Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Po
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Po
HERNIOTOMY
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
yang bermutu yang dilakukan individu, kelompok, masyarakat, lembaga pemerintah atau
swadaya masyarakat yang lebih mengutamakan promosi kesehatan serta pencagahan penyakit.
Upaya pemeliharaan yang mencangkup dua aspek kuratif dan rehabilitatif, sedangkan upaya
peningkatan kesehatan juga mencangkup dua aspek yaitu Prepentif dan promotif (Notoadmojo,
2003 : 02).
Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2002 Kesehatan yang baik atau
kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit, namun juga harus
perilaku dan lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan klinik kesehatan dan
fasilitas kesehatan lainya, faktor perilaku meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan
perilaku hidup bersih dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan
yang sehat dan memenuhi persyaratan (HL.Blum dalam Notoatmodjo, 2003 : 146).
kompleks dari segala unsur, perkembangan jaman memaksa seseorang untuk ikut berperan aktif
dalam perkembangannya. Sehingga untuk kelangsungan hidup seseorang harus bekerja keras
demi kelangsungan hidupnya hingga tak jarang seseorang yang terpaksa bekerja sebagai kuli
panggul, mengangkat beban berat hingga resiko mudah terkena penyakit yang bersifat progesif
termasuk salah satunya adalah hernia. Selain itu banyaknya kasus tentang penyakit yang
berkembang mengenai prevalensi penderita hernia baik anak-anak maupun dewasa ini
Hernia, atau yang lebih dikenal dengan turun berok, adalah penyakit akibat turunnya
usus atau colon seiring melemahnya lapisan otot dinding perut. Penderita hernia, memang
kebanyakan laki-laki, terutama anak-anak. Kebanyakan penderitanya akan merasakan nyeri, jika
terjadi infeksi di dalamnya, misalnya, jika anak-anak penderitanya terlalu aktif (http://askep-
Hernia berasal dari bahasa Latin, herniae, yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui
jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk
suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi
indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).
Hernia yang terjadi pada anak-anak, lebih disebabkan karena kurang sempurnanya
procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar. Sementara
pada orang dewasa, karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut dan karena faktor
usia yang menyebabkan lemahnya otot dinding perut (http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan
indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html).
Penyakit hernia banyak diderita oleh orang yang tinggal didaerah perkotaan yang
notabene yang penuh dengan aktivitas maupun kesibukan dimana aktivitas tersebut
membutuhkan stamina yang tinggi. Jika stamina kurang bagus dan terus dipaksakan maka,
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada
fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan
keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. Hernia merupakan
protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
Sedangkan menurut Sue Hinclift, Hernia adalah protusio (penonjolan) abnormal suatu
organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur disekitarnya, umumnya
protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue Hinchliff, 2000 : 206).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana
organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Suster nada, 21 juli
2007).
meningkat. Didapatkan data pada decade tahun 2005 sampai tahun 2010 penderita hernia segala
jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%) dengan penyebaran yang paling banyak adalah
Indonesia, selain itu Negara Uni emirat arab adalah Negara dengan jumlah penderita hernia
periode Januari 2010 sampai dengan Februari 2011 berjumlah 1.243 yang mengalami gangguan
hernia, termasuk berjumlah 230 orang (5,59%) terjadi pada anak-anak (http://askep-
Sedangkan di Rumah Sakit Raden Mataher Jambi sepanjang periode Januari 2010
sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien rawat inap dengan penyakit bedah
Berdasarkan data penyakit hernia dari medical record Rumah sakit umum Mayjen. H.
A. Thalib Kabupaten Kerinci didapatkan data pasien hernia pada tahun 2008 sebanyak 49
(55,22%), tahun 2009 sebanyak 17 (15%), sedangkan pada tahun 2010 jumlah pasien yang
bedah, hernia menduduki urutan keenam dari sepuluh penyakit terbesar diruangan bedah. Pada
bulan Januari sebanyak 6 orang (10,18%), pasien yang meenjalani operasi di bulan februari
sebanyak 7 orang (12,44%), Maret 13 orang (13,8%, April 7 orang (14%) dan pada bulan Mei
Peran perawat pada kasus hernia meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami hernia dan post operasi herniotomy, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi adanya infeksi setelah operasi
dan kejadian berulang dan perawatan herniotomy, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat
berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien herniotomy melalui metode ilmiah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana penatalaksanaan, perawatan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan bagaimana
asuhan keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi
Herniotomy.
1.2.Ruang Lingkup
keperawatan pada pasien dengan hernia scrotalis pasca operasi di instalasi rawat inap ruang
1.3.Tujuan Penulisan
Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan ke-perawatan “Pada Pasien
Dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II” dan sebagai
pemahaman tentang penangan pasien Hernia Post Herniotomy serta mengetahui komplikasi yang
mungkin muncul pada pasien post herniotomy dan pencegahan terhadap komplikasi.
Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah
Sakit Umum Daerah May. H.A. Thalib Sungai Penuh”, Penulis mampu:
a. Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dan penatalaksanaan pada pasien Hernia
b. Untuk memahami perawatan pasien post operasi herniotomy untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang meliputi infeksi luka post operasi dan hernia berulang.
c. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan
Diagnosa Medis Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah
d. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II (dua) di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
e. Menyusun rencana keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II (dua) di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
f. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum
g. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis Hernia
Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum
h. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian masalah (solusi)
dalam melaksanakan asuhan kepe-rawatan pada pasien pasien An. A Dengan Diagnosa Medis
Hernia Scrotalis Post Operasi Herniotomy Hari Ke II di ruang rawat inap bedah Rumah Sakit
1.4.Manfaat Penulisan
melaksanakan penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi secara sistematis khususnya pada pasien dengan Hernia Scrotalis
Post Operasi.
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat dilakukan
dengan melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus yang telah penulis selesaikan.
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim kesehatan atau
pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan maupun tim kesehatan lain
2.1.1. Definisi
Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada
fasia muskuloaponeurotik dinding perut, baik secara kongenital atau didapat, yang memberi jalan
keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer dkk,
2002:313).
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek
atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004: 523).
abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui lubang (apertura) pada stuktur
disekitarnya, umumnya protusio organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen (Sue
Hinchliff, 2000:206).
Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana
organ tersebut seharusnya berada yang didalam keadaan normal tertutup (Suster nada, 21 juli
2007).
Sedangkan Hernia Scrotalis adalah penonjolan hernia yang terjadi pada kantong
scrotum sering terjadi pada anak-anak karena kelainan kongenital (bawaan). Operasi hernia
adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengembalikan isi hernia pada posisi semula
penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis
dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat, 2004 :
527 )
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hhernia
menurut Sjamsuhidayat (2004), Hernia Scrotalis adalah hernia yang melalui atau menekan area
Scrotum yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke
dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dan menekan testis.
kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi kantong
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar
dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan enzim
dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus.
Gambar.1.1. Anatomi pencernaan.
Berikut ini adalah bagian-bagian dari anatomi struktur sistem pencernaan. Struktur
pencernaan adalah:
1. Mulut
Mulut merupakan permulaan saluran pencernaan, selaput lendir mulut ditutup epithelium yang
ini kaya akan pembuluh darah dan memuat ujung akhir saraf sensoris didalam rongga mulut.
2. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dan kerongkongan (esofagus).
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak persimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan hidung.
3. Esofagus/Kerongkongan
Esofagus merupakan saluran pencernaan yang menghubungkan tekak dengan lambung, 25cm,
mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah ± panjangnya lambung.
4. Gaster/Lambung
Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di
daerah spingter. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan osofagus
melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limpa, menempel di
Merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal dari pilorus dan berakhir
pada sekum, panjangnya ± 6 meter, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan
dan absorbsi hasil pencernaan. Usus halus dibagi tiga bagian, yaitu:
a) Duodenum/Usus 12 jari, panjang ± 25cm berbentuk seperti tapal kuda melengkung kekiri,
bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang disebut papilla vateri, disini terdapat muara
saluran empedu dan saluran pankreas. Empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan di duodenum
melalui duktus koleduktus yang fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.
Pankreas menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida dan
tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
b) Yeyunum/Jejunum, terletak di regio abdominalis media sebelah kiri dengan panjang ± 2-3
meter.
c) Ileum, terletak di regio abdominalis bawah dengan panjang ± 4-5 meter, lekukan yeyenum dan
ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan peritonium yang
Usus besar/Intestinum mayor 1,5m, lebarnya ± 5-6cm. Bagian-bagian usus besar yaitu kolon
asenden panjangnya 13cm, apendik (usus buntu), kolon tranversum panjangnya ± 38cm, kolon
Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu: peritonium parietal yang melapisi dinding rongga
abdomen dan peritonium viseral yang melapisi semua organ yang berada dalam rongga
b) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga peritonium tidak
saling bergesekan.
c) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding posterior abdomen.
d) Kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi terhadap infeksi.
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong,
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan
2.1.3. Etiologi
Hernia dapat terjadi karena lubang embrional yang tidak menutup atau melebar, atau
akibat tekanan rongga perut yang meninggi. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan
1. Kongenital
Terjadi akibat prosesus vaginalis peritonium disertai dengan annulus inguinalis yang cukup
lebar, terutama ditemukan pada bayi. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau
didapat kemudian dalam hidup. Adapun penyebab kongenital atau bawaan dapat dibagi menjadi
a) Hernia congenital sempurna. Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat –
tempat tertentu.
b) Hernia congenital tidak sempurna. Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia
mempunyai defek pada tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 – 1 tahun)
setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan
4. Aquisial, aquisial adalah hernia yang terbuka disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi
disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya, antara lain :
a) Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien yang sering mengejan yang
b) Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan ikatnya yang sedikit.
Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena hernia karena banyaknya jaaringan lemak pada
tubuhnya yang menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.
a) Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi dilipatan paha. Batang usus melewati cincin
abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam kanalis inguinalis. Jenis ini merupakan
yang tersering ditemukan atau terjadi pada pasien dan dikenal dengan istilah turun berok atau
burut.
Gambar 1.3. Hernia Inguinalis
b) Hernia Scrotalis adalah hernia yang terjadi apabila usus masuk kedalam kantung scrotum ini
terjadi bila batang usus melewati cincin abdomen dan mengikuti saluran sperma masuk ke dalam
kanalis inguinalis kemudian masuk kedalam kantong scrotum dan menekan pada isi kantung
c) Hernia umbilikus adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk melalui prosecus discus pada
pusat atau sering disebut hernia di pusat, hernia jenis ini terjadi pada bayi yang baru lahir yang
d) Hernia femoralis adalah hernia yang tejadi apabila usus masuk melalui prosecus discus di paha.
a) Hernia usus halus adalah hernia yang terjadi bila yang melewati cincin abdomen adalah usus
halus.
b) Henia Omentum
Hernia omentum adalah hernia yang terjadi bila yang melewati cincin abdomen adalah
penyangga usus. Omentum adalah berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong
Adalah jenis hernia yang terjadi apabila, system syaraf pusat atau sumsum tulang belakang pada
vertebra terjepi pada discus vertebrae terjadi karena trauma yang melibatkan tulang belakang
Isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika mengejan dan masuk jika berbaring atau didorong
Kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga, ini disebabkan oleh perlengketan isi
Isi hernia terjepit oleh cincin hernia/terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut.
a) Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong,
b) Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya usus, ovarium, dan
c) Pintu hernia
d) Leher hernia
2.1.5. Patofisiologi
Pada hernia karena kelainan kongenital yang terjadi bawaan lahir, kanalis inguinalis
dalam kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke – 8 dari kehamilan, terjadinya desensus
vestikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis itu akan menarik peritoneum ke daerah
scrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonea.
Bila bayi lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak
dapat melalui kanalis tersebut. Tetapi dalam beberapa hal sering belum menutup, karena testis
yang kiri turun terlebih dahulu dari yang kanan, maka kanalis inguinalis yang kanan lebih sering
terbuka. Dalam keadaan normal, kanal yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan
Bila prosesus terbuka sebagian, maka akan timbul hidrokel. Bila kanal terbuka terus,
karena prosesus tidak berobliterasi maka akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital.
Biasanya hernia pada orang dewasa ini terjadi karena usia lanjut, karena pada umur tua otot
dinding rongga perut melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh
mengalami proses degenerasi. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup (Soeparman, dkk.
2001).
Namun karena daerah ini merupakan locus minoris resistance, maka pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat seperti batuk – batuk kronik, bersin yang kuat
dan mengangkat barang – barang berat, mengejan. Kanal yang sudah tertutup dapat terbuka
kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis karena terdorongnya sesuatu jaringan tubuh dan
keluar melalui defek tersebut. Akhirnya menekan dinding rongga yang telah tertekan akibat
trauma, hipertropi prostat, asites, kehamilan, obesitas dan kelainan kongenital dan dapat terjadi
pada semua. Pria lebih banyak dari wanita, karena adanya perbedaan proses perkembangan alat
Potensial komplikasi terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong
hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin
hernia, akibat semakin banyaknya usus yang masuk, cincin hernia menjadi sempit dan
menimbulkan gangguan penyaluran isi usus. Timbulnya edema bila terjadi obtruksi usus yang
kemudian menekan pembuluh darah dan kemudian terjadi nekrosis. Bila terjadi penyumbatan
dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah, konstipasi. Bila inkarserata dibiarkan, maka
lama kelamaan akan timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi
nekrosis. Juga dapat terjadi bukan karena terjepit melainkan ususnya terputar. Bila isi perut
terjepit dapat terjadi shock, demam, asidosis metabolik, abses (Soeparman, dkk. 2001).
Komplikasi hernia tergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan
Hernia eksternal merupakan protrusi abnormal organ intra-abdominal melewati defek faskia pada
dinding abdominal. Hernia yang sering terjadi adalah inguinal, femoral, umbilical, dan
vaginalis (kantong hernia) sewaktu turun ke dalam skrotum. Kantong yang dihasilkan bisa
meluas sepanjang kanalis inguinalis; jika meluas kedalam skrotum maka disebut hernia lengkap.
Karena processus vaginalis terletak didalam funikulus spermatikus, maka prosessus ini
dikelilingi oleh muskulus kremater dan dibentuk oleh pleksus venosus pampiniformis, duktus
spermatikus dan arteria spermatika. Lubang interna ke dalam kavitas peritonealis selalu lateral
terhadap arteria epigastrica profunda dngan adanya hernia inguinalis indirek, sedangkan lubang
interna medial terhadap pembuluh darah ini bila hernianya direk (R. Sjamsuhidajat, 1997).
Hernia inguinalis dan scrotalis sering timbul pada pria dan lebih sering pada sisi kanan
dibandingkan sisi kiri. Peningkatan tekanan intra abdomen akibat berbagai sebab, yang
mencakup pengejanan yang mendadak, gerak badan yang terlalu aktif, obesitas, batuk menahun,
asites, mengejan pada waktu buang air besar, kehamilan dan adanya massa abdomen yang besar,
Peningkatan tekanan intra abdomen ini akan mendorong bagian dari usus dan lambung
ke dalam kanalis ini, atau bahkan kedalam scrotum. Faktor yang dipandang berperan kausal
adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90% prosesus
vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekiar 30% prosesus vaginalis
belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10%
anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat
dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral lebih dari separo, sedangkan insidens hernia tidak
melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang paten bukan
merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tetapi diperlukan faktor lain seperti anulus
Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi
Insidens hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turut kendur. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih
transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam
kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan
Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum disebut hernia skrotalis.
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut lateral pembuluh epigastrika inferior.
Disebut indirek karena keluar melalui dua pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis;
berbeda dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga Hesselbach dan
Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong sedangkan
hernia medial berbentuk tonjolan bulat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh
kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritonium sebagai akibat proses
penurunan testis ke skrotum. Hernia geser dapat terjadi disebelah kanan atau kiri. Sebelah kanan
isi hernia biasanya terdiri dari sekum dan sebagian kolon asendens, sedangkan sebelah kirinya
terdiri dari sebagian kolon desendens. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa
benjolan di lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat,
dan menghilang waktu istirahat baring. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang
timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu dan anak atau
bayi sering gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut kembung, harus dipikirkan
Defek pada dinding abdomen dapat kongenital (misalnya: hernia umbilikalis, kanalis
femoralis) atau didapat (misalnya akibat suatu insisi) dan dibatasi oleh peritoneum (kantung).
Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek semakin lemah dan
menyebabkan beberapa isi intraabdomen (misalnya: omentum, lengkung usus halus), keluar
melalui celah tersebut. Isi usus yang terjebak di dalam kantung menyebabkan inkarserasi
Pasien datang dengan benjolan di tempat lokasi hernia. Hernia femoralis berada di
bawah dan lateral dari tuberkulum pubikum. Biasanya hernia ini mendatarkan garis-garis kulit di
lipatan paha dan 10 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. 50% kasus
merupakan kasus kegawatdaruratan bedah akibat terobstruksinya isi hernia dan 50% dari kasus
ini membutuhkan reseksi usus halts. Hernia femoralis tidak dapat dikembalikan ke tempat
semula (irreducible). Hernia inguinalis dimulai pada bagian atas dan medial terhadap tuberkulum
pubikum namun dapat turun lebih luas jika membesar, biasanya mempertegas garis-garis lipatan
paha. Sebagian besar ringan dan jarang mengalami komplikasi (Kozier & Erb. 2004).
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
4. Terdapat keluhan kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung kencing.
rutin. Suatu penonjolan atau gumpalan pada skrotum, dan pada waktu batuk dan defekasi
penonjolan semakin menonjol. Juga pada waktu meningkat sesuatu atau kegiatan fisik lainnya.
Pada beberapa kasus tertentu massa menjulur sampai ke dalam skrotum, daerah pangkal paha
a) Suatu massa di daerah pangkal paha, reponibel atau inkarserata, kadang-kadang sampai ke
daerah skrotum. Pada bayi dan wanita adanya masa itu satu-satunya tanda yang ada. Hernia kecil
b) Pada anak laki yang lebih besar dan pria, maka harus dilakukan penanganan sebagai berikut.
Skrotum dimasuki jari telunjuk dan jari ditempatkan pada atau melalui annulus inguinalis
eksterna. Instrusikan pada pasien untuk menekan (mengedan) seakan-akan hendak buang air
besar. Ini akan meningkatkan tekanan intraabdominal. Kantung hernia merupakan suatu struktur
bagaikan balon yang menekan jari secara langsung atau dari sisi lateral. Annulus eksterna yang
membesar bukan hernia, meskipun kemungkinan hernia yang menyebabkan pembesaran itu dan
hernia harus dicari dengan cermat kalau annulus cukup besar sehingga jari telunjuk dapat masuk.
Hernia inguinalis paling mudah diperagakan kalau pasien berdiri tetapi periksalah pasien baik
ke dalam kanal inguinalis. Mungkin akan masuk ke dalam skrotum. Massa ini menekan sisi
lateral jari yang dipakai untuk memeriksa. Dengan menekan bagian atas annulus interna dengan
satu tangan maka dapat dicegah jangan sampai hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis.
d) Hernia direk adalah suatu massa sferis, yang jarang turun sampai ke skrotum. Massa itu menekan
jari yang memeriksa langsung dari sebelah depan. Dengan menekan annulus interna dengan
tangan kita tak dapat mengurangi hernia tersebut (Soeparman, dkk. 2001).
pemeriksaan fisik rutin dengan palpasi benjolan pada annulus inguinalis superfisialis atau suatu
kantong setinggi annulus inguinalis profundus. Yang terakhir dibuat terasa lebih menonjol bila
pasien batuk. Salah satu tanda pertama adalah adanya massa dalam daerah inguinalis manapun
atau bagian atas skrotum. Dengan berlalunya waktu, sejumlah hernia turun ke dalam skrotum
sehingga skrotum membesar. Pasien hernia sering mengeluh tidak nyaman dan pegal pada
daerah ini, yang dapat dihilangkan dengan reposisi manual hernia ke dalam kavitas peritonealis.
Tetapi dengan berdiri atau terutama dengan gerak badan, maka biasanya hernia muncul lagi
Umumnya pasien pengatakan turun berok, burut atau kelingsir, mengatakan adanya
waktu tidur, dan bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat atau bila posisi pasien
berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri (Price. Silvya.
A.2005).
Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak nampak, pasien dapat disuruh
mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak
benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksakan apakah benjolan tersebut
dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi
tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada
umumnya sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti (Price. Silvya. A.2005).
Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan
ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke annulus
inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta
mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut
menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi
jari maka diagnosisnya adalah hernia inguinalis medialis (Price. Silvya. A.2005).
Pada pasien terlihat adanya massa bundar pada annulus inguinalis eksterna yang mudah
mengecil bila pasien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang
sekali menjadi irreponibilis. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju annulus
inguinalis eksterna sehingga meskipun annulus inguinalis interna ditekan bila pasien berdiri atau
mengejan, tetap akan timbul benjolan. Bila hernia ini sampai ke skrotum, maka hanya akan
sampai ke bagian atas skrotum, sedangkan testis dan funikulus spermatikus dapat dipisahkan dari
massa hernia.
Bila jari dimasukkan dalam annulus inguinalis eksterna, tidak akan ditemukan dinding
belakang. Bila pasien disuruh mengejan tidak akan terasa tekanan dan ujung jari dengan mudah
dapat meraba ligamentum Cowperi pada ramus superior tulang pubis. Pada pasien kadang-
kadang ditemukan gejala mudah kencing karena buli-buli ikut membentuk dinding medial
hernia.
Umumnya penderita hernia menyatakan adanya benjolan di kemaluan. Benjolan itu bisa
mengecil atau menghilang, dan bila menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat
benda berat akan timbul kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala
Umumnya klien mengatakan adanya benjolan pada lipatan paha. Pada bayi dan anak
adanya benjolan yang hilang timbul dilipatan paha, dan hal ini biasanya diketahui oleh orang
tuanya. Pada inspeksi, diperhatikan pada keadaan osimetris pada kedua sisi, lipatan paha, posisi
berdiri dan berbaring. Pada saat batuk dan mengedan biasanya akan timbul benjolan. Pada
palpasi, teraba bising usus, suara omentum (seperti karet) (Smeltzer S. C. B. G. 2002).
Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia ditemukan di daerah
Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukan
inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk,
yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk
lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri
selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah kembali daerah itu.
Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam skrotum di
atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak
untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar
dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan pasien
untuk sokongan yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di
lateral masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan
ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum
pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis inguinalis,
mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada
hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada
hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi
dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia
Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk kanan
untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk kanan untuk
memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah
kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.
Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia
inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk
menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk
menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek. Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah
transluminasi. Di dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran
skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar.
Transmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan
serosa, seperti hidrokel atau spermatokel. Dalam menegakkan diagnostik pada penderita hernia
dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan fisik, pasien diminta untuk mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri
2. Bila sudah ada benjolan dapat diperiksa dengan cara meminta pasien untuk berbaring bernafas
dengan mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominan, lalu scrotum diangkat perlahan-lahan.
3. Limfadenopati inguinal. Perhatikan apakah ada infeksi pada kaki sesisi.
a)Foto thoraks: Menunjukan adanya massa tanpa udara jika omentum yang masuk dan massa yang
2.1.8. Penatalaksanaan
Pada hernia inguinalis lateralis responbilitas maka dilakukan tindakan bedah efektif
karena ditakutkan terjadi komplikasi. Pada yang iresponbilitas, maka diusahakan agar isi hernia
dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring dan dipuasakan atau mendapat diit halus.
Dilakukan tekanan yang kontinyu pada benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga
sehingga isi hernia masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau
menjadi inkarserasi.
Pada inkerserasi dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah
pada hernia ini disebut herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia).
Pada bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan kantong diikat dan dilakukan “bassin
plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Pada bedah darurat, maka
prinsipnya seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat apakah
vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak dilakukan reseksi usus dan
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga
2. Operatif
Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia adalah
3. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya. Kantong dibuka dan
isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat
4. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah
terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti seperti
memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia
transversa, dan menjahitkan pertemuan muskulus tranversus internus abdominis dan muskulus
oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale
poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa musculus transversus
abdominis, musculus oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mac Vay.
Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti
Dalam melaksanakan tindakan penatalaksanaan pada pasien dengan hernia maka yang
b) Herniorafi: memperbaiki defek, perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang biasa
dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukkan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.
1) Hindari penyakit yang mungkin terjadi yaitu: Perdarahan, Syok, Muntah, Distensi, Kedinginan,
4) Lakukan perawatan luka dan ganti balutan operasi sesuai dengan jadwal.
7) Mobilisasi diri secara dini terutama pada hari pertama dan hari kedua.
a) Hari 0: Bila pengaruh obat anestesi hilang boleh diberi minum sedikit-sedikit
b) Hari 1: Diet Vloiher atau bubur sumsum dan susu cair (herniotomi diet sama dengan post
laparatomi)
Dampak post herniotomi terhadap sistem tubuh dan system kelangsungan aktivitas
pasien setelah dilakukan post operasi herniotomy antara lain adalah sebagai berikut:
Pembedahan traktus gastrointestinal sering kali mengganggu proses fisiologi normal pencernaan
dan penyerapan. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika digunakan
anestesia spinal. Dan penurunan peristaltik usus ini mengakibatkan distensi abdomen dan gagal
untuk mengeluarkan feses dan flatus. motalitas gastrointestinal dapat mengakibatkan distensi
abdomen dan gagal untuk mengeluarkan feses dan flatus ( Brunner & Suddarth 2002 : 484 & 455
).
pelepasan mediator kimia ( seratonin, bradikinin, histamin ). Proses ini merangsang reseptor
nyeri kemudian rangsangan ditransmisikan ke thalamus, kortek cerebri sehingga terasa nyeri.
Nyeri akan merangsang RAS ( Retikular Activating Sistem ) stimulus ini menyebabkan sikap
Peningkatan frekuensi nafas dapat terjadi akibat nyeri pada luka operasi, hal ini merangsang
sinyal dari sum-sum tulang belakang yang dihantarkan melalui dua jalur yaitu Spinal Thalamus
Traktus ( STT ) ke Spinal Respiratory Traktus ( SRT ). Dari spinal thalamus traktus akan
dihantarkan ke korteks cerebri sehingga nyeri dipersepsikan, sedangkan dari spinal respirator,
traktus akan dihantarkan ke medula oblongata sehingga mengakibatkan neural inspiratory yang
akan meningkatkan frekuensi pernapasan. Nyeri pada luka operasi dapat menekan
pengembanahan rongga dada dan pasien dapat memerlukan sangat banyak dorongan untuk
Pada klien post herniotomi biasanya dapat terjadi peningkatan denyut nadi, hal ini disebabkan
dari rasa nyeri akibat luka operasi sehingga mengakibatkan medula oblongata untuk
untuk memompa lebih cepat selain itu juga dapat terjadi akibat faktor metabolik, endokrin dan
mengakibatkan kerusakan kulit pada daerah yang tertekan karena sirkulasi perifer terhambat.
Akibat dari keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan, sering terjadi
pembekakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinal lateral ( C.Long, Barbara, 1996 : 247 ).
Nyeri pada luka operasi timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan serta adanya spasme otot,
terjadi penekanan pada pembuluh darah yang mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga
menghasilkan asam laktat, hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan ( otot
persendian ) sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Selain itu nyeri akibat luka operasi
Terjadinya retensi urine dapat terjadi setelah prosedur pembedahan. Retensi terjadi paling sering
setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina setelah pembedahan pada abdomen bagian
bawah, penyebabnya diduga adalah spasme spinkter kandung kemih (Brunner & Suddarth 2002 :
484).
2.2.1. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan hasil dari
tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis mulai dari pengumpulan data,
benjolan pada lipat paha atau area umbilikal. Keluhan tentang aktivitas yang mempengaruhi
ukuran benjolan. Benjolan mungkin ada secara spontan atau hanya tampak pada aktivitas yang
meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi.
meningkatkan tekanan intra abdomen, seperti batuk, bersin, mengangkat berat atau defekasi.
tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan kebutuhan terhadap pembedahan segera. Selain itu
manifestasi obstruksi usus dapat dideteksi (bising usus, nada tinggi sampai tidak ada
mual/muntah).Data yang diperoleh atau dikaji tergantung pada tempat terjadinya, beratnya,
apakah akut atau kronik apakah berpengaruh terhadap struktur disekelilingnya dan banyaknya
akar saraf yang terkompresi atau tertekan. Pengkajian secara teoritis menurut Doengoes (2000)
a) Aktivitas/Istirahat
Gejala : Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama.
Membutuhkan matras/papan yanag keras saat tidur. Penurunan rentang gerak dari ekstremitas
pada salah satu bagian tubuh. Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa dilakukan.
Tanda : Atropi otot pada bagian yang terkena. Gangguan dalam berjalan.
b) Eliminasi
Gejala : Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi, adanya inkontinensia atau retensi urine.
Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
Tanda : Tampak cemas, depresi menghindar dari keluarga atau orang terdekat.
d) Neuro Sensori
Tanda : Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan atau spasme otot pada
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin,
membengkokan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki atau fleksi pada leher, nyeri
yang tiada hentinya atau adanya episode nyeri yanag lebih berat secara intermiten. Nyeri yang
menjalar pada kaki, bokong (lumbal) atau bahu/lengan, kaku pada leher atau servikal. Terdengar
adanya suara ‘krek’ saat nyeri bahu timbul/saat trauma atau merasa ‘punggung patah’.
Tanda : Sikap dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang tekena. Perubahan cara berjalan, berjalan
dengan terpincang-pincang, pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena. Nyeri pada
palpasi.
pada pasien dengan Hernia Scrotalis pasca operasi antara lain sebagai berikut:
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya konti-nuitas jaringan dan proses
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan
3. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi dan efek anastesi
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri akibat terputusnya
6. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan efek tekanan akibat trauma dan bedah
7. Resiko tinggi retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik
8. Kurang pengetahuan klien dan keluarga: potensial komplikasi Gastrointestinal yang berkenaan
Dari beberapa diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan Hernia
pasca operasi, intervensi pada masing-masing diagnosa antara lain sebagai berikut ( Doengoes :
2000: 137) :
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya konti-nuitas jaringan, dan proses
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
2) Klien menyatakan nyeri berkurang sampai hilang, skala nyeri berkurang
Intevensi
a) Monitor tanda–tanda vital pasien sesuai kondisi pasien dan jadwal
Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada kondisi klien dan
b) Kaji nyeri meliputi lokasi, frekuensi, kwalitas dan skala nyeri pasien.
c) Posisikan yang nyaman dengan sokong/tinggikan dengan ganjal pada posisi anatomi
ekstremitas yang sakit dan kurangi pergerakan dini pada area luka operasi
Rasional: Latihan aktivitas bertahan mengurangi respon nyeri tapi tetap pertahan kenyamanan
d) Ajarkan tekhnik relaksasi dan dextrasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri saat nyeri muncul
Rasional: Nafas dalam dan tekhnik relaksasi mengurangi nyeri secara bertahap dan dapat
dilakukan mandiri.
e) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan massase pada area abdomen yang nyeri tapi bukan
Rasional: Relaksasi dan pengalihan merupakan rasa mengalihkan rasa nyeri dan menciptakan
kenyamanan klien
Rasional: Program terapi sebagai system kolaboratif dalam menyelesaikan masalah nyeri.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan
Tujuan :
Kriteria hasil :
3) Klien tidak takut bergerak lagi dan mau beraktivitas mandiri.
Intervensi
b) Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktifitas.
Rasional: Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
c) Bantu klien dalam memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur.
d) Dorong partisipasi klien dalam semua aktifitas sesuai kemampuan individual.
Rasional: Melatih klien untuk beraktivitas secara mandiri dan meningkatkan kemampuan klien.
e) Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat dalam latihan gerak.
Rasional: Melatih klien beraktivitas dan kemandirian klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari
3) Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi dan efek anastesi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat BAB secara rutin dan tidak
terjadi konstipasi
Kriteria hasil :
Intervensi
a) Kaji dan observasi adanya kesulitan BAB dan masalah dalam BAB pasien
c) Anjurkan pada pasien untuk minum banyak 1500–3000cc tiap hari dan makanan yang
mengandung serat.
Rasional: Asupan cairan memungkinkan feses lunak dan klien dapat melakukan BAB
d) Anjurkan pada pasien makan makanan yang lunak porsi sedikit-sedikit tapi sering
Rasional: Makanan yang lunak dan berserat sangat mudah dicerna sehingga system pencernaan
metabolisme pencernaan
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan
Tujuan :
Kriteria hasil :
1) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi seprti pada luka operasi terdapat pus dan kemerahan, oedem.
2) Tanda–tanda vital dalam batas normalLaboratorium leukosit, dan hemoglobin normal.
Intervensi
Rasional: Tanda-tanda vital merupakan pedoman terhadap perubahan pada kondisi klien dan
b) Kaji adanya tanda–tanda infeksi dan peradangan meliputi adanya kemerahan sekitar luka dan
Rasional: Adanya kemerahan, oedem, pus, dan rasa panas pada luka merupakan adanya infeksi
Rasional: Mensterilkan luka dan menjaga luka agar tetap steril/tidak infeksi dan cepat sembuh.
d) Pertahankan tekhnik aseptic antiseptik/kesterilan dalam perawatan luka dan tindakan
keperawatan lainnya.
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan dan nyeri akibat terputusnya
kontinuitas jaringan akibat prosedur invasive dan immobilisasi post operasi (Doengoes, 2000).
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
kelelahan
c) Instruksi klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit.
Rasional: latihan secara bertahap dapat meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas.
Rasional : keterbatasan gerak dapat dimanfaatkan untuk istirahat dan kenyamanan klien dan
e) Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan aktifitas dalam lingkup keterbatasan dan beri
bantuan sesuai kebutuhan. Awasi tekanan darah, nadi dengan melakukan aktivitas
Rasional: untuk meningkatkan kemandirian klien dalam beraktivitas dan mobilisasi, latihan
6) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan efek tekanan akibat trauma dan bedah
Tujuan :
Kriteria hasil :
Intervensi :
a) Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainage.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kerusakan integritas kulit dan derajat keparahan.
e) Pertahankan sprei tempat tidut tetap kering dan bebas kerutan
f) Gunakan tempat tidur busa atau kasut udara sesuai indikasi
7) Resiko tinggi retensi urine yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik
Tujuan :
Tidak terjadi retensi urine dan klien mampu memenuhi keutuhan eliminasi urine dan tidak nyeri
saat BAK.
Kriteria hasil :
2) 100 ml setiap berkemih dan adekuatHaluaran urine (kira-kira 1000-1500 ml) selama periode
24 jam.
Intervensi
a) Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
Rasional: untuk mengetahui masalah dan kelainan dalam pola eliminasi urine klien
b) Pantau haluaran urine dan endapan darah pada urine
Rasional: mengetahui jumlah urine yang keluar mencegah adanya dehidrasi dan overhidrasi dan
8) Kurang pengetahuan klien dan keluarga: potensial komplikasi Gastrointestinal yang berkenaan
Tujuan:
Keluarga mampu merawat mengenal masalah hernia dan pencegahan komplikasi dan perawatan
Kriteria hasil:
Intervensi:
a) Kaji pengetahuan keluarga tentang pengertian, tanda gejala, penyebab dan perawatan hernia.
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
klien
Rasional: agar keluarga memahami bagaimana pencegahan komplikasi dan perawatan setelah
operasi
oparasi
d) Beri penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit hernia
BAB III
TINJAUAN KASUS
Dalam bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis post operasi Herniotomy hari ke II di ruang rawat inap
bedah Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh tahun 2011 yang meliputi
evaluasi.
3.1 Pengkajian
Pengkajian Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Diagnosa Medis Hernia Scrotalis
Post Operasi Herniotomy Hari ke II di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Mayjen H.A Thalib Sungai Penuh, dilakukan pada tanggal 11 Juni 2011 jam 12.00 WIB di ruang
Bedah RSUD Mayjen H. A Thalib Sungai Penuh dan data yang didapatkan adalah:
3.1.1 Biodata
Identitas Pasien
Nama : An. A
Umur : 7 Tahun.
Pendidikan : SD.
Ruang/Kamar : Bedah
Penanggung Jawab
Nama : Tn. H.
Pekerjaan : Swasta.
Klien mengatakan nyeri pada luka operasi, luka terasa panas dan menusuk selain itu juga
keluarga klien mengatakan klien mengeluhkan mual tapi tidak muntah dan tidak ada nafsu
makan dan nyeri diseluruh bagian perut dan sudah 6 hari klien mngeluhkan belum BAB.
Keluarga klien mengatakan sejak 1 bulan yang lalu klien sering mengeluhkan nyeri pada
bagian perut dan sering mual muntah selain itu sering diare atau BAB mencret, dan beberapa hari
sebelum masuk rumah sakit klien mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah kanan dan bagian
diperiksakan ke dokter dan oleh dokter dianjurkan untuk operasi, kemudian oleh keluarga
dibawa kerumah sakit Mayjen H.A. Thalib Kerinci pada tanggal 11 Juni 2011, kemudian klien
menjalani operasi pada tanggal 12 Juni 2011. Dan pada saat melakukan pengkajian pada klien
post operasi pada hari ke 2 yaitu pada tanggal 14 Juni 2011, didapatkan keluhan/data.
Paliatif : Keluarga klien mengatakan, klien mengeluhkan nyeri pada luka operasi yaitu pada perut bagian
bawah dibawah pusat (umbilicus), nyeri terasa menusuk, pedih dan panas luka terasa kaku dan
sakit bertambah saat bergerak, selain itu juga klien mengatakan mual tapi tidak muntah.
Quality : Klien mengatakan nyeri terasa menusuk, pedih dan panas, nyeri terasa semakin sakit saat klien
bergerak dan batuk terutama saat klien duduk selain itu klien mengatakan perut terasa penuh
Region : Klien mnegeluhkan nyeri terasa di luka operasi yaitu di perut bagian bawah, dibawah pusat dan
Severity : Kelurga klien mengatakan saat ini tidak dapat beraktivitas karena nyeri terutama saat nyeri
kambuh klien tidak mampu untuk bergerak dan hanya menangis dan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari seperti makan, membersihkan diri klien dibantu oleh orang tuanya.
Time : Klien mengatakan nyeri muncul setiap saat terutama saat klien bergerak dan batuk dan sering
Keluarga klien mengatakan klien sudah pernah dirawat di rumah sakit yang sama dengan
penyakit diare/mencret sekitar 1 tahun yang lalu dan sebelumnya klien sering mengalami
penyakit diare (Gastroenteritis) karena pola makan klien yang sering tidak teratur. Dan menurut
keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang lain yang menderita penyakit yang sama dengan
yang diderita klien yaitu Hernia. Keluarga klien mengatakan, sebelumnya klien belum pernah
dioperasi dan menderita penyakit yang memerlukan proses operasi dan klien tidak memiliki
Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami riwayat penyakit yang
diderita klien saat ini yaitu Hernia dan keluarga klien juga tidak ada yang mengalami penyakit
menular seperti hepatitis dan alergi terhadap makanan apapun. Dan tidak ada juga yang
b. Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Anak Kandung
: Perempuan : Klien
: Meninggal : Cerai
rumah
ng Digunakan
Dalam kehidupan sehari-hari klien dan keluarga dalam berkomunikasi dan bergaul terbiasa
Klien dan keluarga menganggap bahwa sakit yang diderita klien adalah cobaan dari Tuhan dan
berharap cepat sembuh. Keluarga klien mengatakan bahwa dilingkungan keluarga selalu
menjaga kesehatan anggota keluarga dengan baik dan bila ada anggota keluarga yang sakit selalu
ri
Pada konsep diri yang meliputi: body image atau gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri
dan identitas diri tidak dikaji karena klien anak berusia 7 tahun dan tidak memungkinkan untuk
Status emosi klien kadang labil hal ini karena usia klien yang masih anak usia 7 tahun sehingga
klien sering merasa takut saat di ajak komunikasi oleh perawat, dan pada saat dilakukan
pengkajian yang lebih berperan dalam menjawab pertanyaan penulis adalah orang tua klien,
Klien terkadang hanya pasif saja ketika diajak komunikasi oleh perawat dan penulis dan klien
sering merasa gelisah dan takut ketika ditanyakan keluhannya dan ketika perawat akan
melakukan tindakan keperawatan pada klien, namun keluarga klien sangat kooperatif saat
dilakukan pengkajian.
Dengan Keluarga
Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya hubungan keluarga terjalin baik dan saling
memperhatikan satu sama lainnya termasuk apabila ada anggota keluarga yang sakit keluarga
Keadaan umum klien lemah, tampak seperti menahan sakit pada luka operasi dan terkadang klien
2. Kesadaran
GCS 15 (Respon buka mata 4, Respon motorik 5 dan Respon verbal 6), Tingkat kesadaran
Compos mentis.
5. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva ananemis dan sclera anikhterik fungsi
penglihatan baik dan tanpa menggunakan alat bantu penglihatan (kaca mata)
6. Telinga
Letak simetris, tidak ada serumen, dapat berfungsi dengan baik dan tidak menggunakan alat
bantu pendengaran.
7. Hidung
Simetris, tidak ada polip hidung, fungsi pernafasan baik, tidak terjadi sesak nafas, tidak tampak
tumpukan sekret dan tidak terdapat masalah dalam pola nafas, frekuensi pernafasan 24x/menit
8. Mulut
Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis. Jumlah gigi lengkap 32 buah, warna agak kuning,
9. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan Jugularis Vena Perifer dan
10. Thorax
Bentuk simetris pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak lesi pada kulit dan tidak ada
pembengkakan dada.
a) Paru-Paru/Pulmo
Pada inspeksi didapat kan hasil permukaan dada simetris, permukaan dada kiri/sinistra sama
dengan permukaan dada kanan/dextra, Pernafasan normal frekuensi 24x/menit. Pada palpasi
didapatkan hasil fokal fremitus kiri/sinistra sama dengan kanan/dextra, fokal resonan kiri/sinistra
sama dengan kanan/dextra. Sedangkan pada perkusi suara paru sonor dan auskultasi yaitu bunyi
nafas vesikuler dan tidak terdengar suara nafas tambahan seperti wheezing (suara abnormalitas
pada paru seperti adanya penumpukan udara), ronkhi (mengi), dan krekels (penumpukan cairan
pada pleura)
b) Jantung/Cardio
Pada inspeksi dada terlihat ictus cordis berdenyut halus di intercosta 6, pada palpasi didapatkan
data teraba ictus cordis di intercosta ke 4-5-6 sebelah kiri sedangkan pada perkusi jantung
didapatkan batas jantung jelas, kesan tidak ada pembesaran jantung dan pada auskultasi jantung
terdengar bunyi jantung suara 1 (lub) tunggal dan bunyi jantung suara 2 (dub) tunggal dan tidak
11. Abdomen
Pada inspeksi didapatkan hasil permukaan abdomen simetris kanan dan kiri, tidak ada ascites dan
terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian bawah tepatnya dibawah umbilicus atas
shimpisis pubis, panjang luka kurang lebih 7cm terdapat jahitan simpul sebanyak 10 simpul,
keadaan luka bersih tidak terdapat pus dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan luka tertutup
kassa steril. Pada auskultasi didapatkan bising usus kurang lebih 8x / menit sedangkan pada
perkusi keempat kuadran abdomen didapatkan suara tympani dan pada palpasi terdapat nyeri
tekan pada semua lapang abdomen terutama sekitar luka operasi yaitu di kuadran abdomen
12. Genetalia
Terpasang Cateter, urine keluar dengan warna kuning pekat volume 450cc, tidak terdapat
endapan maupun darah, posisi kateter benar/tanpa hambatan, kateter terpasang hari ke dua dan
area scrotum sebelah kanan memerah dan ada nyeri tekan pada area genetalia klien.
13. Ekstremitas.
Fungsi ekstremitas atas normal dan dapat berfungsi dengan baik dan tidak menggunakan alat
bantu dan ekstremitas sebelah kanan terpasang Infus RL dengan infuset makro, 12 tetes/menit
keadaan infus baik tidak terdapat oedem pada area yang terpasang infus dan tidak ada nyeri pada
Ekstremitas bawah tidak terdapat kelainan dan dapat berfungsi dengan baik hanya saja klien
tidak mau banyak bergerak karena terasa nyeri pada luka operasi semakin meningkat ketika
bergerak.
Atas
Kana Kiri
n
555 555
555 555
Bawah
Keterangan: Skala kekuatan otot pada kedua kaki dan kedua tangan nilai 5 yaitu dapat bergerak
1 2 3 4
1 Pola Nutrisi Dan Klien mengatakan dirumah Kelurga klien mengatakan
Metabolik biasa makan 3x sehari porsi selama di rumah sakit pola
1 piring kadang lebih, makanya klien tidak bisa
dengan jenis menu nasi makan banyak, hanya dapat
putih, sayur-sayuran dan makan makanan lunak atau
laku. Klien mengatakan tidak bubur yang dianjurkan diet
ada makanan yang di rumah sakit dengan diet bubur
hindarinya/tidak di sukainya, tinggi kalori tinggi protein,
dan tidak ada riwayat alergi klien mengatakan tidak nafsu
terhadap makanan makan dan mual tapi tidak
muntah, makan siang ini klien
hanya menghabiskan
seperempat porsi diet dari
rumah sakit, Sehari klien
minum susu yang diberikan
setiap 3 jam sebanyak
setengah gelas kurang lebih
100cc.
2 Pola Eliminasi BAB Klien mengatakan dirumah Orang tua klien selama 5 hari
BAB 1x sehari. Kadang- ini klien belum BAB, klien
kadang 2x dalam sehari. belum BAB karena efek dari
Konsistensi lunak, warna herniasi usus dan karena efek
coklat, bau khas feaces dan operasi sehingga klien belum
tidak ada masalah dalam BAB,
BAB
3 Pola Eliminasi BAK Klien mengatakan sebelum Selama dirumah sakit klien
dirawat dirumah sakit dalam terpasang selang cateter,
sehari kencing 3 – 4 X, dengan volume urine pada
warna urin kuning jernih, urine bag cateter saat
bau khas urin dan tidak pengkajian volume 450cc,
masalah dalam kebiasaan warna kuning pekat, bau khas
eliminasi pasien urine tidak terdapat endapan
darah dan cateter pemasangan
hari ke 2.
4 Pola Istirahat dan Tidur Klien mengatakan dirumah Selama sakit klien
dalam sehari tidur + 10 jam mengatakan kurang bisa tidur,
siang + 2 jam dan tidur pada sering terbangun terutama
malam hari sebanyak 9 jam, pada malam hari karena nyeri
klien lebih banyak tidur pada sering terasa dan suasana
malam hari. Dan tidak ada yang sepi.
masalah dalam pola tidur
klien dirumah.
5 Pola Aktivitas Sehari- Sebelum sakit klien biasa Keluarga klien mengatakan
hari Mobilisasi beraktivitas seperti klien tidak bisa beraktivitas
kebanyakan anak-anak sendiri. Klien takut bergerak
seusianya, bersekolah dan dan melakukan aktivitas
bermain seperti biasanya dan karena nyeri dan
tidak terdapat masalah dalam cemas/ketakutan yang
pemenuhan kebutuhan berlebihan terhadap luka
activity daily living klien operasinya. Untuk pemenuhan
seperti makan, mandi dan Activity daily living seperti
yang lainnya makan, minum kebersihan
dan alih posisi klien dibantu
oleh keluarga dan perawat.
6 Kebersihan Diri Klien mengatakan dapat Untuk pemenuhan kebersihan
melakukan aktivitas dan diri klien dilakukan oleh
personal hygiene mandiri, orang tua klien dengan cara
mandi sehari 2X kadang- dilap dengan menggunakan
kadang lebih. washlap dan air hangat setiap
pagi dan sore.
3.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 11 Juni 2011 didapatkan data sebagai berikut:
Pada tanggal pengkajian tanggal 11 Juni 2011, klien An. A mendapatkan terapi sebagai
berikut:
Tabel. 3.3. Program Terapi
Nyeri akut
2 Data subyektif: Intoleransi Aktivitas
a) Klien mengatakan takut bergerak dan Cidera jaringan/
beraktivitas karena luka akan terasa prosedur Infasive
nyeri saat beraktivitas
b) Keluarga klien mengatakan semua
aktivitas klien seperti makan, minum Peningkatan
dan kebersihan diri dibantu oleh rangsang nociceptor
orang tua.
Data Obyektif:
a) Pasien tampak lemah. Nyeri
Intolerasi
3 Data subyektif: Konstipasi
a) Keluarga klien mengatakan selama Herniasi Usus
dirumah sakit belum BAB, karena
sebelum dan sesudah operasi pasien
Proses Operasi
puasa.
b) Pasien mengatakan perut terasa sakit
ingin BAB tapi tidak bisa BAB.
Immobilisasi
c) Keluarga klien mengatakan klien
sekunder akibat post
makan dan minum sedikit karena
operasi dan efek
sesudah operasi dianjurkan puasa dan
anastesi.
makan sedikit-sedikit.
Data obyektif:
Perubahan pada system
a) Kurang lebih 6 hari selama di rumah
pencernaan dan
sakit pasien belum bisa BAB
b) Pemeriksaan palpasi abdomen teraba metabolisme
massa feses dikuadran perut bagian
kiri bawah.
c) Pasien bedrest di tempat tidur.
Penurunan
peristaltik usus
Penumpukan
Feses
Konstipasi
b) Klien hanya tidur 6 jam pada malam memasuki fase NREM
Resiko
infeksi
3.2. Prioritas Masalah Keperawatan/ Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian dan melakukan analisa data pada klien An. A dengan
diagnosa Hernia Scrotalis post operasihari ke II, kemudian penulis dapat menegakkan diagnosa
3.2.1. Gangguan Rasa Nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, dan proses
inflamasi luka operasi ditandai dengan nyeri pada luka operasi yaitu diperut skala nyeri 7,
ekspresi wajah klien tampak menahan nyeri, klien tampak memegangi bagian perut dan tampak
hati–hati dalam melakukan pergerakan, terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian
bawah, panjang 7cm jahitan 10 simpul, keadaan luka bersih tidak terdapat pus dan tanda–tanda
vital: Tekanan darah: 100/70 mmHg, Nadi: 92 x / menit, Respirasi: 24 x / menit, Suhu: 373 oC
3.2.2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya keterbatasan rentang gerak dan ketakutan
bergerak akibat dari respon nyeri dan prosedur infasive ditandai dengan klien mengatakan takut
bergerak karena nyeri meningkat saat bergerak, klien tampak lemah dan bedrest, dan semua
3.2.3. Konstipasi berhubungan dengan immobilisasi sekunder akibat post operasi dan efek anastesi
ditandai dengan klien sudah 6 hari belum BAB, klien ingin BAB tapi tidak bisa keluar dan klien
bedrest, klien makan sedikit dan pemasukan cairan lewat oral sedikit (kurang serat) dan teraba
(nociceptor) akibat dari adanya prosedur infasive operasi ditandai dengan klien mengatakan
kurang bisa tidur terutama pada malam hari, sering terbangun pada malam hari karena sering
mengeluhkan nyeri muncul pada area perut dan luka operasi, klien tampak pucat dan mata
merah, klien hanya tidur 6 jam pada malam hari dan tampak memegangi area abdomen yang
3.2.5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur invasive/ tindakan
operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi ditandai dengan klien mengatakan luka
terasa panas dan pedih, pada abdomen klien terdapat luka operasi pada kuadran abdomen bagian
bawah tepatnya dibawah umbilicus atas shimpisis pubis, panjang 7cm terdapat jahitan 10 simpul
dan luka tertutup kassa steril, keadaan luka bersih tidak terdapat pus dan tidak oedem, luka
teraba agak hangat dan luka agak kemerahan dan pemeriksaan leukosit: 10.200/ul. Suhu: 373 oC
b) Melakukan medikasi lukab) Luka tampak bersih dan tidak ada
20 Kamis bersih/steril. Respon pasien, tanda-tanda infeksi seperti tidak
16 Juni 2011 sedangkan respon obyektif. terdapat oedem dan kemerahan
08.30wib pada luka dan tidak terdapat pus
jahitan luka rapi dan luka bersih
tertutup kassa steril.
2 Selasa II Subyektif:
14 Juni 2011 a) Keluarga klien mengatakan klien masih takut beraktivitas
17.30wib sendiri.
b) Keluarga klien mengatakan untuk memenuhi semua
kebutuhan aktivitas sehari-hari klien seperti mandi, makan,
minum dan duduk dibantu oleh keluarga.
c) Klien mengatakan belum berani bergerak dan hanya
berbaring saja.
Obyektif:
a) Klien bedrest.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. (2011) Asuhan kepeperawatan Hernia Scrotalis Pada Pasien Pasca Operasi. Dikutip dari
http://askep-kesehatan. Jurnal keperawatan indoesia.com/2009/01/Herrniascrotalis.html. Diakses
tanggal 12 Juli 2011
Anonim B. (April 2011) Biologyc Safety Of Nursing intervension and Clinicalguide nursing Clasivication
Surgery. Avaibable from http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5180. Di akses
tanggal 22 Juli 2011.
Anonim C. (2011) Pedoman Perawatan Pasien Post Operasi Laparotomy dan Hernia Scrotalis dan
perawatan Luka lanjutan. Available from http://www.wounds1.com/care/procedure20.cfm/35.
Di akses tanggal 22 Juli 2011
Anonim D. (April 2011) Pain perception and Management. Fundamentals of nursing: Human health and
function system Gastrointestinal.
Availablefromhttp://www.burnsurgery.org/Betaweb/Modules/moisthealing/part_2bc. .htm.Di
akses tanggal 22 Juli 2011.
Biggs WS, Dery WH. (2008) Evaluation and Treatment of Constipation in Infants and Children.
http://www.aafp.org/afp/20060201/469.html. Di akses tanggal 22 Juli 2011.
Carpenito L, Juall. (2001) Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan) EGC. Jakarta.
Doengoes, M. E. Moorhouse, Mf. Geissler. A. C. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian perawatan Pasien (terjemahan) Edisi 3, EGC. Jakarta.
Kozier & Erb. (2004) Hernia Scrotalis Post Surgery Management dan Wounds. Fundamentals of nursing:
Concepts, process, and practice (7th ed.). New Jersey: Pearson prentice hall. Available from
http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/april 2009. Di akses tanggal 22 Juli 2011.
Pearce. C. Evelyn. (1999), Anatomi dan Fisioloogi untuk Paramedis (terjemahan). Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Price. S. A.(2005) Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. (terjemahan). Edisi 6. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2005) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2 (terjemahan) EGC.
Jakarta.
Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth (terjemahan)
Vol 2. EGC. Jakarta.
Soeparman, dkk. (2001) Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Underwood, J. C. E. (2000) Patologi Umum dan Sistemik (terjemahan) vol 2. EGC. Jakarta.
Wilkinson, J.M. (2000) Nursing diagnosis handbook with NIC interventions and NOC outcomes (7th ed.).
Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall
Health.http://wps.prenhall.com/chet_kozier_fundamentals_7/0,7865,764086-,00.html . Di akses
tanggal 22 Juli 2011.