Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Resonansi

Pada rangkaian LC, akan terjadi resonansi, bila besar reaktans induktif dan kapasitif sama besar
(pers. 1). Besarnya frekuensi resonansi bergantung pada nilai induktas dan kapasitans (pers. 2).
Dari persamaan 1 terlihat bahwa resonansi dipengaruhi oleh frekuensi dari sistem. Pada keadaan
resonansi, arus bisa sangat besar jika nilai hambatan sangat kecil karena pada keadaan resonansi
besar impedans rangkaian minimum, sehingga memungkinkan terjadinya overcurrent dan juga
overvoltage. Keadaan resonansi ini adalah suatu keadaan yang stabil. Efeknya dapat dikurangi
dengan memasang hambatan.

(1)

Gambar 1. Rangkaian LC- linear

(2)

2.2 Feroresonans

Feroresonans adalah keadaan resonansi antara kapasitor dan induktor non-linear (lihat gambar 2.).
Pada induktor non-linear, reaktans induktif tak hanya tergantung pada frekuensi, tetapi juga
tergantung pada kerapatan fluks magnetis inti besi (inti besi trafo). Inti besi transformator memiliki
daerah kerja linear dan saturasi (jenuh) (lihat gambar 3.). Dalam penggunannya inti besi
transformator didesain untuk bekerja di daerah linear.

Gambar 2. Rangkaian L-C non-linear

Reaktansi induktif direpresentasikan oleh kurva saturasi dari inti besi. Secara teoritis, induktans
non-linear ini dapat direpresentasikan oleh dua reaktansi induktif, menurut kondisi pada kurva
saturasi.

· Daerah linear →
· Daerah saturasi →

Gambar 4.

Solusi
Grafis
Induktor
Non Linear

2.3 Diagnosa Feroresonans

Meskipun feroresonans adalah fenomena yang sulit diprediksi, beberapa gejala muncul seiring
dengan terjadinya feroresonans. Gejala-gejala tersebut antara lain:

· Overvoltage dan overcurrent yang permanen

· Distorsi gelombang arus dan tegangan yang permanen

· Perpindahan tegangan titik netral

· Panas pada trafo (pada kondisi tanpa beban)

· Bunyi (noise) yang keras dan terus menerus pada trafo dan reaktan (magnetostriction)

· Kerusakan pada peralatan listrik (bank kapasitor, VT, CVT) karena efek panas atau kegagalan
isolasi

· Misoperasi dari peralatan proteksi

· Flicker

Identifikasi dapat dengan cara menganalisis konfigurasi sistem saat gejala feroresonans
muncul, bersama dengan kejadian yang mendahuluinya (energizing trafo, lepasnya beban,
membukanya saklar salah satu atau kedua fase) yang dapat memicu fenomena feroresonans.
Langkah selanjutnya adalah menentukan apakah terdapat 3 kondisi yang diisyaratkan (tapi
belum cukup) untuk kemunculan feroresonans :

· Keberadaan kapasitans bersamaan dengan induktans non-linear

· Keberadaan paling sedikit satu titik di mana potensialnya tidak tetap (isolated neutral, single fuse
blowing, single phase switching)

· Komponen sistem yang dibebani ringan (trafo tanpa beban atau instrumen trafo tegangan) atau
low short-circuit power sources (generator).

Jika salah satu dari kondisi di atas tidak terbukti, maka feroresonans sangat tidak mungkin.
Jika ketiga kondisi terpenuhi maka masih diperlukan penyelidikan yang lebih lanjut untuk melihat
kemungkinan terjadinya feroresonans

3 3 . Analisis

3.1. Simulasi Rangkaian Dasar Resonans

Perhatikan gambar berikut:

Gambar 5. Rangkaian Dasar Resonans

Konfigurasi rangkaian:

Single Phase Voltage

Mag: 50 kV

Frequency: 50 Hz

Nilai XL = XC,

XL = 2π * f * L = 2 * 50 * 0.1013211836 ≈ 31.831

XC = 1 / 2π * f * C = 1 / 2 * 50 * 100µF ≈ 31.831

Dari gambar hasil simulasi disamping dapat


dilihat efek resonans pada arus dan tegangan.
Terjadi overvoltage dan overcurrent.
Simulasi dilakukan untuk kurun waktu 1
detik. Dapat dilihat pada detik ke 0.8-an
tegangan maupun arusnya naiknya tidak lagi
bergitu signifikan. Hal ini menunjukkan
mendekati keadaan steady state. Sesuai
dengan teori bahwa resonans adalah
fenomena yang permanen.

Gambar 6. Hasil Simulasi Resonans Rangkaian

Bila rangkaiannya diberi beban resistans (pada simulasi berikutnya trafo dimodelkan mempunyai
resistans 1 Ω).

Gambar 7. Rangkaian Resonans dengan hambatan rangkaian 1 ohm

Hasil Simulasi :

Gambar 8. Hasil simulasi rangkaian di gambar 7

Dapat diperhatikan bahwa nilai tegangan dan arusnya tidak membesar tak terkendali. Ini
menunjukkan resonans telah diredam oleh resistor 0.5 ohm.

3.2. Simulasi Rangkaian Dasar Feroresonans

Gambar 9. Rangkaian Dasar Feroresonans

Sebelum menganalisis hasil simulasi rangkaian diatas, perlu dibahas sedikit pengetahuan
mengenai Core Power Transformer.
Gambar 10. Core Power Transformer

Dalam membuat rangkaian seperti pada gambar 9, perlu diketahui nilai XL dari CPT agar bisa
dibuat rangkaian yang ber-feroresonansi.

Caranya adalah sebagai berikut:

1. Ketahui nilai-nilai parameter Trafo.

Trafo yang digunakan untuk simulasi mempunyai parameter berikut:

V primer : 13.800 V

V sekunder : 240 V

Daya : 1 kVA

Frekuensi : 60 Hz

I0 : 10 % IFL

Dari informasi diatas dapat dicari nilai L11 (L yang dipakai untuk menghitung ωL) dengan
mengikuti perhitungan berikut:

; ω =377

a=

IFL1 =

I0-1 = 1% IFL1 = 0.000725 A

IFL2 =
I0-2 = 1% IFL2 = 0.04167 A

a L12 = – L1 = - 25.258 = 5026.32 H

L12 = L11 = L1 + a L12 = 25.258 + 5026.32 = 5051.578 H; L yang dipakai untuk menghitung ωL

L22 =

Sehingga nilai ωL dapat dihitung:

ωL = 2π * f * L = 1904400 Ω

2. Hitung nilai C dengan nilai XL = XC

1904400 = àC=

3. Gambar Rangkaian

Gambar 11. Rangkaian Feroresonans Sederhana

*Konfigurasi CPT seperti tertera diatas.

Hasil Simulasi

Gambar 12. Simulasi Feroresonans dari rangkaian di gambar 11

Rangkaian berbeban resistans kecil (100 ohm)

Gambar 13. Rangkaian Feroresonans Berbeban

Hasil simulasi

Gambar 14. Hasil simulasi gambar 13


Perhatikan bahwa dengan efek pembebanan resistans, feroresonansnya teredam.

Sekarang perhatikan dan bandingkan hasil simulasi dari rangkaian yang sama dengan beban
10000 ohm (10 kohm).

Gambar 15. Rangkaian gambar 13 dengan beban 10 kOhm

Gambar 16. Hasil simulasi rangkaian gambar 11

Perhatikan bahwa simulasi rangkaian dengan beban 10 kohm terjadi feroresonans seperti pada
rangkaian tanpa beban. Rangkaian gambar 11 yang tidak tersambung ujung-ujungnya pada
esensinya sebenarnya berhambatan tak hingga. Oleh karena itu saat dibebani 10 kOhm (yang
merupakan hambatan relatif besar), feroresonans terjadi seperti pada rangkain di gambar 11
tersebut.

Simulasi Rangkaian Feroresonans Pada Rangkaian System Tegangan Rendah ( lebih kecil 12
kV)

Gambar 17. Rangkaian Feroresonans Pada Rangkaian System Tegangan Rendah

Parameter Rangkaian dan Perhitungan nilai-nilai komponen:

Trafo tegangan primer 8kV.

Frekuensi sinyal 60Hz

; ω =377
a=

IFL1 =

I0-1 = 1% IFL1 = A

IFL2 =

I0-2 = 1% IFL2 = 0.04167 A

a L12 = – L1 = – 8.49 = 16967.64 H

L12 =

L11 = L1 + a L12 = + 16967.64 = 16976.13 H; L yang dipakai untuk menghitung ωL

ωL = 6399850.235

6399850.235 = 1/ωC

C = 1/6399850.235*377 = 4.145 x 10^-10 = 0.0004145 µF

Gambar 18. Hasil Simulasi Rangkaian di gambar 17

Tampak masih ada feroresonans, namun dengan skala yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
gambar 12.

3.3. Rangkaian Feroresonans 3 fase

Gambar 19. Rangkaian 3 fase feroresonans

Hasil simulasi:
Gambar 20. Tegangan feroresonans di 3 bus (lingkar kuning)

Terlihat bahwa tegangan bus-nya normal.

Gambar 21. Tegangan di 1 fase B (lingkar merah)

Pada transmisi fase B terjadi feroresonans.

Sekarang rangkaian dibebani lebih (jadi 1MW) untuk menghilangkan feroresonans,

Gambar 22. Rangkaian Berbeban

Hasil simulasi

Gambar 23. Hasil Simulasi dari Rangkaian gambar 22

Tampak bahwa karena efek pembebanan yang ditambah, setelah detik 0.20 (setelah transien), efek
feroresonans bisa dikurangi dan sinyalnya stabil tidak overvoltage.

Efek pelepasan capacitor pada esensinya menghilangkan nilai XC, sehingga seharusnya
menghilangkan feroresonans. Berikut gambar rangkaian dan hasil simulasinya.

Gambar 24. Rangkaian Tanpa Kapasitor dan Hasil Simulasinya

Tampak dari hasil simulasi, pada keadaan steady state tidak terjadi feroresonans. Pelepasan
capacitor memang menghilangkan feroresonans.

3.4. Pengaruh Knee Voltage Dan Magnetizing Current Trafo


Feroresonans adalah keadaan resonansi antara kapasitor dan inductor non-linear. Pada inductor
non-linear, reaktans induktif tak hanya tergantung pada frekuensi namun juga bergantung pada
kerapatan fluk magnetis inti besi (inti besi trafo).

Trafo didesain bekerja pada daerah linear, yaitu dibawah knee-point kurva magnetisasi inti.
Sehingga semakin tinggi knee point-nya, semakin kecil kemungkinan terjadi feroresonans karena
trafo masih bekerja di daerah linear, yang di lain pihak feroresonans adalah keadaan resonansi
antara kapasitor dan inductor linear.

Pada 2 percobaan sebelumnya di subbab 2.3. semuanya dilakukan untuk nilai knee voltage dan
magnetizing current yang sama yaitu berturut-turut 1.35 pu dan 1 %. Sekarang akan diuji bila
kedua parameter trafo tersebut diubah-ubah dengan keadaan kapasitor bus A,B,C terpasang dan
beban yang sama.

- Knee voltage = 1.5pu & magnetizing current = 1%

Feroresonans masih terjadi, namun terkurangi mulai t > 0.8 S dan mencapai keadaan stabil.

- Knee voltage = 1.75pu & magnetizing current = 1%

Ciri-ciri feroresonans tidak tampak. Sinyalnya tidak mengalami overvoltage hingga 4 pu seperti
pada gambar sebelumnya. Dan juga mencapai tegangan stabil pada keadaan steady state lebih
cepat.

- Knee voltage = 1.35pu & magnetizing current = 0.5%

Dengan mengecilkan nilai magnetizing current ke 0.5% nampak bahwa ciri-ciri feroresonans
masih kelihatan namun magnitudenya mengecil dan sinyal system mencapai keadaan tidak
overvoltage yang stabil pada t > 0.7 S.

- Knee voltage = 1.35pu & magnetizing current = 0.25%

Dengan semakin mengecilkan nilai magnetizing current menjadi 0.25 % ciri-ciri feroresonans
semakin dapat dihilangkan. Keadaan tegangan normal stabil juga dicapai lebih cepat lagi.

- Knee voltage =1.5pu & magnetizing current = 0.5%

Pada saat knee voltage 1.5 pu & magnetizing current 1% serta knee voltage 1.35 pu &
magnetizing current 0.5 %, ciri feroresonans masih tampak sedikit.
Sekarang bila knee voltage 1.5pu dan magnetizing current 0.5%, hasil simulasinya seperti
disamping. Yaitu menyebabkan sinyal yang semakin bebas dari feroresonans.

- Knee voltage = 1.85 pu & magnetizing current = 0.25%

Hasil simulasinya menunjukkan bahwa sinyalnya semakin terbebas dari Feroresonans.

3.5 Pengaruh Jarak Transmisi Atau Distribusi, Jarak Ckpacitor Bank Dari Trafo 3 Fase

Pada esensinya kabel mempunyai nilai resistans / jarak dan nilai kapasitif. Berikut contoh tabel
dari Wikipedia:

Sekarang akan diamati pengaruh jarak saluran transmisi dari capacitor ke CPT 3 fase. Simulasi
dilakukan dengan rangkaian seperti pada gambar 15 dengan jarak yang berbeda-beda.

Gambar 26. Jarak +2 km

Gambar 27. Jarak +8km

Penambahan jarak ternyata mengurangi ciri feroresonans. Karena kabel yang semakin panjang
artinya beban dan losses nya bertambah, hal ini mengurangi ciri-ciri Feroresonans.

Gambar 28. Jarak -1km

Gambar 29. Jarak -2km


Gambar 30. Jarak -3km

Gambar 31. Jarak -7km

Gambar 1 Jarak -10km

Tampak bahwa hanya pada jarak-jarak tertentu ciri feroresonansnya keluar. Tidak selalu jarak
yang sangat jauh maupun yang begitu dekat menghasilkan feroresonans. Kabel transmisi sebagai
salah satu sumber beban kapasitif pada jarak tertentu nilai kapasitansnya bisa memenuhi (XL =
XC). Sehingga dalam sistem menghasilkan feroresonans.

4. Kesimpulan dan Saran

4.1. Kesimpulan

1. Salah satu sumber penyebab Ferroresonans adalah Core Power Transformer (yang bersaturasi
menjadi komponen induktor non-linear) dan Capacitor Bank yang nilai impedansi kedua
komponen tersebut sama besar.

2. Dampak feroresonans berupa overvoltage dan overcurrent, yang dapat dikurangi atau bahkan
dihilangkan dengan memasang beban resistif (disipasi energi).

3. Secara natural L dan C adalah komponen listrik yang menyimpan energi, bila berresonansi atau
berferoresonansi akan menghasilkan energi listrik yang semakin membesar sampai tercapai
keadaan steady state.

4. Untuk mensimulasikan feroresonans sederhana 1 fase, perlu diketahui nilai X L dari CPT dengan
perhitungan seperti pada analisis subbab 2.2.

5. Ferroresonans tidak terjadi pada tegangan rendah (<=12kV), karena pada tegangan rendah
kombinasi antara kapasitans kabel, magnetizing impedance, rugi-rugi, knee voltage dan
magnetizing current pada CPT akan menghasilkan probabilitas rendah untuk memenuhi gejala-
gejala Ferroresonans.

6. Pelepasan seluruh kapasitor pada sistem rangkaian akan menyebabkan hilangnya ferroresonans.

7. Feroresonans dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dengan memakai CPT dengan knee voltage
yang tinggi dan magnetizing current yang rendah.

8. Panjang dan jenis kabel tegangan tinggi pada transmisi atau distribusi mempunyai andil dalam
terjadinya feroresonans atau tidak. Kabel transmisi merupakan komponen yang mempunyai sifat
kapasitif dan resistif sehingga turut berpengaruh pada impedans keseluruhan rangkaian. Pada jarak
tertentu dapat menyebabkan feroresonans yang merusak.

4.2. Saran

Untuk menghilangkan feroresonans pada rangkain system tenaga listrik, dapat diambil langkah-
langkah berikut:

1. Selalu memasang beban yang cukup ketika system sedang online. Hal ini untuk disipasi bila
feroresonans terjadi.

2. Menggunakan trafo dengan knee voltage yang tinggi dan magnetizing current rendah.

3. Pelepasan capacitor pada system rangkaian bila terjadi fault pada salah satu fase (single phase
switching).

4. Melakukan kalkulasi untuk panjang kabel yang sesuai agar sifat kapasitif dari kabel yang berpotensi
menyebabkan feroresonans dapat dihindari.

Sumber :

1. M. Isnaeni B. Setyonegoro, Tegangan Lebih pada Static Transfer Switch (STS) akibat
Ferroresonance Rangkaian Snubber dan Control Power Transformer (CPT). JITEE Vol.1, No.1
Agustus 2009

2. http://www.schneider-electric.com/documents/technical-ublications/en/shared/electrical-
engineering/electrical-environmental-constraints/general-knowledge/ect190.pdf

3. http://en.wikipedia.org/wiki/ferroresonance

4. http://electricnet.com/ferroresonance

Anda mungkin juga menyukai