Anda di halaman 1dari 91

DIKTAT KULIAH

BAHASA INDONESIA

Oleh,
Sorta Lumbantoruan, M.Pd.

POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA


INDUSTRI
MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi bertujuan agar


mahasiswa dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Pernyataan bahasa yang baik merujuk kepada bahasa yang baik sistem kaidah
bahasanya. Sedangkan bahasa yang benar merujuk kepada bahasa yang berasio, bernalar
dan logis.

Buku “Bahasa Indonesia” ini bertujuan untuk mengenal dan memahami serta
menghargai keberadaan bahasa Indonesia sebagai alat berpikir dan memahami pikiran
orang lain. Dalam buku ini ditampilkan beberapa aspek bahasa dan memutakhirkan
keterampilan mahasiswa berbahasa baik secara reseptif maupun secara produktif.
Mahasiswa diharapkan mampu menyampaikan pikiran dan gagasannya sebagai kiatan
dan teknik menulis dalam bingkai akademis.

Semoga buku ini dapat memuaskan selera intelektual mahasiswa sebagai calon
cendikiawan di masa depan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu penulis dalam pengadaan bahan ajar ini, akhir kata penulis berharap bahan
ajar ini bermanfaat bagi kita semua.

Oleh,

Sorta Lumbantoruan, M.Pd

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………... i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii

BAB I HAKIKAT, FUNGSI DAN TUJUAN BAHASA ……………………... 1

1.1 Hakikat Bahasa …………………………………………………………. 1

1.2 Fungsi Bahasa …………………………………………………………... 2

1.3 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ………………………………... 4

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA ……. 5

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia …………………………………………….... 5

2.2 Ciri-ciri umum Bahasa Indonesia ……………………………………… 11

2.3 Sikap Pemakai Bahasa Indonesia ……………………………………… 15

BAB III POLITIK BAHASA NASIONAL ……………………………………. 19

3.1 Bahasa Nasional ………………………………………………………. 19

3.2 Kedudukan dan Fungsi ……………………………………………….. 20

3.3 Bahasa Daerah ………………………………………………………... 24

3.4 Bahasa Asing …………………………………………………………. 25

BAB IV EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) ……………………….. 27

4.1 Pengantar ……………………………………………………………... 27

4.2 Ruang lingkup Ejaan yang di sempurnakan (EYD)…………………….. 27

4.3 Penulisan Huruf Kapital aau Huruf Besar …………………………....... 29

4.4 Penulisan Kata ………………………………………………………….. 33

BAB V PEMBAKUAN BAHASA …………………………………………….... 41

5.1 Bahasa Baku ……………………………………………………………. 41

5.2 Ciri Umum Bahasa Baku ………………………………………………. 41

5.3 Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar ……………………………….. 43

BAB VI MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA ……………………………. 45

6.1 Pengertian Makna ……………………………………………………... 45

6.2 Jenis Makna …………………………………………………………… 45

6.3 Relasi Makna …………………………………………………………. 48

6.4 Faktor Yang Mmepengaruhi Makna ………………………………….. 40

3
BAB VII PILIHAN KATA (DIKSI) …………………………………………. 54

7.1 Pilihan kata …………………………………………………………… 54

7.2 Pilihan Kata Sesuai dengan Kaidah Kelompok Kata/Frasa …………. 55

7.3 Gaya Bahasa ………………………………………………………….. 62

BAB VIII KALIMAT …………………………………………………………. 67

8.1 Pengertian Kalimat …………………………………………………… 67

8.2 Kalimat Yang Taat Asas Pada Ejaan ………………………………… 71

8.3 Kalimat Yang Taat Asas Pada Tata Bahasa …………………………. 71

8.4 Kalimat Yang Berkesatuan Ide ………………………………………. 72

8.5 Kalimat Yang Bervasiasi ……………………………………………… 73

8.6 Kalimat Yang Logis ………………………………………………….. 73

8.7 Kalimat yang Sejajar …………………………………………………. 74

8.8 Kalimat yang Berkorehensi ………………………………………….. 74

BAB IX PARAGRAF ………………………………………………………… 75

9.1 Pengertian Paragraf …………………………………………………. 75

9.2 Macam dan Jenis Paragraf …………………………………………… 75

9.3 Syarat Penyusunan Paragraf ………………………………………… 77

BAB X KARYA ILMIAH …………………………………………………… 81

10.1 Pengertian Karya Ilmiah …………………………………………… 81

10.2 Ciri-ciri Tulisan Ilmiah ……………………………………………. 82

10.3 Syarat-syarat Tulisan Ilmiah ………………………………………. 82

10.4 Konsep Karya Ilmiah ……………………………………………… 84

10.5 Karakteristik Karya Ilmiah ………………………………………... 84

10.6 Pola Pikir Dalam Penulisan Karya Ilmiah ………………………… 85

10.7 Bentuk-bentuk Tulisan Ilmiah …………………………………….. 85

10.8 Teknik Menulis Ilmiah ……………………………………………. 86

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

HAKIKAT, FUNGSI DAN TUJUAN BAHASA

1.1 Hakikat Bahasa

Bahasa dalam bahasa inggris dengan language, yang memiliki pengertian suatu
bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran. Hakikat bahasa indonesia dilihat dari
aspek bunyi atau syarazat, simbol (huruf atau gambar), dan makna, dapat didefenisikan
sebagai suatu bunyi ujaran dan isyarat yang dapat disimbolkan melalui huruf atau
gambar yang berbeda-beda, dan setiap bunyi, isyarat atau simbol tersebut memiliki
makna yang berbeda-beda (Mulyati, 2015:2).

Bahasa memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan sosial masyarakat.
Karena dengan menggunakan bahasa, kita dapat berkomunikasi dan bersosialisasi
dengan masyarakat. Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang. Artinya, melalui
bahasa (yang digunakan) seseorang atau suatu bangsa dapat diketahui kepribadiannya
(Pranowo, 2009: 3). Jika kita berbahasa dengan baik dan sopan, maka mencerminkan
bahwa kepribadian kita juga baik dan sopan. Tetapi, jika kita berbahasa secara kasar
dan tidak sopan, maka tercermin bahwa perilaku kita tidak baik dan kurang sopan.
Seperti yang dikatakan oleh Pranowo (2009: 8) jika seseorang berbahasa secara baik,
benar dan santun dapat membentuk perilaku seseorang tersebut menjadi lebih baik.

Slamet (2007: 31) mendefinisikan bahasa sebagai alat komunikasi yang umum
dalam masyarakat. Bagaimanapun wujudnya, setiap masyarakat pastilah memiliki
bahasa sebagai alat komunikasi. Hal tersebut diperkuat juga oleh Widjono (2007: 14)
yang mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan
untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya.

Dari berbagai pengertian bahasa yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka
dapat disimpulkan bahwa setiap masyarakat dalam suatu bangsa memiliki bahasa yang
berbeda, tetapi bahasa tersebut memiliki fungsi utama yang sama, yakni sebagai alat
komunikasi sosial. Kemudian, perilaku seseorang juga dapat terbentuk melalui bahasa
yang digunakannya.

1.2 Fungsi Bahasa


Santosa mengemukakan bahwa bahasa memiliki fungsi khusus bahasa Indonesia,
yaitu:

a. Alat untuk menjalankan administrasi negara yang terlihat dalam surat-surat resmi
kenegaraan.

5
b. Alat pemersatu berbagai suku yang memiliki latar belakang budaya dan bahasa yang
berbeda-beda.
c. Wadah penampung kebudayaan (semua ilmu pengetahuan dan kebudayaan harus
diajarkan dan diperdalam dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai
medianya).
Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai
berikut:

1. Fungsi informasi, yaitu fungsi untuk menyampaikan informasi timbal balik


antaranggota keluarga ataupun anggota-anggota masyarakat. Berita pengumuman,
petunjuk pernyataan lisan ataupun tulisan melalui media massa ataupun elektronik
merupakan wujud fungsi sebagai fungsi informasi.
2. Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi atau
tekanan-tekanan perasaan pembicara. Bahasa sebagai alat mengekspresikan diri ini
dapat menjadi media untuk menyatakan eksistensi (keberadaan) diri, membebaskan
diri dari tekanan emosi dan untuk menarik perhatian orang lain.
3. Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri
dengan anggota masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk
berintegrasi dengan manusia di sekelilingnya dan dengan bahasa manusia dapat
saling bertukar pengalaman dan menjadi bagian dari pengalaman tersebut serta
memanfaatkannya untuk kehidupannya.
4. Fungsi kontrol sosial, yaitu bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan
pendapat orang lain dan apabila fungsi ini berlaku dengan baik maka semua kegiatan
sosial akan berlangsung dengan baik pula.
Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi bahasa, dapat disimpulkan bahwa
bahasa berperan penting adalam segala aspek kehidupan. Bahasan dapat membantu
manusia dalam menjalankan berbagai tugas dan membuka gerbang ilmu pengetahuan.
Bahasa dapat pula membantu manusia yang berbeda-beda baik secara regional maupun
internasional. Salah satunya adalah Bahasa Indonesia yang digunakan oleh Bangsa
Indonesia.

Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi yang dipergunakan oleh masyarakat


Indonesia untuk keperluan sehari-hari, misalnya belajar, bekerja sama,dan berinteraksi.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa resmi di Indonesia. Bahasa
nasional adalah bahasa yang menjadi standar di Negara Indonesia. Sebagai bahasa
nasional Bahasa Indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dengan kaidah
dasar. Bahasa Indonesia digunakan secara non resmi, santai dan bebas. Dalam pergaulan
sehari – hari antar warga yang dipentingkan adalah makna yang disampaikan. Pemakai
bahasa Indonesia dalam konteks bahasa nasional dapat menggunakan dengan bebas
menggunakan ujarannya baik lisan maupun tulis. Adapun bahasa resmi adalah bahasa
yang digunakan dalam komunikasi resmi seperti dalam perundang-undangan dan surat

6
menyurat dinas. Dalam hal ini, bahasa Indonesia harus digunakan sesuai dengan kaidah,
tertib, cermat, dan masuk akal. Bahasa Indonesia yang dipakai harus lengkap dan baku.
Tingkat kebakuannya diukur oleh aturan kebahasaan dan logika pemakaian.

Selain fungsi utamanya sebagai alat komunikasi, bahasa juga memiliki fungsi-
fungsi lainnya sebagaimana disebutkan oleh Widjono (2007: 15-23) bahwa bahasa
memiliki fungsi sebagai (1) sarana integrasi dan adaptasi, (2) sarana memahami diri, (3)
ekspresi diri, (4) memahami orang lain, (5) kontrol sosial, (6) mengamati lingkungan
sekitar, (7) berpikir logis, (8) membangun kecerdasan, (9) membangun karakter, (10)
mengembangkan kecerdasan ganda, (11) mengembangkan profesi dan (12) sarana untuk
menciptakan kreativitas baru. Kemudian, fungsi bahasa juga dikemukakan oleh Halliday
(melalui Tarigan, 2008: 12-15) yang disebut sebagai Sapta Guna Basa, yang termuat
dalam ringkasan tujuh fungsi bahasa berikut ini:

1) Fungsi instrumental bertindak untuk menggerakkan serta memanipulasikan


lingkungan yang menyebabkan suatu peristiwa terjadi.
2) Fungsi regulasi atau pengaturan dari bahasa merupakan pengawasan terhadap
peristiwa-peristiwa.
3) Fungsi representasional adalah penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-
pernyataan, menyampaikan fakta-fakta, dan pengetahuan, menjelaskan atau
melaporkan dalam pengertian “menggambarkan” realitas yang terlihat oleh
seseorang.
4) Fungsi interaksional bahasa bertindak untuk menjamin pemeliharaan sosial.
5) Fungsi personal membolehkan seseorang pembicara menyatakan perasaan, emosi,
kepribadian, reaksi-reaksi yang terkandung dalam hati sanubarinya.
6) Fungsi heuristik melibatkan bahasa yang dipergunakan untuk memperoleh
pengetahuan dan mempelajari lingkungan.
7) Fungsi imajinatif bertindak untuk menciptakan sistem-sistem atau gagasan-gagasan
imajiner.
Berdasarkan fungsi bahasa yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa selain fungsi utamanya sebagai alat komunikasi, bahasa memiliki
fungsi

(1) instrumental sebagai sarana kontrol sosial yang dapat mempengaruhi


lingkungan sekitar,

(2) regulasi sebagai sarana untuk mengamati lingkungan sekitar,

(3) representasional sebagai sarana untuk untuk dapat berpikir logis dan dapat
membangun kecerdasan seseorang,

(4) interaksional sebagai sarana berintegrasi dan beradaptasi dengan


lingkungan sosial serta sebagai sarana untuk dapat memahami orang lain,

7
(5) personal sebagai sarana untuk memahami dan mengekspresikan diri,

(6) heuristik sebagai sarana untuk menciptakan kreativitas baru dan


mengembangkan profesi,

(7) imajinatif sebagai sarana untuk mengembangkan kecerdasan ganda.

1.3 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia


Mata kuliah bahasa Indonesia ini bertujuan agar mahasiswa memiliki
kemampuan sebagai berikut:

a) Berkomunikasi efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara
lisan maupun tulisan.
b) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan bahasa Negara.
c) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
berbagai tujuan.
d) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta
kematangan emosional dan sosial.
e) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperluas budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bahasa.
f) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
interlektual manusia Indonesia.

8
BAB II

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN

BAHASA INDONESIA

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah
yang berada di wilayah Nusantara dulunya. Namun, perkembangan bahasa Indonesia
sudah demikian pesatnya sehingga bahasa Indonesia sudah berbeda dengan bahasa
Melayu-Riau sekarang ini. Dalam perjalanan sejarahnya, bahasa Indonesia sudah
melalui gelombang pasang surut. Secara informal , bahasa Indonesia dikenal secara
meluas sejak ‘Sumpah Pemuda, “28 Oktober 1928”, yang menjadikan bahasa Indonesia
itu sebagai bahasa persatuan serta sebagai bahasa kesatuan. Pada waktu itu para
pemuda kita sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Para
pemuda kita melihat bahwa bahasa Indonesia itu dapat mempersatukan kita yang terdiri
atas berates ratuts suku bangsa.

Fungsi bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa Indonesia sangat menonjol


dan sangat jelas. Bahasa Indonesialah yang menimbulkan kesatuan dan persatuan
bangsa Indonesia seperti apa yang kita saksikan sekarang ini. Bangsa Indonesia yang
terdiri atas berates ratus suku bangsa memiliki bahasa daerah masing masing. Sehingga
sebagian besar kita dibesaran di dalam lingkungan keluarga kita dengan
mempergunakan bahasa derah. Walaupun begitu, bahasa Indonesia ditengah tengah
bangsa Indonesia tidak dianggap asing. Oleh sebab itulah, sudah selayaknya kita merasa
beruntung memiliki bahasa Indonesia yang berfungsi majemuk itu. Bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional mulai dikenal sejak 17 agustus 1946 ketika rakyat Indonesia
menyatakan kemerdekaannya. Didalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai :

1) Lambang kebanggan kebangsaan

Sebagai lambing kebanggaan kebangsaaan , bahasa Indonesia mencerminkan


nilai nilai social budaya nasionalnya bangsa Indonesia menyatakan harga diri sertanilai-
nilai budaya yang dapat dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa
Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan. Kemudian rasa kebanggaan memakai
bahasa Indonesia itu senantiasa kita bina.

9
2) Lambang identitas nasional

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping


bendera dan lagu nasional kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia
tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula sehingga serasa dengan lambang
kebangsaan kita yang lainnya. Bahasa Indonesia pula mewakili identitasnya sendiri
apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa
sehinggga bersih dari unsur-unsur bahasa lainnya. Terutama bahasa asing seperti bahasa
inggris yang tidak benar benar diperlukan.

3) Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang
sosial budaya dan bahasanya masing masing kedalam Kesatuan Kebangsaan
Indonesia.

Di dalam hubungan bahasa Indonesia sebagai alat untuk memungkinkan


penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang social budaya dan bahasanya
masing masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia, bahasa Indonesia memungkin
kan berbagai bagai suku bangsa itu dapat mencapai keserasian hidup sebagai bangsa
yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada
nilai-nilai soal budaya serta latar

belakang bahasa yang bersangkutan. Malahan lebih dari itu. Dengan bahasa nasional
ini, kita dapat meletakkan kepentingan nasional kita jauh di atas kepentingan daerah dan
golongan. Latar belakang budaya dan latar belakang kebahasaan yang berbeda itu pula
menghambat adanya perhubungan antardaerah dan antarbudaya. Berkat adanya bahasa
nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang lainnya sedekimian rupa sehingga
kesalahpahaman dapat di hindarkan. Kita dapat kiranya berpergian ke pelosok-pelosok
tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi kenyataan ini
membuat adanya peningkatan dalam menyebarluaskan pemakaian bahasa Indonesia di
dalam fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah serta antarbudaya. Semuanya ini
terjadi karena bertambah baiknya sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian
alat-alat perhubungan massa, bertambah meningkatnya pula arus jumlah perkawinan
antarsuku, serta bertambah banyaknya petugas berpindah dari satu daerah ke daerah
lainnya dan dari satu tempat ke tempat lainnya.

4) Alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya

Sejalan dengan fungsinya sebagai alat eprhubungan antardaerah dan


antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula melaksanakan fungsinya seagai alat
pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang
berpandangan bahwa bahasa Indonesia itu belum sanggup mengungkapkan nuansa
perasaan yang betapa pun halusnya,sekarang kita lihat kenyataan bahwa seni sastra serta
seni drama, baik yang ditulis maupun yang dilisankan telah berkembang sedemikian

10
pesatnya. Hal ini menunjukan bahwa nuansa perasaan yang halusnya dapat diungkapkan
dengan memakai bahasa Indonesia. Kenyataaan ini semuanya sudah tentulah dapat
menambah tebalnya rasa kebanggaan kita akan kemampuan bahasa nasional, bahasa
Indonesia.

Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 di Negara Republik Indonesia


pada 18 agustus 1945, bertambah pula fungsi bahasa Indonesia yaitu sebagai bahasa
Negara dan bahasa resmi. Akibat pencantuman bahasa Indonesia di dalam Bab XV,
Pasal 36. UUD 1945 ini, bahasa Indonesia pun kemudian berfungsi pula sebagai bahasa
budaya dan bahasa ilmu, di samping sebagai bahasa Negara serta bahasa resmi.

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia sebagai berikut di


bawah ini.

(1) Bahasa resmi kenegaraan

Didalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai di dalam


segala upacara, peristiwa , dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun dalam
bentuk tulisan. Dokumen-dokumen ,keputusan-keputusan,serta surat-menyurat yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi-instansi kenegaraan lainnya ditulis dan
diucapkan d dalam bahasa Indonesia. Hanya di dalam situasi dan kondisi tertentu saja,
demi komunikasi antarbangsa, kadang-kadang pidato resmi ditulis dan diucapkan di
dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggrs. Warga masyarakat kita pun dalam kegiatan
sehari-hari yang berhubungan dengan upacara dan perinstiwa kenegaraan, harus
mempergunakan dengan upacara peristiwa kenegaraan, harus mempergunakan bahasa
Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa resmi Negara, bahasa Indonesia
perlu dijadikan sebagai salah satu factor yang menentukan di dalam pengembangan
ketenagaan, baik di dalam penerimaan karyawan/pegawai baru , kenaikan pangkat
maupun pemberian tugas tertentu kepada seseorang.

(2) Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan

Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga


pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah, taman kanak-kanak, sampai
dengan tingkat pendidikan tertinggi, perguruan tinggi di seluruh Indonesia kecuali di
daerah tertenu, seperti Jawa, Sunda, Batak, Bali, Aceh, dan Madura. Di daerah ini,
bahasa daerah yang bersangkutan dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia ini
pendidikan tingkat sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga.

(3) Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan


pelaksaaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah.

Di dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai bukan saja
sebagai alat komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat luas dan

11
bukan saja sebagai alat perhubugan antar daerah dan antar suku, tetapi juga sebagai alat
perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar social budaya serta bahasanya
Dengan kata lain, apabila kalau di antara yang berkepentingan terdapat pula jarak social
yang cukup jauh di antara yang satu dengan yang lainnya.

(4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

Di dalam hubungannya dengan fungsi di atas, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat
yang memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupu sehingga bahasa Indonesia itu memiliki ciri-ciri serta identitas sendiri,
yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Saat itu kita juga mempergunakan
bahasa Indonesia sebagai alat untuk menyatakan semua nilai social budaya nasional kita.
Pada tahapan ini bahasa Indonesia itu telah berfungsi sebagai bahasa budaya .
Disamping itu, bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pendukung ilmu
pengetahuan serta teknologi untuk kepentingan pembangunan nasional kita.
Penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta manfaat yang diberikan kepada
perencaaan dan pelaksaan pembangunan Negara kita dilaksanakan dengan
mempergunakan bahasa Indonesia.Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks serta
penyajian pelajaran di lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat umum
dilaksanakan dengan mempergunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat
kita tergantung lagi sepenuhnya atas bahasa-bahasa asing di dalam usaha mereka
mengikuti perkembangan dan turut serta mengembangkan ilmu pengetahuan serta
teknologi. Pada tahapan ini bahasa Indonesia itu telah pula bertambah fungsinya sebagai
bahasa ilmu . Bahasa Indonesia pun telah menjadi alat bagi bangsa Indonesia untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan.

2.2 Ciri-Ciri Umum Bahasa Indonesia

Pada waktu itu bahasa Indonesia berbeda benar keadaanya dengan bahasa
Indonesia sebelum perang Dunia II. Perbedaaan ini sudah sangat jauh apabila bahasa
Indonesia itu diamati dan diteliti dengan seksama.

Sebelum perang Dunia II , bahasa Indonesia tidak dihargai dengan sepantasnya


walaupun dunia pergerakan politik semakin banyak memakai bahasa Indonesia. Dunia
ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan belum lagi mempergunakan bahasa Indonesia
dengan baik. Kalau ingin memperbaiki nasib, bukan bahasa Indonesia yang
dipergunakan, melainkan bahasa Belanda sebagai bahasa kaum penjajah. Bahasa
pengantar untuk ilmu pengetahuan adalah bahasa Belanda. Apabila ada orang ingin
dihormati dan disegani dalam pergaulan, pemakai bahasa Indonesia merasa apatis
melihat pembatas-pembatas yang hebat terhadap bahasa Indonesia ketika itu. Seakan-
akan bahasa Indonesia tidak akan mampu menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Kaum
penjajah ketika itu memang menginginkan hal yang seperti itu sehingga pemakai bahasa
Indonesia merasa dirinya tidak berguna untuk mempelajari bahasa Indonesia. Orang

12
Indonesia ketika itu terpelajar dan lebih terhormat apabila menguasai bahasa Belanda
dengan baik. Orang Indonesia tidak merasa malu apabila tidak menguasai bahasa
Indonesia dengan baik, tetapi akan merasa ada yang kurang apabila tidak menguasai
bahasa Belanda dengan baik. Akibatnya, orang Indonesia tidak banyak yang mau
mempelajari bahasa Indonesia dan merasa dirinya sudah cukup mampu menguasai
bahasa Indonesia dengan sendirinya. Akhirnya, orang-orang Indonesia banyak yang
tidak mahir berbahasa Indonesia, tetapi sangat mahir berbahasa Belanda.

Pada zaman kependudukan Jepang, bahasa Belanda dilarang pemakaiannya dan


harus diganti dengan bahasa Indonesia. Ketika itu sebagian orang masih meragukan
kemampuan bahasa Indonesia menjad ibahasa ilmu pengetahuan, termasuk kaum
cendikiawannya. Dengan dipaksa pemerintah pendudukan Jepang dan pemuda-pemuda
Indonesia ketika itu, orang-orang Indonesia terpaksa mempergunakan bahasa Indonesia
untuk setiap pembicaraan. Bahasa Indonesia mulai popular dan mulai diperhatikan para
pemakaiannya dengan baik. Sesudah itulah terbukti bahwa bahasa Indonesia itu tidak
kurang mutunya dibandingkan dengan bahasa-bahasa asing lainnya. Bahasa Indonesia
mulai mengalami perkembangan sesuai dengan kodratnya sebagai bahasa yang hidup.
Bahasa Indonesia terus dipakai pemiliknya dengan teratur dan lebih meluas.

Sesudah Indonesia merdeka , bahasa Indonesia lebih berkembang lagi dengan


baik dan meluas. Bangsa Indonesia sudah merasakan betapa perlunya membina dan
memperhatikan perkembangan bahasa Indonesia m bangsa Indonesia mulai sadar bahwa
tanpa bahasa Indonesia, bangsa Indonesia tidak dapat maju. Minat bangsa Indonesia
untuk mempelajari bahasa Indonesia dengan baik, setiap tahun terus bertambah.
Akibatnya, bahasa Indonesia mengalami kemajuan yang amat pesat.

Sesudah perkembangan bahasa Indonesia itu sedemikian pesatnya, sekarang


timbul pertanyaan : Apakah kita sudah bangga berbahasa Indonesia , sebagai bahasa
nasional kita? Apakah kita sudah mencintai dan menghormati bahasa indonesia? Adakah
rasa bangga itu timbul dari hati nurai kita? Apabila kita sudah mencintai, menghormati,
serta bangga berbahasa Indonesia, apakah kita sudah membina bahasa Indonesia itu
dengan baik? Adakah kita sudah mematuhi kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik
dan benar?

Tugas bahasa bukan hanya sekedar agar orang mengerti saja. Bahasa juga harus
dipakai dengan teratur sehingga setiap orang yang berkomunikasi dapat mengerti
dengan baik buah pikiran setiap pemakai bahasa tersebut. Setiap pemakai bahasa sudah
seharusnyalah dapat memahami kaidah-kaidah bahasa yang sudah ditetapkan.
Ketertiban memakai kaidah-kaidah bahasa itulah yang akan menimbulkan ketertiban
berpikir seseorang.

13
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok tertentu
yang membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya yang ada di dunia ini. Ciri-ciri
umum serta kaidah-kaidah pokok tersebut antara lain adalah sebagai berikut ini.

1) Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jenis
kelamin. Apabila kita ingin menyatakan jenis kelamin dalam bahasa Indonesia
selalu diberi kata keterangan penunjuk jenis kelamin, yang biasanya untuk
manusia dipergunakan laki-laki/pria dan perempuan/wanita, sedangkan untuk
hewan dan benda lainnya dipergunakan kata jantan dan betina . Memang di
dalam bahasa Inggris, bahasa Sanksekerta, dan bahasa arab ada kita temukan
kata-kata yaitu lion—lioness, host—hostess, steward—stewardess, siswa—
siswi, putera—puteri, dewa—dewi, muslimin—muslimat, mukminin—
mukminat, hadirin—hadirat, yang menunjukkan perubahan bentuk untuk jenis
kelamin. Namun, kata-kata itu hanya terbatas pada beberapa kata yang berasal
dari bahasa Sanksekerta dan bahasa Arab saja yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia .sedangkan perubahan bentuk di dalam bahasa Inggris tersebut, tidak
pernah diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dengan kata lain, tidak semua kata
Indonesia dapat dibentuk dengan sistem yang ada pada ketiga bahasa itu. Kita
tidak pernah menyatakan, misalnya, kuda ataupun Kudain(untuk jenis jantan)
serta kudi, kudaess, ataupun kudarat(untuk jenis betina). Hal ini menunjukan
bahwa sistem bahasa Inggris, bahasa Sanksekerta, dan bahasa Aarab itu tidak
dapat dipergunakan oleh bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Indonesia untuk
bentuk tersebut, kita akan menyatakan dengan kuda jantan dan kuda betina.
Oleh sebab itulah, kita tidak boleh mencontoh kaidah yang berlaku di dalam
bahasa Inggris, bahasa Sanksekerta, dan bahasa Arab. Apabila kita paksakan
penggunaan kaidah itu, berarrti kita ikut pula merusak bahasa Indonesia. Kita
memaksakan struktur bahasa asing yang berbeda dengan strutur bahasa
Indonesia. Sehingga akan terjadi pula pemaksaan-pemaksaan yang akan
menimbulkan kekacauan yang lebih parah lagi bagi perkembangan bahasa itu
sendiri.
2) Bahasa Indonesia mempergunakan kata keterangan tertentu untuk menunjukkan
jamak. Artinya, bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk
menyatakan jamak. Sistem ini pulalah yang membecakan bahasa Indonesia
dengan bahasa asing lainnya, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa
Arab, dan lain-lain. Untuk menyatakan jamak tersebut, bahasa Indonesia
mempergunakan antara lain kata-kata segala, beberapa, seluruh, para,
sebahagian, semua ( untuk menyatakan jamak yang jumlahnya tidak jelas) serta
kata bilangan dua, tiga, empat, dan seterusnya (untuk menyatakan jamak yang
jumlahnya tertentu). Bentuk- bentuk segala urusan, beberapa rumah, seluruh
pikiram, para pelajar, sebahagian pendapat, semua buku, dua lukisan,
tidak manga, empat sepeda, sudah pun menyatakan jamat di dalam bahasa

14
Indonesia . Bentuk boy dan man yang beruah menjadi boys dan men ( di dalam
bahasa inggris ) untuk menyatakan jamat, tidak pernah kita kenal di dalam
bahasa indoneisa. Bentuk-bentuk pelajars, bukus, dan manggas, umpamanya
tidak ada ditemui di dalam bahasa Indonesia dan bukan milik bahasa Indonesia.
3) Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan
waktu. Kaidah pokok ini pulalah yang membedakan bahasa Indonesia dengan
bahasa-bahasa asing lainnya, seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa
Sanksekerta. Di dalam bahasa Inggris, misalnya, kita temukan kata-kata eat
( untuk menyatakan waktu sekarang ini). Eaten (untuk menyatakan waktu
sedang/akan). Bentuk kata-kata seperti ini tidak akan kita temukan di dalam
bahasa Indonesia. Kata makan, misalnya, idak pernah mengalami perbuhan
bentuk menjadi maken ataupun makaning. Bagaimanapun pemakaian kata
makan akan tetap bentuknya, termasuk kalau dipergunakan dalam waktu yang
berbeda. Dalam hal ini untuk menunjukkan waktu di dalam bahasa Indonesia ,
dipergunakan kata keterangan waktu seperti : semalam, sedang, sekarang,
setahun yang lalu, sudah, telah, dua hari yang lalu, kemarin, besok, akan,
dan seminggu yang lalu.
4) Susunan kelompok kata dan kalimat dalam bahasa Indonesia biasanya
mempergunakan hokum D-M ( Hukum Diterangkan-menerangkan).
Kelompok kata rumah sakit, ibu tiri, jam tangan, kantor dekan, baju baru,
dan sebagainya dengan jelas memperlihatkan penggunaan kaidah ini. Oleh
karena itu, setiap kelompok kata yang berasal dari bahasa asing apabila hendak
diserap menjadi kelompok kata bahasa Indonesia harus memperhatikan dan taat
kepada kaidah ini. Dengan kata lain, bentuk-bentuk Garuda Hotel, Marah
Halim Cup. Bali Plaza, International Tailor, dan Pusat Perbelanjaan
petisah. Pemakaian bahasa Indonesia yang seperti inilah yang memperlihatkan
beraturan dan bersistemnya bahasa Indonesia tersebut. Hal sepert inilah yang
disebutkan dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5) Lafal bahasa Indonesia baku ialah lafal yang tidak dipengaruhi oleh lafal asing
maupun lafal daerah. Adabila kita dapat menduga dan mengetahui asal seorang
dari caranya melafalkan kata-kata Indonesia, lafal itu bukanlah lafal bahasa
Indonesia baku. Dengan kata lain, kata-kata Indonesia harus bebas dari pengaruh
lafal asing mapun lafal daerah. Kesulitan yang kita alami sekarang adalah belum
adanya disusun sampai sekarang ini kamus lafal bahasa Indonesia yang lengkap.
Akibatnya, kita sulit menemukan yang benar untuk kata-kata emas, benar,
terus, dan perang. Oleh sebab itulah, untuk sementara ini kita hanya
mengatakan bahwa lafal kata-kata perintahken, dekatken, semua, mengapa,
therima kaseh, thenthu dhapat, dan seluhuruh dhana bukanlah lafal bahasa
Indonesia baku.

15
2.3 Sikap pemakai Bahasa Indoneisa

Dengan membina bahasa Indonesia, berarti kita membina bangsa Indonesia.


Apabila kita bangga sebagai bangsa Indonesia , tentutlah seharusnya kita harus
bangga pula berbahasa Indonesia. Namun, kenyataan-kenyataan yang kita lihat
tidaklah demikian. Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada
setiap dada bangsa Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing, terutama bahasa
inggris sekarag ini, masih terus kita temui pada sebagian besar bangsa Indonesia.
Sekarang ini masih melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat Indonesia berupa hal-hal berikut di bawah ini.
1) Banyak orang Indonesia selalu memperlihatkan dengan bangga kemahirannya
mempergunakan bahasa asing walaupun mungkin ia tidak menguasai bahasa
Indonesia dengan sewajarnya.
2) Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing,
tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa
Indonesia.
3) Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau
mempelajarinya sebab merasa dirinya sudah menguasai bahasa Indonesia dengan
baik.
4) Banyak orang Indonesia yang merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain
apabila sudah menguasai bahasa asing dengan fasihnya walaupun bahasa
indonesa boleh dikatakan tidak dikuasainya dengan baik.
Kenyataan-kenyataan yang kita sebutkan di atas umumnya merupakan sikap
yang tidak baik dan negative dari pemakai bahasa Indonesia. Kenyataan-kenyataan ini
menimbulkan akibat-akibat tertentu pula dalam pengembangan bahasa Indonesia.
Akibat-akibat yang timbul dari kenyataan-kenyataan ini antara lain adalah :

(1) Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata dan ungkapan-ungkapan
bahasa asing. Terkadang kata dan ungkapan tersebut tidak dipahami si pemakai apa
artinya, sedangkan di dalam bahasa Indonesia ada pula kata dan ungkapan yang
hampir sama artinya dan sudah umum dipergunakan, seperti challenge
‘tantangan’,pagina’halaman’:background’latar belakang’; stewardess’pramugari’:
realitas’kenyataan’; serta airport ‘bandar udara’; ‘lapangan terbang’.

(2) Banyak orang Indonesia yang menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga
banyak kita temui kata asing yang “ amat asing” atau “ terlalu lama”. Kata-kata asing
tersebut. Seperti sodara; fihak; fatsal; (dianggap) syah ; (kapal yang) syarat; rokh;
insyaf; yang seharusnya menjadi saudara; pihak; pasal; (dianggap) sah; (kapal
yang) saraf; ruh; insaf.

(3) Banyak orang Indonesia yang menguasai bahasa Indonesia seadanya saja, tetapi
menguasai bahasa asing dengan baiknya. Sehingga banyak orang Indonesia yang

16
mempunyai bermacam-macam kamus bahasa asing sedangkan kamus bahasa
Indonesia satu pun tidak ada, seakan-akan seluruh kosa kata bahasa Indonesia
dikuasainya dengan baik. Apabila pemakaian bahasa Indonesia seperti ini mengalami
kesulitan untuk menjelaskan dan memberi pengertian kata-kata Indonesia, ia akan
mencari jalan dengan sederhana dan mudah saja. Contoh: kata tidak apabila
berpasangan dengan kata lainnya akan memperlihatkan antonym dari kata yang
diikutinya. Jadi, kelompok kata tidak makan berantonim dengan kata makan.
Demikianlah jugalah untuk kata-kata lainnya. Apabila pemakai bahasa Indonesia
tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik serta tidak mempunyai kamus bahasa
Indonesia. Ketika ditanya,” Apakah antonim kata tidur?”, dia akan segera menjawab,
“Tidak tidur,” sedangkan kita mengetahui bahasa antonim kata tidur adalah
bangun.

Kenyataan-kenyataan dan akibat-akibat ini apabila tidak kita perbaiki akan


menyebabkan perkembangan bahasa Indonesia itu terkendala. Sebagai warganegara
Indonesia yang baik, sudah sepantasnya kita mencintai bahasa nasional kita, bahasa
Indonesia. Kita harus membina dan mengembangkan bahasa Indonesia dengan baik,
dengan mematuhi kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan, serta dengan mempergunakan
bahasa Indonesia yang sopan, tepat, dan logis. Siapa pulakah lagi yang kita harapkan
memelihara perkembangan bahasa Indonesia? Jawabannya sudah jelas. “kita, bangsa
Indonesia.” Kita sudah tentu sangat prihatin apabila melihat bahwa banyak sekali bahasa
asing – seperti dari Belanda, Australia, dan Amerika Serikat—yang mempunyai minat
amat besar untuk mempelajari, meneliti, dan menyelidiki bahasa Indonesia . Sedangkan
kita bangsa Indonesia selalu tidak memperhatikan dan memelihara bahasa Indonesia ini.
Akhirnya, apabila kita mempunyai keinginan untuk mempelajari bahasa Indonesia ini
nantinya, kita harus pergi ke Negeri Belanda, Australia, dan Amerika Serikat.

Kita jangan menganggap remeh bahasa Indonesia, tetapi kita seharusnya


bersikap positif terhadap bahasa Indonesia. Kita harus selalu berusaha agar menjadi agar
yang cermat serta teratur mengembangkan bahasa Indonesia. Sebagai warga Negara
Indonesia yang baik, kita harus mau apabila tidak dapat mempergunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Apabila kita cinta akan bahasa indnesia, sebagai
warga Negara yang baik, kita tentu akan berusaha menguasai bahasa indinesia dengan
sebaik-baiknya pula. Sikap seperti ini apabila kita miliki sudah tentu akan memantapkan
pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang teratur dan
berdaya guna. Kita harus berusaha mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar sehingga perkembangan bahasa indoneisa terarah, teratur, dan bersistem.
Anggapan yang memperlihatan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang dipenuhi kata
asing merupakan bahasa yang baik dan benar adalah anggapan yang keliru, Begitu
jugalah dengan pemakai kalimat yang panjang-panjang dan terlalu berbelit-belit, sudah
tentu memperlihatkan kacaunya cara berpikir orang yang mempergunakan kalimat

17
tersebut. Hal itulah yang disampaikan oleh ungkapan,”Bahasa menunjukkan bangsa.”
Apabila kita mempergunakan bahasa dengan teratur, tepat, dan bersistem, cara berpikir
kita sudah tentu akan baik pula. Sebaliknya, apabila kita mempergunakan bahasa
Indonesia yang kacau balau, sudah tentu hal itu menggambarkan jalan pikiran kita yang
kacau balau pula. Tentu saja kita tidak mengharapkan tanggapan orang lain kepada kita
menjadi negative ketika kita mempergunakan bahasa Indonesia itu.

18
BAB III

POLITIK BAHASA NASIONAL

3.1 Bahasa Nasional

Sumpah Pemuda 1928 yang berisi pengakuan bahwa bahasa Indonesia adalah
bahasa nasional kita, maearupakan langkah pertama yang menentukan di dalam
perumusan garis kebijaksanaan mengenai bahasa nasional kita. Undang-Undang Dasar
1945, Bab XV, Pasal 36 yang menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”, memberikan dasar yang kuat dan resmi bagi pemakaian bahasa Indonesia
bukan saja sebagai bahasa perhubungan pada tingkat nasional tetapi juga sebagai bahasa
resmi kenegaraan. Kongres Bahasa Indonesia 1954, di Medan, yang mengakui bahwa
bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, dan bahwa di dalam
pertumbuhan dan perkembangannya itu bahasa Indonesia telah diperkaya oleh bahasa-
bahasa lain, terutama terutama bahasa-bahasa daerah, yang terdapat di Indonesia
merupakan langkah maju yang berdasarkan kenyataan. Namun demikian kalau kita
perhatikan benar, beberapa pertanyaan pokok mengenai garis kebijaksanaan tentang
bahasa kita itu masih tetap belum terjawab.

Salah satu fungsi politik bahasa nasional adalah memberikan dasar dan
pengarahan bagi perencanaan serta perkembangan bahasa nasional, dan pada waktu
yang sama memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang berhubungan
dengan :

1) Fungsi dan kedudukan bahasa nasional dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain

2) Penentuan ciri-ciri bahasa Indonesia baku

3) Tata cara pembakuan dan pengembangan bahasa nasional

4) Pengembangan pengajaran bahasa nasional pada semua jenis dan tingkat lembaga
pendidikan, mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingkat terguruan
tinggi.

Politik bahasa nasional juga memberikan dasar dan pengarahan bagi masalah
bahasa nasional di dalam hubungannya dengan :

(1) Pendidikan dan pengajaran di dalam dan di luar lembaga-lembaga pendidikan

(2) Pelaksanaan administrasi pemerintahan

(3) Pengembangan ketenangan baik di kalangan pemerintah maupun di kalangan swasta

19
(4) Pengembangan kesusastraan nasional

(5) Pengembangan kebudayaan nasional

(6) peningkatan mutu dan jumlah bahan bacaan umum

(7) peningkatan mutu persuratkabaran dan siaran radio serta televise, dan

(8) penulisan buku buku ilmu pengetahuan, baik dalam bentuk karangan asli maupun
dalam bentuk terjemahan.

3.2 Fungsi dan Kedudukan

Selain daripada ketentuan ketentuan yang termuat di dalam dokumen dokumen


resmi seperti Sumpah Pemuda 1928, Undang Undang Dasar 1945,(Bab XV, Pasal 36),
dan Keputusan Kongres Bahasa Indonesia 1945, kita dapati kenyataan bahwa masalah
ini sudah dibahas I dengan bermacam macam cara dan gaya di dalam berbagai bagai
tulisan dalam bentuk kertas kerja, tesis, skripsi, dan pidato pengukuhan jabatan guru
besar, dan karangan di dalam surat kabar serta majalah. Pada dasarnya tulisan tulisan itu
menunjukkan adanya kesepakatan mengenai fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia itu.
Pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah
lambang kebulatan semangat kebangsaan Indonesia, alat penyatuan berbagai bagai
masyarakat, yang berbeda beda latar kebahasaan, kebudayaan, dan kesukuannya ke
dalam satu masyarakat nasional Indonesia, dan alat perhubungan antarsuku, antardaerah
serta budaya. Kedua, di dalam kedudukannya sebagai bahasa Indonesia, bahasa
Indonesia adalah bahasa resmi pemerintahan, bahasa pengantar. Di dalam dunia
pendidikan, alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional, serta alat pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi. Dokumen resmi yang diperlukan ini adalah politik bahasa
nasional.

Politik bahasa nasional juga berisi ketentuan ketentuan mengenai ciri ciri bahasa
Indonesia baku. Apa yang kita maksudkan dengan bahasa Indonesia baku? Apa ciri
cirinya? Demi kesatuan Indonesia, apakah kita perlu memiliki bahasa Indonesia baku
yang mutlak berlaku di selutuh Indonesia dan di dalam segala lapisan masyarakat kita?
Siapa atau lembaga mana yang perlu diberi wewenang untuk memperhatikan dan
menjaga kelangsungan hidup bahasa Indonesia yang baku itu? Jawaban atas pertanyaan
pertanyaan ini dan pertanyaan lain yang sejalan dengannya perlu dituangkan dalam
bentuk politik bahasa nasional. Untuk ini diperlukan perumusan yang teliti dan
berdasarkan penyelidikan yang cermat dengan memperhitungkan kenyataan bahwa:

1) Bahasa Indonesia dipakai di seluruh Indonesia, di daerah daerah yang berbeda beda
latar belakang kebahasaan, kebudayaan, dan kesukuannya, dan di dalam lapisan
masyarakat yang berbeda beda pula latar belakang pendidikan serta kepentingannya.

20
2) Bahasa Indonesia dipakai baik secara lisan maupun secara tertulis di dalam berbagai
keadaan, mengetahui segala macam soal, dan di kalangan masyarakat yang terikat oleh
tata cara hubungan social tertentu;

3) Perbedaan perbedan yang cukup besar terdapat di antara bahasa Indonesia lisan dan
bahasa Indonesia tertulis;

4) Di dalam pertumbuhannya dari bahasa melayu sebagai lingua franca menjadi bahasa
nasional dan bahasa Negara kita, perkembangan bahasa Indonesia yang seperti kita
miliki sekarang telah dimungkinkan oleh adanya tingkat toleransi kebahasaan yang
tinggi, dan sebab akibatya, telah menyerap berbagai bagai unsur fonologi, sintakisis dan
kosa kata dari bahasa bahasa daerah, tertutama bahasa jawa, dan dari bahasa bahasa
asing tertentu, terutama bahasa belanda bahasa inggris;

5) Laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern menghendaki


perkembangan tata istilah yang serasi, yang tidak selamanya dapat dilaksanakan dengan
hanya memanfaatkan kosa kata bahasa Indonesia sebagai satu satunya sumber; dan

6) Lembaga Bahasa Nasional yang kita miliki sekarang belum mempunyai wewenang
yang cukup luas dan perlengkapan yang cukup baik untuk mengolah masalah
kebahasaan kita dengan penuh wibawa.

Ketentuan ketentuan mengenai bahasa Indonesia baku berkaitan erat dengan


masalah tata cara pembakuan dan pengembangan bahasa Indonesia, setelah kita ketahui
sasaran yang hendak dicapai, yaitu bahasa Indonesia yang baku, pertanyaan yang timbul
adalah bagaimanakah tata cara yang dapat dipakai dalam usaha pembakuan dan
pengembangan bahasa Indonesia itu? Jalan mana yang dapat ditempuh? Oleh karena
pembakuan dan pengembangan bahasa adalah proses yang hidup dan berlangsung terus,
dan dengan demikian tidak ada titik akhirnya selama bahasa Indonesia masih bisa
dipakai sebagai bahasa yang hidup, siapa atau lembaga mana yang bertanggung jawab
atas kelangsungan pelaksanaan proses itu? Jawaban atas pertanyaan pertanyaan ini
diberi dasar dan pengaruhnya oleh politik bahasa nasional dengan mengingat kenyataan
bahwa:

(1) Pembakuan dan pengembangan bahasa yang efektif perlu didasarkan atas keadaan
sosiolinguistik yang ada.

(2) Pembakuan dan pengembangan bahasa yang benar benar preskriptif tidak memiliki
jaminan bahwa hasilnya akan menjelma sebagai bahasa yang hidup, yang kaidah
kaidahnya akan diindahkan oleh masyarakat pemakainya, sedangkan sebaliknya
pembakuan dan pengembangan bahasa yang benar benar deskriptif akan menjadi rumit
sekali dan belum tentu dapat mencapai sasaran yang diinginkan.

21
(3) Masalah bahasa adalah masalah yang menyangkut kepentingan segenap lapisan
masyarakat pemakainya, dan oleh karena itu, pembakuan serta pengembangan bahasa
itu perlu melibatkan bukan saja tokoh tokoh kebahasaan tetapi juga segenap lapisan
masyarakat pemakainya.

Tujuan pengajaran bahasa Indonesia berhubungan erat dengan masalah bahasa


Indonesia baku oleh karena sasaran yang hendak kita capai tentulah penguasaan atas
pemakaian bahasa Indonesia baku. Dengan demikian, pengembangan pengajaran bahasa
Indonesia hendaklah seirama dengan pembakuan dan pengembangan bahasa Indonesia
itu sendiri.

Di dalam memberikan dasar dan pengarahan untuk kepentingan pengembangan


pengajaran bahasa Indonesia itu, politik bahasa nasional perlu memperhitungkan
kenyataan bahwa:

(1) Bahasa Indonesia diajarkan di seluruh Indonesia, kepada anak anakdidik yang
berbeda beda latar belakang social budaya serta bahasa ibunya.

(2) Hanya sebagian kecil rakyat Indonesiaa yang memakai bahasa Indonesia sebagai
bahasa ibu.

(3) Perkembangan teknik dan sarana perhubungan adalah sedemikian rupa sehingga
surat kabar , majalah, dan siaran radio dan televisi telah sanggup menjangkau hamper
seluruh pelosok tanah air kita.

Selanjutnya, politik bahasa nasional perlu memberikan dasar dan pengarahan


kepada pemerintahan bahasa Indonesia di dalam hubungannya dengan berbagai bagai
kepentingan, kegiatan, dan segi kehidupan nasional kita, seperti yang telah dikemukakan
tadi. Di dalam hal politik bahasa nasional perlu menyediakan dasar dan pengarahan bagi
jawaban atas pertanyaan seperti:

(1) Apakah pembatasan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar mulai
dari kelas empat sekolah dasar masih perlu dipertahankan ? apakah tidak sebaiknya
bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar mulai dari awal sampai akhir
pendidikan formal? Kebijaksanaan apakah yang dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia dan menongkatkan penyerbarluasan
pemakaian bahasa Indonesia di luar lembaga lembaga pendidikan?

(2) Kebijaksanaan apakah yang dipergunakan untuk mengatur dan memberikan


pengarahan kepada pemakaian bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan administrasi
pemerintahan?

(3) Sampai kemana penguasaan bahasa Indonesia dapat dan perlu dijadikan salah satu
unsur yang menentukan di dalam pengembangan ketenagaan (penerimaan karyawan

22
baru, kenaikan pangkat dan pemberian tugas tugas sipil dan militer, maupun di kalangan
swasta?

(4) Sampai ke manakah dapat dicapai keserasian antara pengembangan bahasa Indonesia
yang baku dan pengembangan kesusastraan nasional yang hidup?

(5) Apakah peranan bahasa Indonesia sebagai perhubungan dan alat ekspresi budaya di
dalam pengembangan kebudayaan nasional? Sampai ke mana dapat dicapai keserasian
antara pengembangan bahasa indonesai dan pengembangan kebudayaan nasional?

(6) Kebijaksanaan apakah yang dapat dimanfaatkan di dalam memberikan dasar dan
pengarahan kepada peningkatan mutu dan jumlah bahan bacaan umum?

(7) Sampai kemanakah pengmbangan bahasa Indonesia dan dapat perlu di manfaatkan
untuk peningkatan mutu persuratkabarkan dan siaran radio serta televisi?

(8) Sampai ke manakah dapat dicapai keserasian antara pengembangan bahasa Indonesia
dan laju perkembangan penulisan buku buku ilmu pengetahuan? Pengarahan yang
bagaimana dapat diberikan kepada pengembangan tata istilah?

Jelaslah bahwa politik bahasa nasional diperlukan untuk memberikan dasar


pegangan dan pengarahan bagi pengolahan masalah dan fungsi dan kedudukan, serta
segala segi pembakuan dan pengembangan serta pengajaran bahasa nasional kita.

3. 3 Bahasa Daerah

Di samping mengolah masalah bahasa nasional, politik bahasa nasional juga berfungsi
sumber dasar dan pengarahan bagi pengolahan masalah bahasa bahasa daerah kita yang
berjumlah ratusan itu. Seperti juga halnya dengan masalah bahasa nasional, pertanyaan
pertanyaan pokok mengenai bahasa bahasa daerah perlu dirumuskan jawabannya dalam
bentuk ketentuan ketentuan dan garis kebijaksanaan nasional yang dituangkab dalam
bentuk politik nasional.

Pertanyaan pertanyaan pokok itu berhubungan dengan masalah:

1) Fungsi dan kedudukan bahasa daerah

2) Penentuan ciri ciri bahasa daerah baku

3) Pembakuan dan pengembangan bahasa bahasa daerah tertentu,

4) Pengembangan pengajaran bahasa bahasa daerah, dan

5) Pendokumentasian bahasa daerah yang hanya dipakai sebagai bahasa lisan.

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang berhubungan dengan Bab XV, Pasal 36,
menyatakan bahwa bahasa-bahasa daerah yang masih dipakai sebagai alat perhubungan
yang hidup dan dibinan oleh masyarakat pemakainya dihargai dan dipelihara oleh

23
negara karena bahasa itu adalah bagian daripada kebudayaan Indonesia yang hidup.
Disamping itu masalah bahasa daerah dan hubungannya dengan bahasa Indonesia sudah
banyak dibahas di dalam seminar-seminar dan tulisan-tulisan di dalam mengakui
adanya peranan yang besar yang dimainkan oleh bahasa-bahasa seperti yang kita miliki
dewasa ini.

Di dalam perumusan masalah mengenai fungsi dan kedudukan bahasa bahasa


daerah, politik bahasa nasional perlu memperhitungkan kenyataan bahwa:

(1) Kelangsungan hidup dan pembinaan bahasa bahasa daerah yang terus dipelihara
oleh masyarakat pemakainya dan merupakan bagian daripada kebudayaan Indonesia
yang hidup dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945.

(2) Bahasa bahasa daerah adalah lambang nilai social budaya yang mencerminkan dan
terkait pada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat pemakainya.

(3) Bahasa bahasa daerah adalah kekayaan budaya yang dapat dimanfaatkan bukan saja
untuk kepentingan pengembangan dan pembakuan bahasa nasional kita tetapi juga
untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan bahasa bahasa daerah itu sendiri,
dan oleh karena itu perlu dipelihara.

3.4 Bahasa Asing

Pengajaran bahasa asing ditunjukkan kepada upaya penguasaan dan pemakaian


bahasa asing, terutama untuk pemanfaatan ilmu teknologi dalam menyikapi persaingan
bebas pada era globalisasi, agar lebih banyak orang Indonesia yang mampu
memanfaatkan informasi dalam bahasa asing. Peningkatan mutu pengajaran bahasa
asing dilakukan melalui kegiatah berikut ini:

1) Pengembangan kurikulum bahasa asing

2) Pengembangan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam era global
dengan perkembangan metodologi pengajaran bahasa.

3) Pengembangan tenaga pengajar bahasa asing yang professional.

4) Pengembangan sarana pengajaran bahasa asing yang memadai.

5) Pemanfaatan teknologi informasi dalam bahasa asing.

Sesuai dengan sifat dan jenis pendidikan, pengajaran bahasa asing ada yang
bersifat wajib dan ada yang pilihan. Mata pelajaran bahasa asing pilihan hendaknya
diberikan sekurang kurangnya 90 jam dalam satu tahun ajaran. Dalam hubungan dengan
pengajaran bahasa asing, ada satu kelompok bahasa asing yang perlu diperhatikan.

24
Bahasa Inggris

1) Pengajaran bahasa inggris di jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama syaratkesiapan


sekolah yang benar benar memadai.

2) Pengajaran bahasa inggris di jenjang sekolah lanjutan tingkatan pertama ditekankan


pada penguasaan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk dikembangkan di
pendidikan yang lebih tinggi.

3) Pengajaran bahasa inggris di jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama ditekankan


pada perluasaan pengetahuan dengan pengutamaan keterampilan.

4) Pengajaran bahasa inggris di jenjang pendidikan tinggi ditekankan pada pemantapan


keempat keterampilan bahasa (berbicara, mendengar, membaca, menulis) agar
lulusan perguruan tinggi mampu berkomunikasi dalam bahasa inggris, baik secara
lisan maupun secara tertulis. Untuk itu, perlu dilakukan pelatihan intensif. Dalam
hubungan itu, bahasa inggris dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam mata
kuliah tertentu(Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.264/U/1999
Tentang kerja sama Perguruan Tinggi)

5) Pemanfaatan penutur (Asli) bahasa inggris untuk pengajaran bahasa inggris di


Indonesia hendaknya didasarkan pada kebutuhan.

25
BAB IV

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

4.1 Pengantar

Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi
keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk
akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi
kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi.
Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan antara pemakai bahasa dengan ejaan.

Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD).


EYD mulai diberlakukan tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan yang ketiga dalam sejarah
bahasa Indosesia ini memang merupakan upaya penyempurnaan ejaan sebelumnya yang
sudah dipakai selama 25 tahun yang dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat ejaan itu diresmikan pada
tahun 1947).

Ejaan pertama bahasa Indonesia adalah Ejaan van Ophuijsen (nama seorang guru
besar Belanda yang juga pemerhati bahasa bahasa), diberlakukan pada tahun 1901 oleh
pemerintah Belanda yang berkuasa di Indonesia pada masa itu. Ejaan van Ophuijsen
dipakai selama 46 tahun, lebih lama dari Ejaan Republik, yang dipakai selama 25 tahun.
Ejaan van Ophuijsen baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.

4.2 Ruang Lingkup Ejaan yang Disempurnakan (EYD)

EYD mencakup lima aspek, yaitu :

1. Pemakaian huruf

2. Penulisan huruf

3. Penulisan kata

4. Penulisan unsur serapan

5. Pemakaian tanda baca

1. Pemakaian huruf, membicarakan masalah yang mendasar dari suatu bahasa yaitu :

1) abjad 4) Pemenggalan kata

2) vokal 5) nama diri

3) konsonan

26
2. Penulisan huruf, membicarakan jenis huruf yang dipakai, meliputi :

1) huruf kapital

2) huruf miring

3.Penulisan kata, membicarakan berbagai cara penulisan kata yang bermorfem tunggal
dan yang bermorfem banyak beserta unsur-unsur kecil dalam bahasa meliputi

(1) kata dasar (6) kata depan di, ke, dan dari

(2) kata turunan (7) kata sandang si dan sang

(3) kata ulang (8) partikel

(4) gabungan kata (9) singkatan dan akronim

(5) kata ganti kau, ku, mu, dan, nya (10) angka dan lambang bilangan

4. Penulisan unsur serapan, membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan,


terutama kata-kata yang berasal dari bahasa asing

5. Pemakaian tanda baca (pungtuasi), membicarakan penempatan kelima belas tanda


baca dalam penulisan tanda baca itu adalah

(1) tanda (.) (9) tanda seru (!)

(2) tanda koma (,) (10) tanda kurung ((...))

(3) tanda titik koma (;) (11) tanda kurung siku ([..])

(4) tanda titik dua (:) (12) tanda petik ganda (“...”)

(5) tanda hubung (-) (13) tanda petik tunggal (‘...’)

(6) tanda pisah (--) (14) tanda garis miring (/)

(7) tanda elipsis (...) (15) tanda penyingkat (‘)

(8) tanda tanya ?)

6. Pemenggalan kata

Pemenggalan kata dasar adalah sebagai berikut :

a. Jika di tengah kata ada huruf vokal yang beruntun, pemenggalannya dilakukan di
antara kedua huruf vokal

misalnya : di-a do-a ta-at

b. Jika vokal yang beruntun merupakan diftong, pemenggalan kata tidak dilakukan di
antara huruf vokal

27
misalnya :
Kata dasar Pemenggalan yang salah Pemenggalan yang benar

Pulau pu-la-u pu-lau

ramai ra-ma-i ra-mai

sepoi se-po-i se-poi

4.3. Penulisan Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat `
Misalnya :

Kami menggunakan barang produksi dalam negeri.

Siapa yang datang tadi malam?

Ayo, angkat tanganmu tinggi-tinggi

2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.


Misalnya :

Adik bertanya, “ Kapan kita ke Taman Safari?”

Bapak menasihatkan, “ Jaga dirimu baik-baik, Nak!”

3. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:

Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih

Islam, Kristen, Alkitab, Alquran, Weda, Injil

Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya

Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

4. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya:

Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim

5. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya:

Presiden Yudoyono, Menteri Pertanian, Gubernur Bali

28
Profesor Supomo, Seketaris Jendral Deplu.

Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat
yang tidak diikuti nama orang atau nama instansi/ tempat.

Misalnya:

Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?

Kapten Amir telah naik pangkat menjadi mayor.

Keponakanku bercita cita menjadi presiden

6. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.

Misalnya:

Mesin diesel

10 watt

2 ampere

5 volt

7. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Perlu diingat, pada posisi ditengah kalimat, yang dituliskan dengan huruf capital hanya
huruf pertama nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa; sedangkan huruf pertama
kata bangsa, suku dan bahasa dituliskan dengan huruf kecil(lower case)

Penulis yang salah:

Dalam hal ini Bangsa Indonesia yang….

…tempat bermukim Suku melayu sejak…

. …memakai Bahasa Spanyol sebagai…

Penulis yang benar:

Dalam hal ini bangsa Indonesia yang…

…tempat bermukim suku melayu sejak…

…memakai bahasa Spanyol sebagai

Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan
bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya:

29
Keinggris-inggrisan
Menjawabkan bahasa Indonesia
8. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan,hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah.
Misalnya :

tahun Saka

bulan November

hari Jumat

hari Natal

Perang Diponegoro

Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak
dipakai sebagai nama.

Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta memproklamasikan Kemerdekaan


Indonesia

Perlombaan persenjataan nuklir membawa risiko pecahnya perang dunia.

9. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografis.
Misalnya:

Salah Benar

teluk Jakarta Teluk Jakarta


gunung Semeru Gunung Semeru
danau Toba Danau Toba
selat Sunda Selat Sunda

Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama diri.
Misalnya:

Jangan membuang sampah ke sungai

Mereka mendaki gunung yang tinggi.

Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi
unsur nama jenis.
Misalnya:

Garam inggris

Gula jawa

30
Soto Madura

10. Huruf capital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama Negara, nama resmi
badan/ lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.

Misalnya:

Departemen Pendidikan Nasional RI

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Undang-Undang Dasar 1945

Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan resmi Negara,
lembaga resmi pemerintah dan ketata Negara, badan, serta nama dokumen resmi.

Misalnya ;

Menjadi sebuah republic, beberapa badan hokum, kerja sama antara


Pemerintah dan rakyat, menurut undang-undang yang berlaku.

11. Huruf capital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk
ulang sempurna yang terdapat pda nama badan, lembaga pemerintah, dan
ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya ;

Perserikata Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang


Dasar Republik Indonesia, Rancangan Undang-Undang Kepegawaian.

12. Huruf capital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama semua kata termasuk
semua unsur kata ulang sempurna di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul
karangan kecuali kata di, ke, dari, dan, yang, untuk tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya ;

Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan lain menuju Roma

Bacalah majalah Bahasa dan Sastra

Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan

13. Huruf capital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama
gelar, pangkat dan sapaan.

Misalnya ;

Dr. doctor

M.A. master of arts

31
S.E. sarjana ekonomi

S.S. sarjana sastra

Sdr. Saudara

Tn. Tuan

14. Huruf Kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk
hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai
dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya ;

‘kapan bapak berangkat’ Tanya harto

Adik bertanya, ‘itu apa, Bu

Surat Saudara sudah saya terima

‘Silahkan duduk, Dik1’kata Ucok

15. Huruf capital atau huruf besar sebagai huruf petama kata ganti Anda yang digunakan
dalam penyapaan

Misalnya ;

Sudah Anda tahu

Surat Anda telah kami terma

4.4 Penulisan Kata

1. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan

Misalnya ;

Ibu percaya bahwa engkau tahu

Kantor pajak penuh sesak

Buku itu sangat tebal


2. Kata turunan

(1) Imbuhan (awalan,akhiran,dan sisipan) ditulis serangkai dengan kata dasarnya


sebagai satu kesatuan.
Misalnya:

bergelar,dikelola,penetapan,menegok,mempermainkan.

32
(2) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata,awalan,atau akhiran ditulis serankai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahulukan.

Misalnya:

Bertepuk tangan,garis bawahi,menganak sungai, sebar luaskan.

(3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:

Mengarisbawahi,menyebarluaskan,dilipatgandakan,penghancurleburan.

(4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi,gabungan kata
itu ditulis serangkai.
Misalnya:

Adipati,aerodinamika,antarkota,anumerta,audiogram,awhama,bikarbonat,biokimia,catu
rtunggal,dasawarsa,dekameter.

3. Bentuk ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

Misalnya:

Anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-


biri, kupu-kupu, laba-laba, sia-sia.

4. Gabungan kata.

(1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur
unsurnya ditulis terpisah.

Misalnya:

Duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja
tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.

(2) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan.

Misalnya:

Alat pandang dengar, anak istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan.
Anak istri-saya buku-sejarah baru.

(3) Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

33
Misalnya:

Acapkali, adakalnya, akhirulkalam, Alhamdullilah, astagfirullah, bagaimana,


barangkali, bilamana. .
5. Kata ganti ku, kau, mu, dan Nya.

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan
nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Misalnya: Apa pun yang kumiliki boleh kauambil.

Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

6. Kata depan di, ke, dan dari.

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan dari
pada.

Misalnya:

Kain itu terletak di dalam lemari.

Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.

Ia datang dari Surabaya.

7.kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Misalnya:

Harimau itu marah sekali kepada sang kancil.

Surat itu dikirmkan kembali kepada si pengirim.

8. Partikel

(1) Partikel-lah, -kah, dan – tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:

Bacalah buku itu baik baik

Apakah yang tersirat dalam surat itu?

Apakah guna bersedih hati

(2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.


Misalnya:

Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.

34
Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan.

(3) Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian
yang mendahuluinya atau mengikutinya.
Misalnya:

Pegawai negeri mendapatkan gaji per 1 april

Harga kain itu rp.2.000,00 per helai

9. Singkatan dan Akronim

(1) Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.

(a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan
tanda titik.

Misalnya:

A.S. Kramawijaya

Muh. Yamin

M.B.A master of business administrasion

M.Sc. master of science

S.E. Sarjana Ekonomi

S.P.D Sarjana Pendidikan

(b) singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketata negaraan, badan
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata
ditulis dengan huruf capital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia

GBHN Garis Garis Besar Haluan Negara

(c) singkatan umum yang terdiri atas 3 huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:

dll dan lain lain

dsb dan sebagainya

dst dan seterusnya

hlm halaman

35
sda sama dengan atas

Yth.(Sdr.Moh.Hasan) Yang terhormat (Sdr.Moh.hasan)


Tetapi :
a.n. atas nama

d.a. dengan alamat

u.b. untuk beliau

(d) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang
tidak diikuti tanda titik.

Misalnya:

Cu cuprum

TNT trinitroluene

Cm sentimeter

KVA Kilovolt-ampere

L Liter

Kg kilogram

Rp 5.000 5 ribu rupiah

(2) Akronim adalah singkata yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf kata dan suku kata dari deret kata yang diperlukan
sebagai kata.

(a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.

Misalnya:

ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

LAN Lembaga Administrasi Negara

PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia

IKIP Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan

SIM Surat Izin Mengemudi

(b) Akronim nama dari yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf
dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misalnya:

36
Akabri Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

Bappernas Badan Perencana Pembangunan Nasional

Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia


Kowani Kongres Wanita Pengusaha Indonesia

(c) Akronim yang bukan nama dari yang berupa gabungan huruf, suku kata
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf
kecil.

Misalnya:

Pemilu Pemilihan Umum

Radar Radio detecting and raging

Rapim Rapat pemimipin

Rudal peluru kendali

Tilang bukti pelanggaran

10. Angka dan Lambang Bilangan

(1) Angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka romawi.

Angka Arab :0,1,2,3,4,5,6,7,8,9

Angka Romawi :I.II.III,IV,V,VI,VII,VIII,IX,X

L(50), C(100), D(500), M(1000)

(2) Angka digunakan untul menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, (iv) kuantitas
Misalnya:

0.5 sentimeter 1 jam 20 menit 100 Yen

5 kilogram pukul 15.00 10 persen

4 meter persegi tahun 1928 27 orang

10 liter 50 dolar amerika $5.10*

Rp 5.000.000 10 PAUN inggris US$3.50*

*Tanda titik di sini merupakan tanda decimal

37
(3) angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah apartemen,
atau kamar pada alamat.
Misalnya:

Jalan Tanah Abang I no.15

Hotel Indonesia,kamar 169

(4) angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci

Misalnya:

Bab X, Pasal 5, halaman 252

Surah Yasin:9

Yohanes 1:1-10

(5) penulisan lambing bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagi berikut:

(a) bilangan utuh

Misalnya:

Dua belas 12

Dua puluh dua 22

Dua ratus dua puluh 222

(b) bilangan pecah

Misalnya:

Setengah 1/2

Tiga perempat 3/4

Seperenam belas 1/16

Tiga dua pertiga 32/3

(c) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut:
Misalnya:

Pak Buwono X: pada awal abad XX: dalam kehidupan abad ke 20;

Lihat bab II; Pasal 5

(6) Penulisan Lambang bilangan yang mendapat akhiran-an mengikuti cara yang
berikut:
Misalnya:

38
Tahun ’50-an atau tahun lima puluan

Uang ‘5000-an atau uang lima ribuan

Lima uang ‘1000-an atau lima uang seribuan


(7) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan
huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam
perincian dan pemamparan.
Misalnya:

Amir menonton drama itu sampai tiga kali

Di antara 72 orang yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan

5 orang yang memberikan suara belangko.

(8) Lambang bilangan pada awal kalimat dituliskan dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
tidak terdapat pada awal kalimat.

Misalnya:

Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu

Dua ratus lima pulu orang tamu diundang pak Darmo

(9) Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
lebih mudah dibaca.

Misalnya:

Perusahaan itu baru saja mendapatkan pinjaman 250 juta rupiah

Penduduk Indonesia berjumlah lebih 120 juta penduduk

(10) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kuintansi.

Misalnya:

Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai

Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah

Bukan:

Kantor kami mempunyai 20(dua puluh) orang pegawai

39
Di lemari itu tersimpan 805(delapan ratus lima) buku dan majalah

(11) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, Penulisannya harus tepat.

Misalnya:

Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999,75(Sembilan ratus Sembilan

Puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah).

Saya lampirakn tanda terima uang sebesar 999,75(Sembilan ratus Sembilan

Puluh Sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.

BAB V

PEMBAKUAN BAHASA

40
5.1 Bahasa baku

Setiap bahasa mempunyai variasi masing-masing. Tidak ada satu pun bahasa di
dunia ini yang hidup seragam sifatnya. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang hidup,
yang terus mengalami proses perkembangan demikian jugalah keadaannya. Bahasa
Indonesia mempunyai variasi tertentu sesuai dengan lingkungan dan kesempatan
pemakaiannya. Batas antara variasi bahasa yang satu dengan variasi bahasa yang lainnya
tidak dapat ditarik dengan tegas. Jadi, satu variasi dengan variasi yang lai hanyalah
merupakan peralihan saja. Variasi-variasi bahasa itu sejajar, dalam arti tidak ada yang
lebih baik daripada yang lain. Kemudian salah satu variasi bahasa itu atas kesepatan
pemakai bahasa diangkat menjadi baku atau bahasa standar untuk mendukung fungsi-
fungsi tertentu dan untuk keperluan komunikasi tertentu. Bahasa baku/standar
merupakan suatu variasi bahasa yang diterima masyarakat sebagai acuan atau model.
Sedangkan variasi bahasa yang lainnya merupakan bahasa yang tidak baku atau bahasa
nonstandar. Bahasa yang tidak baku/nonstandar akan terus hidup dan tetap memenuhi
fungsinya sebagai alat komunikasi. Standarisasi bahasa tidak dimaksudkan untuk
mematikan variasi-variasi nonstandard. Oleh sebab itulah, kita bukan hanya perlu
membina bahasa Indonesia baku/standar, tetapi kita perlu juga memperhatikan
perkembangan bahasa Indonesia yang tidak baku/nonstandard tersebut. Kita perlu
mempelajari prinsip-prinsip standarisasi, di samping itu juga mengetahui bahasa yang
tidak baku, serta pengaruh timbal balik di antara keduanya.

Bahasa baku bukan berarti bahasa yang seragam, bukan uninformisasi. Banyak
orang yang berpendapat bahwa bahasa Indonesia baku dipelihatkan dengan
keseragaman ucapan, ejaan semantic, dan tata bahasa untuk seluruh Indonesia. Pendapat
ini sebenarnya salah karena bahasa Indonesia sebagai bahasa yang hidup harus
mempunyai sistem terbuka dan selalu mengalami perubahan sesuai dengan apa yang
dialami oleh pemakainya. Harus pula disadari bahwa keseragaman tersebut tidak pernah
kita jumpai pada bahasa apa pun kecuali bahasa yang sudah mati. Kalaupun ada
keseragaman pada bidang ejaan saja.

5.2 Ciri Umum Bahasa Baku

Ada dua ciri umum bahasa baku/standar ini. Kedua ciri inilah yang akan
mempengaruhi kedudukan dan fungsi bahasa baku/standar itu nantinya. Adapun kedua
ciri itu adalah :

1. Kemantapan yang luwes

Bahasa baku memiliki kaidah serta aturan yang tetap, tetapi terbuka untuk
perubahan yang bersistem di bidang kosa kata dan peristilahan serta untuk
perkembangan berjenis ragam dan gaya di bidang makna dan kalimat. Untuk itu,
bahasa baku harus dimantapkan dengan kodifikasi, tetapi kodifikasi itu harus
sedemikian luwesnya untuk memungkinkan penyesuaian dengan perubahan-
perubahan kultural.
2. Intelektualisasi (kecendekiawanan)

Bahasa baku harus mampu mengungkapkan proses proses pemikiran yang rumit
pada berbagai bidang ilmu serta teknologi serta hubungan antar manusia tanpa
menghilangkan kodrat dan pribadinya. Intelektualisasi adalah ke arah
pengungkapan yang lebih teliti, tepat serta pasti. Dengan kata lain, tendensi

41
untuk memiliki tata bahasa yang lebih sistematis dan perbendaharaan kata yang
lebih eksplisit.

Bahasa Indonesia baku itu sebenarnya ada, kita semua menyadarinya.


Kita sebenarnya mempunyai bahasa Indonesia baku yang dapat dijadikan
pegangan bilamana kita perlukan dan dapat kita perlukan dan dapat kita
temukan bilmana kita mau mencarinya. Bahasa Indonesia baku itu sewaktu-
waktu akan mengalami perubahan dan perkembangan. Hal yang seperti ini
merupakan sesuatu yang wajar saja karena bahasa Indonesia adalah bahasa yang
hidup. Artinya, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang masih tetap
dipergunakan bukan bahasa yang mati yaitu bahasa yang tidak dipergunakan lagi
oleh pemakainya.
1) Bahasa baku
Bahasa baku/standar dipergunakan dalam keadaan formal yang
lebih mengikat dan resmi. Oleh sebab itu, bahasa baku/standar ini biasanya
dipergunakan dalam :
a. Komunikasi resmi seperti : surat-menyurat dinas antarkantor, undang-
undang, pengumuman instansi, dan peratutan pemerintah.
b. Laporan resmi dan karangan ilmiah seperti : makalah untuk seminar,
makalah untuk bahan-bahan atau tugas-tugas perkuliahan, laporan tentang
kongres, kertas karya, karya tulis, skripsi, tesis dan disertasi.
c. Berbicara dengan orang yang dihormati seperti : berbicara dengan atasan,
berbicara dengan orang tua, berbicara dengan menteri cabinet, dan berbicara
dengan orang yang tidak dikenal.
d. Berbicara di depan umum pada waktu-waktu resmi seperti :ceramah, rapat,
kuliah, khotbah, seminar, kongres, lokakarya, diskusi dan penataran.

2. Bahasa yang tidak baku

Bahasa yang tidak baku/nonstandard dipergunakan dalam acara-


acara yang lebih longgar, lebih santai, serta tidak resmi. Oleh krena itu,
bahasa yang tidak baku/nonstandard ini biasanya dipergunkan dalam :
a. Surat-menyurat antara suami istri, surat-menyurat yang tidak resmi, dan
surat-menyurat pribadi.
b. Bercakap-cakap dengan teman atau orang yang lebih akrab dengan kita di
warung-warung maupun dikedai kopi.
c. Tulisan untuk catatan pribadi dan buku harian
d. Pembicaraan ketika arisan dan perayaan ulang tahun
e. Berdoa.

Bahasa Indonesia baku/standar menurut Harimurti Kridalaksana mempunyai


penandan-penanda tertentu. Di dalam bahasa Indonesia baku/standar, penanda-
penanda itu diperlihatkan dengan ;
1. Pemakaian prefiks/awalan me- dan ber-, seandainya ada secara jelas dan
tetap/ terus-menerus

Contoh ;
Banjir menyerang Medan dua hari yang lalu (baku/standar)
Banjir serang Medan dua hari yang lalu (tidak baku)

Mereka meminjam buku itu dari perpustakan (baku/standar)


Mereka pinjam buku itu dari perpustakaan (tidak baku)
Acara itu sudah berjalan dengan tertib (baku/standar)
Acara itu sudah jalan dengan tertib (tidak baku/nonstandar)
Sampai berjumpa lagi di Medan (baku/standar)
Sampai jumpa lagi di Medan (tidak baku)
2. Pemakaian fungsi gramatikal (subyek, predikat dan sebagainya) secara jelas
dan tetap/terus-menerus

42
Contoh ;
Adik dan kawan/kawannya pergi ke Aceh semalam (baku/standar)
Adik dan kawan-kawannya ke Aceh semalam (tidak baku)
3. Terbatasnya jumlah unsur-unsur leksikal serta gramatikal dari dialek-dialek
regional bahasa-bahasa daerah yang belum dianggap unsur bahasa Indonesia.

Contoh ;
Biarkan saja dia berangkat sekarang (baku/standar)
Biarin aja dia berangkat sekarang (tidak baku)
Saya ingin pergi ke sana sekarang juga (baku/standar)
Gue ingin pergi kesana sekarang juga (tidak baku)
Engkau harus pergi ke sana sekarang juga (baku/standar)
Lu harus pigi ke sana sekarang juga (tidak baku/nonstandar)
4. Pemakaian konjungsi bahwa dan karena, seandainya ada, secara jelas dan
terus-menerus .

Contoh ;
Adik mengetahui bahwa abang jadi juga menonton (baku/standar)
Adik tahu abang jadi juga menonton (tidak baku/nontandar)
Sampai hari ini anak itu tidak percaya kepada siapa pun karena semua
orang dianggapnya penipu. (baku/standar).
Sampai hari ini anak itu tidak percaya kepada siapa pun, semua orang
dianggapnya penipu (tidak baku/nonstandar)
5. Pemakain konstruksi sintetis atau susunan terpadu

Contoh ;
Mereka menganggap harganya sangat mahal ( baku/standar)
Mereka menganggap dia punya harga sangat mahal (tidak baku)
Ibu membersihkan halaman rumah (baku/standar)
Ibu bikin bersih halaman rumah (tidak baku)
Kami memberitahukan kedatangannya ( baku/standar)
Kami kasih tahu kedatangannya (tidak baku)
Mereka tidak bersalah dalam hal ini
Dia orang merasa tidak bersalah dalam hal ini ( tidak baku)

5.3 Bahasa Indonesia yang baik dan benar


Jika bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan secara resmi, maupun
yang diterima berdasarkan kesepakatan umum, maka dapat dengan lebih mudah dibuat
pembedaan antara bahasa yang benar dengan tidak. Pemakaian bahasa yang mengikuti
kaidah yang dibakukan itulah yang merupakan bahasa yang benar. Pemanfaatan ragam
yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang
disebut bahasa yang baik atau tepat. Bahasa sudah dapat dikatakan baik apabila dapat
dimengerti oleh komunikan dan ragamnya harus sesuai dengan situasi pada saat bahasa
itu digunakan. Bahasa dikatakan tidak baik kalau sulit dimengerti. Bahasa yang harus
mengenai sasarannya tidak selalu perlu beragam baku. Jadi, bahasa yang benar bisa
menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi pemakaiannya. Perhatikan
pemakaian bahasa Indonesia yang baku dan benar yang digunakan dalam tawar-
menawar dengan penjual sayur atau tukang becak berikut :
1. Berapakah Ibu mau menjual bayam ini?
2. Apakah bang becak bersedia mengantar saya ke stadion dan berapakah ongkosnya?

43
Walaupun pemakaian bahasa diatas baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif
karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Utuk situasi itu,
kalimat (3) dan (4) lebih tepat.
3. Berapa ini, Bu, bayamnya?
4. Bang becak, ke Stadion, berapa?
Sebaiknya, kita mungki berbahasa yang baik, tetapi tidak benar. Frasa seperti ini
merupakan bahasa yang tidak baik sampai tahun 80-an di kalangan para makelas karcis
bioskop, tetapi bentuk itu tidak merupakan bahasa yang benar karena letak kedua kata
dalam frasa itu terbalik.
Karena itu, anjuran agar kita “ berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat
diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan yang disamping
itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan
benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan
kebenaran.

44
BAB VI
MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA

6.1 Pengertian makna

Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure,


makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-
linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1)
yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan
(Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya
tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang
mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-
fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari
unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa
(intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang
merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).

Perubahan makna menyangkut banyak hal. Perubahan makna yang dimaksud


disini meliputi: pelemahan, pembatasan, pengantian, penggeseran, perluasan, dan juga
kekaburan makna. Perubahan maksna tersebut bisa saja terjadi karena perubahan kata
dari bahasa lain, termasuk disini bahasa daerah kebahasa Indonesia.

Perubahan makna boleh juga terjadi karenaperubahan leksem, karena tanggapan


pemakai bahasa, dan yang tidak kalah penting, yakni perubahan makna akibat asosiasi
pemakai bahasa terhadap sesuatu.

Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan
sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal
dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau
leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial,
berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya
makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna
kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri
lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif,
reflektif, idiomatik dan sebagainya.

6.2. Jenis Makna

1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon.
Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau
leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat
kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai
makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat
pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna
yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata
dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah
sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna
ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal
akibat serangan hama tikus.

Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna


leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya,
maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses
gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer,
1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu

45
terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu
ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.

2. Makna Referensial dan Nonreferensial

Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak


adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di
luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna
referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata
bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena
mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya
kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna
nonreferensial.

3. Makna Denotatif dan Konotatif

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna
denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi
menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi,
makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu,
makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata
perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia
dewasa bukan laki-laki’.

Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai
rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak
memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat
juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi
negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.

4. Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata
itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau
konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang
pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering
dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah
hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna
kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut

Lengannya luka kena pecahan kaca.

Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau
bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang
berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan
lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.

5. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.
Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna
konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna
konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan
makna referensial.

Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan
adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata
melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.

46
6. Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna
unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom
adalah bentuk membanting tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan
makna ’pengadilan’.

Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri
atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli
dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan
kucing yang bermakna ’dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Makna ini
memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang
selalu berkelahi, tidak pernah damai.

7. Makna Kias

Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai


oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau
kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti
denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam
dalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.

6.3 Relasi Makna

Disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud macam-macam. Berikut ini
diuraikan beberapa wujud relasi makna.

1) Sinonimi

Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bisa


berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna
ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang bersinonim;
bunga, kembang dan puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna
antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang
bersinonim itu kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja.
Kesamaannya tidak bersifat mutlak.

2)   Antonimi dan Oposisi

Secara semantik Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan


(biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang
maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang
berantonimi dengan kata buruk; kata besar berantonimi dengan kata kecil.

Sama halnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya
dalam batasan di atas, Verhaar menyatakan ”…yang maknanya dianggap kebalikan dari
makna ungkapan lain” Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.

Sehubungan dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna. Dengan
istilah oposisi, maka bisa tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan sampai
kepada yang bersifat kontras saja. Kata hidup dan mati, mungkin bisa menjadi contoh
yang berlawanan; tetapi hitam dan putih mungkin merupakan contoh yang hanya
berkontras.

4)   Homonimi, Homofoni, dan Homografi

Homonimi adalah ‘relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama,
tetapi maknanya berbeda’. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut
homograf, sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna disebut homofon.
Contoh homograf adalah kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu

47
(paham), sedang kata masa (waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang
menjadi satu kesatuan).

5)   Hiponimi dan Hipernimi

Hiponimi adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik
dalam makna generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam
makna binatang’. Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan
kucing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang.  Bunga merupakan
superordinat (hipernimi, hiperonim) bagi anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang
menjadi superordinat bagi kucing, kambing, dan kuda.

6)   Polisemi

Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang
memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia
memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari suatu yang terletak
disebelah atas atau depan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala
susu, kepala meja, dan kepala kereta api; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat
seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua
seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang
seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akal budi
seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya kosong.

7)   Ambiguitas

Ambiguitas atau ketaksaab sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau
mendua arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang
lebih besar, yaitu frase atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur
gramatikal yang berbeda. Umpamanya frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai
(1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru.

8)   Redundansi

Istilah redundansi sering diartikan sebagai ’berlebih-lebihan pemakaian unsur


segmental dalam suatu bentuk ujaran’. Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Badrih,
maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian
kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-
lebihan dan sebenarnya tidak perlu.

9)   Meronimi

Meronimi adalah ’relasi makna yang memiliki kemiripan dengan hiponimi karena
relasi maknanya bersifat hierarkis, namun tidak menyiratkan pelibatan searah, tetapi
merupakan relasi makna bagian dengan keseluruhan’. Contohnya adalah atap
bermeronimi dengan rumah.

10)   Makna Asosiatif

Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika
mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis, pengetahuan dan
pengalaman seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif terutama dikaji bidang
psikolinguistik. Makna denotatif villa adalah ’rumah peristirahatan di luar kota’. Selain
makna denotatif  itu, bagi kebanyakan orang Indonesia villa juga mengandung makna
asosiatif  ’gunung’, ’alam’, ’pedesaan’, ’sungai’, bergantung pada pengalaman
seseorang.

48
11) Makna Afektif

Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau membaca
kata tertentu. Perasaan yang muncul dapat positif atau negatif. Kata jujur, rendah hati,
dan bijaksana menimbulkan makna afektif yang positif, sedangkan korupsi dan kolusi
menimbulkan makna afektif  yang negatif.

12) Makna Etimologis

Makna etimologis berbeda dengan makna leksikal karena berkaitan dengan asal-
usul kata dan perubahan makna kata dilihat dari aspek sejarah kata. Makna etimologis
suatu kata mencerminkan perubahan yang terjadi dengan kata tertentu. Melalui
perubahan makna kata, dapat ditelusuri perubahan nilai, norma, keadaan sosial-politik,
dan keadaan ekonomi suatu masyarakat

6.4 Faktor yang mempengaruhi perubahan makna

a) Kebetulan, makna yang terjadi kaebetulan. Misalnya, kata rawan, dahulu kata
rawan selalu dihubungkan dengan tulang, menjadi tulang rawan. Makna rawan
sudah banyak dihubungkan dengan kekurangan. Misalnya dihubungnkan dengan
rawan pangan, rawan pwncurian, dan rawan bencana.
b) Kebutuhan baru, misalnya kata car adalah kata puisi kuno untuk kata
chariot(kereta perempuan) kemudian muncul kata car dalam bahasa inggris
untuk kata car yang berarti mobil. Dalam BI kata berlayar berarti menggunakan
perahu yang mempunyai layar untuk dipakai berlayar. Namun, pada saat ini hal
itu berubah dalam kapal laut dan pesawat terbang orang menyebutnya berlayar
meskipun dari kedua-dua benda tersebt tidak mempunyai layar.
c) Tabu, kata itu tabu karena makna yang terkandung pada kata itu tidak senonoh
dilafalkan. Seperti kata kakus yang tidak boleh digunakan pada saat kita makan
karena akan terfikirkan pada hal yang jorok. Jadi, lebih baiknya diganti dengan
kata kamar keci, atau kamar belakang.

1. Perubahan Makna dari Bahasa Daerah ke Bahasa Indonesia

Kita mengetahui bahwa di Indonesia terdapat tiga kelompok bahasa, yakni bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Orang-orang mengenal kata-kata: seniman,
seniwati, seni rupa, seni music, seni tari dan sebagainya. Namun begitu kata seni dalam
KKBI (dekdikbud,1993:19) mempunyai makna(i) keahlian yang membuat karya
bermutu, dilihat dari segi kahalusan dan keindahanya(ii) karya seni ynag tercipta dengan
keahlian yang luar biasa,dsb. Namun begitu, bagi masyarakat melayu untuk kata seni
berhubungn dengan air seni atau air kencing. Jadi kata seni dalam BI berubah menjadi
air seni kedalam bahasa melayu.

2. Perubahan makna akibat perubahan lingkungan

Perubahan lingkungan dapat menyebabkan perubahan makna. Bahasa yang


digunakan pada masyarakat tertentu belum tentu sama makananya dengan dengan
bahasa yang digunakan pada masyarakat di tempat lain. Misalnya, kata cetak bagi
mereka yang berkerja di persurat kabaran, kata cetak selalu di hubungkan dengan kata

49
tinta, huruf, kertas. tapi bagi tukang bata kata cetak biasanya dihubungkan dengan
mencetak batu bata.

3. Perubahan makna akibat tanggapan indra

Telah diketahuai bahwa indra manusia meliputi indra pencimuman, pendengaran,


penglihatan, indra peraba, dan perasa. Perubahan makna akibat pertukaran indra, disebut
sinestesi bahasa yunani(kata sun=sama dan aesthetikos=tampak)

Seperti indra penciuman menghasilkan kata: busuk, harum; indra pendengaran


menghasilkan kata keras, lembut, merdu; indra penglihatan menimbulkan kata gelap,
jelas, terang, kabur;indra peraba menghasilkan kata halus, kasar

4. Perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata

Kita mengenal kata surat. Meknanya kita ketahui. Kadang kadang kita mengirim surat
kepada ayah, ibu atau kenalan kita. Dihubungkan dengan pemakaian bahasa, kata surat
ternyata dapat menghubungkan atau digabungkan dengan kata yang lain, dan tentu saja
maknanya akan berubah. Orang mengenal surat jalan, surat jual beli, surat kaleng, surat
keterangan, surat perintah, surat permohonan, surat sakit dan surat tamat belajar.

5. Perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa

Makna kata kadang-kadang berubah akibat tanggapan pemakaian bahasa.


Perubahan makna ini menjurus kepada hal-hal yang menyenangkan atau ke hal-hal yang
tidak menyenangkan. Makna yang menjurus ke hal-hal yang menyenangkan, disebut
makna ameliorative sedangkan makna yang menjurus hal-hal yang tidak
menyenyangkan, disebut makna teoratif.
Misalnya dalam BI terdapat kata gerombolan. Kata gerombolan pada waktu
dahulu bermakna orang yang berkelompok, orang yang berkerumun, misalnya
berkerumun didekat penjal obat. Makna yang bersifat baik, jadi ameloratif.
Kata juara dahulu bermakna kepada penyabungan ayam,menjadi bermakna
peioratif. Dikatakan bermakna peioratif sebab perbuatan penyabungan ayam adalah
pebuatan ynag tidak menyenangkan.

6. Perubahan makna akibat asosiasis

Slametmulijana(1964:25) mengatkan, yang dimaksud dengan “ asosiasi adalah


hubungan antara makna asli makna didlam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang
berangkutan dengan makna yang baru; yakni makna didalam lingkungan tempat kata itu
di pindahkan kedalam pemakaian bahasa antara makna yang lama dan makna yang baru
terdapat pertalian erat.”

Misalnya, dalam BI terdapat kata amplop yang tadi telah disinggung. Kalau kita
mengurus sesuatu dikantor dan kemudian kawan kita berkata,” beri ia amplop”. Makna
asosiasi kita bukan lagi amplop yang berfungsi sebagai sampul surat, tetapi yang amplop
yang berisi uang.

7. Perubahan makna akibat perubahan bentuk

Telah diketahuai wujud kata memperlihatkan aneka bentuk.ambilah contoh leksem


lompat dgnri leksem lompat dapat diturunkan kata: berlompatan, berlompat-lompat,
dilompati, dilompatkan, meleompat-lompat,pelompat,dan terlompat. Bentuk kata
melompat tidak sama dengan bentuk kata melompat. Akibat perubahan bentuk terjadi
perubahan makna.
Kata berlompatan bermakna banyak orang atau binatang yang melompat dari satu
tempat ketempat lain. Orang berkata, “udang berlompatan dari perahu“ yang maknanya

50
udang-udang yang berada didalam perahu melompat kaluar. Berdasarkan penjelasan ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa kalu terjadi perubahan bentuk, terjadi pula perubahan
makna.

8. Perluasan makna

Kata-kata bapak, ibu, saudara dahulu digununakan untuk menyebut orang yang
bertalian darah dengan kita. Kata saudara dihubungkan dengan saudara atau adik yang
seayah dan seibu dengan kita, kata bapak selalu dihungkan dengan orang tua laki-laki,
dank at aibu selalu dihubungkan dengan orang tua perempuan. Kini kata bapak, ibu,
saudara telah meluas maknanya, meskipun tidak ada hubungan dengan pertalian darah
dengan kita. Kita bisa menggunakan, “saudara-saudara yang saya hormati”;” saudara
kanter, bapak wali kota, ibu gubernur riani,”

kata kepala dahulu dihubungkan dengan bagian kepala sebelah atas atau tempat
otak. Kini makna kata kepala telah meluas, sehingga lahirlah urutan kata kepala
sekolah, kepala kejaksaan, dan kepala rumah sakit. Makna kepala sekolah, yakni orang
yang mempunyai jabatan tertinggi pada sebuah sekolah. Disini kita melihat hubungan
makna masih ada yakni makna atas atau bagian atas.

9. Pembatasan makna

Didalam pemakaian bahasa, sebuah kat adapat mengalami perubahan makna. Kata
ahli dalam bahasa melayu bermakna anggota keluarga, orang yang termaksud dalam
satu golongn atau keluarga. Kini telah muncul urutan kata ahli bahasa, ahli penyakit
dalam, dan ahli sejarah. Terlihat pada kita maknanya sedah lebih terabatas, terbatas pada
bidang tertentu. Disini terihat pula perubahan makna, tetapi perubahan makna yang
mengacu pada penyempitan makna, pembatasan makna.

Kata sutra didalam bahasa sansekerta mempunyai makna ynag luas, tetapi didalam
BI dewasa ini kata tersebut lebih banya sikaitkan dengan karangan yang bernilai
keindahan atau menggugah perasaan.

10. Melemahkan makna

Didalam kehidupan sehari-hari, sering kita menyatakan bahwa makna kata tetap
dipertahankan meskipun lambangnya diganti. Maksud pergantian lambang tersebut,
yakni ingin melehmahkan makna agar orang yang dikenai kegiatan tidak tesinggung.
Dengan jalan melemahkan makna, kadang-kadang orang tidak merasa bahwa sesuatu
tidak terlalu berat.

Dahulu di indonesia di kenal kata bui, penjara, dan tutupan. Bui, penjara, atau
tutupan berfungsi sebagai tempat Manahan orang yang telah diadili, orang yang telah
mendapat putusan pengadilan untuk menjalani hukuman badan. Dengan bui penjara atau
tutupan tterbayang pada kita orang-orang yang kehilangan kebebasan untuk
melaksanakan kebebasan.

11. Kekaburan makna

Telah diketahuai bahwa bahasa dapat berwujud dalam bentuk kata atau kalimat.
Ketika kita mendengar suatu bahasa atau kaimat diujarkan, kadang-kadng kita ragu-ragu
manerka makna yang terkandung didalamnya. Dengan kata lain maknanya kabur.
Seandainya kata atau kalimat tersebut kita dengar langsung dari kawan bicara, kita

51
masih dapat manyatakan atau meminta agar ia menjelaskan makna kata atau kalimat
yang baru diucapkanya. Tetapi, kalau kata kata atau kalimat tersebut hanya ditemukan
didalam buku, surat kabar, atau majalah, susahlah kita menerka apa yang dimakasud
denagn kata lain terdapat kakaburan makna.

Kekaburan makna dapat dihindari dengan jalan menambah unsur, baik unsur segmental,
maupun unsur supra segmental. Penambahan unsur segmental yang dimaksud, ialah
menambah unsur yang berupa kata-kata; misalnya kata jagung, belum jelas. Tetapi,
kalau jagung tersebut ditambah unsurnya,misalnya menjadi jagung muda. Biji jagung,
jagung itu.

12. Lambang tetap, acuan berubah

Dalam kehidupan sehari-hari dan dalam perkembangan bahasa, kadang-kadang


terdapat lambang yang tetap, acuannya berubah. Urutan kata kereta api dahulu memang
dihubungkan dengan kereta yang benar-benar dijalankan dengan pertolongn apai atau
kayu bakar. Kini, meskipun kereta api tidak lagi dijalankan lagi dengan menggunakan
kayu bakar, lambangnya tetap, yankni kereta api.

Dalam BI terdapat kata layar, berlayar. Kata berlayar dahulu dihubungkan dengan
pergi ketempat yang lain melalui laut, danau atau sungai dengan menggunakan perahu
ynag memakai layar. Acuan layar, ada, kenyataanya. Kini kata berlayar tetap
dipertahankanmeskipun orang berlayar tidak lagi menggunakan perahu yang memakai
layar. Kini orang berlayar sufah mengunakan mesin atau motor.

13. Makna tetap, lambang berubah

Dewasa ini terdengar penggunaan kata lembaga permasyarakatan sebagai pengganti


kata bui, penjara, dan tutupan.makna urutan kata lembaga permasyarakatan dan kata bui,
penjara, dan tutupan. Sama meskipun nuansa makananya berbeda. Memang ada segi-
segi perbedaannya, dalam arti orang yang dihukum tidak hanya mengalami penahanan,
tetapi didalam tahanan tersebut mereka mendapat bimbingan; baik yang berhubungan
dengan keterampilan maupun ynag berhubungan dengan mental

52
BAB VII

PILIHAN KATA (DIKSI)

Memilih kata dalam karangan tertulis maupun karangan lisan sama biasanya
dengan makan serta minum. Oleh karena sudah sangat biasanya, memilih kata tidak lagi
dipikirkan dengan baik. Kata-kata yang dipilih itu seakan-akan keluar dengan
sendirinya. Kata-kata yang dipergunakan seakan-akan tidak dipilih-pilih dan
dipertimbangkan terlebih dahulu. Hal yang seperti ini jelas terlihat dalam percakapan
sehari-hari. Namun, apabila tulisan atau tutur yang kita sampaikan itu tidak seberapa
dipahami dan susah dimengerti pendengar/pembaca karangan tersebut, barulah kita
sadar bahwa pilihan kata di dalam mengarang sangat penting diperhatikan. Oleh sebab
itulah, banyak ungkapan kita agar hati-hati mempergunakan kata seperti:

- Berjalan selangkah menghadap surut, berkata sepatah pikirkan


- Apa yang dikata, itulah kota
- Kata-kata menyayat-nyayat hatiku, rasanya seperti sembilu.

Ungkapan dan peribahasa di atas mengingatkan supaya kita selalu cermat ketika
memilih kata. Pemilihan kata yang salah, tidak pada tempatnya, dan tidak tepat. Selalu
merugikan serta mengakibatkan komunikasi tidak lanacr. Hal ini jelas tampak di dalam
karangan tertulis karena kekeliruan dan kesalahan memilih kata di sini tidak mudah
untuk mencabut atau menggantinya. Kata yang sudah terlanjur dipergunakan secara
tertulis, sulit untuk dicabut dan diganti begitu saja.

Nama lain pilihan kata/ memilih kata adalah diksi. Diksi berhubungan dengan
pengertian teknis dalam hal karang –mengarang, hal tulis-menulis, serta tutur sapa.
Setiap penulis maupun pembicaraa apabila ingin menyampaikan buah pikiran, pendapat,
dan pernyataanm sudah tentu akan memakai bahasa seperti alatnya. Bahasa yang
dipergunakan haruslah bahasa yang baik, tepat dan benar, sehingga karangan atau tutur
tersebut menjadi bernilai/berbobot. Bahasa yang baik, betul, dan benar ini dapat dicapai
apabila pilihan kata/diksi diperhatikan dengan baik.
Untuk memilih kata dengan baik, setiap orang harus mengetahui kekayaan bahasa yang
bersangkutan. Penguasaaan kosakata ini sangat menentukan ketika seseorang ingin
menyampaikan pikirannya kepada orang lain. Orang yang sedikit saja menguasai
kosakata akan mengalami kesulitan menyampaikan pesan, ide, maupun pokok
pikirannya kepada orang lain, paling tidak sangat terbatas sampainya pesan/ide/pokok

53
pikiran tersebut, dibandingkan dengan orang yang menguasai kosakata yang lebih
banyak. Bagaimana seseorang dapat memilih kata dengan baik apabila dia tidak
mengetahui kekayaan bahasa yang bersangkutan? Untuk menguasai kosakata, kata
pemakaiannya maupun artinya, diperlukan kamus. Kamuslah perekam bahasa yang
paling dipercayai. Sudah tentu dalam hal ini adalah kamus standar. Kamus standar
memuat daftar kosakata standar suatu bahasa secara lengkap dan disusun secara
alfabetis, disertai keterangan lafal kata, arti kata, serta contoh pemakaian kata di dalam
kalimat. Kamus standar bahasa Indonesia sekarang ini ialah Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang dikeluarkan dan diterbitkan pusat pembinaan dan pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan membuka dan membaca
kamus Besar Bahasa Indonesia, kita dapat mengetahui arti kata canggih, dampak,
deregulasi, kendala, konglomerat, prakiraan, profesi, serta rekayasa. Demikian pula,
dengan kamus kita pun dapat membedakan arti kata melihat, memandang, memantau,
memeriksa, menengok, mengintip, memilik, serta meninjau. Walaupun kata-kata ini
bersinonim, perbedaan artinya tetap ada. Semua kata-kata ini bersinonim, perbedaan
artinya tetap ada. Semua keterangan mengenai hal ini tentu dapat kita peroleh dari
kamus standar bahasa Indonesia yang ada sekarang ini.

Pilihan kata/ diksi yang baik biasanya berhubungan erat dengan masalah:

1.Kaidah kelompok kata/frasa;

2.Kaidah makna kata;

3.Kaidah lingkungan social kata; dan

4.Kaidah karang-mengarang.

Keempat kaidah ini saling berkaitan dan saling mendukung sehingga karangan atau tutur
yang sampai kepada pembaca/pendengar bernilai serta berbobot. Sudah tentu hal yang
seperti ini merupakan kehendak dan keinginan setiap penulis.

Karangan/tutur yang bernilai dan berbobot adalah yang menggngkapkan pikiran,


pendapat, serta pernyataan dengan baik, tidak rumit dan tidak berbelit-belit, serta
mempergunakan pilihan kata/diksi yang baik dan tepat. Pikiran/pendapat yang
dituangkan dalam pernyataan yang tidak didukung oleh pilihan kata/diksi yang baik,
selalu mengaburkan maksud yang hendak disampaikan dan selalu membosanan
pembaca/pendengarnya. Oleh sebab itu, pilihan kata memegang peranan penting dalam
karang-mengarang dan bertutur sapa. Pilihan kata/diksi sangat menentukan untuk
menyampaikan ide yang diinginkan si penulis ataupun si pembicara.

3.1 Pilihan Kata Sesuai Dengan Kaidah Kelompok Kata/Frasa

54
Pilihan kata/diksi yang sesuai dengan kaidah kelompok kata/frasa, seharusnya
pilihan kata/diksi yang tepat, seksama, lazim dan benar. Keempat syarat ini harus
diperhatikan dengan cermat ketika kita ingin memilih kata dengan baik dan benar.

1. Tepat

Pengertian tepat adalah pemilihan kata dengan menempatkannya pada


kelompoknya. Unsur tepat ini memungkinkan pula ada kemungkinan
pembentukan kelompok baru. Unsur tepat ini berhubungan dengan unsur lain.
Contoh ;
Makna kata lihat dengan kata pandang biasanya bersinonim dengan lihatan mata.
Kelompok kata pandangan mata memang tepat susunannya sedangkan kelompok
kata lihatan mata tidak tepat susunannya. Jadi, walaupun kedua kata itu
bersinonim, tetapi tidak dapat saling menggantikan. Dengan kata lain, kedua kata
itu mempnyai pasangan tertentu/ khusus yang menimbulkan pengertian yang
tepat.

2. Seksama

Pengertian seksama adalah makna kata harus benar dan sesuai dengan apa yang
hendak disampaikan. Unsur seksama lebih ditekakan pada unsur kelompok
katanya.
Contoh ;
Makna besar, agung, akbar, raya dan tinggi termasuk kata-kata yang bersinonim.
Kita biasanya mengatakan hari raya serta hari besar, tetapi kita tidak pernah
mengatakan hari agung, hari akbar, atau hari tinggi. Begitu juga dengan kata
jaksa agung tidak dapat digantikan dengan kata jaksa besar pun tidak pula dapat
digantikan dengan jaksa tinggi karena kedua kata itu berbeda maknanya.
Unsur seksama ini berhubungan dengan makna kata serta berpaut dengan
pengertian sinonim, hominim, antonim, polisemi, dan hipernimi. Kata-kata yang
bersinonim biasa pula dikatakan dengan kata-kata yang artinya. Walaupun
demikian, dalam kenyataannya, hampir tidak ada dua patah kata yang sama
benar artinya sehingga dapat saling menggantikan. Mungkin dalam kalimat
tertentu sepatah kata dapat menggantikan sepatah kata lainnya, tetapi dalam
kalimat lainnya kedua patah kata itu tidak dapat saling menggantikan. Kita ambil
contohnya kata hampir dan kata dekat. Kedua patah kata itu selalu dikatakan
bersinonim. Bentuk dia menghampiri saya dapat digantikan dengan dia
mendekati saya. Makna kedua bentuk itu sama aja. Dengan pengertian lain
bahwa kata menghampiri disana dapat diganti dengan kata mendekati. Namun,
bentuk hari hampir malam tidak dapat digantikan dengan hari dekat malam.
Artinya, kata hampir pada bagian ini tidak dapat digantikan dengan dekat.
Bentuk hari dekat malam tidak biasa dipergunakan di dalam bahasa Indonesia.

55
Bahasa tumbuh karena kebutuhan si pemakai bahasa. Makin banyak kata yang
dikuasai seseorang, makin kaya pula perbendaharaan kosakatanya. Hal ini tentu
sangat perlu karena dengan kayanya perbendaharaan kata seseorang, makin
mudah pula dia mengeluarkan serta menyampaikan pikiran dan keinginannya
dengan bahasa itu. Sinonim kata terutama sangat dibutuhkan oleh orang yang
sering mengarang. Apabila di dalam sebuah karangan, ada kata-kata yang
dipakai dengan berulang-ulang, karangan itu menjadi tawar, hambar,
membosankan dan tidak menarik. Hal in menunjukan kemiskinan akan kosakata.
Oleh sebab itulah, di dalam sebuah karangan sebaiknya dipergunakan sinonim
kata supaya ada variasinya da nada pergantianya yang membuat lukisan di dalam
karangan itu menjadi hidup. Sinonim dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal
berikut.
1) Pengaruh bahasa daerah

Contoh;
Kata harimau yang diberi sinonim dengan kata macan;
Kata auditorium yang bersinonim dengan kata pendopo;
Kata rindu yang bersinonim dengan kata kangen.
2) Perbedaan dialek regional

Contoh :
Kata handuk yang bersinonim dengan kata tuala;
Kata selop bersinonim dengan kata seliper
Kata butuh yang bersinonim dengan kata perlu.
3) Pengaruh bahasa asing

Contoh:
Kata kolosal yang bersinonim dengan kata bebas;
Kata aula yang bersinonim dengan kata ruangan;
Kata realita yang bersinonim dengan kata kenyataan
4) Perbedaan dialek social

Contoh:
Kata suami yang bersinonim dengan kata laki;
Kata isteri bersinonim dengan kata bini;
Kata mati bersinonim dengan kata wafat.
5) Perbedaan ragam bahsa

Contoh:
Kata membuat yang bersinonim dengan kata mengubah;
Kata asisten yang bersinonim dengan kata pembantu.
6) Perbedaan dialek temporal

56
Contoh:
Kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan;
Kata kempa yang bersinonim dengan kata stempel;
Kata peri yang bersinonim dengan kata hantu.
Contoh-contoh lainnya pemakaian kata-kata yang bersinonim adalah sebagai berikut
dibawah ini.

a. takdir dan nasib

Kedua patah kata ini biasanya dikacaukan orang penggunaannya. Mungkin saja hal
ini timbul karena di dalam kamus biasanya diberi arti yang bolak-balik: nasib =
takdir dan takdir = nasib sehingga seolah-olah kedua patah kata itu sama aja artinya.

Takdir adalah suatu ketetapan Tuhan, tdak dapat berubah serta tidak dapat diubah
oleh manusia karena diluar kekuasannya. Bahwa saya dilahirkan sebagai pria,
sebagai bangsa Indonesia, sebagai orang mandiling. Sebagai anak kelima dari tujuh
bersaudara. Dan berkulit sawo matang, merupakan takdir. Tuhan sudah menetapkan
demikian

Nasib dapat berubah. Manusia tidak dapat mengubah nasib kalau mereka sendiri
tidak mau berusaha mengubah nasib mereka. Setiap orang selalu ingin hidup lebih
baik, tetapi hidup yang lebih baikitu sudah tentu tidak akan terwujud apabila tidak
ada usaha kea rah itu. Kalau miskin, kita tidak dapat mengatakan memang begitulah
nasib kita ditentukan Tuhan.

b. Menyimak, menanggap dan menelaah

Menyimak artinya mendengarkan baik-baik dan memperhatikan apa yang dibaca


atau diucapkan orang lain. Umpamanya, diruang kuliah seorang dosen menyuruh
seorang mahasiswa membaca sebuah teks dan mahasiswa-mahasiswa yang
lainnya mendengarkan. Menanggap ada beberapa macam artinya, tetapi yang
berdekatan artinya dengan kata menyimak adalah ‘mencekamkan: melihat atau
mendengar baik-baik.
c. Membahas, memaparkan, menguraikan
Kata membahas mempunyai arti ‘membicarakan’ . Bentuk membahas suatu
masalah berarti membicarakan suatu masalah sambil memperdebatkan dan
mendiskusikannya. Sudah tentu bahan yang akan dibahas bersama-sama itu
sudah dibaca dan dipelajari lebih dahulu sehingga nantinya didiskusikan serta
diperdebatkan dengan baik.
Kata memaparkan bersinonim dengan kata membentangkan yang berarti
membuka lebar-lebar suatu benda sehingga terlihat semua permukaan benda itu.
Contoh memaparkan tikdar. Sedangkan kiasan kata ini diperlihatkan oleh bentuk

57
memaparkan suatu peristiwa yang memppunyai arti mengemukakan suatu
peristiwa secara jelas.
Kata menguraikan berarti membicarakan sesuatu dengan serinci mungkin.
Bentuk menguraikan suatu persoalan berarti membicarakan persoalan itu sampai
kepada hal yang serinci-rincinya dan sampai kepada bagian-bagian yang sekecil-
kecilnya.
d. Sewenang-wenang dan tidak semena-mena

Kedua akta ini dapat dikatakan sama maknanya. Perbedaannya ialah bahwa kata
sewenang-wenang diserap dari bahasa Jawa sedangkan kata tidak semena-mena
diserap dari bahasa Sanksekerta. Kata sewing-wenang mempunyai arti sesuka
hati saja, tidak mengindahkan hak orang lain. Kata ini berasal dari kata dasar
wenang yang berarti hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.
Kata tidak semena-mena berarti tanpa sebab. Bentuk berbuat tidak semena-mena
berarti berbuat sesuatu yang tidak baik kepada orang lain tanpa sebab. Jadi,
artinya sama dengan berbuat sesuka hati saja.
Kesalahan yang selalu terjadi dilakukan pemakai bahasa Indonesia ialah
mencampuradukkan pengertian sewenang-wenang dengan kata semena-mena .
Akibatnya, ungkapan yang seharusnya sudah benar berbuat sewenang-wenang
selalu digantikan dengan ungkapan berbuat semena-mena alih-alih berbuat tidak
semena-mena. Sudah tentu pengertian ungkapan itu menjadi bertolak belakang
dengan apa yang dimaksud dan diinginkan oleh si pemakai bahasa Indonesia
tersebut.
e. Tukar dan ganti

Kedua kata ini tidak sama maknanya. Di dalam kamus bahasa Indonesia, kedua
kata ini memang diberi arti yang bolak-balik saja mengganti = menukar serta
menukar = mengganti. Perbedaan kedua kata ini ialah tukar mengandung proses
yang terjadi timbal balik sedangkan pada kata ganti proses yang terjadi hanya
sepihak.
Contoh :

- Saya menggantikan anak itu sebagai peserta


- Saya menukarkan uang itu di bank tadi pagi

Pada kalimat pertama kata menggantikan tidak dapat digantikan dengan kata
menukarkan . Pada kalimat pertama prosesnya terjadi sepihak sedangkan pada
kalinat kedua prosesnya terjadi timbal balik.

Homonim ialah kata yang bentuknya sama , tetapi artinya berbeda atau tidak sama.
Contoh, antara kata buku yang berarti kitab dan buka yang berarti ruas, antara kata
bias yang berarti dapat dengan bias yang berarti racun. Hubungan antara buku yang
berarti kitab dengan buku yang berarti ruas serta hubungan antara bias yang berarti

58
dapat dengan bias yang berarti racun itulah yang disebut homonym. Oleh karena
itulah, kata buku dan bias yang pertama berhomonim dengan kata buku dan bisa
yang kedua.

Demikian pulalah sebaliknya karena hubungan homonym itu bersifat dua arah.
Homonimm itu terjadi disebabkan oleh dua hal yang berikut ini. Pertama , kata-kata
yang berhomonim itu berasal dari bahasa yang berlainan. Umpamanya, kata bisa
yang berarti racun berasal Melayu sedangkan kata bisa berarti dapat berasal dari
bahasa Jawa. Kedua, kata-kata yang berhomonim itu terjadi karena hasil proses
morfologi. Misalnya, kata bentukan mengukur dapat berarti mempergunakan alat
kukur, disamping itu ada pula kata bentukan mengukur yang berarti mempergunaan
alat ukur. Kata bentukan mengukur yang pertama berasal dari proses pengimbuhan
me- pada kata dasar kukur ( me + ukur -- mengukur) sedangkan kata bentukan
mengukur yang kedua berasal dari proses pengimbuhan me- pada kata dasar ukur
( me + ukur -- mengukur)

Homonim ini dapat dibedakan lagi atas dua bentuk yaitu homofon dan homograf .
Homofon adalah kata yang bunyinya sama, tetapi tulisannya berbeda dan artinya
juga berbeda. Contoh, kata bank serta bang. Kedua patah kata ini bunyinya persis
sama, tetapi ditulis dengan bentuk yang berbeda. Kata bank mempunyai arti lembaga
yang mengurus lalu lintar uang, kemudian kata bang adalah bentuk singata dari kata
abang yang berarti kakak laki-laki. Homograf adalah kata yang tulisannya sama.
tetapi bunyi berbeda dan artinya kata perang dan seri yang dilafalkan dengan e
lemah/pepet dengan e keras/ taling akan berbeda artinya kata perang/perang yang
dilafalkan dengan e lemah berarti pertempuran sedangkan perang/perang yang
dilafalkan e keras berarti agak kemerah-merahan. Begitu jugalah dengan kata seri
yang dilafalkan dengan e lemah menjadi /seri/berarti tidak ada yang kalah, tidak ada
yang meang; draw sedangkan seri yang difalkan dengan e keras menjadi /seri/
berarti babak.

Kata Antonim berasal dari bahasa Yunani yaitu otonom yang berarti nama dan anti
yang berarti melawan. Jadi, secara harafih antonim adalah dua patah kata yang
maknanya agak berlawanan. Dikatakan agak karena sifat berlawanan dari dua patah
kata yang berantonim itu sangat relative. Memang ada kata-kata yang tampaknya
mutlak berlawaan seperti kata atas dengan kata bawah; antara kata hidu dengan kata
mati. Namun, ada juga kata-kata yang tidak mutlak berlawanan seperti antar kata
panjang dengan kata pendek. Antara kata tinggi dengan kata rendah. Sesuatu yang
tidak panjang belum tentu pendek dan sesuatu yang tidak tinggi belum tentu rendah.
Oleh sebab itu, di dalam meilih kata harus dibedakan dengan baik dan cermat kata-
kata yang berlawanan ini. Kata-kata yang berlawanan ini menurut ungkapan
pikirannya dapat dibagi atas dua bahagian yaitu : a) kontradiksi serta b) kontras/
kontrer. Dikatakan kontradiksi apabila dua pernyataaan itu benar dan pernyataan

59
lainnya tidak benar. Jadi, di dalam kontradiksi hanya ada satu pilihan yang benar.
Umumnya bentuk kontradiksi ini dinyatakan dengan kata bukan atau tidak.

Contoh :

- Dua hari yang lalu adik memakan mangga itu


- Dua hari yang lalu adik tidak memakan manga itu
- Ayahnya seorang guru di kampung kami
- Ayahnya bukan seorang guru dikampung kami

Kemudian dikatakan kontras/ kontrer apabila salah satu dari dua pernyataan
mungkin benar dan mungkin juga kedua pernyataan itu salah. Oleh sebab itu, tidak
mungkin dua pernyataan itu benar, tetapi salah satu mungkin benar atau dapat pula
terjadi kedua pernyataan itu mungkin salah.

Contoh :

- Kata ayah,”Itu sebuah kuini”


- Kata ayah,” Itu sebuah durian.”

Jadi, di dalam kontras/ kotrer tampaknya ada beberapa pilihan yang dapat dilakukan.
Piihan itu mungkin banyak.

Contoh :

- Kata ayah,” Itu sebuah kuini.”


- Kata ayah,”itu bukan sebuah kuini.”
- Kata ayah,”Itu sebuah Duirian.”
- Kata ayah,”Itu sebuah Jerus.”

Polisemi berarti sepatah kata mempunyai bentuk banyak arti atau sepatah kata
mempunyai arti lebih dari satu. Polisemi dengan pengertian sepatah kata yang lebih dari
satu timbul karena sepatah kata yang asal-usulnya sama ini dpergunakan dalam bentuk
yang berbeda. Dalam polisemi dapat terjadi hal-hal berikut di bawah ini.

(a) Sepatah kata dapat berarti lebih dari satu

Misalnya. Kata kepada yang mempunyai arti bahagian atas tubuh manusia,
tempat mata, hidung, dan tumbuhnya rambut’, tetapi dapat juga berarti orang
yang menjadi pimpinan pada sebuah kantor, tempat bekerja, dan sebagainya.
(b) Kata yang mempunyai arti penunjuk benda terntu dipakai untuk memberi
keterangan benda lain. Umumnya, bagian-bagian tubuh manusia seperti
pinggang, leher, kaki, serta mulut. Kata-kata tersebut dipakai untuk memberi
keterangan benda lain dengan dasar perbandingan yang sama seperti terdapat
pada bentuk pinggang perahu, leher botol, kaki meja. Dan mulut sungai.

60
Pinggang terdapat di bagian tengah bujur vertiikal tubuh manusia dan kemudian
pinggang perahu terdapat di tengah bujur horizontal tubuh perahu. Leher bagian
yang menyambung tubuh dan kepada manusia. Demikian pula leher botol
menyambung tubuhdan kepada botol; kaki dipergunakan untuk menahan tubuh
manusia sedangkan kaki meja dipergunakan untuk menahan meja; mulut
merupakan tempat keluar masaknya makanan, lalu mulut sungai merupakan
gerbang keluar masuknya perahu menuju dan dari laut. Perbandingan kata
seperti ini termasuk metafora yaitu gaya perbandingan yang melukiskan sesuatu
hal atau benda lainnya berdasarkan kesamaan fisik, keadaan, ataupun ciri-ciri
penandanya.
(c) Sepatah kata konkret dapat pula dipergunakan untuk suatu pengertian abstrak.
Misalnya kata-kata menyala,, meluap, serta berkobar pada bentuk-bentuk berikut
ini.
- Kemarahan abang menyala-nyala karena anak itu diam seribu basa.
- Keinginan adik meluap-luap untuk mengikuti acara pelantikan itu
- Semngat mahasiswa berkobar-kobar dalam menuntut penyelesaian permasalahan
itu.
(d) Kata yang sama berubah artinya karena berbeda indera yang meriimanya. Gejala
seperti ini selalu juga disebut sinestesia

Misalnya, kata pedas dan manis dalam kalimat berikut ini.

- Kata-kata ayah si Amir sangat pedas untuk anak yang seusia seperti itu.
- Cabai itu sudah tentu sangat pedas apalagi dicampur dengan merica
- Rasa teh itu sangat manis karena diberikan gula yang sangat banyak
- Anak gais yang sangat manis itu sudah dua tahun mengikuti perkuliahan di
perguruan tinggi kami ini.

Hipernimi ialah kata-kata yang maknanya mencakup makna kata-kata lainnya.


Misalnya, kata bunga melingkupi makna kata-kata anggrek, kamboja, ros, kenanga,
gladiol, melati, sedap malam, mawar dan flamboyan. Dengan kata lain, yang dimaksud
dengan bunga bukan bunga mawar dan ros, tetapi termasuk pula anggrek, kamboja, ros,
kenanga, gladiol, melati, sedap malam, mawar dan flamboyan.

Kata-kata yang berhipernimi selalu bersifat umum karena maknanya melingkupi


sejumlah kata lainnya. Untuk di dalam memilih kata, kita memerlukan kecermatan dan
ketelitian agar kata-kata yan kita pilih itu maknanya tepat. Oleh sebab itu, seandainya
kita hendak menyatakan”mau membawa anggreak” sebaiknya pilihan kata anggrek
jangan kata bunga. Kalau kita memilih kata bunga pengertian yang diterima orang yang
kita ajak berkomunikasi menjadi “ mau membawa anggrek”. Sudah tentu pillihan kata
yang seperti ini menjadi tidak tepat dan tidak seksama. Kebalikan dari hipernimi adalah
hiponim. Hiponim adalah kata-kata maknanya termasuk di dalam makna kata-kata

61
lainnya. Misalnya makna kata merah sudah termasuk serta merupakann bagian di dalam
kata warna; makna kata buring suda termasuk di dalam kata ungags.

3) Lazim

Maksud lazim adalah kata itu sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Kelompok
kata ataupun pengelompokan kata seperti itu memang sudah lazim dan dibiasakan dalam
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, di dalam sebuah karangan janganlah dipergunakan
ungkapan, frasa, serta kata-kata yang belum menjadi milik bahasa Indonesia. Kata yang
tidak lazim dalam bahasa Indonesia apabila dipergunakan juga dalam satu kalimat akan
membingungkan dan mengacaukan pengertian saja.

Contoh:

Kata makan dan santap bersinonim. Akan tetapi, kita tidak dapat mengatakan anjing
bersantap sebagai sinonim anjing makan. Kedua kelompok kata ini mungkin tepat
pengelompokkannya, tetapi tidak seksama serta tidak lazim dari sudut makna
pemakaiannya. Begitu juga dengan kelompok kata santapan rohani tidak dapat pula
digantikan dengan makanan rohani sebab kelompok kata seperti ini tidak dilazinkan
dalam bahasa Indonesia ataupun belum menjadi milik bahasa Indonesia.

Benar

Yang dimaksud dengan benar adalah pilihan kata itu harus mempunyai bentuk yang
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di dalam bahasa Indonesia. Kata-kata yang
kita pilih itu mematuhi aturan tata bahasa Indonesia

Contoh:

Kata-kata pengrusak pada pengrusak rumah, merubah pada merubah rencana, serta
pentrapan pada pentrapan teknologi adalah kata-kata yang tidak benar atau kata-kata
yang tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia. Seharusnya kata-kata itu adalah
perusak di dalam bentuk perusak rumah, mengubah di dalam bentuk mengubah rencana,
dan penerapan di dalam bentuk penerapan teknologi.

7.3. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah bahasa yang digunakan penulis untuk menyampaikan sebuah pesan
secara imajinatif dan kias. Hal ini bertujuan membuat pembaca mendapat efek tertentu
dari gaya bahasa tersebut yang cenderung kea rah emosional. Biasanya, majas bersifat
tidak sebenarnya alias kias ataupun konotasi.

1. Majasa Perbandingan

Jenis majas ini merupakan gaya bahasa yang digunakan untuk menyandikan atau
membandingkan suatu objek dengan objek lain melalui proses penyamaan, pelebihan,

62
ataupun penggantian. Dalam majas perbandingan, teman teman akan menjumpai
beberapa subjenisnya.

a. Personifikasi

Gaya bahasa ini seakan menggantikan fungsi benda mati yang dapat\ bersikap\
layaknya manusia.

Contoh Majas:

Daun kelapa tersebut seakan melambai kepadaku dan mengajaku segera bermain di
pantai.

b. metafora

yaitu meletakkan sebuah objek yang bersifat sama dengan pesan yang ingin
disampaikan dalam bentuk ungkapan.

Contoh:

Pegawai tersebut merupakan tangan kanan dari komisaris tersebut, tangan kanan
merupakan ungkapan bagi orang yang setia dan dapat di percaya.

c. Asosiasi

yaitu membandingkan dua objek yang berbeda, namun dianggap sama dengan
pemberian kata sambung bagaikan, bak ataupun seperti.

Contoh:

Kakak beradik itu bagaikan pinang dibela dua. Artinya, keduanya memiliki wajah
yang sangat mirip.

d. Hiperbola

yaitu mengungkapkan sesuatu dengan kesan berlebihan, bahkan hampir tidak masuk
akal.

Contoh:

Orang tuanya memeras keringatan agar anak anak tesebut dapat terus bersekolah.
Memeras keringat artinya bekerja dengan keras.

e. Eunifisme

yaitu gaya bahasa yang mengganti kata kata yang dianggap kurang baik dengan
padanan yang lebih halus.

Contoh:

63
Tiap universitas dan perusahaan sekarang diwajibkan menerima difabel. Difabel
mengganti frasa ’orang cacat’.

f. Metonimia

yaitu membandingkan merek atau istilah sesuatu untuk merujuk pada benda umum.

Contoh:

Supaya haus cepat hilang, lebih baik minum aqua. Aqua disini merujuk pada air
mineral.

Perempuan itu memang jina jinak merpati.

2. Majas Pertentangan

Majas Pertentangan merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kias yang
bertentangan dengan maksud asli yang penulis curahkan dalam kalimat tersebut. Jenis
ini dapat dibagi menjadi beberaoa subjenis, yakni sebagai berikut :

a. Litotes

Yaitu berkebalikan dengan hiperbola yang lebih kearah perbandingan, litotes


merupakan ungkapan untuk merendahkan diri, meskipun kenyataan yang sebenarnya
adalah sebaliknya.

Contoh:

Selamat datang ke gubuk kami ini. Gubuk memiliki artian sebagai rumah.

b. Paradoks

yaitu membandingkan situasi asli atau fakta dengan situasi yang berkebalikan.

Contoh:

Ditengah ramainya pesta tahun baru, aku merasa kesepian.

c. Antuasias

yaitu memadukan pasangan kata yang artinya bertentangan.

Contoh:

Film tersebut disukai oleh tua-muda.

d. Kontradiksi interminis

yaitu gaya bahasa yang menyangkal ujaran yang telah dipaparkan sebelumnya.
Biasanya diikuti dengan konjungsi, seperti kecuali atau hanya saja.

Contoh:

64
Semua masyarakat semakin sejahtera, kecuali mereka yang berada di perbaasan.

3. Majas Sindiran

Majas sindiran merupakan kata-kata kias yang memang tujuannya untuk menyindir
seseorang ataupun perilaku dan kondisi. Jenis ini terbagi menjadi 3 sub jenis, yaitu
sebagai berikut :

a. Ironi

yaitu menggunakan kata-kata yang bertentangan dengan fakta yang ada.

Contoh:

Rapi sekali kamarmu sampai sulit untuk mencari bagian kasur yang bisa ditiduri.

b. Sinisme
yaitu menyampikan sindiran secara langsung.

Contoh:

Suaramu keras sekali sampai telingaku berdengding dan sakit.

c. Sarkanisme

yaitu menyampaikan sindiran secara kasar.

Contoh:

Kamu hanya sampah masyarakat tahu!

4. Majas Penegasan

Majas penegasan merupakan jenis gaya bahasa yang bertujuan untuk meningkatkan
pengaruh kepada pembacanya agar menyetujui sebuah ujaran ataupun kejadian. Jenis ini
dapat dibagi menjadi 7 subjenis, yaitu sebagai berikut:

a. Pleonasme

Yaitu menggunakan kata-kata yang bermakna sama sehingga terkesan tidak


efektif namun memang sengaja untuk menegaskan suatu hal.

b. Repetisi

Gaya bahasa ini mengulang kata-kata dalam sebuah kalimat.

Contoh:

Dia pelakunya, dia pencurinya, dia yang mengambil kalungku

c. Retorika

65
yaitu memberikan penegasan dalam bentuk kalimat Tanya yang tidak perlu dijawab.

Contoh:

Kapan pernah terjadinya harga barang kebutuhan pokok turun pada saat menjelang hari
raya?

d. Klimaks

yaitu mengurutkan sesuatu dari tingkatan rendah ke tinggi.

Contoh :

Bayi, anak kecil, remaja, orang dewasa, hinggga orang tua seharusnya memiliki asuransi
kesehatan.

e. Antiklimaks

berkebalikan dengan klimaks, gaya bahasa untuk antiklimaks menegaskan sesuatu


dengan mengurutkan suatu tingakatan dari tinggi ke rendah.

Contoh:

Masyarakat perkotaan, perdesaan, hingga yang tinggi di dusun seharusnya sadar akan
kearifan lokal masing-masing.

f. Pararelisme

Gaya bahasa ini biasa terdapat dalam puisi, yakni mengulang-ulang sebuah kata dalam
berbagai defenisi yang berbeda. Jika pengulangannya ada di awal, disebut sebagai
anafora. Namun, jika kata yang diulang ada dibagian akhir kalimat disebut sebagai
epifora.

Contoh majas:

Kasih itu sabar, kasih itu lemah lembut, kasih itu memaafkan.

g. Tautology

yaitu menggunakan kata-kata bersinonim untuk menegaskan sebuah kondisi atau ujaran.

Contoh :

Hidup akan terasa tenteram, damai dan bahagia jika semua anggota keluarga saling
menyayangi.

66
BAB VIII
KALIMAT

8.1. Pengertian kalimat

Kalimat adalah kumpulan kata yang setidaknya terdiri atas subjek dan predikat.
Kalimat dapat dari satu klausa meupun beberapa klausa. Kalimat menurut Soelistyowati
(2015) adalah bagian terkecil ujaran atau teks yang engungkapkan pikiran yang utuh
secara kebahasaan. Menurut Kridalaksana (2001), kalimat adalah satuan bahasa yang
secararelatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara actual maupun
potensial terdiri dari klausa, klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan.

Menurut Arifin dan Tasai (2002) Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud
lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh, sekurang-kurangnya kalimat
dalam ragam resmi baik lisan dan tulisan harus memiliki subjek dan predikat.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kalimatadalah :

1. Kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan.


2. Perkataan ; linguistic
3. Satuan bahasa yang secara relative berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final
dan secara actual maupun potensial terdiri atas klausa.

Menurut bentuknya , kalimat terbagi dua yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Kalimat tunggal ialh kalimat yang terjadi atas satu peristiwa.kalimat tunggal itu terbagi
lagi atas kalimat verbal,kalimat nominal,kalimat aktif,kalimat pasif,kalimat inversi,serta
kalimat susun tertib sedangkan yg dimaksud dengan kalimat verbal ialah kalimat yang
predikatnya terjadi atas kata kerja.

67
Contoh;

- Dia pulang dari rumah nenek minggu yang lalu

- Ayah menulis surat untuk abang

Kalimat nominal ialah kalimat tunggal berpredikat yang bukan kata kerja seperti kata
benda dan kata sifat.

Contoh;

- Ibu cantik sekali mala mini

- Pemuda itu guru yang baik didesa itu

Kalimat aktif ialah Kalimat yang predikatnya berawaan me-/ber-dan subjeknya


melakukan pekerjaan atau perbuatan seperti apa yang disebut predikatnya

Contoh;

- Dua tahun lagi pemerintah membangun perumahan rakyat

- Para pelajar itu bernyanyi dilapangan ini semalam.

Kalimat pasif ialah kalimat yang predikatnya berawalan di-/ter-dan subjeknya dikenai
pekerjaan seperti apa yang disebutkan oleh pedikatnya.

Contoh:

- Pemuda itu ditangkap polisi dijalanan minggu ini

- Surat itu terbaca olehku ruangan ini sejam yang lalu

Kalimat inversi ialah Kalimat yang predikatnya mendahului subjeknya kalimat disebut
juga kalimat susun terbalik

Contoh;

- Menjawab anak itu dengan tersenyum simpul

- Menulis surat ibu dua bulan yang lalu.

Kalimat susun tertib ialah kalimat yang bersusunan subjeknya mendahului predikatnya

Contoh :

- Kami mendengarkan kata-kata nasihat itu

- Dosen itu membubarkan rombongan mahasiswa ini.

Kalimat majemuk ialah kalimat yang mengandungi dua peristiwa atau lebih.apabila
hubungan kedua peristiwa itu merupakan koordinasi,kalimat itu disebut kalimat

68
majemuk setara atau kalimat koordinatif. Kedua peristiwa itu mempunyai kedudukan
yang sama.

Contoh :

- Kepala kantor kami mengunjungi panti jompo serta memberikan sumbangan untuk
penghuninya

- Dua jam yang lalu adik pergi ke kantor dan paman berangkat ke pasar dengan ibu.

Kalimat majemuk setara ini ada tiga macam yaitu :

(1) Kalimat majemuk setara sederajat

Contoh :

- Adik membaca surat kabar dan ayah menulis surat.

- Abang mendengarkn siaran radio itu dan ibu memasak gulai.

(2) Kalimat Majemuk Setara Memilih

Contoh :

- Dia yang datang kesini atau saya yang pergi kesana

- Mahasiswa itu atau engkau mendengar berita itu

(3) Kalimat majemuk setara berlawanan

Contoh :

- Saya tidak jadi pergi kerumahnya, tetapi adik pulang juga

- Anak ini bukan adik saya, melainkan adik si Amir.

Sedangkan apabila hubungan kedua peristiwa itu merupakan subordinasi. Kalimat


majemuk bertingkat atau kalimat subordinatif. kedua peristiwa itu di dalam kalimat ini
mempunyai kedudukan yang tidak setara atau tidak sederajat.salah satu peristiwa yang
tidak menduduki fungsi yang fungsi lebih tinggi dan lebih baik dari peristiwa yang
lainnya.kalimat majemuk bertingkat ini dibentuk dengan mempergunakan dua bagian.
Satu bagian disebut sebagai induk kalimat sedangkan bagian lainnya disebut anak
kalimat. Oleh karena terjadi atas dua bagian yang tidak setara inilah,kalimat itu disebut
sebagai kalimat majemuk bertingkat.

Contoh;

- Abang tidak mengetahui bahwa kami berangkat ke Jakarta

- Saya mengurungkan niat pergi kerumahnya karena hari hujan

69
Menurut isinya, kalimat dibagi menjadi kalimat berita, kalimat tanya, kalimat
perintah, kalimat seru dan kalimat emfatik. Kalimat berita ialah kalimat-kalimat
yang isinya memberitakan sesuatu peristiwa atau kejadian.kalimat berita ini disebut juga
dengan kalimat deklaratif

Contoh :

- Abang pernah sekali datang kemari

- Si Adi bertemu dengannya distasiun kereta api.

Kalimat Tanya ialah kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau seseorang. Untuk
membentuk kalimat di dalam bahasa Indonesia, dapat ditempuh dengan empat cara yaitu
dengan mempergunakan :

- Intonasi Tanya

- Kata Tanya

- Partikel kah

- Tanda baca tanya

Contoh :

- Nenek sudah mendengar berita itu ?

- Mengapa adik pergi juga ke rumah mahasiswa itu ?

- Apakah yang engkau makan tadi ?

Kalimat tanya itu disebut juga dengan kalimat interogatif .

Umumnya, kalimat Tanya memerlukan jawaban, tetapi ada juga kalimat tanya yang
tidak memerlukan jawaban yang disebut juga dengan kalimat tanya retoris.

Contoh :

- Sakitkah tanganmu yang dicubit anak itu?

- Siapakah yang tidak ingin mempunyai uang banyak?

Kalimat peritah adalah kalimat yang isinya memberikan perintah untuk melakukan
sesuatu kalimat perintah meliputi larangan, suruhan dan permintaan yang halus. Kalimat
ini disebut dengan kalimat imperatif.

Contoh :

- Pergilah engkau dari sini!

- Tolong ambilkan buku itu dulu!

70
Kalimat seru ialah kalimat berita yang isinya memasukkan unsur perasaan kagum
kedalamnya. Kalimat ini disebut juga dengan Kalimat interjektif.

Contoh;

- Alangkah cantik nya anak itu!

- Alangkah hebatnya pemuda itu!

Kalimat emfatik adalah kalimat yang isinya memberikan penegasan khusus kepada
subjek. Cara menegaskan yang seperti ini dapat dicapai dengan mempergunakan
partikel lah yang melekat pada subjek serta diikuti kata hubung yang dibelakang subjek.

Contoh :

- Kakaklah yang mengikuti acara kesenian itu.

- Engkaulah yang harus pergi kerumah dosen itu.

Menurut langsung tidaknya kalimat itu, kalimat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
kalimat langsung dan kalimat tidak langsung. Kalimat langsung ialah kalimat yang
menyampaikan atau memberitahukan sesuatu hal secara langsung. Kalimat ini
menggambarkan tuturan orang lain secara langsung.

Contoh:

- Ibu berkata, “Adik itu harus berangkat hari ini juga”

- “Sekarang semuanya sudah habis.”kata anak itu kepadaku.

Kalimat tidak langsung ialah kalimat yang menyampaikan atau memberitahukan


sesuatu hal secara tidak langsung. Kalimat ini menggambarkan tuturan orang lain secara
tidak langsung dengan lebih dahulu mengolah sendiri apa yang dituturkan oleh orang
lain itu.

Contoh :

- Anak itu berkata bahwa dia tidak mampu membayar utangnya

- Ayah mengatakan bahwa makanan itu telah habis.

Kalimat merupakan bagian bahasa yang sangat penting, begitu jugalah dalam bahasa
Indonesia rangkaian kalimat ini membentuk paragraf yang akhirnya menjadi suatu
wacana atau karangan kecil.dalam suatu karangannya atau tulisan yang resmi. Kalimat
yang dipergunakan haruslah kalimat yang baik,benar,serta efektif sifat atau ciri kalimat
bahasa Indonesia yang baik, benar serta efektif itu adalah sebagai berikut ini :

1. kalimat itu harus bertaat asas kepada kaidah ejaan.

2. Kalimat itu harus bertaat asas pada kaidah tata bahasa

71
3. kalimat itu harus mempunyai kesatuan ide

4. kalimat itu harus bervariasi.

5. kalimat itu harus dapat diterima oleh akal yang sehat (logis)

6. kalimat itu harus mempergunakan bentuk-bentuk yang sejajar satu dengan yang
lain(paraletisme)

7. Bagian –bagian kalimat itu harus berhubungan satu dengan yang lainnya (koherensi)

8. bagian kalimat itu yang dianggap penting harus diberi penekanan (aksentuasi).

8.2 Kalimat yang taat asas pada ejaan


Kalimat efektif yang harus patuh ataupun mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku
didalam ejaan yang disempurnakan(EyD). Ketidaktaatan susunan kalimat kepada ejaan
akan mengakibatkan ide pokok pikiran kalimat itu selalu kurang dapat dipahami oleh
pembacanya dengan segera kemudian selalu juga terjadi kesalahpahaman didalam
menghadapi kalimat yang tidak bertaat asas pada ejaan.

Contoh :

- Isteri perwira ramah itu datang ke sini dua jam yang lalu

- Mereka dengar2 suara dari atas

- Pertanggungan jawaban keuangan itu sudah dilakukan

8.3 Kalimat yang taat asas pada tata bahasa

Kalimat yang bertaat asas pada kaidah tata bahasa maksudnya adalah kalimat yang
disusun dengan mengikuti aturan-aturan bahasa Indonesia sedangkan kalimat-kalimat
yang tidak mengikuti aturan-aturan bahasa Indonesia kalimat yang tidak efektif .
disebabkan oleh beberapa hal berikut dibawah ini :

(1) Kalimat itu tidak mempergunakan subjek atau predikat

Contoh :

- Di dalam karangan ini menguraikan bentuk-bentuk kenakalan remaja Indonesia

(2) Kalimat ini mengacaukan unsur aktif dan unsur pasif

Contoh :

- Dalam pertemuan itu membicarakan bagaimana caranya pergantian pengurus lama

(3) Kalimat itu menggunakan kata tugas yang tidak perlu

Contoh :

72
- Kantor, di mana dia bekerja, jaraknya tidak berapa jauh dari rumahnya .

(4) Kalimat itu menggunakan kata-kata yang tidak perlu

Contoh :

- Uang itu digunakan untuk membeli sepeda dan juga ia membeli kemeja dengan uang
itu.

8.4 Kalimat yang berkesatuan ide

Tiap kalimat yang baik seharusnya mengandung kesatuan pikiran atau mengandung ide
pokok yang tunggal.sebab kalimat tidak boleh di adakan perubahan dengan tiba-tiba dari
satu ide kepada ide yang lain ataupun menghubungkan dua buah ide yang tidak
mempunyai hubungan satu dengan yang lain .apabila dua ide yang tidak berhubungan
disatukan,kesatuan pikiran itu akan menjadi rusak dan tidak timbul gambaran gagasan
yang jelas.

Contoh kalimat kalimat yang jelas kesatuan idenya :

- Pada saat sarjana harus merumuskan konsep konsep menjadi istilah dengan perkataan
lain pada saat ia harus membentuk istilah kadang kadang terasa adanya kesulitan

- Bahasa Indonesia mengenal beberapa tipe konstruksi sintaksis

- Tata bahasa Indonesia harus disusun berdasarkan kaidah pemakaian bahasa Indonesia
itu sendiri

- Pimpinan perguruan tinggi sadar bahwa pelayanan kurikulern ini akan berhasil baik
apabila penyempurnaan sistem perkuliahan dan tenaga pengajar disertai dengan
penyempurnaan perpustakaan, laboratorium, peralatan gedung dan administrasi
perguruan tinggi.

- Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari-hari, betapa emosi itu sering merupakan
tenaga pendorong yang sangat kuat dalam tindakan kehidupan kita.

Contoh kalimat-kalimat yang tidak jelas kesatuan idenya :

- Karangan itu merupakan realita dari alternatif penulis ketika mengamati siswa SMTA
kebanyakan.

- Karena bahasa kesatuan Indonesia itu yang berasal dari bahasa Nasional.

- Terhadap orang yang lebih tinggi umurnya dari atau kedudukannya berbeda caranya.

- Penetapan bahasa kesatuan kita, sangat mudah, pada mana, masa perjuangan. di mana
rakyat Indonesia, yang tersebar dari sabang jingga Merauke, yang senasb,
sepenanggungan, seperjuangan serta satu cita-cita: maka oleh karena itu atas kesadaran

73
tadi disertai pemikiran, rakyat Indonesia merupakan bahasa nasional yang terwujud
sebagai bahasa kesatuan.

8.5 Kalimat yang Bervariasi

Segi lain yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kalimat yang efekttif
adalah variasi, baik variasi dalam pemilihan kata maupun variasi dalam struktur kalimat.
Variasi dalam pemilihan kata tampaknya seolah-olah bertentangan dengan repetisi
(pengulangan kata tertentu yang dianggap penting). Namun kedua-duanya dapat pula
menimbulkan akibat yang sama apabila dipergunakan secara tepat.

Variasi dalam panjang pendeknya struktur kalimat akan mencerminkan dengan


jelas jalan pikiran pengarang. Lalu pilihan yang tepat dari struktur panjangnya sebuah
kalimat dapat memberi tekanan pada bagian-bagian yang diinginkan.

Contoh kalimat yang bervariasi

- Dari renungan itulah penyair menemukan suatu makna, suatu realitas yang baru, suatu
kebenaran yang menjadi ide sentral yang menjiwai sebuah puisi.

- Seribu puspa di taman bunga, seribu wangi menyebar cita.

8.6 Kalimat yang Logis

Kalimat yang tidak logis akan selalu menimbulkan kesalah pahaman. Pokok
pikiran kalimat yang tidak logis sulit diterima

Contoh :

Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa pulau yang mana pulau tadi mempunyai bahasa
tersendiri dalam berkomunikasi yang disebut dengan dialek.

Struktur gramatikal yang baik bukan merupakan tujuan dalam komunikasi, tetapi
merupakan sekedar suatu alat untuk merangkaikan maksud yang jelas. Untuk
memberikan suatu uraian tentang hubungan bahasa dan logika, di bawah ini secara
singkat akan diuraikan beberapa hal dasar tentang proses berpikir logis itu

1) Defenisi

Tiap pembaca ingin mengetahui bagaimana batasan arti suatu istilah sebelum ia
melangkah lebih jauh untuk memahami maksudnya. Tiap tulisan akan mendapat suatu
landasanyang kuat dan kejlasan yang tidak dapat dibantah apabila mengandung batasa
yang tepat terhadap apa yang diuraikan. Beberapa macam defenisi ini adalah :

(1) Defenisi sinonim kata

misalnya, membatasi pendidikan dengan pengajaran, kemerdekaan dengan


kebebasan

74
(2) Defenisi etimologi kata

Suatu variasi lain dari defenisi adalah membatasi pengertian sepatah kata dengan
mengikuti jejak asal-usul dan arti yang aslinya untuk menjelaskan arti yang sekarang.

(3) Defenisi luas

Banyak kata terutama kata-kata abstrak, seperti : propaganda, demokrasi, kebajikan,


agama, kemerdekaan dan keadilan menghendaki lebih banyak keterangan daripada apa
yang diperlukan oleh defenisi formal. Kita dapat membatasi kelompok kata demokrasi
parlementer, misalnya, dengan bentuk pemerintahan serta kemudian oleh rakyat diberi
kepada wakil-wakil yang dipilihnya.

8.7 Kalimat yang sejajar

Apabila variasi struktur kalimat merupakan suatu alat yang baik untuk
menonjolkan ide sentral. Kesejajaran atau paralelisme juga menempatkan ide-ide yang
sama penting dan sama fungsinya dalam suattu struktur konstruksi gramatikal. Apabila
suatu ide dalam suatu kalimat dinyatakan dalam suatu frase, ide-ide yang sederajat
lainnya juga harus dinyatakan dalam suatu frase. Atau apabila suatu ide dinyatakan
dalam kata benda atau kata kerja, ide setara lainnya juga harus dinyatakan pula dalam
jenis kata yang sama yaitu kata benda atau kata kerja.

contoh :

- Pereorganisasian administrasi departemen-departemen, penghentian pemborosan


pemborosan dan penyelewengan, serta pemobilisasian potensi-potensi nasional
merupakan masalah-masalah pokok yang meminta perhatian serta pemecahan.

- Masalah-masalah pokok yang meminta perhatian serta pemecahan ialah


pengorganisasikan administrasi departemen-departemen, menghentikan pemborosan
dan penyelewengan serta memobilisasi potensi-potensi nasional.

- Masalah-masalah pokok yang meinta perhatian serta pemecahan ialah reorganisasi


administrasi departemen-departemen, penghentian pemborosan dan penyelewengan,
serta mobilisasi potensi-potensi nasional.

8.8. Kalimat yang Berkoherensi

Yang dimaksud dengan koherensi ialah adanya hubugnan yang jelas antara
unsur-unsur yang membentuk kalimat tersebut. Bagaimana hubungan antara subjek dan
predikat, hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-keterangan yang
menjelaskan tiap-tiap unsur tadi.

Dalam kesatuan ide/pikiran lebih ditekankan segi struktur atau interelasi antara
kata yang menduduki sebuah tugas dalam kalimat. Oleh sebab itu, bisa saja terjadi

75
bahwa sebuah kalimat, begitu juga sebuah konstruksi yang lebih luas seperti paragraf,
dapat mengandung sebuah kesatuan pikiran, tetapi koherensinya kurang baik.

Contoh kalimat yang koherensinya kurang baik :

- Pada bacaan anak-anak, harus memberi contoh atau teladan yang baik.

- Pembaca dapat dengan mudah mencerna ilmu yang disampaikan harus ditulis dengan
bahasa yang baik.

BAB IX

PARAGRAF

9.1 Pengertian Paragraf

Paragraf adalah suatu kesatuan pikiran yang lebih luas dari kalimat. Paragraf
merupakan himpunan kalimat yang membentuk suatu rangkaian untuk membangun
suatu gagasan. setiap paragraf dalam karangan(tulisan) adalah sebuah kesatuan yang
membicarakan salah satu aspek dari tema seluruh karangan. Kalimat- kalimat dalam
sebuah paragraf harus berhubungan satu sama lain sehingga merupakan kesatuan utuh
di dalam menyampaikan suatu maksud untuk mengulas sesuatu hal yang dijadikan
pokok pembicaraan dalam paragraf itu. Jadi, di dalam sebuah paragraf harus ada satu
gagasan pokok yang mempersatukan semua kalimat dalam paragraf itu. Biasanya
paragraf dimulai dengan baris yang menjorok(bertekuk) dan diakhiri dengan titik yang
tidak disambung lagi dengan kalimat baru dalam baris yang sama.

9.2 Macam dan Jenis Paragraf

Macam macam dan Jenis jenis paragraf antara lain sebagai berikut :

1. Paragraf pembuka

Merupakan paragraf yang harus dapat menarik minat dan perhatian pembaca
kepada hal hal yang segera akan diuraikan. Untuk itu ada beberapa cara yang dipakai,
misalnya, memulai dengan sebuah kutipan peribahasa. Anekdot; memulai dengan
membatasi arti gagasan yang akan disampaikan; membuat tantangan atas suatu
pernyataan atau pendapat; menciptkan suaut kontraks yang menarik; mengungkapkan
pengalaman pribadi; menyatakan maksud serta tujuan karangan; ataupun dapat pula
dengan mengajukan beberapa pernyataan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa paragraf

76
pembukaan itu berperan sebagai pengantar untuk seluruh karangan. Di dalam karangan
yang sifatnya uraian atau argumentasi, paragraf pembuka harus secara singkat
merangkum hal hal pokok yang akan dibicarakan dalam paragraf selanjutnya. Paragraf
pembuka harus komprehensif, singkat, dan padat. Paragraf pembukaan harus
memancangkan pendahuluan dengan cukup menarik minat pembaca.

2. Paragraf penghubung

Merupakan paragraf yang terletak antara paragraf pembuka dan paragraf


penutup. Paragraf penghubung merupakan paragraf yang menguraikan hal hal yang
telah diutarakan pada paragraf pembuka. Hal ini berarti bahwa inti persoalan yang
dikemukakan di dalam karangan terdapat pada paragraf penghubung. Oleh karna itu , di
dalam membentuk paragraf penghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu
paragraf dengan paragraf lainnya teratur dan diatur secara logis.

3. Paragraf penutup

Berupa paragraf yang mengandung kesimpulan dari hal hal yang telah diuraikan
pada paragraf paragraf penghubung. Karena paragraf penutup merupakan kesimpulan
uraian, sebaiknya paragraf penutup disugukan dengan kalimat kalimat yang tidak bertele
tele, tidak diperpanjang panjang, jelas, dan mudah dipahami oleh pembaca. Namun,
paragraf penutup ini tidak boleh pula ditutup secara tiba tiba ataupun diputuskan begitu
saja. Paragraf penutup ini harus merupakan kesimpulan yang bulat, dapat menimbulkan
kesan yang mendalam bagi pembacanya, serta merupakan bagian akhir dari uraian.

Contoh karangan yang bagian bagiannya terdiri atas paragraf pembuka,


paragraf penghubung, serta paragraf penutup dapat kita lihat melalui kutipan berikut
ini.
Pemasaran adalah proses terakhir yang sangat menentukan dalam kaitan usaha
kerajinan tradisional kain songket batubara dengan kehidupan ekonomi pengrajin.
Pemasaran merupakan tumpuan harapan dan yang sangat menentukan kelangsungan
hidup pengrajin setelah melalui berbagai tahapan yang panjang dan melelahkan.

Proses pemasaran hasil kerajinan tradisional kain songket batubara memiliki


variasi. Ada diantara pengrajin yang memasarkannya langsung kepada konsumen. Hal
ini berlangsung apabila tenunan mereka merupakan pesanan langsung oleh konsumen.
Di samping itu, karena ada juga masyarakat sekitar(masyarakat yang tinggal di sekitar
Desa Pahang) yang mendatangi langsung para pengrajin apabila mereka membutuhkan
hasil tenunan tertentu.

Cara pemasaran lainnya adalah melalui agen(pedagang perantara) yang ada di


desa setempat. Di desa Pahang terdapat lima orang pedagang perantara yang di dalam
pelaksanaan kerjanya, mereka pasarkan kepada konsumen atapun kepada pedagang

77
perantara lainnya yang berasal dari luar kota seperti dari Kisaran, Pematang Siantar,
Tanjung Balai, Medan , dan Binjai.

Pemasaran lainnya adalah melalui agen atau perantara pedagang yang berasal
dari luar kota seperti Kisaran, Pematang Siantar, Medan, Binjai, dan Pangkalan
berandan. Pedagang ini mendatangi para pengrajin untuk membeli hasil tetunan mereka.
Pembelian dilaksanakan secara tunai. Akan tetapi, harga pembelian sering dimonopoli
oleh pedagang perantara. Para pengrajin selalunya mengharapkan hasil tenunan mereka
lekas terjual dengan maksud supaya ada modal untuk memulai usaha berikutnya. Para
pengrajin setempat tidak memliki kemampuan untuk menahan harga dan menunda
penjualan(dijadikan stok) karena kalau hal ini dilakukan proses kerja mereka akan
terganggu. Dengan upah kerja/keuntungan yang sedikit/tipis, para pengrajin seolah olah
harus merelakan hasil kerajinannya terjual supaya kesinambungan usaha mereka
bertahan. Sekarang ini ada satu cara pemasaran baru yang dilaksanakan oleh pengusaha
yang berasal dari kota medan. Pengusaha tersebut membeli hasil tenunan pengrajin dan
dipasarkan kepada wisatawan wisatawan macanegara yang berkunjung ke kota medan.
Bahkan oleh pengusaha tersebut telah dicoba pula melakukan pemasaran hingga ke
pulau jawa, khusunya Jakarta dan Yogyakarta.

Cara pemasaran lainnya adalah melalui pameran pameran pembangunan, baik


yang dilakukan oleh daerah tingkat I Propinsi Sumatera Utara (seperti: Medan Fair)
maupun oleh Pemerintah Tingkat II Asahan atau berbagai kesempatan pameran yang
dilakukan oleh instansi tertentu, seperti Depatemen Perindustrian. Utusan Sumatera
Utara yang mengikuti pameran di luar negeri seperti yang sudah pernah dilakukan (ke
Negeri Belanda dan Penang fair,Malaysia) juga merupakan cara pemasaran yang disukai
oleh pengrajin. Oleh sebab utusan pengrajin akan membawa hasil tenunan mereka serta
langsung menjualnya kepada konsumen melalui pameran yang mereka ikuti.

Masalah pemasaran pada hakikatnya merupakan inti masalah yang hingga


sekarang ini belum dapat dipecahkan oleh pengrajin. Walaupun berbagai cara
pemasaran sudah dilakukan oleh pengrajin, tetapi kurang berhasil. Belakangan ini telah
terdengar pembicaraan di kalangan pengrajin serta Departemen Perindustrian setempat
bahwa PT inalum dan beberapa pengusaha tertentu telah bersedia menjadi bapak angkat
pengrajin. Akan tetapi, realisasi yang konkrit sebagai perwujudan kesediaan menjadi
bapak angkat tersebut belum tampak.

(Disarikan dari kerajinan tradisional kain songket batubara daerah Sumatera Utara.
Kanwil Depdikbud Provinsi Sumatera Utara, Bidang sejarah dan nilai nilai
tradisional, 1991/1992).

Setelah membaca dan memahami paragraf diatas, kita dapat menyimpulkan


bahwa dari ketujuh paragraf tersebut, paragraf pertama merupakan paragraf pembuka,

78
paragraf kedua sampai dengan paragraf keenam merupakan paragraf penghubung dan
paragraf ketujuh merupakan paragraf penutup.

9.3 Syarat Penyusunan Paragraf

Paragraf yang baik dan efektif harus memenuhi tiga persyaratan yaitu kesatuan,
koherensi/kepaduan, dan kelengkapan/pengembangan paragraf. Ketiga persyaratan ini
saling berkait dan sangat menentukan berbobot atau tidaknya sebuah paragraf.

Yang dimaksud dengan kesatuan di situ ialah sebuah paragraf hanya


mengandung satu ide pokok/satu gagasan/ satu pokok pikiran ataupun satu tema saja.
Apabila di dalam menyusun sebuah paragraf, timbul pokok pikiran baru, paragraf baru
harus segera dibuka. Dengan kata lain, seluruh uraian di dalam sebuah paragraf harus
terpusat pada satu ide pokok ataupun satu tema saja. Tanpa ide pokok yang tunggal,
sebuah paragraf akan kehilangan alat pemersatu. Paragraf seperti ini cenderung menjadi
tidak tentu ujung pangkalnya dan kesatuan tidak akan tercapai.

Pokok pikiran ataupun gagasan itu diperlihatkan dalam salah satu kalimat yang
ada pada paragraf tersebut. Pada kalimat inilah sesunguhnya terletak kunci untuk
memahami seluruh paragraf tersebut. Kalimat ini pun disebut dengan beberapa nama
yaitu kalimat tumpuan/kalimat utama/kalimat pokok/kalimat topik. Kemudian
kalimat yang lainnya dalam paragraf yang sama disebut dengan kalimat
tambahan/kalimat pengembang/kalimat perjelas. Dalam sebuah paragaf biasanya
kalimat topik ini dapat ditempatkan beberapa posisi paragraf tersebut yaitu:

1)Awal Paragraf

2)Akhir Paragraf, dan

3)Awal dan Akhir Paragraf

Koherensi atau kepaduan di dalam sebuah paragraf artinya kalimat kalimat yang
ada di dalam paragraf itu harus berhubungan erat satu dengan yang lainnya. Kalimat
yang satu mempunyai kekompakan dengan kalimat yang lain. Hubungan kalimat ini
harus logis, tidak ada kalimat yang sumbang, dan tidak ada kalimat yang keluar dari
pemasalahan. Untuk mencapai koherensi atau kepaduan ini di dalam sebuah paragraf
kita dapat membentuknya dengan memeprhatikan:

(1) Unsur kebahasaan

Unsur kebahasaan ini dapat digambarkan dengan menggunakan

Pengulangan(repetisi) kata kunci

Kata ganti

Kata atau ungkapan penghubung antar kalimat (transisi), dan

79
Kesejajaran bentuk (paralisme)

(2) Pemerincian dan urutan paragraf

Pemerincian ini dapat diurutkan secara:

a. Kronlogis (urutan waktu)

b. Logis (urutan sebab akibat dan umum khusus)

c. Spasial (urutan ruang)

d. proses

e. sudut pandang yang satu ke sudut pandang yang lain

Akhirnya paragraf harus memperhatikan pengembangan paragraf atau


kelengkapan. Artinya, sebuah paragraf harus mempunyai beberapa kalimat yaitu sebuah
kalimat topik/kalimat pokok dan beberapa kalimat penjelas/kalimat pengembang.
Paragraf yang baik serta efektif harus memiliki sejumlah rincian yang terpilih dengan
baik sebagai pendukung gagasan utama paragraf. Sudah tentu seorang pembaca
berharap akan menemukan semua hal ini dalam sebuah paragraf. Apabila tema paragraf
itu kabur dan tidak didukung oleh rincian yang jelas lagipula memadai, pembaca tentu
akan kecewa karena tidak ataupun kurang dapat memahami isi paragraf itu.

Contoh paragaraf yang memenuhi ketiga syarat diatas:

Sampah selamanya selalu memusingkan kepala. Berulang ulang masalahnya


diseminarkan serta berkali kali pula jalan pemecahnya dirancang. Namun, banyaknya
keterbatasan yang dimiliki tetap menjadikan sampah sebagai masalah yang pelik. Ketika
seminar seminar tentang sampah berlangsung, penimbunan sampah terus terjadi. Hal ini
mengundang keprihatinan kita karena masalah sampah banyak sedikitnya mempunyai
kaitan dengan masalah pencemaran dan banjir. Selama pengumpulan, pengangkutan,
pembuangan akhir, serta pengolahan sampah itu belum dapat dikelola sebaik baiknya,
selama itu pulalah sampah tetap menjadi masalah kita.

Kebulatan paragraf diperoleh jika syarat syarat adanya kesatuan,


koherensi/kepaduan, serta pengembangan paragraf/kelengkapan seperti yang sudah
dijelaskan pada uraian di atas dapat kita penuhi. Paragraf seperti itu tentulah menjadi
idaman serta dambaan kita bersama di dalam sebuah karangan yang kita susun.

4. Teknik Pengembangan Paragraf

Untuk mengembangkan paragraf ada beberapa teknik yang dapat dipergunakan


yaitu 1) secara alamiah 2) umum khusus dan khusus umum, serta 3) klimaks dan
antiklimaks. Ketiga teknik ini mempunyai kelebihan serta kekhurangan nya masing
masing.

80
1) Secara alamiah

Paragraf dapat dikembangkan secara alamiah dengan didasarkan kepada urutan


waktu dan urutan ruang. Urutan waktu adalah urutan yang menggambarkan terjadinya
tindakan, peristiwa, atau perbuatan sedangkan urutan ruang merupakan urutan yang
membawa pembaca dari satu titik ke titik yang berikutnya dalam suatu ruang.

2) Umum Khusus dan Khusus Umum

Paragraf dapat pula dikembangkan dengan mempergunakan bentuk umum khusus.


Bentuk ini meletakkan gagasan utamanya di awal paragraf. Sedangkan dalam bentuk
khusus umum, gagasan utamanya ditempatkan di bagian akhir paragraf. Karya ilmiah
umumnya mempergunakan bentuk umum khusus.

3) klimaks dan antiklimaks

Pengembangan sebuah paragraf dapat dinyakan dengan peningkatan kepentingan


atau perhatian terhadap gagasan gagasan. Gagasan gagasan bawahan disusun
sedemikian rupa sehingga tiap gagasan berikutnya lebih tinggi kepentingannya daripada
gagasan sebelumnya atau perhatian penulis terhadap gagasan yang berikutnya selalu
lebih besar daripada gagasan sebelumnya.urutan yang seperti ini biasanya disebut
klimaks.

Sedangkan urutan yang sebaiknya, biasanya disebut dengan antiklimaks.

81
BAB X
PENULISAN TEKS KARYA ILMIAH

10.1 Pengertian Karya Ilmiah

Ada sementara orang yang masih membedakan antara pengertian tulisan dan
karangan. Persepsi mereka biasanya mengaitkan kata tulisan dengan hal-hal yang
bersifat ilmiah, sedangkan karangan mengacu pada hal-hal yang bersifat fiktif atau
rekaan. Namn, sebenarnya mmakna kata tulisan sama dengan karangan. Dengan
demikian, orang yang melakukan kegiatan menulis atau mengarang bagaimanapun
bentuknya kita sebut tulisan atau pun karangan tanpa membedakan apakah itu ilmiah
atau pun tidak.

Tulisan atau karangan pada hakikatnya merupakan organisasi ide atau pesan
secara tertulis. Jika kata itu dikatakan dengan ilmiah, maka hasil organisasi ide atau
pesan itu disebut tulisab ilmiah. Tulisan ilmiah itu adalah tulisan didasari oleh
pengamatan, peninjuan, penelitian, dalam bidang tertentu, disusun menurut metode
tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat
dipertanggung jawabkan kebenaranya (keilmiahannya).

Dengan demikian, sebuah tulisan dapat disebut ilmiah apabila :

(1) Mengandung suatu masalah berserta pemecahannya

Masalah tersebut hendanya mampu memberi respon kepada audiends


(pembaca) sehingga ia ingin mengetahui pemecahan masalah yang kita
kemukakan. Agar tertarik untuk membaca apa yang kita tulis, maka
hendaknya menampilkan persoalan yang menarik dan masih hangat-

82
hangatnya dibicarakan. Setelah kita membicarakan masuan yang masalah
baru dan segar, kita harus mampu pula berkiat untuk memberikan
pemecehan-pemecahan terhadap personal yang kita ajukan.
(2) Masalah yang dikemukakan harus objektif, sesuai dengan realita yang ada
dan bukan semata-mata hasil rekaan penulis atau angan-angan yang tanpa
didasari landasan berpikir ilmiah.
(3) Tulisan lengkap. Maksudnya semua segi yang bterkait dengan masalah yang
dibicarakan harus dikemukakan secara lengkap dan jelas dalam tulisan
tersebut.
(4) Tulisan harus disusun dengan metode tertentu, sehingga dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya atau pun keobjektifannya.
(5) Tulisan harus disusun menurut system tertentu, sehingga mudah dimengerti
dan berkoherensi (berkesinambungan)

10.2 Ciri-ciri Tulisan Ilmiah

Ada beberapa ciri yang menandai sebuah tulisan ilmiah. Ciri-ciri tersebut adalah
(1) Logis, yakni segala keterangan atau pun informasi yang disajikan memiliki
argumentasi yang dapat diterima dengan akal sehat.
(2) Sistematis, yaknik segala yang dikemukakan disusun berdasarkan urutan
yang berjenjang dan berkesinambungan.
(3) Objektif, yakni segala keteragan atau informasi yang dikemukakan itu
menurut apa adanya dan tidak bersifat fiktif
(4) Tuntas dan menyeluruh, yaknik segi-segi masalah yang dikemukakan
ditelaah secara lengkap dan menyeluruh.
(5) Seksama, yakni berusaha menghindari diri dari berbagai kesalahan, betapa
kecilnya.
(6) Jelas, yakni segala keterangan yang dikemukakan dapat mengungkapkan
maksud secara jernih.
(7) Kebenaran dan teruji
(8) Terbuka, artinya sesuatu yang dikembangkan itu dapat berubah seandainya
muncul pendapat baru
(9) Berlaku umum, yakni kesimpulan-kesimpulannya berlaku bagi semua
populasinya.

10.3 Syarat-syarat Tulisan Ilmiah

83
Hal pokok yang harus diperhatikan dalam tulisan ilmiah itu harus mampu
memberi pemahaman kepad apembaca atas tulisan yang telah dibuat untuk mencapai
target tulisan ilmiah yang baik, maka tulisan itu harus memenuhi criteria seperti yang
diutarakan oleh Benjamin Frankin yang disitir Deborah C. Andrews (1978:68-69) yakni:

Good writing should proceed regularly from things know to things unknown
distinctly and clearly without confusion. The words used should be the most expressive
that the language affords, provided that are most generally understood. Nothing should
be expressed ini two words that can be as well expressed in one; that is, no synonyms
should be used, or very rarely, but the whole should be as short as possible, cocnsistent
with clearness; the word should be so place as to be agrreable to ear in reading,
summarily it should be smooth, clear, and short, for the contrary are displeasing.

Jadi, tulisan data dianggap baik apabila tulisan itu mampu menjelaskan diri suatu
yang belum diketahu secara jelas dan ringkas, tanpa membingunkan pembaca.

Secara lebih terperinci, Andrews( 1987: 3) mengemukakan lima prinsip dasar sebagai
patokan tulisan yang baik, yakni:

(1) Accurate
(2) Clear
(3) Concise
(4) Conventional
(5) Appropriate

Kelimat kriteria yag baik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Tulisan yang bersifat akurat (Good writing is accurate)

Yang dimaksud dengan akurat disini adalah tulisan itu memberi gambaran
apa adanya tanpa memutar balikan fakta. Misalnya, kita menulis tentang
kehidupan masyarakat di pedalaman Irian Jaya. Untuk mendapatkan data
yang akurat, kita tidak hanya percaya pada sekelompok orang yang tinggal di
sana untuk kemudian kitarangkum menjadi sebuah tulisan, menlainkan kita
harus menggali data dengan berbagai cara. Misalnya, kita mengadakan
wawancara dengan pihak pemerintah daerah setempat tentang keadaan desa
atau daerah yang akan kita teliti mulai dari tingkat pendidikan sampai ke
social budaya.
Setelah data itu terkumpul kemudian kita mencari data lagi dari beberapa
suku disana. Kemudian data itu kita olah dengan disertai referensi-referensi
yang mendukung ( mulai dari pendidikan sampai budaya), sehingga akan
menghasilkan suatu tulisan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaran
keilmuannya.

84
(2) Tulisan yang bersifat (Good writing is clear). Tulisan dapat dikatan jelas
apabila isinya dapat dengan mudah dimengerti atau dipahami. Oleh pembaca.
Untuk mencapai kejelasan suatu tulisan, maka penulis harus mampu
mengungkapkan idenya dengan bahasa yang baik tanpa menyulitkan
pembaca untuk memahaminya dan agar tidak menimbulkan salah tafsir
pembaca terhadap apa yang telah kita tulis.
(3) Tulisan yang baik bersifat ringkas ( Good Writing is conside). Yang
dimaksud dengan ringkas bahwa tulisan itu langsung mengenal
permasalahan, tanpa memanjang lebarkan sehingga makin mengaburkan ide
pokoknya. Hal ini dapat ditempuh dengan menggunakan kata-kata, kalimat-
kalimat atau alinea yang efektif, dan kepiawaian penulisan dengan
merumuskan ide-idenya dalam suatu kalimat yang efektif dan tersaji dalam
alinea yang utuh. Dengan demikian, pembaca akan mudah memahami setiap
ide yang tertuang dalam setiap alinea, dan pada akhirnya dengan mudah dan
cepat bisa memahami tulisan secara keseluruhan
(4) Tulisan yang baik bersifat konvensional (Good writing is convensional).
Konvensional di sini artinya konvensional dalam penggunaan bahasa (ejaan,
kata, frase, kalimat) dan juga konvensional dalam hal penulisan.
Konvensional dalam penulisan bahasa misalnya bagaimana menuliskan
unsur serapan, huruf besar, kata ulang, dan sejenisnya. Sedangkan
konvensional dalam hal penulisan dapat berupa: bagaimana menyusun
sistematika tulisan,biografi, catatan kaki (footnote), dan sebagainya.

(5) Tulisan yang baik bersifat padu dan utuh (Good writing is appropriate).
Yang dimaksud dengan padu dan utuh disini adalah apabila ketiga hal
(materi, tujuan dan pembaca) dapat terjalin dengan baik. Maksudnya,
penulisan sebagai perantara harus bisa merengkuh materi, bentuk dan cara
mengekspresikan yang ebrsatu dalam suatu wacana informasi yang tepat dan
serasi tentang materi yang ditulisnya dan kepada siapa tulisan itu ditujukan.

10.4 Konsep Karya Ilmiah

Karya ilmiah terbentuk dari” kata “ karya dan “ilmiah”. Karya berarti kerja dan
hasil kerja dan ilmiah berarti bersifat ilmu. Dengan demikian karya ilmiah berarti kerja
atau hasil kerja berdasarkan ilmu atau kerja yang bersifat ilmu. Ilmu merupakan
pengetahuan yang diperoleh berdasarkan metode-metode ilmiah. Metode ilmiah
dilakukan untuk mendapatkan kebenaran ilmiah. Oleh karena itu, karya ilmiah hars
berisi kebenaran ilmiah. Jadi, karya ilmiah adalah karya yang disusun dengan
menggunakan metode ilmiah untuk mendapatkan kebenaran ilmiah.

85
Kebenaran ilmiah akan tercapai apabila diperoleh dari pemikiran yang rasional
(logis) dan dapat dibuktikan secara empiris. Pemikiran yang rasional merupakan
pemikiran yang disertai dengan penalaran yang logis (diterima akal sehat). Penalaran
yang ilmiah harus di serta dengan informasi (pengetahuan) yang terpercaya. Sedangkan
empiris maksudnya pemikiran yang diserta dengan bukti-bukti dan fakta-fakta.

10.5 Karakteristik Karya Ilmiah

Sesuai dengan uraian di atas, karya ilmiah berkarakteristik :

a. Objektif, artinya karya ilmiah harus realistis, apa adanya, sesuai objeknya, tidak
ada rekayasa dan tidak pula memasukkan unsur-unsur subjektivitas penulis,
b. Faktual, artinya karya ilmiah harus didasarkan pada fakta dan dapat pula
dibuktikan
c. Rsional dan logis, artinya karya ilmiah harus dapat diterima secara akal sehat
dan berisi penalaran-penalaran ilmiah,
d. Ilmiah, artinya karya ilmiah harus didasarkan pada bidang keilmuan dan
prosedur ilmiah
e. Sistematis, artinya karya ilmiah harus disusun dengan mengggunakan
sistematika yang baik dan,
f. Manfaat, artinya karya ilmiah harus mempunyai untuk pengembangan ilmu
pengetahuan secara teoritis dan pihak-pihak yang memerlukan, bahan bermafaat
secara universal dan bermanfaat praktis.

10.6 POLA PIKIR DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH

Pola piker dalam karya ilmiah mempunyai peranan yang sangat penting karea
sebuah karya ilmiah selalu didasarkan pada hasil berpikir ilmiah. Pola pikir dalam karya
ilmiah dipilah menjadi dua, yaitu pola pikir bersifat deduksi (cara berpikir deduktif) dan
pola pikir induksi. Pola pikir deduktif merupakan pola pikir ilmiah yang didahului
dengan pernyataan umum yang berupa kesimpulan terhadap suatu objek atau pernyataan
teoritis dari sebuah teori tertentu kemudian ditindak lanjuti dengan pernyataan khusu
yang diperoleh dari analisi objek, argument-argumen, bukti-bukti dan hal lain yang
actual, relistis dan logis.

Sedangkan pola pikir induktif merupakan pola pikir yang didahulu dengan
pernyataan khusu yaitu hal yang ebrsifat actual, realistis, dan objektif kemudian
ditarik sebuah pernytaan umum (simpulan).
10.7 Bentuk-bentuk Tulisan Ilmiah

Secara umum, tulisan ilmiah dapat dibeda-bedakan berdasarkan tingkat kajian


permasalahan tulisan itu. Ada tulisan ilmiah yang mengkaji measalah secara sederhana,
tetapi ada pula kajian ilmiah yang mengkaji permasalhan sampai detail. Bandingkan saja

86
kajian masalah antara paper dengan tesis, demikian pula dengan disertai. Sedang yang
termasuk tulisan ilmiah adalah : laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi, buku, dan
diktat.

1. Laporan

Laporan adalah suatu tulisan yang dibuat oleh seseorang setelah melakukan
percobaan, peninjauan, observasi, pembaca buku (referensi) dan sebagainya.
Laporan disusun berdasarkan data yang ada dengan disertai penilaian yang baik-
buruknya secara objektif serta saran-saran seperlunya. Hal lain yang harus
diperhatikan penulisan laporan adalah hendaknya laporan itu dapat
mengemukakan permasalahan yang dilaporkan secara benar, jelas, detail dan
ringkas.
2. Makalah

Makalah adalah pada dasarnya merupakan tulisan yang berisikan perasaan,


pendapat yang turut membahas suatu pokok persoalan yang akan dibicarakan
dalam rapat kerja, symposium, seminar dan sejenisnya. Istilah makalah itu
sendiri terkadang dikaitkan dengan bidang studi, hasil pembahasan buku atau
tulisan tentang suatu persoalan. Hanya saja penamaan tugas siswa/ mahasiswa
ini sering dikatakan makalah, meski antara kedunya mengandung makna yang
sama.
3. Skripsi

Skripsi merupakan karya ilmiah yang ditulis berdasarkan hasil penelitian


ataupun telaah pustaka sebagai persyaratakan untuk memperoleh gelar sarjanana
dijenjang perguruan tinggi. Pada waktu dahulu, skripsi digunakan untuk
memperoleh gelar sarjana muda ( B.A., B.SC., dan sejenisnya). Sedangkan untuk
masa sekarang merupakan karya ilmiah untuk memenuhi salah satu persyaratan
mencapai gelar sarjana strata 1.
4. Tesis

Tesis merupakan karya ilmiah yang tarafnya lebih mendalam dan lebih metodis
daripada skripsi. Pada waktu yang lampu, istilah ini dikaitkan dengan
persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1). Namun, sesuai dengan
surat edarannya bersama antara Mendikbud dan Kepada BAKN nomor
61395/MPK/1987 dan nomor 21/SE/1987 tertanggal 28 september 1987
ditegaskan bahwa tesis merupakan karya tulis ilmiah untuk memenuhi salah satu
persyaratan mencapai gelar sarjana stara dua(S2). Perbedaan istilah antara tesis
dan skripsi ini dimaksud dengan menegaskan batas pengertian antara keduanya
yang mana sebelumnya istilah ini sering dikacaukan dalam pemakaiannya.
5. Disertasi

87
Disertasi merupakan karya tulis ilmiah untuk memenuhi salah satu persyaratan
mencapai gelar sarja strata tiga(S3). Disetasi ini ditunjukkan untuk mencapai
gelar Doktor(Dr), yakni gelar tertinggi yang diberikan oleh suatu perguruan
tinggi. Masalah yang dibahas dalam disertasi ini sudah tentu lebih kompleks dan
detail disbanding dengan tesis ataupun skripsi. Sedangkan penulisan disertasi ini
dibimbing oleh seorang promoter yang telah berpangkat professor (Prof)
6. Buku/ Diktat

Buku atau diktat juga merupakan bentuk tulisan ilmiah. Baik buku maupun
diktat memberikan informasi yang factual tentang suatu disiplin ilmu. Meski
keduanya memberikan data yang tersaji secara sistematis dan metodis, namun
antara keduanya terdapat perbedaan yang cukup jelas. Buku ditulis oleh
pengarang untuk menjelaskan suatu atau memperkenalkan isinya untuk keadaan
ini yang lebih umum. Buku umumya dicetak oleh suatu penerbit. Sedangkan
diktat dtulis dalam suatu keadaan terntu dan untuk mengarahkan proses belajar
siswa maupun mahasiswa. Diktat bisa distensile saja, bukan oleh penerbit, tetapi
dalam lingkungan sendiri (Fakultas, jurusan, sekolah dan sebagainya.)
Dalam proses belajar mengajar, apabila sudah tersedi buku, sebaiknya kita
menggunakan buku tersebut dan kita cukup membua lembar edar (hand out)
sebagai tambahan materi dan penjelasan ril dari informasi buku yang telah
tersedia. Tetapi apabila buku pokok tersedia, maka kita dapat menyusu diktat
sebagai media bantu dalam proses belajar mahasiswa maupun siswa.
10.8 Teknik Menulis Ilmiah

1. Ketentuan Umum

Bila kita ingin menulis karya ilmiah, maka kita harus memperhatikan ketentuan-
ketentuan umum yang berlaku bagi penulis ilmiah. Ketentuan-ketentuan itu antara lain :

(a) Ukuran dan macam kertas

Ketas yang digunakan untuk membuat tulisan ilmiah adalah kertas HVS atau
duplicator (laporan penelitian) ukuran quarto.

(b) Cara pengetikan

Seluruh uraian diketik dengan jarak satu setengah spasi atau dua spasi, kecuali
kutipan-kutipan panjang yang telah ditetapkan cara pengetikannya. Tiap- tiap alinea
baru dimulai dari setelah tujuh pukulan tik kosong. Bila alinea ini berada di bawah anak
baba atau pasal yang berjarak lebih dari tuujuh pukulan tik, maka baris pertama alinea
baru di ketik di bawah atau sejajjar huruf pertama judul di atasnya.

(c) Margin

88
Sebelah atas dan kiri masing-masing 4 cm dan sebelah kanan dan bawah masing-
masing 3 cm. Pada halaman yang memuat bab baru, margin atasnya kira-kira 6,5 cm
untuk nomor bab, 8 cm untuk judul bab, dan 9 cm untuk baris pertama pada halaman
tersebut.

(d) Nomor Halaman

Halaman-halaman bagian pendahuluan diberi nomor angka romawi kecil (i,ii,iii


dan seterusnya). Nomor halaman bagian isi ditempatkan di tengah-tengah halaman
bagian bawah dengan jarak kira-kira 1,5 cm dari tepi bawah dengan menggunakan
angka arab (1,2,3 dan seterusnya) untuk halaman yang berisi judul bab, dan di bagian
atas sebelah kanan dengan jarak kira-kira 1,5 dari atas dan 3,5 cm dari kanan untuk
halaman yang tidak berisi judul bab.

(e) Halaman Judul

Judul diketik kira-kira 5 cm dari pinggir atas dengan huruf besar semuanya tanpa
garis bawah. Bila judul lebih sebaris, maka jarak pertama dengan kedua dan seterusnya
kira-kira 3 spasi. Dibawah judul kira-kira 2,5 cm ditulis etiket tulisan, misalnya : tesis
atau laporan penelitian. Pada jarak kurang lebih tiga spasi lagi ke bawah ditulis
keterangan mengenai etiket tadi, misalnya “diajukan untuk dipertahankan dalam ujian
mencapai gelar sarjana pendidikan jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia” Di bawahnya
lagi, kurang lebih berjarak 4 cm diketik kata, “oleh” dengan mempergunakan huruf
kecil. Pada jarak kira-kira 2,5 cm dibawahnya ditempatkan nama penyusunan dengan
menggunakan huruf kapital. Di bawahnya disertai pula dengan nomor induk. Bila
penulisan lebih dari satu orang (lambang) maka hanya dicantumkan dari lembaga atau
instansi mana (disertai dengan data lain, seperti DIP, bagian proyek, tolak ukur san
sebagainya). Akhirnya pada bagian yang terakhir, pada jarak kurang lebih 5 ata 7 cm
diketik nama instansi atau perguruan tinggi mana kita menyelesaikan tersebut,
dilengkapi dengan nama tempat atau kota dan tahun tulisan itu diselesaikan.

89
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti dkk. 1990. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia.


Jakarta : Penerbit Erlangga.

Ali, Lukman. 1989. Berbahasa Baik dan Berbahasa Dengan Baik. Bandung : Penerbit
Angkasa

Ali, Lukman dkk. 1990. Bahasa Penyuluhan Bahasa Indonesia di Timor Timur.
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud.

Alwi, Hasa dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud RI.

Aminurrashid Harun. 1966. Kajian Sejarah Perkembangan Bahasa Melayu. Singapura

Arifin, E. Zainal dan Amran Tasai. 1985. Cermat Berbahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi.

Badudu, J.S. 1989. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar.Jilid 1 dan 2. Jakarta :
Gramedia

Chaer, Abdul. 1988. Tata Bahasa Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit
Bhratara Karya Aksara.

Hakim, Lukman dkk. (Ed). 1991. Seri Penyuluhuhan I Ejaan Dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.

90
Halim, Amran (Ed). 1984. Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta : PT Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 1974. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende-Flores :


Penerbit Nusa Indah-Percetakan Arnoldus.

Moeliono, Anton M. 1984. Santun Bahasa. Jakarta : Gramedia

Razak, Abdul. 1985. Kalimat Efektif : Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta : Penerbit
PT Gramedia

Suryaman, Ukun. 1984. Pilihan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Bandung : Penerbit
Alumni

Pedoman Pengindonesiaan Nama dan Kata Asing. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan

Pedoman Penulisan Usulan dan Penelitiaan, Skripsi dan Tesis. 2004. Denpasar :
Universitas Udayana.

91

Anda mungkin juga menyukai