Anda di halaman 1dari 87

MODUL AJAR

BAHASA INDONESIA

UNTUK KALANGAN SENDIRI

Disusun Oleh :

Drs. Moh. Thamrin, M.Pd.


NIP. 195705151986031001
Drs. Samsul Hadi, M.T.
NIP 196006241988111001
Ir. Nurchajat, M.T,
NIP 195812191984031001
Dr. Ir. Bambang Sugiono AP, M.Sc.
NIP195403051985031001

POLITEKNIK NEGERI MALANG


2012

1
KATA PENGANTAR

Melalui Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional


Republik Indonesia Nomor: 43/DIKTI/Kep/2006, mata kuliah bahasa Indonesia
mengemban kompetensi dasar menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki
pengetahuan dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa
nasional dan mampu menggunakannya secara baik dan benar untuk mengungkapkan
pemahaman. rasa kebangsaan dan cinta tanah air, dan untuk berbagai keperluan dalam bidang
ilmu. teknologi dan seni, serta profesinya masing-masing.
Substansi kajian matakuliah bahasa Indonesia menekankan keterampilan menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional secara baik dan benar untuk
menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. teknologi. dan seni sebagai
perwujudan kecintaan dan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia.
Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, disusunlah modul ajar bahasa Indonesia
Kelilmuan (BIK) yang merupakan bagian dari bahan ajar mata kuliah Bahasa Indonesia.
Kajian BIK difokuskan pada menulis akademik. Secara umum, struktur kajian terdiri atas (1)
Pentingnya Bahasa Indonesia, (2) Penerapan Ejaan yang Disempurnakan dalam Karya Ilmiah,
(3) Penulisan Karya Ilmiah, dan (4) Merujuk Dan Menulis Daftar Rujukan.
Melalui empat kajian itu diharapkan dapat diperoleh pengalaman belajar yang dapat
membantu mencapai sebagian kompetensi mata kuliah Bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
penulis berharap semoga modul ajar ini dapat digunakan sebagai bahan ajar mata kuliah
Bahasa Indonesia. Demi penyempurnaan modul ajar ini, penulis mengaharap kritik dan saran
bagi pengguna, pemerhati, dan pakar pembelajaran bahasa. Selamat belajar dan terima kasih.

2
DAFTAR ISI
BAB I: KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA … ………….. 1
1.1 Pentingnya Bahasa Indonesia…. ………………………………….. 1
1.2 Ragam Bahasa …………………………………………………….. 2
1.2.1 Ragam Daerah ……………………………..…….………………. 2
1.2.2 Ragam Pendidikan ………………………………..……………… 2
1.2.3 Ragam Bahasa Berdasarkan Jenis Pemakaian ……………………. 4
1.3 Ciri Situasi Diglosia…………………………………………………. 5
1.4 Pembakuan Bahasa …………………………………………………. 6
1.5 Bahasa Baku…………………………………………………………. 7
1.6 Fungsi Bahasa Baku ………………………………………………… 8
1.7 Bahasa Yang Baik Dan Benar……………………………………….. 10
1.8 Hubungan Bi Dengan Bahasa Daerah Dan Bahasa Asing ………….. 11

BAB II: PENERAPAN PEDOMAN EJAAN BAHASA INDONESEIA


YANG DISEMPURNAKAN DALAM KARYA ILMIAH …………. 14
2.1 Pentingnya Ejaan…………………………………………………… 14
2.2 Pemakaian Huruf……………………………………………………. 14
2.2.1 Huruf Abjad…………………………………………………… 14
2.2.2 Huruf Vokal ………………………………………………….. 15
2.2.3 Huruf Konsonan……………………………………………… 15
2.2.4 Huruf Diftong………………………………………………… 16
2.2.5 Gabungan Huruf Konsonan ………………………………….. 16
2.2.6 Huruf Miring…………………………………………………. 22
2.2.8 Huruf Tebal…………………………………………………… 23
2.3 Penulisan Kata……………………………………………………. 24
2.3.1 Kata Dasar …………………………………………………… 24
2.3.2 Kata Turunan…………………………………………………. 24
2.3.3 Bentuk Ulang…………………………………………………. 26
2.3.4 Gabungan Kata……………………………………………….. 27
2.3.5 Suku Kata…………………………………………………… 28
2.3.6 Kata Depan Di, Ke, Dan Dari…………………………………….. 30
2.3.7 Partikel…………………………………………………………. 30
2.3.8 Singkatan Dan Akronim…………………………………………. 31
2.3.9 Angka Dan Bilangan…………………………………………….. 33
2.3.10 Kata Ganti Ku-, Kau-, -Ku, -Mu, Dan –Nya……………………… 36
2.3.11 Kata Si Dan Sang ………………………………………………….. 36
2.4 Pemakaian Tanda Baca…………………………………………… 37
2.4.1 Tanda Titik (.)…………………………………………………. 37
2.4.2 Tanda Koma (,)………………………………………………… 40
2.4.3 Tanda Titik Koma (;)…………………………………………… 43
2.4.4 Tanda Titik Dua (:)……………………………………………. 43
2.4.6 Tanda Pisah (─)………………………………………………… 46
2.4.7 Tanda Tanya (?)………………………………………………… 46
2.4.8 Tanda Seru (!)…………………………………………………. 46
2.4.9 Tanda Elipsis (...)………………………………………………. 46
2.4.10 Tanda Petik (" ")………………………………………………. 47
2.4.14 Tanda Petik Tunggal (' ')……………………………………… 48
2.4.15 Tanda Kurung (( ))…………………………………………… 49

3
2.4.13 Tanda Kurung Siku ([ ])……………………………………… 50
2.4.14 Tanda Garis Miring (/)……………………………………….. 50
2.4.15 Tanda Penyingkat Atau Apostrof (')………………………….. 51
2.5 Penulisan Unsur Seapan………………………………………………51

BAB III: MENULIS KARYA ILMIAH……………………………………….. 61


3.1 Pemilihan Topik Dan Rumusan Judul…………………………….. 61
3.2 Penyusunan Kerangka Karya Ilmiah……………………………… 63
3.3 Pengembangan Gagasan………………………………………….. 64
3.4 Sistematika Isi……………………………………………………. 66
3.5 Penilaian Karya Ilmiah …………………………………………… 69

BAB IV: PERUJUKAN DAN PENULISAN DAFTAR RUJUKAN


DALAM KARYA ILMIAH …………………………………………… 72
4.1 Pentingnya Rujukan Dan Daftar Rujukan………………………….. 72
4.2 Cara Merujuk …………………………………………………….. 72
4.3 Cara Menulis Kutipan Langsung …………………………………….. 73
4.3.1 Kutipan Kurang Dari 40 Kata ……………………………………… 73
4.3.2 Kutipan 40 Kata Atau Lebih…………………………………………. 73
4.3.3 Kutipan Yang Sebagian Dihilangkan………………………………… 73
4.4 Cara Menulis Kutipan Tidak Langsung…………………………………74
4.5 Penulisan Daftar Rujukan………………………………………….. 74

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………83

4
BAB I
KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Capaian Pembelajaran:

Setelah membaca dan mengkaji bab ini, mahasiswa mampu:


 Menjelaskan pentingnya bahasa Indonesia.
 Menyebutkan dan menjelaskan ragam bahasa Indonesia.
 Menjelaskan proses pembakuan bahasa.
 Menjelaskan pernyataan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
 Mengidentifikasi bahasa Indonesia untuk IPTEKS.

1.2 PENTINGNYA BAHASA INDONESIA


Pentingnya Bahasa Indonesia (BI) di republik ini antara lain bersumber pada ikrar
ketiga Sumpah Pemuda 1928 "Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng
bahasa persatoean, BI" dan pada Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV, Pasal 36 yang
menyatakan bahwa "bahasa negara ialah BI". Di samping itu masih ada beberapa
alasan lain mengapa BI menduduki tempat yang terkemuka di antara ratusan bahasa
nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu.
Penting tidaknya suatu bahasa dapat juga didasari pada patokan jumlah penutur, luas
penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra, dan pengungkap budaya
(Alwi,dkk.,2003:1).
Jika kita menggunakan patokan yang pertama, yakni jumlah penuturnya, maka BI
sebagai bahasa ibu, jumlah penuturnya bisa jadi tidak sebanyak bahasa Jawa atau
Sunda. Akan tetapi, jika pada jumlah itu ditambahkan penutur dwibahasawan yang
menggunakan BI sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, kedudukannya dalam
deretan jumlah penutur berbagai bahasa di Indonesia ada di peringkat pertama.
Patokan yang kedua, yakni luas penyebarannya, jelas menempatkan BI di baris
depan. Sebagai bahasa setempat, bahasa itu dipakai orang di daerah pantai timur
Sumatra, Kepulauan Riau dan Bangka, serta di daerah pantai Kalimantan. Jenis kreol
bahasa Melayu-Indonesia, yakni Melayu-Indonesia yang bercampur dengan bahasa
setempat, didapati di Jakarta dan sekitarnya, Manado, Ternate, Ambon, Banda,
Larantuka, dan Kupang. Sebagai bahasa kedua, pemencarannya dapat disaksikan dari
ujung barat sampai ke ujung timur dan dari pucuk utara sampai ke batas selatan negeri
kita. Sebagai bahasa asing, BI dipelajari di luar negeri seperti di Amerika Serikat,

5
Australia, Belanda, Ceko, Cina, Filipina, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Korea,
Prancis, Rusia, dan Selandia Baru. Belum lagi bahasa Malaysia dan bahasa Melayu di
Singapura dan Brunei Darussalam yang, jika ditinjau dari sudut pandangan ilmu
bahasa, merupakan bahasa yang sama juga dengan BI.
Patokan yang ketiga, yakni peranannya sebagai sarana ilmu, seni sastra, dan
pengungkap budaya, menunjukkan bahwa BI telah benar-benar menjadi satu-satunya
wahana dalam penyampaian ilmu pengetahuan serta media untuk pengungkapan seni
sastra dan budaya bagi semua warga Indonesia dengan latar belakang budaya serta
bahasa daerah yang berbeda-beda.
Uraian di atas memberikan gambaran betapa pentingnya BI bagi kita. Berdasarkan
ketiga patokan itu, BI mempunyai kedudukan yang lebih penting daripada bahasa
daerah. Harus dicatat di sini bahwa kedudukannya yang penting itu sekali-kali bukan
karena mutunya sebagai bahasa, bukan karena besar-kecilnya jumlah kosakatanya atau
keluwesan dalam tata kalimatnya, dan bukan pula karena kemampuan daya
ungkapnya.
1.3 RAGAM BAHASA
Ragam menurut golongan penutur dapat diperinci menurut patokan daerah,
pendidikan, dan sikap penutur.
1.2.1 Ragam Daerah
Ragam daerah dikenal juga dengan nama logat atau dialek. Logat daerah mudah
dikenali melalui tata bunyinya. Logat Indonesia-Batak yang dilafalkan oleh putra
Tapanuli dapat dikenali, misalnya, karena tekanan kata yang amat jelas; logat
Indonesia orang Ball karena pelafalan bunyi /t/ dan /d/-nya. Ciri-ciri khas yang
meliputi tekanan, turun-naiknya nada, dan panjang-pendeknya bunyi bahasa
membangun aksen yang berbeda-beda. Perbedaan kosakata dan variasi gramatikal
tentu ada juga walaupun mungkin kurang tampak. Ragam dialek dengan sendirinya
erat hubungannya dengan bahasa ibu si penutur.

1.2.2 Ragam Pendidikan


Ragam bahasa menurut pendidikan formal menunjukkan perbedaan yang jelas
antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi BI golongan yang
kedua itu berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan
akhir /-ks/, misalnya, sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah
atau hanya berpendikan rendah. Perbedaan kedua ragam itu juga tampak pada tata
6
bahasa. Kalimat Saya mau susun itu makalah dengan baik cukup jelas maksudnya,
tetapi bahasa yang apik menuntut agar bentuknya menjadi Saya akan menyusun
makalah itu dengan baik. Rangkaian kata Indonesia dapat disusun menjadi kalimat
Indonesia, tetapi tidak tiap kalimat Indonesia termasuk kalimat yang apik. Itulah
sebabnya bahasa orang yang berpendidikan—yang lazimnya ditautkan dengan bahasa
persekolahan—pada umumnya memperlihatkan pemakaian bahasa yang apik. Badan
pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, badan kehakiman, pers, radio, televisi,
mimbar agama, dan profesi ilmiah hendaknya menggunakan ragam bahasa orang
berpendidikan yang lazim digolongkan dan diterima sebagai ragam baku.
Ragam pendidikan inilah yang dipakai dalam bahasa Indonesia keilmuan karena
kurang lebih syarat yang dimiliki oleh keduanya hampir sama, yakni bersifat cendekia,
lugas dan jelas, berpangkal pada gagasan, formal dan objektif, ringkas dan padat,
menggunkan istilah teknis, serta konsisten.
Kecendekiaan yang disandang dalam bahasa Indonesia keilmuan mampu
mengungkapkan hasil berpikir secara logis. Bahasa yang cendekia mampu membentuk
pernyataan yang tepat, seksama, dan abstrak. Pernyataan yang digunakan
mencerminkan ketelitian yang objektif, sehingga suku-suku kalimatnya mirip dengan
proposisi logika. Kecendekiaan tampak juga pada bentukan kata, seperti pada kata
pemberian-berian, pemerian-perian, dan pendidikan-didikan.
Kejelasan dan ketepatan dapat diwujudkan melalui gagasan yang disampaikan
secara langsung. Makna yang dipakai adalah makna lugas. Makna kias tidak
dibenarkan dalam bahasa ilmu.
BIK digunakan dengan orientasi gagasan. Itu berarti bahwa fokus diarahkan pada
gagasan bukan pada penulisnya. Pilihan bentuk kalimatnya berupa kalimat pasif dan
benar-benar menghindari bentuk kalimat aktif yang berorientasi pada penulis.
Unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam ilmu adalah unsur-unsur
bahasa Indonesia yang berlaku dalam situasi formal. Ciri formal itu tampak pada kosa
kata, bentukan kata, dan bentukan kalimat.
Ciri ringkas diwujudkan melalui kalimat yang benar-benar menggunakan unsur
yang diperlukan. Kalimatnya merupakan kalimat hemat. Dengan cirinya yang ringkas
itu BIK menghindari pemborosan penggunaan usnsur bahasa. Unsur yang tidak
diperlukan karena tidak mempunyai fungsi dari segi pengungkap gagasan tidak
digunakan.

7
Unsur bahasa dan ejaan dalam BIK digunakan secara konsisten. Sekali sebuah
unsur digunakan sesuai dengan kaidah, unsur itu untuk selanjutnya digunakan secara
konsisten sesuai dengan penggunaannya itu.

1.2.3 Ragam Bahasa Berdasarkan Jenis Pemakaian

Ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya dapat dirinci menjadi tiga macam:
ragam dari sudut pandangan bidang atau pokok persoalan; ragam menurut sarananya;
dan ragam yang mengalami pencampuran (Depdikbud, 1988:3). Ketiga ragam tersebut
diuraikan dalam paparan berikut ini.
Orang yang ingin turut serta dalam bidang tertentu atau yang ingin membicarakan
pokok persoalan yang berkaitan dengan lingkungan itu harus memilih salah satu ragam
yang dikuasainya dan yang cocok dengan bidang atau pokok itu. Misalnya, agama,
politik, ilmu, teknologi, pertukangan, perdagangan, seni rupa dan seni sastra, olahraga,
perundang-undangan, dan angkatan bersenjata.
Perbedaan ragam itu terlihat, antara lain, dalam pemakaian sejumlah kata atau
istilah tertentu yang dihubungkan dengan bidangnya, misalnya kata akidah, akad
nikah, dan biara untuk bidang agama; atom,fonem, dan fosil untuk bidang ilmu;
pialang, konsumen, dan inflasi untuk bidang perdagangan; serta gelandang, sundulan,
dan gaya kupu-kupu untuk bidang olahraga. Di samping itu, ada juga variasi dalam
tata bahasanya. Dalam karangan ilmiah, misalnya, penulisnya sering menghindari
pemakaian kata aku atau saya.
Ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulis.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perbedaan antara ragam lisan
dan ragam tulisan. Yang pertama berhubungan dengan suasana peristiwanya. Jika kita
menggunakan sarana tulisan, kita berpraanggapan bahwa orang yang diajak berbahasa
tidak ada di hadapan kita. Akibatnya, bahasa kita perlu lebih terang dan jelas—lebih
eksplisit—karena bahasa kita tidak dapat disertai oleh gerak isyarat, pandangan, atau
anggukan sebagai tanda penegasan di pihak pembicara atau pemahaman di pihak
pendengar. Itulah sebabnya, kalimat dalam ragam tulisan harus lebih cermat sifatnya.
Fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, dan objek, dan hubungan di antara fungsi
itu masing-masing harus nyata, sedangkan di dalam ragam lisan, karena penutur
bahasa berhadapan atau bersemuka, unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan.

8
Hal yang kedua, berkaitan dengan beberapa upaya yang kita gunakan dalam
ujaran yang sulit dilambangkan dengan ejaan dan tata tulis yang kita miliki. Jadi,
penulis acap kali perlu merumuskan kembali kalimatnya jika ia ingin menyampaikan
jangkauan makna yang sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama telitinya.
Misalnya, ujaran Burhan tidak mengambil bukumu! yang disertai pola intonasi khusus
pada kata tidak, dalam tulisan mungkin dapat berbentuk Bukan Burhan yang
mengambil bukumu agar penegasannya sama tarafnya. Harus ditambahkan di sini
bahwa ragam tulisan juga mempunyai kelebihannya. Kaidah-kaidah bahasa tulisan
yang mengatur, misalnya, pemakaian huruf kapital, huruf miring, tanda kutip, dan
paragraf tidak mengenal padanan yang sama jelasnya dalam ujaran.
Ragam lisan dan tulisan masih mengenal kendala atau hambatan lain. Tabel
bilangan dan grafik, atau uraian yang berisi lambang unsur dan rumus hidraulis, lebih
mudah disusun dan dibaca dalam bentuk tulisan; demikian pula peraturan perundang-
undangan yang bangun kalimatnya sering bersusun-susun. Sebaliknya, laporan
pandangan mata tentang pertandingan olahraga yang disampaikan dalam bentuk ragam
lisan sulit dipahami orang jika direkam secara harfiah dalam bentuk tulisan.
Bahasa Indonesia dengan berbagai ragam itu tidak semuanya merupakan
"bahasa yang baik dan benar". Apakah yang sebenarnya dimaksudkan dengan bahasa
yang baik dan benar itu? Sebelum menjawab pertanyaan itu, marilah kita berturut-turut
menelaah dahulu situasi diglosia dan hakikat bahasa baku atau bahasa standar.

1.3 CIRI SITUASI DIGLOSIA


Situasi diglosia dapat disaksikan di dalam masyarakat bahasa jika dua ragam
pokok bahasa dipakai secara berdampingan untuk fungsi kemasyarakatan yang
berbeda-beda. Ragam pokok yang pertama dapat disebut ragam tinggi dan ragam
pokok yang kedua dapat dinamai ragam rendah.
Ragam yang tinggi digunakan, misalnya, untuk pidato resmi, khotbah, kuliah,
atau ceramah; penyiaran lewat radio dan televisi; penulisan yang bersifat resmi; tajuk
rencana dan artikel surat kabar; dan susastra, khususnya puisi. Ragam yang rendah
biasanya dipakai, misalnya, di dalam percakapan yang akrab di lingkungan keluarga
atau dengan teman sebaya; di pasar dalam tawar-menawar; di dalam seni dan sastra
rakyat; di dalam penulisan yang tidak resmi seperti surat pribadi kepada teman yang
karib; atau di dalam pojok surat kabar atau kolom khusus majalah yang secara khusus
dimaksudkan untuk memeragakan ragam itu.
9
Karena ragam tinggi disaranakan untuk peranan kemasyarakatan yang dinilai
lebih tinggi atau lebih berharga, maka ragam itu pun memiliki gengsi yang lebih
tinggi; bahkan ragam itu dianggap lebih elok, lebih adab, dan lebih mampu
mengungkapkan pikiran yang berbobot dan majemuk. Tata bahasa ragam yang rendah
dihayati tanpa pembahasan kaidah-kaidahnya; sebaliknya, tata bahasa ragam yang
tinggi dipelajari lewat pemahiran norma dan kaidahnya.
Di dalam situasi diglosia terdapat tradisi yang mengutamakan studi gramatikal
tentang ragam yang tinggi. Tradisi itulah yang meletakkan dasar bagi usaha
pembakuan bahasa. Norma ragam pokok yang tinggi di bidang ejaan, tata bahasa, dan
kosakata dikodifikasi. Ragam yang rendah yang tidak mengenal kodifikasi itu
menunjukkan perkembangan ke arah keanekaan ejaan, variasi yang luas di dalam lafal,
tata bahasa, dan kosa kata.
Situasi diglosia itu pulalah yang menjelaskan mengapa saat ini ada perbedaan
yang cukup besar di antara pemakaian BI ragam tulisan di satu pihak dan ragam lisan
di pihak yang lain. Jika penutur BI dewasa ini berkata bahwa BI termasuk golongan
bahasa yang mudah, agaknya ia merujuk ke ragam pokok yang rendah yang
dimahirinya; jika ia berkata bahwa BI itu sulit, yang dimaksudkannya agaknya ragam
pokok yang tinggi.

1.4 PEMBAKUAN BAHASA


Di dalam situasi diglosia ada tradisi keilmuan yang memilih ragam pokok yang
tinggi sebagai dasar usaha pembakuan. Patokan yang bersifat tunggal (salah satu
dialek) dan patokan yang majemuk (gabungan beberapa dialek) tidak perlu
bertentangan. Namun, pada saat norma itu dikodifikasi dan dimekarkan oleh
penuturnya, dasarnya itu boleh dikatakan tidak dapat dikenali lagi asalnya. Secara
tentatif dapat dikemukakan pendapat bahwa dewasa ini ada dua perangkat norma
bahasa yang bertumpang tindih. Yang satu berupa norma yang dikodifikasi dalam
bentuk buku tata bahasa sekolah dan yang diajarkan kepada para siswanya. Yang lain
ialah norma berdasarkan adat pemakaian (usage) yang belum dikodifikasi secara resmi
dan yang antara lain dianut oleh kalangan media massa. Keduanya bertumpang tindih
karena di samping berbagi inti besar ada norma yang berlaku di sekolah, tetapi yang
tidak diikuti oleh media massa dan sebaliknya. Misalnya bentuk pengrajin, dalam
pendidikan bentuk kata itu dianggap salah. Yang benar adalah bentuk perajin, tetapi
pegguna bahasa tidak serta merta menggunakan kata itu karena mereka sering
10
mendapati bentuk kata pengrajin dalam surat kabar. Contoh lain ialah perbedaan
pemakaian kata penggolong (classifier) nomina , yakni orang, ekor, dan buah yang,
antara lain, dianut oleh penutur bahasa di kalangan media massa. Norma yang
dikaidahkan dalam buku tata bahasa, selain ketiga bentuk yang disebut di atas,
termasuk juga bidang, bilah, bentuk, butir, batang, tangkai, helai, pucuk, sisir, utas,
dan sebagainya. Kedua norma itu sekarang ini tampaknya sedang bersaing.

1.5 BAHASA BAKU


Ragam bahasa orang yang berpendidikan, yakni bahasa dunia pendidikan,
merupakan pokok yang sudah agak banyak ditelaah orang. Ragam itu jugalah yang
kaidah-kaidahnya paling lengkap diperikan jika dibandingkan dengan ragam bahasa
yang lain. Ragam itu tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan di sekolah.
Sejarah umum perkembangan bahasa menunjukkan bahwa ragam itu memperoleh
gengsi dan wibawa yang tinggi karena ragam itu juga yang dipakai oleh kaum yang
berpendidikan dan kemudian dapat menjadi pemuka di berbagai bidang kehidupan
yang penting. Pemuka masyarakat yang berpendidikan umumnya terlatih dalam ragam
sekolah itu. Ragam itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang
benar. Fungsinya sebagai tolok menghasilkan nama bahasa baku atau bahasa standar
baginya.
Proses tersebut terjadi di dalam banyak masyarakat bahasa yang terkemuka
seperti Francis, Inggris, Jerman, Belanda, Spanyol, dan Italia. Di Indonesia
keadaannya agak berlainan: pejabat tinggi, pemuka, dan tokoh masyarakat kita dewasa
ini berusia antara 50 dan 70 tahun dan tidak semuanya memperoleh kesempatan
memahiri ragam bahasa sekolah dengan secukupnya. Peristiwa revolusi kemerdekaan
kita agaknya yang menjadi musababnya. Karena itu, mungkin tidak amat tepat
menyamakan BI yang baku dengan bahasa golongan pemimpin masyarakat secara
menyeluruh. Masalahnya di Indonesia ialah kemahiran berbahasa yang benar,
walaupun dihargai, belum menjadi prasyarat untuk kedudukan yang terkemuka di
dalam masyarakat kita.
Ragam bahasa standar memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa
kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak dapat berubah setiap saat.
Kaidah pembentukan kata yang memunculkan bentuk perasa dan perumus dengan taat
asas harus dapat menghasilkan bentuk perajin dan perusak, bukan pengrajin dan
pengrusak. Di pihak lain, kemantapan itu tidak kaku, tetapi cukup luwes sehingga
11
memungkinkan perubahan yang bersistem dan teratur di bidang kosakata dan
peristilahan serta mengizinkan perkembangan berjenis ragam yang diperlukan di
dalam kehidupan modern. Misalnya, di bidang peristilahan muncul keperluan untuk
membedakan kata penembak dan petembak sebagaimana bentuk kata yang sudah lama
ada, yakni peninju dan petinju.
Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaannya.
Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar
mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Proses
pencendekiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern,
yang kini umumnya masih bersumber pada bahasa asing, harus dapat dilangsungkan
lewat buku BI. Akan tetapi, karena proses bernalar secara cendekia bersifat semesta
dan bukan monopoli suatu bangsa semata-mata, pencendekiaan BI tidak perlu
diartikan sebagai pembaratan bahasa.
Baku atau standar berpraanggapan adanya keseragaman. Proses pembakuan
sampai taraf tertentu berarti proses penyeragaman kaidah, bukan penyamaan ragam
bahasa, atau penyeragaman variasi bahasa. Itulah ciri ketiga ragam bahasa yang baku.

1.6 FUNGSI BAHASA BAKU


Bahasa baku mendukung empat fungsi, tiga di antaranya bersifat pelambang
atau simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif: (1) fungsi pemersatu,
(2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi sebagai
kerangka acuan.
Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu.
Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat
bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh
masyarakat itu. BI ragam tulisan yang diterbitkan di Jakarta selaku pusat
pembangunan agaknya dapat diberi predikat pendukung fungsi pemersatu.
Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku memperbedakan
bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan
kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada
penutur BI. Yang meragukan sebagian orang ialah apakah perasaan itu bertalian lebih
erat dengan BI sebagai bahasa nasional atau dengan bahasa baku.
Pemilikan bahasa baku membawa serta wibawa atau prestise. Fungsi pembawa
wibawa bersangkutan dengan usaha orang mencapai kesederajatan dengan peradaban
12
lain yang dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku sendiri. Ahli bahasa dan beberapa
kalangan di Indonesia pada umumnya berpendapat bahwa perkembangan BI dapat
dijadikan teladan bagi bangsa lain di Asia Tenggara (dan mungkin juga di Afrika)
yang juga memerlukan bahasa yang modern. Di sini pun harus dikemukakan bahwa
prestise itu mungkin lebih-lebih dimiliki BI sebagai bahasa nasional daripada sebagai
bahasa baku. Dapat juga dikatakan bahwa fungsi pembawa wibawa itu beralih dari
pemilikan bahasa baku yang nyata ke pemilikan bahasa yang berpotensi menjadi
bahasa baku. Walaupun begitu, menurut pengalaman, sudah dapat disaksikan di
beberapa tempat bahwa penutur yang mahir ber-BI "dengan baik dan benar"
memperoleh wibawa di mata orang lain.
Bahasa baku selanjutnya berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pemakaian
bahasa dengan adanya norma dan kaidah (yang dikodifikasi) yang jelas. Norma dan
kaidah itu menjadi tolok ukur bagi betul tidaknya pemakaian bahasa orang seorang
atau golongan.
Pembakuan atau penstandaran bahasa dapat diselenggarakan oleh badan
pemerintah yang resmi atau oleh organisasi swasta. Mengingat kedudukan bahasa
nasionalnya yang amat penting dalam peri kehidupan warga negaranya, di Indonesia
ada badan pemerintah yang ditugasi menangani pembakuan bahasa, yaitu Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Karena ragam bahasa dunia pendidikan
didahulukan dalam proses pembakuan ini, maka kerja sama antara badan pemerintah
itu dengan para pendidik dan pengembang ilmu di berbagai jenis lembaga pendidikan
merupakan prasyarat bagi berhasilnya pembakuan bahasa.
Pada tahun 1975 dikeluarkan Pedoman Umum Ejaan BI yang Disempunakan
yang menguraikan kaidah ejaan yang baru itu secara terinci dan lengkap. Melalui
permendikbud Nomor 46 Tahun 2009 Pedoman Umum EYD semakin rinci dan
lengkap. Jika kita menerapkan patokan pembakuan yang terurai di atas, maka dapat
dikemukakan pendapat bahwa kaidah ejaan kita sudah seragam, dasar penyusunannya
memenuhi syarat kecendekia.nn nan, tetapi pelaksanaannya belum mantap.
Mengingat jumlah variasi pelafalan BI yang diizinkan atau diterima itu sangat besar
sebagai akibat banyaknya ragam kedaerahan, pelaksanaan ejaan yang baku menjamin
kemudahan proses pemahaman di antara semua penutur yang tersebar di kepulauan
kita. Apa pun lafal kata yang mengacu ke 'mobil tumpangan yang dapat memuat orang
banyak' di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, atau Minahasa, hendaknya disepakati

13
agar ejaannya yang baku ialah bus dan bukan bis. Tentu saja, kata bis dapat dipakai
dalam ragam bahasa yang tidak formal.
Pembakuan dalam bidang lafal, kita dapat mengambil dua sikap. Yang pertama
didukung oleh anggapan agar berbagai lafal yang ada dibiarkan selama lafal itu
ternyata tidak mengganggu arus perhubungan kebahasaan di antara penuturnya. Sikap
yang kedua dianut oleh orang yang berpendapat bahwa lafal yang santun mutlak
diperlukan. Tentang soal ini kita belum membulatkan mufakat, agaknya masih terlalu
dini bagi kita untuk mengusahakan pembakuan lafal pada waktu sekarang.
Sehubungan dengan pembakuan kosakata, ada kalanya orang bertanya, apakah
kata seperti cewek, ngelotok, ngopi, dan nggak sudah diterima sebagai kata Indonesia.
Kata-kata itu sudah menjadi bagian kosakata Indonesia, tetapi tidak termasuk ke dalam
kelompok yang baku. Dalam pada itu, unsur bahasa yang semula tidak termasuk
ragam standar lambat-laun dapat diterima menjadi bagian kosakata yang baku.

1.7 BAHASA YANG BAIK DAN BENAR


Jika bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan secara resmi lewat
surat putusan maupun yang diterima berdasarkan kesepakatan umum dan yang
wujudnya dapat kita saksikan pada praktik pengajaran bahasa kepada khalayak, maka
dapat dengan lebih mudah dibuat pembedaan antara bahasa yang benar dengan yang
tidak. Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap
baku itulah yang merupakan bahasa yang benar. Jika orang masih membedakan
pendapat tentang benar tidaknya suatu bentuk bahasa, perbedaan paham itu
menandakan tidak atau belum adanya bentuk baku yang mantap.
Orang yang mahir menggunakan bahasanya sehingga maksud hatinya
mencapai sasarannya, apa pun jenisnya itu, dianggap telah dapat berbahasa dengan
efektif. Bahasanya membuahkan efek atau hasil karena serasi dengan peristiwa atau
keadaan yang dihadapinya. Orang yang berhadapan dengan sejumlah lingkungan
hidup harus memilih salah satu ragam yang cocok dengan situasi itu. Pemanfaatan
ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa
itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai
sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Dalam tawar-menawar di pasar, misalnya,
pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan
sangat ganjillah bila dalam tawar-menawar dengan tukang sayur atau tukang becak
kita memakai bahasa baku seperti
14
(1) Berapakah Ibu mau menjual sayur ini?
(2) Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Besar dan berapa
ongkosnya?

Contoh di atas adalah contoh BI yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan
tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk
situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
(la) Berapa nih, Bu, sarurnya?
(2a) Ke Pasar Besar, Pak. Berapa?

Karena itu, anjuran agar kita "ber-BI dengan baik dan benar" dapat diartikan
pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang di samping itu
mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan "BI yang baik dan benar" mengacu ke
ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran.

1.8 HUBUNGAN BI DENGAN BAHASA DAERAH DAN BAHASA


ASING
BI merupakan bahasa yang terpenting di antara beratus-ratus bahasa daerah di
nusantara. Di samping itu, ada sejumlah bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Arab,
Cina, Jepang, dan Belanda, yang digunakan oleh kalangan masyarakat tertentu. Ketiga
golongan bahasa itu masing-masing menjalankan fungsi kemasyarakatan yang khusus.
Di antara sejumlah fungsi kemasyarakatan yang penting dapat disebutkan (1)
fungsi bahasa resmi pada taraf negara atau daerah, (2) fungsi bahasa perhubungan luas,
(3) fungsi bahasa pendidikan formal, (4) fungsi bahasa kesenian dan (5) fungsi bahasa
keilmuan dan keteknologian.
Fungsi bahasa resmi pada taraf nasional, misalnya, dijalankan oleh bahasa
Indonesia. Hal itu berarti bahwa di dalam segala urusan negara yang resmi seperti di
dalam fata usaha, peradilan, dan penyelenggaraan politiknya, dipaka BI. Di samping
itu, dapat dicatat bahwa di dalam berbags upacara adat bahasa daerah juga berfungsi
sebagai bahasa resmi. Artinya, bahas daerah dipakai di muka umum pada kesempatan
seperti itu. Pada pertemua internasional yang diselenggarakan di Indonesia, bahasa
asing seperti baha5 Inggris juga diterima sebagai bahasa resmi di samping BI.
Fungsi bahasa perhubungan luas dalam komunikasi antardaerah dan anta budaya
ditunaikan oleh BI dan sejumlah bahasa asing. Dak] fungsi itu BI menjadi alat
perhubungan pada tingkat nasion untuk kepentingan perencanaan, pemerintahan, dan

15
pelaksanaan pembangu an. Bahasa asing berfungsi sebagai alat perhubungan
antarbangsa dan untuk p olehan ilmu dan teknologi modern.
Fungsi bahasa di dalam sistem pendidikan formal berkaitan dengan garis
kebijakan dalam penentuan jenis bahasa sebagai bahasa pengantar dan alat objek studi.
Kita berhadapan dalam hal ini dengan tiga tujuan pendidikan. Pertama, bagaimana
peserta didik memperoleh kemahiran dalam menggunakan bahasa kebangsaannya
demi tercapainya perpaduan nasional dan demi pemerataan kesempatan bekerja yang
mensyaratkan kemampuan itu. Kedua, bagaimana orang dapat memahami bahasa
etnisnya sehingga ia dapat menghayati dan melestarikan warisan budayanya. Ketiga,
bagaimana orang dapat mempelajari jenis bahasa asing yang akan membukakan
gerbang baginya ke iunia ilmu dan teknologi modern dan ke berbagai peradaban lain
yang layak dikenal.
Fungsi bahasa kesenian bertalian dengan pengungkapan cabang seni lewat
bahasa, seperti bidang prosa, puisi, drama, teater, dan film. Karya seni itu diciptakan
oleh penyair, pengarang, dan penggubah drama yang latar sosial budayanya beragam-
ragam.
Fungsi bahasa keilmuan akan berkembang jika bahasa yang bersangkutan
memiliki ragam tulis yang dapat dipakai untuk merekam penelitian dan peng-olahan
ilmu serta untuk komunikasi ilmiah dalam pelbagai jenisnya. Dewasa ini fungsi itu
terutama dilaksanakan oleh BI dan bahasa Inggris.
Karena ketiga golongan bahasa itu hidupnya berdampingan, tidak dapat tidak
terjadi proses yang saling mempengaruhi. Hal itu tampak sekali dalam bentuk kata dan
perluasan kosakata. Hingga kini orang masih terlalu banyak menekankan peranan
bahasa daerahnya sebagai sumber dan bukan sebagai penerima. Proses ini sebenarnya
bersifat timbal balik. Dalam bahasa daerah masa kini dapat juga disaksikan masuknya
unsur BI. Hal itu sangatlah wajar dan jangan serta-merta dianggap pencemaran.
Kejadian asimilasi bahasa itu di satu pihak dapat membantu asimilasi bangsa, dan di
pihak lain dapat menjamin kelangsungan hidup bahasa daerah yang bersangkutan yang
hams menyesuaikan dirinya dengan arus perkembangan masyarakatnya. Karena itu,
hubungan kedua macam bahasa itu seyogianya dikembangkan ke arah bagi-tugas yang
saling melengkapi. Dalam upaya memperkaya kosakata BI, kita sering tidak dapat
terlepas dari pengaruh dunia internasional karena komunikasi antarbangsa memang
tidak dapat dicegah. Dalam hal ini BI dapat memanfaatkan bahasa-bahasa asing yang
dapat memberi sumbangan untuk mengembangkan bahasa nasional. Kontribusi dari
16
bahasa asing ke dalam suatu bahasa sebenarnya merupakan suatu hal yang lumrah dan
tidak perlu dikhawatirkan selama kita tetap waspada terhadap penyalahgunaannya.
Bahasa seperti bahasa Inggris, misalnya, sejak dari lahirnya telah dipengaruhi oleh
berbagai bahasa lain seperti bahasa Keltik, Sakson Kuno, Latin, Prancis, dan bahasa-
bahasa Indo-Jerman yang lain. Demikian pula tanpa kita sadari kita telah menyerap
banyak kata asing, antara lain, dan bahasa Sansekerta seperti karya, dwi, dan asrama;
dari bahasa Belanda seperti kamar,kantor, dan pos; serta dari bahasa Portugis seperti
bendera, kemeja, dan jendela.
Bahasa dapat berkembang karena adanya kontak dengan bahasa dan budaya lain
sehingga perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dapat diikutinya. Satu hal
yang perlu dijaga adalah bahwa dalam mengembangkan bahasa nasional ini, di satu
pihak, kita harus bersikap terbuka, tetapi di pihak lain, kita harus juga waspada.

LATIHAN

1. Jelaskan pentingnya bahasa Indonesia!


2. Sebutkan dan jelaskan ragam bahasa Indonesia!
3. Jelaskan proses pembakuan bahasa!
4. Jelaskan pernyataan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
5. Sebutkan dan jelasakan ciri-ciri BIK!

17
BAB II
PENERAPAN PEDOMAN EJAAN BAHASA
INDONESEIA YANG DISEMPURNAKAN DALAM
KARYA ILMIAH

Capaian Pembelajaran:

Setelah membaca dan mengkaji bab ini, mahasiswa mampu:


 Menjelaskan pentingnya ejaan.
 Menerapkan pemakaian huruf dalam penulisan.
 Menerapkan penggunakan huruf kapital dan huruf miring dalam penulisan.
 Menerapkan penulisan kata dengan benar
 Menerapkan kaidah penulisan unsur serapan dengan benar.
 Menerapkan penggunaan tanda baca dengan benar.

2.2 PENTINGNYA EJAAN


Ada dua hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perbedaan antara ragam
lisan dan ragam tulisan. Yang pertama berhubungan dengan suasana peristiwanya.
Jika kita menggunakan sarana tulisan, kita berpraanggapan bahwa orang yang diajak
berbahasa tidak ada di hadapan kita. Akibatnya, bahasa kita perlu lebih terang dan
jelas—lebih eksplisit—karena bahasa kita tidak dapat disertai oleh gerak isyarat,
pandangan, atau anggukan sebagai tanda penegasan di pihak pembicara atau
pemahaman di pihak pendengar. Itulah sebab-nya, kalimat dalam ragam tulisan harus
lebih cermat sifatnya. Hal yang kedua, yang membedakan ragam lisan dari ragam
tulisan, berkaitan dengan beberapa upaya yang kita gunakan dalam ujaran—misalnya,
tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara serta irama kalimat—yang sulit
dilambangkan dengan ejaan dan tata tulis yang kita miliki. Jadi, penulis acap kali perlu
merumuskan kembali kalimatnya jika ia ingin menyampaikan jangkauan makna yang
sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama telitinya. Di sinilah peran ejaan
diperlukan.
Berikut dipaparkan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009.

18
2.2 PEMAKAIAN HURUF
2.2.1 Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf atas 26
huruf. Jenis huruf dan namanya seperti berikut ini.

Kapital Kecil Nama Kapital Kecil Nama


A a a N n en
B b be O o o
C c ce P p pe
D d de Q q ki
E e e R r er
F f ef S s es
G g ge T t te
H h ha U u u
I i i V v ve
J j je W w we
K k ka X x eks
L l el Y y ye
M m em Z z zet

2.2.2 Huruf Vokal


Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a,
e, i, o,dan u.

Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata


Vokal Posisi Awal Posisi Posisi Akhir
Tengah
a api padi lusa
e* enak petak sore
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulang bumi ibu

* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata
menimbulkan keraguan.
Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonoton film seri (séri).
Pertandingan iru berakhir seri.

2.3.3 Huruf Konsonan


Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-
huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

19
Huruf Contoh Pemakaian Huruf Contoh Pemakaian
Konsonan awal Tengah Akhir Konsonan Awal Tengah Akhir
b bahasa sebut adab n nama anak daun
c cakap kaca - p pasang apa siap
d dua ada abad q Quran Furqan -
f fakir kafir maaf r raib bara putar
g guna tiga balig s sampai asli lemas
h hari saham tuah t tali mata rapat
j jalan manja mikraj v varia lava -
k kami paksa sesak w wanita bawa -
- rakyat* bapak* x xenon - -
l lekas alas kesal y yakin payung -
m maka kami diam z zeni lazim juz

* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.


** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

2.3.4 Huruf Diftong


Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au,
dan oi.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Awal Tengah Akhir
ai ain malaikat pandai
au aula saudara harimau
oi - boikot amboi

2.3.5 Gabungan Huruf Konsonan


Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan
konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Awal Tengah Akhir
konsonan
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyata hanyut -
sy syarat isyarat arasy

2.3.6 Huruf Kapital atau Huruf Besar


Terdapat lima belas ketentuan tentang penulisan huruf kapital, yakni:
1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal
kalimat.

20
Misalnya:
Dia membaca buku.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.

2) Huruf kapital dipakai sebegai huruf pertama petikan langsung.


Misalnya:
Adik bertanya,”Kapan kita pulang?”
Bapak menasihatkan,”Berhati-hatilah, Nak!”
“Kemarin engkau terlambat,”katanya.
“Besok pagi,” kata Ibu,”dia akan berangkat”.

3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan
dengan nama, Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Allah Alkitab Islam
Yang Mahakuasa Quran Kristen
Yang Maha Pengasih Weda
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hama-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

4) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,


keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim

b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Pada tahun ini dia pergi naik haji.
Ilmunya belum seberapa, tetapi lagaknya sudah seperti kiai.

5) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat
yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu,
nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru

21
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegera
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi
yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.
Misalnya:
Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia.
Sidang itu dipimpin Presiden.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen.

c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat
yang tidak merujuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.
Misalnya:
Berapa orang camat yang hadir dalam rapat itu?
Devisi itu dipimpin oleh seorang mayor jenderal.
Di setiap departemen terdapat seorang inspektur jenderal.
.

6) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.


Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
Catatan:
 Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama seperti pada de, van, dan der
(dalam nama Belanda), von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama
Portugal).
Misalnya:
J.J de Hollander
J.P. van Bruggen
H. van der Giessen
Otto von Bismarck
Vasco da Gama

 Dalam nama orang tertentu, huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf
pertama kata bin atau binti.
Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini
Ibrahim bin Adham
Siti Fatimah binti Salim
Zaitun binti Zainal

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama orang yang

22
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
pascal second Pas
J/K atau JK-1 joule per Kelvin
N Newton

c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere

7) a. Huruf kapital dipakasi sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris

b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan

8) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,
dan peristiwa sejarah.
Misalnya
bulan Agustus hari Natal
bulan Maulid Perang Candu
hari Galungan tahun Hijriah
hari Jumat tarikh Masehi
hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai unsur-unsur peristiwa sejarah


Misalnya:
Perang Candu
Perang Dunia I
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

9) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi.

23
Misalnya:
Banyuwangi Asia Tenggara
Cirebon Amerika Serikat
Eropa Jawa Barat

b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama geografi yang
diikuti nama diri geografi.
Misalnya:
Bukit Barisan Danau Toba
Dataran Tinggi Dieng Gunung Semeru
Jalan Diponegoro Jazirah Arab
Ngarai Sianok Lembah Baliem
Selat Lombok Pegunungan Jayawijaya
Sungai Musi Tanjung Harapan
Teluk Benggala Terusan Suez

c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri atau nama diri geografi
jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya.
Misalnya:
ukiran Jepara pempek Palembang
tari Melayu sarung Mandar
asinan Bogor sate Mak Ajad

d. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur geografi yang tidak
diikuti oleh nama diri geografi.
Misalnya:
berlayar ke teluk mandi di sungai
menyeberangi selat berenang di danau

e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama diri geografi yang
digunakan sebagai penjelas nama jenis.
Misalnya:
nangka belanda
kunci inggris
petai cina
pisang ambon

10) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara,
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,
kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.

Misalnya:
Republik Indonesia
Departemen Keuangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat

24
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 1972
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak

b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang


bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.

Misalnya:
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menjadi sebuah republik
menurut undang-undang yang berlaku
Catatan:
Jika yang dimaksudkan ialah nama resmi negara, lembaga
resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan dokumen resmi
pemerintah dari negara tertentu, misalnya Indonesia, huruf
awal kata itu ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
Pemberian gaji bulan ke-13 sudah disetujui Pemerintah.
Tahun ini Departemen sedang menelaah masalah itu.
Surat itu telah ditandatangani oleh Direktur.

11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan,
dokumen resmi, dan judul karangan.

Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan.

12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur
kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah,
kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak
pada posisi awal.

Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".

13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri.
Misalnya:
Dr. doktor
S.E. sarjana ekonomi

25
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
S.Kp. sarjana keperawatan
M.A. master of arts
M.Hum. magister humaniora
Prof. profesor
K.H. kiai haji
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara

Catatan:
Gelar akademik dan sebutan lulusan perguruan tinggi, termasuk
singkatannya, diatur secara khusus dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 036/U/1993.

14) b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang
digunakan dalam penyapaan atau pengacuan.

Misalnya:
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Besok Paman akan datang.
Surat Saudara sudah saya terima.
"Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
"Silakan duduk, Dik!" kata orang itu.

b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Dia tidak mempunyai saudara yang tinggal di Jakarta.

15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam
penyapaan.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
Surat Anda telah kami terima dengan baik.

16) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata, seperti keterangan,
catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh
paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.

2.3.7 Huruf Miring

1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan

26
surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Majalah Bahasa dan Sastra diterbitkan oleh Pusat Bahasa.
Berita itu muncul dalam surat kabar Suara Merdeka.
Catatan:
Judul skripsi, tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan dan dirujuk dalam
tulisan
tidak ditulis dengan huruf miring, tetapi diapit dengan tanda petik.

2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia bukan menipu, melainkan ditipu
Bab ini tidak membicarakan pemakaian huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan berlepas tangan.

3) a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan yang
bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Orang tua harus bersikap tut wuri handayani terhadap anak.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung dipadankan dengan 'pandangan dunia'.

b. Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya


diperlakukan sebagai kata Indonesia.

Misalnya:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring
digarisbawahi.

2.2.8 Huruf Tebal


1) Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi,
daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran
Misalnya:
Judul : HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
Bab : BAB I PENDAHULUAN
Bagian bab: 1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Tujuan
Daftar, indeks, dan lampiran:
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

27
DAFTAR LAMBANG
DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
LAMPIRAN

2) Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf,bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf
miring.

Misalnya:
Akhiran –I tidak dipenggal pada ujung baris.
Saya tidak mengambil bukumu
Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
Seharusnya ditulis dengan huruf miring:
Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris.
Saya tidak mengambil bukumu
Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.

3) Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk menuliskan lema dan sublema
sertauntuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi.
Misalnya:
Kalah v 1 tidak menang ... 2 kehilangan atau merugi ...; 3 tidak lulus ... ; 4
tidak menyamai
Mengalah v mengaku kalah

2.4 PENULISAN KATA


2.3.3 Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Buku itu sangat menarik.
Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.
Kantor pajak penuh sesak.
Dia bertemu dengan kawannya di kantor pos.

2.3.4 Kata Turunan


1) a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
berjalan
dipermainkan
gemetar
kemauan
lukisan
menengok
petani

b. Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk


singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia.

28
Misalnya:
mem-PHK-kan
di-PTUN-kan
di-upgrade
me-recall

2) Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan
tentang tanda hubung pada 2.4.5)
Misalnya:
bertepuk tangan
garis bawahi
menganak sungai
sebar luaskan

3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang
tanda hubung, pada 2.4.5)
Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan
pertanggungjawaban

4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan
kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati ekawarna ultramodern
aerodinamika ekstrakurikuler paripurna
antarkota elektroteknik poligami
anumerta infrastruktur pramuniaga
audiogram inkonvensional prasangka
awahama introspeksi purnawirawan
bikarbonat kolonialisme reinkarnasi
biokimia mahasiswa saptakrida
caturtunggal mancanegara semiprofesional
dasawarsa multilateral subseksi
dekameter narapidana swadaya
demoralisasi nonkolaborasi telepon
dwiwarna Pancasila transmigrasi
kosponsor panteisme tritunggal

Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf kapital, tanda
hubung (-) digunakan di antara kedua unsur itu.

29
Misalnya:
non-Indonesia
pan-Afrikanisme
pro-Barat

(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada Tuhan yang diikuti
oleh kata berimbuhan, gabungan itu ditulis terpisah dan unsur-unsurnya
dimulai dengan huruf kapital.
Misalnya:
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.

(3) Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada Tuhan dan diikuti
oleh kata dasar, kecuali kata esa, gabungan itu ditulis serangkai.

Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.

(4) Bentuk-bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.

Misalnya:
Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada yang kontra.
Mereka memperlihatkan sikap anti terhadap kejahatan.

(5) Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan ditulis serangkai dengan
bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk
berimbuhan.

Misalnya:
taklaik terbang
taktembus cahaya
tak bersuara
tak terpisahkan

2.3.3 Bentuk Ulang


1) Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
biri-biri mondar-mandir kupu-kupu
buku-buku porak-poranda kura-kura
bumiputra-bumiputra ramah-tamah laba-laba
centang-perenang sayur-mayur mata-mata
hulubalang-hulubalang tukar-menukar sia-sia
gerak-gerik tunggang-langgang menulis-nulis
lauk- pauk terus-menerus dibesar-besarkan

30
Catatan:
(1) Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama saja.
Misalnya:
surat kabar surat-surat kabar
kapal barang kapal-kapal barang
rak buku rak-rak buku

(2) Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya adjektiva ditulis dengan
mengulang unsur pertama atau unsur keduanya dengan makna yang
berbeda.
Misalnya:
Orang besar Orang-orang besar
Orang besar-besar
Gedung tinggi Gedung-gedung tinggi
Gedung tinggi-tinggi

2) Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang.


Misalnya:
kekanak-kanakan
perundang-undangan
melambai-lambaikan
dibesar-besarkan
memata-matai
(Lihat keinggris-inggrisan pada 2.2.6 butir 7.)
Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan khusus,
seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah.
Misalnya:
Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang2 baru.
Kami mengundang orang2 yang berminat saja.
Mereka me-lihat2 pameran.
Yang ditampilkan dalam pameran itu adalah buku2 terbitan Jakarta.
Bajunya ke-merah2 –an

2.3.7 Gabungan Kata


1) Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar mata pelajaran rumah persegi panjang
kambing hitam meja tulis sakit umum
simpang empat model linear kereta api cepat luar biasa

2) Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan
menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian
unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
anak-istri Ali anak istri-Ali
ibu-bapak kami ibu bapak-kami
buku-sejarah baru buku sejarah-baru

31
3) Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali darmasiswa puspawarna
adakalanya darmawisata radioaktif
akhirulkalam dukacita saptamarga
alhamdulillah halalbihalal saputangan
apalagi hulubalang saripati
astagfirullah kacamata sebagaimana
bagaimana kasatmata sediakala
barangkali kepada segitiga
beasiswa kilometer sekalipun
belasungkawa manakala sukacita
bilamana manasuka sukarela
bismillah matahari sukaria
bumiputra padahal syahbandar
daripada peribahasa waralaba
darmabakti perilaku wiraswata

2.3.8 Suku Kata

1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.


a. Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan
di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya:
bu-ah ni-at
ma-in sa-at
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal.
Misalnya:
pan-dai sau-da-ra
au-la am-boi

c. Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk gabungan huruf
konsonan) di antara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum
huruf konsonan itu.

Misalnya:
ba-pak mu-ta-khir
ke-nyang de-ngan

d. Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang berurutan,
pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu.
Misalnya:
Ap-ril som-bong
sang-gup man-di
cap-lok makh-luk
mu-sya-wa-rah

e. Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing
melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan

32
yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
ul-tra in-stru-men
ben-trok in-fra
Catatan:
(1) Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu bunyi tidak dipenggal.
Misalnya:
bang-krut kong-res
bang-sa makh-luk
masy-hur sang-gup
ba-nyak ikh-las
(2) Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan munculnya satu huruf (vokal)
diawal atau akhir baris.
Misalnya:
itu i-tu
setia se-ti-a

2) Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan di antara bentuk
dasar dan imbuhan atau partikel itu.

Misalnya:
ber-jalan letak-kan
mem-bantu me-rasa-kan
di-ambil pergi-lah
ter-bawa apa-kah
per-buat per-buat-an
makan-an ke-kuat-an
Catatan:
(1) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya mengalami perubahan
dilakukan seperti pada kata dasar.
Misalnya:
me-nu-tup pe-mi-kir
me-ma-kai pe-nga-rang
me-nya-pu pe-nye-but
me-nge-cat pe-nge-tik
(2) Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris. (Lihat juga keterangan
tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E, Butir 2.)
(3) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada kata dasar.
Misalnya:
ge-lem-bung si-nam-bung
ge-mu-ruh te-lun-juk
ge-ri-gi
(4) Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri atas satu vokal.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ….
Walaupun cuma-cuma, mereka tidak mau
ambil makanan itu.

33
3) Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu.
Tiap-tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, pada 2.4.5)
Misalnya:
bio-grafi intro-jeksi
bio-data kilo-gram
foto-grafi kilo-meter
foto-kopi pasca-panen
intro-speksi pasca-sarjana

4) Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri atas dua unsur atau
lebih dipenggal pada akhir baris di antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah).
Unsur nama yang berupa singkatan tidak dipisahkan.

2.3.9 Kata Depan di, ke, dan dari


Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali
di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada
dan daripada. (Lihat juga 2.4.4)

Misalnya:
Bermalam sajalah di sini.
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Kawan-kawan bekerja di dalam gedung.
Dia berjalan-jalan di luar gedung.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana kemari mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Saya tidak tahu dari mana dia berasal.
Cincin itu terbuat dari emas.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Dia lebih tua daripada saya.
Dia masuk, lalu keluar lagi.
Bawa kemari gambar itu.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.

2.4.7 Partikel
1) Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik!
34
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
Hendak pulang tengah malam pun sudah ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca di tempat itu.
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan
kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Adapun sebab-sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.
Baik laki-laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.

3) Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau mulai’ ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya.
Misalnya:
Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.
Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
Catatan:
Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan huruf dituliskan
serangkai dengan kata yang mengikutinya.

2.3.8 Singkatan dan Akronim


1) Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan
tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
A.H. Nasution Abdul Haris Nasution
H. Hamid Haji Hamid
Suman Hs. Suman Hasibuan
W.R. Supratman Wage Rudolf Supratman
M.B.A. master of business administration
M.Hum. magister humaniora
M.Si. magister sains
S.E. sarjana ekonomi
S.Sos sarjana sosial
S.Kom sarjana komunikasi
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
Bpk. bapak
Sdr. saudara
Kol. kolonel

35
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata
ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
WHO World Health Organization
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
PT perseroan terbatas
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk
c. 1) Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
jml. jumlah
kpd. kepada
tgl. tanggal
hlm. halaman
yg. yang
dl. dalam
No. nomor
2) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda
titik.
Misalnya

dll. dan lain-lain


dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan atas
ybs. yang bersangkutan
Yth. Yang terhormat

Catatan:
Singkatan itu dapat digunakan untuk keperluan khusus, seperti dalam
pembuatan catatan rapat dan kuliah.
d. Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam
surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian

e. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda dengan titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter

36
kg kilogram
kVA kilovolt-ampere
l liter
Rp rupiah
TNT trinitrotoluene

3) Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai
sebuah kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:

LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
SIM surat izin mengemudi

b. Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan
huruf awal kapital.
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia

c. Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis
dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
iptek ilmu pengetahuan dan teknologi
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
rada radio detecting and ranging
Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-
syarat berikut.
(1) Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim
pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
(2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal
dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang
lazim agar mudah diucapkan dan diingat.

2.3.9 Angka dan Bilangan


Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai
lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau

37
angka Romawi.
Misalnya:
Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L
(50), C (100), D (500),
M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)

1) Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis
dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam
perincian atau paparan.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang tidak memberikan suara.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100
minibus, dan 250 sedan.

2) Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan
kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada
pada awal kalimat.
Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.

3) Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih
mudah dibaca.
Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk mengembangkan
usahanya.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.

4) Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b)
satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya:

0,5 sentimeter tahun 1928


5 kilogram 17 Agustus 1945
4 meter persegi 1 jam 20 menit
10 liter pukul 15.00
Rp5.000,00 10 persen
US$ 3,50* 27 orang
£5,10*
¥100
2.000 rupiah

38
Catatan:
(1) Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*) merupakan tanda desimal.
(2) Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥ tidak diakhiri
dengan tanda titik dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka yang
mengikutinya, kecuali di dalam tabel.

5) Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau


kamar.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15
Jalan Wijaya No. 14
Apartemen No. 5
Hotel Mahameru, Kamar 169

6) Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 2: 3

7) Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.


a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas (12)
tiga puluh (30)
lima ribu (5000)
b. Bilangan pecahan

Misalnya:
setengah (1/2)
seperenam belas (1/16)
tiga perempat (3/4)
dua persepuluh (0,2) atau (2/10)
tiga dua pertiga (3 2/3)
satu persen (1%)
satu permil (1o/oo)

Catatan:
(1) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik, spasi digunakan di antara
bilangan utuh dan bilangan pecahan.
(2) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang bilangan dengan
huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
Misalnya:
20 2/3 (dua puluh dua-pertiga)
22/30 (dua-puluh-dua pertiga puluh)
20 15/17 (dua puluh lima-belas pertujuh belas)
150 2/3 (seratus lima puluh dua-pertiga)
15 2/3 (seratus-lima-puluh-dua pertiga

39
2
0

1
8) Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
a. pada awal abad XX (angka Romawai kapital)
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan angka Arab)
pada awal abad kedua puluh (huruf)
b. kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)
di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)
di tingkat kedua gedung itu (huruf)

9) Penulisan bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara berikut. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, 2.4.5).
Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus lima
uang 5.000-an puluhan)
(uang lima-ribuan)

10) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali
di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).
Misalnya:
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.

11) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus
ribu limaratus rupiah lima puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas
harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak $5,000.00 (lima ribu
dolar).
Catatan:
(1) Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
(2) Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam
terbitan atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
(3) Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum Bab
I dalam naskah dan buku.

2.3.10 Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya


Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -
mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

40
Misalnya:
Buku ini boleh kaubaca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya sedang diperbaiki.
Catatan:
Kata-kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung
apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali
dengan huruf kapital.
Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku

2.3.11 Kata si dan sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
Ibu itu membelikan sang suami sebuah laptop.
Siti mematuhi nasihat sang kakak.
Catatan:
Huruf awal si dan sang ditulis dengan huruf kapital jika kata-kata itu
diperlakukan
sebagai unsur nama diri.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada Sang Kancil.
Dalam cerita itu Si Buta dari Goa Hantu berkelahi dengan musuhnya.

2.5 PEMAKAIAN TANDA BACA


2.4.1 Tanda Titik (.)
1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Catatan:
Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah
bertanda
titik. (Lihat juga Bab III, Huruf I.)

Misalnya:
Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
Dia mengatakan, "kaki saya sakit."

2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Pendidikan Nasional

41
A. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1. Direaktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2. ...

b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
2. Patokan Khusus
2.1 …
2.2 ...

Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau
ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka
atau
huruf.

3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.

Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20
detik)
Catatan:
Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut.
(1) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dapat dilengkapi dengan
keterangan pagi, siang, sore, atau malam.
Misalnya:
pukul 9.00 pagi
pukul 11.00 siang
pukul 5.00 sore
pukul 8.00 malam
(2) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan
keterangan pagi, siang, atau malam.
Misalnya:
pukul 00.45
pukul 07.30
pukul 11.00
pukul 17.00
pukul 22.00

4) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)

42
5) Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang
tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.

Misalnya:
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar,
Merari. 1920.
Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
Catatan:
Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang
bersangkutan.

6) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang
menunjukkan jumlah.

Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
Catatan:
(1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Salah Asuhan
(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima surat,
(b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
Misalnya:
Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 71
Jakarta

Yth. Sdr. Moh. Hasan


Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
Adinda
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
21 April 2008

(3) Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan


sebagai berikut.
Rp200.250,75 $ 50,000.50
8.750 m 8,750 m

43
7) Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan

2.4.2 Tanda Koma (,)


1) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat kilat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ... tiga!

2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan,
dan kecuali.

Misalnya:
Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang memilihnya.
Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya.
Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan adiknya suka membaca puisi
Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.

3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau ada undangan, saya akan datang.
Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya akan datang kalau ada undangan.
Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.
Kita harus membaca banyak buku agar memiliki wawasan yang luas.

4) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat


yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian,
sehubungandengan itu, dan meskipun begitu.
Misalnya:
Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar
di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi
bintang pelajar
Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong kepada siapapun.
Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan
demikian,sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada
awal paragraf.

44
5) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh,dan
kasihan,atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas
dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, jalannya licin.
Mas, kapan pulang?
Mengapa kamu diam, Dik?
Kue ini enak, Bu.

6) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik)
Misalnya:
Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."

7) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru.

Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
"Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.

8) Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c)
tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.

Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6,
Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.

9) Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Junus, H. Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Alquran
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:
Gramedia: Pustaka Utama

10) Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan

45
akhir.
Misalnya:
Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2
(Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia
(Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
Poerwadarminta, W.J.S. Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang
(Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

11) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, S.H.
Siti Aminah, S.E., M.M.
Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah
Mas Agung).

12) Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00
Catatan:
Bandingkan dengan penggunaan tanda titik yang dimulai dengan angka
desimal atau di antara dolar dan sen.

13) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab III, Huruf F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan
suara.
Catatan:
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit
dengan
tanda koma.
Misalnya:
Semua siswa yang lulus ujian akan mendapat ijazah.

14) Tanda koma dapat dipakai─untuk menghindari salah baca/salah pengertian─di


belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

46
Misalnya:
Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di
kawasan nusantara ini.
Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini dalam
pengembangan kosakata.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Saudara.

2.4.3 Tanda Titik Koma (;)


1) Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara.
Misalnya:
Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku-buku yang baru dibeli
ayahnya.
Ayah mengurus tanaman di kebun; Ibu menulis makalah di ruang kerjanya;
Adik membaca di teras depan; saya sendiri asyik memetik gitar menyanyikan
puisi-puisi penyair kesanganku.

2) Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat
yang berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian
terakhir tidak perlu digunakan kata dan.
Misalnya:
Syarat-syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
(1) berkewarganegaraan Indonesia;
(2) berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya;
(3) berbadan sehat;
(4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

3) Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih
apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung.

Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel, dan
jeruk.
Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara;
penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja;
pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.

2.4.4 Tanda Titik Dua (:)


1) Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian
atau pemerian.

Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.

47
Catatan:
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi
Perusahaan.
2) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Siti Aryani
Bendahara : Aulia Arimbi
b. Tempat : Ruang Sidang Nusantara
Pembawa Acara: Bambang S.
Hari, tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008
Waktu : 09.00—10.30

3) Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku dalam percakapan.

Misalnya:
Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!"
Amir : "Baik, Bu."
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!"

4) Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat
dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan
penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Yasin: 9
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa
2.4.5 Tanda Hubung (-)
1) Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris.

Misalnya:
Di samping cara lama diterapkan juga ca-
ra baru ….
Sebagaimana kata peribahasa, tak ada ga-
ding yang takretak.

2) Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau
akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris.

Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.

48
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata ini merupakan sarana pertahan-
an yang canggih.
3) Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan

4) Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf


dalam kata yang dieja satu-satu.
Misalnya:
8-4-2008
p-a-n-i-t-i-a

5) Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata
atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata.

Misalnya:
tanggung-jawab-dan-kesetiakawanan sosial (tanggung jawab sosial dan
kesetiakawanan sosial)
Karyawan boleh mengajak anak-istri ke acara pertemuan besok.
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-ribuan (1 x 20.000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial

6) Tanda hubung dipakai untuk merangkai:


a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
b. ke- dengan angka,
c. angka dengan -an,
d. kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
e. kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
f. gabungan kata yang merupakan kesatuan.

Misalnya:
se-Indonesia
peringkat ke-2
tahun 1950-an
hari-H
sinar-X
mem-PHK-kan
ciptaan-Nya
atas rahmat-Mu
Bandara Sukarno-Hatta
alat pandang-dengar

7) Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur

49
bahasa asing.
Misalnya:
di-smash
di-mark-up
pen-tackle-an

2.4.6 Tanda Pisah (─)


1) Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi
penjelasan di luar bangun utama kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus dipertahankan.
Keberhasilan itu─saya yakin─dapat dicapai kalau kita mau berusaha keras.

2) Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan
yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini─evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan
atom─telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia─amanat Sumpah Pemuda─harus
terus ditingkatkan.

3) Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti
'sampai dengan' atau 'sampai ke'.
Misalnya:
Tahun 1928─2008
Tanggal 5─10 April 2008
Jakarta─Bandung
Catatan:
Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan keterangan
tambahan pada akhir kalimat.
Misalnya:
Kita memerlukan alat tulis─pena, pensil, dan kertas.

4) Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa
spasi sebelum dan sesudahnya.

2.4.7 Tanda Tanya (?)


1) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan dia berangkat?
Saudara tahu, bukan?

2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

50
Misalnya:
Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

2.4.8 Tanda Seru (!)


Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa
seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun
emosi yang kuat.

Misalnya:
Alangkah indahnya taman laut ini!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Sampai hati benar dia meninggalkan istrinya!
Merdeka!

2.4.9 Tanda Elipsis (...)


1) Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ..., marilah kita laksanakan.
Jika Saudara setuju dengan harga itu ..., pembayarannya akan segera kami
lakukan.

2) Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah
ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Pengetahuan dan pengalaman kita ... masih sangat terbatas.
Catatan:
(1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
(2) Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai 4
tanda titik: 3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda
titik untuk menandai akhir kalimat.
(3) Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan cermat ....

2.4.10 Tanda Petik (" ")


1) Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.

Misalnya:
Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. "
Ibu berkata, "Paman berangkat besok pagi. "
"Saya belum siap," kata dia, "tunggu sebentar!"

2) Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang

51
dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
Saya sedang membaca "Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indoneia"
dalam buku Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani.
Bacalah "Penggunaan Tanda Baca" dalam buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Makalah "Pembetukan Insan Cerdas Kompetitif" menarik perhatian peserta
seminar.

3) Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata
yang mempunyai arti khusus.

Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Dia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama
"cutbrai".
Catatan:
(1) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan
langsung.
Misalnya:
Kata dia, "Saya juga minta satu."
Dia bertanya, "Apakah saya boleh ikut?"

4) Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada
ujung kalimat atau bagian kalimat.

Misalnya:
Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Karena warna kulitnya, dia mendapat julukan "Si Hitam".

5) Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis
sama tinggi di sebelah atas baris.
6) Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem atau sda. (sama dengan di
atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar.

Misalnya:
zaman bukan jaman
asas " azas
plaza " plasa
jadwal " jadual
bus " bis

2.4.14 Tanda Petik Tunggal (' ')


1) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan
lain.

52
Misalnya:
Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan
rasa
letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
2) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan.
Misalnya:
terpandai 'paling' pandai
retina 'dinding mata sebelah
mengambil langkah seribu dalam'
tinggi hati ‘lari pontang-panting'
‘sombong, angkuh'

3) Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa
daerah atau bahasa asing (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab III, Huruf M)

Misalnya:
feed-back 'balikan'
dress rehearsal 'geladi bersih'
tadulako 'panglima'

2.4.15 Tanda Kurung (( ))


1) Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Dia tidak membawa SIM (surat izin mengemudi)
Catatan:
Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya.
Misalnya:
Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu
merupakan tanda pengenal dalam berbagai keperluan.

2) Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan
bagian utama kalimat.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali)
ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru pasar
dalam negeri.

3) Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam
teks dapat dihilangkan.

Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.

4) Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan

53
keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan
(c) tenaga kerja.
Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan melampirkan (1) akta
kelahiran, (2) ijazah terakhir, dan (3) surat keterangan kesehatan.
Catatan:
Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang
menyatakan perincian yang disusun ke bawah.
Misalnya:
Kemarin kakak saya membeli
1) buku,
2) pensil, dan
3) tas sekolah.
Dia senang dengan mata pelajaran
a) fisika,
b) biologi, dan
c) kimia.

2.4.13 Tanda Kurung Siku ([ ])


1) Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai
koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di
dalam naskah asli.

Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
Ia memberikan uang [kepada] anaknya.
Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia jatuh pada hari Selasa.

2) Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang
sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat
halaman 35─38]) perlu dibentangkan di sini.

2.4.14 Tanda Garis Miring (/)


1) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran.
Misalnya:
No. 7/PK/2008
Jalan Kramat III/10
tahun ajaran 2008/2009
2) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun.
Misalnya:
54
dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut'
harganya Rp1.500,00/lembar 'harganya Rp1.500,00 tiap lembar'
tindakan penipuan dan/atau 'tindakan penipuan dan penganiayaan,
penganiayaan tindakan penipuan, atau tindakan
penganiayaan

Catatan:
Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-
penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.

2.4.15 Tanda Penyingkat atau Apostrof (')


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka
tahun.

Misalnya:
Dia 'kan sudah kusurati. ('kan: bukan)
Malam 'lah tiba. ('lah: telah)
1 Januari '08 ('08: 2008)

2.5 PENULISAN UNSUR SEAPAN


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai
bahasa, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sanskerta, Arab,
Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan
dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, unsur
asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalambahasa Indonesia, seperti reshuffle,
shuttle cock, dan de l'homme par l'homme. Unsur-unsur itudipakai dalam konteks
bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masihmengikuti cara
asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan pengucapannya disesuaikandengan
kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal itu, diusahakan ejaannya disesuaikan
denganPedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga agar bentuk Indonesianya
masih dapatdibandingkan dengan bentuk asalnya.Kaidah ejaan yang berlaku bagi
unsur serapan itu adalah sebagai berikut.

a (ain Arab dengan a) menjadi ‘a


Ashr asar
Sa’ah saat
Manfa’ah manfaat
‘ (ain Arab) di akhir suku kata menjadi k
ra‘yah rakyat
ma‘na makna
ruku‘ rukuk
aa (Belanda) menjadi a
paal pal

55
baal bal
octaaf oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerobe aerob
aerrodinamics aerodinamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin hemoglobin
haematite hematit
ai tetap ai
trailer trailer
caisson kaison
au tetap au
audiogram audiogram
autotroph autotrof
tautomer tautomer
hydraulic hidraulik
caustic kaustik
c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k
calomel kalomel
construction konstruksi
cubic kubik
coup kup
classification klasifikasi
crystal kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
central sentral
cent sen
cybernetics sibernetika
circulation sirkulasi
cylinder silinder
coelom selom
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k
accomodation akomodasi
acculturation akulturasi
acclimatization aklimatisasi
accumulation akumulasi
acclamation aklamasi
cc di muka e dan i menjadi ks
accent aksen
accessory aksesori
vaccine vaksin
cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k
saccharin sakarin
charisma karisma
cholera kolera
chromosome kromosom
technique teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon eselon
machine mesin

56
ch yang lafalnya c menjadi c
check cek
China Cina
ç (sanskerta) menjadi s
çabda sabda
çastra sastra
d (Arab) menjadi d
darurat darurat
fardu fardu
hadir hadir
e tetap e
effect efek
description deskripsi
synthesis sintesis
ea tetap ea
idealist idealis
habeas habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer stratosfer
systeem sistem
ei tetap ei
eicosane eikosana
eidetic eidetik
einsteinium einsteinium
eo tetap eo
stereo stereo
geometry geometri
zeolite zeolit
eu tetap eu
neutron neutron
eugenol eugenol
europium europium
f (Arab) menjadi f
faqīr fakir
mafhum mafhum
saf saf
f tetap f
fanatic fanatik
factor faktor
fossil fosil
gh menjadi g
sorghum sorgum
gue menjadi ge
igue ige
gigue gige
h (Arab) menjadi h
hakim hakim
tahmid tahmid
ruh roh
i pada awal suku kata di muka vokal, tetap i

57
iambus iambus
ion ion
iota iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek politik
tiem tim
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety varietas
patient pasien
efficient efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus khusus
akhir akhir
ng tetap ng
contingent kontingen
congres kongres
linguistics linguistik
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen estrogen
oenology enology
foetus fetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor kompor
provoost provos
oo (Inggris) menjadi u
cartoon kartun
proof pruf
pool pul
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology zoologi
coordination koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouverneur gubernur
coupon kupon
contour kontur
ph menjadi f
phase fase
physiology fisiologi
spectograph spektograf
ps tetap ps
pseudo pseudo
psychiatry psikiatri
psychosomatic psikosomatik
pt tetap pt
pterosaur pterosaur
pteridology pteridologi
ptyalin ptialin
q menjadi k
aquarium akuarium
frequency frekuensi

58
equator ekuator
rh menjadi r
rhapsody rapsodi
rhombus rombus
rhythm ritme
rhetoric retorika
s (Arab) menjadi s
salj salju
asiri asiri
hadis hadis
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium skandium
scotopia skotopia
scutella skutela
sclerosis sklerosis
scriptie skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography senografi
scintillation sintilasi
scyphistoma sifistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema skema
schizophrenia skizofrenia
scholasticism skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio rasio
action aksi
patient pasien
t (Arab) menjadi t
ta‘ah taat
mutlaq mutlak
Lut Lut
th menjadi t
theocracy teokrasi
orthography ortografi
thiopental tiopental
thrombosis trombosis
methode metode
u tetap u
unit unit
nucleolus nukleolus
structure struktur
institute institut
ua tetap ua
dualisme dualisme
aquarium akuarium
ue tetap ue
suede sued
duet duet
ui tetap ui

59
equinox equinoks
conduite konduite
uo tetap uo
fluoresein fluoresein
quorum kuorum
quota kuota
uu menjadi u
prematuur prematur
vacuum vakum
v tetap v
vitamin vitamin
television televisi
cavalry kavaleri
w (Arab) tetap w
jadwal jadwal
marwa marwa
taqwa takwa

x pada awal kata tetap x


xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon
x pada posisi lain menjadi ks
executive eksekutif
taxi taksi
exudation eksudasi
latex lateks
xc di muka e dan i menjadi ks
exception eksepsi
excess ekses
excision eksisi
excitation eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation ekskavasi
excommunication ekskomunikasi
excursive ekskursif
exclusive eksklusif
y tetap y jika lafalnya y
yakitori yakitori
yangonin yangonin
yen yen
yuan yuan
y menjadi i jika lafalnya i
yttrium itrium
dynamo dinamo
propyl propil
psychology psikologi
z tetap z
zenith zenit
zirconium zirkonium

60
zodiac zodiak
zygote zigot
z (Arab) menjadi z
zalim zalim
hafiz hafiz

Konsonan ganda mejadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan.


Misalnya:
gabbro gabro
accu aki
effect efek
commission komisi
ferrum ferum
solfeggio solfegio
tetapi:
mass massa
Catatan:
1. Unsur serapan yang sudah lazim dieja sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia tidak
perlu lagi diubah.
Misalnya:
bengkel, kabar, nalar, paham, perlu, sirsak
2. Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian
abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan
menurut kaidah yang dipaparkan di atas. Kedua huruf itu dipergunakan dalam
penggunaan tertentu saja, seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, di bawah ini
didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa
Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti
standardisasi,efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata
standar, efek, dan implemen.
-aat (Belanda) menjadi -at
advocaat advokat
plaat pelat
tractaat traktat
-age menjadi -ase
percentage persentase
etalage etalase
-al, -eel (Belanda) menjadi -al
structural, struktural
structureel formal
formal, formeel normal
normal, normaal
-ant menjadi -an
accountant akuntan
informant informan
-archy,-archie (Belanda) menjadi arki
anarchy, anarchie anarki
oligarchy, oligarki
oligarchie
-ary, -air (Belanda) menjadi -er

61
complementary, complementair komplementer
primary, primair primer
secondary, secundair sekunder
-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si
action, actie aksi
publication, publicatie publikasi
-eel (Belanda) yang tidak ada padannya dalam bahasa Inggris menjadi -il
materieel materiil
moreel moril
principieel prinsipiil
-ein tetap ein
casein kasein
protein protein
-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (nomina) menjadi –ik, -ika
logic, logica logika
phonetics, fonetik
phonetiek fisika
physics, physica dialektika
dialectics, teknik
dialektic
technique,
techniek
-ic (nominaI) menjadi -ik
electronic elektronik
statistic statistik
-ic, -ical, -isch (adjektiva) menjadi -is
electronic, elektronisch electronis
economical, economisch ekonomis
practical, practisch praktis
logical, logisch logis
-ile, -iel menjadi -il
percentile, persentil
percentiel mobil
mobile, mobiel
ism, -isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme modernisme
communism, communisme komunisme
-ist menjadi -is
publicist publisis
egoist egois
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief deskriptif
demonstratice, demonstratif
demonstratief
-logue menjadi -log
catalogue katalog
dialogue dialog
-logy, -logie (Belanda) menjadi –logi
technology, teknologi
technologie fisiologi

62
physiology, analogi
physiologie
analogy, analogie
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog analog
epiloog epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi –oid
hominoid, homonoid
homonoide antropoid
anthropoid,
anthropoide
-oir(e) menjadi -oar
trottoir trotoar
repertoire repertoar
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directeur direktur
inspector, inspektur
inspecteur amatir
amateur formatur
formateur
-or tetap -or
dictator diktator
corrector korektor
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universitas
universiteit kualitas
quality, kwaliteit
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur struktur
premature, prematuur prematur

LATIHAN

1. Mengapa ejaan diperlukan dalam penulisan?


2. Analisilah teks berikut ini berdasarkan kaidah penulisan huruf, penulisan kata,
penggunaan tanda baca, dan penulisan unsur serapan!
3. Tulislah kembali teks berikut dengan benar!

Teks:
1.1 latarbelakang masalah
peningkatan jumlah penduduk dikota malang yang cukup pesat berpengaruh pada
tingkat ketersediaan kebutuhan bahan pokok yang di konsumsi oleh masyarakat. hal
ini menyebabkan volume sampah terutama sampah rumah tangga dan sampah pasar
bertambah sangat cepat. pada periode maret 2011 sampah rumah tangga dan pasar
sebesar 40000 ton perhari (radar malang, 2 maret 2011). pemerintah kota malang baru
dapat mengelola sebanyak 56%.
pengelolaan sampah seharusnya di lakukan dengan cara yang baik dan terencana.

63
salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah gerobak sampah. volume sampah
yang melebihi kapasitas tidak efisien di angkut dengan gerobak sampak yang
konvensional. memang dapat menambah jumlah gerobak sampah konfensional, tetapi
cara itu sangat membebani keuangan pemerintah.
masalah tersebut tidak dapat dibiarkan berlarutlarut. usaha untuk mengatasi
permasalahan yang paling rasional adalah membuat gerobak sampah yang bisa
memuat lebih banyak sampah dan terjaganya sampah yang tidak tercecer. berdasarkan
hal di atas, makalah ini akan membahas perancangan dan cara pembuatan gerobak
sampah yang dilengkapi dengan pengepres mekanis dengan sistim hidrolik.

1.3 rumusan masalah:


1.bagaimanakah mendesai gerobak sampah berbasis hidrolik ?
2.bagaimanakahcara membuat gerobaksampah berbasih hidrolik ?

64
BAB III
MENULIS KARYA ILMIAH

Capaian Pembelajaran:

Setelah membaca dan mengkaji bab ini, mahasiswa mampu:


 Memilih topik sesuai dengan kriteria penentuan topik.
 Menyusun kerangka karya ilmiah.
 Mengembangkan gagasan secara benar.
 Menyusun pola-pola pengembangan karya ilmiah.

3.1 PEMILIHAN TOPIK DAN RUMUSAN JUDUL


Memilih topik merupakan langkah paling awal dalam menulis karya ilmiah.
Paling tidak ada empat pertimbangan dalam memilih topik, yaitu kemenarikan,
penguasaan, kebermanfaatan, dan ketersediaan referensi. Topik dapat kita tentukan
sendiri atau ditentukan oleh pihak lain. Bagi mahasiswa, kegiatan menulis karya
ilmiah sering dilakukan untuk memenuhi tugas berbagai mata kuliah. Jika dosen
tersebut tanpa menentukan topiknya, maka kita harus menentukan sendiri topiknya.
Sumber topik dapat kita peroleh dari berbagai sumber, antara lain buku
referensi, majalah, surat kabar, jurnal, dan kejadian di masyarakat. Misalnya, dosen
pengampu mata kuliah Pneumatik dan Hidraulik menugasi Anda menulis karya ilmiah
dengan topik bebas. Maka hal yang perlu anda lakukakan secara berturut-turut adalah
sebagai berikut.
1) Mempelajari silabus mata kuliah Pneumatik dan hidraulik
2) Memilih salah satu pokok bahasan yang berkaitan dengan sistem hidraulik.
3) Menjadikan pokok bahasan “sistem hidraulik” menjadi topik dalam
karangan “Cara membuat gerobak sampah dengan sistem hidraulik”.
4) Mencari referensi yang relefan dengan topik di atas.
5) Mendiskusikan kepada sesama teman “Apakah layak dibahas?”
6) Mencoba mengaitkan topik yang telah dipilih itu berdasarkan dengan
kenyataan.
7) Meyakini topik yang telah dipilih atau kalau masih belum yakin segera
mencari topik lain.
8) Merinci topik terpilih itu menjadi sub-sub topik dengan memanfaatkan
sumber referensi.

65
Kegiatan lanjutan yang harus dilakukan adalah
1) Apakah topik yang kita pilih benar-benar akan dikembangkan menjadi
karangan ilmiah dengan menjawab instrumen berikut.
(1) Apakah topik bermanfaat secara teori dan praktik?
(2) Apakah topik benar-benar menarik minat Anda?
(3) Apakah topik benar-benar Anda kuasai?
(4) Apakah cukup referensi dan mudah didapatkan?
2) Jika pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan meyakinkan, pilihlah topik
tersebut.
3) Rincilah topik itu menjadi sub-sub topik!
Agar topic yang diangkat tidak terlalu luas, maka topic perlu dibatasi dengan
cara sebagai berikut.
1) Letakkan topic pada posisi sentral.
2) Rincilah topic itu ke dalam sub-sub topic yang lebih kecil.
3) Apakah rincian topic itu bisa dirinci lagi.
4) Rincian yang terakhir itulah yang diangkat sebagai topic karya ilmiah.
Dari hasil pembatasan topik, barulah Anda merumuskan judul karya ilmiah
Anda. Syarat rumusan judul karya ilmiah ialah sesuai dengan topik, singkat, bentuk
frasa, dan lugas. Judul yang Anda rumuskan tidak menyimpang dari topik terpilih. Jika
topik terpilih semula tentang A, rumusan judul juga tetap mengungkapkan topik A,
bukan A plus, bukan A minus atau bahkan B, C, atau D. Jadi, jika semula topik Anda
adalah fungsi jendela, misalnya, maka setelah menjadi judul berdasarkan hasil
pembatasan topik haruslah tetap fungsi jendela. Jika bukan itu, pastilah rumusan judul
Anda itu tidak benar.
Rumusan judul karya ilmiah harus diupayakan sesingkat-singkatnya. Pilihlah
bentuk terpendek dari kemungkinan yang ada. Oleh karena itu, hindarkanlah
penggunaan kata yang tidak funbgsional dalam judul! Jangan berpanjang-panjang
sampai melebihi dua belas kata! Rumusan judul pun sebaiknya dalam bentuk frasa
benda, bukan frasa kerja, dan bukan kalimat. Mengapa demikian? Judul adalah topik
yang terbatas, dan topik adalah hal yang dibahas, sedangkan hal mengacu pada benda.
Oleh karena itu, rumusan yang sesuai adalah frasa atau gatra benda. Mengapa bukan
kalimat? Judul bukanlah sintesis gagasan, atau simpulan tulisan, karena itu tidak
diruimuskan dalam bentuk kalimat. Bentuk kalimat atau proposisi sudah
mengungkapkan sintesis atau simpulan tertentu.
66
Judul karya ilmiah harus bermakna lugas, bukan kias. Mengapa demikian?
Karya ilmiah, termasuk karya ilmiah, haruslah mengeksplesitkan gagasannya pada
semua bagain tulisan. Gagasan, pendapat, contoh, bukti harus dinyatakan secara
langsung, bukan secara tidak langsung atau implisit. Kata bermakna kias tidak
mengeksplisitkan hal tersebut. Oleh karena itu, tidak sesuai untuk karya ilmiah. Di
samping itu. jangan menggunakan kata yang bermakna ganda, konotatif, tetapi
gunakan yang bermakna denotatif!
Cara perumusan judul dilakukan dengan menggunakan unsur hasil pembatasan
topik. Artinya gunakanlah kata-kata yang selalu Anda rinci atau batasi dalam
pembatasan topik. Jangan menggunakan kata yang tidak terpilih dalam rincian
pembatasan topik. Contoh untuk itu sebagai berikut. Dari hasil pembatasan topik.
Anda melakukan pembatasan atau perincian pada unsur atau kata “jendela”, “fungsi
jendela”, “rumah”, “rumah tradisonal”, dan “di Malang selatan”. Tentu saja, rumusan
judul karya ilmiah Anda tinggal merangkaikan unsur-unsur tersebut, dengan tetap
berpegang pada syarat-syarat rumusan judul: sesuai topik, singkat, bentruk frasa, dan
lugas. Manakah di antara kemungkinan rumusan judul berikut yang memenuhi syarat-
syarat tersebut?

3.2 PENYUSUNAN KERANGKA KARYA ILMIAH


Langkah berikutnya setelah perumusan tesis adalah penyusunan kerangka atau
outline. Pada hakikatnya kerangka karangan adalah perincian dan pengaturan gagasan-
gagasan yang akan dikembangkan dalam kerangka berdasarkan hasil rumusan tesis.
Berdasarkan detail rincian yang dibuat, kerangka karangan dapat dibedakan menjadi
kerangka karangan nonformal merinci gagasan secara sederhana dan kasar atau global,
sedangkan kerangka karangan formal merinci gagasan secara rumit dan detail sampai
sekecil-kecilnya.
Untuk apa kerangka karangan itu dibuat? Kerangka karangan dibuat untuk
mengevaluasi keterincian dan keteraturan gagasan-gagasan yang akan dikembangkan.
Dengan kata lain, lewat kerangka karangan dapat dilihat apakah tesis sudah dirinci
secara maksimal, dan rinciannya telah diatur dengan urutan tertentu yang dikehendaki
atau belum. Demikian seterusnya, apakah gagasan bawahan sudah dirinci secara
maksimal dan diatur secara berurutan.
Di samping itu, kerangka karangan berguna juga untuk menghindari
penggarapan sebuah gagasan secara berulang. Lewat kerangka karangan dapat
67
dievaluasi ada tidaknya sebuah gagasan yang berulang ataupun bertumpang tindih.
Pengulangan dan penumpangtindihan gagasan dalam karya ilmiah sebaiknya dihindari
agar tidak terjadi kejenuhan atau bahkan kebertentangan uraian atas gagasan yang
sama pada satu karya ilmiah. Hal-hal seperti itu sudah dapat diantisipasi dalam
kerangka karangan.
Tentu saja, kerangka karangan juga dapat digunakan untuk kisi-kisi pencarian
data, fakta yang diperlukan untuk pengembangan karangan. Dengan melihat rincian
gagasan dalam kerangka karangan, penulis dapat menentukan data atau fakta
tambahan yang diperlukan untuk memperjelas atau membuktikan pendapatnya.
Bagaimanakah proses perancangan kerangka karangan itu? Pertama,
inventarisasi gagasan dari rumusan tesis. Gagasan mana saja dari rumusan tesis itu
yang nanti perlu dikembangkan lebih lanjut dalam karangan? Catatlah sebanyak-
banyaknya tanpa harus dievaluasi lebih dahulu.
Langkah kedua ialah klasifikasi gagasan. Pada langkah ini semua gagasan yang
dicatat dari hasil rumusan tesis dikelompok-kelompokkan: apakah ada dua topik atau
lebih yang dapat dikelompokkan dalam klasifikasi tertentu, bagaimanakah kedudukan
gagasan yang satu dengan yang lain, adakah gagasan itu sederajat atau sebagai
subordinasi gagasan lain. Buatlah rumusan gagasan yang mencakup gagasan-gagasan
bawahannya dalam klasifikasi itu!

3.3 PENGEMBANGAN GAGASAN


Substansi kegiatan tahap penulisan adalah pengembangan gagasan ke dalam
paragraf. Jika kebetulan kerangka karangan yang disiapkan termasuk kerangka
karangan formal, yang berarti gagasan itu telah sampai rincian detail, maka setiap
nomor rincian dalam karangka itu adalah satu gagasan pokok. Mulailah menulis dari
gagasan pokok pertama sesuai urutan dalam kerangka karangan. Nyatakanlah gagasan
pokok itu dalam kalimat utama. Tentukan apakah Anda akan menggunakan pola
deduksi atau induksi atau kombinasi keduanya, sehingga jelas penempatan kalimat
utamanya: di awal, di akhir, atau di awal dan di akhir paragraf. Dukunglah kalimat
utama itu dengan kalimat-kalimat penjelas!
Ihwal pengembangan paragraf ini pasti Anda telah menguasainya. Sekadar
mengingatkan Anda saja, bahwa Anda dapat mengembangkan gagasan pokok dalam
paragraf dengan teknik penyajian contoh/bukti, komparasi persamaan atau perbedaan,
kausal sebab-akibat atau akibat-sebab, logis prosedural atau temporal atau spasial,
68
definisi, klimaks atau antiklimaks. Variasikanlah jenis paragrafnya, teknik
pengembangannya, dan kalimat-kalimatnya.
Berpindahlah dari gagasan pokok yang satu ke gagasan pokok yang lain. Begitu
seterusnya, sehingga seluruh gagasan dalam kerangka karangan selesai dikembangkan
dalam paragraf. Secara demikian, berarti Anda telah menyelesaikan buram karya
ilmiah Anda. Jika Anda mengalami kesulitan dalam pengembangan salah satu gagasan
pokok, lewatilah dulu gagasan pokok tersebut. Langkah itu perlu Anda lakukan supaya
Anda tidak terlanjur macet menulis pada gagasan tersebut. Sekali lagi, melajulah ke
gagasan pokok yang mudah dulu, setelah itu dap;at kembali ke yang sulit. Toh Anda
sudah memiliki kerangka karangannya, bukan? Sebagai buram, hasil proses ini masih
memerlukan perbaikan atau penyempurnaan lebih lanjut.
Dalam penulisan karya ilmiah yang berintikan pengembangan gagasan dalam
paragraf-paragraf tersebut tidak jarang digunakan pendapat, gagasan, data yang telah
dikemukakan oleh orang lain baik dalam buku ataupun penerbitan lain (majalah,
jurnal, koran). Penggunaan kutipan itu dimaksudkan sebagai penegasan, pembuktian
atau pembandingan pendapat. Secara jujur penulis karya ilmiah harus
mempertanggungjawabkan kutipan itu. Secara lebih terinci teknik pengutipan akan
Anda pelajari pada bagian lain dari materi pelatihan ini. Pada bagian ini lebih akan
difokuskan pada penanganan atau pengolahan kutipan sebagai bagian karya ilmiah
Anda.
Pertama, Anda dapat melakukan pengutipan secara langsung atau tak langsung.
Kutipan langsung berarti mengambil pendapat, gagasan, data secara lengkap dan utuh
seperti dalam sumber aslinya. Akan tetapi jika peminjaman pendapat, gagasan, data itu
diintisarikan dan dirumuskan berbeda dengan sumber aslinya disebut kutipan tak
langsung .
Kutipan langsung yang kurang dari empat puluh kata dapat diintegrasikan dalam
teks dengan diapit oleh tanda kutip (“….”). Oleh karena itu, spasi baris-baris kutipan
tersebut tetap sama dengan spasi baris-baris teks. Di akhir kutipan disertakan
pertangungjawabannya berupa nama pengarang, tahun terbit, dan nomor halaman
tempat didapati kutipan itu.
Kutipan langsung yang melebihi empat baris ketikan dipisahkan dari teks dengan
mengunakan spasi rapat, sehingga tampak berbeda dengan teksnya. Di samping tetap
digunakan tanda kutip (“….”), pengetikannya berindensi 4 karakter masuk dari awal

69
alinea. Kutipan yang terakhir ini dimulai dari indensi 7 karakter masuk dari margin
kiri. Akhir kutipan disertakan pertanggungjawabannya.
Kutipan tak langsung dituliskan dengan cara pengintegrasian dalam teks dengan
jarak baris sesuai baris teks, dan tidak perlu diapit tanda kutip. Pertanggungjawaban
kutipan dapat ditempatkan di tengah kutipan atau di akhir kutipan.
Kedua, agar kutipan tersebut menjadi kesatuan karya ilmiah atau karya ilmiah
Anda, Anda perlu menginterpretasikannya. Hal itu berarti Anda harus menunjukkan
pemahaman Anda atas kutipan tersebut. Sungguhkah Anda memahami, mengerti isis
kutipan itu? Singkat kata, seharusnyalah Anda menafsirkan kutipan itu, dan bukan
sekadar mengumpulkannya dari sana-sini sehingga menjadi serupa kliping atau
guntingan.
Itu saja belum cukup. Selanjutnya –ketiga- perlu ditunjukkan relevansinya
dengan gagasan yang sedang Anda kembangkan. Dengan demikian, kutipan dalam
kesatuannya dengan karya ilmiah Anda jelas fungsinya: sebagai penegas, penjelas,
pembanding, pemerluas, atau pendukung bukti. Dapat terjadi, Anda memahami isi
kutipan, tetapi jika tidak ada relevansinya dengan masalah karya ilmiah Anda untuk
apa itu dikutip. Tidak fungsional, bukan? Oleh karena itu, tanggalkan saja kutipan
yang tidak dapat ditunjukkan relevansinya dengan masalah pada karya ilmiah Anda.
Akhirnya –keempat- kutipan yang telah diinterpretasikan, direlevansikan harus
diinferensikan atau disimpulkan. Dalam konteks masalah karya ilmiah Anda, apa
simpulan Anda atas isi kutipan itu? Hal itu perlu dilakukan sebagai perwujudan
pandangan, pendapat, bahkan sikap Anda atas masalah tertentu. Pada bagian inferensi
inilah, justru menampakkan orisinalitas pemikiran Anda

3.4 SISTEMATIKA ISI


Sistematika karya ilmiah kelazimannya tersusun atas (1)pendahuluan, (2)
permasalahan, (3)pembahasan, dan (4)penyimpulan. Ada juga yang memasukkan
permasalahan sebagai bagian dari pendahuluan, sehingga sistematika karya ilmiah
hanyalah terdiri atas pendahuluan, pembahasan, dan penyimpulan. Dari bagian-bagian
tersebut, pembahasan merupakan inti karya ilmiah Anda.
Pendahuluan merupakan bagian karya ilmiah yang berisi latar belakang atau
alasan-alasan pemilihan topik bahasan. Pada bagian ini penulis
mempertanggungjawabkan mengapa dipilih masalah tersebut, apa yang
melatarbelakanginya. Tujuan bagian ini meyakinkan pembaca bahwa masalah tersebut
70
wigati (urgen) untuk dikaji. Di samping itu dapat juga diungkapkan tujuan
penulisannya: apa yang hendak dicapai oleh tulisan tersebut. Kadang-kadang dapat
ditambahkan juga garis besar isi karya ilmiah dan urutan pembahasannya.
Bagian berikut ialah permasalahan. Bagian ini berisi pertanyaan-pertanyaan
atau persoalan-persoalan yang akan dibahasnya. Tidak selamanya berupa rumusan
pertanyaan, dapat juga permasalahan diungkapkan dalam pernyataan. Termasuk pada
bagian ini adalah pengemukaan ruang lingkup pembahasan jika diperlukannya. Dalam
kesatuannya dengan seluruh bagian karya ilmiah, kelazimannya permasalahan ini
berpayung dalam bagian pendahuluan. Jadi keberadaannya menyatu dengan bagian
pendahuluan, tepatnya di bagian akhir bagian pendahuluan karya ilmiah.
Bagian pembahasan berisi perbincangan masalah dengan menggunakan data,
fakta, dan atau teori tertentu. Semua masalah yang telah dirumuskan pada bagian
sebelumnya satu persatu didiskusikan. Dalam karya ilmiah deduktif, pembahasan atau
pendiskusian dimulai dengan penyajian teori yang relevan, dilanjutkan dengan
penyajian data, fakta yang mendukung teori tersebut. Tentu saja, sebagai penyajian
teori, Anda tidak sekadar mengutipnya. Ingatlah apa yang telah Anda pelajari pada
bagian pengutipan! Teori-teori itu perlu diinterpretasi, direlevansi, dan diiferensi.
Pada interpretasi dan relevansi, Anda dapat sekaligus menyajikan fakta, data
yang Anda miliki. Maksudnya, dalam karya ilmiah deduktif teori yang Anda gunakan
langsung dapat diterapkan pada bagian pembahasaan ini terpadu dengan interpretasi
dan relevansi teori. Memang, Andapun dapat melakukannya secara terpisah, yaitu
setelah seluruh tahap penyajian teori selesai Anda lakukan sampai pada inferensi,
barulah Anda menggunakannya untuk menelaah fakta, data yang Anda majukan.
Lain halnya dengan karya ilmiah induktif. Dalam karya ilmiah induktif jawaban
pemecahan masalah berdasarkan hasil pengamatan empiris, dimulai dari penyajian
fakta, data, dan diikuti dengan penarikan simpulan. Selanjutnya simpulan tersebut
dapat dikaji dari teori tertentu sebagai perbandingan dan pemerjelas hasil pengamatan.
Pada karya ilmiah hasil berpikir induktif, pengintegrasian langsung teori yang
digunakan dengan fakta empiris yang disajikan tampaknya lebih tepat. Artinya, setelah
Anda menyajikan data atau fakta empiris, langsung dihubungkan dengan teori yang
digunakan. Bagaimana dalam karya ilmiah induktif, teori itu diinterpretasi dan
diinverensi? Oleh sebab sajian fakta dan data sudah dilakukan terlebih dahulu,
interpretasi dan relevansi teori langsung terfokus pada data atau fakta yang tersaji.
Dengan kata lain, interpretasi dan relevasi teori pada karya ilmiah induktif dapat
71
diumpamakan sebagai penyorotan fakta atau data tersebut dengan sinar laser. Teori
menjadi pencerahan data dan fakta yang telah tersaji.
Setelah semua permasalahan dibahas satu persatu dalam bagian pembahasan,
karya ilmiah diakhiri dengan penyimpulan. Bagian penyimpulan berisi jawaban atau
simpulan atas masalah yang diajukan. Simpulan hendaknya sesuai dengan proposisi-
proposisi yang telah ditemukan pada bagian pembahasan. Pada bagian pembahasan
sesungguhnya Anda telah memiliki simpulan-simpulan kecil. Itulah yang dimaksud
proposisi dalam hal ini. Atas dasar proposisi tersebut, dirumuskanlah simpulannya.
Akan tetapi harus diingat, bahwa yang namanya simpulan bukan mengulang lagi yang
sudah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Jika pengulangan itu yang Anda
lakukan, maka itu namanya resume atau rangkuman. Simpulan berbeda dengan
rangkuman, bukan?
Untuk itu, Anda dapat membuat simpulan dengan teknik konklusi, atau dengan
teknik silogi. Penyimpulan dengan konklusi berarti Anda melakukan penarikan
proposisi baru langsung dari proposisi lama. Jadi, satu proposisi lama menjadi dasar
penarikan proposisi baru sebagai simpulannya. Perhatikanlah contoh konklusi berikut!
Proposisi lama: Semua A adalah B.
Proposisi baru: Jadi, (1)antara A dan B memiliki persamaan. ATAU (2)A
merupakan bagian dari B.

Penyimpulan dengan silogi berarti Anda melakukan penarikan proposisi baru


berdasarkan beberapa proposisi lama yang tersusun terlebih dahulu. Jadi, simpulan
tidak ditarik langsung dari sebuah proposisi lama, tetapi perlu ada dua atau lebih
proposisi sebagai dasar penyimpulannya. Itulah sebabnya dikenal ada silogi kategoris,
entimema, epikheirema, sorites, dan polisilogisme. Macam silogi itu ditentukan oleh
jumlah dan susunan proposisi dasar sebagai pijakan pengambilan simpulannya.
Perhatikan contoh berikut!
Proposisi lama: Semua A adalah B.
Semua B adalah C.
Proposisi baru: Jadi, Semua A adalah C.

Setelah penarikan simpulan, pada bagian ini dapat juga ditambahkan atau diikuti
saran atau ajuran (rekomendasi). Hendaklah hanya diajukan saran atau anjuran yang
relevan dengan pokok masalah karya ilmiah Anda. Lebih baik tidak perlu dicantumkan
saran daripada saran tersebut tidak bergayut dengan pokok masalahnya. Singkatnya,
saran tidak boleh keluar dari pokok masalah karya ilmiah Anda.

72
Hal yang juga tidak boleh dilupakan dalam karya ilmiah adalah penyertaan atau
pencantuman daftar acuan. Daftar acuan memuat pustaka-pustaka yang diacu dalam
karya ilmiah Anda. Sekali lagi, yang dicantumkan hanyalah pustaka yang diacu.
Teknik penyusunan daftar acuan akan Anda pelajari pada bagian lain bahan pelatihan
ini.

3.5 PENILAIAN KARYA ILMIAH


Karya ilmiah yang selesai ditulis perlu dinilai kualitasnya. Bagaimanakah mutu
karya ilmiah itu? Apakah karya ilmiah itu bermutu atau tidak? Penilaian karya ilmiah
dapat didasarkan pada lima kriteria: kesesuaian judul dan isi, ketajaman perumusan
masalah, kebenaran pembahasan, ketepatan simpulan, dan kebenaran tata tulisnya.
Ketebalan karya ilmiah, kepangkatan dan gelar penulis, misalnya, tidak dapat
dijadikan sebagai kriteria penilaian karya ilmiah.
Judul karya ilmiah dan isi karya ilmiah haruslah sesuai. Apa yang terumuskan
dalam judul dibahas dalam isi karya ilmiah. Isi karya ilmiah seharusnya membahas
variabel-variabel yang terumuskan dalam judul. Jika terjadi ketidaksesuaian antara
judul dan isi, hal itu mengindikasikan karya ilmiah tersebut kurang bermutu. Untuk
itu, cocokkanlah kembali karya ilmiah Anda dengan kerangka karangan yang sudah
dibuat sebelumnya. Langkah ini dapat dilakukan untuk menilai kesesuaian judul
dengan isi karya ilmiah.
Ketajaman perumusan masalah dapat dilihat pada permasalahan --biasanya di
akhir pendahuluan-- dengan memperhatikan rumusan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Apakah pertanyaan-pertanyaan bergayut dengan judul? Apakah pertanyaan
tersebut problematis artinya mengungkapkan persoalan yang memang patut
dipecahkan? Apakah pertanyaan itu memungkinkan pengkajian secara ilmiah?
Apakah permasalahan itu dibahas secara tepat? Artinya apakah teori, fakta, data
yang digunakan mendukung atau sesuai dengan masalah? Apakah pembahasan
menawarkan alternatif-alternatif jawaban? Apakah setiap alternatif diuji
kebenarannya? Apakah keterkaitan pembahasan masalah satu dengan lainnya? Logis
dan rasionalkah pembahasannya? Sesuaikah penggunaan teori dan penyajian fakta data
dengan pokok masalah karya ilmiah? Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat
digunakan untuk menilai karya ilmiah dari segi kebenarannya pembahasannya.

73
Apakah simpulan merupakan sitesis dari pembahasan? Apakah simpulan
merupakan alternatif teruji dan terbaik dari alternatif yang telah diajukan? Apakah
simpulah itu tidak melenceng dari permasalahan? Apakah simpulan itu bukan
merupakan pengulangan atau resume yang telah diajukan sebelumnya? Adakah
kebaruan tesis dalam simpulan itu? Semua pertanyaan itu dapat diajukan untuk menilai
kualitas karya ilmiah dalam ketepatan simpulan yang diambilnya.
Akhirnya, hal-hal seperti pemaragrafan, penyusunan kalimat, pemilihan kata,
penggunaan tanda baca dan ejaan perlu juga menjadi pertimbangan dalam penilaian
karya ilmiah. Begitupun hal-hal teknis seperti pengutipan, penulisan catatan kaki,
perwajahan patut juga dipertimbangkan. Apakah hal-hal yang berkaitan dengan tata
tulis itu sudah dilakukan dengan benar?
Tabel 4: Penilaian Karya Ilmiah

Penilaian
No Unsur Nilaian Keterangan
+ -
1 Kesesuaian judul dan isi
2 Ketajaman rumusan masalah
3 Kebenaran bahasan
4 Ketepatan simpulan
5 Kebenaran tata tulis
Jumlah Simpulan A D

3.6 REFLEKSI
Sampai bagian ini Anda telah berlatih menulis karya ilmiah dari tahap demi
tahap, sejak pemilihan topik karya ilmiah hingga penilaian karya ilmiah. Lebih dari
itu, jika pelatihan demi pelatihan dilakukan dengan bersungguh-sungguh, Anda kini
sudah menyelesaikan penulisan karya ilmiah itu. Cobalah sekarang Anda refleksikan:
keterampilan apa sajakah yang telah Anda peroleh, dan manakah keterampilan yang
belum Anda kuasai? Anda dapat kembali berlatih secara khusus pada aspek
keterampilan yang belum terkuasai benar, sebelum Anda melanjutkan pelatihan
penulisan karya ilmiah yang berikutnya. Perlu Anda ketahui, penulisan karya ilmiah
yang berikutnya, secara esensial keterampilan dasarnya tidak berbeda dengan
penulisan karya ilmiah. Yang berbeda sesungguhnya hanyalah pengorganisasaian dan
gaya penyajiannya. Oleh karena itu, sekali lagi, mantapkan lebih dahulu penguasaan
aspek-aspek keterampilan penulisan karya ilmiah tersebut. Sudah mantapkah?

74
LATIHAN
1. Susunlah topik sesuai dengan kriteria penentuan topik dan rumuskan judulnya!
2. Kemudian susunlah kerangka karangannya!
3. Kembangkan gagasan secara benar!
4. Jika sudah jadi karya ilmiah, nilailah berdasarkan instrumen pada tabel 1!

75
BAB IV
PERUJUKAN DAN PENULISAN DAFTAR RUJUKAN
DALAM KARYA ILMIAH

Capaian Pembelajaran:

Setelah membaca dan mengkaji bab ini, mahasiswa mampu:


 Menjelaskan pentingnya rujukan dan daftar rujukan.
 Menjelaskan cara merujuk dan menulis daftar rujukan..
 Menerapkan kaidah perujukan dan daftar rujukan dalam karya ilmiah

4.1 PENTINGNYA RUJUKAN DAN DAFTAR RUJUKAN


Salah satu ukuran berkualitas tidaknya sebuah karya ilmiah ditentukan oleh
teknik pengutipan dan penulisan daftar rujukannya. Sebuah karya ilmiah dianggap
berkualitas jika teknik penulisan rujukan dan daftar rukannya sesuai dengan kaidah.
ditulis sesuai dengan kaidah yang benar. Mengutip dan menulis daftar rujukannya
menghindarkan kita dari plagiarism. Dalam dunia akademik, plagiarisme itu sering
disebut sebagai perilaku tidak terpuji.
Sudah menjadi konvensi dalam penulisan karya ilmiah bahwa pengutipan
pendapat atau pandangan para pakar dalam karya atau tulisannya merupakan sebuah
keniscayaan bahkan keharusan. Hal itu sebagai upaya untuk memberikan landasan
teori atau untuk memperkuat gagasan yang ingin dikemukakan melalui karya ilmiah.
Sekaligus dapat memberikan acuan bagi pembaca yang ingin merunut lebih lanjut atas
kutipan yang terdapat dalam sebuah karya ilmiah.

4.2 CARA MERUJUK


Dalam merujuk, hindari penggunaan catatan kaki untuk mencantumkan sumber
daftar pustaka. Catalan kaki hanya digunakan untuk memberi keterangan yang sangat
diperlukan, misalnya untuk memberi keterangan tentang isi teks atau tentang makalah
yang disajikan dalam suatu kegiatan, tempat, dan waktu kegiatan ilmiah (seminar,
pelatihan, atau lokakarya). Sumber rujukan anonim tidak dikehendaki. Mengutip
kutipan juga tidak diperkenankan.
Pengutipan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pengutipan
secara langsung hendaknya dilakukan hanya atas pernyataan-pernyataan yang
“fenomenal” atau “monumental” dari tokoh atau karya legendaris.

76
4.3 CARA MENULIS KUTIPAN LANGSUNG
4.3.1 Kutipan Kurang dari 40 Kata
Kutipan yang berisi kurang dari 40 kata ditulis di antara tanda kutip (“...”) sebagai
bagian yang terpadu dalam teks utama, dan diikuti nama penulis, tahun dan nomor halaman.
Nama penulis dapat ditulis secara terpadu dalam teks atau menjadi satu dengan tahun dan
nomor halaman di dalam kurung. Lihat contoh berikut.
Nama penulis disebut dalam teks secara terpadu.
Contoh:
Soebronto (1990:123) menyimpulkan “ada hubungan yang erat antara faktor sosial
ekonomi dengan kemajuan belajar”.
Nama penulis disebut bersama dengan tahun penerbitan dan nomor halaman.
Contoh:
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah "ada hubungan yang erat antara faktor sosial
ekonomi dengan kemajuan belajar" (Soebronto, 1990:123).

Jika ada tanda kutip dalam kutipan, digunakan tanda kutip tunggal ('...').
Contoh:
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah "terdapat kecenderungan semakin banyak
'campur tangan' pimpinan perusahaan semakin rendah tingkat partisipasi karyawan di daerah
perkotaan" (Soewignyo, 1991:101).

4.3.2 Kutipan 40 Kata atau Lebih


Kutipan yang berisi 40 kata atau lebih ditulis tanpa tanda kutip secara terpisah dari
teks yang mendahului, ditulis 1,2 cm dari garis tepi sebelah kiri dan kanan, dan diketik
dengan spasi tunggal. Nomor halaman juga harus ditulis.
Contoh:
Smith (1990: 276) menarik kesimpulan sebagai berikut.
The ‘placebo effect’, which had been verified in previous studies, disappeared when
behaviors were studied in this manner. Furthermore, the behaviors were never
exhibited again, even when real drugs were administered. Earlier studies were clearly
premature in attributing the results to a placebo effect.

Jika dalam kutipan terdapat paragraf baru lagi, garis barunya dimulai 1,2 cm dari tepi
kin garis teks kutipan.

4.3.3 Kutipan yang Sebagian Dihilangkan


Apabila dalam mengutip langsung ada kata-kata dalam kalimat yang dibuang, maka
kata-kata yang dibuang diganti dengan tiga titik.
Contoh:
"Semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah ... diharapkan sudah
melaksanakan kurikulum baru" (Manan, 1995: 278).

77
Apabila ada kalimat yang dibuang, maka kalimat yang dibuang diganti dengan empat
titik.
Contoh:
“Gerak manipulatif adalah keterampilan yang memerlukan koordinasi antara mata, tangan,
atau bagian tubuh lain .... Yang termasuk gerak manipulative antara lain adalah menangkap
bola, menendang bola, dan menggambar” (Asim, 1995: 315).

4.4 CARA MENULIS KUTIPAN TIDAK LANGSUNG

Kutipan yang disebut secara tak langsung atau dikemukakan dengan bahasa penulis
sendiri ditulis tanpa tanda kutip dan terpadu dalam teks. Nama penulis bahan kutipan dapat
disebut terpadu dalam teks, atau disebut dalam kurung bersama tahun penerbitannya. Jika
memungkinkan nomor halaman disebutkan. Perhatikan contoh berikut.
Nama penulis disebut terpadu dalam teks.
Contoh:
Halim (2012: 20) menyebutkan bahwa mahasiswa kurang terampil menggunakan mesin
bubut dan mesin frais.

Nama penulis disebut dalam kurung bersama tahun penerbitannya.


Contoh:
Mahasiswa kurang terampil menggunakan mesin bubut dan mesin frais (Halim, 2012:20).

4.5 PENULISAN DAFTAR RUJUKAN


Penulisan daftar pustaka dilakukan dengan menggunakan nama akhir dan tahun
di antara tanda kurung. Jika ada dua penulis, penulisannya dilakukan dengan cara
menyebut nama akhir kedua penulis tersebut. Jika penulisnya lebih dari dua orang,
penulisan daftar pustaka dilakukan dengan cara menulis nama pertama dari penulis
tersebut diikuti dengan dkk. Jika nama penulis tidak disebutkan, yang dicantumkan
dalam daftar pustaka adalah nama lembaga yang menerbitkan, nama dokumen yang
diterbitkan, atau nama koran. Untuk karya terjemahan, penulisan daftar pustaka
dilakukan dengan cara menyebutkan nama penulis aslinya. Daftar pustaka dari dua
sumber atau lebih yang ditulis oleh penulis yang berbeda dicantumkan dalam satu
tanda kurung dengan titik koma sebagai tanda pemisahnya.
Daftar pustaka merupakan daftar yang berisi buku, makalah, artikel, atau bahan
lainnya yang dikutip baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bahan-bahan yang
dibaca akan tetapi tidak dikutip tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka, sedangkan
semua bahan yang dikutip secara langsung ataupun tak langsung dalam teks harus
dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

78
Pada dasamya, unsur yang ditulis dalam Daftar Pustaka secara berturut-turut
meliputi (1) nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, dan nama
tengah, tanpa gelar akademik, (2) tahun penerbitan, (3) judul, termasuk anak judul
(subjudul), (4) kota tempat penerbitan, dan (5) nama penerbit. Unsur-unsur tersebut
dapat bervariasi tergantung jenis sumber pustakanya. Jika penulisnya lebih dan satu,
cara penulisan namanya sarna dengan penulis pertama. Nama penulis yang terdiri dari
dua bagian ditulis dengan urutan: nama akhir diikuti koma, nama awal (disingkat atau
tidak disingkat tetapi harus konsisten dalam satu karya ilmiah), diakhiri dengan titik.
Apabila sumber yang dirujuk ditulis oleh tim, sernua nama penulisnya harus
dicantumkan dalam daftar pustaka.
1) Pustaka dari Buku
Tahun penerbitan ditulis setelah nama penulis, diakhiri dengan titik. Judul buku
ditulis dengan huruf miring, dengan huruf besar pada awal setiap kata, kecuali kata
hubung. Kota tempat penerbit dan nama penerbit dipisahkan dengan titik dua (:).
Contoh:
Alvesson, M. & Skoldberg, K. 2000. Reflexive Methodology: New Vistas for
Qualitative Research. London: Sage Publications.
Yamin, H.M. 2007. Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung
Persada Press.

Jika ada beberapa buku yang dijadikan sumber ditulis oteh orang yang sama
dan diterbitkan dalam tahun yang sama pula, data tahun penerbitan diikuti oleh
lambang a, b, c, dan seterusnya yang urutannya ditentukan secara kronotogis atau
berdasarkan abjad judul buku-bukunya.
Contoh:
Marzuki, M.S. 2009a. Pendidikan Nonformal Bukan Residu. Malang: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Marzuki, M.S. 2009b. Permainan Simulasi di Indonesia, Malang: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang.

2) Pustaka dari Buku yang berisi Kumpulan Artikel yang Ada Editornya
Cara penulisannya seperti menulis rujukan dari buku, ditambah dengan
tulisan (Ed.) jika ada satu editor dan (Eds.) jika editomya lebih dari satu, di antara
nama penulis dan tahun penerbitan.
Contoh:
Soelaiman, D.A. (Ed.). 2003. Warisan Budaya Melayu Aceh. Banda Aceh: Pusat
Studi Melayu-Aceh (PUSMA).

79
Darling-Hammond, L., Bransford, J., Le Page, P., Hammerness, K, & Duffy, H.
(Eds.). 2005. Preparing Teachers for a Changing World. San Francisco, CA:
Jossey-Bass.

3) Pustaka dari Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel yang Ada Editornya
Nama penulis artikel ditulis di depan, diikuti dengan tahun penerbitan. Judul
artikel ditulis tanpa cetak miring. Nama editor ditulis seperti menulis nama biasa,
diberi keterangan (Ed.) bila hanya satu editor, dan (Eds.) bila lebih dari satu editor.
Judul buku kumpulannya ditulis dengan huruf miring, dan nomor halamannya
disebutkan dalam kurung.
Contoh:
Stemberg, R.J. & Lubart, T.L. 2002. The Concept of Creativity: Prospects and
Paradigms. Dalam RJ. Steinberg (Ed.), Handbook of Creativity (hlm.27-39).
New York: Cambridge University Press.
Margono. 2007. Manajemen Jurnal Ilmiah. Dalam M.G. Waseso & A. Saukah
(Eds.), Menerbithan Jurnal Ilmiah (hlm.41-59). Malang: Penerbit Universitas
Negeri Malang.

4) Pustaka Berupa Buku yang Ada Editornya


Cara penulisannya sama dengan rujukan dari buku, tetapi nama editor
dicantumkan di antara tanda kurung di belakang judul buku, disertai keterangan Ed.
Contoh:
Marzuki, M.S. 2009. Dimensi-dimensi Pendidikan Nonformal (M.G. Waseso, Ed.).
Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Mundzir, H.S. 2005. Sosiologi Pendidikan: Kajian Berdasarkan Teori Integrasi
Mikro-Makro. (M.G. Waseso, Ed.). Malang: Elang Emas.

5) Pustaka Berupa Buku Lebih dari Satu Jilid


Cara penulisannya sama dengan daftar pustaka dari buku, ditambah
keterangan jilid atau volume yang ditulis di antara tanda kurung setelah judul buku.
Contoh:
Cahyono, C.H. 2006. Ensiklopedia Politik (volume 3). Surabaya: Usaha Nasional.

6) Pustaka dari Buku yang Berasal dari Perpustakaan Elekronik


Setelah nama penulis, tahun, judul buku, kota, dan nama penerbit, nama
perpustakaan dicantumkan setelah penerbit buku. Alamat web perpustakaan
tersebut harus dicantumkan, disertai tanggal aksesnya.
Contoh:
Dealey, C. 1999. The Care of Wounds: A Guide for Nurses. Oxford: Blackwell
Science. Dari NetLibrary, (Online), (http://www. netlibrary.com), diakses 24
Agustus 2007.

80
7) Pustaka Berupa Buku yang Tidak Diketahui Nama Pengarangnya
Judul buku ditulis dengan disertai tahun penerbitan, kota, dan nama penerbit.
Judul buku dicetak miring, dan diakhiri dengan tanda titik.
Contoh:
Longman Dictionary of the English Language. 1984. Harlow, Essex: Longman.

8) Pustaka dari Artikel dalam Jumal Tercetak


Nama penulis ditulis paling depan, diikuti dengan tahun dan judul artikel
yang ditulis dengan cetak biasa, dan huruf besar pada setiap awal kata. Nama jumal
ditulis dengan cetak miring, dan huruf awal dari setiap katanya ditulis dengan huruf
besar kecuali kata hubung. Di bagian akhir berturut-turut dicantumkan
tahun/jilid/volume, nomor terbitan (dalam kurung), dan nomor halaman dari artikel
tersebut.
Contoh:
Wiyono, M. 2009. Profesionalisme Dosen dalam Program Penjaminan Mutu.
Jurnal Ilmu Pendidikan, 16(1): 51-58.

9) Pustaka dari Artikel dalam Internet Berbasis Jumal Tercetak


Cara penulisannya seperti rujukan dari artikel jumal tercetak, tetapi diikuti
dengan keterangan (Online), alamat situs, dan tanggal akses. Volume, nomor
terbitan, dan nomor halaman dicantumkan setelah kata (Online).
Contoh:
Mappiare-AT, A., Ibrahim, A.S. & Sudjiono. 2009. Budaya Konsumsi Remaja-
Pelajar di Tiga Kota Metropolitan Pantai Indonesia. Jurnal Ilmu Pendidikan,
(Online), 16 (1): 12-21, (http://www.um.ac.id), diakses 25 Desember 2009.

10) Pustaka dari Artikel dalam Jumal Elektronik Saja (Tidak Berbasis Cetak)
Volume dan nomor jumal ditulis setelah nama jurnal. Nomor halaman tidak
dicantumkan. Alamat situs jumal ditulis dengan tanda kurung dan disertai tanggal
akses.
Contoh:
DeMarie, D. 200.1. A Trip to the Zoo: Children's Words and Photographs. Early
Childhood Research and Practice, 3 (1). (Online), http:// ecfp.
uiuc.edu/v3nl/demarie.html), diakses 30 Agustus2001.

11) Pustaka dari Artikel dalam Jurnal dari CD-ROM

81
Penulisannya dalam daftar pustaka sama dengan rujukan dari artikel dalam
jurnal cetak ditambah dengan penyebutan CD-ROM-nya dalam kurung.
Contoh:
Krashen, S., Long, M. & Scarcella, R. 1979. Age, Rate and Eventual Attainment
in Second Language Acquisition. TESOL Quarterly, 13: 573-582 (CD-
ROM: TSSOL Quarterly-Digital, 1997).

12) Pustaka dari Kumpulan Abstrak Tercetak


Judul jumal dicetak miring, disertai volume, nomor jurnal, dan nomor
halaman artikel. Judul kumpulan abstrak dicetak miring. Identitas kumpulan
abstrak (volume dan nomor) juga dicantumkan.
Contoh:
Collins, J. 1993. Immigrant Families in Australia. Journal of Comparative family
Studies, 24 (3): 291-315. Abstrak diperoleh dari Multicultural Education
Abstracts, 1995, 14, Abstract No. 95M/064.

13) Pustaka dari Artikel dalam Majalah atau Koran


Nama penulis ditulis paling depan, diikuti o'leh tanggal, bulan, dan tahun
(jika ada). Judul artikel ditulis dengan cetak biasa, dan huruf besar pada setiap
huruf awal kata, kecuali kata hubung. Nama majalah ditulis dengan huruf kecii
kecuali huruf pertama setiap kata, dan dicetak miring. Nomor halaman disebut
pada bagian akhir.
Contoh:
Suryadarma, S.V.C. 1990. Prosesor dan Interface: Komunikasi Data. Info Komputer,
IV (4): 46-48.

14) Pustaka dari Koran Tanpa Penulis


Nama koran ditulis di bagian awal. Tanggal, bulan, dan tahun ditutis setelah
nama koran, kemudian judul ditulis dengan huruf besar kecil dicetak miring dan
diikuti dengan nomor halaman.
Contoh:
Kompas. 23 Januari 2004. Ijazah Penyetaraan Paket C Rawan Manipulasi, him.
12.

15) Pustaka dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan oleh Suatu
Penerbit (Tanpa Penulis dan Tanpa Lembaga)

Judul atau nama dokumen ditulis di bagian awal dengan cetak miring,
diikuti tahun penerbitan dokumen, kota penerbit dan nama penerbit.

82
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomot 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nastohal. 1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya.

16) Pustaka dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diambil dari Internet
Setelah tahun dokumen, situs yang memuat dokumen tersebut dicantumkan,
disertai alamat situs dan tanggal aksesnya. Nama situs dicetak tegak dengan huruf
besar pada huruf awal setiap kata.
Contoh:
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan National.
Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia. (Online), (http://www.jdih. bpk.go.id), diakses 25
September 2008.

17) Pustaka dari Lembaga yang Ditulis Atas Nama Lembaga Tersebut
Nama lembaga penanggungjawab langsung ditulis paling depan, diikuti
dengan tahun, judul karangan yang dicetak miring, nama tempat penerbitan, dan
nama lembaga yang bertanggungjawab atas penerbitan karangan tersebut.
Contoh:
Dirjen Kelembagaan Agama Islam. 2002. Pedoman Pondok Pesantren. Jakarta:
Departemen Agama RI.

18) Pustaka dari Lembaga yang Ditulis oleh Satu atau Beberapa Orahg Atas
Nama Lembaga tersebut
Nama orang yang mengarang ditulis pada bagian awal, disertai tahun.
Lembaga yang menerbitkan buku itu dicantumkan setelah nama kota.

Contoh:
Suwahyono, N., Purnomowati, S. & Ginting, M. 2002. Pedoman Penampilan
Majalah Ilmiah Indonesia. Jakarta: PDII-LIPI.

19) Pustaka Berasal dari Karya Terjemahan


Nama penulis asli ditulis paling depan, diikuti tahun penerbitan karya asli,
judul terjemahan, nama penerjemah, tahun terjemahan, nama tempat penerbitan
dan nama penerbit terjemahan. Apabila tahun penerbitan buku asli tidak
dicantumkan, ditulis dengan kata Tanpa Tahun.
Contoh:
Cochran, W.G. Tanpa Tahun. Teknik Penarikan Sampel. Terjemahan Rudiansyah.
2005. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

20) Pustaka Berupa Skripsi, Tesis atau Disertasi


83
Nama penulis ditulis paling depan, diikuti tahun yang tercantum pada
sampul, judul skripsi, tesis atau disertasi ditulis dengan cetak miring diikuti
dengan pernyataan skripsi, tesis, atau disertasi tidak diterbitkan, nama kota tempat
perguruan tinggi, dan nama fakultas serta nama perguruan tinggi.
Contoh:
Meter, G.I. 2003. Hubungan antara Perilaku Kepemimpinan, Iklim Sekolah dan
Profesionalisme Guru dengan Motivasi Kerja Guru pada SMU Negeri di
Provinsi Bali. Disertasi tidak diterbitkan. Malahg: PPs UM.

21) Pustaka Berupa Makalah yang Disajikan dalam Seminar, Penataran, atau
Lokakarya
Nama penulis ditulis paling depan, dilanjutkan dengan tahun, judul makalah
ditulis dengan cetak miring, kemudian diikuti pernyataan "Makalah disajikan
dalam ...", nama pertemuant lembaga penyelenggara, tempat penyelenggaraan,
dan tanggal serta bulannya.
Contoh:
Suwono, H. 2005. Survei Implementasi Penilaian Berbasis Kelas Pembelajaran
Sains Sekolah Dasar di Kota Batu. Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional Biologi dan Pembelajarannya, Jurusan Biologi FMIPA UM,
Malang, 3 Desember.

22) Pustaka Berupa Makalah yang Diseminarkan dan Dimuat di Internet


Nama penyaji makalah, judul makalah, tempat, dan tanggal penyajian ditulis
seperti makalah tercetak. Situs yang memuat makafah tersebut dan alamatnya
ditulis sebelum tanggal akses.
Contoh:
Schafer, M. & Moody, M. 2003. Designing accountabitity Assessments for
Teaching. Makalah disajikan pada the Annual Meeting of the National
Council on Measurenment in Education, Chicago, 22 April 2003., Dalam
Eric database, (Online), (http://www.erics), diakses 3 Mei 2005.

23) Pustaka dari Internet Berupa Karya Individual


Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara
berturut-turut oleh tahun, judul karya tersebut (dicetak miring) dengan diberi
keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan
tersebut di antara tanda kurung, disertai dengan keterangan kapan diakses.
Contoh:
Noor, I.H.M. 2006. Model Pelatihan Guru dalam Menerapkan Kurikulum Bahasa
Inggris, (Online), (http://www.depdiknas.go.id/jurnal/30/
modelpelatihangurudalam_menara.html), diakses 14 Mei 2006.

84
24) Pustaka dari Internet berupa Bahan Diskusi
Nama penulis ditulis seperti rujukan dari bahan cetak, diikuti secara
berturut-turut oleh tanggal, bulan, tahun, topik bahan diskusi, nama bahan diskusi
(dicetak miring) dengan diberi keterangan dalam kurung (Online), dan diakhiri
dengan alamat e-mail sumber rujukan tersebut disertai dengan keterangan kapan
diakses, di antara tanda kurung.
Contoh:
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN
Discussion List, (Online), (NETTRAIN@ubvm.cc.buffalo.edu), diakses 22
Nopember 1995.

25) Pustaka dari Internet berupa E-Mail Pribadi


Nama pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dalam kurung (alamat e-
mail pengirim), diikuti secara berturut-turut dengan tanggal, bulan, tahun, topik
isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi disertai keterangan dalam kurung
(alamat e-mail yang dikirimi).
Contoh:
Davis, A. (a.davis@uwts.edu.au). 10 Juni 1996. Learning to Use Web Authoring
Tools. E-mail kepada Alison Hunter (huntera@usq. edu.au).

26) Pustaka dari Artikel Jurnal dari Kumpulan Artikel pada Internet
Nama pengarang, tahun, judul artikel, nama jumal, dan volumenya ditulis
seperti artikel dari jumal tercetak. Lembaga pengumpul artikel ditulis tegak.
Alamat situsnya ditulis dalam kurung. Tanggal akses disertakan juga.
Contoh:
Brimi, H. 2009. Academic Instructors or Moral Guides? Moral education in
America and the Teacher's Dilemma. The Clearing House, 82(3): hlm. 125,
(Online), dalam ProQuest (http://proquest.umi.com/pqdwb?did=
16116011&sid=4&Fmt=3&clientId=83321&RQT=309&Vname= PQD),
diakses 6 Februari 2010.

27) Pustaka Berupa Catalan Kuliah yang Dimuat di Internet


Nama pengajar ditulis pada bagian awal, disertai tahun kuliah. Kode dan
nama mata-kuliah dicetak miring, diakhiri dengan nomor pertemuan. Alamat situs
ditempatkan dalam tanda kurung, dan diakhiri dengan tanggal akses.
Contoh:
Bond, T. 2004. ED1401: Childhood and Adolescence, Catalan Minggu ke-12.
(Online), (http://learnjcu2004.jcu.edu.au), diakses 23 February 2005.

28) Rujukan Berupa Surat Elektronik yang Ditujukan kepada Kelompok

85
Nama penulis surat diikuti tanggal, bulan, dan tahun, kemudian judul pesan,
diikuti dengan keterangan "pesan disampaikan kepada...". Alamat situs
dicantumkan setelah itu.
Contoh:
Smith, M. 11 Maret 2001. Northern and Italian Renaissance. Pesan disampaikan
kepada kelompok (http://groups.google.com/groups/
humanities.misc/messagel 3), 11 Maret 2001.

29) Rujukan Karya Audio/Visual/Audiovisual


Nama pengarang ditulis sebelum tahun album tersebut dibuat. Judul album
dicetak miring, dan diberi keterangan tentang bentuk produk (misalnya, kaset
rekaman). Kota tempat kaset itu diproduksi ditulis sebelum nama perusahaan
rekaman.
Contoh:
Dewa. 2004. Laskar Cinta, (Kaset rekaman). Jakarta: Ahmad Dhani Production-
PT Aquarius Musikindoreg.

LATIHAN
1. Jelaskan fungsi kutipan dalam karya ilmiah!
2. Jelaskan perbedaan kutipan langsung dan tidak langsung !
3. Buatlah 1 kutipan langsung dan 4 kutipan tidak langsung dari lima buah buku!
4. Tulisah daftar rujukannya!

86
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pengembang BIK. 1994. Bahasa Indonesia Keilmuan. Malang: FPBS
IKIP Malang.

Sodjito & Djoko Saryono. Tata Kalimat. Malang: Aditya Media Publising.

Wahab, Abdul & Lies Amin Lestari. 1999. Menulis Karya Ilmiah. Surabaya:
Airlangga Univerity Press.

Alwi, Hasan. Dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Permendikbud RI Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan


Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Pedoman Umum Ejaan


bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Thamrin, Moh, Mujianto, Yusuf Suprapto. 1997. Bahasa Indonesia. Bandung:


Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik/PEDC.

87

Anda mungkin juga menyukai