu tangan pemberian Kanjeng Sunan dengan tanah dari Demak, Ki Ageng Ngaran kembali
ke pelataran yang belum selesai dibuat itu. Ajaibnya, tanah yang hanya sejumput terbungkus sapu
tangan itu menjadi berkubik-kubik jumlahnya ketika ditebar di pelataran. Akhirnya, pelataran itu selesai
dibuat dan siap untuk didirikan masjid diatasnya.

Sunan Kalijaga memulai proses pendirian masjid dengan membuat pondasi dasar. Lalu dia
memerintahkan kedua pengikutnya itu untuk melanjutkannya. Keduanya menyanggupi dan segera akan
mendirikan tiang utama penyangga atap masjid. Terlintas pikiran di benak Ki Ageng Ngaran melibatkan
Sunan Kalijaga untuk mendirikan tiang utama itu. Namun tidak dilakukan secara langsung tapi dengan
jalan lain. Lalu dengan menetapkan niat dihatinya, Ki Ageng Ngaran bertanya kepada Sunan Kalijaga.

“Maaf, Kanjeng Sunan, jika diperkenankan Saya ingin minta ranting pohon Jati milik Kanjeng Sunan yang
disimpan di Sapen untuk saka guru masjid ini,” ucapnya.

“Ambillah dan gunakanlah sebaik-baiknya,” kata Sunan.

Tanpa membuang waktu lagi, Ki Ageng Ngaran dan Ki Samud memotong ranting pohon Jati milik Sunan
Kalijaga itu. Tujuh ranting berurutan dari atas dipotong dan diambil oleh keduanya. Lalu dimulailah
pembuatan kerangka masjid dengan menggunakan ranting-ranting pohon Jati itu.

Ranting teratas diolah menjadi empat tiang utama masjid. Ranting kedua menjadi kayu kerangka bagian
atas masjid dan ranting ketiga dijadikan cagak pembatas yang mengelilingi pelataran masjid. Sedangkan
ranting ke empat sampai ke tujuh dijadikan rusuk atap masjid.

Empat tiang utama masjid tersusun membentuk persegi empat imajiner. Pada saat mendirikannya, Ki
Ageng Ngaran dan Ki Samud juga dibantu oleh pengikut Sunan Kalijaga lainnya. Yakni Mbah Kyai Hasan
Munadi dan putranya Mbah Hasan Dipuro. Keduanya dikenal sebagai penyebar agama Islam dan telah
mendirikan masjid di daerah Nyatnyono. Letaknya hanya sepenguyahan sirih dari tempat pendirian
masjid.

Dua tiang utama masjid yang berada di depan menghadap arah kiblat atau ke arah Barat didirikan oleh
Ki Ageng Ngaran dan Kyai Hasan Munadi. Sedangkan dua tiang lainnya didirikan oleh Ki Samud dan
Mbah Hasan Dipuro. Pengaturan dan penyelesaian pembuatan atap masjid konon ditangani langsung
oleh Sunan Kalijaga. Pembatas keliling masjid saat itu berupa anyaman bambu atau gedheg. Sementara
atap masjid berupa sirap.

Masjid yang didirikan itu konon kabarnya menjadi cikal bakal Masjid Besar Kauman Kelurahan Ungaran
Kecamatan Ungaran Barat sekarang. Belum ada penelitian dan bukti nyata yang bisa dijadikan dasar
untuk memastikan kebenaran cerita ini. Namun petilasan Ki Ageng Ngaran diyakini berada di wilayah
Sapen yang tidak jauh dari lokasi Masjid Kauman Ungaran. Sedangkan makam Ki Samud menjadi cikal
bakal tempat pemakaman umum Sisemut di lingkungan Sariharjo Ungaran. Lokasi makam itu juga hanya
sepelemparan batu jaraknya dari Masjid Besar Kauman, Ungaran sekarang.

KONDISI MASJID KAUMAN UNGARAN PADA TAHUN 1900

Dulu tampilan masjid kauman ini masih sangat sederhana. Lantainya hanya berupa plester atau karpet
dan luas nya masih belum seluas sekarang. Serta didekat masjid Kauman dulu ada yang disebut dengan
Kanjengan.

Kanjengan adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang berkedudukan tinggi di Jawa. Banyak arti
untuk menterjemahkan kata kanjeng, Ada yang mengartikan Kanjeng setingkat dengan bangsawan di
lingkungan istana, tetapi arti ini sebenarnya tidak tepat. Kata ini bukanlah gelar bangsawan tertentu
seperti Raden, Pangeran, Tubagus dll. tetapi lebih ke kata sapaan sangat sopan untuk para bangsawan.
Adapula yang mengartikan setingkat juragan.

Kanjengan sendiri berada di Ungaran bagian Timur, dan pada saat ini menurut warga sekitar rumah-
rumah tua yang dahulu terletak disana sudah dijual dan hanya bersisakan masjid Kauman. Masjid itu
sudah dari lama diberi nama kauman. Dahulu daerah Ungaran diberi nama Dukuh Karajan, lalu pada
jaman colonial belanda nama Dukuh Krajan diganati menjadi Ungaran.

LOKASI MASJID KAUMAN UNGARAN

Masjid Kauman Ungaran merupakan tempat ibadah yang memiliiki nilai sejarah di wilayah Kota Ungaran.
Masjid Kauman Ungaran terletak di daerah Kampung Kauman, Krajan, Ungaran, Kecamatan Ungaran
Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Lokasi Masjid Kauman Ungaran berada di dekat taman
Kanjengan Alun-alun Lama Kota Ungaran yang berada sejauh 2,1 KM dari titik Kota Ungaran.
Lokasi masjid ini cukup strategis karena berada dipusat kota dan masih satu area dengan alun alun lama.
Karena jarak nya yang sangat dekat Sehingga para pelancong yang ingin singgah atau mengunjungi
Masjid Kauman Ungaran dapat menemukan lokasi bangunan masjid bersejarah tersebut dengan mudah.
Dari arah Jalan Raya Diponeoro Ungaran pengunjung hanya perlu menuju ke arah ke jalan Pemuda yang
berada di kiri jalan. Sementara itu, pengunjung yang dari arah Jalan Raya Gatoto Subroto perlu
menyeberang jalan untuk menuju ke jalan Pemuda yang ada kanan jalan. Setelah berada di Jalan
Pemuda dan menemui Alun-alun Lama Kota Ungaran. Dari Alun-alun Lama Ungaran, pengunjung hanya
perlu waktu 1 menit untuk sampai di Masjid Kauman Ungaran. Setelah menemui Alun-alun Lama
Ungaran pengunjung dapat menuju ke arah selatan atau belok ke kanan hingga melewati bangunan
Dinas Kependudukn dan Pencatatan Sipil Kabupaten Semarang yang berda di kiri jalan. Setelah melewati
bangunan tersebut penunjung dapat menuju ke Jalan Kauman Tengah yang berada di kiri jalan. Saat
menemukan persimpangan jalan, pengunjung dapat menuju ke arah utara atau belok ke kiri dan Masjid
Kauman Ungaran akan ditemukan di Kanan Jalan.

CIRI KHAS MASJID KAUMAN

Pengaruh Walisongo pada masa perkembangan Islam di tanah Jawa yang begitu kuat turut
memengaruhi ciri arsitektur Masjid Kauman. Masjid Kauman memiliki ciri arsitektur Jawa yang khas.
Salah satunya tampak dari bentuk atap yang menyiratkan perpaduan bangunan dengan gaya Majapahit.
Hal ini dapat dilihat dari atap masjid yang berbentuk tajuk tumpang (tingkat) tiga. Bagian tajuk paling
bawah menaungi ruangan ibadah. Tajuk kedua lebih kecil, sedangkan tajuk tertinggi berbentuk limas.
Semua tajuk ditopang dengan balok-balok kayu berstruktur modern. Atap tingkat tiga ini merupakan
representasi dari makna filosofi Iman, Islam dan Ikhsan.

Arsitektur ini juga mirip dengan Masjid Agung Demak yang dibangun pada masa Kasultanan Demak.
Yang membedakan ialah masjid Kauman dibungkus dengan bahan seng bergelombang, pada waktu itu
merupaan bahan yang langka dan secara khusus harus didatangkan dari Belanda. Hal yang membedakan
lagi, bangunan utama Masjid Demak disangga empat soko guru, sedang atap Masjid Kauman ungaran
ditopang 36 soko (pilar) yang kokoh. Bentuk atap limasan yang diberi hiasan mustaka, sementara
pintunya berbentuk rangkaian daun waru, melambangkan arsitektur Persia atau Arab.

RENOVASI MASJID KAUMAN


Salah satu masjid kuno di Kampung Kauman Kelurahan Ungaran diperluas. Masjid yang selalu dibanjiri
jemaah terutama pada saat pelaksanaan salat Jumat dan Tarawih itu dinilai sudah kelebihan kapasitas.
Peletakan batu pertama renovasi Masjid Kauman Ungaran itu dilakukan oleh Bupati Semarang H
Mundjirin, pada Minggu 18 Oktober 2020 pagi.

Saat sambutan, Bupati menghargai langkah takmir Masjid Kauman untuk memperluas ruangan ibadah
masjid kuno itu. “Yakinlah, tidak ada pembangunan masjid yang tidak selesai. Apalagi diniatkan untuk
meningkatkan mutu ibadah umat,” ujarnya didampingi imam masjid besar Kauman Ungaran KH Muhdi
Taufiq.

Bupati berharap pembangunan dapat segera diselesaikan. Sehingga segera bisa digunakan untuk
melakukan berbagai kegiatan keagamaan.

Ketua panitia renovasi masjid besar Kauman Ungaran, Mulyono menjelaskan perluasan masjid
dilatarbelakangi membludaknya jamaah setiap salat Jumat dan Tarawih. Pada saat itu selalu saja jamaah
meluber hingga ke halaman masjid. “Kondisi ini mengurangi kekhusyukan ibadah. Sehingga kami berniat
menambah kapasitas daya tampung masjid,” katanya.

Rencananya, perluasan akan dilakukan secara bertahap. Di lantai 1 meliputi serambi masjid seluas dan
ruang jemaah putri. Selanjutnya akan ditambah ruangan di lantai 2 seluas total 672 meter persegi. Total
dana yang dibutuhkan senilai kurang lebih Rp5 miliar.

Mulyono juga menyampaikan terima kasih atas persetujuan Bupati Semarang untuk memperlebar akses
jalan masuk ke masjid dari jalan HOS Cokroaminoto. “Peningkataan akses masuk dan perluasan
kapasitas tampung masjid ini diharapkan dapat lebih memakmurkan masjid Besar Kauman,” tuturnya.

*Gambar masjid yg sedang direnovasi*


Gambar diatas merupakan proses berlangsung nya proyek pembangunan Masjid Kauman Ungaran.

Rencananya, Masjid Kauman akan dibangun 2 lantai, lantai 1 untuk jamaah laki-laki dan lantai 2 untuk
jamaah perempuan. Perkiraan pembangunan ini akan selesai pada tahun 2023. Meski begitu, para
pengurus masjid masih mempertahankan beberapa struktur masjid yang merupakan peninggalan asli
dari murid sunan Kalijaga.

Material untuk pembangunan ini tentunya menggunakan material yang terbaik agar bangunan tetap
kokoh dan tahan lama. Dengan anggaran yang cukup besar para pengurus juga akan mengganti
beberapa struktur masjid dengan yang baru. Juga dengan dana tersebut akan di bangun masjid yang
cukup indah dan nyaman untuk para jamaah yang akan datang sehingga di harapkan para jamaah dapat
beribadah dengan khusyuk.

PENGURUSAN MASJID KAUMAN UNGARAN

- Ketua = Muhbisum

- Wakil = Ajik

- Seketaris = Prastowo

- Bendahara = Nistofik

- Humas = Herman Hendrian

- Imam = Pak Taufik

- Muadzin = Mahmi Harjo/Herman Hendrian

- Marbot Masjid = Muhammad Mukidi/Slamet Munandar.

-Tokoh lama sampai sekarang yang masi ada salah satunya ialah Pak Mahnisum dan Mahmi Harjo.

KEGIATAN RUTIN MASJID KAUMAN UNGARAN

Beberapa kegiatan rutin yang dilakukan diantaranya:


1. Pengajian

Pengajian merupakan penyelenggaraan atau kegiatan belajar agama Islam yang berlangsung dalam
kehidupan masyarakat yang dibimbing atau diberikan oleh seorang guru ngaji (da'i) terhadap beberapa
orang. Pengajian rutin yang diadakan di Masjid membuat masyarakat lebih meningkatkan kesadaran
beragamanya dalam aspek wawasan dan pengetahuan, serta peningkatan aspek sikap.

2. Salat tasbih

Salat tasbih adalah salat empat rakaat yang sepanjang salat tersebut, seseorang mengucapkan kalimat
tasbih 300 kali. Salat tasbih dapat dikerjakan pada siang atau malam hari. Salat ini dianjurkan untuk
dikerjakan, paling tidak seumur hidup sekali.

3. Mujahadah

Mujahadah biasanya dilakukan setiap malam Jumat. Kegiatan Mujahadah yaitu pembacaan doa dan
wirid. Dilanjutkan Pembacaan Sholawat dan ditutup juga dengan doa.

Dari Mujahadah itu sendiri bertujuan beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Menjernihkan hati dan marifat Billah (Muhasabah kepada Allah SWT)

2. Memperoleh Hidayah dan Taufiq Allah SWT serta Syafaat Rasululloh SAW.

3. Mendidik menjadi orang yang sholeh/Sholihah, yang senantisa mendoakan kedua orang tuanya .

4. Keamanan, ketentraman, kedamaian & kesejahteraan.

Untuk remaja masjid diadakan beberapa kegiatan yaitu olahraga, kesehatan, kerohanian, kesenian dan
TPQ.

TRADISI WARGA SETEMPAT MASJID KAUMAN UNGARAN

Berikut beberapa tradisi warga setempat yang masih kerap dilakukan dari dulu hingga sekarang.

1. Peringatan Maulid Nabi Muhammad setiap tanggal 12 Rabilul Awal juga diperingati peringatan
kelahiran Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang dalam catatan sejarah lahir pada tanggal 11 Rabiul Awal.
Namun peringatan yang terakhir ini dilaksanakan setiap tanggal 11 setiap bulannya. Biasanya,
peringatan tersebut digelar pembacaan manaqib dalam rangka mengenang dan tabaruk atau cari berkah
(Jawa: ngalap barokah) Ada dua manaqib yang umum dibaca masyarakat. Yang satu adalah manaqib An-
Nur Al-Burhani dan kitab manaqib Jawahir Al-Ma‘ani yang ditulis oleh KH Jauhari Umar dari Pasuruan.

Kegiatan ini secara kebudayaan dianjurkan untuk para lelaki dan tidak untuk perempuan. Dalam
kegiatan ini semua jamaah yang hadir adalah laki-laki. Baik anak-anak, pemuda maupun dewasa atau
sudah tua. Tidak dapat ditemui seorang pun dalam kegiatan itu seorang perempuan. Para jamaah yang
hadir duduk bersila dengan rapi di dalam sebuah kobhung yang empunya hajat. Pemimpin dzikir seorang
kiyai kampung duduk di bagian dalam dan di posisi tengah. Membaca Fatihah dan tawassul untuk Nabi
Muhammad, para Sahabat dan Syekh Abdul Qadrial-Jailani. Juga hadiah fatihah untuk ahli kubur sahibul
hajah dan para jamaah. Setelah Fatihah dibacakan bersama dimulailah dzikir sebagaimana telah
disebutkan di atas. Para jamaah dengan kompak membacakannya. Suasana syahdu dan khushu’ meliputi
kobhung dan sekitarnya.

2.Pawai Obor

Pawai obor biasa diikuti berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa dan sesepuh di
tempat tradisi itu digelar. Seperti namanya, pawai obor digelar dengan membawa obor dan berjalan
mengelilingi lingkungan tempat mereka tinggal. Pawai biasa dimulai selepas shalat Isya, mereka yang
mengikuti pawai akan berkumpul di lapangan. Keriuhan rombongan pawai ini akan menarik perhatian
warga yang menonton di pinggir jalan.

Dan pada bulan ramadhan juga kerap diadakan berbagai acara seperti berikut.

1. Sholat tarawih adalah salat sunah yang dilakukan khusus hanya pada bulan Ramadhan . Tarawih
dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‫ َتْر ِوْيَح ٌة‬yang diartikan sebagai "waktu sesaat untuk
istirahat". Waktu pelaksanaan salat sunah ini adalah selepas salat Isya dan biasanya dilakukan secara
berjamaah di masjid Rasulullah Muhammad hanya pernah melakukannya secara berjemaah dalam tiga
kali kesempatan. Hadis menyebutkan bahwa rasulullah ‫ ﷺ‬kemudian tidak melanjutkan pada malam-
malam berikutnya karena takut salat Tarawih akan menjadi diwajibkan kepada umat muslim

terdapat beberapa praktik tentang jumlah rakaat dan jumlah salam pada salat Tarawih. Pada masa Nabi
Muhammad, salat Tarawih hanya dilakukan tiga atau empat kali saja, tanpa ada satu pun keterangan
yang menyebutkan jumlah rakaatnya. Salat Tarawih berjamaah lalu dihentikan karena ada kekhawatiran
bahwa hal ini akan diwajibkan. Baru pada zaman khalifah Umar bin Khattab salat Tarawih dihidupkan
kembali dengan berjamaah, dengan jumlah 20 rakaat dilanjutkan dengan 3 raka'at salat witir.
2. Takbiran Malam Idul Fitri, atau yang lebih dikenal dikalangan masyarakat sebagai malam takbiran,
ialah perayaan yang digelar untuk menyambut hari kemenangan setelah berpuasa hampir sebulan
lamanya. Malam dimana takbir berkumandang, menyuarakan kebesaran Allah. Yang terkadang juga
diselingi suara keras kembang api yang memperindah langit di malam tersebut. Beberapa hari
menjelang malam takbiran setiap RT di hampir semua desa dan dusun telah bersiap membuat arak-
arakan. Yang berupa hewan, manusia, mahluk hayalan berupa monster dan mahluk mitologi, atau pun
bangunan berupa masjid dan lain sebagainya. Bahkan ada salah satu desa yang membuat Kyubi; yaitu
mahluk monster musang berekor sembilang dari serial kartun Naruto. Dengan bergotong royong dan
dana swadaya mereka berusaha membuatnya menjadi sebaik atau seunik mungkin.

Tiba di saat malam yang ditunggu, semua warga menunggu di depan rumah masing-masing untuk
menyaksikan pawai arak-arak dengan bentuk yang unik dan menarik. Pawai keliling desa dengan
lantunan takbir yang diiringi kendang dan iringan musik ala dangdut pantura, menambah keunikan
malam takbiran di sini. Semua warga sangat antusias menyaksikan pawai tersebut.

Anda mungkin juga menyukai