Anda di halaman 1dari 3

buddyku.

com

Banteng Wareng: Mengabdi Kepada


Diponegoro Sampai Akhir Hayatnya -
BuddyKu

4–5 minutes

YOGYAKARTA, NETRALNEWS.COM -Beberapa episode yang lalu sudah


saya sampaikan pembahasan tentang sosok abdi setia Diponegoro yang bernama
Joyosuroto atau yang sering disebut Roto (Bisa dibaca DI SINI).

Untuk kali ini, saya akan mengulas abdi setia yang lain yaitu Banteng Wareng
(sekitar 1810-1858). Tentu saja mereka berdua turut menyaksikan ketika
Diponegoro ditipu Jenderal de Kock saat perundingan di Magelang.

Lebih Jauh tentang Sosok Banteng Wareng

Sebenarnya antara Banteng Wareng dengan Joyosuroto ini satu sama lain dalam
menemani Diponegoro tidak terpisahkan. Hanya keadaan dan kekusaan sajalah
yang dapat memisahkan mereka berdua.

Perpisahan pertama antara Joyosuroto dengan Banteng Wareng terjadi pada


tahun 1830. Saat itu Diponegoro diangkut ke Semarang kemudian ke Batavia oleh
Kolonial Belanda dari rumah Residen Magelang.

Abdi setia yang menemani Diponegoro dalam kereta adalah Joyosuroto yang
bertugas membawa kotak sirih, sedangkan Banteng Wareng harus tinggal
sementara di Magelang sebelum menyusul ke Batavia. Belanda hanya
mengizinkan Joyosuroto yang menemani Diponegoro.

Perpisahan kedua di antara mereka berdua saat menemani Diponegoro terjadi


pada tahun 1839 ketika Joyosuroto dipindahkan oleh Kolonial Belanda dari
Benteng Rotterdam Makassar ke Kampung Jawa, Tondano (Sulawesi Utara)
bersama istrinya dan 5 orang anaknya.

Sejak itu antara Joyosuroto dengan Banteng Wareng tidak bertemu lagi hingga
mereka berdua meninggal dunia. Tentu saja Diponegoro sangat sedih harus
berpisah dengan Joyosuroto. Hanya saja kesedian itu sedikit terobati karena
Banteng Wareng dan keluarganya diminta Kolonial Belanda tetap menemani Sang
Pangeran di Benteng Roteerdam Makassar hingga akhir hidupnya.

Banteng Wareng dalam kisah Babad Diponegoro versi Manado yang ditulis
Diponegoro digambarkan seorang yang bertubuh pendek tetapi organ-organ
tubuhnya masih utuh sehingga sering disebut manusia cebol (lare bajang).

Banteng Wareng juga digambarkan suka melucu sehingga sering membuat Sang
Pangeran dan Joyosuroto dibuat ketawa bersama-sama. Dikisahkan, kelucuan
biasanya karena dia sering menceriterakan kisah-kisah yang menjurus vulgar
(kisah porno).

Lukisan yang menggambarkan Diponegoro menulis babad di Rotterdam Makassar


ditemani istri tercinta dan putra Diponegoro. Banteng Wareng yang sedang
menegur salah satu putra Sang Pangeran. Gambar Banteng Wareng yang cebol ini
menyerupai mahkluk halus. (Peter Carey: 2022).

Ketika bersama-sama dengan Sang Pangeran di Makassar, Banteng Wareng pada


periode 1840-an mendapat tugas dari Sang Pangeran menjadi pendidik privat
untuk putra-putra Diponegoro yang jumlahnya 7 anak.Putra-putra Sang Pangeran
terdiri dari 6 laki-laki dan 1 perempuan dan semua lahir di pengasingan.

Tentu saja tugas ini dijalankan Banteng Wareng dengan sangat senang karena
dapat mengajari anak-anak Diponegoro berhitung, menulis, membaca dan
mengajari tatakrama ala keraton dan budaya Jawa kepada putra-putra
Diponegoro.

Pengalaman dan pengetahuan yang didapat bertahun-tahun bersama Sang


Pangeran diajarkan kepada putra-putri Diponegoro.

Pada 8 Januari 1855 Pangeran Diponegoro wafat. Setelah Sang Pangeran


meninggal dunia, Banteng Wareng dan keluarganya tetap tinggal bersama dengan
keluarga Sang Pangeran di Benteng Rotterdam Makassar.

Tetapi sayang, 3 tahun setelah Sang Pangeran wafat, Banteng Wareng menyusul
meninggal dunia pada tahun 1858. Saat itu Banteng Wareng meninggal masih
terhitung berusia muda karena wafat pada usia 48 tahun.

Banteng Wareng dimakamkan di belakang kantor juru kunci Makam Diponegoro


di Jalan Diponegoro Makassar. Mungkin karena bentuk fisiknya yang cebol
sehingga makamnya terlihat kecil seperti makam anak-anak usia belasan tahun.

Dalam nisannya tertulis angka tahun 1858 sebagai informasi tahun kematian
pemilik nisan.

Penulis: Lilik Suharmaji

Founder PUSAM (Pusat Studi Mataram) tinggal di Yogyakarta.

Bacaan Rujukan
Carey, Peter. 2012. Asal-Usul Perang Jawa Pemberontakan Sepoy dan Lukisan
Raden Saleh. Yogyakarta: LKiS.

Carey, Peter. 2022. Percakapan Dengan Diponegoro. Jakarta: Kepustakaan


Populer Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai