MPS 18203
Oleh
Drs. I Gusti Putu Sutarma, M.Hum.
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa /
Tuhan Yang Mahaesa, karena berkat-Nya Buku Ajar Bahasa Indonesia ini dapat
disusun sesuai dengan rencana. Buku ajar ini disusun untuk memudahkan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis.
kekurangannya. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis dalam berbagai
hal. Untuk itu, dalam kesempatan yang baik ini penyusun sangat mengharapkan
adanya masukan untuk pengembangan buku ajar ini ke arah yang lebih sempurna.
Di samping itu, penyusun juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terwujudnya buku ajar ini. Akhir kata, sekali lagi penyusun
berharap buku ajar ini berguna baik bagi mahasiswa Jurusan Pariwisata
Halaman
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Secara umum, standar kompetensi yang ingin dicapai atas isi buku ini adalah
agar mahasiswa dapat memahami dan menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Kaidah tersebut meliputi: kaidah fonologi, morofologi, kosa kata,
memahami dan dapat menerapkan ragam bahasa khususnya ragam bahasa ilmiah.
Dengan demikian, setelah membaca isi buku ini mahasiswa tidak hanya mampu
Untuk mencapai standar kompetensi di atas, isi buku ini disajikan dengan
sistematika sebagai berikut. Secara keseluruhan, isi buku ini dibagi menjadi tujuh
bab. Pada bagian pendahuluan (Bab I) diuraikan pengertian dan hakikat bahasa,
Indonesia yang baik dan benar (bahasa bukan sekedar alat komunikasi, konsep
bahasa Indonesia yang baik dan benar, kaidah umum bahasa Indonesia), ejaan,
kosa kata, kalimat, dan paragraf. Semua itu diuraikan berturut-turut pada Bab II,
Bab III, Bab IV, Bab V, Bab VI, dan Bab VII. Pada akhir setiap bab juga
Misalnya, lingua dalam bahasa Latin, langue dalam bahasa Perancis, go dalam
bahasa Jepang, langua dalam bahasa Sepanyol, language dalam bahasa Inggris,
sudut pandang para ahli bahasa. Beberapa definisi tersebut dapat dikemukakan
2) Bahasa adalah “Lambang berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap
atau lambang bunyi yang dikeluarkan oleh alat-alat ucap (manusia dan
4) Bahasa adalah “sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh
anggota masyarakat.
Salah satu ciri bahasa adalah harus dipelajari. Maksudnya, orang akan bisa
lingkungan masyarakat yang fasih berbahasa Bali, maka orang itu lebih cenderung
bisa berbahasa Bali daripada berbahasa lain. Demikian juga, orang yang
akan lebih mampu berbahasa Inggris daripada memakai bahasa lain. Semua ini
bisa terladi karena yang bersangkutan harus mempelajari bahasa minimal untuk
a. Tujuan Praktis
Tujuan praktis ialah mempelajari bahasa dengan tujuan sekedar untuk dapat
Contoh :
Pasar Badung, Denpasar. Ia akan berusaha mempelajari bahasa Bali agar dapat
berkomunikasi lebih efektif dengan pelanggan yang kebanyakan orang Bali yang
menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa komunikasi keseharian. Jadi, dalam hal
ini pedagang dari Jawa mempelajari bahasa Bali hanyalah merupakan tujuan
b. Tujuan Linguistik
konteks tujuan ini, biasanya yang melakukan adalah para ahli bahasa dan kaum
terpelajar.
Contoh :
juga semua siswa SMP, SMA, dan yang lainnya mempelajari bahasa Indonesia
bertujuan seperti ini, yaitu kelak mampu berperan serta membina dan
c. Tujuan Artistik
agar dapat digunakan sebagai ramuan seni. Misalnya, seni sastra dalam berbagai
bentuk seperti puisi, cerpen, prosa, dan drama; seni pertunjukan; dan seni
pedalangan.
bahasa Indonesia, agar mampu mewahani ide seninya yang ingin disampaikan
suatu bahasa agar mampu mewahani cerita yang disampaikan kepada penonton
d. Tujuan Psikologi
mengetahui jiwa si pemakai bahasa itu, karena pada prinsipnya, bahasa dapat
Contoh:
seseorang mempunyai sifat pemalu, nakal, sombong, atau yang lainnya. Demikian
juga seorang guru atau seorang dosen dapat mengetahui karakter anak didiknya
e. Tujuan Filologi
sebuah prasasti kerajaan yang ada di Indonesia. Berdasarkan angka tahun prasasti
tersebut akan dapat diketahui peranan dan fungsi bahasa itu pada zaman kerajaan
terdahulu. Ataau seorang filolog dapat mengetahui peranan dan fungsi bahasa
Melayu pada zaman Kerajaan Sriwijaya dari prasasti atau naskah-naskah sastra
zaman itu.
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dahulu
sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua pranca), tidak saja di kepulauan
diketahui dari berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang ditemukan, seperti: (1)
Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683; (2) Prasasti Talang Tuo di
Palembang, tahun 684; (3) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686; dan
(4) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688 yang
memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa
Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Kerajaan Sri
Wijaya (Amran Halim dalam Arifin, 1985:3). Prasasti-prasasti yang juga tertulis
832) dan di Bogor (Prasasti Bogor, tahun 942). Kedua prasasti yang disebutkan
terakhir memperkuat dugaan kita bahwa bahasa Melayu Kuno pada saat itu tidak
antarsuku di Indonesia.
ikrar para pemuda waktu itu, yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda.
bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. (Amran Halim dalam Arifin, 1985;5).
sudah dipakai sejak pertengahan abad VII itu menjadi bahasa Indonesia. Jadi,
Sehubungan dengan hal itu, yang masih menjadi pertanyaan adalah, “Mengapa
yang lain?
dalam bahasa Jawa, bahasa Bali yang mengenal adanya bahasa kasar
bahasa kebudayaan dalam arti yang luas dan memiliki daerah sebar
yang luas.
bersumber dari faktor di luar masalah kebahasaan. Dengan demikian, dari faktor-
faktor yang disebutkan di atas, faktor nomor (a) dan (b) adalah faktor
intralinguistik, sedangkan faktor nomor (c) dan (d) adalah termasuk faktor
ekstralinguistik.
mempunyai dua kedudukan, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa
resmi negara. Kedudukan sebagai bahasa nasional dimiliki oleh bahasa Indonesia
pemerintahan
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.
2.1 Pendahuluan
Dalam bab ini akan dijelaskan: konsep ragam bahasa, macam-macam ragam
bahasa, ragam lisan dan ragam tulis, ragam resmi dan ragam tidak resmi, ragam
ragam bahasa, ragam lisan dan ragam tulis, ragam resmi dan ragam tidak resmi,
2.3 Pengantar
bahasa. Kenyataan ini sering tidak disadari oleh kebanyakan orang. Hal ini
pemakaian bahasa faktor situasi dan kondisi sangat berperan terhadap bahasa yang
digunakan. Misalnya, dalam situasi yang santai di rumah, ngobrol di warung kopi
tentu akan menggunakan bahasa yang berbeda dengan situasi dalam seminar,
pidato kenegaraan, atau paroses belajar mengajar di kelas. Situasi yang disebutkan
bersifat resmi.
menjadi permasalahan dalam pemakaian bahasa Indonesia adalah bahasa baku dan
bahasa tidak baku. Pemakaian bahasa baku dan tidak baku berkaitan dengan
situasi resmi dan tidak resmi seperti telah disebutkan di atas. Dengan demikian
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak ditafsirkan sebagai
pemakaian bahasa baku dalam segala situasi tanpa melihat tempat berbicara,
dengan siapa berbicara, apa topik pembicaraan, dan apa tujuan pembicaraan.
Situasi dan kondisi yang berbeda inilah menyebabkan munculnya berbagai corak
Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan jika berbicara tentang
bahasa dibedakan menjadi (1) ragam bahasa lisan dan (2) ragam bahasa tulis.
Dilihat dari segi latar belakang penutur, ragam bahasa dibedakan menjadi: (1)
ragam daerah (dialek), (2) ragam pendidikan, (3) ragam resmi, dan (4) ragam
bahasa ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa
ekonomi.
itu adalah ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Ragam bahasa ini seperti
menghasilkan bahasa.
ragam tulis sangatlah berbeda. Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa
ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat
tersebut tidak dapat dibenarkan secara seratus persen, karena tidak semua ragam
lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan.
Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan balum tentu berlaku bagi ragam tulis.
berikut:
berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak harus ada teman
Contoh:
Pelayan : “Minumnya?”
Berbeda halnya dengan ragam tulis. Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih
Contoh:
Apabila kita menemukan selembar kertas yang berisi tulisan “mama”, kita
“Siapa mama itu?”, “Mama siapa?”, atau “Mama ada di mana”. Berbeda
halnya apabila di kertas itu tertulis “Mama Dede sedang mengantar anaknya
b. Ragam lisan sangat terikat akan kondisi, situasi, ruang, dan waktu,
sedangkan ragam tulis tidak terikat dengan kondisi, situasi, ruang, dan
waktu.
suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar,
ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis juga dapat dijelaskan berdasarkan
RAGAM BAHASA
Pada bagan di atas jelas dapat dilihat bahwa ragam lisan mencakup aspek
lafal, tata bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosa kata. Lafal
merupakan aspek pembeda ragam lisan dari ragam tulis, sedangkan ejaan
lisan berhubungan dengan tata cara pengucapan (lafal), sedangkan ragam tulis
Di samping itu, berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tata bahasa dan
kosa kata merupakan bagian dari kedua jenis ragam bahasa di atas, namun
memiliki ciri yang berbeda. Berikut dapat dibandingkan wujud bahasa Indonesia
ragam lisan dan ragam tulis berdasarkan perbedaan penggunaan bentuk kata, kosa
a. Ragam Lisan
b. Ragam Tulis
jalan.
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan yang diakui oleh sebagian
besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka
rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam
yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma
ragam baku.
seragam.
a. Kemantapan Dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa dalam hal ini adalah bahasa
Indonesia. Kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata
raba dibubuhi pe- akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut
kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin bukan
Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki
adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang
b. Cendikia
Ragam baku bersifat cendikia karena ragam baku dipakai pada tempat-
tempat resmi. Pewujud ragam resmi ini adalah orang-orang terpelajar. Hal ini
jalur pendidikan formal (sekolah). Ciri cendikia ini ditunjukkan oleh kalimat yang
c. Seragam
atau disebut juga konvensi. Oleh karena itu, bahasa baku itu bersifat seragam.
Misalnya, pelayan kapal terbang disebut dengan pramugara (pria) dan pramugari
(wanita). Kedua istilah tersebut sudah memasyarakat dan disepakati untuk dipakai
secara seragam.
Dalam kehidupan berbahasa, sudah dikenal ragam lisan dan ragam tulis,
ragam baku dan ragam tidak baku. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul
ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang
dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya.
Dalam hal ini pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara
baku lisan? Memang dalam hal ini agak sulit menentukan ragam baku lisan. Ini
dipengaruhi oleh asal dan bahasa daerah penuturnya. Akan tetapi, sebagai
gambaran ukuran dan nilai ragam baku lisan ini tergantung pada besar atau
masing!
3. Sebutkan perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis secara umum!
4. Sebutkan perbedaan ragam bahasa lisan dan tulis ditinjau dari struktur bahasa!
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.
3.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas: bahasa bukan sekadar alat komunikasi, pengertian
bahasa Indonesia yang baik, pengertian bahasa Indonesia yang benar, pengertian
pengertian bahasa Indonesia yang baik, pengertian bahasa Indonesia yang benar,
dan pengertian bahasa Indonesia yang baik dan benar Mahasiswa mampu
3.3 Pengantar
sekedar berkomunikasi (asal mengerti atau asal bicara). Dalam berbahasa perlu
Kaidah bahasa Indonesia itu ada yang tersirat dan ada yang tersurat. Kaidah
bahasa Indonesia yang tersirat berupa intuisi penutur bahasa yang didapatkan
sejak penutur belajar berbahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia yang tersurat
adalah sistem bahasa (aturan bahasa) yang telah ditetapkan yang dapat dibaca
bahasa Indonesia.
menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru di sekolah maupun
melalui media massa. Akan tetapi, yang masih menjadi pertanyaan, apakah
sebenarnya maksud ungkapan itu dan apa yang dijadikan sebagai alat ukur untuk
Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebenarnya dapat dipilah
menjadi bahasa Indonesia yang baik dan bahasa Indonesia yang benar. Bahasa
ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penuturnya dan jenis, sedangkan
bahasa Indonesia yang benar adalah pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai
Indonesia yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan
dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (lisan) atau orang
yang membaca (tulis), dan tempat pembicaraan. Di samping itu, bahasa Indonesia
yang baik harus bernalar atau logis dalam artian bahasa Indonesia yang digunakan
adalah kaidah bahasa Indonesia. Kaidah itu meliputi struktur bahasa Indonesia
seperti tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis),
kosa kata, dan ejaan. Pada tataran fonologi, bahasa Indonesia telah mengenal
bunyi /f/, /v/, dan /z/ yang digunakan dalam kata-kata; fajar, motif, variabel,
vitamin, zakat, dan zebra. Di samping itu, masalah pelafalan juga termasuk bidang
eksport, import/
Dalam bidang morfologi atau bentuk kata, kata yang benar misalnya
pernyataan:
profesional.
tidak benar. Karena pernyataan itu tidak mengandung subjek. Kalimat yang benar
harus mempunyai subjek dan predikat. Sepintas memang tampak benar, akan
berubah menjadi keterangan. Supaya kalimat itu benar, kata depan dalam harus
dihilangkan sehingga buku itu berfungsi sebagai subjek dan kalimatnya menjadi:
profesional.
Misalnya kata bilang, udah, kasih, ntar, dan ngapain sebaiknya diganti dengan
segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, apotek, objek, kuitansi, praktik,
dan sistem bukan analisa, apotik, obyek, kwitansi, praktek, dan sistim. Secara
berikutnya. Namun, sebelum aturan itu dibahas secara terinci dalam bab
tersendiri, pada bagian ini juga akan dipaparkan terlebih dahulu kaidah-kaidah
mempunyai seperangkat aturan yang harus dipatuhi sebagai pedoman bagi para
struktur bahasanya baik bidang fonologi, morfologi, kosa kata, sintaksis, maupun
berbahasa Indonesia.
pemakaian bahasa Indonesia lisan dan tulis. Jadi, kaidah umum tersebut
dalam Sulaga (1986: 42). Beberapa kaidah umum yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
Contoh:
Kelompok kata seperti ini juga sering disebut dengan perkecualian Hukum
akan masuk, sudah makan, tadi malam, makin baik, dan kurang tepat.
2. Kelompok kata yang salah satu unsurnya adalah kata depan atau
almari.
sepuluh lembar, dua ekor, lima biji, dan dua puluh butir.
Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata kerja sebagai akibat dari si
Contoh:
Saya besok
Kami kemarin
Bapak lusa
Contoh:
Contoh:
rakyat biasa dan seorang pejabat sama. Contoh, kata makan digunakan untuk
Presiden
Menteri
Si Maman
I Made
pendapat Anda!
2. Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik? Jelaskan dan
berikan contohnya!
3. Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang benar? Jelaskan dan
berikan contohnya!
4. Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar? Jelaskan
5. Apa yang dijadikan kriteria untuk menentukan bahasa Indonesia yang baik
telapak
tangan.
sekunder.
kejahatannya.
tamunya.
berbagai media.
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.
EJAAN
4.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dijelaskan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia. Kaidah
ejaan yang dimaksud mengacu pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
4.3 Pengantar
Pada bagaian lain telah dijelaskan bahwa ragam tulis merupakan ragam
tulis terjadi komunikasi tidak langsung. Oleh karena itu, tulisan harus dibuat
dengan benar agar memenuhi kaidah kepenulisan, khususnya ejaan. Ejaan adalah
ejaan. Salah satunya adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia atau yang
lebih dikenal dengan sebutan PUEBI. PUEBI inilah yang digunakan dalam bahasa
ejaan. Salah satu yang diterapkan saat ini adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI). Kaidah ejaan ini mulai diterapkan tahun 2016 sebagai
Sehubungan dengan hal itu, dalam tulisan ini akan dipaparkan beberapa
ragam bahasa tulis ilmiah. Persoalan itu meliputi: penulisan huruf, penulisan kata,
dan penggunaan tanda baca. Ketiganya dibahas secara umum dalam paparan
Tahun 2016).
a. Huruf Kapital
2. Huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan. Misalnya: Budi Santosa,
pulang?”,
sebutan dan kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, Yang
6. Huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau
yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
7. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat
yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:
9. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang
digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya: Mesin diesel, 10
volt, 5 ampere.
10. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya: bangsa
12. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
13. Huruf pertama nama geografi. Misalnya: Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit
14. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak
15. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang
digunakan sebagai nama jenis. Misalnya: garam inggris, gula jawa, kacang
16. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama
17. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di
dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata
seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
19. Huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara,
kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya: “Kapan Bapak Berangkat?” tanya Harto. Adik bertanya, “Itu apa,
20. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak dan adik
b. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah
dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: majalah Tempo, buku
Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar, surat kabar Bali Post.
huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya: Huruf pertama kata
abad adalah a. Dia buka menipu, tetapi ditipu. Bab ini tidak membicarakan
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau
menjadi kata dasar dan kata turunan (kata jadian). Berdasarkan kaidah EYD,
a. Kata Dasar
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya, kata: buku, baju, pergi,
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
Catatan:
1. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital,
di antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-
Indonesia, pan-Afrikanisme
2. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan
Yang Maha Esa melindungi kita. Marilah kita beersyukur kepada Tuhan
c. Kata Ulang
d. Gabungan Kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linier, orang tua,
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya;
-ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:
Apa yang kumiliki boleh kaumabil. Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di
perpustakaan.
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata
seperti kepada dan daripada. Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari. Di
mana Siti sekarang? Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh
tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar. Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan:
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi.
Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa
kemari gambar itu. Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka di desa hadir
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil. Surat itu dikirimkan kembali
kepada si pengirim.
h. Partikel
1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
dalam dalam surat itu? Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia. Apatah
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa
pun yang dimakannya, ia tetap kurus. Jangankan dua kali, satu kali pun
Catatan:
3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari
1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.
a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti
dengan tanda titik. Misalnya: A.S Kramawijaya, Muh. Yamin, Suman Hs.,
(Kolonel).
organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata
ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya:
c) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda
titik. Misalnya: dll. (dan lain-lain), dsb. (dan sebagainya), dst. (dan
seterusnya), hlm. (halaman), sda. (sama dengan atas), Yth. Sdr. Moh.
Tetapi:
a.n. (atas nama), d.a. (dengan alamat), u.b. (untuk beliau), u.p. (untuk
(rupiah).
2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
b) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
c) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan
and ranging), rapim (rapat pimpinan), rudal (peluru kendali), tilang (bukti
pelanggaran).
4. Akhir singkatan kata atau ungkapan yang umum (a.n., d.a., dll., u.b.)
1. Akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan
sebagainya.
2. Belakang (1) alamat pengirim dan tanggal suat atau (2) nama dan alamat
surat. Misalnya:
1. Antara unsur yang dirinci (Yang perlu dibeli adalah beras, gula, merica, dan
cabai)
3. Tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anakkalimat itu mengiringi induk kalimatnya (Saya tidak akan datang kalau
hari hujan.)
bekerja di dapur)
1. Pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian
(Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.)
2. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan
lemari.)
1. seAsia Tenggara
2. Perang Dunia ke I
3. dikampungnya
4. peng-Inggrisan
5. Maha tahu
6. di PN kan
7. mencharter
8. Denpasar, 10 Pebruari 2006
9. Rp. 5000,- perbuah
10. non blok
11. 10 s/d 20 Maret 2006
12. export
13. bertepuktangan
14. pemberian tahu
15. Ke-Tuhan-an
16. semi profesional
17. diproklamirkan
18. effisient
19. segi moril dan spiritual
20. secara kwantitas dan kwalitas
21. aktifitas
22. Motor itu keluaran tahun 80 an.
23. prosentase
24. echelon
25. DR. I Gede Made Sukahumor, MSC.
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.
KOSA KATA
5.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dijelaskan kaidah kosa kata yang meliputi: ciri-ciri kosa
kata bahasa Indonesia yang baik dan benar, kosa kata baku, kosa kata lazim, kosa
baik dan benar, kosa kata baku, kosa kata lazim, kosa kata cermat, dan kosa kata
hemat serta mampu menggunakan kosa kata bahasa Indonesia dengan baik dan
benar.
5.3 Pengantar
dengan aturan bahasa Indonesia yang berlaku. Kosa kata bahasa Indonesia yang
benar harus memiliki ciri baku, lazim, hemat, dan cermat (Arifin, 1989: 79).
Artinya, dalam pemilihan kata (diksi) yang berhubungan dengan bahasa Indonesia
yang benar harus memenuhi syarat baku, lazim, hemat, dan cermat.
Kata baku adalah kata yang distandarkan dan diacu pemakaiannya. Kata
baku digunakan dalam ragam resmi atau formal. Oleh karena itu, kalau bahasa
baku. Berikut diberikan beberapa contoh kata yang baku dan kata yang tidak
baku.
analisis analisa
apotek apotik
aktivitas aktifitas
aktif aktip
cenderamata cinderamata
definisi difinisi
fenomena penomena
Februari Pebruari
foto photo
izin ijin
koordinasi kordinasi
kuantitas kwantitas
kualitas kwalitas
sistem sistim
Bahasa Indonesia yang benar menuntut pemakaian kata yang lazim, yaitu
kosa kata yang sudah dikenal oleh masyarakat luas atau kata yang familiar
(Sikumbang dalam Arifin, 1989: 81). Dalam hal ini, kalau yang digunakan adalah
bahasa Indonesia yang benar hindarilah penggunaan kata asing dan kata-kata
daerah. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpahaman di pihak lawan bicara atau
pembaca, karena kata asing dan kata daerah sulit dipahami. Kata-kata asing yang
Justru sebaliknya, kalau terlalu banyak kata asing, akan semakin banyak yang
Contoh:
pendekatan approach
kendala impact
masukan input
hasil output
rapat meeting
memesan booking
menangani meng-handle
Kata yang hemat maksudnya kata yang tidak berlebihan atau mubazir.
Bahasa Indonesia yang benar menuntut pemakaian yang hemat, yaitu kata-kata
yang tidak berlebihan. Maksudnya, kalau suatu gagasan bisa diungkapkan dengan
singkat sebaiknya jangan memilih kata yang berlebihan. Untuk kata hemat
bandingkan kelompok kata di sebalah kiri dan di sebelah kata pada contoh di
bawah ini.
Memilih kata yang cermat maksudnya memilih kata yang tepat sesuai
dengan arti dan fungsinya. Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya kata-kata yang
bersinonim, yaitu beberapa kata yang mempunyai arti yang sama. Namun, kata-
kata tersebut belum tentu memiliki distribusi pemakaian yang sama. Artinya,
belum tentu kata yang satu dapat menggantikan kata yang lain dalam konteks
yang sama. Hal ini disebabkan kata-kata yang bersinonim itu mempunyai nuansa
Contoh:
2. Apa yang dimaksud dengan kosa kata yang baku, lazim, hemat, dan cermat?
dengan baik.
yang mumpuni, melainkan juga harus diimbangi dengan etika dan dipilin.
Perhotelan.
belum dimulai.
Indonesia Wilayah I.
l. Para sopir tetap membandel. Walaupun mereka telah diingatkan oleh polisi
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.
6.1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas kaidah kalimat bahasa Indonesia, yang meliputi:
pengertian kalimat, jenis-jenis kalimat, pola kalimat, kalimat efektif dan mampu
6.3 Pengantar
yang lengkap. Yang dimaksud pikiran lengkap adalah informasi yang didukung
subjek dan predikat. Kalau tidak memiliki subjek dan predikat, suatu pernyataan
tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kalimat, tetapi merupakan sebuah frase. Jadi,
kalimat. Untuk membedakan kalimat dan frase, perhatikan pernyataan berikut ini.
dikatakan sebagai kalimat hanya pernyataan (1). Ini disebabkan hanya pernyataan
itu yang memiliki subjek (gadis itu) dan predikat (seorang mahasiswa),
sedangkan pernyataan (2) hanya sebuah frase yang mampu mengisi fungsi subjek.
Untuk lebih memahami konsep dasar sebuah kalimat berikut diuraikan ciri-ciri
fungsi sebuah kalimat, yaitu subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap.
yaitu: subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K), dan pelengkap (Pel).
6.4.1 Subjek
beberapa ciri subjek yang harus diketahui. Ciri-ciri yang dimaksud adalah:
jawaban atas pertanyaan apa atau siapa; disertai kata itu; didahului kata bahwa;
1. Rennel belajar.
Kata dan frase yang dicetak miring dalam kalimat-kalimat di atas adalah
subjek kalimat. Jadi, subjek sebuah kalimat bisa berupa kata dan juga kelompok
6.4.2 Predikat
diingkar dengan kata tidak dan bukan, dan dapat disertai kata-kata keterangan
aspek.
Contoh:
Kata dan frase yang dicetak miring dalam kalimat-kalimat di atas adalah
predikatnya.
predikat, bila diubah menjadi kalimat pasif akan berubah menjadi subjek, dan
tidak didahului preposisi. Kata atau frase yang dicetak miring dalam kalimat-
Contoh:
6.4.4 Keterangan
tentang tempat, waktu, dan cara. Keterangan bukan merupakan unsur utama dalam
sebuah kalimat, sehingga boleh ada dan juga boleh tidak. Ciri-ciri keterangan
adalah: bukan unsur utama dan tidak terikat posisi. Bukan unsur utama
keterangan tidak terikat posisi, karena bisa ditempatkan di awal kalimat, di tengah
relatif singkat.
1a. Manusia telah mampu mengelilingi dunia dalam waktu yang relati singkat
6.4.5 Pelengkap
yaitu pelengkap (Pel). Fungsi ini mirip dengan objek yang terdapat pada kalimat
aktif transitif, karena posisinya di belakang predikat. Akan tetapi, pelengkap tidak
bisa diubah menjadi subjek seperti objek menjadi subjek dalam kalimat pasif.
pelengkap (Pel).
Ada beberapa jenis kalimat dalam bahasa Indonesia, tergantung pada sudut
pandangnya. Menurut Alwi dkk. (2003: 336), jenis kalimat dapat ditinjau dari
subjek dan predikatnya. Berikut hanya dibahas jenis kalimat berdasarkan jumlah
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang dibangun dari satu klausa bebas.
Contoh:
kalimat kalimat verbal dan kalimat nominal. Kalimat verbal adalah kalimat yang
predikatnya terdiri dari golongan verbal (kata kerja dan kata sifat).
Contoh:
Kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya kata benda, kata ganti,
Contoh:
2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang mengandung lebih dari satu klausa.
Kalimat majemuk ada yang setara ada yang bertingkat. Kalimat majemuk setara
Artinya, klausa yang satu tidak tergantung pada klausa yang lain.
Contoh:
klausa, tetapi hubungannya tidak setara atau sederajat. Artinya, klausa yang satu
kedudukannya berbeda dengan klausa yang lain. Hal ini disebabkan klausa itu
menduduki fungsi dari salah satu jabatan kalimat pada klausa yang lain.
Contoh:
kalimat deklaratif atau kalimat berita, kalimat imperatif atau kalimat perintah,
seruan.
sesuatu kepada orang lain hingga tanggapan yang diharapkan hanyalah berupa
perhatian. Misalnya, anggukan atau disertai kata ya. Pola intonasi kalimat berita
Contoh:
c. Kemarin sore telah terjadi tabrakan maut di Jalan By Pass Ngurah Rai.
Contoh:
a. Duduk!
digunakan untuk menanyakan sesuatu kepada orang lain. Kalimat ini mempunyai
pola intonasi akhir naik. Kalimat tanya biasanya disertai kata tanya, seperti: apa,
Cotoh:
Contoh:
Jika dibandingkan antara kalimat aktif dan kalimat pasif, kalimat aktif
adalah kalimat dasar, sedangkan kalimat pasif adalah kalimat ubahan dari kalimat
aktif. Penentuan aktif pasif dalam suatu kalimat sebenarnya bertolak dari kerangka
pemikiran relasi antara subjek dan predikat yang dilihat dari peran yang dilakukan
1. Kalimat Aktif
pada predikat, kalimat itu disebut kalimat aktif. Oleh karena itu, kalimat aktif
kata lain, kalimat aktif hanya terdapat pada kalimat yang predikatnya verba aktif
Selanjutnya, kalimat aktif bila ditinjau dari ada atau tidaknya objek yang
mengikuti predikat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) kalimat aktif yang
berobjek (aktif transitif) dan (2) kalimat aktif tanpa objek (aktif intransitif).
Kalimat aktif golongan ini mempunyai fungsi subjek, predikat, dan objek.
Contoh:
Sebagai predikat menuntut adanya subjek sebagai pelaku dan objek sebagai
sasaran. Dari contoh itu pula dapat dikatakan verba aktif pada umumnya ditandai
sebagai bentuk kata yang berawalan meN-. Akan tetapi, ada beberapa verba tanpa
meN- sudah bisa menempati predikat kalimat aktif, seperti kata makan dan minum
menuntut kehadiran objek atau predikatnya tidak diikuti oleh objek. Kalimat aktif
intrasitif pada umumnya ditandai oleh kata kerja yang berawalan ber-, seperti
kelulusannya.
2. Kalimat Pasif
Jika subjek suatu kalimat tidak berperan sebagai pelaku, tetapi merupakan
disebutkan di depan, kalimat pasif merupakan ubahan dari kalimat aktif dengan
mengubah fungsi objek kalimat aktif menjadi subjek kalimat pasif. Perubahan ini
menyebabkan perubahan bentuk verba pengisi predikat, yaitu dari verba aktif
menjadi verba pasif. Dengan demikian, kalimat aktif yang dapat diubah menjadi
kalimat pasif adalah kalimat aktif yang mempunyai objek (kalimat aktif
intransitif). Perubahan kata kerjanya adalah dari berawalan meN- menjadi kata
kerja berawalan di-. Contoh kalimat aktif transitif di atas dapat diubah menjadi
e1. Bantuan diberikan oleh para donatur kepada korban bencana alam.
Kalimat pasif dalam bahsa Indonesia juga ditandai dengan kata kerja yang
Di samping berawalan di- dan ter-, kalimat pasif juga ditandai dengan kata
menjadi sasaran. Dengan demikian, kalimat seperti itu adalah kalimat pasif.
Contoh:
yang lengkap.
sebagai berikut.
adalah kalimat pasif. Penandanya adalah berupa kata kerja bentuk persona. Kata
kerja ini diperoleh dari kata kerja aktif dengan menanggalkan awalan meN-.
Sebagai penanda pasifnya adalah pronomia persona (kata ganti orang) atau
nomina pelaku pada kalimat asal (kalimat aktifnya). Jadi, kalimat (a-e) di atas
kata kerja berawalan di-, ter-, kata berimbuhan ke-an, dan kata kerja bentuk
persona.
seperti yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat efektif lebih
bila dilihat dari pengertian dan cirri-cirinya, kalimat efektif tidak lain kalimat
1. Kesepadanan
pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini
ditunjukkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik.
memiliki subjek dan predikat yang jelas, tidak terdapat subjek yang ganda, kata
penghubung intrakalimat tidak digunakan pada awal kalimat tungal, dan predikat
kalimat tidak didahului oleh kata yang. Untuk lebih jelas, perhatikanlah kalimat-
kalimat berikut.
Ini disebabkan, kalimat-kalimat itu tidak memiliki subjek yang jelas (a), memiliki
subjek ganda (b), pemakaian kata penghubung intrakalimat pada kalimat tunggal
(c), dan tidak adanya predikat (d). Sebagai perbaikannya, perhatikanlah kalimat-
kalimat berikut.
2. Keparalelan
dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina, bentuk
verba.
Contoh:
ruang.
kecerdasan, jujur (a) dan, pengecatan, memasang, pengujian, dan pengaturan (b).
b1. Tahap akhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok,
ruang.
b2. Tahap akhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan mengecat tembok,
ruang.
c. Ketegasan
pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat biasanya ada ide yang perlu ditonjolkan.
Kalimat seperti itu memberi penekanan pada ide tersebut. Ketegasan atau
penekanan dalam suatu kalimat dapat dilakukan dengan cara: meletakkan kata
yang ditonjolkan itu di depan kalimat (awal kalimat), membuat urutan kata yang
c. Saya suka akan kecantikan mereka, saya suka akan keramahan mereka.
(repetisi)
d. Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur. (pertentangan)
d. Kehematan
menggunakan kata, frase, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu.
Contoh:
kebudayaan Bali.
kalimat berikut.
kebudayaan Bali.
e. Kecermatan
pilihan kata (a) dan menimbulkan makna ganda (b). Kalimat-kalimat itu dapat
b2. Dia menerima uang lima ribuan sebanyak dua puluh lembar.
masing-masing!
perubahan.
kunjungannya.
gempa teknonik.
handle tamu.
merayakan Imlek.
keramahtamahan.
persilahkan.
ilmiah.
4. Ubahlah kalimat aktif transitif berikut menjadi kalimat pasif tipe-1 dan tipe-
4!
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.
ALINEA/PARAGRAF
7.1 Pendahuluan
Dalam bab ini akan dibahas alinea atau paragraf: pengertian alinea atau
7.3 Pengantar
Paragraf sering juga disebut alinia adalah sustu kesatuan pikiran, suatu
kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia merupakan himpunan
membentuk sebuah gagasan. Dalam alinea itu, gagasan akan menjadi jelas oleh
lebih jelas.
Menurut Keraf (1980: 63) ada dua tujuan pembentukan sebuah paragraph,
yaitu:
dari tema yang lain. Oleh karena itu, sebuah alinea hanya boleh
susunan dan kesatuan suatu pokok pikiran pada waktu penyusunan alinea.
Kalimat-kalimat dalam alinea harus berhubungan satu dengan yang lain dan
yaitu:
1. Alinea/Paragraf Pembuka
karangan atau di bawah anak judul. Paragraf ini merupakan pembuka atau
kemudian. Demikian juga, dengan paragraf yang berada langsung di bawah anak
judul berfungsi menyiapkan pembaca untuk mengahadapi semua uraian yang akan
dipaparkan. Oleh karena itu, paragraf pembuka harus menarik sehingga dapat
selanjutnya.
2. Alinea/Paragraf Pengembang
paragraph pembuka dan paragraf yang terakhir sekali dalam judul atau anak judul
itu. Di antara paragraf-paragraf itu sering terdapat satu atau lebih paragraf
peralihan (paragraf transisi), yaitu sebuah paragraf yang oleh penulis dipakai
sebagai batu loncatan untuk berpindah dari satu pokok pembicaraan kepada pokok
pembicaraan yang lain, tetapi masih dalam topik yang berkaitan. Paragraf
Oleh karena itu, antara paragraf yang satu dan paragraf yang lainnya harus
memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragraf pengembang ini dapat
3. Alinea/Paragraf Perangkai
pembahasan masalah yang satu kepada yang lain. Paragraf ini pada umumnya
muncul pada saat seorang penulis atau pengarang mengakhiri satu bagian dari
uraiannya dan ingin beralih pada uraian berikutnya atau uraian yang lain.
4. Alinea/Paragraf Penutup
pada akhir sebuah karangan atau pada akhir dari suatu kesatuan yang lebih kecil di
melukiskan sesuatu yang dilihat atau yang ada di depan mata. Dengan demikian,
dapat dimulai secara berurutan dari atas ke bawah atau dari kiri ke kanan.
2. Ekspositoris
3. Argumentatif
bersifat membujuk atau meyakinkan pembaca terhadap suatu hal atau objek. Pada
4. Naratif
paragraf narasi hanya ditemukan dalam novel, cerpen, roman, atau hikayat.
agar topik yang dimaksudkan menjadi sebuah pembicaraan yang meyakinkan. Hal
ini disebabkan kalimat topik masih merupakan informasi yang bersifat umum,
menggunakan cara lain. Hal ini menyebabkan kebosanan pembaca. Ketiga, jangan
kalimat topik.
Dalam hal pengembangan paragraf, satu hal yang harus diingat bahwa
Kedua, dengan cara analisis. Cara analisis maksudnya sesuatu yang dinyatakan
dalam kalimat topik dianalisis secara logika, sehingga pernyataan tadi merupakan
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.
Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.