com
4–5 minutes
Untuk kali ini, saya akan mengulas abdi setia yang lain yaitu Banteng Wareng
(sekitar 1810-1858). Tentu saja mereka berdua turut menyaksikan ketika
Diponegoro ditipu Jenderal de Kock saat perundingan di Magelang.
Sebenarnya antara Banteng Wareng dengan Joyosuroto ini satu sama lain dalam
menemani Diponegoro tidak terpisahkan. Hanya keadaan dan kekusaan sajalah
yang dapat memisahkan mereka berdua.
Abdi setia yang menemani Diponegoro dalam kereta adalah Joyosuroto yang
bertugas membawa kotak sirih, sedangkan Banteng Wareng harus tinggal
sementara di Magelang sebelum menyusul ke Batavia. Belanda hanya
mengizinkan Joyosuroto yang menemani Diponegoro.
Sejak itu antara Joyosuroto dengan Banteng Wareng tidak bertemu lagi hingga
mereka berdua meninggal dunia. Tentu saja Diponegoro sangat sedih harus
berpisah dengan Joyosuroto. Hanya saja kesedian itu sedikit terobati karena
Banteng Wareng dan keluarganya diminta Kolonial Belanda tetap menemani Sang
Pangeran di Benteng Roteerdam Makassar hingga akhir hidupnya.
Banteng Wareng dalam kisah Babad Diponegoro versi Manado yang ditulis
Diponegoro digambarkan seorang yang bertubuh pendek tetapi organ-organ
tubuhnya masih utuh sehingga sering disebut manusia cebol (lare bajang).
Banteng Wareng juga digambarkan suka melucu sehingga sering membuat Sang
Pangeran dan Joyosuroto dibuat ketawa bersama-sama. Dikisahkan, kelucuan
biasanya karena dia sering menceriterakan kisah-kisah yang menjurus vulgar
(kisah porno).
Tentu saja tugas ini dijalankan Banteng Wareng dengan sangat senang karena
dapat mengajari anak-anak Diponegoro berhitung, menulis, membaca dan
mengajari tatakrama ala keraton dan budaya Jawa kepada putra-putra
Diponegoro.
Tetapi sayang, 3 tahun setelah Sang Pangeran wafat, Banteng Wareng menyusul
meninggal dunia pada tahun 1858. Saat itu Banteng Wareng meninggal masih
terhitung berusia muda karena wafat pada usia 48 tahun.
Dalam nisannya tertulis angka tahun 1858 sebagai informasi tahun kematian
pemilik nisan.
Bacaan Rujukan
Carey, Peter. 2012. Asal-Usul Perang Jawa Pemberontakan Sepoy dan Lukisan
Raden Saleh. Yogyakarta: LKiS.