Anda di halaman 1dari 90

BAHASA INDONESIA

MPS 18203

Oleh
Drs. I Gusti Putu Sutarma, M.Hum.

PROGRAM STUDI D3 PERHOTELAN


JURUSAN PARIWISATA
POLITEKNIK NEGERI BALI
2018

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa /

Tuhan Yang Mahaesa, karena berkat-Nya Buku Ajar Bahasa Indonesia ini dapat

disusun sesuai dengan rencana. Buku ajar ini disusun untuk memudahkan

mahasiswa Program Studi D3 Perhotelan, Jurusan Pariwisata, Politeknik Negeri

Bali dalam mengikuti Mata Kuliah Bahasa Indonesia.

Materi yang disajikan di dalamnya disesuaikan dengan kebutuhan dan

kedudukan Matakuliah Bahasa Indinesia khususnya di Program Studi Perhotelan,

Jurusan Pariwisata dan di Politeknik Negeri Bali pada umumnya. Dengan

demikian, diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam usaha menggunakan

bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis.

Penyusun menyadari kehadiran buku ajar ini masih banyak

kekurangannya. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis dalam berbagai

hal. Untuk itu, dalam kesempatan yang baik ini penyusun sangat mengharapkan

adanya masukan untuk pengembangan buku ajar ini ke arah yang lebih sempurna.

Di samping itu, penyusun juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu terwujudnya buku ajar ini. Akhir kata, sekali lagi penyusun

berharap buku ajar ini berguna baik bagi mahasiswa Jurusan Pariwisata

khususnya maupun mahasiawa Politeknik Negeri Bali umumnya.

Jimbaran, Agustus 2018 Penulis

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 2


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………. iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 1

1.1 Pendahuluan ………………………………………………….... 1


1.2 Capaian Pembelajaran ………………………………………… 1
1.3 Standa Kompetensi ……………………………………………. 1
1.4 Sistematika Penyajian …………………………………………. 2
1.5 Pengertian Bahasa, Tujuan Mempelajari Bahasa, Perkembangan
Bahasa Indonesia, Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia .. 2
1.5.1 Pengertian Bahasa …………………………………………… 2
1.5.2 Tujuan Mempelajari Bahasa ………………………………… 4
1.5.3 Perkembangan Bahasa Indonesia …………………………… 7
1.5.4 Peresmian Nama Bahasa Indonesia ………………………… 8
1.5.5 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia ……….…………. 10
1.6 Soal Pelatihan …………………………………………………. 11
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….. 12

BAB II RAGAM BAHASA INDONESIA . …………………….. 13

2.1 Pendahuluan ……………………………………....................... 13


2.2 Capaian Pembelajaran .………………………………………… 13
2.3 Pengantar ………………………………………………………. 13
2.4 Jenis Ragam Bahasa ………………………….......................... 14
2.4.1 Ragam Lisan dan Ragam Tulis ………………………………. 15
2.4.2 Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku ……………………….. 19
2.4.3 Ragam Baku Lisan dan Ragam Baku Tulis ………………….. 20
2.5 Soal Pelatihan ….. ……………………………………………… 21
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 22

BAB III BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR… 23

3.1 Pendahuluan ……………………………………………………. 23


3.2 Capaian Pembelajaran …………………………………………… 23
3.3 Pengantar ………………………………………………………… 23

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 3


3.4 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar …………………………. 24
3.5 Kaidah Umum Bahasa Indonesia ………………………………… 26
3.6 Soal Pelatihan ……………………………………………………. 29
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 30

BAB IV EJAAN ……………………………………………………. 32

4.1 Pendahuluan ……………………………………………………. 32


4.2 Capaian Pembelajaran ………………………………………… .. 32
4.3 Pengantar ……………………………………………………….. 32
4.4 Kaidah Ejaan (PUEBI) …………. …………………………….. 33
4.4.1 Penulisan Huruf ……………………………………………… 33
4.4.2 Penulisan Kata ……………………………………………….. 33
4.4.3 Penggunaan Tanda Baca ……………………………………... 43
4.5 Soal Pelatihan …………………………………………………… 45
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 47

BAB V KAIDAH KOSA KATA ………………………………….. 48

5.1 Pendahuluan …………………………………………………….... 48


5.2 Capaian Pembelajaran …………………………………………….. 48
5.3 Pengantar ………………………………………………………….. 48
5.4 Kaidah Kosa Kata ………………………………………………… 49
5.4.1 Kata yang Baku ………………………………………………… 49
5.4.2 Kata yang Lazim ……………………………………………….. 50
5.4.3 Kata yang Hemat ………………………………………………. 51
5.4.4 Kata yang Cermat ………………………………………………. 52
5.5 Soal Pelatihan …………………………………………………….. 53
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 54

BAB VI KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA ………….. 56

6.1 Pendahuluan ……………………………………………………… 56


6.2 Capaian Pembelajaran ……………………………………………. 56
6.3 Pengantar …………………………………………………………. 56
6.4 Fungsi-fungsi Kalimat (S-P-O-K-Pel) …………………................ 57
6.5 Jenis-jenis Kalimat ……………………………………………….. 56
6.6 Soal Pelatihan …………………………………………………….. 75
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 77

BAB VII ALINEA/PARAGRAF …………………………………… 78

7.1 Pendahuluan ……………………………………………………… 78


7.2 Capaian Pembelajaran ……………………………………………. 78
7.3 Pengantar …………………………………………………………. 78
7.4 Syarat-syarat Pembentukan Paragraf……………………………… 79

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 4


7.5 Jenis-jenis Paragraf ……………………………………………….. 80
7.6 Pengembangan Paragraf ………………………………………….. 82
7.7 Soal Pelatihan ……………………………………………………… 83
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 80

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 5


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai: standar kompetensi, sistematika

penyajian, pengertian dan hakikat bahasa, tujuan mempelajari bahasa,

perkembangan bahasa Indonesia, peresmian nama bahasa Indonesia, serta

kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

1.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa mampu menjelaskan: pengertian bahasa secara umum, tujuan

mempelajari bahasa secara umum, perkembangan bahasa Indonesia, serta

kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Di samping itu, mahasiswa diharapkan

memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

1.3 Standar Kompetensi

Secara umum, standar kompetensi yang ingin dicapai atas isi buku ini adalah

agar mahasiswa dapat memahami dan menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang

baik dan benar. Kaidah tersebut meliputi: kaidah fonologi, morofologi, kosa kata,

kalimat, paragraf, dan ejaan. Di samping itu, mahasiswa juga diharapkan

memahami dan dapat menerapkan ragam bahasa khususnya ragam bahasa ilmiah.

Dengan demikian, setelah membaca isi buku ini mahasiswa tidak hanya mampu

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 6


menggunakan bahasa Indonesia secara lisan, tetapi juga bahasa Indonesia tulis

khususnya berupa karya tulis ilmiah.

1.4 Sistematika Penyajian

Untuk mencapai standar kompetensi di atas, isi buku ini disajikan dengan

sistematika sebagai berikut. Secara keseluruhan, isi buku ini dibagi menjadi tujuh

bab. Pada bagian pendahuluan (Bab I) diuraikan pengertian dan hakikat bahasa,

tujuan mempelajari bahasa, perkembangan bahasa Indonesia, peresmian nama

bahasa Indonesia, serta kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

Bab-bab selanjutnya meliputi uraian tentang ragam bahasa, bahasa

Indonesia yang baik dan benar (bahasa bukan sekedar alat komunikasi, konsep

bahasa Indonesia yang baik dan benar, kaidah umum bahasa Indonesia), ejaan,

kosa kata, kalimat, dan paragraf. Semua itu diuraikan berturut-turut pada Bab II,

Bab III, Bab IV, Bab V, Bab VI, dan Bab VII. Pada akhir setiap bab juga

disajikan soal-soal pelatihan yang harus dikerjakan oleh mahasiswa, untuk

mengukur pemahaman mahasiswa terhadap isi setiap bab.

1.5 Pengertian Bahasa, Tujuan Mempelajari Bahasa, Perkembangan Bahasa


Indonesia, Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

1.5.1 Pengertian Bahasa

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebutkan bahasa.

Misalnya, lingua dalam bahasa Latin, langue dalam bahasa Perancis, go dalam

bahasa Jepang, langua dalam bahasa Sepanyol, language dalam bahasa Inggris,

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 7


bhasa dalam bahasa Sanskerta, taal dalam bahasa Belanda, lugathun dalam

bahasa Arab, dan sprache dalam bahasa Jerman. (Sulaga, 1986: 1)

Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki banyak definisi tergantung pada

sudut pandang para ahli bahasa. Beberapa definisi tersebut dapat dikemukakan

seperti di bawah ini.

1) Bahasa adalah “Alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol

bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia”. (Keraf, 1980:1)

2) Bahasa adalah “Lambang berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap

manusia, mempunyai sistem dan mengandung arti yang bersifat arbitrer;

dipakai oleh manusia dalam kehidupannya sebagai alat komunikasi

antarsesamanya untuk membentuk, mengungkapkan, dan menyampaikan

pikiran dan perasaannya”. (Sitindoan, 1984: 17)

3) Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat dengan bunyi

atau lambang bunyi yang dikeluarkan oleh alat-alat ucap (manusia dan

bukan alat ucap lain) secara teratur. (Sulaga, 1986: 2)

4) Bahasa adalah “sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh

anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasikan diri”. (Depdiknas, 2008: 116)

5) Bahasa adalah “sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para

anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasikan diri”. (Kridalaksana, 2008: 24)

Beberapa definisi bahasa di atas dapat diberikan penjelasan lebih lanjut

bahwa bahasa itu adalah:

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 8


1) Berarti sesuatu yang dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara

anggota masyarakat.

2) Berarti sesuatu yang dapat berupa bunyi atau lambang bunyi.

3) Berarti bunyi yang dikeluarkan oleh alat-alat ucap manusia (artikualasi,

artikulator, dan udara)

4) Berarti bunyi atau lambang bunyi yang teratur.

1.5.2 Tujuan Mempelajari Bahasa

Salah satu ciri bahasa adalah harus dipelajari. Maksudnya, orang akan bisa

berbahasa apabila ia mempelajari bahasa. Seandainya orang itu lahir di

lingkungan masyarakat yang fasih berbahasa Bali, maka orang itu lebih cenderung

bisa berbahasa Bali daripada berbahasa lain. Demikian juga, orang yang

dibesarkan di lingkungan masyarakat yang berbahasa Inggris, jelaslah mereka

akan lebih mampu berbahasa Inggris daripada memakai bahasa lain. Semua ini

bisa terladi karena yang bersangkutan harus mempelajari bahasa minimal untuk

berkomunikasi di antara sesama.

Pada hakikatnya terdapat beberapa tujuan yang terkandung di dalam

mempelajari bahasa, yaitu seperti di bawah ini.

a. Tujuan Praktis

Tujuan praktis ialah mempelajari bahasa dengan tujuan sekedar untuk dapat

berhubungan kepada masyarakat yang menggunakan bahasa yang bersangkutan.

Contoh :

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 9


Seorang pedagang dari Jawa dengan bahasa ibunya bahasa Jawa, berdagang di

Pasar Badung, Denpasar. Ia akan berusaha mempelajari bahasa Bali agar dapat

berkomunikasi lebih efektif dengan pelanggan yang kebanyakan orang Bali yang

menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa komunikasi keseharian. Jadi, dalam hal

ini pedagang dari Jawa mempelajari bahasa Bali hanyalah merupakan tujuan

praktis yaitu agar dapat berkomunikasi dengan bahasa Bali.

b. Tujuan Linguistik

Tujuan linguistik ialah mempelajari bahasa dengan tujuan membina dan

mengembangkan bahasa menjadi bahasa yang agung di kemudian hari. Dalam

konteks tujuan ini, biasanya yang melakukan adalah para ahli bahasa dan kaum

terpelajar.

Contoh :

Para ahli bahasa Indonesia mempelajari bahasa Indonesia untuk

kepentingan bahasa Indonesia di kemudian hari. Mereka berusaha menjadikannya

bahasa yang sempurna, ketaatasasan kaidah maupun faktor lainnya. Demikian

juga semua siswa SMP, SMA, dan yang lainnya mempelajari bahasa Indonesia

bertujuan seperti ini, yaitu kelak mampu berperan serta membina dan

mengembangkan bahasa Indonesia.

c. Tujuan Artistik

Mempelajari bahasa dengan tujuan artistik maksudnya mempelajari bahasa

agar dapat digunakan sebagai ramuan seni. Misalnya, seni sastra dalam berbagai

bentuk seperti puisi, cerpen, prosa, dan drama; seni pertunjukan; dan seni

pedalangan.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 10


Contohnya:

Seorang pengarang novel harus mempelajari ragam bahasa sastra dalam

bahasa Indonesia, agar mampu mewahani ide seninya yang ingin disampaikan

kepada pembaca. Demikian juga seorang dalang dalam pewayangan, mempelejari

suatu bahasa agar mampu mewahani cerita yang disampaikan kepada penonton

yang pada akhirnya penonton dapat memahami jalan ceritanya.

d. Tujuan Psikologi

Tujuan psikologi maksudnya mempelajari bahasa dengan maksud ingin

mengetahui jiwa si pemakai bahasa itu, karena pada prinsipnya, bahasa dapat

menunjukkan karakter seseorang.

Contoh:

Seorang psikiater mempelajari bahasa yang digunakan seseorang agar

dapat mengetahui karakternya. Dari sinilah ia akan dapat menyimpulkan bahwa

seseorang mempunyai sifat pemalu, nakal, sombong, atau yang lainnya. Demikian

juga seorang guru atau seorang dosen dapat mengetahui karakter anak didiknya

dari segi cara berbahasa atau cara berbicara.

e. Tujuan Filologi

Filologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari naskah-naskah

kuno. Tujuan mempelajari bahasa secara filologi maksudnya, mempelajari bahasa

yang digunakan pada naskah-naskah lama dengan maksud untuk mengetahui

peranan dan fungsi bahasa itu di masa lampau.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 11


Contoh:

Seorang filolog mempelajari bahasa Jawa Kuna yang digunakan dalam

sebuah prasasti kerajaan yang ada di Indonesia. Berdasarkan angka tahun prasasti

tersebut akan dapat diketahui peranan dan fungsi bahasa itu pada zaman kerajaan

terdahulu. Ataau seorang filolog dapat mengetahui peranan dan fungsi bahasa

Melayu pada zaman Kerajaan Sriwijaya dari prasasti atau naskah-naskah sastra

zaman itu.

1.5.3 Perkembangan Bahasa Indonesia

Pembicaraan tentang bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari bahasa

Melayu yang merupakan sumber bahasa Indonesia yang digunakan sekarang.

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dahulu

sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua pranca), tidak saja di kepulauan

Nusantara tetapi juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Mengenai pemakaian bahasa Melayu sebagai alat komunikasi, dapat

diketahui dari berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang ditemukan, seperti: (1)

Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683; (2) Prasasti Talang Tuo di

Palembang, tahun 684; (3) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686; dan

(4) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688 yang

bertuliskan Prae-Negari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti itu

memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa

Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Kerajaan Sri

Wijaya (Amran Halim dalam Arifin, 1985:3). Prasasti-prasasti yang juga tertulis

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 12


dalam bahasa Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah (Prasasti Gandasuli, tahun

832) dan di Bogor (Prasasti Bogor, tahun 942). Kedua prasasti yang disebutkan

terakhir memperkuat dugaan kita bahwa bahasa Melayu Kuno pada saat itu tidak

saja digunakan di pulau Sumatra, tetapi juga di Pulau Jawa.

Berdasarkan bukti-bukti di atas, dapat dikatakan pula bahwa pada zaman

Kerajaan Sriwijaya bahwa Melayu berfungsi sebagai berikut:

a. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-

buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.

b. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua franca)

antarsuku di Indonesia.

c. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan, terutama di tepi-tepi

pantai, baik antarsuku yang ada di Indonesia maupun terhadap pedagang-

pedagang yang datang dari luar Indonesia.

d. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi kerajaan.

1.5.4 Peresmian Nama Bahasa Indonesia

Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tonggak

bersejarah bagi perkembangan bahasa Indonesia. Hal ini berhubungan dengan

ikrar para pemuda waktu itu, yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Selengkapnya, isi Sumpah Pemuda itu adalah:

Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah

satu, tanah Indonesia

Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 13


satu, bangsa Indonesia

Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa

persatuan, bahasa Indonesia

Apabila diperhatikan butir ketiga Sumpah Pemuda di atas, memang tidak

merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan pernyataan tekad

kebahasaan yang menyatakan bahwa kita bangsa Indonesia menjungjung tinggi

bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. (Amran Halim dalam Arifin, 1985;5).

Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu yang

sudah dipakai sejak pertengahan abad VII itu menjadi bahasa Indonesia. Jadi,

peresmian nama bahasa Indonesia ditetapkan tanggal 28 Oktober 1928.

Sehubungan dengan hal itu, yang masih menjadi pertanyaan adalah, “Mengapa

bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia?” Mengapa bukan bahasa

yang lain?

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat

menjadi bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut:

a. Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa

perhubungan, dan bahasa perdagangan.

b. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam

bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa (bersifat demokratis) seperti

dalam bahasa Jawa, bahasa Bali yang mengenal adanya bahasa kasar

dan bahasa halus.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 14


c. Suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku lainnya yang ada di Indonesia

dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional.

d. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai

bahasa kebudayaan dalam arti yang luas dan memiliki daerah sebar

yang luas.

Faktor-faktor di atas dapat digolongkan ke dalam faktor intralinguistik dan

faktor ekstralinguitik. Faktor intralinguistik maksudnya, faktor yang

memengaruhi pengangkatan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang

bersumber dari masalah kebahasaan. Faktor ekstralinguistik maksudnya, faktor

yang memengaruhi pengangkatan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang

bersumber dari faktor di luar masalah kebahasaan. Dengan demikian, dari faktor-

faktor yang disebutkan di atas, faktor nomor (a) dan (b) adalah faktor

intralinguistik, sedangkan faktor nomor (c) dan (d) adalah termasuk faktor

ekstralinguistik.

1.5.5 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang mempunyai kedudukan yang

istimewa di negara Indonesia. Dikatakan demikian, karena bahwa Indonesia

mempunyai dua kedudukan, yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa

resmi negara. Kedudukan sebagai bahasa nasional dimiliki oleh bahasa Indonesia

sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 15


dan sebagai bahasa resmi negara dimiliki sejak ditetapkannya UUD 1945 yang

salah satu pasalnya mengatur bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.

Sehubungan dengan kedudukan bahasa Indonesia tersebut, di dalam

keputusan Seminar Politik Bahasa Nasional dinyatakan bahwa:

a. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

1) lambang kebanggaan nasional

2) lambang identitas nasional

3) alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang

sosial budaya dan bahasanya

4) alat perhungan antarbudaya dan antardaerah

b. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi:

1) bahasa resmi kenegaraan

2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan

3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta

pemerintahan

4) bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan serta teknologi modern.

1.6 Soal Pelatihan

1. Apa yang dimaksud dengan bahasa? Jelaskan pendapat Anda!

2. Apa yang dimaksud dengan hakikat bahasa? Jelaskan pendapat Anda!

3. Apa tujuan mempelajari bahasa? Jelaskan!

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 16


4. Kapan nama bahasa Indonesia diresmikan?

5. Jelaskan faktor-faktor yang memengaruhi bahasa Melayu diangkat

menjadi bahasa Indonesia!

6. Sebutkan bukti-bukti yang menyebutkan bahwa bahasa Melayu telah

menjadi lingua franca!

7. Sebutkan kedudukan bahasa Indonesia di Negara Indonesia!

8. Sebutkan fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa

nasional dan bahasa resmi Negara!

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.

Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat


Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia dengan benar. Jakarta: CV Kilat


Grafika.

Sulaga, I Nyoman. 1986. Pengetahuan dan Kemampuan bahasa Indonesia.


Denpasar: Percetakan Bhineka Karya.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 17


BAB II

RAGAM BAHASA INDONESIA

2.1 Pendahuluan

Dalam bab ini akan dijelaskan: konsep ragam bahasa, macam-macam ragam

bahasa, ragam lisan dan ragam tulis, ragam resmi dan ragam tidak resmi, ragam

bahasa baku dan tidak baku

2.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa mampu menjelaskan: konsep ragam bahasa, macam-macam

ragam bahasa, ragam lisan dan ragam tulis, ragam resmi dan ragam tidak resmi,

ragam bahasa baku dan tidak baku.

2.3 Pengantar

Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat bermacam-macam pemakaian

bahasa. Kenyataan ini sering tidak disadari oleh kebanyakan orang. Hal ini

menyebabkan timbulnya anggapan bahwa pemakaian bahasa tidak memuaskan,

baik di kalangan pelajar, mahasiswa, bahkan di kalangan guru dan para

cendekiawan. Anggapan itu sebenarnya tidak sepenuhnya benar, karena dalam

pemakaian bahasa faktor situasi dan kondisi sangat berperan terhadap bahasa yang

digunakan. Misalnya, dalam situasi yang santai di rumah, ngobrol di warung kopi

tentu akan menggunakan bahasa yang berbeda dengan situasi dalam seminar,

pidato kenegaraan, atau paroses belajar mengajar di kelas. Situasi yang disebutkan

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 18


terakhir tentu menuntut pemakaian bahasa Indonesia yang baku, karena situasinya

bersifat resmi.

Sehubungan dengan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa yang

menjadi permasalahan dalam pemakaian bahasa Indonesia adalah bahasa baku dan

bahasa tidak baku. Pemakaian bahasa baku dan tidak baku berkaitan dengan

situasi resmi dan tidak resmi seperti telah disebutkan di atas. Dengan demikian

kita tidak dapat merampatkan (menggeneralisasikan) pemakaian bahasa bahwa

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar tidak ditafsirkan sebagai

pemakaian bahasa baku dalam segala situasi tanpa melihat tempat berbicara,

dengan siapa berbicara, apa topik pembicaraan, dan apa tujuan pembicaraan.

Situasi dan kondisi yang berbeda inilah menyebabkan munculnya berbagai corak

pemakaiaan bahasa yang disebut dengan ragam bahasa.

2.4 Jenis Ragam Bahasa

Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan jika berbicara tentang

ragam bahasa. Ketiga kriteria itu adalah :

a. Media yang digunakan

b. Latar belakang penutur

c. Pokok persoalan yang dibicarakan (Sugono, 1986: 18)

Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam

bahasa dibedakan menjadi (1) ragam bahasa lisan dan (2) ragam bahasa tulis.

Dilihat dari segi latar belakang penutur, ragam bahasa dibedakan menjadi: (1)

ragam daerah (dialek), (2) ragam pendidikan, (3) ragam resmi, dan (4) ragam

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 19


tidak resmi. Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat

dibedakan atas bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya, ragam

bahasa ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa

ekonomi.

2.4.1 Ragam Lisan dan Ragam Tulis

Luasanya daerah sebar pemakaian bahasa Indonesia dan beraneka

ragamnya latar belakang penuturnya, menyebabkan munculnya sejumlah ragam

bahasa Indonesia. Adanya bermacam-macam ragam bahasa ini sesuai dengan

fungsi, kedudukan serta lingkungan yang berbeda-beda. Di antara ragam bahasa

itu adalah ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Ragam bahasa ini seperti

telah disebutkan di depan dilihat berdasarkan media yang digunakan untuk

menghasilkan bahasa.

Dalam kenyataan pemakaian bahasa Indonesia, antara ragam lisan dan

ragam tulis sangatlah berbeda. Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa

ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat

tersebut tidak dapat dibenarkan secara seratus persen, karena tidak semua ragam

lisan dapat dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan.

Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan balum tentu berlaku bagi ragam tulis.

Secara umum, perbedaan kedua ragam di atas dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang

berada di depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak harus ada teman

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 20


berbicara berada di depan pembicara. Di dalam ragam lisan unsur-unsur

fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, objek, tidak selalu dinyatakan.

Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan, karena dalam pemakaian

bahasa sering dibantu oleh gerak, mimik, pandangan atau anggukan.

Contoh:

Mahasiswa : “Bu, makan satu?”.

Pelayan : “Campur, nasgor, atau lalapan?”

Mahasiswa : “Campur saja”.

Pelayan : “Minumnya?”

Mahasiswa : “Es jeruk”.

Pelayan : “Tunggu sebentar ya..”

Mahasiswa : “Baik, terima kasih”

Dialog singkat yang terjadi di kantin sebuah kampus di atas adalah

pemakaian ragam lisan. Walaupun pemakaian kata dan kalimatnya tidak

lengkap, kedua belah pihak (yang berkomunikasi) dapat saling mengerti.

Berbeda halnya dengan ragam tulis. Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih

lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-fungsi gramatikal harus nyata, karena

ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua berada di depan pembicara.

Contoh:

Apabila kita menemukan selembar kertas yang berisi tulisan “mama”, kita

belum tentu mengerti maksudnya. Paling tidak akan muncul pertanyaan:

“Siapa mama itu?”, “Mama siapa?”, atau “Mama ada di mana”. Berbeda

halnya apabila di kertas itu tertulis “Mama Dede sedang mengantar anaknya

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 21


ke sekolah”. Pernyataan ini memberikan informasi yang lengkap, karena

secara struktur kalimat pernyataan itu memenuhi syarat sebuah kalimat,

yaitu minimal terdiri dari subjek dan predikat.

b. Ragam lisan sangat terikat akan kondisi, situasi, ruang, dan waktu,

sedangkan ragam tulis tidak terikat dengan kondisi, situasi, ruang, dan

waktu.

c. Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya

suara, sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar,

dan huruf miring.

Di samping perbedaan secara umum seperti di atas, perbedaan antara

ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis juga dapat dijelaskan berdasarkan

stuktur bahasanya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

RAGAM BAHASA

RAGAM LISAN RAGAM TULIS

a. Lafal a. Tata Bahasa

b. Tata Bahasa b. Kosa Kata

c. Kosa Kata c. Ejaan

Sumber: Dendy Sugono (1986:23)

Pada bagan di atas jelas dapat dilihat bahwa ragam lisan mencakup aspek

lafal, tata bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosa kata. Lafal

merupakan aspek pembeda ragam lisan dari ragam tulis, sedangkan ejaan

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 22


merupakan aspek pembeda ragam tulis dari ragam lisan. Dengan demikian, ragam

lisan berhubungan dengan tata cara pengucapan (lafal), sedangkan ragam tulis

berkaitan dengan tata cara menulis (ejaan).

Di samping itu, berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tata bahasa dan

kosa kata merupakan bagian dari kedua jenis ragam bahasa di atas, namun

memiliki ciri yang berbeda. Berikut dapat dibandingkan wujud bahasa Indonesia

ragam lisan dan ragam tulis berdasarkan perbedaan penggunaan bentuk kata, kosa

basa, dan struktur kalimat.

a. Ragam Lisan

1. Penggunaan Bentuk Kata

1. “Hai Di, ntar ngampus nggak?”

2. “Seorang ibu sedang nyuci di sungai”.

2. Penggunaan Kosa Kata

a) “Nih ku kasih tahu jawabannya”.

b) “Nggak usah datanglah, bila dah malam”.

3. Penggunaan Struktur Kalimat

a) Saya sudah laporkan kasus itu kepada aparat.

b) Jalan ini untuk mengurangi kemacetan di kota.

b. Ragam Tulis

a. Penggunaan Bentuk Kata

1) Kendaraan yang ditumpanginya menabrak orang yang sedang menyebrang

jalan.

2) Pemerintah membuat aturan berdasarkan kajian yang matang.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 23


b. Penggunaan Kosa Kata

1) Kami sudah memberi tahu kepada mereka tentang kejadian itu.

2) Jangan membuat masalah semakin ruwet.

c. Penggunaan Struktur Kalimat

1) Musibah itu sudah saya sampaikan kepada keluarganya.

2) Pertandingan ini dilaksanakan untuk mencari pemain yang berkualitas.

2.4.2 Ragam Baku dan Tidak Baku

Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan yang diakui oleh sebagian

besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka

rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam

yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma

ragam baku.

Ragam baku mempunyai sifat-sifat: kemantapan dinamis, cendikia, dan

seragam.

a. Kemantapan Dinamis

Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa dalam hal ini adalah bahasa

Indonesia. Kalau kata rasa dibubuhi awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata

raba dibubuhi pe- akan terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut

kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin bukan

pengrajin. Demikian juga bentuk mengubah, menyukseskan, dan menerjemahkan,

bukan merubah, mensukseskan, dan menterjemahkan.

Dinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki

adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 24


berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut

langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.

b. Cendikia

Ragam baku bersifat cendikia karena ragam baku dipakai pada tempat-

tempat resmi. Pewujud ragam resmi ini adalah orang-orang terpelajar. Hal ini

dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa lebih banyak melalui

jalur pendidikan formal (sekolah). Ciri cendikia ini ditunjukkan oleh kalimat yang

mampu memberikan informasi yang jelas.

c. Seragam

Proses pembakuan bahasa pada hakikatnya adalah penyeragaman bahasa

atau disebut juga konvensi. Oleh karena itu, bahasa baku itu bersifat seragam.

Dalam kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik keseragaman.

Misalnya, pelayan kapal terbang disebut dengan pramugara (pria) dan pramugari

(wanita). Kedua istilah tersebut sudah memasyarakat dan disepakati untuk dipakai

secara seragam.

2.4.3 Ragam Baku Lisan dan Ragam Baku Tulis

Dalam kehidupan berbahasa, sudah dikenal ragam lisan dan ragam tulis,

ragam baku dan ragam tidak baku. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul

ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang

dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya.

Dalam hal ini pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara

nasional. Ini dilakukan dengan menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 25


bahasa Indonesia yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan. Demikian pula, pengadaan Pedoman Umum

Pembentukan Istilah dan pengadaan kamus merupakan usaha ke arah itu.

Yang masih menjadi pertanyaan adalah, bagaimana dengan masalah ragam

baku lisan? Memang dalam hal ini agak sulit menentukan ragam baku lisan. Ini

disebabkan adanya berbagai macam dialek bahasa Indonesia yang sangat

dipengaruhi oleh asal dan bahasa daerah penuturnya. Akan tetapi, sebagai

gambaran ukuran dan nilai ragam baku lisan ini tergantung pada besar atau

kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapannya. Seseorang dikatakan

berbahasa baku lisan kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjolkan

pengaruh logat atau dialek daerahnya.

2.5 Soal Pelatihan

1. Jelaskan pengertian ragam bahasa!

2. Sebutkan jenis-jenis ragam bahasa sesuai dengan sudut pandangnya masing-

masing!

3. Sebutkan perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis secara umum!

4. Sebutkan perbedaan ragam bahasa lisan dan tulis ditinjau dari struktur bahasa!

5. Apa yang dimaksud dengan ragam baku?

6. Sebutkan dan jelaskan ciri-ciri ragam baku!

7. Buatlah contoh ragam bahasa tulis baku, minimal 5 paragraf!

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 26


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.

Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat


Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN


Balai Pustaka.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia Dengan benar. Jakarta: CV Kilat


Grafika.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 27


BAB III

BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

3.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas: bahasa bukan sekadar alat komunikasi, pengertian

bahasa Indonesia yang baik, pengertian bahasa Indonesia yang benar, pengertian

bahasa Indonesia yang baik dan benar.

3.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa mampu mmenjelaskan: bahasa bukan sekadar alat komunikasi,

pengertian bahasa Indonesia yang baik, pengertian bahasa Indonesia yang benar,

dan pengertian bahasa Indonesia yang baik dan benar Mahasiswa mampu

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

3.3 Pengantar

Bahasa merupakan sebuah sistem. Oleh karena itu, berbahasa bukan

sekedar berkomunikasi (asal mengerti atau asal bicara). Dalam berbahasa perlu

diperhatikan kaidah atau aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa Indonesia.

Kaidah bahasa Indonesia itu ada yang tersirat dan ada yang tersurat. Kaidah

bahasa Indonesia yang tersirat berupa intuisi penutur bahasa yang didapatkan

sejak penutur belajar berbahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia yang tersurat

adalah sistem bahasa (aturan bahasa) yang telah ditetapkan yang dapat dibaca

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 28


dalam berbagai buku tentang bahasa Indonesia yang telah disusun oleh para pakar

bahasa Indonesia.

3.4 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Ungkapan gunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar telah

menjadi slogan yang memasyarakat, baik melalui jasa guru di sekolah maupun

melalui media massa. Akan tetapi, yang masih menjadi pertanyaan, apakah

sebenarnya maksud ungkapan itu dan apa yang dijadikan sebagai alat ukur untuk

menentukan bahasa Indonesia yang baik dan benar?

Ungkapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sebenarnya dapat dipilah

menjadi bahasa Indonesia yang baik dan bahasa Indonesia yang benar. Bahasa

Indonesia yang baik adalah pemakaian bahasa Indonesia dengan pemanfaatan

ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penuturnya dan jenis, sedangkan

bahasa Indonesia yang benar adalah pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai

dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan, kriteria pemakaian bahasa

Indonesia yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan

kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini berhubungan dengan topik yang

dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (lisan) atau orang

yang membaca (tulis), dan tempat pembicaraan. Di samping itu, bahasa Indonesia

yang baik harus bernalar atau logis dalam artian bahasa Indonesia yang digunakan

sesuai dengan tatanilai masyarakat kita.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 29


Kriteria yang digunakan untuk melihat bahasa Indonesia yang benar

adalah kaidah bahasa Indonesia. Kaidah itu meliputi struktur bahasa Indonesia

seperti tata bunyi (fonologi), tata bentuk kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis),

kosa kata, dan ejaan. Pada tataran fonologi, bahasa Indonesia telah mengenal

bunyi /f/, /v/, dan /z/ yang digunakan dalam kata-kata; fajar, motif, variabel,

vitamin, zakat, dan zebra. Di samping itu, masalah pelafalan juga termasuk bidang

fonologi misalnya, /kompleks, korps, ekspor, impor/ bukan/ komplek, krop,

eksport, import/

Dalam bidang morfologi atau bentuk kata, kata yang benar misalnya

mengubah, diubah, menyukseskan, perusakan, pertanggungjawaban, dan

menerjemahkan; bukan merubah (merobah), dirubah, mensukseskan,

pengrusakan, pertanggungan jawab, dan menterjemahkan. Dari segi kalimat,

pernyataan:

Dalam buku itu menjelaskan syarat-syarat menjadi pramuwisata yang

profesional.

tidak benar. Karena pernyataan itu tidak mengandung subjek. Kalimat yang benar

harus mempunyai subjek dan predikat. Sepintas memang tampak benar, akan

tetapi hadirnya kata depan dalam di awal kalimat menyebabkan subjeknya

berubah menjadi keterangan. Supaya kalimat itu benar, kata depan dalam harus

dihilangkan sehingga buku itu berfungsi sebagai subjek dan kalimatnya menjadi:

Buku itu menjelaskan syarat-syarat menjadi pramuwisata yang

profesional.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 30


Kaidah dalam kosa kata menuntut pemakaian kosa kata yang benar.

Misalnya kata bilang, udah, kasih, ntar, dan ngapain sebaiknya diganti dengan

kata mengatakan, sudah, memberi (memberikan), sebentar, dan mengapa. Dari

segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, apotek, objek, kuitansi, praktik,

dan sistem bukan analisa, apotik, obyek, kwitansi, praktek, dan sistim. Secara

lebih rinci, kaidah-kaidah tersebut akan dibicarakan dalam bab-bab tersendiri

berikutnya. Namun, sebelum aturan itu dibahas secara terinci dalam bab

tersendiri, pada bagian ini juga akan dipaparkan terlebih dahulu kaidah-kaidah

umum yang berlaku dalam bahasa Indonesia.

3.5 Kaidah Umum Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang termasuk tipe aglutinasi,

mempunyai seperangkat aturan yang harus dipatuhi sebagai pedoman bagi para

pemakainya. Aturan tersebut sebagaimana telah disebutkan di atas tampak dalam

struktur bahasanya baik bidang fonologi, morfologi, kosa kata, sintaksis, maupun

ejaan. Di samping itu, bahasa Indonesia juga mempunyai seperangkat kaidah

umum yang merupakan aspek pengetahuan sebagai landasan aspek kemampuan

berbahasa Indonesia.

Pada hakikatnya kaidah-kaidah umum tersebut sama-sama melandasi

pemakaian bahasa Indonesia lisan dan tulis. Jadi, kaidah umum tersebut

menyangkut struktur dan sejenisnya seperti dikemukakan oleh Amin Singgih

dalam Sulaga (1986: 42). Beberapa kaidah umum yang dimaksud adalah sebagai

berikut.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 31


a. Bagian yang penting atau yang dipentingkan diletakkan di depan, sedangkan

bagian yang kurang penting diletakkan di belakangnya.

Contoh:

1. baju baru ( Baju baru itu dibeli di Swalayan)

2. buku sejarah (Buku Sejarah dibeli oleh ayah)

3. lima ekor (Adik mempunyai kelinci lima ekor)

Dalam kaitan ini dapat dikatakan berlakunya hukum DM yaitu Diterangkan

Menerangkan. Akan tetapi, tidak semua kelompok kata dalam bahasa

Indonesia menggunakan pola DM. Ada beberapa kelompok kata yang

menggunakan pola MD, yaitu unsur penjelas mendahului yang dijelaskan.

Kelompok kata seperti ini juga sering disebut dengan perkecualian Hukum

DM, yang terdapat pada kelompok kata seperti di bawah ini.

1. Kata keterangan diletakkan di depan kata yang diterangkan. Misalnya:

akan masuk, sudah makan, tadi malam, makin baik, dan kurang tepat.

2. Kelompok kata yang salah satu unsurnya adalah kata depan atau

preposisi. Misalnya: di pasar, ke kelas, dari kampung, dan dalam

almari.

3. Kata bilangan diletakkan di depan kata yang diterangkan. Contohnya:

sepuluh lembar, dua ekor, lima biji, dan dua puluh butir.

4. Kompositum yang berasal dari bahasa asing. Misalnya, perdana

menteri, karya wisata, dan purba kala.

5. Kompositum yang bermakna kias. Contohnya: ringan tangan, besar

kepala, dan panjang tangan.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 32


b. Bahasa Indonesia tidak mengenal konjungsi dan tasrif, maksudnya bahasa

Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata kerja sebagai akibat dari si

pembicara dan waktu berbicara.

Contoh:

Saya besok

Kami kemarin

Kamu pergi nanti malam

Mereka tadi pagi

Bapak lusa

c. Bahasa Indonesia tidak mengenal perbedaan kata benda yang menyatakan

perbedaan jenis kelamin laki-laki (maskuline) dan wanita (feminim)

Contoh:

kakak ( untuk laki-laki dan juga perempuan)

ipar (untuk laki-laki dan juga perempuan)

teman (untuk laki-laki dan juga perempuan)

adik (untuk laki-laki dan juga perempuan)

saudara (untuk laki-laki dan juga perempuan)

d. Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan kata akibat penjamakan.

Penjamakan dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan pengulangan dan

penambahan kata bilangan.

Contoh:

meja-meja, anak-anak, dua orang, sepuluh murid

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 33


e. Bahasa Indonesia bersifat demokratis, artinya tidak mengenal tingkatan

pemakaian akibat perbedaan status sosial kemasyarakatan. Bahasa antara

rakyat biasa dan seorang pejabat sama. Contoh, kata makan digunakan untuk

semua orang tanpa membedakan profesi atau status sosial seseorang.

Presiden

Menteri

Gubernur makan bersama tadi malam.

Si Maman

I Made

3.6 Soal Pelatihan

1. Mengapa berbahasa dikatakan bukan sekedar berkomunikasi? Jelaskan

pendapat Anda!

2. Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik? Jelaskan dan

berikan contohnya!

3. Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang benar? Jelaskan dan

berikan contohnya!

4. Apa yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar? Jelaskan

dan berikan contohnya!

5. Apa yang dijadikan kriteria untuk menentukan bahasa Indonesia yang baik

dan bahasa Indonesia yang benar?

6. Sebutkan kaidah-kaidah umum bahasa Indonesia dan berikan contohnya!

7. Perbaiki kesalahan pembentukan kata dalam kalimat-kalimat berikut!

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 34


a. Seorang tenaga marketing harus mampu mengkombinasikan berbagai

cara untuk memasarkan produknya.

b. Untuk merubah kebiasaan yang tidak baik tidak semudah membalik

telapak

tangan.

c. Kita harus mampu mensinergikan antara kebutuhan primer dan

sekunder.

d. Kesimpulan penelitian itu adalah pembentukan akronim yang kebablasan

akan mengganggu perkembangan bahasa Indonesia.

e. Pemerintah harus mampu mengkondisikan harga-harga sembako agar

rakyat tidak menderita.

f. Partisipasi memungkinkan bawahan mengkomunikasikan yang mereka

butuhkan kepada atasannya.

g. Berbagai alasan dapat dipergunakan untuk menghilangkan jejak

kejahatannya.

h. Seorang karyawan hotel harus mampu memberikan pelayanan kepada

tamunya.

i. Kekurangan itu dapat dijelaskan dengan perincian berikut.

j. Perusahaan itu memromosikan produknya secara besar-besaran di

berbagai media.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 35


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.

Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.

Badudu, J.S. 1981. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat


Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Keraf, Gorys.1980. Komposisi. Ende: Nusa Indah.

Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah


Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.

Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN


Balai Pustaka.

Ramlan, M. 1981a. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi Suatu Tinjauan Deskriftif.


Yogyakarata: CV Karyono.

Ramlan, M. 1981b. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia Dengan benar. Jakarta: CV Kilat


Grafika.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 36


BAB IV

EJAAN

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia. Kaidah

ejaan yang dimaksud mengacu pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

(PUEBI): penulisan huruf, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca.

4.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan penulisan huruf, penulisan

kata, dan penggunaan tanda baca sesuai dengan kaidah PUEBI.

4.3 Pengantar

Pada bagaian lain telah dijelaskan bahwa ragam tulis merupakan ragam

bahasa yang menggunakan tulisan sebagai sarana pengungkapnya. Dalam ragam

tulis terjadi komunikasi tidak langsung. Oleh karena itu, tulisan harus dibuat

dengan benar agar memenuhi kaidah kepenulisan, khususnya ejaan. Ejaan adalah

kaidah bahasa yang mengatur tentang tatacara penulisan.

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia mengenal berbagai jenis

ejaan. Salah satunya adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia atau yang

lebih dikenal dengan sebutan PUEBI. PUEBI inilah yang digunakan dalam bahasa

Indonesia sampai sekarang.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 37


4.4 Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Dalam perkembangan bahasa Indonesia telah diterapkan beberapa kaidah

ejaan. Salah satu yang diterapkan saat ini adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia (PUEBI). Kaidah ejaan ini mulai diterapkan tahun 2016 sebagai

penyempurnaan kaidah ejaan sebelumnya yang lebih dikenal dengan sebutan

Ejaan yang Disempurnakan (EYD).

Sehubungan dengan hal itu, dalam tulisan ini akan dipaparkan beberapa

persoalan umum yang ditemukan dalam penerapan PUEBI, khususnya dalam

ragam bahasa tulis ilmiah. Persoalan itu meliputi: penulisan huruf, penulisan kata,

dan penggunaan tanda baca. Ketiganya dibahas secara umum dalam paparan

berikut disertai dengan contoh-contoh berdasarkan realitas penggunaannya dalam

bahasa Indonesia. (Selengkapnya tentang PUEBI dapat disimak dalam buku

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disusun oleh Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Tahun 2016).

4.4.1 Penulisan Huruf

a. Huruf Kapital

Huruf kapital atau huruf besar dipakai:

1. Unsur pertama awal kalimat. Misalnya: Dia mengantuk. Apa maksudnya?

2. Huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan. Misalnya: Budi Santosa,

Jenderal Kancil, Dewa Pedang.

3. Huruf pertama petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya, “Kapan kita

pulang?”,

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 38


4. Huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk

sebutan dan kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, Yang

Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen.

5. Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang

diikuti nama orang. Misalnya: Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin, Haji

Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim.

6. Huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau

yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau

nama tempat. Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri

Nehru, dan Profesor Supomo.

7. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat

yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:

Siapakah gubernur yang baru dilantik itu? Brigadir Jenderal Surahman

dilantik menjadi mayor jenderal.

8. Huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya: Dewi Sartika, Wage

Rudolf Supratman, Halim Perdanakusumah.

9. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang

digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya: Mesin diesel, 10

volt, 5 ampere.

10. Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya: bangsa

Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 39


11. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan

bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:

mengindonesiakan kata asing, keinggris-inggrisan.

12. Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya: tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, hari Galungan.

13. Huruf pertama nama geografi. Misalnya: Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit

Barisan, Cirebon, Danau Toba, Dataran Tinggi Dieng, Gunung Semeru.

14. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak

menjadi unsur nama diri. Misalnya: berlayar ke teluk, mandi di kali,

menyeberabangi selat, pergi ke arah tenggara.

15. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang

digunakan sebagai nama jenis. Misalnya: garam inggris, gula jawa, kacang

bogor, pisang ambon.

16. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama

badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-

Undang Dasar Repulik Indonesia, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian.

17. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di

dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata

seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.

Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 40


18. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya:

Dr. (Doktor), M.A. (Master of Arts), S.E. (Sarjana Ekonomi), Prof.

(Profesor), Tn. (Tuan), Ny. (Nyonya), Sdr. (Saudara)

19. Huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara,

kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya: “Kapan Bapak Berangkat?” tanya Harto. Adik bertanya, “Itu apa,

Bu?” Surat Saudara sudah saya terima.

20. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan

kerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya:

Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak dan adik

saya sudah berkeluarga.

b. Huruf Miring

1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah

dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: majalah Tempo, buku

Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar, surat kabar Bali Post.

2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan

huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya: Huruf pertama kata

abad adalah a. Dia buka menipu, tetapi ditipu. Bab ini tidak membicarakan

penulisan huruf kapital. Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.

3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau

ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya: Nama

ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama. Politik devide et impera

pernah merajalela di negeri ini.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 41


4.4.2 Penulisan Kata

Bentuk kata dalam bahasa Indonesia secara garis besarnya dibedakan

menjadi kata dasar dan kata turunan (kata jadian). Berdasarkan kaidah EYD,

kedua bentuk kata itu diatur penulisannya sebagai berikut.

a. Kata Dasar

Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya, kata: buku, baju, pergi,

dan panas dalam kalimat berikut.

1. Buku itu dibelinya di toko buku.

2. Anak gadis itu menggunakan baju baru.

3. Mereka pergi ke kampus bersama-sama.

4. Hari ini cuacanya panas sekali.

b. Kata Turunan (Kata Jadian)

1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Misalnya: berdua, ditulis, penulisan, merokok, mempermalukan.

2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai

dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya:

bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.

3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran

sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:

menggarisbawahi, menyebarluaskan, dimejahijaukan, penghancurleburan.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 42


4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,

gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati, aerodinamika,

antarkota, anumerta, audiogram, biokimia, caturtunggal, dasawarsa,

dwiwarna, ekawarna, ekstrakurikuler, elektroteknik, infrastruktur,

inkonvensional, introspeksi, kolonialisme, mancanegara, multilateral,

narapidana, nonkolaborasi, Pancasila, paripurna, poligami, pramuniaga,

prasangka, purnawirawan, reinkarnasi, saptakrida, semiprofessional,

subseksi, swadaya, telepon, transmigrasi, tritunggal, ultramodern.

Catatan:

1. Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital,

di antara kedua unsur itu harus dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-

Indonesia, pan-Afrikanisme

2. Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti kata esa dan kata yang bukan

kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya: Mudah-mudahan Tuhan

Yang Maha Esa melindungi kita. Marilah kita beersyukur kepada Tuhan

Yang Maha Pengasih.

c. Kata Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

Misalnya: anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-

undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik hura-hura,

lauk-pauk, mondar-mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 43


poranda, tunggang-langgang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis,

terus-menerus, tukar-menukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra.

d. Gabungan Kata

1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,

unsure-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kambing hitam, kereta

api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linier, orang tua,

persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.

2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan

kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan

pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: Alat pandang-dengar, anak-

istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami, watt-

jam, orang-tua muda.

3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: adakalanya, akhirulkalam,

Alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah,

beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmawisata,

dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, karatabaasa,

kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, padahal,

paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, saptamarga, saputangan,

saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturrahmin, sukacita,

sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 44


e. Kata Ganti -ku-, kau-, -mu, dan -nya

Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya;

-ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:

Apa yang kumiliki boleh kaumabil. Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di

perpustakaan.

f. Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,

kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata

seperti kepada dan daripada. Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari. Di

mana Siti sekarang? Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh

tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar. Ia datang dari Surabaya kemarin.

Catatan:

Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai. Misalnya: Si

Amin lebih tua daripada si Ahmad. Kami percaya sepenuhnya kepadanya.

Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi.

Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa

kemari gambar itu. Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka di desa hadir

dalam kenduri itu.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 45


g. Kata Si dan Sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:

Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil. Surat itu dikirimkan kembali

kepada si pengirim.

h. Partikel

1. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang

mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik. Apakah yang tersirat

dalam dalam surat itu? Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia. Apatah

gunanya bersedih hati?

2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa

pun yang dimakannya, ia tetap kurus. Jangankan dua kali, satu kali pun

engkau belum pernah datang ke rumahku.

Catatan:

Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun,

ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,

sekalipun, sungguhpun, walaupun ditulis serangkai. Misalnya: Adapun sebab-

sebabnya belum diketahui. Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan

tugas itu. Baik mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi. Sekalipun

belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan. Walaupun

miskin, ia selalu gembira.

3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari

bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya: Pegawai

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 46


negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April. Mereka masuk ke dalam ruangan

satu per satu. Harga kain itu Rp 2.000,00 per helai.

i. Singkatan dan Akronim

1. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau

lebih.

a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti

dengan tanda titik. Misalnya: A.S Kramawijaya, Muh. Yamin, Suman Hs.,

Sukanto S.A., M.B.A (Master of Business Administration), M.Sc. (Master

of Science), S.E. (Sarjana Ekonomi), S.Kar. ( Sarjana Karawitan), S.K.M

(Sarjana Kesehatan Masyarakat), Bpk. (Bapak), Sdr. (Saudara), Kol.

(Kolonel).

b) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau

organisasi, serta nama dokumentasi resmi yang terdiri atas huruf awal kata

ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya:

DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), PGRI (Persatuan Guru Republik

Indonesia), GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara).

c) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda

titik. Misalnya: dll. (dan lain-lain), dsb. (dan sebagainya), dst. (dan

seterusnya), hlm. (halaman), sda. (sama dengan atas), Yth. Sdr. Moh.

Hasan (Yang terhormat Sdr.Moh. Hasan).

Tetapi:

a.n. (atas nama), d.a. (dengan alamat), u.b. (untuk beliau), u.p. (untuk

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 47


perhatian

d) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata

uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya: Cu (cuprum), TNT (trinitrotulen),

cm (sentimeter), kVA (kilovolt-ampere), l (liter), kg (kilogram), Rp

(rupiah).

2. Akronim kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang

tidak diikuti tanda titik.

a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata

ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya: ABRI (Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia), LAN (Lembaga Administrasi Negara),

PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia), IKIP (Institut Keguruan dan

Ilmu Pendidikan), SIM (Surat Izin Mengemudi).

b) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf

dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.

Misalnya: Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia),

Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Iwapi Ikatan

(Wanita Pengusaha Indonesia), Kowani (Kongres Wanita Indonesia),

Sespa (Sekolah Staf Pimpinan Administrasi).

c) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,

ataupun gabungan huruf dan kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan

huruf kecil. Misalnya: pemilu (pemilihan umum), radar (radio detecting

and ranging), rapim (rapat pimpinan), rudal (peluru kendali), tilang (bukti

pelanggaran).

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 48


4.4.3 Tanda Baca

a. Tanda Titik (.)

Secara umum tanda baca titik (.) digunakan untuk:

1. Digunakan pada akhir kalimat

2. Menandai singkatan nama ( I G. Kaler)

3. Menandai singkatan gelar (dr., Ir., S.Pd., Dr., S.H.)

4. Akhir singkatan kata atau ungkapan yang umum (a.n., d.a., dll., u.b.)

Tanda titik tidak dipakai pada:

1. Akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan

sebagainya.

2. Belakang (1) alamat pengirim dan tanggal suat atau (2) nama dan alamat

surat. Misalnya:

Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)

Jakarta (tanpa titik)

1 April 1985 (tanpa titik)

Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)

Jalan Arif 43 (tanpa titik)

Palembang (tanpa titik)

b. Tanda Koma (,)

Secara umum tanda koma (,) digunakan:

1. Antara unsur yang dirinci (Yang perlu dibeli adalah beras, gula, merica, dan

cabai)

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 49


2. Apabila anak kalimat mendahului induk kalimat (Ketika hari hujan, kami

baru pulang kuliah)

3. Tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika

anakkalimat itu mengiringi induk kalimatnya (Saya tidak akan datang kalau

hari hujan.)

4. Di belakang kata-kata seru (Jadi, hal itu perlu dibicarakan lagi)

5. Di antara nama dan gelar akademis yang mengikutinya (Sudarsono, S.H.)

c. Tanda Titik Koma (;)

Tanda titik koma dipakai untuk:

1. memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara (Malam akan

larut; pekerjaan belum selesai juga)

2. pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam

kalimat majemuk. (Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk

bekerja di dapur)

d. Tanda Dua Titik (:)

Tanda titik dua dipakai:

1. Pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian

(Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.)

2. Tanda titk dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan

pelengkap yang mengkahiri pernyataan. (Kita memerlukan kursi, meja, dan

lemari.)

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 50


3. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.(Ketua : Ahmad

Wijaya, Sekretaris : S. Handayani)

4.5 Soal Pelatihan

Perbaikilah kesalahan ejaan dalam pernyataan berikut ini!

1. seAsia Tenggara
2. Perang Dunia ke I
3. dikampungnya
4. peng-Inggrisan
5. Maha tahu
6. di PN kan
7. mencharter
8. Denpasar, 10 Pebruari 2006
9. Rp. 5000,- perbuah
10. non blok
11. 10 s/d 20 Maret 2006
12. export
13. bertepuktangan
14. pemberian tahu
15. Ke-Tuhan-an
16. semi profesional
17. diproklamirkan
18. effisient
19. segi moril dan spiritual
20. secara kwantitas dan kwalitas
21. aktifitas
22. Motor itu keluaran tahun 80 an.
23. prosentase
24. echelon
25. DR. I Gede Made Sukahumor, MSC.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 51


26. tuna karya
27. d.l.l.
28. pertanggungan jawab
29. sudah di sk kan
30. P.T. Surya Mas
31. ketidak-adilan
32. Pasien itu di rumah sakitkan.
33. Kami berlayar melintasi Teluk.
34. jendral Subardi
35. Kita perlu berpikir 10 tahun kedepan.
36. 3 orang menteri menghadiri acara pelantikan gubernur bali.
37. Jangan engkau sebarluaskan berita bohong itu.
38. berdasarkan Undang-Undang
39. Kemarin ia dilantik menjadi Camat.
40. atas rahmatNya, kita patut bersyukur
41. PROF. DR. Sukaarta SH
42. Majalah Pariwisata dan Budaya
43. tehnologi
44. Dimana engkau tinggal?
45. Dari pada diam lebih baik bekerja.
46. Saya membeli 50 ltr. Bensin.
47. Sekalipun ia belum pernah menengokku.
48. Sekali pun sudah dinasihati, kelakuannya tidak berubah.
49. Para peserta kursus memasuki ruangan satu persatu.
50. Kepada Yth. Tuan Theo Laumans di Negeri Belanda

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 52


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.

Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.

Redaksi TransMedia.2010. Panduan EYD dan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 53


BAB V

KOSA KATA

5.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dijelaskan kaidah kosa kata yang meliputi: ciri-ciri kosa

kata bahasa Indonesia yang baik dan benar, kosa kata baku, kosa kata lazim, kosa

kata cermat, dan kosa kata hemat.

5.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa mampu menjelaskan: ciri-ciri kosa kata bahasa Indonesia yang

baik dan benar, kosa kata baku, kosa kata lazim, kosa kata cermat, dan kosa kata

hemat serta mampu menggunakan kosa kata bahasa Indonesia dengan baik dan

benar.

5.3 Pengantar

Bahasa Indonesia yang benar menuntut pemakaian kosa kata sesuai

dengan aturan bahasa Indonesia yang berlaku. Kosa kata bahasa Indonesia yang

benar harus memiliki ciri baku, lazim, hemat, dan cermat (Arifin, 1989: 79).

Artinya, dalam pemilihan kata (diksi) yang berhubungan dengan bahasa Indonesia

yang benar harus memenuhi syarat baku, lazim, hemat, dan cermat.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 54


5.4 Kaidah Kosa Kata

5.4.1 Kata Baku

Kata baku adalah kata yang distandarkan dan diacu pemakaiannya. Kata

baku digunakan dalam ragam resmi atau formal. Oleh karena itu, kalau bahasa

Indonesia digunakan dalam situasi formal gunakanlah kata-kata yang bersifat

baku. Berikut diberikan beberapa contoh kata yang baku dan kata yang tidak

baku.

Kata Baku Kata Tidak Baku

analisis analisa

apotek apotik

aktivitas aktifitas

aktif aktip

cenderamata cinderamata

definisi difinisi

fenomena penomena

Februari Pebruari

foto photo

izin ijin

koordinasi kordinasi

kuantitas kwantitas

kualitas kwalitas

sistem sistim

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 55


5.4.2 Kata Lazim

Bahasa Indonesia yang benar menuntut pemakaian kata yang lazim, yaitu

kosa kata yang sudah dikenal oleh masyarakat luas atau kata yang familiar

(Sikumbang dalam Arifin, 1989: 81). Dalam hal ini, kalau yang digunakan adalah

bahasa Indonesia yang benar hindarilah penggunaan kata asing dan kata-kata

daerah. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpahaman di pihak lawan bicara atau

pembaca, karena kata asing dan kata daerah sulit dipahami. Kata-kata asing yang

sudah mempunyai padanan dalam bahasa Indonesia sebaiknya digunakan

padanannya dalam bahasa Indonesia. Hindari anggapan bahwa dengan

menyelipkan kata-kata asing di dalam bahasa Indonesia akan menambah prestise.

Justru sebaliknya, kalau terlalu banyak kata asing, akan semakin banyak yang

tidak dimengerti dan akhirnya komunikasi tidak berjalan dengan baik.

Contoh:

Kata Lazim Kata tidak Lazim

suku cadang sparepart

pendekatan approach

kendala impact

masukan input

hasil output

rapat meeting

latar belakang background

memesan booking

menangani meng-handle

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 56


5.4.3 Kata Hemat

Kata yang hemat maksudnya kata yang tidak berlebihan atau mubazir.

Bahasa Indonesia yang benar menuntut pemakaian yang hemat, yaitu kata-kata

yang tidak berlebihan. Maksudnya, kalau suatu gagasan bisa diungkapkan dengan

singkat sebaiknya jangan memilih kata yang berlebihan. Untuk kata hemat

bandingkan kelompok kata di sebalah kiri dan di sebelah kata pada contoh di

bawah ini.

Kata tidak hemat Kata hemat

adalah merupakan adalah atau merupakan

agar supaya agar atau supaya

demi untuk demi atau untuk

seperti misalnya seperti atau misalnya

seperti …. dan sebagainya seperti atau …dan sebagainya

seperti …. dan lain-lain seperti atau … dan lain-lain

berdasarkan atas …… berdasarkan …..

berbagai faktor-faktor berbagai faktor

mempunyai pendirian berpendirian

melakukan penyiksaan menyiksa

menyatakan persetujuan menyetujui

menggunakan pakaian berpakaian

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 57


5.4.4 Kata Cermat

Memilih kata yang cermat maksudnya memilih kata yang tepat sesuai

dengan arti dan fungsinya. Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya kata-kata yang

bersinonim, yaitu beberapa kata yang mempunyai arti yang sama. Namun, kata-

kata tersebut belum tentu memiliki distribusi pemakaian yang sama. Artinya,

belum tentu kata yang satu dapat menggantikan kata yang lain dalam konteks

yang sama. Hal ini disebabkan kata-kata yang bersinonim itu mempunyai nuansa

masing-masing, yaitu perbedaan makna yang sangat halus.

Contoh:

Kata Cermat Kata tidak Cermat

1. Sesuai dengan …… 1. Sesuai …

2. terdiri atas …../ terdiri dari …. 2. terdiri …

3. baik ….. maupun 3. baik ….. ataupun

4. antara ….. dan 4. antara …. dengan

5. pukul 14.00 WITA 5. jam 14.00 WITA

6. tiap-tiap peserta …. 6. masing-masing peserta ….

7. nyaris mati … 7. hampir mati …

8. hampir menang … 8. nyaris menang …

9. bekas rumah ….. 9. bekas Gubernur

10. mantan Presiden 10. mantan sekolah

11. mengubah 11. merubah

12. perusakan 12. pengrusakan

13. suatu hal 13. sesuatu hal

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 58


14. Tas itu terbuat dari kulit buaya. 14. Tas itu terbuat daripada kulit
buaya.

15. Hari Raya Nyepi 15. Hari Besar Nyepi

5.5 Soal Pelatihan

1. Sebutkan ciri-ciri kosa kata bahasa Indonesia yang benar!

2. Apa yang dimaksud dengan kosa kata yang baku, lazim, hemat, dan cermat?

Jelaskan pendapat Anda dan berikan contohnya masing-masing!

3. Perbaikilah kesalahan penggunaan kosa kata dalam kalimat-kalimat berikut!

a. Seorang mahasiswa harus mampu menganalisa sesuatu permasalahan

dengan baik.

b. Seorang mahasiswa tidak hanya dituntut memiliki kemampuan akademis

yang mumpuni, melainkan juga harus diimbangi dengan etika dan dipilin.

c. Sehubungan surat yang Bapak kirimkan, bersama ini kami sampaikan

bahwa Jurusan Pariwisata PNB mempunyai Program Studi UPW dan

Perhotelan.

d. Kepada Yth. Bapak Direktur Politeknik Negeri Bali

d/a Kampus Bukit Jimbaran

Kuta Selatan – Badung

e. Walaupun para hadirin telah memasuki ruangan, namun acara seminar

belum dimulai.

f. Para korban tanah longsor memerlukan bantuan seperti misalnya pakaian,

makanan, obat-obatan, dan lain sebagainya.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 59


g. Masing-masing orang mempunyai selera yang berbeda, sehingga sangat

susah sekali memenuhinya.

h. Semua civitas akademika Politeknik Negeri Bali ikut serta berpartisipasi

dalam mensukseskan proses belajar mengajar.

i. Pemerintah akan menjaga inflasi pada kisaran 8 prosen di tahun 2006.

j. Baik pihak eksekutif ataupun pihak legislatif sangat menentukan

kesuksesan pembangunan di Indonesia.

k. Pertandingan antara Persija melawan Persita berakhir dengan kedudukan

1-0 dalam pertandingan lanjutan Kompetisi Divisi Utama Liga Djarum

Indonesia Wilayah I.

l. Para sopir tetap membandel. Walaupun mereka telah diingatkan oleh polisi

bahwa di jalur pantura banyak jalan rusak akibat banjir bandang.

m. Apabila rakyat tidak mempercayai pemimpinnya, sehingga tidak menutup

kemungkinan akan terjadi kekacauan.

n. Sesuatu masalah sebaiknya dipecahkan secara musyawarah, sehingga

mendapatkan hasil yang dapat diterima semua pihak.

o. Kerusakan yang terjadi di Laboratorium Komputer saya akan laporkan

kepada teknisi komputer.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 60


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.

Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia Dengan benar. Jakarta: CV Kilat


Grafika.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 61


BAB VI

KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA

6.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas kaidah kalimat bahasa Indonesia, yang meliputi:

pengertian kalimat, jenis-jenis kalimat, pola kalimat, kalimat efektif.

6.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa menjelaskan kaidah kalimat bahasa Indonesia, yang meliputi:

pengertian kalimat, jenis-jenis kalimat, pola kalimat, kalimat efektif dan mampu

menggunakan kalimat bahasa Indonesia yang efektif.

6.3 Pengantar

Kalimat adalah suatu bagian ujaran yang selasai menunjukkan pikiran

yang lengkap. Yang dimaksud pikiran lengkap adalah informasi yang didukung

oleh pikiran yang utuh. Sekurang-kurangnya sebuah kalimat harus memiliki

subjek dan predikat. Kalau tidak memiliki subjek dan predikat, suatu pernyataan

tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kalimat, tetapi merupakan sebuah frase. Jadi,

dalam kenyataan berbahasa belum tentu semua pernyataan merupakan sebuah

kalimat. Untuk membedakan kalimat dan frase, perhatikan pernyataan berikut ini.

1. Gadis itu seorang mahasiswa.

2. Gadis yang cantik itu.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 62


Bila diperhatikan dengan baik kedua pernyataan di atas, yang bisa

dikatakan sebagai kalimat hanya pernyataan (1). Ini disebabkan hanya pernyataan

itu yang memiliki subjek (gadis itu) dan predikat (seorang mahasiswa),

sedangkan pernyataan (2) hanya sebuah frase yang mampu mengisi fungsi subjek.

Untuk lebih memahami konsep dasar sebuah kalimat berikut diuraikan ciri-ciri

fungsi sebuah kalimat, yaitu subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap.

6.4 Fungsi-fungsi Kalimat (S-P-O-K-Pel)

Kalimat dalam bahasa Indonesia dapat diuraikan atas fungsi-fungsinya,

yaitu: subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K), dan pelengkap (Pel).

Pengenalan ciri-ciri subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap tidak

semata-mata untuk menganalisis/menguraikan kalimat atas unsur-unsurnya, tetapi

bertujuan untuk mengecek suatu kalimat sudah memenuhi kriteria penyusunan

kalimat atau belum.

6.4.1 Subjek

Subjek merupakan unsur pokok yang terdapat pada sebuah kalimat di

samping predikat. Untuk memudahkan menentukan subjek sebuah kalimat, ada

beberapa ciri subjek yang harus diketahui. Ciri-ciri yang dimaksud adalah:

jawaban atas pertanyaan apa atau siapa; disertai kata itu; didahului kata bahwa;

mempunyai keterangan pewatas yang; tidak didahului preposisi; dan berupa

nomina dan frase nomina.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 63


Contoh:

1. Rennel belajar.

2. Tulisan itu bagus.

3. Bahwa ia tidak bersalah telah dibuktikan.

4. Anak yang berbaju merah menangis.

5. Pohon tumbuh dipinggir jalan.

Kata dan frase yang dicetak miring dalam kalimat-kalimat di atas adalah

subjek kalimat. Jadi, subjek sebuah kalimat bisa berupa kata dan juga kelompok

kata atau frase.

6.4.2 Predikat

Sebagai unsur utama di samping subjek, predikat dalam kalimat

mempunyai ciri-ciri: jawaban pertanyaan mengapa atau bagaimana; dapat

diingkar dengan kata tidak dan bukan, dan dapat disertai kata-kata keterangan

aspek.

Contoh:

1. Rini menangani tamu yang baru tiba.

2. Mereka tidak melupakan tugasnya sebagai seorang pramuwisata.

3. Tamu yang datang tidak disertai pemimpin rombongan.

4. barang itu bukan dagangan yang siap dikirim.

5. Setelah mengunjungi Bali, mereka akan berangkat ke Lombok.

Kata dan frase yang dicetak miring dalam kalimat-kalimat di atas adalah

predikatnya.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 64


6.4.3 Objek

Fungsi objek hanya digunakan dalam kalimat aktif transitif. Untuk

mengenalinya, objek mempunyai beberapa ciri, yaitu: langsung di belakang

predikat, bila diubah menjadi kalimat pasif akan berubah menjadi subjek, dan

tidak didahului preposisi. Kata atau frase yang dicetak miring dalam kalimat-

kalimat berikut adalah fungsi objek.

Contoh:

1. George Brizet memenangkan Grand Prix de Rome.

2. Wisatawan suka menonton Tari Barong.

3. Tari Barong suka ditonton oleh wisatawan.

4. Para tamu menilisi buku tamu.

5. Buku tamu ditulisi oleh tamu.

6.4.4 Keterangan

Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih

lanjut tentang sesuatu yang dinyatakan dalam kalimat. Misalnya, informasi

tentang tempat, waktu, dan cara. Keterangan bukan merupakan unsur utama dalam

sebuah kalimat, sehingga boleh ada dan juga boleh tidak. Ciri-ciri keterangan

adalah: bukan unsur utama dan tidak terikat posisi. Bukan unsur utama

maksudnya kehadirannya dalam suatu kalimat hanyalah merupakan pelengkap,

sehingga kalau dihilangkan tidak mempengaruhi kegramatikalan kalimatnya. Jadi,

keterangan tidak terikat posisi, karena bisa ditempatkan di awal kalimat, di tengah

kalimat, dan di akhir kalimat.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 65


Contoh:

1. Sekarang manusia telah mampu mengelilingi dunia dalam waktu yang

relatif singkat.

1a. Manusia telah mampu mengelilingi dunia dalam waktu yang relati singkat

2. Kemarin ia datang dari Jerman.

2a. Ia datang dari Jerman kemarin.

2b. Ia datang kemarin dari Jerman.

6.4.5 Pelengkap

Di samping fungsi-fungsi kalimat di atas, terdapat satu lagi fungsi lainnya

yaitu pelengkap (Pel). Fungsi ini mirip dengan objek yang terdapat pada kalimat

aktif transitif, karena posisinya di belakang predikat. Akan tetapi, pelengkap tidak

bisa diubah menjadi subjek seperti objek menjadi subjek dalam kalimat pasif.

Perhatikan beberapa contoh kalimat berikut.

1. Mereka bermain sepak bola di lapangan.

2. Masalah kemiskinan dibicarakan oleh pemerintah dalam sebuah seminar.

3. Bahwa kemajuan bangsa tidak dapat dilepaskan dari pendidikan dikatakan

oleh pejabat itu.

Kelompok kata yang dicetak miring dalam kalimat-kalimat di atas adalah

pelengkap (Pel).

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 66


6.5 Jenis-jenis Kalimat

Ada beberapa jenis kalimat dalam bahasa Indonesia, tergantung pada sudut

pandangnya. Menurut Alwi dkk. (2003: 336), jenis kalimat dapat ditinjau dari

sudut: jumlah klausanya, bentuk sintaksisnya, kelengkapan unsurnya, dan susunan

subjek dan predikatnya. Berikut hanya dibahas jenis kalimat berdasarkan jumlah

klausa dan bentuk sintaksisnya.

6.5.1 Jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausanya

Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibedakan menjadi kalimat

tunggal dan kalimat majemuk.

1. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang dibangun dari satu klausa bebas.

Contoh:

a. Orang itu bekerja di sektor kepariwisataan. (S+P+K)

b. Saat krismon harga barang terasa mahal. (K+S+P+Pel)

Kalimat tunggal dapat dibedakan lagi berdasarkan kategori predikatnya, menjadi

kalimat kalimat verbal dan kalimat nominal. Kalimat verbal adalah kalimat yang

predikatnya terdiri dari golongan verbal (kata kerja dan kata sifat).

Contoh:

a. Panorama dan kebudayaan Bali sangat menarik dan unik.

b. Wisatawan asing banyak mengunjungi Bali.

Kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya kata benda, kata ganti,

kata bilangan, atau sesuatu yang dibedakan.

Contoh:

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 67


a. Saudaranya ada empat orang.

b. Rudi seorang pramuwisata khusus Jepang.

c. Gajah itu binatang.

2. Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang mengandung lebih dari satu klausa.

Kalimat majemuk ada yang setara ada yang bertingkat. Kalimat majemuk setara

adalah kalimat yang klausa-klausa pembentuknya memiliki hubungan setara.

Artinya, klausa yang satu tidak tergantung pada klausa yang lain.

Contoh:

a. Ayahnya sedang rapat dan ibunya sedang arisan.

b. Saya yang datang ke sana atau Anda yang ke sini?

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang dibentuk dari beberapa

klausa, tetapi hubungannya tidak setara atau sederajat. Artinya, klausa yang satu

kedudukannya berbeda dengan klausa yang lain. Hal ini disebabkan klausa itu

menduduki fungsi dari salah satu jabatan kalimat pada klausa yang lain.

Contoh:

a. Mereka datang, ketika kami sedang makan.

b. Mereka sudah berusaha, namun belum berhasil.

6.5.2 Jenis Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksisnya

Berdasarkan bentuk sintaksisnya, kalimat dapat dogolongkan menjadi

kalimat deklaratif atau kalimat berita, kalimat imperatif atau kalimat perintah,

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 68


kalimat interogatif atau kalimat tanya, dan kalimat eksklamatif atau kalimat

seruan.

1. Kalimat Deklaratif atau Kalimat Berita

Kalimat deklaratif atau kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan

sesuatu kepada orang lain hingga tanggapan yang diharapkan hanyalah berupa

perhatian. Misalnya, anggukan atau disertai kata ya. Pola intonasi kalimat berita

bernada akhir turun.

Contoh:

a. Ruang pertemuan itu sangat megah.

b. Para mahasiswa sedang belajar bahasa Indonesia.

c. Kemarin sore telah terjadi tabrakan maut di Jalan By Pass Ngurah Rai.

d. Pemerintah telah berupaya mengatasi berbagai masalah bangsa.

2. Kalimat Imperatif atau Kalimat Perintah

Kalimat perintah adalah kalimat yang mengharapkan tanggapan/tindakan

dari orang yang diajak berbicara.

Contoh:

a. Duduk!

b. Silakan Bapak duduk di sini!

c. Mari kita berangkat sekarang!

d. Jangan suka mengganggu orang lain!

e. Tolonglah saya dibantu!

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 69


3. Kalimat Interogatif atau kalimat Tanya

Kalimat interogatif atau kalimat tanya sesuai dengan namanya umumnya

digunakan untuk menanyakan sesuatu kepada orang lain. Kalimat ini mempunyai

pola intonasi akhir naik. Kalimat tanya biasanya disertai kata tanya, seperti: apa,

siapa, mangapa, bagaimana, mana, kapan, berapa, dan kenapa.

Cotoh:

a. Petani itu membawa apa?

b. Apa yang sedang mereka lakukan di sana?

c. Siapa yang telah tega berbut nista kepadanya?

d. Mengapa Anda harus menangis di depan umum?

e. Anak-anak sedang mengapa saat ini?

f. Bagaimana cara mendapatkan nilai ujian dengan baik?

g. Bagaimana nasib anak itu setelah ditinggal oleh orang tuanya?

4. Jenis Kalimat Ekslamatif atau Kalimat Seruan

Kalimat ekslamatif atau kalimat seruan adalah kalimat yang mengandung

advervia seruan, seperti: alangkah, mudah-mudahan; atau interjeksi seperti: aduh,

wah, dan amboi (Kridalaksana, 2008: 104).

Contoh:

a. Alangkah indah pemandangan Pantai Sanur.

b. Mudah-mudahan mereka cepat insyaf.

c. Aduh, saya lupa membuat tugas.

d. Wah, Anda sudah terlambat mengerjakan tugas.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 70


6.5.3 Kalimat Aktif dan Kalimat Pasif

Jika dibandingkan antara kalimat aktif dan kalimat pasif, kalimat aktif

adalah kalimat dasar, sedangkan kalimat pasif adalah kalimat ubahan dari kalimat

aktif. Penentuan aktif pasif dalam suatu kalimat sebenarnya bertolak dari kerangka

pemikiran relasi antara subjek dan predikat yang dilihat dari peran yang dilakukan

oleh subjek terhadap perbuatan yang dinyatakan pada predikat.

1. Kalimat Aktif

Jika subjek suatu kalimat merupakan suatu perbuatan yang dinyatakan

pada predikat, kalimat itu disebut kalimat aktif. Oleh karena itu, kalimat aktif

hanya terdapat pada kalimat yang predikatnya menyatakan perbuatan. Dengan

kata lain, kalimat aktif hanya terdapat pada kalimat yang predikatnya verba aktif

atau kata kerja aktif.

Selanjutnya, kalimat aktif bila ditinjau dari ada atau tidaknya objek yang

mengikuti predikat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) kalimat aktif yang

berobjek (aktif transitif) dan (2) kalimat aktif tanpa objek (aktif intransitif).

a. Kalimat Aktif Trasitif

Kalimat aktif golongan ini mempunyai fungsi subjek, predikat, dan objek.

Subjek mempunyai peran sebagai pelaku perbuatan yang dinyatakan pada

predikat dan objeknya menjadi sasaran.

Contoh:

1) Rina membaca buku cerita.

2) Rudi sedang menangani wisatawan yang baru datang.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 71


3) Nina ingin menjahit baju.

4) Robert sudah membuat pekerjaan rumahnya.

5) Para donatur memberikan bantuan kepada korban bencana alam.

Kata membaca, menangani, menjahit, membuat, dan memberikan pada

kalimat-kalimat di atas merupakan verba aktif yang berfungsi sebagai predikat.

Sebagai predikat menuntut adanya subjek sebagai pelaku dan objek sebagai

sasaran. Dari contoh itu pula dapat dikatakan verba aktif pada umumnya ditandai

sebagai bentuk kata yang berawalan meN-. Akan tetapi, ada beberapa verba tanpa

meN- sudah bisa menempati predikat kalimat aktif, seperti kata makan dan minum

dalam contoh kalimat berikut.

1) Setiap pagi mereka minum kopi.

2) Saya suka makan gado-gado.

b. Kalimat Aktif Intransitif

Kalimat aktif intransitif artinya kalimat aktif yang predikatnya tidak

menuntut kehadiran objek atau predikatnya tidak diikuti oleh objek. Kalimat aktif

intrasitif pada umumnya ditandai oleh kata kerja yang berawalan ber-, seperti

dalam kalimat berikut.

a) Johan berjalan kaki ke kampus setiap hari.

b) Anak-anak bermain di lapangan.

Dari contoh di atas, dapat disimpulkan dengan hanya menulis/ Johan

berjalan/ dan /Anak-anak bermain/ kalimat itu sudah gramatikal.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 72


Di samping berawalan ber-, kata kerja intransitif juga ditandai oleh kata

kerja berawalan meN-. Misalnya, kata menangis, melangkah, menyerah, membisu,

dan menari dalam kalimat-kalimat berikut.

c) Anak kecil itu menangis.

d) Moh. Ali menyerah di ronde ke-5 kepada lawannya.

e) Karena tidak setuju dengan keputusan pihak manajemen, para karyawan

hotel itu membisu.

f) Anak-anak menari kegirangan, setelah mendengar pengumuman

kelulusannya.

Walaupun predikat di atas (3-6) berupa kata kerja berawalan meN-,

kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat aktif intransitif. Ini disebabkan kehadiran

predikat berawalan meN- tersebut tidak menuntut adanya objek.

2. Kalimat Pasif

Jika subjek suatu kalimat tidak berperan sebagai pelaku, tetapi merupakan

sasaran perbuatan yang dinyatakan predikatnya disebut kalimat pasif. Seperti

disebutkan di depan, kalimat pasif merupakan ubahan dari kalimat aktif dengan

mengubah fungsi objek kalimat aktif menjadi subjek kalimat pasif. Perubahan ini

menyebabkan perubahan bentuk verba pengisi predikat, yaitu dari verba aktif

menjadi verba pasif. Dengan demikian, kalimat aktif yang dapat diubah menjadi

kalimat pasif adalah kalimat aktif yang mempunyai objek (kalimat aktif

intransitif). Perubahan kata kerjanya adalah dari berawalan meN- menjadi kata

kerja berawalan di-. Contoh kalimat aktif transitif di atas dapat diubah menjadi

kalimat pasif sebagai berikut.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 73


a. Rina membaca buku cerita.

a1. Buku cerita dibaca oleh Rina.

b. Rudi sedang menangani wisatawan yang baru datang.

b1. Wisatawan yang baru datang sedang ditangani oleh Rudi.

c. Nina ingin menemani Wati.

c1. Wati ingin ditemani oleh Nina.

d. Robert sudah membuat pekerjaan rumah.

d1. Pekerjaan rumah sudah dibuat Robert.

e. Para donatur memberikan bantuan kepada korban bencana alam.

e1. Bantuan diberikan oleh para donatur kepada korban bencana alam.

Kalimat pasif dalam bahsa Indonesia juga ditandai dengan kata kerja yang

berawalan ter-, khususnya yang menyatakan makna “tidak sengaja”. Kalimat-

kalimat yang predikatnya berawalan ter- seperti berikut memperlihatkan bahwa

subjeknya merupakan sasaran perbuatan yang dinyatakan oleh predikat.

a. Pada saat antri dei bank kaki saya terinjak orang.

b. Ketika memasak tangannya teriris pisau.

c. Karena tidak hati-hati, kaki anak kecil itu tersandung batu.

d. Nina terjatuh dari atas meja.

e. Bapak tertipu rekan bisnisnya.

Di samping berawalan di- dan ter-, kalimat pasif juga ditandai dengan kata

yang berimbuhan ke-an. Kalimat yang berimbuhan ke-an menunjukkan subjeknya

menjadi sasaran. Dengan demikian, kalimat seperti itu adalah kalimat pasif.

Contoh:

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 74


a. Ketika pulang kantor kami kehujanan sepanjang jalan.

b. Anggota pendaki gunung itu kedinginan, karena tidak membawa peralatan

yang lengkap.

c. Si Mamat kejatuhan buah durian.

Dalam bahasa Indonesia kita juga sering menemukan kalimat-kalimat

sebagai berikut.

a. Penghematan perlu kita lakukan.

b. Pengeluaran uang harus kau hemat.

c. Berbagai usaha telah kami lakukan.

d. Produk itu sudah kami coba.

e. Tugasnya telah ia laksanakan dengan baik.

Apabila dicermati kalimat-kaliat di atas, ternyata semua subjeknya

menjadi sasaran atau dikenai pekerjaan. Dengan demikian, kalimat-kalimat itu

adalah kalimat pasif. Penandanya adalah berupa kata kerja bentuk persona. Kata

kerja ini diperoleh dari kata kerja aktif dengan menanggalkan awalan meN-.

Sebagai penanda pasifnya adalah pronomia persona (kata ganti orang) atau

nomina pelaku pada kalimat asal (kalimat aktifnya). Jadi, kalimat (a-e) di atas

dapat dikembalikan pada kalimat aktif asalnya sebagai berikut.

a1. Kita perlu melakukan penghematan.

b1. Kita harus menghemat pengeluaran uang.

c1. Kami telah melakukan berbagai usaha.

d1. Kami sudah mencoba produk itu.

e1. Dia melaksanakan tugasnya dengan baik.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 75


Dengan demikian, pananda kalimat pasif dalam bahasa Indonesia adalah

kata kerja berawalan di-, ter-, kata berimbuhan ke-an, dan kata kerja bentuk

persona.

6.5.4 Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk

menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembicara

seperti yang ada dalam pikiran pembicara atau penulis. Kalimat efektif lebih

mengutamakan keefektifan kalimat itu, sehingga kejelasan kalimat itu dapat

dijamin. (Arifin dan S. Amran Tasai, 1989:111)

Sebuah kalimat efektif mempunyai ciri-ciri, seperti: kesepadanan struktur,

keparalelan, ketegasan, kehematan, kecermatan, kepaduan, dan kelogisan. Jadi,

bila dilihat dari pengertian dan cirri-cirinya, kalimat efektif tidak lain kalimat

yang memenuhi kriteria bahasa Indonesia yang baik dan benar.

1. Kesepadanan

Kesepadanan dalam hal ini maksudnya, adanya keseimbangan antara

pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan kalimat ini

ditunjukkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik.

Untuk menentukan kesepadanan, dapat dilihat dari ciri-cirinya, yaitu: kalimat

memiliki subjek dan predikat yang jelas, tidak terdapat subjek yang ganda, kata

penghubung intrakalimat tidak digunakan pada awal kalimat tungal, dan predikat

kalimat tidak didahului oleh kata yang. Untuk lebih jelas, perhatikanlah kalimat-

kalimat berikut.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 76


a. Dalam karya tulis ini membicarakan objek-objek wisata dunia.

b. Pekerjaan itu saya kurang cocok.

c. Para wisatawan memerlukan ketenangan, kenyamanan, dan keamanan.

Sehingga objek wisata di Bali harus aman.

d. Para wisatawan yang menginginkan kelestarian Bali.

Kalimat-kalimat di atas (a-d) termasuk tidak efektif dari segi kesepadanan.

Ini disebabkan, kalimat-kalimat itu tidak memiliki subjek yang jelas (a), memiliki

subjek ganda (b), pemakaian kata penghubung intrakalimat pada kalimat tunggal

(c), dan tidak adanya predikat (d). Sebagai perbaikannya, perhatikanlah kalimat-

kalimat berikut.

a1. Karya tulis ini membicarakan objek-objek wisata dunia.

b2. Pekerjaan itu bagi saya kurang cocok.

c1. Para wisatawan memerlukan ketenangan, kenyamanan, dan keamanan,

sehingga objek wisata yang ada di Bali harus aman.

d1. Para wisatawan menginginkan kelestarian Bali.

2. Keparalelan

Yang dimaksud keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang digunakan

dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina, bentuk

kedua dan seterusnya harus menggunakan nomina. Demikian juga misalnya

bentuk pertama menggunakan verba, bentuk selanjutnya juga menggunakan

verba.

Contoh:

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 77


a. Seorang pramuwisata yang professional memerlukan kedisiplinan, sifat

yang sabar, kecerdasan, dan jujur.

b. Tahap akhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok,

memasang penerangan, pengujian system pembagian air, dan pengaturan

ruang.

Kalimat (a dan b) di atas, keduanya tidak memiliki kesejajaran, karena

bentuk kata yang digunakan tidak sama. Misalnya: kedisiplinan, sabar,

kecerdasan, jujur (a) dan, pengecatan, memasang, pengujian, dan pengaturan (b).

Kedua kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi kalimat berikut.

a1. Seorang premuwisata yang profesional memerlukan kedisiplinan,

kesabaran, kecerdasan, dan kejujuran.

b1. Tahap akhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan tembok,

pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan

ruang.

b2. Tahap akhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan mengecat tembok,

memasang penerangan, menguji sistem pembagian air, dan mengatur

ruang.

c. Ketegasan

Ketegasan atau penekanan adalah suatu perlakuan penonjolan pada ide

pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat biasanya ada ide yang perlu ditonjolkan.

Kalimat seperti itu memberi penekanan pada ide tersebut. Ketegasan atau

penekanan dalam suatu kalimat dapat dilakukan dengan cara: meletakkan kata

yang ditonjolkan itu di depan kalimat (awal kalimat), membuat urutan kata yang

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 78


logis, melakukan pengulangan kata (repetisi), melakukan penentangan terhadap

ide yang ditonjolkan, dan menggunakan partikel penekanan (penegasan). Cara-

cara tersebut dapat direalisasikan seperti dalam contoh kalimat berikut.

a. Presiden mengharapkan agar rakyat Indonesia tetap bersatu membangun

bangsa. (Penekanan: Presiden mengharapkan)

b. Bukan hanya seratus, seribu, atau sejuta, melainkan sudah berjuta-juta

rupiah telah ia sumbangkan kepada para fakir miskin. (Urutan logis)

c. Saya suka akan kecantikan mereka, saya suka akan keramahan mereka.

(repetisi)

d. Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur. (pertentangan)

e. Merekalah yang memulai keributan itu. (partikel penegasan)

d. Kehematan

Yang dimaksud kehematan dalam kalimat efektif adalah hemat

menggunakan kata, frase, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu.

Penghematan di sini tidak berarti menghilangkan kata-kata yang dapat

menghilangkan kejelasan kalimat, tetapi penghematan kata yang memang tidak

diperlukan dan tidak menyalahi kaidah tata bahasa.

Contoh:

a. Walaupun ia telah berkali-kali datang ke Bali, ia tetap tertarik akan

kebudayaan Bali.

b. Karyawan BPW itu menggunakan setelan berwarna merah.

c. Saat terjadi kebakaran ia hanya mampu menyelamatkan dirinya saja.

d. Para tamu-tamu telah datang sebelum acara dimulai.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 79


Supaya efektif (kehematan) kalimat-kalimat di atas dapat diubah menjadi

kalimat berikut.

a1. Walaupun telah berkali-kali datang ke Bali, ia tetap tertarik akan

kebudayaan Bali.

b1. Karyawan BPW itu menggunakan setelan merah.

c1. Saat terjadi kebakara ia hanya mampu menyelamatkan dirinya.

c2. Saat terjadi kebakaran ia mampu menyelamatkan dirinya saja.

d1. Para tamu telah datang sebelum acara dimulai.

d2. Tamu-tamu telah datang sebelum acara dimulai.

e. Kecermatan

Yang dimaksud cermat adalah kalimat itu tidak menimbulkan tafsiran

ganda dan tepat dalam pilihan kata.

a. Masing-masing peserta lomba membawa peralatan sendiri.

b. Dia menerima uang sebanyak dua puluh lima ribuan.

Kedua kalimat di atas tidak cermat, karena tidak tepat menggunakan

pilihan kata (a) dan menimbulkan makna ganda (b). Kalimat-kalimat itu dapat

diubah menjadi kalimat berikut.

a1. Tiap-tiap peserta lomba membawa peralatan sendiri.

b1. Ia menerima uang sebanyak dua puluh lima ribu.

b2. Dia menerima uang lima ribuan sebanyak dua puluh lembar.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 80


6.6 Soal Pelatihan

1. Jelaskan perbedaan antara frase dan kalimat serta berikan contohnya

masing-masing!

2. Tentukanlah fungsi kalimat-kalimat berikut!

a. Bali banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.

b. Wisatawan menyenangi kebudayaan Bali yang unik.

c. Setiap tahun kunjungan wisatawan ke Indonesia mengalami

perubahan.

d. Pariwisata merupakan sumber devisa bagi Negara.

e. Ketika bom meledak di Bali, para wisatawan membatalkan

kunjungannya.

3. Perbaikilah kalimat-kalimat berikut agar menjadi kalimat efektif!

a. Dalam berita itu menyebutkan Maluku dan Lampung digoncang

gempa teknonik.

b. Mengatasi kesulitan akibat banjir bandang mereka banyak dibantu

oleh relawan dari berbagai kalangan.

c. Seorang pramuwisata profesional yang dibutuhkan dalam meng-

handle tamu.

d. Masyarakat banyak yang masih membuang sampah ke sungai.

Sehingga akan menyebabkan banjir di musim hujan.

e. Para pengemis dan kaum papa sedang membicarakan tentang

besaran angpao yang diterimanya dari warga Tionghoa yang

merayakan Imlek.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 81


f. Karena ia tidak mendapatkan sesuatu yang baru dari seminar itu,

maka ia memutuskan untuk keluar sebelum acara itu selesai.

g. Seseorang yang ingin berhasil dalam dunia pariwisata harus

mempunyai sikap yang ulet, kesopanan, jujur, dan

keramahtamahan.

h. Hotel di mana kakak saya bekerja termasuk hotel bintang lima.

i. Para hadirin yang terhormat acara berikutnya sambutan Direktur

Politeknik Negeri Bali. Untuk itu waktu dan tempat kami

persilahkan.

j. Mengumpulkan data, klasifikasi data, menganalisis data, dan

penyajian hasil analisis adalah tahapan dalam membuat karya tulis

ilmiah.

4. Ubahlah kalimat aktif transitif berikut menjadi kalimat pasif tipe-1 dan tipe-
4!

a. Komputer dapat memberitahukan berbagai informasi kepada

manusia dalam waktu yang cepat.

b. Semua warga negara harus menaati segala perundang-undangan

yang berlaku, sehingga kehidupan menjadi aman dan tenteram.

c. Indonesia menggunakan sistem anggaran yang berimbang.

d. Kunjungan wisman ke Bali mengalami penurunan sejak peristiwa

Bom Jimbaran dan Kuta, 1 Oktober 2005.

e. Seseorang yang berkecimpung dalam dunia pariwisata harus

memiliki sikap disiplin dan profesional.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 82


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.

Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Ramlan, M. 1981b. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia Dengan benar. Jakarta: CV Kilat


Grafika.

Sulaga, I Nyoman. 1986. Pengetahuan dan Kemampuan bahasa Indonesia.


Denpasar: Percetakan Bhineka Karya.

Widyamartaya, A. 2003. Seni Menggayakan Kalimat. Yogyakarta: Kanisius.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 83


BAB VII

ALINEA/PARAGRAF

7.1 Pendahuluan

Dalam bab ini akan dibahas alinea atau paragraf: pengertian alinea atau

paragraf, syarat paragraf yang baik, jenis-jenis paragraf.

7.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa mampu menjelaskan: pengertian alinea atau paragraf, syarat

paragraf yang baik, jenis-jenis paragraph danmahasiswa mampu membuat

paragraf yang baik.

7.3 Pengantar

Paragraf sering juga disebut alinia adalah sustu kesatuan pikiran, suatu

kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia merupakan himpunan

dari kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan dalam suatu rangkaian untuk

membentuk sebuah gagasan. Dalam alinea itu, gagasan akan menjadi jelas oleh

uraian-uraian tambahan dengan maksud untuk menampilkan pokok pikiran secara

lebih jelas.

Menurut Keraf (1980: 63) ada dua tujuan pembentukan sebuah paragraph,

yaitu:

1. Memudahkan pengetian dan pemahaman dengan memisahkan suatu tema

dari tema yang lain. Oleh karena itu, sebuah alinea hanya boleh

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 84


mengandung satu tema. Apabila terdapat lebih dari satu tema, alinea itu

harus dipecah sesuai dengan jumlah tema.

2. Memisahkan dan menegaskan perhentian secara wajar dan formal, untuk

memungkinkan berhenti lebih lama daripada perhentian pada akhir

kalimat. Dengan demikian, konsentrasi terhadap tema alinea lebih terarah.

Berdasarkan tujuan di atas, dalam sebuah alinea harus diperhatikan

susunan dan kesatuan suatu pokok pikiran pada waktu penyusunan alinea.

Kalimat-kalimat dalam alinea harus berhubungan satu dengan yang lain dan

bersama-sama membentuk suatu bagian yang berpautan.

7.4 Syarat-syarat Pembentukan Paragraf

Untuk menghasilkan sebuah paragraf atau alania yang baik harus

diperhatikan beberapa syarat pembentukannya. Syarat-syarat yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

1. Kesatuan, maksudnya semua kalimat yang membina alinea itu secara

bersama-sama menyatakan suatu hal atau suatu tema tertentu.

2. Koherensi, maksudnya kekompakan hubungan antara sebuah kalimat dan

kalimat yang lain yang membentuk alinea itu.

3. Perkembangan alinea, yaitu penyusunan atau perincian gagasan-gagasan

yang membina atau membangun alinea itu. (Keraf, 1980: 67)

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 85


7.5 Jenis-jenis Paragraf/Alinea

Dalam sebuah karangan biasanya terdapat empat jenis alinea/paragraf,

yaitu:

1. Alinea/Paragraf Pembuka

Paragraf pembuka adalah paragraf yang terdapat langsung di bawah judul

karangan atau di bawah anak judul. Paragraf ini merupakan pembuka atau

pengantar untuk sampai pada seluruh pembicaraan yang akan menyusul

kemudian. Demikian juga, dengan paragraf yang berada langsung di bawah anak

judul berfungsi menyiapkan pembaca untuk mengahadapi semua uraian yang akan

dipaparkan. Oleh karena itu, paragraf pembuka harus menarik sehingga dapat

menarik minat pembaca. Di samping itu, paragraf pembuka harus mampu

menghubungkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan disajikan

selanjutnya.

2. Alinea/Paragraf Pengembang

Paragraf pengembang adalah semua paragraf yang terdapat antara

paragraph pembuka dan paragraf yang terakhir sekali dalam judul atau anak judul

itu. Di antara paragraf-paragraf itu sering terdapat satu atau lebih paragraf

peralihan (paragraf transisi), yaitu sebuah paragraf yang oleh penulis dipakai

sebagai batu loncatan untuk berpindah dari satu pokok pembicaraan kepada pokok

pembicaraan yang lain, tetapi masih dalam topik yang berkaitan. Paragraf

pengembang ini mengembangkan pokok pembicaraan yang dirancang. Dengan

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 86


kata lain, paragraf pengembang mengemukakan inti persoalan yang akan dibahas.

Oleh karena itu, antara paragraf yang satu dan paragraf yang lainnya harus

memperlihatkan hubungan yang serasi dan logis. Paragraf pengembang ini dapat

dikembangkan dengan cara deskriptif, ekspositoris, naratif, dan argumentatif.

3. Alinea/Paragraf Perangkai

Paragraf perangkai bertugas mengharmoniskan hubungan peralihan dari

pembahasan masalah yang satu kepada yang lain. Paragraf ini pada umumnya

muncul pada saat seorang penulis atau pengarang mengakhiri satu bagian dari

uraiannya dan ingin beralih pada uraian berikutnya atau uraian yang lain.

4. Alinea/Paragraf Penutup

Sesuai dengan namanya, paragraf penutup adalah paragraf yang terdapat

pada akhir sebuah karangan atau pada akhir dari suatu kesatuan yang lebih kecil di

dalam karangan itu. Pada umumnya paragraf penutup berupa simpulan

pembicaraan yang telah diuraikan pada bagian-bagian sebelumnya.

Di samping berdasarkan jenisnya seperti disebutkan di atas, paragraf juga

dapat dibagi berdasarkan teknik pemaparannya. Berdasarkan teknik

pemaparannya, paragraf dibagi menjadi empat macam, yaitu: deskriptif,

ekspositoris, argumentatif, dan naratif.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 87


1. Deskriftif

Paragraf deskriptif disebut juga paragraf melukiskan (lukisan), maksudnya

melukiskan sesuatu yang dilihat atau yang ada di depan mata. Dengan demikian,

dapat dikatakan paragraf ini bersifat tataruang atau tataletak. Pembicaraannya

dapat dimulai secara berurutan dari atas ke bawah atau dari kiri ke kanan.

2. Ekspositoris

Paragraf ekspositoris disebut juga paragraf paparan. Paragraf ini,

menampakkan suatu objek. Peninjauannya tertuju pada satu unsur saja.

Penyampaiannya dapat menggunakan perkembangan analisis kronologis.

3. Argumentatif

Paragraf argumentatif disebut juga paragraf persuasi. Paragraf ini lebih

bersifat membujuk atau meyakinkan pembaca terhadap suatu hal atau objek. Pada

umumnya paragraf ini menggunakan perkembangan analitis.

4. Naratif

Karangan narasi biasanya dihubungkan dengan cerita. Oleh karena itu,

paragraf narasi hanya ditemukan dalam novel, cerpen, roman, atau hikayat.

7.6 Pengembangan Paragraf/Alinea

Pengembangan paragraf adalah pembangunan sebuah paragraf

berdasarkan sebuah kalimat topik. Tujuan utama pembangunan paragraf adalah

agar topik yang dimaksudkan menjadi sebuah pembicaraan yang meyakinkan. Hal

ini disebabkan kalimat topik masih merupakan informasi yang bersifat umum,

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 88


sehingga perlu dirinci agar menjadi jelas. Hal-hal yang belum jelas harus

dipaparkan agar pembaca dapat memahami dan menghayati sepenuhnya mengenai

topik yang dimaksud.

Prinsip-prinsip pengembangan paragraf yang harus dipatuhi ada tiga

macam. Pertama, hindari motif permainan kata-kata, karena akan menghasilkan

paragraf yang bertele-tele. Kedua, jangan mengulang kalimat topik, walaupun

menggunakan cara lain. Hal ini menyebabkan kebosanan pembaca. Ketiga, jangan

membiarkan pikiran terobsesi pada masalah lain. Pusatkanlah pikiran pada

kalimat topik.

Dalam hal pengembangan paragraf, satu hal yang harus diingat bahwa

mengarang pada prinsipnya adalah mengembangkan beberapa kalimat topik.

Dengan demikian, dalam sebuah karangan harus dikembangkan paragraf demi

paragraf dengan baik dan tetap menjaga koherensi antarparagraf.

Secara garis besarnya, ada dua cara untuk mengembangkan paragraf.

Pertama, adalah dengan menggunakan ilustrasi. Maksudnya, hal yang tersirat

dalam kalimat topik dilukiskan dan digambarkan dengan kalimat-kalimat

penjelas, sehingga di depan pembaca tergambar dengan nyata maksud penulis.

Kedua, dengan cara analisis. Cara analisis maksudnya sesuatu yang dinyatakan

dalam kalimat topik dianalisis secara logika, sehingga pernyataan tadi merupakan

susuatu yang meyakinkan.

7.7 Soal Pelatihan

1. Jelaskan pengertian alinea atau paragraf!

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 89


2. Sebutkan macam-macam alinea atau paragraf!

3. Apa yang dimaksud dengan paragraph deskriptif, ekspositoris,

argumentatif, dan naratif.

4. Jelaskan cara-cara mengembangkan sebuah paragraf!

5. Buatlah sebuah teks yang bersifat deskriptif dengan topik kepariwisataan

minimal lima paragraf!

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1989. Cermat Berbahasa Indonesia: Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: MSP.

Arifin, Zaenal dan Farid Hadi.2001. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa: Bahan
Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Prissindo.

Badudu, J.S. 1981. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.

Keraf, Gorys.1980. Komposisi. Ende: Nusa Indah.

Muslich, Masnur. 2008. Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah


Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.

Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN


Balai Pustaka.

Sakri, Adjat. 1991. Bangun Pargraf Bahasa Indonesia. Bandung: ITB.

Sugono, Dendy. 1986. Berbahasa Indonesia Dengan benar. Jakarta: CV Kilat


Grafika.

Widyamartaya, A. 2003. Seni Menggayakan Kalimat. Yogyakarta: Kanisius.

Buku Ajar Bahasa Indonesia Page 90

Anda mungkin juga menyukai