Anda di halaman 1dari 23

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAAN

(RPP)

Satuan Pendidikan : SMA Negeri 11 Bandung


Mata Pelajaran : Ekonomi
Kelas/Semester : XI/II
Materi : Perpajakan dalam Pembangungan Ekonomi (Pertemuan Ke-4)
Alokasi Waktu : 4 × 45 menit

A. Tujuan Pembelajaran
Melalui pendekatan saintifik dengan menggunakan model pembelajaran discovery
learning dan problem base learning, siswa dapat menganalisis perpajakan dalam
pembagunan ekonomi, dan menyajikan analisis perbedaan pajak dengan pungutan resmi
lainnya dengan bekerja keras dan bekerja sama.

B. Kompetensi Dasar Dan Indikator


Kompetensi Dasar Indikator
C. M3.7 Menganalisis a 3.7.1 Mendeskripsikan
t objek pajak e r
perpajakan dalam 3.7.2 Mengidentifikasi cara pengenaan pajak
pembangunan
ekonomi

4.7 Menyajikan hasil 4.7.1 Mendeskripsikan objek pajak


analisis fungsi dan 4.7.2 Menganalisis cara pengenaan pajak
peran Pajak dalam
pembangunan
ekonomi.

(terlampir)
1. Objek Pajak
2. Cara Pengenaan Pajak

D. Metode Pembelajaran
Pertemuan
Pendekatan Model Metode Metode/ Teknik
Ke-
4 Saintifik Discovery Learning Diskusi Make a Match

E. Media dan Sumber Belajar


Pertemuan
4
Ke-

Media Power point, Lembar Kerja Siswa

Bahan/Alat Proyektor, Laptop, Papan Tulis, Spidol

1. Firmansyah, Herlan. Diana, Nur diansyah. (2016). Buku Siswa


Aktif dan Kreatif Belajar Ekonomi untuk SMA/MA Kelas XI.
Bandung. Grafindo Media Pratama.
Sumber 2. Adji, W., Suwerli, & Suratno. (2007). Ekonomi untuk SMA/MA
Belajar Kelas XI. Jakarta: Penerbit Erlangga.

3. https://www.pajak.go.id/

F. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan Ketiga: (4 JP)
a. Indikator
1) Mendeskripsikan objek pajak
2) Mendeskripsikan cara pengenaan pajak

b. Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Kegiatan Waktu
1) Melakukan pembukaan dengan salam
pembuka, memanjatkan syukur kepada Tuhan
YME dan berdoa untuk memulai
pembelajaran
2) Guru memeriksa kehadiran peserta didik
sebagai sikap disiplin
PEMBUKAAN 3) Guru menyiapkan fisik dan psikis peserta 20 menit
didik dalam mengawali kegiatan
pembelajaran.
4) Guru melakukan apersepsi mengenai materi
sembelumnya dengan bantuan metode
pembelajaran make a match agar
pembelajaran lebih menarik bagi peserta
didik
5) Guru memberikan penjelasan tentang
kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran
yang harus dicapai.
1) Guru memberikan penjelasan mengenai
materi berupa objek pajak dan cara
pengenaan pajak.
Kegiatan Inti 2) Guru berinteraksi dengan peserta didik 150 menit
dengan memberikan petanyaan seputar materi
3) Guru memberikan kesempatan kepada peserta
diidk untuk bertanya.
4) Guru memberikan contoh permasalahan
aktual tentang materi objek pajak dan cara
pengenaan pajak.
5) Guru memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengerjakan latihan perhitungan
objek pajak.
6) Guru memberikan arahan kepada peserta
didik yang telah mengerjakan latihan untuk
menjelaskan di depan kelas.
1) Memberikan penguatan pada miskonsepsi
peserta didik.
2) Mendorong siswa untuk menyimpulkan,
merefleksi, dan menemukan nilai-nilai yang
PENUTUP dapat dipetik dari aktivitas hari ini. 10 menit
3) Memberikan penghargaan kepada kelompok
atau individu yang berkinerja baik.
4) Menginformasikan materi pada pertemuan
berikutnya.
5) Menutup pembelajaran dengan mengucapkan
rasa syukur kepada Allah SWT, bahwa
kegiatan pembelajaran kali ini berlangsung
dengan baik dan lancar.
G. Penilaian Hasil Pembelajaran
1. Teknik Penilaian
A. Penilaian Sikap : Observasi
B. Penilaian Pengetahuan : Tes Tertulis
C. Penilaian Keterampilan : Unjuk Kerja
2. Bentuk Penilaian
A. Tes Tertulis : Uraian
B. Unjuk Kerja : Lembar Penilaian hasil diskusi
C. Observasi : Lembar Pengamatan aktivitas siswa
3. Instrumen Penilaian : (terlampir)

Bandung, Maret 2020


Mengetahui,
Guru Pamong Guru Praktikan

Drs. Dede Sunaryo, M.M.Pd Tina Rahmawati Haq


NIP. 19651225200031006 NPM. 41154010160009
MATERI PEMBELAJARAN

A. Objek Pajak dan Cara Pengenaan Pajak


Perhitungan pajak ditetapkan dalam undang-undang temtang Perpajakan. Adapun undang-
undang yang berhubungan dengan perpajakan, yaitu sebagai berikut:
1) Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan di
Indonesia
Undang – Undang ini terdiri atas XI bab, diantaranya mengungkapkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Tanggung jawab pelaksanaan pajak ada pada anggota masyarakat
b. Sistem pemungutan dan perhitungan pajak menggunakan sistem “self assessment’ yang
artinya masyarakat diberi kepercayaan untuk menghitung dan menyetor pajak sendiri
kepada pemerintah.
c. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
d. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan
pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh
a. Subjek pajak
1) UU No 36 Tahun 2008 tentang PPh pasal 2 menyebutkan bahwa yang menjadi
subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak, badan, dan bentuk usaha tetap
2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek dalam negeri dan subjek pajak luar negeri
b. Objek pajak
UU No 36 Tahun 2008 pasal 4 menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk di antaranya imbalan berkenaan
dengan pekerjaan, hadian dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
laba usaha, keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk,
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
c. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Merupakan pengurang penghasilan netto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
menentukan besarnya penghasilan kena pajak (PKP). Untuk mengetahui jumlah PKP,
terlebih dahulu harus dilakukan pengurangan terhadap penghasilan bruto. Dari sejumlah
Komponen pengurang tersebut, salah satunya adalah PTKP. PTKP diadakan oleh
pemerintah untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah. Tujuannya agar
masyarakat dengan penghasilan di bawah PTKP tidak harus berkewajiban membayar
pajak lagi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016, besarnya
PTKP yang berlaku sejak 27 Juni 2016 adallah sebagai berikut:
1) Rp. 54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri wajib pajak orang pribadi;
2) Rp. 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu) tambahan untuk wajib pajak yang
menikah;
3) Rp. 54.000.000 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang
berpenghasilannya digabungkan dengan penghasilan suami;
4) Rp. 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu) tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya. Jumlah tanggungan tersebut maksimal 3 orang.
Cara Mengetahui Besaran PTKP Wajib pajak sebagai berikut:
Contoh 1
Azzam seorang karyawan swasta dengan status belum menikah. Namun, ia menanggung
penuh kedua orang tuanya. Berapa besarnya PTKP (penghasilan tidak kena pajak)
Azzam setahun?
Penyelesaian:
Diri Azzam sebagai wajib Pajak = Rp. 54.000.000
Tambahan tanggungan (2 orangtua) = Rp. 9.000.000 +
Jumlah PTKP = Rp. 63.000.000
Jadi, PTKP yang didapatkan oleh Azzam dalam setahun adalah Rp. 63.000.000

d. Tarif Pajak Penghasilan


Pada 2008 sudah ditetapkan Undang – Undang Perpajakan yang baru dan mulai berlaku
per 1 Januari 2009. Salah satu perubahan mendasar yang dilakukan oleh Undang-
Undang Pajak Penghasilan baru adalah tarif yang wajib pajak orang pribadi maupun
wajib pajak badan, kedua-duanya mengalami perubahan. Namun demikian, sifat
perubahannya berbeda. Jika tarif PPh orang pribadi hanya berubah dalam hal tarif dan
lapisan kena pajaknya, tetapi perubahan tarif PPh lebih ke jenis tarifnya yaitu tarif
proporsional menjadi tarif tunggal.

1) Tarif PPh Orang Pribadi


Mulai tahun 2009, struktur tarifnya adah sebagai berikut:
No
Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
.
1. Sampai dengan Rp. 50.000.000 5%
2. Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000 15%
3. Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000 25%
4. Di atas Rp. 500.000.000 35%

Cara Mengetahui Besaran Pajak Penghasilan orang pribadi sebagai berikut:


Contoh 2
Faiz bekerja di sebuah perusahaan swasta nasional. Besarnya PKP dalam setahun adalah
Rp. 625.500.000. berapa pajak penghasilan terutang Faiz dalam setahun?
Penyelesaian:
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 50.000.000 = Rp. 7.500.000
25% x Rp. 250.000.000 = Rp. 62.500.000
35% x Rp. 275.000.000 = Rp. 82.650.000 +
Jumlah pajak penghasilan terutang = Rp.155.150.000
Jadi, Pajak Penghasilan terutang yang harus dibayar oleh Faiz dalam setahun
adalah Rp. 155.150.000

Contoh 3
Pak Harun memiliki penghasilan Rp. 150.000.000,00 per tahunnya. Pak Harun sudah
menikah dan memiliki dua orang anak. Hitunglah berapa besar pajak penghasilan yang
harus dibayar pak Harun perbulannya?
Penyelesaian:
Gaji bruto Pak Harun selama setahun = Rp. 150.000.000
PTKP:
1. Wajib pajak (Pak Harun) = Rp. 54.000.000
2. Tambahan untuk WP menikah = Rp. 4.500.000
3. Tambahan untuk dua orang anak = Rp. 9.000.000 +
Jumlah PTKP = Rp. 67.500.000

PKP = Gaji Bruto – Jumlah PTKP


= Rp. 150.000.000 – Rp. 67.500.000
= Rp. 82.500.000
Jumlah pajak yang harus dibayar
PPh per tahun = 5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
= 15% x Rp. 32.500.000 = Rp. 4.875.000 +
= Rp. 7.375.000

Jadi, Pajak Penghasilan terutang yang harus dibayar Pak Harun dalam setahun
adalah Rp. 7.375.000

2) Tarif PPh Badan


Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Bentuk Badan dapat berupa
Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
a. Objek Pajak
Yang menjadi Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun.
Namun demikian, terdapat beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan
Objek Pajak Penghasilan. Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur jenis
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak,di antaranya adalah:
1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan lainnya
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2) Harta hibahan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
3) Warisan;
4) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, apabila
diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak tertentu akan menjadi
Penghasilan); dan
6) Penghasilan lain sebagaimana tertera dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.
b. Tarif pajak
Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Badan dikenakan atas PKP yang
merupakan hasil perhitungan peredaran usaha dengan memperhitungkan biaya-biaya
yang diijinkan berdasarkan ketentua sesuai dengan jenis kegiatan usahanya.
Tarif pajak yang ditetapkan atas PKP bagi Wajib Pajak Badan adalah sebesar
28%. Tarif ini dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% dengan Peraturan
Pemerintah. Mulai tahun 2010, tarif pajak untuk wajib pajak badan adalah 25%.
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan
tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah).

Cara Mengetahui Besaran Pajak Penghasilan Badan sebagai berikut:


Contoh 1:
Peredaran bruto sebesar Rp 6.000.000.000(enam miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena
Pajak sebesar Rp 610.000.000 (enam ratus sepuluh juta rupiah).
Penyelesaian:
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas:
Potongan PKP
× Penghasilan Kena Pajak =
Peredaran Bruto

Rp . 4.800 .000 .000


× Rp . 610.000.000=Rp . 488.000.000
Rp. 6.000 .000 .000

2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas
Penghasilan Kena Pajak – PKP Bruto =
Rp 610.000.000,00 – Rp 488.000.000,00 = Rp 122.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang:


(50% x 25%) x Rp 488.000.000,00 = Rp 61.000.000,00
25% x Rp 122.000.000,00 = Rp 30.500.000,00 +
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 91.500.000,00
Jadi, Pajak Penghasilan Badan yang terutang dalam setahun sejumlah Rp.
91.500.000

Contoh 2:
Pada tahun 2017, PT. Berdiri Sendiri mendapatkan penghasilan kotor sebesar
Rp70.000.000.000 dengan pengeluaran sebesar Rp42.000.000.000. Maka besaran
penghasilan kena pajak yang dimiliki adalah sebesar Rp28.000.000.000.
Penyelesaian:
1. Penghasilan Kena Pajak
Rp. 28.000.000 x 25% = Rp. 7.000.000.000
Jadi, Pajak Penghasilan Badan terutang sebesar Rp. 7.000.000.000

3) Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM


a. Objek pajak
1) PPN dikenakan atas, penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha, impor barang kena pajak, penyerahan jasa kena pajak
di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan barang
kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
pemanfaatam jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak, ekspor barang
kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak, dan ekspor jasa kena
pajak oleh pengusaha kena pajak
2) Pajak penjualan atas barang mewah dikenakan atas:
a) Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam daerah pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan impor barang kena pajak yang
tergolong mewah.
b) Pajak penjualan atas barang mewah dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu
penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor barang kena pajak yang tergolong
mewah.
b. Tarif pajak
Penentuan besaran tarif PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah. Berikut daftar tarif dari PPN:
1) Tarif PPN 0% berlaku untuk ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak.
2) Tarif PPN 10% berlaku untuk semua produk yang beredar di dalam negeri,
termasuk di daerah Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di
dalamnya berlaku undang-undang yang mengatur tentang kepabeanan.
3) Tarif PPN atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi
200%.
4) Khusus untuk barang dan jasa yang terkena tarif PPN 10%, besaran tarif tersebut
masih dapat diubah menjadi paling rendah 5% hingga paling tinggi 20%
mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku.
Tarif PPN yang dikenakan kepada pembeli akan tertulis jelas pada setiap bukti
transaksi jual beli. Artinya, harga yang nantinya dibayar akan ditambah dengan
jumlah PPN. Namun, jika kita tidak menemukan keterangan PPN pada struk, artinya
total harga yang tertera sudah termasuk PPN.
c. Pembayan dan Pelaporan
PPN mengikat pembeli dan penjual. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, PPN adalah
kewajiban dari pembeli sehingga dibayarkan oleh pembeli itu sendiri. Namun,
kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN merupakan kewajiban
penjual/Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Penjual/PKP kemudian melaporkan pemungutan PPN secara akumulatif ke Ditjen
Pajak. Bukti pungutan PPN ini disebut dengan faktur pajak.
Di dalam sebuah faktur pajak dicantumkan beberapa hal seperti, nama, alamat,
barang atau jasa yang dibeli, NPWP, dll. Penjual wajib melaporkan faktur pajak
paling lambat pada akhir bulan terjadinya transaksi.
4) Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau
badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya.
Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang bersifat
kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumi
dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut menentukan besarnya
barang.
Objek Bumi dan Bangunan adalah permukaan bumi (tanah, sawah, perairan) dan
tubuh bumi termasuk kandungan di dalam permukaan bumi, dan bangunan merupakn
kontruksinya.
a. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
ubjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki hal-hal
berikut ini:
1) Mempunyai hak atas bumi.
2) Memperoleh manfaat atas bumi.
3) Memiliki bangunan.
4) Menguasai bangunan.
5) Memperoleh manfaat atas bangunan.
b. Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB. Terdapat juga
objek pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak tersebut harus
memiliki kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini daftar kriteria tersebut:
1) Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan hal
tersebut.
3) Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak.
4) Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
5) Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh menteri keuangan.
c. Undang-Undang yang Mengatur Pajak Bumi dan Bangunan
Pungutan atas PBB didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
Kemudian, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak
dan Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke pemerintah
kabupaten/kota.
Sedangkan, untuk PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB P3)
masih di bawah wewenang pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak
(DJP).
d. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini masih
sama, yakni sebesar 0,5%.
e. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan
yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP di masing-masing wilayah memang
berbeda-beda. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
201/KMK.04/2000 ditetapkan, NJOPTKP untuk setiap daerah di kabupaten/kota
setinggi-tingginya senilai Rp12.000.000 dengan memperhatikan ketentuan sebagai
berikut:
1) Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam 1
Tahun Pajak.
2) Jika wajib pajak memiliki lebih dari 1 objek pajak, maka yang bisa atau
mendapat pengurangan NJOPTKP hanya 1 objek pajak yang nilainya paling
besar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya yang wajib pajak
miliki.

f. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)


Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar penghitungan PBB. NJKP juga
dikenal sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan dimasukan dalam
perhitungan pajak terutang. Artinya, NJKP merupakan bagian dari NJOP.
Dalam KMK Nomor 201/KMK.04/2000, terdapat ketentuan persentase NJKP sudah
ditetapkan oleh pemerintah. Berikut ini rinciannya:
1) Objek pajak perkebunan sebesar 40%.
2) Objek pajak pertambangan sebesar 40%.
3) Objek pajak kehutanan sebesar 40%.

Objek pajak lainnya seperti Pedesaan dan Perkotaan dilihat dari nilai NJOP-nya,
yakni:
1) Jika NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar 40%.
2) Sedangkan, jika NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar
20%.
g. Cara Mengetahui Besaran Pajak Bumi dan Bangunan
Contoh 4
Tuan Ridwan seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2012,
objek pertama terletak di desa Wlingi, Blitar dan Objek kedua terletak di desa
Bendo, Blitar. Diketahui bahwa untuk objek pertama NJOP Bumi sebesar Rp.
8.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 7.500.000,-. Untuk Objek yang kedua
diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 9.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp.
6.000.000,-
Hitung PBB terhutang tahun 2012 Tuan Ridwan atas kedua objek tersebut !
Penyelesaian :
NJOP di desa Wlingi NJOP di desa Bendo
NJOP Bumi = Rp. 8.000.000 NJOP Bumi = Rp. 9.000.000
NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000 + NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000 +
NJOP sbg dasar NJOP sbg dasar
pengenaan PBB = Rp. 15.500.000 pengenaan PBB = Rp. 15.000.000
NJOPTKP =Rp.12.000.000 – NJOPTKP = 0–
NJOP untuk NJOP untuk
perhitungan PBB = Rp. 3.500.000 perhitungan PBB = Rp. 15.000.000

PBB terutang = Tarif x NJKP


= 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000
= Rp. 18.500
Jadi, Pajak Bumi dan bangun yang harus dibayar oleh Tuan Ridwan adalah
sejumlah Rp. 18.500

5) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan
Besarannya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai
Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan
dokumen untuk digunakan di pengadilan. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1985 Tentang Bea Materai, disebutkan kalau fungsi materai adalah pajak dokumen yang
dibebankan oleh negara untuk dokumen tertentu. Jadi pada dasarnya, bea meterai adalah
pajak atau objek pemasukan kas negara yang dihimpun dari dana masyarakat yang
dikenakan terhadap dokumen tertentu.
Karena itu, dokumen berharga yang dibubuhi meterai akan dianggap sah selama
memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata. Jika dokumen tersebut ingin digunakan
sebagai alat bukti di pengadilan, harus dilunasi bea meterai yang terutang.
a. Subjek Bea Materai
Salah satu definisi bea meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat
dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau
diserahkan kepada pihak lain jika dokumen itu hanya dibuat oleh satu pihak.
b. Objek Bea Materai
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan
Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan
Bea Meterai, berikut ini daftar dokumen yang dikenakan materai:
1) Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang
bersifat perdata.
2) Akta-akta notaris termasuk salinannya.
3) Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-
rangkapnya.
4) Surat yang memuat jumlah uang, di antaranya: Surat yang menyebutkan
penerimaan uang, surat yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan
uang dalam rekening di bank, surat yang berisi pemberitahuan saldo rekening di
bank, surat yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungan.
5) Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep.
6) Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengendalian,
yaitu: Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, surat-surat yang
semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya jika digunakan untuk
tujuan lain atau digunakan oleh orang lain selain dari maksud semula.
c. Tarif Bea Materai
1) Tarif bea materai Rp. 6.000 untuk dokumen sebagai berikut:
a) Dokumen yang disebutkan pada poin sebelumnya (poin 1-6).
b) Surat yang memuat jumlah uang (poin nomor 4) dan surat berharga seperti
wesel, promes, dan aksep (poin nomor 5) yang mempunyai harga nominal
lebih dari Rp1.000.000 (satu juta rupiah).
c) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal
lebih dari Rp1.000.000.
d) Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum
dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal lebih dari
Rp1.000.000.
2) Tarif bea materai Rp. 3.000 untuk dokumen sebagai berikut:
a) Surat yang memuat jumlah uang (poin nomor 4) dan surat berharga seperti
wesel, promes, dan aksep (poin nomor 5) yang mempunyai harga nominal
lebih dari Rp250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan
Rp1.000.000 (satu juta rupiah).
b) Cek dan bilyet giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal.
c) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal
sampai dengan Rp1.000.000.
d) Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum
dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan
Rp1.000.000.
INSTRUMEN PENILAIAN
A. Penilaian Pengetahuan
Pertemuan Ke – 3
Soal dan Jawaban Make a Match
No Soal Skor
1 Pajak adalah ? 1
Jawab:
Pungutan wajib yang harus dibayarkan oleh setiap warga negara kenapa
negara berdasarkan undang-undang yang akan digunakan untuk kepentingan
pemerintah dan masyarakat umum.
2 Undang-Undang Perpajakan 1
Jawab:
Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan di
Indonesia

3 Fungsi Anggaran 1
Jawab:
Merupakan sumber pemasukan keuangan negara dengan cara
mengumpulkan dana atau uang dari wajib pajak ke kas negara
4 Tarif Pajak adalah 1
Jawab:
Suatu presentase pengenaan pajak atas objek pajak untuk menentukan
besaran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak
5 Tarif pengenaan pajak yang tetap atas berapa pun dasar pengenaan pajaknya, 1
merupakan jenis tarif pajak…
Jawab:
Tarif pajak Proporsional
6 Asas Pemungutan Pajak yang berlaku di Indonesia ? 1
Jawab:
Asas Finansial, Asas Ekonomis, Asas Yuridis, Asas Umum, Asas
Kebangsaan, Asas Sumber, dan Asas Wilayah
7 Dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan berdiri atau 1
tempat tinggal wajib pajak, yang hanya diberlakukan untuk wajib pajak yang
tinggal dan bekerja di Indonesia merupakan asas…
Jawab:
Asas Sumber
8 Jenis- Jenis Pajak ? 1
Jawab:
Pajak menurut Sifatnya, pajak menurut Instasi yang Memungutnya, Pajak
Menurut Subjeknya, Pajak Menurut Asalnya.
9 Pajak Langsung adalah 1
Jawab:
Pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain
10 Jenis Pajak Daerah ? 1
Jawab:
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Reklame, Pajak Hotel dan Restoran
11 Wajib Pajak adalah 1
Jawab:
Orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12 Self Assessment System, Official Assessment System, Withholding Sytem, 1
merupakan …
Jawab:
Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia
13 Official Assessment System ? 1
Jawab:
Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada aparat
pajak untuk menentukan jumlah pajak yang terutang yang harus dibayar oleh
setiap Wajib Pajak
14 Peran pajak bagi pembangunan adalah 1
Jawab:
Sebagai sumber pemasukan terbesar Negara untuk kelangsungan
pembangunan dan fasilitas umum bagi masyarakat.
15 Semakin besar pendapatan, maka semakin besar tarif pajak yang dikenakan. 1
Sistem tersebut disebut sistem ?
Jawab:
Sistem Progresif
16 Unsur-unsur Pajak ? 1
Jawab:
Wajib pajak, objek pajak, subjek pajak, dan tarif pajak.
17 Asas pemungutan pajak yang dilakukan oleh Negara harus sesuai dengan 1
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Asas tersebut disebut
Jawab:
Asas Equality
18 Manfaat Pajak 1
Jawab:
Sebagai pembangunan sarana umum, subsidi pangan dan bahan bakar
minyak, pertahanan dan keamanan, pengembangan alat transportasi Massa
dan lain lainnya.

Latihan Soal
1. PT Sentosa Abadi telah berkembang dan omzet yang didapatkan naik predaran bruto
pada angka Rp10.000.000.000. PT Berdiri Sendiri memiliki penghasilan kena pajak
sebesar Rp3.000.000.000. (Skor 25)
Penyelesaian:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas:
Rp . 4.800 .000.000
× Rp. 3.000 .000.000=Rp .1.440 .000 .000
Rp . 10 .000.000 .000
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas
Penghasilan Kena Pajak – PKP Bruto =
Rp. 3.000.000.000 – Rp 1.440.000.000 = Rp 1.560.000.000

Pajak Penghasilan yang terutang:


(50% x 25%) x Rp 1.440.000.000 = Rp 180.000.000
25% x Rp 1.560.000.000 = Rp 390.500.000 +
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 570.500.000
Jadi, Pajak Penghasilan Badan yang terutang dalam setahun sejumlah Rp.
570.500.000

2. Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam Tahun Pajak 2019 sebesar Rp
7.256.458.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.765.459.000. (Skor 25)
1. Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
Rp.4.800.000.000 x Rp.765.459.000 = Rp.506.335.625
Rp.7.256.458.000
Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :
Rp.765.459.000 - Rp.506.335.625 = Rp.259.123.375
2. Pajak Penghasilan yang mendapat fasilitas :
25 % x 50 % x Rp. 506.335.625 = Rp. 63.291.875
Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas :
25% x Rp. 259.123.375 = Rp. 64.780.750.
Total PPh Badan Terutang:
Rp. 63.291.875 + Rp. 64.780.750 = Rp. 128.072.625
Jadi, Pajak Penghasilan Badan yang terutang dalam setahun sejumlah Rp.
128.072.625

3. Peredaran bruto PT ABC pada tahun sebelumnya mencapai lebih dari Rp4,8 miliar.
Tahun ini, peredaran brutonya mencapai Rp30 miliar dengan penghasilan kena pajak
sebesar Rp3 miliar. (Skor 25)
Penyelesaian:
1. Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
Rp. 4.800.000.000 x Rp. 3.000.000.000 = Rp.480.000.000
Rp. 30.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :
Rp. 3.000.000.000 - Rp. 480.000.000= Rp. 2.520.000.000
2. Pajak Penghasilan yang mendapat fasilitas :
25 % x 50 % x Rp.480.000.000= Rp. 60.000.000
Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas :
25% x Rp. 2.520.000.000 = Rp. 630.000.000.

Total PPh Badan Terutang:


Rp. 60.000.000 + Rp. 630.000.000 = Rp. 690.000.000

Jadi, Pajak Penghasilan Badan yang terutang dalam setahun sejumlah Rp.
690.000.000

4. Peredaran Bruto PT. Bagas Farel tajun 2017 sebesar Rp. 6.355.875.000 dengan
penghasilan kena pajak sebesar Rp. 953.400.000. (skor 25)
Penyelesaian:
1. Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
Rp. 4.800.000.000 x Rp. 953.400.000 = Rp. 720.014.160
Rp. 6.355.875.000
2. Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapat fasilitas :
Rp. 953.400.000 - Rp. 720.014.160 = Rp. 233.385.840
Pajak Penghasilan yang mendapat fasilitas :
25 % x 50 % x Rp. 720.014.160 = Rp. 90.001.770
Pajak Penghasilan yang tidak mendapat fasilitas :
25% x Rp. 233.385.840 = Rp. 58.346.460
Total PPh Badan Terutang:
Rp. 90.001.770 + Rp. 58.346.460 = Rp. 148.348.230
Jadi, Pajak Penghasilan Badan yang terutang dalam setahun sejumlah Rp.
148.348.230

B. Penilaian Sikap
Penilaian sikap terhadapa peserta didik dapat dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung. Penilaian dapat dilakukan dengan observasi/pengamatan.

Petunjuk :
Pilihlah salah satu skor pada kolom skor sesuai aspek pengamtan sikap-sikap yang
ditampilkan oleh peserta didik, dengan kriteria sebagai berikut:
4 = selalu, apabila selalu melakukan sesuai pernyataan
3 = sering, apabila sering melakukan sesuai pernyataan dan kadang-kadang tidak
melakukan.
2 = kadang-kadang, apabila kadang-kadang melakukan sesuai pernyataan dan sering
tidak melakukan.
1 = tidak pernah, apabila tidak pernah melakukan sesuai pernyataan
Skor
No Aspek Pengamatan (Sikap Spiritual) = SP
1 2 3 4
1 Berdoa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu
2 Memberi salam sebelum dan sesudah
menyampaikan pendapat/presentasi
3 Memelihara hubungan baik dengan sesame umat
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
4 Menjaga Lingkungan hidup di sekitar sekolah dan
masyarakat
Skor
No Aspek Pengamatan (Sikap Disiplin) = D
1 2 3 4
1 Masuk kelas tepat waktu
2 Mengumpulan tugas tepat waktu
3 Mengerjakan tugas yang diberikan
4 Tertib dalam mengikuti pembelajaran
5 Membawa buku tulis sesuai mata pelajaran
Skor
No Aspek Pengamatan (Sikap Toleransi) = T
1 2 3 4
1 Menghormati pendapat teman
Menghormati teman yang berbeda suku, agama,
2
ras, budaya, dan gender
Menerima kesepakatan meskipun berbeda dengan
3
pendapatnya
Skor
No Aspek Pengamatan (Sikap Santun) = S
1 2 3 4
1 Menghormati orang yang lebih tua
Mengucapkan terima kasih setelah menerima
2
bantuan orang lain
Menggunakan bahasa santun saat menyampaikan
3
pendapat
Jumlah Skor

Penskoran:
Skor Perolehan
Nlai Akhir = x 100 %
Skor Maksimal

Kategori:
Baik = 80 – 100
Cukup = 60 – 79
Kurang = < 60
PENILAIAN PENGETAHUAN, PENILAIAN SIKAP, DAN PENILAIAN KETERAMPILAN
KELAS XI IPS 3
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
PENILAIAN
SKO SKO
Penilaian Penilaian Sikap KETERAMPIL
N R R
Nama pengetahu AN
o
an SP SP SP SP D D D D D T T T S S S
1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 1 2 3
1 ADHISTY
2 ADITYA
3 ADZRIEL
4 AJENG
5 ALIFIA
6 ANDREY
7 APRIANDI
8 ARIEL
9 ASYIFA
10 BADAI
11 DANIEL
12 DEVRANS
13 FADANE
14 FATIMAH
15 GHINA
16 HANA
17 ILHAM
18 ITSNI
19 KHOLIFA
20 MAHARAN
I
21 LUKMAN
22 KA`AB
23 RAFLY
24 SHADAM
25 NAJLA
26 NAMIRA
27 NENENG
28 RAFLI
29 REGA
30 RIZAL
31 SADILLAH
32 SALSABIL
A
33 SOPIA
34 TAFAREL
35 TRIANA
36 VINCENTI
US

Anda mungkin juga menyukai