Anda di halaman 1dari 91

Handbook

MPK Bahasa Indonesia


Wahana Ilmu Pengetahuan

Oleh

Lukmanul Hakim, M.Pd.

UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA


2015
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, yang dengan kebesaran dan keagungan-Nya telah
memberikan begitu banyak anugrah ilmu, rezeki yang berlimpah, kasih dan
sayang-Nya kepada seluruh alam, sehingga tak satu pun mahkluk di dunia
ini yang tercipta tanpa makna. Makna adalah apa yang ada dalam bahasa.
Pada bahasa itu, semua tersampaikan.
Bahasa Indonesia sebagai satu bahasa yang disepakati sebagai oleh
seluruh rakyat Indonesia memiliki arti yang penting. Hal ini ditandai dengan
penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa nasional, dan
bahasa ilmu pengetahuan. Sebagai bahasa ilmu pengetahuan misalnya,
keberadaan bahasa Indonesia digunakan dalam di seluruh jenjang pendidikan,
dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dalam jenjang perguruan tinggi,
matakuliah Bahasa Indonesia menjadi salah satu Matakuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) yang wajib diberikan di semua jurusan. Hal ini sesuai
dengan amanah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan nasional dan ditegaskan kembali pada Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 yang dipekurat dengan Surat Keputusan (SK) Dikti Nomor 43
Tahun 2006.
Bahasa Indonesia merupakan matakuliah yang didesain agar mahasiswa
memiliki keterampilan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar dalam ranah membaca, berbicara, menyimak, dan menulis karya ilmiah.
Sejalan dengan uraian tersebut, maka dalam mata kuliah Bahasa Indonesia
yang dipelajari adalah bahasa Indonesia dalam hubungannya dengan dunia
ilmu pengetahuan (kebutuhan akademik).
Handbook disusun sebagai salah satu bahan ajar yang diberikan pada
mahasiswa semester I/II di Universitas Teknologi Sumbawa dengan harapan
agar proses kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan
harapan yang diinginkan sebagaimana tuntunan dari pembelajaran bahasa
Indonesia di perguruan tinggi.
Wassalam
Januari 2015

Penyusun

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |1|


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1. Indikator Pembelajaran ............................................................... 4
2. Pengantar Umum ............................................................................................ 4
3. Tujuan Matakuliah .......................................................................................... 5
4. Standar Kompentensi .................................................................. 5
5. Bahasa Indonesia sebagai Pengembang Kepribadian .................... 6
6. Garis Besar Pokok Perkuliahan ................................................................... 7
7. Penilaian dalam Perkuliahan ......................................................................... 8

BAB II KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA


1. Indikator Pembelajaran ............................................................... 9
2. Sejarah Bahasa Indonesia ............................................................................. 9
3. Momentum Bahasa Indonesia ..................................................................... 13
4. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia .................................... 16
5. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Nasional ............................ 16
6. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan ......................................... 17

BAB III ARTI, KARAKTRISTIK, DAN FUNGSI BAHASA


1. Indikator Pembelajaran ............................................................... 18
2. Arti Bahasa ................................................................................. 18
3. Karakteristik Bahasa ...................................................................................... 18
4. Fungsi-Fungsi Bahasa .................................................................................... 20

BAB IV RAGAM BAHASA


1. Indikator Pembelajaran .................................................................................. 23
2. Pengertian Ragam Bahasa ............................................................................. 23
3. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Media ......................................... 23
4. Ragam Bahasa Berdasarkan Pesan Komunikasi .................................... 26
5. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur ........................................................ 27
6. Ragam Bahasa Menurut Bidang Pemakaian ........................................... 29

BAB V EJAAN BAKU BAHASA INDONESIA


1. Indikator Pembelajaran .................................................................................. 30
2. Pemakaian Huruf Kapital, Huruf Miring, dan Huruf Tebal ................ 30
a. Huruf Kapital ....................................................................... 30
b. Huruf Miring ........................................................................ 32
c. Huruf Tebal ......................................................................... 32

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |2|


3. Penulisan Kata Dasar dan Partikel ........................................................... 33
a. Penulisan Kata Dasar ............................................................ 33
b. Penulisan Partikel ................................................................ 34
4. Penulisan Singkatan dan Akronim ............................................................ 36

BAB VI PENULISAN KUTIPAN, CATATAN KAKI, URAIAN


NASKAH & DAFTAR PUSTAKA
1. Indikator Pembelajaran ............................................................... 37
2. Kutipan .............................................................................................................. 37
3. Daftar Pustaka/Bibliografi ............................................................................ 41
4. Catatan Kaki/Footnote ........................................................................ 45

BAB VII PERENCANAAN KARANGAN


1. Indikator Pembelajaran ............................................................... 49
2. Hakekat Perencanaan Karangan .................................................. 49
3. Tujuan Penulisan Karangan ........................................................ 46
4. Menentukan Jenis Karangan . ..................................................... 50
5. Macam-Macam Karya Ilmiah ....................................................... 50
6. Karya Ilmiah populer ................................................................... 57
7. Perencanaan Karangan .............................................................. 62
8. Pengumpulan Data dan Analisis Data .......................................... 64
a. Pengumpulan Data ............................................................... 64
b. Analisis Data .............................................................................................. 64
9. Tema, Topik dan Judul Karangan ................................................ 68
a. Tema Karangan ..................................................................... 68
b. Topik Karangan .................................................................... 61
c. Judul Karangan .................................................................... 69
10. Kerangka Karangan ............................................................................. 74

BAB VIII MENULIS RINGKASAN DAN RESENSI


1. Menulis Ringkasan ..................................................................... 77
2. Menulis Resensi .......................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 84


LAMPIRAN ...........................................................................................

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |3|


BAB I
PENDAHULUAN
1. Indikator Pembelajaran

Secara umum, melalui pembelajaran ini mahasiswa dapat:


a. menjelaskan indikator pembelajaran bahasa Indonesia;
b. menjelaskan kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia;
c. mengaplikasikan pendekatan berbasis kontekstual;
d. mengaplikasikan prilaku yang baik dan cerdas dalam prosess pembelajaran;
e. menyebutkan butir-butir pembelajaran bahasa Indonesia;
f. menjelaskan kriteria dalam penilaian.

2. Pengantar Umum
Mata kuliah Bahasa Indonesia termasuk dalam Mata kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK) yang wajib diberikan di semua jenjang
pendidikan dan jalur pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional
yang ditegaskan pula pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, serta
penguatan dengan Surat Keputusan (SK) Dikti Nomo 43 Tahun 2006.
Bahasa Indonesia merupakan matakuliah yang didesain agar mahasiswa
memiliki keterampilan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar dalam ranah membaca, berbicara, menyimak, dan menulis karya ilmiah.
Sejalan dengan uraian tersebut, maka dalam mata kuliah ini, Bahasa
Indonesia yang dipelajari adalah bahasa Indonesia dalam hubungannya dengan
dunia ilmu pengetahuan.
Pentingnya mempelajari bahasa Indonesia dalam hubungannya dengan
ilmu pengetahuan karena mahasiswa sebagai calon sarjana, dipersiapkan tidak
hanya untuk menjadi konsumen ilmu pengetahuan melainkan juga sebagai
produsen dalam bidang ilmiah. Ia memiliki tugas bukan saja dapat membaca
tulisan-tulisan ilmiah, tetapi juga harus mampu menulis sendiri karangan-
karangan yang bersifat ilmiah. Oleh karena itu, setiap mahasiswa dituntut
dapat mengaplikasikan cara-cara ilmiah, khususnya dalam kaitannya dengan
karya tulis ilmiah.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |4|


3. Tujuan Matakuliah
Mata kuliah Bahasa Indonesia yang diberikan kepada mahasiswa
memiliki tujuan umum dan khusus.
a. Tujuan Umum
Sebagai matakuliah pengembangan keperibadian (MPK), tentu saja
memiliki tujuan umum yang meliputi: (1) Menumbuhkan kesetiaan terhadap
bahasa Indonesia, yang nantinya diharapkan dapat mendorong mahasiswa
memelihara bahasa Indonesia. (2) Menumbuhkan kebanggan terhadap
bahasa Indonesia, yang nantinya diharapkan mampu mendorong mahasiswa
mengutamakan bahasanya dan menggunakannya sebagai lambang identitas
bangsa. (3) Menumbuhkan dan memelihara kesadaran akan adanya norma
bahasa Indonesia, yang nantinya diharapkan agar mahasiswa terdorong
untuk menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah dan aturan
yang berlaku.
b. Tujuan Khusus
Secara khusus mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa, calon
sarjana, terampil dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik apakah itu secara lisan, ataupun tertulis, sebagai pengungkapan
gagasan ilmiah.

4. Standar Kompetensi
a. Kompetensi Umum
Mahasiswa mampu mengungkapkan pikiran dan gagasan secara
efektif, efesien dan komuikatif dalam menulis ilmiah, laporan surat,
proposal, dan mampu berbahasa lisan dalam bahasa lisan secara spontan
dan terencana.
b. Kompetensi Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaaan kedudukan bahasa
Indonesia; sejarah Bahasa Indonesia, bahasa negara, bahasa persatuan,
bahasa ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan peran bahasa Indonesia
dalam pembangunan bangsa. Mampu menjelaskan ciri ragam bahasa ilmiah
dan mengaplikasikannya dalam kinerja akademik. Mampu menulis;
makalah, rangkuman/ ringkasan buku atau bab, resensi buku. Membaca
untuk menulis; membaca tulisan/artikel ilmiah, membaca tulisan populer,
mengakses informasi melalui media maya, seperti internet. Berbicara untuk

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |5|


keperluan akademik; presentasi, berseminar, berpidato, berbicara dalam
situasi formal.

5. Bahasa Indonesia sebagai Pengembang Kepribadian


Bahasa Indonesia sebagai Matakuliah Pengembang Kepribadian (MPK)
dalam visinya menjadi sarana dalam pengembangan kepribadian insan
terpelajar yang mahir berkomunikasi bahasa Indonesia yang baik, sopan dan
benar. Bahasa Indonesia diharapakan menjadi pembentuk keperibadian yang
baik dan cerdas. Kepribadian yang baik dalam berbahasa Indonesia tercermin
dalam cara berkomunikasi yang dapat diterIma oleh orang lain. Komunikasi
yang baik seperti bahasa yang sopan, halus, menghargai orang lain, dan tidak
menunjukkan kemampuan diri yang berlebihan dihadapan orang lain.
Kepribadian yang baik diartikan sebagai prilaku, berupa ucapan, budi-
bahasa, tindakan dan perbuatan yang dapat diterima orang lain. Dalam
kehidupan bermasyarakat, semakin bermanfaat seseorang di tengah
masyarakat, semakin tinggi kepercayaan yang akan diberikan masyarakat
kepadanya seiring dengan prilaku-prilaku unggulan yang ditampilkannya.
Bahasa Indonesia dalam perannya sangat memungkinkan terciptanya
kepribadian yang baik.
Bacon & Pugh (Hs., 2008) menyebutkan prilaku yang baik terdiri atas
prilaku unggulan dan prilaku rata-rata. Prilaku rata-rata, seperti: sikap
beradab, menjaga kontak mata, nada bicara yang enak, ramah/reseptif, mau
menyimak, melibatkan diri dalam percakapan, jujur dan mamu membantu,
serta hormat kepada prang lain. Sedangkan prilaku kriteria prilaku unggulan
dengan indikator, seperti: (a) bersemangat terhadap pemikiran baru; (b) tertarik
terhadap kajian; (c) bersungguh-sungguh dalam satu topik permasalahan; (d)
responsif terhadap hal-hal baru dan bersikap agresif terhadap keinginan
pembaca; (e) bersedia membuka diri sehingga menghasilkan penemuan baru,
(f) mempunyai rasa humor yang tinggi; (g) terbuka terhadap maksud, prioritas
dan keputusannya, dan sebagainya.
Selain prilaku yang baik, baik prilaku rata-rata atau pun prilaku
unggulan, bahasa Indonesia dapat membentuk keperibadian cerdas.
Keperibadian cerdas adalah kemampuan memanfaatkan potensi diri
(pendidikan, pengalaman, pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan lain-lain).
Kepribadian dapat dimanfaatkan dalam berbagai situasi dan kondisi apa pun.
Kreativitas adalah salah satu bentuk dari kecerdasan pribadi.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |6|


Dalam bahasa komunikasi ilmiah, baik populer atau pun forum ilmiah,
perlu memerhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan komunikasi yang
baik, seperti: (1) mengembangkan komunikasi ilmiah dalam bentuk lisan dan
tulisan; (2) mengembangkan berbagai sikap, seperti pola berpikir dan sikap
kecendikian; (3) mengembangkan kecerdasan aktualisasi pembelajaran, serta
(4) mengembangkan kemampuan bahasa Indonesia sebagai bagian yang hidup
di tengah masyarakat.

6. Garis Besar Pokok-Pokok Perkuliahan


Untuk menunjang proses berlangsungnya perkuliahan, diperlukan
panduan agar proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Pokok-pokok perkuliahan dapat disajikan dalam bentuk silabus
atau rancangan pembelajaran. Di bawah ini disajikan garis besar berupa
outline pembelajaran bahasa Indonesia, sebagai berikut.

A. Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia


1. Sejarah Bahasa Indonesia
2. Momentum Penting Bahasa Indonesia
3. Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara
4. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan

B. Arti, Karaktrsitik, dan Fungsi Bahasa


1. Arti Bahasa
2. Karakteristik Bahasa
3. Fungsi-Fungsi Bahasa

C. Ragam Bahasa
1. Pengertian Ragam Bahasa
2. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Media
3. Ragam Bahasa Berdasarkan Pesan Komunikasi
4. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
5. Ragam Bahasa Menurut Bidang Pemakaian

D. Ejaan Baku Bahasa Indonesia


1. Pemakain Huruf Kapital, Huruf Miring, & Huruf Tebal
2. Penulisan Kata dan Partikel

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |7|


3. Penulisan Singkatan dan Akronim

E. Penulisan Kutipan, Catatan Kaki, Uraian Naskah &


Daftar Pustaka
1. Kutipan
2. Daftar pustaka
3. Catatan Kaki

F. Perencanaan Karangan
1. Perencanaan Karangan
2. Tujuan Penulisan Karangan
3. Menentukan Jenis karangan
4. Macam-macam Karangan
5. Kerangka Karangan

7. Penilaian Dalam Perkuliahan

No Jenis Tagihan Kontribusi


1 Akumulasi dan proporsi Kehadiran 10 %
2 Keaktifan dalam diskusi dan preresentasi 25 %
3 Tugas-tugas (Makalah dan laporan kajian buku) 20 %
4 Ujian tengah semester (UTS) 20 %
5 Uian Akhir Semester (UAS) 25 %
TOTAL 100 %

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |8|


BAB II
SEJARAH, FUNGSI DAN KEDUDUKAN
BAHASA INDONESIA
1. Indikator Pembelajaran

Secara umum, melalui pembelajaran ini mahasiswa dapat:


a. menjelaskan sejarah bahasa Indonesia;
b. menjelaskan momentum penting bahasa Indonesia;
c. menjelaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara/nasional;
d. menjelaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

2. Sejarah Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia hanya satu dari sekitar 6.700 buah bahasa di dunia.
Bahasa-bahasa di dunia berkembang dari satu bahasa yang dibawa oleh nabi
Adam A.S. dan Siti Hawa sebagai sepasang manusia pertama. Sebagaimana
disebutkan Al Quran bahwa setiap nabi diutus oleh Allah SWT membawa
ajaran tuhan ke bumi. Ajaran untuk menyampaikan misi tuhan dalam
memakmurkan bumi. Pada konteks ini, bahasa menjadi bagian penting yang
dipakai daam berkomunikasi dan mengembangakan kebudayaan dari setu
generasi dan kegenerasi berikutnya. Menurut Ambri (dalam Zahari, 2011)
menyebutkan bahwa asal susul bahasa di dunia ini terdiri atas empat rumpun.
Salah satu dari rumpun itu adalah rumpun Asutria yang kemudian
digolongkan menjadi dua bagian, yakni: bahasa Austronesia (Austronesia
sebelah Barat dan sebelah Timur). Dan bahasa Melayu menjadi bagian dari
rumpun bahasa Austronesia sebelah Barat. Karena berbagai faktor,dalam
perkembangannya bahasa Melayu menjelma menjadi bahasa Nasional Republik
Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, telah memperjuangkan
kemerdekaannya sendiri, diperjuangkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan
semangat cinta tanah air, seluruh elemen rakyat Indonesia telah merebut
kemerdekaannya dari cengkraman bangsa penjajah. Bahasa Indonesia adalah
salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang
merdeka, yang mencptakan bahasanya sendiri berdasarkan kesepakatan

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |9|


seluruh lapisan masyarakat melalui momentum Sumpah Pemuda tahun 1928.
Bahasa itulah yang digunakan sebagai alat alat komunikasi yang dipakai oleh
seluruh orang yang menempati wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.
Sejauh yang diketahui, bahasa Indonesia dalam sejarahnya berawal dari
bahasa Melayu Semenanjung. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat
Indonesia menggunakan bahasa Melayu sebagai lingua franca bahasa
perdagangan, kegiatan bisnis, dan komunikasi antar kebudayaan serta
interaksi yang dibangun lainnya. Sejalan dengan perkembangannya, oleh
founding father melalui pertemuan yang dinamakan Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia diresmikan menjadi bahasa
nasional dan digunakan oleh seluruh elemen bangsa Indonesia.
Suhendar dan Supinah (1997) menyebutkan bahwa kawasan-
kawasan nusantara tidak sepenuhnya menggunakan bahasa Melayu
sebagai bahasa komunikasi. Hal ini dikarenakan wilayah nusantara
mengunggakan bahasa daerah masing-masing, salah satunya adalah
bahasa Jawa, Sunda dan Madura. Penyebaran bahasa Melayu lebih banyak
disebarkan oleh mereka yang menyandang guru guru bahasa Melayu. Hal ini
dapat dilihat pada sekolah Hindia Belanda yang menggunakan bahasa Melayu
dalam proses pembelajaranya, termasuk bahasa Melayu dijadikan sebagai
pelajaran wajib sekolah.
Pengajaran bahasa Melayu lebih banyak dibawakan oleh guru-guru
bahasa Melayu yang rumpun bahasa lebih dekat dengan bahasa wilayah
Sumatera Barat. Guru-guru bahasa Melayu tersebar di seluruh nusantara,
khususnya sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda
yang tergolong sekolah swasta, seperti seperti: sekolah Muhammadiyah,
Taman Siswa dan sekolah swasta lainnya. Dalam proses penyebaran bahasa
Melayu, para guru dalam pengajarannya banyak menulis buku-buku dengan
menggunakan bahasa Melayu, di samping aktif berkomunikasi dengan
wartawan. Melalui tulisannya para wartawan, bahasa Melayu menyebar ke
seluruh kepulauan nusantara.
Bahasa Melayu menjadi pilihan bahasa Indonesia tidak dapat dipandang
hanya sebatas karena bahasa Melayu sebagai bahasa mayoritas, tetapi lebih
dari itu, bahasa Melayu telah menjadi bahasa perekat sekaligus menjadi
bahasa yang mudah dipahami/dimengerti dibandingkan dengan bahasa daerah
lain seperti bahasa Jawa, Madura, Betawi, Bali, atau pun bahasa Sasak
Lombok. Jika dilihat dari segi penuturnya, bahasa Melayu memiliki tingkat

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |10|


penutur lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penutur bahasa Jawa dan
Sunda di seluruh kepulauan nusantara.
Keberadaan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia ditentukan oleh
banyak hal. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.

a. Bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa kebudayaan


Sebagai bahasa kebudayaann, bahasa yang digunakan dalam
buku-buku yang dapat digolongkan sebagai hasil d a r i karya
sastra. Selain itu, bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa
resmi di masing-masing kerajaan nusantara, yakni sekitar abad
ke-14. B a h a s a M e l a y u d a l a m p e n y e b a r a n n y a t i d a k s a j a
d i s e k i t a r S e l a t M a l a k a (Sumatra), tetapi beberapa catatan naskah
menunjukkan bahwa bahasa Melayu telah menyebar di luar selat
Malaka. Melalui proses perdagangan yang dibawa Eropa ke Indonesa,
bahasa Melayu menjadi bahasa yang mudah dimengerti dan intensif
digunakan sebagai lingua Franca (bahasa perhubungan) dipelbagai
wilayah nusantara. Selain itu juga, telah ditemukan berbagai manuskrip
dan prasasti tentang bahasa Melayu. Misalnya dalam bentuk prasasti
Kedukan Bukit (tahun 683 M), di Talang Tuwo (dekat Palembang,
tahun 684 M), di Kota Kapur (Bangka Barat, tahun 686 M), di Karang
Brahi (antara Jambi dan Sungai Musi, berahun 688 M). Sedangkan
dalam bentuk manuskrip diantaranya, Gandasuli di daerah Kedu,
Jawa Tengah, bertahun 832 M.
Beberapa dialek bahasa Melayu yang tersebar di seluruh
kepulauan Nusantara adalah sebagai bukti atas pertumbuhan dan
perkembangan sekaligus persebaran bahasa Melayu di Nusantara,
misalnya dialek Melayu Minangkabau, Palembang, Jakarta (Betawi),
Larantuka, Kupang, Ambon, Menado, dan sebagainya. Hasil
kesusastraan Melayu Lama dalam bentuk cerita, seperti: cerita
penglipur lara, hikayat, dongeng, pantun, syair, mantra merupakan
bukti atas pertumbuhan dan persebaran bahasa Melayu.
Beberapa karya sastra lama terkenal seperti Sejarah Melayu
karya Tun Muhammad Sri Lanang dengan gelar Bendahara Paduka
Raja yang diperkirakan selesai ditulis tahun 1616. Selain itu, dikenal
juga hikayat Hang Tuah, Hikayat Sri Rama, Tajus Salatin, dan
hikayat lainnya yang masih tersebar (Supriyadi dkk., 1992; Keraf, 1978).

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |11|


b. Struktur bahasa Melayu lebih praktis (mudah)
Bahasa Melayu dalam strukturnya dipandang lebih praktis
dan mudah dipahami. Hal ini dapat dicermati dari penggunakan kosa
kata, tata kalimat, atau pun cara berbahasa yang mudah dimengerti
dan lebih sederhana sehingga mudaha dipelajari oleh siapa pun
dalam yang relatif pendek. Hal ini berbanding terbalik dengan kosa
kata dan tata struktur yang terdapat dalam bahasa Jawa dan Sunda
yang cukup ketat. Misalnya terlihat dari tingkat kebahasaannya: ada
bahasa sangat halus, sedang, hingga bahasa yang dipandang kasar.

c. Bahasa Melayu sebagai alternatif terhadap penyatuan komponen bangsa


Keberadaan bahasa Melayu dipandang sebagai alternatif dari
kebutuhan mendesak pemerintah Indonesia dan pemimpin gerakan
untuk memersatukan berbagai perbedaan bahasa daerah yang sangat
beragam. Keberadaan bahasa Melayu diharapkan masyarakat akan
mudah dipahami dan dipelajari serta digunakan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan begitu ketegangan
antarbudaya tidak menjadi pemecah dan merusak tatan sosial
kehidupan bermasyarakat. Melalui jaminan akan terciptanya
penyatuan masyarakat, pada akhirnya bahasa Melayu dipilih dan
ditetapkan sebagai bahasa Indonesia sekaligus menjadi bahasa
Nasional/negara.

Diantara alasan diterimanya bahasa Melayu sebagai bahasa


Indonesia disebutkan Badudu (dalam Zahari, 2011) dengan beberapa
faktor diantaranya: (1) bahasa Melayu menjadi bahasa pergaulan,
perdagangan, dan perhububungan di seluruh kawasan nusantara, (2)
bahasa Melayu mudah dipelajari dan sederhana sistem gramatikalnya,
baik dari segi fonologis, morfologis, sintaksis (kalimatnya), (3) adanya
kesadaran dari suku Jawa dan Sunda sebagai suku bangsa mayoritas
untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia, (4) adanya
kesanggupan bahasa Melayu menjadi bahasa kebudayaan dalam arti
yang lebih luas dan akan berkembang menjadi bahasa yang sempurna.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka bahasa Melayu menjadi
bahasa yang disepakati dan digunakan oleh seluruh lapisan
masyarakat.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |12|


Selain faktor-faktor di atas, tidak kalah pentingnya adalah karena
bahasa Melayu menjadi satu kebutuhan yang mendesak dari bangsa
Indonesia untuk menyatukan seluruh lapisan suku masyarakat di
seluruh Nusantara.
Perkembangan bahasa Indonesia sangat ditentukan oleh
perjalanan waktu dari keseluruhan daerah (kronolek), hal ini dapat
dilihat pemakaian bahasanya. Menurut Nababan sebagaimana
dijelaskan Zahari (2011) bahwa pemakaian bahasa dapat berasal dari,
(1) daerah yang berlainan, (2) kelompok atau kondisi sosial yang
berbeda, (3) situasi bahasa dan tigkat formalitas yag berlainan, atau pun
(4) perbedaan tahun dan zaman yang menentukan munculnya ragam
bahasa. Ragam bahasa yang berhubungan dengan daerah dan lokasi
geografi disebut dengan dialek; ragam bahasa yang berhubungan
dengan kelompok sosial disebut dengan sosiolek. Sementara itu, ragam
bahasa yang berhubungan dengan situasi berbahasa/ tingkat formalitas
disebut fungsiolek.

3. Momentum Penting Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan para pendiri
Republik ini yang menjadikan Melayu sebagai bahasa resmi dan bahasa
persatuan. Ragam bahasa yang dijumpai saat ini tidak dapat dilepaskan dari
momentum masyarakat Indonesia dalam prosesnya mengaplikasikan bahasa
Indonesia pada kehidupan sosial masyarakat. Periodesasi bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia disebutkan oleh Badudu (Zahari, 2011) sebagai
berikut.
1) Bahasa Melayu Tua pada masa kerajaan Sriwijaya yang menjadi pusat
politik dan ilmu pengetahuan. Di provinsi Palembang, Jambi, dan
Bangka ditemukan empat buah batu bersurat yang berisikan piagam
ditulis dengan huruf-huruf Sriwijaya.
2) Pada masa Malaka sebagai pusat perdagangan, bahasa dan kesustraan
Melayu berkembang pesat seiring dengan pengaruh perkembangan
agama Islam yang menyebar luas di kepulauan Nusantara.
3) Tuan Muhammad Sri Lanang gelar Paduka Raja menulis buku dengan
judul Sejarah melayu di Johor dengan mengunakan bahasa Melayu
Johor.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |13|


4) Hadirnya pujangga Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi yang mengecam
kalau bangsa Melayu tidak peduli terhadap keberadaan bahasa dan
kesastraan Melayu, kemudian ditulis menjadi buku Hikayat Abdullah,
Syair Prihal Singapura dimakan Api dan buku lain-lain yang berisikan
tidak lagi bersifat istana sentris.
5) Pada abad 20 bahasa Melayu mulai berkembang dan menjadi bahasa
Indonesia yang dipengaruhi kondisi perpolitikan Indonesia, semangat
persatuan dalam semua aspek kehidupan hingga tercetusnya deklarasi
Sumpah Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928.

Selain peristiwa-peristiwa di atas, beberapa momentum yang perlu


dicatat atas perubahan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia adalah:
a) Tersusunya ejaan resmi Melayu oleh CH. A. Van Ophusyen tahun 1901,
dibantu oleh Nawani Soetan Mamur dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim yang kemudian diterbitkan dalam kitab ber-Logat Melayu.
b) Berdirinya taman bacaan rakyat dengan nama Commission voor de
Volkslectuur oleh Belanda tahun 1908 yang kemudian pada tahun 1917
dirubah menjadi Balai Pustaka.
c) Adanya keputusan Ratu Belanda memberikan kebebasan kepada
anggota Dewan Rakyat (Voksraad) tanggal 25 Juni 1918 menggunakan
bahasa Melayu (Bahasa Indonesia) pada setiap perundingan-
perundingan. Haji Agus Salim adalah orang yang pertama menggunakan
bahasa Indonesia pada sidang Voksraad di Batavia tahun 1920 an.
d) Dideklarasikannya persatuan pemuda seluruh Indonesia atau yang
dikenal dengan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, dan menjadi
awal diubahnya bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia.
e) Berdirinya Pujangga Baru tahun 1933 oleh Sultan Alisyahbana dan
beberapa orang lainnya dengan menerbitkan sebuah majalah bernama
Pujangga Baru.
f) Diadakannya Kongres Bahasa Indonesia pertama kali di Solo tahun
1938 dengan usulan, (a) mengambil kata-kata asing untuk ilmu
pengetahuan; (b) menjadikan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi;
(c) perubahan ejaan, pengembangan istilah-istilah dan penyusunan tata
bahasa baru sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia, dan (d)
pendirian institusi resmi bahasa Indonesia.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |14|


g) Pada tahun 1942-1945 (masa pendudukan Jepang), penggunaan bahasa
Belanda dilarang dan digantikan dengan komunikasi bahasa Indonesia,
selain bahasa Jepang.
h) Melalui momentum kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, bahasa
Indonesia mendapat kedudukan resmi sebagai bahasa resmi negara,
bahasa nasional dan bahasa persatuan Republik Indonesia yang dimuat
dalam UUD 45, Bab XV, pasal 36. Pada kurun waktu itulah, mulai
munculnya sastrawan dengan menamakan diri angkatan 45.
i) Tanggal 19 Maret 1947, pemerintah Indonesia menetapkan ejaan bahasa
baru bagi bahasa Indonesia dengan nama Ejaan Republik Indonesia.
Ejaan itu juga sering disebut dengan ejaan Suwandi sekaligus selaku
Menteri PP dan Kebudayaan.
j) Tanggal 28 Oktober 1954, diadakan kongres kedua di Medan, dengan
menetapkan, (1) bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu; (2)
bahasa daerah atau serumpun digunakan untuk memperkaya bahasa
Indonesia; (3) mengusulkan agar ada badan yang menangani
perkembangan dan pembinaan bahasa Indonesia; (4) istilah-istilah
nasional untuk kegiatan ilmiah diselaraskan dengan lisan orang
Indonesia apabila tidak merusak pengertiannya.
k) Tanggal 16 Agustus 1972, ditetapkan ejaan baru oleh Presiden Republik
Indonesia dengan nama Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang
merupakan penyempurnaan dari ejaan Suwandi/ejaan Republik.
l) Tanggal 17 Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi yang berlaku di seluruh
Indonesia.
m) Tanggal 11 Februari 1975, Lembaga Bahasa Nasional diubah menjadi
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang dengan kegiatan
mempublikasikan aktivitas kebahasaan, baik berupa majalah dan buku-
buku yang berkaitan dengan bahasa dan sastra.
n) Tanggal 25 28 Februari 1975, diadakan seminar Bahasa Nasional yang
mengambil mengusulkan dan menetapakan, (1) pengertian dasar; dan
(2) kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia (lih. Zahari, 2011: 23-30)

Peristiwa-peristiwa yang sama terus dilakukan guna memperkokoh


ketahanan, perkembangan, dan pembinaan bahasa Indonesia. Hal itu

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |15|


mempunyai makna bahwa perkembangan bahasa Indonesia tidak lepas dari
kebutuhan masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Dengan
demikian, peristiwa di atas sebagai langkah awal dalam penyebarluaskan
bahasa Indonesia kepada khalayak pemakaiannya (mayarakat Indonesia).

4. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia


Bahasa menjadi kunci dalam membuka khasanah ilmu pengetahuan.
Dengan bahasa, segala hal yang berkaitan dengan kebutuhan manusia dapat
tersampaikan. Bahasa Melayu merupakan lingua franca, bahasa perhubungan/
bahasa perdagangan yang digunakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Melalui
momentum Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa
pemersatu oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahasa Indonesia memiliki
kedudukan dan fungsi yang penting terhadap diri bangsa Indonesia.
Kedudukan dapat diartikan sebagai status relatif bahasa sebagai sistem
lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial dan bahasa
komunitas atau masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan fungsi
dimaksudkan sebagai nilai dari pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai
tugas pemakaian bahasa dalam keududukan yang diberikannya. Bahasa
Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional ditetapkan melalui
momentum Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, sedangkan kedudukan
sebagai bahasa negara menjadi syah sejak mulai diresmikan dalam Undang-
Undang Dasar 1945, Bab XV Pasal 36 Bahasa negara adalah bahasa
Indonesia.

5. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara [Nasional]


Bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa negara setelah dikukuhkan
oleh konstitusi, yakni UUD 1945 bab XV, pasal 36 yang menetapkan
bahasa resmi negara adalah Bahasa Indonesia. Dengan demikian, selain
berkedudukan sebgai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga
berkedudukan sebagai bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai
bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi penting,
yakni: (1) menjadi bahasa resmi negara; (2) menjadi bahasa pengantar dalam
dunia pendidikan; baik formal atau nonformal; (3) menjadi bahasa resmi
untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional
serta kepentingan pemerintah, serta (4) menjadi alat pengembangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |16|


Dalam perannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia juga
dijadikan sebagai bahasa nasional yang berfungsi: (1) sebagai lambang
kebanggaan nasional; (2) sebagai lambang identitas bangsa; (3) sebagai simbol
penyatuan dari berbagai suku dengan latarbelakang berbeda; dan (4) sebagai
alat pemersatu dalam hubungannya antardaerah dan antarbudaya.

6. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan


Bahasa Indonesia selain sebagai bahasa negara, keberadaannya juga
sebagai bahasa pemersatu. Wilayah Indonesia yang cukup luas dengan
keberanekaragaman budaya, suku, dan bahasa harus diwadahi oleh satu
bahasa yang dijunjung tinggi keberadaannya, di samping diketahui oleh
seluruh elemen bangsa. Bahasa tersebut adalah bahasa Indonesia. Bahasa
yang disepakati melalui momentum penting sejarah bangsa Indonesia, yakni
sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah pemuda tersebut berbunyi:
Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu yaitu Tanah Air
Indonesia. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa satu yaitu bangsa
Indonesia. Kami putra-putri Indonesia mengaku menjunjung bahasa persatuan
yaitu bahasa Indonesia.
Luasnya wilayah Indonesia dengan keragaman suku, agama dan
kebudayaan mengharuskan bahasa Indonesia sebagai perekat dalam setiap
interaksi. Bahasa-bahasa di seluruh kepulauan Indonesia menjadi tidak
berarti, terhapus atau terpinggirkan, tetapi menjadi pengembangan bahasa
Indonesia di samping sebagai alat komunikasi antar suku dan pengembangan
budaya daerah, juga menjadi membantu dalam proses pertumbuhan dan
pembangunan bangsa secara tidak langsung.
Sumpah tersebut sebagai ikrar setia komponen bangsa untuk menjaga
tanah air, negara dan bangsa, serta mengakui bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional, bahasa negara dan bahasa persatuan. Pada fungsinya,
bahasa Indonesia menjadi satu bahasa yang eksistensinya terus dijaga dan
dipelihara, digunakan dalam berbagai profesi dan bidang ilmu pengetahuan
serta teknologi.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |17|


BAB III
ARTI, KARAKTERISTIK, DAN FUNGSI BAHASA

1. Indikator Pembelajaran

Secara umum, melalui pembelajaran ini mahasiswa dapat:


a. menjelaskan arti bahasa;
a. menjelaskan karakteristik bahasa;
b. mengaplikasikan fungsi bahasa sebagai sarana ekspresi;

2. Arti Bahasa
Bahasa adalah satu hal yang mendasar dalam kehidupan manusia.
Digunakan untuk mengkomunikasikan seluruh aktivitas kebutuhan manusia.
Bahasa dalam pengertian umum adalah sebagai alat komunikasi. Untuk
memperluas pemahaman tentang bahasa, berikut dipaparkan beberapa
pandangan ahli terkait dengan pengertian bahasa.
Bahasa menurut Depdiknas (2005:3) adalah ucapan pikiran dan
perasaan manusia secara teratur, yang memergunakan bunyi sebagai alatnya.
Sedangkan bahasa dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Hasan Alwi, 2002:
88) menyebutkan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk bekerjasama,
berinteraksi, dan mengidentifikasi diri dalam bentuk percakapan yang baik,
tingkah laku yang baik, dan sopan santun yang baik.
Sepintas selalu dalam bahasa sederhana, bahasa digunakan sebagai alat
untuk menyampaikan sesuatu yang terbayang di dalam hati. Namun, lebih
jauh bahasa digunakan sebagai alat interaksi dan berkomunikasi. Dalam
artian, bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep
atau perasaan. Dalam kajian sosiolinguistik, bahasa memiliki arti yang lebih
luas, yakni sistem lambang, bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis,
beragam dan manusiawi, demikian dikatakan Chaer & Agustina (2010:11).
Sebagai sebuah sistem, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang
berpola secara tetap dan telah ditentukan aturannya. Sistem bahasa dapat
berupa lambang-lambang bunyi, yang setiap lambang akan melambangkan
suatu yang disebut dengan konsep atau makna. Pada prinsipnya, setiap
lambang bunyi memiliki satu ujaran yang memiliki makna. Misalnya, nama

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |18|


kuda melambangkan binatang yang berkaki empat, berkuku satu, dipelihara
oleh manusia (sebagai kendaraan). Mawar untuk menyebutkan pada nama
bunga, dengan ragam warna; merah, putih, merah jambu, dan harum
wanginya bunga juga dilambangkan untuk tanda cinta, serta lambang-
lambang lainnya.

3. Karakteristik Bahasa
Sebagai alat komunikasi yang di dalam ada aturan/kaidah yang
disepekati, bahasa juga sebagai sebagaimana disebutkan di atas sebagai
sebuah sistem lambang berupa bunyi, bersifat abitrer, produktif, dinamis,
beragam dan manusiawi. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa bahasa
memiliki karakteristik sesuai dengan yang disebutkan.
a. Bahasa Bersifat Arbitrer
Bahasa bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang
dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, tidak statis, namun
lebih dinamis, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa
lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu. Secara kongkret, alasan
kuda melambangkan sejenis binatang berkaki empat yang bisa
dikendarai adalah tidak bisa dijelaskan. Begitu juga dengan mawar
yang melambangkan tanda cinta tidak dapat dijelaskan.
Meskipun bahasa bersifat abritrer, tetapi juga bahasa bersifat
konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi
hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Apa yang
dilambangkan itulah yang disebut dengan makna. Makna inilah yang
diketahui oleh masyarakat di mana bahasa itu digunakan. Makna itu
juga akan mematuhi, misalnya, lambang buku hanya digunakan untuk
menyatakan tumpukan kertas bercetak yang dijilid, dan tidak untuk
melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia
telah melanggar konvensi itu.
b. Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur
yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir
tidak terbatas. Misalnya, dalam KBBI susunan WJS. Purwadarminta
menyebutkan bahwa bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih
23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |19|


jutaan kalimat yang tidak terbatas. Bahasa itu adalah hasil produksi
dari sekolompok masyarakat berdasarkan kesepakatannya.
c. Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari
berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Perubahan itu dapat terjadi pada tataran struktur, seperti pada bidang
fonologis, morfologis, sintaksis, semantik dan leksikon. Pada setiap
waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga
ada kosakata lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi. Karena
sifatnya dinamis, bahasa menjadi beragam sesuai dengan kebutuhan
penuturnya.
d. Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang
sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen
yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda,
maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis,
morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Sasak yang
digunakan di Lombok berbeda dengan yang digunakan di Sumbawa.
Bahasa Sumbawa di Sumbawa Besar berbeda dengan bahasa yang
digunakan di Sumbawa Barat. Begitu juga halnya dengan bahasa
Melayu yang digunakan di Malaysia berbeda dengan yang digunakan di
Berunai Darussalam.
e. Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia.
Hewan tidak mempunyai bahasa. Hewan hanya memiliki bahasa
komunikasi dalam bentuk isyarat dan bunyi. Hal tidak bersifat produktif
dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa bukanlah secara
instingtif atau naluriah, tetapi dengan tahapan-tahapan tertentu melalui
proses belajar. Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa
manusia, oleh karena itu bahasa bahasa itu bersifat manusiawi.

4. Fungsi-Fungsi Bahasa
Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran dan gagasan.
Bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam
arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |20|


Dalam bidang sosiolinguistik, konsep bahasa adalah alat atau berfungsi
untuk menyampaikan pikiran dipandang terlalu sempit, sebab yang menjadi
persoalan sosiolinguistik adalah who speak what language to whom, when and
to what end. Menurut Chaer & Agustina (2010:11), fungsi-fungsi bahasa dapat
dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode dan amanat pembicaraan.
Berikut ini fungsi-fungsi bahasa dipandang dari sudut sosioligustik.
a. Fungsi Pribadi atau Personal
Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya,
si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si
penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga
memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam
hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang
sedih, marah atau gembira. Ekspresi-ekspresi tersebut sebagai bagian
dari sifat personal terhadap lawan bicaranya.
b. Fungsi Direktif
Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi
untuk mengatur tingkah laku pendengar (direktif). Di sini bahasa itu
tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi
melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara.
c. Fungsi Fatik
Bila dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa
bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara,
memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-
ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada
waktu pamit, berjumpa atau menanyakan suatu keadaan. Karenanya,
ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur
paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, air muka/kedipan
mata. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak bermakna jika tidak disertai
unsur paralinguistik.
d. Fungsi Referensial
Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu
berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di
sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi
referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |21|


adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si
penutur tentang dunia di sekelilingnya.
e. Fungsi Metalingual atau Metalinguistik
Jika dipandang dari kode yang digunakan, bahasa berfungsi untuk
bahasa itu sendiri atau metalingual/metalinguistik. Artinya, bahasa itu
digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa
digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi,
pengetahuan dan lain-lain. Tetapi dalam fungsinya, bahasa itu
digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini
dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa ketika kaidah bahasa
dijelaskan dengan bahasa.
f. Fungsi Imajinatif
Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan, maka
bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk
menyampaikan gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun
yang hanya imajinasi semata. Fungsi imaginasi biasanya ada dalam
karya sastra, seperti prosa (novel dan cerpen), puisi seni lukis, dan
patung.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |22|


BAB IV
RAGAM BAHASA
1. Indikator Pembelajaran

Secara umum, melalui pembelajaran ini mahasiswa dapat:


a. menjelaskan pengertian ragam bahasa;
b. memahami dan mengaplikasikan ragam bahasa berdasarkan media;
c. memahami dan mengaplikasikan ragam bahasa berdasarkan pesan
komunikasi;
d. memahami dan mengaplikasikan ragam bahasa berdasarkan penutur;
e. memahami dan mengaplikasikan ragam bahasa berdasarkan bidang
pemakaian.

2. Pengertian Ragam Bahasa


Ragam Bahasa merupakan variasi bahasa menurut pemakaian, yang
berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara,
lawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.
Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik, yang
biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis,
perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat
resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku/ragam bahasa resmi.

3. Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Media


Bahasa Indonesia selain dikenal dengan ejaan baku/kosakata baku
bahasa Indonesia dikenal pula kosakata bahasa Indonesia dalam bentuk ragam
baku, biasanya disebut kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosakata baku
bahasa Indonesia, memiliki ciri-ciri dan kaidah bahasa Indonesia ragam baku,
yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur
bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi resmi pemerintah.
Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau
ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya
kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak
mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |23|


Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum,
tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam
bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa
Indonesia. Yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku
yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan),
pelaku bicara, dan topik pembicaraan. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan
media dibagi menjadi dua yaitu :

1. Ragam Bahasa Lisan


Ragam bahasa lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan
melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi
pengungkapan dapat membantu pemahaman, di samping didukung oleh
situasi pemakaian. Bagian-bagian yang termasuk dalam ragam bahasa
lisan adalah: pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan
berbagai bentuk lainnya. Aktivitas tersebut tidak mengurangi ciri
kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan
bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur struktur kalimat tidak
menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan
kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna
gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah
kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau
santai. Jika dalam ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu
tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai
ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena
itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri
ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa
serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis.
Contohnya:
a) Pelafalan baku (dicetak miring) lazim digunakan dalam bahasa lisan:

Asas (azaz atau asas)


Khawatir (kawatir atau khawatir)
Teknik (tehnik atau teknik)
Maksimum (maksimal atau maksimum)
Nomor (nomer atau nomor)
Zaman (jaman atau zaman)

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |24|


b) Pelafalan singkatan

AC (ace atau ase)


TVI (tivi atau teve)
WC (wece atu wese)
TBC (tebece atau tebese)

c) Ragam bahasa lisan

Rahmawati sedang bikin skripsi (bentuk kata yang tindak berimbuhan).


Bini Pak Camat menghadiri undangan nikah (kosa kata yang tidak baku).
Di Sumbawa banyak ditemukan masyarakat miskin (unsur kalimat yang tidak
lengkap).

Berdasarkan contoh di atas, dapat dilihat ciri-ciri ragam bahasa


lisan, yakni: (a) memerlukan orang kedua/teman bicara, (b) tergantung
situasi, kondisi, ruang & waktu, )c) hanya perlu intonasi serta bahasa
tubuh, (d) berlangsung cepat, (e) sering dapat berlangsung tanpa alat
bantu, (f) kesalahan dapat langsung dikoreksi, (g) dapat dibantu dengan
gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.

2. Ragam Bahasa Tulis


Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Pada
ragam bahasa tulis, cenderung berurusan dengan tata cara penulisan
(ejaan), di samping aspek tata bahasa dan diksi (pilihan kata). Dengan
kata lain, ragam bahasa tulis setiap orang dituntut agar memenuhi
kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata atau pun susunan
kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan
penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.

Contoh :Rahmawati sedang membuat skripsi (bentuk kata)


Istri Pak Camat menghadiri undangan pernikahan (kosa kata tepat/baku).
Sumbawa banyak ditemukan masyarakat miskin (unsur kalimat lengkap).

Ragam bahasa tulis banyak dijumpai pada surat menyurat, karya


ilmiah, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, artikel, esai, surat kabar, dan
hasil penelitian, dan lain sebagainya. Ragam bahasa tulis
memperhatikan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama
kaitannya dengan dalam pembuatan karya-karya ilmiah.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |25|


Ciri ragam bahasa tulis adalah: (a) tidak memerlukan kehadiran
orang lain, (b) tidak terikat ruang dan waktu, (c) kosa kata yang
digunakan dipilih secara cermat, (d) pembentukan kata dilakukan
secara sempurna, (e) kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap,
dan (f) paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu, (g) berlangsung
lambat, dan (h) memerlukan alat bantu.

4. Ragam Bahasa Berdasarkan Pesan Komunikasi


a. Ragam bahasa Ilmiah
Ragam bahasa ilmiah merupakan sarana verbal yang efektif,
efesien, baik dan benar. Ragam ilmiah lazim digunakan dalam berbagai
kegiatan ilmiah atau penalaran ilmiah, misalnya: (1) proposal kegiatan
ilmiah, (2) simposium atau seminar, (3) laporan kegiatan dalam bentuk
proposal, artikel, hasil penelitian, (4) karya ilmiah berupa skripsi, tesis,
dan disertasi, serta (5) laporan pertanggungjawaban berupa: laporan
keuangan, laporan auditing, laporan uji coba, dan laporan evaluasi.
Ragam bahasa ilmiah, sebagaimana disebutkan Widjono Hs
(2008:26-27) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) struktur kalimat yang
jelas dan maknanya lugas, (2) struktur wacananya yang formal sesuai
standar konvesi penulisan naskah, (3) bahasanya singkat, padat yang
berisikan analisis dan pembuktian, (4) cermat dalam menggunakan
unsur-unsur istilah, diksi, ejaan dan bentuk kata, kalimat, paragraf dan
wacana, (5) cermat dan konsisten menggunakan bentuk penalaran, (6)
objektif dan dapat dibuktikan, (6) konsisten dalam pembahasan topik,
pengendalian variabel, permasalahan, tujuan, penalaran istilah, sudut
pandang, landasan teoretis, hasil analisis, hingga pada simpulan.

Contoh Topik ragam bahasa ilmiah


Hiperkriminalitas di Era Modern
Wujud nyata atas hiperkriminalitas yang kita rasakan hari ini adalah berita tentang
perpolitikan tanah air. Hampir kurang dari 100 hari pemerintahan rezim Joko Widodo dan
Jusuf Kalla, berbagai kenyataan dialami oleh masyarakat. Mula-mula pertarungan sengit
wakil rakyat tentang perdebatan UU MD3 hingga titik finalnya adalah munculnya DPR
Tandingan, yang pada akhirnya merembet ke DKI Jakarta sebagai pusat ibu kota dengan
lahirnya Gubernur Tandingan versi masyarakat DKI. Mungkin benar ungkapan bijak,
Semakin dekat dengan kekuasaan, selalu kecenderungan untuk menguasai dan
menindas. Tampaknya, gejala di atas semakin riil dan benar-benar menjadi ideologi
tersendiri bagi penguasa. Selain kisruh di DPR, beragam kebijakan yang diterima

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |26|


masyarakat menjadi bukan menjadi angin segar yang menyehatkan, tetapi darah segar
yang disaksikan melaui kenaikan BBM bulan lalu. Imbas dari kenaikan tersebut naiknya
harga barang dan sembakau, ongkos transportasi dan berbagai komoditas lainnya
semakin meningkat. Kisruh dan demonstransi menjadi aroma tak menyedapkan.

b. Ragam bahasa Pidato


Ragam bahasa pidato dipengaruhi oleh tujuan, situasi dan isi dari
pidato. Dalam pidato resmi, digunakan bahasa yang singkat, pengertian
jelas, maksud yang tidak mengambang, dilafalkan dengan intonasi yang
nyaring dan jelas.
Pidato ilmiah dapat terdiri atas: presentasi makalah, presentasi
skripsi, presentasi tesis dan disertasi, pidato pengukuhan guru besar.
Pada kegiatan ilmiah biasanya mengikuti standar yang telah ditetapkan
oleh masing-masing institusi/lembaga pendidikan. Untuk mendapat
hasil maksimal, presenter ilmiah harus memerhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan kemampuan teknis dan kemampuan unggulan prilaku.
1. Etika ilmiah, berkaitan dengan hal-hal, seperti: a) penggunaan ragam
bahasa ilmiah, (b) sikap objektif dengan kalimat terstruktur, (c)
mematuhi aturan formal presentasi ilmiah, (d) mengutip pemikiran,
konsep, data atau rujukan dari para ahli, (e) menggunakan data yang
relevan, (f) menjawab setiap pertanyaan penyimak (penguji/peserta
seminar) dengan jawaban yang logis dan mudah dipahami.
2. Ketentuan institusi/lembaga (universitas), berupa: format yang telah
ditetapkan institusi, baik prosedurnya atau hal-hal yang telah
dianjurkan oleh lembaga.
3. Kemampuan personal, berupa sikap sopan santun, simpatik,
menghindari sikap subjektif, dan tata prilaku serta pakaian yang
digunakan.

5. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur


a. Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)
Logat sebagai satu keniscayaan bahasa setiap daerah. Luasnya
pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa.
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta
berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali,
Jayapura, Tapanuli, Lombok, dan Sumbawa. Masing-masing memiliki
ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya, terlihat pada logat bahasa

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |27|


Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan b pada posisi
awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung,
Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak
pada pelafalan t seperti pada kata ithu, kitha, canthik. Pada logat
bahasa orang Sumbawa tampak pada pelafalan e & ne pada kata
kamune, sinie dan lain-lain. Perbedaan tersebut menjadi ciri khas dari
daerah tersebut sekaligus menjadi identitas diri.

b. Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur


Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang
berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama
dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah,
kompleks, vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak
berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin,
pideo, film, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata
bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya
mencari. Selain itu, bentuk kata dalam kalimat pun sering
menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai. Pendidikan penutur
sangat menentukan jenis ragam bahasa yang digunakan dalam
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

c. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur


Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap
kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika
dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan
kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga
mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa
seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika
terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan
pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku.
Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan
makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya,
makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat
kebakuan bahasa yang digunakan.
Ragam bahasa Baku Indonesia dipakai dalam kegiatan seperti: (a)
pembicaraan dimuka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar,

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |28|


rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran, (b) pembicaraan dengan
orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen,
dengan pejabat, (c) komunikasi-komunikasi resmi seperti, dalam
pembuatan surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang, dan
peraturan yang berkaitan dengan urusan publik, serta (d) pada wacana
teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, dan disertasi.

6. Ragam Bahasa Menurut Bidang Pemakaian


Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang
dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda,
sering digunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang
digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang
digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, politik atau
jurnalistik/pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda
dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan,
olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut
pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah
laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah
kata/peristilahan/ ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang
tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan
dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang
kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam
lingkungan seni. Cerita, novel, cerpen, puisi, drama dan syair digunakan
dalam dunia kesustraan. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai
dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang
berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya
ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |29|


BAB V
EJAAN BAKU BAHASA INDONESIA
1. Indikator Pembelajaran

Secara umum, melalui pembelajaran ini mahasiswa dapat:


a. mengaplikasi pemakaian kapital;
b. mengaplikasikan penulisan huruf miring;
c. mengapilkasikan penulisan huruf tebal;
d. mengaplikasikan pemakaian kata dasar dan partikel;
e. mengapilkasikan bentuk singkat, singkatan dan akronim.

2. Pemakain Huruf Kapital, Huruf Miring, dan Huruf Tebal


Ejaan baku Bahasa Indonesia yang disempurnakan dalam handbook ini
tidak sepenuhnya disampaikan secara keseluruhan. Beberapa bagian yang
ditampilkan disesuaikan dengan kebutuhan akademik, berupa pemakain
huruf, penulisan kata dasar dan partikel, kata ganti, kata depan, kata serapan
dan tanda baca, serta bentuk singkatan dan akronim.

a. Huruf Kapital
1. Huruf kapital digunakan pada awal kalimat.
Contoh: Kami mahasiswa fakultas Ekonomi dan Bisnis Universtitas
Teknologi Sumbawa.
2. Huruf kapital digunakan degan berkenaan dengan agama, kitab suci
atau nama Tuhan dan kata gantinya.
Contoh: Allah, Al Quran, Weda, Injil, Islam, Kristen, Tuhan Yang
Maha Pemurah, Tuhan, Engkau Yang Mengetahuiya. Ya Rabb,
bimbinglah hamba-Mu.
3. Huruf pertama kutipan langsung
Contoh:
Rektor berkata Mahasiswa harus lebih agresif dibandingkan
dosennya.
Bagi mahasiwa yang tidak mampu biaya perkuliahan digratiskan
kata Dr. Zulkieflimanyah.
Apa pun yang terjadi, kita harus tetap di sini kata Bapak tadi.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |30|


4. Huruf pertama menyatakan kehormatan, gelar keturuan, gelar adat
yang diikuti dengan nama orang.
Contoh: Mahapati Firmansyah, Nabi Muhammad, Dea Masyitoh,
Baiq Rinjani, Raden Septa Ardinata, Sultan Hamungkobono X.
*Huruf kapital tidak digunakan ketika tidak nama orang.
Contohnya: Ia baru saja diresmkan menjadi sultan Yogyakarta.
Mereka sering mendiskusikan silsisalah para nabi dan wali di Jawa.
5. Huruf pertama jabatan yang diikuti nama.
Contoh: Doktor Zulkieflimasyah, Gubernur Zainul Majdi, Jenderal
Sudirman, Bupati Ali Bin Dahlan.
6. Huruf pertama nama orang
Contoh: Lukmanul Hakim, Suci Muliana Rinjani, Nur Alifi Auliya,
Muhammad Anis Mata, Endang Rahmawati.
7. Huruf pertama yang menyebutkan nama daerah, suku, bangsa atau
negara.
Contoh: bahasa Indonesia, bahasa Samawa, orang Lombok, suku
Sasak, suku Mbojo.
*Huruf kapital tidak digunakan jika tidak menujukkan nama.
Misalnya: Bahasanya masih berlogat keinggris-ingrisan.
Beberapa catatan sudah sudah diindonesiakan.
8. Huruf pertama nama tahun, bulan, dan hari atau peristiwa
Contoh: tahun Hijriah, bulan Oktober, hari Selasa, hari raya Idul
Fitri, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Perang Lombok.
9. Huruf pertama nama gegografis
Contoh: danau Toba, selat Sumbawa, kali Cedok, Terusan Suez,
Pelabuhan Poto Tano. Bandara Internasional Lombok.
10. Huruf pertama yang menyatakan nama lembaga pemerintah,
dokumen resmi atau singkatan.
Contoh: Angkatakan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggarana Pendapatan Belanja
Daerah (APBD), Puskesmas.
*Huruf kapital tidak digunakan ketika tidak disebutkan nama
lembaga, tempat ataun dokumen.
Misalnya: Ia mengajar di sebuah universitas luar negeri.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |31|


11. Huruf pertama singkatan menyebutkan gelar, pangkat atau kata
sapaan.
Contoh: Dr. (Doktor), Ir. (Insinyur),
Ny. (Nyonya), Sdr. (Saudara),
Bq. (Baiq), M.A. (Master of Art), Kompol, Berskrim.

b. Huruf Miring
Digunakan dalam cetakan. Jika ditulis menggunakan tangan, maka
diberikan garis bawah. Huruf miring digunakan pada:
1. Menuliskan nama buku, majalah, nama surat kabar.
Contoh: Buku Komposisi karya Gorys Keraf, Majalah Republika 25
Juni 2015.
2. Memberikan penegasan terhadai kata atau frase yang dianggap
penting dalam satu tulisan.
Contoh: Dia mengalami penyakit gila akibat maut yang menimpa
keluarganya.
Kegiatan mahasiswa berbasis kemasyarakatan sangat ditunggu-
tungu pemerintah.
3. Menuliskan kalimat asing, terkecuali yang telah disesuaikan.
Contoh: Akhir-akhir ini banyak orang mengalami penyakit Legionella
akibat kebiasaan merokok dan meminum alkohol berkadar tinggi.

c. Huruf Tebal
Huruf tebal digunakan dalam cetakan saat untuk menandai tanda-
tanda yang dianggap penting atau mendapat perhatian, seperti: judul,
sub judul karangan atau kata yang menuntut perhatian khusus.
Contoh outline karya fiksi, berupa novel
Pulau Seribu Masjid
A. Gugusan Cinta
1. Pertemuan Ilman dengan Irma
2. Ilman bersama anak-anak pesisir pantai
3. Cerita Kakek Imok kepada Ilman
B. Lombok Perawan
1. Fanorama pantai Senggigi
2. Kejujuran Cinta Irma kepada Ilman
3. Lukisan Wajah Alifi Ulwati Fatmala

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |32|


Contoh outline karya ilmiah

Menulis Karangan
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah,
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II Landasan Teori
1. Pengertian Karangan
2. Karangan Berdasarkan Bentukunya
3. Jenis-Jenis Karangan
BAB III Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
B. Data Penelitian dsb.

3. Penulisan Kata Dasar dan Partikel


a. Penulisan Kata Dasar
Dalam penulisan kata dasar, seorang penulis karangan ilmiah
akan dihadapkan pada kata baku dan tidak baku. Kata baku adalah
kata yang mengikuti standar yang telah ditetapkan dan digunakan
dalam penulisan karya ilmiah. Kata baku digunakan dalam ragam
bahasa resmi seperti perundang-undangan, surat-menyurat, karangan
ilmiah, pidato kenegaraan, dan lain-lain. Sedangkan kata tidak baku
biasanya digunakan dalam bahasa pergaulan, bahasa komunikasi
sehari-hari.

Contoh berikut ditampilkan kata dasar baku dan tidak baku


Kata Baku Kata Tidak Baku Kata Baku Kata Tidak Baku
Aktif Aktip Ekspor Eksport
Aktivitas Aktifitas Ekstrem Ekstrim
Apotek Apotik Ekuivale Ekwivalen
Analisis Analisa Embus Hembus
Asas Azas Esai Esei
Atlet Atlit
Atmosfer Atmosfir Februari Pebruari
Fiologi Phiolog
Aerobic Erobik Film Filem
Akhir Ahir Fisik Phisik
Antarinstansi Antar-instansi Foto Photo
Baut Baud Frekuensi Frekwensi

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |33|


Definisi Difinisi Hafal Hapal
Diesel Disel Hakikat Hakekat
Dipersilakan Dipersilahkan Hierarki Hirarki
Dipindahkan Dipindah Hipotesis Hipotesa
Dolar Dollar
Daftar Daptar Saksama Seksama
Definisi Difinisi Sekretaris Sekertaris
Detail Detil Sintesis Sintesa
Diagnosis Diagnose Sistematis Sistimatis
Diferensial Differensial Sistem Sistim
Spesies Spesis
Rezeki Rejeki Spiritual Spiritual
Risiko Resiko Standardisasi Standarisasi
Roboh Rubuh Subjek Subyek
Subjektif Subyektip
Survei Survai

b. Partikel
1. Pengertian Partikel
Partikel adalah kelas kata yang hanya memiliki arti gramatikal dan
tidak mempunyai arti leksikal (KBBI). Arti suatu kata tugas ditentukan
oleh kaitannya dengan kata lain dalam suatu frasa atau kalimat dan
tidak bisa digunakan secara lepas atau berdiri sendiri, digunakan
dalam artikel, preposisi, konjungsi, dan interjeksi.
Kata tugas dikelompokkan menjadi lima, yaitu:
a) Preposisi (kata depan); kata yang biasa terdapat di depan nomina.
Preposisi biasanya menjelaskan sebuah keterangan, seperti kata
dari, dengan, di, dan ke.
b) Konjungsi (kata sambung); kata atau ungkapan yang
menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat (antarkata,
antarfrasa, antarklausa, antarkalimat), misalnya dan, atau, serta.
c) Interjeksi (kata seru); kata yang mengungkapkan seruan perasaan,
misalnya ah, dan aduh.
d) Artikel (kata sandang); kata yang tidak memiliki arti tapi
menjelaskan nomina, misalnya si, sang, dan kaum
e) Penegas yaitu -kah, -lah, -tah, dan pun.

2. Macam-macam Partikel
Partikel meliputi kata yang tidak tertakluk pada perubahan bentuk
dan hanya berfungsi menampilkan unsur yang diiringinya. Dalam

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |34|


bahasa Indonesia, terdapat empat (4) partikel yang menjadi penegas,
yaitu -kah, -lah, -tah, dan pun. Partikel penegas tersebut adalah, sebagai
berikut.
a. kah
Partikel -kah dalam kalimat interogatif dan berfungsi untuk
menegaskan dengan cara:
1) Mengubah kalimat deklaratif menjadi kalimat interogatif.
Misalnya: Diakah yang akan datang?
2) Bersifat manasuka dalam kalimat interogatif yang telah memiliki
kata tanya seperti apa, di mana, dan bagaimana.
Misalnya: Apakah keluargamu sudah datang?
3) Memperjelas kalimat interogatif yang tidak memiliki kata Tanya.
Misalnya: Akan datangkah dia hari ini?
b. lah
Partikel lah digunakan dalam kalimat imperatif atau deklaratif yang
berfungsi untuk:
1) Menghaluskan sedikit nada perintah dalam kalimat imperatif.
Misalnya: Pergilah sekarang, sebelum mereka datang ke sini!
2) Memberikan ketegasan yang lebih keras dalam kalimat deklaratif.
Misalnya: Mendengar ceritamu, jelaslah kamu yang bersalah.
c. tah
Partikel tah digunakan dalam kalimat interogatif. Bersifat retoris
penanya tidak berharap mendapat jawaban dan seolah hanya
bertanya pada diri sendiri. Partikel tah banyak digunakan dalam
sastra lama tapi kini tak banyak dipakai lagi. Contoh: Apatah artinya
hidup ini tanpa engkau?
*Partikel tah biasanya terdapat dalam karya sastra (roman) lama.
d. pun
Partikel pun digunakan dalam kalimat deklaratif yang berfungsi:
1) Mengeraskan arti kata yang diiringinya.
Misalnya: Mereka pun akhirnya setuju dengan usul kami.
2) Menandakan perbuatan atau proses mulai berlaku atau terjadi
jika dipakai bersama lah.
Misalnya: Tidak lama kemudian hujan pun turunlah dengan
derasnya.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |35|


4. Penulisan Singkatan dan Akronim
Dalam bahasa Indonesia, ada perbedaan dalam penulisan singkatan,
bentuk singkat dan akronim. Singkatan adalah bentuk kependekan yang
diambil berdasarkan huruf-huruf pertama sebuah kata, yang penulisannya
menggunakan huruf kapital. Misalnya, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
dan sebagainya. Sedangkan bentuk singkat bentuk pendek dari sebuah kata
yang diambil atau dipotong, dalam penulisannya menggnakan huruf kecil
semuanya. Misalnya, Lab (laboratarium), Harian (Harian surat kabar), dan
seterusnya. Bentuk singkat biasanya digunakan untuk mempermudah
penyebutan terhadap sebuah kata atau objek yang ingin dikenalkan.
Selain, bentuk singkat dan singkatan, penulisan akronim biasa
digunakan dalam berbagai penyebutan instansi atau bidang-bidang organisasi.
Akronim merupakan bentuk pendek yang diambil dari sebuah frasa atau lebih
ditekankan pada kependekan dari gabungan huruf atau suku kata atau bagian
lain yang ditulis secara wajar. Perlakuan sebagai suatu kata ini biasanya
dilihat dari pola susunan vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola yang
lazim (mudah diucapkan) dalam bahasa Indonesia. Dalam penyusunannya,
akronim dapat bervariasi tergantung pada kesepakatan dari pembuatnya
Misalnya, Siskamling (sistem keamanan lingkungan), kades (kepala desa),
sinetron (sinema elektronik), Pemkot (Pemerintah Kota/Kotamadya), iptek (ilmu
pengetahaun dan teknologi) dan bentuk-bentuk lainnya.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |36|


BAB VI
PENULISAN KUTIPAN, CATATAN KAKI,
URAIAN NASKAH & DAFTAR PUSTAKA

1. Indikator Pembelajaran

Secara umum, melalui pembelajaran ini mahasiswa dapat:


a. memahami dan mengaplikasikan tata cara dalam penulisan kutipan
langsung dan tidak langsung;
b. memahami dan mengaplikasikan penulisan catatan naskah dan catatan
kaki;
c. memahami dan mengaplikasikan penulisan daftar pustaka.

2. Kutipan
a. Pengertian Kutipan
Dalam penulisan karya ilmiah, seorang penulis dituntut untuk
memerhatikan hal-hal yang berkaitan dengan etika dalam penulisan, termasuk
kaitannya dengan mengambil kutipan/sumber rujukan. Kutipan yang diambil
dapat berupa konsep, difinisi, atau pun abstrak/intisari dari satu pendapat
para ahli. Hal itu dimaksudkan agar apa yang ditulis bisa dipertanggung
jawabkan. Menurut Akhidiyat (dalam Nugrahani & Al Makruf, 2014), fungsi
kutipan adalah: (a) sebagai landasan teori, (b) penjelas pembahasan, dan (c)
pendapat-pendapat yang dikemukan oleh para ahli. Kutipan merupakan
salinan kalimat, paragraf, wacana atau pendapat seorang pengarang yang
terdapat dalam karyanya, baik dalam buku, media cetak atau interview (Hs,
2007). Kutipan ditulis untuk menegaskan uraian isi, juga sebagai pembuktian
atas apa yang ingin disampaikan.
Dalam proses pengutipan, penulis dapat menggunakan penulisan dalam
bentuk catatan kaki (footnote) atau urain naskah (bodynote). Penulisan sumber
dengan cara uraian naskah (bodynote) ditulis dengan tiga (3) cara, sebagai
berikut.

1. Sumber Acuan Dituliskan setelah Kutipan


Cara penulisannya adalah terlebih dahulu dibuat kalimat/frase
pengantar (sesuai keperluan), kemudian tampilkan kutipan, nama akhir

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |37|


pengarang (kalau lebih dari satu suku kata); tanda koma, tahun terbit,
titik dua (:), nomor halaman dalam kurung dan tanda titik di akhir.
Contoh:

Althusser dalam kumpulan esainya tentang ideologi membicarakan tentang


ideologi. Menurutnya pembicaraan ideologi seharusnya kita tahu bahwa ideologi
menyelipkan diri pada segala aktivitas manusia, bahwa ideologi identik dengan
pengalaman hidup dari eksistensi manusia itu sendiri: Itulah sebabnya bentuk yang
membuat kita melihat ideologi dalam pelbagai novel besar, dalam kandungannya
dimuati pengalaman hidup pelbagai individu (Althusser, 2008:189).

2. Sumber Acuan Dituliskan sebelum Kutipan


Penulisan sumber acuan sebelum kutipan ditulis terlebih dahulu
dengan membuat kata pengantar kalimat/frase (sesuai keperluan),
nama akhir pengarang (kalau lebih dari satu suku kata), tahun
terbit, titik dua, nomor halaman, tanda koma, kutipan (teks yang
dikutip), baik langsung atau pun tidak langsung.
Contoh:

Karya sastra sebagai deskripsi atas realitas sosial merupakan karya yang
imajinatif, menggunakan sistem kode. Sistem kode itu berupa kode bahasa, kode
budaya, dan kode sastra sebagaiman disebutkan Teeuw (1974: 331) menjadi satu
kesatuann yang tak bisa dipisahkan dalam rangkaiannya sebagai bagian dari teks
sastra. Tiga sistem itulah yang digunakan pengarang untuk menyampaikan
maksud dan pesan melalui karya sastra.

3. Sumber Acuan Dituliskan di tengah Kutipan


Penulisannya dilakukan dengan cara ditampilkan sebagain
kutipan sebagai argumentasi dari pemikiran (sesuai keperluan),
kemduian diikuti nama akhir pengarang (kalau lebih dari satu suku
kata), tanda koma, tahun terbit, tanda titik dua, dan nomor halaman
di dalam kurung, tanda koma, kemudian kutipan lanjutan.
Contoh:

Humanisme berkembang menjadi gerakan lintas budaya dan universal,


demikian dikatakan Hanafi dkk. (2007:211), dalam arti berbagai sikap dan
kualitas etis dari lembaga-lembaga politik yang bertujuan membentengi martabat
manusia. Humanisme merupakan kepercayaan yang menyatakan bahwa setiap
manusia harus dihormati sebagai seorang manusia seutuhnya, bukan karena dia
itu bijaksana atau bodoh, baik atau jelek, dan tanpa memandang agama atau
suku, laki-laki atau perempuan.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |38|


b. Jenis Kutipan
Kutipan dapat dibagi menjadi dua bentuk, yakni kutipan langsung
dengan kutipan tidak langsung. Pengarang menggunakan kutipan untuk
memperkuat gagasan yang ingin disampaikan.

1. Kutipan Langsung
Kutipan langsung adalah kutipan yang langsung diambil persis
dari sumbernya (kutipan yang langsung dari pernyataan dan bahasa
asli pengarang (apa adanya). Kutipan langsung dikenal dengan istilah
wording. Penulisan dilakukan sebagai berikut.
1. Penulisannya terintergarasi dalam teks (spasinya sama) kemudian
diapit oleh tanda petik (...) dan diberikan tanda footnote/bodynote.
2. Kutipan langsung yang lebih dari lima baris ke atas dipisahkan d ari
teks, satu spasi dan margin masuk ke dalam teks sekitar lima
ketukan.
3. Kutipan langsung yang lebih dari lima baris dipisahkan dengan teks
(satu spasi), sedangkan tulisan yang kurang dari lima baris
diintegrasikan bersama dengan teks lain.

Contoh kutipan langsung <5 baris dalam bentuk bodynote

Menurut Koentjaraningrat (2002:179) kebudayaan mengandung beberapa


pengertian yaitu bahwa kebudayaan hanya ada pada makhluk manusia yang
semula hanya kebudayaan satu aspek dari proses evolusi manusia yang
menyebabkan manusia lepas dari alam kehidupan. Dengan demikian,
kebudayaan selalu ada pada setiap kelompok manusia.

Contoh kutipan langsung >5 baris dalam bentuk bodynote

Pengertian ideologi disampaikan oleh Althusser sebagai berikut.


Pengertian ideologi terdiri dalam empat komponen berupa: (a) ideologi
memiliki fungsi dalam pembentukan subjek, (2) ideologi sebagai
pengalaman hidup dan bukan kepalsuan, (3) ideologi sebagai
kesalahpahaman dalam mengetahui kenyataan yang palsu, dan (4)
ideologi terlibat dalam reproduksi formasi sosial dan relasi kekuasaan.
Berdasarkan hal tersebut, ideologi memiliki watak sebagai lived eskprience
yang melukiskan keadaan masyarakat yang sifat imajinatif (Althusser,
2008: 15).

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |39|


Contoh kutipan langsung (wording):

Literature is a social institution, using as its medium


language, a social creation. They are conventions and norm
which could have arisen only in society. But, furthermore,
literature represent life; and life is, in large measure, a
social reality, eventhough the natural world and the inner or
subjective world of the individual have also been objects of
literary imitation. The poet himself is a member of society,
possesed of a specific social status; he recieves some degree
of social recognition and reward; he addresses an audience,
how ever hypothetical. (Wellek & Warren 1956: 94).

2. Kutipan Tidak Langsung


Kutipan yang mengambil gagasan atau ide pikiran dari seorang
pengarang. Teknik pengutipan tidak langsung dengan mengambil
bagian yang dianggap penting dari satu pendapat atau pikiran dengan
catatan bahasa, kalimat berbeda dengan teks aslinya. Kutipan tidak
langsung dapat dibentuk dengan teknik pengutipan paraphrasing dan
summaring

1. Teknik pengutipan paraphrasing; pengutipan yang mengambil


gagasan utama (mind idea) dari sumber yang dirujuk. Struktur
bahasa dan diksi harus berbeda dengan sumber kutipan. Pada
kutipan tetap dicantumkan identitas sumber rujukan.

Contoh pengutipan dengan bentuk paraphrasing

Menurut Taufik dalam Zuhdi, dkk., (2011: 132), bahwa Tuan


Guru bagi masyarakat Sasak dianggap sebagai wakil Tuhan di
bumi, sebagai pelindung yang kata-kata dan pesan agama serta
moralnya harus mutlak diikuti jika menginginkan keselamatan
hidup. Karena takzim atas karismatik, masyarakat akhirnya
menerima apa saja yang ke luar dari mulut Tuan Guru tanpa
harus mempertimbangkan terlebih dahulu.

2. Teknik penutipan summaring; pengutipan dengan menyarikan


urain dari sumber rujukan. Summaring seperti mengambil
intisari/abstrak dari pendapat pakar atau seorang ahli. Dalam
pengutipannya, biasanya sebatas kalimat atau satu paragraf.
Pernyataan yang diambil tetap menuliskan identitas dari sumber
rujukan.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |40|


Contoh pengutipan dengan bentuk summaring

Novel Tuan Guru karya Salman Faris yang mengungkapkan


realitas sosial seorang figur masyarakat, figur Tuan Guru yang
bagi pengarang mengambil manfaat dari ketokohannya akan
ditanggapi oleh pembaca dengan pemahamannya yang berbeda
terhadap teks wacana dari sebuah karya sastra (Adi dalam
Faris, 2007: cover belakang), Novel Tuan Guru mengajak
pembaca untuk melirik aktor sentral dalam pembumian
terhadap kultur Islam di tengah kehidupan yang nyata, dalam
hal ini adalah masyarakat NTB khususnya suku Sasak.

3. Daftar Pustaka/ Bibliografi

a. Pengertian Daftar Pustaka


Daftar pustaka dikenal dengan istilah bibliografi. Menurut KBBI,
bibliografi diartikan sebagai daftar buku atau karangan yang bersumber
dari sebuah tulisan atau karangan tentang satu subjek ilmu. Daftar
pustaka berfungsi untuk memberikan penegasan terhadap kutipan-kutipan
yang diambil penulis berdasarkan pendapat orang lain. Daftar Pustaka
tentu berbeda dengan catatan kaki. Referensi pada catatan kaki
dipergunakan untuk menunjuk kepada sumber pernyataan atau ucapan
yang dipergunakan dalam teks, karenanya harus menujukkan pada tempat
yang tepat, selain nama pengarang dan nomor halaman.

b. Unsur-Unsur Daftar Pustaka


1. Nama pengarang dibalik, jika lebih dari satu suku kata.

2. Judul buku, termasuk judul tambahannya ditulis dalam huruf


miring/italic atau berikan gasis bawah (underline).

3. Data publikasi (tempat terbit, penerbit, tahun terbit, cetakan, nomor


jilid, jumlah halaman).

4. Untuk sebuah artikel, diperlukan judul artikel, nama majalah, jilid,


dan nomor halaman.

5. Jika dalam penulisan lebih dari satu baris, maka pada baris
berikutnya harus menjorok ke dalam sekitar tujuh ketukan.

6. penyusunan bibliografi tidak seragam, ditentukan oleh jenis dan


bentuk referensi yang diugnakan, seperti dari buku, artikel, majalah,
wikipedia dan sejenisnya. Namun demikian, penggunaaan bibliografi
harus tetap konsisten.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |41|


7. Dalam penulisan daftar pustaka tidak ditentukan aturan mana yang
digunakan, yang penting harus konsisten. Secara umum, banyak
digunakan penulisan daftar pustaka dengan mengikuti standar
internasional, yakni Association of American Psychology (APA).

Sistematika dan contoh Penulisan bibliografi mengituti


Standar dari APA
Penulisannya: (nama penerbit, tahun terbit dalam kurung, judul
buku, tempat terbit, dan nama penerbit). Contoh:
Buku
Hoed, Benny Hoedoro. (2011) Semiotik & Dinamika Sosial Budaya.
Jakarta: Komunitas Bambu.

Majalah/jurnal ilmiah elektronik/online


Mulawarman, Lalu Suryadi. (2011). Jakarta Anniversary Festival IX-
2011: Koreografer Lalu Suryadi Pentaskan Perempuan Rusuk Dua
(http://www.jakarta.go.id, diakses 12 Februari 2014).

Basuki. (2012). Pembelajaran Sastra Berkonteks Pendidikan Moral dan


Budaya: Sebuah Pendekatan Kontekstual, dalam Journal
Unwidha 2012, hlm. 50-58 (http://journal.unwidha.ac.id/,
diakses 14 Desember 2013).

Contoh Penulisan Daftar Pustaka


1. Satu pengarang
Endaswara, Suwardi. 2011. Metodelogi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: CAPS.
Hoed, Benny Hoedoro. 2011. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. Jakarta:
Komunitas Bambu.
Zahari, Musril. 2011. Menjunjung Bahasa Persatuan: Sebuah Kumpulan Karangan.
Jakarta: PT. Metros Pos.

2. Dua pengarang
Arifin, E.Z. & S.A. Tasai. 1999. Cermat berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akademika Presendo.
Nugrahani, Farida & Ali Imran Al Maruf. 2014. Metode Peulisan Karya Ilmiah:
Panduan bagi mahasiswa, Ilmuan, dan Eksekutif. Yogyakarta: Nuansa
Aksara.
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Qualitative Data Analysis (Terj.
Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: Indonesia University Press. *Penulis
dengan dua pengarang, nama pertama dibalik, penulis kedua tdk dibalik.

3. Tiga pengarang
Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan. 1999. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Arilangga.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |42|


4. Lebih dari tiga/ banyak pengarang
Luxembung, Jan. dkk., 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. *Lebih
dari tiga pengarang menggunakan et.all atau dkk. (dan kawan-kawan).

5. Editor/penyunting
Gerung, Daud (Ed.). 2011. Lombok Mirah Sasak Adi. Jakarta: Imsak Press.
Satoto, Soediro (Eds.). 2000. Sastra: Ideologi, Politik dan Kekuasaan. Surakarta:
Muhammadiyah University Press. *Kalau editornya banyak, digunakan
Eds.

6. Sumber internet
Kusno, Gustaaf. 2013. Bahasa: Nama Kesayangan alias Term of Endearment,
(Online) (http://bahasa.kompasiana.com, diakses 11 Februari 2013).
Mulawarman, Lalu Suryadi. 2011. Jakarta Anniversary Festival IX-2011: Koreografer
Lalu Suryadi Pentaskan Perempuan Rusuk Dua, (http://www.jakarta.go.id,
diakses 12 Februari 2014).
Salameh, Fahd A. & Qusai A. Thebyan. 2011. The Ideology of Betrayal in
Yasmine Zahrans Novel A Beggar at Damascus dalam Jurnal Cross-
Cultural Communication Vol. 7, No. 4, 2011, pp. 40-48
(http://cscanada.net, diakses 2 Desember 2013).

7. Sumber dari daftar wawancara, interview radio/televesi


Natabaskara, Roni. Interview Televesi. Pentingnya Penyuluhan untuk Membuat
Masyarakat Berpikir Logis. RCTI. Jakarta 14 Agustus 2014.
Hakim, Lukmanul. Wawancara dengan Dr. Hirjan Nahdi, M. Hum., Pembantuk
Ketua I STKIP Hamzanwadi Selong. Selong 28 Januari 2014. .
Hakim, Lukmanul. Wawancara dengan Eva Nourma Penulis Novel Sri Rinjani &
RDP. Selong 30 Januari 2014.

8. Buku Terjemahan
Althusser, Louis. 2008. Tentang Ideologi: Strukturalisme Marxis, Psikoanalisis,
Cutlural Studies (Terj. Olsy Vinoli Arnof). Yogyakarta: Jalasutra.
Hashmi, Sohail H. (Ed.) 2005. Etika Politik Islam, terj. Abu Bakar Eby Hara dkk.
Pondok Indah: ICIP.
9. Artikel dalam Jurnal, majalah
Al Maruf, Ali Imran. 2007. Pembelajaran Sastra Multikultural di Sekolah:
Aplikasi Novel Burung-Burung Rantau dalam Jurnal Lingustik & Sastra,
Vol. 19, No. 1, hlm. 60-75 (Juni 2007).
Pratiwi, Yuni. 2009. Beberapa Perspektif Teori Penyusunan Bahan Ajar Ketrampilan
Berbahasa Indonesia, dalam Diksi: Jurnal Ilmiah Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya, Vol 16 (2), hlm. 190-198 (Juli 2009) *Judul artikel
dimirikan/digarisbawah dan diberikan tanda petik (....).

10. Disertasi/Tesis/Skripsi tidak diterbitkan


Kumala, Achmaspti. 2013. Social Mobility and Strunggle for Womens Right to

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |43|


Chose Spouses in Jane Austens Persuasion. Tesis Program Magister
Pengkajian Bahasa Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Aliarto, Tolip. 2012. Transformasi Peristiwa-peristiwa Penting Nabi Muhammad
Saw dalam Novel Muhammad (Lelaki Pengenggam Hujan) Karya Tasoro
GK dari Sirah Nabawiyah Karya Syaikh Shafiyyurahman al Mubarafury:
Kajian Intertekstual. Tesis Program Magister Pengkajian Bahasa
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

c. Penyusunan Daftar Pustaka


Penyususnan daftar pustaka/ bibliografi dapat dilakukan dengan
dua (2), asalkan harus konsisten dalam penggunaannya.

1. Penyusunan bibliografi dengan cara Pertama


a. Nama pengarang (nama kedua, titi, nama pertama)

b. Tahun penerbitan, titik (angka tahun boleh diapit tanda kurung


[()], asal konsisten)

c. Judul karangan, buku, jurnal, majalah, kumpulan esai, diikuti


tanda titik (.)

d. Nama kota, titik dua (:)

e. Nama penerbit, titik (.)

Contoh:

Berger, Arthur Asa. 2010. Sign in Contemporary Culture: An Introduction to


Semiotic (Terj. M. Dwi Marianto). Yogyakarta: Tiara Wacana.
Gerung, Daud (Ed.). 2011. Lombok Mirah Sasak Adi. Jakarta: Imsak Press.
Istanti, Kun Zachrun. 2010. Transformasi dan Integrasi dalam Kesustraan
Nusantra: Perbandingan Teks Amir Hamzah Melayu dan Jawa dalam
Humaniora: Jurnal Budaya, Sastra, & Bahasa, Vol. 22, hlm. 241-249
(Oktober 2010).

2. Penyusunan bibliografi dengan cara Kedua


a. Nama pengarang (nama kedua, koma, nama pertama)
b. Judul buku; (judul artikel, nama jurnal, volume., nomor
majalah/surat kabar); judul esai, nama buku kumpulan, judul
karangan, penjelasan kata, nama ensiklopedia.

c. Nama kota.

d. Nama penerbit dan tahun penerbitan

Contoh:
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris ,

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |44|


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
Barthes, Roland, Membedah Mitos-mitos Budaya Massa, Yogyakarta: Jalasutra,
2007.
Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah,
2001.

4. Catatan Kaki/Footnote
Sebagaimana dengan daftar pustaka, catatan kaki berfungsi untuk
memberi penjelasan tambahan yang lebih rinci mengenai satu rujukan
yang digunakan oleh seorang ketika ia mengutip satu rujukan. Perbedaan
yang paling mudah dibedakan adalah letak catatan kaki yang berada di
bawah naskah satu tulisan atau diakhri satu bab sebuah buku. Catatan
kaki lebih dikenal dengan footnote.

a. Fungsi Catatan Kaki


Ada beberapa fungsi dari catatan kaki, sebagai berikut.
1. Fungsi Akademis
a) memberikan dukungan argumentasi/pembuktian
b) pembuktian (rujukan) naskah;
c) memperluas makna informasi (dalam naskah);
d) menunjukkan objektivitas;
e) menunjukkan nilai dari sumber rujukan;
f) memudahkan peninjauan kembali rujukan membedkan antara
daftar pustaka dengan catatan kaki;
g) menunjukkan kualitas dan kecerdasan penulis.
2. Fungsi Estetika
a) mempertinggi nilai keindahan;
b) membentuk variasi format;
c) memberikan kesan dinamis;
d) memberikan kesan dinamis;
e) menyenangkan pembaca.
3. Fungsi Etika (Moral)
a) pengakuan penghargaan terhadap penulis sumber informasi;
b) menunjukkan kualitas penulis;
c) menunjukkan kecermatan yang lebih akurat;
d) menunjukkan etika dan kejujuran inteltual, bukan plagiat.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |45|


Catatan kaki dapat berupa keterangan tambahan:
a) memberikan keterangan/penjelasan tambahan;
b) memperjelas konsep, istlah, difinisi, atau uraian tambahan;
c) tindak menggangu fokus apa yang dianalisis;
d) meningkatkan kualitas karangan.

b. Penulisan Catatan Kaki


a) Catatan kaki dipisakan dari halaman naskah.
b) Antar catatan kaki dipisahkan dengan satu spasi.
c) Catatan kaki lebih dari satu baris dikasi satu spasi.
d) Catatan kaki sejajar dengan marjin.
e) Catatan kaki berupa karangan ilmiah formal, diberi nomor urut (dari
nomor satu hingga akhir).
f) Nomor ditulis lebih kecil.
g) Gelar akademik ditulis, disesuaikan dengan data pustaka buk u.

Catatan kaki berupa rujukan/data pustaka ditulis dengan:


1. Nama pengarang tanpa dibalik/sama dengan nama yang dibuku
diikuti koma (,).
2. Jika ada nama gelar ditulis lengkap.
3. Judul karangan dicetak miring, diikuti koma (,).
4. Nama penerbit, tempat terbit diapit tanda kurung ().
5. Nomor halaman disingkat hal., hlm., dan diakhiri tandan titik.

Contoh catatan kaki:


_______________________
1 Benny Hoedoro Hoed, Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, (Jakarta: Komunitas Bambu,
2011) hlm. 20-33.
2 Prof. Dr. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007) hlm. 207-210.
3Prof. Dr. H. Musril Zahari, M.Pd., Menjunjung Bahasa Persatuan: Sebuah Kumpulan Karangan,
(Jakarta: PT. Metros Pos, 2011) hlm. 30.
4Kinayati Djojosuroto, Filsafat Bahasa, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2006) hlm. 55-57.

Dalam catatan kaki digunakan beberapa istilah yang berasal dari


bahasa Latin, yakni Ibid., Op.Cit., dan Loc. Cit.

a. Ibid. (Ibidum = ditempat yang sama dengan di atas)


1. Ibid ditulis di bawah catan kaki yang mendahuluinya.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |46|


2. Ibid tidak dipakai apabila telah ada catatan kaki yang lain yang
menyelinginya.
3. Ibid diketik dengan huruf kapital di awal kata, dicetak miring,
dan diakhiri tanda titik.
4. Apabila referensi berikutnya dari jilid atau halaman yang lain,
urutan penulisan: Ibid, koma, jilid, halaman.

Contoh penulisan Ibid.


_______________________

1 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: UGM Press, 1995) hlm. 24.
2 Ibid.
3 Ibid., hlm. 53-65.
4 Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, Sastra dan Cultural Studies: Repsentasi Fiksi dan Fakta.,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) hlm. 240-245.
5 Ibid., 305.

b. Op.Cit. (Opera Citato = dalam karya yang telah disebutkan)


1. Merujuk pada buku yang telah disebutkan dan diseleingi seumber
lain.
2. Ditulis huruf kapital pada awal suku kata, dicetak miring, diikuti
tanda titik.
3. Urutan penulisan: nama pengarang, nama panggilan/nama
famili, Op.Cit., nama buku, halaman.

Contoh penulisan Op.Cit.


_______________________

1 Prof. Dr. Rachmat Djoko Prodopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapan Lainnya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009) hlm. 35-40.
2 Dr. M.Rafiek, Teori Sastra; Kajian Teori dan Praktik, (Bandung: Refika Aditama, 2011)
hlm. 100.
3 Pradopo, Op.Cit., 45.
4 Rafiek, Op.Cit.

c. Loc.Cit. (Loco Citato = ditempat yang telah disebutkan)


1. Merujuk pada sumber yang sama berupa buku kumpulan, esai,
jurnal, ensiklopedia, atau majalah; dan diselingi sumber lain.
2. Kutipan bersumber dari hlm yang sama.
3. Kata Loc.Cit. tidak diiukuti nomor halaman.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |47|


Contoh penulisan Loc. Cit..
_______________________
1Rahman, Musthofa. 2011. Nilai-Nilai Humanisme Islam Dan Implikasinya dalam Konsep
Tujuan Pendidikan dalam Jurnal Didaktika Islamika. Vol. XI, No 2, hlm. 240-255 (Desember
2011).
2Rahman, Loc.Cit.
3Sabara. 2013. Teologi Pembebasan Ali Syariati. (Online) (http://indonesian.irib.ir/, diakses
21 Desember 2013).
4Salameh, Fahd A. & Qusai A. Thebyan. 2011. The Ideology of Betrayal in Yasmine Zahrans
Novel A Beggar at Damascus dalam Jurnal Cross-Cultural Communication Vol. 7, No. 4,
2011, pp. 40-48 (http://cscanada.net, diakses 2 Desember 2013).
5Salameh, Lo.Cit.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |48|


BAB VII
PERENCANAAN KARANGAN

1. Indikator Pembelajaran

Secara umum, melalui pembelajaran ini mahasiswa dapat:


a. memahami hakekat perencanaan karangan;
b. mahasiswa memahami tujuan dalam penulisan karangan;
c. mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis karangan ilmiah;
d. mahasiswa memahami dan mengaplikasikan jenis-jenis karya ilmiah;
e. mahasiswa mampu membuat perencanaan karangan;

2. Hakekat Perencanaan Karangan


Menulis sebagai kegiatan kreatif karena di dalanya berbagai aktivitas
dilakukan dengan perencanaan yang matang. Proses itu dimulai dengan
tahahan-tahapan sebagai berikut: Pertama, yakni tahap persiapan yaitu
mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan arah dan fokus
penulisan, mengamati objek yang akan ditulis, dan memperkaya pengalaman
kognitif untuk proses selanjutnya. Kedua, tahap inkubasi (pendadaran) yaitu
proses logis dengan memanfaatkan seluruh informasi yang akan dikumpulkan
dari sebab ke akibat atau tesis antitesis sampai dengan sintesis yang
merupakan pemikiran sinergi kreatif yang juga bersifat khas sampai dengan
pembahasan yang lebih luas yang merupakan solusi, pemecahan masalah,
atau jalan keluar atas pemikiran yang dihadapi. Ketiga, tahap iluminasi atau
kejelasan yang ditandai dengan adanya inspirasi pemecahan masalah.
Keempat, yakni tahap verifikasi yaitu mengevaluasi, memeriksa kembali, atau
menyeleksi seluruh tahapan, dan menyusunnya kembali sesuai dengan fokus
tujuan penulisan (Syihabuddin dalam Hs, 2008: 237).

3. Tujuan Penulisan Karangan


Karangan ilmiah memiliki karakterisitik umum, yakni: (a) dari segi isi,
menyajikan pengetahuan yang berupa gagasan, deskripsi tentang satu
pemecahan masalah, (b) penyajian yang disajikan berdasarkan fakta atau
emperik atas teori-teori kebenaran, (c) mengandung kebenaran objektif, serta
jujur dalam penulisan, (d) bahasa yang digunakan adalah bahasa baku, tidak

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |49|


menggunakan pernyataan yang abstrak atau bahasa-bahasa konotatif, (e)
sistematika penulisan mengikuti cara-cara yang telah ditetapkan.
Menurut Mulyati dkk. (2010:4.28), dilihat dari segi tujuannya, karya
ilmiah/ tulisan ilmiah memiliki tujuan berbeda. Tujuan-tujuan tersebut adalah
meliputi:
1) memberikan penjelasan;
2) memberikan komentar dan penilaian;
3) memberikan saran dan usulan;
4) memberikan sanggahan dan penolakan;
5) membuktikan hipotesis;
6) membuat suatu rancangan.

4. Menentukan Jenis Karangan


Ketika seorang penulis membuat karangan, ia harus menentukan
tulisan itu ditujukan kepada siapa. Dengan begitu, ia akan menggunakan
bahasa sesuai dengan tingkat pengasaan bahasa yang ditujukan. Dalam
sebuah karangan, dikenal dengan istilah karya ilmiah dan karya ilmiah
populer. Perbedaan dua jenis kategori tersebut ditentukan kepada objek
pembacanya. Jika karya ilmiah ditujukan untuk kalangan profesional
(pembaca tertentu), sedangkan karya ilmiah populer ditujukan kepada
masyarakat umum. Istilah ilmiah tidak berarti hasil penelitian atau
pengamatan terhadap suatu objek, tetapi pada sebuah pengatamatan atau
pandangan pribadi yang disajikan secara mendalam dengan metode ilmiah
merupakan karangan yang dipandang memiliki nilai-nilai ilmiah.

5. Macam-macam Karangan/Karya Ilmiah


Selanjutnya, akan disajikan jenis-jenis karya ilmiah yang paling umum
digunakan dan sering dijumpai dalam lingkungan akademi.

1. Hasil Laporan
Hasil laporan adalah tulisan yang dihasilkan dari laporan kegiatan baik
berupa hasil penelitian atau hasil percobaan, baik di lapangan,
laboratarium atau penelitian keperpustakaan. Karena itu, laporan ini akan
disesuaikan dengan objek kajiannya. Jika laporan ilmiah ini hasil dari
praktek, maka karya ilmiah disebut dengan laporan hasil praktikum. Jika
laporan dibuat berdasarkan hasil atas kajian keperpustakaan, maka

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |50|


tulisan disebut dengan laporan buku. Pada laporan penelitian, penulis
melakukan empat hal penting, yakni:
a. mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah;
b. menyingkat temua sebelum menginfromasikan kepada pembaca
tentang posisi penelitiannyang dilakukan.
c. mengidentifikasi hubungan, kontradiksi, jarak dan inkonsistensi
dalam literatur.
d. mengusulkan langkah-langkah senlajutnya memecahkan masalah.

Penulisan hasil laporan tidak jauh berbeda dengan tulisan-tulisan


penelitian lainnya. Sama halnya dengan peneulisan pada artikel jurnal,
hasil laporanya juga harus memenuhi standar dalam penulisan ilmiah,
seperti: halaman judul, abstrak, pendahuluan, metode, hasil penelitian,
dan rujukan.

2. Makalah atau Kertas Kerja


Makalah pada umumnya diistilahkan kertas kerja atau paper. Biasanya
disajikan secara deskriptif atau ekspositoris, dengan sisipan argumentatif.
Panjang tulisan sekitar 5-20 halaman. Kertas kerja dibedakan dalam dua
bentuk, yakni term-paper dan working-paper. Perbedaan kedua jenis paper
tersebut objek yang ditujukan. Jika term-paper berisikan pembahasan
terhadap sesesuatu permasalahan yang dianggap penting, disiplin ilmu
tertentu yang sumber pokoknya adalah kepustakaan. Tulisan jenis ini
adalah merupakan tugas terstruktur biasanya dikerjakan oleh dosen dan
mahasiswa dalam upaya memperdalam satu disiplin ilmu tertentu. Jadi,
term-paper berupa ikhtisar atau intisari dari sebuah simpulan hasil bacaan
atas topik tertentu. Kata lain dari term-paper adalah naskah berskala.
Selain term-paper, ada juga working-paper sebagai bagian dari term-
paper. Working-paper merupakan kertas kerja yang berisikan pendapat,
gagasan, atau ide dari satu pokok persoalan untuk disajikan dalam sebuah
seminar atau lokarya, simposium dan pertemuan-pertemau dalam skala
yang lebih luas. Persoalan yang diangkat dalam working-paper lebih luas
dari term-paper, tidak saja berisikan satu teori dari sumber kepustakaan,
tetapi gagasan yang sudah diterjemahkan dan dapat dinternaliasasikan
berdasarkan sumber bacaan yang lainnya.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |51|


Sistematika makalah: judul, nama penulis, abstrak, (A) pendahuluan,
(B) pembahasan isi, (C) simpulan, dan (D) daftar pustaka. Makalah dapat
ditulis dengan langkah penulisan sebagai berikut.
a. menentukan dan membatasi topik,
b. membuat kerangka (outline) dan mengumpulkan bahan,
c. membaca buku berbagai sumber dan menentukan bagian yang akan
dirujuk sesuai dengan pokok permasalahan yang diangkat,
d. menulis draf atau rencana konsep makalah,
e. menyunting sendiri draf yang ditulisnya, dan menyempurnakan
makalah sehingga siap cetak.

3. Artikel Jurnal
Artikel jurnal adalah karangan ilmiah dalam bidang ilmu tertentu yang
diterbitkan dalam sebuah jurnal yang khusus menerbitkan bidang kajian
ilmu tersebut. Artikel jurnal diklasifikasikan ke dalam dua kategori:
pertama artikel ilmiah yang bertujuan membuka forum diskusi,
argumentasi, analisis, dan sintesis sejumlah pendapat dan temuan para
ahli dan pemerhati dalam kajian ilmu tertentu yang sama-sama
ditekuninya. Kedua artikel yang berisi kajian hasil penelitian. Kesimpulan
hasil ini terkait dengan variabel bebas dan variabel terikat yang diteliti.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat membuat judul artikel adalah: (1)
judul mencerminkan materi bahasan pada kata atau istilah yang
digunakan dalam judul, (2) berdaya tarik kuat untuk merangsang
pembaca, boleh menggunakan kata yang provokatif agar merangsang
orang untuk membacanya, (3) dapat dirumuskan dalam kalimat berita atau
kalimat tanya. Penyusunan artikel lebih lanjut, dapat diperhatikan hal
langkah-langkah berikut.
a. Nama penulis
a) ditulis lengkap, tanpa gelar akademis atau gelar profesi untuk
mencegah timbulnya kesan senioritas,
b) boleh mencantumkan gelar kebangsawanan atau keagamaan,
c) jika ditulis dua orang atau lebih hanya mencantumkan penulis
utama disertai kata dkk, nama seluruh penulis lengkap boleh
dituliskan pada catatan kaki,
d) nama lembaga penulis dapat dituliskan tepat di bawah namanya
pada catatan kaki.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |52|


b. Abstrak
a) penyajian ringkas dari seluruh artikel, bukan komentar atau
pengantar,
b) diketik dengan spasi tunggal, ditempatkan menjorok lima ketikan
dari margin kiri maupun kanan,
c) kata kunci merujuk bidang ilmu yang dikaji, ditulis di bawah
abstrak.
c. Pendahuluan
a) menarik perhatian pembaca, mengacu pada permasalahan yang
dibahas, menekankan masalah yang kontroversial,
b) menyajikan sari artikel terdahulu, menyajikan pembahasan
masalah yang belum tuntas,
c) diakhiri dengan rumusan masalah atau tujuan singkat yang akan
dibahas.
d. Bagian inti
a) berisi pembahasan, analisis, argumentasi, komparasi, dan
pendirian penulis tentang masalah yang ditulis,
b) pembahasan yang bersifat argumentatif, analitis, kritis,
sistematis, dan logis,
c) tidak bersifat instruktif dan diusahakan komparatif, juga bukan
enumerasi (pecahan materi, komplikasi seperti diktat/handbook).
d) Penutup atau simpulan
a) menandai akhir artikel hasil pemikiran,
b) merupakan paduan hasil pemikiran,
c) pendapat ahli dalan teori yang digunakan,
d) merupakan jawaban/solusi masalah atau pendirian penulis atas
pembahasan,
e) menyajikan rekemendasi yang ditujuakan kepada seseorang atau
suatu lembaga.
e) Daftar Pustaka
a) daftar pustaka harus dirujuk dalam pembahasan artikel,
b) daftar rujukan ditulis pada halaman terakhir bukan halaman
baru,
c) disusun berdasarkan alfabetik penulis,
d) mengiktui standar internasional.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |53|


4. Skripsi, Tesis dan Disertasi
Karya tulis ilmiah sebagai hasil rangkaian dari gagasan dan pemikiran
mengandung prinsip teoretis dan emperis sebagai satu fakta, peristiwa dan
gejala yang ingin disampaikan pengarang dalam karya yang ditulisnya.
Skripsi, tesis dan disertasi adalah satu bentuk karya tulis formal yang
disusun oleh mahasiswa yang menempuh pendidikan tinggi sebagai syarat
untuk menyelesaikan studi. Perbedaan diantara ketiga hal tersebut terletak
pada strata yang ditempuh setiap mahasiswa.
Karya ilmiah berupa skripsi misalnya hasil dari sebuah penelitian, baik
dalam bentuk penelitian eksprimen, kepustakaan atau kerja lapangan
sebagai syarat untuk menyelesaikan strata satu (S1). Skripsi harus
dibimbing oleh dosen pembimbing yang nantinya akan diuji di dewan
penguji. Skripsi tidak lebih dari 50 halaman. Batasnya tersebut tidak
mutlak disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat. Sedangkan tesis
dan disertasi adalah studi pasca pendidikan strata dua/tiga yang harus
dikerjakan oleh mereka yang ingin mendapat gelar magister (S2/S3) sesuai
dengan jurusan yang ditempuh.
Perbedaan dari tiga jenis karya tulis tersebut adalah kedalaman objek
pengkajiannya dan keaslian yang disesuaikan dengan tingkat kohesi dan
koherensi data yang digunakan. Pada karya ilmiah (tesis) yang
dipersyaratkan bagi mahasiswa strata dua (S2) untuk memproleh gelas
magister, sedangkan disertasi dipersyaraktkan bagi mahasiswa yang
menempuh program doktoral (S3). Penulis disertasi disebut promovendus di
bawah bimbingan seorang promotor. Promovendus harus dipertanggung
jawabkan disertasinya di hadapan dewan penguji.
Secara umum, kerangka karya ilmiah secara lengkap berisikan: (a)
Pembuka (preliminaries), terdiri atas halaman judul, lembar pernyataan,
kata pengantar, ucapan terimakasih, abstrak, daftar isi, daftar
tabel/gambar/diagram; (b) Isi (batang tubuh), terdiri atas kajian teori,
metodologi, dan hasil penelitian atau hasil analisis, simpulan, implikasi
dan saran; (c) Penutup terdiri atas daftar pustaka, lampiran, indeks atau
curiculum vitae (riwayat hidup).

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |54|


Karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) sangat tergantung pada jenis
penelitian yang digunakan, apakah tergolong penelitian kuantitatif atau
penelitian kualitatif*.

Berikut contoh Outline dalam penelitian kualitatif

Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian

BAB II KERANGKA TEORI


2.1 Deskripsi Teori
1.1.1 Deskripsi teoretik variabel pertama (definisi, gambaran konsep)
1.1.2 Deskripsi teoretik variabel kedua (definisi, gambaran, konsep)
2.2 Kerangka Berpikir
2.3 Rumusan Hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel
3.3 Variabel Penelitian
3.4 Instrumen Penelitian
3.5 Prosedur Pengukuran
3.6 Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Deskripsi Data
4.2 Pengujian Data
4.3 Hasil Pengujian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan (interpretasi atas hasil penelitian)
5.2 Saran
5.3 Implikasi Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

*Catatan:
Karakteristik dari penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat dilihat
pada lampiran terakhir handbook ini.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |55|


Contoh Outline dalam penelitian kuantitatif

Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Pembatasan Masalah
1.5 Penjelan Istilah (Judul Penelitian)
1.6 Hipotesis
1.7 Tujuan Penelitian
1.8 Manfaat Penelitian

BAB II KERANGKA TEORI


2.1 Deskripsi Teori
1.1.1 Deskripsi teoretik variable pertama (definisi, gambaran konsep)
1.1.2 Deskripsi teoretik variable kedua (definisi, gambaran, konsep)
2.2 Kerangka Berpikir
2.3 Rumusan Hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian
3.2 Populasi dan Sampel
3.3 Variabel Penelitian
3.4 Instrumen Penelitian
3.5 Prosedur Pengukuran
3.6 Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Deskripsi Data
4.2 Pengujian Data
4.3 Hasil Pengujian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan (interpretasi atas hasil penelitian)
5.2 Saran
5.3 Implikasi Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

5. Buku Teks
Buku teks atau yang lebih dikenal dengan istilah teksbook/handout
adalah karya ilmiah yang berisikan prinsif-prinsif hukum dari kajian
pustaka. Karya ilmiah ini biasanya disajikan untuk kepentingan
pendidikan dan pengajaran. Pengenalan dan pemahaman terhadap ciri-
ciri ilmiah adalah ciri khusus dari buku teks. Pentingnya keberadaan
buku teks dalam proses pembelajaran, undang-undang Nomor 71 tahun

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |56|


2013 memberikan penegasan agar setiap guru dapat membuat buku
guna mempermudah pembelaran.
Buku teks sebagai bahan ajar harus memerhatikan prinsif-prinsif
dasar, yakni: (a) bahan ajar mendorong terciptanya penghayatan nilai
sosial kemasyarakatan secara konkrit, (b) disusun dengan
memanfaatkan lingkungan keluarga dan masyarakat, (c) dirahkan untuk
membentuk keterampilan belajar secara mandiri, aktual dan
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari (Pratiwi, 2009:191). Salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan kurikulum
adalah tersedianya bahan ajar yang disajikan dalam wujud printed
material (materi tercetak) atau audio-visual. Saat ini, materi bahan cetak
banyak digunakan, seperti buku teks. Buku teks selain menyajikan
landasan teoretis tentang satu topik, lazimnya juga disajikan contoh-
contoh latihan guna mempermudah pembejar.

6. Karya Ilmiah Populer


Karya ilmiah dan karya ilmiah populer perbedaanya teletak pada kata
populernya. Kata populer merujuk pada makna sesuatu yang akrab,
menyenangkan. Dalam hal ini, ilmiah populer merujuk pada siapa
pembacanya. Bentuk karya ilmiah populer mudah terlihat dari segi sasaran
konsumennya. Masyarakat umum adalah kelompok pertama yang membaca
karya ilmiah populer. Pembaca dapat berupa pembaca tingkat dasar/pemula
(siswa SLTA), tingkat menengah (SMA), dan tingkat lanjutan (Perguruan Tinggi/
Mahasiswa). Tujuan dari penulisan karya ilmiah populer adalah untuk
menambah pengetahuan dari pembaca. Adapun bentuk dari tulisan ilmiah
populer adalah: a) deskriptif-naratif, b) deskriptif-ekspositoris, dan c) deskriptif-
argumentatif.
Tulisan populer yang bentuknya deskriptif-naratif banyak dijumpai di
koran, majalah wanita atau majalah umum yang tingkat kebahasaannya
sangat mudah dipahami. Tulisan bentuk ini biasanya dikonsumsi oleh siswa
tingkat dasar (SMP/MTs), dikarenakan isi dari tulisan lebih banyak
menguraikan fakta, dilengkapi dengan gambar-gambar untuk mendukung
fakta yang disampaikan. Tulisan deskriptif-naratif lebih relatif mudah
ditangkap, karena sifatnya yang menginformasikan kepada pembaca. Selain
dapat dibaca dengan rileks, tulisan model ini tetapi tidak meransang proses

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |57|


berpikir dan daya kritis. Contoh berikut ini adalah model tulisan ilmiah
populer dengan deskriptif-naratif.
Pesona Pantai Pink yang Indah dan Bersejarah di Lombok*

Letaknya di Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur. Dulunya pantai ini
bernama Pantai Tangsi, tapi kini lebih terkenal dengan sebutan Pantai Pink karena warna pasirnya
yang putih dan didominasi oleh warna merah muda jika terkena sinar matahari. Arti Tangsi dalam KBBI
barak atau asrama tentara. Penamaan Pantai Tangsi ini tentu akan terjawab jika melihat keadaan
lingkungan di sekitarnya, ada gua buatan dan sebuah meriam peninggalan Jepang. Entah bagaimana
sejarah aslinya, dulunya tempat ini mungkin dijadikan sebagai asrama oleh tentara Jepang. Bisa jadi
hal itu yang melatarbelakangi penduduk sekitar memberikan nama demikian.

Gua buatan, peninggalan Jepang


Tapi pantai yang penuh sejarah dan keindahan itu tidak disertai dengan infrastruktur yang
memadai. Waktu ke Pantai Pink kami berangkat dari Pantai Tanjung Luar menggunakan perahu, jadi
saya tidak menemukan jalan yang katanya broken abis. Tapi bagaimana dengan orang luar yang tidak
tahu jalan selain jalan utama? Mungkin mereka akan memaki batu-batu dan jalan rongsok itu sambil
membayangkan pantai yang sebentar lagi akan mereka lihat. Waktu itu beberapa teman yang pernah
ke sana juga memberikan saran, bukannya tidak bisa tapi sebaiknya tidak melawati jalur darat karena
medan yang terlalu berisiko. Apalagi menggunakan motor. Anda bayangkan saja bagaimana buruknya
jalan yang akan Anda tempuh untuk sampai di sana.
Keunikan Pantai Pink dari pantai-pantai lain tidak bisa ditampik karena selain pasirnya yang
berwarna merah muda, ombaknya juga ramah. Anak-anak pun bisa berenang di bawah pengawasan
orang tua. Anda juga bisa leluasa melihat pemandangan laut dari atas tebing yang begitu memesona.
Pemandangan laut dengan pasir merah muda yang akan membuat anda tidak henti-hentinya berdecak
kagum. Sebuah tempat wisata yang sangat cocok untuk melepas penat dan memanjakan mata. Karena
selain Pantai Pink ada beberapa pantai yang jarak tempuhnya sangat dekat, di antaranya yaitu Gili
Kahona, Gili Sunut, dan Gili Petelu yang jarang sekali orang mengetahuinya. Airnya berwarna toska,
sangat jernih, dan bersih. Jadi jika ke Pantai Pink Anda bisa mengunjungi beberapa pantai sekaligus
dalam waktu yang sama. Dari tengah laut, Anda juga bisa melihat betapa molek dan kokohnya Gunung
Rinjani dari tempat itu.

*Sumber: Kompasiana.com

Tulisan ilmiah deskriptif-ekspositoris, menyuguhkan tulisan yang lebih


mendalam, bukan hanya sekedar membeberkan fakta, tetapi juga berusaha
memberkan alasan-alasan yang mendukung fakta yang ingin disampaikan
secara mendalam. Pertanyaan apa, bagaimana dan mengapa adalah
menjadi kata kunci dari tulisan model deskriptif-ekspositoris. Tulisan kedua
ini, selain menegaskan ciri-ciri dari satu objek, juga diberikan keuninkan,
kelemahan, kelebihan, serta bagian-bagian untuk mendukung pikiran yang
ingin disampaikan penulis. Tulisan model kedua ini biasa diterbitkan pada
koran-koran nasional, seperti Tempo, Kompas, Tribun, Republika dan
media nasional lainnya. Biasanya, tulisan-tulisan itu menyajikan informasi,
riwayat, sisilah, sejarah, proses perkembangan sesuai dengan topik dari
satu tulisan. Bentuk dari tulisan ini bukan saja ingin meransang pembaca,
tetapi juga ingin meransang keingintahuan dari pembaca terhadap satu
objek yang diruaikan sang penulis. Berikut ini dicontohkan tulisan populer
dengan bentuk deskriptif-ekspositoris.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |58|


Libido Politik Versus Katarsis Publik
Oleh Kartika Djoemadi*

Sebuah negara dengan banyak pulau dan masyarakatnya yang plural adalah surga bagi
perkembangan sistem politik. Adalah menjadi hal yang biasa ketika banyak partai politik tumbuh di
dalamnya, tetapi menjadi hal yang tidak biasa manakala partai politik hanya menjadi kendaraan politik
tanpa ada landasan konstitusi yang mengaturnya dengan baik dan benar.
Perkembangan politik di Indonesia akhir-akhir ini sangat menyita perhatian publik. Tidak seharusnya
publik ikut menanggung dosa-dosa para politisi tamak yang hanya bisa menghisap darah dan keringat
rakyat. Dari persoalan konflik internal partai, saling mencaci antara para elite politik, hilangnya moral dan
etika dengan pergi bersenang-senang ke klub malam, menyaksikan video porno saat sidang paripurna,
hingga korupsi dan manipulasi untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan.Perhelatan pemilihan
umum masih 3 tahun lagi, tetapi geliat politik di negeri ini sudah semakin marak.
Beberapa partai politik baru tapi dengan wajah lama mulai muncul berlomba-lomba untuk mencuri
hati publik saat pemilu mendatang. Partai Nasional Republik (Nasrep) yang dikomandoi oleh Hutomo
Mandala Putra, Partai Nasdem yang sesungguhnya merupakan rencana terselubung para pemimpin
Nasional Demokrat saat Ormas ini dideklarasikan, juga mendeklarasikan diri pada tanggal 26 Juli 2011.
Adakah yang salah di negeri kita dengan fenomena ini? Jika ada yang salah, di mana letak kesalahannya?

Libido Politik
Alkisah seorang Raja yang tamak di sebuah negeri yang subur dan kaya. Raja tersebut selalu
berbicara hal-hal yang baik dan mengharuskan rakyatnya melakukan hal-hal yang baik, tetapi Sang Raja
tidak memberi contoh seperti yang dia ucapkan pada rakyatnya. Dengan mata telanjang, rakyat
menyaksikan sendiri bagaimana Sang Raja menyusun rencana agar kekuasaan yang dimilikinya itu bisa
tetap aman bahkan dapat diturunkan kepada sanak keluarganya. Kondisi tersebut menimbulkan proses
inisiasi berkembangnya libido-libido politik dari individu-individu yang akhirnya mencontoh sikap Sang
Raja. Individu-individu ini berlomba-lomba agar dapat memperoleh kekuasaan seperti Sang Raja. Segala
cara ditempuh bahkan menghisap darah rakyat pun akan dilakukan untuk memenuhi libido politik yang
muncul.
Seorang Freudian yang mendalami teori Sigmund Freud mengenai perubahan personality individu
pasti memahami bagaimana proses libidonisasi dalam diri seseorang itu mampu menguasai orang tersebut
sehingga melakukan hal-hal yang unconscious dan irasional. Ketika libido itu muncul dan menguasai diri
seseorang, maka kondisi kognitifnya akan mengalami disonansi, tak dapat membedakan lagi mana hal
yang boleh dilakukan dan tak boleh dilakukan, mana yang halal dan yang haram, dan jika dibiarkan maka
akan merusak seluruh sendi-sendi kehidupan dari individu tersebut.

Katarsis Publik
Katarsis atau Catharsis, merupakan proses melepaskan segala hal yang mengganggu tingkat
emosional individu, Freud menjelaskannya pada teori Psikoanalisis. Dalam konteks tulisan ini, katarsis
merupakan proses di mana publik telah amat sangat muak terhadap semua situasi dan kondisi politik
negeri ini, publik perlu cara untuk melepaskan segala hal yang membuat frustasi. Bagaimana tidak, di saat
banyak TKI bermasalah di negeri orang, pengangguran dan kemiskinan bertambah, kekayaan alam
banyak dikuasai asing, korupsi merajalela, para elite politik banyak menggunakan topeng kemunafikan dan
tidak peduli dengan semua hal tersebut.
Katarsis publik sering kita temui akhir-akhir, publik melepaskan semua hal yang membuat frustasi
dan depresi dengan cara bermacam-macam datang berduyun-duyun ke panggung-panggung dangdut
pada perhelatan pemilihan kepala daerah, bahkan sampai membuat rusuh, melakukan demo yang
cenderung bersifat anarkis, mencorat-coret gedung wakil rakyat, dan lain-lain. Seharusnya fenomena
katarsis publik ini merupakan lecutan bagi para elite negeri ini, karena semakin banyak katarsis yang
terjadi di wilayah publik, maka semakin bobrok kondisi sebuah Negara dan kita sedang mengalaminya saat
ini!
Oleh karena itu, segeralah menyingkirkan semua libido politik yang menguasai diri kalian wahai para
politisi dan pejabat publik yang terhormat, karena jika dibiarkan akan sangat berbahaya bagi keadaban
bangsa ini. Publik yang diterpa informasi negatif terus menerus dari para pemimpinnya, suatu saat pasti
akan meledak, karena akumulasi katarsis yang kronis, dan secara psikologis sangat menyengsarakan hati
dan jiwa rakyat.(DTC)

*Sumber: Tribun.com

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |59|


Contoh lain dari tulisan ilmiah populer populer deskriptif-ekspositoris

Tau Samawa dalam Slogan Sabalong Samalewa


oleh Lukmanul Hakim*

Sumbawa sebagai salah satu daerah di provinsi NTB terus menjadi perhatian pemerintah, baik
pemerintah provinsi maupun pusat. Selain, daerahnya yang luas, juga sumber daya alamnya dipandang
memiliki daya jual tinggi sehingga mampu mendatangkan devisa bagi pemerintah. Bahkan, sejak 2010
banyak masyarakat menginginkan agar pulau sumbawa menjadi provinsi tersendiri. Melalui wakil-wakil
rakyat yang di melenggang ke Senayan, terus diinisiasikan agar pulau Sumbawa menjadi provinsi
tersendiri terpisah dari pulau Lombok. Terlepas dari itu, tulisan ini mencoba menelaah lebih luas dari tau
samawa atau orang-orang Sumbawa yang dicitrakan melalui slogan Sabalong Samalewa.
Sebagai orang bukan asli Sumbawa, saya pertamakali sempat kewalahan mencari arti sebenarnya
dari slogan tersebut. Beberapa sahabat dan keluarga yang berasal dari Sumbawa pun kurang memahami
makna dan maksud dari slogan sabalong samalewa. Tetapi, dalam konteks komunikasi keseharian,
secara tidak sadar kata-kata itu sering terlontarkan. Hal ini, misalnya saat orang yang akan berpergian
akan mengucapkan kata-kata balong-balong mo yang berarti mengingatkan keluarga atau sahabat
untuk hati-hati di jalan. Kata-kata tersebut bukan berarti memiliki arti sekedar mengingatkan untuk hati-
hati, tetapi lebih dari itu, mendoakan agar jangan lupa, lengah, dan terus ingat dalam kondisi apa pun.
Pada kata-kata itu, terkandung makna semangat untuk saling ingat, saling membahu, dan peduli terhadap
siapa pun. Secara umum, makna dari slogan sabalong samalewa diartikan sebagai semangat untuk
berkerjasama, gotong royong, tolong menolong. Dan semangat inilah yang seharusnya terdeskripsikan
dalam kegiatan sehari-hari tau samawa

ST3 Sebagai Tradisi Luhur Tau Samawa


Sebagai bagian dari masyarakat, seseorang tidak akan pernah melupakan manusia lain dalam
kehidupan pribadinya. Bantuan dan pertolongan orang lain menjadi keniscayaan. Entah itu orang-orang
terdekatnya, ibu, bapak, kakak atau sanak famili atau pun orang yang bukan hubungan kekeluargaan.
Sebagai pribadi misalnya, masalah-masalah privasi pun terkadang menjadi konsumsi orang tertentu yang
dianggap paling dekat yang dapat memahami dirinya dan ia yakini dengan berbagi dengannya akan
merasakan ketenangan, kenyamanan meskipun tidak ditemukan jalan penyelesaian (curhatan). Pada
intinya, orang lain akan menjadi kepastian yang hidup dalam menghadapi ujian kehidupan.
Saling tulang/saling tele (saling lihat) dapat dikatan bagian dari kegiatan fisik karena melibatkan
indra penglihatan untuk melihat kondisi saudara atau orang lain. Memang terlihat lebih pada kegiatan
fisik, tetapi secara philosofis saling tulang/saling tele merupakan langkah awal untuk menumpahkan
kepedulian sosial. Dimensi sosialnya terlihat saat seseorang mau mengerti bagaimana orang lain; satu
sama lain dapat memahami kehidupan tetangganya, memahami kekurangannya dan mau berbagi (saling
tulung) terhadap keluarga/tetangga yang kehidupannya dalam kondisi kekurangan. Dengan
memerhatikan tradisi saling tulang/tele akan terciptalah lingkungan yang sehat, tidak yang kaya dengan
kekayaan sendiri, tidak ada seseorang ketika sakit tidak bisa berobat atau kebutuhan untuk makan masih
dapat saling memberi. Hidup dalam suasana saling pengertian dan sangat simpatik.
Saling Totang/notang sebagai rasa kepedulian yang sangat mendalam dari seseorang untuk
mengingat dan mengingatkan siapa pun yang telah berkenalan dengan diri kita. Totang untuk nama-
nama keluarga, baik yang langsung berhubungan dengan keluarga dekat atau pun yang jauh
hubungannya. Totang untuk kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan kepada kita. Totang untuk orang-
orang sedang dalam keadaan lupa diri untuk diingatkan. Totang untuk islah bagi mereka yang terpecah.
Totang dalam setiap peristiwa dan kejadian masa lalu. Dengan saling totang akan terjauh dari sifat dengki
dan cela, jauh dari perpecahan dan permusuhan, dan tentu saja akan mendatangkan kenyaman dalam
kehidupan bermasyarakat. Tradisi saling totang bukanlah hal yang mudah. Hal ini disebabkan saling
totang adalah proses untuk mengingat hal-hal yang baik dari diri seseorang dan melupakan keburukan
yang telah dilakukan. Masa lalu dan masa kini adalah peristiwa yang seyogyanya menjadi muara
kebaikan yang hidup ditengah masyarakat. [...]

*Sumber: Radar Sumbawa, 30 Januari 2015.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |60|


Selain model tulisan deskriptif-naratif dan deskriptif-ekspositoris, bentuk
lain dari tulisan populer adalah bentuk deskriptif argumentatif. Tulisan
pada model ini selain menyampaikan permasalahan yang terjadi, juga
diberikan solusi yang menjadi tawaran dari permasalahan. Sajian topik
dilakukandengan dengan daya nalar kritis dan anasilis mendalam. Penulis
bukan sekedar menyapaikan pandangannya, tetapi juga solusi kritis yang
bersandarkan pada analisis emperis berdasarkan tingkat pengetahuan dari
hasil temuan lapangan atau kajian kepustakaan yang dilakukan penulis.
Model tulisan seperti banyak ditemukan pada majalah yang secara
khusus membicarakan topik-topik tertentu, seperti pada majalah Horizon,
Prisma, atau jurnal kebahasaan Masyarakat Lingusitik Indonesia, dan lain-
lainnya. Berikut ulasan singkat tulisan populer deskriptif- argumentatif.

Selamatkan Hari Laut Negara Kita


Bukan lautan tapi kolam susu, kail dan jala sanggup menghidupimu

Sebuah lagu yang dari kecil sudah sering kita dengar, bukan hanya sekedar hiburan tapi lagu
itu adalah penanda bahwa memang benar negeri kita adalah negeri yang kaya, kita punya perairan
yang sangat luas, lebih dari 70% negeri ini adalah perairan, dan di dalamnya terdapat berjuta-juta
spesies ikan dan berjuta-juta keanekaragaman hayati selain itu bertumpuk-tumpuk pundi-pundi
kekayaan lainnya seperti minyak bumi, benda-benda kuno tenggelam, terumbu karang yang indah,
tambang, dan lain sebagainya maka tak heran jika negeri ini sering dijuluki Negeri Jamrud katulistiwa.
Tapi ternyata fakta itu membius kita dengan terbawa rasa kebanggaan semu akan semua itu sehingga
sadar dan tidak harta kita telah dikeruk oleh pihak-pihak asing setiap saat setiap waktu di saat kita
terlelap tidur di seberang sana para kapal-kapal asing dengan enaknya mengeruk kekayaan kita, Pasir
laut kita berpindah tempat ke negara lain, ikan-ikan kita masuk ke palka-palka kapal asing tanpa izin,
terumbu kita hancur oleh orang-orang tak bertanggung jawab.
Kita sudah sering mendengar tentang IUU (Ilegal, Unreported and Unregulated) Fishing,
yaitu upaya eksploitasi ikan negeri ini baik oleh Asing maupun masyarakat sendiri, tanpa izin, tanpa
melaporkan dan tanpa perizinan yang sesuai, jika kita up date berita kita akan memahami begitu
gencarnya praktek IUU Fishing di negeri ini. Saat ini di saat kita di ambang keputusasaan pemerintah
memberikan angin segar dengan menanamkan Visi dan Misi Membangun maritim serta upaya tegas
pemberantasan IUU Fishing terlebih oleh negara Asing. Banyak sudah langkah di seratus hari kinerja
pemerintah sekarang yang dilakukan dalam rangka memberantas IUU Fishing yang sangat
meresahkan terlebih oleh negara asing seperti Thailand, Filipina, Malaysia, Vietnam dll.
Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah mulai dari pembenahan regulasi perikanan dengan
membuat UU kelautan, peraturan menteri tentang moratorium perizinan kapal penangkap ikan,
pembatasan usia ikan dan wilayah penangkapan, pelarangan Transhipment (pemindahan
muatan/bongkar-muat di tengah laut), perkuatan infrastruktur pengawasan dengan penambahan
armada kapal, SDM dan teknologi seperti VMS (Vessel Monitoring System), Optimalisasi implementasi
MCS (Monitoring, Controlling dan survailance) penangkapan ikan, hingga penguatan lembaga
peradilan perikanan, PPNS (Penyidik Pegawai negeri Sipil) Perikanan, Hakim Perikanan dan masih
banyak lagi upaya yang dilakukan sebagai bukti pemerintah proaktif dalam upaya optimalkan
pengawasan dan pemberantasan praktik IUU Fishing.
Upaya tersebut di atas sangatlah perlu kita apresiasi sehingga kita bisa aktif berkontribusi
memberikan semangat dan dorongan pada pemerintah. Tapi di sisi lain kita juga harus saling
mengingatkan bahwa permasalahan ini adalah tanggung jawab kita semua, bukan hanya pemerintah
saja tapi kita sebagai warga juga harus aktif membantu upaya pemberantasan tersebut dengan turut
mengampanyekan program 2 pemerintah tersebut, melaporkan jika ada hal-hal berkaitan dengan IUU
Fishing dan sebagainya.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |61|


Di sini penulis akan sedikit mengingatkan selain upaya optimalisasi perikanan tangkap dan
pemacuan stok yang lestari SDI kita, kita terlebih pemerintah juga harus memperhatikan sektor-sektor
kelautan dan perikanan lain yang juga tak kalah pentingnya seperti:
1. Memperjelas batas wilayah perairan dan kedaulatan negara sehingga praktik klaim pulau dan
penyerobotan pulau-pulau terluar oleh negara lain bisa terhindari.
2. Penguatan hukum di bidang pengelolaan dan pengaman sumber daya kelautan dan perikanan
sehingga menekan praktek IUU Fishing, mafia perikanan seperti keterlibatan oknum-oknum pejabat.
3. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan lainnya seperti tambang, sektor
pariwisata bahari, benda-benda berharga yang tenggelam (BMKT), energi arus laut, dan lain
sebagainya sehingga akan muncul sumber pendapatan baru bagi sektor kelautan dan perikanan.
4. Reformasi total di bidang kelautan dan perikanan dimulai dari SDM perikanan, sistem birokrasi dan
mindset masyarakat untuk gemar dan cinta pada kelautan dan perikanan.
5. Perkuatan infrastruktur dan SDM pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan

Kadang kita hanya berpikir untuk memberantas praktek-praktek yang lebih besar tapi kadang
mengabaikan permasalahan-permasalahan kecil yang padahal jika dibiarkan akan menumpuk dan
berakibat kerugian yang jauh lebih besar.
Semoga tulisan singkat ini bisa menjadi inspirasi untuk menyelamatkan harta laut negeri yang kita
cintai ini. Kita harus kaya di negeri kita sendiri. Jangan menjadi tikus yang mati kelaparan dalam lumbung
padi. Kita harus memanfaatkan seoptimal mungkin sumber daya kelautan dan perikanan untuk
kesejahteraan negeri sendiri.

Sumber: Kompasiana.com

7. Perencanaan Karangan
Perencanaan karangan yaitu semua tahap persiapan yang harus
dilakukan dalam proses penulisan. Perencanaan karangan sebagai kegiatan
menulis bukanlah suatu kegiatan yang kebetulan, melainkan memang telah
direncanakan. Dengan begitu, penulis harus menyiapkan secara benar hal-hal
yang ingin diungkapkan melalui tulisan.
Secara teoretis, perencanaan karangan terdiri atas tiga tahapan:
a. Tahap pra-penulisan
Seorang penulis dituntut untuk mempersiapkan bahan-bahan yang
akan dijadikan tulisan. Persiapan ini meliputi: menyusun daftar pustaka
sementara, dan menentukan topik atau judul, masalah, tujuan, dan
kalimat tesis. Selain hal tersebut perlu diperhatikan dilakukan adalah:
1) menyusun garis besar isi dan menyempurnakannya menjadi
kerangka karangan (outline) lengkap setelah data dirasakan valid,
2) menetapkan landasan teoretis,
3) menetapkan sumber data (primer & sekunder), cara mengumpulkan,
dan cara menganalisisnya,
4) menetapkan metode pembahasan,
5) menyusun daftar pustaka sementara,
6) menjadwalkan pelaksanaanya.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |62|


b. Tahap penulisan
Penulis dituntut untuk mengembangkan kerangka yang sudah
sebelumnya. Dengan kalimat, ungkapan, frase, kata-kata, penulis
mengembangkan kerangka tersebut menjadi paragraf sub bab, bab,
wacana, akhirnya menjadi karya tulis yang utuh. Hal-hal yang harus
dilakukan adalah:
1. Bagian pelengkap pendahuluan (halaman judul, abstrak, kata
pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel).
2. Bagian naskah utama, pendahuluan: (a) Latar belakang menguraikan
kesenjangan antara kondisi ideal dengan fakta, alasan mengapa topik
kajian perlu dibahas, studi pustaka sebagai landasan ideal dan
kesenjangannya dengan kenyataan yang dihadapi, (b) Masalah
berupa pertanyaan yang timbul sebagai konsekuensi pembahasan
pada latar belakang. (c) Tujuan menjelaskan upaya yang hendak
dicapai, (d) Pembahasan masalah menjelaskan bagaimana menjawab
masalah dan tujuan yang hendak dicapai atau ruang lingkup yang
hendak dibahas, dan metode pembahasan yang digunakan.
3. Bahasan utama: (a) Deskripsi teori menggambarkan teori variabel
pertama dan variabel kedua. (b) Metode penelitian, berupa penjelasan
dari jenis penelitian dan metode yang digunakan (metode deskriptif,
kualitatif, kuantitatif, dsb). Penjelasan metode pengumpulan data
yang digunakan (seperti observasi, wawancara, pengujian, angket)
serta hal-hal yang berkaitan dengan cara dalam menganalisis data.
(c) Pada bagian berikutnya, dilakukan pendeskripsian terhadap data
yang digunakan (deskripsi data) dan (d) Analisis data berdasarkan
metode yang digunakan dalam penelitian, serta (e) Hasil analisis yang
menyajikan temuan yang diperoleh berdasarkan analisis dari data-
data yang sudah ada.
4. Simpulan dan saran: (a) Simpulan menyajikan penasiran atas hasil
analisis (b) Impilikasi penelitian, berkaitan dengan objek yang
menjadi sasaran dari penelitian, (c) Saran (rekomendasi) menyajikan
usulan kepada seseorang, sekelompok orang, atau pimpinan lembaga
untuk melakukan suatu perbaikan atas kekurangan yang ditemukan
dalam penelitian atau pembahasan.
5. Pelengkap simpulan (daftar pustaka, lampiran, indeks).

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |63|


c. Tahap pasca-penulisan
Pada tahap ini, penulis mengurangi segala kekeliruan dan
kekurangan yang mungkin timbul. Penulis melakukan penambahan
rujukan/referensi dan merevisi penulisan yang telah diketik sehingga
menjadi tulisan yang sempurna. Tahapan seperti ini biasa disebut
dengan tahap revisi.

8. Pengumpulan Data dan Analisis Data


a. Pengumpulan Data
Data adalah bagian yang terpenting dalam sebuah penelitian. Data
menjadi dasar pembuktian terhadap objek yang diteliti. Karena itu, data
harus relevan dengan permasalahan yang diangkat. Data juga berfungsi
sebagai proses penalaran, khususnya untuk menarik simpulan. Secara
umum, data terbagi atas dua hal, yakni data skunder dan data primer.
Data skunder adalah bukti teoretik yang diproleh dari studi
kepustakaan. Data ini digunakan sebagai landasan dalam proses
kerangka berpikir.
Untuk menghasilkan kajian yang valid, penulis perlu melakukan
langkah-langkah sebagai berikut. (1) penelitian kepustakaan, untuk
menghasilkan deskripsi tentang teori, (2) studi kepustakaan dengan
memerhatikan hal-hal yang mendukung, seperti: kartu katalog, buku
referensi, indeks majalah, indeks harian, kamus umum, jurnal atau pun
enksiklopedia, (3) pencatatan data: data/informasi secara cermat dan
terliti, dari penulis, judul, edisi, dan penerbit dan halaman.
Selain pengumpulan dengan data skunder, penulis juga harus
mengumpulkan data primer. Data primer adalah bukti penulisan yang
diperoleh di lapangan yang dilakukan secara langsung oleh penulisnya.
Untuk pembuktian suatu kasus penulisan ilmiah (laporan), penulis
harus mengumpulkan data atau informasi secara cermat dan tuntas.
Selain itu data juga harus diuji kebenaran dan keabsahannya melalui
analisis data. Karena itu, sebelum digunakan dalam karya tulis data
harus diuji atau dievaluasi kebenaranya sehingga diketahui secara pasti
data itu merupakan fakta sebenarnya. Data dapat diuji dengan
wawancara (interview), angket, observasi/penelitian lapangan, atau
penelitian kepustakaan.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |64|


b. Analisis Data (Kualitatif)
Setelah pengumpulan data, proses selanjutnya adalah analisis data.
Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam penelitian, karena
dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan substantif maupun
formal. Dalam analisis data penelitian kualitatif misalnya, tidak ada
pedoman yang baku yang sistematis.
Hakekat dari analisis data adalah satu kegiatan untuk mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda-tanda, dan
mengkategorikannya satu objek sehingga diperoleh suatu temuan
berdasarkan satu fokus masalah yang ingin dicari jawabannya. Melalui
serangkaian aktivitas tersebut, data dalam penelitian kualitatif yang
biasanya berserakan dan bertumpuk-tumpuk dapat disederhanakan
yang akhirnya dapat dipahami dengan mudah.
Pada penelitian lapangan (field research) misalnya, dapat saja terjadi
karena memperoleh data yang sangat menarik, peneliti mengubah fokus
penelitian. Hal ini dapat dilakukan karena perjalanan penelitian
kualitatif bersifat siklus, sehingga fokus yang sudah didesain sejak awal
bisa berubah di tengah jalan karena peneliti menemukan data yang
sangat penting, yang sebelumnya tidak terbayangkan. Lewat data itu
akan diperoleh informasi-informasi yang lebih bermakna. Untuk bisa
menentukan kebermaknaan data atau informasi ini diperlukan
pengertian mendalam, kecerdikan, kreativitas, kepekaan konseptual,
pengalaman dan expertise peneliti (Moleong, 2007). Kualitas hasil
analisis data kualitatif sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut
Beberap model analisis data dalam penelitian kualitatif dikenalkan
oleh Spradley (1980), Glaser dan Strauss (1967) yang dapat digunakan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Analisis Domain (Domain analysis)


Pada hakikatnya analisis domain adalah upaya bagi peneliti untuk
memperoleh gambaran umum tentang data untuk menjawab fokus
penelitian. Caranya ialah dengan membaca naskah data secara umum
dan menyeluruh untuk memperoleh domain atau ranah apa saja yang
ada di dalam data tersebut. Pada tahap ini peneliti belum perlu
membaca dan memahami data secara rinci dan detail karena targetnya
hanya untuk memperoleh domain atau ranah. Hasil analisis ini masih

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |65|


berupa pengetahuan tingkat permukaan tentang berbagai ranah
konseptual. Berdasarkan hasil pembacaan itu diperoleh hal-hal penting
dari kata-kata, frase atau bahkan kalimat untuk dibuat catatan pinggir.

2. Analisis Taksonomi (Taxonomy Analysis)


Pada tahap analisis taksonomi, peneliti berupaya memahami
domain-domain tertentu sesuai fokus masalah atau sasaran penelitian.
Masing-masing domain mulai dipahami secara mendalam, dan
membaginya lagi menjadi sub-domain, dan dari sub-domain itu dirinci
lagi menjadi bagian-bagian yang lebih khusus lagi hingga tidak ada lagi
yang tersisa, alias habis (exhausted). Pada tahap analisis ini, peneliti
dapat mendalami domain dan sub-domain yang penting dan konsultasi
dengan bahan-bahan pustaka.

3. Analisis Komponensial (Componential Analysis)


Pada tahap ini peneliti mencoba mengkontraskan antar unsur
dalam ranah yang diperoleh. Unsur-unsur yang kontras dipilah-pilah
dan selanjutnya dibuat kategorisasi yang relevan. Kedalaman
pemahaman tercermin dalam kemampuan untuk mengelompokkan dan
merinci anggota sesuatu ranah, juga memahami karakteristik tertentu
yang berasosiasi. Dengan mengetahui warga suatu ranah, memahami
kesamaan dan hubungan internal, dan perbedaan antar warga dari
suatu ranah, dapat diperoleh pengertian menyeluruh dan mendalam
serta rinci mengenai pokok permasalahan.

4. Analisis Tema Kultural (Discovering Cultural Themes)


Analisis Tema Kultural adalah analisis dengan memahami gejala-
gejala yang khas dari analisis sebelumnya. Analisis ini mencoba
mengumpulkan sekian banyak tema, fokus budaya, nilai, dan simbol-
simbol budaya yang ada dalam setiap domain. Selain itu, analisis ini
berusaha menemukan hubungan-hubungan yang terdapat pada domain
yang dianalisis, sehingga akan membentuk satu kesatuan yang holistik,
yang akhirnya menampakkan tema yang dominan dan mana yang
kurang dominan.
Pada tahap ini yang dilakukan oleh peneliti adalah: (1) membaca
secara cermat keseluruhan catatan penting, (2) memberikan kode pada
topik-topik penting, (3) menyusun tipologi, (4) membaca pustaka yang

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |66|


terkait dengan masalah dan konteks penelitian. Berdasarkan seluruh
analisis, peneliti melakukan rekonstruksi dalam bentuk deskripsi,
narasi dan argumentasi.
Selain model analisis data yang dikenalkan oleh Spradley, dan
Glaser dan Strauss, dalam penelitian kualitatif, dikenal juga model
analisis data interaktif model Miles dan Hubermen. Analisis data
penelitian kualitatif menurut Miles dan Hubermen meliputi tiga tahap,
yaitu: (a) tahap reduksi data, (b) tahap penyajian data, (c) tahap
penarikan kesimpulan dan verifikasi data (Milles & Huberman, 1992).
Di bawah disajikan beberapa metodologi (pendekatan, metode, dan
analisis ) dalam penelitian kualitatif.

1. Metodologi Penelitian Kualitatif


a) Pendekatan Biografikal.
b) Pendekatan Etnografi.
c) Pendekatan Fenomenologi Transendental Husserl.
d) Pendekatan Fenomenologi
e) Pendekatan Grounded Theory.
f) Pendekatan Studi Kasus (Case Study).

2. Analisis Data Penelitian Kualitatif


a) Analisi Data Penelitian Kualitatif Model Spradley
b) Analisis Data Penelitian Kualitatif Model Interaktif Menurut Miles
dan Hubermen
c) Analisis isi (content analysis).

3. Metode Penelitian Kualitatif


a) Metode Focus Group Discussion (FGD).
b) Metode pengumpulan data penelitian kualitatif
c) Metode Studi Dokumen
d) Metode Wawancara Mendalam (Indepth-Interview).

Selanjutnya, guna penambahan wawasan tentang karakteristik


penelitian kualitatif dan kuantitatif, lihat lampiran akhir handbook ini
(bdk. Sugiyono, 2010).

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |67|


9. Tema, Topik dan Judul dalam Karangan
a. Tema Karangan
Secara etimologis, kata tema berasal dari bahasa Yunani, yaitu
tithenai, yang berarti sesuatu yang telah ditempatkan atau sesuatu yang
telah diuraikan. Sedangkan menurut istilah, tema yaitu amanat utama
yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Dalam dunia tulis
menulis, tema adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan
disusun.Dalam tulis menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan
disusun menjadi tulisan. Tema menentukan arah tulisan atau tujuan dari
penulisan sebuah artikel. Menentukan tema berarti menentukan apa
masalah sebenarnya yang akan ditulis atau diuraikan. Dengan kata lain,
tema adalah pokok pikiran, ide dasar cerita, yang dipercakapkan, dipakai
sebagai dasar mengarang, sedangkan tema sebagai buah pikir, gambaran
karakter/alur cerita.
b. Topik Karangan
Topik dapat diartikan sebagai segala hal yang ingin dibahas atau
pokok yang menjadi pembicaraan. Seorang penulis harus membatasi topik
yang menjadi pembahasannya. Topik bersifat implisit, karenanya penulis
harus menentukan topik yang ingin dibahasnya sebelum menulis karangan.
Dalam karya ilmiah, topik biasanya dapat disertamertakan menjadi judul.
Berdasarkan uraian tersebut, maka topik sangat spesifik dan dapat secara
langsung dijadikan judul karangan.
Adapun fungsi topik karangan adalah:
a) mengikat keseluruhan isi,
b) menjiwai seluruh pembahasan: pendahuluan (latar belakang,
masalah, tujuan, ruang lingkup); bahasan utama (uraian, ilustrasi,
deskripsi, pembuktian, narasi, penjelasan),
c) mengendalikan variabel: topik yang terikat dua variabel,
pembahasanya juga terdiri atas dua bagian, jika topik menyatakan
hubungan kedua variabel, pembahasanya juga juga terkait dengan
hubungan tersebut,
d) memudahkan pengembangan ide bagi penulis, sedangkan bagi
pembaca memudahkannya dalam memahami maksud atas apa yang
ingin disampaikan penulis.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |68|


Topik yang baik selain menarik untuk dibaca, dalam hal ini menyajikan
informasi dan yang universal, namun terbatas, tetapi juga topik itu dikuasai
oleh penulis. Topik yang dikuasai penulis akan memudahkan penulis dalam
mengeksplorasikan hal-hal yang terkait dengan objek yang menjadi
kajiannya. Salah satu dari penugasaan topik itu adalah didukung oleh data-
data lapangan (primer dan skunder), serta menguasai teori-teori yang
relevan dengan kajian.
c. Judul Karangan
Topik ialah pokok pembicaraan dalam keseluruhan karangan yang akan
dibahas. Setelah diperoleh topik yang sesuai, topik tersebut dinyatakan
dalam suatu judul yaitu nama atau title karangan.
Judul idealnya harus mencerminkan ide utama dengan menariknya dan
pernyataan singkat dari topik utama yang dapat mengidentifikasi konsep
dibahas dalam tulisan. Selain dapat memberikan informasi tentang yang
dibahas, judul juga dapat dimanfaatkan sebagai pernyataan isi materi
abstraksi dan jasa informasi. Judul yang baik dan singkat dapat digunakan
untuk keperluaan editorial dan running head. Judul yang baik tidak lebih
dari 10-12 kata.
Secara umum, kriteria judul yang baik, seperti: relevan dengan topik,
provokatif (menimbulkan hasrat bagi pembaca), singkat (mudah diingat
dan dimengerti), dan menggunakan frase.

Contoh judul yang baik:


1. Varian Makna dalam Surat Kabar
2. Sastra Al Quran di Tengah Aliran Sastra Indonesia
3. Pengaruh pendidikan dan Literasi Sains Teknologi terhadap Kualitas
Mengajar
4. Penerapan Teknologi Berbasis agroekosistem Terhadap hasil Produksi
Pertanian di Desa Pernek Sumbawa
5. Penerapan Teori Atribusi Winer dalam Pembelajaran Geometri Siswa
Kelas X SMK Al Kahfi Sumbawa
6. Pemuda dan Sektor UKM Pengolahan Hasil Peternakan sebagai
Komponen Pembangunan Perekonomian Masyarakat Sumbawa
7. Ideologi Humanisme Islam Salman Faris dalam Novel Guru Dane dan
Guru Onyeh: Kajian Interteks dan Implikasinya sebagai Bahasa Ajar
Apresiasi Sastra di SMA

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |69|


Adapun syarat judul yang baik, sebagai berikut.
1. Sesuai dengan topik
Karangan ilmiah formal judul karangan sama dengan topiknya.
Contoh:
Topik: Analisis fungsi penjualan produk terhadap kinerja bisnis
Judul: Analisis fungsi penjualan terhadap kinerja bisnis CV. Putra Lombok.

2. Sesuai dengan isi karangan


Karangan ilmiah harus membatasi konsep, lokasi, dan tempat, untuk
memastikan data skunder dan data primer yang diperlukan.
3. Berbentuk frasa (bukan kalimat)
Judul dinyatakan dalam bentuk frasa dan bukan kalimat. Frasa
adalah kelompok kata yang mengandung makna. Frasa tidak
mengandung unsur subjek dan predikat (klausa), sedang kalimat
mengandung unsur subjek dan predikat.
Contoh:
Upaya mengembangkan inovasi kabel listrik dengan serat optik (benar)
Inovasi baru mengubah kabel listrik dengan serat optik (salah)

4. Bahasa yang singkat


Indikator bahasa singkat adalah mudah dipahami, mudah diingat,
tidak melebihi 9 kata (tidak termasuk kata tugas)
Contoh:
Analisis fungsi bahasa Indonesia dalam komunikasi bisnis pada pelayanan
pajak di DKI Jakarta
Pengaruh penjualan terhadap laba usaha CV. Putra Lombok.

5. Jelas
Topik karangan yang jelas sangat membantu penulis mengendalikan
variabel. Indikator topik yang jelas ditandai berikut ini:
a. menggunakan kata lugas (denotasi),
b. fungsi setiap kata dapat diukur secara operasional,
c. tidak menggunakan kata kias,
d. hubungan variabel bebas dan terikat menunjukan arah yang
jelas.
Contoh:
Pengembangan sumber daya laut terhadap peningkatan pendapatan daerah
(kurang jelas)

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |70|


Upaya meningkatkan pendapatan daerah melalui sektor perikanan laut pada
Pemerintah DKI Jakarta (lebih jelas).

d. Abstrak
Abstrak adalah ringkasan singkat dari isi karya ilmiah, baik berupa
skripsi, tesis, dan disertasi atau pun karya eksposisi lainnya dalam
jurnal ilmiah yang memungkinkan pembaca dengan cepat menangkap
apa yang ingin disampaikan penulis. Sama halnya dengan judul, abstrak
juga harus singkat, ringkas dan padat, dapat memberikan informasi
umum dari isi artikel. Abstak biasanya tidak lebih dari 250-300 kata.
Untuk penulisan artikel konseptual, abstrak tidak lebih dari 75-100
kata. Penulis abstrak harus dapat mencantum kata kunci (keyword)
yang terdiri atas 3-5 frase untuk memudahkan pengideksan. Abstrak
memiliki beberapa karaktristik sebagai berikut.
1) Akurat, pastikan abstrak dapat melukiskan tujuan dari isi tulisan.
2) Ringkas dan spesifik, kalimat yang dibuat harus singkat dan utuh,
khususnya kalimat utama.
3) Jangan menilai, tulisan abstrak tidak dianjurkan untuk menilai atau
pun mengomentari tulisan.
4) Abstrak disajikan dalam bentul paparan informatif.

Dalam penulisan asbtrak pada artikel konseptual, hal-hal yang di


bawah ini penting untuk dimasukkan: (a) topik dalam satu kalimat, (b)
tujuan, hipotesis, ruang lingkup, (c) sumber dan metode penelitian, dan
(d) simpulan.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |71|


Contoh (1) abstrak pada artikel konseptual

ABSTRAK

POLA INTERAKSI DALAM AL QURAN YANG TERCERMIN PADA AYAT-AYAT


BERBENTUK PERTANYAAN

Moh. Ainin & Iman Asrori


Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Al quran adalah media interaksi antara Allah dan makhluk-Nya. Untuk itu,
penelitian ini bertujuan untuk memerikan pola interaksi yang ada di dalam kitab suci Al
Quran. Metode penelitian adalah kualitatif dan analisa isi. Hasil penelitian
menunjukkan adanya variasi tema interaksi, peserta interaksi adalah Alloh dan
makhluk-Nya, serta adanya kategori berdasarkan respon terhadap interaksi. Kategori
yang dibagi berdasarkan jenis respon adalah tanggapan berdasarkan asal muasal dan
berdasarkan hubungan pertanyaan dan tanggapan. Selain itu alasan terjadinya
interaksi juga tergantung adanya konteks. Latar belakang terjadinya interaksi dibagi
menjadi dua yaitu fisik dan non fisik. Terlebih lagi, pola interaksi mencakup satu
arah dan dua arah, demikian juga dengan strategi interaksi yang dibagi menjadi dua
yaitu langsung maupun tidak langsung.
Kata kunci: Pola interaksi, Quran, Pertanyaan, Pragmatik

Contoh (2) abstrak artikel konseptual lainnya

Pemuda dan Sektor UKM Pengolahan Hasil Peternakan sebagai Komponen


Pembangunan Perekonomian Masyarakat Sumbawa

Jumaedin, Rizka Oktapianti, & Siti Rahmatullah


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Teknologi Sumbawa

ABSTRAK

Sosok Pemuda lebih dikenal dengan sosok pembaharun dalam segala bidang. Tulisan
ini bertujuan untuk melihat hubungan penting antara peran pemuda dalam sektor UKM
dalam usaha pengolahan hasil produksi peternakan. Metode yang digunakan adalah
kajian kepustakaan dan observasi langsung. Hasil dari penelitian ini adalah (1)
pentingya tata ruang padang penggembalaan dapat dilakukannya pembatasan padang
pengembalaan (2) perlu dilakukannya penambahan varian produk hasil turunan dari
sektor peternakan, (3) setiap produsen dapat menggunakan teknologi modern sebagai
alat untuk mendongkrak efisiensi dan nilai tambah. Hal itu dilakukan sebagai wujud
nyata pemuda dalam penyaluran kreativitas, inovasi dan keterampilan penggunaan
teknologi yang dapat meningkatkan mutu produk hasil peternakan menuju
pertumbuhan perekonomian daerah Sumbawa.

Kata Kunci: Pengembangan UKM, Peran Pemuda, dan Produk hasil peternakan.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |72|


Contoh (3) abstrak artikel konseptual lainnya
Koeksistensi Islam Di Tengah Peradaban Dunia Modern:
Fungsi dan Perannya dalam Mewujudkan Tatanan Kehidupan Berbangsa

ABSTRAK
Lukmanul Hakim

Program Pascasarjana Magister Pengkajian Bahasa


Universitas Muhammadiyah Surakarta

Sejak kelahirannya Islam telah menjadi satu sistem keyakinan monotisme yang mengantarkan perubahan
mendasar, mengubah tatanan kehidupan umat manusia, khususnya wilayah Asia dan kawasan Eropa
hingga negara-negara berkembang. Perubahan itu tumbuh dengan sistem yang tertata rapi. Hal tersebut
berdampak pada pola berpikir masyarakatnya. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan: (1) peran Islam di
tengah peradaban dunia modern pada bidang sosial, ekonomi dan politik; (2) unsur-unsur yang dalam
membangun kekokohan Islam; dan (3) fungsi dan peran Islam dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Telaah terhadap dokumen dan teks sejarah menghasilkan kesimpulan bahwa kawasan Islam telah
menjadi pusat dan rujukan ilmu pengetahuan, terbentuknya sistem politik yang demokratis-humanis,
tatanilai sosial yang masif, sistem ekonomi yang merata dan dinamis, serta koeksistensi umatnya di
tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kata kunci: Koeksistensi, Islam, Peradaban, Fungsi dan Peran

Contoh abstrak pada skripsi/tesis/disertasi


ABSTRAK

IDEOLOGI HUMANISME ISLAM SALMAN FARIS DALAM NOVEL GURU DANE DAN GURU ONYEH:
KAJIAN INTERTEKS DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR
APRESIASI SASTRA DI SMA

Lukmanul Hakim
Program Magister Pengkajian Bahasa
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tujuan penelitian ini terdiri atas (1) mendeskripsikan latar sosio-historis Salman Faris sebagai faktor
genetik, (2) mendeskripsikan bangunan struktur novel GD dan GO karya Salman Faris, (3)
mendeskripsikan wujud ideologi humanisme Islam Salman Faris dan bentuk-bentuk dehumanisasi dalam
dua fiksinya, (4) mendeskripsikan hubungan intertektualitas ideologi novel GD dan GO karya Salman
Faris, dan (5) mendeskripsikan implikasi hasil penelitian sebagai bahan ajar apresiasi sastra di SMA.
Penelitian ini berbentuk kualitatif deskriptif dengan strategi terpancang. Sumber data penelitian (1)
dokumen, yakni teks novel GO dan GO karya Salman Faris serta buku-buku literature yang relevan, (2)
informan, yakni Salman Faris dan tanggapan pembaca terhadap novel tersebut. Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik pustaka, simak, dan catat. Adapun analisis data digunakan reduksi, sajian data
dan verifikas serta simpulan, yang divalidkan dengan model pembacaan semiotik, berupa heuristik dan
hermeneutik, sedangkan validitas menggunakan triangulasi data.
Hasil penelitian ini adalah (1) Secara sosio-hitoris, karya-karya Salman Faris bernuansakan kearifan
lokal bahkan multikultural dengan menjadikan Sasak sebagai ikon penciptaan, (2) Telaah terhadap
struktur novel GD dan GO menekankan pada tema dan fakta cerita, (3) Wujud ideologi dari dua fiksi
tersebut adalah pembebasan manusia, titik tolaknya pada ideologi humanisme Islam, (4) Interteks dari
novel GD dan GO adalah ideologi humanisme Islam yang wujudnya adalah (a) misi pembebasan, (b)
tidak mengenal kelas, (c) pemahaman terhadap agama, (d) tradisi berpikir dan perjuangan kemanusian,
(e) keteguhan prinsip dan identitas, (f) menentang monopoli ekonomi dan kapitalisme, serta (g)
perlawanan terhadap otoritas sistem tradisi. (5) implementasi ideologi humanisme Islam Salman Faris
dapat dijadikan bahan ajar sebagai bahan ajar apresiasi sastra di di SMA, tidak lepas dari tiga aspek
penting pembelajaran, yakni sikap, keterampilan, dan pengetahuan dengan titik acuan pada kompetensi
inti nomor (3) dan kompetensi dasar nomor (3.3) berdasarkan kurikulum 2013.

Kata kunci: Ideologi, Humanisme Islam, Novel GD dan GO, Interteks, Bahan ajar sastra

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |73|


Berdasarkan penjelasan contoh abstrak di atas (tesis), dapat
dilihat lima pokok dari isi abstrak, yakni:
1) Ide pokok paragraf pertama berisi rumusan masalah dan tujuan
penelitian.
2) Paragraf kedua berkenaan dengan penggunaan metode dan teknik
penelitian.
3) Paragraf ketiga berisi hasil penelitian, simpulan dan saran singkat.
4) Bahasa yang digunakan lugas, singkat, padat dan jelas.
5) Panjang tidak lebih dari 300-500 kata.

10. Kerangka Karangan


Kerangka karangan dikenal dengan istilah outline adalah rencana kerja
yang mengandung ketentuan-ketentuan tentang pembagian dan penyusunan
gagasan yang memuat garis-garis besar suatu karangan. Pada awal
perencanaan karangan, beberapa proses harus dilakukan, dimulai dengan
pemilihan topik dan pembatasannya, pemilihan judul yang sesuai dengan
topik, penentuaan judul tulisan, pemilihan bahan hingga terbuatnya menjadi
kerangka karangan.
Adapun fungsi utama dari kerangka karangan adalah mengatur
hubungan antara gagasan-gagasan yang ada. Beberapa manfaat kerangka
karangan, sebagai berikut.
a) memudahkan penempatan antara bagian karangan yang penting dan
yang tidak penting,
b) memudahkan penyusunan kerangka secara teratur sehingga karangan
menjadi lebih sistematis dan sesuai dengan rumusan judul atau topik
yang diangkat,
c) menghindari timbulnya pengulangan pembahasan,
d) memperlihatkan bagian-bagian pokok karangan secara detail, dan
e) membantu mengumpulkan data dan sumber-sumber yang diperlukan.

Dalam menyusun kerangka karangan, ada beberapa hal yang


disarankan, sebagai berikut.
a) Mendaftarkan seluruh ide yang terpikirkan atau data-data yang telah
tersimpan yang sesuai dengan topik.
b) Membuat kerangka sementara (kasar) berdasarkan ide-ide yang muncul.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |74|


c) Mengelompokkan ide-ide yang sudah terkumpul sesuai dengan
rumpunnya.
d) Selesaikan topik-topik ide itu ke dalam sub-sub topik yang lerbih rinci.
e) Semua sub-sub itu kemudian dinyatakan dalam bentuk pernyataan.
f) Melakukan tinjauan ulang terhadap kerangka yang dibuat dengan
mencermati hal-hal yang berisifat kualitas, kuantitas dan dan
kelengkapan idenya.

Berikut ini contoh kerangka sementara (kasar) dan kerangka hasil revisi.
a. Kerangka Sementara (kasar)
Topik: ASEAN University Youth Summit (AUYS) 2016
Rencana Kegiatan:
1. Kegiatan Perencanaan
2. Menjalin Komunikasi dengan Pemda NTB dan Pemkab Sumbawa
3. Kegiatan Pengumpulan Dana
4. Kegiatan Sosialiasi dan Publikasi
5. Kegiatan Pelaksanaan AUYS 2016.

b. Kerangka Hasil Revisi


Topik: ASEAN University Youth Summit (AUYS) 2016
Rencana Kegiatan:
1. Perencanaan AUYS 2016
1. Tim Steering Committee
2. Pembentukan Organizing Committee
3. Perencanaan Sosialiasi dan Publikasi
4. Penyusunan Draf Anggaran Proposal Kegiatan
5. Pementaan sebaran Proposal

2. Menjalin Komunikasi dengan Pemerintah dan lini Swasta


a. Membangun komunikasi dengan menteri Pendidikan
b. Menjalin relasi dengan Pemerintah Daerah NTB
c. Menguatkan relasi dengan pemerintah kabupaten Sumbawa
d. relasi dengan Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan dan
e. Membangun kerja sama dengan PT. NNT

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |75|


3. Kegiatan Pengumpulan Dana
1) Pengajuan proposal kepada pihak-pihak terkait
a. Pengajuan proposal kepada pemerintah (setingkat Menteri)
b. Pengajuan proposal kepada lembanga/instansi pendidikan
c. Pengajuan proposal kepada perusahaan yang sudah
membangun kerjasama
2) Kegiatan Expo Budaya dan Bazar Buku
a. Tampilan seni tari Sumbawa
b. Tampilan tarapan kuda oleh pemuda dan pelajar Sumbawa
c. Pemberdayaan Unit Kegiatan Mahasiswa kampus-kampus
di Sumbawa

4. Sosialiasi dan Publikasi


a. Sosialisasi kegiatan AUYS 2016 melalui media cetak dan
elektronik
b. Menjalin komunikasi dengan perguruan Tinggi dengan peserta
AUYS
c. Menjalin silaturrahim dengan tokoh-tokoh pendidikan

5. Kegiatan Pelaksanaan AUYS 2016


a. Pengadministrasian anggaran dana
b. Kegiatan persiapan logistik dan tansportasi
c. Pelaksanaan AUYS 2016

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |76|


BAB VIII
MENULIS RINGKASAN DAN RESENSI

Dunia akademis tidak lepas dari kegiatan tulis menulis. Hal ini
merupakan tuntunan dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Salah satu
yang akrab adalah istilah merangkum dan meresensi. Untuk kepentingan
akademik, keterampilan dalam meringkas/merangkum dan resensi akan
sangat menunjang proses dalam tugas-tugas akademik.

a. Menulis Ringkasan
Ringkasan adalah ikhtisar dari satu karya atau buku. Meringkas berarti
mengambil intisari atau hal-hal penting dari sebuah karya/buku. Beberapa
istilah yang berkaitan dengan ringkasan adalah ikhtisar, sinopsis, dan abstrak.
Ringkasan adalah jenis kegiatan dengan melakukan telaah dengan
meringkas. Meringkas merupakan aktivitas alih bahasa, summary. Maksudnya
adalah satu bentuk penyingkattan atas satu informasi dengan menyajikan
informasi-informasi penting dari dari satu permasalahan. Ringkasan adalah
bagian dari cara yang menyajikan suatu karangan yang panjang dengan
menyingkat hal-hal penting.
Istilah ringkasan bersinonim dengan kata-kata seperti ikhtisar sinopsis,
abstrak dan parafrase. Keempat kata itu memiliki kesamaan makna.
Perbedaanya terletak pada pemakian kata-kata itu. Sinopsis berkaitan dengan
karya sastra berupa cerpen, novel atau roman sehingga memerlihatkan
plot/alur dalam ceritanya. Sedangkan istilah abstrak dipakai pada kalangan
profesional, khusus mereka yang bergelut dengan dunia akademik, khusus di
perguruan tinggi.
Dalam membuat ringkasan, dapat diperlihatkan beberapa klasifikasi
dengan dua kategori, yakni prosedur umum dan prosedur khusus. Prosedur
khusus berkaitan dengan pemadatan atau penyingkatan hal-hal yang danggap
penting. Prosedur umum dalam pembuatan ringkasan adalah membaca,
menyeleksi, menulis, dan membandingkan. Pada saat membaca, pembuat
ringkasan membaca dan mengakhiri secara seksama. Tahap selanjutnya
menyeleksi, membuat ringkasan memilih-milah bagian yang menjadi inti,
menyeleksi pikiran utama atau gagasan utama yang ingin disampaikan
pengarang. Setelah tahap penyeleksian, dilakukan penulisan berdasarkan

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |77|


dasar-dasar intisari yang didapatkan pada tahap penyeleksian. Tahap menulis
dilakukan guna merekonstruski, menyaring ide sesuai maksud yang ingin
disampaikan pengarang. Sedangkan langkah terakhir adalah membandingkan
hasil ringkasan dengan teks aslinya. Berikut ini langkah-langkah yang perlu
dilakukan pada tahap membandingkan:
1) inti isi bacaan diproduksi dengan bahasa sendiri;
2) jika hendak menyertakan pikiran penjelas, maka pikiran penjelas harus
benar-benar terpilih dengan memberikan penjelasan yang kuat atas
gagasan utama;
3) tidak menyertakan pikiran lain di luar pikiran asli pengarangnya.

Tahapan-tahapan membuat ikhtisar/ringkasan


Beberapa tahapan yang dilakukan dalam memulai ringkasan (ikhtisar
bacaan), sebagai berikut.
1) Membaca secara seksama teks aslinya.
2) Menandai informasi yang penting dari bacaan.
3) Mencatat butir-butir informasi penting dalam bentuk kerangka ide.
4) Membandingkan ikhtisar dengan teks semula

Tahapan-tahapan membuat Sinopsis


Seperti yang dijelaskan di awal bahwa sinopsis tidak jauh berbeda
dengan ringkasan, perbedaannya terletak pada penggunaannya. Sinopsis
digunakan pada karya sastra prosa (cerpen, novel, dan drama). Langkah-
langkah yang dilakukan sebagai berikut.
1) Menulis identitas buku
Identias buku yang dicantumkan meliputi: (judul buku, penulis,
penerbit, tahun terbit, cetakan dan edisi, jumlah halaman, harga buku
(jika ada).
2) Membaca buku secara keseluruhan
Dalam membaca buku, hal-hal yang diperhatikan adalah (siapa tokoh,
dimana kejadian, tema, bagaimana cara bercerita, dan gaya yang
digunakan pengarang)
3) Menuliskan sinopsis
Ketika awal menulis ringkasan cerita, yang perlu diperhatikan adalah,
sebagai berikut.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |78|


a) Tema, latar, dan tokoh cerita ditulis setelah penulisan identitas
buku.
b) Memulai penulisan dengan menggunakan kalimat pembuka orang
ketiga. Kalimat pembuka dapat di awali dengan kata-kata:

Novel yang berjudul ..... ini mengisakahkan ......... dan seterusnya.


Buku yang ditulis oleh ....ini berjudul......... dan seterusnya.
Kisah dalam cerita ini berawal ..... dan seterusnya

4) Dalam membuat sinopsis, boleh juga mengutip kalimat yang dianggap


penting dengan tetap mencantumkan nomor halaman.
5) Panjang sinopsis tidak lebih dari 2-4 halaman.

b. Menulis Resensi
Menurut KBBI (2005) resensi adalah pertimbangan atau
pembicaraan tentang buku atau bisa juga disebut ulasan buku. Resensi
dalam bahasa Belanda resentie, dan bahasa Latin recensio, recensere, atau
revidere yang artinya mengulas kembali. Resensi adalah suatu penilaian
terhadap suatu karya yang dapat berupa buku, karya seni film, drama, dan
produk teknologi lainnya. Dalam penyajiannya, resensi menyampaikan
informasi atau pemahaman yang komprensif (mendalam) tentang apa yang
tampak dan terungkap dari sebuah produk/karya. Dengan kata lain,
resensi mencoba menilai kualitas buku, baik isi maupun perwajahan
disertai dengan alasan dan bukti. Tulisan mengenai resensi biasanya
terdapat pada surat kabar, majalah atau jurnal-jrunal ilmiah. Nama lain
dari resensi buku adalah Bedah Buku, Timbangan Buku, dan Launching
Buku.
Tujuan pokok penulisan resensi setidaknya mencakup tiga hal,
yakni: (1) memberikan sugesti kepada pembaca, (2) melukiskan dan
memaparkan pendapat dengan sebuah pertimbangan atau penilaian, dan
(3) menydorokan kriteria yang jelas dalam menguraikan satu telaah.
Secara umum, ada tiga fungsi resensi, yakni fungsi informatif,
komersial, dan akademik. Fungsi informatif, menginformasikan atau
memaparkan kemunculan buku/film agar pembaca tertarik dan mau
mengetahui lebih lanjut. Fungsi komersial, menekankan pada nilai
komersial atau keuntungan mater, dan Fungsi akademik, menekankan
pada interaksi antara pengarang buku, penerjemah/editor dan peresensi

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |79|


dalam membentuk wacana keilmuan serta berbagai pengalaman dan sudut
pandang topik tertentu yang dijadikan titik fokus.

Prosedur dalam Pembuatan Resensi


Secara umum, penulisan resensi dalam handbook ini lebih
difokuskan pada resensi buku. Pada resensi buku, dua hal penting yang
perlu diperhatikan, (1) menceritakan isi buku yang diresensi, (2) berisi
kupasan dan bahasa tentang isi buku sebagai hasil kerja analisis kritis
yang dengan perbandingan-perbandingan dengan karya lainnya.
Kualitas kupasan dan bahasa buku yang diresensi tergantung pada
ketajaman analisis dan tingkat kekritisan peresensi. Dalam meresensi
buku, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, sebagai berikut.
1) Buku yang mau diresensi untuk media sebaiknya buku yang aktual.
2) Buku yang diresensi adalah buku yang cukup baik, bermanfaat dan
layak aktual.
3) Buku yang diresensi memuat informasi penting bagi pembaca/masyarakat.
4) Topik/tema buku yang diresensi relevan dengan konteks situasi dan
kondisi saat ini, baik nasional atau pun internasional.

Sistematika dalam pembuatan resensi, sebagai berikut.


1) Judul resensi; dalam pembuatan resensi judul boleh berbeda dengan
judul buku, selain harus menarik.
2) Perwajahan buku (heading); meliputi (judul buku, nama pengarang,
nama penerbit, jumlah halaman, cetakan buku, ukuran buku,
halaman sampul (cover), dan harga buku (jika ada).
3) Pembukaan; alenia pembuka yang disebut dengan lead, meliputi (uraian,
deskripsi (isi buku)dan beberapa informasi penting yang menarik pembaca.
4) Pembahasan; berisikan komentar ulasan kritis dan penilaian
terhadap isi buku. Dalam pembahasan terhadap aspek luar dan
aspek isi, meliputi (a) analisis terhadap buku disertai alasan dan
bukti yang ada dalam isi buku; (b) analisis kekuatan dan kelemahan
isi buku; (c) pembandingan dengan sumber-sumber yang berbeda; (d)
gagasan-gagasan penulis mengenai buku.
5) Penutup, meliputi penilaian penulis terhadap buku dengan alasan-
alasan yang logis perlu tidaknya pembaca membaca buku tersebut
dan merekomendasi hal-hal penting untuk para pembaca.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |80|


Contoh Resensi Novel Tarian Badai
Identitas Buku

Judul buku : Tarian Badai


Pengarang : B.B. Triatmoko
Penyunting : Among Pulung
Penerbit : Galang Press
Tempat terbit : Yogyakarta
Cetakan : I (2012)
Ukuran : 14,5 x 20,5 cm;184 hlm.

Perjuangan Cinta di Tengah Tarian Badai


Oleh Lukmanul Hakim

Peristiwa 12 Mei 1998 yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti


merupakan tonggak dari reformasi bangsa Indonesia. Tembakan di kepala,
tenggorokan, dan dada di dalam kampus membuat orang mulai sadar bahwa
telah terjadi kejahatan dan pemanfaatan kekuasaan oleh pemerintah. Hal
itu menjadi titik tolak kekuatan mahasiswa dalam mengepung pemerintahan
Orde Baru. Puncak dari gendrong reformasi menuju transisi demokrasi,
kebebasan mengeluarkan pendapat yang dilindungi oleh udang-undang. Segala
hal yang berkaitan dengan aspirasi rakyat menjadi satu hal yang menyegarkan.
Itulah demokrasi dan hakekatnya; setiap orang berhak hidup di tanah air
Indonesia, aman dan dilindungi. Mungkin itulah sekilas mimpi gerakan
mahasiwa pada saat itu. Gejolak terhadap tragedi 1998 selain dimulai dengan
krisis ekonomi yang mengglobal, juga pengalaman pahit berupa penindasan,
intimidasi dan teror yang membekas dan menjadi darah hingga melahirkan
semangat pemberontakan. Semangat itulah yang ingin disampaikan pengarang
dengan mengambil judul Tarian Badai sebagai gambaran atas peristiwa-
peristiwa yang mengantarkan Indonesia pada gerbang reformasi 1998.
Dialah Bukit dan Daniel mahasiswa salah satu universitas ternama di
Yogyakarta. Dua mahasiwa yang memiliki dedikasi tinggi dan intelektual yang
kompetetif. Daniel mahasiswa dari keluarga kalangan berduit (konglomerat)
yang ayah seorang direktur salah satu perusahaan kelapa sawit untuk cabang
Kalimantan dan Malaysia. Mahasiswa yang tidak angkuh, sombong, apalagi
sekedar membanggakan keluarga besarnya. Ia adalah mahasiswa yang
menghargai dirinya, peduli kepada lingkungan sosialnya hingga ia memilih
untuk tinggal di kos bersama teman-temannya daripada tinggal pada
apartemen mewah yang disediakan keluarganya. Daniel yang mengambil
jurusan perbintangan (astronot), pada akhirnya bertemu dengan mahasiswi

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |81|


jurusan psikologi dengan kelihaian pada seni tari, dia-lah Anna, gadis cantik
anak dari keturuan keraton Solo yang juga buyut dari Mankunegara VII.
Selain Daniel, tidak ketinggalan juga Bukit, mahasiswa yang sama-sama
mimiliki kemampuan intelektual dan sekaligus teman kompetetif Daniel. Bukit
mengambil jurusan Matematika pada universitas yang sama. Pasca kelulusan
Bukit dan Daniel, kedua-duanya memiliki karir yang cemerlang. Daniel
diterima dilembaga riset internasional, sedangkan Bukit memilih untuk
melanjutkan ke Massachussette Institute of Technology MIT di Bostan dengan
studi Fisika. Di Amerika dia bertemu lagi dengan gadis yang yang sempat
membuatnya binarnya berpaduan ketika pertama kali bertemu dipernikahan
salah seorang keluarga ibunya. Dan kini, ia bertemu kembali dengan momen
yang tak pernah ia duga, bertemu pada saat gadis itu melakukan latihan tari
dan pentas kecil yang dihadiri oleh penari internasional. Dialah Anna, gadis
cantik nan jelita yang pernah membuatnya terpukau. Dia pula gadis yang
telah bertunangan dari sahabatnya, Daniel.
Membaca novel Tarian Badai karya Triatmoko mengajak kita pada satu
sisi kehidupan perjuangan mahasiswa, perjuangan meraih cita-cita untuk
menggulingkan pemerintahan Orde Baru . Novel tersebut juga mengajarkan
pada pembaca luhurnya nilai-nilai kesucian cinta. Bukan saja sekedar
romantik, tetapi esesensi cinta dalam satu perjuangan melawan kediktatoran.
Cinta yang dibingkai dengan ketulusan atas nama perjuangan. Ketulusan dan
keteguhan cinta yang membuat Daniel merelakan Anna menjadi milik
sahabatnya, Bukit. Keteguhan perjuangan dan kekuatan Daniel menerima
pernikahannya dengan Dian dan anaknya Bimo setelah gugur sahabat
setianya, Seto saat mendapat tembakan dari rezim militer. Semua berakhir
pada ketulusan dan kesucian cinta. Cinta yang membuahkan satu perjuangan.
Harga diri dan perlawanan terhadap segala keterjajahan dan penindasan.
Kisah heroik dan perjuangan cinta dihadirkan pengarang tidak saja
pada diri Bukit, Daniel dan Anna, tetapi Dian dan Seto sebagai satu keutuhan
yang melengkapi semangat perhelatan dalam menikmati perjuangan,
kebersamaan hingga berbuah pada mahligai rumah tangga. Perjuangan Dian
dan Setto juga tidak pernah lelah-lesu, ia juga turut dalam menggalang
kekuatan massa sebagai bentuk kontribusi dalam satu perjuangan
mewujudkan Indonesia yang kuat dan bermartabat.
Pengarang dengan gaya yang lugas dan berimaji, bukan saja pembaca
dibawa pada satu titik kesadaran untuk merasakan kehadiran tokoh-
tokohnya, tetapi imaji yang membuat para mahasiswa khususnya aktivis
gerakan kembali mengingat memori 1998 sebagai manifestasi perjuangan
mahasiswa tempo dulu. Pembaca diajak untuk menyelami perjuangan
mahasiswa dan rakyat melawan pemerintahan rezim Orde Baru dengan
semangat tak pernah mundur. Selain itu, pembaca akan menemukan
perhelatan dan falsafah tarian Venus Sang Dewi Cinta yang diambil dari mitos
India sekaligus perwujudan ketabahan dan kekuatan primordial Ibu pertiwi
dalam menemukan hidupnya sekaligus pertarungan mempertahankan
identitas.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |82|


Deskripsi di atas mengingatkan kita pada philosof Prancis, Paul Ricouer
sebagaimana ditulis pengarang pada goresan pertamanya Menari Bersama
Badai bulan Mei sebagai lampu hijau dari keseluruhan isi novel tersebut,
Ricouer mengumandangkan bahwa setiap pengalaman mengandung makna.
Makna bukan sesuatu yang mati karena tercetak di teks atau penciptanya,
tetapi makna itu dilahirkan kembali oleh teks yang dibaca. Makna seperti
itulah yang membuat manusia ke luar dari kesendiriannya dan memberi arti
pada yang kehidupannya di dunia.
Novel tersebut cukup bagus untuk dibaca bukan saja bagi mereka yang
mencintai cerita-cerita pertulangan dan romantika kehidupan, tetapi bagi
mereka yang mecintai manisnya perjuangan hidup dan semangat perjuangan
(heroik) melawan rezim kediktatoran. Sayangnya, diksi yang dipilih pengarang
sedikit menoton dan statis hingga membuat pembaca terlalu praktis dalam
menangkap maksud yang ingin disampaikan. Pendekripsian tokoh-tokoh cerita
masih sebatas tokoh seperjuangan yang bertalian saja. Hal ini menjadi tidak
terang unsur-unsur perjuangan karena pendeskripsiannya sebatas tokoh yang
telah ada.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |83|


DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, S. Takdir. 1986. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Dian


Rakyat: Jakarta.

Alwi, Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. Jakarta:
Pustaka.

____________. 2011. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta:


Badan Penembangan dan Pembinaan Bahasa.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Rineka Cipta: Jakarta

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.


Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi


ketiga. Jakarta: Pustaka.

Hs., Widjono. 2008. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan


Keperibadian di Perguruan Tinggi. Grasindo: Jakarta.

Keraf, Gorys. 1989. Tata Bahasa Indonesia. Nusa Indah: NTT

___________. 1997. Komposisi. Nusa Indah: NTT

Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (Terj.
Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: Indonesia University Press.

Mulyati, Yeti dkk. 2010. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman Umum Ejaan


Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Pratiwi, Yuni. 2009. Beberapa Perspektif Teori Penyusunan Bahan Ajar


Keterampilan Berbahasa Indonesia, dalam Diksi: Jurnal Ilmiah Bahasa,
Sastra, dan Pengajarannya, Vol 16 (2), hlm. 190-198 (Juli 2009).

Suhendar & Pien Supinah. 1997. Seri Materi Kuliah MKDU: Bahasa
Indonesia (Kebahasaan). Bandung: Pionir Jaya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Wardani, I.G.A.K., dkk. 2009. Teknik Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta:


Universitas Terbuka.

Zahari, Musril. 2011. Menjunjung Bahasa Persatuan: Sebuah Kumpulan


Karangan. Jakarta: Metros Pos.

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |84|


BUKU SOCIAL RESEARCH
Tabel 2.1
Perspektif teoritikal dalam ilmu sosial

Kriteria Positivisme Interpretivisme


Realitas obyektif, diluar sana, subyektif, ada dalam pikiran manusia
ditemukan diciptakan, tidak dijumpai terinterpretasi-kan
dirasakan mela-lui indrawi secara ber-beda oleh orang
dirasakan serentak semua
diatur oleh hukum univer-sal
berdasarkan atas integrasi

Manusia individu rasional Pencipta dunia-nya sendiri


patuh hukum eksternal Membuat dunianya sendiri
tanpa kebebasan memilih Tidak dibatasi oleh hukum eksternal
Memciptakan sistem arti

Ilmu berdasarkan atas peraturan dan prosedur berdasarkan atas hal-hal umum
ketat induktif
deduktif percaya pada interpretasi
percaya pada kesan indrawi tidak bebas nilai
bebas nilai

Tujuan penelitian menjelaskan kehidupan sosial menginterpretasikan kehidupan sosial


memperkirakan serangkaian kejadian memahami kehidupan social
menemukan hukum kehidupan sosial menemukan arti milik manusia

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |1|


Tabel 2.2
Perbedaan yang dirasakan antara metodologi kuantitatif dan kualitatif

Ciri-Ciri Metodologi Kuantitatif Metodologi Kualitatif


Sifat realitas Obyektif, sederhana, tunggal; kesan Subyektif, problematik; holistik;
indrawi berwujud susunan sosial

Penyebab & akibat Pemikiran nomologikal; hubungan sebab- Non-deterministik; pembentukan saling
akibat menguntungkan; tak ada hubungan
sebab-akibat

Peran nilai Nilai netral; permintaan bebas-nilai Normativisme; permintaan terikat-nilai

Ilmu alam & sosial Deduktif; model ilmu dari ilmu alam; Induktif; menolak model ilmu alam;
nomotetik; menurut peraturan ketat ideografik; tak ada peraturan ketat:
interpretasi

Metode Kuantitatif, matematikal; ekstensi Kualitatif, dengan sedikit penekanan


memakai statistik pada statistik; analisa verbal dan kua-
litatif

Peranan peneliti Agak pasif; pengenal; terpisah dari Aktif; pengenal dan dikenal adalah
subyek dikenal: dualisme interaktif dan tak dipisahkan

Generalisasi Generalisasi induktif; pernyataan Generalisasi analitikal atau konseptual;


nomotetik waktu dan konteks khusus

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |2|


Tabel 2.3
Perbandingan antara ciri-ciri utama penelitian kualitatif dan kuantitatif

Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif


Tujuannya adalah menjelaskan kehidupan sosial Tujuannya adalah memahami kehidupan sosial
Nomotetik tertarik dengan pernyataan sejenis Idiografik menerangkan realitas sebagaimana
hukum-pembentukan, penyebab, akibat, dll. adanya
Bertujuan pada pengujian teori Bertujuan pada pembentukan teori
Memakai metode obyektif memakai metode subyektif
Etiologikal tertarik dengan mengapa sesuatu Interpretatif tertarik dengan bagaimana
terjadi
Ahistoris tertarik dengan penjelasan mengenai Historis tertarik dengan kasus-kasus nyata
ruang dan waktu
Merupakan metode tertutup direncanakan Terbuka dan fleksibel dalam segala aspek
secara ketat
Proses penelitian telah ditentukan sebelumnya Proses penelitian terpengaruh dengan
informan/subyek/partisipan
Peneliti menjaga jarak dari responden Peneliti dekat dengan informan/subyek/
partisipan
Memakai metode statis dan kaku Menggunakan metode dinamis
Menggunakan proses tak fleksibel Memakai proses fleksibel
Partikularistik, mempelajari elemen, variabel Holistik mempelajari keseluruhan unit
Memakai sampel acak Memakai sampel teoritikal
Menempatkan prioritas pada perbedaan Menempatkan prioritas pada kesamaan
Memakai analisa data reduktif Memakai analisa data eksplikatif
Memakai tingkat pengukuran tinggi Memakai tingkat pengukuran rendah
Memakai metode deduktif Memakai metode induktif

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |3|


W. Lawrence Neuman
(Social Research Methods: Qualitative anda Quantitative Approaches)
Tabel 1.1
Gaya Kuantitatif Versus Gaya Kualitatif

Gaya Kuantitatif Gaya Kualitatif


Mengukur obyektifitas fakta Menyusun realitas sosial, arti budaya
Fokus pada variabel Fokus pada proses interaktif, peristiwa
Kunci utama adalah reliabilitas Kunci utama adalah autensitas
Bebas Nilai Nilai ada (tidak bebas nilai) dan eksplisit
Konteks bebas Terhambat secara situasional
Banyak Kasus, subyek Sedikit kasus, subyek
Analisa Statistik Analisa Tematik
Peneliti tidak terlibat Peneliti terlibat

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |4|


Tabel 1.2
Perbedaan diantara Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif


Uji hipotesis dimana peneliti memulai Menangkap dan menemukan arti ketika peneliti
menjadi terbenam dalam data

Konsep dalam bentuk variabel berbeda Konsep dalam bentuk tema, motif, generalisasi, dan
taksonomi

Pengukuran secara sistematis dibuat sebelum Pengukuran dibuat dalam cara ad hoc (hal-hal
pengumpulan data dan distandardisasikan tertentu) dan seringkali khusus terhadap pengaturan
individu atau peneliti

Data dalam bentuk angka dari pengukuran yang Data dalam bentuk kata dan gambar dari dokumen,
tepat pengamatan, dan transkrip

Teorinya adalah sebab-akibat dan deduktif Teori dapat berupa sebab-akibat atau bukan sebab-
akibat dan sering berupa induktif

Prosedur adalah standar, dan pengulangan Prosedur penelitian adalah khusus, dan pengulangan
diperhatikan sangat jarang

Analisa dilakukan dengan memakai statistik, tabel, Analisa dilakukan dengan mengekstraksi tema atau
atau bagan serta membahas bagaimana generalisasi dari bukti dan pengaturan data untuk
memperlihatkan hubungan dengan hipotesis memaparkan gambar yang koheren, konsisten

MPK Bahasa Indonesia | Wahana Ilmu Pengetahuan |5|

Anda mungkin juga menyukai