Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks
disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus
buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis merupakan radang
bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe,
fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.
Insiden apendisitis lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang,
namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu
100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini
mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah
menjadi makanan kurang serat.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan
angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya
antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan
dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada
pria.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang
dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman yang
merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut Schwartz
kuman terbanyak penyebab apendisitis adalah Bacteriodes Fragilis bersama E.coli.
Di dalam makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien Apendisitis”
akan membahas seputar gangguan pencernaan pada apendiks atau biasa dikenal
dengan apendisitis yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi serta asuhan keperawatannya.

1
B. TUJUAN UMUM
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien
apendisitis dengan menggunakan metode proses keperawatan.

C. TUJUAN KHUSUS
1. Mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit apendisitis
2. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan apendisitis
3. Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan anamnesa
4. Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFENISI
Appendisitis adalah suatu inflamasi akut pada appendisits verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner &
Suddart, 1997).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak
berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum
dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai
aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman,
1989).
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis1, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Adalah inflamasi akut yang terletak pada kuadran kanan bawah rongga abdomen
dan merupakan penyebab yang paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Oswari, 2000)
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis2 dan shock ketika
umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

1
. Umbai cacing
2
. Peritoneum = selaput perut. Peritonitis = radang selaput perut

3
Inflamasi Apendik

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Anatomi
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira
10 cm dan berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus
ileum kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian
proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan
melebar dipersambungan dengan sekum.
Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal
tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang
menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat
untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal
(74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal (5%), Paracaecal (2%), subcaecal
(1,5%) dan preleal (1%).
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari
bagian bawa arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks
memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus
limfe ileocaecal.

4
Anatomi Lokasi Apendik

b. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum.
Jika terjadi hambatan maka akan terjadi patogenesa apendisitis akut. GALT
(Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan
Ig-A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang
terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada
saluran cerna lain.

3. ETIOLOGI
Apendisitis dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia3
jaringan limfe, fekalith4, tumor apendiks, dan cacing askaris5 yang menyumbat.
Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)
yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia
jaringan lymphoid sub-mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda

3
. Pembentukan jaringan secara berlebihan karena bertambahnya jumlah sel
4
. Batu tinja, pengerasan isi usus sekitar inti tinja yang keras
5
. Cacing gelang penyebab penyakit askariasis

5
asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam
apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis
kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur6
dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis.
Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk
dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi7 feses dalam
lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah
kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,
lactobacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang
menyebabkan perforasi8 adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan
makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat
memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko
lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat
sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan
mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya
memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko
apendisitis yang lebih tinggi.

6
. Robek atau koyak
7
. Terhenti atau tertahannya feses
8
. Terjadinya lubang di lumen apendik

6
4. PATOFISIOLOGI
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing. Proses
inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis9 bakteri dan ulserasi mukosa
menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam
beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya
appendiks yang terinflamasi berisi pus (Smeltzer, Suzanne, C. 2001).
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat menyebabkan
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri kanan bawah disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian
aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren yang disebut apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah
akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat,
omentum10 dan usus berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul
suatu massa lokal yang dsebut infiltrat apendikularis. Peradangan appendiks dapat
menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
menjadi kurang memudahkan terjadinya perforasi. Pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

9
. Pembesaran sel-sel darah melalui dinding pembluh darah yang utuh
10
. Lipatan ganda selaput perut dari lambung ke alat-alat dalam perut lain

7
8
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri kuadran bawah
b. Demam ringan
c. Mual-muntah
d. Hilangnya nafsu makan
e. Nyeri tekan lokal pada titik mc Burney
f. Nyeri tekan lepas (hasil atau intesifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan)
g. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri
yang secara paradoksimal menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan
bawah
h. Distensi abdomen akibat ileus paralitik
i. Kondisi pasien memburuk (Smeltzer, Suzanne, C, 2001)

6. KOMPLIKASI
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses apabila apendiks yang membengkak tersebut
pecah. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak
kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awetan nyeri.
Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeri atau nyeri abdomen secara kontiniu (Mansjoer, 2000).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Sel darah putih
Lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%

b. Urinalisis
Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
c. Foto abdomen
Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
d. Tanda rovsing (+)
Dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah (Doenges, 1993;
Brunner & Suddart, 1997)

9
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis meliputi terapi medis dan terapi bedah.
Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah
penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam
beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu
terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai resiko operasi
yang tinggi.
Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi
awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical
Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum
pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam
untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah
pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis
dengan perforasi.
a. Cairan intravena
Cairan yang secara massive11 ke rongga peritonium harus di ganti segera
dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua
atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central.
Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat (RL) harus
di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan
tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan
bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.
b. Antibiotik
Pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen,
antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin–
sulbaktam, dan lain-lain dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman
anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kultur dan
sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan
normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik
serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai
terapi definitif dari apendisitis perforasi.
11
. Padat

10
Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian
rongga peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi
dari bakteria. Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat,
penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna
bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau
provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai
rongga peritonium dalam kadar bakterisid.
Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1
mg dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual,
pada kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme.
Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi tidak
ada bukti bahwa menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine
tidak populer. Setelah pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh
cairan harus diaspirasi.
c. Pembedahan
Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C.,
2001).
Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi.
Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks.
Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan
diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk
membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke
peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan
dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan,
beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum
dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.

11
Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks
kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag.
Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas
operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah.
Beberapa penelitian juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga
mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik
apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang
lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama
pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman.
Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan
perlengketan intra-abdomen yang signifikan.

Pembedahan Apendik

12
Apendik setelah pembedahan

B. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Data demografi.
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, nomor register.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut
kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam
beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang
menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien merasa nyeri disekitar perut kanan bawah, nyeri ini dirasakan terus
menerus dan terkadang merasa mual dan muntah, peningkatan suhu tubuh,
peningkatan leukosit
3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama atau
penyakit organ pencernaan lainnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami yang sama
atau penyakit organ pencernaan lainnya.

13
5) Riwayat Psikososial
Mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan
bagaimana besarnya motivasi kesembuhan dan cara klien menerima
keadaannya.
c. Pola Fungsi Kesehatan
1) Aktivitas/ istirahat: Malaise
2) Sirkulasi : Tachikardi
3) Eliminasi
a) Konstipasi pada awitan awal
b) Diare (kadang-kadang)
c) Distensi abdomen
d) Nyeri tekan/lepas abdomen
e) Penurunan bising usus
4) Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
5) Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat
dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin,
batuk, atau nafas dalam
6) Keamanan : demam
7) Pernapasan
a) Tachipne
b) Pernapasan dangkal (Marilynn E. Doengoes, 2000)
d. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, 
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
2) Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah
dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut
tanda Blumberg (Blumberg Sign).

14
3) Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel
di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi
sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka
tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada
apendisitis pelvika.
4) Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak
apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan
ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak
didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada
apendisitis pelvika.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
2) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada  pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang  terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

15
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama, perforasi, peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
b. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan inflamasi
peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
c. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi
bedah
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi

16
17
18
19
20
21
4. IMPLEMENTASI
Komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan
ketrampilan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan
pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada :
a. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau
memantau status masalah yang telah ada 
c. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan
pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d. Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri
e. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk
mendapatkan pengarahan yang tepat.
f. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau
menyelesaikan masalah kesehatan.
g. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri 
h. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan
yang tersedia (Carpenito, 2009, hal 57)

5. EVALUASI
a. Melaporkan berkurangnya nyeri
1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2) Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat
b. Cairan tubuh seimbang
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal.
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
3) Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa
lembab
4) Tidak ada rasa haus yang berlebihan
c. Menunjukan tidak ada tanda infeksi
1) Luka sembuh tanpa tanda infeksi
2) Cairan yang keluar dari luka tidak purulen
d. Menyatakan pemahaman tentang penyakit dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan

22
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ sistem
pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi
sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan
oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun
ulserasi mukosa , disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks, invasi bakteri dan pola
diet yang tidak baik, seperti makan makanan dengan konsistensi tinggi.
Gejala yang sering muncul adalah nyeri hebat pada bagian kiri bawah perut, mual
muntah, anoreksia, dan distensi abdomen. Jika apendisitis berlanjut, maka dapat
mengakibatkan peritonitis karena perforasi apendiks. Penatalaksanaan pada apendiks
adalah dengan pemberian cairan intravena, pemberian antibiotika dan pembedahan
apendiks itu sendiri.
Prioritas keperawatan pada klien apendisitis adalah meningkatkan kenyamanan,
mencegah komplikasi dan memberikan informasi tentang prosedur pembedahan atau
prognosis, kebutuhan pengobatan, dan potensi komplikasi serta nyeri dapat terkontrol.

B. SARAN
1. Sebaiknya seorang perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik
dan sesuai dengan standar asuhan keperawatan dan perawat dapat berkolaborasi
dengan tim kesehatan lain.
2. Perawat membantu klien dengan mempersiapkan prosedur pembedahan jika
dilakukan pembedahan agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut

23
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Edisi ke

Sembilan. Jakarta :EGC 

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

Price, SA, Wilson, LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.

Jakarta. EGC

Ramali, Ahmad dkk, 2003, Kamus Kedokteran Arti dan Keterangan Istilah, Jakarta:

Djambatan

Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart.

Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC

Sumber Lain :

http://infoaskepgratis.blogspot.com

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com

24

Anda mungkin juga menyukai