Anda di halaman 1dari 106

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR I

NAMA : ANDRI PUSPITA


NIM : A1C316017
KELOMPOK : IV (EMPAT)

LABORATORIUM PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
DAFTAR ISI
KEGIATAN I Rangakain Thevenin Dan Norto
KEGIATAN II Filter Pasif dan Aktif
KEGIATAN III Rangkaian RLC dan Fenomena Resonansi
KEGIATAN IV Dioda Penyearah Gelombang
KEGIATAN V Dioda Zener
KEGIATAN VI Transistor Sebagai Saklar
KEGIATAN VII Transistor Sebagai Penguat Tegangan
KEGIATAN I
RANGKAIAN THEVENIN DAN NORTON

I. TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum mengenai rangkaian thevenin dan norton
sebagai berikut:
a. Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat
mengidentifikasi karakteristik teorema thevenin dan teorema norton
pada rangkaian arus searah dengan benar
b. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mencontohkan fungsi
teorema thevenin dan teorema norton dengan benar
c. Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat mengukur
Vth, Rth, arus dan tegangan pada thevenin dan norton dengan benar

II. DASAR TEORI


Menurut Blocher(2003: 49-51) sifat dari luar (sifat output) setiap
jaringan dengan resistor-resistor dan sumber-sumber energy bisa digantikan
dengan rangkaian seri satu sumber voltase ideal dan satu resistor dalam R
dalam. Besar voltase Vo dari sumber voltase sama dengan voltase pada
output Vth ketika rangkaian terbuka: berarti ketika tidak ada sambungan
pada output dan tidak ada arus yang mengalir dari sumber tegangan.

Gambar 2.2: sifat keluaran dari suatu sumber tegangan selalu bisa
dimengerti dengan rangkaian ekuivalen thevenin dan rangkaian ekuivalen
Norton.
Resistivitas Rdalam dari R dalam sebesar perbandingan antara voltase
Vtb dan arus hubung singkat His yang mengalir ketika output dihubung
singkatkan:
Rdalam =

Mengenai sifat luar (sifat output) setiap jaringan linear dengan resistor-
resistor dan sumber-sumber energy bisa dgantikan dengan rangkaian
parallel dari satu sumber arus yang ideal dan satu resistor Rdalam besar arus
Io dari sumber arus yang sama besar dengan arus His yang mengalir dari
output dihubung singkat. Resistivitas R dalam dari resistor R dalam sebesar
perbandingan dari voltase Vtb yan terdapat kalau rangkaian terbuka, berarti
tidak ada sambungan pada output dan tidak ada arus yang mengalir dari
sumber tegangan dan arus hubung singkat His:

Rdalam =

Mengenai dua rangkaian ekuivalen harus diperhatikan bahwa hanya


sifat outputnya yang sama dengana rangkaian asli. Rangkaian asli sendiri
mungkin jauh berbeda dari rangkaian ekuivalen. Mengenai sifat lain,
misalnya pemakaian daya listrik, rangkaian ekuivalen tidak sama dengan
rangkaian asli.

Tabel 2.1: hubungan antara besaran-besaran dalam rangkaian ekuivalen


northon dan rangkaian ekuivalen thevenin.
Besaran-bersaran dalam Besaran-besaran dalam
rangkaian thevenin rangkaian northon

Vo dari rangkaian thevenin = Arus dari sumber arus dari


rangkaian
Northon dikalikan dengan
resistivitas dalam Io Rdalam
Arus hubung singkat = Arus Io dar sumber aru
dalamrangkaian thevenin: sdalam rangkaian Norton

Resistivitas dalam Rdalam dari = Resitivitas dalam Rdalam


rangkaian thevenin dari rangkaian norton

Menurut sutrisno(1989:1-3) ada dua bentuk dasar rangkaian setara,


yakni rangkaian thevenin dan rangkaian setara Norton. Rangkaian setara
thevenin menggunakan sumber tegangan tetap, yakni suatu sumber
tegangan ideal dengan tegangan keluaran yang tak berubah, berapapun besar
arusnya yang diambil darinya. Rangkaian setara Norton mengguanakan
sumber arus tetap, yang dapat menghasilkan arus tetap, berapapun besar
hambatannya yang dipasang pada keluarannya.

Gambar: rangkaian pembagi tegangan. (a) tanpa beban, (b) diberi beban RL,
sehingga ditarik arus IL.
Pada gambar pertama, rangkaian listrik mempunyai keluaran terbuka
oleh gerbang keluaran. B tidak diambil arus. Pada keluaran ini tegangan
keluaran disebut tegangan keluaran terbuka yang kia sebut V,o,b (baca:Vo
buka).

( )
Vo,b= 2= 12 = 6
( 1+ 2) ( + )
Pada gambar kedua dihubungkan dengan suatu hambata beban, RL
sekarang marilah kita hitung tegangan keluaran rangkaian tersebut bila
diberi hambatan beban RL=1 KΏ.

12 12
I= = = 1,5 =8
( 1+ 2// ) +( // )
1
Vo=VAB=I(R2//RL)=(8mA) (IK//IK)= 8 . 2 Ώ = 4v

Menurut Maulana (2012:1-3) ada dua bentuk rangkaian setara, yaitu


rangkaian setara thevenin dan rangkaia setara Norton. Tegangan thevenin,
Vth didefinisikan sebagai tegangan yang melewati terminal beban saat
hambatan beban terbuka. Sedangkan hambatan thevenin didefinisikan saat
seluruh sumber dibuat nol dan hambatan beban terbuka.
Teorema thevenin merupakan alat bantu aplikatif dalam dunia
elektronika. Arus Norton. IN, didefinisikan sebagai arus beban saat
hamabatan beban dihubungkan singkat. Karena ini, arus Norton terkadang
disebut juga dengan arus yang dihubung singkat (shorth-circuit current, isc).
Sebagai definisi :

Arus Norton : IN = Isc

Hambatan Norton Rn adalah hambatan yang di ukur oleh ohm meter


pada terminal beban saat seluruh sumber diturunkan menjadi nol dan
hambatan beban dibuka (dilepas).

“thevenin‟s theorem permits the reduction of a two-terminal dc network


with any number of resistor and sources to one having only one sources and
one internal resistor in the series configuration on fig.
Gambar2.1 thevenin equivalent circuit
The thevenin resistance Rth is the DC resistance between the output
terminals of th enetwork to be reduce, with all sources ( current and
voltages) set to zero. The thevenin voltage Eth is the open- circuit voltage
between the output terminals with all sources present as in the original
network”(boylested, 1989:65).
III. ALAT DAN KOMPONEN
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini, sebagai
berikut:
a) 4 resistor masing-masing resistansinya 100 ohm, 150 ohm, 200 ohm,
300 ohm
b) 3 resistor masing-masing resistansinya 10 ohm, 1 resistor
resistansinya 20 ohm
c) Power suplay
d) Multimeter
e) Bread board dan kabel

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. 1. Susunlah rangkaian percobaan seperti gambar 3 berikut.

2.Tentukan VTH dengan cara mengukur tegangan terbuka antara ujung A


dan
c. Tentukan IN dengan cara mengukur arus yang mengalir jika A dan B
dihubung singkat.
d.Tentukan RTH dan RN dengan cara mengukur resistansi antara A dan B
dimana sumber tegangan diganti hubung singkat, sumber arus diganti
hubung buka.
e.Bandingkan hasil pengukuran tersebut dengan hasil perhitungan.
b. 1. Susunlah rangkaian percobaan seperti gambar 4 berikut .
2.Tentukan VTH dengan cara mengukur tegangan terbuka antara ujung A
dan
3.Tentukan IN dengan cara mengukur arus yang mengalir jika A dan B
dihubung singkat.
4.Tentukan RTH dan RN dengan cara mengukur resistansi antara A dan B
dimana sumber tegangan diganti hubung singkat, sumber arus diganti
hubung buka.
5.Bandingkan hasil pengukuran tersebut dengan hasil perhitungan.

NB : Agar tidak merusakkan multimeter, dalam menggunakan


multimeter gunakan batas ukur yang paling besar dulu, baru jika tidak ada
kesalahan polaritas dan batas ukur tidak dilampau, batas ukur diperkecil.
V. DATA HASIL
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh, data hasil sebagai berikut:

Rangkaian Rangkaian ekuivalen


asli
thevenin norton
V th Rth In Rn
−3
Vs = 5v 0,7 v 175 Ώ 4 10 175 Ώ
R1 = 220
Ώ
R2 = 150
Ώ
R3 = 300
Ώ
R4 = 100
Ώ
Is = 300 1v 5Ώ 0,2 A 5Ώ
mA
R1 = 10 Ώ
R2 = 20 Ώ
R3 = 10 Ώ
R4 = 10 Ώ
VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini kita membahas tentang “Rangkaian
Thevenin dan Northon”. Menurut teori Thevenin, sembarang rangkaian
linear dengan dua ujung seperti pada gambar dibawah ( rangkaian asli ),
dapat digantikan dengan sumber tegangan yang diseri dengan suatu
resistor seperti gambar di bawah (rangkaian thevenin). Vth = tegangan
terbuka yang ada pada ujung rangkaian terbuka rangkaian asli, dimana
semua sumber internal dibuat berharga nol( sumber tegangan diganti short
circuit, sumber arus diganti open circuit).

rangkaian ekuivalen thevenin

Menurut teori northon, sembarang rangkaian ineardengan ujung


terbuka seperti terlihat pada gambar ( rangkaian asli ), dapaat digantikan
dengan sumber arus yang di parallel dengan suatu resistor seperti terlihat
pada gambar dibawah ( rangkaian ekuivalen northon). In= arus ynag
mengalir melalui ujung terbuka rangkaian asli jika kedua ujung tersebut
dihubungkan singkat, sedangkan rn= resistansi/ impedansi antara ujung
terbuka rangkaian asli, dimana semua sumber internal dibuat berharga nol(
sumber tegangan diganti short circuit, sumber arus diganti open circuit).

rangkaian ekuivalen northon


Dengan demikian diperoleh hubungan antara rangkaian ekuivalen
thevenin dan Norton sebagai berikut:
Vth=In. Rn
Praktikum mengenai “ rangkaian thevenin dan Norton” ini
dilakukan 2 kali percobaan . adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu
beda, multimeter, breadboard, kabel penghubung dan power supply.
Adapun langkah-langkahnya yaitu dengan melakukan percobaan sesuai
dengan prosedur kerja. Hingga didapat data /nilai Vth, Rth, In, dan Rn
yang berbeda.

Pada percobaan yang pertama kita menggunakan resistor yang


berbeda dengan nilai masing-masingnya yaitu 220 Ώ, 150 Ώ, 100 Ώ, dan
300 Ώ. Keempat resistor ini kemudian dirangkai diatas / dibreadboard lalu
dihubungkan dengan power supply dengan tegangan 5 volt sesuai dengan
gambar berikut. Sedangkan pada percobaan kedua kami menggunakan
tegangan Vs= 5 volt dengan 4 hambatan (R1= 10 Ώ, R2= 20 Ώ, R3=10 Ώ,
dan R4= 10 Ώ).
Pada percobaan ke-1, dengan rangkaian sebagai berikut:

Pada percobaan yang kami lakukan ini kami dapat Menentukan


Vth,Rth,Rn, dan In secara teori dan praktek. Pada praktek diperoleh data
−3
yaitu Vth=0,7 v, Rth=175 Ώ, In= 4 10 dan Rn= 175 Ώ. Sedangkan
−3
berdasarkan teori, Vth= 0,9 v, Rth=186,923 Ώ, In = 4 10 dan Rn=
186,923 Ώ. Data diatas diperoleh dengan cara sebagai
berikut: berdasarkan praktek:

Vth =
1,75 10
=
250

= 0,7 volt

Rth = 1,75 x 100


= 175 Ώ

Rn = Rth = 175 Ώ

−3
In = 0,7 = 4 10
175 Ώ

berdasarkan teoritis :
Vth = ( 1 − 2 )
1+ 3 2+ 4

= 5v ( 220 Ώ − 150Ώ )
220Ώ+300Ώ 150Ώ+100Ώ

= 5v ( 220 Ώ − 150 Ώ )
520 Ώ 250 Ώ

= 5v (0.42 Ώ – 0,6 Ώ)
= 5v (-0,18)
= -0,9 v
Vth = -0,9 v

1. 3 2.4
Rth = +
1+ 3 2+ 4
220Ώ .300Ώ
= +150Ώ .100Ώ
220Ώ +300Ώ 150Ώ +100Ώ
2 2
66000 Ώ 15000Ώ
= 520Ώ + 250 Ώ

= 126,923 Ώ+ 60 Ώ
=186, 923 Ώ

In =
0,9
= 186,923 Ώ
−3
= 4 10
Rn = Rth = 186,923 Ώ
Dari hasil di atas, maka dapat dikatakan percobaan 1 berhasil karena In
−3
pada percobaan sama dengan In pada teori = 4 10 nilai VTh dan Rth
yang berbeda pada percobaan dan teori kemungkinan disebabkan kurangnya
nilai toleransi, atau perubahan tahanan lengan- lengan jembatan akibat efek
pemanasan arus melalui tahanan ( resistor) itu sendiri.
Pada percobaan ke-2 kita menggunakan arus 300 mA artinya harus
dihitung terlebih dahulu nilai tegangan yang harus diberikan oleh power
supply. Rangkaian pada percobaan perlu diubah untuk memperoleh
tegangan, yaitu:

dimana : RS=R3+R4
Maka :

Io = 1+

= Io ( R1+Rp)
= Io ( R1+ 2 . 3)
2+ 3

= 0,3 A (10 Ώ + 20 Ώ .10 Ώ )


20 Ώ+10 Ώ

= 0,3 (16,67 Ώ)
= 0,5 v
Kemudian untuk mengetahui harga Vth, perlu diperhatikan terlebih dahulu
bentuk rangkaiannya, yaitu :
Maka : I2 = I1 = = 300 2 = 150 = 0,15
2

Jadi Eth = Vob = I2 . R4


= 0,15 A. 10 Ώ
= 1,5 v
Oleh sebab itu :

In =
= 1,5
6,24 Ώ

= 0,2 A
Dari hasil teoritis diatas kita bandingkan dengan hasil percobaan
25 10
Vth = =1
250
500
Rth = 10
1000

=5Ώ

In =
1
= 5Ώ
= 0,2 A
Rn = Rth = 5 Ώ
In = teori = In percobaan = 0,2 A
Dari semua percobaan yang telah dilakukan dapat kita ambil
kesimpulan bahwa percobaan yang kami lakukn telah sesuai dengan hasil
yang kita dapatkan secara teori.
VII. KESIMPULAN
Pada percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Teorema thevenin adalah teoremo yang menyatakan bahwa rangkaian
linear dengan dua ujung terbuka dapat digantikan dengan sumber tegangan
yang diseri dengan suatu resistor

Teorema northon adalah teorema yang menyatakan bahwa sembarang


rangkaian linear dengan ujung terbuka dapat di paralelkan dengan suatu
resistor.

Teorema- teorema ini merupakan alat bantu afektif untuk menyatakan


perhitungan sekaligus hanya dengan menggunakan persamaan kirchoff.

2. Untuk mengubah rangkaian linear menjadi rangkaian thevenin ataupun


northon yaitu dengan menjumlahkan semua nilai resistor baik secara seri
maupun parallel sesuai bentuk rangkaian thevenin dibuat dengan memasang
resistor pengganti tersebut secara seri dengan tegangan, sedangkan pada
rangkaian northon, resistor dipasang parallel dengan nol arus hubung
singkat.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Richard . 2003 . Dasar Elektronika. Yogyakarta : Andi
Boylested,Robert . 1989. Electronics a survey third edition. Singapura :
prentice hall international, inc
Maulana, dkk . 2012 . rangkaian setara thevenin dan northon.
https://www.scribd.com/mobile/doc/115788138/laporan_Northo
n_ardxix. Diakses pada tanggal 21 september 2016 pukul 16.26
WIB
Sutrisno. 1986. Elektronika teori dan penerapannya. Bandung : ITB
KEGIATAN II
FILTER PASIF ( LOW PASS AND HIGH PASS )

I. TUJUAN
a. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi
pengertian high pass filter dan low pass filter dengan benar
b. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menjabarkan cara kerja
high pass filter dan low pass filter dengan benar
c. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur R, C, Vin, Vpp,
frekuensi, Vout, dan G pada rangkaian high pass filter dan low pass filter
dengan benar

II. DASAR TEORI


Rangkaian dalam gambar merupakan satu ragkaian dengan satu masukan
dan satu keluaran, berarti merupakan rangkaian dua gerbang seperti suatu
penguat. Cuma disini tidak terjadi penguatan antara input dan output
penguatan voltage atau voltage gain A tetap bisa didefinisikan sebagai
perbandingan antara input dan output :
A=

Sisi kiri dari rangkaian dalam gambar dipakai sebagai input dan sisi kanan
dipakai sebagai output. Maka terdapat voltage gain dari persamaan untuk
pembagi tegangan :

Gambar 2.1 : low pass filter yang sederhana

1
A= = 2 = = 1
1

1+ 2 + 1+

Terdapat harga mutlak dan fase dari A sebagai berikut :


1
[ A(w)] = √1+ 2 2 2 ; = tan
Hubungan antara [A] dan frekuensi F dan hubungan antara pergeseran
sudut dan frekuensi F.
Kalau frekuensi rendah, besar output hamper sama dengan besar
input. Kalau frekuensi naik, bagian input yang diteruskan ke output
akan berkurang. Berarti frekuensi rendah diteruskan dari frekuensi
tinggi diserap. Oleh sebab itu, rangkaian ini disebut lowpass filter atau
1
tapis lolos rendah. Frekuensi dimana hanya √2 dan input diteruskan
ke output disebut cut off frequency Fc atau frekuensi batas 3 dB :
1
[A(Fc) = √2 ]

Pada cut off frekuency, output berkurang 3 dB dari pada input, berarti
:

[A(Fc)] = -3 dB
[ ( )]
= 20 log [A(Fc)] = 20 log [ ( )] = -3
−3
[ ( )] 1
= =10 20 = √2
[ ( )]

Dari persamaan dan definisi diatas terdapat besar frekuensi batas 3


dB pada low pass filter dalam rangkaian :
1
[A(Fc) = √2 ]
= 222
1 √1+
2 2 2
1+ =2
1
Wc =
1 1
Fc = =
2 2

Bahwa output dari rangkaian seperti ini turun terhadap frekuensi


bisa dilihat dengan mudah dari voltase dan arus pada resistor dan
kondensor dalam fasor. Silahkan pikirkan sendiri, bagaimana situasi
dalam fasor yang berubah kalau frekuensi berubah, dan bagaimana
hubungan antara voltase dan arus didapatkan dalam
fasor”.(Blocher.2003:69-71).
Menurut (Sutrisno. 1986: 32-45) rangkaian ini juga dikenal
sebagai rangkaian tapis Rc lolos rendah. Untuk frekuensi rendah
tegangan keluaran sama dengan tegangan masukan, akan tetapi pada
frekuensi tinggi isyarat keluaran diperkecil.
Hambatan R dan reaktansi kapasitor C membentuk pembagi
tegangan kompleks.

2 1
Vo (w) = 1+ 2 Vi(w) dengan Z1 = R dan Z2 =

Perbandingan antara tegangan keluaran kompleks Vo (w) dan


tegangan masukan kompleks Vt (w) disebut fungsi alih :

Gambar 2.2 : rangakaian tapis RC lolos rendah

Tanggapan fasa tapis RC lolos rendah berubah dengan frekuensi,


makin tinggi frekuensi makin kecil keluarannya. Lengkung yang
menyatakan hubungan antara perbandingan dengan isyarat keluaran
dan isyarat masukan dengan frekuensi disebut tanggapan amplitudo.
Disamping berubah tegangan pada kelarannya, isyarat juga mengalam
perubahan fasa dengan frekuensi. Hubungan antara beda
fasa ∆∅ = ∅ − ∅ antara isyarat keluaran dan masukan terhadap frekuensi

dsebut tanggapan fasa.


Rangkaian tapi RC lolos tinggi ditunjukkan pada gambar 2.3 yang
disebut pendiferensial RC.

Gambar 2.3 : tapis RC lolos tinggi


Fungsi alih :
()
G (w) = 1 ( ) = 1+

= +1
= 1

( + )

=+
Untuk fungsi alih kompleks pada persamaan diatas kutub ada pada
1
Fb = =
2 2

Sedangkan nol pada ada pada


Fz = = 0 =0
2 2

Oleh karena itu kita peroleh bagan untuk amplitude seperti gambar dibawah
ini :
Gambar 2.4 : tanggapan frekuensi tapis RC lolos (a) tanggapan amplitude (b)
tanggapan fasa

Untuk frekuensi dibawah kutub Fp bagan bode mempunyai kemiringan +6


dB/ oktaf. Dapat kita anggap terjadinya kemiringan ini disebabkan adanya nol
Fz = 0 Hz ( Fz = -~pada skala logaritma, oleh karena itu log 0 = -~) mengubah
kemiringan sebesar +6 dB/ oktaf. Akibatnya pada tanggapan fasa untuk
frekuensi dibawah 0,1 Fp maka ∆ = +190°, yaitu terjadi tambahan pergeseran

fasa sebesar 90° oleh nol pada log F = -~. Selanjutnya kutub Fb = 2
menyebabkan kemiringan tanggapan aplitudo pada gambar 2.4 berubah sebesar
-6 dB/ oktaf menjadi o dB/ oktaf. Selain itu bagan bodeuntuk fasa berubah
sebesar -90 ° dmenjadi 0 °, dengan demikian kemiringan -45°/ pada gambar
2.4b.

Menurut (Boylested. 1989: 191-192 ) filters are simply an extension of the


tuned network introduced in the previous section. As the name would imply,
filters pick outa range of frequencies for passage or blockage. They filterout the
unwanted frequencies. The first to be described is called the band – pass filters
since it “passes” a particular rang eof frequencies. In fig. 3.110 a series resonant
circuit was designed to perform ths function. The output is taken off the resistor
RL. The resistance R1 is the internal resistance of the inductor. Usually the
resistance RL is considerably larger than R1, resulting in a major portion of the
applied voltage appearing across RL or as Vo. At resonance, the impedance of
the series R1,XL, and XC
circuit is a minimum, and

Vo= ≡
+1
At lower frequencies the reactance of the capacitor increase, resulting in an
increasing part of appearing across the resonant circuit. The output
frequency curve appears in fig 3.110. only those frequencies near the
resonant value will pass to the next stage if the output were taken off the
resonant circuit we would have a band-stop filter where only a certain band
of frequencies is not pemited to pass.
Menurut (Sunanda,2012:137-138) salah satu upaya untuk mereduksikan
harmonic yang muncul diakibatkan oleh beban non linear yang ada, dan
salah satunya lampu hemat energy, adalah yang menggunakan filter. Ada
dua jenis filter yang dapat digunakan yaitu filter aktif dan filter pasif.
Namun jika dilihat dari tinjauan ekonomi, filter pasif relative lebih murah
jika dibandingkan dengan fiter aktif.
Filter pasif yang digunakan untuk mereduksi kandungan harmonic pada
system terdiri dari kombinasi komponen R,L, dan C. berdasarkan
karakteridtiknya, filter pasif dapat dibedakan atas empat macam bagian yaitu
: low-pass, high-pass, band- pass, and tuned fiter. Low pass filter di gunakan
untuk mereduksi komponen harmonic dibawah frekuensi yang diatas, dan
band-pass merupakan kombinasi dari low pass dan high pass filte, sedangkan
tuned fiter, digunakan untuk mereduksi beberapa komponen harmonic
tertentu saja. tetapi dengan mengkombinasikan beberaoa tuned fiter, juga
dapat digunakan untuk mengurangi beberapa komponen harmonic.
Secara garis besar filter pasif dapat dipasang pada system sacara seri
dan parallel. Pada umumnya paling banyak digunakan adalah model single
tuned filter.Karena lebih ekonomis dan dipasang secara parallel pada
system, dengan demikian arus harmonic dialihkan melalui filter tersebut.
III. ALAT DAN KOMPONEN
Adapun alat dan komponen yang digunakan adalah :
a. Signal generator
b. Osiloskop (osiloskop dan probe)
c. Multimeter
d. Resistor
e. Kapasitor
f. Breadboard
g. Set jumper

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


Percobaan low pass filter
1. Susun rangkaian low pass filter seperti gambar berikut.

2. Gunakan R = 150 ohm dan C =0,1 μF.


3. Pada input masukan low pass filter berilah input (sinusoidal )
sekitar 5 V menggunakan signal generator dan frekuensi yang berbeda
dari 10 Hz – 100 KHz
4. Gambarlah kurva tanggapan amplitudo pada Vin dan Vout pada
masing-masing frekuensi.
5. Catat hasil pengukuran pada tabel data
No Frekuensi Vin Vout
1
2
3
4
5

Percobaan high pass filter


1. Susun rangkaian high pass filter seperti gambar berikut.

2. Gunakan R = 100 ohm dan C =0,1 μF.


3. Pada input masukan high pass filter berilah input (sinusoidal )
sekitar 500Vpp menggunakan signal generator dan frekuensi yang
berbeda dari 10 Hz – 100 KHz
4. Gambarlah kurva tanggapan amplitudo pada Vin dan Vout pada
masing-masing frekuensi.

5. Catat hasil pengukuran pada tabel data


No Frekuensi Vin Vout
1
2
3
4
5
V. DATA HASIL
1. percobaan low pass filter
No Frekuensi Vin Vout
1 122,05 Hz 0,31 v 1,83 v
2 140,02 Hz 0,31 v 1,83 v
3 182,22 Hz 0,31 v 1,83 v
4 251, 04 Hz 0,31 v 1,83 v
5 300 Hz 0,31 v 1,83 v
6 26, 789 Hz 0,31 v 2,54 v
7 3,2649 Hz 0,31 v 1,41 v

2. Percobaan high pass filter


No Frekuensi Vin Vout
1 4,5001 Hz 0,31 v 0,84 v
2 10,568 Hz 0,31 v 0,84 v
3 15,178 Hz 0,31 v 0,98 v
4 25,317 Hz 0,31 v 0,98 v
5 30,483 Hz 0,31 v 0,98 v
6 32,021 Hz 0,31 v 0,84 v
7 70,788 Hz 0,31 v 0,84 v
8 256,63 Hz 0,31 v 0,56 v
9 328,41 Hz 0,31 v 0,56 v
10 1,0405 Hz 0,31 v 0,56 v
11 2,0146 Hz 0,31 v 0,42 v
VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, kita membahas mengenai “filter pasif(lowpass nd
high pass)”. Kita ketahui bahwa filter merupakan suatu rangkaian yang digunakan
untuk membuang tegangan output pada frekuensi tertentu. Untuk merancang filter
pasif, komponen-komponen yang di gunakan yaitu kapasitor da resistor atau
hambatan.
Low pass filter atau tapis rendah adalah filter yang hanya meloloskan
sinyal frekuensi rendah dan high pass filter atau tapis lolos tinggi adalah filter
yang meloloskan sinyal yang frekuensi tinggi. Pada tapis lolos rendah, filternya
hanya melewatkan frekuensi lebih rendah dari frekuensi cut off (Fc). Apabila
diatas frekuensi tersebut outputnya akan mengecil (idealnya tidak ada). Pada low
pass filter (tapis lolos rendah) tegangan inputnya hanya meloloskan frekuensi <2 .
Namun pada frekuensi yang tinggi frekuensi akan ditahan. Pada rangkaian ini
berfungsi sebagai pengintegralan(integrator). Rangkaian RC low pass filter dan
tanggapan frekuensinya ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar: low pass filter

High pass filter (tapis lolos tinggi ) adalah filter yang outputnya hanya
melewatkan frekuensi diatas cut off(Fc). Pada high pass ini frekuensi dibawahnya
itu out put idealnya tidak ada. Pada high pass filter tegangan inputnya hanya
meloloskan frekuensi >2 dan menahan frekuensi rendah oleh karena itu high pass
filter terdiri dari kapasitor yang terhubung secara parallel dengan resistor.
Gambar: rangkaian high pass filter
Pada percobaan kali ini digunakan rangkaian low pass filter kapasitif dan
high pass filter kapasitif. Rangkaian low pass filter kapasitif tersebut
terdiri dari dua komponen yaitu resistor(hambatan) dan kapasitor .
kapasitor pada rangkaian low pass filter akan semakin rendah
reaktansinya saat frekuensinya tinggi(meningkat). Hal ini menyebabkan
frekuensi yang berada diatas frekuensi cut-off langsung mengalir cut off
akan mengalir kebeban begitu saja dengan high pass filter.
Sebelum melakukan percobaan ini kita perlu mengetahui fungsi dari
kapasitor tersebut. Fungsi kapasitor sangatlah beragam bergantung dari
karakteristik masing-masing bagian dari rangkaian elektronika itu
sendiri. Pada dasarnya kapasitor ini berfungsi untuk menyimpan muatan
listrik pada jangka waktu tertentu. Kapasitor itu sendiri terdiri dari dua
lempengan konduktor yang dijembatani oleh sebuah elektrik yang terbuat
dari bahan tertentu. Fungsi kapasitor pada power supply sangat penting
untuk menyemurnkaan penyearahan dari tegangan AC ke tegangna DC,
dengan adanya kapsitor elco sebagai filter. Pada power supply akan
meredam dengung dari tegangan AC power supply. Sifat sebuah
kapasitor adalah selain dapat menyimpan muatan listrik sementara, juga
hanya dapat dilalui arus AC, dan sebaliknya memblok tegangan DC.
Adapun fungsi dan kegunaan kapasitor adalah sebagai penghubung
antara rangkaian. Kopling kapasitor memblok tegangan DC dan
mengalirkan sinyal AC , sebagai penyaring filter untuk meredam
tegangan ripple pada rangkaian power supply, sebgaai peredam noise
pada rangkaian, sebagai pengahambat daya listrik PLN dan sebagai
pelindung saklar dari loncatan api pada saat terhubung terutama pada
tegangan tinggi.
Pada percobaan kali ini alat dan bahan yang digunakan adalah AFG,
CRO, resistor.kapasitor, bread-board, dan kabel tusuk. Percobaan ini
dilakukan sesuai dengan prosedur percobaan yang ada. Namun, pada
percobaan ini kami gagal unutuk melakukan percobaanny, hal ini
dikarenakan kerusakan pada alat yang akan digunakan yaitu osiloskop,
dimana CRO tidak sma sekali menampilkan sinyal tangaoan. Selain itu
AFG juga tidak menunjukkan responnya terhadap rangkain yang kami
rangkai. Oleh Karena itu, pengukuran tidak berlangsung dengan baik.
Sehingga sebagai bahan untuk membuat laporan, kami mengambil
literature dari data hasil percobaan kelompok lain untuk dibahas pada
laporan ini
Pada percobaan low pass filter kami menggunakan hambatan sebesar
100Ώ dan kapasitor 0,22. Kemudian dirangkai sebagai berikut :

Kemudian rangkaian tersebut, kita hubungkan dengna signal generator


AFG dan osiloskop CRO, pada inpu tmasukan diberikan input sinusoida
sekita 5v dan frekuensi berbeda-beda dari kisaran 10Hz- 100 kHz.
Berdasarkan data digunakan frekuensi sebesar 121,05 Hz; 140,02 Hz;
182,22 Hz; 251,04 Hz;300 Hz; 26,785 Hz;dan 3,2649 kHz. Ketika
frekuensi sebesar 121.05 Hz, skala menunjukkan angka 2,6, sehingga
untuk menentukan nilai Vpp(teganagn puncak ke puncak) digunakan
rumus :
Vpp=skala(div)xvolt/div
Dikarenakan volt/divyang dipakai adalah , maka:
Vpp = 2,6 x 2
= 5,2 v
Selanjutnya dengan menghitung Vp(tegangan puncak), dimana Vp
adalah :
Vp =
2
5,2
=
2

= 2,6 v
Kemudian untuk menentukan nilai Vout, terlebih dahulu kita
menentukan Veff :
Veff =
√2
2,6
=
√2

= 1,83 v
Dikarenakan Veff=Vout, maka dapat diketahui bahwa Vout pada
frekuensi 121,05 Hz adalah 1,83 v
Untuk frekuensi yang lain Voutnya dapat ditentukan dengan persamaan
yang sama. Pada frekuensi 140,02 Hz, 182,22 Hz, 251,04 Hz, dan 300 kHz,
Voutnya 2,54 v dan frekuensi 3,2649 kHz, Voutnya sebesar 1,41 v Untuk
nilai Vin pada percobaan ini/ low pass filter diukur dengan menghubungkan
sinyal generator dan osiloskop saja tanpa rangkaian low pass filter . Setelah
dilakukan percobaan, osiloskop menunjukkan skala pengukuran sebesar 1,5
Untuk menentukan Vpp, maka:

Vpp = 1,8x0,5
= 0,9 v
Vp =
2
= 0,45 v

Vin = Veff = √2

= 0,45
√2

= 0,31 v
Jadi, nilai Vin adalah sebesar 0,26 v
Kemudian melakukan percobaan kedua adalah mengenal high pass filter
(tapis lolos tinggi). Pada percobaan ini kita menggunakan hambatan
sebesar 100Ώ dan kapasitor 47 . Kemudian dirangkai seperti gambar
berikut;
Untuk menentukan nilai Vin, sinyal generator langsung dihubungkan
dengan osiloskop tanpa rangkaian diatas. Perhitungan dapat dilakukan
dengan cara yang sama pada percobaan sebelumnya;

Vpp = 1,8 x 0,5


= 0,9 v

Vp = 2
0.9
= 2

= 0.45 v
=Veff =
Vin √2

= 0,45
√2

= 0.31 v
Jadi nilai Vin didapat 0,26 volt
Untuk menentukan volt, digunakan frekuensi yang berbeda yaitu
antara 10Hz-100kHz. Frekuensi-frekuensi keluaran sinyal generator yang
dipakai pada percobaan ini antar alain 4,5001 Hz; 10,568 Hz; 15,178 Hz;
25,317 Hz; 30,483 Hz; 32,021 Hz; 70,788 Hz; 256,63 Hz; 323,41 Hz;
1,0405 kHz dan 2,0146 kHz;setelah dilakukan perhitungan menggunakan
persamaan yang sama pada percobaan 1 diperolehkan nilai Vout untuk
frekuensi 4,5001 Hz, 10,568 Hz, 32,021 Hz, 70,788 Hz sebesar 0,84 v,
frekuensi 15,178 Hz; 25,317 Hz dan 30,483 Hz; sebesar 0,98 v dan untuk
frekuensi 256,63 Hz; 323,41 Hz; 1,0405 kHz senilai 0,56 v dan terakhir
untuk frekuensi 2,0146 Hz diperoleh Vout sebesar 0,42 v.

Untuk menghitung nilai frekuensi potong(cut off) baik pada low pass
maupun high pass digunakan rumus;
1
Fc = 2
Jika pada percobaan low pass filter besar resistor ynag digunakan
adalah 100Ώ Dan kapasitor 0,22 makaharga frekuensi potongnya dapat
diketahui dengan;
1
Fc = 2
1
−6
=2(3,14)(100Ώ)(0,22 10 )
1
−6
=138,16 10
= 7237,98 Hz
Jadi frekuensi cut off low pass filter yang telah di percobakan adalah
7237,98 Hz sedangkan pada high pass filter resistor yang digunakan
adalah 100 Ώ dan kapasitor 47 denga demikian
1
Fc = 2
1
= −6
2(3,14)(100Ώ)(47 10 )
= 33,87 Hz
Jadi frekuensi cut off pada percobaan high pass filter adalah 33,87 Hz.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
Low pass filter adalah jenis filter yang meloloskan sinyal
frekuensi rendah, tegangan input pada tapis lolos rendah ini
meloloskan frekuensi <2 dan berfungsi sebagai integrator. Rangkaian
Rc tapis lolos rendah dan kurva tenggapan amplitude low pass filter
ditunjukkan oleh gambar :

High pass filter adalah jenis filter yang meloloskan sinyal


frekuensi tinggi, tegangan input pada tapis lolos tinggi ini meloloskan
frekuensi >2 dan berfungsi sebagai pendiferensiator rangkaian Rc
tapis lols tinggi dan kurva tangapan amplitudonya ditunjukkan oleh
gambar berikut :

Rangkaian high filter


Untuk menentukan frekuensi potong (cut off) atas dan bawahnya pada
low pass filter dan high pass filter dapat digunakan rumus :
1
Fc = 2

Dimana R; resistor ynag digunakan (Ώ)


C; kapasitor yang digunakan(F)
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Blocher, Richard. 2003. Dasar Elektronika. Yogyakarta: Andi
Boylested, Robert. 19998. Electronics A Survey Third Edition.
Singapura: Prentice Hall International, Inc
Sunanda. 2012. Aplikasi Filter Pasif Sebagai Pereduksi Harmonic
Pada Inverter Tiga Vase. Bangka Belitung: Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung
Sutrisno. 1986. Elektronika Dasar Dan Penerapannya. Bandung: ITB
KEGIATAN III
RANGKAIAN SERI RLC DAN RESONANSI

I. TUJUAN
Adapun tujuan dari praktikum tentang rangkaian seri RLC dan
resonansi adalah sebagai berikut :
a. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi
rangkaian RL seri, RC seri, dan RLC seri dengan baik dan benar
b. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedkan rangkaian
RL seri, RC seri, dan RLC seri paada arus DC dan arus AC dengan
benar
c. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur VR, VL, VC,
dan kuat arus pada rangkaian RL seri,, dan RLC seri dengan benar
d. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menghitung resistansi
total RLC dengan benar

II. DASAR TEORI


Tegangan bolak balik adalah tegangan listrik yang berubah secara
berulang. Tegangan bolak balik adalah tegangan AC (Alternating Current ).
Listrik PLN menggunakan tegangan bolak balik berbentuk gelombang sinusoida.
Isyarat dalam elektronika banyak berupa tegangan bolak balik. Dengan berbagai
bentuk gelombang akan tetapi bentuk gelombang yang paling dasar adalah
bentuk sinusoida. Oleh karena itu menurut dalil fourner menggunakan bentuk
gelombang dapat diuraikan dalam deret fourner menggunakan bentuk gelombang
sinusoida.

Sebuah tegangan tetap Vx (t) dan kita hubungkan dengan suatu rangkaian
yang terdiri dari suatu hambatan R, induktansi L, dan suatu kapasitor C yang
dihubungkan seri seperti pada percobaan ini yang disusun seri ( Abdul, 2009:1).

Rangkaian RC seri
Suatu rangkaian bolak-balik yang terdiri dari suatu resistor R seri dengan
kapasitor C seperti pada gambar,
Misalkan Vs(t)=Vp cos (wt + Øo s ), dan i(t) = Ip cos (wt + Øo t) dalam
lingkar berlaku :
()
() =() +

Vp cos (wt+Øos) = i(t) R+ 1 ∫ ( )

1
Vp cos (wt+Øos) = Ip R cos (wt+Øot)+ ∫ 1 cos( +

)
1 1
∫ 1 cos( + ) = Ip sin (wt + Øoi)
1
= cos( + − )
2

1
Vp cos (wt + Øos) = Ip R cos (wt Øoi) + cos ( + −2)

Untuk menentukan Ip dan Vp dapat digunakan fasor seperti gambar


dibawah. Fasor adalah suatu vector yang panjangnya menyatakan
ampllitudo, nilai rms, atau nilai rata-rata dan sudutnya terhadap sumbu
datar menyatakan sudut fasa suatu fungsi sinusoida dari gambar kita
peroleh :
2 2 2
Vp =( . ) +( )

Atau Ip = 1

2+ 2

1
Dan Øoi + Øos = arc tan
.

1
= arc tan
Misalkan kita mempunyai suatu sumber tegangan tetap Vs (t) dan kita
hubungkan dengan suatu rangkaian yang terdiri dari suatu hambatan R,
induktansi L, dan suatu kapasitor C, yang dihubungkan seri seperti pada
gambar:


Arus I = , Dengan Vs adalah tegangan Rms. Kompleks
1 −1
sumber. Impedansi ƶ = R +jwl + =+( ), mempunyai modulus

(besar ) :
2
ƶ=ǀǀ=√ 2 +( − 1) sehingga I=
2 −1 2
√ +( )

persamaan diatas menunjukkan arus I berubah dengan frekuensi dan


mencapai nilai maksimum untuk frekuensi dimana :
1 1
wl= , w=√
jika dilukiskan grafik antara arus I terhadap w akan diperoleh grafik :
1
tampak bahwa arus mempunyai nilai didekat frekuensi Wo= . Dalam hal ini
1
dikatakan terjadinya resonansi, dan frekuensi Wo= √ disebut frekuensi
resonansi.
Dan kita dapat mengamati resonansi pada tegangan disalam suatu
rangkaan RLC seri. Jika kita menggunakan suatu sumber arus tetap, seperti pada
gambar :

Gambar :
a). rangkaian RLC seri dengan
sumber arus tetap
b). dengan menambahkan R seri
dengan isyarat keluaran diperoleh
sumber arus tetap
berikut gambar yang menunjukkan
lengkung resonansi tegangan Vab
pada rangkaian RLC seri :

lebur resonansi ∆ didefinisikan sebagai berikut :


∆ = − = atau Q=∆

Dari bentuk lengkung resonansi RLC. Seri rangakaian RLC seri dapat
dipandang sebagai suatu tapis yang menyekat suatu daerah frekuensi dan
meneruskan frekuensi yang lain. Tapis semacam ini disebut tapis sekat pita.

W(+) dan W(-) adalah frekuensi dimana Vab=√2 Vab min, atau 3 db
diatas Vab min. frekuensi W(+) dan W(-) disebut frekuensi 3 db. Jadi ∆ adalah
lebar resonansi pada 3 db diatas minimum. Selanjutnya dari persamaan diatas
semakin besar Q makin sempit dan makin dalam lengkung resonansi, oleh
karena dengan Q yang besar berarti R kecil. Akibatnya V min= RL juga makin
rendah”(Sutrisno, 1986:27-51).
“the effects of an AC sinusoidal signal on the basic R, L,and C elelments
will now be examined. Although certain statements of fact will have to be made
without full derivation or explanation, be assured that the material will be more
than complete to permite a full understanding of the more advanced material to
follow.” (Boylested,1989:121).
Menurut Blocher(2004:77) kalau resistor, kumparan dan kondensor
dirangkai secara seri maka akan didapatkan skema rangkaian seperti pada
gambar berikut :

Gambar: rangkaian seri dengan resistor dan kumparan (kumparan real dan
kondensator)
Impedansi dari rangkaian ini terdapat dari jumlah impedansi dari
kumparan masing-masng:
+1
ƶ = R +I ( ),
2 2 1
ǀǀ=√ +( − 2 ) ;
1
Q=arc tan ( − )
III. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai
berikut :
a. AFG 1 buah
b. Oscilloscope 1 buah
c. Multimeter digital 2 buah
d. Resistor 1 kΏ I buah
e. Inductor 2,5 mH 1 buah
f. Kapasitor 0,01 µF 1 buah

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Rangkaian di buat seperti pada gambar
b. AFG dinyalakan
c. Dengan mempertahankan voltmeter, tegangan awal keluaran AFG
diatur pada volt 3
d. Diusahakan tegangan v tersebut dipertahankan konstan pada 5 volt
e. Frekuensi AVG diatur pada 10 khz
f. Nilai parameter yang ditunjukkan pada alat ukur, I, VR, dan VL dicatat
pada tabel hasil percobaan;
g. Diulangi langkah e sampai g dengan frekuensi yang bervariasi sesuai
dengan tabel
h. Dibuat rangkaian seperti gambar b
i.Diulangi langkah b sampai h untuk rangkaian RC, dang anti parameter
tegangan VL dengan VC
j.Dibuat rangkaian seperti pada gambar C
k. Diulangi langkah b sampai h untuk rangkaian RLC, dengan
menambahkan
VC sebagai parameter yang diukur;
Rangakaian disusun sebgaia berikut:

41
l. Dengan frekuensi sumber sinyal yang di variasi antara 100 Hz, hingga 10
KHz, diukur tegangan antara ujung-ujung;
1. Inductor (Vl) atau antara titik-titik S dan T
2. Resistor (VR) atau antara titik-titik T dan U
3. Sumber sinyal (VS) atau antara titik-titik S dan U

m. Jika mungkin, diukur pula kuat arus (mA) yang mengalir dalam rangakaian
itu utuk setiap harga frekuensi tersebut 1 hasil pengukurannya masukkan
kedalam tabel pencatatan data seperti berikut:

NO FREKUENSI VL VR VS ARUS
1 100 Hz
2 200 Hz
3 400 H z
600 Hz
Dst
10.000 Hz

Disusun rangkaian seperti gambar berikut :

n. Dengan frekuensi sumber sinyal yang divariasi antara 10 Hz hingga 10 KH z,


diukur tegangan antara ujung-ujung:
1. Kapasitor (VL) atau antara titik-titik S dan T
2. Resistor (VR) atau antara titik-titik T dan U
3. Sumber sinyal (VS) atau antara titik-titik S dan U
o. Jika mungkin, diukur kuat arus (mA) yang mengalir dalam rangakain itu
untuk setiap harga frekuensi tersebut ! Hasil pengukurannya dimasukkan
kedalam tabel pencatatan data seperti berikut :

42
NO FREKUENSI VC VR VS ARUS
1 10 Hz
2 100 Hz
3 500 Hz
1000 Hz
0ST
10 KHz
Disusunlah rangkaian sperti berikut :

p. Dengan frekuensi sumber sinyal yang di variasi antara 100 Hz hingga 10


KHz, diukur tegangan antara ujung-ujung:
1. Inductor (Vl) atau antara titik-titik S dan T
2. Resistor (VR) atau antara titik-titik T dan U
3. Sumber sinyal (VS) atau antara titik-titik S dan U
4. Padafrekuensi berapa VL=VC, dicari hingga ditemukan keadaan, frekuensi
tersebut tidak harus terletak didalam interval frekuensi diatas
q. Jika mungkin, diukur pula arus (mA) yang mengalir dalam rangkaian itu
untuk setiap harga frekuensi tersebut 1 hasil pengukurannya dimasukkan
kedalam tabel pencatatan seperti berikut:
No Frekuensi Vl Vc Vs Arus
1 100 Hz
2 200 Hz
3 400 Hz
600 Hz
Ost
10 Khz

Pada frekuensi … dicapai keadaan VL=VC


Rangkaian disusun sebagai beriku:

43
r. Dengan frekuensi sumber sinyal yang divariasi antara 100 Hz hingga 10 Khz.
Diukur tegangan antara ujung-ujung:
1. Resistor (VR) atau antara titik- titik A dan S
2. Inductor (VL) atau antara titik-titik S dan T
3. Kapasitor (VC) atau antara tiitk-titik T dan B
4. Sumber sinyal (VS) antara titik-titik A dan B
5. Pada frekuensi berapa VL=VC, dicari hingga ditemukan, frekuensi
tersebut tidak harus terletak didalam interval frekuensi diatas
s. Jika mungkin, diukur pula arus (mA) yang mengalir dalam rangkaian itu
untuk setiap harga frekuensi tersebut. Hasil pengukuran dimasukkan
kedalam tabel pencatatan data seperti berikut :
NO FREKUENSI VR VL VC ARUS
1 100 Hz
2 200 Hz
3 400 Hz
600 Hz
Ost
10 KHz

44
V. HASIL
Rangakaian RL

No Frekuensi Vl Vr Vs Arus
−4
1 100 Hz 2.86 V 1,57 V 1,57 V 4,75x 10
A

2 200 Hz 3,14 V 1,43 V 1,57 V 4,75x 10−4


A

Rangkaian RC

No Frekuensi Vc Vr Vs Arus
1 100 Hz 0V 0,14 V 0,07 V 0,176 A
2 200 Hz 0V 0,155v 0,14 V 0,176 A

Rangkaian LC

No Frekuensi Vl Vc Vs Arus
1 100 Hz 0,35 v 0,35 v 0v 0,17 A
2 200 Hz 0,35 v 0,17 v 0,18 v 0,17 A

Rangkaian RLC

No Frekuensi Vr Vl Vc Vs Arus
1 100 Hz 0,98 v 0,91 0,045 0,049
v v v
2 200 Hz 0,91 v 0,91 0,035 0,0707
v v v

45
VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini kita membahas mengenai “Rangkaian Seri RLC
dan Fenomena resonansi”. Rangkaian ini merupakan rangkaian yang terdiri dari 3
komponen listrik yaitu resistor, inductor, dan kapasitor yang disusun secara seri
serta dihubungkan dengan sumber tegangan V. sifat suatu rangkaian seri RLC
bergantung pada besar hambatan yang dihasilkan oleh inductor dan kapasitor.
Jika suatu rangakaian mempunyai reaktansi induktif yang lebih besar maka
sifatnya akan berbeda dengan rangakaian yang memiliki reaktansi kapasitif lebih
besar. Terdapat tiga keadaan yang menunjukkan sfat pada suatu rangkaian seri
RLC yaitu:

a. Apabila XL>XC, maka rangkaian bersifat induktif dan V mendahului I


sebesar
b. Apabila XL<XC, maka rangkaian bersifat konduktif dan I mendahului
V sebesar
c. Apabila XL=XC, maka rangkaian bersifat resitif dan I dan V sefasa
Pada rangkaian ini resonansi itu akan terjadi apabla memenuhi syarat
berikut, jika reaktansi induktif dan reaktansi kapasitif sama besar (XL=XC), serta
sudut fasanya adalah nol. Pada saat resonansi, arus yang mengalir pada rangkaian
RLC seri merupakan arus maksimum karena impedansi 2 nilainya akan minimum
dan sama dengan resistansi R. Pada percobaan mengenai “Rangkaian seri RLC
dan Fenomena resonansi” dilakukan pada empat jenis rangkaian, yaiturangkaian
RL,RC,LC, dan RLC. Namun empat rangakaian ini tdak dapata kita lakukan
sekaligus, untuk data percobaan rangkaian RL,LC, dan RLC diperoleh dari data
percobaan kelompok lain sebagai literature.
Untuk percobaan yang pertama menggunakan rangkaian RL. Rangkaian
ini hanya menggunakan sebuah resistor dan sebuah inductor yang diserikan
dengan sumber tegangan,kedua komponen tersebut dirangakai seperti pada
gambar berikut:
Resistor yang digunakan pada rangkaian ini adalah 3,3 kΏ dan sebuah
−2
inductor dengan diameter cm, panjang 9,9x10 m dan lilitan sebanyak 9
buah,maka untuk menentukan nilai inductor ini digunakan persamaan berikut:
2
L=
Dimana:
L = nilai induktansi (Henry)
−7
= permeabelitas ( 4 10 )
N = jumlah lilitan
L = panjang kumparan (m)
A = luas permukaan inductor
Maka :
2
L=
−7 2 −2
4.3,14.10 (9) 3,5 10
L=
9,9x10−2 m
−8
L=3563,595x10
−5
L=3,56x10
Dengan demikian maka inductor yang digunakan pada percobaan ini adalah
−5
sebesar 3,56x10 . Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah AFG,
osiloskop, dan multimeter digital. Percobaan ini dilakukan sesuai dengan
prosedur. Kerja untuk ,e,peroleh nilai VL,VR dan VS serta I. setelah dilakukan
percobaannya makadiperolehlah nilai VL, VR, VS, dan I. Pada frekuensi 100 Hz,
VL(tegangan pada ujung inductor) sebesar 2,86 v, VR ( tegangan pada ujung-
ujung resistor) sebesar 1,57v, sedangkan VS(tegangan antara resistor dan
inductor) adalah sebesar 1,57 v. pada rangkaian RL ini tidak dilakukan percobaan
untuk mengukur arus I, maka untuk menentukan I kita menggunakan rumus:
I=

Sebelum menggunakan persamaan diatas terlebih dahulu carilah harga V


dan Z. untuk mencari nilai V, kita gunakan persamaan berikut:

Vp = √2

2,2
Vp = 1,4

= 1,57 v
Untuk mencari nilai Z, kita harus mencari nilai XL dengan menggunakan
persamaan berikut :
XL = W.L =
2.

Dikarenakan kita menggunakan frekuensi 100 Hz maka XL :


XL = 2 .
−5
= 2 (3,14) . 100 . 3,56x10
−5
= 6,28 . 100. 3,56x10
−4
= 2,235. 10
Kemudian kita dapatkan nilai Z dengan menggunakan persamaan berikut:
2 2
Z =√ +√
4 −4 2
= √1089 10 + √(2,54 10 )
= 3300
Kemudian masukkan nilai Z dan V ke rumus:
I=

1,57
= 3300
−4
= 4,75x10 A
−4
Maka didapatlah I senilai 4,75x10 A. Sedangkan pada frekuemsi 200 Hz,
besar VR adalah 1,43 v, VL sebesar 3,14 v, VS sebesar 1,57 v dan arus yang
−4
digunakan adalah 4,75x10 A.
Pada percobaan kedua adalah mengenai RC. Rangkaian ini menggunakan
sebuah resistor dan kapasitor yang diseri dengan sumber tegangan. Keduanya
dirangkai sebagai berikut:

Kapasitor yang kita gunakan adalah 50 v dan 16 v, sedangkan resistor yang


3
digunakan adalah 22x 10 Ώ percobaan dilakukan sesuai dengan prosedur kerja
menggunakan AFG, osiloskop dan multimeter digital. Pada prosedur kerja pada
frekuensi 100 Hz diperoleh nilai VR sebesar 0,14 v, VC sebesar 0 volt, VS (pada
c=50 v) sebesar 0 v, (pada c= 16 v) sebesar 0,07 v dan arus yang mengalir sebesar
0,17 mA. Sedangkan jika frekuensi yang dipakai sebesar 500 Hz, maka VR yang
dipakai sebesar 0,155 v, Vc sebesar 0v, Vs (pada c=50v) sebesar 0 v, sedangkan
(pada c=16 v) sebesar 0,14 v dan arus yang mengalir sebesar 0,176 mA.

Pada percobaan ketiga adalah mengenai rangkaian LC. Rangkaian ini


dirangkai secara seri. Pada rangakaian ini kami menggunakan kapasitor
−6
sebesar 1atau 10 . Sedangkan inductor memiliki luas penampang
−5 2 −2
4 4 10 , lilitan sebanyak 12 buah dan panjang nya 14,4 10 m,
maka :
2
L =
−7 2 −5
L =4.3,14.10 (12) 4 10
−2
14,4x10 m
−10
= 502,4 10 H
−10
Maka dapat diketahui bahwa besar atau nilai inductor adalah 502,4 10
H.
Setelah dilakukan percobaan, pada frekuensi 100 Hz diperolehlah nilai VL
sebesar 0,35 v, dan nilai VC= 0,35 v, sedankan nilai VS= 0 v dan arus yang
mengalir sebesar 0,17 mA. Dari data tersebut dapatlah diketahui bahwa pada
frekuensi 100 Hz nilai VL sama dengan nilai VC hal ini menunjukkan bahwa
pada percobaan ini berhasil.
Percobaan terakhir adalah mengenai rangkaian RLC, pada rangkaian ini
digunakan resistor, inductor, dan kapasitor. Ketiganya dirangkai secara seri
dengan sumber tegangan seperti gambar berikut:

Resistor yang digunakan pada percobaan ini adalah 120 Ώ, inductor sebesar
−10 −6
502, 4 10 H dan kapasitor 10 . V Percobaan ini dilakukan sama dengan
prosedur kerja dan menggunakan frekuensi AFG sebesar 100 Hz didapatlah nilai
VR sebesar 0,98 v, VL sebesar 0,91 v, VC sebesar 0,045 v sedangkan VS sebesar
0,049 v untuk menentukan nilai arus I digunakan persamaan berikut:
I=
2 2
√ +√( − )
Maka terlebih dahulu dihitung nilai V,XL, dan XC dimana
2 2
V=√ + √( − )
Sedangkan nilai XL, dan XC diperoleh dengan persamaan :

XL = W.L
=2 .
1
XC =
1
=
2

Maka:
2 2 2
V =√ + √( − ) =√(0.98) +
2
√(0,91 − 0,045) =√1,708625

=1,307 v
Sedangkan nilai XL:
XL =2 .
−10
=2(3,14) . 100 . 502,4 10 H
−5
=3,15 10
Sedangkan nilai XC:
1
XC =
2
1
−6
= 2 (3,14) 100 10
1
−6
= 6,28 10
= 1592,35
Maka :

I =

2 −5 2
= √(120) + √(3,15 10 −1592,35)
1.307
= √2549975,3377
1,307
= 1592,86
−5
= 81 10
−5
Maka arus yang mengalir pada frekuensi 100 Hz adalah 81 10
Sedangkan untuk frekuensi 500 Hz diperoleh nilai VR sebesar 0,91 v, Nilai VL
sebesar 0,035 v dan VS sebesar 0,0707 v perhitungan nilai I adalah sebagai
berikut:
2 2 2
V =√ + √( − ) =√0,91 +
2
√(0,91 − 0,035)
=√1,593725
=1,26 v
XL =2 .
−10
=2(3,14) . 200 . 502,4 10 H
−5
=6,31 10

1
XC = 2
1
= −10
2 (3,14) 200 502,4 10 H
1
= −6
1256 10
=796,77
Maka :
I =

2 −5
= 1,26 √(120)
2
+√(6,31 10
−79,17)
1,26
=805,1625
−4
=15,6 10
Maka dapat diketahui bahwa arus yang mengalir saat frekuensi 200 Hz
−4
adalah 15,6 10
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa :
1. Karakteristik rangkaian AC seri yaitu jika terdapat sesuatu resistansi
murni R dan induktansi murni L dan mengalir arus I, karena arus
melewati resistordan inductor sama maka arus sebagai referensi dan
tegangan sesisten VRdan tegangan inductor VL terpisah sejauh 90°,
sehingga tegangan V merupakan vector dengan besar V dan sudut fasa
Q

Pada rangkaian RRC seri terdapat suatu resistansi murni R dan


kapasitif murni C didalam rangkaian AC dengan tegangan rumus V
dan arus I, maka arus yang mengalir pda resistor dan kapasitor sama,
sehingga arus sebagai referensi tegangan resistor dan tegangan
kapasitor terpisah 90°. sedangkan merupakan vector yang besarnya
V dan sudut Q

Pada rangkaian RLC terdapat suatu resistansi R gulungan induktif L


dan sebuat kapasitof murni C arus yang mengalir pada beban sama,
sehingga tegangan V dengan besarn V dan sudut Q.
2. Rangakaian RL seri adalah rangkaian yang terdiri atas resistor dan
inductor, dimana arus yang mengalir pada R. sam dengan arus pada I
tetapi tegangan VR tidak sama dengan VL.

Rangkaian RC seri terdiri atas resistor dan kapasitor dimana arus yang
mengalir pada R sama dengna pada I sedangkan tegangan VR tidak sama
dengan VC.

Rangkaian RLC seri terdiri dari resistor, kapasitor, dan inductor yang
diseri dengan sumber tegangan AC dimana arus yang mengalir pada R,L,
dan C sama dengan tegangan pada rangkaian terdir dari tegangan resistor
(VR), tegangan inductor VL dan kapasitor VC

3. Resonansi pada rangkaian RLC terjadi jika nilai reaktansi x adalah nol.
Keadaan ini terjadi jika nilai reaktansi kapasitif sama dengan reaktansi
induktif. Pada saat resonansi arus yang mengalir pada rangakaian RLC
seri adalah arus maksimum karena impedansi 2 nilainya akan minimum
dan sama dengan resistansi R
4. Daya listrik pada rangkaian listrik arus bolak-balik (AC) terdiri dari tiga
jenis daya listrik yaitu daya semu, daya aktif dan daya reaktif. Ketiga
daya tersebut mempunyai satuan yang berbeda untuk daya semu
satuannya adalah VA(volt ampere), daya aktif satuannya watt sedangkan
saya reaktif satuannya VAR
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Blocher.2004.Dasar Elektronika. Jogyakarta:Andi
Boylested.1989.Elektronics A Survey 3 Edition. Singapure: Prentice
Salim,Abdul.2009. Rangkaian Seri R-L-C.Bengkulu:Universitas Bengkulu
Sutrisno.1986.Elektonika Teori Dan Penerapannya.Bandung:ITB
KEGIATAN IV
RANGKAIAN PENYEARAH

I. TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi
bentuk gelombang penyearah ½ gelombang, penyearah
gelombanng penuh (2 dioda), dan penyearah gelombang sistem
jembatan dengan benar
b. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menjelaskan proses
terbentuknya gelombang penyearah ½ gelombang, penyearah
gelombang penuh (2 dioda), dan gelombang sistem jembatan
dengan benar

II. DASAR TEORI


Dioda merupakan komponen elektronika dengan dua terminal ( anoda dan
katoda ) dan berbetuk dari dua jenis konduktor ( silikon jenis N dan silikon
jenis P ) yang tersambung. Bahan ini mampu dialiri arus secara relatif dalam
satu arah. Dioda dibuat dalam berbagai bentuk, maka simbol dioda terdapat
tanda menyerupai anak panah dan menunjukkan arah aliran arus listrik.

Ketika kaki anoda ( A ) dihubungkan dengan kutub positif dan kaki katoda
( K ) dihubungkan dengan kutub negatif dari suatu sumber tegangan DC,
maka arus dapat mengalir pada keadaan dioda tetap panjar maju. Dioda juga
memiliki banyak fungsi antara lain :
1. Penyearah arus
2. Penyetabil tegangan
3. Indikator
4. Sebagai saklar ( Sutanto,1994:55-59).
Ciri atau karakteristik dioda adalah hubungan antara arus dioda dan beda
tegangan antara kedua ujung dioda. Untuk dioda sambungan p – n lengkung
cirinya adalah seperti pada gambar :

Pada lengkung ciri dioda arus dioda ID = 0 jika VD = 0. Im sesuai dengan


yang sudah ada, yaitu pada keadaan tanpa tegangan ( VD = 0 ) arus minoritas
dan arus mayoritas mempunyai besar sama tetapi arah yang berlawanan,
sehingga arus total pada keadaan tanpa tegangan panjar sama dengan 0. Jika
dioda diberi tegangan maju yaitu VD besar 0, arus ID mula – mula mempunyai

nilai ID ≅ 0 , sehingga VD = Vpotong, setelah arus dioda naik dengan

cepatnya terhadap perubahan tegangan dioda VD. Untuk dioda silikon

Vpotong ≅ 0,6 V sedang dioda untuk germanium Vpotong ≅ 0,3 V. Pada

tegangan mundur arus yang mengalir amat kecil, dan sampai batas – batas
tertentu tak bergantung pada tegangan dioda. Arus ini terdiri dari arus
pembawa muatan minoritas, mengalir dari anoda ke katoda dan disebut arus
penjenuhan dioda. Pada tegangan mundur tertentu lengkung ciri turun dengan
curam dikatakan terjadi kedalaman ( breakdown ). Tegangan mundur pada
keadaan itu disebut tegangan dadal atau tegangan balik puncak (peak inverse
voltage = Vpiv ). Dioda penyearah ada yang mempunyai Vpiv = 50 V,100
V,200 V, sehingga beberapa kilo Volt
(Sutrisno,1986:85-86).

Bidang elektronik dan elektro merupakan kajian yang komperen


memerlukan pengujian laboratorium dan juga pengujian pembading :
1. Penyearah setengah gelombang
Penyearah setengah gelombang hanya menggunakan satu buah
dioda sebagai komponen utama dalam menyearahkan gelombang
AC. Prinsip kerja dari penyearah setengah gelombang ini adalah
mengambil sinyal positif dari gelombang AC dari transformator.
2. Sinyal output penyearah setengah gelombang
Persamaan tegangan penyearah setengah gelombang :
=

3. Rangkaian penyearah gelombang penuh


Prinsip kerja dari penyearah gelombang penuh dengan dioda
dimulai pada saat output transformator memberikan tegangan sisi
positif, maka pada posisi forward bias dan posisi reverse batas
sehingga tegangan sisi puncak positif akan dibuatkan melalui D1 ke
D4.

Grafik output hasil penyearah gelombang penuh

Persamaan yang berlaku untuk penyearah gelombang penuh :


2
=
4. Penyearah gelombang dengan dioda dengan CT
a. Penyearah gelombang penuh dengan kapasitor sebagai filter
2
b. Penyearah jembatan dengan kapasitor : =

Kemudian nilai tegangan : =

( Abidin,2015:636-637 ).

Rangkaian elektronik biasanya membutuhkan voltage DC dengan volta


yang lebih rendah dibanding dengan voltage sambungan listrik yang biasanya
sebesar 220 V. Sedangkan voltage yang dipakai dalam rangkaian elektronik
biasanya hanya sekitar 3 V sampai 50 V DC. Ada dua jenis sistem penyearah
gelombang yang umum digunakan, yaitu penyearah setengah gelombang dan
penyearah gelombang. Penyearah setengah gelombang adalah sebuah dioda ideal
dan sebuah resistor beban R1 yang rangkaian secara seri dengan sebuah sumber
daya. Jika penyearah setengah gelombang adalah sebuah rangkaian seri maka
dengan hukum Kirchoff untuk tegangan. Gelombang penyearah penuh adalah
sistem penyearah yang memiliki 4 buah dioda yang disusun sedemikian rupa
sehingga baik sebelum maupun sesudah beban tetap disearahkan oleh masing –
masing dua buah dioda. Demikian, daya yang cukup tinggi pada masing – masing
dioda dapat di reduksi dengan susunan dioda – dioda tersebut.
( Blocher,Richard,2004:27-28).

After the capacitor has been discharged, the rectifier does not begin to pass
curent until the ouput volatage of the rectifier exceeds the voltage across the
capacitor. This occurs at 10 ms. Current flows in the rectifier until slightly after
the peak of the half sing wave at 13 ms. At this time the sine wave is falling faster
than the capacitorthan the capacitor can discharge. A short oulse of current
begining at lost 10 ms and ending at 13 ms is therefore suppliede to the capacitor
by power source (sudeep,2013:44).
III. ALAT DAN KOMPONEN
Adapun alat dan komponen yang digunakan dalam praktikum
antara lain :
a. Transformator stepdown non CT
b. Transformator stepdown CT
c. Dioda penyearah
d. Resistor
e. Condensator elektrolit
f. Steker AC
g. Multimeter
h. CRO (cathode right tube)
i. Breadboard
j. Tool sheet
k. jumper

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


Penyearah ½ gelombang
1. persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang di perlukan saat
melaksanakan percobaan.
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang
baik.
3. Buatlah rangkaian seperti pada panduan yang ada.
4. Pada sisi primer transformator, berikan tegangan supply sebesar 220 V
AC.
5. Lakukan pengukuran tegangan pada sisi sekunder transformator dengan
menggunakan multimeter. Kemudian catat hasil pada tabel kerja.
6. Ukur tegangan pada hambatan RL (Vrl).
7. Hitung tegangan dengan menghubungkan anoda dan katoda dengan
multimeter.
8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluaran pada hambatan Rl
dengan menggunakan osiloskop.
9. Catat hasil pengamatan pada tabel.

Penyearah gelombang penuh (2 dioda)


1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat
melaksankan percobaan.
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi yang
baik.
3. Buatlah rangkaian seperti gambar yang ada pada panduan praktikum yang
disediakan pada papan breadboard.
4. Berikan tegangan suppy 220 V AC pada sisi primer transformator.
5. Ukur tegangan pada sisi sekunder transformator dengan multimeter, catat
hasil pada tabel.
6. Ukur tegangan pada hambatan Rl(Vrl).
7. Hitung tegangan pada dioda (D1 dan D2) dengan menghubungkan anoda
dan katoda dengan multimeter.
8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluarkan pada hambatan Rl
dengan menggunakan osiloskop.
9. Catat hasil pengamatan pada tabel.
Penyearah gelombang sistem jembatan

1. Persiapkan semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan saat


melaksanakan percobaan.
2. Periksa semua bahan dan peralatan, pastikan semua dalam kondisi baik.
3. Buatlah rangkaian seperti pada panduan yang ada pada papan project
board.
4. Berikan tegangan supply 220 V AC pada sisi primer transformator.
5. Ukur tegangan pada sisi sekunder transformator dengan multimeter,
catat hasilnya pada tabel.
6. Ukur tegangan pada hambatan Rl(V rl).
7. Hitung tegangan pada dioda (D1,D2,D3,D4) dengan menghubungkan
anoda dan katoda dengan menggunakan multimeter.
8. Amati dan gambarkan bentuk gelombang keluaran pada hambatan Rl
dengan menggunakan osiloskop.
V. DATA HASIL
a. Mengukur karakteristik dioda
Vod Vp Vbc IB

0V 0,03 V 0V 0A
5V 0,71 V 5,81 V 0,038 A
6V 0,70 V 6,79 V 0,045 A
7V 0,73 V 7,80 V 0,052 A
8V 0,74 V 8,46 V 0,056 A
9V 0,75 V 9,43 V 0,062 A
10 V 0,75 V 10,65 V 0,071 A

b. Penyearah setengah gelombang RL = 150 Ω

c. Penyearah gelombang penuh RC = 150 Ω


d. Penyearah gelombang penuh dengan filter kapsitor
RL = 150 Ω
C1 = 0,1
VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan tentang “Dioda


Penyearah Gelombang”. Dalam percobaan ini kami bertujuan untuk memahami
prinsip dasar dioda, mengetahui jenis-jenis penyearah gelombang, mempelajari
cara kerja rangkaian penyearah, mengamati bentuk gelombang keluaran dan
menyelidiki besar faktoriak regulasi tegangan. Pada praktikum ini kami
menggunakan osiloskop, multimeter, dioda, power-supply, transistor, papan roti,
dan beberapa kabel. Dioda sendiri didefinisikan sebagai komponen elektronika
semi-konduktor yang hanya dapat menghantar arus pada arah sebaliknya atau
hanya satu arah saja. Struktur dioda adalah sambungan semi-konduktor pada N,
dengan ini arus hanya mengalir dari sisi P ke sisi N.
Kami melakukan 3kali percobaan, dimana untuk percobaan pertama kami
menentukan karakteristik dioda, percobaan setengah gelombang dan gelombang
penuh. Sebelum melakukan percobaan kami membuat rangkaiannya terlebih
dahulu kemudian digunakan Vdd dengan nilai yang berbeda-beda yaitu:
0,5,6,7,8,9, dan 10. Kemudian didapat nilai Vd dengan nilai 0,3 V, 0,71 V, 0,72
V, 0,73 V, 0,74 V, 0,75 V, dan 0,75 V. Kemudian dicatat harga untuk masing-
masing Vbc sebesar : 0 V,5,81 V,6,79 V,7,8 V,8,46 V, 9,43 V dan 10,65 V.
Untuk data Ib digunakan cara Vbc / RL dan didapatkan hasil masing – masing :
1. 0 / 150 Ω = 0 A
2. 5,81 V / 150 Ω = 0,039 A
3. 6,79 V / 150 Ω = 0,045 A
4. 7,8 V / 150 Ω = 0,052 A
5. 8,46 V / 150 Ω = 0,056 A
6. 9,43 V / 150 Ω = 0,063 A
7. 10,65 V / 150 Ω = 0,071 A
-3
Dengan harga dioda = 4,81 mA = 481 x 10 A.
Selanjutnya kami melakukan percobaan kedua tentang penyearah setengah
gelombang. Pertama kami menyusun rangkaian, kemudian pada power supply
dengan tegangan 5 Volt, untuk nilai Vipp = 7,3 V , Vo DC = 3,3 V, dan Vcro = 10
V. Disini terdapat dua gelombang pada osiloskop pertama Vi dan kedua untuk Vo.

( gambar Vi pada osiloskop )

( gambar Vo pada osiloskop )


Kemudian kami melakukan percobaan yang ketiga tentang penyearah
gelombang penuh dengan menggunakan RL = 150 Ω. Pertama kami menyusun
rangkaian seperti pada gambar kemudian pada power supply dengan nilai 6,4 V ,
untuk Virms = 11,20 V, untuk Vipp = 4,7 V, Vodc = 0,91 V, dan untuk Vcro =
1,7 V. Terdapat dua gelombang ada osiloskop untuk Vi dan Vo. Gambar yang
muncul pada osiloskop :

( gambar Vi pada osiloskop )


( gambar Vo pada osiloskop )
Percobaan yang terakhir yaitu tentang penyearah gelombang penuh dengan
filter kapasitor, dengan rangkaian yang sama dan ditambahkan kapasitor pada
rangkaian tersebut sehingga kapasitor terpasang paralel dengan RL, didapat nilai
Virms = 1,6 V, Vipp = 1,6 V, pada osiloskop untuk Vi dan Vo seperti gambar :

( gambar Vi pada osiloksop )

( gambar Vo pada osiloskop )


VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Prinsip dasar dioda adalah hanya mengalirkan arus listrik dan
tegangan pada satu arah.
b. Penyearah gelombang ada 2, penyearah setengah gelombang dan
penyearah gelombang penuh.
c. Pengukuran pembebanan pada satu daya didapatkan dari beberapa
besaran tegangan yang digunakan dan arus yang digunakan baik
AC maupun DC.
d. Faktoriak adalah perbandingan antara nilai efektif kandungan riak
tegangan / arus keluaran terhadap nilai rata-rata tegangan / arus
keluaran.
Vr = Vm / FRLC (setengah gelombang)
Vr = Vm / 2FRLC (gelombang penuh)
e. Transformator step-up adalah transformator yang memiliki lilitan
sekunder lebih banyak dari pada lilitan primer sehingga berfungsi
sebagai penaik tegangan.
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Blocher, Richard. 2004. Dasar Elektronika. Yogyakarta : Andi


yogyakarta
Si, Abidin, Zainal. 2015. Permodelan power-supply DC dengan multimeter
sebagai media. Lamongan : Universitas Islam Lamongan (Vol.7)
Sudeep, pyakuryal. Filter design for ac to dc converter.2013. vol 2
Sutanto. 1994. Rangkaian Elektronika. Jakarta : Universitas Indonesia
Sutrisno. 1986. Elektronika : Teori dan penerapannya. Bandung : ITB
KEGIATAN V
TEOREMA DIODE ZENER
I. TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut :
a. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menyebutkan
karakteristik dioda zener dengan benar
b. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan
fungsi dioda zener dengan dioda biasa dengan benar
c. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengukur tegangan
dan arus zener dengan benar

II. DASAR TEORI


Diode zener yaitu jenis diode yang mempunyai karakteristik untuk
menyalurkan arus listrik dalam suatu rangkaian elektronika yang mengalir
kearah yang berlawanan bila ada tegangan yang melampaui batas tegangan
zener. Diode zener memiliki fungsi untuk menstabilkan tegangan searah (dc).
Diode umumnya dipasang seri dengan sebuah resistor untuk memperoleh
suatu sumber tegangan ac dengan pemasangan yang terbaik. Simbol diode
zener

Diode zener dirancang untuk beroperasi dengan tegangan muka terbalik


( reverse bias ) pada tegangan tembusnya biasa disebut „‟ Breakdown Dioda
„‟. Jadi katoda – katoda diberi tegangan positif terhadap anoda dengan
mengatur tingkat dopping, pabrik dapat menghasilkan diode zener dengan
tegangan breakdown sekitar 2V sampai 200V.
Sifat diode zener yang pertama, diode zener dalam kondisi forward bias,
dimana kaki katoda debri tegangan lebih negative terhadap anoda atau anoda
diberi tegangan lebih positif terhaap katoda, seperti gambar dibawah ini

G
„‟ gambar : diode zener dalam arah forward „‟
Yang kedua diode zener dalam kondisi reverse bias, dimana kaki
katoda selalu diberi tegangan yang lebih positif terhadap anoda.

P S

„‟ gambar diode zener pada arah reverse‟‟ (Wasito, 2001 : 87-88)

- V2 V

- Izt
- Izm
1(a) 1(c)

Pada gambar 1 (a) menunjukkan symbol suatu diode zener. Garis


yang membentuk huruf „‟ Z „‟ sebagai tanda bahwa itu adalah diode zener.
Gambar 1 (c) menunjukkan grafik dari suatu diode zener, dalam daerah
maju diode zener mulai menghantar pada tegangan 0,7Vseperti diode
biasa. Dalam daerah bocor, yaitu daerah antara nol dan breakdown, hanya
mempunyai arus balik yang kecil. Dalam daerah breakdown, diode zener
mempunyai „‟ lutut „‟ yang tajam,yang diikuti oleh pertambahan arus yang
hampir vertical. Pada titik tersebut
tegangan breakdown akan konstan pada nilai V2. Pada gambar 1 (c)terlihat
adanya arus mundur Izt dan arus mundur maksimum Izm. Sepanjang arus
mundur belum mencapai Izm maka diode zener aman beroperasi, dan diode
zener merupakan tulang punggung rangkaian pengatur tegangan, rangkaian
yang mampu mempertahankan tegangan tetap konstan pada suatu nilai
walaupun ada perubahan pada tegangan input maupun resistor beban
( Tipler, 2001 : 93-94 ).
Penerapan diode zener adalah sebagai regulator atau stabilizer
tegangan, untuk referensi tegangan yang tetap dan untuk melindungi
kerusakan akibat kenaikan tegangan. Rangkaian dasar stabilizer tegangan
menggunakan dioede zener dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :
IR RS IL

Vi RL

„‟ gambar : rangkaian dasar stabilizer dengan diode zener „‟


Rs = hambatan yang berfungsi sebagai pembatas arus untuk rangkaian
stabilizer tegangan. Apabila tegangan Vi lebih tinggi dari V2 dan R2 lebih
besar dari RL minimum maka fungsi dari stabilizer tegangan pada diode
zener dapat bekerja, oleh karena itu RL harus lebih besar dari RL min. RL
min dapat ditentukan pada saat VL = VZ,sebagai berikut :
.
RL min :

Nilai RL min menjamin diode zener bekerja secara konsisten. Bila zener
bekerja, berarti VL = V2 = konstan dengan menganggap Vi tetap maka
turun tegangan pada Rs ( VR ) juga tetap, yaitu :
Vr = Vi – Vz
Sehingga arus yang mengalir pada Rs, diketahui :
IR =

Dan arus yang mengalir pada diode zener dapat ditentukan dengan :
Iz = IR – IL
Arus pada diode zener ( Iz ) tidak boleh melebihi Izm yang telah ditentukan,
untuk membatasi arus zener dapat mengatur nilai Rs dengan rumusan yang
ada diatas ( Edwin.C, 1995 : 108 )
Jika tegangan mundur pada diode p – n diperbesar pada suatu nilai
tegangan maka arus mundur naik dengan cepat, seperti pada gambar 4.54.
Tegangan mundur yang terjadi disebut tegangan balik puncak ( PIV ).
Peristiwa ini terjadi karena dadalnya ikatan kovalen silicon
dalam daerah pengosongan pada sambungan p – n.
iD
Vpiv 0
0+ VD

„‟ gambar 4. 54 : Kurva Diode Zener „‟


Diode yang digunakan pada daerah dadal disebut diode zener. Diode
ini digunakan untuk pengaturan tegangan, agar sumber tegangan searah tak
berubah maka jika diambil arusnya dalam batas – batas tertentu tegangan
dadal ditentukan pada nilai antara 3V dan 100V. Parameter diode zener,
antara lain :
- Tegangan dadal
- Koefisien suhu
- Kemampuan daya
- Hambatan isyarat kecil R2, yaitu hambatan zener terhadap
perubahan tegangan kecil

Diode zener dengan tegangan zener diatas 6V mempunyai koefisien


suhu positif, dan dibawah 6V suhu negative. Begitu pula hambatan isyarat
kecil yang menyatakan kemiringan lengkung ciri diode pada keadaan dadal.
Kedua hal ini dilukiskan pada gambar 4.55 dan 4.56
„‟ gambar 4.55 : Koefisien suhu diode zener (1N746)

„‟ gambar 4.56: Hambatan isyarat kecil suatu diode zener (1N766)


( Sutrisno, 1986 : 111 – 112 ).
III. ALAT DAN KOMPONEN
Adapun alat dan komponen yang digunakan dalam praktikum ini,
sebagai berikut :
a. Breadboard
b. Resistor
c. Mikro dan milli-ammeter dc
d. Voltmeter dc
e. DC power supply

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Dirangkai seperti gambar 3.5 yang bersesuaian dengan modul
dengan menggunakan breadboard

b. Pada percobaan kurva karakteristik zener, beban RL dilepas dan


tegangan dari dc power supply diset pada 0V. ukurlah Vz dan Iz
mulai dari 0V, kemudian dinaikkan ssecara perlahan dengan step
1V sampai mencapai kurang lebih 15V, kemudian tuliskan datanya
pada table 3.1. Usahakan arus zener Iz jangan sampai melebihi 50
mA.
c. Dari data table 3.1 digambarkan kurva karakteristik sener untuk
kondisi bias reverse
d. Dari gambar hasil langkah ke (3), dicari tegangan knee dan
resistansi zener (Rz) dan dicatat pada table 3.2
e. Pada percobaan regulasi tegangan, dipasang kembali beban RL,
kemudian diukur arus source IT, arus zener Iz, arus beban IL, dan
tegangan output beban penuh V0 (FL), kemudian ditulis pada table
3.3
f. Dengan memperhitungkan tegangan zener dan resistansi zener
hasil dari langkah (4), dihitung arus source IT, arus zener Iz, arus
beban IL, dan tegangan output beban penuh V0 (FL), kemudian
ditulis pada table 3.3 dan dibandingkan kedua hasil tersebut

IT = , IT = Iz + IL dan Vout = Vz + Iz . Rz

g. Untuk pengukuran tanpa beban ( no load ) resistansi beban dilepas,


kemudian diukur arus source IT, arus zener Iz, dan tegangan output
tanpa beban V0 (NL), dan dicatat hasilnya pada table 3.4
h. Dengan memperhitungkan tegangan zener dan resistansi zener
hasil dari langkah (4), dihitung arus source IT, arus zener Iz, dan
tegangan output tanpa beban V0 (NL), kemudian ditulis hasilnya
pada table 3.4 dan dibandingkan kedua hasil
i. Dari hasil langkah (5) sampai dengan (8), tentukan presentase
regulasi dari zener, kemudian ditulis hasilnya pada table 3.3 dan
3.4 kemudian dibandingkan kedua hasil tersebut
V. DATA HASIL
a. Data pengukuran karakteristik zener

Tegangan Input Tegangan Zener Arus Zener


Vin ( volt ) Vz ( volt ) Iz ( mA )

0V 0V 0 mA
1V 1V 1,43 mA
2V 1,8 V 1,86 mA
3V 2,8 V 1,86 mA
4V 3,8 V 1,64 mA
5V 5,2 V 1,29 mA
6V 6,2 V 0,86 mA
7V 6,8 V 5,27 mA
8V 6,6 V 0,4 mA
9V 6,6 V 3,8 mA
10 V 6,6 V 4,4 mA
11 V 6,6 V 6 mA
12 V 6,6 V 7 mA
13 V 6,6 V ∞
14 V 6,6 V ∞
R = 22.000 Ώ
b. Tegangan knee dan resistansi zener
Tegangan knee zener 6,6 Volt

Resistansi zener (Rz) 70 Ώ

c. Zener regulator penuh beban


Parameter Pengukuran Perhitungan Erms (%)
IT 16,5 mA 6,67 mA +- 100 %
IZ 1,5 mA 4,67 mA +- 200 %
IL 6,8 mA 2 mA +- 250 %
Vo (FL) 3,2 mA 0,78 V +- 300 %
Untuk Vin = 15 Volt
d. Zener tanpa beban
Parameter Pengukuran Perhitungan Erms(%)
IT 9,6 mA 6,6 mA +- 45 %
IZ 37,68 mA 4,667 mA +- 80 %
Vo (NL) 6,8 mA 0,32 mA +- 2000 %
VR (%) 7 Ma 0,6 V +- 1000 %
Untuk Vin = 15 Volt

VI. PEMBAHASAN
Diode zener yaitu jenis diode yang mempunyai karakteristik untuk
menyalurkan arus listrik dalam suatu rangkaian elektronika yang mengalir kearah
yang berlawanan bila ada tegangan yang melampaui batas tegangan zener. Diode
zener memiliki fungsi untuk menstabilkan tegangan searah (dc). Symbol diode
zener :

Diode umumnya dipasang seri dengan sebuah resistor untuk memperoleh suatu
sumber tegangan ac dengan pemasangan yang terbaik ( Wasito,2001:87 ).
Percobaan kali ini mengenai „‟ Diode Zener „‟, percobaan dilakukan seesuai
dengan prosedur kerja untuk menentukan karakteristik diode, tegangan knee dan
resistansi diode, seta zener regulator penuh beban dan zener regulator tanpa
beban. Diode zener mempunyai tegangan knee yang terjadi pada saat breakdown,
tegangan knee ini menunjukkan terjadinya pemutusan arus yang besar
pada tegangan. Tegangan knee sendiri adalah tegangan saat arus mulai naik
secara cepat pada saat diode berada didaerah bias maju.
Pada percobaan ini, dilakukan 4 jenis percobaan antara lain, pengukuran
karakteristik diode zener, tegangan knee dan regulasi zener, zener regulator
penuh beban, dan ener regulator tanpa beban. Pada percobaan mengenai
karakteristik diode ener dilakukan untuk mengetahui sifat dan cara kerja dari
karakteristik diode, tetapi setelah dilakukan percobaan hasil yang didapat tidak
sesuai dengan literature. Berdasarkan literature bentuk kurva karakteristik diode
zener adalah :

Breakdown forward – bias region


Vp V2
reverse – bias region

Iz

Namun berdasarkan hasil pratikum tidak diperoleh kurva bentuk berdasarkan


literature. Artinya pada percobaan ini terdapat kesalahan, kesalahan ini terjadi
akibat salahnya pembacaan pada osiloskop oleh praktikan maupun pada
penggunaan alat.
Percobaan kedua adalah mengenai tegangan knee dan resistansi zener.
Berdasarkan percobaan diperoleh tegangan knee zener 6,6 Volt dan resistansinya
sebesar 70 Ώ. Sementara pada percoobaan zener regulator penuh beban, dimana
beban yang digunakan sebesar 390 Ώ.
Rangkaian yang digunakan pada percobaan zener regulator penuh beban (RL)
adalah sebagai berikut :

15V 100 Ώ IR
IZ 390 Ώ RL
Dengan menggunakan Hukum Kirchoff I diperoleh nilai Itotal (arus total)
sebesar 6,667 mA. Sedangkan arus zener (IZ) adalah sebesar 4,667 mA.
Sedangkan Ir (arus yang melalui resistor) dapat diperoleh dari nilai IT dan IZ.
Karena arus yang mengalir dari sumber tegangan terbagi pada diode dan beban
yang tersusun paralel maka :
IT = IZ + Ir
Ir = IT - IZ
Ir = 6,667 mA – 4,667 mA
Ir = 2 mA
Hasil perhitungan secara teori ini berbeda nilainya dengan secara praktikum.
Tingkat kesalahan ( error ) dapat dihitung dalam persen
(%) melalui persamaan :

% kesalahan = x 100 %

Tingkat kesalahan yang terjadi pada percobaan ini sangat besar bahkan mencapai
200 %, artinya percobaan ini kesalahannya sangat besar bahkan melebihi 100 %.
Sedangkan mencari Vo (RL) digunakan Hukum Ohm dengan : Vo = Iz = RL
= 780 mA atau 0,78 V
Artinya besar Vo (RL) secara teori adalah 780 mA atau 0,78 V. Percobaan
terkahir adalah mengenai zener regulator tanpa beban.
Rangkain yang digunakan pada percobaan zener regulator tanpa beban adalah :

Berdasarkan Hukum Kirchoff II diperoleh nilai IT = 6,667 mA, Iz = 4,667 mA,


maka Vo(RL) = 0,32 V yang diperoleh dengan mengalihkan Iz dan Rz, sedangkan
VR diperoleh dengan mengalihkan
Ir, dimana nilai R sebesar 0,6 V. Pada praktikum ini juga terjadi persen kesalahan
yang besar mencapai 200 %. Karena data yang digunakan merupakan data yang
diambil dari kelompok lain sehingga tidak diketahui penyebab kesalahan.
Kemungkinan kesalahan ini terjadi akibat praktikan sendiri yang salah membuat
rangkaian atau dalam membaca skala.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan mengenai „‟ Dioda Zener „‟,
dapat disimpulkan bahwa :
a. Karakteristik diode zener adalah untuk menyalurkan arus listrik
dalam suatu rangkaian elektronika yang mengalir kearah yang
berlawanan bila ada tegangan yang melampaui batas tegangan
zener
b. Penerapan diode zener adalah sebagai regulator atau stabilizer
tegangan ( voltage regulator ), agar rangkaian pada regulator
tegangan baik maka diode zener harus bekerja pada daerah
breakdown.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Edwin,C. 1995. Prinsip Elektronik. Bandung : Informatika
Sutrisno. 198. Elektronika I Teori dan Penerapannya. Bandung :ITB
Tippler,P.A. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga
Wasito,S. 2001. Pelajaran Elektronika. Jakarta : Karya Utama
KEGIATAN VI
TRANSISTOR SEBAGAI SAKLAR ELEKTRONIK

I. TUJUAN
Adapun tujuan praktikum yang ingin dicapai dari praktikum kali ini,
yaitu :
a. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi
karakteristik transistor sebagai saklar dengan benar
b. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan kaki-
kaki transistor dengan benar

II. Dasar Teori


Transistor bipolar dapat difungsikan sebagi saklar elektronika dengan
memanfaatkan dua keadaan transistor yaitu keadaan saturasi (sebagai saklar
tertutup) sebagai keadaan cut off.
Pada saat cut off tegangan kolektor emittor sama dengan tegangan sumber
kolektor dan arus basis mendekati nol. VCE(cut) = Vcc , IB (cut) = 0, pada
saat saturasi maka arus kolektor adalah = .

Untuk mencari arus basis pada keadaan resistor basis terpasang dapat dihitung
dengan persamaan :

=

Berdasarkan gambar diatas, maka selain sebagai saklar hal ini dapat dibalik
(inversikan). Jika dalam input (kaki basis) berlogika 1, maka output (kaki
kolektor) akan berlogika 0, dan sebaliknya RC
berfungsi sebagai resistor pulled-up, hal ini bertujuan untuk meniadakan
kondisi mengambang atau tidak jelas ketika transisi logika dari 0 ke 1
( Basuki, 2009 : 78 ).
Transistor dapat difungsikan sebagai saklar dengan mengatur arus basis IB
sehingga transistor dalam keadaan jenuh (saturasi) atau daerah mati (output).
Dengan mengatur IB > IC kondisi transistor akan menjadi jenuh seakan
kolektor dan emittor short sircuit. Arus mengalir dari kolektor ke emittor
tanpa hambatan dari VCE≈ 0 . Besar arus yang mengalir dari kolektor ke
emittor sama dengan Vcc / Rc.

Gambar 2.1 „‟ Transistor dalam kondisi jenuh ekuivalen


dengan saklar tertutup‟‟

Gambar 2.2 „‟ Transistor dalam kondisi mati ekuivalen dengan


saklar terbuka‟‟
Berikut merupakan perhitungan secara teori untuk menentukan
kondisi transistor sebagai saklar
Kondisi jenuh / saturasi VCE = Vcc – Ic.Rc . . . (2.1)
Karena kondisi jenuh VCE = 0 V (keadaan ideal)
Maka Ic = Vcc / Rc . . . (2.2)
Menentukan tahanan basis RB untuk memperoleh arus basis pada
keadaan jenuh adalah :
RB = ( Vi – VBE ) / IB jenuh . . . (2.3)
Kondisi mati atau cut off
VCE = Vcc – Ic . Rc . . .(2.4)
Karena kondisi mati Ic = 0 (kondisi ideal) maka :
VCE = Vcc – 0 . Rc . . .(2.5)
VCE = Vcc . . .(2.6)
Besar arus basis IB adalah
IB = Ic / . . .(2.7)
IB = 0 / = 0 (Malvino, 1999: 122).
Transistor memiliki kurva karakteristik input, output,dan transfer.
Pada transistor digunakan sebagai saklar, maka daerah yang
digunakan pada kurva karakteristik ialah daerah cut off dan daerah
saturasi.

Gambar 2.3 „‟ kurva karakteristik untuk daerah cut off/saturasi „‟


Daerah yang diarsir kuning adalah daerah cut off. Pada saat cut off kondisi
dari transistor adalah arus basis sama dengan sama dengan nol ( IB = 0 ).
Arus output pada kolektor sama dengan nol dan tegangan pada kolektor
maksimum atau sama dengan tegangan supply (VCE = Vcc). Daerah yang
diarsir merah adalah daerah saturasi. Pada saat saturasi kondisi dari
transistor adalah arus basis maksimal ( IB = max ) sehingga menghasilkan
arus kolektor maksimal dan tegangan kolektor emittor minimum (VCE = 0)
(Sutrisno, 1986: 133).
Dengan fungsi transistor sebagai saklar, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, diantaranya :
1. Menentukan Ic
Ic adalah arus beban yang akan mengalir dari kolektor ke emittor.
Besarnya arus beban ini tidak boleh lebih besar dari Ic maksimum
yang dapat dilewatkan oleh transistor. Arus beban ini dapat dicari
dengan persamaan :
Ic (beban) < Ic (max) syarat
Ic (beban) = Vcc / RL
2. Menentukan hfe transistor
Setelah arus beban yang dilewatkan transistor diketahui maka
menentukan transistor dengan syarat Ic (beban) < Ic (max)
Hfe > 5x Ic (beban) / Ic (max)
3. Menentukan RB
Setelah transistor dipakai sebagai saklar, selanjutnya menentukan
hambatan basis (RB). Besarnya RB ini dapat dicari dengan :
IB = Ic (beban) / hfe
RB = VBB – VBE / IB (Siregar W,2004 :84).
III. ALAT DAN KOMPONEN
Adapun alat dan komponen yang digunakan dalam praktikum kali ini
adalah :
a. Transistor
b. Resistor
c. LED
d. Project board
e. Catu daya
f. Multimeter

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Susunlah rangkaian seperti gambar dibawah ini, tentukan
Q1,R1,R2, V1 dan V2

b. Diukur besar tegangan R2 dan LED


c. Ditutup saklar apa yang terjadi pada LED ?
d. Diukur kembali besar tegangan R2 dan LED
e. Diukur besar Ib dan Ic. Dihitung besar penguatan transistor
f. Dibuktikan nilai Ib,Ic, dan VR1 dengan persamaan
g. Susunlah rangkaian seperti gambar dibawah ini

h. Diukur besar tegangan R1 dan LED


i. Ditutup saklar apa yang terjadi pada LED ?
j. Diukur kembali besar tegangan R1 dan LED
k. Diukur besar Ib dan Ic, dihitung besar penguatan transistor
l. Dibuktikan nilai Ib dan Ic dengan persamaan
V. DATA HASIL
a. Rangkaian transistor sebagai saklar
VR1 (V) V2 (V) Ib (A) VR2 (V) Vo (V) Ic (A)
-5 -4
0,06 V 9V 15 x 10 4,42 0 442 x 10
-5 -4
0,06 V 9V 15 x 10 4,43 1 443 x 10
-5 -4
0,06 V 9V 15 x 10 4,09 2 409 x 10
-4 -4
0,04 V 9V 1 x 10 3,01 3 301 x 10
-5 -4
0,03 V 9V 7 x 10 2,02 4 202 x 10
-6 -4
0,01 V 9V 25 x 10 1,03 5 103 x 10
-6 -4
0,01 V 9V 25 x 10 0,13 6 13 x 10

b. Transistor sebagai saklar tanpa RB


V1 V2 VR IE
-3
0 9 0,15 15 x 10
-3
5 9 0,10 10 x 10
-3
6 9 0,07 7 x 10
-3
7 9 0,02 2 x 10
8 9 0 0
VI. PEMBAHASAN
Transistor bipolar dapat difungsikan sebagai saklar elektronika
dengan memanfaatkan dua keadaan transistor yaitu keadaan saturasi
dan keadaan cut-off. Berdasarkan literatur pada saat cut-off tegangan
kolektor emittor sama dengan tegangan sumber kolektor dan arus basis
mendekati 0. VCE (cut) = Vcc, Ib (cut) = 0 pada saat saturasi maka arus
kolektor Ic = Vcc / Rc, dan arus basis pada keadaan resistor basis
terpasang dihitung dengan persamaan :
Ib = Vbb – Vbe / Rb
Pada praktikum kali ini dengan judul “transistor sebagai saklar”
digunakan alat dan komponen seperti, LED, transistor, resistor, project
board, catu daya, dan multimeter. Pada praktikum kali ini kami
mengalami kegagalan dikarnakan keadaan tidak memungkinkan
terjadinya percobaan (lampu mati) tapi sebelumnya kami sudah
berhasil merangkai rangkaian dan LED hidup walau hanya sebentar,
maka dari itu kami menggunakan data dari kelompok lain.
Percobaan pertama tentang rangkaian transistor sebagai saklar.
Pertama dibuat rangkaian seperti gambar, kemudian dengan
menggunakan resistor (R1) = orange, putih, coklat, dan emas didapat
nilainya 390 ± 5%. Kemudian dengan nilai VR yang bervariasi = 0,06
V, 0,06 V, 0,06 V, 0,04 V, 0,03 V, 0,01 V, dan 0,01 V. Digunakan
untuk mencari arus basis dengan cara Ib = VR1 / R1, untuk masing-
masing nilai basis didapat :
-5
a. Ib 0 = 0,06 V / 390Ω = 15 x 10 A
-5
b. Ib 1 = 0,06 V / 390Ω = 15 x 10 A
-5
c. Ib 2 = 0,06 V / 390Ω = 15 x 10 A
-4
d. Ib 3 = 0,04 V / 390 Ω = 1 x 10 A
-5
e. Ib 4 = 0,03 V / 390 Ω = 7 x 10 A
-6
f. Ib 5 = 0,01 V / 390 Ω = 25 x 10 A
-6
g. Ib 6 = 0,01 V / 390 Ω = 25 x 10 A
Itu merupakan arus basis dari 7 kali percobaan dengan data VR1 dan
R1 yang sudah didapat. Selanjutnya dengan menggunakan resistor R2
= coklat, hitam, coklat, didapat nilainya 100 Ω. Lalu dengan nilai VR2
yang bervariasi = 4,42 V, 4,43 V, 4,09 V, 3,01 V, 2,02 V, 1,03 V, dan
0,13 V digunakan untuk mencari arus kolektor dengan cara :
Ic = VR2 / R2 untuk masing-masing nilai arus kolektor didapat :
-4
a. Ic 0 = 4,42 V / 100 Ω = 442 x 10 A
-4
b. Ic 1 = 4,43 V / 100 Ω = 443 x 10 A
-4
c. Ic 2 = 4,09 V / 100 Ω = 409 x 10 A
-4
d. Ic 3 = 3,01 V / 100 Ω = 301 x 10 A
-4
e. Ic 4 = 2,02 V / 100 Ω = 202 x 10 A
-4
f. Ic 5 = 1,03 V / 100 Ω = 103 x 10 A
-4
g. Ic 6 = 0,13 V / 100 Ω = 13 x 10 A

Itu merupakan nilai dari arus kolektor 7 kali percobaan dengan data
VR2 dan R2 yang sudah didapat.
Kedua dilakukan percobaan tentang transistor sebagai saklar tanpa
Rb, data ini juga didapat dari kelompok lain dengan nilai untuk V1 =
0V, 5V, 6V, 7V, dan 8V. Sedangkan nilai V2 = 9V untuk
keseluruhan, nilai VR = 0,15 V, 0,10 V, 0,07 V, 0,02 V, dan 0 V,
-3 -3 -3 -3
terakhir untuk nilai Ie = 15 x 10 A, 10 x 10 A, 7 x 10 A, 2 x 10
A, dan 0, dan kesimpulan untuk LED bahwa perlu tegangan minimum
untuk menghidupkan LED, jika tegangan maksimum atau semakin
tinggi maka LED akan mati.
VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dengan judul transistor sebagai
saklar dapat disimpulkan bahwa :
a. Transistor dapat digunakan sebagai saklar elektronik dengan
memberikan bias agar transistor bekerja pada daerah saturasi dan
daerah cut-off. Pada daerah saturasi transistor berfungsi sebagai
saklar tertutup dan pada daerah cut-off transistor berfungsi sebagai
saklar terbuka.
b. Rangkaian transistor sebagai saklar elektronik antara lain :

Gambar transistor sebagai saklar dengan beban RB

Gambar tarnsistor sebagai saklar tanpa beban RB


c. Transistor sebagai saklar adalah aplikasi untama untuk penggunaan
transistor. Transistor sebagai saklar dapat digunakan untuk
mengendalikan perangkat elektronika dengan daya tinggi seperti
motor, selenoid atau lampu, tetapi transistor sebagai saklar juga
dapat digunakan dalam elektronika digital dan sirkuit gerbang
logika digital.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Basuki. 2009. Diktat Kuliah Bahan-Bahan Listrik. Banda Aceh :
Universitas Syiah Kuala
Malvino. A.P. 1999. Prinsip Elektronik. Mc Graw : Hill
Siregar, W. 2004. Electrical Utilities. Jakarta : Erlangga
Sutrisno. 1986. Elektronika : Teori Dasar dan
Penerapannya Jilid 1. Bandung : ITB
KEGIATAN VII
TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT TEGANGAN
( COMMON EMITTOR )
I. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari praktikum kali ini, adalah :
a. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat mengidentifikasi
karakteristik transistor sebagai penguat dengan benar
b. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat membedakan
prinsip transistor sebagai penguat dengan transistor sebagai saklar
dengan benar
c. Setelah melakukan praktikum, praktikan dapat menghitung
penguatan rangkaian dengan benar

II. DASAR TEORI


Penguat common emmitor adalah penguat yang kaki emitter transistor
digroundkan, lalu input dimasukkan kebasis dan output diambil pada kaki
kolektor. Penguat common emitter juga mempunyai karakter sebagai penguat
tegangan.

Penguat common emitter mempunyai karakteristik sebagai berikut :


a. Sinyal outputnya berbalik fasa 180 derajat terhadap sinyal input
b. Sangat mungkin terjadi osilasi karena adanya umpan balik positif,
sehingga sering dipasang umpan balik negative untuk
mencegahnya
c. Sering dipakai pada penguat frekuensi rendah (terutama pada
sinyal audio )
d. Mempunyai stabilitas penguatan yang rendah karena bergantung
pada kestabilan suhu dan bias transistor

Jika tegangan keluaran turun oleh pertambahan arus beban, maka VBE
(tegangan basis – emitter) bertambah dan arus beban besar, sehingga titik q
bergeser keatas sepanjang garis beban ( Sutrisno,1986:172 ).
Rangkaian common emitter (CE) adalah rangkaian yang paling sering
digunakan untuk berbagai aplikasi yang menggunakan transistor. Dinamakan
rangkaian CE, sebab titik ground atau titik tegangan 0 Volt dihubungkan pada
titik emitter. Pada rangkaian CE sering digunakan rangkaian ekuivalen h. Harga –
harga parameter h seperti :

ℎ =(1+ ) 25
. . . (1)
( )
Emitter menjadi bagian bersama untai masukan dan keluaran. Resistansi
keluarannya adalah resistansi didalam penguat yang terlihat oleh beban, resistansi
keluaran diperoleh dengan membuat Vs = 0 dan RL (hambatan beban) = ∞.
Dengan menghubungkan pembangkit luar pada ujung keluaran, maka arus
mengalir kedalam penguat.
Konfigurasi emitter lebih sering digunakan sebagai penguat arus, sesuai
nama emitter dipakai bersama sebagai terminal masukan atau keluaran. Arus input
dalam konfigurasi ini adalah iB dan arus emitter :
= −( + ), karenanya besar arus kolektor adalah :
=− + =+ ( + )+ , atau

= + disederhanakan dengan nisbah transferan


1− 1−

sebagai = dan besarnya arus cut off kolektor sebagai


1−
= (1 + ) = , dengan demikian didapat
1−
= + merupakan bentuk sederhana persamaan arus keluaran (kolektor)
dalam bentuk arus masukan (basis) dan nisbah ( Thomas,2002:61-62).

Transistor berfungsi sebagai penguat tegangan dengan menggunakan


konfigurasi common emitter. Rangkaian emitter bersama ( common emitter )
adalah rangkaian BJT yang menggunakan terminal emitter sebagai terminal
bersama yang terhubung ke sinyal basis (ground), sedangkan terminal masukan
dan keluaran terletak masing – masing pada terminal basis dan terminal kolektor.
Berikut merupakan skema sederhana dari rangkaian penguat BJT :
Dari gambar dapat dilihat bahwa rangkaian inputnya adalah basis dan output
adalah kolektor, sedangkan emitter dihubungkan ke ground ( Siregar W,2004:96 ).
III. ALAT DAN KOMPONEN
Adapun alat dan komponen yang digunakan, adalah :
a. Kit komponen (tool box)
b. Multimeter
c. Osiloskop
d. Signal generator
e. Kabel jumper
f. Catu daya
g. Bread board

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Digunakan peruntut lengkung ( curve tracer) , dicatat bentuk
lengkung ciri keluaran transistor yang digunakan, ditentukan hfe
dan hoe langsung dari lengkung cirinya
b. Diberikan tegangan Vcc = 12 Volt pada rangkaian gambar 8

c. Tanpa diberi isyarat masukan, diatur potensiometer VR agar VCE


= 6V. Pada keadaan ini dihitung arus IC dengan diukur beda
tegangan kedua ujung RC. Kemudian diukur VBE dan IB
menggunakan multimeter. Kemudian dimasukkan isyarat
sinusoidal dengan frekuensi 1 KHz dan diatur tegangan isyarat
masukan agar isyarat keluaran tidak cacat bentuknya
d. Diukur dan dicatat tegangan keluaran Vo dan isyarat masukan Vi
dengan osiloskop
e. Diulangi untuk harga frekuensi yang berbeda untuk menentukan
tanggapan amplitude
V. DATA HASIL
Transistor sebagai penguat tegangan ( common emitter )
F Vcc Vin Vout

108 Hz 5V 3,57 V 12,3 V


210 Hz 5V 3,57 V 10,6 V
306 Hz 5V 3,57 V 7,07 V
518 Hz 5V 3,57 V 1,76 V
1000 KHz 5V 3,57 V 1,04 V

VI. PEMBAHASAN
Penguat common emitter adalah penguat yang kaki emitter transistor
digroundkan, lalu input dimasukkan ke basis dan output diambil pada kaki
kolektor. Penguat common emitter juga mempunyai karakteristik sebagai penguat
tegangan.
Pada literature diketahui gambar penguat common emitter sebagai berikut :

Hari ini dengan praktikum berjudul „‟ Transistor sebagai penguat tegangan


(common emitter)‟‟, diukur tegangan keluaran Vo dan isyarat masukan Vi
dengan osiloskop. Alat dan komponen yang digunakan dalam praktikum kali ini,
antara lain catu daya DC, multimeter digital, osiloskop, signal generator,
transistor tipe NPN, papan rangkaian dan resistor serta kapasitor. Selanjutnya,
kami mulai dengan membuat rangkaian seperti yang ada dipenuntun :
Dalam praktikum yang telah dilakukan, digunakan RB1 sebesar 100 kΏ,RB2 22
kΏ, kapasitor emitter (CE) 220 , RC 22 kΏ resistor emitter (RC) 1K,C1 1 dan C2
10 . Tegangan input yang digunakan adalah 3,57 V dan Vcc sebesar 5 V.
Setelah itu diperoleh hasil : pada frekuensi 108 Hz tegangan keluarannya (Vout)
adalah 12,3 V ; frekuensi 220 Hz tegangan keluarannya (Vout) 10,6 V; pada
frekuensi 306 Hz tegangan keluarannya (Vout) sebesar 7,07 V ; frekuensi 518 Hz
tegangan keluaranya (Vout) sebesar 1,76 V ; dan yang terakhir 1 KHz didapat
(Vout) tegangan keluaran sebesar 1,04 V.
Seperti yang diketahui prinsip yang dipakai dalam transistor sebagai penguat
yaitu arus kecil pada basis dipakai untuk mengontrol arus yang lebih besar yang
diberikan ke kolektor melalui transistor tersebut. Kelebihan dari transistor penguat
bukan sekedar menguatkan sinyal, namun transistor juga dapat dipakai sebagai
penguat arus, penguat daya dan tegangan. Perbandingan antara Vout dan Vin
(KV) pada percobaan ini adalah, seperti ditunjukkan pada persamaan dibawah :
= dengan demikian pada percobaan pertama atau pada frekuensi 108 Hz
diperoleh KV (perbandingan) sebesar :

12,3
=
3,57
KV = 3,445 V
Jadi, KV pada frekuensi 108 Hz adalah 3,445 V. Dengan persamaan yang sama
diperoleh pada KV frekuensi 210 Hz sebesar 2,97 V; frekuensi 306 Hz sebesar
1,98 V; frekuensi 518 Hz sebesar 0,49 V
dan terakhir frekuensi 1 KHz diperoleh KV sebesar 0,39 V. Jika digambarkan
kurva perbandingan antara KV dan frekuensi masukan, maka :

Dari kurva diatas, dapat dilihat bahwa seakin besar frekuensi masukan yang
diberikan maka nilai perbandingan KVnya akan semakin kecil. Pada praktikum
ini tidak dilakukan pengukuran pada arus C dan arus B sehingga nilai hfe dapat
dihitung secara teori sebagai berikut :
2

= .
1 + 2
100.000Ώ .5
100.000Ώ + 22.000Ώ
100.000Ώ 122.000Ώ
. 5 = 4,09
Karena VBB = IB . RB, maka
1.
2
VB = IB x +
1 2

4,09 = IB x

4,09 = IB x
122.103
5
4,09 = IB x 0,183 . 10
4,09 -4
IB = = 2.10 = 20 mA
18032,78

Sedangkan untuk arus Ic :


Ic =+
5
= 22.000+1000
-4
= 5 = 2. 10 A = 20 mA
23.000
Dengan demikian, maka :
20
= =20 =1

Karena = , maka = 0,5, dimana :


1+

= .

Dengan demikian IE = IC / , atau IE = 20 mA / 0,5 = 40 mA.


Sementara untuk mencari hoe adalah :

dimana rc = 25 mA

Maka : rc = 25 / 40 mA = 0,625 Ώ
Sehingga : 1 / hoe = rc / 1 + 1
/ hoe = 0,625 / 1 + 1
1 / hoe = 0,625 / 2 = 1 / hoe = 0,3125
Hoe = 1 / 0,3125 = 3,2 Ώ
Didapatlah impedansi masukan dengan persamaan :
Ri = RB // hie
Dimana hie = (1 + hfe) . 25 / IE mA
= (1 + 1) . = 50 / 40 mA = 1,25 Ώ

Maka : Ri = RB // hie
= RB1 // RB2 // hie
.
= 1 2
+ // hie
1 2

= 100.000 . 22.000
100.000+22.000
// 1,25 Ώ

= 18032,78 Ώ // 1,25 Ώ

= 18032,78Ώ . 1,25Ώ
18032,78Ώ+1,25Ώ

22540,975
= 18034,03 = 1,249 Ώ
Sedangkan, impedansi keluarannya adalah :
1
Ro = ( )

1
= 3,2 Ώ // 22.000 Ώ
= 0,3125 Ώ // 22.000 Ώ
0,3125 Ώ . 22.000 Ώ
= 0,3125 Ώ+22.000 Ώ
= =
687522.000.3125
0,3124 Ώ
VII. KESIMPULAN
Dari praktikum dengan judul „‟ Transistor sebagai penguat tegangan
(common emitter)‟‟, dapat disimpulkan bahwa :
a. Transistor dapat digunakan sebagai penguat tegangan. Pada rangkaian
ini, bagian emitter transistor ditanahkan. Arus kecil pada basis dipakai
untuk mengontrol arus yang lebih besar pada kolektpr melalui
transistor tersebut. Isyarat masukan, masuk melalui basis dan keluar
melalui kolektor pada tanah AC
b. Menentukan hfe berdasarkan kurva karakteristik, digunakan dua
lengkung untuk dua nilai. Dari grafik ditentukan arus kolektor,
∆ 2−
maka = ⁄∆ | = | ′
2−

Sedangkan nilai hoe ditentukan dari kemiringan lengkung ciri static


keluaran pada titik q
c. Untuk mengukur hambatan masukan penguat = ⁄
1⁄
Sedangkan untuk mengukur hambatan keluaran =

d. Penguat tegangan ditunjukkan pada persamaan KV = Vo / Vi


Pada rangkaian percobaan diketahui Vo = - (hfe.ib) . ( 1/ hoe // Rc )
1
−(
)
.
( )
Dan Vi = ib . hie, maka=

e. Titik q bergeser sepanjang garis beban jika suhu naik, karena arus Ic
dipengaruhi oleh suhu. Perubahan titik q ini disebabkan oleh arus
penjemukan yang menyebrang sambungan B-C dalam tegangan
mundur berubah dengan suhu atau karena perubahan VBE (q) terhadap
suhu
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Malvino,A.P. 2003. Elektronik Principle. Mc Graw : Hill
Siregar,W. 2004. Electrical Utilities. Jakarta : Erlangga
Sutrisno. 1986. Elektronika : Teori Dasar I dan Penerapannya.
Bandung : ITB
Thomas,R. 2002. Dasar Elektronika. Yogyakarta : Andi Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai